Upload
prawira-wardhana
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…
1/8
E-ISSN : 2338-1647http://jitode.ub.ac.id
Journal of Indonesian Tourism and
Development Studies
J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013 [20]
KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON
DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR
Daniel Anthoni Sihasale
Program Doktor Kajian Lingkungan dan Pembangunan, Program Pascasarjana
Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia
Abstrak
Sebagai suatu daerah yang berada di wilayah Indonesia bagian timur, Pulau Ambon memiliki potensi alam
yang banyak menawarkan keanekaragaman daya tarik wisata. Dengan kondisi biogeofisik, sosial budaya
masyarakat dapat dijadikan sebagai potensi bagi pengembangan pariwisata. Sebagai ibukota propinsi, kota
Ambon memiliki pantai dan kelautan dengan keanekaragaman hayati yang khas, sehingga mempunyai
peluang untuk dapat dijadikan sebagai objek wisata bahari termasuk potensi wisata bawah laut, dengan hal
tersebut maka propinsi Ambon dikenal dengan sebutan “The Spice Island Exotic Marine Paradise”.
Keberadaan akan potensi wilayah pesisir laut tersebut dewasa ini belum sepenuhnya dikelola dan di
kembangkan dengan baik untuk pengembangan pariwisata, hal ini dikarenakan minimnya pemahaman akan
bagaimana cara mengelola dan mengembangkan potensi keanekaragaman hayati tersebut dengan baik.
Kata Kunci: Keanekaragaman hayati, Kota Ambon, potensi, pengembangan
PENDAHULUAN
Indonesia terkenal dengan sebutan
megabiodiversity, dengan 18 ribuan pulau,
sebagai tempat tinggalnya flora dan fauna dari
dua tipe yang berbeda asal-usulnya yaitu dari
bagian barat (Indo-Malayan) dan bagian timur
termasuk kawasan Pasifik dan Australia. Denganluas daratan hanya 1,3% dari seluruh daratan
bumi, memiliki garis pantai sepanjang 108.000
km, dengan keanekaragaman flora dan fauna
yang unik dan menakjubkan. Sekitar 10% spesies
berbunga, 12% spesies mamalia, 16% spesies
reptil dan amphibia, 17% spesies burung serta
25% spesies ikan dunia (BSP-Kemala, 2000).
Selain itu memiliki panjang wilayah pesisir
mencapai 81,000 kilometer atau sekitar 14% dari
panjang pantai dunia, ekosistem kelautan
Indonesia sangat kaya dan bervariasi. Hutan
bakau Indonesia sangat luas dan memiliki jenisterumbu karang yang spektakuler di Asia.
Perairan pesisir Indonesia menjadi sumber
makanan bagi sejumlah besar mamalia laut,
reptil, ikan dan burung-burung.
Corresponding Address:
Daniel Anthoni Sihasale
Email : [email protected]
Address : Program Doktor Kajian Lingkungan, Program
Pascasarjana, Universitas Brawijaya Malang,
Jl. Veteran, Malang
Wilayah pesisir yang dangkal dengan terumbu
karangnya dan hutan bakau melindungi wilayah
ini dari dampak pasang laut dan tsunami.
Sehingga tak heran apabila lebih dari 60% atau
sekitar 140 juta penduduk Indonesia hidup di
wilayah pesisir dan laut dan kehidupan mereka
bergantung pada sumberdaya hayati laut danpesisir [13]. Manfaat dan arti penting
keanekaragaman hayati pesisir Indonesia telah
diterima oleh khalayak luas, tetapi sayangnya,
manfaat dan arti penting keanekaragaman hayati
wilayah pesisir dan lautan tersebut sangat sedikit
dibahas.
Meningkatnya ancaman terhadap ekosistem
laut dapat menyebabkan pengrusakan dan
penurunan kualitas dan kuantitas diversitas
organisme. Ancaman yang terjadi dapat berupa
dampak pengembangan industry yang tidak
mengedepankan konsep kelestarian lingkungan.Polusi benda padat, cair, dan gas secara tidak
langsung dapat menyebabkan perubahan
kesetimbangan diekosistem laut.
Adanya potensi keanekaragaman hayati
pesisir dan laut Indonesia ini semestinya dapat
mendorong berkembangnya industri-industri
kepariwisataan yang handal. Sebagai
megabiodiversiti, Indonesia mestinya lebih
unggul dari Negara-negara lain di dunia dalam hal
industri pariwisata, namun menurut Data World
Economic Forum menunjukkan, bahwa daya saing
pariwisata Indonesia masih lemah dibandingkan
8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…
2/8
J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013 [21]
Kenanekaragaman Hayati di Kawasan Pantai Ambon
(Sihasale, Daniel Anthoni)
dengan negara lain. Pada komponen aturan
perundangan, Indonesia menempati posisi 108
dengan skor 3.78. Sedangkan untuk komponen
infrastruktur dan iklim investasi pariwisata,
Indonesia berada pada peringkat 86 dengan skor
3.16. Sementara pada komponen Sumberdaya
manusia, budaya dan alam, pariwisata Indonesia
berada pada posisi 53 dengan skor 4.17. Secara
keseluruhan daya saing pariwisata Indonesia
menempati urutan ke 80 dari 130 negara.
