KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…

    1/8

    E-ISSN : 2338-1647http://jitode.ub.ac.id

    Journal of Indonesian Tourism and

    Development Studies

    J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013 [20]

    KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON

    DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR

    Daniel Anthoni Sihasale

    Program Doktor Kajian Lingkungan dan Pembangunan, Program Pascasarjana

    Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

    Abstrak

    Sebagai suatu daerah yang berada di wilayah Indonesia bagian timur, Pulau Ambon memiliki potensi alam

    yang banyak menawarkan keanekaragaman daya tarik wisata. Dengan kondisi biogeofisik, sosial budaya

    masyarakat dapat dijadikan sebagai potensi bagi pengembangan pariwisata. Sebagai ibukota propinsi, kota

    Ambon memiliki pantai dan kelautan dengan keanekaragaman hayati yang khas, sehingga mempunyai

    peluang untuk dapat dijadikan sebagai objek wisata bahari termasuk potensi wisata bawah laut, dengan hal

    tersebut maka propinsi Ambon dikenal dengan sebutan “The Spice Island Exotic Marine Paradise”.

    Keberadaan akan potensi wilayah pesisir laut tersebut dewasa ini belum sepenuhnya dikelola dan di

    kembangkan dengan baik untuk pengembangan pariwisata, hal ini dikarenakan minimnya pemahaman akan

    bagaimana cara mengelola dan mengembangkan potensi keanekaragaman hayati tersebut dengan baik. 

    Kata Kunci: Keanekaragaman hayati, Kota Ambon, potensi, pengembangan

    PENDAHULUAN

    Indonesia terkenal dengan sebutan

    megabiodiversity, dengan 18 ribuan pulau,

    sebagai tempat tinggalnya flora dan fauna dari

    dua tipe yang berbeda asal-usulnya yaitu dari

    bagian barat (Indo-Malayan) dan bagian timur

    termasuk kawasan Pasifik dan Australia. Denganluas daratan hanya 1,3% dari seluruh daratan

    bumi, memiliki garis pantai sepanjang 108.000

    km, dengan keanekaragaman flora dan fauna

    yang unik dan menakjubkan. Sekitar 10% spesies

    berbunga, 12% spesies mamalia, 16% spesies

    reptil dan amphibia, 17% spesies burung serta

    25% spesies ikan dunia (BSP-Kemala, 2000). 

    Selain itu memiliki panjang wilayah pesisir

    mencapai 81,000 kilometer atau sekitar 14% dari

    panjang pantai dunia, ekosistem kelautan

    Indonesia sangat kaya dan bervariasi. Hutan

    bakau Indonesia sangat luas dan memiliki jenisterumbu karang yang spektakuler di Asia.

    Perairan pesisir Indonesia menjadi sumber

    makanan bagi sejumlah besar mamalia laut,

    reptil, ikan dan burung-burung.

      Corresponding Address:

    Daniel Anthoni Sihasale

    Email : [email protected]

    Address : Program Doktor Kajian Lingkungan, Program

    Pascasarjana, Universitas Brawijaya Malang,

    Jl. Veteran, Malang 

    Wilayah pesisir yang dangkal dengan terumbu

    karangnya dan hutan bakau melindungi wilayah

    ini dari dampak pasang laut dan tsunami.

    Sehingga tak heran apabila lebih dari 60% atau

    sekitar 140 juta penduduk Indonesia hidup di

    wilayah pesisir dan laut dan kehidupan mereka

    bergantung pada sumberdaya hayati laut danpesisir [13]. Manfaat dan arti penting

    keanekaragaman hayati pesisir Indonesia telah

    diterima oleh khalayak luas, tetapi sayangnya,

    manfaat dan arti penting keanekaragaman hayati

    wilayah pesisir dan lautan tersebut sangat sedikit

    dibahas.

    Meningkatnya ancaman terhadap ekosistem

    laut dapat menyebabkan pengrusakan dan

    penurunan kualitas dan kuantitas diversitas

    organisme. Ancaman yang terjadi dapat berupa

    dampak pengembangan industry yang tidak

    mengedepankan konsep kelestarian lingkungan.Polusi benda padat, cair, dan gas secara tidak

    langsung dapat menyebabkan perubahan

    kesetimbangan diekosistem laut.

    Adanya potensi keanekaragaman hayati

    pesisir dan laut Indonesia ini semestinya dapat

    mendorong berkembangnya industri-industri

    kepariwisataan yang handal. Sebagai

    megabiodiversiti, Indonesia mestinya lebih

    unggul dari Negara-negara lain di dunia dalam hal

    industri pariwisata, namun menurut Data World

    Economic Forum menunjukkan, bahwa daya saing

    pariwisata Indonesia masih lemah dibandingkan

  • 8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…

    2/8

    J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013  [21] 

    Kenanekaragaman Hayati di Kawasan Pantai Ambon 

    (Sihasale, Daniel Anthoni)

    dengan negara lain. Pada komponen aturan

    perundangan, Indonesia menempati posisi 108

    dengan skor 3.78. Sedangkan untuk komponen

    infrastruktur dan iklim investasi pariwisata,

    Indonesia berada pada peringkat 86 dengan skor

    3.16. Sementara pada komponen Sumberdaya

    manusia, budaya dan alam, pariwisata Indonesia

    berada pada posisi 53 dengan skor 4.17. Secara

    keseluruhan daya saing pariwisata Indonesia

    menempati urutan ke 80 dari 130 negara.

