12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government, dalam arti hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance yang menyentuh berbagai bentuk kelembagaan, baik swasta, dunia usaha maupun masyarakat madani (civil society) (Rizal, 2007). Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumberdaya alam, finansial dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara (Rizal, 2007). Beberapa kalangan mendifinisikan kebijakan hanya sebatas dokumen-dokumen resmi, seperti perundang-undangan dan peraturan pemerintah, dan sebagian lagi mengartikan kebijakan sebagai pedoman, acuan, strategi dan kerangka tindakan yang dipilih atau ditetapkan sebagai garis besar atau roadmap pemerintah dalam melakukan kegiatan pembangunan (Rizal, 2007). Analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan (Dunn, 2003). Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politik tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu : penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan (Dunn, 2003). Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 membuktikan bahwa Sistem Ekonomi Konglomerasi (SEK) sudah tidak relevan lagi untuk dipertahankan. Pada era reformasi paradigma pembangunan perlu dirubah, pembangunan perlu ditujukan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir atau kelompok. Pembangunan harus dikembangkan dengan berbasiskan ekonomi domestik pada daerah tingkat dua (Kabupaten/Kotamadya). Di samping itu, tingkat kemandirian harus tinggi, adanya kepercayaan diri dan kesetaraan, meluasnya kesempatan berusaha dan pendapatan, parsitipatif, adanya persaingan sehat, keterbukaan atau

Jbptitbpp Gdl a 34223 2 2009ts 1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jbptitbpp Gdl a 34223 2 2009ts 1

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam

arti government, dalam arti hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula

governance yang menyentuh berbagai bentuk kelembagaan, baik swasta, dunia usaha

maupun masyarakat madani (civil society) (Rizal, 2007). Kebijakan pada intinya

merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung

mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumberdaya alam, finansial dan manusia

demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga

negara (Rizal, 2007). Beberapa kalangan mendifinisikan kebijakan hanya sebatas

dokumen-dokumen resmi, seperti perundang-undangan dan peraturan pemerintah,

dan sebagian lagi mengartikan kebijakan sebagai pedoman, acuan, strategi dan

kerangka tindakan yang dipilih atau ditetapkan sebagai garis besar atau roadmap

pemerintah dalam melakukan kegiatan pembangunan (Rizal, 2007).

Analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan

dalam proses pembuatan kebijakan (Dunn, 2003). Proses analisis kebijakan adalah

serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada

dasarnya bersifat politis. Aktivitas politik tersebut dijelaskan sebagai proses

pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling

bergantung yang diatur menurut urutan waktu : penyusunan agenda, formulasi

kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan (Dunn,

2003).

Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 membuktikan bahwa Sistem

Ekonomi Konglomerasi (SEK) sudah tidak relevan lagi untuk dipertahankan. Pada

era reformasi paradigma pembangunan perlu dirubah, pembangunan perlu ditujukan

untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir atau kelompok.

Pembangunan harus dikembangkan dengan berbasiskan ekonomi domestik pada

daerah tingkat dua (Kabupaten/Kotamadya). Di samping itu, tingkat kemandirian

harus tinggi, adanya kepercayaan diri dan kesetaraan, meluasnya kesempatan

berusaha dan pendapatan, parsitipatif, adanya persaingan sehat, keterbukaan atau

Page 2: Jbptitbpp Gdl a 34223 2 2009ts 1

2

demokrasi, pemerataan dan yang berkeadilan. Semua ini merupakan ciri-ciri

ekonomi rakyat yang harus dilakukan (Prawirokusumo, 2001).

Berdasarkan data dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada

tahun 2007 sebesar 18,9 juta orang bekerja pada sektor industri ritel dan diantaranya

berada pada sektor pasar tradisional yang terdiri dari 13.000 pasar tradisional dan

menampung lebih dari 12,5 juta pedagang kecil. Jumlah penyerapan tenaga kerja

pada sektor ritel merupakan sektor terbesar kedua dalam hal penyerapan tenaga kerja

setelah sektor pertanian yang mencapai 41,8 juta orang. Kondisi ini membuat industri

ritel berada pada posisi strategis dalam perkembangan ekonomi Indonesia, dan perlu

adanya perhatian khusus dari pemerintah dalam pengelolaan sektor ini.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.

