Upload
nessya-shie-shie
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Kelas dan Jenis Batu Bara
Posted on July 12, 2009 by Batu Bara
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
Bituminus mengandung 68 – 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
Pembentukan batu bara
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:
Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
PENGELOLAAN AIR ASAM TAMBANG
PROSES TERBENTUKNYA AIR ASAM TAMBANG
Pembentukan Air Asam Tambang (AAT) atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan
"Acid Mine Drainage (AMD)" atau " Acid Rock Drainage (ARD)" terbentuk saat mineral
sulfida tertentu yang ada pada batuan terpapar dengan kondisi dimena terdapat air dan
oksigen (sebagai faktor utama) yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan
menghasilkan air dengan kondisi asam. Hasil reaksi kimia ini,beserta air yang bersifat
asam dapat keluar dari asalnya jika terdapat air pengelontor yang cukup, umumnya air
hujan yang pada timbunan batuan dapat mengalami infiltrasi/perkolasi. Air yang keluar
dari sumbernya inilah yang lazim disebut dengan istilah AAT. AAT adalah air asam yang
timbul akibat kegiatan penambangan, untuk membedakan dengan air asam yang timbul
akibat kegiatan lain seperti penggalian untuk pembangunan fondasi bangunan,
pembuatan tambak dan sebagainya. Beberapa mineral sulfida yang ditemukan pada
proses AAT FeS2, Cu2S, CuS, CuFeS2, MoS2, NiS, PbS, ZnS and FeAsS. Pirit
merupakan mineral sulfida yang umum ditemukan pada kegiatan penambangan
terutama batubara. Terbentuknya AATditandai oleh pH yang rendah (1,5-4) konsentrasi
logam terlarut yang tinggi, nilai acidity yang tinggi, nilai sulfat yang tinggi and konsentrasi
O2 yang rendah. Jika AAT keluar dari tempat terbentuknya dan keluar kelingkungan
umum maka faktor lingkungan akan terpengaruhi.
REAKSI KIMIA:
S + O2 ---> SO2 S = SULFUR
SO2 + H2O ---> H2SO4
SUMBER AIR ASAM TAMBANG
Sumber Air Asam Tambang adalah dari pertambangan terbuka, terutama pada
tambang batubara, yang memilki resiko terpapar oleh air hujan sehingga berpotensi
sangat besar untuk menjadi tempat terbentuknya Air Asam Tambang.
PENCEGAHAN TERBENTUKNYA AIR ASAM TAMBANG
Salah satu upaya pencegahan pembentukan air asam tambang (AAT) adalah
dengan pembangunan lapisan penutup material reaktif, umumnya dikenal sebagai
Potentially Acid Forming (PAF) material, dengan material yang tidak reaktif, Non Acid
Forming (NAF) material, tanah, atau material alternative seperti Geosyntetic Clay Liner
(GCL). Lapisan ini dikenal juga dengan sebutan dry cover system. Tujuan dari
pembangunan lapisan ini adalah untuk mengurangi difusi oksigen dan infiltrasi air,
sebagai faktor penting dalam proses oksidasi mineral sulphida. Selain itu, sistem
pelapisan ini juga diharapkan dapat tahan terhadap erosi dan mendukung upaya
revegetasi lahan penimbunan material.
PENANGANAN AIR ASAM TAMBANG
Pengolahan air asam harus dilakukan sebelum air tersebut dibuang ke badan air,
sehingga nantinya tidak mencemari perairan di sekitar lokasi tambang. Pengolahan air
asam dapat dilakukan dengan cara penetralan. Penetralan air asam dapat
menggunakan bahan kimia diantaranya seperti Limestone (Calcium Carbonat), Hydrate
Lime (Calcium Hydroxide), Caustic Soda (Sodium Hydroxide), Soda Ash Briquettes
(Sodium Carbonate), Anhydrous Ammoni.
· Limestone (Calcium Carbonat)
Limestone atau biasa dikenal dengan batu gamping telah digunakan selama
berpuluh-puluh tahun untuk menaikkan pH dan mengendapkan logam di dalam air
asam. Penggunaan limestone merupakan penanganan yang termurah, teraman dan
termudah dari semua bahan-bahan kimia. Kekurangan dari limestone ini ialah
mempunyai keterbatasan karena kelarutan yang rendah dan limestone terlapisi.
· Hydrate Lime (Calcium Hydroxide)
Hydrated lime adalah suatu bahan kimia yang sangat umum digunakan untuk
menetralkan air asam. Hydrated lime sangat efektif dari segi biaya dalam yang sangat
besar dan keadaan acidity yang tinggi. Bubuk hydrated lime adalah hydrophobic, begitu
lama pencampuran diperlukan untuk membuat hydrated lime dapat larut dalam air.
Hydrated lime mempunyai batasan keefektifan dalam beberapa tempat dimana suatu pH
yang sangat tinggi diperlukan untuk mengubah logam seperti mangan.
