91
INDUKTOR
4.1 Pendahuluan
(a)
(b)
Gambar 4.1. (a) dan (b). Berbagai jenis
induktor (inductor).
Gambar 4.2. Sebuah trafo
(transformator).
Pada prinsipnya perpindahan
elektron pada sebuah konduktor akan
mengakibatkan terjadinya perubahan
garis-garis fluks pada konduktor
tersebut. Perubahan garis-garis fluks
tersebut akan menginduksikan sebuah
gaya elektromagnetik (e.m.f) ke dalam
sebuah rangkaian. Gaya
elektromagnetik (e.m.f) yang terdapat
pada rangkaian disebut dengan
induktansi dan rangkaian tersebut
dinyatakan telah memiliki induktansi
pada saat itu.
Induktor seperti yang terlihat pada
gambar 4.1 merupakan sebuah
komponen elektronika yang dapat
menginduksikan gaya elektromagnetik
(e.mf) ke dalam sebuah rangkaian
dengan memanfaatkan perubahan garis-
garis fluks atau secara sederhana
induktor adalah komponen elektronika
yang dapat membangkitkan induktansi.
Gaya elektromagnetik (e.m.f) yang
terdapat pada konduktor atau yang
selanjunya disebut sebagai induktansi
dapat membentuk sebuah medan
magnet. Medan magnet tersebut dapat
mengimbaskan tegangan pada
92
konduktor maupun menghasilkan gaya mekanis. Dengan memanfaatkan medan
magnet, kita dapat mengubah energi mekanis menjadi energi listrik (generator)
dan mengubah energi listrik menjadi energi mekanis (motor).
Dengan kemampuannya membangkitkan induktansi maka induktor banyak
digunakan pada aplikasi rangkaian yang membutuhkannya. Rangkaian tersebut
dapat memanfaatkan induktor untuk mengimbaskan tegangan seperti yang terjadi
pada sebuah trafo di gambar 4.2 di atas atau dapat juga memanfaatkan medan
magnet yang ditimbulkan untuk menarik sebuah konduktor seperti yang terjadi
pada sebuah relay.
4.1.1 Simbol dan Satuan
(a)
(b) (c)
Gambar 4.3. (a). Simbol induktor
(kumparan).
(b). Simbol induktor berinti besi (iron
core).
(c). Simbol induktor berinti ferit (ferrite
core).
Induktor seperti yang
disimbolkan pada gambar 4.3 pertama
sekali diteliti oleh Joseph Henry
(1797-1878) pada tahun 1830. Joseph
Henry melapiskan kumparan kawat di
atas sebuah inti besi dan mengamati
efek induksi elektromagnetik.
Satuan yang digunakan pada
induktor adalah Henry, untuk memberi
kehormatan kepada beliau. Satuan
Henry tersebut dapat dinyatakan
sebagai berikut:
“Sebuah rangkaian dinyatakan
memiliki sebuah induktansi sebesar 1
(satu) Henry bila sebuah tegangan
elektromagnetik (e.m.f) sebesar 1
(satu) volt diinduksikan ke dalamnya
oleh sebuah perpindahan arus listrik sebesar 1 (satu) amper per detik”
Secara matematis hubungan antara induktansi, tegangan dan arus listrik
dapat dinyatakan sebagai berikut:
93
dt
diLvind
Di mana:
indv = Tegangan induksi volt
L = Induktansi Henry
dt
di = Arus listrik per detik
ond
Ampere
sec
4.1.2 Konstruksi
Gambar 4.4. Konstruksi sebuah induktor (kumparan)
Gambar 4.5. Jenis material inti pad
sebuah induktor.
Pada dasarnya sebuah induktor
seperti yang terlihat pada gambar 4.4
adalah sebuah kumparan kawat yang
mengelilingi sebuah material. Material
yang dikelilingi oleh kumparan tersebut
dapat berupa material magnetik ataupun
material non-magnetik seperti yang
terlihat pada gambar 4.5 di atas ini. Material magnetik adalah material yang
memiliki sifat magnet seperti baja, besi nikel dan kobal, sedangkan material non-
94
Gambar 4.6. Beberapa faktor yang
mempengaruhi induktansi pada sebuah
kumparan.
magnetik seperti yang terlihat pada
gambar 4.5 di samping ini. adalah
material yang tidak memiliki sifat
magnet seperti plastik, kayu, kaca,
tembaga dan udara.
Pada prinsipnya perbedaan sifat
magnet pada setiap material disebabkan
oleh permeabilitas. Permeabilitas pada
suatu material berbeda dengan material
lainnya. Material magnetik memiliki
permeabilitas yang
bernilai ratusan hingga ribuan kali lebih baik daripada material non-magnetik.
Permeabilitas merupakan perbandingan antara kerapatan fluks B dan kuat
medan magnet H . Nilai perbandingan atau yang selanjutnya disebut dengan
permeabilitas tersebut bernilaim
H7104 untuk ruang bebas (udara) dan
dinyatakan sebagai 0 . Permeabilitas pada material-materia magnetik bernilai
lebih besar daripada permeabilitas pada ruang bebas (udara) maupun material-
material non-magnetik lainnya dan dinyatakan sebagai r . Secara matematis
hubungan antara permeabilitas ruang bebas (udara), permeabilitas material
magnetik, kerapatan fluks dan kuat medan magnet dapat ditulis sebagai berikut:
rH
B
H
B 00
Di mana:
B = Kerapatan fluks
2meter
Weber
H = Kuat medan magnet
meter
Ampere
0 = Permeabilitas pada ruang bebas/udara mH7104
95
r = Permeabilitas pada material magnetic meterHenry
Pada dasarnya nilai induktansi dari sebuah kumparan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
1. Jumlah gulungan kawat.
2. Luas penampang area.
3. Panjang kumparan.
4. Tingkat permeabilitas.
Secara matematis hubungan tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
l
ANL
2
Di mana:
L = Induktansi Henry
N = Jumlah gulungan.
