Jurnal Septi Iliana 090254242063 Msp Fikp Umrah1

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 Jurnal Septi Iliana 090254242063 Msp Fikp Umrah1

    1/12

    STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN

    PULAU SARANG KOTA BATAM

    Septi Iliana

    Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]  

    Linda Waty Zen

    Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] 

    Andi Zulfikar

    Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] 

    ABSTRAK

    Bentos adalah organisme yang hidup di dasar perairan (substrat) baik yang sesil, merayap maupun

    menggali lubang. Makrozoobentos adalah hewan bentos yang berukuran lebih dari 1 mm. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas makrozoobentos yang meliputi : komposisi jenis,kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi serta fisika-kimia perairan (suhu, kecepatan

    arus, kekeruhan, salinitas, jenis substrat, pH dan DO) sebagai faktor pendukung kehidupanmakrozoobentos. Identifikasi jenis makrozoobentos perairan Pulau Sarang ditemukan sebanyak 21 spesiesdari 15 family, 5 kelas dan 3 pylum dengan komposisi jenis yaitu kelas Gastropoda 42,89 %, Bivalvia

    33,33 %, malacostraca 14,29 %, clitellata dan polychaeta masing-masing 4,76 %. Kelimpahan individumakrozoobentos perairan Pulau Sarang berkisar 22,50 ind/m

    2  – 32,50 ind/m

    2  dengan rata-rata 27,11

    ind/m2. Nilai Indeks Keanekaragaman berkisar 2,27 – 2,42 dengan rata-rata 2,35, Indeks Keseragaman

     berkisar 0,86 – 0,90 dengan rata-rata 0,88 dan Indeks Dominansi 0,11 – 0,14 dengan rata-rata 0,12.Berdasarkan kategori tingkat pencemaran lingkungan, perairan Pulau Sarang tergolong tidak tercemar dankeanekaragaman tinggi atau stabil. Secara umum, keadaan fisika kimia perairan Pulau Sarang masih dapat

    mendukung kehidupan organisme makrozoobentos.

    Kata kunci : struktur, komunitas, makrozoobentos, pulau sarang

  • 8/18/2019 Jurnal Septi Iliana 090254242063 Msp Fikp Umrah1

    2/12

    STRUCTURE COMMUNITY OF MACROZOOBENTHOS IN THE TERITORIAL

    SARANG ISLAND BATAM CITY

    Septi Iliana

    Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]  

    Linda Waty Zen

    Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] 

    Andi Zulfikar

    Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected] 

    ABSTRACT

    Benthos is one of marine fauna that lives in the substrate either sessile, crawling and digging holes.Macrozoobenthos is benthic animals that are larger than 1 mm. This study aims to determine the structure

    communities of macrozoobenthos (species composition, abundance, diversity, equability, and dominance)and physical - chemical properties of water (temperature, high flow, turbidity, salinity, substrate type, pHand DO) as a contributing factors of macrozoobenthos life. Identification result of the species of

    macrozoobenthos at Sarang island waters was found 21 species of 15 family, 5 class and 3 phylum withspecies compositions were gastropoda 42.89 %, bivalvia 33.33 %, malacostraca 14.29 %, polychaeta andclitellata 4,76 %. Macrozoobenthos abundance at Sarang island ranged from 22.50 ind/m2 to 32.50

    ind/m2 with an average 27.11 ind/m2. Diversity index values ranged from 2.27 to 2.42 with an averageof 2.35 ind/m2, Equability index ranged from 0.86 to 0.90 with an average of 0.88 and a dominance indexranged from 0.11 to 0.14 with an average 0.12. Based on the level of environmental pollution category,Sarang Island was classified not pollute with high diversity of macrozoobenthos. In general, the conditionof chemical and physical aspects of Sarang Island waters can support life of macrozoobenthos organisms.

    Keyword : structure, community, macrozoobenthos, sarang island

  • 8/18/2019 Jurnal Septi Iliana 090254242063 Msp Fikp Umrah1

    3/12

    I.  PENDAHULUAN

    Pulau Sarang merupakan salah satu

     pulau yang berada di bawah administratif

    Kelurahan Sekanak Raya Kecamatan

    Belakang Padang Kota Batam Provinsi

    Kepulauan Riau. Pulau ini salah satu pulau

    terdepan yang berbatasan langsung dengan

    Selat Singapura, yang merupakan jalur

     pelayaran baik domestik maupun

    internasional. Konsep komunitas dapat

    diterapkan untuk menganalisis keadaan

    lingkungan, khususnya lingkungan perairan.

