118
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli. Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

  • Upload
    vuduong

  • View
    231

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP 

 

 

 

 

 

Hak cipta dan penggunaan kembali:

Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse:

This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

Page 2: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

PERANCANGAN MEDIA INTERAKTIF

BAHASA ISYARAT UNTUK PELAYAN PUBLIK

PEMBUATAN E-KTP

Laporan Tugas Akhir

Ditulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Desain (S.Ds.)

Nama : Andy Cahaya

NIM : 13120210382

Program Studi : Desain Komunikasi Visual

Fakultas : Seni & Desain

UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA

TANGERANG

2017

Page 3: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

ii

LEMBAR PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Andy Cahaya

NIM : 13120210382

Program Sudi : Desain Komunikasi Visual

Fakultas : Seni & Desain

Universitas Multimedia Nusantara

Judul Tugas Akhir:

PERANCANGAN MEDIA INTERAKTIF BAHASA ISYARAT UNTUK

PELAYAN PUBLIK PEMBUATAN E-KTP

dengan ini menyatakan bahwa, laporan dan karya tugas akhir ini adalah asli dan

belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana, baik di Universitas

Multimedia Nusantara maupun di perguruan tinggi lainnya.

Karya tulis ini bukan saduran/terjemahan, murni gagasan, rumusan dan

pelaksanan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali

arahan pembimbing akademik dan nara sumber.

Page 4: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

iii

Demikian surat Pernyataan Originalitas ini saya buat dengan sebenarnya,

apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan serta ketidakbenaran dalam

pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan

gelar (S.Ds.) yang telah diperoleh, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang

berlaku di Universitas Multimedia Nusantara.

Tangerang, 05 Juni 2017

Andy Cahaya

Page 5: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

iv

HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR

PERANCANGAN MEDIA INTERAKTIF

BAHASA ISYARAT UNTUK PELAYAN PUBLIK

PEMBUATAN E-KTP

Oleh

Nama : Andy Cahaya

NIM : 13120210382

Program Studi : Desain Komunikasi Visual

Fakultas : Seni & Desain

Tangerang, 5 Juli 2017

(NAMA DAN GELAR DOSEN

Ketua Program Studi

Yusup Sigit Martyastiadi, S.T., M.Inf.Tech.

Penguji

Mohammad Rizaldi, S.T., M.Ds.

Ketua Sidang

Zamzami Almakki, S.Pd., M.Ds.

Pembimbing

Yusup Sigit Martyastiadi, S.T., M.Inf.Tech.

Page 6: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat

dan rahmat yang diberikan kepada penulis selama proses perancangan,

penyusunan, dan penyelesaian Tugas Akhir penulis yang berjudul Perancangan

Media Interaktif Berbahasa Isyarat. Tugas Akhir yang dilakukan penulis ini

adalah salah satu syarat kelulusan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana Desain

Komunikasi Visual di Universitas Multimedia Nusantara.

Mendapati pelayan publik yang dapat memberikan pelayanan yang

memuaskan adalah suatu hal sederhana yang memuaskan. Namun pada

kenyataannya, masih banyak pelayan publik yang belum dapat memberikan

pelayanan yang memuaskan orang yang sedang dilayaninya. Seperti contohnya

adalah pelayan publik pembuatan e-KTP yang belum bisa melayani orang-orang

yang menyandang tunarungu dengan menggunakan bahasa isyarat. Oleh karena

itu penulis berupaya membuat sebuah perancangan media interaktif bahasa isyarat

untuk pelayan publik pembuatan e-KTP dengan harapan terciptanya pelayanan

publik pembuatan e-KTP yang dapat memuaskan semua orang.

Penyusunan tugas akhir ini tidak akan dapat berjalan dengan lancar dan

terselesaikan bila tidak dibantu dan didukung selama proses pengerjaannya oleh

banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan dan rasa

terima kasih kepada :

Page 7: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

vi

1. Yusup Sigit Martyastiadi, S.T., M.Inf.Tech., selaku Ketua Program Studi

Desain Komunikasi Visual, Universitas Multimedia Nusantara dan

pembimbing Tugas Akhir penulis.

2. Ade Yanto Heryanto, S.Pd., dan Eem Sulastri, M.Pd., sebagai narasumber

wawancara sekolah SLB/B Markus.

3. Ahmad sebagai narasumber wawancara sekolah SLB/B YKDW

Tangerang.

4. Andrew E. Z. Sihombing sebagai model video peragaan bahasa isyarat

serta Marta Hardi yang memperkenalkan penulis kepada Andrew.

5. Ayah, Ibu dan keluarga yang memberikan dukungan selama proses

pengerjaan tugas akhir.

6. Michelee Valentine yang sudah menemani dan membantu selama kuliah

dan dalam proses pembuatan tugas akhir.

Tangerang, 5 Juni 2017

Andy Cahaya

Page 8: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

vii

ABSTRACT

Sign language is one of the ways for communication that use the movement of hands and face expression to say something. In Indonesia, there are two kind of sign language, which is called SIBI and BISINDO where BISINDO is the most popular one in the deaf community. However, the problem that’s occuring now is that the public service can’t use any sign language to serve and help those who are deaf. This inability to serve and help those who are deaf by using a sign language is an act of discrimination for their rights by the public service. Therefore, it is needed for a media that can teach a sign language to the public service, so that they can provide a better service for those who are deaf. The media that is used are an interactive media where an application for smartphones are chosen. The main content in this apps is to teach a sign language about common conversation and common things that is mainly used in public service for e-KTP making, so they can serve those who are deaf with a better quality and just service.

Keyword : sign language, BISINDO, deaf, public service, application

Page 9: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

viii

ABSTRAKSI

Bahasa isyarat adalah salah satu cara berkomunikasi yang menggunakan pergerakan tangan dan ekspresi wajah untuk mengucapkan sesuatu. Bahasa isyarat di Indonesia sendiri ada dua, yaitu SIBI dan BISINDO dimana BISINDO adalah bahasa isyarat yang lebih banyak digunakan oleh mereka penyandang tunarungu. Namun masalah yang terjadi adalah banyaknya pelayanan publik yang tidak bisa menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi dan melayani orang-orang yang menyandang tunarungu. Ketidakmampuan para pelayan publik untuk melayani mereka yang menyandang tunarungu dengan menggunakan bahasa isyarat tentu saja merupakan hal yang mendiskriminasi hak-hak mereka. Oleh sebab itu, dibutuhkannya suatu media yang dapat memberikan pembelajaran bahasa isyarat BISINDO, agar mereka yang bekerja pada bidang pelayanan publik dapat memberikan pelayanan yang adil. Media yang dipakai merupakan media interaktif yang berbasis aplikasi, dimana konten utama dari aplikasi tersebut adalah bahasa-bahasa isyarat dari percakapan atau benda-benda yang berada pada sekitar pelayan publik pembuatan e-KTP, agar mereka dapat memberikan pelayanan yang adil bagi mereka yang menyandang tunarungu.

Kata kunci : bahasa isyarat, BISINDO,tunarungu, pelayan publik, aplikasi

Page 10: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT ..................... ii

HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR ................................................ iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

ABSTRACT ......................................................................................................... vii

ABSTRAKSI ....................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xviii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xix

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 3

1.3. Batasan Masalah ..................................................................................... 3

1.4. Tujuan Perancangan .............................................................................. 4

1.4.1. Tujuan Umum ................................................................................... 4

1.4.2. Tujuan Khusus .................................................................................. 4

1.5. Manfaat Tugas Akhir ............................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5

2.1. Teori Interaktifitas ................................................................................. 5

Page 11: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

x

2.1.1. Plot .................................................................................................... 6

2.2. Media Interaktif ..................................................................................... 8

2.2.1. Buku Pop-up ..................................................................................... 8

2.2.2. Board and Card Game ...................................................................... 9

2.2.3. Video Game ..................................................................................... 11

2.2.4. Aplikasi ........................................................................................... 12

2.3. Disabilitas .............................................................................................. 26

2.3.1. Disabilitas Fisik ............................................................................... 27

2.3.2. Disabilitas Mental ........................................................................... 28

2.3.3. Disabilitas Ganda ............................................................................ 28

2.3.4. Penyebab Disabilitas ....................................................................... 28

2.4. Bahasa Isyarat ...................................................................................... 28

2.4.1. Jenis Bahasa Isyarat ........................................................................ 29

2.5. Desain Grafis ......................................................................................... 31

2.5.1. Prinsip Desain ................................................................................. 32

2.5.2. Elemen Desain ................................................................................ 34

2.5.3. Grid ................................................................................................. 37

2.5.4. Tipografi .......................................................................................... 39

2.5.5. Warna .............................................................................................. 39

Page 12: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

xi

BAB III METODOLOGI .................................................................................. 45

3.1. Metodologi Pengumpulan Data ........................................................... 45

3.1.1. Wawancara ...................................................................................... 45

3.1.2. Observasi ......................................................................................... 51

3.1.3. Studi Existing .................................................................................. 53

3.2. Metodologi Perancangan ..................................................................... 59

BAB IV PERANCANGAN ................................................................................. 61

4.1. Konsep Perancangan ............................................................................ 61

4.1.1. Tujuan Perancangan ........................................................................ 62

4.2. Perancangan .......................................................................................... 62

4.2.1. Logo ................................................................................................ 62

4.2.2. Warna .............................................................................................. 65

4.2.3. Font ................................................................................................. 67

4.2.4. Perancangan Aplikasi ...................................................................... 69

4.2.5. Icon .................................................................................................. 76

4.2.6. Perancangan Media ......................................................................... 83

4.3. Analisis .................................................................................................. 87

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 91

5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 91

5.2. Saran ...................................................................................................... 92

Page 13: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

xii

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 93

LAMPIRAN A : FORM BIMBINGAN ............................................................ xx

Page 14: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Nodal Plot...........................................................................................7

Gambar 2.2. Modulated Plot...................................................................................7

Gambar 2.3. Open Plot............................................................................................8

Gambar 2.4. Buku Pop-up.......................................................................................9

Gambar 2.5. Board Game......................................................................................10

Gambar 2.6. Card Game........................................................................................11

Gambar 2.7. Video Game.......................................................................................12

Gambar 2.8. Mobile Web Apps..............................................................................13

Gambar 2.9. Instagram Native Apps......................................................................14

Gambar 2.10. Hybrid Apps Android......................................................................15

Gambar 2.11. Hybrid Apps Iphone........................................................................15

Gambar 2.12. Mobile Website...............................................................................16

Gambar 2.13. Springboard Pattern........................................................................ 18

Gambar 2.14. Grid Layout for Springboard .........................................................18

Gambar 2.15. List Menu .......................................................................................19

Gambar 2.16. Tabs Pattern....................................................................................20

Page 15: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

xiv

Gambar 2.17. Gallery Pattern................................................................................21

Gambar 2.18. Dashboard Pattern..........................................................................22

Gambar 2.19. Metaphor Pattern............................................................................23

Gambar 2.20. RipCurl Mega Menu Pattern...........................................................23

Gambar 2.21. Page Carousel.................................................................................24

Gambar 2.22. Image Carousel...............................................................................25

Gambar 2.23. Expanding List ................................................................................26

Gambar 2.24. Alphabet Sistem Isyarat Bahasa Indonesia.....................................30

Gambar 2.25. Alphabet Bahasa Isyarat Indonesia.................................................31

Gambar 2.26. Symmetrical and Asymmetrical Margins ......................................38

Gambar 2.27. Multi Column Grid.........................................................................39

Gambar 2.28. Color Wheel..........................................................................................40

Gambar 2.29. Warna Primer................................................................................. 41

Gambar 2.30. Warna Sekunder.............................................................................42

Gambar 2.31. Warna Tersier.................................................................................42

Gambar 3.1. Ade Yanto Heryanto........................................................................46

Gambar 3.2. Ahmad..............................................................................................49

Page 16: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

xv

Gambar 3.3. I-Conn Logo......................................................................................53

Gambar 3.4. I-Conn Main Menu............................................................................54

Gambar 3.5. I-Conn Content List...........................................................................55

Gambar 3.6. EZbilitas Loading Screen..................................................................55

Gambar 3.7. EZbilitas Main Menu.........................................................................56

Gambar 3.8. EZbilitas Daftar Kamus....................................................................57

Gambar 3.9. EZbilitas Konten Kamus...................................................................58

Gambar 3.10. EZbilitas Penerjemah......................................................................59

Gambar 4.1. Sketsa Logo.......................................................................................63

Gambar 4.2. Logo Terpilih....................................................................................64

Gambar 4.3. Color Palette Tenang........................................................................65

Gambar 4.4. Color Palette.....................................................................................66

Gambar 4.5. Blue Gray Color Palette...................................................................67

Gambar 4.6. Font Fins...........................................................................................68

Gambar 4.7. Font Ubuntu Light.............................................................................68

Gambar 4.8. Font Abel Reguler.............................................................................68

Gambar 4.9. Plot Modulated Nodes......................................................................69

Page 17: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

xvi

Gambar 4.10. Loading Screen Belajar Bisindo....................................................70

Gambar 4.11. Menu Tabs Kamus.........................................................................72

Gambar 4.12. Menu Tabs Kuis.............................................................................73

Gambar 4.13. Menu Tabs Kuis.............................................................................73

Gambar 4.14. Tampilan Penerjemah...................................................................74

Gambar 4.15. Tampilan Konten Perkataan..........................................................75

Gambar 4.16. Tampilan Konten Kuis ..................................................................75

Gambar 4.17. Icon Kamus....................................................................................76

Gambar 4.18. Icon Penerjemah.............................................................................77

Gambar 4.19. Icon Kuis........................................................................................78

Gambar 4.20. Icon Informasi................................................................................78

Gambar 4.21. Icon Percakapan.............................................................................79

Gambar 4.22. Icon Benda Sekitar.........................................................................80

Gambar 4.23. Icon Alfabet...................................................................................80

Gambar 4.24. Icon Angka.....................................................................................81

Gambar 4.25. Icon Tentang...................................................................................82

Gambar 4.26. Icon Pembuat..................................................................................82

Page 18: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

xvii

Gambar 4.27. Desain Poster...................................................................................84

Gambar 4.28. Desain Brosur Tampilan Luar.........................................................85

Gambar 4.29. Desain Brosur Tampilan Dalam......................................................85

Gambar 4.30. Merchandise....................................................................................86

Page 19: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Psikologi Warna....................................................................................43

Page 20: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Form Bimbingan..............................................................................xx

Page 21: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa terlepas dari kegiatan

bersosialisasi kepada orang lain setiap harinya. Hal ini dikarenakan manusia

adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain untuk

berkomunikasi, sehingga tidaklah mungkin bila manusia bisa terlepas dari

kegiatan bersosialisasi tersebut.

