35
91 INDUKTOR 4.1 Pendahuluan (a) (b) Gambar 4.1. (a) dan (b). Berbagai jenis induktor (inductor). Gambar 4.2. Sebuah trafo (transformator). Pada prinsipnya perpindahan elektron pada sebuah konduktor akan mengakibatkan terjadinya perubahan garis-garis fluks pada konduktor tersebut. Perubahan garis-garis fluks tersebut akan menginduksikan sebuah gaya elektromagnetik (e.m.f) ke dalam sebuah rangkaian. Gaya elektromagnetik (e.m.f) yang terdapat pada rangkaian disebut dengan induktansi dan rangkaian tersebut dinyatakan telah memiliki induktansi pada saat itu. Induktor seperti yang terlihat pada gambar 4.1 merupakan sebuah komponen elektronika yang dapat menginduksikan gaya elektromagnetik (e.mf) ke dalam sebuah rangkaian dengan memanfaatkan perubahan garis- garis fluks atau secara sederhana induktor adalah komponen elektronika yang dapat membangkitkan induktansi. Gaya elektromagnetik (e.m.f) yang terdapat pada konduktor atau yang selanjunya disebut sebagai induktansi dapat membentuk sebuah medan magnet. Medan magnet tersebut dapat mengimbaskan tegangan pada

Inductor

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Umar Sidik, CV. Electronusa Mechanical Engineering, 2013

Citation preview

91

INDUKTOR

4.1 Pendahuluan

(a)

(b)

Gambar 4.1. (a) dan (b). Berbagai jenis

induktor (inductor).

Gambar 4.2. Sebuah trafo

(transformator).

Pada prinsipnya perpindahan

elektron pada sebuah konduktor akan

mengakibatkan terjadinya perubahan

garis-garis fluks pada konduktor

tersebut. Perubahan garis-garis fluks

tersebut akan menginduksikan sebuah

gaya elektromagnetik (e.m.f) ke dalam

sebuah rangkaian. Gaya

elektromagnetik (e.m.f) yang terdapat

pada rangkaian disebut dengan

induktansi dan rangkaian tersebut

dinyatakan telah memiliki induktansi

pada saat itu.

Induktor seperti yang terlihat pada

gambar 4.1 merupakan sebuah

komponen elektronika yang dapat

menginduksikan gaya elektromagnetik

(e.mf) ke dalam sebuah rangkaian

dengan memanfaatkan perubahan garis-

garis fluks atau secara sederhana

induktor adalah komponen elektronika

yang dapat membangkitkan induktansi.

Gaya elektromagnetik (e.m.f) yang

terdapat pada konduktor atau yang

selanjunya disebut sebagai induktansi

dapat membentuk sebuah medan

magnet. Medan magnet tersebut dapat

mengimbaskan tegangan pada

92

konduktor maupun menghasilkan gaya mekanis. Dengan memanfaatkan medan

magnet, kita dapat mengubah energi mekanis menjadi energi listrik (generator)

dan mengubah energi listrik menjadi energi mekanis (motor).

Dengan kemampuannya membangkitkan induktansi maka induktor banyak

digunakan pada aplikasi rangkaian yang membutuhkannya. Rangkaian tersebut

dapat memanfaatkan induktor untuk mengimbaskan tegangan seperti yang terjadi

pada sebuah trafo di gambar 4.2 di atas atau dapat juga memanfaatkan medan

magnet yang ditimbulkan untuk menarik sebuah konduktor seperti yang terjadi

pada sebuah relay.

4.1.1 Simbol dan Satuan

(a)

(b) (c)

Gambar 4.3. (a). Simbol induktor

(kumparan).

(b). Simbol induktor berinti besi (iron

core).

(c). Simbol induktor berinti ferit (ferrite

core).

Induktor seperti yang

disimbolkan pada gambar 4.3 pertama

sekali diteliti oleh Joseph Henry

(1797-1878) pada tahun 1830. Joseph

Henry melapiskan kumparan kawat di

atas sebuah inti besi dan mengamati

efek induksi elektromagnetik.

Satuan yang digunakan pada

induktor adalah Henry, untuk memberi

kehormatan kepada beliau. Satuan

Henry tersebut dapat dinyatakan

sebagai berikut:

“Sebuah rangkaian dinyatakan

memiliki sebuah induktansi sebesar 1

(satu) Henry bila sebuah tegangan

elektromagnetik (e.m.f) sebesar 1

(satu) volt diinduksikan ke dalamnya

oleh sebuah perpindahan arus listrik sebesar 1 (satu) amper per detik”

Secara matematis hubungan antara induktansi, tegangan dan arus listrik

dapat dinyatakan sebagai berikut:

93

dt

diLvind

Di mana:

indv = Tegangan induksi volt

L = Induktansi Henry

dt

di = Arus listrik per detik

ond

Ampere

sec

4.1.2 Konstruksi

Gambar 4.4. Konstruksi sebuah induktor (kumparan)

Gambar 4.5. Jenis material inti pad

sebuah induktor.

Pada dasarnya sebuah induktor

seperti yang terlihat pada gambar 4.4

adalah sebuah kumparan kawat yang

mengelilingi sebuah material. Material

yang dikelilingi oleh kumparan tersebut

dapat berupa material magnetik ataupun

material non-magnetik seperti yang

terlihat pada gambar 4.5 di atas ini. Material magnetik adalah material yang

memiliki sifat magnet seperti baja, besi nikel dan kobal, sedangkan material non-

94

Gambar 4.6. Beberapa faktor yang

mempengaruhi induktansi pada sebuah

kumparan.

magnetik seperti yang terlihat pada

gambar 4.5 di samping ini. adalah

material yang tidak memiliki sifat

magnet seperti plastik, kayu, kaca,

tembaga dan udara.

Pada prinsipnya perbedaan sifat

magnet pada setiap material disebabkan

oleh permeabilitas. Permeabilitas pada

suatu material berbeda dengan material

lainnya. Material magnetik memiliki

permeabilitas yang

bernilai ratusan hingga ribuan kali lebih baik daripada material non-magnetik.