    Posisi indeks daya saing pariwisata

    Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan

    negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan

    Thailand. Indeks daya pariwisata Singapura

    menempati peringkat 16 dengan skor 5.06,

    disusul kemudian Malaysia pada peringkat 32

    dengan skor 5.06, kemudian Thailand pada posisi

    42 dengan skor 4.37. Sementara negara-negaraASEAN dengan indeks daya saing pariwisata di

    bawah Indonesia terdapat Philipina, Vietnam,

    dan Kamboja masing -masing pada peringkat

    81,96, dan 112 [2].

    Data Badan Pusat Statistik secara

    keseluruhan menunjukan bahwa jumlah

    wisatawan mancanegara (wisman) yang

    berkunjung ke Indonesia pada Mei 2010

    mencapai 600.031 orang, mengalami kenaikan

    sebesar 15,01% dibanding bulan yang sama

    tahun sebelumnya. Demikian pula jika dibanding

    April 2010, jumlah wisman Mei 2010 mengalamikenaikan sebesar 7,94%. Secara kumulatif,

    selama Januari-Mei 2010, jumlah wisman yang

    berkunjung ke Indonesia mencapai 2.767.122

    orang, yang berarti meningkat 14,59% dibanding

     jumlah wisman pada periode yang sama tahun

    2009 [2].

    Propinsi Maluku Sebagai suatu daerah yang

    berada di wilayah Indonesia Bagian Timur,

    dengan Ambon sebagai ibukotanya memiliki

    potensi alam yang banyak menawarkan

    keanekaragaman daya tarik wisata, baik bersifat

    alam (bahari, pantai, air terjun/pemandian,hutan termasuk flora dan fauna) maupun budaya

    yang dapat dikembangkan menjadi tujuan

    pariwisata yang layak diperhitungkan untuk

    dikunjungi.

    Pariwisata di Ambon

    Berdasarkan data dari kantor Imigrasi

    Ambon, Polsek dan pusat informasi Disbudpar

    Maluku di Bandara Internasional Pattimura, juga

    hotel dan penginapan di Kota Ambon, hingga

    Agustus 2010 tercatat ada 8.172 wisatawan

    mancanegara yang mengunjungi Maluku. Jumlahini mengalami peningkatan sebanyak 5.136 orang

    dari jumlah wisatawan yang tercatat pada akhir

    Mei 2010 yang hanya 3.036 orang. Menurut

    keterangan Kepala Dinas Kebudayaan dan

    Pariwisata (Disbudpar) Maluku, jumlah tersebut

    mengalami peningkatan sebanyak 200%.

    Sementara wisatawan nusantara yang

    sebelumnya hanya 6.495 orang meningkat tajam

    hingga 20.936 orang. Sedangkan data wisatawan

    dari berbagai kabupaten di Maluku yang datang

    ke Ambon saat Sail Banda berjumlah 17.133

    orang. Naiknya angka kunjungan wisatawan

    mancanegara hingga mencapai 8.000 itu melebihi

     jumlah yang ditargetkan oleh Disbudpar Maluku,

    apalagi terjadi hanya dalam waktu tiga bulan

    (BPMD Propinsi Maluku).

    Sebagi Propinsi yang pernah dilanda konflik

    horizontal terbesar, pada 19 Januari 1999, turut

    memunculkan berbagai pengaruh negatif dalamkehidupan sosial ekonomi masyarakat Maluku

    dan menambah beban pemerintah daerah dalam

    pelaksanaan pembangunan. Sebagai daerah yang

    selama ini terkenal dalam bidang pariwisata,

    ternyata ikut mengalami keterpurukan akibat

    gejolak sosial yang berkepanjangan tersebut.

    Hilangnya rasa aman dan nyaman akibat

    kerusuhan di daerah ini, memaksa daerah ini

    dihindari sejenak oleh para wisatawan, baik

    domestik maupun mancanegara. Salah satu

    obyek yang langsung terkena dampak kerusuhan

    tersebut adalah obyek wisata pantai.Kondisi keberadaan obyek-obyek wisata

    pesisir tersebut selama konflik sosial di Maluku

    sangat memprihatinkan banyak yang terabaikan

    bahkan tidak terurus, sehingga banyak yang

    mengalami kerusakan. Potensi akan

    keanekaragaman hayati di kawasan pesisir yang

    tadinya merupakan andalan dalam menunjang

    pengembangan obyek wisata pesisir tidak lagi

    menjadi sesuatu yang memiliki nilai eksotik.

