44
21 BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1. Merumuskan Peta Pemikiran Konseptual Peta Pemikiran Konseptual (Conceptual Framework) merupakan suatu alat bantu bagi penulis dalam menentukan akar permasalahan dari isu bisnis yang ada saat ini. Kriteria dari sebuah Peta Pemikiran Konseptual yang baik adalah memiliki rigor and relevan yang seimbang, artinya Memiliki landasan teori yang cukup. Relevan dengan konteks bisnis yang ada. Peta Pemikiran Konseptual pada proyek akhir ini adalah sebagai berikut Lead Time Kemampuan supplier Koordinasi Demand Forecasting ROP, ROQ dan SS Penggunaan teknologi Key Performance Indicator (KPI) Inventory Management Proses Procurement Gambar 2.1. Peta Pemikiran Konseptual Inventory Management sebagai subjek dari proyek akhir ini memiliki beberapa faktor pendukung. Faktor pendukung tersebut adalah Koordinasi, Kemampuan supplier, Lead time, Proses Procurement, Key Performance Indicator (KPI), Penggunaan teknologi, ROP, ROQ dan SS, dan Demand Forecasting. Pada proyek akhir ini, penulis mencoba memberikan gambaran keadaan masing-masing faktor pendukung tersebut di Chevron Indonesia Company (CICO). Faktor-faktor pendukung tersebut juga menjadi batasan pembahasan pada proyek akhir ini.

Jbptitbpp Gdl Herunurman 27135 3 2007ts 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

modul

Citation preview

  • 21

    BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

    2.1. Merumuskan Peta Pemikiran Konseptual

    Peta Pemikiran Konseptual (Conceptual Framework) merupakan suatu alat bantu

    bagi penulis dalam menentukan akar permasalahan dari isu bisnis yang ada saat ini.

    Kriteria dari sebuah Peta Pemikiran Konseptual yang baik adalah memiliki rigor and

    relevan yang seimbang, artinya

    Memiliki landasan teori yang cukup. Relevan dengan konteks bisnis yang ada.

    Peta Pemikiran Konseptual pada proyek akhir ini adalah sebagai berikut

    Lead Time

    Kemampuan supplier

    KoordinasiDemandForecasting

    ROP, ROQ dan SS

    Penggunaan teknologi

    Key Performance

    Indicator (KPI)

    Inventory Management

    Proses Procurement

    Gambar 2.1. Peta Pemikiran Konseptual

    Inventory Management sebagai subjek dari proyek akhir ini memiliki beberapa faktor

    pendukung. Faktor pendukung tersebut adalah Koordinasi, Kemampuan supplier,

    Lead time, Proses Procurement, Key Performance Indicator (KPI), Penggunaan

    teknologi, ROP, ROQ dan SS, dan Demand Forecasting. Pada proyek akhir ini,

    penulis mencoba memberikan gambaran keadaan masing-masing faktor pendukung

    tersebut di Chevron Indonesia Company (CICO). Faktor-faktor pendukung tersebut

    juga menjadi batasan pembahasan pada proyek akhir ini.

  • 22

    2.1.1 Inventory Management

    Tujuan utama dari inventory management adalah menjaga investasi di inventory pada

    level yang optimal, yaitu dimana tujuan dan objektif dari bisnis dapat dicapai.

    Di dalam kegiatan sehari-hari di Chevron Indonesia Company (CICO), posisi

    Inventory Management dapat digambarkan sebagai berikut.

    Gambar 2.2. Posisi Inventory Management dalam perusahaan

    Dari Gambar 2.2 terlihat bahwa Inventory management merupakan perantara antara

    pemasok dan user. Inventory management bertugas menerima semua order barang

    dari user, mencari pemasok barang, menyimpan barang di gudang dan mengirimkan

    barang yang dibutuhkan oleh user sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

    Inventory Management juga bertanggung jawab kepada manajemen perusahaan.

    Manajemen perusahaan termasuk di antaranya pemimpin puncak Chevron, semua

    bagian dalam struktur organisasi Indo Asia Business Unit (IBU) dan BP Migas

    sebagai pegawas dari Pemerintah. Setiap tahunnya, manajemen perusahaan

    melakukan audit terhadap hasil kerja dari Inventory Management. Dari audit tersebut

    kita dapat melihat apakah hasil kerja Inventory Management telah melalui proses

    yang tepat, sesuai dengan peraturan yang berlaku, diantaranya Peraturan BPMIGAS

    007/PTK/VI/2004 tentang Rantai Pasok.

    Di dalam kegiatan sehari-harinya, Inventory Management mengenal beberapa

    definisi-definisi, di antaranya:

    Inventory adalah item dari stok yang tercatat di JDE dalam bentuk tangible dan intangible asset.

  • 23

    Inventor control adalah bagian dari organisasi Departemen Procurement. Warehouse adalah pengawas dari inventory dan berada di bawah Departemen

    Logistic.

    Untuk memperjelas ruang lingkup kerja dari Inventory Control dan Warehouse,

    maka dibuatlah pembagian tanggung jawab, yaitu:

    Inventory control bertanggung jawab terhadap inventory master, stock level setting, stock order replenishment, proposal write-off, dan transfer agreement

    document.

    Warehouse merupakan pengawas yang berada di bawah Departemen logistic yang bertanggung jawab atas:

    o Physical Inventory o Receiving o Issuing o Transfer o Shipping o Binning o Maintaining of material

    Di dalam pelaksanaan tugasnya, bagian inventory melayani kebutuhan untuk

    Chevron Indonesian Company (CICO) Chevron Makasar Limited (CML) Chevron Rapak Limited (CRL) Chevron Ghana Limited (CGL)

    Untuk CICO dan CML

    Sudah melakukan kegiatan produksi. Memiliki Cost recovery/intangible dan Non Cost recovery/tangible.

    Untuk CRL dan CGL

    Kegiatan eksplorasi. Semua barang yang dibeli Non Cost recovery/tangible. Tidak memiliki cost recovery/intangible.

  • 24

    Pengelompokan item stock

    Inventory master mengelompokkan stok kedalam beberapa tipe dan kelas. Tujuannya

    adalah untuk mengelompokkan item inventory ke dalam satu kelompok berdasarkan

    jenis equipment atau berdasarkan komoditi agar mempermudah untuk

    mengidentifikasi, pengorderan dan pelaporan. Kode pengelompokkan berdasarkan

    AUSLANG method.

    Untuk master list dan laporan BP MIGAS, Material and Equipment Standard Codes

    (MESC) atau KIMAP (Kode Identifikasi Material Pertamina) juga ditentukan.

    Kodenya ditampilkan pada Tabel 2.1.

    Tabel 2.1. Kode barang berdasarkan KIMAP

    No Kode Jenis Barang Jumlah item Persentase (%) 1 A Drilling Material 3251 10,5

    2 B Plant and Machinery 10262 33,13

    3 C Transportation 1327 4,3

    4 D Machinery Accessories and

    Instrument

    4540 14,65

    5 E Building, Tank and Shop

    Equipment

    443 1,4

    6 F Electrical 3819 12,3

    7 G Tubular, Valves, Fitting and

    Flanges

    4034 13

    8 H Building Material and

    Hardware

    1118 3,6

    9 I Paint, Oils, Chemicals and

    Laboratory

    369 1,2

    10 J Medical - -

    11 K Household, Office Supply,

    F&S

    1806 5,8

    Total 30969 100

  • 25

    Stock Classes

    Untuk stock classes berdasarkan JDE sistem yang dipakai Chevron Indonesia

    Company (CICO) saat ini.

    Table 2.2 Stock Classes berdasarkan JDE sistem No Kode Penjelasan Persentase (%)

    1 IN Untuk stok operation yang harus selalu ada setiap waktu dan

    ratingnya kritikal. Apabila stok pada kelas ini tidak ada, maka

    kegiatan produksi akan berhenti.

    14

    2 CS Untuk stok non critical tetapi harus distok untuk kebutuhan

    operasional sehari-hari.

    24

    3 OR Untuk stok item yang pembeliannya berdasarkan permintaan

    user saja.

    18

    4 DN Untuk stok item yang tidak berpindah lebih dari 5 tahun atau

    tidak akan dipakai lagi oleh user di masa datang.

    44

    Total 100

    Statistic Code

    Statistic code ditujukan untuk mengidentifikasi inventory item yang Tangible (TA or

    IN 20) dan Intangible (IT or IN 21).

    Tangible Inventory, terdapat dalam balance sheet dan cost recovered nya setelah barang tersebut dipakai. Contohnya barang-barang drilling dimana

    akan dilakukan cost recovered apabila kegiatan drilling tersebut berhasil.

    Intangible Inventory, adalah item yang dapat diuangkan segera dan cost recovered dapat langsung di lakukan. Contohnya: barang-barang produksi.

    Penilaian dan biaya Inventory

    1. Penilaian Inventory

    Penilaian inventory menggunakan Average Valuation Method, dimana metode ini

    membagi jumlah total harga (value) dari masing-masing item inventory dengan

    jumlah unit yang ada tersimpan (on hand), setelah menerima setiap order.

