Upload
pher-thuk
View
97
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam
arti government, dalam arti hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula
governance yang menyentuh berbagai bentuk kelembagaan, baik swasta, dunia usaha
maupun masyarakat madani (civil society) (Rizal, 2007). Kebijakan pada intinya
merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung
mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumberdaya alam, finansial dan manusia
demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga
negara (Rizal, 2007). Beberapa kalangan mendifinisikan kebijakan hanya sebatas
dokumen-dokumen resmi, seperti perundang-undangan dan peraturan pemerintah,
dan sebagian lagi mengartikan kebijakan sebagai pedoman, acuan, strategi dan
kerangka tindakan yang dipilih atau ditetapkan sebagai garis besar atau roadmap
pemerintah dalam melakukan kegiatan pembangunan (Rizal, 2007).
Analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan
dalam proses pembuatan kebijakan (Dunn, 2003). Proses analisis kebijakan adalah
serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada
dasarnya bersifat politis. Aktivitas politik tersebut dijelaskan sebagai proses
pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling
bergantung yang diatur menurut urutan waktu : penyusunan agenda, formulasi
kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan (Dunn,
2003).
Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 membuktikan bahwa Sistem
Ekonomi Konglomerasi (SEK) sudah tidak relevan lagi untuk dipertahankan. Pada
era reformasi paradigma pembangunan perlu dirubah, pembangunan perlu ditujukan
untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir atau kelompok.
Pembangunan harus dikembangkan dengan berbasiskan ekonomi domestik pada
daerah tingkat dua (Kabupaten/Kotamadya). Di samping itu, tingkat kemandirian
harus tinggi, adanya kepercayaan diri dan kesetaraan, meluasnya kesempatan
berusaha dan pendapatan, parsitipatif, adanya persaingan sehat, keterbukaan atau
2
demokrasi, pemerataan dan yang berkeadilan. Semua ini merupakan ciri-ciri
ekonomi rakyat yang harus dilakukan (Prawirokusumo, 2001).
Berdasarkan data dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada
tahun 2007 sebesar 18,9 juta orang bekerja pada sektor industri ritel dan diantaranya
berada pada sektor pasar tradisional yang terdiri dari 13.000 pasar tradisional dan
menampung lebih dari 12,5 juta pedagang kecil. Jumlah penyerapan tenaga kerja
pada sektor ritel merupakan sektor terbesar kedua dalam hal penyerapan tenaga kerja
setelah sektor pertanian yang mencapai 41,8 juta orang. Kondisi ini membuat industri
ritel berada pada posisi strategis dalam perkembangan ekonomi Indonesia, dan perlu
adanya perhatian khusus dari pemerintah dalam pengelolaan sektor ini.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.
420/MPP/Kep/10/1997 tentang pedoman dan pembinaan pasar dan pertokoan, pasar
diklasifikasikan berdasarkan kelas mutu pelayanan menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Pasar tradisional
Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah,
Swasta, Koperasi, atau Swadaya Masyarakat dengan tempat usaha berupa toko,
kios, los dan tenda, yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang kecil dan
menengah, dan koperasi, dengan usaha skala kecil dan modal kecil, dan dengan
proses jual beli melalui tawar-menawar.
2. Pasar Modern
Pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh Pemerintah, Swasta, atau
Koperasi yang dalam bentuknya berupa mal, supermarket, Departement Store
dan shoping centre dimana pengelolanya dilaksanakan secara modern, dan
mengutamakan pelayanan dan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada
disatu tangan, bermodal relatif kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti.
