12
Anugrah dkk. : Kehamilan dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata Kehamilan dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata Pregnancy with Generalized Pustular Psoriasis A Anugrah RSA, 1 Erry Gumilar Dachlan, 1 Saut Sahat Pohan 2 1 Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi 2 Departemen/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya ABSTRACT This article reports a case of pregnancy with generalized pustular psoriasis. The case, Mrs NR, 25, was handled at dermatology and venereology ward. Anatomic pathology laboratory examination was performed, revealing pustular psoriasis with typical clinical symptoms, where there were erythematous macule, on top of which pustules were dispersed. The diagnosis was, therefore, the pustular psoriasis. There was repeated recurrence, particularly during pregnancy. The patient was therapied with topical corticosteroid and, with consideration that there was flare several days after therapy and pregnancy age of 38 weeks, the pregnancy was terminated with caesarean section, and a male infant of 3100 grams was born. After delivery, the condition of the mother and the baby was improved and they were discharged on day 5. In this case, topical corticosteroid therapy was given, and apparently during the course of the disease, there was relapse due to the absence of general down-regulation from the immune system by pregnancy hormones, particularly the corticosteroid. Keywords: generalized pustular psoriasis, pregnancy Correspondence: A Anugrah RSA, Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya PENDAHULUAN Psoriasis Pustulosa Generalisata (tipe von Zumbusch) dengan Sindroma Lupus Eritematosus (SLE) menurut literatur merupakan kasus yang jarang terjadi. Pada laporan kasus ini penulis laporkan tentang penderita psoriasis pustulosa generalisata yang kemudian hamil. Angka kejadian kehamilan yang disertai dengan psoriasis pustulosa generalisata tidak diketahui dengan pasti. Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit bersifat kronik residif, khas ditandai dominasi erupsi pustula yang disertai dengan gejala sistemik seperti demam yang berlangsung beberapa hari. Pustulanya bersifat steril dengan ukuran 2–3 mm, tersebar pada batang tubuh dan ekstremitas, jarang mengenai luka. Kulit sekitar pustulosa biasanya eritematus. Pada awalnya kelainan kulit berupa bercak dengan sejumlah pustula yang kemudian menyatu (konfluen) membentuk gambaran danau (lake of pus). Kehamilan dapat mempengaruhi penyakit autoimun, sehingga kehamilan dapat memperberat penyakit psoriasis, sedangkan penyakit autoimun juga dapat mempengaruhi kehamilan. Pada psoriasis dapat menyebabkan terjadinya abortus spontan, lahir mati (stillbirth), dan kelahiran prematur. Pada kasus ini penulis dapatkan ibu hamil yang menderita psoriasis, sehingga perlu 47

Kehamilan Dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

  • Upload
    ichasup

  • View
    228

  • Download
    8

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kehamilan Dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

Anugrah dkk. : Kehamilan dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

Kehamilan dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

Pregnancy with Generalized Pustular Psoriasis

A Anugrah RSA,1 Erry Gumilar Dachlan,1 Saut Sahat Pohan2

1 Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi2 Departemen/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminFK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya

ABSTRACT

This article reports a case of pregnancy with generalized pustular psoriasis. The case, Mrs NR, 25, was handled at dermatology and venereology ward. Anatomic pathology laboratory examination was performed, revealing pustular psoriasis with typical clinical symptoms, where there were erythematous macule, on top of which pustules were dispersed. The diagnosis was, therefore, the pustular psoriasis. There was repeated recurrence, particularly during pregnancy. The patient was therapied with topical corticosteroid and, with consideration that there was flare several days after therapy and pregnancy age of 38 weeks, the pregnancy was terminated with caesarean section, and a male infant of 3100 grams was born. After delivery, the condition of the mother and the baby was improved and they were discharged on day 5. In this case, topical corticosteroid therapy was given, and apparently during the course of the disease, there was relapse due to the absence of general down-regulation from the immune system by pregnancy hormones, particularly the corticosteroid.

Keywords: generalized pustular psoriasis, pregnancy

Correspondence: A Anugrah RSA, Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo Surabaya

PENDAHULUAN

Psoriasis Pustulosa Generalisata (tipe von Zumbusch) dengan Sindroma Lupus Eritematosus (SLE) menurut literatur merupakan kasus yang jarang terjadi. Pada laporan kasus ini penulis laporkan tentang penderita psoriasis pustulosa generalisata yang kemudian hamil. Angka kejadian kehamilan yang disertai dengan psoriasis pustulosa generalisata tidak diketahui dengan pasti. Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit bersifat kronik residif, khas ditandai dominasi erupsi pustula yang disertai dengan gejala sistemik seperti demam yang berlangsung beberapa hari. Pustulanya bersifat steril dengan ukuran 2–3 mm, tersebar pada batang tubuh dan ekstremitas, jarang mengenai luka. Kulit sekitar pustulosa biasanya eritematus. Pada awalnya kelainan kulit berupa bercak dengan sejumlah pustula yang kemudian menyatu (konfluen) membentuk gambaran danau (lake of pus).

Kehamilan dapat mempengaruhi penyakit autoimun, sehingga kehamilan dapat memperberat penyakit psoriasis, sedangkan penyakit autoimun juga dapat mempengaruhi kehamilan. Pada psoriasis dapat menyebabkan terjadinya abortus spontan, lahir mati (stillbirth), dan kelahiran prematur. Pada kasus ini penulis dapatkan ibu hamil yang menderita psoriasis, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan penunjang lainnya untuk menentukan

diagnosis secara pasti. Setelah diagnosis dapat ditegakkan diperlukan penatalaksanaan secara komprehensif antara bagian Obstetri dan bagian Kulit dan Kelamin. Disamping itu juga perlu dimonitor keadaan janin selama di dalam kandungan, karena psoriasis dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin selama di dalam kandungan. Penderita akhirnya ditangani dengan pemberian obat-obatan untuk psoriasis. Kehamilan pada penderita ini akhirnya diakhiri pada usia kehamilan 38–39 minggu dengan operasi caesar. Keadaan ibu setelah operasi membaik. Pada bayi dilakukan pengawasan dan ternyata tidak didapatkan gejala penyakit psoriasis dan SLE. Akhirnya ibu dan bayi dipulangkan dalam keadaan baik.