Posisi indeks daya saing pariwisata
Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan
negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan
Thailand. Indeks daya pariwisata Singapura
menempati peringkat 16 dengan skor 5.06,
disusul kemudian Malaysia pada peringkat 32
dengan skor 5.06, kemudian Thailand pada posisi
42 dengan skor 4.37. Sementara negara-negaraASEAN dengan indeks daya saing pariwisata di
bawah Indonesia terdapat Philipina, Vietnam,
dan Kamboja masing -masing pada peringkat
81,96, dan 112 [2].
Data Badan Pusat Statistik secara
keseluruhan menunjukan bahwa jumlah
wisatawan mancanegara (wisman) yang
berkunjung ke Indonesia pada Mei 2010
mencapai 600.031 orang, mengalami kenaikan
sebesar 15,01% dibanding bulan yang sama
tahun sebelumnya. Demikian pula jika dibanding
April 2010, jumlah wisman Mei 2010 mengalamikenaikan sebesar 7,94%. Secara kumulatif,
selama Januari-Mei 2010, jumlah wisman yang
berkunjung ke Indonesia mencapai 2.767.122
orang, yang berarti meningkat 14,59% dibanding
jumlah wisman pada periode yang sama tahun
2009 [2].
Propinsi Maluku Sebagai suatu daerah yang
berada di wilayah Indonesia Bagian Timur,
dengan Ambon sebagai ibukotanya memiliki
potensi alam yang banyak menawarkan
keanekaragaman daya tarik wisata, baik bersifat
alam (bahari, pantai, air terjun/pemandian,hutan termasuk flora dan fauna) maupun budaya
yang dapat dikembangkan menjadi tujuan
pariwisata yang layak diperhitungkan untuk
dikunjungi.
Pariwisata di Ambon
Berdasarkan data dari kantor Imigrasi
Ambon, Polsek dan pusat informasi Disbudpar
Maluku di Bandara Internasional Pattimura, juga
hotel dan penginapan di Kota Ambon, hingga
Agustus 2010 tercatat ada 8.172 wisatawan
mancanegara yang mengunjungi Maluku. Jumlahini mengalami peningkatan sebanyak 5.136 orang
dari jumlah wisatawan yang tercatat pada akhir
Mei 2010 yang hanya 3.036 orang. Menurut
keterangan Kepala Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata (Disbudpar) Maluku, jumlah tersebut
mengalami peningkatan sebanyak 200%.
Sementara wisatawan nusantara yang
sebelumnya hanya 6.495 orang meningkat tajam
hingga 20.936 orang. Sedangkan data wisatawan
dari berbagai kabupaten di Maluku yang datang
ke Ambon saat Sail Banda berjumlah 17.133
orang. Naiknya angka kunjungan wisatawan
mancanegara hingga mencapai 8.000 itu melebihi
jumlah yang ditargetkan oleh Disbudpar Maluku,
apalagi terjadi hanya dalam waktu tiga bulan
(BPMD Propinsi Maluku).
Sebagi Propinsi yang pernah dilanda konflik
horizontal terbesar, pada 19 Januari 1999, turut
memunculkan berbagai pengaruh negatif dalamkehidupan sosial ekonomi masyarakat Maluku
dan menambah beban pemerintah daerah dalam
pelaksanaan pembangunan. Sebagai daerah yang
selama ini terkenal dalam bidang pariwisata,
ternyata ikut mengalami keterpurukan akibat
gejolak sosial yang berkepanjangan tersebut.
Hilangnya rasa aman dan nyaman akibat
kerusuhan di daerah ini, memaksa daerah ini
dihindari sejenak oleh para wisatawan, baik
domestik maupun mancanegara. Salah satu
obyek yang langsung terkena dampak kerusuhan
tersebut adalah obyek wisata pantai.Kondisi keberadaan obyek-obyek wisata
pesisir tersebut selama konflik sosial di Maluku
sangat memprihatinkan banyak yang terabaikan
bahkan tidak terurus, sehingga banyak yang
mengalami kerusakan. Potensi akan
keanekaragaman hayati di kawasan pesisir yang
tadinya merupakan andalan dalam menunjang
pengembangan obyek wisata pesisir tidak lagi
menjadi sesuatu yang memiliki nilai eksotik.