Permasalahan timbul ketika pemerintah mengeluarkan Keppres 96/2000
(yang kemudian diperbaharui dengan Keppres 118/2000) tentang “Bidang Usaha
yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu bagi
Penanaman Modal”, yang intinya penghapusan bisnis perdagangan eceran skala
besar (mall, supermarket, department store, pusat pertokoan/perbelanjaan) dan
perdagangan besar (distributor/ wholesaler, perdagangan ekspor dan impor) dari
negative list bagi penanaman modal asing (Priyono et.al., 2003). Dihapusnya bisnis
3
2003 (Unit)
2004 (Unit)
2005 (Unit)
Hypermarket 43 68 83Pusat Perkulakan 24 22 23Supermarket 896 956 961Minimarket 4.038 5.604 6.272Convinience store 102 154 131Toko Tradisional 1.745.589 1.745.589 1.874.472
perdagangan eceran skala besar dan perdagangan besar dari negative list bagi
penanaman modal asing membuat pertumbuhan pasar modern meningkat pesat dan
mulai memberikan dampak negatif pada keberadaan pasar tradisional (Suryadarma,
2007).
Menurut penelitian lembaga AC Nielsen menunjukan perkembangan pasar
modern (supermarket, minimarket, hypermarket) mengalami peningkatan yang
sangat signifikan dari tahun ke tahunnya sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1.1
dibawah ini (Kuncoro, 2008):
Tabel 1.1 Jumlah Pusat Perdagangan di Indonesia
Sumber : AC Nielsen Indonesia (Kuncoro, 2008)
Semua ritel atau pedagang berusaha untuk mengelola usahanya secara efisien,
dan pada saat yang sama harus dapat memberikan konsumen dengan harga yang
lebih murah dari pada pesaingnya, efesiensi ini dapat dilakukan dengan
mengembangkan sistem atau saluran distribusi (Utami, 2006). Tambunan et.al.
(2004) menunjukkan bahwa dari sisi saluran distribusi antara pemasok dan retail di
Indonesia terdapat perbedaan antara retail modern dan retail tradisional. Untuk retail
tradisional rantai distribusinya relatif lebih panjang dari pada retail modern
khususnya barang-barang dari industri besar (Tambunan et.al., 2004). Perbedaan
saluran distribusi ini menimbulkan perbedaan harga antara retail tradisional dan
modern, yang menyebabkan lemahnya daya saing pasar tradisional terhadap pasar
modern (Tambunan et.al., 2004).
Tergesernya pasar tradisional disebabkan pula oleh meningkatnya taraf hidup
dan berubahnya gaya hidup masyarakat, ketika tingkat taraf hidup masyarakat
meningkat, disamping membutuhkan ketersediaan berbagai macam barang yang
lengkap dari kebutuhan primer hingga kebutuhan tersier, fasilitas pendukung seperti
kenyamanan, kebebasan, ataupun jaminan harga murah dan kualitas baik menjadi
4
bahan pertimbangan masyarakat (Tambunan et.al., 2004). Suryana et.al. (2008)
menyebutkan bahwa berubahnya gaya hidup masyarakat atau konsumen sebagai
akibat dari meningkatnya taraf hidup menyebabkan pertumbuhan pasar modern
sangat pesat.
Berdasarkan fasilitas dan utilitas pasar tradisional dinilai tidak memadai dan
kurang terpelihara, selain itu tidak tersedianya listrik dan air yang cukup, tidak
tersedianya Tempat Pembuangan Sampah (TPS), kegiatan bongkar muat dengan
tenaga manusia, jalan pasar kotor karena terbuat dari paving block, tempat parkir
tidak terawat, warung dan restoran tidak terlokalisasi, fasilitas MCK kurang bersih,
dan cold storage belum tersedia (Mahendra, 2008).
Wiboonpongse dan Sriboonchitta (2006) menyebutkan faktor lain yang juga
menjadi penyebab kurang berkembangnya pasar tradisional adalah minimnya daya
dukung karakteristik pedagang tradisional, yakni strategi perencanaan yang kurang
baik, terbatasnya akses permodalan yang disebabkan jaminan (collateral) yang tidak
mencukupi, tidak adanya skala ekonomi (economies of scale), tidak ada jalinan kerja
sama dengan pemasok besar, buruknya manajemen pengadaan, dan ketidakmampuan
untuk menyesuaikan dengan keinginan konsumen (Suryadarma et.al., 2007).