= Permeabilitas
meter
Henry
A = Luas penampang area 2meter
l = Panjang kumparan meter
Dari rumus di atas dapat kita simpulkan bahwa:
1. Semakin banyak jumlah kumparan maka semakin besar nilai induktansi
pada kumparan.
2. Semakin luas penampang area maka semakin besar nilai induktansi pada
kumparan.
3. Semakin pendek kumparan maka semakin besar nilai induktansi pada
kumparan.
4. Semakin besar tingkat permeabilitas maka semakin besar nilai induktansi
pada kumparan.
96
4.2 Induktansi
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, medan elektromagnetik dapat
dibentuk oleh aliran arus yang mengalir melalui konduktor. Arus listrik yang
mengalir tersebut akan menimbulkan garis-garis fluks pada sekitar konduktor dan
membentuk sebuah medan magnet. Perubahan yang terjadi pada arus listrik
tersebut akan menyebabkan perubahan pada medan magnet. Kenaikan arus listrik
akan memperluas medan magnet dan begitu juga sebaliknya, penurunan arus
listrik akan memperkecil medan magnet. Perubahan medan magnet tersebut akan
menyebabkan terinduksinya tegangan yang melintasi kumparan dengan arah yang
berlawanan dengan arus listrik. Semua peristiwa yang telah diuraikan tersebut
membentuk sebuah karakteristik dan karakteristik tersebut dinyatakan sebagai
induktansi
4.2.1 Jenis Induktansi
Gambar 4.7. Jenis induktansi pada
induktor.
Pada prinsipnya induktansi dapat
dikelompokan menjadi 2 (dua) bagian
seperti yang terlihat pada gambar 4.7 di
samping ini, yaitu:
1. Induktansi diri (self-inductance).
2. Induktansi bersama (mutual-
inductance).
4.2.2 Induktansi Diri (self-inductance)
Gambar 4.8. Garis-garis fluks.
Pada dasarnya induktansi diri
(self-inductance) terjadi ketika sebuah
gaya elektromagnetik (e.m.f)
diinduksikan di dalam rangkaian yang
sama aliran arus listriknya. Aliran arus
listrik tersebut menyebabkan terjadi
perubahan garis-garis fluks seperti yang
terlihat pada gambar 4.8 di samping ini
97
Gambar 4.9. Induktansi diri (self-
inductance).
dan perubahan garis-garis fluks tersebut
menimbulkan medan magnet. Medan
magnet yang ada tersebut akan
menginduksikan sebuah gaya
elektromagnetik (e.m.f) ke lilitan lain
dalam satu kumparan dan kumparan
dinyatakan telah terinduktansi diri (self-
inductance) seperti yang terlihat pada
gambar 4.9 di samping ini.
Secara matematis hubungan antara
fluks, kerapatan fluks dan luas area
dapat ditulis sebagai berikut:
AB
Di mana:
B = Kerapatan fluks
2meter
Weber
= Fluks Weber
A = Luas area 2meter
Karakteristik dari induktansi sendiri (self-inductance) dapat diukur saat gaya
elektromagnetik (e.m.f) yang diinduksikan pada lilitan berubah menjadi tegangan.
Tegangan tersebut memiliki arah yang berlawanan dengan arah aliran arus listrik.
Pada kasus tersebut medan magnet telah ditimbulkan oleh perubahan arus listrik.
Pada dasarnya karakteristik yang telah diuraikan atau disebut induktansi diri
(self-inductance) tersebut dapat diamati secara detail dengan menggunakan arus
bolak-balik (alternating current).Arus bolak-balik (alternating current) tersebut
memiliki polaritas yang berbeda dalam waktu yang singkat (umumnya suplai ac
berfrekuensi 50 Hz). Selama 1 (satu) detik arus ac (alternating current) tersebut
berganti polaritas (positif dan negatif) sebanyak 50 kali dan pergantian polaritas
tersebut menyebabkan perubahan garis-garis fluks serta perubahan garis-garis
98
fluks tersebut menimbulkan sebuah medan magnet. Pergerakan medan magnet
tersebut sesuai dengan pergantian polaritas arus ac (alternating current), saat
polaritas positif maka medan magnet tersebut akan meluas dan saat polaritas
negatif maka medan magnet tersebut akan menurun. Perubahan medan magnet
tersebut akhirnya mengimbaskan sebuah tegangan kepada lilitan lain dalam
kumparan yang sama.
Secara matematis induktansi diri dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut:
l
ANL
2
Di mana:
L = Induktansi H
= Permeabilitas
mH
N = Total lilitan
A = Luas penampang 2meter
l = Panjang kumparan meter
Pada dasarnya induktansi diri (self-inductance) pada kumparan berinti udara
(air-core) dapat dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Induktansi diri pada kumparan lapisan tunggal (single-layer coil).
2. Induktansi diri pada kumparan jamak (multi-layer coil).
3. Induktansi diri pada kumparan spiral (spiral coil).
Induktansi diri pada kumparan lapisan tunggal (single-layer coils)
merupakan induktansi yang terjadi pada kumparan berinti udara (air-core) lapisan
tunggal. Induktansi tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
berikut:
lr
NrL
109
394,0 22
Di mana:
L = Induktansi kumparan HatauH 610
99
N = Jumlah lilitan
l = panjang kumparan centimeterataumeter210
r = Jari-jari kumparan centimeterataumeter210
Gambar 4.10. (a). Induktansi diri pada kumparan lapisan tunggal (single-layer
coil).
(b). Induktansi diri pada kumparan lapisan jamak (multi-layer coil).
(c). Induktansi diri pada kumparan spiral (spiral coi).