Sementara dulu (sebelum konflik sosial) obyek-
obyek wisata pesisir tersebut adalah merupakan
obyek-obyek wisata yang menarik bagiwisatawan mancanegara dan wisatawan
nusantara.
Setelah berakhirnya konflik sosial,
pemerintah daerah kembali berupaya
membangun dan merenovasi sarana dan
prasarana obyek-obyek wisata pesisir tersebut.
Usaha mengembalikan citra Kota Ambon sebagai
kota wisata bahari terus digalakan kembali demi
menarik wisatawan mancanegara dan wisatawan
nusantara.
Berdasarkan angka-angka yang di peroleh di
atas menunjukan bahwa pembangunanpariwisata di Kota Ambon dari tahun ke tahun
8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…
3/8
J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013 [22]
Kenanekaragaman Hayati di Kawasan Pantai Ambon
(Sihasale, Daniel Anthoni)
mengalami perkembangan yang pesat, namun
apabila disimak dari sisi perencanaan,
pelaksanaan pembangunan dan pengembangan-
nya masih terkesan jauh dari apa yang
diharapakan. Pembangunan pariwisata belum
secara menyeluruh menyentuh kepada
kebutuhan masyarakat akan pariwisata. Potensi
keanekaragaman hayati kawasan pesisir, sebagai
bagian penting dari suatu proses pembangunan
obyek wisata pantai belum seluruhnya diolah dan
dikembangkan secara baik. Untuk itu makalah ini
bermaksud untuk mendiskripsikan ke-
anekaragaman hayati di kawasan pantai Kota
Ambon dan konsekwensinya untuk
pengembangan pariwista pesisir.
Keanekaragaman Hayati Pulau Ambon
Daratan pesisir Kota Ambon sendiri, beradapada posisi 128°00’42” BT–128°16’04” BT dan
3°33’47” LS – 3°43’50” LS di semenanjung Leihitu
dan posisi 128°04’56” BT – 128°17’30” BT dan
3°38’32” LS – 3°47’06” LS di semenanjung
Leitimur, dengan luas seluruhnya 359,45 km2.
(BPS 2002). Memiliki pesisir pantai, dan kelautan
dengan keanekaragaman hayati yang khas
berpeluang dijadikan sebagai objek wisata,
terutama wisata bahari termasuk potensi wisata
bawah laut. Dengan memiliki 5 (lima) wilayah
ekologis yaitu; (1).Teluk Ambon Dalam (TAD);
(2).Teluk Ambon Luar (TAL); (3).Teluk Baguala(TB); (4). Pesisir Selatan Kota Ambon (PSKA); dan
(5). Pulau Tujuh (Lucipara). Dari Ke 5 (lima)
wilayah ekologis ini, masing-masing memiliki
karakteristik potensi keanekaragam hayati yang
beragam.
Gambar 1. Terumbu karang
Kota Ambon memiliki latar belakang wilayah
laut yang luas dengan total luasnya adalah
658.294,69 Km2, dengan panjang garis pantainya
8.2872 Km. Sedangkan luas wilayah kelola laut
(12 mil) adalah sebesar 152.570 Km2, dengan
kondisi dominan wilayahnya adalah perairan
(92,4%), dengan potensi sumberdaya perikanan
terdiri dari Ikan Pelagis, Demersal dan Biota laut
lainnya yang bernilai ekonomis tinggi. Pada
wilayah Maluku juga terdapat 969 jenis kerang-
kerangan yaitu 665 jenis siput dengan 13 jenis
yang bernilai ekonomis dan 274 jenis kerang
dengan 21 jenis yang bernilai ekonomis. [28]
(Gambar 1, 2, 3, 4).
Terumbu karang merupakan ekosistem yang
khas terdapat di daerah tropis seperti di pulau
Ambon. Ekosistem ini mempunyai produktivitas
organik yang sangat tinggi. Demikian pula dengan
keanekaragaman biota yang ada didalamnya.
Komponen biota tersebut meliputi hewan karang
batu (stony coral), hewan yang tergolong ractiniayang kerangnya terbuat dari bahan kapur.
Disamping itu adanya berbagai jenis biota lainnya
yang hidupnya mempunyai kaitan erat dengan
karang batu ini, seperti misalnya ikan, plankton,
alga, lamun, moluska dan yang lainnya.
Kesemuanya terjalin dalam hubungan fungsional
yang harmonis dalam satu ekosistem terumbu
karang.
Gambar 2. Marine Cnidaria
Selain keanekaragaman terumbu karang
yang di jumpai di pantai-pantai di kota Ambon,
juga ditemukan adanya berbagai jenis Spong
(sponge). Spoge ini sendiri telah diteliti karena
banyak menghasilkan bahan aktif yang potensial
untuk dikembangkan menjadi berbagai jenis
obat-obatan.