Langkah atau upaya untuk mendukung usaha perdagangan dapat dilakukan dengan
strategi-strategi terpadu yang dapat dilakukan dengan pendekatan bauran ritel
(retailing mix), yang terdiri lokasi, pelayanan, merchandising, harga, suasana,
pedagang, dan metode promosi (Foster, 2008).
Selain berkembangnya pasar modern, kondisi distributor, kondisi pasar
(konsumen), faktor lainnya yang mempengaruhi berkembangnya pasar tradisional
adalah program dan regulasi dari pemerintah. Takaendengan et.al (2005)
mengidentifikasi bahwa kelembagaan yang menangani, keahlian, dan keterampilan
personil pengelolaan pasar merupakan salah satu faktor penting dalam
pengembangan pasar tradisional.
Pemberdayaan pasar tradisional perlu dilakukan karena fungsi dan peran
pasar tradisional yang strategis, karena selain menyerap tenaga kerja yang banyak,
pasar tradisional merupakan pangsa pasar utama penyerapan produk atau hasil-hasil
dari pertanian (Kuncoro, 2008). Jadi bila kondisi dan kontribusi pasar tradisional
5
terus menurun, maka akan berpengaruh negatif pada sektor pertanian yang
merupakan penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia.
Untuk itu perlu adanya suatu perancangan strategis dalam pembuatan
program dan regulasi untuk menanggulangi menurunnya peran pasar tradisional.
Salah satu proses proses dari perancangan manajemen strategis adalah pengamatan
lingkungan, yang terdiri dari lingkungan eksternal dan internal. Pengamatan
lingkungan eksternal untuk melihat kesempatan dan ancaman, pengamatan
lingkungan internal dilakukan untuk melihat kekuatan dan kelemahan. Faktor-faktor
strategis ini ini diringkas dengan singkatan SWOT, yaitu Strengths (kekuatan),
Weaknesses (kelemahan), Opportunity (kesempatan), dan Threats (ancaman)
(Wheelen dan Hunger, 2003).
Perancangan strategis pengembangan pasar tradisional perlu dilakukan karena
hal ini merupakan amanat dari UUD 1945 pasal 33 yang menyebutkan perekonomian
nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berpihak pada rakyat. Selaras dengan
pasal 33 UUD 1945, GBHN tahun 1999, butir II tentang arah kebijakan ekonomi
yang menyebutkan bahwa pemerintah harus melindungi para pengusaha kecil,
menengah dan koperasi dari persaingan yang tidak sehat. Dalam implementasi
program dan regulasi untuk pengembangan pasar tradisional ini menuntut peran
besar dari pemerintah daerah, menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah bahwa tanggung jawab yang paling utama dan pertama di era otonomi dalam
mensejahterakan masyarakat berada dipundak pemerintah daerah.
Pengembangan pasar tradisional di wilayah Kabupaten Cirebon harus
dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Cirebon khususnya Dinas Perindustrian dan
Perdagangan agar peran kontribusinya tidak tergeser oleh pasar modern, karena pada
sektor perdagangan tradisional ini menurut data dari BPS Kabupaten Cirebon tahun
2008 terdapat 261.684 orang atau sebesar 29,99% yang menggantungkan hidupnya
pada pasar tradisional. Jumlah ini merupakan persentasi terbesar diantara sektor-
sektor lain dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Untuk itu perlu merumuskan suatu perancangan analisis kebijakan
pengembangan pasar tradisional untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh
pasar tradisional di Kabupaten Cirebon agar dapat bertahan dan berkembang
ditengah persaingan dengan pasar modern yang semakin ketat.
6
Penelitian-penelitian yang berhubungan dengan pasar tradisional telah banyak
dilakukan diantaranya :
• Priyono et.al. (2003), meneliti tentang dampak kehadiran pengecer besar terhadap
pengecer kecil (pasar tradisional) di Indonesia dengan menggunakan analisis
Cost-Benefit.
