46
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli. Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

  • Upload
    lyduong

  • View
    226

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP 

 

 

 

 

 

Hak cipta dan penggunaan kembali:

Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse:

This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

Page 2: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

139

LAMPIRAN

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 3: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

140

TRANSKRIP WAWANCARA

Narasumber : Ibnu Ambara

Social Media and Digital Marketing AirAsia Indonesia

Tanggal : 23 Maret 2017

Tempat : AirAsia Indonesia Red House

Jl. Marsekal Suryadarma No. 1 (M1), Tangerang

Tipe : Wawancara langsung

P: Peneliti

N: Narasumber

P : Jadi ini langsung saja ya, Mas?

N : Boleh

P : Boleh dijelaskan singkat, gambaran umum dari AirAsia

Indonesia.

N : Jadi AirAsia adalah low-cost airlines yang mengutamakan

keselamatan dan kehematan. Penghematan bahan bakar, operasional,

dan harga tiketnya. Jadi dari operasional dan cost lainnya bisa

menghemat harga tiketnya juga. Itu dari sisi operasional. Kalau dari

sisi konsumer, low-cost itu hanya beli kursinya saja. Lalu kalau

misalkan kita butuh bagasi, kita harus beli bagasinya lagi. Kalau kita

perlu makanan, kita beli makanan. Butuh insurance, maka kita beli

insurance. Jadi kalau misalnya kita travelling hanya perlu kursi dan

kita hanya bawa tas kecil, berarti kita menghemat sekali, karena kita

tidak perlu beli bagasi, tidak perlu beli yang lain-lain. Jadi benar-

benar low-cost.

P : Lalu kalau SWOT perusahaan. Menurut Mas Ibnu, apa strength

dari perusahaan, atau dari brand AirAsia?

N : Kekuatannya dari harga. Harganya AirAsia yang terkenal karena kita

sering bikin promo kursi gratis. AirAsia terkenal sekali dengan kursi

gratisnya

P : Kalau kelemahannya? Weakness?

N : Kelemahannya mungkin banyak orang yang tidak tahu kalau kursi

gratisnya AirAsia itu harus beli bagasi, dan yang lain-lain. Jadi

banyak belum teredukasi, beli tiket yang murah ini sudah termasuk

semua. Padahal belum. Itu yang banyak orang protes.

P : Kalau faktor eksternal yang menguntungkan bagi AirAsia? Atau

opportunity?

N : Maksudnya?

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 4: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

141

P : Faktor eksternal. Mungkin publik Indonesia memang lebih suka

yang murah, atau bagaimana? Opportunity untuk AirAsia

N : Tergantung. Kita ada segmen-segmennya, targetnya. Ini masuk

kesini ya.

P : Iya

N : Kalau dia baru lulus kuliah, FIT kita sebutnya, misalkan baru lulus

kuliah dan ingin jalan-jalan sebelum masuk kerja, seperti itu target

kita biasanya.

P : Apa threat atau ancaman terbesar bagi AirAsia? Yang bisa

mengancam operasional atau brand AirAsia sendiri?

N : Mengancam? Apa yang mengancam? Tidak pernah ada yang

mengancam ke kita

P : Baik. Nanti masuk ke kompetitor saja kalau begitu. Target

utamanya kemana, Mas?

N : Dari usia 25 sampai 40.

P : 25 sampai 40, psikografinya?

N : Tidak ada, mass kalau kita. Kebanyakan orang ingin jalan-jalan,

travelling hemat, pasti AirAsia.

P : Berarti SES-nya bisa dikatakan B?

N : B+ sampai C+ bisa dikatakan. Kalau kita tidak sampai terlalu bawah

sekali.

P : Kalau dari brand AirAsia, apa brand image yang ingin dibentuk?

N : Brand image yang ingin dibentuk ingin dekat sama anak muda.

P : Dekat dengan anak muda

N : Jadi, bahkan yang anak SMA, mereka memang tidak punya buying

power, tetapi mereka bisa menghasut orangtuanya untuk membelikan

tiket AirAsia.

P : Jadi seperti menjadi influencer buat orangtuanya?

N : Iya. Jadi otomatis orangtuanya, ‘Ya sudahlah, beli saja’.

P : Apa aja strategi untuk dekat dengan anak muda?

N : Strateginya kita berbicara dengan gaya anak muda zaman sekarang.

Maksudnya, kita tidak terlalu baku, kita tidak terlalu kaku. Jadi

mereka akan merasa AirAsia sebagai temannya.

P : Mungkin dari pramugarinya, frontlinernya, itu juga dibentuk?

N : Iya. Kita mengedepankan fun dan smile. Jadi semua frontliner harus

fun, senyum terus, happy, sehingga terkesan penerbangan mereka

untuk mencapai suatu tempat happy terus. Tidak ada yang tidak

happy

P : Kalau unique selling point? Positioning yang jadi ciri khas

AirAsia?

N : Warna merah, pramugari.

P : Dan juga fun? Smile?

N : Yes.

P : Kalau kompetitor utama yang setara? Indonesia ya, Mas.

N : Garuda, Citilink sih.

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 5: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

142

P : Tapi kalau Garuda bukannya berbeda segmen?

N : Dia full service, tapi dia bisa jadi kompetitor utama kita di bidang

sales. Kalau Citilink masih di bawah kita. Tapi dia mengikuti kita

terus. Kalau Garuda kompetitor sekali, di harga dan kualitas. Kita

harus kualitasnya minimum sama atau lebih.

P : Apa saja saluran media komunikasi yang digunakan oleh

AirAsia Indonesia, khususnya untuk membangun brand

engagement dengan target audience, target market anak muda?

N : Kita biasanya radio, TVC, billboard. Kalau activation kita agak

jarang. Biasanya, travel fair.

P : Juga social media marketing?

N : Iya.

P : Apa saja media sosial yang digunakan?

N : Ada Twitter, Facebook, Instagram.

P : Oh tiga itu? Bukannya ada YouTube?

N : Oh iya sorry, ada YouTube.

P : Berapa kira-kira presentase penggunaan media sosial untuk

membangun brand engagement dibandingkan iklan dan lainnya?

Berapa banding berapa?

N : Kalau penggunaan social media lebih tinggi, sekitar 70 banding 30.

P : Mengapa memilih social media untuk saluran komunikasi

terutama untuk membangun brand engagement?

N : Paling cepat menyebar, cepat viral.

P : Murah?

N : Oh iya apalagi kita low-cost. Hampir tidak mengeluarkan biaya.

P : Lalu mengapa menggunakan Facebook, Twitter, dan Instagram?

Mengapa tiga platform tersebut?

N : Kalau Facebook biasanya kita untuk informasi, lalu mereka bisa

interaksi sama kita. Kalau Twitter biasanya kita lebih ke customer

care.

P : Jadi kalau ada yang protes?

N : Biasanya di Twitter, karena cepat. Kalau misalnya buka Twitter

tinggal mention, langsung AirAsiaID, langsung masukin comment

P : Itu di-reply?

N : Di-reply. Kita ada customer care.

P : Kalau untuk Instagram?

N : Untuk Instagram kita lebih ke foto-foto cantik, foto-foto destinasi

untuk menginspirasi orang.

P : Menginspirasi orang? Jadi dari ketiga ini tidak ada yang

dikhususkan untuk berjualan?

N : Dulu iya. Dulu kita lebih mementingkan jualan, porsinya 80 persen

hard-sell, 20 persennya soft-sell. Sekarang kita balik. 80 persen soft-

sell, 20 persen hard-sell. Jadi seluruh platform kita diperuntukkan

untuk menginspirasi orang, tapi ada ‘embel-embelnya’. Misalnya,

‘Ini Maldives, di Maldives bisa berenang, dan lainnya, dan jangan

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 6: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

143

lupa ya beli di AirAsia.com.’ Jadi kita tidak main harga ‘Ke

Maldives harga sekian. Kita balik.

P : Lalu dari penggunaan media sosial, apakah ada audit terlebih

dahulu? Research?

N : Ada. Pasti ada.

P : Pertanyaannya apa saja? Informasi apa saja yang dicari pada

langkah audit.

N : Mungkin kita tidak bertanya ke orang ya. Kita lebih ke mencari,

misalnya mencari di satu destinasi, Jogja. Kita mencari yang anti-

mainstream-nya. Bukan yang mainstream-nya. Apa yang bisa kita

jual di Jogja? Dulu ada AADC. Setelah itu ada hal lain lagi yang

orang tidak tahu. Itu yang bisa kita kembangkan, kita naikan

namanya agar orang bisa ke Jogja dengan hal-hal yang baru.

P : Jadi, cari topik yang relevan dengan target audience?

N : Iya.

P : Selain itu ada lagi? Mungkin audit pengguna Facebook?

Demografinya? Berapa banyak? Dimana?

N : Kalau Twitter kita tidak bisa terbaca.Tetapi kalau Facebook kita

terbaca. Darif usia, semuanya. Kita biasanya targeting, reseach,

kembali lagi ke umur. Kita ada dua jenis konten. Social media ada

yang organik dan paid. Biasanya yang kita targetkan, yang kita audit

itu yang paid. Misalnya dalam minggu ini kita beriklan tentang

destinasi yang anak muda sekali, seperti Bali. Berarti kita harus

mentargetkan orang-orang usia 25-35 yang umumnya interest ke Bali

atau pantai. Kita target ke mereka. Tapi itu hanya bisa dikhususkan

ke yang paid.

P : Apa objektif dari social media marketing secara keseluruhan?

N : Objektifnya kalau sekarang memberi tahu orang atau menginspirasi

orang untuk travelling ke destinasi-destinasi AirAsia yang orang

tidak tahu.

P : Kalau sekarang objektif spesifiknya lebih kemana? Membangun

awareness pasti sudah ya?

N : Sudah, kalau awareness sudah. Kita mengedukasi hal-hal baru yang

ada di AirAsia. Misalnya AirAsia tidak hanya penerbangan saja. Ada

AirAsia BIG, ada AirAsia Go. Walaupun mereka beda perusahaan,

tetapi masih anak perusahaan kita. Maksudnya kita harus

mengedukasi orang juga kalau kita punya AirAsia Go untuk channel

hotel, AirAsia BIG loyalty-nya kita. Itu yang harus kita edukasi

supaya orang mengerti.

P : Oh BIG itu yang point rewards ya?

N : Iya.

P : Kalau target audience per platform dibedakan tidak?

N : Pasti.

P : Kalau Facebook untuk apa?

N : Kalau Facebook biasanya untuk orang-orang yang sudah mature.

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 7: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

144

Biasanya sudah berusia 30 tahun ke atas.

P : Kalau Twitter?

N : Kalau Twitter mass sekali. Dari anak kecil sampai ke yang tua. Kalau

Instagram lebih ke anak muda. Dari SMP sepertinya ada. Dari SMP

sampai sudah bekerja masih main Instagram. Tapi kalau di atas 40

tahun sepertinya sudah agak berkurang pengguna Instagram untuk

follow AirAsia.

P : Kalau alokasi budget untuk social media marketing, umumnya

kemana saja?

N : Budget biasanya kalau kita mencari konten. Kalau ini untuk yang

organik ya. Biasanya untuk kita buat konten video atau foto.

Misalnya kemarin kita ke Siam Reap, Kamboja. Jadi kita budget-nya

untuk travelling mencari konten video atau foto.

P : Jadi setiap konten gambar atau video produksi sendiri? Bukan

dari AirAsia pusat?

N : Produksi sendiri. Bisa mengambil, tapi kita punya angle-angle yang

berbeda. Misalnya kesukaan orang Indonesia bukan ini karena yang

dibuat oleh Malaysia secara general. Jadi kita harus classify orang

Indonesia sukanya apa. Kita harus mengikuti. Misalkan ke Kamboja,

orang Indonesia ke Kamboja sukanya apa?

P : Lalu selain untuk produksi konten, alokasinya untuk kemana

lagi?

