48
KARAKTERISTIK SUMBERDAYA LAUT ARAFURA DAN PESISIR BARATDAYA PAPUA Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan – Oktober 2011 Kementerian Kelautan dan Perikanan Repubik Indonesia Oktober 2011 ISBN: 978-602-9086-20-1

Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

KARAKTERISTIK SUMBERDAYA LAUT ARAFURA DAN PESISIR BARATDAYA PAPUA Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir

Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan – Oktober 2011

Kementerian Kelautan dan Perikanan Repubik Indonesia

Oktober 2011

ISBN: 978-602-9086-20-1

Page 2: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua i

KARAKTERISTIK SUMBERDAYA LAUT ARAFURA DAN

PESISIR BARATDAYA PAPUA

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PESISIR

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PESISIR

JAKARTA, OKTOBER 2011

Page 3: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua ii

PENYUSUN:

Editor : 1. Budi Sulistiyo

Koordinator : 2. Widodo S. Pranowo

Batimetri : 3. Sugiarta Wirasantosa

Ekosistem Laut & Pesisir : 4. Syahrial Nur Amri

Oseanografi Biogeokimia : 5. Andreas A. Hutahaean

Oseanografi Pemodelan : 6. Lestari C. Dewi

Oseanografi Fisika : 7. Salvienty Makarim

Oseanografi Biologi-Kimia : 8. Restu Nur Afi Ati

Sains Atmosfer : 9. Herlina Ika Ratnawati

Geofisika : 10. Joko Prihantono

Alamat:

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir

Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Gedung Balitbang KP, Jalan Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta 14430

Tel. 021-647 11 583, 647 11 672 Ext. 4304

Fax. 647 11 654

Page 4: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua iii

DAFTAR ISI

1. PENDAHULUAN 1

2. ISU DAN MASALAH 2

3. SUMBERDAYA LAUT ARAFURA DAN PESISIR BARATDAYA

PAPUA

3

A. Ekosistem Pesisir 3

B. Sumberdaya Ikan 4

4. KONDISI IKLIM-LAUT ARAFURA 5

A. Iklim-Laut 6

B. Hidrodinamika 15

C. Massa Air 23

D. Batimetri 32

5. KERENTANAN LAUT ARAFURA DAN PESISIR BARATDAYA PAPUA 34

6. REKOMENDASI STRATEGIS 38

DAFTAR PUSTAKA 41

Page 5: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 1

1. PENDAHULUAN

Salah satu wilayah perairan di Indonesia yang memiliki potensi sumberdaya ikan

yang cukup melimpah adalah Perairan Laut Arafuru. Nilai biodiversity jenis udang penaeid

dan jenis ikan demersal yang memiliki nilai ekonomis penting tersedia di sana. Hal tersebut

menjadikan kawasan tersebut menjadi incaran banyak perusahaan perikanan, khususnya

yang berpangkalan di Sorong dan Ambon untuk berekspansi penangkapan ikannya ke

kawasan ini.

Aktifitas penangkapan udang di perairan ini telah berlangsung sejak 1970, dan pada

tahun 1984 tingkat produksi tangkapan menunjukan kecenderungan yang tinggi. Kenyataan

ini menjadikan kawasan perairan laut Arafura yang masuk dalam kawasan WPP 718

(Sulistiyo, dkk., 2007), ini mampu memberikan kontribusi sekitar 30% dari total ekspor

Indonesia setiap tahunnya. Data tahun 2001 menunjukkan nilai potensi tangkap lestari

mencapai 43 ribu ton udang dan 200 ribu ikan demersal. Di kawasan perairan ini beroperasi

sekitar 1000 kapal pukat, maka tidaklah mustahil hasil penangkapan ikan desemersal dan

udang bisa melampaui angka 300 ribu ton per tahun (Badrudin & Sumiono, 2002; Badrudin,

dkk., 2002).

Kekayaan sumberdaya laut yang lain, seperti udang, tuna/cakalang, cumi-cumi, ikan

karang, ikan demersal dan crustacea, merupakan komoditas yang juga menjadi sasaran

utama nelayan-nelayan tradisional dan pengusaha perikanan skala menengah keatas.

Sebagai upaya menjaga kelestarianya sudah barang tentu diperlukan kajian dan

monitoring yang lebih mendalam disamping mengenai dugaan stok yang tersedia di wilayah

ini, mengingat dari tahun ke tahun telah terjadi penurunan jumlah produksi tangkapan.

Penurunan ini tentunya penyebabnya sangat kompleks, mulai dari over fishing yang

berlebihan akibat jumlah armada yang semakin banyak, alat tangkap yang tidak ramah

lingkungan, juga tidak kalah pentingkan kajian dan monitoring kondisi lingkungan laut, serta

Page 6: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 2

tingkat pencemaran yang terjadi di laut maupun di darat yang dapat berdampak pada

kualitas lingkungan laut.

2. Isu dan Masalah

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber serta hasil-hasil

penelitian mengenai kawasan perairan Arafura, telah didapatkan beberapa masalah atau isu

berkembang yang perlu membutuhkan perhatian yang serius, diantaranya:

1. Bahwa berdasarkan data statistik perikanan maupun hasil riset para akademisi

mengungkapkan bahwa kondisi perikanan di Laut Arafura menunjukan indikasi over

fishing dan over capacity. Kondisi ini dipertegas pada Forum Arafura (2007), dimana

digambarkan kondisi SDI di perairan Arafura mengalami penurunan laju

penangkapan ikan demersal di wilayah - wilayah utama, khususnya di wilayah Digul

dan Aru. Indeks biodiversitas di Perairan Digul di area paparan (shelf) menunjukan

penurunan terutama untuk jenis ikan demersal bernilai ekonomis tinggi, sedangkan

SDI pelagis dan demersal di area sepanjang tubir (slope) yang sebagian besar

merupakan kawasan “untrawlable” belum dimanfaatkan secara optimal.

2. Adanya keluhan masyarakat yang ditindaklanjuti oleh Institut Pertanian Bogor (IPB),

Universitas Cenderawasih (UNCEN) dan beberapa LSM di Papua dengan

melakukan penelitian, yaitu Study on Mollusc Consumption Among People Reside

Around Mimika’s Estuaries. Hasil studi itu menyebutkan tambelo, sipu, dankerang

(TSK) berubah warna menjadi binti-bintik hitam dan rasanya pahit. Sebagian besar

penduduk menganggap cita rasa dan warna ini terjadi karena pengaruh limbah tailing

dari sungai-sungai yang bermuara di perairan tersebut.

Page 7: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 3

3. Disertasi dari Prof. Dr. Karel Sesa, MSi, Dekan Fakultas Ekonomi UNCEN berjudul

“Analisis Manfaat Ekonomi dan Dampak Lingkungan PT Freeport Indonesia

Company”, di Tembagapura, Timika, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, pada 2007

menyatakan bahwa setelah adanya PT Freeport Inc, ternyata 10 % sumber air

minum dalam kondisi baik, sedangkan sebanyak 90 % sumber air minum tidak

berkondisi baik ditemukan di Kampung Kali Kopi, Kampung Nawaripi, Kampung

Nayaro, Kampung Tipuka, Kampung Fanamo dan Kampung Omawita. Hal itu terjadi

akibat akumulasi sedimen tailing yang terus meningkat di sungai - sungai terutama

Sungai Aijkwa sebagai Area Deposision Aijkwa (ADA). Akumulasi itu terus meningkat

karena kapasitas produksi terus meningkat dari 240.000 ton per hari hingga

mencapai kapasitas maksimal sebesar 300.000 ton bijih per hari atau 300 K pada

pasca penutupan tambang 2001.