Permeabilitas merupakan perbandingan antara kerapatan fluks B dan kuat

medan magnet H . Nilai perbandingan atau yang selanjutnya disebut dengan

permeabilitas tersebut bernilaim

H7104 untuk ruang bebas (udara) dan

dinyatakan sebagai 0 . Permeabilitas pada material-materia magnetik bernilai

lebih besar daripada permeabilitas pada ruang bebas (udara) maupun material-

material non-magnetik lainnya dan dinyatakan sebagai r . Secara matematis

hubungan antara permeabilitas ruang bebas (udara), permeabilitas material

magnetik, kerapatan fluks dan kuat medan magnet dapat ditulis sebagai berikut:

rH

B

H

B 00

Di mana:

B = Kerapatan fluks

2meter

Weber

H = Kuat medan magnet

meter

Ampere

0 = Permeabilitas pada ruang bebas/udara mH7104

95

r = Permeabilitas pada material magnetic meterHenry

Pada dasarnya nilai induktansi dari sebuah kumparan dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu :

1. Jumlah gulungan kawat.

2. Luas penampang area.

3. Panjang kumparan.

4. Tingkat permeabilitas.

Secara matematis hubungan tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

l

ANL

2

Di mana:

L = Induktansi Henry

N = Jumlah gulungan.

= Permeabilitas

meter

Henry

A = Luas penampang area 2meter

l = Panjang kumparan meter

Dari rumus di atas dapat kita simpulkan bahwa:

1. Semakin banyak jumlah kumparan maka semakin besar nilai induktansi

pada kumparan.

2. Semakin luas penampang area maka semakin besar nilai induktansi pada

kumparan.

3. Semakin pendek kumparan maka semakin besar nilai induktansi pada

kumparan.

4. Semakin besar tingkat permeabilitas maka semakin besar nilai induktansi

pada kumparan.

96

4.2 Induktansi

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, medan elektromagnetik dapat

dibentuk oleh aliran arus yang mengalir melalui konduktor. Arus listrik yang

mengalir tersebut akan menimbulkan garis-garis fluks pada sekitar konduktor dan

membentuk sebuah medan magnet. Perubahan yang terjadi pada arus listrik

tersebut akan menyebabkan perubahan pada medan magnet. Kenaikan arus listrik

akan memperluas medan magnet dan begitu juga sebaliknya, penurunan arus

listrik akan memperkecil medan magnet. Perubahan medan magnet tersebut akan

menyebabkan terinduksinya tegangan yang melintasi kumparan dengan arah yang

berlawanan dengan arus listrik. Semua peristiwa yang telah diuraikan tersebut

membentuk sebuah karakteristik dan karakteristik tersebut dinyatakan sebagai

induktansi

4.2.1 Jenis Induktansi

Gambar 4.7. Jenis induktansi pada

induktor.

Pada prinsipnya induktansi dapat

dikelompokan menjadi 2 (dua) bagian

seperti yang terlihat pada gambar 4.7 di

samping ini, yaitu:

1. Induktansi diri (self-inductance).

2. Induktansi bersama (mutual-

inductance).

4.2.2 Induktansi Diri (self-inductance)

Gambar 4.8. Garis-garis fluks.

Pada dasarnya induktansi diri

(self-inductance) terjadi ketika sebuah

gaya elektromagnetik (e.m.f)

diinduksikan di dalam rangkaian yang

sama aliran arus listriknya. Aliran arus

listrik tersebut menyebabkan terjadi

perubahan garis-garis fluks seperti yang

terlihat pada gambar 4.8 di samping ini

97

Gambar 4.9. Induktansi diri (self-

inductance).

dan perubahan garis-garis fluks tersebut

menimbulkan medan magnet. Medan

magnet yang ada tersebut akan

menginduksikan sebuah gaya

elektromagnetik (e.m.f) ke lilitan lain

dalam satu kumparan dan kumparan

dinyatakan telah terinduktansi diri (self-

inductance) seperti yang terlihat pada

gambar 4.9 di samping ini.

Secara matematis hubungan antara

fluks, kerapatan fluks dan luas area

dapat ditulis sebagai berikut:

AB

Di mana:

B = Kerapatan fluks

2meter

Weber

= Fluks Weber

A = Luas area 2meter

Karakteristik dari induktansi sendiri (self-inductance) dapat diukur saat gaya

elektromagnetik (e.m.f) yang diinduksikan pada lilitan berubah menjadi tegangan.

Tegangan tersebut memiliki arah yang berlawanan dengan arah aliran arus listrik.

Pada kasus tersebut medan magnet telah ditimbulkan oleh perubahan arus listrik.

Pada dasarnya karakteristik yang telah diuraikan atau disebut induktansi diri

(self-inductance) tersebut dapat diamati secara detail dengan menggunakan arus

bolak-balik (alternating current).Arus bolak-balik (alternating current) tersebut

memiliki polaritas yang berbeda dalam waktu yang singkat (umumnya suplai ac

berfrekuensi 50 Hz). Selama 1 (satu) detik arus ac (alternating current) tersebut

berganti polaritas (positif dan negatif) sebanyak 50 kali dan pergantian polaritas

tersebut menyebabkan perubahan garis-garis fluks serta perubahan garis-garis

98

fluks tersebut menimbulkan sebuah medan magnet. Pergerakan medan magnet

tersebut sesuai dengan pergantian polaritas arus ac (alternating current), saat

polaritas positif maka medan magnet tersebut akan meluas dan saat polaritas

negatif maka medan magnet tersebut akan menurun. Perubahan medan magnet

tersebut akhirnya mengimbaskan sebuah tegangan kepada lilitan lain dalam

kumparan yang sama.

Secara matematis induktansi diri dapat ditentukan dengan menggunakan

persamaan berikut:

l

ANL

2

Di mana:

L = Induktansi H

= Permeabilitas

mH

N = Total lilitan

A = Luas penampang 2meter

l = Panjang kumparan meter

Pada dasarnya induktansi diri (self-inductance) pada kumparan berinti udara

(air-core) dapat dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Induktansi diri pada kumparan lapisan tunggal (single-layer coil).