    2. Biaya Inventory

    Biaya Pemesanan (Ordering Cost) Biaya penyimpanan (Holding cost)

  • 26

    Berdasarkan bisnis secara umum, penentuan biaya penyimpanan adalah 20%

    dari investasi di inventory, seperti di bawah ini:

    o Bunga dari investasi 10% o Pajak dan asuransi 1% o Warehousing dan Storage handling 3% o Down grade or shrinkage of stock 1% o Obsolete or dead stock 5% (Sumber: Inventory Control Procedure, Unocal, 2005, p.6)

    Pada proyek akhir ini, peneliti membatasi penelitian pada

    Kebutuhan Chevron Indonesia Company (CICO) Proses procurement untuk barang-barang stok yang kritikal (stock class IN)

    Komposisi stok yang kritikal dapat dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 2.3. Komposisi stok kritikal

    Stock Type

    Jumlah Persentase

    A 72 1.64%B 3688 83.76%C 3 0.07%D 283 6.43%E 14 0.32%F 68 1.54%G 83 1.89%H 2 0.05%I 48 1.09%J 49 1.11%K - -L 93 2.11%

    Total 4403 100% Total item barang untuk stok yang kritikal adalah 4403. Dari tabel terlihat

    bahwa Stock Type B memiliki persentase terbesar. Stok tersebut termasuk

    diantaranya adalah suku cadang mesin (Contoh: Solar part engine, Caterpilar

    engine dan lain-lain).

    Koordinasi antara user, Inventory management (procurement dan inventory control) dan pemasok.

    Proses demand forecasting hanya untuk barang-barang stok yang kritikal. Data-data yang tersedia hanya dua tahun ke belakang (2005 2006). Oleh

    karena itu perhitungan akan berdasarkan data dua tahun tersebut.

  • 27

    2.1.2. Demand Forecast

    Demand forecast merupakan hal yang penting di dalam inventory management.

    Dengan demand forecast, maka perusahan dapat menjadualkan kegiatannya. Demand

    forecast yang akurat dapat menjadi salah satu penentu suksesnya suatu bisnis. Untuk

    mendapatkan demand forecast yang akurat, maka diperlukan dukungan dari semua

    pihak yang terkait. Dukungan tersebut dapat berupa data-data yang jelas dan Up date

    mengenai keadaan pasar, keuangan, kebutuhan dan lain-lain.

    Pada prakteknya di CICO, Inventory control mendapatkan data-data pendukung

    demand forecast dari usage plan user (lihat Gambar 2.3). Selain itu, metode yang

    digunakan untuk membuat demand forecast juga menentukan tingkat akurasi dari

    forecast itu sendiri. Saat ini, metode yang dipakai adalah jumlah kebutuhan total

    tahun lalu menjadi forecast untuk tahun depan.

    Semakin akurat satu forecast, maka semakin mudah kita membuat perencanaan, baik

    dalam hal penjadualan pembelian/pengisian ulang stok maupun dalam mengontrol

    perputaran barang inventory. Semakin sering barang inventory berputar maka akan

    semakin baik. Begitu juga dengan lead time, semakin tinggi akurasi forecast, maka

    semakin mudah kita mengontrol/mengurangi lead time.

    Demand Forecast

    Historical Data

    Usage Plan

    Metode

    Inventory control User

    Gambar 2.3. Proses Pembuatan Demand Forecast

    Idealnya usage plan dibuat setahun sekali di awal tahun. Namun untuk

    mengakomodir adanya perubahan terhadap usage plan, maka diadakan pertemuan

    antar user dengan inventory control setiap kuartal.

  • 28

    Demand forecast dituangkan dalam satuan dollar. Nilai Demand Forecast didapat

    dari jumlah kebutuhan total dalam satu periode dikali dengan harga terakhir dalam

    kontrak. Contoh estimasi nilai Demand forecasting untuk tahun 2006, berdasarkan

    total pemakaian tahun 2005, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

    Tabel 2.4. Estimasi Nilai Demand Forecasting untuk tahun 2006

    Kode Satuan unit Harga Class TypeTotal

    pemakaian 2005

    Estimasi Nilai Demand Forecast

    2006 ($)

    Aktual Kebutuhan

    2006Selisih SS ROP ROQ

    976 SK 16.4198 IN I 847 13907.5706 11592.3788 2315.192 400 600 60053256 EA 196.0948 IN B 19 3725.8012 4314.0856 -588.284 20 28 28

    Setelah diketahui estimasi nilai demand forecast, maka inventory control akan

    mengeluarkan Contracting plan (CP) yang bertujuan meminta dana untuk pengadaan

    barang tersebut. Apabila CP telah disetujui maka pihak procurement akan

    membuatkan kontrak jangka panjang (blanked order contract). Kontrak jangka

    panjang diatur dalam peraturan BP MIGAS 007/PTK/VI/2004 tentang Rantai Pasok.

    Kontrak jangka panjang akan habis jika mencapai akhir periode atau mencapai nilai

    estimasi kontrak.

    Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat contoh berikut.

    Aktual pemakaian 976 tahun 2006 dapat dilihat pada grafik di bawah ini

    Kebutuhan Aktual 976

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Bulan

    Jum

    lah 2006

    2005

    Grafik 2.1 Kebutuhan aktual 976 tahun 2005 dan 2006

    Jika dibandingkan dengan tahun 2005, maka pemakaian tahun 2006 menurun.

  • 29

    Kebutuhan aktual 53256

    0123456789

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Periode

    Jum

    lah

    20052006

    Grafik 2.2 Kebutuhan aktual 53256 tahun 2005 dan 2006

    Jika dibandingkan dengan tahun 2005, maka pemakaian tahun 2006 meningkat.

    Tabel 2.5 Data aktual 2006 dibandingkan tahun 2005

    Kode Satuan unit Harga ClassTotal

    pemakaian 2005

    Estimasi Nilai Demand Forecast

    2006 ($)

    Aktual Kebutuhan

    2006Selisih

    000000976 SK 16.4198 C 847 13907.5706 11592.3788 2315.192000053256 EA 196.0948 C 19 3725.8012 4314.0856 -588.284

    Dari tabel di atas terlihat bahwa untuk item 976 estimasi awal kelebihan sebesar $

    2,315.192 atau 16,6% dibandingkan dengan aktual. Sedangkan untuk item 53256

    estimasi awal kekurangan sebesar $ 588,284 atau 16% dibandingkan dengan aktual.

    Dengan tingkat kecepatan pemakaian (rata-rata kebutuhan) 976 yang berbeda antara

    estimasi (2005) dan aktual (2006) (lihat Grafik 2.3), maka ketika jumlah barang yang

    diorder (ROQ) sama, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik order kembali

    akan berbeda antara estimasi dan aktual. Waktu estimasi yang dibutuhkan untuk

    mencapai titik order kembali (T1) akan lebih pendek dari waktu aktual yang

    dibutuhkan untuk mencapai titik order kembali (T2). Dengan kata lain, kecepatan

    pemakaian barang pada saat estimasi awal lebih cepat dari kecepatan aktual

    pemakaian barang tersebut.

    Salah satu faktor penentu jumlah barang yang diorder (ROQ) adalah jumlah

    pemakaian untuk satu periode. Apabila kecepatan pemakaian berbeda, maka jumlah

    pemakaian untuk satu periode berbeda. Dengan rumusan EOQ, maka akan

    mendapatkan nilai ROQ yang berbeda untuk setiap periode. Pada kasus 976, dengan

    nilai ROQ yang sama untuk kecepatan pemakaian yang berbeda, maka nilai ROQ

    tersebut tidak mencapai titik ekonomis order itu sendiri (Economic Order Quantity/

  • 30

    EOQ). Akibatnya jumlah inventory rata-rata dalam satu periode aktual meningkat.

    Seharusnya nilai ROQ untuk periode berikutnya lebih kecil dari estimasi awal.

    Apabila 976 dicover oleh blanked order contract, maka ketika periode kontrak

    tersebut habis, nilai kontrak tidak terpenuhi.

    Kecepatan pemakaian 976

    0

    200

    400

    600

    800

    1000

    1200

    1400

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

    Periode

    Jum

    lah 2005

    2006ROP

    Grafik 2.3. Grafik kecepatan pemakaian 976

    Pada kasus 53256, kecepatan pemakaian aktual (2006) lebih cepat dari kecepatan

    pemakaian pada estimasi awal (2005). Dengan jumlah order barang yang sama

    (ROQ), maka waktu estimasi yang dibutuhkan untuk mencapai titik order kembali

    (T1) akan lebih panjang dari waktu aktual yang dibutuhkan untuk mencapai titik

    order kembali (T2). Akibatnya nilai ROQ tidak ekonomis lagi karena jumlah

    kebutuhan aktual dalam satu periode lebih besar dari estimasi awal. Jumlah barang

    yang diorder tidak bisa memenuhi aktual kebutuhan. Apabila 53256 dicover oleh

    blanked order contract, maka sebelum periode kontrak habis, nilai kontrak telah

    tercapai. Akibatnya, akan ada procurement baru untuk pemenuhan order berikutnya.

    Kecepatan pemakaian 53256

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

    Periode

    Jum

    lah 2005

    2006ROP

    Grafik 2.4. Grafik kecepatan pemakaian 53256

    T 1

    T 2

    T 1T 2

  • 31

    Dari data Grafik 2.5 didapat bahwa untuk kritikal item, 88% forecast 2006 melebihi

    dari aktual kebutuhan 2006. Sedangkan 12% forecast 2006 lebih kecil dari aktual

    kebutuhan 2006. Di sini terlihat bahwa terjadi penurunan kebutuhan dari tahun

    sebelumnya. Tetapi penurunan tersebut tidak terprediksi sebelumnya oleh inventory

    control. Hal tersebut terjadi karena metode yang dipakai inventory control adalah

    forecast tahun depan sama dengan total jumlah kebutuhan tahun lalu.

    Persentase forecast 2006

    88%

    12%

    Forecast > AktualForecast < Aktual

    Grafik 2.5. Persentase Forecast 2006

    Kelebihan forecast dan kekurangan forecast membawa dampak jangka panjang,

    yaitu:

    Kelebihan forecast akan mengakibatkan kelebihan jumlah barang yang diorder (ROQ). Apabila ini terus dilakukan, maka akan mengakibatkan

    jumlah inventory meningkat terus.