3. SUMBERDAYA LAUT ARAFURA DAN PESISIR BARATDAYA

PAPUA

A. EkosistemPesisir

Potensi perikanan yang besar di perairan laut Arafuru tidak lepas dari melimpahnya

habitat ekosistem yang tersebar di sepanjang pantai dan laut Papua serta pulau-pulau

sekitarnya. Seperti diketahui bahwa pada wilayah perairan ini kedalaman perairan tidak

kurang dari 100 meter, di mana karakteristik lingkungan yang sangat beragam ini banyak

dipengaruhi oleh struktur dan massa jenis air laut dari perairan sekitarnya.

Potensi ikan dan udang yang begitu besar yang di perairan ini, tidak lepas dari

pengaruh ekologi perairan laut Arafura.

Page 8: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 4

Perairan laut ini merupakan perairan dangkal dengan kedalaman tidak kurang dari 100

meter. Karakteristik lingkungan sangat beragam yang dipengaruhi oleh struktur pantai dan

terrestrial serta massa air laut dari perairan sekitarnya. Karakteristik diperkuat dengan

adanya 2 (dua) sistem arus yang dapat berdampak pada ekosistem yang dinamis dan kaya

nutrien, akibatnya:

Sumberdaya ikan dan udang melimpah di perairan Arafura karena ketersediaan

rantai makanan yang melimpah secara alami. Di perairan ini terdapat 2 (dua) bentuk basis

rantai makanan, pertama basis plankton yang memungkinkan arah tingkatan trofik yang

merupakan plankton-ikan kecil yakni untuk makanan ikan demersal/pelagis serta kedua

basis detritus yang memungkinkan arah tingkatan trofik yaitu organisme pemakan detritus-

sedenter/udang - ikan demersal.

Kedua rantai makanan ini sangat berkaitan dengan distribusi plankton yang

menentukan kesuburan nutrient dan ketersediaan hutan bakau sebagai sumber primer

detritus. Disribusi horizontal plankton sangat erat dengan proses percampuran massa air

laut dan air tawar sebagai pembawa nutrient.

Pada umumnya, di sebelah selatan Papua terdapat perairan yang dipengaruhi oleh

hutan mangrove, misalnya teluk Bintuni dan sebelah selatan Timika – Merauke dan adalagi

perairan yang dipengaruhi oleh gugus terumbu karang seperti di selat Seledan sebelah

selatan Kaimana.

B. Sumberdaya Perikanan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Balai Riset Perikanan Laut tahun 2006

berhasil menemukan 228 spesies mewakili 101 famili yang tergolong dalam 10 kelompok

sumberdaya di antaranya ikan hiu (Shark), ikan pari (Rays), ikan pelagis, ikan demersal,

Page 9: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 5

cumi-cumi (Cephalopoda), udang, kepiting, kekerangan (Shell) dan beberapa biota

invertebrate. Kelompok ikan demersal merupakan hasil tangkapan paling banyak yang

mencapai 58.89 %, kemudian disusul ikan pelagis 11.36 %, kepiting 9,88, udang 7,80 % dan

lainnya kurang dari 4 persen.

Kelompok ikan demersal yang tertangkap terdiri dari 135 spesies yang tergolong

dalam 61 famili. Hasil tangkapan tersebut didominasi famili ikan petek (Leiognathidae) yang

mencapai 19,57% terutama jenis Leiognathidae bindus, kemudian famili ikan tiga waja

(Scaidae) sekitar 11.41% terutama jenis Otolithes rubber.

Sedangkan tangkapan kelompok ikan krutase terdiri dari udang(shrimp) dan

kepiting(crab). Jenis udang yang tertangkap terdapat 19 species yang mewakli 7 famili dan

tangkapan yang tertinggi famili udang Peneidai yang mencapai 86.23 %. Dimana jumlah

terbanyak adalah jenis udang Metapenaopsis sp dan Tranchipenaeus asper. Pada

kelompok sumberdaya kepiting yang ditangkap terdiri dari 11 spesies urutan penangkapan

tertinggi yang mencapai 93,35 %.

4. KONDISI IKLIM-LAUT ARAFURA

Laut Arafura yang terletak di bagian timur Indonesia merupakan bagian laut

Indonesia yang sangat dinamis dengan kedalaman sekitar 50 sampai dengan 80 meter dan

merupakan kawasan laut Indonesia yang sangat berpotensi untuk sumberdaya ikan, seperti

jenis ikan demersal dan beberapa jenis udang-udangan.

Pengaruh ekologi perairan di Laut Arafura yang mendukung potensi besar jenis ikan

demersal dan jenis udang di laut ini. Karakteristik lingkungan laut yang beragam dengan

struktur pantai dan terrestrial serta massa air laut daria perairan sekitarnya.

Page 10: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 6

Secara umum terdapat 2 (dua) bentuk sirkulasi arus di Laut Arafura ini yaitu sistem

arus monsun dan pengaruh pasang surut dengan amplitudo besar. ARLINDO (Arus Laut

Lintas Indonesia) yaitu massa air yang melintas dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia

yang melewati laut-laut Indonesia bervariasi secara musiman di Laut Arafura. Dinamika laut

ini menyebabkan perubahan temperatur di permukaan laut dan interaksinya dengan angin

monsun mempengaruhi interaksi laut-atmosfir, sehingga potensi terjadinya tropical cyclones

dan juga mempengaruhi pola hujan di daerah sekitarnya.

Beberapa wilayah dekat pantai dengan masukan air laut Banda yang mendorong

pembentukan lapisan massa air bersalinitas relatif tinggi pada kedalaman mulai dari 15

meter, selain itu perubahan salinitas dilaut ini juga dipengaruhi oleh pola hujan dan

beberapa pengaruh aliran sungai yang bermuara ke laut Arafura.

A. Iklim-Laut

Secara umum, Laut Arafura dan pesisir baratdaya Papua berada di daerah dengan

tipe hujan ekuatorial. Yakni termasuk kedalam Tipe Iklim A, menurut klasifikasi Schmitd –

Ferguson. Sedangkan menurut klasifikasi Koppen, termasuk ke dalam Tipe Hujan A, dimana

dalam tipe ini curah hujan bulanan senantiasa di atas 100 mm setiap tahunnya, lihat

Gambar 4.1.

Pola time series hujan, kelembaban air, temperatur udara, tekanan permukaan air

laut, kecepatan angin untuk stasiun-stasiun yang berada di daratan, menunjukan ke

cenderungan yang sama. Sedangkan di stasiun Laut Arafuru menunjukkan pola yang

berbeda, hal ini diduga akibat topografi lokal yang pengaruh cuaca dan iklim daerah.