Pada bagian Selatan dari Kota Ambon
khususnya di semenanjung Leatimur terdapat
beberapa pantai seperti; (a). Pantai Hukurila,
pantai (b). Namalatu, (c). Pantai naku, (d). Pintu
Kota, (e). Lelisa, (f). Pantai kilang, dan (g). Pantai
8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…
4/8
J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013 [23]
Kenanekaragaman Hayati di Kawasan Pantai Ambon
(Sihasale, Daniel Anthoni)
Santai. merupakan sebagaian kecil dari pantai-
pantai yang berada di Pulau Ambon yang
memiliki karakteristik dan potensi yang besar
dalam menarik wisatawan untuk melakukan
kegiatan berenang, menyelam, memancing dan
piknik bersama keluarga. Obyek wisata pantai ini
turut memberikan peluang terbukanya lapangan
kerja baru bagi masyarakat lokal. (Gambar.5)
Gambar 3. Sponge
Gambar 4. Marine vertebrates and invertebrates
Potensi keanekaragaman hayati kawasan
pantai tersebut secara menyeluruh menyebar di
5 (tiga) kecamatan di Kota Ambon, seperti;
1).Kecamatan Nusaniwe, Kecamatan Sirimau, 3)
Kecamatan Teluk Ambon, 4). Kecamatan Teluk
Ambon Baguala, dan 5). Kecamatan Leitimur
Selatan. Untuk wilayah desa Hutumuri, Rutong,
dan Hukurila memiliki kekayaan keanekaragaman
hayati kawasan pantai sangat berpotensi untuk
dikembangkan sebagai obyek wisata pesisir.
Gambar 5. Peta lokasi obyek wisata pantai di
kota Ambon
Pariwisata Berbasis Masyarakat
Masyarakat Kota Ambon, khususnya
masyarakat pesisir yang berada pada lokasi
obyek-obyek wisata pantai, belum seluruhnya
diikutsertakan dalam pengelolaan dan
pembangunan kepariwisataan. Obyek-obyek
wisata pantai di Kota Ambon, baik yang dikelola
oleh pemerintah maupun yang belum, secara
tidak langsung telah memberikan dampak yang
luas kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat di
sekitar lokasi obyek, hal ini terlihat dengan
adanya masyarakat yang melakukan aktifitas
berjualan atau menjajakan segala bentuk
makanan dan menyewakan perlengkapan
kebutuhan akan wisata. Usaha masyarakat ini
terpaksa mereka lakukan oleh karena adanya
tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi
keluarga. Disamping itu usaha tersebut jugaterpaksa mereka lakukan karena mereka
merasakan bahwa areal pantai yang memiliki
potensi untuk pengembangan wisata tersebut
adalah merupakan hak ulayat (lahan) milik
mereka.
Berdasarkan pengamatan di lapangan
ternyata banyak terjadi permasalahan dan
keluhan baik dari wisatawan, investor maupun
pemerintah sebagai fasilitator. Indeks
permasalahan menunjukkan bahwa pengelolaan
pantai-pantai di Kota Ambon yang dilakukan
masyarakat masih sangat lemah dan perlupembenahan. Salah satu contoh kasus yaitu
obyek wisata Pintu Kota, keberadaan potensi
alam pantainya cukup menarik sehingga banyak
wisatawan yang datang kesana. Obyek wisata ini
pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat
setempat, secara swadaya oleh unit-unit dari
sektor di Jemaat GPM (Gereja Protestan Maluku)
Bethesda Air Louw. Pembangunan akan shelter-
shelter buat pengunjung dilakukan sendiri tanpa
adanya bantuan dari pemerintah daerah.
Pengelolaan seperti ini tanpa pengelolaan yang
lebih baik, dikhawatirkan ada sebagianmasyarakat yang memanfaatkan potensi ini
sebagai lahan untuk mencari keuntungan pribadi.
Misalnya adanya kemungkinan pungutan liar
(pungli) menyangkut distribusi masuk, distribusi
parkiran kenderaan, distribusi pengunaan
fasilitas tempat duduk serta bentuk pungutan liar
lainnya.
Pengelolaan pariwisata khususnya obyek
wisata pantai di daerah ini masih jauh tertinggal
dengan daerah lain di Indonesia. Sektor
pariwisata belum mampu memberikan dampak
yang signifikan terhadap denyut nadiperekonomian masyarakat disekitar lokasi obyek
8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…
5/8
J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013 [24]
Kenanekaragaman Hayati di Kawasan Pantai Ambon
(Sihasale, Daniel Anthoni)
dan hal ini berakibat masih adanya masyarakat
yang miskin. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS), keluarga miskin di Ambon saat ini
berjumlah 15.100 kepala keluarga (kk). Hal ini
disebabkan karena terbatasnya lapangan
pekerjaan, kurangnya kemauan untuk berusaha,
migrasi dan urbanisasi, serta penyandang
masalah kesejahteraan sosial.
