300
IMPLEMENTASI METODE SENTRA DALAM PENGEMBANGAN KECERDASAN MAJEMUK ANAK USIA DINI (Studi Kasus TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi) Tesis Dimajukan kepada Sekolah Pascasarjana untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama dalam Bidang Ilmu Pendidikan Agama Islam Oleh : M. ZAKARIA HANAFI 10.2.00.1.12.10.0127 Pembimbing: Suparto, M. Ed, Ph.D KONSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/ 1435 H

IMPLEMENTASI METODE SENTRA DALAM PENGEMBANGAN …

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

IMPLEMENTASI METODE SENTRA DALAM PENGEMBANGAN

KECERDASAN MAJEMUK

ANAK USIA DINI

(Studi Kasus TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi)

Tesis

Dimajukan kepada Sekolah Pascasarjana

untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama

dalam Bidang Ilmu Pendidikan Agama Islam

Oleh :

M. ZAKARIA HANAFI

10.2.00.1.12.10.0127

Pembimbing: Suparto, M. Ed, Ph.D

KONSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2014 M/ 1435 H

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Segala puji dan syukur dengan hati yang tulus penulis

panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat nikmat, taufiq dan

inayah-Nya, tesis ini bisa diselesaikan dengan baik. Shalawat beserta

salam semoga selalu tercurah kepada sang pembawa risalah terakhir

Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan

umatnya yang senantiasa taat kepadanya sampai akhir zaman.

Tesis ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi

penulis untuk memotivasi penulis agar senantiasa meningkatkan

kualitas diri sehingga cita-cita yang diidam-idamkan oleh penulis sejak

duduk di bangku SMP melalui bimbingan Aa Dalis untuk menjadi

penulis handal dapat tercapai dengan mudah. Namun keinginan

menjadi penulis handal tidak semudah yang dibayangkan. Bahkan

dalam penulisan dan penyusunan tesis ini pun tidak berjalan mulus

sesuai harapan. Berawal dari keterlambatan satu semester dengan

teman-teman satu angkatan penerima beasiswa PAIS Kemenag RI

tahun 2010, penulis merasa minder dan merasa banyak ketinggalan

informasi. Selain itu, mayoritas teman-teman PAIS sudah dapat

menyelesaikan penulisan tesis dengan paripurna. Sedangkan penulis

sendiri belum mampu membuat proposal tesis sama sekali. Akhirnya

di awal semester enam bulan Maret 2013 penulis sempat putus asa dan

mengajukan program non tesis dikarenakan bujukan dari kawan yang

merasa senasib dengan penulis.

Prof. Dr. Suwito, MA adalah penasehat ulung bagi penulis,

ketika penulis membutuhkan penyejuk di tengah padang sahara yang

sarat dengan masalah antara tesis dan non tesis. Ternyata petuah

nasihat yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Suwito, MA bagaikan oase

bagi penulis. Karenanya, saat ini penulis dilanda kesulitan untuk

mencari kata-kata yang tepat, bagaimana caranya mengungkapkan

rasa terima kasih yang mendalam. Berkat ide dan masukan-masukan

yang disampaikan beliau kepada penulis, akhirnya dapat menguatkan

semangat dan merubah mindset penulis untuk berusaha menulis tesis

kembali, dengan ungkapannya yang tulus dan khas, beliau mengatakan

kepada penulis, “ Zakaria, Tulislah tesis semampumu, dengan segala kekurangan.”

Dengan penuh kesadaran dan tidak ada paksaan dari pihak

manapun, penulis bertekad untuk mengundurkan diri dari program non

iii

tesis. Akhirnya program non tesis yang baru berjalan satu bulan

tersebut penulis tinggalkan, tepatnya hari Kamis tanggal 25 April

2013 untuk kembali ke jalan yang benar yaitu mengajukan diri kepada

pimpinan SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui Dr. Yusuf

Rahman, MA untuk bisa menulis tesis kembali.

Ungkapan penyemangat dari Prof. Suwito itulah yang

senantiasa teringat di hati sanubari penulis, bahkan romantika tesis

sampai terbawa mimpi. Sehingga dengan penuh semangat, akhirnya

penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan baik. Namun

ketika ujian pendahuluan tiba, saat itu penulis pun mendapatkan ujian

dari Allah (jatuh dari atap teras rumah). Akan tetapi, walaupun ujian

pendahuluan sempat tertunda dan penulis saat itu masih dalam proses

pemulihan dari sakit patah tulang belakang, semangat penulis tetap

membara untuk bisa mengikuti prosedur SPs UIN dalam meraih gelar

Magister dengan segera.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini

tidak terlepas dari adanya motivasi dan bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tesis ini,

yaitu:

1. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. Selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Suparto, M.Ed, Phd. Selaku pembimbing tesis yang telah

meluangkan waktunya di tengah-tengah kesibukan beliau, dengan

memberikan kritik, saran dan motivasi serta memberikan bimbingan

dan wawasan pengetahuan kepada penulis dengan penuh kesabaran

serta ketelatenan.

3. Para penguji tesis dari proses ujian proposal tesis sampai ujian

promosi magister.

4. Keluarga Besar Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan

bimbingan dan pendidikan akademis selama perkuliahan, terutama

kepada yang terhormat: Prof. Dr. Suwito, MA, Dr. Fuad Jabali,

MA, Dr. Yusuf Rahman, MA, dan pimpinan serta karyawan SPs

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, seperti; Pak Sahmi, Pak Singgih,

Pak Jayadi, Mba Imma, Mas Rofiq, yang telah membantu penulis

terutama dalam urusan administrasi, keuangan dan perpustakaan,

etc.

iv

5. Haji Muhammad Ihsan, Haji Mukholik selaku bagian Mapenda dan

segenap keluarga besar Kemenag Kota Bekasi Jawa Barat. Serta

kepada segenap keluarga Besar SDN Jati Asih II Kota Bekasi yang

telah mengizinkan penulis untuk melanjutkan studi S2 melalui jalur

beasiswa dari Ditpais Kemenag RI.

6. Keluarga tercinta, Andam Dewi Mami dari anak-anakku. Kakak

Dean Umainah Zakaria, Elok Hasya Unaisah Zakaria dan Dedek

Ahmad Ubaidah Zakaria ketiga buah hatiku yang sering

ditinggalkan oleh penulis demi menyelesaikan penulisan tesis di

SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mereka telah memberikan

dukungan moril berupa semangat yang luar biasa kepada penulis

untuk segera menyelesaikan tugas kuliah dengan paripurna.

7. Ibunda Mimi Aniyah dan Ayahanda Mama Hanafi (Alm), Kak

Makmur, Kang Nunung, Kang Sodikin serta segenap Keluarga

Besar di Tukdana- Indramayu yang senantiasa mendoakan dan

memotivasi penulis agar senantiasa bersabar dan berhasil dalam

menyelesaikan tugas belajar study S2 di sekolah pascasarjana (SPs)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Bapak Drs. H. Fatihin Umar dan segenap Keluarga Besar Panti

Asuhan Darussalam Tukdana Indramayu yang telah mengasuh,

membimbing dan mengarahkan penulis sejak penulis kecil sebagai

penghuni pertama dan tertua Panti Asuhan Darussalam Indramayu.

9. Bapak Yudhistira Massardi, Ibu Siska Yudhistira Massardi, pak

Yanto Musthofa, Ibu Imas Maspupah dan segenap Keluarga Besar

TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi yang telah memberikan

informasi selama penulis mengadakan observasi penelitian di

sekolah dhuafa Taman Kanak-kanak Batutis Al-Ilmi.

10. Kolega, sahabat dan teman-teman tercinta yang telah membantu

penulis: terutama Abang Muhammad Mukaddar sebagai motivator,

inspirator sekaligus pembimbing dalam penulisan proposal tesis.

Pak Suprapto, Caswita, Haji Mukhlis, Sanusi, Zaenal Muttaqien,

Arsyad Abrar, Sofyan Hadi, Taufik Abigail, Amar Mubarok, Andi

Amma Ruhmah, Maemunah, Imam, Ustadz Denden, Ustadz Abdul

Aziz dan sahabat-sahabat lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan

satu persatu. Mereka telah banyak berjasa kepada penulis. Semoga

amal dan jasa mereka dibalas oleh Allah SWT.

Penulis berharap tesis ini dapat menambah khazanah keilmuan,

bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi

penulis pribadi.

v

Jakarta, 01 Juni 2014

M. Zakaria Hanafi

v

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : M. Zakaria Hanafi

NIM : 10.2.00.1.12.10.0127

Program Studi : Pengkajian Islam

Konsentrasi : PendidikanAgama Islam

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis dengan judul “Implementasi

Metode Sentra dalam Pengembangan Kecerdasan Majemuk Anak Usia

Dini”adalah benar-benar karya saya sendiri, didukung oleh berbagai

sumber terkait. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di

dalamnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 03 Maret 2014

M.Zakaria Hanafi

vi

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “Implementasi Metode Sentra dalam

Pengembangan Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini”yang ditulis

oleh:

Nama : M. Zakaria Hanafi

NIM : 10.2.00.1.12.10.0127

Program Studi : Pengkajian Islam

Konsentrasi : Pendidikan Agama Islam

Telah diperbaiki sesuai saran-saran pembimbing dan disetujui untuk

dimajukan dalam Ujian Promosi.

Jakarta, 03 Maret 2014

Pembimbing

Suparto, M. Ed, Ph.D

v

PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN

Tesis yangberjudul “Implementasi Metode Sentra dalam

Pengembangan Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini” yang

ditulisoleh :

Nama : M. Zakaria Hanafi

NIM : 10.2.00.1.12.10.0127

Program Studi : Pengkajian Islam

Konsentrasi : PendidikanAgama Islam

TelahdinyatakanluluspadaujianPendahuluan yang

diselenggarakanpadahariSelasa, tanggal 25 Februari 2014.

Tesisinitelahdiperbaikisesuai saran

dankomentarparapengujisehinggadisetujuiuntukdiajukankeUjianPromo

si.

Jakarta, 03 Maret 2014

Tim Penguji :

1. Dr. Yusuf Rahman, MA

(Ketuasidang/merangkapPenguji) (………………)

Tanggal,

2. Prof. Dr. Husni Rahim

(Penguji 1) (………………)

Tanggal,

3. Prof. Dr. AbuddinNata, MA

(Penguji 2) (………………)

Tanggal,

4. Suparto, M. Ed, Ph. D

(Pembimbing/merangkapPenguji) (………………)

Tanggal,

vi

vii

ABSTRAK

Studi ini membuktikan bahwa sistem pendidikan berbasis

intelektual (pendidikan yang hanya mengedepankan kecerdasan verbal

linguistik dan kecerdasan logic matematic) telah mematikan berpikir

kritis peserta didik serta memasung kreatifitas anak sejak usia dini.

Sedangkan sistem pendidikan berbasis kecerdasan majemuk (multiple

intelligences) merupakan langkah revolusioner dalam pengembangan

berbagai kecerdasan anak usia dini secara optimal.

Penelitian ini mendukung pendapat Howard Gardner (1983),

Linda Campbell & Bruce Campbell (1999), Thomas R. Hoerr (2000),

Pamela C. Phelps (2005), Thomas Amstrong (2009), Munif Chatib

(2009), Yudhistira Massardi (2012), Seto Mulyadi (2012), mengenai

teori kecerdasan majemuk (multiple intelligences). Penerapan teori

kecerdasan majemuk (multiple intelligences) ini telah merambah di

dunia pendidikan bahkan telah meluas menelusuri segala aspek

kehidupan.

Tesis ini tidak sependapat dengan Stanford Binet (2000) yang

menyatakan bahwa kecerdasan seseorang diukur hanya dari

kemampuan intelektual dan menitikberatkan pada kecerdasan

berbahasa serta kecerdasan logika matematika semata. Kecerdasan

seseorang dinyatakan dalam angka konstan tanpa memperhatikan

kecerdasan lainnya. Jika seseorang pandai dalam kedua kecerdasan

tersebut maka dapat dinyatakan bahwa tingkat IQ nya tinggi.

Kajian ini berorientasi pada pengembangan kecerdasan

majemuk (multiple intelligences) anak usia dini secara optimal melalui

observasi tujuh kecerdasan majemuk dengan pendekatan metode sentra.

Penelitian ini menggunakan sumber data, yaitu data primer dan

data sekunder. Data primer dikumpulkan dari hasil observasi,

wawancara, dan dokumentasi yang diambil langsung dari TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi. Sedangkan data sekunder diambil dari buku-

buku, artikel, jurnal-jurnal ilmiah dan literatur para pakar di bidangnya

yang mendukung tesis ini baik dari dalam maupun luar negeri.

vii

ABSTRACT

This reseach proves that the intellectually-based education

system (education only emphasizes verbal linguistic and mathematic

logic intelligence) has shut off the critical thinking of learners and

shackle creativity from an early age. While the education system is

based on the multiple intelligences is a revolutionary step in the

development of a variety of early childhood intelligence optimally.

This research supports the opinion of Howard Gardner (1983),

Linda Campbell and Bruce Campbell (1999), Thomas R. Hoerr (2000),

Pamela C. Phelps (2005), Thomas Armstrong (2009), Munif Chatib

(2009), Yudhishthira Massardi (2012), Seto Mulyadi (2012), about the

theory of multiple intelligences. The application of the theory of

multiple intelligences has penetrated in the world of education has

widened even explore all aspects of life.

This thesis does not agree with Stanford Binet (2000) who said

that a person's intelligence is measured only from the intellectual

abilities and focuses on the intelligence of language and logical-

mathematical intelligence alone. A person's intelligence is expressed in

constant rate regardless of other intelligence. If someone versed in both

the intelligences, it can be stated that the high level of his IQ.

This research is oriented towards the development of multiple

intelligences optimal early childhood through the observation of seven

multiple intelligences approach centers method.

This research uses data sources, namely primary and secondary

data. Primary data were collected from the results of observations,

interviews, and documentations are taken directly from the

kindergarten Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. While secondary data are

taken from books, articles, scientific journals and literature experts in

their field who support this thesis from both within and outside the

country.

vii

خلاصة

الأنمع شكم عه انخشبت كن عه حخكشف انذساصت زي كاوج

( فحضب انشاضاث انمىطم انهغ انشف ركاء فا حشكز انخ)

مىز انشائعت انمبذعت انطهبت حضده انمىخمذة انطهبت أفكاس حمج

انمخعذد انزكاء عه بى انز انخشبت مىح أما. صغاسم((multiple intelligences ركاء حطش ف انثست انخطة

. انخطش غات انمخىعت انطهبت

نىذا ،(1983 )خاسدوش سد لل انذساصت زي أذث

فاملا ،(2000 )س. س طماس ،(1999 )خامبم بشج خامبم

خطب مىف ،(2009 )أمضخشوح طماس ،(2005 )فهفش. ج

،(2012 )مناد صخ ،(2012 )مضضاسد دضخشا ،(2009)

انخشب انعانم أوحاء ف حطبم اوخشش لذ. انمخعذد انزكاء مىح ف

. انحاة خاوب عبش حصعا حصع

انزكاء بأن( 2000 )بىج صخاوفسد لل حشد انذساصت كاوج

انطانب فزكاء. مطهما انطهبت ركاء فذ انشاضاث ف انمىطم انهغ

ن كان إرا. الأخش انزكاء إن انىظش غش مه انثابخت بانذسخت شاس

.مشحفع( IQ )عمه دسخت إن فمال انزكاءان زان

multiple )انمخعذد انزكاء حطش إن انبحث زا ضاق

intelligences )صبعت مشالبت صبم عه انخطش ألص ف نلأطفال

. انمشكز انمىح بطشمت انمخعذد انزكاء

انشئض انمصذس: انمعهماث مصذسا انبحث زا ف اصخخشج

مه انمأخر انخثك انممابهت، انمشالبت، مه ضم فالأل. انخابع

مه انثاو. انطل عه بكاص فكان انعهم بج الأطفال بضخان

زي حذعم انخ أهاحم ف نهمخأهه انعهمت انمدلاث انممالاث، انكخب،

. داخه أ انبهذ خاسج انذساصت

xv

DAFTAR TABEL/ GRAFIK

Tabel 1.1 SumberInformasiPenelitian

Tabel 2.1 Model Pembelajaran

Tabel 2.2 Model Pembelajaran dengan Pendekatan

Multiple

Intelligences

Grafik 3.1 Kondisi Perkembangan Siswa

Tabel 3.2 Guru dan Karyawan TK Batutis Al-Ilmi

Tabel 4.2 Observasi Tujuh Kecerdasan Majemuk

xvi

DAFTAR SINGKATAN

BATUTIS : Baca Tulis graTIS

CCCRT : Center for ChildrenResearch and Training

IAIN : Institut Agama Islam Negeri

IQ : Intelligences Quotient

EQ : Emotional Quotient

KTSP : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

MI : Multiple Intelligences

MIR : Multiple Intelligences Research

MIS : Multiple Intelligences System

NLP : Neuro Linguistic Programming

PAI : Pendidikan Agama Islam

PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini

PPO : Program Pendidikan Orangtua

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SQ : Spiritual Quotient

TK : Taman Kanak-Kanak

UIN : Universitas Islam Negeri

UUD : Undang- Undang Dasar

YIMI : Yayasan Islam Malik Ibrahim

x

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

A.Konsonan

b = ب

t = ت

th = ث

j = ج

ḥ = ح

kh = خ

d = د

dh = ذ

r = ر

z = ز

s = ش

sh = ظ

ṣ = ص

ḍ = ض

ṭ = ط

ẓ = ظ

ع = ‘

gh = غ

f = ف

q = ق

k = ك

l = ل

m = م

n = ى

h =

w = و

y = ي

B. Vokal

1. Vokal Tunggal

Tanda Nama Huruf Latin Nama

fathah a A

Kasrah i I

dhammah u U

xi

2. Vokal Rangkap

Tanda Nama Gabungan Huruf Nama

ى ... fathah dan ya Ai a dan i

و ... fathah dan

wau

Au a dan w

Contoh:

ḥaul : حول Ḥusain : حطيي

C. Maddah

Tanda Nama Huruf Latin Nama

fathah dan alif ā a dan garis di atas ــــا

kasrah dan ya Ī i dan garis di atas ــــي

dhammah dan ــــو

wau

ū u dan garis di atas

D. Ta’ marbutah ( ( ة

Transliterasi ta’ marbutah ditulis dengan ‚h‛ baik dirangkai

dengan kata sesudahnya maupun tidak contoh mar’ah ( ( هرأة

madrasah ( ( هدرضة

Contoh:

الوورة الودية : al-Madinah al-Munawwarah

E. Shaddah

Shaddah/tasydid di transliterasi ini dilambangkan dengan

huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang bersaddah itu.

Contoh:

nazzal : سل rabbanâ : ربـا

xii

F. Kata Sandang

Kata sandang ‚الـ ‛ dilambangkan berdasar huruf yang

mengikutinya, jika diikuti huruf syamsiyah maka ditulis sesuai huruf

yang bersangkutan, dan ditulis ‚al‛ jika diikuti dengan huruf

qamariyah. Selanjutnya -ditulis lengkap baik menghadapi al ا ل

Qomariyah contoh kata al-Qomar ( القور ) maupun al- Syamsiyah

seperti kata al-Rajulu ( الرجل )

Contoh:

al-Qalam : القلن ash-Shams : الشوص

G. Pengecualian Transliterasi

Adalah kata-kata bahasa arab yang telah lazim digunakan di

dalam bahasa Indonesia dan menjadi bagian dalam bahasa Indonesia,

seperti lafal الله, asma’ al-husna dan ibn, kecuali menghadirkannya

dalam konteks aslinya dan dengan pertimbangan konsistensi dalam

penulisan.

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL_

KATA PENGATAR_

SURAT PERNYATAAN_

PERSETUJUAN PEMBIMBING_

ABSTRAK_

PEDOMAN TRANSLITERASI_

DAFTAR ISI_

DAFTAR TABEL_

DAFTAR SINGKATAN_

BAB I

PENDAHULUAN_ A. Latar Belakang Masalah_

B. Permasalahan_

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan_

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian_

E. Signifikansi Penelitian_

F. Metodologi Penelitian_

G. Sistematika Penelitian _

BAB II

KECERDASAN MAJEMUK DAN METODE SENTRA_

A. Teori Kecerdasan Majemuk Perspektif Para Ahli_

B. Kecerdasan dalam Perspektif Islam_

C. Strategi Multiple Intelligences Research (MIR) dan Pendekatan

Metode Sentra_

D. Sekolah Al-Falah Jakarta Timur Penggagas Metode Sentra di

Indonesia_

BABIII

METODE SENTRA DI TK BATUTIS AL ILMI PEKAYON

BEKASI_ A. Mengenal TK Batutis Al-Ilmi Bekasi: Sejarah Pendirian

dan Perkembangannya_

B. Manajemen Pendidikan TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi_

C. Transformasi Metode Konvensional Beralih ke Metode_

Sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi_

D. Pembelajaran Metode Sentra di TK Batutis Al-Ilmi_

xiv

BAB IV

PENGEMBANGAN KECERDASAN MAJEMUK DENGAN

METODE SENTRA DI TK BATUTIS AL ILMI A. Pengembangan Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini_

B. Metode Sentra dalam Mengembangkan Kecerdasan Majemuk_

a. Sentra Persiapan Wahana Bekal Keaksaraan_

b. Sentra Balok Wahana Menggali Berbagai Ilmu Pengetahuan_

c. Sentra Seni Wahana Kreatifitas yang Berkualitas_

d. Sentra Bahan Alam Wahana Observasi Penuh Sensasi_

e. Sentra Main Peran Wahana Miniatur Kehidupan_

f. Sentra Iman dan Taqwa (Imtaq) Wahana Pendidikan

dan Konsep Keagamaan_

C. Membangun karakter Melalui Kecerdasan Majemuk_

D. Aplikasi Karakter Berdasarkan 18 Sifat-sifat Asmaul Husna_

BAB V

PENUTUP_

A. Kesimpulan_

B. Saran_

DAFTAR PUSTAKA_

GLOSARIUM_

INDEKS_

BIODATA PENULIS_

LAMPIRAN_

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dikenal sebagai makhluk Tuhan yang paling cerdas.

Kecerdasan yang dimiliki manusia menempatkannya sebagai sebaik-

baik ciptaan Tuhan (aḥsan al-taqwim).1 Sayangnya, berbagai potensi

dasar kecerdasan manusia yang sangat banyak tersebut, kurang tergali

secara optimal. Salah satu upaya optimalisasi kecerdasan itu adalah

dengan mengembangkan seluruh potensi kecerdasan yang dikenal

dengan kecerdasan majemuk. Kecerdasan majemuk (multiple

intelligences) adalah konsepsi kecerdasan yang saat ini menjadi

perhatian para ahli, salah satunya adalah Howard Gardner.2 Menurut

Gardner, kecerdasan dapat berkembang bergantung pada konteks

kebiasaan yang mempunyai kemampuan untuk mendapatkan solusi dari

berbagai masalah dan dapat menciptakan produk-produk baru yang

bernilai budaya, karena kecerdasan dapat berkembang dinamis tidak

bersifat tetap dalam bentuk nilai konstan.3

Menurut Piaget, perkembangan kecerdasan anak dibagi menjadi

empat tahap, yaitu; pertama, tahap sensori motorik yang menimbulkan

reaksi anak dalam merespon input sensori yang diberikan, seperti

ekspresi wajah kemudian setelah itu diproses untuk menghasilkan suatu

bentuk respon perilaku yang semestinya, terjadi antara umur 0-2 tahun.

Kedua, tahap praoperasional yakni anak belajar merepresentasikan

benda-benda dengan gambar dan kata-kata (antara umur 2-7 tahun).

Ketiga, tahap operasional konkret yakni anak mampu memecahkan

masalah pada benda atau peristiwa konkret (antara umur 7-12 tahun).

Keempat, tahap operasional formal, individu bergerak di luar

pengalaman kongkret dan mulai berfikir logis serta menarik

1

Q.S At-Tin; 4, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam

bentuk yang sebaik-baiknya” Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya

(Bandung: CV. Diponegoro, 2005), 478. 2Salah satu pendapat Gardner adalah bahwa terlalu sempit menilai

kecerdasan manusia dari IQ semata. Tes IQ tidak mampu untuk menafsirkan

kecerdasan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Selengkapnya lihat Howard

Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences (New York: Basic

Books, 1983), 30. 3Howard Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences (

33.

2

kesimpulan dari informasi yang tersedia (mulai berlangsung pada usia

12 tahun dan berkembang hingga dewasa). Tahapan-tahapan ini dilalui

anak dalam perkembangannya dari lahir sampai usia dewasa. Menurut

Piaget apabila satu tahap saja terlewati oleh seorang anak, maka

berimbas pada kecerdasan anak itu sendiri di masa yang akan datang.4

Pandangan ini sejalan dengan fitrah manusia yang telah ada

sejak lahir. Karena pada hakikatnya manusia sejak lahir telah memiliki

kecenderungan-kecenderungan untuk mengembangkan diri. Hal

tersebut merupakan potensi fitrah yang telah Allah berikan.5 Perlu

disadari, agar seseorang berhasil dalam hidupnya, maka keseimbangan

kecerdasan IQ harus beriringan dengan kecerdasan spiritual (SQ) dan

kecerdasan emosi (EQ).6 Saat ini banyak orang IQ nya tinggi, tetapi

gagal dalam hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu, selain IQ tinggi

manusia juga harus mempunyai SQ dan EQ yang tinggi juga guna

mendapatkan kesempatan sukses dalam kehidupannya.7

4Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget ( Yogyakarta:

Kanisius, 2001), 19. 5Fitrah berasal dari bahasa Arab yang artinya tabiat manusia yang

mempunyai bakat atau potensi sejak lahir. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. : Nabi

Muhammad SAW pernah bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah

(tidak mempersekutukan Allah) tetapi orang tuanya lah yang menjadikan dia seorang

Yahudi atau Nasrani bahkan Majusi. Sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor

hewan yang sempurna. Apakah kau melihatnya buntung?” kemudian Abu Hurairah

membacakan ayat-ayat suci ini: “Tetaplah atas fitrah Allah yang menciptakan

manusia menurut fitrah itu. (Hukum-hukum) ciptaan Allah tidak dapat diubah. Itulah

agama yang benar. Tapi sebagian besar manusia tidak mengetahui (QS Ar Rum: 30).

Lihat: Abdullah Nashih Ulwan dkk, Pendidikan Anak menurut Islam:

Mengembangkan Kepribadian Anak ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), 56. 6Mustaqim, Psikologi Pendidikan (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN

Walisongo, 2004), 104. 7IQ adalah kemampuan potensial seseorang untuk mempelajari sesuatu

dengan menggunakan alat berfikir. Kecerdasan ini diukur dari kekuatan verbal dan

logika seseorang (ditemukan oleh Alfred Binet), EQ adalah kecerdasan yang

mencakup kesadaran diri, manajemen emosi, motivasi, empati, dan mengatur sebuah

hubungan sosial ( ditemukan oleh Daniel Goleman), dan SQ adalah kemampuan dan

kepekaan dalam melihat makna yang ada dibalik sebuah kejadian dengan

mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri (digagas oleh Danah Zohar

dan Ian Marshall. Lihat RJ Sternberg, Successful Intelligence (New York: St Martin

Press, 1996), 140. Lihat juga buku Abdullah Nashih Ulwan dkk, Pendidikan Anak

Menurut Islam: Mengembangkan Kepribadian Anak ( Bandung: Remaja Rosda

Karya, 1992), 56.

3

Hal ini yang melatarbelakangi standar kecerdasan dan gagasan

rasionalisme dimana kecerdasan manusia hanya ditinjau dari skala

tingkat IQ yang tinggi. Oleh karenanya, Gardner seorang psikolog dan

ahli pendidikan dari Universitas Harvard merumuskan teorinya tentang

multiple intelligences dan membuat riset dengan memberikan contoh

nyata bahwa orang yang sukses dalam hidupnya tidak hanya

mengandalkan IQ tinggi saja melainkan membutuhkan kecerdasan-

kecerdasan lainnya. Dengan kata lain untuk bisa menjadi manusia yang

hebat dan sukses dalam kehidupannya diharuskan mengeksplorasi dan

menggunakan seluruh kecerdasan alami yang dibawanya sejak lahir

dalam kegiatan belajar yaitu menggunakan konsep strategi kecerdasan

majemuk (multiple intelligence). Saat ini mayoritas pendidik dan orang

tua serta masyarakat pada umumnya cenderung hanya menghargai

orang-orang yang memang ahli dalam kemampuan logika matematika

dan bahasa saja. Teori kecerdasan majemuk mengungkapkan bahwa

kecerdasan manusia dapat dilihat dari berbagai jenis kecerdasan yang

dapat dikembangkan, seperti kecerdasan logika bahasa, logika

matematika, spasial, musik, kinestetik, interpersonal, intrapersonal dan

naturalistik serta kecerdasan eksistensial.8

Pandangan Gardner di atas nampaknya tidak selalu sejalan

dengan kenyataan empirik juga bertolak belakang dengan pendapat

Stanford Binet yang mengatakan bahwa kecerdasan itu dapat diukur

secara subyektif dan dinyatakan dalam satuan angka konstan yaitu nilai

IQ dan kecerdasan dilihat hanya dari sisi kekuatan verbal dan logika

seseorang, yang akhirnya dinilai dengan angka konstan, tanpa

memperhatikan kemampuan kecerdasan lainnya. Intelligence atau

kecerdasan selama ini sering diartikan sebagai kemampuan memahami

sesuatu dan kemampuan berpendapat, dimana semakin cerdas

seseorang maka semakin cepat ia memahami suatu permasalahan dan

semakin cepat pula mengambil langkah penyelesaiannya. Dalam hal ini,

kecerdasan hanya dipahami sebagai kemampuan intelektual yang lebih

menekankan kecerdasan logika matematika dan kecerdasan bahasa

dalam memecahkan masalah. Kecerdasan seseorang biasanya di ukur

melalui test Intelligence Quotient (IQ) dan kecerdasan hanya dipandang

8Paul Suparno, Teori Intelligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah

(Yogyakarta: Kanisius Yogyakarta, 2007), 120

4

dari kemampuan seseorang dalam menjawab soal-soal yang merupakan

tes standar di ruang kelas semata. 9

Thomas R. Hoerr mengatakan bahwa sekalipun tes tersebut

dapat diandalkan memberikan skor yang sama, kenyataan sebenarnya

hanya mengukur kecerdasan secara sempit, yakni pada kecerdasan

intelektual (yaitu kecerdasan bahasa dan logika matematika). Walaupun

tes standar yang terfokus pada kecerdasan intelektual tersebut dapat

memberikan nilai yang tinggi dan keberhasilan di sekolah, namun

belum tentu dapat memperkirakan seseorang berhasil dalam kehidupan

nyata setelah mereka dewasa. Karena pada hakikatnya keberhasilan di

dunia nyata tidak hanya mengandalkan kecerdasan akademis semata,

melainkan membutuhkan kecakapan dan kecerdasan seseorang dalam

mengaplikasikan kecerdasan majemuknya dalam kehidupan sehari-

hari.10

Bahkan May Lwin, menegaskan bahwa suatu kajian mengenai

para professional yang berhasil justru menunjukkan bahwa sepertiga di

antara mereka memiliki IQ yang rendah.11

Anggapan berlebihan

terhadap kemampuan IQ dalam menentukan keberhasilan anak didik,

saat ini masih mendominasi pembelajaran di sekolah pada umumnya.

Selain itu, seringkali guru sebagai pendidik dalam pendekatan

pembelajaran kepada peserta didiknya menggunakan pendekatan yang

rasional dengan kemampuan logika matematika dan menjelaskan

semua pelajaran dengan model ceramah atau cerita yang lebih dominan

dengan kecerdasan verbal linguistic.12

Metode pembelajaran seperti ini hanya menguntungkan bagi

anak-anak yang cenderung memiliki kecerdasan logika matematika dan

kecerdasan bahasa, sementara peserta didik yang tidak memiliki

kecerdasan tersebut justru cenderung merasa bosan, terasing dan

merasa tidak diperhatikan oleh gurunya. Hal ini dikarenakan

penggunaan metode pembelajaran yang disampaikan guru sebagai

pendidik tidak komprehensif secara terpadu dalam membangun

9Baca John Obrzud, “Stanford Binet Intelligent Scale” dalam Canadian

Journal of School Psychology, Vol. 19, (2000), 230. 10

Thomas R. Hoerr, Buku Kerja Multiple Intelligences (Bandung: Mizan

Pustaka, 2007), 9-10. 11

May Lwin dkk, Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan

(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2008), 9. 12

Paul Suparno,Teori Intelligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah: Cara Menerapkan Teori Multiple Intelligences Howard Gardner (Yogyakarta: Tiara

Wacana Yogya, 2008), 6.

5

kecerdasan majemuk yang mereka miliki serta pembelajaran tersebut

tidak berpusat pada peserta didik sehingga pendidik tidak mengetahui

gaya belajar seperti apa yang peserta didik inginkan.13

Dalam proses

pembelajaran, minimal pendidik mampu menggunakan berbagai

macam metode yang bisa mengakomodasi sekaligus membangun serta

mengembangkan kecerdasan majemuk yang dimiliki anak didik secara

terpadu dan optimal. 14

Bruce Campbell menerjemahkan teori Multiple Intelligences

dengan membuat sentra-sentra, pembelajarannya sesuai dengan tujuh

kecerdasan majemuk, yaitu sentra baca (Verbal Linguistik), sentra

matematika dan sains (Logic-Matematik), sentra seni (Spasial), sentra

kerja bersama (Interpersonal), sentra kerja personal (Intrapersonal)

dan sentra pembangunan (Kinestetic). Pengalaman di Cascada

Elementary School saat melakukan riset terhadap eksperimen tersebut

pada tahun 1989-1990 menunjukkan hasil risetnya bahwa terdapat lima

fakta yang terjadi pada murid-muridnya, yaitu: peningkatan rasa

tanggung jawab, orientasi pribadi dan kemandirian, peningkatan

kemampuan kerja sama tim, berkurangnya masalah ketidakdisiplinan,

pengembangan keahlian baru pada setiap anak dan adanya kemajuan di

bidang akademis dan perilaku sehari-hari. Proses kegiatan belajar

mengajar yang menggunakan konsep pendekatan metode sentra justru

menstimulasi seluruh kecerdasan majemuk tersebut secara optimal

diaplikasikan secara terpadu melalui sentra-sentra yang ada.15

Oleh karena itu, penelitian ini sekaligus mengemukakan bahwa

apa yang disampaikan Binet itu kurang tepat jika dilihat pada

kenyataannya bahwa manusia secara fithrah justru memiliki

kecerdasan majemuk. Meskipun potensi manusia itu bersifat majemuk,

namun melihat pada kenyataan sekarang, semakin memberikan sebuah

13

Menurut Deporter dan Hernacki gaya belajar adalah kombinasi dari

menyerap dan mengolah informasi. Yaitu visual (menitikberatkan pada ketajaman

penglihatan), auditory (mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami dan

mengingatnya dan kinestetik yaitu gaya belajar yang mengharuskan individu yang

bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar bisa

terus mengingatnya. Dan seorang pendidik dikatakan berhasil dalam mengajar jika

pendidik memahami gaya belajar anak didiknya dengan tepat. Baca A. Hurtado,

Strategic Suspensions (New York: Basic Books, 1996), 370. 14

Abdul Munir Mulkhan, Nalar Spiritual Pendidikan: Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2002),80.

15Yudhistira Massardi dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan

Metode Sentra, 48-49.

6

gambaran yang pesimis bahwa program pendidikan saat ini bisa

menghasilkan manusia paripurna atau yang disebut sebagai insan

kamil. Padahal jika ditilik secara mendalam usia lahir sampai dengan

pendidikan dasar merupakan masa kritis dalam tahapan kehidupan

manusia yang menentukan perkembangan anak selanjutnya. Karena

pada tahapan ini sebenarnya merupakan masa keemasan yang tepat

untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan bahasa,

konsep diri, kemampuan fisik, emosional, seni, dan kemampuan

lainnya terutama pendidikan karakter dan nilai-nilai agama (keimanan

dan ketaqwaan) pada anak usia dini.16

Hal ini sesuai dengan hak anak, sebagaimana yang diatur dalam

undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang

menyatakan bahwa setiap anak berhak tumbuh, berkembang dan

berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi. Implementasi dari hak ini adalah setiap anak berhak

memperoleh pendidikan yang layak dalam rangka pengembangan

potensi kecerdasan majemuk yang di miliki sesuai dengan minat dan

bakatnya masing-masing. Layanan pendidikan bagi anak usia dini

merupakan bagian terpenting dari tujuan pendidikan nasional.

Sedangkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah “Suatu upaya

pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia

enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan

untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan

rohaninya agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan

lebih lanjut” (pasal 1, butir 14). PAUD sebagai pendidikan yang

diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar memiliki kelompok

sasaran anak usia 0-6 tahun yang sering disebut sebagai masa emas

perkembangan. Di samping itu, pada usia ini anak-anak masih sangat

rentan cara berpikirnya yang apabila penanganannya tidak tepat justru

dapat merugikan anak itu sendiri.17

Oleh karena itu, saat ini penyelenggaraan PAUD harus

memperhatikan kondisi anak dan sesuai dengan tahap

perkembangannya. Pada hakikatnya yang tumbuh di alam dunia ini

pasti mengalami tahapan-tahapan perkembangan, analoginya seperti

ada masa menyemai, menanam, menumbuh, dan memanen. Sama

16

Yudhistira Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra, 37. 17

Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002. Pasal 1 butir

14.

7

halnya dalam tahap perkembangan anak, berawal dari usia dini. Asupan

ilmu pengetahuan yang diajarkan pun harus bertahap dan berproses,

dengan jumlah yang sesuai dan tidak berlebihan dengan porsi daya

cerna otak anak. Contoh berikutnya seperti proses makan, asupan yang

dibutuhkan melalui proses sesuap demi sesuap. Jika melebihi takaran,

pasti makanan itu akan tersedak dan menimbulkan sakit akibat

kesulitan untuk bernafas. Begitu juga halnya di bidang pendidikan dan

pengajaran. Dibutuhkan proses, urutan dan tahapan sesuai urutan yang

tepat. Masalahnya, sebagian besar orang tua dan guru sebagai pendidik

saat ini merasa terabaikan dari pemahaman tentang arti pentingnya

proses, urutan dan tahapan. Budaya serba instan, menyebabkan

terjadinya percepatan demi hasil cepat, sehingga segala cara dapat

dilakukan. Demikian juga dengan percepatan yang tidak sesuai dengan

aturan, hanya melahirkan gangguan mata rantai dari suatu siklus dan

penyimpangan yang pada akhirnya mengakibatkan pembusukan di

semua bagian. 18

Perlu ditegaskan bahwa program PAUD tidak dimaksudkan

untuk mencuri start apa-apa yang seharusnya diperoleh pada jenjang

pendidikan dasar, melainkan untuk memberikan fasilitas pendidikan

yang sesuai bagi anak agar anak pada saatnya memiliki kesiapan baik

secara fisik, mental, sosial maupun emosionalnya dalam rangka

memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut.19

Kenyataan di lapangan

menunjukkan bahwa penyelenggaraan PAUD masih belum mengacu

sesuai tahap-tahap perkembangan anak. Pada umumnya

penyelenggaraannya PAUD difokuskan pada peningkatan kemampuan

intelektual, baik dalam kemampuan hafalan maupun kemampuan

membaca, menulis dan berhitung (calistung) yang prosesnya seringkali

mengabaikan tahapan perkembangan anak. Oleh karena itu,

penggunaan pendekatan BCCT atau pendekatan metode sentra dan

lingkaran yang diadopsi dari Creative Center for Chilhood Research

and Training (CCCRT)20

adalah untuk memperbaiki praktek

penyelenggara PAUD yang masih banyak terjadi salah kaprah dalam

18

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra, 39.

19Undang-undang RI. No. 20 tahun 2003, di kutip dari Teuku Muhammad

Hasan, Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya (Yogyakarta: Media Wacana

Press, 2003),12. 20

CCCRT adalah sebuah perusahaan nirlaba yang bergerak di bidang

penyediaan pelatihan dan program konsultasi untuk pendidikan anak usia dini,

pusatnya berkedudukan di Florida, Amerika Serikat.

8

menerapkan belajar dengan konsep bermain yang terarah. Falsafah

dasar dalam pendekatan metode sentra adalah bahwa anak usia dini

akan belajar dengan paling baik melalui bermain yang terarah. Bermain

yang terarah adalah jenis bermain yang sudah di kondisikan, yaitu:

pertama, lingkungan yang mendukung. Kedua, alat permainan yang

bermakna. Ketiga, adanya pijakan (scaffolding) dari orang dewasa

(orang tua maupun guru). Keempat, adalah sesuai dengan tahap

perkembangan anak usia dini.21

Tahap perkembangan di sini berbeda dengan tahap

pertumbuhan (kronologis). Jadi, bisa saja seorang anak yang usia

pertumbuhannya berusia (kronologis) enam tahun, tapi tahap

perkembangannya baru di usia empat atau bahkan dua tahun.

Perkembangan tersebut juga bisa lebih jauh diklasifikasikan ke dalam

beberapa domain, di mana masing masing domain bisa berkembang

tidak secara bersama-sama. Domain-domain itu adalah kognisi

(cognitive), afeksi, emosi (emotional), gerakan fisik (physical motor)

sosial (social). Besar kemungkinan terjadi, seorang anak sudah sangat

matang perkembangan koginisinya akan tetapi sangat belum

berkembang emosi maupun sosial kemasyarakatannya. Oleh karena itu,

kewajiban orang tua dan guru adalah untuk menyeimbangkan celah-

celah potensi yang belum tereksplorasi dengan sempurna.

Pengembangan teori multiple intelligences dengan pendekatan metode

sentra merupakan satu formulasi yang tepat untuk pencapaian tujuan

pendidikan sesuai dengan tumbuh kembang anak.22

Pendidikan adalah merupakan proses untuk mewujudkan

suasana belajar dan pembelajaran yang kondusif dalam rangka

mengembangkan segenap potensi yang dimiliki manusia untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan yang menyeluruh, seperti

kepribadian utuh, karakter mulia dan keterampilan yang sesuai dengan

bakat alami yang dimilikinya serta kecerdasan setiap anak didik yang

diperlukan bagi diri dan agamanya serta masyarakat yang lebih luas

dengan usaha sadar dan berencana tanpa ada paksaan serta intimidasi

yang berlebihan dari pihak manapun.23

Segenap potensi peserta didik

yang harus dikembangkan melalui dunia pendidikan sebagaimana

21

Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 110.

22Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 118. 23

Undang-Undang RI. No. 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan

Nasional dan Penjelasannya,Yogyakarta: Media Wacana Press, 2003.

9

dikemukakan sebelumnya, salah satunya adalah aspek kecerdasan yang

dimiliki peserta didik. Aspek kecerdasan ini tidak kalah pentingnya

untuk ditumbuh kembangkan dibandingkan aspek-aspek potensi lain

yang dimiliki oleh peserta didik tersebut. Salah satu argumentasinya

adalah karena masa depan suatu bangsa berada di tangan anak-anak

yang cerdas dan berkarakter mulia.24

Hal ini sejalan dengan yang diamanatkan oleh para pendiri

Republik Indonesia (Soekarno Hatta) di dalam Pembukaan UUD 1945,

yang di dalamnya berisi rumusan bahwa salah satu tujuan mendirikan

bangsa Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Mengapa para pendiri republik ini memasukkan kalimat mencerdaskan

kehidupan bangsa, dalam pembukaan UUD 1945,25

hal ini tampaknya

disadari sepenuhnya, bahwa ketertinggalan bangsa Indonesia dalam

segenap aspek dimensi kehidupan, hanya dapat diatasi melalui

transformasi budaya, dari budaya tradisional menuju budaya modern,

dari budaya feodal berubah menjadi budaya demokratis, dan dari

budaya masyarakat terjajah menjadi budaya masyarakat yang merdeka.

Untuk itu dengan memasukkan kalimat mencerdaskan kehidupan

bangsa merupakan suatu upaya agar bangsa Indonesia ini tidak

mengulang kembali masa lalu yang terpuruk dalam kekelaman, terseret

24

Thomas R. Hoerr, Buku Kerja Multiple Intelligences (Bandung: Mizan

Pustaka, 2007), 20. 25

Isi Pembukaan UUD 1945 Republik Indonesia,"Bahwa sesungguhnya

kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas

dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan

perikeadilan. Maka perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah

kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia

ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,

berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan

dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang

bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian

daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi

dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam

suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan

negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :

Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan

Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi

Seluruh Rakyat Indonesia. Lihat, Teuku Muhammad Hasan, Memoar Kiprah Sejarah

(Jakarta: Graffiti Pers, 2006), 10.

10

pada rentetan sejarah kehidupan yang dipenuhi berbagai macam

pertentangan sehingga terisolasi dari perkembangan peradaban dunia.

Dengan demikian, tampaklah sebuah kejelasan bahwa fungsi

pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat bangsa

Indonesia merupakan amanat yang tersirat dari pembukaan Undang-

undang Dasar tahun 1945.26

Dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, Muhaimin

berpandangan, diperlukan adanya upaya yang sungguh-sungguh dalam

penyelenggaraan sebuah sistem pendidikan nasional dan pengajaran

untuk membangun kecerdasan secara optimal, terpadu dan seimbang.

Dengan usaha sadar dalam memfungsikan dan membangun potensi

kecerdasan-kecerdasan tersebut secara optimal selama proses

pembelajaran dalam bingkai pendidikan nasional adalah bagian dari

upaya untuk mencapai pendidikan yang berkualitas. Dalam upaya

peningkatan pendidikan yang berkualitas tidak dapat berhasil dengan

maksimal dan optimal tanpa didukung dengan adanya peningkatan

kualitas pembelajaran. Peluang yang dibawa oleh sistem pendidikan

nasional yang saat ini berlaku, memberikan keleluasaan kepada guru

sebagai pendidik untuk mengembangkan desain kurikulum dan strategi

pendekatan yang dapat menstimulasi kecerdasan anak didik secara

optimal dalam tatanan kelas. Namun hal ini belum dapat dimanfaatkan

dengan baik karena keterbatasan kemampuan guru dan sumber daya

manusia yang ada.27

Keterbatasan kemampuan guru sebagai pendidik, berdampak

aktif pada munculnya sikap intuisi dan spekulasi dalam menggunakan

model pendekatan pembelajaran. Kondisi ini berakibat pada rendahnya

mutu proses pembelajaran yang bermuara pada rendahnya mutu hasil

belajar.28

Solusi yang dapat dilakukan untuk membenahi kondisi yang

kurang berpartisipasi ini, maka guru sebagai pendidik perlu diberikan

suatu pembelajaran yang kondusif yaitu sistem pendidikan berbasis

multiple intelligences dengan pendekatan metode sentra yang dapat

meningkatkan efektifitas pembelajaran secara manusiawi, mengingat

26

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), 12. 27

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya,

2001), 180 28

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, 183.

11

karakteristik pengalaman guru sebagai pendidik sangat berpengaruh

pada perilaku anak didik dalam bingkai sistem pendidikan nasional.29

Sistem pendidikan yang sudah seharusnya menjadi sebuah

wahana pengembangan diri yang menyenangkan, ternyata pada

kenyataannya justru menghasilkan anak didik dengan kepribadian

“Frankenstein”, yakni berubah menjadi sesuatu yang keras, kasar,

antolerir dan menakutkan. Kasus-kasus perkelahian antar pelajar, siswa

bunuh diri, perilaku-perilaku amoral, dan sebagainya, sudah menjadi

jati diri yang sulit untuk dipisahkan.30

Perhatian mayoritas terhadap

kecerdasan kognisi ternyata tidak berimbang dengan pembentukan

kepribadian sebagaimana yang digagas dalam undang-undang

pendidian nasional. Padahal sebagaimana yang dikemukakan oleh

Karim Sadeghi dan Bahareh Farzizadeh, bahwa pendidikan harus

menghasilkan peserta didik yang diharapkan dapat mandiri dan dilepas

menjadi individu yang siap memasuki lingkungan masyarakat yang

lebih luas dan mandiri serta sukses dalam hidupnya.31

Pendekatan

pembelajaran yang cenderung menekankan pada pentingnya nilai

akademik dan mengedepankan kecerdasan intelektual sejak Taman

29

Pendidik mempunyai peranan strategis dalam membentuk karakter dan

kecerdasan peserta didik. Seiring dengan UU No 20/2003 dan ketentuan pasal 1 UU

No 14/2005 tentang Guru dan Dosen secara tegas menentukan bahwa guru adalah

pendidik profesional dengan tugas utama adalah untuk mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai serta mengevaluasi peserta didik pada

pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan

menengah. 30

Kisah Frankenstein bermula dari sebuah cerita tentang seorang

mahasiswa kedokteran, yaitu Dr.Victor Frankenstein, yang bereksperimen untuk

menciptakan manusia yang sempurna dengan teknologi kedokteran. Dr.Victor

Frankenstein menggunakan otak proffesornya yang baru meninggal dan

mengumpulkan potongan tubuh dari beberapa jenazah yang masih baru meninggal

dunia, Dr. Victor Frankenstein menjahit potongan – potongan tubuh jenazah

tersebut menjadi satu tubuh, setelah dianggapnya sempurna, makhluk eksperimen

tersebut dibangkitkan dengan energi listrik dari petir dan belut listrik. Victor

terkejut, setelah eksperimen itu selesai, makhluk ciptaannya berubah menjadi

bentuk yang menyeramkan. Monster tersebut menjadi teror menakutkan bagi

sejumlah orang, terutama penciptanya. Makhluk itu dikenal sebagai Frankenstein.

Frankenstein adalah sebuah novel yang diresapi dengan beberapa elemen dari novel

Gothic dan gerakan romantis atau kegiatan, yang ditulis oleh penulis Inggris Mary Shelley. Shelley menulis kisah klasik ini ketika dia berumur 18 tahun. Edisi pertama

diterbitkan ke pasar anonim di London pada tahun 1818. 31

Karim Sadeghi, Bahareh Farzizadeh, “The Relationship between Multiple

Intelligences and Writing Abilty of Iranian EFL Learners” dalam Journal of English Language Teaching, Vol. 5, No. 11 (Iran: Urmia University, 2012), 136-137.

12

Kanak-kanak hingga bangku kuliah menjadikan peserta didik terfokus

pada upaya optimalisasi daya kognisi semata, sehingga aspek-aspek

lain yang merupakan bagian penting dalam pembentukan karakter

terabaikan. Akibat yang sangat fatal dari ketidakseimbangan

kecerdasan ini adalah lahirnya manusia-manusia berkarakter

Frankenstein yang tidak memiliki kepekaan spiritual keagamaan yang

tinggi.

Taufik Pasiak mengatakan dalam tulisannya bahwa kecerdasan

spiritual ternyata berakar kuat di dalam otak manusia serta memiliki

daya positif yang tinggi untuk meningkatkan kesadaran anak. Sehingga

anak usia dini dalam melakukan aktifitas ibadah tidak merasa dipaksa

melainkan atas kesadarannya sendiri. Bahkan baginya aktifitas ibadah

tersebut bukan merupakan kewajiban, akan tetapi sudah menjadi

kebutuhan yang jika belum dilakukan, terasa ada yang kurang dalam

dirinya.32

Selaras dengan pandangan Taufik Pasiak, Ikhsan Othman dan

Rohizani Yakub mengatakan bahwa unsur-unsur kecerdasan (termasuk

kecerdasan spiritual) boleh diintegrasikan dalam aktifitas pembelajaran

bagi suatu pembelajaran, karena dengan demikian mampu

mengembangkan kecerdasan yang relevan dengan topik pembelajaran

yang mengedepankan pendidikan yang berbasis kecerdasan majemuk.33

Saat ini pembelajaran di sekolah dari PAUD sampai perguruan tinggi

terkait proses belajar mengajar, mayoritas sistem pembelajarannya

hanya sekedar mencapai target kurikulum yang ada.34

Menurut Tilaar,

sistem pendidikan nasional telah mematikan berpikir kritis dan

kreativitas peserta didik.35

Budaya kekerasan yang akhir-akhir ini sering dipertontonkan

oleh para pelajar, pada dasarnya merupakan imbas dari metode

pembelajaran yang tidak mengakomodir segenap aspek-aspek

kecerdasan secara keseluruhan. Perhatian lebih pada aspek kognisi

32Taufik Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ; Menyingkap Rahasia Kecerdasan

Berdasarkan Al-Qur’an dan Neuroains (Bandung: Mizan, 2008), 41. 33

Baca Ikhsan Othman, Rohizani Yaakub, “Aplication of The Multiple

Intelligence Theory in Curriculum Implementation” dalam Asia Pacific Journal of Educators and Education, Vol. 25, (Tanjong Malim: Faculty of Cognitive Science

and Human Development Sultan Idris Education University, 2010), 22. 34

A. Malik Fadjar, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam (Visi Pembaruan Pendidikan Islam ( Jakarta: LP3NI, 1998), 65.

35H.A.R Tilaar, “Pendidikan Nasional Sebagai Sarana Strategis Dalam

Pengembangan Kreatifitas Dan Entrepreneur Menghadapi Tantangan Era Globalisasi” Jurnal Pendidikan Penabur – no.18/Tahun ke-11/Juni 2012, 93.

13

merupakan salah satu penyebab masalah tersebut. Sehingga perlu

keseriusan dan kepekaan yang tinggi dari berbagai pihak yang

merupakan stakeholder pendidikan untuk merumuskan kembali pola

pembelajaran yang mengintegrasikan seluruh bentuk kecerdasan yang

ada pada anak didik secara merata dan terpadu. Kenyataan bahwa

orang-orang yang cerdas secara kognisi belum tentu menjadi jaminan

bahwa mereka akan mampu menata kehidupan ini secara baik dan

benar. Kasus-kasus orang pintar yang korupsi dan lain sebagainya

sudah menjadi sebuah kenyataan yang ironis sekali, bahwa seperti itu

gambaran dari hasil pendidikan yang tidak sejalan dengan fitrah.36

Fakta ini menunjukan bahwa ada sesuatu yang salah dalam metode

pendidikan yang diaplikasikan di sekolah terutama dalam pemilihan

pendekatan pembelajaran yang tepat sejak anak berusia dini.

Hal demikian sungguh memprihatinkan, salah satu solusinya

adalah merombak sistem pendekatan pembelajaran yang monoton

dengan model pendekatan pembelajaran yang tidak membosankan.

Dengan demikian, seorang pendidik harus belajar secara continue dan

memahami konteks quantum teaching. Quantum teaching sama halnya

dengan quantum learning yaitu suatu pembelajaran yang berbasis

Multiple Intelligences System (MIS) dengan merangkaikan

pembelajaran menjadi sebuah paket multi sensory, multi kecerdasan

dan kompatibel berdasarkan potensi alami dan kemampuan otak anak

yang akhirnya melejitkan kemampuan guru dalam mengilhami

kemampuan murid untuk berprestasi. Berprestasi tidak hanya dalam

bidang akademik dan intelektual semata, melainkan dapat menyalurkan

bakat alami yang dimiliki setiap anak dengan potensi masing-masing

sesuai dengan tahap perkembangan yang dimilikinya.37

Quantum learning merupakan pengetahuan yang komprehensif

dalam dunia pendidikan sebagai modal dalam mendidik anak-anak

menjadi pribadi terpelajar yang berkarakter. Sedangkan Quantum

teaching adalah serangkaian ilmu pengetahuan yang digunakan dalam

penyajian dan fasilitas super camp dalam mengeksplorasi kecerdasan

anak secara optimal. Quantum learning dan Quantum teaching

diciptakan berdasarkan teori pendidikan, seperti; Accelerated learning

(Lazanov), multiple intelligence (Gardner), neuro linguistic

programming (Grinder dan Bandler), Experiental learning (Hanh),

36

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),

182. 37

Bobbi de Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning ; Membiasakan

Belajar Nyaman dan Menyenangkan (Bandung: Kaifa, 2008), 215.

14

Socratic Inquiry, Cooperative learning (Johnson and Johnson), Element

of Effective Instruction (Hunter). Quantum learning dan Quantum

teaching merupakan paket multi kecerdasan, multi sensory, dan

kompatibel dengan otak, yang pada akhirnya melejitkan kemampuan

guru untuk mengilhami dan memberikan kemampuan murid-muridnya

untuk berprestasi melalui pengajaran yang disampaikan gurunya

dengan bijaksana dan menyenangkan.38

Tidak seperti teori Binet yang menemukan alat pengukur

kecerdasan yang terpaku hanya pada rentang skala tertentu yang

dinyatakan dalam bentuk angka konstan dan menitikberatkan pada

kecerdasan intelektual, yaitu kecerdasan berbahasa dan kecerdasan

logika matematika semata.39

Jika seseorang pandai dalam kedua

kecerdasan tersebut maka dapat dinyatakan bahwa tingkat IQ nya

tinggi. Namun dalam kehidupan nyata faktanya tidak demikian,

ternyata kecerdasan yang lainnya pun diperlukan, karena emosi dan

rasa sosial sangat berpengaruh terhadap peranan yang cukup penting

dalam meraih keberhasilan setiap manusia dalam kehidupannya.40

Perspektif multiple intelligence melalui pendekatan metode

sentra mampu mengembangkan potensi anak didik sehingga menjadi

individu yang berpikir lebih baik dari sebelumnya, serta memiliki

pengalaman hidup yang lebih bijaksana sebagai bekal di masa yang

akan datang dalam meraih keberhasilan sesuai dengan apa yang dicita-

citakan anak-anak melalui konsep bermain yang terarah. Metode sentra

38

Bobby De Porter, Mark Rearden, Sarah Singer, Quantum Teaching, mempraktikkan Quantum learning di Ruang-ruang Kelas (Bandung: PT. Mizan

Pustaka, 2000), 32. 39

The Stanford-Binet adalah salah satu contoh tes pertama mengenai

adaptif (Reckase, 1989). Penguji menggunakan informasi yang mereka miliki untuk

menentukan dimana memulai pengujian dan mengelola hanya komponen-komponen

yang sesuai untuk diuji itu. Format ini akan mengurangi waktu yang dibutuhkan

untuk memperoleh informasi yang handal dari tes dan mengurangi ujian yang

mengalami frustrasi ketika disajikan dengan item yang terlalu keras atau terlalu

mudah. Penggunaan beberapa kemungkinan titik awal, bersama dengan aturan dan

langit-langit, membatasi waktu yang dibutuhkan untuk mengelola tes dan

memaksimalkan informasi yang diperoleh dari setiap item. Lihat Becker, K. A.

(2003). History of the Stanford-Binet Intelligence Scales: Content and Psychometrics. (Stanford-Binet Intelligence Scales, Fifth Edition Assessment

Service Bulletin No1Itasca,IL: Riverside Publishing.3.

http://www.assess.nelson.com/pdf/sb5-asb1.pdf (diakses pada tanggal 10 Oktober

2012). 40

Seto Mulyadi, Kecerdasan Emosional Anak Penting dikembangkan

(Jakarta: Pelita, 2003), 26.

15

juga memandang bermain sebagai media yang tepat, sebagai media

pembelajaran yang menyenangkan. Bermain dalam setting pendidikan

dapat menjadi media untuk berfikir aktif dan kreatif, yang bertujuan

untuk mengembangkan seluruh aspek-aspek perkembangan anak didik

yang meliputi perkembangan moral, agama, kognitif, fisik, sosio

emosional, bahasa dan seni. Setiap sentra juga mengembangkan seluruh

aspek kecerdasan anak didik secara optimal. Peran pendidik hanya

sebagai fasilitator, motivator dan evaluator serta pembimbing bagi

peserta didiknya. 41

Dalam konsep multiple intelligences dengan pendekatan metode

sentra, setiap anak sebagai peserta didik dituntut untuk bermain secara

aktif dan kreatif di sentra-sentra pembelajaran yang tersedia guna

mengembangkan kemampuan peserta didik seoptimal mungkin sesuai

dengan potensi dan minat masing-masing yang mereka miliki dengan

konsep main yang terarah.42

Berbeda dengan pandangan Abraham Maslow, agar anak didik

bisa fokus bermain, ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh orang

tua sebagai penanggung jawab sepenuhnya atas diri anak didik selama

mereka berada di rumah dan adanya kerja sama yang harmonis dengan

pendidik yang berada di sekolah selama anak didik tersebut belajar di

sekolah. Kebutuhan dasar anak didik yang harus dipenuhi secara

optimal adalah seperti halnya, pemenuhan kebutuhan pangan sandang

papan, agar anak bebas dari rasa lapar dan dahaga, ini adalah kebutuhan

primer yang tidak bisa diremehkan oleh siapapun, maka tidak boleh

diabaikan dalam pemenuhannya, selain itu perlindungan juga sangat

berpengaruh bagi kenyamanan anak didik, supaya mereka bebas dari

rasa takut dan bahaya laten. Bimbingan dalam pergaulan dengan teman

sebayanya, begitu diperlukan bagi anak didik dalam kesehariannya,

agar mereka merasa diterima, dihargai dan dicintai oleh lingkungannya.

Selain pemenuhan kebutuhan primer tersebut, penyediaan sarana dan

prasarana yang berkaitan dengan potensi yang cenderung dimiliki

41

Metode sentra dikembangkan oleh Pamela Phelps di Creative School,

Tallahase Florida Amerika serikat sejak 1970. Diadopsi dan dibawa ke Indonesia

oleh drg. Wismiarti Tamin, melalui pendirian sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta

Timur, pada tahun 1996. Selanjutnya pada tahun 2006 Yudhistira dan Siska

mengembangkan lebih lanjut metode ini di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. Lihat Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra,

146. 42

Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Pembelajaran di Taman Kanak-kanak (Jakarta: Direktorat Dirjen PAUD, 2005), 35.

16

seorang anak sangatlah dibutuhkan untuk mengekspresikan talentanya

dengan bereksplorasi melalui bermain yang terarah untuk menyalurkan

bakatnya sebagai individu yang khas juga unik. Untuk memenuhi

kebutuhan dasar anak didik sesuai dengan prinsip pendidikan anak usia

dini diperlukan pendekatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan

anak.43

Pendekatan metode sentra memberi peluang untuk

mengembangkan kecerdasan anak secara optimal sehiungga anak

distimulasi untuk menjadi aktif, kreatif dan berani. Di samping itu,

pendekatan metode sentra memiliki prosedur operasional yang baku

sehingga mudah diikuti oleh siapapun terutama oleh para pemula.

Pendekatan metode sentra juga sangat mengakomodasi keunggulan dan

budaya lokal, sehingga dinilai tepat untuk kondisi anak-anak Indonesia

yang beragam kepribadiannya.44

Metode sentra adalah alternatif bagi

langkah besar revolusioner untuk mengubah paradigma pendidikan

nasional saat ini. Dalam pendekatan metode sentra proses

pembelajaran diharapkan mampu berjalan secara alamiah dalam bentuk

kegiatan yang ditujukan agar peserta didik belajar dengan mengalami

bukan hanya sekedar mengetahui ilmu yang ditransfer oleh

pendidiknya.45

Pendekatan pembelajaran metode sentra adalah pembelajaran

yang diaplikasikan berdasarkan area tertentu dan berpusat pada anak

sebagai peserta didik. Metode sentra ditujukan untuk mengembangkan

seluruh aspek kecerdasan majemuk anak usia dini melalui bermain

yang terarah secara moving class. Metode ini menciptakan setting

pembelajaran yang menstimulus anak untuk aktif, kreatif, dan terus

berpikir dengan menggali pengalamannya sendiri bukan sekedar

mengikuti perintah, meniru, atau menghafal yang diajarkan oleh

gurunya. Konsep pendekatan metode sentra memberikan kesempatan

kepada anak untuk menciptakan hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan menghadirkan dunia nyata sesuai dengan

kehidupan mereka sehari-hari. Melalui pembelajaran dengan

pendekatan metode sentra diharapkan anak didik mendapatkan

keterampilan sekaligus pengetahuan yang teringat sepanjang hidupnya.

4343

Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT pada Anak Usia Dini

(Jakarta: Depdiknas, 2006), 24. 44

Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT pada Anak Usia Dini,

18. 45

Pamela C. Phelps, Let’s Build, Strong Foundation in Language, Math,

Social Skills (Florida: Gryphon House, 2012), 30.

17

Karena dengan proses mencoba sendiri, anak mendapatkan pengalaman

yang baru sebagai bekal untuk menciptakan sebuah karya, selain itu

menjadi pengetahuan yang dapat dijadikan bekal dalam mencari solusi

dari berbagai macam masalah dalam kehidupannya di masa kini dan

masa yang akan datang.46

Seperti sentra iman dan taqwa (imtaq),

sentra main peran, sentra persiapan, sentra bahan alam dan sentra

balok. Sekilas dijelaskan tentang prosedur sentra agar pemahaman awal

tentang pendekatan metode sentra dapat dipahami sebagai pengantar

pada pembahasan berikutnya.47

Salah satu contoh sentra yang diaplikasikan adalah sentra Iman

dan Taqwa (Imtaq), yaitu area untuk belajar agama Islam, seluruh

perlengkapan yang terkait dengan keperluan belajar tentang pendidikan

agama Islam terdapat pada area ini. Seperti; maket gambar, puzzle

wudhu dan orang salat, kartu huruf hijaiyah, buku Iqra dan lain-lain.

Melalui konsep main yang terarah dari pijakan awal sebelum main

sampai pijakan setelah main (recalling), anak dapat mengeksplorasikan

kreatifitas potensi alaminya dan mengembangkan imajinasinya secara

bebas bertanggung jawab. Selain sentra iman dan taqwa ada juga Sentra

Main Peran, yaitu area untuk memerankan profesi tertentu. Sentra main

peran terdiri dari dua area yaitu sentra main peran besar dan sentra

main peran kecil. Bedanya, jika sentra main peran besar, anak

mengalami sendiri profesi yang dilakoninya, seperti berperan menjadi

dokter, menjadi ayah dan ibu, dan lain-lain. Sedangkan sentra main

peran kecil, anak menjadi dalang untuk memainkan boneka atau

wayang dan sejenisnya.48

Sentra yang dijelaskan tersebut merupakan sebagian dari contoh

sentra yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi dan masih ada sentra yang

lainnya. Sentra tersebut merupakan area yang didesain sesuai dengan

indikator kompetensi yang dicapai. Kegiatan pembelajaran dilakukan

secara berulang-ulang dengan cara moving class sesuai dengan

kebutuhan anak saat itu. Sehingga proses pembelajarannya mengacu

pada prinsip perkembangan anak, yaitu: pertama, menggunakan konsep

tema dalam pembelajarannya, satu tema disampaikan secara berulang-

ulang agar anak dapat memahaminya secara teori dan praktik. Kedua,

46Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT pada Anak Usia Dini,

42. 47

Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 158. 48

Hasil pengamatan dan studi dokumentasi di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi, 20 Agustus 2013.

18

konsep pembelajaran disusun dan dikembangkan secara sistimatis,

berawal dari tahapan yang konkret sampai ke tahapan yang abstrak.

Ketiga, pembelajaran mengacu pada karakter dan kebutuhan anak

dengan konsep bermain yang terarah agar anak dapat mengikuti

pembelajaran secara efektif dan berhasil sesuai dengan harapan.49

Montessori mengemukakan bahwasanya dengan konsep

bermain yang terarah anak mendapatkan manfaat bagi perkembangan

psikologi dan fisiknya, meningkatkan daya ingatnya. Hal ini sangat

menunjang perkembangan kognitifnya. Selain itu, konsep bermain

mengajarkan anak melalui pengalaman untuk menjadi pemimpin yang

bertanggung jawab bagi dirinya sendiri dan orang lain, serta dapat

berpikir secara sistematis terhadap apa yang dialaminya tanpa ada rasa

beban takut salah ketika melakukan sesuatu, tidak ada tekanan

melainkan anak bebas memilih permainan yang disukainya sehingga

memberikan andil yang besar bagi anak untuk mengembangkan

kreatifitas dan imajinasinya secara bebas beraturan sesuai dengan

potensi kecerdasan alami yang dimiliki oleh setiap peserta didik.50

Oleh karena itu, kasus mencuri, membunuh, korupsi dan lain

sebagainya merupakan aspek-aspek yang mungkin tidak disentuh atau

kurang mendapat perhatian serius pada proses pembelajaran sejak usia

dini. Kecerdasan kognisi yang lebih cenderung mengutamakan daya

otak kiri bukanlah merupakan sebuah benteng kokoh dalam menjaga

sikap dan perilaku seseorang dalam berbuat. Justru pada aspek ini

kecerdasan-kecerdasan lain memiliki peran penting agar sikap-sikap

buruk tersebut semakin berkurang dan hilang dan tidak terulang

kembali. Terutama pada penanaman nilai-nilai karakter yang baik dan

pendidikan keimanan dan ketaqwaan yang merupakan landasan pokok

bagi kehidupan manusia yang sesuai dengan fitrahnya, seharusnya

diprioritaskan serta diperhatikan sejak anak usia dini. Pembelajaran

nilai-nilai keimanan dapat dilaksanakan ketika anak berada dalam

lingkaran dan kegiatan sentra melalui pijakan-pijakan bahkan ketika

mereka hendak meninggalkan sekolah pada hari itu. Penanaman nilai-

nilai keimanan tidak hanya dilakukan pada saat anak di ruangan sentra

imtaq saja, melainkan di setiap sentra-sentra yang lainpun sangat

49

Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 160. 50

Depdiknas, Pembuatan dan Penggunaan Alat Bermain Edukatif (Jakarta:

Depdiknas, 2002), 8.

19

diprioritaskan baik di dalam maupun di luar ruangan sesuai dengan

kebutuhan.51

Iman menurut pengertian yang sesungguhnya adalah

kepercayaan yang meresap ke dalam hati, serta memberi pengaruh

kepada pandangan hidupnya, dan perbuatan sehari-hari.52

Aqidah tauhid

dan keimanan yang kokoh dalam jiwa anak mewarnai kehidupannya

sehari-hari, karena terpengaruh suatu pengakuan tentang adanya

kekuatan yang menguasainya, yaitu Allah Yang Maha Esa. Oleh karena

itu, dalam jiwa anak timbul rasa takut berbuat kecuali yang baik.

Semakin matang perasaan ke-Tuhanannya, maka semakin baik pula

segala perilakunya. Maka sejak pertumbuhannya harus ditanamkan rasa

keimanan dan akidah tauhid sebaik-baiknya. Karena penanaman aqidah

keimanan adalah masalah pendidikan perasaan dan jiwa, bukan akal

pikiran. Sedangkan jiwa telah ada dan melekat pada anak sejak

kelahirannya. Oleh karena itu penanaman keimanan dan ketaqwaan

harus dimulai sedini mungkin. 53

Hal tersebut dimaksudkan untuk menangkal sikap-sikap buruk

yang dialami oleh peserta didik dalam proses kegiatan belajar

mengajar. Sebab, sudah lama diakui bahwasanya sistem pendidikan di

Indonesia yang berjalan sejak masa orde baru hingga saat ini, justru

telah mematikan kemampuan berkomunikasi dan bernalar sejak anak

usia dini. Karena ukuran keberhasilan guru saat ini selama di kelas

ditentukan oleh kecerdasan anak yang hanya mengedepankan pada

kecerdasan verbal linguistic dan logic mathematic semata. Selain itu

keberhasilan guru ditentukan oleh kondisi anak didik yang tidak

berisik, duduk manis, patuh serta tidak banyak bertanya pada guru.

Proses pendidikan yang berlaku hanya satu arah (teacher centre)

otoriter kepada anak didik sehingga potensi kecerdasan majemuk yang

dimiliki anak-anak sebagai peserta didik dimatikan secara sistematis

oleh guru melalui system direct teaching (pembelajaran langung),

hukuman, larangan, perintah sejak anak berusia TK hingga perguruan

tinggi.54

Selama ini, banyak lembaga pendidikan anak usia dini, yang

salah dalam memperlakukan anak didiknya, seperti pendekatan

5151

Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT pada Anak Usia Dini

(Jakarta: Depdiknas, 2006), 68. 52

Yusuf Qaradawi, Iman dan Kehidupan (Jakarta: Bulan Bintang, cetakan ke

3, 1993), 3. 53

Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghozali ( Jakarta: Bumi

Aksara, 1991), 9. 54

Yudhistira Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra, 33.

20

pembelajaran yang belum mengacu pada tahap-tahap perkembangan

anak, terlalu memfokuskan pada peningkatan prestasi akademik dan

kecerdasan intelektual semata dan mengabaikan tahapan-tahapan

perkembangan anak.55

Sesuai dengan prinsip tersebut dan berdasarkan beberapa alasan

yang telah dikemukakan sebelumnya tentang ketidakseimbangan

perilaku peserta didik terhadap aspek-aspek kecerdasan dalam proses

pembelajaran yang berimbas pada kehidupan masyarakat secara luas,

serta rencana solusi yang ditawarkan oleh TK Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi melalui pendekatan metode sentra, maka penelitian ini layak

dilakukan.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis

menganggap penelitian ini layak untuk dilakukan dan pembahasan

dalam tesis ini disajikan lebih fokus pada permasalahan yang diangkat

sesuai dengan judul tesis “Implementasi Metode Sentra dalam

Pengembangan kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini di TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi”. Di samping untuk mencari solusi

dan mengungkap permasalahan tersebut, penelitian ini diharapkan

dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat baik secara teoritis

untuk menambah khazanah keilmuan di bidang pendidikan maupun

secara praktis dapat menjadi masukan dan acuan dalam pengembangan

kecerdasan majemuk anak usia dini pada lembaga PAUD TK/RA di

seluruh pelosok tanah air Indonesia.

1. Identifikasi Masalah

Penelitian ini berawal dari keinginan peneliti untuk menemukan

sebuah konsep pembelajaran yang mengakomodir semua aspek

kecerdasan anak didik serta mengembangkannya secara bersamaan dan

terpadu. Kenyataan bahwa adanya ketidakseimbangan antara

kecerdasan kognisi dengan aspek-aspek lain pada peserta didik,

menambah kecenderungan penulis untuk mengkaji dan melakukan

penelitian ini.

Desain pembelajaran dengan menggunakan pendekatan metode

sentra yang telah diimplementasikan dalam mengembangkan

kecerdasan majemuk di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dijadikan

55

Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Penerapan BCCT (Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional, 2006), 12.

21

peneliti sebagai objek penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut,

terdapat beberapa masalah yang terkait dengan penelitian ini,

diantaranya:

a. Adanya ketidakseimbangan antara optimalisasi aspek kognisi

dengan aspek-aspek lain pada diri peserta didik dalam proses

pembelajaran.

b. Perilaku peserta didik yang cenderung kasar, keras serta

mengabaikan nilai-nilai akhlak yang bersumber dari aqidah.

c. Pendekatan pembelajaran yang belum mengacu pada tahap-

tahap perkembangan anak, memfokuskan pada peningkatan

kecerdasan intelektual dan prestasi akademiknya semata serta

mengabaikan potensi kecerdasan majemuk lainnya yang tidak

sesuai dengan tahapan perkembangan anak.

d. Belum adanya kesadaran dari para pemangku kebijakan

pendidikan dan para guru sebagai pendidik untuk menerapkan

metode sentra di lembaga sekolahnya disebabkan kurangnya

pemahaman yang komprehensif tentang implementasi metode

sentra, sehingga menurut mereka metode sentra itu mustahil

untuk diterapkan di sekolahnya karena membutuhkan peralatan

bermain yang lengkap dengan peraturan yang tidak mudah

untuk diterapkan serta membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Padahal jika dicoba dan dipelajari serta diimplementasikan

sedini mungkin sesuai pemahaman yang baku, berawal dari

peralatan sederhana yang dimilikinya. Maka dirasakan

manfaatnya yang sungguh luar biasa.

e. Identifikasi masalah urgent yang melatar belakangi penelitian

ini adalah dikarenakan sistem pembelajaran yang diterapkan

pada mayoritas Taman Kanak-kanak di Indonesia belum

mengacu pada acuan menu pembelajaran PAUD. Kondisi ini

terindikasikan oleh beberapa hal, salah satunya adalah praktek

pendidikan yang terperangkap dalam kegiatan bermain yang

belum terarah dan kurang memperhatikan tahapan

perkembangan anak usia dini.

Oleh karena itu, perlu diteliti tentang implementasi metode

sentra untuk memberikan pemahaman yang komprehensif dalam

pendidikan anak usia dini. Melalui kajian tesis ini diharapkan bisa

menjadi sebuah konsep pembelajaran yang mudah diterapkan pada

lembaga PAUD dalam mengembangkan kecerdasan majemuk anak

usia dini sesuai dengan tahap perkembangan anak. Sehingga dengan

22

pemahaman dan aplikasi yang realistis penerapan metode sentra pada

lembaga PAUD di seluruh pelosok tanah air Indonesia dapat

menghasilkan generasi penerus yang handal dan menjadi insan kamil

yang berkarakter mulia.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan hasil identifikasi masalah tersebut, maka banyak

persoalan yang perlu dikaji dalam model pembelajaran sentra terkait

dengan pengembangan kecerdasan majemuk pada anak usia dini. Agar

pembahasan tidak terlalu melebar, pembahasan dalam tesis ini dibatasi

pada anak usia dini kelas TK A dan TK B, usia 4-6 tahun. Adapun

lembaga pendidikan yang dijadikan sebagai objek penelitian pada

penelitian ini adalah: Taman Kanak-kanak Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi. Pemilihan TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi sebagai obyek

penelitian dikarenakan lembaga ini sudah melakukan transformasi

pengajaran dari metode pengajaran yang semula menggunakan

pendekatan konvensional beralih menggunakan pendekatan

pembelajaran dengan pendekatan metode sentra dalam upaya

pengembangan kecerdasan majemuk anak usia dini secara optimal.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka pada tesis ini

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

“Bagaimana implementasi metode sentra dalam pengembangan

kecerdasan majemuk anak usia dini?”

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Secara umum, kajian tentang multiple intelligences telah

dibahas oleh para ahli, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Terkait dengan kajian pengembangan kecerdasan majemuk anak usia

dini dengan mengimplementasikan metode sentra, maka dilakukan

penelusuran baik dari tesis/disertasi maupun dari penelitian terdahulu

yang relevan dengan penelitian yang peneliti kaji saat ini. Di antaranya

adalah sebagai berikut:

23

Terry Bowles56

dalam penelitiannya menentukan struktur faktor

dari sembilan talenta hasil perilaku dari multiple intelligences. Selain

pandangan sebelumnya Thomas Amstrong57

dalam penelitiannya

menjelaskan tentang penerapan multiple intelligences dalam dunia

pendidikan. Thomas menguraikan tentang pengenalan praktis multiple

intelligences, mendukung para guru dalam pelatihan di sekolah serta

merumuskan ide-ide kreatif bagi para guru untuk meningkatkan

pengalaman mengajarnya di sekolah yang berbasis multiple

intelligences.

Selain pandangan sarjana barat tentang multiple intelligences, di

Indonesia juga terdapat para peneliti yang konsentrasinya mengenai

kajian multiple intelligences tersebut. Diantaranya, Eni Purwanti58

dengan Disertasinya yang berjudul “Pendidikan Islam Berbasis

Multiple Intelligences System (MIS) study kasus pada SMP YIMI

Gresik dan MTs YIMA Bondowoso Jawa Timur. Konsentrasi

Pendidikan Islam Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri

Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa

pengelolaan pendidikan berbasis Multiple Intelligences System sangat

tepat untuk peningkatan kecerdasan anak dengan pendidikan inklusif

menggunakan paradigma education for all.

Jika Eni Purwanti mengetengahkan pendidikan inklusi berbasis

multiple intelligences dalam disertasinya, maka penelitian tersebut

sedikit berbeda dengan penelitian Bairus Salim yang menelaah multiple

intelligences dari sudut pandang pendidikan Islam. Bairus Salim59

yang

mempertahankan Tesisnya dengan judul “ Pembelajaran Berbasis

Multiple Intelligences” (Telaah dari Sudut Pandang Pendidikan Islam)

Konsentrasi Pendidikan Islam Program Pascasarjana Institut Agama

Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Dalam penelitiannya tersebut,

Bairus Salim menyimpulkan bahwa: Metode pembelajaran multiple

intelligences memiliki relevansi yang erat dengan metode pendidikan

56

Terry Bowles, “Self-rated Estimates of Multiple Intelligences Based on

Approaches to Learning” dalam Australian Journal of Educational and Developmental Psychology. Vol 8, 2008, h. 15-26.

57Thomas Amstrong, Multiple Intelligences in the Classroom (Alexandria:

Association For Supervision and Curriculum Development, 2009), 20. 58

Eni Purwanti, “ Pendidikan Islam Berbasis Multiple Intelligences System

(MIS) Study kasus pada SMP YIMI Gresik dan MTs YIMA Bondowoso Jawa

Timur” (Disertasi Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011). 59

Bairus Salim, “Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences ;Telaah dari

Sudut Pandang Pendidikan Islam” (Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel

Surabaya, 2008).

24

Islam, hanya saja konsep dasar teori multiple intelligences tidak seutuh

pendidikan Islam. Meskipun demikian, pendidikan multiple

intelligences berkembang pesat sehingga tampak lebih inovatif dan

kreatif, tidak seperti metode pendidikan Islam yang terkesan lambat

dan konservatif.

Senada dengan penelitian-penelitian sebelumnya, Miftahul

Jannah60

berusaha mengimplementasikan MIS dalam sistem

pembelajaran PAI dengan tesisnya yang berjudul; “Implementasi

Multiple Intelligences System pada Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam di SMP Yayasan Islam Malik Ibrahim (YIMI) Full Day School

Gresik jawa Timur”. Dalam penelitiannya, Miftahul Jannah

mengemukakan bahwa: Persoalan rendahnya mutu dari output

pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari kelemahan pada aspek

filosofisnya. Paradigma pendidikan yang lebih menitikberatkan pada

aspek kognisi seringkali membuat jarak yang sangat diametral antara

tujuan yang ingin dicapai dengan realitas di lapangan.

Sedangkan Patmawati61

dalam judul tesisnya mengatakan

bahwa pengelolaan pembelajaran PAI yang berdasarkan Multiple

Intelligences System dan Pembelajaran PAI, mampu menjaga

keseimbangan perilaku anak didik serta memiliki kemampuan untuk

menyesuaikan aplikasi akhlak al karimah serta mempunyai daya

manfaat bagi orang banyak.

Jika para peneliti terdahulu melakukan penelitian tentang

multiple intelligences lebih banyak menekankan pada pengembangan

kecerdasan majemuk peserta didik dengan pendekatan metode MIR

(Multiple Intelligences Research) maka pada penelitian yang peneliti

kaji dalam tesis ini menggunakan pendekatan metode sentra dalam

pembelajaran multiple intelligences. Perbedaannya, jika metode MIR

hanya menitikberatkan pada salah satu kecerdasan atau keahlian anak,

sementara metode sentra justru mengembangkan seluruh potensi

kecerdasan anak didik secara merata dan optimal tanpa membedakan

potensi satu dengan lainnya.

D. Tujuan Penelitian

60

Miftahul Jannah, “Implementasi Multiple Intelligences System pada

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Yayasan Islam Malik Ibrahim

(YIMI) Full Day School Gresik Jawa Timur” (Tesis Program Pascasarjana IAIN

Sunan Ampel Surabaya, 2009). 61

Patmawati, “Multiple Intelligence System dan Pembelajaran PAI” ( Tesis

di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).

25

Sesuai dengan topik penelitian tesis ini, yakni tentang

pembelajaran metode sentra dalam pengembangan kecerdasan

majemuk, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk:

1. Memahami dan mengaplikasikan proses dan teknik-teknik

pelaksanaan model pembelajaran dengan metode sentra

terutama sentra iman dan taqwa dalam mengembangkan

kecerdasan majemuk anak usia dini sehinga diketahui secara

langsung proses pembelajaran metode sentra yang dilaksanakan

oleh TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.