Induktansi diri pada kumparan jamak merupakan induktansi yang terjadi
pada kumparan berinti udara (air-core) lapisan jamak. Induktansi tersebut
memiliki parameter tambahan selain yang telah ada pada kumparan lapisan
tunggal (single-layer coil) yaitu ketebalan kumparan. Secara matematis induktansi
diri pada kumparan lapisan jamak (multi-layer coil) dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut:
100
dlr
NrL
1096
315,0 22
Di mana:
d = Ketebalan kumparan centimeterataumeter210
Induktansi diri pada kumpara spiral merupakan induktansi yang terjadi pada
kumparan berinti udara (air-core) lapisan spiral (spiral coil). Induktansi tersebut
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
dr
NrL
118
394,0 22
4.2.3 Induktansi Bersama (mutual-inductance)
Gambar 4.11. Induktansi bersama
(mutual inductance).
Gambar 4.12. Perubahan garis-garis
fluks.
Pada dasarnya induktansi bersama
(mutual inductance) seperti yang
terlihat pada gambar 4.11 di samping
ini adalah suatu efek induktif yang
terjadi di antara 2 (dua) kumparan yang
digandeng secara magnetik. Efek
induktif tersebut ditimbulkan oleh
aliran listrik pada kumparan pertama,
aliran listrik tersebut menimbulkan
perubahan garis-garis fluks yang
mengelilingi kumparan. Perubahan
garis-garis fluks yang telah terjadi
seperti terlihat pada gambar 4.12 akan
menimbulkan medan magnet pada
kumparan pertama, medan magnet yang
ditimbulkan tersebut akhirnya
mengimbaskan suatu tegangan kepada
kumparan kedua. Tegangan tersebut
dapat diimbaskan dari kumparan
pertama telah beraksi pada lilitan
101
kumparan kedua. Peristiwa yang telah diuraikan tersebut membentuk suatu
interaksi bersama antara medan magnetic dari kumparan pertama kepada
kumparan kedua dan interaksi tersebut dinyatakan sebagai induktansi bersama
(mutual inductance).
Pada prinsipnya induktansi bersama (mutual inductance) digunakan sebagai
ukuran dari jumlah induksi yang terjadi di antara 2 (dua) kumparan yang
tergandeng secara magnetic. Nilai tegangan yang ditimbulkan dari hasil
induktansi tersebut berbanding lurus dengan tingkat perubahan garis-garis fluks.
Perubahan garis-garis fluks yang meningkat akan membuat nilai tegangan tersebut
meningkat dan juga sebaliknya perubahan garis-garis fluks yang menurun akan
membuat nilai tegangan menurun.
Secara matematis induktansi bersama (mutual inductance) antara kumparan
pertama dan kumparan kedua dapat diketahui dengan menggunakan persamaan
berikut:
21LLkM
Di mana:
M = Induktansi bersama H
k = Koefisien kopeling (coefficient of coupling) antara kedua kumparan
1L = Induktansi pada kumparan pertama H
2L = Induktansi pada kumparan kedua H
Pada dasarnya induktansi bersama (mutual inductance) dapat dikelompokan
ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu:
1. Induktansi bersama kosong (mutual induction zero).
2. Induktansi bersama lemah (low mutual induction).
3. Induktansi bersama kuat (maximum mutual induction).
Induktansi bersama kosong atau yang disebut juga dengan mutual induction
zero seperti yang terlihat pada gambar 4.13 di bawah ini merupakan induktansi
bersama yang tidak dapat terjadi. Induktansi bersama (mutual inductance) tersebut
tidak dapat dilakukan karena jarak antara kumparan pertama dan kumparan kedua
terlalu jauh. Jarak yang jauh tersebut membuat garis-garis fluks dari kumparan
102
pertama tidak dapat mencapai lilitan pada kumparan kedua sehingga tidak ada
efek induksi yang ditimbulkan pada kumparan pertama dan kumparan kedua. Dari
peristiwa yang telah diuraikan tersebut maka dapat dinyatakan bahwa tidak ada
induktansi bersama (mutual inductance) antara kumparan pertama dan kumparan
kedua.
Gambar 4.13. Induktansi bersama kosong (mutual induction zero)
Gambar 4.14. Pengaruh jarak terhadap
induktansi pada kedua kumparan.
Induktansi bersama lemah atau
yang disebut juga dengan low mutual
induction seperti yang terlihat pada
gambar 4.14 dan 4.15 merupakan
induktansi bersama yang dapat terjadi
namun nilai induktansi tersebut sangat
kecil. Induktansi bersama (mutual
inductance) antara kumparan pertama
dan kumparan kedua menjadi bernilai
kecil karena jarak antara kumparan
pertama dan kumparan kedua tidak
terlalu jauh. Jarak yang tidak terlalu
jauh tersebut membuat sedikit garis-
garis fluks pada kumparan pertama
103
dapat mecapai lilitan pada kumparan kedua sehingga menimbulkan interaksi
bersama antara medan magnet pada kumpara pertama kepada kumparan kedua
walaupun nilainya sangat kecil. Dari peristiwa yang telah diuraikan tersebut maka
dapat dinyatakan bahwa terdapat induktansi bersama (mutual inductance) antara
kumparan pertama dan kumparan kedua yang nilainya sangat kecil.
Gambar 4.15. Induktansi bersama lemah (low mutual induction)
Gambar 4.16. Induktansi bersama kuat
(maximum mutual induction).
Induktansi bersama kuat atau yang
disebut juga dengan maximum mutual
induction seperti yang terlihat pada
gambar 4.16 dan 4.17 merupakan
induktansi bersama yang dapat terjadi
dengan mudah. Induktansi bersama
tersebut dapat terjadi dengan mudah
karena jarak antara kumparan pertama
dan kumparan kedua sangat dekat.
Jarak antara kumparan pertama dan
kumparan kedua yang sangat dekat tersebut membuat garis-garis fluks pada
kumparan pertama dapat dengan mudah mencapai lilitan pada kumparan kedua.