Psoriasis adalah suatu penyakit peradangan kulit, bersifat kronik residif, khas ditandai adanya bagian kulit yang menebal, eritematus, dan berbatas tegas. Bagian atasnya tertutup skuama putih seperti perak, sering terdapat pada daerah tubuh yang sering terkena trauma kulit, yaitu kepala, bagian ekstensor dari ekstremitas, dan region sakralis. Luas kelainan kulit sangat bervariasi dari lesi yang lokalisata dan terpisah sampai tersebar mengenai seluruh kulit.1-3

Psoriasis merupakan penyakit universal dengan insidensi bervariasi di berbagai negara. Psoriasis sering dijumpai pada orang kulit putih, mengenai 1–3% populasi dunia.3

Di Amerika mengenai sekitar 2–3 juta penduduk atau

47

Page 2: Kehamilan Dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 17 No. 1 Januari - April 2009 : 47 - 53

1% populasi, pulau Faroe 2,8%, Denmark 2,9%, Inggris 2%, dan Cina 0,3%. Prevalensi wanita adalah sama dengan pria. Penyakit ini dapat muncul pada segala usia, namun jarang ditemukan pada usia dibawah 10 tahun. Umumnya pertama kali timbul usia 15–30 tahun. Insidensi penyakit kemudian berkurang secara perlahan dengan bertambahnya usia, walaupun juga didapatkan pada usia 57–60 tahun.4 Psoriasis dapat digolongkan menjadi dua tipe berdasarkan awitan, riwayat keluarga, dan keparahan penyakit. Psoriasis tipe 1 timbul sebelum usia 40 tahun dan tipe 2 timbul setelah usia 40 tahun.5,6

Tabel 1. Karakteristik psoriasis tipe 1 dan 26

Karakteristik Tipe 1 Tipe 2

Puncak usia awitanRiwayat keluargaAsosiasi HLA

Perjalanan penyakit

20-anseringCw-6 (pasti)B13 & B17 (mungkin)cenderung generalisata, parah, dan refrakter

60-anjarangjarang

ringan

Beberapa tahun terakhir ini pandangan tentang patogenesis psoriasis mengalami banyak perubahan. Pada awalnya, psoriasis dianggap sebagai kelainan kulit akibat gangguan hiperproliferasi keratinosit disertai diferensiasi abnormal epidermis.2,3,7 Kerusakan sel target pada psoriasis terdiri dari beberapa sel, termasuk keratinosit, namun secara histopatologik menunjukkan tiga faktor patogenik utama, yaitu diferensiasi abnormalitas keratinosit, hiperproliferasi keratinosit, dan infiltrasi komponen sel radang.5 Secara singkat terlihat adanya siklus sel yang memendek sekitar 1,5 hari pada proliferasi keratinosit psoriasis, fase maturasi, dan pelepasan keratinosit memerlukan waktu sekitar 4 hari sehingga keratinosit sel basal memperbanyak diri 10 kali lebih cepat dibandingkan orang normal.6 Selain itu beberapa para ahli menyetujui bahwa psoriasis dapat dicetuskan melalui mutasi beberapa gen bersama-sama (multigenik). Penelitian oleh Marius (1993) menyimpulkan bahwa jika kedua orang tua terkena penyakit ini, maka kemungkinan anaknya menderita penyakit yang sama sebesar 50%, jika hanya satu orang tua yang terkena maka kemungkinannya sebesar 16,4%. Jika kedua orang tua tidak menderita penyakit tersebut kemungkinannya sebesar 7,8%. Jika ada saudara yang terjangkit maka kemungkinannya sebesar 7%, dan jika ada riwayat keluarga generasi kedua yang terjangkit maka kemungkinannya sebesar 4%, dan jika ada riwayat keluarga generasi ketiga terjangkit maka kemungkinannya adalah 2%.6 Telah diketahui adanya hubungan yang bermakna antara HLA (human leucocyte antigen) dan psoriasis. Hubungan antara psoriasis dengan frekuensi antigen kelas I HLA-B57, -B13, -Cw6, dan -Cw7, terutama HLA-Cw6 mempunyai risiko psoriasis paling tinggi. Pada individu yang memiliki HLA-B17 atau -B13, didapatkan kemungkinan

menderita psoriasis 5 kali dari yang lain. Pada psoriasis pustulosa didapatkan peningkatan HLA-B27, dan peningkatan HLA-B13 serta HLA-B17 pada psoriasis gutata dan psoriasis eritroderma.3,6 Analisis HLA yang spesifik dalam 1 populasi didapatkan kerentanan terhadap psoriasis terletak pada ujung distal kromosom 17, dan disebut sebagai psoriasis susceptibility (Psor gene). Penemuan ini menunjukkan suatu lokus mayor Psor1 berdekatan dengan HLA-C pada kromosom 6p21, dan gen Psors lain seperti Psors2 pada kromosom 17q24-q25, dan Psors3 pada kromosom 4q.5,6 Selain itu terdapat faktor pencetus yang berperan dalam menginduksi atau mengeksaserbasi psoriasis pada individu yang secara genetik memiliki predisposisi untuk psoriasis.3,5,7

Beberapa faktor pencetus tersebut antara lain (1) trauma fisik pada kulit, misalnya abrasi superfisial, laserasi atau insisi, luka bakar, dan reaksi fototoksik, (2) aktivasi imunitas selular setempat, misalnya kontak alergen dan infeksi pada kulit, (3) aktivasi atau penyimpangan imunologik sistemik, misalnya hipersensitivitas obat atau antigen lainnya, infeksi streptokokus grupA, dan infeksi HIV, (4) obat sistemik, misalnya kortikosteroid, litium karbonat, antimalaria (klorokuin, hidroksiklorokuin), antihipertensi (betabloker, angiotensin converting enzyme inhibitor), dan antiinflamasi nonsteroid, serta (5) stres emosional. Penelitian klinis menunjukkan bahwa psoriasis bertambah buruk dengan adanya stres emosional, didapatkan pada sekitar 30–40% kasus. Namun hubungan sebab akibat antara eksaserbasi psoriasis dan stres emosional ini masih belum jelas.