2. Induktansi diri pada kumparan jamak (multi-layer coil).

3. Induktansi diri pada kumparan spiral (spiral coil).

Induktansi diri pada kumparan lapisan tunggal (single-layer coils)

merupakan induktansi yang terjadi pada kumparan berinti udara (air-core) lapisan

tunggal. Induktansi tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan

berikut:

lr

NrL

109

394,0 22

Di mana:

L = Induktansi kumparan HatauH 610

99

N = Jumlah lilitan

l = panjang kumparan centimeterataumeter210

r = Jari-jari kumparan centimeterataumeter210

Gambar 4.10. (a). Induktansi diri pada kumparan lapisan tunggal (single-layer

coil).

(b). Induktansi diri pada kumparan lapisan jamak (multi-layer coil).

(c). Induktansi diri pada kumparan spiral (spiral coi).

Induktansi diri pada kumparan jamak merupakan induktansi yang terjadi

pada kumparan berinti udara (air-core) lapisan jamak. Induktansi tersebut

memiliki parameter tambahan selain yang telah ada pada kumparan lapisan

tunggal (single-layer coil) yaitu ketebalan kumparan. Secara matematis induktansi

diri pada kumparan lapisan jamak (multi-layer coil) dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan berikut:

100

dlr

NrL

1096

315,0 22

Di mana:

d = Ketebalan kumparan centimeterataumeter210

Induktansi diri pada kumpara spiral merupakan induktansi yang terjadi pada

kumparan berinti udara (air-core) lapisan spiral (spiral coil). Induktansi tersebut

dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

dr

NrL

118

394,0 22

4.2.3 Induktansi Bersama (mutual-inductance)

Gambar 4.11. Induktansi bersama

(mutual inductance).

Gambar 4.12. Perubahan garis-garis

fluks.

Pada dasarnya induktansi bersama

(mutual inductance) seperti yang

terlihat pada gambar 4.11 di samping

ini adalah suatu efek induktif yang

terjadi di antara 2 (dua) kumparan yang

digandeng secara magnetik. Efek

induktif tersebut ditimbulkan oleh

aliran listrik pada kumparan pertama,

aliran listrik tersebut menimbulkan

perubahan garis-garis fluks yang

mengelilingi kumparan. Perubahan

garis-garis fluks yang telah terjadi

seperti terlihat pada gambar 4.12 akan

menimbulkan medan magnet pada

kumparan pertama, medan magnet yang

ditimbulkan tersebut akhirnya

mengimbaskan suatu tegangan kepada

kumparan kedua. Tegangan tersebut

dapat diimbaskan dari kumparan

pertama telah beraksi pada lilitan

101

kumparan kedua. Peristiwa yang telah diuraikan tersebut membentuk suatu

interaksi bersama antara medan magnetic dari kumparan pertama kepada

kumparan kedua dan interaksi tersebut dinyatakan sebagai induktansi bersama

(mutual inductance).

Pada prinsipnya induktansi bersama (mutual inductance) digunakan sebagai

ukuran dari jumlah induksi yang terjadi di antara 2 (dua) kumparan yang

tergandeng secara magnetic. Nilai tegangan yang ditimbulkan dari hasil

induktansi tersebut berbanding lurus dengan tingkat perubahan garis-garis fluks.

Perubahan garis-garis fluks yang meningkat akan membuat nilai tegangan tersebut

meningkat dan juga sebaliknya perubahan garis-garis fluks yang menurun akan

membuat nilai tegangan menurun.

Secara matematis induktansi bersama (mutual inductance) antara kumparan

pertama dan kumparan kedua dapat diketahui dengan menggunakan persamaan

berikut:

21LLkM

Di mana:

M = Induktansi bersama H

k = Koefisien kopeling (coefficient of coupling) antara kedua kumparan

1L = Induktansi pada kumparan pertama H

2L = Induktansi pada kumparan kedua H

Pada dasarnya induktansi bersama (mutual inductance) dapat dikelompokan

ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu:

1. Induktansi bersama kosong (mutual induction zero).

2. Induktansi bersama lemah (low mutual induction).

3. Induktansi bersama kuat (maximum mutual induction).

Induktansi bersama kosong atau yang disebut juga dengan mutual induction

zero seperti yang terlihat pada gambar 4.13 di bawah ini merupakan induktansi

bersama yang tidak dapat terjadi. Induktansi bersama (mutual inductance) tersebut

tidak dapat dilakukan karena jarak antara kumparan pertama dan kumparan kedua

terlalu jauh. Jarak yang jauh tersebut membuat garis-garis fluks dari kumparan

102

pertama tidak dapat mencapai lilitan pada kumparan kedua sehingga tidak ada

efek induksi yang ditimbulkan pada kumparan pertama dan kumparan kedua. Dari

peristiwa yang telah diuraikan tersebut maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada

induktansi bersama (mutual inductance) antara kumparan pertama dan kumparan

kedua.

Gambar 4.13. Induktansi bersama kosong (mutual induction zero)

Gambar 4.14. Pengaruh jarak terhadap

induktansi pada kedua kumparan.

Induktansi bersama lemah atau

yang disebut juga dengan low mutual

induction seperti yang terlihat pada

gambar 4.14 dan 4.15 merupakan

induktansi bersama yang dapat terjadi

namun nilai induktansi tersebut sangat

kecil. Induktansi bersama (mutual

inductance) antara kumparan pertama

dan kumparan kedua menjadi bernilai

kecil karena jarak antara kumparan

pertama dan kumparan kedua tidak

terlalu jauh. Jarak yang tidak terlalu

jauh tersebut membuat sedikit garis-

garis fluks pada kumparan pertama

103

dapat mecapai lilitan pada kumparan kedua sehingga menimbulkan interaksi

bersama antara medan magnet pada kumpara pertama kepada kumparan kedua

walaupun nilainya sangat kecil. Dari peristiwa yang telah diuraikan tersebut maka

dapat dinyatakan bahwa terdapat induktansi bersama (mutual inductance) antara

kumparan pertama dan kumparan kedua yang nilainya sangat kecil.

Gambar 4.15. Induktansi bersama lemah (low mutual induction)

Gambar 4.16. Induktansi bersama kuat

(maximum mutual induction).