    Kekurangan forecast akan mengakibatkan adanya penambahan proses procurement untuk kontak baru atau pembelian tambahan. Adanya prose ini

    mengakibatkan total lead time (eksternal lead time + Internal lead time)

    barang akan bertambah panjang karena adanya penambahan internal lead

    time. Apabila permintaan barang selama menunggu proses procurement dan

    pengiriman barang tersebut melebihi dari stok yang tersedia (ROP), maka

    permintaan tersebut tidak dapat terlayani atau terjadi stock out.

    Dengan metode forecast yang lama, inventory control akan menetapkan semua

    parameter (SS, ROP, ROQ) berdasarakan data-data tahun lalu. Dengan adanya

  • 32

    kecenderungan kebutuhan yang menurun, maka parameter tersebut tidak lagi

    mewakili keadaan sebenarnya. Penjelasan lebih lanjut SS, ROP dan ROQ dapat lihat

    pada sub bab 2.1.9.ROP, ROP dan SS.

    2.1.3. Koordinasi

    Inventory management merupakan suatu kerja tim. Jadi tidak mungkin hanya

    dilakukan oleh satu orang / bagian saja. Semakin banyak pihak yang terlibat maka

    akan semakin baik inventory management dilakukan. Dengan catatan bahwa semua

    pihak tersebut memiliki tujuan yang sama dan juga saling berkoordinasi satu dengan

    yang lain. Koordinasi dapat dilakukan antara user dengan inventory control, antara

    inventory control dengan buyer, antara buyer dengan pemasok dan lain lain.

    Mekanisme koordinasi antar bagianpun harus jelas, karena ketidaktahuan terhadap

    mekanisme akan menghambat koordinasi itu sendiri.

    Gambar 2.4. Koordinasi antar bagian

    Koordinasi-koordinasi yang dilakukan di CICO antara lain:

    Koordinasi untuk pembuatan usage plan. Media komunikasi yang digunakan dalam pembuatan usage plan adalah

    email, telepon, tatap muka (review meeting), Sistem JDE dan ARIBA. Pada

    tahap awal koordinasi, User akan mengirimkan rencana usage plan ke

    pemimpin masing-masing departemen/bagian (contoh pimpinan drilling

    departement, inventory control dan procurement) dalam bentuk soft copy

    dengan menggunakan email. Apabila semua pemimpin menyetujui pra usage

    plan, maka mereka akan mengirimkan email konfirmasi ke user yang

  • 33

    bersangkutan. Apabila ada pertanyaan selama proses persetujuan, telepon,

    email dan tatap muka merupakan media komunikasi yang biasa dipergunakan.

    Apabila pra usage plan sudah disetujui, maka usage plan tersebut akan di

    print out dan ditandatangani oleh pemimpin departemen tersebut. Kemudian

    hasil usage plan akan di input ke dalam sistem JDE dan ARIBA oleh

    inventory control. Semua kegiatan procurement akan mengacu pada data-data

    yang ada di JDE dan ARIBA.

    Koordinasi untuk pembuatan Kontrak Jangka Panjang (Blanked Order Contract)

    Untuk membuat kontrak jangka panjang, procurement harus mempersiapkan

    data-data pemasok untuk barang-barang stok sesuai usage plan. Biasanya,

    untuk kontrak jangka panjang akan melalui proses Direct Selection (DS) atau

    Direct Appointment (DA). Pemasok yang dapat mengikuti proses DA dan DS

    untuk barang stok adalah agen tunggal. Hal ini dilakukan untuk menjamin

    keaslian suku cadang yang akan dipasok. Apabila proses procurement (DA

    atau DS) untuk kontrak jangka panjang telah selesai dilaksanakan, maka

    kontrak dapat ditanda-tangani oleh pemasok dan pimpinan departemen.

    Proses persetujuan kontrak jangka panjang melalui mekanisme bertingkat

    tergantung dari besarnya nilai kontrak.

    Koordinasi untuk pembuatan Purchase Request (PR) dan Purchase Order (PO)

    Apabila level inventory telah mencapai ROP, maka inventory control akan

    mengeluarkan PR dengan menggunakan sistem JDE dan ARIBA. PR akan

    diproses oleh buyer. Untuk barang stok yang telah dicover oleh kontrak

    jangka panjang (blanked order contract), buyer dapat langsung mengeluarkan

    PO dengan syarat nomor kontrak harus disertai di PO. Pembuatan PO

    dilakukan pada sistem ARIBA. PO akan di print out oleh buyer dan harus

    disetujui oleh pimpinan procurement. Sedangkan untuk barang stok yang

    tidak dicover oleh kontrak jangka panjang, maka buyer harus melakukan

    prose procurement terlebih dahulu. Semua bukti yang menyangkut kegiatan

    procurement harus dalam bentuk hard copy.

    Koordinasi untuk pengiriman barang PO akan dikirimkan ke pemasok atau pemasok yang akan mengambilnya

    sendiri ke kantor CICO. Semua PO dalam bentuk hard copy. Di dalam PO

  • 34

    akan ditentukan kemana barang akan dikirim, ke warehouse Penajam atau

    Tanjung Santan. Pemasok mengirimkan barang ke warehouse melalui

    beberapa alternatif seperti kapal laut, transportasi darat dan udara. Barang dan

    dokumen pengiriman akan diterima pihak warehouse. Pihak warehouse akan

    mengecek apakah barang yang dikirim sesuai dengan yang diorder. Apabila

    sesuai, maka pihak warehouse akan menandatangani dokumen pengiriman

    dan mengembalikannya ke pemasok. Setelah itu maka pihak warehouse

    berkewajiban untuk mengupdate level inventory di sistem JDE.

    Koordinasi distribusi barang Apabila user membutuhkan barang stok di gudang, maka ia harus mengisi

    Warehouse Request (WR) yang ada disistem JDE. Apabila barang yang

    dimaksud tersedia digudang, maka pihak warehouse akan segera

    mengirimkan barang ke user. Apabila barang telah diterima user di lapangan,

    maka user berkewajiban untuk mengupdate level inventory di sistem JDE.

    Apabila barang tidak tersedia, maka warehouse akan memberi tahu user

    melalui email dan dimasukkan ke sistem. Sistem akan memberi warning ke

    inventory control bahwasannya stok untuk barang yang dimaksud sudah tidak

    tersedia. Inventory control akan segera mengeluarkan PR.

    Aliran barang dan informasi yang terjadi di Procurement Management terlihat pada

    Gambar 2.5. Secara garis besar, aliran barang dan informasi di Procurement

    Management melibatkan tiga bagian, yaitu pemasok/agent tunggal, Procurement

    Management, dan End user. Untuk aliran informasi diwakili oleh garis biru putus-

    putus. Sedangkan aliran barang diwakili oleh garis hitam.

    Aliran informasi bermula dari adanya permintaan dari end user untuk menyediakan

    barang/suku cadang di gudang. Permintaan tersebut dituangkan dalam bentuk usage

    plan. Usage plan harus terlebih dahulu disetujui oleh pihak yang berwenang seperti

    manajer bagian. Semua kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui sistem. Sistem

    yang dipakai oleh CICO sekarang ini adalah JDE dan ARIBA. User dan procurement

    berkoordinasi melalui sistem, email, telepon dan bertemu langsung. Selain itu juga,

    User diminta untuk melengkapi form-form yang sesuai jenis kegiatan. Apabila telah

    selesai dilaksanakan, maka user akan mencetak dan meminta tanda-tangan pihak

  • 35

    berwenang serta mengirimkannya ke procurement sebagai dasar untuk melakukan

    proses selanjutnya.

    Suppliers and solo agents

    Warehouse at Penajam

    Procurement

    North (Attaka, Melahin,

    kerindingan, serang, west

    seno)

    South (Sepinggan, yakin, Terminal lawe-lawe dan

    base camp, Kantor Pasir

    Ridge)

    Warehouse at Tanjung

    Santan

    Procurement Management End User ( Drilling,

    Maintenance, Operation, etc)

    Chevron Indonesia Company (CICO)

    Material Flow

    Information Flow

    Gambar 2.5. Aliran barang dan informasi di Procurement Management

    Karena kesibukan user di lapangan, maka tidak jarang dijumpai ada beberapa hal-hal

    yang menyangkut inventory management tidak dilakukan. Diantaranya adalah

    pemberian informasi perubahan kebutuhan barang. Apabila aliran informasi tersebut

    tidak berjalan lancar, maka kegiatan procurement akan terganggu.

    Koordinasi antara pemasok dengan procurement dilakukan dengan mengirimkan

    email atau surat, fax, telepon dan bertemu langsung. Semua surat-surat penting harus

    memiliki hard copy dan ditanda-tangani di atas materai Rp 6000. Setiap pemasok

    akan mendapatkan kode tertentu yang nantinya akan dimasukkan ke sistem ARIBA.

    Apabila seorang pemasok belum memiliki kode tersebut, maka PO untuk pemasok

    tersebut tidak dapat diproses.

    Koordinasi berikutnya antara procurement dengan warehouse. Procurement, dalam

    hal ini inventory control akan menginput semua parameter yang berhubungan dengan

    kontrol inventory. Parameter tersebut adalah ROP, ROQ dan SS. Warehouse

  • 36

    bertugas menginput data di sistem baik untuk barang masuk, keluar dan stock out.

    Berdasarkan data dari warehouse tersebut sistem akan mengkalkulasikan dan

    mengambil keputusan terhadap inventory.