Terlepas dari keadaan dimana manusia sebagai makhluk sosial, di

Indonesia yang memiliki jumlah penduduk sebanyak sekitar 250 juta (3,5% dari

seluruh penduduk dunia) penduduk yang menempatkan kita sebagai Negara ke-4

dengan jumlah penduduk terbanyak (2015), jelas sekali bahwa kita akan hampir

selalu berpapasan dengan orang lain disekitar kita. Namun dengan jumlah

penduduk yang begitu banyak, tentulah tingkat penderita disabilitas dikalangan

masyarakat juga meningkat. Melalui riset yang dilakukan oleh WHO (2010),

sekitar 0,1% dari 3,5% penduduk Indonesia menyandang disabilitas tunarungu.

Disabilitas tunarungu adalah sebuah gangguan pendengaran yang dapat

diakibatkan secara alami dari lahir maupun kerusakan pendengaran karena faktor

eksternal seperti pukulan pada telinga atau yang lainnya. Orang yang menyandang

disabilitas tunarungu dari lahir sudah dapat dipastikan memiliki disabilitas lain

berupa kecacatan nada dan suara sehingga mereka memilih untuk tidak berbicara

layaknya orang bisu karena mereka yang sudah tuli dari lahir tidak pernah

Page 22: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

2

mendengar suara dan nada. Menurut riset yang dilakukan WHO tersebut,

Indonesia merupakan peringkat ke-4 didunia dalam jumlah penyandang disabilitas

tunarungu.

Bagi mereka yang menyandang tunarungu, bukan berarti mereka tidak bisa

bersosialisasi kepada orang lain karena kehilangan pendengarannya. Mereka bisa

berkomunikasi melalui beberapa cara, seperti menuliskan apa yang mereka mau

sampaikan pada sebuah kertas atau dengan menggunakan bahasa isyarat (sign

language). Di Indonesia sendiri, bahasa isyarat terbagi menjadi dua, BISINDO

dan SIBI, namun menurut pendapat para ahli, BISINDO lebih efektif digunakan.

Namun masalah yang terjadi saat ini adalah ketidakpedulian pelayan publik

pembuatan e-KTP terhadap mereka yang menyandang tunarungu, dan adanya

perbedaan sikap yang mendiskriminasikan mereka. Masalah ini menjadi hal yang

perlu diperhatikan karena mereka yang bekerja sebagai pelayan publik pembuatan

e-KTP tidak bisa melayani mereka yang memiliki disabilitas secara menyeluruh

dan dengan baik karena mereka tidak bisa berbahasa isyarat. Oleh karena itu, ada

baiknya bila mereka yang bekerja sebagai pelayan publik dalam pembuatan e-

KTP mengetahui dan bisa berbahasa isyarat, sehingga dapat membantu dan

melayani mereka yang memiliki disabilitas tunarungu.

Melihat begitu majunya perkembangan teknologi saat ini, penulis melihat

adanya peluang besar yang bisa digunakan dari teknologi yang berkembang

tersebut untuk digunakan sebagai media pembelajaran berbahasa isyarat kepada

orang-orang. Dengan berkembangnya teknologi seperti komputer atau laptop dan

Page 23: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

3

smartphone yang bisa dijangkau oleh hampir semua orang, media tersebut

mempunyai peluang yang besar untuk digunakan sebagai media yang

mengajarkan orang-orang berbahasa isyarat dengan gampang dan dimana saja.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, terdapat rumusan yaitu,

bagaimana perancangan media interaktif bahasa isyarat untuk pelayan publik

pembuatan e-KTP?

1.3. Batasan Masalah

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis membatasi masalah di antaranya

adalah :

a. Pembahasan mengenai bahasa isyarat (BISINDO) di Indonesia.

b. Segment : 1. Geografis : Indonesia

2. Gender : pria dan wanita

3. Umur : 30 - 40

c. Target : orang yang bekerja sebagai pelayan publik pembuatan kartu tanda

penduduk elektronik (e-KTP).

Page 24: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

4

1.4. Tujuan Perancangan

1.4.1. Tujuan Umum

Tujuan dari perancangan media interaktif berbahasa isyarat ini adalah untuk

menyadarkan dan mengajarkan orang yang bekerja sebagai pelayan publik

administrasi untuk bagaimana kita berkomunikasi dengan orang-orang yang

menyandang tunarungu dengan cara bahasa isyarat (sign language).

1.4.2. Tujuan Khusus

Selain itu, penulisan tugas akhir ini juga bertujuan untuk memenuhi persyaratan

agar penulis dapat lulus S1 dari Universitas Multimedia Nusantara jurusan desain

komunikasi visual dengan peminatan desain grafis.

1.5. Manfaat Tugas Akhir

Manfaat dari tugas akhir ini adalah, bisanya mereka yang bekerja sebagai pelayan

publik pembuatan e-KTP untuk melayani orang-orang yang menyandang

tunarungu dengan menggunakan bahasa isyarat agar tidak terjadi ketidak adilan

perilaku dan pelayanan, seperti apa yang disebutkan pada UU Indonesia nomor 8

tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.

Page 25: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Interaktifitas

Interaktif adalah suatu keadaan dimana terjadinya suatu kejadian yang melibatkan

dua orang atau lebih, yang saling melakukan aksi dan adanya hubungan timbal

balik.

Menurut Meadows (2003) interaksi dibagi menjadi beberapa kategori yang

mengikuti sebuah prinsip. Ketiga kategori tersebut adalah input/output,

inside/outside, open/closed.

a. Input/ output adalah keadaan dimana sebuah pengguna (user) dapat

mempengaruhi sistem (input) dimana kemudian sistem tersebut akan

menunjukan keadaannya (output). Waktu jawaban atau balasan dari input

menuju ouput haruslah singkat dan input yang ada haruslah jelas.

b. Inside/ outside adalah pemahaman sistem interaktif yang membutuhkan

pengalaman dari dalam (inside) dan luar (outside). Pengalaman dalam

menyangkut pengalaman subjektif pengguna seperti arti, interpretasi,

pengertian dan metaphor. Pengalaman luar menyangkut pengalaman empiris

seperti frame rate, haptic feedback, atau kualitas suara. Sebuah sistem

berkomunikasi kepada user melalui dua mode ini.

c. Open/closed adalah sebuah tanggapan yang diberikan sistem kepada user.

Sebuah sistem open dapat berubah dan susah ditebak, sedangkan sistem

closed hanya akan memberikan tanggapan yang selalu sama.

Page 26: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

6

Meadows juga berkata bahwa interaksi terdiri dari 4 langkah, yaitu:

a. Observation adalah dimana kita sebagai user memeriksa sistem untuk

melihat apa yang bisa terjadi atau apa yang mungkin bisa terjadi.

b. Exploration adalah dimana kita sebagai user mencoba untuk merubah atau

menjelajahi sistem untuk melihat apa yang bisa terjadi.

c. Modification adalah dimana kita sebagai user dengan sengaja merubah

sistem, konteks sesuai pilihan.

d. Reciprocal change adalah sebuah kejadian dimana seorang user mengalami

perubahan seiring dengan berubahnya system.

2.1.1. Plot

Menurut Meadows (2004) yang mengutip Raph Koster mengatakan, peletakan

sebuah plot diantara impositional dan expressive sangatlah penting. Meletakan

impositional plot terlalu banyak membuat sedikit atau tidak adanya interaktifitas,

sebaliknya dengan plot yang terlalu expressive tidak menyediakan plot sama

sekali. Dengan mengamati jenis-jenis plot yang sering digunakan di dalam game

komputer sekarang, Meadows membaginya menjadi tiga plot, yaitu:

2.1.1.1. Nodal Plot

Di dalam penggunaan plot nodal, seorang pengarang akan memiliki

kontrol yang besar karena dia bisa memberikan sebuah struktur plot yang

sudah diatur. Poin interaksi yang ada di dalam plot nodal adalah sebuah

keputusan yang harus diambil oleh pengguna atau menyelesaikan sebuah

tugas untuk bisa maju. Menurutnya, keputusan yang diberikan bersifat do-

Page 27: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

7

or-die yang bila pengguna gagal atau salah memilih, mereka harus

melakukannya ulang hingga benar untuk bisa maju.

Gambar 2.1. Nodal Plot (http://zach.tomaszewski.name/uh/ics699/nodal.gif)

2.1.1.2. Modulated Plot

Pada plot modulated, terdapat struktur yang memiliki garis plot bercabang,

dimana pengguna akan melakukan pilihan yang mengakibatkan alur cerita

berpindah jalur dan menghasilkan kejadian yang berbeda. Namun

Meadows berkata bahwa walau ada beberapa kemungkinan endings,

semua jalur cerita yang ada pasti diketahui oleh pembuat. Sedangkan

untuk mengetahui semua endings yang ada, pengguna bisa memainkan

beberapa kali untuk membuka semua jalur plot yang ada.

Gambar 2.2. Modulated Plot (http://zach.tomaszewski.name/uh/ics699/modulated.gif)

Page 28: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

8

2.1.1.3. Open Plot

Dalam plot open, sebuah cerita tidak memiliki sebuah alur yang jelas.

Open plot menyediakan sebuah dunia untuk pengguna untuk dijelajahi,

dimana mereka dibebaskan sepenuhnya untuk membuat alur cerita mereka

sendiri dengan setiap aksi yang dilakukannya.

Gambar 2.3. Open Plot (http://zach.tomaszewski.name/uh/ics699/open.gif)

2.2. Media Interaktif

Media Interaktif adalah sebuah media yang memiliki suatu hubungan langsung

atau hubungan timbal balik dengan pengguna. Menurut Cheng, media interaktif

adalah sebuah media yang memberikan suatu pembelajaran interaktif baik dalam

bentuk 3D, grafik, suara, video, animasi yang menciptakan interaksi kepada

penggunanya (Cheng, 2009).

2.2.1. Buku Pop-up

Menurut Aditya (2013), sebuah buku pop-up adalah sebuah buku ilustrasi yang

memberikan hiburan melalui ilustrasinya kepada pembacanya. Hiburan yang ada

di dalam buku pop-up yang dimaksud adalah adanya gerakan, timbul, dan bisa

Page 29: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

9

berubahnya sebuah ilustrasi pada halaman kertasnya. Ia juga menyebutkan adanya

unsur tiga dimensi dan gerak kinetic lah yang membuat buku pop-up menjadi

menarik.

Gambar 2.4. Buku Pop-up (https://lindamattasari96.files.wordpress.com/2015/01/envision_pop_vineyard-01.jpg)

2.2.2. Board and Card Game

Menurut Limantara (2015), board game adalah sebuah permainan yang dimainkan

pada sebuah papan. Ia menjelaskan bahwa pada permainan board game,

permainan dimainkan oleh lebih dari satu pemain, dan para pemain saling

berinteraksi secara langsung dengan yang lain. Biasanya di dalam permainan

board game, terdapat sebuah pion yang digerakan diatas papan permainan.

Page 30: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

10

Gambar 2.5. Board Game (http://www.boardgameauthority.com/wp-content/uploads/2014/09/village-board-

game.jpg)

Manikmaya (2014), sebuah toko permaian menjelaskan bahwa, card game

adalah sebuah permainan yang memiliki peraturan permainannya sendiri. Medium

yang digunakan untuk card game adalah sebuah kartu yang memiliki beberapa

set, gambar, dan warna tertentu.

Page 31: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

11

Gambar 2.6. Card Game (http://www.gamesnips.com/wp-content/uploads/2015/09/Card-Game.jpg)

2.2.3. Video Game

Dalam jurnal the international journal of computer game research oleh

Karhulahti (2015), sebuah video game adalah suatu artifak di dalam medium

digital visual, yang diperuntukan sebagai objek intertainment. Di dalam video

game sendiri, ada dua mode interaksi yang harus dipilih atau digunakan keduanya.

Kedua mode interaksi ini adalah rule-bound gameplay atau interactive fiction.

Page 32: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

12

Gambar 2.7. Video Game (http://www.npmhu-local-321.org/wp-content/uploads/2016/08/become-a-game-

tester.jpg)

2.2.4. Aplikasi

Menurut Salz dan Morenz (2013), aplikasi adalah sebuah software yang di desain

khusus untuk mobile device seperti smartphone atau tablet. Sebuah aplikasi

haruslah di unduh dan di install kepada alat yang dipakai pengguna. Setelah

install selesai, sebuah aplikasi bekerja bersamaan dengan operating system (OS)

yang ada pada mobile device pengguna.

