Upload
ingge-s-cahyadi
View
234
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN PERBEDAAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus florida)
Oleh:
INDAH NUR TARINI YANUATI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN MALANG
2007
ii
ii
KAJIAN PERBEDAAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus florida)
Oleh:
INDAH NUR TARINI YANUATI
0310420021-42
SKRIPSI
Disampaikan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata 1 (S1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN MALANG
2007
iii
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan
MAJELIS PENGUJI
Tanggal lulus :
Penguji I
Ir. Soeprapto Martodisastro, MS NIP. 130 676 020
Penguji II
Prof. Dr. Ir. Tatik Wardiyati, MS NIP. 130 604 496
Penguji III
Ir. Endang Moerdiati, MS NIP. 130 809 318
Penguji IV
Dr. Ir. Damanhuri, MS NIP. 131 691 693
iv
iv
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul : KAJIAN PERBEDAAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus florida).
Nama : INDAH NUR TARINI YANUATI NIM : 0310420021-42 Jurusan : Budidaya Pertanian Program Studi : Hortikultura Menyetujui : Dosen Pembimbing Pertama,
Prof. Dr. Ir. Tatik Wardiyati, MS NIP. 130604496
Kedua,
Ir. Endang Moerdiati, MS NIP. 130809318
Mengetahui
Ketua Jurusan,
Dr. Ir. Agus Suryanto, MS NIP. 130 935 809
v
v
RINGKASAN Indah Nur Tarini Yanuati. 0310420021-42. Kajian Perbedaan Komposisi Media Tanam terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus florida). Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Tatik Wardiyati, MS dan Ir. Endang Moerdiati, MS.
Jamur tiram putih adalah salah satu jenis jamur kayu yang banyak di konsumsi oleh masyarakat dengan gizi yang baik, di dalamnya terkandung 9 asam amino esensial dengan kadar protein 19-35%. Pertumbuhan dan perkembangan jamur sangat tergantung pada nutrisi yang tersedia pada media tanam. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tersebut, pada media tanam ditambahkan dedak sebagai sumber nutrisi. Dalam memenuhi kebutuhan dedak tersebut, petani mendapatkan kendala dari harga yang semakin mahal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan proporsi dedak yang rendah tetapi efisien pada media tanam jamur tiram putih (Pleurotus florida) sehingga pertumbuhan jamur tersebut tetap optimal dan produktifitasnya tinggi. Dengan hipotesis bahwa pengurangan proporsi dedak tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih (Pleurotus florida ). .
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tlogomas Kec. Lowokwaru Kota madya Malang dengan ketinggian ± 500 m dpl dengan suhu rata-rata 24-30ºC dan kelembaban 80-90%. Penelitian akan dimulai pada bulan April sampai dengan bulan Agustus 2007.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit jamur tiram putih (Pleurotus florida), serbuk gergaji, dedak, tepung tongkol jagung, air dan kapur tohor. Alat yang digunakan meliputi plastik polibag dari plastik PP, plastik penutup, cincin, steam, kertas grafik, timbangan, karet gelang, bunsen dan spatula panjang.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak lengkap (RAL) dengan 10 perlakuan yang masing-masing diulang 3 kali. Setiap ulangan terdapat 80 baglog sehingga keseluruhan terdapat 240 baglog . Perlakuan tersebut adalah : 1. P1 = 22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung 2. P2 = 22 kg serbuk kayu + 1,8 kg tepung tongkol jagung 3. P3 = 22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung 4. P4 = 22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung 5. P5 = 22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung 6. P6 = 22 kg serbuk kayu + 5,4 kg tepung tongkol jagung 7. P7 = 22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg tepung tongkol jagung 8. P8 = 22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 3,6 kg tepung tongkol jagung 9. P9 = 22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung 10. P10 = 22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung
Pengamatan yang dilakukan meliputi Panjang miselium (cm) yang diamati 7 hari setelah inokulasi interval 3 hari, saat muncul badan buah (pin head) pertama (HSI), saat panen pertama (HSI), berat segar badan buah (gram), diameter badan buah (cm) setiap panen dan frekuensi panen (kali).
Analisa data menggunakan analisa (uji F) uji taraf 5 % apabila terjadi beda nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5 %.
Dari hasil pengamatan diperoleh data bahwa perbedaan proporsi dedak ini berpengaruh pada parameter a). panjang miselium dengan perlakuan yang memiliki pertumbuhan miselium paling cepat adalah P7 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5
vi
vi
kg tepung tongkol jagung) yaitu 19,19 cm; b). saat munculnya pin head pertama dengan perlakuan yang cepat adalah P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung ) yaitu 35,026 HSI; c). saat panen pertama dengan perlakuan yang cepat adalah P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung ) yaitu pada 37,789 HSI d) berat segar total badan buah dengan perlakuan yang memiliki berat total yang besar P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) yaitu 416,99 gram. Perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) dengan berat segar total 409,15 gram, perlakuan P5 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) dengan berat total 410,57 gram dan P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung) yaitu 403,71 gram dan e) frekuensi panen dengan perlakuan yang memiliki frekuensi panen yang banyak adalah P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) yaitu 3,911 kali panen dalam 100 hari. Perlakuan pengurangan proporsi dedak ini tidak berpengaruh terhadap diameter badan buah.
Perlakuan pengurangan proporsi dedak tidak mempengaruhi berat segar total produksi jamur sampai proporsi dedak 2 kg yaitu P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung). Dari hasil analisis ekonomi, perlakuan P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) memberikan keuntungan paling tinggi yaitu Rp.1.589,- per baglog atau 94,36 % dari biaya produksi. Angka tersebut lebih tinggi 9,74 % dari perlakuan kontrol P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) dengan keuntungan sebesar Rp. 1.529,- per baglog.
vii
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta
hidayahNya, sehingga bisa menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ Kajian Perbedaan
Komposisi Media Tanam terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih dan Hasil
(Pleurotus florida) ”.
Atas terselesaikannya penyusunan Skripsi ini, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada : Ayah dan Ibu yang telah memberikan semangat dan doa, Prof. Dr.
Ir. Tatik Wardiyati, MS selaku dosen Pembimbing Utama, Ir. Endang Moerdiati, MS
selaku Pembimbing Pendamping dan Ir. Soeprapto Martodisastro, MS selaku dosen
Pembahas atas bimbingan, saran dan arahan yang telah diberikan selama penyusunan
laporan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Agus Suryanto, MS
selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian. Semua teman dari HTC ‘03 yang banyak
memberikan bantuan dan semangat. Semua pihak yang telah membantu baik secara
material maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih.
Akhir kata penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk
kesempurnaan isi dari skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dalam menambah pengetahuan dan wawasan kita dalam bidang pertanian.
Malang, November 2007
Penulis
viii
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan putri pertama dari 4 bersaudara pasangan bapak Sutarno, BE
dan ibu Dra. Ririen Subekti yang lahir di Blitar pada tanggal 2 januari 1985.
Memulai studi di TK Anggrek Bhirawa Blitar dan lulus pada tahun 1991,
melanjutkan ke SD Kalipang 1 Blitar pada tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997. Pada
tahun yang sama, penulis diterima sebagai siswi pada SLTP 1 Sutojayan Blitar dan
lulus pada tahun 2000. Kemudian melanjutkan studi di SMU Negeri 1 Sutojayan Blitar
lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi
Hortikultura Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
Malang melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Kegiatan non Akademis yang pernah diikuti meliputi AMECC (American
English Communicative Course), panitia Kejurnas Tapak Suci Brawijaya Open II, staf
kaderisasi HIMADATA (Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian) periode 2004-
2005.
ix
ix
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... ix
DAFTAR GRAFIK ................................................................................. x
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Tujuan Penelitian............................................................................ 3 1.3 Hipotesis ........................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Umum Jamur Tiram Putih .............................................. 4 2.2 Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih ................................................. 5 2.3 Dedak ............................................................................................ 8 2.4 Komposisi media tanam ................................................................. 9
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat ......................................................................... 11 3.2 Bahan dan Alat ............................................................................... 11 3.3 Metode Penelitian .......................................................................... 11 3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan ............................................................................... 11 3.4.2 Tahapan Pembuatan Media ................................................... 12 3.4.3 Tahapan Budidaya Jamur Tiram Putih.................................... 12 3.4.4 Pengamatan ........................................................................... 14
3.5 Analisa Data .................................................................................. 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil
4.1.1 Panjang miselium (cm) .......................................................... 22 4.1.2 Saat Muncul pin Head Pertama (HSI) .................................... 24 4.1.3 Saat Panen Pertama (HSI) ..................................................... 25 4.1.4 Berat Segar Total Badan Buah (gram).................................... 26 4.1.5 Diameter Badan Buah (cm) ................................................... 29 4.1.6 Frekuensi Panen (kali) ........................................................... 30
4.2 Pembahasan 4.2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Jamur Tiram ...................... 31
x
x
4.2.2 Hasil Jamur Tiram ................................................................. 33 4.2.3 Analisis Ekonomi .................................................................. 38
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 39 5.2 Saran ............................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
xi
DAFTAR TABEL
No Halaman
Teks
1 Kandungan nutrisi yang terdapat pada dedak ............................... 10
2 Komposisi kimia kayu ................................................................. 12
3 Kandungan nutrisi yang terdapat pada tepung jagung................... 13
4 Kandungan nutrisi yang terdapat pada tepung tongkol jagung...... 13
5 Komposisi bahan umum media jamur kayu.................................. 14
6 Rata - rata panjang miselium pada 7HSI, 10 HSI, 13 HSI dan
16 HSI ....................................................................................... 22
7 Rata - rata panjang miselium pada 19 HSI, 22 HSI dan 25 HSI.... 23
8 Rata - rata muncul pin head pertama ....... ..................................... 24
9 Rata - rata Panen Pertama ........................................................... 26
10 Berat segar badan buah per panen ............................................... 27
11 Berat total badan buah .............................................................. 29
12 Rata-rata diameter badan buah ................................................... 30
13 Rata-rata frekuensi panen ............................................................ 31
14 Analisis Ekonomi ....................................................................... 38
No Halaman
Lampiran
1 Analisis Ragam Panjang Miselium Pada 7 HSI ............................ 42
2 Analisis Ragam Panjang Miselium Pada 10 HSI .......................... 42
3 Analisis Ragam Panjang Miselium Pada 13 HSI ......................... 42
4 Analisis Ragam Panjang Miselium Pada 16 HSI ......................... 42
5 Analisis Ragam Panjang Miselium Pada 19 HSI ......................... 42
6 Analisis Ragam Panjang Miselium Pada 22 HSI ......................... 43
7 Analisis Ragam Panjang Miselium Pada 25 HSI ......................... 43
8 Analisis Ragam Saat Munculnya Pin Head Pertama .................... 43
xii
xii
9 Analisis Ragam Saat Panen Pertama ........................................... 43
10 Analisis Ragam Berat Segar Badan Buah Pada Panen 1 ............... 43
11 Analisis Ragam Berat Segar Badan Buah Pada Panen 2 ............... 44
12 Analisis Ragam Berat Segar Badan Buah Pada Panen 3 ............. 44
13 Analisis Ragam Berat Segar Badan Buah Pada Panen 4 ............ 44
14 Analisis Ragam Berat Segar Badan Buah Pada Panen 5 ............ 44
15 Analisis Ragam Berat Segar Total Badan Buah ......................... 44
16 Analisis Ragam Diameter Badan Buah ...................................... 45
17 Analisis Ragam Frekuensi Panen ............................................... 45
xiii
xiii
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
Teks
1 Gambar Jamur Tiram Putih ..................................................... 4
No Halaman
Lampiran
1 Hasil Panen Jamur Tiram putih ............................................... 49
2 Panjang Miselium Tiap Perlakuan .......................................... 51
xiv
xiv
DAFTAR GRAFIK
No Teks Halaman
1 Grafik Berat segar badan buah per panen ............................... 28
xv
xv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jamur tiram putih (Pleurotus florida) adalah salah satu jenis jamur kayu yang
banyak di konsumsi oleh masyarakat dengan gizi yang baik, di dalamnya terkandung 9
asam amino esensial dengan kadar protein 19-35%. Jadi jamur ini dapat dijadikan
sumber protein nabati di samping kacang-kacangan. Jenis vitamin di dalam jamur
adalah vitamin B1, B2, niasin, biotin dan vitamin C. Selain itu di dalamnya terdapat
mineral K, P, Ca, Na, Mg dan Cu. Jamur tiram putih sudah banyak dikenal oleh
konsumen sehingga telah memiliki pasar yang baik. Dibandingkan dengan jamur yang
dapat di makan (edible mushroom) lainnya, jamur tiram putih memiliki harga yang
lebih terjangkau oleh konsumen. Jamur tiram putih ini memiliki sifat menetralkan racun
dan zat radioaktif dalam tanah. Khasiat kesehatan adalah menghentikan pendarahan dan
mempercepat pengeringan luka pada permukaan tubuh, mencegah penyakit diabetes
militus, menambah vitalitas dan memperlancar buang air besar. Oleh karena itu, banyak
masyarakat yang mengkonsumsi jamur tiram putih ini.
