Upload
vantuong
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH
FEBRUARI 2018
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-
Nya ”Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 2018” dapat
dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa
indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem
pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan
internal Bank Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami,
hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada
masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih
meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih
besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta
kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam
pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada
umumnya.
Semarang, Februari 2018
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI JAWA TENGAH
Ttd
Hamid Ponco WibowoDirektur Eksekutif
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-
Nya ”Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jawa Tengah Februari 2018” dapat
dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa
indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem
pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan
internal Bank Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami,
hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada
masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih
meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih
besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta
kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam
pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada
umumnya.
Semarang, Februari 2018
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI JAWA TENGAH
Ttd
Hamid Ponco WibowoDirektur Eksekutif
Daftar Isi
iv
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Triwulan IV 2017
1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
1.1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro
Regional Triwulan I 2018
1.2.1. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan I
2018 Sisi Pengeluaran
1.2.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan I
2018 Sisi Lapangan Usaha
KEUANGAN PEMERINTAH BAB II
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Grak
Tabel Indikator
Ringkasan Eksekutif
v
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
BAB III
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGANDAN UMKM
BAB IV
PENYELENGGARAANSISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
BAB V
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
FEBRUARI 2018
2.1. Realisasi APBD Triwulan IV 2017
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan IV 2017
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan IV 2017
2.2. APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV 2017
3.1. Inasi Secara Umum
3.2. Inasi Berdasarkan Kelompok
3.2.1. Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan
Jasa Keuangan
3.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas &
Bahan Bakar
3.2.3. Kelompok Bahan Makanan
3.3. Disagregasi Inasi
3.3.1. Kelompok Volatile Food
3.3.2. Kelompok Inti
3.3.3. Kelompok Administered Prices
3.4. Inasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
3.4.1. Disagregasi Inasi Kota Cilacap
3.4.2. Disagregasi Inasi Kota Purwokerto
3.4.3. Disagregasi Inasi Kota Kudus
3.4.4. Disagregasi Inasi Kota Surakarta
3.4.5. Disagregasi Inasi Kota Semarang
3.4.6. Disagregasi Inasi Tegal
3.5. Perkembangan Inasi Tahun 2017
3.6. Tracking Inasi Triwulan I 2018
3.6.1. Inasi Januari 2018
3.6.2. Inasi Triwulan I 2017
3.7. Program Pengendalian Inasi Daerah
4.1. Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah
4.1.1. Ketahanan Lapangan Usaha Jawa Tengah Triwulan IV
2017
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pada Triwulan IV
2017
4.2. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
4.2.1. Perkembangan Bank Umum 110
4.3. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Provinsi Jawa Tengah
4.4. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah
(UMKM)
5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI)
5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
5.4. Perkembangan Elektronikasi dan Keuangan Inklusif
09
11
27
35
36
38
45
46
48
50
57
59
59
60
60
61
61
62
64
65
66
67
68
69
70
71
71
72
72
73
74
77
77
78
83
85
90
92
99
101
103
104
Daftar Isi
iv
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BAB I
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Triwulan IV 2017
1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
1.1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
1.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Makro
Regional Triwulan I 2018
1.2.1. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan I
2018 Sisi Pengeluaran
1.2.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan I
2018 Sisi Lapangan Usaha
KEUANGAN PEMERINTAH BAB II
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Grak
Tabel Indikator
Ringkasan Eksekutif
v
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
BAB III
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGANDAN UMKM
BAB IV
PENYELENGGARAANSISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
BAB V
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
FEBRUARI 2018
2.1. Realisasi APBD Triwulan IV 2017
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan IV 2017
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan IV 2017
2.2. APBN Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV 2017
3.1. Inasi Secara Umum
3.2. Inasi Berdasarkan Kelompok
3.2.1. Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan
Jasa Keuangan
3.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas &
Bahan Bakar
3.2.3. Kelompok Bahan Makanan
3.3. Disagregasi Inasi
3.3.1. Kelompok Volatile Food
3.3.2. Kelompok Inti
3.3.3. Kelompok Administered Prices
3.4. Inasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah
3.4.1. Disagregasi Inasi Kota Cilacap
3.4.2. Disagregasi Inasi Kota Purwokerto
3.4.3. Disagregasi Inasi Kota Kudus
3.4.4. Disagregasi Inasi Kota Surakarta
3.4.5. Disagregasi Inasi Kota Semarang
3.4.6. Disagregasi Inasi Tegal
3.5. Perkembangan Inasi Tahun 2017
3.6. Tracking Inasi Triwulan I 2018
3.6.1. Inasi Januari 2018
3.6.2. Inasi Triwulan I 2017
3.7. Program Pengendalian Inasi Daerah
4.1. Perkembangan Stabilitas Sistem Keuangan Jawa Tengah
4.1.1. Ketahanan Lapangan Usaha Jawa Tengah Triwulan IV
2017
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pada Triwulan IV
2017
4.2. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah
4.2.1. Perkembangan Bank Umum 110
4.3. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Provinsi Jawa Tengah
4.4. Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah
(UMKM)
5.1. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI)
5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah
5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing
5.4. Perkembangan Elektronikasi dan Keuangan Inklusif
09
11
27
35
36
38
45
46
48
50
57
59
59
60
60
61
61
62
64
65
66
67
68
69
70
71
71
72
72
73
74
77
77
78
83
85
90
92
99
101
103
104
KETENAGAKERJAANDAN KESEJAHTERAAN
BAB VI
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAHBAB VII
vi
TabelKAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONALFEBRUARI 2018
6.1. Ketenagakerjaan
6.2. Pengangguran
6.3. Nilai Tukar Petani
6.4. Tingkat Kemiskinan
6.5. Pembangunan Manusia
6.6. Pemerataan Penduduk
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2018 dan
Tahun 2018
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
7.2. Prospek Inasi Triwulan II 2018 dan Tahun 2018
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan
Jawa (%, yoy)
Tabel 1.2 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB menurut
Pengeluaran (Rp Miliar)
Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010
menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
Tabel 1.4 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa
Tengah menurut Pengeluaran (%, YOY)
Tabel 1.5 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa
Negara Mitra Dagang
Tabel 1.6 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010
menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
Tabel 1.7 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010
menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
Tabel 1.8 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa
Tengah menurut Lapangan Usaha (%, YOY)
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2017
(Rp Miliar)
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Tw IV Tahun 2016 & 2017
Tabel 2.3 Realisasi Belanja triwulan IV 2016 & 2017
Tabel 2.4 Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan
IV 2016 & 2017 per Jenis Belanja (Rp Miliar)
Tabel 3.1 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inasi
Bulanan
Tabel 3.2 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deasi
Bulanan
Tabel 3.3 Tabel Inasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 3.4 Perkembangan Inasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 3.5 Perkembangan Inasi Tahunan – Kelompok
Transpor
Tabel 3.6 Perkembangan Inasi Tahunan – Kelompok
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
Tabel 3.7 Perkembangan Inasi Tahunan – Kelompok Bahan
Makanan
Tabel 4.1 Pengelompokan Tabungan Perseorangan
Berdasarkan Nilainya
Tabel 4.2 Perkembangan Rasio Non-Performing Loan Kredit
Rumah Tangga Jawa Tengah
Tabel 4.3 Perkembangan Jaringan Kantor Perbankan di Jawa
Tengah
Tabel 4.4 Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilai
Tabel 4.5 Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilai
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis
Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus
2017 (juta orang)
Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta
orang)
Tabel 6.6 Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
Tabel 6.7 Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011-2017
(Rupiah)
Tabel 6.8 Perbandingan IPM Provinsi Peers
Tabel 6.9 IPM Jawa Tengah Menurut Komponen
Tabel 6.10 Perbandingan Koesien Gini Provinsi Peers
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan
Usaha
Tabel 7.3 Risiko Inasi Tahun 2018
113
116
117
119
121
122
127
127
128
130
09
12
12
12
22
27
27
28
45
46
48
51
58
58
58
59
60
60
61
79
80
85
87
89
113
114
115
115
116
119
120
121
121
123
127
128
131
KETENAGAKERJAANDAN KESEJAHTERAAN
BAB VI
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAHBAB VII
vi
TabelKAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONALFEBRUARI 2018
6.1. Ketenagakerjaan
6.2. Pengangguran
6.3. Nilai Tukar Petani
6.4. Tingkat Kemiskinan
6.5. Pembangunan Manusia
6.6. Pemerataan Penduduk
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2018 dan
Tahun 2018
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
7.2. Prospek Inasi Triwulan II 2018 dan Tahun 2018
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan
Jawa (%, yoy)
Tabel 1.2 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB menurut
Pengeluaran (Rp Miliar)
Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010
menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
Tabel 1.4 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa
Tengah menurut Pengeluaran (%, YOY)
Tabel 1.5 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa
Negara Mitra Dagang
Tabel 1.6 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010
menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
Tabel 1.7 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010
menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
Tabel 1.8 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa
Tengah menurut Lapangan Usaha (%, YOY)
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2017
(Rp Miliar)
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Tw IV Tahun 2016 & 2017
Tabel 2.3 Realisasi Belanja triwulan IV 2016 & 2017
Tabel 2.4 Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan
IV 2016 & 2017 per Jenis Belanja (Rp Miliar)
Tabel 3.1 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inasi
Bulanan
Tabel 3.2 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deasi
Bulanan
Tabel 3.3 Tabel Inasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Tabel 3.4 Perkembangan Inasi Tahunan Per Kelompok
Tabel 3.5 Perkembangan Inasi Tahunan – Kelompok
Transpor
Tabel 3.6 Perkembangan Inasi Tahunan – Kelompok
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
Tabel 3.7 Perkembangan Inasi Tahunan – Kelompok Bahan
Makanan
Tabel 4.1 Pengelompokan Tabungan Perseorangan
Berdasarkan Nilainya
Tabel 4.2 Perkembangan Rasio Non-Performing Loan Kredit
Rumah Tangga Jawa Tengah
Tabel 4.3 Perkembangan Jaringan Kantor Perbankan di Jawa
Tengah
Tabel 4.4 Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilai
Tabel 4.5 Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilai
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis
Kegiatan Utama (juta orang)
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus
2017 (juta orang)
Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang
Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta
orang)
Tabel 6.6 Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
Tabel 6.7 Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011-2017
(Rupiah)
Tabel 6.8 Perbandingan IPM Provinsi Peers
Tabel 6.9 IPM Jawa Tengah Menurut Komponen
Tabel 6.10 Perbandingan Koesien Gini Provinsi Peers
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan
Usaha
Tabel 7.3 Risiko Inasi Tahun 2018
113
116
117
119
121
122
127
127
128
130
09
12
12
12
22
27
27
28
45
46
48
51
58
58
58
59
60
60
61
79
80
85
87
89
113
114
115
115
116
119
120
121
121
123
127
128
131
Grafik
viii ix
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
FEBRUARI 2018
Grak 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grak 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah,
Jawa, dan Nasional
Grak 1.3 Struktur Perekonomian Kawasan Jawa
berdasarkan Provinsi
Grak 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
dan Pertumbuhan Ekonomi
Grak 1.5 Pertumbuhan Tahunan Outow Uang
Kartal, Rata-Rata Perputaran Kliring Harian, dan
Pertumbuhan Ekonomi
Grak 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Jawa
Tengah dan Nasional
Grak 1.7 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Grak 1.8 Indeks Tendensi Konsumen
Grak 1.9 Perkembangan Inasi dan Pertumbuhan
Konsumsi Rumah Tangga
Grak 1.10 Perkembangan Kredit Konsumsi, DPK
Perorangan, dan Pertumbuhan Konsumsi Rumah
Tangga
Grak 1.11 Perkembangan Kredit Konsumsi
berdasarkan Jenis Konsumsi
Grak 1.12 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT
Grak 1.13 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah
Grak 1.14 Persentase Realisasi Pendapatan dan
Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Grak 1.15 Pertumbuhan Giro Pemerintah dan
PDRB Konsumsi Pemerintah
Grak 1.16 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap
Bruto
Grak 1.17 Pertumbuhan PDRB Investasi, PDRB
Konstruksi, dan Konsumsi Semen
Grak 1.18 Pertumbuhan Kredit Investasi dan Suku
Bunga Kredit Investasi
Grak 1.19 Realisasi Penanaman Modal Asing dan
Dalam Negeri
Grak 1.20 Perkembangan SBT Realisasi Investasi
(SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
Grak 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi
Berdasarkan Sektor Usaha (hasil SKDU)
Grak 1.22 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha
(Hasil Liaison)
Grak 1.23 Likert Scale Investasi (Hasil Liaison)
Grak 1.24 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri
Grak 1.25 Komposisi Ekspor Luar Negeri
Nonmigas Berdasarkan Komoditas
Grak 1.26 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPT
Grak 1.27 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT
Grak 1.28 Pertumbuhan Nilai Ekspor Kayu
Grak 1.29 Pertumbuhan Volume Ekspor Kayu
Grak 1.30 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan
Negara Tujuan
Grak 1.31 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas
Berdasarkan Negara Tujuan
Grak 1.32 Investasi Non-Residensial AS dan Harga
WTI
Grak 1.33 Tingkat Keyakinan Konsumen, Industri,
dan Jasa Kawasan Eropa
Grak 1.34 Perkembangan Ekspor dan Imopor Kawasan
Eropa
Grak 1.35 PMI Employment dan Tingkat Keyakinan
Konsumen Tiongkok
Grak 1.36 Kinerja Neraca Perdagangan Tiongkok
Grak 1.37 Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri
Grak 1.38 Perkembangan Impor Jawa Tengah
Grak 1.39 Pertumbuhan Impor Migas dan Nonmigas
Jawa Tengah
Grak 1.40 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
Berdasarkan Jenis Pengeluaran
Grak 1.41 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Jenis Pengeluaran
Grak 1.42 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis
Penggunaan
Grak 1.43 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan
Komoditas
Grak 1.44 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
Grak 1.45 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grak 1.46 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Asal
Grak 1.47 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor Antardaerah
Grak 1.48 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan
Grak 1.49 Perkembangan SBT Realisasi Kegiatan Usaha
(SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Pertanian
Grak 1.50 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian
Grak 1.51 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi
di Jawa Tengah
Grak 1.52 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen
Padi di Jawa Tengah
Grak 1.53Perkembangan Hasil Produksi Padi di Jawa
Tengah
Grak 1.54 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
Grak 1.55 SBT Kegiatan Usaha, Likert Scale Penjualan
Domestik, dan Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
Grak 1.56 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri
Pengolahan
Grak 1.57 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai
Subsektor Industri Pengolahan (Hasil SKDU)
Grak 1.58 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
Besar dan Sedang berdasarkan Sektor (%, YOY)
Grak 1.59 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
Mikro dan Kecil berdasarkan Sektor (%, YOY)
Grak 1.60 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-
Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Grak 1.61 SBT Kegiatan Usaha, Likert Scale Penjualan
Domestik, Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Grak 1.62 Indeks Penjualan Riil (Hasil SPE) dan
Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Grak 1.63 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan
Kelompok Komoditas
Grak 1.64 Pertumbuhan PDRB Konstruksi
Grak 1.65 Pertumbuhan PDRB Informasi dan
Komunikasi
Grak 1.66 Pertumbuhan PDRB Jasa Perusahaan
Grak 2.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan
T.A. 2017
23
23
23
23
24
24
24
24
25
25
25
25
26
26
28
29
29
29
09
09
09
10
10
11
13
14
14
14
14
15
15
16
16
16
17
17
17
18
18
18
18
19
19
20
20
21
21
21
21
22
23
29
30
30
31
31
31
32
32
33
33
34
34
34
35
35
45
Grafik
viii ix
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
FEBRUARI 2018
Grak 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grak 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah,
Jawa, dan Nasional
Grak 1.3 Struktur Perekonomian Kawasan Jawa
berdasarkan Provinsi
Grak 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan
dan Pertumbuhan Ekonomi
Grak 1.5 Pertumbuhan Tahunan Outow Uang
Kartal, Rata-Rata Perputaran Kliring Harian, dan
Pertumbuhan Ekonomi
Grak 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Jawa
Tengah dan Nasional
Grak 1.7 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Grak 1.8 Indeks Tendensi Konsumen
Grak 1.9 Perkembangan Inasi dan Pertumbuhan
Konsumsi Rumah Tangga
Grak 1.10 Perkembangan Kredit Konsumsi, DPK
Perorangan, dan Pertumbuhan Konsumsi Rumah
Tangga
Grak 1.11 Perkembangan Kredit Konsumsi
berdasarkan Jenis Konsumsi
Grak 1.12 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT
Grak 1.13 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah
Grak 1.14 Persentase Realisasi Pendapatan dan
Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Grak 1.15 Pertumbuhan Giro Pemerintah dan
PDRB Konsumsi Pemerintah
Grak 1.16 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap
Bruto
Grak 1.17 Pertumbuhan PDRB Investasi, PDRB
Konstruksi, dan Konsumsi Semen
Grak 1.18 Pertumbuhan Kredit Investasi dan Suku
Bunga Kredit Investasi
Grak 1.19 Realisasi Penanaman Modal Asing dan
Dalam Negeri
Grak 1.20 Perkembangan SBT Realisasi Investasi
(SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
Grak 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi
Berdasarkan Sektor Usaha (hasil SKDU)
Grak 1.22 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha
(Hasil Liaison)
Grak 1.23 Likert Scale Investasi (Hasil Liaison)
Grak 1.24 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri
Grak 1.25 Komposisi Ekspor Luar Negeri
Nonmigas Berdasarkan Komoditas
Grak 1.26 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPT
Grak 1.27 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT
Grak 1.28 Pertumbuhan Nilai Ekspor Kayu
Grak 1.29 Pertumbuhan Volume Ekspor Kayu
Grak 1.30 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan
Negara Tujuan
Grak 1.31 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas
Berdasarkan Negara Tujuan
Grak 1.32 Investasi Non-Residensial AS dan Harga
WTI
Grak 1.33 Tingkat Keyakinan Konsumen, Industri,
dan Jasa Kawasan Eropa
Grak 1.34 Perkembangan Ekspor dan Imopor Kawasan
Eropa
Grak 1.35 PMI Employment dan Tingkat Keyakinan
Konsumen Tiongkok
Grak 1.36 Kinerja Neraca Perdagangan Tiongkok
Grak 1.37 Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri
Grak 1.38 Perkembangan Impor Jawa Tengah
Grak 1.39 Pertumbuhan Impor Migas dan Nonmigas
Jawa Tengah
Grak 1.40 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah
Berdasarkan Jenis Pengeluaran
Grak 1.41 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Jenis Pengeluaran
Grak 1.42 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis
Penggunaan
Grak 1.43 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan
Komoditas
Grak 1.44 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
Grak 1.45 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Negara Asal
Grak 1.46 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah
Berdasarkan Negara Asal
Grak 1.47 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor Antardaerah
Grak 1.48 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan
Grak 1.49 Perkembangan SBT Realisasi Kegiatan Usaha
(SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Pertanian
Grak 1.50 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian
Grak 1.51 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi
di Jawa Tengah
Grak 1.52 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen
Padi di Jawa Tengah
Grak 1.53Perkembangan Hasil Produksi Padi di Jawa
Tengah
Grak 1.54 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
Grak 1.55 SBT Kegiatan Usaha, Likert Scale Penjualan
Domestik, dan Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
Grak 1.56 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri
Pengolahan
Grak 1.57 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai
Subsektor Industri Pengolahan (Hasil SKDU)
Grak 1.58 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
Besar dan Sedang berdasarkan Sektor (%, YOY)
Grak 1.59 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
Mikro dan Kecil berdasarkan Sektor (%, YOY)
Grak 1.60 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-
Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Grak 1.61 SBT Kegiatan Usaha, Likert Scale Penjualan
Domestik, Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Grak 1.62 Indeks Penjualan Riil (Hasil SPE) dan
Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Grak 1.63 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan
Kelompok Komoditas
Grak 1.64 Pertumbuhan PDRB Konstruksi
Grak 1.65 Pertumbuhan PDRB Informasi dan
Komunikasi
Grak 1.66 Pertumbuhan PDRB Jasa Perusahaan
Grak 2.1 APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan
T.A. 2017
23
23
23
23
24
24
24
24
25
25
25
25
26
26
28
29
29
29
09
09
09
10
10
11
13
14
14
14
14
15
15
16
16
16
17
17
17
18
18
18
18
19
19
20
20
21
21
21
21
22
23
29
30
30
31
31
31
32
32
33
33
34
34
34
35
35
45
Grafik
x
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
FEBRUARI 2018
Grak 2.2 Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah
Triwulan IV 2016 & 2017
Grak 2.3 Realisasi Pendapatan Daerah
Grak 2.4 Realisasi Belanja Daerah
Grak 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah
Triwulan IV 2017
Grak 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grak 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan IV
2017
Grak 2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah
2017 Berdasarkan Jenis Belanja
Grak 2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah
2017 Berdasarkan Jenis Belanja
Grak 3.1Perkembangan Inasi Jawa Tengah dan
Nasional
Grak 3.2 Perkembangan Inasi Triwulanan Provinsi
Jawa Tengah
Grak 3.3 Inasi Tahunan Provinsi di Jawa
Grak 3.4 Inasi Bulanan Provinsi di Jawa
Grak 3.5 Perkembangan Inasi Bulanan Jawa
Tengah 2012-2017
Grak 3.6 Event Analysis Inasi Provinsi Jawa
Tengah
Grak 3.7 Disagregasi Inasi Tahunan
Grak 3.8 Disagregasi Inasi Bulanan
Grak 3.9 Perkembangan Inasi Bulanan Kelompok
Volatile Food 2012-2017
Grak 3.10 Perkembangan Inasi Triwulanan
Kelompok Volatile Food 2012-2017
Grak 3.11 Perkembangan Inasi Triwulanan
Kelompok Inti Triwulan IV 2017
Grak 3.12 Perkembangan Output Gap,
Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inasi Inti
Grak 3.13 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap
Kenaikan Harga
Grak 3.14 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang
Eceran
Grak 3.15 Perkembangan Inasi Triwulanan
Kelompok Administered Prices Triwulan IV 2017
Grak 3.16 Perkembangan Tahunan Subkelompok
Inasi Kelompok Administered Prices
Grak 3.17 Inasi Tahunan Triwulan IV 2017
Grak 3.18 Perkembangan Inasi Tahunan
Grak 3.19 Inasi Tahunan Enam Kota
Grak 3.20 Inasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per
Kelompok pada Tw IV 2017
Grak 3.21Disagregasi Inasi Triwulanan Enam Kota
2017
Grak 3.22 Disagregasi Inasi Tahunan Enam Kota
2017
Grak 3.23 Disagregasi Inasi Tahunan Kota Cilacap
Grak 3.24 Disagregasi Inasi Triwulanan Kota
Cilacap
Grak 3.25 Disagregasi Inasi Tahunan Kota
Purwokerto
ix
Grak 3.26 Disagregasi Inasi Triwulanan Kota
Purwokerto
Grak 3.27 Disagregasi Inasi Tahunan Kota Kudus
Grak 3.28 Disagregasi Inasi Triwulanan Kota Kudus
Grak 3.29 Disagregasi Inasi Tahunan Kota Surakarta
Grak 3.30 Disagregasi Inasi Triwulanan Kota Surakarta
Grak 3.31 Disagregasi Inasi Tahunan Kota Semarang
Grak 3.32 Disagregasi Inasi Triwulanan Kota Semarang
Grak 3.33 Disagregasi Inasi Tahunan Kota Tegal
Grak 3.34 Disagregasi Inasi Triwulanan Kota Tegal
Grak 3.35 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Konsumen
Grak 3.36 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Pedagang Eceran
Grak 4.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit,
dan Risiko Sektor Pertanian
Grak 4.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit,
dan Risiko Sektor Konstruksi
Grak 4.3 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit,
dan Risiko Sektor Industri Pengolahan
Grak 4.4 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit,
serta Risiko Sektor Perdagangan Besar dan Eceran
Grak 4.5 Perkembangan Pertumbuhan DPK,
Perseorangan, dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grak 4.6 Perkembangan Pangsa DPK, Perseorangan,
dan Bukan Peseorangan Jawa Tengah
Grak 4.7 Perkembangan Ekspektasi Masyarakat
terhadap Peningkatan Tabungan Berdasarkan Survei
Konsumen
Grak 4.8 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Rumah
Tangga Jawa Tengah
Grak 4.9 Perkembangan Pangsa Kredit Rumah Tangga
Jawa Tengah
Grak 4.10 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Pemilikan
Rumah di Jawa Tengah
Grak 4.11 Pangsa Kredit Pemilikan Rumah di Jawa
Tengah
Grak 4.12 Perkembangan NPL Kredit Pemilikan Rumah
di Jawa Tengah
Grak 4.13 Perkembangan Pertumbuhan Kredit
Kendaraan Bermotor di Jawa Tengah
Grak 4.14 Perkembangan NPL Kredit Kendaraan
Bermotor di Jawa Tengah
Grak 4.15 Pangsa Kredit Kendaraan Bermotor di Jawa
Tengah
Grak 4.16 Perkembangan Pertumbuhan Aset Perbankan
di Pulau Jawa
Grak 4.17 Perkembangan Pertumbuhan Kredit
Perbankan di Pulau Jawa
Grak 4.18 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perbankan
di Jawa Tengah
Grak 4.19 Perkembangan Rasio Non-Performing Loan
(NPL) Kredit Perbankan Jawa Tengah
Grak 4.20 Perkembangan Rasio Loan to Deposit Ratio
(LDR) Perbankan Jawa Tengah
Grak 4.21 Perkembangan Indikator Perbankan Jawa
Tengah
45
46
46
47
47
48
50
50
57
57
57
57
58
58
61
61
62
67
69
69
69
69
70
70
71
71
73
73
77
77
78
78
79
79
79
62
63
63
63
63
64
64
65
65
65
65
66
66
67
67
67
80
80
81
81
81
82
82
82
83
83
84
84
84
85
Grafik
x
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
FEBRUARI 2018
Grak 2.2 Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah
Triwulan IV 2016 & 2017
Grak 2.3 Realisasi Pendapatan Daerah
Grak 2.4 Realisasi Belanja Daerah
Grak 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah
Triwulan IV 2017
Grak 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Grak 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan IV
2017
Grak 2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah
2017 Berdasarkan Jenis Belanja
Grak 2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah
2017 Berdasarkan Jenis Belanja
Grak 3.1Perkembangan Inasi Jawa Tengah dan
Nasional
Grak 3.2 Perkembangan Inasi Triwulanan Provinsi
Jawa Tengah
Grak 3.3 Inasi Tahunan Provinsi di Jawa
Grak 3.4 Inasi Bulanan Provinsi di Jawa
Grak 3.5 Perkembangan Inasi Bulanan Jawa
Tengah 2012-2017
Grak 3.6 Event Analysis Inasi Provinsi Jawa
Tengah
Grak 3.7 Disagregasi Inasi Tahunan
Grak 3.8 Disagregasi Inasi Bulanan
Grak 3.9 Perkembangan Inasi Bulanan Kelompok
Volatile Food 2012-2017
Grak 3.10 Perkembangan Inasi Triwulanan
Kelompok Volatile Food 2012-2017
Grak 3.11 Perkembangan Inasi Triwulanan
Kelompok Inti Triwulan IV 2017
Grak 3.12 Perkembangan Output Gap,
Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inasi Inti
Grak 3.13 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap
Kenaikan Harga
Grak 3.14 Indeks Ekspektasi Harga Pedagang
Eceran
Grak 3.15 Perkembangan Inasi Triwulanan
Kelompok Administered Prices Triwulan IV 2017
Grak 3.16 Perkembangan Tahunan Subkelompok
Inasi Kelompok Administered Prices
Grak 3.17 Inasi Tahunan Triwulan IV 2017
Grak 3.18 Perkembangan Inasi Tahunan
Grak 3.19 Inasi Tahunan Enam Kota
Grak 3.20 Inasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per
Kelompok pada Tw IV 2017
Grak 3.21Disagregasi Inasi Triwulanan Enam Kota
2017
Grak 3.22 Disagregasi Inasi Tahunan Enam Kota
2017
Grak 3.23 Disagregasi Inasi Tahunan Kota Cilacap
Grak 3.24 Disagregasi Inasi Triwulanan Kota
Cilacap
Grak 3.25 Disagregasi Inasi Tahunan Kota
Purwokerto
ix
Grak 3.26 Disagregasi Inasi Triwulanan Kota
Purwokerto
Grak 3.27 Disagregasi Inasi Tahunan Kota Kudus
Grak 3.28 Disagregasi Inasi Triwulanan Kota Kudus
Grak 3.29 Disagregasi Inasi Tahunan Kota Surakarta
Grak 3.30 Disagregasi Inasi Triwulanan Kota Surakarta
Grak 3.31 Disagregasi Inasi Tahunan Kota Semarang
Grak 3.32 Disagregasi Inasi Triwulanan Kota Semarang
Grak 3.33 Disagregasi Inasi Tahunan Kota Tegal
Grak 3.34 Disagregasi Inasi Triwulanan Kota Tegal
Grak 3.35 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Konsumen
Grak 3.36 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei
Pedagang Eceran
Grak 4.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit,
dan Risiko Sektor Pertanian
Grak 4.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit,
dan Risiko Sektor Konstruksi
Grak 4.3 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit,
dan Risiko Sektor Industri Pengolahan
Grak 4.4 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit,
serta Risiko Sektor Perdagangan Besar dan Eceran
Grak 4.5 Perkembangan Pertumbuhan DPK,
Perseorangan, dan Bukan Perseorangan Jawa Tengah
Grak 4.6 Perkembangan Pangsa DPK, Perseorangan,
dan Bukan Peseorangan Jawa Tengah
Grak 4.7 Perkembangan Ekspektasi Masyarakat
terhadap Peningkatan Tabungan Berdasarkan Survei
Konsumen
Grak 4.8 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Rumah
Tangga Jawa Tengah
Grak 4.9 Perkembangan Pangsa Kredit Rumah Tangga
Jawa Tengah
Grak 4.10 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Pemilikan
Rumah di Jawa Tengah
Grak 4.11 Pangsa Kredit Pemilikan Rumah di Jawa
Tengah
Grak 4.12 Perkembangan NPL Kredit Pemilikan Rumah
di Jawa Tengah
Grak 4.13 Perkembangan Pertumbuhan Kredit
Kendaraan Bermotor di Jawa Tengah
Grak 4.14 Perkembangan NPL Kredit Kendaraan
Bermotor di Jawa Tengah
Grak 4.15 Pangsa Kredit Kendaraan Bermotor di Jawa
Tengah
Grak 4.16 Perkembangan Pertumbuhan Aset Perbankan
di Pulau Jawa
Grak 4.17 Perkembangan Pertumbuhan Kredit
Perbankan di Pulau Jawa
Grak 4.18 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perbankan
di Jawa Tengah
Grak 4.19 Perkembangan Rasio Non-Performing Loan
(NPL) Kredit Perbankan Jawa Tengah
Grak 4.20 Perkembangan Rasio Loan to Deposit Ratio
(LDR) Perbankan Jawa Tengah
Grak 4.21 Perkembangan Indikator Perbankan Jawa
Tengah
45
46
46
47
47
48
50
50
57
57
57
57
58
58
61
61
62
67
69
69
69
69
70
70
71
71
73
73
77
77
78
78
79
79
79
62
63
63
63
63
64
64
65
65
65
65
66
66
67
67
67
80
80
81
81
81
82
82
82
83
83
84
84
84
85
Grafik
x
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
FEBRUARI 2018
Grak 4.22 Perkembangan Pertumbuhan Indikator
Perbankan Jawa Tengah
Grak 4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum
Jawa Tengah
Grak 4.24 Perkembangan Pertumbuhan Tabungan
Perbankan di Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok
Nilai
Grak 4.25 Perkembangan Pangsa Tabungan
Perbankan di Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok
Nilai
Grak 4.26 Perkembangan Pertumbuhan Deposito
Perbankan di Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok
Nilai
Grak 4.27 Perkembangan Pangsa Deposito
Perbankan di Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok
Nilai
Grak 4.28 Perkembangan Pertumbuhan DPK
Perbankan Jawa Tengah
Grak 4.29 Perkembangan Kredit Perbankan Jawa
Tengah Berdasarkan Sektor
Grak 4.30 Perkembangan Pertumbuhan Kredit
Perbankan Jawa Tengah Berdasarkan Penggunaan
Grak 4.31 Perkembangan Suku Bunga Simpanan
Perbankan Jawa Tengah
Grak 4.32 Perkembangan Suku Bunga Kredit
Perbankan Jawa Tengah
Grak 4.33 Perkembangan Suku Bunga Sektor
Ekonomi Utama di Jawa Tengah
Grak 4.34 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR
di Jawa Tengah
Grak 4.35 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR
di Jawa Tengah
Grak 4.36 Pangsa Dana Pihak Ketiga BPR di Jawa
Tengah
Grak 4.37 Perkembangan Pertumbuhan Kredit BPR
di Jawa Tengah
Grak 4.38 Pangsa Kredit BPR di Jawa Tengah
Grak 4.39 Perkembangan Pertumbuhan Kredit BPR
di Jawa Tengah
Grak 4.40 Perkembangan NPL BPR di Jawa
Tengah
Grak 4.41 Perkembangan Rasio FDR BPR Jawa
Tengah
Grak 4.42 Perkembangan Pertumbuhan Kredit
UMKM di Kawasan Jawa
Grak 4.43 Perkembangan Pertumbuhan Kredit
UMKM di Jawa Tengah
Grak 4.44 Perkembangan Rasio NPL Kredit UMKM
di Jawa Tengah
Grak 4.45 Perkembangan Pertumbuhan Kredit
UMKM Jawa Tengah
Grak 4.46 Perkembangan Rasio NPL Kredit UMKM
Jawa Tengah
Grak 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran
Kliring Harian di Jawa Tengah
Grak 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata
Perputaran Kliring, IPR SPE, SBT SKDU
ix
Grak 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan
Daerah Pengiriman
Grak 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan
Daerah Pengiriman
Grak 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan
Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grak 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran
Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
Grak 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran
Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
Grak 5.8 Frekuensi dan Nominal Kas Keliling
Grak 5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan
Uang Tidak Layak Edar
Grak 5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
Grak 5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan
Pecahan
Grak 5.12 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber
Temuan
Grak 5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan
Kunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah
Grak 5.14 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui
KUPVA Bukan Bank di Jawa Tengah
Grak 5.15 Rasio Ketersediaan Layanan Keuangan di
Jawa Tengah dibandingkan 100.000 Penduduk Dewasa
Grak 5.16 Rasio Ketersediaan Layanan Keuangan di
Jawa Tengah dibandingkan 1.000 km2 Luas Wilayah
Grak 6.1 Perkembangan NTP Subsektor Hortikultura,
Peternakan, dan Perikanan dalam 4 Tahun Terakhir
Grak 6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan
Grak 6.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,
dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grak 6.4 NTP dan PDRB Lapangan Usaha Pertanian
Grak 6.5 NTP Jawa Tengah dan Komponen
Penyusunnya
Grak 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah
Grak 6.7 Indeks yang Diterima berdasarkan Subsektor
Grak 6.8 Indeks yang Dibayar berdasarkan Subsektor
Grak 6.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa
Tengah Tahun 2011-2017 (ribuan orang)
Grak 6.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan
Nasional
Grak 6.11 Perkembangan Koesien Gini Jawa Tengah
dan Nasional
Grak 6.12 Perkembangan Koesien Gini Berdasarkan
Wilayah
Grak 7.1 Proyeksi Inasi Tahun 2018
85
86
87
87
87
87
87
88
88
89
89
90
90
91
91
91
91
91
92
92
92
93
93
93
93
99
99
100
100
101
101
101
102
102
102
102
103
103
103
104
104
114
115
115
115
118
118
118
118
119
121
122
123
131
Grafik
x
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONAL
FEBRUARI 2018
Grak 4.22 Perkembangan Pertumbuhan Indikator
Perbankan Jawa Tengah
Grak 4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum
Jawa Tengah
Grak 4.24 Perkembangan Pertumbuhan Tabungan
Perbankan di Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok
Nilai
Grak 4.25 Perkembangan Pangsa Tabungan
Perbankan di Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok
Nilai
Grak 4.26 Perkembangan Pertumbuhan Deposito
Perbankan di Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok
Nilai
Grak 4.27 Perkembangan Pangsa Deposito
Perbankan di Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok
Nilai
Grak 4.28 Perkembangan Pertumbuhan DPK
Perbankan Jawa Tengah
Grak 4.29 Perkembangan Kredit Perbankan Jawa
Tengah Berdasarkan Sektor
Grak 4.30 Perkembangan Pertumbuhan Kredit
Perbankan Jawa Tengah Berdasarkan Penggunaan
Grak 4.31 Perkembangan Suku Bunga Simpanan
Perbankan Jawa Tengah
Grak 4.32 Perkembangan Suku Bunga Kredit
Perbankan Jawa Tengah
Grak 4.33 Perkembangan Suku Bunga Sektor
Ekonomi Utama di Jawa Tengah
Grak 4.34 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR
di Jawa Tengah
Grak 4.35 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR
di Jawa Tengah
Grak 4.36 Pangsa Dana Pihak Ketiga BPR di Jawa
Tengah
Grak 4.37 Perkembangan Pertumbuhan Kredit BPR
di Jawa Tengah
Grak 4.38 Pangsa Kredit BPR di Jawa Tengah
Grak 4.39 Perkembangan Pertumbuhan Kredit BPR
di Jawa Tengah
Grak 4.40 Perkembangan NPL BPR di Jawa
Tengah
Grak 4.41 Perkembangan Rasio FDR BPR Jawa
Tengah
Grak 4.42 Perkembangan Pertumbuhan Kredit
UMKM di Kawasan Jawa
Grak 4.43 Perkembangan Pertumbuhan Kredit
UMKM di Jawa Tengah
Grak 4.44 Perkembangan Rasio NPL Kredit UMKM
di Jawa Tengah
Grak 4.45 Perkembangan Pertumbuhan Kredit
UMKM Jawa Tengah
Grak 4.46 Perkembangan Rasio NPL Kredit UMKM
Jawa Tengah
Grak 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran
Kliring Harian di Jawa Tengah
Grak 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata
Perputaran Kliring, IPR SPE, SBT SKDU
ix
Grak 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan
Daerah Pengiriman
Grak 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan
Daerah Pengiriman
Grak 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan
Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
Grak 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran
Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
Grak 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran
Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
Grak 5.8 Frekuensi dan Nominal Kas Keliling
Grak 5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan
Uang Tidak Layak Edar
Grak 5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
Grak 5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan
Pecahan
Grak 5.12 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber
Temuan
Grak 5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan
Kunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah
Grak 5.14 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui
KUPVA Bukan Bank di Jawa Tengah
Grak 5.15 Rasio Ketersediaan Layanan Keuangan di
Jawa Tengah dibandingkan 100.000 Penduduk Dewasa
Grak 5.16 Rasio Ketersediaan Layanan Keuangan di
Jawa Tengah dibandingkan 1.000 km2 Luas Wilayah
Grak 6.1 Perkembangan NTP Subsektor Hortikultura,
Peternakan, dan Perikanan dalam 4 Tahun Terakhir
Grak 6.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan
Grak 6.3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,
dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grak 6.4 NTP dan PDRB Lapangan Usaha Pertanian
Grak 6.5 NTP Jawa Tengah dan Komponen
Penyusunnya
Grak 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah
Grak 6.7 Indeks yang Diterima berdasarkan Subsektor
Grak 6.8 Indeks yang Dibayar berdasarkan Subsektor
Grak 6.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa
Tengah Tahun 2011-2017 (ribuan orang)
Grak 6.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan
Nasional
Grak 6.11 Perkembangan Koesien Gini Jawa Tengah
dan Nasional
Grak 6.12 Perkembangan Koesien Gini Berdasarkan
Wilayah
Grak 7.1 Proyeksi Inasi Tahun 2018
85
86
87
87
87
87
87
88
88
89
89
90
90
91
91
91
91
91
92
92
92
93
93
93
93
99
99
100
100
101
101
101
102
102
102
102
103
103
103
104
104
114
115
115
115
118
118
118
118
119
121
122
123
131
A. PDRB dan Inflasi
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
PERTUMBUHAN BERASARKAN SEKTOR
- Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
- Pertambangan dan Penggalian
- Industri Pengolahan
- Pengadaan Listrik dan Gas
- Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
- Konstruksi
- Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
- Transportasi dan Pergudangan
- Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
- Informasi dan Komunikasi
- Jasa Keuangan dan Asuransi
- Real Estate
- Jasa Perusahaan
- Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
- Jasa Pendidikan
- Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
- Jasa lainnya
PERTUMBUHAN BERDASARKAN PERMINTAAN
- Konsumsi Rumah Tangga
- Konsumsi LNPRT
- Konsumsi Pemerintah
- PMTB
- Ekspor Luar Negeri
- Impor Luar Negeri
- Net Ekspor Antardaerah
- Perubahan Inventori
Ekspor
- Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
- Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
- Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
- Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
2015
5,47
5,60
3,05
4,81
2,43
1,63
6,00
3,97
7,80
6,79
9,53
8,02
7,59
8,49
5,31
7,55
6,61
3,21
4,45
-3,04
3,71
5,12
0,28
-16,03
0,65
-71,08
6.206
2.858
5.476
4.488
121,84
120,32
119,83
121,77
119,26
128,23
124,37
2,73
2,52
2,56
2,56
3,95
3,28
2,63
2016
5,08
-1,96
21,59
3,99
9,12
-2,61
6,04
7,76
7,13
6,26
9,07
8,44
7,64
10,92
4,22
9,63
10,48
4,69
4,75
8,73
3,26
5,34
-0,28
-26,76
-34,48
-0,39
1.579
780
1.259
1.028
122,60
121,31
120,82
122,35
120,13
129,16
125,32
4,21
4,15
4,43
3,99
4,99
4,83
3,79
I
5,71
-0,02
16,53
4,80
8,72
1,39
7,46
5,68
6,97
6,82
9,62
13,95
6,39
10,81
5,23
10,78
14,00
12,98
4,80
9,17
7,48
6,87
-1,59
-12,77
-7,31
-30,87
1.689
789
1.398
1.175
122,70
121,36
120,91
122,42
120,55
128,88
125,79
2,96
2,95
3,21
2,65
3,77
3,33
3,23
II III
5,01
3,02
17,30
4,19
5,78
4,56
7,61
1,98
7,29
6,54
7,58
10,07
5,89
10,06
-0,10
9,44
10,46
10,43
4,36
3,47
-12,53
5,54
-10,48
-18,81
-0,26
52,63
1.382
734
1.194
951
123,69
121,81
121,43
123,60
121,91
129,70
126,96
2,71
2,36
2,93
2,61
3,73
2,18
2,87
IV
5,33
8,75
19,65
3,43
6,80
5,46
6,40
5,20
5,31
6,00
7,06
6,61
7,29
10,72
0,30
1,27
5,00
6,75
4,41
1,60
-1,45
6,09
3,13
2,59
59,79
-34,57
1.603
686
1.560
1.123
124,71
123,23
122,41
124,59
122,49
131,20
127,81
2,36
2,42
2,15
2,32
2,71
2,32
2,77
2016
5,28
2,13
18,73
4,09
7,57
2,17
6,88
5,10
6,66
6,40
8,31
9,67
6,80
10,62
2,37
7,64
9,86
8,62
4,57
5,61
-1,71
5,96
-2,22
-14,49
-13,17
11,14
6.253
2.989
5.411
4.278
124,71
123,23
122,41
124,59
122,49
131,20
127,81
2,36
2,42
2,15
2,32
2,71
2,32
I
2017
II
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
III
5,31
9,91
6,73
4,11
4,05
7,19
4,70
5,19
5,50
6,06
7,08
4,45
7,22
8,08
-0,01
1,83
4,68
6,25
4,59
3,24
2,57
5,50
8,41
27,00
41,04
28,75
1.717
685
1.498
1.153
126,65
125,22
124,24
126,35
123,94
134,15
130,59
3,30
3,22
2,83
3,27
3,17
3,86
4,21
5,15
-2,03
6,71
5,26
0,36
6,10
4,45
8,08
8,66
5,89
13,15
6,63
6,77
10,03
-0,45
8,01
9,84
9,92
4,85
6,19
-4,13
5,22
-1,59
-5,88
-1,52
38,93
1.673
699
1.571
1.308
128,35
127,23
125,88
127,85
126,23
136,05
132,67
4,61
4,84
4,11
4,44
4,71
5,56
5,47
5,13
0,75
1,86
4,49
4,77
6,91
5,01
7,47
5,71
5,94
13,80
5,82
6,27
5,51
2,37
9,80
9,83
9,88
4,26
3,94
5,98
7,35
33,93
20,18
-6,86
22,56
1.889
773
1.659
1.169
128,12
126,71
124,64
128,07
126,19
135,51
132,12
3,58
4,02
2,64
3,62
3,51
4,48
4,06
xiv
INDIKATOR
Perbankan **)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan to Deposit ratio (%)
NPL Gross (%)
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kas (Rp Triliun)
-Inflow
-Outflow
2014
188,11
24,83
97,60
65,68
198,15
106,38
29,06
62,71
105,33
2,23
567
14.459
62,32
39,11
2015
216,17
29,69
109,04
77,44
216,71
115,80
34,31
66,60
100,25
3,02
607
14.612
71,23
46,84
2016
217,92
33,75
104,36
79,82
217,89
115,89
35,49
66,51
99,99
3,22
853
18.817
18,75
7,00
I
INDIKATOR 2014 20152016
I
C. Sistem Pembayaran
Transaksi Kliring
947
19.694
12,45
23,06
II
225,02
31,14
112,08
81,80
226,15
120,94
36,68
68,53
100,50
3,43
II
228,39
32,90
112,90
82,59
229,91
122,87
37,85
69,20
100,67
3,26
III
800
18.545
26,63
10,88
III
240,40
30,25
123,34
86,81
236,76
125,63
39,82
71,30
98,49
2,84
IV
819
19.085
14,67
12,03
IV
240,40
30,25
123,34
86,81
236,76
125,63
39,82
71,30
98,49
2,84
2016
855
19.035
72,49
52,98
2016
245,78
35,81
119,59
90,38
237,77
125,47
40,23
72,08
96,74
3,06
I
2017
I
2017
770
18.555
18,38
10,12
II
II
xiiiTABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
III
III
707
18.814
13,91
24,32
681
17.340
29,38
9,92
252,59
35,91
125,19
91,49
247,13
132,20
40,71
74,21
97,82
3,23
257,35
35,65
128,37
93,33
250,76
134,51
40,93
75,33
97,44
3,00
A. PDRB dan Inflasi
INDIKATOR
*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Ekonomi Makro Regional *)
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
PERTUMBUHAN BERASARKAN SEKTOR
- Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
- Pertambangan dan Penggalian
- Industri Pengolahan
- Pengadaan Listrik dan Gas
- Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
- Konstruksi
- Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
- Transportasi dan Pergudangan
- Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
- Informasi dan Komunikasi
- Jasa Keuangan dan Asuransi
- Real Estate
- Jasa Perusahaan
- Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
- Jasa Pendidikan
- Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
- Jasa lainnya
PERTUMBUHAN BERDASARKAN PERMINTAAN
- Konsumsi Rumah Tangga
- Konsumsi LNPRT
- Konsumsi Pemerintah
- PMTB
- Ekspor Luar Negeri
- Impor Luar Negeri
- Net Ekspor Antardaerah
- Perubahan Inventori
Ekspor
- Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)
- Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)
Impor
- Nilai Impor Non Migas (USD Juta)
- Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)
Indeks Harga Konsumen
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Provinsi Jawa Tengah
Kota Purwokerto
Kota Surakarta
Kota Semarang
Kota Tegal
Kota Kudus
Kota Cilacap
2015
5,47
5,60
3,05
4,81
2,43
1,63
6,00
3,97
7,80
6,79
9,53
8,02
7,59
8,49
5,31
7,55
6,61
3,21
4,45
-3,04
3,71
5,12
0,28
-16,03
0,65
-71,08
6.206
2.858
5.476
4.488
121,84
120,32
119,83
121,77
119,26
128,23
124,37
2,73
2,52
2,56
2,56
3,95
3,28
2,63
2016
5,08
-1,96
21,59
3,99
9,12
-2,61
6,04
7,76
7,13
6,26
9,07
8,44
7,64
10,92
4,22
9,63
10,48
4,69
4,75
8,73
3,26
5,34
-0,28
-26,76
-34,48
-0,39
1.579
780
1.259
1.028
122,60
121,31
120,82
122,35
120,13
129,16
125,32
4,21
4,15
4,43
3,99
4,99
4,83
3,79
I
5,71
-0,02
16,53
4,80
8,72
1,39
7,46
5,68
6,97
6,82
9,62
13,95
6,39
10,81
5,23
10,78
14,00
12,98
4,80
9,17
7,48
6,87
-1,59
-12,77
-7,31
-30,87
1.689
789
1.398
1.175
122,70
121,36
120,91
122,42
120,55
128,88
125,79
2,96
2,95
3,21
2,65
3,77
3,33
3,23
II III
5,01
3,02
17,30
4,19
5,78
4,56
7,61
1,98
7,29
6,54
7,58
10,07
5,89
10,06
-0,10
9,44
10,46
10,43
4,36
3,47
-12,53
5,54
-10,48
-18,81
-0,26
52,63
1.382
734
1.194
951
123,69
121,81
121,43
123,60
121,91
129,70
126,96
2,71
2,36
2,93
2,61
3,73
2,18
2,87
IV
5,33
8,75
19,65
3,43
6,80
5,46
6,40
5,20
5,31
6,00
7,06
6,61
7,29
10,72
0,30
1,27
5,00
6,75
4,41
1,60
-1,45
6,09
3,13
2,59
59,79
-34,57
1.603
686
1.560
1.123
124,71
123,23
122,41
124,59
122,49
131,20
127,81
2,36
2,42
2,15
2,32
2,71
2,32
2,77
2016
5,28
2,13
18,73
4,09
7,57
2,17
6,88
5,10
6,66
6,40
8,31
9,67
6,80
10,62
2,37
7,64
9,86
8,62
4,57
5,61
-1,71
5,96
-2,22
-14,49
-13,17
11,14
6.253
2.989
5.411
4.278
124,71
123,23
122,41
124,59
122,49
131,20
127,81
2,36
2,42
2,15
2,32
2,71
2,32
I
2017
II
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH
xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
III
5,31
9,91
6,73
4,11
4,05
7,19
4,70
5,19
5,50
6,06
7,08
4,45
7,22
8,08
-0,01
1,83
4,68
6,25
4,59
3,24
2,57
5,50
8,41
27,00
41,04
28,75
1.717
685
1.498
1.153
126,65
125,22
124,24
126,35
123,94
134,15
130,59
3,30
3,22
2,83
3,27
3,17
3,86
4,21
5,15
-2,03
6,71
5,26
0,36
6,10
4,45
8,08
8,66
5,89
13,15
6,63
6,77
10,03
-0,45
8,01
9,84
9,92
4,85
6,19
-4,13
5,22
-1,59
-5,88
-1,52
38,93
1.673
699
1.571
1.308
128,35
127,23
125,88
127,85
126,23
136,05
132,67
4,61
4,84
4,11
4,44
4,71
5,56
5,47
5,13
0,75
1,86
4,49
4,77
6,91
5,01
7,47
5,71
5,94
13,80
5,82
6,27
5,51
2,37
9,80
9,83
9,88
4,26
3,94
5,98
7,35
33,93
20,18
-6,86
22,56
1.889
773
1.659
1.169
128,12
126,71
124,64
128,07
126,19
135,51
132,12
3,58
4,02
2,64
3,62
3,51
4,48
4,06
xiv
INDIKATOR
Perbankan **)
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)
Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)
- Giro
- Tabungan
- Deposito
Kredit (Rp Triliun)
- Modal Kerja
- Konsumsi
- Investasi
Loan to Deposit ratio (%)
NPL Gross (%)
- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)
- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)
Transaksi Kas (Rp Triliun)
-Inflow
-Outflow
2014
188,11
24,83
97,60
65,68
198,15
106,38
29,06
62,71
105,33
2,23
567
14.459
62,32
39,11
2015
216,17
29,69
109,04
77,44
216,71
115,80
34,31
66,60
100,25
3,02
607
14.612
71,23
46,84
2016
217,92
33,75
104,36
79,82
217,89
115,89
35,49
66,51
99,99
3,22
853
18.817
18,75
7,00
I
INDIKATOR 2014 20152016
I
C. Sistem Pembayaran
Transaksi Kliring
947
19.694
12,45
23,06
II
225,02
31,14
112,08
81,80
226,15
120,94
36,68
68,53
100,50
3,43
II
228,39
32,90
112,90
82,59
229,91
122,87
37,85
69,20
100,67
3,26
III
800
18.545
26,63
10,88
III
240,40
30,25
123,34
86,81
236,76
125,63
39,82
71,30
98,49
2,84
IV
819
19.085
14,67
12,03
IV
240,40
30,25
123,34
86,81
236,76
125,63
39,82
71,30
98,49
2,84
2016
855
19.035
72,49
52,98
2016
245,78
35,81
119,59
90,38
237,77
125,47
40,23
72,08
96,74
3,06
I
2017
I
2017
770
18.555
18,38
10,12
II
II
xiiiTABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
III
III
707
18.814
13,91
24,32
681
17.340
29,38
9,92
252,59
35,91
125,19
91,49
247,13
132,20
40,71
74,21
97,82
3,23
257,35
35,65
128,37
93,33
250,76
134,51
40,93
75,33
97,44
3,00
RINGKASANUMUM
RINGKASANUMUM
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
02 RINGKASANUMUM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
03RINGKASANUMUM
Pada triwulan IV 2017, perekonomian Jawa Tengah
mencatatkan percepatan pertumbuhan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Ekonomi Jawa Tengah tumbuh
5,40% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
pada triwulan sebelumnya (5,17%; yoy) dan periode yang
sama tahun lalu (5,33%; yoy). Capaian tersebut berada di
atas pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat
meningkat pada level 5,19% (yoy) dari triwulan
sebelumnya (5,06%; yoy); namun masih lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan kawasan Jawa yang
melambat menjadi sebesar 5,62% (yoy), setelah triwulan
lalu tumbuh 5,68% (yoy).
Ditinjau dari sisi pengeluaran, peningkatan pertumbuhan
berasal dari komponen konsumsi rumah tangga dan
konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga
(LNPRT). Sementara kinerja investasi, ekspor luar negeri,
dan konsumsi pemerintah tetap tumbuh meskipun
mengalami perlambatan dari triwulan sebelumnya.
Sementara dari sisi lapangan usaha, meningkatnya
pertumbuhan lapangan usaha pertanian; industri
pengolahan; dan konstruksi menjadi pendorong laju
pertumbuhan ekonomi, sedangkan lapangan usaha
perdagangan mencatatkan perlambatan pertumbuhan.
Walaupun pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan
IV 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya, namun secara keseluruhan tahun 2017,
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tercatat stabil
dibandingkan capaian 2016. Pada tahun 2017, ekonomi
Jawa Tengah tercatat tumbuh 5,27% (yoy) atau sama
dengan pertumbuhan pada 2016. Perbaikan kinerja
ekspor luar negeri, investasi, konsumsi rumah tangga, dan
konsumsi pemerintah menjadi faktor pendorong
pertumbuhan ekonomi pada 2017. Akan tetapi,
komponen impor luar negeri yang juga meningkat tajam
menjadi penahan pertumbuhan ekonomi tahun 2017.
Sementara dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah masih ditopang oleh
meningkatnya k iner ja industr i pengolahan,
perdagangan, dan konstruksi, sedangkan kinerja
pertanian pada 2017 tercatat tumbuh melambat, yang
disebabkan oleh faktor cuaca yang kurang mendukung
kegiatan usaha sektor ini.
Keuangan Pemerintah
Persentase realisasi pendapatan dan belanja APBD
Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 tercatat
meningkat. Realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah
sampai dengan triwulan IV 2017 sebesar 100,30% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah
Perubahan (APBD-P) 2017, meningkat dibandingkan
serapan pendapatan triwulan IV 2016 yang sebesar
93,52%. Sementara itu, realisasi belanja sampai
triwulan IV 2017 sebesar 95,61% dari APBD-P 2017,
lebih baik dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar
91,55% dari APBD 2016.
Peningkatan realisasi pendapatan utamanya berasal
dari penerimaan pajak daerah serta Dana Alokasi
Umum dan Dana Alokasi Khusus yang meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan realisasi
belanja berasal dari meningkatnya realisasi komponen
belanja tidak langsung, terutama belanja pegawai dan
belanja bagi hasil. Hal ini khususnya sejalan dengan
kebutuhan biaya gaji pegawai, terutama guru yang kini
menjadi kewenangan dari Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah.
Realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV
2017 juga menunjukkan peningkatan di hampir
seluruh komponen dibandingkan dengan periode yang
Perkembangan Inflasi Daerah
Pada triwulan IV 2017 inflasi Provinsi Jawa Tengah
secara tahunan lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan III 2017. Inflasi Jawa Tengah pada triwulan IV
2017 tercatat sebesar 3,71% (yoy), mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 3,58% (yoy). Secara triwulanan, Jawa
Tengah mengalami inflasi sebesar 0,95% (qtq), berbalik
arah dibandingkan triwulan III 2017 yang mencatatkan
deflasi sebesar 0,18% (qtq). Berdasarkan disagregasi
inflasinya, peningkatan laju inflasi tahunan pada
triwulan IV 2017 terutama disebabkan oleh kelompok
volatile food yang mengalami inflasi sebesar -0,15%
(yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar -1,23% (yoy). Peningkatan
tekanan inflasi pada kelompok volatile food didorong
oleh akselerasi berbagai harga bahan makanan akibat
penurunan pasokan produksinya di dalam negeri.
Sementara itu, kelompok administered prices tercatat
mengalami penurunan laju inflasi tahunan yang
disebabkan melambatnya laju peningkatan tarif
angkutan triwulan IV 2017 dibandingkan periode yang
sama tahun la lu. Inf las i tahunan kelompok
administered prices terutama berasal dari subkelompok
bahan bakar, penerangan, dan air, serta subkelompok
transpor. Sesuai dengan pola historisnya, inflasi
triwulanan subkelompok transpor mengalami
peningkatan sebagai dampak kenaikan berbagai tarif
angkutan menjelang libur hari raya keagamaan dan
akhir tahun.
sama pada tahun 2016. Komponen belanja pagu
transfer (dana alokasi khusus fisik dan dana desa)
meningkat signifikan, yang mayoritas akan digunakan
untuk pembangunan sarana prasarana desa.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Perkembangan Ekonomi Makro Daerah
02 RINGKASANUMUM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
03RINGKASANUMUM
Pada triwulan IV 2017, perekonomian Jawa Tengah
mencatatkan percepatan pertumbuhan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Ekonomi Jawa Tengah tumbuh
5,40% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
pada triwulan sebelumnya (5,17%; yoy) dan periode yang
sama tahun lalu (5,33%; yoy). Capaian tersebut berada di
atas pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat
meningkat pada level 5,19% (yoy) dari triwulan
sebelumnya (5,06%; yoy); namun masih lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan kawasan Jawa yang
melambat menjadi sebesar 5,62% (yoy), setelah triwulan
lalu tumbuh 5,68% (yoy).
Ditinjau dari sisi pengeluaran, peningkatan pertumbuhan
berasal dari komponen konsumsi rumah tangga dan
konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga
(LNPRT). Sementara kinerja investasi, ekspor luar negeri,
dan konsumsi pemerintah tetap tumbuh meskipun
mengalami perlambatan dari triwulan sebelumnya.
Sementara dari sisi lapangan usaha, meningkatnya
pertumbuhan lapangan usaha pertanian; industri
pengolahan; dan konstruksi menjadi pendorong laju
pertumbuhan ekonomi, sedangkan lapangan usaha
perdagangan mencatatkan perlambatan pertumbuhan.
Walaupun pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan
IV 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya, namun secara keseluruhan tahun 2017,
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tercatat stabil
dibandingkan capaian 2016. Pada tahun 2017, ekonomi
Jawa Tengah tercatat tumbuh 5,27% (yoy) atau sama
dengan pertumbuhan pada 2016. Perbaikan kinerja
ekspor luar negeri, investasi, konsumsi rumah tangga, dan
konsumsi pemerintah menjadi faktor pendorong
pertumbuhan ekonomi pada 2017. Akan tetapi,
komponen impor luar negeri yang juga meningkat tajam
menjadi penahan pertumbuhan ekonomi tahun 2017.
Sementara dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah masih ditopang oleh
meningkatnya k iner ja industr i pengolahan,
perdagangan, dan konstruksi, sedangkan kinerja
pertanian pada 2017 tercatat tumbuh melambat, yang
disebabkan oleh faktor cuaca yang kurang mendukung
kegiatan usaha sektor ini.
Keuangan Pemerintah
Persentase realisasi pendapatan dan belanja APBD
Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 tercatat
meningkat. Realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah
sampai dengan triwulan IV 2017 sebesar 100,30% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah
Perubahan (APBD-P) 2017, meningkat dibandingkan
serapan pendapatan triwulan IV 2016 yang sebesar
93,52%. Sementara itu, realisasi belanja sampai
triwulan IV 2017 sebesar 95,61% dari APBD-P 2017,
lebih baik dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar
91,55% dari APBD 2016.
Peningkatan realisasi pendapatan utamanya berasal
dari penerimaan pajak daerah serta Dana Alokasi
Umum dan Dana Alokasi Khusus yang meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan realisasi
belanja berasal dari meningkatnya realisasi komponen
belanja tidak langsung, terutama belanja pegawai dan
belanja bagi hasil. Hal ini khususnya sejalan dengan
kebutuhan biaya gaji pegawai, terutama guru yang kini
menjadi kewenangan dari Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah.
Realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV
2017 juga menunjukkan peningkatan di hampir
seluruh komponen dibandingkan dengan periode yang
Perkembangan Inflasi Daerah
Pada triwulan IV 2017 inflasi Provinsi Jawa Tengah
secara tahunan lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan III 2017. Inflasi Jawa Tengah pada triwulan IV
2017 tercatat sebesar 3,71% (yoy), mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 3,58% (yoy). Secara triwulanan, Jawa
Tengah mengalami inflasi sebesar 0,95% (qtq), berbalik
arah dibandingkan triwulan III 2017 yang mencatatkan
deflasi sebesar 0,18% (qtq). Berdasarkan disagregasi
inflasinya, peningkatan laju inflasi tahunan pada
triwulan IV 2017 terutama disebabkan oleh kelompok
volatile food yang mengalami inflasi sebesar -0,15%
(yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar -1,23% (yoy). Peningkatan
tekanan inflasi pada kelompok volatile food didorong
oleh akselerasi berbagai harga bahan makanan akibat
penurunan pasokan produksinya di dalam negeri.
Sementara itu, kelompok administered prices tercatat
mengalami penurunan laju inflasi tahunan yang
disebabkan melambatnya laju peningkatan tarif
angkutan triwulan IV 2017 dibandingkan periode yang
sama tahun la lu. Inf las i tahunan kelompok
administered prices terutama berasal dari subkelompok
bahan bakar, penerangan, dan air, serta subkelompok
transpor. Sesuai dengan pola historisnya, inflasi
triwulanan subkelompok transpor mengalami
peningkatan sebagai dampak kenaikan berbagai tarif
angkutan menjelang libur hari raya keagamaan dan
akhir tahun.
sama pada tahun 2016. Komponen belanja pagu
transfer (dana alokasi khusus fisik dan dana desa)
meningkat signifikan, yang mayoritas akan digunakan
untuk pembangunan sarana prasarana desa.
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Adapun kelompok inti menunjukkan perkembangan
inflasi yang stabil pada triwulan IV 2017. Secara
tahunan, terdapat peningkatan tekanan inflasi pada
subkelompok kesehatan yang utamanya disebabkan
oleh peningkatan tarif rumah sakit dan obat-obatan.
Selanjutnya sesuai dengan pola historisnya, inflasi
triwulanan kelompok inti disebabkan oleh kenaikan
upah pekerja sektor informal sebagai antisipasi
peningkatan upah pekerja sektor formal yang telah
ditetapkan melalui Upah Minimum Kabupaten/Kota
oleh Pemerintah Daerah menjelang awal tahun 2018.
Stabilitas Keuangan Daerah, PengembanganAkses Keuangan, dan UMKM
Seiring dengan kinerja perekonomian Jawa Tengah
yang meningkat, indikator perbankan Jawa Tengah
pada triwulan IV 2017 mengalami perbaikan setelah
triwulan sebelumnya mengalami penurunan. Indikator
utama perbankan berupa ekspansi dan kualitas
penya lu ran k red i t menun jukkan perba ikan
dibandingkan tr iwulan sebelumnya. Adapun
pertumbuhan aset dan penghimpunan dana pihak
ketiga perbankan di Jawa Tengah menunjukkan
perlambatan, sejalan dengan tren nasional dan Pulau
Jawa pada umumnya yang menunjukkan penurunan.
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017 tercatat mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan II I 2017.
Pertumbuhan kredit UMKM di Provinsi Jawa Tengah
pada triwulan IV 2017 meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit UMKM di
Jawa Tengah tersebut sejalan dengan pertumbuhan
kredit UMKM nasional yang mencatatkan peningkatan.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Kegiatan sistem pembayaran tunai dan non tunai yang
aman, lancar, dan efisien, mampu memberikan
dukungan pada kelancaran transaksi keuangan di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017. Transaksi keuangan ritel
yang diproses melalui SKNBI meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Aliran uang dari BI ke perbankan
mencatatkan posisi net outflow seiring dengan
meningkatnya kebutuhan saat Natal dan tahun ajaran
baru sekolah. Transaksi menggunakan Uang Kertas
Asing (UKA) di KUPVA BB meningkat dibandingkan
tr iwulan sebelumnya. Selain i tu, penerapan
elektronifikasi semakin masif, terutama dalam transaksi
pembayaran jalan tol dan Pemerintah Daerah.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada triwulan
IV 2017 relatif membaik, tercermin dari perbaikan
kondisi ketenagakerjaan, perbaikan Nilai Tukar Petani
(NTP), dan berkurangnya angka kemiskinan. Kondisi
ketenagakerjaan Jawa Tengah pada triwulan IV 2017
mengalami perbaikan, tercemin dari menurunnya
T ingka t Pengangguran Te rbuka ( TPT ) dan
meningkatnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) serta membaiknya kualitas pekerja.
NTP pada triwulan IV 2017 mencatatkan surplus yang
lebih tinggi yaitu sebesar 103,48; dibandingkan
dengan triwulan lalu sebesar 102,56 dan periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 99,35. Perbaikan NTP
Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 didorong oleh
meningkatnya penerimaan petani yang jauh lebih
tinggi dibandingkan kenaikan pengeluaran. Lebih
lanjut, peningkatan NTP sejalan dengan perbaikan
pertumbuhan lapangan usaha pertanian dari triwulan
sebelumnya.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September 2017
mengalami penurunan dibandingkan dengan periode
yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah
per September 2017 sebanyak 4.197 ribu jiwa atau
menurun bila dibandingkan periode yang sama tahun
lalu sebanyak 4.494 ribu jiwa. Tingkat kemiskinan Jawa
Tengah mengalami penurunan secara persentase
menjadi 12,23% dari total penduduk Jawa Tengah,
atau menurun dibandingkan periode yang sama tahun
lalu yaitu 13,19% dari jumlah penduduk.
Perekonomian domestik diperkirakan membaik
sehingga mendorong daya beli dan konsumsi rumah
tangga. Perbaikan ekonomi global, terutama mitra
dagang u t ama J awa Tengah d i pe r k i r akan
meningkatkan kegiatan usaha. Selanjutnya, komitmen
pemerintah yang tinggi dalam meningkatkan
kemudahan investasi dan berusaha di Indonesia, serta
komitmen dalam penyelesaian pembangunan
infrastruktur diperkirakan mendukung percepatan
pertumbuhan ekonomi pada 2018. Lebih lanjut,
kegiatan Pemilihan Gubernur dan Pemilihan Kepala
Daerah di 7 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang
terjadi serentak pada triwulan II 2018 diharapkan akan
mendorong konsumsi pada sektor-sektor lainnya. Daya
beli masyarakat yang relatif terjaga juga diperkirakan
berdampak pada peningkatan kinerja konsumsi.
Sementara itu, inflasi tahunan pada triwulan II 2018
diperkirakan meningkat seiring dengan peningkatan
konsumsi masyarakat pada periode hari raya
keagamaan dan pemilihan umum kepala daerah. Inflasi
diperkirakan masih berada pada target sasaran inflasi
3,5±1%. Faktor utama yang diperkirakan mendorong
inflasi terutama berasal dari kelompok volatile food
yang diperkirakan akan meningkat lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2018 serta periode yang sama
pada tahun 2017. Kenaikan juga diperkirakan terjadi
untuk kelompok inti di tengah membaiknya daya beli
masyarakat serta tekanan nilai tukar rupiah. Kebijakan
moneter Amerika Ser ikat diperkirakan akan
mendorong arus modal keluar dari dalam negeri,
sehingga meningkatkan risiko nilai tukar yang
selanjutnya berdampak pada inflasi kelompok inti
barang yang diperdagangkan.
Prospek Perekonomian Daerah
Pada triwulan II 2018, pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah diperkirakan terakselerasi dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah periode tersebut diproyeksikan berada di
kisaran 5,3%-5,7% (yoy). Peningkatan ini sesuai
dengan pola musiman saat bulan Ramadan dan Idul
Fitri, ditambah dengan pengaruh Pilkada serentak yang
berlangsung pada Juni 2018. Ditinjau dari sisi
pengeluaran, akselerasi konsumsi rumah tangga,
konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah
tangga (LNPRT), dan ekspor luar negeri menjadi sumber
meningkatnya pertumbuhan di triwulan II 2018.
Sementara pada sisi lapangan usaha, peningkatan
diperkirakan terjadi pada lapangan usaha industri
pengolahan serta perdagangan besar dan eceran,
sedangkan pertumbuhan lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan diperkirakan melambat.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah pada 2018 diperkirakan mengalami
perbaikan dibandingkan 2017. Ekonomi Jawa Tengah
pada tahun 2018 diperkirakan tumbuh pada rentang
5,2%-5,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan tahun 2017 yang sebesar 5,27%.
04 RINGKASANUMUM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
05RINGKASANUMUM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Adapun kelompok inti menunjukkan perkembangan
inflasi yang stabil pada triwulan IV 2017. Secara
tahunan, terdapat peningkatan tekanan inflasi pada
subkelompok kesehatan yang utamanya disebabkan
oleh peningkatan tarif rumah sakit dan obat-obatan.
Selanjutnya sesuai dengan pola historisnya, inflasi
triwulanan kelompok inti disebabkan oleh kenaikan
upah pekerja sektor informal sebagai antisipasi
peningkatan upah pekerja sektor formal yang telah
ditetapkan melalui Upah Minimum Kabupaten/Kota
oleh Pemerintah Daerah menjelang awal tahun 2018.
Stabilitas Keuangan Daerah, PengembanganAkses Keuangan, dan UMKM
Seiring dengan kinerja perekonomian Jawa Tengah
yang meningkat, indikator perbankan Jawa Tengah
pada triwulan IV 2017 mengalami perbaikan setelah
triwulan sebelumnya mengalami penurunan. Indikator
utama perbankan berupa ekspansi dan kualitas
penya lu ran k red i t menun jukkan perba ikan
dibandingkan tr iwulan sebelumnya. Adapun
pertumbuhan aset dan penghimpunan dana pihak
ketiga perbankan di Jawa Tengah menunjukkan
perlambatan, sejalan dengan tren nasional dan Pulau
Jawa pada umumnya yang menunjukkan penurunan.
Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017 tercatat mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan II I 2017.
Pertumbuhan kredit UMKM di Provinsi Jawa Tengah
pada triwulan IV 2017 meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit UMKM di
Jawa Tengah tersebut sejalan dengan pertumbuhan
kredit UMKM nasional yang mencatatkan peningkatan.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Kegiatan sistem pembayaran tunai dan non tunai yang
aman, lancar, dan efisien, mampu memberikan
dukungan pada kelancaran transaksi keuangan di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017. Transaksi keuangan ritel
yang diproses melalui SKNBI meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Aliran uang dari BI ke perbankan
mencatatkan posisi net outflow seiring dengan
meningkatnya kebutuhan saat Natal dan tahun ajaran
baru sekolah. Transaksi menggunakan Uang Kertas
Asing (UKA) di KUPVA BB meningkat dibandingkan
tr iwulan sebelumnya. Selain i tu, penerapan
elektronifikasi semakin masif, terutama dalam transaksi
pembayaran jalan tol dan Pemerintah Daerah.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada triwulan
IV 2017 relatif membaik, tercermin dari perbaikan
kondisi ketenagakerjaan, perbaikan Nilai Tukar Petani
(NTP), dan berkurangnya angka kemiskinan. Kondisi
ketenagakerjaan Jawa Tengah pada triwulan IV 2017
mengalami perbaikan, tercemin dari menurunnya
T ingka t Pengangguran Te rbuka ( TPT ) dan
meningkatnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) serta membaiknya kualitas pekerja.
NTP pada triwulan IV 2017 mencatatkan surplus yang
lebih tinggi yaitu sebesar 103,48; dibandingkan
dengan triwulan lalu sebesar 102,56 dan periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 99,35. Perbaikan NTP
Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 didorong oleh
meningkatnya penerimaan petani yang jauh lebih
tinggi dibandingkan kenaikan pengeluaran. Lebih
lanjut, peningkatan NTP sejalan dengan perbaikan
pertumbuhan lapangan usaha pertanian dari triwulan
sebelumnya.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September 2017
mengalami penurunan dibandingkan dengan periode
yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah
per September 2017 sebanyak 4.197 ribu jiwa atau
menurun bila dibandingkan periode yang sama tahun
lalu sebanyak 4.494 ribu jiwa. Tingkat kemiskinan Jawa
Tengah mengalami penurunan secara persentase
menjadi 12,23% dari total penduduk Jawa Tengah,
atau menurun dibandingkan periode yang sama tahun
lalu yaitu 13,19% dari jumlah penduduk.
Perekonomian domestik diperkirakan membaik
sehingga mendorong daya beli dan konsumsi rumah
tangga. Perbaikan ekonomi global, terutama mitra
dagang u t ama J awa Tengah d i pe r k i r akan
meningkatkan kegiatan usaha. Selanjutnya, komitmen
pemerintah yang tinggi dalam meningkatkan
kemudahan investasi dan berusaha di Indonesia, serta
komitmen dalam penyelesaian pembangunan
infrastruktur diperkirakan mendukung percepatan
pertumbuhan ekonomi pada 2018. Lebih lanjut,
kegiatan Pemilihan Gubernur dan Pemilihan Kepala
Daerah di 7 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang
terjadi serentak pada triwulan II 2018 diharapkan akan
mendorong konsumsi pada sektor-sektor lainnya. Daya
beli masyarakat yang relatif terjaga juga diperkirakan
berdampak pada peningkatan kinerja konsumsi.
Sementara itu, inflasi tahunan pada triwulan II 2018
diperkirakan meningkat seiring dengan peningkatan
konsumsi masyarakat pada periode hari raya
keagamaan dan pemilihan umum kepala daerah. Inflasi
diperkirakan masih berada pada target sasaran inflasi
3,5±1%. Faktor utama yang diperkirakan mendorong
inflasi terutama berasal dari kelompok volatile food
yang diperkirakan akan meningkat lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2018 serta periode yang sama
pada tahun 2017. Kenaikan juga diperkirakan terjadi
untuk kelompok inti di tengah membaiknya daya beli
masyarakat serta tekanan nilai tukar rupiah. Kebijakan
moneter Amerika Ser ikat diperkirakan akan
mendorong arus modal keluar dari dalam negeri,
sehingga meningkatkan risiko nilai tukar yang
selanjutnya berdampak pada inflasi kelompok inti
barang yang diperdagangkan.
Prospek Perekonomian Daerah
Pada triwulan II 2018, pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah diperkirakan terakselerasi dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah periode tersebut diproyeksikan berada di
kisaran 5,3%-5,7% (yoy). Peningkatan ini sesuai
dengan pola musiman saat bulan Ramadan dan Idul
Fitri, ditambah dengan pengaruh Pilkada serentak yang
berlangsung pada Juni 2018. Ditinjau dari sisi
pengeluaran, akselerasi konsumsi rumah tangga,
konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah
tangga (LNPRT), dan ekspor luar negeri menjadi sumber
meningkatnya pertumbuhan di triwulan II 2018.
Sementara pada sisi lapangan usaha, peningkatan
diperkirakan terjadi pada lapangan usaha industri
pengolahan serta perdagangan besar dan eceran,
sedangkan pertumbuhan lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan diperkirakan melambat.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah pada 2018 diperkirakan mengalami
perbaikan dibandingkan 2017. Ekonomi Jawa Tengah
pada tahun 2018 diperkirakan tumbuh pada rentang
5,2%-5,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan tahun 2017 yang sebesar 5,27%.
04 RINGKASANUMUM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
05RINGKASANUMUM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
7
Ditinjau dari sisi pengeluaran, komponen konsumsi rumah tangga dan lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) menunjukkan peningkatan pertumbuhan. Sementara itu, kinerja investasi, ekspor luar negeri, dan konsumsi pemerintah tetap tumbuh meskipun mengalami perlambatan. Di sisi lain, impor luar negeri Jawa Tengah menunjukkan peningkatan signifikan, sehingga menahan perekonomian Jawa Tengah untuk tumbuh lebih tinggi pada triwulan laporan.
Dari sisi lapangan usaha, meningkatnya pertumbuhan lapangan usaha pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi menjadi pendorong laju pertumbuhan ekonomi. Sementara, lapangan usaha perdagangan mencatatkan perlambatan pertumbuhan.
Perekonomian Provinsi Jawa Tengah triwulan IV 2017 tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun 2017 stabil dibandingkan tahun lalu.
Adapun inflasi kelompok administered prices
diperkirakan akan tetap terjaga rendah, sejalan dengan
komitmen Pemerintah untuk menunda penyesuaian
kebijakan energi. Koordinasi kebijakan Pemerintah dan
Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu terus
diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah risiko
terkait penyesuaian administered prices sejalan dengan
kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh
Pemerintah, dan risiko moderat kenaikan harga volatile
food.
06 RINGKASANUMUM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
BABI
7
Ditinjau dari sisi pengeluaran, komponen konsumsi rumah tangga dan lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) menunjukkan peningkatan pertumbuhan. Sementara itu, kinerja investasi, ekspor luar negeri, dan konsumsi pemerintah tetap tumbuh meskipun mengalami perlambatan. Di sisi lain, impor luar negeri Jawa Tengah menunjukkan peningkatan signifikan, sehingga menahan perekonomian Jawa Tengah untuk tumbuh lebih tinggi pada triwulan laporan.
Dari sisi lapangan usaha, meningkatnya pertumbuhan lapangan usaha pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi menjadi pendorong laju pertumbuhan ekonomi. Sementara, lapangan usaha perdagangan mencatatkan perlambatan pertumbuhan.
Perekonomian Provinsi Jawa Tengah triwulan IV 2017 tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun 2017 stabil dibandingkan tahun lalu.
Adapun inflasi kelompok administered prices
diperkirakan akan tetap terjaga rendah, sejalan dengan
komitmen Pemerintah untuk menunda penyesuaian
kebijakan energi. Koordinasi kebijakan Pemerintah dan
Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi perlu terus
diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah risiko
terkait penyesuaian administered prices sejalan dengan
kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh
Pemerintah, dan risiko moderat kenaikan harga volatile
food.
06 RINGKASANUMUM
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 1.3Sumber: BPS, diolah
Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan Provinsi
IV2017
JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY
III2017
%% %%% %
29,70 22,04 14,7125,15 6,91 1,48
30,14 21.92 14,52 1,4824,88 7,07
%% %%% %
0
2
4
6
8
-2
-4
%
PERTUMBUHAN EKONOMI (QTQ) PERTUMBUHAN EKONOMI (YOY)
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa TengahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Grafik 1.2Sumber: BPS, diolah
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional
3
4
5
6
7 %, YOY
JAWA JATENG NASIONAL
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%, yoy)
Sumber: BPS, diolah
PROVINSI TW III 2017
DKI JAKARTA
BANTEN
JABAR
JATENG
DIY
JATIM
JAWA
6,43
5,63
5,20
5,17
5,42
5,63
5,68
TW IV 2017
5,88
5,75
5,32
5,40
5,25
5,72
5,62
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1 Triwulan IV 2017
09PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah
pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar 5,40%
(yoy). Capaian tersebut lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan sebelumnya (5,17%; yoy)
dan periode yang sama tahun lalu (5,33%; yoy). Kinerja
perekonomian Jawa Tengah tersebut berada di atas
pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat
meningkat pada level 5,19% (yoy), namun masih lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan kawasan Jawa
yang melambat menjadi sebesar 5,62% (yoy). Lebih
lanjut, secara triwulanan, Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Jawa Tengah mengalami kontraksi 2,18%
(qtq), lebih baik dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang mencatatkan kontraksi 2,40%
(qtq).
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV 2017 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KEKR adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2017 dan 2016 masih bersifat sementara.
1.
Di kawasan Jawa, hampir seluruh provinsi mencatatkan
akselerasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV
2017 dibanding triwulan sebelumnya, dengan
peningkatan pertumbuhan tertinggi terjadi di Provinsi
Jawa Tengah diikuti Banten dan Jawa Barat. Sementara
itu, dua provinsi lain yang mengalami perlambatan
pertumbuhan pada triwulan laporan yaitu DKI Jakarta
dan DI Yogyakarta. Meskipun pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah meningkat paling cepat pada triwulan
laporan, perekonomian Jawa Tengah menempati posisi
ketiga terendah di kawasan Jawa, setelah DI
Yogyakarta (5,25%; yoy) dan Jawa Barat (5,32%; yoy).
Pada peride laporan, perekonomian Provinsi Jawa
Tengah menyumbang 8,45% terhadap perekonomian
Nasional, atau 14,52% terhadap perekonomian
Kawasan Jawa. Nilai ini tidak banyak berubah
dibandingkan periode sebelumnya. Dengan besar
Grafik 1.3Sumber: BPS, diolah
Struktur Perekonomian Kawasan Jawa berdasarkan Provinsi
IV2017
JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY
III2017
%% %%% %
29,70 22,04 14,7125,15 6,91 1,48
30,14 21.92 14,52 1,4824,88 7,07
%% %%% %
0
2
4
6
8
-2
-4
%
PERTUMBUHAN EKONOMI (QTQ) PERTUMBUHAN EKONOMI (YOY)
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa TengahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Grafik 1.2Sumber: BPS, diolah
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional
3
4
5
6
7 %, YOY
JAWA JATENG NASIONAL
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (%, yoy)
Sumber: BPS, diolah
PROVINSI TW III 2017
DKI JAKARTA
BANTEN
JABAR
JATENG
DIY
JATIM
JAWA
6,43
5,63
5,20
5,17
5,42
5,63
5,68
TW IV 2017
5,88
5,75
5,32
5,40
5,25
5,72
5,62
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1 Triwulan IV 2017
09PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah
pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar 5,40%
(yoy). Capaian tersebut lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan sebelumnya (5,17%; yoy)
dan periode yang sama tahun lalu (5,33%; yoy). Kinerja
perekonomian Jawa Tengah tersebut berada di atas
pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat
meningkat pada level 5,19% (yoy), namun masih lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan kawasan Jawa
yang melambat menjadi sebesar 5,62% (yoy). Lebih
lanjut, secara triwulanan, Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Jawa Tengah mengalami kontraksi 2,18%
(qtq), lebih baik dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya yang mencatatkan kontraksi 2,40%
(qtq).
Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV 2017 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KEKR adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2017 dan 2016 masih bersifat sementara.
1.
Di kawasan Jawa, hampir seluruh provinsi mencatatkan
akselerasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV
2017 dibanding triwulan sebelumnya, dengan
peningkatan pertumbuhan tertinggi terjadi di Provinsi
Jawa Tengah diikuti Banten dan Jawa Barat. Sementara
itu, dua provinsi lain yang mengalami perlambatan
pertumbuhan pada triwulan laporan yaitu DKI Jakarta
dan DI Yogyakarta. Meskipun pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah meningkat paling cepat pada triwulan
laporan, perekonomian Jawa Tengah menempati posisi
ketiga terendah di kawasan Jawa, setelah DI
Yogyakarta (5,25%; yoy) dan Jawa Barat (5,32%; yoy).
Pada peride laporan, perekonomian Provinsi Jawa
Tengah menyumbang 8,45% terhadap perekonomian
Nasional, atau 14,52% terhadap perekonomian
Kawasan Jawa. Nilai ini tidak banyak berubah
dibandingkan periode sebelumnya. Dengan besar
Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Jawa Tengah dan NasionalSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JATENG NASIONAL
3
4
5
6
2013 2014 2015 2016 2017
%, YOY
pertumbuhan lapangan usaha perdagangan yang
cukup signifikan dibanding triwulan sebelumnya
menjadi faktor penahan laju pertumbuhan ekonomi.
Walaupun pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
triwulan IV 2017 mengalami peningkatan dari triwulan
sebelumnya, namun secara keseluruhan tahun 2017,
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tercatat stabil
dibandingkan capaian 2016. Pada tahun 2017,
ekonomi Jawa Tengah tercatat tumbuh 5,27% (yoy)
atau sama dengan pertumbuhan pada 2016. Dari sisi
pengeluaran, perbaikan kinerja ekspor luar negeri,
investasi, konsumsi rumah tangga, dan konsumsi
pemerintah menjadi faktor pendorong pertumbuhan
ekonomi pada 2017. Akan tetapi, komponen impor
luar negeri yang juga meningkat signifikan menjadi
penahan pertumbuhan ekonomi tahun 2017.
Sementara dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah masih ditopang oleh
meningkatnya k iner ja industr i pengolahan,
perdagangan, dan konstruksi, sedangkan kinerja
lapangan usaha pertanian pada 2017 justru
menunjukkan perlambatan pertumbuhan yang
disebabkan oleh faktor cuaca yang kurang mendukung
kegiatan usaha sektor ini. Meskipun tertahan, tingkat
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun laporan
masih lebih tinggi dibandingkan dengan capaian
nasional yang sebesar 5,07% (yoy).
Berdasarkan sisi pengeluaran, perekonomian
Jawa Tengah pada tahun 2017 masih ditopang
oleh konsumsi rumah tangga dengan pangsa
60,71%. Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau
investasi juga memberikan kontribusi signifikan, yaitu
sebesar 30,90%. Lebih lanjut, pangsa ekspor luar
negeri sebesar 9,26%, dan pengeluaran konsumsi
pemerintah sebesar 7,89%. Pangsa impor luar negeri,
sebagai elemen pengurang dalam perekonomian Jawa
Tengah, juga berkontribusi cukup besar, yaitu 15,07%.
Komposisi ini tidak banyak berubah dibandingkan
tahun sebelumnya.
Percepatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan
laporan didorong oleh meningkatnya pengeluaran
konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga non-profit
yang melayani rumah tangga (LNPRT), serta net ekspor
antardaerah. Sementara itu, kegiatan investasi dan
ekspor luar negeri yang merupakan komponen
pengeluaran dengan pangsa terbesar kedua dan ketiga
masih tercatat tumbuh, meskipun melambat dari
triwulan sebelumnya. Lebih lanjut, pengeluaran
konsumsi pemerintah juga menunjukkan perlambatan
pertumbuhan pada triwulan laporan. Di sisi lain, impor
luar negeri yang merupakan komponen pengurang
PDRB justru menunjukkan peningkatan yang cukup
signifikan, sehingga menahan laju pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah untuk tumbuh lebih tinggi pada
triwulan IV 2017.
1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan danPertumbuhan Ekonomi
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY %, YOY
3
4
5
6
7
3
7
11
15
19
23
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.5Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY %, YOY
0
20
40
60
80
100
NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIANPDRB - SKALA KANANOUTFLOW UANG KARTAL
Pertumbuhan Tahunan Outflow Uang Kartal, Rata-RataPerputaran Kliring Harian, dan Pertumbuhan Ekonomi
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
4
5
6
7
sumbangan tersebut, Jawa Tengah menjadi provinsi
penyumbang keempat terbesar dalam perekonomian
nasional maupun kawasan Jawa, setelah DKI Jakarta,
Jawa Timur, dan Jawa Barat. Perekonomian kawasan
Jawa secara dominan masih disumbang oleh Provinsi
DKI Jakarta dan Jawa Timur dengan pangsa dari kedua
daerah ini mencapai lebih dari 50%.
Kegiatan ekonomi dapat tercermin dari beberapa
sarana pendukungnya, seperti aktivitas sistem
pembayaran. Seiring dengan meningkatnya aktivitas
ekonomi Jawa Tengah pada triwulan IV 2017,
kebutuhan akan uang kartal juga mengalami
peningkatan. Hal tersebut tercermin dari aliran keluar
(outflow) uang kartal melalui Kantor Perwakilan BI di
Provinsi Jawa Tengah yang mengalami pertumbuhan
32,83% (yoy), berbalik arah dari kontraksi 8,82% (yoy)
pada triwulan III 2017. Seiring dengan meningkatnya
aktivitas ekonomi pada akhir tahun, aliran masuk
(inflow) uang kartal menunjukkan perlambatan
pertumbuhan dari 10,33% (yoy) pada triwulan III 2017
menjadi 0,30% (yoy) pada triwulan laporan. Namun
demikian, peningkatan tidak terjadi pada aktivitas
pembayaran nontunai. Pada triwulan IV 2017, nilai
rata-rata perputaran kliring harian mengalami
kontraksi lebih dalam dibanding triwulan lalu, yaitu
menjadi -17,10% (yoy) dari -14,91% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Lebih lanjut, aktivitas perbankan
yang dicerminkan oleh kebutuhan pembiayaan
cenderung melambat pada triwulan laporan. Hal ini
tercermin dari penyaluran kredit perbankan yang
tumbuh melambat pada periode tersebut. Pada
triwulan laporan, pertumbuhan kredit perbankan yang
disalurkan di Jawa Tengah tercatat sebesar 3,54% 2
(yoy) , lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 4,98% (yoy).
Dit in jau dar i s is i pengeluaran, peningkatan
pertumbuhan pada triwulan laporan berasal dari
komponen konsumsi rumah tangga dan konsumsi
lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga
(LNPRT). Sementara kinerja investasi, ekspor luar
negeri, dan konsumsi pemerintah tetap tumbuh
meskipun mengalami perlambatan dari triwulan
sebelumnya. Di sisi lain, impor luar negeri Jawa Tengah
menunjukkan peningkatan yang relatif signifikan.
Sebagai komponen pengurang PDRB, tingginya
pertumbuhan impor menahan perekonomian Jawa
Tengah untuk tumbuh lebih tinggi pada triwulan
laporan.
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, meningkatnya
pertumbuhan lapangan usaha pertanian, industri
pengolahan, dan konstruksi menjadi pendorong laju
pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut, tingginya
pertumbuhan lapangan usaha informasi dan
komunikasi turut mendorong pertumbuhan pada
triwulan laporan. Namun demikian, melambatnya
Pertumbuhan kredit pada Bab I menggunakan lokasi proyek Jawa Tengah, yang berarti kredit yang disalurkan oleh bank se-Indonesia ke debitur atau proyek di Jawa Tengah.
1.
10
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
11
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Jawa Tengah dan NasionalSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JATENG NASIONAL
3
4
5
6
2013 2014 2015 2016 2017
%, YOY
pertumbuhan lapangan usaha perdagangan yang
cukup signifikan dibanding triwulan sebelumnya
menjadi faktor penahan laju pertumbuhan ekonomi.
Walaupun pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
triwulan IV 2017 mengalami peningkatan dari triwulan
sebelumnya, namun secara keseluruhan tahun 2017,
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tercatat stabil
dibandingkan capaian 2016. Pada tahun 2017,
ekonomi Jawa Tengah tercatat tumbuh 5,27% (yoy)
atau sama dengan pertumbuhan pada 2016. Dari sisi
pengeluaran, perbaikan kinerja ekspor luar negeri,
investasi, konsumsi rumah tangga, dan konsumsi
pemerintah menjadi faktor pendorong pertumbuhan
ekonomi pada 2017. Akan tetapi, komponen impor
luar negeri yang juga meningkat signifikan menjadi
penahan pertumbuhan ekonomi tahun 2017.
Sementara dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah masih ditopang oleh
meningkatnya k iner ja industr i pengolahan,
perdagangan, dan konstruksi, sedangkan kinerja
lapangan usaha pertanian pada 2017 justru
menunjukkan perlambatan pertumbuhan yang
disebabkan oleh faktor cuaca yang kurang mendukung
kegiatan usaha sektor ini. Meskipun tertahan, tingkat
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun laporan
masih lebih tinggi dibandingkan dengan capaian
nasional yang sebesar 5,07% (yoy).
Berdasarkan sisi pengeluaran, perekonomian
Jawa Tengah pada tahun 2017 masih ditopang
oleh konsumsi rumah tangga dengan pangsa
60,71%. Pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau
investasi juga memberikan kontribusi signifikan, yaitu
sebesar 30,90%. Lebih lanjut, pangsa ekspor luar
negeri sebesar 9,26%, dan pengeluaran konsumsi
pemerintah sebesar 7,89%. Pangsa impor luar negeri,
sebagai elemen pengurang dalam perekonomian Jawa
Tengah, juga berkontribusi cukup besar, yaitu 15,07%.
Komposisi ini tidak banyak berubah dibandingkan
tahun sebelumnya.
Percepatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan
laporan didorong oleh meningkatnya pengeluaran
konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga non-profit
yang melayani rumah tangga (LNPRT), serta net ekspor
antardaerah. Sementara itu, kegiatan investasi dan
ekspor luar negeri yang merupakan komponen
pengeluaran dengan pangsa terbesar kedua dan ketiga
masih tercatat tumbuh, meskipun melambat dari
triwulan sebelumnya. Lebih lanjut, pengeluaran
konsumsi pemerintah juga menunjukkan perlambatan
pertumbuhan pada triwulan laporan. Di sisi lain, impor
luar negeri yang merupakan komponen pengurang
PDRB justru menunjukkan peningkatan yang cukup
signifikan, sehingga menahan laju pertumbuhan
ekonomi Jawa Tengah untuk tumbuh lebih tinggi pada
triwulan IV 2017.
1.1.1. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN
Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan danPertumbuhan Ekonomi
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY %, YOY
3
4
5
6
7
3
7
11
15
19
23
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.5Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY %, YOY
0
20
40
60
80
100
NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIANPDRB - SKALA KANANOUTFLOW UANG KARTAL
Pertumbuhan Tahunan Outflow Uang Kartal, Rata-RataPerputaran Kliring Harian, dan Pertumbuhan Ekonomi
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
4
5
6
7
sumbangan tersebut, Jawa Tengah menjadi provinsi
penyumbang keempat terbesar dalam perekonomian
nasional maupun kawasan Jawa, setelah DKI Jakarta,
Jawa Timur, dan Jawa Barat. Perekonomian kawasan
Jawa secara dominan masih disumbang oleh Provinsi
DKI Jakarta dan Jawa Timur dengan pangsa dari kedua
daerah ini mencapai lebih dari 50%.
Kegiatan ekonomi dapat tercermin dari beberapa
sarana pendukungnya, seperti aktivitas sistem
pembayaran. Seiring dengan meningkatnya aktivitas
ekonomi Jawa Tengah pada triwulan IV 2017,
kebutuhan akan uang kartal juga mengalami
peningkatan. Hal tersebut tercermin dari aliran keluar
(outflow) uang kartal melalui Kantor Perwakilan BI di
Provinsi Jawa Tengah yang mengalami pertumbuhan
32,83% (yoy), berbalik arah dari kontraksi 8,82% (yoy)
pada triwulan III 2017. Seiring dengan meningkatnya
aktivitas ekonomi pada akhir tahun, aliran masuk
(inflow) uang kartal menunjukkan perlambatan
pertumbuhan dari 10,33% (yoy) pada triwulan III 2017
menjadi 0,30% (yoy) pada triwulan laporan. Namun
demikian, peningkatan tidak terjadi pada aktivitas
pembayaran nontunai. Pada triwulan IV 2017, nilai
rata-rata perputaran kliring harian mengalami
kontraksi lebih dalam dibanding triwulan lalu, yaitu
menjadi -17,10% (yoy) dari -14,91% (yoy) pada
triwulan sebelumnya. Lebih lanjut, aktivitas perbankan
yang dicerminkan oleh kebutuhan pembiayaan
cenderung melambat pada triwulan laporan. Hal ini
tercermin dari penyaluran kredit perbankan yang
tumbuh melambat pada periode tersebut. Pada
triwulan laporan, pertumbuhan kredit perbankan yang
disalurkan di Jawa Tengah tercatat sebesar 3,54% 2
(yoy) , lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 4,98% (yoy).
Dit in jau dar i s is i pengeluaran, peningkatan
pertumbuhan pada triwulan laporan berasal dari
komponen konsumsi rumah tangga dan konsumsi
lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga
(LNPRT). Sementara kinerja investasi, ekspor luar
negeri, dan konsumsi pemerintah tetap tumbuh
meskipun mengalami perlambatan dari triwulan
sebelumnya. Di sisi lain, impor luar negeri Jawa Tengah
menunjukkan peningkatan yang relatif signifikan.
Sebagai komponen pengurang PDRB, tingginya
pertumbuhan impor menahan perekonomian Jawa
Tengah untuk tumbuh lebih tinggi pada triwulan
laporan.
Ditinjau dari sisi lapangan usaha, meningkatnya
pertumbuhan lapangan usaha pertanian, industri
pengolahan, dan konstruksi menjadi pendorong laju
pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut, tingginya
pertumbuhan lapangan usaha informasi dan
komunikasi turut mendorong pertumbuhan pada
triwulan laporan. Namun demikian, melambatnya
Pertumbuhan kredit pada Bab I menggunakan lokasi proyek Jawa Tengah, yang berarti kredit yang disalurkan oleh bank se-Indonesia ke debitur atau proyek di Jawa Tengah.
1.
10
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
11
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Berdasarkan jenis konsumsinya, pengeluaran
masyarakat untuk konsumsi makanan dan minuman;
transportasi dan komunikasi; serta konsumsi
perumahan dan perlengkapan rumah tangga tumbuh
meningkat dibanding triwulan III 2017. Ketiga
komponen tersebut memegang pangsa hingga lebih
dari 75% dari total konsumsi rumah tangga, sehingga
perbaikan kinerja pada kelompok dimaksud mampu
mendorong peningkatan pertumbuhan konsumsi
rumah tangga secara keseluruhan. Namun demikian,
konsumsi pakaian dan alas kaki, konsumsi kesehatan
dan pendidikan, serta restoran dan hotel mengalami
perlambatan pertumbuhan.
Percepatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini
terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran Bank
Indonesia. Berdasarkan survei tersebut, indeks
penjualan riil pada triwulan laporan meningkat menjadi
sebesar 182,6 dari triwulan III 2017 sebesar 174,8.
Peningkatan indeks penjualan riil terutama didorong
oleh meningkatnya penjualan kelompok komoditas
peralatan dan komunikasi di toko, peralatan rumah
tangga, serta makanan, minuman, dan tembakau.
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank
Indonesia juga menunjukkan bahwa kegiatan usaha
pada triwulan IV 2017 mengalami pertumbuhan yang
lebih tinggi. Hal tersebut tercermin dari Saldo Bersih
Tertimbang (SBT) kegiatan usaha sebesar 30,36%, lebih
tinggi dibandingkan realisasi SBT triwulan III 2017
sebesar 14,77%. Optimisme pelaku usaha terhadap
peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan
mengindikasikan bahwa permintaan masyarakat pada
periode tersebut menunjukkan perbaikan. Lebih lanjut,
hasil liaison Bank Indonesia juga mengonfirmasi bahwa
pelaku usaha mengalami peningkatan penjualan di
pasar domestik dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal
tersebut diindikasikan dari likert scale (LS) penjualan
domestik triwulan IV 2017 sebesar 1,05; lebih tinggi
dibanding triwulan sebelumnya sebesar 0,47. Hasil dari
liaison juga menyebutkan bahwa sektor industri
pengolahan meningkatkan kapasitas produksinya
untuk mengejar target penjualan dan permintaan akhir
tahun.
Perbaikan konsumsi rumah tangga juga terkonfirmasi
dari hasil Survei Tendensi Konsumen yang dilakukan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan survei
tersebut, kondisi ekonomi rumah tangga di Jawa
Tengah mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya, yang tercermin dari nilai Indeks
Tendensi Konsumen (ITK) triwulan IV 2017 yang di atas
100, yakni sebesar 106,63. Meningkatnya kondisi
ekonomi rumah tangga terutama disebabkan oleh
naiknya volume konsumsi barang dan jasa dengan
indeks sebesar 110,57. Adanya momen Natal dan
tahun baru mendorong kenaikan volume konsumsi
makanan dan nonmakanan, seperti pembelian pulsa
ponsel, pendidikan, rekreasi, transportasi, serta
perawatan kesehatan dan kecantikan. Selain itu,
men ingka tnya pendapa tan rumah t angga
dibandingkan triwulan sebelumnya juga turut
mendorong ekonomi konsumen, tercermin dari indeks
pendapatan rumah tangga sebesar 103,92.
Lebih lanjut, kestabilan harga yang terjaga juga
mendukung pen ingkatan k iner ja konsums i
masyarakat. Pada triwulan IV 2017 Jawa Tengah
mencatatkan inflasi sebesar 3,71% (yoy) atau masih
berada di bawah rentang sasaran inflasi tahun 2017
sebesar 4%±1%.
%
Grafik 1.7 Pertumbuhan Konsumsi Rumah TanggaSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
(1)
-
1
2
3
4
5
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
KOMPONEN PENGELUARAN
Tabel 1.2 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
*Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTARDAERAH
PERUBAHAN INVENTORI
P D R B
2014 20152016*
I II III IV2016*
570.433
10.773
75.556
274.558
84.542
220.421
99.974
27.054
922.471
620.264
11.439
85.226
308.702
92.813
188.360
66.634
14.269
1.010.987
162.234
3.028
13.427
79.037
23.522
35.475
12.175
4.362
262.309
164.045
3.029
20.843
81.890
25.036
42.047
13.522
5.632
271.950
170.083
3.062
20.590
84.345
20.890
35.942
15.844
3.757
282.631
170.265
3.139
33.104
88.705
25.117
40.353
1.772
(5.519)
276.230
666.628
12.257
87.964
333.977
94.566
153.817
43.313
8.233
1.093.121
2017**
I II III IV174.589
3.201
14.017
84.796
26.273
42.374
17.593
6.356
284.451
179.274
3.329
20.244
89.288
25.355
38.786
11.024
5.229
294.958
182.779
3.284
22.658
94.089
28.727
42.872
16.008
1.458
306.131
184.064
3.378
36.796
98.594
29.538
54.864
5.371
(1.368)
301.509
2017**
720.706
13.193
93.714
366.766
109.893
178.897
49.996
11.676
1.187.049
KOMPONEN PENGELUARAN
Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
*Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTARDAERAH
PERUBAHAN INVENTORI
P D R B
2014 20152016*
I II III IV2016*
465.234
8.299
56.643
220.773
68.523
118.498
47.723
16.261
764.959
485.947
8.047
58.118
232.335
68.717
99.894
48.419
5.076
806.765
124.097
2.109
9.085
58.521
16.955
20.800
13.363
2.703
206.032
126.063
2.111
13.420
60.317
17.858
25.027
14.949
2.808
212.499
129.082
2.116
13.312
62.058
14.721
21.580
16.567
1.728
218.003
128.866
2.163
21.955
65.352
17.636
23.449
1.918
-1.663
212.779
508.108
8.499
57.772
246.247
67.169
90.856
46.798
5.576
849.313
2017**
I II III IV129.872
2.177
9.286
61.805
18.362
24.166
16.154
3.513
217.003
132.228
2.242
12.753
64.784
17.552
22.086
13.148
2.883
223.504
134.661
2.200
14.196
67.888
19.715
24.345
14.322
636
229.274
134.853
2.257
23.231
70.240
19.968
29.327
4.129
(1.080)
224.270
2017**
531.614
8.875
59.467
264.716
75.597
99.925
47.753
5.953
894.050
KOMPONEN PENGELUARAN
Tabel 1.4 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Pengeluaran (%, YOY)
*Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTARDAERAH
PERUBAHAN INVENTORI
P D R B
2014 20152016*
I II III IV2016*
4,31
8,62
2,19
4,52
10,66
(7,29)
(6,80)
(22,63)
5,27
4,45
(3,04)
2,60
5,24
0,28
(15,70)
1,46
(68,78)
5,47
4,68
8,73
2,90
5,34
(0,28)
(18,86)
(22,12)
(0,08)
5,07
4,80
9,17
11,02
6,87
(1,59)
(4,85)
8,14
(39,15)
5,70
4,36
3,47
(11,52)
5,75
(10,48)
(12,44)
9,27
43,27
5,00
4,41
1,60
(0,91)
5,99
3,00
0,60
(15,68)
(51,81)
5,33
4,56
5,61
(0,59)
5,99
(2,25)
(9,05)
(3,35)
9,85
5,27
2017**
I II III IV4,65
3,24
2,22
5,61
8,30
16,19
20,88
29,98
5,32
4,89
6,19
(4,97)
7,41
(1,71)
(11,75)
(12,05)
2,68
5,18
4,32
3,94
6,64
9,39
33,93
12,81
(13,55)
(63,16)
5,17
4,65
4,33
5,81
7,48
13,22
25,07
115,20
(35,01)
5,40
2017**
4,63
4,43
2,93
7,50
12,55
9,98
2,04
6,75
5,27
1.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi
Secara keseluruhan, pengeluaran konsumsi
mencatatkan pertumbuhan yang meningkat pada
triwulan laporan. Akselerasi pertumbuhan terutama
terjadi di sisi swasta, karena konsumsi rumah tangga
maupun lembaga nonprofit yang melayani rumah
tangga (LNPRT) mengalami peningkatan pertumbuhan.
Sementara pertumbuhan konsumsi pemerintah
tercatat sedikit melambat dari triwulan III 2017.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2017
tumbuh 4,65% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan III 2017 sebesar 4,32% (yoy) maupun
triwulan IV 2016 sebesar 4,41% (yoy). Secara
triwulanan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga
tercatat 0,14% (qtq), atau berbalik arah dibandingkan
pertumbuhan negatif pada periode yang sama tahun
sebelumnya yaitu -0,17% (qtq). Percepatan konsumsi
rumah tangga terjadi seiring dengan pola konsumsi
masyarakat pada akhir tahun, di mana terdapat banyak
promosi menjelang libur Hari Raya Natal dan Tahun
Baru, sehingga masyarakat banyak mengalokasikan
pendapatannya untuk melakukan konsumsi pada
triwulan IV.
12
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
13
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Berdasarkan jenis konsumsinya, pengeluaran
masyarakat untuk konsumsi makanan dan minuman;
transportasi dan komunikasi; serta konsumsi
perumahan dan perlengkapan rumah tangga tumbuh
meningkat dibanding triwulan III 2017. Ketiga
komponen tersebut memegang pangsa hingga lebih
dari 75% dari total konsumsi rumah tangga, sehingga
perbaikan kinerja pada kelompok dimaksud mampu
mendorong peningkatan pertumbuhan konsumsi
rumah tangga secara keseluruhan. Namun demikian,
konsumsi pakaian dan alas kaki, konsumsi kesehatan
dan pendidikan, serta restoran dan hotel mengalami
perlambatan pertumbuhan.
Percepatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini
terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran Bank
Indonesia. Berdasarkan survei tersebut, indeks
penjualan riil pada triwulan laporan meningkat menjadi
sebesar 182,6 dari triwulan III 2017 sebesar 174,8.
Peningkatan indeks penjualan riil terutama didorong
oleh meningkatnya penjualan kelompok komoditas
peralatan dan komunikasi di toko, peralatan rumah
tangga, serta makanan, minuman, dan tembakau.
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank
Indonesia juga menunjukkan bahwa kegiatan usaha
pada triwulan IV 2017 mengalami pertumbuhan yang
lebih tinggi. Hal tersebut tercermin dari Saldo Bersih
Tertimbang (SBT) kegiatan usaha sebesar 30,36%, lebih
tinggi dibandingkan realisasi SBT triwulan III 2017
sebesar 14,77%. Optimisme pelaku usaha terhadap
peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan
mengindikasikan bahwa permintaan masyarakat pada
periode tersebut menunjukkan perbaikan. Lebih lanjut,
hasil liaison Bank Indonesia juga mengonfirmasi bahwa
pelaku usaha mengalami peningkatan penjualan di
pasar domestik dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal
tersebut diindikasikan dari likert scale (LS) penjualan
domestik triwulan IV 2017 sebesar 1,05; lebih tinggi
dibanding triwulan sebelumnya sebesar 0,47. Hasil dari
liaison juga menyebutkan bahwa sektor industri
pengolahan meningkatkan kapasitas produksinya
untuk mengejar target penjualan dan permintaan akhir
tahun.
Perbaikan konsumsi rumah tangga juga terkonfirmasi
dari hasil Survei Tendensi Konsumen yang dilakukan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan survei
tersebut, kondisi ekonomi rumah tangga di Jawa
Tengah mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya, yang tercermin dari nilai Indeks
Tendensi Konsumen (ITK) triwulan IV 2017 yang di atas
100, yakni sebesar 106,63. Meningkatnya kondisi
ekonomi rumah tangga terutama disebabkan oleh
naiknya volume konsumsi barang dan jasa dengan
indeks sebesar 110,57. Adanya momen Natal dan
tahun baru mendorong kenaikan volume konsumsi
makanan dan nonmakanan, seperti pembelian pulsa
ponsel, pendidikan, rekreasi, transportasi, serta
perawatan kesehatan dan kecantikan. Selain itu,
men ingka tnya pendapa tan rumah t angga
dibandingkan triwulan sebelumnya juga turut
mendorong ekonomi konsumen, tercermin dari indeks
pendapatan rumah tangga sebesar 103,92.
Lebih lanjut, kestabilan harga yang terjaga juga
mendukung pen ingkatan k iner ja konsums i
masyarakat. Pada triwulan IV 2017 Jawa Tengah
mencatatkan inflasi sebesar 3,71% (yoy) atau masih
berada di bawah rentang sasaran inflasi tahun 2017
sebesar 4%±1%.
%
Grafik 1.7 Pertumbuhan Konsumsi Rumah TanggaSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
(1)
-
1
2
3
4
5
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
KOMPONEN PENGELUARAN
Tabel 1.2 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
*Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTARDAERAH
PERUBAHAN INVENTORI
P D R B
2014 20152016*
I II III IV2016*
570.433
10.773
75.556
274.558
84.542
220.421
99.974
27.054
922.471
620.264
11.439
85.226
308.702
92.813
188.360
66.634
14.269
1.010.987
162.234
3.028
13.427
79.037
23.522
35.475
12.175
4.362
262.309
164.045
3.029
20.843
81.890
25.036
42.047
13.522
5.632
271.950
170.083
3.062
20.590
84.345
20.890
35.942
15.844
3.757
282.631
170.265
3.139
33.104
88.705
25.117
40.353
1.772
(5.519)
276.230
666.628
12.257
87.964
333.977
94.566
153.817
43.313
8.233
1.093.121
2017**
I II III IV174.589
3.201
14.017
84.796
26.273
42.374
17.593
6.356
284.451
179.274
3.329
20.244
89.288
25.355
38.786
11.024
5.229
294.958
182.779
3.284
22.658
94.089
28.727
42.872
16.008
1.458
306.131
184.064
3.378
36.796
98.594
29.538
54.864
5.371
(1.368)
301.509
2017**
720.706
13.193
93.714
366.766
109.893
178.897
49.996
11.676
1.187.049
KOMPONEN PENGELUARAN
Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Pengeluaran (Rp Miliar)
*Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTARDAERAH
PERUBAHAN INVENTORI
P D R B
2014 20152016*
I II III IV2016*
465.234
8.299
56.643
220.773
68.523
118.498
47.723
16.261
764.959
485.947
8.047
58.118
232.335
68.717
99.894
48.419
5.076
806.765
124.097
2.109
9.085
58.521
16.955
20.800
13.363
2.703
206.032
126.063
2.111
13.420
60.317
17.858
25.027
14.949
2.808
212.499
129.082
2.116
13.312
62.058
14.721
21.580
16.567
1.728
218.003
128.866
2.163
21.955
65.352
17.636
23.449
1.918
-1.663
212.779
508.108
8.499
57.772
246.247
67.169
90.856
46.798
5.576
849.313
2017**
I II III IV129.872
2.177
9.286
61.805
18.362
24.166
16.154
3.513
217.003
132.228
2.242
12.753
64.784
17.552
22.086
13.148
2.883
223.504
134.661
2.200
14.196
67.888
19.715
24.345
14.322
636
229.274
134.853
2.257
23.231
70.240
19.968
29.327
4.129
(1.080)
224.270
2017**
531.614
8.875
59.467
264.716
75.597
99.925
47.753
5.953
894.050
KOMPONEN PENGELUARAN
Tabel 1.4 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Pengeluaran (%, YOY)
*Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTARDAERAH
PERUBAHAN INVENTORI
P D R B
2014 20152016*
I II III IV2016*
4,31
8,62
2,19
4,52
10,66
(7,29)
(6,80)
(22,63)
5,27
4,45
(3,04)
2,60
5,24
0,28
(15,70)
1,46
(68,78)
5,47
4,68
8,73
2,90
5,34
(0,28)
(18,86)
(22,12)
(0,08)
5,07
4,80
9,17
11,02
6,87
(1,59)
(4,85)
8,14
(39,15)
5,70
4,36
3,47
(11,52)
5,75
(10,48)
(12,44)
9,27
43,27
5,00
4,41
1,60
(0,91)
5,99
3,00
0,60
(15,68)
(51,81)
5,33
4,56
5,61
(0,59)
5,99
(2,25)
(9,05)
(3,35)
9,85
5,27
2017**
I II III IV4,65
3,24
2,22
5,61
8,30
16,19
20,88
29,98
5,32
4,89
6,19
(4,97)
7,41
(1,71)
(11,75)
(12,05)
2,68
5,18
4,32
3,94
6,64
9,39
33,93
12,81
(13,55)
(63,16)
5,17
4,65
4,33
5,81
7,48
13,22
25,07
115,20
(35,01)
5,40
2017**
4,63
4,43
2,93
7,50
12,55
9,98
2,04
6,75
5,27
1.1.1.1. Pengeluaran Konsumsi
Secara keseluruhan, pengeluaran konsumsi
mencatatkan pertumbuhan yang meningkat pada
triwulan laporan. Akselerasi pertumbuhan terutama
terjadi di sisi swasta, karena konsumsi rumah tangga
maupun lembaga nonprofit yang melayani rumah
tangga (LNPRT) mengalami peningkatan pertumbuhan.
Sementara pertumbuhan konsumsi pemerintah
tercatat sedikit melambat dari triwulan III 2017.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2017
tumbuh 4,65% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan III 2017 sebesar 4,32% (yoy) maupun
triwulan IV 2016 sebesar 4,41% (yoy). Secara
triwulanan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga
tercatat 0,14% (qtq), atau berbalik arah dibandingkan
pertumbuhan negatif pada periode yang sama tahun
sebelumnya yaitu -0,17% (qtq). Percepatan konsumsi
rumah tangga terjadi seiring dengan pola konsumsi
masyarakat pada akhir tahun, di mana terdapat banyak
promosi menjelang libur Hari Raya Natal dan Tahun
Baru, sehingga masyarakat banyak mengalokasikan
pendapatannya untuk melakukan konsumsi pada
triwulan IV.
12
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
13
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.12 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT
(20)
(10)
-
10
20
30
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
% YOY
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.13 Pertumbuhan Konsumsi PemerintahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80%, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) - SKALA KANAN
-15
-10
-5
0
5
10
15 %, QTQ
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Konsumsi lembaga nonprofit yang melayani
rumah tangga (LNPRT) pada triwulan IV 2017
tumbuh 4,33% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan triwulan III 2017 yang tercatat 3,94%
(yoy). Peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan
salah satunya dipengaruhi oleh meningkatnya
konsumsi lembaga nonprofit, khususnya partai politik
yang mulai mempersiapkan kegiatan pemilihan umum
kepala daerah (Pilkada) Gubernur dan Pilkada di 7
kabupaten/kota di Jawa Tengah, yang akan dimulai
pada Februari 2018. Lebih lanjut, apabila dibandingkan
dengan triwulan III 2017, kegiatan organisasi
masyarakat dan yayasan pada triwulan akhir 2017 ini
lebih tinggi, karena pada triwulan III 2017 terdapat
penurunan aktivitas sosial yang dilakukan masyarakat
akibat bergesernya bulan Ramadan dan Idul Fitri ke
triwulan II. Meskipun menunjukkan peningkatan,
komponen ini hanya menyumbang 1,12% dari total
perekonomian Jawa Tengah, sehingga akselerasi
pertumbuhan komponen ini tidak memberikan
dampak signifikan secara langsung. Namun demikian,
perbaikan kinerja komponen ini dapat memberikan
dampak tidak langsung terhadap perekonomian
terutama melalui peningkatan konsumsi rumah
tangga.
Lain halnya dengan sisi swasta, pertumbuhan
konsumsi pemerintah mengalami perlambatan
pertumbuhan pada triwulan IV 2017. Konsumsi
pemerintah tumbuh 5,81% (yoy); melambat setelah
pada triwulan sebelumnya tumbuh tinggi sebesar
6,64% (yoy). Secara tr iwulanan, komponen
pengeluaran ini tumbuh 63,64% (qtq) pada triwulan
laporan, lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan
IV 2016 sebesar 64,92% (qtq).
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD),
melambatnya pertumbuhan pengeluaran konsumsi
pemerintah pada triwulan laporan dipengaruhi oleh
tingginya realisasi belanja pegawai dan belanja
operasional pada triwulan III 2017. Banyaknya program
pemerintah yang telah diselesaikan pada triwulan III
menyebabkan pencairan anggaran telah direalisasikan
lebih cepat. Percepatan penyelesaian program dan
realisasi penyerapan anggaran tersebut terutama
terjadi untuk program-program yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
sebagai pengaruh dari percepatan pelaksanaan proses
pengadaan barang dan jasa. Lebih lanjut, monitoring
realisasi penyerapan APBN yang cenderung lebih ketat
mendorong penyelesaian program dan realisasi
anggaran dilaksanakan secara tepat waktu.
Pendapatan asli daerah (PAD) Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah pada 2017 mencapai 103,31% dari total
anggaran, membaik dibanding tahun sebelumnya yang
hanya sebesar 90,37%. Lebih lan jut , dana
perimbangan Pemprov Jawa Tengah juga terealisasi di
atas 90%, yakni sebesar 97,09%. Perbaikan realisasi
pendapatan mendorong realisasi belanja pemerintah
daerah mengalami normalisasi pada 2017, setelah
pemotongan anggaran yang dilakukan tahun 2016.
Grafik 1.10Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY %, YOY
3
4
5
4
6
8
10
12
14
16
KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN DPK PERORANGAN
Perkembangan Kredit Konsumsi, DPK Perorangan, danPertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
LAINNYA - SKALA KANANKKB KPR PERALATAN RUMAH TANGGA
Grafik 1.11 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan Jenis Konsumsi
%, YOY%, YOY
-20
0
20
40
60
80
100
-5
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.8 Indeks Tendensi KonsumenSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
INDEKS
90
95
100
105
110
115
120
125
PENDAPATAN RUMAH TANGGAITKPENDAPATAN RUMAH TANGGA PENGARUH INFLASI TERHADAP TINGKAT KONSUMSI
VOLUME KONSUMSI BARANG/JASA
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi dan Pertumbuhan KonsumsiRumah Tangga
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-2
0
2
4
6
8
10
3
4
5%, YOY
INFLASI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
%, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Kinerja konsumsi yang meningkat juga terindikasi dari
kinerja kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Penyaluran
kredit konsumsi di Jawa Tengah oleh perbankan
tumbuh 9,52% (yoy); meningkat dibanding
pertumbuhan pada triwulan III 2017 sebesar 8,68%
(yoy). Peningkatan ini terutama disumbangkan oleh
perbaikan kinerja penyaluran Kredit Kepemilikan
Kendaraan Bermotor (KKB), yaitu dari 3,61% (yoy)
menjadi 6,37% (yoy); serta Kredit Kepemilikan Rumah
(KPR), yaitu dari 6,42% (yoy) menjadi 7,97% (yoy).
Kredit multiguna lainnya juga terpantau tumbuh
meningkat pada periode laporan. Sementara itu,
pembelian peralatan rumah tangga sebagai komponen
kredit konsumsi lainnya mengalami perlambatan
pertumbuhan.
Lebih lanjut, masyarakat ditengarai meningkatkan
pengeluaran konsumsinya pada periode laporan dan
mengurangi simpanannya di bank. Hal tersebut
tercermin dari dana pihak ketiga (DPK) rumah tangga di
perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan yang
tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan DPK oleh golongan nasabah perorangan
menunjukkan perlambatan dari 11,13% (yoy) menjadi
9,58% (yoy) pada periode laporan.
Secara keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan
konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan
menjadi 4,63% (yoy), dari pertumbuhan 4,56%
(yoy) pada tahun 2016. Beberapa pelonggaran
kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia seperti
penurunan tingkat suku bunga 7-Days Reverse Repo
Rate sebesar 50 basic points (bps) pada 2017 dan inflasi
yang terjaga membantu penguatan konsumsi pada
2017. Konsumsi rumah tangga Jawa Tengah terutama
dalam bentuk makanan dan minuman bukan restoran
serta transportasi dan komunikasi menunjukkan
peningkatan pertumbuhan, yang masing-masing
menguasai pangsa 39,02% dan 26,16%. Selain itu,
konsumsi restoran dan hotel, serta pakaian dan alas kaki
dengan pangsa 8,30% dan 3,95% juga menunjukkan
peningkatan pertumbuhan dibanding tahun 2016.
14
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
15
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.12 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT
(20)
(10)
-
10
20
30
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
% YOY
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.13 Pertumbuhan Konsumsi PemerintahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80%, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) - SKALA KANAN
-15
-10
-5
0
5
10
15 %, QTQ
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Konsumsi lembaga nonprofit yang melayani
rumah tangga (LNPRT) pada triwulan IV 2017
tumbuh 4,33% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan triwulan III 2017 yang tercatat 3,94%
(yoy). Peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan
salah satunya dipengaruhi oleh meningkatnya
konsumsi lembaga nonprofit, khususnya partai politik
yang mulai mempersiapkan kegiatan pemilihan umum
kepala daerah (Pilkada) Gubernur dan Pilkada di 7
kabupaten/kota di Jawa Tengah, yang akan dimulai
pada Februari 2018. Lebih lanjut, apabila dibandingkan
dengan triwulan III 2017, kegiatan organisasi
masyarakat dan yayasan pada triwulan akhir 2017 ini
lebih tinggi, karena pada triwulan III 2017 terdapat
penurunan aktivitas sosial yang dilakukan masyarakat
akibat bergesernya bulan Ramadan dan Idul Fitri ke
triwulan II. Meskipun menunjukkan peningkatan,
komponen ini hanya menyumbang 1,12% dari total
perekonomian Jawa Tengah, sehingga akselerasi
pertumbuhan komponen ini tidak memberikan
dampak signifikan secara langsung. Namun demikian,
perbaikan kinerja komponen ini dapat memberikan
dampak tidak langsung terhadap perekonomian
terutama melalui peningkatan konsumsi rumah
tangga.
Lain halnya dengan sisi swasta, pertumbuhan
konsumsi pemerintah mengalami perlambatan
pertumbuhan pada triwulan IV 2017. Konsumsi
pemerintah tumbuh 5,81% (yoy); melambat setelah
pada triwulan sebelumnya tumbuh tinggi sebesar
6,64% (yoy). Secara tr iwulanan, komponen
pengeluaran ini tumbuh 63,64% (qtq) pada triwulan
laporan, lebih rendah dibanding pertumbuhan triwulan
IV 2016 sebesar 64,92% (qtq).
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD),
melambatnya pertumbuhan pengeluaran konsumsi
pemerintah pada triwulan laporan dipengaruhi oleh
tingginya realisasi belanja pegawai dan belanja
operasional pada triwulan III 2017. Banyaknya program
pemerintah yang telah diselesaikan pada triwulan III
menyebabkan pencairan anggaran telah direalisasikan
lebih cepat. Percepatan penyelesaian program dan
realisasi penyerapan anggaran tersebut terutama
terjadi untuk program-program yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
sebagai pengaruh dari percepatan pelaksanaan proses
pengadaan barang dan jasa. Lebih lanjut, monitoring
realisasi penyerapan APBN yang cenderung lebih ketat
mendorong penyelesaian program dan realisasi
anggaran dilaksanakan secara tepat waktu.
Pendapatan asli daerah (PAD) Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah pada 2017 mencapai 103,31% dari total
anggaran, membaik dibanding tahun sebelumnya yang
hanya sebesar 90,37%. Lebih lan jut , dana
perimbangan Pemprov Jawa Tengah juga terealisasi di
atas 90%, yakni sebesar 97,09%. Perbaikan realisasi
pendapatan mendorong realisasi belanja pemerintah
daerah mengalami normalisasi pada 2017, setelah
pemotongan anggaran yang dilakukan tahun 2016.
Grafik 1.10Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY %, YOY
3
4
5
4
6
8
10
12
14
16
KREDIT KONSUMSI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN DPK PERORANGAN
Perkembangan Kredit Konsumsi, DPK Perorangan, danPertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
LAINNYA - SKALA KANANKKB KPR PERALATAN RUMAH TANGGA
Grafik 1.11 Perkembangan Kredit Konsumsi berdasarkan Jenis Konsumsi
%, YOY%, YOY
-20
0
20
40
60
80
100
-5
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.8 Indeks Tendensi KonsumenSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
INDEKS
90
95
100
105
110
115
120
125
PENDAPATAN RUMAH TANGGAITKPENDAPATAN RUMAH TANGGA PENGARUH INFLASI TERHADAP TINGKAT KONSUMSI
VOLUME KONSUMSI BARANG/JASA
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi dan Pertumbuhan KonsumsiRumah Tangga
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
-2
0
2
4
6
8
10
3
4
5%, YOY
INFLASI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN
%, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Kinerja konsumsi yang meningkat juga terindikasi dari
kinerja kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Penyaluran
kredit konsumsi di Jawa Tengah oleh perbankan
tumbuh 9,52% (yoy); meningkat dibanding
pertumbuhan pada triwulan III 2017 sebesar 8,68%
(yoy). Peningkatan ini terutama disumbangkan oleh
perbaikan kinerja penyaluran Kredit Kepemilikan
Kendaraan Bermotor (KKB), yaitu dari 3,61% (yoy)
menjadi 6,37% (yoy); serta Kredit Kepemilikan Rumah
(KPR), yaitu dari 6,42% (yoy) menjadi 7,97% (yoy).
Kredit multiguna lainnya juga terpantau tumbuh
meningkat pada periode laporan. Sementara itu,
pembelian peralatan rumah tangga sebagai komponen
kredit konsumsi lainnya mengalami perlambatan
pertumbuhan.
Lebih lanjut, masyarakat ditengarai meningkatkan
pengeluaran konsumsinya pada periode laporan dan
mengurangi simpanannya di bank. Hal tersebut
tercermin dari dana pihak ketiga (DPK) rumah tangga di
perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan yang
tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan DPK oleh golongan nasabah perorangan
menunjukkan perlambatan dari 11,13% (yoy) menjadi
9,58% (yoy) pada periode laporan.
Secara keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan
konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan
menjadi 4,63% (yoy), dari pertumbuhan 4,56%
(yoy) pada tahun 2016. Beberapa pelonggaran
kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia seperti
penurunan tingkat suku bunga 7-Days Reverse Repo
Rate sebesar 50 basic points (bps) pada 2017 dan inflasi
yang terjaga membantu penguatan konsumsi pada
2017. Konsumsi rumah tangga Jawa Tengah terutama
dalam bentuk makanan dan minuman bukan restoran
serta transportasi dan komunikasi menunjukkan
peningkatan pertumbuhan, yang masing-masing
menguasai pangsa 39,02% dan 26,16%. Selain itu,
konsumsi restoran dan hotel, serta pakaian dan alas kaki
dengan pangsa 8,30% dan 3,95% juga menunjukkan
peningkatan pertumbuhan dibanding tahun 2016.
14
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
15
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.17 Pertumbuhan PDRB Investasi, PDRB Konstruksi,dan Konsumsi Semen
Sumber: Kemenperin, Kemendag, BPS Provinsi Jawa Tengah
%, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
0
5
10
15
20
25
30
35
PDRB INVESTASI KONSUMSI SEMEN PDRB KONSTRUKSI
Grafik 1.18 Pertumbuhan Kredit Investasi dan Suku Bunga KreditInvestasi
RRT SUKU BUNGA KREDIT INVESTASI - SKALA KANAN KREDIT INVESTASI
-
5
10
15
20
25
30
35
40 %, YOY %
10
11
12
13
14
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Seperti halnya pengeluaran konsumsi pemerintah,
melambatnya pertumbuhan investasi pada triwulan
laporan disebabkan oleh sebagian besar proyek
infrastruktur pemerintah yang telah diselesaikan lebih
cepat pada triwulan III 2017, khususnya yang
bersumber dari belanja modal APBN. Sebagaimana
diketahui, pencatatan PMTB dilakukan berdasarkan
pencairan atau pembayaran proyek. Dengan demikian,
percepatan penyelesaian proyek infrastruktur yang
mayoritas jatuh pada triwulan III 2017 mendorong
percepatan realisasi penyerapan anggaran, sehingga
pertumbuhan investasi relatif tinggi pada triwulan lalu.
Hal tersebut terjadi karena proses lelang proyek
infrastruktur telah diselesaikan lebih awal, sehingga
kementerian/lembaga dapat melakukan belanja lebih
cepat.
Penyelesaian proyek infrastruktur pemerintah maupun
investasi oleh swasta masih berlanjut dan menjadi
pendorong kegiatan investasi pada triwulan laporan.
Namun demikian, kinerja investasi bangunan
ditengarai mengalami perlambatan. Hal tersebut
diindikasikan oleh melambatnya pertumbuhan
konsumsi semen triwulan laporan menjadi sebesar
17,84% (yoy), setelah tumbuh tinggi sebesar 32,04%
(yoy) pada triwulan III 2017.
Kegiatan investasi yang tumbuh melambat pada
triwulan laporan juga sejalan dengan kinerja
pembiayaan perbankan. Hal tersebut tercermin dari
pertumbuhan kredit yang disalurkan bank umum untuk
kegiatan investasi di Jawa Tengah yang terkontraksi
12,61% (yoy), atau lebih dalam dibanding triwulan
sebelumnya yang tumbuh negatif 8,83% (yoy).
Sementara itu, rata-rata tertimbang suku bunga kredit
investasi relatif tidak banyak berubah, yaitu dari
10,85% pada triwulan III 2017 menjadi sebesar
10,60% pada periode laporan.
Ditinjau berdasarkan asal penanaman modal,
perlambatan investasi diindikasikan terjadi pada
investasi yang berasal dari dalam negeri, sedangkan
pertumbuhan investasi pihak asing masih mengalami
peningkatan. Nilai penanaman modal dalam negeri
pada triwulan laporan sebesar Rp6.799,2 miliar;
mengalami kontraksi 52,02% (yoy), setelah tumbuh
73,64% (yoy) pada triwulan lalu. Sementara itu, pada
triwulan IV 2017 penanaman modal asing di Jawa
Tengah adalah sebesar USD876,16 juta; terpantau
tumbuh sebesar 284,62% (yoy), meningkat setelah
triwulan III 2017 tumbuh 37,56% (yoy).
Grafik 1.19 Realisasi Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri
PMA PMDN
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
-100
0
100
200
300
400
500
600
700
800 %, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.14 Persentase Realisasi Pendapatan dan BelanjaPemerintah Provinsi Jawa Tengah
REALISASI PENDAPATAN REALISASI BELANJA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
20
40
60
80
100
120 %
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.15 Pertumbuhan Giro Pemerintah dan PDRB KonsumsiPemerintah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
-15
-10
-5
0
5
10
15
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50 %, YOY
GIRO SEKTOR PEMERINTAH PDRB KONSUMSI PEMERINTAH - SKALA KANAN
%, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Pada periode laporan, realisasi belanja tidak langsung
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
Jawa Tengah setelah Perubahan (APBDP) tercatat
97,29% dari total anggaran belanja, membaik
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
dengan realisasi 90,31%, terutama didorong oleh
peningkatan realisasi belanja pegawai, bantuan sosial,
serta bagi hasil kepada kabupaten/kota. Peningkatan
kiner ja keuangan pemerintah salah satunya
dipengaruhi oleh PMK No. 50/PMK.07/2017 tentang
Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang
mengatur bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah
menjadi kriteria alokasi Dana Insentif Desa (DID).
Bertambahnya realisasi belanja pada triwulan laporan
tercermin dari penurunan simpanan giro pemerintah
yang terdapat di perbankan yang berada di Jawa
Tengah, yaitu menjadi tumbuh negatif sebesar 3,95%
(yoy), setelah tumbuh 6,68% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Penurunan jumlah dana pemerintah yang
berada di perbankan menandakan pemerintah lebih
aktif dalam melakukan pengeluaran belanja
pemerintah.
Dengan optimalnya penerimaan tahun 2017 dan
kinerja pengeluaran sepanjang semester II,
pengeluaran konsumsi pemerintah secara
keseluruhan tahun 2017 tumbuh sebesar 2,93%
(yoy), berbalik arah setelah tahun 2016 terkontraksi
sebesar 0,59% (yoy). Seperti halnya konsumsi LNPRT,
konsumsi pemerintah relatif tidak memberikan
sumbangan besar terhadap pertumbuhan ekonomi,
namun komponen pengeluaran ini memberikan
dampak secara tidak langsung yang dapat memicu
pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi lebih
tinggi. Sebagai contoh adalah pembayaran gaji, hibah,
dan bantuan sosial pada konsumsi pemerintah.
Kegiatan tersebut dapat memberikan pendapatan
tambahan bagi rumah tangga dan membantu daya beli
masyarakat yang terlibat sehingga konsumsi rumah
tangga secara keseluruhan turut meningkat.
1.1.1.2. Pengeluaran Investasi
Pada triwulan IV 2017, investasi yang tercermin
dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
tumbuh sebesar 7,48% (yoy), lebih rendah
dibanding triwulan yang lalu yang tumbuh 9,39%
(yoy). Secara triwulanan, investasi tercatat tumbuh
3,47% (qtq), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
pada triwulan IV 2016 yang sebesar 5,31% (qtq).
Perlambatan kinerja ini diindikasikan terjadi pada
investasi dalam bentuk nonbangunan dan bangunan.
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
%
Grafik 1.16 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap BrutoSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
(6)
(4)
(2)
-
2
4
6
8
10
16
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
17
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.17 Pertumbuhan PDRB Investasi, PDRB Konstruksi,dan Konsumsi Semen
Sumber: Kemenperin, Kemendag, BPS Provinsi Jawa Tengah
%, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
0
5
10
15
20
25
30
35
PDRB INVESTASI KONSUMSI SEMEN PDRB KONSTRUKSI
Grafik 1.18 Pertumbuhan Kredit Investasi dan Suku Bunga KreditInvestasi
RRT SUKU BUNGA KREDIT INVESTASI - SKALA KANAN KREDIT INVESTASI
-
5
10
15
20
25
30
35
40 %, YOY %
10
11
12
13
14
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Seperti halnya pengeluaran konsumsi pemerintah,
melambatnya pertumbuhan investasi pada triwulan
laporan disebabkan oleh sebagian besar proyek
infrastruktur pemerintah yang telah diselesaikan lebih
cepat pada triwulan III 2017, khususnya yang
bersumber dari belanja modal APBN. Sebagaimana
diketahui, pencatatan PMTB dilakukan berdasarkan
pencairan atau pembayaran proyek. Dengan demikian,
percepatan penyelesaian proyek infrastruktur yang
mayoritas jatuh pada triwulan III 2017 mendorong
percepatan realisasi penyerapan anggaran, sehingga
pertumbuhan investasi relatif tinggi pada triwulan lalu.
Hal tersebut terjadi karena proses lelang proyek
infrastruktur telah diselesaikan lebih awal, sehingga
kementerian/lembaga dapat melakukan belanja lebih
cepat.
Penyelesaian proyek infrastruktur pemerintah maupun
investasi oleh swasta masih berlanjut dan menjadi
pendorong kegiatan investasi pada triwulan laporan.
Namun demikian, kinerja investasi bangunan
ditengarai mengalami perlambatan. Hal tersebut
diindikasikan oleh melambatnya pertumbuhan
konsumsi semen triwulan laporan menjadi sebesar
17,84% (yoy), setelah tumbuh tinggi sebesar 32,04%
(yoy) pada triwulan III 2017.
Kegiatan investasi yang tumbuh melambat pada
triwulan laporan juga sejalan dengan kinerja
pembiayaan perbankan. Hal tersebut tercermin dari
pertumbuhan kredit yang disalurkan bank umum untuk
kegiatan investasi di Jawa Tengah yang terkontraksi
12,61% (yoy), atau lebih dalam dibanding triwulan
sebelumnya yang tumbuh negatif 8,83% (yoy).
Sementara itu, rata-rata tertimbang suku bunga kredit
investasi relatif tidak banyak berubah, yaitu dari
10,85% pada triwulan III 2017 menjadi sebesar
10,60% pada periode laporan.
Ditinjau berdasarkan asal penanaman modal,
perlambatan investasi diindikasikan terjadi pada
investasi yang berasal dari dalam negeri, sedangkan
pertumbuhan investasi pihak asing masih mengalami
peningkatan. Nilai penanaman modal dalam negeri
pada triwulan laporan sebesar Rp6.799,2 miliar;
mengalami kontraksi 52,02% (yoy), setelah tumbuh
73,64% (yoy) pada triwulan lalu. Sementara itu, pada
triwulan IV 2017 penanaman modal asing di Jawa
Tengah adalah sebesar USD876,16 juta; terpantau
tumbuh sebesar 284,62% (yoy), meningkat setelah
triwulan III 2017 tumbuh 37,56% (yoy).
Grafik 1.19 Realisasi Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri
PMA PMDN
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
-100
0
100
200
300
400
500
600
700
800 %, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.14 Persentase Realisasi Pendapatan dan BelanjaPemerintah Provinsi Jawa Tengah
REALISASI PENDAPATAN REALISASI BELANJA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
20
40
60
80
100
120 %
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.15 Pertumbuhan Giro Pemerintah dan PDRB KonsumsiPemerintah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
-15
-10
-5
0
5
10
15
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50 %, YOY
GIRO SEKTOR PEMERINTAH PDRB KONSUMSI PEMERINTAH - SKALA KANAN
%, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Pada periode laporan, realisasi belanja tidak langsung
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
Jawa Tengah setelah Perubahan (APBDP) tercatat
97,29% dari total anggaran belanja, membaik
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
dengan realisasi 90,31%, terutama didorong oleh
peningkatan realisasi belanja pegawai, bantuan sosial,
serta bagi hasil kepada kabupaten/kota. Peningkatan
kiner ja keuangan pemerintah salah satunya
dipengaruhi oleh PMK No. 50/PMK.07/2017 tentang
Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang
mengatur bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah
menjadi kriteria alokasi Dana Insentif Desa (DID).
Bertambahnya realisasi belanja pada triwulan laporan
tercermin dari penurunan simpanan giro pemerintah
yang terdapat di perbankan yang berada di Jawa
Tengah, yaitu menjadi tumbuh negatif sebesar 3,95%
(yoy), setelah tumbuh 6,68% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Penurunan jumlah dana pemerintah yang
berada di perbankan menandakan pemerintah lebih
aktif dalam melakukan pengeluaran belanja
pemerintah.
Dengan optimalnya penerimaan tahun 2017 dan
kinerja pengeluaran sepanjang semester II,
pengeluaran konsumsi pemerintah secara
keseluruhan tahun 2017 tumbuh sebesar 2,93%
(yoy), berbalik arah setelah tahun 2016 terkontraksi
sebesar 0,59% (yoy). Seperti halnya konsumsi LNPRT,
konsumsi pemerintah relatif tidak memberikan
sumbangan besar terhadap pertumbuhan ekonomi,
namun komponen pengeluaran ini memberikan
dampak secara tidak langsung yang dapat memicu
pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi lebih
tinggi. Sebagai contoh adalah pembayaran gaji, hibah,
dan bantuan sosial pada konsumsi pemerintah.
Kegiatan tersebut dapat memberikan pendapatan
tambahan bagi rumah tangga dan membantu daya beli
masyarakat yang terlibat sehingga konsumsi rumah
tangga secara keseluruhan turut meningkat.
1.1.1.2. Pengeluaran Investasi
Pada triwulan IV 2017, investasi yang tercermin
dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
tumbuh sebesar 7,48% (yoy), lebih rendah
dibanding triwulan yang lalu yang tumbuh 9,39%
(yoy). Secara triwulanan, investasi tercatat tumbuh
3,47% (qtq), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
pada triwulan IV 2016 yang sebesar 5,31% (qtq).
Perlambatan kinerja ini diindikasikan terjadi pada
investasi dalam bentuk nonbangunan dan bangunan.
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ) PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
%
Grafik 1.16 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap BrutoSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
(6)
(4)
(2)
-
2
4
6
8
10
16
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
17
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
strategis, khususnya yang terkait dengan peningkatan
konektivitas seperti pembangunan Tol Trans Jawa,
perluasan Bandara Ahmad Yani, pembangunan double
track rel kereta api, jalur kereta api Bandara Adi
Sumarmo-Stasiun Solo Balapan, serta Bandara Jenderal
Soedirman turut mendukung tingkat pertumbuhan
investasi bangunan pada tahun ini.
relatif persisten selama beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan jenis komoditasnya, hampir seluruh
komoditas tersebut mencatatkan pertumbuhan yang
melambat pada triwulan IV 2017, kecuali ekspor
komoditas permesinan dan alat transportasi yang justru
berbalik arah menjadi terkontraksi pada triwulan
laporan. Sementara, ekspor komoditas yang melambat
paling dalam pada triwulan laporan yaitu komoditas
bahan makanan serta tekstil dan produk tekstil.
Sebagai komoditas ekspor dengan nilai pangsa terbesar
di Jawa Tengah, ekspor TPT (SITC 65 dan 84) mengalami
perlambatan pertumbuhan pada triwulan laporan.
Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan ekspor TPT
tercatat 27,45% (yoy), melambat dibanding
peningkatan tajam pada triwulan sebelumnya yang
tumbuh 39,91% (yoy). Perlambatan tersebut terutama
berasal dari ekspor pakaian jadi atau garmen (SITC 84).
Ekspor pakaian jadi Jawa Tengah tumbuh 28,80%
(yoy), melambat dibanding pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang sebesar 44,82% (yoy). Berdasarkan
has i l l i a i son Bank Indones ia , melambatnya
pertumbuhan ekspor pada tr iwulan laporan
diperkirakan dipengaruhi oleh berlangsungnya musim
libur akhir tahun di negara mitra dagang utama Jawa
Tengah, sehingga berpengaruh terhadap berkurangnya
jumlah hari kerja untuk pelaksanaan transaksi jual beli
dan pengiriman barang. Ekspor komoditas pakaian jadi
secara konsisten mencatatkan pertumbuhan selama
hampir 5 tahun terakhir, walaupun terjadi perlambatan
1.1.1.3. Ekspor dan Impor Luar Negeri
Pada triwulan IV 2017, ekspor luar negeri
mengalami pertumbuhan tinggi sebesar 13,22%
(yoy) . Namun demik ian , capa ian te r sebut
menunjukkan perlambatan dibanding peningkatan
tajam pada triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
33,93% (yoy). Secara triwulanan, ekspor luar negeri
pada triwulan laporan meningkat 1,28% (qtq), lebih
rendah dari triwulan yang sama tahun sebelumnya
yang tercatat tumbuh 19,81% (qtq).
Ekspor luar negeri Jawa Tengah didominasi oleh ekspor
komoditas tekstil dan produk tekstil atau TPT (SITC kode
65 dan 84) dengan pangsa pada triwulan laporan
mencapai 46,30%, serta kayu dan barang dari kayu
(SITC kode 63 dan 82) dengan pangsa 18,98%. Selain
kedua komoditas tersebut, ekspor bahan makanan
(SITC kode 0), ekspor permesinan dan alat transportasi
(SITC kode 7), serta ekspor kimia (SITC kode 5) juga
turut berperan walaupun dengan pangsa masing-
masing yang berada di bawah 10%. Komposisi ini
1.1.1.3.1. Ekspor Luar Negeri
Grafik 1.25 Komposisi Ekspor Luar Negeri Nonmigas BerdasarkanKomoditas
TPT (SITC 65,84) MEBEL DAN KAYU OLAHAN (SITC 63, 82) BAHAN MAKANAN (SITC 0) KIMIA (SITC 5)PERMESINAN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7) LAINNYA
IV - 2017
III - 2017
% % % % % %46,30 18,98 7,02 3,64 4,09 19,96
% % % % % % 48,38 17,62 6,69 3,32 4,23 19,75
%
Grafik 1.24 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri
30
20
10
-
(10)
(20)
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
NAIK TETAP TURUN
Grafik 1.22 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha (Hasil Liaison)
III2017
IV2017
Grafik 1.23 Likert Scale Investasi (Hasil Liaison)
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.20 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
-
2
4
6
8
10
12
14 %, SBT %, YOY
SBT REALISASI INVESTASI (SKDU) PMTB - SKALA KANAN
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi BerdasarkanSektor Usaha (SKDU)
PERT
AN
IAN
PERT
AM
BAN
GA
N
IND
UST
RIPE
NG
OLA
HA
N
LIST
RIK
,G
AS
DA
N A
IR B
ERSI
H
BAN
GU
NA
N
PERD
AG
AN
GA
N,
HO
TEL
DA
NRE
STO
RAN
PEN
GA
NG
KU
TAN
DA
N K
OM
UN
IKA
SI
KEU
AN
GA
N, P
ERSE
WA
AN
DA
N J
ASA
PER
USA
HA
AN
JASA
- J
ASA
TRIWULAN III 2017TRIWULAN IV 2017%, SBT
0
1
2
3
Pada sisi swasta, tiga lapangan usaha mengonfirmasi
terjadinya perlambatan investasi dari hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), yaitu lapangan usaha
perdagangan, hotel dan restoran; bangunan; serta
listrik, gas, dan air bersih. SBT kegiatan investasi dari
ketiga lapangan usaha tersebut pada triwulan IV 2017
sebesar 1,73%, 0,89%, dan 0,37%; lebih rendah dari
SBT triwulan III 2017 yang sebesar 2,74%, 1,03%, dan
0,52%. Namun demikian, untuk keseluruhan lapangan
usaha, hasil SKDU justru menunjukkan peningkatan
optimisme pelaku usaha dalam melakukan investasi,
tercermin dari SBT kegiatan investasi yang meningkat
menjadi 9,20% dari triwulan III 2017 sebesar 6,90%.
Optimisme pelaku usaha dalam melakukan kegiatan
investasi juga tercermin dari hasil kegiatan liaison pada
triwulan laporan. Nilai likert scale (LS) realisasi investasi
triwulan laporan sebesar 1, relatif stabil dibanding LS
triwulan sebelumnya sebesar 0,98. Peningkatan
kegiatan investasi terutama berasal dari sektor
pertanian, bangunan, dan perdagangan. Investasi yang
dilakukan pelaku usaha, sebagian besar merupakan
investasi nonbangunan seperti pemeliharaan dan
penggantian mesin, penambahan mesin, dan
peremajaan kendaraan. Adapun investasi bangunan
yang dilakukan antara lain pembangunan dan
perluasan pabrik, penambahan lini produksi,
penambahan dan perluasan outlet penjualan.
Dengan pertumbuhan tinggi di dua triwulan akhir
2017, investasi Jawa Tengah secara akumulatif
mengalami pertumbuhan 7,50% (yoy) pada 2017,
meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun
sebelumnya yang sebesar 5 ,99% (yoy) .
Peningkatan ini utamanya dalam bentuk nonbangunan
yang mengalami perbaikan signifikan, yaitu dari
tumbuh 0,81% (yoy) menjadi tumbuh 6,88% (yoy)
pada 2017. Sementara itu, investasi bangunan masih
tumbuh dengan level yang tinggi, yaitu 7,60% (yoy),
atau sedikit meningkat dibanding pertumbuhan pada
2016 yang sebesar 6,87% (yoy). Tingginya komitmen
pemerintah dalam pembangunan infrastruktur
18
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
19
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
strategis, khususnya yang terkait dengan peningkatan
konektivitas seperti pembangunan Tol Trans Jawa,
perluasan Bandara Ahmad Yani, pembangunan double
track rel kereta api, jalur kereta api Bandara Adi
Sumarmo-Stasiun Solo Balapan, serta Bandara Jenderal
Soedirman turut mendukung tingkat pertumbuhan
investasi bangunan pada tahun ini.
relatif persisten selama beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan jenis komoditasnya, hampir seluruh
komoditas tersebut mencatatkan pertumbuhan yang
melambat pada triwulan IV 2017, kecuali ekspor
komoditas permesinan dan alat transportasi yang justru
berbalik arah menjadi terkontraksi pada triwulan
laporan. Sementara, ekspor komoditas yang melambat
paling dalam pada triwulan laporan yaitu komoditas
bahan makanan serta tekstil dan produk tekstil.
Sebagai komoditas ekspor dengan nilai pangsa terbesar
di Jawa Tengah, ekspor TPT (SITC 65 dan 84) mengalami
perlambatan pertumbuhan pada triwulan laporan.
Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan ekspor TPT
tercatat 27,45% (yoy), melambat dibanding
peningkatan tajam pada triwulan sebelumnya yang
tumbuh 39,91% (yoy). Perlambatan tersebut terutama
berasal dari ekspor pakaian jadi atau garmen (SITC 84).
Ekspor pakaian jadi Jawa Tengah tumbuh 28,80%
(yoy), melambat dibanding pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang sebesar 44,82% (yoy). Berdasarkan
has i l l i a i son Bank Indones ia , melambatnya
pertumbuhan ekspor pada tr iwulan laporan
diperkirakan dipengaruhi oleh berlangsungnya musim
libur akhir tahun di negara mitra dagang utama Jawa
Tengah, sehingga berpengaruh terhadap berkurangnya
jumlah hari kerja untuk pelaksanaan transaksi jual beli
dan pengiriman barang. Ekspor komoditas pakaian jadi
secara konsisten mencatatkan pertumbuhan selama
hampir 5 tahun terakhir, walaupun terjadi perlambatan
1.1.1.3. Ekspor dan Impor Luar Negeri
Pada triwulan IV 2017, ekspor luar negeri
mengalami pertumbuhan tinggi sebesar 13,22%
(yoy) . Namun demik ian , capa ian te r sebut
menunjukkan perlambatan dibanding peningkatan
tajam pada triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
33,93% (yoy). Secara triwulanan, ekspor luar negeri
pada triwulan laporan meningkat 1,28% (qtq), lebih
rendah dari triwulan yang sama tahun sebelumnya
yang tercatat tumbuh 19,81% (qtq).
Ekspor luar negeri Jawa Tengah didominasi oleh ekspor
komoditas tekstil dan produk tekstil atau TPT (SITC kode
65 dan 84) dengan pangsa pada triwulan laporan
mencapai 46,30%, serta kayu dan barang dari kayu
(SITC kode 63 dan 82) dengan pangsa 18,98%. Selain
kedua komoditas tersebut, ekspor bahan makanan
(SITC kode 0), ekspor permesinan dan alat transportasi
(SITC kode 7), serta ekspor kimia (SITC kode 5) juga
turut berperan walaupun dengan pangsa masing-
masing yang berada di bawah 10%. Komposisi ini
1.1.1.3.1. Ekspor Luar Negeri
Grafik 1.25 Komposisi Ekspor Luar Negeri Nonmigas BerdasarkanKomoditas
TPT (SITC 65,84) MEBEL DAN KAYU OLAHAN (SITC 63, 82) BAHAN MAKANAN (SITC 0) KIMIA (SITC 5)PERMESINAN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7) LAINNYA
IV - 2017
III - 2017
% % % % % %46,30 18,98 7,02 3,64 4,09 19,96
% % % % % % 48,38 17,62 6,69 3,32 4,23 19,75
%
Grafik 1.24 Pertumbuhan PDRB Ekspor Luar Negeri
30
20
10
-
(10)
(20)
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
NAIK TETAP TURUN
Grafik 1.22 Perkembangan Investasi Pelaku Usaha (Hasil Liaison)
III2017
IV2017
Grafik 1.23 Likert Scale Investasi (Hasil Liaison)
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.20 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi
-
2
4
6
8
10
12
14 %, SBT %, YOY
SBT REALISASI INVESTASI (SKDU) PMTB - SKALA KANAN
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi BerdasarkanSektor Usaha (SKDU)
PERT
AN
IAN
PERT
AM
BAN
GA
N
IND
UST
RIPE
NG
OLA
HA
N
LIST
RIK
,G
AS
DA
N A
IR B
ERSI
H
BAN
GU
NA
N
PERD
AG
AN
GA
N,
HO
TEL
DA
NRE
STO
RAN
PEN
GA
NG
KU
TAN
DA
N K
OM
UN
IKA
SI
KEU
AN
GA
N, P
ERSE
WA
AN
DA
N J
ASA
PER
USA
HA
AN
JASA
- J
ASA
TRIWULAN III 2017TRIWULAN IV 2017%, SBT
0
1
2
3
Pada sisi swasta, tiga lapangan usaha mengonfirmasi
terjadinya perlambatan investasi dari hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), yaitu lapangan usaha
perdagangan, hotel dan restoran; bangunan; serta
listrik, gas, dan air bersih. SBT kegiatan investasi dari
ketiga lapangan usaha tersebut pada triwulan IV 2017
sebesar 1,73%, 0,89%, dan 0,37%; lebih rendah dari
SBT triwulan III 2017 yang sebesar 2,74%, 1,03%, dan
0,52%. Namun demikian, untuk keseluruhan lapangan
usaha, hasil SKDU justru menunjukkan peningkatan
optimisme pelaku usaha dalam melakukan investasi,
tercermin dari SBT kegiatan investasi yang meningkat
menjadi 9,20% dari triwulan III 2017 sebesar 6,90%.
Optimisme pelaku usaha dalam melakukan kegiatan
investasi juga tercermin dari hasil kegiatan liaison pada
triwulan laporan. Nilai likert scale (LS) realisasi investasi
triwulan laporan sebesar 1, relatif stabil dibanding LS
triwulan sebelumnya sebesar 0,98. Peningkatan
kegiatan investasi terutama berasal dari sektor
pertanian, bangunan, dan perdagangan. Investasi yang
dilakukan pelaku usaha, sebagian besar merupakan
investasi nonbangunan seperti pemeliharaan dan
penggantian mesin, penambahan mesin, dan
peremajaan kendaraan. Adapun investasi bangunan
yang dilakukan antara lain pembangunan dan
perluasan pabrik, penambahan lini produksi,
penambahan dan perluasan outlet penjualan.
Dengan pertumbuhan tinggi di dua triwulan akhir
2017, investasi Jawa Tengah secara akumulatif
mengalami pertumbuhan 7,50% (yoy) pada 2017,
meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun
sebelumnya yang sebesar 5 ,99% (yoy) .
Peningkatan ini utamanya dalam bentuk nonbangunan
yang mengalami perbaikan signifikan, yaitu dari
tumbuh 0,81% (yoy) menjadi tumbuh 6,88% (yoy)
pada 2017. Sementara itu, investasi bangunan masih
tumbuh dengan level yang tinggi, yaitu 7,60% (yoy),
atau sedikit meningkat dibanding pertumbuhan pada
2016 yang sebesar 6,87% (yoy). Tingginya komitmen
pemerintah dalam pembangunan infrastruktur
18
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
19
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
7,6912,31 9,65 25,8328,64%
%% % % % %
Grafik 1.30 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
IV - 2017
III - 2017
ASEANUSA EROPA JEPANG TIONGKOK LAINNYA
%% % % % %
29,82 6,7611,79 8,6515,28 27,70
15,87
%, YOY
Grafik 1.31 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
AS TIONGKOK EROPA JEPANG ASEAN-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
-20
-10
0
10
20
30
40
150
180
210
240
270
300
Grafik 1.29 Pertumbuhan Volume Ekspor KayuSumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
%,YOY JUTA TON
PERTUMBUHAN TAHUNANVOLUME EKSPOR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.28 Pertumbuhan Nilai Ekspor KayuSumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
-20
-10
0
10
20
200
300
400
500 %,YOY USD JUTA
PERTUMBUHAN TAHUNANNILAI EKSPOR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
mundurnya permintaan produk mebel dari mitra
dagang di luar negeri, khususnya untuk mebel outdoor.
Saat ini negara tujuan ekspor produk mebel Jawa
Tengah masih didominasi oleh negara-negara
tradisional seperti Amerika Serikat, Eropa, dan
Australia.
Secara keseluruhan, mitra dagang utama Jawa Tengah
untuk ekspor nonmigas masih belum mengalami
perubahan s ignif ikan dibandingkan per iode
sebelumnya, yaitu Amerika Serikat dan Eropa, dengan
pangsa masing-masing 28,64% dan 15,87%. Setelah
kedua mitra tersebut, ekspor dengan negara-negara
tujuan ke Asia juga memegang peran cukup besar, yaitu
Jepang (12,31%), Tiongkok (9,65%), dan ASEAN
(7,69%). Pada triwulan laporan, perlambatan ekspor
hampir terjadi ke seluruh negara tujuan utama,
terutama ekspor ke Amerika Serikat dan Jepang.
Ekspor nonmigas Jawa Tengah ke Amerika Serikat
melambat dari tumbuh tinggi 45,07% (yoy) pada
triwulan III 2017 menjadi 22,35% (yoy) pada periode
laporan. Ekspor nonmigas ke Jepang juga melambat
signifikan dari tumbuh 36,85% (yoy) pada triwulan III
2017 menjadi 14,15% (yoy). Sementara itu
pertumbuhan ekspor nonmigas Jawa Tengah ke negara
mitra dagang utama lain seperti Tiongkok, ASEAN, dan
Eropa juga mengonfirmasi terjadinya perlambatan,
meskipun tidak sedalam dibandingkan dua negara
sebelumnya. Pertumbuhan ekspor Tiongkok, ASEAN,
dan Eropa melambat, yaitu masing-masing dari tumbuh
sebesar 24,63% (yoy); 24,13% (yoy); dan 24,52% (yoy)
pada triwulan III 2017 menjadi tumbuh 15,99% (yoy);
20,34% (yoy); dan 22,10% (yoy) pada triwulan
laporan.
Secara keseluruhan selama tahun 2017, ekspor
luar negeri Jawa Tengah tumbuh 12,55% (yoy),
meningkat tajam dibanding tahun sebelumnya
yang justru mengalami kontraksi 2,25% (yoy).
Peningkatan kinerja ekspor tersebut terutama
dipengaruhi oleh membaiknya kondisi perekonomian
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
400
600
800
1.000 %, YOYUSD JUTA
Grafik 1.26 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPTSumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
PERTUMBUHAN TAHUNANNILAI EKSPOR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.27 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT
% YOY
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
-
100
200 JUTA TON
PERTUMBUHAN TAHUNANVOLUME EKSPOR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
di beberapa periode. Industri ini merupakan industri
yang bersifat padat karya sehingga biaya produksi dan
harga jual lebih bergantung pada upah tenaga kerja.
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Jawa Tengah
yang bersaing, dan disertai dengan peningkatan
kondisi ekonomi negara tujuan utama ekspor
mendorong kinerja ekspor industri ini konsisten
tumbuh.
Selanjutnya, ekspor tekstil dalam bentuk benang dan
kain tekstil (SITC 65) juga mengalami perlambatan
pertumbuhan, meskipun tidak sedalam yang terjadi
pada ekspor pakaian jadi. Pada triwulan laporan,
ekspor benang dan kain tekstil tetap tumbuh tinggi
yaitu sebesar 24,21% (yoy), namun lebih rendah dari
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar
28,99% (yoy). Meskipun relatif melambat pada
triwulan IV, ekspor benang dan kain tekstil yang berhasil
mencatatkan pertumbuhan positif pada dua triwulan
terakhir mengindikasikan adanya perbaikan kinerja
ekspor komoditas ini, setelah sejak pertengahan tahun
2015 selalu mencatatkan kontraksi. Berdasarkan hasil
FGD, perbaikan ekspor tersebut didorong oleh
permintaan ekspor terhadap produk yang memberikan
nilai tambah ekspor lebih tinggi, yaitu permintaan
terhadap produk serat tekstil. Selain itu, membaiknya
kondisi ekonomi beberapa negara mitra dagang utama
seperti Tiongkok dan Eropa juga berpengaruh terhadap
perbaikan ekspor.
Kinerja ekspor kayu dan barang dari kayu (SITC 63 dan
82) Jawa Tengah pada triwulan laporan juga tumbuh
melambat dibandingkan triwulan lalu. Secara nilai,
ekspor komoditas tersebut mencatatkan pertumbuhan
sebesar 2,74%, lebih rendah dibanding pertumbuhan
t r iwulan sebe lumnya sebesar 9 ,96% (yoy) .
Perlambatan tersebut terjadi baik pada ekspor
komoditas mebel maupun olahan kayu dan gabus.
Komoditas mebel (SITC 82) mencatatkan pertumbuhan
3,59% pada periode laporan, melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,93% (yoy).
Seperti halnya ekspor TPT, ekspor komoditas mebel
yang mencatatkan pertumbuhan positif pada dua
triwulan terakhir mengindikasikan adanya perbaikan
kinerja ekspor setelah hampir selalu tercatat kontraksi
sejak pertengahan tahun 2015. Lebih lanjut, komoditas
olahan kayu dan gabus (SITC 63) juga tumbuh
melambat menjadi 2,14%, dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 9,98% (yoy).
Berdasarkan hasil liaison, beberapa tantangan dalam
ekspor komoditas kayu dan barang dari kayu di
antaranya yaitu persaingan yang semakin ketat dengan
negara pesaing yang memiliki kapasitas produksi masal
seperti Vietnam dan Tiongkok. Kedua negara tersebut
mampu menawarkan produk dengan harga yang lebih
murah, karena memperoleh dukungan pemerintah di
negara tersebut, seperti dalam aspek UMK, energi,
regulasi, bahan baku, maupun pembiayaan. Selain itu,
adanya pergeseran musim di Eropa juga menyebabkan
20
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
21
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
7,6912,31 9,65 25,8328,64%
%% % % % %
Grafik 1.30 Struktur Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
IV - 2017
III - 2017
ASEANUSA EROPA JEPANG TIONGKOK LAINNYA
%% % % % %
29,82 6,7611,79 8,6515,28 27,70
15,87
%, YOY
Grafik 1.31 Pertumbuhan Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan
AS TIONGKOK EROPA JEPANG ASEAN-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
-20
-10
0
10
20
30
40
150
180
210
240
270
300
Grafik 1.29 Pertumbuhan Volume Ekspor KayuSumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
%,YOY JUTA TON
PERTUMBUHAN TAHUNANVOLUME EKSPOR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.28 Pertumbuhan Nilai Ekspor KayuSumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
-20
-10
0
10
20
200
300
400
500 %,YOY USD JUTA
PERTUMBUHAN TAHUNANNILAI EKSPOR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
mundurnya permintaan produk mebel dari mitra
dagang di luar negeri, khususnya untuk mebel outdoor.
Saat ini negara tujuan ekspor produk mebel Jawa
Tengah masih didominasi oleh negara-negara
tradisional seperti Amerika Serikat, Eropa, dan
Australia.
Secara keseluruhan, mitra dagang utama Jawa Tengah
untuk ekspor nonmigas masih belum mengalami
perubahan s ignif ikan dibandingkan per iode
sebelumnya, yaitu Amerika Serikat dan Eropa, dengan
pangsa masing-masing 28,64% dan 15,87%. Setelah
kedua mitra tersebut, ekspor dengan negara-negara
tujuan ke Asia juga memegang peran cukup besar, yaitu
Jepang (12,31%), Tiongkok (9,65%), dan ASEAN
(7,69%). Pada triwulan laporan, perlambatan ekspor
hampir terjadi ke seluruh negara tujuan utama,
terutama ekspor ke Amerika Serikat dan Jepang.
Ekspor nonmigas Jawa Tengah ke Amerika Serikat
melambat dari tumbuh tinggi 45,07% (yoy) pada
triwulan III 2017 menjadi 22,35% (yoy) pada periode
laporan. Ekspor nonmigas ke Jepang juga melambat
signifikan dari tumbuh 36,85% (yoy) pada triwulan III
2017 menjadi 14,15% (yoy). Sementara itu
pertumbuhan ekspor nonmigas Jawa Tengah ke negara
mitra dagang utama lain seperti Tiongkok, ASEAN, dan
Eropa juga mengonfirmasi terjadinya perlambatan,
meskipun tidak sedalam dibandingkan dua negara
sebelumnya. Pertumbuhan ekspor Tiongkok, ASEAN,
dan Eropa melambat, yaitu masing-masing dari tumbuh
sebesar 24,63% (yoy); 24,13% (yoy); dan 24,52% (yoy)
pada triwulan III 2017 menjadi tumbuh 15,99% (yoy);
20,34% (yoy); dan 22,10% (yoy) pada triwulan
laporan.
Secara keseluruhan selama tahun 2017, ekspor
luar negeri Jawa Tengah tumbuh 12,55% (yoy),
meningkat tajam dibanding tahun sebelumnya
yang justru mengalami kontraksi 2,25% (yoy).
Peningkatan kinerja ekspor tersebut terutama
dipengaruhi oleh membaiknya kondisi perekonomian
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
400
600
800
1.000 %, YOYUSD JUTA
Grafik 1.26 Pertumbuhan Nilai Ekspor TPTSumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
PERTUMBUHAN TAHUNANNILAI EKSPOR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.27 Pertumbuhan Volume Ekspor TPT
% YOY
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
-
100
200 JUTA TON
PERTUMBUHAN TAHUNANVOLUME EKSPOR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
di beberapa periode. Industri ini merupakan industri
yang bersifat padat karya sehingga biaya produksi dan
harga jual lebih bergantung pada upah tenaga kerja.
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Jawa Tengah
yang bersaing, dan disertai dengan peningkatan
kondisi ekonomi negara tujuan utama ekspor
mendorong kinerja ekspor industri ini konsisten
tumbuh.
Selanjutnya, ekspor tekstil dalam bentuk benang dan
kain tekstil (SITC 65) juga mengalami perlambatan
pertumbuhan, meskipun tidak sedalam yang terjadi
pada ekspor pakaian jadi. Pada triwulan laporan,
ekspor benang dan kain tekstil tetap tumbuh tinggi
yaitu sebesar 24,21% (yoy), namun lebih rendah dari
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar
28,99% (yoy). Meskipun relatif melambat pada
triwulan IV, ekspor benang dan kain tekstil yang berhasil
mencatatkan pertumbuhan positif pada dua triwulan
terakhir mengindikasikan adanya perbaikan kinerja
ekspor komoditas ini, setelah sejak pertengahan tahun
2015 selalu mencatatkan kontraksi. Berdasarkan hasil
FGD, perbaikan ekspor tersebut didorong oleh
permintaan ekspor terhadap produk yang memberikan
nilai tambah ekspor lebih tinggi, yaitu permintaan
terhadap produk serat tekstil. Selain itu, membaiknya
kondisi ekonomi beberapa negara mitra dagang utama
seperti Tiongkok dan Eropa juga berpengaruh terhadap
perbaikan ekspor.
Kinerja ekspor kayu dan barang dari kayu (SITC 63 dan
82) Jawa Tengah pada triwulan laporan juga tumbuh
melambat dibandingkan triwulan lalu. Secara nilai,
ekspor komoditas tersebut mencatatkan pertumbuhan
sebesar 2,74%, lebih rendah dibanding pertumbuhan
t r iwulan sebe lumnya sebesar 9 ,96% (yoy) .
Perlambatan tersebut terjadi baik pada ekspor
komoditas mebel maupun olahan kayu dan gabus.
Komoditas mebel (SITC 82) mencatatkan pertumbuhan
3,59% pada periode laporan, melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,93% (yoy).
Seperti halnya ekspor TPT, ekspor komoditas mebel
yang mencatatkan pertumbuhan positif pada dua
triwulan terakhir mengindikasikan adanya perbaikan
kinerja ekspor setelah hampir selalu tercatat kontraksi
sejak pertengahan tahun 2015. Lebih lanjut, komoditas
olahan kayu dan gabus (SITC 63) juga tumbuh
melambat menjadi 2,14%, dari pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 9,98% (yoy).
Berdasarkan hasil liaison, beberapa tantangan dalam
ekspor komoditas kayu dan barang dari kayu di
antaranya yaitu persaingan yang semakin ketat dengan
negara pesaing yang memiliki kapasitas produksi masal
seperti Vietnam dan Tiongkok. Kedua negara tersebut
mampu menawarkan produk dengan harga yang lebih
murah, karena memperoleh dukungan pemerintah di
negara tersebut, seperti dalam aspek UMK, energi,
regulasi, bahan baku, maupun pembiayaan. Selain itu,
adanya pergeseran musim di Eropa juga menyebabkan
20
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
21
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.35 PMI Employment dan Tingkat Keyakinan Konsumen TiongkokSumber : Bloomberg
Grafik 1.36 Kinerja Neraca Perdagangan TiongkokSumber : Bloomberg
Grafik 1.34 Perkembangan Ekspor dan Impor Kawasan EropaSumber : Bloomberg, diolah
Grafik 1.33 Tingkat Keyakinan Konsumen, Industri, dan Jasa Kawasan EropaSumber : Bloomberg, diolah
1.1.1.3.2. Impor Luar Negeri
Setelah meningkat tajam pada triwulan III 2017,
kinerja impor luar negeri Jawa Tengah pada
triwulan laporan kembali tumbuh lebih tinggi.
Pada triwulan IV 2017, impor luar negeri Jawa Tengah
mencatatkan pertumbuhan 25,07% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
12,81% (yoy). Secara triwulanan, impor luar negeri
tumbuh 20,47% (qtq), meningkat dibanding
pertumbuhan triwulan yang sama tahun sebelumnya
sebesar 8,66% (qtq). Kinerja impor yang meningkat
sejalan dengan bertambahnya kebutuhan bahan baku
dan barang modal seiring dengan perbaikan kinerja
industri pengolahan.
Peningkatan kinerja impor luar negeri terjadi baik pada
komoditas migas maupun nonmigas. Impor komoditas
migas pada triwulan laporan mencatatkan pangsa
sebesar 38,13% dari total impor Jawa Tengah,
sedangkan pangsa impor komoditas nonmigas yaitu
sebesar 61,87%. Pangsa impor komoditas migas
cenderung menurun selama beberapa tahun terakhir.
Sebelum tahun 2015, impor luar negeri Jawa Tengah
lebih didominasi oleh komoditas migas. Meskipun
mengalami penurunan pangsa, impor komoditas migas
di Jawa Tengah masih memiliki peran signifikan. Hal
tersebut terkait dengan kilang minyak PT Pertamina di
Cilacap, yang merupakan salah satu kilang minyak
terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi
348.000 barel/hari. Unit pengolahan ini bernilai
strategis karena memasok 33,3% kebutuhan BBM
nasional, atau 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa.
%
10
20
30
Grafik 1.37Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
(30)
(20)
(10)
-I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.32 Investasi Non-Residensial AS dan Harga WTISumber : Bloomberg, BEA, diolah
global. Pemulihan ekonomi global akan mendorong
volume perdagangan dunia dan harga komoditas
global, yang selanjutnya berdampak positif terhadap
permintaan produk ekspor Jawa Tengah.
Secara umum, kondisi perekonomian negara mitra
dagang menunjukkan pemulihan, terlihat dari realisasi
PDB negara Amerika Serikat, Eropa dan Tiongkok yang
cukup solid. PDB Dunia tahun 2017 direvisi ke atas
menjadi 3,7%, dari sebelumnya 3,6%, yang didorong
oleh ekonomi Amerika Serikat dan Tiongkok yang
tumbuh lebih tinggi dibanding asumsi sebelumnya.
Pemulihan ekonomi global tersebut mengindikasikan
bahwa terdapat optimisme terhadap peningkatan daya
beli di pasar global. Namun demikian faktor kompetisi
dengan negara lain seperti Vietnam, Thailand dan
Kamboja tetap perlu diwaspadai sebagai faktor
penghambat pertumbuhan ekspor Jawa Tengah,
khususnya pada komoditas tekstil dan produk tekstil
serta barang kayu, mengingat komoditas tersebut
merupakan komoditas unggulan Jawa Tengah.
Sebagai negara tujuan ekspor utama Jawa Tengah,
pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mengalami
perbaikan, ditopang investasi yang meningkat dan
konsumsi yang stabil. Sejalan dengan Amerika Serikat,
ekonomi Eropa mengalami pemulihan cukup solid
ditopang perbaikan net ekspor dan konsumsi yang
membaik. Perekonomian Tiongkok juga membaik
didukung oleh kinerja ekspor yang meningkat seiring
perbaikan permintaan eksternal dari negara maju serta
konsumsi yang solid, meskipun di tengah kebijakan
rebalancing yang ditempuh secara gradual.
Perkembangan ini selanjutnya mendorong volume
perdagangan dunia dan harga komoditas global,
termasuk minyak, yang lebih tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya.
Tabel 1.5 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara Mitra Dagang
Sumber: World Economic Forum, Consensus Forecast
REALISASIOKT 2017
2017 2018 2017 2018DUNIA
NEGARA MAJU
AMERIKA SERIKAT
KAWASAN EROPA
JEPANG
NEGARA BERKEMBANG
NEGARA BERKEMBANG ASIA
TIONGKOK
INDIA
3,2
1,7
1,5
1,8
1
4,3
6,4
6,7
7,1
3,6
2,2
2,2
2,1
1,5
4,6
6,5
6,8
6,7
3,7
2
2,3
1,9
0,7
4,9
6,5
6,5
7,4
3,7
2,3
2,3
2,4
1,8
4,7
6,5
6,8
6,7
3,9
2,3
2,7
2,2
1,2
4,9
6,5
6,6
7,4
2017 2018 2017 20183,8
2,3
2,3
2,4
1,7
5,2
6,8
6,3
3,8
2,1
2,3
2,1
1,3
5,3
6,4
7,4
3,8
2,3
2,3
2,4
1,7
5,2
6,8
6,4
3,9
2,3
2,6
2,1
1,3
5,3
6,5
7,4
JAN 2018 DES 2017 JAN 2018
WEO IMF CONSENSUS FORECAST
2016
22
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
23
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.35 PMI Employment dan Tingkat Keyakinan Konsumen TiongkokSumber : Bloomberg
Grafik 1.36 Kinerja Neraca Perdagangan TiongkokSumber : Bloomberg
Grafik 1.34 Perkembangan Ekspor dan Impor Kawasan EropaSumber : Bloomberg, diolah
Grafik 1.33 Tingkat Keyakinan Konsumen, Industri, dan Jasa Kawasan EropaSumber : Bloomberg, diolah
1.1.1.3.2. Impor Luar Negeri
Setelah meningkat tajam pada triwulan III 2017,
kinerja impor luar negeri Jawa Tengah pada
triwulan laporan kembali tumbuh lebih tinggi.
Pada triwulan IV 2017, impor luar negeri Jawa Tengah
mencatatkan pertumbuhan 25,07% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
12,81% (yoy). Secara triwulanan, impor luar negeri
tumbuh 20,47% (qtq), meningkat dibanding
pertumbuhan triwulan yang sama tahun sebelumnya
sebesar 8,66% (qtq). Kinerja impor yang meningkat
sejalan dengan bertambahnya kebutuhan bahan baku
dan barang modal seiring dengan perbaikan kinerja
industri pengolahan.
Peningkatan kinerja impor luar negeri terjadi baik pada
komoditas migas maupun nonmigas. Impor komoditas
migas pada triwulan laporan mencatatkan pangsa
sebesar 38,13% dari total impor Jawa Tengah,
sedangkan pangsa impor komoditas nonmigas yaitu
sebesar 61,87%. Pangsa impor komoditas migas
cenderung menurun selama beberapa tahun terakhir.
Sebelum tahun 2015, impor luar negeri Jawa Tengah
lebih didominasi oleh komoditas migas. Meskipun
mengalami penurunan pangsa, impor komoditas migas
di Jawa Tengah masih memiliki peran signifikan. Hal
tersebut terkait dengan kilang minyak PT Pertamina di
Cilacap, yang merupakan salah satu kilang minyak
terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi
348.000 barel/hari. Unit pengolahan ini bernilai
strategis karena memasok 33,3% kebutuhan BBM
nasional, atau 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa.
%
10
20
30
Grafik 1.37Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan PDRB Impor Luar Negeri
PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)
(30)
(20)
(10)
-I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.32 Investasi Non-Residensial AS dan Harga WTISumber : Bloomberg, BEA, diolah
global. Pemulihan ekonomi global akan mendorong
volume perdagangan dunia dan harga komoditas
global, yang selanjutnya berdampak positif terhadap
permintaan produk ekspor Jawa Tengah.
Secara umum, kondisi perekonomian negara mitra
dagang menunjukkan pemulihan, terlihat dari realisasi
PDB negara Amerika Serikat, Eropa dan Tiongkok yang
cukup solid. PDB Dunia tahun 2017 direvisi ke atas
menjadi 3,7%, dari sebelumnya 3,6%, yang didorong
oleh ekonomi Amerika Serikat dan Tiongkok yang
tumbuh lebih tinggi dibanding asumsi sebelumnya.
Pemulihan ekonomi global tersebut mengindikasikan
bahwa terdapat optimisme terhadap peningkatan daya
beli di pasar global. Namun demikian faktor kompetisi
dengan negara lain seperti Vietnam, Thailand dan
Kamboja tetap perlu diwaspadai sebagai faktor
penghambat pertumbuhan ekspor Jawa Tengah,
khususnya pada komoditas tekstil dan produk tekstil
serta barang kayu, mengingat komoditas tersebut
merupakan komoditas unggulan Jawa Tengah.
Sebagai negara tujuan ekspor utama Jawa Tengah,
pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mengalami
perbaikan, ditopang investasi yang meningkat dan
konsumsi yang stabil. Sejalan dengan Amerika Serikat,
ekonomi Eropa mengalami pemulihan cukup solid
ditopang perbaikan net ekspor dan konsumsi yang
membaik. Perekonomian Tiongkok juga membaik
didukung oleh kinerja ekspor yang meningkat seiring
perbaikan permintaan eksternal dari negara maju serta
konsumsi yang solid, meskipun di tengah kebijakan
rebalancing yang ditempuh secara gradual.
Perkembangan ini selanjutnya mendorong volume
perdagangan dunia dan harga komoditas global,
termasuk minyak, yang lebih tinggi dibandingkan
tahun sebelumnya.
Tabel 1.5 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara Mitra Dagang
Sumber: World Economic Forum, Consensus Forecast
REALISASIOKT 2017
2017 2018 2017 2018DUNIA
NEGARA MAJU
AMERIKA SERIKAT
KAWASAN EROPA
JEPANG
NEGARA BERKEMBANG
NEGARA BERKEMBANG ASIA
TIONGKOK
INDIA
3,2
1,7
1,5
1,8
1
4,3
6,4
6,7
7,1
3,6
2,2
2,2
2,1
1,5
4,6
6,5
6,8
6,7
3,7
2
2,3
1,9
0,7
4,9
6,5
6,5
7,4
3,7
2,3
2,3
2,4
1,8
4,7
6,5
6,8
6,7
3,9
2,3
2,7
2,2
1,2
4,9
6,5
6,6
7,4
2017 2018 2017 20183,8
2,3
2,3
2,4
1,7
5,2
6,8
6,3
3,8
2,1
2,3
2,1
1,3
5,3
6,4
7,4
3,8
2,3
2,3
2,4
1,7
5,2
6,8
6,4
3,9
2,3
2,6
2,1
1,3
5,3
6,5
7,4
JAN 2018 DES 2017 JAN 2018
WEO IMF CONSENSUS FORECAST
2016
22
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
23
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.45 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
LAINNYAEROPATIONGKOKASEANAMERIKA SERIKAT
USD JUTA
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
ASEANASTIONGKOK EROPA
III - 2017
IV - 2017
LAINNYA
Grafik 1.44 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
%%% % %
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
%%% % %
11,42 10,3738,79 7,39 32,03
9,14 10,7438,35 6,44 35,32
Grafik 1.42 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY
BARANG MODAL BAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.43 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Komoditas
%, YOY
TPT (SITC 26 & 65) BAHAN MAKANAN (SITC 0) MESIN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7)
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
-150
-100
-50
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
sebelumnya yang tumbuh 20,19% (yoy) dan rata-rata
pertumbuhan triwulan IV selama lima tahun terakhir
sebesar 10,09% (yoy). Peningkatan impor barang
konsumsi utamanya didorong oleh naiknya impor
makanan dan minuman untuk konsumsi RT; serta
barang konsumsi semi-durable dan non-durable.
Meningkatnya pertumbuhan impor barang konsumsi
tersebut seiring dengan akselerasi kinerja konsumsi
rumah tangga Jawa Tengah dan nilai tukar yang relatif
terjaga. Di sisi lain, tingginya impor barang konsumsi
yang tidak disertai dengan peningkatan ekspor luar
negeri mengindikasikan bahwa barang yang diimpor
diperdagangkan di pasar domestik, sehingga
menyebabkan net ekspor antardaerah Jawa Tengah
tumbuh tinggi pada triwulan laporan.
Selanjutnya, pertumbuhan impor barang modal
meningkat menjadi 53,64% (yoy) pada triwulan IV
2017, dari 29,87% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Peningkatan impor ini terutama dalam bentuk
nonbangunan, yaitu peralatan transportasi baik untuk
kepentingan industri maupun nonindustri. Sementara
itu, pertumbuhan impor bahan baku melambat,
walaupun masih tumbuh dengan level yang tinggi.
Impor bahan baku tumbuh menjadi 23,66% (yoy) pada
triwulan laporan, dari 45% (yoy) pada triwulan III 2017.
Impor bahan baku terutama melambat untuk
komoditas barang setengah jadi untuk industri serta
komoditas makanan dan minuman untuk industri.
Melemahnya impor kelompok komoditas tersebut
ditengarai sejalan dengan perlambatan ekspor
komoditas utama Jawa Tengah.
Secara keseluruhan, impor nonmigas Jawa Tengah
terutama berasal dari Tiongkok dengan pangsa
38,79%. Selain Tiongkok, negara mitra dagang lainnya
yaitu Amerika Serikat (11,42%), ASEAN (10,37%), dan
Eropa (7,39%). Mitra dagang utama ini tidak banyak
berubah sepanjang waktu. Pada periode laporan
pertumbuhan impor meningkat pada impor dari
seluruh negara asal impor utama di atas, kecuali dari
Tiongkok. Peningkatan impor terbesar terutama terjadi
pada impor dari negara Amerika Serikat dan Eropa.
Grafik 1.40 Struktur Impor Nonmigas Jawa TengahBerdasarkan Jenis Pengeluaran
BARANG MODALBAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
III - 2017
IV - 2017 60,14% 25,13% 14,73%
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
69,69% 20,71% 9,60%
USD JUTA
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
Grafik 1.41 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Pengeluaran
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.38 Perkembangan Impor Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500 USD JUTA
NONMIGASMIGAS
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.39 Pertumbuhan Impor Migas dan Nonmigas Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
NONMIGAS MIGAS TOTAL
-60
-40
-20
0
20
40
60
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Harga minyak dunia menunjukkan tren yang
meningkat pada triwulan akhir 2017, yang disebabkan
oleh meningkatnya permintaan, naiknya compliancy
rate pembatasan produksi OPEC dan Non-OPEC,
gangguan supply, serta kondisi geopolitik. Pada
triwulan IV 2017, rata-rata harga minyak WTI
meningkat menjadi USD55,28 per barel, dari triwulan
sebelumnya yang sebesar USD48,16 per barel. Harga
minyak dunia pada triwulan laporan juga jauh lebih
tinggi dibanding rata-rata harga pada 2016 yang
sebesar USD43,34 per barel. Seiring dengan tren
kenaikan harga minyak dunia, impor luar negeri Jawa
Tengah untuk komoditas migas juga turut meningkat
secara nominal. Pertumbuhan impor komoditas migas
tercatat 38,51% (yoy) pada triwulan IV 2017,
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh 2,81% (yoy).
Lebih lanjut, impor komoditas nonmigas Jawa Tengah
juga menunjukkan peningkatan pertumbuhan,
meskipun tidak setajam peningkatan impor migas.
Pada triwulan IV 2017, impor nonmigas Jawa Tengah
tumbuh 40,41% (yoy), lebih tinggi dari impor triwulan
sebelumnya yang tumbuh 35,67% (yoy). Impor
komoditas nonmigas Jawa Tengah dapat dikatakan
cukup produktif. Impor tersebut utamanya ditujukan
untuk kegiatan produktif, yaitu bahan baku dengan
pangsa mencapai 60,14% dari total impor nonmigas
Jawa Tengah, dan impor barang modal dengan pangsa
25,13%. Sementara itu, impor barang konsumsi
memiliki pangsa 14,73%. Komposisi ini tidak banyak
berubah dari periode sebelumnya.
Secara nilai, peningkatan kinerja impor nonmigas
terutama berasal dari impor barang konsumsi dan
barang modal, sedangkan impor bahan baku terpantau
tumbuh melambat. Peningkatan impor pada triwulan
laporan sayangnya didorong oleh impor barang
konsumsi yang terakselerasi secara signifikan.
Meskipun memiliki pangsa relatif kecil terhadap total
impor Jawa Tengah, impor kelompok komoditas ini
tumbuh 110,76%, jauh lebih tinggi dibanding triwulan
24
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
25
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.45 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal
LAINNYAEROPATIONGKOKASEANAMERIKA SERIKAT
USD JUTA
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
ASEANASTIONGKOK EROPA
III - 2017
IV - 2017
LAINNYA
Grafik 1.44 Pangsa Negara Asal Impor Jawa Tengah
%%% % %
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
%%% % %
11,42 10,3738,79 7,39 32,03
9,14 10,7438,35 6,44 35,32
Grafik 1.42 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100 %, YOY
BARANG MODAL BAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.43 Pertumbuhan Nilai Impor Berdasarkan Komoditas
%, YOY
TPT (SITC 26 & 65) BAHAN MAKANAN (SITC 0) MESIN DAN ALAT TRANSPORTASI (SITC 7)
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
-150
-100
-50
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
sebelumnya yang tumbuh 20,19% (yoy) dan rata-rata
pertumbuhan triwulan IV selama lima tahun terakhir
sebesar 10,09% (yoy). Peningkatan impor barang
konsumsi utamanya didorong oleh naiknya impor
makanan dan minuman untuk konsumsi RT; serta
barang konsumsi semi-durable dan non-durable.
Meningkatnya pertumbuhan impor barang konsumsi
tersebut seiring dengan akselerasi kinerja konsumsi
rumah tangga Jawa Tengah dan nilai tukar yang relatif
terjaga. Di sisi lain, tingginya impor barang konsumsi
yang tidak disertai dengan peningkatan ekspor luar
negeri mengindikasikan bahwa barang yang diimpor
diperdagangkan di pasar domestik, sehingga
menyebabkan net ekspor antardaerah Jawa Tengah
tumbuh tinggi pada triwulan laporan.
Selanjutnya, pertumbuhan impor barang modal
meningkat menjadi 53,64% (yoy) pada triwulan IV
2017, dari 29,87% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Peningkatan impor ini terutama dalam bentuk
nonbangunan, yaitu peralatan transportasi baik untuk
kepentingan industri maupun nonindustri. Sementara
itu, pertumbuhan impor bahan baku melambat,
walaupun masih tumbuh dengan level yang tinggi.
Impor bahan baku tumbuh menjadi 23,66% (yoy) pada
triwulan laporan, dari 45% (yoy) pada triwulan III 2017.
Impor bahan baku terutama melambat untuk
komoditas barang setengah jadi untuk industri serta
komoditas makanan dan minuman untuk industri.
Melemahnya impor kelompok komoditas tersebut
ditengarai sejalan dengan perlambatan ekspor
komoditas utama Jawa Tengah.
Secara keseluruhan, impor nonmigas Jawa Tengah
terutama berasal dari Tiongkok dengan pangsa
38,79%. Selain Tiongkok, negara mitra dagang lainnya
yaitu Amerika Serikat (11,42%), ASEAN (10,37%), dan
Eropa (7,39%). Mitra dagang utama ini tidak banyak
berubah sepanjang waktu. Pada periode laporan
pertumbuhan impor meningkat pada impor dari
seluruh negara asal impor utama di atas, kecuali dari
Tiongkok. Peningkatan impor terbesar terutama terjadi
pada impor dari negara Amerika Serikat dan Eropa.
Grafik 1.40 Struktur Impor Nonmigas Jawa TengahBerdasarkan Jenis Pengeluaran
BARANG MODALBAHAN BAKU BARANG KONSUMSI
III - 2017
IV - 2017 60,14% 25,13% 14,73%
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
69,69% 20,71% 9,60%
USD JUTA
BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI
Grafik 1.41 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Pengeluaran
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.38 Perkembangan Impor Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500 USD JUTA
NONMIGASMIGAS
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.39 Pertumbuhan Impor Migas dan Nonmigas Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
NONMIGAS MIGAS TOTAL
-60
-40
-20
0
20
40
60
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Harga minyak dunia menunjukkan tren yang
meningkat pada triwulan akhir 2017, yang disebabkan
oleh meningkatnya permintaan, naiknya compliancy
rate pembatasan produksi OPEC dan Non-OPEC,
gangguan supply, serta kondisi geopolitik. Pada
triwulan IV 2017, rata-rata harga minyak WTI
meningkat menjadi USD55,28 per barel, dari triwulan
sebelumnya yang sebesar USD48,16 per barel. Harga
minyak dunia pada triwulan laporan juga jauh lebih
tinggi dibanding rata-rata harga pada 2016 yang
sebesar USD43,34 per barel. Seiring dengan tren
kenaikan harga minyak dunia, impor luar negeri Jawa
Tengah untuk komoditas migas juga turut meningkat
secara nominal. Pertumbuhan impor komoditas migas
tercatat 38,51% (yoy) pada triwulan IV 2017,
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh 2,81% (yoy).
Lebih lanjut, impor komoditas nonmigas Jawa Tengah
juga menunjukkan peningkatan pertumbuhan,
meskipun tidak setajam peningkatan impor migas.
Pada triwulan IV 2017, impor nonmigas Jawa Tengah
tumbuh 40,41% (yoy), lebih tinggi dari impor triwulan
sebelumnya yang tumbuh 35,67% (yoy). Impor
komoditas nonmigas Jawa Tengah dapat dikatakan
cukup produktif. Impor tersebut utamanya ditujukan
untuk kegiatan produktif, yaitu bahan baku dengan
pangsa mencapai 60,14% dari total impor nonmigas
Jawa Tengah, dan impor barang modal dengan pangsa
25,13%. Sementara itu, impor barang konsumsi
memiliki pangsa 14,73%. Komposisi ini tidak banyak
berubah dari periode sebelumnya.
Secara nilai, peningkatan kinerja impor nonmigas
terutama berasal dari impor barang konsumsi dan
barang modal, sedangkan impor bahan baku terpantau
tumbuh melambat. Peningkatan impor pada triwulan
laporan sayangnya didorong oleh impor barang
konsumsi yang terakselerasi secara signifikan.
Meskipun memiliki pangsa relatif kecil terhadap total
impor Jawa Tengah, impor kelompok komoditas ini
tumbuh 110,76%, jauh lebih tinggi dibanding triwulan
24
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
25
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
LAPANGAN USAHA
Tabel 1.6 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
*Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
20152016*
III IV2016*
157.202
23.228
354.642
907
633
103.406
135.034
31.784
30.968
30.511
28.518
16.749
3.448
28.926
41.989
8.404
14.637
1.010.987
47.546
7.126
96.754
246
166
28.480
36.772
8.620
8.830
8.310
8.106
4.594
1.010
7.720
11.787
2.341
4.221
282.631
35.215
7.295
98.907
267
172
29.163
38.388
8.828
8.877
8.523
8.457
4.714
1.021
7.882
11.860
2.386
4.276
276.230
164.597
27.480
381.463
989
661
111.885
146.806
33.387
34.778
33.075
32.044
18.172
3.957
31.233
46.623
9.313
16.659
1.093.121
2017**
I II III IV
41.895
7.109
99.537
269
173
28.694
38.721
8.946
9.104
9.037
8.415
4.802
1.065
7.752
12.109
2.440
4.384
284.451
41.470
7.285
103.515
277
176
30.113
40.622
9.420
9.426
9.678
8.788
4.892
1.121
8.099
12.886
2.602
4.588
294.958
47.607
7.475
104.787
285
180
31.392
40.825
9.841
9.590
9.928
8.927
4.984
1.104
8.376
13.505
2.626
4.700
306.131
36.275
8.153
107.150
297
183
32.737
41.249
9.821
9.899
10.484
9.090
5.159
1.175
8.859
13.521
2.692
4.765
301.509
2017**
167.247
30.023
414.989
1.128
711
122.937
161.417
38.028
38.019
39.126
35.219
19.837
4.465
33.086
52.022
10.360
18.437
1.187.049
LAPANGAN USAHA
Tabel 1.7 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
*Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
20152016*
III IV2016*
113.826
16.278
284.307
888
577
81.286
115.430
26.781
25.064
33.001
21.637
14.822
2.741
22.195
29.324
6.308
12.300
806.765
33.429
5.005
74.549
228
148
22.020
30.413
7.144
6.724
9.002
5.954
3.990
770
5.608
7.916
1.731
3.371
218.003
24.990
5.090
75.257
245
152
22.467
31.615
7.286
6.794
9.125
6.114
4.084
775
5.707
7.895
1.764
3.417
212.779
116.421
19.368
295.961
928
590
86.589
121.905
28.097
26.669
35.743
23.608
15.829
3.032
22.720
31.564
6.929
13.360
849.313
2017**
I II III IV
30.151
4.932
74.951
237
153
21.914
31.326
7.260
6.882
9.377
5.999
4.119
794
5.621
8.019
1.789
3.479
217.003
29.539
5.011
77.627
241
156
22.849
32.590
7.410
7.055
10.024
6.239
4.178
829
5.731
8.508
1.895
3.625
223.504
33.355
5.108
77.720
245
159
23.659
32.597
7.586
7.143
10.244
6.294
4.240
813
5.813
8.691
1.902
3.704
229.274
25.081
5.322
78.524
254
161
24.340
32.830
7.611
7.346
10.841
6.345
4.320
862
6.139
8.601
1.940
3.754
224.270
2017**
118.126
20.373
308.821
977
628
92.762
129.342
29.867
28.426
40.486
24.878
16.857
3.297
23.305
33.819
7.526
14.562
894.050
1.1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Perekonomian Jawa Tengah masih bersumber dari
tiga lapangan usaha utama, yaitu industri
pengolahan (35,54%); perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor (13,68%); serta
pertanian, kehutanan dan perikanan (12,03%).
Komposisi ini tidak banyak mengalami perubahan dari
periode sebelumnya.
Pada triwulan IV 2017, peningkatan pertumbuhan
pada dua lapangan usaha utama yaitu industri
pengolahan dan pertanian menjadi pendorong laju
pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut, tingginya
pertumbuhan lapangan usaha informasi dan
komunikasi turut menjadi pendorong pertumbuhan
pada triwulan laporan. Sementara itu, pada triwulan
laporan, kinerja lapangan usaha perdagangan
menunjukkan pertumbuhan yang melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 1.47 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor AntardaerahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
750
650
550
450
350
250
150
50
(50)
(150)
(250)
Impor luar neger i Jawa Tengah secara
k e s e l u r u h a n t a h u n 2 0 1 7 m e n c a t a t k a n
pertumbuhan positif, berbalik arah setelah
mengalami tren kontraksi selama tiga tahun terakhir.
Pada tahun laporan, kinerja impor luar negeri tercatat
tumbuh 9,98% (yoy), berbalik arah dari tahun
sebelumnya yang terkontraksi 9,05% (yoy). Namun
demikian, sebagai komponen pengurang PDRB,
tingginya pertumbuhan impor luar negeri menjadi
faktor penahan laju pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah pada tahun laporan.
makanan yang didukung kinerja lapangan usaha
pertanian yang membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Peningkatan permintaan domestik diindikasikan oleh
pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dari
5,06% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 5,19%
(yoy) pada triwulan IV 2017. Lebih lanjut, perbaikan
harga komoditas global berdampak terhadap akselerasi
pertumbuhan ekonomi daerah-daerah penghasil
komoditas, yang selanjutnya mendorong naiknya
permintaan dari luar provinsi terhadap hasil produksi
Jawa Tengah. Hal tersebut juga sejalan dengan
peningkatan kinerja lapangan usaha industri
pengolahan Jawa Tengah, sehingga mendukung
ekspor hasil produksi ke luar provinsi. Selain
memperdagangkan output/barang hasil produksi Jawa
Tengah sendiri, ekspor antardaerah diperkirakan juga
meningkat seiring dengan tingginya impor yang tidak
disertai dengan peningkatan ekspor luar negeri.