Dalam artikel Mobile: Native Apps, Web Apps, and Hybrid Apps yang

dibuat oleh Raluca Budiu (2013), ia menjelaskan tiga jenis apps yang ada.

a. Mobile Web Apps

Budiu (2013) mengatakan bahwa mobile web apps sebenarnya bukanlah

aplikasi, melainkan sebuah website yang dalam banyak aspek, terlihat dan

terasa seperti sebuah aplikasi. Mobile web apps dijalankan oleh browser

Page 33: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

13

seperti Mozilla Firefox atau Google Chrome dan biasanya dibuat

menggunakan HTML5.

Gambar 2.8. Mobile Web Apps (http://cdn.sixrevisions.com/0121-02_mobile_sites.jpg)

b. Native Apps

Native apps adalah sebuah sebuah aplikasi yang hidup di dalam device dan

dapat diakses melalui ikon yang ada pada home screen. Di dalam

pembuatannya, sebuah native apps dikembangkan khusus untuk satu

platform sehingga apps tersebut bisa menggunakan fitur yang ada di dalam

device tersebut. Native apps dapat di install melalui application store seperti

Google Play atau Apple Apps Store.

Page 34: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

14

Gambar 2.9. Instagram Native Apps (http://d1vqbpto5tbbz0.cloudfront.net/blog/wp-

content/uploads/2015/09/02121100/native-advertising-instagram2.png)

c. Hybrid Apps

Separuh native apps dan separuh web apps adalah sebuah penjelasan untuk

hybrid apps. Layaknya seperti native apps, hybrid apps ada di dalam

application store dan juga bisa menggunakan fitur yang ada pada device

yang di install hybrid apps. Selain itu, sama seperti web apps yang

mengandalkan HTML5, hybrid apps juga dijalankan melalui browser yang

ditanam di dalam aplikasi.

Penggunaan hybrid apps biasanya juga digunakan sebagai

pembungkus sebuah website yang sudah ada untuk memasukannya kedalam

application store. Selain itu, hybrid apps juga banyak digunakan untuk

membuat sebuah aplikasi yang bisa melakukan cross-platform ke operating

system lain.

Page 35: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

15

Gambar 2.10. Hybrid Apps Android (https://s3.amazonaws.com/media.nngroup.com/redactor/image007.png)

Gambar 2.11. Hybrid Apps IPhone (https://s3.amazonaws.com/media.nngroup.com/redactor/image009.png)

Page 36: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

16

Gambar 2.12. Mobile Website (https://s3.amazonaws.com/media.nngroup.com/redactor/image011.png)

2.2.4.1. User Interface

Thornsby (2016) mengatakan, user interface (UI) adalah sebuah jembatan

yang menghubungkan pengguna dengan apps atau program komputer.

Menurutnya, sebuah user interface adalah segala sesuatu yang pengguna

bisa lihat dan melakukan interaksi. Ia mengatakan bahwa user interface

yang sukses adalah UI yang jelas, responsive, dan mudah untuk dilihat.

Sebuah UI yang bagus sangatlah penting dalam tingkat kesuksesan

sebuah aplikasi. Thornsby (2016) menyebutkan bahwa bila kita bisa

membuat sebuah UI yang benar, kita bisa membuat seorang pengguna

merasa nyaman seketika dengan aplikasi yang kita buat. Selain itu, UI

Page 37: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

17

yang baik juga memperhitungkan konsistensi desainnya, sehingga

pengguna tidak kesusahan dalam penggunaan aplikasinya dan dapat

mencegah atau mengurangi kekesalan dan kesalahan yang dapat muncul

pada pengguna.

Neil (2012) mengatakan bahwa navigasi yang baik seperti sebuah

desain yang baik. Sebuah aplikasi yang memiliki sistem navigasi yang

baik membuatnya mudah untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu. Ia

menjelaskan bahwa ada dua pola navigasi yang ada dalam aplikasi, yaitu

Primary Navigation Patterns dan Secondary Navigation.

2.2.4.2. Primary Navigation Pattern

a. Springboard

Pola springboard adalah sebuah pola yang netral terhadap semua

operating system (OS). Biasa disebut juga sebagai Launchpad, pola

springboard memiliki karakteristik sebagai halaman pacuan untuk menu

utama dan digunakan sebagai titik awal dalam aplikasi.

Page 38: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

18

Gambar 2.13. Springboard Pattern

(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)

Pada pola springboard, biasanya grid digunakan untuk menjadi dasar

layout utama dalam mendesain penampilannya. Grid yang biasa digunakan

adalah 3x3, 2x3, 2x2, 1x2 untuk membuat pola springboard. Namun pola

springboard sendiri tidaklah harus menggunakan grid.

Gambar 2.14. Grid Layout for Springboard

(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)

Page 39: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

19

b. List Menu

Serupa dengan Springboard, list menu juga merupakan landasan utama

dimana setiap bagian list menu adalah titik lompat awal yang digunakan

untuk menggunakan aplikasi. Neil (2012) mengatakan bahwa list menu

bagus digunakan untuk judul atau nama yang panjang dan list yang

membutuhkan sub text. Menurutnya, aplikasi yang menggunakan list menu

harus memberikan sebuah tombol balik.

Gambar 2.15. List Menu

(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)

Page 40: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

20

c. Tabs

Tidak seperti springboard yang netral terhadap semua operating system,

pola tabs memiliki peraturan tersendiri untuk lokasi dan desainnya pada

OS yang berbeda-beda. Tabs yang berada pada bagian bawah adalah tabs

yang paling ramah dengan jari (jempol) karena jaraknya yang dekat.

Gambar 2.16. Tabs Pattern

(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)

Page 41: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

21

d. Gallery

Pola gallery adalah pola yang memunculkan sepotong konten untuk

dijadikan navigasi. Konten gallery biasanya berupa artikel tersendiri,

resep, foto, atau produk yang bisa disusun dengan grid, carousel, atau

slideshow.

Gambar 2.17. Gallery Pattern

(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)

e. Dashboard

Pola dashboard adalah pola yang menyediakan key-performance-

indicators yang bisa diturunkan. Pola dashboard sebagai primary

navigation patterns sangat berguna untuk aplikasi yang berhubungan

dengan finansial, sales dan marketing, dan alat analitik.

Page 42: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

22

Gambar 2.18. Dashboard Pattern

(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)

f. Metaphor

Metaphor adalah sebuah pola dimana kita membuat pola yang mewakilkan

aplikasi tersebut. Pola metaphor ini biasa digunakan di dalam game,

namun biasa juga dapat dilihat dalah aplikasi buku, katalog, dan aplikasi

kategori lain seperti notes.

Page 43: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

23

Gambar 2.19. Metaphor Pattern

(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)

g. Mega Menu

Pola mega menu adalah sebuah tampilan overlay yang besar dengan format

custom dan pengelompokan menu option.

Gambar 2.20. RipCurl Mega Menu Pattern

(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)

Page 44: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

24

2.2.4.3. Secondary Navigation

a. Page Carousel

Pola page carousel adalah sebuah pola yang bisa digunakan untuk

menjelajahi konten secara cepat hanya dengan geseran jari. Pada page

carousel, terdapat page indicator display yang menunjukan seberapa

banyak page atau halaman yang ada di dalam carousel. Neil (2012)

mengatakan ada batasan dalam menggunakan page carousel. Menurutnya,

lebih baik membatasi page carousel untuk tidak lebih dari delapan page.

Gambar 2.21. Page Carousel (Mobile Design Pattern Gallery, 2012)

Page 45: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

25

b. Image Carousel

Sama seperti page carousel, navigasi image carousel lebih menonjolkan

gambar. Biasanya, image carousel digunakan untuk aplikasi retail yang

ingin menunjukan gambar featured product mereka.

Gambar 2.22. Image Carousel (Mobile Design Pattern Gallery, 2012)

c. Expanding List

Expanding list pattern adalah pola dimana sebuah konten akan

menunjukan informasi lain yang keluar secara menurun. Menekan atau

mengakses konten expanding list akan memunculkan list konten atau

informasi lain yang ada secara menurun.

Page 46: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

26

Gambar 2.23. Expanding List (Mobile Design Pattern Gallery, 2012)

2.3. Disabilitas

Mengutip dari World Health Organization (WHO), disabilitas adalah sebuah

istilah bercabang yang mencangkup gangguan atau cacat, keterbatasan aktifitas

dan keterbatasan berpartisipasi. Gangguan atau cacat yang dimaksud adalah

masalah yang menganggu pada bagian tubuh dan mental, keterbatasan aktifitas

adalah permasalahan yang dialami oleh seorang individual dalam melakukan

sebuah kegiatan dan keterbatasan berpartisipasi adalah sebuah masalah yang

dialami oleh seseorang dalam melakukan kegiatan bersama orang lain.

Sedangkan menurut undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang

disabilitas, seorang penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami

keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama

yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan

kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara

lainnya berdasarkan kesamaan hak, yang terdiri dari :

Page 47: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

27

a. penyandang disabilitas fisik;

b. penyandang disabilitas intelektual;

c. penyandang disabilitas mental; dan/atau

d. penyandang disabilitas sensorik.

2.3.1. Disabilitas Fisik

Disabilitas fisik adalah sebuah kecacatan atau kelainan pada anggota tubuh secara

fisik yang mengakibatkan terjadinya penurunan atau kehilangan kemampuan

suatu anggota tubuh untuk bekerja.

2.3.1.1. Tunarungu

Tunarungu adalah sebuah disabilitas fisik dimana seseorang mengalami

sebuah gangguan atau hambatan dalam indera pendengaran mereka baik

secara menyeluruh atau sebagian. Tunarungu diakibatkan karena tidak

berfungsinya sebagian atau seluruh indera pendengeran mereka.

Dalam buku yang berjudul Psikologi anak Luar Biasa (2007:93)

Sutjihati Somantri menyatakan bahwa tunarungu dapat diartikan sebagai

suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang

tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera

pendengarannya.

Menurut Andreas Dwidjosumarto (1990) seseorang yang tidak atau

kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Menurutnya,

Page 48: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

28

ketunarunguan dibedakan menjadi dua, yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar

(hard of hearing).

2.3.2. Disabilitas Mental

Disabilitas mental adalah sebuah kecacatan atau kelainan yang terjadi pada bagian

otak mereka, sehingga mereka mengalami penurunan fungsi dan kinerja otak yang

dapat mengakibatkan keterbelakangan mental atau penurunan tingkat kecerdasan.

2.3.3. Disabilitas Ganda

Disabilitas ganda atau yang biasa disebut sebagai tunaganda adalah sebuah

kelainan atau kecacatan dimana seseorang mengalami lebih dari satu jenis

kecacatan yang bisa berupa dua kecacatan fisik atau gabungan dari kecacatan fisik

dan kecacatan mental.

2.3.4. Penyebab Disabilitas

Sebuah disabilitas baik itu disabilitas fisik ataupun disabilitas mental dapat

disebabkan oleh dua faktor. Faktor pertama adalah sebuah disabilitas yang terjadi

diakibatkan oleh faktor genetik yang dibawa sejak lahir, sedangkan faktor kedua

diakibatkan oleh sebuah kecelakaan yang mengakibatkan kecacatan pada

seseorang.

2.4. Bahasa Isyarat

Bahasa isyarat adalah sebuah cara untuk berkomunikasi tanpa menggunakan suara

melainkan melalui gerakan tangan yang memiliki arti-arti tertentu. Bahasa isyarat

Page 49: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

29

adalah bahasa yang digunakan oleh orang-orang yang menyandang sebuah

disabilitas tertentu. Disabilitas yang menggunakan bahasa isyarat adalah

tunarungu dan tunawicara.

2.4.1. Jenis Bahasa Isyarat

Di Indonesia, terdapat dua jenis bahasa isyarat yang diakui dan digunakan oleh

orang-orang yang mengalami suatu disabilitas sehingga mereka harus

menggunakan bahasa isyarat.

2.4.1.1. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI)

Sistem isyarat bahasa Indonesia atau yang disingkat sebagai SIBI adalah

bahasa isyarat yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pembuatan SIBI sendiri dibuat tanpa melakukan persetujuan dari Gerakan

Kesejahteraan Tunarungu Indonesia atau yang disingkat sebagai

GERKATIN. SIBI dibuat dengan cara mengubah bahasa Indonesia lisan

menjadi bahasa isyarat yang lengkap dengan awalan dan akhiran kata.

Page 50: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

30

Gambar 2.24. Alphabet Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (https://image.slidesharecdn.com/sistemisyaratbahasaindonesia-120116072614-

phpapp01/95/sistem-isyarat-bahasa-indonesia-4-728.jpg?cb=1326700328)

2.4.1.2. Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO)

Bahasa Isyarat Indonesia adalah sebuah bahasa isyarat dibuat berdasarkan

budaya Indonesia yang asli dan alami. Berbeda dengan SIBI, dalam

BISINDO hanya menggunakan satu kata yang digabungkan dengan

ekspresi untuk menunjukan sebuah kejadian.

Page 51: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

31

Gambar 2.25. Alphabet Bahasa Isyarat Indonesia

(https://whentheheartspeaksout.files.wordpress.com/2015/10/8e740-mengeja2bdengan2bjari.jpg?w=960&h=672)

2.5. Desain Grafis

Desain grafis atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan desain komunikasi

adalah suatu bentuk komunikasi yang menggunakan visual sebagai bahasa

utamanya. Visual yang dimaksud di sini adalah sebuah gambar atau teks yang

dibuat untuk menyampaikan sebuah pesan dan informasi yang ingin disampaikan

kepada orang-orang.

