27

Click here to load reader

jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

CARA PENYELESAIAN KONFLIK TANAH

ANTARA PERHUTANI DENGAN MASYARAKAT

DI KECAMATAN KAMPAK KABUPATEN TRENGGALEK

FARIDA FAJAR LUTHVIE

Makna tanah dalam kehidupan manusia sangat strategis. Hubungan antara keduanya sangat erat, emosional, magis-religius dan tak terpisahkan. Tanah melambangkan kehormatan dan simbol status sosial pemiliknya. Kepemilikan tanah bersifat abadi dan turun temurun. Dengan semakin banyaknya manfaat tanah bagi kehidupan manusia akan menimbulkan sebuah konflik yang berkepanjangan. Demikian halnya dengan konflik tanah antara Perhutani dengan Masyarakat di Kecamatan Kampak Kabupaten Trenggalek.

Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) latar belakang terjadinya konflik tanah; (2) dampak dari adanya konflik tanah bagi masyarakat Desa Timahan; (3) strategi para pihak yang berkonflik untuk mencapai tujuannya; (4) cara Penyelesaian konflik tanah; (5) hambatan yang dialami dalam penyelesaian konflik tanah; (6) upaya pemecahan masalah dari hambatan yang dialami dalam penyelesaian konflik tanah.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan jenis penelitiannya adalah penelitian kualitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling purposive. Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan analisa data menggunakan model reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan atau verifikasi data. Untuk menjamin keabsahan data yang ditemukan, peneliti melakukan pengecekan data sebagai berikut: ketekunan pengamatan, perpanjangan keikutsertaan, kecukupan referensi, diskusi dengan teman dan dosen serta triangulasi.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa: (1) latar belakang terjadinya konflik tanah antara Perhutani dengan Masyrakat ini adalah berawal dari sejarah penguasaan tanah pada jaman Belanda dulu, warga yang sekarang beranggapan bahwa tanah Kemloko merupakan warisan dari nenek moyang mereka; (2) dampak dari adanya konflik berpengaruh terhadap kondisi kekeluargaan dan kebersamaan warga Desa Timahan; (3) strategi yang dilakukan oleh pihak yang berkonflik adalah mengangkat perwakilan, melakukan penebangan dan melakukan pendudukan; (4) cara penyelesaian konflik ini melalui cara pendekatan, dan sosialisai; (5) hambatan yang dihadapi dalam penyelesaian konflik ini lebih banyak datang dari warga yang selalu melakukan perlawanan terhadap Perhutani; (6) upaya pemecahan masalah dari hambatan yang dialami dalam penyelesaian konflik tanah adalah melui jalur hukum.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan : (1) bagi Perum Perhutani lebih sering mengadakan sosialisasi mengenai batas-batas kawasan hutan; (2) bagi warga seharusnya benar-benar memahami mengenai status tanah yang ada di daerahnya agar tidak terjadi kesalah pahaman; (3) bagi Pemerintah Desa Timahan seharusnya lebih sering memberikan pemahaman terhadap

Page 2: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

warganya agar tidak mudah terhasut oleh para oknum yang tidak bertanggungjawab.

Kata kunci: Penyelesaian, Konflik Tanah, Perhutani

Makna tanah dalam kehidupan manusia sangat strategis. Hubungan antara

keduanya sangat erat, emosional, magis-religius dan tak terpisahkan. Tanah

melambangkan kehormatan dan simbol status sosial pemiliknya. Kepemilikan

tanah bersifat abadi dan turun-temurun.

Tanah juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.

Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat

manusia selalu berhubungan dengan tanah dan hampir semua kegiatan hidup

manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan tanah.

Pada saat manusia meninggal duniapun masih memerlukan tanah untuk

penguburannya. Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka setiap

orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya. Pada umumnya pemilik

tanah rela berkorban apa saja untuk mempertahankan harga diri pada sejengkal

tanah yang dimiliki.