N : Hadiah biasanya. Tetapi jarang juga konten kuis.

P : Yang #Daretoshare bukan?

N : Iya. Tapi #Daretoshare kita biasanya juga dengan partner. Selalu ada

partner. Hadiahnya jadi dari partner.

P : Lalu kalau strategi social media marketing per platform? Secara

garis besar, Facebook strateginya apa?

N : Sama. Kita tidak per platform. Kita tiga platform penerapannya sama

secara garis besarnya. Tapi mungkin gaya bahasa dan bentuk

kontennya yang berbeda. Misalnya kita sedang ingin mendorong

campaign awareness bagasi handbag tidak boleh lebih dari tujuh

kilo. Mungkin kita berbeda channel, berbeda gaya bahasa, dan

postingan saja. Tapi pada intinya sama. Strateginya akan sama.

P : Apa platform yang paling banyak engage audience? Dari ketiga

tersebut.

N : Sekarang Facebook. Tapi tergantung, depends on kontennya.

Misalnya, kalau kontennya memang bagus dan engagement-nya

tinggi biasanya di Facebook dan Instagram.

P : Apakah Key message dari per platform dibedakan?

N : Key message-nya sama, pasti akan sama. Tapi mungkin gaya

bahasanya dan gaya kontennya yang berbeda.

P : Kalau Facebook gaya bahasanya seperti apa?

N : Kalau Facebook lebih agak kaku. Tapi kita tidak terlalu kaku. Kalau

Twitter standar, tidak kaku sekali. Kalau Instagram lebih ke anak

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 8: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

145

muda sekali. Jauh lebih ke anak muda.

P : Bagaimana rincian dari pelaksanaan social media marketing?

Apakah kuis atau kontennya diatur?

N : Kontennya diatur. Tergantung kebutuhan AirAsia. Misalkan AirAsia

punya rute baru ke Jepang. Jadi kita harus mendorong tentang itu.

P : Apa saja jenis kontennya? Karena saya sering lihat AirAsia

men-share konten makanan ya?

N : Iya. Misalnya minggu ini harus mem-push Jepang. Kita cari konten-

konten yang unik di Jepang. Misalnya, Harajuku, baju-baju aneh.

Lalu kalau misalnya destinasi tersebut terkenal dengan makanan, kita

pilihnya makanan. Misalkan, Penang yang makanannya enak-enak.

Kita buat video tentang makanan di Penang.

P : Lalu faktor apa saja yang menentukan hal yang harus di-push?

N : Kita ada tim business development. Tim business development akan

membaca tiga minggu ke depan destinasi yang perlu di-push. Kita

ada target seat sold-nya, lakunya kursi pesawat kita berapa. Misalnya

ke destinasi tertentu, kita lihat selama tiga minggu ke depan

kelihatannya belum ada peningkatan. Kita harus mem-push. Mem-

push dengan cara di marketingnya. Dengan channel-nya social media

dan yang lain.

P : Nanti berujung untuk meningkatkan profit juga?

N : Oh iya pasti.

P : Lalu apakah AirAsia juga menggunakan influencer ?

N : Pakai

P : Siapa?

N : Terakhir kita dengan Ayudia, Ucha, ibunya Sekala. Ayudia dan Ditto

Percussion yang di Sarah Sechan.

P : Kenapa memilih mereka?

N : Karena targetnya AirAsia dengan karakter fanbase-nya mereka

hampir mirip.

P : Lalu konten atau taktik apa saja agar target audience engage ikut

serta aktif dalam aktivitas media sosial AirAsia?

N : Kita biasanya kuis, ‘Tebak Kata’. Misalnya kemarin kita buat sebuah

kata ke Tokyo. Tapi kita buat gambar ketuk pintu dan orang lagi

yoga.

P : Oh iya saya juga pernah lihat

N : Iya seperti itu engagement-nya tinggi sekali. Yang comment hampir

300 lebih. Sudah tidak mungkin dilihat lagi. Padahal kita tidak kasih

hadiah sama sekali. Seperti itu contoh kalau mau engage. Kalau

destinasi mungkin dalam bentuk video. Video lebih banyak viralnya.

P : Lalu apakah ada aturan unggahan konten setiap berapa lama

sekali?

N : Sehari minimum sekali. Kalau Facebook maksimum tiga kali. Kalau

Instagram sehari sekali. Kalau Twitter bisa lima sampai enam kali di

luar customer care. Kalau digabung customer care akan banyak

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 9: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

146

sekali.

P : Apakah menggunakan social media content calendar?

N : Ada

P : Kalau Twitter untuk customer care. Tetapi kalau misalnya ada

yang comment di Facebook dan Instagram?

N : Ada juga, bisa dibalas juga. Twitter sebenarnya untuk konten juga

tetapi lebih banyak orang yang bertanya dan complain di situ.

P : Apakah ada SOP untuk social media?

N : Tidak ada

P : Misalkan kalau sedang crisis?

N : Jadi misalkan amit-amit terjadi crisis lagi, social media marketing

akan pindah ke PR.

P : Oh jadi PR yang menangani?

N : Iya. Orangnya tetap saya, hanya saya akan pindah ke PR. Gaya

bahasanya akan ke PR. Kita sudah pernah. Langsung pindah.

Langsung yang handle bukan marketing lagi.

P : Jadi yang seperti kemarin berubah menjadi hitam semua itu

juga ke PR?

N : Iya sudah ke PR. Pindah ke PR.

P : Lalu apakah penggunaan social media ada tujuan untuk

mengoptimalisasi website?

N : Pasti. Makanya seperti yang tadi saya bilang, caption-nya pasti

‘Belinya di AirAsia.com ya’. AirAsia.com itu link. Kita berharap

mereka akan men-klik.

P : Apakah hashtag termasuk sebagai taktik?

N : Ada campaign kita yang harus pakai hashtag. Jadi memang hashtag

juga sebuah strategi.

P : Kalau dari penggunaan social media sendiri, apa strategi

monitoring yang digunakan?

N : Kita menggunakan vendor. Ada monitoring dengan vendor. Jadi

setiap minggu kita akan dikirimkan report selama seminggu ke

belakang. Bagaimana orang-orang menanggapi social media selama

seminggu kemarin? Apa obrolan orang di social media selama ini?

P : Tone positif - negatif?

N : Ada juga. Ada semua.

P : Apakah termasuk perihal kompetitor? Misalkan orang yang

membicarakan Citilink?

N : Oh iya. Kita juga men-capture kompetitor juga.

P : Khusus social media sendiri ada vendor monitoring-nya ya?

N : Iya

P : Lalu kalau measurement?

N : Ada. Kita mengukurnya traffic website.

P : Traffic website? Bukan traffic social media -nya?

N : Traffic social media sudah pasti kelihatan dari engagement-nya saja.

Kalau di Twitter total retweet berapa? Total favorite berapa? Kalau

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 10: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

147

di Instagram total like. Kita berharap setelah orang terinspirasi dari

social media, mereka langsung klik website AirAsia. Kita

measurement di berapa orang yang masuk ke website AirAsia.com

dari URL yang kita berikan di social media. Itu yang kita track.

P : Kalau selama ini evaluasi social media AirAsia Indonesia apakah

sudah berhasil?

N : Selama ini berhasil. Beberapa tahun belakangan sudah berhasil untuk

membuat orang terbang. Karena kita menggunakan hashtag

#FlywithAirAsia, kita blast ke orang-orang, ‘Gunakan hashtag ini

kalau Anda terbang ke destinasi-destinasinya AirAsia’. Dan ternyata

banyak sekali. Kita intinya mengukur dari situ.

P : Jadi mengukur dari yang orang unggah ke Instagram juga?

N : Iya. Kita beberapa kali ada caption, misalnya foto Iran, ‘Ini Iran, dan

kalau kamu sudah pernah pergi ke sini, gunakan hashtag

#FlywithAirAsia, upload foto kamu’. Dan ternyata banyak. Mereka

ke Iran juga. Sedangkan yang terbang ke Iran hanya dua atau tiga

maskapai saja. Yang lainnya full-service. Ya kita beranggapan

mereka naik AirAsia.

P : Berarti engagement-nya juga sudah terbentuk?

N : Iya

P : Lalu masuk ke brand engagement. Jadi brand engagement adalah

keterkaitan emosional dari target market, pelanggan, ke AirAsia.

Sudah terbentuk atau belum di AirAsia?

N : Sudah. Sudah terbentuk. Tetapi masih tersegmen. Kita sudah meng-

engage traveler yang backpacker. Itu kita sudah meng-engage sekali.

Karena saya ada di grupnya mereka, saya baca kalau ada promo,

mereka pasti orang pertama yang dapat tiket. Bahkan mereka bisa

tahu duluan dibanding orang-orang yang lain. Makanya kita sekarang

mau lariin. Kita mau meng-engage orang-orang dari segmen lain,

orang party. Beberapa kali kita pernah jadi sponsor party, terus acara

lari. Kita mau meng-engage orang-orang yang suka lari. Karena

orang yang suka lari seperti Tokyo Marathon, Maybank, kita

berharap orang yang mau pergi ke Tokyo, marathon atau yang di luar

negeri bisa pakai AirAsia.

P : Berapa persen peran penggunaan social media marketing untuk

membangun brand engagement?

N : Cukup besar. Bahkan persennya lebih tinggi social media. Karena di

social media kita dapat mengulang-ulang tanpa bayar. Misalkan

seminggu sekali kita bisa posting tentang event lari Maybank. Kalau

di TV mungkin tidak bisa.

P : Apakah ada komunitas?

N : Banyak

P : Apa saja?

N : Pertama ada AirAsia Bloggers Community. Terus ada komunitas

aviasi yang suka foto-foto pesawat.

P : Spotter?

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 11: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

148

N : Iya spotter

P : Spotter-nya ada yang khusus AirAsia?

N : Ada. Ada juga yang mereka buat AirAsia saja. Komunitas

backpacker sudah pasti ada. Kemarin ada di Malang, ibu-ibu arisan,

tetapi mereka selalu perginya naik AirAsia. Terus mereka selalu foto

kalau pergi jalan-jalan.

P : Kalau yang sesuai dengan karakter target market? Anak muda?

N : Backpacker dan AirAsia Bloggers. AirAsia Bloggers tidak harus

travel blogger, tapi dia juga bisa blogger apapun yang sudah jadi

membernya AirAsia Bloggers Community.

P : Apakah mereka meng-influence orang juga?

N : Iya meng-influence orang juga.

P : Advokasi tidak?

N : Lumayan. Jadi mereka based-nya beda-beda. Jadi kita bisa meng-

engage fans-fansnya di berbagai segmen juga kan. Misalnya kemarin

ada yang make-up. Sebenarnya tidak ada hubungannya make-up

dengan AirAsia. Jadi mereka bisa make-up di atas pesawat.

P : Tetapi mereka bisa defence?

N : Bisa. Mereka juga jadi channel kedua kita. Mereka adalah blogger

atau influencer kan. Misalkan ada yang komen, ‘Iya kok naik

AirAsia kayak gini sih?’. Lalu mereka kasih tahu, ‘Oh seharusnya

kalian kayak gini’.

P : Jadi mereka membela ya?

N : Membela. Kadang kalau mereka sampai tidak tahu jawabannya,

nanya ke saya pasti.

P : Oh sampai nanya?

N : Nanya. ‘Mas Ibnu ini gimana yah kalau kayak gini jawabnya?’. ‘Oh

ya uda jawab aja gini.’

P : Oh jadi mereka seperti karyawan AirAsia tapi mereka tidak

dibayar?

N : Iya karena mereka loyal.

P : Willingness-nya mereka sendiri?

N : Iya. Padahal kita jarang memberikan reward ke mereka. Paling kalau

misalkan mereka terbang dengan AirAsia beli tiket sendiri kita hanya

beri kursi atau bagasi.

P : Tidak pernah adakan gathering?