    Hal ini disebabkan makrozobentos pada

    umumnya tidak dapat bergerak dengan cepat

    dan habitatnya di dasar yang umumnya

    tempat bahan pencemar. Adanya aktifitas

    masyarakat tersebut akan mempengaruhi

    faktor fisika dan kimia perairan, sehingga

    secara tidak langsung akan mempengaruhi

    struktur dan komunitas makrozoobentos di

     perairan tersebut, karena akrozoobentos

    mampu merespon kondisi kualitas air secara

    terus menerus.

    Sejauh ini belum diketahui struktur

    komunitas makrozoobentos di perairan

    Pulau Sarang. Berdasarkan hal tersebut

     peneliti tertarik melakukan penelitian ini

    dengan tujuan untuk mengetahui struktur

    komunitas makrozoobentos yang meliputi :

    Komposisi jenis, Kelimpahan,

    Keanekaragaman, Keseragaman, dan

    Dominansi serta Fisika-Kimia Perairan

    (Suhu, Kecepatan Arus, Kekeruhan,

    Salinitas, Jenis Substrat, pH dan DO)

    sebagai faktor pendukung kehidupan

    makrozoobentos.

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    Bentos organisme dasar perairan,

     baik berupa hewan maupun tumbuhan, baik

    yang hidup di permukaan dasar ataupun

    dasar perairan (Fachrul, 2007). Berdasarkan

    ukuran tubuhnya bentos dibedakan menjadi

    tiga kelompok yaitu makrobentos,

    mesobentos dan mikrobentos. Makrobentos

    merupakan organisme yang mempunyai

    ukuran lebih dari 1,0 milimeter seperti

    molusca, mesobentos merupakan organisme

    yang mempunyai ukuran 0,1-1,0 milimeter

    seperti cidaria dan mikrobentos merupakan

    organisme yang memiliki ukuran kurang

    dari 0,1 milimeter (Fachrul, 2007).

    Menurut Odum (1994) dalam Sinaga

    (2009), Komunitas adalah populasi yang

    hidup pada suatu lingkungan tertentu atau

    habitat fisik tertentu yang saling berinteraksi

    dan secara bersama membentuk tingkat

    trofik. Di dalam komunitas, jenis organisme

    yang dominan akan mengendalikan

    komunitas tersebut, sehingga jika jenis

    organisme yang dominan tersebut hilang

    akan menimbulkan perubahan-perubahan

     penting dalam komunitas, bukan hanya

    komunitas biotiknya tetapi juga dalam

    lingkungan fisik.

    Konsep komunitas dapat diterapkan

    untuk menganalisis keadaan lingkungan,

    khususnya lingkungan perairan. Hal ini

    disebabkan komposisi dan karakter

    komunitas dapat dijadikan sebagai indikator

    yang cukup baik untuk melihat keadaan

    lingkungan tempat komunitas tersebut

     berada. Struktur komunitas mempunyai lima

    karakteristik yang mencerminkan

  • 8/18/2019 Jurnal Septi Iliana 090254242063 Msp Fikp Umrah1

    4/12

    keadaannya yaitu keanekaragaman,

    dominansi, bentuk dan struktur

     pertumbuhan, kelimpahan tropik dan

    struktur tropik (Kreb, 1972 dalam

    Susilowati, 2007). Menurut Brower dan Zar

    (1977) dalam Ridwan (2004), struktur

    komunitas dapat dipelajari dengan

    mengetahui satu atau dua aspek khusus

    tentang organisme komunitas yang

     bersangkutan, seperti keanekaragaman jenis,

    zonasi, dan kelimpahan.

    Stirn (1981) dalam Susilowati (2007)

    menyatakan, ekosistem yang stabil dicirikan

    oleh keanekaragaman komunitas yang

    tinggi, tidak ada dominansi jenis, serta

     jumlah individu per jenis terbagi merata.

    Selanjutnya dikatakan pula bahwa

    komunitas pada lingkungan tercemar

    dicirikan oleh keanekaragaman yang rendah

    dan adanya perubahan struktur komunitas

    dari yang mantap menjadi tidak mantap.

