Upload
vuduong
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
PERANCANGAN MEDIA INTERAKTIF
BAHASA ISYARAT UNTUK PELAYAN PUBLIK
PEMBUATAN E-KTP
Laporan Tugas Akhir
Ditulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Desain (S.Ds.)
Nama : Andy Cahaya
NIM : 13120210382
Program Studi : Desain Komunikasi Visual
Fakultas : Seni & Desain
UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA
TANGERANG
2017
ii
LEMBAR PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Andy Cahaya
NIM : 13120210382
Program Sudi : Desain Komunikasi Visual
Fakultas : Seni & Desain
Universitas Multimedia Nusantara
Judul Tugas Akhir:
PERANCANGAN MEDIA INTERAKTIF BAHASA ISYARAT UNTUK
PELAYAN PUBLIK PEMBUATAN E-KTP
dengan ini menyatakan bahwa, laporan dan karya tugas akhir ini adalah asli dan
belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana, baik di Universitas
Multimedia Nusantara maupun di perguruan tinggi lainnya.
Karya tulis ini bukan saduran/terjemahan, murni gagasan, rumusan dan
pelaksanan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali
arahan pembimbing akademik dan nara sumber.
iii
Demikian surat Pernyataan Originalitas ini saya buat dengan sebenarnya,
apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan serta ketidakbenaran dalam
pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
gelar (S.Ds.) yang telah diperoleh, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang
berlaku di Universitas Multimedia Nusantara.
Tangerang, 05 Juni 2017
Andy Cahaya
iv
HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR
PERANCANGAN MEDIA INTERAKTIF
BAHASA ISYARAT UNTUK PELAYAN PUBLIK
PEMBUATAN E-KTP
Oleh
Nama : Andy Cahaya
NIM : 13120210382
Program Studi : Desain Komunikasi Visual
Fakultas : Seni & Desain
Tangerang, 5 Juli 2017
(NAMA DAN GELAR DOSEN
Ketua Program Studi
Yusup Sigit Martyastiadi, S.T., M.Inf.Tech.
Penguji
Mohammad Rizaldi, S.T., M.Ds.
Ketua Sidang
Zamzami Almakki, S.Pd., M.Ds.
Pembimbing
Yusup Sigit Martyastiadi, S.T., M.Inf.Tech.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat yang diberikan kepada penulis selama proses perancangan,
penyusunan, dan penyelesaian Tugas Akhir penulis yang berjudul Perancangan
Media Interaktif Berbahasa Isyarat. Tugas Akhir yang dilakukan penulis ini
adalah salah satu syarat kelulusan untuk menyelesaikan pendidikan sarjana Desain
Komunikasi Visual di Universitas Multimedia Nusantara.
Mendapati pelayan publik yang dapat memberikan pelayanan yang
memuaskan adalah suatu hal sederhana yang memuaskan. Namun pada
kenyataannya, masih banyak pelayan publik yang belum dapat memberikan
pelayanan yang memuaskan orang yang sedang dilayaninya. Seperti contohnya
adalah pelayan publik pembuatan e-KTP yang belum bisa melayani orang-orang
yang menyandang tunarungu dengan menggunakan bahasa isyarat. Oleh karena
itu penulis berupaya membuat sebuah perancangan media interaktif bahasa isyarat
untuk pelayan publik pembuatan e-KTP dengan harapan terciptanya pelayanan
publik pembuatan e-KTP yang dapat memuaskan semua orang.
Penyusunan tugas akhir ini tidak akan dapat berjalan dengan lancar dan
terselesaikan bila tidak dibantu dan didukung selama proses pengerjaannya oleh
banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan dan rasa
terima kasih kepada :
vi
1. Yusup Sigit Martyastiadi, S.T., M.Inf.Tech., selaku Ketua Program Studi
Desain Komunikasi Visual, Universitas Multimedia Nusantara dan
pembimbing Tugas Akhir penulis.
2. Ade Yanto Heryanto, S.Pd., dan Eem Sulastri, M.Pd., sebagai narasumber
wawancara sekolah SLB/B Markus.
3. Ahmad sebagai narasumber wawancara sekolah SLB/B YKDW
Tangerang.
4. Andrew E. Z. Sihombing sebagai model video peragaan bahasa isyarat
serta Marta Hardi yang memperkenalkan penulis kepada Andrew.
5. Ayah, Ibu dan keluarga yang memberikan dukungan selama proses
pengerjaan tugas akhir.
6. Michelee Valentine yang sudah menemani dan membantu selama kuliah
dan dalam proses pembuatan tugas akhir.
Tangerang, 5 Juni 2017
Andy Cahaya
vii
ABSTRACT
Sign language is one of the ways for communication that use the movement of hands and face expression to say something. In Indonesia, there are two kind of sign language, which is called SIBI and BISINDO where BISINDO is the most popular one in the deaf community. However, the problem that’s occuring now is that the public service can’t use any sign language to serve and help those who are deaf. This inability to serve and help those who are deaf by using a sign language is an act of discrimination for their rights by the public service. Therefore, it is needed for a media that can teach a sign language to the public service, so that they can provide a better service for those who are deaf. The media that is used are an interactive media where an application for smartphones are chosen. The main content in this apps is to teach a sign language about common conversation and common things that is mainly used in public service for e-KTP making, so they can serve those who are deaf with a better quality and just service.
Keyword : sign language, BISINDO, deaf, public service, application
viii
ABSTRAKSI
Bahasa isyarat adalah salah satu cara berkomunikasi yang menggunakan pergerakan tangan dan ekspresi wajah untuk mengucapkan sesuatu. Bahasa isyarat di Indonesia sendiri ada dua, yaitu SIBI dan BISINDO dimana BISINDO adalah bahasa isyarat yang lebih banyak digunakan oleh mereka penyandang tunarungu. Namun masalah yang terjadi adalah banyaknya pelayanan publik yang tidak bisa menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi dan melayani orang-orang yang menyandang tunarungu. Ketidakmampuan para pelayan publik untuk melayani mereka yang menyandang tunarungu dengan menggunakan bahasa isyarat tentu saja merupakan hal yang mendiskriminasi hak-hak mereka. Oleh sebab itu, dibutuhkannya suatu media yang dapat memberikan pembelajaran bahasa isyarat BISINDO, agar mereka yang bekerja pada bidang pelayanan publik dapat memberikan pelayanan yang adil. Media yang dipakai merupakan media interaktif yang berbasis aplikasi, dimana konten utama dari aplikasi tersebut adalah bahasa-bahasa isyarat dari percakapan atau benda-benda yang berada pada sekitar pelayan publik pembuatan e-KTP, agar mereka dapat memberikan pelayanan yang adil bagi mereka yang menyandang tunarungu.
Kata kunci : bahasa isyarat, BISINDO,tunarungu, pelayan publik, aplikasi
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT ..................... ii
HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR ................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
ABSTRAKSI ....................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xviii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3. Batasan Masalah ..................................................................................... 3
1.4. Tujuan Perancangan .............................................................................. 4
1.4.1. Tujuan Umum ................................................................................... 4
1.4.2. Tujuan Khusus .................................................................................. 4
1.5. Manfaat Tugas Akhir ............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5
2.1. Teori Interaktifitas ................................................................................. 5
x
2.1.1. Plot .................................................................................................... 6
2.2. Media Interaktif ..................................................................................... 8
2.2.1. Buku Pop-up ..................................................................................... 8
2.2.2. Board and Card Game ...................................................................... 9
2.2.3. Video Game ..................................................................................... 11
2.2.4. Aplikasi ........................................................................................... 12
2.3. Disabilitas .............................................................................................. 26
2.3.1. Disabilitas Fisik ............................................................................... 27
2.3.2. Disabilitas Mental ........................................................................... 28
2.3.3. Disabilitas Ganda ............................................................................ 28
2.3.4. Penyebab Disabilitas ....................................................................... 28
2.4. Bahasa Isyarat ...................................................................................... 28
2.4.1. Jenis Bahasa Isyarat ........................................................................ 29
2.5. Desain Grafis ......................................................................................... 31
2.5.1. Prinsip Desain ................................................................................. 32
2.5.2. Elemen Desain ................................................................................ 34
2.5.3. Grid ................................................................................................. 37
2.5.4. Tipografi .......................................................................................... 39
2.5.5. Warna .............................................................................................. 39
xi
BAB III METODOLOGI .................................................................................. 45
3.1. Metodologi Pengumpulan Data ........................................................... 45
3.1.1. Wawancara ...................................................................................... 45
3.1.2. Observasi ......................................................................................... 51
3.1.3. Studi Existing .................................................................................. 53
3.2. Metodologi Perancangan ..................................................................... 59
BAB IV PERANCANGAN ................................................................................. 61
4.1. Konsep Perancangan ............................................................................ 61
4.1.1. Tujuan Perancangan ........................................................................ 62
4.2. Perancangan .......................................................................................... 62
4.2.1. Logo ................................................................................................ 62
4.2.2. Warna .............................................................................................. 65
4.2.3. Font ................................................................................................. 67
4.2.4. Perancangan Aplikasi ...................................................................... 69
4.2.5. Icon .................................................................................................. 76
4.2.6. Perancangan Media ......................................................................... 83
4.3. Analisis .................................................................................................. 87
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 91
5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 91
5.2. Saran ...................................................................................................... 92
xii
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 93
LAMPIRAN A : FORM BIMBINGAN ............................................................ xx
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Nodal Plot...........................................................................................7
Gambar 2.2. Modulated Plot...................................................................................7
Gambar 2.3. Open Plot............................................................................................8
Gambar 2.4. Buku Pop-up.......................................................................................9
Gambar 2.5. Board Game......................................................................................10
Gambar 2.6. Card Game........................................................................................11
Gambar 2.7. Video Game.......................................................................................12
Gambar 2.8. Mobile Web Apps..............................................................................13
Gambar 2.9. Instagram Native Apps......................................................................14
Gambar 2.10. Hybrid Apps Android......................................................................15
Gambar 2.11. Hybrid Apps Iphone........................................................................15
Gambar 2.12. Mobile Website...............................................................................16
Gambar 2.13. Springboard Pattern........................................................................ 18
Gambar 2.14. Grid Layout for Springboard .........................................................18
Gambar 2.15. List Menu .......................................................................................19
Gambar 2.16. Tabs Pattern....................................................................................20
xiv
Gambar 2.17. Gallery Pattern................................................................................21
Gambar 2.18. Dashboard Pattern..........................................................................22
Gambar 2.19. Metaphor Pattern............................................................................23
Gambar 2.20. RipCurl Mega Menu Pattern...........................................................23
Gambar 2.21. Page Carousel.................................................................................24
Gambar 2.22. Image Carousel...............................................................................25
Gambar 2.23. Expanding List ................................................................................26
Gambar 2.24. Alphabet Sistem Isyarat Bahasa Indonesia.....................................30
Gambar 2.25. Alphabet Bahasa Isyarat Indonesia.................................................31
Gambar 2.26. Symmetrical and Asymmetrical Margins ......................................38
Gambar 2.27. Multi Column Grid.........................................................................39
Gambar 2.28. Color Wheel..........................................................................................40
Gambar 2.29. Warna Primer................................................................................. 41
Gambar 2.30. Warna Sekunder.............................................................................42
Gambar 2.31. Warna Tersier.................................................................................42
Gambar 3.1. Ade Yanto Heryanto........................................................................46
Gambar 3.2. Ahmad..............................................................................................49
xv
Gambar 3.3. I-Conn Logo......................................................................................53
Gambar 3.4. I-Conn Main Menu............................................................................54
Gambar 3.5. I-Conn Content List...........................................................................55
Gambar 3.6. EZbilitas Loading Screen..................................................................55
Gambar 3.7. EZbilitas Main Menu.........................................................................56
Gambar 3.8. EZbilitas Daftar Kamus....................................................................57
Gambar 3.9. EZbilitas Konten Kamus...................................................................58
Gambar 3.10. EZbilitas Penerjemah......................................................................59
Gambar 4.1. Sketsa Logo.......................................................................................63
Gambar 4.2. Logo Terpilih....................................................................................64
Gambar 4.3. Color Palette Tenang........................................................................65
Gambar 4.4. Color Palette.....................................................................................66
Gambar 4.5. Blue Gray Color Palette...................................................................67
Gambar 4.6. Font Fins...........................................................................................68
Gambar 4.7. Font Ubuntu Light.............................................................................68
Gambar 4.8. Font Abel Reguler.............................................................................68
Gambar 4.9. Plot Modulated Nodes......................................................................69
xvi
Gambar 4.10. Loading Screen Belajar Bisindo....................................................70
Gambar 4.11. Menu Tabs Kamus.........................................................................72
Gambar 4.12. Menu Tabs Kuis.............................................................................73
Gambar 4.13. Menu Tabs Kuis.............................................................................73
Gambar 4.14. Tampilan Penerjemah...................................................................74
Gambar 4.15. Tampilan Konten Perkataan..........................................................75
Gambar 4.16. Tampilan Konten Kuis ..................................................................75
Gambar 4.17. Icon Kamus....................................................................................76
Gambar 4.18. Icon Penerjemah.............................................................................77
Gambar 4.19. Icon Kuis........................................................................................78
Gambar 4.20. Icon Informasi................................................................................78
Gambar 4.21. Icon Percakapan.............................................................................79
Gambar 4.22. Icon Benda Sekitar.........................................................................80
Gambar 4.23. Icon Alfabet...................................................................................80
Gambar 4.24. Icon Angka.....................................................................................81
Gambar 4.25. Icon Tentang...................................................................................82
Gambar 4.26. Icon Pembuat..................................................................................82
xvii
Gambar 4.27. Desain Poster...................................................................................84
Gambar 4.28. Desain Brosur Tampilan Luar.........................................................85
Gambar 4.29. Desain Brosur Tampilan Dalam......................................................85
Gambar 4.30. Merchandise....................................................................................86
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Psikologi Warna....................................................................................43
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Form Bimbingan..............................................................................xx
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa terlepas dari kegiatan
bersosialisasi kepada orang lain setiap harinya. Hal ini dikarenakan manusia
adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain untuk
berkomunikasi, sehingga tidaklah mungkin bila manusia bisa terlepas dari
kegiatan bersosialisasi tersebut.