N : Ada gathering. Kita setiap enam bulan sekali ada gathering. Kita

setiap buka puasa selalu ada gathering.

P : Berarti mereka sudah dapat dikatakan emotionally attached ke

AirAsia Indonesia?

N : Iya. Kita ada 30 member aktif untuk AirAsia sendiri dan mereka aktif

tentang AirAsia.

P : Based-nya di Jakarta?

N : Based-nya di Jakarta. Mungkin ada yang Bandung, tetapi Jakarta

yang paling banyak.

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 12: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

149

P : Namanya AirAsia Bloggers Community ya?

N : Iyah. AirAsia Bloggers Community

P : Paling itu saja. Mungkin nanti saya minta profile-nya Mas Ibnu.

N : Profile apa?

P : Untuk kredibilitas penelitian

N : Oh begitu

P : Kalau dari Linked-in boleh, Mas?

N : Boleh

P : Dari Linked-in saja kalau begitu ya

N : Iya

P : Jadi kalau di tim, Mas Ibnu title-nya apa? Manager?

N : Bukan. Executive. Jadi di atas saya langsung Head of Marketing. Jadi

kita yang menangani social media hanya satu, tapi saya bisa dibantu

tim kreatif untuk bikin foto, bikin video, dan lain-lain. Jadi kita

punya tim kreatif ada lima orang, lalu salah satunya ada yang

memang untuk membantu social media. Terus ada tim customer care

yang menangani social media. Jadi ada timnya lagi. Part of social

media yang untuk customer care, kita berikan ke bagian customer

care.

P : Mas, mengukur social media AirAsia Indonesia lebih bagus

daripada yang lain dari mana? Followers?

N : Followers dan engagement, dan konten. Jadi kita ada vendornya itu.

P : Oh dia yang mengukur juga?

N : Dia yang mengukur juga. Mereka mengukur yang kita ingin, yang

kita pantau siapa aja.

P : Pengukurannya secara kuantitatif?

N : Iya. Secara angka. Jadi dia akan membaca post engagement tertinggi

yang mana, post yang terendah yang mana.

P : Lalu kalau rata-rata engagement AirAsia berapa persen

sebulan?

N : Wah kalau sebulan tidak tahu. Kalau per minggu total posting

misalnya berapa ratus posting, total engagement-nya bisa 2,000. Bisa

dikali berapa ratus persennya. Selalu. Kita juga pantau Lion. Lion

total post misalnya 50, total engagement-nya hanya 20.

P : Oh begitu?

N : Iya begitu.

P : Iya saya juga sudah bandingkan dengan yang lain.

N : Kalau Garuda jauh lebih tinggi. Karena yang pertama mereka

memang pride of Indonesia, jadi orang walaupun tidak pernah

terbang naik Garuda tetapi mereka pasti senang dengan apapun yang

Garuda keluarkan. Itu yang kita berat untuk lawan. Secara total

engagement, setelah Garuda, kita AirAsia. Setelah itu Citilink dan

Batik Air lomba-lomba untuk di posisi yang ketiga. Batik Air juga

sudah lumayan, social media-nya lumayan sekali.

P : Tapi yang punya ciri khas anak muda hanya AirAsia?

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 13: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

150

N : Iya. Setelah itu Citilink dan Batik. Batik sudah mulai bergeliat kalau

dilihat

P : Tetapi dia premium?

N : Secara harga tidak. Harganya bisa bersaing dengan AirAsia. Bahkan

lebih murah terkadang.

P : Kalau corporate advertising dari sini juga atau bagaimana?

N : Itu ada. Jadi kita technical campaign dan branding campaign.

Technical campaign itu yang pakai harga. Branding campaign tidak

ada harga. Jadi kalau technical seperti promo kursi gratis kemarin

kita masuk TV, lalu yang branding itu seperti iklan yang menjual

pesawatnya bagus, pilot pramugarinya.

P : Kalau social media ini tidak ada maksud untuk engage internal?

Pilot? Pramugari?

N : Kita punya channel-nya sendiri untuk yang internal. Nanti dari sini

membantu saya. Misalkan saya butuh posting sesuatu, saya butuh

dari internal juga. Suara internal lumayan. Maksudnya dari sisi

pramugari, pilot.

P : Oh begitu. Baik, sepertinya sudah cukup, Mas.

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 14: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

151

Cuplikan hasil wawancara tambahan via e-mail

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 15: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

152

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 16: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

153

Foto Peneliti dengan Ibnu Ambara pada Sesi Wawancara

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 17: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

154

TRANSKRIP WAWANCARA

Narasumber : Kania Kismadi

Head of Social & Content RED Communication

Tanggal : 28 Maret 2017

Tempat : McDonald Kelapa Gading, Jakarta Utara

Tipe : Wawancara langsung

P: Peneliti

N: Narasumber

P : Boleh kakak jelaskan definisi atau gambaran umum singkat

mengenai social media marketing?

N : Social media marketing sebenarnya bagaimana brand melakukan

interaksi dengan konsumennya secara langsung di media sosial

dengan tujuan marketing. Intinya, social media adalah satu-satunya

medium dimana brand bisa berinteraksi dengan user-nya secara dua

arah, tapi bisa juga langsung secara masal. Melalui channel yang

mampu berinteraksi dua arah tersebut, kemudian brand melakukan

segala macam effort marketing.

P : Tetapi kalau sekarang ini, social media marketing intention-nya

tidak hanya untuk penjualan?

N : Iya

P : Selain itu apa lagi?

N : Brand image yang pasti. Yang kedua engagement. Seperti tadi saya

katakan, bedanya social media dengan media lainnya adalah di

bagian engagement. Hanya di social media, brand bisa melakukan

direct engagement dengan user-nya, dengan cara mudah dan cepat.

Jualan nomor sekian sebenarnya. Jualan bukan objektif pertama.

Objektif pertamanya adalah engagement, yang kedua build brand

image, yang ketiga baru jualan.

P : Di banyak perusahaan, SMM berada di bawah marketing

communications. Bagaimana dia bisa terintegrasi dengan peran

dari PR?

N : Di banyak perusahaan iya. Tapi ada juga SMM diletakan di bawah

PR. Bagaiman dia bisa terintegrasi dengan yang lain, pada

praktiknya, ketika kita ada meeting apapun, ketika ada campaign

marketing apapun, orang marcomm dan PR, dan brand team, mereka

kumpul jadi satu. Jadi mereka diskusikan semua sama-sama, agar

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 18: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

155

semuanya in-line. Karena terkadang ada juga yang dari event, lalu

yang pasang ATL BTL. Jadi semuanya kumpul jadi satu supaya

terintegrasi. Hanya biasanya yang jadi jangkarnya memang

marcomm. Ketika itu lebih spesifik ke PR, PR yang kasih arahan.

Jadi tergantung saat itu fokusnya mau kemana.

P : Secara garis besar, step-step apa saja yang dilakukan oleh

perusahaan dalam mengimplementasikan SMM?

N : Dalam mengimplementasikan social media marketing?

P : Iya

N : Yang pasti pertama harus set goals-nya dulu, objektifnya. Social

media bisa digunakan oleh siapapun termasuk brand, sehingga pada

akhirnya, kesannya social media jadi ‘Ya udah, semua brand punya,

saya ikutan punya’. Tidak bisa seperti itu. Pertama yang harus

mereka lakukan adalah men-define sebenarnya social media channels

mereka ini dibentuk tujuannya apa. Itu yang paling clear. Nanti dari

sana baru bisa turunin jadi strategi. Setelah mereka tau objektifnya,

mereka buat strateginya, lalu kita buat biasanya campaign di social

media. Misalnya, kalau dulu yang namanya campaign adalah sesuatu

yang berhubungan dengan kuis atau giveaway. Jadi mereka

mengadakan kompetisi berhadiah. Sekarang yang seperti itu sudah

tidak works lagi. Sekarang campaign di social media, campaign

marketing di digital lebih ke video. Mereka buat yang namanya

manifestor video. Jadi seperti video yang menunjukan statement

bahwa ‘Brand saya stands for days’. Setelah itu mereka buat

activation dari sana. Lebih ke movement. Lebih ke gerakan

mengajak orang. Sekarang pergerakannya ke arah emosional. Karena

user kita, di satu sisi mereka butuh yang functional as in promo,

tetapi di sisi lain mereka mulai membangun yang namanya

kedekatan. Tapi masih on-going process.

P : Belum jadi?

N : Belum jadi. Setelah buat campaign, ada juga yang namanya daily

maintainance. Jadi selain kita buat campaign besar, ada harian-harian

lain, istilahnya yang harus dipromosiin. Contoh, AirAsia sekarang

lagi buat campaign ‘Buat Jadi Nyata’. Tetapi selain ‘Buat Jadi

Nyata’, dia punya produk-produk lain yang harus dia promosikan.

Tidak hanya sekadar campaign, tapi dia harus jualan. Istilah kata

add-on kursinya, add-on bagasinya, dan segala macam informasi

lainnya yang dia harus sampaikan ke user-nya. Hal-hal regular

lainnya diturunkan ke dalam sebuah konten. Kita sebutnya editorial

calendar. Jadi itu kalender bulanan, dimana kita plotting konten apa

yang harus tayang di tanggal ini, konten mana yang harus tayang di

tanggal ini, jam berapa, tema bulanannya apa, dan lain-lain

sebagainya. Jadi setelah kamu sudah tahu objektif, kamu buat

strateginya, misalnya kamu turunin jadi campaign, atau kamu

maintenance, setelah itu lakukan engagement. Jadi konten yang

sudah naik, kita harus engage dengan user kita, setelah itu baru

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 19: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

156

monitoring. Lihat apakah objektif kita tadi berhasil tercapai atau

tidak.

P : Itu secara garis besarnya. Sekarang saya mulai jabarin ya, kak.

N : Iya

P : Kalau di strategy wheel-nya Breakenridge, pertama ada langkah

audit, research. Apa kakak juga menerapkannya dalam praktik

kerja? Sebelum aktivasi media sosial, audit terlebih dahulu?

N : Audit. Itu audit masuk fase monitoring sebenarnya karena kita

sifatnya on-going. Kecuali kita menangani brand baru.

P : Jadi seperti berkelanjutan?

N : Berkelanjutan. Jadi kalau kita menangani brand baru, itu yang kita

akan lakukan. Kita lakukan audit performance sebelumnya. Kalau

misalnya dia bagus lebih mudah. Kalau dia jelek, kita harus cari tahu

sebenarnya apa yang buat jelek. Setelah kita audit, lalu kita lakukan

proses-proses rantainya. Tapi menurut saya kalau kamu tanya praktik

brand di social media tetap harus ada goals-nya. Kita ‘working to

works what’?

P : Audit ini termasuk untuk meneliti karakter target audience?

Segmentasi? Informasi yang relevan?

N : Iya. Jadi kita mencari tahu, target audience kita, market kita di social

media sebenarnya seperti apa? Mereka consume konten kita yang

seperti apa? Mereka sukanya membicarakan apa? Mereka sukanya

apa?. Basically seperti itu. Target audience yang pasti menjadi core

dalam setiap audit kita, karena kita buat apapun untuk user kita.

P : Bagaimana langkah untuk menentukan target audience?

N : Biasanya itu akan di-define oleh brand. Tiap brand punya segmen

audiens yang beda-beda. Citilink dan AirAsia bisa punya target

market yang beda-beda. Padahal mereka sama-sama low cost. Jadi itu

benar-benar point of differentiation dari setiap brand. Istilah kata

‘Produk saya sama tapi saya mau jual ke market yang berbeda, jadi

saya harus appeal ke market yang berbeda’.

P : Lalu kalau untuk alokasi budget yang efisien biasanya seperti

apa kak? Alokasinya kemana saja?

N : Budget paling besar pasti di placement. Tapi lagi-lagi tergantung

brand. Tapi so far sampai sekarang, budget social media atau apapun

di Indonesia 90 persen masih untuk placement. Dia mau buat social

ads, YouTube ads, segala macam, itu bentuknya ad placement.