Page 11: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 7

Gambar 4.1. Distribusi tipe hujan di Indonesia. Kotak biru adalah domain kajian yakni di

Laut Arafura dan pesisir baratdaya Papua (BMG, 2010)

Untuk memahami pengaruh cuaca terhadap tailing akibat aktifitas pertambangan

oleh PT. Freeport Indonesia, yang melakukan operasinya di wilayah Timika, Kab. Mimika,

PAPUA, dilakukan kajian cuaca dengan menggunakan pendekatan 5 (lima) stasiun cuaca di

sepanjang daerah aliran sungai (DAS) (lihat Tabel 4.1), di mana tailing akan dibuang

menuju muara di pesisir baratdaya Papua. Adapun data klimatologi yang digunakan adalah

dari United States National Centers for Environment Prediction (NCEP) dengan reanalysis

data dengan resolusi temporal 6 jam (Kalnay, et al., 1996).

Page 12: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 8

Tabel 4.1. Stasiun virtual untuk pengamatan klimatologi pada kajian ini, lihat Gambar 4.2.

No Lokasi Koordinat

1 Sta. Mining 40 03’ 22,91” S 1370 06’ 46,29”

2 Sta. DAS (dekat Timika Airport) 40 31’ 39,00” S 1360 54’ 33,11”

3 Sta. Muara_01 40 52’ 51,80” S 1360 45’ 58,28”

4 Sta. Muara_02 40 55’ 32,47” S 1360 45’ 58,28”

5 Laut Arafuru 60 57’ 10,89” E 1360 00’ 11,75”

Gambar 4.2. Stasiun virtual cuaca untuk mengkaji data time series dari NCEP

Reanalysis data (2010). Stasiun tersebut antara lain: Stasiun Mining, Stasiun DAS yang

berdekatan dengan Lanud Timika, Stasiun Muara 01, Stasiun Muara 02, dan Stasiun di

Laut Arafura, lihat Tabel 4.1. (Sumber citra: Google Earth, 2011)

Page 13: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 9

Gambar 4.3. Laju presipitasi atau curah hujan di sepanjang tahun 2010 di 5 stasiun

pengamatan virtual pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.2.

Berdasarkan data NCEP, Gambar 4.3 menyajikan bahwa pola hujan di wilayah

Timika merupakan tipe equatorial, dengan dua puncak curah hujan. Curah hujan relatif

tinggi, dengan curah hujan bulannya yang senantiasa tinggi, lebih dari 28 kg/m2. Kondisi ini

diduga sangat dipengaruhi oleh topografi lokal yang mengakibatkan daerah timika

merupakan daerah dengan hari hujan yang tinggi pada bulan-bulan basahnya. Hal ini

diperkuat dengan referensi dari BMKG (lihat Gambar 4.1) bahwa jumlah hari hujan di

Kabupaten Mimika menurut Stasiun BMG Timika mempunyai jarak (rentang) antara 22-31

hari. Jumlah hari hujan sebesar 22 hari terjadi pada bulan Januari 2008 sedangkan jumlah

Page 14: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 10

hari hujan 31 hari terjadi pada bulan Agustus 2008. Hampir setiap hari di Timika turun hujan,

hal ini dapat terlihat dari rentang waktu hari hujan yang berada pada kisaran 26-31 hari

hujan, mulai bulan Februari-Desember 2008.

Dari kelima stasiun pengamatan, terlihat bahwa pola hujan di wilayah daratan

cenderung memiliki karakteristik yang sama sedangkan di wilayah Lautan (Sta. Laut

Arafuru) terlihat memiliki karakteristik yang pola hujan yang sedikit berbeda. Pada Sta. Laut

Arafuru, curah hujan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan di daratan.

Gambar 4.4. Temperatur udara di sepanjang tahun 2010 di 5 stasiun pengamatan virtual

pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.2.

Page 15: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 11

Berdasarkan Gambar 4.4, temperatur udara di wilayah kajian khususnya di keempat

Stasiun pengamatan yang berada di darat memiliki karakteristik yang sama. Pada Sta. Laut

Arafuru terlihat temperatur udara dengan karakteristik yang berbeda, lebih tinggi dari pada di

darat. Pada bulan Juli-agustus 2010, terlihat temperatur di laut Arafuru berada pada titik

minimumnya, sedangkan temperatur udara maksimum terjadi pada bulan November-

Desember.

Gambar 4.5. Kelembaban Udara di sepanjang tahun 2010 di 5 stasiun pengamatan virtual

pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.2.

Page 16: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 12

Berdasarkan Gambar 4.5, Kelembaban pada keempat stasiun pengamatan yang

berada di darat cenderung memiliki karakteristik yang sama, dengan fluktuasi yang kecil dan

rentang nilai kelembaban berkisar 90%. Kelembaban udara pada bulan april-juli cendurung

lebih tinggi dibandingkan pada bulan Nov-Des. Kelembaban udara di Stasiun Laut Arafuru

terlihat memiliki pola yang berbeda dibandikan dengan stasiun yang berada di darat. Nilai

kelembaban cenderung lebih rendah dibandingkan di darat. Kelembaban maksimum terjadi

pada bulan Juli-Agustus dan minimum pada bulan Nov-Des.

Gambar 4.6. Sea Level Pressure di sepanjang tahun 2010 di stasiun pengamatan virtual

Laut Arafura (lihat Tabel 4.1 dan Gambar 4.2).

Page 17: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 13

Terlihat pada Gambar 4.6, sea level pressure (SLP) di Laut Arafuru cenderung

memiliki karakteristik dimana SLP cenderung tinggi pada bulan Mei-Agustus, dan

mengalami penurunan pada bulan Nov-Des.

Gambar 4.7. Komponen angin dalam arah timur-barat (Uwind) di sepanjang tahun 2010 di 5

stasiun pengamatan virtual pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.2.

Page 18: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 14

Gambar 4.8. Komponen angin dalam arah utara-selatan (Vwind) di sepanjang tahun 2010 di

5 stasiun pengamatan virtual pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.2.

Pola angin yang terlihat dari Gambar 4.7 dan Gambar 4.8, berturut-turut untuk

komponen arah timur-barat (Uwind) dan arah utara-selatan (Vwind), untuk keempat stasiun

yang berada didarat meiliki pola yang sama. Sedangkan untuk di stasiun Laut Arafuru

adalah terlihat berbeda dengan stasiun di darat. Dari data, pada bulan April-Mei, terlihat

perubahan arah angin yang kemungkinan besar berkaitan dengan masa transisi dari

monsoon barat ke monsun timur.

Page 19: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 15

B. Hidrodinamika

Secara umum, cukup menarik bahwa, Laut Arafura mempunyai tipe pasang surut

tunggal (diurnal), di mana dalam satu hari terjadi pola satu kali kondisi air pasang dan satu

kali surut), sementara ketika mendekati pesisir baratdaya Papua maka tipe pasang surut

berevolusi menjadi bertipe campuran cenderung semidiurnal (mixed prevailing diurnal),

yakni dalam satu hari cenderung terjadi dua kali kondisi air pasang dan dua kali surut

(Pranowo & Wirasantosa, 2011), dimana pola fase sekitar 7 jam–an dengan amplitudo

sekitar 60 cm, lihat Gambar 4.9.