Dengan demikian alternatif pemecahan
masalahnya adalah perlu adanya pembangunan
pariwisata berbasis masyarakat. Pembangunan
pariwisata berbasis masyarakat itu adalah
merupakan konsep pariwisata alternatif sebagai
antisipasi terhadap pariwisata konvensional
(Mass Tourism). Pariwisata alternatif mempunyai
pengertian ganda, disatu sisi dianggap sebagai
salah satu bentuk kepariwisataan yang
ditimbulkan sebagai reaksi terhadap dampak-dampak negatif dari pengembangan dan
perkembangan pariwisata konvensional
(Kodyat.1997). Pariwisata kerakyatan itu sendiri
pelaku utamanya adalah rakyat, dengan modal,
kesederhanaan, dan keunikan kehidupan
keseharian serta adat budaya, dimana rakyat
akan mendapat nilai tambah (value abded) dalam
kehidupan ekonominya [14].
Pariwisata haruslah menekankan kepada 3
(tiga) hal, yakini: 1). Terpeliharanya mutu dan
kelanjutan sumberdaya alam dan
budaya/keseimbangan, 2). Meningkatkan ke-sejahteraan masyarakat lokal,3). Serta
terwujudnya kepuasan wisatawan. Natori(2001).
Sedangkan dalam pengoperasian pengelolaan
manajemen komunitas, mengacu kepada tiga
alasan mendasar, yaitu: 1). Local Variety,
maksudnya variasi kehidupan masyarakat lokal
atau kehidupan yang berbeda menuntut system
pengelolaan yang berbeda, tidak dapat diberikan
perlakuan sama dan masyarakat lokal yang paling
akrab dengan situasinya, 2). Local Resource,
artinya sumberdaya secara tradisional dikuasai
dan dikelola oleh masyarakat setempat, 3). LocalAccountabillity, (tanggung jawab lokal), yaitu
pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat
setempat biasanya lebih bertanggung jawab
karena kegiatan yang dilakukan secara langsung
akan mempengaruhi hidup mereka. (Korten.
1986).
Tolak ukur pembangunan pariwisata
berbasis kerakyatan adalah terciptanya
hubungan yang harmonis antara masyarakat
lokal, sumberdaya alam/budaya, dan wisatawan.
Hal ini dapat dilihat dari: (1).Adanya peningkatan
antusiasme pembangunan masyarakat melaluipembentukan suatu wadah organisasi untuk
menunjang segala aspirasi masyarakat,
(2).Adanya keberlanjutan lingkungan fisik yang
ada di masyarakat, caranya melalui konservasi,
(3).Adanya keberlanjutan ekonomi melalui
pemerataan dan keadilan dalam menikmati hasil-
hasil pembangunan, (4). Menjaga kepuasan
wisatawan melalui pelayanan yang baik [26].
Prespektif Sumberdaya Berkelanjutan
Pengembangan pariwisata di Kota Ambon
harus dapat memanfaatkan potensi perairan laut
dan teluk yang ada. Kawasan Pariwisata yang
direncanakan haruslah mengarah kepada
pengembangan jenis wisata bahari, yang
memanfaatkan potensi pantai di Kota Ambon.
Kawasan yang diarahkan pengembangannya
sekarang ini adalah pada diwilayah Kecamatan
Nusaniwe (Desa Latuhalat, Desa Amahusu),Kecamatan Sirimau (Desa Hukurila, Soya),
Kecamatan Teluk Ambon Baguala (Desa Passo,
Rumah Tiga, Lateri, Negeri Lama, dan Laha).
Kawasan-kawasan ini diharapkan menjadi
kawasan wisata terpadu dengan dukungan
sarana dan prasarana seprti hotel, cottage resort,
dermaga, dan sarana lain untuk pengembangan
kegiatan Pariwisata.
Pengembangan kegiatan pariwisata pada ke
tiga kecamatan ini perlu diarahkan kepada
bagaimana mengoptimalkan pemberdayaan
potensi pembangunan wilayah pesisir lautan,yaitu dengan melihat kepada: (1).sumberdaya
dapat pulih, (2). sumberdaya tak dapat pulih, dan
(3).jasa-jasa lingkungan.
Sumberdaya dapat pulih tersebut antara
lain seperti hutan mangrove, terumbu karang,
padang lamun dan rumput laut, sumberdaya
perikanan laut, serta bahan-bahan radioaktif.