420/MPP/Kep/10/1997 tentang pedoman dan pembinaan pasar dan pertokoan, pasar

diklasifikasikan berdasarkan kelas mutu pelayanan menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Pasar tradisional

Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah,

Swasta, Koperasi, atau Swadaya Masyarakat dengan tempat usaha berupa toko,

kios, los dan tenda, yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang kecil dan

menengah, dan koperasi, dengan usaha skala kecil dan modal kecil, dan dengan

proses jual beli melalui tawar-menawar.

2. Pasar Modern

Pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh Pemerintah, Swasta, atau

Koperasi yang dalam bentuknya berupa mal, supermarket, Departement Store

dan shoping centre dimana pengelolanya dilaksanakan secara modern, dan

mengutamakan pelayanan dan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada

disatu tangan, bermodal relatif kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti.

Permasalahan timbul ketika pemerintah mengeluarkan Keppres 96/2000

(yang kemudian diperbaharui dengan Keppres 118/2000) tentang “Bidang Usaha

yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu bagi

Penanaman Modal”, yang intinya penghapusan bisnis perdagangan eceran skala

besar (mall, supermarket, department store, pusat pertokoan/perbelanjaan) dan

perdagangan besar (distributor/ wholesaler, perdagangan ekspor dan impor) dari

negative list bagi penanaman modal asing (Priyono et.al., 2003). Dihapusnya bisnis

Page 3: Jbptitbpp Gdl a 34223 2 2009ts 1

3

2003 (Unit)

2004 (Unit)

2005 (Unit)

Hypermarket 43 68 83Pusat Perkulakan 24 22 23Supermarket 896 956 961Minimarket 4.038 5.604 6.272Convinience store 102 154 131Toko Tradisional 1.745.589 1.745.589 1.874.472

perdagangan eceran skala besar dan perdagangan besar dari negative list bagi

penanaman modal asing membuat pertumbuhan pasar modern meningkat pesat dan

mulai memberikan dampak negatif pada keberadaan pasar tradisional (Suryadarma,

2007).

Menurut penelitian lembaga AC Nielsen menunjukan perkembangan pasar

modern (supermarket, minimarket, hypermarket) mengalami peningkatan yang

sangat signifikan dari tahun ke tahunnya sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1.1

dibawah ini (Kuncoro, 2008):

Tabel 1.1 Jumlah Pusat Perdagangan di Indonesia

Sumber : AC Nielsen Indonesia (Kuncoro, 2008)

Semua ritel atau pedagang berusaha untuk mengelola usahanya secara efisien,

dan pada saat yang sama harus dapat memberikan konsumen dengan harga yang

lebih murah dari pada pesaingnya, efesiensi ini dapat dilakukan dengan

mengembangkan sistem atau saluran distribusi (Utami, 2006). Tambunan et.al.

(2004) menunjukkan bahwa dari sisi saluran distribusi antara pemasok dan retail di

Indonesia terdapat perbedaan antara retail modern dan retail tradisional. Untuk retail

tradisional rantai distribusinya relatif lebih panjang dari pada retail modern

khususnya barang-barang dari industri besar (Tambunan et.al., 2004). Perbedaan

saluran distribusi ini menimbulkan perbedaan harga antara retail tradisional dan

modern, yang menyebabkan lemahnya daya saing pasar tradisional terhadap pasar

modern (Tambunan et.al., 2004).

Tergesernya pasar tradisional disebabkan pula oleh meningkatnya taraf hidup

dan berubahnya gaya hidup masyarakat, ketika tingkat taraf hidup masyarakat

meningkat, disamping membutuhkan ketersediaan berbagai macam barang yang

lengkap dari kebutuhan primer hingga kebutuhan tersier, fasilitas pendukung seperti

kenyamanan, kebebasan, ataupun jaminan harga murah dan kualitas baik menjadi

Page 4: Jbptitbpp Gdl a 34223 2 2009ts 1

4

bahan pertimbangan masyarakat (Tambunan et.al., 2004). Suryana et.al. (2008)

menyebutkan bahwa berubahnya gaya hidup masyarakat atau konsumen sebagai

akibat dari meningkatnya taraf hidup menyebabkan pertumbuhan pasar modern

sangat pesat.