Saat ini banyak publikasi yang menyatakan bahwa imunopatogenesis mendasari kelainan psoriasis. Penelitian menggunakan mencit yang menerima tandur kulit sehat penderita psoriasis, suntikan sel T autologus penderita pada mencit menunjukkan penularan penyakitnya. Telah diketahui bahwa pertahanan sistem imun secara normal di kulit diperankan oleh limfosit T. Sel T yang teraktivasi dan berdiferensiasi menjadi sel T helper-1 akan mengekskresi berbagai jenis sitokin yang mampu merangsang berbagai sel di dekatnya, kemudian mensekresi sitokin tambahan yang mengakibatkan umpan balik positif dalam mempertahankan keadaan peradangan menahun. Hal ini melengkapi bukti bahwa sel T yang teraktivasi berperan dalam psoriasis. Beberapa peneliti menduga bahwa proinflamatori atau profil sitokin T helper-1 (IL-1, IL-2, IFNγ, TNFα) mendominasi respons psoriatik sel T. Beberapa peneliti melaporkan peningkatan produksi IFNγ pada plak psoriasis. Pelepasan IFNγ akan menginduksi TNFα dan sitokin lainnya untuk memproduksi protein inflamasi oleh keratinosit. Selain itu keratinosit yang teraktivasi tersebut juga akan melepaskan kemokin dan berbagai macam growth factor yang akan menstimulasi influks netrofil, perubahan vaskuler, dan hiperplasia keratinosit.8-10

Gejala klinis psoriasis, dari keadaan umum penderita biasanya tidak berpengaruh, dari data subjektif penderita

48

Page 3: Kehamilan Dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

Anugrah dkk. : Kehamilan dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

didapatkan kebanyakan lesi biasanya tanpa gejala, keluhan gatal kadang-kadang bisa muncul atau tidak, dan jika gejala tersebut muncul biasanya berhubungan dengan likenifikasi pada plakat psoriasis dan terjadi pada 20% penderita psoriasis, nyeri pada sendi kecil tangan dan kaki yang merupakan manifestasi awal psoriasis artritis, serta gejala toksisitas, panas, dan malaise yang dapat muncul pada jenis psoriasis pustulosa generalisata. Dari data objektif penderita didapatkan lesi psoriasis khas berupa plak eritematosa yang berbatas tegas dengan permukaan tertutup skuama tebal, transparan, dan berwarna perak. Warna plak bervariasi dari merah dengan skuama yang sedikit sampai dengan warna putih keabu-abuan dengan skuama tebal dan rekat.3,5 Adanya Auspitz sign merupakan tanda yang mempunyai nilai diagnostik yang membedakan dengan kelainan kulit lainnya.

Pada psoriasis vulgaris terdapat 3 fenomena yang khas yaitu fenomena tetesan lilin ialah bila lesi yang berbentuk skuama apabila dikerok maka skuamanya menjadi putih yang disebabkan olah karena perubahan indeks bias, Auspitz sign, yaitu bila kerokan tadi dihentikan maka akan timbul bintik-bintik perdarahan yang disebabkan papilomatosis tetapi bila kerokan diteruskan maka akan tampak perdarahan yang merata, serta Kobner phenomenon ialah bila kulit penderita psoriasis terkena trauma maka akan muncul kelainan psoriasis yang sama. Hal ini berhubungan dengan patogenesis psoriasis dengan adanya infiltrasi sel radang yang merupakan peristiwa primer dan hiperplasia epidermis yang merupakan reaksi sekunder.

Gambaran klinis psoriasis dibedakan menjadi 3, yaitu:1. Psoriasis vulgaris (psoriasis tipe plak)

Psoriasis bentuk ini paling sering dijumpai. Gambaran lesinya khas, yaitu terdiri dari plak eritematoskuamosa yang berbatas tegas. Ukuran lesi sangat bervariasi dari sebesar koin hingga telapak tangan, lesi dapat teratur atau tidak teratur, dan distribusi lesi biasanya simetris. Bila lesi ukuran koin disebut psoriasis numular, dan bila ukuran lesi lebih besar dari telapak tangan disebut psoriasis geografika.3,7 Predileksi kelainan ini adalah kedua siku dan lutut, kulit kepala berambut, terutama daerah retroaurikuler, lumbal, dan umbilikus. Karakteristik lesi psoriasis terdiri atas skuama, eritema, dan indurasi (penebalan). Pertama, batas lesi sangat jelas. Woronoff pertama kali menemukan gambaran cincin putih kepucatan di sekitar lesi psoriasis. Kedua, permukaan lesi terdiri atas skuama putih keperakan yang nonkoheren, bila digores akan terlihat fenomena seperti menggores pada lilin (signe de la tache de bougie).5 Apabila dikerok berulang akan tampak fenomena Auspitz, yaitu munculnya bintik-bintik perdarahan saat lapisan terakhir dihilangkan. Ketiga, kulit di bawah skuama eritematosa adalah mengkilat dan homogen.3