    Untuk pengiriman barang dari warehouse ke user, maka dibantu oleh bagian

    transportation. Untuk lapangan offshore, pengiriman barang dilakukan tiap hari

    dengan menggunakan kapal angkut. Sedangkan untuk lapangan onshore. User dapat

    langsung mengambil barangnya di gudang.

    2.1.4. Kemampuan supplier / pemasok.

    Kemampuan pemasok menjadi faktor penting dalam kegiatan Inventory Management.

    Karena faktor ini behubungan erat dengan lead time dan biaya. Ada pemasok yang

    dapat mensuplai barang dengan harga rendah tapi lead time nya lama. Atau

    sebaliknya, mensuplai barang dengan lead time yang singkat tapi harga barang

    tersebut tinggi. Oleh karena itu maka inventory management harus dapat menentukan

    pemasok dengan harga yang rendah dengan lead time yang dapat diterima oleh user.

    Persyaratan utama untuk menjadi pemasok di Chevron Indonesi Company (CICO)

    adalah memenuhi kriteria Pedoman Tata Kerja 007 BP Migas. Seleksi dilakukan

    oleh pihak Procurement dan diawasi oleh internal perusahaan dan BP Migas.

    Pemasok dan agen tunggal bertugas untuk memasok barang ke Chevron, baik itu

    barang impor atau pun barang lokal. Perbedaan antara pemasok dengan agent tunggal

    dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

    Tabel 2.5. Perbedaan Pemasok dengan agen tunggal

    Kriteria Pemasok Agen tunggal Kemampuan suplai Lebih dari satu merek dagang Hanya satu merek dagang Sertifikasi Terkadang tidak memiliki

    sertifikasi dari pabrik Memiliki sertifikasi dari pabrik / agen resmi

    Sumber barang Dapat langsung dari pabrik atau melewati agen tunggal

    Dapat langung dari pabrik

    Harga Biasanya lebih tinggi dari harga pabrik

    Sesuai dengan harga pabrik

    Keberadaan Hampir di semua daerah terdapat pemasok

    Tidak di semua daerah terdapat agen tunggal

  • 37

    Pemasok akan mengirimkan barang ke gudang sesuai dengan jumlah barang yang

    ada di PO. Semua stok barang disimpan di dua gudang, yaitu Penajam dan Tanjung

    Santan. Masing-masing gudang melayani daerah yang berbeda. Tanjung Santan

    melayani daerah North. Namun, karena gudang di Penajam lebih besar, maka gudang

    tersebut selain melayani kebutuhan daerah South, juga melayani kebutuhan daerah

    North.

    2.1.5. Lead time

    Lead time dapat dikontrol dengan perencanaan yang matang. Apabila satu jenis

    barang membutuhkan waktu lama dalam proses pembuatannya, maka pemesanan

    atas barang tersebut harus dilakukan sedini mungkin, sehingga pada saat barang itu

    dibutuhkan dapat langsung dikirim atau permintaan dapat langsung terpenuhi.

    Lead time dapat dibagi menjadi tiga, yaitu

    Internal Lead time, waktu yang digunakan untuk proses internal, dimana termasuk di dalamnya adalah kegiatan

    o Inventory control process, dimana membutuhkan waktu paling lama tiga hari.

    o Procurement process, tergantung dari jenis kegiatannya, apakah itu Direct appointment, Direct selection atau Tender.

    Tabel 2.6.Waktu Proses Procurement No Proses Procurement Waktu Pengerjaan1 Tender 3-8 bulan2 Direct Selection (DS) 2-3 bulan3 Direct Appointment (DA) 2-6 minggu

    (Sumber : Contracting Plan Development Guideline, CRC (Contracting Review Committee), Chevron 2007)

    Supplier lead time, waktu yang dibutuhkan pemasok untuk menyediakan barang. Untuk supplier lead time berkisar antara 2 minggu (untuk barang

    lokal) sampai 6 bulan (untuk barang import).

    Forwarding lead time, waktu pengiriman barang dari Singapore ke Balikpapan. Untuk barang-barang import melalui kapan laut, biasanya akan transit dulu di

    Singapore (offsite). Kemudian barang tersebut akan dikirimkan melalui kapal

  • 38

    juga ke Balikpapan. Untuk jadual kapal dari Singapore ke Balikpapan dalam

    satu bulan 2 kali (atau setiap 15 hari sekali).

    Untuk perkiraan waktu pengerjaan proses procurement dapat dilihat pada Gambar

    2.6.

    Untuk waktu pengerjaan di atas tidak mengikat. Bisa saja waktu yang di butuhkan

    lebih lama atau lebih singkat tergantung dari

    Jenis barang, apakah barang umum atau khusus Asal barang, apakah impor atau lokal Ketersediaan pemasok, ada tidaknya pemasok untuk barang tersebut.

    Untuk lead time pada rumusan mencari ROP dan SS dihitung sejak Purchase Order

    (PO) dikeluarkan oleh buyer sampai barang diterima oleh warehouse.

    Gambar 2.6. Lead time dalam Proses Procurement

    Pre requisition

    Purchase Order

    Receive / accept

    Internal Lead time External Lead time

    Supplier lead time

    Procurement process

    Procurement Process

    LEAD TIME

    InventoryControl Process

    Forwarding lead time

    Usage Plan

  • 39

    2.1.6. Proses procurement

    Untuk melakukan proses procurement, seorang procurement specialist/buyer harus

    memilih proses procurement apa yang dilakukan berdasarkan besarnya nilai kontrak.

    Untuk kontrak di bawah Rp 50 juta, maka proses procurementnya adalah Direct

    Appointment (DA). Nilai kontrak antara Rp 50 juta sampai dengan 200 juta, proses

    procurementnya adalah Direct Selection (DS). Sedangkan nilai kontrak di atas Rp

    200 juta, prosesnya adalah Tender. Pemilihan ini berlaku untuk daerah operasi

    Sumatra (SMO) dan Kalimantan (KLO). Sedangkan untuk Geothermal (GPO)

    terdapat perbedaan pada nilai Direct Selection dan Tender. Untuk lebih jelasnya

    dapat melihat Tabel 2.7.

    Pada umumnya barang-barang yang distok di gudang adalah suku cadang. Untuk

    menjamin keaslian dari suku cadang tersebut, maka pembeliannya harus melalui

    agen resmi (solo agent). Terdapat pengecualian pada proses procurement suku

    cadang untuk stok, dimana nilai kontrak tidak mempengaruhi pemilihan proses

    procurement. Untuk semua suku cadang biasanya menggunakan proses procurement

    Direct Appointment (DA) atau Direct Selection (DS).

    Tabel 2.7. Panduan Pemilihan Proses Procurement

    (Sumber: Business Process Procedure (BPP) for Procurement IndoAsia, Chevron Dec 2006)

    Untuk satu kontrak procurement suku cadang, pembuatannya dilakukan awal tahun.

    Nilai kontrak dilihat dari pemakaian tahun lalu ditambahkan dengan usage plan dari

    user. Proses procurement DA paling lama tiga minggu. Sedangkan untuk DS paling

    lama tiga bulan. Sebagai contoh kita ambil proses procurement DS. Bulan januari

    proses pembuatan kontrak dilaksanakan. Tiga bulan kemudian diharapkan kontrak

    selesai dan pemasok siap mensuplai barang sampai akhir masa kontrak. Kontrak

  • 40

    akan berakhir jika mencapai periode waktu yang ditentukan atau nilai kontrak

    tercapai.

    Usage plan akan di review per kuartal. Apabila ada perubahan, maka pemasok akan

    segera diinformasikan. Apabila perubahan tersebut diprediksi akan mempercepat

    masa kontrak, maka procurement akan mempersiapkan kontrak baru. Lima bulan

    sebelum kontrak berakhir persiapan kontrak baru telah dilaksanakan.

    Gambar 2.7. Proses Pembuatan Kontrak.

    Usage Plan + Forecast Demand

    Blanked Order Contract dan

    Contracting Plan

    Jan

    Review Meeting for Forecast

    Demand

    April

    Review Meeting for Forecast

    Demand

    Agus

    Review Meeting for Forecast

    Demand

    Des

    Forecast correction

    Forecast correction

    Forecast correction

    Gambar 2.8. Kegiatan berdasarkan waktu

    2.1.7. Key Performance Indicator (KPI)

    KPI dapat digunakan sebagai alat kontrol terhadap kegiatan SCM. KPI dapat menjadi

    tolak ukur bagi kinerja untuk masing-masing bagian di SCM. Di dalam KPI juga

    terdapat target-target yang harus dicapai oleh masing-masing bagian.

    Pembuatan kontrak

    Jan

    Mar

    Kontrak selesai dibuat

    Kontrak berakhir

    Waktu pengorderan

    Review usage plan

    Review usage plan

    Apr Aug

    Des

    Persiapan kontrak

    baru

    JulProses procure

    ment

  • 41

    Inventory Control

    User Management

    SAR (Stock Availability Ratio) Target : o Critical = 99,99% o Non Critical = 95%

    IPR (Inventoryto Production Ratio) o Target = 0,5

    TOR (Turn Over Ratio) o Target = 2%

    Inventory Control memegang peranan penting dalam tercapainya tujuan dari

    inventory. Inventory control bertugas untuk

    Memenuhi permintaan dari User Mencapai target yang ditetapkan oleh Management

    Pada Gambar 2.9 terlihat bahwa posisi Inventory control berada di antara User dan

    manajemen. Pelayanan dari Inventory Control untuk User dan manajemen memiliki

    KPI tersendiri. Hubungan antara User dengan inventory control dapat dilihat dari

    nilai Stock Availability Ratio (SAR), dimana mengukur tingkat ketersediaan stok di

    gudang ketika suatu barang diminta oleh user. Selain itu ada juga Inventory to

    Production Ratio (IPR) dimana membandingkan antara jumlah inventory dengan

    jumlah produksi dalam satu periode. Sedangkan dari pihak manajemen berharap

    bahwa Inventory control harus memperhatikan nilai Turn Over Ratio (TOR). Posisi

    masing-masing KPI dapat dilihat pada Gambar 2.10.

