Upload
qoniek-nuzulul-falakhi
View
360
Download
26
Embed Size (px)
DESCRIPTION
blok kulit
Citation preview
LAPORAN TUTORIAL
BLOK KULIT SKENARIO II
BERCAK MERAH DI PIPI
KELOMPOK VII
AMAZIA AURORA KUSUMA G 0013023
ARUMDESSYRAHMASARI G 0013041
CHOIROTUN HISAN G 0013063
FARIZCA NOVANTIA W G 0013093
LUKLUK AL ULYA G 0013141
MUH FARIZA AUDI P G 0013157
MUHAMMAD TAUFIQ HIDAYAT G 0013163
NAILA IZZATUS S G 0013169
PETERDARMAATMAJASETIABUDI G 0013187
QONI’ATUNNISA NUZULUL FALAKHI G 0013191
VICTORIA HUSADANI PERMATA S G 0013229
YOSA ANGGA OKTAMA G 0013239
TUTOR :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO 3
BERCAK MERAH DI PIPI
Seorang bayi perempuan berusia satu tahun datang berobat diantar oleh
ibunya ke poliklinik kulit dengan keluhan bercak merah pada wajah. Berdasarkan
aloanamnesia, keluhan itu mulai diperhatikan oleh ibunya sejak dua minggu yang
lalu,. Bercak kemerahan muncul di pipi kanan dan kiri disertai sisik halus. Penyakit
ini sering kambuh. Anggota keluarga lainnya belum pernah menderita keluhan
seperti ini, tetapi kakaknya menderita asma yang berat dan sering dirawat di rumah
sakit. Sejak muncul bercak tersebut si anak sering rewel dan suka mengusap
pipinya dengan tangannya.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai bercak eritem dengan skuama halus pada
pipi kanan dan kiri. Oleh dokter kemudian diberikan obat berupa krim yang
dioleskan dua kali per hari.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa
istilahdalam skenario
Dalam skenario pertama ini kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai
berikut:
1. Skuama halus: merupakan lesi kulit sekunder berupa deskuamasi, pelepasan
lapisan tanduk atau epitel yang sudah mati berwarna keperakan atau putih
dapat memiliki tekstur halus maupun kasar, sesuai penyakit penderita.
2. Bercak eritem : efloresensi primer berupa perubahan warna kulit tanpa perubahan bentuk berwarna merah. Kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh kapiler yang reversible
3. Krim: Pengobatan topikal yang meurpakan campuran bahan air, minyak, dan
emulgator. Biasa dipakai pada kulit yang berambut, kontraindikasi pad alesi
yang basah.
4. Plica aryepiglottica: lipatan yang disokong oleh cartilago cuneiformis yaitu
dua cartilago kecil berbentuk batang yang terletak sedemikian rupa sehingga
masing-masing terdapat di dalan satu plica aryepiglottica, bertempat di
cartilago corniculata.
B.Langkah II: Menentukan/ mendefinisikan permasalahan
Permasalahan pada skenario pertama antara lain:
1. Mengapa timbul :
a. Bercak
b. Gatal
c. Sisik halus
d. Bilateral
e. Predileksi lokasi di pipi
2. Apa hubungan keluhan yang timbul dengan :
a. Faktor usia
b. Faktor risiko
c. Faktor predisposisi
d. Faktor pemicu
3. Mengapa keluhan sering kambuh ?
4. Apa pengaruh hubungan keluarga, dimana kakak menderita asma berat ?
5. Mengapa penderita rewel dan mengusap pipi ?
6. Apa pemeriksaan dan pemeriksaan penunjang yang disarankan ?
7. Mengapa dokter memberikan krim 2 kali per hari ?
8. Apa diagnosis banding kasus berdasarkan :
a. Bercak eritem
b. Skuama halus
c. Gatal
9. Bagaiaman perjalanan penyakit atopik ?
10. Apa diagnosis kerja kasus dan bagaimana patofisiologinya ?
11. Apa terapi, edukasi, komplikasi dan prognosis diagnosis kerja kasus ?
C. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan
sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)
1. Patofisiologi bercak
2. Hubungan keluhan dan usia
3. Faktor predisposisi kasus
4. Faktor pemicu kasus
5. Patofisiologi keluhan sering kambuh
6. Penderita rewel dan sering mengusap pipi
Bayi rewel disebabkan rasa kurang nyaman karena timbul penyakit kulit dan
sering mengusap pipi karena kemungkinan bayi merasakan gatal di pipi.
7. Diagnosis banding kasus
a. Bercak eritem
i. Dermatitis Atopi
keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE serum dan riwayat
atopi pada keluarga atau penderita.
D.A. cenderung diturunkan. Bila salah satu orang tua menderita
atopi, lebih dari separuh jumlah anak akan mengalami gejala
alergi sampai usia 2 tahun, dan meningkat menjadi 79% jika
kedua orang tua menderita atopi.
Berbagai faktor berpengaruh terhadap patogenesis DA, misalnya
faktor genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik dan
imunologik. Namun konsep dasar patogenesis DA adalah
mekanisme imunologik, dibuktikan oleh peningkatan kadar IgE
dan eosinofil.
Terdapat 4 kelas gen yang mempengaruhi penyakit atopi
(Sularsito dan Djuanda, 2007):
- Kelas I : gen predisposisi untuk atopi dan respon
umum IgE.
- Kelas II : gen yang berpengaruh pada respon IgE
spesifik.
- Kelas III : gen yang mempengaruhi mekanisme non-
inflamasi (misalnya hiperresponsif bronchial)
- Kelas IV : gen yang mempengaruhi inflamasi yang
tidak diperantarai IgE.
Gambaran Klinis. Kulit umumnya kering, pucat, kadar lipid
epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis
meningkat. Jari tangan teraba dingin.
DA dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu DA infantil (usia 2 bulan
sampai 2 tahun), DA anak (usia 2 sampai 10 tahun), dan DA
pada remaja dan dewasa (Sularsito dan Djuanda, 2007).Pada fase
bayi lesi terutama pada wajah, sehingga dikenal sebagai eksim
susu. Umumnya, lesi DA infantil eksudatif, banyak eksudat,
erosi, krusta, dan dapat mengalami infeksi. Pada tipe anak,
terutama pada daerah lipatan kulit, khususnya lipat siku dan
lutut. Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak
papul, sedikit likenifikasi, dan skuama. DA berat yang lebih dari
50% permukaan tubuh dapat menghambat pertumbuhan.
Sedangkan pada tipe dewasa lebih sering dijumpai pada tangan,
kelopak mata dan areola mamma, berupa papul eritematosa dan
berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada DA remaja
lokalisasi lesi di lipat siku, lutut, dan samping leher, dahi, dan
disekitar mata. Pada DA dewasa, distribusi lesi kurang
karakteristik (Ardhie, 2004; Sularsito dan Djuanda, 2007).
Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
adanya riwayat atopic. Terdapat beberapa kriteria untuk
menegakkan diagnosis DA, misalnya kriteria Hanifin dan Rajka,
kriteria Williams, kriteria UK Working Party, SCORAD (the
scoring of atopic dermatitis) dan EASI (the eczema area and
severity index). Selama 2 dekade terakhir ini, berbagai upaya
dilakukan untuk membuat standar evaluasi DA. Idealnya, kriteria
ini harus efisien, sederhana, komprehensif, konsisten, dan
fleksibel. Selain itu juga dapat menilai efektivitas terapi yang
diberikan. Tetapi, kriteria yang sering digunakan karena relatif
praktis ialah kriteria Hanifin dan Rajka. Pada criteria ini,
diagnosis DA dietegakkan bila setidaknya dijumpai 3 kriteria
mayor dan 3 kriteria minor sebagai berikut (Ardhie, 2004):
Kriteria Mayor
1. Pruritus Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan
anak
2. Dermatitis di fleksura pada dewasa
3. Dermatitis kronis atau residif
4. Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kritera Minor
1. Xerosis
2. Infeksi kulit (S.aureus dan virus herpes simpleks)
3. Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
4. Iktiosis/hiperliniar palmaris/keratosis pilaris
5. Pitiriasis alba Dermatitis di papila mamme
6. White dermographism dan delayed blanch response
7. Keilitis Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
8. Konjungtivitis berulang
9. Keratokonus Katarak subkapsular anterior
10. Orbita menjadi gelap
11. Muka pucat atau eritem
12. Gatal bila berkeringat
13. Intolerens terhadap wol atau pelarut lemak
14. Aksentuasi perifolikular
15. Hipersensitif terhadap makanan
16. Perjalan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
atau emosi
17. Tes kulit alergi tipe dadakan positif
18. Kadar IgE di dalam serum meningkat
19. Awitan pada usia dini Hetok sign
ii. Dermatitis Eritoskuamosa
Dermatitis eritroskuamosa adalah penyakit kulit yang terutama
ditandai dengan adanya eritema dan ksuama, yaitu, diantaranya
adalah:
Psoriasis: terjadi pada orang dewasa, predisposisi terjadi di kulit
kepala dan tempat lain yang banyak mengandung kelenjar
sebasea seperti perbatasan daerah tersebut dengan muka,
ekstremitas bagian ekstensor (terutama siku serta lutut) dan
daerah lumbosakral. Patognomonik: fenomena yang khas yaitu
fenomena tetesan lilin dimana bila lesi yang berbentuk skuama
dikerok maka skuama akan berubah warna menjadi putih yang
disebabkan oleh karena perubahan indeks bias. Auspitz sign
ialah bila skuama yang berlapis-lapis dikerok akan timbul bintik-
bintik pendarahan yang disebabkan papilomatosis yaitu papilla
dermis yang memanjang tetapi bila kerokan tersebut diteruskan
maka akan tampak pendarahan yang merata. Fenomena kobner
ialah bila kulit penderita psoriasis terkena trauma misalnya
garukan maka akan muncul kelainan yang sama dengan kelainan
psoriasis.
Psoriasis plak merupakan jenis yang paling umum diderita
dimana gejala yang timbul adalah eritema dan plak keperakan
bersisik (terutama pada sendi). Jika plak ini digosok, kulit di
sekitar dapat berdarah karena pembuluh di daerah lesi biasa
terdilatasi (sehingga gejala eritema tersebut muncul).
Psoriasis guttate umumnya terjadi pada anak-anak setelah
infeksi Streptococcus. Lesi yang berbentuk kecil, tetapi tersebar
seperti benjolan kemerahan. Gejala yang dominan adalah
eritema, biasanya jarang disertai plak.
Psoriasis inversus/seborrhoeic biasanya terjadi di kepala dan
bagian tubuh yang terlipat seperti ketiak dan siku. Gejala yang
paling utama adalah retakan merah di bagian kulit yg terlipat.
Pada bagian lembah retakan kulit terlihat terang atau keperakan,
tetapi pada bagian sekitar retakan kulit memerah dan disertai
penumpukan sisik dari keratin.
Psoriasis eritrodermal mempunyai gejala eritema yang terparah.
Lesi bersisik pada psoriasis jenis ini lebih jarang terjadi. Eritema
yang terjadi disebabkan karena dilatasi pembuluh darah di
jaringan dermis pada daerah lesi. Dilatasi pembuluh darah ini
menyebabkan aliran darah meningkat sehingga tubuh tidak dapat
mengendalikan panas dan dapat menyebabkan gagal jantung.
