Sumberdaya Pesisir Dan Laut

Embed Size (px)

Citation preview

SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTSecara umum potensi sumberdaya dapat pulih pesisir Jawa Barat terdiri atas tujuh jenis, yaitu hutan mangrove, terumbu karang, budidaya tambak, budidaya laut, wisata bahari, perikanan laut dan konservasi. Di kawasan pesisir utara Jawa Barat potensi ekosistem pesisir terbesar adalah (a) ekosistem mangrove dengan luas sekitar 7.600 ha yang menyebar di Kabupaten Bekasi, Subang, Karawang, Indramayu dan Cirebon; (b) potensi budidaya tambak yang mencapai luas sekitar 30.080 ha yang tersebar di Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang dan Indramayu; (c) potensi perikanan laut juga masih dapat dikembangkan di kawasan ini terutama untuk jenis-jenis ikan tertentu. Panjang garis pantai propinsi Jawa Barat sepanjang 365,059 km yang terbentang dari Kabupaten Bekasi sampai Kabupaten Cirebon. Panjang pantai masing-masing Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut: Kabupaten Bekasi 37,829 km, Karawang 84,230 km, Subang 68 km, Indramayu 114 km, Cirebon 54 km dan Kota Cirebon 7 km. Pantai Jawa Barat bagian utara hampir seluruhnya didominasi oleh pantai berpasir. Secara ekologis, wilayah pesisir sangat kompleks dan memiliki nilai sumberdaya yang tinggi. Bila diperhatikan batasannya, wilayah pesisir pantai Jawa Barat bagian utara akan mencakup sub sistem daratan pesisir (shore land) dan perairan pesisir (coastal water). Kedua sub sistem yang berbeda tetapi saling berinteraksi melalui media aliran massa air. 4.1 Mangrove Ekosistem mangrove di Kabupaten Bekasi terdapat di tiga wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Babelan, Muara Gembong dan Tarumajaya, dengan luas lahan hutan bakau terluas terdapat di Kecamatan Muara Gembong. Di beberapa lokasi hutan bakau tersebut berada pada kondisi yang kritis, baik disebabkan oleh abrasi pantai maupun adanya penebangan pohon bakau oleh masyarakat. Hasil peninjauan lapangan oleh PKSPL-IPB tahun 2000, dari 2.104,535 ha hutan mangrove, yang mengalami abrasi seluas 109,567 ha. Kerusakan hutan mangrove juga disebabkan oleh banyaknya penebangan hutan oleh masyarakat untuk dijadikan lahan empang dan pembuatan rumah musiman oleh nelayan khususnya sepanjang kali Muara Bendera dengan tidak memperhitungkan dampak yang akan muncul.

Gambar 4.1. Kondisi Mangrove di Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi memiliki garis pantai 72 kilometer, berada di tiga kecamatan di wilayah utara dan membentang dari perbatasan Jakarta sampai perbatasan Karawang. Berdasarkan pengamatan lapangan dan penelusuran data sekunder, kondisi hutan mangrove yang dulu tebal, kini rusak akibat abrasi dan pengambilan manfaat langsung oleh manusia dan kebijakan yang tidak mendukung terhadap lingkungan. Spesies yang dilindungi seperti lutung jawa (trachypitecus auratus) dan burung Kuntul (Ardeidae) kini menghilang. Mangrove yang dimiliki Kabupaten Bekasi tersebar di Kecamatan Muaragembong, Babelan dan Tarumajaya. Dari analisis yang dilakukan, luas wilayah hutan bakau dalam kurun waktu 59 tahun (1943-2006) telah mengalami penyusutan dan mengalami perubahan secara signifikan, dan luasnya tinggal 16,01 persen dari semula 10.000 hektare menjadi 1.580,05 hektare. Adapun fauna yang sebelumnya berasosiasi dengan hutan bakau di pesisir Kabupaten Bekasi, terdapat 32 jenis, sebagian besar burung rawa seperti kuntul. Juga hewan langka dan dilindungi seperti lutung jawa serta berbagai hewan yang mempunyai potensi ekonomi untuk dibudidayakan, antara lain udang dan kepiting bakau. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan, dulu terdapat sekitar 15 ribu hektar hutan mangrove yang terdiri dari 10 ribu hektar lahan yang dimiliki PT Perhutani dan sisanya milik masyarakat. Tetapi, sekarang hutan mangrove yang didominasi jenis bakau milik Perhutani tinggal sekitar 10 hektare. Sedangkan hutan mangrove yang dimiliki rakyat juga mengalami kerusakan. Luas keseluruhan hutan yang saat ini tersisa, tercatat hanya sekitar 600 hektare.

Banyak faktor yang menjadi penyebab kerusakan hutan mangrove, di antaranya karena faktor alam seperti banjir, juga karena penebangan pohon bakau. Masyarakat di pesisir pada saat awal kerusakan, umumnya memiliki kekhawatiran, jika mangrove tumbuh subur akan membuat masyarakat kehilangan tanah tempat tinggal atau lahan garapan. Selain itu, perilaku masyarakat di tiga wilayah pesisir mengindikasikan ada beberapa pihak yang beralasan, jika membiarkan di pesisir tumbuh hutan mangrove akan mengakibatkan pihak Perhutani mengakui lahan tersebut sehingga mereka tidak dapat lagi tinggal di sana . Pada tahun 2005 dan 2006, Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) meremajakan pesisir dengan menanam 729 ribu pohon jenis bakau dan api-api pada lahan 200 hektar di Kecamatan Babelan dan Tarumajaya. Pemerintah Bekasi sendiri, pada tahun yang sama juga melakukan penanaman mangrove dengan volume 75 ribu pohon pada lahan seluas 25 hektare di Kecamatan Muaragembong. Kegiatan ini mengalami kegagalan, selain dari ulah masyarakat, terjadi banjir awal Februari 2007. Tanaman yang termasuk kepada kelompok mangrove, umumnya memiliki karakter yaitu baru berakar kuat apabila telah berumur 3-5 tahun sejak penanaman sehingga ketika terjadi banjir, banyak tanaman mangrove yang tercabut lagi. Kabupaten Bekasi merupakan salah satu daerah yang mendapat bantuan dari program Gerhan periode 2003-2008. Secara berturut-turut pada tahun 2003 sampai 2006, daerah ini telah menerima bantuan bibit untuk rehabilitasi di Kecamatan Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya. Tetapi, mulai pada tahun 2006, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bekasi tak lagi menerima program bantuan tersebut. Sebab, saat itu mangrove yang baru ditanam pada program tahun 2005 sudah mengalami kerusakan, sehingga dipertimbangkan untuk tidak menerima bantuan dulu sampai ada pemecahan. Berdasarkan data Bappeda Kabupaten Bekasi, terdapat 35 kilometer panjang pesisir laut di wilayah ini yang meliputi Kecamatan Muaragembong 22 kilometer, Kecamatan Babelan tiga kilometer, dan Tarumajaya enam kilometer dengan total luas hutan mangrove 15 ribu hektare. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi 2003-2013, tiga kecamatan pesisir wilayah ini diarahkan untuk hutan lindung dengan ketebalan hutan minimal 500 meter dari bibir pantai. Sementara, berdasarkan wawancara di lapangan, warga Desa Hurip Jaya, Babelan, Kabupaten Bekasi mengungkapkan, di jarak 500 meter desanya, dulu masih banyak ditumbuhi berbagai jenis mangrove, seperti tanaman bakau. Ketebalan hutan bakau pada 10-15 tahun lalu disebutkan antara 300-400 meter. Sedangkan di wilayah Kabupaten Karawang tersebar di tujuh kecamatan yang ada di Kabupaten Karawang, dengan prosentase tegakan pohon bakau terbesar (>15%) terdapat di Desa Sukakerta dan Sukajaya di Kecamatan Cilamaya, di Desa Sedari di Kecamatan Cibuaya. Jenis bakau yang ada antara lain Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Avicennia marina, Sonneratia alba, Lumnitzera racemosa, sedangkan vegetasi lainnya adalah Dolichandrone spatacea, Acrostichum aurecum, Acanthus ilicifoleus.