Tingginya pertumbuhan impor luar negeri, khususnya
barang konsumsi, ditengarai juga ditujukan untuk
diperdagangkan ke daerah lain di pasar domestik.
Sementara itu, impor antardaerah Jawa Tengah masih
terpantau meningkat, meskipun tidak setinggi
kenaikan ekspor antar daerah. Hal tersebut ditengarai
dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan
masyarakat pada akhir tahun, seiring dengan
terakselerasinya kinerja konsumsi rumah tangga.
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
120 %, YOY
AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA
Grafik 1.46 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah BerdasarkanNegara Asal
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
1.1.1.4. Net Ekspor Antardaerah
Pada triwulan laporan net ekspor antardaerah
tumbuh pada level yang tinggi sebesar 115,20%
(yoy), naik signifikan dibanding triwulan III 2017 yang
tercatat kontraksi 13,55% (yoy). Perbaikan tersebut
diindikasikan berasal dari peningkatan ekspor
antardaerah yang lebih tinggi dibanding kenaikan
impor antardaerah.
Meningkatnya ekspor antardaerah terindikasi dari
kenaikan arus muat barang nonmigas dari pelabuhan
Jawa Tengah yang ditujukan untuk perdagangan
antarpulau dibandingkan triwulan sebelumnya. Faktor
pendorong kinerja ekspor antardaerah diperkirakan
masih berasal dari komoditas bahan makanan. Provinsi
Jawa Tengah sebagai salah satu lumbung pangan
nasional mengalami surplus komoditas bahan
26
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
27
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
LAPANGAN USAHA
Tabel 1.6 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHB 2010 menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
*Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
20152016*
III IV2016*
157.202
23.228
354.642
907
633
103.406
135.034
31.784
30.968
30.511
28.518
16.749
3.448
28.926
41.989
8.404
14.637
1.010.987
47.546
7.126
96.754
246
166
28.480
36.772
8.620
8.830
8.310
8.106
4.594
1.010
7.720
11.787
2.341
4.221
282.631
35.215
7.295
98.907
267
172
29.163
38.388
8.828
8.877
8.523
8.457
4.714
1.021
7.882
11.860
2.386
4.276
276.230
164.597
27.480
381.463
989
661
111.885
146.806
33.387
34.778
33.075
32.044
18.172
3.957
31.233
46.623
9.313
16.659
1.093.121
2017**
I II III IV
41.895
7.109
99.537
269
173
28.694
38.721
8.946
9.104
9.037
8.415
4.802
1.065
7.752
12.109
2.440
4.384
284.451
41.470
7.285
103.515
277
176
30.113
40.622
9.420
9.426
9.678
8.788
4.892
1.121
8.099
12.886
2.602
4.588
294.958
47.607
7.475
104.787
285
180
31.392
40.825
9.841
9.590
9.928
8.927
4.984
1.104
8.376
13.505
2.626
4.700
306.131
36.275
8.153
107.150
297
183
32.737
41.249
9.821
9.899
10.484
9.090
5.159
1.175
8.859
13.521
2.692
4.765
301.509
2017**
167.247
30.023
414.989
1.128
711
122.937
161.417
38.028
38.019
39.126
35.219
19.837
4.465
33.086
52.022
10.360
18.437
1.187.049
LAPANGAN USAHA
Tabel 1.7 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha (Rp Miliar)
*Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
20152016*
III IV2016*
113.826
16.278
284.307
888
577
81.286
115.430
26.781
25.064
33.001
21.637
14.822
2.741
22.195
29.324
6.308
12.300
806.765
33.429
5.005
74.549
228
148
22.020
30.413
7.144
6.724
9.002
5.954
3.990
770
5.608
7.916
1.731
3.371
218.003
24.990
5.090
75.257
245
152
22.467
31.615
7.286
6.794
9.125
6.114
4.084
775
5.707
7.895
1.764
3.417
212.779
116.421
19.368
295.961
928
590
86.589
121.905
28.097
26.669
35.743
23.608
15.829
3.032
22.720
31.564
6.929
13.360
849.313
2017**
I II III IV
30.151
4.932
74.951
237
153
21.914
31.326
7.260
6.882
9.377
5.999
4.119
794
5.621
8.019
1.789
3.479
217.003
29.539
5.011
77.627
241
156
22.849
32.590
7.410
7.055
10.024
6.239
4.178
829
5.731
8.508
1.895
3.625
223.504
33.355
5.108
77.720
245
159
23.659
32.597
7.586
7.143
10.244
6.294
4.240
813
5.813
8.691
1.902
3.704
229.274
25.081
5.322
78.524
254
161
24.340
32.830
7.611
7.346
10.841
6.345
4.320
862
6.139
8.601
1.940
3.754
224.270
2017**
118.126
20.373
308.821
977
628
92.762
129.342
29.867
28.426
40.486
24.878
16.857
3.297
23.305
33.819
7.526
14.562
894.050
1.1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Perekonomian Jawa Tengah masih bersumber dari
tiga lapangan usaha utama, yaitu industri
pengolahan (35,54%); perdagangan besar-eceran dan
reparasi mobil-sepeda motor (13,68%); serta
pertanian, kehutanan dan perikanan (12,03%).
Komposisi ini tidak banyak mengalami perubahan dari
periode sebelumnya.
Pada triwulan IV 2017, peningkatan pertumbuhan
pada dua lapangan usaha utama yaitu industri
pengolahan dan pertanian menjadi pendorong laju
pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut, tingginya
pertumbuhan lapangan usaha informasi dan
komunikasi turut menjadi pendorong pertumbuhan
pada triwulan laporan. Sementara itu, pada triwulan
laporan, kinerja lapangan usaha perdagangan
menunjukkan pertumbuhan yang melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 1.47 Pertumbuhan PDRB Net Ekspor AntardaerahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
750
650
550
450
350
250
150
50
(50)
(150)
(250)
Impor luar neger i Jawa Tengah secara
k e s e l u r u h a n t a h u n 2 0 1 7 m e n c a t a t k a n
pertumbuhan positif, berbalik arah setelah
mengalami tren kontraksi selama tiga tahun terakhir.
Pada tahun laporan, kinerja impor luar negeri tercatat
tumbuh 9,98% (yoy), berbalik arah dari tahun
sebelumnya yang terkontraksi 9,05% (yoy). Namun
demikian, sebagai komponen pengurang PDRB,
tingginya pertumbuhan impor luar negeri menjadi
faktor penahan laju pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah pada tahun laporan.
makanan yang didukung kinerja lapangan usaha
pertanian yang membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Peningkatan permintaan domestik diindikasikan oleh
pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dari
5,06% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 5,19%
(yoy) pada triwulan IV 2017. Lebih lanjut, perbaikan
harga komoditas global berdampak terhadap akselerasi
pertumbuhan ekonomi daerah-daerah penghasil
komoditas, yang selanjutnya mendorong naiknya
permintaan dari luar provinsi terhadap hasil produksi
Jawa Tengah. Hal tersebut juga sejalan dengan
peningkatan kinerja lapangan usaha industri
pengolahan Jawa Tengah, sehingga mendukung
ekspor hasil produksi ke luar provinsi. Selain
memperdagangkan output/barang hasil produksi Jawa
Tengah sendiri, ekspor antardaerah diperkirakan juga
meningkat seiring dengan tingginya impor yang tidak
disertai dengan peningkatan ekspor luar negeri.
Tingginya pertumbuhan impor luar negeri, khususnya
barang konsumsi, ditengarai juga ditujukan untuk
diperdagangkan ke daerah lain di pasar domestik.
Sementara itu, impor antardaerah Jawa Tengah masih
terpantau meningkat, meskipun tidak setinggi
kenaikan ekspor antar daerah. Hal tersebut ditengarai
dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan
masyarakat pada akhir tahun, seiring dengan
terakselerasinya kinerja konsumsi rumah tangga.
(40)
(20)
-
20
40
60
80
100
120 %, YOY
AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA
Grafik 1.46 Pertumbuhan Impor Provinsi Jawa Tengah BerdasarkanNegara Asal
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diolah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
1.1.1.4. Net Ekspor Antardaerah
Pada triwulan laporan net ekspor antardaerah
tumbuh pada level yang tinggi sebesar 115,20%
(yoy), naik signifikan dibanding triwulan III 2017 yang
tercatat kontraksi 13,55% (yoy). Perbaikan tersebut
diindikasikan berasal dari peningkatan ekspor
antardaerah yang lebih tinggi dibanding kenaikan
impor antardaerah.
Meningkatnya ekspor antardaerah terindikasi dari
kenaikan arus muat barang nonmigas dari pelabuhan
Jawa Tengah yang ditujukan untuk perdagangan
antarpulau dibandingkan triwulan sebelumnya. Faktor
pendorong kinerja ekspor antardaerah diperkirakan
masih berasal dari komoditas bahan makanan. Provinsi
Jawa Tengah sebagai salah satu lumbung pangan
nasional mengalami surplus komoditas bahan
26
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
27
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
LUAS PANENLUAS TANAM
HEKTAR
Grafik 1.51 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.52 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN LUAS PANEN PADIPERTUMBUHAN LUAS TANAM PADI
%, YOY
(20,00)
(10,00)
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.49 Perkembangan SBT Realisasi Kegiatan Usaha (SKDU)dan Pertumbuhan PDRB Pertanian
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) SBT KEGIATAN USAHA - SKALA KANAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12 %%,YOY
Grafik 1.50 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian
PERTUMBUHAN KREDIT PERTANIAN NPL PERTANIAN - SKALA KANAN
0
2
4
6
8
10
12
14
0
10
20
30
40 %%, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
tengah diintensifkan Kementerian Pertanian pada
2017. Hingga Oktober 2017, program upsus siwab di
Jawa Tengah telah melebihi target, yaitu mencapai
112% dari target awal sebanyak 515.000 ekor sapi
indukan bunting. Sampai dengan akhir tahun 2017,
capaian program tersebut diprediksi melampaui 130%
dari target awal.
Faktor kenaikan harga jual komoditas pertanian juga
ditengarai berpengaruh positif terhadap meningkatnya
kinerja lapangan usaha pertanian. Komoditas pertanian
yang mengalami kenaikan harga, antara lain padi
(gabah), unggas, dan hasil ternak. Meskipun kenaikan
harga gabah berdampak pada meningkatnya harga
beras d i pasar konsumen, bahkan menjadi
penyumbang inflasi terbesar kedua di Jawa Tengah
tahun 2017 sebesar 0,35%; peningkatan harga jual
tersebut memengaruhi perbaikan Nilai Tukar Petani
(NTP) Jawa Tengah. Dalam dua triwulan terakhir, NTP
Jawa Tengah selalu mencatatkan surplus, tercermin dari
angka NTP yang berada di atas 100. Pada triwulan
laporan, NTP Jawa Tengah sebesar 103,48 lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan lalu sebesar 102,56 dan
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 99,35.
Meskipun menunjukkan peningkatan pada triwulan
akhir 2017, secara keseluruhan tahun 2017
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan
perikanan tercatat tumbuh pada level 1,46%
(yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
2016 yang sebesar 2,28% (yoy). Penurunan kinerja
ini terutama dipengaruhi oleh berkurangnya luas
tanam dan luas panen komoditas padi yang merupakan
komoditas pertanian utama Jawa Tengah. Hal tersebut
selanjutnya berdampak terhadap turunnya jumlah
produksi padi pada 2017. Luas panen dan jumlah
produksi padi tahun laporan menurun 0,88% (yoy) dan
8,36% (yoy); lebih rendah dibanding tahun 2016 yang
masih mencatatkan pertumbuhan positif sebesar
1,52% (yoy) dan 15,88% (yoy). Penurunan luas tanam
beberapa komoditas tanaman pangan serta
hort ikultura umumnya ter jadi pada per iode
pertengahan tahun, yang berdampak pada
1.1.2.1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan
perikanan tumbuh 0,36% (yoy), sedikit meningkat
dari triwulan sebelumnya yang masih tercatat
kontraksi 0,22% (yoy). Secara triwulanan, lapangan
usaha ini menunjukkan penurunan 24,81% (qtq), lebih
baik dibanding capaian triwulan yang sama pada tahun
sebelumnya yang turun lebih dalam sebesar 25,24%
(qtq).
Perkembangan di lapangan usaha ini juga terkonfirmasi
dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank
Indonesia, yang menunjukkan bahwa Saldo Bersih
Tertimbang (SBT) kegiatan usaha pertanian mengalami
peningkatan dari 0,24% pada triwulan III 2017 menjadi
2,88% pada triwulan IV 2017. Meskipun kinerja
lapangan usaha pertanian menunjukkan peningkatan,
penyaluran kredit perbankan ke sektor pertanian di
Jawa Tengah tumbuh melambat pada triwulan IV 2017,
yaitu sebesar 8,46% (yoy); lebih rendah dari 19,69%
(yoy) pada triwulan sebelumnya.
Perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian pada
triwulan laporan utamanya disebabkan oleh mulai
normalnya kondisi iklim setelah fenomena La Nina dan
El Nino yang terjadi pada dua tahun terakhir, sehingga
masa tanam dan panen kembali ke pola semula. Lebih
lanjut hasil panen dari periode musim tanam II,
sebagian masih terjadi di awal triwulan IV 2017.
Berdasarkan hasil FGD, serangan hama dan bencana
alam yang tidak sebanyak tahun 2016 dinilai sebagai
pendorong perbaikan kinerja pertanian triwulan
laporan.
Subsektor peternakan merupakan salah satu subsektor
yang mendorong perbaikan kinerja lapangan usaha
pertanian secara keseluruhan pada triwulan laporan.
Hal tersebut tidak terlepas dari adanya program upaya
khusus (upsus) sapi indukan wajib bunting (siwab) yang
LAPANGAN USAHA
Tabel 1.8 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha (%, YOY)
*Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
20152016*
III IV2016*
5,60
4,57
4,71
2,43
1,63
6,00
4,09
7,69
6,79
9,53
7,61
7,59
8,49
5,31
7,55
6,61
3,21
5,47
3,02
17,03
4,19
1,33
4,56
7,61
2,31
5,80
6,54
7,58
9,62
5,89
10,06
-0,10
9,44
10,46
10,43
5,00
9,50
19,37
3,02
6,80
5,46
5,06
6,33
6,59
6,00
7,06
6,72
7,29
10,72
0,30
1,27
5,00
6,75
5,33
2,28
18,98
4,10
4,57
2,17
6,52
5,61
4,91
6,40
8,31
9,11
6,80
10,62
2,37
7,64
9,86
8,62
5,27
2017**
I II III IV
10,06
6,70
3,74
4,05
7,19
5,55
5,40
6,24
6,06
7,08
4,71
7,22
8,08
-0,83
1,83
4,68
6,25
5,32
-3,49
7,77
5,04
5,52
6,10
7,08
8,07
8,44
5,89
13,15
7,37
6,77
10,03
-0,10
8,01
9,84
9,92
5,18
-0,22
2,06
4,25
7,61
6,91
7,44
7,18
6,18
6,24
13,80
5,72
6,27
5,51
3,65
9,80
9,83
9,88
5,17
a
0,36
4,56
4,34
3,81
5,88
8,33
3,84
4,46
8,13
18,81
3,78
5,76
11,23
7,57
8,93
9,99
9,85
5,40
2017**
1,46
5,19
4,35
5,22
6,51
7,13
6,10
6,30
6,59
13,27
5,38
6,49
8,72
2,57
7,15
8,60
8,99
5,27
Grafik 1.48 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan PerikananSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
(40)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
28
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
29
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
LUAS PANENLUAS TANAM
HEKTAR
Grafik 1.51 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.52 Pertumbuhan Luas Tanam dan Luas Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN LUAS PANEN PADIPERTUMBUHAN LUAS TANAM PADI
%, YOY
(20,00)
(10,00)
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.49 Perkembangan SBT Realisasi Kegiatan Usaha (SKDU)dan Pertumbuhan PDRB Pertanian
Sumber: Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) SBT KEGIATAN USAHA - SKALA KANAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12 %%,YOY
Grafik 1.50 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian
PERTUMBUHAN KREDIT PERTANIAN NPL PERTANIAN - SKALA KANAN
0
2
4
6
8
10
12
14
0
10
20
30
40 %%, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
tengah diintensifkan Kementerian Pertanian pada
2017. Hingga Oktober 2017, program upsus siwab di
Jawa Tengah telah melebihi target, yaitu mencapai
112% dari target awal sebanyak 515.000 ekor sapi
indukan bunting. Sampai dengan akhir tahun 2017,
capaian program tersebut diprediksi melampaui 130%
dari target awal.
Faktor kenaikan harga jual komoditas pertanian juga
ditengarai berpengaruh positif terhadap meningkatnya
kinerja lapangan usaha pertanian. Komoditas pertanian
yang mengalami kenaikan harga, antara lain padi
(gabah), unggas, dan hasil ternak. Meskipun kenaikan
harga gabah berdampak pada meningkatnya harga
beras d i pasar konsumen, bahkan menjadi
penyumbang inflasi terbesar kedua di Jawa Tengah
tahun 2017 sebesar 0,35%; peningkatan harga jual
tersebut memengaruhi perbaikan Nilai Tukar Petani
(NTP) Jawa Tengah. Dalam dua triwulan terakhir, NTP
Jawa Tengah selalu mencatatkan surplus, tercermin dari
angka NTP yang berada di atas 100. Pada triwulan
laporan, NTP Jawa Tengah sebesar 103,48 lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan lalu sebesar 102,56 dan
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 99,35.
Meskipun menunjukkan peningkatan pada triwulan
akhir 2017, secara keseluruhan tahun 2017
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan
perikanan tercatat tumbuh pada level 1,46%
(yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
2016 yang sebesar 2,28% (yoy). Penurunan kinerja
ini terutama dipengaruhi oleh berkurangnya luas
tanam dan luas panen komoditas padi yang merupakan
komoditas pertanian utama Jawa Tengah. Hal tersebut
selanjutnya berdampak terhadap turunnya jumlah
produksi padi pada 2017. Luas panen dan jumlah
produksi padi tahun laporan menurun 0,88% (yoy) dan
8,36% (yoy); lebih rendah dibanding tahun 2016 yang
masih mencatatkan pertumbuhan positif sebesar
1,52% (yoy) dan 15,88% (yoy). Penurunan luas tanam
beberapa komoditas tanaman pangan serta
hort ikultura umumnya ter jadi pada per iode
pertengahan tahun, yang berdampak pada
1.1.2.1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan
perikanan tumbuh 0,36% (yoy), sedikit meningkat
dari triwulan sebelumnya yang masih tercatat
kontraksi 0,22% (yoy). Secara triwulanan, lapangan
usaha ini menunjukkan penurunan 24,81% (qtq), lebih
baik dibanding capaian triwulan yang sama pada tahun
sebelumnya yang turun lebih dalam sebesar 25,24%
(qtq).
Perkembangan di lapangan usaha ini juga terkonfirmasi
dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank
Indonesia, yang menunjukkan bahwa Saldo Bersih
Tertimbang (SBT) kegiatan usaha pertanian mengalami
peningkatan dari 0,24% pada triwulan III 2017 menjadi
2,88% pada triwulan IV 2017. Meskipun kinerja
lapangan usaha pertanian menunjukkan peningkatan,
penyaluran kredit perbankan ke sektor pertanian di
Jawa Tengah tumbuh melambat pada triwulan IV 2017,
yaitu sebesar 8,46% (yoy); lebih rendah dari 19,69%
(yoy) pada triwulan sebelumnya.
Perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian pada
triwulan laporan utamanya disebabkan oleh mulai
normalnya kondisi iklim setelah fenomena La Nina dan
El Nino yang terjadi pada dua tahun terakhir, sehingga
masa tanam dan panen kembali ke pola semula. Lebih
lanjut hasil panen dari periode musim tanam II,
sebagian masih terjadi di awal triwulan IV 2017.
Berdasarkan hasil FGD, serangan hama dan bencana
alam yang tidak sebanyak tahun 2016 dinilai sebagai
pendorong perbaikan kinerja pertanian triwulan
laporan.
Subsektor peternakan merupakan salah satu subsektor
yang mendorong perbaikan kinerja lapangan usaha
pertanian secara keseluruhan pada triwulan laporan.
Hal tersebut tidak terlepas dari adanya program upaya
khusus (upsus) sapi indukan wajib bunting (siwab) yang
LAPANGAN USAHA
Tabel 1.8 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha (%, YOY)
*Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PENGADAAN LISTRIK DAN GAS
PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN DAUR ULANG
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN; REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
REAL ESTATE
JASA PERUSAHAAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB
JASA PENDIDIKAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
JASA LAINNYA
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
20152016*
III IV2016*
5,60
4,57
4,71
2,43
1,63
6,00
4,09
7,69
6,79
9,53
7,61
7,59
8,49
5,31
7,55
6,61
3,21
5,47
3,02
17,03
4,19
1,33
4,56
7,61
2,31
5,80
6,54
7,58
9,62
5,89
10,06
-0,10
9,44
10,46
10,43
5,00
9,50
19,37
3,02
6,80
5,46
5,06
6,33
6,59
6,00
7,06
6,72
7,29
10,72
0,30
1,27
5,00
6,75
5,33
2,28
18,98
4,10
4,57
2,17
6,52
5,61
4,91
6,40
8,31
9,11
6,80
10,62
2,37
7,64
9,86
8,62
5,27
2017**
I II III IV
10,06
6,70
3,74
4,05
7,19
5,55
5,40
6,24
6,06
7,08
4,71
7,22
8,08
-0,83
1,83
4,68
6,25
5,32
-3,49
7,77
5,04
5,52
6,10
7,08
8,07
8,44
5,89
13,15
7,37
6,77
10,03
-0,10
8,01
9,84
9,92
5,18
-0,22
2,06
4,25
7,61
6,91
7,44
7,18
6,18
6,24
13,80
5,72
6,27
5,51
3,65
9,80
9,83
9,88
5,17
a
0,36
4,56
4,34
3,81
5,88
8,33
3,84
4,46
8,13
18,81
3,78
5,76
11,23
7,57
8,93
9,99
9,85
5,40
2017**
1,46
5,19
4,35
5,22
6,51
7,13
6,10
6,30
6,59
13,27
5,38
6,49
8,72
2,57
7,15
8,60
8,99
5,27
Grafik 1.48 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan PerikananSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
(40)
(30)
(20)
(10)
-
10
20
30
40
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
28
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
29
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.55 SBT Kegiatan Usaha, Likert Scale Penjualan Domestik,dan Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
%
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
SBT KEGIATAN USAHA PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) LIKERT SCALE PENJUALAN DOMESTIK - SKALA KANAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.56 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri Pengolahan
PERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
%%, YOY
0
10
20
30
0
2
4
6
8
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
baru sehingga mendorong permintaan mebel untuk
interior perhotelan.
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank
Indonesia menunjukkan pelaku usaha tetap optimis
terhadap kinerja sektor ini. Hal tersebut tercermin dari
SBT realisasi investasi, yang mengindikasikan bahwa
pelaku usaha di sektor industri pengolahan tetap
melakukan ekspansi investasi di triwulan IV 2017. Pada
triwulan laporan, SBT realisasi investasi tercatat 1,78%,
lebih tinggi dibanding realisasi investasi triwulan
sebelumnya dengan SBT 1,18%.
Sisi perbankan menunjukkan bahwa penyaluran kredit
kepada sektor industri pengolahan di Jawa Tengah
tetap tumbuh dalam level yang tinggi, meskipun sedikit
melambat dari triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit
perbankan di sektor industri pengolahan pada triwulan
IV 2017 tercatat tumbuh 10,43% (yoy), lebih rendah
dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya
yang sebesar 11,91% (yoy). Perlambatan tersebut
terutama dipengaruhi oleh melemahnya pertumbuhan
penyaluran kredit modal kerja. Namun demikian,
melemahnya pertumbuhan tidak diiringi dengan
penurunan kualitas kredit. Rasio NPL kredit industri
pengolahan justru menunjukkan perbaikan menjadi
1,25%; dari 2,15% pada triwulan III 2017.
Selanjutnya, secara detil dapat dilihat bahwa
berdasarkan hasil SKDU Bank Indonesia, terindikasi
adanya peningkatan kapasitas produksi terpakai
industri pengolahan dari 75,99% menjadi 76,60%
pada triwulan laporan. Berdasarkan hasil survei
tersebut, subsektor industri pengolahan dengan
orientasi domestik mengalami peningkatan utilitas, di
antaranya subsektor kertas dan barang cetakan (naik
5%); logam dasar, besi dan baja (naik 3,57%); serta
makanan, minuman dan tembakau (naik 0,06%).
Sementara itu, subsektor industri dengan orientasi
ekspor menunjukkan penurunan kapasitas terpakai,
antara lain tekstil, barang kulit dan alas kaki; barang
kayu dan hasil hutan lainnya; serta alat angkut, mesin
dan peralatannya; dengan penurunan masing-masing
sebesar 2,06%; 1,70%; dan 4%. Industri berorientasi
ekspor yang masih menunjukkan peningkatan
kapasitas terpakai yaitu industri pupuk, kimia dan
barang dari karet, dengan peningkatan 6,70%. Seiring
dengan peningkatan kapasitas terpakai, SBT
penggunaan tenaga kerja di industri pengolahan juga
Grafik 1.57 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai SubsektorIndustri Pengolahan (SKDU)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
TRIWULAN III 2017 TRIWULAN IV 2017
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU
TEKSTIL, BRG KULIT & ALAS KAKI
BARANG KAYU & HASIL HUTAN LAINNYA
KERTAS DAN BARANG CETAKAN
PUPUK, KIMIA & BARANG DARI KARET
SEMEN & BARANG GALIAN NON LOGAM
LOGAM DASAR, BESI DAN BAJA
ALAT ANGKUT, MESIN & PERALATANNYA
BARANG LAINNYA
penurunan produksi di periode tersebut. Berkurangnya
luas tanam akibat tingginya konversi lahan dari
pertanian ke perumahan serta pembangunan
infrastruktur perlu diwaspadai sebagai downside risk
lapangan usaha pertanian. Selain tanaman pangan dan
hortikultura, perlambatan lapangan usaha pertanian
juga disebabkan oleh melemahnya kinerja subsektor
perkebunan dan perikanan.
Peningkatan kinerja lapangan usaha ini diperkirakan
dipengaruhi oleh membaiknya permintaan domestik.
Peningkatan permintaan domestik diindikasikan oleh
pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dari
5,06% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 5,19%
(yoy) pada triwulan IV 2017. Lebih lanjut, perbaikan
harga komoditas global berdampak terhadap akselerasi
pertumbuhan ekonomi daerah-daerah penghasil
komoditas, yang selanjutnya mendorong naiknya
permintaan dari luar provinsi terhadap hasil produksi
Jawa Tengah. Permintaan dari dalam provinsi sendiri
ditengarai juga menunjukkan peningkatan. Hal
tersebut diindikasikan oleh menguatnya pertumbuhan
konsumsi rumah tangga Jawa Tengah dari 4,32% (yoy)
menjadi 4,65% (yoy) pada periode laporan. Penguatan
kinerja industri pengolahan ini juga sesuai dengan pola
konsumsi pada akhir tahun, dimana permintaan barang
dan jasa oleh masyarakat cenderung meningkat saat
Hari Raya Natal, Tahun Baru dan liburan akhir tahun.
Sementara itu, permintaan luar negeri masih cukup
kuat, meskipun cenderung melambat pada triwulan
laporan. Hal ini tercermin dari melambatnya ekspor luar
negeri Jawa Tengah, terutama ekspor komoditas
unggulan Jawa Tengah seperti tekstil dan produk tekstil
(TPT) serta kayu dan barang dari kayu.
Perkembangan tersebut sejalan dengan hasil kegiatan
liaison yang dilakukan Bank Indonesia, yang juga
menunjukkan peningkatan penjualan dan kapasitas
utilisasi pelaku usaha di sektor industri pengolahan.
Likert scale perkembangan penjualan domestik industri
pengolahan meningkat dari 0,26 pada triwulan III 2017
menjadi 1,26 pada triwulan laporan. Pelaku usaha
mengonfirmasi bahwa perbaikan penjualan tidak
terlepas dari upaya yang dilakukan pelaku usaha
berupa inovasi produk baru serta diversifikasi produk
yang bernilai tambah lebih tinggi. Di industri mebel,
kinerja penjualan domestik mengalami peningkatan
seiring dengan maraknya pembangunan hotel-hotel
Grafik 1.53 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI - SKALA KANANPRODUKSI PADI
%, YOYRIBU TON
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
-20
-10
0
10
20
30
40
50
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
1.1.2.2. Industri PengolahanSebagai lapangan usaha yang memiliki pangsa terbesar
dalam perekonomian Jawa Tengah, perbaikan
lapangan usaha industri pengolahan menjadi
salah satu pendorong percepatan pertumbuhan
ekonomi triwulan laporan. Pada triwulan IV 2017,
kinerja industri pengolahan tercatat tumbuh meningkat
dari 4,25% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 4,34%
(yoy) pada triwulan IV 2017. Secara triwulanan,
lapangan usaha ini tercatat mengalami pertumbuhan
1,03% (qtq), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
pada periode yang sama tahun sebelumnya yang
sebesar 0,95% (qtq).
%
Grafik 1.54 Pertumbuhan PDRB Industri PengolahanSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
(2)
(1)
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
30
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
31
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.55 SBT Kegiatan Usaha, Likert Scale Penjualan Domestik,dan Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan
%
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
SBT KEGIATAN USAHA PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) LIKERT SCALE PENJUALAN DOMESTIK - SKALA KANAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.56 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri Pengolahan
PERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN NPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANAN
%%, YOY
0
10
20
30
0
2
4
6
8
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
baru sehingga mendorong permintaan mebel untuk
interior perhotelan.
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank
Indonesia menunjukkan pelaku usaha tetap optimis
terhadap kinerja sektor ini. Hal tersebut tercermin dari
SBT realisasi investasi, yang mengindikasikan bahwa
pelaku usaha di sektor industri pengolahan tetap
melakukan ekspansi investasi di triwulan IV 2017. Pada
triwulan laporan, SBT realisasi investasi tercatat 1,78%,
lebih tinggi dibanding realisasi investasi triwulan
sebelumnya dengan SBT 1,18%.
Sisi perbankan menunjukkan bahwa penyaluran kredit
kepada sektor industri pengolahan di Jawa Tengah
tetap tumbuh dalam level yang tinggi, meskipun sedikit
melambat dari triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit
perbankan di sektor industri pengolahan pada triwulan
IV 2017 tercatat tumbuh 10,43% (yoy), lebih rendah
dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya
yang sebesar 11,91% (yoy). Perlambatan tersebut
terutama dipengaruhi oleh melemahnya pertumbuhan
penyaluran kredit modal kerja. Namun demikian,
melemahnya pertumbuhan tidak diiringi dengan
penurunan kualitas kredit. Rasio NPL kredit industri
pengolahan justru menunjukkan perbaikan menjadi
1,25%; dari 2,15% pada triwulan III 2017.
Selanjutnya, secara detil dapat dilihat bahwa
berdasarkan hasil SKDU Bank Indonesia, terindikasi
adanya peningkatan kapasitas produksi terpakai
industri pengolahan dari 75,99% menjadi 76,60%
pada triwulan laporan. Berdasarkan hasil survei
tersebut, subsektor industri pengolahan dengan
orientasi domestik mengalami peningkatan utilitas, di
antaranya subsektor kertas dan barang cetakan (naik
5%); logam dasar, besi dan baja (naik 3,57%); serta
makanan, minuman dan tembakau (naik 0,06%).
Sementara itu, subsektor industri dengan orientasi
ekspor menunjukkan penurunan kapasitas terpakai,
antara lain tekstil, barang kulit dan alas kaki; barang
kayu dan hasil hutan lainnya; serta alat angkut, mesin
dan peralatannya; dengan penurunan masing-masing
sebesar 2,06%; 1,70%; dan 4%. Industri berorientasi
ekspor yang masih menunjukkan peningkatan
kapasitas terpakai yaitu industri pupuk, kimia dan
barang dari karet, dengan peningkatan 6,70%. Seiring
dengan peningkatan kapasitas terpakai, SBT
penggunaan tenaga kerja di industri pengolahan juga
Grafik 1.57 Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai SubsektorIndustri Pengolahan (SKDU)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
TRIWULAN III 2017 TRIWULAN IV 2017
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
MAKANAN, MINUMAN DAN TEMBAKAU
TEKSTIL, BRG KULIT & ALAS KAKI
BARANG KAYU & HASIL HUTAN LAINNYA
KERTAS DAN BARANG CETAKAN
PUPUK, KIMIA & BARANG DARI KARET
SEMEN & BARANG GALIAN NON LOGAM
LOGAM DASAR, BESI DAN BAJA
ALAT ANGKUT, MESIN & PERALATANNYA
BARANG LAINNYA
penurunan produksi di periode tersebut. Berkurangnya
luas tanam akibat tingginya konversi lahan dari
pertanian ke perumahan serta pembangunan
infrastruktur perlu diwaspadai sebagai downside risk
lapangan usaha pertanian. Selain tanaman pangan dan
hortikultura, perlambatan lapangan usaha pertanian
juga disebabkan oleh melemahnya kinerja subsektor
perkebunan dan perikanan.
Peningkatan kinerja lapangan usaha ini diperkirakan
dipengaruhi oleh membaiknya permintaan domestik.
Peningkatan permintaan domestik diindikasikan oleh
pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dari
5,06% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 5,19%
(yoy) pada triwulan IV 2017. Lebih lanjut, perbaikan
harga komoditas global berdampak terhadap akselerasi
pertumbuhan ekonomi daerah-daerah penghasil
komoditas, yang selanjutnya mendorong naiknya
permintaan dari luar provinsi terhadap hasil produksi
Jawa Tengah. Permintaan dari dalam provinsi sendiri
ditengarai juga menunjukkan peningkatan. Hal
tersebut diindikasikan oleh menguatnya pertumbuhan
konsumsi rumah tangga Jawa Tengah dari 4,32% (yoy)
menjadi 4,65% (yoy) pada periode laporan. Penguatan
kinerja industri pengolahan ini juga sesuai dengan pola
konsumsi pada akhir tahun, dimana permintaan barang
dan jasa oleh masyarakat cenderung meningkat saat
Hari Raya Natal, Tahun Baru dan liburan akhir tahun.
Sementara itu, permintaan luar negeri masih cukup
kuat, meskipun cenderung melambat pada triwulan
laporan. Hal ini tercermin dari melambatnya ekspor luar
negeri Jawa Tengah, terutama ekspor komoditas
unggulan Jawa Tengah seperti tekstil dan produk tekstil
(TPT) serta kayu dan barang dari kayu.
Perkembangan tersebut sejalan dengan hasil kegiatan
liaison yang dilakukan Bank Indonesia, yang juga
menunjukkan peningkatan penjualan dan kapasitas
utilisasi pelaku usaha di sektor industri pengolahan.
Likert scale perkembangan penjualan domestik industri
pengolahan meningkat dari 0,26 pada triwulan III 2017
menjadi 1,26 pada triwulan laporan. Pelaku usaha
mengonfirmasi bahwa perbaikan penjualan tidak
terlepas dari upaya yang dilakukan pelaku usaha
berupa inovasi produk baru serta diversifikasi produk
yang bernilai tambah lebih tinggi. Di industri mebel,
kinerja penjualan domestik mengalami peningkatan
seiring dengan maraknya pembangunan hotel-hotel
Grafik 1.53 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa TengahSumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah, diolah
PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI - SKALA KANANPRODUKSI PADI
%, YOYRIBU TON
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
-20
-10
0
10
20
30
40
50
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
1.1.2.2. Industri PengolahanSebagai lapangan usaha yang memiliki pangsa terbesar
dalam perekonomian Jawa Tengah, perbaikan
lapangan usaha industri pengolahan menjadi
salah satu pendorong percepatan pertumbuhan
ekonomi triwulan laporan. Pada triwulan IV 2017,
kinerja industri pengolahan tercatat tumbuh meningkat
dari 4,25% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi 4,34%
(yoy) pada triwulan IV 2017. Secara triwulanan,
lapangan usaha ini tercatat mengalami pertumbuhan
1,03% (qtq), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
pada periode yang sama tahun sebelumnya yang
sebesar 0,95% (qtq).
%
Grafik 1.54 Pertumbuhan PDRB Industri PengolahanSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
(2)
(1)
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
30
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
31
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.60 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Ecerandan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
%
(4)
(2)
-
2
4
6
8
10
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.61 SBT Kegiatan Usaha, Likert Scale Penjualan Domestik,Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Bank Indonesia, diolah
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
(2)
-
2
4
6
8
10
12 %, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)SBT KEGIATAN USAHA LIKERT SCALE PENJUALAN DOMESTIK - SKALA KANAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I II
2017III
1.1.2.3. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Pada tr iwulan laporan, lapangan usaha
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-
sepeda motor mencatatkan pertumbuhan 3,84%
(yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh 7,18% (yoy). Secara triwulanan,
lapangan usaha ini tercatat tumbuh 0,71% (qtq), lebih
rendah dibanding pertumbuhan triwulan IV 2016 yang
sebesar 3,95% (qtq).
Berdasarkan hasil FGD, output utama yang diukur
dalam lapangan usaha perdagangan adalah margin
perdagangan. Pada triwulan laporan, margin
perdagangan komoditas yang memiliki pangsa terbesar
dalam perdagangan Jawa Tengah justru menunjukkan
penurunan margin dibanding triwulan sebelumnya.
Sebagai contoh, pada triwulan IV 2017 komoditas
tanaman pangan yang berkontribusi ±40% terhadap
perdagangan komoditas pertanian, menunjukkan
penurunan margin yang lebih dalam dibanding
triwulan sebelumnya. Lebih lanjut, perlambatan margin
perdagangan juga terjadi pada komoditas industri
pengolahan tembakau, yang memiliki pangsa 23%
terhadap perdagangan komoditas industri. Dengan
demikian, meskipun kinerja pertanian, pertambangan,
dan industri pengolahan secara agregat menunjukkan
perbaikan pertumbuhan pada triwulan laporan, hal
tersebut tidak langsung berpengaruh terhadap
akselerasi lapangan usaha perdagangan. Penurunan
margin perdagangan, terutama yang terjadi di
komoditas-komoditas yang memberikan pangsa
terbesar dalam perdagangan Jawa Tengah, juga
memengaruhi kinerja lapangan usaha perdagangan
secara keseluruhan pada triwulan laporan.
Penyaluran kredit di lapangan usaha ini juga
terkontraksi lebih dalam, yaitu dari tumbuh negatif
0,88% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi terkontraksi
6,54% (yoy) pada triwulan laporan. Meskipun
penyaluran kredit perbankan menunjukkan penurunan
cukup dalam, kualitas kredit yang disalurkan tidak
terlalu terpengaruh. Hal tersebut tercermin dari NPL
sektor perdagangan yang justru tercatat mengalami
perbaikan yaitu dari 3,65% menjadi 3,47%.
Sementara itu, hasil survei dan liaison yang dilakukan
Bank Indonesia mengindikasikan masih relatif kuatnya
kiner ja perdagangan pada per iode laporan.
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU),
Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha sektor
perdagangan meningkat dari 3,75% pada triwulan III
2017 menjadi 6,92% pada triwulan IV 2017. Hasil
liaison juga menunjukkan optimisme pelaku usaha
terhadap kondisi penjualan pada triwulan IV, tercermin
dari likert scale penjualan domestik sektor perdagangan
pada periode laporan sebesar 0,63.
Grafik 1.58 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besardan Sedang berdasarkan Sektor (%, YOY)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
TRIWULAN III 2017 TRIWULAN IV 2017
-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KAYU, BARANG DARI KAYU
INDUSTRI KIMIA
INDUSTRI FARMASI DAN OBAT TRADISIONAL
INDUSTRI BARANG ELEKTRONIK
INDUSTRI PERALATAN LISTRIK
INDUSTRI FURNITUR
Grafik 1.59Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
TRIWULAN III 2017 TRIWULAN IV 2017
-60 -40 -20 0 20 40 60
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT & ALAS KAKI
INDUSTRI KAYU
INDUSTRI BAHAN KIMIA
INDUSTRI FARMASI DAN OBAT TRADISIONAL
INDUSTRI KARET
INDUSTRI PERALATAN LISTRIK
INDUSTRI FURNITUR
Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro danKecil berdasarkan Sektor (%, YOY)
menunjukkan perbaikan, yaitu dari -0,98% pada
triwulan III 2017 menjadi -0,20% pada triwulan IV
2017.
Berdasarkan skalanya, baik industri besar dan sedang
maupun industri mikro dan kecil menunjukkan
peningkatan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan
produksi industri manufaktur yang disurvei oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah. Hasil survei
tersebut menunjukkan bahwa produksi industri
manufaktur besar dan sedang maupun mikro dan kecil
mengalami perbaikan masing-masing menjadi tumbuh
2,19% (yoy) dan 0,12%, setelah mengalami
pertumbuhan negatif sebesar 0,72% (yoy) dan 4,28%
(yoy) pada triwulan sebelumnya.
Pada industri manufaktur skala besar dan sedang,
perbaikan utamanya terjadi pada industri kayu dan
barang dari kayu; minuman; pengolahan tembakau;
serta furnitur. Industri farmasi dan obat tradisional;
barang elektronik; serta peralatan listrik juga
menunjukkan peningkatan pertumbuhan produksi
pada triwulan laporan. Sementara industri besar dan
sedang yang mengalami perlambatan yaitu industri
pakaian jadi; kimia; serta industri makanan. Lebih
lanjut, pada industri manufaktur skala mikro dan kecil,
peningkatan kinerja terutama terjadi pada industri
makanan dan minuman sebagai salah satu industri
utama Jawa Tengah. Sementara itu, industri
pengolahan tembakau; pakaian jadi; kayu; serta
farmasi dan obat tradisional skala mikro dan kecil,
mengalami penurunan yang semakin dalam pada
triwulan IV 2017.
Selama tahun 2017, pertumbuhan industri
pengolahan tercatat 4,35% (yoy), meningkat
dibandingkan pertumbuhan 4,10% (yoy) pada
tahun sebelumnya. Akselerasi pertumbuhan
terutama didorong oleh perbaikan kinerja industri
barang logam dan barang elektronik, dari kontraksi
8,07% (yoy) menjadi 3,56% (yoy); industri logam dasar,
dari kontraksi 2,71% (yoy) menjadi 2,69% (yoy);
industri tekstil dan pakaian jadi, dari 3,19% (yoy)
menjadi 7,01% (yoy); serta industri pengolahan
tembakau, dari 0,93% (yoy) menjadi 4,23% (yoy).
Sementara itu, melambatnya kinerja industri
pengilangan migas, dari tumbuh 5,10% (yoy) menjadi
0,44% (yoy), menjadi penahan laju pertumbuhan
industri pengolahan untuk tumbuh lebih tinggi pada
tahun laporan.
32
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
33
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
Grafik 1.60 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Ecerandan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY) PERTUMBUHAN TRIWULANAN (QTQ)
%
(4)
(2)
-
2
4
6
8
10
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.61 SBT Kegiatan Usaha, Likert Scale Penjualan Domestik,Pertumbuhan PDRB Perdagangan
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Bank Indonesia, diolah
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
(2)
-
2
4
6
8
10
12 %, YOY
PERTUMBUHAN TAHUNAN (YOY)SBT KEGIATAN USAHA LIKERT SCALE PENJUALAN DOMESTIK - SKALA KANAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I II
2017III
1.1.2.3. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
Pada tr iwulan laporan, lapangan usaha
perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-
sepeda motor mencatatkan pertumbuhan 3,84%
(yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh 7,18% (yoy). Secara triwulanan,
lapangan usaha ini tercatat tumbuh 0,71% (qtq), lebih
rendah dibanding pertumbuhan triwulan IV 2016 yang
sebesar 3,95% (qtq).
Berdasarkan hasil FGD, output utama yang diukur
dalam lapangan usaha perdagangan adalah margin
perdagangan. Pada triwulan laporan, margin
perdagangan komoditas yang memiliki pangsa terbesar
dalam perdagangan Jawa Tengah justru menunjukkan
penurunan margin dibanding triwulan sebelumnya.
Sebagai contoh, pada triwulan IV 2017 komoditas
tanaman pangan yang berkontribusi ±40% terhadap
perdagangan komoditas pertanian, menunjukkan
penurunan margin yang lebih dalam dibanding
triwulan sebelumnya. Lebih lanjut, perlambatan margin
perdagangan juga terjadi pada komoditas industri
pengolahan tembakau, yang memiliki pangsa 23%
terhadap perdagangan komoditas industri. Dengan
demikian, meskipun kinerja pertanian, pertambangan,
dan industri pengolahan secara agregat menunjukkan
perbaikan pertumbuhan pada triwulan laporan, hal
tersebut tidak langsung berpengaruh terhadap
akselerasi lapangan usaha perdagangan. Penurunan
margin perdagangan, terutama yang terjadi di
komoditas-komoditas yang memberikan pangsa
terbesar dalam perdagangan Jawa Tengah, juga
memengaruhi kinerja lapangan usaha perdagangan
secara keseluruhan pada triwulan laporan.
Penyaluran kredit di lapangan usaha ini juga
terkontraksi lebih dalam, yaitu dari tumbuh negatif
0,88% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi terkontraksi
6,54% (yoy) pada triwulan laporan. Meskipun
penyaluran kredit perbankan menunjukkan penurunan
cukup dalam, kualitas kredit yang disalurkan tidak
terlalu terpengaruh. Hal tersebut tercermin dari NPL
sektor perdagangan yang justru tercatat mengalami
perbaikan yaitu dari 3,65% menjadi 3,47%.
Sementara itu, hasil survei dan liaison yang dilakukan
Bank Indonesia mengindikasikan masih relatif kuatnya
kiner ja perdagangan pada per iode laporan.
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU),
Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha sektor
perdagangan meningkat dari 3,75% pada triwulan III
2017 menjadi 6,92% pada triwulan IV 2017. Hasil
liaison juga menunjukkan optimisme pelaku usaha
terhadap kondisi penjualan pada triwulan IV, tercermin
dari likert scale penjualan domestik sektor perdagangan
pada periode laporan sebesar 0,63.
Grafik 1.58 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besardan Sedang berdasarkan Sektor (%, YOY)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
TRIWULAN III 2017 TRIWULAN IV 2017
-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KAYU, BARANG DARI KAYU
INDUSTRI KIMIA
INDUSTRI FARMASI DAN OBAT TRADISIONAL
INDUSTRI BARANG ELEKTRONIK
INDUSTRI PERALATAN LISTRIK
INDUSTRI FURNITUR
Grafik 1.59Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
TRIWULAN III 2017 TRIWULAN IV 2017
-60 -40 -20 0 20 40 60
INDUSTRI MAKANAN
INDUSTRI MINUMAN
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
INDUSTRI TEKSTIL
INDUSTRI PAKAIAN JADI
INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT & ALAS KAKI
INDUSTRI KAYU
INDUSTRI BAHAN KIMIA
INDUSTRI FARMASI DAN OBAT TRADISIONAL
INDUSTRI KARET
INDUSTRI PERALATAN LISTRIK
INDUSTRI FURNITUR
Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro danKecil berdasarkan Sektor (%, YOY)
menunjukkan perbaikan, yaitu dari -0,98% pada
triwulan III 2017 menjadi -0,20% pada triwulan IV
2017.
Berdasarkan skalanya, baik industri besar dan sedang
maupun industri mikro dan kecil menunjukkan
peningkatan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan
produksi industri manufaktur yang disurvei oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah. Hasil survei
tersebut menunjukkan bahwa produksi industri
manufaktur besar dan sedang maupun mikro dan kecil
mengalami perbaikan masing-masing menjadi tumbuh
2,19% (yoy) dan 0,12%, setelah mengalami
pertumbuhan negatif sebesar 0,72% (yoy) dan 4,28%
(yoy) pada triwulan sebelumnya.
Pada industri manufaktur skala besar dan sedang,
perbaikan utamanya terjadi pada industri kayu dan
barang dari kayu; minuman; pengolahan tembakau;
serta furnitur. Industri farmasi dan obat tradisional;
barang elektronik; serta peralatan listrik juga
menunjukkan peningkatan pertumbuhan produksi
pada triwulan laporan. Sementara industri besar dan
sedang yang mengalami perlambatan yaitu industri
pakaian jadi; kimia; serta industri makanan. Lebih
lanjut, pada industri manufaktur skala mikro dan kecil,
peningkatan kinerja terutama terjadi pada industri
makanan dan minuman sebagai salah satu industri
utama Jawa Tengah. Sementara itu, industri
pengolahan tembakau; pakaian jadi; kayu; serta
farmasi dan obat tradisional skala mikro dan kecil,
mengalami penurunan yang semakin dalam pada
triwulan IV 2017.
Selama tahun 2017, pertumbuhan industri
pengolahan tercatat 4,35% (yoy), meningkat
dibandingkan pertumbuhan 4,10% (yoy) pada
tahun sebelumnya. Akselerasi pertumbuhan
terutama didorong oleh perbaikan kinerja industri
barang logam dan barang elektronik, dari kontraksi
8,07% (yoy) menjadi 3,56% (yoy); industri logam dasar,
dari kontraksi 2,71% (yoy) menjadi 2,69% (yoy);
industri tekstil dan pakaian jadi, dari 3,19% (yoy)
menjadi 7,01% (yoy); serta industri pengolahan
tembakau, dari 0,93% (yoy) menjadi 4,23% (yoy).
Sementara itu, melambatnya kinerja industri
pengilangan migas, dari tumbuh 5,10% (yoy) menjadi
0,44% (yoy), menjadi penahan laju pertumbuhan
industri pengolahan untuk tumbuh lebih tinggi pada
tahun laporan.
32
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
33
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20 %, YOY
Grafik 1.65 Pertumbuhan PDRB Informasi dan KomunikasiSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.66 Pertumbuhan PDRB Jasa PerusahaanSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
%, YOY
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
2016. Perkembangan teknologi yang diikuti dengan
meningkatnya kesadaran teknologi masyarakat
mendorong penggunaan teknologi informasi dalam
kegiatan usaha. Hal tersebut dapat terlihat dari
maraknya perkembangan e-commerce, dan start up
company yang berbasis teknologi informasi. Tidak
hanya pelaku usaha, pemanfaatan teknologi oleh
instansi pemerintah juga meningkat, beberapa
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Jawa Tengah
semakin gencar dalam memanfaatkan teknologi
informasi dalam pelaksanaan tugasnya, seperti melalui
pengembangan aplikasi mobile berbasis Android.
Pada triwulan laporan, seluruh lapangan usaha
mencatatkan pertumbuhan positif. Lapangan usaha
lain yang juga menunjukkan pertumbuhan tinggi pada
triwulan laporan yaitu lapangan usaha jasa perusahaan.
Pertumbuhan lapangan usaha jasa perusahaan sebesar
11,23% (yoy), meningkat signifikan dari pertumbuhan
triwulan lalu sebesar 5,51% (yoy). Tingginya tingkat
pertumbuhan dipengaruhi oleh meningkatnya jasa
penyelenggaraan acara (event organizer) di tengah
maraknya event/hajatan pada akhir triwulan 2017.
Namun demikian, terdapat beberapa lapangan usaha
lain yang mencatatkan perlambatan cukup dalam pada
triwulan laporan, di antaranya lapangan usaha
pengadaan listrik dan gas; jasa keuangan dan asuransi;
serta transportasi dan pergudangan. Preferensi
masyarakat yang lebih menyukai penggunaan
kendaraan pribadi serta meningkatnya penggunaan
moda transportasi berbasis online berpengaruh
terhadap melambatnya kinerja transportasi dan
pergudangan. Saat ini, moda transportasi berbasis
online belum dihitung sebagai komponen transportasi
dalam PDRB, karena yang diperhitungkan saat ini hanya
moda transportasi/angkutan yang telah memiliki izin
trayek resmi.
1.2. TRACKING PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL TRIWULAN I 2018
Sesuai pola musimannya, pertumbuhan ekonomi
di Jawa Tengah diperkirakan melambat pada
triwulan I 2018. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
periode tersebut diproyeksikan berada di kisaran 5,1%-
5,5%. Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan
bersumber dari konsumsi rumah tangga, ekspor luar
negeri, dan konsumsi pemerintah. Sementara dari sisi
lapangan usaha, perlambatan utamanya berasal dari
lapangan usaha industri pengolahan. Sedangkan
lapangan usaha utama Jawa Tengah lainnya yaitu
pertanian, kehutanan, dan perikanan; serta
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan
sepeda motor diperkirakan tumbuh lebih cepat, seiring
dengan berlangsungnya musim panen padi pada
Februari sampai dengan April 2018.
Grafik 1.62 Indeks Penjualan Riil (Hasil SPE) dan PertumbuhanPDRB Perdagangan
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
INDEKS PENJUALAN RIIL PERTUMBUHAN PDRB PERDAGANGAN - SKALA KANAN
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
120
140
160
180
200
220 %, YOYINDEKS
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
IPR Perdagangan Eceran berdasarkan Kelompok KomoditasGrafik 1.63
SUKU
CA
DA
NG
AKS
ESO
RIS
TRIWULAN III 2017TRIWULAN IV 2017INDEKS
MA
KAN
AN
, MIN
UM
AN
DA
N T
EMBA
KAU
BAH
AN
BA
KAR
KEN
DA
RAA
N B
ERM
OTO
R
PERA
LATA
N D
AN
KO
MU
NIK
ASI
DI T
OKO
PERL
ENG
KAPA
NRU
MA
H T
AN
GG
ALA
INN
YA
BARA
NG
BU
DAY
AD
AN
REK
REA
SI
BARA
NG
LA
INN
YA
SAN
DA
NG
0
100
200
300
400
500
Secara keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran
lebih tinggi dibandingkan capaian 2016. Pada
tahun laporan, lapangan usaha ini mencatatkan
pertumbuhan 6,10% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan tahun 2016 yang sebesar 5,61% (yoy).
Perbaikan pertumbuhan terutama terjadi pada
perdagangan mobil, motor, dan reparasinya;
sedangkan perdagangan besar dan eceran selain
kendaraan bermotor mengalami sedikit perlambatan.
kuatnya kinerja lapangan usaha ini dikonfirmasi dari
hasil liaison, di mana likert scale penjualan dan
kapasitas utilisasi di sektor bangunan mengalami
kenaikan dari masing-masing sebesar 1 dan -0,33 pada
triwulan III 2017 menjadi sebesar 1,33 dan 2 pada
periode laporan. Penguatan kinerja konstruksi pada
triwulan akhir 2017 selanjutnya mendorong akselerasi
pertumbuhan lapangan usaha ini untuk keseluruhan
tahun 2017. Pada 2017, pertumbuhan konstruksi
tercatat 7,13% (yoy), lebih tinggi dari tahun
sebelumnya yang sebesar 6,52% (yoy). Perbaikan ini
tidak terlepas dari menguatnya aktivitas investasi baik
yang dilakukan pemerintah maupun swasta di
sepanjang tahun 2017.
Lebih lanjut, lapangan usaha lain yang mencatatkan
tingkat pertumbuhan tertinggi pada triwulan IV 2017
adalah lapangan usaha informasi dan komunikasi.
Lapangan usaha tersebut secara kons i s ten
mencatatkan pertumbuhan dengan besaran double
digit pada tiga triwulan terakhir, sejalan dengan
berkembangnya teknologi informasi. Pada triwulan IV
2017, lapangan usaha informasi dan komunikasi
tumbuh pada level tertinggi sejak empat tahun terakhir
sebesar 18,81% (yoy), terakselerasi dibandingkan
pertumbuhan triwulan III 2017 sebesar 13,80% (yoy).
Secara akumulatif, pertumbuhan lapangan usaha ini
juga meningkat tajam menjadi tumbuh 13,27% (yoy)
pada tahun laporan; dari tumbuh 8,31% (yoy) pada
1.1.2.4. Lapangan Usaha Lainnya
Selain ketiga lapangan usaha utama di atas, penguatan
pertumbuhan terjadi pada lapangan usaha dengan
pangsa terbesar keempat di Jawa Tengah, yaitu
konstruksi. Pada triwulan laporan, lapangan usaha
konstruksi menunjukkan perbaikan pertumbuhan,
yaitu dari 7,44% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi
sebesar 8,33% (yoy) pada triwulan laporan. Masih
Grafik 1.64 Pertumbuhan PDRB KonstruksiSumber : Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
9 %, YOY
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
34
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
35
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20 %, YOY
Grafik 1.65 Pertumbuhan PDRB Informasi dan KomunikasiSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 1.66 Pertumbuhan PDRB Jasa PerusahaanSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
%, YOY
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
2016. Perkembangan teknologi yang diikuti dengan
meningkatnya kesadaran teknologi masyarakat
mendorong penggunaan teknologi informasi dalam
kegiatan usaha. Hal tersebut dapat terlihat dari
maraknya perkembangan e-commerce, dan start up
company yang berbasis teknologi informasi. Tidak
hanya pelaku usaha, pemanfaatan teknologi oleh
instansi pemerintah juga meningkat, beberapa
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Jawa Tengah
semakin gencar dalam memanfaatkan teknologi
informasi dalam pelaksanaan tugasnya, seperti melalui
pengembangan aplikasi mobile berbasis Android.
Pada triwulan laporan, seluruh lapangan usaha
mencatatkan pertumbuhan positif. Lapangan usaha
lain yang juga menunjukkan pertumbuhan tinggi pada
triwulan laporan yaitu lapangan usaha jasa perusahaan.
Pertumbuhan lapangan usaha jasa perusahaan sebesar
11,23% (yoy), meningkat signifikan dari pertumbuhan
triwulan lalu sebesar 5,51% (yoy). Tingginya tingkat
pertumbuhan dipengaruhi oleh meningkatnya jasa
penyelenggaraan acara (event organizer) di tengah
maraknya event/hajatan pada akhir triwulan 2017.
Namun demikian, terdapat beberapa lapangan usaha
lain yang mencatatkan perlambatan cukup dalam pada
triwulan laporan, di antaranya lapangan usaha
pengadaan listrik dan gas; jasa keuangan dan asuransi;
serta transportasi dan pergudangan. Preferensi
masyarakat yang lebih menyukai penggunaan
kendaraan pribadi serta meningkatnya penggunaan
moda transportasi berbasis online berpengaruh
terhadap melambatnya kinerja transportasi dan
pergudangan. Saat ini, moda transportasi berbasis
online belum dihitung sebagai komponen transportasi
dalam PDRB, karena yang diperhitungkan saat ini hanya
moda transportasi/angkutan yang telah memiliki izin
trayek resmi.
1.2. TRACKING PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL TRIWULAN I 2018
Sesuai pola musimannya, pertumbuhan ekonomi
di Jawa Tengah diperkirakan melambat pada
triwulan I 2018. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah
periode tersebut diproyeksikan berada di kisaran 5,1%-
5,5%. Ditinjau dari sisi pengeluaran, perlambatan
bersumber dari konsumsi rumah tangga, ekspor luar
negeri, dan konsumsi pemerintah. Sementara dari sisi
lapangan usaha, perlambatan utamanya berasal dari
lapangan usaha industri pengolahan. Sedangkan
lapangan usaha utama Jawa Tengah lainnya yaitu
pertanian, kehutanan, dan perikanan; serta
perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan
sepeda motor diperkirakan tumbuh lebih cepat, seiring
dengan berlangsungnya musim panen padi pada
Februari sampai dengan April 2018.
Grafik 1.62 Indeks Penjualan Riil (Hasil SPE) dan PertumbuhanPDRB Perdagangan
Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah
INDEKS PENJUALAN RIIL PERTUMBUHAN PDRB PERDAGANGAN - SKALA KANAN
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
120
140
160
180
200
220 %, YOYINDEKS
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
IPR Perdagangan Eceran berdasarkan Kelompok KomoditasGrafik 1.63
SUKU
CA
DA
NG
AKS
ESO
RIS
TRIWULAN III 2017TRIWULAN IV 2017INDEKS
MA
KAN
AN
, MIN
UM
AN
DA
N T
EMBA
KAU
BAH
AN
BA
KAR
KEN
DA
RAA
N B
ERM
OTO
R
PERA
LATA
N D
AN
KO
MU
NIK
ASI
DI T
OKO
PERL
ENG
KAPA
NRU
MA
H T
AN
GG
ALA
INN
YA
BARA
NG
BU
DAY
AD
AN
REK
REA
SI
BARA
NG
LA
INN
YA
SAN
DA
NG
0
100
200
300
400
500
Secara keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran
lebih tinggi dibandingkan capaian 2016. Pada
tahun laporan, lapangan usaha ini mencatatkan
pertumbuhan 6,10% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan tahun 2016 yang sebesar 5,61% (yoy).
Perbaikan pertumbuhan terutama terjadi pada
perdagangan mobil, motor, dan reparasinya;
sedangkan perdagangan besar dan eceran selain
kendaraan bermotor mengalami sedikit perlambatan.
kuatnya kinerja lapangan usaha ini dikonfirmasi dari
hasil liaison, di mana likert scale penjualan dan
kapasitas utilisasi di sektor bangunan mengalami
kenaikan dari masing-masing sebesar 1 dan -0,33 pada
triwulan III 2017 menjadi sebesar 1,33 dan 2 pada
periode laporan. Penguatan kinerja konstruksi pada
triwulan akhir 2017 selanjutnya mendorong akselerasi
pertumbuhan lapangan usaha ini untuk keseluruhan
tahun 2017. Pada 2017, pertumbuhan konstruksi
tercatat 7,13% (yoy), lebih tinggi dari tahun
sebelumnya yang sebesar 6,52% (yoy). Perbaikan ini
tidak terlepas dari menguatnya aktivitas investasi baik
yang dilakukan pemerintah maupun swasta di
sepanjang tahun 2017.
Lebih lanjut, lapangan usaha lain yang mencatatkan
tingkat pertumbuhan tertinggi pada triwulan IV 2017
adalah lapangan usaha informasi dan komunikasi.
Lapangan usaha tersebut secara kons i s ten
mencatatkan pertumbuhan dengan besaran double
digit pada tiga triwulan terakhir, sejalan dengan
berkembangnya teknologi informasi. Pada triwulan IV
2017, lapangan usaha informasi dan komunikasi
tumbuh pada level tertinggi sejak empat tahun terakhir
sebesar 18,81% (yoy), terakselerasi dibandingkan
pertumbuhan triwulan III 2017 sebesar 13,80% (yoy).
Secara akumulatif, pertumbuhan lapangan usaha ini
juga meningkat tajam menjadi tumbuh 13,27% (yoy)
pada tahun laporan; dari tumbuh 8,31% (yoy) pada
1.1.2.4. Lapangan Usaha Lainnya
Selain ketiga lapangan usaha utama di atas, penguatan
pertumbuhan terjadi pada lapangan usaha dengan
pangsa terbesar keempat di Jawa Tengah, yaitu
konstruksi. Pada triwulan laporan, lapangan usaha
konstruksi menunjukkan perbaikan pertumbuhan,
yaitu dari 7,44% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi
sebesar 8,33% (yoy) pada triwulan laporan. Masih
Grafik 1.64 Pertumbuhan PDRB KonstruksiSumber : Bank Indonesia, BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
9 %, YOY
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
34
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
35
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
konsumsi pemerintah. Namun demikian, rangkaian
kegiatan Pilkada yang telah dimulai pada Februari
2018, berpotensi menahan perlambatan konsumsi
pemerintah dari sisi belanja barang. Selain itu,
penyaluran dan pencairan bantuan Program Keluarga
Harapan (PKH), serta percepatan penyaluran dana desa
pada triwulan I 2018 juga akan menahan melambatnya
konsumsi pemerintah lebih dalam. Sementa ra i t u , k iner ja konsums i LNPRT
diperkirakan tumbuh lebih tinggi pada triwulan I
2018. Hal ini terutama dipicu oleh kegiatan pemilihan
umum kepala daerah (Pilkada) serentak baik di tingkat
provins i maupun yang di laksanakan oleh 7
kabupaten/kota di Jawa Tengah. Rangkaian kegiatan
Pilkada yang telah dimulai pada Februari 2018,
diperkirakan akan mendorong konsumsi lembaga
nonprofit, khususnya partai politik. Namun demikian,
komponen ini tidak memiliki porsi signifikan, sehingga
konsumsi secara keseluruhan masih mencatatkan
perlambatan pada triwulan I 2018.
Kinerja investasi diperkirakan meningkat pada
triwulan I 2018, khususnya investasi yang berupa
proyek infrastruktur pemerintah. Meskipun pada awal
tahun biasanya terdapat pola musiman berupa belum
optimalnya kegiatan investasi karena masih dalam
proses pengadaan; namun beberapa proyek
infrastruktur multiyears ditargetkan untuk selesai akhir
tahun ini, bahkan ada yang ditargetkan selesai pada
triwulan I 2018 seperti perluasan Bandara A. Yani
Semarang. Percepatan target penyelesaian proyek
infrastruktur akan mendorong kegiatan investasi untuk
digenjot sejak triwulan awal 2018, yang selanjutnya
berpengaruh terhadap kinerja investasi yang tetap
tumbuh meningkat pada triwulan I 2018. Sementara
itu, dari sisi swasta, optimisme pelaku usaha akan
meningkatnya investasi tercermin dari hasil SKDU Bank
Indonesia. Berdasarkan hasil survei tersebut, perkiraan
SBT investasi triwulan I 2018 sebesar 10,78%, lebih
tinggi dibandingkan realisasi SBT investasi triwulan IV
2017 sebesar 9,20%. Optimisme meningkatnya
kegiatan investasi dipengaruhi oleh banyaknya industri
yang melakukan relokasi usaha ke Jawa Tengah
sehingga mendorong ber lanjutnya investas i
nonbangunan berupa pembelian mesin-mesin dan
perlengkapan. Perbaikan infrastruktur transportasi dan
logistik juga akan mendorong minat investasi di Jawa
Tengah.
Pertumbuhan ekspor luar negeri pada triwulan I
2018 diperkirakan tetap tumbuh positif, meskipun
tidak setinggi triwulan sebelumnya. Pada triwulan
IV 2017, ekspor luar negeri Jawa Tengah tercatat
tumbuh 13,22% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding rata-
rata pertumbuhan ekspor triwulan I selama lima tahun
terakhir yang sebesar 7,14%. Berdasarkan hasil liaison,
ekspor pada awal tahun biasanya belum terlalu banyak,
karena order dari pembeli di negara mitra dagang
biasanya baru diterima pada bulan Februari-Maret,
pasca berakhirnya musim libur akhir tahun.
Kinerja ekspor yang masih tercatat positif terutama
ditopang oleh kondisi ekonomi negara mitra dagang
utama yang mengalami perbaikan. Secara umum,
pemulihan ekonomi global diperkirakan masih terus
berlanjut pada 2018, diikuti dengan meningkatnya
volume perdagangan dunia dan kenaikan harga
komoditas dunia. Perekonomian AS diperkirakan terus
berlanjut ditopang oleh investasi dan konsumsi yang
menguat seiring optimisme terhadap reformasi pajak di
AS. Sejalan dengan perkembangan tersebut, suku
bunga Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan akan kembali
meningkat disertai penurunan neraca bank sentral
sesuai rencana. Perekonomian AS berpengaruh besar
tehadap kinerja ekspor Jawa Tengah mengingat AS
merupakan negara tujuan ekspor terbesar Jawa
Tengah, dengan pangsa 28,64%.
1.2.1. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan I 2018 Sisi PengeluaranPermintaan domestik diperkirakan masih menjadi
sumber utama pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah, dengan pangsa di atas 60%. Secara
keseluruhan, konsumsi diperkirakan akan mengalami
perlambatan pada triwulan I 2018. Perlambatan ini
diproyeksikan terjadi pada pengeluaran konsumsi
rumah tangga dan konsumsi pemerintah, sedangkan
konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah
tangga (LNPRT) diperkirakan tumbuh lebih tinggi.
P e n g e l u a r a n k o n s u m s i r u m a h t a n g g a
diperkirakan melambat pada triwulan I 2018
seiring dengan normalisasi pada awal tahun, pasca
peningkatan pola konsumsi masyarakat saat hari raya
Natal dan Tahun Baru. Perlambatan ini terindikasi dari
hasil survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia,
di mana keyakinan konsumen yang tercermin dari rata-
rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) triwulan I 2018
(s.d Februari 2018) tercatat 127,65; sedikit menurun
dari rata-rata IKK triwulan IV 2017 yang sebesar
129,16. Meskipun melambat, nilai IKK yang secara
konsisten berada di atas level 100 menunjukkan masih
kuatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Perlambatan tersebut terutama didorong oleh
penurunan dua indeks pembentuk IKK, yaitu indeks
kondisi ekonomi saat ini (IKE) dan indeks ekspektasi
konsumen (IEK) triwulan I 2018 (s.d. Februari 2018)
yang rata-ratanya sedikit menurun masing-masing
menjadi sebesar 116,92 dan 138,37; dibanding rata-
rata triwulan sebelumnya sebesar 118,30 dan 140,01.
Menurunnya optimisme konsumen terhadap kondisi
ekonomi triwulan I 2018 didorong oleh melemahnya
keyakinan atas penghas i lan konsumen dan
ketersediaan lapangan kerja.
Deselerasi konsumsi rumah tangga juga dikonfirmasi
oleh pedagang eceran. Hal tersebut tercermin dari hasil
Survei Penjualan Eceran (SPE), di mana indeks penjualan
riil mengalami penurunan dari 182,6 pada triwulan IV
2017 (rata-rata) menjadi 173,6 pada triwulan I 2018
(rata-rata s.d. Februari 2018). Perlambatan ini terjadi
pada hampir seluruh kategori komoditas, kecuali
barang budaya dan rekreasi.
Namun demikian, perlambatan konsumsi rumah
tangga diperkirakan tidak terlalu dalam, mengingat
daya beli rumah tangga diperkirakan tetap terjaga
seiring dengan kenaikan UMR serta minimnya tekanan
inflasi administered prices dibandingkan tahun
sebelumnya. Selain itu, penyaluran dana desa melalui
skema padat karya tunai (cash for work) telah
dilaksanakan mulai bulan Januari 2018. Di Jawa
Tengah, bantuan tersebut rencananya disalurkan ke
7.809 desa di 29 kabupaten, dengan total anggaran
Rp6,74 triliun atau meningkat 4,66% (yoy) dari tahun
lalu. Bantuan tersebut diyakini dapat memberikan
pendapatan tambahan bagi rumah tangga dan
membantu daya beli masyarakat, sehingga konsumsi
rumah tangga secara keseluruhan turut meningkat.
Lebih lanjut, konsumsi pemerintah diproyeksikan
juga melambat meskipun dalam level yang tidak
terlalu dalam. Kinerja konsumsi pemerintah pada
awal tahun diperkirakan belum terlalu tinggi karena
masih dalam proses pengadaan. Selain itu, anggaran
pendapatan dalam APBD Provinsi Jawa Tengah tahun
2018 sebesar Rp24,41 triliun hanya tumbuh 3,39%
(yoy), lebih rendah dibanding kenaikan anggaran
pendapatan dalam APBDP 2017 yang tumbuh 12,51%
(yoy). Sama halnya dengan anggaran pendapatan,
kenaikan anggaran belanja tahun 2018 juga lebih
rendah, yaitu sebesar 4,34% (yoy); dari tahun
sebelumnya yang meningkat 13,24% (yoy). Kenaikan
anggaran tahun 2018 yang lebih rendah dibanding
pertumbuhan anggaran tahun lalu diperkirakan akan
berdampak terhadap melambatnya pengeluaran
36
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
37
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
konsumsi pemerintah. Namun demikian, rangkaian
kegiatan Pilkada yang telah dimulai pada Februari
2018, berpotensi menahan perlambatan konsumsi
pemerintah dari sisi belanja barang. Selain itu,
penyaluran dan pencairan bantuan Program Keluarga
Harapan (PKH), serta percepatan penyaluran dana desa
pada triwulan I 2018 juga akan menahan melambatnya
konsumsi pemerintah lebih dalam. Sementa ra i t u , k iner ja konsums i LNPRT
diperkirakan tumbuh lebih tinggi pada triwulan I
2018. Hal ini terutama dipicu oleh kegiatan pemilihan
umum kepala daerah (Pilkada) serentak baik di tingkat
provins i maupun yang di laksanakan oleh 7
kabupaten/kota di Jawa Tengah. Rangkaian kegiatan
Pilkada yang telah dimulai pada Februari 2018,
diperkirakan akan mendorong konsumsi lembaga
nonprofit, khususnya partai politik. Namun demikian,
komponen ini tidak memiliki porsi signifikan, sehingga
konsumsi secara keseluruhan masih mencatatkan
perlambatan pada triwulan I 2018.
Kinerja investasi diperkirakan meningkat pada
triwulan I 2018, khususnya investasi yang berupa
proyek infrastruktur pemerintah. Meskipun pada awal
tahun biasanya terdapat pola musiman berupa belum
optimalnya kegiatan investasi karena masih dalam
proses pengadaan; namun beberapa proyek
infrastruktur multiyears ditargetkan untuk selesai akhir
tahun ini, bahkan ada yang ditargetkan selesai pada
triwulan I 2018 seperti perluasan Bandara A. Yani
Semarang. Percepatan target penyelesaian proyek
infrastruktur akan mendorong kegiatan investasi untuk
digenjot sejak triwulan awal 2018, yang selanjutnya
berpengaruh terhadap kinerja investasi yang tetap
tumbuh meningkat pada triwulan I 2018. Sementara
itu, dari sisi swasta, optimisme pelaku usaha akan
meningkatnya investasi tercermin dari hasil SKDU Bank
Indonesia. Berdasarkan hasil survei tersebut, perkiraan
SBT investasi triwulan I 2018 sebesar 10,78%, lebih
tinggi dibandingkan realisasi SBT investasi triwulan IV
2017 sebesar 9,20%. Optimisme meningkatnya
kegiatan investasi dipengaruhi oleh banyaknya industri
yang melakukan relokasi usaha ke Jawa Tengah
sehingga mendorong ber lanjutnya investas i
nonbangunan berupa pembelian mesin-mesin dan
perlengkapan. Perbaikan infrastruktur transportasi dan
logistik juga akan mendorong minat investasi di Jawa
Tengah.
Pertumbuhan ekspor luar negeri pada triwulan I
2018 diperkirakan tetap tumbuh positif, meskipun
tidak setinggi triwulan sebelumnya. Pada triwulan
IV 2017, ekspor luar negeri Jawa Tengah tercatat
tumbuh 13,22% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding rata-
rata pertumbuhan ekspor triwulan I selama lima tahun
terakhir yang sebesar 7,14%. Berdasarkan hasil liaison,
ekspor pada awal tahun biasanya belum terlalu banyak,
karena order dari pembeli di negara mitra dagang
biasanya baru diterima pada bulan Februari-Maret,
pasca berakhirnya musim libur akhir tahun.
Kinerja ekspor yang masih tercatat positif terutama
ditopang oleh kondisi ekonomi negara mitra dagang
utama yang mengalami perbaikan. Secara umum,
pemulihan ekonomi global diperkirakan masih terus
berlanjut pada 2018, diikuti dengan meningkatnya
volume perdagangan dunia dan kenaikan harga
komoditas dunia. Perekonomian AS diperkirakan terus
berlanjut ditopang oleh investasi dan konsumsi yang
menguat seiring optimisme terhadap reformasi pajak di
AS. Sejalan dengan perkembangan tersebut, suku
bunga Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan akan kembali
meningkat disertai penurunan neraca bank sentral
sesuai rencana. Perekonomian AS berpengaruh besar
tehadap kinerja ekspor Jawa Tengah mengingat AS
merupakan negara tujuan ekspor terbesar Jawa
Tengah, dengan pangsa 28,64%.
1.2.1. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan I 2018 Sisi PengeluaranPermintaan domestik diperkirakan masih menjadi
sumber utama pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah, dengan pangsa di atas 60%. Secara
keseluruhan, konsumsi diperkirakan akan mengalami
perlambatan pada triwulan I 2018. Perlambatan ini
diproyeksikan terjadi pada pengeluaran konsumsi
rumah tangga dan konsumsi pemerintah, sedangkan
konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah
tangga (LNPRT) diperkirakan tumbuh lebih tinggi.
P e n g e l u a r a n k o n s u m s i r u m a h t a n g g a
diperkirakan melambat pada triwulan I 2018
seiring dengan normalisasi pada awal tahun, pasca
peningkatan pola konsumsi masyarakat saat hari raya
Natal dan Tahun Baru. Perlambatan ini terindikasi dari
hasil survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia,
di mana keyakinan konsumen yang tercermin dari rata-
rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) triwulan I 2018
(s.d Februari 2018) tercatat 127,65; sedikit menurun
dari rata-rata IKK triwulan IV 2017 yang sebesar
129,16. Meskipun melambat, nilai IKK yang secara
konsisten berada di atas level 100 menunjukkan masih
kuatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Perlambatan tersebut terutama didorong oleh
penurunan dua indeks pembentuk IKK, yaitu indeks
kondisi ekonomi saat ini (IKE) dan indeks ekspektasi
konsumen (IEK) triwulan I 2018 (s.d. Februari 2018)
yang rata-ratanya sedikit menurun masing-masing
menjadi sebesar 116,92 dan 138,37; dibanding rata-
rata triwulan sebelumnya sebesar 118,30 dan 140,01.
Menurunnya optimisme konsumen terhadap kondisi
ekonomi triwulan I 2018 didorong oleh melemahnya
keyakinan atas penghas i lan konsumen dan
ketersediaan lapangan kerja.
Deselerasi konsumsi rumah tangga juga dikonfirmasi
oleh pedagang eceran. Hal tersebut tercermin dari hasil
Survei Penjualan Eceran (SPE), di mana indeks penjualan
riil mengalami penurunan dari 182,6 pada triwulan IV
2017 (rata-rata) menjadi 173,6 pada triwulan I 2018
(rata-rata s.d. Februari 2018). Perlambatan ini terjadi
pada hampir seluruh kategori komoditas, kecuali
barang budaya dan rekreasi.
Namun demikian, perlambatan konsumsi rumah
tangga diperkirakan tidak terlalu dalam, mengingat
daya beli rumah tangga diperkirakan tetap terjaga
seiring dengan kenaikan UMR serta minimnya tekanan
inflasi administered prices dibandingkan tahun
sebelumnya. Selain itu, penyaluran dana desa melalui
skema padat karya tunai (cash for work) telah
dilaksanakan mulai bulan Januari 2018. Di Jawa
Tengah, bantuan tersebut rencananya disalurkan ke
7.809 desa di 29 kabupaten, dengan total anggaran
Rp6,74 triliun atau meningkat 4,66% (yoy) dari tahun
lalu. Bantuan tersebut diyakini dapat memberikan
pendapatan tambahan bagi rumah tangga dan
membantu daya beli masyarakat, sehingga konsumsi
rumah tangga secara keseluruhan turut meningkat.
Lebih lanjut, konsumsi pemerintah diproyeksikan
juga melambat meskipun dalam level yang tidak
terlalu dalam. Kinerja konsumsi pemerintah pada
awal tahun diperkirakan belum terlalu tinggi karena
masih dalam proses pengadaan. Selain itu, anggaran
pendapatan dalam APBD Provinsi Jawa Tengah tahun
2018 sebesar Rp24,41 triliun hanya tumbuh 3,39%
(yoy), lebih rendah dibanding kenaikan anggaran
pendapatan dalam APBDP 2017 yang tumbuh 12,51%
(yoy). Sama halnya dengan anggaran pendapatan,
kenaikan anggaran belanja tahun 2018 juga lebih
rendah, yaitu sebesar 4,34% (yoy); dari tahun
sebelumnya yang meningkat 13,24% (yoy). Kenaikan
anggaran tahun 2018 yang lebih rendah dibanding
pertumbuhan anggaran tahun lalu diperkirakan akan
berdampak terhadap melambatnya pengeluaran
36
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
37
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
seluruh daerah sentra Jawa Tengah seperti Brebes,
Pemalang, Tegal, Solo Raya, Demak, dan Pati. Perbaikan
tersebut juga terkonfirmasi dari hasil SKDU Bank
Indonesia yang menunjukkan bahwa perkiraan SBT
kegiatan usaha sektor pertanian pada triwulan I 2018
akan mengalami peningkatan menjadi 3,31%, lebih
tinggi dibanding SBT triwulan IV 2017 yang sebesar
2,34%. Hal tersebut didukung oleh data Dinas
Pertanian yang memerkirakan peningkatan luas panen
triwulan I 2018 mencapai 731,68 ribu hektar, jauh
meningkat dari luas panen triwulan IV 2017 yang
sebesar 213,71 r ibu hektar. Seir ing dengan
meningkatnya luas panen, total produksi padi triwulan I
2018 diperkirakan akan mencapai 4,27 juta ton, lebih
tinggi dari produksi triwulan sebelumnya yang sebesar
1,31 juta ton. Namun demikian, puncak musim
penghujan yang diperkirakan berlangsung sampai
dengan April 2018 perlu diwaspadai menahan laju
pertumbuhan lapangan usaha pertanian. Di samping
risiko serangan hama, tingginya curah hujan juga dapat
menimbulkan rentannya ketahanan tanaman dan hasil
produksi pertanian khususnya produk hortikultura,
serta potensi terendamnya area persawahan di
beberapa daerah, sehingga berisiko mengganggu
produksi pertanian.
Selanjutnya, lapangan usaha perdagangan besar
dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor juga
diproyeksikan tumbuh lebih tinggi pada triwulan I
2018. Berakhirnya periode libur Natal dan Tahun Baru,
sesuai dengan siklus tahunan, diperkirakan akan
menahan kinerja lapangan usaha perdagangan.
Namun demikian, rangkaian proses Pilkada Gubernur
dan Pilkada serentak di 7 kab/kota yang mulai
b e r l a n g s u n g p a d a F e b r u a r i 2 0 1 8 s e r t a
penyelenggaraan event keagamaan seperti perayaan
Hari Raya Imlek dan penyelenggaraan Haul Habib Ali
Bin Muhammad Al Habsyi di Surakarta berpotensi
mendorong kinerja sektor ini. Hasil Survei Konsumen
Bank Indonesia berupa indikator Indeks Keyakinan
Konsumen mencerminkan bahwa konsumen masih
memandang optimis kondisi ekonomi triwulan I 2018
(dengan nilai indeks di atas 100) yaitu sebesar 127,65
(rata-rata s.d. Februari 2018), meskipun sedikit
menurun dari rata-rata triwulan sebelumnya (129,16).
Daya beli masyarakat diperkirakan meningkat seiring
dengan kenaikan UMK tahun 2018 dan relatif
terjaganya tingkat inflasi. Selain itu, kebijakan
pemerintah untuk menahan kenaikan tarif listrik untuk
rumah tangga selama triwulan I 2018 diperkirakan
turut menjaga daya beli masyarakat.
menunjukkan penurunan ditunjukkan oleh SBT
perkiraan kegiatan usaha triwulan I 2018 yang tercatat
22,18%; lebih rendah dibandingkan SBT realisasi
kegiatan usaha pada triwulan IV yang sebesar 30,36%.
Pada triwulan I 2018, lapangan usaha industri
pengolahan, pertumbuhan diprediksi mengalami
perlambatan, seiring dengan normalisasi permintaan
domestik pada awal tahun dan belum banyaknya order
yang masuk dari negara mitra dagang. Hal tersebut
sejalan dengan hasil SKDU Bank Indonesia, yang
menunjukkan bahwa kegiatan usaha industri
pengolahan pada triwulan I 2018 diperkirakan
mengalami perlambatan dengan SBT 2,50%, lebih
rendah dibandingkan SBT kegiatan usaha triwulan IV
2017 yang sebesar 4,20%. Lebih lanjut, perkiraan
Prompt Manufacturing Index (PMI) juga menunjukkan
ekspansi usaha sektor industri pengolahan pada
triwulan I 2018 sedikit melambat menjadi sebesar
50,44%, dari realisasi triwulan IV 2017 sebesar
50,67%. Penurunan tersebut diperkirakan dipengaruhi
oleh turunnya volume produksi pada periode laporan.
Berdasarkan hasil liaison, tantangan yang harus
diwaspadai yaitu persaingan pasar yang semakin ketat
khususnya dengan negara Vietnam di industri tekstil
dan barang kayu. Industri mebel di Vietnam yang
cenderung bersifat masal mendorong produk dari
negara tersebut memiliki harga jual yang lebih rendah.
Selain itu, di industri tekstil yang bersifat padat modal,
permesinan yang digunakan oleh industri tekstil di Jawa
Tengah mayoritas berusia di atas 20 tahun, sehingga
kalah efisien dengan teknologi permesinan yang
digunakan oleh negara kompetitor.
Sementara itu, kinerja lapangan usaha pertanian
diperkirakan mengalami perbaikan dari triwulan
sebelumnya. Peningkatan tersebut sejalan dengan
puncak masa panen komoditas padi yang diperkirakan
berlangsung pada Februari s.d. April 2018 di hampir
Ekonomi Eropa dan Jepang juga diprakirakan tumbuh
lebih baik, sehingga berdampak positif bagi kinerja
ekspor Jawa Tengah. Hal ini mengingat pangsa ekspor
ke Eropa dan Jepang yang relatif besar yaitu mencapai
15,87% dan 12,31% dari total ekspor. Pertumbuhan
ekonomi Tiongkok yang memiliki pangsa ekspor
9,65% juga diperkirakan tetap tumbuh tinggi. Di
Eropa, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan lebih
tinggi dari perkiraan, didukung oleh perbaikan ekspor
dan konsumsi serta kebijakan moneter yang
akomodatif. Pertumbuhan ekonomi Jepang juga
direvisi ke atas sejalan dengan perkembangan ekspor
yang kuat, implementasi insentif perpajakan untuk
perusahaan, dan kebijakan moneter yang masih
akomodatif. Pertumbuhan ekonomi T iongkok
diprakirakan tetap tumbuh tinggi terutama didorong
oleh ekspor seiring peningkatan permintaan,
khususnya dari negara maju. Namun demikian,
tekanan kompetisi dari Vietnam diperkirakan masih
menjadi faktor penahan pertumbuhan ekspor Jawa
Tengah, khususnya untuk komoditas unggulan seperti
tekstil dan produk tekstil serta barang kayu. Selain itu,
sejumlah risiko terhadap perekonomian global tetap
perlu diwaspadai, antara lain kebijakan pengetatan
moneter di negara maju dan faktor geopolitik.
1.2.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan I 2018 Sisi Lapangan Usaha
Pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah
masih ditopang oleh lapangan usaha industri
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan
perikanan; serta perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor. Pada triwulan I
2018, perlambatan diperkirakan terjadi pada lapangan
usaha industri pengolahan, sementara lapangan usaha
pertanian serta perdagangan besar dan eceran
diprediksi mengalami perbaikan. Berdasarkan hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), optimisme pelaku
usaha terhadap perkembangan kegiatan usaha
38
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
39
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
seluruh daerah sentra Jawa Tengah seperti Brebes,
Pemalang, Tegal, Solo Raya, Demak, dan Pati. Perbaikan
tersebut juga terkonfirmasi dari hasil SKDU Bank
Indonesia yang menunjukkan bahwa perkiraan SBT
kegiatan usaha sektor pertanian pada triwulan I 2018
akan mengalami peningkatan menjadi 3,31%, lebih
tinggi dibanding SBT triwulan IV 2017 yang sebesar
2,34%. Hal tersebut didukung oleh data Dinas
Pertanian yang memerkirakan peningkatan luas panen
triwulan I 2018 mencapai 731,68 ribu hektar, jauh
meningkat dari luas panen triwulan IV 2017 yang
sebesar 213,71 r ibu hektar. Seir ing dengan
meningkatnya luas panen, total produksi padi triwulan I
2018 diperkirakan akan mencapai 4,27 juta ton, lebih
tinggi dari produksi triwulan sebelumnya yang sebesar
1,31 juta ton. Namun demikian, puncak musim
penghujan yang diperkirakan berlangsung sampai
dengan April 2018 perlu diwaspadai menahan laju
pertumbuhan lapangan usaha pertanian. Di samping
risiko serangan hama, tingginya curah hujan juga dapat
menimbulkan rentannya ketahanan tanaman dan hasil
produksi pertanian khususnya produk hortikultura,
serta potensi terendamnya area persawahan di
beberapa daerah, sehingga berisiko mengganggu
produksi pertanian.
Selanjutnya, lapangan usaha perdagangan besar
dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor juga
diproyeksikan tumbuh lebih tinggi pada triwulan I
2018. Berakhirnya periode libur Natal dan Tahun Baru,
sesuai dengan siklus tahunan, diperkirakan akan
menahan kinerja lapangan usaha perdagangan.
Namun demikian, rangkaian proses Pilkada Gubernur
dan Pilkada serentak di 7 kab/kota yang mulai
b e r l a n g s u n g p a d a F e b r u a r i 2 0 1 8 s e r t a
penyelenggaraan event keagamaan seperti perayaan
Hari Raya Imlek dan penyelenggaraan Haul Habib Ali
Bin Muhammad Al Habsyi di Surakarta berpotensi
mendorong kinerja sektor ini. Hasil Survei Konsumen
Bank Indonesia berupa indikator Indeks Keyakinan
Konsumen mencerminkan bahwa konsumen masih
memandang optimis kondisi ekonomi triwulan I 2018
(dengan nilai indeks di atas 100) yaitu sebesar 127,65
(rata-rata s.d. Februari 2018), meskipun sedikit
menurun dari rata-rata triwulan sebelumnya (129,16).
Daya beli masyarakat diperkirakan meningkat seiring
dengan kenaikan UMK tahun 2018 dan relatif
terjaganya tingkat inflasi. Selain itu, kebijakan
pemerintah untuk menahan kenaikan tarif listrik untuk
rumah tangga selama triwulan I 2018 diperkirakan
turut menjaga daya beli masyarakat.
menunjukkan penurunan ditunjukkan oleh SBT
perkiraan kegiatan usaha triwulan I 2018 yang tercatat
22,18%; lebih rendah dibandingkan SBT realisasi
kegiatan usaha pada triwulan IV yang sebesar 30,36%.
Pada triwulan I 2018, lapangan usaha industri
pengolahan, pertumbuhan diprediksi mengalami
perlambatan, seiring dengan normalisasi permintaan
domestik pada awal tahun dan belum banyaknya order
yang masuk dari negara mitra dagang. Hal tersebut
sejalan dengan hasil SKDU Bank Indonesia, yang
menunjukkan bahwa kegiatan usaha industri
pengolahan pada triwulan I 2018 diperkirakan
mengalami perlambatan dengan SBT 2,50%, lebih
rendah dibandingkan SBT kegiatan usaha triwulan IV
2017 yang sebesar 4,20%. Lebih lanjut, perkiraan
Prompt Manufacturing Index (PMI) juga menunjukkan
ekspansi usaha sektor industri pengolahan pada
triwulan I 2018 sedikit melambat menjadi sebesar
50,44%, dari realisasi triwulan IV 2017 sebesar
50,67%. Penurunan tersebut diperkirakan dipengaruhi
oleh turunnya volume produksi pada periode laporan.
Berdasarkan hasil liaison, tantangan yang harus
diwaspadai yaitu persaingan pasar yang semakin ketat
khususnya dengan negara Vietnam di industri tekstil
dan barang kayu. Industri mebel di Vietnam yang
cenderung bersifat masal mendorong produk dari
negara tersebut memiliki harga jual yang lebih rendah.
Selain itu, di industri tekstil yang bersifat padat modal,
permesinan yang digunakan oleh industri tekstil di Jawa
Tengah mayoritas berusia di atas 20 tahun, sehingga
kalah efisien dengan teknologi permesinan yang
digunakan oleh negara kompetitor.
Sementara itu, kinerja lapangan usaha pertanian
diperkirakan mengalami perbaikan dari triwulan
sebelumnya. Peningkatan tersebut sejalan dengan
puncak masa panen komoditas padi yang diperkirakan
berlangsung pada Februari s.d. April 2018 di hampir
Ekonomi Eropa dan Jepang juga diprakirakan tumbuh
lebih baik, sehingga berdampak positif bagi kinerja
ekspor Jawa Tengah. Hal ini mengingat pangsa ekspor
ke Eropa dan Jepang yang relatif besar yaitu mencapai
15,87% dan 12,31% dari total ekspor. Pertumbuhan
ekonomi Tiongkok yang memiliki pangsa ekspor
9,65% juga diperkirakan tetap tumbuh tinggi. Di
Eropa, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan lebih
tinggi dari perkiraan, didukung oleh perbaikan ekspor
dan konsumsi serta kebijakan moneter yang
akomodatif. Pertumbuhan ekonomi Jepang juga
direvisi ke atas sejalan dengan perkembangan ekspor
yang kuat, implementasi insentif perpajakan untuk
perusahaan, dan kebijakan moneter yang masih
akomodatif. Pertumbuhan ekonomi T iongkok
diprakirakan tetap tumbuh tinggi terutama didorong
oleh ekspor seiring peningkatan permintaan,
khususnya dari negara maju. Namun demikian,
tekanan kompetisi dari Vietnam diperkirakan masih
menjadi faktor penahan pertumbuhan ekspor Jawa
Tengah, khususnya untuk komoditas unggulan seperti
tekstil dan produk tekstil serta barang kayu. Selain itu,
sejumlah risiko terhadap perekonomian global tetap
perlu diwaspadai, antara lain kebijakan pengetatan
moneter di negara maju dan faktor geopolitik.
1.2.2. Tracking Perkembangan Ekonomi Triwulan I 2018 Sisi Lapangan Usaha
Pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah
masih ditopang oleh lapangan usaha industri
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan
perikanan; serta perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor. Pada triwulan I
2018, perlambatan diperkirakan terjadi pada lapangan
usaha industri pengolahan, sementara lapangan usaha
pertanian serta perdagangan besar dan eceran
diprediksi mengalami perbaikan. Berdasarkan hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), optimisme pelaku
usaha terhadap perkembangan kegiatan usaha
38
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
39
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN IPerlunya Dukungan Regulasi dan Perbaikan Infrastruktur untuk mendukung Industri Pengolahan (Tekstil) di Wilayah Soloraya
Pertumbuhan ekonomi di wilayah Soloraya tahun
2016 sebesar 5,39% (yoy) , lebih t inggi
dibandingkan Jawa Tengah (5,28%, yoy) dan
Nasional (5,02%, yoy). Pencapaian ini terutama
didukung oleh 3 (tiga) sektor, yaitu Industri
Pengolahan dengan share 29,04%, sektor
Perdagangan dengan share 16,96% serta sektor
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan dengan share
14,66%. Jika dilihat lebih dalam, kinerja sektor
Industri pengolahan dan Perdagangan tercatat
meningkat, yaitu masing-masing dari 5,43% (yoy)
dan 4,43% (yoy) di tahun 2015 menjadi sebesar
5,92% (yoy) dan 4,75% (yoy) di tahun 2016.
Sementara kinerja sektor Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan tercatat sedikit menurun, yaitu dari
4,86% (yoy) di tahun 2015 menjadi 2,62% (yoy) di
tahun 2016.
Pada sektor industri pengolahan, terdapat
beberapa perusahaan besar yang cukup
berpengaruh terhadap kinerja industri pengolahan
secara keseluruhan di wilayah Soloraya. Beberapa
di antaranya adalah PT Sri Rejeki Isman, PT Pan
Brothers Tbk dan PT Tyfountex Indonesia di industri
tekstil, PT Konimex di industri farmasi, PT Tiga Pilar
Sejahtera Food Tbk, PT So Good Food dan PT Agri
Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Soloraya,Jawa Tengah dan Nasional.
Gambar 1. Perkembangan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha.
Grafik 2. Pangsa dan Tujuan Ekspor Wilayah Soloraya
Spice Indonesia di industri makanan, serta PT Japfa
Comfeed Indonesia yang bergerak di industri Agri
Food.
Perusahaan-perusahaan di atas memiliki andil yang
cukup besar terhadap perekonomian di Wilayah
Soloraya. Adapun dilihat dari sisi ekpor, Industri
Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) memiliki kontribusi
yang cukup besar terhadap ekspor di wilayah
Soloraya, yaitu mencapai 87,54%. Berdasarkan
pangsanya, Amerika Serikat menjadi negara tujuan
ekspor terbesar, diikuti dengan Jepang dan Korea
Selatan. Komoditas utama produk ekspor antara
lain benang, kain dan pakaian jadi. Produk yang
dihasilkan antara lain benang, kain dan seragam.
Berdasarkan konfirmasi dari perusahaan, terdapat
beberapa tantangan bagi industri TPT dalam
rangka meningkatkan kinerja penjualan, antara
lain:
Tiongkok menjadi pesaing ketat dalam produk
kain tenun dan garmen kelas bawah, didukung
infrastruktur yang baik dan upah yang rendah di
negara tersebut.
Ta n t a n g a n d a l a m M e n i n g k a t k a n
Kandungan Lokal
1.
a.
b.
c .
d.
Ketersediaan bahan baku dari Hutan
Tanaman Industri (HT) belum optimal.
Lokasi HTI di Kalimantan Tengah, sementara
lokasi pabrik di Sukoharjo.
Produsen Polyester existing belum bisa
memasok seluruh kebutuhan industri TPT
dan dikuasai PMA.
Kebutuhan bahan baku lainnya seperti
kapas, pewarna tekstil, dan lainnya masih
harus dipenuhi impor.
Tantangan dalam Peningkatan Kerjasama
dalam Rantai Global
2.
Kompetisi Terhadap Produk dan Negara
Lain
3.
Tantangan Terhadap Perluasan Pasar
Ekspor
4.
Untuk memperbaik i ef i s iens i log is t ik ,
perusahaan mengusulkan pembangunan jalur
kereta api ke dry port dan Pusat Logistik Berikat
(PLB) yang dekat dengan lokasi Industri.
Pembangunan jalur kereta ini membutuhkan
dukungan modal dari pemerintah serta investor.
Konsep pembangunannya adalah sebagai
berikut:
Permasalahan – permasalahan yang dikemukakan
tersebut perlu mendapatkan tindaklanjut dari
pemerintah untuk meningkatkan daya saing
pe laku usaha d i kancah domes t i k dan
internasional. Secara rinci, pelaku usaha
mengharapkan adanya dukungan regulasi dari
Pemerintah dan perbaikan infrastruktur untuk
meningkatkan efisiensi yang berimbas pada daya
saing pelaku usaha:
Indonesia belum menjadi anggota kemitraan
Trans-Pasifik. Hal ini merupakan hambatan
terbesar bagi perusahaan tekstil di Indonesia.
SUPLEMEN I
40 41PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
SUPLEMEN IPerlunya Dukungan Regulasi dan Perbaikan Infrastruktur untuk mendukung Industri Pengolahan (Tekstil) di Wilayah Soloraya
Pertumbuhan ekonomi di wilayah Soloraya tahun
2016 sebesar 5,39% (yoy) , lebih t inggi
dibandingkan Jawa Tengah (5,28%, yoy) dan
Nasional (5,02%, yoy). Pencapaian ini terutama
didukung oleh 3 (tiga) sektor, yaitu Industri
Pengolahan dengan share 29,04%, sektor
Perdagangan dengan share 16,96% serta sektor
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan dengan share
14,66%. Jika dilihat lebih dalam, kinerja sektor
Industri pengolahan dan Perdagangan tercatat
meningkat, yaitu masing-masing dari 5,43% (yoy)
dan 4,43% (yoy) di tahun 2015 menjadi sebesar
5,92% (yoy) dan 4,75% (yoy) di tahun 2016.