Psoriasis pustular ditandai oleh lesi bersisik yang terkadang
menjadi nanah. Vaskularisasi pembuluh darah juga sering terjadi
sehingga permeabilitas membran yang berubah mengakibatkan
cairan keluar dari sel dan cairan tersebut memenuhi jaringan
bawah kulit. Keluarnya cairan dalam jumlah besar dapat
mengakibatkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh hingga mencapi tingkat yang tidak bisa ditolerir oleh
jantung. Psoriasis pustular ini merupakan jenis psoriasis yang
masih sulit diobati dengan terapi yg tersedia saat ini.
Parapsoriasis: tanpa adanya keluhan, tidak merasa gatal.
Ptyriasis Rocea: selalu didahului dengan lesi inisial, terjadi pada
usia 15-40 tahun. Biasanya muncul setelah timbulnya penyakit
pada saluran pernapasan atas.
iii. Dermatitis Kontak Alergi
Merupakan penyakit sistemik yang di perantarai inflamasi sel T.
Hanya terjadi pada orang tertentu yang tersensitisasi. Erupsi
terjadi 48 jam atau beberapa hari setelah kontak dengan allergen.
Gambaran berbatas tegas, sesuai tempat pajanan allergen, tetapi
dapat menyebar ke perifer, biasanya papula kecil-kecil, bisa juga
tergeneralisasi.
iv. Dermatitis Kontak Iritan
Merupakan penyakit yang terlokalisasi pada tempat yang terkena
pajanan iritan. Biasanya terjadi karena terekspos oleh bahan
fisika atau kimia yang dapat mengiritasi kulit baik akut maupun
kronis. Bisa terjadi pada semua orang. Erupsi berlangsung cepat,
hanya beberapa jam setelah kontak dengan iritan.
v. Keganasan
Systemic Lupus Erythematous: Penyakit yang menyerang
system imun. Eritem di wajah membentuk seperti kupu-kupu
(butterfly rash)
b. Skuama halus
i. Dermatitis Atopi
ii. Dermatitis Seboroik
Istilah dermatitis seboroik dipakai untuk segolongan penyakit
kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat
predileksi di tempat-tempat seboroik. DS berhubungan erat
dengan keaktifan glandula sebasea. Angka kejadian : bayi umur
bulan-bulan pertama, 18-40 tahun, umur tua (kadang).
iii. Psoriasis
c. Gatal
i. Dermatitis Atopi
Gejala utama DA adalah pruritus (gatal) yang hilang timbul,
umumnya lebih hebat malam hari, akibatnya penderita akan
menggaruk. Gatal disebabkan adanya peningkatan histamine.
Ditandai juga dengan Ig E Serum yang meningkat.
Hal ini dapat menimbulkan kelainan kulit berupa papul,
likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta
(Sularsito dan Djuanda, 2007).
ii. Dermatitis Kontak Iritan
iii. Dermatitis Kontak Alergi
iv. Psoriasis
D. Langkah IV:Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan
pernyataan sementara mengenai permasalahan pada
langkah III
Keluhan
Pemeriksaananamnesisfisik
Diagnosis banding
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis kerja : Dermatitis atopik
Berdasar kriteria mayor dan minor
Terapi
Keterangan
1. Keluhan : bercak merah pada wajah
2. Anamnesis : keluhan itu mulai diperhatikan oleh ibunya sejak dua minggu
yang lalu,. Bercak kemerahan muncul di pipi kanan dan kiri disertai sisik
halus. Penyakit ini sering kambuh. Anggota keluarga lainnya belum pernah
menderita keluhan seperti ini, tetapi kakaknya menderita asma yang berat dan
sering dirawat di rumah sakit. Sejak muncul bercak tersebut si anak sering
rewel dan suka mengusap pipinya dengan tangannya.
3. Pemeriksaan fisik : bercak eritem dengan skuama halus pada pipi kanan dan
kiri
4. Diagnosis banding : Lupus Erythromatous, Pythiriasis rosea, Parapsoriasis,
Psoriasis, Dermatitis seboroik, Dermatitis kontak, Dermatitis atopik,
Erythroderma.