· Caustic Soda (Sodium Hydroxide)
Caustic Soda merupakan bahan kimia yang biasa digunakan dan sering dicoba
lebih jauh (tidak mempunyai sifat kelistrikan), kondisi aliran yang rendah. Caustic
menaikkan pH air dengan sangat cepat, sangat mudah larut dan digunakan dimana
kandungan mangan merupakan suatu masalah. Penggunaannya sangat sederhana,
yaitu dengan cara meneteskan cairan caustic ke dalam air asam, karena kelarutannya
akan menyebar di dalam air. Kekurangan utama dari penggunaan cairan caustic untuk
penanganan air asam ialah biaya yang tinggi dan bahaya dalam penanganannya.
Penggunaan caustic padat lebih murah dan lebih mudah dari pada caustic cair.
· Soda Ash Briquettes (Sodium Carbonate)
Sodium Carbonate biasanya digunakan dalam debit kecil dengan kandungan
besi yang rendah. Pemilihan soda ash untuk penanganan air asam biasanya berdasar
pemakaian sebuah kotak atau tong dengan air masuk dan buangan.
· Anhydrous Ammoni
Anhydrous Ammonia digunakan dalam beberapa cara untuk menetralkan acidity
dan untuk mengendapkan logam-logam di dalam air asam. Ammonia diinjeksikan ke
dalam kolam atau kedalam inlet seperti uap air, kelarutan tinggi, rekasi sangat cepat dan
dapat menaikkan pH. Ammonia memerlukan asam (H+) dan juga membentuk ion
hydroxyl (OH-) yang dapat bereaksi dengan logam-logam membentuk endapan. Injeksi
ammonia sebaiknya dekat dengan dasar kolam atau air inlet, karena ammonia lebih
ringan dari pada air dan naik kepermukaan. Ammonia efektif untuk membersihkan
mangan yang terjadi pada pH 9,5.
· Penggunaan Tawas Sebagai Bahan Koagulan
Air asam dalam kegiatan penambangan juga bisa dipastikan akan memiliki
kekeruhan yang sangat tinggi, oleh karena itu untuk menurunkan kekeruhannya dapat
menggunakan bahan kimia seperti alum atau lebih dikenal dengan tawas atau rumus
kimianya (Al2SO4)3. Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan
karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran serta mudah
penyimpanannya. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity (kekeruhan) air.
Semakin tinggi turbidity air maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Makin
banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan
asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara pH 5,8 -7,4. Apabila
alkalinitas alami dari air tidak seimbang dengan dosis tawas perlu ditambahkan
alkalinitas.
UU Minerba sederhanakan izin usaha pertambangan Sabtu, 24 Januari 2009 | 21:39 wib ET
JAKARTA. Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) dinilai telah mengatur lelang Wilayah Kerja Pertambangan secara demokratis dan transparan.
Selain itu, UU yang disetujui dalam Rapat Paripurna DPR RI tanggal 16 Desember 2008 ini juga menyederhanakan mengganti rezim perijinan Kontrak Karya/Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dan Kuasa Pertambangan (KK/PKP2B/KP) menjadi Ijin Usaha Pertambangan (IUP).
”Secara strategis UU Minerba telah menggantikan rejim KK/PKP2B/KP dengan bentuk perijinan yang disebut sebagai Ijin Usaha Pertambangan/IUP,” kata Purnomo Yusgiantoro, Menteri ESDM dalam satu seminar di Jakarta, sebagaimana disiarkan oleh Kantor Departemen ESDM, 23/01.
Menurut Yusgiantoro, IUP akan diklasifikasikan ke dalam IUP Eksplorasi, IUP Operasi dan Produksi, Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
”Dengan UU Minerba, investor dalam dan luar negeri dapat beroperasi melalui skema IUP yang ditetapkan melalui sistem lelang,” kata Purnomo. Sedangkan untuk IUPK bisa dikeluarkan oleh Menteri pada ex-Wilayah Pencadangan Negara (WPN).
Lelang Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) yang diatur secara transparan, merupakan aspek demokratisasi yang termuat dalam UU Minerba. Berdasarkan lelang WKP diberikan kesempatan kepada semua pihak sesuai persyaratan untuk ikut serta dalam pengusahaan bahan galian, peningkatan nilai tambah yang akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan peningkatan daya saing nasional yang bertujuan mengurangi ketergantungan terhadap asing.
Menteri juga mengungkapkan bahwa berdasarkan UU Minerba pasal 169 (a) diatur bagi KK dan PKP2B yang telah ada sebelum berlakunya UU Minerba tetap berlaku sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian. Selanjutnya pada pasal 169 (b) diatur bahwa ketentuan yang tercantum dalam pasal KK dan PKP2B sebagaimana dimaksud dalam pasal 169 (a) disesuaikan selambat-lambatnya satu tahun sejak UU Minerba diundangkan. (kb1)