Karena prinsipnya adalah sama, ketika kita beriklan, kita ingin

menjangkau as many people as possible gitu. Karena kalau kita

menjangkau hanya sedikit, yang engaged semakin dikit. Dan tujuan

kita adalah buat orang yang engaged juga sebanyak itu. Maka

sebelumnya kita harus menjangkau orang sebanyak mungkin. Jadi

budget paling besar harus di placement.

P : Apa strategi SMM yang tepat untuk brand engagement?

N : Strateginya harus balik lagi ke objektif. Jadi tidak bisa ‘saklek’,

‘Strategi terbaik untuk engage adalah…’. Karena itu semua proses

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 20: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

157

yang berkelanjutan. Pertama dimulai dengan inform. Setelah kita

inform, kita harus entertain. Social media harus berhasil meng-

inform, berhasil mengentertain. Jadi supaya orang engaged. Coba

kembali ke kamu. Kamu menikmati konten-konten social media.

Ketika kamu melihat konten di social media, apa sih sebenarnya

konten-konten yang bisa buat kamu engaged? Yang buat kamu mau

like, share, comment, love?

P : Yang inform, entertain.

N : Iya. Kalau itu tidak menyentuh kamu secara emosional, kamu tidak

akan melakukan apapun. Kalau itu hanya sekadar lewat, ya sudah

begitu saja. Jadi,prinsipnya itu berkelanjutan. Ketika orang merasa

ter-inform, lama-lama dia semacam merasa seperti ketergantungan,

‘Saya kalau mau cari info ini, saya akan kesini’. Seperti AirAsia

sekarang. Istilah kata tempat tahu promo terbaik AirAsia hanya

website-nya, hanya social media-nya. Dia berhasil meng-inform

orang, menguatkan positioning bahwa ‘Saya adalah sumber

informasi paling terpercaya tentang airline saya, maka apapun yang

kamu butuh tentang saya, kamu datang ke saya’. Hasilnya dari

informasi itu, orang jadi engaged.

P : Jadi boleh tidak kak, kalau aku tarik kesimpulan kalau

strateginya harus informative, entertaining, untuk emotional

attached si reader atau target audiencenya?

N : Iya. Supaya mereka engaged.

P : Semuanya itu bersumber agar mereka akses website utama?

N : Tidak hanya akses. Tetapi mereka engaged. Segala macam bentuk

engagement. Termasuk mereka meng-share, meng-comment, meng-

klik, beli. Tergantung objektif. Ada juga yang objektifnya bawa

orang untuk nonton video. Jadi tidak harus meng-klik. Ada

objektifnya dia harus sign up. Itu fase berikutnya sebenarnya, kita

sebutnya conversion. Tetapi apapun yang kita lakukan menuju ke

conversion itu, kita harus buat engagement.

P : Sekarang ke taktik lebih rincinya. Kalau sekarang, apa platform

media sosial yang menurut kakak paling bagus untuk SMM di

Indonesia?

N : Facebook.

P : Facebook masih menang?

N : Masih.

P : Kalau Facebook demografinya bagaimana, kak?

N : Demografinya antara dia ABG usia 13 sampai 17 tahun, atau ibu-ibu

usia 25-35 tahun. Itu yang paling banyak. Kelas yang hidup di kota-

kota kedua, jadi bukan Jakarta, Bandung, Medan. Tapi dia bisa jadi

tinggalnya di Karawang, di Bekasi, di Depok.

P : Itu ada alasannya ?

N : Begini. Facebook sempat booming sekali. Kamu main Facebook

dulu, sekarang kamu masih main Facebook?

P : Tidak.

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 21: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

158

N : Kamu shifting kan. Istilah kata, orang-orang keren menemukan

platform baru, dia shifting. Orang-orang yang ketinggalan keren, dia

akan mulai dulu dari yang pertama, Facebook. Lama-lama dia bosan

dengan Facebook, dia akan masuk ke fase berikutnya. Nanti ketika

orang lapis kedua sudah mulai meninggalkan Facebook, orang lapis

ketiga akan menghidupi Facebook. Kenyataannya adalah bahwa

orang-orang yang tinggal di lapis kedua, lapis ketiga, lapis keempat,

dan seterusnya, itu lebih banyak daripada yang tinggal di lapis

pertama. Orang-orang yang di lapis pertama tidak terlalu main di

social media, atau seandaipun mereka main social media, mereka

tidak akan engaged dengan brand apapun. Mereka mencari brand

hanya ketika mereka butuh. Hanya orang-orang lapis kedua, ketiga,

dan seterusnya, mereka butuh hiburan. Jadi mereka butuh informasi

baru. Hanya, di Facebook pada khususnya tidak hanya lapis kedua,

lapis pertama ada. Mama kamu masih main social media?

P : Dulu Facebook, sekarang tidak.

N : Ada beberapa mama-mama, dia lagi suka sekali main Facebook. Jadi

fasenya itu benar-benar bergerak. Mama saya dan teman-temannya

dia semua lagi suka sekali main Facebook.

P : Berarti yang sudah berumur?

N : Iya. Seperti tadi aku bilang, chance paling besar itu di 13-17, dan di

25-35. Di 13-17 itu bisa male/female, dan 25-35 itu moms, orang-

orang tua yang 35 ke atas, yang butuh lihat update.Istilah kata

silahturahmi dengan teman-teman zaman SMA.

P : Kalau untuk jenis konten di Facebook bisa secara general atau

tergantung objektif juga?

N : Seperti misalnya AirAsia, dia di Facebook kelihatan sekali sifatnya

hanya informing. Dulu zaman saya tangani Mandala, mereka sering

sekali buat konten yang hanya bertanya ‘Kamu pernah kesini?’.

Orang-orang dengan sukarela men-share foto mereka disana. Jadi

somehow orang Facebook suka sharing. Tapi ini balik lagi kalau

kamu tanya jenis kontennya, itu benar-benar tergantung target

market. Kalau misalnya target market-nya suka engagement, di

Facebook kita bisa kasih konten engagement. Tapi yang paling

‘saklek’ praktiknya, Facebook sifatnya informing, Instagram seperti

‘You tell a story, you engage people’, di Twitter customer service.

Itu praktik paling standard.

P : Pada umumnya?

N : Pada umumnya. Tapi lagi-lagi kalau brand kamu market-nya besar di

Facebook, maka kamu harus engagement di Facebook.

P : Tadi demografi Facebook. Kalau demografi Instagram?

N : Instagram lebih broad , lebih variatif. Dan Instagram belum pernah

mengeluarkan data user mereka sebenarnya paling besar di wilayah

mana, umur berapa. Kamu follow LambeTurah?

P : Iya

N : Itu dia. LambeTurah adalah salah satu kasus yang membuktikan

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 22: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

159

bahwa user Instagram begitu beragam. Dari muda sampai tua, dari

kelas A sampai kelas D.

P : Geografinya juga kita tidak kebaca ya?

N : Iya. Jadi Instagram sekarang masih benar-benar belum kebaca user

mereka besar dimana. Karena kalau misalnya kita bilang Instagram

buat yang high profile, tidak juga. Kamu lihat LambeTurah, online

shop bergeraknya di Instagram. Jadi Instagram user-nya masih

sangat variatif dan belum terbaca.

P : Kalau Twitter bagaimana kak demografinya?

N : Twitter ada di tengah-tengah antara Facebook dan Instagram. Jadi

kebanyakan pemuda-pemudi, usianya mungkin 17-an, SMA, kuliah

awal, tapi ada juga yang kerja. Tapi menurut saya, so far, biasanya

sebatas di usia 30, 32, 35, sekitar usia 30 pertengahan. Yang ‘alay;

tetap masih ada dan mereka yang suka berbicara juga ada. Makanya

ada kelompok celeb tweet yang hingga sekarang masih hidup. Kalau

menurut teman-teman saya, saya perhatikan juga, sempat ada fase

dimana Twitter lagi turun sekali, sepi. Tapi beberapa kasus terakhir,

seperti di kantor, membuktikan bahwa sebenarnya Twitter masih

hidup, tapi tujuannya berbeda. Selain customer care, yang bisa kita

buat untuk membesarkan Twitter adalah issue. Kalau kita punya

issue yang bisa kita buat besar, kita masukin ke Twitter. Contoh,

kamu ikutin berita perkembangan tarif taksi online yang mau

berubah?

P : Iya

N : Itu sekarang lagi dibuat besar di Twitter. Karena Twitter adalah salah

satu medium utama dimana suara orang bisa didengar dan dilihat,

dibanding Facebook. Jadi beragam suara orang, dikumpulin satu, jadi

trending topic. Trending topic itu attract siapapun. Tapi, target

market-nya lagi-lagi beragam. Tidak bisa di-define.

P : Apa jenis konten yang paling bisa untuk men-engaged audiens?

N : Beda-beda. Balik lagi seperti pertanyaan sebelumnya yang kamu

tanya strategi apa yang works. Jadi kalau di Facebook biasanya

video, lalu image-image. Tapi kalau kamu tanya konten secara garis

besar, Indonesia suka konten yang sifatnya komedi, atau yang

menjelek-jelekan orang, atau yang sifatnya memberi bantuan ke

orang lain. Kalau kamu liat LambeTurah lagi, dia sering sekali meng-

share cerita sedih dan menggalang orang untuk membantu. Tipe-tipe

konten seperti itu yang paling works di Indonesia.

P : Kalau tips interaksi dengan audience, kak? Mungkin setiap

pertanyaan harus dijawab? Atau tidak setiap pertanyaan harus

dijawab?

N : Tidak semua pertanyaan harus dijawab. Jadi biasanya kita

mengklasifikasikan. Misalnya ada bentuk inquiry atau engagement

apa saja. Kalau bentuknya pertanyaan, pertanyaannya terkait apa?

Terkait brand atau pertanyaan yang sembarangan? Itu harus kita

apakan. Jadi ada orang yang tanya, kita jawab. Tapi kalau misalnya

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 23: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

160

ada orang yang complain, jangan dihapus. Kalau kita mau engage,

basic-nya harus datang dari kita sebagai brand yang harus meng-

encourage orang untuk mau engaged. Tapi kalau tips engagement

standar saja, brand tuh harus bisa memposisikan diri sebagai

pengguna, pengguna maunya bagaimana. Sebenarnya itu tips paling

utama.

P : Kalau selain konten foto, video, dan yang lain-lain, apa stimulasi

yang bagus agar audiens mau berpartisipasi di media sosial

brand?

N : Kedekatan cerita. Jadi foto dan video hanya bentuk. Tapi yang dapat

membuat orang tergerak, lagi-lagi adalah cerita. Ada relevansi antara

konten apapun yang dia lihat, dengan diri dia sendiri. Kamu pernah

share sesuatu dari social media?

P : Iya

N : Kenapa kamu share?

P : Karena saya suka ceritanya, juga menyentuh terkadang.

N : Iya kan? Maksudnya harus ada faktor yang menyentuh ke hati.

Makanya seperti tadi saya katakan, harus ada relevansi antara story

apapun yang kita angkat di sana dengan story actual human. Jadi

harus ada insight manusianya ketika kita buat konten. Itu yang bisa

men-trigger orang untuk melakukan engagement. Jadi k kamu harus

buat konten yang menyentuh hati orang agar mereka engaged.

Intinya itu.

P : Jarak waktu unggahan yang bagus berapa lama sekali?

N : Sehari biasanya beda-beda. Kalau Facebook dari hasil studi lembaga

survei di luar sana, semakin kita jarang post, hasilnya semakin bagus.