Sumberdaya tak dapat pulih meliputi seluruh
mineral dan geologi, sedangkan yang dimaksud
dengan jasa-jasa lingkungan meliputi fungsi
kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat
rekreasi dan pariwisata, media transportasi dankomunikasi, sumber energi, sarana pendidikan
dan penelitian, pertahanan dan keamanan,
penampung limbah, pengatur iklim, kawasan
perlindungan, dan sistem penunjang kehidupan
serta fungsi ekologis lainnya.
Pembangunan pariwisata di wilayah pesisir
Kota Ambon secara ideal perlu diarahkan kepada
bagaimana dapat menciptakan saling keterkaitan
dan saling menjaga secara harmonis antara
unsur-unsur lingkungan fisik, sosial dan ekonomi.
Sehinga diharapkan kegiatan ini dapat
meningkatkan pendapatan daerah, memperluaslapangan kerja, mendorong pengembangan jenis
8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…
6/8
J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013 [25]
Kenanekaragaman Hayati di Kawasan Pantai Ambon
(Sihasale, Daniel Anthoni)
usaha baru, serta diharapkan mampu
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
konservasi sumberdaya alam.
Pembangunan pariwisata di Kota Ambon
haruslah diarahkan kepada bagaimana
membangun pariwisata yang berkelanjutan.
Pariwisata berkelanjutan disini diartikan sebagai
proses pembangunan pariwisata yang
berorientasi kepada kelestarian sumberdaya
yang dibutuhkan untuk pembangunan pada masa
mendatang, pengertian pembangunan pariwisata
berkelanjutan ini pula diartikan ”Form of tourism
that are consistent with natural, social, and
community values and which allow both hosts
and guests to enjoy positive and worthwhile
interaction and shared experiences” [15].
Penekanan pembangunan pariwisata
berkelanjutan itu sendiri tidak hanya padaekologi dan ekonomi, tetapi juga keberlanjutan
kebudayaan karena kebudayaan juga merupakan
sumberdaya penting dalam pembangunan
kepariwisataan [35]. Konsep pembangunan
berkelanjutan itu kemudian oleh Burns dan
Holden (1997) diadaptasikan untuk bidang
pariwisata sebagai sebuah model yang
mengintegrasikan lingkungan fisik (place),
lingkungan budaya (host community), dan
wisatawan (visitors) [3].
Pada sisi lain masyarakat diarahkan untuk
sepatutnya memiliki kepedulian sadar wisata danmenciptakan sapta pesona (keamanan,
ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan,
keramahtamahan dan kenangan) [11] dalam
upaya menciptakan kepariwisataan yang
berkelanjutan (sustainable tourism).
Pembangunan pariwisata hendaknya dilihat
sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan
fenomena dan relasi yang timbul akibat interaksi
antara wisatawan, pengusaha, pemerintah, dan
masyarakat dalam proses penciptaan daya tarik
dan upaya menjamu wisatawan yang datang [25].
Untuk itu diperlukan strategi yang tepat diberbagai tingkatan, meliputi kebijakan,
perencanaan, penganggaran, dan
operasionalisasi untuk dapat mengembangkan
dan mengelola secara baik potensi
kepariwisataan. Untuk mencapai kearah
tersebut, maka pariwisata harus mampu
diarahkan kepada perbaikan manajemen dan
daya tarik wisata dengan memanfaatkan tempat,
potensi wisata, objek wisata dengan cara
mengatur, membina dan memelihara objek serta
wisatawan dengan organisasi pengelola yang ada
melalui perencanaan yang matang sesuai tujuandan sasaran [16].
Diskusi
Potensi wisata Pesisir di Kota Ambon
menyangkut keanekaragaman hayati kawasan
pesisir, cukup memberikan nilai dan yang
spektakuler, sehingga tak heran bila banyak
wisatawan mancanegara maupun wisatawan
nusantara mau beramai-ramai datang ke kota ini.
Namun potensi yang di miliki tersebut, belum
sepenuhnya menjadi keunggulan kompetitif
(Competitive Advantage) bagi pemerintah
daerah, dan belum dapat memberikan kontribusi
besar pada industri pariwisata dan perekonomian
daerah. Oleh karena itu agar pariwisata pesisir
benar-benar menjadi salah satu penopang
perekonomian daerah secara berkelanjutan (An
Economicall Sustainable Area/Ecosystem), maka
pariwisata pesisir yang ada di Kota Ambon
dengan segala bentuk keanekaragamanhayatinya harus di bangun dengan strategi yang
terencana dan bervisi jangka panjang.
Pengalaman membuktikan bahwa
pengelolaan atau pemanfaatan kawasan pesisir
secara sektoral tidaklah efektif ([12]; [3]; [7]; Kay
and Alder 1999). Pembangunan harus mengarah
kepada pengelolaan wilayah pesisir secara
terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan lautan serta ruang
dengan mengindahkan aspek konservasi dan
keberlanjutannya. ([7]; Kay and Alder 1999).