Hasil analisis data LANDSAT MSS dan MOS-MSSR melalui penelitian Dimyati (1994) menunjukkan bahwa terdapat penurunan luasan mangrove dari tahun 1984 hingga 1991 akibat konversi menjadi tambak dan lahan lain.

Gambar 4.2. Mangrove diantara Tambak Masyarakat di Pesisir Kabupaten Karawang

Hutan mangrove yang terdapat di Kabupaten Subang merupakan hutan bakau binaan. Hutan mangrove di kawasan pantai Subang bagian utara berada di bawah otoritas pengelolaan Perum Perhutani BKPH Ciasem-Pamanukan. Analisis data LANDSAT-TM Multitemporal tahun 1988, 1990, 1992 dan 1995 menunjukkan bahwa luasan mangrove di kawasan ini dalam periode 19881992 mengalami pengurangan luasan dari 2.087,7 ha pada tahun 1988 menjadi 1.729,9 ha tahun 1990 dan 958,2 ha tahun 1992. Namun antara tahun 1992 dan 1995 terjadi penambahan luasan menjadi 3.074,3 ha. Pengurangan tersebut berhubungan dengan kegiatan konversi lahan termasuk perluasan area pertambakan, sedangkan penambahan luas pada periode akhir menunjukkan keberhasilan penggalakan program perhutanan sosial yang dilakukan melalui tambak tumpangsari. Hasil analisis data LANDSAT tersebut juga menunjukkan bahwa tingkat kerapatan kanopi mangrove selama periode pengamatan mengalami pengurangan (Budiman dan Dewanti, 1998). Upaya pelaksanaan budidaya dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Sebagian hutan bakau dimanfaatkan sebagai daerah wisata pantai seperti di Pondok Bali, Subang.

Gambar 4.3. Mangrove dengan Sistem Silvofishery di Blanakan Kabupaten Subang Area mangrove yang terdapat di Kabupaten Indramayu relatif sedikit. Pengelolaannya dilakukan oleh Perhutani Kabupaten Indramayu. Daerah yang relatif banyak dijumpai mangrovenya adalah daerah pesisir di Kecamatan Losarang, Kandanghaur dan Sindang. Sedangkan di Kecamatan Eretan relatif sedikit, kurangnya pengelolaan oleh masyarakat menyebabkan adanya abrasi pantai. Ekosistem mangrove di Kabupaten Indramayu juga mengalami tekanan ekologis. Kerusakan hutan bakau (mangrove) di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu ditengarai kian meluas dari waktu ke waktu. Kondisi itu dimungkinkan akibat terjadinya alih fungsi dari lahan hutan menjadi tambak dan pemukiman, di samping terjadinya perambahan dan penebangan liar. Kabupaten Indramayu yang memiliki garis pantai sepanjang 114 km, kerusakan hutan mangrove yang ada diketahui relatif cukup parah. Wilayah yang mengalami kerusakan hutan mangrove paling parah diantaranya di Kecamatan Juntinyuat, Balongan, Sukra, Krangkeng dan Kecamatan Indramayu. Pemkab Indramayu melalui Kantor Perkebunan dan Kehutanan sejak tahun 2004 lalu, melakukan gerakan rehabilitasi hutan mangrove dengan melakukan penanaman sedikitnya 1,4 juta pohon. Penanaman khususnya dilakukan di wilayah-wilayah yang kondisi hutannya sudah cukup kritis. Upaya penanaman kembali hutan pantai itu akan terus dilakukan sehingga kondisi kerusakan yang terjadi tidak terlalu parah. Penanaman kembali 1,4 juta pohon mangrove yang telah dilakukan di sejumlah wilayah yang kerusakan hutannya cukup parah, selain dapat meningkatkan kualitas sumber daya alam dan lingkungan juga hutan mangrove yang terbentu nantinya akan

dapat menjadi pagar hidup dari abrasi. Selain itu proses reboisasi hutan mangrove sebagai wilayah hutan payau sekaligus untuk memulihkan kembali habitat flora dan fauna yang hidup di kawasan tersebut. Penambangan pasir pesisir dan laut untuk reklamasi, serta pembukaan hutan bakau untuk kawasan pertambakan memberikan dampak lingkungan terhadap ekosistem di kawasan pesisir tersebut. Perubahan beach slope (gradien pantai) yang sebelumnya landai menjadi terjal adalah salah satu bukti kawasan pantai mengalami abrasi. Daerah breaker zone (gelombang pecah) yang tadinya jauh dari garis pantai sekarang telah berubah dekat pantai. Hal itu menunjukkan kawasan pesisir Indramayu mengalami perubahan yang destruktif. Terutama pengaruhnya di sekitar kawasan pesisir Dadap, Juntinyuat. Buangan minyak dari perahu-perahu motor, rumah tangga, dan pipa-pipa saluran minyak yang mengalami kebocoran lambat laun menyebabkan perairan Indramayu tercemar. Pembuatan struktur pantai seperti tanggul pantai (sea wall), groin (groyne), dan penahan gelombang merupakan salah satu pemecahan masalah bagi problem abrasi pantai Indramayu. Langkah yang dianggap maju dan berwawasan lingkungan seperti penataan kembali ekosistem pantai Indramayu merupakan pemecahan masalah yang cukup tepat dan bijak. Sebagai contoh, penghijauan wilayah pesisir dengan hutan bakau dengan membuat sabuk hijau di sekitar wilayah pertambakan, yang disertai aturan dan sanksi bagi yang tidak mengindahkan lingkungan wilayah pesisir perlu ditegakkan. Pemangkasan hutan mangrove di kawasan pesisir Indramayu dan sekitarnya untuk kepentingan pertambakan ikan merupakan salah satu bentuk intervensi manusia yang menimbulkan perubahan dinamika pesisir memicu terjadinya erosi pesisir di kawasan tersebut. Hasil survei menunjukkan adanya pantai di sekitar kawasan pesisir Dadap, Juntinyuat hingga Tanjung Ujungan mengalami erosi atau pantai mundur antara 1m hingga 10m per tahun.

Gambar 4.4. Pembibitan Bakau di Pesisir Cemara Kabupaten Indramayu

Area mangrove di Kabupaten Cirebon relatif sedikit karena adanya upaya penebangan oleh nelayan untuk pembuatan tambak. Namun sekarang ini mulai dilakukan penanaman mangrove oleh penduduk setempat di daerah pesisir seperti Kecamatan Babakan. Luas hutan mangrove (bakau) yang masih terdapat di pantai wilayah Babakan sekitar 0,25 ha (NSASD, 1999/2000).

Gambar 4.5. Mangrove yang Tumbuh di Muara Sungai Bondet Kabupaten Cirebon

4.2 Terumbu Karang Terumbu karang di Kabupaten Karawang terdapat di gugusan karang Sedulang yang tersebar berupa gosong-gosong karang (Patch reefs) dengan kedalaman antara 4 sampai 12 meter di perairan pesisir sekitar Cilamaya. Kondisi karang-karang tersebut sebagian besar telah mati, dikarenakan oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung seperti sedimentasi yang tinggi dan banyaknya aktifitas kegiatan manusia di kawasan tersebut. Jenis-jenis komunitas karang yang masih terdapat di wilayah ini antara lain adalah Porites, Acropora dan beberapa jenis karang lunak serta Sponge. Beberapa gosong karang dimanfaatkan oleh nelayan setempat untuk menangkap ikan-ikan hias laut seperti ikan Injel (Angelfish) dan Kepe-kepe (Butterfly fish). Adapula yang memanfaatkan karang sebagai hiasan akuarium yang di jual oleh masyarakat setempat. Ekosistem terumbu karang di Kabupaten Karawang cenderung mengalami tekanan ekologis. Pengamatan di lapangan menunjukkan cukup banyak sejumlah oknum yang kerap mencuri terumbu karang dari pantai Karawang. Akibatnya, terumbu karang yang hidup di wilayah pantai itu saat ini dalam kondisi rusak berat. Saat ditangkap petugas, mereka selalu memperlihatkan surat izin dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Pemprov Jabar. Namun, setelah diperiksa, surat izin tersebut ternyata sudah kedaluwarsa.