Berdasarkan fasilitas dan utilitas pasar tradisional dinilai tidak memadai dan

kurang terpelihara, selain itu tidak tersedianya listrik dan air yang cukup, tidak

tersedianya Tempat Pembuangan Sampah (TPS), kegiatan bongkar muat dengan

tenaga manusia, jalan pasar kotor karena terbuat dari paving block, tempat parkir

tidak terawat, warung dan restoran tidak terlokalisasi, fasilitas MCK kurang bersih,

dan cold storage belum tersedia (Mahendra, 2008).

Wiboonpongse dan Sriboonchitta (2006) menyebutkan faktor lain yang juga

menjadi penyebab kurang berkembangnya pasar tradisional adalah minimnya daya

dukung karakteristik pedagang tradisional, yakni strategi perencanaan yang kurang

baik, terbatasnya akses permodalan yang disebabkan jaminan (collateral) yang tidak

mencukupi, tidak adanya skala ekonomi (economies of scale), tidak ada jalinan kerja

sama dengan pemasok besar, buruknya manajemen pengadaan, dan ketidakmampuan

untuk menyesuaikan dengan keinginan konsumen (Suryadarma et.al., 2007).

Langkah atau upaya untuk mendukung usaha perdagangan dapat dilakukan dengan

strategi-strategi terpadu yang dapat dilakukan dengan pendekatan bauran ritel

(retailing mix), yang terdiri lokasi, pelayanan, merchandising, harga, suasana,

pedagang, dan metode promosi (Foster, 2008).

Selain berkembangnya pasar modern, kondisi distributor, kondisi pasar

(konsumen), faktor lainnya yang mempengaruhi berkembangnya pasar tradisional

adalah program dan regulasi dari pemerintah. Takaendengan et.al (2005)

mengidentifikasi bahwa kelembagaan yang menangani, keahlian, dan keterampilan

personil pengelolaan pasar merupakan salah satu faktor penting dalam

pengembangan pasar tradisional.

Pemberdayaan pasar tradisional perlu dilakukan karena fungsi dan peran

pasar tradisional yang strategis, karena selain menyerap tenaga kerja yang banyak,

pasar tradisional merupakan pangsa pasar utama penyerapan produk atau hasil-hasil

dari pertanian (Kuncoro, 2008). Jadi bila kondisi dan kontribusi pasar tradisional

Page 5: Jbptitbpp Gdl a 34223 2 2009ts 1

5

terus menurun, maka akan berpengaruh negatif pada sektor pertanian yang

merupakan penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.

Untuk itu perlu adanya suatu perancangan strategis dalam pembuatan

program dan regulasi untuk menanggulangi menurunnya peran pasar tradisional.

Salah satu proses proses dari perancangan manajemen strategis adalah pengamatan

lingkungan, yang terdiri dari lingkungan eksternal dan internal. Pengamatan

lingkungan eksternal untuk melihat kesempatan dan ancaman, pengamatan

lingkungan internal dilakukan untuk melihat kekuatan dan kelemahan. Faktor-faktor

strategis ini ini diringkas dengan singkatan SWOT, yaitu Strengths (kekuatan),

Weaknesses (kelemahan), Opportunity (kesempatan), dan Threats (ancaman)

(Wheelen dan Hunger, 2003).

Perancangan strategis pengembangan pasar tradisional perlu dilakukan karena

hal ini merupakan amanat dari UUD 1945 pasal 33 yang menyebutkan perekonomian

nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berpihak pada rakyat. Selaras dengan

pasal 33 UUD 1945, GBHN tahun 1999, butir II tentang arah kebijakan ekonomi

yang menyebutkan bahwa pemerintah harus melindungi para pengusaha kecil,

menengah dan koperasi dari persaingan yang tidak sehat. Dalam implementasi

program dan regulasi untuk pengembangan pasar tradisional ini menuntut peran

besar dari pemerintah daerah, menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah bahwa tanggung jawab yang paling utama dan pertama di era otonomi dalam

mensejahterakan masyarakat berada dipundak pemerintah daerah.

Pengembangan pasar tradisional di wilayah Kabupaten Cirebon harus

dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Cirebon khususnya Dinas Perindustrian dan

Perdagangan agar peran kontribusinya tidak tergeser oleh pasar modern, karena pada

sektor perdagangan tradisional ini menurut data dari BPS Kabupaten Cirebon tahun

2008 terdapat 261.684 orang atau sebesar 29,99% yang menggantungkan hidupnya

pada pasar tradisional. Jumlah ini merupakan persentasi terbesar diantara sektor-

sektor lain dalam hal penyerapan tenaga kerja.

