72
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny. K Umur : 73 tahun Agama : Islam Status : Menikah Pendidikan : SMA Pekerjaan : Pensiunan Pegawai Negeri Alamat : Jl. Prambatan Lor 241 RT. 07 RW. 01 No. RM : 310920 II. ANAMNESIS Autoanmnesa dan alloanamnesis, tanggal 02 Mei 2012 pk. 13:45 WIB Keluhan Utama : Kedua mata kabur, ingin ganti kacamata. Riwayat Penyakit Sekarang : Penderita datang dengan keluhan kedua matanya kabur sejak sepuluh tahun yang lalu. Kabur dirasa perlahan-lahan dan semakin lama semakin memberat hingga mengganggu aktivitas. Menurut penderita, sejak dua tahun belakangan seperti ada bayangan hitam yang menutupi lapang pandang dan bergerak dari kiri ke kanan. Bayangan hitam tersebut hilang- timbul tidak menentu. Penderita juga mengeluh sering merasa silau. Penderita merasa lebih sulit melihat benda-benda yang

kasus ujian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ilmu penyakit mata

Citation preview

Page 1: kasus ujian

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. K

Umur : 73 tahun

Agama : Islam

Status : Menikah

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pensiunan Pegawai Negeri

Alamat : Jl. Prambatan Lor 241 RT. 07 RW. 01

No. RM : 310920

II. ANAMNESIS

Autoanmnesa dan alloanamnesis, tanggal 02 Mei 2012 pk. 13:45 WIB

Keluhan Utama :

Kedua mata kabur, ingin ganti kacamata.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Penderita datang dengan keluhan kedua matanya kabur sejak sepuluh tahun yang

lalu. Kabur dirasa perlahan-lahan dan semakin lama semakin memberat hingga

mengganggu aktivitas. Menurut penderita, sejak dua tahun belakangan seperti ada

bayangan hitam yang menutupi lapang pandang dan bergerak dari kiri ke kanan.

Bayangan hitam tersebut hilang-timbul tidak menentu. Penderita juga mengeluh sering

merasa silau. Penderita merasa lebih sulit melihat benda-benda yang terletak jauh pada

awalnya, namun lama-kelamaan pengelihatan jarak dekat juga terganggu, bahkan sulit

mengenali wajah orang dalam jarak lebih dari 1 meter. Tidak ada mata merah, mata tidak

terasa pegal, kelapa pusing / mual / muntah tidak dikeluhkan, penderita juga tidak pernah

merasa lapang pandangnya menyempit maupun melihat seperti melalui terowongan, tidak

pernah melihat halo / pelangi disekitar sumber cahaya. Tidak ada pengelihatan ganda

pada satu / dua mata.

Page 2: kasus ujian

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat memakai kacamata +10 tahun. (OD: S – 9.50; OS: S - 8.50)

Kencing Manis (-),

Tekanan Darah tinggi (-),

Asthma (-),

Allergi (-),

Riwayat minum obat lama (-)

Trauma pada mata (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama

III.PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda vital : TD : 130/80 mmHg N : 80x/menit

RR : 18x/menit S : 36,5oC

Kepala : Normocephali, rambut terdistribusi merata.

THT : dbn.

Thoraks

Cor : BJ I > BJ II, regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Suara napas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen : dbn.

Ekstremitas : dbn.

2

Page 3: kasus ujian

B. Status Oftalmologis :

OD OS

Keterangan OD OS

1. Visus

- Acquacity Visus 2/60 1/60

- Koreksi – –

- Addisi

- Distansia Pupil

- Kaca Mata Lama 20/100 F 2 20/150 F 1

2. Kedudukan Bola Mata

- Eksoftalmus Tidak Ada Tidak Ada

- Enoftalmus Tidak Ada Tidak Ada

- Deviasi Tidak Ada Ke kiri

- Gerakan Bola Mata Baik Kesemua Arah Baik Kesemua Arah

3. Supersilia

- Warna Hitam Hitam

- Letak Simetris Simetris

4. Palpebra Superior dan Inferior

- Edema Tidak Ada Tidak Ada

- Nyeri Tekan Tidak Ada Tidak Ada

- Ektropion Tidak Ada Tidak Ada

- Enteropion Tidak Ada Tidak Ada

- Blefarospasme Tidak Ada Tidak Ada

3

Page 4: kasus ujian

- Trikiasis Tidak Ada Tidak Ada

- Sikatrik Tidak Ada Tidak Ada

- Fisura Palpebra 9 mm 9 mm

- Ptosis Tidak Ada Tidak Ada

- Hordeolum Tidak Ada Tidak Ada

- Kalazion Tidak Ada Tidak Ada

5. Konjungtiva Tarsalis Superior dan Inferior

- Edema Tidak Ada Tidak Ada

- Folikel Tidak Ada Tidak Ada

- Papil Tidak Ada Tidak Ada

- Sikatrik Tidak Ada Tidak Ada

- Anemia Tidak Ada Tidak Ada

- Kemosis Tidak Ada Tidak Ada

- Sekret Tidak Ada Tidak Ada

6. Konjungtiva Bulbi

- Injeksi Konjungtiva Tidak Ada Tidak Ada

- Injeksi Siliar Tidak Ada Tidak Ada

- Perdarahan Subkonjungtiva Tidak Ada Tidak Ada

- Pterigium Tidak Ada Tidak Ada

- Pingekula Tidak Ada Tidak Ada

- Nevus Pigmentosus Tidak Ada Tidak Ada

- Kista Dermoid Tidak Ada Tidak Ada

7. Sistem Lakrimal

- Punctum Lakrimalis Terbuka Terbuka

- Tes Anel Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

8. Sklera

- Warna Putih Putih

- Ikterik Tidak Ada Tidak Ada

9. Kornea

- Kejernihan Jernih Jernih

- Permukaan Licin Licin

- Ukuran 12 mm 12 mm

- Sensibilitas Baik Baik

4

Page 5: kasus ujian

- Infiltrat Tidak Ada Tidak Ada

- Ulkus Tidak Ada Tidak Ada

- Perforasi Tidak Ada Tidak Ada

- Arkus Senilis Ada Ada

- Edema Tidak Ada Tidak Ada

- Tes Placido Reguler Regular

10. Bilik Mata Depan

- Kedalaman Sedang Sedang

- Kejernihan Jernih Jernih

- Hifema Tidak Ada Tidak Ada

- Hipopion Tidak Ada Tidak Ada

- Efek Tyndall Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

11. Iris

- Warna Coklat Kehitaman Coklat Kehitaman

- Kripta Jelas Jelas

- Sinekia Tidak Ada Tidak Ada

- Koloboma Tidak Ada Tidak Ada

12. Pupil

- Letak Ditengah, Tampak Putih Ditengah, Tampak Putih

- Bentuk Bulat Bulat

- Ukuran 3 mm 3 mm

- Refleks Cahaya Langsung + Lambat + Lambat

- Refleks Cahaya

Tidak Langsung + Lambat + Lambat

13. Lensa

- Kejernihan Keruh Keruh

- Letak Di Tengah,

Tidak Merata

Di Tengah,

Tidak Merata

- Shadow Test + +

14. Badan Kaca

- Kejernihan Jernih Jernih

15. Fundus Okuli (Rf) + orange agak suram + orange agak suram

5

Page 6: kasus ujian

A. Papil

- Batas Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

- Warna Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

B. Makula Lutea

- Refleks Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

- Edema Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

C. Retina

- Perdarahan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

- C/D Ratio Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

- Ratio A/V Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

- Sikatrik Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

16. Palpasi

- Nyeri Tekan Tidak Ada Tidak Ada

- Massa Tumor Tidak Ada Tidak Ada

- Tensi Okuli Normal Normal

- Tonometri 13 mmHg 15 mmHg

17. Kampus Visi

- Tes Konfrontasi Sesuai dengan Pemeriksa Sesuai dengan Pemeriksa

IV. RESUME

Subjektif:

Penderita seorang perempuan, 72 tahun, datang dengan keluhan kedua

matanya kabur sejak sepuluh tahun yang lalu. Kabur dirasa perlahan-lahan dan

semakin lama semakin memberat hingga mengganggu aktivitas. Menurut penderita,

sejak dua tahun belakangan seperti ada bayangan hitam yang menutupi lapang

pandang dan bergerak dari kiri ke kanan. Bayangan hitam tersebut hilang-timbul tidak

menentu. Penderita juga mengeluh sering merasa silau. Penderita merasa lebih sulit

melihat benda-benda yang terletak jauh pada awalnya, namun lama-kelamaan

pengelihatan jarak dekat juga terganggu, bahkan sulit mengenali wajah orang dalam

jarak lebih dari 1 meter.

6

Page 7: kasus ujian

Obyektif :

Pada pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal.

Pada pemeriksaan opthalmologis didapatkan:

Mata kanan: visus 2/60, dengan kacamata lama menjadi 20/100 F 2. Pupil

ditengah, tampak putih, bulat, diameter + 3mm, reflex cahaya langsung dan

tidak langsung positif (lambat). Arcus senilis (+). Lensa keruh ditengah, tidak

merata, tes bayangan/ shadow test positif, bayangan iris pada lensa terlihat

besar dan letaknya agak jauh terhadap pupil berarti lensa belum keruh

seluruhnya (belum sampai ke depan). Tekanan Intra Okuler 13 mmHg.