    Sementara dulu (sebelum konflik sosial) obyek-

    obyek wisata pesisir tersebut adalah merupakan

    obyek-obyek wisata yang menarik bagiwisatawan mancanegara dan wisatawan

    nusantara.

    Setelah berakhirnya konflik sosial,

    pemerintah daerah kembali berupaya

    membangun dan merenovasi sarana dan

    prasarana obyek-obyek wisata pesisir tersebut.

    Usaha mengembalikan citra Kota Ambon sebagai

    kota wisata bahari terus digalakan kembali demi

    menarik wisatawan mancanegara dan wisatawan

    nusantara.

    Berdasarkan angka-angka yang di peroleh di

    atas menunjukan bahwa pembangunanpariwisata di Kota Ambon dari tahun ke tahun

  • 8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…

    3/8

    J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013 [22]

    Kenanekaragaman Hayati di Kawasan Pantai Ambon 

    (Sihasale, Daniel Anthoni)

    mengalami perkembangan yang pesat, namun

    apabila disimak dari sisi perencanaan,

    pelaksanaan pembangunan dan pengembangan-

    nya masih terkesan jauh dari apa yang

    diharapakan. Pembangunan pariwisata belum

    secara menyeluruh menyentuh kepada

    kebutuhan masyarakat akan pariwisata. Potensi

    keanekaragaman hayati kawasan pesisir, sebagai

    bagian penting dari suatu proses pembangunan

    obyek wisata pantai belum seluruhnya diolah dan

    dikembangkan secara baik. Untuk itu makalah ini

    bermaksud untuk mendiskripsikan ke-

    anekaragaman hayati di kawasan pantai Kota

    Ambon dan konsekwensinya untuk

    pengembangan pariwista pesisir.

    Keanekaragaman Hayati Pulau Ambon

    Daratan pesisir Kota Ambon sendiri, beradapada posisi 128°00’42” BT–128°16’04” BT dan

    3°33’47” LS – 3°43’50” LS di semenanjung Leihitu

    dan posisi 128°04’56” BT –  128°17’30” BT dan

    3°38’32” LS –  3°47’06” LS di semenanjung

    Leitimur, dengan luas seluruhnya 359,45 km2.

    (BPS 2002). Memiliki pesisir pantai, dan kelautan

    dengan keanekaragaman hayati yang khas

    berpeluang dijadikan sebagai objek wisata,

    terutama wisata bahari termasuk potensi wisata

    bawah laut. Dengan memiliki 5 (lima) wilayah

    ekologis yaitu; (1).Teluk Ambon Dalam (TAD);

    (2).Teluk Ambon Luar (TAL); (3).Teluk Baguala(TB); (4). Pesisir Selatan Kota Ambon (PSKA); dan

    (5). Pulau Tujuh (Lucipara). Dari Ke 5 (lima)

    wilayah ekologis ini, masing-masing memiliki

    karakteristik potensi keanekaragam hayati yang

    beragam.

    Gambar 1. Terumbu karang

    Kota Ambon memiliki latar belakang wilayah

    laut yang luas dengan total luasnya adalah

    658.294,69 Km2, dengan panjang garis pantainya

    8.2872 Km. Sedangkan luas wilayah kelola laut

    (12 mil) adalah sebesar 152.570 Km2, dengan

    kondisi dominan wilayahnya adalah perairan

    (92,4%), dengan potensi sumberdaya perikanan

    terdiri dari Ikan Pelagis, Demersal dan Biota laut

    lainnya yang bernilai ekonomis tinggi. Pada

    wilayah Maluku juga terdapat 969 jenis kerang-

    kerangan yaitu 665 jenis siput dengan 13 jenis

    yang bernilai ekonomis dan 274 jenis kerang

    dengan 21 jenis yang bernilai ekonomis. [28]

    (Gambar 1, 2, 3, 4).

    Terumbu karang merupakan ekosistem yang

    khas terdapat di daerah tropis seperti di pulau

    Ambon. Ekosistem ini mempunyai produktivitas

    organik yang sangat tinggi. Demikian pula dengan

    keanekaragaman biota yang ada didalamnya.

    Komponen biota tersebut meliputi hewan karang

    batu (stony coral), hewan yang tergolong ractiniayang kerangnya terbuat dari bahan kapur.

    Disamping itu adanya berbagai jenis biota lainnya

    yang hidupnya mempunyai kaitan erat dengan

    karang batu ini, seperti misalnya ikan, plankton,

    alga, lamun, moluska dan yang lainnya.

    Kesemuanya terjalin dalam hubungan fungsional

    yang harmonis dalam satu ekosistem terumbu

    karang.

    Gambar 2. Marine Cnidaria

    Selain keanekaragaman terumbu karang

    yang di jumpai di pantai-pantai di kota Ambon,

     juga ditemukan adanya berbagai jenis Spong

    (sponge). Spoge ini sendiri telah diteliti karena

    banyak menghasilkan bahan aktif yang potensial

    untuk dikembangkan menjadi berbagai jenis

    obat-obatan.