    Menurut Wilhm (1975) dalam Sinaga

    (2009), perubahan sifat substrat dan

     penambahan pencemaran akan berpengaruh

    terhadap kelimpahan dan

    keanekaragamannya. Respon komunitas

    makrozoobentos terhadap perubahan

    lingkungan digunakan untuk menduga

     pengaruh berbagai kegiatan seperti industri,

     pertambangan, pertanian, dan tata guna

    lahan lainnya yang akan mempengaruhi

    kualitas perairan. Masukan bahan organik,

     bahan kimia dan perubahan substrat dapat

    mempengaruhi komunitas makrozoobenthos

    (APHA, 1976 dalam Ridwan, 2004).

    Kelimpahan makrozoobentos

    diperairan dipengaruhi oleh faktor fisika,

    kimia, dan juga faktor biologi seperti suhu,

     pH, kekeruhan, tipe substrat, arus,

    kedalaman, gas-gas terlarut, dan interaksi

    dengan organisme lain. Hal ini

    menyebabkan adanya perubahan kualitas air

    akan mengubah komposisi dan besarnya

     populasi makrozoobentos (Odum, 1993).

    III. METODE PENELITIAN

    Penelitian ini dilakukan pada bulan

    September 2013 di perairan Pulau Sarang

    Kecamatan Belakang Padang Kota Batam

    Provinsi Kepulauan Riau. Analisis sampel

    dilakukan di lapangan dan Laboratorium

    FIKP-UMRAH Tanjungpinang.

    Alat dan bahan yang digunakan yaitu

    Termometer, Turbidity, Pelampung dan Tali

    dimodifikasi,  Handrefraktometer, pH meter,

    DO meter, GPS , sekop, ayakan 1x1 mm,

    Pipa paralon 1x1 m (petakan plot),  Ice box,

    Tali, Kantong plastik, Kamera, Alat tulis,

    Formalin  4% dan  Rose Bengal  serta

     Aquades dan Tisu.

    Data yang dikumpulkan berupa data

     primer dan skunder. Metode penelitian ini

    yaitu deskriftif kuantitatif dan metode

     pengumpulan data yaitu survei atau

     pengamatan langsung kelapangan terhadap

    kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman

    dan dominansi serta parameter fisika kimia

     perairan.

    Stasiun penelitian ditetapkan

    sebanyak 3 stasiun dipilih dengan melihat

     pemanfaatan wilayah pesisir pantai Pulau

    Sarang, Kelurahan Sekanak Raya dengan

    harapan ada hubungan respre-sentatif antara

    faktor lingkungan dengan komunitas hewan

  • 8/18/2019 Jurnal Septi Iliana 090254242063 Msp Fikp Umrah1

    5/12

    makrozoobentos. Lokasi ketiga stasiun

    yaitu: Stasiun I, daerah pemukiman (jarang)

    dan mangrove; Stasiun II, daerah

     pemukiman (sedang) dan berhadapan

    dengan jalur pelayaran internasional (selat

    Singapura); Stasiun III, daerah padat

     pemukiman dan pelabuhan penumpang

    maupun barang.

    Setiap stasiun terdapat 3 transek garis

    yang ditarik dari batas pasang tertinggi

    hingga kedalaman 15 cm dari batas surut

    terendah. Pengambilan sampel makrozoo-

     bentos dilakukan ketika surut dengan alasan

    agar mempermudah dalam pengambilan

    sampel dan tidak terkendala dengan arus dan

    gelombang. Pengumpulan sampel pada

    setiap plot dilakukan pencarian makrozoo-

     bentos secara teliti, baik yang di atas

     permukaan substrat maupun yang terbenam

    dalam substrat sedalam 25 cm dengan

    menggunakan sekop. Substrat yang telah di

    sekop kemudian diayak menggunakan

    ayakan berukuran 1 x 1 mm. Skema

     pengambilan sampel makrozoobentos dapat

    dilihat pada Gambar 1.

    Gambar 1. Skema Pengambilan Sampel

    Makrozoobentos

    Setiap jenis sampel makrozoobentos

    yang didapat pada setiap plot berbeda

    ditempatkan dalam kantong plastik yang

     berbeda pula yang terlebih dahulu di beri

    label. Penanganan sampel makrozoobentos

    selanjutnya dibersihkan dan diberi larutan

    formalin 4 % yang telah dicampur dengan

     pewarna Rose Bengal. Sampel yang telah di

    awetkan selanjutnya di identifikasi dengan

    cara mengamati sampel makrozoobentos

    dengan  Lup (kaca pembesar) kemudian

    dicocokkan dengan buku acuan identifikasi

    Dharma (1988) dan www.seashellhub.com 

    dan www.microseashell.com. Identifikasi

    dilakukan di laboratorium FIKP-UMRAH

    Tanjungpinang, Kepulauan Riau.

