15
22 IV. Hasil dan Pembahasan A. Sampling dan Isolasi Bakteri Bakteri dalam penelitian ini diisolasi dari Acropora nasuta (Gambar 2) hasil sampling di Taka Cemara, Karimunjawa, Jepara yang secara geografis berada pada 0,5’ 49’ 33,6” lintang selatan dan 110’ 25’ 25,9” bujur timur. Pigmen berwarna kuning dihasilkan setelah 24 jam masa inkubasi pada suhu 35°C di media Zobell 2216E Agar (Gambar 3). Gambar 2. Acropora nasuta hasil sampling di Taka Cemara, Karimunjawa, Jepara.

IV. Hasil dan Pembahasan€¦ · A. Sampling dan Isolasi Bakteri Bakteri dalam penelitian ini diisolasi dari . Acropora. nasuta (Gambar 2) hasil sampling di Taka Cemara, Karimunjawa,

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 22

    IV. Hasil dan Pembahasan

    A. Sampling dan Isolasi Bakteri

    Bakteri dalam penelitian ini diisolasi dari Acropora

    nasuta (Gambar 2) hasil sampling di Taka Cemara,

    Karimunjawa, Jepara yang secara geografis berada pada

    0,5’ 49’ 33,6” lintang selatan dan 110’ 25’ 25,9” bujur

    timur. Pigmen berwarna kuning dihasilkan setelah 24

    jam masa inkubasi pada suhu 35°C di media Zobell

    2216E Agar (Gambar 3).

    Gambar 2. Acropora nasuta hasil sampling di Taka Cemara, Karimunjawa, Jepara.

  • 23

    A B

    Gambar 3. Koloni bakteri hasil kultur pada Media Zobell 2216E Agar (a) dan Zobell 2216E cair (b).

    Sedangkan hasil pengamatan menggunakan

    mikroskop binokuler dengan perbesaran 1000×

    ditunjukkan pada Gambar 4. Pengamatan mikroskopis

    menunjukkan bahwa bakteri tersebut berbentuk coccus.

    Setelah dilakukan pengecatan gram dengan metode

    gram staining, terjadi perubahan warna koloni menjadi

    merah, sehingga diketahui bahwa bakteri berjenis gram

    negatif.

    Gambar 4. Hasil pengamatan koloni bakteri

    menggunakan mikroskop binokuler.

  • 24

    B. Polymerase Chain Reaction 16S rDNA

    Hasil pengecekan terhadap PCR 16S rDNA

    menunjukkan hasil positif dengan terdapatnya berkas

    DNA isolat bakteri dengan panjang basa yang sesuai yaitu

    sekitar 1.500 bp (Gambar 5).

    Gambar 5. Elektroforesis PCR 16s rDNA. M: Marker ; (+): positif

    kontrol; KJ5: Berkas DNA bakteri yang diisolasi dari Acropora

    nasuta dengan panjang basa 1.500 bp.

    C. Analisis Data BLAST Homologi

    Dari analisis sekuensing didapatkan susunan basa

    parsial 16S rDNA isolat bakteri dan kemudian

    dibandingkan dengan sekuen DNA pada basis data (data

    base) DNA (Altschul dkk., 1997). Hasil análisis BLAST

    menunjukkan bahwa bakteri yang berasosiasi dengan

    2.000

    1.000

    500

    M (+) (KJ5)

    2.000

    1.000

    500

  • 25

    Acropora nasuta memiliki homologi sebesar 96% dengan

    Erythrobacter flavus

    Tabel 1. Hasil penelusuran BLAST isolat bakteri KJ5

    Kode

    Bakteri Length Closest Relative Homology Accession

    KJ5 1440 bp Erythrobacter

    flavus 100 %

    NR_02524

    5.1

    Erythrobacter flavus strain LAMA 944 16S ribosomal RNA gene, partial sequence. Sequence ID: gb|KC583223.1|Length: 1338Number of Matches: 1

    Score Expect Identities Gaps Strand

    558 bits(302) 9e-156 314/326(96%) 0/326(0%) Plus/Plus

    Query 2 GCCCTTAGGTTCGGAATAACTCAGAGAAATTTGAGCTAATACCGGATAATGTCTTCGGAC 61 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||

    Sbjct 46 GCCCTTAGGTTCGGAATAACTCAGAGAAATTTGAGCTAATACCGGATAATGTCTTCGGAC 105

    Query 62 CAAAGATTTATCGCCTTTGGATGGGCCCGCGTAGGATTAGATAGTTGGTGGGGTAATGGC 121

    ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||

    Sbjct 106 CAAAGATTTATCGCCTTTGGATGGGCCCGCGTAGGATTAGATAGTTGGTGGGGTAATGGC 165

    Query 122 CTACCAAGTCGACGATCCTTAGCTGGTCTGAGAGGATGATCAGCCACACTGGGACTGAGA 181

    ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||

    Sbjct 166 CTACCAAGTCGACGATCCTTAGCTGGTCTGAGAGGATGATCAGCCACACTGGGACTGAGA 225

    Query 182 CACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGGCGAAAGCCT 241

    ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||

    Sbjct 226 CACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGGCGAAAGCCT 285

    Query 242 GATCCAGCAATGCCGCGTGAGTGATGAAGGNCTNANGGTTGTAAANNNCTTTTACCNNGG 301

    |||||||||||||||||||||||||||||| || | ||||||||| |||||||| ||

    Sbjct 286 GATCCAGCAATGCCGCGTGAGTGATGAAGGCCTTAGGGTTGTAAAGCTCTTTTACCAGGG 345

    Query 302 ATGATANNGACAGTACNNGGAGAATA 327

    |||||| |||||||| ||||||||

    Sbjct 346 ATGATAATGACAGTACCTGGAGAATA 371

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/219857656?report=genbank&log$=nucltop&blast_rank=1&RID=WFJGJN39015http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/219857656?report=genbank&log$=nucltop&blast_rank=1&RID=WFJGJN39015http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nucleotide/469615605?report=genbank&log$=nuclalign&blast_rank=2&RID=UBHAMHRM01R

  • 26

    Gambar 6. Pohon filogenetik antara isolat KJ5 dengan bakteri laut lainnya.

    Genus Erythrobacter ditemukan pertama oleh Shiba

    & Simidu (1982) yang pada awal penulisannya terdapat 8

    spesies : Erythrobacter longus (Shiba dan Simidu, 1982),

    Erythrobacter litoralis (Yurkov dkk., 1994), Erythrobacter

    citreus (Denner dkk., 2002), Erythrobacter flavus (dkk.,

    2003), Erythrobacter aquimaris (Yoon dkk., 2004),

    Erythrobacter seohaensis (Yoon dkk., 2005), Erythrobacter

    gaetbuli (Yoon dkk., 2005) dan Erythrobacter vulgaris

    (Ivanova dkk., 2005).

    Erythrobacter flavus merupakan bakteri gram

    negatif dengan koloni berwarna kuning, motil, halus,

    mengkilap, bulat, tidak berspora dan berbentuk cembung

    dengan diameter 10-15 mm setelah 3 hari kultivasi pada

    KB5 Isolate

    Erythrobacter flavus strain SW-46 16S ribosomal RNA, partial sequence

    Alpha proteobacterium B36 gene for 16S rRNA, partial sequence

    Sphingomonas phyllosphaerae strain FA2 16S ribosomal RNA gene, partial sequence

    Erythrobacter sp. MBIC4118 gene for 16S rRNA, partial sequence

    Erythrobacter flavus strain 2PR56-3 16S ribosomal RNA gene, partial sequence

    Erythrobacter citreus strain RKHC-1 16S ribosomal RNA gene, complete sequence

    Erythrobacter gaetbuli partial 16S rRNA gene, isolate AMV17

    KJ5

    http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-17http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-17http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-17http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-24http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-4http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-21http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-21http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-22http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-23http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-23http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-7

  • 27

    suhu 30°C. Bakteri ini tumbuh optimal pada suhu 30–

    37°C dengan pH optimal 6-7 (Yoon dkk., 2003)

    Hampir semua spesies yang termasuk ke dalam

    genus Erythrobacter mampu memproduksi pigmen dan

    beberapa diantaranya mampu memproduksi

    bakterioklorofil (BChl) a. Erb. longus dan Erb. litoralis

    dilaporkan mengandung bakterioklorofil (BChl) a dan

    karotenoid (Shiba dan Simidu, 1982; Yurkov dkk., 1994),

    namun pada spesies Erythrobacter lain tidak ditemukan

    BChl a (Denner dkk., 2002; Yoon dkk., 2003, 2004, 2005;

    Ivanova dkk., 2005). Spesies Erythrobacter mensintesis

    pigmen fotosintetik dalam kondisi aerob, namun mereka

    tidak mampu tumbuh anaerob meskipun dengan kondisi

    pencahayaan yang sama dengan bakteri fotosintesik

    lainnya (Shiba dan Simidu 1982).

    D. Isolasi β-karoten bakteri dengan ekstraksi

    Ekstraksi β-karoten bakteri dilakukan

    menggunakan pelarut aseton murni (Khalil dan

    Varananis, 1996). Ekstraksi bakteri dilakukan dengan

    menumbuhkan sampel bakteri ke dalam media padat

    Zobell sebanyak 10 petri. Dari hasil ektraksi pigmen

    bakteri dengan aseton diperoleh pigmen berwarna kuning

    dengan serapan ekstrak kasarnya pada gelombang 300-

    500 nm (Gambar 7). Berat basah sampel β-karoten

    http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-17http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-24http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-4http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-21http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-22http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-23http://ijs.sgmjournals.org/content/60/9/2215.full#ref-7

  • 28

    350 400 450 500 550

    0.0

    0.1

    0.2

    0.3

    0.4

    Ab

    so

    rba

    ns

    i (m

    AU

    )

    Panjang gelombang (nm)

    448

    476

    diperoleh 0,42 gram dengan kadar air 47,10%.

    Selanjutnya dilakukan identifikasi pigmen bakteri dan

    analisis kandungan pigmen dengan Kromatografi Cair

    Kinerja Tinggi.

    Gambar 7. Pigmen bakteri berwarna kuning hasil ekstraksi dengan aseton (A) ; Spektrum serapan ekstrak kasar pigmen

    dalam pelarut aseton (B).

    E. Analisis β Karoten dengan Kromatografi Cair

    Kinerja Tinggi (KCKT) dan Photo Diode Array

    (PDA)

    Analisis ekstrak aseton Erb. flavus dengan KCKT

    berhasil mengidentifikasi beberapa pita yang diketahui

    tergolong ke dalam pigmen fotosintetik dominan. Diantara

    beberapa puncak yang muncul tersebut terdapat 1

    puncak yang muncul pada menit-menit terakhir (60,24

    A B

  • 29

    0 20 40 60 80

    0

    20000

    40000

    60000

    80000

    100000

    Ab

    so

    rba

    ns

    i (m

    AU

    )

    Waktu Tambat (menit)

    350 400 450 500 550

    0.0

    0.1

    0.2

    0.3

    0.4

    0.5

    Ab

    so

    rban

    si

    (mA

    U)

    Panjang Gelombang (nm)

    448

    472

    menit) yang diidentifikasi sebagai β-karoten dengan

    puncak serapan (427),449,477 nm.

    Gambar 8. Kromatogram KCKT ekstrak pigmen Erb. flavus yang dideteksi pada panjang gelombang 450 nm (A);

    Gambar 2 dimensi ekstrak pigmen Erb. flavus (B); Spektrum serapan dari puncak pada waktu tambat 60,24

    min (C).

    C

    A

    B

  • 30

    250 300 350 400 450 500

    0.00

    0.05

    0.10

    0.15

    0.20

    0.25

    0.30

    379

    Panjang Gelombang (nm)

    Ab

    so

    rba

    ns

    i (m

    AU

    )

    375

    409

    413

    Untuk memperkuat hasil analisa, pigmen pada

    waktu tambat 60,24 yang diduga sebagai pigmen β

    karoten ditampung dan dikeringkan kemudian diukur

    spektrum serapannya menggunakan spektrofotometer

    UV-Tampak pada panjang gelombang 300-500 nm dengan

    beberapa pelarut yang berbeda (Gambar 9).

    Gambar 9. Pola spektra β-karoten pada panjang gelombang

    300-500 nm dengan pelarut aseton (..); etanol (--) dan heksana (-).

    Dari hasil analisa UV-Tampak dengan 4 jenis pelarut

    yang berbeda, terlihat bahwa pola serapan dan puncak

    maksimum spektra yang muncul hampir sama. Pola

    serapan dan puncak I, II, III, pigmen murni tersebut

    merupakan pola serapan β-karoten (Britton dkk., 1995;

    Hegazi dkk., 1998; Jeffrey dkk., 1997).

  • 31

    Tabel 2. Perbandingan panjang gelombang maksimum β-

    karoten pada beberapa pelarut

    Hingga saat ini belum ditemukan penelitian yang

    berhasil mengidentifikasi β-karoten pada Erb. flavus,

    namun Koblizek dkk. (2003) telah berhasil

    mengidentifikasi β-karoten dari genus Erythrobacter yaitu

    Erb.longus yang diisolasi dari Samudera Atlantik,

    Samudera Pasifik, Laut Mediterania dan Samudera

    Hindia. Kurang lebih 18 jenis pigmen berhasil

    diidentifikasi dari Erb. longus pada beberapa kondisi

    kultur yang berbeda. Karotenoid tersebut memiliki 3

    struktur yang sangat berbeda, yaitu bisiklik, monosiklik

    dan asiklik, dimana karotenoid golongan polar merupakan

    karotenoid dominan pada spesies tersebut (70% dari total

    karotenoidnya). Dibandingkan dengan bakteri fotosintetik

    lainnya, Erb. longus memiliki jumlah karotenoid yang

    Pelarut Aseton Etanol n-Heksana Eluent

    Britton dkk.,

    (1995)

    - 425,450, 478 - -

    Jeffrey dkk.,

    (1997)

    426,453,480

    (III/II=21%)

    427,449, 475 422,450,477

    (III/II=36%)

    425, 453, 476

    (III/II=22%)

    Hegazi dkk.,

    (1998)

    - - 425,449, 477 428,452, 476

    Hasil

    pengukuran

    429,451,480

    (III/II=20%)

    429,454,479

    (III/II=11%)

    426,450,476

    (III/II=33%)

    427,449, 477

    (III/II=13%)

  • 32

    lebih variatif (Takaichi dkk., 1990). Erb. longus memiliki

    Reaction Centers (RCs) dan B865 complexes (dimana tidak

    ada komplek pemanen cahaya lain pada spesies ini)

    (Shimada dkk., 1985). Oleh karenanya Erb. longus

    memiliki komposisi pigmen yang spesifik, yang tidak

    ditemukan pada bakteri fotosintetik lainnya. Total

    karotenoidnya jauh lebih banyak daripada

    bakterioklorofilnya, berbeda dengan bakteri fotosintetik

    lainnya yang perbandingan karotenoid dan

    bakterioklorofilnya sebanding (Takaichi dkk, 1990). β-

    karoten dan turunannya merupakan komponen

    karotenoid dominan pada mikroorganisme ini. Jenis

    pigmen tersebut sangat jarang ditemukan pada bakteri

    fotosintetik lainnya kecuali pada Rhodomicrobium vannielii

    dalam jumlah yang relatif sedikit (Ryvarden dan Liaaen-

    Jensen, 1964).

    Selain Erb. longus, Baskar dkk. (2010) juga berhasil

    mengidentifikasi β-karoten dari Streptomyces sp. yang

    diisolasi dari sponge. Kruqel dkk, (1999) juga melaporkan

    bahwa karotenoid golongan aromatik telah berhasil

    ditemukan pada spesies Streptomyces sp. yang lain. Pada

    Streptomyces sp. produksi karotenoid terjadi secara

    konstitutif dan tergantung pada cahaya (Koyama dkk.,

    1976).

  • 33

    Informasi mengenai jalur sintesis maupun beberapa

    gen yang terlibat dalam proses sintesis β-karoten pada

    genus Erythrobacter dapat kita temukan dalam genome

    database. Diantaranya adalah β carotene ketolase dan β

    carotene hydroxylase yang telah berhasil disekuen Oh

    dkk. (2009) dari spesies Erythrobacter litoralis HTCC2594.

    F. Kuantifikasi Kandungan β-Karoten

    Untuk menghitung kandungan pigmen β-karoten

    pada bakteri Erb. flavus, fokus area yang diambil yaitu

    pada tR 59,73 – 60,65 sesuai hasil analisa KCKT

    sebelumnya (Indrawati dkk., 2013).

    Tabel 3. Luas puncak, yield dan berat kering kandungan β-

    karoten

    Luas puncak rata-rata Y (µg/mL) C (µg/g berat kering)

    1166,17 12.64 56.74

    Dengan persamaan,

    Y = 0.0108X + 12.677

    Dimana :

    X = Luas puncak serapan

    Y = Konsentrasi (mikrogram/ml)

    Maka, Y = (0,0108 x 1166,1688) + 12,677

    Y = 12,59 + 12,64

    Y = 25,27 µg/0,5 mL

    Y = 12,64 µg/mL (2x pengenceran)

    Berat sampel basah adalah 0,421 gr,

  • 34

    Jadi, Yield = 12,64 µg/0,42 gr atau 30,01 g/g

    Jika kadar air sampel 47,10% maka :

    Yield = 30,01 µg/0,53 g berat kering

    = 56,74 µg/1 g berat kering

    Jadi berat kering β-karoten Erb. flavus adalah 56,74 µg/

    g berat kering

    Jumlah kandungan β-karoten yang dihasilkan Erb.

    flavus ini masih dibawah kandungan β-karoten yang

    mampu diproduksi oleh Dunaliella salina yang berkisar

    10% dari berat keringnya (Prieto dkk., 2011). Selain dari

    golongan mikroalga, fungi dari jenis wild type Phycomyces

    blakesleeanus juga dilaporkan mampu mensintesis β-

    karoten sekitar 0.05 mg/g berat kering dalam kondisi

    normal, dan bahkan mencapai 10 mg untuk tipe mutant-

    nya (Murillo dkk., 1978). Sedangkan untuk fungi jenis

    Blakeslea trispora, dengan stimulasi seksual pada jalur

    biosintesis karotenoidnya, mampu meningkatkan

    produksi β-karoten hingga 35 mg/g (Mehta dkk., 1997).

    Namun demikian, kandungan karotenoid pada Erb. flavus

    ini masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan

    Streptomyces sp. yang hanya mampu memproduksi β-

    karoten 4,88 µg per 100 gram (Baskar dkk., 2010).

    Meskipun jumlah kandungan β-karoten yang

    dihasilkan Erb. flavus masih relatif sedikit, bakteri

    tersebut sangat berpotensi dalam menghasilkan β-

  • 35

    karoten. Optimasi pada kondisi kultur dan lingkungannya

    bisa dilakukan untuk mengoptimalisasi produksi β-

    karoten pada Erb. flavus. Choudhari dan Singhal (2008)

    berhasil mengoptimalisasi produksi β-karoten pada

    Blakeslea trispora hingga 1,209 μg/mL dengan

    menambahkan laktosa sebagai sumber karbon. Laktosa

    dapat dengan mudah diasimilasi pada jalur metabolis β-

    karoten, begitupula dengan glukosa. Beberapa teknologi

    juga telah digunakan untuk kultivasi Dunaliella sp. secara

    komersial (Ben-Amotz, 1993). Ketika Dunaliella sp

    ditumbuhkan pada kondisi terbatas, β-karoten dalam

    jumlah besar berhasil disintesis dan diakumulasi

    (Borowitzka dkk., 1984). Muthukannan dkk. (2010) juga

    berhasil mengoptimalisasi produksi β-karoten Dunaliella

    sp dengan mengoptimasi parameter kondisi kulturnya

    seperti pH dan intensitas cahaya. Parameter tersebut

    sangat bermanfaat untuk megetahui kadar nutrisi yang

    digunakan pada medium pertumbuhannya (De walne’s

    medium) (Oreset dan Young, 1999).

    Selain itu, dengan rekayasa genetika, Sacharomyces

    cerevisiae juga dilaporkan mampu meningkatkan

    produksi β-karotennya hingga 200% dengan optimasi

    spesifik gen crtI dan crtY (Li dkk., 2013). Misawa dkk.

    (1991) juga berhasil menyisipkan gen crtB, crtE, crtI, crtY

    dari Erwinia uredovora yang mengkode sitesis β-karoten

  • 36

    ke dalam Zymomonas mobilis dan Agrobacterium

    tumefaciens. Dari penelitian tersebut diperoleh bahwa

    Z.mobilis dan A.tumefaciens memiliki koloni berwarna

    kuning dan mampu memproduksi β-karoten hingga 220

    µg untuk Z. mobilis mutan dan 350 µg untuk mutan

    A. tumefaciens per gram berat kering pada fase stationer di

    medium cair.

    Dengan menambahkan mineral atau sumber

    karbon lain pada medium kultivasi, mengoptimasi

    parameter pertumbuhan seperti pH, intensitas cahaya

    dan suhu optimal pertumbuhan kultur maupun

    melakukan rekayasa genetika pada jalur biosintesis β-

    karoten diharapkan bisa menjadi solusi untuk

    meningkatkan produksi β-karoten pada Erb. flavus.