Mata kiri: visus 1/60 , dengan kacamata sendiri menjadi 20/150 F 1 . Pupil

ditengah, tampak putih, bulat, diameter + 3mm, reflex cahaya langsung dan

tidak langsung positif (lambat). Arcus senilis (+). Lensa keruh ditengah, tidak

merata, tes bayangan/ shadow test positif, bayangan iris pada lensa terlihat

besar dan letaknya agak jauh terhadap pupil berarti lensa belum keruh

seluruhnya (belum sampai ke depan). Tekanan Intra Okuler 15 mmHg.

V. DIAGNOSIS

DIAGNOSIS BANDING

ODS Katarak senilis stadium imatur dengan myopia tinggi

ODS Presbiopia

DIAGNOSIS KERJA

ODS Katarak senilis stadium imatur dengan myopia tinggi

VI. PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa:

Catarlent ED. S 5 dd gtt. 1-2 ODS

Ly-teers ED S 3 dd gtt. 1-2 ODS

2. Non-medikamentosa:

Ekstraksi katarak ekstrakapsuler dan pemasangan lensa intraokuler OS OD.

Koreksi visus jauh dan dekat kacamata post EKEK

7

Page 8: kasus ujian

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gonioskop

Kampimeter

Biometri : Keratometer dan Refraktometer

Retinometer

VIII. PROGNOSIS

Okulo Dekstra Okulo Sinistra

Ad Visam : Dubia Ad Bonam Bonam

Ad Fungsionam : Dubia Ad Bonam Bonam

Ad Sanationam : Bonam Bonam

Ad Cosmeticam : Bonam Bonam

8

Page 9: kasus ujian

TINJAUAN PUSTAKA

KATARAK SENILIS IMATUR

BAB II

9

Page 10: kasus ujian

PENDAHULUAN

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat

hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya .

Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak

mengalami perubahan dalam waktu yang lama. (1)

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga

akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Penderita

dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang

menurun secara progresif. Kekeruhan lensa yang terjadi diri dari berbagai bentuk

dengan tingkat yang berbeda. (1)

Katarak adalah kekeruhan lensa. sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh

pengamat awam sampai menjadi cukup padat dan menimbulkan kebutaan. Namun

katarak pada stadium perkembangannya yang paling dini dapat diketahui melalui

pupil yang dilatasi maksimal dengan oftalmoskop, kaca pembesar. Sebagian besar

kasus bersifat bilateral, walaupun kecepatan perkembangannya pada masing -

masing mata jarang sama. Katarak traumatik, katarak kongenital dan jenis - jenis

lain lebih jarang dijumpai. Usia merupakan penyebab paling sering terkadinya katarak.

Selain itu katarak juga dapat disebabkan karena faktor kongenital, herediter, dan juga

berhubungan dengan penyakit – penyakit sistemik, metabolik, penyakit okular lainnya,

trauma, radiasi, infeksi maternal, trauma elektrik dan pemakaian obat - obatan.(2,3)

Gambar 1. Katarak pada Lensa

10

Page 11: kasus ujian

Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan:

Usia:

o Kongenital, Juvenil, Senilis

Morfologi:

o Subkapsular, Inti, Kortikal

Stadium kematangan:

o Insipien, Imatur, Matur, Hipermatur

Kasus katarak paling sering dijumpai ialah yang disebabkan oleh usia lanjut atau

senilis. Satu-satuya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin

kabur. Secara paradoks, walaupun pada stadium insipien pembentukan katarak,

penglihatan jauh kabur, penglihatan dekat mungkin sedikit membaik sehingga

penderita dapat membaca lebih baik tanpa kacamata. Miopia artifisial ini

disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa pada stadium insipien. Katarak

senilis biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun. Apabila diindikasikan

pembedahan, maka ekstraksi lensa akan secara definitif memperbaiki ketajaman

penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sisanya 10% mungkin mengalami kerusakan

retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina,

perdarahan corpus vitreum, dan infeksi. Kekeruhan dapat terjadi di korteks atau

sekitar nukleus. Penyebab katarak ini masih kurang pasti, namun dikaitkan dengan

proses penuaan dan perubahan lensa pada usia lanjut. (1)

BAB III

PEMBAHASAN

DEFINISI

Katarak senilis adalah penyakit gangguan penglihatan yang memliki karakteristik

berupa penebalan lensa mata atau semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,

11

Page 12: kasus ujian

yaitu usia diatas 50 tahun yang bersifat gradual serta progresif. Penyakit ini merupakan

salah satu penyebab utama kebutaan di dunia saat ini.

EPIDEMIOLOGI

Katarak kerap disebut-sebut sebagai penyebab kebutaan nomor satu di Indonesia.

Bahkan, mengacu pada data World Health Organization (WHO), katarak menyumbang

sekitar 48% kasus kebutaan di dunia. Menurut WHO di negara berkembang 1-3%

penduduk mengalami kebutaaan dan 50% penyebabnya adalah katarak. Sedangkan untuk

negara maju sekitar 1,2% penyebab kebutaan adalah katarak.

Umur merupakan faktor risiko yang penting terjadinya katarak senil. Penelitian-

penelitian mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10% orang Amerika Serikat,

dan prevalensi ini meningkat sampai dengan sekitar 50% untuk mereka yang berusia

antara 65 dan 74 tahun dan sampai sekitar 70% untuk mereka yang beru sia lebih dari

75 tahun. Sama halnya di Indonesia, katarak juga merupakan penyebab utama

berkurangnya penglihatan. Diketahui ba hwa prevalensi kebutaan di Indonesia berkisar

1,2 % dari jumlah penduduk dan katarak menduduki peringkat pertama dengan

persentase terbanyak yaitu 0,7 %. Berdasarkan beberapa penelitian katarak lebih

sering terjadi pada wanita dibanding pria dengan ras kulit hitam paling banyak. (2,4)

ANATOMI

12

Page 13: kasus ujian

Gambar 2 : Anatomi Lensa Manusia(5)

Lensa berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa menyumbang kekuatan refraksi

sebanyak 15-20 dioptri dalam penglihatan. Kutub anterior dan posterior lensa dihubungkan

oleh garis khayal yang disebut axis, sedangkan equator merupakan garis khayal yang

mengelilingi lensa. Lensa merupakan struktur yang tidak memiliki pembuluh darah dan

tidak memiliki pembuluh limfe. Di dalam mata, lensa terfiksir pada serat zonula yang

berasal dari badan silier. Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada

bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul ini merupakan membran dasar yang

melindungi nukleus, korteks dan epitel lensa.

13

Page 14: kasus ujian

1. Kapsul

Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparan

tersusun dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul ini

mengandung isi lensa serta mempertahankan bentuk lensa pada saat akomodasi.

Bagian paling tebal kapsul berada di bagian anterior dan posterior zona pre-

equator dan bagian paling tipis berada di bagian tengah kutub posterior.

2. Serat Zonula

Lensa terfiksir oleh serat zonula yang berasal dari lamina basal pars plana

dan pars plikata badan silier. Serat-serat zonula ini menyatu dengan lensa pada

bagian anterior dan psterior kapsul lensa.

3. Epitel Lensa

Tepat di belakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel.

Sel-sel epitel ini dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel lainnya,

seperti sintesis DNA, RNA, protein dan l ipid. Sel-sel tersebut juga dapat

membentuk ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang baru

terbentuk akan menuju equator lalu berdiferensiasi menjadi serat lensa.

4. Nukleus dan Korteks

Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akan

menekan serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Serat-serat

paling tua yang terbentuk merupakan lensa fetus yang diproduksi pada fase

embrionik dan masih menetap hingga sekarang. Serat-serat yang baru akan

membentuk korteks dari lensa.

FISIOLOGI LENSA

14

Page 15: kasus ujian

Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun inervasi. Untuk mempertahankan

kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humor sebagai penyedia nutrisi dan

sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi anterior lensa saja yang

terkena aqueous humor. Oleh karena itu, sel-sel yang berada di tengah lensa membangun

jalur komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun low-resistance gap

junction antar sel.

1. Keseimbangan Elektrolit dan Air Dalam Lensa

Lensa normal mengandung 65% air, dan jumlah ini tidak banyak berubah

seiring bertambahnya usia. Sekitar 5% dari air di dalam lensa berada di ruangan

ekstrasel. Konsentrasi sodium di dalam lensa adalah sekitar 20µM dan potasium

sekitar 120µM. Konsentrasi sodium di luar lensa lebih tinggi yaitu sekitar 150µM dan

potasium sekitar 5µM. Keseimbangan elektrolit antara lingkungan dalam dan luar

lensa sangat tergantung dari permeabilitas membran sel lensa dan aktivitas pompa

sodium, Na+K+-ATPase. Inhibisi Na+, K+-ATPase dapat mengakibatkan hilangnya

keseimbangan elektrolit dan meningkatnya air di dalam lensa.

Keseimbangan kalsium juga sangant penting bagi lensa. Konsentrasi

kalsium di dalam sel yang normal adalah 30µM, sedangkan di luar lensa adalah

sekitar 2µM. Perbedaan konsentrasi kalsium ini diatur sepenuhnya oleh pompa

kalsium Ca2+-ATPase. Hilangnya keseimbangan kalsium ini dapat menyebabkan

depresi metabolisme glukosa, pembentukan protein high-molecular-weight dan aktivasi

protease destruktif.