Dalam hal ini pembangunan berkelanjutanmerupakan suatu paradigma pemanfaatan
sumberdaya alam yang dapat dijadikan konsep
dasar pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir
di Kota Ambon. Pembangunan berkelanjutan itu
sendiri, didefinisikan sebagai [6] "Pembangunan
yang dapat memenuhi kebutuhan generasi
sekarang tanpa mengorbankan generasi yang
akan datang untuk dapat memenuhi
kebutuhannya."Pada tingkat yang minimum,
pembangunan berkelanjutan tidak boleh
membahayakan sistem alam yang mendukung
semua kehidupan di muka bumi. Konseppembangunan berkelanjutan banyak didasari
oleh adanya suatu fakta bahwa penggunaan
keanekaragaman hayati pada faktanya
cenderung mengarah kepada perilaku eksploitasi.
Perlunya dibangun kesadaran masyarakat
akan pentingnya keanekaragaman hayati sebagi
sumber daya alam, fungsinya dalam proses-
proses ekologis dan peranannya dalam hal sosial
dan budaya mendorong terciptanya strategi
konservasi. Terutama, untuk menjamin
persediaan sumber daya hayati dalam konsep
pembangunan berkelanjutan [20]. Pengelolaanwilayah pesisir harus secara terpadu PWPT
8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…
7/8
J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013 [26]
Kenanekaragaman Hayati di Kawasan Pantai Ambon
(Sihasale, Daniel Anthoni)
(Integrated Coastal zone Management - ICM)
adalah pendekatan yang layak untuk mengelola
masalah yang ada di wilayah pesisir [9].
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anker HT, Nellemann V, Sverdrup-Jensen S
(2004). Coastal zone management in
Denmark: ways and means for further
integration. Ocean and Coastal
Management 47: 495-513.
[2] Badan Pusat Statistik, (2010). Berita Resmi
Statistik. Perkembangan Pariwisata Dan
Trasportasi Nasional, Mei 2010. No.
41/07/Th. XIII, 1 Juli 2010.
[3] Burns, P. and Holden, A. (1997). Tourism : A
New Perspective, Prestice Hall International
(UK) Limited, Hemel Hempstead.
[4] Bawa, I Wayan. (1999). Orasi Ilmiah WisudaAkademi Pariwisata Mataram. Mataram :
AKPAR.
[5] Badan Penanaman Modal Daerah Propinsi
Maluku (2007). Gambaran Umum Maluku.
2007, dalam http://www.bkpmd-
maluku.com, diakses 19 Januari 2011.
[6] Costanza, R. (Ed.) (1991) Ecological
Economics: The Science and Management
of Sustainability, Columbia University Press,
New York.
[7] Cicin-Sain and R.W. Knecht.(1998).
Integrated Coastal and MarineManagement. Island Pres. Washington DC.
[8] Chopra R, Verma VK, Sharma PK (2001).
Mapping, monitoring and conservation of
Harike wetland ecosystem, Punjab, India,
through remote sensing. Int. J. Remote
Sensing 1: 89-98.
[9] Delaware (1999) University of Delaware,
NOAA's National Ocean Service,
Intergovernmental Oceanographic
Commission, The World Bank, pp. 50.
[10] Dellepiane S, De Laurentiis R, Giordano F
(2004). Coastline extraction from SARimages and a method for the evaluation of
coastline precision. Pattern Recognition
Letter 25: 1461-1470.
[11] Damardjati, R.S. (1987). Istilah- Istilah Dunia
Pariwisata. Jakarta : Pradnya Paramita.
[12] Dahuri, R. (1999). Pengelolaan Wilayah
Pesisir dalam Kontek Pengembangan Kota
Pantai dan Kawasan Pantai Secara
Berkelanjutan. Makalah di sampaikan dalam
Seminar Nasional Kemaritiman, Jakarta.
[13] Dahuri, R. (2000). Pendayagunaan
Sumberdaya Kelautan untuk KesejahteraanRakyat. LISPI dan DKP. Jakarta.
[14] Dhyana, Tri Arya. (2004). Pemulihan
Ekonomi Bali Melalui Penerapan Pariwisata
Kerakyatan Sebagai Perwujudan Ekonomi
Kerakyatan. Analisis Pariwisata No.1 Vol.6,
Hal 7-10.
[15] Eadington and Smith. (1992). The
Emergence of Alternative Form of Tourism.
Dalam Valene Smith and WR. Eadington
(ed). Tourism Altenative : Potencial and
Problem in the Tourism Development.
Philadelphia.
[16] Fandeli, Chafid. (1995). Dasar-Dasar
Manajemen Kepariwisaaan
Alam.Yogjakarta: Liberty Offset.