5. Pemeriksaan penunjang
6. Kriteria mayor dan minor
Diagnosis DA dietegakkan bila setidaknya dijumpai 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor sebagai berikut (Ardhie, 2004):
Kriteria Mayor1. Pruritus Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
2. Dermatitis di fleksura pada dewasa3. Dermatitis kronis atau residif4. Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya
Kritera Minor 1. Xerosis2. Infeksi kulit (S.aureus dan virus herpes simpleks)3. Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki4. Iktiosis/hiperliniar palmaris/keratosis pilaris5. Pitiriasis alba Dermatitis di papila mamme6. White dermographism dan delayed blanch response7. Keilitis Lipatan infra orbital Dennie-Morgan8. Konjungtivitis berulang9. Keratokonus Katarak subkapsular anterior10. Orbita menjadi gelap11. Muka pucat atau eritem12. Gatal bila berkeringat13. Intolerens terhadap wol atau pelarut lemak14. Aksentuasi perifolikular
15. Hipersensitif terhadap makanan16. Perjalan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau
emosi17. Tes kulit alergi tipe dadakan positif18. Kadar IgE di dalam serum meningkat19. Awitan pada usia dini Hetok sign
7. Terapi
E. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran (learning objectives) pada skenario pertamaini adalah
1. Mengapa timbul :
a. Gatal
b. Sisik halus
c. Bilateral
d. Predileksi lokasi di pipi
2. Apa hubungan keluhan yang timbul dengan :
a. Faktor risiko
3. Apa pengaruh hubungan keluarga, dimana kakak menderita asma berat ?
4. Apa pemeriksaan dan pemeriksaan penunjang yang disarankan ?
5. Mengapa dokter memberikan krim 2 kali per hari ?
6. Bagaiaman perjalanan penyakit atopik ?
7. Apa diagnosis kerja kasus dan bagaimana patofisiologinya ?
8. Apa terapi, edukasi, komplikasi dan prognosis diagnosis kerja kasus ?
F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru
Masing-masing anggota kelompok kami telah mencari sumber – sumber
ilmiah dari beberapa buku referensi maupun akses internet yang sesuai dengan
topik diskusi tutorial ini secara mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan
berikutnya.
G. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru
yangdiperoleh
1. Mengapa timbul:
a. Gatal
Gatal adalah suatu persepsi akibat terangsangnya serabut mekanoreseptor.
Impuls berawal dari rangsangan permukaan ringan, misalnya pada
rambatan kutu, bahan iritan, gigitan serangga. Sensasi gatal biasanya
diikuti dengan refleks menggaruk yang bertujuan untuk memberi sensasi
nyeri yang cukup sehingga sinyal gatal pada medula spinalis dapat
ditekan. Penyebab gatal sangat beragam, antara lain : Reaksi alergi
(hipersensitivitas tipe 1), pembentukan sistem komplemen, inflamasi,
paparan fisik, stress, autoimun,penyakit sistemik, keganasan, bahan iritan,
serta obat – obatan.
Masing-masing faktor penyebab mempunyai jalur patomekanisme yang
berbeda, namun pada akhirnya semua mekanisme akan berhubungan
dengan pengeluaran histamin sebagai mediator inflamasi yang
menyebabkan pruritus atau gatal. Histamin dibentuk oleh sel mast jaringan
dan basofil. Pelepasannya dirangsang oleh kompleks antigen-antibodi
(IgE), alergi tipe I, pengaktifan komplemen (C3a, C5a), luka bakar,
inflamasi, dan beberapa obat. Histamin melalui reseptor H1 dan
peningkatan konsentrasi Ca2+ seluler di endotel akan menyebabkan endotel
melepaskan NO, yang merupakan dilator arteri dan vena. Melalui reseptor
H2 histamin juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah kecil yang tidak
tergantung dengan NO. Histamin meningkatkan permeabilitas protein di
kapiler. Jadi, protein plasma difiltrasi dibawah pengaruh histamin, serta
gradien tekanan onkotik yang melewati dinding kapiler akan menurun
sehingga terjadi edema.