2. Merangsang seluruh aspek kecerdasan majemuk anak didik

melalui konsep bermain yang terarah.

3. Menciptakan setting pembelajaran yang mengeksplorasi potensi

kecerdasan anak didik untuk saling aktif, kreatif, dan terus

berpikir dengan menggali pengalamannya sendiri sesuai dengan

tahapan perkembangannya (bukan sekedar mengikuti perintah,

meniru, atau menghafal yang diperintahkan oleh gurunya di

kelas).

E. Signifikansi Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi segenap pihak,

terutama bagi pemerhati pendidikan Islam pada lembaga PAUD

TK/RA di seluruh wilayah di Indonesia. Khususnya bagi peneliti,

diharapkan bermanfaat dalam berbagai hal, diantaranya:

1. Memperkaya khazanah pengetahuan dalam bidang pendidikan

yang berorientasi pada pengembangan kecerdasan majemuk

anak usia dini secara komprehensif melalui pendekatan metode

sentra.

2. Menambah wawasan bagi pengelola pendidikan, yakni

pembelajaran dengan pendekatan metode sentra secara terpadu

dalam membangun dan mengembangkan kecerdasan majemuk

anak usia dini secara komprehensif dan aplikatif.

3. Menjadi kajian lebih lanjut bagi peneliti lain yang tertarik

dengan topik ini yakni tentang pengembangan kecerdasan

majemuk yang menyeluruh untuk mengetahui kecenderungan

keahlian potensi yang dimiliki oleh anak usia dini.

4. Memberikan inspirasi bagi para guru sebagai pendidik dan

pemangku kebijakan pendidikan di Indonesia untuk

menerapkan pembelajaran dengan pendekatan metode sentra

dalam mengembangkan kecerdasan majemuk anak usia dini

yang pada dasarnya sesuai dengan fitrah manusia.

26

5. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan

atau masukan bagi semua pihak yang berkepentingan terutama

bagi institusi/lembaga pendidikan Islam maupun pemerintah.

6. Memudahkan proses pengembangan potensi anak usia dini

dalam pembelajaran pada konteks masyarakat secara lebih luas

dengan menggunakan pendekatan metode sentra dalam revolusi

pendidikan anak usia dini.

7. Memberikan pemahaman kepada para pendidik bahwasanya

anak didik belajar dengan mengalami sebagai perilaku dalam

pendidikan yang sesuai dengan tahap perkembangannya,

sehingga memiliki pengalaman hidup yang lebih bijaksana.

F. Metodologi Penelitian

Dalam metodologi penelitian ini dipaparkan beberapa

penjelasan sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian dalam bidang pendidikan lebih diarahkan pada

aplikasi dari teori atau konsep. Penelitian demikian dikelompokkan

sebagai penelitian terapan atau applicatied research.62

Jenis penelitian

yang dilakukan adalah studi kasus.63

Adapun penelitian ini merupakan

penelitian lapangan (field research), karena data-data penelitian ini

sepenuhnya bertumpu pada data lapangan. Pendekatan ini bertujuan

untuk menggambarkan kondisi rill yang terjadi dalam proses

pembelajaran metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.

62

Penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi pelaksanaan keberhasilan

suatu sistem program, model pendidikan, implementasinya, metode, media, dan

sebagainya. Lihat Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan

(Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), 42. 63

Studi kasus yaitu metodologi yang diuraikan terdahulu berupaya mencari

kebenaran ilmiah dengan cara mencari rerata dari frekuensi kejadian atau rerata dari

keragaman individual. Banyaknya kejadian atau banyaknya individu serta

representasinya menjadi pertimbangan utama untuk menetapkan kebermaknaan

penarikan kesimpulan. Lihat Noeng Muhadjir, Metodologi Keilmuan Paradigma

Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2007), 53. Moh. Nazir,

Metode Penelitian (Bogor: Galolia Indonesia, cetakan keenam, 2005), 43. Dan lihat

Bagong Suyanto dan Sutinah , Metode Penelitian Sosial (Jakarta: Kencana, 2010),

32. Juga lihat Husaini Usman, Pranowo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, edisi kedua, 2008), 13.

27

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif

(qualitative research).64

Dalam penelitian kualitatif, peneliti diharuskan

mencari sumber-sumber data deskripsi yang ada di TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi sesuai dengan penelitian yang dilakukan yaitu

mengenai implementasi metode sentra dalam pengembangan

kecerdasan majemuk anak usia dini yang kemudian dianalisis, sehingga

dapat diungkap aktualitas realitas yang terjadi di sekolah tersebut. 65

2. Sumber Data

Dalam penulisan tesis ini, pengumpulan data dilakukan pada dua

sumber, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber

data primer yaitu sumber data langsung yang diperoleh dari pihak TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. Sumber data langsung dari pihak

sekolah tersebut antara lain berupa naskah, arsip, dokumentasi,

kurikulum pembelajaran di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, hasil

wawancara, proses belajar mengajar baik di kelas maupun di luar kelas

melalui observasi dan wawancara dengan kepala sekolah, guru-guru

TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi serta stakeholders yang berada di

lingkungan sekolah tersebut dan mengetahui secara mendalam tentang

profil TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. Sedangkan sumber data

sekunder yaitu sumber data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu

berupa dokumen berupa artikel, jurnal, majalah, karya dari para pakar

atau pemerhati pada masalah pendidikan yang sesuai dengan

pembahasan tesis ini mengenai pembelajaran multiple intelligences

dengan pendekatan pembelajaran metode sentra baik dalam maupun

luar negeri yang dapat membantu pengembangan pengetahuan dalam

penelitian ini.66

64

Penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk

mendeskripsikan, menganalisa fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap

kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Lihat

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT Remaja

Rosda Karya, 2006), 60. 65

Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan perencana, pelaksana

pengumpul data, penafsir data dan pada akhirnya peneliti menjadi pelopor hasil

penelitian yang dilakukannya. Lihat Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian

Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006), 121.

66Dalam penulisan tesis pengumpulan data dilakukan pada dua sumber,

yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder . Lihat, Sugiono, Metode

Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D (Bandung:

Alfabet, 2006), cet. Ke-2, 308-309.

28

3. Teknik Pengumpulan Data

Analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan pengumpulan

data dalam periode tertentu. Untuk memperoleh data yang diperlukan,

maka cara pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam

penelitian ini adalah: observasi, wawancara, studi dokumen baik dari

sekolah yang diteliti maupun dari pustaka. Berikut penjelasan sekilas

tentang observasi, wawancara dan studi dokumen, yaitu:

a. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang

dibutuhkan.67

Setelah semua data baik primer maupun skunder

terhimpun, penulis melakukan kategorisasi dalam pemilihan data yang

diperoleh. Observasi dalam pelaksanaan pengumpulan data dibedakan

menjadi dua, yaitu: participant observation (observasi berperan serta)

dan non participant.68

Jika dalam participant observation peneliti

terlibat secara langsung dan merasakan apa yang dilakukan oleh

komunitas tertentu, maka non participant adalah model sebaliknya,

yaitu peneliti cukup mengamati perilaku satu komunitas untuk

kemudian mencatat, menganalisis dan selanjutnya menyimpulkan.

Dalam hal ini peneliti menggunakan pola observasi yang tidak

terstruktur, yakni melakukan pengamatan secara bebas mengenai apa

saja yang terjadi dalam proses penelitian ini yang terkait dengan fokus

persoalan yang diteliti pada TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi,

kemudian mencatat apa yang menarik, melakukan analisis dan

membuat kesimpulan. Untuk menjaga kebenaran metode ini, penulis

menggunakan buku catatan lapangan. Hal ini dilakukan agar berbagai

peristiwa yang ditemukan, baik yang disengaja maupun yang tidak

disengaja dapat dicatat dengan segera. Pengamatan ini dititik beratkan

pada fakta dan data yang relevan dengan penelitian yang dilakukan

oleh penulis baik pengamatan langsung maupun informasi dari

informan, terutama kegiatan yang dilakukan dalam rangka membangun

kecerdasan majemuk anak usia dini secara terpadu dengan

menggunakan pendekatan metode sentra, di dalam kelas maupun di

luar kelas. Seperti aktifitas proses kegiatan belajar, kegiatan sosial

67

Observasi dapat diartikan sebagai perhatian yang terfokus terhadap

kejadian atau gejala dengan maksud menafsirkannya, mengungkapkan faktor-faktor

penyebabnya dan menemukan kaidah-kaidah yang mengaturnya. Lihat, Emzir,

Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2011), 37-38. 68

Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2007), 64.

29

keagamaan, atau interaksi sosial dengan masyarakat, melalui kunjungan

ke kebun binatang atau tempat-tempat lainnya yang sesuai dengan tema

yang diajarkan dalam pembelajaran metode sentra.

b. Wawancara

Dalam pengumpulan data melalui wawancara, peneliti

melakukan secara mendalam (depth interview) untuk pengumpulan data

dengan model wawancara terstruktur dengan menggunakan pedoman

wawancara, slip, atau juga suatu alat perekam.69

Pedoman wawancara

digunakan oleh peneliti agar dapat mengarahkan dan memudahkan

dalam mengingat pokok-pokok permasalahan yang diwawancarakan

dengan interviewee.70

Kegiatan wawancara terfokus pada pokok permasalahan,

sehingga berbagai hal yang kemungkinan terlupakan dapat

diminimalisir kekurangannya dalam mengingat data yang diperlukan.

Wawancara adalah suatu metode yang digunakan dalam penelitian

untuk mendapatkan jawaban yang tepat dari informan dengan cara

tanya jawab sepihak.71

Wawancara juga merupakan tanya jawab lisan

antara dua orang atau lebih secara langsung tanpa perantara.72

Wawancara ini dimaksudkan untuk melengkapi data yang diperlukan

oleh penulis dalam menyusun penelitian tesis mengenai implementasi

metode sentra dalam pengembangan kecerdasan majemuk anak usia

dini.

Dalam penelitian ini, wawancara diarahkan kepada sumber data

yaitu informan (interviewee) yang diasumsikan memiliki keterikatan

langsung dengan perjalanan obyek penelitian, yakni Taman Kanak-

kanak TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi atas beberapa pertimbangan

tertentu, diantaranya: mengetahui atau menguasai dengan baik terhadap

masalah yang diteliti, memiliki keterlibatan langsung dengan obyek

penelitian, terutama mudah ditemui oleh penulis.

69

Masri Singarinbun dan Sofian Effendi , Metode Penelitian Survey

(Jakarta: LP3ES,1989),10. 70

Dalam dunia penelitian yang menggunakan wawancara, maka dikenal dua

istilah penting, yaitu pewawancara (interviewer) dan yang diwawancarai

(interviewee). Dengan demikian dapat dipahami bahwa wawancara akan terlaksana

bila kedua unsur tersebut dapat terpenuhi. Lihat Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendidikan Kualitatif, Kuantitatif dan R & D ( Bandung: Alfabeta,

cetakan kedua, 2006),199. 71

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2007), 65. 72

Husaini Usman dan Purnomo S. Akbar, Metode Penelitian Sosial (Jakarta:

Bumi Aksara, 2001), 59.

30

Slip, adalah sebagai carik kertas (biasanya berukuran

seperampat folio)73

semacam kertas kutipan yang digunakan khusus

untuk mencatat hasil wawancara. Slip diberi identifikasi, baik nomor

maupun nama informan, kemudian slip ini disusun secara sistematis

untuk memudahkan penulis dalam mengolah dan menganalisis data.

Instrument terakhir yang digunakan penulis adalah alat perekam untuk

merekam selama wawancara berlangsung.

Berikut tabel kelompok informan yang akan diwawancarai:

Ketua Yayasan Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, Pendiri TK Batutis

Al-Ilmi, Kepala Sekolah TK Batutis Al-Ilmi, Guru TK Batutis Al-Ilmi,

Wali Siswa, Siswa TK Batutis Al-Ilmi, dan Stakeholders kunci (mitra

sekolah).

Tabel 1.1.

Sumber Informasi Penelitian74

73

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), cet. Ke-3,1080. 74

Hasil pengamatan ke tempat penelitian dan wawancara dengan Yudhistira,

selaku Ketua Yayasan Batutis Al-Ilmi, 20 Mei 2013.

No Komponen Informasi yang

diperlukan

1 Ketua Yayasan Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi

Sistem pengelolaan pendidikan,

sejarah pendirian, struktur

organisasi

2 Pendiri Tk Batutis Al-

Ilmi

Sistem pengelolaan pendidikan,

ide dasar/sejarah pendirian,

struktur organisasi

31

c. D

o

k

u

m

e

n

t

asi

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi yang dimaksud disini adalah seluruh data-

data sekolah, baik berupa profil, buku paket, buku pedoman setiap

sentra-sentra, kurikulum, mading, arsip-arsip, praktek metode sentra,

terkait dengan penelitian yang dilakukan, seperti praktek keseharian

setiap sentra mulai masuk kelas sampai selesai proses pembelajaran.

Studi dokumen ini dilakukan untuk mendukung dan mengoreksi

kebenaran data yang diperoleh melalui kedua teknik diatas, yakni

observasi dan wawancara.

Data yang diperoleh dari TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi,

baik dari hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi selanjutnya

dikumpulkan, dianalisis, sesuai dengan identifikasi masalah yang

dirumuskan sehingga dapat ditarik kesimpulannya sesuai dengan

pembahasan tentang implementasi metode sentra dalam pengembangan

kecerdasan majemuk anak usia dini.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data ini merupakan upaya mencari dan

mengumpulkan serta menata secara sistematis berdasarkan pada konsep

teori tentang pendidikan berupa multiple intelligences yaitu kecerdasan

majemuk anak usia dini yang dibangun dan diaplikasikan melalui

metode sentra dengan data-data yang diperoleh penulis dari hasil

observasi, wawancara, studi dokumen, sebagai upaya untuk

3 Kepala Sekolah Tk

Batutis Al-Ilmi

Manajemen sekolah (SDM,

Financial, Kurikulum, PBM)

4 Guru Tk Batutis Al-

Ilmi

PBM, motivasi menjadi guru,

implementasi metode sentra

5 Wali siswa dan siswa

Respons pelaksanaan belajar

mengajar, dukungan terhadap

sekolah dan lain-lain

6 Stakeholders kunci

(mitra sekolah) Jaringan, sponsorship dll

32

meningkatkan pemahaman penulis mengenai kasus yang terjadi di TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, selanjutnya disajikan sebagai temuan

yang bermanfaat bagi para pendidik dan pemerhati pendidikan pada

lembaga PAUD di seluruh Indonesia.

Dalam penelitian ini, data-data yang telah terkumpul

selanjutnya diidentifikasi lalu diuraikan secara sistematis. Kemudian

data tersebut dielaborasi khususnya dengan teori-teori yang

dikembangkan oleh para pakar pendidikan, khususnya yang berkaitan

dengan pendidikan Islam mengenai praktek pengajaran tentang metode

sentra dalam mengembangkan kecerdasan majemuk anak usia dini

yang ada di Indonesia. Selanjutnya dilihat bagaimana kondisi objektif

yang terjadi di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, sebagai bahan

pertimbangan yang hasilnya diharapkan lebih kualitatif, komprehensif

dan aplikatif. Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini,

dilakukan dengan cara triangulasi. Menurut Lexi J. Moleong,

tringualisasi adalah sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data dengan

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.75

Sejalan dengan pandangan Lexi J. Moleong tersebut, Noreman

K. Denzin juga berpendapat bahwa triangulasi dilakukan untuk

menemukan kebenaran suatu data dari beberapa perspektif,76

Dengan

kata lain, triangulasi juga digunakan untuk memeriksa kebenaran data

yang telah diperoleh kepada pihak-pihak lain yang dapat dipercaya.77

Dalam hal ini dilakukan triangulasi banyak dipergunakan untuk

memeriksa data yang diperoleh dari TK Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi, baik dari hasil wawancara, catatan hasil observasi, studi

dokumentasi setelah itu dikumpulkan untuk pengeditan dan dianalisis

sesuai dengan identifikasi masalah yang telah dirumuskan.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan gambaran yang sistematis terarah dan logis

mengenai sasaran yang di jadikan bahan penelitian, maka penelitian

dalam tesis ini dibagi menjadi lima bab, secara holistik tiap-tiap bab

terdiri dari beberapa sub bab.

75

Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja

Rosda Karya, 2000), cet. Ke-12,178. 76

Norman K. Denzin, Y vonna S. Lincoln (e), The SAGE Handbook of Qualitative Research ( London: SAGE publication, 2005),453.

77Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian

Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 98.

33

Bab pertama sebagai gambaran untuk memberikan pola

pemikiran bagi keseluruhan tesis ini, yang meliputi, latar belakang

masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, penelitian terdahulu

yang relevan, tujuan penelitian, manfa’at penelitian, signifikasi

penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua membahas mengenai teori kecerdasan majemuk dan

metode sentra yang terdiri dari pembahasan tentang kecerdasan dalam

perspektif para ahli sebagai pengetahuan dalam menyelami samudera

kecerdasan majemuk dilandasi dengan nilai-nilai kecerdasan perspektif

Islam, dilanjutkan dengan pemahaman tentang perbedaan antara

pendekatan MIR (Multiple Intelligences Research) dan pendekatan

metode sentra serta sekilas tentang sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta

Timur sebagai penggagas metode sentra pertama di Indonesia.

Bab Ketiga dijelaskan tentang profil TK Batutis Al-Ilmi

mengenai sejarah berdiri dan perkembangannya, manajemen

pendidikan di TK Batutis Al-Ilmi serta transformasi konsep pendekatan

pembelajaran dari metode konvensional beralih ke metode sentra,

metode sentra di TK batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, diuraikan

berdasarkan data-data dokumen sekolah, hasil wawancara serta

pengalaman peneliti pada waktu mengadakan observasi secara

langsung ke lokasi penelitian di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi

Bab Keempat dibahas tentang pengembangan kecerdasan

majemuk dengan metode sentra, yang terdiri dari pendekatan metode

sentra dalam mengembangkan kecerdasan majemuk di TK Batutis Al-

Ilmi Pekayon Bekasi, diantaranya pendekatan sentra persiapan sebagai

wahana bekal keaksaraan, sentra balok wahana menggali berbagai ilmu

pengetahuan, sentra seni wahana kreatifitas anak usia dini, sentra bahan

alam wahana observasi penuh sensasi, sentra main peran wahana

miniatur kehidupan, sentra Iman dan Taqwa (imtaq) wahana

pendidikan dan konsep keagamaan. Kemudian dibahas juga tentang

membangun karakter dengan kecerdasan majemuk, serta aplikasi

karakter berdasarkan 18 Sifat-sifat Asmaul Husna yang dirangkum

melalui pengamatan dari sifat-sifat spontan anak-anak di saat bermain

sentra maupun saat bermain bebas dan kegiatan lainnya di TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi.

Bab kelima adalah penutup. Bab ini merupakan kesimpulan dari

kajian tesis yang diteliti sebagai jawaban dari rumusan masalah yang

dirumuskan pada bab pertama. Kemudian diharapkan dari kesimpulan

ini dapat ditarik benang merah terhadap uraian-uraian sebelumnya,

juga memuat saran-saran penulis terhadap pelaksanaan pendidikan di

34

Taman Kanak-kanak baik yang mengimplementasikan metode sentra

dalam pengembangan kecerdasan majemuk anak usia dini maupun

Taman Kanak-kanak yang berbasis konvensional diseluruh wilayah

Indonesia secara aplikatif.

35

BAB II

KECERDASAN MAJEMUK DAN METODE SENTRA

Dalam bab II dijelaskan tentang teori kecerdasan majemuk

dalam perspektif para ahli sebagai pengetahuan dalam menyelami

samudera kecerdasan majemuk dilandasi dengan nilai-nilai kecerdasan

perspektif Islam, dilanjutkan dengan pemahaman tentang pendekatan

MIR (Multiple Intelligences Research) dan pendekatan kecerdasan

majemuk dengan metode sentra serta penggagas awal metode sentra di

Indonesia yaitu sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta Timur.

A. Teori Kecerdasan Majemuk Perspektif Para Ahli

Seiring berjalannya waktu, pemahaman seseorang dalam

mendefinisikan tentang arti kecerdasan terus mengalami perubahan dan

penambahan yang sesuai dengan apa yang mereka pikirkan. Berbagai

penelitian terus dilakukan dan dikembangkan oleh para ilmuwan,

sehingga berbagai teori tentang kecerdasan terus bermunculan. Saat ini

banyak sekali teori tentang kecerdasan yang terus berkembang, bahkan

ketidakpuasan akan arti dari pada kecerdasan yang ada membuat para

ilmuwan mencurahkan apresiasinya tentang arti kecerdasan yang tidak

menyudutkan pada salah satu dari keahlian yang seolah-olah

menganggap bahwa hanya kecerdasan itulah yang didambakan, sebagai

barometer dalam meraih keberhasilan dalam kehidupan. Kecerdasan

menjadi sebuah bahan perbincangan, terutama saat pertama kali

seorang ilmuwan dari bidang psikologi yang menemukan alat ukur

mengenai kecerdasan. Dalam hal ini, Binet merumuskan teori

intelligence quotient. Selanjutnya banyak bermunculan para ilmuwan

yang meneliti mengenai kecerdasan.1

Pemahaman secara tradisional mengenai sejarah kecerdasan

bermula dari peristiwa sebuah kejadian yang saat itu para pemimpin

kota Paris berkumpul di La Belle Epoque pada tahun 1900 dan mereka

ingin berbicara dengan seorang pakar psikologi bernama Alfred Binet

dengan sebuah permintaan berupa jawaban dari pertanyaan yang tidak

1

Howard Gardner, Multiple Intelligences: The Theory In Practice,

(New York: Basic Book, 1993),48.

36

biasa dipertanyakan. Pertanyaan itu menyatakan bahwa ”Apakah Binet

mampu merancang sebuah ukuran yang dapat memperkirakan anak

muda mana yang sukses dan mana yang gagal dari sekolah dasar Paris?

Pertanyaan tersebut memang cukup fenomenal. Namun sejarah

mencatat, Binet memenuhi permintaan yang tidak biasa tersebut

dengan menjawab pertanyaan dengan bijaksana. Dalam waktu singkat,

penemuannya menjadi terkenal melalui jawaban Binet dari pertanyaan

fenomenal yang telah dijawabnya dengan sebutan ”tes kecerdasan”;

ukurannya, ”IQ”. 2

Tes ini kemudian tersebar ke negara-negara lain di dunia,

terutama Amerika Serikat. Pasca Perang Dunia I, tes IQ dipakai untuk

menguji satu juta orang Amerika yang mendaftar untuk menjadi

tentara, dan pada saat itu, tes IQ karya Binet benar-benar mencapai

kesuksesan yang luar biasa. Sejak saat itu, tes IQ menjadi salah satu

keilmuan terbesar dalam bidang ilmu psikologi dan dijadikan sebagai

sebuah alat ukur yang ilmiah dan berdaya besar (powerful). Namun test

IQ lama kelamaan seiring berjalannya waktu membuat banyak orang

ragu mengenai konsep kecerdasan yang dibawanya. Bahkan mengalami

keraguan dikarenakan perkembangan kemampuan yang dimiliki oleh

para ilmuwan, mulai dari Leo Vygotsky, Robert J. Stenberg sampai

Daniel Goleman senantiasa mengalami perubahan. Dengan berawal

dari keraguan atas pemahaman tentang kecerdasan yang selama ini ada,

Gardner kemudian menyusun sebuah konsep yang akhirnya saat ini

dikenal dengan teori kecerdasan majemuk.3

Menurut teori lama kecerdasan meliputi tiga pengertian yaitu;

kemampuan untuk belajar, keseluruhan pengetahuan yang diperoleh,

dan kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi atau lingkungan pada

umumnya. Alfred Binet mendefinisikan kecerdasan sebagai

kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan.4

Selain itu

menurut Spearmen, ada dua faktor yang berpengaruh dalam memahami

makna dari kecerdasan, dua faktor tersebut terdiri dari faktor umum dan

faktor khusus. Kedua faktor tersebut saling berperan antara satu sama

lainnya. Faktor umum meliputi hampir semua perbuatan individu,

sedangkan faktor khusus hanya meliputi kegiatan-kegiatan tertentu saja

2John, Obrzud “Stanford Binet Intelligent Scale” dalam Canadian Journal

of School Psychology, Vol. 19. 2000. 3Howard Gardner, Multiple Intelligences: The Theory In Practice, 54.

4Syaifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Intelligences (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2002), 16.

37

yang khas.5 Intinya dari pemahaman tentang teori-teori kecerdasan

yang berkembang saat ini menolak tradisi dan pemahaman bahwa

kesuksesan seseorang ditentukan oleh kecerdasan IQ saja. 6

Padahal

definisi kecerdasan yang sesungguhnya bergantung pada konteks,

tugas, serta tuntutan terus menerus yang diajukan oleh kehidupan

bukan tergantung pada prioritas nilai IQ, seperti; gelar perguruan tinggi

dan reputasi bergengsi. Oleh karena itu, Jelaslah bahwa tes IQ hanya

mengukur sesuatu yang lebih tepat disebut bakat bersekolah. Karena

menurut pengalaman di lapangan, saat ini banyak sekolah yang

menggunakan tes IQ untuk mengukur kecerdasan siswanya. Sementara

kecerdasan sejati mencakup berbagai keterampilan yang jauh lebih

luas. Seperti penemuan Gardner terhadap kecerdasan majemuk. 7

Menurut Gardner, arti dari kecerdasan adalah kemampuan

seseorang dalam memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi

dalam kehidupannya dan mampu menciptakan sesuatu yang bernilai

budaya serta bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Gardner

menegaskan bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki tujuh jenis

kecerdasan yang berbeda-beda dan menggunakannya dengan cara

personal tidak klasikal dalam pengembangannya sesuai dengan tumbuh

kembang anak. Akan tetapi dalam aplikasi di lapangan setiap lembaga

pendidikan di Indonesia mayoritas membatasi kecerdasan peserta didik

dengan hanya membatasi pada kecerdasan verbal linguistik dan logic

mathematic semata. 8

Pembatasan pada program pendidikan yang berfokus pada

kecerdasan bahasa dan logika matematika dalam jumlah yang lebih

besar dapat meminimalisir arti penting dari bentuk-bentuk

pengetahuan-pengetahuan yang lainnya. Dengan demikian, peserta

didik yang gagal untuk menunjukkan kecerdasan intelektual atau

5

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan

(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005), 93. 6Kecerdasan IQ adalah kecerdasan yang hanya dilihat hanya dilihat dari sisi

kekuatan logika matematika dan verbal bahasa semata, yang menganut konsep

eugenic yaitu berdasarkan faktor keturunan dan akhirnya cenderung menilai

seseorang dengan angka konstan. Dipopulerkan oleh Alfred Binet, Psikolog Prancis,

baca John Obrzud, “Stanford Binet Intelligence Scale” dalam Canadian Journal of

School Psychology, vol.19, (2000), 230. 7Thomas Amstrong, Seven Kind of Smart: Menemukan dan Meningkatkan

Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligences (Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2002), 12. 8Bob Samples, Opening Whole Mind: Parenting and Teaching Tomorrow

Childrens Today (Bandung: Kaifa, 1999), 141.

38

akademik tradisional akan mendapatkan penghargaan yang rendah dan

potensi yang mereka miliki tetap tidak terwujudkan dalam kehidupan

nyata dan hilang dari pantauan sekolah apalagi masyarakat pada

umumnya tidak peduli atas peranannya di lingkungan sekitarnya

sehingga suram masa depannya. 9

Padahal Gardner menegaskan dalam memberikan penjelasannya

mengenai kecerdasan, menurutnya bahwa kecerdasan adalah

kemampuan praktis yang dimiliki oleh seseorang untuk mencari solusi

dari permasalahan yang dihadapi serta menghasilkan sebuah produk

budaya dalam setting yang berbeda-beda pada situasi yang nyata.

Masih dalam penjelasan Gardner, kecerdasan berarti juga disebut

sebagai sebuah kemampuan untuk mengambil pelajaran dari kejadian

masa lalu yang berkaitan dengan pengalamannya sendiri atau

pengalaman orang lain untuk dijadikan sebagai hikmah dari perjalanan

hidup yang dilaluinya. Di samping itu, kecerdasan tidak tergantung

pada keturunan, karena kecerdasan tidak dapat diwarisi dari seorang

ayah yang mempunyai kemampuan briliant kepada anaknya yang

disayang. Melainkan kecerdaan bergantung pada konteks kebiasaan

yang sering dilakukan seseorang, latihan yang terus menerus tanpa

mengenal lelah, sesuai tuntutan yang diajukan oleh kehidupan. Intinya

adalah bahwa intisari dari kecerdasan bukan hanya tergantung pada

nilai IQ, gelar tinggi maupun reputasi bergengsi melainkan seseorang

dapat mengapresiasikan kemampuannya berdasarkan kolaborasi dari

berbagai kecerdasan yang sesuai dengan potensi alami setiap manusia

yang telah dibawanya sejak lahir.10

Penelitian Gardner telah memberikan informasi yang cukup

akurat bahwa berbagai kecerdasan manusia berperan lebih luas dari

pada pemahaman mengenai makna kecerdasan sebelumnya.

Pemahaman tentang kecerdasan saat ini menghasilkan pengertian yang

mudah dipahami oleh berbagai kalangan. Gardner tidak memandang

kecerdasan manusia berdasarkan tes standar dengan angka konstan

semata, Gardner mengungkapkan bahwa kecerdasan adalah

kemampuan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan yang

terjadi dalam kehidupannya. Selain itu kecerdasan juga bisa berarti

tentang kemampuan untuk seseorang untuk mendapatkan persoalan

baru sekaligus keterampilan dalam mencari solusi terhadap masalah

yang dihadapinya. Kecerdasan juga bisa berarti kemampuan seseorang

9 Howard Gardner, Frame of Mind, The Theory of Multiple Intelligences, 30.

10Howard Gardner, Multiple Intelligences: The Theory In Practice, 35.

39

untuk menciptakan produk baru sesuai kemampuannya berupa jasa atau

penghargaan yang bermanfaat untuk dijadikan sebagai budaya yang

bermakna bagi orang lain.11

Pada mulanya Gardner mempublikasikan 7 kecerdasan yaitu

yaitu kecerdasan berbahasa (Linguistic Intelligence), kecerdasan logis

matematis (Logica-Mathematical Intelligence), yaitu kecerdasan

kinestetis (Bodily Kinesthetic Intelligence), kecerdasan music (Musical

Intelligence), kecerdasan spasial visual (Visual-Spatial Intelligence),

kecerdasan interpersonal (Interpersonal Intelligence) dan kecerdasan

intrapersonal (Intrapersonal Intelligence). Pada penelitan berikutnya

Gardner menambah dua kecerdasan, yaitu kecerdasan naturalis

(Natural Intelligence) dan kecerdasan eksistensial (spiritual).12

Komponen inti dari berbagai kecerdasan yang ketujuh

(kecerdasan pokok) adalah untuk memberikan pemahaman kepada

siapapun yang sedang mencari hakekat dari pada kecerdasan itu sendiri.

Sedangkan Menurut Howard Gardner komponen inti dari kecerdasan

inti itu adalah: pertama, kecerdasan bahasa: komponen intinya adalah

kepekaan terhadap bunyi, struktur, makna, fungsi kata dan bahasa.

Berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi,

berargumentasi, dan berdebat. Sedangkan kondisi akhir terbaik menjadi

seorang penulis, wartawan, orator, ahli politik, penyiar radio, presenter,

guru, dan pengacara. Kedua, kecerdasan logis matematis : komponen

intinya adalah kepekaan dalam memahami pola-pola logis atau

numeris, dan kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang.

Berkaitan dengan kemampuan berhitung, menalar, dan berfikir logis,

memecahkan masalah. Sedangkan kondisi akhir terbaiknya akan

menjadi ilmuwan, ahli matematika, ahli fisika, pengacara, psikiater,

psikolog, akuntan, dan programmer. Ketiga, Kecerdasan visual spasial:

komponen intinya adalah kepekaan merasakan dan membayangkan

dunia dan gambar serta ruang secara akurat. Berkaitan dengan

kemampuan menggambar, memotret, membuat patung, dan mendesain.

Sedangkan kondisi akhir terbaik dari kecerdasan ini adalah menjadi

seniman, arsitek, ahli, strategi, pecatur, desainer, sutradara, fotografer,

montir profesional.

Keempat adalah kecerdasan musical, komponen intinya adalah

kepekaan dan kemampuan seseorang dalam menciptakan dan

11

Linda Campbell, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple

Intelligences, ( Depok: Intuisi Press, 2004),cet. Ke-2, 2. 12

Howard Gardner, Multiple Intelligences: The Theory in Practice (New

York: Basic Book, 2004), 23.

40

mengapresiasikan irama, pola titik nada dan warna nada serta apresiasi

sebagai bentuk ekspresi emosi musikal. Berkaitan dengan kemampuan

menciptakan lagu, mendengar nada dari sumber bunyi atau alat-alat

musik. Sedangkan kondisi akhir terbaiknya menjadi komposer,

penyanyi, pemain musik, pencipta lagu. Kelima, Kecerdasan kinestetis,

komponen intinya adalah kemampuan mengontrol gerak tubuh dan

kemahiran mengolah objek, respon dan reflek. Berkaitan dengan

kemampuan gerak motorik keseimbangan.Sedangkan kondisi akhir

terbaik menjadi olahragawan, penari, pematung, aktor, dokter bedah.

Keenam, kecerdasan interpersonal: komponen intinya adalah

kepekaan seseorang dalam mencerna dan merespon secara tepat

suasana hati, motivasi, dan keinginan orang lain.13

Berkaitan dengan

kemampuan bergaul dengan orang lain, memimpin, kepekaan sosial

yang tinggi, negosiasi, bekerja sama, mempunyai empati yang tinggi.

Sedangkan kondisi akhir terbaik menjadi konselor, politikus,

pemimpin, inovator. Ketujuh, Kecerdasan intrapersonal : komponen

intinya adalah mampu memahami perasaan sendiri dan kemampuan

membedakan emosi, pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri.

Berkaitan dengan kemampuan mengenali diri sendiri secara mendalam,

kemampuan intuitif dan motivasi diri, penyendiri, sensitif terhadap nilai

diri dan tujuan hidup. Kondisi akhir terbaik dari kecerdasan

intrapersonal adalah menjadi psikoterapis, pemimpin agama, penasehat

dan filosof.14

Gardner mengungkapkan bahwa kecerdasan yang

berkembang seharusnya tidak terbatas pada apa yang telah dipaparkan

dalam teori yang diciptakan sebelumnya. Namun Gardner meyakini

bahwa tujuh kecerdasan yang telah dijelaskan memberikan gambaran

yang nyata tentang kapasitas manusia yang jauh lebih akurat daripada

aplikasi teori kecerdasan tunggal.15

Bila ditilik secara mendalam, ternyata teori kecerdasan

majemuk berawal dari pengalaman Gardner. Gardner terilhami oleh

sebuah pertanyaan yang menggelitik jalan pikirannya, alumnus

Universitas Harvard ini menemukan sebuah pertanyaan fenomenal

yang menggelitik tentang kondisi kecerdasan alumnus. Pertanyaan

yang ia dapatkan dari perenungannya adalah “mengapa banyak orang

yang prestasi akademik di sekolahnya bagus, ketika sudah terjun di

13

Howard Gardner, Frame of Mind, The Theory of Multiple Intelligences, 47. 14

Linda Campbell, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple

Intelligences (Depok: Intuisi Press, 2004), 2. 15

Linda Campbell, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple

Intelligences, 6.

41

masyarakat menjadi orang yang biasa-biasa saja (ordinary people) dan

tidak mampu mengembangkan kecerdasan yang dimilikinya tersebut.

Sebaliknya mereka yang saat di kampus biasa-biasa saja bahkan di

Drop Out (un ordinary people) menjadi orang sukses yang berpengaruh

di masyarakatnya setelah menjadi alumnus. Gardner sebagai salah satu

direktur lembaga penelitian Project Zero di Harvard Graduate School of

Education Harvard University, mengamati dan berkeliling ke berbagai

negara untuk melakukan penelitian pendidikan dengan berbekal

pertanyaan yang digandrunginya. Berbekal pertanyaan tersebut atas

dukungan Mac Arthur Prize Fellowship (MPF) pada tahun 1981

Gardner memulai penelitian khusus di Project Zero tentang kecerdasan

dikarenakan rasa penasaran terhadap keadaan dunia dalam memahami

eksistensi tentang makna kecerdasan. Project Zero didirikan Nelson

Goodman pada tahun 1967 untuk meneliti proses perkembangan

pembelajaran pada anak usia dini. Singkat kata, pada tahun 1983

Gardner mendapatkan sebuah kesimpulan yang mencengangkan para

ilmuwan saat itu. Menurutnya bahwa tidak hanya satu kecerdasan yang

berperan membawa seseorang sukses dalam hidupnya, melainkan harus

didukung dengan multi kecerdasan (multiple intelligences). Dalam

perkembangannya orang menggunakan paling sedikitnya tujuh

kapasitas intelektual yang relatif otonom, untuk mengatasi berbagai

persoalan dalam kehidupannya dan menghasilkan karya yang

bermanfaat bagi orang banyak. Walaupun tidak dengan sendirinya

saling bergantung, namun kecerdasan-kecerdasan tersebut jarang

beroperasi secara terpisah melainkan saling melengkapi antara satu

kecerdasan yang satu dengan kecerdasan lainnya. Akan tetapi praktek

yang saat ini berlaku di setiap sekolah pada umumnya, belum

menghiraukan eksistensi dari pengajaran multiple intelligences secara

menyeluruh dan optimal.16

Hal ini terlihat dari bobot mata pelajaran yang diberlakukan di

sekolah hanya mengacu kepada pengembangan dimensi kecerdasan

akademik siswa semata. Ke erdasan yang dimaksud adalah kecerdasan

intelektual yang sering diukur dengan kemampuan logika-matematika

dan abstraksi (kemampuan bahasa, menghafal, abstraksi atau ukuran

IQ). Hal demikian sudah menjadi sesuatu yang lumrah di masyarakat

Indonesia, bahwa keberhasilan dan kesuksesan peserta didik di sekolah

diukur dari nilai-nilai ulangan harian, ulangan semester, dan ujian

16

Yuhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 78.

42

nasional. Sampai saat ini orang tua peserta didik masih merasa bangga

kalau anaknya dapat bersekolah di sekolah favorit. Apalagi kalau nilai

raport dan nilai ujian nasionalnya sempurna. Berbagai cara pun

ditempuh agar anaknya mendapat nilai ujian terbaik demi mendapatkan

perguruan tinggi yang favorit. Mulai dari jadwal belajar yang ketat,

larangan bermain di luar rumah, les privat sampai les di bimbingan

belajar. Tuntutan orang tua tersebut menyebabkan sekolah juga

berusaha agar para peserta didiknya lulus dengan nilai yang bagus.

Sehingga pembelajaran di kelas pun bertujuan hanya untuk mengejar

nilai ulangan harian, ulangan semester, dan ujian nasional yang bagus

dengan mengesampingkan pendidikan karakter. Dengan target yang

menciptakan lulusan yang berkualitas, guru diharuskan menyelesaikan

materi tepat pada waktunya dan memberikan soal-soal latihan agar nilai

ulangan dan ujian seluruh peserta didiknya bagus. Hal terpenting dalam

pembelajaran intelektual adalah siswa menguasai materi walaupun

hanya sekedar hafalan (kognitif) dan bisa mengerjakan soal ujian di

sekolah.17

Pembelajaran yang dominan adalah dengan metode ceramah

dan latihan soal. Sehingga hanya kecerdasan akademik, yaitu

kecerdasan logika matematika dan bahasa yang berkembang. Hal ini

juga didukung oleh kenyataan bahwa mayoritas kemampuan guru

terlihat dalam kecerdasan logika matematika dan bahasa, sehingga

mengajarnya pun sesuai dengan kecerdasan yang dimilikinya yaitu

kecerdasan intelektual atau akademik. Ini berarti, frekuensi waktu

belajar para guru sebagai pendidik disekolah sangat menentukan

keberhasilan atau baik tidaknya anak didik di sekolah tersebut. Oleh

karena itu, seorang guru seharusnya senantiasa belajar berbagai macam

ilmu untuk meningkatkan kualitas dan kredibilitas dirinya, tidak

menutup kemungkinan bahwa zaman selalu berubah dan berputar

seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi memungkinkan

siswa memperoleh informasi dari berbagai sumber. Akibatnya siswa

menjadi lebih kritis dan cerdas dalam ilmu pengetahuan yang belum

pernah diajarkan. Inilah salah satu contoh kongkret motivasi untuk

para guru supaya tetap komitmen dalam menuntut ilmu. Tidak terbatas

sampai jenjang S1/S2/S3, namun kewajiban menuntut ilmu adalah

sepanjang hayat. Karena guru adalah manusia pembelajar yang tidak

boleh berhenti untuk belajar. 18

17

Munif Chatib, “Sekolahnya Manusia”, 31. 18

Munif Chatib, “Sekolahnya Manusia”, 45.

43

Salah satu unsur terpenting dalam meningkatkan kemajuan

peserta didik adalah seorang pendidik yang bertugas sebagai guru

dengan berkepribadian ikhlas dan peduli terhadap keberadaan anak

didiknya dan terampil dalam memenuhi segala apa yang dibutuhkan

peserta didiknya dengan merangkul erat serta terhubung dengan semua

pembelajar tanpa membedakan antara kondisi yang satu dengan yang

lainnya. Karena guru yang berhasil dimata anak-anak adalah guru yang

mampu menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman sehingga anak

didik yang diajarnya merasa senang belajar. Strategi pengembangan

ketrampilan seorang guru dalam mengajar dengan cinta dan

kepeduliannya terhadap anak didiknya begitu diperlukan demi

kesuksesan dalam proses belajar mengajar dengan konsep happy

learning.19

Kenyataan ini senada dengan yang diungkapkan oleh Seto

Mulyadi,20

seorang praktisi pendidikan anak, bahwa “Suatu kekeliruan

yang besarmenurutnya, “Jika setiap kenaikan kelas, prestasi anak didik

hanya diukur dari kemampuan matematika dan bahasa. Dengan

demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat

kecerdasan anak didik yang semata-mata hanya menekankan

kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi. Kecerdasan dapat

dipahami sebagai kemampuan sesorang untuk melakukan sesuatu.

Kemampuan manusia seringkali hanya diukur dari segi kognitif semata,

yaitu hal-hal yang dapat diukur dengan angka. ”Contoh mudahnya,

ketika pengambilan buku raport pada saat akhir tahun pelajaran di

sekolah. Seorang guru berkesimpulan bahwa seorang anak dikatakan

cerdas apabila mendapatkan nilai yang tinggi dan membanggakan, akan

tetapi jika hasil nilai raport yang didapat oleh anak tersebut tidak

19Guru harus mempunyai dua konsep dalam pengajaran, pertama ilmu

pedagogik (ilmu pengajaran) yaitu guru harus memahami dan mempraktikkankonsep

pedagogi yang efektif, agar tujuan pendidikan tercapai. Sebagai contoh konsep

teaching learning sudah tidak efektif untuk di aplikasikan saat ini, beralih pada pola

student centered learning, agar segala kebutuhan anak dalam pengajaran terpenuhi

secara seimbang. Kedua, konsep kepemimpinan; guru adalah pemimpin dikelas bagi

anak didiknya. Guru harus menjadi suri tauladan bagi ank didiknya, karena akhlak

guru akan menjadi inspirasi pembentukan karakter peserta didik di sekolahnya, selain

sebagai pemimpinguru juga harus memberikan motivasi bagi anak didiknya. Sosok

Ibu muslimah dalam kisah laskar pelangi adalah inspirasi bijaksana sebagai teladan

bagi anak didiknya. Baca buku Munif Chatib, Gurunya Manusia: ( Bandung: Kaifa,

PT Mizan Pustaka, 2011), 39. 20

Seto Mulyadi dalam pengantar untuk Munif Chatib dan Alamsyah Said,

Sekolah Anak-anak Juara Berbasis Kecerdasan Jamak dan Pendidikan Berkeadilan

(Bandung: Penerbit Kaifa, PT Mizan Pustaka, 20012), 2.

44

membanggakan dan mendapatkan nilai yang rendah, maka spontan

anak tersebut dicap sebagai anak yang bodoh dan terlihat madesu (masa

depan suram). 21

Padahal, jika diteliti secara mendalam masih banyak

kemampuan anak-anak sebagai peserta didik belum terekspos oleh

gurunya sebagai pendidik di sekolah. Seperti, nilai kejujuran, budi

pekerti yang santun, kerapihan dalam berpakaian serta kecerdasan

lainnya yang anak tersebut miliki, selama nilai kognitifnya rendah

maka sama sekali anak tersebut tidak mendapatkan penghargaan

sebagai anak yang berprestasi, dikarenakan nilai kognitif yang menjadi

acuan di setiap sekolah. Menjadi fenomena rahasia umum yang jarang

sekali mendapatkan perhatian dari stakeholder yang bersangkutan

maupun dinas pendidikan yang menaungi lembaga pendidikan tersebut

berada dalam memperhatikan sistem pendidikan yang diterapkan. 22

Lebih ironis lagi, seperti pemaparan Haidar Baghir dalam

buku Sekolahnya Manusia, diungkapkan bahwa: “Saat ini jutaan siswa

di seluruh pelosok nusantara bersekolah di sekolah-sekolah dengan

guru dan metoda pembelajaran yang justru membuat mereka tertekan,

depresi, menjadi nakal dan bodoh, dan mati kreatifitas. Pihak sekolah

tidak peduli pada potensi anak. Tidak peduli pada eksistensi

kemanusiaan mereka yang hakiki, sebagai anak manusia yang ingin

tumbuh besar dan menjadi dewasa dengan kepribadian yang mandiri

dan dapat menyumbangkan potensinya bagi kehidupan.23

Itulah

pemaparan sekilas yang diutarakan Haidar Baghir dalam menyikapi

penanganan anak-anak di sekolah pada umumnya. Padahal, penanganan

anak-anak di sekolah atau lembaga pendidikan apapun baik dari tingkat

usia dini sampai perguruan tinggi, pada hakikatnya adalah untuk

mengembangkan kecerdasan sumber daya manusia yang potensial.

Namun sangat disayangkan, banyak sekolah yang mereka menyadari

21

Kekeliruan tersebut muncul akibat dari jarangnya seorang guru untuk

belajar lebih mendalam terhadap profesi yang diemban, karena merasa cukup pintar

padahal masih banyak pengetahuan tentang pengajaran yang belum dipelajari secara

optimal. 22

Dalam sistem pendidikan di Indonesia yang serba seragam, perbedaan

kerap menjadi masalah bagi pihak sekolah dan siswa. Sistem pendidikan (atau

sekolah) di Indonesia masih cenderung menyamaratakan standar kecerdasan satu

siswa dengan siswa lainnya dengan metode dan parameter yang sangat sempit, yaitu

aspek kognitif saja. Semua siswa, mulai dari tingkat dasar hingga jenjang perguruan

tinggi "dipaksa" untuk memenuhi standar pendidikan yang sempit. 23

Munif Chatib, Sekolahnya Manusia; Sekolah Berbasis Multiple

Intelligences di Indonesia, ( Bandung : Penerbit Kaifa, PT Mizan Pustaka, 2011), 5.

45

atau tidak, sistem pendidikan dan pembelajaran yang diberlakukan,

malah mematikan banyak potensi alami keunggulan peserta didiknya. 24

Dalam gaya belajar tradisional di ruang kelas, siswa

mendengarkan penjelasan guru, lalu mengerjakan soal atau menulis

ulang materi pelajaran. Bagi sebagian anak, hal ini tidak

bermasalah.Namun, banyak anak yang merasakan hal ini terlalu berat,

membosankan, atau bahkan justru membingungkan siswanya.

Imbasnya adalah keberlangsungan proses pembelajaran yang tidak

kondusif.25

Pembelajaran yang tidak kondusif dikarenakan

pembelajaran hanya memprioritaskan nilai kognitif semata, dengan

metode ceramah yang menjadi bahan pengantar dalam setiap episode

pembelajaran serta tidak peduli akan keberagaman kecerdasan yang

dimiliki oleh setiap peserta didik dan tidak berusaha secara maksimal

dalam membangun kecerdasan yang beragam, maka sekolah tersebut

tidak jauh beda dengan sekolah robot, seorang pendidik mengharapkan

kepatuhan dari pada peserta didiknya. Peseta didik dikatakan pintar

apabila nilainya bagus, duduknya manis, banyak diam dan tidak banyak

bertanya serta mengikuti apa yang pendidik ajarkan. Dengan kata lain

pendidik sebagai pusat dalam proses pembelajaran (teacher center).

Keadaan demikian yang sering terjadi disetiap lembaga pendidikan saat

ini. Sekolah dan guru, mayoritas tidak memberikan kebebasan kepada

setiap peserta didik didik dalam mengeksplorasikan potensi kecerdasan

beragam yang mereka miliki.26

Paradigma baru inilah yang kemudian berkembang di dunia.

Adanya penemuan terbaru ini memang diharapkan akan mengubah

pendekatan pendidikan yang selama ini terlanjur mapan. Menurut

Thomas Amstrong pakar pendidikan dari Amerika, setiap anak

dilahirkan dengan membawa potensi yang memungkinkan menjadi

cerdas. Sifat yang menjadi bawaan tersebut antara lain keingintahuan,

daya eksplorasi terhadap lingkungan, spontanitas, vitalitas, dan

fleksibilitas. Dipandang dari sudut ini maka tugas setiap orang tua dan

guru sebagai pendidik adalah mempertahankan dan mengembangkan

24

Oleh karena itu perlu perubahan orientasi psikiologi belajar atau dalam

istilah H.A.R. Tilaar (2004) perlu ada paradigma baru dalam sistem pendidikan di

Indonesia. Sedangkan Munif Chatib (2009) menyebutnya dengan pendidikan

(sekolah) yang "memanusiakan manusia" bukan pendidikan (sekolah) "robot. 25

Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple

Intelligences di Indonesia, (Bandung: Kaifa, 2009), 38. 26

Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple

Intelligences di Indonesia, (Bandung: Kaifa, 2009), 28.

46

sifat-sifat yang mendasari kecerdasan ini agar terus bertahan sampai

anak tumbuh dewasa. Sifat-sifat dasar kecerdasan yang dimiliki anak

menjadi penting untuk dipertahankan, karena kualitas kecerdasan dapat

rusak atau hilang oleh adanya sebab-sebab tertentu. Ironisnya pengaruh

terbesar yang dapat merusak potensi kecerdasan tersebut ternyata

datang dari lingkungan terdekat anak-anak, yaitu: rumah dan sekolah.

Situasi rumah yang menimbulkan depresi dan keterasingan berperan

memupus bakat alamiah yang dimiliki anak. Tekanan juga bisa datang

dari orang tua karena sebab tertentu yang dapat menghambat

kreativitas, keingintahuan, dan kegembiraan anak dalam

mengeksplorasi kemampuannya.27

Teori kecerdasan mengalami puncak perubahan paradigma pada

tahun 1983 saat Gardner memimpin Project Zero Harvard University

dan mengumumkan tentang perubahan makna kecerdasan secara lebih

luas dari pemahaman sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan ada

perubahan paradigma mendasar yang diubah oleh Gardner, perubahan

tersebut yaitu: pertama, bahwa kecerdasan tidak dibatasi oleh tes

formal, karena kecerdasan itu sangat berkaitan dengan kebiasaan

sehari-harinya. Kedua, Kecerdasan itu multi dimensial artinya

kecerdasan itu akan terus berkembang seiring berjalannya waktu dan

tidak menutup kemungkinan masih banyak lagi kecerdasan yang belum

ditemukan. Oleh karena itu dengan berbagai pertimbangan, Gardner

memberi label multiple (lebih dari satu) terhadap kecerdasan yang

ditemukannya. Berbeda dengan para penemu kecerdasan sebelumnya

yang memberi label tunggal terhadap kecerdasan yang ditemukannya,

seperti kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, etc. Ketiga,

Kecerdasan adalah proses discovering ability, artinya proses untuk

menemukan kemampuan seseorang dan lebih dititikberatkan pada

proses untuk mencapai kondisi akhir terbaik dalam kehidupannya.

Karena setiap orang pasti memiliki kecenderungan yang lebih luas

terhadap jenis kecerdasan tertentu. Kecenderungan tersebut harus

ditemukan melalui pencarian kecerdasan dengan menstimulus dari

berbagai aspek kecerdasan yang dimiliki secara optimal, dengan kata

lain tidak hanya mengembangkan salah satu kecerdasan semata.

Multiple Intelligences memberikan peluang kepada setiap pendidik

untuk mempromosikan kelebihan setiap peserta didiknya yang

27

Campbell, Linda & Campbell, Bruce. Multiple Intelligences And

StudentAchievement : Success Stories From Six School (Alexandria: Association For

Supervision and Curriculum Development, 1999), 63.

47

menonjol dan mengubur kelemahan apapun yang ada pada diri anak

didiknya. Proses menemukan inilah yang menjadi sumber multiple

intelligences bagi setiap anak sebagai peserta didik. Bukan membiarkan

bahkan menelantarkan potensi cemerlang kecerdasan yang tersembunyi

dari setiap anak dengan membatasi bahkan mematikan nalar

komunikasi alaminya, melainkan kecerdasan setiap anak didik

distimulasi dengan berbagai macam cara serta dibiasakan agar

terbentuk habit atau sebagai tolak ukur keberhasilan yang diinginkan

sesuai dengan potensi dan talenta yang dimilikinya secara optimal.28

Pemahaman awal tentang multiple intelligences berada pada

wilayah psikologi dan ternyata seiring berjalannya waktu serta melihat

perkembangan kebutuhan manusia, maka multiple intelligences pun

berkembang sampai ke wilayah edukasi. Bahkan telah meluas

merambah dunia menelusuri segala aspek kehidupan. Pada saat

multiple intelligences dialokasikan ke dalam ranah edukasi, tentunya

paradigma pendidikan tentang kecerdasan mengalami banyak koreksi

dari berbagai kalangan.29

Oleh sebab itu untuk menghindari

kesalahpahamanan makna kecerdasan secara mendalam sangatlah

diperlukan. Karena pemahaman dasar tentang makna kecerdasan

rmerupakan langkah awal dari aplikasi banyak hal yang berkaitan

dengan eksistensi manusia dalam kehidupannya, terutama dalam hal

pendidikan yang menghantarkan seseorang kepada kesuksesan lahir

batin. Dengan demikian, pemahaman tentang kecerdasan manusia dan

kebutuhan untuk mengukurnya dengan berbagai instrumen menjadi hal

yang penting, terutama ketika kecerdasan yang dimiliki seseorang

dihubungkan dengan syarat-syarat untuk memperoleh kesuksesan

dalam kehidupannya. 30

Berdasarkan fakta-fakta tersebut yang terjadi di belahan dunia,

ternyata prestasi akademik tidak bisa dipakai sebagai ukuran utama

28

Howard Gardner, Frame of Mind, The Theory of Multiple Intelligences,

(New York: Basic Book, 2004), 26. 29

Munif Chatib menyadari bahwa penerapan multiple intelligences dalam

dunia pendidikan, khususnya di Indonesia mengalami hambatan dan tantangan yang

besar. Namun motivasi dan support dari para tokoh (Howard Gardner dan Thomas

Amstrong) yang ditujukan kepada Munif Chatib, menambah semangat untuk berani

menerapkan konsep MI dalam dunia pendidikan di Indonesia. Dan saran Thomas

Amstrong lewat emailnya kepada Munif Chatib bahwa Munif Chatib tidak boleh

putus asa dalam menerapkan multiple intelligences di sekolah-sekolah Indonesia.

Baca buku Munif Chatib, “Sekolahnya Manusia”, 80. 30

Howard Gardner, Frame of Mind, The Theory of Multiple Intelligences,

(New York: Basic Book, 2004), 38.

48

dalam meramalkan kesuksesan seseorang di masa depan. Beberapa

penelitian dilakukan untuk mengungkap faktor-faktor yang

mempengaruhi seseorang sukses dalam menghadapi masa depan. Salah

seorang psikolog dari Universitas Harvard bernama Howard Gardner

pada tahun 1983 mengubah pendapat kebanyakan orang dengan

menyatakan bahwa kecerdasan tidak bersifat tunggal. Teori kecerdasan

majemuk Gardner bergema sangat kuat di kalangan pendidik karena

menawarkan model untuk bertindak sesuai dengan yang diyakini semua

anak memiliki kelebihan.Pendapat Gardner semakin menguatkan

pernyataan bahwa sesungguhnya setiap anak dilahirkan cerdas.31

Fenomena yang dialami Gardner sebagai penemu teori

kecerdasan majemuk telah menyadarkan para pakar pendidikan bahwa

kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kemampuan otak

dan daya pikir semata, melainkan lebih banyak ditentukan oleh

kecerdasan lainnya. Seperti kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan

spiritual (SQ). Tentunya hal ini ada yang salah dalam aplikasi pola

pembangunan SDM bagi lembaga yang menyelenggarakan proses

pendidikan. Karena hal ini berpengaruh terhadap barometer

kesuksesan seseorang. Oleh karena itu, kondisi demikian harus dirubah,

dimana pola pendekatan pendidikan harus diterapkan secara seimbang

dengan memperhatikan dan memberi penekanan yang sama dan

terpadu kepada IQ, EQ dan SQ. Eksistensi manusia dengan berbagai

kelebihannya dibandingkan dengan makhluk lainnya, ternyata manusia

dikaruniai tiga potensi alami yang mengagumkan, yaitu kecerdasan

intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Jika ketiga

aspek kecerdasan itu dapat dikembangkan secara bersamaan dan

optimal, maka apa saja yang dicita-citakan atau direncanakan oleh

seseorang dalam menjalankan aktifitas kehidupannya, tentu akan

berhasil dengan baik serta mencapai kesuksesan apa yang dicita-

citakan. Saat ini, mayoritas manusia sebagai hamba Allah, banyak

diantara mereka mengabaikan kecerdasannya dengan tidak

menggunakan kecerdasan yang dimilikinya dengan baik. Memiliki

mata sebagai indra penglihatan hanya untuk melihat semata, tetapi

tidak untuk memperhatikan apa yang dilihat, memiliki perasaan hanya

untuk merasakan apa yang dirasa tetapi tidak untuk memperhatikan apa

yang dirasa, mempunyai telinga hanya untuk mendengar apa yang

31

Howard Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences,

20.

49

bersuara, tetapi tidak menyuarakan kebenaran dari apa yang didengar

dengan perenungan dan seterusnya.32

Munif Chatib seorang pakar multiple intelligences Indonesia

memaparkan dalam buku pertamanya33

, bahwa kecerdasan seseorang

tidak mungkin dibatasi oleh indikator-indikator penilaian yang ada

dalam test formal dan mengacu pada penilaian standar kecerdasan

verbal linguistic dan logic matematical saja (IQ). Melainkan sumber

kecerdasan seseorang adalah karena kebiasaannya untuk membuat

produk-produk baru yang punya nilai budaya kreatifitas yang dimiliki

seseorang serta kebiasaannya untuk menyelesaikan segala

permasalahan yang ia hadapi dalam kehidupannya secara mandiri dan

tidak tergantung pada orang lain. Karena pada hakikatnya kecerdasan

seseorang itu selalu berkembang dinamis. Kecerdasan seseorang tidak

mungkin dapat dibatasi oleh indikator-indikator yang ada dalam

achievementtest (tes formal) di sekolahnya. Tes yang dilakukan untuk

menilai kecerdasan seorang anak praktis hanya menilai kecerdasan

pada saat itu, tidak untuk satu bulan lagi apalagi sepuluh tahun lagi. 34

Dalam kecerdasan seorang anak usia dini, ada kaitannya dengan

perkembagan otaknya. Otak seorang anak membuat sambungan-

sambungan saraf dengan kecepatan yang luar biasa. Dengan kecepatan

yang luar biasa, maka sekolah harus menyediakan lingkungan belajar

yang nyaman dan kaya dengan permainan bagi kreatifitas anak yang

membantu otak mereka menjadi lebih kuat dan cepat dalam

bereksplorasi dalam mengembangkan potensi kecerdasan majemuknya

yang masih terpendam dan tidak terbatas pada penilaian kecerdasan

intelektual semata.35

Namun pada kenyataannya, penilaian tentang kecerdasan di

sekolah pada umumnya hanya mengedepankan pada kecerdasan yang

berbasis hitungan dan hafalan saja. Kemampuan di bidang lain

32

Q.S Al-A‟raf ayat 179 “Dan sesungguhnyaKami jadikan untuk isi neraka

Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak

dipergunakannyauntuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata

tetapitidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah) Mereka itu seperti

binatang ternak, bahkan mereka lebih seat lagi. Mereka itulah orang-orang yang

lalai.Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 258. 33

Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, Sekolah Berbasis Multiple

Intelligences di Indonesia ( Bandung: Kaifa, PT Mizan Pustaka, 2011), 69. 34

Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah yang Berbasis Multiple

Intelligences di Indonesia (Bandung : Kaifa, 2009), 71. 35

Elaine B. Johnson, Contex Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan

Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna (Bandung: Kaifa, 2010), 53.

50

mayoritas tidak diperhitungkan. Akhlak dan moral baik yang dilakukan

anak-anak dianggap tidak begitu penting dalam penilaian kognitif.36

Padahal hampir di semua sekolah di negara maju mengembangkan

kecerdasan majemuk demi kesuksesan anak didiknya. Secara umum,

masyarakat mengidentikkan ukuran kecerdasan seseorang dengan

prestasi akademik yang didapat melalui proses pendidikan di sekolah.

Masyarakat masih memegang anggapan bahwa sukses akademik di

sekolah adalah kunci kesuksesan hidup masa depan. terutama bagi

pendidikan anak usia dini.37

Usia dini adalah rentang periode sempit (golden age) yang

menentukan seluruh cakupan dimensi karakter dan perkembangan anak

dalam meraih kesuksesan di masa yang akan datang.38

Pendidikan anak

usia dini merupakan golden age priority sejak awal kehidupannya.

PAUD adalah amanah orang tua dan guru untuk mengembangkan

seluruh potensi yang dimiliki anak-anak sedini mungkin. melalui

kegiatan observasi, eksplorasi dan meneliti segala hal yang menarik

dalam pandangannya. Upaya belajar tiada henti, meniru, mencoba,

mengikuti, mengetahui, menemukan, memahami dan memaknai

pembelajaran yang menyenangkan sesuai tumbuh kembang anak dalam

mengeskplorasikan potensinya melalui bermain yang terarah. Dengan

bermain mereka banyak belajar dan mengembangkan seluruh potensi

kecerdasan yang ia miliki. Sesuai dengan tujuan pelaksanaan Hari

Anak Nasional setiap tanggal 23 Juli yang dimaknai dengan kepedulian

bangsa Indonesia terhadap perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak

untuk tumbuh dan berkembang secara optimal agar terbentuk generasi

penerus yang tangguh, sehat jasmani dan rohani, jujur, cerdas,

berprestasi serta berakhlak mulia. 39

Keputusan yang didapatkan dari

36Armstrong, Thomas.Multiple Intelligences In The Classroom.

(Alexandria:Association For Supervision and Curriculum Development, 2009), 42. 37

Taufik Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ; Menyingkap Rahasia Kecerdasan

Berdasarkan Al-Qur‟an Neurosains, (Bandung: Mizan, 2008), 28. 38

Menurut Piaget mengenai tahap perkembangan kognitif dan perkembangan

psikologis dan menurut Erik Erikson mereka berdua menyimpulkan bahwasanya

pendidikan anak usia dini dirancang untuk mengentaskan anak dari tahap pra

operasional (menurut Piaget) atau tahap pra sekolah (menurut Erikson) dalam upaya

dan usaha membantu anak usia dini untuk siap memasuki jenjang sekolah selanjutnya. 39

Keputusan Presiden RI no. 44 tanggal 23 Juli tahun 1984. Penyelenggaraan

Hari Anak Nasional (HAN) ditujukan untuk mensosialisasikan hak-hak anak yang

telah disepakati dunia dan diratifikasi pemerintah RI dalam UU Perlindungan Anak

no. 23 tahun 2002. (Lihat, Majalah Media TK Sentra, Membangun Karakter dan Budi

Pekerti ( Jakarta; Media TK Sentra, Volume 3, 2010), 40.

51

pemikiran tersebut berawal dari sebuah proses untuk menjalankan

keputusan dan menyikapi hasil pelaksanaan keputusan yang telah

disepakati bersama. Rumusan keputusan itu seharusnya didasarkan

pada fakta yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari yang nyata

bukan rekayasa semata, terlebih dalam pendidikan anak usia dini. 40

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah upaya membantu

anak-anak untuk siap mental dan berkarakter tinggi dan berbudi luhur

serta mandiri dalam menapaki tahapan kehidupannya sesuai dengan

tumbuh kembang anak. PAUD tidak hanya dipersiapkan untuk

memasuki jenjang sekolah dasar saja sebagai lanjutan dari sekolah

taman kanak-kanak. Namun berbagai permasalahan yang terjadi di

dunia pendidikan khususnya pendidikan anak usia dini menjadi

perhatian yang serius dikarenakan penyelenggaraan PAUD termotivasi

hanya untuk mengikuti trend akademik atau hanya memburu

kecerdasan intelektual semata yaitu kemampuan target calistung,

sesuai tuntutan orang tua dan memenuhi target kurikulum pendidikan

anak usia dini. Survey membuktikan, banyak anak yang cerdas secara

akademik, namun bermasalah dalam hal kepribadian. Sehingga sulit

bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Anak usia dini

menemukan banyak masalah pada awal belajar di sekolah dasar, ini

disebabkan karena aplikasi pengajaran yang kurang berpihak dalam

menanamkan budi pekerti luhur melalui pengembangan kecerdaan

majemuknya yang kurang memadai, terutama masalah tanggung jawab

dan kemandirian dalam kehidupan sehari-harinya. Walaupun

sebelumnya mereka bersekolah di Taman Kanak-kanak. Namun,

banyak anak usia SD di tahun pertama mereka sekolah, sampai saat ini

belum mampu menyiapkan kebutuhan pribadinya, karena kurangnya

kesadaran para orang tua dalam mendidik anak-anaknya yang terlalu

memanjakan putra-putrinya dengan konsep pendidikan yang belum

memihak terhadap masa tumbuh kembangnya. Seperti kegiatan mandi,

makan, berpakaian, menyiapkan buku-buku pelajaran dan kegiatan

lainnya masih banyak dibantu oleh orang tuanya dengan dalih kasihan,

etc. Intinya, sangat tidak bertanggung jawab dan menyalahi aturan bila

visi dan misi PAUD atau Taman Kanak-kanak yang diselenggarakan,

bila hanya untuk menjadikan anak-anak mampu membaca, menulis dan

berhitung (calistung) semata. Orang yang cerdas adalah orang yang

mampu menyelesaikan masalah hidupnya dengan baik, mampu

40

Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Spiritual Intelligences; The Ultimate

Intelligences (Blomsbury; Great Brain, 2000), 92.

52

melakukan sesuatu yang bermanfa‟at dan mampu menciptakan produk

yang beguna bagi orang lain.41

Oleh karena itu, guru sebagai pendidik

tidak boleh mengukur kecerdasan peserta didiknya hanya berdasarkan

penilaian kecerdasan IQ semata, melainkan kecerdasan yang lainnya

pun harus dikembangkan secara terpadu untuk menghindari celah yang

kosong dari tahapan tumbuh kembang anak yang sempurna.42

Dalam mencapai kesempurnaan, ternyata tidak lepas dengan

berbagai macam kendala. Kendala terbesar bagi dunia pendidikan di

Indonesia untuk menghasilkan anak-anak yang cerdas dan

mendapatkan predikat lulusan yang berkualitas adalah masih

banyaknya fenomena di kalangan pendidik dari sekolah tingkat usia

dini sampai perguruan tinggi, mereka mempunyai pemahaman pola

pikir tradisional di dalam menjalankan proses belajar mengajarnya

yaitu kurikulum yang berlaku di sekolah hanya menekankan pada

kemampuan logika (matematika) dan bahasa semata. sistem pendidikan

di Indonesia sebetulnya hanya menyiapkan para siswa untuk masuk ke

jenjang perguruan tinggi, atau hanya untuk mereka yang memang

mempunyai bakat pada potensi akademik semata dalam meraih

kesuksesan. Dengan demikian, seharusnya tidak hanya kecerdasan

logika matematika dan bahasa saja yang dikembangkan di sekolah,

tetapi semua kecerdasan harus diperhatikan dan dikembangkan dalam

pembelajaran serta tidak boleh mengabaikan potensi kecerdasan yang

lainnya. Karena kesuksesan siswa di dunia nyata tidak hanya

ditentukan oleh kecerdasan logika matematika dan bahasa saja

melainkan kecerdasan lainnya pun sangat berperan dalam meraih

kesuksesan. 43

41

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 115. 42

Howard Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences

(New York: Basic Books, 1983), 31. 43

Menurut pandangan agama bahwa orang yang sukses sesungguhnya adalah

orang yang bersungguh-sungguh berupaya mengenal Tuhannya, taat kepada aturan-

Nya, menjauhi segala larangan-Nya serta berupaya terus menerus memperbaiki didi

agar mulia akhlaknya, santun perangainya, mamnpu mencukupi kebutuhan lahir

bathinnya. Demikian pula dengan kesehariannya, dengan kunci sukses yang ia pegang

maka ia berusaha dengan gigih mempersembahkan amal terbaik bagi kebaikan dirinya

maupun demi kemaslahatan bersama. Karena kunci kesuksesan yang sebenarnya

adalah keistiqomahannya dalam menerima segala keadaan yang menimpanya, segala

kekurangan, ketidakpunyaan, kegagalan yang sering menghadang, maka orang yang

diuji dengan keadaan inilah jika ia bersabar dan slalu berikhtiar kepada sang Pencipta,

maka lambat laun kesuksesan itu akan menghampirinya dari arah yang tidak

disangka-sangka. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem atau pola hidup yang

53

Dalam kehidupan nyata banyak contoh tokoh-tokoh yang sukses

dalam hidup dan kehidupannya, yang tidak tergantung pada kecerdasan

intelektual semata. Melainkan kesuksesan yang mereka raih

berdasarkan ketekunan dan riwayat pengembangan kecerdasan mereka

yang paling menonjol. Oleh karena itu, tidak bisa dipungkiri bahwa

sangat sedikit orang yang sukses di dunia ini yang latar belakangnya

menjadi juara di sekolah. Seperti Bill Gates pemilik Microsoft, Hendri

Ford industriawan mobil Amerika dan Tiger Wood pemain golf adalah

beberapa dari ribuan orang yang dianggap tidak berhasil di sekolah

tetapi menjadi orang yang sangat berhasil di bidangnya. Selain itu, B.

J. Habibie merupakan contoh tokoh yang sukses dengan kecerdasan

logika matematika dengan ilmunya dalam bidang teknologi pesawat,

banyak karya-karya B.J Habibie yang sudah disumbangkannya untuk

Indonesia. Kemudian K.H. Zainuddin MZ sukses dengan kecerdasan

bahasanya, yaitu ceramah-ceramahnya yang begitu menarik audiens,

yang mana ketika didengarkan gema suaranya, siapapun terkesima

akan apa yang disampaikan lewat untaian hikmah ceramah yang

menggetarkan jiwa.44

Demikian juga Andrea Hirata yang sukses dengan kecerdasan

bahasa melalui karya novelnya Laskar Pelangi dan tetraloginya, yang

biaya yang dihabiskannya juga tidak sedikit untuk membuat film laskar

pelangi tersebut, namun berkat kepandaian Andrea Hirata dalam

menyuguhkan cerita yang begitu mempesona, penonton pun terbius

alur cerita yang Andrea Hirata persembahkan lewat kecerdasan bahasa

yang dimilikinya.45

Iwan Fals adalah tokoh yang sukses dengan

kecerdasan musiknya, penyanyi legendaris yang tidak pernah usang

nama dan suaranya di setiap suasana, menjadi favorit yang langka dari

generasi ke generasi, efek dari kecerdasan musikal yang dimilikinya

sejak usia dini, memberikan anugerah bagi kehidupannya hingga saat

ini. Sang legendaris Petinju Crish John yang menorehkan kesuksesan

menjadi juara dunia dan kehebatan Bambang Pamungkas dalam

memungkinkan untuk dapat meraih kesuksesan di dunia dan diakhirat. Semuanya

akan didapatkan bila berusaha untuk mencoba dan membiasakannya dengan penuh

kesadaran. Baca; Suranto S. Siswaya, Sukses dengan Multi Talenta ; Multiple

Intelligences, 72. 44

Suranto S.Siswaya, Sukses dengan Multi Talenta ; Multiple Intelligences,

( Surakarta: Suara Media Sejahtera, 2008), 8. 45

Suranto S.Siswaya, Sukses dengan Multi Talenta ; Multiple Intelligences,

10.

54

menendang bola dengan kecerdasan kinestesis tubuh menjadikan

mereka pujaan bagi sang pecinta olahraga tinju dan bola, yang

membawa harum namanya berkat kecerdasan kinestetik yang mereka

miliki. Demikian juga dengan aksi Didik Nini Thowok yang sukses

dengan menari ke berbagai penjuru dunia dengan kecerdasan kinestesis

tubuhnya, melambung jauh membawa kesuksesannya ke seantero

dunia.46

Selain itu, sosok pelukis Affandi yang berkat kejeliannya

menorehkan kreatifitas yang ia tuangkan dalam lukisan membuat

Affandi sukses dengan kecerdasan spasialnya dan ini karena sering

dilatih serta dibiasakan dengan terus menerus dalam setiap moment

kehidupannya. Panji Sang Petualang sukses bisa bersahabat dengan

berbagai hewan di alam bebas yang tidak semua orang bisa

memilikinya, berkat kebiasaan berkawan dengan binatang, Panji

berhasil mengembangkan kecerdasan naturalisnya dengan bijaksana

sebagai modal dalam meraih cita-citanya. Mario Teguh, seorang

motivator hebat adalah tokoh sukses dengan kecerdasan

interpersonalnya yang mampu membuat siapapun terpukau saat

mendengarkan untaian kalimat yang keluar dari mulutnya seolah

hikmah yang tak bisa diuraikan dengan emas permata karena saking

bijakknya apa yang diutarakan disetiap acara MTGW (Mario Teguh

Golden Ways) yang rutin tayang di Metro TV setiap Minggu malam

jam 19.00 WIB. 47

Sedangkan Romo Mangun sukses dengan

kecerdasan intrapersonalnya, serta masih banyak lagi pengalaman para

tokoh yang berhasil dalam menekuni kecerdasan yang dimilikinya

sebagai apresiasi dalam mengembangkan kecerdasan yang beragam

sesuai dengan potensi dan minat yang mereka inginkan dengan

mengatur kebiasaan yang efektif dalam kehidupannya, maka

kemampuan itu menjelma menjadi keahlian yang membanggakan bagi

setiap insan.48

Selain Kecerdasan majemuk yang disebutkan Gardner. Ternyata

terdapat berbagai jenis kecerdasan yang lebih dari satu macam

jumlahnya, dan beragam sifatnya antara kecerdasan yang satu dengan

46

Suranto S.Siswaya, Sukses dengan Multi Talenta ; Multiple Intelligences,

12. 47

Suranto S.Siswaya, Sukses dengan Multi Talenta ; Multiple Intelligences,

15. 48

Suranto S.Siswaya, Sukses dengan Multi Talenta ; Multiple Intelligences,

20.

55

lainnya. Seperti kecerdasan emosional, 49

kecerdasan spiritual,50

kecerdasan finansial, 51

kecerdasan kreatif, 52

dan masih banyak lagi

teori-teori kecerdasan yang belum dijelaskan dan senantiasa

berkembang apabila distimulus serta dibiasakan dalam kehidupan nyata

sehingga menghasilkan sebuah produk budaya yang bermanfaat dan

berhasil guna bagi seluruh lapisan masyarakat.53

Zohar dan Ian

Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan yang

berfungsi untuk menghadapi dan memecahkan persoalan hidup dan

nilai-nilai kehidupan. Kecerdasan spiritual bisa diartikan sebagai

49

Yang dipopulerkan oleh Daniel Goleman dalam bukunya Emotional

Intelligence (1994) kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya 20% dan 80%

oleh EQ. IQ mengangkat fungsi pikiran dan EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang

tyang ber EQ tinggi berusaha menciptakan kenyamanan dan keseimbangan dalam

dirinya. 50

Danah Zohar, penggagas istilah teknis SQ (Kecerdasan Spiritual)

mengemukakan bahwa kalau IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ

bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (Spiritual Quotient)

menunjuk pada kondisi pusat diri ( Danah Zohar & Ian Marshall: SQ The Ultimate

Intelligence: 2001). 51

Dibahas tuntas oleh kak Seto Mulyadi dan Luthfi Trizki dalam buku

Finansial Parenting, Jakarta:Noura Books, 2012. Buku karya Seto Mulyadi (Kak

Seto) dan Lutfi Trizki ini merumuskan pola pendidikan finansial bagi anak secara

cerdas dan terpadu, lengkap dengan analisa ilmu psikologi dan manajemen. Sistem ini

terbukti efektif menciptakan perubahan perilaku anak-anak agar tak terlena dengan

uang. Karena, mengajarkan anak tentang uang secara benar dapat membentuknya

menjadi pribadi yang jujur, disiplin, bertanggung jawab, dan memiliki jiwa

kewirausahaan. Orangtua diajak turut andil mengoreksi sikap dan cara pandang anak

akan uang. Ada beberapa kiat yang dielaborasikan untuk mengajarkan kecerdasan

keuangan anak sejak dini. Mulai dari cara mengenalkan uang, menabung, berhemat,

dan mengajarkan bertanggung jawab dengan uang saku, serta beberapa metode efektif

dan sederhana untuk mengajari anak soal pengelolaan keuangan secara praktis. 52

Dalam bukunya Head First, Tony Buzan menganggap bahwa kecerdasan

yang digagas oleh Leonardo Da Vinci sebagai kecerdasan yang unik, karena terdiri

dari berbagai unsur, seperti; kelancaran, kecepatan dan keringanan meluncurkan ide-

ide baru yang kreatif, fleksibilitas, kemampuan untuk memandang segala hal dari

aneka sudut yang berbeda, serta keaslian yang merupakan jantung dari pemikiran

kreatif, karena menunjukkan kemampuan seseorang untuk memproduksi ide-ide yang

unik, tidak biasa, dan eksentrik. Unsur terakhir adalah perluasan ide atau kemampuan

para pemikir untuk membangun, mengembangkan, merenda, dan mengerjakannya

dengan teliti. Dengan pengembangan yang intensif segala kecerdasan yang terpendam

dalam benak pikiran akan terkuak seiring dengan latihan secara kreatif dan tidak

hanya mengandalkan kecerdasan kognitif saja. 53

Thomas Amstrong, Seven Kind of Smart: Menemukan dan Meningkatkan

Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligences (Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2002), 27.

56

kecerdasan untuk menempatkan perilaku dalam konteks makna yang

lebih luas dan kaya akan makna. Kecerdasan spiritual digunakan untuk

menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna

dibandingkan dengan yang lainnya. IQ, EQ, dan SQ dapat digunakan

dalam mengambil sebuah keputusan dalam kehidupan yang dialami

setiap hari. Kecerdasan intelektual (IQ) adalah kecerdasan yang hanya

dilihat dari sisi kekuatan verbal dan logika seseorang yang menganut

konsep kecerdasan berdasarkan faktor keturunan dan cenderung dinilai

dengan angka konstan.54

Kecerdasan emosional (EQ) adalah

kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan penuh

kesadaran, menjaga keserasian emosi dan tutur bahasa yang santun,

melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri,

empati dan keterampilan sosial. Substansi dari kecerdasan emosional

adalah kemampuan merasakan dan memahami setiap keadaan

kemudian menyikapinya secara manusiawi. Orang yang EQ nya baik,

secara verbal dan non verbal cenderung memberikan pemahaman dan

pengarahan untuk bersikap baik sesuai dengan norma yang berlaku di

lingkungannya.55

Tuhan memberikan tiga kemampuan dasar bagi manusia untuk

belajar dan sebagai modal dalam menjalani kehidupannya, yaitu

kemampuan penglihatan (visual), kemampuan penglihatan (auditori),

dan kemampuan raga (kinestetik). Ketiga kemampuan itu harus diasah

secara istiqomah dan ditingkatkan agar manusia bisa mencapai

tingkatan paripurna (insan kamil) seluruh kecerdasan majemuknya

terbangun secara optimal. Untuk itu, seluruh elemen masyarakat harus

memberikan dukungan penuh agar tujuan pendidikan dapat

teraplikasikan dengan baik dan bisa dicapai dengan segera agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan Negara melalui peran dari berbagai elemen

masyarakat terutama bagi para pemangku kebijakan pendidikan dalam

54

Definisi kecerdasan menurut Alfred Binet (1857-1911). Alfred Binet

dikenal sebagai seorang psikologi dan dan pengacara, karya terbesarnya adalah

menciptakan alat ukur yang disebut IQ. Test ini bermula dari sebuah sekolah di

Prancis yang ingin membuat program pendidikan berdasarkan kecerdasan anak agar

diperoleh manfaat yang optimal. 55

Daniel Goleman, Emotional Intelligence; Mengapa EQ Lebih Penting

daripada IQ (Jakarta, Gramedia Utama, 2009), 44.

57

mengembangkan kecerdasan majemuk anak usia dini di seluruh

lembaga PAUD secara merata dan terpadu.56

B. Kecerdasan dalam Perspektif Islam

Dalam literatur Islam, kecerdasan seringkali digunakan ketika

menjelaskan tentang sifat wajib bagi rasul yaitu fatonah yang berarti

cerdas.57

Namun sepertinya Multiple Intelligences ala Gardner

mendekati pemahaman Ibnu Sina tentang indra kolektif, karena

menurut Ibnu Sina indera kolektif adalah semua penginderaan yang

berasal dari alat indera lahir terkumpul,dan indera kolektif tersebut

melakukan perbandingan serta perbedaan diantara semuanya. Ibnu Sina

melakukan indera kolektif pada bagian dalam pertama dari sisi depan

otak.58

Menurut Ibnu Sina bahwa setiap kecerdasan umumnya bekerja

bersamaan dengan cara yang terpadu dan saling mendukung, tidak ada

kecerdasan yang berdiri sendiri melainkan saling berinteraksi dan

bekerja sama antara kecerdasan yang satu dengan yang lainnya.

Walaupun Ibnu Sina tidak mengkaitkan antara penjelasannya dengan

multiple intelligences sebagaimana pandangan Gardner, seorang pakar

kecerdasan saat ini. Namun pandangan Ibnu Sina sejalan dengan

Gardner bahwa secara parsial setiap kecerdasan memiliki cara

tersendiri dalam mengelola informasi yang masuk ke dalam otak

seseorang, akan tetapi untuk mengaplikasikan kembali makna

kecerdasan tersebut dalam bentuk potensi yang dimiliki seseorang,

ternyata antara satu kecerdasan yang satu dengan yang lainnya saling

bersinergi dalam satu kesatuan yang unik dan utuh.59

Islam sangat kompeten terhadap kecerdasan yang dimiliki oleh

setiap manusia. Dalam bahasa Arab kecerdasan disebut al-„aql atau

„aqala dan kata „aql.60

Dalam literatur Islam pembahasan mengenai

56

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003/ Sisdiknas 57

Kajian kecerdasan yang lebih spesifik dapat ditelusuri dari berbagai kajian

yang berkaitan dengan akal, jiwa dan berbagai potensi kejiwaan lainnya secara

mendalam menjadi konsep para muslim klasik, seperti Ibnu Sina, Al Farobi dan lain-

lain yang memiliki pemahaman dan penguasaan yang sangat dalam tentang jiwa

manusia dan banyak memberikan sumbangan positif bagi peletakan dasar psikologi

yang bernuansa Islami. 58

Ibnu Sina, Al-Najah (kairo: Dar al-Ihya, 1325 H), 265. 59

Muhammad Usman Najati, Jiwa dalam Pandangan Para Filsof Muslim

(Bandung: Pustaka Hidayah, 2004), 209. 60

Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ, Menyingkap Rahasia Kecerdasan

Berdasarkan Al-Qur‟an dan Neurosains Mutakhir (Bandung: Mizan, 2002), 257.