    Dari kedua kepentingan tersebut Inventory Control diharapkan dapat menyediakan

    barang digudang pada level optimal sehingga kegiatan produksi tidak terganggu.

    Gambar 2.9. Posisi Inventory Control

  • 42

    Gambar 2.10 Posis KPI dalam Inventory Management di CICO

    Key Performance Indicator (KPI) untuk inventory yang selama ini digunakan untuk

    mengukur kinerja adalah:

    1. Turn Over Ratio (TOR)

    a. )_12__(__

    _monthslastInventorytotalAverage

    usageTotalTOR =

    b. Nilai TOR akan semakin baik apabila nilainya meningkat/naik.

    Dari Grafik 2.3 terlihat bahwa Inventory Turn Over Ratio satu tahun

    kebelakang menunjukkan penurunan. Hal ini berindikasi tidak baik karena

    umur dari barang-barang yang di inventory semakin lama sehingga terjadi

    penumpukan material di gudang. Selain itu, Inventory yang banyak

    mengambarkan adanya asset yang tidak produktif atau adanya penumpukan

    asset. Harapan dari BP MIGAS adalah rasio ini berada di angka dua.

    Inventory Turn Over Ratio

    -

    0.20

    0.40

    0.60

    0.80

    1.00

    1.20

    Jan'0

    6

    Feb'0

    6

    Mar'0

    6

    April'

    06

    May'0

    6

    June

    '06Ju

    li'06

    Agus

    '06

    Sep'0

    6Ok

    t'06

    Nov'0

    6

    Dec'

    06

    Jan'

    07

    month

    valu

    e

    TOR

    Grafik 2.6. Inventory Turn Over Ratio

    SAR

    TOR

    SL IPR

  • 43

    2. Stock Availability Ratio (SAR)

    Stock Availability Ratio ( SAR ) o

    itemTotalSOHitemTotalSAR

    __ =

    o SAR berbeda dengan Service Level Ratio (SLR) dimana SLR

    requestTotalfilledrequestTotalSLR

    ___=

    o SAR akan menjamin stok selalu tersedia o SAR akan membuat nilai investasi tinggi o Stock On Hand (SOH) harus ada, tidak boleh nol (0) o Semakin tinggi nilai SAR, maka semakin baik

    Data dari SAR dapat dilihat pada Grafik 2.4. Dari Grafik 2.4 terlihat bahwa SAR

    untuk Critical Items menurun. Ini terjadi karena banyaknya Stock On Hand (SOH)

    yang kosong. Target dari perusahaan sendiri adalah nilai SOH tidak boleh ada yang

    kosong. Nilai SAR yang menurun akan berpengaruh bagi kegiatan produksi. Karena

    untuk barang-barang critical items, apabila tidak tersedia di gudang, maka akan

    mengganggu jalannya produksi.

    SAR for Critical items

    80.00%

    82.00%

    84.00%

    86.00%

    88.00%

    90.00%

    92.00%

    Jan'0

    6

    Feb'0

    6

    Mar'0

    6

    April'

    06

    May'0

    6

    June

    '06Ju

    li'06

    Agus

    '06

    Sep'0

    6

    Okt'0

    6

    Nov'0

    6

    Dec'

    06

    Jan'

    07

    month

    Valu

    e

    Critical

    Grafik 2.7. SAR untuk Critical Items

  • 44

    SAR Non Critical items

    79.00%80.00%81.00%82.00%83.00%84.00%85.00%86.00%87.00%88.00%89.00%

    Jan'0

    6

    Feb'0

    6

    Mar'0

    6

    April'

    06

    May'0

    6

    June

    '06Ju

    li'06

    Agus

    '06

    Sep'0

    6Ok

    t'06

    Nov'0

    6

    Dec'

    06

    Jan'

    07

    month

    valu

    e

    Non Critical

    Grafik 2.8. SAR untuk Non Critical Items

    Nilai SAR untuk Non Critical Items cenderung naik. Ini dapat dilihat pada

    gambar di atas. Kondisi seperti ini sangat baik, karena diharapkan akan terus naik

    sehingga kegiatan-kegiatan pendukung dari produksi dapat berjalan dengan

    lancar.

    Target tahun 2007, Stock Available Ratio (SAR) adalah sebagai berikut

    Critical items = 99,9% Non Critical = 95%

    3. Inventory to Production Ratio (IPR)

    Inventoryto Production Ratio (IPR) o

    )_(Pr__($)__

    BOEoductionAnnualinventorytotalAverageIPR =

    o IPR dianggap baik apabila nilai nya turun o Apabila nilai produksi turun, diharapkan nilai dari total inventory

    juga turun

    Inventoryto Production Ratio (IPR) ini menunjukkan perbandingan antara

    nilai rata-rata inventory (12 bulan sebelumnya) terhadap produksi perusahaan.

    Dari gambar di bawah ini terlihat bahwa nilai IPR cenderung naik. Keadaan

    ini tidak baik, karena seperti kita ketahui bahwa produksi dari perusahaan

  • 45

    cenderung turun. Sedangkan nilai inventory cenderung naik. Hal ini lah yang

    menyebabkan kenapa nilai rasio ini cenderung naik.

    Melihat KPI di atas, Department Procurement khususnya Inventory control,

    menyadari bahwa harus ada perbaikan dalam hal inventory management.

    Terlebih lagi saat ini Chevron Indonesia Company (CICo) baru saja

    mengadopsi sistem Procurement baru yaitu JDE dan ARIBA. Di sistem baru

    ini Inventory control diharuskan untuk menghitung sendiri nilai Re-Order

    Point (ROP), Re-Order Quantity (ROQ) dan Safety Stock (SS). Dengan item

    stok yang begitu banyak, permintaan barang yang terus ada setiap hari, lead

    time yang tidak pasti dan kekurangan tenaga kerja, maka Inventory control

    diharapkan dapat selalu memantau semua stok dan melakukan pengorderan

    apabila stok tersebut telah mencapai ROP. Terlebih lagi untuk critical item

    dimana item ini tidak boleh stock out karena apabila itu terjadi, maka akan

    mengganggu jalannya operasional perusahaan

    Pihak perusahaan menargetkan bahwa nilai IPR adalah 0,5.

    Inventory to Production Ratio (IPR)

    -0.200.400.600.801.001.201.401.601.80

    Jan'0

    6

    Feb'0

    6

    Mar'0

    6

    April'

    06

    May'0

    6

    June

    '06Ju

    li'06

    Agus

    '06

    Sep'0

    6Ok

    t'06

    Nov'0

    6

    Dec'

    06

    Jan'

    07

    month

    valu

    e

    IPR

    Grafik 2.9. Inventory to Production Ratio (IPR)

    4. Service Level (SL)

    Pengukuran Service Level untuk melihat kinerja dari pemasok. Tetapi penulis

    tidak mendapatkan data mengenai service level yang ada sekarang ini. Satu hal

  • 46

    yang pasti, apabila pemasok terlambat mengirimkan barang, maka akan

    dikenakan penality atau denda.

    Sedangkan Service Level antara inventory management dengan user sudah

    terwakili oleh SAR. Dimana apabila SAR tinggi, maka dapat dipastikan SL tinggi.

    Tetapi tidak begitu sebaliknya, apabila SL tinggi belum tentu SAR tinggi.

    Rumusan dalam mencari SL adalah sebagai berikut:

    totalorderJumlahterpenuhiyangorderJumlahSL

    _____=

    2.1.8. Penggunaan teknologi

    Penggunaan teknologi dapat membantu kegiatan SCM. Dengan adanya internet dan

    sistem inventory management yang terintegrasi, maka semua pihak dapat memberi

    dan menerima informasi yang lebih akurat dan up to date.

    Saat ini, CICO menggunakan sistem baru yaitu JDE dan ARIBA. Sistem JDE

    digunakan untuk memasukkan order oleh User, memantau level inventory (SS, ROP,

    ROQ) oleh inventory control, memberikan informasi keadaan gudang oleh

    warehouse dan informasi mengenai barang (katalog barang). ARIBA digunakan oleh

    inventory control, buyer dan financial dalam mengatur pengorderan barang ke

    pemasok.

    Dengan infrastruktur IT yang cukup canggih, maka aliran informasi dari lapangan

    operasional yang berada di tengah laut dalam waktu singkat sampai ke meja

    inventory control atau buyer. Begitu juga koordinasi antar bagian di dalam CICO dan

    antar CICO dengan perusahaan Chevron lainnya.

    2.1.9. ROP, ROQ dan SS

    Ada tiga indikator yang harus dianalisis dalam mempertahankan level dari inventory,

    yaitu

  • 47

    a. Safety Stock (SS) adalah jumlah minimum yang harus tersedia di gudang

    setiap saat.

    Safety Stock = z x STD x L b. Re-Order Point (ROP) adalah titik dimana stock level harus segera diisi

    kembali dengan mengorder stok pengganti. CICO menetapkan ROP dengan

    skenario Continuous Review Policy. Dalam skenario continuous Review

    Policy, ada beberapa asumsi, yaitu

    Permintaan perhari bersifat random dan mengikuti pola distribusi normal. Dengan kata lain, kita mengasumsikan probabilistic dari perkiraan

    permintaan perhari mengikuti bell-shaped curve. Catatan kita dapat melihat

    normal permintaan dari rata-rata dan standard deviasinya.