Dengan semakin banyaknya manfaat tanah bagi kehidupan manusia akan

menimbulkan sebuah konflik yang berkepanjangan. Inti dari konflik tanah adalah

adanya masalah-masalah tanah yang kian marak terjadi di masyarakat. Sebab

tanah merupakan pusat kekuasaan yang menjadi dasar kemenangan dan

keunggulan seseorang. Makin luas tanah yang dimiliki, makin besar pula

kekuasaan dan pengaruhnya di masyarakat.

Konflik tanah terjadi bukan semata karena kelangkaan sumber daya tanah,

akan tetapi juga karena adanya fragmentasi tanah pertanian yang sifatnya ekstrim

Page 3: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

telah terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan selain oleh laju pertambahan

penduduk yang sangat cepat, perkembangan industrialisasi dan dibarengi dengan

proses konsentrasi pemilikan tanah pada sejumlah kecil petani kaya atau pemilik

modal ( investor ). Konsentrasi pemilikan lahan ini menurut Jay, merupakan

akibat dari proses meningkatnya kemiskinan di pedesaan (dalam Astawa dkk,

2004). Fragmentasi tanah dan konsentrasi penguasaan tanah pada petani kaya dan

pemilik modal telah mengakibatkan terbentuknya kapitalisme agraria yang

ditandai oleh beralih dan terkonsentrasinya penguasaan tanah, munculnya

monopoli, dan hilangnya hak-hak tradisional masyarakat petani pedesaan.

Sedangkan menurut Bremen (1986:9) mengungkapkan bahwa penguasaan

tanah yang sifatnya merupakan warisan dari kolonial. Di Indonesia ada beberapa

konflik tanah yang sifatnya merupakan warisan dari kolonial, konflik tanah yang

di dalamnya masih ada unsur penguasaan tanah secara tradisional, dan konflik

tanah yang muncul pada masa Orde Baru yang disebabkan pihak pengolah tanah

dirugikan oleh pemilik tanah, setelah itu konflik berlanjut ke era reformasi.

Permasalahan konflik tanah pada Masa Orde baru yang berlanjut pada

masa Reformasi yang memunculkan kasus baru, salah satunya yaitu konflik tanah

di desa Timahan Kecamatan Kampak Kabupaten Trenggalek yang merupakan

salah satu konflik tanah antara Perhutani dengan masyarakat terkait dengan

kepemilikan status tanah Kemloko.

Awal mula terjadi kasus konflik tanah di desa Timahan Kecamatan

Kampak Kabupaten Trenggalek antara Perhutani dengan masyarakat desa

Timahan, terkait tanah Kemloko seluas 65,1 ha yang dikelola oleh masyarakat

desa Timahan tersebut diklaim oleh masyarakat menjadi miliknya. Tanah

Page 4: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

Kemloko ini pernah disengketakan sekitar tahun 1989 sampai ketingkat MA,

melalui putusan MA RI No.480/Pdt/1991 menyatakan bahwa lahan Kemloko

merupakan daerah kawasan hutan. Akan tetapi konflik ini muncul kembali sekitar

tahun 2001 sampai sekarang.

Fenomena di atas sangat menarik untuk diteliti dengan maksud agar

diperoleh suatu deskripsi utuh tentang judul skripsi kami mengenai Cara

Penyelesaian Konflik Tanah antara Perhutani dengan Masyarakat yang terjadi

dalam kasus perselisihan tanah Kemloko di desa Timahan Kecamatan Kampak

kabupaten Trenggalek

METODE

Penulis dalam penelitian ini cenderung menggunakan pendekatan

kualitatif. Alasan penulis menggunakan pendekatan pendekatan kualitatif

dikarenakan jenis penelitiannya adalah dalam bentuk deskriptif. Selain itu dalam

penelitian ini penulis tidak menggunakan eksperimen. Pendekatan kualitatif yang

dipilih oleh penulis juga didasarkan pada beberapa pendapat.

Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif adalah prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan

ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik (dalam Moleong, 2008:4).

Menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong,2008:157), data yang

digunakan untuk menganalisa persoalan bersumber dari kata-kata dan tindakan

manusia yang diwawancarai atau diamati, sumber tertulisnya berupa naskah yang

berupa buku, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi.