Garis-garis fluks yang mengalir dengan mudah tersebut akhirnya membuat sebuah
medan magnet yang kuat antara kumparan pertama dan kumparan kedua. Medan
magnet tersebut akhirnya mengimbaskan tegangan dari kumparan pertama kepada
104
kumparan kedua. Dari peristiwa yang telah diuraikan tersebut maka dapat
dinyatakan bahwa terdapat induktansi bersama (mutual inductance) yang kuat
antara kumparan pertama dan kumparan kedua.
Gambar 4.17. Fluks mengalir dengan mudah pada induktansi bersama kuat
(maximum mutual inductance).
Pada umumnya induktansi bersama (mutual inductance) pada kumparan
berinti udara (air-core) juga sering diperhitungkan. Induktansi bersama pada
kumpara berinti udara tersebut dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:
1. Induktansi bersama berjarak (separated mutual inductance).
2. Induktansi bersama tak berjarak (inseparated mutual inductance).
Gambar 4.18. Induktansi bersama pada
kumparan berinti udara (air-core).
Induktansi bersama berjarak atau
yang disebut juga dengan separated
mutual inductance seperti yang terlihat
pada gambar 4.18 di samping ini
merupakan induktansi yang terjadi
pada dua kumparan yang terpisah
tetapi berada pada 1 (satu) inti udara
(air-core). Secara matematis
induktansi bersama tersebut dapat
ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut:
105
CCC LLLLM 212
1
Di mana:
M = Induktansi bersama H
L = Induktansi total H
CL = Induktansi pada jarak antara kedua kumparan H
CL1 = Induktansi pada kumparan 1 hingga awal kumparan 2 H
CL2 = Induktansi pada kumparan 2 hingga awal kumparan 1 H
Induktansi bersama tak berjarak atau yang disebut juga dengan inseparated
mutual inductance seperti yang terlihat pada gambar 4.18 di atas merupakan
induktansi yang terjadi pada dua kumparan yang tidak terpisah dan berada pada 1
(satu) inti udara (air-core). Secara matematis induktansi bersama tersebut dapat
diketahui dengan menggunakan persamaan berikut:
212
1LLLM
Di mana:
M = Induktansi bersama H
L = Induktansi total H
1L = Induktansi pad kumparan 1 H
2L = Induktansi pada kumparan 2 H
4.3 Kerugian Pada Kumparan
Pada dasarnya di dalam sebuah induktor tidak hanya terdapat induktansi
tetapi juga terdapat resistansi dan kapasitansi. Resistansi dan kapasitansi tersebut
membuat sebuah induktor menjadi tidak ideal yaitu sebuah induktor yang tidak
memiliki resistansi dan kapasitansi serta hanya memiliki induktansi. Induktor
yang tidak ideal tersebut tidak dapat menimbulkan kerugian arus listrik dan hal
tersebut tidak dapat dihindari karena sulit untuk mendapatkan sebuah induktor
yang ideal.
106
Pada prinsipnya resistansi pada sebuah induktor adalah berbentuk deret di
dalam lilitan dan sering disebut dengan resistansi deret. Resistansi deret tersebut
membuat aliran arus listrik berkurang sehingga membuat kualitas induktif
berkurang.
Gambar 4.19. Beberapa kerugian pada
kumparan.
Secara sederhana kerugian pada
kumparan dapat dikelompokan ke
dalam 4 (empat) bagian seperti yang
terlihat pada gambar 4.19 di samping
ini, yaitu:
1. Efek permukaan (skin effect).
2. Kerugian arus Eddy (Eddy current
losses).
3. Kerugian dielektrik (dielectric
losses).
4. Kapasitansi terdistribusi
(distributed capacitance)
4.3.1 Efek Permukaan (skin effect)
Gambar 4.20. Efek permukaan (skin
effect) pada sebuah konduktor.
Pada dasarnya sebuah konduktor
dapat menghantarkan aliran arus bolak-
balik (alternating current) berfrekuensi
tinggi dengan lebih baik daripada
mengahantarkan aliran arus searah
(direct current). Aliran arus bolak-balik
tersebut memiliki polaritas yang
berbeda dalam waktu yang singkat
sehingga dalam beberapa saat puncak
arus berpolaritas positif dan negatif
dapat tiba di permukaan konduktor
sedangkan arus searah yang memiliki
polaritas permanen tidak dapat
107
Gambar 4.21. Efek permukaan (skin
effect) membuat arus listrik lebih
banyak mengalir ke permukaan.
Gambar 4.22. Pengaruh frekuensi arus
listrik terhadap efek permukaan (skin
effect).
melakukan hal tersebut. Frekuensi yang
tinggi pada aliran arus bolak-balik
(alternating current) akan memperbesar
kuantitas aliran arus berpolaritas positif
dan negatif pada sebuah konduktor
sehingga jumlah elektron yang dapat
dihantarkan oleh konuktor tersebut juga
semakin besar kuantitasnya.
Peristiwa yang telah diuraikan
tersebut merupakan sifat alami dari
sebuah konduktor dan dinyatakan
sebagai efek permukaan (skin effect)
pada sebuah konduktor seperti yang
terlihat pada gambar 4.20 di atas. Efek
permukaan (skin effect) seperti yang
terlihat pada gambar 4.21 tersebut
membuat aliran arus listrik pada arus
bolak-balik (alternating current) lebih
banyak mengalir ke permukaan
daripada di titik tengah konduktor dan
efek tersebut merupakan efek magnetik
yang umumnya hanya diuraikan pada
kumparan.
Pada prinsipnya garis-garis fluks
tidak hanya mengelilingi sekitar
konduktor tetapi juga di dalam
konduktor tersebut. Garis-garis fluks
yang mengalir tersebut lebih besar pada titik tengah konduktor sehingga pada
bagian tersebut terdapat garis-garis fluks yang jumlahnya sangat besar. Kuantitas
garis-garis fluks yang besar pada bagian tengah tersebut membuat sebuah
konduktor memiliki nilai induktansi yang lebih besar pada bagian dalamnya
108
darpada bagian permukaannya. Nilai induktansi yang besar pada bagian dalam
konduktor tersebut akhirnya mengakibatkan aliran arus listrik lebih banyak
mengalir ke bagian permukaan konduktor dan efek permukaan seperti yang
terlihat pada gambar 4.22 tersebut akan terus meningkat seiring dengan
meningkatnya frekuensi arus listrik karena sifat induktansi yang akan meningkat
bila frekuensi juga meningkat.