Potensi jamur tiram sangat bagus, sehingga banyak dari penduduk yang
kemudian mulai membudidayakan jamur tiram putih ini. Media tanam yang digunakan
pada umumnya adalah serbuk kayu (misalnya kayu sengon), dedak padi atau bekatul,
tepung jagung dan kapur pertanian. Pertumbuhan dan perkembangan jamur sangat
tergantung pada banyaknya nutrisi yang ada atau tersedia dalam media yang dapat
diserap dan digunakan oleh jamur. Dalam hal ini, dedak merupakan salah satu sumber
nutrisi tersebut. Dedak memiliki fungsi yang penting dalam budidaya jamur. Dedak
merupakan sumber nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan
jamur. Dedak ditambahkan untuk meningkatkan nutrisi media tanam, sebagai sumber
karbohidrat, karbon dan nitrogen (Cahyana, Muchroji dan M Bakrun, 1997).
Untuk menyediakan bahan – bahan tersebut, petani jamur banyak menemui
kendala dari harga dedak. Harga dari dedak semakin tinggi, hal ini akan sangat
mempengaruhi tingkat keuntungan. Dedak merupakan hasil sisa dari penumbukan atau
xvi
xvi
penggilingan gabah padi. Indonesia merupakan negara produsen padi (9% dari total
produksi dunia) tetapi juga merupakan negara pengimpor beras terbesar (14% dari padi
yang diperdagangkan di dunia). Departemen Perdagangan menyatakan harga beras
selama 2006 mengalami kenaikan 14,8% dari Rp 4.170 pada Januari menjadi Rp 4.780
per kilogram (Ardiansyah. 2006). Dengan harga beras yang semakin tinggi akan
meningkatkan harga dedak padi yang dibutuhkan dalam pembuatan media tanam jamur
tiram putih.
Kenaikan harga dedak bukan hanya karena harga beras yang semakin tinggi,
akan tetapi dedak yang juga menjadi kebutuhan utama dari peternak yang membuat
pakan campuran sendiri. Sehingga ada persaingan antara petani jamur dengan peternak
dalam pemenuhan kebutuhan dedak. Dengan harga yang semakin tinggi dan jumlah
yang semakin sedikit karena juga banyak dibutuhkan oleh peternak, membuat para
petani jamur menemui kendala dalam memenuhi kebutuhan dedak untuk produksi
jamur. Keuntungan yang didapatkan petani lebih rendah karena biaya produksi semakin
tinggi tetapi harga jual jamur tetap. Hal ini mendorong penulis untuk mengadakan
penelitian mengenai perbedaan proporsi dedak dalam media tanam terhadap
pertumbuhan dan hasil jamur tiram putih (Pleurotus florida). Dengan adanya penelitian
ini diharapkan bisa membantu petani jamur tiram putih untuk mengatasi permasalahan
proporsi dedak pada media tanam sehingga pertumbuhan jamur tiram tetap bagus
dengan proporsi dedak yang seminimal mungkin.
xvii
xvii
1.2 Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan proporsi dedak yang rendah tetapi efisien pada media tanam
jamur tiram putih ( Pleurotus florida ) sehingga pertumbuhan jamur tersebut tetap
optimal dan produktifitasnya tinggi dengan biaya yang lebih murah.
1.3 Hipotesis
Pengurangan proporsi dedak tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan jamur tiram putih ( Pleurotus florida ).
xviii
xviii
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jamur Tiram Putih
Jamur tiram (Pleurotus florida) adalah jamur kayu yang tumbuh berderet
menyamping pada batang kayu lapuk. Jamur ini memiliki tubuh buah yang tumbuh
mekar membentuk corong dangkal seperti kulit kerang (tiram). Tubuh buah jamur
memiliki tudung (pileus) dan tangkai (stipe). Pileus berbentuk mirip cangkang tiram
berukuran 5 – 15 cm dan permukaan bagian bawah berlapis-lapis seperti insang
berwarna putih dan lunak. Sedangkan tangkai berukuran 2 – 6 cm yang mana
menyangga tudung agak lateral (di bagian tepi) atau eksentris (agak ke tengah)
(Djarijah, 2001).
Jamur tiram putih adalah jamur kayu yang mana termasuk dalam kelas
Basidiomycetes yang mempunyai ciri-ciri : tubuh buah yang berbentuk cembung, tetapi
jika kandungan oksigen yang tersedia dalam jumlah banyak, maka tudung buah
berbentuk payung, lamella dan tangkai. Bentuk tudung buah tersebut agak membulat,
lonjong, melengkung seperti cangkang tiram dengan permukaan yang licin dan sedikit
basah (Suhardiman, 1990).
Jamur tiram memiliki spora berwarna. Pemberian nama dari beberapa jenis
jamur tiram ini berdasarkan dari warna tudung tubuh buah atau sporanya yang berbeda
untuk jenis jamur tiram yang satu dengan jenis lainnya.
Gambar 1. Jamur Tiram Putih (Pleurotus florida)
xix
xix
Jamur tiram merupakan keluarga Agaricaceae atau Tricholomataceae dari
kelas Basidiomycetes. Klasifikasi jamur tiram putih adalah :
Super kingdom : Eukaryota
Kingdom : Myceteae (fungi)
Divisio : Amastigomycota
Sub divisio : Basidiomycotae
Klas : Basidiomycetes
Ordo : Agaricales
Familia : Agariceae
Genus : Pleurotus
Spesies : Pleurotus florida (Djarijah, 2001)
Secara umum jamur dari kelas Basidiomycetes berupa sulur halus yang
menempel pada kompos. Sulur ini berbentuk seperti serabut tanaman yang disebut
dengan miselium. Miselium ini bercabang dan pada titik pertemuannya berbentuk bintik
kecil yang disebut sporangium yang akhirnya tumbuh menjadi pin head yang kemudian
berkembang menjadi badan buah atau fruit body (Nurman, 1990).
Jamur tiram merupakan tanaman makroskopik yang tidak memiliki klorofil.
Jamur sebagai tanaman yang memiliki spora dan merupakan sel-sel lepas yang
bersambungan membentuk benang bersekat dan disebut hifa. Hifa jamur terdiri atas sel-
sel yang berinti satu. Hifa jamur menyatu membentuk jaringan yang disebut miselium.
Miselium bercabang dan pada titik pertemuannya membentuk bintik kecil yang disebut
sporangium yang akan berkembang menjadi pin head (calon tubuh buah jamur)
(Djarijah, 2001).
Pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih :
a. Perkecambahan spora
Jamur tiram putih (Pleurotus florida) termasuk dalam kelas Basidiomycetes.
Spora terdapat dalam basidiospora yang terletak secara eksternal pada sel berbentuk
gada yang disebut basidia ( Volk, 1993 ).
Basidiospora terletak pada lapisan hymenium yang menyelubungi lamela.
Spora akan jatuh terbawa oleh aliran udara akibat pengaruh gravitasi setelah lepas dari
stigma. Proses ini didukung oleh letak tubuh buah dan lamela. Dijelaskan oleh
xx
xx
Stamets dan Chilton (1983) bahwa sebagian besar spora jamur memiliki “germ pore”
bentuk tonjolan ke arah dalam pada salah satu ujung sebuah spora. Germ spora
merupakan tempat kecambah pertama kali muncul berupa miselium haploid yang
disebut hifa
b. Pertumbuhan miselium
Volk (1983) menyatakan bahwa miselium merupakan hifa yang saling
membelit membentuk massa benang yang cukup besar. Dijelaskan oleh Edmond,
Musser dan Andrews (1975) bahwa fungsi miselium adalah untuk menyerap air,
nutrisi dan bahan organik dari media untuk memacu pertumbuhan jamur. Masa
pertumbuhan miselium membutuhkan kelembaban udara antara 65%-70% dengan
suhu 25°C - 30°C. Keadaan ruangan yang gelap akan mengoptimalkan pertumbuhan
miselium.
2.2 Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih
Jamur tiram merupakan tanaman heterotropik yang mana hidupnya tergantung
pada kondisi lingkungan tempat tumbuh. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan jamur adalah air, keasaman (pH), substrat, kelembaban, suhu dan
ketersediaan nutrisi.
ð Suhu dan Kelembaban
Pada umumnya, jamur ini bisa tumbuh pada suhu 24°-28°C. Suhu tersebut
akan menghasilkan pertumbuhan jamur tiram yang optimal. Jika suhu diatas 30°C
maka pertumbuhan dari jamur akan terhambat. Media tanam yang kurang steril
dengan suhu kurang dari 20°C akan mempercepat pertumbuhan mikroba lainnya
yang akan menghambat pertumbuhan jamur. Pada saat pembentukan badan buah,
jamur tiram memerlukan suhu yang lebih rendah yaitu berkisar antara 16°-22°C.
Kelembaban yang diperlukan dalam budidaya jamur tiram ± 80 – 90%
dengan keadaan air pada substrat tanaman antara 60-65%. Kelembaban ini akan
sangat berpengaruh terhadap suhu yang optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangan jamur. Untuk menjaga kelembaban agar tetap dalam kondisi yang
xxi
xxi
sesuai dengan kebutuhan, dapat dilakukan dengan penyemprotan air bersih di sekitar
ruangan (Cahyana et al. , 1997).
ð Cahaya
Pertumbuhan jamur tiram putih kurang membutuhkan intensitas cahaya yang
tinggi karena cahaya hanya bersifat sebagai pendorong pembentukan pin head dan
perkembangan badan buah saja. Karenanya tempat teduh dibawah pohon pelindung
ataupun didalam ruangan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan dan
perkembangan jamur (Suriawiria, 1993).
Miselium akan tumbuh paling cepat dalam keadaan gelap tanpa sinar. Maka
setelah inokulasi selama masa penumbuhan, media tanam diletakkan dalam ruangan
yang gelap dan hal ini akan menguntungkan pertumbuhan miselium (Yu, 1995).
Pada masa penumbuhan badan buah, diperlukan adanya rangsangan sinar.
Pada tempat yang sama sekali tidak ada sinar, badan buah tidak akan tumbuh
(Wahyuni, 1995). Budidaya jamur tiram putih sebaiknya dilakukan dalam ruangan
saja supaya tidak terkena sinar matahari secara langsung sehingga tidak kering
karena jamur tiram putih membutuhkan kelembaban yang tinggi. Meskipun
demikian, intensitas cahaya yang terlalu rendah akan menyebabkan elongasi atau
perpanjangan tangkai dan pembentukan tudung buah akan terhambat (Webster,
1991)
Intensitas cahaya yang dibutuhkan pada saat pertumbuhan jamur tiram
sekitar 10 % saja ( Cahyana et al. , 1997).