2. Psoriasis gutata

Bentuk ini sering dijumpai pada dewasa muda atau anak yang sebelumnya terdapat riwayat infeksi saluran napas atas oleh kuman streptokokus. Beberapa faktor lain dapat menginduksi timbulnya psoriasis gutata, misalnya stres emosional, infeksi virus, obat-obatan (steroid yang dihentikan secara cepat). Gambaran klinisnya berupa papula atau plak eritematosa, tertutup skuama berwarna perak, diameter lesi 0,5 sampai dengan 1,5 cm yang tersebar menyerupai gambaran tetesan pada permukaan tubuh. Batang tubuh merupakan bagian yang paling sering terkena penyakit. Umumnya tidak mengenai telapak tangan dan telapak kaki. Bila telah terbukti adanya infeksi streptokokus maka pemberian antibiotika yang sesuai dapat membantu memperbaiki lesi psoriasis. Bentuk ini sangat responsif terhadap fototerapi.5,7

3. Psoriasis pustulosaDibagi menjadi dua bentuk, yaitu psoriasis pustulosa generalisata dan psoriasis pustulosa lokalisata.

4. Artritis psoriatikKelainan ini diderita oleh 10% penderita psoriasis, dan sekitar 35% penderita psoriasis akan mengeluh nyeri sendi walaupun tidak disertai dengan artritis psoriatik.11

5. Eritroderma psoriatikKelainan ini merupakan bentuk psoriasis yang berat, dimana hampir seluruh kulit termasuk kulit muka menjadi eritematosa disertai pembentukan skuama halus, terdapat gejala sistemik seperti demam, menggigil, malaise, dan letih, serta pembesaran kelenjar getah bening. Eritema dan pembentukan skuama yang luas dapat menyebabkan kehilangan panas dan gangguan elektrolit. Kelainan bentuk ini sering terjadi setelah penghentian mendadak kortikosteroid sistemik maupun topikal, infeksi, dan sunburn pada fototerapi.5,7

Psoriasis pustulosa generalisata dibagi tiga, antara lain:a. Psoriasis pustulosa tipe von Zumbusch

Psoriasis bentuk ini didominasi oleh erupsi pustula milier yang disertai dengan gejala sistemik seperti demam yang berlangsung beberapa hari. Pustulanya bersifat steril dengan ukuran 2–3mm, tersebar pada batang tubuh dan ekstremitas, jarang mengenai muka. Kulit sekitar pustulosa biasanya eritematosa. Pada awalnya kelainan kulit berupa bercak dengan sejumlah pustula yang kemudian menyatu (konfluen) membentuk gambaran danau (lake of pus).3,5,12 Psoriasis pustulosa von Zumbusch merupakan komplikasi psoriasis setelah penghentian mendadak kortikosteroid topikal atau sistemik, dapat juga karena obat topikal yang iritatif, iodida, dan litium.

b. Psoriasis pustulosa anularBentuk ini jarang ditemukan. Lesi kulit berupa sejumlah pustula berbentuk anular atau sirsinar yang eritematosa. Umumnya bentuk ini terlihat pada awal psoriasis pustulosa. Kelainan ini juga dapat timbul

49

Page 4: Kehamilan Dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 17 No. 1 Januari - April 2009 : 47 - 53

pada perjalanan psoriasis pustulosa generalisata.5

c. Impetigo herpetiformisBentuk kelainan ini merupakan bentuk psoriasis yang berkaitan dengan kehamilan.7

Psoriasis pustulosa lokalisata, pada bentuk ini, kelainan kulit berupa pustula yang terbatas pada jari tangan, telapak tangan, dan telapak kaki. Tidak didapatkan gejala sistemik. Terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa lokalisata, yaitu psoriasis pustulosa palmaris et plantaris dan akrodermatitis kontinua Hallopeau.5,7

Evaluasi psoriasis dilakukan dengan cara pencatatan dan pengukuran. Kedua cara tersebut yang efektif terhadap perkembangan psoriasis penting sekali dilakukan karena merupakan patokan penilaian derajat keparahan penyakit dan pengobatan yang tepat. Derajat keparahan psoriasis dinilai dari luas permukaan tubuh yang terkena lesi psoriasis. Bila permukaan tubuh yang terkena kurang dari 5% dianggap psoriasis derajat ringan, psoriasis derajat sedang bila mengenai 5–15% permukaan tubuh dan psoriasis derajat berat bila luas lesi lebih dari 15–20%. Evaluasi psoriasis dapat menggunakan beberapa metode, misalnya individual disease parameters, DGA (dermatologist global assesment), pencatatan PASI (psoriasis area severity index), PSS (psoriasis severity score), fotografi (image analysis), dan evaluasi oleh penderita.

Gambaran histopatologis psoriasis vulgaris terdiri atas hot spots dan cold spots.7 Umumnya tepi plak menunjukkan hot spots dengan densitas yang tinggi dan menggambarkan bentuk psoriasis yang lebih spesifik dan lebih akut, sehingga sebaiknya biopsi lesi psoriasis diambil dari daerah tepi plak atau dari papula psoriatik yang dini. Sedangkan gambaran histopatologis cold spots serupa dengan gambaran dermatitis yang non-spesifik, terdiri dari akantosis epidermal, parakeratosis, dan infiltrasi sel mononuklear yang luas. Gambaran histopatologis lesi psoriasis yang aktif sangat khas, antara lain pemanjangan rete ridges disertai penebalan pada bagian bawahnya, pemanjangan papila dermis, edematosa dan berbentuk club, penipisan bagian suprapapiler, lapisan granular menghilang setempat, parakeratosis fokal, mikropustula dari Kogoj, dan mikroabses dari Munro. Pada epidermis psoriasis ditemukan elongasi rete ridges disertai peningkatan jumlah mitosis yang tidak terbatas pada lapisan sel basal tetapi juga sel suprabasal. Perubahan pada stratum korneum dengan pola lebih fokal baik horisontal maupun vertikal, serta eksositosis lekosit polimorfonuklear ke dalam epidermis, dan disebut sebagai mikropustul Kogoj. Pustula-pustula tersebut berbentuk spongiformis, menyerang sampai ke stratum korneum, dan membentuk mikroabses Munro. Mikroabses ini khas dengan sisa-sisa lekosit polimorfonuklear. Kedua gambaran tersebut sangat khas pada psoriasis, walaupun agak jarang ditemukan. Pada dermis psoriasis didapatkan elongasi papila dermis yang mengandung pembuluh darah