Page 5: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan teknik sampling

purposive, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan

tertentu. Misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang

akan kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan

memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti (Sugiyono,

2008:53).

HASIL

Awal mulanya tanah Kemloko yang terletak di Dusun Genuk, Desa

Timahan memang berupa pemukiman penduduk (tidak ada dokumen mengenai

bukti pemilikan tanah pada saat itu), pada tahun 1939 pada zaman Belanda,

melihat bahwa perkampungan masyarakat terletak di tengah hutan jadi untuk

memudahkan pengelolaan hutan dan biar letak masyarakat tidak terpencil, tanah

tersebut dibeli oleh jawatan kehutanan untuk dijadikan hutan kembali (ada bukti

pembelian dalam lampiran). Dalam proses pembelian, masyarakat diberi ganti

rugi berupa uang dan ada juga pernyataan dari Kepala Desa, Carik, Modin dan

Kamituwo yang menyatakan bahwa tanah Kemloko sudah dibeli oleh Bienst

Bosehwazen (jawatan Belanda) untuk dijadikan kawasan hutan. Dengan adanya

pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata Batas

pada tanggal 19 Agustus 1940 yang menyatakan bahwa tanah Kemloko tersebut

merupakan tanah kawasan hutan.

Pada tahun 1989 masyarakat yang merasa menjadi anak cucu dari warga

yang pernah bermukim di tanah Kemloko melakukan gugatan secara perdata,

akan tetapi melalui putusan Mahkamah Agung gugatan dari warga tersebut ditolak

dan tanah Kemloko tetap menjadi kawasan hutan, sehingga tanah Kemloko

Page 6: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

ditanami pohon pinus oleh pihak Perhutani, warga yang melakukan gugatanpun

tidak diperbolehkan mengolah tanah Kemloko.

Pada tahun 2001 warga yang merupakan generasi penerus (bukan

penggugat pada tahun 1989) melakukan penjarahan dan melakukan penebangan

pada tanaman pinus, setelah itu tanahnyapun dikuasai oleh warga.

Penyebab dari konflik tanah tersebut adalah masalah kepemilikan tanah,

warga yang lapar tanah kemudian menguasai tanah Kemloko dengan cara

melakukan penebangan terhadap tanaman yang telah ditanam pihak Perhutani.

Warga ingin menjadi pemilik yang sah dari lahan Kemloko padahal menurut

Keputusan MA No 480/Pdt/1991 dan Proses Verbal (BATB) menyatakan bahwa

tanah Kemloko telah menjadi kawasan hutan kembali sejak tahun 1940,

sedangkan pendapat dari pihak Badan Pertanahan Kabupaten Trenggalek

penyebab dari adanya konflik tersebut adalah tidak jelasnya tata ruang wilayah

Kabupaten Trenggalek.

Kronologi dari konflik tanah berawal dari tahun 1939 pada masa

pemerintahan Belanda, yang pada waktu itu tanah Kemloko masih berupa

pemukiman penduduk dan untuk mempermudah pengelolaan hutan akhirnya

tanah Kemloko dibeli oleh pihak Jawatan Belanda (Bienst Bosehwazen ) dan

masyarakat diberikan ganti rugi berupa uang. Setelah adanya pembelian oleh

Jawatan Belanda, akhirnya diterbitkan Berita Acara Tata Batas yang menyatakan

bahwa tanah Kemloko telah menjadi kawasan hutan. Pada masa kemerdekaan

tahun 1972 semua kawasan yang telah menjadi hutan negara masuk ke Perum

Perhutani, akan tetapi warga yang merasa menjadi ahli waris dari pemilik tanah

terdahulu merasa tidak terima dan akhirnya membawa kasus ini ke Pengadilan

Page 7: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

dan diselesaikan secara perdata dan akhirnya melalui keputusan Mahkamah

Agung No.480/Pdt/1991 dinyatakan bahwa tanah Kemloko memang masuk

kawasan hutan. Setelah adanya keputusan ini kemudian tanah Kemloko oleh

pihak Perhutani ditanami pinus akan tetapi mulai tahn 2001 muncul kembali

konflik yang dimulai dengan penguasaan tanah Kemloko oleh warga. Pada

awalnya Perhutani belum bisa mengatasi sikap dari warga akan tetapi setelah

ditempuh berbagai upaya akhirnya warga mau mengakui kalau tanah Kemloko

merupakan tanah kawasan hutan sampai sekarang.