ð Kadar air
Kadar air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan miselium
jamur. Air diperlukan untuk transportasi partikel antar sel sehingga kadar air harus
mencukupi. Miselium akan tumbuh optimal pada media dengan kadar air sekitar
65%. Jika terlalu tinggi maka jamur bisa busuk dan akhirnya mati, tetapi jika kadar
air terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan jamur (Djarijah, 2001).
xxii
xxii
ð Keasaman (pH)
Kondisi keasaman ini berpengaruh terhadap ketersediaan beberapa unsur
yang diperlukan untuk pertumbuhan jamur. Pada pH rendah unsur magnesium, besi,
kalsium dan seng tersedia sedangkan pada pH tinggi unsur - unsur tersebut tidak
tersedia (Suriawiria, 2000).
Miselium jamur bisa tumbuh optimal dalam keadaan gelap dengan kondisi
asam (pH 5,5 – 6,5). Jika pH terlalu tinggi maka pertumbuhan jamur akan terganggu
(Djarijah, 2001). Untuk jamur tiram putih memang menghendaki pH yang lebih
asam jika dibandingkan dengan jamur tiram lainnya (Kristiawati, 1992).
ð Aerasi
Ketersediaan oksigen dan karbondioksida di lingkungan sekitar sangat
menentukan pertumbuhan jamur. Jamur merupakan tanaman yang tidak memiliki
klorofil sehingga oksigen dan karbondioksida sangat diperlukan sebagai senyawa
pada pertumbuhannya. Lingkungan yang kurang unsur O2 akan mengakibatkan
pertumbuhan tubuh buah kecil, abnormal dan mudah layu yang akhirnya
menimbulkan kematian (Djarijah, 2001).
Pertumbuhan miselium membutuhkan kandungan karbondioksida tinggi
sekitar 15%-20% dari volume udara. Jika kandungan tersebut terlalu tinggi akan
terjadi gangguan pertumbuhan sehingga bentuk tudung jamur akan lebih kecil dari
tangkainya (Adiyuwono, 2001).
2.3 Dedak
Dedak padi (hu’ut dalam bahasa sunda) merupakan hasil sisa dari penumbukan
atau penggilingan gabah padi. Gabah tersusun dari 15-30 % kulit luar (sekam), 4-5%
kulit ari, 12-14% dedak, 65-67% endosperm dan 2-3% lembaga.
Dedak tersusun dari tiga bagian yang masing masing berbeda kandungan
zatnya. Ketiga bagian tersebut adalah:
a. Kulit gabah yang banyak mengandung serat kasar dan mineral
b. Selaput perak yang kaya akan protein dan vitamin B1, juga lemak dan mineral.
c. Lembaga beras yang sebagian besar terdiri dari karbohidrat yang mudah dicerna.
xxiii
xxiii
Dedak mengandung beberapa nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan dan
perkembangan jamur. Nutrisi yang dibutuhkan dalam bentuk unsur hara seperti
nitrogen, fosfor, belerang, karbon serta beberapa unsur yang lain terdapat pada serbuk
gergaji dalam jumlah yang terbatas sehingga diperlukan penambahan nutrisi yang bisa
didapatkan dari dedak. Dedak mengandung protein, selulosa, serat, nitrogen, lemak dan
P2O5 (Genders, 1986).
Dedak mengandung paling tidak 65% dari zat gizi mikro penting yang terdapat
pada beras. Dedak banyak mengandung komponen tanaman bermanfaat yang disebut
fitokimia, berbagai vitamin (thiamin, niacin, vitamin B-6), mineral (besi, fosfor,
magnesium, potassium), asam amino, asam lemak esensial, dan antioksidan (Hariyadi,
2003). Kandungan kaya gizi itu, membuat dedak menjadi bahan pangan fungsional
yang penting, yang mengurangi risiko terjangkitnya penyakit dan meningkatkan status
kesehatan tubuh. Dedak juga merupakan bahan bersifat hipoalergenik dan sumber serat
makan (dietary fiber) yang baik. Dedak berpotensi dikembangkan dalam industri
pangan, farmasi, dan pangan suplemen (termasuk dietary supplement). Dedak padi
dapat digunakan sebagai bahan baku produk sereal dan dikembangkan menjadi bahan
dasar produk minuman fungsional. Dedak juga dapat dijadikan sumber minyak yang
diperoleh dari proses ekstraksi. Minyak dedak dedak ini tergolong memiliki kualitas
tinggi. Yang mengejutkan, minyak dedak padi (rice brand oil) bermanfaat untuk
penderita diabetes karena kemampuannya mengurangi kadar gula dalam darah. Sebuah
studi yang dipublikasikan dalam Journal of Nutritional Biochemistry pada Maret 2002
menyebutkan bahwa suplementasi minyak dedak padi mampu menurunkan kadar gula
(glukosa) dalam darah, untuk penderita diabetes tipe I maupun tipe II. Produk
komersialnya, antara lain RiSoluble atau RiceMucil yang diproduksi RiceX Co di
California (Suhartiningsih, 2004). Begitu banyaknya manfaat yang bisa didapatkan dari
dedak, membuat dedak banyak dibutuhkan dan dicari sehingga harga dari dedak
semakin tinggi. Nutrisi yang terdapat dalam dedak bisa dilihat pada tabel 1.
xxiv
xxiv
Tabel 1. Kandungan nutrisi yang terdapat pada dedak
Kandungan Persen (%)
Kadar air 2,49
Protein 8,77
Lemak 1,09
Abu 1,60
Serat 1,69
Karbohidrat 84,36
Kalori 382,32 kal
Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor.
Menurut kelas nilainya, dedak dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
• Dedak Kasar
Adalah kulit gabah halus yang bercampur dengan sedikit pecahan lembaga beras
dan daya cernanya relatif rendah. Analisa kandungan nutrisi: 10.6% air, 4.1% protein,
32.4% bahan ekstrak tanpa N, 35.3% serat kasar, 1.6% lemak dan 16% abu serta nilai
Martabat Pati 19. Sebenarnya dedak kasar ini sudah tidak termasuk sebagai bahan
makanan penguat (konsentrat) sebab kandungan serat kasarnya relatif terlalu tinggi
(35.3%) (Anonymous, 2006).
• Dedak halus biasa.
Merupakan hasil sisa dari penumbukan padi secara tradisional (disebut juga dedak
kampung). Dedak halus biasa ini banyak mengandung komponen kulit gabah, juga
selaput perak dan pecahan lembaga beras. Kadar serat kasarnya masih cukup tinggi
akan tetapi sudah termasuk dalam golongan konsentrat karena kadar serat kasar
dibawah 18%. Martabat Pati nya termasuk rendah dan hanya sebagian kecil saja yang
dapat dicerna. Analisa nutrisi: 16.2% air, 9.5% protein, 43.8% bahan ekstrak tanpa N,
16.4% serat kasar, 3.3% lemak dan 10.8% abu serta nilai Martabat Pati (MP) nya 53
(Anonymous, 2006).
xxv
xxv
• Dedak lunteh
Merupakan hasil ikutan dari pengasahan/pemutihan beras (slep atau polishing
beras). Dari semua macam dedak, dedak inilah yang banyak mengandung protein dan
vitamin B1 karena sebagian besar terdiri dari selaput perak dan bahan lembaga, dan
hanya sedikit mengandung kulit. Di beberapa tempat dedak ini disebut juga dedak
murni. Analisa nutrisi: 15.9% air, 15.3% protein, 42.8% bahan ekstrak tanpa N, 8.1%
serat kasar, 8.5% lemak, 9.4% abu serta nilai MP adalah 67 (Anonymous, 2006).
• Bekatul Merupakan hasil sisa ikutan dari pabrik pengolahan khususnya bagian
asah/slep/polish. Lebih sedikit mengandung selaput perak dan kulit serta lebih sedikit
mengandung vitamin B1, tetapi banyak bercampur dengan pecahan-pecahan kecil
lembaga beras (menir). Oleh sebab itu masih dapat dimanfaatkan sebagai makanan
manusia sehingga agak sukar didapat. Analisa nutrisi: 15% air, 14.5% protein, 48.7%
lemak dan 7.0% abu serta nilai MP adalah 70 (Anonymous, 2006).
2.4 Komposisi media tanam
Dalam budidaya jamur tiram putih, komposisi media sangat perlu diperhatikan
dengan baik. Komposisi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
jamur. Media yang biasa digunakan adalah kayu atau serbuk kayu yang mengandung
karbohidrat, serat lignin yang dapat membantu pertumbuhan serta zat ekstraktif (zat
pengawet alami) yang menghambat pertumbuhan. Oleh karena itu, serbuk kayu yang
digunakan sebagai media diusahakan berasal dari kayu yang tidak banyak mengandung
zat pengawet tersebut, seperti kayu albasia atau sengon, randu dan meranti. Menurut
penelitian Lestari (2005), penggunaan media tanam serbuk gergaji kayu sengon yang
dikomposkan selama 20 hari memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan
dan hasil jamur tiram putih jika dibandingkan dengan serbuk gergaji kayu jati atau
randu. Bahan ini biasanya didapatkan dari pabrik penggergajian kayu yang tidak
dipergunakan sehingga biaya produksi lebih murah. Dalam pemilihan media serbuk
kayu ini harus memperhatikan tingkat kekeringan, kebersihannya, tidak ditumbuhi
jamur atau kapang lain dan tidak busuk. Serbuk kayu yang baik adalah serbuk yang
berasal dari kayu keras dan tidak banyak mengandung getah (Cahyana et al. , 1997).
xxvi
xxvi
Untuk perkembangan dan pertumbuhan jamur, nutrisi yang ada pada media sangat
penting. Nutrisi terpenting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan miselium dan
pembentukan badan buah adalah selulosa, hemiselulosa, lignin dan protein yang banyak
terdapat dalam kayu. Komposisi kimia kayu sengon bisa dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia kayu sengon
Komponen kimia unsur penyusun %
Selulosa Pentosa Lignin Abu
48,3 16,3 27,3 3,4
Sumber : Syahri (1989) dalam Winarni (2001).
Media tanam yang digunakan harus bisa mendukung pertumbuhan jamur secara
optimal. pH media harus sesuai dengan syarat tumbuh dari jamur, yang mana bisa diatur
dengan penambahan kalsium karbonat (CaCO3). Selain itu, CaCO3 juga digunakan
sebagai sumber kalsium (untuk memperkokoh media sehingga tidak mudah rusak,
memiliki daya tahan lama dan masa produksi panjang) dan untuk meningkatkan mineral
yang dibutuhkan bagi pertumbuhan. Nutrisi yang terkandung dalam media tanam harus
mencukupi kebutuhan. Kebutuhan nutrisi bisa dipenuhi dengan penambahan dedak,
tepung jagung atau tepung tongkol jagung pada media tanam. Kandungan nutrisi yang
terdapat pada tepung jagung dapat dilihat pada tabel 3
Tabel 3. Kandungan nutrisi yang terdapat pada tepung jagung.
Kandungan Persen (%)
Air Protein Lemak Abu Karbohidrat
12.0 8.9 49 1.0
72.0
Sumber: Laboratorium Sentral Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Brawijaya (1994) dalam Rustiami(1995).
Sedangkan kandungan nutrisi pada tepung tongkol jagung dapat dilihat pada tabel
4.
xxvii
xxvii
Tabel 4. Kandungan nutrisi yang terdapat pada tepung tongkol jagung.
Kandungan Persen (%)
Air Protein Lemak Abu Karbohidrat
14.98 2.12 0.33 1.75 80.82
Sumber: Laboratorium Sentral Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Brawijaya (2006) dalam Anggraeni (2007).
Dari segi ekonomis, tepung tongkol jagung memiliki harga yang lebih murah
daripada tepung jagung. Berdasarkan penelitian Anggraeni (2007), limbah tongkol
jagung dapat dimanfaatkan sebagai media pengganti tepung jagung pada budidaya
jamur tiram putih dengan komposisi serbuk kayu : dedak : tepung tongkol jagung
sebesar 20 : 4 : 2. Penambahan tepung tongkol jagung dengan volume 2 meningkatkan
hasil panen 12% dibandingkan media tepung jagung.