58

kecerdasan tidak luput dari pantauan ilmuwan Islam.Secara bahasa

kecerdasan disebut dengan al-adzka, yang berarti kecepatan dan

kesempurnaan dalam memahami sesuatu.61

Sesuai dengan yang

disinyalir dalam Al-Qur‟an, bahwasanya ternyata banyak sekali ayat

yang menjelaskan tentang kecerdasan salah satunya yang terdapat

dalam QS. Ali Imran ayat [3] :190.62

ماوات والرض واختلف الليل والىهار ليات لولي اللباب إن في خلق الس

( ١٩٠:ال عمزان )

“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, dan silih

bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang

yang berakal” (QS.Ali Imran [3]: 190)

Dari ayat tersebut Abu Ja‟far berkata: pernyatan itu merupakan

bantahan dan argumentasi dari Allah SWT untuk orang yang

mengatakan kata-kata tersebut, serta hujjah bagi semua makhluk-Nya,

bahwa Dialah yang mengatur segalanya sesuai kehendak-Nya, dan

kemampuan menjadikan kaya dan miskin ada di tangan-Nya. Selain

kalam Ilahi terdapat juga yang menjelaskan tentang kecerdasan dalam

sebuah hadist yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam kitab Sunan

at-Tirmidzi.63

اا عه ه ال يى » ال -وسلم علي الله صل -الىب ى عه و ه

(رواي التز ذي) المىت لما وعمل و س اان

“Dari Syaddad Ibn Aus, dari Rasulullah saw. Bersabda : orang

yang cerdas adalah orang yang merendahkan dirinya dan beramal

untuk persiapan sesudah mati” (H.R. At-Tirmidzi).

61

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 317. 62

Lihat Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari/ Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari; penerjemah, Akhmad Affandi; editor, Bensus

Hidayat Amin (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), 303-304. 63

Lihat, kitab At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi (Beirut, Dar al-Arab al-

Islami, 1998), Juz 4, h. 638.

59

Pada penjelasan ayat al-Qur‟an dan hadith tersebut jelaslah

bahwa Islam pun membahas tentang kecerdasan. Kecerdasan adalah

kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah,

lalu menyelesaikan masalah tersebut, atau kemampuan untuk membuat

atau menghasilkan sebuah karya atau sesuatu yang dapat berguna bagi

orang lain. Kecerdasan tidak hanya dilihat dari nilai akademik yang

diperoleh seseorang.64

Selain makna kecerdasan yang telah disebutkan sebelumnya,

menurut Islam, kecerdasan juga dapat berarti al-dhaka secara bahasa

artinya adalah kemampuan memahami sesuatu. Di samping al-dhaka,

juga dapat bermakna al-qudrah yang artinya tidak jauh berbeda dengan

al-dhaka yaitu kecepatan memahami sesuatu dengan sempurna. Oleh

karena itu, setiap manusia dianugerahkan kecerdasan oleh Allah dengan

beragam untuk mengabdi kepada-Nya. Walaupun manusia telah

dianugerahi kecerdasan oleh sang Pencipta, akan tetapi Islam

mengajarkan kepada manusia untuk selalu belajar dan belajar seumur

hidupnya. Kecerdasan dalam hal ini diartikan tentang bagaimana

manusia untuk selalu mensyukuri setiap nikmat yang diberikan oleh

Allah dengan mengoptimalkan pemberian Allah berupa kecerdasan

untuk senantiasa memperbaiki diri setiap saat sehingga menjadi insan

kamil. 65

Pandangan ini berbeda dengan Al- Farobi yang meletakkanya

dihati. Hati dalam keyakinan Al Farobi merupakan alat untuk ma‟rifat

kepada Tuhan dan sarana untuk mengetahui ketuhanan (kecerdasan

spiritual). Dalam Islam manusia diciptakan dalam struktur yang baik

diantara makhluk lainnya. Struktur manusia yang terdiri dari unsur

psikis dan psikologis yang dalam dua unsur tersebut, manusia

dilengkapi dengan seperangkat kecerdasan majemuk cenderung

berkembang secara otomatis. Komponen fithrah menurut Arifin

mencakup dalam beberapa komponen fithrah manusia, yaitu; instuisi,

instink, bakat, hereditas, nafsu dan karakter. Sayyid Quthb lebih

memahami terhadap pandangan Islam tentang kecerdasan dan potensi

manusia dalam kecenderungan arahnya. Hal ini dikarenakan penciptaan

manusia sebagai makhluk yang tercipta dari tanah dan hembusan ruh

Allah menjadikannya memiliki potensi yang sama dalam kebajikan dan

keburukan, karena pada hakikatnya manusia dilahirkan dalam keadaan

64

Mulyana A.Z, Rahasia Menjadi Guru Hebat (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2010), 165. 65

M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis

Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner ( Jakarta: Bumi Aksara, 2000) cet, ke 5, 100.

60

fithrah.66

Islam mengajarkan bahwa setiap anak dilahirkan dalam

keadaan fithrah dan mempunyai kemampuan yang spesial. Bukan saja

menciptakan anak dengan ukuran penilaian finger print dan struktur

retina yang berbeda, melainkan menciptakan segenap bawaan

psikologis dan emosional yang spesial juga. Jika apresiasi terhadap

anak ini terjadi dengan sempurna, maka anak-anak usia dini akan

mendapatkan proses belajar mengajar yang menyenangkan, merasa

dihargai dan tidak takut selalu dimarahi tanpa alasan yang tidak jelas.67

Filsuf prancis Jean Jacques Rousseau menyatakan, „‟manusia

dilahirkan bebas dan di mana-mana ia terbelenggu.‟‟maka, para orang

tua yang memaksakan kehendak agar anaknya mengikuti keinginan

dirinya dan bukan keinginan anak itu sendiri, tanpa sadar hakikatnya

orang tua tersebut sesungguhnya telah memasung dan mematikan

potensi kecerdasan yang dimiliki anak sebagai amanah dan makhluk

titipan Tuhan.68

Dalam sejumlah hadits, Nabi Muhammad SAW menjelaskan

tentang kewajiban menuntut ilmu, „‟ Menuntut ilmu adalah kewajiban

bagi setiap muslim.”Nabi juga memberikan jaminan, „‟Barang siapa

yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan

mempermudah baginya suatu jalan menuju surga. Sesungguhnya para

malaikat meletakkan sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu karena

ridho-Nya dengan apa yang mereka perbuat.” Anak-anak memang

harus diajari iqra sejak usia dini. Iqra artinya bacalah, kata perintah

dalam bahasa Arab tersebut berasal dari kata kerja membaca dan juga

menulis agar berilmu, mencapai kemuliaan. 69

Nabi Muhammad SAW menganjurkan agar para orang tua dan

pendidik sejak usia dini mengajarkankan anak didiknya untuk berlatih

menunggang kuda, belajar memanah dan berlatih berenang. Orang tua

Yahudi mengajari anak-anak mereka untuk bermain piano, berlari,

belajar menembak terutama membiasakan membaca buku. Kebiasaan

66Setiap anak itu dilahirkan menurut fitrahnya, maka hanya kedua orang

tuanyalah yang akan menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani dan Majusi”

(HR Bukhari) lihat buku karya, Jamaal „Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak,

Teladan Rasulullah SAW, Penerjemah: Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi (Bandung:

Irsyad Baitus Salam, 2005), 23.

67Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta:

Ruhama, 1995), 32. 68

Thomas Amstrong, Setiap Anak Cerdas Panduan Membantu Anak Belajar

dengan memanfaatkan Multiple Intelligence-nya.Diterjemahkan oleh Rina Buntaran

(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), 54.

69At-Tirmidzi.Sunan at-Tirmidzi. Beirut: Dar al-Arab Al-Islami, 1998.

61

membaca mereka hanya dapat dikalahkan oleh orang-orang Jepang

yang semangat membacanya sama dengan mereka orang-orang Yahudi.

Hukum universal berlaku bahwa siapa yang gemar membaca mereka

mendapat informasi yang diinginkan. Siapa yang mendapatkan

informasi mereka mendapatkan pengetahuan apa saja, siapa yang

menguasai pengetahuan mereka menguasai teknologi. Dan siapa yang

menguasai informasi, pengetahuan dan teknologi, maka bersiaplah

menjadi raja dunia dan itu semua diawali dengan satu kata perintah

yaitu iqro yang artinya bacalah. Bangsa Indonesia gemar menghafal

dan sering mengucapkannya, sementara bangsa lain gemar

melaksanakan dan membuktikannya dengan banyak membaca 70

Sejarah mencatat, setelah mengalami zaman keemasan,

terutama sepanjang abad ke-8 hingga abad ke-13, peradaban Islam

mengalami kemunduran. Kehancurannya secara fisik ditandai dengan

pembantaian umat manusia dan penghancuran buku-buku oleh Hulagu

dan bala tentara Mongol yang membinasakan Baghdad pada tahun

1258 M. Setelah itu umat Islam larut dan tenggelam dalam kegelapan

akibat kebodohan, fanatisme dan perang saudara. Keadaan seperti itu

berlangsung hingga saat ini. Sementara bangsa-bangsa Barat, dalam

membebaskan diri dari kegelapan, mencari dan mengamalkan ilmu

pengetahuan ke dunia Islam. 71

Mereka mempelajari dan menyerap

ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh para ilmuwan muslim.

dengan mempelajari keilmuwan tersebut, mereka orang-orang barat

berhasil dan sukses menguasai dunia hingga sekarang dengan banyak

membaca dan meningkatkan ghirah belajar.72

Belajar adalah perintah Tuhan bagi umat manusia. Wahyu

pertama yang diturunkan Allah melalui malaikat Jibril kepada

Muhammad di goa Hiro, „‟Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu

yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusi dari segumpal

darah.Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah yang mengajar

manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengjarkan kepada manusia

apa yang tidak diketahuinya.‟‟73

70Toto Tasmara, Yahudi Mengapa Mereka Berprestasi (Jakarta: Sinergi

Publishing, 2010), 121. 71

Jabir bin Hayyan, Ibnu Al –Haytam, Al-Kindi, Ad-damiri, Zakariya Ar-

Razi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Ibnu Majid, Al-Farghani, Al-Khawarizmi dan masih

banyak lagi yang lainnya. 72

Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 28. 73

QS. Al-„Alaq (96) ayat 1-5. Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan

Terjemahnya (Bandung: CV. Diponegoro, 2005), 321.

62

Senada dengan firman Allah tersebut, Aristoteles filosof besar

Yunani, ia melakukan iqro tidak hanya secara spiritual dan asumtif.

Oleh karena itu, firman Allah dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 tersebut

bermakna; bahwa biarkan anak-anakmu bermain sambil belajar, dan

belajar sambil bermain. Ketika mereka remaja, ikuti hadits nabi untuk

mengajari mereka berkuda, berenang dan memanah. Bila itu dilakukan

dengan baik dan bijaksana maka kelak anak-anak tumbuh dewasa dan

menjadi dirinya sendiri serta berkembang sesuai tahapannya. Dan cita-

citanya akan tercapai serta meraih kesuksesan, seperti apa yang

diinginkan kedua orang tuanya yaitu menjadi insan kamil. 74

Kesimpulannya bahwa nilai-nilai kecerdasan dalam wacana

Islam sebenarnya telah menjadi diskusi yang serius, meskipun tidak

secara langsung dikaitkan dengan term kecerdasan itu sendiri. Dalam

dunia pendidikan Islam, teori kecerdasan sebenarnya telah terangkum

secara implisit pada kajian tentang konsep fitrah yang berkembang

secara integral. Dengan demikian implementasi pengembangan

kecerdasan majemuk dalam dunia pendidikan Islam telah menjadi

tradisi turun temurun, yang pada awalnya dilatarbelakangi dari

pemahaman para ulama terhadap konsep fithrah dan tujuan pendidikan

Islam yang mampu menciptakan nuansa religius dalam membentuk

insan kamil yang mengaplikasikan konsep kecerdasan dalam kehidupan

sehari-hari demi kesuksesan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.75

C. Strategi Pembelajaran MIR dan Metode Sentra

Strategi pembelajaran berdasarkan multiple intelligences sangat

banyak jumlahnya, seiring dengan kreatifitas guru, database strategi

multiple intelligences juga terus berkembang. Berdasarkan pengalaman

yang dilakukan dalam proses belajar mengajar disekolah, pendekatan

pembelajaran kepada anak didik sangat diperlukan, bukan hanya

pendekatan secara klasikal saja yang dilakukan dalam proses

pembelajaran akan tetapi pendekatan secara individu kepada anak-anak

pun sangat mereka harapkan. Pendekatan pembelajaran yang

74

Ath-Thabari, Muhammad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari/ Abu Ja‟far

Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Penerjemah, Akhmad Affandi; editor, Bensus

Hidayat Amin (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), 21. 75

Hal ini dapat diketahiu dari beberapa indikator dengan adanya para tokoh

intelektual muslim yang memiliki Multiple Intelligences seperti, Ibnu Sina, Ibnu Al-

„Arobi, Al-Farabi, Khawarizni, dan sebagainya. Indikator lain juga dapat ditelusuri

dengan adanya beberapa hasil karya yang menjadi simbol keemasan peradaban Islam

pada masa klasik.

63

diaplikasikan dalam pengalaman mengajar sering tidak sesuai dengan

kebutuhan anak didik yang haus akan bimbingan guru sebagai

pengganti orangtuanya di sekolah, dengan kata lain anak-anak

senantiasa mengharapkan bimbingan yang berkesinambungan dari

seorang guru. Akan tetapi, bimbingan yang diperoleh anak didik

seringkali tidak sesuai dengan harapan. Ini dikarenakan pemahaman

model pendekatan yang kurang sepadan dengan keilmuan yang ada

yang dimiliki oleh seorang guru sebagai pendidik dengan tahapan

perkembangan anak didik. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan

sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran,

atau acuan yang harus dikembangkan yang merujuk pada pandangan

tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum,

Apalagi pemahaman seorang guru terkadang belum sampai ketataran

yang professional. Pendekatan pembelajaran tersebut di dalamnya

mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatar belakangi sebuah

metode pembelajaran yang meliputi cakupan teoritis tertentu. 76

Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran yang berlangsung

dalam proses pengajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: pertama,

pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa

(student centered approach). Kedua, pendekatan pembelajaran yang

berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Fenomena yang terjadi saat ini, banyak sekali siswa yang tidak merasa

dihargai pendapatnya karena pendekatan yang diaplikasikan hanya satu

sisi saja yaitu pendekatan yang berpusat pada guru, sehingga talenta

dan kemampuan yang dimiliki oleh anak-anak kadang terpasung

dengan sistem pendekatan yang tidak menghargai kemampuan anak-

anak sebagai peserta didik secara komprehensif.77

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam

rumusan. Selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran.

Newman dan Logan menjelaskan sekilas tentang unsur-unsur strategi

yang harus dilakukan oleh guru sebagai pendidik dalam usahanya

membimbing anak-anak sebagai peserta didik dalam memahami

pembelajaran dengan baik. 78

Pertama adalah mengidentifikasi secara

76

Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Rosda

Karya Remaja, 2003), 34. 77

Elaine, B. Johnson, Contex Teaching And Learning: Menjadikan Kegiatan

Belajar Mengajar Mengasyikkan Dan Bermakna, (Bandung: Kaifa, 2010), 33. 78

Strategi pembelajaran merupakan suatu serangkaian rencana kegiatan yang

termasuk di dalamnya penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya

atau kekuatan dalam suatu pembelajaran. Strategi pembelajaran disusun untuk

64

khusus setiap anak didik yang ada di kelas tersebut tanpa membedakan

status dan kemampuannya dalam menangkap pelajaran yang diberikan

dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran

(target) yang harus dicapai, setelah mengetahui latar belakang kondisi

yang sebenarnya kemudian dicarikan solusi yang tepat dengan

mempertimbangkan aspirasi dan kecenderungan anak didik sesuai

dengan apa yang diperlukannya. Kedua, Mempertimbangkan dengan

bijaksana segala keputusan yang akan disampaikan kepada anak-anak

dengan memilih pendekatan paling efektif untuk mencapai sasaran

yang diinginkan dari pembelajaran yang ada. Ketiga,

mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah strategis yang

ditempuh sejak titik awal sampai mencapai prioritas yang diinginkan.

Keempat, mempertimbangkan dan menetapkan kriteria dan patokan

ukuran yang standard untuk mengukur keberhasilan yang diinginkan

dari setiap usaha dan rencana yang sesuai dengan niat awal. Berarti

strategi pembelajaran sangat erat kaitannnya dengan metode

pembelajaran yang menjadi bahan acuan dalam mengajar.79

Metode pembelajaran di sini dapat diartikan sebagai cara yang

digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun

dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat

digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran,

diantaranya: ceramah, demonstrasi, diskusi, simulasi, laboratorium,

pengalaman lapangan, brainstorming, debat, simposium, etc. Sebagai

contoh, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa

yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya

secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada

kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan

penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada

kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya

tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik

meskipun dalam koridor metode yang sama. Jadi teknik apapun harus

mencapai suatu tujuan tertentu.Strategi pembelajaran didalamnya mencakup

pendekatan, model, metode dan teknik pembelajaran secara spesifik. Strategi

pembelajaran merupakan hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses

pembelajaran. Hamzah B. Uno, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching.

Quantum Teaching: Perencanaan Pembelajaran (Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi,

2008), 16. 79

Hamzah B. Uno, StrategiBelajar Mengajar dan Micro Teaching. Quantum

Teaching: Perencanaan Pembelajaran, 24.

65

melihat konteks yang ada dan juga diperhitungkan sesuai keadaan agar

berhasil guna dalam pembelajaran yang diinginkan tidak sia-sia bahkan

mengecewakan.80

Teori kecerdasan majemuk menawarkan kesempatan untuk

mengembangkan strategi pengajaran inovatif yang relatif baru bagi

pendidikan guru. Teori multiple intelligences menunjukkan bahwa

tidak ada satu paket strategi pengajaran yang bekerja dengan baik bagi

semua siswa di setiap pembelajaran yang diikutinya. Semua anak

memiliki kecenderungan yang berbeda dalam tujuh kecerdasan

majemuk yang inti, sehingga setiap strategi tertentu mungkin sangat

sukses dengan satu kelompok siswa dan kurang sukses dengan

kelompok lain. Tugas gurulah yang harus mengamati hasil dari strategi

tersebut untuk dicarikan solusi yang terbaik agar kecerdasan yang

dimiliki anak dapat berkembang dengan baik. 81

Strategi untuk mengetahui pengembangan pembelajaran

berbasis kecerdasan majemuk yang sudah diterapkan di sekolah yang

berbasis multiple intelligences adalah melalui metode pendekatan

Multiple Intelligence Research (MIR) dan pendekatan metode sentra.

Berikut sekilas penjelasan dari strategi metode pembelajaran

pengembangan kecerdasan majemuk agar dipahami dengan baik, yaitu:

1. Multiple Intelligence Research (MIR) MIR (Multiple Intelligence Research) adalah sebuah riset

pendekatan yang digunakan oleh guru untuk membantu para guru untuk

menemukan gaya belajar setiap peserta didik, karena dalam pendekatan

MIR prinsipnya adalah guru akan berhasil dalam mengajar jika

mengikuti dan memahami gaya belajar peserta didik yang

bersangkutan. Penilaian MIR dilaksanakan pada saat penerimaan siswa

baru di sekolah. Seorang guru sebagai pendidik tidak mendapatkan

hasil yang optimal dalam penyampaian pembelajaran tanpa mengetahui

gaya belajar yang diinginkan peserta didiknya secara tepat. Oleh karena

itu, sebelum mengetahui dan menentukan gaya belajar setiap peserta

didik tersebut, terlebih dahulu di saat penerimaan murid baru, guru

mengidentifikasi berbagai kecerdasan yang dominan dimiliki calon

80

George Boeree, Metode Pembelajaran dan Pengajaran: Kritik dan Sugesti

Terhadap Dunia Pendidikan, Pembelajaran dan Pengajaran, (Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media, 2008), 26. 81

Thomas Armstrong, Multiple Intelligences In The Classroom (Virginia:

Association for Supervision and Curriculum Development, 2009), 72.

66

peserta didiknya dengan cara menanyakan latar belakang siswa dan

kesukaan apa yang dimiliki calon peserta didik tersebut dan cenderung

melakukannya. 82

Ketidakpahaman dan kebingungan yang dialami banyak guru

untuk menerapkan strategi ini biasanya berawal dari pemikiran untuk

mengembangkan strategi ini dengan fokus hanya pada salah satu

kecerdasan sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki oleh peserta didik

sebagai hasil dari MIR. Padahal dalam satu kelas jumlah siswa bisa

mencapai 30 anak didik. Hasil MIR memiliki fungsi penting sebagai

data informasi tentang keadaan kecerdasan siswa yang bersangkutan,

sebagai anjuran kepada orang tua untuk melakukan berbagai aktifitas

yang disarankan untuk diterapkan pada peserta didik guna memancing

bakat anak tersebut sesuai dengan gaya belajar yang dimilikinya.

Selanjutnya MIR dilaksanakan pada setiap kenaikan kelas.

Kenyataannya banyak siswa yang cenderung berubah-ubah

kecerdasannya terkait faktor lingkungan dan kebiasaan yang siswa

lakukan dalam kehidupan sehari-harinya. Data MIR tahun sebelumnya

dijadikan masukan untuk pelaksanaan MIR pada tahun depannya. MIR

yang dilakukan secara berkala setiap tahun sekali terhadap anak didik

dalam hubungannya dengan proses kegiatan belajar mengajar menjadi

penghubung baginya dalam menemukan kondisi akhir yang terbaik.83

Pelaksanaan MIR dilakukan sebagai langkah awal dalam

mengetahui informasi tentang kecerdasan dan gaya belajar dominan

yang dimilikinya. Selanjutnya setiap guru dan orang tua diharuskan

menyesuaikan gaya mengajar atau perlakuan kepada anak didik

tersebut disesuaikan dengan gaya belajar siswa yang telah diketahui

dari hasil MIR, namun terkadang kerja sama antara guru di sekolah dan

orang tua di rumah sering tidak sejalan dalam memperlakukan anak

tersebut dikarenakan pengetahuan yang dimiliki anak cenderung

berkembang dan dinamis. 84

Namun kebingungan yang dialami mayoritas guru sebagai

pendidik untuk menerapkan strategi MIR ini biasanya berawal dari

82 Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, 98.

83Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, 102.

84MIR yang dilaksanakan di sekolah-sekolah yang berbasis Multiple

Intelligences mayoritas pelaksanaan MIR belum maksimal dan belum dilakukan

secara berkala, dilakukan hanya pada penerimaan siswa baru saja. Hasil MIR yang

diperoleh dari hasil wawancara pada siswa baru tidak dapat langsung diposes hasilnya

di sekolah yang bersangkutan melainkan ada tim pemberi nilai tersendiri yang

kantornya berada di Surabaya. Dan hasil MIR yang sudah mendapatkan nilai dikirim

melalui kantor pos ke alamat sekolah yang bersangkutan.

67

pemikiran untuk mengembangkan strategi MIR dengan fokus hanya

pada salah satu satu jenis kecerdasan. Contoh: saat guru fokus pada

salah satu kecerdasan sesuai dengan prediksi (MIR) di awal penerimaan

siswa baru. Seperti kecerdasan linguistik, guru tersebut mencoba

berpikir dan menguraikan segala aktifitas pembelajaran yang sesuai

dengan kecerdasan linguistik yang dimiliki anak tersebut dan tidak

menyentuh kecerdasan yang lain. Begitupun orang tua di rumah

diinformasikan agar memperlakukan anak tersebut sesuai dengan gaya

belajar dan kecerdasan yang diperoleh melalui hasil MIR. Sebagai

contoh, ketika hasil MIR seorang anak didik menunjukkan bahwa anak

tersebut memiliki skala kecerdasan linguistik tertinggi dibandingkan

dengan kecerdasan lainnya, maka deskriptif kegiatan yang disarankan

bagi anak tersebut adalah membiasakan anak untuk terbiasa bercerita,

berdiskusi, menulis pesan singkat, membuat buletin keluarga,

melaporkan kejadian harian dan lain sebagainya dalam proses

pembelajaran sehari-hari yang diterapkan di rumah atau sekolah.

Intinya dalam penerapan MIR kecerdasan peserta didik dibatasi hanya

satu jenis kecerdasan ditujukan dalam rangka mengoptimalkan potensi

yang dimilikinya.85

2. Pendekatan Metode Sentra Pendekatan metode sentra masih terdengar asing dikalangan

para pendidik. Padahal sebenarnya metode sentra bukanlah sesuatu hal

yang baru di Indonesia karena sudah sejak lama metode sentra ini

dikenal dengan adanya sudut-sudut dalam penataan sarana dan

prasarana khususnya di TK yang sebenarnya dimaksudkan sebagai

metode sentra. Namun sangat disayangkan, selama ini pelaksanaan

sudut-sudut tersebut sebatas penataan sarana dan prasara semata,

kurang diimbangi dengan berbagai pilihan kegiatan bermain dan bahan

main yang sesuai dengan tiap sudut atau sentra tersebut, hal ini

disebabkan kurangnya pemahaman secara komprehensif tentang

85

Apabila cara ini dipakai oleh guru dalam mengaplikasikan multiple

intelligences maka guru tersebut menemui banyak kesulitan dalam aplikasi strategi

multiple intelligences. Pelaksanaan strategi ini menjadi mudah jika langkah awal

difokuskan pada model aktifitas pembeljaran terdahulu, setelah itu lakukan analisis

terhadap aktifitas tersebut berkaitan dengan kecerdasan apa saja. Dalam menerapkan

strategi pembelajaran ini memang tidak mudah karena belum terbiasa. Jika sesuatu

yang sulit dilaksanakan dengan terbiasa, maka hal tersebut menjadi mudah. Lihat,

Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, 120.

68

strategi metode sentra serta aplikasi yang nyata daripada manfaat

metode sentra itu sendiri.

Pembahasan tentang pemahaman metode sentra ini

menjadikan tempat anak-anak belajar dan bermain menjadi sangat

menarik. Pusat-pusat kegiatan sentra mengembangkan kesempatan

pada anak-anak dalam kelasnya pada sistem pembelajaran terbaik

dalam lingkungan yang aktif mereka alami seolah-olah mereka

menyelami pembelajaran yang sedang dibahas. Mereka mengalaminya

langsung sesuai dengan tema sentra di hari itu. Bagi pendidik yang

kreatif, mereka dapat menggunakan beberapa sentra sesuai dengan

kebutuhan anak dan sarana serta prasarana yang tersedia. Dalam

pembelajaran sentra, seorang pendidik dapat mendesain dan

merubahnya sedemikian rupa, hal itu dapat dilakukan dengan berbagai

macam cara, salah satunya adalah dengan cara menambahkan hiasan-

hiasan atau properti seadanya yang ada dalam kelasnya sesuai dengan

sentra pembelajaran yang dibutuhkan oleh anak-anak sesuai dengan

pusat minat dan pusat kegiatan yang merupakan sentra kegiatan di

lembaga PAUD khususnya TK (Taman Kanak-kanak).86

a. Pengertian Pendekatan Metode Sentra

Nama Asli Metode sentra adalah BCCT (Beyond Center and

Circle Time. Metode ini di Indonesia dikenal dengan istilah senling

yaitu kependekan dari sentra dan lingkaran. Kemudian popular dengan

istilah metode sentra. Metode sentra merupakan pengembangan dari

metode montessori, high scope, reggio Emilio.(dikasih catatan kaki

tentang pengertian nya) Sentra dan lingkaran adalah sebuah metode

pengajaran yang cocok untuk anak normal maupun untuk anak

berkebutuhan khusus. Konsep pendidikannya dirancang dalam bentuk

bermain yang terarah.87

Istilah sentra sering disebut juga area atau sudut, sudut belajar

(learning centre), sudut kegiatan (activity centre), sudut minat (interest

centre). Sentra dapat diartikan sebagai zona atau area main anak yang

dilengkapi dengan berbagai perangkat alat main yang berfungsi sebagai

86

Departemen Pendidikan Nasional,Pedoman Pendekatan “Beyond Center and

Circle Time (BCCT)” (Pendekatan Sentra Dan Saat Lingkaran) dalam Pendidikan

Anak Usia Dini (Jakarta: Direktorat Pendidik Tenaga Kependidikan Pendidikan

Nonformal, 2007), 32. 87

Departemen Pendidikan Nasional,Pedoman Pendekatan “Beyond Center

and Circle Time (BCCT)” (Pendekatan Sentra Dan Saat Lingkaran) dalam

Pendidikan Anak Usia Dini, 10.

69

pijakan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung perkembangan

anak usia dini, yang tercakup dalam tiga jenis main, yaitu main

sensorimotor, main peran dan main pembangunan. 88

Sentra juga dapat

didefinisikan sebagai permainan dan kegiatan yang disusun sedemikian

rupa untuk memberikan semangat pada kegiatan-kegiatan pembelajaran

secara khusus, yaitu yang berhubungan dengan kehidupan keluarga,

musik, seni, balok bangunan, sains, dan seni berbahasa atau berbagai

kegiatan yang dapat mengembangkan kecerdasan majemuk.89

Sentra mempunyai keterkaitan yang erat dan kuat dengan

beberapa pandangan ahli pendidikan, seperti Pestalozzi yang

mempercayai bahwa anak-anak belajar melalui interaksi langsung

dengan teman sebaya dan lingkungan sepermainannya. John Dewey

yang dalam sistem pembelajarannya menekankan pada antusias belajar

sambil bekerja dan aplikasi hubungan organik antara pendidikan dan

pengalaman seseorang. Ahli pendidikan Montessorri dengan pemikiran

yang dianutnya menyatakan bahwa anak kecil belajar belajar melalui

tugas-tugas dan alat-alat belajar yang disiapkan dengan hati-hati.90

Sebuah literature tentang pendidikan anak SD menggunakan istilah

belajar atas kemauan sendiri ( Self Directing Learning atau SDL). SDL

merupakan adaptasi dari model pendekatan yang digunakan di TK High

Scope milik penggagas David Weikart di Michigan. Model dari High

Scope disebut dengan proses rencana tindakan-kaji ulang (Plan Do-

Review atau PDR).91

Dilihat dari sejarahnya pendekatan PDR

berlandaskan teori perkembangan Jean Piaget. Anggapan dasar dari

pendekatan PDR adalah bahwa anak merupakan pelajar yang aktif

berproses untuk meningkatkan pengetahuannya melalui pengalaman

yang bermakna, untuk pendekatan sejenis sentra kegiatan di TK.

Pendekatan PDR ini kemudian dikembangkan menjadi SDL untuk anak

TK yaitu dengan menambah sentra-sentra yang dibutuhkan, perncanaan

tertulis dalam kertas kerja serta pelaporan kegiatan secara tertulis juga

untuk mengetahui siklus perkembangan masing-masing individu

88Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, bulletin PADU, 86.

89

Gilley, Jiane Mack and Gilley, Early Chilhood Development and

Education( New York: Delmar Publisher Inc, 2001), 35.

90Mary Mayesky, Creative Activities for Young Children (New York:

Delmar Publisher Inc, 2000), 38. 91

PDR dikembangkan sekitar tahun 1960-an dengan 3 langkah prosedur

pokok untuk anak yaitu; memikirkan rencana tentang yang dikerjakan selama waktu

SDL, merealisasikan rencana tersebut dan mengkaji ulang serta mencatat atau

melaporkan hasilnya.

70

anak.92

Pendekatan metode sentra dapat diterapkan juga pada lembaga

pendidikan anak usia dini, termasuk untuk anak KB, TPA dan TK.

Sebagai sebuah pendekatan, saat ini di Indonesia sentra dilaksanakan

secara terpadu dengan saat lingkaran (Circle Time) untuk anak usia

dini.93

Metode BCCT dikenal lebih jauh tentang saat sentra dan saat

lingkaran (Beyond Centres and Cicles Times)dengan sebutan metode

sentra.94

Untuk memahami konsep metode sentra diperlukan

pemahaman tentang ciri-ciri khusus dari pada metode sentra itu sendiri

agar memudahkan untuk mengaplikasikannya dengan baik. Ciri-ciri

dari metode sentra adalah pembelajarannya tidak dominan terhadap

gurunya melainkan berpusat pada anak, menempatkan setting

lingkungan main sebagai pijakan awal yang penting sebagai barometer

dalam pelaksanaan metode sentra guru sebagai fasilitator dan

pembimbing memberikan dukungan penuh kepada setiap anak untuk

aktif mencoba, kreatif dan berani mengambil keputusan sendiri tanpa

intimidasi dari gurunya. Peran guru sebagai fasilitator, motivator, dan

evaluator tidak mendikte anak dalam pengajarannya.Memiliki standart

operasional prosedur yang baku dalam aturan pembelajarannya

sehingga teratur dalam proses pembelajarannya dalam arti bebas tapi

tetap mematuhi aturan yang ada. Kegiatan anak berpusat di sentra-

sentra main yang berfungsi sebagai pusat minat untuk menyalurkan

potensi yang dimiliki masing-masing anak.

b. Landasan Model Pembelajaran Sentra dan Filosofinya Pelaksanaan model pembelajaran dengan pendekatan

metode sentra pada anak usia dini berlandaskan pada:

1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979

Tentang Kesejahteraan Anak, diantaranya Pasal 2 Ayat (1) Tentang

Hak Anak yang berbunyi, sebagai berikut: “Anak berhak atas

kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan

kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan

92Pedoman penerapan BCCT dalam Pendidikan Anak Usia dini, departemen

Pendidikan Nasional Direktorat Jendral pendidikan Luar Sekolah, direktorat

pendidikan, 2006. 93

Saat lingkaran (Circle Time) adalah kegiatan kelompok yang dilakukan

oleh sejumlah orang yang terdiri atas orang dewasa (guru sebagai fasilitator) dan

anak-anak, mereka duduk melingkar bersama dengan tujuan membangun pemahaman

bersama diantara mereka tentang tema tertentu yang dibahas. 94

Direktorat Pendidikan Anak usia Dini, Grand Desain Pendidikan Anak

Usia Dini (Jakarta : Depdiknas, 2007), 39.

71

khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.”

2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak, diantaranya pada BAB III pasal 9 dan 11.

Pasal 9 berbunyi: bahwa “Setiap anak berhak memperoleh

pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan

pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan

bakatnya.“

Sedangkan Pasal 11 yaitu: “Setiap anak berhak beristirahat dan

memanfatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya,

bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan

tingkat kecerdasannya demi pengembangannya.”95

Sedangkan Filosofi dari program pembelajaran pendekatan

metode sentra berasal dari berbagai ahli psikologi perkembangan yang

telah mengamati pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini

selama bertahun-tahun. Di antaranya adalah penerapan teori dan model

pembelajaran dari Helen Parkhust dengan pembelajaran di sekolah

Dalton, dimana di kedua sekolah tersebut tidak digunakannya program

klasikal dalam sistem pembelajarannya, tetapi menggunakan

pendekatan sentra-sentra sebagai tempat belajar yang fokus program

kurikulumnya secara individual.96

Menurut Helen Parkhust yang lahir

di Amerika pada tahun 1807 M, kegiatan pembelajaran harus

disesuaikan dengan sifat dan keadaan individu anak didik yang

mempunyai tempat dan irama perkembangan berbeda satu dengan

yang lainnya. Kegiatan pembelajaran diberikan kepada anak didik

untuk berinteraksi, bersosialisasi dan bekerja sama dengan anak didik

lainnya dalam mengerjakan tugas tertentu secara mandiri dalam

mengeksplorasi potensinya. Pandangan Helen Parkhust ini, tidak

hanya mementingkan aspek individu semata, tetapi juga aspek sosial,

sedangkan bentuk pembelajarannya memadukan bentuk klasikal dan

individual pembelajaran pada diri anak didik. Agar tercapai

pelaksanaan pembelajaran yang diinginkan, tentu saja yang harus

diperhatikan adalah karakteristik perkembangan anak sesuai dengan

95

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dalam http;//www.aseps.web.ugm.ac.id/Artikel? POLITIK/UU%20PERLINDUNGAN % 20 ANAK. pdf diakses tanggal 01 Maret 2014.

96Dewi Salma Prawiradilaga, Eviline Siregar, Mozaik Teknologi

Pendidikan, (Jakarta: Prenada, 2004), 365.

72

perkembangan individual masing-masing anak, karena dalam

pembelajaran model sentra ini, yang diharapkan adalah tercapainya

perkembangan psikologis anak sesuai dengan usia biologisnya secara

natural sesuai dengan irama perkembangan masing-masing anak yang

dapat mengeksplorasi potensi kecerdasannya.97

Adapun program pembelajaran yang digunakan dalam

pendekatan model sentra ini adalah mengadopsi dan mengembangkan

teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli psikologi dunia, antara

lain; Jean Piaget, Lev Vigotsky, Anna Freud, dan Sarah Smilansky.

Para ahli psikolog tersebut percaya bahwa ada empat unsur atau

konsep dasar yang harus diperhatikan dalam menyelenggarakan

pembelajaran untuk anak usia dini, yaitu teori pengetahuan (theory of

knowledge), teori perkembangan (theory ofdevelopment), teori belajar

(theory of learning), dan teori mengajar (theory of teaching).98

c. Tujuan Pendekatan Metode Sentra

Diantara tujuan dari metode sentra adalah pertama, Merangsang

seluruh aspek kecerdasan anak ( multiple Inteligences) melalui bermain

yang terarah. Metode ini ditujukan untuk merangsang seluruh aspek

97

Dewi Salma Prawiradilaga, Eviline Siregar,Mozaik Teknologi, 369. 98

Teori pengetahuan ditemukan oleh Piaget mengatakan bahwa manusia itu

mempunyai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu dalam menjalani

hidupnya. Pengetahuan ini sudah ada dalam diri manusia dan tinggal mengkonstruk

saja.Kemudian Teori Perkembangan (Theory of Development) yang menyatakan

bahwa manusia memiliki pola perkembangan dan karakteristik dari bayi hingga

dewasa. Para ahli psikologi berpendapat bahwa manusia dalam perkembangannya

memiliki karakteristik tertentu.Teori Belajar (Learning Theory) yaitu sesuai dengan

program pendidikan bagi anak usia dini yaitu penerapan pembelajaran yang tepat

dengan pendekatan bermain, bahwa dari teori pengembangan tersebut dapat dilihat

anak memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya

melalui kegiatan bermain sambil belajar (learning by playing) karena pada hakikatnya

anak senang bermain, anak sangat menikmati permainan, tanpa terkecuali. Melalui

bermain, anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan dapat menjadi

lebih dewasa dan yang terakhir adalah teori Pembelajaran (Theory of Instruction)

yaitu pembelajaran pada anak usia dini selalu yang mengaplikasikan pendekatan

bermain bagi anak. Program ini memberikan kesempatan pada anak untuk bermain

dan mengeksplorasi permainannya seluas-luasnya sesuai dengan tahapan

perkembangan yang dimiliki oleh individu masing-masing anak.Pada model

pembelajaran sentra tersebut, seorang guru lebih sebagai fasilitator pemikiran anak

dan pengobserver perkembangan anak serta sebagai model bagi anak dalam kegiatan

belajar mengajar dan anak sebagai pusat dri sistem pembelajaran yang digunakan.

Lihat, Dewi salma Prawiradilaga dan Eviline Siregar, Mozaik Teknologi, 368.

73

kecerdasan anak agar kecerdasannya dapat berkembang secara optimal,

maka otak anak perlu dirangsang untuk terus berfikir secara aktif

dengan menggali pengalamannya sendiri (bukan sekedar mencontoh

atau menghafal). Metode ini memandang bermain sebagai wahana yang

paling tepat dan satu-satunya wahana pembelajaran anak, karena

disamping menyenangkan, bermain dalam setting pendidikan dapat

menjadi wahana untuk berfikir aktif dan kreatif. Kedua, Menciptakan

setting pembelajaran yang merangsang anak untuk saling aktif, kreatif,

dan terus berpikir dengan menggali pengalamannya sendiri (bukan

sekedar mengikuti perintah, meniru atau menghapal). Ketiga,

Menggunakan standar operasional yang baku, yang berpusat di sentra-

sentra kegiatan dan saat anak berada dalam lingkaran bersama guru,

sehingga lebih mudah diikuti terutama untuk para pemula.

d. Tiga Jenis Main dalam Metode Sentra

Phelps dalam bukunya Beyond Centers and Circle Times

(BCCT) mengatakan bahwa pada dasarnya hanya ada tiga jenis main

bagi pendidikan anak usia dini. Tiga jenis main tersebut dikutip Charles

H. Wolfgang, dan ketiga jenis main inilah yang kemudian dijabarkan

dan dikembangkan dalam setiap sentra.Sentra menyediakan aneka

kegiatan main yang bervariasi, karena setiap anak memiliki bekal

potensi untuk mengembangkan kecerdasan majemuknya.99

Ketiga jenis main itu adalah main sensorimotor atau main

fungsional, main peran atau main simbolik, dan main pembangunan

atau main terstruktur. Berikut disajikan penjelasannya, yaitu:

1. Main Sensorimotor atau fungsional

Main sensorimotor adalah kegiatan main anak untuk belajar

melalui kelima indra yang berhubungan langsung dengan fisik dan

lingkungan mereka.100

Main sensorimotor mendidik seluruh tubuhnya

agar sehat sekaligus pintar. Anak yang tidak cerdas fisik, tidak terampil

secara motorik, mengalami hambatan dalam area-area perkembangan

lain, termasuk yang menyangkut konsep dirinya. Pada anak usia dini

99

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 220.

100Menurut Kamus Psikologi, sensoris adalah organ penginderaan, sedang

motor adalah kegiatan otot/urat. Jadi, sensorimotor adalah proses yang melibatkan

jalan syaraf (sensoris) afferent (Kamus psikologi, 2000). Jadi, main sensorimotorr

pada anak usia dini terjadi saat anak bereksplorasi dan mengelola dunianya melalui

interaksi fisik dengan lingkungannya (Piaget dan Smilansky).

74

main sensorimotor merupakan stimulus untuk mendukung proses kerja

otak manusia dalam mengelola informasi yang didapatkan anak dari

lingkungan saat bermain, baik bermain dengan tubuhnya sendiri

maupun bermain dengan berbagai benda di sekitarnya. Pada anak usia

dini main sensorimotor berlangsung dari tahap yang paling sederhana

dan berkembang pesat ke tahap yang lebih kompleks. Sebagai contoh

sensorimotor yang sederhana adalah bayi yang menggeliat karena

kedinginan dan sensorimotor yang kompleks adalah dengan mencium,

menendang atau menjepit suatu benda. Perkembangan fisik meliputi

perkembangan motorik kasar dan motorik halus. Contoh motorik kasar

adalah merangkak, mengayuh, berjalan, berlari,melompat, melempar,

memanjat dan lain-lain. Sedangkan aktifitas motorik halus, berupa

menuang, menggunting, memotong, mengancingkanbaju, mengikat,

menutup resleting, memilin, menggambar dan lain-lain. Banyak orang

tua dan guru menganggap perkembangan motorik kasar sebagai sesuatu

yang berproses dengan sendirinya. Karena perubahan fisik anak baik

dalam hal ukuran maupun kemampuan memang berlangsung cepat.

Mereka jarang berfikir tentang apa sesungguhnya terjadi untuk

mendorong pertumbuhan dan perkembangan. Kenyataan yang terjadi di

lapangan bahwasanya tidak sedikit anak yang perkembangan fisiknya

tidak berjalan normal. Hal ini disebabkan oleh kondisi bawaan sejak

lahir atau bisa juga karena sedikitnya asupan pengalaman atau

rangsangan gerak fisik yang kurang optimal. Karena hakikatnya setiaap

anak selalu membutuhkan aktifitas fisik untuk melepaskan energi,

membangun potensi interaksi sosial dalam mengeksplorasi potensi

kecerdasan yang dimilikinya. Anak-anak yang merasa takut dan

khawatir dalam beraktifitas fisik perlu didorong untuk mencoba terlibat

dalam aktifitas apapun tanpa takut dicela dan dihina.Penyiapan

lingkungan untuk menghadirkan rasa aman dan nyaman sangat

diperlukan bagi anak-anak.101

Main sensorimotor lebih menekankan pada penguasaan panca

indra anak. Anak belajar melalui kelima panca inderanya (pendengaran,

penglihatan, perasa, penciuman, peraba) untuk mengenali

lingkungannya. Kelima indera tersebut harus segera distimulasi agar

perkembangannya lebih optimal. Pada saat main sensorimotor anak

senang sekali melakukan permainan yang menimbulkan berbagai

101

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karkter dengan Metode

Sentra, 72.

75

sensasi bunyi, memasukkan benda-benda ke mulut dan mengisi-

menuang serta membuang air.102

Tahap main sensorimotor adalah aktifitas menyentuh, meraba,

menekan, meremas, memukul, menendang yang sering dilakukan oleh

bayi. Oleh karena itu, tugas pendamping adalah merespon semua

kejadian dengan logika berpikir anak-anak yang benar. Ketika anak

melempar bola, maka berikanlah aneka bola dengan berbagai ukuran

untuk melanjutkan keingintahuannya melalui kegiatan melempar. Saat

anak menyentuh, maka biarkan kebebasan anak untuk menyentuh

ibunya. Selain itu, berikan mainan yang merangsang indera sentuhan

baginya, seperti handuk, kain flanel, ect. Banyak pengalaman yang

didapat anak ketika bermain sensorimotor di berbagai sentra, seperti

contoh; pertama di sentra persiapan, di sentra persiapan saat anak

menggunakan krayon, ia dapat menyentuh tekstur yang muncul pada

gambar dan tulisan. Tahapan menyentuh yang belum selesai harus

dimatangkan dengan baik dan penuh arahan sampai anak siap

melakukan permainan dan kegiatan yang lainnya. Kedua di sentra

bahan alam, di sentra bahan alam anak dibangun kesadarannya

mengenai aturan dan batasan. Guru memberikan kebebasan pada anak

dalam memilih kegiatn, akan tetapi anak tetap diberi arahn positif dan

contoh yang benar. Anak yaang belum terisi dengan baik tahap main

sensorimotornya, otomatis banyak melanggar batasan dan aturan.

Cairan sagu yang seharusnya digunakan untuk melukis, akan ditaroh

dipipi atau tangannya. Anak tersebut akan sangat menikmati sensasi ini.

Pada saat anak melakukn hal tersebut, guru tidak boleh melarang,

karena anak tersebut sedang mengisi kekosongan yang hilang saat ia

bayi. Guru dianjurkan hanya memberikan arahandan bertanya tentang

perasaannya: “Wah, ibu melihat ada cairan ublek warna merah pada

kedua tanganmu? Apa yang kamu rasakan?.” Oleh karena itu, anak-

anbak yang belum terisi dengan baik tahapan sensorimotornya harus

lebih sering bermain di sentra bahan alam dan mendapatkan bimbingan

khusus dari guru sentranya, agar perkembangan sensoromotornya dapat

berkembang optimal, sehingga afeksinya bisa berkembang dengan baik.

Ketiga di sentra main peran besar, ketika berada di sentra main peran

besar anak lebih banyak dibangun untuk bersosialisasi dengan

lingkungan sekitarnya, pembangunan tiga jenis main harus tetap

dikembangkan secara terpadu pada saat mereka memerankan tokoh- 102

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Luar

Sekolah, Pedoman Penerapan BCCT dalam Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta:

Direktorat Pendidikan Luar Sekolah, 2006), 54.

76

tokoh yang dimainkannya. Anak yang tahapan main sensorimotornya

terbangun dengan baik, ketika bermain peran dapat mengembangkan

pengendalian dirinya dan memahami orang lain. Karena perasaannya

yang nyaman dan pemahaman akan alat-alat dan peran yang dimainkan

sudah bisa dipahami dengan baik, sehingga anak dapat

mengeksplorasikan dan membongkar pengalaman emosinya lebih luas

dan berkembang. Keempat di sentra seni, fasilitas yang berada di

sentra sni sama banyaknya dengan yang ada di sentra bahan alam. Di

sentra seni hampir semua panca indra digunakan; seperti indra peraba,

indra pendengaran, indra penciuman, indra penglihatan dan indra

perasa pada saat anak-anak melakukan praktik di sentra seni. Guru

harus kreatif dalam penyediaan alat dan bahan yang digunakan. Seperti

menyediakan aneka macam kertas untuk meremas dan membuat karya

yang bermanfaat. Selanjutnya sediakan lem untuk anak-anak ketika

sedang membuat prakarya. Banyak anak-anak yang tidak mau

mengambil lem dengan tangannya. Tetapi arahkan agar anak-anak mau

mengambil lem dengan jari-jarinya dan mengambil secukupnya. Setiap

lem memberikan sensasi yang berbeda. Begitupun tahapan-tahapan

dalam mengarahkan kebiasaan dalam membangun tahapan

sensorimotornya. 103

Apabila tahapan ini berkembang dengan baik tahapan

sensorimotornya akan terisi dengan baik. Maka, seluruh pengalaman

main itu akan menjadi bekal sangat penting bagi perkembangan

kesuksesannya di masa depan. Mereka akan menjadi pribadi yang

percaya diri, mampu menggunakan peralatan sesuai dngan fungsinya,

selanjutnya anak-anak bisa memahami orang lain dan sekitarnya, logika

berpikirnya akan terbangun dengan baik, serta bisa mengenal

klasifikasi, batasan dan aturan dalam hidupnya. Anak-anak yang

kemampuan main sensorimotornya tidak seimbang dan belum tuntas

sesuai usia perkembangannya, mereka akan mengalamikendala dalam

hubungan sosialnya kelak saat mereka mencapai usia dewasa.104

103

103

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karkter dengan Metode

Sentra, 98. 104

104

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karkter dengan Metode

Sentra, 99.

77

2. Main Peran atau Simbolik

Main peran adalah ketika anak berpura-pura menjadi orang lain,

meniru perbuatan atau perkataan orang, mengambil peran dan

menggunakan alat-alat rill atau imajinasi. Main peran akan muncul saat

anak berusia dua tahun. Misalnya anak melakukan kegiatan yang tidak

bisa diterapkan dalam kehidupan nyata, seperti anak melakukan

kegiatan mengaduk pasir dalam mangkok dan berpura-pura

menyipinya. Menurut Erik Erikson ada dua jenis main peran, yaitu

peran besar dan peran kecil. Peran besar, ketika anak bermain dengan

menjadi tokoh menggunakan alat yang sesungguhnya, seperti

memainkan peran menjadi ayah, ibu, pedagang, dokter, nelayan, polisi,

dan lain-lain. Sedangkan peran kecil adalah anak memainkan peran

dengan menggunakan alat yang berukuran kecil, seperti boneka atau

wayang. Dalam memainkan main peran kecil anak berperan sebagai

dalang atau sutradara dari permainan tersebut. 105

Saat main peran anak belajar memecahkan masalah yang terjadi.

Sikap dan pemahaman hidup bermasyarakat distimulus dengan baik.

Mereka mampu menciptakan situasi yang berkembang dalam

imajinasinya tentang tokoh tersebut. Misalnya ketika anak menjadi

pedagang, ia akan diajak untuk memikirkan strategi yang tepat agar

barang dagangannya laku dengan cepat. Anak dapt melihat segala

persoalan melalui sudut pandang orang lain. Jika proses main peran

terbangun dengan baik, sikap intelektual anak akan terbangun dengan

baik. Karena mereka mendapatkan pengalaman main yang kaya, dan

dapat memandang semua persoalan melalui berbagai sudut pandang. 106

Dengan improvisasi main peran mereka, anak-anak belajar

ketrampilan kreatif yang penting bagi kehidupan sosial setiap hari.

peran menjadi penting karena tidak disiapkan skripnya secara khusus,

anaklah yang selalu mempraktikkan improvisasi secara spontan. Dalam

area perkembangan sosial anak memiliki potensi untuk belajar

105

Main peran pada anak usia dini, anak-anak suka bermain peran dengan

melakukan percobaan melalui berbagai bahan dan peran, membangun kemampuan

untuk menghadapi suatu keadaan dan menguasai kenyataan tertentudengan terlebih

dahulu melakukan uji coba dan perencanaan. 106

Main peran sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial dan

emosial anak. Main peran menjadi landasan bagi dasar perkembangan daya cipta,

daya ingat, kerja sama kelompok, penyerapan kosa kata, konsep hubungan

kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan memahami spasial dan afeksi. Tujuan

akhir dari main peran ini adalah belajar bermain dan bekerja sama dengan orang lain

sebagai latihan untuk menghadapi pengalaman di dunia nyata. Lihat buku

Pengelolaan Kegiatan Pengembangan PAUD, 10

78

menegosiasikan, membuat substitusi, ketika benda yang diinginkan

digunakan oleh temannya. Keterampilan bekerja sama yang dibutuhkan

didunia kerja bisa dikembangkan melalui main drama. Anak belajar

mendengarkan ide, mengkompromikan dan menggabungkan ide-ide

tersebut untuk dicarikan kata sepakat di antara mereka.107

Contoh kasus yang ditemukan penulis di TK Batutis Al-Ilmi

berkaitan dengan main peran adalah saat seorang anak menjadi penjual

es jus buah, ia sulit sekali mendapatkan pembeli. Namun ia tidak

berputus asa, ia mendapatkan ide untuk menjual jus buah dengan

menjajakannya ke rumah-rumah. Ia pun memberikan harga khusus bagi

yang membeli dua gelas jus buah. Dalam kasus ini, kemampuan anak

dalam menemukan jalan keluar pemasaran, sangat menarik. Melalui

imajinasi yang ia miliki akhirnya dapat menemukan strategi penjualan

dengan baik. Keberhasilan pengalaman bermain peran sangat

tergantung kepada beberapa hal berikut ini, seperti; memiliki latar

belakang pengalaman main yang sama, tersedia tempat bermain dan

alat yang tepat, kuatnya pijakan bermain yang diberikan oleh guru

sebagai pembimbing tentang peran yang akan diperankan oleh anak dan

pendampingan saat main, agar anak paham terhadap peran yang

dimainkan. Jika proses main peran dapat terbangun dengan baik. Maka,

sikap intelektual setiap anak akan terbangun dengan baik juga. Selain

itu, anak mendapatkan manfaat pengalaman main yang kaya dan dapat

memandang segala permasalahan yang dihadapinya melalui berbagai

sudut pandang. 108

3. Main Pembangunan atau Main Terstruktur

Main pembangunan adalah jenis main untuk mewujudkan ide

anak melalui beberapa media. Seperti media yang bersifat cair (cat,

krayon, spidol, play dough, pasir, air) dan media yang terstruktur

(balok, unit, lego). Main balok mampu mengembangkan anak dalam

hal bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman-temannya, dapat

menyeimbangkan antara motorik halus dan kasar, kemudian

mengklasifikasikan bentuk, ukuran, warna, pada balok aksesoris, serta

membangun konsep matematika dan penempatan benda.109

107

Wawancara dengan Imas Maspupah, guru sentra main peran tanggal 08

April 2013. 108

Hasil pengamatan di TK Batutis Al-Ilmi Bekasi, tanggal 08 April 2013. 109

Piaget menjelaskan secara rinci bahwa main pembangunan membantu

anak mengembangkan keterampilan sekolahnya di masa yang akan datang.

Sedangkan Wolfgang menjelaskan bahwasanya tahap main pembangunan anak

79

Anak usia dini yang masih berada pada tahap sensorimotornya,

pertama-tama ia akan menggunakan balok dengan cara sederhana. Baru

pada tahap menyentuh, meraba, mengetuk atau hanya melakukan

proses memindahkan dan menaruh balok kembali ke dalam loker.

Kewajiban guru adalah terus mengarahkan agar anak bekerja sesuai

dengan fungsi balok yang sebenarnya dengan menjelaskan tata cara

sederhana menggunakan balok. Kemudian selanjutnya, ketika anak

sudah mempunyai rasa kepercayaan diri dan motorik halusnya sudah

berkembang lebih baik, ia mampu mengeluarkan ide untuk membangun

bangunan yang lebih terarah. Anak usia dini yang masih berada

ditahap sensorimotor, pertama-tama ia menggunakan balok dengan cara

sederhana. Ia menyentuh, meraba, mengetuk, atau melakukan proses isi

yang kosong pada loker balok. Diharapkan guru senantiasa

mengarahkan anak agar bekerja sesuai dengan fungsi balok dan

menjelaskan tentang fungsi-fungsi balok tersebut.110

Contoh kasus yang ditemukan peneliti di TK Batutis Al-Ilmi

terkait penjelasan tentang main pembangunan, disentra balok ada

sebuah kelompok yang terdiri dari tiga anak, mereka bermain di sentra

balok dalam satu alas. Pada awal main mereka bermusyawarah tentang

bangunan apa yang akan mereka buat. Kemudian muncul dua ide dalam

waktu bersamaan, dua anak ingin membangun sekolah dan satu anak

lagi ingin membangun masjid. Setelah melalui diskusi, salah satu

diantara mereka berkata,” kita buat dua-duanya saja. Ada sekolah yang

mempunyai masjid juga kan?‟‟ Akhirnya mereka sepakat untuk

mendirikan sekolah dan masjid secara berdampingan. Namun disaat

mereka membangun sekolah yang bertingkat bangunannya ternyata

roboh. Guru lalu bertanya, „‟ Apa yang terjadi pada bangunan itu? „‟

Setelah melihat balok yang digunakan untuk pondasi, yaitu balok

silinder ukuran kecil, guru berkata lagi, “Kita perlu menggunakan

balok yang kuat untuk pondasi, agar bangunannya kokoh.‟‟Dalam hal

ini, anak belajar tentang hukum kausalitas yaitu peristiwa sebab akibat.

Setelah mereka paham akan hal tersebut, diharapkan ketika

membangun pondasi kembali mereka menggunakan balok yang sesuai

dengan kebutuhannya. Bagi guru dan orang tua, seharusnya membawa

anak pada tahap permainan yang lebih jauh dan berkembang. Karena

dimulai dari bermain dengan benda yang bersifat cair (air,cat, pasir) sampai bahan

yang sangat terstruktur. 110

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 73.

80

pengalaman main anak diusia dini menunjang seluruh kecerdasan

majemuknya berkembang sebagai bekal dimasa depan.111

Pendidikan anak usia dini pada dasarnya ditujukan untuk

mengisi proses pengembangan schema dengan usaha menyediakan

sarana aktifitas main yang tepat. Hal ini dilakukan untuk melengkapi

perkembangan masing-masing anak yang berbeda-beda. Seorang anak

mungkin ada yang memiliki hambatan dalam perkembangan motorik

kasarnya, tapi di sisi lain kemampuan berbicaranya normal, ada juga

anak yang merasa kesulitan dalam mengembangkan kemampuan

motorik halusnya, namun kemampuan kognisinya dapat berkembang

dengan pesat. Hal itulah yang menyebabkan bahwa dalam pendidikan

anak usia dini, guru dan orang tua sebagai pendidik perlu memahami

jenis-jenis main yang dibutuhkan anak dan mengetahui seluruh aspek-

aspek tumbuh kembang anak dengan baik. Setiap anak perlu

mendapatkan berbagai kesempatan untuk melakukan aktifitas-aktifitas

main yang tepat sesuai dengan tahapan perkembangannya. Sehingga

seluruh aspek kecerdasan majemuk tiap-tiap anak terbangun secara

terpadu dan optimal. Hanya dengan usaha seperti ini, seorang pendidik

dapat menyediakan lingkungan dan aktifitas main yang sesuai. Karena

aktifitas main semacam itulah yang menentukan keberhasilan anak di

masa depannya. 112

e. Prinsip Dasar Pembelajaran Metode Sentra

Dalam implementasinya, penerapan metode pembelajaran

metode sentra memiliki beberapa prinsip dasar diantaranya:

111

Melihat penjelasan tersebut ditarik sebuah benang merah

bahwasanya main pembanguna dibagi menjadi dua macam, yaitu main

pembangunan dengan yang bersifat cair atau bahan alam, misalnya bermain

dengan air, pasir, cat dengan jari (finger painting), spidol, ubleg, lumpur,

tanah liat, playdough, biji-bijian , krayon, cat dengan kuas, pulpen dan pensil.

Sedangkan main pembangunan dengan bahan yang terstruktur adalah bermain

dengan balok unit, balok berongga, balok berwarna, lego, puzzle, dan bahan-

bahan lainnya dengan bentuk yang telah ditentukan, yang mengarahkan anak

agar anak berkreasi dan menyusun bahan-bahan tersebut menjadi sebuah

karya. Lihat, Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan Sentra dan Lingkaran

(BCCT) dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta; Depdiknas, 2006. 112

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 75.

81

1. Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini

Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini didasarkan atas

prinsip-prinsip berikut ini, yaitu: pertama, berorientasi pada kebutuhan

anak. dan kegiatan pembelajaran ditujukan pada pemenuhan kebutuhan

perkembangan anak secara individu tidak secara klasikal. Kedua,

Kegiatan belajar dilakukan melalui bermain yang terarah. Dengan

bermain yang terarah dan menyenangkan dapat merangsang anak untuk

melakukan eksplorasi dengan menggunakan benda-benda yang ada di

sekitarnya dengan bebas, sehingga anak menemukan pengetahuan dari

benda-benda yang dimainkannya tersebut. Ketiga, dapat menstimulasi

munculnya kreativitas dan inovasi. Kreativitas dan inovasi tercermin

melalui kegiatan yang membuat anak tertarik, fokus, serius dan

konsentrasi dari setiap kegiatan yang dilakukannya. Keempat,

menyediakan lingkungan yang mendukung dalam kegiatan proses

belajar. Lingkungan belajar harus diciptakan menjadi lingkungan yang

menarik dan menyenangkan bagi anak selama mereka bermain di

tempat yang nyaman. Kelima, diprioritaskan untuk mengembangkan

kecakapan hidup anak. Kecakapan hidup diarahkan untuk membantu

anak menjadi mandiri, disiplin, mampu bersosialisasi, dan memiliki

integritas keterampilan dasar yang berguna bagi kehidupannya kelak.

Keenam, menggunakan berbagai sumber dan media belajar yang ada di

lingkungan sekitar dengan didesain sekreatif mungkin. Ketujuh,

kegiatan main dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang dengan

mengacu pada prinsip-prinsip perkembangan anak. Kedelapan,

stimulasi pendidikan bersifat menyeluruh yang mencakup semua aspek

perkembangan anak usia dini. Setiap kegiatan anak usia dini

sesungguhnya dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan,

jika diatur sedemikian rupa sesuai dengan konsep bermain yang

terarah. Tugas guru adalah menfasilitasi segala kebutuhan main anak

agar semua aspek perkembangan anak dapat berkembang secara

optimal.113

2. Prinsip Perkembangan Anak

Prinsip yang terpenting dari perkembangan anak adalah anak

dapat belajar dari hal-hal yang sederhana sampai yang komplek, dari

sesuatu yang konkrit ke abstrak dan dari diri interaksi terhadap diri

113

Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan ”Beyond Center and Circle

Time (Pendekatan Sentra dan Lingkungan) dalam Pendidikan Usia Dini,

(Departeman Pendidikan Nasional. Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah

Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, 2006), 4.

82

sendiri ke interaksi dengan orang lain di sekitarnya. Prinsip

perkembangan anak terdiri dari beberapa tahapan. Menurut Piaget,

perkembangan anak dibagi menjadi empat tahap, yaitu: pertama tahap

sensori motoric, yang menimbulkan reaksi anak dalam merespon input

sensorimotorik yang diberikan, seperti ekspresi wajah yang

ditampakkan oleh anak tersebut kemudian diproses untuk menghasilkan

suatu bentuk respon perilaku yang semestinya, tahapan ini terjadi

antara umur 0-2 tahun. Kedua, tahap praoperasional, yakni anak

belajar merepresentasikan benda-benda di sekitarnya dengan gambar

dan kata-kata, tahapan ini terjadi antara umur 2-7 tahun. Ketiga, tahap

operasional konkret yakni anak mampu memecahkan masalah pada

benda atau peristiwa konkret yaitu benda yang tampak dilihat di

depannya, tahapan ini terjadi antara umur 7-12 tahun. Keempat, tahap

operasional formal, ciri yang tampak pada tahapan iniadalah individu

bergerak di luar pengalaman kongkret dan mulai berfikir logis serta

menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia , tahapan ini mulai

berlangsung pada usia 12 tahun dan berkembang hingga dewasa.

Tahapan-tahapan ini dilalui anak dalam perkembangannya dari lahir

sampai usia dewasa. Menurut Piaget apabila satu tahap saja terlewati

oleh seorang anak, maka berimbas pada kecerdasan anak itu sendiri di

masa yang akan datang.114

Anak akan belajar dengan baik apabila kebutuhan fisiknya

terpenuhi dengan optimal serta merasa aman dan nyaman dalam

lingkungan disekitarnya. Anak belajar terus menerus dengan konsep

bermain yang terarah sesuai dengan keinginannya, dimulai dari

membangun pemahaman tentang sesuatu, mengeksplorasi lingkungan,

menemukan kembali sesuatu konsep, hingga mampu membuat sesuatu

yang berharga yang berupa karya dari pemahaman yang dimilikinya.

Setelah pemahaman didapat anak belajar melalui interaksi sosial, baik

dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya sebagai

pengembangan kecerdasan interpersonal yang dimilikinya. Sehingga

minat dan ketekunan anak senantiasa memotivasi belajar anak dalam

berbagai keadaan. Di samping itu, perkembangan dan gaya belajar anak

harus dipertimbangkan sebagai perbedaan individu, dalam arti tidak

bisa disamaratakan dengan anak yang lainnya dalam arti perkembangan

114

Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget ( Yogyakarta:

Kanisius, 2001), 19.

83

anak itu berbeda-beda jadi tidak bisa dinilai secara klasikal, melainkan

secara individual.115

3. Prinsip Pendekatan Sentra dan Lingkaran Di antara prinsip pendekatan senling (sentra dan lingkaran)

yang dikenal dengan metode sentra adalah keseluruhan proses

pembelajarannya berlandaskan pada teori dan pengalaman empirik

tidak sekedar teori dan menghafal saja. Setiap proses pembelajaran

ditujukan untuk merangsang seluruh aspek kecerdasan majemuk anak

melalui konsep bermain yang terencana dan terarah serta bimbingan

dan dukungan dari guru sebagai fasilitator berdasarkan empat jenis

pijakan main. Selain itu, strategi untuk menempatkan penataan

lingkungan main sebagai pijakan awal yang merangsang anak untuk

aktif, kreatif, dan terus berpikir dengan menggali berbagai macam

potensi kecerdasannya berdasarkanpengalamannya sendiri. Prinsip

yang terpenting dalam implementasi metode sentra adalah

menggunakan standar operasional yang baku dalam proses

pembelajaran sebagai barometer keberhasilan dalam penerapan metode

sentra.116

Untuk menerapkan metode sentra ini seorang guru hendaknya

mengikuti prosedur pijakan-pijakan untuk membentuk keserasian

antara bermain dan belajar. Berikut ini adalah Pijakan-pijakan yang

harus diikuti dalam penerapan metode sentra Pertama, Pijakan

lingkungan; Guru menata lingkungan yang disesuaikan dengan

intensitas & densitas. Kedua, Pijakan sebelum bermain, guru sebagai

pendidik sekaligus fasilitator meminta anak-anak untuk membentuk

lingkaran (circle time), meminta kepada anak-anak untuk membaca doa

bersama, menanyakan para siswa kesiapan mendengar cerita dan

memasuki saat sentra. Guru memulai bercerita menggunakan media

yang sesuai dengan tema, menginformasikan jenis mainan yang ada

dan menyampaikan aturan bermain dan meminta anak-anak didik untuk

masuk area sentra. Ketiga, Pijakan saat bermain; guru mempersiapkan

catatan perkembangan siswa, mencatat perilaku, kemampuan dan

celetukan atau pendapat anak didik ketika pembelajaran berlangsung,

membantu siswa jika dibutuhkan, mengingatkan anak didik bila ada

yang lupa atau melanggar aturan. Keempat, Pijakan setelah bermain

115Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan ”Beyond center and circle

time (BCCT) (Pendekatan Sentra dan Lingkungan) dalam Pendidikan Usia Dini, 20. 116

Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan ”Beyond center and circle

time (BCCT) (Pendekatan Sentra dan Lingkungan) dalam Pendidikan Usia Dini, 25.

84

yaitu Recalling (anak menceritakan kembali pengalamannya selama

main di sentra). Guru meminta anak-anak untuk membereskan mainan

dan alat yang dipakai selama proses main di sentra, meminta siswa

menceritakan pengalaman bermainnya sambil menghitung jumlah

kegiatan yang dilakukan, guru sebagai fasilitator menutup kegiatan

dengan berdoa bersama setelah itu guru membagikan buku komunikasi

sebelum pulang.117

4. Standar Baku Operasional Penerapan Metode Sentra

Standar operasional yang baku dalam proses penerapan

pembelajaran pendekatan metode sentra diaplikasikan sesuai dengan

alur kerja berikut ini, yaitu: penataan lingkungan main ditempatkan

sebagai pijakan awal yang menstimulasi anak untuk kreatif, aktif dan

terus berpikir dengan menggali pengalamannya sendiri melalui sentra-

sentra yang mendukung tahapan perkembangan anak. Kemudian untuk

memupuk rasa kasih sayang antara anak didik dan pendidik, setiap

kedatangan anak-anak di pagi hari pendidik menyambutnya dengan

salamdan mempersilakan anak untuk bermain bebas terlebih dahulu

(waktu untuk penyesuaian sebelum bermain di lingkaran dan

sentra).Setelah bermain bebas semua anak mengikuti sesi pembukaan

dengan bimbingan pendidik yang bertugas, sebelum pembelajaran

BCCT dimulai pendidik memberi waktu kepada anak-anak untuk ke

kamar kecil dan minum secara bergiliran.Setelah kegiatan itu selesai

dilanjutkan untuk mempersilakan anak-anak masuk ke kelompoknya

masing-masing dengan membentuk lingkaran untuk diberikan pijakan

pengalaman sebelum main.Kemudian pendidik sebagai guru makan

(guru kelas) memberi waktu yang cukup kepada anak untuk melakukan

kegiatan main di sentra yang dibimbing oleh guru sentra sesuai tema

yang dijadwalkan hari itu.118

Selama anak berada di sentra, guru sentra sebagai fasilitator

memberi pijakan awal (pijakan pengalaman selama main) serta pijakan

individu pada tiap anak secara bergiliran. Setelah itu pendidik bersama

anak-anak membereskan peralatan dan tempat main dirapikan di tempat

semula. Kemudian pendidik melanjutkan kegiatannya bersama anak-

anak untuk diberikan pijakan setelah main pertanda kegiatan main di

sentra sudah selesai. Untuk melatih kedisiplinan anak-anak makan

117

Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan Sentra dan Lingkaran

(BCCT) dalam Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta; Depdiknas, 2006), 170.

118Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan Sentra dan Lingkaran

(BCCT) dalam PendidikanAnak Usia Dini, 174.

85

bersama (makan bekal yang dibawanya) merupakan wahana untuk

melatih sikap kesabarannya, saling berbagi sesama teman, belajar antri

dan tidak menang sendiri. Setelah kegiatan ditutup dengan makan bekal

bersama anak-anak dipersilakan pulang ke rumah masing-masing

secara bergiliran. Sedangkan pendidik melanjutkan kegiatannya untuk

membereskan tempat bermain yang masih berantakan dan

menyelesaikan catatan kelengkapan administrasi pada hari itu,

termasuk melakukan diskusi tentang evaluasi kegiatan hari itu dengan

sesama teman guru yang lain baik kepala sekolah, guru makan maupun

guru sentra, sekaligus membuat rencana kegiatan untuk esok hari.

Kegiatan di sentra, perlu melibatkan orang tua sebagai pendidik di

rumah dan sebagai satu kesatuan proses untuk mendukung kegiatan

anak di rumah sesuai dengan pendekatan metode sentra. Secara berkala

dan di awal tahun ajaran baru. Orang tua anak didik perlu diberikan

sosialisasi tentang prosedur pendekatan metode sentra, sehingga

mereka memahami dengan benar manfaat diaplikasikannya pendekatan

metode sentra bagi anaknya baik di sekolah maupun di rumah.119

Setiap proses kegiatan pembelajaran dalam konsep metode

sentra baik saat bermain bebas, saat main di lingkaran maupun saat

main di sentra harus ditujukan untuk menstimulus seluruh aspek

kecerdasan majemuk anak (multiple intelligences) secara terpadu dan

optimal melalui bermain sensorimotor, main peran maupun main

pembangunan yang terencana dan terarah serta dukungan pendidik

dalam bentuk empat jenis pijakan yaitu; pijakan lingkungan main,

pijakan sebelum main, pijakan selama main dan pijakan setelah main.

Pemberian pijakan ini merupakan implikasi praktis dari teori kognitif

Vygotsky yang menyebutkan bahwa tingkat perkembangan intelektual

yang tertinggi pada anak usia dini justru terjadi pada saat anak

berinteraksi dengan orang dewasa atau anak yang lebih tinggi

kemampuannya.120

Seluruh aspek-aspek kecerdasan majemuk pada anak

harus dapat dikembangkan melalui sentra-sentra yang ada, namun tidak

berarti satu aspek kecerdasan majemuk diwakili oleh satu sentra,

melainkan satu jenis sentra seharusnya dapat mengembangkan

119Puckett, Margareth B and Difilly, Deborah, Teaching Young Children: An

Introduction to The Early Chilhood Professional, Scond Edition (New York:

Thomson Delmar Learning, 2004), 185. 120

Pijakan artinya dukungan yang berubah-ubah selama proses kegiatan

belajar yang jenis dan tingkatannya disesuaikan dengan kinerja dan perkembangan

yang dicapai anak yang diberikan untuk mencapai perkembangan yang lebih tinggi

dari sebelumnya. Lihat Depdiknas, 2006

86

kecerdasan majemuk sekaligus secara terpadu.121

Dalam penerapannya

pendekatan metode sentra didesain dalam bentuk sentra-sentra yang

sesuai dengan kebutuhan. Setiap guru sebagai pendidik dan fasilitator

bagi anak didiknya bertanggung jawab penuh pada 10 anak didik setiap

sentranya, dengan cara moving class, sesuai dengan tema dan sentra

gilirannya pada hari itu. Metode sentra ditujukan untuk menstimulus

seluruh aspek kecerdasan majemuk anak usia dini (Multiple

Intelligences) secara terpadu dan optimal.122

Dalam sebuah kegiatan belajar mengajar, anak-anak dapat

mengembangkan berbagai aspek pendidikan. Seperti; aspek bahasa,

kognitif, fisik motorik, sosial emosionalnya dalam satu kesempatan.

Misalnya, anak-anak berbicara (bahasa oral), menggunakan

keterampilan motorik halus (koordinasi fisik), bekerja sama dalam

proyek bersama (keterampilan sosial), menyortir bagian-bagian dan

mengelompokkannya (klasifikasi matematika), menemukan proses

terbentuknya busa dari sabun mandi (sains) menirukan gambar saat

membaca buku cerita (membaca) serta membuat daftar belanjaan saat

bermain peran (menulis). Pembelajaran dan pengembangan seluruh

kecerdasan majemuk terjadi dalam setiap sentra selama main di sentra

berlangsung dengan cara yang bermakna dan sesuai dengan psikologis

anak usia dini. Metode sentra menjadikan konsep bermain sebagai

wahana yang paling tepat dalam pembelajaran anak usia dini sesuai

dengan perkembangannya.123

Selain itu, metode sentra adalah satu-

satunya wahana yang paling tepat diantara metode- metode

pembelajaran yang ada, karena di samping menyenangkan, pendekatan

sentra menjadi wahana untuk berfikir aktif, kritis, kreatif dan

bertanggung jawab bagi anak usia dini dalam kehidupan sehari-hari

dengan konsep main yang terarah.124

121Howard Gardner, Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences,

32. 122

Gusnawirta T Fasli Jalal, Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga

Kependidikan Anak Usia Dini (HIMPAUDI) mengemukakan bahwa keunggulan

metode sentra itu adalah menciptakan setting pembelajaran untuk menstimulus anak

agar aktif, kreatif dan mandiri dengan menggali pengalamannya sendiri melalui

pertanyaan yang membangun potensi anak dalam mengembangkan kecerdasan

majemuknya. Lihat, Pedoman kerja Himpunan pendidik dan tenaga kependidikan

Anak Usia Dini (HIMPAUDI), (Jakarta, 2007 ), 73.

123Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 183. 124

Rika Mariyana, Strategi Pengelolaan Lingkungan Belajar di Taman

Kanak-kanak (Jakarta: Depdiknas. Ditjen Dikti, 2001), 84.

87

D. Sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta Timur sebagai Penggagas Awal

Metode Sentra di Indonesia

BCCT (Beyond Center and Circle Time/Lebih Jauh tentang

Sentra dan Saat Lingkaran) atau dikenal juga dengan istilah “Sistem

Sentra,” sistem ini pertama kali diadopsi di Indonesia oleh Sekolah Al-

Falah yang berdomisili di Jalan Kelapa Dua Wetan no 4 Ciracas Jakarta

Timur. Setelah melakukan studi banding mengenai pendidikan ke

beberapa sekolah di berbagai negara di dunia, seperti Australia, Eropa,

dan Amerika Serikat, drg. Wismiarti, sebagai pendiri Sekolah Al-Falah

Ciracas Jakarta Timur, memutuskan untuk mengadopsi sistem yang

digunakan oleh Creative School, Tallahase Florida, AS itu. Yang

membuat drg. Wismiarti terkesan dan terkesima dengan sekolah

tersebut adalah karena mereka menjalankan nilai-nilai mulia

sebagaimana yang diajarkan oleh Al-Qur‟an. Seperti hormat, jujur,

sayang teman, rajin, tanggungjawab, disiplin, etc.Nilai-nilai positif

tersebut dibangun melalui program sehari-hari (daily activity).125

Dalam belajar membaca, metoda BCCT atau metode sentra

sangat berbeda dengan cara pembelajaran yang umum berlangsung di

Indonesia yang melalui proses mengeja A, B, C, terlebih dahulu, serta

anak didik disuruh duduk rapi dengan tangan dilipat di atas meja dan

tidak diberi keleluasaan bermain untuk mengeksplorasi potensi

kecerdasannya secara terpadu dan berkesinambungan.126

Sedangkan

125Seperti aktifitas makan, bermain, tidur maupun aktifitas harian yang

lainnya.Kemampuan klasifikasi (pengelompokkan) pada anak-anak dibangun sangat

kuat di sekolah itu.Klasifikasi pada benda kongkrit (mainan) berdasarkan warna,

bentuk, dan ukuran sudah mulai dibangun pada diri anak sejak bayi. Di setiap sentra,

kemampuan klasifikasi terus ditingkatkan baik saat bermain maupun saat

membereskan mainan tersebut. Jika klasifikasi pada hal-hal yang kongkrit sudah

terbangun, maka kelak mereka mampu mengklasifikasikan hal-hal yang abstrak dan

anak-anak usia dini mampu membedakan mana yang salah dan mana yang benar.

Dalam hal membangun disiplin anak, sekolah tersebut menerapkan disiplin with love.

Dengan pendekatan disiplin with love, konsep disiplin diterapkan melalui simulasi

langsung pada anak-anak, sehingga mereka tahu dan mengerti tentang mengapa dan

untuk apa manfaat aturan itu dibuat. Lihat Yudhistira dan Siska Y. Massardi,

Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini,

(Bekasi, Media Pustaka Sentra, 2012).

126Misalnya pada saat main balok di sentra pembangunan, anak diberi tahu

bahwa balok itu fungsinya untuk membangun. Jika balok digunakan untuk hal yang

lain maka bisa berbahaya bagi diri sendiri maupun orang lain karena balok terbuat

dari kayu dan mempunyai sudut lancip. Contoh lain adalah aturan berjalan di ruangan.

Jika berlari maka bisa menimbulkan tabrakan baik dengan orang maupun dengan

88

konsep BCCT yang menggunakan sistem sentra sebagai sarana bermain

anak. Dengan menggunakan konsep metode sentra, kemampuan dan

keterampilan anak usia dini dibangun melalui berbagai jenis main tanpa

tekanan dan paksaan dari guru dan lingkungan. Dengan sentra,

knowledge (pengetahuan & keterampilan) anak diorganisir secara rapi

sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Sistem metode sentra membuat anak belajar dengan gembira

dan menyenangkan (happy learning). Suasana kelas yang nyaman dan

menyenangkan sangat disarankan karena jika anak dalam kondisi

tertekan, kecewa, sedih atau marah (emosi negatif), maka ia tidak

dapat belajar dengan baik. Berdasarkan teori yang lahir dari penelitian

perkembangan otak, otak pusat berpikir manusia tidak berfungsi

dengan baik jika emosi dalam keadaan negatif. Dengan memposisikan

anak sebagai subjek bukan objek, dapat membuat seluruh potensi

kecerdasan majemuk anak bisa dibangun secara bersamaan dan

membuat mereka tumbuh menjadi anak yang kreatif, peka dan kritis.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh CCRT, sistem metode

sentra ini bisa membangun anak pada delapan domain, yaitu afeksi,

estetika, kognisi, psikomotor, bahasa, sosial, pembangunan, dan main

pura-pura. Hal tersebut selaras dengan konsep teori tujuh kecerdasan

dasar menurut teori Gardner yaitu teori kecerdasan majemuk (Multiple

Intelligences).127

Dengan ketertarikan dan kesan Wismiarti, sebagai pendiri

Sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta Timur, terhadap sisitem pendidikan

Creative School, Tallahase Florida, AS. Akhirnya, Wismiarti

memutuskan untuk mengadopsi sistem yang digunakan oleh Creative

School, Tallahase Florida, AS. Setelah melakukan studi banding

mengenai pendidikan ke beberapa sekolah di berbagai negara di dunia,

seperti Australia, Eropa, dan Amerika SerikatKetertarikannya

dikarenakan mereka menjalankan nilai-nilai mulia sebagaimana yang

diajarkan oleh Al-Quran seperti hormat, jujur, sayang teman, rajin,

benda-benda di sekitarnya.Berlari bisa dilakukan di lapangan berumput, karena jika

jatuh tidak berbahaya.Lain halnya ketika anak-anak berlari di ruangan pasti berbahaya

dan menyebabkan kecelakaan.Pengarahan dan pemberitahuan itu dilaksanakan ketika

guru memberikan pijakan awal (pijakan lingkungan main, pijakan sebelum main,

pijakan ketika bermain dan pijakan setelah bermain) dan pijakan individual. Lihat

Depdiknas, Bahan Pelatihan Lebih Jauh Tentang Sentra Dan Lingkaran (Jakarta: Dit

PADU Depdiknas, 2004), 38.

127Howard Gardner,Frame of Mind: Theory Multiple Intelligences. (New

York: Basic Books, 1993), 142.