Selain dicuri orang, kerusakan terumbu karang disebabkan juga ulah nelayan luar daerah yang menangkap ikan menggunakan bahan peledak. Akibat lebih jauh dari perilaku tersebut, ikan sulit didapat dan hasil tangkapan nelayan setempat mengalami penurunan. Di salah satu pulau kecil Kabupaten Karawang, yaitu Pulau Biawak terumbu karang yang ada sudah hampir hilang. Terumbu karang Pulau Biawak sudah rusak parah akibat pengambilan untuk bahan bangunan dan illegal fishing dengan menggunakan bahan peledak. Padahal taman laut atau terumbu karang di Pulau Biawak mempunyai beragam jenis terumbu karang yang unik. Terumbu karang teridentifikasi di pantai utara daerah Majakerta dan pantai di Kecamatan Indramayu serta pulau-pulau yang terdapat di sebelah utara Kota Indramayu seperti Pulau Rakit, P. Gosong, P. Rakit Utara dan Cantikian. Luas terumbu karang di pulau-pulau tersebut sekitar 500 ha. Namun demikian adanya usaha pengambilan karang oleh penduduk setempat sebagai sumber kapur sehingga areal karang tersebut semakin menyempit. Terumbu karang di Kabupaten Subang terdapat di daerah Brobos. Upaya pengadaan terumbu karang buatan telah dilakukan Dinas Perikanan sebanyak 3 unit Terumbu Karang Buatan (TKB) ban mobil. 4.3. Rumput Laut Rumput laut di wilayah Kabupaten Karawang hanya terdapat di gugusan karang Sedulang dengan jumlah yang sangat sedikit. Di perairan Kabupaten Karawang belum ada usaha pembudidayaan rumput laut, hal ini dikarenakan kondisi perairannya yang tidak memungkinkan untuk melakukan budidaya. Secara spasial sebaran ekosistem pesisir di pantai utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 3 Sebaran Ekosistem Pesisir Pantai Utara Jawa Barat

LETAK GEOGRAFIS PESISIR UTARA2.1 Jawa Barat dan Wilayah Pesisir Jawa Barat Bagian Utara Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak pada 5o507o50 Lintang Selatan dan 104o48 108o48 Bujur Timur. Luas Propinsi Jawa Barat meliputi areal dataran sekitar 37.095,28 km2 dengan panjang garis pantai mencapai 755,83 km Secara administratif Propinsi Jawa Barat mempunyai batas wilayah sebagai berikut:y y y y

Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Propinsi DKI Jakarta Sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Banten

Propinsi Jawa Barat dibagi menjadi 9 wilayah kota, 17 wilayah kabupaten, 592 wilayah kecamatan, 1.798 wilayah perkotaan dan 4.083 wilayah perdesaan. Wilayah kota diantaranya adalah Kota Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, Depok, Tasikmalaya, Cimahi dan Banjar. Sedangkan wilayah kabupaten adalah Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang, Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, dan Bekasi. Jumlah kabupaten pada tahun 2007 bertambah dengan dimekarkannya wilayah Kabupaten Bandung menjadi Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Secara topografi, wilayah Propinsi Jawa Barat dibagi menjadi tiga dataran, yaitu dataran rendah di wilayah bagian utara Jawa Barat, dataran tinggi di wilayah bagian tengah Jawa Barat, sedangkan berbukit-bukit dengan sedikit pantai terdapat di wilayah bagian selatan Jawa Barat. Kondisi in sangat menguntungkan bagi Propinsi Jawa Barat, karena merupakan daerah yang cukup strategi bagi pengembangan aspek komunikasi dan perhubungan. Sementara pesisir dan laut wilayah utara Jawa Barat membentang dari Kabupaten Bekasi di barat sampai Kabupaten Cirebon di timur dengan luas wilayah administratif kabupaten/kota mencapai 8.570,28 km 2 dengan panjang garis pantai kurang lebih 354,2 km. Panjang pantai masingmasing Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut : Kabupaten Bekasi 74 km, Karawang 57 km, Subang 48,20 km, Indramayu 114 km, Kabupaten Cirebon 54 km dan Kota Cirebon 7 km. Secara geografis berdasarkan batas wilayah kabupaten/kota, pesisir dan laut wilayah utara Jawa Barat terletak pada 106 48' - 108 48' Bujur Timur dan 6 10' - 7 Lintang Selatan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:y y y

Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Propinsi DKI Jakarta Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor, Cianjur, Bandung, Majalengka, Sumedang, dan Kuningan Sebelah timur berbatasan dengan Propinsi Banten

y

Sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah

2.2 Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi secara geografis terletak pada 106 48' BT-106 27' BT dan 6 10' LS-6 30' LS. Tofografinya terbagi atas dua bagian, yaitu dataran rendah yang meliputi sebagian wilayah utara dan dataran bergelombang di wilayah bagian selatan. Ketinggian lokasi antara 6115 meter dan kemiringan 0-25%. Secara administratif Kabupaten Bekasi berbatasan dengan :y y y y

Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Bekasi dan Kota Jakarta Utara.

Luas wilayah Kabupaten Bekasi adalah 1.273,88 km 2. Secara administratif kabupaten ini terbagi atas 23 kecamatan dan 187 desa. Dari kecamatan yang ada, terdapat 3 (tiga) kecamatan yang merupakan kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Muaragembong, Babelan dan Tarumajaya dengan jumlah desa total di ketiga kecamatan mencapai 23 desa. Luas wilayah kecamatan pesisir Bekasi adalah 258.32 km 2 atau 20,27 % dari total luas Kabupaten Bekasi. Secara rinci luas kecamatan pesisir di Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1. Luas Wilayah dan Banyaknya Desa/Kelurahan di Kecamatan Pesisir Kabupaten Bekasi Tahun 2005 Luas Desa No Kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan Ha % 1 Babelan 6.360 5,60 9 2 Tarumajaya 5.463 4,51 8 3 Muara Gembong 14.009 8,76 6 Jumlah 25.832 20,27 23 Sumber: Profil Daerah Provinsi Jawa Barat, 2006 Desa dengan status desa pesisir di Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Kecamatan dan Desa Pesisir di Kabupaten Bekasi Tahun 2005 Kecamatan Desa Pesisir BABELAN HURIPJAYA TARUMAJAYA SEGARAMAKMUR SEGARAJAYA SAMUDRAJAYA MUARA GEMBONG PANTAI HARAPANJAYA PANTAIMEKAR PANTAI SEDERHANA PANTAIBAKTI

PANTAIBAHAGIA Sumber: Podes 2006 2.3 Kabupaten Karawang Secara geografis Kabupaten Karawang terletak antara 107 02'-107 40' BT dan 5 56'-6 34' LS. Topografi Kabupaten Karawang sebagian besar adalah berbentuk dataran yang relatif rata dengan variasi antara 0-5 m di atas permukaan laut (DPL). Hanya sebagian kecil wilayah yang bergelombang dan berbukit-bukit dengan ketinggian antara 0-1.200 m DPL. Secara administratif Kabupaten Karawang mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:y y y y y

Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Subang; Sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta; Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Cianjur; Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bekasi;