Bahan tersebut harus di campur dengan takaran tertentu sehingga mendapatkan
komposisi yang tepat untuk mendapatkan produktifitas jamur yang tinggi. Komposisi
media jamur tiram dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Komposisi bahan umum media jamur tiram (Agus et al. , 2004)
Bahan media Komposisi
Serbuk gergaji
Bekatul
Kapur ( CaCO3)
Gipsum (CaSO4)
TSP
Tepung jagung
Air bersih
100 kg
10 kg
0,5 kg
1,5 kg
0,5 kg
0,5 kg
45-50 L
xxviii
xxviii
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tlogomas Kec. Lowokwaru Kota Malang dengan ketinggian ± 500 m dpl dengan suhu rata-rata 24-30ºC dan kelembapan 80-90%. Penelitian akan dimulai pada bulan April sampai dengan bulan Agustus 2007.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit jamur Tiram putih (Pleurotus florida), serbuk gergaji kayu sengon, dedak, tepung tongkol jagung, alkohol, CaCO3, CaSO4, dan air. Alat yang digunakan meliputi ketel uap, tongkat kayu, spatula besi, bunsen, plastik polibag dari plastik PP (Polipropilene), kapas, plastik penutup, cincin, karet gelang, kertas grafik, penggaris dan timbangan.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 10 perlakuan yang masing-masing diulang 3 kali. Masing – masing
ulangan terdapat 80 baglog, sehingga keseluruhan terdapat 240 baglog. Perlakuan
tersebut adalah :
1 P1 = 22 kg serbuk gergaji + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung
2. P2 = 22 kg serbuk gergaji + 1,8 kg tepung tongkol jagung
3. P3 = 22 kg serbuk gergaji + 1 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung
4. P4 = 22 kg serbuk gergaji + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung
5. P5 = 22 kg serbuk gergaji + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung
6. P6 = 22 kg serbuk gergaji + 5,4 kg tepung tongkol jagung
7. P7 = 22 kg serbuk gergaji + 1 kg dedak + 4,5 kg tepung tongkol jagung
8. P8 = 22 kg serbuk gergaji + 2 kg dedak + 3,6 kg tepung tongkol jagung
9. P9 = 22 kg serbuk gergaji + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung
10. P10 = 22 kg serbuk gergaji + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung
xxix
xxix
Denah Rancangan Percobaan :
Ulangan 1 P1 P9 P7 P2 P3 P6 P4 P8 P5 P10
Ulangan 2 P4 P1 P6 P8 P2 P5 P9 P7 P10 P3
Ulangan 3 P8 P5 P2 P10 P7 P1 P3 P4 P6 P9
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan
Penelitian ini menggunakan bahan yaitu serbuk kayu, dedak, tepung jagung
dan tepung tongkol jagung. Serbuk kayu yang digunakan berasal dari jenis kayu sengon
(Albasia sp) karena tidak banyak mengandung minyak dan getah, lebih mudah lapuk,
memiliki serat yang kasar dan mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi
sehingga sangat membantu pertumbuhan miselium jamur. Serbuk yang digunakan harus
dikomposkan terlebih dahulu untuk menguraikan senyawa kompleks menjadi senyawa
sederhana sehingga lebih mudah diserap dan digunakan untuk proses pertumbuhan dan
perkembangan jamur. Pengomposan dilakukan dengan menambahkan kalsium sulfat
(CaSO4) sebanyak 2% dari jumlah total serbuk gergaji. Pengomposan dilakukan selama
± 20 hari dan dilakukan pembalikan setiap satu minggu sekali agar proses pengomposan
merata. Setelah dikompos, serbuk gergaji kemudian diayak untuk mendapatkan ukuran
yang seragam.
Tepung tongkol jagung diperoleh dengan menggiling tongkol jagung yang
telah kering. Tongkol jagung yang digunakan harus bersih, masih baru sehingga tidak
berjamur. Tongkol jagung digiling hingga menghasilkan tepung dengan ukuran ± 0,02
cm. Tepung tongkol jagung diayak terlebih dahulu untuk mendapatkan ukuran yang
seragam.
Dalam budidaya jamur, alat dan ruangan yang digunakan harus steril. Oleh
karena itu sebelum digunakan, alat dan ruangan disterilkan dengan menggunakan
alkohol 70%.
xxx
xxx
3.4.2 Pembuatan Media
Bahan – bahan yang dipergunakan yaitu serbuk gergaji, tepung jagung, tepung
tongkol jagung dan dedak di timbang sesuai dengan perbandingan komposisi pada
setiap perlakuan. Pada setiap perlakuan, ditambahkan kalsium karbonat (CaCO3)
sebanyak 0,7% dari berat total bahan. Tujuan dari penambahan (CaCO3) adalah sebagai
sumber mineral dan mengatur pH media sehingga media memiliki pH yang sesuai untuk
pertumbuhan jamur. Semua bahan dicampur hingga merata dan ditambahkan air hingga
± 65%. Setelah semua bahan tercampur rata, dimasukkan dalam plastik polipropilene
dengan ukuran 18cm x 36 cm x 0,03 mm. Bahan tersebut kemudian dipadatkan hingga
memiliki berat tiap media tanam 1,2 kg dengan ketinggian 19–20 cm dan pada ujungnya
diberi cincin. Untuk mempermudah penempatan bibit, pada media diberi lubang dengan
menggunakan tongkat kayu yang dimasukkan ± 10 cm ke dalam media tanam melalui
cincin. Cincin kemudian diberi kapas lalu ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet
gelang.
3.4.3 Sterilisasi
Media tanam dalam plastik tersebut (baglog) ditata dalam krat untuk
disterilkan. Fungsi sterilisasi adalah untuk mematikan mikroba, yang dapat mengganggu
pertumbuhan jamur tiram. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan ketel uap pada
ruang sterilisasi dengan suhu 95°C konstan selama 5 jam. Baglog ditata dengan jarak
yang teratur, tidak terlalu rapat agar proses sterilisasi bisa merata pada seluruh media
tanam yang ada. Setelah media tanam disterilkan, kemudian dilakukan pendinginan
dengan membiarkan media tanam tetap dalam ruang sterilisasi selama ± 24 jam sampai
suhu dalam ruangan tersebut ± 26°C. Media tanam kemudian dikeluarkan dan dibiarkan
hingga tidak panas lagi.
3.4.4 Inokulasi
Inokulasi merupakan proses penanaman bibit jamur pada media tanam yang
telah disterilkan dan didinginkan. Bibit dalam botol terlebih dahulu dihancurkan dengan
xxxi
xxxi
menggunakan spatula panjang yang telah disemprot alkohol dan dibakar diatas api
bunsen. Bibit tersebut kemudian dimasukkan pada media tanam melalui mulut cincin
plastik dengan membuka kapas dan plastik penutup terlebih dahulu. Bibit yang
dimasukkan sebanyak ± 15 gram. Setelah bibit dimasukkan, cincin ditutup kembali
dengan menggunakan kapas tanpa plastik. Pada proses inokulasi, alat dan ruangan yang
digunakan terlebih dahulu disterilkan dengan menyemprotkan alkohol. Pelaksana
inokulasi harus memakai masker, pakaian yang bersih serta tangan terlebih dahulu
disemprot dengan alkohol. Proses inokulasi harus dilakukan dengan cepat untuk
mengurangi terjadinya kontak media bagian dalam dengan udara sehingga kontaminasi
bisa dihindari.
3.4.5 Inkubasi
Inkubasi merupakan proses penumbuhan miselium. Dilakukan dengan
menyimpan media yang telah diisi bibit pada ruangan dan kondisi tertentu agar
miselium jamur tumbuh. Suhu yang diperlukan untuk proses inkubasi adalah 25-30ºC
dengan kelembaban 65-70% dan intensitas cahaya ± 10%. Ruangan yang digunakan
harus selalu dibersihkan untuk menghindari adanya kontaminasi pada media. Inkubasi
dilakukan hingga seluruh media berwarna putih oleh miselium secara merata antara 30 -
40 hari setelah inokulasi. Keberhasilan pertumbuhan miselium jamur dapat diketahui ±1
minggu setelah inokulasi. Pada setiap media tanam akan ditempel dengan kertas grafik
untuk mempermudah pengamatan panjang miselium. Setelah miselium penuh, media
tanam siap dipindahkan ke ruang penumbuhan (kumbung).
3.4.6 Penumbuhan
Penumbuhan dilakukan pada ruangan khusus dengan kondisi yang diperlukan
yaitu suhu antara 16-22ºC dan kelembaban 80-90%. Ruang yang akan digunakan
dibersihkan terlebih dahulu dan semprot dengan alkohol 70%. Pada ruang penumbuhan,
media tanam ditata secara horisontal pada rak yang telah dibersihkan dan kapas penutup
media tanam kemudian dibuka perlahan. Penempatan media tanam secara horisontal
xxxii
xxxii
untuk efektifitas ruang dan memudahkan proses pemanenan. Sedangkan pembukaan
kapas dimaksudkan untuk memberikan oksigen yang cukup bagi pertumbuhan tubuh
buah jamur.
3.4.7 Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan untuk menjaga agar suhu dan kelembaban ruang
penumbuhan tetap sesuai untuk perkembangan badan buah sehingga produksi jamur
tinggi. Hal ini bisa dilakukan dengan menyiram lantai ruang penumbuhan dan
pengkabutan atau penyemprotan air dengan hand sprayer pada ruang penumbuhan. Air
yang disemprotkan diusahakan tidak mengenai bagian dalam baglog karena bisa
menyebabkan kebusukan media. Penyiraman air pada lantai dilakukan setiap hari,
sedangkan untuk pengkabutan dilakukan jika media tanam dirasakan terlalu kering.
3.4.8 Pemanenan
Kurang lebih 1 minggu setelah media tanam dipindah dalam ruang
penumbuhan, akan tumbuh badan buah (pin head). Tubuh buah jamur yang telah
berkembang optimal (± 2-4 hari setelah pin head mulai tumbuh) dan memiliki tepi yang
lebih tipis, kemudian dipanen. Pemanenan dilakukan dengan mencabut semua bagian
dari jamur hingga pangkalnya. Bagian jamur yang tertinggal pada media bisa
menyebabkan kebusukan pada media. Sehingga tidak bisa berproduksi lagi. Pemanenan
dilakukan pagi atau sore hari untuk menjaga kesegaran jamur tersebut.
3.4.9 Parameter pengamatan
Parameter pengamatan meliputi :
1. Panjang miselium (cm).
Pengamatan terhadap panjang miselium dilakukan 7 hari setelah inokulasi (HSI)
dengan interval 3 hari. Panjang miselium diukur mulai dari bagian cincin bagian
bawah atau bagian paling atas dari media tanam hingga batas tumbuh miselium pada
bagian bawah media. Untuk mempermudah dalam menghitung panjang miselium,
dipergunakan alat bantu berupa kertas grafik yang dipotong dengan lebar ± 1 cm
xxxiii
xxxiii
yang kemudian di tempelkan secara vertikal pada setiap media tanam. Setiap media
tanam di tempel 3 buah kertas grafik pada 3 titik yang berbeda agar data yang
diperoleh benar-benar mewakili panjang miselium pada media tanam tersebut. Data
yang digunakan merupakan hasil rata-rata dari pengukuran pada ketiga kertas grafik
yang terdapat pada setiap media tanam. Pengamatan panjang miselium dilakukan
sampai media tanam penuh dengan miselium hingga bagian dasar dari media tanam
tersebut.
2. Saat muncul badan buah (pin head) pertama (HSI).
Pin head atau badan buah berbentuk bulatan kecil yang muncul ± 1 cm keluar
dari sekitar mulut cincin. Saat munculnya badan buah pertama dihitung sejak proses
inokulasi hingga terbentuknya pin head.
3. Saat panen pertama (HSI)
Saat panen pertama dihitung sejak proses inokulasi hingga jamur siap panen.
Jamur yang telah siap dipanen memiliki ciri badan buah yang bagian tepi telah
menipis dan memiliki ukuran yang optimal, pada umumnya panen dilakukan 2-3
hari setelah munculnya pin head. Pemanenan dilakukan dengan mencabut
keseluruhan bagian dari jamur hingga tidak meninggalkan sisa pada media tanam
pada pagi atau sore hari untuk menjaga kesegaran jamur. Jika masih ada bagian dari
jamur yang tertinggal dalam media tanam, akan menyebabkan kebusukan pada
media. Media tanam yang busuk akan mempengaruhi panen selanjutnya.