4.3.2 Kerugian Arus Eddy (Eddy current losses)
Gambar 4.23. Pengujian material
terhadap arus Eddy (Eddy current).
Gambar 4.23. Munculnya arus Eddy
(Eddy current)
Pada dasarnya selain efek
permukaan (skin effect) ada kerugian
lain yang terdapat pada sebuah
konduktor, yaitu kerugian arus Eddy
atau yang disebut juga dengan Eddy
current losses. Kerugian arus Eddy
(Eddy current losses) disebabkan oleh
perubahan medan magnet yang
ditimbulkan aliran arus listrik pada
sebuah konduktor dan kerugian tersebut
dapat menurunkan efektifitas arus
bolak-balik (alternating current) dan
meningkatkan tahanan dari sebuah
konduktor.
Pada prinsipnya kerugian arus
Eddy (Eddy current losses) akan
meningkat seiring meningkatnya
frekuensi arus bolak-balik pada
kumparan. Kerugian arus Eddy tersebut
dapat diperkecil dengan menggunakan
konduktor yang berbentuk tabung
dengan dinding yang tipis.
109
4.3.3 Kerugian Dielektrik (dielectric losses)
Pada dasarnya kerugian kumparan juga terjadi pada pengisolasian yang
menutup kawat kumparan tersebut. Pengisolasian pada kawat kumparan tersebut
umumnya menggunakan material-material dielektrik dan kerugian yang
ditimbulkan akibat material-material tersebut dinyatakan sebagai kerugian
dielektrik (dielectric losses). Kerugian dielektrik (dielectric losses) tersebut dapat
meningkatkan efektivitas tahanan dari sebuah kumparan dan hal tersebut tidak
dapat dihindari terutama pada frekuensi tinggi walaupun menggunakan material-
material dielektrik berkualitas tinggi seperti mika, resinit dan polysterene.
Kerugian dielektrik (dielectric losses) dapat mengubah daya elektromagnetik
menjadi panas dan bahkan dapat melemahkan sinyal listrik hingga menjadi rusak.
Kerugian dielektris tersebut menjadi semakin terlihat hingga melampaui batas
tertentu yang dinyatakan sebagai daerah batas kerugian dielektrik.
4.3.4 Kapasitansi Terdistribusi (distributed capacitance)
Pada dasarnya setiap lilitan pada kumparan dipisahkan oleh material-material
dielektrik. Material-material dielektrik tersebut bersama dengan lilitan yang
terbuat dari konduktor membentuk sebuah kapasitor dan efek yang ditimbulkan
oleh konstruksi tersebut dinyatakan sebagai kapasitansi tersditribusi (distributed
capacitance) dari kumparan. Kapasitansi terdistribusi tersebut didistribusikan
hingga ke seluruh panjang kumparan.
Kapasitansi terdistribusi (distributed capacitance) dapat menyebabkan
efektivitas induktansi menurun dan efektivitas tahanan meningkat. Kapasitansi
tersedistribusi tersebut akan meningkat sesuai peningkatan frekuensi.
4.3.5 Kerugian Hysteresis (hysteresis losses)
Pada dasarnya hysteresis merupakan suatu karakteristik dari sebuah material
magnetik yang terjadi akibat keterlambatan magnetisasi dari suatu intensitas
medan magnet. Karakteristik akibat keterlambatan magnetisasi tersebut
dinyatakan sebagai kerugian hysteresis (hysteresis losses).
Kerugian hysteresis (hysteresis losses) seperti yang terlihat pada gambar 4.24
110
di bawah ini terjadi akibat penggunaan material-material yang memiliki
retentivitas yang rendah. Material-material yang memiliki retentivitas adalah
material-material yang tidak mampu menjaga sifat termagnetisasi setelah proses
magnetisasi berakhir. Kerugian hysteresis tersebut akan terus terjadi pada setiap
siklus sehingga kerugian yang terjadi akan semakin besar seiring dengan
peningkatan frekuensi.
Gambar 4.24. Kurva hysteresis yang diakibatkan keterlambatan magnetisasi
4.4 Metode Untuk Mengurangi Kerugian Pada Kumparan
Gambar 4.25. Beberapa metode untuk
memperkecil kerugian pada suatu
kumparan
Pada dasarnya kerugian-kerugian
yang terjadi pada suatu kumparan dapat
diperkecil dengan menggunakan
metode atau bahkan material-material
tertentu. Secara sederhana metode dan
penggunaan material tersebut dapat
dikelompokan ke dalam 4 (empat)
bagian seperti yang terlihat pada
gambar 4.25 di samping ini, yaitu:
1. Litzendraht.
2. Potongan tembaga tipis (flat
copper strip).
3. Konduktor berbentuk pipa
111
(tubular conductors).
4. Metode menggulung (special winding methods).
5. Menggunakan inti ferit atau bubuk besi.
4.4.1 Litzendraht
Gambar 4.26. Sebuah gulungan
konduktor yang terbuat dari helai kawat
yang tipis.
Gambar 4.27. Sebuah kumparan yang
dibuat dengan menggunakan metode
litzendraht.
Pada dasarnya litzendraht
merupakan salah satu dari sekian
banyak metode awal yang digunakan
untuk mengurangi efek permukaan
(skin effet) pada sebuah konduktor dan
tentunya juga pada kumparan frekuensi
tinggi. Litzendraht tersebut merupakan
sebuah konduktor yang dibentuk dari
sejumlah besar helai kawat seperti yang
terlihat pada gambar 4.26 dan 4.27 di
samping ini. Kawat-kawat tersebut
memiliki dimensi yang tipis serta
dilapisi oleh email dan masing-masing
helai tersebut dihubungkan secara
paralel pada masing-masing titik awal
dan dan titik akhir konduktor.