89

tanggungjawab, disiplin, etc. Nilai-nilai positif tersebut dibangun

melalui program sehari-hari (daily activity) melalui konsep

pembelajaran metode sentra yang mengembangkan potensi kecerdasan

majemuk anak usia dini secara bersamaan, terpadu dan optimal.128

Oleh karena itu, demi mewujudkan impian Wismiarti, pada

tahun 1996, Sekolah Al-Falah mengirimkan enam orang guru dai

sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta Timur untuk mengikuti training di

Creative School di Florida Amerika Serikat. Keenam guru tersebut

adalah: Siti Khadijah, Tjutju Herawati, Nibras OR Salim, Martini

Saleh, Betty Sumartini, dan Budhi Priatni. Ketika para guru kembali ke

Indonesia, konsultan sekaligus pemilik dan pendiri Creative School,

Pamela Phelps, PhD129

mengirimkan salah seorang staffnya untuk

membantu pendirian sekolah Sekolah Al-Falah. Mereka pulang ke

Indonesia dengan membawa banyak buku sebagai bahan rujukan.

128

Wismiarti, Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Kecerdasan Majemuk di

Sekolah Al-Falah. Makalah pada seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak

Usia Dini, Jakarta: Universitas Negeri Jakarta bekerja sama dengan Depdiknas, 2004. 129

Pamela Phelps, Ph.D, sebagai penggagas metode BCCT beliau menjabat

Vice President dari Creative Center for Childhood Research and Training (CCCRT),

sebuah perusahaan non-profit yang bergerak di bidang penyediaan pelatihan dan

program konsultasi bagi orang dewasa yang bekerja di dunia anak usia dini. Program

CCCRT meliputi penelitian, presentasi kepada kelompok-kelompok profesi maupun

non-profesi untuk berbagai permasalahan seputar dunia anak dan keluarga

mereka.Beliau juga mengurus anak-anak usia dini dan keluarganya di tingkat

nasional, diantaranya menjadi ketua State of Florida‟s Coordinating Council for

Early Childhood Services yang ditunjuk oleh Commissioner of Education for the

State of Florida dan pernah menjadi anggota The Florida Interagency Council for

Infants and Toddlers. Berbagai penghargaan di dunia pendidikan telah diberikan

kepadanya atas dedikasinya dalam penelitian dan pendidikan anak usia dini, seperti

The Outstanding Women Award from the Tallahassee Branch of American

Association of University Women, The Research in Education Award by the Florida

State University, dan lain-lain. Pamela Phelps, Ph.D, mempunyai pengalaman unik

lebih dari 40 tahun bekerja di dunia anak-anak dan keluarga mereka. Beliau memulai

karirnya dengan mengajar di taman kanak-kanak dan kelas satu di public schools

Wakulla dan Leon Counties di negara bagian Florida, Amerika Serikat, selama lebih

dari 30 tahun terakhir menjadi pemilik dan direktur Creative Pre-School. Sekolah

tersebut memberi pelayanan pendidikan dan pengasuhan kepada sekitar seratus

tigapuluh anak usia dini (2 bulan-6 tahun) dan telah dijadikan model di tingkat negara

karena juga menerima anak-anak dengan kebutuhan khusus yang diakreditasi oleh

National Association for the Education of Young Children (NAEYC). Selain di

sekolah Al-Falah, program pendidikannya juga diadopsi oleh Jepang. Sejak tahun

1996 sampai sekarang Phelps menjadi konsultan Sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta

Timur.

90

Selama setahun, enam orang guru tadi dan staf dari Creative School

mulai menyusun kurikulum. Ada tujuh sentra yang dikembangkan di

Sekolah Al-Falah, yaitu sentra: Sentra Persiapan membangun

kemampuan keaksaraan), Sentra Balok (merangsang kemampuan

konstruksi, prediksi, presisi, akurasi, geometri dan matematika), Sentra

Seni (membangun kreatifitas, sensorimotor, kerja sama), sentra Bahan

Alam (membangun sensorimotor, fisika sederhana, pemahaman tentang

batasan dan sebab akibat), Sentra Main Peran Besar dan Sentra Main

Peran Kecil (membangun imajinasi, kepemimpinan, daya hidup,

adaptasi, kebahasaan dan kemandirian) dan Imtaq (iman dan taqwa).

Setiap hari anak-anak bermain di sentra yang berbeda-beda (moving

class). Pada saat bermain di sentra kemempuan klasifikasi anak

dibangun secara terus menerus agar mereka bisa memiliki konsep

berpikir yang benar, kritis dan analitis, pengetahuan yang diberikan

kepada anak-anak tidak abstrak. Anak-anak usia dini , baik pada saat

main lingkaran, main sentra atau main bebas distimulus untuk

menemukan sendiri konsep-konsep factual mengenai bentuk, warna,

ukuran, ciri, tanda, sifat, habitat, manfaat serta rangkaian sebab akibat

(kausalitas).130

Metode sentra yang semula berbasis identifikasi permasalahan

dalam pengembangan karakter usia dini dan solusinya dengan happy

learning melalui sentra-sentra bermain dan belajar kemudian dibubuhi

nilai-nilai Islam oleh drg. Wismiarti. Di antara kontribusi Wismiarti

yang paling utama adalah penambahan sentra Iman dan Taqwa (Imtaq)

dengan serangkaian ibadah harian dan doa-doa serta pengembangan

laku praksis (bukan hanya hafalan semata), karakter-karakter luhur

berdasarkan sifat-sifat Mulia Allah atau Asmaul Husna. Oleh karena

itu, setiap sentra dalam praktiknya harus mengalirkan nilai-nilai dan

pemahaman terhadap 18 sikap dari Asmaul Husna (Mutu, Hormat,

Jujur, Bersih, Kasih Sayang, Sabar, Syukur, Ikhlas, Disiplin, Tanggung

Jawab, Khusyuk, Rajin, Berpikir Positif, Ramah, Rendah Hati,

Istiqomah, Taqwa, dan Qonaah). Sifat-sifat tersebut merupakan

pengembangan dari metode sentra dengan hasil yang luar biasa dalam

mencetak generasi penerus bangsa yang lebih taqwa, lebih baik, lebih

cerdas, lebih mandiri dan berakhlak mulia. 131

130 Hasil Pengamatan proses pembelajaran metode sentra melalui wawancara

dengan Imas Maspupah Kepala sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 10

Agustus 2013.

131Wismiarti, Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Kecerdasan Majemuk di

Sekolah Al-Falah. Makalah pada seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak

91

Meskipun sudah menjalani training selama 3 bulan serta

didampingi staff konsultan, demi kehati-hatian dalam menerapkan

konsep metode sentra, Sekolah Al-Falah belum berani membuka kelas

untuk umum. Sebagai uji coba dalam praktek metode sentra yang

didapatkan dari Florida Amerika Serikat, sebuah kelas awal dibuat

dengan jumlah siswa 4 orang yang terdiri dari anak guru dan pengurus

yayasan. Sistem ini tidak bisa diterapkan begitu saja dengan muatan

yang sama dengan kurikulum di Creative School, disesuaikan dengan

kondisi dan kebutuhan di sekolah yang bersangkutan. Sistem Sentra

menggunakan kurikulum individual disesuaikan kebutuhan dan tahap

perkembangan siswa, tidak klasikal.Sehingga, hal yang pertama kali

harus dibangun adalah kemampuan guru untuk membaca tahap

perkembangan siswa dan memberikan dukungan pembelajaran yang

sesuai dengan kebutuhan anak.132

Pada tahun berikutnya, setelah uji coba dilakukan secara

intensif dan berhasil guna, Sekolah Al-Falah baru membuka kelas

untuk umum, setelah para guru mengikuti training dan pelatihan yang

matang tentang metode sentra dan mempunyai kemampuan mandiri

untuk merancang kurikulum/lesson plan sendiri yang disesuaikan

dengan kebutuhan anaksesuai proses tahapan perkembangan anak.

Pada 2002, Sekolah Al-Falah menjalin kerjasama dengan Direktorat

PAUD dalam menerjamahkan bahan BCCT. Enam orang staf dari

Direktorat PAUD, Nadine Hoover (Konsultan), Wismiarti, dan dua staf

Sekolah Al-Falah lainnya, duduk bersama selama satu hari kali

seminggu selama setahun menerjemahkan sekaligus melakukan transfer

ilmu pengetahuan. Pada tahun berikutnya, mereka telah menyelesaikan

materi tersebut dan menjadikannya sebagai bahan pelatihan tentang

peneraapan metode sentra.

Program Beyond Center and Circle Time yang telah

diterjemahkan tersebut yang hak ciptanya dalam Bahasa Indonesia,

telah diserahkan oleh Pamela Phelps kepada Sekolah Al-Falah dan

Depdiknas untuk disebarluaskan ke lembaga pendidikan anak usia dini

lainnya baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia melalui

Usia Dini,( Jakarta: Universitas Negeri Jakarta bekerja sama dengan Ditlusepa,

Depdiknas, 2004) 132

Wismiarti, Pendidikan Anak Usia Dini berbasis Kecerdasan Majemuk di

Sekolah Al-Falah. Makalah pada Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak

Usia Dini (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta bekerja sama dengan Ditlusepa

Depdiknas, 2004)

92

program training dan magang bagi para pemula. Tahun 2004 Pamela

Phelps, PhD, memberikan dua kali pelatihan pada 50 orang peserta.

Dari peserta tersebut, terpilih 20 orang untuk menjadi trainer yang akan

menyebarkan sistem ini ke seluruh Indonesia. Saat itu, Sekolah Al-

Falah menyerahkan 20 set bahan untuk digunakan para trainer. Pada

2004, Diknas mengirim 200 orang guru dari berbagai provinsi di

Indonesia untuk mengikuti pelatihan. Pelatihan dilakukan secara

bertahap, masing-masing angkatan 20 orang selama satu minggu.

Untuk lebih menyebarluaskan program BCCT, Diknas memberikan

bantuan dana kepada para pengelola sekolah. Sebagian dari penerima

bantuan datang ke Sekolah Al-Falah untuk mempelajari sistem tersebut

Pada tahun kedua, Staf Ahli Menteri Diknas, dr. Fasli Jalal

PhD, meninjau Sekolah Al-Falah dan menyatakan ketertarikannya

pada sistem metode sentra. Pada tahun yang sama, Sekolah Al-Falah

mengadakan seminar dengan pembicara konsultan dari Creative

School, Pamela Phelps, PhD dan keynote speaker Fasli Jalal, PhD.

Seminar itu mendapat respon yang sangat positif dari orangtua, guru,

pengelola sekolah, dan para staf Kemendiknas.Setelah melihat antusias

masyarakat terhadap metode sentra, Dr. Fasli Jalal yang saat itu

menjabat sebagai staf Ahli Menteri Pendidikan Nasional.Beliau

langsung membawa eksperimen tentang metode sentra ke instansinya.

Maka Phelps yang sudah menjadi konsultan sekolah Al-Falah pun di

gandengnya untuk menjadi konsultan Departemen Pendidikan Nasional

dalam rangka memasyarakatkan model BCCT (Beyond Center Circle

Time)Departemen Pendidikan Nasional bersama Phelps dan sekolah

Al-Falah meracik modul dan menyelenggarakan pelatihan Instruktur

(Training Of trainer) dalam rangka penyebaran metode sentra ke

seluruh Indonesia, yang dimulai sejak tahun 2004.133

Sudah satu windu penyebaran BCCT diimplementasikan di

sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta Timur. Namun faktanya model BCCT

yang biasa dikenal dengan sebutan senling (sentra dan lingkaran), tetap

tidak segegap gempita gerakan PAUD. Boleh jadi, ini berhubungan

dengan upaya pemerintah yang belum memprioritaskan peningkatan

angka partisipasi dan prestasi pendidikan anak usia dini. Setelah

berjalan sekian lama, maka banyak bias yang terjadi di lapangan dalam

penerapkan program metode sentra. Salah satu fakta yang merebak di

kalangan pendidik dan masyarakat pendidikan pada umumnya adalah

133

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 248.

93

menunjukkan indikasi ketidakminatan untuk mengadopsi model

metode sentra. Penyebab utamanya adalah kekurangpahaman bagi

mereka tentang pendekatan metode sentra. Mereka menganggap dan

merasakan serta mempersepsikan bahwa metode sentra itu sulit, rumit

dan tidak praktis, walaupun banyak diantara mereka yang mengakui

keunggulannya dari aplikasi metode sentra ini. Sebagian pihak diantara

mereka mengatakan, bahwa penerapan metode sentra membutuhkan

biaya dan sumberdaya manusia yang tidak mudah didapatkan. Persepsi

yang kurang sesuai mengenai metode sentra yang terkesan berat dan

rumit, bila dicoba dan diterapkan dengan peralatan dan fasilitas

seadanya justru menjadi sumber energi istimewa yang membuat tugas

mengajar menjadi aktifitas yang membahagiakan. 134

Untuk menyamakan pandangan dan persepsi mengenai

informasi baru persepsi tentang metode sentra, Sekolah Al-Falah

bersama PPPAI (Pusat Program Pembangunan Anak Indonesia),

mengadakan konferensi pendidikan tahunandengan mengundang

Pamela Phelps, dan Laura sebagai pembicara, bertempat di Gedung

Dikti, Senayan, Jakarta. Untuk menjaga program implementasi metode

sentra secara konsisten dan tepat sesaui prosedur, acara ini

dilaksanakan secara benar untuk pengembangan dari program

tersebut, perlu diadakan pertemuan tahunan. Konferensi Pertama pada

tanggal 14-16 November 2008 yang diselenggarakan oleh Sekolah Al-

Falah, Pusat Program Pembangunan Anak Indonesia (PPPAI) dan

Depdiknas dengan Tema “Bangun Anak Indonesia.”Konferensi kedua

dilaksanakan tanggal 23, 24, 25 Oktober 2009 di Hotel Le‟Meridien,

Jalan Jenderal Sudirman Jakarta Pusat.135

Acara itu menjadi sarana untuk menyebarkan informasi kepada

guru-guru dan para pengelola sekolah, baik yang sudah menjalankan

maupun yang ingin tahu mengenai program beberapa daerah, para

orang tua murid, penyelenggara lembagabaik dari Jakarta maupun dari

beberapa daerah, para orang tua murid, penyelenggara

lembaga/yayasan pendidikan swasta maupun dari instansi pemerintah

yang terkait.Demi pengembangan–pengembangan program kajian

BCCT, terutama pengembangan metode sentra dilaksanakan konferensi

134Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 285. 135

Hasil wawancara dengan Yudhistira Massardi, ketua yayasan TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 20 Juni 2013.

94

setiap tahun dengan tema yang bervariasi sesuai dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang pendidikan anak

usia dini. Diharapkan, pada tahun-tahun mendatang program PAUD

dapat semakin maju dan berkembang sehingga dapat mencapai hasil

maksimal dalam membangun multiple intelegences dengan pendekatan

metode sentra pada anak Indonesia.136

Menurut Wismiarti, bahwasanya seluruh materi yang

disampaikan pada anak perlu diorganisasikan melalui sentra-sentra agar

materi yang disampaikan tersebut dapat dipahami anak secara

sistematis, teratur, dan terarah sehingga memudahkan anak dalam

mengambil kesimpulan. Di Indonesia, tepatnya di sekolah Al-Falah

yang terletak di jalan Kelapa Dua Wetan- Ciracas Jakarta Timur yang

diprakarsai oleh Drg. Wismiarti yang saat ini menjadi sekolah

percontohan nasional dalam penerapan pendekatan metode sentra. Saat

ini sentra yang diterapkan di sekolah Al-Falah terdiri dari tujuh jenis

sentra, yaitu; sentra persiapan, sentra bahan alam, sentra seni, sentra

balok, sentra imtaq, sentra main peran besar dan sentra main peran

kecil. Selain TK Batutis Al-Ilmi yang mengadopsi sistem pendekatan

metode sentra dari TK Al-Falah, ada baberapa TK yang juga

mengadopsi metode sentra dan mengembangkannya yaitu TK Istiqlal

Jakarta137

dan TK Tazkia Sentul Bogor.138

136

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 325.

137TK Istiqlal dibawah naungan yayasan Qolbun SalimYayasan itu, salah

seorang pendirinya adalah Nibras OR Salim yang pernah dikirim ke Florida oleh

Sekolah Al-Falah, namun kemudian memisahkan diri dari Sekolah Al-Falah setelah

bergabung selama kurang lebih delapan bulan. Kelompok Bermain (KB) dan TKI/RA

masjid Istiqlal Jakarta didirikan pada tanggal 26Juli 1999 yang diprakarsai oleh

Nibras OR Salim. Ide pendirian lembaga ini muncul dalam sebuah rapat Badan

Pengelola Masjid Istiqlal Jakarta (BPMIJ) yang dihadiri para ketua bidang dan

subbidang pengurus. Salah satu subdit dari bidang takmir masjid adalah Bidang

Kemasyarakatan yang pada saat itu dijabat oleh Nibras OR Salim. Nibras sering

mengemukakan keprihatinannya terhadap perkembangan generasi muda terutama

anak usia dini. Nibras memandang, perlu adanya antipasi dan inovasi melalui

pendidikan sejak usia dini dengan metode yang sesuai dengan tahap perkembangan

anak. Di samping itu, masjid Istiqlal dijadikan sebagai pusat informasi dalam bidang

pendidikan, SDM yang beriman, bertaqwa dan berakhlakul karimah sejak usia dini.

Hal yang lebih penting dari dua permasalahan tersebut adalah pendidikan budi

pekerti dan akhlak mulia ditanamkan sebagai media penyaluraspirasi BPMIJ (Badan

Pengelola Masjid Istiqlal Jakarta) sekaligus dalam rangka melaksanakan program-

program bidang Dakwah Pendidikan Masjid Istiqlal Jakarta. Semula TK Istiqlal

membagi kegiatan dalam lima sudut, yaitu sudut ibadah, sudut keluarga sakinah,

95

Untuk mengetahui implementasi metode sentra di TK Batutis

Al-Ilmi yang mengadopsi sistem pendekatan metode sentra dari

sekolah TK Al-Falah Ciracas Jakarta Timur, dijelaskan secara tuntas di

bab III.

sudut kebudayaan karuni Allah, sudut alam sekitar, sudut ilmu pengetahuan dan sudut

pembangunan karunia Allah. Namun sejak tahun 2005, TK Masjid Istiqlal, istilah

pendekatan pembelajaran anak usia dini tidak menggunakan istilah Sudut kembali,

melainkan istilah yang digunakan adalah istilah Sentra yang maknanya lebih luas

dibandingkan sudut. Sentra yang diberlakukan di TK Masjid Istiqlal ada tujuh sentra,

yaitu; sentra ibadah, sentra bahan alam, sentra main peran, sentra balok, sentra musik

dan olah tubuh, sentra seni dan kreatifitas serta sentra persiapan. Jadi dalam ruangan

sentra tersebut ada kegiatan yang berbeda-beda dan bervariasi tetapi saling

terintegrasi, saling terkait antara satu dengan yang lainnya dalam rangka

mengembangkan seluruh potensi kecerdasan majemuk anak usia dini secara terpadu. 138

Perguruan Tazkia Sentul, saat ini sedang mengembangkan metode sentra

menjadi lebih lengkap dengan beberapa penambahan keunggulan lainnya. Di antara

keunggulan tersebut adalah penumbuhan jiwa entrepreneurship sejak usia dini serta

meningkatkan semangat untuk menghafal dan mempelajari Al-Quran. Informasi

lengkapnya mengenai perguruan Tazkia , bisa dilihat di alamat website berikut, yaitu;

www.tazkia.ac.id dan www. syafiiantonio.com

93

BAB III

METODE SENTRA DI TK BATUTIS AL ILMI BEKASI

Uraian Bab III ini dijelaskan tentang profil TK Batutis Al-lmi

mengenai sejarah berdiri dan perkembangannya, manajemen

pendidikan di TK Batutis Al-Ilmi serta transformasi konsep pendekatan

pembelajaran dari metode konvensional beralih ke metode sentra.

Kemudian dibahas juga tentang penerapan metode sentra di TK Batutis

Al- Almi Bekasi. Diuraikan berdasarkan data data dokumen sekolah,

hasil wawancara serta pengalaman penulis pada waktu mengadakan

observasi secara langsung ke lokasi penelitian yakni di TK Batutis Al-

Ilmi Pekayon Bekasi.

A. Mengenal TK Batutis Al-Ilmi Bekasi: Sejarah Pendirian dan

Perkembangannya

Sekolah TK Batutis Al-Ilmi Bekasi mulai diselenggarakan

tanggal 05 September 2005, dengan proyek pertama TK gratis untuk

kaum dhuafa.1

Didirikan oleh pasangan suami istri Siska dan

Yudhistira ANM Massardi.2

Siska sebagai tokoh utama pendiri

lembaga pendidikan anak usia dini menuturkan secara singkat tentang

sejarah berdirinya TK Batutis Al-Ilmi, selain wawancara penulis pun

melakukan studi dokumen tentang sejarah dan kiprah TK Batutis Al-

Ilmi dalam mensejahterakan anak-anak yang kurang mampu.3

Berikut ini petikan wawancara yang dilakukan penulis sesuai

dengan hasil jawaban langsung dengan Siska sebagai pendiri TK

1

Batutis adalah singkatan dari BAca TUlis graTIS untuk kaum dhuafa.

Kaumdhuafa selalu diidentikkan dengan kaum marginal, berpendidikan rendah,

berstatus sosial rendah, dan cenderung diremehkan di mata publik. Sebaliknya, kaum

kaya justru sering dipuja-puji publik lantaran segala keinginannya bisa dituruti karena

mereka memiliki harta berlimpah.Disudut kota metropolitan ternyata ada sosok

pribadi peduli yang mampu menyekolahkan anak-anak dhuafa/miskin secara mandiri

tanpa harus menunggu sedekah pendidikan dari pemerintah. 2

Sastrawan, lahir 28 Februari 1954 di Subang (Jawa Barat). Pendidikan

terakhir tamat SMA Taman Madya, Taman Siswa Yogyakarta dan pernah bergabung

dengan Persada Studi Klub Yogyakarta. Tahun 1981 ia mengikuti Konferensi

Pengarang Asia di Manila dan tahun 1983 mengunjungi Jepang dan kemudian

mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, AS. Banyak

menulis drama setelah pensiun dari redaktur majalah ESQ, tertarik dengan ajakan

istrinya (Siska) untuk mendirikan lembaga pendidikan TK gratis untuk anak-anak

dhuafa disekitar rumahnya yang membutuhkan bimbingan dalam belajar. 3Studi dokumen tentang sejarah TK Batutis Al-Ilmi, 10 April 2013.

94

Batutis Al-Ilmi, Siska menuturkan dengan bahasa keibuannya: “Bahwa

latar belakang pendirian TK ini, berawal ketika saya lihat anak-anak

disekitar rumah saya, tanpa kegiatan yang jelas, gitu” jadi, saya

bertanya-tanya, “ kenapa tidak sekolah? Ibunya bilang, kalo sekolah di

TK perlu biaya mahal,“ Oh seperti itu ya,” tutur Siska. Mendengar

jawaban tersebut, hati Siska, terusik.” Zaman sekarang kok masih ada

anak tak bisa sekolah,” Padahal aspek kehidupan saat ini tidak bisa

ditembus melainkan melalui jalur sekolah.4

Kenyataannya mereka memang berasal dari masyarakat miskin

dari luar kota Bekasi yang sengaja merantau ke Bekasi untuk mencari

nafkah dan menghidupi keluarganya, ada juga diantara mereka yang

memang keluarganya asli orang Bekasi. Anak-anak itu berasal dari

kampung-kampung di sekitar kompleks perumahan Pondok Pekayon

Indah. Orangtua mereka kebanyakan bekerja sebagai tukang ojek,

tukang sol sepatu, pembantu rumah tangga, pemulung, dan sebagainya.

Banyak ibu-ibu yang mengeluhkan hal itu kepada Siska. Siska merasa

terpanggil untuk melakukan sesuatu. Setelah bermusyawarah dengan

suaminya, terbesit gagasan dibenak Siska untuk membuat sekolah

darurat. Sambil mempersilahkan penulis menikmati minuman dan

suguhan alakadarnya, Siska melanjutkan penuturannya,:”Sekurang-

kurangnya, mereka tidak lagi bermain yang tidak bermanfaat.”

Menurutnya.”

Saat-saat paling sulit adalah ketika ingin memulai sesuatu,

apalagi sesuatu yang positif. Padahal jika sudah dimulai terkadang sulit

untuk dihentikan. Hal tersebut terjadi ketika dibebani oleh target yang

ingin sempurna, karena terlalu banyak pertimbangan akhirnya rencana

terkadang gagal sebelum dimulai. Dengan biaya seadanya, akhirnya

Siska dan Yudhistira memberanikan diri untuk memulai membuat

Taman Kanak-kanak, dengan dana terbatas dan seadanya, Siska

mengalokasikan Taman Kanak-kanak binaannya di rumah sederhana

yang mereka tempati dengan keluarganya.5

Aksi pun segera dilakukan. Garasi rumah Siska yang

beralamatkan di Perumahan Pondok Pekayon Indah, Blok BB 29 No 6,

Jl. Pakis VB, Pekayon Jaya Bekasi Selatan Jawa Barat. Posisi rumah

siska berbatasan dengan perkampungan kelurahan Pekayon Jaya, tanpa

pikir panjang rencana pun segera dilakukan, karena terbatasnya ruang

4Wawancara dengan Siska, Pendiri TK Batutis Al-Ilmi, 11 April 2013.

5Studi dokumen dan Wawancara dengan Siska, Pendiri TK Batutis Al-Ilmi,

10 April 2013 di kediamannya yang bersebelahan dengan gedung Sekolah TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi.

95

dan tempat, garasi rumah milik Siska dibenahi menjadi kelas sederhana

untuk anak-anak belajar. Semula Siska berencana membuka Taman

Kanak-kanak murah yang berkualitas. Namun, setelah dipikirnya

masak-masak dan penuh pertimbangan, akhirnya Siska menggratiskan

semua biaya sekolah, demi membantu anak-anak yang membutuhkan

pendidikan. Sewaktu pendirian sekolah di garasi banyak suka duka

yang dihadapi terutama masalah biaya, dalam penuturan selanjutnya

Siska menjelaskan kronologis pendirian TK gratis di Pekayon Bekasi.

Meskipun semula Siska khawatir TK nya dianggap murahan. Padahal,

kualitas sangat diprioritaskan.6

Siska memilih TK dengan alasan karena tidak ada yang

memikirkan nasib anak usia dini di sekitar rumah tempat tinggalnya,

apalagi identik di kalangan kaum dhuafa di sekitar rumah Siska,

sekolah di TK itu biayanya mahal dan tidak ada yang gratis. “Kalau

SD, sekarang pemerintah sudah bikin gratis. Tetapi, untuk diterima di

SD, anak diharuskan bisa baca-tulis dulu. Nah, siapa yang mau

mengajari mereka? Padahal, uang masuk TK dan biayanya sangat tidak

murah. Masyarakat yang tergolong dhuafa pasti tidak mampu bayar.

Jadi, bagaimana mungkin kaum dhuafa bisa mengubah nasib dan

memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anaknya yang

berusia dini kalau bukan orang mampu yang punya potensi untuk

membantu program pemerintah di bidang pendidikan, khususnya

pendidikan anak usia dini. TK yang dirintis oleh Siska itu diberi nama

dengan sebutan Batutis kependekan dari baca tulis gratis khusus untuk

kaum dhuafa.7

Materi bukanlah segalanya untuk mewujudkan cita-cita mulia

itu, masih banyak jalan lain yang bisa ditempuh. Tidak ada gedung,

garasi pun dijadikan sebagai tempat untuk kegiatan belajar mengajar.

Itulah usaha yang dilakukan Siska Yudhistira, luasnya hanya empat

kali tujuh meter. Di sisi sebelah kanan terdapat white board dan

berjejer meja kecil panjang untuk murid menulis dan melakukan

kegiatan bermain. Di sisi kiri terdapat dua lemari kecil yang di

dalamnya ada buku, krayon, pensil dan peralatan sekolah lainnya

seperti kotak plastik besar untuk menyimpan perlengkapan alat

6

Hasil wawancara dengan Siska , 23 April 2013.

7Studi dokumen tentang sejarah TK Batutis Al-Ilmi dan hasil wawancara

dengan Siska pendiri TK Batutis Al-Ilmi di kediamannya pada hari Rabu, 11 April

2013.

96

penunjang kegiatan pembelajaran termasuk lemari yang diperuntukkan

untuk menyimpan buku dan raport sekaligus arsip data-data murid.8

Gambar 3.1

Garasi Rumah Siska Y. Massardi yang dijadikan sekolah

Taman Kanak-kanak. 9

Di ruangan garasi tersebut pembelajaran dilaksanakan dengan

seadanya. Dindingnya dilapisi beberapa poster bergambar. Ada gambar

buah-buahan, binatang dan alfabet Arab. TK tersebut tidak

menggunakan kursi supaya tidak mempersempit ruangan. Terkadang

meja juga tidak digunakan di saat guru membacakan cerita, sebagai

gantinya yaitu dengan menggunakan karpet supaya terlihat nyaman dan

bisa menampung anak-anak agar tidak berdesak-desakan. Langit-

langitnya dihiasi dua kipas angin gantung supaya ruangan tidak terlalu

panas, walaupun jika cuaca panas kadang baling-baling kipas tersebut

tidak dapat membantu menghilangkan keringat. Di pojok kanan ada

sebuah kran, yang sebelumnya digunakan untuk mencuci mobil,

sekarang dimanfaatkan oleh anak-anak untuk mencuci tangan dan

mencuci piring setelah makan siang bersama. Pintu masuk kelas ada di

sebelah kiri, anak-anak memang tidak masuk melalui gerbang garasi.

Gerbang itu selalu ditutup dan lubang-lubang teralisnya dititup dengan

fiber supaya anak-anak bisa berkonsentrasi ketika pembelajaran sedang

berlangsung. Tidak terganggu oleh pemandangan di luar, termasuk dari

pantauan orang tua murid yang menunggu anak-anaknya yang kerap

8Studi dokumen tentang sejarah TK Batutis Al-Ilmi dan hasil wawancara

dengan Siska pendiri TK Batutis Al-Ilmi di kediamannya pada hari Rabu, 11 April

2013. 9Gambar ini diambil dari dokumen tasi profil TK Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi, 11 April 2013.

97

mengintip untuk mengetahui kegiatan anak-anaknya di kelas garasi

rumah Siska.10

Pagar garasi dengan tinggi dua meter itu, menurut

penuturan Siska bahwasanya seringkali menjadi sasaran tendangan kaki

anak-anak yang marah dan berkelahi dengan teman-temannya. Di pintu

masuk, terlihat puluhan sepatu mungil yang tersusun rapi di raknya.

Suara teriakan, tangisan, tawa dan canda selalu terdengar di ruang itu,

dari pukul 7:30 pagi hingga 12 siang.11

Ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung, seolah-

olah kesan garasinya terasa tidak ada. Terlihat seperti kelas sungguhan

saja. Oleh karena itu demi kenyamanan kelas, Siska menyeleksi setiap

barang yang akan di tempatkan di kelas. Jika sore hari atau di saat

anak-anak libur sekolah, ruang garasi itu kembali berfungsi menjadi

tempat jemuran. Di malam hari, tempat itu berubah fungsi, kembali

menjadi garasi mobil. Sungguh unik memang, tapi itulah rintisan awal

yang Siska usahakan dengan suaminya agar pendidikan bagi anak-anak

dhuafa binaannya tetap berjalan dengan baik.12

Di garasi itulah bermula Siska membuka sekolah gratis yang

diberi nama ”Batutis Al-Ilmi.” Bagi anak-anak usia dini yang semula

tidak pernah mendapatkan sentuhan pendidikan. Visi dan misi sekolah

yang dirintis Siska adalah untuk membina anak-anak dhuafa menjadi

insan kamil yang cerdas, berakhlak mulia, berkarakter mandiri, peduli

dengan sesama, membangun fasilitas rumah tinggal bagi anak-anak

miskin yang cerdas dan berbudi pekerti luhur. Serta menyelenggarakan

pendidikan gratis tingkat Taman Kanak-kanak bagi kaum dhuafa dalam

rangka turut mencerdaskan anak bangsa. Dengan proyek perdana yang

diusahakannya untuk menolong sesamanya yaitu dengan mendirikan

TK gratis untuk kaum dhuafa.13

Awal masuk sekolah, suasana kelas di garasi sungguh tidak

terkendali. Ada beberapa murid yang menangis, ada yang ingin

ditemani oleh ibunya. Jumlah murid yang banyak membuat anak-anak

menjadi sulit untuk bergerak. Hari pertama sekolah hanya diisi dengan

perkenalan saja, dikarenakan kepanikan guru yang bukan berlatar

10Hasil Observasi di tempat penelitian dan studi dokumentasi di TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 25 Agustus 2013. 11

Jadwal masuk ditahun pertama pendirian, untuk melatih kedisiplinan anak-

anak dalam proses belajar mengajar . 12

Siska Y. Massardi, Rumah Kisah: Selamat datang di Garasi; Sebuah

Potret Kehidupan Sekolah TK Dhuafa, 8.

13TK Batutis Al-Ilmi, Batutis, singkatan dari Baca Tulis Gratis, berlokasi di

garasi rumah Siska Y Massardi, sang pendiri dan penggagas TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi.

98

pendidikan dalam menghadapi anak-anak dengan tingkah laku

beragam.14

Karena kelas terlalu penuh, akhirnya teras rumah Dyah

yang merupakan wakil kepala sekolah dan bertempat tinggal tidak jauh

dengan kelas garasi tersebut, merelakan teras rumahnya untuk dijadikan

kelas tambahan. Masa-masa paling sulit yang dialami Siska adalah

ketika guru sukarela yang siap membantu Siska, ternyata belum siap

terjun langsung dalam mengajar. Akhirnya selama beberapa bulan

Siska mengambil alih menjadi guru bagi anak-anak binaannya dari

awal sampai akhir pembelajaran selama beberapa bulan. Kemudian

guru sukarela tersebut hanya mengamati dan membantu Siska sebagai

guru pendamping sembari belajar cara mengajar Siska terhadap anak-

anak binaannya. 15

Niat bulat Siska dalam mengabdikan dirinya untuk mendidik

anak-anak usia dini, tidak menjadi penghalang walaupun sarana dan

prasarana kurang memadai dan apa adanya terlebih biaya operasional

tidak disubsidi oleh pemerintah atau yayasan lainnya, melainkan

berawal dari uang saku pribadi Siska dan Yudhistira dengan

menyisihkan sebagian pendapatannya. Ternyata dengan ikhtiar yang

sungguh-sungguh datang dari sanubarinya yang paling dalam. Banyak

cara yang Siska temukan untuk berbuat kebaikan dalam membantu

anak-anak dhuafa yang tinggal tidak jauh dari lingkungan rumah

tempat tinggalnya untuk bisa merasakan bersekolah seperti anak-anak

yang berkecukupan lainnya.16

Murid-murid di TK Batutis Al-Ilmi tidak dikenai biaya sama

sekali, semuanya gratis. Mulai dari buku pelajaran, perlengkapan alat

tulis, makan bersama, serta alat pendukung lainnya. Anak-anak

muridpun sama-sekali tidak dipungut biaya dan bahkan mendapatkan

pakaian seragam murah namun berkualitas, anak-anak juga mendapat

14

Sebagai contoh beberapa anak dari kelompok B yang usianya antara 5-7

tahun, cenderung sulit diatur dan kadang suka melawan. Salah satu diantaranya adalah

Syarifudin, ia termasuk anak yang aktif, tingkah lakunya menyita perhatian para guru.

Bila dipanggil, ia sering tidk mempedulikan siapa yang memanggilnya.Siska mencoba

memancingnya dengan membacakan buku cerita. Namun hanya sesaat ia mengikuti,

lalu kembali berlarian dan menggangguItu salah satu sifat yang dimiliki oleh anak-

anak TK Batutis Al-Ilmi dan masih banyak sifat-sifat unik lainnya. Hasil pengamatan

di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 18 Agustus 2013. 15

Studi dokumen tentang sejarah TK Batutis Al-Ilmi dan hasil wawancara

dengan Siska pendiri TK Batutis Al-Ilmi di kediamannya pada hari Rabu, 12 April

2013. 16

Siska Y. Massardi, Rumah Kisah: Selamat Datang di Garasi; Sebuah Potret

Kehidupan Sekolah TK Dhuafa , 8.

99

makanan ringan pagi hari, dan mendapatkan makan siang gratis. Acara

makan bersama diadakan dua kali seminggu, dengan tujuan

meningkatkan gizi murid-murid. Sebagai modal awal untuk

mengaplikasikan keinginannya agar seimbang antara asupan materi

pelajaran dengan gizi anak-anak yang seimbang dan sebagai bahan

latihan dalam pembentukan karakter melalui runtutan proses dari awal

makan sampai selesai makan.17

Siska menuturkan dalam wawancara yang peneliti lakukan,

menurutnya: “Dengan program makan siang bersama dengan anak-

anak, Siska berharap perkembangan otak mereka sama dengan anak-

anak lainnya. Dengan makanan yang bergizi Siska berharap agar

mereka dapat menggali segala potensi yang anak-anak miliki dan

berusaha membentuk karakter yang Islami terutama dalam kegiatan

makan siang bersama yang banyak memberikan pelajaran dalam

berbagi dengan kawannya, seperti bersikap antri, tidak rakus dan masih

banyak lagi pelajaran yang bisa dipetik dari kegiatan makan bersama.

Siska berharap bisa memberi mereka makan setiap hari dengan menu

yang bervariasi dan bergizi. Tentunya uluran tangan dari para donatur

sangat diharapkan demi terlaksananya program makan siang bagi anak-

anak tersebut.18

Tanpa promosi, Setiap tahun, Taman Kanak-kanak Batutis

Al-Ilmi ini menerima murid rata-rata sebanyak 70 anak. Mereka adalah

anak-anak pembantu rumah tangga, kuli bangunan, tukang ojek, tukang

becak, tukang sol sepatu, pemulung, etc. Dari jumlah itu, yang

diterima hanya 40 anak.19

Berikut penuturan Siska di saat awal

membuka sekolah gratis bagi anak-anak dhuafa yang berada disekitar

rumahnya; “Saya diprotes ibu-ibu yang anaknya tidak diterima. Tapi,

bagaimana lagi, tempatnya tidak muat,” menurut Siska. Dibantu oleh

dua orang guru, Siska turut mengajar langsung. Seluruh biaya diambil

dari uang pribadinya.“Siska memang tidak memungut biaya apapun.

Mereka hanya diwajibkan menabung Rp 5.000 per bulan. Itu juga

untuk kepentingan mereka”. Adapun biaya untuk seragam, separuhnya

17

Siska Y. Massardi, Rumah Kisah: Selamat datang di Garasi; Sebuah Potret

Kehidupan Sekolah TK Dhuafa, 12. 18

Wawancara dengan Siska Y. Massardi pendiri TK Batutis Al-Ilmi di

kediamannya pada hari Rabu, 10 April 2013. 19

Studi dokumen dan wawancara tentang jumlah siswa yang dibatasi karena

mengingat ruang kelas dan jumlah guru terbatas, serta bea siswa yang kurang

mencukupi untuk alokasi pembiayaannya.

100

disubsidi oleh para alumni ESQ. 20

Sisanya, Rp 50.000, dicicil sesuai

kemampuan orangtua murid. “Khusus anak yatim piatu, Siska bebaskan

dari biaya apa pun,”21

Karena uang yang diminta oleh kepala sekolah

Batutis pun, pada intinya bukan sebagai iuran tetap melainkan semata-

mata sebagai pembelajaran yang harus diterapkan sebagai supaya ada

rasa tanggung jawab dari orang tua murid yang menitipkan anaknya di

sekolah tersebut.22

Pada awalnya, sekolah TK Batutis Al-Ilmi tidak memiliki baju

seragam, karena dana yang terbatas. Setelah dua bulan berlalu, barulah

anak-anak diberi seragam. Pada waktu belum memakai seragam ada

anak yang tidak mengganti bajunya sampai dua atau tiga hari

menambah aroma tidak sedap pada tubuh mereka. Terlebih suasana

dalam kelas sangat panas, belum lagi aroma tubuh anak-anak yang

cukup menyengat dan kadang membuat suasana tidak nyaman. Setelah

ditelusuri penyebabnya oleh penulis ternyata anak-anak TK dhuafa

mandi di rumahnya tanpa menggunakan sabun mandi dan sampo,

karena keterbatasan biaya yang dimiliki orang tuanya. Jadi, bisa

dibayangkan seperti apa bau rambut yang lengket dan aroma tubuh

anak-anak yang menyengat. Padahal mereka senang dipangku oleh

gurunya. Melihat kondisi itulah siska terobsesi untuk membimbing

anak-anak dhuafa menjadi insan kamil yang berkarakter dan

bertanggung jawab terhadap dirinya melalui bimbingan terhadap orang

tua murid agar terjalin komunikasi yang tepat demi masa depan anak-

anakinya. Strategi Siska sangatlah tepat dengan tujuan pendidikan nasional,

walaupun langkahnya sederhana dalam menapaki niatnya yang tulus untuk

membantu para kaum dhuafa, namun semangat untuk merubah keadaan anak-

anak usia dini disekitar tempat tinggalnya menjadi pegangan utama yang tidak

mudah untuk dilupakan. Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan

kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. 23

20

Siska dan suaminya Yudhistira termasuk alumni ESQ eksekutif angkatan 28

Jakarta. 21

Wawancara dengan Siska Y. Massardi pendiri TK Batutis Al-Ilmi di

kediaman nya pada hari Rabu, 10 April 2013. 22

Studi dokumen di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 25 Agustus 2013. 23

Tujuan Pendidikan Nasional dalam UUD 1945 (versi Amandemen), yaitu,

Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan

satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta

ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan

undang-undang.” Sedangkan Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan

ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan

persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat

manusia.”Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003, “

101

Manusia seutuhnya adalah manusia yang beriman dan bertaqwa

terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki

pengetahuan dan keterampilan yang beragam, kesehatan jasmani dan

rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri tanpa tergantung dengan

orang lain serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan

yang tinggi sebagai barometer pemimpin dimuka bumi.24

Pada intinya pendidikan itu bertujuan untuk membentuk

karakter seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa dengan penuh kesadaran. 25

Akan tetapi pendidikan yang

diaplikasikan dari tingkat usia dini sampai jenjang perguruan tinggi

hanya menekankan pada kecerdasan intelektual semata, dengan bukti

bahwa adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan tanpa

Penjelasan UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No.

20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan Nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.”Tujuan Pendidikan Menurut UNESCO, “Dalam upaya meningkatkan kualitas

suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan.

Mengacu dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga

UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization)

mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa

depan, yakni: learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live

together. Dimana keempat pilar pendidikan tersebut menggabungkan tujuan-tujuan

IQ, EQ dan SQ. Jadi tujuan pendidikan yang sesungguhnya tidak hanya

mengedepankan kecerdasan verbal linguistic dan logic matematic di tingkat usia dini

sampai tingkat perguruan tinggi. ( sumber: http://belajarpsikologi.com/tujuan-

pendidikan-nasional/ diakses pada hari Senin tanggal 08 April 2013 jam 16.24 WIB.

24Siska Y. Massardi, Rumah Kisah: Selamat Datang di Garasi; Sebuah

Potret Kehidupan Sekolah TK Dhuafa, 96. 25

Berbagai penelitian membuktikan, sebagaimana telah dicontohkan oleh

nabi Muhammad SAW, bahwa usia dini (0-7 tahun) adalah usia emas (golden age).

Itu artinya masa depan seseorang atau sebuah bangsa, ditentukan oleh asupan yang

diberikan oleh orang tua dan para guru kepada mereka sejak masa awal kehidupan

anak. Asupan itu tidak hanya nutrisi yang bergizi, melainkan juga ilmu pengetahuan,

keteladanan, dan cara memberikannya dengan baik dan bijaksana. Cara pemberian

asupan yang salah akan menimbulkan efek permanen hingga puluhan tahun kedepan.

Itulah sebabnya pendidikan anak usia dini menjadi sangat utama, penting dan

strategis. Sebab, masa emas itu akan menentukan masa depan anak dalam

kehidupannya selamas di dunia hingga ke akhirat nanti. ( Baca Buku, Yudhistira dan

Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra, 22.

102

melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti anak sebagai

modal besar dalam menapaki jenjang kehidupan yang lebih kompleks.26

Selama tiga tahun, anak-anak bersekolah dan belajar di garasi

rumah Siska. Pada tahun keempat dengan dana swadaya dan bantuan

dari para dermawan perseorangan. Sekolah Batutis Al-Ilmi bisa

menyewa lahan dan mendirikan saung sederhana sebagai tambahan

ruang kelas bagi mereka, tak jauh dari rumah Siska. Berkat perjuangan

Yudhistira yang gigih dan kesabaran Siska dalam menghadapi segala

permasalahan berkaitan dengan TK Batutis Al-Ilmi. Akhirnya lahan

Taman Kanak-kanak Batutis Al-Ilmi yang semula disewakan oleh

pemiliknya akhirnya dibebaskan pembayarannya ( sewa tanahnya saja)

oleh pemilik demi kemajuan perkembangan TK Batutis Al-Ilmi, namun

6 lokal gedung yang semula lokal kamar kontrakan dijadikan sebagai

lokal sentra dan kantor TU serta perpustakaan yang setiap lokal harga

sewanya Rp. 350.000,- perbulan tetap harus dibayarkan. Kontrakan itu

dijadikan sebagai ruangan untuk kantor TU dan ruang kepala sekolah

TK Batutis Al-Ilmi. Ruang sebelahnya dijadikan ruang pembelajaran

untuk toodler/babyhouse, ruang sentra balok yang sekarang dijebol

menjadi 2 kamar dijadikan satu, dan sentra imtaq sebagai wahana

pengenalan nilai-nilai pendidikan agama Islam, sentra persiapan berada

disaung yang baru lantai atas di bawahnya untuk sentra main peran

besar, selain itu juga ruangan sentra main peran besar dijadikan ruang

serba guna, seperti dijadikan aula tempat rapat dan kegiatan lainnya.

Sentra seni berada di beranda saung yang terletak strategis disamping

atau serambi sentra main peran besar. Sedangkan sentra bahan alam

berada persis didepan tempat wudhu atau di halaman antara saung dan

ruang-ruang kontrakan.27

Keberadaan sarana dan prasarana sebagai tempat belajar

mengajar saat ini merupakan sesuatu yang urgent, terlepas dari kondisi

yang ada.TK Batutis Al-Ilmi berusaha mengelola dan menggunakan

sarana yang ada secara optimal. Karena sarana dan prasarana ini

merupakan faktor pendukung tercapainya tujuan pendidikan di sekolah

khususnya dalam pengembangan potensi kecerdasan majemuk anak

usia dini. Fasilitas sarana dan prasarana harus diupayakan

pengelolaannya, meliputi: perencanaan, pengadaan, pemeliharaan,

26

Mohammad Ali, Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional: Menuju Bangsa

Indonesia Yang Mandiri(Jakarta, Imtima, 2010), 27. 27

Pengamatan peneliti ketika observasi di tempat penelitian 13 April 2013.

103

penyimpanannya serta pemeliharaannya dengan mempertimbangkan

kebutuhan sekolah itu sendiri.28

Ketika banyak anak-anak yang terlahir miskin papa, luput dari

jangkauan pemerintah dan lepas dari uluran tangan para dermawan

disekelilingnya, bahkan tak dihiraukan keberadaannya. Dengan tatapan

kosong penuh tandatanya, kemana hendak kaki melangkah untuk

memulai kehidupan dengan penuh makna, mata mereka berbinar

menanti dibukakan jalan menuju apa yang mereka cita-citakan. Dalam

kondisi itulah Siska merengkuh mereka untuk menyelematkan masa

depannya sebagai penerus tunas bangsa demi agama, nusa dan bangsa

indonesia dengan mendidik dan membimbingnya di TK binaannya.

Gambar 3.2

Siska dan Anak-anak Dhuafa di gedung baru.

29

Sembari tersenyum lepas sebagai ungkapan rasa syukur yang

terpancar dari wajah Siska pendiri TK Batutis Al-Ilmi, Siska merasa

lega dengan merangkul anak-anak binaannya dari keluarga dhuafa,

setelah tanah yang berada disamping rumahnya dibangun saung hasil

jerih payah para donatur dan para sukarelawan yang membangun

gedung tersebut dengan dana seadanya untuk dijadikan gedung

serbaguna sebagai sarana kegiatan TK Batutis Al-Ilmi dan kegiatan

belajar mengajar yang berkaitan dengan pembelajaran metode sentra

yang semula berada di garasi rumah Siska serta menjadi ruang

28

Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung, PT. Remaja Rosda

Karya, 2004), 50. 29

Rumah saung baru yang dibangun dengan dana seadanya dengan tanah

kontrak sebagai tempat ruang pembelajaran sentra. Gambar diambil dari dokumen TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 13 April 2013.

104

serbaguna dalam melakukan berbagai macam kegiatan, baik rapat,

etc.30

Mendidik dan mengajar anak-anak dhuafa mempunyai keunikan

tersendiri. Mereka cenderung agresif dan kasar, sering terlontar dari

mulut mereka kata-kata kotor yang tidak patut untuk diucapkan ketika

pembelajaran berlangsung, perilaku yang kasar juga terjadi ketika

mereka sedang bermain. Mereka saling memukul, mencubit, dan

berebut ingin dipangku ibu gurunya dan masih banyak perilaku yang

lainnya yang membuat Siska berpikir lebih jauh untuk memikirkan

strategi belajar mengajar dan pendekatan yang tepat untuk mereka.

Oleh karena itu, persoalan kedua yang dihadapi Siska sebagai

pendiri TK Batutis Al-Ilmi adalah berkaitan dengan materi pelajaran,

kurikulum dan pendekatan pembelajaran apa yang akan diberikan

kepada mereka terkait dengan pembenahan karakter mereka untuk

menjadi lebih baik. Hal itu bukanlah sesuatu yang mudah, karena jika

salah dalam pengajarannya akan berakibat fatal dan merugikan masa

depannya. Untuk mengatasi hal demikian, Siska meminjam buku-buku

panduan untuk anak-anak TK dari beberapa guru TK yang dikenalnya.

Siska mulai membacanya satu persatu hingga habis. Karena masih

dirasa kurang Siska membeli sejumlah buku panduan tentang

pendidikan anak usia dini dari beberapa penerbit. Di samping itu, Siska

dan Yudhistira mulai menabung untuk membeli perlengkapan TK

walau dengan sistem menyicil karena dana yang terbatas.31

Observasi di beberapa TK yang berada di sekitar lingkungan

perumahan Siska, juga cukup membantu untuk mendapatkan informasi

tentang sistem pengajaran yang baik. Seperti berdiskusi dengan mantan

guru TK anaknya, meminta masukan tentang bahan materi untuk

mengajar. Selain itu, banyak berdiskusi dan meminta pertimbangan dari

suaminya demi kemajuan TK Batutis Al-Ilmi yang dirintisnya sebagai

TK gratis bagi anak-anak yang kurang mampu. Setelah melakukan

usaha dan diskusi yang matang dengan Yudhistira, akhirnya mereka

berdua sepakat untuk mengikuti kurikulum pemerintah yang berbasis

30

Hasil pengamatan peneliti ketika observasi di tempat penelitian 13 April

2013.

31Sesuai informasi yang didapat dari Siska sebagai pendiri, saat itu hasil

tabungan Siska selama 3 bulan terkumpul total Rp. 3.750.000,- untuk menghemat

biaya dana tersebut sebagian untuk membuat rak sepatu, rak tempat tas dan papan

tulis, intinya Siska harus pandai-pandaimenyusun anggaran agar cukup untuk

memenuhi kebutuhan sekolah yang baru dirintisnya.

105

konvensional dengan menambahkan kegiatan yang meningkatkan

kreatifitas anak.32

B. Transformasi Metode Konvensional Beralih ke Metode Sentra di

TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi

Permasalahan pelik dalam dunia pendidikan yang sering terjadi

menjadi perhatian tersendiri bagi peneliti dalam menulis karya ilmiah

yang tertuang dalam tesis ini, sebagai sumbangsih yang berarti bagi

problemantika pendidikan di Indonesia terutama pendidikan anak usia

dini. Banyak orang tua berlomba-lomba untuk menyekolahkan anaknya

hanya untuk meraih kecerdasan intelektual dan mereka bangga akan

itu, tanpa memperhatikan kecerdasan yang lainnya. Ada siswa yang

secara intelektual cerdas, namun disisi lain ia bermasalah dalam hal

kepribadian atau emosinya tidak stabil, sehingga merasa kesulitan

dalam beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

Termasuk masalah tanggung jawab dan kemandirian belum menjadi

kebiasaan bagi anak usia dini yang siap untuk masuk SD. Terutama

anak kelas satu, mereka merasa kesulitan untuk menyiapkan

kebutuhannya sendiri, seperti; kegiatan makan, mandi ataupun

berpakaian dan lain-lain masih tergantung dengan orang tuanya dalam

arti belum mandiri dan mampu melakukannya sendiri.33

Bila ditilik secara mendalam, ternyata Sekolah Dasar Islam

Terpadu (SDIT) atau sekolah yang bertaraf internasional yang ada di

lingkungan masyarakat Indonesia, pada umumnya tidak menjamin

kenyamanan anak-anak usia dini dalam mengembangkan berbagai

potensi yang dimiliki peserta didik. Karena kebijakan sekolah yang

tidak berpihak pada perkembangan anak yang sesuai dengan tahapan

dan kebutuhannya. Terutama dalam masa transisi dari TK beralih ke

SD. Mayoritas sekolah yang ada hanya mengedepankan sisi kognisinya

semata yaitu kecerdasan bahasa dan logika matematikanya dan

mengabaikan kecerdasan lainnya terutama masalah kepribadian

(kecerdasan emosi). Pendidikan yang memanusiakan peserta didik

adalah pendidikan yang tidak memperlakukan peserta didik seperti

robot yang harus menuruti apa keinginan guru dan sekolahnya. Ibarat

komputer yang diinstal begitu banyak dengan berbagai macam

32

Studi dokumen dan Wawancara dengan Siska, Pendiri TK Batutis Al-Ilmi,

18 April 2013. Di kediamannya yang bersebelahan dengan gedung Sekolah TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.

33Majalah Media TK Sentra, Pendidikan yang Memanusiakan, Jakarta, 2010,

20 ( Volume 1/Tahun I/2010)

106

program, sehingga penuh tanpa memperhatikan kondisi dan

keperluannya, akibatnya komputer mengalami kerusakan. Terlalu

banyak informasi yang dimasukkan ke otak mereka, tanpa

memperhatikan fungsi dan aplikasinya. Padahal informasi tersebut

banyak yang belum sesuai dengan tahapan perkembangan dan

kebutuhan mereka.34

Menurut Munif Chatib, membangun sekolah pada hakikatnya

adalah membangun keunggulan sumber daya manusia. Tidak sedikit

sekolah yang justru membunuh banyak potensi anak didiknya. Karena

sekolah mereka ibarat penjara dan anak didik diperlakukan seperti

robot, mulai dari proses pembelajarannya, target keberhasilan sekolah

sampai pada sistem penilaiannya. 35

Sedangkan sekolahnya manusia

adalah sekolah yang berbasis multiple intelligences yaitu sekolah yang

memanusiakan manusia dengan menghargai berbagai kecerdasan siswa

sesuai dengan tahap perkembangannya. Kenakalan remaja, budaya

kekerasan yang akhir-akhir ini sering kita saksikan, pada dasarnya

imbas dari metode pembelajaran yang tidak mengakomodir aspek-

aspek kecerdasan secara keseluruhan. Perhatian lebih pada aspek

kognisi merupakan penyebab masalah tersebut. Kasus orang pintar

yang korupsi sudah menjadi kenyataan yang ironis, bahwa seperti itu

gambaran dari hasil pendidikan yang tidak sejalan dengan fithrah.

Tragedi ujian nasional yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa

Indonesia yang proses pembelajarannya mengedepankan kecerdasan

bahasa dan logika matematika justru mereka gagal di mata pelajaran

matematika dan bahasa Indonesia yang sesungguhnya berada dalam

domain yang sama di otak kiri, namun dalam praktik pendidikan

selama ini, dipisahkan secara diskriminasi) membuktikan bahwa

system pendidikan di Indonesia keliru secara mendasar sejak awal.

Akibatnya, hasil didikannya gamang menghadapi realitas kehidupan,

gagal intelektual, emosional dan jumud spiritual. Fakta ini

menunjukkan bahwa ada yang salah dalam metode pendidikan.

Solusinya adalah perlu dilakukan revolusi pendidikan, yaitu dengan

membangun kecerdasan majemuk secara terpadu sejak usia dini. 36

34Majalah Media TK Sentra, Pendidikan Yang Memanusiakan, Jakarta, 22.

35Munif Chatib, Sekolahnya Manusia; Sekolah Berbasis Multiple

Intelligences di Indonesia, 69. 36

Maura Sellars, “Exploring Executive Function: Multiple Intelligences’

Personalised Mapping for Success” dalam The International Journal of

Learning,Vol. 18, No. 03 (University of Newcastle Australia, 2012), 296.

107

Seiring berjalannya waktu, terkait keinginan tulus dari sang

pendiri TK Batutis Al-Ilmi, ternyata tidak semulus yang dibayangkan.

Masalah demi masalah sering dihadapi Siska, terutama berkaitan

dengan perilaku para muridnya yang agresif dan kasar, selalu datang

pergi silih berganti. Pernah, Siska dilempar kaos kaki tepat di

wajahnya, bahkan Siska pun pernah juga diludahi dan itu keadaan yang

sebenarnya terjadi. Bagi anak-anak tersebut, perilaku mengamuk,

menggigit, memukul, mencakar, dan berkata kasar, bukan hal yang

asing dan merupakan hal yang lumrah anak-anak lakukan pada

siapapun. Intinya perilaku anak-anak tidak mencerminkan akhlak yang

Islami dan menurut anak-anak itu adalah sesuatu hal yang wajar ia

lakukan. 37

Awalnya Siska merasa kebingungan dalam proses kegiatan

belajar mengajar, metode apalagi yang harus Siska terapkan. Karena

pengetahuan tentang mendidik anak sangat minim sekali yang Siska

miliki, apalagi Siska hanya lulusan SMKK, namun Siska selalu

berusaha mencari cara agar anak-anak didik menyadari apa yang telah

dilakukannya. Suatu kali Siska pernah berputus asa dan ingin menutup

sekolahnya yang sudah susah payah Siska rintis. Namun, setelah

berpikir panjang, tentang masa depan anak-anak tersebut, Siska pun

berfikir ulang, dalam perenungannya terbersit dalam benak Siska, mau

kemana lagi mereka akan bersekolah TK, karena tidak ada sekolah

disekitar perumahannya yang menyediakan sekolah gratis bagi anak

yang tidak mampu. Akhirnya keinginan menutup sekolah tersebut

Siska urungkan demi masa depan anak-anak dhuafa yang sangat

antusias dalam mencari ilmu berdomisili di sekitar rumah tempat

tinggalnya.38

Berbekal semangat berbagi dan keinginan tulus dari hati Siska,

jalan Allah akhirnya terbentang, lewat salah seorang temannya39

yang

menawarkan pelatihan tentang cara mendidik anak oleh keinginannya

37

Sesuai dengan informasi yang Siska dapatkan dari orang tua murid, ternyata

mereka berbuat seperti itu, karena memang mereka biasa diperlakukan oleh orang

tuanya dirumah seperti itu yakni dengan perlakuan yang kasar. 38

Wawancara dengan Siska, tanggal 25 April 2013. 39

Linda Ary Ginanjar istri Ary Ginanjar Agustian, teringat sahabatnya (Siska)

yang sedang merintis sekolah untuk anak dhuafa, ketika ada pertemuan wali murid di

sekolah Al-Falah terkait anaknya yang sekolah di sana, melihat metode yang

diaplikasikan di Al-Falah komprehensif dalam pembelajaran anaknya, akhirnya

menawarkan kepada Siska untuk mengikuti pelatihan tersebut, yaitu pelatihan metode

sentra dengan 6 modul. (baca buku Siska Y. Massardi, Rumah Kisah Sebuah Potret

Kehidupan Sekolah TK Dhuafa, Jakarta: PT ARGA Publishing, 2007), 128.

108

untuk memahami dan mengajarkan anak-anak dengan karakter yang

luhur dan bijaksana, Siska menerima tawaran itu dengan lapang dada.

Di dalam pelatihan itu diajarkan cara mendidik anak sesuai dengan

fitrahnya, metode yang digunakan adalah metode sentra.40

Setelah

mengikuti pelatihan di TK Al-Falah Ciracas Jakarta timur, metode itu

kemudian diterapkannya di Sekolah Batutis Al-Ilmi. Hasilnya, sungguh

menakjubkan, kemampuan berbahasa murid terbangun dengan baik,

perilakunya lebih terkontrol, dan mereka cenderung belajar dengan

gembira, karena diberi kebebasan memilih dan bebas dari tekanan

selama proses kegiatan belajar berlangsung di setiap sentra.41

Metode sentra membangun kecerdasan majemuk secara

terpadu.42

Kurikulumnya individual, disesuaikan dengan tahap

perkembangan anak, jumlah murid 10 orang dalam setiap kelas. Selama

proses pembelajaran guru wajib menyusun laporan perkembangan

kecerdasan majemuk anak setiap hari, guru diwajibkan untuk

memantau akhlak anak, sikapnya dengan temannya, cara shalat, cara

mengaji, cara berbicara, cara menerima ilmu, cara makan, dan cara

bermain yang terarah setiap hari. Semua pemantauan ini wajib ditulis

dalam kartu khusus untuk dilihat perkembangannya melalui observasi

tujuh kecerdasan majemuk, selain untuk dokumentasi anak didik

tersebut hasil penilaiannya akan didiskusikan dengan orangtua masing-

masing supaya ada komunikasi dan tindak lanjut metode sentra yang

diajarkan disekolah dengan dirumah.43

Metode sentra sangat berpihak

pada proses perkembangan anak, dilihat dari berbagai aspek, baik dari

aspek motorik, kognitif maupun aspek kepribadian anak. Sehingga

membina anak tanpa harus membuatnya tersinggung atau tersakiti.

Dikarenakan pendidik menasehatinya dengan bahasa yang tidak

menggurui, diharapkan anak menjadi pribadi terbuka. Nasehat yang

40

Metode sentra adalah cara belajar mengajar yang revolusioner bagi

pendidikan anak usia dini. Sekaligus formula pendidikan karakter yang bisa

mengubah mental moral menjadi lebih baik dan pendekatan pembelajaran berstandar

internasional plus Islami dengan mengalirkan 18 sikap Asmaul Husna. 41

Siska Y. Massardi, Rumah Kisah: Selamat datang di Garasi; Sebuah Potret

Kehidupan Sekolah TK Dhuafa, 22. 42

Kecerdasan Majemuk terdiri dari, kecerdasan logika matematika, bahasa,

tubuh (kinestetik), ruang (spasial), kemandirian (intrapersonal), kepedulian sosial

(interpersonal) dan music. Sentra-sentra itu dibangun melalui 3 jenis main, yaitu;

main pembangunan, sensori motor dan main peran.

43Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 16.

109

diberikan tidak membuat anak menjadi drop, ia merasa enjoy walaupun

sebenarnya ia sedang dinasehati.44

Metode sentra adalah sistem pendekatan pembelajaran yang

berasal dari sekolah Al-Falah pimpinan Wismiarti Tamin di Ciracas,

Jakarta Timur. Di samping itu, sekolah Al-Falah adalah tempat Siska

mendapatkan pelatihan tentang Metode Sentra. Di sekolah Al-Falah,

Siska melihat langsung metode sentra diterapkan. Semula Siska merasa

minder terhadap dirinya sendiri dan merasa tidak percaya diri. Karena

latar belakang pendidikannya hanya lulusan SMKK, dan sekolah

binaannya hanyalah sekolah gratis yang dikhususkan bagi kaum

dhuafa. Perasaan itu bisa ditepis oleh Siska dengan keyakinan utama

untuk berubah dalam mengatasi tantangan yang ada dengan tidak

berhenti belajar dan mengembangkan metode sentra yang merujuk dari

sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta Timur.

Selanjutnya pada tahun 2006, Yudhistira dan Siska bersyukur

kepada Allah telah dipertemukan dengan drg. Wismiarti sang

pemimpin dan perintis metode sentra di Sekolah Al-Falah, melalui

pelatihan metode sentra yang diadakan di Sekolah Al-Falah Wismiarti

membukakan cakrawala pengetahuan dan mengizinkan mereka berguru

menimba ilmu tentang metode sentra, berkat pelatihan metode sentra

yang diikuti oleh Siska, hasilnya sungguh memuaskan tercermin dari

cara pandang Yudhistira dan Siska yang terobsesi untuk turut berkiprah

di dunia pendidikan khususnya pendidikan anak usia dini.45

Akhirnya, pada tahun 2006, Yudhistira dan Siska mulai

menerapkan pembelajaran metode sentra di sekolah Batutis Al-Ilmi

Bekasi yang terletak di Perumahan Pondok Pekayon Indah Jl. Pakis VI

Blok BB 29 Pekayon Jaya Bekasi, Jawa Barat. Sekolah tersebut adalah

sekolah gratis untuk kaum dhuafa.46

Suatu perubahan yang diinginkan

memang tidak mudah untuk dilaksanakan, tetapi tidak sulit untuk

dilakukan jika punya kemauan kuat dan mau belajar dengan

bersungguh-sungguh. Saat Siska memulai melakukan perubahan dan

memutuskan untuk mengubah metoda pengajaran di sekolah yang

sudah dilakukan sebelumnya di TK Batutis Al-Ilmi dari metode

konvensional beralih menggunakan pendekatan Metode Sentra,

memang tidak mudah dalam proses pengalihannya. Tidak sedikit yang

44Majalah Media TK Sentra, Pendidikan Yang Memanusiakan, Jakarta, 38.

45Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 36. 46

Hasil wawancara dengan Yudhistira selaku ketua Yayasan TK Batutis Al-

Ilmi Pekayon Bekasi, 28 Mei 2013.

110

harus dilakukan. Mulai dari mencari informasi tentang metode tersebut,

hingga menyiapkan tenaga pengajar yang professional dengan

memberikan pelatihan-pelatihan kepada guru-guru TK Batutis Al-Ilmi.

Melihat banyak kejadian yang tidak bisa diselesaikan dalam proses

pembelajaran yang semula menggunakan metode konvensional,

semangat itulah yang mendorong Siska untuk mengubah metode

konvensional di TK binaannya beralih menggunakan pendekatan

metode sentra.47

Dengan langkah pasti, Siska mulai dengan satu langkah, yaitu

beralih menggunakan sistem pendekatan metode sentra walau

peralatan APE masih seadanya. Pada tahap awal, Siska hanya

membuka tiga sentra, yaitu sentra persiapan, sentra seni dan sentra

imtaq, karena semua pengajar harus mampu menguasai materi dan

memahami manfaat dan tujuan yang bisa dicapai oleh setiap alat peraga

yang digunakan. Guru harus betul-betul memahami dan mempunyai

tujuan khusus dengan alat peraga yang akan digunakan di dalam

sentranya. Guru harus bisa menjawab pertanyaan: “Pengetahuan apa

yang dapat dicapai oleh anak melalui media tersebut?” walaupun

dengan keterbatasan peralatan yang seadanya dan kemampuan

sederhana yang dimiliki oleh guru-guru TK Batutis, namun tidak

menyurutkan langkah untuk berusaha menjadi yang terbaik.

Keberhasilan itu mulai tampak, terutama terlihat dari sikap anak-anak

murid yang menjadi tidak bosan di sekolah dan para guru tidak lagi

terkantuk-kantuk malas serta stres karena harus mencapai target

tertentu dalam pembelajaran. Suasana kelas berubah ceria dari

sebelumnya. Setelah menggunakan metode sentra, kelas menjadi riang,

dan para murid maupun guru menjadi bahagia dalam proses belajar dan

mengajar.48

Metoda sentra menjadikan guru dan anak bisa saling

berkomunikasi efektif. Guru belajar membuat pertanyaan-pertanyaan

yang evaluatif, sehinggga anak termotivasi untuk mencari jawaban

yang beragam dan terbuka. Dengan menstimulus kemampuan dan

potensi yang anak-anak miliki. Hal tersebut penting dilakukan untuk

membangun semua kecerdasan majemuk yang dimiliki setiap anak-

anak usia dini. Metode sentra mengubah paradigma dan posisi

hubungan antara guru dengan murid. Jika dalam paradigma lama, guru

47Studi dokumen dan hasil wawancara dengan Siska sebagai penggagas dan

pendiri TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 12 Juni 2013.

48Hasil Wawancara dengan Siska, pendiri dan penggagas TK Batutis Al-

Ilmi Pekayon Bekasi, 30 Mei 2013.

111

adalah orang yang memberikan pelajaran kepada murid; maka dalam

metode sentra, posisinya dibalik. Guru bukan pihak yang mengajar dan

murid menjadi pihak yang diajar. Sehingga, pertanyaan yang harus

dibangun dalam diri para guru sebelum mengajar adalah, bukan “Apa

yang akan saya ajarkan kepada anak, hari ini?”, melainkan: “Saya

belajar apa dari anak, hari ini?” dan murid menjadi pusat dalam proses

belajar mengajar. Dalam metode sentra, setiap saat guru harus belajar

melalui anak dan guru hanya sebagai fasilitator dalam

mengembangkan, mencapai dan menemukan suatu ilmu, para guru

harus menegakkan sebuah “aturan main” yang ketat, karena pada

hakikatnya sentra itu sarat dengan peraturan.49

Ketika mengubah metode konvensional menjadi metode sentra,

seorang guru harus mampu menyiapkan materi yang disesuaikan

dengan kurikukulum pendidikan secara umum (klasikal) kepada

kurikulum secara individual, menyiapkan alat permainan, menerapkan

aplikasi kurikulum dengan cara memahami materi bahan ajar dengan

baik serta melakukan evaluasi setelah selesai mengajar. Dalam

penerapan metode sentra, yang mutlak dilakukan guru di kelas adalah

menghindari pengajaran langsung (direct teaching). Walaupun terasa

sulit pada masa-masa awal transisi, harus tetap dilakukan dengan enjoy

dan rasa bahagia. Membiasakan penggunaan bahasa dengan pola

kalimat SPOK secara berkesinambungan agar setiap kalimat yang

ditujukan pada anak terstruktur dengan baik. Mengubah metode

konvensional menjadi metode sentra memang tidak mudah dilakukan,

apalagi hanya sekedar coba-coba, tapi nyatanya bisa dilakukan. Dengan

kesungguhan dan semangat untuk melakukan perubahan. Caranya

dengan melakukan adaptasi selama satu semester, melakukan evaluasi

secara berkala dan mencari hambatan ketika proses pembelajaran, pada

akhirnya akan meningkatkan mutu pengajaran menjadi lebih

kondusif.50

Metode sentra menekankan bahwa belajar tidak sekedar belajar

calistung (membaca, menulis, berhitung) yang termasuk kecerdasan

kognisi, anak harus membangun pengetahuan dibenak mereka sendiri.

Disinilah peran guru untuk menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas

dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

49

Pamela C. Phelps, Beyond Cribs and Rattles Playfull Scaffolding the

Development of infants and Toodlers (Tallahase, Florida, CCRT 2005), 16.

50 Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter Dengan Metode

Sentra, 257.

112

mereka miliki dengan kehidupan sehari-hari sehingga membentuk

sebuah karakter mulia karena berkaitan dengan kebiasaan sehari-hari.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses perubahan dari

metode konvensional menjadi metode sentra, yaitu: pertama,

menyiapkan tenaga pendidik yang sudah terlatih melalui pelatihan

mengenai metode sentra, sehingga memiliki panduan yang jelas, kedua,

menyiapkan alat permainan yang sudah ada, kemudian dimodifikasi

untuk menciptakan APE (Alat Permainan Edukatif) dengan bahan daur

ulang. Seperti, membuat puzzle dan pola-pola angka dan huruf dari

kardus bekas. Menggunakan alam sebagai media, dari aneka tumbuhan

dan daun-daun kering. Ketiga, memahami tujuan dan fungsi alat

permainan edukatif yang akan diberikan kepada murid. Keempat,

menerapkan sikap 3 M ( tidak Marah, tidak Melarang dan tidak

Menyuruh). Guru tidak boleh marah agar anak bekerja tanpa rasa takut,

sehingga mampu memahami proses sebab akibat. Guru tidak boleh

melarang agar anak mampu mengambil keputusan dan guru tidak

boleh menyuruh agar anak terbangun sikap dan inisiatifnya. Prinsip

tersebut dilakukan untuk menjaga keaktifan kerja otak anak. Jika anak

sering dimarahi, disuruh atau dilarang, atau dalam kondisi tertekan,

kecewa atau emosi negative lainnya maka ia tidak dapat belajar dengan

baik. Berdasarkan penelitian, bahwasanya otak pusat tempat berpikir

manusia tidak berfungsi dengan baik jika emosi dalam keadaan

negative dan di bawah tekanan orang lain. Dengan memposisikan anak

sebagai subjek dan bukan objek. Seluruh potensi kecerdasan majemuk

bisa dibangun dan anak pun tumbuh menjadi pribadi mulia, bahagia,

tanpa dilarang, disuruh dan dimarahi melainkan diberikan pemahaman

yang menyeluruh baik dengan penuh kasih sayang maupun perhatian di

setiap keadaan. 51

Ternyata, kebiasaan marah bisa membuat sel-sel otak anak

bergururan alias mati dan sel-sel otak yang mati tidak tergantikan,

karena jumlah sel otak tidak bertambah sejak anak lahir. Tidak mudah,

memang awalnya, tapi kalau sudah biasa menahan amarah, selanjutnya

pun pasti bisa. Selain kesabaran, guru perlu terus mengasah

kemampuan berbahasa untuk mengeksplorasi kalimat-kalimat substitusi

tindakan menyuruh, melarang, dan marah. Contoh, dalam satu sesi,

waktu "bekerja" di sentra telah habis dan guru ingin anak-anak

membereskan mainan. Tapi anak-anak tidak mau melakukannya. Maka 51

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Luar

Sekolah, Pedoman Penerapan BCCT dalam Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta:

Direktorat Pendidikan, 2006), 45.

113

guru bisa berkata "Mainan perlu dirapikan dan disimpan kembali di

tempatnya agar besok bisa dipakai lagi" (kalimat afirmasi); "Di mana

tempat meletakkan mainan setelah kita gunakan?" atau "Siapa yang

pertama merapikan mainannya?" (kalimat pertanyaan); atau

"Alhamdulillah, Raihan sudah mulai membereskan mainannya. Siapa

yang mau menyusul?" (gabungan kalimat afirmasi dan pertanyaan).

Kalimat-kalimat tersebut bisa berbeda efeknya dengan kalimat

perintah, misalnya, "Ayo, anak-anak bereskan mainannya!" Dengan

kalimat afirmasi atau pertanyaan, guru memberi kesempatan lebih besar

kepada anak untuk menyerap prinsip dan logika tentang apa yang perlu

dia lakukan. 52

Sedangkan dengan kalimat perintah, anak mungkin

melakukan pekerjaannya, tapi dalam sistem otaknya tidak terjadi

penyambungan antar sel (myelin) sebagai hasil pembelajaran prinsip

dan logika. Akibatnya, anak baru melakukan pekerjaan bila disuruh.

Saat dewasa, anak yang biasa diperintah hanya akan bekerja dengan

baik bila diawasi, namun pekerjaannya diabaikan bila tidak ada yang

mengawasi.53

Selain itu, Guru juga diwajibkan untuk membuat rencana

pembelajaran atau lesson plan di setiap sentra. Rencana pembelajaran

merupakan rumusan strategi guru dalam membangun pengetahuan yang

belum tampak, mengasah kecerdasan, membangun sikap dan memantik

domain perkembangan melalui tema. Guru sentra memiliki peran

mendasar dalam memastikan tersedianya bahan dan alat-alat serta

lingkungan yang memenuhi kebutuhan main anak, perasaan tersebut

diwujudkan dalam bentuk pemberian pijakan-pijakan yang tepat

sebelum, ketika dan sesudah anak bermain. Dengan bermain, anak

menyerap informasi, pengetahuan dan konsep dalam proses yang

panjang dalam membangun segenap aspek perkembangan pada dirinya.

Untuk mencapai pembelajaran yang efektif, anak membutuhkan

kesempatan main yang bermutu sesuai dengan tahap

perkembangannya. Oleh karena itu, perencanaan pembelajaran menjadi

52

Hasil pengamatan penulis di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Jaya Bekasi di

setiap sentra-sentra dari sentra persiapan sampai sentra main peran, ada 6 sentra yang

diterapkan di TK Batutis Al-ilmi Pekayon Bekasi. 22 April 2013.

53Depdiknas, Bahan Pelatihan Lebih Jauh Tentang Sentra dan Lingkaran

(Jakarta: Dit PADU Depdiknas, 2004), 35.

114

penting dan menentukan berhasil atau tidaknya proses anak belajar

melalui main. 54

Secara terpadu, guru-guru sentra bekerja sama menyusun

Rencana Pembelajaran selama satu tahun, Akan tetapi guru-guru sentra

perlu menyusun RPP per tema, yang periodenya beragam, antara dua

sampai empat minggu.55

Dalam menyusun Rencana Pembelajaran

(RPP) per tema, guru menyebutkan spesifik pokok-pokok perencanaan

yang terdiri dari:

1. Nama tema dan topik pembelajaran, kelompok/kelas dan

tanggal pelaksanaan.

2. Tujuan

Guru menyebutkan secara spesifik daftar informasi yang dapat

dialirkan dalam aktifitas main dari tema yang disajikan. Daftar

informasi itu biasa dikenal dengan TFP (Term, Fact and

Principles). Di dalamnya berisi tentang informasi-informasi

dasar yang berkaitan dengan tema, seperti nama, klasifikasi,

fungsi dan manfaat. Dengan guru yang berpengetahuan luas,

anak berpeluang mendapatkan pengetahuan luas.Karena itu,

dengan banyak membaca dan riset pustaka menjadi kebutuhan

pokok bagi guru sentra sebelum mengasuh anak-anak di

sentranya.

3. Kosakata

Guru menyebutkan secara spesifik daftar kosa kata baru yang

dapat dipelajari anak dalam aktifitas main dari tema yang

disajikan.

4. Media yang dibutuhkan

Guru menyebutkan secara spesifik bahan-bahan dan alat-alat

yang digunakan, baik oleh guru maupun oleh anak dalam sentra.

5. Strategi

Guru menyebutkan secara spesifik langkah-langkah operasional

yang ditempuh dalam mengelola sentra. Langkah-langkah itu

berupa pemberian informasi dengan pernyataan langsung atau

menghadirkan nara sumber, membacakan buku,

54

Trister, Diane Dogde, E Yandian, Sharon, Blomer, Donna, “ A Trainer’s

Guide To Creative Curriculum For Infants And Toodler, Third Edition (Washington

DC: Teaching Strategis Inc, 2002), 27.

55Rencana Pembelajaran (lesson plan) adalah panduan kerja guru dalam

mengalirkan materi yang telah ditetapkan dalam kurikulum.RPP sekaligus merupakan

rumusan strategi bagi guru dalam membangun sikap, kecerdasan dan domain

perkembangan melalui tema-tema yang disajikan.

115

memperlihatkan gambar, memeragakan boneka dengan tanfan,

mengajukan pertanyaan atau pernyataan.

6. Evaluasi

Guru menyebutkan secara spesifik pokok-pokok evaluasi untuk

mengetahui apakah anak mampu menyerap informasi,

pengetahuan dan konsep yang dialirkan dalam kegiatan sentra.

Rencana pembelajaran merupakan pemandu aktifitas harian

bagi guru sentra yang harus disusun dengan teliti dan dijalankan

dengan penuh kesadaran tanpamengabaikan kebutuhan apa yang

sedang dialami anak sehingga rencana pembelajaran yang dibuat oleh

guru sesuai dengan kondisi kebutuhan masing-masing anak tanpa ada

paksaan dalam menerapkan rencana pembelajaran yang disusun. Selain

rencana pembelajaran yang harus dipersiapkan dengan matang, aktifitas

harian guru sentra mutlak membutuhkan dokumen materi ajar yang

dikenal dengan TFP (Terms, Facts and Principles). TFP merupakan

panduan penting yang harus dimiliki dan dipahami oleh setiap guru

sentra sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar. TFP adalah

kumpulan materi bahan ajar yang menyangkut satu tema tertentu yang

disusun setiap awal semester yang meliputi rincian tentang pengertian-

pengertian atau definisi-definisi (terms), fakta-fakta (facts), dan prinsip-

prinsip (principles), yang berlaku dalam obyek materi tema yang akan

dibahas. Sebagai contoh dalam tema tumbuhan atau tanaman, maka

TFP menguraikan definisi tumbuhan, bagian-bagian dari tumbuhan,

klasifikasi tumbuhan, prinsip-prinsip ilmiah tentang tumbuhan dan

keterangan selanjutnya sesuai kebutuhan. Semakin banyak TFP yang

dituangkan dalam rencana pembelajaran, maka semakin kaya

pemahman anak dalam mendapatkan manfaat dari lingkungan dan dari

guru sentra yang bersangkutan.56

Terms, Facts and Principles (TFP) adalah sekumpulan materi

yang disusun sesuai kebutuhan anak didik untuk dialirkankepada anak

didik selama proses kegiatan sentra. TFP berisi tentang dokumen-

dokemen pembelajaran mengenai informasi-informasi umum dan

rincian informasi yang berkaitan dengan satu tema yang dibahas dalam

setiap rencana pembelajaran. Guru makan57

dan guru sentra bersama-

sama menyusun TFP dalam rapat kerja lengkap menjelang dimulainya

56

Contoh TFP disajikan di lampiran akhir. 57

Sebutan untuk wali kelas atau guru kelas yang bertanggung jawab penuh

terhadap anak-anak yang termasuk anak didiknya di kelas yang ditempatinya.

116

tahun ajaran baru. Ketika TFP itu di aplikasikan dalam kegiatan sentra

disetiap awal tahun ajaran baru, disesuaikan dengan kebutuhan anak.58

Dalam proses awal pembelajaran, sering tantangan dan

hambatan datang menghadang, seperti anak-anak ribut, saling berebut

alat, menangis, dan tidakbisa diatur. Tetapi itu adalah sesuatu yang

normal. Para guru tidak boleh berputus asa. Guru dituntut untuk

membuat sebuah aturan sederhana bersama dengan anak-anak, dan hal

itu dijadikan sebagai kesepakatan bersama yang adil. Guru harus

melihat semua proses pembelajaran anak dengan cermat dan teliti.

Hasil adalah nomor dua, proses yang diutamakan. Mencatat apa yang

sudah bisa dicapai oleh anak murid. Hal-hal yang belum dapat dicapai

anak, itu adalah merupakan tugas guru untuk melakukan perubahan,

walaupun kemajuan itu sedikit demi sedikit dirasakan, itulah

perjuangan yang harus disyukuri dalam penerapan metode sentra di TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.59

Setelah merasakan denyut nadi pembelajaran dengan metode

sentra, pilihan yang ada dihadapan mereka bukan lagi urusan susah dan

tidak susah dan tidak susah, mahal dan tidak mahal yang ada dalam

benak mereka adalah hanya ada dua pilihan, mau menjalankan

pendidikan yang dapat membangun generasi penerus yang cerdas dan

berakhlaq mulia atau tidak berbuat sama sekali.60

Selama proses penelitian, ada pelajaran menarik yang penulis

dapatkan. Dalam sentra persiapan, sebelum kelas dimulai, anak-anak

didik dibiasakan untuk mengikuti Prosedur Kerja: memilih teman,

memilih pekerjaan, kerjakan dengan fokus dan tuntas, melapor, beres-

beres, memilih pekerjaan berikutnya. Para peserta didik dari kalangan

dhuafa itu ternyata bisa mengikuti seluruh prosedur kerja dengan baik,

tertib, ikhlas. Mereka memahami semua makna dari tahapan-tahapan

tersebut, dan kemudian melaksanakannya sebagai sebuah proses dan

disiplin kerja (belajar), tanpa disuruh guru.61

Metode Sentra adalah cara belajar mengajar yang revolusioner

bagi pendidikan anak usia dini. Inilah jawaban menyeluruh terhadap

kebutuhan bangsa yang saat ini sibuk mencari formula bagi sebuah

58

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 231.