    Parameter fisika kimia yang diukur

    yaitu Suhu, Kecepatan Arus, Kekeruhan,

    Salinitas, Tipe Substrat, Derajat Keasaman

    (pH) dan Oksigen Terlarut (DO).

    Pengukuran dilakukan ditiap stasiun dengan

    tiga kali pengulangan ditiap waktu

     pengukuran. Pengukuran dilakukan pada

     pagi, siang dan sore atau ketika mendekati

     pasang tertinggi dan surut terendah, sesuai

    dengan parameter yang diukur. Gambar

    stasiun penelitian dapat dilihat pada Gambar

    2 di bawah ini.

    Gambar 2. Peta Pulau Lengkang dan

    Stasiun Penelitian

  • 8/18/2019 Jurnal Septi Iliana 090254242063 Msp Fikp Umrah1

    6/12

    Pengambilan sampel substrat

    dilakukan ditiap plot tanpa pengulangan dan

    sebelum pengambilan sampel

    makrozoobentos. Penentuan besar butiran

    substrat dilakukan di Laboratorium FIKP-

    UMRAH Tanjungpinang dengan metode

    ayakan kering. selanjutnya hasil ayakan

    dibuat persentasi dan dikelompokkan

    kedalam ketiga fraksi pada skala wentworth 

    yaitu fraksi lumpur (2.0001mm). Jenis substrat ditentukan

    menggunakan analisis segitiga separd .

    Persentasi butiran substrat dihitung

     berdasarkan persamaan berikut (Heriyanto,

    2012 dalam

    http://teguhheriyanto.blogspot.com/2012/11/

    analisis-fraksi-sedimen-perairan-selat.html) :

    %

     berat =

     

    ∑ berat fraksiberat awal

     

    Sampel makrozoobentos yang telah

    diidentifikasi selanjutnya di analisis.

    Analisia sampel makrozoobentos yaitu

    sebagai berikut :

    1) 

    Kelimpahan Individu

    Kelimpahan individu makrozoo-

     bentos didenifisikan sebagai jumlah individu

    spesies setiap stasiun dalam satuan persegi

    atau kubik. Kelimpahan individu

    makrozoobentos dihitung dengan

    menggunakan rumus Welch (1984) dalam

    Rachmawaty (2011), yaitu :

    K i (ind/m2) =∑ total spesies ke i 

    ∑ plot  terdapat spesies ke i 

    2) 

    Indeks Keanekaragaman (H’)

    Indeks keanekaragaman (H’) meng-

    gambarkan keadaaan populasi organisme

    secara matematis agar mempermudah dalam

    menganalisis informasi jumlah individu

    masing-masing jenis pada suatu komunitas.

    Untuk itu dilakukan perhitungan dengan

    menggunakan persamaan dari Shannon-

    Wiener (Krebs, 1989 dalam  Wijayanti,

    2007).

    H′ =  −   (pᵢ pi )

    ,,… 

    Dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman jenis

    Pί = nί /N

    nί   = Jumlah individu ke-i

     N = Jumlah total individu

      = Logaritma Nature 

    3) 

    Indeks Keseragaman (E)

    Keseragaman adalah komposisi

     jumlah individu dalam setiap genus yang

    terdapat dalam komunitas. Indeks

    Keseragaman dihitung mengggunakanformula Michael (1984) dalam Sinaga

    (2009), yaitu :

     =   ′   =′ 

    () Dimana : E = Indeks Keseragaman

    H’ = Indeks Keanekaragaman

    Shanon-Wiener

    Hmax = Keanekaragaman spesies

    maksimum

    s = Banyaknya spesies

      = Logaritma Nature 4)

     

    Indeks Dominansi (C)

    Indeks dominansi digunakan untuk

    memperoleh informasi mengenai famili yang

    mendominansi dalam suatu komunitas

    (Odum, 1993). Indeks dominansi dihitung

     berdasarkan rumus indeks of dominance dari

    Simpson (Odum, 1993), yaitu :

  • 8/18/2019 Jurnal Septi Iliana 090254242063 Msp Fikp Umrah1

    7/12

    C =  nί N

    ,

    ,

     

    Dimana : C = Indeks dominansi

    nί   = Jumlah individu ke-i

     N = Jumlah total individu

    IV. 