    Pada bagian Selatan dari Kota Ambon

    khususnya di semenanjung Leatimur terdapat

    beberapa pantai seperti; (a). Pantai Hukurila,

    pantai (b). Namalatu, (c). Pantai naku, (d). Pintu

    Kota, (e). Lelisa, (f). Pantai kilang, dan (g). Pantai

  • 8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…

    4/8

    J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013  [23] 

    Kenanekaragaman Hayati di Kawasan Pantai Ambon 

    (Sihasale, Daniel Anthoni)

    Santai. merupakan sebagaian kecil dari pantai-

    pantai yang berada di Pulau Ambon yang

    memiliki karakteristik dan potensi yang besar

    dalam menarik wisatawan untuk melakukan

    kegiatan berenang, menyelam, memancing dan

    piknik bersama keluarga. Obyek wisata pantai ini

    turut memberikan peluang terbukanya lapangan

    kerja baru bagi masyarakat lokal. (Gambar.5)

    Gambar 3. Sponge

    Gambar 4. Marine vertebrates and invertebrates 

    Potensi keanekaragaman hayati kawasan

    pantai tersebut secara menyeluruh menyebar di

    5 (tiga) kecamatan di Kota Ambon, seperti;

    1).Kecamatan Nusaniwe, Kecamatan Sirimau, 3)

    Kecamatan Teluk Ambon, 4). Kecamatan Teluk

    Ambon Baguala, dan 5). Kecamatan Leitimur

    Selatan. Untuk wilayah desa Hutumuri, Rutong,

    dan Hukurila memiliki kekayaan keanekaragaman

    hayati kawasan pantai sangat berpotensi untuk

    dikembangkan sebagai obyek wisata pesisir.

    Gambar 5. Peta lokasi obyek wisata pantai di

    kota Ambon

    Pariwisata Berbasis Masyarakat

    Masyarakat Kota Ambon, khususnya

    masyarakat pesisir yang berada pada lokasi

    obyek-obyek wisata pantai, belum seluruhnya

    diikutsertakan dalam pengelolaan dan

    pembangunan kepariwisataan. Obyek-obyek

    wisata pantai di Kota Ambon, baik yang dikelola

    oleh pemerintah maupun yang belum, secara

    tidak langsung telah memberikan dampak yang

    luas kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat di

    sekitar lokasi obyek, hal ini terlihat dengan

    adanya masyarakat yang melakukan aktifitas

    berjualan atau menjajakan segala bentuk

    makanan dan menyewakan perlengkapan

    kebutuhan akan wisata. Usaha masyarakat ini

    terpaksa mereka lakukan oleh karena adanya

    tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi

    keluarga. Disamping itu usaha tersebut jugaterpaksa mereka lakukan karena mereka

    merasakan bahwa areal pantai yang memiliki

    potensi untuk pengembangan wisata tersebut

    adalah merupakan hak ulayat (lahan) milik

    mereka.

    Berdasarkan pengamatan di lapangan

    ternyata banyak terjadi permasalahan dan

    keluhan baik dari wisatawan, investor maupun

    pemerintah sebagai fasilitator. Indeks

    permasalahan menunjukkan bahwa pengelolaan

    pantai-pantai di Kota Ambon yang dilakukan

    masyarakat masih sangat lemah dan perlupembenahan. Salah satu contoh kasus yaitu

    obyek wisata Pintu Kota, keberadaan potensi

    alam pantainya cukup menarik sehingga banyak

    wisatawan yang datang kesana. Obyek wisata ini

    pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat

    setempat, secara swadaya oleh unit-unit dari

    sektor di Jemaat GPM (Gereja Protestan Maluku)

    Bethesda Air Louw. Pembangunan akan shelter-

    shelter buat pengunjung dilakukan sendiri tanpa

    adanya bantuan dari pemerintah daerah.

    Pengelolaan seperti ini tanpa pengelolaan yang

    lebih baik, dikhawatirkan ada sebagianmasyarakat yang memanfaatkan potensi ini

    sebagai lahan untuk mencari keuntungan pribadi.

    Misalnya adanya kemungkinan pungutan liar

    (pungli) menyangkut distribusi masuk, distribusi

    parkiran kenderaan, distribusi pengunaan

    fasilitas tempat duduk serta bentuk pungutan liar

    lainnya.

    Pengelolaan pariwisata khususnya obyek

    wisata pantai di daerah ini masih jauh tertinggal

    dengan daerah lain di Indonesia. Sektor

    pariwisata belum mampu memberikan dampak

    yang signifikan terhadap denyut nadiperekonomian masyarakat disekitar lokasi obyek

  • 8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…

    5/8

    J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013 [24]

    Kenanekaragaman Hayati di Kawasan Pantai Ambon 

    (Sihasale, Daniel Anthoni)

    dan hal ini berakibat masih adanya masyarakat

    yang miskin. Berdasarkan data Badan Pusat

    Statistik (BPS), keluarga miskin di Ambon saat ini

    berjumlah 15.100 kepala keluarga (kk). Hal ini

    disebabkan karena terbatasnya lapangan

    pekerjaan, kurangnya kemauan untuk berusaha,

    migrasi dan urbanisasi, serta penyandang

    masalah kesejahteraan sosial.