    Setiap pemesanan barang ke pemasok atau manufaktur, maka si pemesan membayar biaya tetap sebesar K ditambah dengan biaya berdasarkan berapa

    banyak dia memesan.

    Inventory holding cost dibebankan kepada setiap unit perwaktu. Ketika order dari konsumen tiba dan tidak ada barang yang dipesan tersebut

    di inventory untuk memenuhinya, maka order tersebut batal.

    Distributor menentukan service level yang di butuhkan. Service level ini adalah probabilitas dari non stoking out selama lead time.

    Untuk skenario ini, metode yang cocok dipakai adalah s dan S policy, yaitu Re-Order Point (s) dan Order-Up to Level (S), dimana ketika level inventory

    dibawah level s, maka distributor akan melakukan pengorderan barang

    untuk mencapai level S.

    Datadata yang diperlukan: o AVG = rata-rata permintaan o STD = standard deviasi dari permintaan o L = Replenishment lead time dari pemasok. Untuk kasus di CICO, lead

    time dihitung dari PO dikeluarkan oleh procurement sampai dengan

    barang diterima oleh warehause.

    o H = Holding cost per unit o = Service Level. Menunjukkan probabilitas dari stoking out = 1-

    Rata-rata permintaan selama lead time = L x AVG Re-order Point (s) =

  • 48

    L x AVG + z x STD x L

    Economic lot size (Q) =

    Order-up-to-level (S) S = Q + s

    Average inventory level LzxSTDxQ +

    2

    (Sumber: Simchi-Levi, David, Kaminsky, Philip & Simchi-levi, Edith, 2003, p.58-60)

    Grafik 2.10. Continues Review policy

    Re-Order Quantity (ROQ) adalah kuantiti / jumlah yang harus diorder ketika stock level mencapai ROP. Re-Order Quantity (ROQ), dimana di

    hitung dengan beberapa cara:

    o Manual, untuk barang-barang yang penggunaannya dalam jumlah kecil atau jarang

    o Economic Order Quantity (EOQ) , EOQ dilakukan untuk barang-barang dengan kuantitas besar dan

    pemakaian berulang. Economic Order Quantity (EOQ) atau yang biasa

    di pakai sistem CICO adalah Re-Order Quantity (ROQ)

    memperhitungkan 3 aspek, yaitu:

    Ratarata pemakaian (D) Order cost (K) Holding cost (h)

    hKxAVGQ 2=

    Time

    Inve

    ntor

    y Le

    vel

    S

    s

    0

    LeadTimeLeadTime

    Inventory Position

    Time

    Inve

    ntor

    y Le

    vel

    S

    s

    0

    LeadTimeLeadTime

    Inventory Position

    hKDEOQ 2=

  • 49

    Grafik 2.11. Pola pemesanan

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    140

    160

    0 500 1000 1500

    Order Quantity

    Cos

    t

    Grafik 2.12. Quantity terhadap Cost

    o Material Request Planning (MRP), apabila ada suatu kegiatan dimana memerlukan beberapa item barang untuk mendukungnya. MRP dipergunakan

    untuk kegiatan maintenance. Contohnya: Apabila satu mesin akan di overhaul

    setelah pemakaian 80.000 jam kerja, maka semua item yang akan digunakan

    untuk overhaul secara otomatis akan di pesan sebelum kegiatan tersebut.

    Dalam prakter sehari-hari, untuk item yang baru akan distok, maka nilai ROP dan

    ROQ dilihat dari nilai maksimal dan minimal pemakaian oleh user. Nilai maksimal

    dan minimal pemakaian oleh user akan didapat dari User sendiri ketika mengisi form

    untuk permintaan item untuk distok. Sedangkan untuk stok yang sudah memiliki data

    pemakaian masa lalu, nilai SS, ROP dan ROQ didapat dari kalkulasi menggunakan

    rumus di atas.

    Nilai SS, ROP dan ROQ harus selalu dievaluasi. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat

    apakah nilai-nilai parameter tersebut masih mencerminkan keadaan sebenarnya.

    Tetapi, Inventory control jarang mengevaluasi nilai ROP, ROQ dan SS tersebut.

    Time

    Inventory

    OrderSize

    Note: No Stockouts Order when no inventory Order Size determines policy

    Avg. Inven

  • 50

    Akibatnya dapat telihat dari adanya stok surplus. Salah satu contoh dapat dilihat pada

    kasus di bawah ini.

    Tabel 2.8. Nilai SS, ROP dan ROQ.

    Code SS ROP ROQ976 400 600 600

    53256 20 28 28 Nilai SS, ROP dan ROQ di atas didapat dari sistem dan merupakan hasil kalkulasi

    dari kebutuhan 3 tahun yang lalu. Penulis mencoba mensimulasikan nilai-nilai

    parameter di atas dan didapat hasil seperti grafik di bawah ini. Asumsi persediaan

    awal pada bulan pertama adalah ROP + ROQ.

    976

    0

    200

    400

    600

    800

    1000

    1200

    1400

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

    Bulan

    Jum

    lah 976

    ROPQ

    Grafik 2.13. Simulasi ROP, Q untuk 976

    53256

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

    periode

    Jum

    lah Level Inventory

    ROP

    Q

    Grafik 2.14. Simulasi ROP,Q untuk 53256

    Dari grafik simulasi di atas nilai ROP untuk 976 adalah 600. Apabila level inventory

    telah mencapai ROP, maka inventory control akan mengorder barang sebesar ROQ,

    yaitu 600 buah. Lead time untuk 976 adalah setengah bulan (14 hari). Setelah 14 hari,

    Order barang Order barang

    Order barang

    Barang datang Barang datang

    Barang datang

  • 51

    maka level inventory akan bertambah sebesar 600 buah. Begitu juga dengan 53256,

    apabila level inventory mencapai titik ROQ, yaitu 28, maka inventory control akan

    mengorder barang sebanyak 28 buah. Dengan lead time 6 bulan, maka level

    inventory akan naik sebesar 28 buah setelah 6 bulan kemudian.

    Dengan simulasi di atas, maka terlihat bahwa nilai-nilai parameter tersebut tidak lagi

    mencerminkan keadaan saat ini. Untuk nilai Q, yaitu jumlah pemesanan barang,

    terlihat begitu besar. Penentuan nilai Q masih menggunakan data kebutahan yang

    lama. Hal ini dikarenakan metode forecast yang menggunakan jumlah kebutuhan

    periode lalu menjadi forecast untuk periode kedepan. Kebutuhan rata-rata periode

    sebelumnya dengan periode sekarang berubah dimana kebutuhan semakin kecil (lihat

    Gambar 2.11). Apabila kebutuhan semakin kecil, maka jumlah barang yang diorder

    juga makin kecil. Sesuai dengan rumusan EOQ. Begitu juga sebaliknya, apabila ada

    kenaikan kebutuhan rata-rata, maka jumlah barang yang diorder juga bertambah.

    Selain itu nilai standar deviasi untuk kebutuhan barang juga berubah. Apabila standar

    deviasi menurun, maka kita bisa menurunkan nilai SS dan ROP. Faktor lain yang

    juga dapat menurunkan nilai ROP adalah kebutuhan rata-rata. Apabila jumlah

    kebutuhan rata-rata menurun, maka nilai ROP juga bisa diperkecil/diturunkan. Nilai

    SS dan ROP yang lebih kecil akan membuat jumlah inventory berkurang.

    Gambar 2.11. Pengaruh SS, ROP dan ROQ terhadap jumlah inventory

    Gambar 2.12. Proses pengorderan

  • 52

    Apabila level inventory telah mencapai ROP, maka inventory control akan

    melakukan pengorderan (lihat Gambar 2.12). Untuk barang stok yang nilai Blanked

    Order Contract nya belum habis, maka inventory control dapat langsung

    mengeluarkan DO dan barang dikirim oleh pemasok. Jika nilai Blanked Order

    Contract nya sudah habis, maka inventory control akan meminta buyer untuk

    membuat kontrak baru melalui procurement proses. Begitu juga untuk new item.

    Buyer akan membuat kontrak baru melalui procurement proses. Setelah adanya

    kontrak baru, maka inventory control akan melalukan pengorderan dan barang

    dikirim oleh pemasok.

    2.2. Analisis Situasi Bisnis

    Dalam Inventory Management di Chevron Indonesia Company (CICO), terdapat dua

    kegiatan utama, yaitu pengadaan barang di gudang dan pendistribusian barang ke

    User.

    1. Bisnis Proses Pengadaan Barang di Gudang.

    Proses yang terjadi adalah sebagai berikut

    a. Awal proses pengadaan barang di gudang adalah Usage plan dari User.

    Usage plan berisi informasi perkiraan kebutuhan material dari kegiatan-

    kegiatan utama diluar kegiatan rutin. Kegiatan tersebut seperti

    New item, untuk suku cadang yang baru akan distok di gudang. Berisi informasi nilai maksimum, minimum dan pemakaian untuk satu tahun.

    Overhaul, jadual perbaikan mesin berdasarkan waktu kerja mesin (engine hours). Kegiatan ini rutin dilakukan apabila mencapai batas

    waktu kerja mesin. Tetapi mungkin tidak setiap tahun ada overhaul.