Untuk itu perlu merumuskan suatu perancangan analisis kebijakan

pengembangan pasar tradisional untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh

pasar tradisional di Kabupaten Cirebon agar dapat bertahan dan berkembang

ditengah persaingan dengan pasar modern yang semakin ketat.

Page 6: Jbptitbpp Gdl a 34223 2 2009ts 1

6

Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan pasar tradisional telah banyak

dilakukan diantaranya :

• Priyono et.al. (2003), meneliti tentang dampak kehadiran pengecer besar terhadap

pengecer kecil (pasar tradisional) di Indonesia dengan menggunakan analisis

Cost-Benefit.

• Takaendengan et.al. (2005), meneliti tentang pengembangan sistem sanitasi pasar

di Manado. Penelitian ini menggunakan analisis kelembagaan sebagai dasar input

untuk matrik SWOT.

• Kuncoro (2008), meneliti strategi pengembangan pasar tradisional dan modern di

Indonesia pasca dikeluarkannya Perpres No. 112 Tahun 2007. Penelitian ini

dilakukan dengan cara analisis deskriptif.

• Suryadarma et.al. (2007), meneliti tentang dampak keberadaan supermarket

terhadap pasar dan pedagang ritel tradisional di daerah perkotaan di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan model Difference-in-Defference (DiD) dalam

menganalisis dampak keberadaan supermarket terhadap pasar tradisional.

• Megawati (2007), meneliti tentang pertumbuhan minimarket di Indonesia yang

berkembang pesat di daerah-daerah pemukiman. Analisis dilakukan berdasarkan

model kebutuhan dari Levy&Weitz.

• Mahendra (2008), meneliti tentang fasilitas dan utilitas pasar tradisional, dimana

utilitas terdiri dari lantai tempat lelang, lantai basah, lantai kering dan Cold

Storage. Sedangkan untuk utilitas terdiri dari: ketersediaan listrik, air, trotoar, jalan

masuk, tempat pembuangan sementara dan fork lift. Data-data yang didapat

diolah dengan menggunakan metode RRA, SWOT, dan SMART

• Saepina (2008), meneliti tentang efektifitas implementasi kebijakan perizinan

pendirian toko modern atau minimarket di Kabupaten Cirebon. Analisis

dilakukan berdasarkan model efektivitas implementasi kebijakan dari Wibawa.

• Shafwati et.al. (2007), meneliti tentang strategi peningkatan kualitas pelayanan

pasar puring di Kota Pontianak. menggunakan SWOT dan analisis kuadran.

Deskripsi mengenai penelitian-penelitian terdahulu terangkum dalam Tabel 1.2 di

bawah ini.

Page 7: Jbptitbpp Gdl a 34223 2 2009ts 1

7

Tabel 1.2. Posisi Penelitian

No. Judul Jurnal/Tesis Tahun Penulis Objek Teori Dasar / Model Tools/Metode 1. Analisis Cost-Benefit

Kehadiran Pengecer Besar

2003 Priyono, Tachman, Hendratno, Mundiharno, dan Putra

Bisnis Perdagangan Eceran di Indonesia : - Pengecer besar

(modern) - Pengecer kecil

(tradisional)

Analisis Cost-Benefit Analisis deskriptif

2. Evaluasi dan Penyususnan Strategi Peningkatan Sistem Sanitasi Pasar-Terminal Paal II Manado

2005 Takaendengan, Razif, dan Titah

Sistem Sanitasi Pasar-Terminal Paal II Manado

Analisis Kelembagaan SWOT

3. Strategi Pengembangan Pasar Modern dan Tradisional

2008 Kuncoro Pasar Modern dan Tradisional di Indonesia

Pengembangan kebijakan berdasarkan Perpres No. 112 Tahun 2007

Analisis deskriptif

4. Dampak Supermarket Terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia

2007 Suryadarma, Poesoro, Budiyati, Akhmadi, dan Rosfadhila

Pasar Tradisional di daerah perkotaan di Indonesia

- Difference-in- Difference (DiD)