Kabupaten Karawang memiliki luas wilayah 1.753,27 km 2 atau 3,73 % dari luas Propinsi Jawa Barat. Luas wilayah ini dibagi menjadi 25 kecamatan, 297 desa dan 12 kelurahan. Dari jumlah kecamatan yang ada, terdapat 9 (sembilan) kecamatan yang merupakan kecamatan pesisir, yaitu terdiri dari Kecamatan Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon, Tempuran, Pedes, Cilebar, Cibuaya, Tirtajaya, Batujaya, dan Kecamatan Pakisjaya. Luas kecamatan pesisir Kabupaten Karawang adalah 676,2 km 2 atau 3,86 % dari luas total Kabupaten Karawang. Desa yang tergolong desa pesisir diidentifikasi terdapat 15 desa seperti terlihat pada Tabel 2.3 . Tabel 2.3. Kecamatan dan Desa Pesisir di Kabupaten Karawang Tahun 2005 Kecamatan Pesisir Desa Pesisir Luas (Km 2) CILAMAYA WETAN SUKAKERTA 7,32 MUARABARU MUARA CILAMAYA KULON SUKAJAYA PASIRJAYA TEMPURAN PEDES CILEBAR CIBUAYA TIRTAJAYA BATUJAYA CIPARAGEJAYA SUNGAIBUNTU MEKARPOHACI CEMARAJAYA SEDARI TAMBAKSUMUR TAMBAKSARI SEGARJAYA 7,38 15,69 6,20 8,62 4,80 9,96 1,72 10,31 25,18 17,04 24,75 16,26

PUSAKAJAYA UTARA 8,66

PAKISJAYA

TELUKJAYA

7,56

Jumlah 171,45 Sumber: Podes, 2006 dan Kabupaten Karawang Dalam Angka, 2005 2.4 Kabupaten Subang Kabupaten Subang secara geografis terletak di bagian utara Propinsi Jawa Barat yaitu antara 107 31'-107 54' BT dan 6 11'-6 49' LS. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :y y y y

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang Sebelah Utara, berbatasan dengan Laut Jawa Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Sumedang.

Luas wilayah Kabupaten Subang adalah 205.176,95 hektar (6,34 % dari luas total Jawa Barat) dengan ketinggian antara 0-1500 m dpl. Dilihat dari segi topografinya dapat dibedakan menjadi 3 zone daerah yaitu : (1) daerah pegunungan dengan ketinggian 500-1500 m dpl dengan luas 41.035,09 hektar (20 %), (2) daerah bergelombang/berbukit dengan ketinggian 50-500 m dpl dengan luas 71.502,16 hektar (35,85 %), (3) daerah dataran rendah dengan ketinggian 0-50 m dpl dengan luas 92.939,7 hektar (45,15 %). Sekitar 80,8 % wilayah Kabupaten Subang mempunyai kemiringan 0-17 , sedangkan sisanya memiliki kemiringan di atas 18 . Secara administrasi Kabupaten Subang terdiri dari 22 Kecamatan dengan jumlah desa 244 desa dan 8 kelurahan. Dari jumlah kecamatan yang ada terdapat 4 (empat) kecamatan yang merupakan kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Blanakan, Ciasem, Legon Kulon dan Kecamatan Pusakanagara. Luas wilayah kecamatan pesisir Kabupaten Subang adalah 333,57 km 2 atau 16 % dari luas seluruh kabupaten. Desa-desa yang tergolong desa pesisir terdapat 11 desa ( Tabel 2.4 ). Tabel 2.4. Kecamatan dan Desa Pesisir di Kabupaten Subang Tahun 2005 Kecamatan Desa Pesisir CIASEM MANDALAWANGI PUSAKANAGARA PATIMBAN LEGONKULON ANGGASARI MAYANGAN LEGONWETAN BLANAKAN RAWAMENENG JAYAMUKTI BLANAKAN LANGENSARI MUARA TANJUNGTIGA Sumber: Podes 2006

2.5 Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan tofografinya sebagian besar merupakan dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanahmya rata-rata 0 - 2 %. B atas administratif Kabupaten Indramayu adalah :y y y y

Sebelah Utara, berbatasan dengan Laut Jawa Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, Sumedang dan Cirebon Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Subang Sebelah Timur, berbatasan dengan Laut Jawa dan Kabupaten Cirebon

Luas total Kabupaten Indramayu yang tercatat adalah seluas 204.011 ha. Luas ini terbagi menjadi 31 kecamatan dan 310 desa. Dari kecamatan yang ada terdapat 11 kecamatan yang merupakan kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Krangkeng, Karangampel, Juntinyuat, Balongan, Indramayu, Sindang, Cantigi, Arahan, Losarang, Kandanghaur, dan Sukra. Luas seluruh kecamatan pesisir Kabupaten Indramayu adalah 68.703 km 2 atau 35 % luas kabupaten dengan garis pantai mencapai 114,1 km dan 37 desa pesisir. Tabel 2.5. Kecamatan dan Desa Pesisir di Kabupaten Indramayu Tahun 2005 Kecamatan Desa Pesisir KRANGKENG LUWUNGGESIK KALIANYAR KRANGKENG TANJAKAN KARANGAMPEL BENDA JUNTINYUAT DADAP JUNTINYUAT JUNTIKEDOKAN LOMBANG LIMBANGAN MAJAKERTA BALONGAN TEGALSEMBADRA TEGALURUNG BALONGAN INDRAMAYU SINGARAJA SINGAJAYA KARANGSONG PABEANUDIK BRONDONG

PABEANILIR SINDANG CANTIGI ARAHAN LOSARANG KARANGANYAR TOTORAN CANGKRING LAMARANTARUNG PRANGGONG CEMARA BULAK ILIR ERETAN WETAN ERETAN KULON SUKRA UJUNGGEBANG TEGALTAMAN SUMURADEM MEKARSARI PATROLLOR SUKAHAJI Sumber: Podes 2006 2.6 Kabupaten Cirebon Secara geografis Kabupaten Cirebon terletak pada 108 40'-108 48' BT dan 6 30'-7 LS. Berdasarkan topografi ketinggian tanahnya berkisar diantara 0-130 m di atas permukaan laut (dpl) dan dibedakan menjadi dua bagian, pertama daerah dataran rendah umumnya terletak di sepanjang pantai utara yaitu Kecamatan Gegesik, Kapetakan, Arjawinangun, Panguragan, Klangenan, Cirebon Utara, Cirebon Barat, Weru, Astanajapura, Pangenan, Karangsembung, Waled, Ciledug, Losari, Babakab, Gebang, Palimanan, Plumbon, Depok dan Pabedilan. Sebagian kecamatan lagi termasuk pada daerah dataran sedang dan tinggi. Kabupaten Cirebon dengan luas 990.36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur yang sekaligus merupakan batas dan pintu gerbang antara Propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kabupaten Cirebon memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut :y y y y

KANDANGHAUR PAREAN GIRANG

Sebelah Utara, berbatasan dengan Kota Cirebon, dan Laut Jawa Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Kuningan Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Indramayu.

Kabupaten Cirebon terdiri dari 31 kecamatan dan 424 desa. Dari 23 kecamatan yang ada terdapat 7 kecamatan yang merupakan kecamatan pesisir. Kecamatan pesisir tersebut adalah Kecamatan Losari, Gebang, Astanajapura, Pangenan, Mundu, Cirebon Utara, dan Kapetakan. Luas seluruh kecamatan pesisir adalah 310,21 km 2 atau 31,32 % dari luas keseluruhan wilayah dengan jumlah desa pesisir ada sebanyak 35 desa pesisir (Tabel 2.6). Tabel 2.6. Kecamatan dan Desa Pesisir di Kabupaten Cirebon Tahun 2005 Kecamatan Pesisir Desa Pesisir LOSARI KALIRAHAYU AMBULU TAWANGSARI GEBANG KALIPASUNG GEBANG KULON GEBANGILIR GEBANGMEKAR PELAYANGAN ASTANAJAPURA KANCI KULON KANCI ASTANAJAPURA JAPURA KIDUL PANGENAN PANGENAN BENDUNGAN RAWAURIP PANGARENGAN MUNDU WARUDUWUR CITEMU BANDENGAN MUNDUPESISIR CIREBON UTARA PASINDANGAN JADIMULYA KLAYAN KALISAPU GROGOL MERTASINGA KAPETAKAN KERATON MUARA KARANGREJA

SURANENGGALA LOR BUNGKO KERTASURA PEGAGAN KIDUL PEGAGAN LOR BUNGKO LOR Sumber: Podes 2006 2.7 Kota Cirebon Kota Cirebon secara geografis terletak pada 108 34'57" BT dan 6 43'56" LS dengan luas 37,85 km 2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:y y y y

Sebelah Utara, berbatasan dengan Sungai Kedungpane Kecamatan Cirebon Barat Kabupaten Cirebon dan Laut Jawa Sebelah Timur, berbatasan dengan Laut Jawa Sebelah Selatan, berbatasan dengan Sungai Kalijaga Kecamatan Mundu dan Kecamatan Beber Kabupaten Cirebon Sebelah Barat, berbatasan dengan Banjir Kanal Kecamatan Beber, Cirebon Selatan dan Cirebon Barat Kabupaten Cirebon.