    Dengan demikian alternatif pemecahan

    masalahnya adalah perlu adanya pembangunan

    pariwisata berbasis masyarakat. Pembangunan

    pariwisata berbasis masyarakat itu adalah

    merupakan konsep pariwisata alternatif sebagai

    antisipasi terhadap pariwisata konvensional

    (Mass Tourism). Pariwisata alternatif mempunyai

    pengertian ganda, disatu sisi dianggap sebagai

    salah satu bentuk kepariwisataan yang

    ditimbulkan sebagai reaksi terhadap dampak-dampak negatif dari pengembangan dan

    perkembangan pariwisata konvensional

    (Kodyat.1997). Pariwisata kerakyatan itu sendiri

    pelaku utamanya adalah rakyat, dengan modal,

    kesederhanaan, dan keunikan kehidupan

    keseharian serta adat budaya, dimana rakyat

    akan mendapat nilai tambah (value abded) dalam

    kehidupan ekonominya [14].

    Pariwisata haruslah menekankan kepada 3

    (tiga) hal, yakini: 1). Terpeliharanya mutu dan

    kelanjutan sumberdaya alam dan

    budaya/keseimbangan, 2). Meningkatkan ke-sejahteraan masyarakat lokal,3). Serta

    terwujudnya kepuasan wisatawan. Natori(2001).

    Sedangkan dalam pengoperasian pengelolaan

    manajemen komunitas, mengacu kepada tiga

    alasan mendasar, yaitu: 1). Local Variety,

    maksudnya variasi kehidupan masyarakat lokal

    atau kehidupan yang berbeda menuntut system

    pengelolaan yang berbeda, tidak dapat diberikan

    perlakuan sama dan masyarakat lokal yang paling

    akrab dengan situasinya, 2). Local Resource,

    artinya sumberdaya secara tradisional dikuasai

    dan dikelola oleh masyarakat setempat, 3). LocalAccountabillity, (tanggung jawab lokal), yaitu

    pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat

    setempat biasanya lebih bertanggung jawab

    karena kegiatan yang dilakukan secara langsung

    akan mempengaruhi hidup mereka. (Korten.

    1986).

    Tolak ukur pembangunan pariwisata

    berbasis kerakyatan adalah terciptanya

    hubungan yang harmonis antara masyarakat

    lokal, sumberdaya alam/budaya, dan wisatawan.

    Hal ini dapat dilihat dari: (1).Adanya peningkatan

    antusiasme pembangunan masyarakat melaluipembentukan suatu wadah organisasi untuk

    menunjang segala aspirasi masyarakat,

    (2).Adanya keberlanjutan lingkungan fisik yang

    ada di masyarakat, caranya melalui konservasi,

    (3).Adanya keberlanjutan ekonomi melalui

    pemerataan dan keadilan dalam menikmati hasil-

    hasil pembangunan, (4). Menjaga kepuasan

    wisatawan melalui pelayanan yang baik [26].

    Prespektif Sumberdaya Berkelanjutan

    Pengembangan pariwisata di Kota Ambon

    harus dapat memanfaatkan potensi perairan laut

    dan teluk yang ada. Kawasan Pariwisata yang

    direncanakan haruslah mengarah kepada

    pengembangan jenis wisata bahari, yang

    memanfaatkan potensi pantai di Kota Ambon.

    Kawasan yang diarahkan pengembangannya

    sekarang ini adalah pada diwilayah Kecamatan

    Nusaniwe (Desa Latuhalat, Desa Amahusu),Kecamatan Sirimau (Desa Hukurila, Soya),

    Kecamatan Teluk Ambon Baguala (Desa Passo,

    Rumah Tiga, Lateri, Negeri Lama, dan Laha).

    Kawasan-kawasan ini diharapkan menjadi

    kawasan wisata terpadu dengan dukungan

    sarana dan prasarana seprti hotel, cottage resort,

    dermaga, dan sarana lain untuk pengembangan

    kegiatan Pariwisata.

    Pengembangan kegiatan pariwisata pada ke

    tiga kecamatan ini perlu diarahkan kepada

    bagaimana mengoptimalkan pemberdayaan

    potensi pembangunan wilayah pesisir lautan,yaitu dengan melihat kepada: (1).sumberdaya

    dapat pulih, (2). sumberdaya tak dapat pulih, dan

    (3).jasa-jasa lingkungan.

    Sumberdaya dapat pulih tersebut antara

    lain seperti hutan mangrove, terumbu karang,

    padang lamun dan rumput laut, sumberdaya

    perikanan laut, serta bahan-bahan radioaktif.