- Ekonometrik

PPS

5. Pertumbuhan Mini Market Sebagai Salah Satu Pasar Modern

2007 Megawati Mini Market di Indonesia

Model kebutuhan dari Levy & Weitz

Analisis deskriptif

6. Analisis SWOT dan SMART Keragaman Fasilitas dan Utilitas Pasar di Indonesia

2008 Mahendra Fasilitas dan Utilitas Pasar di Indonesia

Fasilitas dan Utilitas pasar

- RAA - SWOT - SMART

Page 8: Jbptitbpp Gdl a 34223 2 2009ts 1

8

Tabel 1.2. Posisi Penelitian (Lanjutan)

No. Judul Jurnal/Tesis Tahun Penulis Objek Teori Dasar / Model Tools/Metode 7. Efektivitas Implementasi

Kebijakan Perizinan Pendirian Toko Modern atau Minimarket di Kabupaten Cirebon

2008 Saepina Minimarket di Kabupaten Cirebon

Model Efektifitas Implementasi Kebijakan

Analisis kualitatif

8. Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Pasar Puring di Kota Pontianak

2007 Syafwati dan Soemitro

Pasar Puring di Pontinak Analisis lingkungan internal dan eksternal

- SWOT - Analisis Kuadran

9. Perancangan Analisis Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional di Kabupaten Cirebon

2009 Firman Pasar Tradisional di Kabupaten Cirebon

- Analisis kebijakan (Starling)

- Manajemen strategi (David)

- Analisis Lingkungan (Wheelen&Hunger): 1. Eksternal 2. Internal

- Bauran Ritel - Competitive advantage

(Porter)

- IFE - EFE - IE - SWOT - AHP - 7S-Mackinsey

Page 9: Jbptitbpp Gdl a 34223 2 2009ts 1

9

1.2. Perumusan Masalah

Akar permasalahan dalam penelitian ini adalah perlunya identifikasi dan

analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pasar tradisional, baik itu

faktor internal maupun faktor eksternal dalam menghadapi persaingannya dengan

keberadaan pasar modern. Wheelen dan Hunger (2003) menyebutkan bahwa

lingkungan internal terdiri dari variabel-variabel (kekuatan-kelemahan) yang ada di

dalam organisasi, dan lingkungan eksternal terdiri dari variabel-variabel (peluang

dan ancaman) yang berada di luar organisasi.

Penelitian yang berkaitan dengan pasar tradisional telah dilakukan oleh

beberapa peneliti. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja pasar tradisional

telah diidentifikasi oleh penelitian Priyono et.al. (2003), Takaendengan et.al. (2005),

Suryadarma et.al. (2007), Kuncoro (2008), Megawati (2007), Mahendra (2008),

Saepina (2008), Shafwati et.al. (2007). Penelitian-penelitian tersebut belum dapat

menunjukkan secara jelas mengenai faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh

terhadap pengembangan pasar tradisional, baik itu faktor eksternal maupun internal.

Penelitian-penelitian yang ada belum dapat menggambarkan kondisi

lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan pasar

tradisional. Oleh karena itu, masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini

dikemukakan dalam pertanyaan penelitian berikut. Bagaimana merancang kebijakan

pengembangan pasar tradisional yang sesuai berdasarkan identifikasi faktor internal

dan eksternal.

Seluruh proses perumusan masalah penelitian ini terangkum dalam skema

yang terlihat pada Gambar 1.1. Proses perumusan masalah dalam penelitian ini

diawali dengan studi pendahuluan dan pencarian data awal. Kemudian dilanjutkan

dengan perumusan list of symptoms dan pendefinisian root causes, dan diakhiri

dengan perumusan masalah.

Studi pendahuluan dilakukan dengan mempelajari berbagai literatur untuk

memperoleh teori-teori mengenai analisis kebijakan dan konsep manajemen strategi.

Pencarian data awal dilakukan dengan cara pencarian berbagai informasi yang terkait

dengan kondisi pasar tradisional di Indonesia. Seluruh informasi yang diperoleh

kemudian dirangkum dalam bentuk list of symptoms. Berdasarkan gejala-gejala yang

Page 10: Jbptitbpp Gdl a 34223 2 2009ts 1

10

Studi LiteraturInformasi dan Fenomena

Pasar Tradisional

Priyono, et.al., 2003

“pengaruh negatif pasar

moder …”

Saepina, 2008

“lemahnya

pengawasan…”

Takaendengan, et.al.2005

“Peningkatan sistem

sanitasi..”