Sementara kinerja sektor Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan tercatat sedikit menurun, yaitu dari
4,86% (yoy) di tahun 2015 menjadi 2,62% (yoy) di
tahun 2016.
Pada sektor industri pengolahan, terdapat
beberapa perusahaan besar yang cukup
berpengaruh terhadap kinerja industri pengolahan
secara keseluruhan di wilayah Soloraya. Beberapa
di antaranya adalah PT Sri Rejeki Isman, PT Pan
Brothers Tbk dan PT Tyfountex Indonesia di industri
tekstil, PT Konimex di industri farmasi, PT Tiga Pilar
Sejahtera Food Tbk, PT So Good Food dan PT Agri
Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Soloraya,Jawa Tengah dan Nasional.
Gambar 1. Perkembangan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha.
Grafik 2. Pangsa dan Tujuan Ekspor Wilayah Soloraya
Spice Indonesia di industri makanan, serta PT Japfa
Comfeed Indonesia yang bergerak di industri Agri
Food.
Perusahaan-perusahaan di atas memiliki andil yang
cukup besar terhadap perekonomian di Wilayah
Soloraya. Adapun dilihat dari sisi ekpor, Industri
Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) memiliki kontribusi
yang cukup besar terhadap ekspor di wilayah
Soloraya, yaitu mencapai 87,54%. Berdasarkan
pangsanya, Amerika Serikat menjadi negara tujuan
ekspor terbesar, diikuti dengan Jepang dan Korea
Selatan. Komoditas utama produk ekspor antara
lain benang, kain dan pakaian jadi. Produk yang
dihasilkan antara lain benang, kain dan seragam.
Berdasarkan konfirmasi dari perusahaan, terdapat
beberapa tantangan bagi industri TPT dalam
rangka meningkatkan kinerja penjualan, antara
lain:
Tiongkok menjadi pesaing ketat dalam produk
kain tenun dan garmen kelas bawah, didukung
infrastruktur yang baik dan upah yang rendah di
negara tersebut.
Ta n t a n g a n d a l a m M e n i n g k a t k a n
Kandungan Lokal
1.
a.
b.
c .
d.
Ketersediaan bahan baku dari Hutan
Tanaman Industri (HT) belum optimal.
Lokasi HTI di Kalimantan Tengah, sementara
lokasi pabrik di Sukoharjo.
Produsen Polyester existing belum bisa
memasok seluruh kebutuhan industri TPT
dan dikuasai PMA.
Kebutuhan bahan baku lainnya seperti
kapas, pewarna tekstil, dan lainnya masih
harus dipenuhi impor.
Tantangan dalam Peningkatan Kerjasama
dalam Rantai Global
2.
Kompetisi Terhadap Produk dan Negara
Lain
3.
Tantangan Terhadap Perluasan Pasar
Ekspor
4.
Untuk memperbaik i ef i s iens i log is t ik ,
perusahaan mengusulkan pembangunan jalur
kereta api ke dry port dan Pusat Logistik Berikat
(PLB) yang dekat dengan lokasi Industri.
Pembangunan jalur kereta ini membutuhkan
dukungan modal dari pemerintah serta investor.
Konsep pembangunannya adalah sebagai
berikut:
Permasalahan – permasalahan yang dikemukakan
tersebut perlu mendapatkan tindaklanjut dari
pemerintah untuk meningkatkan daya saing
pe laku usaha d i kancah domes t i k dan
internasional. Secara rinci, pelaku usaha
mengharapkan adanya dukungan regulasi dari
Pemerintah dan perbaikan infrastruktur untuk
meningkatkan efisiensi yang berimbas pada daya
saing pelaku usaha:
Indonesia belum menjadi anggota kemitraan
Trans-Pasifik. Hal ini merupakan hambatan
terbesar bagi perusahaan tekstil di Indonesia.
SUPLEMEN I
40 41PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KEUANGAN PEMERINTAH
BABII
Peningkatan realisasi pendapatan utamanya berasal dari penerimaan pajak daerah serta Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Peningkatan realisasi belanja berasal dari meningkatnya realisasi komponen belanja tidak langsung, terutama belanja pegawai dan belanja bagi hasil. Hal ini khususnya sejalan dengan kebutuhan biaya gaji pegawai, terutama guru yang kini menjadi kewenangan dari Pemprov Jateng
Realisasi belanja APBN Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 meningkat hampir di seluruh komponen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016. Komponen belanja pagu transfer (dana alokasi khusus fisik dan dana desa) meningkat signifikan, yang mayoritas akan digunakan untuk pembangunan sarana prasarana desa.
Persentase realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 tercatat meningkat.
Beberapa negara yang te lah berhas i l
mengimplementasikan regulasi seperti ini yaitu
Vietnam, Tiongkok dan India. Hal ini terlihat dari
cukup pesatnya perkembangan industri di
negara tersebut. Selain itu, pengaturan lain
yang dibutuhkan antara lain pengaturan
mengenai pajak dan teknologi serta perlunya
penambahan posis i Direktur Tekst i l di
Kementerian Perdagangan dan Kementerian
Per indust r ian. Ha l in i d i tu jukan agar
pengembangan industri tekstil ke depan lebih
fokus.
Perlunya Pengembangan Moda Transportasi
dan Logistik Terintegrasi.
Untuk memperbaik i ef i s iens i log is t ik ,
perusahaan mengusulkan pembangunan jalur
kereta api ke dry port dan Pusat Logistik Berikat
(PLB) yang dekat dengan lokasi Industri.
Pembangunan jalur kereta ini membutuhkan
dukungan modal dari pemerintah serta investor.
Konsep pembangunannya adalah sebagai
berikut:
b.
Perlunya perumusan regulasi terkait Kedaulatan
Sandang.
Beberapa poin utama yang perlu diatur dan
sampai saat ini masih menjadi permasalahan
bagi pelaku usaha antara lain terkait: (1) Bahan
Baku, bagaimana menjamin ketersediaan
pasokan bahan baku yang dibutuhkan pelaku
usaha dengan biaya yang efisien; (2) Energi,
bagaimana menjamin pasokan energi yang
dibutuhkan pelaku usaha dari dalam negeri
dengan jalur logist ik yang efis ien; (3)
Pendanaan, bagaimana menciptakan skema
pendanaan dengan nilai suku bunga yang
rendah dan administrasi yang memudahkan
pelaku usaha; (4) Pengaturan Pasar, sebagai
contoh antara lain kebijakan pembatasan impor
untuk melindungi ritel di Indonesia dan
kebijakan pengaturan kandungan lokal; serta
(5) SDM, bagaimana pemerintah membangun
SDM yang berkualitas dan siap bersaing dalam
dinamika dunia kerja.
a.
Gambar 2. Konsep Pembangunan Jalur Kereta Api Ke Dry Port
SUPLEMEN I
42 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
KEUANGAN PEMERINTAH
BABII
Peningkatan realisasi pendapatan utamanya berasal dari penerimaan pajak daerah serta Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Peningkatan realisasi belanja berasal dari meningkatnya realisasi komponen belanja tidak langsung, terutama belanja pegawai dan belanja bagi hasil. Hal ini khususnya sejalan dengan kebutuhan biaya gaji pegawai, terutama guru yang kini menjadi kewenangan dari Pemprov Jateng
Realisasi belanja APBN Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 meningkat hampir di seluruh komponen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016. Komponen belanja pagu transfer (dana alokasi khusus fisik dan dana desa) meningkat signifikan, yang mayoritas akan digunakan untuk pembangunan sarana prasarana desa.
Persentase realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 tercatat meningkat.
Beberapa negara yang te lah berhas i l
mengimplementasikan regulasi seperti ini yaitu
Vietnam, Tiongkok dan India. Hal ini terlihat dari
cukup pesatnya perkembangan industri di
negara tersebut. Selain itu, pengaturan lain
yang dibutuhkan antara lain pengaturan
mengenai pajak dan teknologi serta perlunya
penambahan posis i Direktur Tekst i l di
Kementerian Perdagangan dan Kementerian
Per indust r ian. Ha l in i d i tu jukan agar
pengembangan industri tekstil ke depan lebih
fokus.
Perlunya Pengembangan Moda Transportasi
dan Logistik Terintegrasi.
Untuk memperbaik i ef i s iens i log is t ik ,
perusahaan mengusulkan pembangunan jalur
kereta api ke dry port dan Pusat Logistik Berikat
(PLB) yang dekat dengan lokasi Industri.
Pembangunan jalur kereta ini membutuhkan
dukungan modal dari pemerintah serta investor.
Konsep pembangunannya adalah sebagai
berikut:
b.
Perlunya perumusan regulasi terkait Kedaulatan
Sandang.
Beberapa poin utama yang perlu diatur dan
sampai saat ini masih menjadi permasalahan
bagi pelaku usaha antara lain terkait: (1) Bahan
Baku, bagaimana menjamin ketersediaan
pasokan bahan baku yang dibutuhkan pelaku
usaha dengan biaya yang efisien; (2) Energi,
bagaimana menjamin pasokan energi yang
dibutuhkan pelaku usaha dari dalam negeri
dengan jalur logist ik yang efis ien; (3)
Pendanaan, bagaimana menciptakan skema
pendanaan dengan nilai suku bunga yang
rendah dan administrasi yang memudahkan
pelaku usaha; (4) Pengaturan Pasar, sebagai
contoh antara lain kebijakan pembatasan impor
untuk melindungi ritel di Indonesia dan
kebijakan pengaturan kandungan lokal; serta
(5) SDM, bagaimana pemerintah membangun
SDM yang berkualitas dan siap bersaing dalam
dinamika dunia kerja.
a.
Gambar 2. Konsep Pembangunan Jalur Kereta Api Ke Dry Port
SUPLEMEN I
42 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL
2.1. REALISASI APBD TRIWULAN IV 2017Postur APDB Provinsi Jawa Tengah pada 2017
meningkat dibandingkan tahun anggaran 2016.
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp23,6
triliun atau naik 12,51% dibandingkan tahun 2016.
Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat
menjadi Rp24 triliun atau naik 13,24% dibandingkan
tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, defisit
anggaran pada tahun 2017 mengalami peningkatan,
dari sebelumnya defisit sebesar Rp167 miliar menjadi
sebesar Rp342 miliar.
Ditinjau dari serapan terhadap anggaran,
persentase realisasi pendapatan dan belanja
mengalami peningkatan. Pencapaian realisasi
pendapatan sampai dengan triwulan IV 2017 mencapai
100,30% dari APBD-P 2017, meningkat dibandingkan
serapan pendapatan triwulan IV 2016 yang sebesar
93,52%. Sementara itu, realisasi belanja sampai
triwulan IV 2017 sebesar 95,61% dari APBD 2017,
lebih baik dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar
91,55% dari APBD 2016.
Secara nominal, realisasi pendapatan dan belanja
pemerintah sampai triwulan IV 2017 mengalami
peningkatan dibandingkan tahun lalu. Realisasi
pendapatan triwulan IV 2017 tercatat sebesar Rp23,68
triliun, meningkat 20,66% dibandingkan realisasi
pendapatan periode yang sama tahun lalu yang sebesar
Rp19,63 triliun. Sementara itu, realisasi belanja juga
meningkat sebesar 18,25% pada triwulan IV 2017; dari
sebelumnya Rp19,37 triliun menjadi Rp22,90 triliun
pada triwulan laporan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov
Jateng) mencatatkan surplus sebesar Rp780 miliar
pada triwulan IV 2017. Surplus ini lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan IV 2016 sebesar Rp261
miliar. Berdasarkan data historis lima tahun terakhir,
kondisi surplus selalu terjadi di akhir tahun, kecuali
pada tahun 2015. Kondisi surplus yang terjadi pada
tahun 2017 sejalan dengan peningkatan pendapatan
(20,66%) yang lebih tinggi, khususnya untuk realisasi
komponen dana perimbangan dibandingkan
peningkatan belanja (18,25%).
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan T.A. 2017Grafik 2.1
PENDAPATAN BELANJA SURPLUS (DEFISIT)
RP MILIAR
T.A. 2016 T.A. 2017
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV 2016 & 2017Grafik 2.2
PENDAPATAN BELANJA SURPLUS (DEFISIT)
IV 2016 IV 2017
RP MILIAR
20,9
88
21,15
5
(167
)
23,6
13
23,9
55
(34
2)
(5,000)
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
19,6
29
19,3
68
261
23,6
83
22,9
04
780
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2017 (Rp Miliar)
URAIAN APBD-P 2017 REALISASI IV 2017 % REALISASI
PENDAPATAN
PAD
DANA PERIMBANGAN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA LANGSUNG
SURPLUS/DEFISIT
23,613
12,127
11,400
86
23,955
18,082
5,873
(342)
23,683
12,528
11,068
87
22,904
17,592
5,312
780
100.30%
103.31%
97.09%
100.74%
95.61%
97.29%
90.44%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
45
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KEUANGAN PEMERINTAH
2.1. REALISASI APBD TRIWULAN IV 2017Postur APDB Provinsi Jawa Tengah pada 2017
meningkat dibandingkan tahun anggaran 2016.
Anggaran pendapatan meningkat menjadi Rp23,6
triliun atau naik 12,51% dibandingkan tahun 2016.
Begitu pula dengan anggaran belanja yang meningkat
menjadi Rp24 triliun atau naik 13,24% dibandingkan
tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, defisit
anggaran pada tahun 2017 mengalami peningkatan,
dari sebelumnya defisit sebesar Rp167 miliar menjadi
sebesar Rp342 miliar.
Ditinjau dari serapan terhadap anggaran,
persentase realisasi pendapatan dan belanja
mengalami peningkatan. Pencapaian realisasi
pendapatan sampai dengan triwulan IV 2017 mencapai
100,30% dari APBD-P 2017, meningkat dibandingkan
serapan pendapatan triwulan IV 2016 yang sebesar
93,52%. Sementara itu, realisasi belanja sampai
triwulan IV 2017 sebesar 95,61% dari APBD 2017,
lebih baik dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar
91,55% dari APBD 2016.
Secara nominal, realisasi pendapatan dan belanja
pemerintah sampai triwulan IV 2017 mengalami
peningkatan dibandingkan tahun lalu. Realisasi
pendapatan triwulan IV 2017 tercatat sebesar Rp23,68
triliun, meningkat 20,66% dibandingkan realisasi
pendapatan periode yang sama tahun lalu yang sebesar
Rp19,63 triliun. Sementara itu, realisasi belanja juga
meningkat sebesar 18,25% pada triwulan IV 2017; dari
sebelumnya Rp19,37 triliun menjadi Rp22,90 triliun
pada triwulan laporan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov
Jateng) mencatatkan surplus sebesar Rp780 miliar
pada triwulan IV 2017. Surplus ini lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan IV 2016 sebesar Rp261
miliar. Berdasarkan data historis lima tahun terakhir,
kondisi surplus selalu terjadi di akhir tahun, kecuali
pada tahun 2015. Kondisi surplus yang terjadi pada
tahun 2017 sejalan dengan peningkatan pendapatan
(20,66%) yang lebih tinggi, khususnya untuk realisasi
komponen dana perimbangan dibandingkan
peningkatan belanja (18,25%).
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
APBD Provinsi Jawa Tengah T.A. 2016 dan T.A. 2017Grafik 2.1
PENDAPATAN BELANJA SURPLUS (DEFISIT)
RP MILIAR
T.A. 2016 T.A. 2017
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Realisasi APBD Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV 2016 & 2017Grafik 2.2
PENDAPATAN BELANJA SURPLUS (DEFISIT)
IV 2016 IV 2017
RP MILIAR
20,9
88
21,15
5
(167
)
23,6
13
23,9
55
(34
2)
(5,000)
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
19,6
29
19,3
68
261
23,6
83
22,9
04
780
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
Tabel 2.1 Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2017 (Rp Miliar)
URAIAN APBD-P 2017 REALISASI IV 2017 % REALISASI
PENDAPATAN
PAD
DANA PERIMBANGAN
TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA LANGSUNG
SURPLUS/DEFISIT
23,613
12,127
11,400
86
23,955
18,082
5,873
(342)
23,683
12,528
11,068
87
22,904
17,592
5,312
780
100.30%
103.31%
97.09%
100.74%
95.61%
97.29%
90.44%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
45
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KEUANGAN PEMERINTAH
PADDANA PERIMBANGANTRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
52,90%46,73%
3,37%
Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan IV 2017Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Realisasi ini tercapai karena gencarnya sosialisasi
program bebas denda telat bayar pajak, serta
gencarnya operasi gabungan terhadap ketertiban pajak
kendaraan bermotor (PKB). Hal ini juga sejalan dengan
program bebas bea balik nama (BBN) dan bebas denda
pajak kendaraan bermotor pada akhir tahun 2017,
mengulang yang pernah dilakukan di tahun 2016, di
mana masyarakat mendapatkan ker inganan
penghapusan denda pajak, namun pajak terutang
tetap dibayarkan.
Berdasarkan perannya terhadap total pajak daerah,
Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor memang menjadi pemasukan
utama pajak daerah, dengan peran masing-masing
sekitar 30-40% di tiap tahunnya. Selanjutnya, di tahun
2 0 1 8 m e n d a t a n g , P e m p r o v J a t e n g a k a n
menggencarkan pendapatan dari sektor pajak rokok
dan sektor pajak air permukaan (PAP).
Ditinjau dari pertumbuhannya, pajak daerah yang
terkumpul pada triwulan IV 2017 mengalami
akselerasi pertumbuhan dibandingkan periode
yang sama di tahun sebelumnya. Pajak daerah yang
terkumpul pada periode laporan tumbuh sebesar
9,31% (yoy), dibandingkan pertumbuhan pajak daerah
di triwulan IV 2016 yang mengalami kontraksi sebesar
6,40% (yoy). Pertumbuhan capaian pajak daerah
tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
tr iwulan IV 2017 (5,40%) yang lebih tinggi
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya
(5,33%).
Persentase realisasi komponen retribusi daerah
dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan juga mengalami peningkatan. Retribusi
daerah yang terkumpul hingga triwulan laporan
sebesar Rp107 miliar dengan persentase realisasi
mencapai 105,77%; meningkat dibandingkan triwulan
IV 2016 dengan nominal realisasi sebesar Rp99 miliar
atau 105,29%. Selain itu, realisasi pos hasil
pengelolaan kekayaan daerah juga mengalami
peningkatan pesat di triwulan laporan dengan nominal
realisasi sebesar Rp371 miliar atau 101,96%, lebih
tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar Rp340
miliar atau 98,95%. Selain itu, komponen lain-lain PAD
yang sah juga mengalami peningkatan realisasi menjadi
102,77% pada triwulan IV 2017 setelah sebelumnya
terealisasi 101,37% pada triwulan yang sama tahun
2016.
Berdasarkan komponen Daper, sumber
pendapatan terutama berasal dari Dana Alokasi
Khusus/DAK, dengan peran sebesar 59,33% dari
total Daper, diikuti oleh Dana Alokasi Umum/DAU
(33,00%), dan Dana Bagi Hasil/DBH (7,66%).
Meningkatnya DAK ini sejalan dengan meningkatnya
penyaluran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seiring
Realisasi Belanja DaerahGrafik 2.4
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
0
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
RP TRILIUN
5
10
15
20
25
Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 2.3
PENDAPATAN ASLI DAERAH DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
RP TRILIUN
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I II
2017III I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I II
2017IIIIV IV
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan IV 2017Realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah sampai
dengan triwulan IV 2017 sebesar 100,30%, lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2016 dengan realisasi
93,52%. Peningkatan persentase serapan ini terjadi
pada komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun
komponen Dana Perimbangan (Daper) dan lain-lain
pendapatan yang sah mengalami penurunan
persentase.
Peningkatan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Perimbangan (Daper) mempengaruhi realisasi
pendapatan daerah secara keseluruhan. Hal tersebut
dikarenakan sumber utama pendapatan daerah Jawa
Tengah berasal dari kedua pos tersebut. Pangsa PAD
pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar 52,90%;
mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV 2016
yang sebesar 58,78%. Penurunan ini mengindikasikan
berkurangnya kemandirian fiskal Pemprov Jateng yang
didapatkan dari penerimaan pajak dan retribusi daerah.
Sementara itu, pangsa Daper mengalami peningkatan
menjadi 46,73% pada triwulan IV 2017 dari
sebelumnya 40,84% pada triwulan IV 2016.
Peningkatan porsi Daper terutama berasal dari Dana
Alokasi Umum (DAU) yang diberikan oleh pemerintah
pusat kepada Pemprov Jateng. Sebelumnya pada 2016,
pangsa DAU terhadap realisasi pendapatan adalah
9,48%, sementara pada 2017 meningkat menjadi
15,42%.
Sumber utama PAD berasal dari komponen pajak
daerah, dengan peran sebesar 84,39% dari total
PAD, selanjutnya dikontribusikan oleh komponen
lain-lain PAD yang sah (11,79% dari PAD) dan Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
(2,96%). Pada triwulan laporan, realisasi pajak daerah
terbilang tinggi sehingga menyebabkan peningkatan
pendapatan secara keseluruhan. Tercatat, realisasi
pajak daerah pada triwulan IV 2017 sebesar 103,48%;
lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan IV tahun
2016 yang hanya sebesar 88,56%. Secara nominal,
perbaikan ini terjadi seiring peningkatan pajak
kendaraan bermotor dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan IV Tahun 2016 & 2017
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH IV - 2016 IV - 2017
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HSL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PAD YG SAH
DANA PERIMBANGAN
DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI DANA KHUSUS
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
HIBAH
DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYA
93,52%
90,37%
88,56%
105,29%
98,95%
101,37%
98,36%
97,53%
100,00%
97,93%
105,30%
112,05%
100,00%
100,30%
103,31%
103,48%
105,77%
99,96%
102,77%
97,09%
84,22%
100,00%
97,43%
100,74%
101,76%
100,00%
46
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
47
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KEUANGAN PEMERINTAHKEUANGAN PEMERINTAH
Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY %, YOY
PENDAPATAN PAJAK DAERAH PDRB - SKALA KANAN
-
5
10
15
20
25
30
35
40
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
PADDANA PERIMBANGANTRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
52,90%46,73%
3,37%
Grafik 2.5 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan IV 2017Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
Realisasi ini tercapai karena gencarnya sosialisasi
program bebas denda telat bayar pajak, serta
gencarnya operasi gabungan terhadap ketertiban pajak
kendaraan bermotor (PKB). Hal ini juga sejalan dengan
program bebas bea balik nama (BBN) dan bebas denda
pajak kendaraan bermotor pada akhir tahun 2017,
mengulang yang pernah dilakukan di tahun 2016, di
mana masyarakat mendapatkan ker inganan
penghapusan denda pajak, namun pajak terutang
tetap dibayarkan.
Berdasarkan perannya terhadap total pajak daerah,
Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor memang menjadi pemasukan
utama pajak daerah, dengan peran masing-masing
sekitar 30-40% di tiap tahunnya. Selanjutnya, di tahun
2 0 1 8 m e n d a t a n g , P e m p r o v J a t e n g a k a n
menggencarkan pendapatan dari sektor pajak rokok
dan sektor pajak air permukaan (PAP).
Ditinjau dari pertumbuhannya, pajak daerah yang
terkumpul pada triwulan IV 2017 mengalami
akselerasi pertumbuhan dibandingkan periode
yang sama di tahun sebelumnya. Pajak daerah yang
terkumpul pada periode laporan tumbuh sebesar
9,31% (yoy), dibandingkan pertumbuhan pajak daerah
di triwulan IV 2016 yang mengalami kontraksi sebesar
6,40% (yoy). Pertumbuhan capaian pajak daerah
tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
tr iwulan IV 2017 (5,40%) yang lebih tinggi
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya
(5,33%).
Persentase realisasi komponen retribusi daerah
dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan juga mengalami peningkatan. Retribusi
daerah yang terkumpul hingga triwulan laporan
sebesar Rp107 miliar dengan persentase realisasi
mencapai 105,77%; meningkat dibandingkan triwulan
IV 2016 dengan nominal realisasi sebesar Rp99 miliar
atau 105,29%. Selain itu, realisasi pos hasil
pengelolaan kekayaan daerah juga mengalami
peningkatan pesat di triwulan laporan dengan nominal
realisasi sebesar Rp371 miliar atau 101,96%, lebih
tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar Rp340
miliar atau 98,95%. Selain itu, komponen lain-lain PAD
yang sah juga mengalami peningkatan realisasi menjadi
102,77% pada triwulan IV 2017 setelah sebelumnya
terealisasi 101,37% pada triwulan yang sama tahun
2016.
Berdasarkan komponen Daper, sumber
pendapatan terutama berasal dari Dana Alokasi
Khusus/DAK, dengan peran sebesar 59,33% dari
total Daper, diikuti oleh Dana Alokasi Umum/DAU
(33,00%), dan Dana Bagi Hasil/DBH (7,66%).
Meningkatnya DAK ini sejalan dengan meningkatnya
penyaluran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seiring
Realisasi Belanja DaerahGrafik 2.4
BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG
0
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
RP TRILIUN
5
10
15
20
25
Realisasi Pendapatan DaerahGrafik 2.3
PENDAPATAN ASLI DAERAH DANA PERIMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
RP TRILIUN
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I II
2017III I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I II
2017IIIIV IV
2.1.1. Realisasi Pendapatan Triwulan IV 2017Realisasi pendapatan Provinsi Jawa Tengah sampai
dengan triwulan IV 2017 sebesar 100,30%, lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2016 dengan realisasi
93,52%. Peningkatan persentase serapan ini terjadi
pada komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun
komponen Dana Perimbangan (Daper) dan lain-lain
pendapatan yang sah mengalami penurunan
persentase.
Peningkatan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
Dana Perimbangan (Daper) mempengaruhi realisasi
pendapatan daerah secara keseluruhan. Hal tersebut
dikarenakan sumber utama pendapatan daerah Jawa
Tengah berasal dari kedua pos tersebut. Pangsa PAD
pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar 52,90%;
mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV 2016
yang sebesar 58,78%. Penurunan ini mengindikasikan
berkurangnya kemandirian fiskal Pemprov Jateng yang
didapatkan dari penerimaan pajak dan retribusi daerah.
Sementara itu, pangsa Daper mengalami peningkatan
menjadi 46,73% pada triwulan IV 2017 dari
sebelumnya 40,84% pada triwulan IV 2016.
Peningkatan porsi Daper terutama berasal dari Dana
Alokasi Umum (DAU) yang diberikan oleh pemerintah
pusat kepada Pemprov Jateng. Sebelumnya pada 2016,
pangsa DAU terhadap realisasi pendapatan adalah
9,48%, sementara pada 2017 meningkat menjadi
15,42%.
Sumber utama PAD berasal dari komponen pajak
daerah, dengan peran sebesar 84,39% dari total
PAD, selanjutnya dikontribusikan oleh komponen
lain-lain PAD yang sah (11,79% dari PAD) dan Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
(2,96%). Pada triwulan laporan, realisasi pajak daerah
terbilang tinggi sehingga menyebabkan peningkatan
pendapatan secara keseluruhan. Tercatat, realisasi
pajak daerah pada triwulan IV 2017 sebesar 103,48%;
lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan IV tahun
2016 yang hanya sebesar 88,56%. Secara nominal,
perbaikan ini terjadi seiring peningkatan pajak
kendaraan bermotor dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan Triwulan IV Tahun 2016 & 2017
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH IV - 2016 IV - 2017
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH
PAJAK DAERAH
RETRIBUSI DAERAH
HSL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PAD YG SAH
DANA PERIMBANGAN
DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK
DANA ALOKASI UMUM
DANA ALOKASI DANA KHUSUS
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
HIBAH
DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS
DANA INSENTIF DAERAH
PENDAPATAN LAINNYA
93,52%
90,37%
88,56%
105,29%
98,95%
101,37%
98,36%
97,53%
100,00%
97,93%
105,30%
112,05%
100,00%
100,30%
103,31%
103,48%
105,77%
99,96%
102,77%
97,09%
84,22%
100,00%
97,43%
100,74%
101,76%
100,00%
46
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
47
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KEUANGAN PEMERINTAHKEUANGAN PEMERINTAH
Grafik 2.6 Pertumbuhan Tahunan Pajak Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY %, YOY
PENDAPATAN PAJAK DAERAH PDRB - SKALA KANAN
-
5
10
15
20
25
30
35
40
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Sementara itu, persentase realisasi belanja pegawai
tercatat meningkat, yakni sebesar 98,54% dengan
nominal realisasi sebesar Rp5,63 triliun; lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 93,29%
dengan nominal realisasi sebesar Rp2,24 triliun. Pada
tahun 2016, kinerja penerimaan pemerintah yang tidak
terlalu baik berimbas pada upaya Pemprov Jateng
untuk mengurangi biaya operasional, seperti biaya
perjalanan dinas dan rapat, sehingga hal tersebut
berpengaruh terhadap rendahnya persentase serapan
belanja tahun 2016. Namun demikian, kondisi
penerimaan yang relatif lebih baik pada tahun 2017
diperkirakan mendorong realisasi belanja triwulan
berjalan menjadi lebih tinggi, termasuk serapan belanja
pegawai.
Komponen belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota
juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan laporan,
realisasi komponen tersebut sebesar 98,34% dengan
nominal Rp4,81 triliun, lebih tinggi dibandingkan
triwulan IV 2016 yang sebesar 80,32% dengan
nominal Rp4,09 triliun.
Lebih jauh pada komponen belanja langsung,
persentase realisasi komponen ini mengalami
penurunan. Penyerapan belanja langsung tercatat
90,44%; mengalami penurunan dibandingkan
triwulan IV 2016 yang sebesar 94,72%. Apabila
ditinjau secara pos pengeluaran, seluruh komponen
belanja langsung mengalami penurunan persentase
penyerapan dengan kontribusi terbesar berasal dari
belanja barang dan jasa dengan peran sebesar 64,20%
yang diikuti oleh belanja modal dan belanja pegawai
yang masing-masing memiliki peran sebesar 27,11%
dan 8,69% dari total belanja langsung. Penurunan ini
diakibatkan realisasi pemerintah yang belum baik pada
periode laporan, terkonfirmasi dari meningkatnya
simpanan pemerintah daerah di bank. Kementerian
Keuangan menyatakan bahwa posisi simpanan
pemerintah daerah di perbankan pada akhir Oktober
2017 mencapai Rp238,85 triliun; tumbuh 15,47%
dibandingkan Oktober 2016. Adapun, pada periode
Oktober 2017 tersebut, Pemprov Jateng menduduki
posisi dana menganggur terbesar ketiga, yaitu sekitar
Rp5,77 triliun.
Realisasi belanja barang dan jasa pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp3,41 triliun, atau terserap 90,11%
dari total anggaran. Persentase ini menurun
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
terserap 96,11% meskipun secara nominal belanja
meningkat dari Rp2,60 triliun pada triwulan IV 2016.
Menurunnya belanja ini terindikasi dari masih besarnya
simpanan perbankan.
Sementara itu, realisasi belanja modal pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp1,44 triliun, atau terserap
90,31% dari total anggaran. Persentase ini menurun
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
terserap sebesar Rp 2,71 triliun atau 93,49%. Realisasi
belanja modal pada periode ini tidak sebaik
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,
mengingat pemerintah provinsi belum dapat
merealisasikan dana yang terdapat di bank.
Penurunan juga terjadi pada realisasi pos belanja
pegawai. Realisasi belanja pegawai pada triwulan IV
2017 terserap 93,39% dari total anggaran. Persentase
ini menurun dibandingkan triwulan yang sama tahun
2016 yang sebesar 94,18% dari total anggaran.
Meskipun begitu, nominal realisasi belanja pegawai
pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar Rp462 miliar,
meningkat dari realisasi sebesar Rp330 miliar pada
triwulan yang sama di 2016.
BELANJA TIDAK LANGSUNGBELANJA LANGSUNG
Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan IV 2017Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
23,19%76,81%
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung meningkat
pada triwulan laporan. Realisasi pada triwulan IV 2017
sebesar 97,29%; lebih tinggi dibandingkan triwulan IV
2016 yang sebesar 90,31%. Ditinjau berdasarkan
komponen, belanja tidak langsung digunakan untuk
belanja pegawai, belanja hibah dan belanja bagi hasil
kepada kabupaten/kota, dengan masing-masing peran
sebesar 32,03%; 28,15%; dan 27,36% dari total
belanja tidak langsung.
Secara komponen, belanja hibah pada triwulan IV 2017
tercatat sebesar Rp4,95 triliun atau 97,12% dari total
anggaran, lebih rendah dibandingkan dengan
persentase realisasi triwulan IV 2016 sebesar 98,88%
dari total anggaran, dengan nominal realisasi pada
2016 sebesar Rp5,26 triliun. Hal tersebut sejalan
dengan anggaran belanja hibah yang mengalami
penurunan di tahun 2017 yang juga menunjukkan
adanya perbaikan pada realisasi komponen belanja
hibah dibandingkan realisasi tahun sebelumnya.
dengan pelimpahan kewenangan pendidikan tingkat
menengah atas kepada provinsi. Tercatat, realisasi
pendapatan DAK sebesar Rp6,57 triliun, meningkat
dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebelumnya hanya
sebesar Rp5,26 triliun. Sementara itu, realisasi DAU
meningkat pesat menjadi Rp3,65 triliun; lebih tinggi
dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya yang
sebesar Rp1,86 triliun. Peningkatan ini sejalan dengan
kebutuhan biaya gaji pegawai, terutama guru yang kini
menjadi kewenangan dari Pemprov Jateng. Adapun
serapan DBH menurun menjadi Rp848 miliar dari
sebelumnya Rp894 miliar di triwulan IV 2016.
Lebih lanjut, komponen Lain-lain Pendapatan Daerah
yang Sah tercatat mengalami penurunan realisasi. Pada
triwulan laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar
100,74%; lebih rendah dibandingkan triwulan yang
sama di tahun 2016 sebesar 105,30%. Menurunnya
komponen ini terutama berasal dari realisasi
pendapatan hibah yang mengalami penurunan
serapan realisasi meskipun secara nominal mengalami
peningkatan. Pada triwulan laporan, realisasi
pendapatan hibah sebesar Rp37 miliar dengan serapan
sebesar 101,76%, setelah sebelumnya mencatatkan
realisasi di triwulan IV 2016 yang sebesar Rp34 miliar
dengan serapan yang lebih besar yaitu 112,05%.
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan IV 2017Pada triwulan IV 2017, realisasi belanja Provinsi Jawa
Tengah sebesar Rp22,90 triliun dari total anggaran
belanja 2017 sebesar Rp23,95 triliun. Angka realisasi ini
meningkat dibandingkan dengan realisasi periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar Rp19,37 triliun.
Meningkatnya realisasi belanja terutama didorong oleh
peningkatan belanja tidak langsung yang memiliki porsi
sebesar 76,81% dari total belanja, khususnya pada
komponen belanja pegawai. Namun demikian, belanja
langsung mengalami penurunan persentase realisasi
dari 94,72% di triwulan IV 2016 menjadi 90,44% di
triwulan 2017.
Tabel 2.3 Realisasi Belanja triwulan IV 2016 & 2017
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH IV - 2016 IV - 2017
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BLNJ BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
BLNJ BANT.KEU. KPD KAB/KOTA
BELANJA TDK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
JUMLAH BELANJA
90,31%
93,29%
98,88%
87,71%
80,32%
91,16%
10,62%
94,72%
94,18%
96,11%
93,49%
91,55%
97,29%
98,54%
97,12%
98,61%
98,34%
92,47%
6,46%
90,44%
93,39%
90,11%
90,31%
95,61%
48
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
49
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KEUANGAN PEMERINTAHKEUANGAN PEMERINTAH
Sementara itu, persentase realisasi belanja pegawai
tercatat meningkat, yakni sebesar 98,54% dengan
nominal realisasi sebesar Rp5,63 triliun; lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 93,29%
dengan nominal realisasi sebesar Rp2,24 triliun. Pada
tahun 2016, kinerja penerimaan pemerintah yang tidak
terlalu baik berimbas pada upaya Pemprov Jateng
untuk mengurangi biaya operasional, seperti biaya
perjalanan dinas dan rapat, sehingga hal tersebut
berpengaruh terhadap rendahnya persentase serapan
belanja tahun 2016. Namun demikian, kondisi
penerimaan yang relatif lebih baik pada tahun 2017
diperkirakan mendorong realisasi belanja triwulan
berjalan menjadi lebih tinggi, termasuk serapan belanja
pegawai.
Komponen belanja bagi hasil kepada kabupaten/kota
juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan laporan,
realisasi komponen tersebut sebesar 98,34% dengan
nominal Rp4,81 triliun, lebih tinggi dibandingkan
triwulan IV 2016 yang sebesar 80,32% dengan
nominal Rp4,09 triliun.
Lebih jauh pada komponen belanja langsung,
persentase realisasi komponen ini mengalami
penurunan. Penyerapan belanja langsung tercatat
90,44%; mengalami penurunan dibandingkan
triwulan IV 2016 yang sebesar 94,72%. Apabila
ditinjau secara pos pengeluaran, seluruh komponen
belanja langsung mengalami penurunan persentase
penyerapan dengan kontribusi terbesar berasal dari
belanja barang dan jasa dengan peran sebesar 64,20%
yang diikuti oleh belanja modal dan belanja pegawai
yang masing-masing memiliki peran sebesar 27,11%
dan 8,69% dari total belanja langsung. Penurunan ini
diakibatkan realisasi pemerintah yang belum baik pada
periode laporan, terkonfirmasi dari meningkatnya
simpanan pemerintah daerah di bank. Kementerian
Keuangan menyatakan bahwa posisi simpanan
pemerintah daerah di perbankan pada akhir Oktober
2017 mencapai Rp238,85 triliun; tumbuh 15,47%
dibandingkan Oktober 2016. Adapun, pada periode
Oktober 2017 tersebut, Pemprov Jateng menduduki
posisi dana menganggur terbesar ketiga, yaitu sekitar
Rp5,77 triliun.
Realisasi belanja barang dan jasa pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp3,41 triliun, atau terserap 90,11%
dari total anggaran. Persentase ini menurun
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
terserap 96,11% meskipun secara nominal belanja
meningkat dari Rp2,60 triliun pada triwulan IV 2016.
Menurunnya belanja ini terindikasi dari masih besarnya
simpanan perbankan.
Sementara itu, realisasi belanja modal pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp1,44 triliun, atau terserap
90,31% dari total anggaran. Persentase ini menurun
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
terserap sebesar Rp 2,71 triliun atau 93,49%. Realisasi
belanja modal pada periode ini tidak sebaik
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,
mengingat pemerintah provinsi belum dapat
merealisasikan dana yang terdapat di bank.
Penurunan juga terjadi pada realisasi pos belanja
pegawai. Realisasi belanja pegawai pada triwulan IV
2017 terserap 93,39% dari total anggaran. Persentase
ini menurun dibandingkan triwulan yang sama tahun
2016 yang sebesar 94,18% dari total anggaran.
Meskipun begitu, nominal realisasi belanja pegawai
pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar Rp462 miliar,
meningkat dari realisasi sebesar Rp330 miliar pada
triwulan yang sama di 2016.
BELANJA TIDAK LANGSUNGBELANJA LANGSUNG
Grafik 2.7 Kontribusi Pos Belanja Daerah Triwulan IV 2017Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
23,19%76,81%
Pencapaian realisasi belanja tidak langsung meningkat
pada triwulan laporan. Realisasi pada triwulan IV 2017
sebesar 97,29%; lebih tinggi dibandingkan triwulan IV
2016 yang sebesar 90,31%. Ditinjau berdasarkan
komponen, belanja tidak langsung digunakan untuk
belanja pegawai, belanja hibah dan belanja bagi hasil
kepada kabupaten/kota, dengan masing-masing peran
sebesar 32,03%; 28,15%; dan 27,36% dari total
belanja tidak langsung.
Secara komponen, belanja hibah pada triwulan IV 2017
tercatat sebesar Rp4,95 triliun atau 97,12% dari total
anggaran, lebih rendah dibandingkan dengan
persentase realisasi triwulan IV 2016 sebesar 98,88%
dari total anggaran, dengan nominal realisasi pada
2016 sebesar Rp5,26 triliun. Hal tersebut sejalan
dengan anggaran belanja hibah yang mengalami
penurunan di tahun 2017 yang juga menunjukkan
adanya perbaikan pada realisasi komponen belanja
hibah dibandingkan realisasi tahun sebelumnya.
dengan pelimpahan kewenangan pendidikan tingkat
menengah atas kepada provinsi. Tercatat, realisasi
pendapatan DAK sebesar Rp6,57 triliun, meningkat
dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebelumnya hanya
sebesar Rp5,26 triliun. Sementara itu, realisasi DAU
meningkat pesat menjadi Rp3,65 triliun; lebih tinggi
dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya yang
sebesar Rp1,86 triliun. Peningkatan ini sejalan dengan
kebutuhan biaya gaji pegawai, terutama guru yang kini
menjadi kewenangan dari Pemprov Jateng. Adapun
serapan DBH menurun menjadi Rp848 miliar dari
sebelumnya Rp894 miliar di triwulan IV 2016.
Lebih lanjut, komponen Lain-lain Pendapatan Daerah
yang Sah tercatat mengalami penurunan realisasi. Pada
triwulan laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar
100,74%; lebih rendah dibandingkan triwulan yang
sama di tahun 2016 sebesar 105,30%. Menurunnya
komponen ini terutama berasal dari realisasi
pendapatan hibah yang mengalami penurunan
serapan realisasi meskipun secara nominal mengalami
peningkatan. Pada triwulan laporan, realisasi
pendapatan hibah sebesar Rp37 miliar dengan serapan
sebesar 101,76%, setelah sebelumnya mencatatkan
realisasi di triwulan IV 2016 yang sebesar Rp34 miliar
dengan serapan yang lebih besar yaitu 112,05%.
2.1.2. Realisasi Belanja Triwulan IV 2017Pada triwulan IV 2017, realisasi belanja Provinsi Jawa
Tengah sebesar Rp22,90 triliun dari total anggaran
belanja 2017 sebesar Rp23,95 triliun. Angka realisasi ini
meningkat dibandingkan dengan realisasi periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar Rp19,37 triliun.
Meningkatnya realisasi belanja terutama didorong oleh
peningkatan belanja tidak langsung yang memiliki porsi
sebesar 76,81% dari total belanja, khususnya pada
komponen belanja pegawai. Namun demikian, belanja
langsung mengalami penurunan persentase realisasi
dari 94,72% di triwulan IV 2016 menjadi 90,44% di
triwulan 2017.
Tabel 2.3 Realisasi Belanja triwulan IV 2016 & 2017
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah
KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH IV - 2016 IV - 2017
BELANJA TIDAK LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BLNJ BAGI HASIL KPD KAB/KOTA
BLNJ BANT.KEU. KPD KAB/KOTA
BELANJA TDK TERDUGA
BELANJA LANGSUNG
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA MODAL
JUMLAH BELANJA
90,31%
93,29%
98,88%
87,71%
80,32%
91,16%
10,62%
94,72%
94,18%
96,11%
93,49%
91,55%
97,29%
98,54%
97,12%
98,61%
98,34%
92,47%
6,46%
90,44%
93,39%
90,11%
90,31%
95,61%
48
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
49
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KEUANGAN PEMERINTAHKEUANGAN PEMERINTAH
Belanja modal tercatat sebesar Rp9,33 triliun atau
terealisasi sebesar 87,95%; lebih tinggi dibandingkan
realisasi belanja modal triwulan IV 2016 yang sebesar
Rp7,13 triliun, walaupun dengan nominal serapan
sebelumnya sebesar 90,75%. Peningkatan ini sejalan
dengan realisasi pelaksanaan proyek pembangunan
infrastruktur, khususnya akselerasi 4 proyek
pembangunan jalan fly over (Dermoleng, Klonengan,
Kesambi dan Kretek) serta 1 proyek underpass
Jatingaleh yang diresmikan pada 25 Oktober 2017.
Komponen pagu transfer terdiri dari dana alokasi
khusus fisik dan dana desa. Pada 2017, Jawa Tengah
merupakan salah satu provinsi dengan alokasi dana
desa paling besar dibanding daerah lainnya di Indonesia
yaitu sebesar Rp 6,3 triliun. Saat ini, ada 7.809 desa dari
527 kecamatan dan 29 kabupaten di Jawa Tengah. Jika
dirata-rata, kucuran dana untuk satu desa dapat
m e n c a p a i R p 8 1 7 j u t a . P e m p r o v J a t e n g
mengemukakan bahwa lebih dari 50 persen dana desa
tersebut digunakan untuk pembangunan sarana
prasarana desa.
Tabel 2.4 Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan IV 2016 & 2017 per Jenis Belanja (Rp Miliar)
JENIS
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
PAGU TRANSFER
TOTAL
PAGU REALISASI
IV 2016
%REALISASI PAGU REALISASI
IV 2017
%REALISASI
13.642
11.561
7.861
238
33.303
13.496
10.598
7.134
236
31.464
98,93%
91,68%
90,75%
98,91%
94,48%
14.693
11.885
10.607
241
10.367
47.793
14.319
11.042
9.329
235
9.957
44.882
97,45%
92,91%
87,95%
97,75%
96,04%
93,91%
Sumber : DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
Grafik 2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANGBELANJA MODALBELANJA BANTUAN SOSIAL
Grafik 2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
PAGU TRANSFER
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANGBELANJA MODALBELANJA BANTUAN SOSIALPAGU TRANSFER
30.74%24.87%22.19%0.50%
21.69%
31.90%24.60%20.79%
0.52%22.18%
2.2. APBN PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN IV 2017APBN Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017
mengalami peningkatan di tengah kebijakan
pemerintah untuk meningkatkan transfer ke daerah
baik melalui DAK ataupun dana desa. Peningkatan
transfer ke daerah diharapkan berdampak optimal
terhadap pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan
kesejahteraan masyarakat desa. Tercatat, terjadi
kenaikan anggaran APBN sebesar 43,5%; dari
sebelumnya Rp33,30 triliun pada tahun 2016 menjadi
Rp47,79 triliun di triwulan laporan.
Berdasarkan jenisnya, belanja pegawai dianggarkan
sebesar Rp14,69 triliun atau 30,74% dari total APBN
Provinsi Jawa Tengah 2017, diikuti oleh belanja barang
sebesar Rp11,89 triliun (24,87%), belanja modal
sebesar Rp10,61 triliun (22,19%), belanja bantuan
sosial Rp240,68 miliar (0,50%) dan transfer Rp10,37
triliun (21,69%).
Lebih jauh, realisasi APBN pada triwulan laporan sedikit
meningkat dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Pada triwulan IV 2017, realisasi APBN
tercatat sebesar Rp44,88 triliun atau 93,91% dari total
anggaran 2017, meningkat dibandingkan persentase
serapan triwulan IV 2016 yang sebesar Rp31,46 triliun
atau 94,48% dari APBN Provinsi Jawa Tengah 2016.
Berdasarkan jenisnya, hampir seluruh komponen
belanja yang mengalami peningkatan realisasi dalam
nominal, seperti belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal dan transfer. Realisasi belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal dan transfer ini memiliki
peran masing-masing 31,90%; 24,60%; 20,79% dan
22,18% dari total realisasi belanja.
Realisasi belanja pegawai pada triwulan IV 2017
sebesar Rp14,32 triliun atau 97,45% dari total APBN
2017. Angka ini lebih rendah dibandingkan triwulan IV
2016 yang sebesar 98,93% dari total APBN 2016,
meskipun secara nominal mengalami peningkatan
yaitu dari Rp13,50 triliun.
Sementara itu, belanja barang pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp11,04 triliun atau 92,91% dari total
anggaran, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang
sama tahun lalu yang sebesar Rp10,60 triliun atau
91,68%. Meskipun meningkat, kenaikan realisasi
belanja barang ini relatif moderat. Selain itu, realisasi belanja bantuan sosial cenderung
stagnan, sebesar Rp235,26 miliar di 2017, sementara
Rp235,79 miliar di 2016.
50
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
51
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KEUANGAN PEMERINTAHKEUANGAN PEMERINTAH
Belanja modal tercatat sebesar Rp9,33 triliun atau
terealisasi sebesar 87,95%; lebih tinggi dibandingkan
realisasi belanja modal triwulan IV 2016 yang sebesar
Rp7,13 triliun, walaupun dengan nominal serapan
sebelumnya sebesar 90,75%. Peningkatan ini sejalan
dengan realisasi pelaksanaan proyek pembangunan
infrastruktur, khususnya akselerasi 4 proyek
pembangunan jalan fly over (Dermoleng, Klonengan,
Kesambi dan Kretek) serta 1 proyek underpass
Jatingaleh yang diresmikan pada 25 Oktober 2017.
Komponen pagu transfer terdiri dari dana alokasi
khusus fisik dan dana desa. Pada 2017, Jawa Tengah
merupakan salah satu provinsi dengan alokasi dana
desa paling besar dibanding daerah lainnya di Indonesia
yaitu sebesar Rp 6,3 triliun. Saat ini, ada 7.809 desa dari
527 kecamatan dan 29 kabupaten di Jawa Tengah. Jika
dirata-rata, kucuran dana untuk satu desa dapat
m e n c a p a i R p 8 1 7 j u t a . P e m p r o v J a t e n g
mengemukakan bahwa lebih dari 50 persen dana desa
tersebut digunakan untuk pembangunan sarana
prasarana desa.
Tabel 2.4 Realisasi Belanja APBN Jawa Tengah Triwulan IV 2016 & 2017 per Jenis Belanja (Rp Miliar)
JENIS
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG
BELANJA MODAL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
PAGU TRANSFER
TOTAL
PAGU REALISASI
IV 2016
%REALISASI PAGU REALISASI
IV 2017
%REALISASI
13.642
11.561
7.861
238
33.303
13.496
10.598
7.134
236
31.464
98,93%
91,68%
90,75%
98,91%
94,48%
14.693
11.885
10.607
241
10.367
47.793
14.319
11.042
9.329
235
9.957
44.882
97,45%
92,91%
87,95%
97,75%
96,04%
93,91%
Sumber : DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
Grafik 2.9 Realisasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANGBELANJA MODALBELANJA BANTUAN SOSIAL
Grafik 2.8 Alokasi APBN Provinsi Jawa Tengah 2017 Berdasarkan Jenis Belanja
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
PAGU TRANSFER
BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANGBELANJA MODALBELANJA BANTUAN SOSIALPAGU TRANSFER
30.74%24.87%22.19%0.50%
21.69%
31.90%24.60%20.79%
0.52%22.18%
2.2. APBN PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN IV 2017APBN Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017
mengalami peningkatan di tengah kebijakan
pemerintah untuk meningkatkan transfer ke daerah
baik melalui DAK ataupun dana desa. Peningkatan
transfer ke daerah diharapkan berdampak optimal
terhadap pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan
kesejahteraan masyarakat desa. Tercatat, terjadi
kenaikan anggaran APBN sebesar 43,5%; dari
sebelumnya Rp33,30 triliun pada tahun 2016 menjadi
Rp47,79 triliun di triwulan laporan.
Berdasarkan jenisnya, belanja pegawai dianggarkan
sebesar Rp14,69 triliun atau 30,74% dari total APBN
Provinsi Jawa Tengah 2017, diikuti oleh belanja barang
sebesar Rp11,89 triliun (24,87%), belanja modal
sebesar Rp10,61 triliun (22,19%), belanja bantuan
sosial Rp240,68 miliar (0,50%) dan transfer Rp10,37
triliun (21,69%).
Lebih jauh, realisasi APBN pada triwulan laporan sedikit
meningkat dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Pada triwulan IV 2017, realisasi APBN
tercatat sebesar Rp44,88 triliun atau 93,91% dari total
anggaran 2017, meningkat dibandingkan persentase
serapan triwulan IV 2016 yang sebesar Rp31,46 triliun
atau 94,48% dari APBN Provinsi Jawa Tengah 2016.
Berdasarkan jenisnya, hampir seluruh komponen
belanja yang mengalami peningkatan realisasi dalam
nominal, seperti belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal dan transfer. Realisasi belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal dan transfer ini memiliki
peran masing-masing 31,90%; 24,60%; 20,79% dan
22,18% dari total realisasi belanja.
Realisasi belanja pegawai pada triwulan IV 2017
sebesar Rp14,32 triliun atau 97,45% dari total APBN
2017. Angka ini lebih rendah dibandingkan triwulan IV
2016 yang sebesar 98,93% dari total APBN 2016,
meskipun secara nominal mengalami peningkatan
yaitu dari Rp13,50 triliun.
Sementara itu, belanja barang pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp11,04 triliun atau 92,91% dari total
anggaran, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang
sama tahun lalu yang sebesar Rp10,60 triliun atau
91,68%. Meskipun meningkat, kenaikan realisasi
belanja barang ini relatif moderat. Selain itu, realisasi belanja bantuan sosial cenderung
stagnan, sebesar Rp235,26 miliar di 2017, sementara
Rp235,79 miliar di 2016.
50
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
51
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KEUANGAN PEMERINTAHKEUANGAN PEMERINTAH
SUPLEMEN IIPengaruh Peraturan Keterbukaan Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan terhadap DPK di Solo Raya
Pada Juni 2015, Indonesia bersama dengan 101
negara lainnya di dunia menandatangani
Multilateral Competent Authority Agreement
(MCAA). MCAA adalah kesepakatan di antara
negara-negara yang menerapkan mekanisme
terstandarisasi dan efisien untuk memfasilitasi
pertukaran informasi sesuai dengan Standard for
Automatic Exchange of Financial Information yang
diperuntukkan kepentingan pajak. Dalam rangka
perwujudan implementasi pada MCAA yang
memuat ketentuan AEoI (Automatic Exchange of
Information), Pemerintah Indonesia mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(PERPU) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses
Informasi Keuangan untuk Kepent ingan
Perpajakan pada 8 Mei 2017. Perpu tersebut
diturunkan menjadi Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor 70/PMK.03/2017 pada 31 Mei 2017
tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi
Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. PMK
tersebut selanjutnya diubah menjadi PMK Nomor
73/PMK.03/201 pada 12 Juni 2017 tentang
perubahan atas PMK Nomor 70/PMK.03/2017
tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi
Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Ketentuan-ketentuan mengenai akses keuangan
tersebut selanjutnya disahkan dalam Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses
Informasi Keuangan untuk Kepent ingan
Perpajakan. Peraturan mengenai akses keuangan
informasi keuangan ditujukan untuk dapat
meningkatkan keterbukaan akses informasi
sehingga ke depannya dapat meningkatkan
penerimaan pajak. Peraturan tersebut mewajibkan
lembaga keuangan untuk mengumpulkan dan
melaporkan informasi keuangan kepada otoritas
perpajakan dan memberikan kewenangan kepada
otoritas perpajakan untuk mempertukarkan
dengan negara lain. Informasi keuangan akan
dilindungi dan hanya akan diakses oleh yang
berwenang dan digunakan untuk kepentingan
perpajakan.
Lembaga keuangan yang diwajibkan melapor
adalah Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang
bergerak di bidang perbankan, pasar modal, dan
perasuransian, LJK lainnya, dan entitas lain.
Laporan yang dikumpulkan mencakup laporan
otomatis serta laporan yang didasarkan atas
permintaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Laporan otomatis memuat informasi keuangan
rutin yang dikelola selama satu tahun kalender.
Laporan otomatis diperuntukkan perjanjian
internasional maupun domestik.
Kewajiban pelaporan otomatis diberlakukan mulai
tahun 2017. Laporan paling sedikit memuat
identitas pemegang rekening, nomor rekening,
identitas lembaga keuangan pelapor, saldo
rekening pada akhir tahun kalender, dan
penghasilan rekening. Terkait saldo, informasi
keuangan yang dikumpulkan merupakan informasi
keuangan agregat dari 1 (satu) rekening atau lebih
yang dimiliki pemegang rekening dalam 1 (satu)
bank per 31 Desember pada tahun kalender
pelaporan.
Kewajiban pelaporan mencakup rekening, baik
milik orang pribadi (OP) maupun entitas. Terdapat 2
(dua) rekening dalam laporan otomatis untuk
perjanjian internasional, yaitu rekening lama yang
dibuka sebelum 1 Juli 2017 dan rekening baru yang
dibuka mulai 1 Juli 2017. Bagi OP, tidak terdapat
batasan saldo minimal rekening yang dilaporkan,
baik rekening baru maupun rekening lama. Bagi
entitas, rekening lama yang wajib dilaporkan
adalah rekening yang mempunyai saldo lebih dari
USD250.000, sedangkan untuk rekening baru
tidak mempunyai batasan saldo minimal.
Sementara itu, laporan otomatis untuk domestik
memiliki batas saldo minimal Rp 1 Miliar bagi OP
dan tidak mempunyai batas saldo minimal bagi
entitas.
Kewajiban pelaporan yang diberlakukan mulai
tahun 2017 memiliki dampak khususnya pada
pada perbankan. Berdasarkan data dari Laporan
Bank Umum (LBU), diketahui bahwa deposito
mengalami kontraksi selama 2 (dua) tahun terakhir.
Tercatat pertumbuhan deposito sebesar -0,45%
(yoy), lebih rendah dari posisi Desember 2016
sebesar 6,59% (yoy). Unsur Dana Pihak Ketiga
(DPK) lainnya, yaitu giro dan tabungan relatif
mengalami peningkatan. Tercatat pertumbuhan
giro pada Desember 2017 sebesar 20,23% (yoy),
meningkat drastis dari pertumbuhan pada
Desember 2016 sebesar -17,06%. Sementara itu,
pertumbuhan tabungan pada Desember 2017
sebesar 14,98%, lebih tinggi dari posisi Desember
2017 sebesar 9,85%.
Perlambatan deposito yang terjadi diproyeksikan
karena kekhawatiran masyarakat atas peraturan
baru mengenai akses informasi keuangan. Hal ini
terkonfirmasi dalam knowledge sharing yang
diadakan oleh Sub BMPD Jawa Tengah Surakarta
bersama Kepala DJP Kantor Wilayah Jateng II, yang
anta ra l a in mengemukakan adanya i su
perpindahan keluar DPK dari perbankan, seperti
dengan beralihnya sebagian DPK pada aset-aset
Grafik 2. Perkembangan Giro di Soloraya Grafik 3. Perkembangan Tabungan di Soloraya
Grafik 1. Perkembangan Deposito di Soloraya
SUPLEMEN II
52 53KEUANGAN PEMERINTAHKEUANGAN PEMERINTAH
SUPLEMEN IIPengaruh Peraturan Keterbukaan Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan terhadap DPK di Solo Raya
Pada Juni 2015, Indonesia bersama dengan 101
negara lainnya di dunia menandatangani
Multilateral Competent Authority Agreement
(MCAA). MCAA adalah kesepakatan di antara
negara-negara yang menerapkan mekanisme
terstandarisasi dan efisien untuk memfasilitasi
pertukaran informasi sesuai dengan Standard for
Automatic Exchange of Financial Information yang
diperuntukkan kepentingan pajak. Dalam rangka
perwujudan implementasi pada MCAA yang
memuat ketentuan AEoI (Automatic Exchange of
Information), Pemerintah Indonesia mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(PERPU) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses
Informasi Keuangan untuk Kepent ingan
Perpajakan pada 8 Mei 2017. Perpu tersebut
diturunkan menjadi Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) Nomor 70/PMK.03/2017 pada 31 Mei 2017
tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi
Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. PMK
tersebut selanjutnya diubah menjadi PMK Nomor
73/PMK.03/201 pada 12 Juni 2017 tentang
perubahan atas PMK Nomor 70/PMK.03/2017
tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi
Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Ketentuan-ketentuan mengenai akses keuangan
tersebut selanjutnya disahkan dalam Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses
Informasi Keuangan untuk Kepent ingan
Perpajakan. Peraturan mengenai akses keuangan
informasi keuangan ditujukan untuk dapat
meningkatkan keterbukaan akses informasi
sehingga ke depannya dapat meningkatkan
penerimaan pajak. Peraturan tersebut mewajibkan
lembaga keuangan untuk mengumpulkan dan
melaporkan informasi keuangan kepada otoritas
perpajakan dan memberikan kewenangan kepada
otoritas perpajakan untuk mempertukarkan
dengan negara lain. Informasi keuangan akan
dilindungi dan hanya akan diakses oleh yang
berwenang dan digunakan untuk kepentingan
perpajakan.
Lembaga keuangan yang diwajibkan melapor
adalah Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang
bergerak di bidang perbankan, pasar modal, dan
perasuransian, LJK lainnya, dan entitas lain.
Laporan yang dikumpulkan mencakup laporan
otomatis serta laporan yang didasarkan atas
permintaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Laporan otomatis memuat informasi keuangan
rutin yang dikelola selama satu tahun kalender.
Laporan otomatis diperuntukkan perjanjian
internasional maupun domestik.
Kewajiban pelaporan otomatis diberlakukan mulai
tahun 2017. Laporan paling sedikit memuat
identitas pemegang rekening, nomor rekening,
identitas lembaga keuangan pelapor, saldo
rekening pada akhir tahun kalender, dan
penghasilan rekening. Terkait saldo, informasi
keuangan yang dikumpulkan merupakan informasi
keuangan agregat dari 1 (satu) rekening atau lebih
yang dimiliki pemegang rekening dalam 1 (satu)
bank per 31 Desember pada tahun kalender
pelaporan.
Kewajiban pelaporan mencakup rekening, baik
milik orang pribadi (OP) maupun entitas. Terdapat 2
(dua) rekening dalam laporan otomatis untuk
perjanjian internasional, yaitu rekening lama yang
dibuka sebelum 1 Juli 2017 dan rekening baru yang
dibuka mulai 1 Juli 2017. Bagi OP, tidak terdapat
batasan saldo minimal rekening yang dilaporkan,
baik rekening baru maupun rekening lama. Bagi
entitas, rekening lama yang wajib dilaporkan
adalah rekening yang mempunyai saldo lebih dari
USD250.000, sedangkan untuk rekening baru
tidak mempunyai batasan saldo minimal.
Sementara itu, laporan otomatis untuk domestik
memiliki batas saldo minimal Rp 1 Miliar bagi OP
dan tidak mempunyai batas saldo minimal bagi
entitas.
Kewajiban pelaporan yang diberlakukan mulai
tahun 2017 memiliki dampak khususnya pada
pada perbankan. Berdasarkan data dari Laporan
Bank Umum (LBU), diketahui bahwa deposito
mengalami kontraksi selama 2 (dua) tahun terakhir.
Tercatat pertumbuhan deposito sebesar -0,45%
(yoy), lebih rendah dari posisi Desember 2016
sebesar 6,59% (yoy). Unsur Dana Pihak Ketiga
(DPK) lainnya, yaitu giro dan tabungan relatif
mengalami peningkatan. Tercatat pertumbuhan
giro pada Desember 2017 sebesar 20,23% (yoy),
meningkat drastis dari pertumbuhan pada
Desember 2016 sebesar -17,06%. Sementara itu,
pertumbuhan tabungan pada Desember 2017
sebesar 14,98%, lebih tinggi dari posisi Desember
2017 sebesar 9,85%.
Perlambatan deposito yang terjadi diproyeksikan
karena kekhawatiran masyarakat atas peraturan
baru mengenai akses informasi keuangan. Hal ini
terkonfirmasi dalam knowledge sharing yang
diadakan oleh Sub BMPD Jawa Tengah Surakarta
bersama Kepala DJP Kantor Wilayah Jateng II, yang
anta ra l a in mengemukakan adanya i su
perpindahan keluar DPK dari perbankan, seperti
dengan beralihnya sebagian DPK pada aset-aset
Grafik 2. Perkembangan Giro di Soloraya Grafik 3. Perkembangan Tabungan di Soloraya
Grafik 1. Perkembangan Deposito di Soloraya
SUPLEMEN II
52 53KEUANGAN PEMERINTAHKEUANGAN PEMERINTAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
BABIII
Berdasarkan disagregasinya, peningkatan inflasi tahunan pada triwulan IV 2017 terutama didorong oleh kelompok volatile food. Sementara itu, kelompok administered prices tercatat mengalami penurunan inflasi tahunan seiring dengan melambatnya peningkatan tarif angkutan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Peningkatan inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 berlangsung di kota Cilacap, Surakarta, Semarang, serta Tegal. Sedangkan kota Purwokerto dan Kudus mengalami penurunan inflasi tahunan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan I 2018, tekanan inflasi diperkirakan akan berkurang seiring dengan pulihnya pasokan komoditas pangan dan hortikultura pasca masa panen raya. Inflasi diperkirakan akan terjaga pada target sasaran inflasi 3,5±1%.
Pada triwulan IV 2017 inflasi Provinsi Jawa Tengah secara tahunan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III 2017.
SUPLEMEN II
yang tidak produktif, seperti emas, rumah, dan
tanah, atau disimpan sendiri oleh pemilik dana.
Apabila isu dimaksud tidak ditangani dengan baik,
akan dapat meningkatkan capital outflow dan
menurunkan laju kredit, sehingga dapat
mengganggu likuiditas perbankan.
Ke depannya, pemerintah diharapkan dapat
memberikan perhatian khusus pada concern
masyarakat terkait kerahasiaan informasi
keuangan yang dapat diakses oleh otoritas
perpajakan. Dalam hal ini, pemerintah perlu
memberikan kejelasan mengenai kewenangan
petugas pajak dalam menggunakan dan
memanfaatkan informasi keuangan. Pemerintah
dapat membuat ketentuan perlindungan dan
skema proteksi data secara normatif agar terdapat
payung hukum dan aturan yang jelas sehingga
meminimalisir moral hazard. Pemerintah juga
harus dapat membangun sistem IT yang menjamin
pengawasan dan didukung dengan Standard
Operating Procedure (SOP) serta whistleblowing
system yang memadai. Ini merupakan bentuk
perl indungan dan kepastian hukum bagi
masyarakat agar informasi keuangan tidak
disalahgunakan. Selain itu, pemerintah juga perlu
melakukan sosialisasi dengan memadai dan lebih
mendorong masyarakat untuk sadar dan taat
pajak.
54 KEUANGAN PEMERINTAH
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
BABIII
Berdasarkan disagregasinya, peningkatan inflasi tahunan pada triwulan IV 2017 terutama didorong oleh kelompok volatile food. Sementara itu, kelompok administered prices tercatat mengalami penurunan inflasi tahunan seiring dengan melambatnya peningkatan tarif angkutan dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Peningkatan inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 berlangsung di kota Cilacap, Surakarta, Semarang, serta Tegal. Sedangkan kota Purwokerto dan Kudus mengalami penurunan inflasi tahunan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan I 2018, tekanan inflasi diperkirakan akan berkurang seiring dengan pulihnya pasokan komoditas pangan dan hortikultura pasca masa panen raya. Inflasi diperkirakan akan terjaga pada target sasaran inflasi 3,5±1%.
Pada triwulan IV 2017 inflasi Provinsi Jawa Tengah secara tahunan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III 2017.
SUPLEMEN II
yang tidak produktif, seperti emas, rumah, dan
tanah, atau disimpan sendiri oleh pemilik dana.
Apabila isu dimaksud tidak ditangani dengan baik,
akan dapat meningkatkan capital outflow dan
menurunkan laju kredit, sehingga dapat
mengganggu likuiditas perbankan.
Ke depannya, pemerintah diharapkan dapat
memberikan perhatian khusus pada concern
masyarakat terkait kerahasiaan informasi
keuangan yang dapat diakses oleh otoritas
perpajakan. Dalam hal ini, pemerintah perlu
memberikan kejelasan mengenai kewenangan
petugas pajak dalam menggunakan dan
memanfaatkan informasi keuangan. Pemerintah
dapat membuat ketentuan perlindungan dan
skema proteksi data secara normatif agar terdapat
payung hukum dan aturan yang jelas sehingga
meminimalisir moral hazard. Pemerintah juga
harus dapat membangun sistem IT yang menjamin
pengawasan dan didukung dengan Standard
Operating Procedure (SOP) serta whistleblowing
system yang memadai. Ini merupakan bentuk
perl indungan dan kepastian hukum bagi
masyarakat agar informasi keuangan tidak
disalahgunakan. Selain itu, pemerintah juga perlu
melakukan sosialisasi dengan memadai dan lebih
mendorong masyarakat untuk sadar dan taat
pajak.
54 KEUANGAN PEMERINTAH
3Inflasi Jawa Tengah pada triwulan IV 2017
tercatat sebesar 3,71% (yoy), mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 3,58% (yoy). Secara triwulanan, Jawa Tengah
mengalami inflasi sebesar 0,95% (qtq), berbalik arah
dibandingkan triwulan III 2017 yang mencatatkan
deflasi sebesar 0,18% (qtq).
Laju inflasi Jawa Tengah tercatat lebih tinggi
dibandingkan inflasi nasional yang tercatat
sebesar 3,61% (yoy), namun lebih rendah
dibandingkan inflasi Kawasan Jawa yang tercatat
sebesar 3,78% (yoy). Dibandingkan dengan provinsi
lainnya di Kawasan Jawa, Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 menjadi provinsi dengan inflasi
terendah kedua setelah Jawa Barat yang tercatat
sebesar 3,63% (yoy), sementara inflasi tertinggi terjadi
pada Provinsi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta sebesar
4,20% (yoy). Peningkatan laju inflasi Jawa Tengah pada
t r iwu lan IV 2017 te ru tama d idorong o leh
meningkatnya harga bahan makanan menjelang hari
raya keagamaan dan libur akhir tahun.
4Berdasarkan disagregasi inflasi , peningkatan laju
inf las i tahunan pada t r iwulan IV 2017
dibandingkan triwulan sebelumnya terutama
disebabkan oleh kelompok volatile food.
3.1. INFLASI SECARA UMUM
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
3.
Grafik 3.1
-2
0
2
4
6
8
10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
%
JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)
Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 3.2Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
TW IV 2017TW IV 2016 RATA-RATA TW IV 2012-2016
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASIDAN JASA KEUANGAN
%
Inflasi Tahun Kalender Provinsi di JawaGrafik 3.3
IV 2016 IV 2017
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 3.4Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA + DKI
%, MTM
IV 2015
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA
%,YTD
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
OKT 2017 NOV 2017 DES 2017
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
4.
57
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
3Inflasi Jawa Tengah pada triwulan IV 2017
tercatat sebesar 3,71% (yoy), mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 3,58% (yoy). Secara triwulanan, Jawa Tengah
mengalami inflasi sebesar 0,95% (qtq), berbalik arah
dibandingkan triwulan III 2017 yang mencatatkan
deflasi sebesar 0,18% (qtq).
Laju inflasi Jawa Tengah tercatat lebih tinggi
dibandingkan inflasi nasional yang tercatat
sebesar 3,61% (yoy), namun lebih rendah
dibandingkan inflasi Kawasan Jawa yang tercatat
sebesar 3,78% (yoy). Dibandingkan dengan provinsi
lainnya di Kawasan Jawa, Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 menjadi provinsi dengan inflasi
terendah kedua setelah Jawa Barat yang tercatat
sebesar 3,63% (yoy), sementara inflasi tertinggi terjadi
pada Provinsi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta sebesar
4,20% (yoy). Peningkatan laju inflasi Jawa Tengah pada
t r iwu lan IV 2017 te ru tama d idorong o leh
meningkatnya harga bahan makanan menjelang hari
raya keagamaan dan libur akhir tahun.
4Berdasarkan disagregasi inflasi , peningkatan laju
inf las i tahunan pada t r iwulan IV 2017
dibandingkan triwulan sebelumnya terutama
disebabkan oleh kelompok volatile food.
3.1. INFLASI SECARA UMUM
Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.
3.
Grafik 3.1
-2
0
2
4
6
8
10
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional
%
JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)
Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 3.2Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
TW IV 2017TW IV 2016 RATA-RATA TW IV 2012-2016
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPOR, KOMUNIKASIDAN JASA KEUANGAN
%
Inflasi Tahun Kalender Provinsi di JawaGrafik 3.3
IV 2016 IV 2017
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 3.4Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA + DKI
%, MTM
IV 2015
JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA
%,YTD
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV -1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
OKT 2017 NOV 2017 DES 2017
Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.
4.
57
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KOMODITAS
Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
2016
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
IV
2,36
5,18
3,60
1,53
0,96
2,50
3,10
-1,61
2017
3,30
1,93
3,30
3,92
1,18
3,50
2,83
4,95
I
4,61
3,59
2,36
6,34
1,28
3,50
2,87
8,45
II III
3,58
-0,78
2,82
6,01
1,25
3,53
4,02
7,08
IV
3,71
0,27
2,73
6,09
2,38
4,05
4,18
6,62
2015
IV
2,73
4,54
4,93
2,27
2,38
3,40
4,31
-2,30
2014
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
2013
IV
7,99
12,54
7,6
5,2
-0,01
2,48
2,52
13,27
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK
Ditinjau kelompoknya, inflasi pada triwulan IV
2017 terutama disumbang oleh kelompok
transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan,
serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar. Inflasi tahunan kelompok transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan IV 2017
tercatat sebesar 6,62% (yoy) atau menyumbang andil
sebesar 0,97% terhadap inflasi tahunan Jawa Tengah.
Selanjutnya, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar mencatatkan inflasi tahunan sebesar
6,09% (yoy) dan memberikan andil sebesar 1,47%
terhadap inflasi tahunan pada triwulan IV 2017.
Selanjutnya, peningkatan laju inflasi tertinggi
pada triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan III-
2017 dicatatkan oleh kelompok sandang serta
kelompok bahan makanan. Kelompok sandang
mencatatkan la ju inf las i tahunan ter t inggi
dibandingkan kelompok lainnya, dengan peningkatan
sebesar 1,13% dibandingkan triwulan III 2017.
Selanjutnya, kelompok bahan makanan mencatatkan
peningkatan inflasi menjadi sebesar 0,27% (yoy), atau
berbalik arah dari triwulan III 2017 yang mencatatkan
deflasi sebesar 0,78% (yoy).
Secara keseluruhan tahun 2017, kelompok
perumahan air, listrik, gas, dan bahan bakar, serta
kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa
keuangan menjadi penyumbang inflasi terbesar.
Inflasi tarif listrik yang berlangsung secara gradual
sepanjang bulan Januari-Juni 2017 tercatat sebesar
29,19% (yoy) serta menyumbang andil sebesar 1,14%
terhadap inflasi tahunan Jawa Tengah pada tahun
2017. Selanjutnya, peningkatan biaya perpanjangan
Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) pada Januari
2017, mencatatkan inflasi sebesar 106,45% (yoy) dan
menyumbang andil sebesar 0,53% sepanjang tahun
2017.
3.2.1. Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa KeuanganWalaupun mengalami penurunan dibandingkan
triwulan sebelumnya, kelompok transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan mencatatkan
inflasi tertinggi tertinggi pada triwulan IV 2017
dibandingkan kelompok lainnya. Pada triwulan IV
2017, peningkatan laju inflasi tertinggi pada kelompok
ini terutama disebabkan oleh peningkatan biaya
komponen tarif jalan tol serta komponen jasa aksesoris.
Pada triwulan IV 2017, tarif jalan tol mengalami
peningkatan inf lasi tahunan sebesar 7,50%
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Berdasarkan andil inflasinya, subkelompok sarana &
penunjang transportasi menjadi penyumbang terbesar
dari kelompok transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan, terhadap inflasi Jawa Tengah triwulan IV
2017 dengan andil sebesar 0,39%. Hal tersebut
terutama disebabkan oleh peningkatan biaya
perpanjangan STNK sebesar 106,34% (yoy) dengan
andil sebesar 0,53% terhadap inflasi Jawa Tengah.
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOV DES
%, MTM
-1
0
1
2
3
4
2017 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2017Grafik 3.5Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2016 RATA-RATA 2011-2016
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 3.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, MTM
YOY
MTM(SKALA KANAN)
1 2 32017
4 5 61 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 32015
4 5 6 7 8 9 10 11 12 7 8 9
3.5 3.9 4.2 3.5 3.1 2.9 3.0 2.4 2.7 2.8 3.1 2.3 3.0 3.8 3.3 3.9 4.4 4.6 3.7 3.4 3.5 3.4 3.1 3.7
0.4 -0. 0.3 -0. 0.1 0.4 1.0 -0. 0.0 0.0 0.5 0.2 1.1 0.5 -0. 0.1 0.5 0.6 0.1 -0. 0.2 -0. 0.2 0.7
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5PEMBATASAN PRODUKSI BIBIT AYAM
KENAIKAN TTLU/P1, I3,
R3, I4, B2, B3
KENAIKAN TDLDAN ELPIJI 12 KG
KENAIKAN HARGA BBM,GEJOLAK PANGAN
RAMADHAN
Tw IV 2017Kenaikan Harga Pangan dan Bahan Bakar Rumah Tangga menjelang Hari Raya Keagamaan dan Akhir Tahun
Kota Semarang sebagai kota dengan bobot terbesar
(±51%) mengalami peningkatan inflasi dari 3,62% (yoy)
pada triwulan sebelumnya menjadi 3,64% (yoy) pada
triwulan IV 2017. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Cilacap
yang tercatat sebesar 4,42% (yoy), sedangkan inflasi
terendah terjadi di Kota Surakarta sebesar 3,10% (yoy).
Seiring dengan penurunan inflasi, disparitas inflasi
tahunan kota-kota di Jawa Tengah relatif menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya. Perbedaan inflasi
kota tertinggi dan terendah pada triwulan III-2017
sebesar 1,84% menjadi sebesar 1,32% .
Meskipun masih tercatat deflasi, kelompok volatile
food mengalami perlambatan penurunan harga
dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan
tersebut didorong oleh terjadinya penurunan pasokan
beberapa komoditas bahan makanan seiring berlalunya
masa panen komoditas pangan. Selanjutnya, kelompok
inti menunjukkan perkembangan inflasi yang stabil.
Sementara itu, kelompok administered prices tercatat
mengalami peningkatan inflasi tahunan seiring dengan
peningkatan tarif angkutan luar kota dan angkutan
udara pada puncak masa liburan akhir tahun 2017 ini
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
lalu.
Apabila ditinjau berdasarkan kota pantauan
inflasi di Jawa Tengah, peningkatan inflasi
tahunan pada triwulan IV 2017 berlangsung pada
kota Cilacap, Surakarta, Semarang, dan Tegal.
NO. KOTAINFLASI TW III2017 (%,YOY)
SURAKARTA
SEMARANG
TEGAL
PURWOKERTO
CILACAP
KUDUS
2,65
3,62
3,51
4,02
4,07
4,48
1.
2.
3.
4.
5.
6.
3,10
3,64
4,03
3,91
4,42
4,17
INFLASI TW IV2017 (%,YOY)
Tabel 3.3. Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
BERAS
CABAI MERAH
SABUN DETERJEN
TEH MANIS
MIE
KOMODITAS0,09
0,04
0,01
0,01
0,01
ANDIL (%)BAWANG MERAH
CABAI MERAH
TELUR AYAM RAS
BERAS
TARIF RUMAH SAKIT
KOMODITAS0,07
0,05
0,04
0,04
0,02
ANDIL (%)TELUR AYAM RAS
BERAS
CABAI MERAH
DAGING AYAM RAS
CABAI RAWIT
KOMODITAS0,12
0,12
0,08
0,07
0,04
ANDIL (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.1 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
OKTOBER NOVEMBER DESEMBER
BAWANG PUTIH
BAWANG MERAH
ANGKUTAN UDARA
TELUR AYAM RAS
MELON
KOMODITAS-0,04
-0,03
-0,03
-0,03
-0,02
ANDIL (%)BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA
APEL
KACANG PANJANG
GULA PASIR
WORTEL
KOMODITAS-0,01
-0,01
-0,01
-0,01
-0,01
ANDIL (%)BAWANG MERAH
TARIF PULSA PONSEL
PEPAYA
BAWANG PUTIH
GULA PASIR
KOMODITAS-0,05
-0,03
-0,01
-0,01
-0,01
ANDIL (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.2 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
OKTOBER NOVEMBER DESEMBER
58
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
59
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
KOMODITAS
Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok
2016
UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN
IV
2,36
5,18
3,60
1,53
0,96
2,50
3,10
-1,61
2017
3,30
1,93
3,30
3,92
1,18
3,50
2,83
4,95
I
4,61
3,59
2,36
6,34
1,28
3,50
2,87
8,45
II III
3,58
-0,78
2,82
6,01
1,25
3,53
4,02
7,08
IV
3,71
0,27
2,73
6,09
2,38
4,05
4,18
6,62
2015
IV
2,73
4,54
4,93
2,27
2,38
3,40
4,31
-2,30
2014
IV
8,22
11,39
5,85
8,09
2,62
4,54
6,62
11,46
2013
IV
7,99
12,54
7,6
5,2
-0,01
2,48
2,52
13,27
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK
Ditinjau kelompoknya, inflasi pada triwulan IV
2017 terutama disumbang oleh kelompok
transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan,
serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar. Inflasi tahunan kelompok transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan IV 2017
tercatat sebesar 6,62% (yoy) atau menyumbang andil
sebesar 0,97% terhadap inflasi tahunan Jawa Tengah.
Selanjutnya, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar mencatatkan inflasi tahunan sebesar
6,09% (yoy) dan memberikan andil sebesar 1,47%
terhadap inflasi tahunan pada triwulan IV 2017.
Selanjutnya, peningkatan laju inflasi tertinggi
pada triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan III-
2017 dicatatkan oleh kelompok sandang serta
kelompok bahan makanan. Kelompok sandang
mencatatkan la ju inf las i tahunan ter t inggi
dibandingkan kelompok lainnya, dengan peningkatan
sebesar 1,13% dibandingkan triwulan III 2017.
Selanjutnya, kelompok bahan makanan mencatatkan
peningkatan inflasi menjadi sebesar 0,27% (yoy), atau
berbalik arah dari triwulan III 2017 yang mencatatkan
deflasi sebesar 0,78% (yoy).
Secara keseluruhan tahun 2017, kelompok
perumahan air, listrik, gas, dan bahan bakar, serta
kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa
keuangan menjadi penyumbang inflasi terbesar.
Inflasi tarif listrik yang berlangsung secara gradual
sepanjang bulan Januari-Juni 2017 tercatat sebesar
29,19% (yoy) serta menyumbang andil sebesar 1,14%
terhadap inflasi tahunan Jawa Tengah pada tahun
2017. Selanjutnya, peningkatan biaya perpanjangan
Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) pada Januari
2017, mencatatkan inflasi sebesar 106,45% (yoy) dan
menyumbang andil sebesar 0,53% sepanjang tahun
2017.
3.2.1. Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa KeuanganWalaupun mengalami penurunan dibandingkan
triwulan sebelumnya, kelompok transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan mencatatkan
inflasi tertinggi tertinggi pada triwulan IV 2017
dibandingkan kelompok lainnya. Pada triwulan IV
2017, peningkatan laju inflasi tertinggi pada kelompok
ini terutama disebabkan oleh peningkatan biaya
komponen tarif jalan tol serta komponen jasa aksesoris.
Pada triwulan IV 2017, tarif jalan tol mengalami
peningkatan inf lasi tahunan sebesar 7,50%
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Berdasarkan andil inflasinya, subkelompok sarana &
penunjang transportasi menjadi penyumbang terbesar
dari kelompok transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan, terhadap inflasi Jawa Tengah triwulan IV
2017 dengan andil sebesar 0,39%. Hal tersebut
terutama disebabkan oleh peningkatan biaya
perpanjangan STNK sebesar 106,34% (yoy) dengan
andil sebesar 0,53% terhadap inflasi Jawa Tengah.
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOV DES
%, MTM
-1
0
1
2
3
4
2017 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2017Grafik 3.5Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
2016 RATA-RATA 2011-2016
Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa TengahGrafik 3.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, MTM
YOY
MTM(SKALA KANAN)
1 2 32017
4 5 61 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 32015
4 5 6 7 8 9 10 11 12 7 8 9
3.5 3.9 4.2 3.5 3.1 2.9 3.0 2.4 2.7 2.8 3.1 2.3 3.0 3.8 3.3 3.9 4.4 4.6 3.7 3.4 3.5 3.4 3.1 3.7
0.4 -0. 0.3 -0. 0.1 0.4 1.0 -0. 0.0 0.0 0.5 0.2 1.1 0.5 -0. 0.1 0.5 0.6 0.1 -0. 0.2 -0. 0.2 0.7
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5PEMBATASAN PRODUKSI BIBIT AYAM
KENAIKAN TTLU/P1, I3,
R3, I4, B2, B3
KENAIKAN TDLDAN ELPIJI 12 KG
KENAIKAN HARGA BBM,GEJOLAK PANGAN
RAMADHAN
Tw IV 2017Kenaikan Harga Pangan dan Bahan Bakar Rumah Tangga menjelang Hari Raya Keagamaan dan Akhir Tahun
Kota Semarang sebagai kota dengan bobot terbesar
(±51%) mengalami peningkatan inflasi dari 3,62% (yoy)
pada triwulan sebelumnya menjadi 3,64% (yoy) pada
triwulan IV 2017. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Cilacap
yang tercatat sebesar 4,42% (yoy), sedangkan inflasi
terendah terjadi di Kota Surakarta sebesar 3,10% (yoy).
Seiring dengan penurunan inflasi, disparitas inflasi
tahunan kota-kota di Jawa Tengah relatif menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya. Perbedaan inflasi
kota tertinggi dan terendah pada triwulan III-2017
sebesar 1,84% menjadi sebesar 1,32% .
Meskipun masih tercatat deflasi, kelompok volatile
food mengalami perlambatan penurunan harga
dibandingkan triwulan sebelumnya. Perlambatan
tersebut didorong oleh terjadinya penurunan pasokan
beberapa komoditas bahan makanan seiring berlalunya
masa panen komoditas pangan. Selanjutnya, kelompok
inti menunjukkan perkembangan inflasi yang stabil.
Sementara itu, kelompok administered prices tercatat
mengalami peningkatan inflasi tahunan seiring dengan
peningkatan tarif angkutan luar kota dan angkutan
udara pada puncak masa liburan akhir tahun 2017 ini
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
lalu.
Apabila ditinjau berdasarkan kota pantauan
inflasi di Jawa Tengah, peningkatan inflasi
tahunan pada triwulan IV 2017 berlangsung pada
kota Cilacap, Surakarta, Semarang, dan Tegal.
NO. KOTAINFLASI TW III2017 (%,YOY)
SURAKARTA
SEMARANG
TEGAL
PURWOKERTO
CILACAP
KUDUS
2,65
3,62
3,51
4,02
4,07
4,48
1.
2.
3.
4.
5.
6.
3,10
3,64
4,03
3,91
4,42
4,17
INFLASI TW IV2017 (%,YOY)
Tabel 3.3. Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
BERAS
CABAI MERAH
SABUN DETERJEN
TEH MANIS
MIE
KOMODITAS0,09
0,04
0,01
0,01
0,01
ANDIL (%)BAWANG MERAH
CABAI MERAH
TELUR AYAM RAS
BERAS
TARIF RUMAH SAKIT
KOMODITAS0,07
0,05
0,04
0,04
0,02
ANDIL (%)TELUR AYAM RAS
BERAS
CABAI MERAH
DAGING AYAM RAS
CABAI RAWIT
KOMODITAS0,12
0,12
0,08
0,07
0,04
ANDIL (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.1 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan
OKTOBER NOVEMBER DESEMBER
BAWANG PUTIH
BAWANG MERAH
ANGKUTAN UDARA
TELUR AYAM RAS
MELON
KOMODITAS-0,04
-0,03
-0,03
-0,03
-0,02
ANDIL (%)BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA
APEL
KACANG PANJANG
GULA PASIR
WORTEL
KOMODITAS-0,01
-0,01
-0,01
-0,01
-0,01
ANDIL (%)BAWANG MERAH
TARIF PULSA PONSEL
PEPAYA
BAWANG PUTIH
GULA PASIR
KOMODITAS-0,05
-0,03
-0,01
-0,01
-0,01
ANDIL (%)
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Tabel 3.2 Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Bulanan
OKTOBER NOVEMBER DESEMBER
58
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
59
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 3.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF AP
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18 %, YOY
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 3.8Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015 2016
CORE VF AP
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2017
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Berdasarkan andil inflasinya, subkelompok padi-
padian, umbi-umbian, dan hasi lnya menjadi
penyumbang terbesar inflasi Jawa Tengah triwulan IV
2017 dengan andil sebesar 0,22%. Hal tersebut
terutama disebabkan oleh komoditas beras yang
mengalami inflasi tahunan sebesar 6,50% (yoy) hingga
Desember 2017 dengan andil sebesar 0,31% terhadap
inflasi Jawa Tengah. Selanjutnya, komoditas telur ayam
ras menyumbang andil sebesar 0,13% terhadap inflasi
Jawa Tengah dengan mencatatkan inflasi tahunan
sebesar 17,78% (yoy) pada triwulan IV 2017.
Kelompok volatile food pada triwulan IV 2017
tercatat mengalami peningkatan inflasi. Secara
tahunan, kelompok volatile food deflasi sebesar 0,15%
(yoy ) , a tau menga lami pen ingkatan inf las i
dibandingkan triwulan III 2017 yang mengalami deflasi
sebesar 2,75% (yoy). Secara triwulanan, kelompok ini
mengalami inflasi sebesar 3,48% (qtq), setelah triwulan
IV 2017 mengalami deflasi sebesar 4,23% (qtq).
Walaupun mengalami peningkatan, inflasi triwulanan
kelompok volatile food tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata inflasi lima tahun
terakhir sebesar 8,97% (qtq).
3.3. DISAGREGASI INFLASIBerdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan
inflasi terutama terjadi pada kelompok volatile
food. Kelompok volatile food pada triwulan ini
mengalami peningkatan inflasi menjadi sebesar
-0,15% (yoy), setelah triwulan sebelumnya tercatat
-1,23% (yoy). Inflasi kelompok inti cenderung stabil
3.3.1. Kelompok Volatile Food
dari sebesar 2,83% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi 2,84% (yoy) pada triwulan IV 2017. Sementara
itu, kelompok administered prices mengalami kondisi
yang berbeda, mencatatkan penurunan inflasi dari
sebesar 11,40% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi
10,71% (yoy) pada triwulan IV 2017.
KOMODITAS
Tabel 3.7 Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Bahan Makanan
2016
BAHAN MAKANAN
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG – KACANGAN
BUAH – BUAHAN
BUMBU – BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
IV
5,18
-2,13
1,23
4,29
2,90
-1,35
3,60
2,37
2,29
32,24
19,45
2,05
2017
1,93
-2,69
-0,07
2,29
3,17
-0,46
8,55
3,51
-2,70
6,29
14,63
3,04
I
3,59
0,03
3,25
0,72
4,51
-1,07
4,88
4,06
-3,45
22,64
4,25
2,84
II III
-0,78
2,52
-1,01
-0,32
8,00
3,29
7,27
2,75
0,56
-24,03
4,14
6,51
IV
0,27
6,37
3,23
0,19
8,15
6,19
7,97
1,70
-1,41
-25,34
3,08
5,35
2015
IV
4,53
6,56
6,54
9,95
4,59
4,70
13,50
4,99
9,03
-8,09
-5,93
6,18
2014
IV
11,39
12,19
1,5
8,98
7,67
11,9
14,34
3,12
2,52
41,38
3,13
7,9
2013
IV
12,54
5,25
11,22
12,78
5,66
5,08
26,38
11,63
11,79
31,37
26,9
5,63
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan BakarInflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan
bahan bakar pada triwulan IV 2017 tercatat cukup
tinggi. Inflasi kelompok ini meningkat dari 6,01% (yoy)
pada triwulan sebelumnya menjadi 6,09% (yoy) pada
triwulan IV 2017. Peningkatan inflasi tertinggi terjadi
pada subkelompok perlengkapan rumah tangga yang
mencatatkan peningkatan dari 1,18% (yoy) pada
triwulan sebelumnya menjadi 1,47% (yoy) pada
triwulan IV 2017. Peningkatan ini terutama disebabkan
oleh meningkatnya harga perangkat mebel non
elektronik seperti sofa (11,73%; yoy) dan lemari
(7,51%; yoy).
Berdasarkan andil inflasinya, subkelompok bahan
bakar, penerangan, dan air menjadi penyumbang
terbesar inflasi Jawa Tengah triwulan IV 2017 dengan
andil sebesar 0,06%. Hal tersebut terutama disebabkan
oleh komoditas bahan bakar rumah tangga, khususnya
gas LPG 3 kg yang mengalami inflasi tahunan sebesar
6,58% (yoy) dengan andil sebesar 0,12% terhadap
inflasi Jawa Tengah.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KOMODITAS
Tabel 3.6 Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
2016
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
BIAYA TEMPAT TINGGAL
BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR
PERLENGKAPAN RUMAH TANGGA
PENYELENGGARAAN RUMAH TANGGA
IV
1,53
1,63
0,83
1,04
2,68
2017
3,92
2,42
8,22
1,03
3,49
I
6,34
1,98
18,94
1,17
3,62
II III
6,01
1,65
18,19
1,18
3,83
IV
6,09
1,74
18,07
1,47
3,67
2015
IV
2,27
1,20
3,63
3,03
3,89
2014
IV
8,09
6,41
15,31
3,77
4,37
2013
IV
12,54
5,25
11,22
12,78
5,66
3.2.3. Kelompok Bahan Makanan
Pada triwulan IV 2017, kelompok bahan makanan
mengalami peningkatan laju inflasi dibandingkan
triwulan sebelumnya. Kelompok ini mengalami
inflasi sebesar 0,27% (yoy) pada triwulan IV 2017,
berbalik arah dari triwulan sebelumnya yang tercatat
deflasi sebesar 0,78% (yoy). Peningkatan laju inflasi
terbesar berasal dari subkelompok daging dan hasil-
hasilnya serta subkelompok padi-padian, umbi-
umbuan, dan hasil-hasilnya. Subkelompok daging dan
hasil-hasilnya tercatat inflasi sebesar 3,23% (yoy) pada
triwulan IV 2017, berbalik arah dari triwulan
sebelumnya yang tercatat deflasi sebesar 1,01% (yoy).
Selanjutnya, subkelompok padi-padian, umbi-umbian,
dan hasilnya meningkat inflasinya dari sebesar 2,52%
pada triwulan III 2017, menjadi sebesar 6,37% (yoy)
pada triwulan ini. Sedangkan subkelompok bumbu-
bumbuan menjadi faktor penahan inflasi tahunan pada
kelompok bahan makanan. Hal ini terutama
disebabkan penurunan harga yang dalam pada
komoditas cabai rawit, bawang merah, dan cabai rawit,
pada triwulan IV 2017 dibandingkan periode yang
sama pada tahun lalu.
KOMODITAS
Tabel 3.5 Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Transpor
2016
TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN
TRANSPOR
KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
JASA KEUANGAN
IV
-1,61
-3,54
2,49
1,66
2,28
2017
4,94
1,03
8,84
22,37
0,00
I
8,45
5,96
9,75
22,57
0,00
II III
7,08
4,10
8,77
23,08
0,29
IV
6,62
3,94
6,69
23,51
0,21
2015
IV
-2,30
-3,88
-0,40
3,80
0,00
2014
IV
11,46
17,01
-0,03
2,74
14,79
2013
IV
13,27
19,60
-0,51
1,18
1,38
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
60
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
61
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 3.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF AP
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18 %, YOY
Disagregasi Inflasi BulananGrafik 3.8Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015 2016
CORE VF AP
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2017
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Berdasarkan andil inflasinya, subkelompok padi-
padian, umbi-umbian, dan hasi lnya menjadi
penyumbang terbesar inflasi Jawa Tengah triwulan IV
2017 dengan andil sebesar 0,22%. Hal tersebut
terutama disebabkan oleh komoditas beras yang
mengalami inflasi tahunan sebesar 6,50% (yoy) hingga
Desember 2017 dengan andil sebesar 0,31% terhadap
inflasi Jawa Tengah. Selanjutnya, komoditas telur ayam
ras menyumbang andil sebesar 0,13% terhadap inflasi
Jawa Tengah dengan mencatatkan inflasi tahunan
sebesar 17,78% (yoy) pada triwulan IV 2017.
Kelompok volatile food pada triwulan IV 2017
tercatat mengalami peningkatan inflasi. Secara
tahunan, kelompok volatile food deflasi sebesar 0,15%
(yoy ) , a tau menga lami pen ingkatan inf las i
dibandingkan triwulan III 2017 yang mengalami deflasi
sebesar 2,75% (yoy). Secara triwulanan, kelompok ini
mengalami inflasi sebesar 3,48% (qtq), setelah triwulan
IV 2017 mengalami deflasi sebesar 4,23% (qtq).
Walaupun mengalami peningkatan, inflasi triwulanan
kelompok volatile food tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata inflasi lima tahun
terakhir sebesar 8,97% (qtq).
3.3. DISAGREGASI INFLASIBerdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan
inflasi terutama terjadi pada kelompok volatile
food. Kelompok volatile food pada triwulan ini
mengalami peningkatan inflasi menjadi sebesar
-0,15% (yoy), setelah triwulan sebelumnya tercatat
-1,23% (yoy). Inflasi kelompok inti cenderung stabil
3.3.1. Kelompok Volatile Food
dari sebesar 2,83% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi 2,84% (yoy) pada triwulan IV 2017. Sementara
itu, kelompok administered prices mengalami kondisi
yang berbeda, mencatatkan penurunan inflasi dari
sebesar 11,40% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi
10,71% (yoy) pada triwulan IV 2017.
KOMODITAS
Tabel 3.7 Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Bahan Makanan
2016
BAHAN MAKANAN
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURAN
KACANG – KACANGAN
BUAH – BUAHAN
BUMBU – BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
IV
5,18
-2,13
1,23
4,29
2,90
-1,35
3,60
2,37
2,29
32,24
19,45
2,05
2017
1,93
-2,69
-0,07
2,29
3,17
-0,46
8,55
3,51
-2,70
6,29
14,63
3,04
I
3,59
0,03
3,25
0,72
4,51
-1,07
4,88
4,06
-3,45
22,64
4,25
2,84
II III
-0,78
2,52
-1,01
-0,32
8,00
3,29
7,27
2,75
0,56
-24,03
4,14
6,51
IV
0,27
6,37
3,23
0,19
8,15
6,19
7,97
1,70
-1,41
-25,34
3,08
5,35
2015
IV
4,53
6,56
6,54
9,95
4,59
4,70
13,50
4,99
9,03
-8,09
-5,93
6,18
2014
IV
11,39
12,19
1,5
8,98
7,67
11,9
14,34
3,12
2,52
41,38
3,13
7,9
2013
IV
12,54
5,25
11,22
12,78
5,66
5,08
26,38
11,63
11,79
31,37
26,9
5,63
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
3.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan BakarInflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan
bahan bakar pada triwulan IV 2017 tercatat cukup
tinggi. Inflasi kelompok ini meningkat dari 6,01% (yoy)
pada triwulan sebelumnya menjadi 6,09% (yoy) pada
triwulan IV 2017. Peningkatan inflasi tertinggi terjadi
pada subkelompok perlengkapan rumah tangga yang
mencatatkan peningkatan dari 1,18% (yoy) pada
triwulan sebelumnya menjadi 1,47% (yoy) pada
triwulan IV 2017. Peningkatan ini terutama disebabkan
oleh meningkatnya harga perangkat mebel non
elektronik seperti sofa (11,73%; yoy) dan lemari
(7,51%; yoy).