Menurut American Institute of Graphic Arts (AIGA), desain grafis adalah

sebuah praktik perancangan dan penyampaian sebuah ide dan pengalaman dengan

konten tulisan dan visual. Komunikasi yang ada di dalam desain grafis bisa terjadi

secara fisikal atau virtual.

Dalam buku Graphic Design Solution 4th Edition (2010) Landa

menyebutkan bahwa desain grafis adalah komunikasi visual yang bertujuan untuk

Page 52: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

32

menyampaikan informasi kepada target (hlm.2). Desain grafis adalah

penyampaian sebuah ide melalui pembuatan, pemilihan dan pengorganisasian

elemen visual. Mengutip dari Profesor Alan Robbins “Graphic Design is

therefore one of the ways in which creativity takes on a visual reality” dalam buku

Landa (2010:2)

2.5.1. Prinsip Desain

Menurut Landa (2013) dalam semua projek desain, prinsip desain harus selalu

digunakan dalam proses pembuatannya (hlm.29). Menggabungkan konsep,

tipografi, gambar dan visual serta prinsip desain dalam sebuah projek desain.

Dalam bukunya, Landa menyebutkan ada beberapa prinsip desain, yaitu :

a. Keseimbangan

Keseimbangan adalah kestabilan yang tercipta dari sebuah visual yang

beratnya seimbang pada setiap sisinya atau kestabilan pembagian pada

setiap elemen yang ada pada sebuah komposisi (hlm.25-26).

b. Kesatuan

Kesatuan adalah kondisi dimana semua elemen desain yang ada di dalam

komposisi terlihat menyatu dengan yang lain sehingga terciptanya sebuah

satu kesatuan di dalam desain. Menurut Landa, seseorang lebih mudah

untuk mengerti dan mengingat sebuah komposisi bila semua elemennya

terlihat menyatu (hlm.36).

Page 53: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

33

c. Hirarki

Hirarki adalah sebuah prinsip dimana sebuah elemen atau komponen dalam

desain dibuat lebih menonjol untuk membuat sebuah alur atau menunjukan

hal apa yang penting untuk menguatkan sebuah pesan yang ingin

disampaikan. Hirarki sendiri dapat dicapai dengan melakukan penekanan

pada suatu elemen atau visual yang ada pada sebuah komposisi. Penekanan

sendiri dapat dibagi menjadi 6 jenis yang berbeda tergantung bagaimana

seseorang mendesain sebuah komposisi (hlm.33-35).

1. Penekanan melalui isolasi adalah cara menonjolkan sebuah elemen

dengan cara memisahkan satu elemen yang dengan yang lain, agar

fokus penglihatan tertuju pada elemen yang di isolasi.

2. Penekanan melalui penempatan adalah cara dimana sebuah elemen

ditonjolkan dengan cara menempatkannya pada daerah spesifik yang

gampang mendapatkan perhatian dari orang-orang.

3. Penekanan melalui skala atau ukuran adalah cara dimana kita

membuat sebuah elemen menjadi lebih besar dibandingkan dengan

yang lain karena biasanya ukuran yang besar cenderung lebih menarik

perhatian.

4. Penekanan melalui kontras adalah cara dimana kita membuat sebuah

elemen atau objek yang ingin ditonjolkan berbeda atau berlawanan

dengan elemen yang lain agar menarik perhatian.

Page 54: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

34

5. Penekanan melalui arah dan penunjuk adalah cara dimana kita

membuat sebuah elemen lebih menonjol dengan menempatkan elemen

lain seperti panah untuk menunjukan mana yang penting.

6. Penekanan melalui diagram atau struktur adalah cara dimana kita

membuat sebuah struktur bisa itu secara menurun seperti tangga atau

bercabang seperti pohon atau berlayer untuk menunjukan mana yang

lebih penting.

d. Irama

Irama pada desain adalah sebuah pengulangan atau pola elemen yang dibuat

seirama untuk membuat alur pada sebuah komposisi. Di dalam pembuatan

irama, terdapat beberapa faktor yang memiliki peran penting untuk

terjadinya sebuah irama, diantaranya adalah warna, tekstur, penekanan, dan

keseimbangan (hlm.35).

e. Proporsi

Proporsi adalah perbandingan ukuran suatu elemen dengan elemen yang lain

atau dengan keseluruhan komposisinya. Proporsi sendiri adalah sebuah

penataan yang bersifat aestetik atau untuk kebutuhan keindahan dalam

komposisi (hlm.39).

2.5.2. Elemen Desain

Elemen desain adalah segala sesuatu yang digunakan untuk membentuk sebuah

visual baik itu gambar atau tulisan. Dalam bukunya yang berjudul The Language

Page 55: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

35

of Graphic Design – An Illustrated Handbook for Understanding Fundamental

Design Principle (2011) Richard Poulin menjelaskan bahwa ada beberapa elemen

yang ada di dalam sebuah desain.

a. Titik

Titik adalah sesuatu hal yang paling mendasar dalam membuat semua

elemen dan prinsip komunikasi visual. Selain menjadi hal mendasar bagi

sebuah visual, titik juga merupakan sebuah elemen penting dan mendasar

bagi geometri, fisika, grafik vector, dan bidang lainnya yang menggunakan

titik. Mengutip Pablo Picasso “An idea is a point of departure and no more.

As soon as you elaborate it, it becomes transformed by thought” (hlm.13).

b. Garis

Garis adalah salah satu hal dasar dari elemen visual yang memiliki banyak

kegunaan. Sebuah garis dapat digunakan untuk menggabungkan,

memisahkan, menunjukan, menggerakan, membangun dan mengorganisasi

sebuah objek visual (hlm.21).

Menurut Lando (2010) garis adalah sebuah jalur yang dilewati oleh

sebuah titik yang bergerak, hal ini adalah sebuah tanda yang dibuat oleh

peralatan visual dalam bidang datar atau 2D (hlm.16).

c. Bentuk

Bentuk adalah salah satu hal yang fundamental bagi seorang desainer.

Sebuah bentuk dapat didefinisikan sebagai batasan dan masa, selain itu

dapat diartikan menjadi sebuah garis luar dari suatu wujud (hlm.31).

Page 56: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

36

d. Tekstur

Tekstur adalah sebuah kualitas dari permukaan sebuah objek, bisa berupa

kasar, halus, keras atau lembut, sehingga bisa diartikan sebagai penampilan

dan perasaan suatu permukaan objek. Tekstur sendiri tidak bisa berdiri

sendiri tanpa elemen visual lain karena tekstur hanyalah sebuah efek visual

yang menambahkan dimensi dan kekayaan dari sebuah komposisi visual

(hlm.73-74).

e. Ruang

Ruang biasa disebut sebagai negative space atau white space. Ruang sendiri

merupakan elemen yang sangat penting di dalam semua komunikasi visual,

namun memiliki sedikit perbedaan dibandingkan dengan elemen yang lain,

karena ruang sendiri tidak dapat diletakkan di dalam sebuah komposisi.

Ruang adalah jarak atau area yang berada di antara, sekitar, atas, bawah,

atau di dalam elemen lain dalam sebuah komposisi (hlm.103-104).

f. Ukuran

Ukuran adalah sebuah besar atau kecilnya suatu objek atau elemen pada

sebuah komposisi. Ukuran digunakan untuk membuat sebuah penekanan

pada suatu elemen atau objek visual yang ingin diperlihatkan (hlm.83-84).

g. Warna

Menurut Poulin, warna adalah elemen visual yang paling kuat, karena warna

mempengaruhi kita dengan memberikan energi visual dari apa yang kita

lihat dan alami setiap hari. Warna bisa digunakan untuk menarik perhatian,

Page 57: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

37

memisahkan elemen, menguatkan pesan dan makna, dan menguatkan

komposisi (hlm.59-60).

2.5.3. Grid

Menurut Richard Poulin (2011), sebuah grid terdiri dari kumpulan garis

horizontal dan vertikal yang menyediakan kesejajaran dan interseksi. Menurutnya,

fungsi dari sebuah grid tidak terbatas, dimana sebuah grid bisa digunakan untuk

menata sebuah visual atau untuk menguatkan irama dari sebuah pesan visual.

Dalam bukunya Robin Landa (2013), ia mengatakan bahwa grid adalah

sebuah pedoman atau panduan. Panduan yang dimaksud di sini adalah panduan

dalam hal struktur komposisi yang berupa garis vertikal dan horizontal yang

membagi format menjadi kolom dan margin. Sebuah grid bisa dikatakan sebagai

pondasi dari struktur buku, majalah, brosur, website, dkk.

2.5.3.1. Single Column Grid

Single-column grid atau yang biasa disebut sebagai manuscript grid adalah

suatu struktur yang hanya memiliki satu teks kolom atau blok yang

dikelilingi oleh margin. Margin sendiri adalah sebuah blank space atau

jarak kosong yang ada pada setiap sisi halaman atau lembar. Margin

digunakan untuk membuat struktur kerangka yang proposional, agar

menjaga konten tetap berada dalam format (hlm.175).

Dalam mendesain margin single-column grid, ada dua tipe yang bisa

dipakai, kedua tipe ini adalah symmetrical margins (even margins) dan

Page 58: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

38

asymmetrical margins. Dalam symmetrical margins, setiap blank space

pada setiap sudut mempunyai ukuran yang sama rata, sedangkan untuk

asymmetrical margins memiliki perbedaan ukuran blank space pada sisi-

sisi kertas, yang di desain untuk keindahan aestethic atau kegunaan lain

seperti menaruh informasi dan notes.

Gambar 2.26. Symmetrical and Asymmetrical Margins (http://eyelearn.org/ma-stu-gallery/gridEssay-2013/irina/images/pic12.jpg)

2.5.3.2. Multi Column Grids

Landa (2013) mengatakan, tujuan grid adalah untuk menjaga kesejajaran.

Sebuah grid menunjukan batasan dan menjaga agar konten tetap pada

urutannya. Sama halnya dengan multi column grids, tujuan dari beberapa

kolom adalah untuk memisahkan secara jelas konten yang ada, dan

membuat alur konten (flowlines) yang jelas.

Page 59: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

39

Gambar 2.27. Multi Column Grid (https://s-media-cache-

ak0.pinimg.com/originals/dc/4d/cd/dc4dcde712f03c6dc03de1317127c834.jpg)

2.5.4. Tipografi

Poulin (2011) mengatakan, tipografi adalah mendesain menggunakan type. Type

di sini adalah sebuah istilah yang digunakan untuk alphabet dan angka.

Menurutnya sebuah tipografi memiliki fungsi ganda, dimana tipografi bisa berupa

seperti elemen dasar dalam desain dan tekstur visual di dalam komposisi, namun

fungsi utamanya adalah verbal dan visual.

2.5.5. Warna

Menurut Lidwell, Holden, dan Butler (2010), warna dapat membuat desain

menjadi lebih menarik secara visual dan estetika. Warna dapat memperkuat

pengorganisasian dan makna sebuah elemen di dalam desain. Menurut mereka,

ada empat permasalahan umum yang perlu diperhatikan terkain dengan

penggunaan sebuah warna di dalam desain (hlm.48).

Page 60: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

40

1. Number of colors : banyaknya warna yang digunakan di dalam sebuah

desain dapat mempengaruhi proses penilaian seseorang. Batasi penggunaan

warna yang terlalu banyak sehingga mata dapat memproses sebuah desain.

2. Colors combinations : untuk mendapatkan keindahan estetika sebuah warna,

gunakan warna-warna yang ada pada color wheel secara analogous,

complementary, triadic dan quadratic.

3. Saturation : tingkat saturasi sebuah warna dapat memainkan peran yang

sangat penting dimana saturasi bisa digunakan untuk menarik perhatian.

4. Symbolism : sama seperti halnya warna dalam pengaruh emosi dan mood

seseorang, sebuah warna bisa mempunyai makna simbolis untuk setiap

kultur yang berbeda-beda.

Gambar 2.28. Color Wheel (https://cdn.beadsandpieces.com/wp-content/uploads/2015/02/19045434/color-wheel.jpg)

Page 61: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

41

2.5.5.1. Warna Primer

Warna primer adalah kelompok warna yang yang tidak bisa dibuat dengan

proses pencampuran warna. Warna primer adalah dasar dari semua warna

yang ada dengan mencampurkan warna primer menjadi warna yang lain.

Warna primer sendiri terdiri dari tiga warna, yaitu merah, kuning, biru.

Gambar 2.29. Warna Primer (http://3.bp.blogspot.com/-jPaUC3SgaVY/VIngdkliw9I/AAAAAAAAA4M/DxqPB-

4oyCo/s1600/1%2Bprimary.jpg)

2.5.5.2. Warna Sekunder

Warna sekunder adalah sekelompok warna yang dibuat melalui proses

penggabungan antara dua warna primer yang menghasilkan warna baru.

Page 62: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

42

Gambar 2.30. Warna Sekunder (http://www.aridglamor.com/wp-content/uploads/2014/03/secondary_colors2.jpg)

2.5.5.3. Warna Tersier

Seperti warna sekunder, warna tersier adalah warna yang dihasilkan

melalui proses penggabungan dua warna menjadi satu. Warna tersier

dihasilkan melalui penggabungan warna dari warna primer dan warna

sekunder.

Gambar 2.31. Warna Tersier (https://media.licdn.com/mpr/mpr/shrinknp_800_800/AAEAAQAAAAAAAAWKAAA

AJDlmYmMyOWQ0LTkzOTMtNDJlZi04Njc3LWM0Y2QyNTYyNjRkYQ.png)

Page 63: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

43

2.5.5.4. Psikologi Warna

Sutton dan Whelan (2004) mengatakan bahwa warna mempengaruhi otak

manusia secara emosional. Hal ini terjadi karena adanya respon psikologi

otak terhadap warna-warna yang ada di sekeliling kita. Berikut adalah

beberapa warna dan efek psikologis yang diberikan kepada manusia.