    Sumberdaya tak dapat pulih meliputi seluruh

    mineral dan geologi, sedangkan yang dimaksud

    dengan jasa-jasa lingkungan meliputi fungsi

    kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat

    rekreasi dan pariwisata, media transportasi dankomunikasi, sumber energi, sarana pendidikan

    dan penelitian, pertahanan dan keamanan,

    penampung limbah, pengatur iklim, kawasan

    perlindungan, dan sistem penunjang kehidupan

    serta fungsi ekologis lainnya.

    Pembangunan pariwisata di wilayah pesisir

    Kota Ambon secara ideal perlu diarahkan kepada

    bagaimana dapat menciptakan saling keterkaitan

    dan saling menjaga secara harmonis antara

    unsur-unsur lingkungan fisik, sosial dan ekonomi.

    Sehinga diharapkan kegiatan ini dapat

    meningkatkan pendapatan daerah, memperluaslapangan kerja, mendorong pengembangan jenis

  • 8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…

    6/8

    J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013  [25] 

    Kenanekaragaman Hayati di Kawasan Pantai Ambon 

    (Sihasale, Daniel Anthoni)

    usaha baru, serta diharapkan mampu

    meningkatkan kesadaran masyarakat tentang

    konservasi sumberdaya alam.

    Pembangunan pariwisata di Kota Ambon

    haruslah diarahkan kepada bagaimana

    membangun pariwisata yang berkelanjutan.

    Pariwisata berkelanjutan disini diartikan sebagai

    proses pembangunan pariwisata yang

    berorientasi kepada kelestarian sumberdaya

    yang dibutuhkan untuk pembangunan pada masa

    mendatang, pengertian pembangunan pariwisata

    berkelanjutan ini pula diartikan ”Form of tourism

    that are consistent with natural, social, and

    community values and which allow both hosts

    and guests to enjoy positive and worthwhile

    interaction and shared experiences” [15].

    Penekanan pembangunan pariwisata

    berkelanjutan itu sendiri tidak hanya padaekologi dan ekonomi, tetapi juga keberlanjutan

    kebudayaan karena kebudayaan juga merupakan

    sumberdaya penting dalam pembangunan

    kepariwisataan [35]. Konsep pembangunan

    berkelanjutan itu kemudian oleh Burns dan

    Holden (1997) diadaptasikan untuk bidang

    pariwisata sebagai sebuah model yang

    mengintegrasikan lingkungan fisik (place),

    lingkungan budaya (host community), dan

    wisatawan (visitors) [3].

    Pada sisi lain masyarakat diarahkan untuk

    sepatutnya memiliki kepedulian sadar wisata danmenciptakan sapta pesona (keamanan,

    ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan,

    keramahtamahan dan kenangan) [11] dalam

    upaya menciptakan kepariwisataan yang

    berkelanjutan (sustainable tourism).

    Pembangunan pariwisata hendaknya dilihat

    sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan

    fenomena dan relasi yang timbul akibat interaksi

    antara wisatawan, pengusaha, pemerintah, dan

    masyarakat dalam proses penciptaan daya tarik

    dan upaya menjamu wisatawan yang datang [25].

    Untuk itu diperlukan strategi yang tepat diberbagai tingkatan, meliputi kebijakan,

    perencanaan, penganggaran, dan

    operasionalisasi untuk dapat mengembangkan

    dan mengelola secara baik potensi

    kepariwisataan. Untuk mencapai kearah

    tersebut, maka pariwisata harus mampu

    diarahkan kepada perbaikan manajemen dan

    daya tarik wisata dengan memanfaatkan tempat,

    potensi wisata, objek wisata dengan cara

    mengatur, membina dan memelihara objek serta

    wisatawan dengan organisasi pengelola yang ada

    melalui perencanaan yang matang sesuai tujuandan sasaran [16].

    Diskusi

    Potensi wisata Pesisir di Kota Ambon

    menyangkut keanekaragaman hayati kawasan

    pesisir, cukup memberikan nilai dan yang

    spektakuler, sehingga tak heran bila banyak

    wisatawan mancanegara maupun wisatawan

    nusantara mau beramai-ramai datang ke kota ini.

    Namun potensi yang di miliki tersebut, belum

    sepenuhnya menjadi keunggulan kompetitif

    (Competitive Advantage) bagi pemerintah

    daerah, dan belum dapat memberikan kontribusi

    besar pada industri pariwisata dan perekonomian

    daerah. Oleh karena itu agar pariwisata pesisir

    benar-benar menjadi salah satu penopang

    perekonomian daerah secara berkelanjutan (An

    Economicall Sustainable Area/Ecosystem), maka

    pariwisata pesisir yang ada di Kota Ambon

    dengan segala bentuk keanekaragamanhayatinya harus di bangun dengan strategi yang

    terencana dan bervisi jangka panjang.

    Pengalaman membuktikan bahwa

    pengelolaan atau pemanfaatan kawasan pesisir

    secara sektoral tidaklah efektif ([12]; [3]; [7]; Kay

    and Alder 1999). Pembangunan harus mengarah

    kepada pengelolaan wilayah pesisir secara

    terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan

    sumberdaya pesisir dan lautan serta ruang

    dengan mengindahkan aspek konservasi dan

    keberlanjutannya. ([7]; Kay and Alder 1999).