Tapi, lagi-lagi itu praktiknya berbeda antar brand dan market. Jadi

misalnya AirAsia di Indonesia dengan AirAsia Malaysia bisa

berbeda jumlah postingan dan lainnya. Tapi pada praktiknya

kebanyakan brand rerkadang seminggu empat kali, seminggu tiga

kali, atau seminggu tujuh kali. Tapi berbeda dengan Instagram. Kalau

Instagram kamu harus konstan. Prinsipnya Instagram adalah ketika

kamu komit untuk sehari untuk mengeluarkan tiga konten, maka

kamu tiap hari harus mengeluarkan tiga konten. Karena Instagram

sekarang dengan algoritmanya yang baru, semakin sering kamu

interaksi dengan satu akun, dia akan muncul paling atas. Kalau kita

buat kontennya jarang-jarang, kesempatan kita untuk naik ke atas

jadi sulit. Jadi kita harus konsisten. Kuncinya adalah itu. Kalau

Facebook memfaktorkan kalay kamu keseringan justru buat orang

bosan. Dan misalnya seminggu ada tujuh, lima dari tujuh konten itu

performance-nya jelek, yang bagus hanya dua, maka berikut-

berikutnya kesempatan kamu untuk dapat kesempatan tayang di news

feed fans itu berkurang. Kalau Twitter, tidak ada aturan pastinya.

Tapi kalau ditanya waktu, berapa lama sekali, itu namanya frekuensi

atau posting time. Posting time biasanya pagi menjelang orang-orang

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 24: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

161

berangkat kerja atau siang menjelang sore ketika orang lagi break.

Itu biasanya lagi jenuh-jenuhnya, mereka buka media sosial. Atau

malam sebelum orang tidur.

P : Kalau masuk ke monitoring kak, apa Monitoring system dan tools

yang digunakan?

N : Banyak sekali tools-tools itu sekarang. Saya tidak tahu bedanya

antara satu tools dengan tools lainnya selain harga.

P : Seperti Google Analytics?

N : Kita tidak bisa pakai Google Analytics kalau social media. Tapi yang

paling standar, pakai Facebook Insight, Twitter Analytics, dan

Instagram Analytics. Itu yang native-nya langsung dari platformnya.

YouTube juga ada insight-nya. Tapi di luar itu, biasanya yang paling

terkenal Social Bakers. Dia bisa kasih lihat data antara brand kita

dengan kompetitor bagaimana performance-nya. Itu bantu tracking

sekali. Tapi selain yang monitoring untuk hasil, performance, kita

juga punya yang namanya untuk social listening. Social listening itu

kita set keywords-keywords yang related dengan brand kita untuk

tahu apa yang dibicarakan orang terkait brand kita dan keyword-

keyword-nya.

P : Kompetitor juga?

N : Kompetitor juga. Jadi kita pakai tools. Contoh social listening tools

banyak sekali. Salah satu yang paling populer Radiant Six. Tapi

mahal sekali. Tidak semua brand menyanggupi Radiant Six. Selain

itu ada yang namanya Pool Sar, atau Tweet Rage, Union Matrix,

Simply Measured. Tapi biasanya pembeda antara satu tools dengan

tools lainnya sedikit sekali.

P : Kalau jarak waktu ideal untuk monitoring berapa lama sekali?

N : Kalau monitoring engagement, kita maunya maksimal dibalas satu

jam.Tapi kalau monitoring keywords harus dilakukan secara konstan.

Jadi at least sehari sekali. Tapi kalau kita lagi sibuk tidak sehari

sekali, jadi sebulan sekali. Kalau idealnya sehari sekali. Tiap hari.

Jadi ada orang yang khusus memantau itu semua. Beberapa brand

punya digital comment center. Airlines, telco pasti punya. Dia punya

banyak layar yang memonitor obrolan orang.

P : Itu sama seperti vendor?

N : Vendor gimana?

P : Jadi kalau AirAsia punya vendor monitoring

N : Iya. Seperti itu. Itu biasanya agency. Seperti agency kita Red Comm

melakukan itu, tapi kita belum punya layar sebanyak itu karena tidak

semua brand kita punya kebutuhan ke arah sana.

P : Measurement. Apakah media sosial ada indikator measurement-

nya?

N : Ada.

P : ROI?

N : Ada. Tapi balik lagi kalau ROI yang bisa kita kalkulasikan kalau kita

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 25: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

162

put media spending.

P : Paid?

N : Iya. Kemarin sebenarnya ada cara. Tapi itu tidak tepat. Kamu di

Praxis mengerti PR value?

P : Iya

N : Kurang lebih cara kerjanya kalau kita tidak ada media spending

seperti PR value. PR value kan kita sebar berita di media, kita hanya

asumsi media ini di-read berapa, harganya berapa. Kurang lebih

sama seperti itu. Jadi kalau kita tidak punya placement, kita

kalkulasikan video views berapa, engagement-nya seperti like,

comment berapa, kita jumlahkan, bagi kira-kira harga per satu view-

nya berapa, harga per satu engagement-nya berapa dari praktik brand

lain. Jadi kita konversikan sendiri. Itu kamu bisa hitung ROI-nya.

Tapi kalau misalkan kamu pakai placement, kita pasang ads misalnya

budget lima juta sehari. Dengan lima juta sehari kita dapat berapa

banyak engagement? Itu bisa dihitung Return On Engagement-nya.

Return On Investment-nya juga bisa kelihatan. Jadi kita tahu cost per

engagemet-nya berapa? Cost per click-nya berapa? Cost per view-nya

berapa?. Itu kelihatan sekali.

P : Lalu kalau sistem evaluasi, apakah sama dengan audit ?

N : Sistem evaluasi seperti tadi saya bilang. Audit kita melakukan

sebelum, tapi tiap bulan kita lakukan monitoring, atau evaluasi.

Sebenarnya monitoring dan evaluasi sama saja. Kita melihat

performance selama sebulan, kita lihat biasanya naik atau turun.

Kalau naik bisa tiba-tiba, biasanya kita kenaikan standar 1,000 fans

per bulan, tiba-tiba bulan ini kita bisa dapat 5,000 padahal kita tidak

pasang ads, apa yang terjadi? Kita lihat apa yang ada di hari itu yang

membuat lompatan terbesar? Kita cari konten mana yang disukai,

konten mana dengan engagement tertinggi, konten mana yang

engagement-nya paling kecil. Kita buat kategori, itu yang jadi hasil

evaluasi kita. Lalu kita buat action plan dari hasil report,

kesimpulannya bagaimana.

P : Kalau influencer itu masih efektif, kak?

N : Influencer dari tahun lalu lagi rising sekali sampai tahun ini.

Sebenarnya influencer sudah mulai naik dari 2011. Tapi 2011 sampai

2015 influencer masih dipergunakan hanya sekadar ‘kamu promosiin

aja deh’. Tapi per 2016, 2017, influencer ingin diajak ‘a part of the

campaign’. Mereka jadi content creator kita sebutnya. Mereka create

content untuk mempromosikan brand, tapi di sisi lain membantu

personal branding mereka juga. Masih efektif dalam tujuan

awareness dan engagement. Mostly di sana. Kalau sampai ada

influencer yang men-trigger orang untuk beli, itu belum ada

studinya.

P : Oke itu saja kak.

N : Sudah?

P : Sudah sampai nomor 15. Thank you ya kak.

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 26: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

163

N : Iya sama-sama. Ada yang kurang jelas?

P : Jelas semua. Mungkin nanti kalau misalnya ada yang kurang,

aku e-mail kakak. Boleh?

N : Boleh-boleh.

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 27: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

164

Foto Peneliti dengan Kania Kismadi pada Sesi Wawancara

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 28: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

165

TRANSKRIP WAWANCARA

Narasumber : Elki Hendria

Strategic Planning Director Phibious Indonesia

Tanggal : 22 Mei 2017

Tempat : Kantor Phibious Group

MD Place, Tower 1, 2nd

Floor

Jl. Setiabudi Selatan No 7, Jakarta Selatan

Tipe : Wawancara langsung

P: Peneliti

N: Narasumber

P : Mas, boleh singkat saja jelaskan lingkup kerjanya bagaimana?

N : Oke. Saya Elki Hendria. Saya adalah planning director-nya untuk

Phibious Indonesia dan sudah setahun disini. Saya sudah di

advertising sekitar hampir sembilan tahun, sudah pindah beberapa

agency. Mulai dari Leo Burnett, freelance juga di beberapa agency,

di Filipin juga ada, Semiotica, terus juga di Irish waktu itu sempat

freelance. Ya sampai sini akhirnya dari berbagai company. Terakhir

saya di Phibious.

P : Kalau lingkup kerjanya Mas? Apa saja yang Mas tangani?

N : Jadi planning director itu bertanggung jawab terhadap segala bentuk

brand strategy, terutama strategi komunikasi untuk client-client yang

kita handle disini karena kita ada beberapa client, mulai dari FMCG,

beauty, tobacco. Jadi setiap agency itu punya beberapa brand yang

mereka handle, departemen strategy and planning itu bertanggung

jawab untuk memberikan input dari sebuah brief. Misalkan client ada

problem di marketing, tim strategy memberikan strategi marketing

apa yang cocok, baru kita buatin plan, dan kita present ke client.

P : Kalau disini 360 ya, Mas?

N : Kalau disini kita integrated. Tapi mostly bisnis yang berkembang

sekarang 80 persen digital.

P : Digital?

N : Digital. Social media dan segala macamnya. Digital dan hal semua

yang berhubungan dengan digital.

P : Kalau client airlines sudah pernah Mas?

N : Client airlines mungkin di grup ya. Itu kita pernah handle Vietnam

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 29: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

166

Airlines. Tapi kalau di Indonesia kita belum ada.

P : Oke. Terus kita masuk ke brand engagement-nya ya, Mas.

N : Oh saya pribadi dulu pernah AirAsia. Dulu waktu saya di Art Leo

Burnett. Saya agency-nya yang bikin travel fair pertama kali. Jadi

dulu itu ada bosnya Pak Widijastoro. Itu 2011, 2012. Saya yang

mempionirkan pertama kali AirAsia travel fair.

P : Oh Leo Burnett bukan advertising only yah? Tapi juga ada

activation?

N : Ada activation dulu. Zaman dulu 2011. Jadi Leo Burnett itu punya

activation agency namanya Art Alpha.

P : Oh anak perusahaannya?

N : Iya anak perusahaannya. Jadi dia ada PR dan lain-lain. Art Alpha itu

dulu meng-handle AirAsia untuk berbagai macem activation-nya.

P : Kalau pemahaman Mas mengenai brand engagement itu apa?

N : Brand engagement itu adalah sesuatu yang dimiliki brand, pengaruh

yang dimiliki brand untuk bisa menggerakan audiensnya.

Engagement is something that consumer will do for a brand, even

though they don’t have their brand. Maksudnya belum menjadi

kustomer brand tersebut tapi dia bisa membuat pengaruh terhadap

brand itu sendiri. Jadi saling memberikan pengaruh. Konsumen kasih

pengaruh, brand kasih pengaruh. That’s how the engagement works.

P : Kalau dari sisi pelanggan terhadap brand. Brand engagement ini

dalam bentuk apa? Mungkinkah dia emotional attached atau dia

tunjukkan melalui participation?

N : Engagement itu bisa banyak. Engagement itu bisa dari feedback

P : Which is kalau misalkan dia di social media dia bicara?

N : Dia bicara, dia marah, dia complain, it’s basically they are caring

about the brand. Mereka peduli karena mereka mau menggunakan

service brand tersebut, tapi ternyata service tersebut tidak berjalan

dengan baik. Kritik itu adalah engagement tertinggi sebenarnya.

Kritik itu adalah it’s about how you really care about the brand.

Kamu ingin itu diperbaiki. Kamu pengen brand itu lebih baik. ‘Mas

customer service-nya kok gak bisa ditelfon sih?’. Jadi konsumen

memberi kontribusi kepada brand-nya untuk menjadi lebih baik.