Berdasarkan andil inflasinya, subkelompok bahan
bakar, penerangan, dan air menjadi penyumbang
terbesar inflasi Jawa Tengah triwulan IV 2017 dengan
andil sebesar 0,06%. Hal tersebut terutama disebabkan
oleh komoditas bahan bakar rumah tangga, khususnya
gas LPG 3 kg yang mengalami inflasi tahunan sebesar
6,58% (yoy) dengan andil sebesar 0,12% terhadap
inflasi Jawa Tengah.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
KOMODITAS
Tabel 3.6 Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
2016
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR
BIAYA TEMPAT TINGGAL
BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR
PERLENGKAPAN RUMAH TANGGA
PENYELENGGARAAN RUMAH TANGGA
IV
1,53
1,63
0,83
1,04
2,68
2017
3,92
2,42
8,22
1,03
3,49
I
6,34
1,98
18,94
1,17
3,62
II III
6,01
1,65
18,19
1,18
3,83
IV
6,09
1,74
18,07
1,47
3,67
2015
IV
2,27
1,20
3,63
3,03
3,89
2014
IV
8,09
6,41
15,31
3,77
4,37
2013
IV
12,54
5,25
11,22
12,78
5,66
3.2.3. Kelompok Bahan Makanan
Pada triwulan IV 2017, kelompok bahan makanan
mengalami peningkatan laju inflasi dibandingkan
triwulan sebelumnya. Kelompok ini mengalami
inflasi sebesar 0,27% (yoy) pada triwulan IV 2017,
berbalik arah dari triwulan sebelumnya yang tercatat
deflasi sebesar 0,78% (yoy). Peningkatan laju inflasi
terbesar berasal dari subkelompok daging dan hasil-
hasilnya serta subkelompok padi-padian, umbi-
umbuan, dan hasil-hasilnya. Subkelompok daging dan
hasil-hasilnya tercatat inflasi sebesar 3,23% (yoy) pada
triwulan IV 2017, berbalik arah dari triwulan
sebelumnya yang tercatat deflasi sebesar 1,01% (yoy).
Selanjutnya, subkelompok padi-padian, umbi-umbian,
dan hasilnya meningkat inflasinya dari sebesar 2,52%
pada triwulan III 2017, menjadi sebesar 6,37% (yoy)
pada triwulan ini. Sedangkan subkelompok bumbu-
bumbuan menjadi faktor penahan inflasi tahunan pada
kelompok bahan makanan. Hal ini terutama
disebabkan penurunan harga yang dalam pada
komoditas cabai rawit, bawang merah, dan cabai rawit,
pada triwulan IV 2017 dibandingkan periode yang
sama pada tahun lalu.
KOMODITAS
Tabel 3.5 Perkembangan Inflasi Tahunan – Kelompok Transpor
2016
TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN
TRANSPOR
KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
JASA KEUANGAN
IV
-1,61
-3,54
2,49
1,66
2,28
2017
4,94
1,03
8,84
22,37
0,00
I
8,45
5,96
9,75
22,57
0,00
II III
7,08
4,10
8,77
23,08
0,29
IV
6,62
3,94
6,69
23,51
0,21
2015
IV
-2,30
-3,88
-0,40
3,80
0,00
2014
IV
11,46
17,01
-0,03
2,74
14,79
2013
IV
13,27
19,60
-0,51
1,18
1,38
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
60
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
61
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
INDEKS
130
140
150
160
170
180
190
200
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 3.14
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan HargaGrafik 3.13 Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Sumber: Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 1011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2017
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 1011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2017
4 5 6 7 8 9 101112
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan IVGrafik 3.11 Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Grafik 3.12
%, QTQ
RATA-RATA2012-2016
TW IV 2012 TW IV 2013 TW IV 2014 TW IV 2015 TW IV 2016 TW IV 2017 I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0 %,YOY %,YOY
II
-4,0
-3,0
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
0.69
0.38
1.02
1.41
0.43 0.23 0.25
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
III IV
INFLASI TRADEDPDRB OUTPUT GAP-SKALA KANAN INFLASI NON TRADED
mandor menyumbang inflasi Jawa Tengah sebesar
0,05% (qtq) secara triwulanan dan sebesar 0,20% (yoy)
secara tahunan pada triwulan IV 2017. Inflasi upah
tukang bukan mandor meningkat bersamaan dengan
periode awal tahun seiring dengan peningkatan Upah
Minimum Kabupaten bagi pekerja formal serta pada
periode hari raya dimana permintaan oleh masyarakat
meningkat. Selanjutnya tarif rumah sakit menyumbang
inflasi Jawa Tengah sebesar 0,03% (qtq) secara
triwulanan dan sebesar 0,10% (yoy) secara tahunan
pada triwulan IV 2017. Puncak inflasi tarif rumah sakit
terjadi pada bulan Desember-Januari sebagai bagian
dari strategi bisnis untuk mengantisipasi peningkatan
komponen biaya operasional yang meningkat gradual
sepanjang tahun .
Sesuai dengan pola historisnya, output gap pada
triwulan IV 2017 tercatat negatif. Output gap
adalah selisih antara output potensial dan output riil,
yang dalam hal ini diwakili oleh nilai Produk Domestik
Regional Bruto. Nilai Output gap negatif pada triwulan
IV 2017 ditandai dengan meningkatnya pasokan
barang dan jasa sehingga tingkat harga-harga
komoditas kelompok inti terjaga stabil. Pada triwulan IV
2017, disparitas inflasi kelompok inti traded dan
ke lompok in t i non- t raded menga lami t ren
penyempitan, setelah sebelumnya sejak triwulan I 2017
melebar seiring dengan meningkatnya tingkat inflasi
kelompok inti traded.
Peningkatan inflasi pada triwulan IV 2017 sejalan
dengan ekspektasi harga yang diperoleh melalui
Survei Konsumen dan Survei Pedagang Eceran.
Berdasarkan Survei Konsumen, persepsi konsumen
terhadap harga barang dan jasa periode triwulan IV
2017, meningkat hingga ke tingkat harga yang sama
pada periode hari raya keagamaan yang jatuh pada
triwulan II 2017. Demikian pula dengan persepsi
Tahunan, dan Inflasi Inti
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw IV 2017
Grafik 3.10
RATA-RATA2012-2016
TW IV 2012 TW IV 2013 TW IV 2014 TW IV 2015 TW IV 2016 TW IV 2017-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOV DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw IV 2017
Grafik 3.9
201320122017 20152014 2016
3.10
0.471.09
7.89
3.662.36
3.48
-1.00
1.00
3.00
5.00
7.00
9.00
Selanjutnya komoditas telur ayam ras menyumbang
inflasi Jawa Tengah sebesar 0,14% (qtq) secara
triwulanan dan sebesar 0,13% (yoy) secara tahunan
pada triwulan IV 2017. Puncak inflasi telur ayam ras
terjadi pada bulan Mei dan Desember seiring dengan
peningkatan permintaan dari masyarakat menjelang
hari raya keagamaan.
Secara tahunan, inflasi volatile food disumbang
oleh kelompok bahan makanan, yang tercatat
inflasi sebesar 0,27% (yoy), setelah sebelumnya
mengalami deflasi sebesar 0,78% (yoy) pada
triwulan III 2017. Inflasi terbesar terjadi pada
komoditas sayur-sayuran meliputi wortel, kentang, dan
kangkung yang disebabkan oleh penurunan hasil
produksi seiring dengan peningkatan curah hujan. Pada
triwulan IV 2017, wortel tercatat mengalami inflasi
tertinggi sebesar 31,85% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya yang tercatat
19,99% (yoy). Komoditas kentang tercatat mengalami
inflasi tertinggi kedua sebesar 23,61% (yoy), berbalik
arah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
deflasi sebesar 1,48% (yoy). Demikian pula dengan
kangkung yang mengalami inflasi sebesar 23,38%
(yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan III 2017
sebesar 13,26%.
Selanjutnya, andil terbesar inflasi volatile food
disumbang oleh komoditas beras dan telur ayam
ras. Komoditas beras menyumbang inflasi Jawa Tengah
sebesar 0,22% (qtq) secara triwulanan dan sebesar
0,31% (yoy) secara tahunan pada triwulan IV 2017.
Komoditas beras mengalami tren peningkatan inflasi
pada periode Mei-Juli dan periode Oktober-Januari,
sejalan dengan penurunan pasokan produksi pasca
puncak panen di bulan Februari dan Agustus.
3.3.2. Kelompok Inti Kelompok inti pada triwulan IV 2017 mengalami
perkembangan inflasi yang stabil. Secara tahunan,
inflasi kelompok inti tercatat sebesar 2,84% (yoy),
meningkat tipis dibandingkan triwulan III 2017 yang
tercatat sebesar 2,83% (yoy). Secara triwulanan,
kelompok inti mengalami inflasi sebesar 0,25% (qtq),
atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III
2017 yang tercatat sebesar 0,95% (qtq). Inflasi
tr iwulanan periode ini tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata inflasi lima tahun
terakhir sebesar 0,69% (qtq).
Secara tahunan, peningkatan inflasi pada
kelompok inti didorong oleh subkelompok
kesehatan yang mencatatkan inflasi sebesar 4,05
(yoy); lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2017
yang tercatat 3,45% (yoy). Andil terbesar inflasi
kelompok inti disumbang oleh upah tukang bukan
mandor dan tarif rumah sakit. Upah tukang bukan
62
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
63
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
INDEKS
130
140
150
160
170
180
190
200
Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 3.14
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan HargaGrafik 3.13 Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia Sumber: Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 1011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2017
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 1011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2017
4 5 6 7 8 9 101112
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Inti Triwulan IVGrafik 3.11 Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perkembangan Output Gap, Pertumbuhan Ekonomi Grafik 3.12
%, QTQ
RATA-RATA2012-2016
TW IV 2012 TW IV 2013 TW IV 2014 TW IV 2015 TW IV 2016 TW IV 2017 I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0 %,YOY %,YOY
II
-4,0
-3,0
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
0.69
0.38
1.02
1.41
0.43 0.23 0.25
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
III IV
INFLASI TRADEDPDRB OUTPUT GAP-SKALA KANAN INFLASI NON TRADED
mandor menyumbang inflasi Jawa Tengah sebesar
0,05% (qtq) secara triwulanan dan sebesar 0,20% (yoy)
secara tahunan pada triwulan IV 2017. Inflasi upah
tukang bukan mandor meningkat bersamaan dengan
periode awal tahun seiring dengan peningkatan Upah
Minimum Kabupaten bagi pekerja formal serta pada
periode hari raya dimana permintaan oleh masyarakat
meningkat. Selanjutnya tarif rumah sakit menyumbang
inflasi Jawa Tengah sebesar 0,03% (qtq) secara
triwulanan dan sebesar 0,10% (yoy) secara tahunan
pada triwulan IV 2017. Puncak inflasi tarif rumah sakit
terjadi pada bulan Desember-Januari sebagai bagian
dari strategi bisnis untuk mengantisipasi peningkatan
komponen biaya operasional yang meningkat gradual
sepanjang tahun .
Sesuai dengan pola historisnya, output gap pada
triwulan IV 2017 tercatat negatif. Output gap
adalah selisih antara output potensial dan output riil,
yang dalam hal ini diwakili oleh nilai Produk Domestik
Regional Bruto. Nilai Output gap negatif pada triwulan
IV 2017 ditandai dengan meningkatnya pasokan
barang dan jasa sehingga tingkat harga-harga
komoditas kelompok inti terjaga stabil. Pada triwulan IV
2017, disparitas inflasi kelompok inti traded dan
ke lompok in t i non- t raded menga lami t ren
penyempitan, setelah sebelumnya sejak triwulan I 2017
melebar seiring dengan meningkatnya tingkat inflasi
kelompok inti traded.
Peningkatan inflasi pada triwulan IV 2017 sejalan
dengan ekspektasi harga yang diperoleh melalui
Survei Konsumen dan Survei Pedagang Eceran.
Berdasarkan Survei Konsumen, persepsi konsumen
terhadap harga barang dan jasa periode triwulan IV
2017, meningkat hingga ke tingkat harga yang sama
pada periode hari raya keagamaan yang jatuh pada
triwulan II 2017. Demikian pula dengan persepsi
Tahunan, dan Inflasi Inti
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw IV 2017
Grafik 3.10
RATA-RATA2012-2016
TW IV 2012 TW IV 2013 TW IV 2014 TW IV 2015 TW IV 2016 TW IV 2017-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00 %, MTM
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOV DES
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw IV 2017
Grafik 3.9
201320122017 20152014 2016
3.10
0.471.09
7.89
3.662.36
3.48
-1.00
1.00
3.00
5.00
7.00
9.00
Selanjutnya komoditas telur ayam ras menyumbang
inflasi Jawa Tengah sebesar 0,14% (qtq) secara
triwulanan dan sebesar 0,13% (yoy) secara tahunan
pada triwulan IV 2017. Puncak inflasi telur ayam ras
terjadi pada bulan Mei dan Desember seiring dengan
peningkatan permintaan dari masyarakat menjelang
hari raya keagamaan.
Secara tahunan, inflasi volatile food disumbang
oleh kelompok bahan makanan, yang tercatat
inflasi sebesar 0,27% (yoy), setelah sebelumnya
mengalami deflasi sebesar 0,78% (yoy) pada
triwulan III 2017. Inflasi terbesar terjadi pada
komoditas sayur-sayuran meliputi wortel, kentang, dan
kangkung yang disebabkan oleh penurunan hasil
produksi seiring dengan peningkatan curah hujan. Pada
triwulan IV 2017, wortel tercatat mengalami inflasi
tertinggi sebesar 31,85% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya yang tercatat
19,99% (yoy). Komoditas kentang tercatat mengalami
inflasi tertinggi kedua sebesar 23,61% (yoy), berbalik
arah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
deflasi sebesar 1,48% (yoy). Demikian pula dengan
kangkung yang mengalami inflasi sebesar 23,38%
(yoy) lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan III 2017
sebesar 13,26%.
Selanjutnya, andil terbesar inflasi volatile food
disumbang oleh komoditas beras dan telur ayam
ras. Komoditas beras menyumbang inflasi Jawa Tengah
sebesar 0,22% (qtq) secara triwulanan dan sebesar
0,31% (yoy) secara tahunan pada triwulan IV 2017.
Komoditas beras mengalami tren peningkatan inflasi
pada periode Mei-Juli dan periode Oktober-Januari,
sejalan dengan penurunan pasokan produksi pasca
puncak panen di bulan Februari dan Agustus.
3.3.2. Kelompok Inti Kelompok inti pada triwulan IV 2017 mengalami
perkembangan inflasi yang stabil. Secara tahunan,
inflasi kelompok inti tercatat sebesar 2,84% (yoy),
meningkat tipis dibandingkan triwulan III 2017 yang
tercatat sebesar 2,83% (yoy). Secara triwulanan,
kelompok inti mengalami inflasi sebesar 0,25% (qtq),
atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III
2017 yang tercatat sebesar 0,95% (qtq). Inflasi
tr iwulanan periode ini tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata inflasi lima tahun
terakhir sebesar 0,69% (qtq).
Secara tahunan, peningkatan inflasi pada
kelompok inti didorong oleh subkelompok
kesehatan yang mencatatkan inflasi sebesar 4,05
(yoy); lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2017
yang tercatat 3,45% (yoy). Andil terbesar inflasi
kelompok inti disumbang oleh upah tukang bukan
mandor dan tarif rumah sakit. Upah tukang bukan
62
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
63
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%,YOY
Inflasi Tahunan Triwulan IV 2017Grafik 3.17Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
4.41 3.91 4.17 3.10 3.64 4.030.0
1.0
2.0
3.0
4.0
3.61
3.71
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL0
2
4
5
6
Inflasi Tahunan Enam KotaGrafik 3.19Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1
3
%, YOY
III - 2016 IV - 2016 I - 2017 II - 2017 III - 2017 IV - 2017CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw IV 2017Grafik 3.20Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
BAHANMAKANAN
MAKANANJADI,ROKOK
PERUMAHAN,AIR, LISTRIK
SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 3.18Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I II
2017IIII II III IV
2013I II III IV
2012
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
RATA - RATA
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
Dari keseluruhan enam kota pantauan yang
disurvei oleh BPS di Jawa Tengah, empat kota
mencatatkan peningkatan inflasi, sementara dua
kota pantauan lainnya mencatatkan penurunan
inflasi. Peningkatan inflasi pada triwulan IV 2017
terjadi di Kota Cilacap, Surakarta, Semarang, dan Tegal.
Sementara itu, Kota Purwokerto dan Kudus mengalami
penurunan inflasi. Peningkatan inflasi tertinggi terjadi
di Kota Surakarta, dari sebelumnya 2,65% (yoy) pada
triwulan III 2017 menjadi 3,10% (yoy) pada triwulan IV
2017. Sementara itu penurunan terdalam dialami Kota
Kudus, dari periode sebelumnya 4,48% (yoy) menjadi
4,17% (yoy) pada triwulan laporan.
Disparitas inflasi antarkota di Jawa Tengah
menurun pada triwulan laporan. Pada triwulan III
2017, selisih tingkat inflasi antara kota yang memiliki
inflasi tertinggi dan terendah adalah sebesar 1,84%.
Sementara pada triwulan IV 2017, disparitas inflasi
antar kota tersebut menurun menjadi sebesar 1,32%,
dengan inflasi tertinggi terjadi di Kota Cilacap sebesar
4,42%, serta inflasi terendah berada di Kota Surakarta
sebesar 3,10% (yoy).
Ditinjau dari kelompoknya, enam kota pantauan
di Jawa Tengah mengalami inflasi tertinggi pada
kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan serta kelompok perumahan, air, dan
listrik. Walaupun menunjukkan angka inflasi yang
tinggi, namun pada triwulan IV 2017, kedua kelompok
tersebut justru tercatat mengalami tren penurunan
inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi
kelompok perumahan, air, dan listrik terpantau tinggi di
Kota Cilacap dan Kota Semarang. Selanjutnya, inflasi
kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan
masih terpantau tinggi di Kota Kudus dan Kota
Surakarta.
3.4. INFLASI KOTA – KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan IV 2017
Grafik 3.15
%, QTQ
RATA-RATA2012-2016
TW IV 2012 TW IV 2013 TW IV 2014 TW IV 2015 TW IV 2016 TW IV 2017
TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPORBAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR
Grafik 3.16 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
5
10
15
20
25 %, YOY
Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices
2.89
0.311.52
10.32
1.01 1.28 0.660.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
triwulan sebelumnya yang tercatat 0,34% (qtq). Secara
triwulanan, inflasi periode ini tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata inflasi lima tahun
terakhir sebesar 2,89% (qtq).
Inflasi tahunan kelompok administered prices
terutama berasal dari subkelompok transpor.
Subkelompok ini mengalami penurunan dari 4,10%
(yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 3,94% (yoy)
pada triwulan IV 2017. Hal ini terutama disebabkan
oleh penurunan tarif angkutan laut, yang terus
mengalami penurunan secara gradual sepanjang
triwulan IV 2017 menjadi deflasi sebesar 4,18% (qtq).
Secara tahunan, penurunan inflasi kelompok
administered prices pada triwulan IV 2017 berasal
dari subkelompok transpor. Subkelompok transpor
ini mengalami inflasi sebesar 3,94% (yoy) pada triwulan
IV 2017, lebih rendah dibandingkan inflasi tahunan
pada triwulan III 2017 yang tercatat sebesar 4,10%
(yoy). Perlambatan inflasi tahunan subkelompok
transpor ini utamanya disebabkan oleh tarif angkutan
udara dan bensin yang relatif mengalami inflasi
tahunan lebih rendah dibandingkan periode yang sama
pada triwulan IV tahun lalu.
pedagang eceran, yang memperkirakan harga barang
dan jasa pada triwulan IV akan lebih tinggi
dibandingkan triwulan III 2017.
Peningkatan inflasi inti juga didorong oleh faktor
eksternal yang meningkat pada triwulan IV 2017.
Peningkatan tersebut terjadi di tengah adanya
pelemahan kurs/apresiasi Rupiah pada triwulan
laporan. Pada triwulan IV 2017, rata-rata nilai tukar
Rupiah terhadap Dolar AS sebesar Rp13.536 atau
melemah 1,55% dibandingkan triwulan lalu yang 5sebesar Rp13.330 . Hal in i mengkonfirmasi
peningkatan inflasi pada komoditas kelompok inti-
traded dari sebear 1,00% (yoy) pada triwulan lalu,
menjadi sebesar 1,56% (yoy) pada triwulan IV 2017.
3.3.3. Kelompok Administered Prices
Kelompok administered prices pada triwulan IV
2017 tercatat mengalami penurunan inflasi. Secara
tahunan, kelompok administered prices inflasi sebesar
10,71% (yoy), atau mengalami penurunan inflasi
dibandingkan triwulan III 2017 yang mengalami inflasi
sebesar 11,40% (yoy). Namun demikian, secara
triwulanan inflasi kelompok administered prices pada
triwulan IV 2017 ini mengalami peningkatan menjadi
sebesar 0,66% (qtq), lebih tinggi dibandingkan
Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Kurs Tengah BI5.
64
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
65
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%,YOY
Inflasi Tahunan Triwulan IV 2017Grafik 3.17Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
4.41 3.91 4.17 3.10 3.64 4.030.0
1.0
2.0
3.0
4.0
3.61
3.71
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL0
2
4
5
6
Inflasi Tahunan Enam KotaGrafik 3.19Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
1
3
%, YOY
III - 2016 IV - 2016 I - 2017 II - 2017 III - 2017 IV - 2017CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw IV 2017Grafik 3.20Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
BAHANMAKANAN
MAKANANJADI,ROKOK
PERUMAHAN,AIR, LISTRIK
SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN TRANSPOR
Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 3.18Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
%, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I II
2017IIII II III IV
2013I II III IV
2012
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
RATA - RATA
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
Dari keseluruhan enam kota pantauan yang
disurvei oleh BPS di Jawa Tengah, empat kota
mencatatkan peningkatan inflasi, sementara dua
kota pantauan lainnya mencatatkan penurunan
inflasi. Peningkatan inflasi pada triwulan IV 2017
terjadi di Kota Cilacap, Surakarta, Semarang, dan Tegal.
Sementara itu, Kota Purwokerto dan Kudus mengalami
penurunan inflasi. Peningkatan inflasi tertinggi terjadi
di Kota Surakarta, dari sebelumnya 2,65% (yoy) pada
triwulan III 2017 menjadi 3,10% (yoy) pada triwulan IV
2017. Sementara itu penurunan terdalam dialami Kota
Kudus, dari periode sebelumnya 4,48% (yoy) menjadi
4,17% (yoy) pada triwulan laporan.
Disparitas inflasi antarkota di Jawa Tengah
menurun pada triwulan laporan. Pada triwulan III
2017, selisih tingkat inflasi antara kota yang memiliki
inflasi tertinggi dan terendah adalah sebesar 1,84%.
Sementara pada triwulan IV 2017, disparitas inflasi
antar kota tersebut menurun menjadi sebesar 1,32%,
dengan inflasi tertinggi terjadi di Kota Cilacap sebesar
4,42%, serta inflasi terendah berada di Kota Surakarta
sebesar 3,10% (yoy).
Ditinjau dari kelompoknya, enam kota pantauan
di Jawa Tengah mengalami inflasi tertinggi pada
kelompok transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan serta kelompok perumahan, air, dan
listrik. Walaupun menunjukkan angka inflasi yang
tinggi, namun pada triwulan IV 2017, kedua kelompok
tersebut justru tercatat mengalami tren penurunan
inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi
kelompok perumahan, air, dan listrik terpantau tinggi di
Kota Cilacap dan Kota Semarang. Selanjutnya, inflasi
kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan
masih terpantau tinggi di Kota Kudus dan Kota
Surakarta.
3.4. INFLASI KOTA – KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan IV 2017
Grafik 3.15
%, QTQ
RATA-RATA2012-2016
TW IV 2012 TW IV 2013 TW IV 2014 TW IV 2015 TW IV 2016 TW IV 2017
TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPORBAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR
Grafik 3.16 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
0
5
10
15
20
25 %, YOY
Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Administered Prices
2.89
0.311.52
10.32
1.01 1.28 0.660.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
triwulan sebelumnya yang tercatat 0,34% (qtq). Secara
triwulanan, inflasi periode ini tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata inflasi lima tahun
terakhir sebesar 2,89% (qtq).
Inflasi tahunan kelompok administered prices
terutama berasal dari subkelompok transpor.
Subkelompok ini mengalami penurunan dari 4,10%
(yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 3,94% (yoy)
pada triwulan IV 2017. Hal ini terutama disebabkan
oleh penurunan tarif angkutan laut, yang terus
mengalami penurunan secara gradual sepanjang
triwulan IV 2017 menjadi deflasi sebesar 4,18% (qtq).
Secara tahunan, penurunan inflasi kelompok
administered prices pada triwulan IV 2017 berasal
dari subkelompok transpor. Subkelompok transpor
ini mengalami inflasi sebesar 3,94% (yoy) pada triwulan
IV 2017, lebih rendah dibandingkan inflasi tahunan
pada triwulan III 2017 yang tercatat sebesar 4,10%
(yoy). Perlambatan inflasi tahunan subkelompok
transpor ini utamanya disebabkan oleh tarif angkutan
udara dan bensin yang relatif mengalami inflasi
tahunan lebih rendah dibandingkan periode yang sama
pada triwulan IV tahun lalu.
pedagang eceran, yang memperkirakan harga barang
dan jasa pada triwulan IV akan lebih tinggi
dibandingkan triwulan III 2017.
Peningkatan inflasi inti juga didorong oleh faktor
eksternal yang meningkat pada triwulan IV 2017.
Peningkatan tersebut terjadi di tengah adanya
pelemahan kurs/apresiasi Rupiah pada triwulan
laporan. Pada triwulan IV 2017, rata-rata nilai tukar
Rupiah terhadap Dolar AS sebesar Rp13.536 atau
melemah 1,55% dibandingkan triwulan lalu yang 5sebesar Rp13.330 . Hal in i mengkonfirmasi
peningkatan inflasi pada komoditas kelompok inti-
traded dari sebear 1,00% (yoy) pada triwulan lalu,
menjadi sebesar 1,56% (yoy) pada triwulan IV 2017.
3.3.3. Kelompok Administered Prices
Kelompok administered prices pada triwulan IV
2017 tercatat mengalami penurunan inflasi. Secara
tahunan, kelompok administered prices inflasi sebesar
10,71% (yoy), atau mengalami penurunan inflasi
dibandingkan triwulan III 2017 yang mengalami inflasi
sebesar 11,40% (yoy). Namun demikian, secara
triwulanan inflasi kelompok administered prices pada
triwulan IV 2017 ini mengalami peningkatan menjadi
sebesar 0,66% (qtq), lebih tinggi dibandingkan
Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Kurs Tengah BI5.
64
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
65
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Grafik 3.25Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
Grafik 3.26Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%,QTQ
VF APCORE VF APCORE
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV
Disagregasi Inflasi Triwulanan Kota PurwokertoDisagregasi Inflasi Tahunan Kota Purwokerto
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
Disagregasi Inflasi Triwulanan CilacapGrafik 3.24Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%,QTQ
Disagregasi Inflasi Tahunan CilacapGrafik 3.23Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
VF APCORE VF APCORE
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV
umbi-umbian, dan hasilnya serta komoditas daging dan
hasil-hasilnya. Komoditas beras mengalami inflasi
sebesar 19,80% (yoy), meningkat tinggi dari triwulan
sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 11,35%
(yoy). Peningkatan inflasi yang tinggi juga terjadi pada
komoditas daging ayam kampung, dan daging ayam
ras. Selain komoditas daging dan hasil-hasilnya,
peningkatan inflasi diikuti juga oleh komoditas bumbu-
bumbuan terutama cabai merah, cabai rawit, dan
bawang merah.
Inflasi tahunan kelompok inti Kota Cilacap cenderung
stabil dari 3,88% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi
3,90% (yoy) pada triwulan IV 2017. Peningkatan inflasi
moderat pada kelompok ini didorong oleh peningkatan
harga subkelompok ikan segar seperti ikan belanak dan
ikan kacangan. Sementara itu, inflasi triwulanan
tercatat mengalami penurunan menjadi sebesar 0,11%
(qtq) pada triwulan IV 2017 dari triwulan sebelumnya
sebesar 0,23% (qtq). Penurunan inflasi triwulanan
tersebut terutama disebabkan penurunan harga emas
perhiasan yang berlangsung gradual sepanjang
triwulan IV 2017.
3.4.2. Disagregasi Inflasi Kota PurwokertoBerdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan kelompok
administered prices dan inti di Kota Purwokerto
mengalami penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sementara itu, kelompok volatile food
mencatatkan peningkatan inflasi tahunan maupun
inflasi triwulanan dibandingkan dengan triwulan III
2017.
Inflasi tahunan kelompok administered prices pada
triwulan IV 2017 tercatat sebesar 10,45% (yoy),
mengalami penurunan dibandingkan sebelumnya yang
tercatat sebesar 11,12% (yoy). Penurunan inflasi
tahunan didorong oleh menurunnya harga barang
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota Tw IV 2017Grafik 3.21Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE
0
1
2
3
4
5
6
Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota Tw IV 2017Grafik 3.22Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF AP
%, YOY
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
VFJATENG0,15%
10,71%APJATENG
2,84%CI JATENG
tekanan inflasi kelompok administered prices menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kelompok administered prices Kota Cilacap mengalami
penurunan inflasi dari triwulan sebelumnya sebesar
12,43% (yoy) menjadi 10,88% (yoy) pada triwulan IV
2017. Penurunan inflasi tahunan ini terutama berasal
dari penurunan harga barang subkelompok tembakau
dan minuman beralkohol, terutama rokok kretek dan
rokok putih. Sementara itu, sesuai dengan pola
musimannya, inflasi triwulanan kelompok administered
prices tercatat mengalami peningkatan dari
sebelumnya deflasi sebesar 0,51% (qtq) pada triwulan
III 2017, menjadi inflasi sebesar 0,36% (qtq) pada
triwulan laporan. Peningkatan ini terjadi seiring dengan
peningkatan tarif barang dan jasa subkelompok
transpor, terutama komoditas bensin, solar, dan tarif
kereta api.
Inflasi volatile food mengalami peningkatan pada
triwulan IV 2017. Kelompok volatile food tercatat
mengalami inflasi sebesar 0,52% (yoy), berbalik arah
dari triwulan III 2017 yang tercatat mengalami deflasi
sebesar 2,62% (yoy). Inflasi triwulanan juga tercatat
mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya
deflasi sebesar 4,50% menjadi inflasi sebesar 5,01%
pada triwulan IV 2017. Peningkatan ini terjadi seiring
dengan peningkatan tekanan harga pada kelompok
bahan makanan terutama komoditas padi-padian,
Secara rata-rata enam kota mengalami
penurunan inflasi tertinggi untuk kelompok
transpor, komunikasi, dan jasa keuangan. Rata-
rata enam kota mencatatkan penurunan inflasi dari
sebesar 7,41% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi sebesar 6,71% (yoy) pada triwulan IV 2017.
Inflasi transpor, komunikasi, dan jasa keuangan
menunjukkan penurunan terdalam di Kota Tegal dan
Kota Semarang. Penurunan inflasi kelompok bahan
makanan pada kedua kota tersebut disebabkan oleh
menurunnya tarif angkutan laut dan angkutan udara.
Berdasarkan disagregasinya, deflasi kelompok volatile
food pada Kota Surakarta menjadi penahan inflasi di
Provinsi Jawa Tengah, sementara kota-kota pantauan
lainnya mencatatkan peningkatan inflasi pada
kelompok volatile food. Selanjutnya, Kota Purwokerto
menjadi kontributor penurunan inflasi dengan
mencatatkan inflasi tahunan administered prices lebih
rendah dibandingkan Jawa Tengah. Sementara itu,
inflasi tahunan kelompok inti yang lebih rendah dari
inflasi Jawa Tengah terjadi pada Kota Kudus, Kota
Surakarta, dan Kota Tegal.
3.4.1. Disagregasi Inflasi Kota CilacapBerdasarkan disagregasi, inflasi tahunan untuk
kelompok volatile food, dan inti di Kota Cilacap
mengalami peningkatan pada triwulan IV 2017
dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan
66
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
67
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Grafik 3.25Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
Grafik 3.26Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%,QTQ
VF APCORE VF APCORE
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV
Disagregasi Inflasi Triwulanan Kota PurwokertoDisagregasi Inflasi Tahunan Kota Purwokerto
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
Disagregasi Inflasi Triwulanan CilacapGrafik 3.24Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%,QTQ
Disagregasi Inflasi Tahunan CilacapGrafik 3.23Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
VF APCORE VF APCORE
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV
umbi-umbian, dan hasilnya serta komoditas daging dan
hasil-hasilnya. Komoditas beras mengalami inflasi
sebesar 19,80% (yoy), meningkat tinggi dari triwulan
sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 11,35%
(yoy). Peningkatan inflasi yang tinggi juga terjadi pada
komoditas daging ayam kampung, dan daging ayam
ras. Selain komoditas daging dan hasil-hasilnya,
peningkatan inflasi diikuti juga oleh komoditas bumbu-
bumbuan terutama cabai merah, cabai rawit, dan
bawang merah.
Inflasi tahunan kelompok inti Kota Cilacap cenderung
stabil dari 3,88% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi
3,90% (yoy) pada triwulan IV 2017. Peningkatan inflasi
moderat pada kelompok ini didorong oleh peningkatan
harga subkelompok ikan segar seperti ikan belanak dan
ikan kacangan. Sementara itu, inflasi triwulanan
tercatat mengalami penurunan menjadi sebesar 0,11%
(qtq) pada triwulan IV 2017 dari triwulan sebelumnya
sebesar 0,23% (qtq). Penurunan inflasi triwulanan
tersebut terutama disebabkan penurunan harga emas
perhiasan yang berlangsung gradual sepanjang
triwulan IV 2017.
3.4.2. Disagregasi Inflasi Kota PurwokertoBerdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan kelompok
administered prices dan inti di Kota Purwokerto
mengalami penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Sementara itu, kelompok volatile food
mencatatkan peningkatan inflasi tahunan maupun
inflasi triwulanan dibandingkan dengan triwulan III
2017.
Inflasi tahunan kelompok administered prices pada
triwulan IV 2017 tercatat sebesar 10,45% (yoy),
mengalami penurunan dibandingkan sebelumnya yang
tercatat sebesar 11,12% (yoy). Penurunan inflasi
tahunan didorong oleh menurunnya harga barang
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota Tw IV 2017Grafik 3.21Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE
0
1
2
3
4
5
6
Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota Tw IV 2017Grafik 3.22Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
CORE VF AP
%, YOY
CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
VFJATENG0,15%
10,71%APJATENG
2,84%CI JATENG
tekanan inflasi kelompok administered prices menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kelompok administered prices Kota Cilacap mengalami
penurunan inflasi dari triwulan sebelumnya sebesar
12,43% (yoy) menjadi 10,88% (yoy) pada triwulan IV
2017. Penurunan inflasi tahunan ini terutama berasal
dari penurunan harga barang subkelompok tembakau
dan minuman beralkohol, terutama rokok kretek dan
rokok putih. Sementara itu, sesuai dengan pola
musimannya, inflasi triwulanan kelompok administered
prices tercatat mengalami peningkatan dari
sebelumnya deflasi sebesar 0,51% (qtq) pada triwulan
III 2017, menjadi inflasi sebesar 0,36% (qtq) pada
triwulan laporan. Peningkatan ini terjadi seiring dengan
peningkatan tarif barang dan jasa subkelompok
transpor, terutama komoditas bensin, solar, dan tarif
kereta api.
Inflasi volatile food mengalami peningkatan pada
triwulan IV 2017. Kelompok volatile food tercatat
mengalami inflasi sebesar 0,52% (yoy), berbalik arah
dari triwulan III 2017 yang tercatat mengalami deflasi
sebesar 2,62% (yoy). Inflasi triwulanan juga tercatat
mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya
deflasi sebesar 4,50% menjadi inflasi sebesar 5,01%
pada triwulan IV 2017. Peningkatan ini terjadi seiring
dengan peningkatan tekanan harga pada kelompok
bahan makanan terutama komoditas padi-padian,
Secara rata-rata enam kota mengalami
penurunan inflasi tertinggi untuk kelompok
transpor, komunikasi, dan jasa keuangan. Rata-
rata enam kota mencatatkan penurunan inflasi dari
sebesar 7,41% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi sebesar 6,71% (yoy) pada triwulan IV 2017.
Inflasi transpor, komunikasi, dan jasa keuangan
menunjukkan penurunan terdalam di Kota Tegal dan
Kota Semarang. Penurunan inflasi kelompok bahan
makanan pada kedua kota tersebut disebabkan oleh
menurunnya tarif angkutan laut dan angkutan udara.
Berdasarkan disagregasinya, deflasi kelompok volatile
food pada Kota Surakarta menjadi penahan inflasi di
Provinsi Jawa Tengah, sementara kota-kota pantauan
lainnya mencatatkan peningkatan inflasi pada
kelompok volatile food. Selanjutnya, Kota Purwokerto
menjadi kontributor penurunan inflasi dengan
mencatatkan inflasi tahunan administered prices lebih
rendah dibandingkan Jawa Tengah. Sementara itu,
inflasi tahunan kelompok inti yang lebih rendah dari
inflasi Jawa Tengah terjadi pada Kota Kudus, Kota
Surakarta, dan Kota Tegal.
3.4.1. Disagregasi Inflasi Kota CilacapBerdasarkan disagregasi, inflasi tahunan untuk
kelompok volatile food, dan inti di Kota Cilacap
mengalami peningkatan pada triwulan IV 2017
dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan
66
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
67
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Disagregasi Inflasi Tahunan SurakartaGrafik 3.29Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan SurakartaGrafik 3.30Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE VF APCORE
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV
Disagregasi Inflasi Tahunan KudusGrafik 3.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan KudusGrafik 3.28Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE VF APCORE
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV
utamanya disebabkan oleh penurunan harga barang-
barang subkelompok minuman yang tidak beralkohol
serta subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika.
triwulan IV 2017 utamanya disebabkan oleh
meredanya tekanan inflasi subkelompok tembakau dan
minuman beralkohol khususnya komoditas rokok
putih. Selain itu penurunan inflasi tahunan pada
triwulan laporan juga disebabkan oleh meredanya
tekanan inflasi dari tarif dasar listrik yang telah
meningkat sejak triwulan I 2017.
Sementara itu, inflasi volatile food pada triwulan
laporan mengalami peningkatan baik secara
triwulanan maupun tahunan. Pada triwulan IV 2017,
deflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 1,59%
(yoy), mengalami peningkatan inflasi dari triwulan
sebelumnya yang tercatat deflasi sebesar 2,90% (yoy).
Ditinjau dari inflasi triwulanannya, kelompok volatile
food mengalami peningkatan tekanan inflasi sejalan
dengan pola historisnya, dengan mencatatkan inflasi
sebesar 4,15% (qtq) pada triwulan IV 2017, dari
triwulan sebelumnya deflasi sebesar -7,23% (qtq).
3.4.4. Disagregasi Inflasi Kota SurakartaKota Surakarta mengalami peningkatan inflasi pada
triwulan IV 2017 dibandingkan dengan triwulan III
2017. Peningkatan inflasi tahunan terjadi pada
kelompok volatile food dan kelompok inti, sedangkan
kelompok administered prices mencatatkan penurunan
inflasi pada triwulan IV 2017.
Inflasi tahunan kelompok administered prices
mengalami penurunan dari sebelumnya 11,96% (yoy)
pada triwulan III 2017 menjadi 11,67% (yoy) pada
triwulan laporan. Sementara itu, inflasi triwulanan
menunjukkan peningkatan inflasi dari sebelumnya
deflasi sebesar 0,37% (qtq) pada triwulan III 2017,
berbalik arah menjadi inflasi sebesar 1,25% (qtq) pada
triwulan laporan. Penurunan inflasi tahunan pada
dengan peningkatan laju inflasi pada kelompok volatile
food dan administered prices, sementara kelompok inti
mengalami penurunan inflasi.
Inflasi tahunan kelompok administered prices
mencatatkan inflasi 14,34% (yoy) pada triwulan
laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan III 2017
sebesar 14,74% (yoy). Meredanya tekanan harga pada
kelompok ini terutama disebabkan oleh penurunan
inflasi tahunan subkelompok tembakau dan minuman
beralkohol. Namun demikian inflasi triwulanan juga
mencatatkan peningkatan menjadi 0,90% (qtq), dari
triwulan sebelumnya yang mencatatkan inflasi sebesar
0,15% (qtq).
Inflasi tahunan volatile food juga menunjukkan
penurunan pada triwulan IV 2017. Inflasi kelompok ini
tercatat sebesar 1,44% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2017 sebesar 2,20% (yoy).
Penurunan inflasi pada kelompok ini terutama
disumbang oleh perlambatan kenaikan harga
subkelompok sayur-sayuran serta subkelompok
bumbu-bumbuan dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Hal ini tercermin dari inflasi triwulanan juga
tercatat mengalami peningkatan dari sebelumnya
deflasi 5,22% pada triwulan lalu, berbalik arah menjadi
inflasi 2,95% (qtq) pada triwulan IV 2017. Peningkatan
inflasi triwulanan tersebut sejalan dengan pola
historisnya, dimana terjadi peningkatan inflasi pada
komoditas bumbu-bumbuan dan pangan padi seiring
dengan menurunnya pasokan produksinya.
Selanjutnya, inflasi tahunan kelompok inti pada
triwulan IV 2017 turun menjadi 2,68% (yoy), lebih
rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 2,80% (yoy).
Inflasi triwulanan kelompok inti juga mengalami
penurunan pada triwulan IV 2017 menjadi 0,12%
(qtq), lebih rendah dari triwulan III 2017 yang tercatat
sebesar 1,24% (qtq). Penurunan inflasi tersebut
subkelompok tembakau dan minuman beralkohol
khususnya komoditas rokok kretek dan rokok putih.
Namun secara tr iwulanan, inf las i kelompok
administered prices meningkat dari tr iwulan
sebelumnya tercatat inflasi sebesar 0,28% (qtq)
menjadi sebesar 0,90% (qtq) pada triwulan IV 2017.
Peningkatan inflasi triwulanan ini terutama berasal dari
angkutan antarkota dan tarif kereta api.
Secara tahunan, kelompok volatile food Kota
Purwokerto menunjukkan peningkatan inflasi.
Kelompok volatile food mengalami inflasi sebesar
2,19% (yoy) pada triwulan IV 2017, lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya sebesar 0,52%. Demikian pula
secara triwulanan, kelompok volatile food mengalami
inflasi sebesar 3,52%, lebih tinggi dibandingkan inflasi
triwulan sebelumnya sebesar 0,52%. Peningkatan
inf las i tersebut khususnya disebabkan oleh
menignkatnya beberapa harga komoditas pangan
seperti beras, bawang putih, cabai merah, cabai rawit,
dan cabai hijau.
Inflasi tahunan kelompok inti di Purwokerto mengalami
penurunan baik secara tahunan maupun triwulanan.
Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan IV 2017
turun menjadi 2,75% (yoy) dari sebelumnya 3,03%
(yoy) pada triwulan III 2017. Inflasi triwulanan juga
tercatat mengalami penurunan menjadi 0,28% (qtq),
lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 0,44%
(qtq). Penurunan inflasi secara tahunan maupun
triwulanan terutama disebabkan oleh menurunnya
harga barang bahan bangunan, diantaranya batu bata
dan pasir.
3.4.3. Disagregasi Inflasi Kota KudusKota Kudus mengalami penurunan inflasi tahunan
untuk seluruh kelompok administered prices dan
volatile food, serta kelompok inti. Sementara itu, inflasi
triwulanan mengalami perkembangan yang beragam
68
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
69
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Disagregasi Inflasi Tahunan SurakartaGrafik 3.29Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan SurakartaGrafik 3.30Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE VF APCORE
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV
Disagregasi Inflasi Tahunan KudusGrafik 3.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan KudusGrafik 3.28Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE VF APCORE
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV
utamanya disebabkan oleh penurunan harga barang-
barang subkelompok minuman yang tidak beralkohol
serta subkelompok perawatan jasmani dan kosmetika.
triwulan IV 2017 utamanya disebabkan oleh
meredanya tekanan inflasi subkelompok tembakau dan
minuman beralkohol khususnya komoditas rokok
putih. Selain itu penurunan inflasi tahunan pada
triwulan laporan juga disebabkan oleh meredanya
tekanan inflasi dari tarif dasar listrik yang telah
meningkat sejak triwulan I 2017.
Sementara itu, inflasi volatile food pada triwulan
laporan mengalami peningkatan baik secara
triwulanan maupun tahunan. Pada triwulan IV 2017,
deflasi kelompok volatile food tercatat sebesar 1,59%
(yoy), mengalami peningkatan inflasi dari triwulan
sebelumnya yang tercatat deflasi sebesar 2,90% (yoy).
Ditinjau dari inflasi triwulanannya, kelompok volatile
food mengalami peningkatan tekanan inflasi sejalan
dengan pola historisnya, dengan mencatatkan inflasi
sebesar 4,15% (qtq) pada triwulan IV 2017, dari
triwulan sebelumnya deflasi sebesar -7,23% (qtq).
3.4.4. Disagregasi Inflasi Kota SurakartaKota Surakarta mengalami peningkatan inflasi pada
triwulan IV 2017 dibandingkan dengan triwulan III
2017. Peningkatan inflasi tahunan terjadi pada
kelompok volatile food dan kelompok inti, sedangkan
kelompok administered prices mencatatkan penurunan
inflasi pada triwulan IV 2017.
Inflasi tahunan kelompok administered prices
mengalami penurunan dari sebelumnya 11,96% (yoy)
pada triwulan III 2017 menjadi 11,67% (yoy) pada
triwulan laporan. Sementara itu, inflasi triwulanan
menunjukkan peningkatan inflasi dari sebelumnya
deflasi sebesar 0,37% (qtq) pada triwulan III 2017,
berbalik arah menjadi inflasi sebesar 1,25% (qtq) pada
triwulan laporan. Penurunan inflasi tahunan pada
dengan peningkatan laju inflasi pada kelompok volatile
food dan administered prices, sementara kelompok inti
mengalami penurunan inflasi.
Inflasi tahunan kelompok administered prices
mencatatkan inflasi 14,34% (yoy) pada triwulan
laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan III 2017
sebesar 14,74% (yoy). Meredanya tekanan harga pada
kelompok ini terutama disebabkan oleh penurunan
inflasi tahunan subkelompok tembakau dan minuman
beralkohol. Namun demikian inflasi triwulanan juga
mencatatkan peningkatan menjadi 0,90% (qtq), dari
triwulan sebelumnya yang mencatatkan inflasi sebesar
0,15% (qtq).
Inflasi tahunan volatile food juga menunjukkan
penurunan pada triwulan IV 2017. Inflasi kelompok ini
tercatat sebesar 1,44% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2017 sebesar 2,20% (yoy).
Penurunan inflasi pada kelompok ini terutama
disumbang oleh perlambatan kenaikan harga
subkelompok sayur-sayuran serta subkelompok
bumbu-bumbuan dibandingkan periode yang sama
tahun lalu. Hal ini tercermin dari inflasi triwulanan juga
tercatat mengalami peningkatan dari sebelumnya
deflasi 5,22% pada triwulan lalu, berbalik arah menjadi
inflasi 2,95% (qtq) pada triwulan IV 2017. Peningkatan
inflasi triwulanan tersebut sejalan dengan pola
historisnya, dimana terjadi peningkatan inflasi pada
komoditas bumbu-bumbuan dan pangan padi seiring
dengan menurunnya pasokan produksinya.
Selanjutnya, inflasi tahunan kelompok inti pada
triwulan IV 2017 turun menjadi 2,68% (yoy), lebih
rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 2,80% (yoy).
Inflasi triwulanan kelompok inti juga mengalami
penurunan pada triwulan IV 2017 menjadi 0,12%
(qtq), lebih rendah dari triwulan III 2017 yang tercatat
sebesar 1,24% (qtq). Penurunan inflasi tersebut
subkelompok tembakau dan minuman beralkohol
khususnya komoditas rokok kretek dan rokok putih.
Namun secara tr iwulanan, inf las i kelompok
administered prices meningkat dari tr iwulan
sebelumnya tercatat inflasi sebesar 0,28% (qtq)
menjadi sebesar 0,90% (qtq) pada triwulan IV 2017.
Peningkatan inflasi triwulanan ini terutama berasal dari
angkutan antarkota dan tarif kereta api.
Secara tahunan, kelompok volatile food Kota
Purwokerto menunjukkan peningkatan inflasi.
Kelompok volatile food mengalami inflasi sebesar
2,19% (yoy) pada triwulan IV 2017, lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya sebesar 0,52%. Demikian pula
secara triwulanan, kelompok volatile food mengalami
inflasi sebesar 3,52%, lebih tinggi dibandingkan inflasi
triwulan sebelumnya sebesar 0,52%. Peningkatan
inf las i tersebut khususnya disebabkan oleh
menignkatnya beberapa harga komoditas pangan
seperti beras, bawang putih, cabai merah, cabai rawit,
dan cabai hijau.
Inflasi tahunan kelompok inti di Purwokerto mengalami
penurunan baik secara tahunan maupun triwulanan.
Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan IV 2017
turun menjadi 2,75% (yoy) dari sebelumnya 3,03%
(yoy) pada triwulan III 2017. Inflasi triwulanan juga
tercatat mengalami penurunan menjadi 0,28% (qtq),
lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 0,44%
(qtq). Penurunan inflasi secara tahunan maupun
triwulanan terutama disebabkan oleh menurunnya
harga barang bahan bangunan, diantaranya batu bata
dan pasir.
3.4.3. Disagregasi Inflasi Kota KudusKota Kudus mengalami penurunan inflasi tahunan
untuk seluruh kelompok administered prices dan
volatile food, serta kelompok inti. Sementara itu, inflasi
triwulanan mengalami perkembangan yang beragam
68
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
69
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Disagregasi Inflasi Tahunan TegalGrafik 3.33Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan TegalGrafik 3.34Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE VF APCORE
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I II2017
3.4.6. Disagregasi Inflasi Tegal
Kota Tegal juga mengalami peningkatan inflasi pada
triwulan IV 2017 baik secara tahunan maupun
triwulanan. Peningkatan inflasi ini terutama didorong
oleh kelompok volatile food dan kelompok inti,
sementara kelompok administered prices mengalami
penurunan inflasi tahunan.
Inflasi tahunan kelompok administered prices
mengalami penurunan menjadi 13,64% (yoy) pada
triwulan laporan dari sebelumnya 13,88% (yoy) pada
triwulan III 2017. Sedangkan inflasi triwulanan
mengalami peningkatan menjadi sebesar 1,00% (qtq),
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
0,47% (qtq). Penurunan inflasi tahunan kelompok
administered prices ini didorong oleh penurunan
tekanan harga komoditas rokok kretek filter, rokok
putih, serta tarif parkir.
Kelompok volatile food tercatat mengalami inflasi pada
triwulan IV 2017 sebesar 2,20% (yoy) atau 3,59 %
(qtq), berbalik arah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mencatatkan deflasi sebesar 0,85 % (yoy) atau
2,17% (qtq). Peningkatan inflasi tahunan tersebut
terutama berasal dari peningkatan harga subkelompok
padi-padian, umbi-umbian, dan lainnya, subkelompok
bumbu-bumbuan, dan subkelompok sayur-sayuran.
Komoditas beras menjadi penyumbang inflasi terbesar
pada kelompok ini dengan inflasi sebesar 12,76 (yoy)
dan andil sebesar 0,44% terhadap inflasi kota Tegal.
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan
pada triwulan IV 2017, dengan mencatatkan inflasi
sebesar 2,23% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan III 2017 sebesar 2,18% (yoy). Peningkatan
inflasi tahunan terutama dipengaruhi oleh peningkatan
tekanan inflasi kelompok sandang dan kelompok
kesehatan. Hal ini tercermin dari peningkatan harga
aneka macam sandang laki-laki khususnya celana dan
sepatu yang mencatatkan inflasi masing-masing
sebesar 16,66% (yoy) dan 17,67% (yoy). Peningkatan
tekanan inflasi kelompok kesehatan disebabkan oleh
peningkatan harga komponen obat-obatan serta jasa
kesehatan.
3.5. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUN 2017Secara keseluruhan tahun 2017, Provinsi Jawa
Tengah mencatatkan inflasi tahunan sebesar
3,71% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2016
yang mencatatkan inflasi sebesar 2,36% (mtm).
Berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi
tahunan pada tahun 2017 dibandingkan tahun
sebelumnya terutama disebabkan oleh kelompok
administered prices dan kelompok inti, sedangkan
kelompok volatile food mengalami penurunan tekanan
harga yang cukup dalam.
Disagregasi Inflasi Tahunan SemarangGrafik 3.31Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan SemarangGrafik 3.32Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE VF APCORE
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV
2017 sebesar 11,79% (yoy). Inflasi triwulanan juga
mengalami penurunan, yang tercatat sebesar 0,46%
(qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 0,82% (qtq). Penurunan inflasi kelompok ini
terutama berasal dari pengurangan tekanan inflasi
subkelompok tembakau dan minuman beralkohol,
terutama komoditas rokok kretek dan rokok putih.
Adapun inflasi kelompok volatile food pada triwulan IV
2017 tercatat sebesar -0,92% (yoy) atau 3,50% (qtq),
atau mengalami peningkatan inflasi dibandingkan
triwulan III 2017 yang mengalami inflasi sebesar
-2,14% (yoy) atau 3,50% (qtq). Peningkatan inflasi
tahunan pada kelompok ini didorong oleh peningkatan
harga beras, bawang merah, cabai merah, dan cabai
rawi t sebaga i dampak penurunan pasokan
produksinya. Kentang menunjukkan peningkatan
inflasi tahunan tertinggi pada triwulan IV 2017 menjadi
sebesar 25,90% (yoy), dari triwulan sebelumnya
sebesar -4,12% (yoy).
Sementara itu, inflasi kelompok inti turun pada triwulan
IV 2017 menjadi 2,94% (yoy) atau 0,21% (qtq) dari
sebelumnya sebesar 3,01 % (yoy) atau 1,07% (qtq)
pada triwulan III 2017. Penurunan pada kelompok ini
didorong oleh berkurangnya tekanan inflasi harga
komoditas subkelompok makanan jadi serta
subkelompok minuman yang tidak beralkohol.
Peningkatan harga secara triwulanan utamanya
disebabkan oleh subkelompok padi-padian, umbi-
umbian, dan hasil-hasilnya khususnya komoditas beras
yang mengalami inf lasi sebear 6,32% (qtq)
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, inflasi tahunan kelompok inti
mengalami peningkatan pada triwulan IV 2017. Inflasi
kelompok inti pada triwulan laporan tercatat sebesar
2,19% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat 1,78% (yoy). Peningkatan
inflasi tersebut utamanya disebabkan oleh penurunan
harga produk-produk bahan makanan, khususnya
subkelompok ikan yang diawetkan, serta subkelompok
bumbu-bumbuan. Tingginya curah hujan dan
gangguan cuaca menyebabkan penurunan drastis
pasokan produk perikanan laut dan komoditas
hortikultura bumbu-bumbuan seperti bawang merah
dan cabai merah.
3.4.5. Disagregasi Inflasi Kota Semarang
Pada triwulan IV 2017, Kota Semarang mengalami
peningkatan inflasi baik secara tahunan maupun
triwulanan. Berdasarkan disagregasi, peningkatan
inflasi disebabkan oleh kelompok volatile food,
sedangkan kelompok administered prices dan
kelompok inti mencatatkan penurunan inflasi.
Inflasi kelompok administered prices menurun menjadi
10,94 % (yoy) pada triwulan IV 2017, dari triwulan III
70
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
71
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Disagregasi Inflasi Tahunan TegalGrafik 3.33Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan TegalGrafik 3.34Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE VF APCORE
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I II2017
3.4.6. Disagregasi Inflasi Tegal
Kota Tegal juga mengalami peningkatan inflasi pada
triwulan IV 2017 baik secara tahunan maupun
triwulanan. Peningkatan inflasi ini terutama didorong
oleh kelompok volatile food dan kelompok inti,
sementara kelompok administered prices mengalami
penurunan inflasi tahunan.
Inflasi tahunan kelompok administered prices
mengalami penurunan menjadi 13,64% (yoy) pada
triwulan laporan dari sebelumnya 13,88% (yoy) pada
triwulan III 2017. Sedangkan inflasi triwulanan
mengalami peningkatan menjadi sebesar 1,00% (qtq),
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
0,47% (qtq). Penurunan inflasi tahunan kelompok
administered prices ini didorong oleh penurunan
tekanan harga komoditas rokok kretek filter, rokok
putih, serta tarif parkir.
Kelompok volatile food tercatat mengalami inflasi pada
triwulan IV 2017 sebesar 2,20% (yoy) atau 3,59 %
(qtq), berbalik arah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mencatatkan deflasi sebesar 0,85 % (yoy) atau
2,17% (qtq). Peningkatan inflasi tahunan tersebut
terutama berasal dari peningkatan harga subkelompok
padi-padian, umbi-umbian, dan lainnya, subkelompok
bumbu-bumbuan, dan subkelompok sayur-sayuran.
Komoditas beras menjadi penyumbang inflasi terbesar
pada kelompok ini dengan inflasi sebesar 12,76 (yoy)
dan andil sebesar 0,44% terhadap inflasi kota Tegal.
Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan
pada triwulan IV 2017, dengan mencatatkan inflasi
sebesar 2,23% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan III 2017 sebesar 2,18% (yoy). Peningkatan
inflasi tahunan terutama dipengaruhi oleh peningkatan
tekanan inflasi kelompok sandang dan kelompok
kesehatan. Hal ini tercermin dari peningkatan harga
aneka macam sandang laki-laki khususnya celana dan
sepatu yang mencatatkan inflasi masing-masing
sebesar 16,66% (yoy) dan 17,67% (yoy). Peningkatan
tekanan inflasi kelompok kesehatan disebabkan oleh
peningkatan harga komponen obat-obatan serta jasa
kesehatan.
3.5. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUN 2017Secara keseluruhan tahun 2017, Provinsi Jawa
Tengah mencatatkan inflasi tahunan sebesar
3,71% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2016
yang mencatatkan inflasi sebesar 2,36% (mtm).
Berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi
tahunan pada tahun 2017 dibandingkan tahun
sebelumnya terutama disebabkan oleh kelompok
administered prices dan kelompok inti, sedangkan
kelompok volatile food mengalami penurunan tekanan
harga yang cukup dalam.
Disagregasi Inflasi Tahunan SemarangGrafik 3.31Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, YOY
Disagregasi Inflasi Triwulanan SemarangGrafik 3.32Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah
%, QTQ
VF APCORE VF APCORE
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV
I II2015
III IV I2016
II III IV I2017
II III IV
2017 sebesar 11,79% (yoy). Inflasi triwulanan juga
mengalami penurunan, yang tercatat sebesar 0,46%
(qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 0,82% (qtq). Penurunan inflasi kelompok ini
terutama berasal dari pengurangan tekanan inflasi
subkelompok tembakau dan minuman beralkohol,
terutama komoditas rokok kretek dan rokok putih.
Adapun inflasi kelompok volatile food pada triwulan IV
2017 tercatat sebesar -0,92% (yoy) atau 3,50% (qtq),
atau mengalami peningkatan inflasi dibandingkan
triwulan III 2017 yang mengalami inflasi sebesar
-2,14% (yoy) atau 3,50% (qtq). Peningkatan inflasi
tahunan pada kelompok ini didorong oleh peningkatan
harga beras, bawang merah, cabai merah, dan cabai
rawi t sebaga i dampak penurunan pasokan
produksinya. Kentang menunjukkan peningkatan
inflasi tahunan tertinggi pada triwulan IV 2017 menjadi
sebesar 25,90% (yoy), dari triwulan sebelumnya
sebesar -4,12% (yoy).
Sementara itu, inflasi kelompok inti turun pada triwulan
IV 2017 menjadi 2,94% (yoy) atau 0,21% (qtq) dari
sebelumnya sebesar 3,01 % (yoy) atau 1,07% (qtq)
pada triwulan III 2017. Penurunan pada kelompok ini
didorong oleh berkurangnya tekanan inflasi harga
komoditas subkelompok makanan jadi serta
subkelompok minuman yang tidak beralkohol.
Peningkatan harga secara triwulanan utamanya
disebabkan oleh subkelompok padi-padian, umbi-
umbian, dan hasil-hasilnya khususnya komoditas beras
yang mengalami inf lasi sebear 6,32% (qtq)
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, inflasi tahunan kelompok inti
mengalami peningkatan pada triwulan IV 2017. Inflasi
kelompok inti pada triwulan laporan tercatat sebesar
2,19% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat 1,78% (yoy). Peningkatan
inflasi tersebut utamanya disebabkan oleh penurunan
harga produk-produk bahan makanan, khususnya
subkelompok ikan yang diawetkan, serta subkelompok
bumbu-bumbuan. Tingginya curah hujan dan
gangguan cuaca menyebabkan penurunan drastis
pasokan produk perikanan laut dan komoditas
hortikultura bumbu-bumbuan seperti bawang merah
dan cabai merah.
3.4.5. Disagregasi Inflasi Kota Semarang
Pada triwulan IV 2017, Kota Semarang mengalami
peningkatan inflasi baik secara tahunan maupun
triwulanan. Berdasarkan disagregasi, peningkatan
inflasi disebabkan oleh kelompok volatile food,
sedangkan kelompok administered prices dan
kelompok inti mencatatkan penurunan inflasi.
Inflasi kelompok administered prices menurun menjadi
10,94 % (yoy) pada triwulan IV 2017, dari triwulan III
70
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
71
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 3.35
INDEKS
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 3.36
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 1011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2017
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2018
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 1011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2017
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2018
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
Inflasi tahunan kelompok administered prices
diperkirakan sedikit meningkat. Kenaikan ini
diperkirakan didorong oleh kenaikan tarif berbagai
jenis angkutan, meliputi angkutan udara, antarkota,
dan angkutan dalam kota, diperkirakan meningkat
seiring perkiraan meningkatnya harga bahan baku
minyak dunia.
Inflasi kelompok inti diperkirakan meningkat
pada level moderat. Tekanan inflasi inti berasal dari
harga sandang dan makanan jadi, seiring dengan
pelaksanaan pesta demokrasi pemilihan kepala daerah
di Provinsi Jawa Tengah. Adapun percepatan
infrastruktur di berbagai bidang dan berbagai daerah
juga diperk i rakan berpotens i menyebabkan
peningkatan permintaan untuk bahan bangunan.
Lebih jauh, peningkatan inflasi kelompok inti juga
tercermin dari ekspektasi harga di tingkat
konsumen dan pedagang. Hasil Survei Konsumen
dan Survei Pedagang Eceran yang dilakukan oleh Bank
Indonesia menunjukkan adanya peningkatan
ekspektasi harga pada level moderat pada triwulan I
2018 berdasarkan ekspektasi konsumen pada triwulan
III dan IV tahun lalu. Berdasarkan hasil survei tersebut,
ba ik konsumen maupun pedagang ece ran
memperkirakan peningkatan harga yang tinggi pada
awal tahun 2018, dan selanjutnya akan terkoreksi
menurun pada akhir triwulan I 2018.
3.6. TRACKING INFLASI TRIWULAN I 20183.6.1. Inflasi Januari 2018Pada Januari 2018 Provinsi Jawa Tengah
mencatatkan inflasi sebesar 0,88% (mtm),
meningkat dibandingkan bulan Desember 2017
yang mencatatkan inflasi sebesar 0,71% (mtm)
serta lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis
selama lima tahun terakhir sebesar 0,66% (mtm).
Lebih lanjut, capaian ini juga lebih tinggi dibandingkan
inflasi nasional yang sebesar 0,62% (mtm). Dengan
perkembangan tersebut, inflasi Jawa Tengah sampai
dengan Januari 2018 tercatat sebesar 0,88% (ytd), dan
secara tahunan tercatat sebesar 3,42% (yoy). Penyebab
utama inflasi Jawa Tengah yaitu peningkatan harga
beras, cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras, dan
tarif rumah sakit. Sementara itu, yang menahan laju
inflasi antara lain penurunan tarif angkutan udara,
harga telur ayam ras, bawang merah, tarif kereta api,
dan angkutan antarkota.
3.6.2. Inflasi Triwulan I 2017Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan I 2018
diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan
IV 2017. Faktor yang mendorong penurunan inflasi
adalah terjaganya pasokan komoditas bahan pangan
strategis seperti beras yang akan memasuki masa
panen raya pada Februari-Maret, serta cabai merah dan
cabai rawit yang akan meningkat produksinya seiring
dengan penurunan curah hujan. Faktor yang perlu
diwaspadai adalah risiko peningkatan harga minyak
bumi di pasar global yang selanjutnya mendorong
peningkatan inflasi pada kelompok administered
prices. Lebih lanjut, Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) Provinsi Jawa Tengah senantiasa berupaya
memperbaiki distribusi logistik dan menjaga
ketersediaan pasokan komoditas pangan sehingga
inflasi triwulan I 2018 dijaga berada pada rentang
bawah sasaran inflasi nasional yang sebesar 3,5±1%.
Berdasarkan disagregasi, inflasi tahunan volatile
food diperkirakan menurun. Secara pasokan,
penurunan ini sejalan dengan telah masuknya masa
panen beras dan bawang merah sesuai dengan pola
historis. Selain itu, upaya yang dilakukan pemerintah
terkait pembangunan infrastruktur pertanian serta
program subsidi pertanian menjadi salah satu faktor
pendorong peningkatan produksi pangan. Tren
perbaikan nilai tukar petani sepanjang tahun 2017
diperkirakan juga dapat mendorong peningkatan
kapasitas produksi petani.
72
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
73
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Kelompok volatile food (VF) pada Januari 2018
mengalami inflasi sebesar 3,52% (mtm), lebih
tinggi dibandingkan bulan Desember 2017 yang
mengalami inflasi sebesar 2,92% (mtm). Inflasi
terutama disebabkan oleh peningkatan harga
beberapa komoditas bahan makanan akibat
menurunnya pasokan produksinya, diantaranya padi
dan hortikultura. Kelompok bahan makanan pada
bulan Januari 2018 mengalami inflasi sebesar 3,50%
(mtm); lebih tinggi dibandingkan Desember 2017
(2,67%; mtm) atau historis rata-rata lima tahun terakhir
untuk periode Januari (0,66%; mtm).
Kelompok administered prices mencatatkan
deflasi 0,20% (mtm) pada Januari 2018, lebih
rendah dibandingkan inflasi Desember 2017 yang
tercatat sebesar 0,64% (mtm). Penurunan inflasi
kelompok ini terutama berasal dari subkelompok
transpor yang mencatatkan deflasi sebesar 0,64%
(mtm) seiring dengan normalisasi harga angkutan
udara dan angkutan antarkota pasca periode hari raya
keagamaan dan hari libur sekolah pada akhir tahun
2017. Selain itu, seiring dengan normalisasi permintaan
masyarakat akan bahan bakar rumah tangga pasca hari
raya, subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air
(-0,51%; mtm) juga turut mendorong deflasi
administered prices.
Tekanan inflasi kelompok inti pada Januari2018
tercatat sebesar 0,34% (mtm), lebih tinggi
dibandingkan bulan sebelumnya sebesar
0,07%(mtm).Peningkatan inflasi inti tersebut
terutama didorong oleh kenaikan tarif subkelompok
jasa kesehatan (0,93%; mtm) khususnya komponen
tarif rumah sakit dan dan laboratorium. Selanjutnya,
subkelompok penyelenggaraan rumah tangga
(1,52%;mtm) juga mendorong laju inflasi kelompok
inti, seiring dengan meningkatnya tingkat upah jasa
pekerja sektor informal.
Kelompok administered prices mencatatkan inflasi
tahunan sebesar 10,71% (yoy) pada keseluruhan tahun
2017, meningkat tinggi dibandingkan tahun 2016
yang mencatatkan deflasi sebesar 0,72% (yoy).
Peningkatan tarif biaya perpanjangan STNK serta
penyesuaian tarif listrik menjadi faktor pendorong
dominan peningkatan inflasi pada keseluruhan tahun
2017. Demikian pula kelompok inti yang mencatatkan
peningkatan inflasi, sebagai akibat peningkatan biaya-
biaya jasa sektor pendidikan dan telekomunikasi.
Sementara itu kelompok volatile food justru
menunjukkan penurunan tekanan harga yang cukup
dalam hingga mencatatkan deflasi sebesar 0,15% (yoy)
pada keseluruhan tahun 2017. Normalisasi waktu
musim tanam serta volume produksi pertanian, baik
komoditas pangan maupun hortikultura pada tahun
2017, menyebabkan tekanan inflasi menurun,
dibandingkan tahun 2016 yang mengalami gangguan
produksi akibat fenomena iklim El-Nino.
INDEKS
150
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 3.35
INDEKS
Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 3.36
EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 1011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2017
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2018
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 1011121 2 3
2015
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2017
4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2018
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
Inflasi tahunan kelompok administered prices
diperkirakan sedikit meningkat. Kenaikan ini
diperkirakan didorong oleh kenaikan tarif berbagai
jenis angkutan, meliputi angkutan udara, antarkota,
dan angkutan dalam kota, diperkirakan meningkat
seiring perkiraan meningkatnya harga bahan baku
minyak dunia.
Inflasi kelompok inti diperkirakan meningkat
pada level moderat. Tekanan inflasi inti berasal dari
harga sandang dan makanan jadi, seiring dengan
pelaksanaan pesta demokrasi pemilihan kepala daerah
di Provinsi Jawa Tengah. Adapun percepatan
infrastruktur di berbagai bidang dan berbagai daerah
juga diperk i rakan berpotens i menyebabkan
peningkatan permintaan untuk bahan bangunan.
Lebih jauh, peningkatan inflasi kelompok inti juga
tercermin dari ekspektasi harga di tingkat
konsumen dan pedagang. Hasil Survei Konsumen
dan Survei Pedagang Eceran yang dilakukan oleh Bank
Indonesia menunjukkan adanya peningkatan
ekspektasi harga pada level moderat pada triwulan I
2018 berdasarkan ekspektasi konsumen pada triwulan
III dan IV tahun lalu. Berdasarkan hasil survei tersebut,
ba ik konsumen maupun pedagang ece ran
memperkirakan peningkatan harga yang tinggi pada
awal tahun 2018, dan selanjutnya akan terkoreksi
menurun pada akhir triwulan I 2018.
3.6. TRACKING INFLASI TRIWULAN I 20183.6.1. Inflasi Januari 2018Pada Januari 2018 Provinsi Jawa Tengah
mencatatkan inflasi sebesar 0,88% (mtm),
meningkat dibandingkan bulan Desember 2017
yang mencatatkan inflasi sebesar 0,71% (mtm)
serta lebih tinggi dibandingkan rata-rata historis
selama lima tahun terakhir sebesar 0,66% (mtm).
Lebih lanjut, capaian ini juga lebih tinggi dibandingkan
inflasi nasional yang sebesar 0,62% (mtm). Dengan
perkembangan tersebut, inflasi Jawa Tengah sampai
dengan Januari 2018 tercatat sebesar 0,88% (ytd), dan
secara tahunan tercatat sebesar 3,42% (yoy). Penyebab
utama inflasi Jawa Tengah yaitu peningkatan harga
beras, cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras, dan
tarif rumah sakit. Sementara itu, yang menahan laju
inflasi antara lain penurunan tarif angkutan udara,
harga telur ayam ras, bawang merah, tarif kereta api,
dan angkutan antarkota.
3.6.2. Inflasi Triwulan I 2017Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan I 2018
diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan
IV 2017. Faktor yang mendorong penurunan inflasi
adalah terjaganya pasokan komoditas bahan pangan
strategis seperti beras yang akan memasuki masa
panen raya pada Februari-Maret, serta cabai merah dan
cabai rawit yang akan meningkat produksinya seiring
dengan penurunan curah hujan. Faktor yang perlu
diwaspadai adalah risiko peningkatan harga minyak
bumi di pasar global yang selanjutnya mendorong
peningkatan inflasi pada kelompok administered
prices. Lebih lanjut, Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) Provinsi Jawa Tengah senantiasa berupaya
memperbaiki distribusi logistik dan menjaga
ketersediaan pasokan komoditas pangan sehingga
inflasi triwulan I 2018 dijaga berada pada rentang
bawah sasaran inflasi nasional yang sebesar 3,5±1%.
Berdasarkan disagregasi, inflasi tahunan volatile
food diperkirakan menurun. Secara pasokan,
penurunan ini sejalan dengan telah masuknya masa
panen beras dan bawang merah sesuai dengan pola
historis. Selain itu, upaya yang dilakukan pemerintah
terkait pembangunan infrastruktur pertanian serta
program subsidi pertanian menjadi salah satu faktor
pendorong peningkatan produksi pangan. Tren
perbaikan nilai tukar petani sepanjang tahun 2017
diperkirakan juga dapat mendorong peningkatan
kapasitas produksi petani.
72
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
73
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Kelompok volatile food (VF) pada Januari 2018
mengalami inflasi sebesar 3,52% (mtm), lebih
tinggi dibandingkan bulan Desember 2017 yang
mengalami inflasi sebesar 2,92% (mtm). Inflasi
terutama disebabkan oleh peningkatan harga
beberapa komoditas bahan makanan akibat
menurunnya pasokan produksinya, diantaranya padi
dan hortikultura. Kelompok bahan makanan pada
bulan Januari 2018 mengalami inflasi sebesar 3,50%
(mtm); lebih tinggi dibandingkan Desember 2017
(2,67%; mtm) atau historis rata-rata lima tahun terakhir
untuk periode Januari (0,66%; mtm).
Kelompok administered prices mencatatkan
deflasi 0,20% (mtm) pada Januari 2018, lebih
rendah dibandingkan inflasi Desember 2017 yang
tercatat sebesar 0,64% (mtm). Penurunan inflasi
kelompok ini terutama berasal dari subkelompok
transpor yang mencatatkan deflasi sebesar 0,64%
(mtm) seiring dengan normalisasi harga angkutan
udara dan angkutan antarkota pasca periode hari raya
keagamaan dan hari libur sekolah pada akhir tahun
2017. Selain itu, seiring dengan normalisasi permintaan
masyarakat akan bahan bakar rumah tangga pasca hari
raya, subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air
(-0,51%; mtm) juga turut mendorong deflasi
administered prices.
Tekanan inflasi kelompok inti pada Januari2018
tercatat sebesar 0,34% (mtm), lebih tinggi
dibandingkan bulan sebelumnya sebesar
0,07%(mtm).Peningkatan inflasi inti tersebut
terutama didorong oleh kenaikan tarif subkelompok
jasa kesehatan (0,93%; mtm) khususnya komponen
tarif rumah sakit dan dan laboratorium. Selanjutnya,
subkelompok penyelenggaraan rumah tangga
(1,52%;mtm) juga mendorong laju inflasi kelompok
inti, seiring dengan meningkatnya tingkat upah jasa
pekerja sektor informal.
Kelompok administered prices mencatatkan inflasi
tahunan sebesar 10,71% (yoy) pada keseluruhan tahun
2017, meningkat tinggi dibandingkan tahun 2016
yang mencatatkan deflasi sebesar 0,72% (yoy).
Peningkatan tarif biaya perpanjangan STNK serta
penyesuaian tarif listrik menjadi faktor pendorong
dominan peningkatan inflasi pada keseluruhan tahun
2017. Demikian pula kelompok inti yang mencatatkan
peningkatan inflasi, sebagai akibat peningkatan biaya-
biaya jasa sektor pendidikan dan telekomunikasi.
Sementara itu kelompok volatile food justru
menunjukkan penurunan tekanan harga yang cukup
dalam hingga mencatatkan deflasi sebesar 0,15% (yoy)
pada keseluruhan tahun 2017. Normalisasi waktu
musim tanam serta volume produksi pertanian, baik
komoditas pangan maupun hortikultura pada tahun
2017, menyebabkan tekanan inflasi menurun,
dibandingkan tahun 2016 yang mengalami gangguan
produksi akibat fenomena iklim El-Nino.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN,DAN UMKM
BABIV
7
Walaupun ekspansi kredit di beberapa sektor lapangan usaha utama di Jawa Tengah cenderung melambat, kualitas kreditnya justru menunjukkan perbaikan.
Risiko kerentanan pada sektor rumah tangga mengalami perbaikan, tercermin pada perbaikan kualitas kredit konsumsi perseorangan.
Fungsi intermediasi perbankan mengalami perbaikan, sebagaimana tercermin dengan akselerasi penyaluran dan perbaikan risiko kredit.
Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 mengalami penurunan dibandingkan triwulan III 2017, sejalan dengan peningkatan kinerja perekonomian Jawa Tengah.
pantauan ke daerah sentra untuk memantau
jumlah panen dan aliran pasokan beras.
Operasi Pasar dan Gerakan Stabilisasi
Pangan (GSP) TPID Jawa Tengah. .
Dalam rangka pengendalian harga pangan, TPID
Jawa Tengah telah melakukan kegiatan Operasi
Pasar dan Gerakan Stabilisasi Pangan (GSP) sejak
tanggal 13 Desember 2017 secara serentak di 79
titik se-Jawa Tengah. Hingga akhir Januari 2018,
OP dan GSP telah menggelontorkan lebih dari 22
ribu ton beras medium dengan harga Rp.9.350,-
per kg. OP ini akan terus dilakukan hingga Maret
2018 ketika panen raya tiba.
Rakorwil TPID Kabupaten/Kota
Pada rapat yang mengundang seluruh TPID
kabupaten/kota se-JawaTengah telah disepakati
bahwa TPID akan memastikan ketersediaan
pasokan dan menjaga kelancaran distribusi
dalam menghadapi kemungkinan peningkatan
permintaan menjelang hari raya Natal dan Tahun
b a r u . P a d a R a k o r w i l t e r s e b u t , j u g a
diselenggarakan FGD dengan Bappenas terkait
peran perencanaan penganggaran APBN dalam
upaya pengendalian inflasi di daerah. Dengan
adanya FGD tersebut, TPID Kabupaten/kota
memi l i k i kesadaran untuk me lakukan
perencanaan anggaran yang matang agar
kegiatan pengendalian inflasi dapat didukung
dengan anggaran yang memadai.
Melakukan FGD terkait sistem logistik
daerah (Sislogda)
FGD dengan Kementer ian Koordinator
Perekonomian tersebut diharapkan dapat
memberikan masukan bagi Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian untuk dapat
mengembangkan sistem logistik yang efisien
dan dapat menekan biaya logistik di daerah.
d.
e.
74
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Dalam rangka menjaga kestabilan harga dan pasokan
bahan pangan strategis, TPID Provinsi Jawa Tengah
telah menyelenggarakan berbagai kegiatan sampai
dengan Bulan Januari 2018, antara lain sebagai berikut:
3.7. PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH
a. High Level Meeting TPID Jateng.
Kegiatan ini membahas harga beras yang terus
naik dan harga bawang merah yang dibawah
harga pokok produksi. Dari rapat tersebut
diperoleh rekomendasi untuk melakukan Sidak
Gabungan dengan Satgas Pangan, dengan
dengan fokus pe laksanaan pada kota
penyumbang inflasi Jateng dan dipimpin
langsung oleh Kepala Daerah atau Sekda. Selain
itu, HLM TPID juga merekomendasikan agar
Gerakan Stabilisasi Pangan (GSP) dan Operasi
Pasar (OP) beras terus dilakukan hingga panen
raya di Maret 2018 serta menyepakati rencana
kegiatan rapat koordinasi dengan TPID se-Jawa
Tengah di bulan Februari 2018
Sidak Gabungan dengan Satgas Pangan di 3
kota penyumbang inflasi Jawa Tengah.
Gubernur Jawa Tengah memimpin langsung 2
(dua) kegiatan inspeksi mendadak (sidak)
gabungan yang berlangsung pada tanggal 17
Januari 2018 di Kota Semarang dan 20 Januari
2018 di Kota Solo. Sementara itu, kegiatan sidak
gabungan di Kabupaten Brebes dan Kota Tegal
pada tanggal 23 Januari 2018 dipimpin oleh
Sekda P rov in s i J awa Tengah . Dengan
mempertimbangkan fakta bahwa harga beras
masih bertahan tinggi, maka TPID Provinsi Jawa
Tengah melalui Bulog Divre Jawa Tengah
berkomitmen untuk terus menyelenggarakan OP
dan GSP hingga Maret 2018 ketika panen raya
tiba, dan secara paralel terus melakukan
pantauan lapangan baik melalui sidak pasar, sidak
ke gudang-gudang penggilingan maupun
b.
C.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN,DAN UMKM
BABIV
7
Walaupun ekspansi kredit di beberapa sektor lapangan usaha utama di Jawa Tengah cenderung melambat, kualitas kreditnya justru menunjukkan perbaikan.
Risiko kerentanan pada sektor rumah tangga mengalami perbaikan, tercermin pada perbaikan kualitas kredit konsumsi perseorangan.
Fungsi intermediasi perbankan mengalami perbaikan, sebagaimana tercermin dengan akselerasi penyaluran dan perbaikan risiko kredit.
Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 mengalami penurunan dibandingkan triwulan III 2017, sejalan dengan peningkatan kinerja perekonomian Jawa Tengah.
pantauan ke daerah sentra untuk memantau
jumlah panen dan aliran pasokan beras.
Operasi Pasar dan Gerakan Stabilisasi
Pangan (GSP) TPID Jawa Tengah. .
Dalam rangka pengendalian harga pangan, TPID
Jawa Tengah telah melakukan kegiatan Operasi
Pasar dan Gerakan Stabilisasi Pangan (GSP) sejak
tanggal 13 Desember 2017 secara serentak di 79
titik se-Jawa Tengah. Hingga akhir Januari 2018,
OP dan GSP telah menggelontorkan lebih dari 22
ribu ton beras medium dengan harga Rp.9.350,-
per kg. OP ini akan terus dilakukan hingga Maret
2018 ketika panen raya tiba.
Rakorwil TPID Kabupaten/Kota
Pada rapat yang mengundang seluruh TPID
kabupaten/kota se-JawaTengah telah disepakati
bahwa TPID akan memastikan ketersediaan
pasokan dan menjaga kelancaran distribusi
dalam menghadapi kemungkinan peningkatan
permintaan menjelang hari raya Natal dan Tahun
b a r u . P a d a R a k o r w i l t e r s e b u t , j u g a
diselenggarakan FGD dengan Bappenas terkait
peran perencanaan penganggaran APBN dalam
upaya pengendalian inflasi di daerah. Dengan
adanya FGD tersebut, TPID Kabupaten/kota
memi l i k i kesadaran untuk me lakukan
perencanaan anggaran yang matang agar
kegiatan pengendalian inflasi dapat didukung
dengan anggaran yang memadai.
Melakukan FGD terkait sistem logistik
daerah (Sislogda)
FGD dengan Kementer ian Koordinator
Perekonomian tersebut diharapkan dapat
memberikan masukan bagi Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian untuk dapat
mengembangkan sistem logistik yang efisien
dan dapat menekan biaya logistik di daerah.
d.
e.
74
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PERKEMBANGANINFLASI DAERAH
Dalam rangka menjaga kestabilan harga dan pasokan
bahan pangan strategis, TPID Provinsi Jawa Tengah
telah menyelenggarakan berbagai kegiatan sampai
dengan Bulan Januari 2018, antara lain sebagai berikut:
3.7. PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH
a. High Level Meeting TPID Jateng.
Kegiatan ini membahas harga beras yang terus
naik dan harga bawang merah yang dibawah
harga pokok produksi. Dari rapat tersebut
diperoleh rekomendasi untuk melakukan Sidak
Gabungan dengan Satgas Pangan, dengan
dengan fokus pe laksanaan pada kota
penyumbang inflasi Jateng dan dipimpin
langsung oleh Kepala Daerah atau Sekda. Selain
itu, HLM TPID juga merekomendasikan agar
Gerakan Stabilisasi Pangan (GSP) dan Operasi
Pasar (OP) beras terus dilakukan hingga panen
raya di Maret 2018 serta menyepakati rencana
kegiatan rapat koordinasi dengan TPID se-Jawa
Tengah di bulan Februari 2018
Sidak Gabungan dengan Satgas Pangan di 3
kota penyumbang inflasi Jawa Tengah.
Gubernur Jawa Tengah memimpin langsung 2
(dua) kegiatan inspeksi mendadak (sidak)
gabungan yang berlangsung pada tanggal 17
Januari 2018 di Kota Semarang dan 20 Januari
2018 di Kota Solo. Sementara itu, kegiatan sidak
gabungan di Kabupaten Brebes dan Kota Tegal
pada tanggal 23 Januari 2018 dipimpin oleh
Sekda P rov in s i J awa Tengah . Dengan
mempertimbangkan fakta bahwa harga beras
masih bertahan tinggi, maka TPID Provinsi Jawa
Tengah melalui Bulog Divre Jawa Tengah
berkomitmen untuk terus menyelenggarakan OP
dan GSP hingga Maret 2018 ketika panen raya
tiba, dan secara paralel terus melakukan
pantauan lapangan baik melalui sidak pasar, sidak
ke gudang-gudang penggilingan maupun
b.
C.
Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 mengalami penurunan dibandingkan
triwulan III 2017 ditengah meningkatnya kinerja
perekonomian Jawa Tengah. Selanjutnya, kinerja
perbankan Jawa Tengah juga mengalami perbaikan
setelah mengalami penurunan pada triwulan III 2017.
Pertumbuhan aset dan penyaluran kredit perbankan
Jawa Tengah menunjukkan peningkatan, sejalan
dengan tren nasional dan Pulau Jawa pada umumnya
yang menunjukkan peningkatan.
mengalami kontraksi sebesar 0,22% (yoy). Namun
demikian, perbaikan kinerja sektor pertanian ini belum
diikuti oleh peningkatan penyaluran kredit yang
tumbuh terbatas 8,46% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2017 yang tumbuh sebesar
19,69% (yoy). Seiring dengan peningkatan kinerja
sektor pertanian ini, kualitas kredit sektor pertanian
juga membaik dengan rasio NPL menurun hingga
1,86%, pencapaian terbaik sejak tahun 2013.
Selanjutnya, lapangan usaha konstruksi melanjutkan
tren akselerasi pertumbuhan ekonominya yang telah
berlangsung sejak triwulan IV 2016. Pada triwulan IV
2017, lapangan usaha konstruksi tumbuh sebesar
8,33% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 7,44% (yoy). Sejalan
dengan hal tersebut, kredit sektor konstruksi tumbuh
sebesar 22,92% (yoy) pada triwulan ini; lebih tinggi
dibandingkan triwulan III 2017 yang tumbuh sebesar
9,50% (yoy). Kredit sektor konstruksi di Jawa Tengah
mengalami booming pada awal tahun 2016 akibat
megaproyek infrastruktur, diantaranya pembangunan
Pembangkit L istr ik Tenaga Uap (PLTU) serta
pembangunan Jalan Tol Trans Jawa, mencapai puncak
akselerasinya pada triwulan I 2017 dan selanjutnya
berangsur-angsur melambat. Namun demikian, kredit
sektor konstruksi menunjukkan penurunan kualitas
dengan rasio NPL triwulan IV 2017 menjadi sebesar
1,62% atau lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu
yang tercatat sebesar 1,57%.
4.1. PERKEMBANGAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN JAWA TENGAH
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi Jawa Tengah Triwulan IV 2017
Dengan kinerja perekonomian yang meningkat
pada triwulan IV 2017, kinerja perbankan di Jawa 6Tengah menunjukkan perkembangan yang
beragam. Ekspansi kredit di beberapa sektor lapangan
usaha utama cenderung melambat. Namun demikian,
kualitas kredit justru menunjukkan perbaikan, yang
diindikasikan dengan rasio Non-Performing Loan (NPL)
triwulan IV 2017 lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan lalu. Pada triwulan IV 2017, lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan sebagai salah satu sektor
utama di Jawa Tengah tumbuh terbatas sebesar 0,36%
(yoy), membaik dibandingkan triwulan lalu yang
4.1.1.1. Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan Usaha Utama Jawa Tengah Triwulan IV 2017
Indikator kinerja perbankan ditinjau berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Jawa Tengah.6.
Grafik 4.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit, danRisiko Sektor Pertanian
NPL KREDIT SEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN (SKALA KANAN)PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANPERTUMBUHAN EKONOMI LU PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN (SKALA KANAN)
-4.00%
-2.00%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah dan Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit,dan Risiko Sektor Konstruksi
NPL KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI (SKALA KANAN)PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR KONSTRUKSIPERTUMBUHAN EKONOMI LU KONSTRUKSI (SKALA KANAN)
-3.00%
-1.00%
1.00%
3.00%
5.00%
7.00%
9.00%
11.00%
13.00%
15.00%
-2%
8%
18%
28%
38%
48%
58%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah dan Bank Indonesia, diolah
77
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Tekanan stabilitas keuangan Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 mengalami penurunan dibandingkan
triwulan III 2017 ditengah meningkatnya kinerja
perekonomian Jawa Tengah. Selanjutnya, kinerja
perbankan Jawa Tengah juga mengalami perbaikan
setelah mengalami penurunan pada triwulan III 2017.
Pertumbuhan aset dan penyaluran kredit perbankan
Jawa Tengah menunjukkan peningkatan, sejalan
dengan tren nasional dan Pulau Jawa pada umumnya
yang menunjukkan peningkatan.
mengalami kontraksi sebesar 0,22% (yoy). Namun
demikian, perbaikan kinerja sektor pertanian ini belum
diikuti oleh peningkatan penyaluran kredit yang
tumbuh terbatas 8,46% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan III 2017 yang tumbuh sebesar
19,69% (yoy). Seiring dengan peningkatan kinerja
sektor pertanian ini, kualitas kredit sektor pertanian
juga membaik dengan rasio NPL menurun hingga
1,86%, pencapaian terbaik sejak tahun 2013.
Selanjutnya, lapangan usaha konstruksi melanjutkan
tren akselerasi pertumbuhan ekonominya yang telah
berlangsung sejak triwulan IV 2016. Pada triwulan IV
2017, lapangan usaha konstruksi tumbuh sebesar
8,33% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 7,44% (yoy). Sejalan
dengan hal tersebut, kredit sektor konstruksi tumbuh
sebesar 22,92% (yoy) pada triwulan ini; lebih tinggi
dibandingkan triwulan III 2017 yang tumbuh sebesar
9,50% (yoy). Kredit sektor konstruksi di Jawa Tengah
mengalami booming pada awal tahun 2016 akibat
megaproyek infrastruktur, diantaranya pembangunan
Pembangkit L istr ik Tenaga Uap (PLTU) serta
pembangunan Jalan Tol Trans Jawa, mencapai puncak
akselerasinya pada triwulan I 2017 dan selanjutnya
berangsur-angsur melambat. Namun demikian, kredit
sektor konstruksi menunjukkan penurunan kualitas
dengan rasio NPL triwulan IV 2017 menjadi sebesar
1,62% atau lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu
yang tercatat sebesar 1,57%.
4.1. PERKEMBANGAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN JAWA TENGAH
4.1.1. Ketahanan Sektor Korporasi Jawa Tengah Triwulan IV 2017
Dengan kinerja perekonomian yang meningkat
pada triwulan IV 2017, kinerja perbankan di Jawa 6Tengah menunjukkan perkembangan yang
beragam. Ekspansi kredit di beberapa sektor lapangan
usaha utama cenderung melambat. Namun demikian,
kualitas kredit justru menunjukkan perbaikan, yang
diindikasikan dengan rasio Non-Performing Loan (NPL)
triwulan IV 2017 lebih rendah dibandingkan dengan
triwulan lalu. Pada triwulan IV 2017, lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan sebagai salah satu sektor
utama di Jawa Tengah tumbuh terbatas sebesar 0,36%
(yoy), membaik dibandingkan triwulan lalu yang
4.1.1.1. Perkembangan Indikator Perbankan pada Lapangan Usaha Utama Jawa Tengah Triwulan IV 2017
Indikator kinerja perbankan ditinjau berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Jawa Tengah.6.
Grafik 4.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit, danRisiko Sektor Pertanian
NPL KREDIT SEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN (SKALA KANAN)PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANPERTUMBUHAN EKONOMI LU PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN (SKALA KANAN)
-4.00%
-2.00%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah dan Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit,dan Risiko Sektor Konstruksi
NPL KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI (SKALA KANAN)PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR KONSTRUKSIPERTUMBUHAN EKONOMI LU KONSTRUKSI (SKALA KANAN)
-3.00%
-1.00%
1.00%
3.00%
5.00%
7.00%
9.00%
11.00%
13.00%
15.00%
-2%
8%
18%
28%
38%
48%
58%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah dan Bank Indonesia, diolah
77
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.7Sumber: Bank Indonesia, diolah
Perkembangan Ekspektasi Masyarakat terhadapPeningkatan Tabungan Berdasarkan Survei Konsumen
0
20
40
60
80
100
120
140
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2017
PERSEORANGAN NON PERSEORANGAN
Grafik 4.6 Perkembangan Pangsa DPK, Perseorangan, dan BukanPerseorangan Jawa Tengah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Grafik 4.5Sumber: Bank Indonesia, diolah
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00 % YOY
RATA-RATA PERSEORANGAN NON PERSEORANGAN
Perkembangan Pertumbuhan DPK, Perseorangan, danBukan Perseorangan Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Melambatnya pertumbuhan DPK RT pada
triwulan IV 2017 utamanya disebabkan oleh
penurunan pertumbuhan pada komponen
tabungan dan deposito. Pada triwulan IV 2017,
deposito RT mengalami pertumbuhan 8,52% (yoy)
atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh sebesar 10,98 % (yoy). Selanjutnya,
komponen tabungan RT juga tumbuh melambat dari
12,27% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi sebesar
10,74% (yoy) pada triwulan ini. Walaupun dalam tren
perlambatan, tabungan RT mengalami pertumbuhan
lebih tinggi dibandingkan deposito. Sedangkan giro RT
mengalami kontraksi sebesar 1,76 (yoy); lebih dangkal
dibandingkan triwulan III 2017 yang mengalami
pertumbuhan -6,91% (yoy).
Perlambatan pertumbuhan dana pihak ketiga
(DPK) juga sejalan dengan perkiraan Survei
Konsumen Bank Indonesia. Hasil pengolahan Survei
Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia
terhadap masyarakat di kota Semarang, Solo,
Purwokerto, dan Tegal menunjukkan ekspektasi
masyarakat pada periode April-Juni terhadap perkiraan
jumlah tabungan untuk periode triwulan IV 2017
menunjukkan tren penurunan. Indeks ekspektasi
jumlah tabungan untuk periode Desember 2017
tercatat sebesar 118,25 atau menurun dibandingkan
periode September 2017 yang tercatat sebesar 133,42.
Sejalan dengan pola historis, ditinjau berdasarkan
kelompok nilai, ketergantungan perbankan Jawa
Tengah terhadap deposan nilai besar perseorangan
masih cukup tinggi. Tercatat pada triwulan IV 2017,
sebanyak 0,03% dari jumlah deposan perseorangan
dengan nilai tabungan di atas Rp 1 Miliar menguasai
18,01% dari nilai keseluruhan tabungan perseorangan
di Jawa Tengah.
Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan
komponen Konsumsi Rumah Tangga di Jawa
Tengah, penyaluran kredit Rumah Tangga (RT)
t r iwulan laporan mengalami akseleras i
dibandingkan triwulan III 2017. Pertumbuhan kredit
RT pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar 9,52% (yoy)
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di Perbankan
0-100 JUTA
100-500 JUTA
500 JUTA - 1M
>1M
PENGELOMPOKANNOMINAL TABUNGAN
Tabel 4.1 Pengelompokan Tabungan Perseorangan Berdasarkan Nilainya
PANGSA NOMINAL PANGSA DEPOSAN
48,41%
27,29%
6,29%
18,01%
99,27%
0,66%
0,04%
0,03%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.3 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit,dan Risiko Sektor Industri Pengolahan
NPL KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN (SKALA KANAN)PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHANPERTUMBUHAN EKONOMI LU INDUSTRI PENGOLAHAN (SKALA KANAN)
Grafik 4.4 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit,serta Risiko Sektor Perdagangan Besar dan Eceran
NPL KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN (SKALA KANAN)PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTUMBUHAN EKONOMI LU BESAR DAN ECERAN (SKALA KANAN)
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017II III IV
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
-3.00%
-1.00%
1.00%
3.00%
5.00%
7.00%
9.00%
11.00%
13.00%
15.00%
-7%
-2%
3%
8%
13%
18%
23%
28%
33%
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah dan Bank Indonesia, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah dan Bank Indonesia, diolah
Dengan kinerja perekonomian Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 menunjukkan peningkatan, risiko
kerentanan pada sektor rumah tangga mengalami
perbaikan. Hal ini tercermin melalui rasio Non-
Performing Loan (NPL) pada kredit Rumah Tangga
khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit
Kendaraan Bermotor (KKB) yang mengalami
penurunan pada triwulan IV 2017 dibandingkan
triwulan sebelumnya. Selanjutnya, pertumbuhan kredit
konsumsi Jawa Tengah mengalami akselerasi sebesar
9,52% (yoy) pada triwulan IV 2017, lebih tinggi
dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat 8,68%
(yoy).
Lapangan usaha industri pengolahan juga mengalami
akselerasi pada triwulan ini sebesar 4,34% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan 4,25% (yoy) pada triwulan III
2017. Sementara itu, realisasi kredit di sektor industri
pengolahan tumbuh melambat dari triwulan lalu yang
tercatat sebesar 11,91% (yoy) menjadi 10,43% (yoy)
pada triwulan IV 2017. Risiko penyaluran kredit di
sektor industri pengolahan mengalami perbaikan pada
triwulan ini dengan penurunan rasio NPL dari 2,15%
pada triwulan lalu menjadi 1,25% pada triwulan IV
2017.
Sementara itu, kinerja lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran pada triwulan IV 2017 tercatat
mengalami penurunan dengan hanya tumbuh sebesar
3,84% (yoy); lebih lambat dibandingkan triwulan III
2017 yang tercatat tumbuh sebesar 7,18% (yoy).
Sejalan dengan hal tersebut, ekspansi kredit lapangan
usaha besar dan eceran juga menunjukkan tren
penurunan hingga triwulan ini mengalami kontraksi
sebesar 6,54% (yoy), terendah dalam 6 tahun terakhir.