59Media TK Sentra, Vol 1, 2010.

60Studi dokumentasi dan hasil wawancara dengan Siska, pendiri TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 29 Mei 2013.

61Thomas Amstrong, Multiple Intelligeces in The Class Room ( Alexandria:

Association for supervision and Curriculum Development, 2000), 89.

117

pendidikan karakter, yang bisa mengubah moral mental nalar bangsa

ini menjadi lebih baik juga sekaligus menjadi jawaban bagi kebutuhan

sebuah pendidikan “berstandar internasional” plus Islami. Metode

sentra merupakan paradigma baru di bidang pendidikan dan

pengajaran. Mengingat begitu luas tujuan dan cakupannya, di sini

hanya dikemukakan beberapa prinsipnya yang berbeda dengan metode

konvensional. Maka, di kelas pun tidak ada papan tulis, sebab guru

tidak memerlukannya. Materi ajar disampaikan secara interaktif dan

kongkret, dengan menempatkan murid sebagai pusat. Guru pun

menyapa para murid dengan sebutan “teman.62

Metode sentra ini membangun kecerdasan majemuk secara

terpadu: kecerdasan logika-matematika, bahasa, tubuh (kinestetik),

ruang (spasial), kemandirian (intrapersonal), kepedulian sosial

(interpersonal), musik. Nilai plusnya, metode sentra ala Batutis Al-Ilmi

menambahkan elemen kecerdasan spiritual.63

Seluruh potensi

kecerdasan itu dibangun melalui sentra-sentra bermain yang meliputi

tiga jenis main: main pembangunan, sensorimotor dan main peran.

Tentu, proses belajar-mengajarnya dilakukan secara fun learning.

Seluruh potensi kecerdasan itu dibangun melalui sentra-sentra bermain

yang meliputi tiga jenis main: main pembangunan, sensorimotor dan

main peran. Ada tujuh sentra yang disediakan agar anak-anak bisa

bermain gembira dan mendapatkan banyak pilihan pekerjaan: Sentra

Persiapan (membangun kemampuan keaksaraan); Sentra Balok

(merangsang kemampuan konstruksi, prediksi, presisi, akurasi,

geometri, matematika), Sentra Seni (membangun kreatifitas, sensori

motor, kerjasama); Sentra Bahan Alam (membangun sensori motor,

fisika sederhana, pemahaman akan batasan dan sebab-akibat); Sentra

Main Peran Besar dan Sentra Main Peran Kecil (membangun imajinasi,

62

Memanggil atau menyebut murid dengan sebutan” teman-teman”,

bertujuan membuat anak merasa nyaman, ketika anak merasa nyaman, anak lebih

mudah menerima pembelajaran. Dengan memanggil murid dengan sebutan teman,

bertujuan menghilangkan jarakbahwa guru itu anggapannya superior.bukan berarti

bahwa dengan menyebut anak murid dengan sebutan teman, mereka bisa berlaku apa

saja terhadap gurunya. Tetapi diberi ketegasan bahwa seorang guru harus dipanggil

dengan sebutan “Bu/Pak. Pijakan mengenai aturan dan batasan ini harus benar-benar

kuat dan senantiasa dibiasakan. Lihat. Majalah Media TK Sentra, (Bekasi. Volume

6/tahun I/2011.), 49.

63Yaitu sentra iman dan taqwa yang dibubuhi oleh drg. Wismiarti selaku

Direktur Sekolah Al- Falah Ciracas Jakarta Timur.

118

daya hidup, adaptasi, kemandirian, kebahasaan, kepemimpinan, serta

Sentra Imtak (iman dan takwa).64

Setiap hari anak bermain di sentra yang berbeda (moving class).

Sentra merupakan wadah tempat anak belajar. Sentra berasal dari kata

“center” yang artinya pusat. Tujuan pembelajaran di Sentra adalah

mengorganisasikan dan menginformasikan pengetahuan yang masuk ke

otak anak. Jika informasi atau pengetahuan yang diterima anak secara

rapi dan teratur maka manfaatnya akan terasa dikemudian hari. Metode

Sentra merupakan metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara

alamiah dalam proses belajar dalam lingkungan yang positif dan

menyenangkan dengan bermain yang terarah sebagai konsep

pembelajarannya sehingga siswa bisa merasakan langsung, melihat dan

mencoba secara nyata pembelajaran yang dipelajarinya tidak hanya

teori semata.65

Proses pembelajaran yang memuat kegiatan bermain secara

efektif dan tepat guna merupakan kegiatan pembelajaran yang kreatif

dan dinamis dalam mengembangkan kecerdasan majemuk sejak usia

dini. Kreatifitas anak akan muncul dengan sendirinya karena setiap hari

anak-anak distimulasi dengan berbagai permainan yang ada di

lingkungannya tanpa ada rasa takut bersalah, beban dan tanpa terpaksa

dalam melakukannya. Guru hanya sebagai fasilitator, bahkan sebagai

model, dimana guru berfungsi sebagai pelayan bagi anak didiknya yang

melayani, mengarahkan dan memotivasi anak agar anak didik dapat

bermain sesuai dengan kurikulum dan program yang telah

direncanakan.66

Dalam pendekatan metode sentra terdapat dua jenis main, yaitu

main bebas dan ada main di sentra. Anak didik bebas memilih dan

memulai dari mana saja ia bermain. Akan tetapi ketika sudah masuk di

wilayah main sentra maka ada peraturan yang harus dipenuhi oleh anak

didik demi keberlangsungan proses belajar mengajar yang diinginkan

sesuai rencana dan tetap anak dapat mengeksplorasikan dirinya secara

bebas sehingga memberi kesempatan bagi anak didik untuk

64

Keistimewaan metode sentra adalah disaat membangun potensi kecerdasan

dan kecerdasan majemuk anak secara bersamaan, juga membangun potensi dan

kemampuan guru, sehingga eksplorasi dan pendalaman tema lebih maksimal,

membekas lebih dalam, nilai-nilai yang disampaikan dibangun dengan bahasa positif

dan menempatkan guru sebagai fasilitator.

65Sumber: Majalah Media TK Sentra, 2010)

66

Hasil wawancara dengan Refiyanto, Guru sentra bahan alam, di TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 12 Agustus 2013.

119

berimajinasi dan mengembangkan kreatifitasnya dan kecerdasan

majemuknya senantiasa terasah secara berkesinambungan melalui

kegiatan yang pembelajaran dengan pendekatan metode sentra. Dalam

pembejaran yang dilakukan anak-anak senantiasa bekerja sama, saling

menunjang, tidak membosankan, anak didik kritis dan guru kreatif,

belajar dengan penuh semangat dan bergairah, pembelajaran dapat

terintegrasi dengan baik karena menggunakan berbagai sumber. Anak

didik belajar secara aktif dan guru pun kreatif dalam memotivasi dan

memancing kecerdasan yang terpendam dalam diri anak agar dieksplor

sesuai minat dan kemampuan yang dimiliki anak didik. Sehingga

dinding-dinding yang ada disetiap kelas penuh dengan hasil karya anak

didik, berupa gambar-gambar hasil kreatifitas anak didik dalam

mengeksplorasikan tujuh kecerdasan majemuk yang dimilikinya.67

Konsep dasar Metode Sentra (pendekatan sentra dan lingkaran)

atau beyond centers and circles time (BCCT) dalam pendidikan usia

dini dinilai cocok untuk kondisi Indonesia yang sangat beragam, karena

mengutamakan keunggulan dan budaya lokal. Keunggulan Metode

Sentra itu menciptakan setting pembelajaran untuk menstimulasi anak

agar aktif, kreatif dan mandiri dengan menggali pengalamannya

sendiri, bukan sekadar mengikuti perintah guru, meniru atau

menghafal. Metode Sentra diyakini mampu merangsang seluruh aspek

kecerdasan anak (multiple intelligences) melalui bermain yang terarah.

Setting pembelajaran mampu merangsang anak saling aktif, kreatif, dan

terus berpikir dengan menggali pengalaman sendiri. Jelas berbeda

dengan pembelajaran konvensional yang menghendaki murid

mengikuti perintah, meniru, atau menghapal apa yang diperintahkan

gurunya. 68

Kurikulum Metode Sentra diarahkan untuk membangun

pengetahuan anak yang digali oleh anak itu sendiri. Anak didorong

untuk bermain di sentra-sentra kegiatan. Pembelajarannya bersifat

individual, sehingga rancangan, dukungan, dan penilaiannya pun

disesuaikan dengan tingkatan perkembangan dan kebutuhan setiap anak

yang berbeda-beda. Semua tahapan perkembangan anak dirumuskan

67

Hasil pengamatan di Sentra-sentra TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 18

Agustus 2013. 68

Metode Sentra lahir dari serangkaian pembahasan di Creative Center for

Childhood Research and Training (CCCRT) di Florida, Amerika Serikat. CCCRT

meramu kajian teoritik dan pengalaman empirik dari berbagai pendekatan. Dari

Montessori, Highscope, Head start, hingga Reggio Emilia. CCCRT dalam kajiannya

telah diterapkan di Creative Pre School selama lebih dari 33 tahun.

120

dengan rinci dan jelas. Sehingga, guru punya panduan dalam penilaian

perkembangan anak. Kegiatan pembelajaran tertata dalam urutan yang

jelas. Dari penataan lingkungan main sampai pada pemberian pijakan-

pijakan (scaffolding).69

Setiap anak memperoleh dukungan untuk aktif, kreatif, dan

berani mengambil keputusan sendiri, tanpa mesti takut membuat

kesalahan dan tidak ada paksaan dari pihak manapun melainkan

memberikan pengarahan dengan pengertian dan pemahaman yang jelas.

Setiap tahap perkembangan bermain anak dirumuskan secara jelas,

sehingga dapat menjadi acuan bagi pendidik melakukan penilaian

perkembangan anak. Penerapan metode sentra tidak bersifat kaku. Bisa

saja dilakukan secara bertahap, sesuai situasi dan kondisi setempat.

Lingkungan bermain yang bermutu untuk anak usia dini setidaknya

mampu mendukung tiga jenis main yang dikenal dalam penelitian anak

usia dini. Metode sentra merupakan konsep belajar di mana guru-guru

menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Siswa memperoleh

pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi

sedikit dan dari proses mencoba sendiri, sebagai bekal untuk

memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota

masyarakat saat ini dan masa yang akan datang. Metode sentra

dianggap paling ideal diterapkan di Tanah Air. Selain tidak

memerlukan peralatan yang banyak dalam arti bisa disesuaikan dengan

kondisi yang ada di tempat tersebut, juga dapat mengembangkan

kecerdasan majemuk anak secara optimal. 70

Kesimpulannya bahwa paradigma sentra secara sederhana bisa

digambarkan, bahwasanya metode sentra menyediakan sentra-sentra

tempat anak-anak bekerja untuk menemukan sendiri informasi,

pengetahuan, pemahaman, konsep atau nilai-nilai yang mereka

butuhkan untuk hidup mereka. Dalam hal ini, guru berperan sebagai

penjamin bahwa sentra yang dimasuki anak adalah sentra yang

69

Regina, Miller, The Developmentally Appropriate Inclusive Classroom in

Early education, (New ayork: Delmar, 1996), 10.

70Depdiknas, Bahan Pelatihan Lebih Jauh Tentang Sentra dan Lingkaran

(Jakarta: Dit PADU Depdiknas, 2004), 26.

121

bermutu. Jaminan mutu bertumpu pada pengetahuan, wawasan, sikap,

dan karakter yang dimiliki guru melalui kesabaran yang dimilikinya.71

Perubahan yang dilakukan Siska selaku pendiri TK Batutis Al-

Ilmi dalam pendekatan metode pembelajaran dari metode konvensional

beralih ke metode sentra memberikan dampak yang positif bagi anak-

anak murid dan para guru. Semua murid senang menerima perubahan

itu. Anak-anak tidak merasa bosan dan bersemangat untuk pergi ke

sekolah. Terkadang ada beberapa murid walaupun kurang sehat,

mereka tetap ingin bersekolah, karena khawatir tertinggal dengan

moment-moment istimewa yang ia peroleh melalui sentra-sentra yang

ia alami bersama guru dan teman-temannya. Dalam kegiatan sentra,

mereka bermain sambil belajar dan memilih sendiri permainan apa

yang mereka sukai dengan bereksplorasi penuh imajinasi. Semua

kegiatan berjalan alamiah, tanpa tekanan dan paksaan.72

Para guru pun demikian, setiap saat belajar melalui anak-anak,

banyak sekali pelajaran yang berasal dari anak-anak. Berbagai kejadian

yang menyenangkan sampai kejadian yang menyedihkan. Ketika ada

salah seorang anak yang tidak masuk sekolah, guru merasa kehilangan,

terlebih jika masa liburan tiba, rasa kangen dan ingin bercengkerama

dengan anak-anak murid selalu terlintas dalam benak pikiran guru.

Begitupun sebaliknya, jika ada salah seorang guru yang tidak masuk

karena sakit atau karena keperluan tertentu, anak-anak berkata dengan

penuh rasa penyesalan, “ yaahhh pak Refi tidak hadir hari ini, pasti ada

satu sentra yang kosong,” ketinggalan pelajaran deh,” keluh anak-

anak serempak, ketika pembelajaran sentra berlangsung. Itu adalah

ungkapan kekecewaan yang tereksplor dari sifat anak-anak TK Batutis

Al-Ilmi yang polos. Begitupun sebaliknya, jika ada murid yang tidak

masuk sekolah, guru dan teman-temannya merasa ada yang kurang

ketika salah seorang temannya tidak masuk sekolah. Ini terjadi karena

ada keterikatan batin antara seorang guru dengan murid yang terjalin

melalui pendekatan pembelajaran yang menyenangkan.73

Bagi para guru sebagai pendidik, itu proses pembelajaran

dengan menggunakan metode sentra adalah merupakan pelajaran hidup

71Hasil pengamatan penulis di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Jaya Bekasi

disetiap sentra-sentra dari sentra persiapan sampai sentra main peran, ada 6 sentra

yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. 19 April 2013. 72

Hasil Wawancara dengan Nur’aini guru sentra Imtaq, 21 April 2013. 73

Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan anak didik TK A Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 05 Mei 2013

122

dan pengalaman berharga dalam menjalankan kehidupan dengan anak-

anak dhuafa di TK Batutis Al-Ilmi. Mereka bersyukur masih diberi

kesempatan oleh Allah melalui murid-murid dengan berbagai karakter

yang unik. Mereka mengajar dengan sepenuh hati, lebih dari sekedar

mengajar anak sendiri. Mereka menjalankan profesinya dengan penuh

kesabaran, keikhlasan dan professional serta berusaha sebaik mungkin

dalam membimbing anak-anak agar mereka menjadi generasi penerus

yang berkarakter Islami dan menjadi insan kamil.74

Pada hakikatnya anak usia dini dipandang sebagai pembelajar

aktif yang kaya kreasi dan inovasi dalam bereksplorasi untuk

mengembangkan imajinasinya. Oleh karena itu, anak datang ke sekolah

bukan hanya untuk mendapatkan informasi yang menurut guru

penting. Melainkan anak datang untuk mendapatkan kesempatan

bereksplorasi melalui kegiatan main. Melalui eksplorasi bermain, anak-

anak dapat menyerap pengetahuan, informasi, konsep kecerdasan

majemuk. Guru senantiasa memberi motivasi dan memastikan

bahwayang diserap anak adalah asupan yang tepat, benar dan

bermanfaat. Sehingga dengan prinsip yang demikian, guru tidak

memandang negative kembali anak-anak yang belum mampu

melakukan sesuatu yang diinginkan, melainkan guru mencari solusi

dari akar permasalahan yang ada.

Dengan pemahaman dan pengetahuan guru tentang situasi dan

kondisi anak-anak yang unik serta pemahaman tentang siklus tahap

perkembangan anak, guru memiliki energy positif serta kesabaran yang

tinggi dalam melayani setiap anak-anak yang mempunyai keunikan

yang bervariasi. Bersama guru yang memiliki nilai kesabaran tinggi

dan memahami tahap perkembangan anak dengan baik, anak-anak usia

dini dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik, tanpa hardikan

dan intimidasi berlebihan, sehingga proses pembelajaran berlangsung

dengan baik tanpa ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan,

melainkan kenyamanan dan kondisi kelas yang menyenangkan. Ada

banyak pelajaran kehidupan dari kegiatan yang sesederhana mungkin,

seperti halnya anak dapat belajar untuk bersikap positif terhadap peran

yang dilakoninya, kemudian merasakan bahwa dirinya begitu berharga

dan berarti di mata teman-temannya.Semua pembelajaran indah

tersebut, tidak mungkin didapatkan seandainya guru yang bersangkutan

tidak sabar.

74

Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Refiyanto guru sentra bahan

alam TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 05 Mei 2013.

123

Sikap sabar guru muncul karena kepercayaan positif terhadap

anak-anak bahwa anak mampu mencapai tingkat kesuksesan tertentu,

jika anak tersebut diberi kesempatan menapaki setahap demi setahap

proses perkembangannya dengan baik dan benar. Maka keberhasilan

dan kesuksesan anak tampak di depan mata. Namun jika guru selalu

dominan terhadap apa yang dilakukan anak tanpa memberi kesempatan

anak-anak untuk mengikuti proses perkembangannya dengan baik,

maka anak-anak tidak mungkin diharapkan mampu menempuh resolusi

konflik dari proses perkembangan yang terjadi pada dirinya. 75

Inilah

salah satu argumentasi penyebab bahwa elemen pembelajaran dengan

pendekatan metode sentra adalah pengajaran tidak langsung (indirect

teaching). Dengan pembelajaran non directive statement anak-anak

terlihat ceria, saling berkasih sayang dan berpikir positif diantara

mereka, sehingga yang keluar dari kata-kata mereka adalah ungkapan

yang santun dan bermutu karena anak-anak dalam setiap kegiatan

selalu diberikan pemahaman secara mendetail, sehingga anak yang

berkualitas bukan hanya dilihat dari segi kecerdasan kognitifnya

semata, melainkan juga dilihat dari tingkah laku (akhlak) dan sosialnya.

Dengan metode sentra anak tidak hanya diajarkan IQ semata, tapi juga

EQ dan SQ, karena yang sangat diperlukan untuk kemajuan masa

depan adalah orang-orang yang cerdas IQ, EQ dan SQ nya. Dengan

metode sentra bangsa Indonesia bisa jadi lebih baik system

pendidikannya, ternyata metode sentradapat melengkapi kecerdasan

akademis (kognitif) dengan kematangan sosial, emosional dan SDM-

nya. Metode sentra itu mendidik dengan lebih memanusiakan

manusia.76

Proses pembelajaran yang manusiawi mampu merubah

pemikiran dan karakter menjadi pribadi mulia yang merasa bahwa apa

yang dikerjakan merupakan sebuah kebutuhan bukan kewajiban, jika di

75

Proses tahapan perkembangan anak di rumah pun demikian, jika selama

ini dirinya dimanfaatkan untuk melaksanakan segala perintah dari orang tua, jika

orang tua terlalu perfect terhadap semua keperluan anak, tanpa memberi kesempatan

anak-anak untuk berinisiatif melakukan perbuatan baik dan tidak memberi

kepercayaan kepada anak-anak untuk melakukannya sendiri segala keperluan yang

berkaitan dengan dirinya dibawah pengawasan orang tua, maka proses tahapan

perkembangan anak tidak mungkin terlaksana dan tidak mampu menghadapi realita

kehidupan yang penuh denga tantangan jika orang tua terlalu dominan. lihat,

Yudhistira dan siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Menggunakan

Metode Sentra, 269. 76

Munif Chatib, Menjadi Gurunya Manusia; Menjadikan Semua Anak

Istimewa dan Semua Anak Juara (Bandung: Kaifa, 2011), 64.

124

antara pendidik mempunyai konsep yang sesuai dengan kebutuhan

bukan kewajiban, maka mutu pendidikan di Indonesia hasilnya

berkualitas yang dapat mensejahterakan para guru sebagai pendidik dan

mengayomi para siswa sebagai generasi penerus bangsa yang harus

diistimewakan dalam kiprah pendidikannya. Walaupun saat ini belum

terlihat nyata tantang kualitas pendidikan yang manusiawi serta

mengajar dijadikan sebagai kebutuhan yang urgent, namun berbagai

usaha dalam meningkatkan mutu pendidikan senantiasa dilakukan demi

perbaikan pendidikan Indonesia di mata dunia, salah satunya adalah

sistem metode sentra yang sedang diaplikasikan di sebuah TK Batutis

Al-Ilmi khusus anak dhuafa dan anak yang kurang beruntung sebagai

salah satu usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. 77

Sungguh bijaksana prosedur pembelajaran dalam pendekatan

metode sentra, layak menjadi sebuah contoh bagi sekolah-sekolah

yang belum menerapkan metode sentra ini di sekolahnya dalam rangka

menjadikan anak-anak sebagai pribadi yang mempunyai karakteristik

Islami serta berakhlak mulia sehingga bijak di dalam mengambil

sebuah keputusan untuk keberhasilan belajarnya demi dirinya dan

Negara Indonesia. Negara Indonesia tercinta jauh tertinggal dengan

negara-negara lain khususnya dalam bidang pendidikan, kebijakan-

kebijakan pendidikan Indonesia cenderung berubah-rubah dalam

mengambil sebuah kebijakan, setiap pergantian pemimpin

pemerintahan dan menteri yang baru, maka terjadi pergantian kebijakan

tanpa arah dan tujuan yang jelas khususnya dalam bidang pendidikan.

Besar harapan dari para guru sebagai pendidik dan anak-anak sebagai

peserta didik di seluruh Indonesia dengan kurikulum 2013 serta

implementasi metode sentra mampu merubah citra pendidikan

Indonesia di mata dunia. 78

77Hasil pengamatan dan studi dokumentasi di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi, 25 Agustus 2013.

78Dalam dunia pendidikan ada dua hal yang sangat mendasar untuk

diperhatikan. Pertama, terkait dengan akses untuk mendapatkan pendidikan yang

layak, seperti dana BOS. Kedua, terkait dengan kualitas yang dipengaruhi oleh

ketersediaan dan kualitas guru, kurikulum dan sarana prasarana. Seperti; pendidikan

dan pelatihan guru berkelanjutan, penerapan kurikulum 2013, dan rehabilitasi sekolah

yang rusak, baik rusak berat, rusak sedang maupun rusak ringan. Intinya bahwa

pendidikan berperan bukan hanya sekedar menyelesaikan persoalan-persoalan yang

sifatnya teknis semata melainkan lebih jauh dari pada itu. Pada hakikatnyaadalah

pendidikan berupaya memanusiakan manusia untuk meningkatkan dan membangun

peradaban Indonesia yang unggul.

125

C. Manajemen Pendidikan TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi

Manajemen menurut Terry adalah pelaksanaan penyusunan dan

pencapaian hasil yang didinginkan melalui usaha sekelompok atau

orang yang memiliki sumber daya dan talenta dalam pencapaian tujuan-

tujuan organisasi secara efektifdan efisien melalui perencanaan,

pengorganiasian. Kepemimpinan dan pengawasan serta sumber daya

organisasi.79

Harsey dan Blanchard menyatakan bahwa aktifitas

manajemen adalah suatu proses kerja sama antara individudan

kelompok serta sumber daya lainnya dalam mencapai tujuan

organisasi.80

Dengan kata lain proses manajemen di sebuah lembaga

pendidikan dilakukan dengan cara atau aktifitastertentu sehingga

seluruh personil yang ada didalamnya bekerja sama untuk mencapai

tujuan bersama dengan efektif dan efisien. 81

Demi keberhasilan penyelenggaraan dalam proses pendidikan

TK dalam mewujudkan hasil pendidikan efektif dan efisien yang

diharapkan oleh lembaga pendidikan tersebut sesuai dengan tujuan

nasional pendidikan anakusia dini maka pendekatan model pendidikan

yang digunakan harus dapat menumbuhkembangkan semua perilaku

dan kemampuan dasar yang dimiliki anak baik pendidikan jasmani

maupun rohani. TK adalah taman kanak-kanak yang memiliki program

pendidikan yang mengarah kepada pengembangan semua perilaku dan

kemampuan dasar yang dimilikianak tanpa terkecuali, yang mencakup:

pengembangan fisik pengembangan bahasa, pengembangan karakter

dan pengembangan nilai keagamaan. Program dan materi pendidikan

yang diberikan harus sesuai dengan perkembangan anak, demkian juga

dengan model pendidikan yang digunakan haruslah mencakup semua

elemen pendidikan anak usia dini yang mampu merangsang

pertumbuhan dan perkembangan semua potensi yang dimilikinya.

Taman kanak-kanak yang ideal adalah TK yang memiliki manajemen

yang baik dalam mendukung program kegiatan taman kanak-kanak.82

Usia prasekolah merupakan usia yang menentukan masa depan

dan perkembangan anak usia dini. Masa usia dini adalah masa yang

strategis dan sensitif untuk menerima berbagai stimulus dalam upaya

79

Paul Hersey dan Blanchard, Management of Organizational Behavior, (New

Jersey: Englewood Chliffs, 1998), 14. 80

Paul Hersey dan Blanchard, Management of Organizational Behavior, 42. 81

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,(Bandung: Remaja

Rosda Karya, 2005), 12. 82

http://digilib.unimed.ac.id/konsep-pendidikan-taman-kanakkanak-yang-ideal-

22038.html diakses pada tanggal 01 April 2013.

126

perkembangan seluruh potensi anak usia dini. Anak yang berusia 4-6

tahun sudah masuk usia prasekolah. Tingkat perkembangan kecerdasan

pada masa usia dini mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80%.

Pendidikan Taman Kanak-kanak merupakan bagian dari pendidikan

prasekolah yang pembelajarannya lebih menekankan pada

perkembangan potensi kecerdasan anak.83

Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu,

anak harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya.

Hanya saja, dalam praktik pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian

yang terjadi.Banyak contoh yang menunjukkan betapa para orang tua

dan masyarakat pada umummnya memperlakukan anak tidak sesuai

dengan tingkat perkembangannya. Di dalam keluarga orang tua sering

memaksakan keinginannya sesuai kehendaknya, di sekolah tutor sering

memberikan tekanan (preasure) tidak sesuai dengan tahap

perkembangan anak, di berbagai media cetak/elektronika tekanan ini

lebih tidak terbatas lagi, bahkan cenderung ekstrim. Mencermati

perkembangan anak dan perlunya pembelajaran pada anak usia dini,

tampaklah bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan pada Pendidikan

Anak Usia Dini, yakni: materi pendidikan dan metode yang dipakai.84

Materi pendidikan yang mencakup prinsip-prinsip

perkembangan anak usia dini adalah sebagai berikut: pertama, anak

akan belajar dengan baik apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi, merasa

aman dan nyaman dalam lingkungannya. Kedua, anak belajar terus

menerus, dimulai dari membangun pemahamantentang sesuatu,

mengeksplorasi lingkungan, menemukan kembali suatu konsep, hingga

mampu membuat suatu konsep yang berharga. Ketiga, anak belajar

melalui interaksi sosial, baik dengan orang dewasa maupun dengan

teman sebaya. Keempat, minat dan ketekunan anak memotivasi belajar

anak di sekolahnya. Kelima, perkembangan dan gaya belajar anak harus

dipertimbangkan sebagai perbedaan individu. Keenam, anak belajar

dari yang sederhana ke yang kompleks, dari yang konkret ke yang

abstrak, dari yang berupa gerakan ke yang verbal, dan dari interaksi

pada diri sendiri berlanjut interaksi dengan orang lain.85

Prinsip-prinsip

83

Sujiono dkk, Kurikulum Alternatif Berbasis Kompetensi Anak Usia Dini,

37. 84

Kecerdasan anak usia dini seharusnya dipupuk sejak awal. Sujiono dkk,

Kurikulum Alternatif Berbasis Kompetensi Anak Usia Dini (Universitas Negeri

Jakarta: Pusdiani Press; Pusat Studi Anak Usia Dini, 2002), 25. 85

Sujiono dkk, Kurikulum Alternatif Berbasis Kompetensi Anak Usia Dini,

25.

127

perkembangan anakusia dini ini dijadikan acuan dalam pembelajaran di

Taman Kanak-kanak.86

Mengingat pentingnya pembelajaran pada

perkembangan anak usia dini, maka pembelajaran pada jenjang ini

tentunya juga memerlukan pengelolaan atau kegiatan manajemen yang

baik. Sekolah Batutis Al-Ilmi dikhususkan untuk kalangan dhuafa,

akantetapi bagi mereka ada yang berasal dari kalangan mampu (non

dhuafa), maka dibatasi hanya satu satu siswa dalam satu kelas. Prioritas

anak non dhuafa yang diterima itu adalah anak yang berkebutuhan

khusus yang tidak mungkin diterima di sekolah pada umumnya. Karena

orientasi TK Batutis Al-Ilmi hanya untuk kaum dhuafa dan mereka

yang benar-benar membutuhkan bantuan. Untuk Biaya operasional per

siswa per bulan dikenakan 400.000.00, jadi jika menerima siswa non

dhuafa seharusnya ia membayar iuran per bulan 800.000,- dengan

ketentuaan dibebankan uang gedung sebesar Rp. 5.000.000.00, dan

biaya bulananya disesuaikan dengan kemampuan orang tuanya,

minimal Rp. 400.000- Rp. 500.000. Jika memang terpaksa menerima

siswa non dhuafa konsekuensinya harus dapat mensubsidi satu

temannya yang dhuafa. 87

Adapun jumlah murid yang mendaftar di TK Batutis Al-Ilmi

setiap tahun ajaran baru, banyak peminatnya, tapi karena terbatasnya

ruang, guru dan biaya, maka ketika penerimaan murid baru sangat ketat

pengawasannya dari hal-hal yang sepele sampai menyangkut pekerjaan

orang tua ini pun harus dipertanyakan, karena kebanyakan diantara

mereka yang nota bene dia adalah orang yang mampu, tapi ia mengaku

sebagai orang miskin, karena sekolah anaknya ingin digratiskan.

Penerimaan murid baru tidak hanya pada tahun ajaran baru, dalam arti,

kapan pun bisa tergantung kebutuhan anaknya. Secara formal, pada

tahun ajaran baru, yayasan Batutis Al-Ilmi memiliki kewenangan untuk

mengatur penerimaan siswa baru.Karena ada beberapa pihak yang

memanfaatkan kesempatan dari program sekolah gratis ini.Ada yang

pura-pura mengaku miskin, padahal keberadaan keluarganya termasuk

golongan keluarga mampu. Yayasan Batutis Al-Ilmi tidak mau salah

sasaran dalam memberikan beasiswa kepada yang berhak, dengan cara

mensurvei tempat tinggal calon siswa baru sampai betul-betul program

sekolah gratis ini memenuhi syarat-syarat yang ditentukan sebagai

86

Depdiknas, Pedoman Tekhnis Penyelenggaraan Pos PAUD, Direktorat

Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta:Depdiknas, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan

Pemuda, 2002), 5. 87

http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/ASP/article/view/15405, diakses pada

tanggal 16 April 2013.

128

kategori keluarga miskin (dhuafa). Adapun prosedur penerimaan siswa

baru: 1. Kedatangang orang tua ke sekolah, 2. Menyerahkan data, yang

terdiri dari: a. KK (kartu keluarga), b. riwayat hidup orang tua siswa, c.

pengasilah orang tua per sebulan dan kesanggupan orang tua dalam

membeyar iuran sekolah, sebagai tanggung jawab orang tua terhadap

anaknya, d. melakukan survei ke tempat tinggal, apakah tempat tinggal

tersebut milik sendiri atau mengontrak. Dengan pertanyaan seperti itu,

pihak sekolah melatih sikap jujur, jika tidak sanggup memenuhi kriteria

iuran tersebut maka dibebaskan, dengan catatan memenuhi criteria

yang diinginkan. Selain itu bagi anak yang diterima di sekolah TK

Batutis Al-Ilmi, maka orang tuanya pun wajib mengikuti pendidikan

yang telah disepakati bersama, agar diketahui perkembangan anaknya

dalam belajar.Untuk bisa diterima di sekolah ini sangat mudah. Setelah

verifikasi dan pengecekan secara langsung kerumah calon siwa, dan

dinyatakan berhak mendapatkan bea siswa dhuafa, maka anak tidak

perlu mengikuti tes masuk. Namun, untuk orangtua ada persyaratan

khusus yang harus dipenuhi. Mereka wajib mengikuti program yang

diadakan sekolah. Namanya Program Pendidikan Orangtua (PPO). Jika

orang tua tidak mau mengikuti prosedur penerimaan siswa baru,

makamereka tidak akan diterima,” menurut Siska, menirukan

pernyataan Wismiarti dengan tegas. Lewat PPO, orang tua diberi

penjelasan bagaimana perkembangan anak dari bayi sampai remaja,

sikap yang perlu dimiliki saat mendidik anak, apa sebenarnya makna

cerdas itu, dan seterusnya. Program ini dilakukan, karena TK Batutis

Al-Ilmi ini meyakini, yang disebut guru itu ada tiga, yakni orangtua,

guru di sekolah, dan lingkungan. Nah, PPO berusaha menyamakan

ketiga komponen tersebut sehingga ada kesamaan di mana pun anak

berada.“Kalau di rumah dan sekolah itu berbeda, tentu saja anak

bingung mana yang mesti diikuti?”dan program metode sentra tidak

bisa diaplikasikan dirumah dan dilingkungan dimana anak tersebut

tinggal.88

88

Hasil pengamatan dan wawancara dengan Siska, pendiri TK Batutis Al-

Ilmi, 20 Mei 2013.

129

Grafik 3.189

.

Kondisi Perkembangan Siswa dari tahun 2005-2012

Dari grafik di atas, terlihat bahwa input siswa TK Batutis Al-Ilmi,

sangat fluktuasi. Hal ini disebabkan bukan karena kualitas sekolah yang

tidak baik, melainkan pihak sekolah secara sengaja membatasi

penerimaan siswa.Alasan utama yang dimunculkan adalah keterbatasan

sarana sekolah berupa ruang kelas. Selain ruang kelas, keterbatasan

jumlah guru juga menjadi alasan mengapa sekolah sangat membatasi

rekrutmen siswa.90

Semenjak tahun pertama dibukanya sekolah Taman Kanak-

kanak gratis di garasi Siska, minat dan antusias warga sekitar rumah

Siska begitu antusias, akan tetapi dikarenakan tempat dan biaya yang

belum mencukupi sesuai kebutuhan, maka penerimaan siswa baru

diprioritaskan bagi mereka yang benar-benar tidak mampu untuk

bersekolah. Naik turunnya penerimaan jumlah siswa setiap tahun bukan

karena kurangnya minat dari warga yang akan menyekolahkan anaknya

di TK Batutis Al-Ilmi, melainkan karena terbatasnya biaya dan tempat

89

Data ini diambil dokumen profil TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. Grafik

tersebut merupakan elaborasi sendiri oleh penulis. 90

Sebagaimana penuturan pengelola yayasan TK Batutis Al-Ilmi, bahwas

tingginya jumlah siswa berepengaruh terhadap ketersediaan dana beasiswa. Banyak

wali siswa yang mengaku miskin agar memperoleh beasiswa sementara sebenarnya

mereka termasuk golongan yang mampu.Disarikan dari wawancara dengan

Yudhistira, tanggal 18 April 2013.

130

serta tenaga pengajar. Pada tahun ajaran 2005-2006 menerima 40

siswa, tahun ajaran 2006-2007 terdapat 50 siswa, pada tahun ajaran

2007-2008 menerima 60 siswa, pada tahun ajaran 2008-2009

mengalami kenaikan selisih 5 siswa yaitu menerima 65 siswa, dua

tahun berikutnya penerimaan siswa baru stabil yaitu hanya 60 siswa

antara tahunajaran 2009-2010 dan tahun ajaran 2010-2011, sedangkan

pada tahun ajaran 2011-2012 selisih satu siswa yaitu hanya 59 siswa.

Jumlah siswa yang diterima sebagai murid di TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi diklasifikasikan berdasarkan komponen siswa, siswa

terbagi dalam tujuh rombel (rombongan belajar). Dari jumlah siswa

tersebut, pihak sekolah mengelompokkan rombel tersebut antara lain ;

Kelompok TK A1, TK A2, TK B1, TK B2, TK B3, Play Group, Baby

House.91

Pengelompokan ini didasarkan pada kebutuhan siswa. Rata-

rata setiap kelompok diisi oleh 10-12 anak yang diasuh oleh 2 guru, dua

guru tersebut terdiri dari guru makan dan guru sentra.92

Profesi menjadi guru mempunyai dimensi yang sangat

luas,93

terlebih menjadi guru sentra harus mengikuti pelatihan terlebih

dahulu karena tidak mudah untuk menjadi guru sentra, mulai dari

pemahaman secara mendalam tentang wawasan yang mendasari

pergaulan pendidikan antara guru-siswa, pemahaman dan penanaman

sikap yang positif tentang anak usia dini, penguasaan materi ajar

sampai kepada pemahaman tentang latar belakang. Profesi keguruan

mensyaratkan pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana belajar

dan pembelajaran itu harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan

peserta didik sehingga pendidikan dapat dilaksanakan secara optimal.

Esensi PAUD adalah pemberian rangsangan atau stimulasi pendidikan

yang sesuai dengan tahap tumbuh-kembang anak dan dilaksanakan

melalui pendekatan bermain sambil belajar. Cara pendekatan PAUD

seperti ini diyakini mampu merangsang seluruh potensi kecerdasan

anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, karena anak

tidak dihantui oleh rasa takut dan cemas. 94

91

Pengelompokkan rombel disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan

anak-anak setiap tahunnya.

92Guru Makan bertugas sebagai wali kelas yang bertanggungjawab penuh

dari pagi hingga siswa pulang. 93

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung; Remaja

Rosda Karya, 2005), 107. 94

Menanamkan kejujuran, disiplin, cinta sesama, cinta tanah air, dan semua

nilai yang positif pada anak perlu pembiasaan dan harus dilakukan secara terus

menerus.Ini semua memerlukan keteladanan yang baik dan konsisten disamping

penguasaan yang baik pula tentang prinsip-prinsip PAUD yang benar.

131

Guru yang profesional senantiasa menjunjung tinggi kode etik

keguruan dan harus peka terhadap perubahan-perubahan, pembaharuan

serta IPTEK yang terus berkembang sejalan dengan tuntutan kebutuhan

masyarakat dan perkembangan jaman. 95

Kode artinya aturan, etis

artinya kesopanan.Akan tetapi dalam penerapannya kode etik tidak

hanya berfungsi sebagai aturan kesopanan. Pelanggaran dalam

penyalahgunaan kode etik ini dapat dituntut ke pengadilan. Misalnya

seorang dokter mengadakan pengobatan yang belum baku dan belum

popular secara umum, kemudian pasiennya cacat atau tewas setelah

ditangani oleh dokter tersebut. Maka dokter tersebut dapat dituntut ke

pengadilan. Pertama karena ia melanggar kode etik, yaitu

menggunakan teori pengobatan yang belum baku, kedua, mungkin

karena ia melakukan mal praktek. Membuka atau menyebarluaskan

penyakit pasien sehingga masyarakat luas mengetahuinya dan pasien

itu dirugikan namanya bila penyakitnya diketahui banyak orang adalah

pelanggaran kode etik sekalipun dilihat dari ilmu kedokteran itu tidak

salah. Apa salahnya memberitahukan kebenaran kepada orang banyak

yang membutuhkan, secara pribadi memang tidak salah, tetapi itu tidak

sopan, bahkan merugikan nama baik seseorang. Di sinilah tugas guru

untuk senantiasa meningkatkan wawasan keilmuannya sehingga apa

yang disampaikan kepada siswanya sesuai dengan kebutuhan stake

holder dan up to date. Profesionalisme ialah paham yang mengajarkan

bahwa setiap pekerjaan haruslah dilakukan oleh orang-orang yang

professional.96

Dalam doanya, Yudhistira berdo’a, “Ya Allah kirimkan orang-

orang baik yang mau berjuang di TK Batutis Al-Ilmi ini.” Kemudian

Allah datangkan orang baik tersebut ibu Sa’diyah namanya. Ibu

Sa’diyah semula ia mengajar di TK Purwokerto yang menggunakan

metode sentra. Suaminya semula bekerja di Yamaha cabang

Purwokerto,dari pihak kantor suaminya dipindah tugaskan di Yamaha

Cikarang Bekasi. Suami ibu Sa’diyah mencari informasi tentang

sekolah yang menerapkan metode sentra yang ada di Bekasi melalui

internet, dan ia mendapatkan TK Batutis Al-Ilmi yang menggunakan

metode sentra. Kemudian ia menghubungi TK Batutis untuk

mengetahui informasi selengkapnya. Lewat telepon ia mengutarakan

niat baiknya ke pihak yayasan TK Batutis yang intinya ia ingin anaknya

95

Ahmad tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Pespektif Islam, 111. 96

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, 107.

132

bisa sekolah di sekolah yang menggunakan metode sentra dan berharap

istrinya sekaligus bisa mengajar disitu.Kemudian jawaban dari pihak

yayasan Batutis sungguh menenangkan jiwa bapak tersebut, pihak

yayasan Batutis Al-Ilmi mempersilahkan anaknya untuk sekolah di

sekolah tersebut, dan sekaligus menerima istrinya mengajar di TK

Batutis Al-Ilmi, ada fasilitas untuk guru yang mengajar di sana bahwa

berapapun jumlah anak yang dimiliki guru TK Batutis Al-ilmi bisa

gratis sekolah tersebut. Akhirnya mereka pindah ke Bekasi dan mencari

kontrakan rumah yang dekat dengan lokasi TK Batutis Al-Ilmi, supaya

jarak sekolah anak dengan tempat tinggalnya tidak berjauhan. Itu salah

satu contoh dan masih banyak contoh lainnya yang menunjukkan

keajaiban Allah dalam memberikan jalan keluar bagi sekolah TK

Batutis Al-Ilmi dalam menghadapi permasalahan yang terkait dengan

perekrutan guru.97

Berikut disajikan tabel guru-guru pilihan yang mengabdikan

dirinya untuk ikhlas mengajar di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.

Tabel 3.2

No. Nama Guru JK TTL Pendidikan

Tgs

Mengajar

K

e

t.

1. Imas Maspupah

P

Pandeglang

12-04-1982 Aliyah Kepsek

2. Triyani P Jakarta

11-08-1986 SMK TK B

3. Refiyanto L Kuningan

04-03-1991 SMA TK B

4. Juli Putri Utami

P

Bekasi

13-06-1988 SMA

Pendampin

g

5. Siti Maelia P Jakarta

04-05-1993 SMA TK A

6. Nuryani P Bekasi

04-06-1989 SMA

Pendampin

g

97

Hasil wawancara dengan Yudhistira ketua Yayasan Batutis Al-Ilmi

berkaitan dengan manajemen guru pertama kali di TK Batutis Al-Ilmi Bekasi, 11

April 2013.

133

7. Frisa Nuroni P Garut

06-08-1988 Aliyah TK B

8. Sa’diyah P Cirebon

15-08-1982 S1 Seni

9. Ainur Rizkoh P Pemalang

12-05-1984 SMK

Pendampin

g

10. Dina Lestari P Bekasi

27-08-1991 SMK

Pendampin

g

11. Novi Indriani P Jakarta

22-11-1974 Akademi TU

12. Ahmad Soleh L Jakarta

09-09-1993 SMP Kebersihan

13. Mira P Puwerejo

10-04-1966 SD Masak

14. Nuryani P Ponorogo

22-04-1968 SD Masak

Tabel Guru dan Karyawan TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi

98

Pihak sekolah selalu mengharap ada guru yang siap pakai

untuk mengajar di TK Batutis Al-Ilmi, namun untuk mencari guru

sentra yang sudah siap pakai itu sulit. Salah satu penyebabnya adalah

mengajar di TK Batutis itu gajinya kecil untuk guru.99

Akhirnya pihak

sekolah TK Batutis hanya bisa berdo’a kepada Allah SWT dan

berikhtiar dengan cara apapun. TK Batutis Al- Ilmi Pondok Pekayon

Indah Bekasi dikelola dan dibina oleh tenaga-tenaga professional serta

berkompeten dalam bidangnya masing-masing, yakni: pimpinan

sekolah (kepala sekolah), guru, pegawai dan karyawan-karyawan

lainnya yang memiliki sumber daya manusia yang handal serta dedikasi

yang tinggi, berakhlak mulia, dan memiliki kualifikasi sesuai

bidangnya.100

Adapun guru-guru tersebut jumlahnya 10 orang,

kemudian satu orang sebagai petugas Administrasi TU, sebagai petugas

98

Data diperoleh dari dokumen dan penelitian di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi, 15 April 2013. 99

Gaji yang besar perlu bagi guru, ini adalah tuntunan yang universal. Bagi

guru yang professional uang begitu diperlukan dalam meningkatkan profesinya. Lain

halnya dengan di TK Batutis Ilmi, yang semuanya serba seadanya. Ikhlash beramal

seperti logo kementerian Agama. 100

Tabel Karyawan TK Batutis Al- Ilmi Pekayon Bekasidiambil dari dokumen

profil sekolah.

134

kebersihan dan selebihnya 2 orang sebagai juru masak dengan gaji

sekadarnya. Untuk para guru itu, disediakan rumah kontrakan dan

makan bersama bagi yang belum berkeluarga. Guru yang datang ke

sekolah Batutis adalah guru yang ikhlas dan sabar yang dikirimkan

Allah untuk TK Batutis. Keinginan untuk mengajar itu sudah

merupakan sikap dan karakter yang luar biasa. Karena jarang orang

yang mau mengajar dari hati apalagi di sekolah gratis seperti TK

Batutis Al-Ilmi.101

Walaupun mereka hanya lulusan SMA, melalui pelatihan-

pelatihan guru yang diadakan pihak yayasan Batutis Al-Ilmi secara

bergiliran di pusat pelatihan di Al-Falah Ciracas Jakarta Timur.

Melalui pelatihan yang intensif, diharapkan guru-guru memahami

fungsi dan kewajibannya menjadi guru102

dan tahu tanggung jawab

mengajar dengan professional.103

Pelatihan yang intensif diberikan

oleh Sekolah Batutis Al-Ilmi, guru-guru tersebut dikuliahkan sampai

jenjang S1 oleh Yayasan Batutis Al-Ilmi untuk meningkatkan

kredibilitas dalam mengajar melalui bea siswa yang disubsidi oleh

PKPU.104

Dalam rangka mewujudkan pendidikan yang baik bagi anak

bangsa, diperlukan tenaga-tenaga pendidik yang juga baik, berkualitas,

bersemangat tinggi, dan berakhlak mulia, sehingga bisa menjadi

teladan bagi para murid. Pelatihan itu mutlak dilakukan agar para guru,

di samping memahami filosofi sekolah Batutis Al-Ilmi, juga agar

101

Jadi kebanyakan guru yang mengajar di TK Batutis adalah informasi dari

temannya guru yang sudah mengajar disana, terlebih lagi yang sudah berkeluarga

lebih diutamakan, supaya lebih istiqomah dalam melaksanakan tugas mengajar. 102

Guru-guru TK Batutis Al-Ilmi masuk jam 07.00 WIB pagi dan pulang jam

15.00 WIB sore, tanggung jawab yang mereka emban selama berada di lingkungan

sekolah mereka mengabdikan dirinya dengan baik dan bijaksana, mengajar anak-

anak, mereka jadikan hobby dan merasa enjoy ketika bersama anak-anak. Walaupun

tugas pekerjaan banyak mereka tidak merasa lelah karena ia lakukan dengan setulus

hati dan keikhlasan yang tinggi. Menjadi guru harus menjadi contoh yang baik karena

guru itu adalah modelling bagi anak didiknya. 103

Keadaan guru dan karyawan saat ini berjumlah 14 orang yang digaji

sekadarnya. Untuk para guru itu, Sekolah Batutis Al-Ilmi menyediakan rumah

kontrakan dan makan bersama. Walaupun dengan kondisi yang alakadarnya akan

tetapi semangat tanggung jawab untuk mendidik anak anak besar sekali. Bermodal

ilmu pengetahuan yang diajarkan melalui pelatihan-pelatihan intensif dan praktek

magang langsung yang dibimbing oleh Siska, mereka menjadi guru-guru yang

professional berlandaskan kesabaran dan keikhlasan yang tinggi. 104

PKPU kependekan dari Pos Keadilan Peduli Umat (sebuah organisasi

masyarakat yang bergerak dalam bidang sosial, menyantuni umat dan pemberdayaan

masyarakat berkantor pusat di jakarta).

135

mereka memahami dengan baik system BCCT, yang akan diterapkan

dari TK, SD, SMP hingga SMA. Juga agar mereka bisa membangun

proses belajar yang menyenangkan (happy learning), sehingga para

siswa bisa tumbuh menjadi anak-anak yang bahagia dan berkarakter

Islami.105

Pengelola TK Batutis Al-Ilmi ingin mengembangkan TK ini

agar semakin bermutu, dengan cara: melengkapi alat-alat ajar dan

bermain (APE), meningkatkan kualitas/gizi makanan bagi anak-anak,

dan meningkatkan kesejahteraan para guru, serta melengkapi fasilitas

sekolah, seperti perpustakaan, laboratorium, komputer, dan kendaraan

untuk antar-jemput atau untuk digunakan di saat melakukan

karyawisata dan kepentingan lainnya. Keberlangsungan sistem

pembelajaran ditentukan oleh kualitas dari seorang guru, oleh karena

itu wajib bagi guru-guru di TK Batutis Al-Ilmi untuk mengikuti

pelatihan-pelatihan sentra secara intensif.

Walaupun sekolah gratis namun professionalisme guru sangat

diutamakan.106

Professionalisme itu artinya mereka bekerja sesuai

dengan yang seharusnya. Menurut Muchtar Luthfi107

, seseorang disebut

memiliki jiwa professional jika memenuhi kritera sebagai berikut;

profesi harus mengandung keahlian, 108

profesi dipilih karena panggilan

105

Studi dokumen dan wawancara dengan Yudhistira, ketua Yayasan TK

Batutis Al-Ilmi, 20 Mei 2013. 106

Kemudian ada ketentuan dari Kemendikbud, bahwa guru TK atau SD

minimal harus berpendidikan S1.Tapi tidak mutlak, kalau yang datang itu anak

lulusan SMA. Prinsip Yayasan TK Batutis Al-ilmi, apapun pendidikannya, mereka

datang kesini mau mengajar dengan baik, kemudian setelah mereka masuk menjadi

bagian kami, makakami ikut sertakan pelatihan metode sentra modul 1-6 secara

intensif, dari sumbernya langsung, yaitu di TK Al-Falah Ciracas Jakarta Timur dan

untuk kuliah S1, pihak yayasan membantu biaya operasionalnya. Untuk gaji yang

kami berikan itu kecil, itu sudah harus dikatakan dari awal, bahwa di TK Batutis

gajinya kecil, kalu perlu duit, tempatnya bukan disini, tapi kalau mau belajar,

disinilah tempatnya dan mari kita berjuang bersama-sama. Dan melalui Bantuan bea

sisiwa PKPU setiap yang belum melanjutkan kuliah S1 nya, diberi kesempatan untuk

menyelesaikan kuliahnya dengan dana yang diatur oleh pihak Yayasan batutia Al-

Ilmi. (Wawancara dengan Yudhistira di TK Batutis Al-Ilmi 10 april 2013) 107

Mimbar Pendidikan, nomor 3, IKIP Bandung, 1989. Muchtar Luthfi berasal

dari Universitas Riau, dan artikel ini diambil dari buku karangan Ahmad Tafsir, Ilmu

Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung; Remaja Rosda Karya, 2005), 107. 108

Artinya suatu profesi itu harus ditandai dengan oleh satu keahlian yang

khusus untuk profesi itu. Keahlian itu diperoleh dengan cara mempelajarinya dengan

tekun secara khusus; profesi bukan diwarisi.

136

hidup dan dijalani sepenuh waktu, 109

profesi itu memiliki teori-teori

yang baku secara universal, 110

Profesi adalah untuk kepentingan

masyarakat, 111

profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostic

dan kompetensi aplikatif, pemegang profesi memiliki otonomi dalam

melakukan tugas profesinya, 112

profesi mempunyai kode etik, 113

profesi harus mempunyai klien yang jelas. 114

Selanjutnya Finn

menambahkan bahwa suatu profesi memerlukan organisasi profesi

yang kuat, gunanya untuk memperkuat dan mempertajam profesi itu

dan suatu profesi harus mengenali dengan jelas hubungan satu profesi

dengan profesi lain.115

Pekerjaan (profesi) menurut Islam harus dilakukan ikhlas

karena Allah.116

Setiap pekerjaan harus dilakukan secara professional

dalam arti harus dilakukan secara benar. Dalam Islam mengajarkan bila

suatu urusan dikerjakan oleh orang yang tidak ahli, maka tunggulah

kehancuran.117

Metode sentra merupakan wadah interaksi bagi para

praktisi dan para professional di bidang pendidikan, karena melalui

metode sentra profesi menjadi guru adalah profesi yang sangat

dimuliakan. Sebagai seorang guru yang professional harus menguasai

pembelajaran metode sentra dengan professional, karena metode sentra

ini adalah metode yang efektif. Metode ini memudahkan guru dalam

menstimulasi ranah pemikiran anak. Karena klasifikasi kegiatan dalam

kelompok sentra memberikan ruang lingkup bagi guru dan anak untuk

lebih fokus, lebih khusyuk memahami suatu konsep secara utuh.

Metode sentra membangun pemikiran guru maupun murid ke arah yang

109

Artinya profesi dipilih karena dirasakan sebagai kewajiban bukan paksaan;

sepenuh waktu maksudnya bukan part time atau hanya sambilan saja. 110

Artinyaprofesi itu dijalani menurut aturan yang jelas, dikenal secara umum,

teorinya terbuka secara universal pegangannya itu diakui dalam arti tidak semaunya. 111

Artinya manfaatnya untuk kepentingan masyarakat, karena sebaik-baiknya

manusia adalah mereka yang bermanfa’at untuk kepentingan orang lain. 112

Artinya otonomi ini hanya dapat diuji atau dinilai oleh rekan –rekannya

seprofesi atau orang yang yang berkompeten dibidangnya terhadap profesi tersebut. 113

Disebut kode etik profesi. 114

Yaitu orang yang membutuhkan layanan. 115

Yusuf Hadi Miarso, Definisi Teknologi Pendidikan (Jakarta: Rajawali,

1986), 75. 116

Profesi dalam Islam harus dijalani karena itu adalah perintah Allah. Dalam

kenyataannya ia bekerja untuk orang lain tetapi niat yang mendasarinya adalah

perintah dari Allah. Di sini kita bisa mengambil benang merah bahwa profesi dalam

Islam dilakukan sebagai dedikasi kepada Allah dan kepada manusia sebagai objeknya. 117

Hadits Riwayat Bukhari, dikutip dari Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam

Perspektif Islam, 113.

137

lebih sistematis, bermanfaat bagi optimalnya kemampuan pola pikir

dalam menghadapi roda kehidupan yang selalu berputar.

Tentunya dalam setiap kegiatan yang diadakan memerlukan

dana yang tidak sedikit dan itu menyangkut dengan manajemen

keuangan. Lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting

dalam mencapai keberhasilan dalam proses pendidikan, karena

lembaga pendidikan berfungsi sebagai mediator dalam mengatur

jalannya proses pendidikan. Dewasa ini kelihatannya suatu kegiatan

tidak bisa disebut pendidikan apabila tidak ada lembaga yang

menaunginya. Lembaga pendidikan mutlak keberadaannya bagi

kelancaran proses pendidikan.118

Dalam sebuah lembaga pendidikan

pengaturan keuangan disebut sebagai manajemen keuangan.Menurut

Agus Sartono manajemen keuangan lembaga pendidikan adalah

pengelolaan dana yang berkaitan dengan pemasukan atau pengeluaran

dana untuk kepentingan lembaga pendidikan dalam pembiayaan proses

kegiatan belajar mengajar.119

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen

keuangan menyangkut kegiatan perencanaan, analisis dan pengendalian

keuangan. Mereka yang melaksanakan kegiatan tersebut adalah

manajer keuangan. Seorang manajer keuangan harus mampu

mengambil keputusan keuangan. Berkaitan dengan pengelolaan

manajemen keuangan di Taman Kanak-kanak Batutis Al- Ilmi, penulis

tidak fokus dalam meneliti tentang manajemen keuangan di TK Batutis

Al-Ilmi tersebut, karena menurut penuturan Yudhistira selaku ketua

yayasan Batutis Al-Ilmu, menjelaskan dalam wawancara dengannya,

bahwa “Mengenai manajemen keuangan di TK Batutis Al-Ilmi sampai

hari ini, Yudhistira tidak tahu uang didapatkan dari mana, tapi mereka

percaya Allah akan memberikan jalan. Yudhistira senantiasa

mengingatkan kepada guru-guru,”kerja sajalah terlebih dahulu, seperti

mengajar, menilai anak-anak dan Yudhistira sebagai pengelola

Yayasan juga akan tetap berusaha dan bekerja. Semua hasilnya Allah

yang menentukan dan mereka tetap yakin Allah akan memberi jalan

yang terbaik bagi mereka. Seperti itulah prinsip manajemen keuangan

TK Batutis AIlmi dimasa-masa awal. Sampai hari ini, sudah menginjak

tahun ke delapan. Dan sudah banyak perubahan dari tahun-tahun

sebelumnya, berkat doa, ikhtiar, bantuan dari para donator, keikhlasan

118

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, cet. Ke-9 ( Jakarta: Kalam Mulia, 2011),

38. 119

Eugene F. Brigham, Joel F. Houston, Manajemen Keuangan ( Bandung:

Airlangga, 2001), 26.

138

para guru mengajar dan rizqi Allah datang dari arah yang tidak

disangka-sangka.120

Walaupun keberuntungan belum memihak Batutis Al-Ilmi dalam

memperoleh dana yang lebih untuk biaya operasional sehari-hari anak-

anak TK Batutis Al-Ilmi, mereka tetap ikhlas dan belajar sembari

ikhtiar mencari keridhoan Allah. Padahal secara teori, manajemen

keuangan adalah salah satu bidang administrasi pendidikan yang secara

khusus menangani tugas-tugas yang berkaitan dengan pengelolaan

keuangan yang dimiliki dan digunakan dalam sebuah lembaga

pendidikan. Penggunaan uang di Taman Kanak-kanak harus dapat

dipertanggungjawabkan demi memperlancar pencapaian tujuan

pendidikan, baik pengeluaran ataupun pemasukan. Penggunaan semua

dana harus efektif dan efisien agar tepat sasaran dan tidak ada masalah

dalam penggunaannya.121

Akan tetapi dalam praktiknya antara pemasukan dan

pengeluaran kadang tidak seimbang. Ketika Yudhistira masih bekerja

dan punya gaji tetap, Yudhistira tidak pusing memikirkan biaya

operasional TK Batutis Al-Ilmi. Yudhistira bisa membayar gaji guru-

guru Batutis Al-ilmi dan keperluan lainnya dari penghasilan gaji

bulanannya. Namun setelah Yudhistira pensiun dan tidak punya gaji

lagi, sejak tahun 2007. Satu keyakinan bahwa Allah akan memberikan

hal yang terbaik buat TK Batutis Al-Ilmi. Intinya fokus pada tujuan

awal.Setiap tanggal 20, Yudhistira selalu bertanya pada Siska,

bagaimana dengan gaji guru sudah amankah? Kemudian Siska

menjawab, “kurang lima juta, padahal pihak sekolah sudah menghemat

tagihan ini dan itu, menurut Siska.” Ya, sudah, sekarang kita tinggal

memohon sama Allah, tambah Yudhistira, menenangkan hati Siska.

Mereka hanya bisa berdoa“ Ya Allah, kami sudah bekerja, sekarang

giliran-Mu, tolong bantu kami. “ Ya Allah kami sudah bekerja, usaha

telah kami lakukan. Sekarang kami tidak punya jalan lagi. Tolong beri

jalan keluar bagi kami ya Allah.“Kami mohon kepada Allah konkret

saja.“Ungkap Yudhistira dalam wawancara yang dilakukan penulis.”122

Maha Suci Allah, sore itu juga atau paginya, ada orang yang

tidak dikenal datang membawa amplop (untuk infaq, sedekah atau

120

Wawancara dengan Yudhistira ketua Yayasan Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi pada tanggal 10 April 2013

121Ibrahim Bafadal,Administrasi dan Supervisi Penyelenggaraan Taman

Kanak-kanak, (Jakarta; Dirjen Dikti Depdikbud,1999). 38.

122Penuturan Yudhistira melalui wawancara yang dilakukan penulis di

kediamannya pada tanggal 20 april 2013.

139

karena naik gaji dan lain-lain).Setiap bulan kejadiannya seperti

itu.Allah selalu memberikan jalan keluar disaat mereka sedang

dirundung masalah dan kejadian itu berjalan selama beberapa bulan.

Karena mereka yaqin bahwa Allah akan memberikan jalan keluar dari

arah yang tidak disangka-sangka, itu benar-benar terjadi. Semua orang

yang membantu Yayasan Batutis Al-Ilmi kebanyakan tidak dikenal.

“Bapak tahu dari mana informasi TK Batutis Al-Ilmi, “Saya dapat

informasi ini dari TV, internet, facebook dan lain-lain jawabnya.

Karena seringnya kejadian itu, Yudhistira sudah tidak khawatir lagi.

Sumber dana, baik berupa sumbangan barang, uang dan bantuan

lainnya yang tidak mengikat, diperoleh dari para pengurus yayasan dan

para donator perorangan. Usaha yang dilakukan saat ini antara lain

dengan mengadakan pameran/menjual lukisan, dan menyebarkan

program SOS, serta membuka pelatihan tentang implementasi metode

sentra.123

Untuk mengatasi masalah biaya operasional dalam

pembelajaran, TK Batutis Al-Ilmi menyiasatinya dengan menggunakan

bahan-bahan daur ulang untuk Sentra Seni, membuat sendiri media

untuk Sentra Persiapan dan Sentra Imtaq. Di sini guru dituntut untuk

kreatif dalam segala hal di samping kesabaran. Melakukan sesuatu

yang dirasa mampu dengan bahan yang ada dalam menerapkan metode

sentra, baik sentra persiapan, sentra bahan alam, sentra seni, sentra

balok, sentra main peran maupun sentra iman dan taqwa. Ada beberapa

macam alat yang dapat dipakai secara bersamaan dalam aplikasinya di

setiap sentra, seperti gunting, krayon, pensil warna, lem, etc. Biaya

termahal adalah investasi untuk pelatihan guru dan itu adalah modal

utama dengan cara meminjam uang dan cara yang lainnya akhirnya

123

Selain donatur yang tidak tetap, Yudhistira juga membuat program SOS

(Satu Orang Satu) seperti halnya orang tua asuh. Satu orang membayar biaya satu

anak didik yaitu sebesar empat ratus ribu rupiah dan itu dilakukan promosi singkat

lewat sms saja ke teman-teman terdekat dan lewat bbm nya Siska yang setiap saat

selalu mempromosikan eksistensi sekolah TK Batutis Al-Ilmi. Yudhistira berharap

program SOS tetap berlangsung. Akhirnya, ada yang mengambil satu sampai lima

paket dalam setiap penawaran, besar harapan Yudhistira, biaya tersebut dapat

terbayarkan selama satu tahun supaya mereka pun tenang. Tetapi kebanyakan para

donatur ada yang mampu membayar satu kali dalam satu bulan, sesuai dengan

keadaan mereka. Bulan depan pihak yayasan tidak tahu mereka akan menjadi donatur

lagi atau tidak. Ada yang punya rezeqi lima juta sekaligus bayar juga ada, intinya

kami yaqin ada saja rezeqi dibalik ikhtiar Yudhistira, dan Allah lah yang mengatur

segalanya. Tutur Yudhistira, meyakinkan penulis lewat wawancara di kediamannya

pada tanggal 13 April 2013.

140

secara bergiliran guru-guru TK Batutis Al-Ilmi dapat mengikuti

pelatihan metode sentra secara langsung dan intensif di Sekolah Al–

Falah Ciracas Jakarta Timur sebagai pusat penyelenggaraan metode

sentra pertama di Indonesia.124

Prinsip pengelola TK Batutis Al-Ilmi adalah yang penting

mereka kerja karena Allah. Selain itu, usaha tulis menulis Yudhistira

diberbagai majalah masih bisa dilakukan, yang hasilnya untuk

membantu biaya operasional, selain itu Yudhistira membuat buku

panduan tentang metode sentra yang diselenggarakan di TK Batutis Al-

Ilmidengan modal seadanya.125

Apapun yang dikerjakan Yudhistira

percaya dengan janji Allah. Allah akan membantu, itu keyakinan besar

yang ada dalam benaknya.Ada hal yang harus diperhatikan oleh

dirinya sebagai ketua yayasan Batutis Al-Ilmi, yaitu rencana untuk

menaikkan gaji guru, “Saya sedih belum bisa mensejahterakan mereka.

Tutur Yudhistira dalam wawancara penulis di serambi kediamannya,

dengan penuh antusias Yudhistira bercerita kembali tentang keadaan

guru-guru di TK Batutis Al-Ilmi, menurutnya; “Guru-guru disini luar

biasa, bagi mereka yang baru masuk gaji mereka hanya empat ratus

ribu rupiah yang sudah mengajar selama delapan tahun, baru mencapai

satu juta. Permasalahannya adalah dapat uang tambahan dari mana.

Kalau dihitung-hitung banyak sekali biaya yang dibutuhkan untuk

menaikkan gaji guru-guru dan karyawan di TK Batutis Al-Ilmi.126

Yudhistira berkeyakinan rizqi Allah pasti datang dari arah yang

tidak disangka-sangka. Padahal total biaya pengeluaran selama 1 bulan

mencapai 40 juta termasuk didalamnya gaji guru, cathering dan

keperluan alat-alat lainnya. Walaupun keadaan keuangan yang belum

stabil. Pengelola TK Batutis Al-Ilmi pun menginstruksikan supaya gaji

guru dinaikkan, total guru ada dua puluh tiga dari tingkat TK dan SD.

Kalau dihitung secara matematikanya manusia mungkin tidak bisa

dibayangkan dananya dari mana. Lima ratus ribu setiap guru yang akan

dinaikkan gajinya, total dikalikan dengan jumlah guru berkisar antara

124

Hasil wawancara dengan Siska, pendiri dan penggagas TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi, 02 Agustus 2013. 125

Membuat buku tentang Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra yang

membutuhkan dana tidak sedikit, Yudhistira meminjam terlebih dahulu sebagai

modalnya dan keuntungan setelah penjualan didedikasikan untuk biaya operasional

TK Batutis Al-Ilmi. Itu sudah menjadi komitmen Yudhistira semenjak mengabdikan

dirinya untuk membina dan mendidik anak-anak dhuafa melalui TK Batutis Al-Ilmi

yang dibina dengan Siska istri tercinta belahan jiwanya. 126

Hasil wawancara khusus dengan Yudhistira selaku pengembang dan ketua

yayasan Batutis Al-Ilmi pekayon Bekasi, 24 Mei 2013

141

lima belas juta rupiah ditambah pengeluaran rutin setiap bulan empat

puluh juta rupiah. Berarti bulan depan harus tersedia lima puluh lima

juta rupiah perbulan untuk memenuhi biaya operasional di TK Batutis

Al-Ilmi. Salah satu jawabannya untuk mengantisipasi permasalahan

keuangan tersebut adalah ada sekolah yang mengundang pelatihan

seminar selama 2 hari dan sekaligus loka karya dan itu adalah jawaban

dari Allah sebagai pertolongan bagi TK Batutis Al-Ilmi. Allah akan

membantu, itu keyakinan yang harus diyakini, Ungkap Yudhistira,

dengan perasaan lega, sembari mempersilahkan penulis untuk

menikmati hidangan alakadarnya.127

Selain dari hasil seminar tentang implementasi metode sentra di

TK Batutis Al-Ilmi, untuk memenuhi kebutuhan rutin, didapat dari

buku-buku yang dibuat dan berhasil dijual itulah tambahan untuk

memenuhi kebutuhan rutin TK Batutis Al-Ilmi setiap bulannya, hasil

penjualan buku tersebut digunakan untuk keperluan operasional TK

Batutis Al-Ilmi. Ada jalan yang terbentang dalam meraih impian yang

diinginkan, menyukseskan kaum dhuafa yang membutuhkan

pendidikan. Berkat keberhasilan yang tampak di TK Batutis Al-Ilmi,

Siska mulai mengadakan pelatihan dan seminar-seminar tentang

metode sentra. Baik pelatihan yang diselenggarakan di TK Batutis Al-

Ilmi maupun memenuhi undangan seminar-seminar ke sekolah-sekolah

yang membutuhkan pelatihan tentang implementasi metode sentra.

Akhirnya, banyak sekolah-sekolah yang meminta pelatihan tentang

metode sentra baik dari jawa ataupun luar jawa. Mereka mendapatkan

informasi dari stasiun TV yang meliput kegiatan di TK Batutis Al-Ilmi

serta dari media koran dan majalah belum termasuk dari FB, Twitter

atau jaringan sosial lainnya. Itu adalah peluang yang Allah janjikan

berkat kerja keras dan kesabaran melalui kunjungan-kunjungan yang

mulai berdatangan dari berbagai daerah untuk melakukan study

banding, menimba ilmu, belajar dan praktik mengajar yang langsung

mereka terapkan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi sebagai bekal untuk

diterapkannya di sekolah masing-masing.128

127

Hasil pengamatan peneliti di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 13 April

2013. 128

Daftar beberapa sebagian sekolah yang mengirimkan para gurunya untuk

mengikuti pelatihan/observasi Metode Sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi,

TK Aisyah Bustanul Athfal 1 Madiun Jatim, TK Aisyah Bustanul Athfal 3 Madiun

Jatim, TK Aisyah Bustanul Athfal 7 Madiun Jatim, PAUD Permata Kartini

Pandeglang, PAUD TK Kutilang Pondok Gede Bekasi, RA Permata As-Sholihah

Ciledug Jaksel, RA Amal Islami Al-Mumtaz karawang. PAUD Bunga Hati Sawangan

Depok, TKIT Al-Marjan Pondok Gede Bekasi, TK Asy-Syahidah Larangan

142

Karena kenyataannya banyak sekali guru-guru PAUD yang

belum memahami cara mengajarkananak usia dini dengan baik dan

bijaksana. Termasuk peminat yang berkunjung ke TK Batutis Al-Ilmi

pun semakin meningkat, namun pihak sekolah Batutis Al-Ilmi

memikirkan biaya operasionalnya jangan sampai bengkak. Kemudian

tarif yang dikenakan dari peserta bisa terjangkau, dan hasilnya untuk

mendukung biaya operasional TK Batutis Al-Ilmi. Sebelum Batutis

Al-Ilmi mengadakan pelatihan dan seminar, Siska meminta izin

terlebih dahulu kepada Wismiarti untuk mengajarkan metode sentra

kepada guru-guru PAUD yang membutuhkan. Supaya tidak menjadi

beban di kemudian hari tentang keilmuan yang diajarkannya.129

Karena tidak semua guru-guru bisa mengikuti pelatihan di

sekolah Al-Falah, akhirnya TK Batutis Al-Ilmi mulai berinisiatif

mengadakan pelatihan-pelatihan untuk membantu guru-guru dari

berbagai kalangan dan daerah di seluruh Indonesia untuk belajar

bersama tentang implementasi metode sentra. Dan melihat langsung

perkembangan pengajaran yang telah dirintis oleh TK Batutis Al-Ilmi

Tangerang, TK Al-Ittihad Ciledug Tangerang, YPI Baitul Mal Pondok Aren

Tangerang, TK Asy-Syifa Larangan Tangerang, Sekolah Tanah Tinggal Ciputat

Tangerang Selatan, RA Miftahul Ulum Sukaratu Tasikmalaya, PAUD Al-Inayah

Tasikmalaya, TKIT An-Nahl Depok, TKITAl-Ishlah Jati Sampurna Bekasi, PAUD

BAI Rumah Cendekia Bukit asri Ciomas Bogor, Adopt a School Rukan mangga Dua

Square Blok F-46 Jakarta, TK-SDIT Ibnu Umar Balikpapan, TK-SDIT Nailufar

Jaktim, TK Tunas Robbani Tangerang, TKIT An-Nahl Gunung Sindur Bogor, PAUD

Family Fest, PAUD Yasmin, PAUD Bayam, PAUD Aulia, PAUD An-Nur, PAUD

Az-Zahra Depok, Seminar metode sentra di Gebyar PAUD di Gedung Pusdai

Bandung Jawa Barat 2013, Seminar motivasi karyawan Perusahaan Bisnis Barang dan

Jasa di Pulo Mas Jakarta Timur, Seminar Metode sentra di Sekolah Bina Cendekia

Pamulang, Seminar metode sentra di Masjid Darul Barokah Bandung, kunjungan

Peserta Gerakan Indonesia Mengajar Angkatan VII, Seminar ParentingMetode Sentra

di The global Islamic School Sentul, Presentrasi Metode Sentra di Gedung sate

Bandung, Seminar Metode Sentra di TK Lab School Rawamangun Jakarta Timur,

Kunjungan Prof Yohanes Surya ke SD Batutis Al-Ilmi, seminar Metode Sentra di

TKIT Auliya Bintaro, Seminar Parenting metode Sentra di Al-Hidayah Islamic

School Cikarang, Semiloka Parenting metode Sentra TK Tazkia GIS, Seminar metode

sentra di PAUD Fatma Kenanga Bengkulu, Seminar Metode Sentra di KB-TK St.

Andreas Kebon jeruk, Jakarta Barat, Workshop para Guru TK-SDIT Harapan Bunda

Purwokerto dan masih banyak lagi sekolah yang mengadakan pelatihan Metode

Sentra yang belum dicantumkan dalam penelitian ini, selain pelatihan juga terdapat

banyak kunjungan dan observasi dari berbagai instansi baik dari dalam maupun luar

kota di Indonesia.

129Hasil Wawancara dengan Siska selaku pendiri dari TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi, 25 April 2013.

143

(ada yang menginap dengan biaya bervariasi). Semakin lama semakin

banyak kunjungan dari berbagai sekolah yang ada di Indonesia,

termasuk observasi dari berbagai stasiun televisi untuk meliput

perkembangan sekolah gratis bertaraf internasional yanga ada di kota

Bekasi Jawa barat. Sekolah yang telah mengikuti pelatihan meminta

kepada Siska untuk mengisi seminar dan menjadi konsultan di

sekolahnya(penghasilan yang didapat dari seminar dan kegiatan

lainnya, difokuskan untuk membantu biaya operasional TK Batutis Al-

Ilmi. Selain itu, penjualan buku-bukupun termasuk pemasukan yang

dialokasikan untuk keberlangsungan pendidikan TK Batutis Al-Ilmi.

Dari penghasilan biaya seminar, dana operasional TK Batutis Al-Ilmi

semakin terbantu. Sebelumnya tidak disangka , namun itulah yang

terjadi. Memang Rizqi Allah datang dari arah yang tidak disangka-

sangka,” tutur Yudhistira dalam wawancara yang dilakukan penulis.130

Oleh karena itu dibutuhkan evaluasi sebagai barometer

keberhasilan dalam sistem pembelajaran yang diberlakukan. Evaluasi

merupakan salah satu sarana penting dalam meraih keberhasilan tujuan

proses belajar mengajar. Gurusebagai pengelola kegiatan belajar

mengajar dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, ketepatan

metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan siswa dalam

meraih tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan melalui kegiatan

evaluasi. Guru dapat mengambil keputusan secara tepat dengan

informasi ini mengenai langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Informasi tersebut juga dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk

berprestasi lebih baik.131

Dalam setiap kegiatan guru pun mempraktikkan metode sentra

dengan anak-anak didiknya. Kemudian guru mengevaluasi kinerja

masing-masing dalam satu rapat kerja bersama dengan guru-guru yang

lainnya. Apa yang sudah mereka capai, apa yang sudah mereka

dapatkan, masing-masing guru saling sharing kinerja dengan pihak

yayasan Batutis Al-Ilmi. Pengurus dari yayasan melihat laporan dari

masing-masing guru melalui laporan bulanan yang dibuat. Seperti,

pemantauan ketika kegiatan belajar mengajar, bagaimana kemampuan

mengajar seorang guru, itu adalah tahapan awal yang harus bisa dilalui.

Ketika guru mengadakan rapat, itu tercatat rapi dalam notulen rapat.

Seandainya ada guru yang bermasalah dalam arti kurang bersemangat

dalam mengajar. Maka guru tersebut wajib mengikuti pelatihan 130

Hasil wawancara dengan Yudhistira Massardi, 10 Juli 2013.

131Anas Sujiono, Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2005), 34.

144

kembali atau mungkin guru tersebut butuh istirahat, hal sekecil apapun

senantiasa diperhatikan supaya tidak ada hambatan dalam mengajar dan

itu merupakan hak guru yang wajib dipenuhi setelah kewajiban-

kewajibannya telah dilaksanakan dengan baik. Karena guru adalah

motor dalam proses kegiatan belajar-mengajar. 132

Kemudian, ada predikat guru berprestasi untuk mendapatkan

tunjangan tambahan sebagai bahan evaluasi, program ini diadakan

untuk memotivasi mereka untuk menjadi guru yang terbaik. Evaluasi

ini berujung ke yayasan Batutis Al-Ilmi. Karena yayasan Batutis Al-

Ilmi mempunyai wewenang untuk membuat keputusan dalam

menyelesaikan masalah yang timbul dalam diri seorang guru maupun

anak-anak. Dalam evaluasi, pencapaian keberhasilan anak, guru yang

mengevaluasi kerja masing-masing dan sharing dalam rapat tertutup.

Sedangkan kepala sekolah bersifat memantau dan memberikan solusi

dari masalah-masalah yang ada. Pemantauan dapat dilihat dari laporan

bulanan masing-masing guru, absensi, dan kinerja guru. Kemudian

penentuannya dilakukan melalui kesepakatan rapat bersama pengurus

yayasan. Selanjutnya pihak yayasan memberikan kepercayaan kepada

guru-guru dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi secara

santun dan bijaksana serta tepat guna, tanpa harus menunggu komando

dari pihak yayasan apabila ada masalah datang. Hal itu semua

dilakukan sebagai ajang latihan dalam menerapkan evaluasi bagi guru-

guru terhadap anak-anak sebagai peserta didik untuk meraih prestasi

yang diharapkan.133

Banyak orang yang mengejar prestasi disegala bidang, mereka

menilai kemampuan dinilai hanya dari banyaknya piala, piagam

penghargaan atas prestasi yang diraihnya. Padahal prestasi itu adalah

sebuah peningkatan kemajuan yang terjadi pada dirinya.134

Menurut

pemahaman Mas’ud Khasan Abdul Qohar prestasi adalah apa yang

telah didapat dan diciptakan sebagai hasil dan usaha yang telah ia

lakukan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan cara

keuletan kerja. Prestasi dapat bersifat tetap dalam sejarah kehidupan

manusia karena sepanjang kehidupannya manusia selalu mengejar

prestasi menurut bidangnya. Prestasi itu meliputi segenap ranah

132

Hasil wawancara dengan Yudhistira, 22 Juli 2013. 133

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1996), 34.

134Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar

(Bandung: Sinar Baru, 1989), 24.

145

kejiwaan yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses

belajar sesuai dengan tumbuh kembang masing-masing anak.

Gambar 3.3

Salah satu prestasi anak-anak TK Batutis Al Ilmi dalam pameran rutin yang

menampilkan hasil karya sesuai dengan kecerdasan dan minatnya.135

Prestasi berikutnya yang diraih oleh TK Batutis Al-Ilmi adalah

kunjungan dari sekolah-sekolah dari berbagai sekolah untuk melakukan

studi banding dan pembelajaran metode sentra.136

Selain itu, kegiatan

pembelajaran sentra di TK Batutis Al-Ilmi banyak diliput oleh stasiun

televisi dan media lainnya sebagai sekolah percontohan di tanah air

Indonesia dalam pengajaran implementasi metode sentra.137

Sebagai

jaringan komunikasi dalam menyebarkan dan mengenalkan konsep

metode sentra ke berbagai kalangan terutama kepada pihak yang

bertanggung jawab dalam pengelolaan anak usia dini. Prestasi tertinggi

yang diraih oleh anak-anak usia dini di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi adalah berhasilnya anak dalam memenuhi target proses tahap

135

Pameran tahunan yang diadakan TK Batutis Al Ilmi sebagai aplikasi hasil

karya sesuai dengan minat dan prestasi anak-anak TK Batutis Al- Ilmi Bekasi.

136Tahap perkembangan formal. Selengkapnya baca ; Yudhistira, Pendidikan

Karakter dengan Metode Sentra, 39. 137

Liputan AnTV 18 April 2013, 31 Desember 2012, Kompas TV bulan

April, MNC TV 97 Mei 2013, DAAI TV 08 Mei 2013, Bali TV 22 Mei 2013,

INDOSIAR Oktober 2012, selain di media televise, informasi di medi cetak pun

banyak yang meliput tentang kegiatan pembelajaran metode sentra di TK Batutis Al-

Ilmi Pekayon Bekasi. Selain itu, masih banyak liputan yang belum ditulis disini

dalam penelitian ini.

146

perkembangan sesuai dengan prosedur yang baik sehingga berdampak

pada karakter kesehariannya. Di kemudian hari, TK model inilah yang

menjadi percontohan TK Islam yang berkarakter di penjuru pelosok

Tanah Air Indonesia.138

Dalam proses pembelajaran metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi

Bekasi tentunya tidak lepas dengan kendala. Akan tetapi kendala yang

ada itu dihadapi oleh para guru dengan rasa syukur dan sabar. Bagi

mereka kendala itu bukan dijadikan sebagai hambatan akan tetapi

dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk mengaplikasikan rasa

syukur itu dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh ketika

mendapatkan siswa yang berkebutuhan khusus mereka bersyukur bisa

mendapatkan pembelajaran untuk mengasuh anak tersebut dengan baik,

jadi bagi mereka itu bukanlah kendala tapi anugerah. Prinsip yang

dipegang oleh para guru Batutis Al-Ilmi adalah setiap anak tidak ada

yang nakal dan tidak ada anak yang bodoh, yang ada hanyalah anak

yang belum tahu. Oleh karena itu, fungsi guru adalah sebagai

fasilitator, inspiratory, motivator, sekaligus inovator untuk memberi

tahu apa yang anak-anak belum ketahui sesuai dengan tahapan tumbuh

kembangnya.139

D. Pembelajaran Metode Sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi

Penerapan pembelajaran dengan pendekatan metode sentra di

TK Batutis Al-Ilmi diawali dengan jurnal pagi dengan duduk

melingkar, ketika anak sudah datang di sekolah. Kegiatan jurnal pagi

adalah kegiatan penumpahan isi pikiran dan perasaan anak dalam

rangka mengkondisikan anak untuk kenyamanan dalam mengikuti

kegiatan-kegiatan pembelajaran sentra di sekolah, kegiatan tersebut

dituangkan dalam bentuk gambar, coretan dan lain-lain sesuai

keinginan murid saat itu. 140

138

Hasil wawancara dengan Imas Maspupah, Kepala Sekolah TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 10 Agustus 2013. 139

Hasil wawancara dengan Yudhistira, ketua Yayasan Batutis Al-Ilmi

pekayon Bekasi, 20 April 2013. 140

Nabil adalah murid TK B-2, pada saat jurnal pagi Nabil menuangkan

idenya tentang rumah di lembar kertas jurnal pagi. Dia berusaha menggambar secara

detail bagian-bagian rumah termasuk pintu dan jendela. Di bagian dinding dia

membuat sebuah titik besar . “Ini untuk mengintip,’’menurut Nabil saat melaporkan

hasil jurnal paginya kepada guru. Menanggapi informasi yang dikemukakan Nabil,

guru mengajukan sebuah pernyataan yang datar, “ Kalau kita bertamu dan memasuki

rumah teman, kita harus melewati pintu depan dan tidak boleh mengintip.” Cuplikan

147

Hasil jurnal pagi anak-anak TK Batutis Al-Ilmi dijadikan sarana

untuk melihat suasana psikologis murid saat itu. Kegiatan jurnal juga

berfungsi untuk mengetahui seberapa besar penyerapan materi tema

yang sudah dialirkan oleh guru sebagai fasilitator kepada murid-

muridnya. Setelah melaporkan hasil jurnalnya, selanjutnya anak-anak

melakukan kegiatan bermain bebas di luar ruangan dengan

pengawasan dan pemberian pijakan oleh guru melalui permainan

tradisional yang terarah. Misalnya; ketika anak bermain bola di

lapangan sekolah, guru juga melibatkan diri dalam permainan tersebut.