Kuncoro.2008

“Pengaruh pesatnya

perkembangan...”

Suryadarma, et.al.,2007

“Mengkur dampak

supermarket...”

Mahendra, 2008

“Fasilitas dan utilitas

pasar...”

Prawirokusumo., 2001

“Ekonomi rakyat, konsep,

kebijakan, …”

Foster, 2008

“Model strategi ritel…”

David, 2001

“Formulasi strategi dan

model lingkungan….”

Wheelen dan Hunger,

2003

“Konsep manajemen

strategi....”

Starling, 1988

“Langkah-lanhkag

kebijakan...”

Utami, 2006

“Manajemen ritel...”

Megawati, 2007

“Pertumbuhan

minimarket…”

Suryana, 2008

“Perubahan gaya hidup…”

Sopiah dan Syihabudhin,

2008

“Konsep bisnis ritel…”

Data potensi pasar

tradisional di Kab. Cirebon

(BPS Kab. Cirebon tahun

2008)

Data perkembangan pasar

modern dari AC Nielsen

dan kondisi pasar

tradisional (Kuncoro,

2008)

Menurunnya kontribusi

pasar tradisional

(KPPU, 2007)

Peran dan fungsi

pemerintah daerah

(UUD 1945, UU, dan

GBHN)

Sebanyak 29,99% penduduk Kabupaten Cirebon menggantungkan hidupnya pada sektor perdagangan khususnya pasar

tradisional, persentase ini merupakan yang tertinggi diantara sektor-sektor lainnya (BPS Kabupaten Cirebon tahun 2008)

Adanya penurunan kontribusi pemenuhan 51 kebutuhan sehari-hari dari pasar tradisional kepada masyarakat (KPPU, 2007)

Kondisi pasar tradisional pasar yang terkesan kumuh, dagangan yang kurang higienis, rendahnya kesadaran pedagang untuk

mengembangkan usahanya, dan belum optimalnya waktu operasi pasar (Kuncoro, 2008)

Berdasarkan data dari AC Nielsen tahun 2006, menunjukkan perkembangan pasar modern yang sangat pesat terutama

minimarket (Kuncoro, 2008)

Jalur distribusi yang panjang membuat harga jual pasar tradisional lebih mahal dari pada pasar modern

Berdasarkan UUD 1945 pasal 33, GBHN tahun 1999 butir ke II tentang arah kebijakan pemerintah yang harus berpihak pada

ekonomi kerakyatan.

Berdasarkan Undang-Undang no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bahwa tanggung jawab yang paling utama dan

pertama di era otonomi dalam mensejahterakan masyarakat berada dipundak pemerintah daerah

Informasi dan Data

Persaingan dengan pasar

modern semakin ketat

Kondisi pasar tradisional secara

fisik sangat tertinggal (kumuh

dan kotor)

Lemahnya pengawasan dan

peraturan yang berlaku

Terjadinya penurunan omzet

pasar tradisional

Minimarket yang tumbuh di

wilayah pemukiman

Harga dari pemasok lebih

tinggi

Rendahnya kesadaran pedagang

pasar tradisional untuk

mengembangkan usahanya

Perlindungan dan

pengembangan terhadap pasar

tradisional

Pasar tradisional akan tersingkir

bila tidak ada pengembangan

Akan banyak pengengguran

karena tersingkirnya pasar

tradisional

Peran dan Fungsi pemerintah

daerah (UU No. 32 tahun 2004)

Arah kebijakan ekonomi

Indonesia (UUD 1945, dan

GBHN)

Perlu adanya pembinaan

dan pengawasan terhadap

pasar tradisional dan

modern (Kuncoro, 2008)

Harga merupakan faktor

utama konsumen

memilih pasar tradisional

(Departemen

Perdagangan, 2007)

Bergesernya pola

konsumsi masyarakat

dari pasar tradisional ke

minimarket (Megawati,

2007)

List of Symptoms Analisis Symptoms Root Cause

Identifikasi dan analisis

faktor-faktor yang

mempengaruhi

pengembangan pasar

tradisional baik faktor

internal maupun faktor

ekaternal dalam menghadapi

persaingan dengan pasar

modern

BAGAIMANA MERANCANG KEBIJAKAN

PENGEMBANGAN PASAR TRADISIONAL YANG

SESUAI BERDASARKAN IDENTIFIKASI FAKTOR

INTERNAL DAN EKSTERNAL

Jalur distribusi pesar

tradisional dan modern

(Tambunan et.al.,2004)

ada, dapat dirumuskan root causes, dan akhirmya dapat dirumuskan permasalahan

yang menjadi fokus penelitian.

