jurnal skripsi Perencanaan Pengelolaan Kota Batu Menuju Kawasan Berbasis Ekowisata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal

Citation preview

PERENCANAAN PENGELOLAAN KOTA BATU MENUJU KAWASAN BERBASIS EKOWISATAOleh:

Arga Sevtyan Vallentyno

NIM. 0911253005

ABSTRAK

Dalam penelitian ini berisi tentang analisis kebijakan publik bidang kepariwisataan di Kota Batu, Jawa Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah membahas mengenai bagaimana kebijakan perencanaan pengelolaan Kota Batu dalam bidang kepariwisataan dengan konsep ekowisata ditinjau dalam kerangka studi kebijakan publik. Masalah penelitian yang kedua adalah bagaimana pemerintah Kota Batu menerapkan kebijakan penyelamatan dan pelestarian lingkungan ditinjau dari kajian politik lingkungan yang mengacu pada Peraturan Menteri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang pedoman pengembangan ekowisata di daerah.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitianyang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati Jenis pendekatan yang dilakukan adalah deskriptif yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana proses pembuatan kebijakan kepariwisataan di Kota Batu berdasarkan pengamatan awal yang akan dianalisa lebih mendalam oleh peneliti.Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1). Dalam proses pembuatan kebijakan, pemerintah Kota Batu sudah melakukan tahapan-tahapan sesuai dengan kerangka model dan pendekatan dalam kajian kebijakan publik yaitu model sistem yang dikembangkan oleh David Easton melalui pendekatan partisipatori yang melibatkan masyarakat dalam pembuatannya. Sehingga kebijakan RIPPDA ini layak untuk dilanjutkan melihat dukungan yang besar dan adanya sinergitas antara pemerintah daerah dengan stakeholder pembangunan pariwisata di Kota Batu. (2). Menanggapi isu-isu pelestarian lingkungan yang mengacu pada peraturan menteri dalam negeri nomor 33 tahun 2009 tentang pedoman pengembangan ekowisata daerah, pemerintah Kota Batu juga telah mampu menyelenggarakan tata kelola dan pemanfaatan lingkungan dengan baik dalam kerangka kajian politik lingkungan. Kebijakan yang telah ditetapkan menjamin adanya perlindungan dan pelestarian ekosistem alam dalam Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPDA) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batu. Pemerintah Kota Batu menyadari bahwa perkembangan kepariwisataan dan pertanian yang menjadi sektor unggulan Kota Batu sangat bergantung kepada kelestarian alam. Maka, dengan adanya jaminian keberlangsungan ekosistem alam pemanfaatan aset utama daerah akan maksimal dan mendatangkan banyak manfaat bagi masyarakat Kota Batu maupun daerah sekitarnya.Kata Kunci : Pemerintah Kota Batu, Kebijakan Publik, Ekowisata, Penyelamatan dan Pelestarian Lingkungan.I. PendahuluanKota Batu atau yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kota Wisata Batu (KWB) merupakan daerah administratif yang tergolong masih baru berdiri. Semenjak dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2001 tentang pembentukan Kota Batu secara resmi memisahkan diri dari wilayah Kabupaten Malang menjadi daerah otonom yang mandiri. Kota Batu terbagi menjadi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji, dan Kecamatan Junrejo terbagi menjadi 20 desa 4 kelurahan.Pengembangan Kota Batu untuk dijadikan wilayah industri pariwisata memberikan dampak positif terhadap pendapatan asli daerah yang kemudian dapat dialokasikan untuk pembangunan insfrastruktur daerah. Nilai tambah inilah yang perlu disadari oleh pemerintah daerah Kota Batu agar pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah dapat terencana dengan sebaik-baiknya.