4. Berat segar total badan buah (gram)
Jamur yang telah dipanen dibersihkan dari kotoran yang masih menempel
kemudian ditimbang untuk mengetahui berat segar total. Berat segar badan buah per
baglog yang telah ditimbang setiap panen kemudian dijumlahkan untuk
mendapatkan produktifitas jamur tiap baglog.
5. Diameter badan buah (cm).
Jamur yang telah dipanen kemudian diukur diameter tiap tudungnya dengan
menggunakan penggaris. Dalam setiap rumpun jamur, terdapat beberapa tangkai
jamur. Pengukuran harus dilakukan dengan teliti sehingga tidak ada tudung jamur
yang belum diukur diameternya.
xxxiv
xxxiv
6. Frekuensi panen (kali).
Setiap baglog dicatat berapa kali panen atau bisa berproduksi dalam jangka
waktu 100 hari setelah media tanam tersebut dipindahkan ke ruang penumbuhan.
3.5 Analisis Data
Analisis data menggunakan analisis (uji F) uji taraf 5 % apabila terjadi beda
nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5 %.
xxxv
xxxv
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
4.1.1 Panjang Miselium
Pengamatan panjang miselium mulai dilakukan pada 7 hari setelah inokulasi (7
HSI). Kemudian pengamatan diteruskan dengan interval 3 hari. Untuk parameter
panjang miselium ini, pengamatan dilakukan pada 7 HSI, 10 HSI, 13 HSI, 16 HSI, 19
HSI, 22 HSI dan 25 HSI. Hasil pengamatan terhadap panjang miselium pada 7 HSI
sampai 16 HSI dapat dilihat pada tabel 6 berikut :
Tabel 6. Rata – rata Panjang miselium pada 7HSI, 10 HSI, 13 HSI dan 16 HSI.
Perlakuan Panjang miselium pada hari ke- (cm) 7 HSI 10 HSI 13 HSI 16 HSI
P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 1.43 a 2.39 a 3.81 a 5.86 a P2 (22 kg serbuk gergaji + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 1.84 b 3.96 bc 5.91 c 7.89 b P3 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 1.81 b 3.90 b 6.26 d 8.86 c P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 2.11 cd 4.14 bcd 6.41 de 8.96 c P5 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 2.12 cd 4.31 cde 6.64 e 9.10 c P6 (22 kg serbuk kayu + 5,4 kg tepung tongkol jagung) 2.03 bc 4.20 bcde 6.40 de 8.83 c P7 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg tepung tongkol jagung) 2.69 f 5.21 f 7.82 g 10.78 e P8 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 3,6 kg tepung tongkol jagung) 2.36 e 4.42 de 6.52 de 9.15 c P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung) 2.33 de 4.54 e 6.99 f 9.67 d P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung) 1.39 a 2.57 a 4.46 b 5.88 a BNT 5% 0.228 0.361 0.285 0.385
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Dari hasil analisis ragam diperoleh hasil bahwa pengurangan proporsi dedak
pada media tanam berpengaruh terhadap panjang miselium. Perlakuan yang memiliki
pertumbuhan miselium yang cepat pada 7 HSI, 10 HSI, 13 HSI dan 16 HSI adalah
perlakuan P7 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg tepung tongkol jagung) yaitu
2,69 cm pada 7 HSI dan 10,78 cm pada 16 HSI sehingga rata-rata pertumbuhan
miseliumnya adalah 0,898 cm per hari. Sedangkan perlakuan dengan pertumbuhan
miselium yang lambat pada 7 HSI adalah P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg
tepung jagung) dengan panjang miselium 1,39 cm. Pada 10 HSI sampai 16 HSI
perlakuan P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung )
xxxvi
xxxvi
memiliki pertumbuhan miselium yang lambat yaitu 2,39 cm pada 10 HSI; 3,81 cm pada
13 HSI dan pada 16 HSI sepanjang 5,86 cm sehingga rata-rata pertumbuhan miselium
adalah 0,578 cm per hari.
Hasil pengamatan panjang miselium pada 19 HSI sampai 25 HSI bisa dilihat
pada tabel 7 berikut :
Tabel 7. Rata-rata panjang miselium pada 19 HSI, 22 HSI dan 25 HSI.
Perlakuan Panjang miselium pada hari ke- 19 HSI 22 HSI 25 HSI
P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 7.82 b 9.89 b 11.73 b P2 (22 kg serbuk gergaji + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 10.20 c 12.40 c 14.48 c P3 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 11.77 de 14.22 e 16.57 de P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 11.80 de 14.47 e 16.84 e P5 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 12.16 ef 14.58 ef 16.90 e P6 (22 kg serbuk kayu + 5,4 kg tepung tongkol jagung) 11.55 d 13.57 d 16.01 d P7 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg tepung tongkol jagung) 13.58 g 16.45 g 19.19 g P8 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 3,6 kg tepung tongkol jagung) 11.94 de 14.51 e 16.99 e P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung) 12.54 f 15.13 f 17.63 f P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung) 7.19 a 8.77 a 10.35 a BNT 5% 0.549 0.565 0.586 Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, menunjukkan
tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Hasil pengamatan terhadap panjang miselium pada 19 HSI sampai 25 HSI
memiliki pola yang hampir sama dengan hasil pengamatan pada 7 HSI sampai 16
HSI. Pengamatan dilakukan sampai 25 HSI karena pada hari tersebut, sudah ada salah
satu perlakuan dari keseluruhan perlakuan yang miseliumnya telah memenuhi media
tanam. Sehingga pengamatan terhadap panjang miselium dihentikan.
Pada akhir pengamatan (25 HSI) perlakuan yang memiliki pertumbuhan
miselium paling cepat adalah perlakuan P7 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg
tepung tongkol jagung) dengan panjang miselium pada awal pengamatan adalah 2,7
cm dan akhir pengamatan adalah 19,19 cm sehingga rata-rata pertumbuhan miselium
adalah 0,916 cm per hari. Perlakuan yang memiliki pertumbuhan miselium yang
lambat adalah perlakuan P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung)
dengan panjang miselium awal 1,39 cm dan 10,35 cm pada akhir pengamatan
sehingga rata-rata pertumbuhan miseliumnya 0,498 cm tiap hari.
xxxvii
xxxvii
Setiap perlakuan pada akhir pengamatan (25 HSI) memberikan perbedaan
yang nyata, perlakuan yang tidak saling berbeda nyata yaitu perlakuan P4 (22 kg
serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) tidak beda nyata dengan
P3 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung), P5 (22 kg
serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) dan P8 (22 kg serbuk
kayu + 2 kg dedak + 3,6 kg tepung tongkol jagung).
4.1.2 Saat muncul badan buah (pin head) pertama
Pada 30 HSI, semua media tanam ini telah dipindahkan kedalam kumbung untuk
proses pertumbuhan jamur. Pin head merupakan calon badan buah, munculnya badan
buah ini dihitung mulai saat inokulasi hingga pin head ini berukuran seperti jarum
pentul ± 1 cm keluar dari mulut cincin. Rata-rata muncul badan buah (pin head) pertama
dapat dilihat pada tabel 8 berikut :
Tabel 8. Rata-rata muncul pin head pertama.
Perlakuan Rata-rata muncul
pin head pertama (HSI)
P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 48.982 d
P2 (22 kg serbuk gergaji + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 54.917 e
P3 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 43.04 c
P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 41.074 bc
P5 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 40.704 bc
P6 (22 kg serbuk kayu + 5,4 kg tepung tongkol jagung) 48.90 d
P7 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg tepung tongkol jagung) 40.333 bc
P8 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 3,6 kg tepung tongkol jagung) 37.921 ab
P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung) 35.026 a
P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung) 53.348 e BNT 5% 3.950 Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji
BNT 5%. Dari hasil analisa ragam, menunjukkan bahwa pengurangan proporsi dedak pada
media tanam berpengaruh terhadap rata-rata pemunculan pin head pertama. Perlakuan
dengan rata-rata pemunculan pin head yang cepat adalah P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg
dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung) yaitu 35,026 HSI. Perlakuan ini tidak berbeda
nyata dengan perlakuan P8 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 3,6 kg tepung tongkol
jagung). Sedangkan perlakuan P8 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P7 (22 kg serbuk
xxxviii
xxxviii
kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg tepung tongkol jagung), P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak
+ 1,8 kg tepung tongkol jagung) dan P5 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg
tepung tongkol jagung). Perlakuan yang memberikan hasil rata-rata pemunculan pin
head pertama yang lambat adalah perlakuan P2 (22 kg serbuk kayu + 1,8 kg tepung
tongkol jagung) yaitu 54,917 HSI. Perlakuan ini tidak berbeda nyata terhadap perlakuan
P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung) yaitu 53,348 HSI.
Untuk perlakuan dengan proporsi tepung tongkol jagung yang sama tetapi
proporsi dedak yang semakin dikurangi ( perlakuan P1 sampai perlakuan P5), P2 (22 kg
serbuk kayu + 1,8 kg tepung tongkol jagung) berbeda nyata terhadap P3 (22 kg serbuk
kayu + 1 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) sedangkan P3 tidak berbeda nyata
terhadap P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) dan P5
(22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung). Perlakuan dengan
kombinasi perubahan proporsi dedak dan tepung tongkol jagung (P6 sampai P9),
didapatkan hasil bahwa P6 (22 kg serbuk kayu + 5,4 kg tepung tongkol jagung) dengan
rata-rata munculnya pin head adalah 48,9 HSI berbeda nyata terhadap P9 (22 kg serbuk
kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung) dengan rata-rata munculnya pin
head pertama pada 35,026 HSI..
4.1.3 Saat panen pertama
Panen pertama dihitung mulai saat inokulasi hingga jamur tersebut siap untuk
dipanen. Hasil pengamatan terhadap rata-rata panen pertama dapat dilihat pada tabel 9
berikut :
xxxix
xxxix
Tabel 9. Rata-rata Panen Pertama.
Perlakuan Rata-rata panen pertama (HSI)
P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 50.982 e
P2 (22 kg serbuk gergaji + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 56.917 f
P3 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 45.405 d
P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 43.019 cd
P5 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 42.241 bc
P6 (22 kg serbuk kayu + 5,4 kg tepung tongkol jagung) 50.900 e
P7 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg tepung tongkol jagung) 42.347 bc
P8 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 3,6 kg tepung tongkol jagung) 39.750 ab
P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung) 37.789 a
P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung) 55.315 f
BNT 5% 2.7 Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama, menunjukkan tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5%.
Dari hasil analisis ragam, perlakuan perubahan proporsi dedak ini memberikan
pengaruh terhadap rata-rata panen pertama. Perlakuan yang mempunyai rata-rata panen
yang cepat adalah P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung)
yaitu 37,789 HSI. Perlakuan yang memberikan rata-rata panen pertama yang lambat
adalah P2 (22 kg serbuk gergaji + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) yaitu 56,917 HSI
yang mana perlakuan ini tidak berbeda nyata terhadap P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg
dedak + 1 kg tepung jagung). Perlakuan P3 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 1,8 kg
tepung tongkol jagung) dengan rata-rata panen pertama pada 45,405 HSI berbeda nyata
dengan perlakuan P2 (22 kg serbuk kayu + 1,8 kg tepung tongkol jagung).
4.1.4 Berat segar total badan buah
Jamur yang telah dipanen, dibersihkan dari sisa-sisa media tanam yang masih
menempel pada ujung tangkai jamur kemudian ditimbang untuk mengetahui berat segar
badan buah. Penimbangan dilakukan pada semua badan buah jamur per media tanam.