Hubungan antara masing-masing helai
hanya terjadi pada titik awal dan titik
akhir, sedangkan di antara titik awal
dan titik akhir tersebut tidak terdapat
hubungan karena masing-masing helai
kawat memiliki lapisan email. Setiap
helai kawat tersebut kemudian dibelit
(twisted) dengan jarak teratur.
Pada prinsipnya konduktor yang dibentuk dari sejumlah helai kawat tersebut
adalah sangat menguntungkan bila digunakan pada frekuensi di bawah 600 KHz.
112
4.4.2 Potongan Tembaga Tipis (flat copper strip)
Gambar 4.28. Potongan tembaga tipis
(flat copper strip).
Pada dasarnya sebuah potongan
tembaga tipis atau yang disebut juga
dengan flat copper strip seperti yang
terlihat pada gambar 4.28 di samping
ini juga sering digunakan untuk
mengurangi kerugian efek permukaan
(skin effect). Potongan tembaga tipis
tersebut tidak sepenuhnya mengurangi
efek permukaan (skin effect) tetapi
masih menyisakan sedikit dan jumlah
tersebut lebih baik daripada
menggunakan potongan konduktor dengan luas penampang yang sama. Potongan
tembaga tipis (flat copper strip) diatur dengan cara digulung secara miring dan
jarak antara masing-masing gulungan sedikit lebar untuk mengurangi kapasitansi
terdistribusi (distributed capacitance) di antara gulungan.
Pada umumnya banyak inductor yang dibuat dengan menggunakan potongan
tembaga tipis digunakan pada pemancar radio berdaya tinggi.
4.4.3 Konduktor Berbentuk Pipa (tubular conductors)
Gambar 4.29. Sebuah kabel yang
menggunakan bahan konduktor
berbentuk pipa (tubular conductor).
Pada dasarnya konduktor
berbentuk pipa atau yang disebut juga
dengan tubular conductors seperti yang
terlihat pada gambar 4.29 di samping
ini merupakan sebuah konduktor yang
berbentuk tabung dan cekung pada
bagian luas penampangnya serta
berdinding tipis. Konduktor berbentuk
pipa tersebut memberikan nilai tahanan
yang kecil untuk digunakan pada
aplikasi frekuensi tinggi. Nilai tahanan
113
yang diberikan oleh konduktor berbentuk pipa tersebut lebih baik daripada nilai
tahanan pada konduktor utuh dengan diameter yang sama.
4.4.4 Metode Menggulung (special winding methods)
(a)
(b)
Gambar 4.30.
(a). Beberapa hasil kumparan dengan
menggunakan metode menggulung
(special winding methods).
(b). Proses menggulung kumparan
dengan metode menggulung (special
winding methods).
Pada prinsipnya kerugian pada
sebuah kumparan dapat diperkecil
dengan menggunakan metode
menggulung yang benar (special
winding methods) seperti yang terlihat
pada gambar 4.30. Metode-metode
menggulung tersebut umumnya
bermanfaat untuk mengurangi
kapasitansi terdistribusi (distributed
capacitance) pada sebuah kumparan.
Kapasitansi terdistribusi tersebut
diperkecil dengan cara membuat jarak
antara masing-masing gulungan dan
jarak tersebut akan mengurangi
kemampuan kumparan untuk
menghasilkan kapasitansi terdistribusi.
114
4.4.5 Menggunakan Inti Ferit dan Bubuk Besi
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.31. (a). Sebuah transformator
berinti bubuk besi (powdered iron).
(b). Sebuah inti ferit (ferrite-core).
(c) dan (d). Berbagai penggunaan inti
ferit (ferrite-core).
Pada prinsipnya semua kerugian
pada suatu kumparan yaitu efek
permukaan (skin effect), kerugian arus
Eddy (Eddy current losses), kerugian
dielektrik (dielectric losses) dan
kapasitansi terdistribusi (distributed
capacitance) adalah berbanding lurus
terhadap jumlah dan panjang suatu
kumparan. Kerugian-kerugian tersebut
dapat diperkecil dengan mengatur
jumlah dan panjang suatu kumparan
hingga menggunakan material-material
bubuk besi (powdered iron) dan inti
ferit (ferrite-core). Material-material
bubuk besi (powdered iron) dan inti
ferit (ferrite-core) tersebut memiliki
permeabilitas yang nilainya lebih besar
daripada permeabilitas udara.
115
4.5 Energi Tersimpan (energy stored)
Pada dasarnya sebuah kumparan dapat menyimpan suatu energi yang
didapatkan dari aliran arus listrik. Energi tersebut terkandung di dalam medan
magnet yang telah dibangkitkan oleh sebuah kumparan melalui perubahan garis-
garis fluks. Secara matematis energi yang tersimpan (energy stored) dapat ditulis
sebagai berikut:
2
2LIW
Di mana:
L = Induktansi H
I = Arus A
W = Energi J
4.6 Rangkaian Induktor
Pada dasarnya rangkaian induktor dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua)
bagian, yaitu:
1. Rangkaian seri.
2. Rangkaian paralel.
4.6.1 Rangkaian Seri
Gambar 4.32. Induktor yang
dihubungkan secara seri.
Pada prinsipnya induktor-
induktor yang dihubungkan secara seri
adalah sama dengan kapasitor-
kapasitor yang dihubungkan secara
seri. Pada induktor-induktor yang
dihubungkan secara seri seperti yang
terlihat pada gambar 4.32 di samping
ini, induktor-induktor tersebut disusun
secara berturut-turut, terminal suatu
inductor bertemu dengan
116
terminal induktor lainnya. Hubungan tersebut menyerupai sebuah tali yang
direntangkan.