Menurut Wibowo, merujuk pada TAP MPR Nomor 9 Tahun 1998 menyatakan bahwa mendayagunakan potensi pariwisata sebagai sumber devisa negara. Ditambah dengan dikeluarkannya UU Nomor 9 tahun 1990 yang menjelaskan bahwa modal berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan yang dimiliki bangsa Indonesia perlu dimanfaatkan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan obyek dan daya tarik wisata Indonesia, serta memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa (wibowo, 2007 : 3).Dari sini pemerintah daerah Kota Batu perlu merumuskan formulasi kebijakan dalam pengelolaan perencanaan daerah yang dalam hal ini menjadi tugas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Dengan memperhatikan peraturan menteri dalam negeri nomor 33 tahun 2009 tentang pedoman pengembangan ekowisata di daerah yang tercantum dalam ketentuan umum salah satunya adalah ekowisata merupakan kegiatan wisata alam di daerah yang bertanggungjawab dengan memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam, serta peningkatan pendapatan masyarakat lokal. Pengembangan ekowisata adalah kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata.Dalam Kajian Environmental Politics yang menganalisis peran institusi atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan sumber daya alam dan lingkungan, ada keterkaitan antara pemerintah dalam menangani permasalahan lingkungan. Selain itu kajian politik lingkungan juga menganalisis masyarakat, swasta, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pembangunan, pendidikan dan penelitian. (Tony Djogo, 2011). Dalam beberapa kasus pemerintah daerah membuat kesalahan dalam regulasi kebijakan terkait lingkungan seperti pemberian ijin pertambangan pada perusahaan besar dan pendirian bangunan untuk kepentingan di tingkat elit demi mendapatkan banyak keuntungan yang justru mengakibatkan kerusakan lingkungan dan bencana alam. Di sini peranan pemerintah dalam menanggapi keperihatinan publik dan institusi lain dari masyarakat atas persoalan lingkungan dapat ditindak-lanjuti dengan membuat dan menegakkan peraturan untuk pengendalian dampak lingkungan maupun mengendalikan atau menindak perusahaan yang menghasilkan dampak negatif pada lingkungan.Berdasarkan penjabaran latar belakang yang dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan mendiskripsikan masalah tersebut melalui penulisan skripsi yang berjudul Perencanaan Pengelolaan Kota Batu menuju kawasan berbasis ekowisataII. Tinjauan Pustaka

2.1. Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut Thomas R Dye adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Sedangkan menurut Robert Eystone kebijakan publik didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya (Budi Winarno, 2012 : 20).

Kebijakan publik merupakan arah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan mempunyai pengaruh terhadap kepentingan masyarakat secara luas. Dalam analisis kebijakan publik mengenai kebijakan kepariwisataan Kota Batu, analisik kebijakan berhubungan dengan penyelidikan dan deskripsi sebab-sebab beserta konsekuensinya. Kita dapat menganalisis pembuatan, substansi, dan dampak dari kebijakan itu termasuk siapa yang diuntungkan dan siapa aktor yang berperan di dalamnya.2.2. Politik Lingkungan

Politik lingkungan adalah kajian yang membahas interaksi antar berbagai elemen sistem dalam proses perumusan dan pengambilan kebijakan publik terhadap masalah-masalah lingkungan. Dalam studi kajian politik lingkungan menurut Peter Dauverger dalam Handbook of Global Environmental Politics, kajian politik lingkungan global dimulai pada akhir 1960an hingga awal 1970an dimana ia menganalisa tentang peran negara, lembaga-lembaga internasional, ekonomi politik global, kekuasaan global, norma dan ideologi di bawah disiplin ilmu politik (Peter Dauverger, 2005 : 5). Beberapa ahli lain juga beranggapan bahwa politik lingkungan hidup mempelajari dampak ekologi dan ekonomi global seperti politik pertumbuhan, perdagangan, korporasi, finansial dan konsumsi. Namun Dauverger menegaskan bahwa sumbangan dan kontribusi utama dari kajian politik lingkungan ini adalah meluasnya area riset interdisipliner dalam politik dan lingkungan.

Sedangkan menurut Garner, politik lingkungan membahas secara komperhensif berbagai isu krisis lingkungan, ideologi politik lingkungan, gerakan lingkungan, dan proses politik dan lingkungan (Garner, 1996 : v-vi). Maka dalam menanggapi permasalah lingkungan perlu adanya formulasi kebijakan dalam rangka penyelamatan lingkungan.2.3. EkowisataEkowisata menurut Emil Salim adalah pariwisata yang berwawasan lingkungan dan pengembangannya selalu memperhatikan nilai-nilai (Yoeti Oka A, 1996). Pada dasarnya ekowisata diselenggarakan dengan memperhatikan kesederhanaan, menjaga keaslian alam dan lingkungan, melestarikan keaslian seni dan budaya, adat istiadat, kebiasaan hidup, menciptakan ketenangan, memelihara flora dan fauna, serta terpeliharanya lingkungan hidup sehingga tercipta keseimbangan antara kehidupan manusia dan alam sekitarnya.