Transpor membran dan permeabilitas sangat penting untuk kebutuhan nutrisi

lensa. Asam amino aktif masuk ke dalam lensa melalui pompa sodium yang berada di

sel epitel. Glukosa memasuki lensa secara difusi terfasilitasi, tidak langsung seperti

sistem transport aktif.

2. Akomodasi Lensa

Mekanisme yang dilakukan mata untuk merubah fokus dari benda jauh ke

15

Page 16: kasus ujian

benda dekat disebut akomodasi. Akomodasi terjadi akibat perubahan lensa oleh aksi

badan silier terhadap serat-serat zonula. Setelah umur 30 tahun, kekakuan yang

terjadi di nukleus lensa secara klinis mengurangi daya akomodasi.

Saat otot silier berkontraksi, serat zonular relaksasi mengakibatkan lensa

menjadi lebih cembung. Ketika otot silier berkontraksi, ketebalan axial lensa

meningkat, kekuatan dioptri meningkat, dan terjadi akomodasi. Saat otot silier

relaksasi, serat zonular menegang, lensa lebih pipih dan kekuatan dioptri menurun.

Tabel 1. Perubahan yang Terjadi pada Saat Akomodasi.

Akomodasi Tanpa AkomodasiOtot Siliar Kontraksi RelaksasiKetegangan Serat

Zonular

Menurun MeningkatBentuk Lensa Lebih cembung Lebih pipihTebal Axial Lensa Meningkat MenurunDioptri Lensa Meningkat Menurun

Terjadinya akomodasi dipersarafi oleh saraf simpatik cabang nervus III

(okulomotorius). Obat-obat parasimpatomimetik (pilokarpin) memicu akomodasi,

sedangkan obat-obat parasimpatolitik (atropine) memblok akomodasi. Obat-obatan yang

menyebabkan relaksasi otot silier disebut cycloplegik.

ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI

Penyebab terjadinya katarak senilis hingga saat ini belum diketahui secara pasti.

Katarak senilis merupakan suatu proses penuaan yang esensial. Walaupun etiopatogenesisnya

belum jelas, namun terdapat beberapa faktor yang berperan yaitu:

o Herediter

o UV ekspos

o Penyakit sistemik

o Faktor diet

o Krisis dehidrasional : keadaan krisis dehidrasi berat misalnya karena diare atau

kolera memiliki hubungan dengan onset usia dan maturasi dari katarak.

o Merokok : merokok menyebabkan akumulasi molekul pigmentasi (3-

hydroxykynurinine dan chromophores) yang dapat menyebabkan pewarnaan kuning pada

lensa. Sianat dalam rokok menyebabkan karbamilasi dan denaturasi protein.

16

Page 17: kasus ujian

Terdapat beberapa teori konsep penuaan adalah sebagai berikut: (1)

Perubahan lensa pada usia lanjut :

1. Kapsul

- Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak)

- Mulai presbiopia

- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur

- Terlihat bahan granular

2. Epitel → makin tipis

- Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat

- Bengkak dan fakuolisasi mitokondria yang nyata

3. Serat Lensa:

- Lebih iregular

- Pada korteks jelas kerusakan serat sel

- Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein

nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna

cokelat protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding

normal.

- Korteks tidak berwarna karena:

· Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.

· Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.

Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut biasanya mulai

terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.

KLASIFIKASI KATARAK SENILIS

Katarak senilis menurut morfologinya dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe utama:

17

Page 18: kasus ujian

Katarak Nuclear : Pada umumnya perubahan degenerative changes yang terjadi

adalah intensifikasi dari nucleus yang mengalami sklerosis yang berhubungan dengan

keadaan dehidrasi dan pemadatan nucleus sehingga menghasilkan katarak yang keras

dan mengakibatkan terbentuknya kekeruhan pusat lentikular. Hal tersebut diikuti

dengan kenaikan sigifikan protein larut air. Namun, total protein dan distribusi kation

tetap normal. Dalam beberapa kasus, nucleus dapat menjadi sangat buram dan coklat,

yang disebut sebagai brunescent nuclear cataract.

Katarak Cortical: terjadi akibat adanya perubahan komposisi ion pada korteks lensa

dan perubahan hidrasi serat lensa. Lensa bersifat dehidrasi dan memiliki kadar ion

kalium (K+) dan asam amino yang lebih tinggi dari aqueous dan vitreus di

sekelilingnya. Sebaliknya, lensa mengandung kadar ion natrium (Na+) ion klorida

(Cl-) dan air yang lebih sedikit dari lingkungan sekitarnya. Pembentukan katarak

secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan oksigen dan mula-mula terjadi

peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium

meningkat; kandungan kalium, asam askorbat dan protein berkurang. Seiring

bertambahnya tuanya usia maka secara fisiologis terjadi penurunan fungsi pompa

transport aktif sehingga mengakibatkan gangguan pada rasio ion Na/K. Hal tersebut

mengakibatkan konsentrasi ion-ion yang ada di lensa berubah dimana ion natrium

meningkat sedangkan ion kalium menurun. Hal tersebut juga mengakibatkan lensa

mengalami hidrasi dan protein – protein yang ada di dalamnya mengalami denaturasi.

Denaturasi protein tersebut akan menjadi agregat yang membuat kekeruhan pada

lensa. Penuaan juga mengakibatkan penurunan proses reaksi oksidatif di tubuh. Hal

tersebut menurunkan jumlah asam amino yang mengakibatkan berkurangnya sintesis

protein. Keadaan tersebut membuat keadaan menjadi tidak seimbang dimana lebih

banyak protein yang mengalami denaturasi. Hasil akhirnya berupa kekeruhan pada

lensa mata.

18

Page 19: kasus ujian

Gambar 3. Katarak Nuklear

Katarak Subcapsular Posterior : terjadi akibat pembentukan kekeruhan granular dan

plaquelike di korteks posterior subkapsular.

Tabel 2. Macam-macam Morfologi Katarak.

19

Page 20: kasus ujian

Katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu insipien,

intumesen, imatur, matur dan hipermatur .

Tabel 2. Perbedaan Stadium Katarak Senilis

Insipien Imatur Matur HipermaturKekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan

Lensa

Normal Bertambah Normal Berkurang

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik Mata

DepanNormal Dangkal Normal Dalam

Sudut Bilik

MataNormal Sempit Normal Terbuka

Iris

ShadowNegatif Positif Negatif Pseudopositif

Penyulit - Glaukoma -Uveitis +

Glaukoma

1. Katarak Insipien

Merupakan stadium dini yang belum menimbulkan gangguan visus. Kekeruhan

terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak seperti jari-jari roda

(kuneiform) pada korteks anterior, sedangkan aksis masih relatif jernih. Kekeruhan

mulai dari tepi ekuator menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ).

Vakuol mulai terlihat dikorteks, yang terlihat bila dipupil dilebarkan disebut ”

spokes of wheel ”.

2. Katarak Imatur

Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh atau katarak yang

belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah

Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,

sehingga terjadi glaukoma sekunder .

3. Katarak Matur

Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa

lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila

katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,

20

Page 21: kasus ujian

sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan

seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata

depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris

pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif .

Gambar 4. Katarak Matur.

4. Katarak Hipermatur

Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut, dapat menjadi

keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi kelur dari kapsul

lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada

pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang

pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinni menjadi

kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal

maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks

akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang

terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai

katarak Morgagni.

21

Page 22: kasus ujian

Gambar 5. Katarak Hipermatur

Katarak Intumesen.

Pada katarak intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat

lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa

mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris

sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal.

Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak

intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan

miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa

akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi.

Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak

lamel serat lensa.

GAMBARAN KLINIK

Gejala katarak senilis biasanya berupa keluhan penurunan tajam penglihatan

secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Penglihatan seakan-akan

melihat asap/kabut dan pupil mata tampak berwarna keputihan. Apabila katarak telah

mencapai stadium matur lensa akan keruh secara menyeluruh sehingga pupil akan benar-

benar tampak putih.

Subjektif :

22

Page 23: kasus ujian

1. Pandangan berkabut ketika penderita melihat sumber titik dari cahaya/ lampu, terjadi

difusi cahaya warna dan putih di sekelilingnya yang mengurangi penglihatan.

2. Pandangan kabur

3. Penglihatan menurun bila melihat cahaya pada siang hari (hemerolopia) tapi

meningkat saat matahari terbenam.