Sementara itu, kualitas kredit lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran menunjukkan
perbaikan dengan dengan rasio NPL 3,47% pada
triwulan ini; lebih rendah dibandingkan triwulan III
2017 yang tercatat sebesar 3,65%.
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pada Triwulan IV 20174.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Pertumbuhan dana pihak ketiga Rumah Tangga di
Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 melambat
dibandingkan triwulan III 2017. Dana pihak ketiga
Rumah Tangga (DPK RT) pada triwulan IV 2017 tercatat
tumbuh sebesar 9,59% (yoy) atau menurun
dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh sebesar
11,14% (yoy). Sektor DPK RT masih mendominasi
pangsa DPK Perbankan di Jawa Tengah dengan rasio
sebesar 75,37% atau meningkat dibandingkan pangsa
pada triwulan III 2017 sebesar 71,51%.
4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga Perseorangan (DPK RT) di Perbankan
78
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
79
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.7Sumber: Bank Indonesia, diolah
Perkembangan Ekspektasi Masyarakat terhadapPeningkatan Tabungan Berdasarkan Survei Konsumen
0
20
40
60
80
100
120
140
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2017
PERSEORANGAN NON PERSEORANGAN
Grafik 4.6 Perkembangan Pangsa DPK, Perseorangan, dan BukanPerseorangan Jawa Tengah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Grafik 4.5Sumber: Bank Indonesia, diolah
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00 % YOY
RATA-RATA PERSEORANGAN NON PERSEORANGAN
Perkembangan Pertumbuhan DPK, Perseorangan, danBukan Perseorangan Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Melambatnya pertumbuhan DPK RT pada
triwulan IV 2017 utamanya disebabkan oleh
penurunan pertumbuhan pada komponen
tabungan dan deposito. Pada triwulan IV 2017,
deposito RT mengalami pertumbuhan 8,52% (yoy)
atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh sebesar 10,98 % (yoy). Selanjutnya,
komponen tabungan RT juga tumbuh melambat dari
12,27% (yoy) pada triwulan III 2017 menjadi sebesar
10,74% (yoy) pada triwulan ini. Walaupun dalam tren
perlambatan, tabungan RT mengalami pertumbuhan
lebih tinggi dibandingkan deposito. Sedangkan giro RT
mengalami kontraksi sebesar 1,76 (yoy); lebih dangkal
dibandingkan triwulan III 2017 yang mengalami
pertumbuhan -6,91% (yoy).
Perlambatan pertumbuhan dana pihak ketiga
(DPK) juga sejalan dengan perkiraan Survei
Konsumen Bank Indonesia. Hasil pengolahan Survei
Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia
terhadap masyarakat di kota Semarang, Solo,
Purwokerto, dan Tegal menunjukkan ekspektasi
masyarakat pada periode April-Juni terhadap perkiraan
jumlah tabungan untuk periode triwulan IV 2017
menunjukkan tren penurunan. Indeks ekspektasi
jumlah tabungan untuk periode Desember 2017
tercatat sebesar 118,25 atau menurun dibandingkan
periode September 2017 yang tercatat sebesar 133,42.
Sejalan dengan pola historis, ditinjau berdasarkan
kelompok nilai, ketergantungan perbankan Jawa
Tengah terhadap deposan nilai besar perseorangan
masih cukup tinggi. Tercatat pada triwulan IV 2017,
sebanyak 0,03% dari jumlah deposan perseorangan
dengan nilai tabungan di atas Rp 1 Miliar menguasai
18,01% dari nilai keseluruhan tabungan perseorangan
di Jawa Tengah.
Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan
komponen Konsumsi Rumah Tangga di Jawa
Tengah, penyaluran kredit Rumah Tangga (RT)
t r iwulan laporan mengalami akseleras i
dibandingkan triwulan III 2017. Pertumbuhan kredit
RT pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar 9,52% (yoy)
4.1.2.3. Kredit Perseorangan di Perbankan
0-100 JUTA
100-500 JUTA
500 JUTA - 1M
>1M
PENGELOMPOKANNOMINAL TABUNGAN
Tabel 4.1 Pengelompokan Tabungan Perseorangan Berdasarkan Nilainya
PANGSA NOMINAL PANGSA DEPOSAN
48,41%
27,29%
6,29%
18,01%
99,27%
0,66%
0,04%
0,03%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.3 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit,dan Risiko Sektor Industri Pengolahan
NPL KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN (SKALA KANAN)PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHANPERTUMBUHAN EKONOMI LU INDUSTRI PENGOLAHAN (SKALA KANAN)
Grafik 4.4 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Kredit,serta Risiko Sektor Perdagangan Besar dan Eceran
NPL KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN (SKALA KANAN)PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTUMBUHAN EKONOMI LU BESAR DAN ECERAN (SKALA KANAN)
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017II III IV
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
-3.00%
-1.00%
1.00%
3.00%
5.00%
7.00%
9.00%
11.00%
13.00%
15.00%
-7%
-2%
3%
8%
13%
18%
23%
28%
33%
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah dan Bank Indonesia, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah dan Bank Indonesia, diolah
Dengan kinerja perekonomian Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 menunjukkan peningkatan, risiko
kerentanan pada sektor rumah tangga mengalami
perbaikan. Hal ini tercermin melalui rasio Non-
Performing Loan (NPL) pada kredit Rumah Tangga
khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit
Kendaraan Bermotor (KKB) yang mengalami
penurunan pada triwulan IV 2017 dibandingkan
triwulan sebelumnya. Selanjutnya, pertumbuhan kredit
konsumsi Jawa Tengah mengalami akselerasi sebesar
9,52% (yoy) pada triwulan IV 2017, lebih tinggi
dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat 8,68%
(yoy).
Lapangan usaha industri pengolahan juga mengalami
akselerasi pada triwulan ini sebesar 4,34% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan 4,25% (yoy) pada triwulan III
2017. Sementara itu, realisasi kredit di sektor industri
pengolahan tumbuh melambat dari triwulan lalu yang
tercatat sebesar 11,91% (yoy) menjadi 10,43% (yoy)
pada triwulan IV 2017. Risiko penyaluran kredit di
sektor industri pengolahan mengalami perbaikan pada
triwulan ini dengan penurunan rasio NPL dari 2,15%
pada triwulan lalu menjadi 1,25% pada triwulan IV
2017.
Sementara itu, kinerja lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran pada triwulan IV 2017 tercatat
mengalami penurunan dengan hanya tumbuh sebesar
3,84% (yoy); lebih lambat dibandingkan triwulan III
2017 yang tercatat tumbuh sebesar 7,18% (yoy).
Sejalan dengan hal tersebut, ekspansi kredit lapangan
usaha besar dan eceran juga menunjukkan tren
penurunan hingga triwulan ini mengalami kontraksi
sebesar 6,54% (yoy), terendah dalam 6 tahun terakhir.
Sementara itu, kualitas kredit lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran menunjukkan
perbaikan dengan dengan rasio NPL 3,47% pada
triwulan ini; lebih rendah dibandingkan triwulan III
2017 yang tercatat sebesar 3,65%.
4.1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga Pada Triwulan IV 20174.1.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Pertumbuhan dana pihak ketiga Rumah Tangga di
Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 melambat
dibandingkan triwulan III 2017. Dana pihak ketiga
Rumah Tangga (DPK RT) pada triwulan IV 2017 tercatat
tumbuh sebesar 9,59% (yoy) atau menurun
dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh sebesar
11,14% (yoy). Sektor DPK RT masih mendominasi
pangsa DPK Perbankan di Jawa Tengah dengan rasio
sebesar 75,37% atau meningkat dibandingkan pangsa
pada triwulan III 2017 sebesar 71,51%.
4.1.2.2. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga Perseorangan (DPK RT) di Perbankan
78
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
79
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.12 Perkembangan NPL Kredit Pemilikan Rumah di Jawa Tengah
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TOKO (RUKO) ATAU RUMAH KANTOR (RUKAN)
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL S.D. TIPE 21
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE 22 S.D. 70
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE DIATAS 70
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
1%
2%
2%
3%
3%
4%
4%
5%
5%
Grafik 4.10 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumahdi Jawa Tengah
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TOKO (RUKO) ATAU RUMAH KANTOR (RUKAN)
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL S.D. TIPE 21
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE 22 S.D. 70
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE DIATAS 70
0%
10%
20%
30%
40%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 2.11 Pangsa Kredit Pemilikan Rumah di Jawa TengahSumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL S.D. TIPE 21KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE 22 S.D. 70KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE DIATAS 70KREDIT PEMILIKIAN FLAT/APARTEMENKREDIT PEMILIKAN RUMAH TOKO (RUKO)ATAU RUMAH KANTOR (RUKAN)
13.22%53.39%26.96%
1.28%5.15%
Pada triwulan IV 2017, kredit pemilikian rumah
(KPR) tumbuh sebesar 9,61% (yoy) atau lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang
tumbuh sebesar 6,42% (yoy). Pendorong utama
ekspansi KPR tersebut utamanya disebabkan akselerasi
KPR untuk golongan rumah tinggal tipe 22 s.d. 70 yang
tumbuh sebesar 12,92% (yoy) pada triwulan IV 2017,
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 12,07% (yoy). Hal tersebut mengindikasikan
bahwa peningkatan investasi rumah tinggal oleh
kalangan masyarakat berpenghasilan menengah
menunjukkan peningkatan pada triwulan laporan
dibandingkan triwulan III 2017. Selanjutnya, KPR untuk
golongan rumah tinggal tipe 22 s.d. 70 juga masih
menjadi kontributor utama KPR perbankan di Jawa
Tengah dengan pangsa sebesar 53,39%, diikuti oleh
KPR rumah tinggal tipe diatas 70 (26,96%), dan KPR
rumah tinggal tipe 21 (13,22%).
Secara agregat, kredit pemilikan rumah pada
triwulan IV 2017 mengalami perbaikan kualitas
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini
tercermin dari rasio NPL KPR untuk rumah tinggal
seluruh golongan dan KPR untuk Ruko dan Rukan, yang
seluruhnya menunjukkan tren penurunan rasio NPL
pada triwulan IV 2017. Namun demikian, hal yang perlu
diwaspadai adalah KPR golongan flat/apartemen tipe
diatas 21 pada triwulan IV 2017 dengan NPL tercatat
sebesar 9,56%, atau meningkat dibandingkan triwulan
III 2017 yang tercatat sebesar 3,43%. Tren peningkatan
rasio NPL untuk KPR flat/apartemen tipe diatas 21
tersebut telah berlangsung selama 2 (dua) tahun
terakhir, dengan rasio NPL pada triwulan laporan ini
merupakan yang tertinggi sejak tahun 2012.
Selanjutnya, pada triwulan IV 2017 kredit
kendaraan bermotor (KKB) menga lami
pertumbuhan sebesar 6,37% (yoy) atau lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang
tumbuh sebesar 3,61% (yoy). Pertumbuhan kredit
kendaraan bermotor (KKB) untuk kepemilikan mobil
roda empat sebesar 13,41% (yoy) pada triwulan IV
2017, masih menjadi pendorong ekspansi kredit
kendaraan bermotor (KKB) di Jawa Tengah. Sedangkan
ekspansi KKB untuk kepemilikan sepeda bermotor,
justru menunjukkan kinerja negatif atau kontraksi
sebesar 13,10% (yoy) pada triwulan IV 2017, turun
lebih dalam dibandingkan triwulan III 2017 yang
tercatat sebesar 11,61% (yoy). Tren penurunan
Grafik 4.8 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Jawa Tengah
Grafik 4.9 Perkembangan Pangsa Kredit Rumah Tangga Jawa Tengah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%Pertumbuhan (% YOY)
KPR KKB PERLENGKAPAN RT - SKALA KANAN MULTIGUNA LAINNYATOTAL
-5
0
5
10
15
20
25
30
KREDIT PEMILIKAN RUMAH KREDIT KENDARAAN BERMOTORKREDIT PERLENGKAPAN RT KREDIT MULTIGUNA DAN LAINNYA
LAINNYA
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I II
2017IIII II III IV
2013-50%
-25%
0%
25%
50%
75%
100%
125%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
kontributor utama pertumbuhan kredit RT. Selanjutnya,
kredit multiguna juga mendorong peningkatan yang
lebih tinggi pada kredit RT, dengan pangsa sebesar
26,39% dan pertumbuhan sebesar 11,31%.
Pada triwulan laporan ini, kredit RT Jawa Tengah
menunjukkan penurunan risiko kerentanan yang
diindikasikan dengan penurunan rasio NPL. Rasio
NPL Kredit RT di Jawa Tengah mengalami penurunan
dari sebesar 1,26% pada triwulan lalu, menjadi sebesar
1,09% pada triwulan IV 2017. Secara agregat, tren
penurunan rasio NPL pada triwulan ini berlangsung
pada seluruh jenis kredit RT, yaitu kredit pemilikan
rumah, kredit kendaraan bermotor, kredit multiguna,
serta kredit lainnya.
atau lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang
tercatat sebesar 8,68% (yoy). Pertumbuhan terbesar
kredit RT terjadi pada kelompok kredit perlengkapan
rumah tangga sebesar 58,72% (yoy), yang telah
mengalami tren akselerasi pertumbuhan sejak triwulan
I 2017. Hal ini sejalan dengan peningkatan konsumsi
masyarakat akan produk telekomunikasi, komputer,
dan alat elektronik lainnya.
Sementara itu berdasarkan andilnya, peningkatan
kredit RT pada triwulan IV 2017 terutama
ditopang oleh kelompok kredit lainnya serta
kelompok kredit multiguna. Dengan pangsa sebesar
37,99% serta pertumbuhan sebesar 10,05% (yoy)
pada triwulan IV 2017, kredit lainnya menjadi
KOMODITAS
KREDIT RUMAH TANGGA
PEMILIKAN RUMAH TINGGAL S.D. TIPE 21
PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE 22 S.D. 70
PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE DIATAS 70
PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN S.D. TIPE 21
PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE 22 S.D. 70
PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE DIATAS 70
PEMILIKAN RUMAH TOKO (RUKO) ATAU RUMAH KANTOR (RUKAN)
PEMILIKAN MOBIL RODA EMPAT
PEMILIKAN SEPEDA BERMOTOR
PEMILIKAN TRUK DAN KENDARAAN RODA ENAM ATAU LEBIH
PEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR LAINNYA
PEMILIKAN FURNITUR DAN PERALATAN RUMAH TANGGA
PEMILIKAN TELEVISI, RADIO, DAN ALAT ELEKTRONIK
PEMILIKAN KOMPUTER DAN ALAT KOMUNIKASI
PEMILIKAN PERALATAN LAINNYA
KEPERLUAN MULTIGUNA
KEPERLUAN LAINNYA
2017
1,17%
2,68%
1,70%
2,97%
1,63%
2,43%
3,37%
4,59%
0,75%
1,92%
1,30%
0,37%
1,09%
0,95%
4,29%
0,85%
1,02%
0,51%
I
1,21%
2,80%
1,84%
3,05%
4,25%
2,45%
3,36%
4,19%
0,83%
2,02%
1,36%
1,71%
1,24%
1,79%
2,97%
0,60%
1,03%
0,57%
II III
1,26%
2,90%
1,80%
3,36%
3,43%
2,87%
3,60%
3,36%
1,13%
1,73%
1,77%
3,94%
0,84%
2,10%
8,29%
0,68%
1,09%
0,57%
IV
1,09%
2,64%
1,37%
2,89%
9,56%
2,01%
2,23%
2,75%
1,02%
1,58%
2,55%
2,54%
0,42%
1,46%
3,45%
0,70%
1,01%
0,52%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2016
1,20%
1,95%
1,91%
2,76%
0,29%
3,50%
6,73%
4,29%
0,73%
1,88%
1,16%
2,27%
6,75%
0,23%
5,52%
1,28%
1,04%
0,53%
I
1,18%
2,08%
1,83%
2,83%
5,31%
2,27%
4,64%
3,77%
0,63%
2,38%
0,70%
2,10%
6,48%
0,27%
2,08%
1,10%
1,04%
0,51%
II III
1,23%
2,56%
1,85%
2,98%
1,92%
2,04%
6,81%
3,95%
0,78%
2,17%
1,04%
2,23%
2,59%
0,90%
2,97%
1,05%
1,05%
0,55%
IV
1,06%
2,23%
1,52%
2,50%
0,04%
3,00%
3,94%
4,33%
0,77%
1,89%
1,80%
0,40%
1,76%
0,31%
3,09%
1,02%
0,89%
0,47%
Tabel 4.2 Perkembangan Rasio Non-Performing Loan Kredit Rumah Tangga Jawa Tengah
80
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
81
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.12 Perkembangan NPL Kredit Pemilikan Rumah di Jawa Tengah
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TOKO (RUKO) ATAU RUMAH KANTOR (RUKAN)
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL S.D. TIPE 21
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE 22 S.D. 70
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE DIATAS 70
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
1%
2%
2%
3%
3%
4%
4%
5%
5%
Grafik 4.10 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumahdi Jawa Tengah
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TOKO (RUKO) ATAU RUMAH KANTOR (RUKAN)
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL S.D. TIPE 21
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE 22 S.D. 70
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE DIATAS 70
0%
10%
20%
30%
40%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 2.11 Pangsa Kredit Pemilikan Rumah di Jawa TengahSumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL S.D. TIPE 21KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE 22 S.D. 70KREDIT PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE DIATAS 70KREDIT PEMILIKIAN FLAT/APARTEMENKREDIT PEMILIKAN RUMAH TOKO (RUKO)ATAU RUMAH KANTOR (RUKAN)
13.22%53.39%26.96%
1.28%5.15%
Pada triwulan IV 2017, kredit pemilikian rumah
(KPR) tumbuh sebesar 9,61% (yoy) atau lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang
tumbuh sebesar 6,42% (yoy). Pendorong utama
ekspansi KPR tersebut utamanya disebabkan akselerasi
KPR untuk golongan rumah tinggal tipe 22 s.d. 70 yang
tumbuh sebesar 12,92% (yoy) pada triwulan IV 2017,
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 12,07% (yoy). Hal tersebut mengindikasikan
bahwa peningkatan investasi rumah tinggal oleh
kalangan masyarakat berpenghasilan menengah
menunjukkan peningkatan pada triwulan laporan
dibandingkan triwulan III 2017. Selanjutnya, KPR untuk
golongan rumah tinggal tipe 22 s.d. 70 juga masih
menjadi kontributor utama KPR perbankan di Jawa
Tengah dengan pangsa sebesar 53,39%, diikuti oleh
KPR rumah tinggal tipe diatas 70 (26,96%), dan KPR
rumah tinggal tipe 21 (13,22%).
Secara agregat, kredit pemilikan rumah pada
triwulan IV 2017 mengalami perbaikan kualitas
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini
tercermin dari rasio NPL KPR untuk rumah tinggal
seluruh golongan dan KPR untuk Ruko dan Rukan, yang
seluruhnya menunjukkan tren penurunan rasio NPL
pada triwulan IV 2017. Namun demikian, hal yang perlu
diwaspadai adalah KPR golongan flat/apartemen tipe
diatas 21 pada triwulan IV 2017 dengan NPL tercatat
sebesar 9,56%, atau meningkat dibandingkan triwulan
III 2017 yang tercatat sebesar 3,43%. Tren peningkatan
rasio NPL untuk KPR flat/apartemen tipe diatas 21
tersebut telah berlangsung selama 2 (dua) tahun
terakhir, dengan rasio NPL pada triwulan laporan ini
merupakan yang tertinggi sejak tahun 2012.
Selanjutnya, pada triwulan IV 2017 kredit
kendaraan bermotor (KKB) menga lami
pertumbuhan sebesar 6,37% (yoy) atau lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang
tumbuh sebesar 3,61% (yoy). Pertumbuhan kredit
kendaraan bermotor (KKB) untuk kepemilikan mobil
roda empat sebesar 13,41% (yoy) pada triwulan IV
2017, masih menjadi pendorong ekspansi kredit
kendaraan bermotor (KKB) di Jawa Tengah. Sedangkan
ekspansi KKB untuk kepemilikan sepeda bermotor,
justru menunjukkan kinerja negatif atau kontraksi
sebesar 13,10% (yoy) pada triwulan IV 2017, turun
lebih dalam dibandingkan triwulan III 2017 yang
tercatat sebesar 11,61% (yoy). Tren penurunan
Grafik 4.8 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Jawa Tengah
Grafik 4.9 Perkembangan Pangsa Kredit Rumah Tangga Jawa Tengah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%Pertumbuhan (% YOY)
KPR KKB PERLENGKAPAN RT - SKALA KANAN MULTIGUNA LAINNYATOTAL
-5
0
5
10
15
20
25
30
KREDIT PEMILIKAN RUMAH KREDIT KENDARAAN BERMOTORKREDIT PERLENGKAPAN RT KREDIT MULTIGUNA DAN LAINNYA
LAINNYA
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I II
2017IIII II III IV
2013-50%
-25%
0%
25%
50%
75%
100%
125%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
kontributor utama pertumbuhan kredit RT. Selanjutnya,
kredit multiguna juga mendorong peningkatan yang
lebih tinggi pada kredit RT, dengan pangsa sebesar
26,39% dan pertumbuhan sebesar 11,31%.
Pada triwulan laporan ini, kredit RT Jawa Tengah
menunjukkan penurunan risiko kerentanan yang
diindikasikan dengan penurunan rasio NPL. Rasio
NPL Kredit RT di Jawa Tengah mengalami penurunan
dari sebesar 1,26% pada triwulan lalu, menjadi sebesar
1,09% pada triwulan IV 2017. Secara agregat, tren
penurunan rasio NPL pada triwulan ini berlangsung
pada seluruh jenis kredit RT, yaitu kredit pemilikan
rumah, kredit kendaraan bermotor, kredit multiguna,
serta kredit lainnya.
atau lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang
tercatat sebesar 8,68% (yoy). Pertumbuhan terbesar
kredit RT terjadi pada kelompok kredit perlengkapan
rumah tangga sebesar 58,72% (yoy), yang telah
mengalami tren akselerasi pertumbuhan sejak triwulan
I 2017. Hal ini sejalan dengan peningkatan konsumsi
masyarakat akan produk telekomunikasi, komputer,
dan alat elektronik lainnya.
Sementara itu berdasarkan andilnya, peningkatan
kredit RT pada triwulan IV 2017 terutama
ditopang oleh kelompok kredit lainnya serta
kelompok kredit multiguna. Dengan pangsa sebesar
37,99% serta pertumbuhan sebesar 10,05% (yoy)
pada triwulan IV 2017, kredit lainnya menjadi
KOMODITAS
KREDIT RUMAH TANGGA
PEMILIKAN RUMAH TINGGAL S.D. TIPE 21
PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE 22 S.D. 70
PEMILIKAN RUMAH TINGGAL TIPE DIATAS 70
PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN S.D. TIPE 21
PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE 22 S.D. 70
PEMILIKAN FLAT ATAU APARTEMEN TIPE DIATAS 70
PEMILIKAN RUMAH TOKO (RUKO) ATAU RUMAH KANTOR (RUKAN)
PEMILIKAN MOBIL RODA EMPAT
PEMILIKAN SEPEDA BERMOTOR
PEMILIKAN TRUK DAN KENDARAAN RODA ENAM ATAU LEBIH
PEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR LAINNYA
PEMILIKAN FURNITUR DAN PERALATAN RUMAH TANGGA
PEMILIKAN TELEVISI, RADIO, DAN ALAT ELEKTRONIK
PEMILIKAN KOMPUTER DAN ALAT KOMUNIKASI
PEMILIKAN PERALATAN LAINNYA
KEPERLUAN MULTIGUNA
KEPERLUAN LAINNYA
2017
1,17%
2,68%
1,70%
2,97%
1,63%
2,43%
3,37%
4,59%
0,75%
1,92%
1,30%
0,37%
1,09%
0,95%
4,29%
0,85%
1,02%
0,51%
I
1,21%
2,80%
1,84%
3,05%
4,25%
2,45%
3,36%
4,19%
0,83%
2,02%
1,36%
1,71%
1,24%
1,79%
2,97%
0,60%
1,03%
0,57%
II III
1,26%
2,90%
1,80%
3,36%
3,43%
2,87%
3,60%
3,36%
1,13%
1,73%
1,77%
3,94%
0,84%
2,10%
8,29%
0,68%
1,09%
0,57%
IV
1,09%
2,64%
1,37%
2,89%
9,56%
2,01%
2,23%
2,75%
1,02%
1,58%
2,55%
2,54%
0,42%
1,46%
3,45%
0,70%
1,01%
0,52%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2016
1,20%
1,95%
1,91%
2,76%
0,29%
3,50%
6,73%
4,29%
0,73%
1,88%
1,16%
2,27%
6,75%
0,23%
5,52%
1,28%
1,04%
0,53%
I
1,18%
2,08%
1,83%
2,83%
5,31%
2,27%
4,64%
3,77%
0,63%
2,38%
0,70%
2,10%
6,48%
0,27%
2,08%
1,10%
1,04%
0,51%
II III
1,23%
2,56%
1,85%
2,98%
1,92%
2,04%
6,81%
3,95%
0,78%
2,17%
1,04%
2,23%
2,59%
0,90%
2,97%
1,05%
1,05%
0,55%
IV
1,06%
2,23%
1,52%
2,50%
0,04%
3,00%
3,94%
4,33%
0,77%
1,89%
1,80%
0,40%
1,76%
0,31%
3,09%
1,02%
0,89%
0,47%
Tabel 4.2 Perkembangan Rasio Non-Performing Loan Kredit Rumah Tangga Jawa Tengah
80
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
81
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.16 Perkembangan Pertumbuhan Aset Perbankan di Pulau Jawa Grafik 4.17 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Perbankan di Pulau Jawa
NASIONAL JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAHD.I. YOGYAKARTADKI JAKARTA JAWA TIMUR
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
NASIONAL JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAHD.I. YOGYAKARTADKI JAKARTA JAWA TIMUR
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
diatas 21 pada triwulan IV 2017 dengan NPL tercatat
sebesar 9,56%, atau meningkat dibandingkan triwulan
III 2017 yang tercatat sebesar 3,43%. Tren peningkatan
rasio NPL untuk KPR flat/apartemen tipe diatas 21
tersebut telah berlangsung selama 2 (dua) tahun
terakhir, dengan rasio NPL pada triwulan laporan ini
merupakan yang tertinggi sejak tahun 2012.
pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah tersebut
lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan aset
perbankan nasional yang tercatat sebesar 10,06% (yoy)
pada triwulan laporan. Sejalan dengan deselerasi
pertumbuhan aset perbankan nasional, kinerja aset
perbankan d i kawasan Jawa secara umum
menunjukkan perlambatan, dengan pengecualian
perbankan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
yang menunjukkan tren peningkatan pertumbuhan
aset.
Sementara itu, fungsi intermediasi perbankan
J a w a Te n g a h m e n u n j u k k a n p e r b a i k a n
dibandingkan triwulan lalu. Pada triwulan IV 2017,
penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah tumbuh
9,15% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III
2017 yang tercatat sebesar 9,07% (yoy). Total kredit
perbankan Jawa Tengah yang tersalurkan pada
triwulan ini tercatat sebesar Rp258,42 triliun. Kinerja
ekspansi kredit perbankan di Jawa Tengah pada
triwulan laporan tercatat lebih tinggi dibandingkan
kinerja perbankan di tingkat nasional yang tumbuh
sebesar 8,26% (yoy). Tren akselerasi pertumbuhan
kredit perbankan di Jawa Tengah tersebut juga sejalan
dengan tren pertumbuhan kredit perbankan nasional
maupun perbankan di Jawa yang seluruhnya
menunjukkan arah peningkatan. Berdasarkan jenis
penggunaan, peningkatan ekspansi kredit perbankan
Jawa Tengah disebabkan oleh peningkatan kinerja
84.2. KONDISI UMUM PERBANKAN JAWA TENGAHPada triwulan IV 2017, kinerja perbankan di Jawa
Tengah menunjukkan perkembangan yang
beragam. Indikator utama perbankan berupa
pertumbuhan aset dan dana pihak ketiga yang
dihimpun oleh perbankan Jawa Tengah menunjukkan
perlambatan dibandingkan triwulan III 2017, sejalan
dengan tren nasional dan Pulau Jawa pada umumnya.
Sementara itu, kinerja ekspansi dan kualitas kredit
menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Secara tahunan, total aset perbankan di Jawa
Tengah mengalami perlambatan pada triwulan IV
2017. Total aset perbankan Jawa Tengah tercatat
sebesar Rp353,26 triliun atau mengalami pertumbuhan
sebesar 10,56% (yoy) pada triwulan laporan; tumbuh
lebih rendah dibandingkan triwulan III 2017 yang
tercatat sebesar 11,26% (yoy). Total aset bank umum di
Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar
Rp353,26 Tr i l iun. Namun demikian, k iner ja
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank8.
Grafik 4.15 Pangsa Kredit Kendaraan Bermotor di Jawa TengahSumber: Bank Indonesia, diolah
KREDIT PEMILIKAN MOBIL RODA EMPATKREDIT PEMILIKAN SEPEDA BERMOTORKREDIT PEMILIKAN TRUK DAN KENDARAAN BERMOTORRODA ENAM ATAU LEBIHKREDIT PEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR LAINNYA
71.72%26.25%
1.64%0.39%
Grafik 4.13 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Kendaraan Bermotordi Jawa Tengah
-30%
-10%
10%
30%
50%
70%
90%
KKB MOBIL RODA EMPAT KKB SEPEDA BERMOTOR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 4.14 Perkembangan NPL Kredit Kendaraan Bermotordi Jawa Tengah
KKB MOBIL RODA EMPAT KKB SEPEDA BERMOTOR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
mobil roda empat serta KKB sepeda bermotor, yang
seluruhnya menunjukkan tren penurunan rasio NPL
pada triwulan IV 2017.
Pada triwulan IV 2017, kredit pemilikian rumah
(KPR) tumbuh sebesar 9,61% (yoy) atau lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang
tumbuh sebesar 6,42% (yoy). Pendorong utama
ekspansi KPR tersebut utamanya disebabkan akselerasi
KPR untuk golongan rumah tinggal tipe 22 s.d. 70 yang
tumbuh sebesar 12,92% (yoy) pada triwulan IV 2017,
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 12,07% (yoy). Hal tersebut mengindikasikan
bahwa peningkatan investasi rumah tinggal oleh
kalangan masyarakat berpenghasilan menengah
menunjukkan peningkatan pada triwulan laporan
dibandingkan triwulan III 2017. Selanjutnya, KPR untuk
golongan rumah tinggal tipe 22 s.d. 70 juga masih
menjadi kontributor utama KPR perbankan di Jawa
Tengah dengan pangsa sebesar 53,39%, diikuti oleh
KPR rumah tinggal tipe diatas 70 (26,96%), dan KPR
rumah tinggal tipe 21 (13,22%).
Secara agregat, kredit pemilikan rumah pada
triwulan IV 2017 mengalami perbaikan kualitas
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini
tercermin dari rasio NPL KPR untuk rumah tinggal
seluruh golongan dan KPR untuk Ruko dan Rukan, yang
seluruhnya menunjukkan tren penurunan rasio NPL
pada triwulan IV 2017. Namun demikian, hal yang perlu
diwaspadai adalah KPR golongan flat/apartemen tipe
ekspansi KKB sepeda bermotor pada perbankan di
Jawa Tengah telah berlangsung sejak tahun 2014 dan
diperkirakan akan ber lanjut se ir ing dengan
meningkatnya preferensi masyarakat terhadap
perusahaan pembiayaan sebagai sumber pembiayaan
alternatif. Selanjutnya, KKB untuk kepemilikan mobil
roda empat masih menjadi kontributor utama KKB
perbankan di Jawa Tengah dengan pangsa sebesar
71,72%, diikuti oleh KKB sepeda bermotor dengan
pangsa sebesar 26,25%. Dengan pangsa sebesar
1,64%, volatilitas ekspansi KKB untuk kepemilikan truk
dan kendaraan bermotor roda enam atau lebih,
berdampak tidak signifikan terhadap kinerja KKB
perbankan di Jawa Tengah.
Secara agregat, kualitas kredit kendaraan
bermotor (KKB) pada triwulan IV 2017 mengalami
perbaikan dengan penurunan rasio NPL dari
1,31% pada triwulan lalu menjadi sebesar 1,20%
pada triwulan IV 2017. Perbaikan risiko kerentanan
kredit kendaraan bermotor juga tercermin dari KKB
82
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
83
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.16 Perkembangan Pertumbuhan Aset Perbankan di Pulau Jawa Grafik 4.17 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Perbankan di Pulau Jawa
NASIONAL JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAHD.I. YOGYAKARTADKI JAKARTA JAWA TIMUR
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
NASIONAL JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAHD.I. YOGYAKARTADKI JAKARTA JAWA TIMUR
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
diatas 21 pada triwulan IV 2017 dengan NPL tercatat
sebesar 9,56%, atau meningkat dibandingkan triwulan
III 2017 yang tercatat sebesar 3,43%. Tren peningkatan
rasio NPL untuk KPR flat/apartemen tipe diatas 21
tersebut telah berlangsung selama 2 (dua) tahun
terakhir, dengan rasio NPL pada triwulan laporan ini
merupakan yang tertinggi sejak tahun 2012.
pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah tersebut
lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan aset
perbankan nasional yang tercatat sebesar 10,06% (yoy)
pada triwulan laporan. Sejalan dengan deselerasi
pertumbuhan aset perbankan nasional, kinerja aset
perbankan d i kawasan Jawa secara umum
menunjukkan perlambatan, dengan pengecualian
perbankan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
yang menunjukkan tren peningkatan pertumbuhan
aset.
Sementara itu, fungsi intermediasi perbankan
J a w a Te n g a h m e n u n j u k k a n p e r b a i k a n
dibandingkan triwulan lalu. Pada triwulan IV 2017,
penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah tumbuh
9,15% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III
2017 yang tercatat sebesar 9,07% (yoy). Total kredit
perbankan Jawa Tengah yang tersalurkan pada
triwulan ini tercatat sebesar Rp258,42 triliun. Kinerja
ekspansi kredit perbankan di Jawa Tengah pada
triwulan laporan tercatat lebih tinggi dibandingkan
kinerja perbankan di tingkat nasional yang tumbuh
sebesar 8,26% (yoy). Tren akselerasi pertumbuhan
kredit perbankan di Jawa Tengah tersebut juga sejalan
dengan tren pertumbuhan kredit perbankan nasional
maupun perbankan di Jawa yang seluruhnya
menunjukkan arah peningkatan. Berdasarkan jenis
penggunaan, peningkatan ekspansi kredit perbankan
Jawa Tengah disebabkan oleh peningkatan kinerja
84.2. KONDISI UMUM PERBANKAN JAWA TENGAHPada triwulan IV 2017, kinerja perbankan di Jawa
Tengah menunjukkan perkembangan yang
beragam. Indikator utama perbankan berupa
pertumbuhan aset dan dana pihak ketiga yang
dihimpun oleh perbankan Jawa Tengah menunjukkan
perlambatan dibandingkan triwulan III 2017, sejalan
dengan tren nasional dan Pulau Jawa pada umumnya.
Sementara itu, kinerja ekspansi dan kualitas kredit
menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Secara tahunan, total aset perbankan di Jawa
Tengah mengalami perlambatan pada triwulan IV
2017. Total aset perbankan Jawa Tengah tercatat
sebesar Rp353,26 triliun atau mengalami pertumbuhan
sebesar 10,56% (yoy) pada triwulan laporan; tumbuh
lebih rendah dibandingkan triwulan III 2017 yang
tercatat sebesar 11,26% (yoy). Total aset bank umum di
Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar
Rp353,26 Tr i l iun. Namun demikian, k iner ja
Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank8.
Grafik 4.15 Pangsa Kredit Kendaraan Bermotor di Jawa TengahSumber: Bank Indonesia, diolah
KREDIT PEMILIKAN MOBIL RODA EMPATKREDIT PEMILIKAN SEPEDA BERMOTORKREDIT PEMILIKAN TRUK DAN KENDARAAN BERMOTORRODA ENAM ATAU LEBIHKREDIT PEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR LAINNYA
71.72%26.25%
1.64%0.39%
Grafik 4.13 Perkembangan Pertumbuhan Kredit Kendaraan Bermotordi Jawa Tengah
-30%
-10%
10%
30%
50%
70%
90%
KKB MOBIL RODA EMPAT KKB SEPEDA BERMOTOR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 4.14 Perkembangan NPL Kredit Kendaraan Bermotordi Jawa Tengah
KKB MOBIL RODA EMPAT KKB SEPEDA BERMOTOR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
mobil roda empat serta KKB sepeda bermotor, yang
seluruhnya menunjukkan tren penurunan rasio NPL
pada triwulan IV 2017.
Pada triwulan IV 2017, kredit pemilikian rumah
(KPR) tumbuh sebesar 9,61% (yoy) atau lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang
tumbuh sebesar 6,42% (yoy). Pendorong utama
ekspansi KPR tersebut utamanya disebabkan akselerasi
KPR untuk golongan rumah tinggal tipe 22 s.d. 70 yang
tumbuh sebesar 12,92% (yoy) pada triwulan IV 2017,
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 12,07% (yoy). Hal tersebut mengindikasikan
bahwa peningkatan investasi rumah tinggal oleh
kalangan masyarakat berpenghasilan menengah
menunjukkan peningkatan pada triwulan laporan
dibandingkan triwulan III 2017. Selanjutnya, KPR untuk
golongan rumah tinggal tipe 22 s.d. 70 juga masih
menjadi kontributor utama KPR perbankan di Jawa
Tengah dengan pangsa sebesar 53,39%, diikuti oleh
KPR rumah tinggal tipe diatas 70 (26,96%), dan KPR
rumah tinggal tipe 21 (13,22%).
Secara agregat, kredit pemilikan rumah pada
triwulan IV 2017 mengalami perbaikan kualitas
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini
tercermin dari rasio NPL KPR untuk rumah tinggal
seluruh golongan dan KPR untuk Ruko dan Rukan, yang
seluruhnya menunjukkan tren penurunan rasio NPL
pada triwulan IV 2017. Namun demikian, hal yang perlu
diwaspadai adalah KPR golongan flat/apartemen tipe
ekspansi KKB sepeda bermotor pada perbankan di
Jawa Tengah telah berlangsung sejak tahun 2014 dan
diperkirakan akan ber lanjut se ir ing dengan
meningkatnya preferensi masyarakat terhadap
perusahaan pembiayaan sebagai sumber pembiayaan
alternatif. Selanjutnya, KKB untuk kepemilikan mobil
roda empat masih menjadi kontributor utama KKB
perbankan di Jawa Tengah dengan pangsa sebesar
71,72%, diikuti oleh KKB sepeda bermotor dengan
pangsa sebesar 26,25%. Dengan pangsa sebesar
1,64%, volatilitas ekspansi KKB untuk kepemilikan truk
dan kendaraan bermotor roda enam atau lebih,
berdampak tidak signifikan terhadap kinerja KKB
perbankan di Jawa Tengah.
Secara agregat, kualitas kredit kendaraan
bermotor (KKB) pada triwulan IV 2017 mengalami
perbaikan dengan penurunan rasio NPL dari
1,31% pada triwulan lalu menjadi sebesar 1,20%
pada triwulan IV 2017. Perbaikan risiko kerentanan
kredit kendaraan bermotor juga tercermin dari KKB
82
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
83
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.22 Perkembangan Pertumbuhan Indikator PerbankanJawa Tengah
%
ASET DPK KREDIT LDR - SKALA KANAN
0
5
10
15
20
25
80%
85%
90%
95%
100%
105%
110%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
ASET DPK KREDIT
Grafik 4.21 Perkembangan Indikator Perbankan Jawa Tengah
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
300
350
400
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Peningkatan rasio LDR perbankan di Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 juga sejalan dengan tren peningkatan
rasio LDR nasional dan kawasan Jawa.
menurun dibanding triwulan III 2017 yang tercatat
sebanyak 3.228 kantor. Penurunan tersebut terjadi
pada kelompok Bank Swasta Nasional khususnya pada
infrastruktur kantor cabang pembantu yang telah
berkurang sebanyak 18 kantor dari jumlah semula 945
kantor menjadi 927 kantor pada triwulan ini. Tren
penurunan jaringan kantor bank tersebut umumnya
didasarkan pada alasan efisiensi biaya operasional
sekaligus mengoptimalkan agen Layanan Keuangan
Digital yang telah berjalan di masyarakat.
4.2.1. Perkembangan Bank Umum4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor BankJumlah jaringan kantor bank umum di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017 mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan laporan, jumlah kantor bank umum di
Jawa Tengah tercatat sebesar 3.185 kantor atau
KOMODITAS
Tabel 4.3 Perkembangan Jaringan Kantor Perbankan di Jawa Tengah
2016
BANK KONVENSIONAL
JUMLAH BANK UMUM
JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)
JUMLAH KANTOR BANK UMUM
JUMLAH KANTOR BANK UMUM MENURUT
BANK PEMERINTAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK PEMERINTAH DAERAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK SWASTA NASIONAL
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK ASING DAN BANK CAMPURAN
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
IV
2017
55
1
3.303
1.983
-
92
1.666
225
340
1
49
130
160
953
-
188
666
99
27
-
19
8
-
I
54
1
3.242
1.925
-
92
1.608
225
343
1
49
133
160
945
-
187
662
96
29
-
20
8
1
II III
53
1
3.228
1.934
-
92
1.610
232
340
1
49
130
160
927
-
186
647
94
27
-
19
8
-
IV
53
1
3.185
1.934
92
1.610
232
340
1
49
130
160
884
186
604
94
27
19
8
2015
IV
55
1
3.318
1.974
-
89
1.664
221
359
1
49
149
160
964
-
186
671
107
21
-
14
7
-
2014
IV
54
1
3.333
1.941
-
80
1.652
209
313
1
45
120
147
1.058
-
193
774
91
21
-
14
7
-
53
1
3.479
2.052
-
80
1.784
188
305
1
44
114
146
1.101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolahGrafik 4.20 Perkembangan Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR)
Perbankan Jawa Tengah
NASIONAL JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAHD.I. YOGYAKARTADKI JAKARTA JAWA TIMUR
50%
60%
70%
80%
90%
100%
110%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 4.18 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perbankandi Jawa Tengah
Grafik 4.19 Perkembangan Rasio Non-Performing Loan (NPL)Kredit Perbankan Jawa Tengah
NASIONAL JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAHD.I. YOGYAKARTADKI JAKARTA JAWA TIMUR
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
NASIONAL JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAHD.I. YOGYAKARTADKI JAKARTA JAWA TIMUR
0.00%
0.50%
1.00%
1.50%
2.00%
2.50%
3.00%
3.50%
4.00%
4.50%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IVI II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017II III IV
pada level 1,69% atau menurun dibandingkan NPL
sebelumnya yang tercatat sebesar 3,00%. Perbaikan
kualitas kredit perbankan Jawa Tengah ini juga sejalan
dengan tren perbaikan kualitas kredit nasional dan
Pulau Jawa secara keseluruhan. Selanjutnya, rasio NPL
perbankan Jawa Tengah juga tercatat lebih rendah
dibandingkan rasio NPL nasional yang tercatat sebesar
1,85%.
Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017 mengalami
peningkatan. Rasio LDR perbankan Jawa Tengah pada
triwulan laporan tercatat sebesar 98,27%, meningkat
dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat sebesar
97,44%. Peningkatan rasio LDR ini sejalan dengan
fenomena pertumbuhan DPK perbankan di Jawa
Tengah yang mengalami perlambatan pada triwulan IV
2017. Selanjutnya, rasio LDR perbankan Jawa Tengah
juga tercatat lebih tinggi dibandingkan rasio LDR
perbankan nasional yang tercatat sebesar 90,39%.
serta merupakan yang tertinggi di kawasan Jawa.
kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 10,11% (yoy)
pada triwulan ini, lebih tinggi dibandingkan triwulan III
2017 yang tumbuh sebesar 9,47% (yoy).
Berbeda dengan kinerja kredit perbankan,
pertumbuhan DPK perbankan Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 mengalami penurunan. Pada
triwulan ini, DPK tumbuh sebesar 9,39% (yoy) atau
tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan III 2017
yang tercatat sebesar 12,68% (yoy). Deselerasi
pertumbuhan DPK perbankan di Jawa Tengah
utamanya disebabkan perlambatan pertumbuhan
komponen tabungan dan deposito yang tumbuh
masing-masing sebesar 12,19% (yoy) dan 5,79% (yoy)
pada triwulan berjalan, atau lebih rendah dibandingkan
triwulan III 2017 yang tercatat sebesar 13,70% (yoy)
dan 13,00% (yoy). DPK yang dihimpun perbankan
Jawa Tengah sebesar Rp262,97 triliun juga tumbuh
lebih tinggi dibandingkan DPK nasional yang tumbuh
sebesar 9,28% (yoy) atau sebesar sebesar Rp5.285,73
triliun. Tren perlambatan pertumbuhan DPK
perbankan di Jawa Tengah tersebut juga sejalan
dengan tren perlambatan perbankan di tingkat
nasional.
Sejalan dengan kinerja ekspansi kredit yang
mengalami peningkatan, kualitas kredit
perbankan Jawa Tengah juga tercatat mengalami
perbaikan pada triwulan IV 2017. Rasio Non-
Performing Loan (NPL) pada triwulan IV 2017 berada
84
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
85
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.22 Perkembangan Pertumbuhan Indikator PerbankanJawa Tengah
%
ASET DPK KREDIT LDR - SKALA KANAN
0
5
10
15
20
25
80%
85%
90%
95%
100%
105%
110%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
ASET DPK KREDIT
Grafik 4.21 Perkembangan Indikator Perbankan Jawa Tengah
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
300
350
400
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Peningkatan rasio LDR perbankan di Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 juga sejalan dengan tren peningkatan
rasio LDR nasional dan kawasan Jawa.
menurun dibanding triwulan III 2017 yang tercatat
sebanyak 3.228 kantor. Penurunan tersebut terjadi
pada kelompok Bank Swasta Nasional khususnya pada
infrastruktur kantor cabang pembantu yang telah
berkurang sebanyak 18 kantor dari jumlah semula 945
kantor menjadi 927 kantor pada triwulan ini. Tren
penurunan jaringan kantor bank tersebut umumnya
didasarkan pada alasan efisiensi biaya operasional
sekaligus mengoptimalkan agen Layanan Keuangan
Digital yang telah berjalan di masyarakat.
4.2.1. Perkembangan Bank Umum4.2.1.1. Perkembangan Jaringan Kantor BankJumlah jaringan kantor bank umum di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017 mengalami
penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada triwulan laporan, jumlah kantor bank umum di
Jawa Tengah tercatat sebesar 3.185 kantor atau
KOMODITAS
Tabel 4.3 Perkembangan Jaringan Kantor Perbankan di Jawa Tengah
2016
BANK KONVENSIONAL
JUMLAH BANK UMUM
JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)
JUMLAH KANTOR BANK UMUM
JUMLAH KANTOR BANK UMUM MENURUT
BANK PEMERINTAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK PEMERINTAH DAERAH
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK SWASTA NASIONAL
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
BANK ASING DAN BANK CAMPURAN
KANTOR PUSAT
KANTOR CABANG
KANTOR CABANG PEMBANTU
KANTOR KAS
IV
2017
55
1
3.303
1.983
-
92
1.666
225
340
1
49
130
160
953
-
188
666
99
27
-
19
8
-
I
54
1
3.242
1.925
-
92
1.608
225
343
1
49
133
160
945
-
187
662
96
29
-
20
8
1
II III
53
1
3.228
1.934
-
92
1.610
232
340
1
49
130
160
927
-
186
647
94
27
-
19
8
-
IV
53
1
3.185
1.934
92
1.610
232
340
1
49
130
160
884
186
604
94
27
19
8
2015
IV
55
1
3.318
1.974
-
89
1.664
221
359
1
49
149
160
964
-
186
671
107
21
-
14
7
-
2014
IV
54
1
3.333
1.941
-
80
1.652
209
313
1
45
120
147
1.058
-
193
774
91
21
-
14
7
-
53
1
3.479
2.052
-
80
1.784
188
305
1
44
114
146
1.101
-
192
828
81
21
-
14
6
1
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolahGrafik 4.20 Perkembangan Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR)
Perbankan Jawa Tengah
NASIONAL JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAHD.I. YOGYAKARTADKI JAKARTA JAWA TIMUR
50%
60%
70%
80%
90%
100%
110%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 4.18 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perbankandi Jawa Tengah
Grafik 4.19 Perkembangan Rasio Non-Performing Loan (NPL)Kredit Perbankan Jawa Tengah
NASIONAL JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAHD.I. YOGYAKARTADKI JAKARTA JAWA TIMUR
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
NASIONAL JAWA BARAT BANTEN JAWA TENGAHD.I. YOGYAKARTADKI JAKARTA JAWA TIMUR
0.00%
0.50%
1.00%
1.50%
2.00%
2.50%
3.00%
3.50%
4.00%
4.50%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IVI II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017II III IV
pada level 1,69% atau menurun dibandingkan NPL
sebelumnya yang tercatat sebesar 3,00%. Perbaikan
kualitas kredit perbankan Jawa Tengah ini juga sejalan
dengan tren perbaikan kualitas kredit nasional dan
Pulau Jawa secara keseluruhan. Selanjutnya, rasio NPL
perbankan Jawa Tengah juga tercatat lebih rendah
dibandingkan rasio NPL nasional yang tercatat sebesar
1,85%.
Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017 mengalami
peningkatan. Rasio LDR perbankan Jawa Tengah pada
triwulan laporan tercatat sebesar 98,27%, meningkat
dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat sebesar
97,44%. Peningkatan rasio LDR ini sejalan dengan
fenomena pertumbuhan DPK perbankan di Jawa
Tengah yang mengalami perlambatan pada triwulan IV
2017. Selanjutnya, rasio LDR perbankan Jawa Tengah
juga tercatat lebih tinggi dibandingkan rasio LDR
perbankan nasional yang tercatat sebesar 90,39%.
serta merupakan yang tertinggi di kawasan Jawa.
kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 10,11% (yoy)
pada triwulan ini, lebih tinggi dibandingkan triwulan III
2017 yang tumbuh sebesar 9,47% (yoy).
Berbeda dengan kinerja kredit perbankan,
pertumbuhan DPK perbankan Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 mengalami penurunan. Pada
triwulan ini, DPK tumbuh sebesar 9,39% (yoy) atau
tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan III 2017
yang tercatat sebesar 12,68% (yoy). Deselerasi
pertumbuhan DPK perbankan di Jawa Tengah
utamanya disebabkan perlambatan pertumbuhan
komponen tabungan dan deposito yang tumbuh
masing-masing sebesar 12,19% (yoy) dan 5,79% (yoy)
pada triwulan berjalan, atau lebih rendah dibandingkan
triwulan III 2017 yang tercatat sebesar 13,70% (yoy)
dan 13,00% (yoy). DPK yang dihimpun perbankan
Jawa Tengah sebesar Rp262,97 triliun juga tumbuh
lebih tinggi dibandingkan DPK nasional yang tumbuh
sebesar 9,28% (yoy) atau sebesar sebesar Rp5.285,73
triliun. Tren perlambatan pertumbuhan DPK
perbankan di Jawa Tengah tersebut juga sejalan
dengan tren perlambatan perbankan di tingkat
nasional.
Sejalan dengan kinerja ekspansi kredit yang
mengalami peningkatan, kualitas kredit
perbankan Jawa Tengah juga tercatat mengalami
perbaikan pada triwulan IV 2017. Rasio Non-
Performing Loan (NPL) pada triwulan IV 2017 berada
84
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
85
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.28 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perbankan Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO
Grafik 4.24 Perkembangan Pertumbuhan Tabungan Perbankandi Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok Nilai
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
KURANG DARI RP10 JUTA Rp10 - 100 JUTA Rp100 - 500 JUTA RP500JUTA - 1 MILIAR <10 JT >10 JT - 100 JT >100JT - 500JT >500JT - 1 M
Grafik 4.25 Perkembangan Pangsa Tabungan Perbankandi Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok Nilai
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
Grafik 4.26 Perkembangan Pertumbuhan Deposito Perbankandi Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok Nilai
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
>10 JT - 100 JT
Grafik 4.27 Perkembangan Pangsa Deposito Perbankandi Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok Nilai
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
-20.00%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
120.00%
>10 JT - 100 JT >100JT - 500JT >500JT - 1 M >1 M - 2 M >20M
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
80.0%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
>100JT - 500JT >500JT - 1 M >1 M - 2 M >20M
Sementara itu, kinerja giro perbankan Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017 menunjukkan
perkembangan yang relatif stabil. Pertumbuhan
komponen giro perbankan di Jawa Tengah pada
triwulan laporan tercatat sebesar 8,32% (yoy),
melambat relatif kecil dibandingkan triwulan III 2017
yang tercatat sebesar 8,36% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan giro Jawa Tengah terutama disebabkan
oleh rekening Pemerintah Daerah yang mengalami
kontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 0,22% (yoy), menjadi sebesar
15,68% (yoy) pada triwulan laporan. Hal ini
mencerminkan kebijakan Pemerintah Daerah untuk
mengurangi pembayaran melalui transaksi giro
perbankan.
Ketergantungan perbankan Jawa Tengah
terhadap deposan besar pada triwulan laporan
masih cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK
berdasarkan nilai, terlihat bahwa rekening dengan nilai
DPK di atas Rp 1 miliar hanya dimiliki oleh 0,08%
penduduk di Jawa Tengah, namun demikian porsi
kepemilikan tersebut memiliki pangsa sebesar 40,18%
dari total DPK perbankan di Jawa Tengah.
0-100 JUTA
100-500 JUTA
500 JT - 1 M
>1 M
TOTAL
DPK
Tabel 4.4 Pengelompokan DPK Berdasarkan Nilai
Nominal DPK(Rp Miliar)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
76.525
60.299
20.486
105.662
262.972
30.972.562
294.389
27.375
24.231
31.318.557
29,10%
22,93%
7,79%
40,18%
100,00%
98,90%
0,94%
0,09%
0,08%
100,00%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum Jawa Tengah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada
triwulan IV 2017 melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan
DPK tersebut disebabkan tertahannya pertumbuhan
seluruh komponen DPK, dengan penurunan terdalam
tercatat pada komponen deposito.
Pada triwulan IV 2017, komponen DPK berupa
tabungan tumbuh melambat sebesar 12,19%
(yoy) dari 13,70% (yoy) pada triwulan III 2017.
Per lambatan tersebut utamanya disebabkan
tertahannya komponen utama tabungan perbankan
Jawa Tengah, yaitu rekening swasta perseorangan
dengan pangsa 93,58%, Tabungan swasta
perseorangan tumbuh sebesar 10,72 % (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan III 2017 yang tumbuh
sebesar 12,26% (yoy). Walaupun mengalami
perlambatan pertumbuhan pada triwulan laporan,
pangsa tabungan swasta perseorangan mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan III 2017. Hal ini
disebabkan tabungan sektor Pemerintah khususnya
rekening tabungan Pemerintah Daerah mengalami
penurunan pangsanya terhadap tabungan perbankan
di Jawa Tengah menjadi sebesar 0,31% pada triwulan
IV 2017, dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 0,68%.
Berdasarkan kelompok nilainya, perlambatan tabungan
perbankan Jawa Tengah disebabkan tertahannya
pertumbuhan kelompok deposan nilai dengan nilai
tabungan Rp100-500 juta yang tumbuh melambat
sebesar 13,30% (yoy) pada triwulan IV 2017, lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 14,32% (yoy). Walaupun mengalami
perlambatan pada triwulan laporan, kelompok
tabungan dengan nilai Rp100-500 juta menunjukkan
tren peningkatan pangsanya terhadap tabungan
perbankan di Jawa Tengah pada periode 4 tahun
terakhir. Sementara itu kelompok tabungan dengan
nilai kurang dari Rp10 juta terus menunjukkan tren
penurunan pada 4 tahun terakhir.
Pertumbuhan deposito perbankan di Jawa Tengah
pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar 5,79%
(yoy) atau melambat dibandingkan triwulan III
2017 yang tercatat sebesar 12,99% (yoy). Sejalan
dengan perlambatan kinerja komponen tabungan,
komponen deposito juga mengalami perlambatan
pada rekening swasta perseorangan. Rekening swasta
perseorangan sebagai komponen pembentuk utama
deposito perbankan Jawa Tengah (67,95%), pada
triwulan IV 2017 tumbuh sebesar 8,50% (yoy), turun
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
10,95% (yoy). Lebih lanjut, penurunan kinerja deposito
perbankan di Jawa Tengah juga disebabkan kontraksi
deposito sektor swasta non lembaga keuangan yang
tercatat sebesar 21,13% (yoy), turun drastis
dibandingkan pertumbuhannya pada triwulan III 2017
yang tercatat sebesar 8,86% (yoy). Perkembangan
deposito perbankan di Jawa Tengah pada 4 tahun
terakhir menunjukkan tren peningkatan pertumbuhan
dan pangsa kontribusi oleh komponen deposito pada
kelompok nilai lebih dari Rp20 miliar.
86
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
87
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.28 Perkembangan Pertumbuhan DPK Perbankan Jawa Tengah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO
Grafik 4.24 Perkembangan Pertumbuhan Tabungan Perbankandi Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok Nilai
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
KURANG DARI RP10 JUTA Rp10 - 100 JUTA Rp100 - 500 JUTA RP500JUTA - 1 MILIAR <10 JT >10 JT - 100 JT >100JT - 500JT >500JT - 1 M
Grafik 4.25 Perkembangan Pangsa Tabungan Perbankandi Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok Nilai
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
Grafik 4.26 Perkembangan Pertumbuhan Deposito Perbankandi Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok Nilai
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
>10 JT - 100 JT
Grafik 4.27 Perkembangan Pangsa Deposito Perbankandi Jawa Tengah Berdasarkan Kelompok Nilai
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
-20.00%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
120.00%
>10 JT - 100 JT >100JT - 500JT >500JT - 1 M >1 M - 2 M >20M
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
80.0%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
>100JT - 500JT >500JT - 1 M >1 M - 2 M >20M
Sementara itu, kinerja giro perbankan Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017 menunjukkan
perkembangan yang relatif stabil. Pertumbuhan
komponen giro perbankan di Jawa Tengah pada
triwulan laporan tercatat sebesar 8,32% (yoy),
melambat relatif kecil dibandingkan triwulan III 2017
yang tercatat sebesar 8,36% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan giro Jawa Tengah terutama disebabkan
oleh rekening Pemerintah Daerah yang mengalami
kontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 0,22% (yoy), menjadi sebesar
15,68% (yoy) pada triwulan laporan. Hal ini
mencerminkan kebijakan Pemerintah Daerah untuk
mengurangi pembayaran melalui transaksi giro
perbankan.
Ketergantungan perbankan Jawa Tengah
terhadap deposan besar pada triwulan laporan
masih cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK
berdasarkan nilai, terlihat bahwa rekening dengan nilai
DPK di atas Rp 1 miliar hanya dimiliki oleh 0,08%
penduduk di Jawa Tengah, namun demikian porsi
kepemilikan tersebut memiliki pangsa sebesar 40,18%
dari total DPK perbankan di Jawa Tengah.
0-100 JUTA
100-500 JUTA
500 JT - 1 M
>1 M
TOTAL
DPK
Tabel 4.4 Pengelompokan DPK Berdasarkan Nilai
Nominal DPK(Rp Miliar)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
76.525
60.299
20.486
105.662
262.972
30.972.562
294.389
27.375
24.231
31.318.557
29,10%
22,93%
7,79%
40,18%
100,00%
98,90%
0,94%
0,09%
0,08%
100,00%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.23 Perkembangan DPK Perbankan Umum Jawa Tengah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
RP TRILIUN
0
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
4.2.1.2. Perkembangan Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada
triwulan IV 2017 melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan
DPK tersebut disebabkan tertahannya pertumbuhan
seluruh komponen DPK, dengan penurunan terdalam
tercatat pada komponen deposito.
Pada triwulan IV 2017, komponen DPK berupa
tabungan tumbuh melambat sebesar 12,19%
(yoy) dari 13,70% (yoy) pada triwulan III 2017.
Per lambatan tersebut utamanya disebabkan
tertahannya komponen utama tabungan perbankan
Jawa Tengah, yaitu rekening swasta perseorangan
dengan pangsa 93,58%, Tabungan swasta
perseorangan tumbuh sebesar 10,72 % (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan III 2017 yang tumbuh
sebesar 12,26% (yoy). Walaupun mengalami
perlambatan pertumbuhan pada triwulan laporan,
pangsa tabungan swasta perseorangan mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan III 2017. Hal ini
disebabkan tabungan sektor Pemerintah khususnya
rekening tabungan Pemerintah Daerah mengalami
penurunan pangsanya terhadap tabungan perbankan
di Jawa Tengah menjadi sebesar 0,31% pada triwulan
IV 2017, dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 0,68%.
Berdasarkan kelompok nilainya, perlambatan tabungan
perbankan Jawa Tengah disebabkan tertahannya
pertumbuhan kelompok deposan nilai dengan nilai
tabungan Rp100-500 juta yang tumbuh melambat
sebesar 13,30% (yoy) pada triwulan IV 2017, lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 14,32% (yoy). Walaupun mengalami
perlambatan pada triwulan laporan, kelompok
tabungan dengan nilai Rp100-500 juta menunjukkan
tren peningkatan pangsanya terhadap tabungan
perbankan di Jawa Tengah pada periode 4 tahun
terakhir. Sementara itu kelompok tabungan dengan
nilai kurang dari Rp10 juta terus menunjukkan tren
penurunan pada 4 tahun terakhir.
Pertumbuhan deposito perbankan di Jawa Tengah
pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar 5,79%
(yoy) atau melambat dibandingkan triwulan III
2017 yang tercatat sebesar 12,99% (yoy). Sejalan
dengan perlambatan kinerja komponen tabungan,
komponen deposito juga mengalami perlambatan
pada rekening swasta perseorangan. Rekening swasta
perseorangan sebagai komponen pembentuk utama
deposito perbankan Jawa Tengah (67,95%), pada
triwulan IV 2017 tumbuh sebesar 8,50% (yoy), turun
dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar
10,95% (yoy). Lebih lanjut, penurunan kinerja deposito
perbankan di Jawa Tengah juga disebabkan kontraksi
deposito sektor swasta non lembaga keuangan yang
tercatat sebesar 21,13% (yoy), turun drastis
dibandingkan pertumbuhannya pada triwulan III 2017
yang tercatat sebesar 8,86% (yoy). Perkembangan
deposito perbankan di Jawa Tengah pada 4 tahun
terakhir menunjukkan tren peningkatan pertumbuhan
dan pangsa kontribusi oleh komponen deposito pada
kelompok nilai lebih dari Rp20 miliar.
86
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
87
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.31 Perkembangan Suku Bunga Simpanan PerbankanJawa Tengah
INVESTASIMODAL KERJA KONSUMSI
%
10
11
12
13
14
15
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Grafik 4.32 Perkembangan Suku Bunga Kredit Perbankan Jawa Tengah
TABUNGANGIRO DEPOSITO (SKALA KANAN)
%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
4
5
6
7
8
9
0
1
2
3
4 %
kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Hal Ini
menunjukkan bahwa nominal penyaluran kredit skala
kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif merata.
Namun ditinjau dari aspek sebaran jumlah debitur dan
nominal kreditnya, penyaluran kredit di Jawa Tengah
sebagian besar masih dikuasai oleh debitur dengan
nominal kredit di atas Rp500 juta. Hal tersebut terlihat
dari 1,27% debitur di atas dengan realisasi kredit
hingga Rp500 juta, memiliki pangsa nominal kredit
hingga mencapai 51,49% dari keseluruhan nominal
kredit Jawa Tengah. Berdasarkan data triwulan IV 2017,
mayoritas debitur kredit di atas Rp 1 Miliar merupakan
golongan debitur sektor swasta non lembaga
keuangan.
triwulan IV 2017. Secara umum, suku bunga deposito
juga menunjukkan penurunan suku bunga dari sebesar
5,93% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,54%
(yoy) pada triwulan IV 2017. Namun demikian, suku
bunga deposito menunjukkan perkembangan
beragam di setiap kategori jangka waktu. Suku bunga
deposito menunjukkan penurunan pada hampir
seluruh kategori jangka waktu, dengan pengecualian
jangka waktu 24 bulan dan jangka waktu lebih dari 36
bulan, yang menunjukkan peningkatan suku bunga.
Sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan,
suku bunga kredit pada triwulan IV 2017 juga
mengalami penurunan dibandingkan triwulan III
2017. Penurunan suku bunga pinjaman pada triwulan
laporan terjadi pada seluruh komponen kredit
berdasarkan jenis penggunaan. Suku bunga pinjaman
untuk jenis penggunaan investasi turun dari 11,04%
pada triwulan III 2017 menjadi 10,77% pada triwulan
ini. Demikian pula dengan suku bunga pinjaman untuk
jenis penggunaan konsumsi yang turun menjadi
12,21% pada triwulan IV 2017 dari sebesar 12,41%
pada triwulan III 2017. Suku bunga kredit untuk
penggunaan modal kerja juga menunjukkan
penurunan dari 11,46% pada triwulan lalu menjadi
11,12% pada triwulan IV 2017. Penurunan suku bunga
kredit utamanya diperkirakan untuk mendorong
pertumbuhan kredit lebih tinggi lagi.
Pada triwulan IV 2017, suku bunga simpanan
perbankan mengalami perkembangan beragam.
Suku bunga simpanan dalam bentuk giro mengalami
penurunan di triwulan laporan menjadi 1,96% dari
2,42% pada triwulan III 2017. Selanjutnya, suku bunga
tabungan juga mengalami penurunan dari sebesar
1,30% pada triwulan lalu menjadi sebesar 1,25% pada
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
0-100 JUTA
100-500 JUTA
500 JT - 1 M
>1 M
TOTAL
DPK
Tabel 4.5 Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilai
Nominal DPK(Rp Miliar)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
61.034
64.328
12.170
120.890
258.422
3.105.539
384.359
20.602
24.123
3.534.623
23,62%
24,89%
4,71%
46,78%
100,00%
87,86%
10,87%
0,58%
0,68%
100,00%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.29 Perkembangan Kredit Perbankan Jawa Tengah Berdasarkan Sektor
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
RP TRILIUN
Grafik 4.30 Perkembangan Pertumbuhan Kredit PerbankanJawa Tengah Berdasarkan Penggunaan
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
0
10
20
30
40
50 %, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Apabila ditinjau berdasarkan penggunaan,
penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 masih didominasi oleh kredit
modal kerja dengan pangsa 53,53%. Sementara itu,
kredit konsumsi dan kredit investasi menempati urutan
kedua dan ketiga dengan pangsa masing-masing
sebesar 30,28% dan 16,19% dari total kredit
perbankan Jawa Tengah.
Peningkatan pertumbuhan kredit perbankan
Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 didorong oleh
kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Kredit
modal kerja sebagai komponen terbesar kredit
perbankan di Jawa Tengah, pada triwulan IV 2017
tumbuh 10,11% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tecatat 9,47% (yoy).
Demikian pula kredit konsumsi yang tumbuh
meningkat menjadi 9,75% (yoy) dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat 8,86% (yoy).
Sementara itu, perlambatan justru terjadi pada kredit
investasi yang tumbuh sebesar 5,05% (yoy) pada
triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan III
2017 yang tercatat sebesar 8,14% (yoy).
Berdasarkan pengelompokkan nilai, dapat terlihat
bahwa persentase kredit di bawah Rp 500 juta memiliki
pangsa sebesar 48,51% dari total kredit yang
disalurkan di Jawa Tengah. Sementara kredit di atas
Rp500 juta memiliki pangsa sebesar 51,49% dari total
Kinerja ekspansi kredit perbankan Jawa Tengah
pada triwulan IV 2017 menunjukkan peningkatan
pertumbuhan. Penyaluran kredit perbankan di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar
Rp258,42 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar
9,15% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III 2017
yang tercatat sebesar 9,07% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan kredit tersebut berlawanan dengan arah
pertumbuhan kredit perbankan nasional maupun
kondisi umum perbankan di Jawa yang menunjukkan
arah peningkatan. Kinerja pertumbuhan kredit di Jawa
Tengah ini juga masih lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan kredit nasional yang tumbuh sebesar
8,26% (yoy).
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan
l aporan mas ih d idominas i o leh sektor
perdagangan besar dan eceran dengan pangsa
31,47% dari total nilai kredit. Sektor utama lainnya
yaitu industri pengolahan, memiliki pangsa kredit
sebesar 19,34% diikuti oleh sektor pertanian yang
memiliki pangsa 3,35%. Rasio penyaluran kredit pada
sektor pertanian tersebut tergolong rendah
dibandingkan dengan kontribusi sektor Pertanian
terhadap PDRB Jawa Tengah sebesar 14,09% pada
triwulan IV 2017. Hal ini menunjukkan pembiayaan
pada lapangan usaha pertanian masih sangat rendah
dan berpotensi untuk diperluas.
4.2.1.3. Penyaluran Kredit
88
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
89
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.31 Perkembangan Suku Bunga Simpanan PerbankanJawa Tengah
INVESTASIMODAL KERJA KONSUMSI
%
10
11
12
13
14
15
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Grafik 4.32 Perkembangan Suku Bunga Kredit Perbankan Jawa Tengah
TABUNGANGIRO DEPOSITO (SKALA KANAN)
%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
4
5
6
7
8
9
0
1
2
3
4 %
kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Hal Ini
menunjukkan bahwa nominal penyaluran kredit skala
kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif merata.
Namun ditinjau dari aspek sebaran jumlah debitur dan
nominal kreditnya, penyaluran kredit di Jawa Tengah
sebagian besar masih dikuasai oleh debitur dengan
nominal kredit di atas Rp500 juta. Hal tersebut terlihat
dari 1,27% debitur di atas dengan realisasi kredit
hingga Rp500 juta, memiliki pangsa nominal kredit
hingga mencapai 51,49% dari keseluruhan nominal
kredit Jawa Tengah. Berdasarkan data triwulan IV 2017,
mayoritas debitur kredit di atas Rp 1 Miliar merupakan
golongan debitur sektor swasta non lembaga
keuangan.
triwulan IV 2017. Secara umum, suku bunga deposito
juga menunjukkan penurunan suku bunga dari sebesar
5,93% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,54%
(yoy) pada triwulan IV 2017. Namun demikian, suku
bunga deposito menunjukkan perkembangan
beragam di setiap kategori jangka waktu. Suku bunga
deposito menunjukkan penurunan pada hampir
seluruh kategori jangka waktu, dengan pengecualian
jangka waktu 24 bulan dan jangka waktu lebih dari 36
bulan, yang menunjukkan peningkatan suku bunga.
Sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan,
suku bunga kredit pada triwulan IV 2017 juga
mengalami penurunan dibandingkan triwulan III
2017. Penurunan suku bunga pinjaman pada triwulan
laporan terjadi pada seluruh komponen kredit
berdasarkan jenis penggunaan. Suku bunga pinjaman
untuk jenis penggunaan investasi turun dari 11,04%
pada triwulan III 2017 menjadi 10,77% pada triwulan
ini. Demikian pula dengan suku bunga pinjaman untuk
jenis penggunaan konsumsi yang turun menjadi
12,21% pada triwulan IV 2017 dari sebesar 12,41%
pada triwulan III 2017. Suku bunga kredit untuk
penggunaan modal kerja juga menunjukkan
penurunan dari 11,46% pada triwulan lalu menjadi
11,12% pada triwulan IV 2017. Penurunan suku bunga
kredit utamanya diperkirakan untuk mendorong
pertumbuhan kredit lebih tinggi lagi.
Pada triwulan IV 2017, suku bunga simpanan
perbankan mengalami perkembangan beragam.
Suku bunga simpanan dalam bentuk giro mengalami
penurunan di triwulan laporan menjadi 1,96% dari
2,42% pada triwulan III 2017. Selanjutnya, suku bunga
tabungan juga mengalami penurunan dari sebesar
1,30% pada triwulan lalu menjadi sebesar 1,25% pada
4.2.1.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
0-100 JUTA
100-500 JUTA
500 JT - 1 M
>1 M
TOTAL
DPK
Tabel 4.5 Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilai
Nominal DPK(Rp Miliar)
JumlahRekening
PersentaseNominal
PersentaseRekening
61.034
64.328
12.170
120.890
258.422
3.105.539
384.359
20.602
24.123
3.534.623
23,62%
24,89%
4,71%
46,78%
100,00%
87,86%
10,87%
0,58%
0,68%
100,00%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.29 Perkembangan Kredit Perbankan Jawa Tengah Berdasarkan Sektor
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
RP TRILIUN
Grafik 4.30 Perkembangan Pertumbuhan Kredit PerbankanJawa Tengah Berdasarkan Penggunaan
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI
0
10
20
30
40
50 %, YOY
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Apabila ditinjau berdasarkan penggunaan,
penyaluran kredit perbankan Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 masih didominasi oleh kredit
modal kerja dengan pangsa 53,53%. Sementara itu,
kredit konsumsi dan kredit investasi menempati urutan
kedua dan ketiga dengan pangsa masing-masing
sebesar 30,28% dan 16,19% dari total kredit
perbankan Jawa Tengah.
Peningkatan pertumbuhan kredit perbankan
Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 didorong oleh
kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Kredit
modal kerja sebagai komponen terbesar kredit
perbankan di Jawa Tengah, pada triwulan IV 2017
tumbuh 10,11% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tecatat 9,47% (yoy).
Demikian pula kredit konsumsi yang tumbuh
meningkat menjadi 9,75% (yoy) dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat 8,86% (yoy).
Sementara itu, perlambatan justru terjadi pada kredit
investasi yang tumbuh sebesar 5,05% (yoy) pada
triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan triwulan III
2017 yang tercatat sebesar 8,14% (yoy).
Berdasarkan pengelompokkan nilai, dapat terlihat
bahwa persentase kredit di bawah Rp 500 juta memiliki
pangsa sebesar 48,51% dari total kredit yang
disalurkan di Jawa Tengah. Sementara kredit di atas
Rp500 juta memiliki pangsa sebesar 51,49% dari total
Kinerja ekspansi kredit perbankan Jawa Tengah
pada triwulan IV 2017 menunjukkan peningkatan
pertumbuhan. Penyaluran kredit perbankan di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017 tercatat sebesar
Rp258,42 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar
9,15% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III 2017
yang tercatat sebesar 9,07% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan kredit tersebut berlawanan dengan arah
pertumbuhan kredit perbankan nasional maupun
kondisi umum perbankan di Jawa yang menunjukkan
arah peningkatan. Kinerja pertumbuhan kredit di Jawa
Tengah ini juga masih lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan kredit nasional yang tumbuh sebesar
8,26% (yoy).
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran
kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan
l aporan mas ih d idominas i o leh sektor
perdagangan besar dan eceran dengan pangsa
31,47% dari total nilai kredit. Sektor utama lainnya
yaitu industri pengolahan, memiliki pangsa kredit
sebesar 19,34% diikuti oleh sektor pertanian yang
memiliki pangsa 3,35%. Rasio penyaluran kredit pada
sektor pertanian tersebut tergolong rendah
dibandingkan dengan kontribusi sektor Pertanian
terhadap PDRB Jawa Tengah sebesar 14,09% pada
triwulan IV 2017. Hal ini menunjukkan pembiayaan
pada lapangan usaha pertanian masih sangat rendah
dan berpotensi untuk diperluas.
4.2.1.3. Penyaluran Kredit
88
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
89
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERTANIAN
Grafik 4.39 Perkembangan Pertumbuhan Kredit BPR di Jawa TengahBerdasarkan Lapangan Usaha
%
PERTUMBUHAN KREDIT BPR KESELURUHANPERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR RUMAH TANGGA - SKALA KANAN
PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
-10
0
10
20
30
40
-40
-20
0
20
40
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Grafik 1.38 Pangsa Kredit BPR di Jawa Tengah
58,25%5,37%
36,18%
KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAHKREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHKREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.37
% YOY
PERTUMBUHAN KREDIT BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Grafik 4.35 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di Jawa Tengah
PANGSA TABUNGAN BPR JAWA TENGAH PANGSA DEPOSITO BPR JAWA TENGAH
44,19%55,81%
Grafik 1.36 Pangsa Dana Pihak Ketiga BPR di Jawa Tengah
PERTUMBUHAN DEPOSITO BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN DPK BPR JAWA TENGAH PERTUMBUHAN TABUNGAN BPR JAWA TENGAH
%,YOY
5
10
15
20
25
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 21,33% (yoy). Selanjutnya, pada triwulan IV
2017 kredit konsumsi BPR Jawa Tengah tumbuh
sebesar 6,68% (yoy), meningkat dari 5,00% (yoy) pada
triwulan lalu. Sedangkan kredit investasi BPR Jawa
Tengah mengalami perlambatan menjadi sebesar
15,96% (yoy) dari 16,27% (yoy) di triwulan lalu.
Apabila ditinjau berdasarkan sektor ekonomi,
peningkatan pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah
pada triwulan IV 2017 terutama disumbang oleh kredit
sektor industri pengolahan. Kredit sektor industri
pengolahan tumbuh sebesar 37,93% (yoy) pada
triwulan IV 2017, lebih tinggi dibandingkan triwulan
lalu yang tercatat sebesar 22,77% (yoy). Sementara itu
kredit sektor perdagangan besar dan eceran melambat
menjadi sebesar 16,07% (yoy), dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 16,31% (yoy).
Kondisi perlambatan ini sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan yang dialami oleh perbankan umum
pada lapangan usaha perdagangan besar dan eceran.
Sejalan dengan kinerja pertumbuhan volume
kredit, kualitas kredit BPR di Jawa Tengah juga
mengalami perbaikan di triwulan laporan. Hal
tersebut tercermin dari tingkat NPL BPR Jawa Tengah
yang mengalami penurunan pada triwulan IV 2017.
NPL BPR Jawa Tengah tercatat sebesar 6,39% pada
triwulan laporan atau menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 7,33%.
Perkembangan Pertumbuhan Kredit BPR di Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 4.34 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
PERTUMBUHAN ASET BPR JAWA TENGAH
% YOY
10
11
12
13
14
15
16
17
18
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Grafik 4.33 Perkembangan Suku Bunga Sektor Ekonomi Utama di Jawa Tengah
9
10
11
12
13
14
15
16
INDUSTRI PENGOLAHANPERDAGANGAN BESAR & ECERAN PERTANIAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan aset
BPR Jawa Tengah, pertumbuhan DPK BPR Jawa
Tengah pada triwulan III 2017 juga mengalami
peningkatan. DPK BPR Jawa Tengah pada triwulan
laporan tercatat tumbuh sebesar 14,40% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat
sebesar 12,99% (yoy). Peningkatan pertumbuhan
tersebut didorong oleh komponen deposito. Pada
komponen tersebut, BPR Jawa Tengah mampu tumbuh
meningkat menjadi sebesar 13,34% (yoy) pada
triwulan laporan dari triwulan lalu yang sebesar
11,30% (yoy). Selanjutnya, komponen tabungan
sebagai komponen mayoritas pada DPK BPR Jawa
Tengah (55,81%) tumbuh meningkat menjadi sebesar
15,79% (yoy) dari 15,29% (yoy) pada triwulan
sebelumnya.
Sejalan dengan kinerja aset, pertumbuhan kredit
BPR Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 tercatat
mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit BPR
Jawa Tengah pada triwulan laporan adalah sebesar
12,95% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III
2017 yang tercatat sebesar 12,16% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan
pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan IV
2017 terutama didorong oleh kredit investasi dan
konsumsi. Kredit investasi BPR Jawa Tengah tumbuh
sebesar 27,02% (yoy) pada triwulan laporan atau
Perkembangan suku bunga kredit untuk sektor
lapangan usaha utama di Jawa Tengah juga
menunjukkan penurunan. Pada lapangan usaha utama
di Jawa Tengah, penurunan terbesar terjadi pada suku
bunga kredit untuk lapangan usaha industri
pengolahan serta lapangan usaha perdagangan besar
dan eceran. Suku bunga pinjaman untuk lapangan
usaha industri pengolahan turun dari 10,47% pada
triwulan III 2017 menjadi 9,78% pada triwulan ini.
Demikian pula dengan suku bunga pinjaman untuk
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran yang
turun menjadi 11,68% pada triwulan IV 2017 dari
sebesar 11,85% pada triwulan lalu. Hal ini diperkirakan
sebagai respons perbankan untuk mendorong
peningkatan pertumbuhan volume kredit pada
lapangan usaha utama di Jawa Tengah.
4.3. PERKEMBANGAN KINERJA BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) PROVINSI JAWA TENGAHSejalan dengan peningkatan perekonomian Jawa
Tengah, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di wilayah
Provinsi Jawa Tengah mampu mencatatkan
peningkatan kinerja pada triwulan IV 2017 di
tengah perbaikan ekonomi. Pertumbuhan aset BPR
Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar
13,87% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan III
2017 yang tercatat sebesar 12,97% (yoy).
90
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
91
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERTANIAN
Grafik 4.39 Perkembangan Pertumbuhan Kredit BPR di Jawa TengahBerdasarkan Lapangan Usaha
%
PERTUMBUHAN KREDIT BPR KESELURUHANPERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR RUMAH TANGGA - SKALA KANAN
PERTUMBUHAN KREDIT BPR SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
-10
0
10
20
30
40
-40
-20
0
20
40
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Grafik 1.38 Pangsa Kredit BPR di Jawa Tengah
58,25%5,37%
36,18%
KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAHKREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHKREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
Grafik 4.37
% YOY
PERTUMBUHAN KREDIT BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN KREDIT MODAL KERJA BPR JAWA TENGAH
PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN KREDIT KONSUMSI BPR JAWA TENGAH
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Grafik 4.35 Perkembangan Pertumbuhan DPK BPR di Jawa Tengah
PANGSA TABUNGAN BPR JAWA TENGAH PANGSA DEPOSITO BPR JAWA TENGAH
44,19%55,81%
Grafik 1.36 Pangsa Dana Pihak Ketiga BPR di Jawa Tengah
PERTUMBUHAN DEPOSITO BPR JAWA TENGAHPERTUMBUHAN DPK BPR JAWA TENGAH PERTUMBUHAN TABUNGAN BPR JAWA TENGAH
%,YOY
5
10
15
20
25
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 21,33% (yoy). Selanjutnya, pada triwulan IV
2017 kredit konsumsi BPR Jawa Tengah tumbuh
sebesar 6,68% (yoy), meningkat dari 5,00% (yoy) pada
triwulan lalu. Sedangkan kredit investasi BPR Jawa
Tengah mengalami perlambatan menjadi sebesar
15,96% (yoy) dari 16,27% (yoy) di triwulan lalu.
Apabila ditinjau berdasarkan sektor ekonomi,
peningkatan pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah
pada triwulan IV 2017 terutama disumbang oleh kredit
sektor industri pengolahan. Kredit sektor industri
pengolahan tumbuh sebesar 37,93% (yoy) pada
triwulan IV 2017, lebih tinggi dibandingkan triwulan
lalu yang tercatat sebesar 22,77% (yoy). Sementara itu
kredit sektor perdagangan besar dan eceran melambat
menjadi sebesar 16,07% (yoy), dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 16,31% (yoy).
Kondisi perlambatan ini sejalan dengan perlambatan
pertumbuhan yang dialami oleh perbankan umum
pada lapangan usaha perdagangan besar dan eceran.
Sejalan dengan kinerja pertumbuhan volume
kredit, kualitas kredit BPR di Jawa Tengah juga
mengalami perbaikan di triwulan laporan. Hal
tersebut tercermin dari tingkat NPL BPR Jawa Tengah
yang mengalami penurunan pada triwulan IV 2017.
NPL BPR Jawa Tengah tercatat sebesar 6,39% pada
triwulan laporan atau menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 7,33%.
Perkembangan Pertumbuhan Kredit BPR di Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 4.34 Perkembangan Pertumbuhan Aset BPR di Jawa Tengah
PERTUMBUHAN ASET BPR JAWA TENGAH
% YOY
10
11
12
13
14
15
16
17
18
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Grafik 4.33 Perkembangan Suku Bunga Sektor Ekonomi Utama di Jawa Tengah
9
10
11
12
13
14
15
16
INDUSTRI PENGOLAHANPERDAGANGAN BESAR & ECERAN PERTANIAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan aset
BPR Jawa Tengah, pertumbuhan DPK BPR Jawa
Tengah pada triwulan III 2017 juga mengalami
peningkatan. DPK BPR Jawa Tengah pada triwulan
laporan tercatat tumbuh sebesar 14,40% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat
sebesar 12,99% (yoy). Peningkatan pertumbuhan
tersebut didorong oleh komponen deposito. Pada
komponen tersebut, BPR Jawa Tengah mampu tumbuh
meningkat menjadi sebesar 13,34% (yoy) pada
triwulan laporan dari triwulan lalu yang sebesar
11,30% (yoy). Selanjutnya, komponen tabungan
sebagai komponen mayoritas pada DPK BPR Jawa
Tengah (55,81%) tumbuh meningkat menjadi sebesar
15,79% (yoy) dari 15,29% (yoy) pada triwulan
sebelumnya.
Sejalan dengan kinerja aset, pertumbuhan kredit
BPR Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 tercatat
mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit BPR
Jawa Tengah pada triwulan laporan adalah sebesar
12,95% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III
2017 yang tercatat sebesar 12,16% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaan, peningkatan
pertumbuhan kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan IV
2017 terutama didorong oleh kredit investasi dan
konsumsi. Kredit investasi BPR Jawa Tengah tumbuh
sebesar 27,02% (yoy) pada triwulan laporan atau
Perkembangan suku bunga kredit untuk sektor
lapangan usaha utama di Jawa Tengah juga
menunjukkan penurunan. Pada lapangan usaha utama
di Jawa Tengah, penurunan terbesar terjadi pada suku
bunga kredit untuk lapangan usaha industri
pengolahan serta lapangan usaha perdagangan besar
dan eceran. Suku bunga pinjaman untuk lapangan
usaha industri pengolahan turun dari 10,47% pada
triwulan III 2017 menjadi 9,78% pada triwulan ini.
Demikian pula dengan suku bunga pinjaman untuk
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran yang
turun menjadi 11,68% pada triwulan IV 2017 dari
sebesar 11,85% pada triwulan lalu. Hal ini diperkirakan
sebagai respons perbankan untuk mendorong
peningkatan pertumbuhan volume kredit pada
lapangan usaha utama di Jawa Tengah.
4.3. PERKEMBANGAN KINERJA BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) PROVINSI JAWA TENGAHSejalan dengan peningkatan perekonomian Jawa
Tengah, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di wilayah
Provinsi Jawa Tengah mampu mencatatkan
peningkatan kinerja pada triwulan IV 2017 di
tengah perbaikan ekonomi. Pertumbuhan aset BPR
Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat sebesar
13,87% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan III
2017 yang tercatat sebesar 12,97% (yoy).
90
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
91
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.43 Perkembangan Pertumbuhan Kredit UMKM di Jawa Tengah
TOTAL KREDIT UMKM PERDAGANGAN BESAR & ECERANINDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Grafik 4.44 Perkembangan Rasio NPL Kredit UMKM di Jawa Tengah
TOTAL KREDIT UMKM PERDAGANGAN BESAR & ECERANINDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 4.45 Perkembangan Pertumbuhan Kredit UMKM Jawa Tengah
TOTAL KREDIT UMKM INVESTASI MODAL KERJA
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
40,00%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 4.46 Perkembangan Pertumbuhan Kredit UMKM Jawa Tengah
TOTAL KREDIT UMKM INVESTASI MODAL KERJA
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Kualitas kredit UMKM pada triwulan IV 2017
menunjukkan perkembangan yang beragam.
Secara keseluruhan kualitas kredit UMKM di Jawa
Tengah menunjukkan perbaikan dengan penurunan
rasio NPL menjadi sebesar 3,29% pada triwulan ini, dari
sebelumnya tercatat 3,41% pada triwulan III 2017.
Perbaikan kualitas kredit UMKM di Jawa Tengah
ditopang oleh perbaikan kredit UMKM sektor
Pertanian, dengan penurunan rasio NPL dari sebesar
2,57% pada triwulan lalu menjadi sebesar 2,46% pada
triwulan IV 2017. Sementara itu, walaupun ekspansi
kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran
melambat, kualitas kredit mengalami peningkatan
dengan penurunan rasio NPL menjadi sebesar 3,29%
pada triwulan IV 2017, dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 3,46%.
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit UMKM yang
disalurkan ke dalam skim kredit modal kerja pada
triwulan IV 2017 meningkat menjadi sebesar 11,37%
(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
10,18% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan kredit
modal kerja UMKM di Jawa Tengah masih lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan kredit modal kerja UMKM
nasional yang tercatat sebesar 12,44% (yoy).
Sementara itu, ekpansi kredit investasi UMKM Jawa
Tengah terus menunjukkan perlambatan, dengan
tumbuh hanya sebesar 0,45% (yoy) pada triwulan ini,
lebih rendah dibandingkan triwulan III 2017 yang
tercatat sebesar 1,21% (yoy).
Kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan III 2017
mengalami peningkatan risiko kerentanan. Hal ini
tercermin dari peningkatan rasio NPL dari sebesar
3,29% pada triwulan lalu menjadi sebesar 4,09% pada
triwulan III 2017. Peningkatan kualitas kredit UMKM
terjadi pada diseluruh komponen Kredit UMKM. Rasio
NPL kredit modal kerja UMKM pada triwulan IV 2017
tercatat sebesar 3.97%, meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,20%.
Demikian pula dengan rasio NPL kredit investasi UMKM
Jawa Tengah yang meningkat menjadi sebesar 4,45%,
dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,68%.
Grafik 4.42 Perkembangan Pertumbuhan Kredit UMKM di Kawasan Jawa
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
NASIONALJAWA BARAT BANTEN DKI JAKARTA DI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA TIMUR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 4.41 Perkembangan Rasio FDR BPR Jawa Tengah
LDR BPR JAWA TENGAH
90%
95%
100%
105%
110%
115%
120%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
sebesar 8,46% (yoy). Tren peningkatan pertumbuhan
kredi t UMKM di Jawa Tengah juga se ja lan
dibandingkan pertumbuhan kredit UMKM nasional
meningkat menjadi 9,76% (yoy) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat 8,72% (yoy).
Berdasarkan lapangan usahanya, peningkatan
pertumbuhan kredit UMKM Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 didorong oleh sektor pertanian
serta sektor industri pengolahan. Kredit UMKM
sektor pertanian, kehutanan dan perikanan tercatat
tumbuh sebesar 16,42% (yoy) pada triwulan laporan,
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 16,31% (yoy). Selanjutnya kredit
UMKM sektor industri pengolahan meningkat dari
15,04% (yoy) di triwulan III 2017 menjadi 14,45% (yoy)
di triwulan III 2017. Sedangkan kredit UMKM sektor
perdagangan besar dan eceran masih melanjutkan tren
perlambatan sejak tahun 2016 dengan mencatatkan
perlambatan pada triwulan laporan menjadi sebesar
5,52% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 5,80%
(yoy).
Berdasarkan sektor ekonomi, perbaikan kualitas
kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan IV 2017
terutama didorong oleh penurunan NPL lapangan
usaha utama di Jawa Tengah yaitu sektor industri
pengolahan serta sektor perdagangan besar dan
eceran. Rasio NPL kredit sektor industri pengolahan
menurun signifikan dari sebesar 7,88% pada triwulan
lalu menjadi 6,71% pada triwulan IV 2017. Penurunan
rasio NPL juga terjadi pada kredit sektor perdagangan
besar dan eceran yang tercatat sebesar 8,42% pada
triwulan laporan atau menurun dari triwulan II 2017
yang sebesar 9,62%.
Financing to Deposit Ratio (FDR) BPR Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 mengalami penurunan dibandingkan
triwulan III 2017. FDR BPR Jawa Tengah tercatat sebesar
98,41% pada triwulan laporan atau menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 100,40%.
4.4. PERKEMBANGAN KREDIT USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM)Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 tercatat
sebesar 39,48%, atau mengalami penurunan
dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat
sebesar 39,71%. Pertumbuhan kredit UMKM di
Provinsi Jawa Tengah tercatat sebesar 9,21% (yoy) pada
triwulan IV 2017, atau meningkat dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh
Grafik 4.40 Perkembangan NPL BPR di Jawa Tengah
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHANNPL PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
NPL INDUSTRI PENGOLAHANNPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
92
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
93
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Grafik 4.43 Perkembangan Pertumbuhan Kredit UMKM di Jawa Tengah
TOTAL KREDIT UMKM PERDAGANGAN BESAR & ECERANINDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Grafik 4.44 Perkembangan Rasio NPL Kredit UMKM di Jawa Tengah
TOTAL KREDIT UMKM PERDAGANGAN BESAR & ECERANINDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 4.45 Perkembangan Pertumbuhan Kredit UMKM Jawa Tengah
TOTAL KREDIT UMKM INVESTASI MODAL KERJA
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
40,00%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 4.46 Perkembangan Pertumbuhan Kredit UMKM Jawa Tengah
TOTAL KREDIT UMKM INVESTASI MODAL KERJA
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Kualitas kredit UMKM pada triwulan IV 2017
menunjukkan perkembangan yang beragam.
Secara keseluruhan kualitas kredit UMKM di Jawa
Tengah menunjukkan perbaikan dengan penurunan
rasio NPL menjadi sebesar 3,29% pada triwulan ini, dari
sebelumnya tercatat 3,41% pada triwulan III 2017.
Perbaikan kualitas kredit UMKM di Jawa Tengah
ditopang oleh perbaikan kredit UMKM sektor
Pertanian, dengan penurunan rasio NPL dari sebesar
2,57% pada triwulan lalu menjadi sebesar 2,46% pada
triwulan IV 2017. Sementara itu, walaupun ekspansi
kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran
melambat, kualitas kredit mengalami peningkatan
dengan penurunan rasio NPL menjadi sebesar 3,29%
pada triwulan IV 2017, dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 3,46%.
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit UMKM yang
disalurkan ke dalam skim kredit modal kerja pada
triwulan IV 2017 meningkat menjadi sebesar 11,37%
(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
10,18% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan kredit
modal kerja UMKM di Jawa Tengah masih lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan kredit modal kerja UMKM
nasional yang tercatat sebesar 12,44% (yoy).
Sementara itu, ekpansi kredit investasi UMKM Jawa
Tengah terus menunjukkan perlambatan, dengan
tumbuh hanya sebesar 0,45% (yoy) pada triwulan ini,
lebih rendah dibandingkan triwulan III 2017 yang
tercatat sebesar 1,21% (yoy).
Kredit UMKM Jawa Tengah pada triwulan III 2017
mengalami peningkatan risiko kerentanan. Hal ini
tercermin dari peningkatan rasio NPL dari sebesar
3,29% pada triwulan lalu menjadi sebesar 4,09% pada
triwulan III 2017. Peningkatan kualitas kredit UMKM
terjadi pada diseluruh komponen Kredit UMKM. Rasio
NPL kredit modal kerja UMKM pada triwulan IV 2017
tercatat sebesar 3.97%, meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,20%.
Demikian pula dengan rasio NPL kredit investasi UMKM
Jawa Tengah yang meningkat menjadi sebesar 4,45%,
dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,68%.
Grafik 4.42 Perkembangan Pertumbuhan Kredit UMKM di Kawasan Jawa
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
NASIONALJAWA BARAT BANTEN DKI JAKARTA DI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA TIMUR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
Grafik 4.41 Perkembangan Rasio FDR BPR Jawa Tengah
LDR BPR JAWA TENGAH
90%
95%
100%
105%
110%
115%
120%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
sebesar 8,46% (yoy). Tren peningkatan pertumbuhan
kredi t UMKM di Jawa Tengah juga se ja lan
dibandingkan pertumbuhan kredit UMKM nasional
meningkat menjadi 9,76% (yoy) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat 8,72% (yoy).
Berdasarkan lapangan usahanya, peningkatan
pertumbuhan kredit UMKM Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 didorong oleh sektor pertanian
serta sektor industri pengolahan. Kredit UMKM
sektor pertanian, kehutanan dan perikanan tercatat
tumbuh sebesar 16,42% (yoy) pada triwulan laporan,
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 16,31% (yoy). Selanjutnya kredit
UMKM sektor industri pengolahan meningkat dari
15,04% (yoy) di triwulan III 2017 menjadi 14,45% (yoy)
di triwulan III 2017. Sedangkan kredit UMKM sektor
perdagangan besar dan eceran masih melanjutkan tren
perlambatan sejak tahun 2016 dengan mencatatkan
perlambatan pada triwulan laporan menjadi sebesar
5,52% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 5,80%
(yoy).
Berdasarkan sektor ekonomi, perbaikan kualitas
kredit BPR Jawa Tengah pada triwulan IV 2017
terutama didorong oleh penurunan NPL lapangan
usaha utama di Jawa Tengah yaitu sektor industri
pengolahan serta sektor perdagangan besar dan
eceran. Rasio NPL kredit sektor industri pengolahan
menurun signifikan dari sebesar 7,88% pada triwulan
lalu menjadi 6,71% pada triwulan IV 2017. Penurunan
rasio NPL juga terjadi pada kredit sektor perdagangan
besar dan eceran yang tercatat sebesar 8,42% pada
triwulan laporan atau menurun dari triwulan II 2017
yang sebesar 9,62%.
Financing to Deposit Ratio (FDR) BPR Jawa Tengah pada
triwulan IV 2017 mengalami penurunan dibandingkan
triwulan III 2017. FDR BPR Jawa Tengah tercatat sebesar
98,41% pada triwulan laporan atau menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 100,40%.
4.4. PERKEMBANGAN KREDIT USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH (UMKM)Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di
Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 tercatat
sebesar 39,48%, atau mengalami penurunan
dibandingkan triwulan III 2017 yang tercatat
sebesar 39,71%. Pertumbuhan kredit UMKM di
Provinsi Jawa Tengah tercatat sebesar 9,21% (yoy) pada
triwulan IV 2017, atau meningkat dibandingkan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh
Grafik 4.40 Perkembangan NPL BPR di Jawa Tengah
NPL BPR JAWA TENGAH KESELURUHANNPL PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
NPL INDUSTRI PENGOLAHANNPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
92
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
93
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
SUPLEMEN III Potensi Industri Logam Di Tegal
Pada tahun 1940-an, pada saat pendudukan
Jepang, mulai dibuat tempat pengecoran logam di
daerah Tegal untuk mencukupi kebutuhan
peralatan perang bagi tentara Jepang saat itu. Dari
situ, masyarakat mulai mendapatkan keterampilan
untuk mengerjakan logam sehingga keahlian
tersebut digunakan untuk membangun bengkel-
bengkel sederhana di masa setelah itu. Seiring
berjalannya waktu, industri pengolahan logam di
Kota dan Kabupaten Tegal semakin berkembang.
Dengan banyaknya industri kecil menengah dalam
pengolahan logam, Tegal sampai dijuluki
Jepangnya Indonesia karena.