Induktansi bersama kuat atau yang

disebut juga dengan maximum mutual

induction seperti yang terlihat pada

gambar 4.16 dan 4.17 merupakan

induktansi bersama yang dapat terjadi

dengan mudah. Induktansi bersama

tersebut dapat terjadi dengan mudah

karena jarak antara kumparan pertama

dan kumparan kedua sangat dekat.

Jarak antara kumparan pertama dan

kumparan kedua yang sangat dekat tersebut membuat garis-garis fluks pada

kumparan pertama dapat dengan mudah mencapai lilitan pada kumparan kedua.

Garis-garis fluks yang mengalir dengan mudah tersebut akhirnya membuat sebuah

medan magnet yang kuat antara kumparan pertama dan kumparan kedua. Medan

magnet tersebut akhirnya mengimbaskan tegangan dari kumparan pertama kepada

104

kumparan kedua. Dari peristiwa yang telah diuraikan tersebut maka dapat

dinyatakan bahwa terdapat induktansi bersama (mutual inductance) yang kuat

antara kumparan pertama dan kumparan kedua.

Gambar 4.17. Fluks mengalir dengan mudah pada induktansi bersama kuat

(maximum mutual inductance).

Pada umumnya induktansi bersama (mutual inductance) pada kumparan

berinti udara (air-core) juga sering diperhitungkan. Induktansi bersama pada

kumpara berinti udara tersebut dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:

1. Induktansi bersama berjarak (separated mutual inductance).

2. Induktansi bersama tak berjarak (inseparated mutual inductance).

Gambar 4.18. Induktansi bersama pada

kumparan berinti udara (air-core).

Induktansi bersama berjarak atau

yang disebut juga dengan separated

mutual inductance seperti yang terlihat

pada gambar 4.18 di samping ini

merupakan induktansi yang terjadi

pada dua kumparan yang terpisah

tetapi berada pada 1 (satu) inti udara

(air-core). Secara matematis

induktansi bersama tersebut dapat

ditentukan dengan menggunakan

persamaan berikut:

105

CCC LLLLM 212

1

Di mana:

M = Induktansi bersama H

L = Induktansi total H

CL = Induktansi pada jarak antara kedua kumparan H

CL1 = Induktansi pada kumparan 1 hingga awal kumparan 2 H

CL2 = Induktansi pada kumparan 2 hingga awal kumparan 1 H

Induktansi bersama tak berjarak atau yang disebut juga dengan inseparated

mutual inductance seperti yang terlihat pada gambar 4.18 di atas merupakan

induktansi yang terjadi pada dua kumparan yang tidak terpisah dan berada pada 1

(satu) inti udara (air-core). Secara matematis induktansi bersama tersebut dapat

diketahui dengan menggunakan persamaan berikut:

212

1LLLM

Di mana:

M = Induktansi bersama H

L = Induktansi total H

1L = Induktansi pad kumparan 1 H

2L = Induktansi pada kumparan 2 H

4.3 Kerugian Pada Kumparan

Pada dasarnya di dalam sebuah induktor tidak hanya terdapat induktansi

tetapi juga terdapat resistansi dan kapasitansi. Resistansi dan kapasitansi tersebut

membuat sebuah induktor menjadi tidak ideal yaitu sebuah induktor yang tidak

memiliki resistansi dan kapasitansi serta hanya memiliki induktansi. Induktor

yang tidak ideal tersebut tidak dapat menimbulkan kerugian arus listrik dan hal

tersebut tidak dapat dihindari karena sulit untuk mendapatkan sebuah induktor

yang ideal.

106

Pada prinsipnya resistansi pada sebuah induktor adalah berbentuk deret di

dalam lilitan dan sering disebut dengan resistansi deret. Resistansi deret tersebut

membuat aliran arus listrik berkurang sehingga membuat kualitas induktif

berkurang.

Gambar 4.19. Beberapa kerugian pada

kumparan.

Secara sederhana kerugian pada

kumparan dapat dikelompokan ke

dalam 4 (empat) bagian seperti yang

terlihat pada gambar 4.19 di samping

ini, yaitu:

1. Efek permukaan (skin effect).

2. Kerugian arus Eddy (Eddy current

losses).

3. Kerugian dielektrik (dielectric

losses).

4. Kapasitansi terdistribusi

(distributed capacitance)

4.3.1 Efek Permukaan (skin effect)

Gambar 4.20. Efek permukaan (skin

effect) pada sebuah konduktor.

Pada dasarnya sebuah konduktor

dapat menghantarkan aliran arus bolak-

balik (alternating current) berfrekuensi

tinggi dengan lebih baik daripada

mengahantarkan aliran arus searah

(direct current). Aliran arus bolak-balik

tersebut memiliki polaritas yang

berbeda dalam waktu yang singkat

sehingga dalam beberapa saat puncak

arus berpolaritas positif dan negatif

dapat tiba di permukaan konduktor

sedangkan arus searah yang memiliki

polaritas permanen tidak dapat

107

Gambar 4.21. Efek permukaan (skin

effect) membuat arus listrik lebih

banyak mengalir ke permukaan.

Gambar 4.22. Pengaruh frekuensi arus

listrik terhadap efek permukaan (skin

effect).

melakukan hal tersebut. Frekuensi yang

tinggi pada aliran arus bolak-balik

(alternating current) akan memperbesar

kuantitas aliran arus berpolaritas positif

dan negatif pada sebuah konduktor

sehingga jumlah elektron yang dapat

dihantarkan oleh konuktor tersebut juga

semakin besar kuantitasnya.

Peristiwa yang telah diuraikan

tersebut merupakan sifat alami dari

sebuah konduktor dan dinyatakan

sebagai efek permukaan (skin effect)

pada sebuah konduktor seperti yang

terlihat pada gambar 4.20 di atas. Efek

permukaan (skin effect) seperti yang

terlihat pada gambar 4.21 tersebut

membuat aliran arus listrik pada arus

bolak-balik (alternating current) lebih

banyak mengalir ke permukaan

daripada di titik tengah konduktor dan

efek tersebut merupakan efek magnetik

yang umumnya hanya diuraikan pada

kumparan.