Tabel 2.1. Psikologi Warna

Warna Nama warna Efek psikologi warna

Merah Warna merah adalah warna yang paling vibrant, dimana ia menunjukan kecepatan, kekuatan, keseruan, kebahagiaan, gairah, bahaya dan panas.

Kuning Warna kuning adalah warna yang menggambarkan kebahagiaan dalam psikologi warna. Warna kuning menstimulasi pikiran jernih, kecerdesan, imajinasi dan semangat.

Oranye Warna oranye adalah warna yang menstimulasi, berenergi, bersahabat, outgoing, semangat dan memberikan kesan berpetualang.

Hijau Warna hijau adalah warna alam yang melambangkan kehidupan, pertumbuhan dan kesegaran. Selain itu, warna hijau juga memberikan efek relaks dan keamanan.

Biru Warna biru dikatakan sebagai warna yang paling disukai dari warna yang lain. Warna biru diasosiasikan dengan hal-hal yang positif. Biru juga memberikan kesan yang besar dan membuat waktu seakan berjalan pelan, warna biru juga memberikan efek rileks yang menenangkan dan bagus untuk tempat dengan kegiatan belajar.

Ungu Warna ungu adalah warna yang bersifat

Page 64: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

44

elegan, berkelas dan glamor. Selain itu, warna ungu juga memiliki sifat misterius, romantis dan manis. Ruangan dengan warna ungu akan membuat kinerja menjadi tidak kondusif karena warna ungu dapat memberi efek daydreaming

Pink Warna pink adalah warna yang dianggap paling pasif dari semua warna. Warna pink memberikan kesan feminis, tenang, compassion, energetik, seru dan trendi. Selain itu, warna pink dianggap sebagai warna yang paling damai.

Coklat Warna coklat adalah warna hangat yang menenangkan dan dihubungkan dengan bumi dan rumah. Warna coklat pada packaging memberikan kesan produk yang alami dan natural.

Abu-abu Warna abu-abu adalah warna netral yang mewakilkan ketidak ikut campuran, yang membuatnya terlihat formal dan berwibawa. Warna abu-abu sendiri memberikan kesan sendiri, redup dan sedikit sedih. Selain itu, warna abu-abu juga dapat memperlihatkan pengetahuan dan kedewasaan.

Putih Warna putih adalah warna yang menandakan kepolosan, kebaikan dan kejujuran. Warna putih yang bersifat netral ini memiliki tone cool atau dingin karena sering di asosiasikan dengan salju dan es. Selain itu warna putih juga memperlihatkan kesan kesederhanaan dan keamanan.

Hitam Warna hitam adalah warna yang memberikan kesan sangat agresif dan menakutkan bila terlalu berlebihan. Warna hitam sendiri merupakan warna yang serius, berwibawa dan formal.

Page 65: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

45

BAB III

METODOLOGI

3.1. Metodologi Pengumpulan Data

Sugiyono (2013) mengatakan bahwa tujuan utama dari sebuah penelitian adalah

untuk mendapatkan data, sehingga teknik pengumpulan data adalah langkah yang

paling strategis dalam sebuah penelitian (hlm.224). Dalam bukunya, Sugiyono

menyebutkan empat cara atau teknik pengumpulan data, dimana teknik tersebut

adalah wawancara, pengamatan atau observasi, dokumentasi, dan triangulasi

(hlm.231-240).

Metode yang digunakan di dalam pengumpulan data yang dipakai dalam

tugas akhir ini adalah wawancara dengan narasumber yang berasal dari sekolah

SLB/B (tunarungu), dan observasi langsung ke kantor kabupaten kota Tangerang.

Dalam melakukan wawancara ke sekolah SLB/B, dokumentasi yang dilakukan

adalah merekam suara selama wawancara dan foto narasumber. Selain itu, metode

dokumentasi juga dilakukan dengan membaca tulisan dan buku yang berhubungan

seperti undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.

3.1.1. Wawancara

Wawancara yang dilakukan dalam pengumpulan data tugas akhir ini dilakukan

kepada guru SLB/B (sekolah khusus tunarungu) dari dua sekolah yang berbeda.

Sekolah pertama yang dilakukan wawancara adalah SLB/B Markus yang berada

di Tangerang, sedangkan sekolah kedua yang diwawancara adalah SLB/B YKDW

Page 66: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

46

yang juga berada di Tangerang. Dalam wawancara ini, penulis menanyakan

beberapa pertanyaan yang telah disusun untuk mengumpulkan data dan informasi

yang dibutuhkan dalam pembuatan tugas akhir ini.

Pada sekolah SLB/B Markus, wawancara dilakukan kepada dua orang.

Narasumber pertama berasal dari sekolah SLB/B Markus adalah bapak Ade Yanto

Heryanto, S.pd yang menjabat sebagai kepala sekolah. Narasumber kedua adalah

ibu Eem Sulastri, M.pd yang menjabat sebagai guru di sekolah SLB/B Markus.

Narasumber ketiga adalah bapak Ahmad yang menjabat sebagai guru disekolah

SLB/B YKDW-Tangerang.

3.1.1.1. Ade Yanto Heryanto

Gambar 3.1. Ade Yanto Heryanto

Page 67: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

47

Ade Yanto Heryanto adalah kepala sekolah SLB/B Markus yang berada di

Tangerang. Wawancara dilakukan pada hari jumat tanggal 23 maret 2017. Ade

mengatakan bahwa seorang tunarungu memiliki dua cara berkomunikasi, yaitu

melalui oral atau bahasa isyarat. Menurut Ade, bahasa isyarat adalah bahasa alami

atau bahasa ibu bagi mereka yang menyandang tunarungu.

Eem Sulastri mengatakan, dalam berkomunikasi dengan orang yang

menyandang tunarungu, kita harus menjaga kecepatan berbicara kita karena

mereka yang menyandang tunarungu diajarkan untuk membaca gerakan bibir,

sehingga bila kita berbicara terlalu cepat, mereka tidak akan bisa membaca

gerakan bibir kita dengan baik. Menurutnya, kunci dalam memulai percakapan

dengan orang yang menyandang tunarungu adalah menjaga kecepatan berbicara

dan jangan lupa untuk menyebutkan nama.

Pada saat ditanya tentang jenis bahasa isyarat yang ada, Eem menyebutkan

ada dua jenis bahasa isyarat, yang pertama adalah SIBI dan yang kedua adalah

BISINDO. Beliau mengatakan dalam sekolah, SIBI lah yang digunakan karena

sesuai dengan kurikulum pembelajaran yang diberikan pemerintah, namun murid-

murid menggunakan BISINDO saat berkomunikasi dengan teman-temannya dan

komunitas luar. Menurutnya, BISINDO lebih seperti bahasa slank atau bahasa

gaul anak-anak, dan penciptaannya dibuat melalui komunitas tunarungu sendiri,

sehingga BISINDO menjadi bahasa isyarat yang digunakaan dalam percakapan

antara teman dan dunia luar. Ia juga menyebutkan bahwa anak atau orang yang

menyandang tunarungu tidak akan bisa SIBI bila mereka tidak bersekolah namun

Page 68: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

48

dipastikan mereka bisa BISINDO karena pada proses pembuatannya, SIBI dibuat

oleh orang-orang akademis yang bukan tunarungu.

Selanjutnya, penulis menanyakan tentang bagaimana cara mengajarkan

bahasa isyarat kepada orang yang baru ingin belajar. Eem menjelaskan bahwa

sama seperti pada umumnya, dimana kita ingin mengajarkan cara berbicara

kepada anak-anak, kita memulai dengan memperkenalkan dan mengajarkan abjad

dan angka dalam bahasa isyarat. Setelah terbiasa dan tau abjad dan angka dalam

bahasa isyarat, tahap selanjutnya adalah mengeja nama kita untuk perkenalan

kepada orang lain, kemudian pembelajaran akan benda-benda yang ada disekitar

kita dan selanjutnya adalah nama-nama fasilitas umum dan nama kota.

Pada sesi akhir wawancara, penulis menanyakan kepada Eem tentang

bahasa isyarat mana yang paling cocok untuk digunakan untuk mengajarkan

orang-orang berbahasa isyarat. Menurutnya, BISINDO lebih tepat digunakan

untuk mengajarkan orang-orang berbahasa isyarat karena berdasarkan pengalaman

dan sepenglihatan beliau, mereka yang menyandang tunarungu menggunakan

BISINDO dalam bersosialisasi diluar sekolah. Sedangkan untuk penyampaian

materi, menurutnya sebuah video akan jauh lebih efektif untuk mengajarkan

bahasa isyarat dibandingkan dengan sebuah gambar yang menunjukan bahasa

isyarat, karena dengan video kita bisa melihat pergerakannya secara detail dan

jelas. Pada akhir wawancara, Eem berkata bahwa ia pun tertarik dengan adanya

aplikasi yang mengajarkan bahasa isyarat tersebut.

Page 69: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

49

3.1.1.2. Ahmad

Gambar 3.2. Ahmad

Wawancara kedua dilakukan pada sekolah khusus SLB/B Ykdw-Tangerang pada

hari senin tanggal 27 maret 2017. Tidak jauh berbeda dengan Eem, saat ditanya

bagaimana sebaiknya dalam memulai percakapan dengan orang yang menyandang

tunarungu, ia mengatakan berbicaralah dengan jelas dan jangan terlalu cepat agar

mereka dapat membaca gerakan bibir dengan baik dan jangan lupa untuk

memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama.

Dilanjutkan dengan menanyakan tentang SIBI dan BISINDO, Ahmad

membenarkan tentang hal dimana BISINDO adalah bahasa isyarat yang

digunakan murid-muridnya dalam berkomunikasi dengan teman atau orang lain

baik di dalam sekolah ataupun diluar sekolah. Hal serupa juga terjadi pada

sekolah khusus SLB/B Markus. Wawancara dilanjutkan dengan menanyakan

Page 70: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

50

tahapan dalam mengajarkan cara berbahasa isyarat, dimana Ahmad menjawab

seperti apa yang dijawab oleh Eem. Ia berkata hal pertama yang diajarkan adalah

abjad, huruf, dan nama. Selanjutnya diajarkan bahasa isyarat untuk benda-benda

disekitar kita yang sering dijumpai, kemudian nama-nama tempat umum adalah

hal dasar yang perlu diajarkan.

Saat ditanyakan apakah murid-murid merasa malu atau sungkan untuk

berkomunikasi dengan orang normal, beliau menjawab bahwa memang mereka

sedikit malu dan sungkan untuk berkomunikasi, namun bila mereka

berkomunikasi dengan mereka yang sesama tunarungu, jelas terlihat bahwa

mereka tidak merasakan malu dan sungkan. Hal tersebut ia lihat langsung pada

saat ada sebuah acara gabungan beberapa sekolah untuk tunarungu, dimana para

murid saling menyapa dan berkomunikasi dengan murid sekolah lain dengan

nyaman, namun merasa sedikit malu bila berkomunikasi dengan guru dari sekolah

lain.

Pada akhir wawancara, penulis menanyakan pendapat tentang bagaimana

penyajian pengajaran bahasa isyarat yang efektif. Ahmad berkata bahwa untuk

penggunaan gambar, bisa dicocokan untuk umur dari target yang ingin dicapai.

Namun menurutnya style gambar tidaklah terlalu berpengaruh, namun tingkat

kejelasan dan arah gambar yang jelas adalah yang terpenting, untuk video sebagai

penyajian pengajaran, menurutnya hal itu sudah cukup baik karena mampu

memperlihatkan gerakan bahasa isyarat secara langsung dan jelas.

Page 71: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

51

3.1.2. Observasi

Kegiatan observasi dilakukan pada kantor pemerintah kabupaten kota Tangerang.

Penulis melakukan observasi pada kantor kabupaten ini untuk melihat bagaimana

proses pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), dan bagaimana

pelayanan yang diberikan oleh pelayan publik dikantor tersebut. Proses dari

pembuatan e-KTP sendiri memiliki beberapa tahap, yaitu :

1. Penyerahan Kartu Keluarga (KK)

2. Tanda tangan pada mesin digital

3. Foto muka dengan menggunakan kamera digital

4. Cap empat jari

5. Cap dua ibu jari

6. Scan retina

7. Cap satu telunjuk

8. Tanda tangan ulang pada mesin digital

Sebelum melakukan kegiatan pembuatan e-KTP, mereka yang ingin

membuat haruslah mengambil nomor antrian yang tersedia tepat disamping pintu

masuk terlebih dahulu. Setelah mengambil tiket, kita harus menyerahkan fotokopi

kartu keluarga (KK) kepada pelayan publik yang ada di dalam ruangan pembuatan

e-KTP. Setelah menyerahkan fotokopi KK, kita harus mengantri giliran untuk

dipanggil agar bisa memulai proses pembuatan e-KTP. Setelah mengantri dan

dipanggil, proses pertama yang dilakukan melakukan tanda tangan diatas alat

yang sudah tersedia dimeja, selanjutnya kita akan difoto, kemudian dilanjutkan

Page 72: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

52

dengan cap 4 jari, cap 2 jempol, scan mata, cap telunjuk, dan diakhiri dengan

melakukan tanda tangan ulang pada mesin yang sama. Setelah ini, barulah kita

mengantri ke loket yang berada disebelah ruangan pembuatan e-KTP tersebut.