Terlepas dari keadaan dimana manusia sebagai makhluk sosial, di
Indonesia yang memiliki jumlah penduduk sebanyak sekitar 250 juta (3,5% dari
seluruh penduduk dunia) penduduk yang menempatkan kita sebagai Negara ke-4
dengan jumlah penduduk terbanyak (2015), jelas sekali bahwa kita akan hampir
selalu berpapasan dengan orang lain disekitar kita. Namun dengan jumlah
penduduk yang begitu banyak, tentulah tingkat penderita disabilitas dikalangan
masyarakat juga meningkat. Melalui riset yang dilakukan oleh WHO (2010),
sekitar 0,1% dari 3,5% penduduk Indonesia menyandang disabilitas tunarungu.
Disabilitas tunarungu adalah sebuah gangguan pendengaran yang dapat
diakibatkan secara alami dari lahir maupun kerusakan pendengaran karena faktor
eksternal seperti pukulan pada telinga atau yang lainnya. Orang yang menyandang
disabilitas tunarungu dari lahir sudah dapat dipastikan memiliki disabilitas lain
berupa kecacatan nada dan suara sehingga mereka memilih untuk tidak berbicara
layaknya orang bisu karena mereka yang sudah tuli dari lahir tidak pernah
2
mendengar suara dan nada. Menurut riset yang dilakukan WHO tersebut,
Indonesia merupakan peringkat ke-4 didunia dalam jumlah penyandang disabilitas
tunarungu.
Bagi mereka yang menyandang tunarungu, bukan berarti mereka tidak bisa
bersosialisasi kepada orang lain karena kehilangan pendengarannya. Mereka bisa
berkomunikasi melalui beberapa cara, seperti menuliskan apa yang mereka mau
sampaikan pada sebuah kertas atau dengan menggunakan bahasa isyarat (sign
language). Di Indonesia sendiri, bahasa isyarat terbagi menjadi dua, BISINDO
dan SIBI, namun menurut pendapat para ahli, BISINDO lebih efektif digunakan.
Namun masalah yang terjadi saat ini adalah ketidakpedulian pelayan publik
pembuatan e-KTP terhadap mereka yang menyandang tunarungu, dan adanya
perbedaan sikap yang mendiskriminasikan mereka. Masalah ini menjadi hal yang
perlu diperhatikan karena mereka yang bekerja sebagai pelayan publik pembuatan
e-KTP tidak bisa melayani mereka yang memiliki disabilitas secara menyeluruh
dan dengan baik karena mereka tidak bisa berbahasa isyarat. Oleh karena itu, ada
baiknya bila mereka yang bekerja sebagai pelayan publik dalam pembuatan e-
KTP mengetahui dan bisa berbahasa isyarat, sehingga dapat membantu dan
melayani mereka yang memiliki disabilitas tunarungu.
Melihat begitu majunya perkembangan teknologi saat ini, penulis melihat
adanya peluang besar yang bisa digunakan dari teknologi yang berkembang
tersebut untuk digunakan sebagai media pembelajaran berbahasa isyarat kepada
orang-orang. Dengan berkembangnya teknologi seperti komputer atau laptop dan
3
smartphone yang bisa dijangkau oleh hampir semua orang, media tersebut
mempunyai peluang yang besar untuk digunakan sebagai media yang
mengajarkan orang-orang berbahasa isyarat dengan gampang dan dimana saja.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, terdapat rumusan yaitu,
bagaimana perancangan media interaktif bahasa isyarat untuk pelayan publik
pembuatan e-KTP?
1.3. Batasan Masalah
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis membatasi masalah di antaranya
adalah :
a. Pembahasan mengenai bahasa isyarat (BISINDO) di Indonesia.
b. Segment : 1. Geografis : Indonesia
2. Gender : pria dan wanita
3. Umur : 30 - 40
c. Target : orang yang bekerja sebagai pelayan publik pembuatan kartu tanda
penduduk elektronik (e-KTP).
4
1.4. Tujuan Perancangan
1.4.1. Tujuan Umum
Tujuan dari perancangan media interaktif berbahasa isyarat ini adalah untuk
menyadarkan dan mengajarkan orang yang bekerja sebagai pelayan publik
administrasi untuk bagaimana kita berkomunikasi dengan orang-orang yang
menyandang tunarungu dengan cara bahasa isyarat (sign language).
1.4.2. Tujuan Khusus
Selain itu, penulisan tugas akhir ini juga bertujuan untuk memenuhi persyaratan
agar penulis dapat lulus S1 dari Universitas Multimedia Nusantara jurusan desain
komunikasi visual dengan peminatan desain grafis.
1.5. Manfaat Tugas Akhir
Manfaat dari tugas akhir ini adalah, bisanya mereka yang bekerja sebagai pelayan
publik pembuatan e-KTP untuk melayani orang-orang yang menyandang
tunarungu dengan menggunakan bahasa isyarat agar tidak terjadi ketidak adilan
perilaku dan pelayanan, seperti apa yang disebutkan pada UU Indonesia nomor 8
tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Interaktifitas
Interaktif adalah suatu keadaan dimana terjadinya suatu kejadian yang melibatkan
dua orang atau lebih, yang saling melakukan aksi dan adanya hubungan timbal
balik.
Menurut Meadows (2003) interaksi dibagi menjadi beberapa kategori yang
mengikuti sebuah prinsip. Ketiga kategori tersebut adalah input/output,
inside/outside, open/closed.
a. Input/ output adalah keadaan dimana sebuah pengguna (user) dapat
mempengaruhi sistem (input) dimana kemudian sistem tersebut akan
menunjukan keadaannya (output). Waktu jawaban atau balasan dari input
menuju ouput haruslah singkat dan input yang ada haruslah jelas.
b. Inside/ outside adalah pemahaman sistem interaktif yang membutuhkan
pengalaman dari dalam (inside) dan luar (outside). Pengalaman dalam
menyangkut pengalaman subjektif pengguna seperti arti, interpretasi,
pengertian dan metaphor. Pengalaman luar menyangkut pengalaman empiris
seperti frame rate, haptic feedback, atau kualitas suara. Sebuah sistem
berkomunikasi kepada user melalui dua mode ini.
c. Open/closed adalah sebuah tanggapan yang diberikan sistem kepada user.
Sebuah sistem open dapat berubah dan susah ditebak, sedangkan sistem
closed hanya akan memberikan tanggapan yang selalu sama.
6
Meadows juga berkata bahwa interaksi terdiri dari 4 langkah, yaitu:
a. Observation adalah dimana kita sebagai user memeriksa sistem untuk
melihat apa yang bisa terjadi atau apa yang mungkin bisa terjadi.
b. Exploration adalah dimana kita sebagai user mencoba untuk merubah atau
menjelajahi sistem untuk melihat apa yang bisa terjadi.
c. Modification adalah dimana kita sebagai user dengan sengaja merubah
sistem, konteks sesuai pilihan.
d. Reciprocal change adalah sebuah kejadian dimana seorang user mengalami
perubahan seiring dengan berubahnya system.
2.1.1. Plot
Menurut Meadows (2004) yang mengutip Raph Koster mengatakan, peletakan
sebuah plot diantara impositional dan expressive sangatlah penting. Meletakan
impositional plot terlalu banyak membuat sedikit atau tidak adanya interaktifitas,
sebaliknya dengan plot yang terlalu expressive tidak menyediakan plot sama
sekali. Dengan mengamati jenis-jenis plot yang sering digunakan di dalam game
komputer sekarang, Meadows membaginya menjadi tiga plot, yaitu:
2.1.1.1. Nodal Plot
Di dalam penggunaan plot nodal, seorang pengarang akan memiliki
kontrol yang besar karena dia bisa memberikan sebuah struktur plot yang
sudah diatur. Poin interaksi yang ada di dalam plot nodal adalah sebuah
keputusan yang harus diambil oleh pengguna atau menyelesaikan sebuah
tugas untuk bisa maju. Menurutnya, keputusan yang diberikan bersifat do-
7
or-die yang bila pengguna gagal atau salah memilih, mereka harus
melakukannya ulang hingga benar untuk bisa maju.
Gambar 2.1. Nodal Plot (http://zach.tomaszewski.name/uh/ics699/nodal.gif)
2.1.1.2. Modulated Plot
Pada plot modulated, terdapat struktur yang memiliki garis plot bercabang,
dimana pengguna akan melakukan pilihan yang mengakibatkan alur cerita
berpindah jalur dan menghasilkan kejadian yang berbeda. Namun
Meadows berkata bahwa walau ada beberapa kemungkinan endings,
semua jalur cerita yang ada pasti diketahui oleh pembuat. Sedangkan
untuk mengetahui semua endings yang ada, pengguna bisa memainkan
beberapa kali untuk membuka semua jalur plot yang ada.
Gambar 2.2. Modulated Plot (http://zach.tomaszewski.name/uh/ics699/modulated.gif)
8
2.1.1.3. Open Plot
Dalam plot open, sebuah cerita tidak memiliki sebuah alur yang jelas.
Open plot menyediakan sebuah dunia untuk pengguna untuk dijelajahi,
dimana mereka dibebaskan sepenuhnya untuk membuat alur cerita mereka
sendiri dengan setiap aksi yang dilakukannya.
Gambar 2.3. Open Plot (http://zach.tomaszewski.name/uh/ics699/open.gif)
2.2. Media Interaktif
Media Interaktif adalah sebuah media yang memiliki suatu hubungan langsung
atau hubungan timbal balik dengan pengguna. Menurut Cheng, media interaktif
adalah sebuah media yang memberikan suatu pembelajaran interaktif baik dalam
bentuk 3D, grafik, suara, video, animasi yang menciptakan interaksi kepada
penggunanya (Cheng, 2009).
2.2.1. Buku Pop-up
Menurut Aditya (2013), sebuah buku pop-up adalah sebuah buku ilustrasi yang
memberikan hiburan melalui ilustrasinya kepada pembacanya. Hiburan yang ada
di dalam buku pop-up yang dimaksud adalah adanya gerakan, timbul, dan bisa
9
berubahnya sebuah ilustrasi pada halaman kertasnya. Ia juga menyebutkan adanya
unsur tiga dimensi dan gerak kinetic lah yang membuat buku pop-up menjadi
menarik.
Gambar 2.4. Buku Pop-up (https://lindamattasari96.files.wordpress.com/2015/01/envision_pop_vineyard-01.jpg)
2.2.2. Board and Card Game
Menurut Limantara (2015), board game adalah sebuah permainan yang dimainkan
pada sebuah papan. Ia menjelaskan bahwa pada permainan board game,
permainan dimainkan oleh lebih dari satu pemain, dan para pemain saling
berinteraksi secara langsung dengan yang lain. Biasanya di dalam permainan
board game, terdapat sebuah pion yang digerakan diatas papan permainan.
10
Gambar 2.5. Board Game (http://www.boardgameauthority.com/wp-content/uploads/2014/09/village-board-
game.jpg)
Manikmaya (2014), sebuah toko permaian menjelaskan bahwa, card game
adalah sebuah permainan yang memiliki peraturan permainannya sendiri. Medium
yang digunakan untuk card game adalah sebuah kartu yang memiliki beberapa
set, gambar, dan warna tertentu.
11
Gambar 2.6. Card Game (http://www.gamesnips.com/wp-content/uploads/2015/09/Card-Game.jpg)
2.2.3. Video Game
Dalam jurnal the international journal of computer game research oleh
Karhulahti (2015), sebuah video game adalah suatu artifak di dalam medium
digital visual, yang diperuntukan sebagai objek intertainment. Di dalam video
game sendiri, ada dua mode interaksi yang harus dipilih atau digunakan keduanya.
Kedua mode interaksi ini adalah rule-bound gameplay atau interactive fiction.
12
Gambar 2.7. Video Game (http://www.npmhu-local-321.org/wp-content/uploads/2016/08/become-a-game-
tester.jpg)
2.2.4. Aplikasi
Menurut Salz dan Morenz (2013), aplikasi adalah sebuah software yang di desain
khusus untuk mobile device seperti smartphone atau tablet. Sebuah aplikasi
haruslah di unduh dan di install kepada alat yang dipakai pengguna. Setelah
install selesai, sebuah aplikasi bekerja bersamaan dengan operating system (OS)
yang ada pada mobile device pengguna.