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Waktu pengukuran parameter fisika

    kimia perairan disesuaikan dengan

     parameter yang diukur. Hasil pengukuran

     parameter fisika kimia perairan PulauSarang dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Hasil Pengukuran Parameter

    Fisika Kimia Perairan Pulau

    Sarang 2013

    Parameter

    PerairanST

    Hasil Pengukuran

    Pagi Siang Sore

    Suhu (°C)

    I 26,22 29,00 26,56

    II 26,33 28,78 26,56

    III 26,11 28,89 26,67

    Rata-Rata 26,22 28,89 26,59

    pH

    I 6 6 6

    II 6 6 6

    III 6 6 6

    Rata-Rata 6 6 6

    DO (mg/l)

    I 7,17 6,20 6,39

    II 6,89 6,04 6,26

    III 6,88 6,00 6,25

    Rata-Rata 6,98 6,08 6,30

    Parameter

    PerairanST

    Hasil Pengukuran

    Pasang Surut

    Kekeruhan(NTU)

    I 0,94 2,57II 0,53 2,11

    III 1,36 2,98

    Rata-rata 0,94 2,55

    Salinitas(o / oo)

    I 35 34,56

    II 35 34,22

    III 35 34,56

    Rata-rata 35 34,44

    Kecepatan

    Arus (m/s)

    I 0,18 0,21

    II 0,16 0,19

    III 0,20 0,23

    Rata-rata 0,18 0,21

    Sumber : Data Primer  

    Hasil pengukuran suhu pada ketiga

    stasiun pengamatan relatif sama dan tidak

    menunjukkan perbedaan nilai yang

    signifikan. Hal ini dikarenakan keadaan

    cuaca pada waktu pengukuran relatif sama.

    Suhu perairan Pulau Sarang pada pagi hari

     berkisar 26,11oC - 26,33

    oC, siang hari

    28,78oC - 29,00

    oC dan sore hari 26,6

    oC -

    26,367oC. Menurut Macan (1974) dalam

    Susilowati (2007), suhu 36,5-41oC

    merupakan lethal temperature  bagi

    makrozoobentos artinya pada suhu tersebut

    organisme bentik telah mencapai titik kritis

    yang dapat menyebabkan kematian.

     Nilai pH yang didapat ditiap

     pengukuran dan pengulangan pengukuran di

    ketiga stasiun tidak menunjukkan perbedaan

    yaitu 6. Nilai pH yang didapat pada setiap

     pengukuran maupun pengulangan ditiap

     pengukuran di ketiga stasiun menunjukkan

    derajat keasaman Pulau Sarang stabil dengan

    kisaran nilai pH 6,00 – 6,99. Menurut Hynes

    (1978) dalam Wijayanti (2007), nilai pH < 5

    dan > 9 menciptakan kondisi yang tidak

    menguntungkan bagi kebanyakan organisme

    makrobenthos.

    Oksigen terlarut perairan Pulau

    Sarang pada pagi hari berkisar 6,88 mg/l –

    7,17 mg/l dengan rata-rata 6,98 mg/l, siang

    hari sebesar 6.00 mg/l – 6,20 mg/l dengan

    rata-rata 6,08 dan pada sore hari sebesar

    6,25 mg/l – 6,39 mg/l dengan rata-rata 6,30

    mg/l. Hasil pengukuran tidak menunjukkan

     perbedaan yang signifikan kandungan

    oksigen terlarut antar ketiga stasiun. Terjadi

     peningkatan dan penurunan kadar oksigen

    terlarut pada siang dan sore hari yang

  • 8/18/2019 Jurnal Septi Iliana 090254242063 Msp Fikp Umrah1

    8/12

    disertai dengan peningkatan dan penurunan

    suhu perairan pada siang dan sore hari.

    Ghufran et al.  (2007) menyatakan kadar

    oksigen terlarut yang baik untuk organisme

    laut adalah 5,0 - 7,0 mg/l.

