Upload
doanduong
View
288
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
ISTILAH-ISTILAH KESENIAN REOG
DI KABUPATEN BOYOLALI
(SUATU KAJIAN ETNOLINGUISTIK)
i
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
Menempuh Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh :
WITDAYATI
NIM C0104045
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa memiliki satu fungsi utama yaitu sebagai alat komunikasi. Bahasa
sebagai alat komunikasi guna mengungkapkan pikiran, perasaan, dan keinginan.
Dapat dinyatakan pula bahwa pada dasarnya bahasa merupakan alat atau sarana
untuk komunikasi dalam anggota masyarakat pemakai bahasa dan merupakan
dokumentasi kegiatan atau aktivitas hidup manusia. Selain itu, bahasa berfungsi
sebagai alat pengembangan kebudayaan, jalur penerus kebudayaan dan inventaris
ciri-ciri kebudayaan (Nababan, 1984: 38).
Salah satu bahasa yang berfungsi sebagai alat komunikasi dan alat
pengembangan kebudayaan adalah bahasa Jawa. Bahasa Jawa merupakan bagian
dari bahasa yang ada di Nusantara, memiliki area pemakaian jumlah penutur yang
amat besar jumlahnya. Adanya faktor area pemakaian jumlah penutur dan usia
bahasa itu menunjukkan bahwa bahasa Jawa merupakan bahasa yang besar dan
mengalami sejarah yang cukup panjang. Di samping itu, bahasa Jawa merupakan
bahasa yang dapat memberikan corak (variasi) dan carik (catatan) tersendiri.
Corak dapat dimaksudkan dalam pemakaian (khususnya menyebutkan untuk
istilah-istilah tertentu) memiliki kekhasan atau ciri-ciri tersendiri (dapat disebut
variasi dialektal) pada masing-masing daerah pemakaian, maka ada penyebutan
untuk daerah pemakaian bahasa Jawa dialek Banyumas, Pesisir, Surakarta, dan
Jawa Timur (Uhlenbeck, 1972: 75). Sedangkan carik (catatan) dimaksudkan
bahwa dalam penyebutan atau memberi istilah untuk nama-nama tertentu,
1
3
misalnya perlengkapan dalam kesenian reog. Setiap daerah tersebut memiliki ciri
khas penyebutan berdasarkan penutur dan budaya setempat. Hal demikian oleh
Harimurti Kridalaksana (1982: 42) disebutnya dengan istilah linguistik
antropologi, di samping etnolinguistik.
Istilah “etnolinguistik” berasal dari kata „etnologi‟ berarti ilmu yang
mempelajari tentang suku-suku tertentu dan „linguistik‟ berarti ilmu yang
mempelajari seluk-beluk bahasa keseharian manusia atau disebut juga ilmu bahasa
(Sudaryanto, 1996:9),artinya ilmu yang lahir karena adanya penggabungan antara
pendekatan yang biasa dilakukan oleh para ahli etnologi (kini antropologi
budaya). Menurut Adamson Hoebel (dalam Spradley, 1997: xvi) secara singkat
menegaskan bahwa “The Foundation of cultural antropology is ethnography"
dasar antropologi budaya adalah etnografi). James Spradley juga mengungkapkan
bahwa “Etnographic field work is the hallmark of cultural antropology“ (Kajian
lapangan etnografi yang berasal dari kata etno (bangsa) dan graph (tulisan).
Etnologi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan. Etnolinguistik
adalah suatu bidang linguistik yang menganalisis tentang hubungan kebudayaan
dengan bahasa (kesenian reog merupakan salah satu hasil dari kebudayaan,
sedangkan istilah merupakan hasil dari bahasa).
Kesenian reog merupakan salah satu kesenian rakyat yang hingga kini masih
ada, meskipun sedang terancam keberadaanya di era globalisasi ini, kesenian reog
merupakan bentuk dari kesenian. Adapun bentuk seni itu sendiri merupakan hasil
ciptaan seniman yang merupakan wujud dari ungkapan isi, pandang dan
tanggapan ke dalam bentuk fisik yang ditangkap indera. Jadi, di dalam bentuk seni
4
ada hubungannya antara bentuk (wadhah) dan isi (makna). Bentuk yang
dimaksud adalah fisik yaitu yang dapat diamati dan bersifat kongkrit sebagai
ekspresi yang diungkapkan seorang seniman. Sedangkan isi (makna) adalah
bentuk ungkapan, yaitu nilai-nilai atau pengalaman jiwa yang dituangkan dalam
bentuk fisik sehingga dapat dinikmati oleh penikmat (penonton).
Seni reog merupakan bentuk fisik yang mempunyai makna tertentu. Sajian
pertunjukan reog menampilkan tema tertentu. Temanya adalah keprajuritan yaitu
sekelompok prajurit yang sedang berlatih perang. Karena pertunjukan reog
merupakan bentuk tari yang bertema dan bukan bercerita, maka tidak ada nama-
nama tokoh didalamnya. Nama-nama peran pada tari reog diambil dari nama
peralatan yang digunakan peran tersebut. Sebagai contoh peran yang
menggunakan jaran kepang disebut jaran kepang dan peran yang menggunakan
topeng penthul-tembem disebut penthul-tembem.
Seni reog sebagai khasanah budaya Jawa yang mampu bertahan dalam era
globalisasi ini, karena seni reog banyak digemari dan diminati oleh masyarakat.
Bentuk sajian tari dalam reog terkandung nilai-nilai tertentu yang dapat digunakan
sebagai tuntunan bagi masyarakat sekitar selain bentuk sajian tari, seni reog juga
terdapat alat musik pengiring dan lagu, alat busana, dan perlengkapan lainnya
yang mengandung makna kultural. Seni reog dapat disajikan dalam berbagai acara
seperti sarana upacara bersih desa, upacara pernikahan, upacara penebus janji
(nadzar), dan hiburan atau tontonan. Mampunya seni reog ini bertahan hingga
kini karena mempunyai ciri khusus sehingga kesenian reog digemari oleh segenap
lapisan masyarakat, baik kanak-kanak maupun orang dewasa. Adapun ciri khusus
5
dari kesenian reog itu adalah (a) reog disajikan dalam bentuk sendra tari; (b) reog
berfungsi sebagai penggerak massa; (c) mengandung ilmu mistik; (d) memiliki
lagu-lagu khusus; (e) dapat dimainkan di manapun pada saat apapun dan dalam
upacara apapun. Sedangkan ciri khas dari kesenian reog adalah: (1) pakaian
daerah yang berwarna hitam; (2) semua pemain harus pria; (3) penari kuda kepang
harus anak laki-laki yang manis yang biasa disebut dengan gemblakan; (4)
menggunakan gamelan khusus seperti angklung, ketipung, kendhang, gong,
bonang dan sebagainya. (Hartono, 1980: 12).
Berdasarkan latar belakang tersebut istilah dalam seni reog yang disertai
perkembagannya dapat dikaji secara etnolinguistik, karena dapat ditemukan
proses terbentuknya kebudayaan dan keterkaitannya dengan bahasa. Penelitian
yang berkaitan dengan kesenian tradisional yang pernah dilakukan adalah sebagai
berikut.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Noer Istoening, 1995 yang berjudul “Kesenian
Tradisioanal Daerah di Kabupaten Wonogiri sebagai Paket Wisata“, yang
mengkaji kesenian tradisional daerah secara global yang ada di Kabupaten
Wonogiri. Penelitian ini mengkaji tentang berbagai bentuk kesenian
tradisional daerah seperti ketoprak, wayang kulit, dan seni tari tradisional.
Perkembangan kesenian tradisional daerah berdasarkan kesamaan fungsinya
latar belakang budaya dan sumbangan kesenian tradisional daerah terhadap
sektor pariwisata di Kabupaten Wonogiri.
2. Penelitian yang berjudul "Istilah Alat-alat Rumah Tangga dan
Perkembangannya di Kodya Surakarta (Suatu Pendekatan Etnolinguistik)"
6
oleh Yohanes Suwanto, Dkk. (1999), dalam penelitian ini mengkaji tentang
berbagai istilah alat-alat rumah tangga baik yang bersifat tradisional yang
mengalami perubahan modern, berdasarkan kesamaan fungsional dan latar
belakang budaya yang mempengaruhi pergeseran pengumuman istilah alat-
alat rumah tangga.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Margono dan Sudarsana, (2002) dengan judul
“Kesenian Reog Tradisional, Sebuah Kajian Seni Pertunjukan Rakyat
Mengenai Fungsi dan Keberadaannya pada Masa Kini di Desa Kalikebo
Kabupaten Klaten”. Penelitian ini merupakan kajian reog yang bersifat
holistik yang menekankan aspek sejarah dan latar belakang keberadaannya,
persepsi di masyarakat serta persepsi para pemain reog, makna, dan fungsi
reog .
4. Penelitian oleh Yuliana Sylvina Maharani, 2003 dengan judul “Festival Reog
Nasional sebagai Atraksi Wisata di Ponorogo Jawa Timur". Penelitian ini
mengkaji tentang peranan festival reog nasional dalam upaya melestarikan
kebudayaan asli sebagai even pariwisata Kota Ponorogo. Festival reog
nasional yang diselenggarakan sebagai atraksi wisata budaya merupakan
rangkaian dari penyelenggaraan perayaan grebeg Sura dan peringatan hari jadi
Kabupaten Ponorogo yang dijadikan sebagai even pariwisata untuk menarik
minat masyarakat terhadap kesenian dan Kota Ponorogo sendiri.
5. Penelitian oleh Retno Wulandari, 2004 dengan judul "Istilah Gerakan Tari
Klasik Gaya Surakarta (Kajian Etnoliguistik), mengkaji bagaimana bentuk
kata-kata istilah gerakan tari klasik gaya Surakarta dan makna kata dari istilah
7
gerakan tari klasik gaya Surakarta. Penelitian tersebut membahas jenis istilah,
perkembangan dan kesamaan bentuk dari istilah gerak tari.
Bertolak dari penelitian tersebut, penelitian tentang istilah dalam kesenian
reog yang meliputi peralatan, alat musik pengiring lagu, busana dan sesajiannya
beserta fungsi belum pernah dilakukan. Peneliti akan mengkaji dan bagaimana
bentuk makna kata dari istilah yang ada dalam seni reog beserta fungsinya.
Penelitian ini dilakukan karena didasari adanya alasan bahwa: 1) kesenian reog
merupakan potensi dasar daerah setempat, 2) sebagai bentuk kebudayaan,
kesenian reog juga merupakan keseluruhan daya upaya manusia untuk
mengembangkan harkat dan martabat bangsa, yang dapat memberikan
peningkatan wawasan dan makna pembangunan nasional yang berbudaya, 3)
kesenian reog mencerminkan nilai-nilai luhur perlu dijaga, dipelihara dan
diberdayakan guna memperkuat wawasan budaya jati diri. Oleh karena itu,
penelitian ini akan berusaha mendeskripsikan persoalan kebahasaan yang ada
hubungannya dengan kesenian tersebut, khususnya di bidang kesenian reog,
sehingga judul penelitian ini adalah: Istilah-istilah Kesenian Reog di Kabupaten
Boyolali (Suatu Kajian Etnolinguistik).
8
B. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini membatasi pada
istilah-istilah yang ada pada satu jenis seni pertunjukan rakyat yaitu kesenian
reog. Adapun batasan masalah tersebut terdapat pada istilah-istilah dari dalam seni
reog yang meliputi alat musik pengiring dan lagu, busana dan peralatan untuk
pemainnya serta peralatan sesajian.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah seperti di atas masalah yang akan
dikaji dapat dirumuskan seperti sebagai berikut.
1. Istilah-istilah apa sajakah yang terdapat dalam kesenian reog di Kabupaten
Boyolali?
2. Apakah makna istilah-istilah kesenian reog di Kabupaten Boyolali?
3. Bagaimana fungsi kesenian reog di Kabupaten Boyolali ?
D. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah tersebut di atas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan istilah dalam kesenian reog di Kabupaten Boyolali.
2. Mendeskripsikan makna istilah dalam kesenian reog di Kabupaten Boyolali.
3. Mendeskripsikan fungsi kesenian reog di Kabupaten Boyolali.
9
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini di bedakan menjadi dua, yaitu manfaat teoretis
dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan terhadap teori linguistik khususnya etnolinguistik.
2. Manfaat Praktis
a. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
bentuk dokumentasi budaya Jawa. Pendokumentasian istilah-istilah
dalam kesenian reog dilakukan supaya dapat diketahui oleh generasi
mendatang dan dapat ditampilkan kembali. Oleh karena itu,
pendokumentasian adalah langkah awal terpenting dalam setiap usaha-
usaha pelestarian unsur-unsur kebudayaan Jawa.
b. Memberikan wawasan pengetahuan di bidang kebahasaan yang
berkaitan dengan budaya khususnya dalam kesenian reog.
c. Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.
d. Sebagai usaha pelestarian dan pemerkahan kesenian reog di Kabupaten
Boyolali.
F. Sistematika Penulisan
Sehubungan dengan penelitian ini, sistematika penulisan meliputi lima
bab. Kelima bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
10
Bab I Pendahuluan, bab ini meliputi latar belakang masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II Landasan teori, bab ini meliputi istilah dan kesenian, sejarah
dan latar belakang kesenian reog di Kabupaten Boyolali, kesenian reog
sebagai seni pertunjukan rakyat, makna, stuktur, dan etnolinguistik.
Bab III Metode penelitian, bab ini berisi tentang sifat penelitian,
lokasi penelitian, data, sumber data, populasi, sampel, metode pengumpulan
data, metode analisis data dan metode penyajian data.
Bab IV Hasil analisis data, dan pembahasannya, bab ini merupakan
hasil analisis dari pembahasan bentuk dan makna dari istilah-istilah dalam
kesenian reog di Kabupaten Boyolali serta fungsinya.
Bab V Penutup, bab ini berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
KAJIAN TEORETIK
Kajian teoretik di sini maksudnya adalah dasar atau landasan yang
bersifat teoretik yang relevan dengan pokok permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini. Konsep-konsep teoretis yang berkaitan dengan penelitian ini antara
lain sebagai berikut.
A. Pengertian Istilah, Kesenian, dan Reog
11
Istilah (term) adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat
mengungkapkan konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang
tertentu (Kridalaksana, 1982: 67). Di samping itu, dalam Poerwadarminta (1976:
388) menjelaskan bahwa istilah adalah perkataan yang khusus mengandung arti
tertentu di lingkungan sesuatu ilmu pengetahuan, pekerjaan atau kesenian.
Menurut S. Prawiroatmojo dalam kamus Bausastra Jawa (1993: 287) istilah yaitu
“tembung (tetembungan) sing mengku teges, kaanan, sipat, lan sapiturute sing
mirunggan ing babagan tartamtu” kata yang mengandung makna, keadaan, sifat,
dan sebagainya yang khusus pada bagian tertentu. Berdasar penertian tersebut
tidak menutup kemungkinan apabila satu kata atau gabungan kata dapat berbeda
arti namun dapat juga sama arti pada bidang tertentu. Misalnya kata barongan
"sejenis topeng yang berwujud kepala harimau" dan pembarongan, “orang yang
menggunakan barongan". Dari contoh kata itu menunjukkan bahwa istilah adalah
kata atau gabungan kata yang mempunyai arti dan maksud tertentu dalam suatu
bidang tertentu.
Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang cukup penting
dalam kehidupan masyarakat. Kesenian adalah suatu keindahan/estetika yang
mewujudkan nilai rasa dalam arti luas. Kedwisatuan manusia yang terdiri atas
budi dan badan tidak dapat mengungkapkan pengalamannya secara memadai
dengan akal murni saja. Adanya kecenderungan bahwa manusia itu dapat
menerima suatu keindahan yang salah satunya adalah kesenian (Bakker, 1994:
47). Suatu kesenian sebenarnya merupakan bentuk lahiriah dari suatu ide seorang
pencipta seni budaya yang dapat ditangkap dengan pancaindera. Salah satu bentuk
10
12
kesenian yang dapat ditangkap dengan pancaindera adalah seni pertunjukan reog.
Seni pertunjukan reog ini memiliki fungsi yang sangat kompleks dalam kehidupan
manusia (Soedarsono, 1985). Adapun fungsi itu sebagai hiburan, pertunjukan, dan
sarana ritual.
Secara etimologis reog berasal dari kata reg dan yod yang berdasarkan pada
akar kata dalam bahasa Jawa disebut tembung wod kang dadi oyode (satu kata
yang mempunyai satu kata atau paling mendasar dan mengandung arti
berguncang). Dalam ensiklopedi Indonesia, reog sama dengan kepang atau penari
yang meniru seseorang mengendarai kuda, yang diartikan sebagai tarian naik kuda
lumping/kuda kepang. Oleh karena itu, reog berarti pertunjukan sejenis jathil
(padha nunggang kuda) (Poerwadarminta, 1939: 527).
Yang dimaksud dengan seni reog adalah suatu seni tarian pertunjukan rakyat
dengan menampilkan tarian kuda kepang dan tokoh-tokoh yang bertopeng dan
setidaknya ada elemen seperti barongan, penthul, tembem, yang berfungsi sebagai
hiburan rakyat. Menurut Pigeaud (1991: 347), tarian kuda yang dimaksud adalah
pertunjukan orang yang mengapit anyaman yang terbuat dari bambu atau kulit
dengan meniru bentuk kuda.
B. Sejarah dan Latar Belakang Kesenian Reog di Kabupaten Boyolali
Di Desa Glonggong berkembang sebuah cerita rakyat yang berkaitan erat
dengan asal-usul kesenian reog. Menurut cerita yang berkembang dalam
masyarakat pada zaman ± tahun 1700, ada seorang pangeran dari Mataram yang
13
bernama Samudra melakukan ritual “tapa nggethek“ (naik rakit) menelusuri
Sungai Cemara (Sungai Glonggong). Kebetulan rakit terbentur pada batu yang
besar sehingga rakit tidak bisa berjalan. Pada akhirnya berhentilah sang pangeran
untuk melanjutkan ritualnya dan bertapa di suatu gundhukan (tanah perbukitan),
dan dalam melakukan ritual itu diikuti seorang abdi untuk mengurus perbekalan,
pakaian, dan titihannya kudanya. Sementara waktu bertapa sampailah hari
terakhirnya yaitu wafat. Tak bisa menceritakan bagaimana kehidupan di
perbukitan tadi. Abdi dan titihan sang pangeran dan kudanya meninggal. Abdi,
kuda, dan pakaiannya di kubur di bukit tersebut, tetapi sang pangeran Samudra
dibawa ke keraton dan dimakamkan di Ayodyakarta (sekarang Yogyakarta). Oleh
para penduduk masyarakat, tempat yang digunakan untuk bertapa sang pangeran
dan mengubur abdi, kuda (tunggangan) dan pakaiannya dinamakan puncak suci.
Puncak suci ini sampai sekarang dikeramatkan oleh para penerus sejarah,
khususnya warga desa Glonggong. Tempat itu mempunyai makna tersendiri.
Untuk mengenang hal tersebut maka para sesepuh membuat suatu pertanda atau
seni yaitu jaran kepang (kuda kepang) dan dinamakan seni jaran kepang yang
mempunyai makna yaitu :
- Jaran (kuda) sebagai tunggangan sang pangeran.
- Kepang (anyaman bambu) sebagai getek.
- Pemain kuda kepang sebagai abdi
- Pakaian hitam-hitam sebagai busana yang dikubur di puncak suci.
Ada empat kuburan di puncak suci yaitu 1) kuburan abdi, 2) kuburan kuda,
3) kuburan pakaian/busana, dan 4) kuburan perbekalan. Seni jaran kepang ini
14
sekarang dikembangkan oleh seorang tokoh masyarakat dan juga tokoh ritual
(juru kunci) puncak suci tadi bernama Bapak Mulyono. Jadi, seni reog jaran
kepang yang terdiri dari pemain jaran kepang, pemain dhadak merak dan
(barongan), pemain penthul tembem, dan sebagainya. Oleh para leluhur seni tadi
supaya bisa hidup dan berpengaruh, pelaksanaanya menggunakan ritual adat
sehingga kuda kepang tadi benar-benar bisa bergerak/berlaga seperti tingkah laku
kuda. Untuk melakukan ritual adat tersebut diperlukan berbagai peralatan yang
digunakan seperti :
1. Pakaian hitam-hitam bermakna seni bisa hidup jika menggunakan ritual adat
daerah. Selain ini kepala menggunakan udheng (ikat kepala) seperti yang
digunakan sang Pangeran Samudra
2. Kembang setaman mempunyai makna sarana untuk berdoa.
3. Rujak degan bermakna agar semua pemain bisa sehat dan segar.
4. Menyan cina mempunyai maksud untuk mengundang roh halus yang
dibutuhkan.
5. Gamelan sebagai aba-aba dan pengatur gerak para pemain.
Seni jaran kepang ini sampai sekarang masih berfungsi dan dikenal dengan
seni reog. Kesenian reog difungsikan sebagai media upacara pernikahan, upacara
bersih desa, upacara penebus janji (nadzar) dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan seni reog adalah suatu seni tarian pertunjukan rakyat
dengan menampilkan tarian kuda kepang dan tokoh-tokoh yang bertopeng dan
setidaknya ada elemen seperti barongan, penthul, tembem, yang berfungsi sebagai
hiburan rakyat. Menurut Pigeaud (1991: 347), tarian kuda yang dimaksud adalah
15
pertunjukan orang yang mengapit anyaman yang terbuat dari bambu atau kulit
dengan meniru bentuk kuda.
C. Kesenian Reog sebagai Seni Pertunjukan Rakyat
Kesenian reog merupakan salah satu seni pertunjukan rakyat yang
dikategorikan sebagai kesenian rakyat. Sebagai kesenian rakyat seni reog juga
disebut sebagai kesenian daerah atau kesenian tradisional. Dalam
perkembagannya seni rakyat ini yang disebut seni tradisi kecil karena seni rakyat
berada di luar wilayah keraton bukan seni tradisi-tradisi besar yang merupakan
kesenian yang tumbuh dan berkembang di lingkungan keraton.
Sebagai seni pertunjukan, seni reog masih bersifat kontekstual dan masih
dipentaskan hingga sekarang ini. Ada dua alasan penting kesenian
rakyat/tradisonal masih dipertunjukkan. Pertama seni pertunjukan rakyat masih
berkaitan dengan mitos (pandangan hidup) dari satu etnik tertentu, dan kedua
kesenian rakyat justru bersifat dinamik dan kreatif melalui pertunjukan yang
dilakukan secara spontan dan komunikatif.
Secara umum reog dalam bentuk pertunjukan terdiri dari tiga penari yang
masing-masing memiliki ciri-ciri khas sendiri, sehingga sepintas tampak berbeda
dengan penari-penari dengan kesenian yang lain. Tiga jenis penari tersebut
meliputi penari kuda kepang, penari topeng dan penari barongan. Pertunjukan
kesenian reog selalu diiringi gending reogan atau gending panaragan. Sedangkan
16
alat-alat musik yang biasa digunakan antara lain: angklung, ketipung, kendhang,
gong, bonang, saron serta terompet (Hartono, 1980: 20)
Kesenian rakyat yang di dalamnya kesenian reog, pada umumnya memiliki
ciri-ciri antara lain: 1) berfungsi sosial dan bukannya komersial, 2) keberadaanya
dilestarikan bersama, 3) menuntut spontanitas, 4) bentuk gerakan sederhana, 5)
ringan irama dinamis dan cenderung cepat, 6) jarang membawakan lakon, 7)
jangka waktu tergantung gairah penari, 8) tata rias dan busana sederhana, 9) sifat
cenderung humoris, 10) tempat terbentuk arena, dan 11) temanya adalah berkisar
pada kehidupan rakyat.
Dalam kelangsungan hidup seni rakyat seperti juga seni reog didukung oleh
kelompok masyarakat yang bersifat homogen namun menunjukkan sifat
solidaritas yang nyata, yang dalam hal ini berada dalam masyarakat desa atau
pedalaman. Sebagai seni rakyat ia memiliki bentuk tunggal dan bukannya bentuk
yang beragam, tidak halus dan tidak rumit seperti seni keraton. Di samping itu,
penguasaan terhadap bentuk-bentuk dalam kesenian rakyat dapat dicapai tanpa
melalui latihan khusus. Kesenian ini biasanya disertai peralatan yang sederhana
dan terbatas. Dalam bentuk penyajian seni rakyat memiliki ciri-ciri yang akrab
dengan penonton, sehingga penonton sewaktu-waktu dapat memasuki lokasi
pertunjukan dan bertindak sebagai pemain.
Sebagai seni rakyat, keberadaan kesenian reog sangat akrab pula dengan
lingkungannya. Pengertian akrab di sini tidak hanya berarti dirasakan mantap serta
dekat dengan masyarakat pendukungnya, melainkan juga dapat muncul bersama
dengan ungkapan-ungkapan yang lain seperti kepercayaan agama, upacara
17
perkawinan, kitanan, bersih desa, dan ruwatan. Aspek-aspek perilaku sosial ini
bukanlah perkembangan untuk memuaskan kebutuhan individu, melainkan justru
mempertahankan struktur sosial masyarakat.
D. Makna
Dalam semantik pengertian sense „makna‟ dibedakan dalam meaning „arti‟,
sense „makna‟ adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri.
Menurut Lyons (1977: 204) menyebutkan bahwa mengkaji dan memberikan
makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan
hubungan makna yang membuat kata-kata tersebut berbeda dari kata-kata lain,
sedang „meaning‟ menyangkut makna kata leksikal dari kata-kata itu sendiri,
yang cenderung terdapat dalam kamus sebagai leksikon (Fatimah Djajasudarma,
1993: 5). Makna erat kaitannya dengan semantik, oleh karena itu istilah-istilah
dalam kesenian reog dilihat dari segi makna leksikal dan makna kultural. Makna
leksikal adalah makna yang ada pada leksem-leksem (Chaer, 1994: 7). Leksem
merupakan satuan leksikal abstrak, mendasari berbagai bentuk inflektif suatu kata
atau frase yang merupakan satuan bermakna, satuan terkecil dari leksikon
(Kridalaksana, 2001:126). Sebagai contoh makna leksikal barongan yaitu barong
tiruan atau barong yang tidak sebenarnya. Dalam kesenian reog yang disebut
barongan adalah topeng harimau (kepala harimau). Sedangkan makna kultural
adalah makna bahasa yang dimiliki oleh masyarakat dalam hubungannya dengan
budaya tertentu (Wakit, 1999: 3). Contoh makna kultural dari barongan adalah
18
benda keramat yang menunjukkan suatu sifat yang terpuji, berwibawa, dan
dicintai.
Makna kultural diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol
adalah objek atau peristiwa apapun yang merujuk pada sesuatu. Simbol itu sendiri
meliputi apa saja yang dapat kita rasakan atau kita alami. Simbol yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah istilah-istilah dalam kesenian reog di Kabupaten
Boyolali.
E. Struktur
1. Monomorfemis
Monomorfemis terjadi dari suatu morfem. Morfem (morpheme),
merupakan satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan
yang tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil, misalnya,
(tulis, jalan). (Harimurti Kridalaksana, 1993: 140). Menurut Djoko Kentjono
(1982: 44-45) satu atau lebih morfem akan menyusun sebuah kata. Kata dalam
hal ini ialah satuan gramatikal bebas yang terkecil. Kata bermorfem satu
disebut kata monomorfemis dengan ciri-ciri dapat berdiri sendiri sebagai kata,
mempunyai makna dan kategori jelas, sedangkan kata bermorfem lebih dari
satu disebut kata polimorfemis. Penggolongan kata menjadi jenis
monomorfemis dan polimorfemis adalah menggolongkan berdasarkan jumlah
morfem yang menyusun kata.
19
Pada dasarnya, semua kata yang tergolong pada kata dasar dalam istilah-
istilah dalam kesenian reog dapat dikatakan morfem bebas dengan pengertian
bahwa morfem itu dapat berdiri sendiri dengan makna tertentu tanpa dilekati
imbuhan. Dengan kata lain, subyeknya belum mengalami proses morfologis
atau belum mendapat tambahan apapun, belum diulang dan belum
digabungkan atau dibentuk menjadi kata majemuk.
2. Polimorfemis
Kata polimorfemis dapat dilihat sebagai hasil proses morfologis yang
berupa perangkaian morfem. Proses morfologis meliputi a) pengimbuhan atau
afiksasi (penambahan afiks). Penambahan afiks dapat dilakukan di depan, di
tengah, di belakang, atau di depan dan di belakang morfem dasar. Afiks yang
ditambahkan di depan disebut awalan atau prefiks, yang di tengah disebut
sisipan atau infiks, yang di belakang disebut akhiran atau sufiks, yang di depan
dan belakang disebut sirkumfiks atau konfiks. Afiks selalu berupa morfem
terikat. Contoh morfem dasar nasal M-pada mbarong, sufiks -an pada jathilan,
dan sebagainya, b) pengulangan atau reduplikasi, reduplikasi (reduplication)
adalah proses dan hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat fonologis atau
gramatikal (Harimurti Kridalaksana, 1993: 186), dan c) pemajemukan atau
komposisi yaitu proses morfologis yang membentuk satu kata dari dua (atau
lebih dari dua) morfem dasar atau proses pembentukan dua kata baru dengan
jalan menggabungkan dua kata yang telah ada sehingga melahirkan makna
baru. Arti yang terkandung dalam kata majemuk adalah arti keseluruhan
20
bukan menuruti arti yang terkandung pada masing-masing kata yang
mendukungnya.
3. Frase
Frase adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua atau lebih dari dua
kata yang tidak berciri klausa dan yang pada umumnya menjadi pembentuk
klausa (Djoko Kentjono, 1982: 57). Frase seperti dengan kata, frase dapat
berdiri sendiri. Frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya,
baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya, disebut frase
endosentrik, dan frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan
semua unsurnya disebut frase eksosentrik (Ramlan, 2001: 141). Contoh frase
kaos loreng, kembang setaman, rujak degan, gedhang raja, dhadhak merak,
jaran kepang, jaran ngedan, celeng ngedan, udheng jilidan, udheng
modhang.
F. Etnolinguistik (Ethnolinguistics)
1. Pengertian Etnolinguistik
Etnolinguistik adalah cabang linguistik yang menyelidiki hubungan
antara bahasa dan masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum
mempunyai tulisan (bidang ini juga disebut linguistik antropologi) cabang
linguistik antropologi yang menyelidiki hubungan bahasa dan sifat bahasawan
terhadap bahasa, di salah satu aspek etnolinguistik yang sangat menonjol ialah
21
masalah relativitas bahasa (Harimurti Kridalaksana, 1982: 427). Relativitas
bahasa adalah salah satu pandangan bahwa bahasa, seorang menentukan
pandangan dunianya melalui kategori gramatikal dan klasifikasi semantik
yang ada dalam bahasan itu dan yang dikreasi bersama kebudayaannya
(Harimurti Kridalaksana, 1982: 3) istilah „etnolinguistik‟ berasal dari kata
'etnologi' dan 'linguistik', yang lahir karena adanya penggabungan antara
pendekatan yang biasa dilakukan oleh para ahli etnologi (kini: antropologi
budaya) dengan pendekatan linguistik. Dalam studi semacam ini sebenarnya
terjadi hubungan timbal-balik yang menguntungkan antara disiplin linguistik
dengan disiplin etnologi, yaitu (a) kajian linguistik yang memberikan
sumbangan bagi etnologi.
a. Kajian Linguistik untuk Etnologi
1. Bahasa dan Struktur Pemikiran
Penelitian mengenai dimensi-dimensi kenyataan yang dianggap
penting oleh suatu kebudayaan, kemudian juga memunculkan suatu
cabang kajian baru yang berusaha mengungkapkan struktur pemikiran
manusia. Hal ini memang merupakan akibat lebih lanjut yang tidak
dapat dihindari, karena ketika berbagai hasil penelitian tentang sistem
klasifikasi harus ditampilkan dalam bentuk berbagai model yang
digunakan tersebut memang mencerminkan struktur pemikiran yang
ada pada manusia. Upaya untuk mencerminkan struktur pemikiran
yang ada pada manusia. Upaya untuk mendalami berbagai macam
sistem klasifikasi serta berbagai model yang dapat digunakan untuk
22
menampilkan kini menjadi sebuah spesialisasi yang disebut
antropologi kognitif (cognitive anthropology)
Kajian ini pertama-tama memutuskan perhatian pada dimensi
semantik dan berbagai istilah yang ada dalam suatu domain 'bidang'
dalam suatu kebudayaan. Misalnya saja bidang kekerabatan, bidang
klasifikasi tanaman, atau bidang penelitian kemudian menyusun
sebuah kerangka klasifikasi yang ditemukan dengan lebih mudah dan
jelas. Secara tidak langsung, kerangka klasifikasi yang ditemukan yang
merupakan suatu struktur ini mencerminkan struktur yang ada dibalik
berbagai istilah yang ada dalam suatu bidang yang teliti, dan ini
dianggap juga mencerminkan struktur yang ada dalam pemikiran
manusia, walaupun belum atau bukan merupakan keseluruhan struktur.
Hal ini, dengan istilah-istilah dalam kesenian reog di
Kabupaten Boyolali yang mengandung makna-makna kultural yang
mencerminkan struktur pemikiran masyarakat Jawa, misal saja istilah
kata "epek timang" [EpE? timaG] yang oleh masyarakat Jawa
digambarkan sebagai suatu perlambang bahwa sebenarnya seni budaya
Jawa mempunyai suatu keunggulan yang dari hati sanubari para
leluhur yang melekat pada jiwa para trah kusuma (keturunan para
ratu).
2. Bahasa dan Cara Memandang Kenyataan
Kajian tentang bahasa dan maknanya akan memungkinkan kita
mengetahui cara memandang kenyataan yang ada dikalangan
23
pendukung bahasa yang kita teliti, artinya kita dapat mengetahui
dimensi-dimensi kenyataan mana yang mereka anggap penting dan
relevan dalam kehidupan mereka, dan dari sini kita dapat mengetahui
tempat unsure kenyataan tertentu dalam kehidupan mereka.
Bagi orang Jawa, pemakaian kata-kata itu sendiri memang
lantas terkait dengan berbagai macam hal yang ada dalam budaya
mereka. Misalnya, dalam kesenian reog terdapat istilah jathilan.
Seorang pemain jathilan tidak akan dianggap hebat jika orang bilang
dia bisa „mangan sega‟ atau „mangan beras‟ (dalam bahasa Inggris
„eat rice‟). Lain halnya jika orang bilang dia bisa „mangan pari‟ atau
„mangan gabah‟ (dalam bahasa Inggris tetap „eat rice‟), sebab tidak
semua orang mampu makan padi atau gabah. Oleh karena itu, jika kita
ingin mengekspresikan “Seorang pemain jathilan mampu makan
gabah dengan cepat tanpa luka” dalam bahasa Inggris, mungkin kita
akan sedikit mengalami kesulitan, karena dalam bahasa ini tidak ada
pembedaan antara gabah, beras, dan nasi. Fakta ini setidak-tidaknya
memperlihatkan pada kita bahwa kenyataan yang sama tidak selalu
dilihat dengan cara yang sama.
BAB III
METODE PENELITIAN
24
Metode penelitian merupakan cara, alat, prosedur dan teknik yang dipilih
dalam melakukan penelitian. Metode adalah cara untuk mengamati atau
menganalisis suatu fenomena, sedangkan metode penelitian mencakup kesatuan
dan serangkaian proses penentuan kerangka pikiran, perumusan masalah
penentuan sampel data, teknik pengumpulan data dan analisis data (Edi Subroto,
1992: 31).
Dalam metode penelitian akan dijelaskan mengenai delapan hal, yaitu: (1)
sifat penelitian, (2) lokasi penelitian, (3) data, (4) sumber data, (5) populasi, (6)
sampel, (7) metode pengumpulan data, dan (8) metode analisis data.
A. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif artinya data yang
dianalisis dan hasilnya berupa deskriptif fenomena bukan angka (Aminudin,
1990: 16). Dengan kata lain penelitian yang dilakukan semata-mata hanya
berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada
penutur-penuturnya, sehingga menghasilkan catatan berupa pemberian bahasa dan
sifatnya seperti potret (Sudaryanto, 1993: 62).
Deskriptif adalah metode yang bertujuan membuat deskripsi, maksudnya
membuat gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data,
sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti. Penelitian kualitatif
adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasan sendiri dan berhubungan
dengan masyarakat tersebut melalui bahasanya serta peristilahannya. Dalam
25
penelitian ini data yang terkumpul berbentuk kata-kata. Penelitian ini berusaha
mendeskripsikan data kebahasaan terutama mengenai istilah dalam kesenian reog
di Kabupaten Boyolali.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat atau objek penelitian. Adapun lokasi
penelitian ini ada di wilayah Boyolali, yaitu lebih tepatnya di desa Glonggong,
Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali. Penulis mengambil lokasi ini sebagai
lokasi objek penelitian karena merupakan salah satu wilayah Jawa yang masih
melestarikan kebudayaan Jawa, terutama di bidang kesenian yaitu kesenian
pertunjukan rakyat khususnya kesenian reog. Sehingga secara pasti pemilihan
lokasi yang tepat juga sangat mendukung dalam proses penelitian.
C. Data
Data adalah bahan penelitian (Sudaryanto, 1990: 3). Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data lisan sebagai data utama yang akan
diteliti, dan data tulis sebagai data pembanding. Data lisan diperoleh dari
informan, sedangkan data tulis diperoleh dari buku-buku yang ada kaitannya
dengan kesenian reog.
26
D. Sumber Data
Sumber data lisan dalam penelitian ini berasal dari informan terpilih
yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Sumber yang berasal dari informan
berupa tuturan yang mengandung istilah-istilah yang dipakai dalam kesenian reog
di Kabupaten Boyolali.
Adapun kriteria informan adalah:
a. Pemain reog
b. Penduduk asli daerah setempat
c. Memahami bahasa dan budaya Jawa
d. Berumur 25-70 tahun dan belum pikun
e. Memiliki alat ucap sempurna
f. Alat pendengaran yang normal
g. Memiliki waktu yang cukup untuk wawancara
h. Bisa berbahasa Indonesia secara aktif
Adapun informan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Bapak Mulyono, tetua masyarakat desa Glonggong.
b. Bapak Sutarno, pemimpin reog.
c. Bapak Sumeh, penyanyi dalam reog.
d. Bapak Sariman, pengrawit alat musik pengiring.
e. Bapak Sulasman pemain jaran kepang.
f. Bapak Suratno, pemain celeng.
g. Bapak Jumirin, peman penthul-tembem.
h. Ibu Dalmi, 50 tahun, pedagang.
27
i. Saudara Sulur, 37 tahun, penonton
j. Saudara Sayekti, S.Pd.I., 30 tahun, penonton.
Sedangkan sumber data tulis dalam penelitian ini berasal dari referensi
buku, diantaranya adalah:
1. Reog Ponorogo (Untuk Perguruan Tinggi). (Hartono: 1980).
2. Reog Ponorogo Menari di Antara Dominasi dan Keragaman.
(Muhammad Zamzam Fauzanafi: 2005).
3. Kesenian Reog Tradisi Sebuah Kajian Seni pertunjukan Rakyat mengenai
Fungsi-fungsi dan Kebudayaan pada Masa Kini Desa Kalikebo
Kabupaten Klaten. (Margono, Sudarsono: 2002).
E. Populasi
Dalam penelitian linguistik populasi pada umumnya adalah keseluruhan
individu dari segi-segi tertentu bahasa (Subroto, 1992: 32). Populasi dalam
penelitian ini adalah keseluruhan istilah dalam kesenian reog di Kabupaten
Boyolali.
F. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang di jadikan sebagai objek
penelitian langsung yang mewakili populasi. Cara pengambilan sampel
menggunakan teknik purposive sampel yaitu pengambilan secara selektif
disesuaikan kebutuhan dan benar-benar memenuhi kepentingan dan tujuan
penelitian berdasarkan data yang ada. Sampel dalam penelitian ini diambil dari
sumber data lisan. Sampel dari sumber data lisan berupa 53 istilah-istilah kesenian
28
reog di Kabupaten Boyolali, misalnya : gong, angklung, trompet, saron,
barongan, dhadhak merak, kembang setaman, sega golong, dan sebagainya.
G. Metode Pengumpulan Data
Metode merupakan cara mendekati, mengamati, menganalisa, dan
menjelaskan suatu fenomena. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan metode simak atau penyimakan atau metode pengumpulan data
dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133). Sebagai teknik
dasarnya, teknik sadap. Caranya dengan segenap kemampuan dan pikiran
penyadap pemakaian bahasa di masyarakat sekitar. Teknik ini dipakai untuk
mendapatkan data dari informan secara spontan dan wajar.
Teknik sadap digunakan bersama-sama dengan teknik rekam yaitu
menyada dan merekam pemakaian istilah-istilah yang ada dalam kesenian reog
secara spontan. Fungsinya: (1) untuk mengabadikan data dari hasil wawancara
dan informan, (2) untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian, (3)
merekam pengucapan secara wajar terhadap satuan lingual yang terlepas dari
konteks/kalimat, (4) mempermudah memberikan bentuk satuan lingual yang di
teliti, maknanya dan fonetisnya. Penelitian juga menggunakan teknik kerja sama
dengan informan atau wawancara. Informan yang diwawancarai adalah penutur
asli yang berkemampuan memberi informasi kebahasaan kepada peneliti yang
merencanakan dengan pertanyaan agar terarah sesuai dengan tujuan penelitian.
Selain itu peneliti juga menggunakan teknik pustaka adalah data penelitian
ini bersumber dari pustaka. Teknik pustaka yaitu teknik yang menggunakan data
29
dari sumber tertulis seperti: majalah, buku, artikel, dan buku paket berbahasa Jawa
dan sebagainya untuk mendapatkan data. Teknik selanjutnya, teknik catat yaitu
memperoleh data kebahasaan atau istilah-istilah yang relevan sesuai dengan
sasaran dan tujuan penelitian. Jadi hal-hal yang penting dalam wawancara tersebut
dicatat sebagai realisasi dari teknik catat.
Setelah melewati beberapa teknik lanjutan kemudian data yang sudah
ditranskripsikan dalam bentuk data dan di klasifikasikan dalam bentuk analisis.
.
H. Metode Analisa Data
Dalam menganalisa data, penulis menggunakan metode distribusional dan
metode padan. Kedua metode ini digunakan dalam upaya menemukan kaidah
dalam tahap analisis data.
1) Metode Distribusional
Metode distribusional yaitu metode analisis data yang alat penentunya
adalah unsur dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri. Metode distribusional
digunakan untuk menganalisis bentuk dari istilah kesenian reog tradisi.
Teknik dasar yang digunakan untuk membagi satuan lingual data
menjadi beberapa unsur dan unsur-unsur bersangkutan dipandang sebagai
bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud Teknik Bagi
Unsur Langsung (BUL). Teknik ini untuk membagi satuan lingual datanya
menjadi beberapa bagian. Unsur-unsur tersebut dipandang sebagai bagian
yang langsung pembentukanya. Teknik ini digunakan untuk menganalisis
bentuk dari istilah dalam kesenian reog adalah kata dasar atau kata jadian.
30
31
Adapun penerapan metode distribusional adalah sebagai berikut.
1. Alat musik pengiring.
→ Bentuk Monomorfemis (satuan morferm)
a. kendhang (k|nDaG) „kendang‟
b. trompet (trompEt) „terompet‟
c. gong (gOG) „gong‟
d. angklung (aGklUG) „angklung‟
2. Alat-alat untuk pemain.
→ Bentuk Monomorfemis (satu morfem)
a. topeng [topEG] „topeng‟
b. pecut [p|cUt] „pecut‟
→ Bentuk polimorfemis (lebih dari satu morferm)
a. barongan [baroGan] „barongan‟
→Bentuk Frase (terdiri dari dua/lebih kata)
a. dhadhak merak [DaDa? m|ra?] „dhadhak merak‟
b. jaran kepang [jaran kepaG] „kuda kepang‟
3. Alat-alat untuk sesajian.
→Bentuk Frase (terdiri dari dua/lebih kata)
a. gedhang raja (g|DaG rOjO)
b. kembang setaman [k|mbaG s|taman] „bunga setaman‟
c. rujak degan [ruja? d|gan] „rujak degan‟
32
2) Metode Padan
Metode padan yaitu analisis data dengan alat penentunya di luar
bahasa yang merupakan konteks sosial terjadinya peristiwa penggunaan
bahasa di dalam masyarakat. Metode ini digunakan untuk menganalisis dari
makna kata dari istilah dalam kesenian reog di Kabupaten Boyolali. Dalam
penelitian ini analisis data bersifat kontekstual yaitu analisis data dengan
mempertimbangkan konteks sosial yang melatarbelakangi penggunaan bahasa
dalam istilah dalam kesenian reog tradisional. Adapun penerapan metode
padan seperti sebagai berikut.
a. Pecut [p|cUt] adalah seutas tali yang terbuat dari bambu atau rotan.
Makna cultural dari pecut ini adalah dipergunakan untuk menggerakkan
para pemain agar selalu bersemangat dan tidak mudah putus asa atau
menyerah. Selain itu pecut juga digunakan untuk mengundang dan
mengembalikan roh halus sehingga roh halus yang dibutuhkan dapat
dikendalikan dengan pecut.
b. Kendhang [k|nDaG] adalah alat musik perkusi yang berfungsi sebagai
aba-aba atau dimulainya gending dan berfungsi sebagai pengiring gerakan
juga pengendali irama. Adapun makna kulturalnya kendang berperan
sebagai genderang bagi prajurit yang dapat melahirkan sikap dan langkah
yang tegas serta untuk menampakkan semangat prajurit. Jadi kendang
dalam kesenian reog dipercaya dapat membakar semangat dan pengatur
situasi penonton.
33
c. Trompet [trompEt] adalah salah satu alat musik dalam kesenian reog
yang berfungsi sebagai pembawa lagu/melodi dan aba-aba sebelum
gamelan dimainkan, makna kulturalnya adalah bunyi yang merupakan
suatu perintah yang harus ditaati. Terompet di sini dipercaya dapat
membakar semangat dan mengorbankan jiwa juang.
d. Gong [gOG] berbentuk seperti bonang tapi dalam ukuran yang lebih
besar berfungsi sebagai bas yang dipukul bersamaan dengan bonang pada
pukulan genap. Makna kulturalnya adalah menggambarkan komando yang
menggugah semangat tempur dengan bunyi gong tersebut.
e. Angklung [aGklUG] adalah alat musik yang terbuat dari bambu yang
dibunyikan dengan cara di getarkan. Makna kultural dari angklung adalah
sebagai simbol kegirangan hati rakyat.
f. Dhadhak merak [Dada? m|ra?] artinya peralatan utama dalam reog
yang artinya burung merak yang berada di atas kepala harimau. Adapun
makna kulturalnya adalah menggambarkan sifat yang terpuji, berwibawa,
dan dicintai.
g. Barongan [baroGan] adalah barong tiruan atau kepala harimau yang
mempunyai makna kultural menggambarkan perawatakan yang kokoh,
tenang, waspada, dan terampil dalam bergerak.
h. Kembang setaman [k|mbaG s|taman] adalah bunga yang berbau
wangi yang digunakan dalam sesajian. Makna kulturalnya adalah
menumbuhkan kekuatan batiniah.
34
i. Rujak degan [ruja? d|gan] adalah peralatan dalam sesajian yang
terdiri dari kelapa muda yang dibikin rujak. Makna kulturalnya adalah agar
kekuatan batiniah itu bisa bergerak dengan segar.
j. Menyan cina [m|¥an cinO] merupakan peralatan yang digunakan
dalam sesaji. Makna kulturalnya adalah aroma atau bau menyan cina yang
dibakar itu digunakan untuk memanggil roh halus yang dibutuhkan untuk
memberikan kekuatan ghoib sesuai dengan permintaan.
k. Jaran kepang [jaran kepaG] adalah alat yang terbuat dari anyaman
bambu yang bentuknya seperti kuda. Makna kulturalnya adalah sebagai
lambang ilmu kebatinan.
3). Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Metode penyajian hasil analisis data menggunakan metode
deskriptif, formal dan informal. Metode deskriptif adalah metode yang
semata-mata hanya berdasarkan fakta-fakta yang ada atau fenomena-fenomena
secara empiris hiduppada penutur-penuturnya (Sudaryanto, 1993: 63)
Metode informal, yaitu metode penyajian hasil analisis data yang
menggunakan kata-kata biasa atau sederhana agar mudah dipahami. Analisis
metode informal dalam penelitian ini agar mempermudah pemahaman
terhadap setiap hasil penelitian. Metode formal yaitu metode penelitian data
dengan menggunakan dokumen tentang data yang dipergunakan sebagai
lampiran. Lampiran tersebut dapat berupa gambar-gambar, bagan, tabel,
grafik, dan sebagainya. Dalam penelitian ini menggunakan lampiran gambar
35
yaitu gambar dokumentasi foto saat pengambilan foto pertunjukan reog dalam
acara perayaan kemerdekaan di Desa Glonggong, pada peringatan HUT
Kabupaten Boyolali di lapangan Nogosari, acara perayaan Idul Fitri.
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan pada masalah penelitian, maka analisis data ini
dideskripsikan bentuk, makna leksikal dan makna kultural, fungsi pertunjukan
kesenian reog bagi masyarakat, dan para pemain kesenian reog di Kabupaten
Boyolali.
A. Bentuk Istilah dalam Kesenian Reog
Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis yang dilakukan,
ditemukan bentuk istilah alat musik pengiring, peralatan untuk permain, busana
atau kostum yang dipakai, pemain, lagu dan tarian, dan sesajian.
1. Monomorfemis
Monomorfemis mencakup semua kata yang tergolong kata dasar bentuk
tunggal dalam istilah kesenian reog, dengan pengertian bahwa morfem itu dapat
36
berdiri sendiri, bermakna dan tidak terikat dengan morfem lain. Dengan kata lain,
kata tersebut belum mengalami proses morfologis atau belum mendapat
tambahan apapun, belum diulang, dan belum digabungkan. Adapun istilah yang
termasuk bentuk monomorfemis adalah sebagai berikut.
1.
34
37
Alat Musik Pengiring (Gamelan)
1.1 Gong [gOŋ]
(Minggu,26 Oktober 2008)
Gong [gOŋ] adalah seperti kethuk bonang tetapi dalam ukuran yang
besar, berfungsi sebagai bas dipukul bersamaan dengan bonang pada
pukulan genap.
1.2 Angklung [aGklUG]
(Minggu,26 Oktober 2008)
Angklung [aGklUG] adalah alat musik yang terbuat dari bambu yang
dibunyikan dengan cara digetarkan berfungsi sebagai ritmis dan
berfungsi sebagai pengiring di sela-sela bonang.
1.3 Bonang [bonaG]
(Minggu, 26 Oktober 2008)
38
Bonang [bonaG] adalah alat musik pukul berbentuk bulat dengan
tonjolon di tengahnya.
1.4 Kendhang [kənDaŋ]
(Senin, 18 Agustus 2008)
Kendhang [kənDaŋ] adalah alat musik perkusi yang berfungsi sebagai
aba-aba saat dimulainya gending dan berfungsi sebagai pengiring
gerakan juga pengendali irama.
1.5 Ketipung [k|tipUG]
(Senin, 18 Agustus 2008)
Ketipung [k|tipUG] adalah berbentuk seperti kendang tetapi dalam
ukuran yang lebih kecil dan berfungsi sebagai penambah rempeg atau
meriahnya gending, ditabuh di sela-sela pukulan kedua bonang.
39
1.6 Trompet [trompEt]
(Kamis, 05 Juni 2008)
Trompet [trompEt] adalah salah satu alat musik dalam kesenian reog
yang berfungsi sebagai pembawa lagu atau melodi dan aba-aba sebelum
gamelan dimainkan.
1.7 Saron [sarOn]
(Kamis, 05 Juni 2008)
Saron (sarOn) adalah alat yang terbuat dari kuningan, cara
membunyikannya dengan ditabuh atau dipukul.
2. Peralatan untuk permainan
Adapun peralatan yang digunakan dalam kesenian reog di Kabupaten
Boyolali sebagai berikut.
40
2.1 Topeng (topEG)
(Kamis, 05 Juni 2008)
Topeng (topEG) adalah aling-aling atau tutup wajah yang dibuat dari
kayu, dan dibentuk menurut kreasi budaya daerah yang ada.
2.2 Pecut (p|cUt)
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Pecut (p|cUt) adalah alat yang dibuat dari penjalin (bambu atau rotan)
yang diberi upat-upat benang warna merah putih. Pecut biasa digunakan
oleh pawang untuk mengendalikan pemain jaran kepang.
2.3 Celeng (cElEG)
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Celeng (cElEG) adalah alat yang dibuat dari anyaman bambu yang
bentuknya seperti binatang babi. Dalam pertunjukan reog di Kabupaten
Boyolali ada dua celeng yaitu celeng yang berwarna hitam dan merah.
41
2.4 Penthul (p|nTUl)
(Kamis, 05 Juni 2008)
Penthul (p|nTUl) adalah topeng yang bentuknya beraneka ragam,
dibentuk sesuai dengan kreasi masyarakat daerah yang ada. Penthul
biasa digunakan untuk membuat suasana pertunjukan reog semakin
meriah dan semarak.
2.5 Tembem (t|mb|m)
(Kamis, 05 Juni 2008)
Tembem (t|mb|m) adalah topeng yang menyerupai wanita dan pria.
Tembem ini terbuat dari kayu yang dibentuk seperti wajah seorang
wanita dan pria, yang fungsinya sama dengan penthul yaitu menambah
meriahnya pertunjukan reog.
2.6 Keris (k|rIs)
42
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Keris (k|rIs) adalah alat yang terbuat dari yang dibentuk dengan luk
(lekuk-lekuk). Bentuknya berlekuk-lekuk dari ukuran besar kemudian
semakin kecil sampai ujung keris dengan bentuk tumpul.
3. Busana (kostum)
Busana atau kostum yang dipakai dalam kesenian reog di kabupaten
Boyolali sebagai berikut.
3.1 Ancinco (ancinco)
(Senin, 18 Agustus 2008)
Ancinco (ancinco) adalah busana yang dipakai para pemain baik atasan
(baju) atau bawahan (celana), semua berwarna hitam-hitam.
3.2 Udheng (uD|G)
43
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Udheng (uD|G) adalah iket yang dipakai untuk menutup kepala. Udheng
ini berupa kain yang bercorak batik dengan berbagai warna.
3.3 Sampur (sampUr)
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Sampur (sampUr) adalah selendang yang diikatkan di pinggang dan
kedua ujungnya terulur dengan berbagai warna, biasanya dengan warna
yang cerah.
3.4 Jarik (jarI?)
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Jarik [jarI?] adalah kain panjang berwarna latar hitam dan corak batik
warna coklat dengan motif beraneka.
3.5 Setagen (s|tagEn)
44
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Setagen (s|tagEn) adalah kostum berupa kain yang dililitkan di
pinggang berwarna cokelat atau hitam bergaris-garis putih, ada juga
yang tanpa garis-garis putih.
4. Pemain Reog
4.1 Warok (warO?)
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Warok (warO?) adalah seseorang yang „menguasai ilmu„ (kejawen) atau
pimpinan kelompok reog. Dalam kesenian reog di Kabupaten Boyolali
ada dua warok yaitu warok tua dan warok muda
4.2 Paraga (parOgO)
(Kamis, 5 Juni 2008)
Paraga (parOgO) adalah keseluruhan para pemain baik dari pemain
jaran kepang, dhadhak merak, barongan, celeng dan pentul tembem.
4.3 Pawang (pawaG)
45
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Pawang (pawaG) adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk
mendatangkan dan mengembalikan roh halus yang dibutuhkan seperti
roh nenek moyang (pangeran Samudra).
4.4 Srati (srati)
(Kamis, 05 Juni 2008)
Srati (srati) adalah orang yang mempunyai tugas dan kemampuan untuk
mengawasi dan mengamankan gerak para pemain.
5. Lagu dan Tarian (adegan)
5.1 Tanjak (tanja?) adalah posisi gerakan berdiri dari jengkeng. Gerakan ini
biasa dilakukan oleh pemain jaran kepang.
5.2 Sendon (s|ndOn) adalah adegan keluarnya penthul-tembem dari arah
pengiring ke tengah arena sambil menari bersamaan dengan lagu
(tembang). Adegan ini dilakukan pada waktu pemain dhadhak merak
dan barongan, jaran kepang, dan celeng istirahat.
5.3 Jongklang (joGklaG) adalah gerak kaki yang nyongklang atau pincang.
Gerakan ini berupa gerakan kaki satu diangkat dan yang satunya di
bawah sambil berjalan.
46
6. Sesajian
6.1 Buncet (bunc|t)
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Buncet (bunc|t) adalah nasi yang dibentuk seperti gunungan dalam
bentuk tumpeng kecil.
6.2 Krupuk (krupU?)
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Krupuk (krupU?) adalah perlengkapan dalam sesajian yang berupa
krupuk berwarna merah.
6.3 Peyek (pEyE?)
47
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Peyek (pEyE?) adalah merupakan perlengkapan dalam sesajian yang
berupa lauk pauk yang terbuat dari kacang tanah.
2. Polimorfemis
Bentuk polimorfemis meliputi: (1) pengimbuhan atau penambahan
afiksasi, (2) pengulangan atau reduplikasi, dan (3) pemajemukan. Adapun
kata-kata yang termasuk dalam bentuk polimorfemis adalah :
1. Alat untuk pemain
1.1 Barongan (baroGan)
(Kamis, 05 Juni 2008)
Barongan (baroGan) adalah barong (kepala harimau) tiruan atau
barong yang tidak sebenarnya.
Barong + an → barongan „tiruan kepala harimau tiruan‟
Nomina + Sufiks -an → nomina. Akhiran -an mempunyai arti tiruan
atau tidak sebenarnya sehingga barongan adalah barong tiruan.
2. Pemain Reog
2.1 Mbarong (mbarOG)
48
(Senin, 18 Agustus 2008)
Mbarong (mbarOG) salah satu pemain dalam reog yang menggunakan
barongan, biasa disebut pembarong.
Mbarong: m-+ barong → mbarong „pelaku„
Prefiks M - + nomina → verba denominal. Prefiks M- memberi makna
orang yang melakukan, jadi mbarong adalah orang yang membawa
barongan.
2.2 Pengrawit (p|Grawit)
(Kamis, 05 Juni 2008)
Pengrawit (p|Grawit) adalah bagian dari pemain reog yang memainkan
musik. Pengrawi : peNg- + krawit „musik‟ → pengkrawit „orang yang
memainkan musik‟. Prefiks peNg- + nomina → verba denominal.
Prefiks peNg- memberikan arti orang yang melakukan. Jadi pengkrawit
adalah orang yang memainkan musik atau gending.
2.3 Penggerong (p|GgerOG)
49
(Senin, 18 Agustus 2008)
Penggerong (p|GgerOG) „penyanyi dalam reog‟. Penggerong: peNg- +
gerong „menyanyi‟ → penggerong ‟penyanyi dalam reog‟. Prefiks peNg-
+ verba → verba denominal.
3 Lagu dan Tarian
3.1 Ganongan (ganoGan)
Ganongan (ganoGan) „gerakan tari yang didominasi gerakan lari, dan
akrobat yang cepat dan lincah‟. Ganongan: ganong + -an → ganongan
„gerakan lari dan akrobat‟. Nomina + sufiks -an → verba denominal.
3.2 Gendhing panaragan (g|nDIG pOnOragan).
Gendhing panaragan (g|nDIG pOnOragan) adalah gending yang
dipergunakan sebagai iringan joget/tari, iring-iringan dan tetabuhan
biasa yang dapat diikuti dengan lagu-lagu sesuai keinginan. Gendhing
panaragan termasuk dalam polimorfemis karena kata gendhing
panaragan mengalami proses pemajemukan leksikal dari bentuk kata
dasar gendhing „iringan‟ dan panaragan „lagu‟ sehingga makna yang
terbentuk adalah iring-iringan/tetabuhan yang diiringi lagu-lagu sesuai
keinginan.
3.3 Sabetan (sab|tan)
Sabetan (sab|tan) ‟gerakan tari berupa gerakan mencambuk dengan
pecut‟. Sabetan: sabet „cambuk‟ + -an → sabetan „mencambuk‟. Verba
+ sufiks -an → verba denominal.
50
3.4 Kebatan (kebatan)
Kebatan (kebatan) adalah gerakan mengibaskan sampur. Kebatan:
kebat „kebat‟ + -an → kebatan „mengibaskan‟. Verba + sufiks -an →
verba denominal.
3.5 Jathilan (jaTilan)
Jathilan: jathil „kuda‟ + -an → jathilan „tarian kuda‟. Nomina + sufiks -
an → denominal. Akhiran -an pada jathilan memberi makna „tiruan‟.
Jadi jathilan adalah tiruan tari kuda.
4. Sesajian
4.1 Menyan cina (m|¥an cinO)
(Senin, 18 Agustus 2008)
Menyan cina (m|¥an cinO) „kemenyan‟. Proses pembentukan kata
menyan cina melalui proses pemajemukan dengan penghadiran bentuk
dasar yang prakategorial. Adapun bentuk dasar itu adalah menyan cina
„kemenyan‟ kata menyan merupakan persenyawaan dari kata cina, yang
memberikan cap bahwa konstruksi yang dibentuk adalah benar-benar
kata majemuk dan bukan frase.
4. 2 Kinangan (kinaGan)
51
(Senin, 18 Agustus 2008)
Kinangan (kinaGan) „kinangan‟. Kinangan terbentuk dari kata kinang +
-an → kinangan. Nomina + sufiks -an → denominal. Sufiks -an
merupakan pemarkah atau penjelas kata benda. Jadi kinangan
merupakan merupakan kumpulan beberapa benda, antara lain: tembakau,
gambir, enjet, dan suruh.
4.3 Jajanan pasar (jajanan pasar)
(Senin, 18 Agustus 2008)
Jajanan pasar (jajanan pasar) „aneka macam makanan yang biasa
dibeli dari pasar. Kata jajanan + pasar merupakan penggabungan dua
kata yang mana kedua kata itu merupakan kata pokok dari kata itu.
Penggabungan kedua kata itu disebut kata majemuk, sehingga dari
penggabungan dua kata itu mengalami perubahan makna yang awalnya
jajanan „makanan‟ dan pasar „tempat jual beli‟ menjadi jenis makanan
yang beraneka ragam yang dibeli dari pasar. Kata jajanan itu sendiri,
mengalami proses morfologis yaitu jajan + sufiks -an. Akhiran -an
mengubah makna dari kata kerja (verba) jajan menjadi kata benda
(nomina) yaitu jajanan.
52
4.4 Sega golong (s|gO gOlOŋ)
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Sega golong adalah nasi yang berbentuk lingkaran kecil yang biasa
diletakkan di sekitar nasi tumpeng. Sega golong merupakan kata
majemuk yang dibentuk dari kata sega + golong → sega golong.
Nomina + ajektiva → denomina.
5.Busana / Kostum
5.1 Koloran (koloran)
(Kamis, 05 Juni 2008)
Koloran (koloran) „kolor atau tali pada celana‟. Terbentuk dari kata
kolor „kolor‟ + -an → koloran. Nomina + sufiks -an → denominal.
Akhiran -an memberi makna „penjelas kata benda‟. Jadi koloran
adalah tali pada celana.
5.2 Epek timang (EpE? timaG)
(Minggu, 26 Oktober 2008)
53
Epek timang (EpE? timaG) „sabuk atau ikat pinggang‟. Epek timang
terbentuk dari dua kata yaitu epek „epek‟ + timang „timang„, merupakan
proses pemajemukan dari dua kata yang mana kedua kata itu merupakan
kata pokok sehingga hadir makna baru yaitu ikat pinggang yang
dilengkapi dengan timang atau gesper.
3. Frase
Frase adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua atau lebih dari dua
kata yang tidak berciri klausa dan yang pada umumnya menjadi pembentuk
klausa (Djoko Kentjono, 1982: 57).
1. Busana/Kostum
1.1 Kaos loreng (kaOs lorEG)
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Kaos loreng (kaOs lorEG) „kaos yang berwarna merah dan putih‟. Kaos
loreng merupakan bentuk frase endosentris yang atribut dari kata kaos +
loreng → kaos loreng. Kata kaos termasuk golongan kata nomina, maka
frase kaos loreng termasuk golongan frase nomina.
1.2 Udheng jilidan (uD|G jilidan)
54
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Udheng jilidan (uD|G jilidan) „ikat kepala‟ seperti blangkon. Udheng
„iket kepala‟ + jilidan „jilid‟ merupakan bentuk frase endosentrik yang
atribut. Pembentukan frase dari kata udheng „iket‟ dan jilidan „jilid‟,
yang mana kata udheng termasuk kata nomina yang diikuti kata verba,
karena itu frase udheng jilidan termasuk golongan frase nomina,
sehingga makna yang dihadirkan adalah iket kepala yang sudah dibentuk
(blangkon).
1.3 Udheng modhang (uD|G moDaG)
Minggu, 26 Oktober 2008
Udheng modhang merupakan bentuk frase endosentrik yang atribut dari
kata udheng „iket‟ dan modhang „batik‟. Kata udheng termasuk frase
nomina sebagai UP yang diikuti frase verba sehingga frase udheng
modhang termasuk golongan frase nomina. Jadi udheng modhang
adalah „ikat kepala‟ yang masih berupa kain batikan atau ikat kepala
yang belum berbentuk blangkon.
2. Sesajian
2.1 Rujak degan (ruja? d|gan)
55
(Senin, 18 Agustus 2008)
Rujak degan (ruja? d|gan) „rujak kelapa muda‟. Rujak degan terdiri
dari kata rujak „rujak‟ dan degan „kelapa muda‟ ini merupakan bentuk
frase endosentrik yang koordinatif. Kesetaraan frase rujak degan dapat
dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata
dan atau atau. Frase rujak degan termasuk golongan frase nominal yang
terbentuk dari frase nomina (rujak) sebagai unsur pusat (UP) diikuti
frase nomina (degan).
2.2 Kembang setaman (k|mbaG s|taman)
(Senin, 18 Agustus 2008)
Kembang setaman (k|mbaG s|taman) „bunga lima warna/macam.
Kembang setaman merupakan bentuk frase endosentrik yang atribut,
yang berasal dari kata kembang „bunga‟ dan setaman „lima warna‟.
Frase kembang termasuk frase nomina sebagai UP yang diikuti frase
nomina (setaman), sehingga kembang setaman termasuk frase nomina.
2.3 Gedhang raja (g|DaG rOjO)
56
Senin, 18 Agustus 2008
Gedhang raja (g|DaG rOjO) adalah pisang yang selalu digunakan
dalam sesajian. Pisang ini berwarna kuning. Gedhang raja merupakan
bentuk frase endosentrik yang atributif yang terbentuk dari dua kata
yaitu gedhang + raja → gedhang raja. Nomina (gedhang) sebagai UP
yang diikuti nomina (raja) sebagai pelengkap atau atribut.
3. Peralatan untuk Pemain
3.1 Jaran kepang (jaran kepaG) „kuda kepang‟
(Minggu, 26 Oktober 2008)
Jaran kepang (jaran kepaG) „kuda kepang‟. Jaran kepang merupakan
bentuk frase endosentrik yang atributif dari kata dasar jaran „kuda‟ dan
kepang „anyaman bambu‟. Frase jaran termasuk nomina sebagai UP,
dan kepang termasuk nomina sebagai atribut/pelengkap sehingga jaran
kepang termasuk golongan frase nomina. Jadi jaran kepang adalah
anyaman dari bambu yang berbentuk seperti kuda.
3.2 Dhadhak merak (DaDa? m|ra?)
(Senin, 18 Agustus 2008)
57
Dhadhak merak merupakan bentuk frase endosentrik yang koordinatif.
Kesetaraannya itu dapat dibuktikan dengan adanya kemungkinan kedua
kata itu dihubungkan dengan kata dan atau atau sehingga menjadi
dhadhak dan merak, dhadhak atau merak. Penambahan kata
penghubung itu tidak merubah artidari kata semula yaitu dhadhak merak
yang artinya burung merak.
4. Atraksi
4.1 Jaran ngedan (jaran Gedan)
(Senin, 18 Agustus 2008)
Jaran ngedan (jaran Gedan) „pemain kuda yang gila‟. Jaran „kuda‟ +
ngedan „gila‟ merupakan bentuk frase endosentrik yang atributif. Kata
jaran (nomina) sebagai UP yang diikuti kata ngedan (verba) sebagai
atribut atau pelengkap seingga terbentuk kata jaran ngedan (frase
verbal) sehingga artinya pemain kuda yang melakukan atraksi gila-
gilaan. Bentuk kata ngedan terbentuk dari: Ng- + edan „gila‟ → ngedan
„tindakan gila‟. Prefiks nasal Ng- sebagai pemarkah kata ngedan yang
menunjukkan bahwa pemarkahan oleh afiks berarti makna khusus atau
spesifik dan konkret yaitu sebuah tindakan yang gila.
58
4.2 Celeng ngedan (cElEG Gedan)
Celeng ngedan (cElEG Gedan). „pemain celeng yang gila‟. Celeng
ngedan merupakan bentuk frase endosentrik yang atributif. Frase celeng
(nomina) sebagai UP diikuti frase ngedan (verba) sebagai atribut
sehingga terbentuk frase celeng ngedan (frase verbal) yang artinya
pemain celeng yang melakukan atraksi gila. Kata ngedan terbentuk dari
prefiks -ng + edan ngedan „bergaya seperti gila‟.
B. Makna Leksikal dan Kultural
1. Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna yang ada pada leksem-leksem
(Chaer,1994: 7). Makna leksikal dari istilah-istilah kesenian reog, sebagai
berikut .
1) Gong
Gong seperti bonang tetapi dalam ukuran yang lebih besar
berfungsi sebagai bas yang dipukul bersamaan dengan bonang pada
pukulan genap. Dalam kesenian reog, gong mempunyai laras (nada)
slendro. Gong merupakan instrumen pengiring kesenian reog yang paling
dominan karena apabila dibunyikan menghasilkan suara yang
menggelegar, menggetarkan dada serta dapat didengar dari jarak yang
cukup jauh. Suaranya terdengar berirama tegas seperti komando yang
menggugah semangat tempur.
59
2) Angklung
Angklung adalah alat musik yang terbuat dari bambu yang
dibunyikan dengan cara digetarkan. Wujud angklung ada berbagai macam
ukuran. Ada yang besar, ada yang kecil dan ada pula yang tanggung.
Semua ada tiga kelompok (oktaf). Dan tiap kelompok ada lima buah
angklung (lima buah nada). Angklung besar dibuat dari bambu yang besar,
dengan ukuran dua ruas, atau lebih kurang lima puluh senti meter
panjangnya. Cara membunyikan angklung itu adalah dengan cara
digetarkan bambu kecil (panjang) yang bisa diturun naikkan dalam bambu
besar tersebut.
3) Bonang
Bonang adalah alat musik pukul berbentuk bulat dengan
tonjolan ditengahnya. Bonang berbentuk seperti gong dalam ukuran kecil.
Cara membunyikanya dengan cara dipukul secara ritmis dan bergantian
dengan ritme tetap sesuai dengan tempo gending itu sendiri.
4) Kendhang
Kendhang adalah alat musik perkusi yang berfungsi sebagai
aba-aba saat dimulainya gendhing dan berfungsi sebagai pengiring
gerakan juga pengendali irama. Dalam kesenian reog, kendang yang
dipergunakan adalah kendang ukuran besar. Panjangnya lebih kurang
seratus sentimeter, sedangkan garis tengahnya sekitar tiga puluh lima senti
meter. Cara membunyikan kendang dengan cara dipukul. Peranan kendang
60
dalam kesenian reog ini sangat menentukan, karena kendang bisa
mengolah nafas permainan, serta juga sebagai pengatur situasi penonton.
5) Ketipung
Ketipung adalah alat musik yang berbentuk seperti kendang
tetapi dalam ukuran yang lebih kecil dan berfungsi sebagai penambah
rempeg/meriahnya gending. Cara membunyikannya dengan cara dipukul
dengan alat pemukul yang lentur di sela-sela pukulan kedua bonang. Ada
orang yang mengatakan ketipung adalah kendang kecil. Ketipung
dipergunakan bersama dengan kendang.
6) Trompet
Trompet ialah salah satu alat musik dalam pertunjukan reog
yang berfungsi sebagai pembawa lagu atau melodi dan aba-aba sebelum
gamelan dimainkan. Trompet dibuat dari kayu yang berbentuk seperti
corong. Cara membunyikannya yaitu dengan cara ditiup pada bagian
ujungnya yang kecil. Suara yang dikeluarkan, diatur dengan adanya
lubang-lubang pada bagian tengah-tengahnya.
7) Saron
Saron adalah salah satu alat musik yang digunakan dalam
pertunjukan reog yang terbuat dari kuningan. Cara membunyikan dengan
dipukul atau ditabuh.
8) Barongan
Barongan adalah salah satu instrumen yang penting dalam
permainan reog. Barongan artinya barong tiruan atau barong yang tidak
61
sebenarnya; Arti sufiks/akhiran -an pada barongan adalah tidak
sebenarnya; tetiron; tiruan. Contoh lain, misalnya: bunthutan, bedhilan,
gunungan. Artinya bunthut tiruan, bedhil tiruan, gunung tiruan, dan
sebagainya.
BARONG : dalam bahasa Jawa Kuna : barwang
dalam bahasa Melayu : beruwang
dalam bahasa Batak : baruwang
dalam bahasa Dayak : bahuwang
dalam bahasa Belanda : beer
Menurut Tjokrodibroto, kata barongan sebenarnya sudah
merupakan persenyawaan. Asalnya dari singa barongan, yang artinya singa
barong tiruan (Hartono, 1980: 61).
Singa adalah harimau. Barong adalah suri atau gimbal. Jadi, singa
barong artinya harimau yang berambut gimbal. Suri: rambut panjang yang
terdapat pada leher kuda. Gimbal: rambut yang tebal, subur, tetapi tidak
terurusi. Akhirnya menjadi kusut. Dahulu kata barongan berarti pula nama
dari semua topeng hewan. Jadi, semua topeng hewan disebut barongan.
Misalnya, topeng ular, topeng buaya, topeng harimau, topeng kuda dan
sebagainya. Dalam kesenian reog yang disebut barongan ialah topeng harimau
(kepala harimau).
Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat barongan adalah
1. Kayu yang kuat dan ulet, tetapi ringan. Kayu tersebut dipergunakan
untuk kerangka tengkorak, dan nanti sebagai dasar melekatkan kulit
62
harimau. Kepala harimau ini mulutnya agak lebar, sebab nanti akan
dipergunakan sebagai lubang/celah-celah untuk melihat keluar si
pembarong.
2. Kulit harimau. Biasanya orang senang kepada kulit harimau yang
bercorak loreng, yang terkenal dengan sebutan macan gembong.
Begitu pula kulit yang dicari diusahakan kulit muka (kulit kepala atau
wajah).
3. Kayu palang yang kuat. Kayu tersebut pada waktu bermain digigit si
pembarong, sebagai pegangan.
4. Tali pengikat yang kuat. Biasanya terbuat daripada kain. Tali ini
diikatkan pada kepala pembarong bagian belakang. Dengan tali ini
maka bagaimanapun gerakannya si pembarong, barongan tidak akan
lepas.
5. Suri (rambut kuda) yang panjang. Dengan suri tersebut kepala harimau
akan tampak hidup dan tampan.
6. Kaca atau kelereng yang jernih. Kelereng ini dipergunakan sebagai biji
mata.
Barongan dikenakan seperti topeng. Si pemain menggigit kayu
palang. Sedang kepala pembarong dipergunakan juga sebagai tempat mengikat
tali barongan.
9) Dhadhak Merak
Barongan dan dhadhak merak sebenarnya dua buah benda,
yang masing-masing dapat dipisahkan menjadi barongan dan dhadhak
63
(merak). Barongan berujud kepala harimau, sedangkan dhadhak berupa
burung merak yang sedang menari (Bahasa Jawa ngigel). Kedua sayapnya
mengembang seperti kipas dan ekornya menjulang tegak. Kedua kaki merak
tampak dalam keadaan siap. Dadak merak hanya dapat dipakai bila disatukan
(dipakai bersama) dengan barongan.
Dadak merak dibuat dari bahan-bahan yang agak mahal, serta
sukar dicarinya. Bahan-bahan yang dimaksud adalah: bambu, rotan, tali yang
kuat, bulu merak dan burung merak yang sudah dikeringkan. Ukuran besarnya
dhadhak merak disesuaikan dengan besarnya kepala harimau.
10) Topeng
Topeng artinya tutup wajah. Dalam bahasa Betawi, topeng artinya
teater atau tontonan. Dalam kesenian topeng terbuat dari kayu yang tidak
mudah pecah, yang dibentuk menurut kreasi budaya daerah yang ada. topeng
yang digunakan dalam permainan reog, sebagai berikut.
a. Topeng hewan. Yang dimaksud topeng hewan adalah barongan.
b. Topeng manusia. Topeng manusia dalam kesenian reog terdiri dari
topeng penthul, topeng tembem. Topeng penthul merupakan topeng
rekayasan yang dibentuk menurut kreasi budaya daerah yang ada.
Topeng ini berfungsi sebagai humor atau lelucon dalam kesenian reog.
Topeng tembem seperti topeng penthul tetapi topeng tembem berupa
topeng yang menyerupai fungsi yang sama yaitu sebagai pengocok
perut atau lelucon saja sehingga permainan reog menjadi semakin
semarak.
64
c. Topeng raksasa. Bujangganong adalah topeng raksasa. Topeng ini
berwujud topeng raksasa warnanya merah tua atau hitam, rambutnya
panjang di depan. Matanya melotot, hidung besar dan panjang, dahi
menjorok (Bahasa Jawa: ngganong)
11) Pecut
Pecut adalah alat yang dibuat dari penjalin (bambu atau rotan)
yang diberi upat-upat benang berwarna merah putih.
12) Keris
Keris adalah alat yang dibuat dari besi yang dibentuk memakai luk
(lekuk-lekuk). Bentuk keris yaitu berlekuk-lekuk dari ukuran besar kemudian
semakin kecil sampai ujung keris dengan bentuk tumpul. Keris ini dipakai
dengan cara diselipkan pada stagen lipatan terakhir tepat pada punggung.
13) Celeng
Celeng adalah peralatan reog yang terbuat dari anyaman bambu
yang berbentuk seperti binatang celeng “ babi”.
14) Udheng
Udheng adalah iket yang digunakan untuk menutup kepala.terbuat
dari kain yang terbentuk segitiga dan biasa bercorak batik dengan warna yang
gelap (hitam atau kecoklatan). Udheng atau iket kepala dapat dibedakan
menjadi dua , yaitu :
1. Udheng jilidan ialah iket kepala khas buat penari.
65
2. Udheng modang ialah iket kepala berwarna coklat dengan dasar hitam
dan corak batik berwarna coklat dengan dasar hitam dan corak batik
berwarna coklat tepinya.
15) Jaran kepang
Jaran kepang adalah kuda kepang, yang terbuat dari anyaman bambu.
Dalam kesenian reog biasanya jaran kepang `kuda kepang` berjumlah dua
buah berwarna hitam dan merah. Dinamakan jaran kepang `kuda kepang‟
karena kuda ini dibuat dari kepang. Kepang adalah anyaman yang dibuat dari
rautan bambu yang halus.
16) Ancinco
Ancinco adalah kostum yang digunakan para pemain reog yang
atasan (baju) dan bawahan (celana) berwarna hitam-hitam. Atasan (baju)
hitam tanpa kerah . bawahan (celana) terbagi dalam beberapa jenis, sebagai
berikut :
1. Celana hitam dingkikan adalah celana sepanjang lutut terbuat dari
kain warna hitam. Celana ini adalah kostum jathilan.
2. Celana panjang bergombyok adalah celana yang panjang sampai
mata kaki, celana ini pakai oleh pemborong.
3. Celanan panjang hitam gejigan adalah celana panjang sebatas mata
kaki, seperti celana gombor tapi tidak terlalu gombor.
17) Kaos loreng
Kaos loreng adalah kostum pemain reog berupa kaos yang berwarna
merah dan putih (loreng antara merah dan putih)
66
18) Epek timang
Epek timang adalah kostum berupa ikat pinggang yang terbuat dari
kain bludru polos warna hitam dengan gesper (timang).
19) Sampur
Sampur adalah kostum berupa selendang. Sampur ini diikatkan di
pinggang dan kedua ujungnya terjulur.
20) Jarik
Jarik adalah kostum berupa kain panjang berwarna latar hitam dan
corak batik warna coklat dengan motif beraneka. Jarik ini disebut juga jarit.
21) Koloran
Koloran/usus-usus atau adalah kolor atau tali yang terbuat dari
benang katen (lawe) berwarna putih yang dijalin dan dipintal jadi satu,
panjang 2 meter, dengan garis tengah kurang lebih 3 meter, sementara benang
di kedua ujungnya dibiarkan terurai.
22) Setagen
Setagen adalah kostum berupa kain yang dililitkan dipinggang
berwarna gelap (hitam atau coklat). Panjangnya sekitar 4 meter dan lebarnya
sekitar 10 cm.
23) Warok
Warok adalah sosok pimpinan reog. Warok merupakan sosok
seorang yang diakui memiliki kelebihan-kelebihan khususnya dalam ilmu
Kanuragan (kekebalan tubuh) dan berderajat spiritual yang tinggi. Babad
Ponorogo yang disusun Purwowijoyo mencatat bahwa secara etimologis
67
warok berasal dari kata “Waroi” (Jawa: Wirangi) yang berarti wis pana, wis
ngerti banget marang agal alus lahir batin, tumindhake mung kanggo tetulung
marang liyan (sudah memahami kehidupan secara sempurna lahir dan batin,
dan mengabdikan hidupnya untuk membantu orang lain). Jadi warok adalah
sosok yang dikenal sebagai seseorang yang menguasai ilmu Kejawen (Jawa
Pos, 2003: 25). Dalam kesenian reog warok lebih terlihat sebagai pengawal-
pengawal (punggawa) yang biasa disebut warok muda, dan sebagai sesepuh
(guru) disebut warok tua. Sosok warok muda digambarkan berbadan gempal
dengan bulu dada, kumis dan jambang lebat serta mata yang tajam, sedangkan
warok tua digambarkan sebagai sosok lelaki tua berbadan kurus.
24) Pembarong
Pembarong adalah pemain reog yang menggunakan barongan.
Pembarong ini memakai kostum: celana panjang gombyok, stagen, epek
timang hitam, baju kimplong (baju yang menyerupai kaos singlet.
25) Pengrawit
Pengrawit adalah pemain atau penabuh gamelan (alat musik pengirng
reog). Pengrawit ini berjumlah 8 orang antara lain pengrawit gong,(1),
kendhang (1), angklung (2), bonang (1), saron (1), ketipung (1), terompet (1).
26) Jaran ngedan
68
Jaran ngedan adalah pemain reog yang memakai peralatan jaran
kepang (kuda kepang) dan melakukan atraksi seperti kuda yang gila.
Gerakannya lincah dan akrobat.
27) Celeng ngedan
Celeng ngedan adalah pemain reog yang memakai peralatan celeng
(babi) yang melakukan atraksi yang lincah.
28) Besut
Besut ialah gerakan tari dalam pertunjukan reog dengan posisi
tangan kiri lurus ke depan, kaki kiri diangkat, kaki kanan napak terus berjalan
sambil loncat.
29) Tanjak
Tanjak adalah gerakan berdiri dari posisi jengkeng.
30) Gendhing Panaragan
Gendhing panaragan ialah gendhing yang dipergunakan sebagai
iringan joget atau tari iring-iringan dan tetabuhan biasa yang dapat diikuti
dengan lagu-lagu sesuai keinginan.
31) Ganongan
Ganongan adalah gerakan tari dalam pertunjukan reog yang mana
gerakan itu didominasi gerakan lari dan akrobat yang cepat dan lincah.
32) Sembahan
69
Sembahan adalah gerakan tari berupa gerakan mengangkat kedua
tangan dengan mempertemukan kedua telapak tangan di depan hidung gerakan
ini biasa dilakukan sebelum permainan dimulai.
33) Sabetan
Sabetan adalah gerakan tari dengan posisi tangan kanan memegang
pecut kemudian pecut itu dicambukkan pada pemain jaran kepang (kuda
kepang) dengan gerakan kearah atas bawah , dan sebaliknya.
34) Buncet
Buncet adalah nasi yang dibentuk seperti gunungan kecil atau
tumpeng kecil yang mana disekitar gunungan atau tumpeng itu dilengkapi
dengan sayuran, pisang raja, krupuk merah, peyek, kedelai, jajanan pasar dan
kinangan.
35) Kembang setaman
Kembang setaman adalah bunga lima warna atau lima macam yaitu
bungan mawar, bunga melati, bunga kanthil, bunga kenanga, dan bunga
pandan wangi.
36) Menyan cina
Menyan cina adalah peralatan yang digunakan dalam sesaji yang
berbentuk bulat kecil, berwarna hitam kecoklatan. Menyan cina ini digunakan
dengan cara dibakar.
37) Rujak degan
70
Rujak degan adalah rujak yang dibuat dari kelapa muda. Adapun
kelapa muda yang digunakan adalah jenis kelapa hijau.
38) Dhanyangan
Dhanyangan adalah tempat-tempat keramat (pohon besar, sumur,
batu besar dan lain-lain), yang dianggap tempat bersemayamnya roh-roh
penunggu dan pelindung desa. Adapun dhanyangan yang digunakan dalam
pertunjukan kesenian reog ini biasanya ditempat-tempat yang ada pohon
besar, batu besar yang dianggap keramat.
39) Gedhang raja
Gedhang raja adalah jenis pisang yang selalu digunakan dalam
sesajian. Pisang raja ini warnanya kuning dan bentuknya tidak terlalu
panjang.
40) Kinangan
Kinangan adalah peralatan dalam sesajian yang terdiri dari suruh,
enjet, gambir dan tembakau.
41) Peyek
Peyek adalah perlengkapan sesajian yang berupa lauk pauk,
terbuat dari kacang tanah.
42) Krupuk
Krupuk adalah perlengkapan sesajian yang berupa krupuk
berwarna merah.
43) Pawang
71
Pawang adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk
mendatangkan dan mengembalikan roh halus yang dibutuhkan.
44) Sega Golong
Sega golong adalah nasi yang berbentuk lingkaran dan digunakan
dalam tumpeng. Biasanya sega golong ini diletakkan disekitar tumpeng.
45) Paraga
Paraga adalah keseluruhan para pemain yang terdiri dari para
pemain reog (barongan, dhadhak merak, jaran kepang, celeng, dan
penthul-tembem) dan para pengrawit.
46) Jathilan
Jathilan adalah jenis tarian kuda. Dilakukan oleh anak laki-laki yang
manis. tarian ini bisa berupa atraksi jalan nyongklang, jalan dingklikan,
perang-perangan dan seterusnya.
47) Kebatan
Kebatan adalah gerakan mengebatkan sampur. Kebatan ini dilakukan
para pemain yang menggunakan topeng penthul tembem.
48) Sendon
Sendon adalah adegan keluarnya penthul-tembem dari arah pengiring
ketengah arena sambil menari. Sendon ini dilakukan pada saat pemain jaran
kepang, celeng, barongan dan dhadhak merak istirahat. Sehingga
dimeriahkan/diisi dengan adegan sendon oleh pemain-pemain penthul-
tembem.
49) Jalan nyongklang
72
Jalan nyongklang adalah gerakan tari menirukan gerakan
menunggang kuda dengan kedua tangan memegang jaran kepang (kuda
kepang).
50) Pawang
Pawang adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk
memanggil dan mengembalikan roh halus yang dibutuhkan. Pawang
merupakan sosok warok muda karena pawang dianggap orang yang memiliki
kelebihan dan menguasai ilmu kanuragan.
51) Srati
Srati adalah orang yang mempunyai tugas dan kemampuan untuk
mengawasi dan mengamankan gerak para pemain jaran kepang, celeng,
dhadhak merak, barongan agar tidak terjadi hal yang membahayakan.
2. Makna Kultural
Makna kultural adalah makna bahasa yang dimiliki oleh masyarakat
dalam hubungan dengan budaya tertentu (Edi Subroto dalam Wakit,1999).
Makna kultural dari istilah-istilah dalam kesenian reog dikabupaten Boyolali
adalah sebagai berikut.
1) Gong
Dalam kesenian reog apabila gong besar dibunyikan maka suaranya
terdengar berirama tegas seperti komando yang menggugah semangat tempur.
Dahulu diceritakan, yaitu ketika ilmu mistik masih berpengaruh kuat dalam
kesenian reog, dan pada saat sistem adu domba kuat-kuatan mempengaruhi
73
satua-satuan reog, maka alat penantang sebagai ajakan tempur adalah bunyi
gong yang besar yang dibunyikan bertubi-tubi. Suara terdengar dari jarak yang
sangat jauh. Bagi pihak lawan yang mendengar suara itu segera
mengimbanginya. Gong dibunyikan pada saat reog akan dimulai. Ini
mempunyai makna yang pertama adalah sebagai ajakan atau menantang
perang dan yang kedua untuk mengobarkan semangat tempur bagi prajurit-
prajuritnya (dalam kesenian reog prajurit digambarkan dengan para pemain
reog).
2) Angklung
Alat musik yang tebuat dari bambu ini (angklung) dalam kesenian
reog mempunyai makna yang menyimbolkan kegirangan hati rakyat.
Angklung menunjukkan gambaran bahwa rakyat sedang merasa senang dan
gembira.Hal ini dilihat dari meriahnya suara yang keluarga dari angklung.
3) Bonang
Dalam kesenian reog, Bonang ini merupakan nada gelombang irama
gamelan. Hal ini melambahkan bahwa kehidupan manusia itu penuh lika-liku
atau gelombang sehingga manusia harus senantiasa berhati-hati dalam
menjalani kehidupannya.
4) Kendhang
Dalam kesenian reog, kendhang mempunyai peranan yang sangat
menentukan. Kendhang dapat mengolah nafas permainan, serta juga sebagai
pengendali atau pengatur situasi penonton. Kendhang merupakan satu-satunya
instrumen yang dapat membakar semangat.
74
Dalam pertarungan antar satuan reog, maka pengendanglah yang
menjadi sasaran utama. Karena itu pengendang harus mendapatkan
perlindungan yang kuat, kendang berperan yang sama dengan genderang bagi
prajurit. Untuk melahirkan sikap dan langkah yang tegas, serta untuk
menampakkan semangat prajurit, maka gendanglah yang mengaturnya.
5) Ketipung
Ketipung merupakan kendhang kecil. Dalam kesenian reog ketipung
juga mempunyai peranan yang penting. Adapun makna kultural dari ketipung
ini adalah ikut dalam membakar semangat para pemain reog.
6) Terompet
Dalam keprajuritan bunyi terompet merupakan suatu perintah yang
harus ditaati. Terompet juga sebagai komando dalam peperangan. Dalam
kesenian reog terompet merupakan gamelan reog yang ikut membakar
semangat dan mengobarkan jiwa juang para prajurit (pemain) reog.
7) Saron
Dalam kesenian reog saron merupakan alat musik yang dapat
menghidupkan tabuhan-tabuhan atau irama. Jadi saron mempunyai makna
bahwa plat yang dapat menghidupkan dan menggerakkan semangat para
pemain reog.
8) Barongan
Dalam kesenia reog, barongan adalah satu-satunya instrumen yang
mendapatkan tempat utama dan dianggap sebagai benda keramat. Sehingga
75
pada hari-hari tertentu, dan pada setiap akan dipakai selalu orang yang
mempunyai kepercayaan yang berlebih-lebihan, sehingga kadang-kadang
terdapat beberapa kuntum bunga kanthil dan parem (minuman yang dibuat
dari kunyit dan gula) tersedia di dekat kemenyan (dupa) dalam kesenian reog.
Barongan dipakai bersamaan denga dhahak merak. Barongan merupakan
topeng kepala harimau, ini melambangkan perawakan yang kokoh, tenang,
waspada dan terampil bergerak. Selain itu juga menggambarkan sifat-sifat
seperti macan yaitu galak (artinya gigih dan pantang menyerah) dalam
mencapai cita-citanya.
9) Dhadhak merak
Dhadhak merak berupa seekor burung merak yang sedang menari.
Kedua sayapnya mengembang seperti kipas, dan ekornya menjulang tegak
kedua kaki merak tampak dalam keadaan siap. Dhadhak merak hanya dapat
dipakai bila disatukan (dipakai bersama) dengan barongan. Satuan dari
keduanya dinamakan reog. Merak dan harimau adalah dua makhluk yang
memiliki sifat-sifat yang sangat berbeda. Harimau perawakannya kokoh,
tenang, waspada dan terampil dalam bergerak sedangkan merak, adalah
burung keindahan yang gerakannya menarik dan gayanya melentik. Oleh
ketajaman para seniman dapat diluluhkan menjadi satu sifat yang harmonis
yaitu suatu sifat yang terpuji, berwibawa dan dicintai. Kedua sifat itu
dipancarkan oleh seni budaya rakyat yaitu kesenian reog.
10) Topeng
76
Topeng yang merupakan aling-aling (tutup wajah) atau kedok ini
melambangkan sifat-sifat manusia sesuai dengan topeng yang dipakai:
a. Topeng Bujangganong melambangkan si pemakai topeng ini berwatak
gagah dan kuat.
b. Topeng Penthul melambangkan prajurit-prajuritnya dan para abdi
satria
c. Topeng tembem melambangkan pria dan wanita yang bergaya seperti
orang banci sehingga menimbulkan kelucuan bagi para penonton.
11) Pecut
Pecut adalah alat yang dibuat dari penjalin yang diberi upat-upat
benang berwarna merah putih. Hal ini melambangkan bahwa penjalin itu
merupakan bahan yang sukar patah, dan suci (putih). Jadi pecut mempunyai
makna yaitu alat yang dapat digunakan untuk mengerakkan para pemain untuk
bersifat selalu bersemangat dan tidak mudah putus asa/menyerah. Selain itu
pecut juga dipercaya sebagai alat yang dapat dipergunakan untuk mengundang
dan mengembalikan roh halus.
12) Keris
Keris yang berbentuk lekuk-lekuk ini mempunyai makna sebagai
senjata lambang keamanan untuk menjaga diri agar yang memakai keris itu
mempunyai kepercayaan dan keberanian diri.
13) Jaran kepang
Jaran kepang (kuda kepang) melambangkan alat yang digunakan
sebagai titian (kendaraan) bagi kesatria. Dalam kesenian reog pemain kuda
77
kepang ini peranannya sangat menentukan bagi keberhasilan pertunjukan.
Sejak dahulu, satu diantara rahasia mengapa pertunjukan reog selalu baik
dalam mengundang massa, tidak lain karena adanya pemain kuda kepang.
Begitu pula salah satu rahasia mengapa dalam pertunjukan reog sering terjadi
pertarungan antar satuan reog, tidak lain juga kuda kepang inilah yang
menjadi sumbernya. Oleh karena itu, pemain kuda kepang selalu mendapat
penjagaan dan perlindungan, karena pemain kuda kepang ini memberikan
sugesti yang besar dan kuat. Jika pemain kuda kepang senang menari atau
melakukan adegan perang, maka pemain dan penonton banyak yang terlibat
dalam situasi, suasana seperti ini sebentar-sebentar diselingi oleh sorak-sorak
yang menggemparkan dengan kata lain kuda kepang ini mempunyai makna
kultural yang melambangkan ilmu kebatinan yang bisa memberikan sugesti
bagi para penonton.
14) Celeng
Alat yang terbuat dari anyaman bambu dengan bentuk seperti celeng
(babi) ini melambangkan bahwa hewan yang merugikan manusia karena
merusak pertanian masyarakat. Dalam kesenian reog, celeng dapat
memberikan ajaran kepada para penonton bahwa manusia harus hati-hati
terhadap hewan yang dapat merugikan tanaman.
15) Udheng
Udheng atau iket kepala digunakan untuk menutup kepala. Udheng
mempunyai makna bahwa menggambarkan sifat-sifat kejawen. Dari
78
bentuknya, udheng dibedakan menjadi dua yaitu: udheng jilidan dan udheng
modang. Dari bentuk udheng itu dapat dilihat makna sifat-sifat kejawen dari
orang Jawa. Adapun maksud dari sifat-sifat itu adalah sifat orang Jawa yang
selalu bijaksana dan berwibawa.
16) Ancinco
Ancinco adalah kostum pemain reog warna hitam-hitam, ini
melambangkan rasa lahiriah dan batiniah yang menyatu sehingga menciptakan
kekuatan gaib yang luar biasa dalam diri para pemakai kostum ini.
17) Kaos loreng
Kaos tanpa kerah yang berwarna loreng merah dan putih ini
melambangkan kekhasan para pemain reog dalam mengupayakan untuk
membedakan pemain reog dengan penonton. Selain melambangkan kekhasan,
kaos loreng merah dan putih mempunyai makna bahwa loreng dengan warna
merah melambangkan keberanian para pemain, dan loreng warna putih
melambangkan jiwa yang bersih dan suci. Selain itu juga warna merah dan
putih ini melambangkan warnma bendera bangsa Indoneisa, artinya bahwa
kesenian reog ini benar-benar merupakan kesenian asli bangsa Indonesia.
18) Epek timang
Kostum yang berupa ikat pinggang ini mempunyai makna suatu
perlambang bahwa sebenarnya seni budaya Jawa mempunyai suatu
keunggulan yang tumbuh di hati sanubari para leluhur yang melekat pada jiwa
para trah Kusuma (keturunan para ratu). Epek timang ini merupakan kostum
79
khusus dipakai oleh pemain jaran kepang (kuda kepang). Epek timang ini
khusus untuk pemain jaran kepang karena epek timang ini melambangkan
kegagahan dari pemain jaran kepang.
19) Penadon
Baju yang berwarna hitam melambangkan bahwa baju itu
mempunyai kekuatan gaib sehingga baju hitam itu bisa mendatangkan
kekuatan.
20) Sampur
Sehelai kain yang berupa selendang (sampur) mempunyai makna
bahwa sampur ini melambangkan gerak yang diciptakan oleh pemakainya
sehingga gerakan yang diciptakan menjadi jelas .
21) Jarik
Jarik yang bercorak batik ini mempunyai maksud melambangkan
bahwa jarik batik adalah kostum yang dipakai para kesatria yang berbudaya
Jawa (Pakaian kejawen). Dengan memakai kostum berupa jarik ini diharapkan
para pemain mempunyai jika ksatria dan berwibawa.
22) Koloran
Koloran ini melambangkan bahwa koloran yang sudah diisi
merupakan pusat munculnya daya kekuatan bagi warok. Koloran dipakai oleh
warok.
23) Setagen
80
Kostum yang dipakai /dililitkan dipinggang yang berwarna gelap ini
mempunyai makna agar para pemain dapat menciptakan suatu gerak yang
terarah. Dengan kata lain setagen mempunyai makna kultural pengatur dan
pengendali gerakan para pemain reog.
24) Warok
Warok adalah pemimpin rombongan dalam kesenian reog yang
dianggap mempunyai kekuatan yang lebih daripada pemain-pemain yang
lainnya.
- Warok tua melambangkan sosok seorang guru yang mempunyai
kekuatan dan menguasai ilmu kejawen.
- Warok muda melambangkan sosok seorang punggawa atau pengawal-
pengawal raja Klana.
25) Penthul
Penthul adalah bagian dari pemain reog yang melambangkan
karakter manusia yang bersifat humoris (lelucon) sehingga dengan adanya
penthul ini pertunjukan reog menjadi lebih meriah dan tercipta suasana yang
semarak.
26) Pembarong
Pemain yang memakai barongan ini melambangkan sosok manusia
raksasa sebagai simbol suatu kejahatan.
27) Pengrawit
81
Pengrawit adalah para penabuh gamelan. Para pengrawit ini
dipercaya sebagai pengatur dan pengendali para pemain jaran kepang, celeng,
barongan dan dhadhak merak.
28) Penggerong
Penyanyi dalam reog yang menyanyikan lagu-lagu berupa slogan ini
melambangkan semua sifat-sifat reog itu.
29) Pawang
Pawang menggambarkan sosok pemain reog yang mempunyai
kemampuan untuk mendatangkan dan mengembalikan roh halus yang akan
dibutuhkan.
30) Sega golong
Sega golong adalah nasi yang berbentuk lingkaran. Golong
mempunyai makna bahwa nasi itu melambangkan menyatunya kemampuan
lahir dan batin dari seluruh para pemain reog (paraga) yang dapat mewujudkan
seni dan budaya khas kesenian reog.
31) Jaran ngedan
Jaran ngedan adalah pemain yang menggunakan jaran kepang yang
melakukan adegan-adegan perang. Hal ini mempunyai makna bahwa jaran
ngedan itu melambangkan seorang kesatria yang berlaga atau bergaya seperti
senopati yang siap berperang.
32) Celeng ngedan
82
Pemain yang menggunakan peralatan anyaman bambu berbentuk
celeng ini melambangkan suatu kerusuhan yang dilakukan untuk merusak
tanaman masyarakat.
33) Sembahan
Sembahan biasa dilakukan diawal pertunjukan reog. Sebelum reog
dimulai maka dilakukan sembahan yang mempunyai tujuan untuk minta izin
kepada kekuatan gaib seperti dhayang, roh halus , dan sebagainya.
34) Sabetan
Sabetan adalah gerakan menyabet atau menyambuk dengan pecut.
Hal ini mempunyai makna bahwa si pemain jaran kepang yang disabet agar
bersemangat, lincah dan gesit dalam melakukan atraksi-atraksinya.
35) Buncet
Buncet adalah nasi yang berbentuk kerucut (tumpeng) ini
melambangkan suatu gambaran masjid yang mempunyai makna yaitu
mengisyarat bahwa kekuatan ghaib itu adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha
Esa . Buncet ini digunakan dalam sesajen dengan maksud sebagai sarana
untuk meminta kekuatan gaib Buncet ini dilengkapi dengan :
- Sayuran: dengan harapan dapat menimbulakan suatu kesegaran
jasmani para paraga atau pemain).
- Pisang raja: perlambang merupakan budaya Jawa dari kraton yang
turun temurun dibudayakan, selain itu pisang raja digunakan dalam
sesajen karena ditangka seerti sajian untuk raja.
- Krupuk merah: melambangkang suatu keberanian yang khusus.
83
- Jajanan pasar: suatu adat tradisi Jawa yang digunakan untuk
menyingkirkan sengketa dimanapun para pemain itu berada agar
selamat.
- Kinangan: melambangkan sebagai tanda penghormatan pada nenek
moyang.
- Peyek
36) Kembang Setaman
Kembang setaman disebut juga bunga setaman. Bunga setaman ini
terdiri lima warna/ macam bungan yaitu bunga mawar, bunga melati, bunga
kanthil, bunga kenanga, dan pandan wangi. Dari kelima macam bunga tersebut
mempunyai makna kultural yaitu lima bunga yang digunakan itu merupakan
sarana agar terkabulnya permintaan kekuatan ghaib.
37) Menyan cina
Menyan cina atau kemenyan ini digunakan dalam sesaji dengan cara
dibakar sehingga akan menciptakan aroma atau bau yang khas dengan maksud
supaya aroma dari kemenyan itu diserap oleh makhluk halus yang
dilindunginya sehingga makhluk halus itu akan memberikan kekuatan ghaib
sesuai dengan permintaan.
38) Rujak degan
Rujak yang dibuat dari kelapa muda berwarna hijau mempunyai
makna bahwa rujak dengan itu untuk menciptakan tenaga-tenaga yang segar
agar para pemain-pemain reog menjadi kuat jasmani dan rohaninya.
84
39) Dhanyangan
Dhanyangan adalah tempat-tempat yang dikeramatkan. Tempat
dhanyangan dianggap sebagai wilayah yang sakral untuk meminta kekuatan
ghaib. Di tempat-tempat itu adalah tempat bersemayam para roh halus,
dhanyang yang dianggap mempunyai kekuasaan dalam suatu wilayah dukuh
tersebut.
40) Srati
Srati menggambarkan sosok pemain reog yang mempunyai
kemampuan untuk mengendalikan dan mengamankan pemain jaran kepang,
dhadhak merak, celeng, dan sebagainya.
41) Jathilan
Jathilan adalah tarian yang membaur dengan seni reog dan
pemain-pemainnya terdiri dari anak laki-laki atau remaja putra. Jathilan
mempunyai makna bahwa jathilan dapat memberikan daya sugesti yang
besar dan kuat. Hal ini terjadi ketika jathilan sedang menari-nari, maka
pemain dan penonton banyak yang terlibat dalam situasi. Mereka ikut
menyanyi dan menari, sehingga suasan menjadi hidup dan penuh riang.
C. Fungsi Pertunjukan Kesenian Reog
Fungsi kesenian reog di Kabupaten Boyolali dapat dibagi ke
dalam dua fungsi, yaitu, 1) fungsi bagi para pemain kesenian reog, dan, 2)
fungsi bagi kehidupan masyarakat setempat. Fungsi kesenian reog bagi
85
masyarakat Kabupaten Boyolali adalah, 1) sebagai saranan upacara, 2)
fungsi tontonan (hiburan).
1. Sarana Upacara
Sebelum tahun 1500-an, masyarakat Kabupaten Boyolali,
khusunya Desa Glonggong, kesenian reog digunakan sebagai sarana
upcara. Pelaksanaan upacara tersebut didasarkan pada anggapan bahwa
roh-roh jahat yang akan mengganggu kehidupan mereka. Suatu anggapan
yang sudah menjadi mitos tersebut, kemudian menimbulkan kebutuhan
supaya terbebas dari pengaruh roh jahat sehingga diadakan upacara
selamatan. Sebagai contoh kebutuhan untuk terbebas dari penyakit
diadakan upacara penyembuhan, kebutuhan untuk terbebas dari mara
bahaya dalam kehidupannya diadakan upacara bersih desa.
Pelaksanaan upacara dengan tujuan untuk mendatangkan roh-roh
baik atau roh pelindung untuk mengusir roh jahat. Agar tujuan dari suatu
upacara tercapai, maka diperlukan sarana untuk mendatangkan roh-roh
tersebut. Sarana tersebut adalah kesenian reog. Masyarakat menggunakan
reog sebagai sarana upacara karena reog merupakan bagian budaya
masyarakat desa setempat yang mereka percayai mendapat perlindungan
dari roh-roh para nenek moyang. Kehadiran reog sebagai bagian dari suatu
upacara akan menimbulkan fungsi sebagai sarana upacara bersih desa,
upacara pernikahan, upacara penyembuhan.
a. Upacara Bersih Desa
86
Upacara bersih desa adalah upcara yang berhubungan dengan
tujuan untuk keselamatan desa. Oleh karena itu pelaksanaan upacara itu
terbatas pada suatu daerah atau desa itu sendiri. Upacara ini merupakan
adat yang dilaksanakan masyarakat Desa Glonggong secara turun-
temurun. Tujuan upacara ini untuk mendatangkan keselamatan bagi
masyarakat setempat. Pelaksanaan upacara bersih desa terbatas pada
lingkungan masyarakat Desa Glonggong saja. Sedangkan pelaksanaan
setiap tahun sekali, yaitu pada bulan Syawal/hari raya Idul Fitri. Tepat
pada hari kedua.
Masyarakat Desa Glonggong ini melakukan upacara bersih desa
karena adanya anggapan bahwa upacara ini akan menghilangkan
masyarakat dari bahaya yang menimpa. Adanya tujuan magis dari upacara
ini, maka pertunjukan reog dijadikan sebagai sarana untuk mencapainya.
Dengan pertunjukan tersebut diharapkan bahwa roh nenek moyang (roh
pelindung) masyarakat desa, yaitu Eyang Raden Bagus Samudra hadir di
tempat upacara untuk melindungi masyarakat dari gangguan roh jahat.
Menurut keyakinan masyarakat setempat, kehadiran roh nenek moyang
ditandai dengan kesurupan (kemasukan roh halus) dari salah seorang
pemain reog. Mereka menganggap bahwa pemain tersebut kemasukan roh
nenek moyang yang mereka percayai. Dalam keadaan demikian, pemain
tersebut akan memberikan keterangan yang sangat diharapkan oleh
masyarakat yaitu tentang keadaan desa serta hal-hal apa yang harus
dilakukan untuk menjaga keamanan dan ketentraman bagi desa. Pada saat
87
seperti itu Kepala Desa diwajibkan mendengarkan saran atau petuah dari
roh halus yang akan menempel pada salah seorang penari jaran kepang.
b. Sarana Upacara Pernikahan
Pertunjukan reog sebagai sarana upacara pernikahan dapat
mengungkapkan kebiasaan masyarakat melaksankan salah satu budaya
masyarakat Jawa. Salah satu budaya tersebut adalah kebiasaan melakukan
selamatan ditempat-tempat yang dianggap keramat. Tempat-tempat
tersebut adalah pohon besar, rumah kosong, perempatan jalan, jembatan
dan lain-lain. Dalam upacara perkawinan pertunjukan reog beakhir apabila
rombongan mempelai laki-laki telah tiba di kediaman mempelai
perempuan selanjutnya rombongan reog menghentikan pertunjukan untuk
istirahat. apabila pihak yang menyelenggarakan pernikahan masih
menghendaki pertunjukan reog, maka pertunjukan akan dilanjutkan
kembali.
c. Upacara Penyembuhan
Fungsi pertunjukan reog sebagai sarana penyembuhan penyakit
dapat ditempuh dengan dua cara. Cara pertama adalah memanggil secara
khusus kesenian ke rumah si sakit. Cara kedua adalah mengikut sertakan
dalam upacara bersih desa. Cara pertama dilakukan bagi masyarakat yang
mampu, karena hal ini menyangkut biaya besar bila dibandingkan
penyembuhan dengan penyembuhan dengan cara kedua. Pelaksanaan
pertunjukan dimulai dengan menyelenggarakan selamatan terlebih dahulu,
dalam upacara selamatan mereka mengundang para tetangganya dan
88
saudara dekat. Pertunjukan reog dilaksanakan dihalaman rumah si sakit.
Sebelumnya sesepuh reog dilaksanakan dihalaman rumah si sakit.
Sebelumnya sesepuh reog akan mengungkapkan maksud dari pertunjukan
tersebut, yaitu untuk mengusir roh-roh jahat dan tubuh si sakit dan rumah
tempat tinggalnya, dengan mendatangkan roh-roh pelindung, mereka
percaya bahwa roh pelindung (nenek moyang) akan datang melalui salah
satu pemain yang biasanya dalam keadaan kesurupan, kemudian
melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan upacara tersebut.
Pertunjukan reog untuk kesembuhan berlangsung selama dua
hingga tiga jam. Hal ini tergantung situasi dan kondisi. Cara kedua
dilakukan dengan mengikutsertakan dalam upacara bersih desa, mereka
(keluarga si sakit) tidak perlu mengeluarkan biaya selamatan. Hal ini
dikarenaan upacara selamatan serta sesaji telah dilaksanakan dan
disediakan oleh masyarakat Desa Glonggong keluarga si sakit tinggal
menyerahkan persyaratan berupa uang wajib kepada pimpinan reog
sebelum pertunjukan dilaksanakan. Pada pelaksanaan tersebut pimpinan
reog akan menyebutkan nama keluarganya yang akan mengadakan
upacara penyembuhan serta masud dari upacara tersebut setelah selesai
pertunjukan, mereka yang mengadakan upacara penyembuhan tersebut
memperoleh air dari salah satu kelompok pemain reog. Air akan diberikan
si sakit sebagai sarana untuk mengusir roh jahat yang masuk ke tubuh.
Mereka menganggap bahwa air merupakan pemberian dari nenek moyang
(dhanyang) desa Glonggong.
89
2. Fungsi Penebus Janji (Nadzar)
Janji yang diucapkan salah seorang warga masyarakat berkisar
pada sakit, tertimpa bencana, cia-cita dan lain-lain. Biasanya setelah uneg-
unegnya tercapai mereka menanggap reog. mereka berusaha menepati
janji yang telah diucapkan. Upacara nadzar biasa dihadiri sanak saudara,
dan tetangga sekitarnya. Pertunjukan reog dalam upacara ini sama dengan
pertunjukan biasanya (pertunjukan dalam upacara bersih desa). Bagi
masyarakat setempat, pertunjukan reog ini bisa menjadi sarana untuk
memuaskan batinnya, yaitu menukar segala hutang yang pernah
dijanjikan.
Pertunjukan reog sebagai sarana upacara (upacara bersih desa,
upacara pernikahan, upacara penyembuhan dan penebus janji) mulai
jarang dilaksankan oleh masyarkat sejak tahun 1950-an karena semakin
berkembangnya zaman baik dibidang pendidikan , ekonomi, kesehatan dan
lain-lain. Sehingga pertunjukan reog lebih cenderung berfungsi sebagai
alat komunikasi. Dengan adanya pertunjukan reog maka seluruh
masyarakat berkumpul. Disaat itulah pertunjukan reog berfungsi sebagai
penyampai pesan yang lebih efektif. Pesan tersebut disampaikan oleh
sesepuh reog, atau oleh pameran penthul tembem di sela-sela pertunjukan
reog.
3. Fungsi Tontonan atau Hiburan
Pertunjukan reog sebagai tontonan sifatnya lebih fleksibel.
Fleksibelitas ini tercermin dari kelonggaran aturan-aturannya, karena
90
menyesuaikan situasi dan kondisi pertunjukan. Dalam hal ini aturan-aturan
dalam pertunjukan sebagai tontonan kurang mementingkan durasi
penyajian, serta sesaji yang digunakan.
Pertunjukan sebagai tontonan terletak pada sajiannya bukan
sesajinya. Perbedaan reog sebagai sarana upcara dengan sebagai tontonan,
bahwa fungsi di sini bukan pertunjukan yang ditujukan kepada roh, tetapi
ditujukan kepada (penonton) dan bukan untuk mendatangkan roh nenek
moyang (pelindung) maka sajian yang penting adalah bagaimana bisa
menyajikan gerak keluwesann, karena keluwesan dapat menambah
minat/daya tarik penonton. Hal ini memungkinkan masyarakat
menggunakan dalam acara-acara tertentu. Acara-acara tersebut antara lain,
penyambutan tamu misalnya, pada waktu menyambut Bupati, saat ada
kegiatan di desa. Perayaan hari besar, seperti setiap tanggal 17 Agustus,
hari pendidikan nasional, serta peresmian suatu acara dan lain-lain.
Sajian untuk menyambut tamu sering dilakukan di lapangan,
halaman balai desa yang disajikan oleh warga masyarakat untuk
memberikan sambutan pada tamu. Sedangkan, pertunjukan untuk hari
besar digunakan untuk karnaval pada hari kemerdekaan. Kehadiran reog di
tengah masyarakat Desa Glonggong, mengundang minat masyrakat
setempat untuk menikmatinya. Hal ini terbukti dengan banyaknya
masyarakat yang hadir pada setiap pertunjukan. Besarnya minat
masyarakat tersebut menumbuhkan keinginan oraganisai reog untuk
91
menghadrikan kesenian ini di kalangan masyarakat secara luas. Dalam hal
ini pertunjukan reog ditujukan untuk kepuasan batin penontonnya.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis pada bab empat dapat ditarik
kesimpulan terhadap penelitian istilah-istilah dalam kesenian reog di
Kabupaten Boyolali dengan kajian etnolinguistik sebagai berikut.
1. Penelitian istilah-sitilah dalam kesenian reog di Kabupaten Boyolali
terdapat dua temuan bentuk istilah yaitu bentuk monomorfemis dan
berbentuk polimorfemis.
a. Bentuk monomorfemis adalah semua kata yang tergolong kata
dasar bentuk tunggal dalam istilah kesenian reog di Kabupaten
Boyolali. Bentuk monomofemis ini berupa kata dasar berjumlah 28
kata, yaitu: gong, angklung, bonang, kendhang, ketipung, trompet,
topeng, pecut, celeng, udheng, penthul, tembem, keris, ancinco,
sampur, jarik, setagen, warok, paraga, pawang, tanjak, sendon,
jongklang, buncet, srati, krupuk, peyek, saron.
b. Bentuk polimorfemis berupa kata jadian yang meliputi
pengimbuhan, pengulangan, dan pemajemukan. Bentuk polimorfemis
ini berjumlah 15 kata yaitu: barongan, pembarong, pengrawit,
92
penggerong, ganongan, sabetan, kebatan, jathilan, koloran, epek
timang, gendhing panaragan, menyan cina, kinangan, jajanan pasar ,
sega golong.
c. Bentuk frase terdiri dari dua atau lebih dari dua kata yang tidak
termasuk klausa. Bentuk frase ini berjumlah 10 kata yaitu: kaos loreng,
kembang setaman, rujak degan, udheng jilidan, udeng modhang,
jaran kepang, dhadhak merak, jaran ngedan, celeng ngedan, gedhang
raja.
2. Makna yang terdapat dalam kesenian reog di Kabupaten Boyolali
yakni makna leksikal, makna dasar dari kata tersebut. Makna kata
leksikal terdapat dalam monomorfemis. Makna kultural, yaitu makna
yang dimiliki oleh masyarakat yang berhubungan dengan kebudayaan.
Dalam hal ini adalah tradisi reog, makna kultural muncul dalam
masyarakat dengan adanya simbol-simbol yang melambangkan
keinginan masyarakat untuk mendapatkan keselamatan dan kelancaran
dalam menjalani hidup.
3. Fungsi dari pertunjukkan reog di Kabupaten Boyolali adalah
a. Sebagai sarana upacara dan meliputi upacara bersih desa, upacara
pernikahan, upacara penyembahan.
b. Sebagai sarana penebus janji (nadzar).
c. Sebagai tontonan atau hiburan.
93
B. Saran
Penelitian ini hanya mengkaji bentuk, makna leksikal, makna
gramatikal, dan makna kultural, serta fungsi kesenian reog sehingga masih
membutuhkan penelitian lanjutan dengan kajian berbeda oleh peneliti
mendatang, seperti dengan pendekatan sosiolinguistik atau segi sastra.
Penelitian ini selain dapat dikaji secara etnolinguistik dapat juga
dikaji dengan pendekatan sosiolinguistik (hubungannya bahasa dengan
masyarakat). Selain itu juga dapat diteliti dari segi sastra atau sejarahnya.
Oleh karena itu, peneliti menyarankan kepada peneliti berikutnya untuk
mengkaji lebih lanjut guna kelengkapan kajian yang berkaitan dengan
istilah-istilah dalam kesenian reog di Kabupaten Boyolali.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2001.Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Al
Gensindo.
Bakker SJ. 1994. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
Chaer Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rhineka Ilmu
94
D.Edi Subroto. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural.
Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Djoko Kentjono. 1982. Dasar – dasar Linguistik Umum. Jakarta: Fakultas Sastra
UI (Universitas Indonesia)
Geoffrey Leech. 1997. Semantik. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Harimurti Kridalaksana. 1982. Kamus Linguistik: Gramedia Pustaka Utama
Harimurti Kridalaksana. 2001. Kamus linguistik (edisi ke-3) Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Harimurti Kridalaksana. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia (edisi ke-2).
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hartono. 1980. Reog Ponorogo (Untuk Perguruan Tinggi). Jakarta: Proyek
Penulisan dan penerbitan Buku/ Majalah pengetahuan Umum dan profesi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Mansoer Pateda. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Margono, Sudarsono. 2002. Kesenian Reog Tradisi Sebuah Kajian Seni
Pertunjukan Rakyat Mengenai Fungsi – fungsi dan Kebudayaannya Pada
Masa Kini Desa Kalikebo Kabupaten Klaten: Makalah. Fakultas Keguruan
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Muhammad Zamzam Fauzanafi. 2005. Reog Ponorogo Menari di Antara
Dominasi dan Keragaman. Yogyakarta: Kepel Press.
Noer Istoening. 1995. “Kesenian Tradisional Daerah Kabupaten Wonogiri
sebagai Paket Wisata (Kajian Etnolinguistik)”(Skripsi). Fakultas Sastra
dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
P.W.J. Nababan. 1993. Sosiolinguistik suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
Ramlan. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia SINTAKSIS. Yogyakarta: C.V. Karyono.
95
Shri Ahimsa Putra. 1997. Etnoliguistik: Beberapa Bentuk Kajian (Makalah).
Yogyakarta: Balai Penelitian Bahasa.
Soedarsono. 1998. Seni Pertunjukan Indo di Era Globalisasi, Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Dpartemen Pendidikan & Kebudayaan.
Sry Satria Tjantur Wisnu Sasangka. 2001. Paramasastra Gagrag Anyar Bahasa
Jawa. Jakarta: Yayasan Paramalingua.
Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik Bagian Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik (Bagian Kedua). Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Sudaryanto. 1990. Aneka Konep Kedataan Lingual dalam linguistik Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Sudaryanto. 1995. Linguistik (Identitas Cara Penanganan Objek dan Hasil
Kajiannya). Yogyakarta: Yayasan EKALAWYA bekerja sama dengan
Duta Wacana University Press.
Sujarno, dkk (tim). 2003. Seni Pertunjukan Tradisional Nilai, Fungsi dan
Tantangannya. Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.
T. Fatimah Djajasudarma. 1993. Semantik I: Pengantar ke Arah Ilmu Makna.
Bandung: Eresco.
T. Fatimah Djajasudarma. 1999. Semantik II: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung:
Refika Aditama.
Uhlenbeck, EM 1972. The Language of Java and Madura dalam Thomas A (ed)
Curent Trend in Linguistik. Paris : the Hague.
96
Wakit Abdullah. 1999. Bahasa Jawa Dialek Masyarakat Samin di Kabupaten
Blora (Laporan Penelitian Dasar). Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Didanai Oleh Dirjen Dikti.
W. J. S. Poerwadarminta. 1939. Baoesasastra Djawa. Batavia: J. B.Wolters
Maatschappij. N.v. Groningen.
Y. Suwanto, dkk. 1999. “Istilah Alat - alat Rumah Tangga dan Perkembangannya
di Kodya Surakarta (Suatu Penelitian Pendekatan Etnolinguistik)”
(Makalah). Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas
Maret.
Yuliana Sylvina Maharani. 2003. “Festival Reog Nasional Sebagai Araksi Wisata
di Ponorogo Jawa Timur (Kajian Kepariwisatan)” (Skripsi). Surakarta:
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.