Dampak dari adanya konflik ini tidak hanya dirasakan oleh warga yang

terlibat konflik akan tetapi juga dirasakan oleh warga yang tidak terlibat konflik.

Warga yang terlibat konflik ada yang merasa tidak tenang jika mengolah lahan

Kemloko karena bukan pemilik syah, warga merasa was-was jika sewaktu-waktu

tanah Kemloko tidak boleh diolah lagi oleh warga, warga juga merasa takut

karena ada slah seorang dari mereka yang ditangkappihak Kepolisian. Sedangkan

dampak yang dirasakan oleh warga yang tidak terlibat konflik adalah mereka

tidak disenangi oleh warga yang terlibat konflik, karena merasa dianggap tidak

mau mempertahankan tanah Kemloko.

Strategi yang dilakukan oleh warga yaitu awalnya membentuk seorang

perwakilan, dasar yang digunakan warga dalam menentukan seorang perwakilan

adalah dapat dipercaya, mempunyai komitmen dan dan keberanian dalam

memperjuangkan tanah Kemloko, setelah membetuk seorang perwakilan

kemudian warga secara bertahap mengadakan penebangan terhadap pohon pinus

pada malam hari. Stragegi selanjutnya warga mengadakan pendudukan terhadap

tanah Kemloko dan perwakilan yang telah dibentuk mengadakan pemungutan

Page 8: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

terhadap warga yang menginginkan tanah Kemloko, sebesar Rp 500.000 per KK

juga melakukan penarikan foto kopi KK dan KTP sebagai syarat kelengkapan

permohonan hak atas tanah Kemloko, selain itu juga mencari dukungan terhadap

anggota legislatif (DPRD Trenggalek). Realitasnya penguasaan tanah Kemloko

oleh para warga dilakukan dengan cara pendudukan atau aksi sepihak, yang secara

yuridis normative termasuk kategori kriminal, karena mereka menguasai tanah

secara melawan hukum.

Sedangkan strategi yang dilakukan oleh Perhutani sebagai berikut,

Awalnya Perhutani membiarkan saja aksi yang dilakukan oleh warga dalam

melakukan pembabatan dan pendudukan di lahan kemloko. Pada tahun 2007

Perhutani mulai mengadakan pendekatan-pendekatan terhadap warga. Meminta

bantuan pihak ketiga yakni Pemerintah Desa Timahan sebagai penengah.

Mengadakan sosialisai mengenai status tanah kawasan hutan khususnya blok

Kemloko.

Konflik ini diselesaian dengan cara musyawarah dan meminta bantuan

pihak ketiga sebagai penengah. Pada awalnya masyarakat menggunakan cara

pemberontakan kepada pihak Perhutani akan tetapi setelah cara tersebut malah

berakibat tidak baik, mereka kemudian menggunakan cara non-litigasi dan

menghindari cara litigasi hal ini dikarenakan jika masyarakat menggunakan cara

litigasi sudah jelas masyarakat akan kalah seperti konflik di tahun 1989 dulu,

karena di sini masyarakat tidak memiliki bukti yuridis kepemilikan hak atas tanah,

akibatnya masyarakat bisa diusir dari tanah yang telah didudukinya. Dengan cara

no-litigasi masyarakat bisa mengajukan permohonan hak atas tanah, jika

Page 9: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

permohonan mereka tidak dihiraukan paling tidak mereka masih bisa menguasai

tanah meskipun hanya sebagai pengolah saja.