Pada prinsipnya garis-garis fluks

tidak hanya mengelilingi sekitar

konduktor tetapi juga di dalam

konduktor tersebut. Garis-garis fluks

yang mengalir tersebut lebih besar pada titik tengah konduktor sehingga pada

bagian tersebut terdapat garis-garis fluks yang jumlahnya sangat besar. Kuantitas

garis-garis fluks yang besar pada bagian tengah tersebut membuat sebuah

konduktor memiliki nilai induktansi yang lebih besar pada bagian dalamnya

108

darpada bagian permukaannya. Nilai induktansi yang besar pada bagian dalam

konduktor tersebut akhirnya mengakibatkan aliran arus listrik lebih banyak

mengalir ke bagian permukaan konduktor dan efek permukaan seperti yang

terlihat pada gambar 4.22 tersebut akan terus meningkat seiring dengan

meningkatnya frekuensi arus listrik karena sifat induktansi yang akan meningkat

bila frekuensi juga meningkat.

4.3.2 Kerugian Arus Eddy (Eddy current losses)

Gambar 4.23. Pengujian material

terhadap arus Eddy (Eddy current).

Gambar 4.23. Munculnya arus Eddy

(Eddy current)

Pada dasarnya selain efek

permukaan (skin effect) ada kerugian

lain yang terdapat pada sebuah

konduktor, yaitu kerugian arus Eddy

atau yang disebut juga dengan Eddy

current losses. Kerugian arus Eddy

(Eddy current losses) disebabkan oleh

perubahan medan magnet yang

ditimbulkan aliran arus listrik pada

sebuah konduktor dan kerugian tersebut

dapat menurunkan efektifitas arus

bolak-balik (alternating current) dan

meningkatkan tahanan dari sebuah

konduktor.

Pada prinsipnya kerugian arus

Eddy (Eddy current losses) akan

meningkat seiring meningkatnya

frekuensi arus bolak-balik pada

kumparan. Kerugian arus Eddy tersebut

dapat diperkecil dengan menggunakan

konduktor yang berbentuk tabung

dengan dinding yang tipis.

109

4.3.3 Kerugian Dielektrik (dielectric losses)

Pada dasarnya kerugian kumparan juga terjadi pada pengisolasian yang

menutup kawat kumparan tersebut. Pengisolasian pada kawat kumparan tersebut

umumnya menggunakan material-material dielektrik dan kerugian yang

ditimbulkan akibat material-material tersebut dinyatakan sebagai kerugian

dielektrik (dielectric losses). Kerugian dielektrik (dielectric losses) tersebut dapat

meningkatkan efektivitas tahanan dari sebuah kumparan dan hal tersebut tidak

dapat dihindari terutama pada frekuensi tinggi walaupun menggunakan material-

material dielektrik berkualitas tinggi seperti mika, resinit dan polysterene.

Kerugian dielektrik (dielectric losses) dapat mengubah daya elektromagnetik

menjadi panas dan bahkan dapat melemahkan sinyal listrik hingga menjadi rusak.

Kerugian dielektris tersebut menjadi semakin terlihat hingga melampaui batas

tertentu yang dinyatakan sebagai daerah batas kerugian dielektrik.

4.3.4 Kapasitansi Terdistribusi (distributed capacitance)

Pada dasarnya setiap lilitan pada kumparan dipisahkan oleh material-material

dielektrik. Material-material dielektrik tersebut bersama dengan lilitan yang

terbuat dari konduktor membentuk sebuah kapasitor dan efek yang ditimbulkan

oleh konstruksi tersebut dinyatakan sebagai kapasitansi tersditribusi (distributed

capacitance) dari kumparan. Kapasitansi terdistribusi tersebut didistribusikan

hingga ke seluruh panjang kumparan.

Kapasitansi terdistribusi (distributed capacitance) dapat menyebabkan

efektivitas induktansi menurun dan efektivitas tahanan meningkat. Kapasitansi

tersedistribusi tersebut akan meningkat sesuai peningkatan frekuensi.

4.3.5 Kerugian Hysteresis (hysteresis losses)

Pada dasarnya hysteresis merupakan suatu karakteristik dari sebuah material

magnetik yang terjadi akibat keterlambatan magnetisasi dari suatu intensitas

medan magnet. Karakteristik akibat keterlambatan magnetisasi tersebut

dinyatakan sebagai kerugian hysteresis (hysteresis losses).

Kerugian hysteresis (hysteresis losses) seperti yang terlihat pada gambar 4.24

110

di bawah ini terjadi akibat penggunaan material-material yang memiliki

retentivitas yang rendah. Material-material yang memiliki retentivitas adalah

material-material yang tidak mampu menjaga sifat termagnetisasi setelah proses

magnetisasi berakhir. Kerugian hysteresis tersebut akan terus terjadi pada setiap

siklus sehingga kerugian yang terjadi akan semakin besar seiring dengan

peningkatan frekuensi.

Gambar 4.24. Kurva hysteresis yang diakibatkan keterlambatan magnetisasi

4.4 Metode Untuk Mengurangi Kerugian Pada Kumparan

Gambar 4.25. Beberapa metode untuk

memperkecil kerugian pada suatu

kumparan

Pada dasarnya kerugian-kerugian

yang terjadi pada suatu kumparan dapat

diperkecil dengan menggunakan

metode atau bahkan material-material

tertentu. Secara sederhana metode dan

penggunaan material tersebut dapat

dikelompokan ke dalam 4 (empat)

bagian seperti yang terlihat pada

gambar 4.25 di samping ini, yaitu:

1. Litzendraht.

2. Potongan tembaga tipis (flat

copper strip).

3. Konduktor berbentuk pipa

111

(tubular conductors).

4. Metode menggulung (special winding methods).

5. Menggunakan inti ferit atau bubuk besi.

4.4.1 Litzendraht

Gambar 4.26. Sebuah gulungan

konduktor yang terbuat dari helai kawat

yang tipis.

Gambar 4.27. Sebuah kumparan yang

dibuat dengan menggunakan metode

litzendraht.