Dalam proses observasi tersebut, penulis melihat dan menyadari bahwa

proses yang terlihat sederhana dan cepat tersebut tidaklah selalu mudah dan

lancar. Pada kenyataannya, proses yang dilakukan menggunakan teknologi digital

ini dapat mengalami kerusakan atau error, seperti yang penulis amati, kerusakan

atau error yang sering terjadi berada pada bagian scan atau cap jari, dimana mesin

scan tersebut lama atau tidak dapat membaca sidik jari seseorang sehingga

membuat proses pembuatan menjadi terhambat dan lama. Selain itu, scan mata

yang dilakukan juga sering kali tidak dapat memindai mata seseorang. Selain

kerusakan pada mesin elektronik yang dipakai, kelengkapan dan kesiapan

pembuat e-KTP pun dapat menjadi hambatan seperti halnya penampilan dan

softlens.

Dalam observasi yang dilakukan, penulis melihat seorang wanita yang

membuat e-KTP mengalami masalah pada scan mata yang diakibatkan pemakaian

softlens, sehingga wanita tersebut harus melepasnya terlebih dahulu. Selain

wanita tersebut, ada seorang pria yang disuruh membenarkan penampilannya dan

pakaiannya terlebih dahulu agar terlihat rapih dan formal untuk melakukan

kegiatan pembuatan e-KTP.

Page 73: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

53

3.1.3. Studi Existing

3.1.3.1. i-conn

Gambar 3.3. I-Conn Logo

(https://lh5.ggpht.com/NfPNkyRL8mIV-KCJ5YFpoJ4lUnrJYeDUIbaCQxvQZiGS46jp1Vf2D8mm1kFeDXx1Kj0=w300)

aplikasi yang bernama i-conn ini adalah sebuah aplikasi yang berada di

google playstore dan bisa di download secara gratis. I-conn ini sendiri

adalah sebuah aplikasi yang mengajarkan penggunanya berbahasa isyarat

dengan memperlihatkan video bila kita memilih sebuah kata yang sudah di

kategorikan oleh pembuatnya. Dari segi tampilan tema atau warna,

aplikasi i-conn ini hanya menggunakan dua warna yaitu, biru tua dan

putih. Biru tua digunakan sebagai latar belakang atau background,

sedangkan warna putih digunakan untuk warna font.

Page 74: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

54

Gambar 3.4. I-Conn Main Menu (https://lh6.ggpht.com/v5GV9sb91NYA-

TEKCwpKW_vCODwRxO0c39R33ZY5EbHNjfvNb1eTCYqAo-hR8rGkZgU=h310)

Untuk penyusunan, pembuat i-conn menggunakan modulated plot

dimana user dapat mengakses semua konten secara bebas, namun user

harus balik terlebih dahulu ke layar utama untuk mengakses konten yang

lain. Menu utama i-conn sendiri menggunakan springboard navigation

pattern dengan grid 2x3 yang disusun secara landscape. Sedangkan untuk

konten perkataan yang ada, di tampilkan dengan list menu yang bila

ditekan akan memutarkan video pada halaman selanjutnya.

Page 75: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

55

Gambar 3.5. I-Conn Content List (https://lh4.ggpht.com/TqUgxZHL9zrx2PQtb2rIfMh_UCIj7oZaml3Dbkvkb7yOCwD3OrxwuHrlr

YKnLiq4byg=h310)

3.1.3.2. Ezbilitas

Gambar 3.6. EZbilitas Loading Screen (https://img9.androidappsapk.co/300/9/7/0/mobpro.thefaust.app.ezbilitas.png)

Page 76: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

56

Aplikasi kedua yang penulis gunakan untuk mempelajari unsur-unsur

desain yang digunakan dalam aplikasi berbahasa isyarat adalah aplikasi

yang bernama EZbilitas yang dapat di download pada google play store

secara gratis. Sama seperti aplikasi I-conn, aplikasi EZbilitas ini juga

memberikan konten pembelajaran berbahasa isyarat BISINDO kepada

user yang menggunakannya. Dari segi layout dan wireframing, aplikasi

EZbilitas ini menggunakan navigasi springboard dengan grid 2x2 sebagai

navigasi utamanya.

Gambar 3.7. EZbilitas Main Menu (https://lh3.googleusercontent.com/AFdnH-

IHs7He7Ebcz_d2P8Uz82XUNjtQn5mKX8uk3oO9XZUr24hjaLfybfsiCjgKpGS_=h900)

Page 77: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

57

Memasuki konten kamus pada aplikasi EZbilitas, navigasi yang

digunakan berjenis navigasi springboard dengan grid 1x6, sedangkan

untuk konten terjemahan, tentang, dan tutorial hanya menampilkan layout

khusus tersendiri. Dalam menempatkan konten kamus, penempatan

dilakukan dengan hirarki tahap pembelajaran bahasa seperti alfabet dan

angka, baru dilanjutkan dengan perkataan dan sapa/salam.

Gambar 3.8. EZbilitas Daftar Kamus (https://lh3.googleusercontent.com/Zt_BH0CbtbLw6kwNGgRBi1GD5jP6uJSwPYtaQ9xcjO56

yWwywkFF6HNiqJIA_q1uIyE=h900)

Page 78: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

58

Dalam penyajian semua konten pembelajaran yang diberikan,

aplikasi ini menyajikannya dengan cara menunjukan gambar seseorang

yang sedang memperagakan gerakan bahasa isyarat. Begitu pula dengan

konten penerjemah dari aplikasi ini, dimana bila kita mengetik suatu huruf

seperti kata “kabar” sebagai contoh, penerjemah akan mengeluarkan

gambar alfabet per huruf untuk menunjukan bagaimana cara mengeja kata

tersebut.

Gambar 3.9. EZbilitas Konten Kamus (https://lh3.googleusercontent.com/0y4unvU1PEGARhmQO9LzmnWRmBWZ_UeTNdq3JO_

VK49e-H28UgJclqxdq7mN8FJODvU=h900)

Page 79: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

59

Gambar 3.10. EZbilitas Penerjemah (https://lh3.googleusercontent.com/R18w-

yKz5LPIqTimUeUkcUu_zl2IU12lN9SYJVuUmDgK4nkmgR0AGt0H6_eWKzl2Hw=h900)

3.2. Metodologi Perancangan

Penyusunan atau perancangan media interaktif bahasa isyarat untuk pelayan

publik pembuatan e-KTP ini didasari oleh buku Android UI Design karya Jessica

Thornsby (2016), dimana ada beberapa tahap perancangan aplikasi.

Page 80: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

60

a. Brainstorming

Pada tahap ini, penulisan konsep adalah langkah awal yang dilakukan

untuk membuat sebuah aplikasi. Menurutnya, sebuah konsep haruslah jelas

dan di ekspresikan dengan satu kalimat. Setelah penulisan konsep,

memikirkan fitur-fitur pada aplikasi dan menentukan apa tugas utama dari

aplikasi yang akan dibuat (hlm.140).

b. Planning

Setelah melalui proses brainstorming, tahap awal selanjutnya adalah

mengenali target dari aplikasi yang ingin dibuat. Untuk dapat mengenali

target aplikasi, dapat dilakukan dengan cara pembuatan persona dan use

cases target. Kemudian setelah itu, kita kembali melakukan penentuan

fitur dari apa yang sudah dibuat atau dituliskan pada tahap sebelumnya

(hlm.142-148).

c. Designing

Selanjutnya pada perancangan aplikasi, tahap awal designing adalah

pembuatan high-level flow. Dilanjutkan dengan pembuatan screen list

yang kemudian akan digunakan dalam pembuatan screen map. Setelah

terbentuknya screen map, tahap selanjutnya adalah penentuan navigasi

yang akan digunakan dalam aplikasi yang dirancang (hlm.157-166).

d. Wireframe

Tahap ini adalah penggambaran penempatan hirarki layar dan komponen-

komponen yang ada pada aplikasi. Wireframe bisa dilakukan dengan

menggambar dengan pensil atau digital (hlm.170-191).

Page 81: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

61

BAB IV

PERANCANGAN DAN ANALISIS

4.1. Konsep Perancangan

Seluruh warga negara Indonesia memiliki kewajiban untuk memiliki Kartu Tanda

Penduduk elektronik atau e-KTP, tidak terkecuali bagi mereka yang menyandang

disabilitas. Dikarenakan adanya kekurangan, maka dalam proses pendaftaran e-

KTP, sering kali mengalami kesulitan dikarenakan pelayan publik yang bekerja

kesusahan dan tidak mampu menjalankan kewajibannya dalam melayani para

penyandang disabilitas dengan baik. Untuk mengatasi hal ini diperlukan sebuah

solusi berupa pengenalan atau pembelajaran bahasa isyarat yang ditargetkan

kepada pelayan publik yang bersifat administrasi.

Berdasarkan observasi di lapangan, dipilih media interaktif sebagai media

utama yang memiliki konsep kemudahan dan kecepatan. Konsep ini dipilih karena

dalam melakukan pekerjaannya, pelayan publik menggunakan komputer sebagai

alat kerja sehingga penggunaan aplikasi pada handphone tentunya akan

memberikan kemudahan selagi bekerja. Konsep kemudahan ini diwujudkan dalam

penggunaan aplikasi yang dapat diakses dengan menggunakan satu tangan saja,

sehingga kecepatan dan efisiensi kerja meningkat.

Page 82: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

62

4.1.1. Tujuan Perancangan

Perancangan media interaktif bahasa isyarat untuk pelayan publik pembuatan e-

KTP ini dibuat dengan tujuan untuk mengajarkan mereka yang bekerja sebagai

pelayan publik administrasi e-KTP untuk bisa menggunakan bahasa isyarat

BISINDO, agar mereka juta dapat melayani orang yang memiliki disabilitas

tunarungu. Selain itu, tujuan dari perancangan media interaktif ini adalah untuk

memenuhi atau mewujudkan hak pelayanan publik yang sebagaimana dimaksud

oleh undang-undang republik Indonesia nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang

disabilitas, bagian kelima belas hak pelayanan publik pasal 19 yang berkata

bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk memperoleh akomodasi yang

layak dalam pelayanan publik secara optimal, wajar, bermatabat tanpa

diskriminasi.

4.2. Perancangan

4.2.1. Logo

Perancangan logo aplikasi yang dibuat menggunakan tipe logogram dimana

perancangan sketch logo dibuat berdasarkan shape study. Shape study yang

dilakukan untuk tunarungu dengan menggunakan keyword seperti kata telinga,

tangan, dan hearing aid.

Page 83: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

63

Gambar 4.1. Sketsa Logo

Menggunakan shape study yang sudah dilakukan, dibuatlah beberapa

alternatif logo yang menggunakan keyword tersebut. Setelah melakukan sketsa

alternatif logo, penulis kemudian melakukan asistensi kepada dosen pembimbing

untuk pemilihan logo yang akan dipakai. Pada asistensi logo yang pertama, dosen

pembimbing memilih 3 logo alternatif yang ada, kemudian dari ketiga logo

tersebut, penulis membuat versi digital yang kemudian baru akan di asistensi

ulang untuk dipilih sebagai logo yang digunakan. Berikut adalah logo yang

terpilih dan digunakan.

Page 84: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

64

Gambar 4.2. Logo Terpilih

Logo ini berusaha menggambarkan gambaran singkat dari kehidupan dan

kegiatan tunarungu. Logo yang dibuat seperti huruf “b” bertujuan untuk

menunjukan bahwa aplikasi ini adalah aplikasi bahasa isyarat BISINDO dimana

huruf “b” adalah singkatan dari BISINDO sendiri. Selain itu, bentuk dari huruf

“b” juga juga di desain agar menyerupai seperti bentuk tangan dan jari, karena

bahasa isyarat adalah bahasa yang menggunakan tangan dan jari untuk dapat

digunakan. Dua garis yang menyerupai sinyal pada logo adalah gambaran untuk

gelombang suara, dimana artinya adalah dengan menggunakan bahasa isyarat,

mereka yang menyandang tunarungu seperti mendengar suara yang dapat

membuat mereka berkomunikasi atau berbicara dengan orang lain. Penggunaan

warna biru juga bertujuan untuk memberikan efek tenang dan warna biru sendiri

adalah warna yang biasa dipakai untuk hal pendidikan, sedangkan shading warna

biru bertujuan untuk menunjukan kesan kedalaman jari agar tercipta kesan akurasi

atau ketepatan gambaran tangan agar tidak salah tangkap arti bahasa isyarat.

Page 85: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

65

4.2.2. Warna

Dalam pemilihan warna yang digunakan sebagai warna theme dari aplikasi ini,

ada beberapa warna yang digunakan. Warna utama yang digunakan adalah warna

biru karena efek psikologis yang diberikan. Penggunaan warna biru didasarkan

karena warna biru merupakan warna yang biasa digunakan untuk warna

pendidikan sebagaimana yang dituliskan oleh Istofa (2017). Selain itu, warna biru

juga memberikan efek psikologis yang menenangkan, menyejukkan dan membuat

waktu seperti berjalan lebih lama.

Dengan menggunakan efek psikologis yang diberikan dengan warna biru,

penulis menggunakannya sebagai keyword untuk mencari palette warna. Palette

warna yang dicari adalah warna tenang atau calm. Dalam pencarian warna tenang,

berikut adalah palette warna yang diambil dan digunakan oleh penulis.

Gambar 4.3. Color Palette Tenang

Page 86: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

66

Dari color palette yang dipilih, penulis memilih 4 warna yang digunakan

sebagai warna tema aplikasi. Empat warna yang digunakan adalah warna yang

dipilih dari color palette ada.