Sementara itu dari pihak perhutani selain menggunakan cara musyawarah

dan bantuan pihak ketiga netral yakni pemerintah Desa Timahan sebagai

penengah dan juga sempat meminta bantuan pihak kepolisian, meskipun

sebenarnya ini hanya merupakan strategi dari pihak Perhutani saja, agar

masyarakat sedikit jera. Akhirnya masyarakat mau diajak bermusyawarah dan

mengolah lahan Kemloko dalam bentuk PHBM (Pengolahan hutan Bersama

Masyarakat ) dengan sistem tumpangsari jeni pinus dan warga bisa bertanam

polowijo disela-selanya, warga bisa menerima hal ini karena jika tidak, tanah

Kemloko akan ditutup oleh Perum Perhutani.

Masyarakat yang mengolah lahan Kemloko tersebut sangat sulit jika diajak

bersosialisasi mengenai batas-batas tanah yang ada di desanya atau bisa

dikatakan mengalami kesulitan dalam berkoordinasi dan kesulitan dalam

berkomunikasi akan tetapi dari pihak Perum Perhutani tidak mudah menyerah

dan berusaha terus mendekati warga.

Pada waktu diadakan pendekatan oleh Perum Perhutani, warga itu

mengadakan perlawanan dalam bentuk pengusiran pada pihak Perum Perhutani.

Setelah diadakan pemanggilan terhadap warga yang disinyalir sebagai provokasi

oleh Penyidik Polres Trenggalek orang-orang tersebut hanya bisa pasrah dan

mengakui bahwa lahan Kemloko merupakan kawasan hutan dan siap bekerjasama

dengan pihak Perhutani dan pengolah lahan blok Kemloko minta Kepala Desa

untuk diadakan sosialisasi atau musyawarah tentang kawasan hutan oleh Perum

Perhutani.

Page 10: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

PEMBAHASAN

Konflik tanah Kemloko di Desa Timahan dilatarbelakangi oleh dua hal

yaitu, yang pertama warga merasa kalau tanah tersebut adalah warisan dari nenek

moyang mereka dan yang kedua warga telah membeli dari pengolah terdahulu,

sedangkan menurut pendapat dari pihak Badan Pertanahan Kabupaten

Trenggalek penyebab dari adanya konflik tersebut adalah tidak jelasnya tata

ruang wilayah kabupaten Trenggalek.

Temuan penelitian tentang penyebab konflik dalam tanah Kemloko

tersebut sesuai dengan pendapat Anoraga (dalam Saputro, 2003:32), yang

menyebutkan bahwa suatu konflik dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut : 1.

Perbedaan pendapat. 2. Salah paham. 3. Ada pihak yang dirugikan. 4. Perasaan

yang terlalu sensitif.

Kronologi konflik tanah Kemloko berawal dari masyarakat yang sekarang

mempertanyakan kembali status tanah Kemloko yang pernah menjadi sengketa

sekitar tahun 1989. Pada jaman Belanda dulu tanah Kemloko merupakan

kawasan pemuliman penduduk, untuk mempermudah pengelolaan kawasan hutan

akhirnya tanah Kemloko dibelioleh jawatan Belanda dan masyarakat pada waktu

itu diberi ganti rugi berupa uang .

Setelah Kemerdekaan semua kawasan hutan masuk Perum Perhutani. Pada

tahun 1989 warga menggugat lewat Perdata melalui Perum Perhutani ke PN

Trenggalek, mereka merupakan ahli waris dari warga yang tanahnya pernah dibeli

olah jawatan Belanda. Sampai akhirnya melalui putusan Mahkamah Agung

memenangkan pihak Perhutani kemudian pada tahun 1991 tanah Kemloko

ditanami pohon pinus. Pada tahun 2001-2002 muncul lagi konflik dari warga yang

Page 11: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

menginginkan tanah Kemloko, warga mengadakan penjarahan dan pendudukan di

tanah Kemloko sampai pada tahun 2007.

Kronologi konflik yang terjadi dalam cara penyelesaian konflik tanah

Kemloko tersebut sesuai dengan teori konflik menurut Philip Moris (2003),

bahwa konflik meliputi : konflik panggung pertama (timbulnya masalah), konflik

panggung kedua (perluasan konflik), konflik panggung ketiga (pertentangan

frontal).