Pola arus permukaan di Laut Arafura selain dipengaruhi oleh kondisi pasang surut

juga dipengaruhi oleh angin monsun. Secara umum arus monsun di Indonesia disajikan

pada Gambar 4.10 untuk mewakili kondisi monsun barat, Gambar 4.11 untuk mewakili

kondisi transisi monsun barat ke monsun timur, Gambar 4.12 untuk mewakili kondisi

monsun timur, dan Gambar 4.13 untuk mewakili kondisi transisi monsun timur ke monsun

barat.

Gambar 4.9. Distribusi tipe pasang surut di Indonesia (Wyrtki, 1961). Laut Arafura sebagai

domain kajian adalah dalam kotak merah.

Page 20: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 16

Gambar 4.10. Pola arus permukaan laut Indonesia yang dipengaruhi angin monsun barat di

bulan Februari (Wyrtki, 1961). Laut Arafura sebagai domain kajian adalah dalam kotak

merah.

Gambar 4.11. Pola arus permukaan laut Indonesia yang dipengaruhiangin transisi monsun

barat ke monsun timur di bulan April(Wyrtki, 1961). Laut Arafura sebagai domain kajian

adalah dalam kotak merah.

Page 21: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 17

Gambar 4.12. Pola Arus permukaan yang dipengaruhi angin monsun timur di bulan Agustus

(Wyrtki). Laut Arafura sebagai domain kajian adalah dalam kotak merah.

Gambar 4.13. Pola arus permukaan yang dipengaruhi oleh angin transisi monsun timur ke

monsun barat di bulan Oktober (Wyrtki, 1961).Laut Arafura sebagai domain kajian adalah

dalam kotak merah.

Page 22: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 18

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih detil, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Sumberdaya Laut dan Pesisir (P3SDLP) melakukan pemodelan numerik hidrodinamika 3

dimensi (Mustikasari, dkk., 2010; Pranowo, et al., 2011a), dimana pola sirkulasi arus Laut

Arafura di sekitar pesisir baratdaya Papua yang diperoleh dari hasil simulasi adalah sebagai

berikut:

1. Pada monsun barat yang diwakili oleh bulan Januari, saat angin di domain kajian

dominan berhembus dari arah baratlaut (northwesterly wind), arus permukaan

barotropik horisontal sebagian menuju ke arah selatan. Dan sebagian lagi bergerak

ke arah tenggara menyusur pantai baratdaya Papua, dimana ketika bertemu dengan

Pulau Dolak (atau dikenal juga sebagai Pulau Yos Sudarso) kemudian berbelok

searah jarum jam (clockwise current) menuju ke barat (ke arah Laut Timor), dan ada

yang menuju kearah Teluk Carpentaria. Lihat Gambar 4.14.

2. Pada transisi monsun barat ke monsun timur yang diwakili oleh bulan April, saat

angin di domain kajian mulai berubah arah hembusan dari arah tenggara

(southeasterly wind), arus permukaan barotropik horisontal dominan (main flow)

yang menuju ke arah selatan tidak sekuat di bulan Januari. Dekat Kepulauan Aru

sebelah utara arus permukaan melemah dan di sebelah selatan Kepulauan Aru ini

masih terjadi pembelokan arah arus searah jarum jam (clockwise current). Lihat

Gambar 4.15.

3. Pada monsun timur yang diwakili oleh bulan Agustus, saat arah angin di domain

kajian dominan berhembus dari arah tenggara (southeasterly wind), arus permukaan

barotropik horisontal pun menjadi dominan menuju ke arah baratlaut dan utara. Arus

Eddy di pesisir baratdaya Papua terbentuk akibat terjadi pembelokan arus searah

jarum jam (clockwise current) di timur Kepulauan Aru. Lihat Gambar 4.16.

Page 23: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 19

4. Pada transisi monsun timur ke monsun barat yang diwakili oleh bulan Oktober, saat

arah angin juga cenderung dari arah tenggara (southeasterly wind), arus permukaan

barotropik yang horisontal dominan menuju ke arah barat dan baratdaya,akan tetapi

mengalami perubahan arah arus permukaan ke arah selatan dan timur di timur

Kepulauan Paru, yang menimbulkan arus Eddy di pesisir baratdaya Papua melawan

arah jarum jam (counter clockwise current). Lihat Gambar 4.17.

Secara umum pola sirkulasi arus permukaan hasil simulasi pemodelan numerik

tersebut diatas adalah mendukung hasil penelitian Wyrtki (1961). Sedangkan arus vertikal

ke atas (upwelling) berkekuatan lemah (1x10-5 s.d. 2x10-5 m/s) hanya muncul di bulan

Agustus dan Oktober untuk perwakilan monsun. Zona upwelling terluas muncul di bulan

Oktober dimana hampir mencakup seluruh Laut Arafura di baratdaya pantai Papua,

sedangkan untuk bulan Oktober tidak seluas di bulan Agustus. Lihat Gambar 4.14 – 4.17.

Secara umum pola arus di pesisir baratdaya Papua bisa berperan positif dan negatif.

Peran positif misalnya arus Eddy sebagai pengangkut (transpor) nutrient dari muara-muara

sungai ke arah tengah Laut Arafuru sehingga produktivitas primer tetap kontinyu. Sementara

peran negatifnya adalah jika arus juga mengangkut polutan dari muara-muara sungai.

Page 24: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 20

Gambar 4.14. Pola arus permukaan di Laut Arafura pada kondisi barotropik rerata di bulan

Januari 2007 (Mustikasari, dkk., 2010). Arus permukaan horisontal diwakili dengan vektor

anak panah, sedangkan arus vertikal diwakili warna skalar positif untuk arus menuju ke atas

(upwelling) dan skalar negatif untuk arus menuju ke bawah (downwelling).

Page 25: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 21

Gambar 4.15. Pola arus permukaan di Laut Arafura pada kondisi barotropik rerata di bulan

April 2007 (Mustikasari, dkk., 2010). Arus permukaan horisontal diwakili dengan vektor anak

panah, sedangkan arus vertikal diwakili warna skalar positif untuk arus menuju ke atas

(upwelling) dan skalar negatif untuk arus menuju ke bawah (downwelling).

Page 26: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 22

Gambar 4.16. Pola arus permukaan di Laut Arafura pada kondisi barotropik rerata di bulan

Agustus 2007 (Mustikasari, dkk., 2010). Arus permukaan horisontal diwakili dengan vektor

anak panah, sedangkan arus vertikal diwakili warna skalar positif untuk arus menuju ke atas

(upwelling) dan skalar negatif untuk arus menuju ke bawah (downwelling).

Page 27: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 23

Gambar 4.17. Pola arus permukaan di Laut Arafura pada kondisi barotropik rerata di bulan

Oktober 2007 (Mustikasari, dkk., 2010). Arus permukaan horisontal diwakili dengan vektor

anak panah, sedangkan arus vertikal diwakili warna skalar positif untuk arus menuju ke atas

(upwelling) dan skalar negatif untuk arus menuju ke bawah (downwelling).