Dalam artikel Mobile: Native Apps, Web Apps, and Hybrid Apps yang
dibuat oleh Raluca Budiu (2013), ia menjelaskan tiga jenis apps yang ada.
a. Mobile Web Apps
Budiu (2013) mengatakan bahwa mobile web apps sebenarnya bukanlah
aplikasi, melainkan sebuah website yang dalam banyak aspek, terlihat dan
terasa seperti sebuah aplikasi. Mobile web apps dijalankan oleh browser
13
seperti Mozilla Firefox atau Google Chrome dan biasanya dibuat
menggunakan HTML5.
Gambar 2.8. Mobile Web Apps (http://cdn.sixrevisions.com/0121-02_mobile_sites.jpg)
b. Native Apps
Native apps adalah sebuah sebuah aplikasi yang hidup di dalam device dan
dapat diakses melalui ikon yang ada pada home screen. Di dalam
pembuatannya, sebuah native apps dikembangkan khusus untuk satu
platform sehingga apps tersebut bisa menggunakan fitur yang ada di dalam
device tersebut. Native apps dapat di install melalui application store seperti
Google Play atau Apple Apps Store.
14
Gambar 2.9. Instagram Native Apps (http://d1vqbpto5tbbz0.cloudfront.net/blog/wp-
content/uploads/2015/09/02121100/native-advertising-instagram2.png)
c. Hybrid Apps
Separuh native apps dan separuh web apps adalah sebuah penjelasan untuk
hybrid apps. Layaknya seperti native apps, hybrid apps ada di dalam
application store dan juga bisa menggunakan fitur yang ada pada device
yang di install hybrid apps. Selain itu, sama seperti web apps yang
mengandalkan HTML5, hybrid apps juga dijalankan melalui browser yang
ditanam di dalam aplikasi.
Penggunaan hybrid apps biasanya juga digunakan sebagai
pembungkus sebuah website yang sudah ada untuk memasukannya kedalam
application store. Selain itu, hybrid apps juga banyak digunakan untuk
membuat sebuah aplikasi yang bisa melakukan cross-platform ke operating
system lain.
15
Gambar 2.10. Hybrid Apps Android (https://s3.amazonaws.com/media.nngroup.com/redactor/image007.png)
Gambar 2.11. Hybrid Apps IPhone (https://s3.amazonaws.com/media.nngroup.com/redactor/image009.png)
16
Gambar 2.12. Mobile Website (https://s3.amazonaws.com/media.nngroup.com/redactor/image011.png)
2.2.4.1. User Interface
Thornsby (2016) mengatakan, user interface (UI) adalah sebuah jembatan
yang menghubungkan pengguna dengan apps atau program komputer.
Menurutnya, sebuah user interface adalah segala sesuatu yang pengguna
bisa lihat dan melakukan interaksi. Ia mengatakan bahwa user interface
yang sukses adalah UI yang jelas, responsive, dan mudah untuk dilihat.
Sebuah UI yang bagus sangatlah penting dalam tingkat kesuksesan
sebuah aplikasi. Thornsby (2016) menyebutkan bahwa bila kita bisa
membuat sebuah UI yang benar, kita bisa membuat seorang pengguna
merasa nyaman seketika dengan aplikasi yang kita buat. Selain itu, UI
17
yang baik juga memperhitungkan konsistensi desainnya, sehingga
pengguna tidak kesusahan dalam penggunaan aplikasinya dan dapat
mencegah atau mengurangi kekesalan dan kesalahan yang dapat muncul
pada pengguna.
Neil (2012) mengatakan bahwa navigasi yang baik seperti sebuah
desain yang baik. Sebuah aplikasi yang memiliki sistem navigasi yang
baik membuatnya mudah untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu. Ia
menjelaskan bahwa ada dua pola navigasi yang ada dalam aplikasi, yaitu
Primary Navigation Patterns dan Secondary Navigation.
2.2.4.2. Primary Navigation Pattern
a. Springboard
Pola springboard adalah sebuah pola yang netral terhadap semua
operating system (OS). Biasa disebut juga sebagai Launchpad, pola
springboard memiliki karakteristik sebagai halaman pacuan untuk menu
utama dan digunakan sebagai titik awal dalam aplikasi.
18
Gambar 2.13. Springboard Pattern
(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)
Pada pola springboard, biasanya grid digunakan untuk menjadi dasar
layout utama dalam mendesain penampilannya. Grid yang biasa digunakan
adalah 3x3, 2x3, 2x2, 1x2 untuk membuat pola springboard. Namun pola
springboard sendiri tidaklah harus menggunakan grid.
Gambar 2.14. Grid Layout for Springboard
(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)
19
b. List Menu
Serupa dengan Springboard, list menu juga merupakan landasan utama
dimana setiap bagian list menu adalah titik lompat awal yang digunakan
untuk menggunakan aplikasi. Neil (2012) mengatakan bahwa list menu
bagus digunakan untuk judul atau nama yang panjang dan list yang
membutuhkan sub text. Menurutnya, aplikasi yang menggunakan list menu
harus memberikan sebuah tombol balik.
Gambar 2.15. List Menu
(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)
20
c. Tabs
Tidak seperti springboard yang netral terhadap semua operating system,
pola tabs memiliki peraturan tersendiri untuk lokasi dan desainnya pada
OS yang berbeda-beda. Tabs yang berada pada bagian bawah adalah tabs
yang paling ramah dengan jari (jempol) karena jaraknya yang dekat.
Gambar 2.16. Tabs Pattern
(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)
21
d. Gallery
Pola gallery adalah pola yang memunculkan sepotong konten untuk
dijadikan navigasi. Konten gallery biasanya berupa artikel tersendiri,
resep, foto, atau produk yang bisa disusun dengan grid, carousel, atau
slideshow.
Gambar 2.17. Gallery Pattern
(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)
e. Dashboard
Pola dashboard adalah pola yang menyediakan key-performance-
indicators yang bisa diturunkan. Pola dashboard sebagai primary
navigation patterns sangat berguna untuk aplikasi yang berhubungan
dengan finansial, sales dan marketing, dan alat analitik.
22
Gambar 2.18. Dashboard Pattern
(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)
f. Metaphor
Metaphor adalah sebuah pola dimana kita membuat pola yang mewakilkan
aplikasi tersebut. Pola metaphor ini biasa digunakan di dalam game,
namun biasa juga dapat dilihat dalah aplikasi buku, katalog, dan aplikasi
kategori lain seperti notes.
23
Gambar 2.19. Metaphor Pattern
(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)
g. Mega Menu
Pola mega menu adalah sebuah tampilan overlay yang besar dengan format
custom dan pengelompokan menu option.
Gambar 2.20. RipCurl Mega Menu Pattern
(Mobile Design Pattern Gallery, 2012)
24
2.2.4.3. Secondary Navigation
a. Page Carousel
Pola page carousel adalah sebuah pola yang bisa digunakan untuk
menjelajahi konten secara cepat hanya dengan geseran jari. Pada page
carousel, terdapat page indicator display yang menunjukan seberapa
banyak page atau halaman yang ada di dalam carousel. Neil (2012)
mengatakan ada batasan dalam menggunakan page carousel. Menurutnya,
lebih baik membatasi page carousel untuk tidak lebih dari delapan page.
Gambar 2.21. Page Carousel (Mobile Design Pattern Gallery, 2012)
25
b. Image Carousel
Sama seperti page carousel, navigasi image carousel lebih menonjolkan
gambar. Biasanya, image carousel digunakan untuk aplikasi retail yang
ingin menunjukan gambar featured product mereka.
Gambar 2.22. Image Carousel (Mobile Design Pattern Gallery, 2012)
c. Expanding List
Expanding list pattern adalah pola dimana sebuah konten akan
menunjukan informasi lain yang keluar secara menurun. Menekan atau
mengakses konten expanding list akan memunculkan list konten atau
informasi lain yang ada secara menurun.
26
Gambar 2.23. Expanding List (Mobile Design Pattern Gallery, 2012)
2.3. Disabilitas
Mengutip dari World Health Organization (WHO), disabilitas adalah sebuah
istilah bercabang yang mencangkup gangguan atau cacat, keterbatasan aktifitas
dan keterbatasan berpartisipasi. Gangguan atau cacat yang dimaksud adalah
masalah yang menganggu pada bagian tubuh dan mental, keterbatasan aktifitas
adalah permasalahan yang dialami oleh seorang individual dalam melakukan
sebuah kegiatan dan keterbatasan berpartisipasi adalah sebuah masalah yang
dialami oleh seseorang dalam melakukan kegiatan bersama orang lain.
Sedangkan menurut undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang
disabilitas, seorang penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama
yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan
kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara
lainnya berdasarkan kesamaan hak, yang terdiri dari :
27
a. penyandang disabilitas fisik;
b. penyandang disabilitas intelektual;
c. penyandang disabilitas mental; dan/atau
d. penyandang disabilitas sensorik.
2.3.1. Disabilitas Fisik
Disabilitas fisik adalah sebuah kecacatan atau kelainan pada anggota tubuh secara
fisik yang mengakibatkan terjadinya penurunan atau kehilangan kemampuan
suatu anggota tubuh untuk bekerja.
2.3.1.1. Tunarungu
Tunarungu adalah sebuah disabilitas fisik dimana seseorang mengalami
sebuah gangguan atau hambatan dalam indera pendengaran mereka baik
secara menyeluruh atau sebagian. Tunarungu diakibatkan karena tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh indera pendengeran mereka.
Dalam buku yang berjudul Psikologi anak Luar Biasa (2007:93)
Sutjihati Somantri menyatakan bahwa tunarungu dapat diartikan sebagai
suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang
tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera
pendengarannya.
Menurut Andreas Dwidjosumarto (1990) seseorang yang tidak atau
kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Menurutnya,
28
ketunarunguan dibedakan menjadi dua, yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar
(hard of hearing).
2.3.2. Disabilitas Mental
Disabilitas mental adalah sebuah kecacatan atau kelainan yang terjadi pada bagian
otak mereka, sehingga mereka mengalami penurunan fungsi dan kinerja otak yang
dapat mengakibatkan keterbelakangan mental atau penurunan tingkat kecerdasan.
2.3.3. Disabilitas Ganda
Disabilitas ganda atau yang biasa disebut sebagai tunaganda adalah sebuah
kelainan atau kecacatan dimana seseorang mengalami lebih dari satu jenis
kecacatan yang bisa berupa dua kecacatan fisik atau gabungan dari kecacatan fisik
dan kecacatan mental.
2.3.4. Penyebab Disabilitas
Sebuah disabilitas baik itu disabilitas fisik ataupun disabilitas mental dapat
disebabkan oleh dua faktor. Faktor pertama adalah sebuah disabilitas yang terjadi
diakibatkan oleh faktor genetik yang dibawa sejak lahir, sedangkan faktor kedua
diakibatkan oleh sebuah kecelakaan yang mengakibatkan kecacatan pada
seseorang.
2.4. Bahasa Isyarat
Bahasa isyarat adalah sebuah cara untuk berkomunikasi tanpa menggunakan suara
melainkan melalui gerakan tangan yang memiliki arti-arti tertentu. Bahasa isyarat
29
adalah bahasa yang digunakan oleh orang-orang yang menyandang sebuah
disabilitas tertentu. Disabilitas yang menggunakan bahasa isyarat adalah
tunarungu dan tunawicara.
2.4.1. Jenis Bahasa Isyarat
Di Indonesia, terdapat dua jenis bahasa isyarat yang diakui dan digunakan oleh
orang-orang yang mengalami suatu disabilitas sehingga mereka harus
menggunakan bahasa isyarat.
2.4.1.1. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI)
Sistem isyarat bahasa Indonesia atau yang disingkat sebagai SIBI adalah
bahasa isyarat yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pembuatan SIBI sendiri dibuat tanpa melakukan persetujuan dari Gerakan
Kesejahteraan Tunarungu Indonesia atau yang disingkat sebagai
GERKATIN. SIBI dibuat dengan cara mengubah bahasa Indonesia lisan
menjadi bahasa isyarat yang lengkap dengan awalan dan akhiran kata.
30
Gambar 2.24. Alphabet Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (https://image.slidesharecdn.com/sistemisyaratbahasaindonesia-120116072614-
phpapp01/95/sistem-isyarat-bahasa-indonesia-4-728.jpg?cb=1326700328)
2.4.1.2. Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO)
Bahasa Isyarat Indonesia adalah sebuah bahasa isyarat dibuat berdasarkan
budaya Indonesia yang asli dan alami. Berbeda dengan SIBI, dalam
BISINDO hanya menggunakan satu kata yang digabungkan dengan
ekspresi untuk menunjukan sebuah kejadian.
31
Gambar 2.25. Alphabet Bahasa Isyarat Indonesia
(https://whentheheartspeaksout.files.wordpress.com/2015/10/8e740-mengeja2bdengan2bjari.jpg?w=960&h=672)
2.5. Desain Grafis
Desain grafis atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan desain komunikasi
adalah suatu bentuk komunikasi yang menggunakan visual sebagai bahasa
utamanya. Visual yang dimaksud di sini adalah sebuah gambar atau teks yang
dibuat untuk menyampaikan sebuah pesan dan informasi yang ingin disampaikan
kepada orang-orang.
Menurut American Institute of Graphic Arts (AIGA), desain grafis adalah
sebuah praktik perancangan dan penyampaian sebuah ide dan pengalaman dengan
konten tulisan dan visual. Komunikasi yang ada di dalam desain grafis bisa terjadi
secara fisikal atau virtual.