    Project, dimana kebutuhan material dalam jumlah tertentu dan pada waktu tertentu (proyek memiliki awal dan akhir periode).

    b. Untuk kebutuhan sehari-hari, perkiraan kebutuhan (forecast daily usage)

    dilakukan oleh inventory control dengan menggunakan jumlah total

  • 53

    pemakaian masa lalu. Usage plan dan daily usage plan akan menjadi

    input untuk proses macro demand forecast dan micro demand forecast.

    c. Proses selanjutnya adalah Macro demand forecasting yang dilakukan

    oleh inventory control. Pada macro demand forecasting ini, berisi

    informasi perkiraan jumlah material yang dibutuhkan untuk satu periode

    dalam satuan dollar. Jumlah material mencakup forecast daily usage

    dalam satu periode ditambah dengan kebutuhan dari usage plan. Macro

    demand forecasting merupakan dasar bagi Buyer dalam proses

    procurement untuk penentuan besarnya kontrak pada Blanket Order

    Contract.

    d. Blanked order contract merupakan kerjasama antara pihak CICO

    dengan pemasok, dimana harga material yang tetap dalam satu periode

    tertentu. Kontrak ini memiliki batasan sebesar nilai yang ada di Macro

    demand forecasting. Tetapi pihak Chevron tidak harus membeli

    sebanyak estimasi pada macro demand forecasting tersebut. Apabila

    tidak ada permintaan akan barang tersebut atau persediaan di gudang

    masih cukup, maka pemesanan tidak akan dilakukan.

    e. Micro demand forecasting, dimana inventory control melakukan

    forecast order untuk pemakaian rutin dalam satu periode waktu.

    Inventory control akan menetapkan Re Order Point (ROP), Re Order

    Quantity (ROQ) dan Safety Stock (SS). Semua parameter tersebut akan

    dimasukkan ke sistem. Sistem JDE dan ARIBA akan membantu

    inventory control dalam order plan. Apabila inventory level mencapai

    ROP, maka sistem akan memberi peringatan ke inventory control untuk

    mengeluarkan PR sejumlah ROQ.

  • 54

    Gambar 2.13 Bisnis Proses Pengadaan Barang di Gudang

    1

    2

    3

    4

  • 55

    f. Setelah adanya PR dan Blanked Order Contract, maka Buyer melakukan

    pengorderan barang ke pemasok dengan cara mengeluarkan Purchase

    Order (PO). Kegiatan ini akan terus dilakukan sampai nilai blanked

    order contract tercapai dan kontrak berakhir. Tetapi, lima bulan sebelum

    kontrak berakhir, buyer akan mempersiapakan kontrak baru. Kontrak

    baru akan berjalan begitu kontrak lama berakhir.

    Apabila barang yang diorder tidak tersedia blanked order contract, maka

    proses procurement dan purchasing akan digabungkan menjadi satu.

    Procurement akan mengeluarkan Purchase Order (PO) dan akan

    mengirimkannya ke pemasok.

    g. Setelah PO diterima supplier/pemasok, maka PO akan diproses. Barang

    akan dikirimkan ke warehouse setelah PO selesai diproses. Proses

    penagihan pembayaran akan paralel dengan pengiriman barang.

    h. Warehouse akan menerima barang dari pemasok dan menyimpannya di

    gudang. Untuk setiap barang masuk, warehouse akan mengupdate data

    di sistem sehingga jumlah stok di warehouse bertambah. Selanjutnya

    warehouse akan mendistribusikan barang tersebut sesuai dengan order

    dari user.

    Pada proses pengadaan barang di gudang, dana pembelian barang berasal dari

    budget Procurement. Apabila barang telah di ambil oleh user, maka bagian

    keuangan akan mengeluarkan tagihan ke user sesuai dengan jumlah barang

    yang diambil.

    2. Bisnis Proses untuk pendistribusian barang ke User.

    Apabila user membutuhkan barang, maka mereka akan mengeluarkan

    Warehouse Request (WR). WR akan di proses oleh warehouse. Apabila stok

    yang tersedia di gudang mencukupi WR, maka barang akan dikirimkan dari

    warehouse ke user. Setiap ada barang masuk atau keluar dari warehouse,

    maka pihak warehouse akan mengupdate data di sistem. Sistem kemudian

    akan memberi peringatan ke inventory control untuk melakukan pengorderan

    barang (kembali ke proses pengadaan barang di gudang) apabila level

    inventory mencapai ROP. Proses pendistribusian akan terus dilakukan

  • 56

    warehouse selama persediaan barang di gudang masih mencukupi permintaan

    user (WR). Pada saat barang diterima oleh user, maka user berkewajiban

    untuk mengupdate kesistem bahwasanya barang telah diterima. Jumlah stok

    di sistem akan berkurang secara otomatis.

    Gambar 2.14 Bisnis untuk Pendistribusian barang ke User.

    2.3 Pemetaan Permasalahan

    Pemetaan permasalahan yang ada pada Inventory management di CICO dapat dilihat

    pada Gambar 2.13 dan Gambar 2.14 dengan ditandai oleh bintang. Permasalahan

    tersebut adalah:

    5

  • 57

    1. Usage plan dan daily usage plan

    Gambar 2.15 Permasalahan Usage plan

    Masalah yang ada pada usage plan yaitu informasi kebutuhan material dari

    user kurang maksimal, hal tersebut terjadi karena

    Pengisian usage plan tidak selalu dilakukan, terutama untuk barang stok. Adanya kebutuhan stok untuk new item, overhaul (dimana tidak dilakukan

    tiap tahun) dan kegiatan proyek yang tidak diberitahu sebelumnya, maka

    inventory control tidak menambah jumlah forecast (lihat Gambar 2.15).

    Contohnya seperti kebutuhan untuk proyek yang tidak diinformasikan

    sebelumnya, maka pihak inventory control tidak bisa mempersiapkan

    pengorderan tepat waktu. Pada akhirnya stok untuk kebutuhan rutin

    dipakai untuk kebutuhan proyek. Penggunaan stok untuk kebutuhan proyek

    tadi akan tercatat di sistem sebagai kebutuhan rutin. Akibatnya, akan

    terjadi bias pada penentuan forecast untuk tahun depan karena

    menggunakan data kebutuhan rutin ditambah dengan kebutuhan proyek.

    Pada kenyataannya sehari-hari Inventory control melakukan forecast daily usage dengan hanya mengambil jumlah kebutuhan periode tahun lalu

    menjadi forecast untuk tahun depan. Metode pembuatan forecast daily

    usage seperti ini tidak akurat (tingkat akurasi rendah). Metode ini tidak

    memperhitungkan adanya perubahan kebutuhan, baik itu dari

    kecenderungan data masa lalu dan juga dari tingkat pemakaian barang pada

    masa datang. Oleh karena itu, apabila tingkat akurasi dari forecast daily

    usage rendah, maka akan berakibat untuk proses selanjutnya, yaitu macro

    demand forecasting.

  • 58

    Apabila ada perubahan kebutuhan barang stok di lapangan, maka user harus melaporkannya ke inventory control. Perubahan kebutuhan tersebut

    dapat saja terjadi karena kegiatan di lapangan yang tidak bisa

    dipastikan/uncertainty (seperti untuk kebutuhan cairan kimia yang

    tergantung dari keadaan alam. Apabila keadaan alam normal maka

    pemakaian normal. Apabila keadaan alam berubah, maka kebutuhan dapat

    berkurang atau bertambah). Selain itu perubahan jumlah mesin juga

    mempengaruhi jumlah kebutuhan suku cadang. Penambahan mesin tidak

    diinformasikan segera ke inventory control. Karena informasi tersebut

    tidak sampai ke inventory control, maka tidak akan ada koreksi terhadap

    forecast daily usage. Review meeting yang dilakukan untuk melakukan

    koreksi terhadap forecast yang telah dibuat. Pada pembuatan micro

    demand forecasting setiap kuartal tidak dilakukan karena kesibukan kerja

    User. Akibatnya tidak ada koreksi terhadap forecast yang dibuat. Barang

    yang diorder tetap dalam jumlah (ROQ) yang sama dengan tahun lalu.

    Apabila terjadi perubahan kebutuhan stok pada masa periode berjalan,

    tetapi perubahan tersebut tidak diinformasikan (karena tidak ada review

    meeting), maka parameter seperti SS, ROP dan ROQ tidak akan dievaluasi.

    Akibatnya inventory control akan memesan barang jumlah order (ROQ)

    yang berlebih dari jumlah kebutuhan aktual. Atau sebaliknya ada jumlah

    order yang tidak dapat memenuhi kebutuhan aktual (adanya stock out).

    Kedua situasi tersebut memberikan bukti bahwa tidak adanya review

    meeting membuat tingkat akurasi forecast rendah. Selain itu, akibat lain

    yang dapat dirasakan adalah peningkatan jumlah inventory di gudang.

    2. Macro Demand Forecasting

    Permasalahan yang ada dalam macro demand forecasting bersumber dari

    tingakat akurasi forecast daily usage yang rendah karena kesalahan dalam

    menggunakan metode forecasting. Metode forecast yang lama adalah jumlah

    kebutuhan tahun lalu menjadi dasar untuk forecast daily usage tahun depan.