C. Massa Air

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pranowo et al. (2011b) menggunakan data

World Ocean Database atau WOD (Boyer, et al., 2009) di perairan regional Arafura (dimana

menurut IHO Map Laut Arafura cakupannya adalah hingga Teluk Carpentaria) dan

sekitarnya diperoleh gambaran beberapa parameter fisik-kimia-biologi yang tercatat selama

79 tahun (1929 – 2008) yaitu Suhu, Salinitas, Oksigen, Fosfat, Nutrien, Silikat, pH dan

Klorofil. Data-data tersebut kemudian dibandingkan dengan data Southern Oscillation Index

(SOI).

Page 28: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 24

Gambar 4.18. (Kiri) Kondisi temperatur air di lapisan permukaan Laut Arafura. (Kanan)

Rerata temperature air lapisan permukaan terhadap Southern Oscillation Index (SOI).

Peristiwa El Nino event diwakili oleh nilai SOI negative, sedangkan La Nina diwakili oleh nilai

SOI positif.

Berdasarkan hasil dari 1635 stasiun pengamatan suhu di Perairan Arafura dan

sekitarnya, didapati kisaran suhu rata-rata antara 7.31-29,01 0C. Kisaran rata-rata yang

rendah berada di bulan Februari (1944-1998) sedangkan kisaran rata-rata tertinggi berada di

bulan Januari (1944-1977). Data hasil pengamatan lapangan ATSEA Cruise Mei 2010

menunjukkan kisaran rata-rata suhu sebesar 29.1 0C (Herlisman, et al., 2010). Bervariasinya

suhu di perairan Laut Arafura disebabkan karena pengaruh interaksi antara perairan dengan

atmosfer. Saat pengamatan cuaca adalah panas dan hujan serta pengaruh angin yang

berubah ubah. Secara vertikal dan melintang, pada Gambar 4.18 (kiri) terlihat bahwa

sebaran suhu perairan yang homogen. Secara umum pola temperatur air berkorelasi

dengan pola SOI (lihat Gambar 4.18, kanan).

Page 29: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 25

Gambar 4.19. (Kiri) Kondisi salinitas air di lapisan permukaan Laut Arafura. (Kanan) Rerata

salinitas air lapisan permukaan terhadap Southern Oscillation Index (SOI). Peristiwa El Nino

event diwakili oleh nilai SOI negative, sedangkan La Nina diwakili oleh nilai SOI positif.

Kisaran rata-rata salinitas (1929 – 2008) juga menunjukkan homogen (34.03 – 34.62

psu). Pola grafik salinitas pada Gambar 4.19 (kanan) mirip seperti pelana kuda yang

memiliki kisaran yang lebih tinggi pada Januari-Februari. Kemudian kisarannya menurun

pada Maret-Juni dan meningkat lagi pada Juli-Desember. Data WOD dengan Data SOI

Index terlihat sama, namun ada satu perbedaan yaitu pada bulan Februari, dimana data

WOD menunjukkan kisaran rata-rata yang tinggi sedangkan data Indek menunjukkan

kisaran rata-rata yang rendah. Pada Gambar 4.19 (kiri) terlihat bahwa kisaran salintas yang

lebih rendah di temui di dekat daratan. Hal ini berkaitan dengan bermuaranya sejumlah

sungai dari daratan Papua dan Australia. Rendahnya salinitas juga dapat disebabkan

adanya pengenceran massa air saat hujan, karena pada saat pengambilan sampel ATSEA

Cruise didominasi oleh musim hujan sehingga kisaran salinitas pada Mei 2010 berkisar

antara 24.14-33.71 psu (Herlisman, et al., 2010).

Page 30: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 26

Gambar 4.20. (Kiri) Kondisi oksigen terlarut di lapisan permukaan Laut Arafura. (Kanan)

Rerata oksigen terlarut di lapisan permukaan terhadap Southern Oscillation Index (SOI).

Peristiwa El Nino event diwakili oleh nilai SOI negative, sedangkan La Nina diwakili oleh nilai

SOI positif.

Dissolved Oxygen merupakan salah satu parameter kimia air yang berperan pada

kehidupan biota perairan. Penurunan oksigen terlarut dapat mengurangi efisiensi

pengambilan oksigen bagi biota perairan sehingga menurunkan kemampuannya untuk

hidup normal. Gambar 4.20 secara umum menunjukkan bahwa Kisaran rata-rata oksigen

yang tercatat pada 1046 stasiun (1929-2008) adalah 2.30 – 4.35 ml/l. Kisaran yang rendah

didapati pada Februari (1988-1998) dan kisaran yang tinggi didapati pada Januari (1969-

1977), Mei (1967-1977) dan November (1970-1987). Kisaran rata-rata oksigen terlarut di

perairan Arafura dan sekitarnya tersebut menunjukkan perairan yang tercemar sedang.

Berdasarkan Lee et.al, 1978 bahwa perairan yang memiliki kisaran oksigen terlarut antara

2.0 – 4.5 mg/L dapat dikategorikan ke dalam perairan yang tercemar sedang. Berdasarkan

KepMen LH No. 51 tahun 2004 nilai oksigen terlarut baik untuk wisata bahari maupun

budidaya laut adalah > 5 mg/L.

Page 31: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 27

Gambar 4.21. (Kiri) Kondisi pH air di lapisan permukaan Laut Arafura. (Kanan) Rerata pH

air lapisan permukaan terhadap Southern Oscillation Index (SOI). Peristiwa El Nino event

diwakili oleh nilai SOI negative, sedangkan La Nina diwakili oleh nilai SOI positif.

Kisaran pH (lihat Gambar 4.21) yang tercatat di perairan Arafura dan sekitarnya

hanya didapati pada bulan Oktober (1929-1930) dengan kisaran antara 7.9 dan November

(1972) dengan kisaran rata-rata 8.2. Nilai pH tersebut masih sesuai dengan pH yang

dijumpai di perairan laut yang normal, dengan pola yang berlawanan dengan pola SOI. pH

diperairan laut normal berkisar antara 8.0 – 8.5 (Salim, 1986) dan antara 7.0-8.5 (Odum,

1993). Untuk perairan Indonesia, pH air laut permukaan berkisar antara 6.0-8.5

(Romimohtarto, 1988). pH ini masih baik untuk berbagai kepentingan perikanan. EPA (1973;

2003) menetapkan kisaran pH untuk perikanan antara 6.5 – 8.5. Kantor MNLH (1988)

menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) pH 6.5-8.5 untuk perikanan.

Page 32: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 28

Gambar 4.22. (Kiri) Kondisi nitrat terlarut di lapisan permukaan Laut Arafura. (Kanan)

Rerata nitrat terlarut di lapisan permukaan terhadap Southern Oscillation Index (SOI).

Peristiwa El Nino event diwakili oleh nilai SOI negative, sedangkan La Nina diwakili oleh nilai

SOI positif.