• Takaendengan et.al. (2005), meneliti tentang pengembangan sistem sanitasi pasar
di Manado. Penelitian ini menggunakan analisis kelembagaan sebagai dasar input
untuk matrik SWOT.
• Kuncoro (2008), meneliti strategi pengembangan pasar tradisional dan modern di
Indonesia pasca dikeluarkannya Perpres No. 112 Tahun 2007. Penelitian ini
dilakukan dengan cara analisis deskriptif.
• Suryadarma et.al. (2007), meneliti tentang dampak keberadaan supermarket
terhadap pasar dan pedagang ritel tradisional di daerah perkotaan di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan model Difference-in-Defference (DiD) dalam
menganalisis dampak keberadaan supermarket terhadap pasar tradisional.
• Megawati (2007), meneliti tentang pertumbuhan minimarket di Indonesia yang
berkembang pesat di daerah-daerah pemukiman. Analisis dilakukan berdasarkan
model kebutuhan dari Levy&Weitz.
• Mahendra (2008), meneliti tentang fasilitas dan utilitas pasar tradisional, dimana
utilitas terdiri dari lantai tempat lelang, lantai basah, lantai kering dan Cold
Storage. Sedangkan untuk utilitas terdiri dari: ketersediaan listrik, air, trotoar, jalan
masuk, tempat pembuangan sementara dan fork lift. Data-data yang didapat
diolah dengan menggunakan metode RRA, SWOT, dan SMART
• Saepina (2008), meneliti tentang efektifitas implementasi kebijakan perizinan
pendirian toko modern atau minimarket di Kabupaten Cirebon. Analisis
dilakukan berdasarkan model efektivitas implementasi kebijakan dari Wibawa.
• Shafwati et.al. (2007), meneliti tentang strategi peningkatan kualitas pelayanan
pasar puring di Kota Pontianak. menggunakan SWOT dan analisis kuadran.
Deskripsi mengenai penelitian-penelitian terdahulu terangkum dalam Tabel 1.2 di
bawah ini.
7
Tabel 1.2. Posisi Penelitian
No. Judul Jurnal/Tesis Tahun Penulis Objek Teori Dasar / Model Tools/Metode 1. Analisis Cost-Benefit
Kehadiran Pengecer Besar
2003 Priyono, Tachman, Hendratno, Mundiharno, dan Putra
Bisnis Perdagangan Eceran di Indonesia : - Pengecer besar
(modern) - Pengecer kecil
(tradisional)
Analisis Cost-Benefit Analisis deskriptif
2. Evaluasi dan Penyususnan Strategi Peningkatan Sistem Sanitasi Pasar-Terminal Paal II Manado
2005 Takaendengan, Razif, dan Titah
Sistem Sanitasi Pasar-Terminal Paal II Manado
Analisis Kelembagaan SWOT
3. Strategi Pengembangan Pasar Modern dan Tradisional
2008 Kuncoro Pasar Modern dan Tradisional di Indonesia
Pengembangan kebijakan berdasarkan Perpres No. 112 Tahun 2007
Analisis deskriptif
4. Dampak Supermarket Terhadap Pasar dan Pedagang Ritel Tradisional di Daerah Perkotaan di Indonesia
2007 Suryadarma, Poesoro, Budiyati, Akhmadi, dan Rosfadhila
Pasar Tradisional di daerah perkotaan di Indonesia
- Difference-in- Difference (DiD)
- Ekonometrik
PPS
5. Pertumbuhan Mini Market Sebagai Salah Satu Pasar Modern
2007 Megawati Mini Market di Indonesia
Model kebutuhan dari Levy & Weitz
Analisis deskriptif
6. Analisis SWOT dan SMART Keragaman Fasilitas dan Utilitas Pasar di Indonesia
2008 Mahendra Fasilitas dan Utilitas Pasar di Indonesia
Fasilitas dan Utilitas pasar
- RAA - SWOT - SMART
8
Tabel 1.2. Posisi Penelitian (Lanjutan)
No. Judul Jurnal/Tesis Tahun Penulis Objek Teori Dasar / Model Tools/Metode 7. Efektivitas Implementasi
Kebijakan Perizinan Pendirian Toko Modern atau Minimarket di Kabupaten Cirebon
2008 Saepina Minimarket di Kabupaten Cirebon
Model Efektifitas Implementasi Kebijakan
Analisis kualitatif
8. Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Pasar Puring di Kota Pontianak
2007 Syafwati dan Soemitro
Pasar Puring di Pontinak Analisis lingkungan internal dan eksternal
- SWOT - Analisis Kuadran
9. Perancangan Analisis Kebijakan Pengembangan Pasar Tradisional di Kabupaten Cirebon
2009 Firman Pasar Tradisional di Kabupaten Cirebon
- Analisis kebijakan (Starling)
- Manajemen strategi (David)
- Analisis Lingkungan (Wheelen&Hunger): 1. Eksternal 2. Internal
- Bauran Ritel - Competitive advantage
(Porter)
- IFE - EFE - IE - SWOT - AHP - 7S-Mackinsey
9
1.2. Perumusan Masalah
Akar permasalahan dalam penelitian ini adalah perlunya identifikasi dan
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pasar tradisional, baik itu
faktor internal maupun faktor eksternal dalam menghadapi persaingannya dengan
keberadaan pasar modern. Wheelen dan Hunger (2003) menyebutkan bahwa
lingkungan internal terdiri dari variabel-variabel (kekuatan-kelemahan) yang ada di
dalam organisasi, dan lingkungan eksternal terdiri dari variabel-variabel (peluang
dan ancaman) yang berada di luar organisasi.
Penelitian yang berkaitan dengan pasar tradisional telah dilakukan oleh
beberapa peneliti. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja pasar tradisional
telah diidentifikasi oleh penelitian Priyono et.al. (2003), Takaendengan et.al. (2005),
Suryadarma et.al. (2007), Kuncoro (2008), Megawati (2007), Mahendra (2008),
Saepina (2008), Shafwati et.al. (2007). Penelitian-penelitian tersebut belum dapat
menunjukkan secara jelas mengenai faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap pengembangan pasar tradisional, baik itu faktor eksternal maupun internal.
Penelitian-penelitian yang ada belum dapat menggambarkan kondisi
lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan pasar
tradisional. Oleh karena itu, masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini
dikemukakan dalam pertanyaan penelitian berikut. Bagaimana merancang kebijakan
pengembangan pasar tradisional yang sesuai berdasarkan identifikasi faktor internal
dan eksternal.
Seluruh proses perumusan masalah penelitian ini terangkum dalam skema
yang terlihat pada Gambar 1.1. Proses perumusan masalah dalam penelitian ini
diawali dengan studi pendahuluan dan pencarian data awal. Kemudian dilanjutkan
dengan perumusan list of symptoms dan pendefinisian root causes, dan diakhiri
dengan perumusan masalah.
Studi pendahuluan dilakukan dengan mempelajari berbagai literatur untuk
memperoleh teori-teori mengenai analisis kebijakan dan konsep manajemen strategi.
Pencarian data awal dilakukan dengan cara pencarian berbagai informasi yang terkait
dengan kondisi pasar tradisional di Indonesia. Seluruh informasi yang diperoleh
kemudian dirangkum dalam bentuk list of symptoms. Berdasarkan gejala-gejala yang
10
Studi LiteraturInformasi dan Fenomena
Pasar Tradisional
Priyono, et.al., 2003
“pengaruh negatif pasar
moder …”
Saepina, 2008
“lemahnya
pengawasan…”
Takaendengan, et.al.2005
“Peningkatan sistem
sanitasi..”
Kuncoro.2008
“Pengaruh pesatnya
perkembangan...”
Suryadarma, et.al.,2007
“Mengkur dampak
supermarket...”
Mahendra, 2008
“Fasilitas dan utilitas
pasar...”
Prawirokusumo., 2001
“Ekonomi rakyat, konsep,
kebijakan, …”
Foster, 2008
“Model strategi ritel…”
David, 2001
“Formulasi strategi dan
model lingkungan….”
Wheelen dan Hunger,
2003
“Konsep manajemen
strategi....”
Starling, 1988
“Langkah-lanhkag
kebijakan...”
Utami, 2006
“Manajemen ritel...”
Megawati, 2007
“Pertumbuhan
minimarket…”
Suryana, 2008
“Perubahan gaya hidup…”
Sopiah dan Syihabudhin,
2008
“Konsep bisnis ritel…”
Data potensi pasar
tradisional di Kab. Cirebon
(BPS Kab. Cirebon tahun
2008)
Data perkembangan pasar
modern dari AC Nielsen
dan kondisi pasar
tradisional (Kuncoro,
2008)
Menurunnya kontribusi
pasar tradisional
(KPPU, 2007)
Peran dan fungsi
pemerintah daerah
(UUD 1945, UU, dan
GBHN)
Sebanyak 29,99% penduduk Kabupaten Cirebon menggantungkan hidupnya pada sektor perdagangan khususnya pasar
tradisional, persentase ini merupakan yang tertinggi diantara sektor-sektor lainnya (BPS Kabupaten Cirebon tahun 2008)
Adanya penurunan kontribusi pemenuhan 51 kebutuhan sehari-hari dari pasar tradisional kepada masyarakat (KPPU, 2007)
Kondisi pasar tradisional pasar yang terkesan kumuh, dagangan yang kurang higienis, rendahnya kesadaran pedagang untuk
mengembangkan usahanya, dan belum optimalnya waktu operasi pasar (Kuncoro, 2008)
Berdasarkan data dari AC Nielsen tahun 2006, menunjukkan perkembangan pasar modern yang sangat pesat terutama
minimarket (Kuncoro, 2008)
Jalur distribusi yang panjang membuat harga jual pasar tradisional lebih mahal dari pada pasar modern
Berdasarkan UUD 1945 pasal 33, GBHN tahun 1999 butir ke II tentang arah kebijakan pemerintah yang harus berpihak pada
ekonomi kerakyatan.
Berdasarkan Undang-Undang no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bahwa tanggung jawab yang paling utama dan
pertama di era otonomi dalam mensejahterakan masyarakat berada dipundak pemerintah daerah
Informasi dan Data
Persaingan dengan pasar
modern semakin ketat
Kondisi pasar tradisional secara
fisik sangat tertinggal (kumuh
dan kotor)
Lemahnya pengawasan dan
peraturan yang berlaku
Terjadinya penurunan omzet
pasar tradisional
Minimarket yang tumbuh di
wilayah pemukiman
Harga dari pemasok lebih
tinggi
Rendahnya kesadaran pedagang
pasar tradisional untuk
mengembangkan usahanya
Perlindungan dan
pengembangan terhadap pasar
tradisional
Pasar tradisional akan tersingkir
bila tidak ada pengembangan
Akan banyak pengengguran
karena tersingkirnya pasar
tradisional
Peran dan Fungsi pemerintah
daerah (UU No. 32 tahun 2004)
Arah kebijakan ekonomi
Indonesia (UUD 1945, dan
GBHN)
Perlu adanya pembinaan
dan pengawasan terhadap
pasar tradisional dan
modern (Kuncoro, 2008)
Harga merupakan faktor
utama konsumen
memilih pasar tradisional
(Departemen
Perdagangan, 2007)
Bergesernya pola
konsumsi masyarakat
dari pasar tradisional ke
minimarket (Megawati,
2007)
List of Symptoms Analisis Symptoms Root Cause
Identifikasi dan analisis
faktor-faktor yang
mempengaruhi
pengembangan pasar
tradisional baik faktor
internal maupun faktor
ekaternal dalam menghadapi
persaingan dengan pasar
modern
BAGAIMANA MERANCANG KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN PASAR TRADISIONAL YANG
SESUAI BERDASARKAN IDENTIFIKASI FAKTOR
INTERNAL DAN EKSTERNAL
Jalur distribusi pesar
tradisional dan modern
(Tambunan et.al.,2004)
ada, dapat dirumuskan root causes, dan akhirmya dapat dirumuskan permasalahan
yang menjadi fokus penelitian.
Gambar 1.1 Skema Perumusan Masalah
11
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Merancang strategi kebijakan pengembangan pasar tradisional di Kabupaten
Cirebon
2. Merumuskan usulan program-program implementasi dari strategi kebijakan
yang terpilih, sehingga strategi kebijakan yang terpilih dapat memecahkan
permasalahan pasar tradisional di Kabupaten Cirebon.
3. Mengkaji analisis persiapan organisasi pelaksana strategi, yaitu pada Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon.
1.4. Batasan Masalah
Penelitian mengenai perancangan strategi kebijakan ini akan sangat komplek
dan luas sehingga perlu dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Pasar tradisional yang akan dijadikan objek penelitian adalah pasar Pemda
Kabupaten Cirebon yang terdiri dari 8 (delapan) pasar.
2. Data penelitian diambil sampai dengan tahun 2008.
3. Strategi yang dirumuskan diasumsikan independen atau tidak saling
mempengaruhi.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam melakukan studi tugas akhir ini adalah sebagai
berikut :
Bab I. Pendahuluan
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah yang berisi hal-
hal yang mendasari perlunya penelitian ini dilakukan, kemudian
perumusan masalah yang berisi pernyataan singkat mengenai inti
permasalahan yang akan diteliti serta tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini. Pada bab ini juga dibahas mengenai batasan yang
digunakan dan sistematika penulisan.
Bab II. Studi Literatur
Bab ini menjelaskan tentang teori pendukung dan penelitian-penelitian
sebelumnya yang berhubungan dengan perancangan strategi kebijakan,
12
peran dan tugas pemerintah, faktor-faktor yang berpengaruh dalam
bisnis ritel pada umumnya dan pasar tradisional pada khususnya yang
digunakan sebagai dasar untuk pengembangan model penelitian, dan
tools yang akan digunakan dalam mengolah penelitian ini.
Bab III. Metodologi Penelitian
Bab ini menjelaskan secara rinci tentang metode yang dipakai dalam
penelitian ini, meliputi persiapan penelitian, studi pendahuluan,
pengumpulan data, pengolahan dan analisis data sehingga sampai pada
suatu kesimpulan akhir.
Bab IV. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Bab ini merupakan bagian yang menguraikan tentang pengumpulan data
internal dan eksternal dari pasar tradisional di Kab. Cirebon dan metode
pengolahannya. Pengumpulan data ini terdiri dari data-data primer dan
sekunder mengenai kondisi lingkungan baik itu internal ataupun eksternal
dari pasar tradisional yang akan digunakan untuk menyusun matrik IFE,
EFE, IE dan SWOT untuk menformulasikan alternatif strategi, dan juga
dalam pengumpulan data ada data dari hasil penyebaran kuesioner untuk
menentukan bobot, nilai, dan alternatif strategi yang akan dipilih
menggunakan metode AHP.
Bab V. Analisis
Bab ini menjelaskan tentang analisis hasil pengolahan data dan
intepretasinya yang meliputi gambaran secara umum dari kondisi pasar
tradisional di Kab. Cirebon berdasarkan data internal dan ekternal, serta
membahas rekomendasi strategi yang terpilih dan mengkaji analisis
persiapan organisasi pelaksana strategi agar dapat lebih optimal dalam
pengimplementasian strategi.
Bab VI. Kesimpulan dan Saran
Bab penutup yang menyimpulkan hasil penelitian dan saran-saran yang
berkaitan dengan strategi kebijakan pengembangan pasar tradisional baik
saran kepada penelitian lebih lanjut maupun saran kepada pihak
pemerintah Kab Cirebon yang dalam hal ini adalah pihak yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan pasar tradisional.