3
INTERAKSI FARMAKODINAMIK Interaksi farmakodinamik adalah inetraksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tampat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek aditif, sinergistik, atau antagonistic. Interaksi farmakodinamik merupakan sebagian besar dari interaksi obat yang penting dalam klinik. Berbeda dengan interaksi farmakokinetik, interaksi farmakodinamik seringkali dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena penggolongan obat memang berdasarkan persamaan efek farmakodinamiknya. Di samping itu, kebanyakan interaksi farmakodinamik dapat diramalkan kejadiaannnya, karena itu dapat dihindarkan bila dokter mengetahui mekanisme kerja obat yang bersangkutan dan menggunakan logikanya. Selanjutnya akan dibahas mengenai mekanisme interaksi yang lebih terinci, masing-masing dengan beberapa contohnya yang penting dalam klinik menyangkut obat yang sering digunakan. Ini harus dibedakan dari interaksi yang tidak mempengaruhi hasil terapi dan yang baru terlihat pada percobaan hewan atau in vitro yang jumlahnya jauh lebih banyak. INTERAKSI PADA RESEPTOR Interaksi pada reseptor yang sama biasanya merupakan antagonism antara agonis dan antagonis/bloker dari reseptor yang bersangkutan. INTERAKSI FISIOLOGIK Interaksi pada sistem fisiologik yang sama dapat menghasilkan peningkatan atau penurunan respons ( potensial atau antagonism. PERUBAHAN DALAM KESETIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

INTERAKSI FARMAKODINAMIK.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

farmakologi

Citation preview

Page 1: INTERAKSI FARMAKODINAMIK.docx

INTERAKSI FARMAKODINAMIK

Interaksi farmakodinamik adalah inetraksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tampat

kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek aditif, sinergistik, atau antagonistic.

Interaksi farmakodinamik merupakan sebagian besar dari interaksi obat yang penting dalam klinik.

Berbeda dengan interaksi farmakokinetik, interaksi farmakodinamik seringkali dapat

diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena penggolongan

obat memang berdasarkan persamaan efek farmakodinamiknya. Di samping itu, kebanyakan

interaksi farmakodinamik dapat diramalkan kejadiaannnya, karena itu dapat dihindarkan bila dokter

mengetahui mekanisme kerja obat yang bersangkutan dan menggunakan logikanya.

Selanjutnya akan dibahas mengenai mekanisme interaksi yang lebih terinci, masing-masing dengan

beberapa contohnya yang penting dalam klinik menyangkut obat yang sering digunakan. Ini harus

dibedakan dari interaksi yang tidak mempengaruhi hasil terapi dan yang baru terlihat pada

percobaan hewan atau in vitro yang jumlahnya jauh lebih banyak.

INTERAKSI PADA RESEPTOR

Interaksi pada reseptor yang sama biasanya merupakan antagonism antara agonis dan

antagonis/bloker dari reseptor yang bersangkutan.

INTERAKSI FISIOLOGIK

Interaksi pada sistem fisiologik yang sama dapat menghasilkan peningkatan atau penurunan respons

( potensial atau antagonism.

PERUBAHAN DALAM KESETIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

Perubahan ini dapat mengbah efek obat, terumtama yang bekerja pada jantung, transmisi

neuromuscular dan ginjal.

PERUBAHAN MEKANISME AMBILAN AMIN DI UJUNG SARAF ADRENERGIK

Penghambat saraf adrenergic *guanetidin, bretilium, betadine, debrisokuin dan guanadrel) diambil

oleh ujung saraf adrenergic dengan mekanisme transport aktig untuk norepinefrin. Mekanisme

ambilan ini, yang diperlukan agar obat tersebut dapat bekerja ( sebagai antihipertensi), dapat

dihambat secara kompetitif oleh amin aimpatomimetik misalnya yang terdapat dalam obat flu

(fenilefrin, fenilpropanolamin, efedrin, pseudoefedrin) atau obat yang menekan napsu makan

(amfetamin, mazindol), antidepresi, trisiklik (amitriptilin, imipramine, desipramin, maprotilin), kokain

Page 2: INTERAKSI FARMAKODINAMIK.docx

dan fenotiazin (klorpromazin). Dengan demikian, obat ini mengantagoniskan efek hipotensif

penghambat saraf adrenergic

INTERAKSI DENGAN PENGHAMBAT MONOAMIN OKSIDASE (PENGHAMBAT MAO)

Penghambat MAO menghasilkan akumulasi norepinefrin dalam jumlah besar di ujung saraf

adrenergic. Pemberian menghambat MAO bersama amin simpatomimetik kerja tidak langsung

(fenilefrin, fenilpropanolamin, efedrin, pseudoefedrin, amfetamin, dan tiramin), menyebabkan

pelepasan norepinefrin jumlah besar tersebut sehingga terjadi krisis hipertensi, sakit kepala

berdenyut yang hebat, dan kadang-kadang pedarahan intraserebral. Tiramin, yang banyak terdapat

dalam keju, bir, anggur, dan makanan lain yang mengalami fermentasi, biasanya dimetabolisme oleh

MAO di dinding usus dan di hati sebelum dapat mencapai sirkulasi sistemik. Tetapi pada penderita

yang mengalami penghambat MAO, tiramin terllindung dari metabolisme oleh MAO dan dapat

mencapai ujung saraf adrenergic melalui sirkulasi.

Reaksi hipersensitif yang sama juga terjadi awal pengobatan dengan guanetidin, betilium, betadin,

debrisokuin, guanadrel dan reserpine, bila diberikan bersama dengan MAO. Demikian juga

pemberian penghambat MAO bersama dopamine l-dopa atau metildopa akan menimbulakan efek

yang sama. Pemberian penghambat MAO bersama antridepresi trisiklik, anastetik, atau petidin

kadang-kadang dapat menimbulkan hiperpireksia dan eksitasi serebral (agitasi,tremor, konvulsi, dan

koma)

INTERAKSI LAIN-LAIN

INTERAKSI ANTAR ANTIMIKROBA

Pada meningitis yang disebabkan oleh pneumokokus yang sensitive terhadap ampisilin, pemberian

ampisilin bersama kloramfenikol menimbulkan antagonism. Pemberian ketoknazol bersama

amfoterisin B untuk penyakit jamur sistemik bersifat antagonism.