4. Bintik hitam pada lapangan pandang.

5. Lingkaran halo tampak saat melihat cahaya.

6. Penglihatan ganda pada salah satu mata (monocular diplopia).(3,4)

Objektif:

Penurunan visus

a. Leukokoria (pupil berwarna putih)

b. Pendangkalan bilik mata

c. Terdapat iris shadow pada katarak 23laucoma

d. Tekanan 23laucoma23ar normal pada katarak stadium awal, meningkat apabila terjadi

23laucoma, dan dapat menurun apabila terjadi uveitis.(3,4)

Tabel 4. Manifestasi Klinik Katarak Senilis

23

Page 24: kasus ujian

DIAGNOSIS

Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin

kabur. Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita mengeluh penglihatan jauh

yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga penderita dapat

membaca lebih baik tanpa kacamata (“second sight”). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh

peningkatan indeks refraksi lensa pada stadium insipient. Sebagian besar katarak tidak dapat

dilihat oleh pemeriksa awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan

menimbulkan kebutaan. Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang

dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp. (7)

Gambar 6. Katarak pada Mata yang Dilihat dengan Slit Lamp

Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya

kekeruhan lensa, hingga reaksi fundus hilang. Derajat klinis pembentukan katarak dinilai

terutama dengan uji ketajaman penglihatan Snellen. (7)

Diagnosis katarak senil dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala

klinik serta pemeriksaan visus.

a. Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan yang merupakan gejala utama yaitu:

Penglihatan yang berangsur-angsur memburuk atau berkurang dalam beberapa

bulan atau tahun merupakan gejala utama. (6)

b. Pemeriksaan dengan menggunakan Slit lamp

Pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp tidak hanya ditujukan untuk melihat

adanya kekeruhan pada lensa, tetapi juga untuk melihat struktur okular yang lain

seperti konjungtiva, kornea, iris dan segmen anterior lainnya.(4)

c. Tes Bayangan

24

Page 25: kasus ujian

Tujuan tes bayangan adalah untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa. Dasar

pemeriksaan adalah makin sedikit lensa keruh pada bagian posterior maka makin

besar bayangan iris pada lensa yang keruh tersebut, sedang makin tebal kekeruhan

lensa makin kecil bayangan iris pada lensa. Alat yang digunakan adalah lampu

sentolop dan loup. Tehniknya adalah sentolop disinarkan pada pupil dengan membuat

sudut 45º dengan dataran iris, dengan loup dilihat bayangan iris pada lensa yang

keruh.

Penilaiannya :

- Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh terhadap pupil

berarti lensa belum keruh seluruhnya (belum sampai ke depan); ini terjadi pada

katarak immatur, keadaan ini disebut shadow test (+).

- Apabila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terdapat pupil berarti lensa

sudah keruh seluruhnya (sampai pada kapsul anterior) terdapat pada katarak

matur, keadaan ini disebut shadow test(-).

- Bila katarak hipermatur, lensa sudah keruh seluruhnya, mengecil serta terletak

jauh di belakang pupil, sehingga bayangan iris pada lensa besar dan keadaan ini

disebut pseudopositif.

PENATALAKSANAAN

Terapi utama katarak adalah pembedahan yakni dengan EKIK (ekstraksi katarak

intra kapsular), fakoemulsifikasi ataupun EKEK (ekstraksi katarak ekstra kapsular)

dengan pemasangan IOL (intra okuler lens). Untuk katarak stadium insipien ataupun

imatur paling utama dapat diberikan medikamentosa yang diharapkan dapat

mencegah atau menghambat progresivitas kekeruhan lensa. Misalnya obat yang

mengandung pirenoxine, suatu antioksidan yang berfungsi untuk menghambat

oksidasi lipid pada lensa mata. Seperti telah diketahui, salah satu faktor yang

menyebabkan terjadinya pengkeruhan lensa pada katarak senilis adalah oksidasi lensa

mata oleh senyawa oksidan seperti oxidized glutathione.4 Namun dapat diberikan

terapi operatif berupa fakoemulsifikasi untuk menghambat penyulit yang bisa terjadi

pada stadium imatur.

Indikasi Pembedahan pada Katarak Senilis

25

Page 26: kasus ujian

Bila katarak disertai komplikasi seperti glukoma dan uveitis, meskipun visus

masih baik untuk bekerja, dilakukan operasi juga setelah keadaan menjadi tenang

Bila sudah masuk dalam stadium matur / hipermatur

Bila visus meskipun sudah dikoreksi, tidak cukup untuk melakukan pekerjaan

sehari-hari (visus < 6/12 dan buta sosial 3/60).6

Terapi Pembedahan :

1. EKEK (Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler)

Dilakukan dengan merobek kapsul anterior, mengeluarkan nukleus dan

korteks. Sebagian kapsul anterior dan seluruh kapsul posterior ditinggal. Cara ini

umumnya dilakukan pada katarak dengan lensa mata yang sangat keruh sehingga

sulit dihancurkan dengan teknik fakoemulsifikasi. Selain itu, juga dilakukan pada

tempat-tempat di mana teknologi fakoemulsifikasi tidak tersedia. Teknik ini

membutuhkan sayatan yang lebar, karena lensa harus dikeluarkan dalam keadaan

utuh. Setelah lensa dikeluarkan, lensa buatan / intraocular lens (IOL) dipasang

untuk menggantikan lensa asli, tepat di posisi semula. Lalu dilakukan penjahitan

untuk menutup luka. Teknik ini dihindari pada penderita dengan zonulla zinii

yang rapuh.3,4

a. Keuntungan :

Luka insisi lebih kecil (8-12 mm) dibanding EKIK sehingga proses

penyembuhan dapat berlangsung lebih cepat.

Karena kapsul posterior utuh maka :

Mengurangi resiko hilangnya vitreus intra operasi

Posisi anatomis yang lebih baik untuk pemasangan IOL karena kapsul

posterior ditinggal

Mengurangi risiko glaukoma, ablasio retina, edema kornea,

perlengketan vitreus dengan iris dan kornea

Menyediakan barier yang menahan pertukaran beberapa molekul

antara aqueous dan vitreus

Menurunkan akses bakteri ke kavitas vitreus yang dapat menyebabkan

endofthalmitis.

b. Kerugian :

26

Page 27: kasus ujian

Jika proses aspirasi tidak bersih dan proses absorpsi tidak sempurna, maka sisa

lensa yang tertinggal akan berproliferasi sehingga dapat timbul katarak

sekunder.

2. EKIK (Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler)

Teknik ini sudah jarang digunakan setelah adanya teknik EKEK. Pada EKIK

dilakukan pengangkatan seluruh lensa, termasuk kapsul lensa. Pada teknik ini

dilakukan sayatan 12-14 mm, lebih besar dibandingkan dengan teknik EKEK.

Dapat dilakukan pada zonula zinii yang telah rapuh/ berdegenerasi (pada lensa

yang luksasi).2

a. Keuntungan :

Tidak timbul katarak sekunder

Diperlukan instrumen yang tidak terlalu canggih (lup operasi, cryoprobe,

forsep kapsul)

b. Kerugian :

Insisi yang lebih besar dapat mengakibatkan :

Penyembuhan dan rehabilitasi visual tertunda

Timbulnya astigmatisma yang signifikan

Inkarserasi iris dan vitreus

Lebih sering menimbulkan penyulit seperti glaukoma, uveitis,

endolftalmitis.

3. Fakoemulsifikasi

Pada fakoemulsifikasi, dengan menggunakan mikroskop operasi, dilakukan

sayatan yang sangat kecil (3 mm) pada kornea. Kemudian, melalui sayatan

tersebut dimasukkan sebuah pipa melewati COA-pupil-kapsul lensa. pipa tersebut

akan bergetar dan mengeluarkan gelombang ultrasonik yang akan menghancurkan

lensa mata. Pada saat yang sama, melalui pipa ini dialirkan cairan garam fisiologis

atau cairan lain sebagai irigasi untuk membersihkan kepingan lensa. Melalui pipa

tersebut cairan diaspirasi bersama sisa-sisa lensa.4

Teknik ini menghasilkan insidensi komplikasi luka yang lebih rendah, proses

penyembuhan dan rehabilitasi visual lebih cepat. Teknik ini membuat sistem yang

relatif tertutup sepanjang fakoemulsifikasi dan aspirasi, oleh karenanya

mengontrol kedalaman COA sehingga meminimalkan risiko prolaps vitreus.4

27

Page 28: kasus ujian

Persiapan Operasi :

1. Status ophthalmologik

Tidak dijumpai tanda-tanda infeksi (cek sekret mata dengan pewarnaan

Gram)

Tekanan intraokuler normal (cek dengan tonometer Schiotz)

Saluran air mata lancar

2. Keadaan umum/sistemik

Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin, waktu pembekuan, waktu

perdarahan, kadar gula darah dalam batas normal

Tanda vital dalam batas normal

Pada penderita DM atau hipertensi, keadaan penyakit tersebut harus

terkontrol.

Perawatan Pasca Operasi :

1. Mata dibebat

2. Diberikan tetes antibiotika dengan kombinasi antiinflamasi

3. Tidak boleh mengangkat benda berat ±6 bulan

4. Kontrol teratur untuk evaluasi luka operasi

5. Bila tanpa pemasangan IOL, maka mata yang tidak mempunyai lensa lagi

(afakia) visusnya 1/60, sehingga perlu dikoreksi dengan lensa S +10D untuk

melihat jauh. Koreksi ini diberikan 3 bulan pasca operasi. Sedangkan untuk

melihat dekat perlu diberikan kacamata S +3D.

Komplikasi Durante Operasi :

1. Ruptur kapsula posterior

28

Page 29: kasus ujian

Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel

vitreousnya dapat masuk ke dalam bilik mata depan yang merupakan

resiko terjadinya glaukoma atau traksi pada retina.

2. Subchoroidal bleeding

Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat

merupakan akibat ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus

posterior bola mata dan melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik.

Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea maka

tajam penglihatan akan turun dengan sangat. (1)

3. Prolaps corpus vitreum

4. Prolaps iris

Iris dapat mengalami protus melalui insisi bedah pada periode paska

operasi dini. Pupil mengalami distorsi.