Dalam buku Graphic Design Solution 4th Edition (2010) Landa
menyebutkan bahwa desain grafis adalah komunikasi visual yang bertujuan untuk
32
menyampaikan informasi kepada target (hlm.2). Desain grafis adalah
penyampaian sebuah ide melalui pembuatan, pemilihan dan pengorganisasian
elemen visual. Mengutip dari Profesor Alan Robbins “Graphic Design is
therefore one of the ways in which creativity takes on a visual reality” dalam buku
Landa (2010:2)
2.5.1. Prinsip Desain
Menurut Landa (2013) dalam semua projek desain, prinsip desain harus selalu
digunakan dalam proses pembuatannya (hlm.29). Menggabungkan konsep,
tipografi, gambar dan visual serta prinsip desain dalam sebuah projek desain.
Dalam bukunya, Landa menyebutkan ada beberapa prinsip desain, yaitu :
a. Keseimbangan
Keseimbangan adalah kestabilan yang tercipta dari sebuah visual yang
beratnya seimbang pada setiap sisinya atau kestabilan pembagian pada
setiap elemen yang ada pada sebuah komposisi (hlm.25-26).
b. Kesatuan
Kesatuan adalah kondisi dimana semua elemen desain yang ada di dalam
komposisi terlihat menyatu dengan yang lain sehingga terciptanya sebuah
satu kesatuan di dalam desain. Menurut Landa, seseorang lebih mudah
untuk mengerti dan mengingat sebuah komposisi bila semua elemennya
terlihat menyatu (hlm.36).
33
c. Hirarki
Hirarki adalah sebuah prinsip dimana sebuah elemen atau komponen dalam
desain dibuat lebih menonjol untuk membuat sebuah alur atau menunjukan
hal apa yang penting untuk menguatkan sebuah pesan yang ingin
disampaikan. Hirarki sendiri dapat dicapai dengan melakukan penekanan
pada suatu elemen atau visual yang ada pada sebuah komposisi. Penekanan
sendiri dapat dibagi menjadi 6 jenis yang berbeda tergantung bagaimana
seseorang mendesain sebuah komposisi (hlm.33-35).
1. Penekanan melalui isolasi adalah cara menonjolkan sebuah elemen
dengan cara memisahkan satu elemen yang dengan yang lain, agar
fokus penglihatan tertuju pada elemen yang di isolasi.
2. Penekanan melalui penempatan adalah cara dimana sebuah elemen
ditonjolkan dengan cara menempatkannya pada daerah spesifik yang
gampang mendapatkan perhatian dari orang-orang.
3. Penekanan melalui skala atau ukuran adalah cara dimana kita
membuat sebuah elemen menjadi lebih besar dibandingkan dengan
yang lain karena biasanya ukuran yang besar cenderung lebih menarik
perhatian.
4. Penekanan melalui kontras adalah cara dimana kita membuat sebuah
elemen atau objek yang ingin ditonjolkan berbeda atau berlawanan
dengan elemen yang lain agar menarik perhatian.
34
5. Penekanan melalui arah dan penunjuk adalah cara dimana kita
membuat sebuah elemen lebih menonjol dengan menempatkan elemen
lain seperti panah untuk menunjukan mana yang penting.
6. Penekanan melalui diagram atau struktur adalah cara dimana kita
membuat sebuah struktur bisa itu secara menurun seperti tangga atau
bercabang seperti pohon atau berlayer untuk menunjukan mana yang
lebih penting.
d. Irama
Irama pada desain adalah sebuah pengulangan atau pola elemen yang dibuat
seirama untuk membuat alur pada sebuah komposisi. Di dalam pembuatan
irama, terdapat beberapa faktor yang memiliki peran penting untuk
terjadinya sebuah irama, diantaranya adalah warna, tekstur, penekanan, dan
keseimbangan (hlm.35).
e. Proporsi
Proporsi adalah perbandingan ukuran suatu elemen dengan elemen yang lain
atau dengan keseluruhan komposisinya. Proporsi sendiri adalah sebuah
penataan yang bersifat aestetik atau untuk kebutuhan keindahan dalam
komposisi (hlm.39).
2.5.2. Elemen Desain
Elemen desain adalah segala sesuatu yang digunakan untuk membentuk sebuah
visual baik itu gambar atau tulisan. Dalam bukunya yang berjudul The Language
35
of Graphic Design – An Illustrated Handbook for Understanding Fundamental
Design Principle (2011) Richard Poulin menjelaskan bahwa ada beberapa elemen
yang ada di dalam sebuah desain.
a. Titik
Titik adalah sesuatu hal yang paling mendasar dalam membuat semua
elemen dan prinsip komunikasi visual. Selain menjadi hal mendasar bagi
sebuah visual, titik juga merupakan sebuah elemen penting dan mendasar
bagi geometri, fisika, grafik vector, dan bidang lainnya yang menggunakan
titik. Mengutip Pablo Picasso “An idea is a point of departure and no more.
As soon as you elaborate it, it becomes transformed by thought” (hlm.13).
b. Garis
Garis adalah salah satu hal dasar dari elemen visual yang memiliki banyak
kegunaan. Sebuah garis dapat digunakan untuk menggabungkan,
memisahkan, menunjukan, menggerakan, membangun dan mengorganisasi
sebuah objek visual (hlm.21).
Menurut Lando (2010) garis adalah sebuah jalur yang dilewati oleh
sebuah titik yang bergerak, hal ini adalah sebuah tanda yang dibuat oleh
peralatan visual dalam bidang datar atau 2D (hlm.16).
c. Bentuk
Bentuk adalah salah satu hal yang fundamental bagi seorang desainer.
Sebuah bentuk dapat didefinisikan sebagai batasan dan masa, selain itu
dapat diartikan menjadi sebuah garis luar dari suatu wujud (hlm.31).
36
d. Tekstur
Tekstur adalah sebuah kualitas dari permukaan sebuah objek, bisa berupa
kasar, halus, keras atau lembut, sehingga bisa diartikan sebagai penampilan
dan perasaan suatu permukaan objek. Tekstur sendiri tidak bisa berdiri
sendiri tanpa elemen visual lain karena tekstur hanyalah sebuah efek visual
yang menambahkan dimensi dan kekayaan dari sebuah komposisi visual
(hlm.73-74).
e. Ruang
Ruang biasa disebut sebagai negative space atau white space. Ruang sendiri
merupakan elemen yang sangat penting di dalam semua komunikasi visual,
namun memiliki sedikit perbedaan dibandingkan dengan elemen yang lain,
karena ruang sendiri tidak dapat diletakkan di dalam sebuah komposisi.
Ruang adalah jarak atau area yang berada di antara, sekitar, atas, bawah,
atau di dalam elemen lain dalam sebuah komposisi (hlm.103-104).
f. Ukuran
Ukuran adalah sebuah besar atau kecilnya suatu objek atau elemen pada
sebuah komposisi. Ukuran digunakan untuk membuat sebuah penekanan
pada suatu elemen atau objek visual yang ingin diperlihatkan (hlm.83-84).
g. Warna
Menurut Poulin, warna adalah elemen visual yang paling kuat, karena warna
mempengaruhi kita dengan memberikan energi visual dari apa yang kita
lihat dan alami setiap hari. Warna bisa digunakan untuk menarik perhatian,
37
memisahkan elemen, menguatkan pesan dan makna, dan menguatkan
komposisi (hlm.59-60).
2.5.3. Grid
Menurut Richard Poulin (2011), sebuah grid terdiri dari kumpulan garis
horizontal dan vertikal yang menyediakan kesejajaran dan interseksi. Menurutnya,
fungsi dari sebuah grid tidak terbatas, dimana sebuah grid bisa digunakan untuk
menata sebuah visual atau untuk menguatkan irama dari sebuah pesan visual.
Dalam bukunya Robin Landa (2013), ia mengatakan bahwa grid adalah
sebuah pedoman atau panduan. Panduan yang dimaksud di sini adalah panduan
dalam hal struktur komposisi yang berupa garis vertikal dan horizontal yang
membagi format menjadi kolom dan margin. Sebuah grid bisa dikatakan sebagai
pondasi dari struktur buku, majalah, brosur, website, dkk.
2.5.3.1. Single Column Grid
Single-column grid atau yang biasa disebut sebagai manuscript grid adalah
suatu struktur yang hanya memiliki satu teks kolom atau blok yang
dikelilingi oleh margin. Margin sendiri adalah sebuah blank space atau
jarak kosong yang ada pada setiap sisi halaman atau lembar. Margin
digunakan untuk membuat struktur kerangka yang proposional, agar
menjaga konten tetap berada dalam format (hlm.175).
Dalam mendesain margin single-column grid, ada dua tipe yang bisa
dipakai, kedua tipe ini adalah symmetrical margins (even margins) dan
38
asymmetrical margins. Dalam symmetrical margins, setiap blank space
pada setiap sudut mempunyai ukuran yang sama rata, sedangkan untuk
asymmetrical margins memiliki perbedaan ukuran blank space pada sisi-
sisi kertas, yang di desain untuk keindahan aestethic atau kegunaan lain
seperti menaruh informasi dan notes.
Gambar 2.26. Symmetrical and Asymmetrical Margins (http://eyelearn.org/ma-stu-gallery/gridEssay-2013/irina/images/pic12.jpg)
2.5.3.2. Multi Column Grids
Landa (2013) mengatakan, tujuan grid adalah untuk menjaga kesejajaran.
Sebuah grid menunjukan batasan dan menjaga agar konten tetap pada
urutannya. Sama halnya dengan multi column grids, tujuan dari beberapa
kolom adalah untuk memisahkan secara jelas konten yang ada, dan
membuat alur konten (flowlines) yang jelas.
39
Gambar 2.27. Multi Column Grid (https://s-media-cache-
ak0.pinimg.com/originals/dc/4d/cd/dc4dcde712f03c6dc03de1317127c834.jpg)
2.5.4. Tipografi
Poulin (2011) mengatakan, tipografi adalah mendesain menggunakan type. Type
di sini adalah sebuah istilah yang digunakan untuk alphabet dan angka.
Menurutnya sebuah tipografi memiliki fungsi ganda, dimana tipografi bisa berupa
seperti elemen dasar dalam desain dan tekstur visual di dalam komposisi, namun
fungsi utamanya adalah verbal dan visual.
2.5.5. Warna
Menurut Lidwell, Holden, dan Butler (2010), warna dapat membuat desain
menjadi lebih menarik secara visual dan estetika. Warna dapat memperkuat
pengorganisasian dan makna sebuah elemen di dalam desain. Menurut mereka,
ada empat permasalahan umum yang perlu diperhatikan terkain dengan
penggunaan sebuah warna di dalam desain (hlm.48).
40
1. Number of colors : banyaknya warna yang digunakan di dalam sebuah
desain dapat mempengaruhi proses penilaian seseorang. Batasi penggunaan
warna yang terlalu banyak sehingga mata dapat memproses sebuah desain.
2. Colors combinations : untuk mendapatkan keindahan estetika sebuah warna,
gunakan warna-warna yang ada pada color wheel secara analogous,
complementary, triadic dan quadratic.
3. Saturation : tingkat saturasi sebuah warna dapat memainkan peran yang
sangat penting dimana saturasi bisa digunakan untuk menarik perhatian.
4. Symbolism : sama seperti halnya warna dalam pengaruh emosi dan mood
seseorang, sebuah warna bisa mempunyai makna simbolis untuk setiap
kultur yang berbeda-beda.
Gambar 2.28. Color Wheel (https://cdn.beadsandpieces.com/wp-content/uploads/2015/02/19045434/color-wheel.jpg)
41
2.5.5.1. Warna Primer
Warna primer adalah kelompok warna yang yang tidak bisa dibuat dengan
proses pencampuran warna. Warna primer adalah dasar dari semua warna
yang ada dengan mencampurkan warna primer menjadi warna yang lain.
Warna primer sendiri terdiri dari tiga warna, yaitu merah, kuning, biru.
Gambar 2.29. Warna Primer (http://3.bp.blogspot.com/-jPaUC3SgaVY/VIngdkliw9I/AAAAAAAAA4M/DxqPB-
4oyCo/s1600/1%2Bprimary.jpg)
2.5.5.2. Warna Sekunder
Warna sekunder adalah sekelompok warna yang dibuat melalui proses
penggabungan antara dua warna primer yang menghasilkan warna baru.
42
Gambar 2.30. Warna Sekunder (http://www.aridglamor.com/wp-content/uploads/2014/03/secondary_colors2.jpg)
2.5.5.3. Warna Tersier
Seperti warna sekunder, warna tersier adalah warna yang dihasilkan
melalui proses penggabungan dua warna menjadi satu. Warna tersier
dihasilkan melalui penggabungan warna dari warna primer dan warna
sekunder.
Gambar 2.31. Warna Tersier (https://media.licdn.com/mpr/mpr/shrinknp_800_800/AAEAAQAAAAAAAAWKAAA
AJDlmYmMyOWQ0LTkzOTMtNDJlZi04Njc3LWM0Y2QyNTYyNjRkYQ.png)
43
2.5.5.4. Psikologi Warna
Sutton dan Whelan (2004) mengatakan bahwa warna mempengaruhi otak
manusia secara emosional. Hal ini terjadi karena adanya respon psikologi
otak terhadap warna-warna yang ada di sekeliling kita. Berikut adalah
beberapa warna dan efek psikologis yang diberikan kepada manusia.