Hasil pengamatan terhadap berat segar badan buah per panen mulai panen pertama
hingga panen kelima dapat dilihat pada tabel 10 berikut :
Tabel 10. Rata – rata berat segar badan buah per panen
xl
xl
Panen ke - Perlakuan
1 2 3 4 5
P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 113.07 96.75 b 82.64 cd 72.86 51.67
P2 (22 kg serbuk gergaji + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 79.38 66.94 a 57.77 a - -
P3 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 108.36 94.79 b 63.02 ab 56.67 35.00
P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 112.16 108.6 b 77.99 bcd 64.83 45.56
P5 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 114.04 105 b 78.83 bcd 67.70 45.00
P6 (22 kg serbuk kayu + 5,4 kg tepung tongkol jagung) 105.21 70.42 a 71.67 abc - -
P7 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg tepung tongkol jagung) 97.02 102.59 b 95.12 d 75.97 -
P8 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 3,6 kg tepung tongkol jagung) 113.36 104.08 b 91.87 d 59.28 -
P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung) 106.83 98.018 b 78.98 bcd 56.04 33.33
P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung) 99.50 108.13 b 86.25 cd 70.83 39.00 BNT 5% tn 23.42 19.42 tn tn Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama,menunjukkan tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5%.
Perlakuan pengurangan proporsi dedak ini memberikan pengaruh hanya pada
panen kedua dan ketiga saja, sedangkan panen selebihnya tidak berbeda nyata. Pada
panen kedua perlakuan P2 (22 kg serbuk gergaji + 1,8 kg tepung tongkol jagung )
menghasilkan berat badan buah yang paling sedikit yaitu 66,94 gram. Perlakuan ini
tidak berbeda nyata dengan perlakuan P6 (22 kg serbuk kayu + 5,4 kg tepung tongkol
jagung) dengan berat badan buah 70,42 gram tetapi berbeda nyata dengan semua
perlakuan yang lainnya. Sedangkan delapan perlakuan yang lainnya tidak saling
berbeda nyata satu dengan yang lainnya. Perlakuan dengan berat yang tinggi adalah
perlakuan P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung) dengan berat
badan buah 108.13 gram. Pada panen ketiga, perlakuan dengan berat total paling tinggi
adalah perlakuan P7 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg tepung tongkol jagung)
dengan berat badan buah sebesar 95,12 gram dan perlakuan P2 (22 kg serbuk gergaji
+ 1,8 kg tepung tongkol jagung ) memiliki berat badan buah paling rendah yaitu 57,77
gram.
Data berat badan buah yang disajikan per panen pada tabel 10 tersebut kemudian
dibuat dalam bentuk grafik untuk mengetahui pada panen keberapakah yang merupakan
puncak atau menghasilkan jamur yang paling banyak dan bagaimana fluktuasi berat
jamur yang dihasilkan mulai panen pertama hingga panen terakhir pada 130 HSI atau
100 hari terhitung mulai media tanam dipindahkan kumbung dari ruang inkubasi. Grafik
xli
xli
berat segar total setiap perlakuan pada panen pertama hingga terakhir dapat dilihat pada
grafik 1 berikut.
Grafik 1. Berat segar badan buah per panen
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5Panen ke-
bera
t seg
ar (g
ram
)
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10
Berat segar badan buah tiap panen kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan
berat total badan buah keseluruhan dari setiap perlakuan. Dengan begitu, akan diketahui
perlakuan mana yang memiliki total produksi jamur yang paling tinggi dan yang paling
rendah. Berat total badan buah setiap perlakuan mulai dari panen pertama hingga
terakhir bisa dilihat pada tabel 11 berikut.
xlii
xlii
Tabel 11. Berat segar total badan buah
berat total Perlakuan badan buah
(gram/baglog)
P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 416.99 d
P2 (22 kg serbuk gergaji + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 204.09 a
P3 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 357.84 c
P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 409.14 d
P5 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 410.57 d
P6 (22 kg serbuk kayu + 5,4 kg tepung tongkol jagung) 247.30 b
P7 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg tepung tongkol jagung) 370.70 c
P8 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 3,6 kg tepung tongkol jagung) 368.59 c
P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung) 373.20 c
P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung) 403.71 d BNT 5% 25.445
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang, menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Dari analisis ragam, dapat diketahui bahwa perlakuan pengurangan proporsi
dedak memberikan pengaruh. Perlakuan dengan berat total yang tinggi adalah perlakuan
P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) dengan berat
total 416,99 gram yang mana tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4 (22 kg serbuk
kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) dengan berat total 409,14 gram,
P5 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) dengan berat
total 410,57 dan P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung) dengan
berat total 403,71 gram. Sedangkan perlakuan dengan berat total yang rendah sebesar
204,1 gram adalah perlakuan P2 (22 kg serbuk kayu + 1,8 kg tepung tongkol jagung).
4.1.5 Diameter badan buah
Jamur yang telah ditimbang kemudian diukur diameter badan buahnya.
Pengamatan ini dilakukan pada semua badan buah setiap rumpun. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan penggaris. Setelah semua badan buah diukur, data
tersebut kemudian dicari rata-ratanya sehingga didapatkan data diameter badan buah
setiap media tanam. Pengukuran harus dilakukan dengan teliti agar tidak ada badan
buah dari jamur yang tidak di amati karena setiap rumpun jamur memiliki beberapa
badan buah. Hasil pengamatan diameter jamur dapat dilihat pada tabel 12 berikut :
xliii
xliii
Tabel 12. Rata-rata diameter badan buah
Perlakuan Rata-rata diameter (cm)
P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 7.175
P2 (22 kg serbuk gergaji + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 6.940
P3 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 7.458
P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 7.198
P5 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 7.634
P6 (22 kg serbuk kayu + 5,4 kg tepung tongkol jagung) 7.212
P7 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg tepung tongkol jagung) 7.067
P8 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 3,6 kg tepung tongkol jagung) 6.939
P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung) 7.747
P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung) 7.049 BNT 5% tn
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama, menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Dari analisis ragam diperoleh kesimpulan bahwa perlakuan pengurangan
proporsi dedak tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter badan buah
pada jamur. Perlakuan dengan rata-rata diameter yang lebar adalah perlakuan P9 (22 kg
serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung) dengan lebar rata-rata 7,747
cm. Badan buah yang memiliki rata-rata diameter paling kecil adalah perlakuan P2 (22
kg serbuk gergaji + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) dengan rata-rata diameter 6,940
cm.
4.1.6 Frekuensi panen
Setiap media tanam bisa berproduksi atau di panen beberapa kali. Setiap media
tanam akan dihitung mampu berproduksi sampai berapa kali dalam 100 hari setelah
media tanam dipindahkan dalam kumbung atau 130 HSI. Hasil pengamatan terhadap
frekuensi panen setiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 13 berikut :
xliv
xliv
Tabel 13. Rata-rata frekuensi panen
Perlakuan Rata-rata frekuensi
panen (kali)
P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 3.911 d
P2 (22 kg serbuk gergaji + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 2.222 a
P3 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 3.037 b
P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 3.62 cd
P5 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 3.879 d
P6 (22 kg serbuk kayu + 5,4 kg tepung tongkol jagung) 2.241 a
P7 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg tepung tongkol jagung) 3.228 bc
P8 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 3,6 kg tepung tongkol jagung) 3.634 cd
P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung) 3.889 d
P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung) 3.707 cd BNT 5% 0.485
Keterangan : Angka-angka yang didampingi huruf yang sama, menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Dari analisis data diperoleh kesimpulan bahwa pengurangan proporsi dedak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Perlakuan dengan frekuensi panen yang
tinggi adalah perlakuan P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol
jagung ) dengan rata-rata frekuensi panen selama 100 hari adalah 3,911 kali. Perlakuan
ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan P4, P5, P8, P9 dan P10 yang masing- masing
memiliki rata-rata frekuensi 3,62 kali; 3,879 kali; 3,634 kali; 3,889 kali dan 3,707 kali.
Perlakuan dengan rata-rata frekuensi panen yang rendah adalah perlakuan P2 (22 kg
serbuk kayu + 1,8 kg tepung tongkol jagung) yaitu 2,222 kali.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih
Jamur tiram putih merupakan tanaman yang tidak memiliki klorofil tetapi
memiliki spora yang merupakan sel yang saling bersambung membentuk benang
bersekat yang disebut hifa. Hifa yang menyatu akan membentuk suatu jaringan yang
disebut miselium. Fungsi dari miselium adalah menyerap air, nutrisi dan bahan organik
dari media tanam untuk digunakan dalam pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram
putih.
xlv
xlv
Pengamatan terhadap panjang miselium dilakukan dengan mengukur panjang
miselium mulai dari media tanam yang paling atas atau tepat di bagian bawah cincin
hingga memenuhi keseluruhan media tanam yang mempunyai rata-rata ketinggian
sebesar 19-20 cm. Pengamatan terhadap panjang miselium dilakukan 7 HSI (hari
setelah inokulasi) karena miselium mulai terlihat berkembang ± 1 minggu setelah proses
inokulasi. Pengamatan dilakukan hingga miselium memenuhi media tanam dengan
interval pengamatan 3 hari. Pada penelitian ini, pengamatan panjang miselium
dilakukan sampai 25 HSI, karena pada 25 HSI sudah ada salah satu dari sepuluh
perlakuan yang media tanamnya telah dipenuhi oleh miselium.
Dari hasil analisis ragam (lampiran 1), diketahui bahwa perlakuan pengurangan
proporsi dedak berbeda nyata terhadap panjang miselium. Perlakuan yang memberikan
miselium paling panjang adalah perlakuan P7 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg
tepung tongkol jagung) dengan panjang miselium 19,19 cm pada 25 HSI. Perlakuan ini
berbeda nyata dengan perlakuan P3 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 1,8 kg tepung
tongkol jagung) yang memiliki panjang miselium 16,57 cm pada 25 HSI. Perlakuan
dengan proporsi dedak yang dikurangi tetapi proporsi tepung tongkol jagung sama yaitu
perlakuan P3 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung), P4 (22
kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) dan P5 (22 kg serbuk
kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) saling tidak berbeda nyata. Akan
tetapi pada perlakuan P2 (22 kg serbuk kayu + 1,8 kg tepung tongkol jagung) berbeda
nyata dengan ketiga perlakuan di atas dengan panjang miselium yang lebih rendah. Hal
ini bisa disebabkan karena nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan miselium cukup
terpenuhi dengan jumlah dedak 1 kg. Dengan 1 kg dedak, bisa memenuhi kebutuhan
nutrisi untuk pertumbuhan miselium yang hampir sama dengan 3 kg dedak. Sehingga
meskipun pada komposisi media dengan 3 kg dedak menghasilkan miselium yang lebih
panjang, tetapi tidak berbeda nyata dengan dedak 1 kg. Selain itu, kepadatan media
tanam juga berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan miselium. Perlakuan kontrol
P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) memiliki
panjang miselium yang lebih rendah dari ketiga perlakuan di atas yaitu 11,73 cm pada
25 HSI. Perlakuan ini memiliki proporsi dedak paling tinggi. Sehingga memiliki
kepadatan media yang lebih tinggi. Hal ini akan menghambat pertumbuhan miselium
meskipun karbohidrat yang digunakan sebagai sumber nutrisi tersedia dalam jumlah
xlvi
xlvi
besar. Begitu juga dengan perlakuan P2 (22 kg serbuk kayu + 1,8 kg tepung tongkol
jagung) yang berbeda nyata dengan ketiga perlakuan di atas dengan panjang miselium
yang lebih rendah.Hal ini disebabkan karena kandungan karbohidrat total pada
perlakuan ini paling sedikit jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya,
sedangkan karbohidrat diperlukan sebagai sumber nutrisi pada pertumbuhan miselium
(Gabriel,2004). Sehingga dapat dikatakan bahwa pengurangan proporsi dedak dalam
komposisi dari proporsi yang biasa dilakukan oleh petani sebanyak 4 kg hingga 1 kg
tidak mempengaruhi panjang miselium. Perlakuan dengan proporsi dedak yang sama
tetapi proporsi tepung tongkol jagung yang lebih tinggi menghasilkan pertumbuhan
miselium yang lebih cepat. Hal ini disebabkan karena kandungan karbon pada tepung
tongkol jagung lebih tinggi daripada dedak. Dalam Gunawan (2005) dijelaskan bahwa
semua unsur yang terdapat dalam karbon seperti monosakarida, polisakarida, asam
organik, asam amino, alkohol, lemak, selulosa dan lignin dapat digunakan oleh jamur
untuk memenuhi kebutuhan energi dalam pertumbuhan dan perkembangan jamur.