Which is itu hal yang baik sebenarnya. Tapi kalau kritik terlalu

banyak jadi tidak baik. Kritik yang berulang-ulang. Tapi it’s part of

the engagement. Yang kedua adalah engagement, dimana orang yang

berhasil, orang yang puas akan layanan suatu brand, dia akan merasa

‘this brand works for me and it accomplishes anything for me’.

Disitu terbentuk suatu engagement antara brand dengan konsumen.

For example, I love iPhone. So I engaged with all of the Apple’s

products. Saya sudah tahu how it works, how it solves problem.

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 30: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

167

P : Kalau mengenai yang kedua. Itu terbentuk hanya karena kita

love as functional, utility-nya dia, atau karena kita bisa ‘saya

sangat into dengan brand tersebut, karena brand tersebut

mencerminkan diri saya’?

N : Ya bisa jadi salah satu. Jadi begini. Kalau di dalam bisnis itu ada

namanya Return Of Investment. ROI. Bagaimana brand itu

mengeluarkan uang, dari segi marketing dia berhasil dan investment-

nya kembali. Kalau di engagement, dia namanya Return Of

Involvement. ROI juga tapi involvement. Bagaimana marketing yang

dia lakukan bisa meningkatkan keterlibatan konsumen untuk

mengembangkan produknya dia. Involved. So I participate, I

involved on everything Apple related. Brand yang kamu suka

misalnya apa. Taruhlah kue. Misalkan Pablo. Karena saking

kerennya kue itu, saking enaknya, semua orang rela ikut ngantri,

posting-posting, marketing terjadi dengan sendirinya. People will

involve volunteer to promote that brand. Jadi ada valuasi namanya

return of involvement di dalam engagement, seberapa besar

konsumen bisa involved untuk defending the brand.

P : Defend?

N : Defend ataupun membela ataupun praising the brand, mereka

memuji. ‘Wah ini BMW emang paling keren!’, Saya tidak terima

kalau BMW dikata-katain oleh teman ‘Wah BMW mah mobilnya

jelek’. No, for me BMW is the best car. I use it for five years, so

secara tidak langsung I defend the brand, I involved on protecting the

brand. Ya kan? Secara tidak langsung karena saya sudah lama

menggunakan BMW. Ketika temen saya bilang BMW jelek, padahal

saya bukan orang BMW. You got the point right?

P : Ya ya.

N : So I defend the brand. ‘Oh no! BMW is the best car. I use it for five

years’. Saya tidak terima kalau ada yang bilang BMW jelek. So,

people will involve on creating engagement to other people. Meng-

influence other people. Karena brand itu sebenarnya tidak meng-

influence people. People meng-influence people.

P : Jadi seperti word-of-mouth?

N : Ya. Sekarang seperti itu. Kamu jadi beli segala sesuatu karena ada

orang lain yang meng-influence kamu. Orang beli Pablo semua ikut

beli Pablo.

P : Tapi tadi Mas bilang brand engagement bisa juga terbentuk pada

yang belum jadi pelanggan, belum jadi konsumen.

N : Ya bisa.

P : Itu dalam bentuk hal yang sama? Dengan yang tadi advocating

atau bagaimana?

N : Ada produk yang ingin kamu coba? Misalnya Mie Mewah. ‘Kayak

apa sih rasanya Mie Mewah?’ Saya sudah mulai bertanya-tanya, saya

googling, karena saya belum coba, orang-orang sudah coba. Secara

tidak langsung I’m engaged with the brand.

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 31: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

168

P : Itu engaged tahap satu?

N : Iya engaged. Jadi orang mulai mencari tahu how to communicate

with the brand. I want to know more about Mie Mewah. I never eat

Mie Mewah. Everybody is eating it. I want to know about Mie

Mewah. So I’m communicating with things related to the brand. So I

want to be engaged with the brand. Even though I’m never using it. I

want to using it. Begitu kan? Ada Samsung S8. Handphone-nya

belum keluar tapi orang sudah ‘I feel like engaged. Wah it’s the best

technology they have’. Ya kan? Orang membicarakan, orang

googling. So they want to engage. Mereka bertanya-tanya di LINE,

di Twitter. Mereka mau engage dengan brand-nya. Walaupun

mungkin mereka baru belinya tiga bulan lagi, belum punya uangnya.

Mungkin tahun depan. But engagement already happened. Even

though you are not using the brand.

P : Kalau dari segi brand, mengapa brand engagement ini penting

untuk dibentuk?

N : Perlu. Karena yang saya bilang tadi. This is also investment. Return

Of Investment itu dan kelangsungan sebuah brand untuk hidup

adalah seberapa tingginya engagement the consumer with the brand.

Jadi kalau brand sudah tidak ada yang membicarakan lagi, itu sudah

big question.

P : Dilupakan?

N : Iya dilupakan. Didiamkan. ‘Kok gak keliatan ya ini? Makanan ini

kemana sih?’. So, people don’t talk about it anymore, engagement-

nya kecil, ya sudah cuek saja begitu. Dan investment akhirnya

terbuang sia-sia, involvement orang tidak ada participate. Jadi,

sekecil apapun komunikasi brand, budget, tapi brand itu harus ber-

communicate secara frequent, karena agar brand tetap hidup harus

tetap berkomunikasi.

P : Berkomunikasi which is itu?

N : Misalkan ada brand kecil, fashion, tapi dia tidak punya uang. At least

you post Facebook, you post Instagram. Sekecil apapun komunikasi

harus tetap dilakukan.

P : Two-way communication?

N : Mau two-way ataupun one-way it’s ok, yang penting that brand is

communicating. You are talking. You are not silent. Diam saja tiga

bulan Facebook tidak di-update.

P : Tadi brand engagement bisa ke advocating. Kalau loyalitas?

N : Loyalitas sama. Prosesnya adalah begitu satu orang menggunakan

produk, sekali. I use BMW car and then I feel satisfy with BMW. So

the next time I buy a car, I’m using BMW. Dari situ I’m becoming

loyal to BMW. I don’t want to buy another car except BMW. And I

talk to another people to use BMW also. Jadi loyalitas yang

terbangun dari satu konsumen, bisa menularkan loyalitas kepada

orang lain. Or push loyalty. Ya misalnya karena satu keluarga jadi

istri saya, saya belikan BMW juga. I’m pushing the loyalty, itu juga

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 32: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

169

bisa. Tapi loyalty is contagious actually. Apalagi kalau dikasih

seperti, if the brand gives loyalty reward.

P : CRM?

N : CRM jatuhnya. Itu bisa dikaitkan dengan yang lain-lain.

P : Kalau menurut Mas apa langkah strategis untuk membangun

brand engagement?

N : Brand engagement langkah strategisnya adalah kalau di digital,

sering-sering komunikasi, build more conversation. Jadi jangan

bicara sendiri. Sering-sering tanya dengan customer, seperti‘Hi guys,

kalian hari ini udah makan apa?’.

P : Memancing?

N : Iya. Build conversation not monolog. Harus lebih dialog. Jadi kalau

kita tanya ke mereka, jangan kita bicara sendiri berasa hebat. Tapi

kalau sering ditanya tentang bagaimana kabar customer kita, itu

secara tidak langsung kita perhatian ke mereka dan itu bisa

meningkatkan engagement juga. So, two-way communication is

important, dan juga build conversation itu yang paling penting. Build

conversation itu bukan hanya asal bicara ya. Build conversation itu

adalah being aware on anything what’s happened. Jadi harus relevan

juga bicaranya.

P : Relevan dengan target audience kita?

N : Yes. Target audience-nya pengguna mobil mewah masa bicarainnya

beras? Tidak mungkin kan. So, if you using iPhone bicarainnya

teknologi. Conversation itu seperti kamu cari bahan percakapan yang

tepat. Seperti kamu ketemu orang yang suka golf, so you will talk

about golf, right? You are starting conversation about golf.

P : Biar menyambung ya.

N : Biar menyambung, sama dengan brand. You want to build brand

engagement, kamu bicaranya harus menyambung dengan customer.

Kalau tiba-tiba kamu bicara politik, ‘Who are you?’. Tidak relevan

kan.

P : Kalau media sosial untuk membangun brand engagement sudah

pasti ya, Mas?

N : Iya sudah pasti.

P : Kalau di media sosial sendiri, tadi kata Mas kan dialog yang

relevan poinnya. Terus saya mau mencocokan saja dengan yang

sudah dilakukan AirAsia. Misalkan dia selain mencari info yang

relevan dengan target audience, dia juga menyetarakan seperti

gaya bahasanya, gaya kontennya?

N : Ya dia mengikuti anak-anak muda bicaranya begitu kan, ‘Hai sobat’

P : Santai.

N : Ya. Jangan kaku.

P : Kalau penerapan di media sosial sendiri Mas, benar tidak kita

lebih soft-selling? Harus seperti itu?

N : Yes. Soft-selling penting. Tapi harus diketahui bahwa orang

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 33: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

170

Indonesia itu very literal. Kita harus dikasih unjuk seperti apa itu

bentuk marketing. That’s why iklan-iklan di Indonesia itu semuanya

menunjukan barangnya. ‘Belilah harga segini!’

P : Karena masih culture-nya begitu? Taste?

N : Ya. Jadi engagement itu dipengaruhi juga sama kultur penerimaan

message. Di Indonesia itu everything is very literal. Jadi kadang-

kadang soft-selling itu agak-agak. Penting soft-selling harus, tapi

mungkin sedikit harus dijelaskan, ‘Jadi sebenarnya kamu mau apa sih

bicara gini? Oh kamu mau jualan tiket?’ Ujung-ujungnya begitu. ‘Ya

bilang dong dari tadi gak usah ngelantur kemana-mana’. Mereka

akan bilangnya kita ‘ngelantur’ kalau soft-selling. Tapi kalau hard-

selling ‘Ah gila jualan banget’. Jadi harus menemukan formulasi

yang tepat untuk membangun conversation antara soft-selling dan

hard-selling.

P : Kalau masuk ke penerapan digitalnya Mas, Facebook,

Instagram, dan Twitter. In general masing-masing platform

tersebut dibedakan tidak tujuan pemakaiannya apa?

N : Pasti. Pasti beda.

P : Kalau Facebook lebih kemana?

N : Facebook itu lebih rich yah, lebih kaya. Jadi kalau kita mau kasih

konten seperti video, announcement, consumer promo, itu Facebook

sangat tepat karena dia bisa semua media. Video, foto, GIF, animasi,

you name it, dia semua bisa ditaruh. Jadi kalau informasi yang bobot

kontennya banyak, ataupun keren, itu bisa di situ. Tapi kalau Twitter

itu dia lebih ke fast response. Lebih ke single message.

P : Customer care?

N : Customer care, CRM bisa di situ. Jadi untuk melayani keluhan

Facebook tidak akan cocok karena semua orang bisa baca langsung

di situ dan terlalu besar platformnya. Tapi kalau Twitter, bisa

langsung bales, bisa DM.

P : Karena cepatnya?

N : Iya. Tapi Twitter juga menarik untuk polling karena dia ada Twitter

polling kan. Jadi kalau kita mau tanya apa kesukaan customer kita,

kita bisa lempar di situ. ‘Kalian lebih suka pake bagasi apa enggak

sih?’, bisa lempar kalau di AirAsia kan.

P : Kalau Instagram?

N : Instagram itu very imagery. Imagery itu adalah sangat visual minded.

Jadi jangan berharap main kata-kata yang panjang di situ.

P : Karena orang lihat visualnya?

N : Kasih gambar yang keren, kasih video yang keren, ataupun benar-

benar copy yang keren, message di situ. Kalau Instagram itu tempat

untuk visual learning sebenarnya.

P : Kalau target audience masing-masing platform bisa dibedakan

tidak Mas sekarang? Demografi maksudnya. Antara ketiga itu

sudah bisa dibedakan belum?