Nitrat merupakan salah satu nutrient utama bagi pertumbuhan fitoplankton dan

tanaman air lainnya. Nilai rata-rata nitrat di perairan Arafura dan sekitarnya berkisar antara

0.22-18.31 μmol/l, dengan pola secara umum mengikuti pola SOI kecuali pada bulan Maret

menuju April (lihat Gambar 4.22 kanan). Kisaran tertinggi di peroleh pada April (1970)

sedangkan nilai terendah di dapati pada May (1970) dan Juni (1995). Nilai nitrat tidak

tercatat pada bulan Januari dan Februari. Pada Gambar 4.22 (kiri) terlihat sebaran

kandungan nitrat yang lebih tinggi berada di sekitar pulau-pulau kecil. Sedangkan

kandungan nitrat sekitar daratan Papua dan Australia memiliki kisaran yang relatif rendah

dan homogen. Hal ini didukung dengan hasil pengamatan ATSEA Cruise Mei 2010 bahwa

kandungan nitrat di permukaan adalah 0.09 μmol/l (Ati, et al., 2010). Tingginya kandungan

nitrat di sekitar pulau-pulau kecil dapat disebabkan karena pengaruh kondisi ekosistem

pesisir dan aktivitas manusia di sekitar pulau-pulau tersebut. Kisaran nilai nitrat di perairan

Arafura dan sekitarnya menunjukkan tingkat kesuburan yang tinggi.

Page 33: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 29

Gambar 4.23. (Kiri) Kondisi fosfat terlarut di lapisan permukaan Laut Arafura. (Kanan)

Rerata fosfat terlarut lapisan permukaan terhadap Southern Oscillation Index (SOI).

Peristiwa El Nino event diwakili oleh nilai SOI negative, sedangkan La Nina diwakili oleh nilai

SOI positif.

Nilai fosfat di perairan Arafura dan sekitarnya menunjukkan perairan yang cukup

subur dengan kisaran rata-rata antara 0.15 – 1.50 μmol/l, dengan pola mengikuti pola SOI

kecuali dari November menuju Desember (lihat Gambar 4.23 kanan). Sama halnya dengan

kisaran nitrat tertinggi, kisaran fosfat tertinggi juga didapati pada April (1970) sedangkan

bulan Februari (1988) dan May (1967) didapati kisaran fosfat yang relatif rendah. Nilai fosfat

pada bulan Januari juga tidak tercatat. Kisaran fosfat yang diperoleh dari data WOD tersebut

sama dengan hasil pengamatan ATSEA Cruise Mei 2010 yaitu memiliki kisaran permukaan

sebesar 0.13 μmol/l. Pada Gambar 4.23 (kiri) terlihat sebaran fosfat yang homogen, artinya

sebaran fosfat yang cenderung merata baik secara horisontal. Hal ini juga memberikan

pengaruh terhadap tingkat produktivitas perairan yang cenderung merata di Laut Arafura

dan sekitarnya.

Page 34: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 30

Gambar 4.24. (Kiri) Kondisi silikat terlarut di lapisan permukaan Laut Arafura. (Kanan)

Rerata silikat terlarut di lapisan permukaan terhadap Southern Oscillation Index (SOI).

Peristiwa El Nino event diwakili oleh nilai SOI negative, sedangkan La Nina diwakili oleh nilai

SOI positif.

Berdasarkan hasil pencatatan dari 728 stasiun pengamatan Silikat (1929-2008),

maka diperoleh hasil bahwa kadar silikat di perairan Arafura dan sekitarnya adalah 3.10 –

23.42 μmol/l. Nilai silikat tertinggi didapati pada September (1970-1976) sedangkan Agustus

(1975-1976) didapati nilai silikat yang relatif lebih rendah. Pola silikat secara umum

menunjukkan kemiripan dengan pola SOI pada Januari-Maret, Mei-Juli, Agustus-September,

dan Oktober-Desember, sedangkan pola yang berlawanan ditunjukkan pada periode Maret-

Mei, Juli-Agustus, dan September-Oktober (lihat Gambar 4.24 kanan). Hasil pengamatan

yang dilakukan ATSEA Cruise menunjukkan kisaran 5.9 μmol/l (Ati, et al., 2010). Kisaran

silikat di sekitar perairan Arafura memang memiliki kisaran yang relatif rendah dan homogen

dibandingkan dengan perairan di sekitar Teluk Carpentaria, Australia (lihat Gambar 4.24

kiri).

Page 35: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 31

Gambar 4.25. (Kiri) Kondisi khlorofil terlarut di lapisan permukaan Laut Arafura. (Kanan)

Rerata khlorofil terlarut di lapisan permukaan terhadap Southern Oscillation Index (SOI).

Peristiwa El Nino event diwakili oleh nilai SOI negative, sedangkan La Nina diwakili oleh nilai

SOI positif.

Lapisan permukaan perairan Arafura dan sekitarnya memiliki kandungan klorofil

yang berkisar antara 0,16-21,82 μg/l. Kandungan yang tertinggi didapati pada bulan April

(1992) sedangkan kandungan yang rendah dijumpai pada Februari (1985), Maret (1962-

1985), September (1960-1973), Oktober (1972-1973 dan Desember (1968-1969). Data

klorofil pada bulan Januari, May, Juni dan November tidak diperoleh (lihat Gambar 4.25).

Hasil pengamatan ATSEA Cruise berkisar antara 0,15-0,25 μg/l (Ati, et al., 2010). Tingginya

kandungan klorofil berkaitan erat dengan unsur nutrien seperti nitrat dan fosfat. Tingginya

kandungan ke dua nutrien tersebut didapati pada bulan yang sama dengan tahun yang

berbeda yaitu bulan April. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa musim juga

dapat meningkatkan kandungan klorofil selain nutrien. Pada gambar terlihat sebaran klorofil

yang homogen di perairan Arafura hingga Teluk Carpentaria, Australia. Kisaran yang

Page 36: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 32

tertinggi dijumpai pada sisi baratdaya Laut Arafura yang berhubungan dgn perairan Laut

Timor. Kondisi ini diduga merupakan daerah upwelling akibat adanya perbedaan

kedalaman, dimana massa air dari lapisan bawah laut Timor yang kaya akan klorofil-a dan

nutrien naik ke ke permukaan perairan.

D. Batimetri

Secara umum, kondisi Kondisi Batimetri Laut Arafura adalah dangkal dibandingkan

dengan batimetri Laut Banda dan Laut Timor yang sangat kompleks, lihat Gambar 4.26. Hal

tersebut dibuktikan dengan profil pesisir baratdaya Papua (A-B) yang disajikan pada

Gambar 4.27, dimana slope pesisirnya dapat dikatakan cukup landai. Kedalaman perairan

pesisir baratdaya papua adalah kurang dari 50 m. Ada sedikit area (seperti basin dangkal)

diantara Kepulauan Aru dan Pulau Dolak (atau dikenal juga sebagai Pulau Yos Sudarso),

lokasi sekitar di tengah atau diapit pula tersebut berkedalaman sekitar 90-100 meter.

Berdasarkan hasil pelayaran ilmiah Badan Litbang Kelautan dan Peikanan yang

bertemakan ATSEA Cruise 10-23 Mei 2010 (Hasanuddin, et al., 2010), Kondisi dasar

batimetri Laut Arafura adalah bersubstrat lempung atau lumpur abu-abu (grey clay or mud)

yang ditunjukkan dari sampel corring hingga kedalaman 300 cm pada stasiun pengamatan

di Laut Arafura, hanya dua stasiun yang menghasilkan sample berupa lumpur berpasir atau

lempung (sandy mud atau clay), lihat Gambar 4.28.