    Tidak adanya koreksi mengenai jumlah kebutuhan tersebut membuat adanya

    kesalahan estimasi nilai kontrak (blanked order contract), baik itu estimasi

    yang berlebihan ataupun estimasi yang kurang. Dengan kata lain tingkat

    akurasi estimasi nilai kontrak rendah. Pada Grafik 2.15 dapat dilihat

    persentase pemakaian aktual blanked order contract dibandingkan estimasi

  • 59

    (data blanked order contract yang jatuh tempo tahun 2006). Dimana

    pemakaian aktual blanked order contract lebih kecil dari (

  • 60

    mengikat pemasok. Salah satu hal yang mungkin membuat pemasok tidak

    tertarik untuk melakukan kerja sama dengan CICO adalah mekanisme yang

    tidak mengikat, yaitu dalam hal pembelian minimum. Tidak adanya

    kewajiban membeli atau memenuhi kontrak yang telah dibuat membuat

    pemasok tidak tertarik melakukan kontrak jangka panjang. Di satu sisi,

    apabila pemasok menyetujui untuk melakukan blanked order contract, maka

    ia harus siap setiap saat apabila ada order dari CICO. Walaupun pemasok

    memang diberi waktu untuk pengadaan dan pengiriman barang, tetapi tidak

    jarang terjadi keterlambatan pengiriman. Apabila pemasok terlambat

    mengirimkan barang, maka akan dikenakan penalty/denda. Tetapi apabila

    CICO tidak memesan barang (atau pemesanan kurang dari perkiraan

    awal/nilai kontrak) maka tidak akan ada penalty/denda bagi CICO. Karena

    pembagian risiko yang tidak berimbang tersebut maka tidak semua pemasok

    bersedia melakukan blanked order contract. Akibatnya tidak semua barang

    stok dicover oleh Blanked Order Contract.

    Untuk barang yang tidak tercover oleh blanked order contractr, apabila

    inventory control mengeluarkan PR, maka proses procurement baru

    dilakukan (procurement berulang setiap ada PR). Akibatnya perlu waktu

    untuk pemenuhan order tersebut. Waktu yang dibutuhkan untuk proses

    procurement tidak dapat dipastikan (uncertainty) bisa lebih cepat atau malah

    lebih lama dari perkiraan. Semua tergantung dari kesiapan pemasok dan juga

    harga barang. Ketidakpastian internal lead time akan memperlambat proses

    selanjutnya, yaitu pemenuhan order (pengiriman barang). Pengiriman barang

    yang terlambat merupakan salah satu penyebab terjadinya stock out.

    Gambar 2.16. Permasalahan Demand Forecasting, Procurement Process, Delivery Goods

    dan Stock Available

  • 61

    4. Delivery Goods

    Untuk barang stok yang tidak tercover oleh blanked order contract, maka

    setiap ada PR akan dilakukan proses procurement. Lamanya proses

    procurement (internal lead time) tidak dapat dipastikan karena tergantung

    dari proses persetujuan (routing approval) dan kesiapan pemasok. Apabila

    proses procurement lebih cepat, maka pengiriman dapat segera dilakukan.

    Tetapi apabila prose procurement lebih lambat, maka pengirimanpun akan

    lebih lambat.

    5. Stock Available

    Salah satu faktor yang mempengaruhi Stock available adalah delivery time.

    Apabila delivery time tidak melebihi estimasi waktu pada perhitungan ROP,

    maka stock avaiable akan terus terjaga. Apabila melebihi dari estimasi, maka

    akan terjadi Stock out.

    Untuk mempermudah pemahaman, maka penulis mencoba memisahkan antara gejala

    dan masalah. Untuk itu dibuatlah peta akar masalah dan gejala yang dapat dilihat

    pada Gambar 2.17.

    Jumlah barang yang di order

    (ROQ) lebih sedikit dari kebutuhan

    aktual

    Jumlah barang yang di order

    (ROQ) lebih besar dari kebutuhan

    aktualJumlah yang di dibeli (ROQ) ke pemasok tetap memakai data

    yang lama (tidak ada koreksi ROQ)

    Kebutuhan untuk proyek diambil dari

    stok untuk kebutuhan rutin

    Setiap ada PR, maka kegiatan procurement

    dilakukan (procurment

    berulang)

    Pemasok tidak mempersiapkan barang sesuai jumlah kontrak pada periode

    berikutnya

    Tidak semua barang-barang

    stok dicover oleh Blanked Order

    Contract

    Jumlah inventory meningkat

    Tingkat kepercayaan

    pemasok terhadapa forecast

    menurun

    Estimasi nilai kontrak melebihi aktual kebutuhan

    dalam periode kontrak

    Estimasi nilai kontrak tidak mencukupi

    kebutuhan dalam periode kontrak

    Internal Lead time tidak bisa diprediksi

    (uncertainty)

    Barang terlambat datang

    Stock OUT

    Adanya penambahan kerja

    procurement karena kontrak

    habis tidak sesuai jadual

    Jumlah kebutuhan proyek dihitung

    menjadi kebutuhan rutin

    Adanya bias dalam penentuan

    forecast daily usage untuk tahun

    berikutnya

    Jumlah order yang tidak pasti

    Tidak ada koreksi ROP dan SS

    Nilai ROP dan SS terlalu tinggi

    Tidak mencapai nilai ekonomis

    (EOQ)

    Kelebihan stok pengamanan (tidak efektif)

    Jumlah kebutuhan rata-rata menurun

    tidak diperhitungkan

    Macro Demand Forecasting

    menggunakan data forecast daily usage dan usage plan yang masih kasar (akurasi

    rendah)

    Kebutuhan untuk proyek tidak di perhitungkan

    Koreksi terhadap forecast tidak

    dilakukan

    Perubahan jumlah kebutuhan di

    lapangan tidak diketahui

    Standar deviasi kebutuhan

    menurun tidak diperhitungkan

    Forecast daily usage plan hanya

    dari total daily usage tahun lalu (Metode forecast yang tidak tepat

    dan tingkat akurasi rendah)

    Tidak disiplin melakukan review

    meeting Usage Plan dan daily

    usage plan

    Pengisian usage plan tidak selalu

    dilakukan

    Akar masalah Gejala

    Kontrak jangka panjang yang

    kurang menarik untuk mengikat

    pemasok

    Gambar 2.17. Peta akar masalah dan gejala

  • 62

    Forecast Daily usage

    menggunakan metode yang tidak

    tepat

    Tingakat akurasi Forecast rendah

    Stock OUT

    Pengisian Usage Plan tidak selalu

    dilakukan

    Tidak disiplin melakukan Review

    Meeting Usage Plan

    Tidak adanya informasi

    perubahan kebutuhan di

    lapangan

    Tidak adanya koreksi Forecast dan Parameter

    Jumlah inventory meningkat

    Jumlah barang yang diorder tidak

    sesuai dengan kebutuhan

    Kelebihan stok pengamanan

    Kontrak jangka panjang yang

    kurang menarik untuk mengikat

    pemasok

    Tidak semua barang-barang

    stok dicover oleh Blanked Order

    Contract

    Procurement berulang

    Barang terlambat datang

    Gambar 2.18. Kesimpulan masalah yang akan dipecahkan

    Pada proyek akhir ini, penulis menfokuskan pada pemasalahan yang telah diuraikan.

    Untuk lebih jelasnya dapat melihat Gambar 2.18. Permasalahan yang dibahas adalah

    Pengisian usage plan Pelaksanaan review meeting Metode forecast untuk penentuan forecast daily usage Mekanisme Blanked Order Contract

    Dari permasalahan-permasalahan di atas, penulis mencoba membuat diagram

    keterkaitan antara permasalahan dilihat dari proses kerjanya, apakah dalam kebijakan

    (Policy), perencanaan (Planning), pelaksanaan (Execution), kontrol (Control) (lihat

    Gambar 2.19). Dari segi kebijakan, terlihat bahwa kebijakan dan peraturan perusahan

    berkaitan dengan Inventory management masih kurang.

    Dari segi perencanaan, aktifitas-aktifitas yang menyebabkan timbulnya permasalah

    diantaranya tidak disiplin melakukan review meeting usage plan perkuartal,

    pengisian usage plan tidak selalu dilakukan, metode forecast yang digunakan dalam

    penentuan daily usage tidak tepat sehingga tingkat akurasi forecastnya rendah. Satu

    hal lagi dalam perencanaan yang menimbulkan permasalah pada proses berikutnya

    adalah kontrak jangka panjang yang kurang menarik untuk mengikat pemasok.

    Pada saat pelaksanaanya, terdapat banyak kesalahan-kesalahan, baik yang dilakukan

    oleh user maupun inventory control. Secara garis besar, tidak adanya koreksi

  • 63

    terhadap forecast, parameter (SS, ROP dan ROQ) menyebabkan pengorderan tidak

    ekonomis dan adanya kelebihan stok pengamanan. Selain itu akibat kebutuhan

    proyek yang diperlakukan menjadi kebutuhan rutin pada periode berikutnya

    membuat jumlah inventory meningkat.

    Permasalahan berikutnya adalah ketika macro demand forecasting menggunakan

    data forecast daily usage yang tidak akurat, maka akan terjadi kesalahan dalam

    estimasi awal dari nilai kontrak jangka panjang. Selain itu karena tidak tertariknya

    pemasok melakukan blanked order contract, dimana tidak semua barang stok

    dicover oleh kontrak, membuat proses procurement dilakukan berulang untuk setiap

    adanya PR. Karena adanya kesalahan-kesalahan di atas, maka dampak yang dapat

    dirasakan adalah ketidaksiapan pemasok menerima order. Akibatnya pengiriman

    barang menjadi terlambat dan menyebabkan stock out.

    Dari Gambar 2.19 tersebut terlihat jelas bahwasanya apabila ada kekurangan dalam

    hal kebijakan atau dalam pembuatan rencana, maka dampak akan dirasakan pada saat

    pelaksanaannya sehari-hari. Kesalahan pada level atas (Policy dan planning) akan

    langsung membawa dampaknya ke level berikutnya (execution). Dampak yang

    paling jelas dan bisa diukur adalah stock out (Stock Available Ratio) dan peningkatan

    jumlah inventory.

  • 64