berkelok-kelok. Kapiler tersebut memanjang sampai di bawah stratum korneum, sehingga stratum korneum di atasnya menyempit. Di dalam dermis terdapat sebukan sel radang juga seperti limfosit T, monosit, dan makrofag.7,11 Jika gambaran klinis lesi psoriasis jelas maka diagnosis akan mudah ditegakkan, bahkan pada beberapa kasus diagnostik pasti ditegakkan jika ditemukan adanya fenomena bercak lilin dan fenomena Auspitz. Gambaran histopatologi juga dapat membantu menegakkan diagnosis psoriasis vulgaris. Dua gambaran histopatologis yang sangat penting dalam mendiagnosis psoriasis vulgaris adalah adanya netrofil pada puncak tumpukan parakeratosis (Munro’s microabses) dan micropustules of Kogoj pada lapisan atas stratum spinosum.

Diagnosis banding psoriasis adalah dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, penyakit eksematus pada tangan dan kaki, pitiriasis rubra pilaris, dermatitis eksfoliatif, likenoid dermatitis, infeksi amiloid dan dermatophyta, tinea korporis, sifilis sekunder atau tersier, sindroma Reiter, dan mikosis fungoides.

Psoriasis pustulosa pada kehamilan merupakan istilah baru untuk impetigo herpetiformis. Istilah psoriasis pustulosa lebih menggambarkan penyakit dan meniadakan keberadaan dari infeksi viral dan bakterial yang tidak berperan pada penyakit tersebut. Masih menjadi perdebatan apakah psoriasis pustulosa dalam kehamilan merupakan kondisi yang benar-benar spesifik dalam kehamilan.13-15 Dikatakan jelas berhubungan berdasarkan kenyataan bahwa penderita hamil tersebut jarang yang memiliki riwayat psoriasis sebelumnya dan erupsi membaik pada saat post partum.15 Psoriasis pustulosa pada kehamilan sangat jarang terjadi. Terdapat hanya sekitar 350 kasus dalam literatur di Eropa dan AS.16 Penyakit dapat terjadi kapan saja selama kehamilan. Lesi dimulai dari plak eritematous dengan cincin pustula. Plak kemudian meluas dari perifer sedangkan pusat lesi mengalami erosi dan berkrusta. Terdapat cincin pustula yang konsentrik. Kuku dapat mengalami lisis (pelepasan nail plate dari nail bed).13,14

Lesi sering pertama kali bermanifes pada regio lipatan. Tubuh dan ekstremitas dapat dipengaruhi, biasanya menyebar pada tangan, kaki, dan wajah, meski lesi yang tunggal telah dilaporkan pada satu kasus.17 Dapat terjadi erosi pada oral dan esofagus. Psoriasis pustulosa pada kehamilan tidak bersifat gatal (pruritik). Namun penderita merasa gejala seperti malaise, anoreksia, mual, muntah, diare, demam, dan menggigil.13,14 Pigmentasi pasca inflamasi terjadi saat plak dan pustula membaik, tanpa terjadi jaringan parut. Psoriasis pustulosa pada kehamilan biasanya mengalami remisi secara cepat saat post partum, tetapi dapat juga mengalami flare saat persalinan.17,18 Terjadi kekambuhan pada kehamilan berikutnya dan dapat juga kambuh saat menstruasi atau penggunaan tablet kontraseptif oral. Penyakit cenderung menjadi lebih berat dan mengalami onset yang lebih awal pada kehamilan berikutnya.13,14,19 Insufisiensi

50

Page 5: Kehamilan Dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

Anugrah dkk. : Kehamilan dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

plasenta dengan akibat seperti abortus dan lahir mati juga dapat terjadi.20 Pada pemeriksaan laboratorium, lekositosis dan peningkatan laju sedimentasi eritrosit biasa terjadi. Hipokalsemia dapat terjadi, kemungkinan berhubungan dengan hipoparatiroidisme, dan dapat menyebabkan tetani, delirium, serta kejang. Albuminuria, pyuria, dan hematuria kadang terjadi. Pustula bersifat steril. Patologi psoriasis pustulosa pada kehamilan sama dengan psoriasis pustulosa pada penderita tidak hamil. Pustula spongiform dengan netrofil terdapat pada epidermis. Hiperplasia psoriasiform dan kemungkinan parakeratosis juga terjadi.13,14 Etiologinya masih belum jelas, dapat terkait dengan perubahan hormonal dari kehamilan terutama progesteron. Hipokalsemia dan hipoparatiroidisme dapat juga merupakan faktor pencetus.14 Etiologi pustula yang bersifat infeksius seperti kandidiasis dan impetigo harus dikesampingkan dengan kultur yang tepat. Dermatosis pustulosa subkorneal, dermatitis herpetiformis, dan erupsi obat pustulosa (pustulosis eksantematus generalisata akut) merupakan erupsi vesikuler atau pustulosa yang tidak terkait dengan kehamilan yang harus juga dipertimbangkan. Folikulitis pruritik pada kehamilan merupakan perifolikuler yang nyata dan pruritik yang bukan merupakan psoriasis pustulosa pada kehamilan. Pemfigoid gestasionis dapat terjadi dengan cincin vesikel atau pustula tetapi histopatologinya berbeda.13,14 Kortikosteroid adalah terapi farmakologik pilihan. Pemberian steroid sistemik dosis tinggi seperti prednisolon (80 mg per hari) memberikan respons yang nyata. Pada satu laporan kasus, psoriasis pustulosa pada kehamilan berhasil diterapi dengan etretinat20 dan siklosporin.21 Hipokalsemia harus juga dikoreksi bila ditemukan, dan keseimbangan elektrolit serta cairan harus dipertahankan. Penderita tersebut kadang membutuhkan persalinan lebih awal.13,14