Page 37: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 33

Gambar 4.26. Kondisi Batimetri Laut Arafura (dalam kotak jingga) adalah dangkal

dibandingkan dengan batimetri Laut Banda dan Laut Timor yang sangat kompleks (GEBCO,

2008). Profil pesisir baratdaya Papua (A-B) disajikan pada Gambar 4.27.

Gambar 4.27. Profil pesisir baratdaya Papua (A-B) hasil potongan dari Gambar 4.26.

Page 38: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 34

Gambar 4.28. Lokasi stasiun pengambilan atau pengamatan sedimen pada ATSEA Cruise

2010 (Hasanuddin, et al., 2010).

5. KERENTANAN LAUT ARAFURA DAN PESISIR BARATDAYA

PAPUA

Pulau Papua memiliki kondisi tektonik yang kompleks. Pulau ini terbentuk akibat tumbukan

antara Lempeng Benua Australia yang bergerak ke arah Utara dan Lempeng Samudera

Pasifik yang bergerak ke arah Barat. Akibat tumbukan antar lempeng tersebut Papua

memiliki struktur geologi yang kompleks, salah satunya ditunjukkan dengan adanya patahan

pada Pulau tersebut. Delineasi Patahan di Papua dapat ditunjukkan seperti pada Gambar

5.1.

Page 39: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 35

Gambar 5.1. Delineasi Patahan di Pulau Papua (Sabtaji, 2010).

Jalur-jalur patahan tersebut berpotensi untuk menimbulkan gempa, dimana gempa

dapat menimbulkan kerusakan infrastruktur dan juga longsoran di lokasi penambangan.

Sumber-sumber gempa yang berada di sekitar patahan ditunjukkan oleh peta seismisitas

papua pada Gambar 5.2. Dimana pada Gambar 5.2 tersebut dapat dilihat bahwa patahan

pada Gambar 5.1 merupakan sesar yang aktif.

Page 40: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 36

Gambar 5.2. Peta Seismisitas Indonesia Periode 1937 – 2004 (sumber : BMKG)

Secara lebih khusus, jika meninjau daerah pertambangan Freeport Indonesia dan

sekitarnya, maka terdapat gempa dangkal (kedalaman <= 30 km) dengan magnitudo (Mb)

3.4 – 6 pada periode tahun 1989 – 2010, terdapat 18 kejadian dari 1781 total kejadian

gempa, lihat Tabel 5.1.

Terkait untuk mengkaji tingkat kerentanan wilayah pesisir maka perlu ditinjau Peta

Potensi Bencana Gempa Bumi (Seismic Hazard Map), dimana peta tersebut dapat

menunjukkan nilai percepatan batuan di suatu daerah yang ditunjukkan oleh Gambar 5.3.

Berdasarkan data-data tersebut, pesisir baratdaya Papua yang berbatasan dengan

Laut Arafura dapat dikatakan merupakan lokasi yang tidak rawan terhadap bencana

Page 41: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 37

kegempaan karena jauh dengan lokasi patahan yang masih aktif. Hal ini diperkuat oleh Peta

Seismic Hazard yang menunjukkan bahwa lokasi pesisir baratdaya Papua tersebut berada

di dekat batuan yang memiliki percepatan tanah kurang dari 1,2 g. Akan tetapi bukan berarti

pesisir tersebut tidak rentan terhadap bahaya tsunami yang bersumber dari Laut Banda.

Seperti yang telah diketahui dan terlihat pada Gambar 5.2 bahwa sesar bawah laut yang

aktif terdekat adalah di Laut Banda, yang berpotensi membangkitkan gelombang tsunami

yang dengan kecepatannya yang ekstrem dapat mengancam pesisir baratdaya Papua.

Secara fisiografi pesisir baratdaya Papua hingga bagian selatan merupakan daerah

yang landai, dan memiliki sungai yang besar. PT.Freeport Indonesia membuang Tailling ke

sungai yang mengalir ke arah selatan dan bermuara di Laut Arafura. Selain berpotensi

mencemari Laut Arafura, volume tailling yang mendangkalkan sungai tersebut dapat juga

menyebabkan terjadinya banjir.

Gambar 5.3. Peta percepatan tanah yang menunjukkan potensi bencana gempa bumi di

Indonesia. Pesisir baratdaya Papua berada di lokasi yang memiliki percepatan tanah kurang

dari 1.2 g (Irsyam, et al., 2010).

Page 42: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 38

Tabel 5.1. Katalog gempa dangkal (kedalaman <= 30 km) dekat lokasi tambang Freeport

indonesia dari tahun 1989 – 2010, dengan magnitudo (Mb) 3.4 – 6.

No. Year Month Day

Time (hhmmss.mm) UTC Lat. Lon.

Magnitude (Mb)

Depth (km)

1 1989 9 4 52055.93 -4.22 136.67 6 9

2 1999 12 25 235113.6 -3.73 137.24 5.1 10

3 2004 2 6 212921.4 -4.52 137.35 4.9 10

4 2004 9 17 182849.9 -3.65 136.88 3.9 10

5 2004 11 26 25857.04 -3.05 136.74 4.6 10

6 2005 9 5 91027.4 -3.58 137.13 4.3 30

7 2006 8 10 162200.1 -4.42 136.57 4.8 10

8 2007 1 8 141057.5 -3.96 136.83 3.8 17

9 2007 3 30 134644.1 -4.37 136.7 3.7 10

10 2007 4 30 32056.53 -4.71 137.03 4 30

11 2007 10 10 200200.2 -4.41 137.27 4.7 2

12 2007 12 1 3845.42 -3.89 136.79 4.4 10

13 2008 1 22 90230.18 -3.66 137.24 4.6 8

14 2008 8 14 63331.63 -4.28 136.8 4.4 10

15 2008 9 4 225652.6 -4.4 137.46 4.7 12

16 2008 12 9 132338.9 -4.22 136.93 3.4 10

17 2008 12 28 62021.47 -4.74 137.04 4.5 10

18 2010 12 15 234024.4 -4.36 136.62 4.4 10

6. REKOMENDASI STRATEGIS

Setelah mempelajari karakteritik sumberdaya laut Arafura dan Pesisir Baratdaya

Papua, dapat disampaikan beberapa rekomendasi strategis sebagai berikut:

a. Kualitas ekosistem di laut Arafura dan pesisir baratdaya Papua perlu dipertahankan

mengingat bahwa perairan ini menjadi sumberdaya ikan yang sangat potensial di

Indonesia, hampir 30% produksi perikanan tangkap Indonesia berasal dari kawasan

perairan ini. Kenyataan ini dapat dijadikan landasan pemikiran pengembangan

industri perikanan di Indonesia

Page 43: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 39

b. Keragaman serta kompleksitas ekosistem di wilayah perairan dan pesisir ini telah

menjadikan kawasan ini dinamis dan kaya nutrisi. Untuk mempertahankan

keseimbangan ekosistem perlu dipahami dan dikaji lebih lanjut terhadap hubungan

antar sub-ekosistemnya. Pada proses pemahaman ini diperlukan suatu sistem

pemantauan kualitas lingkungan yang terintergrasi.