    Kekeruhan perairan Pulau Sarang

     berkisar 0,53 NTU – 1,36 NTU ketika

     pasang dengan rata-rata 0,94 NTU dan 2,11

     NTU – 2,98 NTU ketika surut dengan rata-

    rata 2,55 NTU. Hasil pengukuran kekeruhan

     perairan Pulau Sarang tidak menunjukkan

     perbedaan yang signifikan disetiap stasiun

     penelitian. Nilai kekeruhan tertinggi terdapat

     pada Stasiun III, hal ini diduga karena pada

    waktu pengamatan telah banyak aktifitas

    masyarakat dan pergerakan air yang

    ditimbulkan oleh gelombang. Berdasarkan

    Kepmen-LH Tahun 2004, baku mutu

    kekeruhan untuk biota laut adalah kurang

    dari 5 NTU.

     Nilai salinitas yang diperoleh dari

    ketiga stasiun penelitian relatif sama.

    Salinitas perairan Pulau Sarang ketika

     pasang didapat sebesar 35o/oo  disemua

    stasiun disetiap pengukuran dan ketika surut

     berkisar 34,22o/oo  – 34,56

    o/oo dengan rata-

    rata 34,44o/oo. Pengaruh salinitas secara

    tidak langsung mengakibatkan adanya

     perubahan komposisi dalam suatu

    ekosistem. Menurut Gross (1972) dalam 

    Wijayanti (2007) menyatakan bahwa, hewan

     bentos umumnya dapat mentoleransi

    salinitas berkisar antara 25 – 40 ‰. Me-

    nurut Hutabarat dan Evans (1985), kisaran

    salinitas yang masih mampu mendukung

    kehidupan organisme perairan, khususnya

    fauna makrobenthos adalah 15-35 ‰.

    Kecepatan arus Pulau Sarang berkisar

    0,18 m/s – 0,20 m/s ketika pasang dan surut

    0,19 m/s – 0,23 m/s dengan rata-rata ketika

     pasang 0,18 m/s dan surut 0,21 m/s. Hasil

     pengukuran menunjukkan kecepatan arus

    Pulau Sarang terendah pada Stasiun II. Hal

    ini diduga karena pola pergerakan arus dan

    terjadinya pertemuan arah arus yang berbeda

    di stasiun tersebut. Kecepatan arus yang

    cepat akan menghanyutkan partikel terlarut

    sedangkan arus yang lebih lambat akan

    menyebabkan pertikel yang tidak terhanyut

    menjadi terendap dan membentuk elemen

    dasar perairan. Arus juga sangat penting

    dalam sirkulasi air, pembawa bahan terlarut

    dan padatan tersuspensi (Dahuri, 2003).

    Hasil analisis jenis substrat perairan

    Pulau Sarang, pada stasiun I dan II tipe

    substrat kerikil berpasir dan Stasiun III tipe

    substratnya pasir berkerikil. Komposisi

    fraksi kerikil, pasir dan lumpur pada substrat

     perairan Pulau Sarang dapat dilihat pada

    Tabel 2 di bawah ini.

    Tabel 2. Tipe Substrat Dasar Perairan

    Pulau Sarang

    Sumber : Data Primer

    Berdasarkan uraian di atas, secara

    umum keadaan fisika kimia perairan Pulau

    Sarang masih dapat mendukung kehidupan

    organisme makrozoobentos.

  • 8/18/2019 Jurnal Septi Iliana 090254242063 Msp Fikp Umrah1

    9/12

    Hasil identifikasi makrozoobentos

     perairan Pulau Sarang ditemukan sebanyak

    21 spesies dari 15 family, 5 kelas dan 3

     pylum.Komposisi jenis makrozoobentos per-

    airan Pulau Sarang tiap kelas dapat dilihat

     pada Gambar 3 di bawah ini.

    Gambar 3. Diagram Lingkaran Komposisi

    Jenis Makrozoobentos

    Komposisi makrozoobentos tertinggi

    yaitu kelas Gastropoda sebesar 42,86%, hal

    ini disebabkan karena kelas Gastropoda

    dapat ditemukan di berbagai jenis substrat,

     baik substrat berbatu, berpasir maupun

     berlumpur. Hasil penelitian juga menun-

     jukkan kelas Gastropoda dan Bivalvia

    mendominasi komposisi jenis makrozoo-

     bentos. Hal ini disebabkan karena kedua

    kelas tersebut termasuk kedalam filum

    Moluska, dimana Moluska merupakan salah

    satu filum yang memiliki anggota paling

     banyak diantara anggota organisme perairan

    yang lainnya yakni 80.000 spesies hidup dan

    35.000 spesies fosil (Barnes, 1987 dalam

    Simamora, 2009).