Ketika sel mast menghasilkan histamin, ia langsung dapat mensensitisasi
ujung serabut saraf C yang berada di bagian superfisialis kulit. Setelah
impuls diterima oleh saraf C, impuls diteruskan ke serabut radiks dorsalis
kemudian diteruskan menuju medulla spinalis. Pada komisura anterior
medulla spinalis impuls menyilang ke kolumna alba anterolateral sisi
berlawanan. Kemudian naik ke batang otak atau talamus untuk
diinterpretasikan sebagai sensasi gatal. Sensasi ini kemudian merangsang
refleks menggaruk untuk memberikan sensasi nyeri yang cukup untuk
kemudian menekan sinyal gatal pada medulla spinalis.
b. Skuama Halus
Pada skenario, terbentuknya sisik halus diakibatkan karena proses
likenifikasi akibat sering digaruk (karena ada pruritus pada dermatitis
atopik). Akibatnya, yang tadinya pada fase akut, allergen masuk ke
kulit pendeita dermatitis dan merangsang mediator inflamasi sehingga
Th0 berubah menjadi Th2 akibat adanya IL-4, IL-10 dan TSLP, maka
pada proses penggarukan mediator inflamasi yang berperan adalah IL-
12 yang mengubah Th0 menjadi Th1. Akibatnya, Th1 akan
mengeluarkan IFN-gamma yang akan mengakibatkan penebalan pada
lapisan epidermis dan munculah manifestasi klinis likenifikasi.
Gambar. Mekanisme terjadinya sisik halus
c. Bilateral
Munculnya gejala dermatitis atopik secara bilateral seperti pada kasus
skenario 2, diakibatkan karena dermatitis atopik merupakan reaksi
hipersensitivitas dimana pada kasus reaksi hipersensitivitas, maka
yang berperan adalah sistem imunitas, dalam hal ini adalah IgE.
Peningkatan kadar IgE pada dermatitis atopik terjadi secara sistemik,
sehingga munculnya reaksi dermatitis pada penderita dermatitis atopik
akan terjadi secara bilateral.
d. Predileksi lokasi di pipi
Dermatitis Atopi mempunyai predileksi di flexura, depan dan samping
leher, kelopak mata, dahi, muka (terutama pipi), pergelangan tangan,
dorsal kaki dan tangan. Sifatnya bisa generalisata bila kronis.
2. Apa hubungan keluhan yang timbul dengan :
b. Faktor risiko
Dalam penelitian yang menguji hubungan DA pada bayi, sensitisasi
terhadap aeroallergen dan terdapatnya penyakit alergi saluran napas,
69% dari bayi yang mengalami DA pada 3 bulan pertama sejak lahir di
kemudian hari tersensitisasi oleh aeroallergen dalam usia 5 tahun.
Tingkat sensitisasi aeroallergen meningkat sampai 77% pada anak yang
kedua orangtuanya mempunyai riwayat positif DA. Sampai usia 5
tahun, 50% anak dengan DA awal dan riwayat keluarga yang alergi
mengalami penyakit pernapasan alergi. Tentu, hingga 80% anak
dengan DA akan berkembang menjadi penyakit pernapasan alergi saat
anak-anak. Pada 40-50% anak, penyakit pernapasan alergi ini
bermanifestasi sebagai asma. Diperkirakan bahwa 15-30% pasien
dengan DA mengalami asma yang menetap. Anak dengan DA menetap
mengalami asma yang lebih buruk daripada anak yang mengalami
asma namun tidak mengalami DA.