Kota Cirebon secara administrasi terdiri atas 5 kecamatan dan 22 kelurahan. Kota Cirebon memanjang dari barat ke timur 8 km, utara-selatan 11 km dengan ketinggian dari permukaan laut 5 meter. Dari kecamatan yang ada, maka 2 kecamatan diantaranya merupakan kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Lemahwungkuk dan Kejaksan dengan jumlah desa pesisir ada sebanyak 8 desa (Tabel 2.7) Tabel 2.7. Kecamatan dan Desa Pesisir di Kota Cirebon Tahun 2005 Kecamatan Pesisir Desa Pesisir LEMAHWUNGKUK PEGAMBIRAN KESEPUHAN LEMAHWUNGKUK PANJUNAN KEJAKSAN KEJAKSAN KEBONBARU KESENDEN Sumber: Podes 2006 Secara spasial, wilayah administrasi pantai utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 1 Administrasi Wilayah Pesisir Pantura Jawa Barat.

GEOMORFOLOGI LINGKUNGAN PESISIR BAGIAN UTARA3.1 Geomorfologi Secara umum morfologi topografi pantai utara Jawa Barat merupakan suatu daerah dataran dengan lebar dataran yang bervariasi. Dataran sempit dibagian timur (sekitar Kota Cirebon) dan bagian barat, dan meluas pada bagian tengah. Pada dataran yang lebar banyak dijumpai sungaisungai yang mengalir dan bermuara dibagian tersebut, diantaranya Sungai Cimanuk, S. Cipunagara, S. Citarum, dan S. Bekasi. Berdasarkan proses pembentukannya dataran yang ada dapat dibedakan menjadi : dataran limpah banjir, kipas aluvial, endapan rawa, endapan laut dan dataran pantai-pematang pantai. Secara rinci endapan yang terdapat di pantai utara Jawa Barat disusun oleh : (Badan Geologi-DESDM, 2000) Endapan Kipas Aluvial Endapan ini umumnya terbentuk dari hasil vulkanik terdiri dari lempung, pasir campur kerikil, daya dukung tinggi, nilai keterusan terhadap air kecil sampai sedang. Endapan Limpah Banjir Endapan ini umumnya disusun oleh lempung, lanau, kadang-kadang pasir halus, agak plastik sampai plastik, keras dalam keadaan kering, lunak dalam keadaan basah, daya dukung terhadap pantai rendah sampai sedang, keterusan terhadap sumber air kecil. Di atas endapan ini umumnya dimanfaatkan masyarakat sebagai daerah pertanian. Endapan Sungai Endapan ini disusun oleh pasir sampai kerikil, lepas daya dukung terhadap pondasi sedang sampai besar. Permeabilitas besar, dapat bertindak sebagai akuifer, diatas endapan ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai daerah pemukiman, hal ini bisa dimaklumi karena kemudahan untuk memperoleh air. Endapan Rawa dan Rawa Bakau Endapan ini disusun oleh lempung, lanau, lempung organik, pasiran, plastisitas sedang, sifat rekah kerutnya tinggi, daya dukung terhadap pondasi sangat kecil, nilai keterusan terhadap air sangat kecil. Di atas lahan ini banyak dipergunakan penduduk sebagai lahan tambak. Endapan Pantai dan Pematang Pantai Endapan ini disusun oleh pasir berukuran halus sampai kasar, kadang-kadang mengandung lanauan lempung, daya dukung pondasi kecil sampai sedang, nilai keterusan terhadap air sedang sampai besar. Di atas endapan ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan pemukiman, karena letaknya relatif lebih tinggi dari daerah sekitarnya, dan kemudahan untuk memperoleh air.

Endapan Laut Endapan laut terbentuk dari lempung abu-abu sampai biru, lunak, daya dukung terhadap pondasi kecil, keterusan terhadap air kecil, biasanya endapan laut ini terletak dibawah endapan-endapan lain yang telah dijelaskan diatas. 3.2 Litologi Daerah pesisir Jawa Barat Bagian Utara dan sekitarnya urutan stratigrafinya dari tua ke muda (P3G, 1992), adalah sebagai berikut : Batupasir Tufaan dan Konglomerat (Qav), terdiri atas konglomerat, batupasir konglomeratan, batupasir tufaan dan tuf. Konglomerat, berwarna abu-abu kekuningan, lepas, perlapisan kurang jelas, banyak dijumpai lapisan kurang jelas, banyak dijumpai lapisan silang-siur, komponen sebagian besar bergaris tengah 5 cm, terdiri dari andesit dan batuapung makin ke selatan komponen semakin besar dan menyudut; Batupasir dan tuf umumnya berwarna kemerahan, pemilahan jelek, merupakan sisipan dalam konglomerat, komponen batupasir terdiri dari pecahan batuan beku andesit, batuapung dan kuarsa, di beberapa tempat terdapat struktur sedimen silangsiur. Endapan Delta (Qad), satuan ini terdiri dari lanau dan lempung, berwarna coklat kehitaman, mengandung sedikit moluska, ostrakoda, foraminifera plankton dan benthos. Tebal satuan ini lebih kurang 125 meter. Satuan ini merupakan daerah tempat budidaya/tambak bandeng, udang dan sebagian hutan bakau. Daerah penyebarannya meliputi daerah muara sengai besar antara lain yaitu Sungai Cimanuk dan Sungai Cililin, umur satuan ini adalah Holosen. Endapan Sungai (Qa), terdiri dari pasir lanau dan lempung, berwarna coklat. Daerah penyebarannya melampar terutama di sepanjang Sungai Cimanuk. Tebal satuan ini lebih kurang 50 meter, satuan ini berumur Holosen. Endapan Pantai (Qac), satuan ini terdiri dari lanau dan lempung dan pasir, banyak mengandung pecahan moluska berwarna abu-abu kehitaman. Ketebalan satuan ini lebih kurang 130 meter. Satuan ini berbatasan dengan tanggul-tanggul pantai dengan penyebaran di pantai bagian tengah dan timur, merupakan daerah pesawahan dan tambak garam. Satuan ini berumur Holosen. Endapan Pematang Pantai (Qbr), terdiri dari pasir kasar hingga halus dan lempung, banyak mengandung cangkang moluska penyebaran satuan ini membentuk pematang-pematang yang tersebar di daerah pantai dengan bentuk yang sejajar satu sama lain, di daerah-daerah antara lain Sadari-Sungai Buntu, di sekitar Pondok Bali dan di sekitar "Genteng" terus ke pantai timur Delta Cipunagara, beberapa ada yang memancar dari satu titik (apek), tinggi pematang ada yang mencapai 5 meter. Ketebalan satuan ini berkisar 25-50 meter. Pematang pantai ini merupakan daerah pemukiman dan lokasi jalan jalur/jalan raya. Satuan ini berumur Holosen. Endapan Dataran Banjir (Qaf), terdiri dari lempung pasiran, lempung humusan, dan lempung lanauan, berwarna abu-abu kecoklatan sampai kehitaman, satuan ini menutup satuan yang lebih tua ditandai dengan adanya bidang erosi seperti yang nampak antara lain di tebing-tebing Sungai