    Kelimpahan total makrozoobentos

     perairan Pulau Sarang pada Stasiun I sebesar

    32,50 ind/m2, Stasiun II 26,33 ind/m

    2  dan

    Stasiun III 22,50 ind/m2  dengan rata-rata

    27,11 ind/m2

    . Kelimpahan induvidu

    Makrozoobentos perairan pulau Sarang

    dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tabel 4. Kelimpahan Individu Makro-

    zoobentos Perairan Pulau Sarang

    Sumber : Data Primer

    Stasiun I memiliki kelimpahan

    tertinggi, hal ini diduga kandungan organik

    substrat sebagai sumber makanan

    makrozoobentos yang tinggi dan faktor

    fisika kimia perairan yang lebih baik dari

    stasiun sebelumnya. Selain itu, diduga

    karena perairan pantai yang landai dapat

    menyebabkan kemungkinan ditemukannya

    spesies dan individu spesies yang lebih

     banyak dibandingkan perairan pantai yang

    terjal.

    Hal ini dapat dilihat pada batas

     paparan benua dan panjang transek pada saat

     penelitian pada Stasiun I berkisar 75 m – 95

    m, sedangkan Stasiun II dan III berkisar 20

    m – 30 m. Kelompok infauna sering

    mendominasi komunitas substrat yang lunak

    dan melimpah di daerah subtidal, sedangkan

  • 8/18/2019 Jurnal Septi Iliana 090254242063 Msp Fikp Umrah1

    10/12

    10 

    kelompok hewan epifauna dapat ditemukan

     pada semua substrat, bergerak lebih lambat

    di atas permukaan dari sedimen yang lunak

    atau menempel pada substrat yang keras,

    tetapi lebih berkembang pada substrat yang

    keras dan melimpah di daerah intertidal

    (Nyabakken, 1992).

    Hasil analisis Indek Keanekaragaman

    (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)

    dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

    Tabel 5. Indeks Keanekaragaman (H’),

    Keseragaman (E) dan Dominansi (C)

    Makrozoobentos Perairan Pulau Sarang

    Sumber : Data Primer

     Nilai Indeks Keanekaragaman,

    Keseragaman dan Dominansi makrozoo-

     bentos perairan Pulau Sarang antar stasiun

    tidak menunjukkan perbedaan yang

    signifikan. Nilai Indeks Keanekaragaman

    Pulau Sarang berkisar 2,27 – 2,42 dengan

    rata-rata 2,35, nilai Indeks Keanekaragaman

    tertinggi yaitu pada Stasiun I dan terendah

     pada Stasiun III. Tingginya nilai Indeks

    Keanekaragaman pada Stasiun I diiduga

    karena banyaknya jumlah jenis dan jumlah

    individu masing-masing jenis yang

    ditemukan dari stasiun lainnya, yang

    memberikan kontribusi terhadap nilai Indeks

    Keanekaragaman tiap stasiun.

    Menurut Odum (1993), keaneka-

    ragaman mencakup dua hal penting yaitu

     banyaknya jenis dalam suatu komunitas dan

    kelimpahan dari masing-masing jenis,

    sehingga semakin kecil jumlah jenis dan

    variasi jumlah individu tiap jenis memiliki

     penyebaran yang tidak merata, maka

    keanekaragaman akan mengecil. Tingginya

    nilai Indeks Keanekaragaman pada Stasiun I

     juga dapat dilihat dari sebaran jumlah

    individu yang merata dan tidak adanya jenis

    yang mendominansi. Hal ini dapat dilihat

    dari nilai Indeks Keseragaman dan Dominasi

     pada Stasiun I.

    Indeks Keseragaman makrozoo-

     bentos perairan Pulau Sarang berkisar 0, 86

     – 0,90 dengan rata-rata 0,88, nilai Indeks

    Keseragaman tertinggi terdapat pada Stasiun

    II dan terendah pada Stasiun III. Nilai Indeks

    Keseragaman ketiga stasiun mendekati nilai

    1, artinya tingkat keseragaman tinggi yang

    menggambarkan sebaran atau pembagian

     jumlah individu tiap jenis merata atau

    seragam. Menurut Krebs (1985) dalam 

    Simamora (2009) nilai Indeks Keseragaman

    (E) berkisar antara 0 – 1. Nilai indeks ini

    menunjukkan penyebaran individu, apabila

    nilai indeks keseragaman mendekati 0

     berarti keseragamannya rendah karena ada

     jenis yang mendominasi. Bila nilai

    mendekati 1, maka keseragaman tinggi dan

    menggambarkan tidak ada jenis yang

    mendominansi sehingga pembagian jumlah

    individu pada masing-masing jenis sangat

    seragam atau merata.