c. Mengingat bahwa salah satu unsur yang dapat mengakibatkan perubahan

keseimbangan ekosistem adalah adanya tailing dari beroperasinya PT Freeport

Indonesia di kawasan ini, maka disarankan untuk dikembangkan kerjasama

penelitian dan pemantauan bersama antara Badan Litbang KP dengan pihak PT

Freeport Indonesia terhadap arus, kualitas air dan sedimen, serta biota secara

kontinyu pada daerah aliran sungai (DAS) tempat pembuangan tailing, dan muara-

muaranya di pesisir baratdaya Papua.

d. Dalam upaya meningkatkan peran Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam

menjaga kualitas ekosistem dan tingkat produksi perikanan tangkap di laut Arafura

dan pesisir baratdaya Papua, disarankan adanya peningkatan sinergitas kegiatan

antara Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, Ditjend Perikanan Tangkap, Ditjend

Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Ditjend Pengendalian Sumberdaya

Kelautan dan Perikanan serta Ditjend Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan.

e. Sinergitas antar Satker Esekon I di lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan ini

tidak hanya terkait dengan mempertahan ekosistem dan tingkat produksi, namun

lebih diarahkan pada kesiapan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam

menyiapkan konsep pembangunan perikanan dalam rangka implementasi

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I)

Page 44: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 40

2011 – 2025 untuk koridor Maluku – Papua, mengingat sektor perikanan menjadi

salah satu komoditas unggulan di koridor ini.

Page 45: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 41

DAFTAR ACUAN

[1]. Ati, R.N.A., J. Manan, F. da Silva, 2010. Marine Productivity of the Arafura and Timor

Seas, Chapter VI in ATSEA Cruise Report, 2nd Edition, S. Wirasantosa, T. Wagey, S.

Nurhakim & D. Nugroho (eds.), ATSEA Program, 209pp, ISBN 978-979-3692-26-5.

[2]. Badrudin, B. Sumiono, & N. Wirdaningsih. 2002. Laju tangkap, hasil tangkapan

maksimum (MSY), dan upaya optimum perikanan udang di perairan Laut Arafura, Jurnal

Penelitian Perikanan Indonesia, Vol. 8, No. 4.

[3]. Boyer, T.P., J.I. Antonov, O.K. Baranova, H.E. Garcia, D.R. Johnson, R.A. Locarnini, A.

v. Mishonov, T. D. O’Brien, D. Seidov, I. V. Smolyar, M. M. Zweng., 2009. World Ocean

Database 2009. Levitus, S. (ed.), National Oceanographic Data Center, Ocean Climate

Laboratory, NOAA, pp. 217.

[4]. GEBCO, 2008. General Bathymetric Chart of the Oceans 30-arc-sec.

http://www.gebco.net/

[5]. Hasanuddin, M., S. Wirasantosa, R. Muhajirin., 2010. Surface Sediments. Chapter IX in

ATSEA Cruise Report, 2nd Edition, S. Wirasantosa, T. Wagey, S. Nurhakim & D.

Nugroho (eds.), ATSEA Program, 209pp, ISBN 978-979-3692-26-5.

[6]. Herlisman, S. Tubalawony, M. Ramdhan, B.F. Talakua, 2010. Physical Oceanography,

Chapter II in ATSEA Cruise Report, 2nd Edition, S. Wirasantosa, T. Wagey, S. Nurhakim

& D. Nugroho (eds.), ATSEA Program, 209pp, ISBN 978-979-3692-26-5.

[7]. IHO Map Sheet 3. International Hydrographic Organization

[8]. Irsyam, M., Asrurifak, M., Hendriyawan, Budiono B., Triyoso W., Anita Firmanti A., 2010.

Development of Spectral Hazard Maps for Proposed Revision of Indonesia Seismic

Page 46: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 42

Building Code Geomechanic and Geoengineering an International Journal Vol. 5. No. 1,

35-47, DOI: 10.1080/17486020903452725

[9]. Kalnay et al.,The NCEP/NCAR 40-year reanalysis project, Bull. Amer. Meteor. Soc., 77,

437-470, 1996.

[10]. Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI. 2004. Surat Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup RI Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta.

[11]. Lee, C.D; S.B Wang, and C.L Kuo. 1978. Benthic Macro Invertebrate and Fish as

Biological Indicators of Water Quality With References to Community Diversity in Water

Pollution Control in Developing Countries. Bangkok.

[12]. Pranowo, W.S. and S. Wirasantosa, 2011. Tidal Regimes of Arafura and Timor Seas.

Journal of Marine Research in Indonesia, in press.

[13]. Pranowo, W.S., S. Wirasantosa, L.C. Dewi, S. Makarim, M. Ramdhan, E.

Mustikasari, 2011a. Major currents in the Arafura and Timor Seas, Draft on Technical

Report for ATSEA Biophysical Profile, ATSEA Meeting at Dili, Timor Leste, 27-

30.03.2011, 9pp.

[14]. Pranowo, W.S., R.N.A. Ati, S. Wirasantosa, & F. da Silva, 2011b. Seawater

properties and characteristics of Arafura Sea, Draft on Technical Report for ATSEA

Biophysical Profile, ATSEA Meeting at Dili, Timor Leste, 27-30.03.2011, 13pp.

[15]. Mustikasari, E., L.C. Dewi, W.S. Pranowo, S. makarim, S.N. Amri, B. Priyono, 2010.

Pemodelan Pola Arus Barotropik Musiman 3 Dimensi (3D) Untuk Mensimulasikan

Fenomena Upwelling di Perairan Indonesia, Tech. Report, Pusat Litbang Sumberdaya

Laut & Pesisir, Badan Litbang Kelautan & Perikanan, Kementerian Kelautan &

Perikanan.

Page 47: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

2011

P3SDLP | Karakteristik Sumberdaya Laut Arafura & Pesisir baratdaya Papua 43

[16]. Romimohtarto dan Sri Juwana. 2001. Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan tentang Biota

Laut. Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta.

[17]. Sabtaji, A., 2010. Peta Tektonik Papua. <http://agung-

sabtaji.blogspot.com/2010/06/peta-tektonik-papua.html>, dikunjungi pada 27 Oktober

2011.

[18]. Sesa, K., 2003. Analisis Manfaat Ekonomi dan Dampak Lingkungan PT Freeport

Indonesia Company Tembagapura Timika Kabupaten Mimika Provinsi Papua. J.

Analisis, Vol. 1, No.1, September 2003, 18pp.

[19]. Sihotang, J. 2010. Masalah Perbatasan Wilayah Laut Indonesia di Laut Arafura dan

Laut Timor, Jurnal Penelitian Politik, Vol. 7, No. 1, 119-132.

[20]. Sulistiyo, B., I.R. Suhelmi, L. Nurdiansah, Triyono, E. Widjanarko, 2007. WPP

Wilayah Pengelolaan Perikanan: Penataan Wilayah Pengelolaan Perikanan, ISBN 978-

979-3768-17-5, 48pp.

[21]. Wyrtki, K., 1961. Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. NAGA

REPORT Vol. 2, 225 pages.

Page 48: Karakteristik Sumberdaya Pesisir Papua Dan Laut Arafura Isbn

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAUT DAN PESISIR

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PESISIR

OKTOBER 2011

ISBN 978-602-9086-20-1