Cibogor dan Sungai Kandanghaur bagian hulu. Tebal satuan ini lebih kurang 120 meter, berumur holosen melampar luas sampai ke Cirebon dan Arjawinangun. Endapan Rawa (Qac) , terdiri dari pasir halus, cangkang kerang moluska dan koral, setempat mengandung sisa tumbuhan, merupakan endapan permukaan terdapat di sekitar pesisir pantai mulai dari Sungai Buntu sampai Eretan dengan ketebalan 5 hingga 10 meter, berumur holosen/kuarter. 3.3 Sumberdaya Geologi Sumberdaya geologi dibagi menjadi sumberdaya mineral, sumberdaya air, dan bahan galian. Daerah pantai Jawa Barat bagian utara khususnya daerah Indramayu sebagian besar merupakan daerah dataran pantai dengan berbagai jenis sebaran batuan. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap keairan baik air permukaan, air tanah dangkal, maupun air tanah dalam. Sumberdaya air diuraikan secara lengkap pada Bab selanjutnya . a. Bahan Galian Bahan galian yang telah dimanfaatkan, berupa pasir sungai, pasir pantai, lempung/tanah liat dan sirtu. Pasir sungai , merupakan endapan hasil sedimentasi masa kini (resen) karena itu endapan ini masih berada di lingkungan sungai, terakumulasi di sekitar kelokan sungai dan di sekitar muara sungai. Endapan sirtu , dapat dijumpai di dalam sungai atau di bagian tepi sungai dengan cadangan yang cukup banyak, tetapi sulit dihitung karena merupakan endapan alur sungai. Pasir sungai ini banyak diambil di antara lain sepanjang alur S. Citarum, S. Cikarang, S. Cigentis, S. Cipamingkis, S. Cimanuk, berwarna abu-abu kecoklatan, berbutir halus-sedang bercampur dengan lanau dan lumpur. Endapan sirtu dapat digunakan sebagai bahan agregat beton, untuk urugan dan keperluan lainnya. Cadangan pasir sungai tidak dapat dihitung karena setiap hari akan terendapkan pasir yang terbawa arus. Pasir pantai , cukup melimpah disepanjang muara sungai Cimanuk, hanya pengambilan pasir di daerah pantai, lebar pantai berpasir ini berkisar antara 5-30 meter. Lempung/tanah liat , penyebaran cukup melimpah, sebagian besar terdapat di bagian tengah, dan timur daerah pemetaan. Berasal dari pelapukan batuan sedimen yang mengandung endapan vulkanik, berwarna coklat kemerahan dan abu-abu kecoklatan, bersifat lunak agak padat, plastis sebaliknya bila kering keras dan rapuh. Lempung tersebut cukup baik untuk bahan pembuatan batubata dan genteng dan juga cukup baik untuk bahan urugan. Lempung ini merupakan pelapukan dari aluvium, batupasir tufaan, tebal < 2 meter, warna merah kekuningan-kuning kecoklatan. Kualitas lempung yang baik terdapat di sekitar Kroya-Kedokan Gabus merupakan pelapukan dari batupasir tufaan, lempungnya liat, lengket, mengandung pasir sedikit. Cadangan diperkirakan mencapai 200.000 m 3.

b. Minyak dan Gas Bumi Lapangan Minyak dan Gas Bumi Minyak dan gas bumi di wilayah pesisir dari Bekasi hingga Cirebon terdapat di darat dan di lepas pantai. Formasi batuan yang mengandung minyak dan gas bumi adalah formasi Cibulakan (Jatiluhur) terdiri dari lempung dan gamping bersisipan batupasir dengan ciri laut dangkal, formasi Jatibarang terdiri dari batuan vulkanik berumur (EosenOligosen), formasi Parigi berupa batu gamping. Formasi ini termasuk blok Dataran Jakarta Cirebon (Martodjojo, 1975). Sebaran lapangan minyak dan gas bumi yang telah dilakukan explorasi dan explitasi hingga saat ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini (Pertamina, 1999). Tabel 3.1. Lapangan minyak on shore yang dikelola oleh Pertamina di Pesisir Utara Jawa BaratLapangan Sistem Ciputat: Jatinegara Jatirarangon Tambun Cikarang Sistem Cipunegara : Tugu Barat Haurgeulis Sukatani 1979 11 1982 1983 50 50 75 100 1989 1982 1 1992 1988 20 20 1 40 Tahun Cadangan Minyak (x 1 juta barel) Cadangan Gas (x 1 milyar kaki kubik)

Kandang Haur Barat 1984 1 Pasircatang Sistem Pasirbungur : Pegaden 1975 10 1992 -

5

Pamanukan Selatan 1980 Pasirjadi Pasirjadi Naik Gambarsari Katomas Sindangsari Bojongraong Sistem Jatibarang : Jatibarang Sindang Gantar Randengan 1969 130 1970 10 1973 1973 5 1985 5 1987 1989 1990 1990 1993 -

50 60 2 30 1 50 75

150 50 400 20 100 600 200 10 1 50

Kandang Haur Timur 1974 2 Cemara Cemara Timur Cemara Selatan Waled Selatan 1976 8 1976 1977 7 1978 1

Sindang Blok Turun 1981 Sambidoyong Kapetakan 1985 1 1986 -

Sumber: Arco-Pertamina, 2000

2. Pengolahan Minyak dan Gas Bumi Data dan laporan mengenai lokasi, produksi, bahan baku, dan penyaluran pada industri kilang minyak dan gas bumi untuk keperlu an bahan bakar minyak (BBM) didapat dari Pertamina Unit Pengolahan (UP) VI Balongan. Dalam rangka tersedianya Bahan Bakar Minyak (BBM), Pertamina mengoperasikan beberapa kilang minyak di Indonesia , salah satunya yaitu di Kecamatan Balongan, Indramayu. Kilang UP VI Balongan dapat memenuhi kebutuhan BBM untuk DKI Jakarta (40 %) dan sebagian Jawa Barat. Tabel 3.2. Lapangan Minyak off shore yang dikelola oleh ARCO (> tahun 1990) :

Sumber : Arco-Pertamina, 2000. Untuk menyiapkan lahan kilang ini diperlukan pengurugan dengan pasir laut yang diambil dari Pulau (Atol) Gosong Tengah yang termasuk dalam gugusan Pulau Rakit (P. Biawak), berjarak sekitar 70 km dari pantai Balongan. Luas area kilang adalah sekitar 250 ha memerlukan sekitar 3 juta meter kubik pasir laut diambil dari P. Gosong Tengah seluas 20 ha dari luas keseluruhan 525 ha. Penambangan dilakukan dengan kapal keruk isap. Tahun 1980 telah dibangun terminal Balongan dan pada tahun 1994 kilang minyak Balongan mulai dioperasikan. Kapasitas kilang BBM Balongan adalah 125.000 BPSD (Barrel per Stream Day). Bahan baku adalah minyak mentah Duri (70 %) dan minyak mentah Minas (20 %), minyak mentah Jatibarang (10 %). Gas alam Jatibarang 18 MMSCFD (juta kaki kubik perhari). Produk yang dihasilkan adalah BBM meliputi Premium (57.500 BPSD), Kerosene (9.300 BPSD), Automotive Diesel Oil (29.600 BPSD), Industrial Diesel Oil (7.000 BPSD), dan Decant