[17] Frank. L. Cooley (1987) Mimbar dan Tahta.
Pustaka Sinar Hrapan. Jakarta.
[18] GESAMP and IMO/FAO/UNESCO-
IOC/WMO/WHO/IAEA/UN/UNEP (1996).The Contribution of Science to Integrated
Coastal Management, FOOD AND
AGRICULTURE ORGANIZATION OF THE
UNITED NATIONS, Rome.
[19] Gerakis A, Kalburtji K (1998). Agricultural
activities affecting the functions and values
of Ramsar wetland sites of Greece. Agric.
Ecosys. Environ. 70: 119-128.
[20] Hakim. L. (2004). Dasar-Dasar Ekowisata.
Malang: Bayu Media Publishing.
[21] I Gede Pitana, “Overview Pembangunan
Pariwisata di Indonesia: Past, Present, andFuture”, disampaikan pada serial diskusi
RPJMN 2010 – 2014 bidang Pariwisata,
Bappenas 4 Juni 2008.
[22] Jensen JR, Rutchey K, Koch MS, Narumalani
S (1995). Inland wetland change detection
in the Everglades water conservation area
using a time series of normalized remotely
sensed data. Photogrammetric Engineering
and Remote Sensing 61: 199-209.
[23] Ketut Wikantika.(2008). Melestarikan
Keanekaragaman Hayati Indonesia Dengan
Teknologi Penginderaan Jauh. 2008, dalamhttp://www.bps.kemala.com, diakses 19
Januari 2011.
[24] Korten David C. (1986). Community
Management Asian Experience And
Perspective. Connecticut. Kumarian Press.
[25] McIntosh, Robert W. and Charles R.
Goeldner. (1986). Tourism, Principles,
Practices, Philosophies. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
[26] Natori, Masahito. (2001). A Gudebook For
Tourism Based Community Development.
Aptec Osaka-Japan.
8/19/2019 KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN PANTAI KOTA AMBON DAN KONSEKUENSI UNTUK PENGEMBANGAN PARIWISA…
8/8
J.Ind. Tour. Dev. Std., Vol.1, No.1, Januari, 2013 [27]
Kenanekaragaman Hayati di Kawasan Pantai Ambon
(Sihasale, Daniel Anthoni)
[27] Ringrose S, Matheson W, Boyle T (1988).
Differentiation of ecological zones in the
Okavango Delta, Bostwana, by classification
and contextual analyses of Landsat MSS
data. Photogrammetric Engineering and
Remote Sensing 54: 601-608.
[28] Rifai., Mien. A, (I990); Biodiversity Flora
Hutan Tropis di Dalam Wallacea Area.
Kumpulan Makalah Lokakarya Nasional
Pengembangan Riset Pelestarian dan
Pemanfaatan Sumberdaya Alam.
[29] Suwantoro, Gamal. (2004). Dasar-Dasar
Pariwisata. Yogyakarta : Penerbit Andi.
[30] Soegiarto dkk. (1978); Rumput Laut (Algae):
Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya.
Lembaga Osceanologi Nasiona LIPI.
[31] Sherman, P. and J. Dixon, (1991), The
economics of nature tourism : Determiningif it pays. In Nature Tourism : Managing for
the Environment, T. Whelan (ed.), Island
Press, Washington, DC.
[32] Sekolah Pasca Sarjana IPB, Strategi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan
Lautan, Makalah Kelompok 7 Semenster
Ganjil 2004 Falsafah Sains (PPS-702)
Program Pasca Sarjana S3, November 2004,
hal. 3
[33] Titah Siwalima.(2010). 8.172 Wisatawan
Asing Kunjungi Maluku dalam
http://titahsiwalima.com/?p=1615.
[34] Vitousel PM, Mooney HA (1997). Estimates
of coastal populations. Sci. 278: 211-1212.
[35] Wall, G. (1993). Towards a Tourism
Typology. Dalam JG. Nelson, R. Buttler and
G. Wall (ed) Tourism and Sustainable
Development: Monitoring, Planning,
managing. Waterloo Dept. of Gegraphy
Univ. Waterloo. 23.
[36] Wang Z, Zhang B, Zhang S, Li X, Liu D, Song
K, Li J, Li F, Duan H (2006). Changes of land
use and of ecosystem service values in
Sanjiang Plain, Northeast China.
Environmental Monitoring and Assessment
112: 69-91.
[37] W. Pattinama dan M. Pattipelohy. UpacaraSasi Ikan Lompa di Negeri Haruku.
Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata
Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.
Ambon 2003.
[38] Yoeti, Oka. 1997. Ekowisata : Pariwisata
Berwawasan Lingkungan Hidup. Jakarta:
P.Pertja.
http://titahsiwalima.com/?p=1615http://titahsiwalima.com/?p=1615