Gambar 4.4. Color Palette

Sedangkan satu warna yang digunakan untuk warna netral yang digunakan

adalah warna blue gray. Selain digunakan untuk menetralkan kumpulan warna

yang ada, warna blue gray ini juga digunakan untuk menuliskan konten dari

aplikasi Belajar Bisindo.

Page 87: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

67

Gambar 4.5. Blue Gray Color Palette

4.2.3. Font

Pada aplikasi ini, font yang digunakan adalah font dengan tipe sans serif.

Penggunaan sans serif karena jenis keluarga font ini lebih cocok pada layar karena

jenis font ini tidak memiliki garis-garis kecil seperti pada keluarga jenis serif.

Untuk penamaan aplikasi, digunakan font bernama fins karena kemiripannya

dengan bentuk logogram yang dipakai.

Page 88: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

68

Gambar 4.6. Font Fins

Font kedua yang dipakai pada aplikasi ini sebagai penamaan sub judul

atau judul konten adalah font Ubuntu dengan tipe light yang masih satu keluarga

dengan font tipe sans serif.

Gambar 4.7. Font Ubuntu Light

Font ketiga yang dipakai pada aplikasi ini sebagai penulisan konten atau

isi adalah font Abel Reguler.

Gambar 4.8. Font Abel Reguler

Page 89: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

69

4.2.4. Perancangan Aplikasi

Dalam merancang pembuatan aplikasi ini, penulis menggunakan plot interaktif

yang berjenis modulated plot. Penggunaan plot modulated karena user diberi

kebebasan untuk menentukan konten pembelajaran apa yang ingin mereka lihat

terlebih dahulu seperti apa yang Meadows (2004) jelaskan.

Gambar 4.9. Plot Modulated Nodes

Setelah merancang plot yang akan digunakan, selanjutnya penulis

menentukan jenis UI dan UX berdasarkan persona dan use time yang dibuat

terlebih dahulu. Pembuatan persona dan use time di sini didasari menggunakan

buku Thornsby (2016) tentang android UI design (hlm.142-148). Persona yang

dibuat berdasarkan target adalah :

a. Kerja cepat

b. Kerja di ruangan sendiri

Page 90: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

70

c. Menggunakan komputer

d. Tidak boleh salah

Untuk pembuatan use time, penulis memperkirakan kapan target akan

menggunakan aplikasi, dimana penulis memperkirakan target akan menggunakan

aplikasi pada saat sedang menangani penyandang tunarungu atau pada saat

mereka sedang memiliki waktu lenggang untuk memperlajari bahasa isyarat.

Selain membuat persona dan use time, penulis juga selanjutnya membuat feature

yang diinginkan pada aplikasi, dimana feature utama yang ingin dibuat adalah

easy to use dan dapat digunakan dengan menggunakan 1 tangan.

Berdasarkan persona, use time, dan feature yang telah dirancang, penulis

menentukan desain navigation dan layout yang sesuai. Penentuan navigasi yang

digunakan didasari menggunakan buku Neil (2012) tentang navigasi aplikasi,

dimana ada beberapa jenis navigasi yang ada (hlm.1-37). Navigasi berjenis tabs

digunakan sebagai navigasi primer untuk aplikasi, dimana ada 4 tabs utama,

sedangkan untuk navigasi sekunder menggunakan jenis springboard.

Gambar 4.10. Loading Screen Belajar Bisindo

Page 91: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

71

Dalam perancangan layout dan wireframe aplikasi ini, navigasi primer

yang berjenis tabs memiliki 4 tabs sebagai navigasi utama. Penempatan 4 tabs

utama diletakan pada bagian kiri layar dengan alasan yaitu feature yang dapat

digunakan dengan satu tangan. Penempatan dibagian kiri layar juga dikarenakan

agar tangan kanan yang rata-rata menjadi tangan dominan seseorang dapat

langsung memperagakan gerakan bahasa isyarat yang baru saja dipelajari atau

memegang sesuatu seperti mouse atau benda-benda lain. Selain itu, penempatan

urutan atau hirarki pada navigasi tabs juga didasari pada keterjangkauan jari

jempol, dimana bagian atas navigasi tabs adalah urutan hirarki tertinggi karena

paling mudah untuk dijangkau oleh jempol, sedangkan bagian bawah tabs adalah

urutan hirarki terendah karena lebih susah untuk dijangkau oleh jempol.

Sesuai dengan hirarki dari yang tertinggi menuju yang terendah, pada urutan

pertama tabs adalah tabs kamus dimana pada bagian ini terdapat 4 konten lain

yang dapat dijelajahi lebih lanjut untuk belajar bahasa isyarat. Pada tabs kedua

adalah tabs penerjemah dimana bila diakses akan mengarahkan kita kepada

bagian penerjemah. Tabs ketiga adalah tabs kuis dimana user dapat menguji

pengetahuan mereka dalam berbahasa isyarat setelah mempelajarinya dari tabs

kamus. Bagian tabs terakhir adalah tabs informasi dimana kita dapat melihat

informasi terkait aplikasi Belajar Bisindo dari info pembuat dan info lain.

Selanjutnya ada navigasi sekunder yang berjenis springboard setelah

melalui navigasi tabs. Pada tabs kamus, terdapat navigasi springboard dengan

susunan grid 2x2. Dengan memikirkan feature yang diinginkan, penataan konten

hirarki terpenting berdasarkan keterjangkauan jempol juga dilakukan, dimana

Page 92: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

72

konten dengan hirarki tertinggi yaitu konten percakapan berada pada bagian kiri

atas layar, dan hirarki tertinggi kedua yaitu konten benda sekitar berada pada

bagian kiri bawah layar. Selanjutnya untuk hirarki ketiga yaitu konten alfabet

berada pada bagian kanan atas dan hirarki yang terakhir yaitu konten angka

ditempatkan pada bagian kanan bawah layar.

Gambar 4.11. Menu Tabs Kamus

Selanjutnya dalam perancangan wireframe aplikasi pada tabs kuis,

navigasi sekunder yang digunakan juga menggunakan navigasi springboard

dengan grid 1x3. Pada tabs kuis ini, terdapat 3 isi konten dimana ketiga konten

tersebut adalah level 1, level 2, dan level 3. Sesuai dengan hirarki nya, penempatan

konten level 1 sampai level 3 juga disesuaikan dengan tingkat kepentingannya.

Page 93: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

73

Gambar 4.12. Menu Tabs Kuis

Lanjut dengan perancangan wireframe, konten selanjutnya adalah tabs

informasi, dimana terdapat 2 konten yang disusun menggunakan navigasi

springboard dengan grid 1x2. Pada konten informasi ini, user dapat melihat

informasi tentang aplikasi Belajar Bisindo dan pembuatnya.

Gambar 4.13. Menu Tabs Kuis

Page 94: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

74

Pada tabs terakhir dari navigasi utama terdapat tabs penerjemah yang

memiliki perbedaan tersendiri dalam perancangannya. Perbedaan yang dimaksud

adalah, tidak adanya navigasi sekunder yang digunakan sebelum user dapat

memasuki atau menggunakan konten yang disediakan. Pada konten penerjemah,

wireframe dilakukan dengan membagi layar menjadi dua bagian, dimana bagian

pertama adalah menu untuk menulis kata apa yang ingin user cari, pada bagian

kedua adalah bagian untuk menampilkan video dari kata yang ingin dicari user.

Gambar 4.14. Tampilan Penerjemah

Selain penggunaannya pada konten tabs penerjemah, perancangan

wireframe ini juga digunakan pada semua konten pembelajaran yang ada pada

aplikasi ini. Namun di dalam konten kuis, wireframe ini mengalami perubahan

sedikit pada bagian atas untuk menunjukan user nomor dan sisa pertanyaan yang

ada pada level tersebut.

Page 95: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

75

Gambar 4.15. Tampilan Konten Perkataan

Gambar 4.16. Tampilan Konten Kuis

Page 96: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

76

4.2.5. Icon

Dalam perancangan aplikasi Belajar Bisindo, setelah menyelesaikan tahap

pembuatan list menu dan wireframing, selanjutnya penulis merancang icon yang

akan digunakan pada aplikasi. Diketahui dari melihat list menu dan wireframe

yang sudah dibuat, aplikasi ini memiliki sepuluh bagian yang dapat diakses oleh

user, sehingga kesepuluh bagian ini membutuhkan sebuah icon untuk menunjukan

dan menandakan konten yang akan diakses.

4.2.5.1. Tabs Navigation Icon

Gambar 4.17. Icon Kamus

Konten kamus adalah konten yang berisikan tentang pembelajaran

bahasa isyarat BISINDO yang ada pada aplikasi ini. Dalam pembuatan

desain, penulis memutuskan untuk menggunakan gambar buku karena

buku adalah gambaran dari sumber ilmu atau sumber pembelajaran.

Page 97: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

77

Gambar 4.18. Icon Penerjemah

Penerjemah adalah konten dimana user memasukan sebuah huruf

atau kata yang ingin dicari atau dirubah menjadi bahasa isyarat BISINDO.

Untuk menunjukan hal tersebut, penulis mendesain icon yang menunjukan

sebuah huruf yang berubah menjadi bentuk tangan untuk menunjukan

bahwa konten ini adalah konten yang merubah atau menerjemahkan huruf

menjadi bahasa isyarat.

Page 98: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

78

Gambar 4.19. Icon Kuis

Kuis adalah konten dimana user akan berusaha untuk menjawab

atau menerjemahkan sebuah video bahasa isyarat. Untuk menunjukan

keseriusan dan kesan penghafalan dari hal yang telah dipelajari

sebelumnya, icon yang dibuat berupa sebuah kertas dan pensil yang

menggambarkan sebuah kertas ujian yang sedang dikerjakan.

Gambar 4.20. Icon Informasi

Penulis menggambarkan icon informasi dengan lambang tanda

tanya untuk menunjukan bahwa konten ini dapat memberikan informasi

yang ingin dicari oleh user seputar aplikasi Belajar Bisindo.

Page 99: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

79

4.2.5.2. Springboard Navigation Icon

Gambar 4.21. Icon Percakapan

Percakapan adalah kegiatan yang dilakukan oleh semua orang, dan

percakapan juga yang menjadi fokus dari materi pembelajaran bahasa

isyarat yang ingin diajarkan. Selain itu, percakapan adalah kegiatan yang

dilakukan oleh minimal dua orang. Oleh karena itu penulis membuat icon

percakapan dengan menggambarkan dua text bubble yang menandakan

percakapan dua orang, dan penggambaran tangan di dalam text bubble

agar menunjukan bahwa percakapan dilakukan dengan menggunakan

bahasa isyarat.

Page 100: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

80

Gambar 4.22. Icon Benda Sekitar

Penulis menggambarkan icon benda sekitar dengan menggunakan

benda-benda yang berada pada ruangan atau lingkungan dari target yang

ingin di capai. Penggambaran layar komputer dan pensil/pulpen digunakan

karena target bekerja menggunakan komputer dan melakukan pendataan

dengan kertas, sedangkan handphone dipilih karena dinilai penulis sebagai

benda yang selalu ada pada seseorang.

Gambar 4.23. Icon Alfabet

Page 101: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

81

Gambar 4.24. Icon Angka

Alfabet dan angka adalah hal dasar yang diajarkan pada setiap

proses pembelajaran suatu bahasa. Selain itu, alfabet dan angka merukapan

materi pembelajaran yang biasa diberikan pada anak-anak yang masih

sekolah. Oleh karena itu penulis menggambarakan icon alfabet dan angka

dengan gambar yang menyerupai papan tulis.

Page 102: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

82

Gambar 4.25. Icon Tentang

Penulis menggambarkan icon tentang dengan menggunakan huruf

“i” untuk menunjukan bahwa konten ini adalah konten yang dapat

memberikan informasi yang ingin dicari oleh user seputar aplikasi Belajar

Bisindo.

Gambar 4.26. Icon Pembuat

Penulis menggambarkan icon pembuat dengan menggunakan

gambar orang yang memakai kemeja dan dasi untuk menggambarkan

kesan kantor agar menyerupai target. Selain itu, penggunaan helm juga

ditambahkan untuk membuat kesan pembangun atau builder.

Page 103: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

83

4.2.6. Perancangan Media

Aplikasi Belajar Bisindo merupakan aplikasi yang berusaha mengajarkan bahasa

isyarat BISINDO kepada pelayan publik kabupaten kota Tangerang dalam proses

pembuatan e-KTP. Untuk memperkenalkan aplikasi ini kepada mereka yang

bekerja di kantor kabupaten kota Tangerang, penulis memutuskan untuk

menggunakan media cetak yang berupa poster A3 dan brosur berukuran A4 yang

kemudian akan diletakan sekitar kantor dengan tujuan untuk memperkenalkan

mereka kepada aplikasi tersebut.

Poster A3 yang akan ditempatkan pada ruangan dan daerah sekitar kantor

kabupaten kota Tangerang ini dibuat dengan tujuan untuk mengajak dan

mengingatkan mereka yang bekerja sebagai pelayan publik untuk dapat melayani

setiap orang dengan adil. Poster yang bertujuan untuk mengingatkan ini diisi

dengan kata-kata yang berasal dari UUD nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang

disabilitas, agar terciptanya keadilan dan kesamaan dalam pelayanan publik bagi

mereka yang menyandang disabilitas. Selain berusaha mengingatkan mereka,

dengan menuliskan kalimat yang memberitahukan mereka bahwa melayani

mereka dengan perbedaan adalah sebuah tindakan diskriminasi, diharapkan dapat

mengajak mereka untuk menggunakan aplikasi Belajar Bisindo agar dapat belajar

menggunakan bahasa isyarat untuk melayani mereka yang menyandang

disabilitas.