Produk-produk yang dihasilkan bervariasi, antara
lain logam untuk alat-alat pertanian (traktor, mesin
giling), onderdil motor dan mobil, alat berat, alat
kesehatan, sampai hidran. Kualitas yang bagus
dengan harga yang murah membuat produk
logam Tegal diminati konsumen dalam negeri.
Walaupun banyak produk olahan logam dan
turunannya, namun hampir seluruh produk yang
dihasilkan adalah produk industri kecil menengah,
belum ada industri pengolahan logam dalam skala
besar.
Adanya globalisasi menuntut produksi berjalan
efisien, kualitas terstandar, serta pemasaran yang
efektif. Hal tersebut yang membuat industri
pengolahan logam di Tegal jalan di tempat. Oleh
karena dianggap sebagai industri unggulan yang
dapat menjadi alternatif sumber pertumbuhan
ekonomi baru (new source of growth), Dinas
Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Tegal
1. Pelatihan keterampilan kerja.
2. Penanganan limbah industri logam.
3. Fasilitasi kemitraan dengan agen pemasok
4. Fasilitasi uji produk melalui UPTD Laboratorium
Perindustrian Kabupaten Tegal.
•
•
•
•
Melayani pemesanan cetakan produk dari
industri logam
Tarif jasanya diatur oleh Perda
Melayani uji mesin yang digunakan untuk
membuat cetakan, uji tarik, uji kandungan
logam dan uji kekerasan
Dapat mengeluarkan sertifikat
Agar dapat bersaing dengan produk impor, kualitas
produk harus terus ditingkatkan dengan jaminan
pasar yang terus ada. Oleh karena itu, Kemenperin
melalui program Link and Match memfasilitasi
kerjasama IKM pengolahan logam di Tegal dengan
perusahaan-perusahaan besar. Saat ini terdapat 4
IKM (PT Gaya Teknik Logam, PT Mira Fix
Manufaktur, PT FNF Metalindo Utama, UD Berkah)
yang menjadi supplier komponen motor ke PT
Astra Honda Motor (PT AHM) melalui PT. Berdikari
Metal Engineering dan PT Dharma Polimetal.
Kedua perusahaan besar ini merupakan first tier
supplier sparepart PT AHM yang juga dijembatani
oleh Yayasan Dharma Bhakti Astra.
Melihat potensi IKM logam di Kabupaten Tegal,
Yayasan Dharma Bhakti Astra mendirikan LPB Tegal
untuk mengangkat dan mengembangkan IKM
logam di Kabupaten Tegal. Dengan besarnya
memfasilitasi pengembangan IKM pengolahan
logam di Tegal, antara lain :
potensi IKM logam, Yayasan Dharma Bhakti Astra
bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan
Tenaga Kerja Kabupaten Tegal memberikan
pelatihan dan pendampingan kepada 20 IKM
logam untuk meningkatkan kapasitas IKM logam
dari usaha rumahan menjadi usaha yang siap
memasuki dunia industri. IKM logam diberi
pelatihan dan pendampingan terkait quality
control, dilatih gambar teknik, material yang
standar, metode penghitungan biaya dan pelatihan
5S (5R). IKM logam juga diberi pelatihan mentalitas
dasar, penataan layout tempat kerja dan
penerapan sistem manajemen mutu. Harapannya,
IKM mitra LPB Tegal yang tergabung dalam
program sektor unggulan tersebut dapat terus
meningkatkan kualitas dan kapasitas produksi
sehingga siap menjadi supplier bagi PT Astra Honda
Motor mau pun perusahaan-perusahaan lainnya.
Dengan adanya kerjasama dengan perusahaan
besar, IKM di Tegal berbenah agar memenuhi
syarat yang ditentukan oleh perusahaan besar,
antara lain layout pabrik, SOP yang jelas, serta
budaya kerja yang bagus. Setiap bulan ada audit
rutin yang dilakukan oleh perusahaan first tier
kepada IKM yang bekerjasama untuk meng-
update standar produk, manajemen, dan
kebersihan.
Sebelum adanya kerjasama dengan perusahaan
besar, IKM logam yang memproduksi komponen
sepeda motor harus berjualan keliling Indonesia
dimana mereka harus bersaing harga dengan
produsen lain dan produk impor. Hal ini
menjadikan perang harga. Dengan adanya
kerjasama dengan perusahaan besar, kontrak kerja
terjamin dengan harga yang telah ditentukan di
awal sehingga lebih memberikan kepastian.
Kerjasama tersebut mampu meningkatkan
penjualan masing-masing IKM 15.000-30.000 pcs
per komponen per bulan dengan total omset
tambahan mencapai Rp 200 juta – Rp 500 juta per
bulan.
Selain link and match di komponen sepeda motor,
sebelumnya juga telah ada kerjasama komponen
alat berat kepada perusahaan besar (Komatsu,
Trakindo, Sumitomo) dengan 7 IKM pengolahan
logam di Tegal, yaitu PT Putra Bungsu, PT Milako
Teknik Mandiri, PT Intan Pratama, PT Karya
Paduyasa, PT Gemilang Lestari, PT Java Mandiri, PT
Prima Karya.
Pada akhir 2017, dilakukan penandatanganan 18
MoU antara IKM di Tegal dengan perusahaan-
perusahaan besar yang nantinya akan menampung
produk-produk mereka. Ke depan, industri
pengolahan logam di Tegal dapat semakin
berkembang dengan dukungan pemerintah.
SUPLEMEN III
94 95STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
SUPLEMEN III Potensi Industri Logam Di Tegal
Pada tahun 1940-an, pada saat pendudukan
Jepang, mulai dibuat tempat pengecoran logam di
daerah Tegal untuk mencukupi kebutuhan
peralatan perang bagi tentara Jepang saat itu. Dari
situ, masyarakat mulai mendapatkan keterampilan
untuk mengerjakan logam sehingga keahlian
tersebut digunakan untuk membangun bengkel-
bengkel sederhana di masa setelah itu. Seiring
berjalannya waktu, industri pengolahan logam di
Kota dan Kabupaten Tegal semakin berkembang.
Dengan banyaknya industri kecil menengah dalam
pengolahan logam, Tegal sampai dijuluki
Jepangnya Indonesia karena.
Produk-produk yang dihasilkan bervariasi, antara
lain logam untuk alat-alat pertanian (traktor, mesin
giling), onderdil motor dan mobil, alat berat, alat
kesehatan, sampai hidran. Kualitas yang bagus
dengan harga yang murah membuat produk
logam Tegal diminati konsumen dalam negeri.
Walaupun banyak produk olahan logam dan
turunannya, namun hampir seluruh produk yang
dihasilkan adalah produk industri kecil menengah,
belum ada industri pengolahan logam dalam skala
besar.
Adanya globalisasi menuntut produksi berjalan
efisien, kualitas terstandar, serta pemasaran yang
efektif. Hal tersebut yang membuat industri
pengolahan logam di Tegal jalan di tempat. Oleh
karena dianggap sebagai industri unggulan yang
dapat menjadi alternatif sumber pertumbuhan
ekonomi baru (new source of growth), Dinas
Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Tegal
1. Pelatihan keterampilan kerja.
2. Penanganan limbah industri logam.
3. Fasilitasi kemitraan dengan agen pemasok
4. Fasilitasi uji produk melalui UPTD Laboratorium
Perindustrian Kabupaten Tegal.
•
•
•
•
Melayani pemesanan cetakan produk dari
industri logam
Tarif jasanya diatur oleh Perda
Melayani uji mesin yang digunakan untuk
membuat cetakan, uji tarik, uji kandungan
logam dan uji kekerasan
Dapat mengeluarkan sertifikat
Agar dapat bersaing dengan produk impor, kualitas
produk harus terus ditingkatkan dengan jaminan
pasar yang terus ada. Oleh karena itu, Kemenperin
melalui program Link and Match memfasilitasi
kerjasama IKM pengolahan logam di Tegal dengan
perusahaan-perusahaan besar. Saat ini terdapat 4
IKM (PT Gaya Teknik Logam, PT Mira Fix
Manufaktur, PT FNF Metalindo Utama, UD Berkah)
yang menjadi supplier komponen motor ke PT
Astra Honda Motor (PT AHM) melalui PT. Berdikari
Metal Engineering dan PT Dharma Polimetal.
Kedua perusahaan besar ini merupakan first tier
supplier sparepart PT AHM yang juga dijembatani
oleh Yayasan Dharma Bhakti Astra.
Melihat potensi IKM logam di Kabupaten Tegal,
Yayasan Dharma Bhakti Astra mendirikan LPB Tegal
untuk mengangkat dan mengembangkan IKM
logam di Kabupaten Tegal. Dengan besarnya
memfasilitasi pengembangan IKM pengolahan
logam di Tegal, antara lain :
potensi IKM logam, Yayasan Dharma Bhakti Astra
bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan
Tenaga Kerja Kabupaten Tegal memberikan
pelatihan dan pendampingan kepada 20 IKM
logam untuk meningkatkan kapasitas IKM logam
dari usaha rumahan menjadi usaha yang siap
memasuki dunia industri. IKM logam diberi
pelatihan dan pendampingan terkait quality
control, dilatih gambar teknik, material yang
standar, metode penghitungan biaya dan pelatihan
5S (5R). IKM logam juga diberi pelatihan mentalitas
dasar, penataan layout tempat kerja dan
penerapan sistem manajemen mutu. Harapannya,
IKM mitra LPB Tegal yang tergabung dalam
program sektor unggulan tersebut dapat terus
meningkatkan kualitas dan kapasitas produksi
sehingga siap menjadi supplier bagi PT Astra Honda
Motor mau pun perusahaan-perusahaan lainnya.
Dengan adanya kerjasama dengan perusahaan
besar, IKM di Tegal berbenah agar memenuhi
syarat yang ditentukan oleh perusahaan besar,
antara lain layout pabrik, SOP yang jelas, serta
budaya kerja yang bagus. Setiap bulan ada audit
rutin yang dilakukan oleh perusahaan first tier
kepada IKM yang bekerjasama untuk meng-
update standar produk, manajemen, dan
kebersihan.
Sebelum adanya kerjasama dengan perusahaan
besar, IKM logam yang memproduksi komponen
sepeda motor harus berjualan keliling Indonesia
dimana mereka harus bersaing harga dengan
produsen lain dan produk impor. Hal ini
menjadikan perang harga. Dengan adanya
kerjasama dengan perusahaan besar, kontrak kerja
terjamin dengan harga yang telah ditentukan di
awal sehingga lebih memberikan kepastian.
Kerjasama tersebut mampu meningkatkan
penjualan masing-masing IKM 15.000-30.000 pcs
per komponen per bulan dengan total omset
tambahan mencapai Rp 200 juta – Rp 500 juta per
bulan.
Selain link and match di komponen sepeda motor,
sebelumnya juga telah ada kerjasama komponen
alat berat kepada perusahaan besar (Komatsu,
Trakindo, Sumitomo) dengan 7 IKM pengolahan
logam di Tegal, yaitu PT Putra Bungsu, PT Milako
Teknik Mandiri, PT Intan Pratama, PT Karya
Paduyasa, PT Gemilang Lestari, PT Java Mandiri, PT
Prima Karya.
Pada akhir 2017, dilakukan penandatanganan 18
MoU antara IKM di Tegal dengan perusahaan-
perusahaan besar yang nantinya akan menampung
produk-produk mereka. Ke depan, industri
pengolahan logam di Tegal dapat semakin
berkembang dengan dukungan pemerintah.
SUPLEMEN III
94 95STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
PENYELENGGARAANSISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
BABV
Transaksi keuangan ritel yang diproses melalui SKNBI meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Aliran uang dari BI ke perbankan mencatatkan posisi net outflow seiring dengan meningkatnya kebutuhan saat Natal dan tahun ajaran baru sekolah.
Transaksi menggunakan Uang Kertas Asing (UKA) di KUPVA BB meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Penerapan elektronifikasi semakin masif, terutama dalam transaksi pembayaran jalan tol dan Pemerintah Daerah.
Kegiatan sistem pembayaran tunai dan non tunai yang aman, lancar, dan efisien, mampu memberikan dukungan pada kelancaran transaksi keuangan di Jawa Tengah pada triwulan IV 2017.
SUPLEMEN III
Gambar 1. Skema Pengembangan dan Pendampingan IKM
96 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
PENYELENGGARAANSISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG RUPIAH
BABV
Transaksi keuangan ritel yang diproses melalui SKNBI meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Aliran uang dari BI ke perbankan mencatatkan posisi net outflow seiring dengan meningkatnya kebutuhan saat Natal dan tahun ajaran baru sekolah.
Transaksi menggunakan Uang Kertas Asing (UKA) di KUPVA BB meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Penerapan elektronifikasi semakin masif, terutama dalam transaksi pembayaran jalan tol dan Pemerintah Daerah.
Kegiatan sistem pembayaran tunai dan non tunai yang aman, lancar, dan efisien, mampu memberikan dukungan pada kelancaran transaksi keuangan di Jawa Tengah pada triwulan IV 2017.
SUPLEMEN III
Gambar 1. Skema Pengembangan dan Pendampingan IKM
96 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
merupakan jasa sistem pembayaran ritel yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia. Infrastruktur
SKNBI dapat memfasilitasi Penyelenggaraan Transfer
Dana dan Kliring Berjadwal untuk memproses Data
Keuangan Elektronik (DKE) pada Layanan Transfer
Dana, Layanan Kliring Warkat Debit, Layanan
Pembayaran Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler.
Pada triwulan IV 2017, penyelesaian transaksi non tunai
yang bersifat ritel melalui SKNBI tercatat mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, baik
dari sisi volume maupun nominal. Perputaran volume
kliring pada triwulan laporan tercatat meningkat
3,91% (qtq) menjadi sebesar 1.117.126 Data
Keuangan Elektronik (DKE) dibandingkan penyelesaian
pada triwulan III 2017 sebesar 1.075.059 DKE. Nilai
transaksi perputaran kliring pada triwulan IV 2017
sebesar Rp42,75 triliun, meningkat 1,33% (qtq),
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp42,19
triliun. Tren pertumbuhan perputaran kliring di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017 sejalan dengan
pertumbuhan kliring nasional.
Secara tahunan, penyelesaian transaksi kliring di Jawa
Tengah masih melanjutkan tren kontraksi. Dari sisi
volume, perputaran kliring pada triwulan IV 2017
tercatat tumbuh negatif sebesar 7,09% (yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
memproses 1.202.339 DKE. Nilai transaksi perputaran
kliring pada triwulan IV 2017 lebih rendah 17,10%
(yoy) dibandingkan nilai perputaran kliring pada
triwulan IV 2016 sebesar Rp51,57 triliun.
Perkembangan rata-rata transaksi kliring harian
mencatat perbaikan dari sisi volume, meskipun
mengalami kontraksi dari sisi nominal. Rata-rata harian
volume perputaran kliring di Jawa Tengah sebesar
17.732 DKE, atau lebih t inggi 2,26% (qtq)
dibandingkan rata-rata harian pada triwulan
sebelumnya yang memproses 17.340 DKE. Dari sisi
nominal, nilai rata-rata harian perputaran kliring
sebesar Rp678,64 miliar, tercatat lebih rendah 0,28%
dibandingkan triwulan sebelumnya yang memproses
transaksi dengan nilai Rp680,55 miliar per hari.
Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,
volume dan nominal rata-rata harian perputaran kliring
mengalami pertumbuhan negatif sebesar masing-
masing 7,09% (yoy) dan 17,10% (yoy).
Perkembangan positif penyelesaian transaksi kliring
pada triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan
sebelumnya sejalan dengan peningkatan konsumsi
rumah tangga serta realisasi pembayaran investasi.
5.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA (SKNBI)
Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan IPR SPE dan SBT SKDU
INDEKS%, YOY
Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
400
600
800
1,000 RP MILIAR RIBU TRANSAKSI
NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN
12
14
16
18
20
-15,0
,0
15,0
30,0
45,0
60,0
75,0
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I II
2017IIII II III IV
2013I II III IV
2012I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
-50
0
50
100
150
200
250
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINALINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN SALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN
99
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
merupakan jasa sistem pembayaran ritel yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia. Infrastruktur
SKNBI dapat memfasilitasi Penyelenggaraan Transfer
Dana dan Kliring Berjadwal untuk memproses Data
Keuangan Elektronik (DKE) pada Layanan Transfer
Dana, Layanan Kliring Warkat Debit, Layanan
Pembayaran Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler.
Pada triwulan IV 2017, penyelesaian transaksi non tunai
yang bersifat ritel melalui SKNBI tercatat mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, baik
dari sisi volume maupun nominal. Perputaran volume
kliring pada triwulan laporan tercatat meningkat
3,91% (qtq) menjadi sebesar 1.117.126 Data
Keuangan Elektronik (DKE) dibandingkan penyelesaian
pada triwulan III 2017 sebesar 1.075.059 DKE. Nilai
transaksi perputaran kliring pada triwulan IV 2017
sebesar Rp42,75 triliun, meningkat 1,33% (qtq),
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp42,19
triliun. Tren pertumbuhan perputaran kliring di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017 sejalan dengan
pertumbuhan kliring nasional.
Secara tahunan, penyelesaian transaksi kliring di Jawa
Tengah masih melanjutkan tren kontraksi. Dari sisi
volume, perputaran kliring pada triwulan IV 2017
tercatat tumbuh negatif sebesar 7,09% (yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
memproses 1.202.339 DKE. Nilai transaksi perputaran
kliring pada triwulan IV 2017 lebih rendah 17,10%
(yoy) dibandingkan nilai perputaran kliring pada
triwulan IV 2016 sebesar Rp51,57 triliun.
Perkembangan rata-rata transaksi kliring harian
mencatat perbaikan dari sisi volume, meskipun
mengalami kontraksi dari sisi nominal. Rata-rata harian
volume perputaran kliring di Jawa Tengah sebesar
17.732 DKE, atau lebih t inggi 2,26% (qtq)
dibandingkan rata-rata harian pada triwulan
sebelumnya yang memproses 17.340 DKE. Dari sisi
nominal, nilai rata-rata harian perputaran kliring
sebesar Rp678,64 miliar, tercatat lebih rendah 0,28%
dibandingkan triwulan sebelumnya yang memproses
transaksi dengan nilai Rp680,55 miliar per hari.
Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,
volume dan nominal rata-rata harian perputaran kliring
mengalami pertumbuhan negatif sebesar masing-
masing 7,09% (yoy) dan 17,10% (yoy).
Perkembangan positif penyelesaian transaksi kliring
pada triwulan IV 2017 dibandingkan triwulan
sebelumnya sejalan dengan peningkatan konsumsi
rumah tangga serta realisasi pembayaran investasi.
5.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA (SKNBI)
Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan IPR SPE dan SBT SKDU
INDEKS%, YOY
Grafik 5.1 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah
400
600
800
1,000 RP MILIAR RIBU TRANSAKSI
NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN
12
14
16
18
20
-15,0
,0
15,0
30,0
45,0
60,0
75,0
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I II
2017IIII II III IV
2013I II III IV
2012I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
-50
0
50
100
150
200
250
PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUMEPERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINALINDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN SALDO BERSIH TERTIMBANG SKDU - SKALA KANAN
99
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
RP TRILIUN
Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
(20)
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
30 RP TRILIUN
INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)
(7)
(5)
(3)
(1)
2
4
6
8
10
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IVI II III IV
2012I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IVI II III IV
2012
Grafik 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
LEMBARRP MILIAR
VOLUME - SKALA KANANNOMINAL
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Pertumbuhan tahunan volume dan nominal rata-rata
harian penarikan cek dan BG kosong pada triwulan IV
2017 mengalami perbaikan yang diindikasikan dengan
penurunan rata-rata harian penarikan cek dan BG
kosong masing-masing sebesar 32,34% (yoy) dan
39,04% (yoy).
uang kartal keluar dari Bank Indonesia (outflow)
menunjukkan peningkatan sebesar 61,05% (qtq) dari
Rp9,92 triliun pada triwulan III 2017 menjadi Rp15,98
triliun pada triwulan IV 2017.
Pertumbuhan tahunan outflow pada triwulan IV 2017
tercatat menurun 32,83% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
yang mencatat pertumbuhan sebesar 2,92% (yoy).
Posisi inflow tercatat tumbuh 0,30% (yoy), lebih rendah
dibandingkan inflow pada triwulan IV 2016 yang
tumbuh 16,57% (yoy). Dengan demikian posisi net
outflow pada triwulan laporan tercatat tumbuh
148,01% (yoy), berbalik arah dibandingkan periode
yang sama tahun lalu yang mengalami posisi net inflow
dengan pertumbuhan sebesar 98,11% (yoy).
Peningkatan kebutuhan uang kartal masyarakat pada
triwulan IV 2017 terkait dengan persiapan Natal dan
tahun ajaran baru sekolah, sehingga pada periode
tersebut terjadi kenaikan outflow yang signifikan saat
terjadi penipisan inflow. Secara spasial, aliran uang
kartal melalui Bank Indonesia di Semarang dan Solo
mencatat net inflow mengingat peran kedua kota
tersebut sebagai kota pusat perekonomian di Jawa
Tengah. Sementara itu, posisi aliran kas melalui Bank
Indonesia Purwokerto dan Tegal mencatat net outflow.
5.2. PERKEMBANGAN PENGELOLAAN UANG RUPIAHPergerakan uang kartal melalui Bank Indonesia di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017 mencatatkan net
outflow dibandingkan triwulan sebelumnya. Posisi net
outflow mencapai 106,51% (qtq) atau sebesar Rp1,27
triliun, berbalik arah setelah mencatat posisi net inflow
sebesar Rp19,45 triliun pada triwulan sebelumnya.
Posisi aliran uang kartal dari perbankan dan masyarakat
ke Bank Indonesia (inflow) menunjukkan pertumbuhan
negatif sebesesar 49,92% (qtq) menjadi Rp14,71 triliun
pada triwulan laporan dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar Rp29,37 triliun. Sementara aliran
Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
RIBU TRANSAKSI
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
Grafik 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
RP MILIAR
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
-I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Kegiatan operasional PWD yang dilaksanakan oleh
KPWD selain BI di wilayah Kudus, Magelang, Salatiga,
dan Purworejo pada triwulan IV 2017 berjalan lancar
sesuai jadwal. Selama periode pelaporan tidak terdapat
kendala serta permasalahan yang dihadapi termasuk
keadaan tidak normal dan/atau kondisi darurat. Jumlah
perwakilan peserta yang mengikuti kegiatan PWD
melalui KPWD selain BI di wilayah kerja KPwBI Provinsi
Jawa Tengah sebanyak 28 bank peserta. Perputaran
warkat tertinggi terdapat di KPWD Kudus dengan rata-
rata harian mencapai 258 warkat dengan nilai
mencapai Rp11,05 miliar. Sementara perputaran
warkat terendah terdapat di KPWD Purworejo dengan
rata-rata harian 23 warkat dengan nilai mencapai
Rp0,61 miliar.
Perputaran kliring Jawa Tengah didominasi oleh
transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan
cek dan bilyet giro. Pada triwulan IV 2017, penarikan
cek dan bi lyet giro (BG) kosong mengalami
peningkatan, baik dari sisi nominal maupun volume,
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata
cek dan BG kosong yang dikliringkan per hari pada
triwulan laporan meningkat sebesar 2,68% (qtq)
menjadi 135 lembar per hari dari triwulan sebelumnya
sebesar 131 lembar per hari. Sejalan dengan
peningkatan volume penarikan cek dan BG kosong,
rata-rata nilai penarikan cek dan BG kosong mencatat
peningkatan sebesar 10,79% (qtq) dari Rp4,64 miliar
per hari pada triwulan III 2017 menjadi sebesar Rp5,14
miliar per hari pada triwulan laporan.
Hal ini dikonfirmasi oleh peningkatan indikator rata-
rata Indeks Penjualan Riil (IPR) hasil Survei Penjualan
Eceran (SPE) sebesar 7,20 poin menjadi 182,30
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 175,09.
Selain itu, Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mengindikasikan
percepatan kegiatan usaha, yang didorong oleh
peningkatan kegiatan investasi. Pertumbuhan investasi
terjadi pada seluruh sektor ekonomi, bahkan pada
sebagian besar sektor pertumbuhan lebih tinggi
dibandingkan periode sebelumnya.
Di Jawa Tengah terdapat 10 Koordinator Pertukaran
Warkat Debit (KPWD), yang diselenggarakan oleh Bank
Indonesia maupun KPWD selain BI. Diantara KPWD
tersebut, kota Semarang mencatatkan transaksi kliring
terbesar di Jawa Tengah dengan pangsa volume dan
nominal kliring sebesar masing-masing 43,99% dan
43,42%. Pangsa volume dan nilai transaksi kliring kota
Semarang pada triwulan laporan mengalami
peningkatan dibanding triwulan sebelumnya sebesar
masing-masing 43,36% dan 41,70%. Kota selanjutnya
yang memberikan sumbangan terbesar terhadap
perputaran kliring Jawa Tengah adalah kota Solo
dengan pangsa volume dan nominal masing-masing
sebesar 23,20% dan 24,92%, sedangkan kota-kota
lain hanya memberikan kontribusi di bawah 8%.
100 101
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
RP TRILIUN
Grafik 5.7 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal Berdasarkan Wilayah
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
Grafik 5.6 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah
(20)
(15)
(10)
(5)
-
5
10
15
20
25
30 RP TRILIUN
INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)
(7)
(5)
(3)
(1)
2
4
6
8
10
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IVI II III IV
2012I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IVI II III IV
2012
Grafik 5.5 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah
LEMBARRP MILIAR
VOLUME - SKALA KANANNOMINAL
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
30,0
100
150
200
250
300
350
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Pertumbuhan tahunan volume dan nominal rata-rata
harian penarikan cek dan BG kosong pada triwulan IV
2017 mengalami perbaikan yang diindikasikan dengan
penurunan rata-rata harian penarikan cek dan BG
kosong masing-masing sebesar 32,34% (yoy) dan
39,04% (yoy).
uang kartal keluar dari Bank Indonesia (outflow)
menunjukkan peningkatan sebesar 61,05% (qtq) dari
Rp9,92 triliun pada triwulan III 2017 menjadi Rp15,98
triliun pada triwulan IV 2017.
Pertumbuhan tahunan outflow pada triwulan IV 2017
tercatat menurun 32,83% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
yang mencatat pertumbuhan sebesar 2,92% (yoy).
Posisi inflow tercatat tumbuh 0,30% (yoy), lebih rendah
dibandingkan inflow pada triwulan IV 2016 yang
tumbuh 16,57% (yoy). Dengan demikian posisi net
outflow pada triwulan laporan tercatat tumbuh
148,01% (yoy), berbalik arah dibandingkan periode
yang sama tahun lalu yang mengalami posisi net inflow
dengan pertumbuhan sebesar 98,11% (yoy).
Peningkatan kebutuhan uang kartal masyarakat pada
triwulan IV 2017 terkait dengan persiapan Natal dan
tahun ajaran baru sekolah, sehingga pada periode
tersebut terjadi kenaikan outflow yang signifikan saat
terjadi penipisan inflow. Secara spasial, aliran uang
kartal melalui Bank Indonesia di Semarang dan Solo
mencatat net inflow mengingat peran kedua kota
tersebut sebagai kota pusat perekonomian di Jawa
Tengah. Sementara itu, posisi aliran kas melalui Bank
Indonesia Purwokerto dan Tegal mencatat net outflow.
5.2. PERKEMBANGAN PENGELOLAAN UANG RUPIAHPergerakan uang kartal melalui Bank Indonesia di Jawa
Tengah pada triwulan IV 2017 mencatatkan net
outflow dibandingkan triwulan sebelumnya. Posisi net
outflow mencapai 106,51% (qtq) atau sebesar Rp1,27
triliun, berbalik arah setelah mencatat posisi net inflow
sebesar Rp19,45 triliun pada triwulan sebelumnya.
Posisi aliran uang kartal dari perbankan dan masyarakat
ke Bank Indonesia (inflow) menunjukkan pertumbuhan
negatif sebesesar 49,92% (qtq) menjadi Rp14,71 triliun
pada triwulan laporan dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar Rp29,37 triliun. Sementara aliran
Grafik 5.3 Pangsa Volume Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
RIBU TRANSAKSI
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
Grafik 5.4 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA
RP MILIAR
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
-I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Kegiatan operasional PWD yang dilaksanakan oleh
KPWD selain BI di wilayah Kudus, Magelang, Salatiga,
dan Purworejo pada triwulan IV 2017 berjalan lancar
sesuai jadwal. Selama periode pelaporan tidak terdapat
kendala serta permasalahan yang dihadapi termasuk
keadaan tidak normal dan/atau kondisi darurat. Jumlah
perwakilan peserta yang mengikuti kegiatan PWD
melalui KPWD selain BI di wilayah kerja KPwBI Provinsi
Jawa Tengah sebanyak 28 bank peserta. Perputaran
warkat tertinggi terdapat di KPWD Kudus dengan rata-
rata harian mencapai 258 warkat dengan nilai
mencapai Rp11,05 miliar. Sementara perputaran
warkat terendah terdapat di KPWD Purworejo dengan
rata-rata harian 23 warkat dengan nilai mencapai
Rp0,61 miliar.
Perputaran kliring Jawa Tengah didominasi oleh
transaksi kliring debet penyerahan berupa penyerahan
cek dan bilyet giro. Pada triwulan IV 2017, penarikan
cek dan bi lyet giro (BG) kosong mengalami
peningkatan, baik dari sisi nominal maupun volume,
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata
cek dan BG kosong yang dikliringkan per hari pada
triwulan laporan meningkat sebesar 2,68% (qtq)
menjadi 135 lembar per hari dari triwulan sebelumnya
sebesar 131 lembar per hari. Sejalan dengan
peningkatan volume penarikan cek dan BG kosong,
rata-rata nilai penarikan cek dan BG kosong mencatat
peningkatan sebesar 10,79% (qtq) dari Rp4,64 miliar
per hari pada triwulan III 2017 menjadi sebesar Rp5,14
miliar per hari pada triwulan laporan.
Hal ini dikonfirmasi oleh peningkatan indikator rata-
rata Indeks Penjualan Riil (IPR) hasil Survei Penjualan
Eceran (SPE) sebesar 7,20 poin menjadi 182,30
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 175,09.
Selain itu, Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) mengindikasikan
percepatan kegiatan usaha, yang didorong oleh
peningkatan kegiatan investasi. Pertumbuhan investasi
terjadi pada seluruh sektor ekonomi, bahkan pada
sebagian besar sektor pertumbuhan lebih tinggi
dibandingkan periode sebelumnya.
Di Jawa Tengah terdapat 10 Koordinator Pertukaran
Warkat Debit (KPWD), yang diselenggarakan oleh Bank
Indonesia maupun KPWD selain BI. Diantara KPWD
tersebut, kota Semarang mencatatkan transaksi kliring
terbesar di Jawa Tengah dengan pangsa volume dan
nominal kliring sebesar masing-masing 43,99% dan
43,42%. Pangsa volume dan nilai transaksi kliring kota
Semarang pada triwulan laporan mengalami
peningkatan dibanding triwulan sebelumnya sebesar
masing-masing 43,36% dan 41,70%. Kota selanjutnya
yang memberikan sumbangan terbesar terhadap
perputaran kliring Jawa Tengah adalah kota Solo
dengan pangsa volume dan nominal masing-masing
sebesar 23,20% dan 24,92%, sedangkan kota-kota
lain hanya memberikan kontribusi di bawah 8%.
100 101
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PEMBELIANPENJUALAN PERTUMBUHAN TAHUNAN TRANSAKSI - SKALA KANAN
PERTUMBUHAN TAHUNAN KUNJUNGAN WISMAN - SKALA KANAN
Grafik 5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah
Grafik 5.14 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVABukan Bank di Jawa Tengah
RP MILIARRP MILIAR %, YOY
-
150
300
450
600
750
-
150
300
450
600
750
USD SGD MYR EUR JPY LAINNYA
(80)
(40)
0
40
80
120
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Apabila dibedakan berdasarkan daerahnya, uang palsu
paling banyak ditemukan di Semarang (42,73%).
Sementara pangsa penemuan uang palsu di kota lain
adalah Solo (23,70%), Tegal (20,61%), dan Purwokerto
(12,96%). Penemuan tersebut antara lain berasal dari
klarifikasi perbankan ke Bank Indonesia (95,31%),
setoran masyarakat melalui loket penukaran (2,56%),
hasil setoran bank (2,12%), serta klarifikasi masyarakat
ke Bank Indonesia (0,01%).
Grafik 5.12 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber Temuan
95,31% 2,56% 2,12% 0,01%
SETORAN BANKKLARIFIKASI BANK KLARIFIKASI MASYARAKATMASYARAKAT
diperlukan untuk mendukung keberlangsungan pasar
keuangan terutama pasar valuta asing domestik untuk
mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah serta
menjaga kelangsungan ekonomi.
Nilai transaksi penukaran valuta asing melalui KUPVA
BB tersebut pada triwulan pelaporan mencapai
Rp674,47 miliar, lebih tinggi 5,78% (qtq) dibandingkan
nilai transaksi triwulan sebelumnya sebesar Rp637,60
miliar. Sejalan dengan pertumbuhan triwulanan,
pertumbuhan tahunan transaksi penukaran valuta
asing juga masih melanjutkan tren positif. Nilai
transaksi tercatat tumbuh 5,40% (yoy), berbalik arah
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
mencatat pertumbuhan negatif sebesar 2,20%.
Peningkatan transaksi pembelian dan penjualan valuta
asing melalui KUPVA BB ini sejalan dengan
meningkatnya kunjungan wisatawan asing ke Jawa
Tengah sebesar 31,27% (yoy). Pada triwulan IV 2017,
wisatawan asing yang berkunjung ke Jawa Tengah
melalui Bandara Ahmad Yani – Semarang maupun
Bandara Adi Sumarmo – Solo sebesar 8.896 kunjungan,
lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 6.777 kunjungan.
Apabila dibedakan berdasarkan jenis transaksi,
transaksi pembelian valuta asing melalui KUPVA Bukan
Bank mencapai Rp332,46 miliar atau meningkat
3,99% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar Rp319,71 miliar. Transaksi penjualan tercatat
5.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PENUKARAN VALUTA ASINGDi Jawa Tengah terdapat 41 penyelenggara Kegiatan
Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB)
yang memiliki izin dari Bank Indonesia. Dari jumlah
tersebut, 23 KUPVA (56,10%) terdapat di wilayah kerja
KPwBI Provinsi Jawa Tengah, 9 KUPVA BB (21,95%)
terdapat di wilayah kerja KPwBI Solo, 6 KUPVA BB
(14,63%) terdapat di wilayah kerja KPwBI Purwokerto,
dan 3 KUPVA BB (7,32%) terdapat di wilayah kerja
KPwBI Tegal. Penyelenggaraan KUPVA BB berizin
Grafik 5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan
100.000 50.000 20.000 PECAHAN 10.000<
Grafik 5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
LEMBAR
100,000 50,000 20,000 PECAHAN<10.000
55,97% 41,83% 1,02% 1,18%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
10,000 LEMBAR
PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
Grafik 5.8 Nominal dan Frekuensi Kas Keliling
NOMINAL KAS KELILING FREKUENSI KAS KELILING - SKALA KANAN
0
10
20
30
40
50
60
70
80 KALI
Grafik 5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
RP TRILIUN RASIO (%)
-
10
20
30
40
50
60
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0
10
20
30
40
50
60
70
90
100
90
RP MILIAR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IVI II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017II III IV
Dalam rangka men jamin keter sed iaan dan
meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke
masyarakat, Bank Indonesia di Jawa Tengah secara rutin
melakukan kegiatan penarikan uang Rupiah yang tidak
layak edar dari peredaran, untuk selanjutnya disortir
dan diganti dengan uang rupiah layak edar.
Pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar di Jawa
Tengah pada triwulan laporan sebesar 47,29% dari
inflow. Rasio tingkat pemusnahan uang tidak layak edar
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
berada di level 32,00%.
Jumlah uang palsu yang ditemukan di Jawa Tengah
pada 2017 sebanyak 21.628 lembar. Jumlah ini
mengalami penurunan 16,65% dibandingkan periode
yang sama tahun lalu dengan temuan uang palsu
sebanyak 25.948 lembar. Apabila dibedakan menurut
nominalnya, uang palsu yang paling banyak ditemukan
adalah pecahan Rp100.000 sebanyak 12.105 lembar
(55,97%), diikuti oleh pecahan Rp50.000 sebanyak
9.048 lembar (41,83%). Sedangkan uang palsu dalam
pecahan lainnya memiliki pangsa masing-masing
pecahan kurang dari 2%.
Bank Indonesia aktif melakukan layanan kas, baik yang
dilaksanakan di dalam kantor maupun di luar kantor.
Kegiatan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang
cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan
dalam kondisi layak edar atau mendorong clean money
policy. Layanan kas bagi masyarakat di kantor Bank
Indonesia dibuka untuk melayani penukaran uang
rusak, uang cacat, serta uang yang sudah dicabut dari
peredaran.
Salah satu bentuk layanan kas yang dilakukan Bank
Indonesia di luar kantor adalah kas keliling, yang rutin di
dalam kota lokasi Bank Indonesia hingga menjangkau
daerah terpencil. Pada triwulan IV 2017, Kantor Bank
Indonesia Provinsi Jawa Tengah melakukan kegiatan
kas keliling sebanyak 13 kali. Selama kegiatan kas
keliling di triwulan pelaporan, masyarakat menukarkan
uang Rupiah sebesar Rp18,26 miliar. Kas keliling dapat
melayani penukaran uang ke pecahan yang lebih kecil
serta uang layak edar.
102 103
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PEMBELIANPENJUALAN PERTUMBUHAN TAHUNAN TRANSAKSI - SKALA KANAN
PERTUMBUHAN TAHUNAN KUNJUNGAN WISMAN - SKALA KANAN
Grafik 5.13 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah
Grafik 5.14 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVABukan Bank di Jawa Tengah
RP MILIARRP MILIAR %, YOY
-
150
300
450
600
750
-
150
300
450
600
750
USD SGD MYR EUR JPY LAINNYA
(80)
(40)
0
40
80
120
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IVI II III IV
2013I
2017II III IV
Apabila dibedakan berdasarkan daerahnya, uang palsu
paling banyak ditemukan di Semarang (42,73%).
Sementara pangsa penemuan uang palsu di kota lain
adalah Solo (23,70%), Tegal (20,61%), dan Purwokerto
(12,96%). Penemuan tersebut antara lain berasal dari
klarifikasi perbankan ke Bank Indonesia (95,31%),
setoran masyarakat melalui loket penukaran (2,56%),
hasil setoran bank (2,12%), serta klarifikasi masyarakat
ke Bank Indonesia (0,01%).
Grafik 5.12 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Sumber Temuan
95,31% 2,56% 2,12% 0,01%
SETORAN BANKKLARIFIKASI BANK KLARIFIKASI MASYARAKATMASYARAKAT
diperlukan untuk mendukung keberlangsungan pasar
keuangan terutama pasar valuta asing domestik untuk
mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah serta
menjaga kelangsungan ekonomi.
Nilai transaksi penukaran valuta asing melalui KUPVA
BB tersebut pada triwulan pelaporan mencapai
Rp674,47 miliar, lebih tinggi 5,78% (qtq) dibandingkan
nilai transaksi triwulan sebelumnya sebesar Rp637,60
miliar. Sejalan dengan pertumbuhan triwulanan,
pertumbuhan tahunan transaksi penukaran valuta
asing juga masih melanjutkan tren positif. Nilai
transaksi tercatat tumbuh 5,40% (yoy), berbalik arah
dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang
mencatat pertumbuhan negatif sebesar 2,20%.
Peningkatan transaksi pembelian dan penjualan valuta
asing melalui KUPVA BB ini sejalan dengan
meningkatnya kunjungan wisatawan asing ke Jawa
Tengah sebesar 31,27% (yoy). Pada triwulan IV 2017,
wisatawan asing yang berkunjung ke Jawa Tengah
melalui Bandara Ahmad Yani – Semarang maupun
Bandara Adi Sumarmo – Solo sebesar 8.896 kunjungan,
lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar 6.777 kunjungan.
Apabila dibedakan berdasarkan jenis transaksi,
transaksi pembelian valuta asing melalui KUPVA Bukan
Bank mencapai Rp332,46 miliar atau meningkat
3,99% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar Rp319,71 miliar. Transaksi penjualan tercatat
5.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PENUKARAN VALUTA ASINGDi Jawa Tengah terdapat 41 penyelenggara Kegiatan
Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB)
yang memiliki izin dari Bank Indonesia. Dari jumlah
tersebut, 23 KUPVA (56,10%) terdapat di wilayah kerja
KPwBI Provinsi Jawa Tengah, 9 KUPVA BB (21,95%)
terdapat di wilayah kerja KPwBI Solo, 6 KUPVA BB
(14,63%) terdapat di wilayah kerja KPwBI Purwokerto,
dan 3 KUPVA BB (7,32%) terdapat di wilayah kerja
KPwBI Tegal. Penyelenggaraan KUPVA BB berizin
Grafik 5.11 Persentase Temuan Uang Palsu Berdasarkan Pecahan
100.000 50.000 20.000 PECAHAN 10.000<
Grafik 5.10 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Wilayah
SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL
LEMBAR
100,000 50,000 20,000 PECAHAN<10.000
55,97% 41,83% 1,02% 1,18%
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
10,000 LEMBAR
PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN
Grafik 5.8 Nominal dan Frekuensi Kas Keliling
NOMINAL KAS KELILING FREKUENSI KAS KELILING - SKALA KANAN
0
10
20
30
40
50
60
70
80 KALI
Grafik 5.9 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
RP TRILIUN RASIO (%)
-
10
20
30
40
50
60
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0
10
20
30
40
50
60
70
90
100
90
RP MILIAR
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IVI II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017II III IV
Dalam rangka men jamin keter sed iaan dan
meningkatkan standar kualitas uang yang diedarkan ke
masyarakat, Bank Indonesia di Jawa Tengah secara rutin
melakukan kegiatan penarikan uang Rupiah yang tidak
layak edar dari peredaran, untuk selanjutnya disortir
dan diganti dengan uang rupiah layak edar.
Pemusnahan uang Rupiah tidak layak edar di Jawa
Tengah pada triwulan laporan sebesar 47,29% dari
inflow. Rasio tingkat pemusnahan uang tidak layak edar
lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
berada di level 32,00%.
Jumlah uang palsu yang ditemukan di Jawa Tengah
pada 2017 sebanyak 21.628 lembar. Jumlah ini
mengalami penurunan 16,65% dibandingkan periode
yang sama tahun lalu dengan temuan uang palsu
sebanyak 25.948 lembar. Apabila dibedakan menurut
nominalnya, uang palsu yang paling banyak ditemukan
adalah pecahan Rp100.000 sebanyak 12.105 lembar
(55,97%), diikuti oleh pecahan Rp50.000 sebanyak
9.048 lembar (41,83%). Sedangkan uang palsu dalam
pecahan lainnya memiliki pangsa masing-masing
pecahan kurang dari 2%.
Bank Indonesia aktif melakukan layanan kas, baik yang
dilaksanakan di dalam kantor maupun di luar kantor.
Kegiatan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang
cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan
dalam kondisi layak edar atau mendorong clean money
policy. Layanan kas bagi masyarakat di kantor Bank
Indonesia dibuka untuk melayani penukaran uang
rusak, uang cacat, serta uang yang sudah dicabut dari
peredaran.
Salah satu bentuk layanan kas yang dilakukan Bank
Indonesia di luar kantor adalah kas keliling, yang rutin di
dalam kota lokasi Bank Indonesia hingga menjangkau
daerah terpencil. Pada triwulan IV 2017, Kantor Bank
Indonesia Provinsi Jawa Tengah melakukan kegiatan
kas keliling sebanyak 13 kali. Selama kegiatan kas
keliling di triwulan pelaporan, masyarakat menukarkan
uang Rupiah sebesar Rp18,26 miliar. Kas keliling dapat
melayani penukaran uang ke pecahan yang lebih kecil
serta uang layak edar.
102 103
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Apabila ditinjau dari luas wilayahnya, rasio ketersediaan
layanan keuangan dibandingkan 1.000 km2 luas
wilayah di masing-masing kabupaten/kota Jawa
Tengah, daerah yang memiliki ketersediaan layanan
keuangan tertinggi dibandingkan luas wilayahnya
adalah Kota Solo. Sementara daerah yang memiliki nilai
rasio terendah adalah Kabupaten Pekalongan.
Aspek ini perlu menjadi perhatian bagi pemangku
kebijakan dan industri keuangan agar dapat
meningkatkan jangkauan layanan keuangan bagi
masyarakat, terutama yang berada di daerah terpencil.
Bank Indonesia melakukan terobosan dalam membuka
poin layanan keuangan khususnya bagi unbanked dan
underbanked melalui Layanan Keuangan Digital (LKD)
untuk meningkatkan inklusivitas keuangan di
Indonesia.
Pemanfaatan LKD dapat mendukung peningkatan
keuangan inklusif yang berdampak positif pada
p e r k e m b a n g a n e k o n o m i n a s i o n a l k a re n a
meningkatkan kesejahteraan individu atau rumah
tangga, mengurangi tingkat kemiskinan, pemerataan
pendapatan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi
mulai dari tingkat lokal. Sehingga dapat berdampak
positif pada stabilitas sistem pembayaran dan stabilitas
sistem keuangan.
Bank Indonesia mengawal penyaluran program
pemerintah berupa bantuan sosial non tunai kepada
Keluarga Penerima Manfaat (KPM), baik berupa
Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan
Non Tunai (BPNT) melalui pelaksanaan koordinasi
dengan Dinas Sosial dan bank penyalur. Setiap
penyaluran bansos dilakukan dalam bentuk non tunai
melalui sistem perbankan dan diintegrasikan dalam
satu kartu (kartu kombo), atau yang dikenal dengan
Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Transformasi
penyaluran bansos dari tunai menjadi non tunai antara
lain dimaksudkan untuk mewujudkan pemenuhan
prinsip 6T (tepat waktu, tepat sasaran, tepat jumlah,
tepat kualitas, tepat harga, dan tepat administrasi) serta
meningkatkan kesempatan dan kemampuan
masyarakat dalam mengakses dan memanfaatkan
layanan keuangan.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jateng turut
memfasilitasi program elektronifikasi pembayaran jalan
tol, khususnya di Semarang-Salatiga. Ruas jalan tol
yang dikelola oleh PT. Jasa Marga dan PT. Trans Marga
Jateng telah dielektronifikasi secara bertahap.
Pembayaran di ruas jalan tol dimaksud dapat difasilitasi
menggunakan uang elektronik yang diterbitkan oleh
Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN, dan BCA. Elektronifikasi
dilakukan untuk menciptakan layanan non tunai yang
aman, cepat, efisien, dan transparan.
RASIO KETERSEDIAAN LAYANAN KEUANGAN RASIO KETERSEDIAAN AGEN LKD
Grafik 5.15 Rasio Ketersediaan Layanan Keuangan di Jawa Tengahdibandingkan 100.000 Penduduk Dewasa
0
100
200
300
400
KAB.
SEM
ARA
NG
KAB.
KEN
DA
L
KAB.
DEM
AK
KAB.
GRO
BOG
AN
KAB.
PEK
ALO
NG
AN
KAB.
TEG
AL
KAB.
BRE
BES
KAB.
PAT
I
KAB.
KU
DU
S
KAB.
PEM
ALA
NG
KAB.
JEPA
RA
KAB.
REM
BAN
G
KAB.
BLO
RA
KAB.
BA
NYU
MA
S
KAB.
CIL
AC
AP
KAB.
PU
RBA
LIN
GG
A
KAB.
BA
NJA
RNEG
ARA
KAB.
MA
GEL
AN
G
KAB.
TEM
AN
GG
UN
G
KAB.
WO
NO
SOBO
KAB.
PU
RWO
REJO
KAB.
KEB
UM
EN
KAB.
KLA
TEN
KAB.
BO
YOLA
LI
KAB.
SRA
GEN
KAB.
SU
KOH
ARJ
O
KAB.
KA
RAN
GA
NYA
R
KAB.
WO
NO
GIR
I
KAB.
BAT
AN
G
KOTA
SEM
ARA
NG
KOTA
SA
LATI
GA
KOTA
PEK
ALO
NG
AN
KOTA
TEG
AL
KOTA
MA
GEL
AN
G
KOTA
SU
RAKA
RTA
/SO
LO
RASIO KETERSEDIAAN LAYANAN KEUANGAN RASIO KETERSEDIAAN AGEN LKD
Grafik 5.16 Rasio Ketersediaan Layanan Keuangan di Jawa Tengahdibandingkan 1.000 km2 Luas Wilayah
0
100
200
300
400
KAB.
SEM
ARA
NG
KAB.
KEN
DA
L
KAB.
DEM
AK
KAB.
GRO
BOG
AN
KAB.
PEK
ALO
NG
AN
KAB.
TEG
AL
KAB.
BRE
BES
KAB.
PAT
I
KAB.
KU
DU
S
KAB.
PEM
ALA
NG
KAB.
JEPA
RA
KAB.
REM
BAN
G
KAB.
BLO
RA
KAB.
BA
NYU
MA
S
KAB.
CIL
AC
AP
KAB.
PU
RBA
LIN
GG
A
KAB.
BA
NJA
RNEG
ARA
KAB.
MA
GEL
AN
G
KAB.
TEM
AN
GG
UN
G
KAB.
WO
NO
SOBO
KAB.
PU
RWO
REJO
KAB.
KEB
UM
EN
KAB.
KLA
TEN
KAB.
BO
YOLA
LI
KAB.
SRA
GEN
KAB.
SU
KOH
ARJ
O
KAB.
KA
RAN
GA
NYA
R
KAB.
WO
NO
GIR
I
KAB.
BAT
AN
G
KOTA
SEM
ARA
NG
KOTA
SA
LATI
GA
KOTA
PEK
ALO
NG
AN
KOTA
TEG
AL
KOTA
MA
GEL
AN
G
KOTA
SU
RAKA
RTA
/SO
LO
di Bank Indones ia agar dapat mendukung
pembentukan iklim sistem pembayaran yang aman,
lancar, efisien, serta melindungi konsumen.
mengalami perbaikan dengan tumbuh sebesar 7,59%
(qtq) menjadi Rp342,01, setelah mencatat kontraksi
sebesar 1,51% (qtq) pada triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan tahunan transaksi pembelian dan
penjualan mencatat pertumbuhan negatif sebesar
masing-masing 4,26% (yoy) dan 6,54% (yoy).
Berdasarkan mata uang yang diperdagangkan, Dolar
Amerika Serikat (USD) masih mendominasi transaksi
pada triwulan IV 2017 (32,15%) yang diikuti oleh Dolar
Singapura (SGD, 22,48%), Euro (EUR, 8,61%), Ringgit
Malaysia (MYR, 7,24%), dan Yen Jepang (JPY, 5,90%).
Sementara transaksi mata uang lainnya memiliki
pangsa 23,62%. Penggunaan USD masih mendominasi
transaksi di Jawa Tengah seiring dengan peran USD
sebagai mata uang internasional serta peran Amerika
Serikat sebagai negara tujuan ekspor terbesar Jawa
Tengah.
Bank Indonesia aktif melakukan pengawasan kepada
KUPVA BB berizin untuk pengembangan industri yang
sehat dan efisien serta mencegah dimanfaatkannya
KUPVA BB untuk pencucian uang, pendanaan
terorisme, atau kejahatan lainnya. Bank Indonesia juga
bekerjasama dengan kepolisian di daerah untuk
melakukan penertiban KUPVA BB yang belum berizin.
Bank Indonesia terus mendorong KUPVA BB yang
belum berizin untuk untuk segera mengurus perizinan
5.4. PERKEMBANGAN ELEKTRONIFIKASI DAN KEUANGAN INKLUSIFBank Indonesia sebagai otoritas di bidang sistem
pembayaran memiliki tugas dan peran yang esensial
dalam mengakselerasi penggunaan layanan keuangan
non tunai. Saat ini, akses keuangan bagi masyarakat
yang difasilitasi oleh jaringan kantor bank umum masih
terpusat di kota-kota dengan aktivitas perekonomian
yang tinggi di Jawa Tengah.
Berdasarkan rasio ketersediaan layanan keuangan
dibandingkan 100.000 penduduk dewasa di masing-
masing kabupaten/kota Jawa Tengah, daerah yang
penduduknya mendapat layanan keuangan melalui
kantor perbankan maupun ATM dalam jumlah tertinggi
adalah Kota Magelang dengan nilai rasio 358,4, diikuti
oleh kota Solo dan Tegal. Sementara itu, jumlah agen
LKD yang melayani setiap 100.000 penduduk dewasa
di Jawa Tengah berdasarkan nilai rasio dimaksud juga
masih terpusat di perkotaan, yaitu Kota Semarang.
Daerah dengan ketersediaan layanan keuangan yang
relatif rendah bagi penduduk dewasa adalah
Kabupaten Pekalongan.
104 105
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Apabila ditinjau dari luas wilayahnya, rasio ketersediaan
layanan keuangan dibandingkan 1.000 km2 luas
wilayah di masing-masing kabupaten/kota Jawa
Tengah, daerah yang memiliki ketersediaan layanan
keuangan tertinggi dibandingkan luas wilayahnya
adalah Kota Solo. Sementara daerah yang memiliki nilai
rasio terendah adalah Kabupaten Pekalongan.
Aspek ini perlu menjadi perhatian bagi pemangku
kebijakan dan industri keuangan agar dapat
meningkatkan jangkauan layanan keuangan bagi
masyarakat, terutama yang berada di daerah terpencil.
Bank Indonesia melakukan terobosan dalam membuka
poin layanan keuangan khususnya bagi unbanked dan
underbanked melalui Layanan Keuangan Digital (LKD)
untuk meningkatkan inklusivitas keuangan di
Indonesia.
Pemanfaatan LKD dapat mendukung peningkatan
keuangan inklusif yang berdampak positif pada
p e r k e m b a n g a n e k o n o m i n a s i o n a l k a re n a
meningkatkan kesejahteraan individu atau rumah
tangga, mengurangi tingkat kemiskinan, pemerataan
pendapatan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi
mulai dari tingkat lokal. Sehingga dapat berdampak
positif pada stabilitas sistem pembayaran dan stabilitas
sistem keuangan.
Bank Indonesia mengawal penyaluran program
pemerintah berupa bantuan sosial non tunai kepada
Keluarga Penerima Manfaat (KPM), baik berupa
Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan
Non Tunai (BPNT) melalui pelaksanaan koordinasi
dengan Dinas Sosial dan bank penyalur. Setiap
penyaluran bansos dilakukan dalam bentuk non tunai
melalui sistem perbankan dan diintegrasikan dalam
satu kartu (kartu kombo), atau yang dikenal dengan
Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Transformasi
penyaluran bansos dari tunai menjadi non tunai antara
lain dimaksudkan untuk mewujudkan pemenuhan
prinsip 6T (tepat waktu, tepat sasaran, tepat jumlah,
tepat kualitas, tepat harga, dan tepat administrasi) serta
meningkatkan kesempatan dan kemampuan
masyarakat dalam mengakses dan memanfaatkan
layanan keuangan.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jateng turut
memfasilitasi program elektronifikasi pembayaran jalan
tol, khususnya di Semarang-Salatiga. Ruas jalan tol
yang dikelola oleh PT. Jasa Marga dan PT. Trans Marga
Jateng telah dielektronifikasi secara bertahap.
Pembayaran di ruas jalan tol dimaksud dapat difasilitasi
menggunakan uang elektronik yang diterbitkan oleh
Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN, dan BCA. Elektronifikasi
dilakukan untuk menciptakan layanan non tunai yang
aman, cepat, efisien, dan transparan.
RASIO KETERSEDIAAN LAYANAN KEUANGAN RASIO KETERSEDIAAN AGEN LKD
Grafik 5.15 Rasio Ketersediaan Layanan Keuangan di Jawa Tengahdibandingkan 100.000 Penduduk Dewasa
0
100
200
300
400
KAB.
SEM
ARA
NG
KAB.
KEN
DA
L
KAB.
DEM
AK
KAB.
GRO
BOG
AN
KAB.
PEK
ALO
NG
AN
KAB.
TEG
AL
KAB.
BRE
BES
KAB.
PAT
I
KAB.
KU
DU
S
KAB.
PEM
ALA
NG
KAB.
JEPA
RA
KAB.
REM
BAN
G
KAB.
BLO
RA
KAB.
BA
NYU
MA
S
KAB.
CIL
AC
AP
KAB.
PU
RBA
LIN
GG
A
KAB.
BA
NJA
RNEG
ARA
KAB.
MA
GEL
AN
G
KAB.
TEM
AN
GG
UN
G
KAB.
WO
NO
SOBO
KAB.
PU
RWO
REJO
KAB.
KEB
UM
EN
KAB.
KLA
TEN
KAB.
BO
YOLA
LI
KAB.
SRA
GEN
KAB.
SU
KOH
ARJ
O
KAB.
KA
RAN
GA
NYA
R
KAB.
WO
NO
GIR
I
KAB.
BAT
AN
G
KOTA
SEM
ARA
NG
KOTA
SA
LATI
GA
KOTA
PEK
ALO
NG
AN
KOTA
TEG
AL
KOTA
MA
GEL
AN
G
KOTA
SU
RAKA
RTA
/SO
LO
RASIO KETERSEDIAAN LAYANAN KEUANGAN RASIO KETERSEDIAAN AGEN LKD
Grafik 5.16 Rasio Ketersediaan Layanan Keuangan di Jawa Tengahdibandingkan 1.000 km2 Luas Wilayah
0
100
200
300
400
KAB.
SEM
ARA
NG
KAB.
KEN
DA
L
KAB.
DEM
AK
KAB.
GRO
BOG
AN
KAB.
PEK
ALO
NG
AN
KAB.
TEG
AL
KAB.
BRE
BES
KAB.
PAT
I
KAB.
KU
DU
S
KAB.
PEM
ALA
NG
KAB.
JEPA
RA
KAB.
REM
BAN
G
KAB.
BLO
RA
KAB.
BA
NYU
MA
S
KAB.
CIL
AC
AP
KAB.
PU
RBA
LIN
GG
A
KAB.
BA
NJA
RNEG
ARA
KAB.
MA
GEL
AN
G
KAB.
TEM
AN
GG
UN
G
KAB.
WO
NO
SOBO
KAB.
PU
RWO
REJO
KAB.
KEB
UM
EN
KAB.
KLA
TEN
KAB.
BO
YOLA
LI
KAB.
SRA
GEN
KAB.
SU
KOH
ARJ
O
KAB.
KA
RAN
GA
NYA
R
KAB.
WO
NO
GIR
I
KAB.
BAT
AN
G
KOTA
SEM
ARA
NG
KOTA
SA
LATI
GA
KOTA
PEK
ALO
NG
AN
KOTA
TEG
AL
KOTA
MA
GEL
AN
G
KOTA
SU
RAKA
RTA
/SO
LO
di Bank Indones ia agar dapat mendukung
pembentukan iklim sistem pembayaran yang aman,
lancar, efisien, serta melindungi konsumen.
mengalami perbaikan dengan tumbuh sebesar 7,59%
(qtq) menjadi Rp342,01, setelah mencatat kontraksi
sebesar 1,51% (qtq) pada triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan tahunan transaksi pembelian dan
penjualan mencatat pertumbuhan negatif sebesar
masing-masing 4,26% (yoy) dan 6,54% (yoy).
Berdasarkan mata uang yang diperdagangkan, Dolar
Amerika Serikat (USD) masih mendominasi transaksi
pada triwulan IV 2017 (32,15%) yang diikuti oleh Dolar
Singapura (SGD, 22,48%), Euro (EUR, 8,61%), Ringgit
Malaysia (MYR, 7,24%), dan Yen Jepang (JPY, 5,90%).
Sementara transaksi mata uang lainnya memiliki
pangsa 23,62%. Penggunaan USD masih mendominasi
transaksi di Jawa Tengah seiring dengan peran USD
sebagai mata uang internasional serta peran Amerika
Serikat sebagai negara tujuan ekspor terbesar Jawa
Tengah.
Bank Indonesia aktif melakukan pengawasan kepada
KUPVA BB berizin untuk pengembangan industri yang
sehat dan efisien serta mencegah dimanfaatkannya
KUPVA BB untuk pencucian uang, pendanaan
terorisme, atau kejahatan lainnya. Bank Indonesia juga
bekerjasama dengan kepolisian di daerah untuk
melakukan penertiban KUPVA BB yang belum berizin.
Bank Indonesia terus mendorong KUPVA BB yang
belum berizin untuk untuk segera mengurus perizinan
5.4. PERKEMBANGAN ELEKTRONIFIKASI DAN KEUANGAN INKLUSIFBank Indonesia sebagai otoritas di bidang sistem
pembayaran memiliki tugas dan peran yang esensial
dalam mengakselerasi penggunaan layanan keuangan
non tunai. Saat ini, akses keuangan bagi masyarakat
yang difasilitasi oleh jaringan kantor bank umum masih
terpusat di kota-kota dengan aktivitas perekonomian
yang tinggi di Jawa Tengah.
Berdasarkan rasio ketersediaan layanan keuangan
dibandingkan 100.000 penduduk dewasa di masing-
masing kabupaten/kota Jawa Tengah, daerah yang
penduduknya mendapat layanan keuangan melalui
kantor perbankan maupun ATM dalam jumlah tertinggi
adalah Kota Magelang dengan nilai rasio 358,4, diikuti
oleh kota Solo dan Tegal. Sementara itu, jumlah agen
LKD yang melayani setiap 100.000 penduduk dewasa
di Jawa Tengah berdasarkan nilai rasio dimaksud juga
masih terpusat di perkotaan, yaitu Kota Semarang.
Daerah dengan ketersediaan layanan keuangan yang
relatif rendah bagi penduduk dewasa adalah
Kabupaten Pekalongan.
104 105
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
SUPLEMEN IV EKOSISTEM NON TUNAI DI KABUPATEN BANYUMAS
Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) merupakan
gerakan yang dicanangkan oleh Bank Indonesia
pada t angga l 14 Agus tu s 2014 un tuk
meningkatkan kesadaran dan penggunaan
instrumen keuangan untuk bertransaksi secara non
tunai. Melalui GNNT, transaksi setiap individu
diharapkan dapat dilaksanakan dengan mudah,
cepat , dan ef i s ien. Konsep gerakan in i
dilatarbelakangi oleh GNNT sebagai ekosistem
strategis, dalam pencapaian Keuangan Inklusif (KI),
yang artinya seluruh tingkat masyarakat dapat
memiliki akses terhadap layanan keuangan.
Implementasi non tunai yang telah diterapkan di
Kabupaten Banyumas antara lain penggunaan
Uang elektronik sebagai alternatif pembayaran di
Pasar Manis (Pasar Tradisional), implementasi non
tunai di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dan
implementasi non tunai di Pesantren Miftahul
Huda. Dalam mewujudkan ekosistem non tunai,
terdapat beberapa masalah struktural seperti
infrastruktur belum merata, akseptasi non tunai
masih rendah, dan biaya yang bervariasi. Beberapa
Profil kependudukan dan kesejahteraan dapat
mencerminkan tingkat adaptasi penduduk dalam
menghadapi perubahan khususnya adaptasi
perubahan teknologi. Berdasarkan data BPS,
jumlah penduduk di Kabupaten Banyumas
sebanyak 1.635.909 jiwa dengan persentase
penduduk miskin sebesar 17,04%, lebih tinggi
dibandingkan persentase penduduk miskin
provinsi Jawa Tengah sebesar 13,01%. Jumlah
angkatan kerja di Kabupaten Banyumas tercatat
sebanyak 841.406 orang, dengan jumlah bekerja
sebanyak 785.231 orang dan pengangguran
terbuka sebanyak 38.048 orang.
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar
angkatan kerja yang sedang bekerja berpendidikan
aspek juga mempengaruhi perkembangan
ekosistem non tunai, salah satunya adalah aspek
sosial, politik, dan teknologi. Berikut hasil asesmen
kondisi ekosistem non tunai di Kabupaten
Banyumas:
Grafik 1. Tingkat Pendidikan Angkatan Kerja Yang Bekerja d BanyumasSumber: BPS, diolah
3.22%
18.18%
29.40%
18.05%
8.41%
13.62%
2.92%
6.19%
TIDAK/BELUM PERNAH SEKOLAH
TIDAK/BELUM TAMAT SD
SEKOLAH DASAR
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
SEKOLAH MENENGAH ATAS
SEKOLAH MENENGAH ATAS KEJURUAN
DIPLOMA I/II/III/AKADEMI
UNIVERSITAS
Grafik 2. Lapangan Kerja Berdasarkan Sektor di BanyumasSumber: BPS, diolah
17.0%
1.6%
17.3%
0.5%
14.0%
28.1%
3.4%
3.3%
14.7%
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
PERTANIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
LISTRIK, GAS DAN AIR
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN
ANGKUTAN, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI
KEUANGAN DAN ASURANSI
JASA KEMASYARAKATAN
Grafik 2.4 Kepemilikan Akses Layanan Keuangan di BanyumasSumber: Quick Survey KPw BI Purwokerto
BABY BOOMERS (1946-1964)GENERATION X (1965-1980)GENERATION Y DAN Z (1981-1994) DAN (1995-2010)
Grafik 2.3 Persebaran Angkatan Kerja Berdasarkan Generasi di BanyumasSumber: BPS, diolah
PUNYATIDAK PUNYA
22.10%46.99%30.92%
16.67%83.33%
1. Aspek Sosial
setingkat sekolah dasar (29,40%). Angkatan kerja
yang bekerja di Kabupaten Banyumas, mayoritas
berada pada sektor perdagangan (28,1%), diikuti
industri pengolahan (17,3%) dan pertanian
(17,0%).
Berdasarkan teori generasi, terdapat beberapa
kelompok generasi, yaitu generasi baby boomers,
generasi X, generasi Y, dan generasi Z.
Pengelompakkan generasi ini berdasarkan tahun
kelahiran yang berdampak terhadap pola pikir,
sikap terhadap teknologi, preferensi, dan adaptasi
terhadap tantangan.
Struktur angkatan kerja kabupaten Banyumas
terdiri dari 22,10% generasi baby boomers;
46,99% generasi X dan 30,92% generasi Y dan Z.
Mulai masuknya generasi Y dan Z dalam dunia
kerja memberikan peluang terhadap penetrasi
digital yang akan berdampak pada akseptasi
penggunaan non tunai.
Berdasarkan aspirasi dan preferensi, generasi baby
boomers memiliki kecenderungan mendapatkan
keamanan kerja. Sedangkan generasi X lebih
memilih untuk mencapai work life balance, dan
generasi Y serta Z memiliki preferensi terhadap
kebebasan dan fleksibilitas. Sikap pada setiap
generasi terhadap teknologi juga berbeda.
Generasi baby boomers merupakan IT adaptors,
generasi X merupakan imigran digital dan generasi
Y serta Z merupakan pengguna sistem digital dan
merupakan technoholics.
Berdasarkan hasil quick survey tentang akses 9layanan keuangan dan implementasi non tunai ,
diketahui bahwa sebanyak 83,33% responden
telah memiliki akses layanan keuangan yaitu
kepemilikan rekening tabungan di perbankan.
Alasan responden memiliki rekening tabungan di
Bank, dikarenakan sistem pemberian gaji di
perusahaan atau institusi responden disalurkan
melalui perbankan serta kebutuhan akan akses
layanan keuangan responden tersebut sangat
tinggi. Profil responden yang memiliki akses
layanan keuangan perbankan yaitu karyawan
swasta, magang, ibu rumah tangga, mahasiswa,
wirausaha, jobseekers, PNS, dokter, pedagang,
guru, dan kontraktor. Di samping itu, responden
yang tidak memiliki akses layanan keuangan
umumnya karena merasa tidak membutuhkan
Quick survey dilaksanakan terhadap 30 responden di Kabupaten Banyumas yang dipilih dengan metode random sampling.
9.
SUPLEMEN IV
107PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH106
SUPLEMEN IV EKOSISTEM NON TUNAI DI KABUPATEN BANYUMAS
Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) merupakan
gerakan yang dicanangkan oleh Bank Indonesia
pada t angga l 14 Agus tu s 2014 un tuk
meningkatkan kesadaran dan penggunaan
instrumen keuangan untuk bertransaksi secara non
tunai. Melalui GNNT, transaksi setiap individu
diharapkan dapat dilaksanakan dengan mudah,
cepat , dan ef i s ien. Konsep gerakan in i
dilatarbelakangi oleh GNNT sebagai ekosistem
strategis, dalam pencapaian Keuangan Inklusif (KI),
yang artinya seluruh tingkat masyarakat dapat
memiliki akses terhadap layanan keuangan.
Implementasi non tunai yang telah diterapkan di
Kabupaten Banyumas antara lain penggunaan
Uang elektronik sebagai alternatif pembayaran di
Pasar Manis (Pasar Tradisional), implementasi non
tunai di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dan
implementasi non tunai di Pesantren Miftahul
Huda. Dalam mewujudkan ekosistem non tunai,
terdapat beberapa masalah struktural seperti
infrastruktur belum merata, akseptasi non tunai
masih rendah, dan biaya yang bervariasi. Beberapa
Profil kependudukan dan kesejahteraan dapat
mencerminkan tingkat adaptasi penduduk dalam
menghadapi perubahan khususnya adaptasi
perubahan teknologi. Berdasarkan data BPS,
jumlah penduduk di Kabupaten Banyumas
sebanyak 1.635.909 jiwa dengan persentase
penduduk miskin sebesar 17,04%, lebih tinggi
dibandingkan persentase penduduk miskin
provinsi Jawa Tengah sebesar 13,01%. Jumlah
angkatan kerja di Kabupaten Banyumas tercatat
sebanyak 841.406 orang, dengan jumlah bekerja
sebanyak 785.231 orang dan pengangguran
terbuka sebanyak 38.048 orang.
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar
angkatan kerja yang sedang bekerja berpendidikan
aspek juga mempengaruhi perkembangan
ekosistem non tunai, salah satunya adalah aspek
sosial, politik, dan teknologi. Berikut hasil asesmen
kondisi ekosistem non tunai di Kabupaten
Banyumas:
Grafik 1. Tingkat Pendidikan Angkatan Kerja Yang Bekerja d BanyumasSumber: BPS, diolah
3.22%
18.18%
29.40%
18.05%
8.41%
13.62%
2.92%
6.19%
TIDAK/BELUM PERNAH SEKOLAH
TIDAK/BELUM TAMAT SD
SEKOLAH DASAR
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
SEKOLAH MENENGAH ATAS
SEKOLAH MENENGAH ATAS KEJURUAN
DIPLOMA I/II/III/AKADEMI
UNIVERSITAS
Grafik 2. Lapangan Kerja Berdasarkan Sektor di BanyumasSumber: BPS, diolah
17.0%
1.6%
17.3%
0.5%
14.0%
28.1%
3.4%
3.3%
14.7%
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
PERTANIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
LISTRIK, GAS DAN AIR
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN
ANGKUTAN, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI
KEUANGAN DAN ASURANSI
JASA KEMASYARAKATAN
Grafik 2.4 Kepemilikan Akses Layanan Keuangan di BanyumasSumber: Quick Survey KPw BI Purwokerto
BABY BOOMERS (1946-1964)GENERATION X (1965-1980)GENERATION Y DAN Z (1981-1994) DAN (1995-2010)
Grafik 2.3 Persebaran Angkatan Kerja Berdasarkan Generasi di BanyumasSumber: BPS, diolah
PUNYATIDAK PUNYA
22.10%46.99%30.92%
16.67%83.33%
1. Aspek Sosial
setingkat sekolah dasar (29,40%). Angkatan kerja
yang bekerja di Kabupaten Banyumas, mayoritas
berada pada sektor perdagangan (28,1%), diikuti
industri pengolahan (17,3%) dan pertanian
(17,0%).
Berdasarkan teori generasi, terdapat beberapa
kelompok generasi, yaitu generasi baby boomers,
generasi X, generasi Y, dan generasi Z.
Pengelompakkan generasi ini berdasarkan tahun
kelahiran yang berdampak terhadap pola pikir,
sikap terhadap teknologi, preferensi, dan adaptasi
terhadap tantangan.
Struktur angkatan kerja kabupaten Banyumas
terdiri dari 22,10% generasi baby boomers;
46,99% generasi X dan 30,92% generasi Y dan Z.
Mulai masuknya generasi Y dan Z dalam dunia
kerja memberikan peluang terhadap penetrasi
digital yang akan berdampak pada akseptasi
penggunaan non tunai.
Berdasarkan aspirasi dan preferensi, generasi baby
boomers memiliki kecenderungan mendapatkan
keamanan kerja. Sedangkan generasi X lebih
memilih untuk mencapai work life balance, dan
generasi Y serta Z memiliki preferensi terhadap
kebebasan dan fleksibilitas. Sikap pada setiap
generasi terhadap teknologi juga berbeda.
Generasi baby boomers merupakan IT adaptors,
generasi X merupakan imigran digital dan generasi
Y serta Z merupakan pengguna sistem digital dan
merupakan technoholics.
Berdasarkan hasil quick survey tentang akses 9layanan keuangan dan implementasi non tunai ,
diketahui bahwa sebanyak 83,33% responden
telah memiliki akses layanan keuangan yaitu
kepemilikan rekening tabungan di perbankan.
Alasan responden memiliki rekening tabungan di
Bank, dikarenakan sistem pemberian gaji di
perusahaan atau institusi responden disalurkan
melalui perbankan serta kebutuhan akan akses
layanan keuangan responden tersebut sangat
tinggi. Profil responden yang memiliki akses
layanan keuangan perbankan yaitu karyawan
swasta, magang, ibu rumah tangga, mahasiswa,
wirausaha, jobseekers, PNS, dokter, pedagang,
guru, dan kontraktor. Di samping itu, responden
yang tidak memiliki akses layanan keuangan
umumnya karena merasa tidak membutuhkan
Quick survey dilaksanakan terhadap 30 responden di Kabupaten Banyumas yang dipilih dengan metode random sampling.
9.
SUPLEMEN IV
107PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH106
Grafik 2.9 Persentase Penggunaan Non Tunai terhadap Total Transaksidi Banyumas
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
BERTRANSAKSI TUNAIBERTRANSAKSI NON TUNAI
Grafik 2.5 Penggunaan Instrumen Tunai VS Non Tunai di BanyumasSumber: Quick Survey KPw BI Purwokerto
23.33%76.67%
>20% 11-20% 5-10%
akses layanan keuangan dalam kegiatan
ekonominya. Profil responden yang tidak memiliki
akses layanan keuangan perbankan yaitu
pembantu rumah tangga, ibu rumah tangga,
wirausaha, pedagang dan buruk pabrik dengan
sebaran usia 35-50 tahun.
Perkembangan penggunaan instrumen non tunai
di Banyumas juga dinilai masih kurang masif.
Sebanyak 76,67% responden masih memiliki
preferensi untuk menggunakan instrumen tunai
dalam bertransaksi dibandingkan menggunakan
instrumen non tunai. Hal tersebut karena perilaku
masyarakat yang masih belum terbiasa dan masih
terdapat masyarakat yang belum teredukasi terkait
instrumen non tunai. Selain itu, masih tingginya
persepsi pada masyarakat bahwa instrumen non
tunai memberikan kesulitan dalam bertransaksi.
Sebanyak 23,33% responden yang telah
menggunakan non tunai dalam transaksi,
mayoritas menyatakan telah menggunakan
instrumen non tunai dengan nominal 5-10% dari
total transaksi perbulan.
menjadi faktor yang penting dalam penerapan
sebuah program dengan proyeksi jangka panjang.
Pemerintah Pusat senantiasa mendukung program
implementasi non tunai, antara lain melalui Surat
Edaran Kementerian Dalam Negeri Nomor
910/1866/SJ tanggal 17 April 2017 perihal
Implementasi Transaksi Non Tunai Pada Pemerintah
Daerah Provinsi dan Surat Edaran Kementerian
Dalam Negeri Nomor 910/1867/SJ tanggal 17 April
2017 perihal Implementasi Transaksi Non Tunai
pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Implementasi transaksi non tunai pemerintah
daerah berimplikasi positif terhadap perekonomian
daerah. Melalui implementasi sistem non tunai
akan memberikan pengaruh secara tidak langsung
kepada masyarakat termasuk rekanan pemerintah
daerah, yang sebelumnya tidak memiliki rekening
di bank atau belum menggunakan jasa bank, harus
membuka diri terhadap layanan jasa perbankan.
Selain itu, dukungan pemerintah pusat dalam
implementasi non tunai di daerah juga dapat
diketahui melalui penyaluran bantuan dana
dengan instrumen non tunai, salah satunya
Bantuan Sosial (BanSos) PKH. Dukungan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah yang konsisten dan berkesinambungan
2. Aspek Politik
dengan penetrasi di Indonesia sebesar 11. Relatif
longgarnya sebaran infrastruktur (khususnya
jaringan kantor cabang) perbankan di Banyumas
telah diatasi melalui pembukaan Layanan
Keuangan Digital (LKD) di beberapa titik di
Kabupaten Banyumas, yakni sebanyak 2.174 agen.
Sejauh ini perbankan di wilayah Banyumas tidak
menga lami kenda la te rka i t penyed iaan
infrastruktur yang dapat mendukung peningkatan
inklusivitas keuangan dan penerapan dalam
penggunaan instrumen non tunai, khususnya bagi
bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik
Negara (HIMBARA).
Disamping itu, implementasi non tunai juga
diterapkan pada penyaluran dana BOS. Sejauh ini,
dalam implementasi non tunai khususnya
penyaluran bantuan dana dari kementerian terkait,
telah disambut baik oleh pemerintah daerah
Kabupaten Banyumas. Pemerintah daerah
Kabupaten Banyumas ikut serta mendukung
program Kementerian Sosial dalam penyaluran
PKH secara non tunai. Jumlah kecamatan yang
menerima bantuan sosial PKH di Kabupaten
Banyumas cukup tinggi yaitu sebanyak 27
kecamatan, hal ini mengingat jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Banyumas masih tergolong
tinggi.
Pemerintah Daerah Banyumas juga turut
mendukung program KPw BI Purwokerto dalam
program Transaksi Non Tunai (SINONA) pada tahun
2016, yang meliputi elektronifikasi pesantren dan
elektronifikasi pasar tradisonal. Pemerintah daerah
Banyumas juga menyatakan dukungannya untuk
mengimplementasikan smart city pada saat
launching program SINONA. Namun saat ini,
Pemerintah daerah masih mengalami kendala
dalam proses penyesuaian terkait tindak lanjut
kewaj iban implementasi non tunai pada
penerimaan dan pengeluaran daerah yang dimuat
dalam Surat Edaran Kementerian dalam Negeri.
Jumlah kantor bank di wilayah kabupaten
Banyumas tercatat sebanyak 36 dengan peneterasi
kantor cabang bank per 100 ribu penduduk
dewasa sebesar 4,5, lebih rendah dibandingkan
3. Aspek Teknologi
Berdasarkan ketiga aspek di atas, diketahui bahwa
tidak terdapat kendala teknologi dari sisi penyedia
jasa sistem pembayaran. Pemerintah daerah
Banyumas mulai beradaptasi meskipun masih
d a l a m p e n y e s u a s i a n p e r u b a h a n y a n g
mempengaruhi bisnis proses maupun sistem
teknologi. Di sisi lain, aspek sosial masih menjadi
tantangan utama yang perlu dihadapi, karena
struktur sosial memiliki pengaruh terhadap
akseptasi perubahan. Edukasi yang masif serta
mulai masuknya generasi technoholics dapat
menjadi peluang untuk dapat mempercepat
adaptasi.
Learning Insight
SUPLEMEN IV SUPLEMEN IV
108 109PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Grafik 2.9 Persentase Penggunaan Non Tunai terhadap Total Transaksidi Banyumas
Sumber:DJPB Kanwil Jawa Tengah Kemenkeu, diolah
BERTRANSAKSI TUNAIBERTRANSAKSI NON TUNAI
Grafik 2.5 Penggunaan Instrumen Tunai VS Non Tunai di BanyumasSumber: Quick Survey KPw BI Purwokerto
23.33%76.67%
>20% 11-20% 5-10%
akses layanan keuangan dalam kegiatan
ekonominya. Profil responden yang tidak memiliki
akses layanan keuangan perbankan yaitu
pembantu rumah tangga, ibu rumah tangga,
wirausaha, pedagang dan buruk pabrik dengan
sebaran usia 35-50 tahun.
Perkembangan penggunaan instrumen non tunai
di Banyumas juga dinilai masih kurang masif.
Sebanyak 76,67% responden masih memiliki
preferensi untuk menggunakan instrumen tunai
dalam bertransaksi dibandingkan menggunakan
instrumen non tunai. Hal tersebut karena perilaku
masyarakat yang masih belum terbiasa dan masih
terdapat masyarakat yang belum teredukasi terkait
instrumen non tunai. Selain itu, masih tingginya
persepsi pada masyarakat bahwa instrumen non
tunai memberikan kesulitan dalam bertransaksi.
Sebanyak 23,33% responden yang telah
menggunakan non tunai dalam transaksi,
mayoritas menyatakan telah menggunakan
instrumen non tunai dengan nominal 5-10% dari
total transaksi perbulan.
menjadi faktor yang penting dalam penerapan
sebuah program dengan proyeksi jangka panjang.
Pemerintah Pusat senantiasa mendukung program
implementasi non tunai, antara lain melalui Surat
Edaran Kementerian Dalam Negeri Nomor
910/1866/SJ tanggal 17 April 2017 perihal
Implementasi Transaksi Non Tunai Pada Pemerintah
Daerah Provinsi dan Surat Edaran Kementerian
Dalam Negeri Nomor 910/1867/SJ tanggal 17 April
2017 perihal Implementasi Transaksi Non Tunai
pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Implementasi transaksi non tunai pemerintah
daerah berimplikasi positif terhadap perekonomian
daerah. Melalui implementasi sistem non tunai
akan memberikan pengaruh secara tidak langsung
kepada masyarakat termasuk rekanan pemerintah
daerah, yang sebelumnya tidak memiliki rekening
di bank atau belum menggunakan jasa bank, harus
membuka diri terhadap layanan jasa perbankan.
Selain itu, dukungan pemerintah pusat dalam
implementasi non tunai di daerah juga dapat
diketahui melalui penyaluran bantuan dana
dengan instrumen non tunai, salah satunya
Bantuan Sosial (BanSos) PKH. Dukungan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah yang konsisten dan berkesinambungan
2. Aspek Politik
dengan penetrasi di Indonesia sebesar 11. Relatif
longgarnya sebaran infrastruktur (khususnya
jaringan kantor cabang) perbankan di Banyumas
telah diatasi melalui pembukaan Layanan
Keuangan Digital (LKD) di beberapa titik di
Kabupaten Banyumas, yakni sebanyak 2.174 agen.
Sejauh ini perbankan di wilayah Banyumas tidak
menga lami kenda la te rka i t penyed iaan
infrastruktur yang dapat mendukung peningkatan
inklusivitas keuangan dan penerapan dalam
penggunaan instrumen non tunai, khususnya bagi
bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik
Negara (HIMBARA).
Disamping itu, implementasi non tunai juga
diterapkan pada penyaluran dana BOS. Sejauh ini,
dalam implementasi non tunai khususnya
penyaluran bantuan dana dari kementerian terkait,
telah disambut baik oleh pemerintah daerah
Kabupaten Banyumas. Pemerintah daerah
Kabupaten Banyumas ikut serta mendukung
program Kementerian Sosial dalam penyaluran
PKH secara non tunai. Jumlah kecamatan yang
menerima bantuan sosial PKH di Kabupaten
Banyumas cukup tinggi yaitu sebanyak 27
kecamatan, hal ini mengingat jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Banyumas masih tergolong
tinggi.
Pemerintah Daerah Banyumas juga turut
mendukung program KPw BI Purwokerto dalam
program Transaksi Non Tunai (SINONA) pada tahun
2016, yang meliputi elektronifikasi pesantren dan
elektronifikasi pasar tradisonal. Pemerintah daerah
Banyumas juga menyatakan dukungannya untuk
mengimplementasikan smart city pada saat
launching program SINONA. Namun saat ini,
Pemerintah daerah masih mengalami kendala
dalam proses penyesuaian terkait tindak lanjut
kewaj iban implementasi non tunai pada
penerimaan dan pengeluaran daerah yang dimuat
dalam Surat Edaran Kementerian dalam Negeri.
Jumlah kantor bank di wilayah kabupaten
Banyumas tercatat sebanyak 36 dengan peneterasi
kantor cabang bank per 100 ribu penduduk
dewasa sebesar 4,5, lebih rendah dibandingkan
3. Aspek Teknologi
Berdasarkan ketiga aspek di atas, diketahui bahwa
tidak terdapat kendala teknologi dari sisi penyedia
jasa sistem pembayaran. Pemerintah daerah
Banyumas mulai beradaptasi meskipun masih
d a l a m p e n y e s u a s i a n p e r u b a h a n y a n g
mempengaruhi bisnis proses maupun sistem
teknologi. Di sisi lain, aspek sosial masih menjadi
tantangan utama yang perlu dihadapi, karena
struktur sosial memiliki pengaruh terhadap
akseptasi perubahan. Edukasi yang masif serta
mulai masuknya generasi technoholics dapat
menjadi peluang untuk dapat mempercepat
adaptasi.
Learning Insight
SUPLEMEN IV SUPLEMEN IV
108 109PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARANDAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
BABVI
7
Kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 mengalami perbaikan, tercemin dari menurunnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan meningkatnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) serta membaiknya kualitas pekerja.
NTP pada triwulan laporan tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dan mencatatkan surplus yang lebih tinggi.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September 2017 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 relatif membaik, tercermin dari perbaikan kondisi ketenagakerjaan, perbaikan Nilai Tukar Petani (NTP), dan berkurangnya angka kemiskinan.
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
BABVI
7
Kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 mengalami perbaikan, tercemin dari menurunnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan meningkatnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) serta membaiknya kualitas pekerja.
NTP pada triwulan laporan tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dan mencatatkan surplus yang lebih tinggi.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September 2017 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah pada triwulan IV 2017 relatif membaik, tercermin dari perbaikan kondisi ketenagakerjaan, perbaikan Nilai Tukar Petani (NTP), dan berkurangnya angka kemiskinan.
6.1. KETENAGAKERJAANJumlah penduduk usia kerja di Jawa Tengah
meningkat, mencerminkan potensi ketersediaan
tenaga kerja pada Agustus 2017 yang meningkat
dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada
Agustus 2017 jumlah penduduk usia kerja Jawa Tengah
sebesar 26,06 juta orang, atau meningkat 1,09% (yoy)
dibandingkan dengan Agustus 2016 yang berjumlah
25,78 juta orang. Kondisi ini mencerminkan besarnya
potensi tenaga kerja di Jawa Tengah dalam hal
kuantitas penduduk usia produktif.
Jumlah penduduk usia produktif yang menjadi
angkatan kerja meningkat pada triwulan laporan.
Jumlah angkatan kerja meningkat dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu
dari 17,31 juta orang menjadi sebanyak 18,01 juta
orang atau tumbuh 4,04% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan angkatan ker ja in i lebih baik
dibandingkan dengan pertumbuhan angkatan kerja
pada Agustus 2016 dan Februari 2017 yang masing-
masing tumbuh sebesar 0,06% (yoy) dan 1,62% (yoy).
Dari keseluruhan angkatan kerja tersebut, jumlah
penduduk yang bekerja pada Agustus 2017
sebanyak 17,19 juta orang atau 95,45% dari total
angkatan kerja. Jumlah pekerja ini tumbuh 4,12%
(yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
16,51 juta orang. Sementara itu, sebesar 4,55% atau
0,82 juta merupakan jumlah angkatan kerja yang
tergolong dalam pengangguran. Persentase ini tidak
berbeda jauh dengan kondisi di tingkat nasional, di
mana 94,50% angkatan kerja tergolong bekerja
sementara 5,50% merupakan pengangguran.
Sejalan dengan meningkatnya jumlah pekerja,
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
periode laporan juga mengalami peningkatan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu. TPAK yang mengindikasikan besarnya persentase
penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi,
mengalami peningkatan dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. TPAK Jawa Tengah pada
Agustus 2017 tercatat sebesar 69,11%, atau
meningkat dibandingkan Agustus 2016 yang tercatat
sebesar 67,15%. TPAK Jawa Tengah ini juga tercatat
masih lebih baik dibandingkan dengan nasional yang
tercatat sebesar 66,67%.
Struktur lapangan pekerjaan relatif tidak banyak
mengalami perubahan. Sektor Pertanian masih
menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga
kerja di Jawa Tengah. Meskipun demikian, sektor ini
mengalami penurunan jumlah pekerja dibandingkan
periode yang sama tahun lalu. Pada Agustus 2017,
lapangan usaha tersebut menyerap tenaga kerja
sebanyak 4,32 juta orang atau 25,13% dari total
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Angka ini
menurun dibandingkan Agustus 2016 yang
mencatatkan tenaga kerja sebanyak 5,07 juta orang
atau 30,71% dari total penduduk bekerja.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
INDIKATOR
ANGKATAN KERJA
BEKERJA
PENGANGGURAN
TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PARUH WAKTU
Data diolah dari Sakernas 2013-2017Sumber : BPS Jawa Tengah
FEBRUARI
2015
18,29
17,32
0,97
72,19
5,31
4,91
1,18
3,73
AGUSTUS17,30
16,44
0,86
67,86
4,99
4,51
1,07
3,44
FEBRUARI
2016
17,91
17,16
0,75
69,89
4,20
4,97
1,23
3,74
AGUSTUS
17,31
16,51
0,8
67,15
4,63
4,22
1,02
3,20
FEBRUARI
18,20
17,44
0,76
70,20
4,15
4,73
1,03
3,69
2017
FEBRUARI
18,01
17,19
0,82
69,11
4,57
4,34
1,10
3,24
113
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
6.1. KETENAGAKERJAANJumlah penduduk usia kerja di Jawa Tengah
meningkat, mencerminkan potensi ketersediaan
tenaga kerja pada Agustus 2017 yang meningkat
dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada
Agustus 2017 jumlah penduduk usia kerja Jawa Tengah
sebesar 26,06 juta orang, atau meningkat 1,09% (yoy)
dibandingkan dengan Agustus 2016 yang berjumlah
25,78 juta orang. Kondisi ini mencerminkan besarnya
potensi tenaga kerja di Jawa Tengah dalam hal
kuantitas penduduk usia produktif.
Jumlah penduduk usia produktif yang menjadi
angkatan kerja meningkat pada triwulan laporan.
Jumlah angkatan kerja meningkat dibandingkan
dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu
dari 17,31 juta orang menjadi sebanyak 18,01 juta
orang atau tumbuh 4,04% (yoy). Peningkatan
pertumbuhan angkatan ker ja in i lebih baik
dibandingkan dengan pertumbuhan angkatan kerja
pada Agustus 2016 dan Februari 2017 yang masing-
masing tumbuh sebesar 0,06% (yoy) dan 1,62% (yoy).
Dari keseluruhan angkatan kerja tersebut, jumlah
penduduk yang bekerja pada Agustus 2017
sebanyak 17,19 juta orang atau 95,45% dari total
angkatan kerja. Jumlah pekerja ini tumbuh 4,12%
(yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
16,51 juta orang. Sementara itu, sebesar 4,55% atau
0,82 juta merupakan jumlah angkatan kerja yang
tergolong dalam pengangguran. Persentase ini tidak
berbeda jauh dengan kondisi di tingkat nasional, di
mana 94,50% angkatan kerja tergolong bekerja
sementara 5,50% merupakan pengangguran.
Sejalan dengan meningkatnya jumlah pekerja,
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
periode laporan juga mengalami peningkatan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu. TPAK yang mengindikasikan besarnya persentase
penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi,
mengalami peningkatan dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. TPAK Jawa Tengah pada
Agustus 2017 tercatat sebesar 69,11%, atau
meningkat dibandingkan Agustus 2016 yang tercatat
sebesar 67,15%. TPAK Jawa Tengah ini juga tercatat
masih lebih baik dibandingkan dengan nasional yang
tercatat sebesar 66,67%.
Struktur lapangan pekerjaan relatif tidak banyak
mengalami perubahan. Sektor Pertanian masih
menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga
kerja di Jawa Tengah. Meskipun demikian, sektor ini
mengalami penurunan jumlah pekerja dibandingkan
periode yang sama tahun lalu. Pada Agustus 2017,
lapangan usaha tersebut menyerap tenaga kerja
sebanyak 4,32 juta orang atau 25,13% dari total
penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Angka ini
menurun dibandingkan Agustus 2016 yang
mencatatkan tenaga kerja sebanyak 5,07 juta orang
atau 30,71% dari total penduduk bekerja.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)
INDIKATOR
ANGKATAN KERJA
BEKERJA
PENGANGGURAN
TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PARUH WAKTU
Data diolah dari Sakernas 2013-2017Sumber : BPS Jawa Tengah
FEBRUARI
2015
18,29
17,32
0,97
72,19
5,31
4,91
1,18
3,73
AGUSTUS17,30
16,44
0,86
67,86
4,99
4,51
1,07
3,44
FEBRUARI
2016
17,91
17,16
0,75
69,89
4,20
4,97
1,23
3,74
AGUSTUS
17,31
16,51
0,8
67,15
4,63
4,22
1,02
3,20
FEBRUARI
18,20
17,44
0,76
70,20
4,15
4,73
1,03
3,69
2017
FEBRUARI
18,01
17,19
0,82
69,11
4,57
4,34
1,10
3,24
113
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN
kinerja ekonomi Jawa Tengah triwulan IV 2017 yang
tumbuh 5,40% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama pada 2016 yang sebesar 5,33%
(yoy). Jumlah pekerja berwaktu penuh Jawa Tengah per
Agustus 2017 tercatat sebanyak 12,85 juta orang atau
meningkat sebesar 4,56% (yoy) dibandingkan dengan
Agustus 2016 yang tercatat sebanyak 12,29 juta orang.
Penyerapan tenaga kerja Jawa Tengah pada periode
laporan sebesar 74,8% merupakan pekerja berwaktu
penuh (full time worker), yaitu penduduk yang bekerja
pada kelompok 35 jam ke atas per minggu. Hal ini
mengindikasikan rasio utilisasi tinggi terhadap
mayoritas tenaga kerja waktu penuh di Jawa Tengah.
Sementara itu, jumlah pekerja berwaktu tidak penuh
mengalami kenaikan, yaitu dari 4,22 juta menjadi 4,34
juta orang pada periode yang sama, meskipun secara
proporsi menurun dari sebesar 25,56% pada Agustus
2016 menjadi 25,25% pada Agustus 2017.
Perbaikan kualitas pekerja tercermin dari latar belakang
pendidikan menengah ke atas yang meningkat hingga
melebihi jumlah pekerja dengan pendidikan SD ke
bawah. Jumlah penduduk yang bekerja dengan tingkat
peningkatan migrasi pekerja ke sektor industri
pengolahan. Apabila jumlah kelompok tersebut
ditambahkan dengan kelompok berusaha dibantu
buruh tetap, maka akan membentuk proksi pekerja
sektor formal. Oleh karena itu, peningkatan tersebut
juga mencerminkan banyaknya jumlah pekerja di
sektor formal. Pada Agustus 2017, jumlah pekerja
sektor formal Jawa Tengah sebanyak 6,83 juta orang
atau 39,73% dari jumlah penduduk yang bekerja.
Jumlah pekerja sektor formal tersebut meningkat
dibandingkan dengan Agustus 2016 yang tercatat
sebanyak 6,25 juta orang. Jumlah pekerja di sektor
informal juga turut meningkat, meskipun proporsinya
terhadap jumlah penduduk bekerja menunjukkan
penurunan. Pada Agustus 2017 pekerja informal
tercatat sebanyak 10,36 juta orang atau 60,27% dari
jumlah penduduk bekerja, mengalami peningkatan
jumlah dibandingkan dengan Agustus 2016 yang
tercatat sebanyak 10,26 juta orang (62,14%).
Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Hal ini sejalan dengan
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS DI PERTANIAN
PEKERJA BEBAS DI NON PERTANIAN
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
FEBRUARI
2015
3,03
3,02
0,57
6,09
0,92
1,34
2,37
17,34
AGUSTUS
2,68
2,93
0,58
5,71
0,79
1,54
2,19
16,42
Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2017 (juta orang)
*Data diolah dari Sakernas 2013-2017** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangandan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha PersewaanSumber : BPS Jawa Tengah
FEBRUARI
2016
2,86
3,35
0,54
5,89
0,85
1,34
2,32
17,15
AGUSTUS
2,63
3,09
0,50
5,75
0,86
1,43
2,25
16,51
FEBRUARI
3,07
3,23
0,59
6,05
0,92
1,14
2,43
17,44
2017
AGUSTUS
3,30
2,77
0,51
6,32
0,83
1,56
1,90
17,19
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
FEBRUARI
2015
4,91
1,18
3,73
12,41
17,32
AGUSTUS
4,51
1,07
3,44
11,92
16,43
Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
* Data diolahdariSakernas 2013-2015Sumber : BPS Jawa Tengah
FEBRUARI
2016
4,97
1,23
3,74
12,19
17,16
AGUSTUS
4,22
1,02
3,2
12,29
16,51
FEBRUARI
4,73
1,03
3,69
12,71
17,44
2017
AGUSTUS
4,34
1,10
3,24
12,85
17,19
115
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN114 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Pada Agustus 2017, jumlah penduduk yang bekerja di
lapangan usaha pertanian mengalami penurunan
sebesar 0,75 juta orang atau 14,79% (yoy). Penurunan
tersebut ditengarai terjadi di subsektor perikanan, yang
dipengaruhi oleh pembatasan penggunaan alat
tangkap cantrang sehingga berpengaruh terhadap
beralihnya tenaga kerja di subsektor ini. Sejalan dengan
hal tersebut, kesejahteraan petani di subsektor
perikanan yang tercermin dari nilai tukar petani (NTP)
menunjukkan penurunan dari triwulan sebelumnya.
Selain subsektor perikanan, tingkat kesejahteraan
petani di subsektor hortikultura dan peternakan juga
mencatatkan penurunan NTP. NTP di subsektor
hortikultura bahkan hampir selalu mencatatkan defisit
dalam satu tahun terakhir (angka NTP di bawah 100).
Imbal hasil NTP yang rendah di sektor pertanian
diperkirakan menjadi salah satu faktor yang
mendorong penduduk beralih ke lapangan usaha lain
yang memberikan pendapatan lebih baik.
Selanjutnya, lapangan usaha perdagangan menempati
posisi kedua dengan menyerap 4,13 juta orang atau
24,03% penduduk yang bekerja di Jawa Tengah.
Lapangan usaha perdagangan mengalami peningkatan
pertumbuhan jumlah pekerja sebesar 11,32% (yoy).