Setelah bermain bebas, para murid dan guru melakukan kegiatan

bersih-bersih anggota badan yang kotor akibat bermain bebas. Setelah

itu anak-anak mendapatkan makanan ringan (snack), dilanjutkan

berwudhu untuk melaksanakan shalat dhuha secara berjamaah dengan

mengeraskan bacaan sholat sebagai latihan dalam memahami bacaan-

bacaan shalat yang dipraktekkan secara benar ketika mendirikan sholat

zhuhur. Setelah melakukan shalat dhuha anak-anak kembali ke kelas

untuk mengikuti kegiatan materi pagi.

Kegiatan materi pagi bisa dikatakan sebagai bagian dari proses

pengondisian anak untuk memasuki kegiatan inti sentra. Kegiatan inti

sentra dimulai dengan pijakan awal yaitu kegiatan pengarahan atau

diskusi interaktif yang dilakukan oleh guru sebagai fasilitator terkait

materi tema pada hari itu. Kemudian guru mengarahkan dan mengajak

anak-anak untuk menyebutkan poin-poin prosedur kerja di sentra yang

bersangkutan. Selain itu, guru senantiasa mengingatkan anak-anak

supaya bekerja tuntas, fokus dan melapor setiap selesai pekerjaan yang

dilakukan. Setiap proyek permainan atau pekerjaan yang dilakukan

anak-anak, guru memastikan bahwa pekerjaan selesai dilakukan dengan

tuntas. Selama anak-anak mengerjakan proyek pekerjaan dengan baik.

Guru melakukan kegiatan yang simultan diantaranya adalah, pertama,

mengalirkan item-item TFP untuk menguatkan penyerapan murid

terhadap tema yang diusung pada hari itu secara tuntas. Kedua,

mengobservasi proses kerja anak yang meliputi aspek psikomotor, tersebut menggambarkan suasana jurnal pagi di TK Batutis Al-Ilmi. Dialog-dialog

tersebut diupayakan guru untuk memberikan suasana nyaman bagi anak-anak untuk

menuangkan isi pikiran dan perasaannya. Jika materi tema yang sudah dialirkan

merasuk ke ank-anak, maka materi tema itu muncul dalam coretan anak-anak. Guru

bisa merespons antusiasme anak pada tema dengan menjawab pertanyaan mereka atau

meluruskan informasi tentang materi tema dengan menjawab pertanyaan mereka atau

meluruskan informasi tentang materi tema yang mungkin tidak terserap anak-anak

secara tepat. Namun pada jurnal pagi yang diutamakan adalah apa yang muncul

secara murni dari pikiran dan perasaan anak.

148

afeksi dan kognisi. Ketiga, guru memberikan pijakan-pijakan yang

dibutuhkan masing-masing anak melalui pijakan individual. Keempat,

mengamati serta mengantisipasi perilaku anak apabila muncul

permasalahan diantara mereka. Setelah itu melakukan beres-beres

peralatan setelah main. Dilanjutkan dengan recalling sekaligus jurnal

siang. Kegiatan sentra tergantung proyek dan tema yang dikerjakan

anak-anak, bisa dilakukan di dalam kelas ataupun dilakukan di luar

kelas. Misalkan berkunjung ke tempat tertentu sesuai dengan tema.

Secara garis besar, pembelajaran pendekatan metode sentra di

TK Batutis Al-Ilmi, terdiri dari 6 pakem dalam pelaksanaan metode

sentra yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, yaitu:

Pertama, Tema.141

Materi ajar dikemas dalam satu tema, materi

tema disusun berdasarkan hasil evaluasi atas penyerapan anak-anak

terhadap materi tema pada tahun sebelumnya agar seluruh materi dapat

diberikan secara merata dan penuh, sehingga pembelajaran menjadi

efektif dan efisien dimana proses dapat terukur secara waktu, terukur

secara materi, materi dapat dipilih yang dekat dengan anak dan

diberikan secara kongkrit. Titik lemah penyerapan tema bisa muncul

akibat cara dan kemampuan guru dalam mengalirkan tema, struktur dan

isi materi tema, alokasi waktu menurut keluasan cakupan tema, juga

bisa dari masalah sumber bahan belajar atau sarana pendukung. Semua

faktor tersebut menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan

penyusunan materi tema. Setelah masalah-masalah tersebut

diidentifikasi, kemudian tema-tema ditetapkan selanjutnya satu persatu

materinya dirumuskan dengan unsur TFP atau Terms, Facts, and

Principles (Pengertian, Fakta-fakta dan Prinsip-prinsip). TFP dibuat

sebagai satu kesatuan lintas bidang. Kerangka sistematika TFP bisa

dilihat pada contoh. Contoh pada tingkat Taman Kanak-kanak jumlah

item TFP untuk satu tema sekurang-kurangnya 200. Sementara untuk

tingkat SD antara 200-700 item TFP untuk satu tema. 142

141

Materi tema adalah kumpulan informasi terkait dengan satu tema, yang

disusun dengan unsur-unsur pengertian atau informasi umum (terms), fakta-fakta

(facts), dan prinsip-prinsip (principles). Materi tema berfungsi sebagai bingkai

lingkup pembelajaran untuk satu periode tertentu. Unsur-unsur materi tema mencakup

lintas bidangdengan tujun membiasakan murid untuk berpikir secara runtut,

terstruktur dan sistemik. Materi tem merupakan hasil kerjakolektif-kolegial semua

guru yang dibuat pada awal tahun ajar. Jumlah item materi tema yang dialirkan

selama proses pembelajaran disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. 142

Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 05 Mei 2013.

149

Dalam penyusunan TFP yang perlu diingat adalah bahwa dari

seorang guru yang berpengetahuan kaya, anak-anak dapat belajar

banyak. Sehingga selain dari TFP yang sudah dibuat bersama sesuai

dengan tahap perkembangan anak, guru sebagai fasilitator harus siap

siaga untuk mengakomodasi minat dan keingintahuan anak dengan

belajar sebanyak-sebanyaknya. Item-item TFP didistribusikan ke

masing-masing sentra dari sentra persiapan sampai sentra iman dan

taqwa (imtaq). Misalnya, pada contoh tema binatang, anak-anak diajak

menjelajahi berbagai topik dalam tema binatang. Mulai dari definisi,

ragam, manfaat, habitat dan adab memelihara binatang. Dari topik yang

beragam, anak-anak mengenal klasifikasi binatang. Dari topik manfaat,

anak mulai belajar tentang aspek sosial ekonomi, industri, nutrisi,

kesehatan, etc. Dari topik habitat, anak-anak belajar mendalami dasar-

dasar sains, geografi dan lingkungan hidup. Dari topik adab

memelihara binatang, anak-anak dapat belajar tentang kasih sayang,

tanggung jawab, karakter positif, etc. Tema binatang bisa

membutuhkan alokasi waktu satu bulan atau lebih sesuai dengan

kebutuhan masing-masing anak dalam menerima informasi. Topik

ditentukan alokasi waktunya sesuai dengan keluasan cakupannya.

Penetapan alokasi waktu harus dibuat teliti dan cermat dengan

mempertimbangkan secara spesifik jumlah hari dan pekan waktu

belajar efektif.143

Kedua Sentra, setelah tema, harus memiliki sentra-sentra

sebagai inti dari pembelajaran dengan metode sentra ini. Ada Enam

sentra yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi: Sentra

Persiapan (keaksaraan dan calistung), Sentra Seni (kreatifitas,

imajinasi, motorik halus dan kasar), Sentra Bahan Alam (sains, sensori

motor), Sentra Balok (konstruksi, geometri, akurasi, keseimbangan),

Sentra Imtaq (ritual, dasar-dasar keberagamaan), Sentra Main Peran

Besar (profesi). Untuk menerapkan metode sentra ini seorang guru

hendaknya mengikuti prosedur pijakan-pijakan untuk membentuk

keserasian antara bermain dan belajar. Berikut ini adalah Pijakan-

pijakan yang harus diikuti dalam penerapan metode sentra Pertama,

Pijakan lingkungan; Guru menata lingkungan yang disesuaikan dengan

intensitas & densitas. Kedua, Pijakan sebelum bermain, guru sebagai

pendidik sekaligus fasilitator meminta anak-anak membentuk lingkaran

(circle time), meminta kepada anak-anak untuk membaca doa bersama,

143

Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra,324.

150

menanyakan para siswa kesiapan mendengar cerita dan memasuki saat

sentra. Guru memulai bercerita menggunakan media yang sesuai

dengan tema, menginformasikan jenis mainan yang ada dan

menyampaikan aturan bermain dan meminta anak-anak didik untuk

masuk area sentra. Ketiga, Pijakan saat bermain; guru mempersiapkan

catatan perkembangan siswa, mencatat perilaku, kemampuan dan

celetukan atau pendapat anak didik ketika pembelajaran berlangsung,

membantu siswa jika dibutuhkan, mengingatkan anak didik bila ada

yang lupa atau melanggar aturan. Keempat, Pijakan setelah bermain

yaitu Recalling (anak menceritakan kembali pengalamannya selama

main di sentra). Guru meminta anak-anak untuk membereskan mainan

dan alat yang dipakai selama proses main di sentra, meminta siswa

menceritakan pengalaman bermainnya sambil menghitung jumlah

kegiatan yang dilakukan, guru sebagai fasilitator menutup kegiatan

dengan berdoa bersama setelah itu guru membagikan buku komunikasi

sebelum pulang. Metode sentra menganut prinsip-prinsip

kesinambungan pendidikan anak usia dini dari tingkat Play group

sampai SD kelas III. Karena itusecara garis besar TFP untuk PG/TK

sampai dengan kelas III kurang lebih sama isi TFP nya. Prinsip ini

mengacu pada pemhaman bahwa kelas III adalah masa transisi dari

pola pembelajaran dengan bermain beralih ke pola pembelajaran

berbasis proyek. 144

Ketiga, Circle Time ; Semua kegiatan dilakukan dalam posisi

duduk melingkar, agar tercipta suasana sejajar antara anak dengan guru.

Dengan circle time ini juga dapat menatap anak satu per satu dengan

leluasan tanpa ada batas dan jarak. Sehingga tercipta suasana yang

nyaman. Kegiatan ini dilakukan sebagai transisi dari satu kegiatan ke

kegiatan lainnya.145

Kegiatan circle time diterapkan sesuai usia dan

perkembangan anak, waktu bisa disesuaikan dengan kemampuan anak

untuk memusatkan minat, perhatian dan kebutuhan anak. Kegiatan

circle time memberikan kesempatan kepada anak untuk

mengembangkan rasa kebersamaan anak dalam kelompok, membangun

jembatan dan memfasilitasi percakapan antara anak dengan

fasilitatornya. Selain itu, kegiatan ini juga dapat mengembangkan

keterampilan sosial anak, dimana anak belajar leluasa untuk

144

Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 341. 145

Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 10 Mei 2013.

151

menyampaikan ide serta mendengarkan pendapat orang lain, terutama

mendidik mereka untuk bersikap sportif bila pendapatnyaditerima atau

tidak diterima oleh kelompoknya. Kegiatan circle time memiliki

manfaat yang luar biasa dalam kegiatan pengembangan anak usia dini,

terutama dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi baik

dengan teman sebayanya atau dengan gurunya, membangun rasa

percaya diri anak, membantu mengkondisikan anak dalam mengikuti

kegiatan, memberi kesempatan pada anak untuk menggali

pengalamannya melalui diskusi bersama, membantu anak untuk

menghargai pendapat orang lain dan memahami topik pembahasan

yang berkaitan dengan tema, membangun kecakapan interpersonal serta

memperkuat hubungan sosial antar anak.146

Kegiatan circle time dilakukan bersama-sama di pagi hari dan

menjelang anak pulang sekolah, dilakukan sekitar lima sampai dengan

dua puluh menit, tergantung pada tingkat antusiasme anak. Kegiatan ini

dilakukan sebagai wadah untuk membahas topik yang berkaitan dengan

tema yang dibahas. Guru dapat memulai circle time dengan bernyanyi,

bercerita, berdiskusi tentangkegiatan selama sehari yang dilalui anak.

Selain itu, kegiatan ini bisa juga dimulai dengan Kegiatan circle

timeyang dilakukan secara klasikal dengan mengumpukan seluruh anak

pada tempat tertentu disebut large-group time (circle time kelompok

besar). Sedangkan small group time (circle time kelompok kecil)

adalah kegiatan circle timedengan jumlah anak yang lebih sedikit,

hanya dilakukan dengan teman kelompoknya terdiri dari 7-10 anak.

Kegiatan ini disebut dengan pendekatan individual, guru dapat

mengamati tiap individu anak dan mencatat perilaku anak dengan lebih

focus, teliti dan setiap perkembangan anak lebih teramati dengan baik

sehingga kelebihan dan kelemahan yang ada pada diri setiap anak dapat

diketahui dengan jelas.

Biasanya kegiatan ini dilaksanakan ketika anak sudah berada

di dalam sentra kegiatan, dimulai dengan membacakan cerita dengan

interaktif, berdiskusi dengan anak, melalui pengamatan dengan

cermat.Kegiatan ini juga dapat dilanjutkan dengan memperagakan dan

menjelaskan kegiatan anak di sentra sehingga anak-anak dapat

melakukan kegiatan bermain bebas dan bermain di sentra dengan

optimal. Namun dalam pelaksanaan kegiatan circle time guru sebagai

fasilitator harus memperhatikan beberapa hal sebagai rambu-rambu

146

Direktorat Paud, Lebih Jauh Tentang Sentra dan Saat Lingkaran, Jilid 1-

5. Jakarta: Depdiknas, 2004), 63.

152

pelaksanaan circle time, yaitu; pertama, rancang kegiatan circle time

sebaik mungkin, setelah topik pembicaraan yang didiskusikan dipilih

dengan kesepakatan bersama, buku cerita atau buku sumber dan alat

peraga serta sumber belajar yang tepat harus disiapkan sesuai topik

yang dibicarakan bersama anak. Kedua, ciptakan aturan bersama,

dikarenakan kegiatan circle time setiap anak memiliki kesempatan

mengemukakan pendapat, pengalaman dan ide mereka secara bebas

bertanggungjawab, senantiasa berada dalam batasan-batasan atau

klasifikasi yang disepakati. Oleh sebab itu, perlu diciptakan aturan

bersama untuk dipatuhi dengan penuh kesadaran tanpa paksaan dari

siapapun agar tercipta suasana saling menghargai dan demi

kenyamanan bagi setiap individu anak. Ketiga, peran guru dalam

kegiatan circle time, salah satu peran guru yang urgent adalah

menciptakan situasi kelas yang aman, nyaman, kondusif. Anak dapat

menyalurkan ide pendapatnya dengan bebas sehingga setiap anak dapat

mempergunakan kesempatan ini untuk saling berbicara dan

mendengarkan pendapat teman-temannya dengan sebaik-baiknya.147

Guru juga dapat menunjukkan kepekaan emosi kepada anak

sekaligus melakukan evaluasi kegiatan. Misalnya dengan cara

memberikan penghargaan pada anak yang berani mengemukakan

pendapatnya dengan ungkapan, “bagus sekali sayang”, “hebat, adek

pintar” bisa juga dengan tindakan, seperti tepuk tangan, acungan

jempol. Motivasi juga diperlukan bagi anak yang belum berani

menyampaikan pendapatnya, seperti dengan ungkapan, “ Ayo, Ahmad

pasti bisa!” atau dengan mengajukan pertanyaan kepada anak secara

individual terkait dengan topik yang sesuai dengan tema sehingga anak-

anak tertarik untuk mengemukakan pendapatnya secara langsung.

Sebelum anak melakukan kegiatan bermain di sentra, anak

memerlukan pijakan (pengarahan). Pijakan ini dalam pendekatan

BCCT biasanya dilakukan dalam kegiatan circle time. Hal yang perlu

dilakukan dalam memberikan pijakan, yaitu; membacakan buku terkait

dengan tema yang dibahas, menggabungkan kosakata baru dan

menunjukkan konsep yang mendukung standar kinerja, memberikan

ide tentang prosedur menggunakan alat dan bahan bermain yang

digunakan selama bermain di dalam sentra, mendiskusikan aturan dan

harapan anak-anak untuk mendapatkan pengalaman dalam bermain,

memberikan penjelasan tentang rangkaian waktu bermain, merancang

147Direktorat Paud, Lebih Jauh Tentang Sentra dan Saat Lingkaran, Jilid 1-5,

56.

153

dan menerapkan urutan transisi dalam bermain serta mengelola

kepribadian anak untuk keberhasilan dirinya dalam berhubungan

dengan orang lain (hubungan sosial). Selanjutnya untuk

mengembangkan kegiatan circle time di TK, guru terlebih dahulu

menentukan pengembangan, konsep, tema dan kegiatan bermain yang

dilakukan oleh anak.148

Semakin muda usia anak, maka kegiatan circle time semakin

singkat dalam penjelasan kegiatan yang dilakukan lebih konkret,

singkat dalam penggunaan waktu disertai dengan praktik langkah-

langkah kegiatan yang telah ditentukan. Ada beberapa prosedur yang

ditentukan untuk dilakukan guru dalam melaksanakan kegiatan circle

time yang efektif, yaitu: anak diajak untuk duduk melingkar sehingga

diantara mereka bisa saling melihat satu sama lain, ruangan ditata

senyaman mungkin, alokasi waktu yang diperlukan selama 10-15

menit, anak-anak dikelompokkan menjadi kelompok kecil

dimaksudkan agar anak lebih terkontrol dan banyak kesempatan bagi

anak untuk berpartisipasi dalam diskusi, memilih kegiatan atau cara

untuk memanggil anak agar anak mengikuti circle time bisa

menggunakan gerak dan lagu sehingga anak berkumpul dengan segera

di tempat yang ditentukan, demonstrasi atau penjelasan yang terlalu

panjang dan berbelit-belit tanpa adanya interaksi anak dengan guru

karena guru hanya sebagai fasilitator yang bertugas memberikan

bimbingan dan pijakan dengan singkat, jelas dan mudah dimengerti

oleh anak-anak sesuai dengan konsep pendekatan BCCT.149

Keempat, Non-Direct Teaching: Pada saat mengajar guru

tidak berdiri di depan kelas dengan kapur dan papan tulis, guru duduk

di lingkaran bersama anak-anak). Guru tidak memberikan informasi

secara langsung dan satu arah, guru bercerita dan membangun interaksi

aktif dengan anak. Guru memberikan materi disesuaikan dengan tahap

perkembangan masing-masing anak. Dalam memberikan informasi

guru tidak memberikannya secara langsung dan satu arah, melainkan

melalui sarana bercerita dan membangun interaksi aktif happy learning

dengan anak. Dalam proses belajar mengajar, guru tidak bersikap

sebagai pengajar bagi anak, melainkan guru belajar dari anak melalui

interaksi di setiap moment pembelajaran. Selain itu guru tidak

memberikan materi secara klasikal satu untuk semua dan

148

Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 342. 149

Pamela C. Phelps, Beyond Cribs and Rattles Playfull Scaffolding the

Development of Infants and Toodlers, (Tallahase, Florida, CCRT 2005), 97.

154

menyamaratakan kemampuan anak, melainkan guru memberikan

materi dengan menggunakan kurikulum individual disesuaikan dengan

tahap perkembangan masing-masing anak. Oleh karena itu, ketika anak

datang ke sekolah bukan hanya untuk dijejali bahkan dikucuri berbagai

informasi yang mungkin menurut guru itu penting. Padahal menurut

anak belum tentu sependapat dengan apa yang dipikirkan oleh guru.

Anak datang ke sekolah untuk mendapatkan kesempatan bereksplorasi

dengan bebas melalui main, bukan dibunuh kreatifitasnya dengan

dilarang, disuruh dan dimarahi apabila melakukan kekeliruan dan tidak

patuh dengan perintah gurunya sehingga terpasung potensi kecerdasan

majemuk yang secara fitrah telah ia bawa sejak lahir. Dari kegiatan

pembelajaran melalui main anak menyerap informasi, pengetahuan,

konsep dalam menjalani kehidupan. Guru hanya sebagai fasilitator

yang memberi motivasi dan memastikan pembelajaran yang diserap

anak adalah asupan yang benar dan tepat sesuai kebutuhan dan tahapan

perkembangannya.150

Kelima, Discipline with Love, dalam proses pembelajaran

dengan menggunakan pendekatan metode sentra, guru dan orang tua

tidak boleh melakukan tindakan 3 M, yaitu dilarang "Melarang",

dilarang Menyuruh, dilarang Marah. Tetapi, semua ada aturannya dan

setiap peraturan yang berlaku diterapkan dengan tegas, disesuaikan

dengan tahap perkembangan anak. Tentu hal ini dilakukan sesuai

peraturan, dan setiap peraturan dilaksanakan dengan tegas disesuaikan

dengan tahap perkembangan anak. Guru dilarang Melarang, agar anak

menjadi berani bertindak dan berpendapat. Guru dilarang menyuruh

agar anak memiliki inisiatif. Guru dilarang Marah, agar anak tidak

kehilangan akal sehat.Tetapi semua ada aturannya, dan setiap peraturan

diterapkan dengan tegas, disesuaikan dengan tahap perkembangan

anak. Penegakkan disiplin dilakukan melalui pendekatan metode sentra

dilakukan secara bertahap, berdasarkan 5 kontinum: (visually looking

on- non directive statement- question- directive statementt- physical

intervention).151

Walaupun guru dilarang melakukan 3M, akan tetapi

dalam penerapan metode sentra dikenal lima kontinum tahapan dalam

interaksi hubungan antara guru dengan anak jika terjadi kenyataan yang

tidak diinginkan antara guru dan murid. Jurus lima kontinum yang

digunakan oleh guru jika melihat muridnya bermasalah dikelas, terdiri

150

Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 342. 151

Yudhistira dan siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 269.

155

dari; pertama, visually looking on (pengamatan terhadap seluruh situasi

yang terjadi di dalam sentra). Kedua, non directive statement

(pernyataan tidak langsung yang disampaikan guru kepada anak).

Ketiga, question (pertanyaan). Keempat, directive statement

(pernyataan langsung kepada anak). Kelima, physical intervention

(melerai secara fisik).152

Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dikelas antara guru

dan anak-anak. Guru hanya mengeluarkan satu persatu lima kontinum

secara berurutan. Jika permasalahan selesai dengan tahapan yang

pertama maka tidak boleh melanjutkan dengan tahapan berikutnya.

Akan tetapi jika permasalahan tidak mendapatkan solusi maka

dilanjutkan ketahapan kontinum berikutnya. Semua tahapan boleh

dilakukan, namun alangkah baiknya jika guru tidak menggunakan

tahapan yang terakhir yaitu intervensi fisik. Guru harus jeli dan telaten

mengatur situasi agar intervensi fisik tidak terjadi, karena tahapan itu

merupakan tahapan paling rendah diantara lima kontinum. Kelima

kontinum tersebut tidak hanya bermanfaat digunakan disekolah saja

melainkan didalam lingkungan keluarga pun pantas diterapkan.153

Pada langkah pertama guru melakukan pengamatan terhadap

situasi yang terjadi di dalam sentra (visually looking on). Kemudian

ditemukan ada seorang anak konflik dengan anak lainnya. Tahapan

yang pertama yang dilakukan guru adalah melihat kedua anak itu

secara dekat sehingga mereka mengerti bahwa dirinya sedang

diperhatikan guru dengan seksama. Dengan demikian kedua anak itu

akan segera meredam emosi konfliknya. Jika tidak ada pengaruh

sedikitpun maka tahapan berikutnya adalah pernyataan tidak langsung

yang disampaikan kepada keduanya dengan kalimat, “Sepertinya ada

masalah disini?” jika belum ada tanggapan maka tahapan berikutnya

adalah dengan mengajukan pertanyaan, “Bagaimana seharusnya

seorang anak berkomunikasi dengan temannya?.’’ Jika belum

dihiraukan oleh kedua anak tersebut, tahapan berikutnya adalah guru

memberikan pernyataan langsung dengan baik kepada mereka berdua:

“Seorang anak yang sholeh adalah yang ketika bicara menggunakan

suara yang lembut dan kata-kata yang sopan.’’ Jika belum ada

152Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 05 Mei 2013. 153

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 276.

156

perkembangan, maka guru harus menggunakan tahapan pamungkas

yaitu guru langsung melerai keduanya secara fisik dan memberi contoh

bagaimana berkomunikasi dengan benar dan sopan, yang harus diingat

oleh guru adalah bentuk pernyataan dan pertanyaannya disesuaikan

dengan perkembangan usia dan pengalaman main anak yang terarah.

Selain lima tahapan kontinum Untuk mengatasi permasalahan yang

terjadi dikelas antara guru dan anak-anak.154

Keenam, Kurikulum. Kurikulum yang digunakan adalah

kurikulum individu sesuai dengan tahap perkembangan anak. Anak

dinilai berdasarkan perkembangan diri masing-masing.Tidak

menyamaratakan semua kemampuan anak didik.dikarenakan

perkembangan setiap anak tidak sama. Kurikulum mengalir fleksibel,

berpusat kepada siswa, dikemas secara tematik-integratif-eksploratif,

dan membangun rasa bahagia.Tujuannya adalah membangun insan

kamil yang cinta belajar dan tidak hanya mengedepankan kecerdasan

intelektual semata, melainkan membangun kecerdasan majemuk secara

terpadu.Fokus kegiatan di sentra harus terpusat pada materi yang

ditetapkan dalam sentra (fokus). Kegiatan di sentra membangun lima

domain (aestetik, kognisi, afeksi, bahasa, sosial dan psikomotor. Di

samping membangun lima domain, sentra juga mengalirkan nilai-nilai

pemahaman terhadap 18 sikap dari Asmaul Husna dan yang paling

penting bahwa metode sentra juga membangun tujuh kecerdasan

majemuk secara terpadu, Aspek yang terpenting dalam implementasi

metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi adalah metode

sentra berusaha memberikan pijakan atau pondasi yang kuat pada

bidang keimanan dan ketuhanan di setiap sentra . Anak-anak usia dini

dan guru-guru di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi terlihat sangat

bahagia dan menyenangkan dalam segala suasana. Mereka saling

bekerja sama, saling membantu satu sama lain, saling mengingatkan

dalam kesabaran dan saling mengingatkan dalam kebaikan.155

Prinsip-prinsip pelaksanaan kegiatan di sentra adalah: say (guru

menjelaskan aturan main, anak merespon), show (guru memperlihatkan

gambar, benda atau dibacakan buku bacaan sesuai tema), check (guru

memastikan konsep-konsep yang diterima anak itu benar melalui

penuturan ulang dengan benar dan runtut, jika ada kekeliruan dalam

penjelasan yang diceritakan anak, maka guru meluruskannya dengan

154

Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 340. 155

Hasil pengamatan dan studi dokumentasi TK Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi, 12 april 2013.

157

bijaksana (recalling) dan pengamatan hasil karya anak dengan penuh

perhatian.156

Untuk melengkapi gambaran tentang seluk beluk penerapan

metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam rangka

mengembangkan kecerdasan majemuk anak usia dini, dibawah ini

diuraikan rangkaian kegiatan sentra selama satu hari di sekolah TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.157

Di dalamnya dijelaskan tentang

waktu, kegiatan, materi, dan tujuan tiap-tiap kegiatan. Berikut disajikan

rangkaian aturan baku kegiatan dalam sehari di TK Batutis Al-Ilmi

yang menggunakan pendekatan pembelajaran metode sentra dalam

sistem pembelajarannya. Kegiatan dimulai sekitar pukul 06.30 sampai

pukul 12.30 WIB. Saat kedatangan anak-anak, guru menyambut

kedatangan anak dengan ramah, hangat dan gembira tujuannya

Memberikan rasa nyaman dan guru merespon kehadiran anak-anak

secara positif.Pada jam 07.30 anak-anak mengikuti kegiatan jurnal

pagi, materinya yaitu menulis/menggambar, atau membaca buku cerita

dan pijakan materi dan membaca ikrar, tujuannya mengisi masa transisi

dari rumah kesekolah dan memberi kesempatan anak untuk

menuangkan perasaannya melalui tulisan atau gambar.

Sholat Dhuha, rutin dilakukan anak-anak dengan bimbingan

guru pada jam 08.00 sampai jam 08.20. Materinya adalah berwudhu,

belajar do’a sholat dengan menyaringkan suaranya dan belajar dzikir.

Tujuannya Melatih bacaan sholat dengan suara nyaring agar terbiasa

dan mengerti ketika dipraktekkan pada sholat wajib.Setelah sholat

dhuha selesai dilanjutkan dengan kegiatan main bebas dengan jadwal

main tradisional yang sudah diatur oleh guru sebagai pembimbing,

tujuannya selain untuk kesehatan badan, juga untuk melepaskan energi

supaya fokus ketika belajar.Setelah main bebas yang tentunya penuh

dengan keringat, anak-anak dianjurkan untuk bersih-bersih badan,

tujuannya adalah mengajarkan anak agar cinta kebersihan dan hidup

sehat. Snack time disaat anak-anak istirahat, diberikan dengan gratis

156

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 279. 157

Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 10 Mei 2013.

158

tujuannya memberi asupan makanan ringan agar anak tidak lapar

hingga waktu makan siang.158

Sebelum kegiatan sentra anak-anak mengikuti kegiatan saat

lingkaran (circle time)dengan posisi duduk melingkar, tujuannya adalah

memberikan arahan agar anak mempersiapkan diri dengan baik

sebelum menuju sentranya pada hari itu. Tepat jam 09.15 WIB kegiatan

sentra dimulai, materinya tentang pijakan awal, tujuannya adalah

memberikan pokok-pokok materi ajar sesuai tema dan menjelaskan tata

cara bermain disentra dan ini berlaku disetiap sentra. Setelah kegiatan

sentra selesai dilanjutkan dengan beres-beres yaitu membereskan

peralatan main yang telah digunakan selama bermaiun di sentra,

tujuannya untuk mengajarkan anak kerja tuntas,bertanggung jawab

terhadap apa yang telah dilakukannya, peduli terhadap kebersihan,

kerapihan lingkungan serta kepentingan bersama. Di susul dengan

kegiatan recalling atau menceritakan kembali apa yang sudah dilakukan

sedari pagi sampai siang sampai jam 11.15 WIB, tujuannya adalah

untuk membangun kemampuan menceritakan kembali semua yang

dikerjakan sesuai urutan, melatih kemampuan berbicara secara struktur

(SPOK) dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, agar seluruh

kegiatan berpengalaman yang dilakukannya bermanfaat bagi hidupnya

kelak.159

Kegiatan makan siang dijadwalkan pada jam 11.15-11.40 WIB,

materinya tentang diajarkan tentang tata cara mencuci tangan dengan

baik, menyiapkan makanan, menginformasikan menu makanan hari itu,

dilanjutkan dengan membaca doa sebelum makan dan diakhiri dengan

membaca doa sesudah makan, tujuannya adalah selain memberi asupan

makanan yang bergizi, acara makan siang ini penting untuk

membangun pengertian tentang fungsi dan manfaat makanan bagi

tubuh, serta membangun sikap-sikap berikut ini, seperti; sikap sabar,

mau antri dalam giliran, mau antri dalam giliran, mengambil makanan

secukupnya sesuai kebutuhan, peduli pada sesama teman, mau berbagi,

kerja sama, bersyukur, dan bertanggung jawab. Setelah makan siang

kegiatan sikat gigi setelah makan diharuskan bagi anak-anak, tujuannya

158

Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Maspupah Kepala

Sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 12 Mei 2013. 159

Hasil pengamatan dan observasi di TK Batutis Al-Ilmi, 12 Mei 2013

159

adalah untuk membersihkan mulut dan gigi dan membangun kebiasaan

untuk hidup sehat dan bersih sejak usia dini.160

Setelah waktu sholat Zhuhur tiba, anak-anak dibimbing untuk

melaksanakan sholat Zhuhur berjamaah, materinya adalah mengulang

bacaan sholat dalam hati, berdzikir dan membaca doa sesudah sholat

dengan tujuan membangun kesadaran untuk selalu bersyukur dan

bersabar, memberikan pemahaman tentang keimanan orang yang

beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT Tuhan yang Maha Esa dan

Maha Kuasa. Setelah jeda sesaat, sebelum pulang dilanjutkan dengan

jurnal siang dan recalling, anak-anak menulis atau menggambar, guru

mengingatkan materi yang sudah diajarkan dan membaca doa sesudah

belajar, tujuannya adalah membangun kemampuan menuturkan

kembali semua pengalaman yang didapatnya hari itu, melalui tulisan

atau gambar agar pengalaman yang telah didapatkannya bermanfaat

bagi kehidupannya dimasa depan. Setelah kegiatan selesai dengan

paripurna anak-anak dipersilahkan pulang ke rumah masing-masing.161

Melalui kegiatan sentra harian yang senantiasa dilaksanakan

tiap hari secara moving class diharapkan anak-anak dapat menempa

dirinya dengan karakter yang Islami, karena metode sentra yang

diaplikasikan di TK Batutis Al-Ilmi berpihak pada proses

perkembangan anak, baik aspek kognitif, aspek motorik, aspek afektif

maupun kepribadian anak. Metode sentra yang diterapkan merupakan

konsep penanaman karakter yang efektif bagi anak-anak melalui

observasi kecerdasan majemuk yang dilakukan setiap hari oleh guru

sentra yang bersangkutan.Semua anak terbangun segala potensinya.

Kemudian dalam membina anak, guru tidak menggunakan kekerasan,

bahasa yang digunakan guru sangat efektif dan tidak membuat anak-

anak tersinggung bahkan tersakiti ketika menasihati, karena tidak

bersifat menggurui. Gurudipastikan mengayomi apa yang anak-anak

butuhkan. Metode sentra senantiasa membangun ingatan jangka

panjang pada suatu tema atau ilmu.Pengulangan jenis tema disentra-

sentra yang berbeda membuat ilmu pengetahuan terekam secara

mendalam dan terbiasa sehingga menumbuhkan karakter yang positif.

Ketika penulis bertanya kepada salah seorang guru sentra tentang

kewajiban mengajar di TK Batutis Al-Ilmi yang full time dan membuat

160

Hasil pengamatan dan studi dokumentasi di TK Batutis Al-Ilmi, 12 Mei

2013 161

Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Maspupah Kepala

Sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 13 Mei 2013.

160

cape pikiran dan fisik dari jam 07.00 pagi sampai jam 15.00 WIB

kadang dilanjutkan dengan rapat pertemuan antara sesame guru sentra

untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di hari itu atau menyusun

target yang belum tercapai. 162

Mereka menjawab dengan penuh

antusias, “Ini semata-mata bukan kewajiban semata, tapi merupakan

kebutuhan bagi kami untuk bisa berbagi dengan anak-anak dhuafa yang

dianggap seperti anak sendiri dan tanggung jawab kami kepada Allah

SWT.’’163

Metode sentra yang diasah melalui kegiatan baku dalam sentra

setiap harinya mampu menstimulus motorik halus dan kasar anak-anak

hingga maksimal melalui happy learning di setiap sentra. Dengan

pengajaran yang menyenangkan anak dan guru mengetahui dengan

jelas batasan-batasan atau peraturan yang dijalankan karena mereka

fokus pada klasifikasi.Sehingga anak dan guru berpikir dan bertindak

secara logis dan sistematis serta ilmiah dalam menghadapi

pembelajaran yang ada dan itulah hasil dari pendidikan yang bermutu

dengan non-directive statement, kasih sayang dan berpikir

positif.Kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan metode sentra

disesuaikan dengan sifat dan keadaan individu setiap anak didik.karena

setiap individu diantara mereka mempunyai keunikan tersendiri

termasuk tahapan perkembangan yang dimilikinya berbeda antara satu

dengan yang lainnya. Hal yang paling penting dalam kegiatan sentra

adalah memberikan peluang yang luas kepada anak untuk bersosialisasi

dan berinteraksi dengan anak-anak yang lainnya dalam sebuah

pekerjaan sentra.

Durasi proses kegiatan belajar sentra yang diterapkan di TK

Batutis Al-Ilmi berlangsung minimal 1,5 jam dimulai dari pijakan awal

(10 menit), pijakan bermain, pijakan selesai main. Sisa waktu yang ada

diisi dengan pemaknaan terhadap setiap tindakan.Sebelum memulai

kegiatan sentra, saat anak-anak datang ke sekolah pada pagi hari,

kegiatan diawali dengan jurnal pagi.164

Jurnal pagi dilakukan sekitar 30

162Sepulang dari mengajar, mereka harus melanjutkan aktifitasnya untuk

bergegas ke kampus mengikuti perkuliahan sesuai dengan bidang yang mereka minati

demi mengasah kreatifitas yang mereka milikiyang biayanya dibantu oleh Yayasan

Batutis Al-Ilmi melalui para donatur, demi meningkatkan kredibilitas TK Batutis Al-

Ilmi. 163

Hasil wawancara dengan Kepala sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi, Imas Maspupah yang merangkap sebagai guru di sentra main peran besar, 10

Mei 2013. 164

Manfaat jurnal di pagi hari adalah sebagai kegiatan transisi anak yang baru

ke luar dari lingkungan rumahnya kemudian masuk ke lingkungan sekolah, maka

161

menit, ada juga yang kurang dari tiga puluh menit disesuaikan dengan

keadaan, ruang dan tempat.Setelah kegiatan jurnal pagi, anak diberi

kesempatan untuk bermain bebas di dalam dan di luar ruangan.

Kemudiam setelah itu baru dimulai kegiatan main di sentra sesuai tema

pada hari itu selama 1,5 jam, dilanjutkan dengan acara makan siang

bersama, sikat gigi, sholat zhuhur, dilanjutkan jurnal siang165

, dengan

jurnal guru dapat mengetahui tahap perkembangan keaksaraan,

menggambar dan menulis anak, walaupun hasilnyaberupa coretan

abstrak saja, namun tahap perkembangan anak diketahui dari bentuk-

bentuk yang muncul, kombinasi warna dan ukuran, selesai ia

menggambar atau menulis kemudian anak disuruh menceritakan

kembali maksud dari gambar atau tulisan yang ia buat di kertas jurnal.

Untuk pembuatan jurnal, fasilitas yang perlu disediakan guru adalah

kertas HVS, putih polos agar tidak membatasi daya imajinasi anak.

Selain itu, pensil, spidol berwarna dan crayon, setelah kegiatan jurnal

berikutnya adalah kegiatan recalling (penuturan ulang) dari serentetan

kegiatan sentra di hari itu secara urut, setelah selesai melakukan semua

tahapan tersebut anak-anak diperbolehkan pulang.166

Setelah dijelaskan rangkaian kegiatan sehari sentra di TK

Batutis Al-Ilmi, untuk melengkapi pemahaman selanjutnya disajikan

contoh salah satu anak dalam tabel tentang observasi tujuh kecerdasan

majemuk sentra di TK Batutis Al-Ilmi Bekasi. Hal ini dikarenakan

selama proses pembelajaran berlangsung guru wajib menyusun laporan

perkembangan kecerdasan majemuk anak setiap hari. Guru dan orang

tua wajib menilai dan melihat akhlak anak, sikapnya dengan sesama

teman, baik dari cara bicara, cara makan, cara shalat dan mengaji

dengan certa dongeng atau dengan cara lainnnya. Semua pemantauan

observasi tujuh kecerdasan majemuk ini wajib ditulis dalam kartu

segala beban pikiran dan perasaan yang dibawanya dari rumah hrus

dikeluarkan.Banyak peristiwa atau masalah yang dibawanya dari rumah yang

mempengaruhi perasaan anak dan bisa mengganggu konsentrasi anak jika belum di

keluarkan.Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, (Bekasi, Media Pustaka Sentra, 2012),

303. 165

Sebelum pulang ke rumah, segala macam pengalaman main selama di

sekolah, harus dituangkan di kertas jurnal.Hal ini bermanfaat untuk membangun anak

belajar mengungkapkan dan menuangkan pikirannya ke dalam tulisan.Merupakan

manfaat dari jurnal siang. Lihat Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan

Karakter dengan Metode Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 303. 166

Hasil Observasi di tempat penelitian dan studi dokumentasi di TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 25 Agustus 2013.

162

khusus, kemudian dibuatkan tabel dan hasilnya didiskusikan dengan

para guru yang lainnya terutama dengan orang tua anak sebagai bentuk

komunikasi supaya penerapan metode sentrapun tidak hanya diterapkan

di sekolah saja melainkan segala aktifitas yang berkaitan dengan

aktifitas di rumah pun metode sentra tetap diimplementasikan secara

istiqomah sesuai dengan kemampuan.

Anak memang menjadi pembelajar aktif dan guru tidak

menyuapkan pengetahuan kepada anak. Namun kerja guru sama sekali

tidak menjadi ringan. Metode Sentra tidak menoleransi kerja sambil

lalu melainkan harus fokus. Guru sebagai pendidik harus selalu siaga

untuk memastikan kebenaran informasi, pengetahuan, pemahaman,

konsep, sikap, atau nilai yang diserap setiap anak. Salah satu prinsip

penerapan metode sentra adalah perhatian, perlakuan, dan pencatatan

perkembangan anak secara individual melalui observasi harian dan

observasi tujuh kecerdasan majemuk.167

Tabel 4.2168

Observasi Tujuh Kecerdasan Majemuk

Nama Murid : Andi

Guru Observer : Refiyanto

No Jenis Kecerdasan Kemampuan yang dimiliki

1 Linguistic

Intelligence

Anak dapat menyampaikan tema baru,

merespon informasi yang didapat

disetiap sentra sesuai tema yang ada,

aktif berbicara sesuai tema yang

disajikan, dapat menyampaikan

ketidaknyamanan dengan bicara yang

santun, dan dapat mengingatkan

temannya yang tidak fokus dengan

kata-kata yang baik dan mengena.

2 Logical

Mathematical

Anak dapat menginformasikan warna

dan bentukbinatang laut, dapat

167Hasil pengamatan penulis di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Jaya Bekasi

disetiap sentra-sentra dari sentra persiapan sampai sentra main peran, ada 6 sentra

yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. 20 April 2013. 168

Data tentang observasi tujuh kecerdasan majemuk diambil dari

dokumentasi TK Batutis Al-Ilmi pekayon Bekasi, 12 Agustus 2013.

163

Intelligence berhitung dengan urut, dapat

menganalisa masalah sesuai dengan

tema yang ada disentra masing-masing,

sudah mulai mengenal konsep panjang,

tinggi, rendah dari ukuran balok

3 Musical Intelligence Anak dapat bernyanyi sesuai dengan

tema, dapat memainkan alat musik

sederhana dan dapat menyanyikan lagu

tentang anak-anak

4 Bodily Kinestetic

Intelligence

Anak dapat mengontrol tangannya

ketika memindahkan dan mengangkat

balok, dapat menjaga tubuhnya saat

berlari agar tidak jatuh, dapat menjaga

keseimbangan tubuhnya ketika

memanjat pohon

5 Spatial Intelligence Anak dapat bertangung jawab dengan

alat main yang digunakannya, dapat

merapihkan kembali nasi yang tercecer

di meja makan saat makan siang, dapat

menyapu lantai dan membereskan

ruangan kelas.

6 Interpersonal

Intelligence

Anak mengerti akan kebutuhan dirinya,

percaya diri dengan kemampuan yang

dimilikinya,dapat membantu kesulitan

temannya tanpa dimintai pertolongan,

dapat menggosok gigi dengan baik.

7 Intrapersonal

Intelligence

Anak mampu menghargai hasil karya

orang lain, mengajak temann-temannya

untuk kerjasama melakukan kegiatan

beres-beres, berbagi makanan dengan

temannya, memberikan tempat duduk

kepada temannya yang belum kebagian

kursi disaat jurnal siang.

Kegiatan observasi tujuh kecerdasan majemuk dilakukan secara

berkala untuk mengetahui perkembangan kecerdasan yang dimiliki oleh

masing-masing individu anak. Jenis-jenis kecerdasan yang penulis

sebutkan di dalam tabel merupakan observasi tujuh kecerdasan

majemuk yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi Bekasi. Jika tujuh

164

kecerdasan tersebut sudah dapat diaplikasikan dengan baik maka

kecerdasan yang lainnya sudah terobservasi dengan sendirinya, seperti

kecerdasan natural dan kecerdasan eksistensial.169

Observasi tujuh

kecerdasan majemuk tersebut dilakukan secara individu tidak klasikal

karena setiap anak mempunyai keistimewaan berupa perkembangannya

yang unik.170

Diantara keunikan yang dimiliki anak adalah anak

mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, rasa ingin tahu tersebut selalu

ia jadikan pertanyaan yang membutuhkan jawabanberlaku untuk

berbagai hal yang ada di sekitarnya atau yang menarik baginya,

ditunjukkan dengan banyaknya pertanyaan terhadap orang tua, mulai

dari hal sederhana sampai hal yang kompleks. Kemudian rasa spontan,

spontan untuk melakukan tindakan yang sekilas ada dipikirannya,

maupun untuk mengungkapkan hal-hal yang dipikirkannya tanpa

berpikir banyak yang bertujuan untuk membunuh rasa penasarannya,

seperti dengan selalumencoba segala sesuatu yang baru.Keunikan

selanjutnya adalah anak merasa aktif dengan banyak bergerak seolah-

olah tidak kenal lelah untuk mengikuti keinginan hatinya. Jujur juga

merupakan salah satu keunikan anak-anak, mereka mengatakan apa

adanya yang terpikir dalam benaknya, suka dengan permainan dan

segala apa yang ditemuinya mereka menganggap itu adalah mainan.

Oleh karena itu, anak harus dihargai sebagai manusia kecil yang unik

dan istimewa baik dari segi psikologis maupun emosional. Ketika

menerapkan aturan pun harus dijalankan melalui simulasi langsung

sehingga anak mengerti dan paham tentang mengapa dan untuk apa

suatu aturan itu dibuat. Disetiap sentra kemampuan klasifikasi anak

169

Linguistic intelligences adalah kemampuan berbahasa, menyampaikan

materi dan menyusun kata-kata, Logical Mathematical Intelligence adalah

kemampuan menganalisa problem logical pusat berpikir otak, Musical Intelligence

adalah kemampuan penampilan atau performance dalam bentuk apresiasi musik,

Bodily Kinestetic Intelligence adalah kemampuan menggunakan bagian tubuh untuk

menyelesaikan masalah atau melakukan gerakan yang menghasilkan produk seperti

penari dan lain-lain, Spatial Intelligence adalah kemampuan anak dalam

mengorganisasikan dan memanipulasi gambar dan ruang yang lebar seperti arsitek,

pilot, grafis etc, Interpersonal Intelligence adalah kemampuan untuk mengerti

maksud orang lain, serta bekerja secara efektif dengan orang lain, Intrapersonal

Intelligence adalah kemampuan mengerti dan memahami diri sendiri, kemampuan

bekerja untuk memenuhi kebutuhan sendiri dengan efektif dan semangat yang tinggi

serta rasa percaya diri yang tinggi. 170

Pamela C. Phelps, Let’s Build, Strong Foundation in Language, Math,

Social Skills (Florida: Gryphon House, 2012), 27.

165

dibangun secara terus menerus agar mereka memiliki konsep berpikir

yang kritis, benar dan analitis.Semua pengetahuan yang didapatkan

diberikan secara konkret dan jelas tidak abstrak. Setiap hari dengan

cara moving class anak-anak dirangsang untuk menemukan diri sendiri

konsep-konsep faktual mengenai warna, ukuran, bentuk, ciri, tanda,

sifat, habitat, rangkaian sebab akibat dan manfaat.171

Setiap anak adalah istimewa, masing-masing anak terlahir

dengan latar belakang yang berbeda-beda. Metode konvensional yang

berbasis akademis dan menyamaratakan kemampuan anak yang serba

seragam telah menjadikan anak-anak dipaksa menerima satu arah

meskipun kondisi emosional, fisikal dan spiritualnya berbeda.Padahal

pengajaran semacam ini sangat merugikan kepribadian anak-anak.

Seperti halnya keadaan dunia pendidikan usia dini saat ini semakin

mengkhawatirkan dikarenakan banyaknya kekeliruan dan kesalahan

yang terjadi dalam proses belajar mengajar. Terlebih sikap guru dan

orang tua yang merasa dirinya hebat tanpa ada kesalahan di mata anak

didik, menganggap dirinya pandai mendidik anak tanpa harus belajar

meneliti dan mengkaji permasalahan pelik yang dihadapinya. Anak

yang banyak bertanya dan banyak bergerak dianggap bermasalah.

Padahal jika disadari hal itu merupakan kreatifitas kecerdasan anak

dalam mengeksplorasikan kecerdasannya dan merupakan tantangan

sekaligus kesempatan untuk banyak belajar dari anak-anak serta

memperkaya pengetahuan guru dan orang tua dalam mendidik anak

usia dini agar menjadi generasi yang handal dan demi masa depannya

yang lebih baik.172

Setelah guru melakukan observasi tujuh kecerdasan majemuk

kepada anak-anak di setiap sentra secara optimal untuk mengetahui

kemampuan yang dimiliki anak kemudian dilanjutkan dengan observasi

harian sebagai bahan evaluasi aplikasi dari TFP dan rencana

pembelajaran yang telah disusun pada awal semester sesuai dengan

kebutuhan anak-anak. Hasil tabel observasi harian anak-anak TK

Batutis Al-Ilmi disajikan dilampiran akhir karena terbatasnya halaman.

Akan tetapi uraian tabel observasi harian dijelaskan dalam pembahasan

171

Slamet Suyanto, Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005), 26.

172

Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 20 Agustus 2013.

166

ini untuk memperjelas maksud dari isi kolom yang ada di dalam tabel

observasi tersebut.

Tabel observasi harian merupakan instrumen pokok bagi guru

dalam melakukan penilaian atas perkembangan anak. Semakin lengkap

catatan hasil observasi semakin lengkap bahan bagi guru untuk

membuat penilaian tentang perkembangan anak. Setiap guru sentra

diharapkan membuat laporan observasi harian meliputi setiap aspek

perkembangan pada setiap anak. Dalam pembuatan observasi harian

guru hanya menuliskan apa yang sudai dicapai anak. Tugas guru adalah

membantu anak mencapai tahapan-tahapan perkembangan alamiahnya

saja.173

Tabel observasi harian terdiri dari beberapa kolom yang di

dalamnya berisi tentang penilaian observasi kecerdasan majemuk yang

dibangun melalui sentra untuk mengembangkan kemampuan anak

sesuai dengan tahapan perkembangannya. Kolom penilaian tersebut

berisi tentang perkembangan kecerdasan anak, yaitu:

Pertama, tentang bahasa, bicara dengan urutan (komunikasi).

Pada kesempatan ini guru mencatat kemampuan berbahasa anak dan

komunikasi yang muncul selama mengikuti kegiatan sentra. Baik

komunikasi antara anak dengan guru maupun komunikasi antara anak

dengan teman sekelasnya. Kemampuan bahasa anak terbagi menjadi

dua, yaitu: kemampuan berbahasa pasif yaitu bahasa penerimaan atau

hanya sebagai pendengar, seperti kemampuan mendengarkan dan

memahami apa yang didengar. Kemudian kemampuan berbahasa aktif

yaitu bahasa pengungkapan seperti kemampuan berbicara atau

menuliskan apa yang ada dalam benak pikirannya. Fokus

memperhatikan guru yang sedang memberikan pijakan awal adalah

salah satu bentuk kemampuan berbahasa pada anak, khususnya dalam

bahasa pasif. Bila anak merespons penjelasan guru saat diberikan

pijakan awal berarti kemampuan bahasa pasif dan aktif dapat terbangun

sekaligus. Saat anak berkomunikasi, guru harus mencermati bahasa

yang diungkapkan anak terkait urutan dan logika bahasanya. Selain itu

guru mencatat komunikasi verbal antar anak ketika terjadi interaksi

selama kegiatan sentra berlangsung.174

173

Sesuai dengan filosofi metode sentra bahwa setiap anak memiliki

perkembangan yang tidak sama, sehingga laporan observasi harian mengacu pada

perkembangan individual anak bukan pada target yang dibuat oleh guru. Lihat,

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra, 240. 174

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 325.

167

Kedua, tentang kognisi, kolom ini digunakan untuk mencatat

seluruh aspek perkembangan kognitif anak. Seperti kemampuan

mengklasifikasi benda-benda yang ada di sekitarnya,

menginformasikan warna, bentuk dan ukuran, menyebutkan ciri-ciri

benda, serta kemampuan menjalankan peran atau menerangkan benda

yang berhubungan dengan peran yang dimainkannya termasuk wujud

dari kemampuan kognisi. Ketiga, tentang spasial, kolom ini

mencerminkan perkembangan kecerdasan spasial anak. Ketika anak

terkendali dalam ruangan, mampu menggambar, menyelesaikan puzzle,

merapikan alat-alat bermain saat beres-beres, kemampuan

menggunakan unit-unit yang berbeda untuk membuat bangunan yang

sama ketika berada di sentra balok, contoh-contoh tersebut merupakan

tanda munculnya kecerdasan spasial. Keempat, tentang psikomotor.

Ketika guru dapat mencatat setiap perkembangan motorik halus atau

kasar yang terjadi pada anak secara cermat maka guru dapat

memberikan stimulus yang benar dalam membantu perkembangan pada

anak. Sebagai contoh Anak yang dapat memegang pinsil dengan benar

merupakan salah satu contoh dari tercapainya koordinasi motorik halus

dan kasar pada anak. Sedangkan anak yang memegang pinsil dengan

cara menggenggam berarti anak tersebut motorik kasar dan halusnya

belum berkembang sempurna. Kelima, densitas. Densitas adalah

banyaknya pekerjaan yang bisa dimainkan dalam satu rangkaian sentra

dalam satu hari. Observasi tentang banyaknya pekerjaan yang

dijalankan anak dalam satu hari merupakan informasi yang penting,

selain itu guru perlu melengkapi observasi pada bagian ini dengan

informasi seputar pekerjaan yang dilakukan oleh setiap anak. Karena

tidak setiap anak mampu mengerjakan pekerjaan yang disiapkan oleh

guru, solusinya adalah guru harus menciptakan rangkaian pekerjaan

sentra dalam satu hari menyesuaikan dengan kebutuhan dan

kesanggupan anak untuk menghindari faktor-faktor yang menyebabkan

terhambatnya pekerjaan di setiap sentra.

Keenam, Tahap bermain. Tahap-tahap perkembangan sosial

bermain anak dijelaskan dalam kolom ini. Didalamnya diterangkan

tentang tahapan bermain. Tahapan bermain dimulai dari tidak peduli,

menjadi penonton, bermain sendiri, bermain berdampingan, bermain

bersama sampai pada tahap bermain dengan bekerja sama. Tahap tidak

peduli menunjukkan anak belum tertarik dengan jenis permainan yang

disediakan dalam aktifitas sentra. Ketika mulai suka, anak akan

168

bergabung dengan anak-anak lain yang sedang bermain. Tahap bermain

sendiri terjadi ketika anak terlibat dalam kegiatan sentra, namun dia

masih tidak peduli dengan lingkungan sekitar dan asyik main sendiri.

Ketika merasa nyaman bermain dengan teman sebayanya berarti anak

tersebut sudah beranjak pada tahap peduli dengan orang lain. Tahap ini

akan berlanjut pada tahapan bermain bersama dengan teman-temannya.

Tahapan berikutnya adalah anak mampu menyatukan orientasi

bermainnya dengan memahami, menyepakati aturan bermain, belajar

menghargai pendapat orang lain dan mulai mementingkan kepentingan

sesamanya dibandingkan kepentingan pribadinya. Dan tahapan inilah

yang disebut dengan tahapan bermain dengan bekerja sama.175

Ketujuh, Sikap Asmaul Husna. Pada kolom ini guru mencatat

sikap-sikap positif sesuai dengan prinsip 18 sikap Asmaul Husna yang

terbangun selama mengikuti kegiatan sentra.176

Sebagai pelengkap

dicatat juga moment berharga yang menyebabkan terbangunnya sikap

positif tersebut. 18 sikap Asmaul Husna itu adalah mutu, hormat, jujur,

bersih, kasih sayang, sabar, syukur, ikhlas, disiplin, tanggung jawab,

khusyuk, rajin, berpikir positif, ramah, rendah hati, istiqomah dan

qonaah. Setiap sentra dialirkan nilai-nilai dari pemahaman terhadap 18

sikap Asmaul Husna. Diharapkan dari pembekalan nilai-nilai-nilai

agama melalui aplikasi sikap Asmaul Husna, berbuah sikap yang

berkarakter baik dan agamis dan siap menghadapi tantangan zaman

sebagai generasi penerus di masa yang akan datang. Kedelapan,

Sosialisasi. Kolom ini digunakan untuk mengamati perkembangan

kecerdasan interpersonal dan intrapersonal anak. Ketika anak sudah

berani menawarkan bantuan kepada orang dewasa atau teman

sebayanya dan menghargai hasil karya temannya merupakan

implementasi dari kecerdasan interpersonal. Sedangkan kecerdasan

intrapersonal tercermin ketika anak mampu menceritakan pengalaman

pribadinya kepada guru dan teman-temannya tentang peristiwa di

rumah atau ditempat mainnya. Termasuk keberanian anak ketika

merespon informasi pijakan awal yang disampaikan guru ketika sentra

berlangsung merupakan andil dari terbangunnya kecerdasan

175Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 321.

176Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra,119.

169

intrapersonal. Kesembilan, Tema. Pada kolom ini guru merekam materi

tema yang berhasil diserap anak-anak selama proses kegiatan sentra

untuk menguasai materi tema secara keseluruhan. Di sentra main peran

besar, anak menerapkan pengetahuan dan konsep dari materi tema yang

telah diserapnya dalam menjalankan peran yang dimainkan. Sedangkan

di sentra seni anak menuangkan pengetahuan dan konsep hasil

eksplorasinya yang diserapnya dalam karya seni melalui gambar

binatang yang disaksikannya dengan bentuk dan ciri-ciri yang tepat

ketika sentra berlangsung. Demikian tahapan observasi harian dalam

pembelajaran kecerdasan majemuk melalui pedekatan metode sentra.

Diharapkan komunikasi yang efektif antara guru dan murid senantiasa

terjalin agar hubungan yang bermutu antara guru dan murid harmonis

dan mampu bekerja sama dalam menguasai materi tema secara

keseluruhan untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga

penilaian observasi kecerdasan majemuk dapat mencapai hasil yang

optimal.177

Oleh karena itu, setiap moment interaksi yang terjadi dalam

kegiatan sentra merupakan kesempatan yang berharga untuk

membangun pengetahuan, konsep dan nilai pada diri anak.Kejadian

yang tidak diinginkan dalam setiap sentra merupakan hal yang harus

diwaspadai dengan sikap tanggap dan terbuka.Seteliti apapun rencana

pembelajaran disusun guru sentra tidak pernah lepas dari peristiwa

yang tidak terduga.Disinilah relevansi sikap sabar dan rendah hati yang

harus dipegang oleh setiap guru dalam kegiatan pembelajaran dengan

metode sentra.Setiap hari adalah kesempatan pembelajaran, bukan

hanya bagi anak semata melainkan bagi guru sebagai orangtua anak-

anak ketika berada disekolah.Sikap sabar guru muncul karena

kepercayaan positif bahwa anak mampu mencapai kesuksesan, jika

diberi kesempatan menapaki tahap demi tahap perkembangannya

dengan benar. Tidak mungkin anak mampu menyelesaikan konflik

dengan baik jika guru selalu dominan dalam proses kegiatan

pembelajaran. Ketika berada di rumah, anak-anak tidak mungkin

berinisiatif untuk berbuat baik jika selalu dimanfaatkan orang tua untuk

melaksanakan perintah apa kata orang tua. Anak-anak tidak bisa

mandiri, jika orangtua selalu mengasihani dan terlalu rajin mengurus

177

Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 18 Agustus 2013.

170

semua kebutuhan anak tanpa menyediakan waktu untuk melakukannya

secara mandiri.178

Itulah sebabnya didalam pembelajaran metode sentra, salah satu

elemen yang paling penting adalah menggunakan sistem pengajaran

tidak langsung (indirect teaching). Dengan keyakinan tersebut dan

senantiasa berpikir positif, guru terbiasa dan sudah menjadi karakter

tidak memandang negatif anak yang belum mampu melakukan sesuatu

sesuai dengan rencana pembelajaran, guru memahami bahwa

keterlambatan anak dalam memahami pelajaran bisa jadi disebabkan

oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal.

Guru terobsesi untuk mencari solusi sumber penyebab yang terjadi

dengan arif dan bijaksana tanpa intimidasi dan pengajaran yang tidak

manusiawi. Dengan pengetahuan yang cukup tentang tahap

perkembangan anak, guru memilikienergi kesabaran yang tinggi dalam

melayani dan memenuhi kebutuhan anak yang diperlukan. Bersama

guru yang memiliki kesabaran itulah, anak usia dini dapat tumbuh

berkembang serta bersabar dalam menempuh pembelajaran yang belum

dipahaminya dengan baik, dari proses interaksi antara guru dan anak

didik yang serasi dan harmoni diharapkan potensi kecerdasan

majemuknya dapat tumbuh sesuai dengan apa yang diharapkan.179

Dalam proses pembelajaran metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi tentunya tidak lepas dengan berbagai kendala. Akan

tetapi kendala yang ada, dihadapi oleh para guru dengan rasa syukur

karena bagi keyakinan mereka kendala itu bukan halangan, hambatan,

gangguan dan rintangan akan tetapi kendala tersebut dijadikan

kesempatan untuk belajar mengaplikasikan rasa syukur itu dalam

kehidupan nyata.Sebagai contoh ketika mendapatkan siswa yang

berkebutuhan khusus mereka bersyukur bisa mendapatkan

pembelajaran untuk mengasuh anak tersebut dengan baik, jadi bagi

mereka kendala itu merupakan suatu anugerah.Prinsip yang dipegang

oleh para guru Batutis menganggap bahwa tidak ada anak yang nakal

dan tidak ada anak yang bodoh, yang ada hanyalah anak yang belum

tahu. Oleh karena itu, fungsi guru adalah memberi tahu apa yang anak-

anak belum ketahui sesuai dengan tahap perkembangan anak.180

178Hurlock Elizabeth, Perkembangan Anak jilid I (Jakarta: Erlangga, 2000),

34. 179

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 269. 180

Hasil Wawancara dengan Imas Maspupah, kepala Sekolah TK Batutis Al-

Ilmi Pekayon Bekasi, 20 agustus 2013.

171

Memang diakui, dalam penerapan tahap awal tentang

implementasi pendekatan metode sentra ternyata banyak kendala yang

dihadapi.181

Akan tetapi bagi guru TK Batutis Al-Ilmi kendala yang ada

bukan merupakan hambatan dan rintangan melainkan mereka jadikan

sebagai tantangan. Akan tetapi kendala yang ada itu dihadapi untuk

belajar mengaplikasikan rasa syukur itu dalam kehidupan.Sebagai

contoh ketika mendapatkan siswa yang berkebutuhan khusus mereka

bersyukur bisa mendapatkan pembelajaran untuk mengasuh anak

tersebut dengan baik, jadi bagi mereka itu bukanlah kendala tapi

anugrah.Prinsip yang dipegang oleh para guru Batutis menganggap

bahwa tidak ada anak yang nakal dan tidak ada anak yang bodoh, yang

ada hanyalah anak yang belum tahu.182

Guru membiasakan membuat aturan bersama dengan anak-anak

dan mereka jadikan itu sebagai kesepakatan bersama agar ada rasa

tanggung jawab disetiap perbuatan yang anak-anak lakukan. Guru

senantiasa mencatat apa yang sudah dicapai oleh anak, melalui

kurikulum individual yang mengajarkan anak sesuai dengan tahapan

perkembangannya, hasil adalah nomer dua, menurut penuturan salah

satu dari guru sentra183

. Intinya guru melihat semua proses belajar anak

dengan cermat. Selain itu, guru senantiasa melakukan perubahan yang

positif, mensyukuri setiap kemajuan anak walaupun sedikit. Oleh

karena itu, fungsi guru adalah memberi tahu apa yang anak-anak belum

diketahuinya sesuai dengan tahap perkembangan anak dan tidak lepas

komunikasi dengan orang tua anak didik, demi keberhasilan metode

sentra peran kerja sama antara guru dan orang tua sangat dibutuhkan.

Oleh karena itu, dalam proses kegiatan belajar di TK Batutis

Al-Ilmi, peran orang tua tidak boleh dilupakan, karena setiap

pengalaman pembelajaran yang didapatkan oleh anak harus dilanjutkan

ketika anak-anak sudah berada dirumah, pertemuan rutin antara guru

dan orang tua dilakukan setiap satu bulan sekali untuk menyamakan

persepsi dan menyatukan visi misi dari sekolah TK Batutis Al-Ilmi,

agar penanaman karakter yang dipacu melalui observasi tujuh

kecerdasan majemuk yang setiap hari dilakukan di setiap sentra

terealisasi dalam kehidupan sehari-hari, oleh karena itu laporan kepada

orang tua bukan hanya raport semesteran saja sebagai hasil

181Seperti anak ribut, saling berebut alat, menangis dan lain-lain.

182Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 238. 183

Hasil Wawancara dengan Refiyanto, guru sentra bahan alam TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 10 April 2013.

172

perkembangan daya kognisi anak, melainkan segala jenis

perkembangan yang terjadi pada diri anak didiskusikan dan dilaporkan

kepada orang tua yang bersangkutan sebagai tanggung jawab dan kerja

sama antara orang tua dan guru baik disekolah maupun di rumah.184

Apa yang sudah dipraktekkan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi

yaitu tentang pengalaman pembelajaran dengan metode sentra yang

menyenangkan, alangkah lebih baiknya pembelajaran metode sentra

dilanjutkan di rumah agar myelin yang dimiliki anak semakin tebal dan

anak semakin memahami pengetahuan apapun serta dapat

mengkombinasikan dengan beberapa pengetahuan lainnya, hal ini

dampak dari pembelajaran yang menyenangkan, aman dan nyaman

sehingga membuat otak pusat berpikir leluasa dan memudahkan

informasi-informasi yang lain masuk secara bertahap dan

berkesinambungan.Karena pendidikan adalah adalah suatu proses

penebalan myelin dalam otak, oleh itu sesuatu hal yang positif harus

dibiasakan dilakukan dengan terus menerus dan berulang-ulang.185

Guru-guru di TK Batutis Al-Ilmi sebagai pendidik mempunyai

kesabaran tingkat tinggi ketika memotivasi anak dan memfasilitasi

mereka yang bermasalah terlebih dalam menangani anak-anak yang

berkebutuhan khusus (special need) karena kesabaran dan ketekunan

merupakan modal utama bagi seorang pendidik. Dengan kesabaran dan

ketekunan itulah anak-anak merasa nyaman, bahagia ketika

pembelajaran berlangsung sehingga anak-anak dapat menulis dan

membaca dengan baik tanpa ada paksaan dan tumbuh kembang anak

lebih optimal karena mereka selalu dihargai pilihannya, sesuai dengan

fithrah tahapan perkembangan anak, sehingga anak-anak menjadi lebih

sopan, menjadi diri mereka sendiri dan kecerdasan anak-anak dapat

tergali seimbang dari berbagai potensi secara optimal melalui observasi

harian melalui rangkaian kegiatan sentra setiap hari.186

Oleh karena itu, sebagai orang tua dan pendidik seharusnya

memberikan peluang kepada anak-anak memiliki kebebasan untuk

bereksplorasi tentang hal-hal baru tanpa merasa takut terhadap larangan

dan hardikan dari siapapun. Sehingga anak-anak usia dini merasa

nyaman dan menyenangkan dalam proses pembelajarannya dengan

184

Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning), Direktorat

Pendidikan Lanjutan Pertama, (Jakarta: Depdiknas, 2002), 20-21.

185Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan Sentra dan Lingkaran

(BCCT) dalam pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta; Depdiknas, 2006), 32.

186Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini,164.

173

stimulus yang tepat, anak usia dini terbuka cakrawala pengetahuannya

dalam menemukan super discovery proses yang runtut dan luar biasa.

Akhirnya mereka cenderung banyak bertanya, karena merasa penasaran

terhadap penemuan baru yang ia temukan, mereka haus membaca

apapun temanya, karena bacaan yang ia peroleh dapat memberikan

jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ia buat dengan rasa

penasaran dan menjadikan mereka menyukai segala hal yang baru

tanpa diiringi perasaan takut bersalah untuk melakukan eksplorasi.

Mereka belajar untuk berfikir secara terstruktur tentang batasan,

klasifikasi dan lain-lain. Disamping itu seorang guru mengajarkan pola

bicara dan pengajaran terstruktur dengan pola SPOK.187

Pada waktu yang sama, mereka terlatih untuk menempatkan diri

dengan proporsional, karena mereka diajarkan tentang role play

(bermain peran) dan diingatkan fungsi-fungsi utama benda-benda dan

organ tubuh. Tangan untuk berjabat tangan dan mengusap sayang,

bukan untuk memukul. Meja untuk menulis, bukan untuk

diduduki.Yang ditendang hanya bola.Orang tua untuk dihormati bukan

untuk dibangkang, dan masih banyak lagi yang lainnya sesuai dengan

keadaan.Metode sentra menjadikan character building sebagai tujuan

utamanya. Keberhasilan utama dari proses pendidikan bukanlah berapa

besar nilai matematika, fisika, bahasa yang diperoleh anak. Melainkan

bagaimana tahapan perkembangannya berkembang dengan baik,

karakternya dapat tumbuh dan sifat kesehariannya menuju ke arah budi

pekerti yang luhur.188

Implementasi metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi dapat

memudahkan proses pembelajaran antara anak usia dini dengan guru.

Karena dalam metode sentra diberikan pijakan/pondasi yang sangat

kuat, ilmiah dan anak-anak tidak merasa terbebani bahkan mereka

merasa berbahagia karena pembelajarannya sesuai dengan dunianya

serta dapat menstimulus anak untuk bisa berpikir juga bereksplorasi

sesuai dengan tahap perkembangannya.Selain itu, terutama dalam

metode sentra sangat memfokuskan pada klasifikasi, sehingga antara

anak dan guru dapat mengetahui dengan jelas batasan-batasan atau

peraturan yang dijalankan dalam penerapan metode sentra dengan

187

Subjek Predikat Objek Keterangan (SPOK), bentuk kalimat yang lengkap

dalam membimbing anak-anak agar terbiasa berbahasa dengan baik dan tepat guna

dengan lawan bicaranya. Pengamatan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal

09 April 2013. 188

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 22.

174

pemahaman klasifikasi yang mendalam, anak dan guru dapat bertindak

secar sistematis dan logis serta ilmiah dalam suasana yang harmonis.189

Implementasi metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi

dapat membentuk karakter yang melekat sepanjang hayat yang bisa

diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai bekal untuk

menjadi manusia yang mempunyai predikat insan kamil (paripurna)

yang terpenting dalam implementasi metode sentra di TK Batutis Al-

Ilmi Pekayon Bekasi adalah metode sentra berusaha memberikan

pijakan atau pondasi yang kuat pada bidang keimanan dan ketaqwaan.

Anak-anak usia dini dan guru-guru di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi terlihat sangat bahagia dan menyenangkan dalam segala

suasana. Mereka saling bekerja sama, saling membantu satu sama lain,

saling mengingatkan dalam kesabaran dan saling mengingatkan dalam

kebenaran atau kebaikan.190

Metode sentra yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi

memberikan kontribusi bahwa pendidikan sebagai proses membangun

secara terpadu dan seimbang sistem kerja otak anak. Anak tidak hanya

disiapkan untuk menjadi juara olimpiade sains atau olimpiade

matematika, dan penghargaan lainnya, tetapi lebih dari itu,

menciptakan manusia menjadi insan pembelajar yang berkarakter

sesuai dengan tahap perkembangannya, seperti sistem pendidikan yang

ada di Finlandia yang memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia.191

189Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 05 M2013.

190Hasil pengamatan dari interaksi sehari-hari dalam penerapan sikap-sikap

mulia sesuai dengan sifat Asmaul Husna yang dialirkan ke setiap sentra dengan

memberikan pijakan yang kuat pada setiap anak sehingga pembelajaran dengan

konsep happy learning membuahkan hasil yang baik terlihat dari karakter sehari-hari

sebagai implementasi metode sentra dalam pengembangan kecerdasan majemuk yang

bertumpu pada bidang keimanan dan ketuhanan melalui penerapan sentra Imtaq di

setiap sentra-sentra yang ad, 15 Agustus 2013.

191Sistem pendidikan di Finlandia adalah merupakan sistem pendidikan yang

terbaik di dunia menurut tes PISA. Berikut yang dilakukan pemerintah Finlandia bagi

warga negaranya; Pertama,untuk tiap bayi yang baru lahir kepada keluarganya

diberikan maternty package yang berisi 3 buku bacaan untuk ibu, ayah dan bayi itu

sendiri. Alasannya, PAUD adalah proses tahap belajar pertama yang paling kritis

dalam rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Sebesar 90 % pertumbuhan otak

terjadi pada usia balita dan 85 % brain panths berkembang sebelum anak masuk

Sekolah Dasar (Tujuh tahun). Kedua, kegemaran membaca aktif didorong dan

dstimulasi dengan berbagai kegiatan yang memotivasi agar masyarakat gemar

membaca.Finlandia menerbitkan lebih banyak buku tentang petualangan anak-anak

daripada buku-buku yang lainnya di seantero dunia. Guru diberi kebebasan

175

Alasan TK Batutis Al-Ilmi memilih pendekatan metode sentra

sebagai acuan pembelajaran anak usia dini adalah dikarenakan dalam

pembelajarannya metode sentra menstimulasi otak dan potensi alami

anak dalam mengeksplorasi dan membangun kecerdasan majemuknya

secara komprehensif dan terpadu melalui konsep main yang terarah.

Jenis main yang terarah itu seperti main sensorimotor, main peran dan

main pembangunan, dimana dalam aplikasi main tersebut sarat dengan

makna. Secara umum riset tekhnologi menyebutkan bahwa betapa

mendasarnya peran main dalam pembelajaran anak usia dini, terdapat

hubungan kualitas antara permainan kreatif dan perkembangan bahasa,

fisik, kognitif dan sosial dan terdapat perbedaan yang mencolok antara

anak yang mengikuti pendidikan taman kanak-kanak dengan orientasi

main mengungguli anak-anak taman kanak-kanak yang hanya

berorientasi akademis dalam hal perkembangan fisik, sosial, ekonomis

dan mental spiritual. Hasil riset di Jerman pada tahun 1970 yang

menyatakan tentang perlunya kurikulum yang berorientasi pada

penerapan bermain anak usia dini dan mendapatkan hasil yang

memuaskan, akhirnya penemuan penelitian tersebut berpengaruh pada

kesepakatan undang-undang Jerman yang mengubah semua kurikulum

Taman Kanak – kanaknya kembali ke orientasi main dan tidak hanya

mengunggulkan orientasi akademik semata. Sedangkan kurikulum

melaksanakan kurikulum pemerintah sesuai dengan keilmuan yang dimilikinya

disesuaikan denga tahap perkembangan anak, selain bebas memilih kurikulum guru di

Finlandia diberi kebebasan dalam memilih metode pengajaran yang sesuai dengan

tahap perkembangan anak, dan diberi kebebasan memilih buku teks sebagai buku

pedoman dalam proses pembelajaran di sekolahnya. Ketiga, berbagai stasiun

televisimenyiarkan program berbahasa asing dengan teks terjemahan dalam bahasa

Finish (bahasa di Finlandia) sehingga anak-anak bisa mendapatkan pendidikan

melalui membaca teks terjemahan di saat menonton televisi. Keempat, Pendidikan di

sekolah berlangsung rileks dan masuk kellas siswa harus melepaskan sepatu, hanya

berkaus kaki saja. Kondisi belajar active learning and happy learning, proses

pembelajaran itu dipandu oleh guru yang semuanya tamatan S2 dan dipilih dari the

best ten lulusan universitas ternama di dunia.Mayoritas orang Finlandia merasa lebih

terhormat menjadi guru dari pada menjadi dokter maupun insinyur. Keenam,

Frekuensi tes dikurangi bahkan ujian nasional sebagai standar kelulusan akhir

ditiadakan. Ujian Nasional hanyalah matriculation examination untuk masuk

Perguruan Tinggi. Ketujuh, sekolah swasta mendapatkan dana dan fasilitas sama

besar dengan dana dan fasilitas untuk sekolah negeri. Delapan, kenaikan pendapatan

nasional Finlandia disumbangkan untuk meningkatkan mutu pendidikan.Kesembilan,

bermula dikenal sebagai Negara agraris, kini Finlandia terkenal dan maju di bidang

tekhnologi informatika dan pendidikan.Itulah keajaiban pendidikan di Finlandia.

Selengkapnya bisa dilihat di http://sbelen.com/2011/08/08/mengapa-mutu-

pendidikan-finlandia-terbaik-di-dunia/. Diakses tanggal 30 Agustus 2013.

176

prasekolah yang berorientasi akademis dan berbasis intelektual

menyisakan lubang besar pada pengetahuan dan pengembangan bekal

hidup anak di masa depan, karena hanya mengedepankan kecerdasan

bahasa dan matematika semata. 192

Ciri utama metode sentra adalah happy learning (perasaan

menyenangkan) yang menjadikan anak usia dini terbuka cakrawala

berpikirnya dalam menemukan potensi yang terpendam dengan luar

biasa. Melalui sentra persiapan yang menstimulasi minat anak dalam

memahami konsep keaksaraan yang menyenangkan, anak-anak menjadi

haus membaca, mereka banyak sekali bertanya, mereka suka sekali

dengan pengalaman yang baru tanpa mengalami rasa takut bersalah

untuk bereksplorasi. Pengalaman main di sentra menjadikan mereka

merasa dihargai tidak takut dimarahi dengan alasan yang tidak jelas.

Selain itu dari pendekatan metode sentra mereka belajar berpikir secara

teratur dan terstruktur karena gurunya mengajarkan pola bicara sesuai

dengan sistem SPOK.193

Alasan berikutnya adalah pendekatan metode sentra

menjadikan guru santun dan bersabar dalam mendidik anak-anak.

Misalnya ketika anak-anak melakukan kesalahan dalam arti tidak

menggunakan sesuatu pada tempatnya misalnya memukul temannya

atau menempatkan kakinya di atas meja, mereka selalu diingatkan

fungsi-fungsi utama benda-benda dan organ tubuh supaya mereka

memahami anugerah Allah yang tidak boleh dizholimi dalam arti tidak

boleh diletakkan tidak pada tempatnya, yaitu tentang fungsi tangan

untuk berjabat tangan dan mengusap rasa sayang, bukan untuk

memukul atau berbuat usil. Meja untuk menulis, bukan untuk dicoret-

coret atau diduduki, yang ditendang hanya bola bukan yang lainnya.

Orang tua untuk dihormati dan dituruti perintah baiknya serta ditiru

akhlak baiknya, bukan untuk dicaci maki. Tujuan selanjutnya adalah

dikarenakan metode sentra menjadikan pendidikan karakter194

sebagai

192

Yudhistira Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra, 85. 193

Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 09 Agustus 2013. 194

Menurut Thomas Lickona ada tiga kegiatan yang penting dalam mendidik

karakter, yaitu knowing, loving, and acting the good. Knowing, yaitu bagaimana

pengetahuan tentang karakter yang baik cukup dijejalkan di kelas-kelas.Knowing

perlu dibarengi dengan loving, yaitu sebuah upaya untuk mencintai karakter yang baik

itu.Knowing dan the loving good pun belum cukup sebab diperlukan hal ketiga yang

sangat menentukan keberhasilan pendidikan karakter, yaitu bagaimana memunculkan

seorang yang mau dan mampu memberikan contoh atau teladan dalam menjalankan

177

tujuan utamanya adalah mengubah moral, mental, nalar anak bangsa

menjadi lebih berkarakter mulia tumbuh dan sifat-sifatnya bergerak ke

aarah budi pekerti yang luhur mulia. Metode sentra yang semula

berbasis identifikasi permasalahan dalam pengembangan kecerdasan

majemuk dan pembentukan karakter mulia dengan pengajaran yang

menyenangkan kemudian ditambakan nilai-nilai Islami oleh drg.

Wismiarti dengan penambahan sentra iman dan taqwa dengan ibadah

dan doa-doa sehari-hari berdasarkan karakter luhur sifat Asmaul

Husna.195

Metode sentra yang merupakan metode pembelajaran

internasional berhasil diterapkan dengan baik dan mampu menempa

karakter anak usia dini di TK Batutis Al-Ilmi, sebuah TK yang gratis

untuk anak-anak dhuafa, sebagai aplikasi dari kecerdasan majemuk

yang di asah melalui pendekatan metode sentra. Hal ini menunjukkan

bahwa metode sentra sebagai cara ajar yang praktis dan mudah

diterapkan. Maka sekolah Taman Kanak-kanak atau Raudhatul Athfal

di seluruh penjuru tanah air seyogyanya menerapkan metode sentra di

sekolahnya. Persepsi yang kurang pas mengenai metode sentra yang

terkesan berat dan rumit, bila dicoba dan diterapkan justru menjadi

sumber energi istimewa yang membuat tugas mengajar menjadi

aktifitas membahagiakan dan happy learning bagi peserta didik terlebih

bagi guru-gurunya sebagai pendidik. 196

Dengan keterbatasan kemampuan penguasaan materi dan alat

yang sederhana yang dimiliki oleh TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi,

ternyata dalam implementasinya metode sentra dapat berjalan dengan

baik. Salah satu buktinya adalah anak-anak merasa nyaman disekolah,

dan tidak bosan dalam mengikuti sistem pembelajaran yang

diberlakukan. Guru tidak merasa lelah dan stres karena harus mencapai

target tertentu. Suasana kelas menjadi kondusif, guru dan murid merasa

bahagia mereka saling berkomunikasi secara lancar dalam proses

belajar mengajar setelah metode sentra diterapkan. Guru sebagai

fasilitator yang senantiasa membuat pertanyaan-pertanyaan yang

evaluatif dalam menyikapi setiap kegiatan belajar mengajar sehingga

karakter yang baik itu (acting the good). Lihat dalam Hernowo, Mengikat Makna

Update: Membaca dan Menulis yang Memberdayakan (Bandung: Kaifa, 2009), 85. 195

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 328. 196

Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 28 Agustus 2013.