4.6.2 Rangkaian Paralel
Gambar 4.33. Induktor yang
dihubungkan secara paralel.
Pada prinsipnya induktor-
induktor yang dihubungkan secara
paralel adalah sama dengan kapasitor-
kapasitor yang dihubungkan secara
paralel. Pada induktor yang
dihubungkan secara paralel seperti
yang terlihat pada gambar 4.33 di
samping ini, induktor-induktor
tersebut disusun secara sejajar, setiap
terminal induktor berada di suatu simpul. Secara sederhana hubungan tersebut
menyerupai sebuah lintasan kereta api.
4.7 Induktansi Total Pada Rangkaian Induktor
Pada prinsipnya induktansi total pada rangkaian induktor dapat
dikelompokan ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu:
1. Induktansi total pada induktor hubungan seri.
2. Induktansi total pada induktor hubunga paralel.
4.7.1 Induktansi Total Pada Induktor Hubungan Seri
Gambar 4.34. Induktor yang
dihubungkan secara seri.
Induktor-induktor bila kita
hubungkan secara seri seperti yang
terlihat pada gambar 4.34 di samping
ini maka akan membentuk suatu
induktansi ekivalen seperti yang terlihat
pada gambar 4.35 dan 4.36 serta
dinyatakan sebagai induktansi total
pada induktor. Induktansi total pada
117
Gambar 4.35. Sumber tegangan dilepas
dari rangkaian untuk mengukur
induktansi total.
Gambar 4.36. Menghitung induktansi
dari sebuah rangkaian induktor
hubungan seri.
induktor tersebut merupakan nilai
induktansi seluruh induktor yang
dihubungkan secara seri. Secara
matematis hubungan induktansi total
dengan induktor-induktor yang
dihubungkan secara seri dapat ditulis
sebagai berikut:
321 LLLLSeri
Di mana:
SeriL = Induktansi total Henry
1L = Induktansi pada Henryinduktor1
2L = Induktansi pada
Henryinduktor2
3L = Induktansi pada Henryinduktor3
4.7.2 Induktansi Total Pada Induktor Hubungan Paralel
Gambar 4.37. Induktor yang
dihubungkan secara paralel.
Induktor yang dihubungkan secara
paralel seperti yang terlihat pada
gambar 4.37 di samping ini akan
membentuk suatu induktansi ekivalen
seperti yang terlihat pada gambar 4.38
dan 4.39 di bawah ini. Nilai induktansi
tersebut merupakan nilai induktansi
seluruh induktor yang dihubungkan
secara paralel dan dinyatakan sebagai
induktansi total pada induktor
118
Gambar 4.38. Sumber tegangan dilepas
dari rangkaian untuk mengukur
induktansi total.
Gambar 4.39. Menghitung induktansi
dari sebuah rangkaian induktor
hubungan paralel.
hubungan paralel.secara matematis
hubungan induktansi total dengan
induktor-induktor yang dihubungkan
secara paralel dapat ditulis sebagai
berikut:
nParalel LLLLL
1...
1111
321
Di mana:
ParalelL = Induktansi total pada induktor
hubungan paralel Henry
1L = Induktansi pada
1induktor Henry
2L = Induktansi pada
2induktor Henry
3L = Induktor pada 3induktor Henry
4.8 Jenis Kumparan
Pada dasarnya kumparan berinti udara (air-core) akan mengalami
peningkatan induktansi pada kumparannya bila dimasukan sebuah inti yang
terbuat dari material magnetik ke dalam kumparan tersebut. Inti yang terbuat dari
material magnetik tersebut merupakan suatu jenis zat yang akan berinteraksi
119
dengan medan magnet. Secara sederhana kumparan dapat dikelompokan ke dalam
2 (dua) bagian, yaitu:
1. Kumparan berinti.
2. Kumparan tidak berinti.
4.9 Kumparan Berinti
Gambar 4.40. Jenis kumparan berinti.
Pada dasarnya kumparan berinti
dapat dikelompokan ke dalam 4
(bagian) seperti yang terlihat pada
gambar 4.40 di samping ini, yaitu:
1. Inti bubuk besi (iron-powder
cores).
2. Inti ferit (ferrite cores).
3. Inti terlapis (laminated cores).
4. Inti tertala (tunning cores).
4.9.1 Inti Bubuk Besi (iron-powder cores)
(b)
(a)
Pada prinsipnya inti bubuk besi
atau yang disebut juga dengan iron-
powder cores seperti yang terlihat pada
gambar 4.41 tersusun atas bubuk besi
120
(c)
Gambar 4.41. Berbagai macam inti
bubuk besi (iron-powder cores).
dengan kualitas baik (finely powdered
iron). Bubuk besi tersebut dibentuk
dengan cara ditekan (pressed) ke dalam
bentuk akhir pada tekanan 10
2inchiton hingga 50 2inchi
ton lalu
dibakar serta disusun dengan perekat
plastik. Inti bubuk besi tersebut dapat
diperoleh dalam bentuk, ukuran dan
karakteristik yang berbeda sesuai
dengan kebutuhan.
4.9.2 Inti Ferit (ferrite cores)
(b)
(c)
Gambar 4.42. Berbagai macam inti ferit
(ferrite cores)
(a)
Pada prinsipnya inti ferite atau
yang disebut juga dengan ferrite cores
seperti yang terlihat pada gambar 4.42
merupakan salah satu zat kimia yang
memiliki sifat magnetik. Inti-inti ferit
tersebut umumnya sangat berguna pada
aplikasi rangkaian berfrekuensi tinggi
dan tidak baik digunakan pada aplikasi
rangkaian berfrekuensi rendah.
Keberagaman inti ferit tersebut dapat
diperoleh dalam ukuran dan bentuk
yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.