Adapun lapangan usaha industri pengolahan
menempati posisi ketiga dengan menyerap 3,56 juta
orang (20,71%). Jumlah pekerja lapangan usaha
industri pengolahan ini tumbuh 9,54% (yoy).
Peningkatan jumlah pekerja di lapangan usaha
perdagangan dan industri pengolahan tersebut
berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan usaha
pertanian yang mengalami penurunan jumlah pekerja.
Hal ini mengindikasikan bahwa fenomena relokasi
sejumlah perusahaan manufaktur ke Jawa Tengah
mendorong migrasi tenaga kerja yang dahulu bekerja di
sektor pertanian beralih ke sektor perdagangan dan
industri pengolahan. Terlebih, sifat dari tenaga kerja di
sektor pertanian yang berhubungan erat dengan faktor
musim.
Status pekerjaan yang dominan pada Agustus
2017 adalah kelompok orang yang bekerja
sebagai buruh/karyawan/pegawai. Jumlah
k e l o m p o k o r a n g y a n g b e k e r j a s e b a g a i
buruh/karyawan/pegawai mencapai 6,32 juta orang,
lebih tinggi dibandingkan dengan Agustus 2016 yang
sebesar 5,75 juta orang. Meningkatnya jumlah tenaga
kerja ini sejalan dengan fakta bahwa terjadi Perkembangan NTP Subsektor Hortikultura, Peternakan,dan Perikanan dalam 4 Tahun Terakhir
Grafik 6.1
90
92
94
96
98
100
102
104
106
108 INDEKS
HORTIKULTURA PERIKANANTOTAL PETERNAKAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
SEKTOR EKONOMI
PERTANIAN
INDUSTRI
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN
TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI
KEUANGAN
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN
LAINNYA**
TOTAL
FEBRUARI
2015
5,39
3,33
1,34
4,01
0,49
0,31
2,29
0,17
17,33
AGUSTUS
4,71
3,27
1,53
3,8
0,55
0,34
2,07
0,16
16,43
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
*Data diolah dari Sakernas 2013-2017** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangandan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha PersewaanSumber : BPS Jawa Tengah
FEBRUARI
2016
5,16
3,22
1,28
4,11
0,55
0,3
2,39
0,15
17,16
AGUSTUS
5,07
3,25
1,43
3,71
0,55
0,3
2,04
2,44
16,51
FEBRUARI
4,97
3,6
1,25
4,12
0,55
0,39
2,4
0,16
17,44
2017
AGUSTUS
4,32
3,56
1,49
4,13
0,61
0,42
2,48
0,17
17,19
kinerja ekonomi Jawa Tengah triwulan IV 2017 yang
tumbuh 5,40% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
periode yang sama pada 2016 yang sebesar 5,33%
(yoy). Jumlah pekerja berwaktu penuh Jawa Tengah per
Agustus 2017 tercatat sebanyak 12,85 juta orang atau
meningkat sebesar 4,56% (yoy) dibandingkan dengan
Agustus 2016 yang tercatat sebanyak 12,29 juta orang.
Penyerapan tenaga kerja Jawa Tengah pada periode
laporan sebesar 74,8% merupakan pekerja berwaktu
penuh (full time worker), yaitu penduduk yang bekerja
pada kelompok 35 jam ke atas per minggu. Hal ini
mengindikasikan rasio utilisasi tinggi terhadap
mayoritas tenaga kerja waktu penuh di Jawa Tengah.
Sementara itu, jumlah pekerja berwaktu tidak penuh
mengalami kenaikan, yaitu dari 4,22 juta menjadi 4,34
juta orang pada periode yang sama, meskipun secara
proporsi menurun dari sebesar 25,56% pada Agustus
2016 menjadi 25,25% pada Agustus 2017.
Perbaikan kualitas pekerja tercermin dari latar belakang
pendidikan menengah ke atas yang meningkat hingga
melebihi jumlah pekerja dengan pendidikan SD ke
bawah. Jumlah penduduk yang bekerja dengan tingkat
peningkatan migrasi pekerja ke sektor industri
pengolahan. Apabila jumlah kelompok tersebut
ditambahkan dengan kelompok berusaha dibantu
buruh tetap, maka akan membentuk proksi pekerja
sektor formal. Oleh karena itu, peningkatan tersebut
juga mencerminkan banyaknya jumlah pekerja di
sektor formal. Pada Agustus 2017, jumlah pekerja
sektor formal Jawa Tengah sebanyak 6,83 juta orang
atau 39,73% dari jumlah penduduk yang bekerja.
Jumlah pekerja sektor formal tersebut meningkat
dibandingkan dengan Agustus 2016 yang tercatat
sebanyak 6,25 juta orang. Jumlah pekerja di sektor
informal juga turut meningkat, meskipun proporsinya
terhadap jumlah penduduk bekerja menunjukkan
penurunan. Pada Agustus 2017 pekerja informal
tercatat sebanyak 10,36 juta orang atau 60,27% dari
jumlah penduduk bekerja, mengalami peningkatan
jumlah dibandingkan dengan Agustus 2016 yang
tercatat sebanyak 10,26 juta orang (62,14%).
Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Hal ini sejalan dengan
STATUS PEKERJAN UTAMA
BERUSAHA SENDIRI
BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP
BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
PEKERJA BEBAS DI PERTANIAN
PEKERJA BEBAS DI NON PERTANIAN
PEKERJA TAK DIBAYAR
TOTAL
FEBRUARI
2015
3,03
3,02
0,57
6,09
0,92
1,34
2,37
17,34
AGUSTUS
2,68
2,93
0,58
5,71
0,79
1,54
2,19
16,42
Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2017 (juta orang)
*Data diolah dari Sakernas 2013-2017** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangandan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha PersewaanSumber : BPS Jawa Tengah
FEBRUARI
2016
2,86
3,35
0,54
5,89
0,85
1,34
2,32
17,15
AGUSTUS
2,63
3,09
0,50
5,75
0,86
1,43
2,25
16,51
FEBRUARI
3,07
3,23
0,59
6,05
0,92
1,14
2,43
17,44
2017
AGUSTUS
3,30
2,77
0,51
6,32
0,83
1,56
1,90
17,19
PENDUDUK YANG BEKERJA
PEKERJA TIDAK PENUH
SETENGAH PENGANGGUR
PEKERJA PARUH WAKTU
PEKERJA PENUH
TOTAL
FEBRUARI
2015
4,91
1,18
3,73
12,41
17,32
AGUSTUS
4,51
1,07
3,44
11,92
16,43
Tabel 6.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)
* Data diolahdariSakernas 2013-2015Sumber : BPS Jawa Tengah
FEBRUARI
2016
4,97
1,23
3,74
12,19
17,16
AGUSTUS
4,22
1,02
3,2
12,29
16,51
FEBRUARI
4,73
1,03
3,69
12,71
17,44
2017
AGUSTUS
4,34
1,10
3,24
12,85
17,19
115
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN114 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Pada Agustus 2017, jumlah penduduk yang bekerja di
lapangan usaha pertanian mengalami penurunan
sebesar 0,75 juta orang atau 14,79% (yoy). Penurunan
tersebut ditengarai terjadi di subsektor perikanan, yang
dipengaruhi oleh pembatasan penggunaan alat
tangkap cantrang sehingga berpengaruh terhadap
beralihnya tenaga kerja di subsektor ini. Sejalan dengan
hal tersebut, kesejahteraan petani di subsektor
perikanan yang tercermin dari nilai tukar petani (NTP)
menunjukkan penurunan dari triwulan sebelumnya.
Selain subsektor perikanan, tingkat kesejahteraan
petani di subsektor hortikultura dan peternakan juga
mencatatkan penurunan NTP. NTP di subsektor
hortikultura bahkan hampir selalu mencatatkan defisit
dalam satu tahun terakhir (angka NTP di bawah 100).
Imbal hasil NTP yang rendah di sektor pertanian
diperkirakan menjadi salah satu faktor yang
mendorong penduduk beralih ke lapangan usaha lain
yang memberikan pendapatan lebih baik.
Selanjutnya, lapangan usaha perdagangan menempati
posisi kedua dengan menyerap 4,13 juta orang atau
24,03% penduduk yang bekerja di Jawa Tengah.
Lapangan usaha perdagangan mengalami peningkatan
pertumbuhan jumlah pekerja sebesar 11,32% (yoy).
Adapun lapangan usaha industri pengolahan
menempati posisi ketiga dengan menyerap 3,56 juta
orang (20,71%). Jumlah pekerja lapangan usaha
industri pengolahan ini tumbuh 9,54% (yoy).
Peningkatan jumlah pekerja di lapangan usaha
perdagangan dan industri pengolahan tersebut
berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan usaha
pertanian yang mengalami penurunan jumlah pekerja.
Hal ini mengindikasikan bahwa fenomena relokasi
sejumlah perusahaan manufaktur ke Jawa Tengah
mendorong migrasi tenaga kerja yang dahulu bekerja di
sektor pertanian beralih ke sektor perdagangan dan
industri pengolahan. Terlebih, sifat dari tenaga kerja di
sektor pertanian yang berhubungan erat dengan faktor
musim.
Status pekerjaan yang dominan pada Agustus
2017 adalah kelompok orang yang bekerja
sebagai buruh/karyawan/pegawai. Jumlah
k e l o m p o k o r a n g y a n g b e k e r j a s e b a g a i
buruh/karyawan/pegawai mencapai 6,32 juta orang,
lebih tinggi dibandingkan dengan Agustus 2016 yang
sebesar 5,75 juta orang. Meningkatnya jumlah tenaga
kerja ini sejalan dengan fakta bahwa terjadi Perkembangan NTP Subsektor Hortikultura, Peternakan,dan Perikanan dalam 4 Tahun Terakhir
Grafik 6.1
90
92
94
96
98
100
102
104
106
108 INDEKS
HORTIKULTURA PERIKANANTOTAL PETERNAKAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
SEKTOR EKONOMI
PERTANIAN
INDUSTRI
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN
TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI
KEUANGAN
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN
LAINNYA**
TOTAL
FEBRUARI
2015
5,39
3,33
1,34
4,01
0,49
0,31
2,29
0,17
17,33
AGUSTUS
4,71
3,27
1,53
3,8
0,55
0,34
2,07
0,16
16,43
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)
*Data diolah dari Sakernas 2013-2017** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangandan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha PersewaanSumber : BPS Jawa Tengah
FEBRUARI
2016
5,16
3,22
1,28
4,11
0,55
0,3
2,39
0,15
17,16
AGUSTUS
5,07
3,25
1,43
3,71
0,55
0,3
2,04
2,44
16,51
FEBRUARI
4,97
3,6
1,25
4,12
0,55
0,39
2,4
0,16
17,44
2017
AGUSTUS
4,32
3,56
1,49
4,13
0,61
0,42
2,48
0,17
17,19
NTP PDRB KATEGORI PERTANIAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP dan PDRB Lapangan usaha PertanianGrafik 6.4
PDRB (RP MILIAR) INDEKS
25000
30000
35000
40000
45000
50000
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
LAPANGAN KERJAPENGHASILAN
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 6.3
INDEKS
KEGIATAN USAHA
PESIMIS
OPTIMIS
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
LAPANGAN KERJAPENGHASILAN
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat IniGrafik 6.2
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
PESIMIS
OPTIMIS
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017II III IV
NTP ini sejalan dengan perbaikan pertumbuhan
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
pada triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Lapangan usaha ini mencatatkan
peningkatan pertumbuhan menjadi 0,36% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang mengalami
kontraksi 0,22% (yoy).
Perbaikan NTP Jawa Tengah pada triwulan IV 2017
didorong oleh meningkatnya penerimaan petani yang
jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan pengeluaran.
Penerimaan yang meningkat tercermin dari indeks
harga yang diterima petani dengan peningkatan
sebesar 2,07% (qtq); dari 130,92 menjadi 133,63 pada
triwulan laporan. Peningkatan ini dipengaruhi oleh
berakhirnya musim panen raya tanaman pangan pada
triwulan II 2017, sehingga menyebabkan terjadinya
kenaikan harga beras di sepanjang semester II 2017.
Hal ini terkonfirmasi dari kenaikan indeks harga yang
diterima petani di subsektor tanaman pangan sebesar
5,48% (qtq); dari 129,44 pada triwulan III 2017
menjadi 136,53 pada triwulan laporan. Subsektor
tanaman pangan menunjukkan peningkatan indeks
tertinggi, diikuti subsektor tanaman perkebunan rakyat
dan perikanan, sedangkan subsektor hortikultura dan
peternakan justru mengalami penurunan indeks harga
pada triwulan laporan.
Tingkat keyakinan yang meningkat tersebut sejalan
dengan peningkatan keyakinan konsumen terhadap
kondisi lapangan kerja untuk periode 6 bulan yang
akan datang. Hal ini terlihat dari indeks ekspektasi
ketersediaan lapangan kerja yang meningkat menjadi
132,61 dari sebelumnya 120 pada triwulan IV 2016. Hal
ini mengindikasikan bahwa kondisi ketenagakerjaan
pada periode 6 bulan mendatang diperkirakan relatif
membaik dibandingkan periode laporan.
10 6.3. NILAI TUKAR PETANINilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 2017
menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan
III 2017. Dalam dua triwulan terakhir, NTP Jawa Tengah
telah berhasil mencatatkan surplus, tercermin dari
angka NTP yang berada di atas 100. NTP pada triwulan
laporan sebesar 103,48 lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan lalu sebesar 102,56 dan periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 99,35. Peningkatan
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
10.
117
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN116 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
pendidikan SMP ke atas pada Agustus 2017 tercatat
mencapai 51,13% dari jumlah tenaga kerja atau
sebanyak 8,79 juta orang, meningkat sebesar 9,06%
(yoy) dibandingkan Agustus 2016 yang tercatat
sebanyak 8,06 juta orang. Peningkatan pekerja dengan
tingkat pendidikan menengah ke atas disumbang dari
peningkatan pekerja dengan latar belakang SMA
Umum dan Universitas yang masing-masing meningkat
sebesar 18,54% (yoy) menjadi 2,11 juta orang dan
meningkat sebesar 20,43% (yoy) menjadi 1,12 juta
orang. Perbaikan kualitas ini diharapkan dapat
memenuhi permintaan tenaga kerja pada industri
pengolahan, mengingat sejak 2015 terjadi tren relokasi
usaha dari Jawa Barat dan Banten menuju Jawa Tengah.
Sementara itu, jumlah penduduk yang bekerja dengan
tingkat pendidikan SD ke bawah pada Agustus 2017
tercatat sebanyak 8,40 juta orang atau menurun
dibandingkan Agustus 2016 yang tercatat sebanyak
8,44 juta orang. Hal ini mengindikasikan bahwa
ketersediaan jumlah tenaga kerja dengan keterampilan
rendah di Jawa Tengah pada tahun 2017 telah
mengalami penurunan.
kondisi Agustus 2016 yang berjumlah 0,80 juta orang.
Meskipun demikian, peningkatan tersebut tidak
sebanding dengan peningkatan jumlah angkatan kerja
pada periode yang sama. Dari 0,70 juta orang yang
bertambah pada angkatan kerja, hanya sekitar 0,02
juta orang atau 2,85% yang belum terserap lapangan
pekerjaan. Berdasarkan data tersebut, Provinsi Jawa
Tengah menyumbang 11,65% dari total angka
pengangguran nasional yang berjumlah 7,04 juta
orang.
Meskipun angka pengangguran bertambah,
namun indikator Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) Jawa Tengah mengalami penurunan. TPT
Jawa Tengah terpantau turun dari 4,63% pada Agustus
2016 menjadi 4,57% pada Agustus 2017. TPT Jawa
Tengah ini masih lebih baik dibandingkan angka TPT
nasional yang sebesar 5,50%. Salah satu faktor yang
turut mendorong penurunan tingkat pengangguran
terbuka di Jawa Tengah adalah meningkatnya lapangan
pekerjaan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
triwulan IV 2017 yang lebih baik dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya.
Membaiknya indikator tenaga kerja ini sejalan dengan
hasil Survei Konsumen yang terkait dengan tenaga
kerja. Konsumen memandang kondisi ketenagakerjaan
Jawa Tengah triwulan IV 2017 lebih baik dibandingkan
triwulan yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut
tercermin dari tingkat keyakinan terhadap kondisi
lapangan kerja saat ini.
6.2. PENGANGGURANAngka pengangguran mengalami peningkatan
pada Agustus 2017 dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya, namun jauh lebih kecil
dibandingkan peningkatan jumlah angkatan
ker ja . Jum lah angka tan ke r j a yang t i dak
bekerja/pengangguran pada Agustus 2017 tercatat
sebanyak 0,82 juta orang, bertambah dibandingkan
STATUS PEKERJAN UTAMA
SD KE BAWAH
SMP
SMA UMUM
SMA KEJURUAN
DI/II/III DAN UNIVERSITAS
UNIVERSITAS
TOTAL
FEBRUARI
2015*
9,39
3,15
1,94
1,51
0,35
0,98
17,32
AGUSTUS
8,61
3,16
1,91
1,49
0,36
0,91
16,44
Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
*Data diolah dari Sakernas 2013-2017** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangandan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha PersewaanSumber : BPS Jawa Tengah
FEBRUARI
2016
8,92
3,28
1,9
1,64
0,36
1,06
17,16
AGUSTUS
8,44
3,29
1,78
1,71
0,35
0,93
16,5
FEBRUARI
8,69
3,47
1,97
1,85
0,35
1,12
17,44
2017
AGUSTUS
8,40
3,35
2,11
1,82
0,39
1,12
17,19
NTP PDRB KATEGORI PERTANIAN
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP dan PDRB Lapangan usaha PertanianGrafik 6.4
PDRB (RP MILIAR) INDEKS
25000
30000
35000
40000
45000
50000
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV
LAPANGAN KERJAPENGHASILAN
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang
Grafik 6.3
INDEKS
KEGIATAN USAHA
PESIMIS
OPTIMIS
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
LAPANGAN KERJAPENGHASILAN
Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat IniGrafik 6.2
70
80
90
100
110
120
130
140 INDEKS
PESIMIS
OPTIMIS
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017II III IV
NTP ini sejalan dengan perbaikan pertumbuhan
lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan
pada triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Lapangan usaha ini mencatatkan
peningkatan pertumbuhan menjadi 0,36% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2017 yang mengalami
kontraksi 0,22% (yoy).
Perbaikan NTP Jawa Tengah pada triwulan IV 2017
didorong oleh meningkatnya penerimaan petani yang
jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan pengeluaran.
Penerimaan yang meningkat tercermin dari indeks
harga yang diterima petani dengan peningkatan
sebesar 2,07% (qtq); dari 130,92 menjadi 133,63 pada
triwulan laporan. Peningkatan ini dipengaruhi oleh
berakhirnya musim panen raya tanaman pangan pada
triwulan II 2017, sehingga menyebabkan terjadinya
kenaikan harga beras di sepanjang semester II 2017.
Hal ini terkonfirmasi dari kenaikan indeks harga yang
diterima petani di subsektor tanaman pangan sebesar
5,48% (qtq); dari 129,44 pada triwulan III 2017
menjadi 136,53 pada triwulan laporan. Subsektor
tanaman pangan menunjukkan peningkatan indeks
tertinggi, diikuti subsektor tanaman perkebunan rakyat
dan perikanan, sedangkan subsektor hortikultura dan
peternakan justru mengalami penurunan indeks harga
pada triwulan laporan.
Tingkat keyakinan yang meningkat tersebut sejalan
dengan peningkatan keyakinan konsumen terhadap
kondisi lapangan kerja untuk periode 6 bulan yang
akan datang. Hal ini terlihat dari indeks ekspektasi
ketersediaan lapangan kerja yang meningkat menjadi
132,61 dari sebelumnya 120 pada triwulan IV 2016. Hal
ini mengindikasikan bahwa kondisi ketenagakerjaan
pada periode 6 bulan mendatang diperkirakan relatif
membaik dibandingkan periode laporan.
10 6.3. NILAI TUKAR PETANINilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 2017
menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan
III 2017. Dalam dua triwulan terakhir, NTP Jawa Tengah
telah berhasil mencatatkan surplus, tercermin dari
angka NTP yang berada di atas 100. NTP pada triwulan
laporan sebesar 103,48 lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan lalu sebesar 102,56 dan periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 99,35. Peningkatan
Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.
10.
117
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN116 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
pendidikan SMP ke atas pada Agustus 2017 tercatat
mencapai 51,13% dari jumlah tenaga kerja atau
sebanyak 8,79 juta orang, meningkat sebesar 9,06%
(yoy) dibandingkan Agustus 2016 yang tercatat
sebanyak 8,06 juta orang. Peningkatan pekerja dengan
tingkat pendidikan menengah ke atas disumbang dari
peningkatan pekerja dengan latar belakang SMA
Umum dan Universitas yang masing-masing meningkat
sebesar 18,54% (yoy) menjadi 2,11 juta orang dan
meningkat sebesar 20,43% (yoy) menjadi 1,12 juta
orang. Perbaikan kualitas ini diharapkan dapat
memenuhi permintaan tenaga kerja pada industri
pengolahan, mengingat sejak 2015 terjadi tren relokasi
usaha dari Jawa Barat dan Banten menuju Jawa Tengah.
Sementara itu, jumlah penduduk yang bekerja dengan
tingkat pendidikan SD ke bawah pada Agustus 2017
tercatat sebanyak 8,40 juta orang atau menurun
dibandingkan Agustus 2016 yang tercatat sebanyak
8,44 juta orang. Hal ini mengindikasikan bahwa
ketersediaan jumlah tenaga kerja dengan keterampilan
rendah di Jawa Tengah pada tahun 2017 telah
mengalami penurunan.
kondisi Agustus 2016 yang berjumlah 0,80 juta orang.
Meskipun demikian, peningkatan tersebut tidak
sebanding dengan peningkatan jumlah angkatan kerja
pada periode yang sama. Dari 0,70 juta orang yang
bertambah pada angkatan kerja, hanya sekitar 0,02
juta orang atau 2,85% yang belum terserap lapangan
pekerjaan. Berdasarkan data tersebut, Provinsi Jawa
Tengah menyumbang 11,65% dari total angka
pengangguran nasional yang berjumlah 7,04 juta
orang.
Meskipun angka pengangguran bertambah,
namun indikator Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) Jawa Tengah mengalami penurunan. TPT
Jawa Tengah terpantau turun dari 4,63% pada Agustus
2016 menjadi 4,57% pada Agustus 2017. TPT Jawa
Tengah ini masih lebih baik dibandingkan angka TPT
nasional yang sebesar 5,50%. Salah satu faktor yang
turut mendorong penurunan tingkat pengangguran
terbuka di Jawa Tengah adalah meningkatnya lapangan
pekerjaan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
triwulan IV 2017 yang lebih baik dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya.
Membaiknya indikator tenaga kerja ini sejalan dengan
hasil Survei Konsumen yang terkait dengan tenaga
kerja. Konsumen memandang kondisi ketenagakerjaan
Jawa Tengah triwulan IV 2017 lebih baik dibandingkan
triwulan yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut
tercermin dari tingkat keyakinan terhadap kondisi
lapangan kerja saat ini.
6.2. PENGANGGURANAngka pengangguran mengalami peningkatan
pada Agustus 2017 dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya, namun jauh lebih kecil
dibandingkan peningkatan jumlah angkatan
ker ja . Jum lah angka tan ke r j a yang t i dak
bekerja/pengangguran pada Agustus 2017 tercatat
sebanyak 0,82 juta orang, bertambah dibandingkan
STATUS PEKERJAN UTAMA
SD KE BAWAH
SMP
SMA UMUM
SMA KEJURUAN
DI/II/III DAN UNIVERSITAS
UNIVERSITAS
TOTAL
FEBRUARI
2015*
9,39
3,15
1,94
1,51
0,35
0,98
17,32
AGUSTUS
8,61
3,16
1,91
1,49
0,36
0,91
16,44
Tabel 6.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)
*Data diolah dari Sakernas 2013-2017** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangandan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha PersewaanSumber : BPS Jawa Tengah
FEBRUARI
2016
8,92
3,28
1,9
1,64
0,36
1,06
17,16
AGUSTUS
8,44
3,29
1,78
1,71
0,35
0,93
16,5
FEBRUARI
8,69
3,47
1,97
1,85
0,35
1,12
17,44
2017
AGUSTUS
8,40
3,35
2,11
1,82
0,39
1,12
17,19
RIBU ORANG
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
SEP-14 MAR-15 SEP-15
%
KOTA KOTA+DESADESADESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
Sumber : BPS, diolah
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2017 (ribuan orang)
Grafik 6.9.
MAR-16 SEP-16 MAR-1710
11
12
13
14
15
16
17
SEP-17
Penurunan angka kemiskinan pada September
2017 terutama didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin di daerah perdesaan. Apabila
dibandingkan dengan periode September 2016,
jumlah penduduk miskin di perdesaan turun sebesar
8,89% (yoy) atau setara dengan 232 ribu orang.
Sementara di perkotaan, jumlah penduduk miskin
turun 3,40% (yoy) atau setara dengan 64 ribu orang.
Jumlah penduduk miskin di perdesaan pada September
2017 mencapai 2.382 ribu jiwa sedangkan di
perkotaan mencapai 1.816 ribu jiwa. Secara
persentase, tingkat kemiskinan di daerah perdesaan
turun dari 14,88% pada September 2016 menjadi
13,92% pada September 2017, sedangkan tingkat
kemiskinan di daerah perkotaan turun dari 11,38%
pada September 2016 menjadi 10,55% pada
September 2017. Penurunan ini ditengarai akibat
meningkatnya total penduduk perkotaan yang lebih
tinggi dibandingkan kenaikan jumlah penduduk
miskin. Hal ini sejalan dengan upaya Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah dalam mengurangi tingkat
kemiskinan yang diturunkan melalui empat strategi,
yakni i) mengurangi beban pengeluaran masyarakat
miskin; ii) meningkatkan pendapatan melalui
pemberdayaan ekonomi; iii) mengembangkan UMKM,
dan iv) sinergitas kebijakan antar instansi dengan
optimalisasi program atau anggaran.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September
2017 mengalami penurunan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. Tingkat
kemiskinan Jawa Tengah per September 2017
sebanyak 4.197 ribu jiwa atau menurun bila
dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak
4.494 ribu jiwa. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah
mengalami penurunan secara persentase menjadi
12,23% dari total penduduk Jawa Tengah, atau
menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu
yaitu 13,19% dari jumlah penduduk.
Penurunan persentase jumlah penduduk miskin
tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin yang berada di daerah perdesaan.
Jumlah penduduk miskin yang ada di perdesaan
mengalami penurunan dari 2.614 ribu jiwa pada
September 2016 menjadi 2.382 ribu jiwa pada
September 2017. Sementara itu, jumlah penduduk
miskin yang berada di perkotaan menurun dari 1.880
ribu jiwa pada September 2016 menjadi 1.816 ribu jiwa
pada September 2017.
6.4. TINGKAT KEMISKINAN
SUBSEKTOR
TANAMAN PANGAN
HORTIKULTURA
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
PETERNAKAN
PERIKANAN
TOTAL
Tabel 6.6 Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
Sumber : BPS Jawa Tengah
2017
94.61
107.66
114.35
107.62
113.06
104.44
I
99.42
109.28
116.07
108.24
113.46
106.88
II III
102.76
110.04
117.92
109.50
113.57
108.79
IV
107.90
108.79
122.96
108.22
113.18
110.71
2017
101.17
107.43
107.97
109.64
111.26
106.05
I
99.83
106.84
111.07
110.44
112.06
106.16
II III
99.22
109.76
114.32
113.32
111.87
107.85
IV
98.17
107.99
119.03
109.00
112.7
106.78
2017
106.68
102.91
103.71
109.24
103.92
104.99
I
97.5
102.83
105.4
109.08
106.17
103.09
II III
103.73
104.49
106.87
113.60
109.31
107.00
IV
106.24
107.76
108.6
109.88
109.46
107.95
119
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN118 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa TengahGrafik 6.6
HORTIKULTURATOTALTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
90
95
100
105
110
115 INDEKSINDEKS
NILAI TUKAR PETANIINDEKS YANG DITERIMA PETANI (It) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)
95
100
105
110
115
120
125
130
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Jawa Tengah dan Komponen PenyusunnyaGrafik 6.5
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017II III IV
INDEKS
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Dibayar berdasarkan SubsektorGrafik 6.8
INDEKS
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Diterima berdasarkan Subsektor Grafik 6.7
TOTAL TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
PETERNAKAN
90
100
110
120
130
140
150
90
100
110
120
130
140
TOTAL TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
PETERNAKAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I II
2017IIII II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017II III IV
Sementara itu, pengeluaran petani yang digambarkan
oleh indeks harga yang dibayar petani mengalami
peningkatan sebesar 1,17% (qtq); dari sebelumnya
127,65 pada triwulan III 2017 menjadi 129,14 pada
triwulan IV 2017. Data historis menunjukan bahwa
indeks yang dibayar petani mengalami tren
peningkatan secara pers is ten. Hal tersebut
mengindikasikan adanya kenaikan kebutuhan rumah
tangga petani, baik kebutuhan untuk konsumsi rumah
tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi dan
penambahan barang modal . Meningkatnya
pengeluaran petani pada periode laporan terjadi pada
seluruh subsektor, dengan kenaikan tertinggi pada
subsektor tanaman pangan (1,30%; qtq), diikuti
subsektor hortikultura (1,28%; qtq) dan perikanan
(1,24%; qtq). Kenaikan indeks yang dibayar petani
terutama masih didorong oleh meningkatnya biaya
konsumsi rumah tangga petani , sementara
pengeluaran petani untuk Biaya Produksi dan
Penambahan Barang Modal (BPPBM) mengalami
kenaikan yang tidak terlalu signifikan sebesar 0,30%
(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Lebih lanjut,
ketergantungan pada musim menyebabkan fluktuasi
kemampuan produksi petani. Hal ini pun turut
memengaruhi t ingkat kese jahteraan petani
sebagaimana tercermin dari angka NTP.
Kemampuan produksi petani pada periode laporan
tercatat mengalami peningkatan. Kemampuan
produksi petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha 11Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada triwulan IV
2017 meningkat dari 108,79 pada triwulan III 2017
menjadi 110,71, atau naik 1,76% (qtq). Peningkatan
NTUP pada triwulan laporan terutama didorong oleh
subsektor tanaman pangan dan tanaman perkebunan
rakyat yang masing-masing naik 5% (qtq) dan 4,27%
(qtq) menjadi 107,90 dan 122,96 pada triwulan IV
2017. Sementara itu, subsektor hortikultura,
peternakan, dan perikanan tercatat mengalami
penurunan NTUP.
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
11.
PETERNAKANPERIKANANTANAMAN PANGAN
RIBU ORANG
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
SEP-14 MAR-15 SEP-15
%
KOTA KOTA+DESADESADESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN
Sumber : BPS, diolah
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2017 (ribuan orang)
Grafik 6.9.
MAR-16 SEP-16 MAR-1710
11
12
13
14
15
16
17
SEP-17
Penurunan angka kemiskinan pada September
2017 terutama didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin di daerah perdesaan. Apabila
dibandingkan dengan periode September 2016,
jumlah penduduk miskin di perdesaan turun sebesar
8,89% (yoy) atau setara dengan 232 ribu orang.
Sementara di perkotaan, jumlah penduduk miskin
turun 3,40% (yoy) atau setara dengan 64 ribu orang.
Jumlah penduduk miskin di perdesaan pada September
2017 mencapai 2.382 ribu jiwa sedangkan di
perkotaan mencapai 1.816 ribu jiwa. Secara
persentase, tingkat kemiskinan di daerah perdesaan
turun dari 14,88% pada September 2016 menjadi
13,92% pada September 2017, sedangkan tingkat
kemiskinan di daerah perkotaan turun dari 11,38%
pada September 2016 menjadi 10,55% pada
September 2017. Penurunan ini ditengarai akibat
meningkatnya total penduduk perkotaan yang lebih
tinggi dibandingkan kenaikan jumlah penduduk
miskin. Hal ini sejalan dengan upaya Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah dalam mengurangi tingkat
kemiskinan yang diturunkan melalui empat strategi,
yakni i) mengurangi beban pengeluaran masyarakat
miskin; ii) meningkatkan pendapatan melalui
pemberdayaan ekonomi; iii) mengembangkan UMKM,
dan iv) sinergitas kebijakan antar instansi dengan
optimalisasi program atau anggaran.
Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September
2017 mengalami penurunan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. Tingkat
kemiskinan Jawa Tengah per September 2017
sebanyak 4.197 ribu jiwa atau menurun bila
dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak
4.494 ribu jiwa. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah
mengalami penurunan secara persentase menjadi
12,23% dari total penduduk Jawa Tengah, atau
menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu
yaitu 13,19% dari jumlah penduduk.
Penurunan persentase jumlah penduduk miskin
tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin yang berada di daerah perdesaan.
Jumlah penduduk miskin yang ada di perdesaan
mengalami penurunan dari 2.614 ribu jiwa pada
September 2016 menjadi 2.382 ribu jiwa pada
September 2017. Sementara itu, jumlah penduduk
miskin yang berada di perkotaan menurun dari 1.880
ribu jiwa pada September 2016 menjadi 1.816 ribu jiwa
pada September 2017.
6.4. TINGKAT KEMISKINAN
SUBSEKTOR
TANAMAN PANGAN
HORTIKULTURA
TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
PETERNAKAN
PERIKANAN
TOTAL
Tabel 6.6 Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)
Sumber : BPS Jawa Tengah
2017
94.61
107.66
114.35
107.62
113.06
104.44
I
99.42
109.28
116.07
108.24
113.46
106.88
II III
102.76
110.04
117.92
109.50
113.57
108.79
IV
107.90
108.79
122.96
108.22
113.18
110.71
2017
101.17
107.43
107.97
109.64
111.26
106.05
I
99.83
106.84
111.07
110.44
112.06
106.16
II III
99.22
109.76
114.32
113.32
111.87
107.85
IV
98.17
107.99
119.03
109.00
112.7
106.78
2017
106.68
102.91
103.71
109.24
103.92
104.99
I
97.5
102.83
105.4
109.08
106.17
103.09
II III
103.73
104.49
106.87
113.60
109.31
107.00
IV
106.24
107.76
108.6
109.88
109.46
107.95
119
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN118 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa TengahGrafik 6.6
HORTIKULTURATOTALTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
90
95
100
105
110
115 INDEKSINDEKS
NILAI TUKAR PETANIINDEKS YANG DITERIMA PETANI (It) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)
95
100
105
110
115
120
125
130
Sumber: BPS Jawa Tengah
NTP Jawa Tengah dan Komponen PenyusunnyaGrafik 6.5
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I
2017II III IV I II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017II III IV
INDEKS
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Dibayar berdasarkan SubsektorGrafik 6.8
INDEKS
Sumber: BPS Jawa Tengah
Indeks yang Diterima berdasarkan Subsektor Grafik 6.7
TOTAL TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
PETERNAKAN
90
100
110
120
130
140
150
90
100
110
120
130
140
TOTAL TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT
HORTIKULTURAPERIKANAN
PETERNAKAN
I II III IV I II2014 2015
III IV I2016II III IV I II
2017IIII II III IV I II
2014 2015III IV I
2016II III IV I
2017II III IV
Sementara itu, pengeluaran petani yang digambarkan
oleh indeks harga yang dibayar petani mengalami
peningkatan sebesar 1,17% (qtq); dari sebelumnya
127,65 pada triwulan III 2017 menjadi 129,14 pada
triwulan IV 2017. Data historis menunjukan bahwa
indeks yang dibayar petani mengalami tren
peningkatan secara pers is ten. Hal tersebut
mengindikasikan adanya kenaikan kebutuhan rumah
tangga petani, baik kebutuhan untuk konsumsi rumah
tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi dan
penambahan barang modal . Meningkatnya
pengeluaran petani pada periode laporan terjadi pada
seluruh subsektor, dengan kenaikan tertinggi pada
subsektor tanaman pangan (1,30%; qtq), diikuti
subsektor hortikultura (1,28%; qtq) dan perikanan
(1,24%; qtq). Kenaikan indeks yang dibayar petani
terutama masih didorong oleh meningkatnya biaya
konsumsi rumah tangga petani , sementara
pengeluaran petani untuk Biaya Produksi dan
Penambahan Barang Modal (BPPBM) mengalami
kenaikan yang tidak terlalu signifikan sebesar 0,30%
(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Lebih lanjut,
ketergantungan pada musim menyebabkan fluktuasi
kemampuan produksi petani. Hal ini pun turut
memengaruhi t ingkat kese jahteraan petani
sebagaimana tercermin dari angka NTP.
Kemampuan produksi petani pada periode laporan
tercatat mengalami peningkatan. Kemampuan
produksi petani yang tercermin dari Nilai Tukar Usaha 11Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada triwulan IV
2017 meningkat dari 108,79 pada triwulan III 2017
menjadi 110,71, atau naik 1,76% (qtq). Peningkatan
NTUP pada triwulan laporan terutama didorong oleh
subsektor tanaman pangan dan tanaman perkebunan
rakyat yang masing-masing naik 5% (qtq) dan 4,27%
(qtq) menjadi 107,90 dan 122,96 pada triwulan IV
2017. Sementara itu, subsektor hortikultura,
peternakan, dan perikanan tercatat mengalami
penurunan NTUP.
Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.
11.
PETERNAKANPERIKANANTANAMAN PANGAN
Grafik 6.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan NasionalSumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
2011 2012 2013 2014
INDEKS70
69
68
67
66
65
64
2015 2016
66,6
4
67,2
1
68,0
2
68,7
8
69,4
9
69,9
8
67,0
9
67,7
0
68,3
1
68,9
0
69,5
5
70,18
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa
Tengah mengalami tren peningkatan dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2016, IPM Jawa Tengah tercatat
sebesar 69,98, meningkat dibanding tahun
s ebe lumnya yang s ebe sa r 69 ,49 . Dengan
perkembangan tersebut, status pembangunan
manusia Provinsi Jawa Tengah masih termasuk dalam
kategori sedang (nilai IPM 60 – 70). Capaian Jawa
Tengah ini tercatat masih lebih rendah dibandingkan
dengan nasional yang sudah mencatatkan status
pembangunan manusia kategori tinggi (nilai IPM 70 –
Data IPM menggunakan metode perhitungan IPM standar tahun 2010, dengan komponen sebagai berikut:a. Kesehatan: Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)b. Pendidikan: i) Harapan Lama Sekolah (HLS); dan ii) Rata-rata Lama Sekolah (RLS)c. Standar Hidup: PNB per kapita
13.
80), dengan nilai IPM 70,18; meningkat dibandingkan
IPM tahun 2015 yang sebesar 69,55.
Dibandingkan dengan provinsi se-Kawasan Jawa, IPM
Jawa Tengah menempati urutan kedua terendah
setelah Jawa Timur. Di Kawasan Jawa, status
pembangunan manusia Provinsi Banten, DKI Jakarta,
dan DI Yogyakarta berada pada kategori sedang (nilai
IPM 70-78). Sementara itu, status pembangunan
manusia Provinsi Jawa Tengah masih berada pada
kategori sedang, bersama dengan Jawa Barat, dan
Jawa Timur. Lebih lanjut, seluruh provinsi di Kawasan
Jawa mengalami peningkatan IPM pada tahun 2016.
Namun demikian, pertumbuhan IPM Jawa Tengah
merupakan yang terendah dibandingkan provinsi lain di
Kawasan Jawa.
Ditinjau dari komponennya, peningkatan terjadi di
seluruh dimensi, baik kesehatan, pendidikan, maupun
standar hidup.
Analisis secara spasial, 3 kota di Jawa Tengah sudah
memiliki status pembangunan manusia sangat tinggi
(nilai IPM > 80); 15 kabupaten/kota memiliki status
pembangunan manusia tinggi (nilai IPM 70 – 80); 17
kabupaten/kota memiliki status pembangunan
manusia sedang (nilai IPM 60 – 70); dan tidak ada yang
memiliki status pembangunan manusia rendah (nilai
IPM < 60).
Tabel 6.8 Perbandingan IPM Provinsi Peers
PROVINSIPERTUMBUHAN IPM (%, YOY)2015 2016
BANTEN
DKI JAKARTA
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
DI YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
NASIONAL
70,27
78,99
69,50
69,49
77,59
68,95
69,55
70,96
79,60
70,05
69,98
78,38
69,74
70,18
0,98
0,77
0,79
0,71
1,02
1,15
0,91
IPM
JAWA TIMUR
NASIONAL 69,55
Tabel 6.9 IPM Jawa Tengah Menurut Komponen
DIMENSI SATUAN
TAHUN
TAHUN
TAHUN
RUPIAH
%
73,09
11,39
6,77
9.497
67,21
0,86
73,09
11,39
6,77
9.497
67,21
0,86
73,28
11,89
6,8
9.618
68,02
1,21
73,88
12,17
6,93
9.640
68,78
1,12
73,96
12,38
7,03
9.930
69,49
1,04
2011 2012 2013 2014 2015
TAHUN
74,02
12,45
7,15
10.153
69,86
0,71
2016KESEHATAN
ANGKA HARAPAN HIDUP SAAT LAHIR (AHH)
PENGETAHUAN
HARAPAN LAMA SEKOLAH (HLS)
RATA-RATA LAMA SEKOLAH (RLS)
STANDAR HIDUP LAYAK
PENGELUARAN PER KAPITA DISESUAIKAN
IPM
PERTUMBUHAN IPM
121
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN120 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Dalam upaya pengentasan kemiskinan, Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah melaksanakan berbagai program
bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH)
yang merupakan program nasional dan program
pemerintah provinsi seperti Kartu Jateng Sejahtera (KJS)
dan bantuan perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RLTH)
untuk masyarakat miskin. Pada tahun 2017, jumlah
Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH di Jawa Tengah
yang menerima bantuan sosial non tunai berjumlah
969.513 keluarga dengan total bantuan PKH yang
dianggarkan sebesar Rp1,83 triliun. Jumlah KPM di
Jawa Tengah ini memiliki kontribusi sebesar 16-17%
terhadap jumlah KPM nasional. Sedangkan untuk KJS
sendiri dialokasikan bagi 12.764 penerima dengan total
anggaran sebesar Rp38,29 miliar. Selain itu, di tahun
2017 pemerintah menargetkan untuk melakukan
perbaikan 20.027 unit RLTH yang tersebar di 385
Kecamatan dan di 1.141 Desa dengan total anggaran
sebesar Rp200 miliar dari total seluruh RLTH Jawa
Tengah yang berjumlah 1.682.723 unit.
Sejalan dengan kondisi di Provinsi Jawa Tengah,
angka kemiskinan di tingkat nasional mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu. Tercatat, penduduk miskin nasional
pada September 2017 sebanyak 26,58 juta jiwa, lebih
rendah dibandingkan September 2016 yang sebesar
27,76% juta jiwa. Jumlah penduduk miskin tingkat
nasional ini mengalami penurunan sebesar 4,25%
(yoy). Secara keseluruhan, Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan laporan berkontribusi pada 15,79% dari total
penduduk miskin nasional, menurun dibandingkan
kontribusi pada September 2016 yang sebesar
16,19%.
12Garis kemiskinan terus mengalami peningkatan .
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan garis kemiskinan perkotaan. Berdasarkan
pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan
dan perdesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam
periode yang sama tercatat mengalami peningkatan
tahunan sebesar 5,23% (yoy) dari Rp322.799 per
kapita/bulan pada September 2016 menjadi
Rp339.692 per kapita/bulan pada September 2017.
Sementara itu garis kemiskinan di perdesaan juga
mengalami kenaikan sebesar 4,70% (yoy), dari
Rp322.489 per kapita/bulan pada September 2016
menjadi Rp337.657 per kapita/bulan pada September
2017. Secara keseluruhan, garis kemiskinan kota dan
desa meningkat 4,98% (yoy) dari Rp322.748 per
kapita/bulan pada September 2016 menjadi
Rp338.815 per kapita/bulan pada September 2017.
Kenaikan garis kemiskinan berpotensi dapat
meningkatkan jumlah penduduk miskin. Penduduk
yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan akan digolongkan menjadi
penduduk misk in. Namun demikian, secara
keseluruhan kesejahteraan masyarakat pada triwulan
laporan meningkat, sehingga pengeluaran per kapita
masyarakat mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan garis kemiskinan.
BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.
12.
GARIS KEMISKINAN
KOTA
DESA
KOTA & DESA
Tabel 6.7 Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011-2017 (Rupiah)
Sumber : BPS Jawa Tengah
2011 2012
222.430
198.814
209.611
245.817
223.622
233.769
SEP 2013
MAR2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
MAR 2014
279.036
267.991
273.056
SEP 2014
286.014
277.802
281.750
MAR 2015
299.011
296.864
297.851
2010
205.606
179.982
192.435
SEP 2015
308.163
310.295
309.314
MAR 2016
315.269
319.188
317.348
SEP 2016
322.799
322.489
322.748
MAR 2017
334.522
331.673
333.224
SEP 2017
339.692
337.657
338.815
136.5. PEMBANGUNAN MANUSIA
Grafik 6.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan NasionalSumber : BPS Nasional
JAWA TENGAH NASIONAL
2011 2012 2013 2014
INDEKS70
69
68
67
66
65
64
2015 2016
66,6
4
67,2
1
68,0
2
68,7
8
69,4
9
69,9
8
67,0
9
67,7
0
68,3
1
68,9
0
69,5
5
70,18
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa
Tengah mengalami tren peningkatan dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2016, IPM Jawa Tengah tercatat
sebesar 69,98, meningkat dibanding tahun
s ebe lumnya yang s ebe sa r 69 ,49 . Dengan
perkembangan tersebut, status pembangunan
manusia Provinsi Jawa Tengah masih termasuk dalam
kategori sedang (nilai IPM 60 – 70). Capaian Jawa
Tengah ini tercatat masih lebih rendah dibandingkan
dengan nasional yang sudah mencatatkan status
pembangunan manusia kategori tinggi (nilai IPM 70 –
Data IPM menggunakan metode perhitungan IPM standar tahun 2010, dengan komponen sebagai berikut:a. Kesehatan: Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)b. Pendidikan: i) Harapan Lama Sekolah (HLS); dan ii) Rata-rata Lama Sekolah (RLS)c. Standar Hidup: PNB per kapita
13.
80), dengan nilai IPM 70,18; meningkat dibandingkan
IPM tahun 2015 yang sebesar 69,55.
Dibandingkan dengan provinsi se-Kawasan Jawa, IPM
Jawa Tengah menempati urutan kedua terendah
setelah Jawa Timur. Di Kawasan Jawa, status
pembangunan manusia Provinsi Banten, DKI Jakarta,
dan DI Yogyakarta berada pada kategori sedang (nilai
IPM 70-78). Sementara itu, status pembangunan
manusia Provinsi Jawa Tengah masih berada pada
kategori sedang, bersama dengan Jawa Barat, dan
Jawa Timur. Lebih lanjut, seluruh provinsi di Kawasan
Jawa mengalami peningkatan IPM pada tahun 2016.
Namun demikian, pertumbuhan IPM Jawa Tengah
merupakan yang terendah dibandingkan provinsi lain di
Kawasan Jawa.
Ditinjau dari komponennya, peningkatan terjadi di
seluruh dimensi, baik kesehatan, pendidikan, maupun
standar hidup.
Analisis secara spasial, 3 kota di Jawa Tengah sudah
memiliki status pembangunan manusia sangat tinggi
(nilai IPM > 80); 15 kabupaten/kota memiliki status
pembangunan manusia tinggi (nilai IPM 70 – 80); 17
kabupaten/kota memiliki status pembangunan
manusia sedang (nilai IPM 60 – 70); dan tidak ada yang
memiliki status pembangunan manusia rendah (nilai
IPM < 60).
Tabel 6.8 Perbandingan IPM Provinsi Peers
PROVINSIPERTUMBUHAN IPM (%, YOY)2015 2016
BANTEN
DKI JAKARTA
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
DI YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
NASIONAL
70,27
78,99
69,50
69,49
77,59
68,95
69,55
70,96
79,60
70,05
69,98
78,38
69,74
70,18
0,98
0,77
0,79
0,71
1,02
1,15
0,91
IPM
JAWA TIMUR
NASIONAL 69,55
Tabel 6.9 IPM Jawa Tengah Menurut Komponen
DIMENSI SATUAN
TAHUN
TAHUN
TAHUN
RUPIAH
%
73,09
11,39
6,77
9.497
67,21
0,86
73,09
11,39
6,77
9.497
67,21
0,86
73,28
11,89
6,8
9.618
68,02
1,21
73,88
12,17
6,93
9.640
68,78
1,12
73,96
12,38
7,03
9.930
69,49
1,04
2011 2012 2013 2014 2015
TAHUN
74,02
12,45
7,15
10.153
69,86
0,71
2016KESEHATAN
ANGKA HARAPAN HIDUP SAAT LAHIR (AHH)
PENGETAHUAN
HARAPAN LAMA SEKOLAH (HLS)
RATA-RATA LAMA SEKOLAH (RLS)
STANDAR HIDUP LAYAK
PENGELUARAN PER KAPITA DISESUAIKAN
IPM
PERTUMBUHAN IPM
121
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN120 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Dalam upaya pengentasan kemiskinan, Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah melaksanakan berbagai program
bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH)
yang merupakan program nasional dan program
pemerintah provinsi seperti Kartu Jateng Sejahtera (KJS)
dan bantuan perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RLTH)
untuk masyarakat miskin. Pada tahun 2017, jumlah
Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH di Jawa Tengah
yang menerima bantuan sosial non tunai berjumlah
969.513 keluarga dengan total bantuan PKH yang
dianggarkan sebesar Rp1,83 triliun. Jumlah KPM di
Jawa Tengah ini memiliki kontribusi sebesar 16-17%
terhadap jumlah KPM nasional. Sedangkan untuk KJS
sendiri dialokasikan bagi 12.764 penerima dengan total
anggaran sebesar Rp38,29 miliar. Selain itu, di tahun
2017 pemerintah menargetkan untuk melakukan
perbaikan 20.027 unit RLTH yang tersebar di 385
Kecamatan dan di 1.141 Desa dengan total anggaran
sebesar Rp200 miliar dari total seluruh RLTH Jawa
Tengah yang berjumlah 1.682.723 unit.
Sejalan dengan kondisi di Provinsi Jawa Tengah,
angka kemiskinan di tingkat nasional mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode yang
sama tahun lalu. Tercatat, penduduk miskin nasional
pada September 2017 sebanyak 26,58 juta jiwa, lebih
rendah dibandingkan September 2016 yang sebesar
27,76% juta jiwa. Jumlah penduduk miskin tingkat
nasional ini mengalami penurunan sebesar 4,25%
(yoy). Secara keseluruhan, Provinsi Jawa Tengah pada
triwulan laporan berkontribusi pada 15,79% dari total
penduduk miskin nasional, menurun dibandingkan
kontribusi pada September 2016 yang sebesar
16,19%.
12Garis kemiskinan terus mengalami peningkatan .
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan garis kemiskinan perkotaan. Berdasarkan
pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan
dan perdesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam
periode yang sama tercatat mengalami peningkatan
tahunan sebesar 5,23% (yoy) dari Rp322.799 per
kapita/bulan pada September 2016 menjadi
Rp339.692 per kapita/bulan pada September 2017.
Sementara itu garis kemiskinan di perdesaan juga
mengalami kenaikan sebesar 4,70% (yoy), dari
Rp322.489 per kapita/bulan pada September 2016
menjadi Rp337.657 per kapita/bulan pada September
2017. Secara keseluruhan, garis kemiskinan kota dan
desa meningkat 4,98% (yoy) dari Rp322.748 per
kapita/bulan pada September 2016 menjadi
Rp338.815 per kapita/bulan pada September 2017.
Kenaikan garis kemiskinan berpotensi dapat
meningkatkan jumlah penduduk miskin. Penduduk
yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan akan digolongkan menjadi
penduduk misk in. Namun demikian, secara
keseluruhan kesejahteraan masyarakat pada triwulan
laporan meningkat, sehingga pengeluaran per kapita
masyarakat mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan garis kemiskinan.
BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.
12.
GARIS KEMISKINAN
KOTA
DESA
KOTA & DESA
Tabel 6.7 Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011-2017 (Rupiah)
Sumber : BPS Jawa Tengah
2011 2012
222.430
198.814
209.611
245.817
223.622
233.769
SEP 2013
MAR2013
254.801
235.202
244.161
268.397
256.368
261.881
MAR 2014
279.036
267.991
273.056
SEP 2014
286.014
277.802
281.750
MAR 2015
299.011
296.864
297.851
2010
205.606
179.982
192.435
SEP 2015
308.163
310.295
309.314
MAR 2016
315.269
319.188
317.348
SEP 2016
322.799
322.489
322.748
MAR 2017
334.522
331.673
333.224
SEP 2017
339.692
337.657
338.815
136.5. PEMBANGUNAN MANUSIA
Grafik 6.12. Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah
INDEKS
Sumber : BPS, diolah
PERKOTAAN PERDESAAN PERKOTAAN PERDESAAN
JAWA TENGAH NASIONAL
MARET 2016SEPTEMBER 2016
MARET 2017
0,30
0,32
0,34
0,36
0,38
0,40
0,42
0.3
81
0.3
23
0.4
10 0
.327
0.3
82
0.3
13
0.4
09
0.3
16
0.3
86
0.3
27
0.4
07 0.3
20
0.3
83
0.3
23
0.4
04 0.3
20
SEPTEMBER 2017
Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah mencatatkan
peningkatan koefisien Gini dibandingkan September
2016, yang mengindikasikan tingkat ketimpangan
yang lebih besar pada periode laporan.
Ditinjau dari wilayahnya, tingkat ketimpangan
yang lebih tinggi berada di kawasan perkotaan.
Pada September 2017, koefisien Gini perkotaan Jawa
Tengah tercatat sebesar 0,38; lebih tinggi dibandingkan
perdesaan yang sebesar 0,32. Tingkat ketimpangan
yang lebih tinggi di daerah perkotaan juga terjadi di
tingkat nasional. Koefisien Gini perkotaan nasional
sebesar 0,40; lebih tinggi dibandingkan perdesaan
yang sebesar 0,32.
Tabel 6.10 Perbandingan Koefisien Gini Provinsi Peers
PROVINSIPERTUMBUHAN
SEPT 2016/SEPT 2017(%, YOY)Mar-16
JAWA TENGAH
BANTEN
JAWA TIMUR
JAWA BARAT
DKI JAKARTA
DI YOGYAKARTA
INDONESIA
0,366
0,394
0,402
0,413
0,411
0,420
0,397
2,24
-3,32
3,23
-2,24
3,02
3,53
-0,76
KOEFISIEN GINI
Sep-16 Mar-17 Sep-17
0,357
0,392
0,402
0,402
0,397
0,425
0,394
0,365
0,382
0,396
0,403
0,413
0,432
0,393
0,365
0,379
0,415
0,393
0,409
0,440
0,391
123
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN122 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 6.11. Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional
INDEKS
Sumber : BPS, diolah
JAWA TENGAH NASIONAL
0,42
0,40
0,38
0,36
0,34
0,32
0,30
2011 2012 2013 2014 2015 20162010 2017
Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Tiga kota dengan status pembangunan manusia sangat
tinggi yaitu Kota Semarang, Kota Salatiga, dan Kota
Semarang. Sementara itu, tiga kabupaten dengan IPM
terendah yaitu Kabupaten Brebes, Kabupaten
Pemalang, dan Kabupaten Banjarnegara.
Nasional yang sebesar 0,39. Dengan demikian, tingkat
pemerataan pendapatan di Jawa Tengah relatif lebih
baik dibandingkan dengan nasional.
Jika dibandingkan dengan provinsi lain di
kawasan Jawa, koefisien Gini Jawa Tengah
menempati urutan pertama terendah, diikuti oleh
Banten (0,38) dan Jawa Barat (0,39), sedangkan tingkat
ketimpangan tertinggi terjadi di provinsi DI Yogyakarta
(0,44) dan Jawa Timur (0,42). Provinsi Banten dan Jawa
Barat mencatatkan adanya penurunan tingkat
ketimpangan dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, empat provinsi lain yaitu DI Yogyakarta,
6.6. PEMERATAAN PENDUDUKTingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di
Jawa Tengah pada September 2017 sedikit
meningkat. Hal ini tercermin dari koefisien Gini yang
mengukur ketimpangan distribusi pendapatan melalui
pengukuran yang berkisar antara 0 sampai 1. Apabila
koefisien Gini bernilai 0 berarti terjadi pemerataan
sempurna di dalam suatu daerah, sedangkan apabila
bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna.
Pada September 2017, koefisien Gini Jawa Tengah
tercatat sebesar 0,365; sedikit mengalami kenaikan
dibandingkan September 2016 yang sebesar 0,357.
Meskipun relatif kecil, hal ini mengindikasikan adanya
peningkatan ketimpangan di Jawa Tengah. Apabila
dibandingkan dengan nasional, koefisien Gini Jawa
Tengah lebih rendah dibandingkan koefisien Gini
Grafik 6.12. Perkembangan Koefisien Gini Berdasarkan Wilayah
INDEKS
Sumber : BPS, diolah
PERKOTAAN PERDESAAN PERKOTAAN PERDESAAN
JAWA TENGAH NASIONAL
MARET 2016SEPTEMBER 2016
MARET 2017
0,30
0,32
0,34
0,36
0,38
0,40
0,42
0.3
81
0.3
23
0.4
10 0
.327
0.3
82
0.3
13
0.4
09
0.3
16
0.3
86
0.3
27
0.4
07 0.3
20
0.3
83
0.3
23
0.4
04 0.3
20
SEPTEMBER 2017
Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah mencatatkan
peningkatan koefisien Gini dibandingkan September
2016, yang mengindikasikan tingkat ketimpangan
yang lebih besar pada periode laporan.
Ditinjau dari wilayahnya, tingkat ketimpangan
yang lebih tinggi berada di kawasan perkotaan.
Pada September 2017, koefisien Gini perkotaan Jawa
Tengah tercatat sebesar 0,38; lebih tinggi dibandingkan
perdesaan yang sebesar 0,32. Tingkat ketimpangan
yang lebih tinggi di daerah perkotaan juga terjadi di
tingkat nasional. Koefisien Gini perkotaan nasional
sebesar 0,40; lebih tinggi dibandingkan perdesaan
yang sebesar 0,32.
Tabel 6.10 Perbandingan Koefisien Gini Provinsi Peers
PROVINSIPERTUMBUHAN
SEPT 2016/SEPT 2017(%, YOY)Mar-16
JAWA TENGAH
BANTEN
JAWA TIMUR
JAWA BARAT
DKI JAKARTA
DI YOGYAKARTA
INDONESIA
0,366
0,394
0,402
0,413
0,411
0,420
0,397
2,24
-3,32
3,23
-2,24
3,02
3,53
-0,76
KOEFISIEN GINI
Sep-16 Mar-17 Sep-17
0,357
0,392
0,402
0,402
0,397
0,425
0,394
0,365
0,382
0,396
0,403
0,413
0,432
0,393
0,365
0,379
0,415
0,393
0,409
0,440
0,391
123
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
KETENAGAKERJAAN DANKESEJAHTERAAN122 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
Grafik 6.11. Perkembangan Koefisien Gini Jawa Tengah dan Nasional
INDEKS
Sumber : BPS, diolah
JAWA TENGAH NASIONAL
0,42
0,40
0,38
0,36
0,34
0,32
0,30
2011 2012 2013 2014 2015 20162010 2017
Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Tiga kota dengan status pembangunan manusia sangat
tinggi yaitu Kota Semarang, Kota Salatiga, dan Kota
Semarang. Sementara itu, tiga kabupaten dengan IPM
terendah yaitu Kabupaten Brebes, Kabupaten
Pemalang, dan Kabupaten Banjarnegara.
Nasional yang sebesar 0,39. Dengan demikian, tingkat
pemerataan pendapatan di Jawa Tengah relatif lebih
baik dibandingkan dengan nasional.
Jika dibandingkan dengan provinsi lain di
kawasan Jawa, koefisien Gini Jawa Tengah
menempati urutan pertama terendah, diikuti oleh
Banten (0,38) dan Jawa Barat (0,39), sedangkan tingkat
ketimpangan tertinggi terjadi di provinsi DI Yogyakarta
(0,44) dan Jawa Timur (0,42). Provinsi Banten dan Jawa
Barat mencatatkan adanya penurunan tingkat
ketimpangan dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, empat provinsi lain yaitu DI Yogyakarta,
6.6. PEMERATAAN PENDUDUKTingkat ketimpangan pengeluaran penduduk di
Jawa Tengah pada September 2017 sedikit
meningkat. Hal ini tercermin dari koefisien Gini yang
mengukur ketimpangan distribusi pendapatan melalui
pengukuran yang berkisar antara 0 sampai 1. Apabila
koefisien Gini bernilai 0 berarti terjadi pemerataan
sempurna di dalam suatu daerah, sedangkan apabila
bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna.
Pada September 2017, koefisien Gini Jawa Tengah
tercatat sebesar 0,365; sedikit mengalami kenaikan
dibandingkan September 2016 yang sebesar 0,357.
Meskipun relatif kecil, hal ini mengindikasikan adanya
peningkatan ketimpangan di Jawa Tengah. Apabila
dibandingkan dengan nasional, koefisien Gini Jawa
Tengah lebih rendah dibandingkan koefisien Gini
BABVII
7
Ditinjau dari sisi pengeluaran, akselerasi konsumsi rumah tangga, konsumsi LNPRT, dan ekspor luar negeri menjadi sumber meningkatnya pertumbuhan di triwulan II 2018, seiring adanya momen Ramadan, Hari Raya Idul Fitri, serta Pilkada serentak. Sementara, konsumsi pemerintah dan investasi menunjukkan pertumbuhan yang melambat.
Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan pada triwulan ini didorong oleh membaiknya kinerja lapangan usaha industri pengolahan serta perdagangan besar dan eceran.
Perekonomian Provinsi Jawa Tengah triwulan II 2018 diperkirakan mengalami percepatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
BABVII
7
Ditinjau dari sisi pengeluaran, akselerasi konsumsi rumah tangga, konsumsi LNPRT, dan ekspor luar negeri menjadi sumber meningkatnya pertumbuhan di triwulan II 2018, seiring adanya momen Ramadan, Hari Raya Idul Fitri, serta Pilkada serentak. Sementara, konsumsi pemerintah dan investasi menunjukkan pertumbuhan yang melambat.
Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan pada triwulan ini didorong oleh membaiknya kinerja lapangan usaha industri pengolahan serta perdagangan besar dan eceran.
Perekonomian Provinsi Jawa Tengah triwulan II 2018 diperkirakan mengalami percepatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II 2018 DAN TAHUN 2018
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan II
2018 diperkirakan meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah periode tersebut diproyeksikan berada di
kisaran 5,3%-5,7% (yoy). Peningkatan ini sesuai
dengan pola musiman saat bulan Ramadan dan Idul
Fitri, ditambah dengan pengaruh Pilkada serentak yang
berlangsung pada Juni 2018. Ditinjau dari sisi
pengeluaran, akselerasi konsumsi rumah tangga,
konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah
tangga (LNPRT), dan ekspor luar negeri menjadi sumber
meningkatnya pertumbuhan di triwulan II 2018.
Sementara pada sisi lapangan usaha, peningkatan
diperkirakan terjadi pada lapangan usaha industri
pengolahan serta perdagangan besar dan eceran,
sedangkan pertumbuhan lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan diperkirakan melambat.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi
Provinsi Jawa Tengah pada 2018 diperkirakan
mengalami perbaikan dibandingkan 2017.
Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2018 diperkirakan
tumbuh pada rentang 5,2%-5,6% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan tahun 2017 yang sebesar
5,27%. Perekonomian domestik diperkirakan membaik
sehingga mendorong daya beli dan konsumsi rumah
tangga. Perbaikan ekonomi global, terutama mitra
dagang u t ama J awa Tengah d i pe r k i r akan
meningkatkan kegiatan usaha. Selanjutnya, komitmen
pemerintah yang tinggi dalam meningkatkan
kemudahan investasi dan berusaha di Indonesia, serta
komitmen dalam penyelesaian pembangunan
infrastruktur diperkirakan mendukung percepatan
pertumbuhan ekonomi pada 2018. Lebih lanjut,
kegiatan Pemilihan Gubernur dan Pemilihan Kepala
Daerah di 7 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang
terjadi serentak pada triwulan II 2018 diharapkan akan
mendorong konsumsi pada sektor-sektor lainnya. Daya
beli masyarakat yang relatif terjaga juga diperkirakan
berdampak pada peningkatan kinerja konsumsi.
Namun demikian, peningkatan anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD) Provinsi Jawa Tengah tahun
2018 yang tidak setinggi kenaikan tahun sebelumnya
diperkirakan akan menyebabkan pertumbuhan
komponen ini relatif terbatas.
PENGELUARAN
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
PMTB
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTARDAERAH
PDRB
Ket : *) angka sementara, **) angka sangat sementara, p) proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
2017**
I II III IV
4,65
3,24
2,22
5,61
8,30
16,19
20,88
5,32
4,89
6,19
(4,97)
7,41
(1,71)
(11,75)
(12,05)
5,18
4,32
3,94
6,64
9,39
33,93
12,81
(13,55)
5,17
4,65
4,33
5,81
7,48
13,22
25,07
115,20
5,40
TOTAL
4,63
4,43
2,93
7,50
12,55
9,98
2,04
5,27
2016*
I II III IV
4,68
8,73
2,90
5,34
(0,28)
(18,86)
(22,12)
5,07
4,80
9,17
11,02
6,87
(1,59)
(4,85)
8,14
5,70
4,36
3,47
(11,52)
5,75
(10,48)
(12,44)
9,27
5,00
4,41
1,60
(0,91)
5,99
3,00
0,60
-15,68
5,33
TOTAL
4,56
5,61
(0,59)
5,99
(2,25)
(9,05)
(3,35)
5,27
2018p
Ip IIp TOTALp
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi PengeluaranKonsumsi diperkirakan masih menjadi sumber utama
pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah, dengan pangsa
mencapai 60% terhadap Pertumbuhan Domestik
Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah. Secara
keseluruhan, konsumsi diperkirakan mengalami
peningkatan pada triwulan II 2018. Peningkatan ini
diproyeksikan terjadi pada hampir seluruh pengeluaran
konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga dan
konsumsi LNPRT, sementara konsumsi pemerintah
diperkirakan sedikit melambat.
127
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II 2018 DAN TAHUN 2018
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah triwulan II
2018 diperkirakan meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Jawa
Tengah periode tersebut diproyeksikan berada di
kisaran 5,3%-5,7% (yoy). Peningkatan ini sesuai
dengan pola musiman saat bulan Ramadan dan Idul
Fitri, ditambah dengan pengaruh Pilkada serentak yang
berlangsung pada Juni 2018. Ditinjau dari sisi
pengeluaran, akselerasi konsumsi rumah tangga,
konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah
tangga (LNPRT), dan ekspor luar negeri menjadi sumber
meningkatnya pertumbuhan di triwulan II 2018.
Sementara pada sisi lapangan usaha, peningkatan
diperkirakan terjadi pada lapangan usaha industri
pengolahan serta perdagangan besar dan eceran,
sedangkan pertumbuhan lapangan usaha pertanian,
kehutanan, dan perikanan diperkirakan melambat.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi
Provinsi Jawa Tengah pada 2018 diperkirakan
mengalami perbaikan dibandingkan 2017.
Ekonomi Jawa Tengah pada tahun 2018 diperkirakan
tumbuh pada rentang 5,2%-5,6% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan tahun 2017 yang sebesar
5,27%. Perekonomian domestik diperkirakan membaik
sehingga mendorong daya beli dan konsumsi rumah
tangga. Perbaikan ekonomi global, terutama mitra
dagang u t ama J awa Tengah d i pe r k i r akan
meningkatkan kegiatan usaha. Selanjutnya, komitmen
pemerintah yang tinggi dalam meningkatkan
kemudahan investasi dan berusaha di Indonesia, serta
komitmen dalam penyelesaian pembangunan
infrastruktur diperkirakan mendukung percepatan
pertumbuhan ekonomi pada 2018. Lebih lanjut,
kegiatan Pemilihan Gubernur dan Pemilihan Kepala
Daerah di 7 kabupaten/kota di Jawa Tengah yang
terjadi serentak pada triwulan II 2018 diharapkan akan
mendorong konsumsi pada sektor-sektor lainnya. Daya
beli masyarakat yang relatif terjaga juga diperkirakan
berdampak pada peningkatan kinerja konsumsi.
Namun demikian, peningkatan anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD) Provinsi Jawa Tengah tahun
2018 yang tidak setinggi kenaikan tahun sebelumnya
diperkirakan akan menyebabkan pertumbuhan
komponen ini relatif terbatas.
PENGELUARAN
Tabel 7.1 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
KONSUMSI RUMAH TANGGA
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI PEMERINTAH
PMTB
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTARDAERAH
PDRB
Ket : *) angka sementara, **) angka sangat sementara, p) proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
2017**
I II III IV
4,65
3,24
2,22
5,61
8,30
16,19
20,88
5,32
4,89
6,19
(4,97)
7,41
(1,71)
(11,75)
(12,05)
5,18
4,32
3,94
6,64
9,39
33,93
12,81
(13,55)
5,17
4,65
4,33
5,81
7,48
13,22
25,07
115,20
5,40
TOTAL
4,63
4,43
2,93
7,50
12,55
9,98
2,04
5,27
2016*
I II III IV
4,68
8,73
2,90
5,34
(0,28)
(18,86)
(22,12)
5,07
4,80
9,17
11,02
6,87
(1,59)
(4,85)
8,14
5,70
4,36
3,47
(11,52)
5,75
(10,48)
(12,44)
9,27
5,00
4,41
1,60
(0,91)
5,99
3,00
0,60
-15,68
5,33
TOTAL
4,56
5,61
(0,59)
5,99
(2,25)
(9,05)
(3,35)
5,27
2018p
Ip IIp TOTALp
7.1.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi PengeluaranKonsumsi diperkirakan masih menjadi sumber utama
pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah, dengan pangsa
mencapai 60% terhadap Pertumbuhan Domestik
Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah. Secara
keseluruhan, konsumsi diperkirakan mengalami
peningkatan pada triwulan II 2018. Peningkatan ini
diproyeksikan terjadi pada hampir seluruh pengeluaran
konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga dan
konsumsi LNPRT, sementara konsumsi pemerintah
diperkirakan sedikit melambat.
127
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
Lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan
tumbuh lebih cepat pada triwulan II 2018. Hal tersebut
disebabkan karena meningkatnya permintaan
domestik pada momen Ramadan dan Idul Fitri. Selain
itu, industri kecil menengah ditengarai mengalami
peningkatan pertumbuhan seiring dengan naiknya
permintaan barang-barang perlengkapan kampanye
dalam rangka kegiatan Pilkada serentak bulan Juni
2018. Beberapa pelaku industri juga diprediksi
melakukan building stock pada awal triwulan dalam
rangka mengantisipasi peningkatan permintaan
tersebut. Permintaan ekspor yang meningkat seiring
dengan perbaikan kondisi ekonomi negara mitra
dagang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan
industri pengolahan pada periode laporan. Selanjutnya,
peningkatan permintaan domestik juga diperkirakan
berdampak pada pertumbuhan lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran.
Sementara itu, lapangan usaha pertanian diprediksi
tumbuh melambat seiring dengan mulai berakhirnya
masa panen. Masa panen padi dari musim tanam
sebelumnya diperkirakan masih berlangsung hingga
bulan April atau awal triwulan II 2018. Akan tetapi,
tingginya curah hujan pada triwulan I 2018
menyebabkan mundurnya masa tanam padi
selanjutnya, sehingga masa panen juga berpotensi
mundur ke triwulan berikutnya.
Secara keseluruhan perekonomian Jawa Tengah
tahun 2018 diperkirakan tumbuh lebih tinggi
d iband ingkan tahun 2017 . Pen ingka tan
pertumbuhan berasal dari ketiga lapangan usaha
utama Jawa Tengah yaitu industri pengolahan,
pertanian, dan perdagangan. Perbaikan ekonomi
global dan domestik diproyeksikan mendorong
permintaan terhadap hasil produksi Jawa Tengah,
sehingga akan mendorong perbaikan kinerja lapangan
usaha perdagangan serta industri pengolahan. Selain
itu kondisi cuaca tahun 2018 diperkirakan relatif
normal atau tidak terpengaruh anomali cuaca seperti
halnya El Nino dan La Nina yang terjadi pada tahun
2015 dan 2016. Pada tahun 2018, BMKG memprediksi
bahwa La Nina lemah diperkirakan terjadi di musim
hujan (periode Januari – April 2018), sehingga
penambahan curah hujan kurang berdampak signifikan
di Jawa Tengah. Oleh karena itu, kondisi cuaca pada
tahun 2018 dinilai lebih kondusif bagi lapangan usaha
pertanian.
Stimulus pemerintah berupa bantuan Program
Keluarga Harapan (PKH) dan penyaluran dana desa
melalui skema padat karya tunai yang dimulai lebih
cepat pada bulan Januari 2018, serta momen Pilkada
diproyeksikan akan mendorong permintaan domestik,
khususnya konsumsi. Lebih lanjut, komitmen
pemerintah untuk menyelesaikan pembangunan
proyek-proyek infrastruktur akan mendorong
peningkatan kinerja investasi dan industri. Pada sisi
swasta, komitmen pemerintah untuk meningkatkan
iklim investasi dan usaha melalui reformulasi regulasi-
regulasi di berbagai kementerian dan lembaga, di
tingkat pusat dan daerah; serta integrasi sistem
perizinan dan kemudahan berusaha diharapkan
menjadi faktor pendukung dan berdampak signifikan
pada perekonomian. Peningkatan Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) Provinsi Jawa Tengah
diperkirakan berdampak positif terhadap menguatnya
daya beli. Namun demikian, penentuan UMK perlu
dilakukan dengan memerhatikan kemampuan industri
serta daya saing dibanding daerah lain supaya industri
Jawa Tengah tetap atraktif.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun
2018 antara lain tantangan berupa tren pengetatan
kebijakan moneter di beberapa negara maju, terutama
Amerika Serikat. Perubahan kebijakan ekonomi AS
129
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
PENGELUARAN
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
PDRB
Ket : *) angka sementara, **) angka sangat sementara, p) proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
2017**
I II III IV
10,06
3,74
5,40
5,32
-3,49
5,04
8,07
5,18
-0,22
4,25
7,18
5,17
0,36
4,34
3,84
5,40
TOTAL
1,46
4,35
6,10
5,27
2016*
I II III IV
-1,96
4,15
7,97
5,07
-0,02
5,08
6,02
5,70
3,02
4,19
2,31
5,00
9,50
3,02
6,33
5,33
TOTAL
2,28
4,10
5,61
5,27
2018p
Ip IIp TOTALp
7 kabupaten/kota akan mendorong aktivitas lembaga
nonprofit seperti ormas dan partai politik.
Investasi diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan
II 2018. Realisasi pembangunan infrastruktur
pemerintah selama periode tersebut diperkirakan
mengalami penurunan volume pekerjaan, seiring
dengan berkurangnya hari kerja akibat peningkatan
aktivitas jelang Pilkada seperti kegiatan kampanye dan
libur dalam rangka libur Idul Fitri. Sementara itu, ekspor
Jawa Tengah diperkirakan tumbuh lebih cepat pada
triwulan II 2018. Seiring dengan membaiknya
perekonomian global, ekspor luar negeri diharapkan
mengalami pertumbuhan. Namun, terdapat risiko
berupa ketidakpastian di pasar global, di antaranya
terkait dengan kebijakan perdagangan internasional
Amerika Serikat yang cenderung bersifat protektif.
Mengingat besarnya pangsa Amerika Serikat dalam
ekspor luar negeri Jawa Tengah (±28%), kebijakan
tersebut perlu diwaspadai menahan kinerja ekspor
untuk tumbuh lebih tinggi.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2018
diperkirakan meningkat relatif tinggi, seiring dengan
pola konsumsi masyarakat pada periode Ramadan dan
Idul Fitri. Selain itu pada periode tersebut juga
berlangsung kegiatan Pilkada serentak serta musim
libur sekolah, sehingga kegiatan konsumsi masyarakat
diyakini akan meningkat. Kondisi perekonomian
nasional yang juga meningkat diperkirakan akan
mengangkat daya beli, ditambah dengan percepatan
penyaluran bantuan pemerintah seperti bantuan
Program Keluarga Harapan (PKH) dan dana desa
melalui skema padat karya tunai yang akan mendorong
terjaganya daya beli masyarakat sehingga mendukung
kinerja konsumsi. Lebih lanjut, optimisme masyarakat
akan kondisi ekonomi ke depan terlihat dari hasil Survei
Konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, di mana
indeks ekspektasi konsumen terus berada di atas level
100. Namun demikian, risiko kenaikan tarif energi
seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia
perlu diwaspadai berdampak terhadap daya beli pada
masa mendatang.
Selanjutnya, konsumsi pemerintah diperkirakan
tumbuh sedikit melambat pada triwulan II 2018.
Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh relatif
terbatasnya kenaikan anggaran pendapatan maupun
belanja dalam APBD Provinsi Jawa Tengah tahun 2018
dibandingkan dengan tahun lalu. Sementara itu,
konsumsi LNPRT diperkirakan mengalami akselerasi
pada triwulan II 2018. Hal ini terutama dipicu oleh
kegiatan sosial keagamaan yang meningkat pada
periode Ramadan dan Idul Fitri. Lebih lanjut, kegiatan
Pi lkada serentak di t ingkat provins i dan di
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah
masih ditopang oleh lapangan usaha industri
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan
perikanan; serta perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor. Pada triwulan II
2018, percepatan pertumbuhan diperkirakan didorong
oleh lapangan usaha industri pengolahan serta
perdagangan besar dan eceran. Sementara itu,
lapangan usaha pertanian diproyeksikan mengalami
perlambatan.
128
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
Lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan
tumbuh lebih cepat pada triwulan II 2018. Hal tersebut
disebabkan karena meningkatnya permintaan
domestik pada momen Ramadan dan Idul Fitri. Selain
itu, industri kecil menengah ditengarai mengalami
peningkatan pertumbuhan seiring dengan naiknya
permintaan barang-barang perlengkapan kampanye
dalam rangka kegiatan Pilkada serentak bulan Juni
2018. Beberapa pelaku industri juga diprediksi
melakukan building stock pada awal triwulan dalam
rangka mengantisipasi peningkatan permintaan
tersebut. Permintaan ekspor yang meningkat seiring
dengan perbaikan kondisi ekonomi negara mitra
dagang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan
industri pengolahan pada periode laporan. Selanjutnya,
peningkatan permintaan domestik juga diperkirakan
berdampak pada pertumbuhan lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran.
Sementara itu, lapangan usaha pertanian diprediksi
tumbuh melambat seiring dengan mulai berakhirnya
masa panen. Masa panen padi dari musim tanam
sebelumnya diperkirakan masih berlangsung hingga
bulan April atau awal triwulan II 2018. Akan tetapi,
tingginya curah hujan pada triwulan I 2018
menyebabkan mundurnya masa tanam padi
selanjutnya, sehingga masa panen juga berpotensi
mundur ke triwulan berikutnya.
Secara keseluruhan perekonomian Jawa Tengah
tahun 2018 diperkirakan tumbuh lebih tinggi
d iband ingkan tahun 2017 . Pen ingka tan
pertumbuhan berasal dari ketiga lapangan usaha
utama Jawa Tengah yaitu industri pengolahan,
pertanian, dan perdagangan. Perbaikan ekonomi
global dan domestik diproyeksikan mendorong
permintaan terhadap hasil produksi Jawa Tengah,
sehingga akan mendorong perbaikan kinerja lapangan
usaha perdagangan serta industri pengolahan. Selain
itu kondisi cuaca tahun 2018 diperkirakan relatif
normal atau tidak terpengaruh anomali cuaca seperti
halnya El Nino dan La Nina yang terjadi pada tahun
2015 dan 2016. Pada tahun 2018, BMKG memprediksi
bahwa La Nina lemah diperkirakan terjadi di musim
hujan (periode Januari – April 2018), sehingga
penambahan curah hujan kurang berdampak signifikan
di Jawa Tengah. Oleh karena itu, kondisi cuaca pada
tahun 2018 dinilai lebih kondusif bagi lapangan usaha
pertanian.
Stimulus pemerintah berupa bantuan Program
Keluarga Harapan (PKH) dan penyaluran dana desa
melalui skema padat karya tunai yang dimulai lebih
cepat pada bulan Januari 2018, serta momen Pilkada
diproyeksikan akan mendorong permintaan domestik,
khususnya konsumsi. Lebih lanjut, komitmen
pemerintah untuk menyelesaikan pembangunan
proyek-proyek infrastruktur akan mendorong
peningkatan kinerja investasi dan industri. Pada sisi
swasta, komitmen pemerintah untuk meningkatkan
iklim investasi dan usaha melalui reformulasi regulasi-
regulasi di berbagai kementerian dan lembaga, di
tingkat pusat dan daerah; serta integrasi sistem
perizinan dan kemudahan berusaha diharapkan
menjadi faktor pendukung dan berdampak signifikan
pada perekonomian. Peningkatan Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK) Provinsi Jawa Tengah
diperkirakan berdampak positif terhadap menguatnya
daya beli. Namun demikian, penentuan UMK perlu
dilakukan dengan memerhatikan kemampuan industri
serta daya saing dibanding daerah lain supaya industri
Jawa Tengah tetap atraktif.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun
2018 antara lain tantangan berupa tren pengetatan
kebijakan moneter di beberapa negara maju, terutama
Amerika Serikat. Perubahan kebijakan ekonomi AS
129
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
PENGELUARAN
Tabel 7.2 Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR
PDRB
Ket : *) angka sementara, **) angka sangat sementara, p) proyeksi Bank IndonesiaSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah, proyeksi oleh Bank Indonesia
2017**
I II III IV
10,06
3,74
5,40
5,32
-3,49
5,04
8,07
5,18
-0,22
4,25
7,18
5,17
0,36
4,34
3,84
5,40
TOTAL
1,46
4,35
6,10
5,27
2016*
I II III IV
-1,96
4,15
7,97
5,07
-0,02
5,08
6,02
5,70
3,02
4,19
2,31
5,00
9,50
3,02
6,33
5,33
TOTAL
2,28
4,10
5,61
5,27
2018p
Ip IIp TOTALp
7 kabupaten/kota akan mendorong aktivitas lembaga
nonprofit seperti ormas dan partai politik.
Investasi diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan
II 2018. Realisasi pembangunan infrastruktur
pemerintah selama periode tersebut diperkirakan
mengalami penurunan volume pekerjaan, seiring
dengan berkurangnya hari kerja akibat peningkatan
aktivitas jelang Pilkada seperti kegiatan kampanye dan
libur dalam rangka libur Idul Fitri. Sementara itu, ekspor
Jawa Tengah diperkirakan tumbuh lebih cepat pada
triwulan II 2018. Seiring dengan membaiknya
perekonomian global, ekspor luar negeri diharapkan
mengalami pertumbuhan. Namun, terdapat risiko
berupa ketidakpastian di pasar global, di antaranya
terkait dengan kebijakan perdagangan internasional
Amerika Serikat yang cenderung bersifat protektif.
Mengingat besarnya pangsa Amerika Serikat dalam
ekspor luar negeri Jawa Tengah (±28%), kebijakan
tersebut perlu diwaspadai menahan kinerja ekspor
untuk tumbuh lebih tinggi.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2018
diperkirakan meningkat relatif tinggi, seiring dengan
pola konsumsi masyarakat pada periode Ramadan dan
Idul Fitri. Selain itu pada periode tersebut juga
berlangsung kegiatan Pilkada serentak serta musim
libur sekolah, sehingga kegiatan konsumsi masyarakat
diyakini akan meningkat. Kondisi perekonomian
nasional yang juga meningkat diperkirakan akan
mengangkat daya beli, ditambah dengan percepatan
penyaluran bantuan pemerintah seperti bantuan
Program Keluarga Harapan (PKH) dan dana desa
melalui skema padat karya tunai yang akan mendorong
terjaganya daya beli masyarakat sehingga mendukung
kinerja konsumsi. Lebih lanjut, optimisme masyarakat
akan kondisi ekonomi ke depan terlihat dari hasil Survei
Konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, di mana
indeks ekspektasi konsumen terus berada di atas level
100. Namun demikian, risiko kenaikan tarif energi
seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia
perlu diwaspadai berdampak terhadap daya beli pada
masa mendatang.
Selanjutnya, konsumsi pemerintah diperkirakan
tumbuh sedikit melambat pada triwulan II 2018.
Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh relatif
terbatasnya kenaikan anggaran pendapatan maupun
belanja dalam APBD Provinsi Jawa Tengah tahun 2018
dibandingkan dengan tahun lalu. Sementara itu,
konsumsi LNPRT diperkirakan mengalami akselerasi
pada triwulan II 2018. Hal ini terutama dipicu oleh
kegiatan sosial keagamaan yang meningkat pada
periode Ramadan dan Idul Fitri. Lebih lanjut, kegiatan
Pi lkada serentak di t ingkat provins i dan di
7.1.2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha
Pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah
masih ditopang oleh lapangan usaha industri
pengolahan; pertanian, kehutanan, dan
perikanan; serta perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor. Pada triwulan II
2018, percepatan pertumbuhan diperkirakan didorong
oleh lapangan usaha industri pengolahan serta
perdagangan besar dan eceran. Sementara itu,
lapangan usaha pertanian diproyeksikan mengalami
perlambatan.
128
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Ip Iip IIIp IVp2014 2015 2016 2017 2018p
Proyeksi Inflasi Tahun 2017 Grafik 7.1
p) Angka perkiraan
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
%, YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
tahun 2017 yang sebesar USD 47,33 per barel.
Peningkatan harga minyak mentah ini selanjutnya akan
berimplikasi pada peningkatan beban subsidi Bahan
Bakar Minyak (BBM) serta kenaikan Tarif Tenaga Listrik
(TTL).
Ke depan, inflasi akan tetap diarahkan berada pada
sasaran inflasi 2018, yaitu 3,5±1% (yoy). Koordinasi
kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam
pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama
dalam menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian
KELOMPOK
Intensitas hujan yang tinggi hingga Februari 2018 diperkirakan mendorong penurunan produksi
hortikultura, terutama komoditas aneka cabai
Gangguan cuaca berupa badai tropis yang berlangsung pada November-Desember 2018, berisiko
menurunkan produksi beras.
Gangguan pasokan komoditas bawang putih sebagai dampak kebijakan impor.
FAKTOR RISIKO TAHUN 2018
Volatile Food
RISIKO
-
Administered Prices
Tabel 7.3 Risiko Inflasi Akhir Tahun 2018
MODERAT
TINGGI
-
-
-
Meningkatnya daya beli masyarakat seiring kondisi ekonomi yang membaik.
Kenaikan harga semen di tengah meningkatnya pembangunan infrstruktur pemerintah dan swasta
Potensi depresiasi nilai tukar rupiah
--
-
Core Inflation RENDAH
Potensi kenaikan harga BBM seiring tren kenaikan harga minyak dunia
Meningkatnya dampak lanjutan dari kenaikan BBM pada tarif angkutan
Peningkatan harga rokok seiring kenaikan cukai
--
-
-
administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan
reformasi subsidi energi oleh Pemerintah. Selanjutnya,
dalam rangka menjaga kestabilan harga dan pasokan
komoditas pangan strategis, Bank Indonesia bersama
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jawa
Tengah sudah mempersiapkan berbagai program
pengendalian inflasi di tahun 2018. Beberapa hal yang
dilakukan adalah penggunaan SiHaTi mobile app Gen III
yang mensinergikan informasi pasokan pangan hulu-
hilir, kebijakan pasar murah, operasi pasar, dan sidak
lapangan ketika terjadi gejolak harga di masyarakat.
TPID Jawa Tengah juga berupaya meningkatkan
kelembagaan petani dengan tujuan mengeliminasi
kendala petani dalam mendapatkan pembiayaan untuk
modal menanam selanjutnya. Selain itu, dibangun pula
sistem penyimpanan menggunakan teknologi ozon
untuk memperkuat penyediaan pasokan komoditas
strategis. Berbagai upaya tersebut diharapkan dapat
tetap menjaga inflasi Jawa Tengah tahun 2018 pada
level yang terkendali.
131
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
produksi tersebut ditunjukkan dengan penurunan
volume produksi cabai merah dan cabai rawit pada
sentra produksi di Kabupaten Wonosobo dan
Magelang. Namun demikian, Pemerintah senantiasa
berkoordinasi untuk memastikan pangan di Indonesia
dalam kondisi aman hingga akhir tahun 2018.
Selanjutnya inflasi pada kelompok inti juga
diperkirakan akan meningkat pada triwulan II
2018. Kejadian khusus pada tahun 2018 seperti
pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang
berlangsung hampir bersamaan dengan hari raya
keagamaan dan libur sekolah, akan mendorong daya
beli masyarakat dan selanjutnya meningkatkan
tekanan inflasi kelompok inti. Dari sisi domestik, upaya
pembangunan infrastruktur dan konstruksi sektor
swasta diperkirakan akan mendorong kenaikan
komoditas bahan bangunan. Dari sisi eksternal,
tekanan inflasi kelompok inti juga berasal dari risiko
pelemahan kurs mata uang Rupiah akibat kebijakan
peningkatan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat
dalam rangka normalisasi setelah indikasi makro
ekonomi AS membaik.
Sementara itu, risiko inflasi administered prices di
tahun 2018 diperkirakan akan terjaga sejalan
dengan komitmen Pemerintah untuk menunda
penyesuaian tarif komoditas energi. Beberapa
kebijakan penyesuaian tarif energi yang diperkirakan
akan ditunda adalah kebijakan kenaikan tarif dasar
listrik (TDL) dan kebijakan skema distribusi tertutup
untuk bahan bakar gas bersubsidi. Namun demikian,
terdapat risiko yang tinggi pada pada peningkatan
harga minyak dunia. Dengan tren peningkatan yang
tinggi pada periode Oktober 2017 - Januari 2018,
Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC)
memproyeksikan harga minyak mentah untuk jenis
West Texas Intermediate (WTI) sebesar USD62 per barel,
meningkat dibandingkan dengan rata-rata harga pada
dapat berpengaruh terhadap perekonomian nasional
maupun Jawa Tengah, baik terkait pasar keuangan,
nilai tukar, maupun perdagangan. Selain itu, adanya
gejala proteksionisme dapat mengganggu prospek
kesinambungan pertumbuhan ekonomi global dan
perdagangan internasional. Lebih lanjut, tingginya
persaingan di pasar global dengan negara yang
memiliki produk ekspor serupa dengan produk
unggulan Jawa Tengah juga perlu diwaspadai.
Perjanjian kerjasama perdagangan berpotensi tinggi
seperti Indonesia European Union – Comprehensive
Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) perlu
dipercepat penyelesaiannya guna meningkatkan daya
saing produk ekspor Indonesia dibanding negara
kompetitor seperti Vietnam. Saat ini, Vietnam telah
mencapai kesepakatan dengan Uni Eropa sehingga
produk ekspornya lebih berdaya saing di kawasan
Eropa karena mendapat tarif rendah.
7.2. PROSPEK INFLASI TRIWULAN II 2018 DAN TAHUN 2018Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2018
diperkirakan meningkat. Faktor utama yang
diperkirakan mendorong inflasi terutama berasal dari
kelompok volatile food dan inti. Sementara itu, inflasi
administered diperkirakan relatif terjaga seiring dengan
komitmen Pemerintah untuk menunda kebijakan
penyesuaian tarif energi.
Inflasi kelompok volatile food diperkirakan
meningkat dibandingkan periode yang sama
pada tahun 2017. Sesuai dengan pola historisnya,
peningkatan konsumsi masyarakat menjelang hari
raya keagamaan yang akan jatuh pada triwulan II 2018
akan mendorong peningkatan tekanan inflasi
kelompok volatile food. Selanjutnya, terdapat risiko
gangguan pasokan produksi hortikultura dan pangan
padi akibat tingginya curah hujan pada akhir tahun
2017 hingga awal tahun 2018. Indikasi awal gangguan
130
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Ip Iip IIIp IVp2014 2015 2016 2017 2018p
Proyeksi Inflasi Tahun 2017 Grafik 7.1
p) Angka perkiraan
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
%, YOY
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank Indonesia
tahun 2017 yang sebesar USD 47,33 per barel.
Peningkatan harga minyak mentah ini selanjutnya akan
berimplikasi pada peningkatan beban subsidi Bahan
Bakar Minyak (BBM) serta kenaikan Tarif Tenaga Listrik
(TTL).
Ke depan, inflasi akan tetap diarahkan berada pada
sasaran inflasi 2018, yaitu 3,5±1% (yoy). Koordinasi
kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam
pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama
dalam menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian
KELOMPOK
Intensitas hujan yang tinggi hingga Februari 2018 diperkirakan mendorong penurunan produksi
hortikultura, terutama komoditas aneka cabai
Gangguan cuaca berupa badai tropis yang berlangsung pada November-Desember 2018, berisiko
menurunkan produksi beras.
Gangguan pasokan komoditas bawang putih sebagai dampak kebijakan impor.
FAKTOR RISIKO TAHUN 2018
Volatile Food
RISIKO
-
Administered Prices
Tabel 7.3 Risiko Inflasi Akhir Tahun 2018
MODERAT
TINGGI
-
-
-
Meningkatnya daya beli masyarakat seiring kondisi ekonomi yang membaik.
Kenaikan harga semen di tengah meningkatnya pembangunan infrstruktur pemerintah dan swasta
Potensi depresiasi nilai tukar rupiah
--
-
Core Inflation RENDAH
Potensi kenaikan harga BBM seiring tren kenaikan harga minyak dunia
Meningkatnya dampak lanjutan dari kenaikan BBM pada tarif angkutan
Peningkatan harga rokok seiring kenaikan cukai
--
-
-
administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan
reformasi subsidi energi oleh Pemerintah. Selanjutnya,
dalam rangka menjaga kestabilan harga dan pasokan
komoditas pangan strategis, Bank Indonesia bersama
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jawa
Tengah sudah mempersiapkan berbagai program
pengendalian inflasi di tahun 2018. Beberapa hal yang
dilakukan adalah penggunaan SiHaTi mobile app Gen III
yang mensinergikan informasi pasokan pangan hulu-
hilir, kebijakan pasar murah, operasi pasar, dan sidak
lapangan ketika terjadi gejolak harga di masyarakat.
TPID Jawa Tengah juga berupaya meningkatkan
kelembagaan petani dengan tujuan mengeliminasi
kendala petani dalam mendapatkan pembiayaan untuk
modal menanam selanjutnya. Selain itu, dibangun pula
sistem penyimpanan menggunakan teknologi ozon
untuk memperkuat penyediaan pasokan komoditas
strategis. Berbagai upaya tersebut diharapkan dapat
tetap menjaga inflasi Jawa Tengah tahun 2018 pada
level yang terkendali.
131
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH
produksi tersebut ditunjukkan dengan penurunan
volume produksi cabai merah dan cabai rawit pada
sentra produksi di Kabupaten Wonosobo dan
Magelang. Namun demikian, Pemerintah senantiasa
berkoordinasi untuk memastikan pangan di Indonesia
dalam kondisi aman hingga akhir tahun 2018.
Selanjutnya inflasi pada kelompok inti juga
diperkirakan akan meningkat pada triwulan II
2018. Kejadian khusus pada tahun 2018 seperti
pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang
berlangsung hampir bersamaan dengan hari raya
keagamaan dan libur sekolah, akan mendorong daya
beli masyarakat dan selanjutnya meningkatkan
tekanan inflasi kelompok inti. Dari sisi domestik, upaya
pembangunan infrastruktur dan konstruksi sektor
swasta diperkirakan akan mendorong kenaikan
komoditas bahan bangunan. Dari sisi eksternal,
tekanan inflasi kelompok inti juga berasal dari risiko
pelemahan kurs mata uang Rupiah akibat kebijakan
peningkatan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat
dalam rangka normalisasi setelah indikasi makro
ekonomi AS membaik.
Sementara itu, risiko inflasi administered prices di
tahun 2018 diperkirakan akan terjaga sejalan
dengan komitmen Pemerintah untuk menunda
penyesuaian tarif komoditas energi. Beberapa
kebijakan penyesuaian tarif energi yang diperkirakan
akan ditunda adalah kebijakan kenaikan tarif dasar
listrik (TDL) dan kebijakan skema distribusi tertutup
untuk bahan bakar gas bersubsidi. Namun demikian,
terdapat risiko yang tinggi pada pada peningkatan
harga minyak dunia. Dengan tren peningkatan yang
tinggi pada periode Oktober 2017 - Januari 2018,
Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC)
memproyeksikan harga minyak mentah untuk jenis
West Texas Intermediate (WTI) sebesar USD62 per barel,
meningkat dibandingkan dengan rata-rata harga pada
dapat berpengaruh terhadap perekonomian nasional
maupun Jawa Tengah, baik terkait pasar keuangan,
nilai tukar, maupun perdagangan. Selain itu, adanya
gejala proteksionisme dapat mengganggu prospek
kesinambungan pertumbuhan ekonomi global dan
perdagangan internasional. Lebih lanjut, tingginya
persaingan di pasar global dengan negara yang
memiliki produk ekspor serupa dengan produk
unggulan Jawa Tengah juga perlu diwaspadai.
Perjanjian kerjasama perdagangan berpotensi tinggi
seperti Indonesia European Union – Comprehensive
Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) perlu
dipercepat penyelesaiannya guna meningkatkan daya
saing produk ekspor Indonesia dibanding negara
kompetitor seperti Vietnam. Saat ini, Vietnam telah
mencapai kesepakatan dengan Uni Eropa sehingga
produk ekspornya lebih berdaya saing di kawasan
Eropa karena mendapat tarif rendah.
7.2. PROSPEK INFLASI TRIWULAN II 2018 DAN TAHUN 2018Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan II 2018
diperkirakan meningkat. Faktor utama yang
diperkirakan mendorong inflasi terutama berasal dari
kelompok volatile food dan inti. Sementara itu, inflasi
administered diperkirakan relatif terjaga seiring dengan
komitmen Pemerintah untuk menunda kebijakan
penyesuaian tarif energi.
Inflasi kelompok volatile food diperkirakan
meningkat dibandingkan periode yang sama
pada tahun 2017. Sesuai dengan pola historisnya,
peningkatan konsumsi masyarakat menjelang hari
raya keagamaan yang akan jatuh pada triwulan II 2018
akan mendorong peningkatan tekanan inflasi
kelompok volatile food. Selanjutnya, terdapat risiko
gangguan pasokan produksi hortikultura dan pangan
padi akibat tingginya curah hujan pada akhir tahun
2017 hingga awal tahun 2018. Indikasi awal gangguan
130
KA
JIA
N E
KO
NO
MI
DA
N K
EU
AN
GA
N R
EG
ION
AL
PR
OV
INS
I JA
WA
TE
NG
AH
PROSPEKPEREKONOMIAN DAERAH