Tabel 2.1. Psikologi Warna
Warna Nama warna Efek psikologi warna
Merah Warna merah adalah warna yang paling vibrant, dimana ia menunjukan kecepatan, kekuatan, keseruan, kebahagiaan, gairah, bahaya dan panas.
Kuning Warna kuning adalah warna yang menggambarkan kebahagiaan dalam psikologi warna. Warna kuning menstimulasi pikiran jernih, kecerdesan, imajinasi dan semangat.
Oranye Warna oranye adalah warna yang menstimulasi, berenergi, bersahabat, outgoing, semangat dan memberikan kesan berpetualang.
Hijau Warna hijau adalah warna alam yang melambangkan kehidupan, pertumbuhan dan kesegaran. Selain itu, warna hijau juga memberikan efek relaks dan keamanan.
Biru Warna biru dikatakan sebagai warna yang paling disukai dari warna yang lain. Warna biru diasosiasikan dengan hal-hal yang positif. Biru juga memberikan kesan yang besar dan membuat waktu seakan berjalan pelan, warna biru juga memberikan efek rileks yang menenangkan dan bagus untuk tempat dengan kegiatan belajar.
Ungu Warna ungu adalah warna yang bersifat
44
elegan, berkelas dan glamor. Selain itu, warna ungu juga memiliki sifat misterius, romantis dan manis. Ruangan dengan warna ungu akan membuat kinerja menjadi tidak kondusif karena warna ungu dapat memberi efek daydreaming
Pink Warna pink adalah warna yang dianggap paling pasif dari semua warna. Warna pink memberikan kesan feminis, tenang, compassion, energetik, seru dan trendi. Selain itu, warna pink dianggap sebagai warna yang paling damai.
Coklat Warna coklat adalah warna hangat yang menenangkan dan dihubungkan dengan bumi dan rumah. Warna coklat pada packaging memberikan kesan produk yang alami dan natural.
Abu-abu Warna abu-abu adalah warna netral yang mewakilkan ketidak ikut campuran, yang membuatnya terlihat formal dan berwibawa. Warna abu-abu sendiri memberikan kesan sendiri, redup dan sedikit sedih. Selain itu, warna abu-abu juga dapat memperlihatkan pengetahuan dan kedewasaan.
Putih Warna putih adalah warna yang menandakan kepolosan, kebaikan dan kejujuran. Warna putih yang bersifat netral ini memiliki tone cool atau dingin karena sering di asosiasikan dengan salju dan es. Selain itu warna putih juga memperlihatkan kesan kesederhanaan dan keamanan.
Hitam Warna hitam adalah warna yang memberikan kesan sangat agresif dan menakutkan bila terlalu berlebihan. Warna hitam sendiri merupakan warna yang serius, berwibawa dan formal.
45
BAB III
METODOLOGI
3.1. Metodologi Pengumpulan Data
Sugiyono (2013) mengatakan bahwa tujuan utama dari sebuah penelitian adalah
untuk mendapatkan data, sehingga teknik pengumpulan data adalah langkah yang
paling strategis dalam sebuah penelitian (hlm.224). Dalam bukunya, Sugiyono
menyebutkan empat cara atau teknik pengumpulan data, dimana teknik tersebut
adalah wawancara, pengamatan atau observasi, dokumentasi, dan triangulasi
(hlm.231-240).
Metode yang digunakan di dalam pengumpulan data yang dipakai dalam
tugas akhir ini adalah wawancara dengan narasumber yang berasal dari sekolah
SLB/B (tunarungu), dan observasi langsung ke kantor kabupaten kota Tangerang.
Dalam melakukan wawancara ke sekolah SLB/B, dokumentasi yang dilakukan
adalah merekam suara selama wawancara dan foto narasumber. Selain itu, metode
dokumentasi juga dilakukan dengan membaca tulisan dan buku yang berhubungan
seperti undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas.
3.1.1. Wawancara
Wawancara yang dilakukan dalam pengumpulan data tugas akhir ini dilakukan
kepada guru SLB/B (sekolah khusus tunarungu) dari dua sekolah yang berbeda.
Sekolah pertama yang dilakukan wawancara adalah SLB/B Markus yang berada
di Tangerang, sedangkan sekolah kedua yang diwawancara adalah SLB/B YKDW
46
yang juga berada di Tangerang. Dalam wawancara ini, penulis menanyakan
beberapa pertanyaan yang telah disusun untuk mengumpulkan data dan informasi
yang dibutuhkan dalam pembuatan tugas akhir ini.
Pada sekolah SLB/B Markus, wawancara dilakukan kepada dua orang.
Narasumber pertama berasal dari sekolah SLB/B Markus adalah bapak Ade Yanto
Heryanto, S.pd yang menjabat sebagai kepala sekolah. Narasumber kedua adalah
ibu Eem Sulastri, M.pd yang menjabat sebagai guru di sekolah SLB/B Markus.
Narasumber ketiga adalah bapak Ahmad yang menjabat sebagai guru disekolah
SLB/B YKDW-Tangerang.
3.1.1.1. Ade Yanto Heryanto
Gambar 3.1. Ade Yanto Heryanto
47
Ade Yanto Heryanto adalah kepala sekolah SLB/B Markus yang berada di
Tangerang. Wawancara dilakukan pada hari jumat tanggal 23 maret 2017. Ade
mengatakan bahwa seorang tunarungu memiliki dua cara berkomunikasi, yaitu
melalui oral atau bahasa isyarat. Menurut Ade, bahasa isyarat adalah bahasa alami
atau bahasa ibu bagi mereka yang menyandang tunarungu.
Eem Sulastri mengatakan, dalam berkomunikasi dengan orang yang
menyandang tunarungu, kita harus menjaga kecepatan berbicara kita karena
mereka yang menyandang tunarungu diajarkan untuk membaca gerakan bibir,
sehingga bila kita berbicara terlalu cepat, mereka tidak akan bisa membaca
gerakan bibir kita dengan baik. Menurutnya, kunci dalam memulai percakapan
dengan orang yang menyandang tunarungu adalah menjaga kecepatan berbicara
dan jangan lupa untuk menyebutkan nama.
Pada saat ditanya tentang jenis bahasa isyarat yang ada, Eem menyebutkan
ada dua jenis bahasa isyarat, yang pertama adalah SIBI dan yang kedua adalah
BISINDO. Beliau mengatakan dalam sekolah, SIBI lah yang digunakan karena
sesuai dengan kurikulum pembelajaran yang diberikan pemerintah, namun murid-
murid menggunakan BISINDO saat berkomunikasi dengan teman-temannya dan
komunitas luar. Menurutnya, BISINDO lebih seperti bahasa slank atau bahasa
gaul anak-anak, dan penciptaannya dibuat melalui komunitas tunarungu sendiri,
sehingga BISINDO menjadi bahasa isyarat yang digunakaan dalam percakapan
antara teman dan dunia luar. Ia juga menyebutkan bahwa anak atau orang yang
menyandang tunarungu tidak akan bisa SIBI bila mereka tidak bersekolah namun
48
dipastikan mereka bisa BISINDO karena pada proses pembuatannya, SIBI dibuat
oleh orang-orang akademis yang bukan tunarungu.
Selanjutnya, penulis menanyakan tentang bagaimana cara mengajarkan
bahasa isyarat kepada orang yang baru ingin belajar. Eem menjelaskan bahwa
sama seperti pada umumnya, dimana kita ingin mengajarkan cara berbicara
kepada anak-anak, kita memulai dengan memperkenalkan dan mengajarkan abjad
dan angka dalam bahasa isyarat. Setelah terbiasa dan tau abjad dan angka dalam
bahasa isyarat, tahap selanjutnya adalah mengeja nama kita untuk perkenalan
kepada orang lain, kemudian pembelajaran akan benda-benda yang ada disekitar
kita dan selanjutnya adalah nama-nama fasilitas umum dan nama kota.
Pada sesi akhir wawancara, penulis menanyakan kepada Eem tentang
bahasa isyarat mana yang paling cocok untuk digunakan untuk mengajarkan
orang-orang berbahasa isyarat. Menurutnya, BISINDO lebih tepat digunakan
untuk mengajarkan orang-orang berbahasa isyarat karena berdasarkan pengalaman
dan sepenglihatan beliau, mereka yang menyandang tunarungu menggunakan
BISINDO dalam bersosialisasi diluar sekolah. Sedangkan untuk penyampaian
materi, menurutnya sebuah video akan jauh lebih efektif untuk mengajarkan
bahasa isyarat dibandingkan dengan sebuah gambar yang menunjukan bahasa
isyarat, karena dengan video kita bisa melihat pergerakannya secara detail dan
jelas. Pada akhir wawancara, Eem berkata bahwa ia pun tertarik dengan adanya
aplikasi yang mengajarkan bahasa isyarat tersebut.
49
3.1.1.2. Ahmad
Gambar 3.2. Ahmad
Wawancara kedua dilakukan pada sekolah khusus SLB/B Ykdw-Tangerang pada
hari senin tanggal 27 maret 2017. Tidak jauh berbeda dengan Eem, saat ditanya
bagaimana sebaiknya dalam memulai percakapan dengan orang yang menyandang
tunarungu, ia mengatakan berbicaralah dengan jelas dan jangan terlalu cepat agar
mereka dapat membaca gerakan bibir dengan baik dan jangan lupa untuk
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama.
Dilanjutkan dengan menanyakan tentang SIBI dan BISINDO, Ahmad
membenarkan tentang hal dimana BISINDO adalah bahasa isyarat yang
digunakan murid-muridnya dalam berkomunikasi dengan teman atau orang lain
baik di dalam sekolah ataupun diluar sekolah. Hal serupa juga terjadi pada
sekolah khusus SLB/B Markus. Wawancara dilanjutkan dengan menanyakan
50
tahapan dalam mengajarkan cara berbahasa isyarat, dimana Ahmad menjawab
seperti apa yang dijawab oleh Eem. Ia berkata hal pertama yang diajarkan adalah
abjad, huruf, dan nama. Selanjutnya diajarkan bahasa isyarat untuk benda-benda
disekitar kita yang sering dijumpai, kemudian nama-nama tempat umum adalah
hal dasar yang perlu diajarkan.
Saat ditanyakan apakah murid-murid merasa malu atau sungkan untuk
berkomunikasi dengan orang normal, beliau menjawab bahwa memang mereka
sedikit malu dan sungkan untuk berkomunikasi, namun bila mereka
berkomunikasi dengan mereka yang sesama tunarungu, jelas terlihat bahwa
mereka tidak merasakan malu dan sungkan. Hal tersebut ia lihat langsung pada
saat ada sebuah acara gabungan beberapa sekolah untuk tunarungu, dimana para
murid saling menyapa dan berkomunikasi dengan murid sekolah lain dengan
nyaman, namun merasa sedikit malu bila berkomunikasi dengan guru dari sekolah
lain.
Pada akhir wawancara, penulis menanyakan pendapat tentang bagaimana
penyajian pengajaran bahasa isyarat yang efektif. Ahmad berkata bahwa untuk
penggunaan gambar, bisa dicocokan untuk umur dari target yang ingin dicapai.
Namun menurutnya style gambar tidaklah terlalu berpengaruh, namun tingkat
kejelasan dan arah gambar yang jelas adalah yang terpenting, untuk video sebagai
penyajian pengajaran, menurutnya hal itu sudah cukup baik karena mampu
memperlihatkan gerakan bahasa isyarat secara langsung dan jelas.
51
3.1.2. Observasi
Kegiatan observasi dilakukan pada kantor pemerintah kabupaten kota Tangerang.
Penulis melakukan observasi pada kantor kabupaten ini untuk melihat bagaimana
proses pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), dan bagaimana
pelayanan yang diberikan oleh pelayan publik dikantor tersebut. Proses dari
pembuatan e-KTP sendiri memiliki beberapa tahap, yaitu :
1. Penyerahan Kartu Keluarga (KK)
2. Tanda tangan pada mesin digital
3. Foto muka dengan menggunakan kamera digital
4. Cap empat jari
5. Cap dua ibu jari
6. Scan retina
7. Cap satu telunjuk
8. Tanda tangan ulang pada mesin digital
Sebelum melakukan kegiatan pembuatan e-KTP, mereka yang ingin
membuat haruslah mengambil nomor antrian yang tersedia tepat disamping pintu
masuk terlebih dahulu. Setelah mengambil tiket, kita harus menyerahkan fotokopi
kartu keluarga (KK) kepada pelayan publik yang ada di dalam ruangan pembuatan
e-KTP. Setelah menyerahkan fotokopi KK, kita harus mengantri giliran untuk
dipanggil agar bisa memulai proses pembuatan e-KTP. Setelah mengantri dan
dipanggil, proses pertama yang dilakukan melakukan tanda tangan diatas alat
yang sudah tersedia dimeja, selanjutnya kita akan difoto, kemudian dilanjutkan
52
dengan cap 4 jari, cap 2 jempol, scan mata, cap telunjuk, dan diakhiri dengan
melakukan tanda tangan ulang pada mesin yang sama. Setelah ini, barulah kita
mengantri ke loket yang berada disebelah ruangan pembuatan e-KTP tersebut.