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 34: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

171

N : Demografi bisa dibedakan. Tapi umumnya akan sama yang main

Facebook, main Instagram, itu kurang lebih akan bersinggungan

hampir sama. Hanya mereka memfungsikan masing-masing beda

saja. Instagram saya buat lihat gambar-gambar keren misalnya. Tapi

kalau Facebook saya buat melihat video-video lucu yang di-share

orang. Konten-konten viral lebih di Facebook. Instagram jarang

konten viral.

P : Terus kalau misalkan Mas mau membangun brand engagement

di media sosial, konten jenis apa saja yang harus dimasukan?

N : Konten? Konten jenis apa? Pertama adalah konten yang relevan,

tidak banyak basa-basi. Yang kedua adalah konten yang membantu

audiens. Makanya konten-konten infografik sebenarnya bagus. Yang

mengedukasi customer, tidak semua customer tahu tentang airlines.

Misalnya kalau AirAsia itu harus dikasih tahu ketinggian berapa,

bagaimana proses take-off, proses landing, proses bagasi, itu mereka

perlu tahu. Jadi setiap mereka mau travelling mereka lebih siap. Jadi

konten-konten yang menarik di dunianya, tergantung dunia masing-

masing industri. Kalau airlines berarti kasih fakta-fakta tentang

airlines yang selama ini orang tidak tahu. Misalkan, urusan paspor,

urusan bagasi, banyak hal yang bisa diambil. Jadi dibuat konten

menarik tentang dunianya dan industrinya. Yang terakhir adalah

konten yang medianya tidak monoton. Jadi tidak cuman foto saja.

Bisa dikasih video singkat panduan pesan tiket, tukar boarding pass.

P : Kalau kuis masih masuk tidak mas?

N : Kuis masuk. Jadi gini, yang terakhir saya mau bilang adalah konten

yang mengajak audiensnya.

P : Participation?

N : Participation. Jadi ada yang namanya UGC kalau kamu tahu itu

adalah User Generated Content. Jadi bagaimana kita buat konten

yang bisa di-generate dari partisipasi masing-masing audiens. For

example, kita buat kuis misalnya, ‘Gimana sih travelling tips

menurut kamu?’. Mereka akan foto masing-masing barang yang

mereka packing, yang terbaik bisa dipilih. Jadi kita ajak mereka

untuk ikut serta dalam memberi tips untuk orang. Partisipasi pasti.

User generated content menurut saya paling penting.

P : Tadi Mas ada bahas Return Of Involvement. Bagaimana cara

mengukurnya kalau di media sosial?

N : Cara mengukurnya jadi di setiap media sosial itu ada engagement

rate. Itu bisa diambil dari masing-masing fitur social media

engagement rate-nya, di Facebook, Instagram, ataupun Twitter. Bisa

juga kita pakai software lagi, seperti Social Bakers, Fanpage Karma,

banyak itu social tools. Itu bisa dilihat dari situ.

P : Social listening tools juga yah?

N : Social listening tools itu penting. Jadi itu bisa terukur sampai mana

orang mau involved, sama satu lagi kalau UGC, itu kamu bisa cek

submission-nya berapa banyak. For example, AirAsia buat kuis

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 35: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

172

meminta submit foto tips travel misalnya. Ternyata orang yang

upload fotonya ada 500 foto yang mention, berarti involvement-nya

orang cukup tinggi. Orang cukup effort. Jadi involvement ini bisa

tinggi karena satu temanya menarik, kedua effort-nya tidak terlalu

banyak, yang ketiga hadiahnya. Pasti. Kalau kamu kasih iPhone 7 itu

orang akan effort dan itu involvement-nya akan sangat tinggi. Tapi

kalau kamu hadiah tiket Dufan, involvement rate-nya akan low.

Brand itu harus tahu kenapa orang mau involved?. Oke satu hadiah

besar, iPhone. Kedua effort-nya tidak susah, prosesnya hanya upload

mention, share. Ketiga temanya menarik. Itu harus dipikirkan. Kalau

tidak involvement akan kecil. Karena return of involvement itu

melibatkan budget yang akan keluar dari brand kalau mau bikin

campaign kan. Ada budget hadiah yang dikeluarkan. ‘Saya keluar

iPhone nih segini banyak. Tapi entar orang mau ikutan gak? Kalau

orang gak ada yang ikutan, sia-sia saya beli iPhone’. Jadi return of

investment dan involvement-nya kecil. ‘Entar brand saya mention-

nya dikit. Yah sia-sia aja saya keluar duit buat hadiah’.

P : Tapi biasanya per satu like, per satu share, itu ada kalkulasi?

N : Ya itu engagement rate itu ada kalkulasinya. Kalau kamu cek di

Social Bakers itu bisa. Tapi yang paling penting adalah seberapa

besar orang akan membuat konten dari brand kamu.

P : Yang tadi UGC?

N : User generated content. Kalau ternyata ‘Yah ini kok sepi amat nih

yang upload cuman sedikit’. Berarti something wrong with your

communication.

P : Kalau peran media sosial di industri travel and airline sekarang

ini, dan di masa depan, itu bagaimana mas?

N : Itu adalah kunci komunikasi travel online karena nanti tidak ada lagi

tiket offline. Tidak ada lagi booking tiket mengantri. Jadi semuanya

bisa dipesan di social media. Bahkan nanti semua sudah terintegrasi

dengan notification on screen. Jadi menurut saya, nanti bisnis dan

social media airline harus jadi satu. Brand business and

communication business, social media, harus jadi satu.

P : Kalau dibandingkan dengan industri lain seperti FMCG,

pengaruh media sosialnya lebih besar di airline atau di industri

lain?

N : Kalau di FMCG, orang journey-nya harus ke fisik. Saya lihat

posting-an sampo, oke saya harus beli sampo di supermarket. So I

have the journey which is in the store. Tapi kalau airlines, I see the

travel destination, I just book with the application and then done.

Jadi influence-nya sebenarnya lebih cepat, lebih pengaruh. Tinggal

lihat saya punya uang atau tidak. Jadi social media itu berpengaruh

dalam pembelian saya. Langsung. I see Bali pictures, saya langsung

beli tiket. Saya tidak perlu ke toko kan? Jadi kalau FMCG, journey-

nya lebih panjang sebenarnya. Tapi harga lebih kecil, investment-nya

lebih kecil. Tapi kalau airline, journey lebih singkat, harga lebih

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 36: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

173

tinggi. Barangnya kan ada goods value.Kalau FMCG seperti sampo

atau sabun kan goods value-nya sangat kecil, lima ribu, sepuluh ribu.

Tapi kalau airlines sejuta, dua juta, lima juta, tapi journey-nya lebih

pendek. You just see the destination, pick the date, and then you go.

Kamu tinggal pesan. Setelah saya lihat dari Instagram, ‘Keren banget

sih Lombok, gua jadi mau beli tiket’, kelar, dapet tiket. I don’t have

to go to the store, right? So journey-nya pendek. Effort-nya sangat

kecil. Kalau social media bisa mem-persuade itu, bisa bikin orang

untuk beli tiket, makanya peran social media itu penting sekali

menurut saya. Kalau kontennya bagus, orang jadi mau liburan. Dan

liburan itu buat mereka gampang. Saya tinggal buka Traveloka, buka

Tiket.com, and that’s it. You buying the ticket. You just buy your

product. Right there. Lima menit. Abis saya lihat foto Bali, lima

menit saya langsung beli tiket. Kalau saya lihat coklat di social

media, it takes me half an hour. Saya liat coklat, ‘Waduh gua ke

Alfamart deh’, jalan. So the path to purchase is very long. Tapi

goods value-nya kecil, effort-nya tinggi. Tapi kalo airlines, nantinya

akan bisa balance. Jadi goods-nya makin tidak terlalu mahal,

terutama budget airlines, low-cost airlines itu nanti akan mengecil

cost-nya, path-nya makin pendek, kemungkinan orang beli tiket

makin gampang. Kamu paham kan?

P : Iya.Terus kalau aku conclude, kalau di AirAsia ini kan dia

sangat anak muda di media sosialnya. Berbicara dengan gaya

anak muda, juga menonjolkan destinasi-destinasinya yang

bagus. Itu working Mas untuk membangun brand engagement?

N : Working. That’s why fotografi, foto postingannya itu harus benar-

benar yang mengundang orang untuk travel. ‘Ini bagus banget

tempatnya. Dimana. Oh di Lombok.’

P : Terus dengan kesamaan nilai yang dikomunikasikan AirAsia,

misalkan dia bicara dengan anak muda, juga dengan dia

menonjolkan budget tiket yang murah, itu juga sama?

N : Iya. Itu juga sama. Jadi variabel itu berpengaruh. Yang satu yang

dijual adalah destinasi. Itu paling penting. Bagaimana caranya brand

itu harus menjual destinasinya semenarik mungkin agar orang mau

berangkat. Yang kedua adalah offer, tawaran, harga tiket. ‘Wah gila

ke Lombok PP cuman 1 juta gitu. Wah bisa ke pantai ini nih, Pulau

Komodo. Tadi gua liat fotonya keren banget di Instagram’. Akhirnya

semuanya kan check list. Tujuan sudah ada, duit sudah ada, tinggal

click on the button, and then you go. Social media itu bisa

meningkatkan conversion. Kalau di final itu kan awareness

consideration. Dengan adanya social media itu orang jadi tidak perlu

berpikir lagi. ‘Wah gua uda tau nih gua mesti kemana bulan depan

nih’.Walaupun dia gak sekarang, tapi dia uda tau dia mau kemana.

‘Gua harus ke Singapur nih dua bulan lagi. Gua liat ada tempat keren

banget. Tiketnya murah’. Tapi kita sudah tahu dia akan engaged tiga

bulan lagi.

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 37: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

174

P : Terus kalau so far Mas melihat Instagram, Facebook, sama

Twitter-nya AirAsia bagaimana Mas? Yang Indonesia, Mas.

N : Saya belum lihat banyak. Tapi menurut saya sih dia sudah

melakukan apa yang perlu dilakukan. Tapi Return Of Involvement-

nya bisa ditingkatkan lagi. Jadi mengajak orang untuk involved, kasih

saja tiket-tiket gratis unutk memancing. It’s their product kan.

Daripada dia beli sesuatu. Kompetisi hadiah tiket Bali what ever, jadi

involvement-nya harus lebih tinggi.

P : Oh oke deh. Itu aja Mas.

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 38: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

175

Foto Peneliti dengan Elki Hendria pada Sesi Wawancara

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 39: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

176

TRANSKRIP WAWANCARA

Narasumber : Nurul Aslamiati

Travel blogger dan anggota AirAsia Bloggers Community

(AABC) Indonesia

Tanggal : 28 Maret 2017

Tempat : Food Court Summarecon Digital Center Mall.Tangerang

Tipe : Wawancara langsung

P: Peneliti

N: Narasumber

P : Langsung aja ya mbak?

N : Iya

P : Jadi untuk pertama, boleh gak mbak ceritain dulu tentang,

nama mbak siapa dan mbak sekarang aktifnya ngapain sih?

N : Kalau nama saya sih, aslinya kan Nurul Aslamiati. Cuman kalo di

sosmed kan aku lebih dikenal NurulNoe. Terus, kebetulan aku

blogger juga di www. Nurulnoe.com, mungkin udah liat yah?

P : Iya udah pernah.

N : Iya, gitu. Aktifnya sehari-hari aku kerja dari hari Senin sampai

Jumat.

P : Oh gitu. Terus mbak kan ini blogger, travel blogger. Memang

apa sih yang khas dari blog mbak ini? Ciri khasnya apa?

N : Kalau aku kan sering ngajak anak-anak traveling gitu, jadi

kebanyakan cerita tentang jalan-jalan sama anak sih.

P : Sama anak yah.

N : He eh.

P : Terus aku liat kayaknya mbak juga backpacker, jadi

backpacker sama anak-anak?

N : Iya. Iya.

P : Terus kalau di sosmed mbak juga aktif?

N : Aktif sih.

P : Aktif juga. mbak juga pernah bikin buku?

N : Iya

P : Backpacking Makassar?