Ekowisata dalam Peraturan Menteri dalam negeri nomor 33 tahun 2009 tentang pedoman pengembangan ekowisata di daerah yang tercantum dalam ketentuan umum BAB I Pasal 1 menyebutkan ekowisata adalah kegiatan wisata alam di daerah yang bertanggungjawab dengan memperhatikan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam, serta peningkatan pendapatan masyarakat lokal.2.4. Pengembangan Kepariwisataan

Pengembangan kepariwisataan adalah usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka meningkatkan potensi wisata di suatu daerah. Potensi pariwisata jika dikelola dengan baik maka akan mendatangkan banyak keuntungan. Menurut yoeti, bahwa bila pada suatu daerah tujuan wisata yang berkembang baik, dengan sendirinya akan memberikan dampak positif pada daerah itu, karena itu dapat menciptakan lapangan kerja yang cukup luas bagi penduduk sekitar, alasan utama pengembangan pariwisata sangat erat hubungannya dengan pembangunan ekonomi di daerah tempat di mana daerah tujuan wisata itu berada (Yoeti Oka A, 1997 : 33). Pengembangan wisata dapat dipahami dengan melihat tujuan dari pengembangan wisata itu sendiri, dimana pariwisata bagaimanapun bentuknya tujuan pengembangannya perlu memperhatikan kemungkinan-kemungkinan peningkatan kerjasama dengan bangsa-bangsa lain yang saling menguntungkan (Yoeti Oka A, 1997 : 14).

Dalam Inpres Nomor 9 tahun 1969 pasal 2 menyebutkan bahwa tujuan pengembangan kepariwisataan nasional adalah meningkatkan pendapatan devisa pada khususnya dan pendapatan negara dan masyarakat pada umumnya, perluasan kesempatan kerja dan mendorong kegiatan-kegiatan industri penunjang dan industri sampingan lainnya. Kemudian memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia. Serta meningkatkan persaudaraan atau persahabatan nasional dan internasional (Yoeti Oka A, 1997 : 42).III. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah dengan metode penelitian kualitatif deskriptif. Jenis pendekatan yang dilakukan adalah deskriptif yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana proses pembuatan kebijakan kepariwisataan di Kota Batu berdasarkan pengamatan awal yang akan dianalisa lebih mendalam oleh peneliti. Penelitian ini memilih lokasi di Kota Batu. Penelitian dilakukan selama kurang lebih 3 bulan, yakni mulai dari bulan Oktober 2013 sampai Desember 2013. Pemilihan waktu dan tempat penelitian adalah atas pertimbangan efisiensi waktu dan pembiayaan dalam penelitian.Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan juga wawancara mendalam atau depth interview. Tujuan dari observasi ini adalah untuk mengetahui secara mendalam dan menyeluruh tentang mengenai kejadian-kejadian nyata dan juga interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut (Wuisman, 1991 : 72). Hasil dari observasi melalui pengamatan tersebut dapat dicatat dalam bentuk narasi. Wawancara mendalam dilakukan untuk melengkapi data-data yang tidak diperoleh melalui observasi dan wawancara biasa.Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif sehingga dalam pengolahan data akan dilakukan melalui pendeskripsian hasil wawancara yang telah dilakukan dilapangan. Dalam penelitian kualitatif ini menggunakan analisis kualitatif yang dikemukakan yakni data yang dimunculkan adalah data yang berupa kata-kata bukan angka-angka, yang diperoleh melalui beberapa cara yakni observasi, wawancara serta dokumen-dokumen penunjang lainnya. Analisis data menurut Miles dan Huberman terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yakni reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles & Huberman, 1992 : 16).IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dari pengumpulan dan analisis data ditemukan bahwa dalam perencanaan pengelolaan kepariwisataan di Kota Batu dalam prakteknya telak menyusun kebijakan daerah berupa penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) yang mengacu pada kebijakan dan undang- undang yang lebih tinggi. Penyusunan RIPPDA ini disesuaikan dengan kebijakan kepariwisataan nasional dan kebijakan kepariwisataan provinsi Jawa Timur. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 yang menyatakan dalam pembuatan Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional dan rencana induk pembangunan kepariwisataan daerah.Mengacu pada penyusunan RIPPDA kemudian dilakukan analisis berdasarkan analisis kebijakan publik. Dalam kerangkan analisis kebijakan publik ada model yang dapat dijadikan acuan perumusan kebijakan. Model-model ini dikembangkan untuk menyederhanakan proses perumusan kebijakan yang rumit, dan sekaligus untuk mudah dimengerti. Dalam analisis ini penulis menggunakan model sistem yang dikembangkan oleh Paine dan Naumes yang merujuk pada model sistem David Easton. Model ini menurut Paine dan Naumes merupakan model deskriptif karena menggambarkan senyatanya yang terjadi dalam pembentukan kebijakan (Winarno, 2012 : 97). Model ini disusun hanya dari sudut pandang pembuat kebijakan, dalam hal ini adalah pemerintah daerah Kota Batu.Analisis dilakukan dengan menggunakan model sistem David Easton dengan membedah bagaimana sebuah kebijakan itu dibuat. Kerangka sistem menurut David Easton adalah seperti pada gambar dibawah ini:

Dalam pembuatannya, RIPPDA telah melewati serangkaian proses yang melibatkan berbagai stakeholders di Kota Batu. Dalam proses pembuatan rancangan RIPPDA dilakukan oleh eksekutif dalam hal ini oleh BAPPEDA Kota Batu. Wewenang BAPPEDA dalam hal ini adalah membuat draft rancangan RIPPDA dengan melalui proses analisis wilayah kota. Wilayah yang sudah terpetakan direncanakan untuk dikembangkan melalui pembangunan daerah. Proses ini memakan waktu yang tidak singkat karena memerlukan analisa mendalam dan tidak sembarangan terkait arah pembangunan di Kota Batu agar dapat tepat sasaran. Hal ini dilakukan mengingat RIPPDA akan digunakan untuk kurun waktu 10 tahun. Model analisis pembuatan kebijakan dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:

Pendekatan yang digunakan dalam pembuatan kebijakan ini adalah menggunakan pendekatan partisipatori melihat dalam pembuatannya melibatkan stakeholders yang mendukung pembangunan kepariwisataan di Kota Batu. Keterlibatan stakeholders merupakan suatu cara untuk mempercepat para individu, kelompok-kelompok kepentingan, dan para pejabat memberikan kontribusi mereka dalam pembuatan desain kebijakan.

Dengan teknik trianggulasi yang membandingkan antara hasil penelitian sebelumnya dengan hasil wawancara di lapangan serta data dokumen hasil penelitian maka penulis membuat kesimpulan berdasarkan analisis terhadap inputs pembuatan kebijakan ini bersifat bottom up yang melibatkan stakeholders di dalam pembuatan RIPPDA Kota Batu. Kebijakan ini bersifat bottom up dilihat dari tahapan pembuatan agenda kebijakan yang melibatkan stakeholders pada tanggal 11 November 2010 dalam bentuk lokakarya untuk mempresentasikan rancangan awal RIPPDA yang kemudian dilakukan pembahasan dan menerima masukan.

Berdasarkan analisa di atas maka dalam pembuatan kebijakan kepariwisataan, pemerintah Kota Batu terdapat sinegitas antara pemerintah, DPRD Kota Batu, masyarakat dan swasta. Dengan memperhatikan isu-isu strategis kepariwisaaan, pembuatan kebijakan ini sudah memenuhi syarat untuk menjadi kebijakan publik. Maka kebijakan RIPPDA ini layak untuk dilanjutkan.

Kemudian Selanjutnya penulis membahas mengenai politik lingkungan dalam usaha pelestarian dan penyelamatan lingkungan. Dengan mengacu pada UU Nomor 10 Tahun 2009 Tentang kepariwisataan dan Peraturan menteri dalam negeri nomor 33 tahun 2009 tentang pedoman pengembangan ekowisata di daerah, Pemerintah Kota Batu melakukan langkah strategis dalam usaha-usaha pelestarian lingkungan daerah dalam bentuk rencana induk pembangunan pariwisata daerah (RIPPDA) dan Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang Kota Batu Tahun 2010-2030.

Dalam rencana induk pembangunan kepariwisataan daerah, pemerintah Kota Batu memberikan arahan kepada masyarakat terkait pelestarian lingkungan dan pengembangan pariwisata melalui pembentukan Kelompok Masyarakat Sadar Wisata (POKDARWIS) yang tujuannya memberikan pemahaman dan peningkatan kualitas SDM kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian alam serta sambutan yang ramah terhadap wisatawan yang gunanya sebagai daya tarik untuk wisatawan. Usaha ini dilakukan dalam rangka promosi wisata daerah yang nantinya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.V. Kesimpulan dan Saran

Kebijakan perencanaan kepariwisataan di Kota Batu disusun berdasarkan kajian-kajian terhadap peraturan perundangan-undangan, arah kebijakan kepariwisataan nasional dan provinsi, serta analisa mendalam terhadap kondisi daerahnya serta keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan kepariwisataan daerah. Sesuai dengan visi dan misi Kota Batu, menempatkan pariwisata dan pertanian sebagai komoditas utama dalam mendorong pembangunan daerah merupakan arah perencanaan pembangunan yang harus mendapatkan perhatian khusus.