Pada dasarnya litzendraht

merupakan salah satu dari sekian

banyak metode awal yang digunakan

untuk mengurangi efek permukaan

(skin effet) pada sebuah konduktor dan

tentunya juga pada kumparan frekuensi

tinggi. Litzendraht tersebut merupakan

sebuah konduktor yang dibentuk dari

sejumlah besar helai kawat seperti yang

terlihat pada gambar 4.26 dan 4.27 di

samping ini. Kawat-kawat tersebut

memiliki dimensi yang tipis serta

dilapisi oleh email dan masing-masing

helai tersebut dihubungkan secara

paralel pada masing-masing titik awal

dan dan titik akhir konduktor.

Hubungan antara masing-masing helai

hanya terjadi pada titik awal dan titik

akhir, sedangkan di antara titik awal

dan titik akhir tersebut tidak terdapat

hubungan karena masing-masing helai

kawat memiliki lapisan email. Setiap

helai kawat tersebut kemudian dibelit

(twisted) dengan jarak teratur.

Pada prinsipnya konduktor yang dibentuk dari sejumlah helai kawat tersebut

adalah sangat menguntungkan bila digunakan pada frekuensi di bawah 600 KHz.

112

4.4.2 Potongan Tembaga Tipis (flat copper strip)

Gambar 4.28. Potongan tembaga tipis

(flat copper strip).

Pada dasarnya sebuah potongan

tembaga tipis atau yang disebut juga

dengan flat copper strip seperti yang

terlihat pada gambar 4.28 di samping

ini juga sering digunakan untuk

mengurangi kerugian efek permukaan

(skin effect). Potongan tembaga tipis

tersebut tidak sepenuhnya mengurangi

efek permukaan (skin effect) tetapi

masih menyisakan sedikit dan jumlah

tersebut lebih baik daripada

menggunakan potongan konduktor dengan luas penampang yang sama. Potongan

tembaga tipis (flat copper strip) diatur dengan cara digulung secara miring dan

jarak antara masing-masing gulungan sedikit lebar untuk mengurangi kapasitansi

terdistribusi (distributed capacitance) di antara gulungan.

Pada umumnya banyak inductor yang dibuat dengan menggunakan potongan

tembaga tipis digunakan pada pemancar radio berdaya tinggi.

4.4.3 Konduktor Berbentuk Pipa (tubular conductors)

Gambar 4.29. Sebuah kabel yang

menggunakan bahan konduktor

berbentuk pipa (tubular conductor).

Pada dasarnya konduktor

berbentuk pipa atau yang disebut juga

dengan tubular conductors seperti yang

terlihat pada gambar 4.29 di samping

ini merupakan sebuah konduktor yang

berbentuk tabung dan cekung pada

bagian luas penampangnya serta

berdinding tipis. Konduktor berbentuk

pipa tersebut memberikan nilai tahanan

yang kecil untuk digunakan pada

aplikasi frekuensi tinggi. Nilai tahanan

113

yang diberikan oleh konduktor berbentuk pipa tersebut lebih baik daripada nilai

tahanan pada konduktor utuh dengan diameter yang sama.

4.4.4 Metode Menggulung (special winding methods)

(a)

(b)

Gambar 4.30.

(a). Beberapa hasil kumparan dengan

menggunakan metode menggulung

(special winding methods).

(b). Proses menggulung kumparan

dengan metode menggulung (special

winding methods).

Pada prinsipnya kerugian pada

sebuah kumparan dapat diperkecil

dengan menggunakan metode

menggulung yang benar (special

winding methods) seperti yang terlihat

pada gambar 4.30. Metode-metode

menggulung tersebut umumnya

bermanfaat untuk mengurangi

kapasitansi terdistribusi (distributed

capacitance) pada sebuah kumparan.

Kapasitansi terdistribusi tersebut

diperkecil dengan cara membuat jarak

antara masing-masing gulungan dan

jarak tersebut akan mengurangi

kemampuan kumparan untuk

menghasilkan kapasitansi terdistribusi.

114

4.4.5 Menggunakan Inti Ferit dan Bubuk Besi

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 4.31. (a). Sebuah transformator

berinti bubuk besi (powdered iron).

(b). Sebuah inti ferit (ferrite-core).

(c) dan (d). Berbagai penggunaan inti

ferit (ferrite-core).

Pada prinsipnya semua kerugian

pada suatu kumparan yaitu efek

permukaan (skin effect), kerugian arus

Eddy (Eddy current losses), kerugian

dielektrik (dielectric losses) dan

kapasitansi terdistribusi (distributed

capacitance) adalah berbanding lurus

terhadap jumlah dan panjang suatu

kumparan. Kerugian-kerugian tersebut

dapat diperkecil dengan mengatur

jumlah dan panjang suatu kumparan

hingga menggunakan material-material

bubuk besi (powdered iron) dan inti

ferit (ferrite-core). Material-material

bubuk besi (powdered iron) dan inti

ferit (ferrite-core) tersebut memiliki

permeabilitas yang nilainya lebih besar

daripada permeabilitas udara.

115

4.5 Energi Tersimpan (energy stored)

Pada dasarnya sebuah kumparan dapat menyimpan suatu energi yang

didapatkan dari aliran arus listrik. Energi tersebut terkandung di dalam medan

magnet yang telah dibangkitkan oleh sebuah kumparan melalui perubahan garis-

garis fluks. Secara matematis energi yang tersimpan (energy stored) dapat ditulis

sebagai berikut:

2

2LIW

Di mana:

L = Induktansi H

I = Arus A

W = Energi J

4.6 Rangkaian Induktor

Pada dasarnya rangkaian induktor dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua)

bagian, yaitu:

1. Rangkaian seri.

2. Rangkaian paralel.

4.6.1 Rangkaian Seri

Gambar 4.32. Induktor yang

dihubungkan secara seri.

Pada prinsipnya induktor-

induktor yang dihubungkan secara seri

adalah sama dengan kapasitor-

kapasitor yang dihubungkan secara

seri. Pada induktor-induktor yang

dihubungkan secara seri seperti yang

terlihat pada gambar 4.32 di samping

ini, induktor-induktor tersebut disusun

secara berturut-turut, terminal suatu

inductor bertemu dengan

116

terminal induktor lainnya. Hubungan tersebut menyerupai sebuah tali yang

direntangkan.