Komplikasi Post Operasi :

1. Astigmatisma

Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk mengurangi

astigmatisma kornea. Ini dilakukan sebelum melakukan pengukuran

kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh dan tetes mata

steroid dihentikan. Kelengkungan kornea yang berlebih dapat terjadi

pada garis jahitan bila jahitan terlalu erat. Pengangkatan jahitan

biasanya menyelesaikan masalah ini dan bisa dilakukan dengan mudah

di klinik dengan anastesi lokal, dengan penderita duduk di depan slit

lamp. Jahitan yang longgar harus diangkat untuk mencegah infeksi

namun mungkin diperlukan jahitan kembali jika penyembuhan

lokasi insisi tidak sempurna. Fakoemulsifikasi tanpa jahitan melalui insisi

yang kecil menghindarkan komplikasi ini. Selain itu, penempatan

luka memungkinkan koreksi astigmatisma yang telah ada sebelumnya.

2. Ablatio Retina

Tingkat komplikasi ini bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.

29

Page 30: kasus ujian

3. Katarak Sekunder

Dikenal juga sebagai opasifikasi kapsul posterior. Pada sekitar 20%

penderita, kejernihan kapsul posterior berkurang pada beberapa bulan

setelah pembedahan ketika sel epitel residu bermigrasi melalui

permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan mungkin didapatkan

rasa silau. Dapat dibuat satu lubang kecil pada kapsul dengan laser

(neodymium yttrum (ndYAG) laser) sebagai prosedur klinis rawat jalan.

Terdapat risiko kecil edema makular sistoid atau terlepasnya retina

setelah kapsulotomi YAG. Penelitian yang ditujukan pada pengurangan

komplikasi ini menunjukkan bahwa bahan yang digunakan untuk

membuat lensa, bentuk tepi lensa, dan tumpang tindih lensa

intraokular dengan sebagian kecil cincin kapsul anterior penting dalam

mencegah opasifikasi kapsul posterior.

4. Endoftalmitis

Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang terjadi

(<0,3%), penderita datang dengan mata merah yang terasa nyeri,

penurunan tajam penglihatan, pengumpulan sel darah putih di bilik mata

depan (hipopion). Pada endoftalmitis akut, gejalanya dapat berupa nyeri

mata, kemerahan pada sklera, fotofobia, dan gangguan penglihatan. (1)

30

Page 31: kasus ujian

Gambar 7. Pembedahan Katarak dengan Fakoemulsifikasi (Harvard Health Publications).

Intra Ocular Lens

Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata

penderita untuk mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik

untuk rehabilitasi penderita katarak.3

Sebelum ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi penderita pasca

operasi katarak dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun Contact

lens (kontak lensa) sehingga seringkali timbul keluhan-keluhan dari penderita seperti

bayangan yang dilihat lebih besar dan tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman yang

keliru, lapang pandang yang terbatas dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa

binokuler bila mata lainnya fakik.2

IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan

pengukuran yang tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi yang

maksimal. Prediktabilitas dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai presentase

perkiraan target refraksi yang direncanakan dapat tercapai dan hal ini dipengaruhi oleh

ketepatan biometri dan pemilihan formula lensa intraokuler yang sesuai untuk

menentukan kekuatan (power) lensa intraokuler. Faktor-faktor biometri yang

mempengaruhi prediktabilitas lensa intraokuler yang ditanam antara lain panjang bola

mata (Axial Length), kurvatura kornea (nilai keratometri) dan posisi lensa intraokuler

yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca operasi. Prinsip alat

pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data biometri yaitu

dengan ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser Interferometry (PCI).10

Gambar 8. Intra Ocular Lens

31

Page 32: kasus ujian

Pengukuran Kekuatan IOL

Formula untuk mengukur kekuatan IOL sudah banyak berkembang sejak 25

tahun yang lalu. Saat ini telah ditemukan kurang lebih 12 formula berbeda yang dapat

digunakan diantaranya SRK II, SRK/T, Binkhorst, Hoffer Q, Holladay.14 Pada tahun 1980

formula SRK I dan II cukup terkenal karena mudah digunakan akan tetapi karena

seringnya ditemuka kesalahan pada hasil pengukurannya akhirnya formula ini tidak lagi

digunakan dan menjadi alasan kenapa IOL sempat ditarik kemudian pada tahun 1990

formula baru yang lebih akurat mulai dikembangkan. Dengan menggunakan persamaan

Gaussian kekuatan IOL dapat diukur dengan rumus dibawah ini.

P = Kekuatan IOL (satuan dioptri)

K = Nilai kekuatan kornea sentral rata-rata

AL = Axial lenght (milimeter)

C = ELP, jarak anatara permukaan kornea anterior dengan permukaan IOL

(milimeter)

nV = Indeks refraksi dari vitreus

nA = Indeks refraksi dari humor aquos

Axial lenght adalah faktor yang paling penting dalam formula mengukur

kekuatan IOL, bila ditemukan kesalahan sebanyak 1mm dari pengukuran AL maka akan

menghasilkan kesalahan refraksi sebanyak 2,35 D pada pada mata dengan AL 23,5mm.

Kesalaha refraksi akan turun samapai 1,75 D/mm pada mata dengan AL 30mm tetapi

meningkat sampai 3,75 D/mm pada mata dengan AL 20mm. Jadi dapat disimpulkan

bahwa akurasi dalam pengukuran AL lebih bermakna pada mata dengan AL pendek

dibandingkan mata dengan AL panjang.

Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam formula

menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan menghasilkan kesalahan refraksi

postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan kornea sentral dapat diukur dengan menggunakan

keratometer atau topografi kornea yang dapat mengukur kekuatan kornea secara

langsung.

32

P = [ nV / ( AL – C ) ] – [ K / ( 1 – K x C / nA ) ]

Page 33: kasus ujian

Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan penderita

diperlukan suatu pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung jawab ahli bedah

untuk mempertimbangkan kebutuhan penderita tentunya dengan melakukan beberapa

pemeriksaan. Untuk formula yang akan digunakan tergantung kepada ahli bedah akan

tetapi pengukuran biometri harus dilakukan seakurat mungkin. Jika pada hasil ditemukan

suatu kecurigaan atau nilai diluar batas normal maka pengukuran harus diulang kembali.

Selain itu pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada kedua mata untuk memantau adanya

perbedaan yang sangat besar antara kedua mata.

KOMPLIKASI

Glaukoma dikatakan sebagai komplikasi katarak. Glaukoma ini dapat timbul

akibat intumesenensi atau pembengkakan lensa. Jika katarak ini muncul dengan

komplikasi glaukoma maka diindikasikan ekstraksi lensa secara bedah. Selain itu Uveitis

kronik yang terjadi setelah adanya operasi katarak telah banyak dilaporkan. Hal ini

berhubungan dengan terdapatnya bakteri patogen termasuk Propionibacterium acnes

dan Staphylococcus epidermidis (2,5)

PROGNOSIS

Katarak senilis biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan

penderita mungkin meninggal sebelum timbul indikasi pembedahan.. Namun jika

katarak dapat dengan cepat terdeteksi serta mendapatkan pengobatan dan pembedahan

katarak yang tepat maka 95 % penderita dapat melihat kembali dengan normal. (2)

PENCEGAHAN

Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis ialah

oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal yang

memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan langsung

terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap dan sebagainya.

Pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E) secara teori bermanfaat

33

Page 34: kasus ujian

TINJAUAN PUSTAKA

MIOPIA TINGGI

34

Page 35: kasus ujian

BAB III

PENDAHULUAN

Miopia (minus) dapat diklasifikasikan sebagai miopia simpleks dan myopia patologis.

Miopia simpleks biasanya ringan dan miopia patalogis hampir selalu progresif. Keadaan ini

biasanya diturunkan orang tua pada anaknya. Miopia tinggi adalah salah satu penyebab

kebutaan pada usia dibawah 40 tahun. Miopia tinggi adalah miopia dengan ukuran 6 dioptri

atau lebih. Penderita dengan minus diatas 6 dioptri mempunyai risiko 3- 4 kali lebih besar

untuk terjadinya komplikasi pada mata.(11)

Sekitar lima juta penduduk Inggris menderita rabun dekat dan 200.00 diantaranya

menderita miopia tinggi. Pada beberapa orang, miopia tinggi dapat menyebabkan kerusakan

retina atau ablasio. Miopia tinggi juga berkaitan dengan katarak dan glaukoma. Miopia tinggi

atau miopia degeneratif kronik dapat terjadi dalam suatu keluarga (bersifat familial).