Perubahan hormonal pada kehamilan mempengaruhi derajat keparahan psoriasis. Sekitar 75% wanita mengalami perubahan bermakna pada psoriasis yang dideritanya selama kehamilan, dengan 60% menunjukkan perbaikan dan 15% kekambuhan, 80% dari mereka akan mengalami flare pasca persalinan, biasanya dalam 4 bulan pasca persalinan. Kehamilan dapat pula menjadi faktor risiko artritis psoriatik. Kemungkinan regulasi-menurun general dari sistem imun oleh hormon kehamilan memberikan perbaikan pada psoriasis.22,23

Seperti penyakit lainnya yang menyebabkan hipotermi, psoriasis yang menyebabkan demam tinggi pada wanita hamil (> 39°C) dapat menginduksi terjadinya kelainan (kardiak, abnormalitas sistem saraf pusat), abortus spontan, lahir mati, dan persalinan prematur. Oleh karena itu terapi harus meliputi terapi penurunan demam dengan parasetamol dan cara fisik lain.24

KASUS

Ny. N, usia 25 tahun, datang pertama kali di Poli Kulit

dan Kelamin RSU Dr. Soetomo pada tanggal 1 September 2005 dengan keluhan adanya bercak merah terasa panas yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, bercak tersebut sering kambuh sejak 10 tahun ini. Awalnya bercak hanya terdapat pada perut kemudian meluas dan semakin melebar disertai rasa meriang dan tidak enak badan. Bercak meluas pada kedua tangan dan kaki, pantat dan punggung, serta kepala disertai sisik yang tebal. Terdapat rasa gatal ringan. Penderita juga memiliki riwayat sakit telinga dengan keluar cairan dan berbau serta pendengaran agak menurun, sudah dibawa berobat ke poli THT serta mendapat terapi, dan saat ini sudah membaik. Tidak didapatkan riwayat sakit tenggorokan, batuk, pilek, sakit gigi, dan gangguan BAB maupun BAK.

TATALAKSANA KASUS

Pengobatan psoriasis dapat dibagi menjadi tiga langkah, yaitu:25

1. Terapi topikal (kortikosteroid, tar kayu/batu bara, ichtammol (ichtyol), kalsipotrien (kalsipotriol), antralin, tazaroten, emolien, dan keratolitik). Untuk psoriasis ringan dengan PASI < 8 atau luas lesi < 10% permukaan tubuh.

2. Fototerapi (ultraviolet B atau UVB, psoralen, dan sinar UVA atau PUVA, rendam PUVA). Dipakai untuk psoriasis sedang sampai berat (PASI > 8), yang tidak merespons terhadap terapi topikal atau psoriasis yang terlalu luas untuk terapi topikal.

3. Terapi sistemik (metotreksat, siklosporin, acitretin). Disediakan khusus untuk psoriasis sedang sampai dengan berat atau artritis psoriatika berat. Juga dipakai untuk psoriatik eritroderma atau psoriasis pustulosa. Salah satu resimen terapi sistemik dalam penatalaksanaan psoriasis sedang dan berat adalah metotreksat (MTX). Sejak tahun 1950, MTX diperkenalkan sebagai resimen pengobatan psoriasis, dan sampai saat ini MTX masih dianggap efektif terutama untuk psoriasis dan artritis psoriasis.

Saat ini penderita sedang hamil 8 bulan. Hari pertama haid terakhir 16 Januari 2005 dan taksiran persalinan 13 Januari 2005. Penderita memiliki riwayat sakit yang sama sejak 10 tahun yang lalu, kontrol ke poli Kulit dan Kelamin bila kambuh dan mendapat obat oles serta obat minum. Riwayat MRS 1 kali karena penyakit yang sama dan mendapat terapi Metotrexat 2 x 2,5 mg selama 1 minggu (dirawat tanggal 10 Agustus 2003 sampai 4 September 2003) dengan hasil pemeriksaan PA tanggal 18 Agustus 2003 yaitu psoriasis pustulosa. Tidak ditemukan hipertensi maupun diabetes mellitus. Terdapat riwayat alergi obat amoksisilin dan eritromisin. Tidak ditemukan riwayat penyakit keluarga dengan sakit yang sama. Pada pemeriksaan status lokalis, pada batang tubuh, ekstremitas superior dan inferior, ditemukan makula eritematosa berbatas tegas dengan diameter 5–10

51

Page 6: Kehamilan Dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 17 No. 1 Januari - April 2009 : 47 - 53

cm, sebagian koalesens, tertutup skuama tebal, dan di atasnya tersebar pustula berdiameter 0,1–0,2 cm, tidak ada erosi. Di kulit kepala terdapat makula eritematosa berbatas tidak tegas yang tertutup skuama tipis sampai tebal, di kuku terdapat pitting nail digiti III dekstra.

Diagnosis kerja penderita ini adalah psoriasis pustulosa. Kemudian dilakukan pemeriksaan PA dengan hasil psoriasis pustulosa. Selanjutnya dilakukan pula pemeriksaan darah lengkap, fungsi hepar, dan fungsi ginjal yang semuanya berada dalam batas normal. Untuk sementara penderita mendapatkan terapi HG cream, biocream, dan asam folat.