Dalam proses observasi tersebut, penulis melihat dan menyadari bahwa
proses yang terlihat sederhana dan cepat tersebut tidaklah selalu mudah dan
lancar. Pada kenyataannya, proses yang dilakukan menggunakan teknologi digital
ini dapat mengalami kerusakan atau error, seperti yang penulis amati, kerusakan
atau error yang sering terjadi berada pada bagian scan atau cap jari, dimana mesin
scan tersebut lama atau tidak dapat membaca sidik jari seseorang sehingga
membuat proses pembuatan menjadi terhambat dan lama. Selain itu, scan mata
yang dilakukan juga sering kali tidak dapat memindai mata seseorang. Selain
kerusakan pada mesin elektronik yang dipakai, kelengkapan dan kesiapan
pembuat e-KTP pun dapat menjadi hambatan seperti halnya penampilan dan
softlens.
Dalam observasi yang dilakukan, penulis melihat seorang wanita yang
membuat e-KTP mengalami masalah pada scan mata yang diakibatkan pemakaian
softlens, sehingga wanita tersebut harus melepasnya terlebih dahulu. Selain
wanita tersebut, ada seorang pria yang disuruh membenarkan penampilannya dan
pakaiannya terlebih dahulu agar terlihat rapih dan formal untuk melakukan
kegiatan pembuatan e-KTP.
53
3.1.3. Studi Existing
3.1.3.1. i-conn
Gambar 3.3. I-Conn Logo
(https://lh5.ggpht.com/NfPNkyRL8mIV-KCJ5YFpoJ4lUnrJYeDUIbaCQxvQZiGS46jp1Vf2D8mm1kFeDXx1Kj0=w300)
aplikasi yang bernama i-conn ini adalah sebuah aplikasi yang berada di
google playstore dan bisa di download secara gratis. I-conn ini sendiri
adalah sebuah aplikasi yang mengajarkan penggunanya berbahasa isyarat
dengan memperlihatkan video bila kita memilih sebuah kata yang sudah di
kategorikan oleh pembuatnya. Dari segi tampilan tema atau warna,
aplikasi i-conn ini hanya menggunakan dua warna yaitu, biru tua dan
putih. Biru tua digunakan sebagai latar belakang atau background,
sedangkan warna putih digunakan untuk warna font.
54
Gambar 3.4. I-Conn Main Menu (https://lh6.ggpht.com/v5GV9sb91NYA-
TEKCwpKW_vCODwRxO0c39R33ZY5EbHNjfvNb1eTCYqAo-hR8rGkZgU=h310)
Untuk penyusunan, pembuat i-conn menggunakan modulated plot
dimana user dapat mengakses semua konten secara bebas, namun user
harus balik terlebih dahulu ke layar utama untuk mengakses konten yang
lain. Menu utama i-conn sendiri menggunakan springboard navigation
pattern dengan grid 2x3 yang disusun secara landscape. Sedangkan untuk
konten perkataan yang ada, di tampilkan dengan list menu yang bila
ditekan akan memutarkan video pada halaman selanjutnya.
55
Gambar 3.5. I-Conn Content List (https://lh4.ggpht.com/TqUgxZHL9zrx2PQtb2rIfMh_UCIj7oZaml3Dbkvkb7yOCwD3OrxwuHrlr
YKnLiq4byg=h310)
3.1.3.2. Ezbilitas
Gambar 3.6. EZbilitas Loading Screen (https://img9.androidappsapk.co/300/9/7/0/mobpro.thefaust.app.ezbilitas.png)
56
Aplikasi kedua yang penulis gunakan untuk mempelajari unsur-unsur
desain yang digunakan dalam aplikasi berbahasa isyarat adalah aplikasi
yang bernama EZbilitas yang dapat di download pada google play store
secara gratis. Sama seperti aplikasi I-conn, aplikasi EZbilitas ini juga
memberikan konten pembelajaran berbahasa isyarat BISINDO kepada
user yang menggunakannya. Dari segi layout dan wireframing, aplikasi
EZbilitas ini menggunakan navigasi springboard dengan grid 2x2 sebagai
navigasi utamanya.
Gambar 3.7. EZbilitas Main Menu (https://lh3.googleusercontent.com/AFdnH-
IHs7He7Ebcz_d2P8Uz82XUNjtQn5mKX8uk3oO9XZUr24hjaLfybfsiCjgKpGS_=h900)
57
Memasuki konten kamus pada aplikasi EZbilitas, navigasi yang
digunakan berjenis navigasi springboard dengan grid 1x6, sedangkan
untuk konten terjemahan, tentang, dan tutorial hanya menampilkan layout
khusus tersendiri. Dalam menempatkan konten kamus, penempatan
dilakukan dengan hirarki tahap pembelajaran bahasa seperti alfabet dan
angka, baru dilanjutkan dengan perkataan dan sapa/salam.
Gambar 3.8. EZbilitas Daftar Kamus (https://lh3.googleusercontent.com/Zt_BH0CbtbLw6kwNGgRBi1GD5jP6uJSwPYtaQ9xcjO56
yWwywkFF6HNiqJIA_q1uIyE=h900)
58
Dalam penyajian semua konten pembelajaran yang diberikan,
aplikasi ini menyajikannya dengan cara menunjukan gambar seseorang
yang sedang memperagakan gerakan bahasa isyarat. Begitu pula dengan
konten penerjemah dari aplikasi ini, dimana bila kita mengetik suatu huruf
seperti kata “kabar” sebagai contoh, penerjemah akan mengeluarkan
gambar alfabet per huruf untuk menunjukan bagaimana cara mengeja kata
tersebut.
Gambar 3.9. EZbilitas Konten Kamus (https://lh3.googleusercontent.com/0y4unvU1PEGARhmQO9LzmnWRmBWZ_UeTNdq3JO_
VK49e-H28UgJclqxdq7mN8FJODvU=h900)
59
Gambar 3.10. EZbilitas Penerjemah (https://lh3.googleusercontent.com/R18w-
yKz5LPIqTimUeUkcUu_zl2IU12lN9SYJVuUmDgK4nkmgR0AGt0H6_eWKzl2Hw=h900)
3.2. Metodologi Perancangan
Penyusunan atau perancangan media interaktif bahasa isyarat untuk pelayan
publik pembuatan e-KTP ini didasari oleh buku Android UI Design karya Jessica
Thornsby (2016), dimana ada beberapa tahap perancangan aplikasi.
60
a. Brainstorming
Pada tahap ini, penulisan konsep adalah langkah awal yang dilakukan
untuk membuat sebuah aplikasi. Menurutnya, sebuah konsep haruslah jelas
dan di ekspresikan dengan satu kalimat. Setelah penulisan konsep,
memikirkan fitur-fitur pada aplikasi dan menentukan apa tugas utama dari
aplikasi yang akan dibuat (hlm.140).
b. Planning
Setelah melalui proses brainstorming, tahap awal selanjutnya adalah
mengenali target dari aplikasi yang ingin dibuat. Untuk dapat mengenali
target aplikasi, dapat dilakukan dengan cara pembuatan persona dan use
cases target. Kemudian setelah itu, kita kembali melakukan penentuan
fitur dari apa yang sudah dibuat atau dituliskan pada tahap sebelumnya
(hlm.142-148).
c. Designing
Selanjutnya pada perancangan aplikasi, tahap awal designing adalah
pembuatan high-level flow. Dilanjutkan dengan pembuatan screen list
yang kemudian akan digunakan dalam pembuatan screen map. Setelah
terbentuknya screen map, tahap selanjutnya adalah penentuan navigasi
yang akan digunakan dalam aplikasi yang dirancang (hlm.157-166).
d. Wireframe
Tahap ini adalah penggambaran penempatan hirarki layar dan komponen-
komponen yang ada pada aplikasi. Wireframe bisa dilakukan dengan
menggambar dengan pensil atau digital (hlm.170-191).
61
BAB IV
PERANCANGAN DAN ANALISIS
4.1. Konsep Perancangan
Seluruh warga negara Indonesia memiliki kewajiban untuk memiliki Kartu Tanda
Penduduk elektronik atau e-KTP, tidak terkecuali bagi mereka yang menyandang
disabilitas. Dikarenakan adanya kekurangan, maka dalam proses pendaftaran e-
KTP, sering kali mengalami kesulitan dikarenakan pelayan publik yang bekerja
kesusahan dan tidak mampu menjalankan kewajibannya dalam melayani para
penyandang disabilitas dengan baik. Untuk mengatasi hal ini diperlukan sebuah
solusi berupa pengenalan atau pembelajaran bahasa isyarat yang ditargetkan
kepada pelayan publik yang bersifat administrasi.
Berdasarkan observasi di lapangan, dipilih media interaktif sebagai media
utama yang memiliki konsep kemudahan dan kecepatan. Konsep ini dipilih karena
dalam melakukan pekerjaannya, pelayan publik menggunakan komputer sebagai
alat kerja sehingga penggunaan aplikasi pada handphone tentunya akan
memberikan kemudahan selagi bekerja. Konsep kemudahan ini diwujudkan dalam
penggunaan aplikasi yang dapat diakses dengan menggunakan satu tangan saja,
sehingga kecepatan dan efisiensi kerja meningkat.
62
4.1.1. Tujuan Perancangan
Perancangan media interaktif bahasa isyarat untuk pelayan publik pembuatan e-
KTP ini dibuat dengan tujuan untuk mengajarkan mereka yang bekerja sebagai
pelayan publik administrasi e-KTP untuk bisa menggunakan bahasa isyarat
BISINDO, agar mereka juta dapat melayani orang yang memiliki disabilitas
tunarungu. Selain itu, tujuan dari perancangan media interaktif ini adalah untuk
memenuhi atau mewujudkan hak pelayanan publik yang sebagaimana dimaksud
oleh undang-undang republik Indonesia nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang
disabilitas, bagian kelima belas hak pelayanan publik pasal 19 yang berkata
bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk memperoleh akomodasi yang
layak dalam pelayanan publik secara optimal, wajar, bermatabat tanpa
diskriminasi.
4.2. Perancangan
4.2.1. Logo
Perancangan logo aplikasi yang dibuat menggunakan tipe logogram dimana
perancangan sketch logo dibuat berdasarkan shape study. Shape study yang
dilakukan untuk tunarungu dengan menggunakan keyword seperti kata telinga,
tangan, dan hearing aid.
63
Gambar 4.1. Sketsa Logo
Menggunakan shape study yang sudah dilakukan, dibuatlah beberapa
alternatif logo yang menggunakan keyword tersebut. Setelah melakukan sketsa
alternatif logo, penulis kemudian melakukan asistensi kepada dosen pembimbing
untuk pemilihan logo yang akan dipakai. Pada asistensi logo yang pertama, dosen
pembimbing memilih 3 logo alternatif yang ada, kemudian dari ketiga logo
tersebut, penulis membuat versi digital yang kemudian baru akan di asistensi
ulang untuk dipilih sebagai logo yang digunakan. Berikut adalah logo yang
terpilih dan digunakan.
64
Gambar 4.2. Logo Terpilih
Logo ini berusaha menggambarkan gambaran singkat dari kehidupan dan
kegiatan tunarungu. Logo yang dibuat seperti huruf “b” bertujuan untuk
menunjukan bahwa aplikasi ini adalah aplikasi bahasa isyarat BISINDO dimana
huruf “b” adalah singkatan dari BISINDO sendiri. Selain itu, bentuk dari huruf
“b” juga juga di desain agar menyerupai seperti bentuk tangan dan jari, karena
bahasa isyarat adalah bahasa yang menggunakan tangan dan jari untuk dapat
digunakan. Dua garis yang menyerupai sinyal pada logo adalah gambaran untuk
gelombang suara, dimana artinya adalah dengan menggunakan bahasa isyarat,
mereka yang menyandang tunarungu seperti mendengar suara yang dapat
membuat mereka berkomunikasi atau berbicara dengan orang lain. Penggunaan
warna biru juga bertujuan untuk memberikan efek tenang dan warna biru sendiri
adalah warna yang biasa dipakai untuk hal pendidikan, sedangkan shading warna
biru bertujuan untuk menunjukan kesan kedalaman jari agar tercipta kesan akurasi
atau ketepatan gambaran tangan agar tidak salah tangkap arti bahasa isyarat.
65
4.2.2. Warna
Dalam pemilihan warna yang digunakan sebagai warna theme dari aplikasi ini,
ada beberapa warna yang digunakan. Warna utama yang digunakan adalah warna
biru karena efek psikologis yang diberikan. Penggunaan warna biru didasarkan
karena warna biru merupakan warna yang biasa digunakan untuk warna
pendidikan sebagaimana yang dituliskan oleh Istofa (2017). Selain itu, warna biru
juga memberikan efek psikologis yang menenangkan, menyejukkan dan membuat
waktu seperti berjalan lebih lama.
Dengan menggunakan efek psikologis yang diberikan dengan warna biru,
penulis menggunakannya sebagai keyword untuk mencari palette warna. Palette
warna yang dicari adalah warna tenang atau calm. Dalam pencarian warna tenang,
berikut adalah palette warna yang diambil dan digunakan oleh penulis.
Gambar 4.3. Color Palette Tenang
66
Dari color palette yang dipilih, penulis memilih 4 warna yang digunakan
sebagai warna tema aplikasi. Empat warna yang digunakan adalah warna yang
dipilih dari color palette ada.