Gambar 1.1 Skema Perumusan Masalah

Page 11: Jbptitbpp Gdl a 34223 2 2009ts 1

11

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Merancang strategi kebijakan pengembangan pasar tradisional di Kabupaten

Cirebon

2. Merumuskan usulan program-program implementasi dari strategi kebijakan

yang terpilih, sehingga strategi kebijakan yang terpilih dapat memecahkan

permasalahan pasar tradisional di Kabupaten Cirebon.

3. Mengkaji analisis persiapan organisasi pelaksana strategi, yaitu pada Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon.

1.4. Batasan Masalah

Penelitian mengenai perancangan strategi kebijakan ini akan sangat komplek

dan luas sehingga perlu dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Pasar tradisional yang akan dijadikan objek penelitian adalah pasar Pemda

Kabupaten Cirebon yang terdiri dari 8 (delapan) pasar.

2. Data penelitian diambil sampai dengan tahun 2008.

3. Strategi yang dirumuskan diasumsikan independen atau tidak saling

mempengaruhi.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam melakukan studi tugas akhir ini adalah sebagai

berikut :

Bab I. Pendahuluan

Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah yang berisi hal-

hal yang mendasari perlunya penelitian ini dilakukan, kemudian

perumusan masalah yang berisi pernyataan singkat mengenai inti

permasalahan yang akan diteliti serta tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini. Pada bab ini juga dibahas mengenai batasan yang

digunakan dan sistematika penulisan.

Bab II. Studi Literatur

Bab ini menjelaskan tentang teori pendukung dan penelitian-penelitian

sebelumnya yang berhubungan dengan perancangan strategi kebijakan,

Page 12: Jbptitbpp Gdl a 34223 2 2009ts 1

12

peran dan tugas pemerintah, faktor-faktor yang berpengaruh dalam

bisnis ritel pada umumnya dan pasar tradisional pada khususnya yang

digunakan sebagai dasar untuk pengembangan model penelitian, dan

tools yang akan digunakan dalam mengolah penelitian ini.

Bab III. Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan secara rinci tentang metode yang dipakai dalam

penelitian ini, meliputi persiapan penelitian, studi pendahuluan,

pengumpulan data, pengolahan dan analisis data sehingga sampai pada

suatu kesimpulan akhir.

Bab IV. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Bab ini merupakan bagian yang menguraikan tentang pengumpulan data

internal dan eksternal dari pasar tradisional di Kab. Cirebon dan metode

pengolahannya. Pengumpulan data ini terdiri dari data-data primer dan

sekunder mengenai kondisi lingkungan baik itu internal ataupun eksternal

dari pasar tradisional yang akan digunakan untuk menyusun matrik IFE,

EFE, IE dan SWOT untuk menformulasikan alternatif strategi, dan juga

dalam pengumpulan data ada data dari hasil penyebaran kuesioner untuk

menentukan bobot, nilai, dan alternatif strategi yang akan dipilih

menggunakan metode AHP.

Bab V. Analisis

Bab ini menjelaskan tentang analisis hasil pengolahan data dan

intepretasinya yang meliputi gambaran secara umum dari kondisi pasar

tradisional di Kab. Cirebon berdasarkan data internal dan ekternal, serta

membahas rekomendasi strategi yang terpilih dan mengkaji analisis

persiapan organisasi pelaksana strategi agar dapat lebih optimal dalam

pengimplementasian strategi.

Bab VI. Kesimpulan dan Saran

Bab penutup yang menyimpulkan hasil penelitian dan saran-saran yang

berkaitan dengan strategi kebijakan pengembangan pasar tradisional baik

saran kepada penelitian lebih lanjut maupun saran kepada pihak

pemerintah Kab Cirebon yang dalam hal ini adalah pihak yang

bertanggung jawab dalam pengelolaan pasar tradisional.