Karena penderita juga memiliki riwayat sakit telinga dengan keluar cairan dan berbau serta pendengaran agak menurun, penderita dikonsultasikan ke poli THT, dan didapatkan OMK eksaserbasi akut dekstra dengan perforasi kering membran timpani sinistra. Disarankan pemberian H2O2 3% untuk cuci telinga. Saat penderita dikonsultasikan ke bagian Obsgyn, didapatkan GIIP1-1

34/35 minggu, tidak inpartu, dan psoriasis pustulosa. TBJ 2100. Disarankan bila kondisi akut telah teratasi (pus) penderita akan direncanakan pengawasan kesejahteraan janin (USG/NST), serta menghindari obat-obatan teratogenik. Hasil USG menunjukkan letak kepala dengan janin tunggal, hidup, BPD 95 mm, FL 73,7 mm sesuai 39/40 minggu, plasenta korpus belakang/II, cairan ketuban cukup, a. Umbilikalis, PI 1,14, dan RI 0,69.

Setelah 13 hari dirawat di ruangan, timbul bercak-bercak baru pada perut dan punggung dengan kecenderungan meluas. Penderita kemudian dikonsultasikan pada dr. Soenarko, Sp.KK (K) dengan psoriasis unknown dan unpredictable, tidak didapatkan indikasi dari ibu untuk terminasi kehamilan, induksi kehamilan dapat menyebabkan nyeri berlebihan yang menyebabkan stres pada penderita dan bisa menjadi faktor pencetus psoriasis, MTX bukanlah terapi kausatif dan bukan satu-satunya terapi, saat ini hanya diperlukan terapi topikal. Penderita juga dikonsultasikan pada dr. Erry Gumilar D, Sp.OG (K) dengan hasil bila usia kehamilan 40 minggu tidak inpartu, pro SC.

Saat perawatan hari ke-25 terjadi ketuban pecah pukul 23.00, terdapat sedikit bercak-bercak baru pada tangan, namun bercak pada badan banyak berkurang. Dari status obstetri, pada pemeriksaan VT ditemukan pembukaan 1 jari, effacement 25%, presentasi kepala, denominator uuk melintang, Hodge I, dengan UPD normal. Diagnosis kerja adalah psoriasis pustulosa dengan GIIP1-1 37/38 minggu, tunggal hidup + KPP. TBJ 3000 g. Penderita mendapatkan terapi Daivobet, asam folat, ketokonazol 2% SS, Mebhidrolin napadisilat 3 x 1 prn, dan bila dalam 12 jam tidak inpartu pro cito SC. Keesokan harinya pukul 14.45 lahir bayi dengan SC di GBPT, laki-laki/3100/49/AS 7–8. Penderita kemudian meminta dialih rawat di GRIU dan mendapatkan terapi asam folat

3 x 1, ketokonazol SS, serta multivitamin 1 x 1. Selama 5 hari perawatan akhirnya penderita dipulangkan dengan kondisi membaik, kondisi bayinya juga baik.

PEMBAHASAN

Diagnosis kehamilan dengan psoriasis pustulosa mudah ditegakkan jika gambaran klinis lesi psoriasis jelas, bahkan pada beberapa kasus diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan adanya fenomena bercak lilin dan fenomena Auspitz. Gambaran histopatologi juga dapat membantu menegakkan diagnosis psoriasis. Pada penderita ini gejala klinis yang mendukung psoriasis pustulosa jelas tampak, ditemukan lesi menyebar berupa makula eritematosa yang diatasnya tersebar pustula yang timbul sejak 10 tahun yang lalu dan kambuh saat kehamilan pertama (5 tahun yang lalu), 2 tahun kemudian kambuh lagi, kemudian terakhir kambuh 1,5 tahun yang lalu (saat kehamilan kedua). Diagnosis kemudian ditegakkan dengan pemeriksaan PA dengan hasil psoriasis pustulosa.

Pengaruh kehamilan pada psoriasis pustulosa adalah perubahan hormonal pada kehamilan yang mempengaruhi derajat keparahan psoriasis. Sekitar 75% wanita mengalamai perubahan bermakna pada psoriasis yang dideritanya selama kehamilan, dengan 60% menunjukkan perbaikan dan 15% kekambuhan, 80% dari mereka akan mengalami flare pasca persalinan, biasanya dalam 4 bulan pasca persalinan. Kehamilan dapat pula menjadi faktor risiko artritis psoriatik. Kemungkinan regulasi menurun secara umum dari sistem imun oleh hormon kehamilan memberikan perbaikan pada psoriasis.22,23,26

Pengaruh psoriasis pustulosa pada kehamilan adalah seperti penyakit lainnya yang menyebabkan hipotermi, psoriasis yang menyebabkan demam tinggi pada wanita hamil (> 39°C) dapat menginduksi terjadinya kelainan (kardiak, abnormalitas sistem saraf pusat), abortus spontan, lahir mati, dan persalinan prematur. Oleh karena itu terapi harus meliputi terapi penurunan demam dengan parasetamol dan cara fisik lain.24

Kortikosteroid adalah terapi farmakologik pilihan untuk kehamilan dengan psoriasis pustulosa. Pemberian steroid sistemik dosis tinggi seperti prednisolon (80 mg per hari) memberikan respons yang nyata. Dalam satu laporan kasus, psoriasis pustulosa pada kehamilan berhasil diterapi dengan siklosporin21 dan etretinat.20 Bila ditemukan hipokalsemia juga harus dikoreksi, keseimbangan elektrolit dan cairan harus dipertahankan. Penderita tersebut kadang membutuhkan persalinan lebih awal.13,14,16

Proses persalinan pada penderita ini memang diperlukan tindakan bedah cesar untuk melahirkan bayinya oleh