Gambar 4.4. Color Palette
Sedangkan satu warna yang digunakan untuk warna netral yang digunakan
adalah warna blue gray. Selain digunakan untuk menetralkan kumpulan warna
yang ada, warna blue gray ini juga digunakan untuk menuliskan konten dari
aplikasi Belajar Bisindo.
67
Gambar 4.5. Blue Gray Color Palette
4.2.3. Font
Pada aplikasi ini, font yang digunakan adalah font dengan tipe sans serif.
Penggunaan sans serif karena jenis keluarga font ini lebih cocok pada layar karena
jenis font ini tidak memiliki garis-garis kecil seperti pada keluarga jenis serif.
Untuk penamaan aplikasi, digunakan font bernama fins karena kemiripannya
dengan bentuk logogram yang dipakai.
68
Gambar 4.6. Font Fins
Font kedua yang dipakai pada aplikasi ini sebagai penamaan sub judul
atau judul konten adalah font Ubuntu dengan tipe light yang masih satu keluarga
dengan font tipe sans serif.
Gambar 4.7. Font Ubuntu Light
Font ketiga yang dipakai pada aplikasi ini sebagai penulisan konten atau
isi adalah font Abel Reguler.
Gambar 4.8. Font Abel Reguler
69
4.2.4. Perancangan Aplikasi
Dalam merancang pembuatan aplikasi ini, penulis menggunakan plot interaktif
yang berjenis modulated plot. Penggunaan plot modulated karena user diberi
kebebasan untuk menentukan konten pembelajaran apa yang ingin mereka lihat
terlebih dahulu seperti apa yang Meadows (2004) jelaskan.
Gambar 4.9. Plot Modulated Nodes
Setelah merancang plot yang akan digunakan, selanjutnya penulis
menentukan jenis UI dan UX berdasarkan persona dan use time yang dibuat
terlebih dahulu. Pembuatan persona dan use time di sini didasari menggunakan
buku Thornsby (2016) tentang android UI design (hlm.142-148). Persona yang
dibuat berdasarkan target adalah :
a. Kerja cepat
b. Kerja di ruangan sendiri
70
c. Menggunakan komputer
d. Tidak boleh salah
Untuk pembuatan use time, penulis memperkirakan kapan target akan
menggunakan aplikasi, dimana penulis memperkirakan target akan menggunakan
aplikasi pada saat sedang menangani penyandang tunarungu atau pada saat
mereka sedang memiliki waktu lenggang untuk memperlajari bahasa isyarat.
Selain membuat persona dan use time, penulis juga selanjutnya membuat feature
yang diinginkan pada aplikasi, dimana feature utama yang ingin dibuat adalah
easy to use dan dapat digunakan dengan menggunakan 1 tangan.
Berdasarkan persona, use time, dan feature yang telah dirancang, penulis
menentukan desain navigation dan layout yang sesuai. Penentuan navigasi yang
digunakan didasari menggunakan buku Neil (2012) tentang navigasi aplikasi,
dimana ada beberapa jenis navigasi yang ada (hlm.1-37). Navigasi berjenis tabs
digunakan sebagai navigasi primer untuk aplikasi, dimana ada 4 tabs utama,
sedangkan untuk navigasi sekunder menggunakan jenis springboard.
Gambar 4.10. Loading Screen Belajar Bisindo
71
Dalam perancangan layout dan wireframe aplikasi ini, navigasi primer
yang berjenis tabs memiliki 4 tabs sebagai navigasi utama. Penempatan 4 tabs
utama diletakan pada bagian kiri layar dengan alasan yaitu feature yang dapat
digunakan dengan satu tangan. Penempatan dibagian kiri layar juga dikarenakan
agar tangan kanan yang rata-rata menjadi tangan dominan seseorang dapat
langsung memperagakan gerakan bahasa isyarat yang baru saja dipelajari atau
memegang sesuatu seperti mouse atau benda-benda lain. Selain itu, penempatan
urutan atau hirarki pada navigasi tabs juga didasari pada keterjangkauan jari
jempol, dimana bagian atas navigasi tabs adalah urutan hirarki tertinggi karena
paling mudah untuk dijangkau oleh jempol, sedangkan bagian bawah tabs adalah
urutan hirarki terendah karena lebih susah untuk dijangkau oleh jempol.
Sesuai dengan hirarki dari yang tertinggi menuju yang terendah, pada urutan
pertama tabs adalah tabs kamus dimana pada bagian ini terdapat 4 konten lain
yang dapat dijelajahi lebih lanjut untuk belajar bahasa isyarat. Pada tabs kedua
adalah tabs penerjemah dimana bila diakses akan mengarahkan kita kepada
bagian penerjemah. Tabs ketiga adalah tabs kuis dimana user dapat menguji
pengetahuan mereka dalam berbahasa isyarat setelah mempelajarinya dari tabs
kamus. Bagian tabs terakhir adalah tabs informasi dimana kita dapat melihat
informasi terkait aplikasi Belajar Bisindo dari info pembuat dan info lain.
Selanjutnya ada navigasi sekunder yang berjenis springboard setelah
melalui navigasi tabs. Pada tabs kamus, terdapat navigasi springboard dengan
susunan grid 2x2. Dengan memikirkan feature yang diinginkan, penataan konten
hirarki terpenting berdasarkan keterjangkauan jempol juga dilakukan, dimana
72
konten dengan hirarki tertinggi yaitu konten percakapan berada pada bagian kiri
atas layar, dan hirarki tertinggi kedua yaitu konten benda sekitar berada pada
bagian kiri bawah layar. Selanjutnya untuk hirarki ketiga yaitu konten alfabet
berada pada bagian kanan atas dan hirarki yang terakhir yaitu konten angka
ditempatkan pada bagian kanan bawah layar.
Gambar 4.11. Menu Tabs Kamus
Selanjutnya dalam perancangan wireframe aplikasi pada tabs kuis,
navigasi sekunder yang digunakan juga menggunakan navigasi springboard
dengan grid 1x3. Pada tabs kuis ini, terdapat 3 isi konten dimana ketiga konten
tersebut adalah level 1, level 2, dan level 3. Sesuai dengan hirarki nya, penempatan
konten level 1 sampai level 3 juga disesuaikan dengan tingkat kepentingannya.
73
Gambar 4.12. Menu Tabs Kuis
Lanjut dengan perancangan wireframe, konten selanjutnya adalah tabs
informasi, dimana terdapat 2 konten yang disusun menggunakan navigasi
springboard dengan grid 1x2. Pada konten informasi ini, user dapat melihat
informasi tentang aplikasi Belajar Bisindo dan pembuatnya.
Gambar 4.13. Menu Tabs Kuis
74
Pada tabs terakhir dari navigasi utama terdapat tabs penerjemah yang
memiliki perbedaan tersendiri dalam perancangannya. Perbedaan yang dimaksud
adalah, tidak adanya navigasi sekunder yang digunakan sebelum user dapat
memasuki atau menggunakan konten yang disediakan. Pada konten penerjemah,
wireframe dilakukan dengan membagi layar menjadi dua bagian, dimana bagian
pertama adalah menu untuk menulis kata apa yang ingin user cari, pada bagian
kedua adalah bagian untuk menampilkan video dari kata yang ingin dicari user.
Gambar 4.14. Tampilan Penerjemah
Selain penggunaannya pada konten tabs penerjemah, perancangan
wireframe ini juga digunakan pada semua konten pembelajaran yang ada pada
aplikasi ini. Namun di dalam konten kuis, wireframe ini mengalami perubahan
sedikit pada bagian atas untuk menunjukan user nomor dan sisa pertanyaan yang
ada pada level tersebut.
75
Gambar 4.15. Tampilan Konten Perkataan
Gambar 4.16. Tampilan Konten Kuis
76
4.2.5. Icon
Dalam perancangan aplikasi Belajar Bisindo, setelah menyelesaikan tahap
pembuatan list menu dan wireframing, selanjutnya penulis merancang icon yang
akan digunakan pada aplikasi. Diketahui dari melihat list menu dan wireframe
yang sudah dibuat, aplikasi ini memiliki sepuluh bagian yang dapat diakses oleh
user, sehingga kesepuluh bagian ini membutuhkan sebuah icon untuk menunjukan
dan menandakan konten yang akan diakses.
4.2.5.1. Tabs Navigation Icon
Gambar 4.17. Icon Kamus
Konten kamus adalah konten yang berisikan tentang pembelajaran
bahasa isyarat BISINDO yang ada pada aplikasi ini. Dalam pembuatan
desain, penulis memutuskan untuk menggunakan gambar buku karena
buku adalah gambaran dari sumber ilmu atau sumber pembelajaran.
77
Gambar 4.18. Icon Penerjemah
Penerjemah adalah konten dimana user memasukan sebuah huruf
atau kata yang ingin dicari atau dirubah menjadi bahasa isyarat BISINDO.
Untuk menunjukan hal tersebut, penulis mendesain icon yang menunjukan
sebuah huruf yang berubah menjadi bentuk tangan untuk menunjukan
bahwa konten ini adalah konten yang merubah atau menerjemahkan huruf
menjadi bahasa isyarat.
78
Gambar 4.19. Icon Kuis
Kuis adalah konten dimana user akan berusaha untuk menjawab
atau menerjemahkan sebuah video bahasa isyarat. Untuk menunjukan
keseriusan dan kesan penghafalan dari hal yang telah dipelajari
sebelumnya, icon yang dibuat berupa sebuah kertas dan pensil yang
menggambarkan sebuah kertas ujian yang sedang dikerjakan.
Gambar 4.20. Icon Informasi
Penulis menggambarkan icon informasi dengan lambang tanda
tanya untuk menunjukan bahwa konten ini dapat memberikan informasi
yang ingin dicari oleh user seputar aplikasi Belajar Bisindo.
79
4.2.5.2. Springboard Navigation Icon
Gambar 4.21. Icon Percakapan
Percakapan adalah kegiatan yang dilakukan oleh semua orang, dan
percakapan juga yang menjadi fokus dari materi pembelajaran bahasa
isyarat yang ingin diajarkan. Selain itu, percakapan adalah kegiatan yang
dilakukan oleh minimal dua orang. Oleh karena itu penulis membuat icon
percakapan dengan menggambarkan dua text bubble yang menandakan
percakapan dua orang, dan penggambaran tangan di dalam text bubble
agar menunjukan bahwa percakapan dilakukan dengan menggunakan
bahasa isyarat.
80
Gambar 4.22. Icon Benda Sekitar
Penulis menggambarkan icon benda sekitar dengan menggunakan
benda-benda yang berada pada ruangan atau lingkungan dari target yang
ingin di capai. Penggambaran layar komputer dan pensil/pulpen digunakan
karena target bekerja menggunakan komputer dan melakukan pendataan
dengan kertas, sedangkan handphone dipilih karena dinilai penulis sebagai
benda yang selalu ada pada seseorang.
Gambar 4.23. Icon Alfabet
81
Gambar 4.24. Icon Angka
Alfabet dan angka adalah hal dasar yang diajarkan pada setiap
proses pembelajaran suatu bahasa. Selain itu, alfabet dan angka merukapan
materi pembelajaran yang biasa diberikan pada anak-anak yang masih
sekolah. Oleh karena itu penulis menggambarakan icon alfabet dan angka
dengan gambar yang menyerupai papan tulis.
82
Gambar 4.25. Icon Tentang
Penulis menggambarkan icon tentang dengan menggunakan huruf
“i” untuk menunjukan bahwa konten ini adalah konten yang dapat
memberikan informasi yang ingin dicari oleh user seputar aplikasi Belajar
Bisindo.
Gambar 4.26. Icon Pembuat
Penulis menggambarkan icon pembuat dengan menggunakan
gambar orang yang memakai kemeja dan dasi untuk menggambarkan
kesan kantor agar menyerupai target. Selain itu, penggunaan helm juga
ditambahkan untuk membuat kesan pembangun atau builder.
83
4.2.6. Perancangan Media
Aplikasi Belajar Bisindo merupakan aplikasi yang berusaha mengajarkan bahasa
isyarat BISINDO kepada pelayan publik kabupaten kota Tangerang dalam proses
pembuatan e-KTP. Untuk memperkenalkan aplikasi ini kepada mereka yang
bekerja di kantor kabupaten kota Tangerang, penulis memutuskan untuk
menggunakan media cetak yang berupa poster A3 dan brosur berukuran A4 yang
kemudian akan diletakan sekitar kantor dengan tujuan untuk memperkenalkan
mereka kepada aplikasi tersebut.
Poster A3 yang akan ditempatkan pada ruangan dan daerah sekitar kantor
kabupaten kota Tangerang ini dibuat dengan tujuan untuk mengajak dan
mengingatkan mereka yang bekerja sebagai pelayan publik untuk dapat melayani
setiap orang dengan adil. Poster yang bertujuan untuk mengingatkan ini diisi
dengan kata-kata yang berasal dari UUD nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang
disabilitas, agar terciptanya keadilan dan kesamaan dalam pelayanan publik bagi
mereka yang menyandang disabilitas. Selain berusaha mengingatkan mereka,
dengan menuliskan kalimat yang memberitahukan mereka bahwa melayani
mereka dengan perbedaan adalah sebuah tindakan diskriminasi, diharapkan dapat
mengajak mereka untuk menggunakan aplikasi Belajar Bisindo agar dapat belajar
menggunakan bahasa isyarat untuk melayani mereka yang menyandang
disabilitas.