Dalam kesimpulan ini penulis menegaskan kembali jawaban dari masalah penelitian dari hasil penelitiaan sebagai berikut:

1. Dalam proses pembuatan kebijakan, pemerintah Kota Batu sudah melakukan tahapan-tahapan sesuai dengan kerangka model dan pendekatan dalam kajian kebijakan publik yaitu model sistem yang dikembangkan oleh David Easton melalui pendekatan partisipatori yang melibatkan masyarakat dalam pembuatannya. Sehingga kebijakan RIPPDA ini layak untuk dilanjutkan melihat dukungan yang besar dan adanya sinergitas antara pemerintah daerah dengan stakeholder pembangunan pariwisata di Kota Batu.

2. Menanggapi isu-isu pelestarian lingkungan yang mengacu pada peraturan menteri dalam negeri nomor 33 tahun 2009 tentang pedoman pengembangan ekowisata daerah, pemerintah Kota Batu juga telah mampu menyelenggarakan tata kelola dan pemanfaatan lingkungan dengan baik dalam kerangka kajian politik lingkungan. Kebijakan yang telah ditetapkan menjamin adanya perlindungan dan pelestarian ekosistem alam dalam Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPDA) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batu. Pemerintah Kota Batu menyadari bahwa perkembangan kepariwisataan dan pertanian yang menjadi sektor unggulan Kota Batu sangat bergantung kepada kelestarian alam. Maka, dengan adanya jaminian keberlangsungan ekosistem alam pemanfaatan aset utama daerah akan maksimal dan mendatangkan banyak manfaat bagi masyarakat Kota Batu maupun daerah sekitarnya.Daftar PustakaBerg, Bruce. L. 2007. Qualitative Research Methods for The Social Sciences.Boston: Pearson Education, Inc.Dauverger, Peter. 2005. Handbook of Global Environmental Politic. Northamton : Edward Elgar Publishing, Inc.

Fandeli, Chafid dan Mukhson. 2000. Pengusahaan Pariwisata. Yogyakarta : Pustaka Pelajar OffsetGarner, Robert. 1996. Environmental Politic. New York: Prentice Hall, Harvester Wheatsheaf.Hakim, Luchman. 2004. Dasar dasar Ekowisata. Malang : . Bayumedia PublishingMiles, Matthew B. Dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru/ Matthew B. Miles, A. Michael Huberman. Terj. Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.Pendit, Nyoman S. 1990. Ilmu Pariwisata Pengantar Perdana . Jakarta : Pradnya ParamitaRudito, Bambang & Famiola, Melia. 2008. Social Mapping (Metode Pemetaan Sosial). Bandung: Rekayasa Sains.Salim, Agus. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (Pemikiran Norman K. Denzin, dan Egon Guba, serta Penerapannya). Yogyakarta: Tiara Wacana.Wahab, Solichin A. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah malang

Wibowo. 2007. Dampak Pengembangan Ekowisata Kawasan Wisata Gunung Merapi- Merbabu Terhadap Perubahan Struktur Masyarakat. Surakarta: Skripsi

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik : Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS

Wuisman, J. J. M. 1991. Metoda Penelitian Ilmu Sosial. Malang: Dwi Murni.Yoeti, Oka A. 1996. Pemasaran Pariwisata. Bandung : AngkasaYoeti, Oka A. 1997. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta : PT. Pradnya ParamitaDOKUMEN INSTANSIPemda Batu. 2010. RIPPDA Periode 2010-2020. Batu: Pemda Batu

Pemda Batu. 2011. RTRW Kota Batu Periode 2010-2030. Batu: Pemda Batu

Pemda Batu. 2012. Batu Milesstone (Informasi Potensi Daerah Kota Batu tahun 2012). Batu: Pemda Batu

JURNALHand Out Mata Kuliah Concept Resort And Leisure, Strategi Pengembangan Dan Pengelolaan Resort And Leisure Gumelar S. Sastrayuda ( 2010)INTERNET

Djogo, Tony. 2011. Politik Lingkungan. http://devenvist.blogspot.com/politik-lingkungan diakses pada tanggal 24 Desember 2013 pukul 20.30 WIB

inputs

outputs

Sistem politik

feedback

Sumber: Diolah. Winarno, 2013.

Kebijakan Publik

Bottom Up

Keterlibatan Stakeholders dalam pembuatan kebijakan

RIPPDA

Sumber: Diolah dari analisis penulis, 2013