52

Page 7: Kehamilan Dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

Anugrah dkk. : Kehamilan dengan Psoriasis Pustulosa Generalisata

karena dengan terapi yang sudah diberikan didapatkan kecenderungan untuk membaik tetapi beberapa hari kemudian tampak psoriasis pustula yang baru (flare) dan usia kehamilan sudah menginjak 38 minggu namun belum didapatkan tanda-tanda inpartu dimana terminasi dengan drip oksitosin akan menimbulkan stres (nyeri) yang akan memperberat psoriasisnya, sehingga diputuskan dilakukan bedah cesar dengan perawatan luka operasi yang lebih intensif. Perubahan hormonal pada kehamilan mempengaruhi derajat keparahan psoriasis. Sekitar 75% wanita mengalamai perubahan bermakna pada psoriasis yang dideritanya selama kehamilan. Kehamilan dapat pula menjadi faktor risiko artritis psoriatik. Kemungkinan regulasi menurun secara umum dari sistem imun oleh hormon kehamilan memberikan perbaikan pada psoriasis.22,23,26

KESIMPULAN

Selama kehamilan terjadi perubahan yang cukup bermakna pada kondisi hormonal dimana diketahui bahwa faktor hormonal berhubungan dengan terjadinya psoriasis pustulosa, sehingga kehamilan dapat mempengaruhi psoriasis pustulosa. Kehamilan dapat memperburuk psoriasis pustulosa. Sedangkan psoriasis pustulosa sendiri dapat mempengaruhi kehamilan, disamping itu psoriasis pustulosa dapat mempengaruhi janin yang dikandung ibu yang menderita psoriasis pustulosa.

DAFTAR PUSTAKA

1. Van de Kerkhof PCM. Clinical features. In: Peter Van de Kerkhof, ed. Textbook of psoriasis. Oxford: Blackwell Publishing; 1999. p.3–24.

2. Andrews, Richard BO, William DJ, ed. Disease of the skin. Clinical dermatology. 9th ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 2000. p.218–35.

3. Christopers E, Morowietz U. Psoriasis vulgaris. In: Freedberg IM, Ersen AZ, Wolf K, Austen KF, Goldsmith LA. Fitzpatrick TB, ed. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2003. p.407–27.

4. Korneilli T, Lowe NJ, Yamauchi PS. Psoriasis: immunopathogenesis and evolving immunomodulators and systemic therapies. US experiences. Br J Dermatol. 2004; 151(1):3–15.

5. Kerkhof PCM. Pathogenesis. In: Peter Van de Kerkhof, ed. Textbook of psoriasis. Oxford: Blackwell Publishing; 1999. p.79.

6. Ferrandiz C, Pujol RM, Gracia-Palos V, Bordas X, et al. Psoriasis of early and late onset: a clinical and epidemiologic study from Spain. J Am Acad Dermatol.

2002; 46:867–73.7. Lui H. Psoriasis, plaque. eMedicine [posted 2004 Feb 13].8. Krueger JG. The immunologic basis for the treatment of

psoriasis with new biologic agents. J Am Acad Dermatol. 2002; 46:1–23.

9. Wijaya WS, Wiryadi BE, Wisnu IM. Imunoterapi pada psoriasis. MDVI. 2003; 30(4):185–93.

10.Nickoloff BJ, Nestle FO. Recent insights into the immunopathogenesis of psoriasis provide new therapeutic opportunities. J Clin Invest. 2004; 113(12):1664–75.

11.Elder D, Elenitas R, Jaworsky C, Johnson B ed. Lever’s histopathologic of the skin. London: WB Saunders; 1997.

12.Trozak DJ. Histologic grading system for psoriasis vulgaris. Int J Dermatol. 1994; 33:380–1.

13.Bellman B, Berman B. Skin diseases seriously affecting fetal outcome and maternal health. In: Harahap K, Wallach RC, ed. Skin changes and diseases in pregnancy. New York: Marcel Dekker Inc; 1996. p.129.

14.Charles-Holmes R. Skin diseases specifically associated with pregnancy. In: Harahap K, Wallach RC, ed. Skin changes and diseases in pregnancy. New York: Marcel Dekker Inc; 1996. p.55.

15.Chang SE, Kim HH, Choi JH, et al. Impetigo herpetiformis followed by generalized pustular psoriasis: more evidence of same disease entity. Int J Dermatol. 2003; 42:754.

16.Henson TH, Tuli M, Bushore D, Talanin NY. Recurrent pustular rash in a pregnant woman. Arch Dermatol. 2000; 136:1055.

17.Breier-Maly J, Ortel B, Breier F, et al. Generalized pustular psoriasis of pregnancy (impetigo herpetiformis). Dermatology. 1999; 198:61.

18.Arslanpence I, Dede FS, Gokcu M, Gelisen O. Impetigo herpetiformis unresponsive to therapy in a pregnant adolescent. J Pediatr Adolesc Gynecol. 2003; 16:129.

19.Sahin HG, Sahin HA, Metin A, et al. Recurrent impetigo herpetiformis in a pregnant adolescent: case report. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2002; 101:201.

20.Bukhari IA. Impetigo herpetiformis in a primigravida: successful treatment with etretinate. J Drugs Dermatol. 2004; 3:449.

21.Imai N, Watanabe R, Fujiwara H, et al. Successful treatment of impetigo herpetiformis with oral cyclosporine during pregnancy. Arch Dermatol. 2002; 138:128.

22.Winton GB. Skin diseases aggravated by pregnancy. J Am Acad Dermatol. 1989; 20:1–13.

23.Jones SV, Black MM. Effect of pregnancy on others skin disorders. In: Black M, McKay M, Braude P, Jones V, Margesson L, ed. Obstetric and gynecologic dermatology. 2nd ed. London: Mosby Int; 2002. p.51–63.

24.Tikkanen J, Heinonen OP. Maternal hyperthermia during pregnancy and cardiovascular malformations in the offspring. Eur J Epidemiol. 1991; 7:628–35.

25.Linden KG, Weinstein GD. Use of methotrexate in psoriasis. Dermatology Therapy. 1999; 11: 52–9.

26.Lawley TJ, Yancey KB. Skin changes and diseases in pregnancy. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, ed. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 6th ed. New York: McGraw-Hill Inc; 2003. p.1361–6.

53