84
Gambar 4.27. Desain Poster
Selain menggunakan poster, brosus dengan 3 lipatan juga dibuat dengan
tujuan yang sama dengan poster, yaitu untuk mengajak dan mengingatkan mereka
yang bekerja sebagai pelayan publik untuk dapat melayani semua orang dengan
adil dan tidak melakukan perbedaan.
85
Gambar 4.28. Desain Brosur Tampilan Dalam
Gambar 4.29. Desain Brosur Tampilan Luar
86
Pembuatan merchandise sebagai media pendukung juga dibuat dan
dirancang oleh penulis agar dapat menjadi media promosi untuk aplikasi Belajar
Bisindo dan menarik target untuk men download dan menggunakan aplikasi
tersebut. Pada setiap merchandise yang dibuat, diletakan logo dari aplikasi Belajar
Bisindo agar mereka tahu dan mengingat aplikasi Belajar Bisindo. Pembuatan
merchandise aplikasi ini dirancang dengan memikirkan kebutuhan dan benda-
benda yang digunakan dan yang ada disekitar target dari aplikasi Belajar Bisindo.
Merchandise yang dibuat oleh penulis berupa pulpen, notebook, tumbler, mug,
baju, lanyard, keychain, dan paper folder yang terbuat dari plastik.
Gambar 4.30. Merchandise
87
4.3. Analisis
Dalam pembuatan aplikasi ini, penulis menggunakan buku yang dibuat oleh
Jessica Thornsby yang berjudul Android UI Design (2016) untuk proses
perancangan awal aplikasi. Thornsby berkata pada bukunya, pada awal pembuatan
aplikasi, kita memikirkan siapa target sasaran aplikasi kita, kemudian dilanjutkan
dengan membuat persona dan kapan kira-kira target akan menggunakan aplikasi
tersebut. Selanjutnya adalah membuat daftar feature yang ingin dibuat sebanyak-
banyaknya dan baru kemudian memilih feature mana yang bisa dibuat.
Selain penggunaan buku Thornsby, penulis juga menggunakan teori plot
meadows. Dengan melihat target dan kebutuhan yang ingin dicapai, penggunaan
plot berjenis modulated dipilih karena dengan modulated plot, user dapat
menjelajahi aplikasi tersebut secara bebas dan tidak terbatas seperti pada nodal
plot. Walaupun ingin memberikan kebebasan pada user untuk menjelajahi
aplikasi, modulated plot dipilih dibandingkan dengan open plot karena selain
dapat memberikan efek kebebasan, modulated plot tetap memberikan struktur
yang jelas dalam proses pembelajaran berbahasa isyarat.
Setelah menentukan plot dan membuat persona, use time, dan feature yang
diinginkan, selanjutnya dilanjutkan dengan perancangan wireframe dan penentuan
jenis navigasi apa yang terbaik untuk digunakan dalam aplikasi. Dalam
wireframe, penulis merancang aplikasi ini untuk digunakan khusus menjadi
horizontal atau landscape karena kecenderungan orang lebih menyukai untuk
melihat sebuah video dengan layar yang horizontal. Penulis menentukan
88
penggunaan dua jenis navigasi yaitu, navigasi tabs dan springboard dikarenakan
penulis merasa jenis navigasi tersebut dapat memenuhi feature yang ingin dicapai
oleh aplikasi Belajar Bisindo. Penggunaan navigasi tabs sebagai media utama
diletakan pada bagian kiri layar dengan tujuan pertimbangan dimana user dapat
menggunakan aplikasi hanya dengan satu tangan seperti feature yang diinginkan.
Mengingat dengan desain layout aplikasi yang menggunakan satu tangan,
penempatan konten berdasarkan hirarki pada navigasi tabs didasari pada
kemudahan dan keterjangkauan jempol, dimana bagian atas layar merukapan
bagian yang paling mudah untuk diraih oleh jempol.
Sama dengan navigasi tabs, penempatan konten berdasarkan hirarki dan
keterjangkauan jempol juga digunakan sebagai dasar dari pembuatan layout yang
akhirnya dipilih dan digunakan pada bagian kamus yang memiliki 4 konten.
Konten dengan hirarki tertinggi yaitu percakapan diletakan pada bagian atas kiri
layar karena disanalah jempol paling mudah untuk menekan, baru dilanjutkan
dengan hirarki kedua yaitu benda sekitar yang diletakan pada bagian bawah kiri
layar. Kemudian penempatan hirarki ketiga yaitu alfabet pada bagian atas kanan
dan hirarki yaitu angka terakhir pada bagian bawah kanan layar. Sama seperti
konten kamus, konten kuis juga dirancang menggunakan navigasi springboard
dimana penyusunan hirarki konten didasari oleh keterjangkauan jempol.
Dengan menggunakan perancangan yang sama, konten dari tabs kuis yang
menggunakan navigasi springboard juga dirancang berdasarkan hirarki dan
keterjangkauan. Tidak disusun sama rata seperti konten kamus, penyusunan
konten kuis dibuat seperti tangga untuk menunjukan adanya tingkatan dari setiap
89
level kuis yang ada. Tingkatan ini juga didukung dengan perubahan warna dari
biru muda menjadi biru tua.
Perancangan pada bagian konten juga dirancang dengan memikirkan
feature yang diinginkan oleh penulis, yaitu feature yang dapat digunakan dengan
satu tangan. Setelah mengamati dan menggunakan dua aplikasi yang mengajarkan
bahasa isyarat, penulis melihat bahwa kedua aplikasi ini tidak memiliki tombol
back pada penyajian konten. Kedua aplikasi tersebut menggunakan tombol back
fisik yang tersedia pada handphone android. Setelah menggunakan aplikasi
tersebut, penulis merasa dibutuhkannya tombol back pada setiap layar agar dapat
kembali ke menu utama agar user dapat memiliki kemudahan akses, dikarenakan
perancangan layout aplikasi Belajar Bisindo fokus untuk dapat digunakan dengan
satu tangan.
Perancangan warna atau tema yang digunakan aplikasi ini didominasi oleh
warna biru dan putih. Warna biru dipilih karena warna tersebut merupakan warna
yang biasa digunakan atau mencerminkan pendidikan, selain itu warna biru
memberikan efek psikologis yang ingin diciptakan atau ingin diberikan kepada
user. Efek psikologis yang ingin diberikan dengan warna biru yang penulis
maksud adalah efek tenang yang ada pada warna biru, selain itu warna biru juga
dapat membuat efek seakan waktu berjalan lebih lambat. Oleh karena itu, penulis
memutuskan untuk menggunakan tema warna biru sesuai dengan kondisi user
yang bekerja dengan cepat dan banyak antrian, sehingga dengan menggunakan
warna biru, diharapkan dapat memberikan kesan tenang agar terhindar dari
kelelahan dan pusing pada saat penggunaan aplikasi.
90
Setelah perancangan selesai dan sudah dibuat prototype aplikasi Belajar
Bisindo, penulis kemudian menyebarkan aplikasi kepada beberapa orang teman
untuk melakukan tes. Tes ini bertujuan untuk mencari masukan tentang hal-hal
yang mungkin terlewatkan atau kurang dalam perancangan dan pembuatan
aplikasi tersebut. Dari hasil tes tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
penggunaan warna yang di dominasi oleh warna biru dan putih sudah dinilai pas
dan tidak kelebihan ataupun kekurangan sesuai dengan konsep perancangan.
Namun dari hasil tes tersebut juga, penulis akhirnya membuat perubahan pada
besarnya ukuran konten yang ada menjadi satu setengah kali lebih besar dari apa
yang dibuat. Perubahan warna pada penyajian konten dari biru tua dan biru muda
pun juga berubah menjadi warna putih dan blue gray tipis untuk menghindari
warna yang terlalu penuh pada bagian konten.
91
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Penulis merancang sebuah tugas akhir yang bertema media interaktif berupa
aplikasi bahasa isyarat untuk mereka yang bekerja sebagai pelayan publik
administratif kabupaten kota Tangerang. Perancangan ini merupakan salah satu
solusi atau alternatif bagi pelayan publik kabupaten kota Tangerang untuk
meningkatkan kinerja mereka yang melayani masyarakat agar dapat memberikan
pelayanan yang adil dan sama pada semua orang termasuk mereka yang
menyandang disabilitas. Perancangan dilakukan penulis dengan melakukan
pengumpulan data dan observasi terlebih dahulu kepada mereka yang tunarungu
dan kantor kabupaten kota Tangerang. Dilanjutkan dengan melakukan
perancangan awal aplikasi setelah data-data yang diperlukan tercukupi, dimana
perancangan awal aplikasi yang dilakukan penulis adalah penentuan persona, use
time, dan feature yang diinginkan agar tercipta UI dan UX yang diinginkan dari
aplikasi yang akan dibuat. Selanjutnya penulis melakukan perancangan wireframe
menggunakan data perancangan awal.
Penulis berharap dengan adanya aplikasi ini, mereka yang bekerja sebagai
pelayan publik dapat meningkatkan pelayanan mereka agar tidak terjadi ketidak
adilan dan perbedaan dalam pelayanan kepada mereka yang memiliki disabilitas.
Namun dalam melakukan perancangan aplikasi Belajar Bisindo ini, penulis
menemukan dan mengalami kesusahan dalam merancang dan menyusun sebuah
92
aplikasi secara teknis, karena hal tersebut berada diluar ranah ilmu desain grafis,
sehingga hal tersebut menambahkan kesusahan dalam perancangan ataupun dalam
pembuatannya.
5.2. Saran
a. Saran untuk pelayan publik kabupaten kota Tangerang
Pelayanan publik yang diberikan oleh kantor kabupaten kota Tangerang
haruslah lebih diperhatikan dan dikembangkan lagi, agar terciptanya
pelayanan publik yang dapat melayani semua orang yang datang untuk
melakukan pendaftaran dan pembuatan e-KTP dengan adil dan tanpa
perbedaan perilaku.
b. Saran untuk peserta tugas akhir yang akan datang
Dalam perancangan media interaktif yang berbasis aplikasi, penulis
menyarankan agar mereka yang ingin merancang hal yang serupa untuk
menguatkan dan memaksimalkan pengumpulan data seperti wawancara,
kuisioner, observasi, dan dokumentasi. Selain itu, peserta tugas akhir yang
akan datang juga diharapkan dapat menyusun waktu sebaik mungkin agar
tidak mengalami kekurangan waktu dalam proses perancangan yang
dilakukan.
93
DAFTAR PUSTAKA
Arntson, A.E. (2011). Graphic Design Basics. Boston : Wadsworth Cengage
Learning.
Colborne, G. (2011). Simple and Usable Web, Mobile, and Interaction Design.
Berkeley : New Riders.
Landa, R. (2010). Graphic Design Solution 4th Edition. Boston : Clark Baxter.
Landa, R. (2013). Graphic Design Solution 5th Edition. Boston : Clark Baxter.
Lidwell, W., Holden, K., Butler, J. (2010). Universal Principles of Design.
Massachusetts : Rockport Publisher, inc.
Lupton, E., Phillips, J.C. (2015). Graphic Design The New Basics 2nd Edition.
New York : Princeton Architectural Press.
Neil, T. (2012). Mobile Design Pattern Gallery. Sebastopol : O’Reilly Media, Inc.
Poulin, R. (2011). The Language of Graphic Design – An Illustrated Handbook
for Understanding Fundamental Design Principles. Massachusetts :
Rockport Publisher, Inc.
Salz, P.A., Moranz, J. (2013). The Everything Guide To Mobile Apps.
Massachusetts : Adams Media.
94
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung : Alfabeta
Sutton, T., Whelan, B.M. (2004). The Complete Color Harmony. Massachusetts :
Rockport Publisher, Inc.
Thornsby, J. (2016). Android UI Design. Birmingham : Packt Publishing Ltd.
Setiarto, B. (2013). Tunarungu.
http://tunarungu.com/?Tuna_rungu
Setiarto, B. (2013). Pengajaran Anak Tunarungu.
http://tunarungu.com/?PENGAJARAN_ATR
Bisamandiri. (2015). Bahasa Isyarat Bagi Penderita Tuna Rungu.
https://bisamandiri.com/blog/2015/09/bahasa-isyarat-bagi-penderita-tuna-
rungu/
Kemendagri. (2016). UU Nomor 8 Tahun 2016.
http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2016/05/11/u/u/uu_nomor
_8_tahun_2016.pdf
Hukumonline. (2016). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016.
http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt573571e451dfb/node/534/
undang-undang-nomor-8-tahun-2016
95
Mandalamaya. (2014). Pengertian Game Menurut Para Ahli.
http://www.mandalamaya.com/pengertian-game-menurut-para-ahli/
Dewantari, A.A. (2014). Sekilas Tentang Popup Lift the Flap dan Movable Book.
http://dgi.or.id/read/observation/sekilas-tentang-pop-up-lift-the-flap-dan-
movable-book.html
Istofa, A. (2017). Psikologi Warna Dalam Dunia Desain Grafis.
http://www.ristofa.com/2017/01/psikologi-warna-dalam-dunia-desain-
grafis.html
xx
LAMPIRAN A : FORM BIMBINGAN
xxi
xxii