4.6.2 Rangkaian Paralel

Gambar 4.33. Induktor yang

dihubungkan secara paralel.

Pada prinsipnya induktor-

induktor yang dihubungkan secara

paralel adalah sama dengan kapasitor-

kapasitor yang dihubungkan secara

paralel. Pada induktor yang

dihubungkan secara paralel seperti

yang terlihat pada gambar 4.33 di

samping ini, induktor-induktor

tersebut disusun secara sejajar, setiap

terminal induktor berada di suatu simpul. Secara sederhana hubungan tersebut

menyerupai sebuah lintasan kereta api.

4.7 Induktansi Total Pada Rangkaian Induktor

Pada prinsipnya induktansi total pada rangkaian induktor dapat

dikelompokan ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu:

1. Induktansi total pada induktor hubungan seri.

2. Induktansi total pada induktor hubunga paralel.

4.7.1 Induktansi Total Pada Induktor Hubungan Seri

Gambar 4.34. Induktor yang

dihubungkan secara seri.

Induktor-induktor bila kita

hubungkan secara seri seperti yang

terlihat pada gambar 4.34 di samping

ini maka akan membentuk suatu

induktansi ekivalen seperti yang terlihat

pada gambar 4.35 dan 4.36 serta

dinyatakan sebagai induktansi total

pada induktor. Induktansi total pada

117

Gambar 4.35. Sumber tegangan dilepas

dari rangkaian untuk mengukur

induktansi total.

Gambar 4.36. Menghitung induktansi

dari sebuah rangkaian induktor

hubungan seri.

induktor tersebut merupakan nilai

induktansi seluruh induktor yang

dihubungkan secara seri. Secara

matematis hubungan induktansi total

dengan induktor-induktor yang

dihubungkan secara seri dapat ditulis

sebagai berikut:

321 LLLLSeri

Di mana:

SeriL = Induktansi total Henry

1L = Induktansi pada Henryinduktor1

2L = Induktansi pada

Henryinduktor2

3L = Induktansi pada Henryinduktor3

4.7.2 Induktansi Total Pada Induktor Hubungan Paralel

Gambar 4.37. Induktor yang

dihubungkan secara paralel.

Induktor yang dihubungkan secara

paralel seperti yang terlihat pada

gambar 4.37 di samping ini akan

membentuk suatu induktansi ekivalen

seperti yang terlihat pada gambar 4.38

dan 4.39 di bawah ini. Nilai induktansi

tersebut merupakan nilai induktansi

seluruh induktor yang dihubungkan

secara paralel dan dinyatakan sebagai

induktansi total pada induktor

118

Gambar 4.38. Sumber tegangan dilepas

dari rangkaian untuk mengukur

induktansi total.

Gambar 4.39. Menghitung induktansi

dari sebuah rangkaian induktor

hubungan paralel.

hubungan paralel.secara matematis

hubungan induktansi total dengan

induktor-induktor yang dihubungkan

secara paralel dapat ditulis sebagai

berikut:

nParalel LLLLL

1...

1111

321

Di mana:

ParalelL = Induktansi total pada induktor

hubungan paralel Henry

1L = Induktansi pada

1induktor Henry

2L = Induktansi pada

2induktor Henry

3L = Induktor pada 3induktor Henry

4.8 Jenis Kumparan

Pada dasarnya kumparan berinti udara (air-core) akan mengalami

peningkatan induktansi pada kumparannya bila dimasukan sebuah inti yang

terbuat dari material magnetik ke dalam kumparan tersebut. Inti yang terbuat dari

material magnetik tersebut merupakan suatu jenis zat yang akan berinteraksi

119

dengan medan magnet. Secara sederhana kumparan dapat dikelompokan ke dalam

2 (dua) bagian, yaitu:

1. Kumparan berinti.

2. Kumparan tidak berinti.

4.9 Kumparan Berinti

Gambar 4.40. Jenis kumparan berinti.

Pada dasarnya kumparan berinti

dapat dikelompokan ke dalam 4

(bagian) seperti yang terlihat pada

gambar 4.40 di samping ini, yaitu:

1. Inti bubuk besi (iron-powder

cores).

2. Inti ferit (ferrite cores).

3. Inti terlapis (laminated cores).

4. Inti tertala (tunning cores).

4.9.1 Inti Bubuk Besi (iron-powder cores)

(b)

(a)

Pada prinsipnya inti bubuk besi

atau yang disebut juga dengan iron-

powder cores seperti yang terlihat pada

gambar 4.41 tersusun atas bubuk besi

120

(c)

Gambar 4.41. Berbagai macam inti

bubuk besi (iron-powder cores).

dengan kualitas baik (finely powdered

iron). Bubuk besi tersebut dibentuk

dengan cara ditekan (pressed) ke dalam

bentuk akhir pada tekanan 10

2inchiton hingga 50 2inchi

ton lalu

dibakar serta disusun dengan perekat

plastik. Inti bubuk besi tersebut dapat

diperoleh dalam bentuk, ukuran dan

karakteristik yang berbeda sesuai

dengan kebutuhan.

4.9.2 Inti Ferit (ferrite cores)

(b)

(c)

Gambar 4.42. Berbagai macam inti ferit

(ferrite cores)

(a)

Pada prinsipnya inti ferite atau

yang disebut juga dengan ferrite cores

seperti yang terlihat pada gambar 4.42

merupakan salah satu zat kimia yang

memiliki sifat magnetik. Inti-inti ferit

tersebut umumnya sangat berguna pada

aplikasi rangkaian berfrekuensi tinggi

dan tidak baik digunakan pada aplikasi

rangkaian berfrekuensi rendah.

Keberagaman inti ferit tersebut dapat

diperoleh dalam ukuran dan bentuk

yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.