Oil Fuel Oil (8.500 BPSD). Produk Non BBM adalah LPG (700 ton/hari), Propylene (600 ton/hari), Ref.Fuel Gas (125 ton/hari) dan Sulphur ( 30 ton/hari). Sedangkan produk Bahan Bakar Khusus yang dihasilkan adalah Super TT (580 BPSD) dan Premix (10.000 BPSD). Pada tahun 1977 telah diresmikan kilang LPG Mundu di Kecamatan Karangampel, Indramayu, kapasitas terpasang mengolah bahan baku Natural Gas sebesar 1.000.000 NM3/hari (37 MMSCFD). Bahan baku adalah Non Assosiated Gas sebesar 600.000 NM3/hari dan Assosiated Gas sebesar 400.000 NH3/hari. Produk yang dihasilkan adalah produk utama LPG (100 ton/hari), Minasol-M (56 Kl/hari), Lean Gas ( 656.00 N3M/hari dan Propane. Pola penyaluran adalah melalui truk tangki dan export (LPG 26.000 ton/bulan), Propylene untuk export dan industri (15.500 ton/bulan), pipanisasi ke Jakarta (Premium 270.000 ton/bulan, Premix 39.000 ton/bulan, dan Kerosene 40.000 ton/bulan), mobil tangki ke Jakarta (Super TT 300 ton/bulan dan Sulfur 250 ton/bulan), kapal tanker (IDF 17.500 ton/bulan), dan export (Decant 44.000 ton/bulan). 3.4. Proses GeodinamikaProses geologi yang terdapat di Pantai Jawa Barat Bagian Utara adalah erosi, abrasi, akresi, amblesan dan intrusi air asin. Abrasi terjadi hampir disepanjang pantai utara yang diperparah oleh adanya perubahan lahan hutan bakau menjadi areal pertambakan. Sedimentasi di beberapa muara sungai pantai utara dengan adanya delta-delta sungai sehingga mengakibatkan garis pantai bertambah ke laut. Sedangkan intrusi air asin terutama pada morfologi dataran di beberapa tempat. 3.4.1 Erosi Tebing Sungai

Erosi pada tebing sungai terdapat berupa longsoran dan runtuhan. Umumnya terjadi pada alur sungai yang membelok. Erosi terjadi pada tebing gusur luar tingkungan yang selalu dihantam oleh kekuatan arus air sungai. Pada daerah dataran lanjutan proses erosi ini membentuk meander. Selain dari itu kerjaan manusia dapat pula mempercepat proses erosi tersebut seperti di sekitar lokasi penambangan batukali. Seperti terlihat pada alur sungai Cipamingkis di daerah Cibarusah dimana telah mengancam dan menghancurkan rumah penduduk yang berlokasi di tepi sungai. Pengambilan bongkahan batukali dapat mempercepat arus air sungai, sehingga kekuatan arus menghantam tebing lebih kuat dan terjadi lekukan pada kaki tebing sungai. Karena sudah tidak ada penahan maka tebing sungai bagian atas runtuh.3.4.2 Amblesan

Proses ini dapat terjadi apabila di bawah lapisan yang keras dijumpai adanya lapisan kompresibilitasnya tinggi, sehingga apabila beban yang ada di atas lapisan keras tersebut melebihi daya dukung yang diijinkan maka kemungkinan besar akan terjadi perosokan (settlement). Dari hasil pengamatan lapangan, analisis sifat fisik tanah pelapukan dan kemiringan lereng, dapat terlihat bahwa daerah pemetaan merupakan daerah yang mempunyai kerentanan gerakan tanah sangat rendah. Artinya pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah jenis longsoran atau runtuhan batu.

Gerakan tanah jenis amblesan merupakan jenis gerakan tanah yang banyak dijumpai dihampir seluruh daerah pemetaan, hal ini disebabkan oleh sifat tanah permukaan yang lunak, mudah menyerap air, sehingga daya dukung rendah. Bahan-bahan jalan yang melewati tanah ini akan mudah rusak seperti dijumpai dijalur jalan dari Indramayu-Karanganyar (Ujung Delta Cimanuk), tempat-tempat jalur jalan negara antara Losarang-Eretan Wetan, di jalur jalan di sekitar Kedokan Gabus-Kroya- Bongas-Kedayakan. Di daerah yang berpotensi terjadi perosokan adalah daerah pematang pantai di mana lapisan keras berada pada kedalaman 5-10 meter sedangkan dibawahnya didapatkan lapisan lempung/lanau lunak. Demikian pula dibeberapa tempat di daerah dataran rawa setempat bagian atas sudah padat akan tetapi bagian bawah masih merupakan lapisan lempung/lanau lunak sehingga bila ada beban yang cukup berat juga akan mengakibatkan terjadinya perosokan. 3.5. Satuan Geologi Lingkungan Satuan Geologi Lingkungan merupakan perpaduan dari parameter struktur, litologi, morfologi dan proses geologi yang terjadi disekitar pesisir. Pembagian satuan geologi lingkungan telah menjadi acuan DGTL Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral untuk rekomendasi pengembangan suatu kawasan ditinjau dari aspek geologi di seluruh Indonesia. Pertimbangan aspek-aspek ini adalah geomorfologi, litologi, sifat fisik tanah/batuan, proses geodinamis dan sumberdaya mineral: 1. Satuan Geologi Lingkungan Dataran Pantai Satuan geologi lingkungan ini daerahnya merupakan morfologi dataran meliputi dataran pantai, dataran pematang pantai. Kemiringan lereng kurang dari 3 %, elevasi ketinggian < 5 meter diatas permukaan laut. Jenis pantai adalah relif rendah/halus, relatif lurus, setempat adalah berbetuk cliff (tinggi tebing < 2 meter), dan fluvial deltaik. Litologi terdiri dari endapan-endapan pantai, rawa, pematang pantai dan delta. Dengan material campuran antara lempung lanauan. Lanau pasiran, pasir dan lempung. Sifat fisik dan keteknikan tanah/batuan umumnya kompresibilitas sedang hingga tinggi, lunak hingga teguh, mengandung sisa cangkang moluska dan sisa tanaman. Ketebalan < 10 meter, daya dukung untuk pondasi dangkal antara 2 hingga 11 ton/m 2. Proses geodinamis yang dominan adalah abrasi dan akresi di pantai. Hal ini menyebabkan perubahan garis pantai begitu cepat. Perubahan tersebut adalah pengurangan daratan hingga jarak 600 m dari garis pantai semula ke arah daratan, dengan kecepatan antara 220 m/tahun. Penambahan daratan hingga 7 km dari tahun 1946 hingga tahun 1978 ke arah laut. Amblesan terjadi terutama pada daerah rawa-rawa dengan endapan lempung dan lanau sebagai penyusunnya. Intrusi air asin terutama telah mencemari air tanah dangkal hingga jarak 7 hingga 15 km dari garis pantai kearah darat. Sumberdaya mineral adalah berupa air permukaan dan air tanah. Air permukaan melimpah sebagai air sungai-sungai. Air tanah dangkal terdapat hingga kedalaman 40 meter dibeberapa tempat. Sedangkan air tanah dalam terdapat lebih dari kedalaman 40 meter. Air tanah tersebut terdapat pada akuifer produktivitas sedang. Sumberdaya lain adalah bahan galian golongan C yaitu pasir laut, pasir sungai dan sirtu yang digunakan terutama sebagai bahan bangunan. Sedangkan minyak dan gas bumi tersebar baik di daratan dan di lepas pantai dengan total lapangan minyak sekitar 50. Eksplorasi dan eksploitasi dilakukan oleh Pertamina dan Arco.

2.Satuan Geologi Lingkungan Dataran Aluvial Satuan Geologi Lingkungan ini daerahnya merupakan geomorfologi dataran aluvial sungai, dengan kelandaian hampir datar hingga datar, kemiringan lereng 0 hingga 5 %. Terdiri dari endapan rawa dan alur sungai tua. Sungai resen berbentuk meandering dan berpotensi banjir. Material sungai terdiri dari pasir, lanau, lempung lanauan, dan kerikilan. Sifat fisik lunak, plastisitas tinggi, daya dukung untuk pondasi dangkal antara 13 hingga 17 ton/m 2. Proses geodinamis antara lain erosi lahan dan amblesan. Air permukaan melimpah sebagai air sungai. Air tanah dangkal terdapat hingga kedalaman 10 meter dibeberapa tempat. Sedangkan air tanah dalam terdapat lebih dari kedalaman 40 meter. Air tanah tersebut terdapat pada akuifer produktivitas sedang. Sumberdaya lain adalah bahan galian golongan C yaitu pasir sungai dan sirtu yang digunakan terutama sebagai bahan bangunan. Sedangkan minyak dan gas bumi tersebar di satuan ini. Tabel 3.3. Satuan Geologi Lingkungan Pesisir Pantura Jawa BaratSatuan Geologi Lingkungan Satuan Geologi Lingkungan Dataran Pantai Dataran pantai dan rawa, kemiringan 30 m, instrusi air asin, tanah dalam .>30 m, instrusi

akuifer produktif sedang

air asin, alkuifer air asin, akuifer produktif sedang Minyak dan gas bumi, pasir sungai, pasir kerikil Pasir dan lanau, sungai