35

Page 36: kasus ujian

Sebuah penelitian yang dilakukan pada 15 keluarga di Hongkong yang kemungkinan

genetik menderita miopia tinggi pada 2 generasi terakhir didapatkan hasil bahwa lokus

autosomal dominan yang berkaitan dengan miopia tinggi adalah kromosom 18p. (12,13)

Operasi laser untuk mengoreksi masalah penglihatan sudah dimulai sejak awal tahun

1990an. Photorefractive Keratotomy (PRK) adalah salah satu tindakan yang dilakukan untuk

mengoreksi miopia ringan sampai sedang. Untuk miopia tinggi digunakan metode Laser in-

situ keratomileusis (LASIK). Sebuah penelitian yang yang dilakukan oleh Miquel H dan

Ankara University dan dipublikasikan pada bulan Januari 2008 oleh American Journal of

Ophthalmology menemukan bahwa operasi LASIK yang dilakukan pada pasien miopia >10

dioptri aman dan efektif untuk jangka lama.(11)

BAB IV

PEMBAHASAN

DEFINISI

Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki

mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini

objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan

pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi

divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur. Miopia tinggi

adalah miopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih.(11, 14)

Pengobatan penderita dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis

negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila penderita dikoreksi

36

Page 37: kasus ujian

dengan -3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka

sebaiknya diberikan lensa koreksi -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik

sesudah dikoreksi.(14,15)

TIPE MIOPIA (16)

1. Miopia Aksial

Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada orang

dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter anteroposterior bola mata 1

mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3 dioptri.

2. Miopia Kurfatura

Kurfatura dari kornea bertambah kelengkungannya, misalnya pada keratokonus dan

kelainan kongenital. Kenaikan kelengkungan lensa bisa juga menyebabkan miopia

kurvatura, misalnya pada stadium intumesen dari katarak. Perubahan kelengkungan kornea

sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 6 dioptri.

3. Miopia Indeks Refraksi

Peningkatan indeks bias media refraksi sering terjadi pada penderita diabetes melitus yang

kadar gula darahnya tidak terkontrol.

4. Perubahan Posisi Lensa

Perubahan posisi lensa kearah anterior setelah tindakan bedah terutama glaucoma

berhubungan dengan terjadinya miopia.

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam: (16)

1. Miopia sangat ringan, dimana miopia sampai dengan 1 dioptri

2. Miopia ringan, dimana miopia antara1-3 dioptri

3. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri

4. Miopia tinggi, dimana miopia 6-10 dioptri

5. Miopia sangat tinggi, dimana miopia >10 dioptri

Pemanjangan bola mata yang biasa terjadi pada penderita miopia terbatas pada kutub

posterior, sedang setengah bagian depan bola mata relatif normal. Bola mata membesar

secara nyata dan menonjol kebagian posterior, segmen posterior sclera menipis dan pada

keadaan ekstrim dapat menjadi seperempat dari ketebalan normal.7

Hubungan antara miopia dan kenaikan tekanan bola mata telah banyak menjadi bahan

publikasi. Tekanan intraokuli mempunyai peranan penting pada pertumbuhan dan

perkembangan bola mata. Mata mempunyai respon terhadap peningkatan tekanan intraokuli

37

Page 38: kasus ujian

dengan cara bertambahnya ukuran bola mata terutama diameter aksial dengan akibat

berkembangnya suatu miopia.Tekanan bola mata rata-rata pada penderita myopia secara

nyata mempunyai tendensi lebih tinggi dari mata emetrop dan hipermetrop. Prevalensi miopia

diantara penderita glaukoma bervariasi, Gorin G menyatakan 38%, Huet Jf 25%, tetapi

Davenport melaporkan 7,4% diantara 1500 penderita glaukoma. Miopia tinggi dapat menjadi

predisposisi terhadap glaukoma sudut terbuka.(13)

Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti

miopik kresen yaitu bercak atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada bagian temporal

yang berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang bercak atrofi ini mengelilingi papil yang

disebut annular patch. Dijumpai degenerasi dari retina berupa kelompok pigmen yang tidak

merata menyerupai kulit harimau yang disebut fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasi

retina bagian perifer (degenerasi latis).(15,16)

Degenerasi latis adalah degenerasi vitreoretina herediter yang paling sering dijumpai,

berupa penipisan retina berbentuk bundar, oval atau linear, disertai pigmentasi, garis putih

bercabang-cabang dan bintik-bintik kuning keputihan Perkiraan insiden sebesar 7% dari

populasi umum. Degenerasi latis lebih sering dijumpai pada mata miopia dan sering disertai

ablasio retina, yang terjadi hampir 1/3 penderita dengan ablasio retina. Tanda utama penyakit

adalah retina yang tipis yang ditandai oleh batas tegas dengan perlekatan erat vitreoretina di

tepinya. (11-16)

Gambar 9. Degenerasi Latis

Patogenesis degenerasi latis tidak sepenuhnya dimengerti, meskipun beberapa teori

telah dikemukakan. Tidak adanya pertumbuhan regional membran limitan interna retina

ditambah dengan adanya tarikan abnormal dari vitreoretinal merupakan teori yang banyak

digunakan saat ini. (12)

38

Page 39: kasus ujian

Adanya degenerasi latis semata-mata tidak cukup memberi alasan untuk memberikan

terapi profilaksis. Riwayat ablasio retina pada keluarga, ablasio retina di mata yang lain,

miopia tinggi dan afakia adalah faktor-faktor risiko terjadinya ablasio retina pada mata

dengan degenerasi latis, dan mungkin diindikasikan terapi profilaksis dengan bedah beku atau

fotokoagulasi laser. (13)

ETIOLOGI dan PATOGENESIS

Etiologi dan patogenesis pada miopia tidak diketahui secara pasti dan banyak faktor

memegang peranan penting dari waktu kewaktu misalnya konvergen yang berlebihan,

akomodasi yang berlebihan, lapisan okuler kongestif, kelainan pertumbuhan okuler,

avitaminosis dan disfungsi endokrin. Teori miopia menurut sudut pandang biologi

menyatakan bahwa miopia ditentukan secara genetik.(13)

Pengaruh faktor herediter telah diteliti secara luas. Macam-macam factor lingkungan

prenatal, perinatal dan postnatal telah didapatkan untuk operasi penyebab miopia.(13)

Secara umum masih belum jelas namun faktor herediter dan faktor lingkungan

memegang peranan penting. Suatu varitas pola genetik untuak miopia telah digambarkan

termasuk X-Linked myopia (myp1 pada kromosom X q28), autosomal dominan myp2 pada

kromosom 18p, autosomal dominan myp3 pada kromosom 12q, autosomal dominan myp4

pada kromosom 7q dan autosomal dominan myp5 pada kromosom 17q. Pada penelitian yang

dilakukan baru-baru ini dianggap bahwa heterogenitas genetik dari miopia ditentukan oleh X-

Linked pada lokus sekunder di daerah q12q2123.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan miopi antara lain pekerjaan

dekat, stres emosional, dan meningkatnya pendidikan formal seseorang. Akomodasi yang

lama dan tekanan intra okular dicurigai dapat mempengaruhi elongasi bola mata dengan

penurunan tahanan dari sklera. Faktor lain yang diduga dapat mempengaruhi perkembangan

miopi yaitu diet dan nutrisi serta stres.(14-15)

PATOFISIOLOGI

Tipe mata miopia yang ekstrim dapat meluas dalam semua bagian posterior, tetapi

memiliki panjang aksial yang sangat panjang. Pada bagian anterior, kornea kemungkinan

agak menipis dan terlihat datar dari normal, dengan ruangan anterior yang dalam dan terlihat

sudut sempit yang menunjukkan proses mendekatnya iris ke arah trabekulum. Lensa memiliki

39

Page 40: kasus ujian

kecenderungan untuk mengalami awal sklerosis inti. Biasanya terdapat defek pada membran

zonula dan kemungkinan terdapat sebuah hambatan selama pembedahan katarak.

Penipisan skleral pada umumnya berhubungan dengan elastisitas skleral atau

penurunan kekakuan okular. Terutama ketika bergabung dengan zonular dehiscence, ini dapat

mengakibatkan cairan vitreus cepat regress dan rapuh ketika mata membuka terhadap tekanan

atmosfer. Kadang-kadang terjadi hipotoni bisa diakibatkan oleh serosa atau pendarahan

koroid selama pembedahan intra okular. Secara anatomi, sklera tidak hanya tipis tetapi juga

bisa menjadikan kondisi abnormal. Mikroskop elektron yang ditemukan oleh Garzino

menunjukkan serat kolagen yang rata-rata berdiameter kecil dan menunjukkan banyak serat

pemisah antar serat.(14)

GEJALA KLINIS

Gejala subjektif miopia antara lain: (15)

a. Kabur bila melihat jauh

b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat

c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi )

d. Astenovergens

Gejala objektif miopia antara lain: (15)

1. Miopia Simpleks :

Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relative lebar.

Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol. Pada segmen posterior

biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapa disertai kresen myopia (myopic

cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik.

2. Miopia Patologik : (11, 16)

a. Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks

b. Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada

40

Page 41: kasus ujian

Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang

terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.

Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas

hubungannya dengan keadaan miopia

Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih

pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh

lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan

pigmentasi yang tidak teratur

Gambar 10. Myopic Cresent

Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan perdarahan

subretina pada daerah makula.

Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer. Seluruh lapisan

fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini

maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid.

Gambar 11. Fundus Tigroid

41

Page 42: kasus ujian

Kesalahan pada saat pemeriksaan refraksi biasa mendominasi gejala klinik yang

terjadi pada miop tinggi. Hilangnya penglihatan secara tiba-tiba mungkin disebabkan karena

perdarahan makular pada bagian fovea dimana membrana Bruch mengalami dekompensasi.