178

anak termotivasi untuk mencari jawaban yang terbuka dan beragam

sesuai dengan perkembangan pemikiran anak-anak dan hal itu penting

untuk membangun semua kecerdasan majemuk anak usia dini secara

terpadu.197

Pada dasarnya, keseluruhan implementasi kegiatan sentra

disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat tersebut. Termasuk

untuk pemilihan jenis sentra yang dibutuhkan. Dikarenakan setiap

sekolah atau daerah memiliki fasilitas dan keunikan yang berbeda,

sehingga kebutuhan anak dan guru pun bisa berbeda. Dalam kegiatan

satu hari di sentra, peran guru sngt menentukan, selain dituntut untuk

memberikan informasi yang lengkap, guru juga harus memberikan

perhatian serius terhadap setiap perkataan dan tingkah laku anak untuk

dicarikan solusi yang terbaik atas setiap masalah yang muncul

kemudian mencatatnya sebagai laporan observasi perkembangan harian

anak. Untuk menjadi guru sentra memang diperlukan kesabaran luar

biasa.198

Kemudian hal-hal terpenting dalam implementasi metode sentra

di TK Batutis Al-Ilmi adalah tentang penataan lingkungan main dan

aturan masing-masing di setiap sentra di awal sampai akhir kegiatan.

Dilanjutkan dengan recalling dan kegiatan beres-beres setelah

permainan di sentra itu selesai. Pengamatan guru pada setiap anak

selama kegiatan sentra berlangsung senantiasa menjadi prioritas dalam

kurikulum yang berbasis individu. Terealisasi pada pengarahan guru

sebagai pembimbing pada pijakan individu dan pijakan lingkungan

sebelum main, pada saat main, dan pijakan setelah main.199

Pembahasan materi tentang penataan lingkungan main dan aturan main

masing-masing di setiap sentra dijelaskan di Bab IV.

197

Tantangan dunia pendidikan dimasa yang akan datang, tentu semakin

berat dan penuh dengan tantangan, tentunya seorang guru harus disiplin dalam belajar

untuk meningkatkan kredibilitas dirinya. Guru harus mampu menjadi manusia

pembelajar yang cerdas dan kreatif sepanjang hayat. Guru menjadi cerdas, jika

mereka mampu menyerap materi sehingga membantu anak dalam bereksplorasi

menemukan kecerdasan majemuknya dengan usaha yang terus menerus. Lihat ,

Sugianto, Mayke,” Bermain, Mainan dan Permainan”, (Jakarta: Depdiknas. Dirjen

Dikti, Proyek Pembinaan Guru, 1995), 36. Yudhistira dan Siska Y. Massardi,

Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra, 284.

198Hasil wawancara dengan Triyani, guru sentra Balok di TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi, 28 agustus 2013. 199

Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Maspupah Kepala

Sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 27 Agustus 2013.

179

BAB IV

PENGEMBANGAN KECERDASAN MAJEMUK

DENGAN METODE SENTRA DI TK BATUTIS AL-ILMI

Dalam uraian bab IV ini dijelaskan tentang pengembangan

kecerdasan majemuk anak usia dini, pendekatan metode sentra dalam

mengembangkan kecerdasan majemuk di TK Batutis Al-Ilmi,

kemudian dibahas mengenai pengembangkan karakter dengan

kecerdasan majemuk serta aplikasi karakter berdasarkan 18 Sifat-sifat

Asmaul Husna yang dirangkum melalui pengamatan dari sifat-sifat

spontan anak-anak TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.

A. Pengembangan Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini

Obsesi orang tua agar anak-anaknya meraih prestasi tertentu

mendorong anak-anak tumbuh terlampau cepat perkembangan tumbuh

kembangnya melampaui usia mentalnya dan pada saat bersamaan dapat

menghilangkan kegembiraan masa kecilnya atau lebih dikenal dengan

istilah masa kecil kurang bahagia. Sementara itu ketika anak-anak

sedang beraktifitas di sekolah tempat mereka menimba ilmu, ternyata

perusakan potensi kecerdasan alami terjadi lewat kurikulum yang

terlalu kaku dan cenderung membebani anak-anak sehingga menambah

beban mental bagi anak-anak yang bersangkutan. Selain itu, situasi

sekolah yang tidak menyenangkan dan cara mengajar guru yang

membosankan serta penambahan waktu belajar yang berlebihan juga

ikut andil dalam menyumbang pengikisan potensi alami setiap anak-

anak. Disinilah pentingnya guru memahami seperti apa, kapan dan

bagaimana manifestasi kecerdasan majemuk itu muncul dini pada anak-

anak. Dengan pemahaman yang benar dan sesuai prosedur tahapan

perkembangannya, guru dapat merespons kebutuhan anak secara tepat

sehingga potensi alami kecerdasan majemuk anak usia dini dapat

terbangun secara seimbang dan optimal. 1

Suatu kecerdasan dapat teridentifikasi secara menonjol pada

seorang professional yang menguasai berbagai kecerdasan yang

dimilikinya. Hal ini terjadi karena setiap kecerdasan tidak dapat berdiri

sendiri dalam aplikasi kehidupan sehari-hari, melainkan saling

1Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 24.

180

mendukung antara kecerdasan yang satu dengan kecerdasan yang

lainnya.2 Oleh karena itu, kecerdasan apapun yang berperan pada diri

anak serta usaha mengenali kemunculannya sejak usia dini sangat

diperlukan oleh setip guru dan orang tua. Di bawah ini dijelaskan

tentang manifestasi kecerdasan majemuk dalam bidang keahlian setiap

anak dan cara membangunnya sejak usia dini. Kecerdasan majemuk

menurut Gardner terdiri dari sembilan kecerdasan, yaitu:

1. Kecerdasan Bahasa: meliputi kemampuan kepekaan seseorang

terhadap bunyi, struktur, makna, fungsi kata dan bahasa. Dapat

berkembang bila distimulus dengan berbagai kebiasaan, seperti

kebiasaan membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi,

berdebat, membuat puisi, etc.

2. Kecerdasan Logis-Matematika: meliputi berbagai kemampuan,

seperti menganalisa problem logically, operasional matematik

dan menginvestigasi permasalahan secara ilmiah (scientific

thinking). Kecerdasan ini dapat berkembang bila distimulus

secara rutin melalui kegiatan menghitung, membedakan bentuk,

menganalisis data dan bermain dengan benda-benda berupa

puzzle, etc..

3. Kecerdasan Musik: meliputi kemampuan dalam penampilan

(performance), komposisi dan mengapresiasikan bentuk-bentuk

musik. Kecerdasan music dapat berkembang dengan baik bila

distimulus melalui irama, nada, birama, berbagai bunyi dan

bertepuk tangan sesuai irama yang dimainkannya.

4. Kecerdasan Kinestetik: yaitu kemampuan seseorang dalam

menggunakan seluruh bagian-bagian tubuhnya untuk

menyelesaikan masalah atau melakukan suatu gerak teratur

yang menghasilkan produk (pertunjukan). contoh: penari, atlit,

aktor, dokter bedah, mekanik, etc. Kecerdasan kinestetik, dapat

berkembang bila distimulus melalui gerakan, tarian yang

teratur, olahraga, dan gerakan tubuh sesuai irama atau aturan

yang tepat .

2Misalnya seorang diplomat ulung yang sangat bergantung pada kemampuan

verbal-linguistik juga memiliki kemahiran bergaul dan memiliki kepercayaan diri

yang tinggi. Dengan demikian ia juga memiliki kecerdasan interpersonal dan intra

personal. Pada saat-saat tertentu, seorang diplomat juga harus cermat mengkalkulasi

untung rugi dalam suatu negoisasi yang berarti dia memerlukan kecerdasan logika

matematik.Jadi, intinya kecerdasan majemuk pada umumnya berjalan bersamaan

ketika diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

181

5. Kecerdasan Interpersonal: adalah kemampuan seseorang untuk

memahami dan mengerti tentang maksud, motivasi, keinginan

serta secara konsekuen bekerja lebih efektif dengan orang lain,

seperti: profesi guru, politikus, pengacara, perawat, penjual,

etc. Kecerdasan interpersonal ini dapat berkembang bila

distimulus dengan kegiatan bermain dan bekerja sama dengan

sesama teman. Selain itu, kegiatan bermain peran dan

memecahkan masalah serta menyelesaikan konflik diantara

merupakan sarana yang cocok untuk mengembangkan

kecerdasan intrapersonal.

6. Kecerdasan Intrapersonal: adalah suatu kemampuan untuk

mengerti dan mengenal keberadaan diri sendiri (termasuk

keinginan, maksud, ketakutan terhadap sesuatu hal, dan

memiliki kemampuan bekerja sendiri dengan efektif,

memanfaatkan informasi untuk mengatur setting kehidupannya

sendiri tanpa menggantungkannya terhadap orang lain apa yang

menjadi permasalahan yang dihadapinya (self regulator).

Kecerdasan intrapersonal ini dapat berkembang bila distimulus

melalui pengembangan konsep diri, harga diri, mengenal diri

sendiri, percaya diri, kontrol diri dan rasa disiplin yang baik.

7. Kecerdasan Spasial-Visual : kecerdasan ini diartikan sebagai

kemampuan menganalogikan dunia secara akurat serta

mentransformasikan persepsi spasial-visual tersebut dalam

berbagai bentuk sesuai dengan keinginannya. Kecerdasan ini

dapat dikembangkan apabila distimulus dengan berbagai

macam cara. Diantaranya adalah dengan cara bermain,

menyanyi, bersenandung, tebak nada, orkestra, menikmati

musik, menyebutkan judul lagu, dan berdiskusi tentang irama.

8. Kecerdasan Naturalis: kecerdasan ini bermaksud untuk

menjelaskan tentang kemampuan seseorang untuk mengenali

dan mengklasifikasikan flora, fauna dan lingkungan sekitarnya.

Contohnya adalah seperti ahli tanaman, mengenal mobil dari

bunyi mesinnya. Kecerdasan naturalis ini dapat berkembang

bila distimulus dengan cara mencintai keindahan alam.

Kecerdasan ini dapat berkembang bila distimulus dengan

kegiatan yang dapat dirangsang melalui pengamatan

182

lingkungan, bercocok tanam, termasuk mengamati fenomena

alam seperti hujan, etc.3

9. Kecerdasan Eksistensial : adalah kemampuan seseorang dalam

memahami keyakinan untuk dapat mendengar, melihat, dan

menyampaikan kebenaran ke dalam dan ke luar dirinya

berdasarkan petunjuk dari Tuhan. Kecerdasan eksistensial ini

dapat berkembang dengan sempurna bila distimulus dengan

nilai-nilai moral dan agama.4

Dari pengertian tersebut, jelaslah bahwa untuk membuka tabir

potensi anak usia dini dalam meraih kesuksesan dibutuhkan manifestasi

pengembangan kecerdasan majemuk secara terpadu dalam arti tidak

secara parsial dalam implementasinya, melainkan secara individual

karena perkembangan pencapaian sesuatu hal antara anak yang satu

dengan yang lainnya tentulah tidak sama. Dengan memperhatikan

setiap hari perkembangan kecerdasan majemuknya melalui observasi

harian tujuh kecerdasan majemuk secara berkala dan rutin dilakukan

sebagai penilaian menggunakan kalimat verbal bukan dengan

menggunakan angka konstan, diharapkan perkembangan setiap pribadi

anak akan sem[purna tumbuh kembangnya. Berikut dijelaskan tentang

cara mengembangkan berbagai kecerdasan majemuk di TK Batutis Al-

Ilmi Pekayon Bekasi;

Pertama, Kecerdasan linguistic adalah kemampuan berbahasa

yang berkembang sesuai dengan tahapannya, muncul dalam bentuk

perhatian dan minat seseorang pada hubungan kata-kata, gaya bahasa,

olah kata baik lisan maupun tulisan. Manifestasi kecerdasan linguistic

bisa dilihat juga pada kemahiran mengisi teka-teki silang dan

permainan kata-kata di setiap kegiatan. Salah satu upaya guru sebagai

fasilitator dalam membangun kecerdasan linguistik anak adalah dengan

membangun situasi yang nyaman bagi setiap anak untuk menyelesaikan

masalah atau konflik dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang

membangun pikirannya dan komunikasi yang efektif. Salah satu contoh

wujud kecerdasan linguistik dalam implementasi metode sentra adalah

saat recalling.5 Pada setiap sentra hakikatnya adalah momen yang

3 Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 112. 4Howard Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences,

15. 5Recalling adalah penuturan ulang pengalaman main setiap anak dari awal

sampai akhir dam bentuk lingkaran. Baik pada jurnal pagi atau pun saat jurnal siang.

183

sangat berharga dalam membangun kecerdasan linguistik anak secara

optimal. Peran pertama yang sangat dibutuhkan anak ketika recalling

adalah menciptakan suasana yang membuat anak merasa nyaman untuk

menceritakan ulang seluruh kegiatannya selama bekerja di sentra.

Recalling juga merupakan kesempatan berharga dalam meluruskan

logika maupun struktur bahasa yang digunakan anak. Apabila terdapat

kekeliruan dalam penyampaian cerita pada saat kegiatan recalling,

maka tugas guru sebagai pembimbing untuk memberikan pengarahan

yang baik sesuai dengan gaya bicara yang dimiliki setiap anak agar

tereksplorasi secara segala kemampuannya dengan baik dalam bercerita

di depan teman-temannya. 6

Kedua, Kecerdasan logic matematik tampak secara khusus

terlihat cermat pada diri anak-anak dalam memecahkan masalah,

menguraikan sesuatu hal dan menunjukkan implikasi sebab akibat dari

suatu peristiwa yang terjadi. Kecerdasan logis matematis tumbuh dari

kemampuan seseorang dalam menggunakan benda-benda menjadi

kemampuan berfikir secara konkret tentang benda tersebut. Selanjutnya

kemampuan yang dimilikinya berkembang ke arah berfikir formal

mengenai hubungan-hubungan benda yang satu dengan yang lainnya,

tanpa melihat benda-benda yang sebelumnya lagi. Seorang anak yang

mampu melakukan aktifitas beres beres dengan benar di setiap sentra:

misalnya menempatkan peralatan main balok sesuai dengan

klasifikasinya. Maka hal itu adalah pertanda bahwa kecerdasan logis

matematikanya terbangun dengan sempurna.7

Ketiga, Kecerdasan kinestetik menyangkut kendali pada setiap

gerakan tubuh. Kemampuan ini mencakup kematangan gerak motorik

kasar maupun halus. Seorang anak akan mengalami kesulitan

memegang alat tulis dengan benar untuk dapat menulis dengn baik bila

otot-otot tangannya belum terlatih dan belum terbiasa digerakkan

secara sempurna. Otot-otot tangan yang belum kuat juga menyulitkan

anak untuk menggunting kertas. Oleh karena itu, main sensorimotor,

main pembangunan dan main peran merupakan salah satu elemen dasar

6Yang harus diingat ketika kegitn recalling adalah ketika harus membetulkan

kalimat yang diucapkan anak , guru harus melakukannya dengan nada suara yang

stabil,wajar, dan tidak menimbulkan efek malu atau segan dan jangan sekali-kali

menertawakan kalimat yang diucapkan anak. Melainkan dengan bahasa yang santun

dan membangun kepribadiannya sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya.

7Campbell, Linda dan Campbell, Bruce. Multiple Intelligences And Student

Achievement : Success Stories From Six School (Alexandria: Association For

Supervision and Curriculum Development, 1999), 45.

184

dalam pendidikan anak usia dini. Pada sentra balok anak perlu

dimotivasi untuk mengambil unit-unit balok sesuai dengan kapasitas

tangan untuk membawa dengan semampunya. Di sentra bahan alam

disediakan banyak kesempatan setiap anak untuk membangun

kemampuan sensorimotor halus maupun kasar dengan diberi

kesempatan main sepuasnya sesuai aturan yang berlaku. Misalnya dari

memegang alat pemompa air atau alat pengocok sabun. Gerakan

tersebut melatih pengendalian gerak tubuh anak dalam

menyeimbangkan main sensorimotornya.

Keempat, Kecerdasan spasial terlihat dalam berbagai bentuk

dan mudah ditemukan dalam berbagai macam elemen masyarakat.

Melalui kecerdasan spasialnya seorang pelukis merasakan

keseimbangan dan komposisi sebuah lukisan. Para arsitek, kontraktor,

insinyur, tukang kayu, fotografer, ahli pembuat barang-barang

kerajinan termasuk contoh orang-orang yang mengandalkan kecerdasan

spasialnya. Untuk membangun kecerdasan spasial terlihat pada

kegiatan main pembangunan baik yang bersifat cair maupun terstruktur.

Misalnya pada sentra persiapan anak menyusun puzzle, hamma,

tangren, etc. Di sentra seni disaat kegiatan menggambar atau melukis

anak dibangun kreatifitasnya dalam mengasah kemampuannya dengan

menggambar. Pada sentra balok saat anak berimajinasi membuat

bangunan anak dilatih daya imajinasinya untuk membangun bangunan

apa yang sesuai dengan daya khayalnya sesuai tema pada saat itu.

Sedangkan di sentra main peran ketika anak berimajinasi tentang

sebuah tempat profesi yang diperankannya, sesungguhnya saat itu anak

sedang mengarahkan kecerdasan spasialnya sesuai dengan tahapan

perkembangan yang dimiliki setiap anak dengan baik.8

Kelima, kecerdasan musikal. Jenis kecerdasan ini lebih sulit

dihubungkan dengan kemampuan menulis dibandingkan dengan

kecerdasan lainnya. Survey membuktikan bahwa sebuah tulisan yang

bagus tidak hanya memiliki kualitas logika matematika yang bagus,

tetapi juga memiliki kualitas musikal yang bagus juga. Penulis yang

baik mampu menggerakkan irama jarinya sebagai bagian dari bentuk

tulisannya sehingga menjadi satu kesatuan yang harmonis. Bagian

tersebut menyatu dengan urutan-urutan yang membuat pembaca

terbawa alirannya, seperti sedang mendengarkan irama musik. Untuk

membangun kecerdasan musikal di berbagai sekolah di Indonesia,

8Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Rencana Strategis (Renstra) PAUD

(Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Depdiknas, 2005)

185

banyak sekolah menerapkan pemutaran musik di ruang kelas selama

proses belajar mengajar karena hal itu diyakini dapat menstimulasi

kerja otak anak.9

Pengalaman guru TK Batutis Al-Ilmi dalam

mengimplementasikan metode sentra di sentra musikal adalah dengan

bernyanyi. Bernyanyi merupakan salah satu cara efektif untuk

mengalirkan sebuah tema. Bahkan untuk tema yang terbilang berat

sekalipun. Guru di TK Batutis Al-Ilmi beusaha rmengalirkan materi

yang sulit tersebut dengan mengubah isi lagu sesuai dengan isi tema.

Sehingga membuat anak-anak asyik dengan lagu perkalian angka-

angka, dan belajar matematika menjadi enjoy dan menyenangkan serta

mudah diingat.10

Keenam, Kecerdasan interpersonal. Orang yang memiliki

kecerdasan interpersonal membuat orang terampil merespons

komunikasi, bernegoisasi dalam menyelesaikan konflik dengan orang

lain. Mereka mampu mencermati seluk beluk seseorang, menyelami

maksud perspektif orang lain. Sehingga mereka mudah bergaul dengan

siapapun dan mudah bekerja sama dengan orang lain. Anak-anak yang

kecerdasan interpersonalnya tidak terbangun sesuai dengan tahapan

sosial bermain,yaitu; mulai dari tidak peduli, main sendiri, main

berdampingan, main sederhana, main bersama, main bekerja sama

sampai main dengan aturan akan mengalami hambatan dalam melalui

tahapan-tahapan perkembangan sosial tersebut. Di dalam sentra main

peran, anak mulai terbangun tahapan sosial bermainnya dan banyak

mendapatkan asupan pengalaman yang mengasah kecerdasan

interpersonalnya. Seperti anak belajar menyampaikan dan menyatakan

idenya dengan terstruktur serta meminta pendapat teman-temannya

dengan mengkompromikannya dengan anak-anak lain. Sesuai tahapan

bermain sosial, pada hakikatnya semua sentra yang ada di TK Batutis

Al-Ilmi menyediakan kesempatan kepada setiap anak untuk

membangun kecerdasan interpersonal yang dimilikinya dengan baik.

Misalnya dalam bentuk pemakaian alat main secara bergantian,

kegiatan rutin seperti makan bersama sangat efektif untuk membangun

kecerdasan interpersonal sejak dini dan masih banyak lagi saat-saat

9Majalah Newsweek edisi khusus musim Semi 1997 memuat artikel berjudul

“How to Build a Baby‟s Brain” dalam artikel yang ditulis S. Begley itu antara lain

membahas tentang hasil penelitian yang menunjukkan bahwa berlatih main piano

untuk anak usia tiga atau empat tahun memiliki efek jangka panjang pada modifikasi

sambungan-sambungan antara sel otak. 10

Hasil wawancara dengan Imas Maspupah, Kepala Sekolah TK Batutis Al-

Ilmi Pekayon Bekasi, 28 Mei 2013.

186

permainan di sentra atau lingkaran yang dapat mengeksplorasi

kecerdasan interpersonalnya.11

Ketujuh, Kecerdasan Intrapersonal. Kemampuan

mengimplementasikan kecerdasan intrapersonal melekat pada diri

setiap individu yang mampu meniti puncak keberhasilan dalam profesi

yang digelutinya. Berdasarkan kemampuan mengenal siapa dirinya,

memahami hakikat dirinya, mengerti apa yang dibutuhkan dirinya, apa

yang semestinya dilakukannya sehingga sanggup mendapatkan apa

yang diinginkan dan diharapkannya sesuai kebutuhannya. Kecerdasan

intrapersonal berhubungan sangat erat dengan lancar tidaknya ekspresi

kepribadiannya dapat tersalurkan dengan baik. Misalnya ketika anak

mampu menentukan pilihan pekerjaan saat main di sentra tanpa

terpengaruh oleh orang lain. Anak bekerja dengan penuh tanggung

jawab dan penuh antusias serta rasa percatya diri yang tinggi dalam

mengerjakan proyek pekerjaannya dengan paripurna. Hal itu dilakukan

untuk membangun tumbuh kembangnya kecerdasan intrapersonal.

Kewajiban orang tua dan guru kepada setiap anak adalah dengan

memberikan apresiasi yang wajar terhadap setiap pencapaian yang telah

dirintus anak dengan penuh perjuangan. Misalnya, „‟Alhamdulillah,

Putri dapat meronce dengan klasifikasi warna, bentuk dan

ukuran.‟‟Atau ungkapan, „‟Terima kasih, Adit telah menginformasikan

jenis binatang herbivora.”Apresiasi yang wajar seperti itu sangat

membantu membangun rasa percaya diri dan semangat anak dalam

mencapai keberhasilan di setiap sentra. Selain itu kegiatan jurnal pagi

maupun jurnal siang dan recalling merupakan instrumen yang sangat

berharga dalam membangun kecerdasan intrapersonal anak. Oleh

karena itu, dalam momen ini guru sebagai fasilitator perlu

memanfaatkan seoptimal dan sebaik mungkin setiap kegiatan yang

berlangsung dengan memberikan perhatian dan motivasi agar anak

dapat melakukan proyek pekerjaan dalam main saat lingkaran dan main

sentra dengan enjoy.12

Dengan pemahaman singkat tentang macam-macam kecerdasan

dan cara membangunnya, diharapkan dapat menjadi bekal bagi orang tu

dan guru bahwa ketika sampai ketingkat manifestasi dalam keahlian

tertentu, ternyata tiap-tiap kecerdasan tidak dapat berdiri sendiri.

Meskipun demikian, suatu kecerdasan tertentu dapat teridentifikasi

11

Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple

Intelligences di Indonesia, 34. 12

Hasil wawancara dengan Imas Maspupah Kepala sekolah TK Batutis Al-

Ilmi Pekayon Bekasi, 25 Agustus 2013.

187

secara menonjol pada seorang professional. Seorang professional itu

terbentuk ketika kecerdasan majemuknya sudah ditemukan melalui

proses pengembangan dan bimbingan yang sesuai dengan potensi yang

khusus yang mereka miliki. 13

Munculnya teori multiple intelligences menjadi bahan

perbincangan dikalangan ilmuwan, hal itu terjadi karena perpindahan

dari ranah ilmu psikologi yang dikembangkan ke ranah edukasi. Para

pendidik tertarik dan mendukung pengajaran dan pendekatan yang

sesuai dengan tahapan perkembangan anak dengan tidak membeda-

bedakan prestasi anak, karena dalam teori multiple intelligences setiap

anak adalah unik. Para guru melihat secara detail dalam kerangka teori

multiple intelligences dapat memperluas instruksional dan kurikuler

yang menjadi inklusif dengan cakupan yang lebih besar dari kekuatan

siswa, khususnya mereka yang tidak diperhitungkan dalam standar

akademik, karena mempunyai kebutuhan khusus dan lainnya. 14

Multiple intelligences bukanlah sebuah kurikulum baku dalam

sistem pembelajaran, melainkan multiple intelligences adalah sebuah

strategi pendekatan pembelajaran berupa rangkaian aktivitas belajar

yang merujuk pada indikator hasil belajar yang sudah ditentukan dalam

silabus atau lesson plan yang sudah dibuat bersama melalui rapat para

guru dengan memperhatikan kebutuhan apa yang dibutuhkan anak saat

itu, sesuai dengan tumbuh kembang anak. Penerapan multiple

intelligences berdampak langsung terhadap model kurikulum yang

diterapkan sekolah atau dinas pendidikan setempat. Multiple

intelligences sebagai strategi belajar akan sulit diterapkan pada dunia

pendidikan yang mengacu pada kurikulum berbasis materi. Sebaliknya

multiple intelligences akan menjadi kekuatan yang besar untuk

memajukan pendidikan di Indonesia dan kompetensi siswa apabila

diterapkan pada kurikulum berbasis kompetensi.15

13

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 193. 14

Julie Viens dan Silja Kallenbach, “Multiple Intelligences Resources for

the Adult Basic Education Practitioner: an Annotated Bibliography” NCSALL

(Nation Center for the Study of Adult Learning and Literacy) Occasional Paper, December 2001, 2.

15Kurikulum yang berbasis materi hanya digunakan untuk melihat dan

menilai keberhasilan siswa dalam belajar secara parsial, yaitu dengan melihat sedikit

banyaknya pengetahuan dan hafalan bidang studi yang telah meraka pelajari. Lihat

Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences Di Indonesia (Bandung: Kaifa, 2009), 109. Sedangkan pendidikan berbasis kompetensi

menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang

188

Inti dari pengembangan kecerdasan majemuk adalah bagaimana

memperlakukan anak didik sesuai dengan potensi dirinya masing-

masing melalui stimulasi yang beraneka ragam dalam menemukan

kondisi akhir yang terbaik. Pendidikan anak usia dini harus berdasarkan

dan bertujuan untuk membangun semua potensi kecerdasan alaminya

agar seluruh kemampuan anak terbangun secara maksimal. Misalnya

melalui kecerdasan berbahasa, guru dapat menjalin komunikasi sejak

awal pertemuan dengan anak didik sampai saat pulang sekolah.

Kemampuan dan potensi inilah yang kemudian ditingkatkan dan

diarahkan agar berkembang secara optimal. Selain itu, pengembangan

kecerdasan majemuk berbasis pendekatan metode sentra mendasarkan

pemahaman ini pada salah satu tujuan pendidikan dasar yaitu

membentuk karakter siswa. Maka, saat ini perlu dikembangkan

pendidikan kecerdasan majemuk yang mengarah pada pembentukan

karakter unggul, salah satunya adalah dengan pendekatan metode sentra

dalam mengembangkan kecerdasan majemuk anak usia dini.16

Dalam penerapan multiple intelligences pada ranah pendidikan

khususnya pendidikan anak usia dini, dibutuhkan sebuah strategi yang

mumpuni untuk dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan

kecerdasan majemuk secara terpadu untuk mengetahui potensi apa

yang dimiliki setiap anak. Potensi anak diharapkan termotivasi untuk

dikembangkan secara berkesinambungan dalam segala kondisi baik di

sekolah maupun setelah berada di rumah. Pendidikan yang urgent saat

ini, terutama pendidikan karakter. Karakter memberikan landasan

kokoh bagi peserta didik untuk mengembangkan dan menemukan jati

dirinya, baik dalam melanjutkan studi pada jenjang lebih lanjut maupun

mengarungi kehidupan. Terlebih dalam menata akhlak peserta didik

yang kurang baik. 17

Salah satu solusi dari masalah pendidikan anak

usia dini saat ini dalam mengembangkan kecerdasan majemuknya

secara seimbang adalah metode sentra yang digabungkan dengan nilai-

pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan standar kompetensi adalah

kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan, lihat “Kurikulum Berbasis

Kompetensi”Swara Ditpertais No. 17 Th II, 18 Oktober

2004http://www.ditpertais.Net/Swara/No17.Asp. Diakses 18 Mei 2013.

16Anna Farida, dkk. Sekolah Yang Menyenangkan: Metode Kreatif Mengajar

dan Pengembangan Karakter Siswa (Bandung: Nuansa, 2012) 17

Ratna Megawangi, Pendidikann Karakter Solusi Tepat Membangun

Bangsa ( Jakarta: Star Energy, 2007), 28.

189

nilai Islami sehingga melahirkan karakter yang positif berdasarkan

sifat-sifat Asmaul Husna.18

B. Metode Sentra dalam Mengembangkan Kecerdasan Majemuk

Bertolak dari kenyataan di masyarakat yang berkembang saat

ini, yaitu tentang pola pendidikan yang hanya mengedepankan

kecerdasan akademik (kecerdasan verbal linguistic dan kecerdasan

logic matematic). maka perlu dikembangkan model pendidikan

berbasis kecerdasan majemuk yang tidak hanya terpaku pada prestasi

akademik saja. Pola pendidikan ini harus dirancang atas pendekatan

bahwa setiap anak mempunyai kecerdasan tersendiri. Setiap anak dapat

memiliki beberapa tipe kecerdasan sekaligus, hanya intensitasnya saja

yang berbeda-beda. Untuk itu lingkungan sekolah harus dirancang agar

anak-anak tumbuh dengan kreativitasnya sendiri, tidak kehilangan

masa kegembiraan masa kecil dan membuka ruang yang lebar untuk

mengeksplorasi lingkungannya secara tepat guna. Kecerdasan alami

anak dirangsang lewat kegiatan sederhana seperti bercerita, permainan

yang terarah, kunjungan dan mengajukan pertanyaan kritis untuk

mengeksplorasi pola pikirnya agar terbangun kecerdasan nya yang

masih tersembunyi. Para pendidik di sekolah harus mempunyai

keyakinan bahwa tiap anak mempunyai kecepatan dan waktu tersendiri

dalam mempelajari atau menguasai sesuatu, dengan kata lain setiap

anak mempunyai tahapan perkembangan yang tidak sama antara anak

yang satu dengan yang lainnya.19

Pada implementasi metode sentra, di setiap sentra seluruh

kecerdasan majemuk anak dibangun secara terpadu. Pertama,

implementasi di sentra persiapan, di sentra ini kecerdasan berbahasa

dalam mengolah kosa kata menjadi hal yang utama dibangun

bersamaan dengan berbagai kecerdasan lainnya. Kedua, di sentra balok,

dalam implementasi metode di sentra balok, kecerdasan dalam menata

ruang dan tempat atau menyusun gambar (spasial) sangat diprioritaskan

dan kecerdasan kinestetik (cerdas dalam bergerak) anak diarahkan agar

anak dapat dapat membaca keadaan atau ruang yang ada. Selain itu

membawa balok sesuai dengan kebutuhan dan penempatan balok

tersebut secara tepat merupakan aplikasi dari kecerdasan spasial-visual.

18

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 126. 19

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karkter dengan Metode

Sentra, 24.

190

Di sentra balok kecerdasan matematika dan logika bahasa distimulus

melalui kelipatan dan jumlah balok yang dipotong dalam aneka bentuk

geometri. Ketiga, penerapan kecerdasan majemuk pada sentra Imtaq

(iman dan taqwa) anak diberikan pemahaman secara beruntun untuk

mengenal Tuhan-Nya secara lebih detail dengan menggunakan metode

yang mudah dipahami, membangun secara perlahan dan

berkesinambungan pemikiran tentang keberadaan Tuhan yang abstrak.

Melalui media cerita dan berbagai permainan yang menunjukkan

tentang keberadaan Tuhan. Di samping itu, pengenalan huruf hijaiyyah,

memasang puzzle rukun Islam, urutan berwudhu dan praktik orang

sholat serta aneka permainan lainnya yang mengarahkan kepada

pemahaman dasar-dasar beribadah kepada Allah SWT secara kongkret

diaplikasikan dengan happy learning.20

Keempat, sentra main peran. Baik sentra main peran besar

maupun sentra main peran kecil, keduanya dikembangkan serempak

mengenai kecerdasan interpersonal (cerdas dalam berinteraksi dengan

orang lain) dan kecerdasan intrapersonal (cerdas dalam berinteraksi

dengan dirinya sendiri). Selain itu logika berfikir anak juga dapat

terbangun secara maksimal melalui berbagai kegiatan berikut ini;

Contoh konkret implementasi metode sentra di sentra main peran saat

berada dalam kelas. Ketika itu penulis mendapatkan pelajaran berharga

dari anak-anak yang berada di sentra main peran besar. Mereka sedang

membahas tema laut dengan setting tentang restoran sea food.

Selanjutnya anak-anak mendapatkan berbagai tugas untuk memerankan

sebagai pemeran di restoran sea food. Selain koki di restoran sea food,

pelayan, kasir, nelayan, dan sebuah keluarga kecil sebagai konsumen

restoran pun harus diperankan oleh anak-anak. Tujuannya adalah

supaya anak-anak mampu merasakan secara langsung dari pelajaran

yang mereka rasakan kelak di dunia nyata. Sehingga peran yang

mereka alami membawa dampak positif berupa karakter-karakter yang

ia perankan dalam kisah yang benar-benar ia alami secara langsung. 21

Di sentra main peran, kemampuan berbahasa anak sangat diperhatikan

dan terstimulus melalui dialog-dialog yang mereka ungkapkan dalam

peran yang ia perankan dengan baik. Ketika Andi berperan sebagai

pelayan restoran sea food, terlihat tidak percaya diri dan tersipu malu

20

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 112.

21Hasil pengamatan di sentra main peran TK Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi, 24 Agustus 2013.

191

melayani setiap konsumen yang datang dan harus menuliskan pesanan

konsumen yang datang. Dalam menghadapi situasi yang genting seperti

ini, guru sebagai pembimbing mempunyai andil untuk memotivasi dan

mengarahkan serta memberikan pertanyaan yang membangun kepada

Andi tentang bagaimana bersikap menjadi pelayan yang baik dan

bijaksana terhadap pelanggan dan konsumen yang datang. Dalam hal

ini kecerdasan intrapersonal dan interpersonal Andi dipupuk dan

dibangun dengan penuh antusias diiringi dengan pengembangan

kemampuan berbahasa yang baku dengan teratur dan bijaksana. Hal

yang unik juga terjadi pada Ahmad yang memerankan dirinya sebagai

seorang nelayan. Sebagai seorang nelayan, Ahmad begitu antusias

dalam mencari ikan dan hasil laut di laut yang merupakan mata

pencaharian kesehariannya. Hasil yang diperoleh Ahmad berupa hasil

tangkapan ikan, ia masukkan ke dalam kotak untuk di jual. Ketika

Ahmad mulai menjajakan hasil lautnya di sepanjang jalan menuju

rumahnya dengan penuh kesabaran, namun Ahmad belum

mendapatkan pembeli yang akan membeli hasil lautnya. Kemudian ia

mendapatkan sebuah ide briliant untuk menjual hasil lautnya ke

restoran yang telah lama ia kenal. Setelah Ahmad mantap dengan ide

briliant nya itu. Kemudian Ahmad menemui sang pemilik restoran

dengan penuh santun, setelah itu terjadilah sebuah transaksi seru antara

Ahmad dengan pemilik restoran. Dalam transaksi tersebut terjalilah

sebuah komunikasi antara Ahmad dan pemilik restoran yang menuntut

kemampuan berbahasa dan tutur kata yang teratur dan dibutuhkan

strategi yang jitu untuk meloby seseorang agar memahami maksud dan

tujuan yang diinginkan. Ahmad menjual ikan langsung ke restoran sea

food mempunyai alasan tersendiri, alasan yang tepat menurut dirinya

menurut dirinya diantaranya adalah jika ikan laut itu dibiarkan

menunggu sampai besok hari, maka ikan tersebut tidak segar lagi.

Terlebih belum mempunyai pelanggan yang tetap. Maka ikan hasil

melautnya menjadi bau, apalagi tidak tersedia kulkas untuk menyimpan

ikan hasil melautnya tersebut. Akhirnya dengan penuh percaya diri

sesuai dengan pemikiran yang ia dapatkan, melalui perenungannya.

Akhirnya Ahmad menjualnya langsung ke pemilik restorant, supaya

Ahmad mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya

dan tidak sia-sia pekerjaannya mencari hasil ikan di laut.22

22

Hasil pengamatan penulis dalam praktek metode sentra di setiap sentra TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. Lihat juga, Yudhistira dan Siska Y. Massardi,

Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini,

286.

192

Anak yang kecerdasan majemuknya terbangun secara terpadu

adalah anak yang berbahagia dan menerima segala keputusan dengan

apa yang ia alami ketika pembelajaran berlangsung. Ia mampu

mengklasifikasikan atau mengelompokkan semua permasalahannya.

Tutur katanya santun dan mengandung makna, ia memahami kebutuhan

dan perasaan orang lain ketika bersosialisasi memberi rasa

kenyamanan, terlebih ketika diajaknya berdiskusi. Andi yang

memerankan dirinya sebagai seorang pelayan restorant menjadi

mengerti akan kebutuhan peranan dirinya sebagai seorang pelayan,

karena pelajaran dari setiap tema yang ia dapatkan ketika sentra main

perang, langsung diaplikasikan dalam dunia nyata dan seolah-olah ia

mengalaminya melalui peran-peran yang diperankan anak-anak.

Dengan pelatihan komunikasi seperti itu, anak-anak menjadi mengerti

akan kebutuhan dan kemampuan dirinya apa yang mesti mereka

lakukan. Sejak dini anak-anak memerlukan konsep kebutuhan dan

kemampuan dirinya sebagai bekal ketika menghadapi permasalahan

hidupnya. Berkat pemahaman yang utuh akan kebutuhan dirinya, ia

akan bersikap tenang dan berbahagia terhadap rizqi dan karunia-Nya

untuk memahami antara kebutuhan yang diinginkan dan kebutuhan

yang dibutuhkannya. Hal yang terpenting ketika seorang anak

terbangun kecerdasan majemuknya secara optimal. Maka terlihat

perbedaannya antara anak yang tidak terbangun kecerdasannya secara

optimal dan anak yang terbangun kecerdasannya secara optimal yaitu

mereka dapat menemukan solusi yang jitu dari segala permasalahan

yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari.23

Berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan

dari negara-negara maju menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa

presentase yang dilakukan para ilmuwan menunjukkan tentang

perkembangan anak usia dini sangat menentukan mutu hasil belajar dan

kemampuan belajar anak usia dini pada jenjang pendidikan yang lebih

tinggi dari sebelumnya serta tidak hanya mempersiapkan mereka

menjalani perjalanan hidup di masa yang akan datang, melainkan

kemandirian dalam bersikap berdasarkan karakter yang baik sangat

diprioritaskan dalam rangka membangun generasi muda yang tangguh

dan pantang menyerah dalam mengarungi samudera kehidupan.24

23

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 165. 24

Soedijarto, Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan

Kehidupan Bangsa dan Membaca Peradaban Negara dan Bangsa (Jakarta: CINAPS,

2000), 154.

193

Menurut Soedijarto berdasarkan penelitiannya, bahwasanya

telah ditemukan 50% kemampuan atau kecerdasan kognisi seseorang

terbentuk pada usia 4 tahun. Oleh karena itu, stimulasi pendidikan

untuk anak usia 0 – 6 tahun sangat penting dilakukan dengan terpadu.

Jika dalam pengembangan proses dan pertumbuhan pada usia tersebut

baik, maka perkembangan selanjutnya pun akan jauh lebih baik. Baik

dalam hal intervensi tentang kesehatannya tubuhnya, rangsangan nutrisi

protein gizinya maupun rangsangan stimulasi kecerdasan majemuknya

menjadi semkin optimal. Hal ini sangat berpengaruh terhadap proses

komunikasi jangka panjang terhadap perkembangan selanjutnya.25

Pembuktian yang dilakukan Lee Salk menjelaskan bahwa pengalaman

kehidupan pada usia dini berpengaruh besar bagi perkembangan

kecerdasan masa depannya. Sejak dalam kandungan bayi sudah mampu

belajar melalui main sensorimotor, responsif dengan rangsangan dari

luar anak dapat melakukan sesuatu yang kadang tidak disadari oleh

orang dewasa bayi tersebut dapat melakukannya dengan spontan.26

Gutama menjelaskan dalam penelitiannya bahwa perkembangan

kecerdasan majemuk pada anak usia dini mempengaruhi perkembangan

anak pada tahap selanjutnya sampai mereka berusia dewasa.27

Hal yang perlu dikembangkan dan dibangun sejak usia dini

adalah terutama tentang kesehatan, karena kesehatan sangat

berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya. kebutuhan nutrisi,

stimulasi kecerdasan majemuk terutama perkembangan intelektual dan

emosi, serta pembinaan agamanya perlu dibiasakan sejak usia dini.

Kemudian stimulasi pengembangan beberapa aspek tersebut perlu

dibangun secara bersamaan dan terpadu agar anak usia dini tidak hanya

survival dalam satu aspek saja, melainkan memiliki kemampuan dasar

kognisi, produktivitas, daya tahan tinggi serta kepribadian yang tumbuh

yang beragam sesuai dengan tahap perkembangannya, karena

kesuksesan apapun yang diraih oleh seseorang, tentunya tidak terlepas

dari beberapa aspek kecerdaan majemuk dan beberapa kemampuan

dasar lainnya yang semestinya saling berkaitan.28

25

Soedijarto, Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan

Kehidupan Bangsa dan Membaca Peradaban Negara dan Bangsa, 156. 26

Lee Salk dan Rita Kramer, How to Raise a Human Being, A Parent‟s

Guide to Emotional Health from Infancy Throught Adolescence, 26. 27

Gutama, Sosialisasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Makalah;

Menyambut Hari Anak Nasional di gedung Kowani, Jakarta tanggal 20 Juli 2005. 28

Soedijarto, Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan

Kehidupan Bangsa dan Membaca Peradaban Negara dan Bangsa, 155.

194

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan,

ternyata jika dilihat dari perkembangan dan fungsi otak manusia,

selama tahun pertama otak bayi berkembang pesat dan menghasilkan

bermilyar-milyar sambungan sel-sel otak. Sel-sel otak tersebut harus

rutin distimulasi secara terpadu agar terus berkembang jumlahnya,

sehingga semakin kuat dan memberikan dampak positif bagi

perkembangan dan pertumbuhan anak usia dini tersebut baik dari segi

kognisi, afeksi maupun psikomotoriknya. Sebaliknya jika sel-sel otak

jarang distimulasi dan tidak pernah digunakan dengan baik, maka

fungsi otak itu akan melemah dan akhirnya musnah dengan sendirinya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila anak-anak jarang disentuh

dan distimulus perkembangan otakny, maka 20-30% lebih kecil ukuran

otaknya dibandingkan ukuran normal anak seusianya.29

Hal senada diungkapkan dalam penelitian Bloom. Bloom

menyatakan bahwa perkembangan intelektual anak terjadi sangat pesat

pada awal masa pertumbuhannya. Sekitar 50% variabilitas kecerdasan

orang dewasa terjadi bermula pada anak berusia 4 tahun. Selanjutnya

pada usia 8 tahun frekuensinya meningkat 30%, dan sisanya 20%

terjadi pada dasawarsa kedua. Hasil riset mutakhir tersebut

menyebutkan bahwa pada usia dibawah 7 tahun perkembangan otak

anak terjadi sampai 90% dimana masa 3 tahun pertama dalam

membangun pondasi permanen serta pengalaman positif dan negatif

pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi perkembangan kecerdasan

majemuk pada usia dewasa ketika sudah berkiprah sesuai profesi yang

diminatinya.30

Gardner mengemukakan gagasannya terkait dengan penelitian

yang menunjukkankan bahwa otak anak perlu distimulus secara terpadu

dalam masa perkembangannya, sehingga perkembangan otak anak

berfungsi secara optimal.31

Otak manusia memiliki beberapa jenis

kecerdasan, jenis kecerdasannya, yaitu: kecerdasan bahasa, logika

matematika, ruang, kinestetika tubuh, musik, interpersonal,

intrapersonal. Ketujuh kecerdasan itu harus dibangun sejak usia dini

29

Lihat Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Direktorat Pendidikan

Anak Usia Dini, (Jakarta: Depdiknas, 2004), 3. 30

Ratna Megawangi, Pengasuhan dan Pendidikan Anak Usia Dini untuk

Membangun Karakter, makalah dalam seminar Pendidikan Anak Usia Dini, Al-

Azhar, (Jakarta, 1 Januari 2007). 31

Howard Gardner, Frame of Mind: Theory Multiple Intelligences

(New York: Basic Books, 1993), 30.

195

secara terpadu dan bersamaan pada diri anak. Jika pada usia dini

tersebut kecerdasannya tidak dibangun secara optimal dan terpadu,

maka perkembangan otak anak tersebut akan melemah dan mengalami

kemunduran.32

Begitu juga dengan Hurlock dalam penelitiannya mengatakan

bahwa kreatifitas telah tampak sejak awal bayi bermain dengan

mainannya dalam mengaplikasikan main sensorimotornya. Kemudian

salah satu hambatan dalam perkembangan kreatifitas anak usia dini

tersebut adalah kurangnya rangsangan yang optimal dan terpadu dari

orang tua dan orang yang berada disekelilingnya. Untuk itu sejak usia

dini dianjurkan untuk para orang tua dan guru sebagai pembimbing di

sekolah agar meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan

kecerdasan majemuk sejak dini dan mulai dibangun karakter

kepribadiannya dengan optimal, sehingga potensi anak usia dini

tumbuh dan berkembang sesuai tahapan tumbuh kembang anak usia

dini. 33

Kendala yang saat ini terjadi dalam peningkatan lembaga

PAUD, mayoritas masih berada pada tataran kuantitas semata, belum

sampai pada peningkatan kualitas yang maksimal. Belum maksimalnya

pendayagunaan berbagai potensi masyarakat berpengaruh terhadap

tingkat pemahaman masyarakat tentang PAUD. Menurut sebagian

masyarakat, keberadaan PAUD masih belum sesuai dengan program

pemerintah. Pengadaan PAUD yang diaplikasikan di masyarakat masih

cenderung parsial dan terbatasnya kapasitas yang dimiliki. Hal ini

merupakan penyebab PAUD menghadapi permasalahan yang

signifikan dan penyebab pelaksanaan pembelajaran pada lembaga

PAUD belum sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Padahal tujuan

utama PAUD adalah untuk memfasilitasi pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani anak usia dini agar tumbuh

kembangnya optimal selaras dengan harapan masyarakat yang

berkarakter Islami dan siap menuju jenjang pendidikan selanjutnya

tanpa ada hambatan. Akan tetapi saat ini pelaksanaan PAUD di

Indonesia masih terkesan eksklusif dan bersifat konvensional dalam

32

Howard Gardner, Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk)

diterjemahkan oleh Alexander Sindoro, (Batam: Interaksa, 2003), 36-47. 33

Elizabeth B. Hurlock, Child Development (New York: Sixth Edition,

Mc Graw Hill, 1978), 27.

196

penyelenggaraan dan penerapan pendekatan pembelajarannya. Tugas

para guru dan pemangku kebijakan pendidikan untuk membenahinya.34

Pembenahan di sektor pendidikan anak usia dini ini sangat

dibutuhkan terutama dalam hal pendekatan pembelajaran yang

digunakan di lembaga PAUD tersebut. Karena sebagian besar lembaga

pendidikan anak usia dini yang berkembang di masyarakat hanya

memprioritaskan kecerdasan intelektual (kecerdasan bahasa dan logika

matematika) semata dan bermuara pada informasi yang berkaitan

dengan pengetahuan tanpa memperhatikan pengembangan kecerdasan

yang lainnya. Selain itu, orang tua dan guru menganggap kualitas anak

didik berhubungan langsung dengan hasil belajar mengajar sepertri

pandai membaca, menulis dan berhitung. Fenomena yang terjadi saat

ini bahwa kualitas pendidikan anak usia dini ditafsirkan agar anak-anak

TK mempunyai kemampuan yang memadai sebagai persiapan untuk

memasuki jenjang SD. Hal demikian, berpengaruh terhadap penafsiran

yang salah. Sehingga menyebabkan Sekolah Dasar menetapkan syarat

bagi calon siswa baru kelas satu harus mampu membaca, menulis dan

berhitung dan ini yang menjadi patokan dengan tidak melihat

kecerdasan dan kemampuan lainnya. 35

Tuntutan persyaratan ini menciptakan pola pembelajaran

dibawahnya. Sebagai contoh proses belajar mengajar di Taman Kanak-

kanak (TK) lebih diarahkan pada materi hafalan, belajar calistung

(membaca, menulis dan berhitung) dan pada umumnya dilakukan

melalui belajar formal tidak melalui bermain atau tidak dengan kondisi

yang membahagiakan sesuai dengan tahap perkembangan anak-anak

tersebut. Anehnya, ketika anak-anak mereka pintar calistung, orang tua

anak-anak tersebut bangga walaupun harus mengorbankan tahapan

perkembangan anak yang cenderung untuk bermain dan

mengeksplorasi pengetahuannya melalui bermain terabaikan.36

Banyak lembaga TK yang menekankan program belajarnya

berkemampuan calistung dengan mengabaikan prinsip-prinsip

pembelajaran di TK karena mengikuti trend masa kini. Sebagian TK

melaksanakan les membaca menulis dan berhitung untuk

34

Lihat hasil Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini,

Direktorat Pendidikan Anak Usia dini, (Jakarta: depdiknas, 10-12 September, 2003),

2. 35

Conny Semiawan, Pengembangan Rambu-Rambu Belajar Sambil Bermain

pada Anak Usia Dini, buletin PADU, (Jakarta; Depdiknas, 2003), 16. 36

Conny Semiawan, Pengembangan Rambu-Rambu Belajar Sambil Bermain

pada Anak Usia Dini, 19.

197

mempersiapkan anak masuk SD karena tuntutan tersebut. Seorang

anak dikatakan pintar apabila kecerdasan intelektualnya terbangun

secara sempurna. Kondisi seperti ini mendorong guru untuk

menyelesaikan kurikulum secepat mungkin, tanpa disadari guru

melupakan pengalaman dan etika pendidikan anak usia dini. Padahal

pengalaman dan etika yang dilalui semasa anak dalam mengeksplorasi

pengetahuannya melalui bermain merupakan sumber kecerdasan

majemuk yang mereka miliki untuk dikembangkan secara optimal,

tidak hanya hasil semata yang dinilai melainkan proses mendapatkan

pengetahuan itulah, penilaian yang sangat dibutuhkan. Fenomena ini

secara psikologis bertentangan dengan tahapan perkembangan anak

yang akhirnya merugikan masa depan anak-anak itu sendiri. Hal

tersebut terjadi karena minimnya pemahaman dan pengetahuan orang

tua dan guru tentang perkembangan anak. Padahal prinsip pendidikan

anak usia dini adalah belajar yang harus mengikuti prosedur

perkembangan tumbuh kembang anak sesuai usianya. Seperti; kegiatan

sambil bermain, kemudian proses pembelajaran berpusat pada anak dan

penyelenggaraan pendidikan anak usia dini tidak hanya dipersiapkan

untuk mengikuti pendidikan selanjutnya, melainkan harus bisa

menempa pendidikan karakter sejak anak usia dini.37

Sebagaimana hasil penelitian yang membuktikan bahwa anak

usia dini yang dipacu semangat pola belajarnya dengan hanya dijejali

banyak pengetahuan serta lebih diarahkan untuk menghafal pelajaran

tanpa memahami maksud dari pengetahuan tersebut karena tidak

mengalami dengan konkret apa yang diajarkan, hasilnya ternyata anak-

anak semakin tidak pintar, bahkan mereka menjadi bingung apa yang

harus dilakukan. Sedangkan anak yang terpenuhi kebutuhan

bermainnya secara terarah serta diberi kesempatan untuk dapat

mengeksplorasi potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahap

perkembangannya dengan baik. Ternyata semakin tumbuh lebih baik

dengan memiliki keterampilan dan kreatifitas yang tinggi dengan penuh

pemahaman karena mereka mampu merasakan apa yang sedang

dipelajarinya dengan nyata, pembelajaran itu diarahkan dengan baik

untuk dijadikan bekal untuk mencapai apa yang dicita-citakannya di

masa yang akan datang sesuai dengan potensi kecerdasan

majemuknya.38

37

Conny Semiawan, Pengembangan Rambu-rambu Belajar Sambil Bermain

pada Anak Usia Dini, buletin PADU, 22. 38

Conny Semiawan, Pengembangan Rambu-rambu Belajar Sambil Bermain

pada Anak Usia Dini, buletin PADU, 28.

198

Oleh karena itu membangun seluruh kecerdasan majemuk

secara terpadu dan optimal merupakan pondasi bagi keberhasilan anak-

anak usia dini di masa depan. Analoginya, membangun seluruh

kecerdasan anak bagaikan membangun sebuah tenda atau rumah yang

mempunyai beberapa tiang penyangga. Semakin kuat tiang atau

penyangga itu, maka semakin kokoh juga kondisi rumah tersebut.

Biasanya orang yang benar-benar sukses secara professional, memiliki

kombinasi antara empat atau lima kecerdasan majemuk yang menonjol

dalam dirinya. Walaupun sangat jarang seseorang memiliki kecerdasan

yang tinggi di semua bidang. Namun kenyataannya, professionalisme

seseorang dalam bidang apapun memerlukan lebih dari satu komponen

kecerdasan demi keberhasilannya dalam memenuhi tuntutannya

sebagai pekerja yang professional. Pada intinya membangun

kecerdasan majemuk secara optimal, tanpa disadari membuat anak-

anak lebih mudah menjadi seseorang yang bermanfaat, bermakna, dan

mempunyai andil untuk menjadi insan yang bermanfaat bagi diri dan

lingkungannya. Diharapkan melalui pengembangan kecerdasan

majemuk secara terpadu, di samping peserta didik memahami potensi

yang dimilikinya. Mereka juga memiliki karakter unggul seperti

kemandirian dan kedewasaan dalam berpikir dan bertindak di setiap

moment kehidupannya. Pemahaman yang baik terkait kekuatan dan

potensi yang dimiliki anak akan memunculkan sikap dan perilaku

mandiri. Terutama penanaman karakter dan sikap kemandirian inilah

yang kelak mendukung peserta didik dalam mengarungi kehidupan dan

menata masa depan dengan baik dan sukses. 39

Menurut sebagian praktisi pendidikan anak usia dini, prinsip-

prinsip pendidikan anak usia dini yang sudah dijelaskan di pembahasan

sebelumnya, ternyata sesuai dengan prinsip-prinsip dalam penerapan

metode sentra. Pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi adalah pendekatan sentra atau area,40

pendekatan metode sentra yaitu pembelajaran yang dilakukan

berdasarkan area tertentu, di dalamnya terbina suatu hubungan personal

atau individual antara seorang guru dengan anak-anak selama proses

pembelajaran di setiap sentra. Guru memperhatikan tahapan

39

Albert Einsten terkenal pintar dibidang sains, selain bidang sains yang

digelutinya, bermain matematika dan biola merupakan kecerdasan lain yang

dimilikinya. Lihat http://www.dechacare.com/kecerdasan-majemuk-kecerdasan-

seutuhnya-mendidik-anak diakses 20 April 2013. 40

Lihat dalam Dokumen Program Pembelajaran TK Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi, Tahun 2012/2013.

199

perkembangan fisik, emosional dan kognisi anak dengan telaten

melalui observasi harian dan observasi tujuh kecerdasan majemuk.

Sehingga kecerdasan majemuk yang dimiliki anak dapat dikembangkan

secara terpadu melalui sentra-sentra yang ada. Memang tidak mudah

dalam menerapkan metode sentra di sekolah TK Batutis Al-Ilmi yang

beralih dari metode konvensional sejak tahun 2006 sampai sekarang.

TK Batutis Al-Ilmi merupakan sekolah gratis bagi kaum dhuafa dan

kalangan yang marginal. Namun, dengan peralatan sederhana dan

biaya apa adanya, ternyata metode sentra yang diterapkan mulai

dirasakan manfaat pembelajarannya. Saat itu, pilihan yang ada pada

Siska dan keluarga besar TK Batutis Al-Ilmi tidak lagi memikirkan

masalah rumit dan mudahnya sebuah pendekatan pembelajaran tentang

metode sentra, bukan juga karena mahal atau murahnya biaya dalam

pelaksanaannya. Melainkan dengan satu tujuan yaitu ingin menerapkan

metode sentra dalam membangun kecerdasan majemuk pada lembaga

pendidikan anak usia dini khususnya anak-anak dhuafa yang dapat

membangun generasi penerus bangsa dengan berkarakter mulia.41

Bagi mereka yang belum mendapatkan informasi akurat dan

pemahaman mengenai metode sentra secara aplikatif, mereka

mempunyai pandangan bahwa penerapan metode sentra di sekolahnya

merupakan pendekatan pembelajaran yang berat untuk diterapkan

dengan baik. Banyak alasan yang mereka kemukakan. Salah satu

alasannya adalah persepsi yang kurang valid mengenai metode sentra

yaitu terkesan rumit dan berat dalam implementasinya. Bagi banyak

guru dan praktisi pendidikan yang telah menekuni dan mempraktekkan

metode sentra di sekolahnya, sesuatu yang terkesan berat dan rumit itu

pada akhirnya justru menjadi sumber energi pengetahuan yang

istimewa dalam mendidik anak usia dini. Dengan kesabaran, keuletan

dan usaha yang sungguh-sungguh, manfaat metode sentra tidak hanya

membahagiakan anak-anak dan orang tua murid melainkan para guru

pun merasakan kebahagiaan yang tiada tara dari hasil penerapan

metode sentra. Mereka merasakan kebahagiaan tersendiri dalam proses

belajar mengajar yang menyenangkan baik bagi anak-anak maupun

bagi guru terjalin komunikasi yang efektif dengan konsep happy

learning. Terlebih kendala yang ada dalam implementasi metode

41

Hasil wawancara dengan Yudhistira , Ketua Yayasan Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi, 12 Mei 2013.

200

sentra, mereka jadikan sebagai anugerah dan nikmat yang harus

disyukuri untuk dicarikan solusi yang tepat dan bermanfaat. 42

Kemudian ada enam sentra dalam mengembangkan kecerdasan

majemuk anak usia dini yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi, diantaranya adalah:

a. Sentra Persiapan Sebagai Wahana Bekal Keaksaraan.

Sentra persiapan sebagai wahana bekal keaksaraan berfokus

untuk memberikan kesempatan pada anak usia dini dalam

mengembangkan kemampuan belajar berhitung atau konsep

matematika dasar, selanjutnya dikembangkan kegiatan pra menulis dan

pra membaca dengan berbagai kegiatan yang mengasah kemampuan

anak untuk berpikir lebih kreatif sesuai tema yang dijadwalkan hari itu,

dengan konsep happy learning. Kegiatan yang dibiasakan di sentra

persiapan, antara lain: mengurutkan huruf, mengklasifikasikannya, dan

mengelompokkan berbagai aktivitas lainnya yang mendukung

perkembangan kognitif anak. Sentra persiapan dimaknai sebagai

wahana dalam membangun konsep dasar keaksaraan anak. Sentra

persiapan diadakan dengan pemahaman bahwa kemampuan keaksaraan

anak tidak muncul dengan sendirinya, melainkan melalui serangkaian

kegiatan terencana yang yang dirancang secara cermat sesuai dengan

tahapan perkembangan anak. Walaupun berbagai aktivitas yang

diterapkan di sentra persiapan mendukung perkembangan kognitif

anak, namun dalam pelaksanaannya proses itu tidak mengedepankan

aspek kognisi semata melainkan dari aspek afektif dan

psikomotoriknya sama-sama dibangun.43

Penerapan pembelajaran metode sentra di sentra persiapan

berawal dari bentuk yang sederhana, seperti; ungkapan bahasa lisan,

pemahaman terhadap apa yang didengar, hingga mengenal konsep

warna, bentuk dan ukuran. Setiap kegiatan bermain di sentra persiapan

adalah sebagai wahana untuk membangun konsep kecerdasan

majemuk, domain berfikir dan sikap setiap anak dalam memahami

berbagai bentuk keaksaraan. Permainan di sentra persiapan, meliputi

pijakan lingkungan main, pijakan pengalaman sebelum main dan

42

Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 15 Mei 2013. 43

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 242.

201

pijakan pengalaman setelah main.44

Berikut dijelaskan urutan mainnya

dari pijakan lingkungan main sampai pijakan pengalaman setelah main,

yaitu:

Pertama, pijakan lingkungan main, yang harus dilakukan guru

dalam pijakan lingkungan main adalah seorang guru sentra diharapkan

sudah menguasai materi pembelajaran dengan membuat pengelolaan

lingkungan keaksaraan, selanjutnya merencanakan pengalaman main

untuk keperluan intensitas dan dentitas di sentra persiapan. Dalam

setiap sentra, khususnya sentra persiapan seorang guru diutamakan

untuk lebih siap dan harus menguasai RPP (lesson plan), RPP

didapatkan berasal dari kebutuhan anak murid yang sangat dibutuhkan

saat itu, melalui observasi yang dilakukan pada saat penerimaan murid

baru di tahun ajaran baru baik yang dibuat untuk skala tahunan, satu

semester, mingguan, maupun harian. Disesuaikan dengan kebutuhan

apa yang dibutuhkan anak saat itu, setelah terkumpul barulah dibuat

RPP dan dialirkan melalui TFP. Di sentra persiapan, proses

pembelajarannya bisa berbentuk kegiatan individual, disesuaikan

dengan kebutuhan anak. Seperti kegiatan meronce, menyusun puzzle

dan main lego. Sebelum anak-anak datang di sentra persiapan, terlebih

dahulu suasana lingkungan main ditata lengkap dengan seperangkat

alat-alat untuk bekerja, yang mendukung keterampilan keaksaraan

sesuai dengan tema hari itu. Alat dan bahan yang berupa tempat untuk

menulis, bahan bacaan digunakan untuk melatih perkembangan

motorik halus anak, dan didukung untuk membangun tujuh kecerdasan

majemuk setiap masing-masing anak. 45

Kedua, pijakan pengalaman sebelum main. Pijakan pengalaman

sebelum main dimulai dengan pengenalan buku bacaan yang

bergambar, terkait dengan tema pada hari itu. Kegiatan ini dilaksanakan

untuk menghantarkan anak memahami tentang konsep diri, seperti

identitas, anatomi tubuh dan fungsinya serta kesukaan anak tersebut

dieksplorasi melalui pertanyaan yang membangkitkan raa ingiun

tahunya serta anak dipancing melalui pertanyaan untuk

mengungkapkan isi hatinya sesuai dengan apa yang dipikirkannya

sesuai tema yang dibahas. Buku bacaan yang berisi tema ini berfungsi

sebagai bahan diskusi dengan anak-anak untuk menstimulusi ide atau

gagasan. Menulis corat-coret dan menggambar bebas sesuai dengan

44

Studi dokumen dan hasil wawancara dengan Nuryani Guru Sentra

Persiapan, 20 Mei 2013

45Hasil Wawancara dengan Nuryani Guru Sentra Persiapan, 15 Juni 2013

202

tahapan perkembangan mereka merupakan stimulasi efektif dalam

mengeksplorasi kemampuan anak didik. Selanjutnya, sebelum proyek

pekerjaan sentra dimulai, guru mencontohkan prosedur kerja untuk

menggunakan bahan dan alat bekerja secara tepat guna di sentra

persiapan. Prosedur kerja yang dimaksud adalah sebagai berikut;

Misalnya, dimulai dari memilih teman, memilih pekerjaan,

mengerjakan pekerjaan sampai tuntas, beralih ke pekerjaan berikutnya

dan kegiatan akhir yaitu kegiatan beres-beres alat permainan yang

sudah digunakan bersama dalam kegiatan main di sentra. Prosedur

kerja ini selalu disebutkan disetiap sesi pijakan awal. Setelah anak

terbiasa dengan kegiatan tersebut dan sudah terbiasa, kemudian hafal

dengan urutannya, selanjutnya guru mencoba menanyakan urutan-

urutan prosedur kerja tersebut sebagai bahan evaluasi di saat jurnal

siang atau recalling.46

Ketiga, pijakan pengalaman selama bermain. Selama bermain

anak-anak diperbolehkan memilih tempat dan teman bekerja yang

mereka sukai melalui kesepakatan yang difasilitasi oleh gurunya.

Sehingga peralihan main harus dilaksanakan dengan teratur. Guru

diharapkan selalu siap siaga untuk membantu anak mencapai tahapan

yang mereka butuhkan47

Selain itu guru juga harus membantu untuk

meningkatkan dan mengembangkan bahasa anak melalui pertanyaan

dan diskusi melalui contoh komunikasi yang tepat dengan bahasa yang

baik dan benar sesuai prosedur kalimat SPOK. Selama di sentra

persiapan, guru mengamati apa yang dilakukan anak dan kemudian

membuat dokumen perkembangan dan peningkatan keaksaraan anak,

semua dilakukan dengan gembira. Sehingga anak tertantang untuk

46Recalling adalah penuturan kembali, maksudnya anak menceritakan ulang

kejadian selama main di sentra dari awal sampai akhir bertujuan untuk mengasah

kecerdasan verbal linguistiknya agar bisa bercerita dengan baik di hadapan guru

sentra dan teman-temannya. 47

Misalnya, jika anak ingin tahu bagaimana sebuah kata dieja, guru perlu

menulis dikertas lain untuk ditiru. Guruperlu bertanya terlebih dahulu, “Apakah perlu

Ibu bantu bagaimana mengeja atau menulis kata kepala? Bila anak setuju, guru baru

membuatkan contoh yang yang menyenangkan bagaimana menulis kata tersebut, lalu

mengartikulasikan setiap huruf dilanjutkan dengan artikulasi kata dan tekanan pada

setiap suku katanya; k-e-p-a-l-a (dieja setiap hurufnya) dan diartikulasikan dengan

penekanan pada setiap suku katanya, ke-pa-la. Pada saat mengenalkan huruf

biasanya guru menganalogikan dengan permainan, „‟ Siapa yang namanya berawalan

huruf D?” kemudian anak-anak menjawab dengan bersahutan, “ Deni, Dadan, Darti

untuk pengenalan huruf D, dan begitupun dengan pengenalan huruf-huruf yang

lainnya dijelaskan dengan cara yang menyenangkan dan tidak membebani diri anak.

203

belajar mengenal huruf dan tertarik untuk belajar membaca, dengan

kebiasaan yang teratur mengolah huruf diharapkan kelak, anak-anak

usia dini menjadi orang yang gemar membaca di segala suasana

sepanjang hidupnya. Jika sejak usia dini dengan pengalaman

keaksaraan penuh cinta, keramahan dan kesuksesan sepanjang hayat

dapat diperolehnya dengan mudah dan tanpa aral yang menyendat.48

Keempat, aktivitas pijakan pengalaman setelah main. Pijakan

pengalaman setelah main biasa disebut dengan recalling. Fungsi

recalling adalah untuk mengingatkan kembali pengalaman selama

bermain dan di forum duduk melingkar ini anak saling menceritakan

pengalaman mainnya secara runtut sesuai dengan apa yyang diingatnya.

Semua anak mendapatkan jatah untuk berbicara dihadapan teman-

temannya. Tugas seorang guru adalah meluruskan pemahaman anak-

anak tentang pengalaman main yang keliru ketika diceritakan ulang

saat kegiatan recalling. Selanjutnya setelah kegiatan recalling selesai,

dilanjutkan dengan kegiatan beres-beres. Anak-anak memanfaatkan

waktu untuk membereskan peralatan yang telah mereka pergunakan

selama main di sentra. Kegiatan beres-beres ini menjadi pengalaman

berharga yang mengesankan bagi anak-anak, karena selama kegiatan

beres-beres, anak tidak hanya dilatih rasa tanggung jawabnya, tetapi

juga belajar tentang klasifikasi, urutan dan penataan lingkungan

keaksaraan secara tepat guna. Kegiatan beres-beres ini dilakukan demi

modal dasar dalam meraih keberhasilan yang dicita-citakan dan

terutama menjadi pribadi yang berkarakter di masa kini dan masa yang

akan datang.49

b. Sentra Balok Wahana Menggali Berbagai Ilmu Pengetahuan

Sentra balok berperan untuk mengembangkan kemampuan

visual spasial dan matematika anak usia dini. Disamping itu, sentra

balok mempunyai peran strategis dalam program pembelajaran anak

usia dini. Dalam implementasi metode sentra di sentra balok, ternyata

melibatkan banyak kemampuan anak-anak usia dini. Kemampuan fisik

atau kecerdasan kinestetis anak terasah melalui proses kegiatan yang

ada di sentra balok, seperti kegiatan yang terjadi dalam rangkaian di

sentra balok, seperti; mengambil, membawa dan menyusun balok-balok

dalam berbagai bentuk. Pada sentra balok ini, anak belajar mengenal

48

Hasil pengamatan di sentra persiapan, 15 Agustus 2013.

49

Anggani Sudono, Sumber Belajar dan Alat Permainan Anak Untuk

Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Grasindo, 2000), 26.

204

bentuk-bentuk dan ukuran balok dengan teliti untuk selanjutnya

dituangkan melalui ide-ide konsep ruangnya, dengan mengamati

bentuk-bentuk dan ukuran balok secara tidak langsung anak diasah

kecerdasan spasialnya dengan perhitungan-perhitungan tertentu

otomatis kecerdasan logika matematikanya pun terbangun dengan

sempurna. Selain itu, melalui sentra balok saat mereka bekerja sama

dengan teman-temannya kecerdasan interpersonal juga terbangun

dengan sendirinya. Mereka dapat memperkaya informasi

pengetahuannya melalui interaksi-interaksi melalui kerja sama dengan

teman-temannya dalam menyelesaikan pekerjaan di sentra balok.

Otomatis, selain memperkuat kemampuannya berkomunikasi sembari

mengasah kecerdasan verbal linguistic juga dipadu dengan kerja sama

yang harmonis sesuai prosedur kerja yang runtut sesuai dengan

kesepakatan di antara meraka. Sentra balok membantu perkembangan

anak dalam membangun kecerdasan majemuknya dan mengembangkan

keterampilan berkonstruksi dan menggali berbagai keilmuan dalam

kehidupan yang nyata.50

Saat main di sentra balok tidak ada batas waktu akhirnya, anak-

anaklah yang mengatur kesepakatan waktu ketika bermain. Anak-anak

juga yang menentukan akhir dari permainan itu. sesuai dengan

kesepakatan awal antara anak-anak dengan gurunya bahwa anak tidak

membawa pulang hasil pekerjaannya dan menentukan akhir dari

permainan itu. Karenanya anak-anak mendapatkan fasilitas kebebasan

untuk bereksperimen, belajar merencanakan, mengubah bentuk susunan

balok, bernegosiasi dengan mitra kerjanya dan menikmati hasil

permainan tanpa tuntutan suatu hasil akhir yang sempurna dari

gurunya. Guru sebagai fasilitator selama di sentra dan teman-temannya

sebagai mitra kerja dalam menyelesaikan tugas kerja di sentra balok

tersebut. Sebagaimana disentra-sentara lain, sentra balok membutuhkan

sosok guru yang kaya dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman.

Type guru sentra balok yang professional adalah Pertama, guru

sentra balok harus mengenali bentuk dan ukuran-ukuran balok unit

supaya dapat memahamkan kepada anak-anak dengan praktis dan

simple. 51

Kedua, Guru sentra balok perlu menjelaskan dengan

50

Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Triyani Guru sentra Balok di

TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 05 Mei 2013. 51

Balok unit dalam metode sentra merujuk pada seperangkat balok dengan

bentuk-bentuk dan ukuran standar yang dirancang Caroline Prattp ada awal abad ke-

205

gamblang bentuk-bentuk balok dan resiko yang menyangkut keamanan

dalam bermain. Perlu dijelaskan sifat-sifat balok yang bersudut dan

ukuran serta beratnya yang mengharuskan anak-anak mengambil dan

membawanya dengan hati-hati. Informasi ini diberikan pada waktu

memberikan pijakan awal, terutama untuk anak-anak yang baru masuk

sekolah. Ketiga, guru sentra balok harus mengetahui tahap-tahap

kemampuan bermain balok sesuai tahapan yang benar agar dapat

mencatat perkembangan dan proses belajar anak secara runtut.

Pengetahuan tentang tahapan ini berguna untuk memfasilitasi

permainan anak dengan cara yang tepat dapat memperkuat memori

pembelajaran selanjutnya. Bagi guru yang berada di sentra balok harus

mengetahui tahap-tahap pembangunan balok dengan baik dan juga

dapat mengamati dengan cermat semua kegiatan yang terjadi pada diri

anak serta mendokumentasikannya dengan teratur selama proses

pembelajaran berlangsung. Senada dengan pengamatan Johnson di saat

mengamati dan mempelajari interaksi anak-anak dengan balok-balok

unit selama beberapa tahun dan ternyata hasilnya cukup memuaskan.

Dalam mengamati interaksi anak-anak di sentra balok diperlukan

rumusan tahapan kemampuan bermain di sentra balok.

Rumusan tahapan kemampuan dalam bermain balok itu terdiri

dari tujuh tahapan, yaitu; pertama, membawa. Tahap ini dicirikan oleh

aktifitas untuk membawa-bawa balok dari wadahnya. Selanjutnya,

meruntuhkan bangunan yang dibuat oleh anak lain. Respons anak-anak

usia dini terhadap balok sama dengan reaksi mereka terhadap benda-

benda yang belum dikenal sebelumnya. Kecenderungan pertamanya

adalah keinginan untuk mengeksplorasi balok dengan menggunakan

panca inderanya. Karena itu, mereka bisa mengamati, menyentuh dan

timbul rasa penasaran karena ingin merasakannya secara nyata. Kedua;

menumpuk atau menjejer. Tahap ini dicirikan oleh aktifitas menumpuk

atau menjejerkan balok secara berulang-ulang. Perilaku berulang-ulang

ini dilakukan bertujuan untuk penguasaan mental dan koordinasi

keterampilan bagi setiap kebutuhan individu anak Kebutuhan individu

anak ditujukan dengan bermain fungsional. Gambaran bermain

fungsional sangat jelas terlihat pada tahapan ini. Ketiga, membuat

jembatan. Tahap ini dicirikan oleh aktifitas anak dalam menempatkan

dua balok sejajar yang berjarak dan menghubungkan diantara dua balok

dengan satu balok diatasnya. Selanjutnya, membuat lengkungan atau

20.

Tahap-tahap kemampuan bermain balok ini mengacu pada hasil studi Harriet

Johnson, seorang guru dan penulis buku The Art of Blockbuilding (1996).

206

jembatan sesuai kondisi bangunannya. Keempat, membuat ruang.

Tahap ini dicirikan oleh aktifitas anak-anak dalam menempatkan

empat balok atau lebih untuk membuat ruang satu dimensi seperti kotak

terbuka hingga membuat kotak tertutup tiga dimensi di saat membuat

ruang sesuai kebutuhan dan sesuai ukuran yang ada. Kelima, membuat

pola-pola dan simetri. Tahap ini dicirikan oleh aktifitas anak yang

sudah mulai membangun struktur dengan keseimbangan, dan unsur-

unsur dekorasi sesuai dengan perhitungan yang sesuai dengan

kebutuhan. Keenam, representasi awal. Tahap ini dicirikan oleh

aktifitas anak sudah mulai menggabungkan teknik-teknik dari tahap 1

sampai 5 dengan runtut, dan mulai memberi nama bangunan yang

dibangunnya, baik saat membangun maupun sesudahnya. Ketujuh,

representasi lanjut. Tahap ini dicirikan oleh aktifitas adalah anak untuk

menyebutkan nama bangunan sebelum mulai membangun susunan-

susunan yang dikenalnya dan menggunakan struktur serta aksesori

terkait untuk main peran, disesuaikan dengan keadaan tidak harus

mengikuti prosedur secara teoritis.52

Saat memberi pijakan awal di sentra balok dengan tema

lingkunganku, misalnya guru bisa mengajak anak membahas panjang

lebar tentang bentuk dan ukuran. Benda-benda yang ada dirumah

maupun di sekolah. Guru bisa menanyakan secara langsung kepada

anak, misalnya, „‟Teman-teman, Ada berapa benda yang berbentuk

kotak di kamar tidurmu?‟‟ atau apa saja benda yang berbentuk bulat di

ruang makan di rumahmu?‟‟ Dengan pertanyaan-pertanyaan yang

membuat rasa ingin tahu secara mendalam dan menggugah pikirannya

untuk membuat strategi dengan menjawab pertanyaan guru dengan

baik. Melalui pijakan awal yang dibimbing oleh guru sentra balok,

diharapkan kecerdasan spasial anak-anak bekerja optimal, sehingga

mereka mampu menginformasikan apa yang mereka ketahui secara

lengkap dan dengan bahasa yang logis dan rutut sesuai urutan yang

jelas. Kemampuan itu dapat membantunya bekerja secara produktif di

sentra balok dengan penuh antusias dan banyak keilmuan yang ia

dapatkan melalui bermain fungsional di sentra balok.53

Pijakan Individu saat bermain. Pijakan individu saat bermain

berlangsung ketika anak-anak mulai kerja di sentra balok, saat itu guru

52Direktorat Pendidikan Anak usia Dini, Grand Desain Pendidikan Anak

Usia Dini (Jakarta : Depdiknas, 2007), 56.

53Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 114.

207

mengobservasi dengan cermat kegiatan setiap anak dan memberi

pijakan individual di saat bermain. Saat guru memberi pijakan individu,

Guru perlu memastikan anak bekerja sesuai dengan tema. Apabila

anak-anak membuat bangunan yang tidak sesuai dengan tema, maka

yang dilakukan guru pertama-tama harus dijaga adalah penghargaan

atas setiap usaha anak berupa pujian dan ungkapan rasa senang melalui

ungkapan yang membahagiakan hatinya dalam arti tidak menyalahkan

kekelirun anak secara lansung. Misalnya dalam tema lingkunganku,

ternyata anak membangun kapal pesiar, guru bisa bertanya „‟Apakah

yang kamu maksud dalam kapal pesiar juga ada bagian-bagian seperti

dalam rumah?‟‟ kalau anak tetap pada kemauannya yang melenceng

dari tema, guru cukup mengingatkan bahwa hari ini temanya adalah

„‟lingkunganku.‟‟ Jadi, keinginan guru untuk mengingatkan anak tidak

sampai mematahkan kreatifitas dan tidak membunuh potensi yang

dimiliki anak didik tersebut dalam berkreasi menuangkan imajinasinya

yang terpendam dalam pikirannya. Dalam kasus seperti itu guru perlu

mengevaluasi apakah ada kecenderungan juga pada anak lain keluar

dari tema. Jika tidak, maka pada pekan berikutnya perlu ada

penanganan khusus pada anak yang bersangkutan, dengan syarat anak

yang melakukan kekeliruan tersebut tidak boleh dikucilkan atau

didiamkan begitu saja. Tapi jika terjadi kecenderungan yang sama pada

anak lain, maka yang perlu dievaluasi adalah pijakan awal yang

diberikan guru barangkali di antara mereka belum paham maksud dari

pijakan yang diinginkan guru sesuai tema hari itu. Apakah cukup kuat

atau belum. Intinya adalah komunikasi yang diberikan guru kepada

anak-anak harus efektif dan perkataan yang disampaikan guru kepada

anak haruslah menggunakan bahasa verbal yang dimengerti oleh anak-

anak seusianya.54

Bagi guru di sentra balok, dibutuhkan kemampuan ganda dalam

menentukan kapan dan bagaimana cara melakukan intervensi saat anak

sedang bermain. Intervensi saat anak sedang bermain memiliki peran

penting bagi terciptanya permainan yang produktif. Guru sentra balok

harus cermat menentukan kapan mengintervensi permainan anak, tidak

boleh sembarangan bahkan tanpa koordinasi dengan anak-anak ketika

melakukan intervensi apapun. Melainkan melalui kesepakatan awal

yang jelas agar lebih dimengerti oleh anak-anak terkait intervensi yang

dilakukan guru kepada anak-anak didiknya

54 Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Triyani Guru sentra Balok di

TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 05 Agustus 2013.

208

. Berbagai teknik yang digunakan dalam metode sentra salah

satunya adalah meliputi modelling,yaitu dengan cara memberikan saran

dan memberi komentar-komentar yang sifatnya mendukung. Jenis dan

tingkat interaksi guru yang diperlukan bergantung pada kemampuan

anak-anak untuk membaca dan menegosiasikan situasi permainan

dengan cerdik. Intinya adalah guru harus banyak membuat keputusan,

termasuk tentang keterlibatan guru, kasus per kasus, menit permenit.

Dalam hal ini perlu dipahami dengan benar tahapan langkah

keterlibatan guru terhadap keterlibatan dirinya dengan anak-anak

melalui tahapan-tahapan yang jelas..55

Tahapan tersebut biasa disebut dengan tahapan lima kontinum.

Kelima langkah tahapan itu harus dimulai mulai dari tingkat intervensi

minimal seperti observasi sampai ke intervensi maksimum seperti

intervensi fisik. Para guru bisa aktif terlibat dengan bertanya tentang

permainan yang dilakukan anak-anak, seperti: „‟Apakah kamu

menggunakan setengah unit untuk jendela?‟‟ Guru juga dapat

merespons kebutuhan bantuan dengan bertanya, „‟Bisakah kamu

membantu kami menemukan eliptical curve?‟‟ dan memberikan

tambahan yang dibutuhkan seperti, „‟kita memerlukan satu lembar

karton untuk membuat atap rumah balok.”56

Intinya dalam

implementasi sentra di sentra balok adalah anak dididik untuk bermain

dengan balok. Misalnya ketika ada tugas proyek membuat sekolah,

merancang bangunan masjid, membuat rumah keluarga, etc. Melalui

main di sentra balok diharapkan anak-anak dapat mengembangkan

imajinasinya dan potensi kecerdasan majemuknya dapat terbangun

secara terpadu dan optimal.57

c. Sentra Seni Wahana Kreatifitas Anak Usia Dini

Sentra seni memiliki fokus memberikan kesempatan pada anak-

anak untuk mengembangkan berbagai keterampilan yang dimiliki anak

dalam rangka mengeksplorasi keingintahuannya yang tinggi dan

membangun kecerdasan majemuknya secara optimal. Tujuan sentra

seni bukan untuk membina anak-anak menjadi seniman, melainkan

membantu anak-anak mengembangkan kreatifitasnya dan belajar

55

Sebagaimana yang dikemukakan Wolfgang dalam bukuSchool For Young

Children (Developmentally Appropriate Practices, 1992), 46. 56

Hasil pengamatan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi di sentra balok

dan wawancara dengan Ibu Triyani guru di sentra balok. 57

Wawancara secara intensif dengan Triyani, Guru sentra balok di TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, Bulan Juni 2013.

209

melalui proses prosedur kerja yang memperkuat semua domain dan

membangun kecerdasan majemuk.