    Dalam hal ini pembangunan berkelanjutanmerupakan suatu paradigma pemanfaatan

    sumberdaya alam yang dapat dijadikan konsep

    dasar pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir

    di Kota Ambon. Pembangunan berkelanjutan itu

    sendiri, didefinisikan sebagai [6] "Pembangunan

    yang dapat memenuhi kebutuhan generasi

    sekarang tanpa mengorbankan generasi yang

    akan datang untuk dapat memenuhi

    kebutuhannya."Pada tingkat yang minimum,

    pembangunan berkelanjutan tidak boleh

    membahayakan sistem alam yang mendukung

    semua kehidupan di muka bumi. Konseppembangunan berkelanjutan banyak didasari

    oleh adanya suatu fakta bahwa penggunaan

    keanekaragaman hayati pada faktanya

    cenderung mengarah kepada perilaku eksploitasi.

    Perlunya dibangun kesadaran masyarakat

    akan pentingnya keanekaragaman hayati sebagi

    sumber daya alam, fungsinya dalam proses-

    proses ekologis dan peranannya dalam hal sosial

    dan budaya mendorong terciptanya strategi

    konservasi. Terutama, untuk menjamin

    persediaan sumber daya hayati dalam konsep

    pembangunan berkelanjutan [20]. Pengelolaanwilayah pesisir harus secara terpadu PWPT

  • 8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…

    7/8

    J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013 [26]

    Kenanekaragaman Hayati di Kawasan Pantai Ambon 

    (Sihasale, Daniel Anthoni)

    (Integrated Coastal zone Management - ICM)

    adalah pendekatan yang layak untuk mengelola

    masalah yang ada di wilayah pesisir [9].

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Anker HT, Nellemann V, Sverdrup-Jensen S

    (2004). Coastal zone management in

    Denmark: ways and means for further

    integration. Ocean and Coastal

    Management 47: 495-513.

    [2] Badan Pusat Statistik, (2010). Berita Resmi

    Statistik. Perkembangan Pariwisata Dan

    Trasportasi Nasional, Mei 2010. No.

    41/07/Th. XIII, 1 Juli 2010.

    [3] Burns, P. and Holden, A. (1997). Tourism : A

    New Perspective, Prestice Hall International

    (UK) Limited, Hemel Hempstead.

    [4] Bawa, I Wayan. (1999). Orasi Ilmiah WisudaAkademi Pariwisata Mataram. Mataram :

    AKPAR.

    [5] Badan Penanaman Modal Daerah Propinsi

    Maluku (2007). Gambaran Umum Maluku.

    2007, dalam http://www.bkpmd-

    maluku.com, diakses 19 Januari 2011.

    [6] Costanza, R. (Ed.) (1991) Ecological

    Economics: The Science and Management

    of Sustainability, Columbia University Press,

    New York.

    [7] Cicin-Sain and R.W. Knecht.(1998).

    Integrated Coastal and MarineManagement. Island Pres. Washington DC.

    [8] Chopra R, Verma VK, Sharma PK (2001).

    Mapping, monitoring and conservation of

    Harike wetland ecosystem, Punjab, India,

    through remote sensing. Int. J. Remote

    Sensing 1: 89-98.

    [9] Delaware (1999) University of Delaware,

    NOAA's National Ocean Service,

    Intergovernmental Oceanographic

    Commission, The World Bank, pp. 50.

    [10] Dellepiane S, De Laurentiis R, Giordano F

    (2004). Coastline extraction from SARimages and a method for the evaluation of

    coastline precision. Pattern Recognition

    Letter 25: 1461-1470.

    [11] Damardjati, R.S. (1987). Istilah- Istilah Dunia

    Pariwisata. Jakarta : Pradnya Paramita.

    [12] Dahuri, R. (1999). Pengelolaan Wilayah

    Pesisir dalam Kontek Pengembangan Kota

    Pantai dan Kawasan Pantai Secara

    Berkelanjutan. Makalah di sampaikan dalam

    Seminar Nasional Kemaritiman, Jakarta.

    [13] Dahuri, R. (2000). Pendayagunaan

    Sumberdaya Kelautan untuk KesejahteraanRakyat. LISPI dan DKP. Jakarta.

    [14] Dhyana, Tri Arya. (2004). Pemulihan

    Ekonomi Bali Melalui Penerapan Pariwisata

    Kerakyatan Sebagai Perwujudan Ekonomi

    Kerakyatan. Analisis Pariwisata No.1 Vol.6,

    Hal 7-10.

    [15] Eadington and Smith. (1992). The

    Emergence of Alternative Form of Tourism.

    Dalam Valene Smith and WR. Eadington

    (ed). Tourism Altenative : Potencial and

    Problem in the Tourism Development.

    Philadelphia.