121
4.9.3 Inti Terlapis (laminated cores)
(b)
(c)
Gambar 4.43. (a), (b) dan (c). Berbagai
macam inti terlapis (laminated cores)
(a)
Pada umumnya inti terlapis atau
yang disebut juga dengan laminated
cores seperti yang terlihat pada gambar
4.43 digunakan di dalam transformator-
transformator dan katub udara (chokes)
pada saluran daya (power line) serta
aplikasi rangkaian frekuensi audio. Inti-
inti terlapis tersebut dibuat dari susunan
berbagai jenis dan kelas lembaran baja
(sheet steel).
4.9.4 Inti Tertala (tunning cores)
Pada dasarnya inti tertala atau yang disebut juga dengan tunning cores
merupakan sebuah inti di dalam kumparan yang dapat diatur. Inti tertala tersebut
umumnya digunakan pada aplikasi yang membutuhkan nilai induktansi yang
dapat diatur.
4.9.5 Permeabilitas Inti
Pada prinsipnya penggunaan sebuah inti yang terbuat dari material magnetik
122
akan membantu dalam meningkatkan induktansi pada sebuah kumparan. Material-
material magnetik tersebut umumnya memiliki permeabilitas yang lebih tinggi
daripada permeabilitas udara yang besarnya 1 (satu) dan permeabilitas yang
terdapat pada material-material magnetik tersebut dapat bernilai ratusan hingga
ribuan kali lebih besar daripada permeabilitas udara. Material-material magnetik
yang umumnya digunakan adalah bubuk besi (iron-powder), ferit (ferrite) dan
lainnya. Material-material magnetik tersebut akan meningkatkan garis-garis fluks
sesuai nilai permeabilitas yang terdapat pada material-material tersebut. Material-
material magnetik yang memiliki permeabilitas sebesar 1.000 kali lebih besar
daripada permeabilitas udara akan meningkatkan fluks pada material tersebut
sebesar 1.000 kali lebih besar.
4.10 Kumparan Berinti Non-magnetik
Pada dasarnya kumparan-kumparan yang telah diuraikan sebelumnya
memiliki inti-inti yang terbuat dari berbagai material magnetik seperti bubuk besi
(iron-powder) dan ferit (ferrite), namun selain jenis kumparan yang telah
diuraikan tersebut masih terdapat sebuah jenis kumparan berinti lainnya yaitu
kumparan berinti non-magnetik. Kumparan berinti non-magnetik tersebut
menggunakan material-material non-magnetik sebagai intinya seperti kuningan,
tembaga dan perak. Inti-inti yang terbuat dari material-material non-magnetik
tersebut memiliki sifat yang berlawanan dengan inti-inti yang terbuat dari
material-material magnetik yaitu inti-inti yang terbuat dari material non-magnetik
tersebut akan mengurangi induktansi pada kumparan. Kumparan-kumparan berinti
non-magnetik tersebut umumnya digunakan pada frekuensi 50 mHz dan di
atasnya.
4.11 Transformator
Pada prinsipnya fungsi dari sebuah transformator adalah untuk mengubah
(transform) atau menukar (change) tegangan dan arus listrik. Fungsi dari
transformator tersebut umumnya diaplikasikan pada sub-stasiun hingga terminal
dari sistem distribusi energi listrik berdaya tinggi, namun selain itu transformator
123
juga digunakan pada aplikasi radio transistor untuk mengubah arus listrik hingga
ke tingkat tertentu untuk dapat menggerakan loudspeaker.
Gambar 4.44. Simbol transformator.
Gambar 4.45. Transformator beroperasi
dengan menggunakan prinsip
induktansi bersama.
(a)
Pada umumnya sebuah
transformator terdiri atas dua buah
kumparan yang digulung pada sebuah
inti besi yang sama hingga kedua
kumparan tersebut membentuk sebuah
rangkaian magnetik tertutup dengan
inti, namun ada juga transformator yang
tidak menggunakan inti besi. Kedua
kumparan yang telah membentuk
sebuah rangkaian magnerik bersama
inti besi tersebut tidak dapat bekerja
pada arus searah murni (pure direct
current) karena pada jenis arus tersebut
tidak terjadi perubahan garis-garis
fluks. Kedua kumparan tersebut akan
bekerja pada arus bolak-balik
(alternating current) atau dari sebuah
sumber arus yang berdenyut (pulsating
direct current). Kumparan yang
langsung berhubungan dengan sumber
daya disebut sebagai kumparan primer
dan kumparan yang berhubungan
dengan beban disebut sebagai
kumparan sekunder.
Sebuah transformator dapat
beroperasi dengan menggunakan
prinsip induktansi bersama. Perubahan
fluks pada kumparan primer akan
menginduksikan sebuah tegangan
124
(b)
Gambar 4.46. Jenis transformator
(a). Transformator distirbusi daya
listrik.
(b). Transformator tegangan.
kepada kumparan sekunder karena
kedua kumparan tersebut telah
membentuk sebuah rangkaian magnetik
tertutup.
Pada umumnya banyak sekali jenis
dari transformator. Transformator yang
memiliki nilai tegangan yang sama
antara kumparan primer dan kumparan
sekunder disebut sebagai one-to-one
transformer, sedangkan transformator
yang memiliki nilai tegangan yang
lebih tinggi pada kumparan sekunder
daripada kumparan primer disebut
sebagai step-up transformer dan
transformator yang memiliki niai
tegangan yang lebih rendah pada
kumparan sekunder daripada kumparan
primer disebut sebagai step-down
transformer. Semua transformator
tersebut akan menghasilkan tegangan
yang memiliki frekuensi sama dengan
frekuensi masukan.
4.12 Relay
Gambar 4.47. Relay
Pada prinsipnya relay merupakan
sebuah saklar yang digerakan secara
elektris dan biasanya digunakan untuk
membuka dan menutup rangkaian
listrik. Relay tersebut tersusun atas
kumparan kawat yang akan dialiri arus
listrik untuk menutup rangkaian.