Aktor utama atau pihak-pihak yang terlibat konflik tanah Kemloko di Desa

Timahan Kecamatan Kampak, adalah pihak Perhutani dan masyarakat. Dalam

realitasnya, konflik tanah Kemloko mendapat dukungan dari pihak-pihak yang

tidak bertanggungjawabdan mengaku sebagai anggota Komisi II DPR RI, mereka

memberikan dukungan dengan cara memberikan janji akan membantu masyarakat

mendapatkan sertifikat tanah yang sah.

Dengan melihat keadaan tersebut di atas, maka pelaku konflik dalam

konflik tanah Kemlokodapat dikatakan sesuai pendapat Dean G Pruit (2004) yang

menyatakan bahwa pelaku konflik ada tiga, yakni pihak pertama, pihak kedua dan

pihak ketiga.

Dampak dari adanya konflik ini tidak hanya dirasakan oleh warga pelaku

konflik akan tetapi juga dirasakan oleh warga yang tidak terlibat dalam konflik,

banyak sekali perubahan yang terjadi pada mereka. Warga yang terlibat konflik

ada yang merasa tidak tenang jika mengolah lahan Kemlokokarena bukan pemilik

yang syah, warga merasa was-was jika tanah Kemloko sewaktu-waktu tidak boleh

diolah lagi oleh warga. Sedangkan dampak yang dirasakan yang tidak terlibat

Page 12: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

dalam konflik adalah merasa dikucilkan karena dianggap tidak mau

mempertahankan tanah Kemloko.

Dampak dari adanya konflik tersebut selaras dengan teori dari Dan Mark

(Dean G Pruit:2004) bahwa konflik mendorong timbulnya konflik lebih lanjut,

bahwa perubahan tidak dapat dihindari dan perubahan ini hampir akan selalu

mengarah pada peningkatan mutu kondisi manusia.

Strategi awal yang dilakukan pleh warga adalah mengangkat seorang

perwakilan kemudian mengadakan penjarahan dan melakukan pendudukan.

Sedangkan strategi dari Perhutani, awalnya membiarkan dahulu aksi dari

warga, kemudian pada tahun 2007 Perhutani mulai mengadakan pendekatan

terhadap warga, meminta bantuan pihak ketiga sebagai penengah dan mengadakan

sosialisasi.

Menurut Scoot 1994:219 (dalam Ketut dkk : 2005 : 88) bahwa aksi para

petani digerakkan secara langsung oleh anggapan bahwa orang-orang kaya dan

orang-orang yang memegang kekuasaan mempunyai kewajiban untuk membagi

kekayaan mereka dengan kaum miskin di waktu kekurangan jika tidak, maka

orang-orang miskin berhak mengambil apa yang mereka butuhkan dengan

kekerasan. Karena itu, menurut Scoot, dari segi norma-norma moral dan etika

substensi, tidaklah dapat dikatakan bahwa kaum tani telah main hakim sendiri.

Dalam kaitannya dengan cara penyelesaian konflik tanah antara Perhutani

dengan Masyarakat di Desa Timahan Kecamatan Kampak Kabupaten Trenggalek

ini melalui cara non-litigasi yaitu melalui cara Negosiasi, Mediasi, dan Konsiliasi.

Pada awalnya masyarakat menggunakan cara pemberontakan kepada akan tetapi

setelah cara tersebut malah berakibat tidak baik, kemudian mereka menggunakan

Page 13: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

cara non-litigasi dan menghindari cara litigasi dikarenakan jika masyarakat

menggunakan cara litigasi sudah jelas masyarakat akan mengalami kekalahan

seperti konflik di tahun 1989 dulu.

Cara penyelesaian konflik tanah Kemloko sesuai dengan teori Mark E.