121

4.9.3 Inti Terlapis (laminated cores)

(b)

(c)

Gambar 4.43. (a), (b) dan (c). Berbagai

macam inti terlapis (laminated cores)

(a)

Pada umumnya inti terlapis atau

yang disebut juga dengan laminated

cores seperti yang terlihat pada gambar

4.43 digunakan di dalam transformator-

transformator dan katub udara (chokes)

pada saluran daya (power line) serta

aplikasi rangkaian frekuensi audio. Inti-

inti terlapis tersebut dibuat dari susunan

berbagai jenis dan kelas lembaran baja

(sheet steel).

4.9.4 Inti Tertala (tunning cores)

Pada dasarnya inti tertala atau yang disebut juga dengan tunning cores

merupakan sebuah inti di dalam kumparan yang dapat diatur. Inti tertala tersebut

umumnya digunakan pada aplikasi yang membutuhkan nilai induktansi yang

dapat diatur.

4.9.5 Permeabilitas Inti

Pada prinsipnya penggunaan sebuah inti yang terbuat dari material magnetik

122

akan membantu dalam meningkatkan induktansi pada sebuah kumparan. Material-

material magnetik tersebut umumnya memiliki permeabilitas yang lebih tinggi

daripada permeabilitas udara yang besarnya 1 (satu) dan permeabilitas yang

terdapat pada material-material magnetik tersebut dapat bernilai ratusan hingga

ribuan kali lebih besar daripada permeabilitas udara. Material-material magnetik

yang umumnya digunakan adalah bubuk besi (iron-powder), ferit (ferrite) dan

lainnya. Material-material magnetik tersebut akan meningkatkan garis-garis fluks

sesuai nilai permeabilitas yang terdapat pada material-material tersebut. Material-

material magnetik yang memiliki permeabilitas sebesar 1.000 kali lebih besar

daripada permeabilitas udara akan meningkatkan fluks pada material tersebut

sebesar 1.000 kali lebih besar.

4.10 Kumparan Berinti Non-magnetik

Pada dasarnya kumparan-kumparan yang telah diuraikan sebelumnya

memiliki inti-inti yang terbuat dari berbagai material magnetik seperti bubuk besi

(iron-powder) dan ferit (ferrite), namun selain jenis kumparan yang telah

diuraikan tersebut masih terdapat sebuah jenis kumparan berinti lainnya yaitu

kumparan berinti non-magnetik. Kumparan berinti non-magnetik tersebut

menggunakan material-material non-magnetik sebagai intinya seperti kuningan,

tembaga dan perak. Inti-inti yang terbuat dari material-material non-magnetik

tersebut memiliki sifat yang berlawanan dengan inti-inti yang terbuat dari

material-material magnetik yaitu inti-inti yang terbuat dari material non-magnetik

tersebut akan mengurangi induktansi pada kumparan. Kumparan-kumparan berinti

non-magnetik tersebut umumnya digunakan pada frekuensi 50 mHz dan di

atasnya.

4.11 Transformator

Pada prinsipnya fungsi dari sebuah transformator adalah untuk mengubah

(transform) atau menukar (change) tegangan dan arus listrik. Fungsi dari

transformator tersebut umumnya diaplikasikan pada sub-stasiun hingga terminal

dari sistem distribusi energi listrik berdaya tinggi, namun selain itu transformator

123

juga digunakan pada aplikasi radio transistor untuk mengubah arus listrik hingga

ke tingkat tertentu untuk dapat menggerakan loudspeaker.

Gambar 4.44. Simbol transformator.

Gambar 4.45. Transformator beroperasi

dengan menggunakan prinsip

induktansi bersama.

(a)

Pada umumnya sebuah

transformator terdiri atas dua buah

kumparan yang digulung pada sebuah

inti besi yang sama hingga kedua

kumparan tersebut membentuk sebuah

rangkaian magnetik tertutup dengan

inti, namun ada juga transformator yang

tidak menggunakan inti besi. Kedua

kumparan yang telah membentuk

sebuah rangkaian magnerik bersama

inti besi tersebut tidak dapat bekerja

pada arus searah murni (pure direct

current) karena pada jenis arus tersebut

tidak terjadi perubahan garis-garis

fluks. Kedua kumparan tersebut akan

bekerja pada arus bolak-balik

(alternating current) atau dari sebuah

sumber arus yang berdenyut (pulsating

direct current). Kumparan yang

langsung berhubungan dengan sumber

daya disebut sebagai kumparan primer

dan kumparan yang berhubungan

dengan beban disebut sebagai

kumparan sekunder.

Sebuah transformator dapat

beroperasi dengan menggunakan

prinsip induktansi bersama. Perubahan

fluks pada kumparan primer akan

menginduksikan sebuah tegangan

124

(b)

Gambar 4.46. Jenis transformator

(a). Transformator distirbusi daya

listrik.

(b). Transformator tegangan.

kepada kumparan sekunder karena

kedua kumparan tersebut telah

membentuk sebuah rangkaian magnetik

tertutup.

Pada umumnya banyak sekali jenis

dari transformator. Transformator yang

memiliki nilai tegangan yang sama

antara kumparan primer dan kumparan

sekunder disebut sebagai one-to-one

transformer, sedangkan transformator

yang memiliki nilai tegangan yang

lebih tinggi pada kumparan sekunder

daripada kumparan primer disebut

sebagai step-up transformer dan

transformator yang memiliki niai

tegangan yang lebih rendah pada

kumparan sekunder daripada kumparan

primer disebut sebagai step-down

transformer. Semua transformator

tersebut akan menghasilkan tegangan

yang memiliki frekuensi sama dengan

frekuensi masukan.

4.12 Relay

Gambar 4.47. Relay

Pada prinsipnya relay merupakan

sebuah saklar yang digerakan secara

elektris dan biasanya digunakan untuk

membuka dan menutup rangkaian

listrik. Relay tersebut tersusun atas

kumparan kawat yang akan dialiri arus

listrik untuk menutup rangkaian.

125

(a)

(b)

Gambar 4.48.

(a). Konstruksi relay.

(b). Penggunaan relay untuk membuka

dan menutup rangkaian.

Kumparan yang telah dialiri arus listrik

tersebut akan menimbulkan medan

magnet pada sekitar kumparan serta

menarik jangkar (armature) hingga

akhirnya rangkaian menjadi tertutup.