Kehilangan penglihatan secara bertahap dan metamorpopsia terjadi oleh karena rusaknya

membrana Bruch.(14)

Dikatakan miopia tinggi apabila melebihi -8.00 dioptri dan dapat lebih tinggi lagi

hingga mencapai -35.00 dioptri. Tingginya dioptri pada miopia ini berhubungan dengan

panjangnya aksial miopia, suatu kondisi dimana belakang mata lebih panjang daripada

normal, sehingga membuat mata memiliki pandangan yang sangat dekat.(15)

KOREKSI MIOPIA TINGGI

a. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata

Penggunaan kacamata untuk penderita miopia tinggi masih sangat penting. Meskipun

banyak penderita miopia tinggi menggunakan lensa kontak, kacamata masih dibutuhkan.

Pembuatan kacamata untuk miopia tinggi membutuhkan keahlian khusus.

Bingkai kacamata haruslah cocok dengan ukuran mata. Bingkainya juga harus memiliki

ukuran lensa yang kecil untuk mengakomodasi resep kacamata yang tinggi. Pengguanaan

indeks material lensa yang tinggi akan mengurangi ketebalan lensa. Semakin tinggi indeks

lensa, semakin tipis lensa. Pelapis antisilau pada lensa akan meningkatkan pengiriman

cahaya melalui material lensa dengan indeks yang tinggi ini sehingga membuat resolusi

yang lebih tinggi.(15)

b. Koreksi Miopia Tinggi dengan Menggunakan Lensa Kontak

Cara yang disukai untuk mengoreksi kelainan miopia tinggi adalah lensa kontak. Banyak

jenis lensa kontak yang tersedia meliputi lensa kontak sekali pakai yang sekarang telah

tersedia lebih dari -16.00 dioptri.(15)

42

Page 43: kasus ujian

Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa kontak keras

(hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan penyusunnya. Lensa kontak lunak

disusun oleh hydrogels, HEMA (hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl copolymer

sedangkan lensa kontak keras disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate).(16)

Keuntungan lensa kontak lunak adalah nyaman, singkat masa adaptasi pemakaiannya,

mudah memakainya, dislokasi lensa yang minimal, dapat dipakai untuk sementara waktu.

Kerugian lensa kontak lunak adalah memberikan ketajaman penglihatan yang tidak

maksimal, risiko terjadinya komplikasi, tidak mampu mengoreksi astigmatisme, kurang

awet serta perawatannya sulit.(16)

Kontak lensa keras mempunyai keuntungan yaitu memberikan koreksi visus yang baik,

bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama (awet), serta mampu mengoreksi astigmatisme

kurang dari 2 dioptri. Kerugiannya adalah memerlukan fitting yang lama, serta

memberikan rasa yang kurang nyaman. Pemakaian lensa kontak harus sangat hati-hati

karena memberikan komplikasi pada kornea, tetapi komplikasi ini dikurangi dengan

pemilihan bahan yang mampu dilewati gas O2. Hal ini disebut Dc (gas Diffusion

Coefficient), semakin tinggi Dk-nya semakin besar bisa mengalirkan oksigen, sehingga

semakin baik bahan tersebut.(16)

Lensa Kontak Ditinjau dari Segi Klinis

1. Lapang Pandangan

Karena letak lensa kontak yang dekat sekali dengan pupil serta tidak memerlukan bingkai

dalam pemakaiannya, lensa kontak memberikan lapang pandangan yang terkoreksi lebih

luas dibandingkan kacamata. Lensa kontak hanya sedikit menimbulkan distorsi pada

bagian perifer.

2. Ukuran Bayangan di Retina

Ukuran bayangan di retina sangat tergantung dari vertex distance (jarak verteks) lensa

koreksi. Jika dibandingkan dengan pemakaian kacamata, dengan koreksi lensa kontak,

penderita miopia memiliki bayangan yang lebih besar di retina, sedangkan pada penderita

hipermetropia bayangan menjadi lebih kecil.

3. Akomodasi

Dibandingkan dengan kacamata, lensa kontak meningkatkan kebutuhan akomodasi pada

penderita miopia dan menurunkan kebutuhan akomodasi pada penderita hipermetropia

sesuai dengan derajat anomali refraksinya.(16)

Pemilihan Lensa Kontak (15)

43

Page 44: kasus ujian

Tabel 4. Perbandingan Indikasi Pemakaian Lensa Kontak Lunak dan Keras

Lensa Kontak Lunak Lensa Kontak Keras

Pemakaian lensa kontak pertama kali Gagal dengan lensa kontak lunak

Pemakaian sementara Iregularitas kornea

Bayi dan anak-anak Alergi dengan bahan lensa kontak lunak

Orang tua Dry eye

Terapi terhadap kelainan kornea (sebagai

bandage)

Astigmatisme

Keratokonus

Penderita dengan overwearing problem

Tindakan operasi untuk mengoreksi kelainan refraksi. (12)

a. Radial keratotomy (RK)

Melakukan insisi dalam (90 persen dari ketebalan) pada bagian perifer dari kornea

dengan meninggalkan 4 mm di sentral pada zona optic. Insisi ini pada penyembuhannya:

mendatarkan kornea sentral sehingga mengurangi kemampuan refraktif. Prosedur ini

memberikan koreksi yang sangat baik pada miopia ringan hingga moderate.

Kekurangan prosedur ini yang membuatnya tidak direkomendasikan adalah:

- Kornea menjadi tipis sehingga berpeluang terjadinya rupture bola mata setelah trauma

akibat RK.

- Pemulihan yang kurang sempurna rata dapat menyebabkan astigmat irregular

- Pasien mungkin merasa silau pada malam hari.

b. Photorefractive keratectomy (PRK)

Pada tehnik ini, untuk melakukan koreksi miopia, zona optic sentral dari stroma kornea

anterior difotoablasikan menggunakan excimer laser (193-nm UV flash) untuk

mendatarkan kornea sentral. Seperti pada RK, RPK juga memberikan koreksi yang

sangat bagus untuk miopia dengan -2 sampai -6 D.

44

Page 45: kasus ujian

Kekurangan metode ini yang membuatnya tidak dianjurkan:

- Penyembuhan setelah operasi lambat. Penyembuhan defek epitel mungkin tertunda

dan pasien merasakan sakit dan tidak nyaman untuk beberapa minggu.

- Mungkin terdapat sisa luka (kekaburan) kornea bagian tengah yang mempengaruhi

penglihatan.

- PRK jauh lebih mahal dari RK.

c. LASIK

LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan

teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau mengkoreksi

kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi

dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara permanen

menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta mata silinder

(astigmatisme).

Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu: (11)

- Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak

- Kelainan refraksi:

a. Miopia sampai -1.00 sampai dengan – 13.00 dioptri.

b. Hipermetropia + 1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri.

c. Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri

- Usia minimal 18 tahun

- Tidak sedang hamil atau menyusui

- Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun

- Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama paling tidak 6 (enam)

bulan

- Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata, katarak, glaukoma

dan ambliopia

- Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua) minggu

dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact lens)

Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain: (11)

45

Page 46: kasus ujian

- Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabil.

- Sedang hamil atau menyusui.

- Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis.

- Riwayat penyakit glaukoma.

- Penderita diabetes mellitus.

- Mata kering

- Penyakit : autoimun, kolagen

- Pasien Monokular

- Kelainan retina atau katarak

Sebelum menjalani prosedur LASIK, ada baiknya pasien melakukan konsultasi atau

pemeriksaan dengan dokter spesialis mata untuk dapat mengetahui dengan pasti mengenai

prosedur / tindakan LASIK baik dari manfaat, ataupun kemungkinan komplikasi yang dapat

terjadi. Setelah melakukan konsultasi / pemeriksaan oleh dokter spesialis mata, kemudian

mata anda akan diperiksa secara seksama dan teliti denganmenggunakan peralatan yang

berteknologi tinggi (computerized) dan mutakhir sehingga dapat diketahui apakah seseorang

layak untuk menjalankan tindakan LASIK.

Persiapan calon pasien LASIK: (11)

Pemeriksaan refraksi, slit lamp, tekanan bola mata dan finduskopi

Pemeriksan topografi kornea / keratometri / pakhimetri Orbscan

Analisa aberometer Zy Wave untuk mengukur aberasi kornea sehingga bisa dilakukan

Customize-LASIK.

Sebagian besar pasien yang telah melakukan prosedur atau tindakan LASIK menunjukan

hasil yang sangat memuaskan, akan tetapi sebagaimana seperti pada semua prosedur atau

tindakan medis lainnya, kemungkinan adanya resiko akibat dari prosedur atau tindakan

LASIK dapat terjadi oleh sebagian kecil dari beberapa pasien antara lain:

a. Kelebihan / Kekurangan Koreksi (over / under correction). Diketahui setelah pasca

tindakan LASIK akibat dari kurang atau berlebihan tindakan koreksi, hal ini dapat

diperbaiki dengan melakukan LASIK ulang / Re-LASIK (enhancement) setelah kondisi

mata stabil dalam kurun waktu lebih kurang 3 bulan setelah tindakan.

b. Akibat dari menekan bola mata yang terlalu kuat sehingga flap kornea bisa bergeser

(Free flap, button hole, decentration flap). Flap ini akan melekat cukup kuat kira-kira

seminggu setelah tindakan.