Dari penelitian ini ada beberapa perlakuan yang mengkombinasikan perlakuan
pengurangan proporsi dedak dengan penambahan proporsi tepung tongkol jagung yaitu
perlakuan P6 hingga P9. Perlakuan P7 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg tepung
tongkol jagung) memiliki panjang miselium yang paling panjang. Akan tetapi faktor apa
yang mempengaruhi hal tersebut belum bisa diketahui karena memiliki proporsi dedak
dan tepung tongkol jagung yang di berbeda atau dikombinasikan. Sehingga perlakuan
ini hanya digunakan untuk mengetahui kombinasi proporsi media yang mana dari
keempat perlakuan tersebut yang mempunyai pertumbuhan miselium yang paling baik.
4.2.2 Hasil jamur tiram putih
Setelah fase vegetatif atau pertumbuhan spora dan miselium, maka fase
berikutnya adalah pembentukan badan buah jamur. Miselium jamur bercabang-cabang
dan pada titik pertemuannya akan membentuk bintik kecil yang kemudian berkembang
menjadi pin head (calon badan buah jamur).
Setelah media tanam penuh dengan miselium, semua media tanam tersebut akan
dipindahkan dari ruang inkubasi ke dalam ruang penumbuhan atau kumbung. Pada 31
HSI semua media media tanam telah dipindahkan ke ruang penumbuhan dan dibuka
kapas penutupnya untuk memberikan udara yang cukup pada media tanam. Jamur
xlvii
xlvii
merupakan tanaman yang tidak berklorofil sehingga ketersediaan oksigen dan
karbondioksida sangat diperlukan untuk proses pertumbuhan.
Setiap media tanam akan dilakukan pengamatan terhadap saat munculnya pin
head pertama yaitu calon badan buah yang mana telah memiliki ukuran sebesar jarum
pentul dan keluar dari cincin ± 1 cm terhitung mulai proses inokulasi (HSI). Dari
analisis ragam (lampiran 1) diperoleh data bahwa terjadi beda nyata antar perlakuan.
Data saat munculnya pin head pertama ini sangat berhubungan dengan hasil
pengamatan panjang miselium. Perlakuan dengan panjang miselium yang lebih panjang
yaitu perlakuan P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung)
yaitu 19,19 cm maka pin head akan muncul lebih cepat yaitu pada 35,026 HSI.
Sebaliknya perlakuan dengan miselium paling pendek pada akhir pengamatan yaitu
perlakuan P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung) sepanjang 10,35
cm memiliki saat muncul pin head pertama yang lebih lambat yaitu 53,348 HSI. Hal ini
disebabkan karena miselium yang telah memenuhi media tanam tersebut akan
mensuplai nutrisi lebih awal dibandingkan dengan media tanam lainnya yang
miseliumnya belum penuh. Sesuai dengan Edmond, Musser dan Andrews (1975) yang
menyatakan bahwa fungsi dari miselium adalah untuk menyerap nutrisi, air dan bahan
organik dari media tanam untuk pertumbuhan jamur. Sehingga media tanam dengan
miselium yang penuh lebih cepat mengumpulkan energi untuk pembentukan pin head.
Begitu juga dengan data panen pertama (HSI), yang sangat berhubungan dengan
hasil pengamatan saat munculnya pin head pertama. Calon badan buah (pin head)
berkembang menjadi badan buah dan siap di panen dengan ciri-ciri memiliki ukuran
badan buah yang optimal dengan tepi yang lebih tipis, pada 2-3 hari setelah munculnya
pin head. Jamur yang telah siap dipanen akan tetapi tidak di panen akan menurunkan
kualitas dari jamur tersebut. Badan buah akan kering sehingga mengurangi berat segar
jamur, tepi badan buah mengeriting dan berwarna kecoklatan. Oleh karena itu waktu
panen harus tepat sehingga akan menghasilkan jamur yang segar. Pemanenan dilakukan
dengan mencabut keseluruhan bagian jamur hingga tidak ada yang tersisa pada media
tanam agar tidak terjadi kebusukan pada media yang akan mengganggu produktifitas
jamur. Dari hasil analisis ragam (lampiran 1) diperoleh data adanya beda nyata antar
perlakuan. Perlakuan yang paling cepat muncul pin head pertama yaitu perlakuan P9 (22
kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung) akan lebih cepat untuk
xlviii
xlviii
dipanen yaitu pada 37,789 HSI. Sedangkan perlakuan yang paling lambat muncul pin
head yaitu perlakuan P2 (22 kg serbuk kayu + 1,8 kg tepung tongkol jagung) memiliki
saat panen pertama yang paling lambat yaitu 56,917 HSI.
Setelah jamur dipanen, pengamatan selanjutnya adalah diameter badan buah
(cm). Pengukuran diameter ini dilakukan dengan menggunakan penggaris pada semua
badan buah yang ada setiap rumpun jamur yang dipanen. Penghitungan harus dilakukan
dengan teliti agar tidak ada badan buah yang terlewati. Dari analisis data (lampiran 1)
diperoleh bahwa perlakuan pengurangan proporsi dedak ini tidak berbeda nyata.
Diameter badan buah ini dipengaruhi oleh banyaknya tangkai setiap rumpun jamur. Jika
pada satu rumpun jamur memiliki tangkai yang lebih banyak, maka ukuran atau
diameter badan buahnya akan relatif lebih rendah. Hal ini dikarenakan nutrisi yang
didapatkan setiap badan buah pada rumpun dengan tangkai yang lebih banyak akan
lebih sedikit jika dibandingkan dengan badan buah dengan jumlah tangkai yang sedikit.
Sehingga diameter badan buah memiliki korelasi negatif terhadap tangkai badan buah.
Pengamatan selanjutnya adalah berat segar total jamur (gram). Jamur yang telah
dibersihkan dari sisa media tanam yang masih menempel pada jamur kemudian
ditimbang. Dari hasil analisis data (lampiran 1) diketahui adanya beda nyata antar
perlakuan. Perlakuan dengan total berat segar paling tinggi adalah perlakuan P1 (22 kg
serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) dengan berat segar total
416,99 gram. Perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan P2 (22 kg serbuk kayu + 1,8
kg tepung tongkol jagung) yang memiliki berat segar total paling rendah yaitu 204,1
gram. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan P2 (22 kg serbuk kayu + 1,8 kg tepung
tongkol jagung), karbohidrat dan protein yang merupakan sumber nutrisi untuk
perkembangan jamur hanya didapatkan dari tepung tongkol jagung dengan proporsi
yang sedikit. Sedangkan karbohidrat dan protein lebih banyak terdapat pada dedak,
sehingga sangat kurang untuk proses perkembangan jamur. Dari perlakuan P1 hingga P5
dengan proporsi dedak semakin meningkat tetapi proporsi tepung tongkol jagung tetap
menghasilkan berat segar total jamur yang semakin meningkat. Jamur membutuhkan
sumber nutrisi dalam bentuk unsur hara seperti nitrogen, fosfor, belerang, karbon serta
beberapa unsur yang lain. Unsur tersebut terdapat dalam jaringan kayu dengan jumlah
ketersediaan yang terbatas. Sehingga perlu adanya penambahan nutrisi dari luar (
Suriawiria, 1980). Nutrisi tambahan tersebut antara lain dedak yang mengandung
xlix
xlix
protein kasar, selulosa, serat kasar, nitrogen, pentosa, lemak dan P2O5 ( Genders, 1986).
Perlakuan P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung)
dengan berat segar total 409,15 gram tidak berbeda nyata dengan perlakuan P5 (22 kg
serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) dan perlakuan kontrol P1
(22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) meskipun berat
segar total perlakuan P5 dan P1 lebih tinggi yaitu 410,57 gram dan 416,99 gram.
Pengurangan proporsi dedak hingga 2 kg tidak mempengaruhi berat segar total.
Penggunaan dedak sebanyak 2 kg telah memenuhi kebutuhan nutrisi untuk
perkembangan dan pertumbuhan jamur. Penambahan dedak hingga 4 kg memang
meningkatkan berat segar total tetapi tidak berbeda nyata. Sehingga tidak memberikan
pengaruh yang besar terhadap berat segar badan buah. Pada perlakuan P1 (22 kg serbuk
kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) yaitu 416,99 gram tidak berbeda
nyata dengan perlakuan P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung)
yaitu 403,71 gram karena nutrisi yang terdapat pada tepung tongkol jagung dengan
proporsi 2 kg hampir sama dengan tepung jagung dengan proporsi 1kg sehingga
menghasilkan jamur dengan berat segar total yang hampir sama.
Perlakuan P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung)
dan P5 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) yang
memiliki proporsi tepung tongkol jagung sama yaitu 2 kg dan proporsi dedak berurutan
yaitu 2 kg dan 3 kg memiliki berat segar total masing-masing 409,15 gram dan 410,57
gram. Sedangkan perlakuan P8 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 3,6 kg tepung
tongkol jagung) dan P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol
jagung) yang memiliki proporsi dedak berurutan sama dengan perlakuan P4 dan P5
ternyata memiliki berat segar total jamur yang lebih rendah yaitu 368,59 gram dan
373,20 gram meskipun proporsi tepung tongkol jagung lebih tinggi. Hal ini disebabkan
oleh miselium pada perlakuan P8 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 3,6 kg tepung
tongkol jagung) dan P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol
jagung) lebih tebal. Sehingga nutrisi yang ada pada media tanam lebih banyak
digunakan untuk pembentukan miselium daripada pembentukan badan buah yang
mengakibatkan berat segar totalnya rendah. Energi yang diserap lebih banyak
digunakan pada fase vegetatif sehingga pada fase generatif energi yang tersisa pada
l
l
media lebih sedikit. Ketebalan miselium pada media tanam tidak selalu memberikan
berat segar jamur yang tinggi.
Pengamatan yang terakhir adalah frekuensi panen. Frekuensi panen didapatkan
dari jumlah panen yang bisa dilakukan pada setiap media tanam selama 100 hari dalam
ruang penumbuhan atau 130 HSI. Dari analisis ragam (lampiran 1) dapat diketahui
adanya beda nyata antar perlakuan. Perlakuan dengan rata-rata frekuensi paling banyak
adalah perlakuan P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung
) yaitu 3,911 kali panen. Perlakuan ini tidak berbeda dengan perlakuan P4 (22 kg serbuk
kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) dan P5 (22 kg serbuk kayu + 3 kg
dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) yaitu 3,62 kali dan 3,879 kali. Frekuensi panen
yang tidak berbeda nyata meskipun memiliki proporsi dedak yang lebih sedikit bisa
disebabkan oleh panen yang dilakukan sampai 100 hari setelah media tanam berada
dalam kumbung. Sehingga masih ada kemungkinan media tanam masih berproduksi.