Roszkowski (dalam Abu Rohmad 2008:133), negosiasi adalah suatu proses

penyelesaian sengketa di mana dua belah pihak yang memiliki tuntutan berbeda

membuat suatu kesepakatan melalui kompromi dan konsensi. Menurut Ahmad

Santosa dan Anton L.P. Hutapea (dalam Abu Rohmad 2008:134) Mediasi adalah

negosiasi yang dihadiri oleh pihak ketiga yang netral yang tidak mempunyai

kewenangan untuk memutuskan. Sedangkan menurut Adi Sulistiyono (dalam Abu

Rohmad 2008:137) konsiliasi adalah upaya penyelesaian sengketa melalui

perundingan dengan melibatkan pihak ketiga netral untuk membantu para pihak

menemukan bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat disepakati bersama.

Hambatan yang terjadi dalam penyelesaian konflik tanah sebenarnya lebih

banyak datang dari masyarakat. Masyarakat sangat sulit untuk diajak

bersosialisasi, masyarakat terpengaruh oleh kata-kata para oknum yang tidak

bertanggung jawab yang akan membantu mereka untuk mendapatkan sertifikat

tanah yang sah. Setiap pihak Perhutani mengadakan pendekatan, warga selalu

menjauh bahkan ada yang pergi untuk memanggil warga lain dan datang kembali

sambil membawa peralatan berupa benda-benda tumpul untuk mengusir

Perhutani.

Menurut Scoot 1994:219 (dalam Ketut dkk : 2005 : 88) bahwa aksi para

petani digerakkan secara langsung oleh anggapan bahwa orang-orang kaya dan

orang-orang yang memegang kekuasaan mempunyai kewajiban untuk membagi

Page 14: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

kekayaan mereka dengan kaum miskin di waktu kekurangan jika tidak, maka

orang-orang miskin berhak mengambil apa yang mereka butuhkan dengan

kekerasan. Karena itu, menurut Scoot, dari segi norma-norma moral dan etika

substensi, tidaklah dapat dikatakan bahwa kaum tani telah main hakim sendiri

Upaya pemecahan masalah yang dilakukan dari pihak Perhutani pada saat

itu mengadakan kerjasama dengan aparat pemerintah desa dan pihak kepolisian.

Pihak Perhutani meminta bantuan kepolisian untuk memanggil beberapa oknum

warga Timahan yang disinyalir terlibat dalam provokasi terhadap penggarap

kawasan hutan blok Kemloko.

Menurut bahasa Austin T.Turk (dalam Abu Rohmad, 2008:98), hukum

pada dasarnya bercirikan sebagai alat untuk untuk memecahkan atau menghindari

perselisihan dengan (a) menegaskan ide keadilan sebagai persyaratan bagi

terpeliharanya interaksi dan organisasi sosial dan (b) mengendalikan mereka yang

tindakannya tidak cocok dengan persyaratan demikian.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Latar belakang terjadinya konflik tanah Kemloko ini berawal dari zaman

Belanda tepatnya pada tahun 1939, saat itu tanah Kemloko merupakan

kawasan pemukiman penduduk yang terletak di tengah hutan dan sangat

terpencil dan untuk memudahkan pengelolaan kawasan hutan maka oleh

jawatan Belanda tanah kemudian dibeli dan warga diberi ganti rugi berupa

uang dan pada tahun 1940 tanah Kemloko menjadi kawasan hutan. Akan

tetapi pada tahun 1989 warga yang merupakan keturunan dari warga

terdahulu menggugat pihak perhutani dan menginginkan tanah Kemloko akan

Page 15: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

tetapi melalui putusan Mahkamah Agung menyatakan bahwa gugatan warga

ditolak dan Tanah Kemloko adalah tanah kawasan hutan. Kemudian pada

tahun 2001 konflik timbul kembali warga lain yang bukan merupakan

keturunan dari warga yang pernah bermukim di tanah Kemloko melakukan

penjarahan terhadap tanaman pinus yang ditanam pihak Perhutani kemudian

warga melakukan pendudukan pada lahan Kemloko. Dalam Konflik ini tidak

hanya warga dan pihak Perhutani saja yang terlibat di dalamnya, akan tetapi

juga ada beberapa tokoh yang terlibat.