Page 104: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

84

Gambar 4.27. Desain Poster

Selain menggunakan poster, brosus dengan 3 lipatan juga dibuat dengan

tujuan yang sama dengan poster, yaitu untuk mengajak dan mengingatkan mereka

yang bekerja sebagai pelayan publik untuk dapat melayani semua orang dengan

adil dan tidak melakukan perbedaan.

Page 105: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

85

Gambar 4.28. Desain Brosur Tampilan Dalam

Gambar 4.29. Desain Brosur Tampilan Luar

Page 106: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

86

Pembuatan merchandise sebagai media pendukung juga dibuat dan

dirancang oleh penulis agar dapat menjadi media promosi untuk aplikasi Belajar

Bisindo dan menarik target untuk men download dan menggunakan aplikasi

tersebut. Pada setiap merchandise yang dibuat, diletakan logo dari aplikasi Belajar

Bisindo agar mereka tahu dan mengingat aplikasi Belajar Bisindo. Pembuatan

merchandise aplikasi ini dirancang dengan memikirkan kebutuhan dan benda-

benda yang digunakan dan yang ada disekitar target dari aplikasi Belajar Bisindo.

Merchandise yang dibuat oleh penulis berupa pulpen, notebook, tumbler, mug,

baju, lanyard, keychain, dan paper folder yang terbuat dari plastik.

Gambar 4.30. Merchandise

Page 107: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

87

4.3. Analisis

Dalam pembuatan aplikasi ini, penulis menggunakan buku yang dibuat oleh

Jessica Thornsby yang berjudul Android UI Design (2016) untuk proses

perancangan awal aplikasi. Thornsby berkata pada bukunya, pada awal pembuatan

aplikasi, kita memikirkan siapa target sasaran aplikasi kita, kemudian dilanjutkan

dengan membuat persona dan kapan kira-kira target akan menggunakan aplikasi

tersebut. Selanjutnya adalah membuat daftar feature yang ingin dibuat sebanyak-

banyaknya dan baru kemudian memilih feature mana yang bisa dibuat.

Selain penggunaan buku Thornsby, penulis juga menggunakan teori plot

meadows. Dengan melihat target dan kebutuhan yang ingin dicapai, penggunaan

plot berjenis modulated dipilih karena dengan modulated plot, user dapat

menjelajahi aplikasi tersebut secara bebas dan tidak terbatas seperti pada nodal

plot. Walaupun ingin memberikan kebebasan pada user untuk menjelajahi

aplikasi, modulated plot dipilih dibandingkan dengan open plot karena selain

dapat memberikan efek kebebasan, modulated plot tetap memberikan struktur

yang jelas dalam proses pembelajaran berbahasa isyarat.

Setelah menentukan plot dan membuat persona, use time, dan feature yang

diinginkan, selanjutnya dilanjutkan dengan perancangan wireframe dan penentuan

jenis navigasi apa yang terbaik untuk digunakan dalam aplikasi. Dalam

wireframe, penulis merancang aplikasi ini untuk digunakan khusus menjadi

horizontal atau landscape karena kecenderungan orang lebih menyukai untuk

melihat sebuah video dengan layar yang horizontal. Penulis menentukan

Page 108: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

88

penggunaan dua jenis navigasi yaitu, navigasi tabs dan springboard dikarenakan

penulis merasa jenis navigasi tersebut dapat memenuhi feature yang ingin dicapai

oleh aplikasi Belajar Bisindo. Penggunaan navigasi tabs sebagai media utama

diletakan pada bagian kiri layar dengan tujuan pertimbangan dimana user dapat

menggunakan aplikasi hanya dengan satu tangan seperti feature yang diinginkan.

Mengingat dengan desain layout aplikasi yang menggunakan satu tangan,

penempatan konten berdasarkan hirarki pada navigasi tabs didasari pada

kemudahan dan keterjangkauan jempol, dimana bagian atas layar merukapan

bagian yang paling mudah untuk diraih oleh jempol.

Sama dengan navigasi tabs, penempatan konten berdasarkan hirarki dan

keterjangkauan jempol juga digunakan sebagai dasar dari pembuatan layout yang

akhirnya dipilih dan digunakan pada bagian kamus yang memiliki 4 konten.

Konten dengan hirarki tertinggi yaitu percakapan diletakan pada bagian atas kiri

layar karena disanalah jempol paling mudah untuk menekan, baru dilanjutkan

dengan hirarki kedua yaitu benda sekitar yang diletakan pada bagian bawah kiri

layar. Kemudian penempatan hirarki ketiga yaitu alfabet pada bagian atas kanan

dan hirarki yaitu angka terakhir pada bagian bawah kanan layar. Sama seperti

konten kamus, konten kuis juga dirancang menggunakan navigasi springboard

dimana penyusunan hirarki konten didasari oleh keterjangkauan jempol.

Dengan menggunakan perancangan yang sama, konten dari tabs kuis yang

menggunakan navigasi springboard juga dirancang berdasarkan hirarki dan

keterjangkauan. Tidak disusun sama rata seperti konten kamus, penyusunan

konten kuis dibuat seperti tangga untuk menunjukan adanya tingkatan dari setiap

Page 109: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

89

level kuis yang ada. Tingkatan ini juga didukung dengan perubahan warna dari

biru muda menjadi biru tua.

Perancangan pada bagian konten juga dirancang dengan memikirkan

feature yang diinginkan oleh penulis, yaitu feature yang dapat digunakan dengan

satu tangan. Setelah mengamati dan menggunakan dua aplikasi yang mengajarkan

bahasa isyarat, penulis melihat bahwa kedua aplikasi ini tidak memiliki tombol

back pada penyajian konten. Kedua aplikasi tersebut menggunakan tombol back

fisik yang tersedia pada handphone android. Setelah menggunakan aplikasi

tersebut, penulis merasa dibutuhkannya tombol back pada setiap layar agar dapat

kembali ke menu utama agar user dapat memiliki kemudahan akses, dikarenakan

perancangan layout aplikasi Belajar Bisindo fokus untuk dapat digunakan dengan

satu tangan.

Perancangan warna atau tema yang digunakan aplikasi ini didominasi oleh

warna biru dan putih. Warna biru dipilih karena warna tersebut merupakan warna

yang biasa digunakan atau mencerminkan pendidikan, selain itu warna biru

memberikan efek psikologis yang ingin diciptakan atau ingin diberikan kepada

user. Efek psikologis yang ingin diberikan dengan warna biru yang penulis

maksud adalah efek tenang yang ada pada warna biru, selain itu warna biru juga

dapat membuat efek seakan waktu berjalan lebih lambat. Oleh karena itu, penulis

memutuskan untuk menggunakan tema warna biru sesuai dengan kondisi user

yang bekerja dengan cepat dan banyak antrian, sehingga dengan menggunakan

warna biru, diharapkan dapat memberikan kesan tenang agar terhindar dari

kelelahan dan pusing pada saat penggunaan aplikasi.

Page 110: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

90

Setelah perancangan selesai dan sudah dibuat prototype aplikasi Belajar

Bisindo, penulis kemudian menyebarkan aplikasi kepada beberapa orang teman

untuk melakukan tes. Tes ini bertujuan untuk mencari masukan tentang hal-hal

yang mungkin terlewatkan atau kurang dalam perancangan dan pembuatan

aplikasi tersebut. Dari hasil tes tersebut, penulis menyimpulkan bahwa

penggunaan warna yang di dominasi oleh warna biru dan putih sudah dinilai pas

dan tidak kelebihan ataupun kekurangan sesuai dengan konsep perancangan.

Namun dari hasil tes tersebut juga, penulis akhirnya membuat perubahan pada

besarnya ukuran konten yang ada menjadi satu setengah kali lebih besar dari apa

yang dibuat. Perubahan warna pada penyajian konten dari biru tua dan biru muda

pun juga berubah menjadi warna putih dan blue gray tipis untuk menghindari

warna yang terlalu penuh pada bagian konten.

Page 111: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

91

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Penulis merancang sebuah tugas akhir yang bertema media interaktif berupa

aplikasi bahasa isyarat untuk mereka yang bekerja sebagai pelayan publik

administratif kabupaten kota Tangerang. Perancangan ini merupakan salah satu

solusi atau alternatif bagi pelayan publik kabupaten kota Tangerang untuk

meningkatkan kinerja mereka yang melayani masyarakat agar dapat memberikan

pelayanan yang adil dan sama pada semua orang termasuk mereka yang

menyandang disabilitas. Perancangan dilakukan penulis dengan melakukan

pengumpulan data dan observasi terlebih dahulu kepada mereka yang tunarungu

dan kantor kabupaten kota Tangerang. Dilanjutkan dengan melakukan

perancangan awal aplikasi setelah data-data yang diperlukan tercukupi, dimana

perancangan awal aplikasi yang dilakukan penulis adalah penentuan persona, use

time, dan feature yang diinginkan agar tercipta UI dan UX yang diinginkan dari

aplikasi yang akan dibuat. Selanjutnya penulis melakukan perancangan wireframe

menggunakan data perancangan awal.

Penulis berharap dengan adanya aplikasi ini, mereka yang bekerja sebagai

pelayan publik dapat meningkatkan pelayanan mereka agar tidak terjadi ketidak

adilan dan perbedaan dalam pelayanan kepada mereka yang memiliki disabilitas.

Namun dalam melakukan perancangan aplikasi Belajar Bisindo ini, penulis

menemukan dan mengalami kesusahan dalam merancang dan menyusun sebuah

Page 112: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

92

aplikasi secara teknis, karena hal tersebut berada diluar ranah ilmu desain grafis,

sehingga hal tersebut menambahkan kesusahan dalam perancangan ataupun dalam

pembuatannya.

5.2. Saran

a. Saran untuk pelayan publik kabupaten kota Tangerang

Pelayanan publik yang diberikan oleh kantor kabupaten kota Tangerang

haruslah lebih diperhatikan dan dikembangkan lagi, agar terciptanya

pelayanan publik yang dapat melayani semua orang yang datang untuk

melakukan pendaftaran dan pembuatan e-KTP dengan adil dan tanpa

perbedaan perilaku.

b. Saran untuk peserta tugas akhir yang akan datang

Dalam perancangan media interaktif yang berbasis aplikasi, penulis

menyarankan agar mereka yang ingin merancang hal yang serupa untuk

menguatkan dan memaksimalkan pengumpulan data seperti wawancara,

kuisioner, observasi, dan dokumentasi. Selain itu, peserta tugas akhir yang

akan datang juga diharapkan dapat menyusun waktu sebaik mungkin agar

tidak mengalami kekurangan waktu dalam proses perancangan yang

dilakukan.

Page 113: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

93

DAFTAR PUSTAKA

Arntson, A.E. (2011). Graphic Design Basics. Boston : Wadsworth Cengage

Learning.

Colborne, G. (2011). Simple and Usable Web, Mobile, and Interaction Design.

Berkeley : New Riders.

Landa, R. (2010). Graphic Design Solution 4th Edition. Boston : Clark Baxter.

Landa, R. (2013). Graphic Design Solution 5th Edition. Boston : Clark Baxter.

Lidwell, W., Holden, K., Butler, J. (2010). Universal Principles of Design.

Massachusetts : Rockport Publisher, inc.

Lupton, E., Phillips, J.C. (2015). Graphic Design The New Basics 2nd Edition.

New York : Princeton Architectural Press.

Neil, T. (2012). Mobile Design Pattern Gallery. Sebastopol : O’Reilly Media, Inc.

Poulin, R. (2011). The Language of Graphic Design – An Illustrated Handbook

for Understanding Fundamental Design Principles. Massachusetts :

Rockport Publisher, Inc.

Salz, P.A., Moranz, J. (2013). The Everything Guide To Mobile Apps.

Massachusetts : Adams Media.

Page 114: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

94

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung : Alfabeta

Sutton, T., Whelan, B.M. (2004). The Complete Color Harmony. Massachusetts :

Rockport Publisher, Inc.

Thornsby, J. (2016). Android UI Design. Birmingham : Packt Publishing Ltd.

Setiarto, B. (2013). Tunarungu.

http://tunarungu.com/?Tuna_rungu

Setiarto, B. (2013). Pengajaran Anak Tunarungu.

http://tunarungu.com/?PENGAJARAN_ATR

Bisamandiri. (2015). Bahasa Isyarat Bagi Penderita Tuna Rungu.

https://bisamandiri.com/blog/2015/09/bahasa-isyarat-bagi-penderita-tuna-

rungu/

Kemendagri. (2016). UU Nomor 8 Tahun 2016.

http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2016/05/11/u/u/uu_nomor

_8_tahun_2016.pdf

Hukumonline. (2016). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016.

http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt573571e451dfb/node/534/

undang-undang-nomor-8-tahun-2016

Page 115: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

95

Mandalamaya. (2014). Pengertian Game Menurut Para Ahli.

http://www.mandalamaya.com/pengertian-game-menurut-para-ahli/

Dewantari, A.A. (2014). Sekilas Tentang Popup Lift the Flap dan Movable Book.

http://dgi.or.id/read/observation/sekilas-tentang-pop-up-lift-the-flap-dan-

movable-book.html

Istofa, A. (2017). Psikologi Warna Dalam Dunia Desain Grafis.

http://www.ristofa.com/2017/01/psikologi-warna-dalam-dunia-desain-

grafis.html

Page 116: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

xx

LAMPIRAN A : FORM BIMBINGAN

Page 117: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

xxi

Page 118: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5542/1/Skripsi.pdfkc.umn.ac.id

xxii