Penelitian oleh Buffum dan Settipane mengidentifikasikan hubungan
antara adanya DA dan prognosis asma di pada anak-anak. Evaluasi
selama 10 tahun pada pasien asma tanpa DA menunjukkan bahwa 41%
dalam keadaan baik, 52% mengalami asma ringan, dan 5% mengalami
asma berat. Sebaliknya, diantara pasien asma dengan DA, 34% dalam
keadaan baik, 54% mengalami asma ringan, dan 11% mengalami asma
berat atau meninggal karena penyakit tersebut. (Eichenfield et.al,
2003).
3. Apa pengaruh hubungan keluarga, dimana kakak menderita asma
berat?
Dermatitis atopik dan asma adalah penyakit atopik yang mana penyakit atopik
ini biasanya diturunkan (ada riwayat genetik). Baik pada asma maupun
dermatitis atopik, kadar IgE serumnya dan eosinofil nya meningkat dimana
peningkatan ini akan mengakibatkan baik kakak maupun adik lebih rentan
terpapar dan bereaksi terhadap allergen dibandingkan dengan orang normal.
Selain itu, keterangan adanya anggota keluarga dengan riwayat atopik
merupakan salah satu dari kriteria mayor dermatitis atopik.
BAB III
KESIMPULAN
Dari diskusi tutorial pada scenario II blok Kulit dengan judul“Bercak Merah
di Pipi” ini dapat diambil kesimpulan bahwa pasien mengalami dermatitis atopik.
Dermatitis atopik (D.A.) adalah peradangan kulit kronik dan residif dan disertai gatal,
yang terkait dengan peningkatan kadar IgE dan riwayat atopi pada keluarga atau
penderita. Diagnosis tersebut ditegakkan dengan memenuhi 2 kriteria mayor dan 2
kriteria minor. Kriteria mayor yang terlihat pada kasus meliputi pruritus dermatitis di
muka dan riwayat atopik pada keluarga ditunjukkan keterangan bahwa kakak pasien
menderita asma berat. Kriteria minor yang ditunjukkan yaitu awitan pada usia dini
dan gatal. Diagnosis kerja didapat dengan menyingkirkan diagnosis banding lainnya,
yaitu Lupus Erythromatous, Pythiriasis rosea, Parapsoriasis, Psoriasis, Dermatitis
seboroik, Dermatitis kontak, Dermatitis atopik, Erythroderma.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai bercak eritem dengan skuama halus pada
pipi kanan dan kiri. Gejala utama DA adalah pruritus (gatal), akibatnya penderita
akan menggaruk. Hal ini dapat menimbulkan kelainan kulit berupa papul, likenifikasi,
eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta (Sularsito dan Djuanda, 2007). Gatal
yang ditimbulkan karena adanya peningkatan IgE. Sedangkan keterangan merah di
pipi karena tempat tersebut sebagai tempat predileksi DA. Selanjutnya dokter
memberika terapi berupa obat krim yang dioleskan dua kali per hari.Kortikosteroid
topikal sering dipakai pada pengobatan DA sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Pada
bayi digunakan salep steroid potensi rendah, misalnya hidrokortison 1%-2,5%.
BAB IV
SARAN
Saran untuk kelompok tutorial, setiap mahasiswa diharapkan dapat datang
tepat waktu dan disiplin dalam menjalankan kegiatan tutorial. Mahasiswa dapat lebih
aktif memberikan partisipasi dalam diskusi agar diskusi dapat mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran dengan lebih lengkap. Efisiensi waktu juga lebih diperhatikan.
Tutor kelompok telah membimbing jalannya diskusi dengan baik. Dapat
mengarahkan mahasiswa untuk lebih efektif dan efisien waktu. Selain itu juga telah
memberikan masukan untuk membantu mahasiswa menuju tujuan-tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Semoga kedepannya tetap menjaga peran
sebagai tutor kelompok dengan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA