28
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebun Binatang Surabaya (KBS) pertama kali didirikan berdasarkan SK Gubernur Jenderal Belanda tanggal 31 Agustus 1916 No. 40, dengan nama “Soerabaiasche Planten-en Dierentuin” (Kebun Botani dan Binatang Surabaya) atas jasa seorang jurnalis bernama H.F.K. Kommer yang memiliki hobi mengumpulkan binatang. Kebun Binatang Surabaya mempunyai luas 15 Ha, dan secara legal formal diakui sebagai lembaga konservasi ex-situ pada tahun 2002 melalui Keputusan Direktur Jenderal PHKA No. 13/Kpts/DJ-IV/2002 Tanggal 30 Juli 2002 tentang Pengakuan Kebun Binatang Surabaya sebagai Lembaga Konservasi Eksitu Satwa Liar. Sejak pendirian dan terhitung sampai tanggal 20 Agustus 2010, KBS dikelola oleh Perkumpulan. Dalam perjalanan pengelolaan KBS, muncul berbagai konflik internal kepengurusan yang berimbas pada pengelolaan koleksi satwa dan mengakibatkan banyak kematian satwa. Dilihat dari fakta sejarah, benih krisis pengelolaan KBS tercatat mulai terjadi sejak tanggal 21 Juli 1922 yang akan membubarkan KBS, tetapi dicegah oleh pihak Kotamadya Surabaya pada waktu itu. Tanggal 11 Mei 1923, pada rapat anggota di Simpang Restaurant, diputuskan untuk mendirikan Perkumpulan Kebun Binatang yang baru, dan menunjuk W.A. Hompes sebagai pimpinan untuk menggantikan J.P. Mooyman, salah seorang pendiri KBS, untuk mengurus segala aktivitas KBS. Pada masa itu, tahun 1927, bantuan yang besar untuk kelangsungan hidup KBS adalah dari Walikota Dijkerman dan anggota dewan A. van Gennep yang dapat membujuk DPR Kota Surabaya untuk meraih perhatian terhadap KBS, dengan SK DPR tanggal 3 Juli 1927 dibelilah tanah yang seluas 32.000 m3 sumbangan dari Maskapai Kereta Api (OJS) sebagai area KBS. Mulai tahun 1939 sampai sekarang luas KBS meningkat menjadi 15 hektar dan pada tahun 1940 selesailah pembuatan taman yang luasnya 85.000 m2. Puncak konflik kepengurusan internal Pengelola KBS muncul lagi pada akhir tahun 2009. Dengan kondisi tersebut, Ditjen PHKA Kementerian Kehutanan bersama Pemerintah Kota Surabaya dan Perkumpulan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) telah melakukan beberapa langkah strategis untuk menyelesaikan permasalahan KBS sebagai berikut: a. Berita Acara Penyelesaian Masalah Pengelolaan Kebun Binatang Surabaya (KBS) tanggal 7 Januari 2010 di Tretes, Pasuruan; b. Hasil Rapat Tata Cara Pengambilalihan dan Pengelolaan Sementara Kebun Binatang Surabaya (KBS) tanggal 18 Februari 2010 di Jakarta; c. Terhitung mulai tanggal 22 Februari 2010, sesuai dengan Surat Dirjen PHKA Nomor: S.94/IV-KKH/2010 tanggal 19 Februari 2010 dan Surat Perintah Tugas Nomor : PT.27/IV-KKH/2010 tanggal 22 Februari 2010 maka Pengelolaan Kebun

Isi Report Evaluasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

deptan

Citation preview

  • I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kebun Binatang Surabaya (KBS) pertama kali didirikan berdasarkan SK Gubernur Jenderal Belanda tanggal 31 Agustus 1916 No. 40, dengan nama Soerabaiasche Planten-en Dierentuin (Kebun Botani dan Binatang Surabaya) atas jasa seorang jurnalis bernama H.F.K. Kommer yang memiliki hobi mengumpulkan binatang.

    Kebun Binatang Surabaya mempunyai luas 15 Ha, dan secara legal formal diakui sebagai lembaga konservasi ex-situ pada tahun 2002 melalui Keputusan Direktur Jenderal PHKA No. 13/Kpts/DJ-IV/2002 Tanggal 30 Juli 2002 tentang Pengakuan Kebun Binatang Surabaya sebagai Lembaga Konservasi Eksitu Satwa Liar. Sejak pendirian dan terhitung sampai tanggal 20 Agustus 2010, KBS dikelola oleh Perkumpulan.

    Dalam perjalanan pengelolaan KBS, muncul berbagai konflik internal kepengurusan yang berimbas pada pengelolaan koleksi satwa dan mengakibatkan banyak kematian satwa. Dilihat dari fakta sejarah, benih krisis pengelolaan KBS tercatat mulai terjadi sejak tanggal 21 Juli 1922 yang akan membubarkan KBS, tetapi dicegah oleh pihak Kotamadya Surabaya pada waktu itu. Tanggal 11 Mei 1923, pada rapat anggota di Simpang Restaurant, diputuskan untuk mendirikan Perkumpulan Kebun Binatang yang baru, dan menunjuk W.A. Hompes sebagai pimpinan untuk menggantikan J.P. Mooyman, salah seorang pendiri KBS, untuk mengurus segala aktivitas KBS. Pada masa itu, tahun 1927, bantuan yang besar untuk kelangsungan hidup KBS adalah dari Walikota Dijkerman dan anggota dewan A. van Gennep yang dapat membujuk DPR Kota Surabaya untuk meraih perhatian terhadap KBS, dengan SK DPR tanggal 3 Juli 1927 dibelilah tanah yang seluas 32.000 m3 sumbangan dari Maskapai Kereta Api (OJS) sebagai area KBS. Mulai tahun 1939 sampai sekarang luas KBS meningkat menjadi 15 hektar dan pada tahun 1940 selesailah pembuatan taman yang luasnya 85.000 m2.

    Puncak konflik kepengurusan internal Pengelola KBS muncul lagi pada akhir tahun 2009. Dengan kondisi tersebut, Ditjen PHKA Kementerian Kehutanan bersama Pemerintah Kota Surabaya dan Perkumpulan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI) telah melakukan beberapa langkah strategis untuk menyelesaikan permasalahan KBS sebagai berikut:

    a. Berita Acara Penyelesaian Masalah Pengelolaan Kebun Binatang Surabaya (KBS) tanggal 7 Januari 2010 di Tretes, Pasuruan;

    b. Hasil Rapat Tata Cara Pengambilalihan dan Pengelolaan Sementara Kebun Binatang Surabaya (KBS) tanggal 18 Februari 2010 di Jakarta;

    c. Terhitung mulai tanggal 22 Februari 2010, sesuai dengan Surat Dirjen PHKA Nomor: S.94/IV-KKH/2010 tanggal 19 Februari 2010 dan Surat Perintah Tugas Nomor : PT.27/IV-KKH/2010 tanggal 22 Februari 2010 maka Pengelolaan Kebun

  • 2

    Binatang Surabaya dilaksanakan oleh Tim Manajemen KBS Sementara yang terdiri dari wakil-wakil Ditjen PHKA, Balai Besar KSDA Jawa Timur, Pemerintah Kotamadya Surabaya dan PKBSI.

    d. Pencabutan izin lembaga konservasi atas nama KBS melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.471/Menhut-IV/2010 tanggal 20 Agustus 2010;

    e. Pembentukan Tim Pengelola Sementara KBS melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.472/Menhut-IV/2010 tanggal 20 Agustus 2010; dan

    f. Pertemuan antara Dirjen PHKA dengan Gubernur Jawa Timur dan Walikota Surabaya tanggal 20 September 2010.

    Dengan beberapa penetapan kebijakan pengelolaan KBS secara komprehensif, maka diperlukan evaluasi. Atas dasar hal tersebut Direktur Jenderal PHKA membentuk Tim Evaluasi KBS melalui Keputusan Direktur Jenderal PHKA No. SK /DJ-IV/2010 tanggal 2 Nopember 2010.

    B. Tujuan

    1. Melakukan evaluasi pengelolaan KBS pada aspek teknis, aspek kesejahteraan satwa, aspek advokasi, aspek hukum, dan aspek manajemen..

    2. Melakukan analisis kebutuhan biaya perbaikan fasilitas pemeliharaan/perawatan satwa, SDM dan fasilitas lainnya agar memenuhi kaidah etika dan kesejahteraan satwa dan lembaga konservasi yang ideal.

    3. Memberikan rekomendasi rencana pengembangan KBS yang lebih baik kedepan termasuk kebutuhan rekruitmen investor dan manajer profesional.

    C. Output

    Laporan hasil evaluasi dan rekomendasi.

  • 3

    II. METODE

    A. Lokasi dan Waktu

    Proses pengumpulan data, penelaahan/analisis dan rangkaian diskusi/pembahasan dilaksanakan di Surabaya, Bogor dan Jakarta. Adapun waktu pelaksanaan mulai bulan Desember 2010.

    B. Metode

    Efektivitas suatu kebijakan sangat ditentukan oleh proses kebijakan yang terdiri dari formulasi, implementasi serta evaluasi. Ketiga aktivitas pokok proses kebijakan tersebut mempunyai hubungan kausalitas serta berpola siklikal atau bersiklus secara terus menerus sampai tujuan dan program tertentu tercapai. Dalam pelaksanaan evaluasi komprehensif KBS menggunakan pendekatan studi literatur, observasi lapangan, dan diskusi. Evaluasi adalah penilaian terhadap hasil pelaksanaan tugas yang telah dijalankan untuk mendapatkan umpan balik (feed back) bagi perencanaan yang dalam hal ini rencana aksi (action plan) yang telah disepakati. Evaluasi diperlukan secara kontinyu untuk meningkatkan kinerja kebijakan yang telah dijalankan. Beberapa hal yang dijadikan sebagai patokan untuk evaluasi mencakup: 1. Perbandingan antara perencanaan, pelaksanaan dan hasil yang dicapai. 2. Mengidentifikasi berbagai faktor penyebab ketidakberhasilan perencanaan. 3. Komunikasi dan upaya perbaikan secara terus menerus (continual improvement). Fokus evaluasi dilakukan pada aspek teknis (keberadaan fisik satwa koleksi khususnya satwa dilindungi, fasilitas pengelolaan dan perawatan satwa, etika dan kesejahteraan satwa, advokasi satwa), aspek hukum, dan aspek pengelolaan menyeluruh KBS.

    C. Analisis Analisis SWOT adalah instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan, kelemahan, kesempatan ekternal dan ancaman, instrument ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang bisa dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan. Analisis menggunakan SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) dengan penekanan kajian interaksi faktor internal dan eksternal.

  • 4

    III. HASIL EVALUASI DAN ANALISIS

    A. Hasil Evaluasi

    A.1 Aspek Teknis Satwa Liar

    Beberapa aspek teknis satwa yang dibahas dalam laporan ini meliputi, data umum satwa (yang mencakup jumlah dan asal), umur, sex rasio, dinamika populasi (kelahiran dan kematian), performance dan pengelolaan satwa liar oleh KBS. KBS saat ini memiliki koleksi satwa sebanyak 3433 ekor, yang terdiri dari jenis binatang menyusui/mammalia 252 species, burung/aves 79 jenis, satwa melata/reptil 21, dan ikan/pisces 97 jenis yang terdiri air ikan air laut sebanyak 58 jenis dan ikan air tawar 39 jenis. Data yang menyatakan asal-usul satwa tidak tersedia, sehingga tidak dapat diketahui apakah satwa tersebut berasal dari tangkapan di alam, hasil sitaan BKSDA atau pemberian dari lembaga konservasi yang lain. Sampai saat ini tidak semua satwa telah memiliki studbook keeper. Beberapa jenis yang telah dicatat perkembangbiakan dan sejarahnya adalah komodo, jalak bali, harimau, babi rusa, babi kutil (celeng gotheng), beruang, harimau putih, kuda nil, banteng dan orang utan. Tanpa tersedianya studbook yang menyediakan data geneologi masing-masing individu di penangkaran, maka tidak dapat dirumuskan rekomendasi yang menyangkut satwa mana saja yang harus dikawinkan atau ditukarkan untuk memperbaiki kualitas genetik populasi. Salah satu jenis hewan yang menunjukkan performance yang jelek karena terjadinya inbreeding adalah banteng. Walaupun jumlah individu banteng cukup, namun dari fenotip dan postur tubuhnya yang kecil menunjukkan adanya inbreeding depression yang cukup lanjut. Data dalam sepuluh tahun terakhir (2001-2010) menunjukkan bahwa jumlah satwa bertambah rata-rata 10 ekor per tahun, namun di sisi lain jumlah species satwa berkurang rata-rata per tahun 34 species. Kondisi yang tidak mendukung konservasi ex-situ saat ini adalah banyaknya satwa tunggal, dan satwa yang hanya terdiri dari jenis kelamin jantan atau betina saja. Tentu saja proses perkembangbiakan tidak akan mungkin terjadi apabila keadaan ini tidak dicarikan solusinya. Jenis-jenis satwa yang hanya terdiri dari satu jenis kelamin saja meliputi 13 jenis dari kelas mamalia, 42 jenis burung, 12 jenis reptil, 30 jenis ikan laut. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan melakukan tukar-menukar koleksi dengan lembaga konservasi yang lain. Beberapa jenis satwa yang dinilai telah melampaui jumlah maksimum dapat dikurangi, dan ditukarkan dengan jenis-jenis lain dari lembaga konservasi yang lain. Pengurangan jumlah spesies per tahun yang cukup besar, seperti diuraikan di atas, mungkin saja disebabkan oleh banyaknya satwa dengan jenis kelamin tunggal sehingga regenerasi tidak terjadi. Koleksi akan habis seiring dengan matinya satwa. Untuk menghindari hal tersebut, berbagai usaha harus dilakukan

  • 5

    agar populasi yang dipelihara dapat terjaga variabilitas genetiknya dan secara demografis berimbang. Satwa-satwa yang tergolong tua, dengan umur lebih dari 10 tahun 24 ekor yang terdiri dari 14 jenis. Simpanse merupakan hewan yang memerlukan perhatian khusus, karena semuanya (3 ekor) telah memasuki umur 17 tahun tanpa regenerasi. Begitu juga dengan bison, beruang hitam, jaguar, mandril, burung onta dan jerapah, yang masing-masing hanya terdiri dari 1 ekor dan telah memasuki umur tua. Dari golongan hewan yang dilindungi di Indonesia, anoa saat ini hanya berjumlah 6 ekor, dan 2 di antaranya sudah mencapai umur tua. Apabila dilihat lebih detil pada 5 tahun terakhir ternyata total jumlah satwa yang lahir/menetas lebih sedikit daripada satwa mati. Sehingga berbeda dengan data 10 tahun terakhir yang terjadi surplus pertumbuhan jumlah satwa, data 5 tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan jumlah satwa negatif. Pada periode waktu tersebut jumlah kematian pertumbuhan minus 830 satwa (1919-1089). Data kelahiran dan kematian satwa 5 tahun terakhir dapat dilihat di Tabel 1 dan Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3.

    Tabel 1. Daftar kelahiran dan kematian satwa dari tahun 2006-2010

    TAHUN MAMALIA AVES REPTILIA PISCES JUMLAH TOTAL

    LAHIR MATI MENETAS MATI MENETAS MATI MENETAS MATI LAHIR MATI

    2006 84 88 136 157 46 71 10 163 276 479

    2007 72 74 86 149 49 54 0 251 207 528

    2008 85 71 84 113 17 36 0 144 186 364

    2009 67 88 64 76 93 77 0 80 224 321

    2010 59 73 91 73 46 39 0 42 196 227

    Jumlah 367 394 461 568 251 277 10 680 1089 1919

    Jumlah Lahir Vs Mati Satwa KBS

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    600

    2006 2007 2008 2009 2010

    LahirMati

    Gambar 1. Perbandingan Jumlah Natalitas dan Mortalitas Satwa di KBS

  • 6

    Mammalia

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    2006 2007 2008 2009 2010

    Aves

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    140

    160

    180

    2006 2007 2008 2009 2010

    Gambar 2. Perbandingan Jumlah Natalitas dan Mortalitas Mamalia dan Aves

    di KBS

    Reptilia

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    2006 2007 2008 2009 2010

    Pisces

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    2006 2007 2008 2009 2010

    Gambar 3. Perbandingan Jumlah Natalitas dan Mortalitas Reptilia dan Pisces

    di KBS

  • 7

    Dari Tabel dan Gambar tersebut di atas, maka dapat dijelaskan bahwa data kematian yang sangat menyolok terjadi pada bulan September 2010, yaitu sebanyak 8 ekor species mati. Penyebab kematian bermacam-macam, yaitu karena kurus (kalong), penyakit dan mati di karantina (komodo), berkelahi (kera jawa), terperosok ke dalam kolam(kijang), mati lemas (rusa bawean), mati karena kembung, kejang dan mulut berbusa (wallaby), serta mati di sangkar tanpa keterangan penyebabnya (buaya). Pertumbuhan satwa 5 tahun terakhir yang lebih jelek dari 10 tahun terakhir mungkin merupakan cerminan penurunan kinerja KBS dalam perawatan satwa koleksi. Pada saat ini, di KBS terdapat 25 satwa yang sakit yang 3 di antaranya sudah mati. Penyakit pada satwa disebabkan oleh beberapa hal, misalnya kondisi kandang yang lembab dan kotor, luasan ruang yang tidak memadai, pakan dan perkelahian antar satwa. Satwa-satwa yang sakit dan dalam berada dalam perwatan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Daftar Satwa yang sakit dan jenis penyakitnya

    No. Nama satwa Sex Penyakit Keterangan 1 Singa 1 jantan paraflexia di sangkar/sdh mati

    2 Singa 1 betina gastritis di sangkar

    3 Harimau benggala 1 betina HD di sangkar

    4 Bison 1 betina pneumonia di sangkar

    5 Rusa bawean 1 ? Myocytis di sangkar

    6 Rusa Tutul 1 betina tumor sendi kaki di sangkar

    7 Rusa Timorensis 1 jantan trauma/berkelahi di sangkar

    8 Rusa Timorensis 1 jantan trauma/berkelahi di sangkar

    9 Rusa sambar 1 ? kurus/corpora alinea di sangkar

    10 Rusa Timorensis 1 jantan trauma/kaki patah di sangkar/sdh mati

    11 Simpei 1 jantan vulnus di sangkar

    12 Onta 1 ? vulnus di sangkar

    13 Kapuchin 1 ? kelainan hormonal di sangkar

    14 Beruang madu 1 ? tumor sendi kaki di sangkar

    15 Beruang madu 1 ? dermatitis di sangkar

    16 Beruang hitam 1 jantan tumor di sangkar

    17 Beruang hitam 1 betina tumor di sangkar

    18 Harimau sumatra 1 betina gastritis di sangkar

    19 Macan tutul 1 betina obesitas di sangkar

    20 Arapaima 1 ? vulnus Aquarium/kolam

    21 Arapaima 1 ? tumor & katarak Aquarium/kolam/sdh mati

    22 Komodo 1 ? tua/paralysa Karantina

    23 Kera jawa 2 ? cacat fisik Karantina

    24 Harimau sumatra 1 betina gastritis Karantina/sdh mati

    25 Kakatua jb kuning kecil 2 ? rontok bulu Karantina

    JUMLAH 27

  • 8

    A.2 Fasilitas Pemeliharaan dan Perawatan satwa

    1. Area Peragaan Satwa

    Area peragaan satwa di KBS terdiri dari:

    a. Kandang peragaan mamalia (89 unit) Kandang peraga mamalia dapat dikategorikan menjadi: sangkar, pulau, dan kandang ranch, dengan deskripsi rincian sebagai berikut: Kandang Sangkar. Secara umum, kandang sangkar yang ada tidak memenuhi syarat keamanan dan kenyamanan, baik untuk satwa maupun untuk pengunjung. Ini dapat dilihat pada sangkar karnivora, dimana kerapatan teralis sangkar yang lebih dari 15 cm dan jarak antara pagar pembatas dengan teralis sangkar yang sangat dekat (

  • 9

    b. Kandang peragaan Aves sebanyak (13 unit)

    Kandang peragaan Aves adalah kandang sangkar. Pada beberapa kandang terlihat adanya kerusakan dari kawat sangkar. Hal mencolok lain yang bisa dilihat pada kandang aves adalah kepadatan kandang yang sangat tinggi pada kandang burung pelican, jalak bali, cangak, kakatua dan elang. Kepadatan yang tinggi ini menyebabkan sulitnya dilakukan pembersihan kandang dengan baik, yang akibatnya menimbulkan aroma yang tidak sedap didalam dan sekitar kandang, terutama burung-burung pemakan ikan. Aroma ini tentunya dapat mengganggu kenyamanan pengunjung dan juga kesehatan satwa akibat dari banyaknya feses sehingga uap ammoniak akan sangat tinggi didalam kandang yang dapat menyebabkan turunnya daya tahan tubuh dan satwa akan menjadi lebih mudah terserang penyakit. Selain itu pula, banyaknya populasi di dalam kandang akan menyulitkan pengontrolan dan pengawasan kesehatan satwa secara individual. Dan juga tingginya kepadatan populasi ini juga akan menimbulkan tingginya tingkat cekaman (stress) pada satwa dan satwa tidak memiliki ruang untuk mengekspresikan perilaku alaminya.

    c. Kandang peragaan Reptilia (14 unit)

    Yang dapat dilihat dari kandang reptilia adalah kandang peragaan penyu yang kondisinya sangat jauh dari kelayakan. Ketinggian air didalam kolam yang kurang dari satu meter tidak mampu memfasilitasi kebutuhan satwa untuk bebas mengekspresikan perilaku alaminya. Selain itu, air yang ada di kolam peragaan penyu juga terlihat keruh dan berlumpur. Menurut keterangan petugas, air untuk penyu tersebut diganti setiap 2 minggu sekali, tetapi melihat kondisi yang demikian, air tersebut sepertinya sudah lebih dari 2 minggu sehingga kemungkinan besar kadar garam yang ada di air tersebut sudah jauh dari kadar garam yang dibutuhkan bagi lingkungan yang sehat bagi penyu. Kerimbunan daun yang menaungi kandang-kandang reptilia, atau KBS secara umum juga menghalangi masuknya sinar matahari pada beberapa kandang, hal ini akan menyebabkan satwa reptil yang ada tidak mendapatkan zona optimum temperatur (Prefered Optimum Temperature Zone-POTZ) hal ini akan berdampak buruk terhadap kesehatan satwa reptilia secara umum.

    d. Satu bangunan kompleks akuarium dan kolam untuk satwa dan ikan

    air tawar dan air laut

    2. Area Klinik, Karantina dan Perawatan Satwa

    a. Klinik satwa di KBS terletak di tepi luar kebun Binatang yang berbatasan dengan jalan umum. Bangunan ini berukuran 20x60m2 dan sekaligus juga berfungsi sebagai laboratorium diagnostika. Klinik/Rumah sakit ini juga menerima pasien dari luar KBS. Untuk mencegah penularan penyakit antara

  • 10

    pasien dari luar dan dalam KBS, manajemen kesehatan hewan yang ketat perlu dilakukan. Tetapi seharusnya bangunan fisk untuk menangani atau merawat satwa dari dalam dan luar KBS dipisahkan.

    b. Karantina Satwa dan area perawatan satwa sakit terletak di dalam KBS dan

    berbatasan langsung dengan area peragaan satwa dan area hiburan lainnya (gajah dan kuda tunggang) yang pada waktu tertentu dapat menjadi tempat konsentrasi pengunjung. Area ini berukuran 30x60m2. Karantina satwa di KBS tidak berfungsi sebagai tempat karantina satwa sebagaimana mestinya. Karantina satwa lebih difungsikan sebagi tempat perawatan satwa sakit dan penampungan satwa yang tidak mempunyai kandang peraga, dan tidak menjalankan fungsinya sebagai tempat isolasi satwa yang baru masuk untuk menolak dan mencegah masuknya penyakit ke dalam KBS. Letaknya yang bedekatan dengan kandang peraga satwa dan tempat konsentrasi pengunjung menjadikan area yang diperuntukkan sebagai tempat karantina satwa sekarang ini tidak layak menjadi tempat dan menjalankan fungsi karantina.

    c. Area perawatan anak satwa (nursery)terletak bersebelahan dengan karantina

    satwa dan berukuran kurang lebih sama dengan area karantina satwa.

    3. Fasilitas Umum dan Sarana Hiburan Lainnya

    Area ini terdiri dari arena bermain anak, tempat ibadah, toilet umum, pusat informasi, perpustakaan, panggung terbuka, jembatan pantau, pertunjukkan satwa, ruang diorama, kios cinderamata, kios foto dan restoran. Sarana ini tersebar di seluruh area kebun binatang dan menempati luasan kurang dari 10% luas KBS.

    4. Area Manajemen Kebun Binatang

    Area ini terletak di tepi Kebun Binatang dan menempati luasan kurang dari 10% luasan KBS.

    5. Jaringan Jalan

    Jaringan jalan di dalam area KBS terdiri dari jalan aspal dan jalan setapak yang terbuat dari batuan (conblock). Lebar jalan bervariasi antara 2-4 meter dan menghubungkan semua semua bangunan fisik yang ada di dalam area KBS dengan akses keluar.

    6. Selokan/Saluran Pembuangan

    Selokan untuk limpahan air hujan terlihat sangat sedikit dan tidak mencukupi jika terjadi hujan besar. Air yang berasal dari KBS, baik air buangan dari kandang atau limpahan air hujan langsung dibuang ke saluran pembuangan umum tanpa

  • 11

    perlakuan khusus terlebih dahulu. Hal ini seharusnya tidak dilakukan, air yang berasal dari kebun binatang seharusnya melalui proses terlebih dahulu untuk meminimalisir cemaran yang ada di air buangan tersebut, dan pemantauan dilakukan secara berkala.

    7. Fasilitas Penunjang

    Listrik; Sumber listrik di KBS berasal dari listrik PLN dan memiliki daya sebesar 200.000 watt dan terbagi menjadi 6 gardu listrik, dan hanya memiliki satu buah generator yang ditempatkan di akuarium.

    Air; Air untuk kebutuhan satwa didapat dari Kali Wonokromo yang dipompa langsung tanpa melalui proses penjernihan. Sebagian air juga didapat dari air tanah yang dipompa.

    Pengolahan Sampah; Sampah yang berasal dari KBS pada saat ini langsung dibuang ke tempat pembuangan sampah umum bersama-sama dengan sampah rumah tangga dan lainnya yang berasal dari kota Surabaya dan pengolahannya diserahkan sepenuhnya kepada instansi yang mengelola sampah di Kota Surabaya. Kebun binatang seharusnya memilah sampah yang dihasilkannya dan memproses pengolahan sampah untuk sampah yang berasal dari kandang, hal ini dilakukan untuk mengurangi cemaran terhdap lingkungan yang mungkin berasal dari sampah tersebut.

    Jaringan Komunikasi; Dalam melakukan tugasnya sehari-hari, petugas di KBS berkomunikasi jarak jauh menggunakan telepon genggam milik pribadi yang biayanya sepenuhnya ditanggung oleh pemilik telepon tersebut. Sarana Komunikasi radio dua arah berupa Handy-Talkie (HT) yang lazimnya digunakan di kebun binatang tidak digunakan di KBS.

    Laboratorium Diagnostik; Laboratorium Diagnostik yang ada di KBS mempunyai beberapa peralatan diagnostik penunjang yaitu berupa Mikroskop, Alat ultrasound, Mesin Sinar-X dan Mesin pemeriksa kimia darah. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah berupa pemeriksaan mikroskop sederhana, pemeriksaan dengan ultrasound dan sinar-X dan pemeriksaan kimia darah. Sedangkan pemeriksaan lain yang tidak bisa dilakukan di KBS, dilakukan dengan mengirimkan sampel ke laboratorium lain di luar KBS. Akses ke laboratorium lain ini mudah.

    Alat Angkut Satwa; Kebun Binatang Surabaya tidak memiliki alat angkut satwa yang layak. Menurut keterangan petugas, cara pengangkutan satwa dilakukan dengan gerobak dan tanpa menggunakan kandang angkut yang memadai. Hal ini berisiko tinggi terhadap keselamatan satwa dan manusia.

  • 12

    A.3 Etika dan Kesejahteraan Satwa

    Kebun Binatang Surabaya belum memiliki Prosedur Baku tertulis dalam menangani satwa. Perlakuan yang dilakukan dalam menangkap, mengangkut, melepas dan merawat satwa sehat dan sakit dilakukan berdasarkan kebiasaan yang sudah lama dilakukan. Pengukuran terhadap tatacara perlakuan terhadap satwa ini sulit dilakukan. Air permukaan yang ada di Kebun Binatang Surabaya yang sebagian diantaranya dijadikan sumber minum atau tempat berkubang satwa hampir seluruhnya berasal dari Kali Wonokromo yang dipompa langsung ke kandang tanpa melalui proses pemurnian terlebih dahulu. Analisa Fisika dan Kimiawi yang dilakukan terhadap air ini menunjukkan bahwa parameter BOD, Phosphat dan Nitrit tidak memenuhi persyaratan Baku Mutu Air Badan Air. Demikian juga dengan Air buangan yang dihasilkan oleh KBS, air buangan ini langsung di buang ke saluran pembuangan umum tanpa melalui proses penanganan limbah terlebih dahulu. Perkandangan yang ada di KBS sebagian besar tidak layak, diukur dari segi fisik bangunan kandang dan/atau fungsi dan/atau kepadatan kandang dan/atau lingkungan kandang. Secara umum dapat dikatakan bahwa kesejahteraan satwa di Kebun Binatang Surabaya masih kurang. Minimnya alat angkut satwa dan belum adanya prosedur baku yang dijalankan KBS dalam proses penanganan satwa berpotensi memperbesar resiko adanya kecideraan atau kematian satwa pada saat penangkapan, pengangkutan dan pelepasan satwa. Buruknya kualitas air yang digunakan untuk kebutuhan satwa dapat menyebabkan satwa sakit. Kondisi sistem perkandangan yang kurang layak dan kepadatan tinggi di beberapa kandang yang ada di KBS juga menurunkan tingkat kesejahteraan satwa yang ada di KBS. Perbaikan perlu dilakukan dalam hal tersebut diatas.

    Etika (Welfare Ethics) membahas tindakan manusia terhadap hewan. Menurut UU No. 18/2009, Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, definisi kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. Definisi lain diungkapkan Duncan (1993) yang menjelaskan bahwa kesejahteraan satwa terpenuhinya kebutuhan dasar fisik dan psikologik hewan serta lingkungannya.

  • 13

    Tiga konsep kesejahteraan hewan berdasarkan WSPA disajikan dalam Gambar 4.

    Physical mental naturalness

    Gambar 4. Concepts in Animal Welfare by WSPA Dari gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Physical Kesejahteraan tergantung dari apa yang dirasakan oleh hewan (contoh : status kesehatan) Mental Penderitaan, takut, gelisah dan stress berpengaruh terhadap tingkat kesejateraan Naturalness Kesejahteraan tidak hanya diukur dari rasa sakit dan penderitaan tetapi juga cara pemeliharaan yang sesuai dengan kehidupan alaminya. Masalah kesejahteraan satwa pada dasarnya timbul akibat perlakuan manusia yang tidak wajar terhadap satwa. Sebagai contoh, satwa hanya untuk kesejahteraan manusia dan satwa diperlakukan seperti manusia (Anthropometri) Unsur penilaian kesejahteran hewan (five freedoms) 1. Bebas dari rasa lapar dan dahaga (freedom from hunger and thirsty) 2. Bebas dari rasa tidak nyaman (freedom from discomfort) 3. Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit (freedom from pain, ingury and disease) 4. Bebas dari rasa takut dan tertekan (freedom from fear and distress) 5. Bebas untuk menampilkan perilaku alaminya (Freedom to express natural

    behavior)

  • 14

    A.4 Permasalahan Etika dan Kesejahteraan Satwa

    1. Sumber Daya Manusia (SDM) Akibat adanya konflik di KBS, berdampak : a. Karyawan KBS makin lama makin tidak serius lagi dalam menangani satwa. b. Karyawan kurang responsif terhadap hal-hal yang dapat menurunkan

    kesejahteraan satwa. c. Pengurus banyak memberi toleransi atas pelanggaran karyawan dan tidak

    memberi sanksi yang tegas, akibatnya pengelolaan satwa menjadi buruk, banyak kasus penyakit yang mengancam kehidupan satwa akibatnya kesejahteraan satwa menurun.

    2. Lingkungan

    a. Primata ditempatkan dikandang yang halamannya tidak difasilitasi dengan

    pepohonan sehingga satwa dapat hidup bergelantungan seperti kehidupan di habitat aslinya.

    b. Bekantan sampai saat ini masih bisa keluar dari kandang dan mencari makan ditempat sampah dan sisa makanan dari warung-warung disekitar KBS.

    c. Rata-rata kandang satwa kondisinya sudah tua, sempit, kotor, kurang ventilasi, sehingga satwa tidak dapat berprilaku layaknya kehidupan alamiah.

    d. Burung yang jumlahnya ratusan ekor ditempatkan disangkar yang sempit, sehingga menghasilkan bau yang tidak sedap.

    e. Kondisi jalan dalam KBS kotor, banyak sampah daun yang gugur dan sisa bungkus makanan berserakan menyebabkan kurang sedap dipandang.

    f. Sepeda motor karyawan dapat masuk dan diparkir dekat kandang satwa sehingga dimungkinkan terjadinya polusi gas buang.

    g. Pedagang asongan dan makanan terlalu banyak disemua jalan di dalam KBS sehingga terkesan ada pasar dalam KBS, kondisi yang kumuh ini dapat mengganggu kesehatan satwa.

    3. Air

    Kondisi air di KBS tidak layak untuk minum satwa, air diambil dari sungai yang mengalir di KBS dan bersumber dari kali Brantas yang kualitasnya rendah (BOD & COD tinggi) karena dicemari oleh limbah rumah tangga. Sudah waktunya tersedia alat penjernih air (water treatment) agar layak diminum satwa dan terhindar dari kemungkinan keracunan oleh polutan. Menurut Pasal 7 ayat (1) UU No. 18/2009, air yang dipergunakan untuk kepentingan peternakan dan kesehatan hewan harus memenuhi persyaratan baku mutu air

  • 15

    4. Nutrisi

    a. Nutrisi pakan satwa cenderung menurun baik kualitas maupun kuantitas. b. Kenaikan harga pakan satwa dipasaran tidak diikuti dengan kesediaan KBS

    untuk menaikkan harga pakan, akibatnya rekanan menurunkan kualitas pakan satwa. Kualitas pakan yang rendah tentu saja dapat menurunkan kesehatan satwa, sebagai contoh : daging untuk harimau dan singa yang diberikan mengandung lemak yang berlebihan, akibatnya satwa menjadi gemuk tetapi tidak sehat jantungnya. Kondisi ini dapat mempercepat kematian satwa.

    c. Kebersihan pakan kurang mendapat perhatian. d. Cara pemberian pakan dengan menaruh dilantai kandang yang kotor, dengan

    demikian pakan menjadi tidak hygiene karena tercemar fices dan urine, tentu saja keadaan ini akan mengakibatkan satwa tidak mau memakannya.

    e. Kuantitas (jumlah) pakan yang diberikan pada satwa semakin menurun. Seperti daging untuk pakan macan dan singa tidak diberikan seluruhnya karena sebagian dijual oleh pawang (keeper) , akibatnya satwa menjadi kurus dan kurang makan.

    f. Ruminansia tidak diberikan rumput raja atau gajah, tetapi diberikan rumput rawa yanga banyak mengandung lumpur dan logam berat. Akibatnya satwa menjadi kurus dan mudah keracunan (intoxicasi).

    5. Penanganan Anak Satwa

    Penanganan anak satwa yang baru lahir kurang diperhatikan keselamtannya. Babi rusa jantan dan komodo jantan adalah satwa yang suka memakan anaknya yang baru lahir (kanibalisme)

    6. Karantina

    Kondisi sanitasi karantina KBS sangat kurang dan terkadang satwa terlalu lama tinggal di karantina sehingga mengalami depresi (stress)

    7. Pasangan

    Banyak satwa yang hidup tanpa pasangan, seperti jerapah jantan, cheetah betina, dan beberapa spesies satwa yang lain. Kondisi ini mendorong terjadinya depresi (stress) sehingga mengganggu kesejahteraan satwa.

    8. Kematian Satwa

    Secara normal sebenarnya kematian satwa dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu kurang nutrisi, lingkungan yang kurang sesuai, umur tua atau karena kecelakaan serta kurangnya penanganan medis pasca trauma. Kematian satwa yang banyak di KBS dinilai tidak wajar baik jumlahnya maupun penyebab kematiannya. Kasus kenatian satwa yang tidak wajar antara lain : singa Ungko,

  • 16

    Wallaby, rusa Bawean, Jalak Bali, burung Elang, kanguru, komodo, ular, dan beberapa ekor lainnya yang tidak dilaporkan. Penyelidikan oleh Tim Manajemen sementara KBS dapat membuktikan bahwa ada indikasi kematian satwa disebabkan diracun atau cara-cara yang lain (sabotase oleh karyawan)

    A.5 Aspek Advokasi

    Peraturan tentang lembaga konservasi tertuang dalam Permenhut Nomor. 53 tahun 2006. Amanat yang tertuang dalam pasal 29 adalah lembaga konservasi berhak untuk menerima imbalan jasa atas kegiatan usahanya. Demikian pula dengan Kebun Binatang Surabaya yang berhak menerima imbalan jasa, dari masyarakat kota Surabaya pada khususnya dan masyarakat lain di luar Surabaya pada umumnya, atas kegiatan usaha yang ada di kebun binatang tersebut. Selain peragaan satwa dalam kandang, di kebun binatang Surabaya juga ada kegiatan permainan untuk anak-anak. Peranan pengunjung untuk keberlangsungan kebun binatang tersebut sangat diperlukan. Berdasarkan data yang tercatat bahwa selama dua tahun terakhir (2007-2009) untuk jumlah pengunjung cenderung mengalami kenaikan sekitar 15% dengan harga tiket masuk sebesar Rp. 15.000,- untuk 3 (tiga) tahun ke atas. Meledaknya jumlah pengunjung biasa terjadi di Hari Raya dan libur sekolah. Namun, sepanjang tahun 2010 ini mengalami penurunan sekitar 30%. Hal tersebut disebabkan karena adanya pemberitaan tentang pencabutan ijin kebun binatang tersebut sehingga masyarakat beranggapan kebun binatang Surabaya sudah tutup, selain itu juga munculnya kebun binatang baru di sekitar kota Surabaya yang memiliki fasilitas lebih modern. Kebun Binatang Surabaya yang memiliki sekitar 260 koleksi spesies dari satwa buas sampai satwa jinak ternyata belum memiliki peraturan yang jelas bagi para pengunjung. Peraturan tersebut seharusnya di pasang di pintu masuk atau lokasi pembelian tiket masuk sehingga tiap pengunjung dapat membaca dan mencoba mematuhi peraturan tersebut. Sedangkan papan peringatan ada sekitar 30 (tiga puluh) titik seperti dilarang memberi makan satwa atau dilarang buang sampah karena jika hal tersebut tidak ada akan berdampak buruk terhadap satwa dan pengunjung apalagi tiket masuk tidak disertai asuransi. Lain halnya dengan rute atau peta yang sudah terpasang di 4 (empat) titik walaupun masih sangat sederhana, sedangkan arah panah ada 10 (sepuluh) titik ke suatu lokasi saja, seharusnya rute lengkap yang juga menjelaskan posisi si pencari informasi. Berkaitan denga lahan parkir sendiri, di kebun binatang Surabaya hanya tersedia lahan parkir seluas 1,5 ha dengan pembagian 1 ha untuk mobil dan bus yang dikelola oleh kebun binatang, sisanya untuk motor yang dikelola oleh koperasi karyawan. Harga tiket parkir untuk bus Rp. 10.000,-, mobil Rp. 4.000,- dan motor Rp. 2.000,-. Jelas luas tersebut belum memadai jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah pengunjung sehingga akan menyebabkan kemacetan.

  • 17

    Peraturan mengamanatkan kebun binatang dapat memberikan manfaat pendidikan bagi para pengunjungnya. Salah satu cara yang dapat mewujudkan manfaat tersebut adalah dengan memberikan informasi tertulis tentang satwa tersebut misal nama ilmiah satwa disertai nama Indonesia, asal satwa, status perlindungan dan informasi lainnya. Di kebun binatang Surabaya sendiri tidak semua informasi tersebut ditemukan di tambah lagi tidak ada petugas yang mendampingi pengunjung kecuali pengunjung rombongan. Jadi pengunjung hanya berkeliling melihat ekspresi dan tingkah polah satwa tersebut kemudian berkomentar sendiri dan selesai. Jika di tiap kandang terdapat informasi tentang satwa tersebut selain ada pengetahuan yang pengunjung peroleh, juga diharapkan pengunjung dapat berperan dalam pelestarian satwa tersebut. Di kebun binatang Surabaya juga memiliki program pendidikan yang dikenal dengan Ayo Belajar di KBS. Program ini diperuntukan bagi siswa sekolah dimana saat berkunjung akan didampangi oleh petugas. Namun, jika informasi tertulis tersebut tidak ada maka tujuan program ini tidak bisa berjalan dengan baik. Selain memberikan manfaat pendidikan, diharapkan kebun binatang dapat digunakan sebagai tempat penelitian. Selama ini penelitian hanya dilakukan dari kalangan mahasiswa dan LIPI. Penelitian yang dilakukan cenderung ke satwanya, sekitar 80% sedangkan sisanya ke pengunjung dan manajemen. Untuk karyawan kebun binatang sendiri tidak pernah ada yang melakukan penelitian, padahal penelitian oleh internal kebun binatang juga diperlukan guna kemajuan kebun binatang. Beberapa petugas kebun binatang pernah melakukan kunjungan ke kebun binatang lain di dalam atau di luar negeri dengan harapan bisa memberikan masukan untuk pengembangan kebun binatang Surabaya tetapi hasil kunjungan tersebut hanya menjadi laporan tertulis saja tanpa ada realisasinya dengan alasan tidak ada dana yang cukup untuk proses pembangunan. Keberadaan Kebun Binatang sebagai benteng terakhir penyelamatan satwa liar yang terancam punah seharusnya mendapatkan dukungan dari terutama pemerintah setempat apalagi salah satu syarat pendirian kebun binatang harus mendapatkan rekomendasi dari pemerintah daerah setempat. Demikian halnya dengan kebun binatang Surabaya yang merupakan salah satu kebanggaan masyarakat Surabaya perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah menuju pengelolaan yang lebih baik. Jika pemerintah provinsi sudah memberikan dukungan penuh terhadap pengelolaan yang lebih baik maka seharusnya dukungan yang sama juga diberikan oleh pemerintah kota Surabaya. Berdasarkan seluruh paparan di atas, setidaknya dapat dipastikan bahwa kebun binatang Surabaya relatif masih sangat minim akan wawasan, pengetahuan, serta pemahamannya mengenai manfaat utama kebun binatang maupun mengenai posisi hukum terhadap kegiatan kebun binatang. Beberapa catatan sederhana berdasarkan fakta yang ada dilapangan bahwa perlu adanya penataan koleksi satwa sesuai daya dukung, penataan fasilitas pengujung, penataan sistem pendataan satwa/mutasi satwa, dan penanganan limbah.

  • 18

    A.6 Aspek Hukum

    Beberapa hal terkait aspek hukum yang perlu mendapatkan perhatian seksama dalam rangka menuju eksistensi pengelolaan Kebun Binatang Surabaya yang menjamin kepastian hukum dan kepastian usaha sebagai berikut:

    1. Pengelolaan Sementara:

    a. Bahwa pengelolaan Kebun Binatang Surabaya oleh manajemen sementara

    yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.472/Menhut-IV/2010 tanggal 20 Agustus 2010 pada dasarnya adalah untuk menjembatani menuju pada pengelola definitif, yang dinilai mampu dari berbagai aspek antara lain aspek: finansial, profesional, tanggung jawab dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap kegiatan konservasi, khususnya kegiatan pengelolaan lembaga konservasi Kebun Binatang Surabaya.

    b. Dalam rangka memperoleh kepastian hukum pengelolaan Kebun Binatang

    Surabaya, pengelolaan yang dilakukan oleh manajemen sementara, harus memiliki target waktu sesuai Amar Keempat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.472/Menhut-IV/2010, untuk dikelola selanjutnya oleh pemegang izin definitif, dengan pertimbangan bahwa:

    (1) Pengelolaan lembaga konservasi dengan tipe kelas seperti Kebun

    Binatang Surabaya harus mendapat perhatian dan dilakukan dengan ekstra sungguh-sungguh.

    (2) Pengelolaan Kebun Binatang Surabaya memerlukan investasi yang sangat besar, baik untuk memenuhi kebutuhan pakan satwa, kebutuhan finansial sumber daya manusia, memelihara sarana dan prasarana, oleh karenanya harus segera ditetapkan pengelola baru yang profesional dan mempunyai komitmen serta perhatian khusus kegiatan konservasi.

    c. Tugas Tim Pengelola Sementara Kebun Binatang Surabaya sebagaimana

    Keputusan Menteri Kehutanan No. SK 472/Menhut-IV/2010 tanggal 20 Agustus 2010 meliputi:

    (1) Melaksanakan pengelolaan administrasi perkantoran, sarana pelayanan pengunjung, pemeliharaan/perawatan satwa, pengamanan, finansial dan fasilitas Kebun Binatang Surabaya lainnya.

    (2) Melaksanakan pendayagunaan staf dan karyawan yang telah ada secara optimal.

    (3) Menyeleksi personil sebagai calon pengelola Kebun Binatang Surabaya yang profesional secara transparan dan akuntabel sesuai peran dan fungsinya sebagai lembaga konservasi.

  • 19

    (4) Menjaring investor potensial yang memenuhi persyaratan sebagai calon

    pemegang izin definitif Kebun Binatang Surabaya.Pengelola Sementara harus dapat mempersiapkan dan menyerahkan pengelolaan kepada pengelola definitif dengan baik dan lancar, melalui proses permohonan izin lembaga konservasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan transparan.

    2. Badan Hukum Pengelola Baru

    Terdapat beberapa alternatif badan hukum pengelola Kebun Binatang Surabaya sebagai berikut: a. Swasta; b. Swasta dengan BUMD (atau Badan Hukum yang ditunjuk); c. Swasta dengan Swasta

    1) - Aspek positif badan hukum Swasta:

    Sepanjang diproses melalui seleksi yang ketat, telah diketahui perfomance dan memenuhi persyaratan yang diwajibkan, maka alternatif ini relatif tidak ada masalah.

    - Aspek negatif badan hukum Swasta: Sepanjang dilakukan pembinaan dengan baik, alternatif relatif tidak ada masalah.

    2) - Aspek positif Swasta dengan BUMD:

    Mengakomodir kepentingan Pemerintah Kota Surabaya, sehingga kesinambungan pengelolaan Kebun Binatang Surabaya dilakukan, asset milik Pemerintah Kota Surabaya akan terjamin.

    - Aspek negatif Swasta dengan BUMD: Kolaborasi ini hanya sebatas kontribusi swasta kepada Pemerintah Kota Surabaya, sementara kontribusi pengelolaan oleh pihak BUMD diragukan.

    3) - Aspek positif BUMD:

    Selain pemilik asset lahan, memotivasi Pemerintah Kota Surabaya untuk merehabilitasi, dan memelihara Kebun Binatang Surabaya sebagai daya tarik Pemerintah Kota Surabaya dalam konteks APBD.

    - Aspek negatif BUMD:

    Mengingat pengelolaan Kebun Binatang Surabaya memerlukan kontinuitas dana, dikhawatirkan sebelum BUMD benar-benar menghasilkan, akan kesulitan dana, sehingga mengganggu kehidupan dan kesejahteraan satwa.

  • 20

    4) - Aspek positif Swasta dengan Swasta: Sinergi, dan perusahaan yang mempunyai visi dan komitmen yang sama akan lebih memperkuat pengelolaan secara proporsional.

    - Aspek negatif Swasta dengan Swasta:

    Relatif tidak ada.

    3. Asset Dalam rangka pengelolaan Kebun Binatang Surabaya oleh pengelola definitif (badan hukum baru), Pemerintah Kota Surabaya mempunyai posisi tawar yang tinggi mengingat lahan yang dipergunakan sebagai lokasi kebun binatang adalah asset Pemerintah Kota Surabaya. Dalam hal ini, pihak Kementerian Kehutanan harus bersikap arif untuk tidak mengabaikan demikian saja keinginan Pemerintah Kota Surabaya untuk mengelola secara langsung Kebun Bintang Surabaya. Dalam hal pihak Kementerian Kehutanan menolak dan mengabaikan keinginan Pemerintah Kota Surabaya tanpa solusi, dikhawatirkan Pemerintah Kota Surabaya akan mengambil langkah ekstrim yaitu tidak mengizinkan kegiatan lembaga konservasi pada asset tanah tersebut dan dimanfaatkan untuk dipergunakan kegiatan lainnya. Dalam hal Pemerintah Kota Surabaya tetap menghendaki sebagai Pengelola Kebun Binatang Surabaya, tetapi tidak dikehendaki oleh Kementerian Kehutanan, maka solusi minimal adalah memberi peluang untuk memperhitungkan asset lahan sebagai modal dalam badan hukum baru pengelola Kebun Binatang Surabaya atau memperhitungkan kontribusi pengelola Kebun Binatang Surabaya kepada Pemerintah Kota Surabaya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dengan membuat perjanjian kerjasama secara terpisah antara Pemegang Izin Lembaga Konservasi dengan Pemerintah Kota Surabaya dan diketahui oleh Kementerian Kehutanan. Di dalam perjanjian kerjasama tersebut, selain mengatur kontribusi, juga harus diatur secara tegas kesinambungan penggunaan lahan minimal untuk 30 tahun jangka waktu izin lembaga konservasi, sehingga ada jaminan kepastian usaha pengelolaan Kebun Binatang Surabaya di lokasi lahan tersebut. Mengingat secara exsisting Kebun Binatang Surabaya merupakan lembaga konservasi yang memiliki nilai sejarah, maka pada prinsipnya harus dipertahankan sebagai lembaga konservasi melalui proses pembaharuan khususnya badan hukum pengelola yang perizinannya diproses melalui mekanisme dan persyaratan yang ketat serta transparan, dengan harapan pengelolaan Kebun Binatang Surabaya

  • 21

    dimasa yang akan datang akan lebih profesional dari pengelolaan yang dilakukan oleh pemegang izin sebelumnya. Dengan demikian, maka kepastian hukum dan kepastian usaha pengelolaan Kebun Binatang Surabaya dimasa yang akan datang akan terwujud.

    4. Estimasi Nilai Investasi yang Dibutuhkan dan Badan Hukum Pengelola Baru Mengingat kondisi KBS yang praktis tidak ada perubahan sepanjang lebih dari 30 tahun terakhir, sehingga kondisi kandang satwa tidak lagi dapat memenuhi standard kesejahteraan satwa yang ditetapkan standard pemerintah maupun lembaga internasional. Untuk mewujudkan KBS sebagai ikon kota Surabaya kembali serta objek wisata kebanggaan masyarakat Jawa Timur dan maraknya persaingan di bidang rekreasi konservasi maka KBS perlu melakukan perubahan total untuk mengembalikan citra KBS sebagai ikon kota Surabaya. Dengan melakukan perubahan total, biaya yang di butuhkan dalam pembangunan total kebun binatang Surabaya sesuai perencanaan diperkirakan sebesar 80 sampai 100 Milliar Rupiah (rincian terlampir). Investasi sebesar itu untuk suatu Lembaga Konservasi akan sulit terwujud apabila investor hanya memikirkan dari sisi business saja. (contoh kalau uang 100 Milyar di deposito di bank saja setahun minimal menghasilkan 8m bersih setelah dipotong pajak. Kalau di investasikan di reksadana, maka setiap tahunya menghasilkan 13,5 M pertahun. Dari perhitungan business Tidak mungkin penghasilan KBS dapat melampaui nilai diatas. Dalam hitungan kami saat ini KBS dapat menghasilkan 1,5 M pertahun kalau tidak ada pembangunan secara besar-besaran). Dengan investasi sebesar itu perlu dirumuskan suatu badan hukum baru yang strategis dan dapat mengakomodasi keperluan modal maupun professionalisme. Bentuk Badan pengelola yang disarankan oleh adalah Perusahaan Terbatas (PT) swasta murni yang didukung para pemangku kepentingan, diantaranya Pemkot Surabaya, Pemprov Jawa Timur dan Kementerian Kehutanan. Dengan PT swasta murni, akan mempercepat proses pengadaan dana investasi, mengurangi birokrasi pengambilan keputusan serta mengalang dana dan kerjasama dengan pihak ketiga. Hanya saja harus juga di pertimbangkan kegiatan KBS harus berorientasi konservasi disamping bisnis. Bentuk Badan pengelola yang disarankan untuk pengelolaan KBS kedepan;

    (1) Alternatif 1: Membentuk badan hukum Perusahaan Terbatas (PT) dengan

    pemegang saham Pemerintah Kota Surabaya melalui BUMD atau PD Perusahaan daerah dan mengikutsertakan pihak Swasta (satu atau Lebih dari satu pihak swasta) yang peduli tentang konservasi dan professional di bidangnya. Dengan Keikutsertaan pihak swasta dengan Pemkot sebagai pemegang saham, maka dalam pengelolaan KBS mencerminkan kepedulian pihak Pemkot Surabaya dalam pengelolaan KBS yang professional yang

  • 22

    diharapkan masyarakat. Dengan demikian KBS akan lebih cepat di wujudkan sebagai kebun binatang modern melalui proses penggalangan dana dari investor dan profesional.

    (2) Alternatif 2: Membentuk PT yang merupakan konsorsium antara BUMD

    Pemprov, BUMD /PD pemkot dan pihak Swasta pencinta satwa dan peduli konservasi. Dengan keikutsertaan berbagai pihak di dalam pengelolaan KBS, maka keterlibatan berbagai pihak dalam Otonomi daerah dan pusat akan berjalan dengan baik. Dengan demikian akan terlihat kepedulian berbagai pihak dalam mengelola KBS yang menjadi ikon Surabaya serta kebanggaan masyarakat JawaTimur. Hanya saja memang terdapat kelemahan dalam hal ini karena prosess birokrasi akan memperlambat pembuatan keputusan dalam pengelolaan terutama dalam pendanaan.

    (3) Alternatif 3: Membentuk Perusahaan Terbatas (PT) swasta murni yang

    disetujui oleh pihak Pemkot, Pemprov dan KementerianKehutanan. Dengan PT swasta murni, akan mempercepat prose pengadaan dana investasi, mengurangi birokrasi pengambilan keputusan serta mengalang dana dan kerjasama dengan pihak ketiga. Hanya saja harus juga di pertimbangkan kegiatan KBS harus berorientasi konservasi disamping business. Untuk itu disarankan nantinya Komisaris independen di PT tersebut dapat di tempati oleh pihak birokrat, pakardll sehingga peran dan fungsi Lembaga Konservasi tetap terjaga.

    B. Analisis

    Aspek kesejahteraan satwa sangat terkait dengan kapasitas manajemen kebun binatang. Untuk analisis keberlanjutan manajemen kebun binatang dilakukan terhadap lima aspek yang sangat menentukan tingkat kesejahteraan satwa, yaitu aspek teknis, aspek kesejahteraan satwa, aspek advokasi, aspek hukum, dan aspek manajemen. Kelima aspek ini satu sama lain saling terkait sebagai satu sistem manajemen kebun binatang. Out put manajemen kebun binatang adalah kondisi kesehatan satwanya. Sesuai dengan analisis SWOT, dari kelima aspek ini kemudian di kelompokan faktor yang berperan bagi pengembangan manajemen KBS, yaitu menjadi fakor-faktor kekuatan, kelemahan, tantangan, dan ancaman sebagaimana uraian berikut: 1. Faktor Kekuatan

    Faktor kekuatan ini, menunjukan alasan pentingnya untuk dipertahankannya KBS, karena mempunyai alasan penting bagi pendukung kesehatan masyarakat secara berkelanjutan, yaitu:

    a. KBS terletak di tengah-tengah Kota Surabaya, didirikan sejak 31 Agustus 1916, pada areal seluas 13 Ha. Hingga saat ini RTH-KBS didominasi oleh beringin,

  • 23

    sengon, kesambi, trembesi, dan kanon. KBS memiliki sejarah yang unik dan panjang. Disamping sebagai kebun bintang, KBS juga berperan sebagai paru-paru Kota Surabaya. Sehingga kawasan KBS ini mutlak harus dipertahankan bagi kesehatan masyarakat kota Surabaya.

    b. Status tanah adalah hak pakai milik Pemerintah Kota yang diperuntukan untuk status dan fungsi kebun binatang.

    c. Potensi satwa koleksi KBS sangat beranekaragam. Populasi satwa KBS saat ini kurang lebih 4000 ekor, terdiri dari 326 spesies (mamalia 75 spesies, burung 106 spesies, reptile 35 spesies dan ikan 114 spesies). KBS menjadi ikon Kota Surabaya dan masyarakat Surabaya dan telah menarik perhatian masyarakat. Pengunjung dari berbagai lapisan masyarakat, berasal dari berbagai kota di sekitar Surabaya, dan provinsi lainnya bahkan wisata mancanegara (wisman). Termasuk manfaatnya bagi kegiatan pendidikan dari sekolah taman kanak-kanak, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan perguruan tinggi. KBS juga banyak dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian satwa baik bagi mahasiswa program S1, S2, maupun S3.

    d. KBS memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitarnya baik secara langsung maupun tidak lansung. Secara tidak langsung maka KBS menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat sekitarnya dari berbagai jasa KBS (supir bus, angkot, taksi, tukang parkir, pelayan restoran, souvenir, hotel, dsb). Disamping itu juga tenaga kerja tetap yang terlibat di KBS terdiri dari 170 orang, tenaga kontrak 32 orang, dan tenaga outsourcing 23 orang (taman dan kebersihan).

    e. Karena letaknya strategis dan demand masyarakat untuk melakukan kegiatan wisata alam semakin meningkat, maka KBS berpotensi untuk menggerakan perekonomian daerah (PAD) jika dikelola secara professional dan terintegrasi dengan potensi pembangunan sekitarnya.

    2. Faktor Kelemahan

    Faktor kelemahan dari aspek teknis, kesejahteraan satwa, aspek hukum, aspek advokasi, dan aspek manajemen adalah sebagai berikut: a. Jika di tinjau dari analis aspek teknis yang meliputi jumlah dan asal satwa,

    umur, sex ratio, dinamika populasi, dan kegiatan pengelolaan satwa, menunjukan bahwa secara teknis, saat ini KBS sebagai LK tidak mampu mendukung program perlindungan dan pelestarian alam. Kondisi dinamika populasi satwa tidak dapat dipertanggung jawabkan bagi jaminan terjadinya pertumbuhan satwa lestari khususnya dari angka kematian dan kelahiran. Sehingga banyak terjadi kemunduran jumlah jenis satwa koleksi secara significant. Kondisi teknis manajemen yang lemah ini harus segera mendapat perhatian perbaikan secara tepat, karena jika dibiarkan tanpa campur tangan yang tepat dari yang berwenang baik dari pemerintah pusat, propinsi ataupun kota seara serius dan sungguh-sungguh, maka dapat dipastikan akan terjadi

  • 24

    kemunduran yang semakin drastis karena semakin meningkatnya angka kematian, penurunan kesehatan, dan kepuhanan satwa koleksi.

    b. Ukuran kesejahteraan stwa adalah meliputi: bebas dari rasa lapar dan dahaga

    (freedom from hunger and thirsty), bebas dari rasa tidak nyaman (freedom from discomfort), bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit (freedom from pain, ingury and disease), bebas dari rasa takut dan tertekan (freedom from fear and distress), dan bebas untuk menampilkan perilaku alaminya (Freedom to express natural behavior). Maka dapat dikatakan bahwa satwa di KBS tidak sejahera, dan kondisi kesejahteraan satwa ini sangat terkait dengan berbagai input dan fasilitas yang sangat terbatas, seperti kecukupan gizi dan pakan, kualitas air, ukuran dan kualitas kandang, serta kualitas laboratorium dan rumah sakit, serta penanganan kesehatan satwa. Padahal kondisi satwa yang sejahtera ini sangat menentukan keberhasilan program pendidikan, penelitian, dan pariwisata. Masyarakat akan segan untuk datang ke KBS yang kodisisi satwa dan lingkungannya tidak terawat dengan baik. Faktor kesehatan satwa sangat penting untuk menjamin tidak terjadi penularan suatu penyakit dari satwa ke manusia dan sebaliknya. Untuk menjamin kesejahteraan satwa, diperlukan peningkatan dukungan kesehatan satwa, terutama kecukupan akan kandang, pakan, air, dan perbaikan kapasitas rumah sakit ataupun laboratorium satwa.

    c. Sumber-sumber air yang berasal dari sungai (Berantas dan Wonokromo) di

    sekitarnya mengandung bahan pencemar (COD dan BOD tidak memenuhi baku mutu air), yang dapat berpengaruh fatal terhadap kesehatan satwa.

    d. Kapasitas keahlian SDM yang bekerja di KBS sangat terbatas untuk mendukung

    manajemen KBS secara berkelanjutan, sehingga diperlukan program recruitment secara tepat dan obyektif sesuai dengan analisis pekerjaan yang dibutuhkan. Hingga saat ini perekrutan tenaga kerja belum dilakukan secara profesional sesuai dengan kebutuhan modern.

    e. Lokasi KBS yang berada di tengah-tengah kota dan pemukiman kumuh,

    sehingga menyulitkan bagi pengelolaan untuk memperoleh udara bersih, bebas kebisingan, bebas sampah, dan kemungkinan terjadinya pencurian satwa tinggi.

    f. Belum adanya pengelolaan limbah yang profesional, dimana semua limbah

    yang berasal dari KBS langsung dibuang ke sungai atau tidak ada perlakuan (treatment) pengelolaan. Hal ini terjadi mengingat belum adanya studi Amdal KBS.

  • 25

    3. Faktor Ancaman

    a. Konflik manajamen KBS, merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan manajemen KBS, permasalahan ini supaya dapat segera diselesaikan secara optimal dan obyektif. Konflik internal perkumpulan terjadi sejak zaman kolonial tahun 1922, terus berkembang dan terus muncul konflik internal tahun 1997, 2001, 2003, 2006, dan puncaknya tahun 2009/2010.

    b. Pegawai KBS yang jumlahnya 170 orang, harus mendapat perhatian hak dan

    kewajibannya sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh internal perkumpulan kebun binatang, dimana peraturan ini tidak sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Konflik ini supaya dapat diselesaikan secara tepat dan bijaksana, karena dapat menjadi sumber ancaman bagi stabilitas manjemen KBS.

    c. Kualitas air minum yang masuk KBS bagi pemeliharan satwa (minum,

    berkubang, cuci peralatan satwa) sangat mengancam kesehatan satwa. Sumber air utama dari Sungai Berantas dan Wonokromo, yang telah mengalami pencemaran, sehingga diperlukan instalasi pemurni air.

    d. Saluran sanitasi air yang ada sekarang tidak mampu mendukung kesehatan

    satwa, sehingga diperlukan perbaikan total seluruh saluran air yang ada di KBS.

    e. Karena letaknya di tengah-tengah kota dan permukiman kumuh, maka kebisingan dan pencemaran udara dan air sangat mengancam kesejahteraan satwa di KBS.

    f. Penutupan vegetasi yang terlalu rapat, kurang memberikan akses sinar

    matahari yang cukup bagi kesehatan satwa, sehingga perlu dilakukan pemeliharaan dengan cara melakukan pemangkasan bukan penebangan.

    g. Pengunjung yang jaraknya terlalu dekat dengan tempat peragaan satwa, serta

    kurangnya papan larangan ataupun peringatan (apa yang boleh dan apa yang tidak boeh), sangat mengancam kesehatan dan ketenangan satwa dan juga kesehatan dan keselamatan pengunjung.

    4. Faktor Tantangan

    a. Segera ditetapkan badan hukum definitip, untuk menjamin kepastian hukum dan menjamin kepastian usaha.

    b. Pembangunan KBS terintegrasi dengan pembangunan Kota Surabaya dan Propinsi Jawa Timur, yang mendapat dukungan penuh dari Walikota, DPRD-Kota , Gubernur, DPRD-Propinsi, pengusaha, LSM, perguruan tinggi, dan masyarakat luas.

  • 26

    c. Pertumbuhan Kota Surabaya yang sangat pesat, memerlukan kecukupan RTH dan tempat-tempat rekreasi alam. KBS merupakan salah satu tempat rekreasi yang sangat diminati masyarakat.

    d. Kapasitas manajemen KBS perlu di tingkatkan secara significant, memerlukan dana yang sangat besar (diperkirakan memerlukan dana 100 Milyar rupiah), untuk peningkatan kemapuan SDM, kandang, dan bangun-bangunan pendukung (kantor, laboratorium, RS Hewan, dsb).

  • 27

    IV. REKOMENDASI

    1. Status kawasan KBS tidak boleh dirubah, tetap diperuntukan sebagai kawasan KBS. Kawasan ini seharusnya ditingkatkan perannya sebagai kebun binatang dan ruang terbuka hijau dan dikembangkan manajemennya secara terintegrasi dengan pembangunan Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur.

    2. Untuk memperbaiki performance KBS maka diperlukan perbaikan yang menyeluruh terhadap kelima aspek yang dibahas. Diperlukan perombakan total terhadap performance manajemen KBS yang ada saat ini yang sudah tidak layak bagi bagi suatu manajemen kebun binatang yang modern sesuai dengan tuntutan masyarakat dan pembangunan. Sudah saatnya untuk diterapkan reengineering terhadap manajemen KBS.

    3. Untuk mendapatkan kecukupan dana, diperlukan optimalisasi mobilisasi sumber-sumber dana yang memungkinkan, yaitu dari APBN, APBD, dan swasta. Secara transparan disusun dan dituangkan dalam suatu manajemen plan yang akuntabel.

    4. Diperlukan dukungan pemerintah baik Pemeritah Pusat, Pemerintah Kota maupun Pemerintah Provinsi, yang tertuang dalam action plan yang jelas siapa berbuat apa sesuai dngan TUPOKSI masing-masing. Tanpa kejelasan dukungan pemerintah akan sulit bagi organisasi KBS untuk berkembang secara berkelanjutan.

    5. Diperlukan manajemen KBS yang sehat baik status hukum, organisasi, aturan, dan mekanisme kerja. Untuk membangun KBS ke depan diperlukan bentuk organisasi KBS yang professional. Ciri-ciri manajemen professional adalah terbuka, transparant, dinamik, di dukung oleh seluruh stakeholder, baik pemerintah (PHKA, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota), masyarakat (LSM, pengusaha), dan perguruan tinggi.

    6. Mengingat secara exsisting Kebun Binatang Surabaya merupakan lembaga konservasi yang memiliki nilai sejarah, maka pada prinsipnya harus dipertahankan sebagai lembaga konservasi melalui proses pembaharuan khususnya badan hukum pengelola yang perizinannya diproses melalui mekanisme dan persyaratan yang ketat serta transparan, dengan harapan pengelolaan Kebun Binatang Surabaya dimasa yang akan datang akan lebih profesional dari pengelolaan yang dilakukan oleh pemegang izin sebelumnya.

    7. Alternatif badan usaha yang disarankan untuk pengelolaan KBS kedepan, yaitu: 1. Alternatif 1: Membentuk badan hukum Perusahaan Terbatas (PT) dengan

    pemegang saham Pemerintah Kota Surabaya melalui BUMD atau PD Perusahaan daerah dan mengikutsertakan pihak Swasta (satu atau Lebih dari satu pihak swasta) yang peduli tentang konservasi dan professional di bidangnya.

    2. Alternatif 2: Membentuk PT yang merupakan konsorsium antara BUMD Pemprov,

    BUMD /PD pemkot dan pihak Swasta pencinta satwa dan peduli konservasi. 3. Alternatif 3: Membentuk Perusahaan Terbatas (PT) swasta murni yang disetujui

    oleh pihak Pemkot, Pemprov dan Kementerian Kehutanan.

  • 28