46

Page 47: kasus ujian

c. Biasanya akan terjadi gejala mata kering. Hal ini akan terjadi selama seminggu setelah

tindakan dan akan hilang dengan sendirinya. Pada sebagian kasus mungkin diperlukan

semacam lubrikan tetes mata.

d. Silau saat melihat pada malam hari. Hal ini umum bagi pasien dengan pupil mata yang

besar dan pasien dengan miopia yang tinggi. Gangguan ini akan berkurang seiring

dengan berjalannya waktu. Komplikasi sangat jarang terjadi, dan keluhan sering

membaik setelah 1-3 bulan.

Kelebihan Bedah Refraksi LASIK antara lain: (11)

a. Anestesi topikal (tetes mata)

b. Pemulihan yang cepat (Magic Surgery)

c. Tanpa rasa nyeri (Painless)

d. Tanpa jahitan (Sutureless & Bloodless)

e. Tingkat ketepatan yang tinggi (Accuracy)

f. Komplikasi yang rendah

g. Prosedur dapat diulang (Enhancement)

d. Extraction of Clear Crystalline Lens (Fucala’s Operation)

Ini dianjurkan pada miopia dengan -16 sampai -18 D, khusunya pada kasus unilateral.

Baru-baru ini, clear lens extraction dengan implant lensa intraocular pada kekuatan yang

vtepat direkomendasikan pada operasi refraksi untuk myopia dengan -12

e. Phakic intraocular lens (implant lensa kontak intraocular).

Tehnik ini juga baik untuk mengoreksi myopia lebih dari -12.

f. Intercorneal ring (ICR).

Ialah implant intercorneal berbentuk cincin/ ring yang ditanam pada kornea bagian

perifer hingga kira-kira 2/3 kedalaman stroma. Hasilnya sentral kornea lebih datar, dan

berfungsi mengurangi miopia.

KOMPLIKASI

Komplikasi lain dari 47yopia sering terdapat pada 47Myopia tinggi berupa ablasio

retina, perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid dan juling esotropia atau juling ke

dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling ke

luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.(12-15)

47

Page 48: kasus ujian

BAB V

KESIMPULAN

Penderita perempuan berumur 73 tahun dengan keluhan utama penderita adalah kedua

mata kabur secara perlahan-lahan sejak bulan yang lalu. Keluhan dirasakan semakin

memberat hingga mengganggu aktivitasnya. Penderita merasa lebih sulit melihat benda-

benda yang terletak jauh dibandingkan dengan sebelumnya. Penderita juga mengeluh silau

dan ngeres pada kedua mata serta seperti melihat bayangan hitam. Gejala-gejala yang dialami

penderita ini sesuai dengan kepustakaan yang menuju kearah katarak. Katarak merupakan

kekeruhan pada lensa sehingga mengakibatkan penurunan tajam penglihatan. Tingkat

kekaburan yang dialami penderita bervariasi tergantung dari tingkat kekeruhan lensa. Lensa

penderita katarak akan semakin cembung akibat proses sklerosis nucleus yang meningkatkan

ketebalan lensa. Hal ini menyebabkan kekuatan dioptri lensa penderita menjadi semakin kuat

sehingga penderita menjadi lebih jelas melihat dekat dibandingkan melihat jauh. Berbeda

dengan penderita penderita usia tua yang umumnya mengalami presbiopi sehingga lebih jelas

ketika melihat jauh dibandingkan dengan melihat dekat. Usia penderita yang lebih dari 50

48

Page 49: kasus ujian

tahun merupakan salah satu penentu jenis katarak. Jenis katarak yang sesuai adalah katarak

senilis.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus penderita kurang dari 6/6, terdapat ekeruhan

pada kedua lensa yang jika disinari dengan menggunakan senter pada kemiringan 45o

menimbulkan bayangan iris. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa

pada lensa normal yang tidak terdapat kekeruhan, sinar dapat masuk kedalam mata tanpa ada

yang dipantulkan. Jika kekeruhan lensa hanya sebagian saja, maka sinar obliq yang mengenai

bagian yang keruh ini, akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan, terlihat dipupil, ada

daerah yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan

daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh. Keadaan ini disebut

bayangan iris (+). Pada pemeriksaan opthalmologi, tidak ditemukan adanya hiperemi pada

konjungtiva serta rasa nyeri pada mata (-). Pada funduskopi, didapatkan reflex fundus yang

(+). Adanya bayangan iris dan reflek fundus yang (+) mengarah kepada katarak senilis

imatur. Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosis yang sesuai adalah

katarak senilis imatur.

Usulan pemeriksaan yang dilakukan pada penderita ini adalah pemeriksaan

funduskopi dan slit lamp untuk lebih memastikan kekeruhan yang terjadi pada lensa dan

segmen posterior bola mata serta menilai keadaan retina penderita.

Dalam kasus ini, penderita diberikan terapi medikamentosa (Catarlent eye drop) untuk

memperlambat progresivitas kekeruhan lensa karena kandungan Kalium Iodida di dalamnya,

dan dengan tetap memotivasi untuk melakukan operasi katarak untuk mencegah terjadinya

komplikasi yang dapat terjadi pada stadium ini. Juga diberikan Ly-teers eye drops karena

pada lansia umumnya terjadi defisiensi air mata. Penatalaksanaan non medikamentosa pada

katarak imatur adalah penggunaan kaca mata sehingga penderita mampu beraktivitas dengan

baik. Namun jika hal ini masih dirasa mengganggu oleh penderita, dapat dilakukan ekstraksi

lensa. Ekstraksi lensa dapat dilakukan dengan metode EKEK + IOL atau Fakoemulsifikasi +

IOL. Dimana pemilihan teknik operasi ini juga diserahkan pada penderita, namun

sebelumnya kita harus memberikan edukasi mengenai kelebihan ataupun kekurangan dari

masing-masing teknik tersebut. Pada EKEK + IOL, pembedahan yang dilakukan lebih lebar

dibandingkan dengan teknik fakoemulsifikasi sehingga proses penyembuhan akan

berlangsung lebih lama dan kemungkinan terjadinya astigmatisma juga lebih besar.

Sementara teknik fakoemulsifikasi memiliki komplikasi astigmatisma yang lebih kecil hanya

saja biayanya lebih mahal dibandingkan dengan EKEK.

49

Page 50: kasus ujian

Prognosis penderita ini baik, hal ini disebabkan karena katarak merepukan suatu

kekeruhan pada lensa yang dapat diperbaiki. Sehingga tajam penglihatan penderita setelah

dioperasi akan lebih baik dibandingkan dengan sebelum dioperasi.

Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis ialah

disebabkan oleh faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal yang

memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan langsung

terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap dan sebagainya.

Pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E) secara teori bermanfaat.

Koreksi pada visus jauh dan dekat (addisi) dilakukan post EKEK untuk

memaksimalkan tajam pengelihatan penderita. Bila dilakukan sebelum EKEK, tidak akan

memeberikan hasil yang memuaskan. Atas pertimbangan usia, tindakan koreksi yang bersifat

operatif tidak perlu dilakukan, kecuali atas permintaan dan kesanggupan dari pihak pasien

dan keluarga. Koreksi cukup dengan kacamata yang memiliki indeks material lensa tinggi

sehingga ketebalan lensa dapat dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S. Katarak (Lensa Mata Keruh). Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2003. hal 44-52.

2. Guyton AC, Hall JE. Mata I. Sifat Optik Mata. Dalam: Guyton AC, penyunting. Buku

Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996;

779-94.

3. Jhons Kj, Feder RS, Hamill MB. Fundamentals and Principles of

Ophthalmology. San Fransisco : American Academy of Ophtalmology; 2004.

page 40-48,81-104,173.

4. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi umum edisi 17. Jakarta; Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2008; hal 175-177.

5. Palay DA, Krachmer JH. Primary Care Ophthalmology. Second Edition,

Philadelphia: Elsevier Mosby; 2005. page 128.

6. Pavan D, Langston. Manual of Diagnosis and Therapy. Fifth Edition.

Philadelphia : lippincott Willams & Wilkins; 2002. page 146.

7. www.diglib.litbang.depkes.go.id/ (diunduh pada 2 Mei 2012)

50

Page 51: kasus ujian

8. Bobrow JC, Mark HB, David B et al. Section 11: Lens and Cataract. Singapore;

American Academy of Ophthalmology; 2008.

9. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology. Fifth Edition. Philadelphia: Butterworth

- Heinemann; 2003. page 163 - 164.

10. PERDAMI, Panduan Menejemen Klinis PERDAMI. Jakarta; PP PERDAMI, 2006.

11. Bandung Eye Centre. Minus Tinggi dan Komplikasi Mata.

http://www.bandungeyecentre.com/index.php [diunduh tanggal 06 Mei 2012].

12. Royal National Institute of Blind People. High Degree Miopia.

http://www.rinb.org.uk[diunduh tanggal 06 Mei 2012].

13. Tanjung H. Perbedaan Rata-rata Rigiditas Okuler pada Miopia dan Hipermetropia di

RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: USU Digital Library, 2003:2-3.

14. Gondhowiardjo TJ, Simanjuntak GWS. Panduan Manajemen Klinis Perdami. Jakarta:

PP Perdami, 2006:9.

15. Hardy RA. Retina dan Tumor Intraokuler dalam: oftalmologi umum ed 14.

16. Sowka JW, Gurwood AS, Kabat AG. Handbooks of Ocular Disease Management.

New York: Johson Publishing LLC, 2001.

51