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 40: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

177

N : He eh. Kalau Backpacking Makassar itu panduan. Panduan jalan-

jalan ala backpacker di Makassar dan sekitarnya sih, sampe ke

Tanjung Bira, juga ke Toraja. Gitu.

P : Memang seberapa sering sih mbak jalan-jalan?

N : Dulu sih sering banget yah. Sekarang sih semenjak hamil terus

punya bayi sih udah agak berkurang sih, udah gak pernah lagi. Tapi

tetep masih jalan-jalan, cuman gak sesering dulu. Gitu.

P : Oh iya, iya. Oke. Sekarang kita masuk ke AirAsia Blogger

Community-nya yah. Mbak tau gak komunitas AirAsia Blogger

ini kapan dibentuknya?

N : Kalau dibentuknya sih, mulai aku masuk itu di bulan Mei 2015 kalo

gak salah. Nah waktu itu kebetulan mau ada anniversary kan.

AirAsia blogger anniversary yang kedua. Dulu yang pertama itu

diselenggarainnya di Malaysia, cuman waktu itu aku gak ikut. Nah,

kayaknya kalau bener-bener mulai dibentuk komunitasnya blogger

AirAsia di Indonesia sendiri sih, kayaknya per-2015 itu, bulan Mei.

Pas mau ada anniversary kedua di Thailand, di Bangkok. Nah, jadi

waktu itu, di Bangkok itu yang berangkat dari Indonesia sendiri ada

sepuluh. Sepuluh blogger, termasuk ada dua YouTuber. Si Guntur

dan Pao-Pao itu.

P : Oh Pao-Pao?

N : He eh. Pao-Pao. Terus semenjak itu sama AirAsia di-maintain gitu

yah, blogger-blogger dan YouTuber yang diajak ke Bangkok itu.

Supaya tetep solid lah jadi komunitas. Nah, kemudian beberapa

bulan kemudian, AirAsia Indonesia mulai buka pendaftaran untuk

blogger-blogger lain lah untuk mendaftar. Meskipun kayaknya

cuman terkumpul sebagai database di mereka aja sih yah, blogger-

blogger. Kalau yang bener-bener aktif, sering komunikasi, ada

grupnya WhatsApp, terus ketemuan kayak gini sih, yang bener-

bener pernah ngikut anniversary-nya di Bangkok. Kemudian, di

2016 kemarin kan anniversary yang ketiga kebetulan Indonesia jadi

tuan rumah kan. Terus itu nambah lagi tuh, ada blogger-blogger

baru lagi yang diajak untuk masuk ikut di party-nya. Nah, itu sih.

Jadi sekarang yang ada di grup WhatsApp sih memang blogger-

blogger yang pernah diajak untuk AirAsia Blogger Community

Party.

P : Kira-kira berapa orang, mbak?

N : Kira-kiranya ada 20 kali yah

P : Itu dari Indonesia semua, mbak?

N : Iya kalau yang di grup WhatsApp

P : Oh perwakilan Indonesia yah.

N : Iya

P : Kenapa mbak pertama kali tertarik untuk bergabung ke

AABC ini? Itu kenapa?

N : Aku sih sebetulnya gak tau yah ada AABC gitu yah. Kebetulan

dulu 2014 deh kalo gak salah. Sebelum mau ulang tahun AirAsia

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 41: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

178

yang ke-10, AirAsia kan bikin lomba blog tuh. Nah, kebetulan aku

menang. Pemenangnya kan ada tiga, namanya Mita, aku, terus satu

lagi Eben. Nah, karena kita sebagai pemenang lomba blog, kita

diajak masuk ke AABC. Nah, selain aku yang tiga itu, kayaknya

mereka memang dipilih karena mungkin blog-nya bagus,

engagement-nya bagus, gitu yah. Ya ‘celeb blog’ lah kalau kita

biasa sebut.

P : Tapi sebelumnya mbak juga pernah menggunakan AirAsia?

N : Iya

P : Intensif gak, mbak?

N : Iya. Hampir semua perjalananku pake AirAsia sih. Kecuali ke kota

yang memang AirAsia gak ada rute kesana

P : Karena mbak mengusung backpacker-nya itu?

N : Iyah.

P : Ekonomis ya, mbak.

N : Iya, karena ekonomisnya itu sih

P : Terus selain AirAsia, mbak ada ikut komunitas lain gak?

Maksudnya, maskapai lain

N : Enggak ada

P : Oh cuman AirAsia doang. Oke. Terus mbak sebagai blogger

AirAsia, apa kontribusi yang telah mbak berikan ke AirAsia?

Misalkan, mbak posting di blog nih tentang AirAsia.

N : Iya. Nah, kalau dulu itu kan, maksudnya nge-blog dulu sama

sekarang itu beda banget yah. Kebanyakan blogger sekarang,

memang gak bisa dipungkiri sih orientasinya ke uang. Dan

kayaknya mereka gak akan mau nyinggung-nyinggung suatu brand

kecuali dibayar. Beda dengan dulu, karena kan motivasinya berbagi

gitu yah. Kayak misalnya karena aku sering pake AirAsia. Terus,

misalnya ada kendala apa, gak jadi berangkat tanggal sekian, butuh

reschedule, atau apa gitu . Nah, dari pengalaman-pengalaman itu

aku tulis di blog. Dengan judul misalnya, ‘Cara Reschedule Tiket

AirAsia’ atau ‘Cara Refund Tax AirAsia’ kalau misalnya kita batal

pergi pakai tiketnya. Nah, itu semua nulisnya sukarela. Aku sih

anggepnya gini. Sekarang aku masuk ke komunitasnya blogger

AirAsia dengan banyak benefit yang ditawarkan lah. Salah satunya

jalan-jalan gratis ke Bangkok ikut AirAsia Bloggers Community

itu.

P : Membernya dapet itu benefitnya?

N : Iya kalau misalnya ada event kayak gitu kan. Terus biasanya ada

pembukaan rute baru dari Bali kemana misalkan. Itu suka ada aja

sih blogger yang diajak. Cuman aku sih selama ini belom pernah

yah ikut family trip AirAsia. Karena kebanyakan yang diajak pasti

dia punya nilai lebih. Misalnya, dia masih single, atau akun

YouTube-nya aktif, punya followers banyak. Nah, kalau aku sih

kebetulan untuk yang acara-acara itu aja sih. Kayak misalnya

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 42: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

179

AABC party di Bangkok. AABC party di Jakarta.

P : Jadi walau mbak tidak sering dapat benefit dari AirAsia, tetep

nulis?

N : Tetep sih. Iya tetep.

P : Di sosmed juga posting gak, Mbak?

N : Biasanya kan suka ada info-info baru tentang AirAsia yah. Kayak

misalnya, final call AirAsia BIG, atau misalnya ada kursi gratis

AirAsia yang dibagi. Nah, itu sih. Aku paling reshare. Atau kalau

meskipun gak di sosmed, biasanya aku kasih tau ke temen-temen di

grup-grup yang suka jalan-jalan gitu.

P : Terus Mbak ngerasa gak, pokoknya kalo denger AirAsia itu

‘gua banget’ gitu?

N : Iya sih. Iya. Dan memang kayak udah jadi branding sih. Kayak

misalnya, temen-temen yang butuh tiket AirAsia, yang punya

masalah apa, pasti larinya langsung ‘Oh ke Nurul aja’, gitu. Atau

malah banyak yang suka gini. Karena dia searching kan di Google,

tentang masalah-masalahnya dia, beli tiket atau apa. Nanti mereka

nemuin blog aku. Terus di blog itu kan ada aku taro kontak ya kalau

misalnya ada apa-apa, bisa kontak atau ke e-mail. Nah, itu banyak

e-mail yang masuk. Misalnya, dia nanya, ‘Mbak aku ada masalah

gini-gini nih sama AirAsia, kira-kira tau gak kenapanya?’, gitu. Jadi

kadang aku ngerasa tuh, aku kayak customer service aja gitu.

P : Terus mbak bales gak e-mailnya?

N : Bales sih kalau misalnya kebetulan aku lagi buka e-mailnya, pasti

aku bales sih.

P : Oh gitu? Mau negatif positif, mbak tetep usaha untuk jawab?

N : Iya sih. Kadang kan aku kesulitan kan. Misalnya aku ga tau nih

jawabannya apa, biasanya aku langsung ke Mas Ibnu sih. ‘Mas bisa

bantuin jawab gak ini?’, gitu.

P : Oh sampe segitunya?

N : Iya. Hahaha

P : Jadi mbak kayak merasa uda ada ikatan emosional dengan

AirAsia Indonesia?

N : Iyalah. Pasti.

P : Terus mbak follow semua akun sosmed AirAsia Indonesia? FB,

Twitter, IG?

N : Iya

P : Yang paling mbak demen yang mana?

N : Facebook sih kayaknya yah.

P : Kenapa mbak?

N : Karena kalau di Facebook tuh kayaknya sering nongol aja gitu

kayaknya. Sering-sering nongol AirAsia. Kalau di Instagram, suka

tenggelam sama posting-an lain sih, kalau di Home-nya. Kecuali

kalau misalnya emang niat, mau cari promo apa, langsung buka ke

akunnya.

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 43: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

180

P : Terus mbak merasa gak, dari mbak melihat konten-kontennya,

kuis-kuis yang diadakan di sosmed AirAsia, itu mempengaruhi

emosional mbak untuk semakin engage dengan brand AirAsia

ini?

N : Iya. Biasanya sih kalau ada kuis, aku langsung share dan tag

temen-temen sih suruh ikutan. ‘Ikutan nih! Siapa tau menang’.

P : Influence gitu ya mbak jadinya?

N : Iya

P : Memang jenis konten apa sih yang paling mbak suka? Dari

postingan-postingan AirAsia itu.

N : Video dan foto sih.

P : Terus memang kalau ngomong AirAsia gitu mbak. Apa sih

nilai dari AirAsia yang sama dengan personality-nya mbak?

Apa dari AirAsia yang menggambarkan diri mbak banget?

N : Sisi budget sih kayaknya yah. Jadi kayak misalnya gini, sekarang

itu kan traveling udah jadi semacam tren, bahkan kebutuhan kan.

Cuman, sayangnya gak semua orang bisa jalan-jalan. Apalagi

dengan cara yang mewah. Nah, sementara orang kepengen juga.

Kepengen pergi yang jauh sesekali keluar dari rutinitasnya gitu kan.

Nah, AirAsia sih jadi solusi banget buat yang tetep pengen jalan-

jalan tapi dengan budget yang hemat gitu sih.

P : Mbak suka liat sosmed maskapai yang lain gak? Misalnya,

Citilink?

N : Enggak.

P : Enggak yah. Oke. Ciri khas dari sosmed AirAsia apa mbak?

N : Merah

P : Merahnya yah?

N : He eh.

P : Terus fun?

N : Iya, merah, casual.

P : Apa sih yang mbak harapkan untuk ke depannya dari sosmed

AirAsia? Lebih apa nih harusnya sosmed AirAsia?

N : Apa yah? Kalau sekarang sih aku liat uda bagus yah. Jadi enggak

terlalu ada ide, masukan.

P : Oh iya, jadi mbak itu kalau misalkan di blog, di sosmed, mbak

tuh suka promosiin tiket AirAsia kalo lagi ada potongan? Rute

baru? Gitu-gitu mbak?

N : Iya.

P : Tapi dari sosmed juga, mbak jadi makin seneng, makin engage

dengan AirAsia yah?

N : Iya.

P : Paling itu aja sih mbak

N : Oke.

P : Terima kasih ya mbak.

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 44: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

181

Foto Peneliti dengan Nurul Aslamiati pada Sesi Wawancara

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 45: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017

Page 46: kc.umn.ac.idkc.umn.ac.id/5328/6/LAMPIRAN.pdfkc.umn.ac.id

Strategi Membangun Brand..., Nathania, FIKOM UMN, 2017