    [16] Fandeli, Chafid. (1995). Dasar-Dasar

    Manajemen Kepariwisaaan

    Alam.Yogjakarta: Liberty Offset.

    [17] Frank. L. Cooley (1987) Mimbar dan Tahta.

    Pustaka Sinar Hrapan. Jakarta.

    [18] GESAMP and IMO/FAO/UNESCO-

    IOC/WMO/WHO/IAEA/UN/UNEP (1996).The Contribution of Science to Integrated

    Coastal Management, FOOD AND

    AGRICULTURE ORGANIZATION OF THE

    UNITED NATIONS, Rome.

    [19] Gerakis A, Kalburtji K (1998). Agricultural

    activities affecting the functions and values

    of Ramsar wetland sites of Greece. Agric.

    Ecosys. Environ. 70: 119-128.

    [20] Hakim. L. (2004). Dasar-Dasar Ekowisata.

    Malang: Bayu Media Publishing.

    [21] I Gede Pitana, “Overview Pembangunan

    Pariwisata di Indonesia: Past, Present, andFuture”, disampaikan pada serial diskusi

    RPJMN 2010  –  2014 bidang Pariwisata,

    Bappenas 4 Juni 2008.

    [22] Jensen JR, Rutchey K, Koch MS, Narumalani

    S (1995). Inland wetland change detection

    in the Everglades water conservation area

    using a time series of normalized remotely

    sensed data. Photogrammetric Engineering

    and Remote Sensing 61: 199-209.

    [23] Ketut Wikantika.(2008). Melestarikan

    Keanekaragaman Hayati Indonesia Dengan

    Teknologi Penginderaan Jauh. 2008, dalamhttp://www.bps.kemala.com, diakses 19

    Januari 2011.

    [24] Korten David C. (1986). Community

    Management Asian Experience And

    Perspective. Connecticut. Kumarian Press.

    [25] McIntosh, Robert W. and Charles R.

    Goeldner. (1986). Tourism, Principles,

    Practices, Philosophies. New York: John

    Wiley & Sons, Inc.

    [26] Natori, Masahito. (2001). A Gudebook For

    Tourism Based Community Development.

    Aptec Osaka-Japan.

  • 8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…

    8/8

    J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013  [27] 

    Kenanekaragaman Hayati di Kawasan Pantai Ambon 

    (Sihasale, Daniel Anthoni)

    [27] Ringrose S, Matheson W, Boyle T (1988).

    Differentiation of ecological zones in the

    Okavango Delta, Bostwana, by classification

    and contextual analyses of Landsat MSS

    data. Photogrammetric Engineering and

    Remote Sensing 54: 601-608.

    [28] Rifai., Mien. A, (I990); Biodiversity Flora

    Hutan Tropis di Dalam Wallacea Area.

    Kumpulan Makalah Lokakarya Nasional

    Pengembangan Riset Pelestarian dan

    Pemanfaatan Sumberdaya Alam.

    [29] Suwantoro, Gamal. (2004). Dasar-Dasar

    Pariwisata. Yogyakarta : Penerbit Andi.

    [30] Soegiarto dkk. (1978); Rumput Laut (Algae):

    Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya.

    Lembaga Osceanologi Nasiona LIPI.

    [31] Sherman, P. and J. Dixon, (1991), The

    economics of nature tourism : Determiningif it pays. In Nature Tourism : Managing for

    the Environment, T. Whelan (ed.), Island

    Press, Washington, DC.

    [32] Sekolah Pasca Sarjana IPB, Strategi

    Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan

    Lautan, Makalah Kelompok 7 Semenster

    Ganjil 2004 Falsafah Sains (PPS-702)

    Program Pasca Sarjana S3, November 2004,

    hal. 3

    [33] Titah Siwalima.(2010). 8.172 Wisatawan

    Asing Kunjungi Maluku dalam

    http://titahsiwalima.com/?p=1615. 

    [34] Vitousel PM, Mooney HA (1997). Estimates

    of coastal populations. Sci. 278: 211-1212.

    [35] Wall, G. (1993). Towards a Tourism

    Typology. Dalam JG. Nelson, R. Buttler and

    G. Wall (ed) Tourism and Sustainable

    Development: Monitoring, Planning,

    managing. Waterloo Dept. of Gegraphy

    Univ. Waterloo. 23.

    [36] Wang Z, Zhang B, Zhang S, Li X, Liu D, Song

    K, Li J, Li F, Duan H (2006). Changes of land

    use and of ecosystem service values in

    Sanjiang Plain, Northeast China.

    Environmental Monitoring and Assessment

    112: 69-91.

    [37] W. Pattinama dan M. Pattipelohy. UpacaraSasi Ikan Lompa di Negeri Haruku.

    Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata

    Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.

    Ambon 2003.

    [38] Yoeti, Oka. 1997. Ekowisata : Pariwisata

    Berwawasan Lingkungan Hidup. Jakarta:

    P.Pertja.

     

    http://titahsiwalima.com/?p=1615http://titahsiwalima.com/?p=1615