Perlakuan yang memiliki frekuensi panen paling rendah adalah P2 (22 kg serbuk kayu +
1,8 kg tepung tongkol jagung) karena memiliki jumlah nutrisi hanya dari tepung tongkol
jagung saja dengan jumlah yang paling sedikit.
li
li
Lampiran 1. Analisis Ragam Tabel 15. Analisis Ragam Panjang Miselium Pada 7 HSI
Sumber db JK KT F Hitung F tabel Keragaman 5% 1% Perlakuan 9 4.517 0.502 27.713 2.39 3.46
Galat 20 0.362 0.018 Total 29 4.879
BNT 5% = 0.228 KK = 0.067 Tabel 16. Analisis Ragam Panjang Miselium Pada 10 HSI
Sumber db JK KT F Hitung F tabel Keragaman 5% 1% Perlakuan 9 20.19 2.243 50.265 2.39 3.46
Galat 20 0.893 0.045 Total 29 21.083
BNT 5% = 0.361 KK = 0.054 Tabel 17. Analisis Ragam Panjang Miselium Pada 13 HSI
Sumber db JK KT F Hitung F tabel Keragaman 5% 1% Perlakuan 9 37.221 4.136 146.257 2.39 3.46
Galat 20 0.566 0.028 Total 29 37.787
BNT 5% = 0.285 KK = 0.027 Tabel 18. Analisis Ragam Panjang Miselium Pada 16 HSI
Sumber db JK KT F Hitung F tabel Keragaman 5% 1% Perlakuan 9 65.982 7.331 145.042 2.39 3.46
Galat 20 1.011 0.051 Total 29 66.993
BNT 5% = 0.385 KK = 0.026 Tabel 19. Analisis Ragam Panjang Miselium Pada 19 HSI
Sumber db JK KT F Hitung F tabel Keragaman 5% 1% Perlakuan 9 114.086 12.676 121.455 2.39 3.46
Galat 20 2.087 0.104 Total 29 116.174
BNT 5% = 0.549 KK = 0.13 Tabel 20. Analisis Ragam Panjang Miselium Pada 22 HSI
Sumber db JK KT F Hitung F tabel
lii
lii
Keragaman 5% 1% Perlakuan 9 154.674 17.186 156.393 2.39 3.46
Galat 20 2.198 0.11 Total 29 156.872
BNT 5% = 0.565 KK = 0.025 Tabel 21. Analisis Ragam Panjang Miselium Pada 25 HSI
Sumber db JK KT F Hitung F tabel Keragaman 5% 1% Perlakuan 9 201.211 22.357 187.978 2.39 3.46
Galat 20 2.379 0.119 Total 29 199.959
BNT 5% = 0.586 KK = 0.022 Tabel 22. Analisis Ragam Saat Munculnya Pin Head Pertama
Sumber db JK KT F Hitung F tabel Keragamn 5% 1% Perlakuan 9 1214.553 134.95 25.08 2.39 3.46
Galat 20 107.617 5.381 Total 29 1322.17
BNT 5% = 3.95 KK = 0.052 Tabel 23. Analisis Ragam Saat Panen Pertama
Sumber db JK KT F Hitung F tabel Keragaman 5% 1% Perlakuan 9 1185.998 131.778 52.314 2.39 3.46
Galat 20 50.38 2.519 Total 29 1236.377
BNT 5% = 2.69 KK = 0.034 Tabel 24. Analisis Ragam Berat Segar Badan Buah Pada Panen 1
Sumber db JK KT F Hitung F tabel
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 3099.474 344.386 2.274 tn 2.39 3.46
Galat 20 3028.796 151.440
Total 29 6128.270 Tabel 25. Analisis Ragam Berat Segar Badan Buah Pada Panen 2
Sumber db JK KT F Hitung F tabel Keragaman 5% 1% Perlakuan 9 5995.145 666.127 3.523 2.39 3.46
liii
liii
Galat 20 3781.851 189.193 Total 29 9776.996
BNT 5% = 23.42 KK = 0.144 Tabel 26. Analisis Ragam Berat Segar Badan Buah Pada Panen 3
Sumber db JK KT F Hitung F tabel Keragaman 5% 1% Perlakuan 9 3745.915 416.213 3.203 2.39 3.46
Galat 20 2599.052 129.953 Total 29 6344.967
BNT 5% = 19.42 KK = 0.145 Tabel 27. Analisis Ragam Berat Segar Badan Buah Pada Panen 4
Sumber db JK KT F Hitung F tabel Keragaman 5% 1% Perlakuan 7 1211.15 173.021 2.502 tn 2.66 4.03
Galat 16 1106.562 69.16 Total 23 2317.712
Tabel 28. Analisis Ragam Berat Segar Badan Buah Pada Panen 5
Sumber db JK KT F Hitung F tabel Keragaman 5% 1% Perlakuan 5 741.605 148.321 2.877 tn 3.32 5.64
Galat 10 515.63 51.563 Total 15 1257.235
Tabel 29. Analisis Ragam Berat Segar Total Badan Buah
Sumber db JK KT F Hitung F tabel Keragaman 5% 1% Perlakuan 9 142097.93 15788.66 70.74 2.39 3.46
Galat 20 4463.9 223.19 Total 29 146561.83
BNT 5% = 25.445 KK = 0.042 Tabel 30. Analisis Ragam Diameter Badan Buah
Sumber db JK KT F Hitung F tabel Keragaman 5% 1% Perlakuan 9 2.14 0.238 2.244 tn 2.39 3.46
Galat 20 2.119 0.106 Total 29 4.259
liv
liv
Tabel 31. Analisis Ragam Frekuensi Panen
BNT 5% = 0.485 KK = 0.085
Sumber db JK KT F Hitung F tabel Keragaman 5% 1% Perlakuan 9 11.338 1.26 15.585 2.39 3.46
Galat 20 1.617 0.081 Total 29 12.955
lv
lv
Lampiran 2
Rincian Biaya Produksi Pembuatan 1000 Media Tanam A. Biaya bahan yang sama untuk semua perlakuan
Keterangan Biaya
1. Serbuk Gergaji 35 karung @ Rp. 2.800,- 98.000,-
2. Tenaga kerja untuk buat baglog 290.000,-
3. Tenaga kerja untuk sterilisasi 25.000,-
4. Tenaga kerja untuk inokulasi 50.000,-
5. Plastik PP 20 bungkus @ Rp. 4.500,- 90.000,-
6. Karet gelang 2 bungkus @ Rp. 6.000,- 12.000,-
7. Cincin paralon 1000 buah @ Rp. 80,- 80.000,-
8. Minyak tanah 60 L @ Rp. 2.500,- 150.000,-
9. Kapas steril dan kapuk 150.000,-
10. Bibit jamur tiram 34 botol @ Rp. 10.000,- 340.000,-
11. Sewa alat sterilisasi 250.000,-
Total 1.535.000,-
Biaya per media tanam Rp. 1.535,-
B. Biaya bahan untuk setiap perlakuan
Perlakuan Keterangan Biaya
P1 Dedak 160 Kg @ Rp. 1.200 192.000,-
Tepung tongkol jagung 80 Kg @ Rp. 1.000,- 80.000,-
Total 272.000,-
P2 Tepung tongkol jagung 80 Kg 80.000,-
P3 Dedak 40 Kg 48.000,-
Tepung tongkol jagung 80 Kg 80.000,-
Total 128.000,-
P4 Dedak 80 Kg 96.000,-
lvi
lvi
Tepung tongkol jagung 80 Kg 80.000,-
Total 176.000,-
P5 Dedak 120 Kg 144.000,-
Tepung tongkol jagung 80 Kg 80.000,-
Total 224.000,-
P6 Tepung tongkol jagung 240 Kg 240.000,-
P7 Dedak 40 Kg 48.000,-
Tepung tongkol jagung 200 Kg 200.000,-
Total 248.000,-
P8 Dedak 80 Kg 96.000,-
Tepung tongkol jagung 160 Kg 160.000,-
Total 256.000,-
P9 Dedak 120 Kg 144.000,-
Tepung tongkol jagung 120 Kg 120.000,-
Total 264.000,-
P10 Dedak 160 Kg 192.000.-
Tepung jagung 80 Kg @ 2.000,- 160.000,-
Total 352.000,-
lvii
lvii
Rincian pendapatan per baglog pada setiap perlakuan
Harga jual jamur di pasar Rp. 8.000,- per kilogram atau Rp. 8,- per gram.
Pendapatan per baglog = Berat total jamur per baglog (gram) x Rp. 8,-.
Perlakuan Berat total (gr) Pendapatan (Rp)
P1 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 416,99 3.336
P2 (22 kg serbuk gergaji + 1,8 kg tepung tongkol jagung ) 204,09 1.633
P3 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 357,84 2.863
P4 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 409,14 3.273
P5 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 1,8 kg tepung tongkol jagung) 410,57 3.284
P6 (22 kg serbuk kayu + 5,4 kg tepung tongkol jagung) 247,30 1.978
P7 (22 kg serbuk kayu + 1 kg dedak + 4,5 kg tepung tongkol jagung) 370,70 2.966
P8 (22 kg serbuk kayu + 2 kg dedak + 3,6 kg tepung tongkol jagung) 368,59 2.949
P9 (22 kg serbuk kayu + 3 kg dedak + 2,7 kg tepung tongkol jagung) 373,20 2.986
P10 (22 kg serbuk kayu + 4 kg dedak + 1 kg tepung jagung) 403,71 3.230
lviii
lviii
Lampiran 3. Dokumentasi Gambar 2. Gambar hasil panen jamur tiram
Perlakuan P1 Perlakuan P2
Perlakuan P3 Perlakuan P4
Perlakuan P5 Perlakuan P6
lix
lix
Perlakuan P7 Perlakuan P8
Perlakuan P9 Perlakuan P10
lx
lx
Gambar 3. Gambar Miselium
Dari kiri ke kanan : Perlakuan P1, P2, P3, P4, P5.
Dari kiri ke kanan : Perlakuan P6, P7, P8, P9, P10
lxi
lxi
Daftar Pustaka
Adiyuwono, H. 2001. Mengenal kayu untuk Media Jamur. Trubus XXXI (362).
Agus, G.T.K., Agus, K.A., Dianawati, A., Dipi, U.T., Irawan, E.S., Miharja, K., Gusyadi, L., Luluk, A.M., Maman, N., Karno, P.S., Dachlan, P., Udin, S., Ujang, J.M., Yana, T., dan Sastro, Y. 2004. Budidaya Jamur Konsumsi. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Anggraeni, F. 2007. Pemanfaatan Tongkol Jagung sebagai Nutrisi Tambahan pada Media Jamur Tiram Putih (Pleurotus florida). Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang
Anonymous. 2006. Terminologi bahan pakan dari hasil ikutan industri pangan. http://manglayang.blogsome.com/2006/04/21. diakses pada tanggal 14 Agustus 2007.
. 2007. Dua Tahun Revitalisasi Pertanian: Retorika apa Bukan?. http://members.bumnri.com/ptpnxiv/news.html?news_id=20815. diakses pada tanggal 14 Agustus 2007.
Ardiansyah. 2006. Harga Beras 2006 Naik 14 Persen. http://www.tempointeraktif. com/hg/ekbis/2006/12/29/brk,20061229-90251,id.html. diakses pada tanggal 14 Agustus 2007.
Cahyana, Muchroji dan M. Bakrun. 1997. Jamur Tiram. Penebar Swadaya. Jakarta.
Chang, S.T dan P.G miles. 1987. Edible Mushroom and Their Cultivation. CRC Press. Boca Raton Florida. p. 81-87
Djarijah. 2001. Budidaya Jamur Tiram. Kanisius. Jakarta. pp.67
Edmond J.B, A.M Musser dan F.S Andrews. 1975. Fundamental of Horticulture Second Edition. MC Grow Hill Book Company Inc. New York. pp.560
Genders, R. 1986. Bercocok Tanam Jamur. Pionir Jaya. Bandung.
Hariyadi. 2003. Petani dan Pohon Industri Padi. http://www.korantempo.com/ news/2004/8/31/Ilmu%20dan%20Teknologi/36.html. diakses pada tanggal
14 Juli 2007.
Kristiawati, R. 1992. Budidaya Jamur Kayu. Yayasan Social Tani Membangun. Trubus XIII (271) : 1- 16.
Nurman, S dan A. Vahar. 1990. Bertani Jamur dan Seni Memasaknya. Angkasa.
Bandung
lxii
lxii
Stamets, paul dan J.S Chilton. 1983. The Mushroom Cultivator. Agaricon press. Washington. pp. 415
Suhardiman, P. 1990. Jamur Merang dan Budidayanya. Penebar Swadaya. Jakarta
Suriawiria, H. 2000. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu, Shittake, Kuping, Tiram. Penebar Swadaya. Jakarta.
Volk, Wesley A dan Margaret F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta. Webster, J. 1991. Introduction Fungi. Cambridge University Press. Cambridge.
Yu, Y. H. 1995. Cara Budidaya Jamur Shittake Dengan Polybag Berisi Serbuk Gergaji. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. D.I Yogyakarta.
Widowati, Sri. 2001. Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi dalam Menunjang Sistem Agroindustri di Pedesaan. Buletin Agrobio (1): 33-38.