2. Dampak dari adanya konflik tanah Kemloko ini tidak hanya dirasakan oleh

warga pelaku konflik akan tetapi juga warga yang tidak terlibat di dalam

konflik. Dengan adanya konflik ini banyak perubahan yang terjadi pada

warga. Warga pelaku konflik selalu diliputi ketakutan sedangkan warga yang

tidak terlibat dalam konflik merasa dibenci oleh warga pelaku konflik, karena

dianggap tidak mau mempertahankan tanah Kemloko.

3. Strategi para pihak yang berkonflik untuk mencapai tujuannya adalah dari

pihak warga membentuk seorang perwakilan yang bisa dipercaya oleh warga

yang lain, melakukan penjarahan terhadap tanaman di lahan Kemloko,

melakukan pendudukan terhadap tanah Kemloko dan melakukan penarikan

dana bagi warga yang menginginkan tanah Kemloko. Strategi dari pihak

Perhutani awalnya membiarkan saja aksi warga, melakukan pendekatan, dan

meminta bantuan piahak ketiga sebagai penengah.

4. Cara penyelesaian konflik tanah antara Perhutani dengan Masyarakat adalah

melalui jalur non-litigasi dan menghindari cara litigasi hal ini dikarenakan

jika masyarakat menggunakan jalur litigasi sudah jelas warga akan

Page 16: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

mengalami kekalahan karena disini warga tidak memiliki bukti yuridis

kepemilikan hak atas tanah Sementara dari pihak perhutani selain

menggunakan cara negosiasi juga meminta bantuan pihak ketiga netral yakni

pemerintah Desa Timahan sebagai penengah hingga akhirnya terjadi

kesepakatan antara Penhutani dengan Warga.

5. Hambatan yang dihadapi dalam penyelesaian konflik tanah kemloko adalah

berasal dari warga yang sangat sulit untuk diajak bernegosiasi dan

bersosialisai tentang status tanah Kemloko, waraga selalu mengadakan

perlawanan terhadap pihak Perhutani dengan memalukan pengusiran.

6. Upaya pemecahan masalah dari hambatan yang dialami dalam penyelesaian

tanah Kemloko adalah upaya dari pihak Perhutani yang meminta bantuan dari

pihak Kepolisian untuk menangkap para warga yang disinyalir sebagai

provokator pengolah tanah Kemloko.

SARAN

1. Bagi Perum Perhutani lebih sering mengadakan sosialisasi mengenai batas-

batas kawasan hutan dan jika terjadi konflik seperti ini bisa bersikap lebih

bijak dan menyelesaikannya dengan cara yang saling menguntungkan, yakni

tanaman pinus diganti dengan tanaman lain yang tidak mengalahkan tanaman

warga.

2. Bagi warga seharusnya benar-benar memahami mengenai status tanah yang

ada di daerahnya agar tidak terjadi kesalah pahaman dan jangan terlalu

percaya dengan janji atau hasutan dari oknum yang tidak bertanggung jawab.

3. Bagi warga sebaiknya mengganti tanah milik Perhutani dengan luas yang

sama tetapi dengan harga yang lebih murah.

Page 17: jurnal-online.um.ac.idjurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel640A1FD44456D... · Web viewDengan adanya pernyataan tersebut dapat digunakan untuk menerbitkan Berita Acara Tata

4. Bagi Pemerintah Desa Timahan seharusnya lebih sering memberikan

pemahaman terhadap warganya agar tidak mudah terhasut oleh para oknum

yang tidak bertanggungjawab.

DAFTAR RUJUKAN

Astawa, D. Dkk. 2004. Manajemen Konflik Dalam Kasus Tanah Perkebunan Di Wilayah Malang. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang.

Breman, J. 1986. Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja: Jawa di Masa Kolonial. Jakarta: LP3ES

Moleong, L.J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Pruitt G. D dan Rubin Z. J. 2004. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR

Rohmad, A. 2008. Paradigma Resolusi Konflik Agraria. Semarang: Walisongo Press