Sumberdaya Mineral

Minyak dan gas bumi, pasir sungai, pasir laut

Sumber: Direktorat Geologi Tata Lingkungan, DESDM, 2000 dalam PKSPL-IPB, 2000 3. Satuan Geologi Lingkungan Alur Sungai Satuan geologi lingkungan ini merupakan dataran lembah sungai yang terdiri dari alur-alur sungai dan tanggul-tanggul sungai masa sekarang. Kemiringan hampir datar hingga datar, 0 hingga 5 %. Sungai ini membentuk meandering mengalir dari arah selatan dan bermuara ke pantai utara Jawa Barat. Sungai ini berpotensi banjir dan terjadi erosi tebing sungai. Litologi terdiri dari lempung lanauan, lanau pasiran, pasir dan kerikil. Sifat fisik lunak, plastisitas tinggi, daya dukung untuk pondasi dangkal antara 8 hingga 10 ton/m 2. Sumber daya yang utama adalah air permukaan dan bahan galian golongan C pasir dari sungai yang cadangannya sangat melimpah. Secara spasial kondisi geologi lingkungan pesisir wilayah utara Jawa Barat dapat dilihat pada Peta 2 Geomorfologi Wilayah Pesisir Pantura Jawa Barat

OSEANOGRAFI PERAIRAN PESISIR BAGIAN UTARAUntuk memahami kondisi oseanografi di perairan pesisir Jawa Barat bagian utara tidak dapat lepas dari kajian laut secara regional, dimana laut di bagian utara pesisir Jawa Barat termasuk bagian dari Laut Jawa. Untuk itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan citra satelit oseanografi seperti Topex/Poseidon dan ERS-2 (European Remote Sensing Satellite) yang efektif memberikan gambaran lengkap tentang proses fisik yang terjadi di permukaan laut secara regional dan terus menerus (real time). Akan tetapi, masih memiliki keterbatasan dalam memberikan informasi spasial di bawah permukaan laut yang hanya dapat diperoleh melalui observasi langsung. Oleh karena itu, kedua jenis data tersebut diperlukan secara terpadu untuk memahami proses fisik yang menyebabkan terjadinya dinamika laut di pesisir pesisir Jawa Barat bagian utara. Selain itu masukan air tawar dari beberapa sungai yang bermuara di pantai utara Jawa Barat juga mempengaruhi karakteristik pantai dalam hal terjadinya sedimentasi dan bentukbentuk estuari. 5.1 ArusParameter arus permukaan mengikuti pola musim, yaitu pada musim barat (bulan Desember sampai Pebruari) arus permukaan bergerak ke arah timur, dan pada musim timur (bulan Juni sampai Agustus) arus bergerak ke arah barat. Pada musim barat, arus permukaan ini mencapai maksimum 65,6 cm/detik dan minimum 0,6 cm/detik, sedangkan pada musim timur arus maksimum mencapai 59,2 cm/detik dan minimum 0,6 cm/detik. Tinggi gelombang di laut Jawa umumnya rata-rata kurang dari 2 meter (PKSPLIPB, 2000).

Rata-rata bulanan kondisi laut selama 44 tahun (1959-2002) menunjukkan bahwa pada saat musim barat laut (digambarkan pada bulan Januari) di Laut Jawa massa air bergerak dari Laut Cina Selatan melalui Selat Karimata di utara Laut Jawa keluar ke arah timur dan sebagian melalui Selat Sunda. Sebaliknya pada musim tenggara (digambarkan pada bulan Agustus) massa air dari bagian timur masuk ke Laut Jawa, sebagian keluar melalui Selat Karimata dan sebagian melalui Selat Sunda menuju ke Samudra Hindia. Massa air dari Laut Jawa dengan salinitas rendah selalu menuju ke Samudra Hindia melalui Selat Sunda (Putri, 2005).

Gambar 5.1 . Pergerakan Massa Air di Indonesia Pergerakan massa air laut yang dipengaruhi oleh pola musim diyakini dapat mempengaruhi produksi perikanan di Laut Jawa termasuk wilayah Pantai Utara Jawa Barat. Menurut para nelayan di pesisir Laut Jawa, telah terbentuk pola pikir berdasarkan pengalaman bahwa pada musim barat terjadi musim paceklik, dimana nelayan sulit mendapatkan ikan dalam jumlah yang memadai, sebaliknya pada musim timur, jumlah ikan yang tertangkap umumnya cukup memadai. Pada musim timur, secara umum di perairan Indonesia angin bergerak dari tenggara ke arah barat laut, memindahkan massa air hangat di permukaan sepanjang pantai Paparan Sunda dari arah timur Indonesia ke arah laut lepas di bagian barat Indonesia (Ekman Transport). Pada lokasi tertentu, kekosongan massa air di permukaan selanjutnya diisi oleh naiknya massa air di kedalaman yang lebih dingin, sekitar 25-27 derajat Celcius (rata-rata suhu permukaan di perairan Indonesia 28-29 derajat Celcius), dan kaya zat hara. Fenomena ini tentu terkait dengan produktifitas perairan yang menyediakan input nutrien bagi populasi ikan yang dapat meningkatnya produktivitas hasil perikanan selama musim timur di wilayah perairan Indonesia. Massa air ini bergerak ke arah barat dan masuk ke wilayah Laut Jawa termasuk di bagian laut di pantai utara Jawa Barat hingga keluar di Selat Sunda menuju Samudera Hindia. Pengukuran arus perairan di wilayah pantai Subang menunjukkan bahwa di perairan pantai Mayangan arus pasang berkisar antara 1.4 31.5 cm/det mengalir dominan ke arah barat, dan arus surut berkisar antara 0.7 28.1 cm/det yang mengalir dominan ke arah barat. Di lokasi pantai Ciasem arus pasang berkisar antara 1.5 30.7 cm/det yang dominan kearah barat, sedangkan arus surut berkisar antara 1.9 cm/det sampai 33.5 cm/det dominan kearah barat (Puslitbang Pengairan, 1985). Arah arus dominan ke arah barat pada waktu pasang maupun surut ini diperkirakan bahwa komponen arus musiman menjadi dominan di wilayah perairan iini. 5.2 Batimetri

Perairan laut wilayah barat Indonesia termasuk bagian dari paparan sunda dan umumnya mempunyai karakteristik perairan yang relatif dangkal. Morfologi perairan pantai juga dipengaruhi karakteristik wilayah pantai seperti keberadaan aliran sungai, terutama sungaisungai yang membawa material erosi dari bagian hulu, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap kelandaian, pembentukan lekukan teluk dan tanjung di sepanjang pantai. Hal ini seperti terlihat pada perairan pesisir utara Propinsi Jawa Barat, dimana kondisi pantai umumnya landai dengan kemiringan antara 0,06 % di wilayah Teluk Cirebon sampai 0,4 % di wilayah Ujung Karawang. Perbedaan kelandaian pantai ini biasanya berkaitan dengan dinamika perairan pantai, dimana wilayah teluk umumnya menunjukkan wilayah yang relatif lebih landai dibandingkan dengan wilayah tanjung. Diperkirakan bahwa pada jarak rata-rata 4 km (2,3 mil laut) dari garis pantai kedalaman mencapai 5 meter, kemudian pada jarak rata-rata 13 km (7 mil laut) kedalaman menjadi 10 meter, dan pada jarak 21 km (~ 13 mil laut) kedalaman mencapai 20 meter. Kontur kedalaman kurang dari 5 meter memperlihatkan kondisi yang relatif sejajar dengan garis pantai. Demikian juga pada garis kedalaman antara 5 -