    Indeks Dominansi makrozoobentos

     perairan Pulau Sarang berkisar 0,11 – 0,14

    dengan rata-rata 0,12, nilai Indeks

    Dominansi tertinggi terdapat pada Stasiun

    III dan terendah Stasiun I dan II. Nilai

    Indeks Dominansi ketiga stasiun mendekati

    nilai 0, artinya dominasi rendah atau tidak

  • 8/18/2019 Jurnal Septi Iliana 090254242063 Msp Fikp Umrah1

    11/12

  • 8/18/2019 Jurnal Septi Iliana 090254242063 Msp Fikp Umrah1

    12/12

    12 

    Ucapan Terima Kasih

    Dalam penyusunan hingga selesainya

    skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

    dukungan dan bantuan dari berbagai pihak.

    Pada kesempatan ini penulis ingin

    menyampaikan ucapan terima kasi yang tak

    terhingga kepada :

    1. 

    Kepada ayahanda Ilias dan ibunda

    Muslimah yang selalu memberi

    dukungan dan do’anya.

    2. 

    Ibu Ir. Linda Waty Zen, M. Sc selaku

    Pembimbing 1 dan Bpk Andi Zulfikar,

    S.Pi, M.P selaku Pembimbing 2.

    3. 

    Ferry Faomasi Daeli, S. Pi beserta

    teman-teman yang telah membantu dan

    memberikan dukungannya.

    4. 

    Kepada semua pihak yang tak bisa

     penulis ucapkan satu persatu, terima

    kasih atas bantuan dan dukungannya.

    DAFTAR PUSTAKA

    Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan

     Berkelanjutan Indonesia. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

    Dharma, 1988. Siput dan Kerang Indonesia 

    (Indonesian Shells). 

    Fachrul, M. F. 2007.  Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.

    Ghufran. M. H. Kordi. K., Andi Basong

    Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas

     Air    Dalam Budidaya Perairan.Rineka Cipta. Jakarta.

    Heriyanto, T. 2012.  Laporan PraktikumSedimentologi : Analisis Fraksi

    Sedimen perairan Selat Rupat .http://teguhheriyanto.blogspot.com/2

    012/11/analisis-fraksi-sedimen- perairan-selat.html. 16 Januari 2013.

     Nyabaken, J., W. 1992. Biologi Laut. Suatu pendekatan Ekologis. Diterjemahkan

    oleh M. Ediman, D. G. Bengen, M.Hutomo dan S. Suharjo. Gramedia.Jakarta.

    Odum, E. P. 1993.  Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan Oleh T. Samingan.

    Gadjah Mada Universty Press. Yogyakarta.

    Rachmawaty. 2011.  IndeksKeanekaragaman Makrozoobentos

    sebagai Bioindikator Tingkat

    Pencemaran di Muara Sungai Jeneberang. FMIPA-UNM. Makasar.

    (tidak diterbitkan). 

    Ridwan, D. 2004. Komunitas

     Makrozoobentos Sebagai Indikator

     Biologi Perairan Sungai Ciliwung. 

    Skripsi FPIK-IPB. Bogor. (tidak

    diterbitkan).

    Simamora, D. R. 2009. StudiKeanekaragaman Makrozoobentos di

     Aliran Sungai Padang Kota Tebing

    Tinggi. Skripsi FMIPA USU. Medan

    (tidak diterbitkan).

    Sinaga, T. 2009. Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator

    Kualitas Perairan Danau Toba

     Balige Kabupaten Toba Samosir. Tesis USU. Medan (tidakditerbitkan). 

    Susilowati, E. 2007. Struktur Komunitas Makrozoobentos Sebagai Indikator Biologi Perairan di Hulu Sungai

    Cisadane Bogor.  Skripsi FPIK-IPB.

    Bogor. (tidak diterbitkan). 

    Wijayanti, H. 2007. Kajian Kualitas

    Perairan di Pantai Kota Bandar

     Lampung Berdasarkan Komunitas

     Hewan Makrozoobentos. TesisUniversitas Diponegoro. Semarang

    (tidak diterbitkan).