Sentra seni terfokus pada eksplorasi seluruh keaktifan minat dan

fokus yang berkaitan dengan kemampuan mencurahkan keterampilan,

terutama keterampilan tangan dengan menggunakan berbagai bahan

dan alat-alat yang sederhana. Seperti : melipat kertas, menggunting,

mewarnai, membuat prakarya sesuai tema, melukis dengan cat air dan

crayon serta membuat prakarya dengan menggunakan adonan. Di

sentra seni ini, anak diberi kebebasan bermain sambil belajar untuk

mengasah dan mengolah rasa keindahan, kerja bersama, belajar

tanggung jawab, membangun kemandirian, bersosialisasi dengan

teman-temannya, melatih koordinasi mata, tangan, kaki dan pikiran

dengan melatih kecerdasan panca indra dan kecerdasan majemuknya

secara bersamaan dan optimal. Karena dunia anak sangat menarik

untuk ditampilkan dalam karya seni melalui kreatifitas yang

diciptakannya. Kemampuan yang dibangun disentra seni adalah

kemampuan menggambar, kemampuan mewarnai dan kemampuan

menciptakan sesuatu dengan berbagai media dan merefleksikan

keindahannya melalui fitur warna dan seni gaya dalam menciptakan

sebuah karya yang fenomenal menurut daya pikirnya. 58

Kegiatan di sentra ini diprioritaskan karena bagian terpenting

dari kreatifitas seni adalah kepuasan yang mereka lakukan dalam proses

orientasi membuat dan melakukan proyek seni, bukan pada apa yang

dihasilkan melainkan dalam proses pengerjaannya yang membuat anak

menjadi tertantang untuk bekerja sama dalam menyelesaikan berbagai

tugas yang dipandu oleh gurunya dengan hati yang lapang dan suasana

happy learning.59

Sentra seni menitikberatkan fokusnya pada

kemampuan anak dalam berkreasi dan berkreatifitas untuk menciptakan

berbagai kreasi seni dan menghasilkan sebuah karya yang bermanfaat

bagi dirinya dan orang lain. Karena seni adalah hasil kreasi dan

kreatifitas manusia yang diolah secara halus dan sederhana. Sentra seni

ini mampu memberikan kesempatan pada setiap anak untuk

bereksplorasi secara bebas bertanggung jawab dan bereksperimen total

dengan berbagai bahan dan alat seni, sebagai sarana untuk menuangkan

ide, pikiran dan pengetahuannya yang masih terpendam untuk di asah

secara aktif dengan berbagai macam praktik seni yang ada di sentra

58

Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam

penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan , tanggal 05 Mei 2013.

59Dombro, Amy, Laura, et al. The Creative Curriculum for Infants and

Toddlers: Teaching Strategies (Washington, 2001), 35.

210

seni. Sehingga keterampilan motorik halus dan motorik kasar kreatifitas

anak-anak dapat dibangun dengan sempurna tanpa ada paksaan dalam

proses pengerjaannya sesuai dengan minat dan kesadaran dalam

menciptakan hasil karya yang diinginkan dalam mewujudkan

perwujudan seni yang nyata.60

Perwujudan seni tergerak dari dinamika proses intuisi dan

logika kemanusiaan, kemudian diwujudkan melalui ketekunan dan

kesungguhan yang tulus dan kehalusan budi pekerti yang luhur, bukan

rekayasa tanpa makna melainkan sangat ditentukan oleh dasar ilmu,

moral dan ketaqwaan manusia terhadap sang Pencipta sebagai

perwujudan rasa syukur kepada-Nya. Diharapkan pada sentra seni ini

anak mampu mengekspresikan diri dan berkreasi dengan berbagai

macam gagasan, imajinasi dan menggunakan berbagai media yang ada

disekitarnya menjadi suatu karya seni yang berharga menurut ekspresi

jiwanya. Melalui kegiatan bermain dalam pendidikan seni, anak

memiliki keleluasaan untuk mengembangkan kreatifitasnya. Beberapa

aspek penting yang perlu mendapat perhatian dalam pendidikan seni

antara lain berupa kesungguhan, kepekaan sosial, proses menghasilkan

karya seni, kesadaran berkelompok dan berfikir kreatif. Sehingga

kekompakan dan hasil yang maksimal dapat dicapai tanpa ada kata

malas, gagal dan putus asa melainkan saling melengkapi dan mengisi

segala kekurangan yang ada di antara mereka, semuanya bisa dicapai

melalui kerja sama dalam kegiatan sehari-hari tanpa ada yang dirugikan

salah satu di antara mereka. Aplikasi kerja sama tersebut didasarkan

atas tema yang dijadwalkan pada hari itu sehingga pembelaharan

berfokus semuanya pada tema. 61

Kebutuhan sesuai tema yang dibahas terkait dengan kebutuhan

diri terhadap media sentra seni yang disediakan guru. Misalnya

kebutuhan menggunakan lem sebagai bahan perekat, saat sedang

mengerjakan proyek, dan kebutuhan menggunakan kertas, kertas warna

digunakan untuk untuk melatih motorik halus anak, sedangkan kain

perca untuk melatih motorik kasar. Guru-guru di TK Batutis Al-Ilmi

senantiasa mendukung kreatifitas awal mereka dengan jalan

memberikan saran mengajarkan aturan dalam menggambar. Bahkan,

mereka seringkali menciptakannya secara spontan dan alamiah melalui

kegiatan yang diarahkan oleh guru sebagai fasilitatornya dalam

60

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 153.

61Hasil wawancara dengan Sa‟diyah guru sentra seni TK Batutis Al-Ilmimi

Pekayon Bekasi, 23 Sa‟diyah gru sentra seni, 25 Agustus 2013.

211

menciptakan hasil karya di sentra seni. Ketika membuat karya di sentra

seni dibutuhkan bahan-bahan yang disesuaikan yang ada di sentra seni

TK Batutis Al-Ilmi. Kemudian, disesuaikan dengan kebutuhan

perkembangan anak dan daya nalar mereka yang masih berusia dini,

dikarenakan tingkat perkembangan dan kesiapan yang berbeda-beda. 62

Pada saat pijakan lingkungan guru di sentra seni menyediakan

alat-alat dan bahan seni bagi anak-anak untuk bereksplorasi dengan

warna saat menggambar, melukis mencap dan merobek, menggunting

dan pekerjaan seni lainnya yang berkaitan dengan keindahan dalam

kehidupan. Dalam karya seni, anak mengungkapkan daya cipta dan

keterampilan yang dimilikinya dengan menggunakan berbagai macam

alat dan media yang ada. Alat menggambar seperti krayon, spidol dan

kapur tulis yang cukup besar atau tebal ukurannya baik digunakan oleh

anak-anak usia 3-4 tahun untuk belajar menggenggam tanpa

mematahkannya maupun anak-anak yang berusia 4-6 tahun disesuaikan

dengan situasi dan kondisi anak-anak di sekolah dan lingkungan

tersebut.63

Cat lukis atau cat cair adalah adalah bahan seni yang sangat

mendasar karena memberikan kesempatan pada anak-anak untuk

bereksplorasi dan bereksperimen dengan bahan yang paling cair

sekalipun, Mereka bereksplorasi menuangkan beraneka warna warna di

atas kertas untuk mengekspresikan gagasannya. Misalkan; setelah

dibahas buku tentang kebutuhan manusia tentang kebutuhan sandang,

anak diminta oleh gurunya untuk membuat proyek mencetak bentuk

baju. Kemudian anak memilih alat-alat seni sesuai dengan

kebutuhannya untuk mencetak baju, kemudian mengumpulkan proyek

yang dikerjakannya, seperti; kertas gambar besar dan krayon, dia

mengambil warna merah kemudian mulai membuat gambar baju dan

kerudung, kemudian mengambil warna hitam dan membuat gambar rok

panjang dan mewarnainya dengan krayon hitam sesuai imajinasi yang

dibayangkan dikepalanya. Dia katakan kepada gurunya, “Bu Guru „‟ini

baju ibuku, ibuku sedang menggunakan baju berwarna merah dan rok

hitam panjang.” Itu adalah salah satu cara menuangkan imajinasi yang

ada dalam pikirannya yang dituangkan dalam bentuk gambar tentang

hal yang telah dipahami sebelumnya melalui instruksi lewat pijakan

62

Wawancara dengan guru sentra seni Sa‟diyah disela-sela kesibukannya

mengarahkan anak-anak saat bermain sentra seni di TK Batutis Al-Ilmi, Juli 2013. 63

Wawancara dengan guru sentra seni Sa‟diyah disela-sela kesibukannya

mengarahkan anak-anak saat bermain sentra seni di TK Batutis Al-Ilmi, Juli 2013.

212

(arahan) yang diberikan gurunya pada saat awal sebelum mengerjakan

tugas yang dikerjakannya secara mandiri . 64

Guru yang mengajar di sentra seni bisa mengamati setiap

tindakan yang dilakukan anak-anak melalui proses kreatif dan inovatif

setiap tingkah laku anak didiknya dengan seksama. Mulai saat guru

memberikan pijakan sebelum main, kemudian saat anak mulai memilih

dan menetapkan tujuan dan selanjutnya pada saat proses pembuatan

karya diawali dengan kesepakatan awal untuk bekerja sama dengan

teman-temannya yang menjadi mitranya dalam bekerja menyelesaikan

proyek pekerjaan di sentra seni dengan tema yang telah diajukan sesuai

jadwal. Misalnya dalam hal memakai alat yang dibutuhkan, interaksi

dengan teman atau penuangan ide itu sendiri melalui eksplorasi yang

dikembangkannya melalui kerja nyata pengerjaan di sentra seni.

Kemudian Guru dapat menyatakan kesimpulan dengan bijaksana

tentang tahap perkembangan masing-masing anak dengan melihat

karya yang dihasilkan anak-anak. Apakah hasil karya anak sudah sesuai

atau belum sesuai dengan tahapan perkembangannya, guru dapat

menyesuaikan sesuai dengan tahapan kemampuan anak dengan

mengkomunikasikannya menggunakan bahasa yang santun dan

bijaksana sekaligus memotivasinya. Selain itu, guru dapat memancing

kreatifitas anak-anak didiknya melalui pujian yang diberikan kepada

anak dengan tulus. Bahkan ketika guru meluruskan persepsi anak yang

kurang sesuai dengan tema bisa disampaikan melalui pertanyaan yang

membangkitkan imajinasinya kembali, dengan tidak meremehkan atau

merendahkan dihadapan teman-temannya, karena nilai kata-kata

ditentukan oleh mutunya bahasa yang diungkapkan.65

Oleh karena itu, suksesnya proses pembelajaran di sentra seni

didukung oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah faktor

penggunaan bahasa yang baik sesuai pola S-P-O-K, intonasinya jelas,

mudah dimengerti, dan membuat anak berfikir lebih jauh tentang hal-

hal yang sedang dipelajarinya dalam arti bahasanya tidak keluar dari

konteks yang dibahas dalam tema pembelajaran hari itu dan tidak

berbelit-belit. Karena bahasa yang dipergunakan oleh guru adalah

merupakan alat bantu utama bagi anak untuk mengembangkan kosakata

dan kosamakna bagi mereka, terutama bahasa yang santun sesuai

64Hasil pengamatan di saat pembelajaran di sentra seni berlangsung, 20 Juli

2013.

65Hasil pengamatan di saat pembelajaran di sentra seni berlangsung, 20 Juli

2013.

213

dengan adat ketimuran atau alangkah lebih baiknya menggunakan

bahasa yang sederhana tapi mengena dengan apa yang dimaksud.

Bahasa natural anak menunjukkan tingkat tahap perkembangannya

yang alami. Guru dan anak sebaiknya berbicara dan mengajak anak

berbicara dengan menggunakan kalimat lengkap yang terdiri dari

subyek, predikat, keterangan, obyek, keterangan (SPOK), sehingga

runtutan yang dibicarakannya anak dapat mengerti apa sebenarnya yang

dimaksudkan oleh gurunya tersebut dan tidak terjadi salah paham

diantara mereka .66

d. Sentra Bahan Alam Wahana Observasi Penuh Sensasi

Sentra bahan alam memiliki tujuan untuk memberikan

pengalaman pada anak untuk bereksplorasi dengan berbagai materi. Di

sentra bahan alam ini, anak bermain sambil belajar untuk dapat

menunjukkan kemampuan menunjukkan, mengenali, membandingkan,

menghubungkan dan membedakan. Dengan bereksplorasi dan

bereksperimen anak-anak memiliki ide dan kepekaan terhadap

pengetahuan dan alam sekitar sehingga tumbuh motivasi dan

kepercayaan diri untuk semangat dalam belajar. Sentra bahan alam

merupakan tempat anak bereksplorasi dengan bahan-bahan alam yang

ada di sekitarnya, kegiatan seperti ini merupakan kesempatan berharga

bagi anak sebagai tempat melampiaskan rasa penasarannya dalam

bereksplorasi tentang pemahaman terhadap setiap tema yang dibahas.

Dengan kegiatan eksplorasi itu anak berkesempatan untuk memegang,

menyentuh, merasakan bahan-bahan alam dengan kecerdasan panca

inderanya. Sentra bahan alam merupakan sentra utama yang

menyediakan kesempatan kepada anak sejak dini untuk menemukan

pengetahuan dan konsep tentang sains melalui eksplorasi tinggi yang

membuat dirinya puas terhadap penemuan yang didapatkannya melalui

proses mencoba dan merasakannya dalam kehidupan nyata.67

Saat pemberian pijakan awal di sentra bahan alam, pembahasan

tema tentang rekreasi, bisa difokuskan pada perlengkapan-

perlengkapan yang dibawa menuju tempat rekreasi.68

Karakter

belajarnya pun didapatkannya sesuai tahapan yang berproses melalui

bermain, anak usia dini menjadi ilmuwan dan peneliti bagi

66

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 145. 67

Sugianto, Mayke, Bermain, Mainan dan Permainan (Jakarta: Depdiknas.

Dirjen Dikti, Proyek Pembinaan Guru, 1995), 16. 68

Disesuaikan dengan tema

214

lingkungannya sejak usia dini melalui permainan yang mendukung

imajinasinya terutama sesuai dengan tahapan perkembangannya dalam

belajar mencari pengetahuan sebagai ilmuwan untuk diaplikasikannya

dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di rumah.69

(PIJAKAN AWAL, PIJAKAN SEBELUM SAAT DAN

SESUDAH MAIN) TOLONG DIURAIKAN)

Oleh karena itu, sentra bahan alam merupakan sentra utama

untuk memenuhi kebutuhan sensorimotornya supaya bisa terpenuhi

dengan sempurna. Apabila anak berhubungan langsung dengan aneka

bahan dan alat permainan, baik di dalam maupun di luar ruangan.

Anak-anak dapat melihat langsung hukum sebab akibat yang terjadi

pada benda tersebut, dari yang bersifat cair, kental sampai yang padat.

Kegiatan yang Tidak bisa dihindari di sentra bahan alam adalah tangan

atau bagian-bagian tubuh yang lain serta pakaian anak terkena oleh

aneka zat dan benda bahan penelitian di sentra bahan alam yang mereka

kerjakan. Akibatnya, pakaian mereka bisa menjadi basah dan kotor.

Di arena sentra bahan alam inilah anak-anak berkesempatan

mengeksplorasikan pengetahuannya untuk menciptakan kekacauan

(messy play) di arena bermain. Messy play adalah sebuah istilah

permainan di sentra bahan alam yang mempunyai maksud bahwa messy

play itu adalah sebuah kesempatan untuk mengeksplorasikan

pengetahuannya untuk menciptakan kekacauan yang sangat berharga

bagi proses pengembangan kecerdasan anak melalui bermain bebas

yang beraturan. Namun harus dipahami bahwa yang dimaksud

„‟kacau‟‟ di sini sama sekali bukan permainan yang acak-acakan tanpa

aturan yang berlaku, yang akhirnya hanya membuahkan kekacauan

berfikir anak usia dini. Messy play tetap berada dalam pemahaman

sentra dengan prinsip-prinsip dan prosedur kerja yang sesuai dengan

prosedur. Kata sifat messy lebih ditujukan kepada akibat yang terjadi

pada tangan atau bagian-bagian tubuh lain serta pakaian anak setelah

bermain bisa menjadi basah atau kotor. Akan tetapi, bukan kotor dan

basahnya pakaian yang menjadi masalah, namun pengalaman main bagi

anak-anaklah yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan

kecerdasan majemuknya yang sesuai dengan tumbuh kembang anak

usia dini. 70

69

Hasil wawancara dengan Refiyanto Guru Sentra Bahan Alam, TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 24 Juni 2013.

70Pengamatan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 27 Mei 2013.

215

Konsep bermain bebas yang beraturan dengan berbagai sarana

yang mendukung untuk berkembangnya berbagai potensi kecerdasan

yang dimiliki anak untuk mengembangkan kecerdasan majemuknya

secara optimal. terlebih kegiatan messy play membuat anak-anak

merasa puas dengan cara permainannya, karena permainan yang selama

ini dibatasi oleh banyak orang tua dan guru, seperti main air secara

bebas, main play dough, bermain tanah, etc. Justru di sentra bahan alam

ini anak-anak diberi kebebasan untuk bermain dan bereksplorasi secara

bebas sesuai dengan apa yang diminatinya.71

Berikut ini adalah

sebagian dari manfaat yang diharapkan dari aktifitas messy play yang

dieksplorasikan disentra bahan alam; manfaat messy play bagi anak

usia dini adalah pertama, membantu anak-anak menjadi lebih

independent, selanjutnya anak-anak merasa bebas untuk berekspresi

sesuai ap yang diinginkannya, mereka turut ambil bagian dalam

aktifitas bermain yang mereka ciptakan. Mereka yang bertanggung

jawab atas berapa lama harus bermain di sentra bahan alam yang telah

disepakati sejak awal pada saat pijakan awal antara anak-anak dengan

gurunya sebgai pembimbing selama main di sentra. Selain itu, anak-

anak dieksplorasi untuk menemukan cara bagaimana cara memainkan

benda. Anak-anak diberi kebebasan untuk menentukan segala hal yang

harus dilakukan selama di sentra. Dikarenakan anak diberi kesempatan

untuk menentukan apa yang harus dilakukan dan mengendalikan

permainan selama main di sentra. Maka, rasa percaya diri anak

terbangun dengan sendirinya dan merekapun menjadi disiplin, berani

dalam mengemukakan pendapat serta tidak sungkan-sungkan untuk

mengingatkan guru sebagai pembimbingnya jika menurutnya

melakukan kekeliruan yang harus diluruskan.72

Kedua, aktifitas messy play membantu mengembangkan

gerakan, koordinasi dan kendali aktifitas anak-anak. Sentra bahan alam

memberi anak-anak kesempatan untuk mengeksplorasikan benda-benda

di sekitarnya dengan menggunakan tangan, kaki dan seluruh panca

indera mereka. Ketiga, membantu mengembangkan penggunaan

berbahasa dan komunikasi efektif dengan sesama temannya maupun

dengan gurunya sebagai pembimbing. Anak-anak terpacu untuk belajar

banyak tentang kata-kata baru yang menggambarkan benda-benda yang

mereka lihat, rasa, dengar dan cium di setiap moment yang dialaminya.

71

Hasil Wawancara dengan Refiyanto Guru Sentra Bahan Alam, 27 Mei

2013. 72

216

Setiap moment yang dialaminya mengalirkan komunikasi yang

mengolah kosakata baru yang didapatkannya melalui pengembangan

komunikasi dengan teman-temannya. Keempat, melalui komunikasi

yang tepat dapat membantu anak mengembangkan daya imajinasinya,

daya imajinasinya didapat melalui berbagai macam kesempatan-

kesempatan regular untuk bermain bebas di sentra bahan alam dan

kesempatan main itubmemungkinkan anak-anak menciptakan aktifitas

mereka sendiri dalam rangka mengembangkan imajinasinya sesuai

dengan apa yang dipikirkannya. Kelima, membantu mengembangkan

pengetahuan dan pemahaman anak tentang dunia yang penuh dengan

berbagai macam jenis permainan. Melalui berbagai kegiatan main

yang disuguhkan dan dialaminya secara langsung, anak-anak bisa

menyelidiki benda-benda dan tekstur-tekstur serta aneka benda yang

tersedia dalam menyalurkan daya imajinasinya yang briliant. Keenam,

melalui kegiatan messy play membantu anak-anak menggunakan indera

mereka mengalami sensasi yang berbeda dan mendapat kesempatan

untuk merespon dengan beragam cara terhadap benda-benda yang

mereka lihat, dengar, cium rasa dan mereka sentuh sentuh sebagai

aplikasi dalam mengasah potensi kecerdasan majemuk yang

dimilikinya.73

Selanjutnya, setelah berbagai sensasi yang sudah dialaminya

tereksplor dengan baik, maka kegiatan itu dapat mengasah kecerdasan

interpersonalnya yaitu mereka dapat melakukan permainan sosial

dengan sesama teman sepermainannya. Ketujuh, membantu mendorong

permainan sosiai yang unik sesuai dengan kemampuannya melahirkan

berbagai macam strategi. Di samping itu, anak-anak turut dalam

aktifitas-aktifitas dengan temannya yang lain dan belajar keterampilan

sosial saat mereka bermain. Mereka belajar bergiliran, berbagi dan

saling berinteraksi. Kedelapan, menyediakan kesempatan bagi anak

untuk mengekspresikan diri dan emosi mereka secara optimal, karena

berbagai benda bisa mendorong perasaan-perasaan yang beragam.

Misalnya tepung jagung bisa mendatangkan ketenangan, bila

permainannya dilakukan sesuai prosedur dan beraturan play dough bisa

melepaskan berbagai ketegangan dengan menekannya penuh perasaan.

Kesembilan, mendorong anak-anak untuk membuat pilihan-pilihan.

Ketika mengeksplorasi dan menyelidiki beragam benda, anak-anak

diberi kesempatan lebih banyak untuk menunjukkan preferensi dan

73

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 291.

217

membuat pilihan-pilihan dalam menuangkan imajinasinya tersebut

melalui berbagai alat dan bahan yang memberikan banyak ilmu

pengetahuan melalui eksplorasi dan mencoba menggunakan alat

tersebut sesuai prosedur kerja yang diminatinya melalui bimbingan

guru sentra yang membimbingnya selama main di sentra. Kesepuluh,

membantu anak-anak untuk mengembangkan konsentrasi dan

keterampilan diri dalam memecahkan masalah sehari-hari yang

dihadapinya sekaligus belajar mencari solusi secara mandiri serta tidak

tergantung dengan orang lain. 74

Melalui kegiatan messy play di sentra bahan alam, anak-anak

menjadi terlarut dalam aktifitas mereka, mereka sampai waktu karena

keasyikan yang mereka rasakan membuat mereka tidak mau untuk

beranjak dari arena sentra bahan alam. Akan tetapi karena waktu yang

yang tidak mengizinkan, akhirnya dengan penuh kesadaran mereka pun

berbenah diri dari sentra bahan alam bersama teman-teman yang

lainnya untuk membereskan peralatan yang sudah digunakan bersama-

sama di. Sebelum kegiatan beres-beres, mereka melakukan kegiatan

recalling terlebih dahulu dalam posisi melingkar untuk menceritakan

kembali pengalaman bermain dari awal sampai akhir yang telah mereka

lalui selama main di sentra bahan alam. Selanjutnya main di sentra

bahan alam diakhiri dengan kegiatan beres-beres. Kegiatan beres-beres

ditujukan untuk membereskan dan menata ulang kembali bahan-bahan

sesuai ketentuan di tempat yang telah di sediakan seperti sedia kala.

Pada hakikatnya, permainan yang disuguhkan di sentra bahan

alam memberi kesempatan penuh kepada anak-anak untuk mengerjakan

hal-hal sendiri dengan mendapatkan pengalaman yang aman tanpa ada

paksaan dari siapapun, guru hanya sebagai fasilitaator yang mengawasi

anak ketika anak sedang asyik bermain di sentra bahan alam tersebut.

Menurut pengalaman di lapangan, bahwa sistem pembelajaran yang

terbaik bagi anak-anak usia dini adalah belajar melalui pengalaman-

pengalaman praktek langsung di lapangan. Jadi, sistem pembelajaran

tidak hanya diberikan dengan pengetahuan berupa teori, bacaan, tulisan

dan metode ceramah saja, yang kadang membosankan bagi anak-anak.

Melainkan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan kaya

dengan simulasi permainan diaplikasikan dengan praktik langsung

dengan posisi belajar yang nyaman dan mengesankan. Sistem

pembelajaran demikian merupakan ciri simtem pendekatan

74

Depdiknas, Bahan Pelatihan Lebih Jauh tentang Sentra dan Lingkaran,

(Jakarta: Dit PADU Depdiknas, 2004), 34.

218

pembelajaran dengan menggunakan metode sentra. Metode sentra

bertujuan untuk menempa karakter yang baik melalui berbagai

peristiwa berbagai jenis main sebagai bekal di masa depan bagi anak-

anak usia dini dengan mengaplikasikannya secara langsung dalam

kehidupan sehari-hari.75

e. Sentra Main Peran Wahana Miniatur Kehidupan

Secara bahasa makna main peran berarti potret miniatur

kehidupan dalam pandangan aktor pemeran dalam sebuah panggung

sandiwara. Sentra bermain peran adalah sentra yang memfasilitasi

berbagai sifat yang dimiliki peserta didik untuk dapat dikembangkan

kemampuan bahasa, kognitif, sosial, dan emosi anak-anak dengan

memberikan banyak kesempatan untuk memainkan peran yang

merupakan pemeran langsung menjadi tokoh-tokoh dalam miniatur

kehidupan dengan berbagai profesi. Sentra main peran pada dasarnya

mengenal dua bentuk peran dalam kehidupan, yakni main peran besar

dan main peran kecil. Dalam konsep main peran besar anak bertindak

sebagai sutradara sekaligus aktor dengan memerankan dirinya sebagai

aktor tersebut atau atau menjadi skenario dari kisah atau peran yang

diperankan oleh orang lain, peralatan yang dibutuhkan sederhana hanya

menggunakan alat-alat dan bahan berukuran normal. seperti; peran

dokter, koki, guru, pengusaha atau polisi dan bisa juga peran yang

lainnya. Main peran makro dengan tidak mesti menggunakan alat-alat

yang banyak, hanya dibutuhkan cukup waktu, ruang, dan bahan main

dan kesempatan untuk bermain sesuai dengan profesi yang

dimainkannya. Misalnya, kegiatan bermain peran memerankan dirinya

menjadi dokter, guru, polisi, petani, dan profesi yang lainnya sesuai

dengan apa yang diminatinya, tentunya melalui kesepakatan awal

antara dirinya dan gurunya.76

Sedangkan dalam konsep main peran kecil, anak-anak

bertindak sebagai sutradara atau dalang dan pelakunya adalah boneka-

boneka atau wayang-wayangan yang mereka mainkan, dengan alat-alat

dan bahan-bahan berukuran kecil. Untuk saat ini penerapan sentra main

peran di TK Batutis Al-Ilmi hanya memfokuskan pada sentra main

peran besar saja. Insya Allah, untuk tahun-tahun berikutnya sentra main

peran kecil diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi demi perbaikan dan

75

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 253. 76

Hasil wawancara dengan Imas Maspupah guru sentra Main Peran, 26 Juni

2013.

219

kualitas TK Batutis Al-Ilmi di mata masyarakat khususnya pemerhati

pendidikan anak usia dini dan umumnya seluruh penduduk Indonesia di

seluruh pelosok nusantara. 77

Sentra main peran merupakan wahana bagi anak-anak usia dini

untuk menemukan konsep tentang aturan main dan skenario dalam

sebuah drama atau cerita pendek, nilai-nilai kehidupan, juga belajar

menghadapi dan memecahkan masalah apapun dalam kehidupannya.

Sentra main peran diperuntukkan bagi anak usia dini dengan suatu

pemahaman yang mutlak bahwa manusia dapat membangun

kemampuan diri menghadapi kehidupan dengan uji coba, serta

perencanaan yang matang. Anak-anak di dalam kelas sentra

memainkan sebuah peran tergantung pada guru sebagai fasilitator untuk

memastikan adanya sejumlah hal mendasar yang diperlukan dalam

proses kegiatan sentra tersebut. Beberapa hal mendasar yang harus

diperhatikan, yaitu: keamanan fisik, keamanan emosional, rasa

identitas, afiliasi, peluang untuk bisa mengerjakan peran apapun, sadar

tentang tujuan pokok yang harus ditunaikan.78

Pada anak usia dini drama yang diperankan di sentra main peran

tidak memerlukan susunan kalimat-kalimat yang tertulis baku untuk

dihafal. Pola perilaku tersebut akan terstruktur dengan sendirinya untuk

ditiru, bermodalkan tema dan melalui pijakan awal yang jelas dari guru

sentranya. Dalam prakteknya, sentra main peran pun tidak

membutuhkan audiens. Anak-anak hanya memerlukan lingkungan yang

aman dan menarik menurut suasana hatinya. Karena apa yang

diperankan dalam sentra main peran, sebenarnya tidak jauh beda

dengan apa yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari.

Perbedaannya jika dalam memerankan tokoh di sentra main peran

dibutuhkan peraturan atau kesepakatan yang teratur dan terstruktur

antara guru dan anak-anak. Sedangkan peran yang dialaminya dalam

kehidupan sehari-hari tidak dibutuhkan peraturan yang terikat. Namun,

kadang-kadang dalam implementasinya alur cerita dalam sebuah drama

pun bisa berubah-ubah sesuai imajinasi yang dipikirkan anak-anak dan

imajinasi itu selalu dinamis dalam benak nalar pikirannya. Dengan

suasana demikian, tentunya anak-anak bebas bereksperimen dengan

77Hasil wawancara dengan Imas Maspupah guru sentra main peran, TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 03 Agustus 2013.

78 Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Luar

Sekolah, Pedoman Penerapan BCCT dalam Pendidikan Anak Usia Dini

(Jakarta: Direktorat Pendidikan, 2006), 38.

220

peran-peran konflik dan belajar untuk mencari solusi dari berbagai

masalah yang menantang keberaniannya. 79

Main peran merupakan tahapan alamiah yang muncul pada

anak setelah anak memiliki pengalaman yang cukup dalam main

sensorimotor dan main pembangunan. Pada tahapan main peran anak

berlatih untuk menjalankan peran miniature kehidupan secara nyata,

belajar menegosiasikan ego dan menemukan konsep-konsep tentang

hidup bersama, hidup bekerja sama dan bersosialisasi dengan orang

lain. Anak usia dini membutuhkan kesempatan bermain drama yang

spontan, tidak memerlukan skenario yang utuh yang terpenting baginya

tema yang diusung dimengerti dengan baik sesuai dengan nalar daya

pikirnya. Selain itu peran yang dimainkan anak-anak bukan

berdasarkan perintah guru, melainkan atas kesepakatan awal dengan

gurunya. Terutama dalam pemilihan peran berdasarkan inisiatif mereka

sendiri dengan memilih peran dan cerita yang sesuai dengan mood dan

minat potensi masing-masing anak yang diinginkannya. Dalam hal ini

yang menjadi kunci utama dalam bermain peran adalah ekspresi

individual yang dimiliki setiap anak, sehingga tidak ada anak yang

tidak mampu, tidak ada anak bodoh, semua anak adalah pintar, tugas

guru adalah memberi tahu apa yang belum diketahui oleh anak-anak.

Di samping itu, anak-anak diberikan kesempatan yang sama, walaupun

dengan tingkat kemampuan fisik dan kognisi yang berbeda. Namun

mereka dapat menikmati dan belajar tentang kejadian sehari-hari dan

pembelajaran di kelas melalui bermain peran dengan penuh sensasi dan

pengalaman yang mengesankan. Pada anak usia dini proses bermain

peran itu yang paling penting bukan hasilnya yang diprioritaskan

melainkan proses alami dalam rentetan peristiwa sebuah drama yang

diperankannya. Proses itulah yang memberikan ruang bagi anak untuk

memperluas wawasan dirinya dalam menemukan sebuah kesadaran diri

dalam hubungannya dengan orang lain di lingkungan dimana anak-

anak berada. Selain itu, dalam sentra bermain peran anak- anak dapat

merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain sesuai dengan peran

yang ia mainkan. Sehingga anak-anak mendapatkan pengalaman yang

berharga yaitu dapat menghargai profesi orang lain yang diperankan

melalui perannya di sentra main peran besar. 80

79

Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT Pada Anak Usia Dini

(Jakarta: Depdiknas, 2006), 28. 80

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 242.

221

Pada saat penataan lingkungan main sebagai proses awal

pembelajaran main sentra dimulai, guru menyiapkan lingkungan main

dengan tetap mengacu pada pedoman lesson plan. Dalam menata

lingkungan main pertama-tama yang harus diprioritaskan oleh guru

sentra main peran adalah kenyamanan dan keamanan ketika bermain

agar anak dapat bergerak bebas untuk mengeksplorasikan potensinya

yang terpendam dengan leluasa. Selanjutnya, alat dan bahan disiapkan

dengan beraneka ragam dan praktis dijangkau anak-anak, hal ini

ditujukan untuk mengasah imajinasi anak dan mendorong minat anak

untuk bereksplorasi tentang pengetahuan yang belum diketahuinya.

Disamping itu, penataan lingkungan main dimaksudkan untuk

mengembangkan kemampuan berbahasa anak agar semakin lancar

kosakata dan penggunaan intonasinya. 81

Dalam mengembangkan kecerdasan yang dimiliki oleh setiap

anak pada sentra main peran besar, tidak semua alat atau bahan yang

digunakan berbentuk kongkret. Karena melihat dari alat dan bahan

serta daya pikir anak yang sudah mulai berkembang lebih baik. Seperti

halnya ketika anak memerankan menjadi seorang tamu di sebuah

rumah yang hendak didatanginya. Maka anak didorong untuk

menggunakan pintu rumah secara imajinatif ketika hendak memasuki

pintu rumah orang yang dituju. Selain itu, anak-anak bermain pura-pura

dengan menggunakan deretan kursi di sekolahnya sebagai mobil

keluarga yang siap untuk berangkat ke tempat tujuan, etc. Unsur pura-

pura yang berbentuk abstrak seperti ini dapat membantu anak untuk

menguatkan daya imajinasi yang dimilikinya. Untuk memperluas

cakrawala imajinatif yang dimiliki anak disediakan juga karton atau

kertas kosong dan alat tulis yang dapat dipakai bila anak membutuhkan

penanda tertentu, meja kasir, potongan uang mainan dan lain-lain

sesuai dengan keperluan yang digunakan dalam memerankan apa saja

sesuai dengan tema yang ada sebagai wahana dan sarana

mengekspresikan dan mengeksplorasikan potensi anak secara total

peranan yang harus diperankan oleh anak-anak didik di TK Batutis Al-

Ilmi Pekayon Bekasi.82

81

Hasil pengamatan di sentra main peran TK Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi, 23 Juli 2013.

82Hapidin, Evaluasi Kegiatan untuk Anak Usia Dini (Jakarta: PAUD FIP

Universitas Negeri Jakarta (UNJ), 2002), 42.

222

Ketika membahas tema hewan, pijakan awal yang dilakukan

guru sentra main peran adalah mengarahkan topik yang berhubungan

dengan profesi yang berhubungan dengan hewan, seperti peternak,

penjaga kebun binatang, dokter hewan, etc. Pembahasan lebih

mendalam dilakukan untuk jenis profesi tertentu sebagai contoh tema

herbivora guru dapat mendiskusikan dengan anak-anak tentang profesi

peternak sapi perah, pekerja pabrik susu, pedagang susu, etc. Setelah

materi-materi TFP dialirkan oleh guru sentra dalam pembahasan tema

dan topik kemudian guru menjelaskan lingkungan main yang ditata

dengan rincian peran yang dapat dimainkan anak. Pemilihan peran

diusahakan sesuai dengan pilihan anak itu sendiri. 83

Dalam pijakan awal ini harus disertai dengan kesepakatan awal

dan penekanan masalah prosedur kerja, termasuk perlunya

membereskan alat-alat yang digunakan setelah bermain. Sepanjang

eksplorasi masih dalam terkait tema, yang perlu diingat guru adalah

bahwa daya imajinasi anak adalah hal yang utama dalam sentra main

peran walaupun rencana pembelajaran tersebut telah dibuat rencana

skenario melalui TFP yang tertuang dalam lesson plan. Namun dalam

implementasinya bisa disesuaikan dengan kondisi mood anak pada saat

mengikuti permainan di entra main peran. 84

Selanjutnya, setelah melakukan pijakan awal kemudian guru

melakukan pijakan individu. Dalam sesi pijakan individu saat main

peran, guru dituntut untuk meluruskan persepsi dan menguatkan

pengetahuan yang ditemukan oleh anak didik melalui diskusi dengan

teman-teman dan gurunya sewaktu bermain peran. Guru yang efektif

senantiasa memotivasi anak baik secara pribadi dalam pijakan individu

maupun saat guru sedang melakukan pijakan awal. Dalam sentra main

peran yang sangat penting dikembangkan adalah terutama kemampuan

kebahasaan anak dan kemampuan berdasarkan kecerdasan lainnya

melalui pemberiaan pertanyaan-pertanyaan yang mengasah kecerdasan

majemuknya. Kegiatan yang tidak terpisahkan dari setiap main di

sentra sebagai upaya untuk menanamkan rasa tanggung jawab dan

83

Hasil wawancara dengan Imas Maspupah guru sentra main peran, TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 03 Agustus 2013.

84Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT pada Anak Usia Dini

(Jakarta: Depdiknas, 2006), 36.

223

membangun sikap berpikir runtut, kerjasama, teratur, dan bertindak

secara prioritas dan sesuai klasifikasi adalah kegiatan beres-beres.85

Dalam kegiatan beres-beres, guru senantiasa mengingat prinsip

pengajaran tidak langsung (indirect teaching), yang tidak

memperbolehkan anak untuk melarang, menyuruh dan memarahi anak.

Bila anak belum tergerak untuk melakukan beres-beres, guru harus

cermat memilih kata-kata agar terhindar dari ketiga hal tersebut atau

menggunakan prinsip lima kontinum.86

Sebagai contoh ungkapan yang

disampaikan guru kepada anak-anak didik, “Kita perlu merapikan

kembali alat main yang telah kita gunakan dan menaruh ditempatnya

kembali supaya besok bisa digunakan kembali.”Kemudian, Ketika ada

anak yang sudah berinisiatif untuk membereskan alat-alat main yang

telah digunakan ke tempat semula, guru dianjurkan untuk memberi

dukungan dengan mengatakan, „‟Alhamdulillah, saat ini Andi sudah

membereskan alat-alat main yang sudah digunakan.‟‟ Kegiatan

semacam ini harus senantiasa diingatkan kepada anak-anak, karena

sering terjadi anak yang enjoy dan larut dalam sentra main peran,

sehingga lupa ternyata waktu sudah habis. Sebelum ditutup dengan

membaca doa bersama, kegiatan setelah beres-beres adalah recalling

(menceritakan kembali apa yang telah dilakukan selama main) kegiatan

ini dilakukan dalam posisi duduk melingkar (circle time), kegiatan

recalling merupakan sesi penguatan dari hasil kegiatan saat main

sentra. Melalui kegiatan recalling setiap anak mendapatkan kesempatan

untuk menceritakan pengalamannya secara runtut selama main di sentra

main peran. Kesempatan itu sangat produktif apabila guru memiliki

kecermatan yang tinggi dalam mengobservasi ulang setiap proses main

yang dilakukan masing-masing anak dengan mendengarkan apa yang

diceritakan anak ketika recalling. 87

Ketika anak sudah menceritakan

kembali runtutan kegiatannya selama main, namun cerita yang

diutarakannya tidak berurutan. Disinilah kewajiban guru sebagai

pendidik perlu mengarahkan dengan bijaksana agar ceritanya berurutan

dan tidak keluar dari jalur tema yaitu sesuai dengan tema yang dibahas.

Setiap satu anak selesai menceritakan kegiatannya secara berurutan,

85

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 231. 86

Hasil wawancara dengan Imas Maspupah guru sentra main peran, TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 03 Agustus 2013.

87Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 114.

224

guru harus memberi dukungan yang positif dengan pernyataan positif,

seperti ungkapan berikut ini, ”Alhamdulillah, hari ini Ahmad fokus

menjalankan peran sebagai peternak sapi, selamat ya Ahmad!‟‟ sambil

memberikan jabat tangan penuh keakraban kepada anak yang

bersangkutan.88

selain itu, pada kesempatan ini juga guru dapat

meluruskan konsep-konsep yang tidak tepat diserap anak selama

bermain di sentra main peran supaya tidak ada kesalahan dan keraguan

yang berkepanjangan akibat pemahaman yang dipahami anak kurang

sesuai dengan aturan dalam membangun kecerdasan majemuknya.89

Dengan implementasi metode sentra di sentra main peran,

diharapkan anak-anak mampu menghadapi realitas kehidupan dengan

penuh sensasi dan ketertarikan yang mendalam melalui

pengetahuannya dengan merasakannya sendiri secara langsung apa arti

dari peran yang ia perankan. Sebagai bentuk paling murni dari

pemikiran simbolis yang tersedia bagi anak walau sederhana peran

yang ia perankan, tapi merupakan sarana efektif yang dapat

memberikan kontribusi sangat kuat pada perkembangan intelektual dan

pengembangan kecerdasan majemuknya. Selain itu, permainan

simbolis adalah bagian penting dari perkembangan kebahasaan anak

dalam menghadapi realitas kehidupan yang penuh tantangan.

Diharapkan setelah memerankan berbagai tokoh dan profesi dalam

kehidupan, anak-anak dapat memberikan solusi atau setidaknya

kontribusi nyata demi perbaikan karakternya menjadi lebih baik.90

f. Sentra Iman dan Taqwa (Imtaq) Wahana Pendidikan dan

Konsep Keagamaan

Dalam penerapan pendekatan metode sentra yang dikembangkan

oleh Pamela Phelps di Creative Pre-School, Tallahase, Florida,

Amerika Serikat sejak tahun 1970 menjadi pusat pengembangan

konsep BCCT (Beyond Center Circle Time). Sentra Iman dan Taqwa

(Imtaq) memang tidak dikenal dan tidak termasuk bagian dari metode

sentra. Dalam implementasi metode sentra, sentra keimanan dan

ketaqwaan (sentra imtaq) bisa dikatakan sentra baru yang tidak ada

dalam model kurikulum BBCT. Kemudian metode sentra ini diadopsi

88Hasil wawancara dengan Imas Maspupah guru sentra main peran, TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 03 Agustus 2013

89Hasil wawancara dengan Imas Maspupah guru sentra main peran, TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 04 Agustus 2013.

90Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT pada Anak Usia Dini

( Jakarta: Depdiknas, 2006), 37.

225

dan dibawa ke Indonesia oleh Wismiarti Tamin, pendiri sekolah Al-

Falah yang berlokasi di jalan Kelapa Dua Wetan No.4, Ciracas Jakarta

Timur. Diantara kontribusi paling utama bagi Wismiarti Tamin adalah

penambahan sentra iman dan taqwa dengan aplikasi ibadah dan doa-

doa serta pengembangan karakter luhur berdasarkan Sifat-sifat Asmaul

Husna.91

Metode sentra yang dipelopori Wismiarti tetap mengacu pada

prinsip-prinsip model kurikulum yang dirancang Pamela Phelps. Sentra

imtaq merupakan sentra yang mendidik anak untuk mengembangkan

kemampuan spiritual melalui pengembangan moral dan pengenalan

nilai-nilai agama Islam. sentra imtaq inilah yang membentengi

karakter-karakter Islami di sentra-sentra yang lainnya. Metode sentra

yang semula berbasis identifikasi tentang permasalahan terhadap

pengembangan karakter melalui sentra-sentra bermain dengan konsep

happy learning. Kemudian dipadukan dengan konsep nilai-nilai Islami.

Perlu diingat bahwa dalam implementasi metode sentra tidak ada guru

agama khusus, karena setiap guru yang mengajar metode sentra itu

merangkap menjadi guru agama dan diharuskan memahami nilai-nilai

agama Islam terkait penerapan lesson plan, TFP semuanya harus

mengalirkan nilai-nilai berdasarkan ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadits.

Kehadiran metode sentra Imtaq (Iman dan Taqwa) yang telah

direalisasikan di seluruh Taman Kanak-kanak di seluruh Indonesia,

sama sekali tidak bertentangan dengan prinsip pendekatan metode

sentra (BCCT) Phelps yang telah diterapkan di Tallahase Florida.

Namun sebaliknya, sentra imtaq terbukti menjadi bagian yang sangat

menunjang keberhasilan strategi pendidikan agama Islam yang

menggunakan pendekatan sentra dalam membangun kecerdasan

majemuk anak usia dini. 92

Dalam penerapannya sentra Imtaq tidak hanya menyediakan

satu jenis main melainkan gabungan dari ketiga jenis main sama seperti

penerapan jenis main di sentra-sentra yang lainnya, yaitu main

sensorimotor, main simbolik dan main pembangunan. Dalam sentra

iman dan taqwa di TK Batutis Al-Ilmi, pemahaman agama Islam baru

terbatas pada pengenalan ibadah-ibadah ritual sehari-hari. Misalnya,

kegiatan praktik sholat, hafalan surat pendek, doa sehari-hari, wudlu,

91

Wismiarti, Pendidikan AnakUsia Dini Berbasis Kecerdasan Majemuk di

Sekolah Al-Falah. Makalah pada Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak

Usia Dini, Jakarta: Universitas Negeri Jakarta bekerja sama dengan Ditlusepa,

Depdiknas, 2004. 92

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 212.

226

pengenalan huruf hijaiyah, pengenalan kalimat toyyibah dan

pengamalan ibadah amaliah dalam kehidupan sehari-hari. Guru

berperan sebagai fasilitator, mediator, dan pengamat juga sebagai

pembimbing anak-anak yang memberikan latihan praktek tentang

pengucapan huruf hijaiyah, kalimat thoyyibah, doa-doa dan bacaan

ayat-ayat dari surat-surat pendek. Namun, walaupun telah ada sentra

khusus agama tetapi semua aktifitas proses pembelajaran dari sentra

persiapan dan sentra-sentra lainnya sejak mulai belajar hingga akhir

pembalajaran keseluruhannya bernuansa agama Islam.93

Jenis main di sentra-sentra lain bisa diberikan di sentra Imtaq

seperti main pembangunan terstruktur (balok, puzzle masjid), main

pembangunan bersifat cair (play dough) untuk membuat huruf

hijaiyyah), dan main peran baik mikro maupun makro. Dengan

demikian, implementasi sentra iman dan taqwa diharapkan dapat

membangun kokoh karakter dan sikap hidup yang bersendikan budi

pekerti luhur. Ada bermacam-macam alat yang memfasilitasi

pengenalan hal-hal konkret yang menyangkut keimanan dan

ketaqwaan. Misalnya, permainan puzzle yang berbentuk masjid.

Boneka gerakan sholat, puzzle urutan tata cara berwudhu, main play

dough untuk membuat huruf hijaiyyah, etc. Metode sentra berusaha

memberikan pemahaman dengan pijakan yang kuat terhadap anak-anak

pada bidang keimanan dan ketaqwaan dalam mengenal Tuhan-Nya

dengan analogi yang masuk akal sehingga mereka dapat memahami

konsep nilai-nilai agama sesuai dengan usianya. Anak-anak dan guru

terlihat bahagia dan saling bekerja sama untuk membantu dan

mengingatkan untuk kebaikan. Metode sentra menerapkan sikap-sikap

mulia yang bersumber dari Asmaul Husna dalam setiap kegiatan yang

tercermin dari sikap dan cara bertutur kata yang positif dapat

membangun sikap atau kepribadian yang kuat dan berkarakter.

Membangun kepribadian yang berkarakter terjalin jika ada usaha kerja

sama yang baik antara guru dan orang tua murid untuk menerapkan

sikap-sikap mulia (Asmaul Husna) di rumah. Walaupun belum semua

dapat diajak kerjasama apalagi untuk para orang tua dari kalangan

dhuafa dengan perekonomian prasejahtera cenderung banyak

permasalahan di rumah. Namun perlahan tapi pasti mereka semua

93Hasil wawancara dengan Ainur Guru Sentra Imtaq, TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi, 20 Mei 2013.

227

mendukung dan menerapkannya dari hal yang paling kecil demi masa

depan anak-anak mereka.94

Sentra Imtaq adalah wahana tempat anak untuk

mengeksplorasikan setiap pengetahuan dan konsep yang ditemukannya

dari pengalaman belajar nyata melalui bermain dalam rangkaian nilai-

nilai luhur agama Islam. Sentra Imtaq memadukan kegiatan-kegiatan

yang dipersiapkan dalam rencana pembelajaran dengan pengetahuan

keagamaan untuk membangun dasar-dasar keimanan dan ketaqwaan.

Bersama sentra-sentra yang lainnya, sentra Imtaq mengalirkan sikap-

sikap mulia dari Asmaul Husna, selain pengembangan tujuh kecerdasan

majemuk. Dalam praktek dan penerapan sentra imtaq menyediakan

ketiga jenis main seperti di sentra-sentra lainnya, yaitu main

sensorimotor, main peran, dan main pembangunan. Hanya saja sentra

Imtaq memberi bingkai setiap kegiatan main anak dengan pengetahuan

tentang nilai-nilai moral yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan

Al-Hadits. Perbedaannya dalam sentra imtaq pemahaman dan prinsip-

prinsip dasar keagamaan mempunyai porsi lebih. Sentra Imtaq

memadukan kegiatan-kegiatan yang yang dipersiapkan dalam rencana

pembelajaran (lesson plan) dengan pengetahuan keagamaan untuk

membangun dasar-dasar keimanan dan ketaqwaan bagi anak-anak usia

dini.95

Selain itu, diiringi dengan asupan pengetahuan tentang nilai-

nilai akhlak mulia, melalui bentuk permainan-permainan menjadi

sarana untuk menguatkan konsep dasar keimanan dan ketaqwaan pada

setiap anak usia dini. Salah satu nilai strategis sentra Imtaq adalah

pengenalan hal-hal baru yang bersifat kongkret dalam hubungannya

dengan keimanan dan ketaqwaan. Dengan demikian diharapkan sikap

hidup Islami yang bersendikan budi pekerti luhur dalam membentuk

karakter anak yang Islami dapat terbangun dengan kokoh. Sentra imtaq

adalah wahana yang memberi kesempatan langsung pada anak melalui

pijakan pengalaman main. Dalam pijakan pengalaman lingkungan

main, sebelum anak-anak tiba di sekolah guru sentra Imtaq menata

lingkungan main dengan menyediakan alat-alat main yang memenuhi

kebutuhan main anak, baik dari segi intensitas (lama waktu main)

94Hasil wawancara dengan Ainur Guru Sentra Imtaq, TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi, 27 Mei 2013

95Wismiarti, Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Kecerdasan Majemuk di

Sekolah Al-Falah. Makalah pada Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak

Usia Dini, Jakarta: universitas Negeri Jakarta bekerja sama dengan Ditlusepa,

Depdiknas, 2004.

228

maupun densitas (kekayaan jenis main). Penataan lingkungan main

mengacu seluruh aspek perkembangan anak sesuai dengan tahap

perkembangannya. Dengan penataan pengalaman lingkungan main

yang cermat, sentra menjadi kondusif untuk anak mendapatkan

pengalaman main yang bermutu. Selain anak bisa bermain dengan

bebas guru juga bisa bergerak leluasa dalam kelas. Dikarenakan selama

anak main, guru sentra harus melakukan segenap tugas penting seperti

mengamati, memberi pijakan individual saat main, membuat catatan

observasi harian, bahkan mengintervensi anak sesuai dengan

kebutuhan. 96

Kemudian dalam pijakan awal, sebelum anak memasuki sesi

main di sentra imtaq, guru memberikan pijakan awal dengan diskusi

melingkar (circle time) untuk membahas tema. Untuk mendukung tema

yang dibahas bisa menggunakan ensiklopedi atau buku yang bergambar

dan menarik untuk membantu anak-anak terlibat secara aktif dalam

diskusi saat jurnal pagi melalui posisi main di lingkaran. Sesi pijakan

awal ini merupakan kesempatan yang sangat berguna dalam

membangun, mengeksplorasi, dan menanamkan pengetahuan serta

konsep diri pada anak. Seorang guru sebagai fasilitator selalu siaga

untuk memberikan pijakan individual pada saat pijakaan saat main

kepada setiap anak secara bergiliran untuk memberikan pemahaman

dan pengalaman main yang bermutu dan bermakna. Selain membuat

catatan observasi terhadap aktifitas main anak, guru juga melibatkan

diri dengan tindakan nyata yang diperlukan anak-anak sesuai tahapan

tumbuh kembang anak.97

Kegiatan berikutnya adalah pijakan setelah main, yaitu

kegiatan beres-beres. Kegiatan ini bermanfaat untuk menanamkan

sikap tanggung jawab pada anak.98

Selain itu, anak mendapatkan

pengalaman untuk bekerja tuntas, anak terlatih berpikir secara runtut,

teratur dan bertindak berdasarkan klasifikasi dan prioritas, sampai

semua peralatan yang mereka gunakan kembali ke tempatnya seperti

semula. Setelah kegiatan beres-beres, guru dan anak-anak berkumpul

melingkar atau saat lingkaran (circle time) seperti posisi halaqoh dalam

pengajian tarbiyah. Dalam kegiatan di lingkaran satu persatu anak-anak

96

Hasil wawancara dengan Ainur, Guru Sentra Imtaq, TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi, 27 Mei 2013

97Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 135. 98

Kegiatan beres-beres diakhir main juga turut membangun semua aspek

perkembangan anak, yaitu aestetik, afeksi, kognisi, sosial, bahasa dan psikomotor.

229

secara bergiliran mendapat kesempatan untuk menceritakan secara

berurutan kegiatan yang telah dilakukannya selama main di sentra.

Kegiatan tersebut dinamakan recalling. Recalling adalah moment

efektif untuk menanamkan sikap saling menghargai dengan sesama

temannya yang sedang bercerita, mengajarkan sikap antri, menata

dengan kreatif memori dalam otaknya tentang informasi, pengetahuan

dan konsep yang mereka serap selama main. Recalling merupakan

kesempatan yang baik bagi guru untuk meluruskan informasi,

pengetahuan atau konsep yang mungkin diserap anak secara kurang

tepat.99

Pada saat kegiatan recalling inilah, guru bisa memperkuat

konsep tentang makna “sebelum dan sesudah”, sebelum main dan

sesudah main. Dengan demikian anak terbiasa terlatih untuk berfikir

dan bertindak sesuai dengan urutan pengetahuannya. Setelah anak-anak

selesai menceritakan kegiatannya, guru perlu memberikan dukungan

positif dengan memberikan pernyataan verbal seperti ungkapan,

“Alhamdulillah, Fatimah hari ini sudah bisa bercerita dengan baik.

Selamat ya, nak! Sambil mengulurkan tangannya, dengan erat guru

tersenyum dan menyalami Fatimah sebagai ungkapan congratulation

atas prestasi yang diraih Fatimah, salah satu anak yang berada di sentra

Imtaq. Sungguh luar biasa, hasil optimal yang diraih anak-anak dalam

pembelajarannya dapat mengikuti pola perkembangan anak dengan

hasil yang memuaskan. Berkat pembelajaran yang mengacu pada

prinsip perkembangan anak, menjadikan proses pembelajaran menjadi

mudah diikuti, kemampuan kecerdasan anak pun berkembang dan

semakin hari semakin membanggakan guru dan orang tuanya.100

Dengan demikian, proses pembelajaran di sentra Imtaq yang

dilaksanakan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi mengacu pada

prinsip perkembangan sesuai dengan tumbuh kembang anak, yaitu:

Pertama, Proses pembelajaran dilakukan secara berulang-ulang, satu

tema disampaikan kepada anak didik sesuai dengan kebutuhan dan

perkembangan anak didik. Hal ini dilakukan agar anak didik dapat dan

mendapatkan pengalaman dari kegiatan yang telah dilakukannya.

Kedua, Anak-anak diajarkan sesuatu dari hal-hal yang mudah ke hal-

hal yang bersifat kompleks, dari tahap konkret ke tahap abstrak,

pembelajaran disusun secara sistematis dan mudah dilaksanakan.

99

Hasil wawancara dengan Ainur Guru Sentra Imtaq, TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi, 27 Mei 2013.

100Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra,133.

230

Dalam hal ini anak didik diajarkan mulai dari pengenalan huruf

hijaiyyah melalui nyanyian secara bersama-sama, kemudian secara

individual. Hal ini sesuai dengan anjuran Imam Al- Ghazali bahwa

guru menyampaikan materi pelajaran terhadap anak didik

dipermulaannya, agar dimulai dengan pelajaran yang paling mudah dan

sederhana menuju ke pelajaran yang sukar dan kompleks.101

Artinya materi yang disampaikan guru kepada anak disesuaikan

dengan tingkat perkembangan dan prinsip pendidikan bagi anak usia

dini. Islam menetapkan dalam garis besar wahyu pertama dan wahyu

kedua yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad SAW

memberikan isyarat yang jelas bahwa pendidikan yang perlu diberikan

kepada anak meliputi; pendidikan keagamaan, pendidikan akal dan

ilmu pengetahuan, pendidikan akhlak mulia, pendidikan jasmani dan

kesehatan.102

Namun secara global ruang lingkup pendidikan agama

Islam untuk anak usia dini meliputi tiga dimensi, yaitu hubungan

dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan

manusia dengan alam.103

Ketiga, Pembelajaran mengacu kepada

karakter anak supaya dapat mengikuti pembelajaran secara efektif dan

efisien. Anak-anak cenderung bermain ketika belajar, maka materi yang

disampaikan kepada anak-anak harus dilakukan dengan cara bermain.

Bermain merupakan ciri kegemaran anak dalam menangkap sebuah

pelajaran. Montessori mengemukakan pendapatnya berkaitan dengan

bermain bahwa anak mendapatkan manfaat besar bagi perkembangan

fisik dan psikologisnya selama dalam masa perkembangan dirinya.

Dengan bermain anak-anak dapat berfikir logis tahap demi tahap.

Dengan pemahaman demikian, anak-anak memiliki kesadaran yang

tinggi untuk meningkatkan daya ingatnya dengan konsep bermain yang

terarah, anak semakin kaya pengalamannya dalam menjalani

kehidupannya.104

Oleh karena itu, melalui konsep bermain yang terarah anak-anak

akan terbiasa bergerak bebas mengikut sertakan seluruh anggota

tubuhnya, memungkinkan anak berfikir lebih banyak dan semakin

101

M. Zainuddin Alavi, Pemikiran Islam pada Abad Klasik dan Pertengahan,

Terjemahan Abudin Nata (Canada: Montreal, 2000), 59. 102

„Abdu Al Gani, Fi al Tarbiyah al Islamiyah (Mesir, Dar al Fikri al „arobi,

1970), 120. 103

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),

134-135. 104

Herbert Brant dan Kenneth S. Holt, The Complette Mothercare Manual

(London: Conran oktopus, 1986), 242.

231

kreatif, anak mampu menghubungkan satu cerita dengan cerita

berikutnya secara runtut, anak berani mengekspresikan perasaan dan

pemikirannya tanpa rasa malu. Oleh karena itu, agar permainannya

lebih efektif, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam bermain,

diantaranya: permainan yang dilakukan anak bernilai positif dan

memiliki arti bagi diri anak, mengandung motivasi intrinsik, bersifat

spontan dan suka bermain tanpa paksaan dari pihak manapun, anak

berperan aktif dalam bermain, ada hubungan sistematik antara sesuatu

yang bukan merupakan ranah untuk bermain dengan hal yang berkaitan

dengan masalah kehidupan yang bisa dianalogikan lewat bermain.

Sebagai contoh fungsi dari bermain yang terarah di setiap sentra,

terutama sentra iman dan taqwa adalah anak-anak memiliki

kemampuan untuk memecahkan masalahnya, belajar berbahasa dengan

baik sesuai konsep SPOK, terbiasa disiplin, perkembangan sosialnya

terkondisikan dengan baik, kemampuan berkreatifitas semakin

berkembang, yang lebih berperan dari konsep bermain yang terarah

adalah anak mampu mengendalikan emosi dirinya dengan bijaksana

ketika menghadapi masalah.105

Semua sentra yang tergambar dalam pembahasan di atas, pada

hakikatnya merupakan area atau lingkungan dimana pada saat

pembelajaran didesain sesuai dengan indikator kompetensi yang

dicapai. Jika indikator anak mampu mengenal alat-alat ibadah, maka

pembelajaran di sentra iman dan taqwa anak terbiasa bermain dengan

alat-alat ibadah, meliputi; bermain puzzle, praktek shalat, berwudhu,

etc. Kegiatan pembelajaran diberikan secara mudah dan berulang-ulang

disesuaikan dengan indikator kompetensi. Sesuai dengan prinsipnya

bahwa metode sentra adalah sebuah pendekatan pendidikan yang

berpusat pada anak, dan guru bertindak sebagai fasilitator dan

motivator bagi anak-anak dalam mendampingi di setiap kegiatan

belajar.106

C. Membangun Karakter Melalui Kecerdasan Majemuk

Karakter adalah sifat-sifat yang terlihat dalam perilaku

seseorang bersifat spontan dan bukan termasuk perilaku yang hanya

sesekali muncul dalam kesehariannya, melainkan sering tereksplorasi

105

Depdiknas, Pembuatan Dan Penggunaan Alat Bermain Edukatif (APE),

Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda

(Jakarta: Depdiknas, 2002), 8-20.

106Mayesky Mary, Creative Activities for Young Children( New York:

Delmar Publisher Inc, 1990), 29.

232

dengan sendirinya. Karakter merupakan aktualisasi dan kualitas moral

dan mental seseorang secara alami yang pembentukannya dipengaruhi

oleh potensi dari dalam (fitrah) dan internalisasi nilai-nilai moral dari

luar dirinya yaitu sosialisasi atau lingkungan sehingga menjadi bagian

kepribadiannya yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Potensi karakter

alami yang baik dimiliki oleh setiap manusia sebelum manusia

dilahirkan ke alam dunia ini, selanjutnya potensi tersebut harus

senantiasa dibina setiap saat, dibangun dan dikembangkan secara terus

menerus dengan istiqomah, karena karakter seseorang tidak datang

dengan sendirinya melainkan harus distimulasi dengan rutin dan

telaten, dibentuk dengan pola yang sesuai perkembangannya, dibangun

dan ditumbuhkembangkan melalui sosialisasi dan pendidikan yang

berkesinambungan, pengalaman, percobaan, pengaruh lingkungan dan

pengorbanan menjadi nilai instrinsik yang melandasi sikap dan perilaku

anak-anak sejak anak usia dini.107

Membangun karakter adalah proses membentuk atau memahat

jiwa manusia dengan sedemikian rupa, melalui proses yang tidak instan

melainkan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, sehingga hasil

pahatan dan pembentukan yang diukir dapat bernilai mahal karena

berbentuk unik, menarik, dan berbeda dari yang lainnya. Ibarat

sekumpulan alfabet dalam kumpulan abjad yang tidak pernah sama

bentuk dan rupanya, namun dari perbedaan tersebut, alfabet mampu

memberikan peran yang urgent bagi terbentuknya sebuah kata atau

kalimat yang diinginkan. Demikian juga dengan orang yang berkarakter

baik atau tidak baik dapat dibedakan antara satu dengan lainnya,

bagaikan bentuk dan rupa pelangi yang berwarna-warni indah

dipandang mata namun di antara warna pelangi tersebut mampu saling

melengkapi menjadi hiasan yang alami penyejuk hati setiap insani.

Membangun karakter manusia terutama dimulai dari anak-anak usia

dini merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak

usia dini akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh

pada lingkungan yang berkarakter dengan kata lain lingkunganlah yang

akan membentuk kepribadiannya. Sehingga fithrah setiap anak yang

dilahirkan suci dapat berkembang paripurna secara optimal sesuai

dengan tahapan perkembangannya. Oleh karena itu, peran keluarga,

peran sekolah dan peran komunitas atau lingkungan mempunyai

peranan penting dalam pengembangan dan pembentukan karakter anak

107

Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter Solusi Tepat Membangun Bangsa

(Jakarta: Star Energi, 2004), 11.

233

usia dini dalam menapaki tahapan perkembangan kehidupannya. Dalam

usaha membangun karakter anak usia dini, ada tiga hal yang

terintegrasi dengan saling bersinergi antara satu dengan yang lainnya.

Pertama, anak mampu untuk membedakan antara perbuatan yang baik

dan buruk. Kedua, mempunyai kecenderungan positif terhadap

kebajikan. Ketiga, anak mampu melakukan kebajikan dan kegiatan

positif dimanapun mereka berada serta terbiasa bersikap istiqomah

dalam pelaksanaannya.108

Menanamkan tipe karakter yang baik pada anak usia dini

merupakan kewajiban yang terpenting bagi orang tua dan guru serta

lingkungannya, oleh karena itu diperlukan sikap yang arif bijaksana

dan memiliki etika yang baik dalam mendidik anak, terutama anak usia

dini. Ada tiga hal yang yang harus diperhatikan terkait usaha

pembentukan optimal dalam pendidikan karakter, yaitu: pertama,

pendidikan holistik, yang berarti pendidikan yang berorientasi terhadap

tujuan yang ditujukan untuk membangun seluruh dimensi sosial, baik

dari segi emosi, motorik, akademik, spiritual maupun kognitif,

sehingga dapat membentuk insan kamil dalam kehidupannya. Kedua,

bermain itu berarti belajar, belajar akan efektif lebih cepat ditangkap

dalam otak anak usia dini pada saat mereka sedang bermain. Dengan

kegiatan bermain otot-otot anak akan maksimal dalam bekerja,

metabolisme tubuh dapat meningkat dan perkembangan otak menjadi

seimbang terutama dalam menyambungkan antara sel-sel otak yang

masih dalam tahap penyempurnaan. Seorang anak harus mendapatkan

pengalaman yang nyata dan konkret dalam kehidupannya untuk

memahami proses pendidikan yang dilaluinya, karena setiap proses

pembelajaran yang diterapkan adalah salah satu jalan untuk membantu

anak dalam memahami apa yang telah diajarkan oleh guru dan orang

tuanya dalam kehidupan nyata.109

Ketiga, mengakui bahwa setiap anak

adalah unik, seorang anak dapat dikatakan unik karena ia memiliki

kemampuan dan bakat serta potensi yang berbeda-beda antara anak

yang satu dengan yang lainnya. Tidak ada anak yang tidak memiliki

bakat atau potensi, karena Allah menciptakan manusia dalam bentuk

sempurna merupakan yang sebaik-baiknya ciptaan. Dan juga tidak ada

produk yang Allah ciptakan itu gagal, tergantung bagaimana manusia

108

Lickona, Educating for Character, How Our School Can Teach Respect

and Responbility, (New York: Bantam Books, 1992), 65. 109

Hapidin, Model-model Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: Ghiyats

Alfian Press, 1999), 2.

234

bisa mensyukuri apa yang dimilikinya sebagai anugerah Ilahi dan

mampu menggunakan akal potensi fithtrahnya dengan baik.110

Secara umum, mayoritas masyarakat mengidentikkan ukuran

kecerdasan seseorang hanya memprioritaska dengan prestasi akademik

yang didapat melalui proses pendidikan di sekolah. Masyarakat masih

memegang anggapan bahwa sukses akademik di sekolah adalah kunci

kesuksesan hidup masa depan. Namun pada kenyataannya, tidak bisa

dipungkiri bahwa sangat sedikit orang yang sukses di dunia ini yang

sebelumnya menjadi juara kelas di sekolah. Sebagai contoh; Bill Gates

pemilik Microsoft, Hendri Ford industriawan mobil Amerika dan Tiger

Wood adalah seorang pemain golf. Mereka adalah segelintir contoh

dari ribuan orang yang dianggap tidak berhasil di sekolah tetapi

menjadi orang yang sangat berhasil di kehidupannya sesuai dengan

bidang yang digelutinya. 111

Orang yang cerdas adalah orang yang

mampu menyelesaikan masalah hidupnya dengan baik, mampu

melakukan sesuatu yang bermanfaat dan mampu menciptakan produk

yang beguna bagi orang lain. Dengan kata lain kecerdasan adalah

seluruh potensi manusia yang dibutuhkan untuk menjalani

kehidupannya, dalam arti tidak hanya kecerdasan kognisinya saja yang

ditekankan menjadi tumpuan sebagai barometer kesuksesan seseorang,

melainkan kecerdasan yang lainnya pun saling mempengaruhi

keberadaannya. Oleh karena itu, tidak boleh mengukur kecerdasan

hanya berdasarkan IQ saja.112

Berdasarkan fakta-fakta tersebut yang terjadi di belahan dunia,

ternyata prestasi akademik berbasis intelektual tidak bisa dipakai

sebagai ukuran pokok dalam meramalkan kesuksesan seseorang di

masa yang akan datang. Salah seorang psikolog dari Universitas

Harvard bernama Howard Gardner pada tahun 1983 mengubah opini

pendapat kebanyakan orang dengan menyatakan bahwa kecerdasan

tidak bersifat tunggal dan terpisah-pisah. Teori kecerdasan majemuk

Gardner mendapatkan sambutan sangat kuat di kalangan pendidik

karena menawarkan model pembelajaran yang berkonsep bahwa semua

anak memiliki kelebihan. Pendapat Gardner semakin menguatkan

110

Qur‟an Surat At-Tin; 4, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia

dalam bentuk yang sebaik-baiknya” Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan

Terjemahnya ( Bandung: CV. Diponegoro, 2005), 478. 111

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 115. 112

Howard Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences

(New York: Basic Books, 1983), 31.

235

pernyataan bahwa sesungguhnya setiap anak dilahirkan cerdas, tidak

ada anak yang bodoh, yang ada adalah anak yang belum tahu. Oleh

karena itu, tugas guru dan orang tualah yang wajib memberi tahu

tentang kekurangan dan memenuhi rasa keingintahuannya terhadap hal

yang membuat anak melakukan kesalahan.113

Paradigma baru inilah yang kemudian berkembang di seluruh

belahan dunia. Adanya penemuan terbaru ini memang sangat

diharapkan dapat mengubah pendekatan pendidikan yang selama ini

terlanjur mapan yaitu pendidikan berbasis konvensional yang lebih

menitikberatkan hanya pada kecerdasan intelektual. Menurut Thomas

Amstrong pakar pendidikan dari Amerika, setiap anak dilahirkan

dengan membawa potensi alami yang memungkinkan dirinya menjadi

cerdas. Sifat alami yang menjadi bawaannya tersebut antara lain rasa

keingintahuan yang tinggi, daya eksplorasi terhadap lingkungan yang

cukup antusias dimiliki anak, rasa spontanitas, vitalitas, dan

fleksibilitas dalam bertindak sesuai karakter yang diasah melalui

kecerdasan majemuk di setiap sentra. Dipandang dari sudut pendidikan

yang berkualitas, maka tugas setiap orang tua dan guru sebagai

pendidik adalah berkewajiban mempertahankan dan mengembangkan

sifat-sifat alami yang mendasari kecerdasan tersebut agar terus bertahan

dan semakin mengembangkan kemampuannya sampai anak tumbuh

dewasa dan siap mendapatkan kesuksesan dalam kehidupannya.114

Sifat-sifat dasar kecerdasan yang dimiliki anak menjadi penting

untuk dipertahankan dan dibiasakan serta dikembangkan secara terpadu

dan berkesinambungan, karena kualitas kecerdasan manusia dapat

rusak atau hilang oleh adanya sebab-sebab tertentu terlebih jarang

distimulasi dengan kebiasaan yang positif sesuai dengan tahap tumbuh

kembang anak. Ironisnya pengaruh terbesar yang dapat merusak

potensi kecerdasan tersebut ternyata datang dari lingkungan terdekat

dari anak-anak, yaitu pengaruh dari rumah dan sekolah. Situasi rumah

yang menimbulkan depresi bagi anak-anak dan keterasingan yang tidak

didukung oleh orang tua dengan penyediaan fasilitas dalam rangka

menstimulasi kecerdasan alaminya dapat berperan memupus bakat

alamiahnya. Selain itu, tekanan juga bisa datang dari orang tua yang

karena sebab tertentu dapat menghambat kreatifitas, keingintahuan dari

seorang anak terhadap sesuatu hal dan kegembiraan anak yang

113

Howard Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences, 43.

114 Lickona, Educating for Character, How Our School Can Teach Respect

and Responbility, 64.

236

terpasung karena peraturan yang tidak masuk akal dan tidak atas

kesepakatan dengan keberadaan anak. Obsesi orang tua agar anak-

anaknya meraih prestasi tertentu mendorong anak-anak ini tumbuh

terlampau cepat melampaui usia mentalnya, bahkan tidak sesuai dengan

tumbuh kembang alami anak sesuai prosedur tahapannya, sehingga

tanpa disadari dapat memutuskan sel-sel otaknya. Sementara itu

keadaan di sekolah yang tidak mengakomodasikan kecerdasan

alaminya melalui perusakan potensi kecerdasan sesuai dengan yang

dibawanya sejak lahir. Hal ini terjadi lewat kurikulum yang terlalu

dipaksakan, bersifat kaku, terlampau memenuhi target dan cenderung

membebani anak-anak. Bahkan tidak mementingkan proses, melainkan

hanya mengedepankan hasil dari sistem pembelajaran yang sudah

ditetapkan oleh pemerintah tanpa melihat kondisi kebutuhan anak.

Situasi sekolah yang tidak menyenangkan dengan terlalu ketatnya

peraturan tanpa mempedulikan pendapat dan cara pandang yang

dimiliki anak, seolah-olah anak dicetak untuk menjadi pembantu yang

harus nurut apa perintah guru dalam mengerjakan tugas apapun, anak-

anak tidak diciptakan untuk mandiri dan menentukan apa kebutuhannya

melainkan harus manut apa kata gurunya, sehingga kreatifitasnya tanpa

sadar telah dimatikan oleh guru. Disamping itu cara mengajar guru

yang membosankan dan tidak terkesan menggurui, ditambah dengan

lamanya waktu belajar yang berlebihan, yang menurutnya akan

mendisiplinkan anak. Namun sebaliknya hal demikian ikut andil dalam

menghambat potensi alami tersebut yang semestinya penting untuk

dikembangkan.115

Bertolak dari kenyataan yang berkembang di masyarakat pada

umumnya, maka perlu dikembangkan jenis model pendekatan

pembelajaran berbasis pendidikan kecerdasan majemuk yang tidak

hanya terpaku pada prestasi akademik yang bersifat intelektual semata.

Pola pendidikan ini harus dirancang atas pendekatan bahwa setiap anak

mempunyai kecerdasan alami yang harus dikembangkan secara terpadu

dan seimbang. Karena pada dasarnya, setiap anak dapat memiliki

beberapa tipe kecerdasan sekaligus, hanya intensitasnya saja yang

berbeda-beda. Untuk itu, alangkah lebih baiknya jika lingkungan

sekolah dirancang agar anak-anak tumbuh sesuai dengan tumbuh

kembang anak dengan model kreatifitasnya sendiri, sehingga mereka

115

Howard Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences, 75.

237

tidak kehilangan masa kegembiraan di masa kecilnya, serta membuka

peluang yang luas untuk mengeksplorasi diri dan lingkungannya tanpa

paksaan dan intimidasi yang berlebihan. Melainkan sesuai kebutuhan

yang diinginkan anak sesuai dengan tahapan tumbuh kembangnya.

Implementasi metode sentra dapat mengembangkan kecerdasan alami

yang dimiliki anak dengan dirangsang melalui berbagai macam

kegiatan kegiatan sederhana, seperti; bercerita, mengembangkan

kebutuhan tiga jenis main dan berbagai macam permainan baik ketika

main di sentra atau ketika sedang bermain bebas. Selain itu kunjungan

ke berbagai tempat sesuai tema yang dijadwalkan, dan distimulasi

melalui kecerdikan guru sebagai fasilitator dalam memberikan

pertanyaan-pertanyaan kritis untuk mengembangkan kecerdasan

majemuk yang dimilikinya. Para pendidik di sekolah harus mempunyai

keyakinan bahwa tiap anak mempunyai kecepatan dan waktu tersendiri

dalam mempelajari atau menguasai sesuatu tidak harus mengikuti

target namun mengikuti proses pemahaman dalam memahami sesuatu

hal tekait dengan tahapan tumbuh kembangnya.116

Jadi, inti dari pengembangan kecerdasan majemuk adalah

mampu menjawab permasalahan tentang bagaimana caranya

memperlakukan anak didik sesuai dengan potensi alami dirinya

masing-masing. Kemampuan dan potensi inilah yang kemudian

distimulus untuk diarahkan agar berkembang secara optimal sesuai

dengan tahap perkembangannya. Hal tersebut mendasarkan pada salah

satu tujuan pendidikan dasar yaitu membentuk karakter siswa, maka

perlu dikembangkan pendidikan kecerdasan majemuk yang mengarah

pada pembentukan karakter unggul. Karakter memberikan landasan

kokoh bagi siswa untuk mengembangkan dan menemukan jati diri

anak, baik dalam melanjutkan studi pada jenjang lebih lanjut maupun

mengarungi kehidupan di masa yang akan datang.117

Pendidikan anak usia dini harus berdasarkan pengetahuan yang

optimal, bukan sekedar coba-coba terlebih hanya mengikuti trend

masyarakat yang hanya mempersiapkan kecerdasan intelektualnya

dengan menuntut agar anak cepat paham dalam hal membaca, menulis

dan berhitung. Melainkan bertujuan untuk membangun semua potensi

kecerdasan majemuknya secara optimal agar kemampuan yang dimiliki

116

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karkter dengan Metode

Sentra, 24. 117

Ratna Megawangi, Pendidikann Karakter Solusi Tepat Membangun

Bangsa,( Jakarta: Star Energy, 2007), 28.

238

anak terbangun secara maksimal. Kecerdasan majemuk yang terbangun

secara maksimal melahirkan karakter positif pada diri anak yang dapat

berpengaruh bagi kehidupannya saat ini maupun di masa yang akan

datang. Misalnya melalui kecerdasan berbahasa (verbal linguistic),

guru sebagai fasilitator bagi anak-anak usia dini dapat menjalin

komunikasi sejak awal pertemuan, saat main bersama dengan anak

didik sampai saat pulang sekolah. Pada saat kegiatan jurnal pagi, ketika

anak memulai transisi dari rumah ke sekolah itulah kesempatan bagi

guru untuk membangun kemampuan berbahasa anak melalui

pertanyaan-pertanyaan yang bersifat evaluasi dan memberikan

pengalaman berupa pengetahuan secara perlahan dan ilmiah ke dalam

otaknya. Saat berkomunikasi dengan anak, anak-anak tidak dibiarkan

menjadi pendengar saja melainkan dibimbing agar anak dapat berbicara

secara santun dan teratur, dan tidak dipotong ketika mereka berbicara.

Dengan dibimbing berbicara secara teratur sesuai dengan urutan dan

berlangsung dengan baik anak-anak akan merasa nyaman ketika

berbicara dengan siapapun. Penilaian tentang kecerdasan pada

umumnya hanya mengedepankan pada kecerdasan yang berbasis

hitungan dan hafalan saja. Kemampuan di bidang lain mayoritas tidak

diperhitungkan. Akhlak dan moral baik yang dilakukan anak-anak

dianggap tidak begitu penting dalam penilaian kognitif. Padahal hampir

di semua sekolah di negara maju berusaha mengembangkan konsep

kecerdasan majemuk demi kesuksesan anak didiknya. 118

Pada implementasi metode sentra, di setiap sentra seluruh

kecerdasan majemuk anak dibangun secara terpadu. Di sentra

persiapan, kecerdasan berbahasa dalam mengolah kosa kata menjadi

hal yang utama dibangun bersamaan dengan kecerdasan lainnya. Di

sentra balok, kecerdasan dalam menata ruang dan tempat atau

menyusun gambar (spasial) dan kecerdasan kinestetik (cerdas dalam

bergerak) anak diarahkan agar anak dapat dapat membaca keadaan atau

ruang yang ada, membawa baalok sesuai dengan kebutuhan, dan

penempatan balok tersebut secara tepat. Di sentra balok kecerdasan

matematika dan logika bahasa distimulus melalui kelipatan dan jumlah

balok yang dipotong dalam aneka berbagai bentuk geometri. Penerapan

kecerdasan majemuk pada sentra Imtaq (iman dan taqwa) anak

diberikan pemahaman secara beruntun untuk mengenal Tuhan-Nya

melalui konsep bercerita dan analogi lainnya yang sesuai dengan

118

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 30. Lihat dokumen TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Kota Bekasi.

239

perkembangannya, membangun secara perlahan dan berkesinambungan

pemikiran tentang ketuhanan yang abstrak, melalui media cerita dan

berbagai permainan yang menunjukkan tentang keberadaan Tuhan.

Selain itu, pengenalan huruf hijaiyyah, memasang puzzle rukun Islam,

urutan berwudhu dan sholat serta aneka jenis permainan lainnya yang

mengarahkan kepada pemahaman dasar-dasar beribadah kepada Allah

SWT.119

Pada sentra main peran, baik sentra main peran besar maupun

sentra main peran kecil, dikembangkan mengenai kecerdasan

interpersonal (cerdas mengenai berinteraksi dengan orang lain) dan

kecerdasan intrapersonal (cerdas dalam hal interaksi dengan dirinya

sendiri). Selain itu logika berfikir anak juga dapat terbangun secara

maksimal. Contoh konkret dalam pelaksanaan metode sentra main

peran di dalam kelas. Penulis mendapatkan pelajaran ketika anak-anak

berada di sentra main peran besar, saat itu mereka sedang membahas

tema laut dengan setting tentang restoran sea food. Kemudian anak-

anak memdapatkan tugas untuk memerankan sebagai koki di restoran

tersebut, berperan sebagai pelayan, kasir, nelayan, dan sebuah keluarga

kecil sebagai konsumen restoran. Agar anak mampu merasakan secara

langsung dari pelajaran yang ia dapatkan di dunia nyata, sehingga peran

yang mereka alami membawa dampak positif berupa karakter yang ia

perankan dalam kisah yang benar-benar ia alami seolah-olah nyata.

Di sentra main peran, kemampuan berbahasa anak sangat

diperhatikan dan terstimulus melalui dialog-dialog yang mereka

ungkapkan dalam peran yang ia sandang. Ketika Ahmad berperan

sebagai pelayan restoran, terlihat tidak percaya diri dan tersipu malu

melayani konsumen yang datang dan harus menuliskan pesanan

konsumen yang datang. Dalam menghadapi situasi seperti ini, guru

mempunyai andil untuk memotivasi dan mengarahkan Ahmad tentang

bagaimana sikap menjadi pelayan yang baik dan bijaksana. Dalam hal

ini kecerdasan intrapersonal dan interpersonal dipupuk dan dibangun

dengan antusias diiringi dengan pengembangan kemampuan berbahasa

dengan teratur dan bijaksana. Hal yang unik terjadi pada yang

memerankan dirinya sebagai nelayan. Sebagai seorang nelayan Andi

antusias dalam mencari ikan di laut yang merupakan mata

pencahariannya. Hasil yang ia peroleh berupa ia masukkan ke dalam

119

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 322. Pemahaman keagamaan pada anak usia dini di TK Batutis Al-Ilmi baru

pada tahap praktek ibadah ritual.

240

kotak untuk di jual. Ketika tidak ada yang membeli hasil lautnya, ia

mendapatkan sebuah ide untuk menjual hasil lautnya ke restoran yang

telah ia kenal. Kemudian terjadilah sebuah transaksi antara Andi

dengan pemilik restoran. Dalam transaksi tersebut terjalin sebuah

komunikasi yang menuntut kemampuan berbahasa yang teratur, untuk

meloby seseorang agar memahami maksud yang diinginkan. Andi

menjual ikan langsung ke restoran mempunyai alasan tersendiri di

antaranya adalah jika ikan itu dibiarkan menunggu besok hari, maka

ikan itu tidak segar lagi. Maka ikan tersebut menjadi bau dan amis,

terlebih tidak ada kulkas untuk menyimpan ikan tersebut. Akhirnya

sesuai dengan ide pemikiran yang ia dapatkan, Andi menjualnya

langsung ke pemilik restorant, supaya dapat uang dan tidak sia-sia

pekerjaannya mencari ikan di laut. Anak yang kecerdasan majemuknya

terbangun secara merata adalah anak yang tenang dan berbahagia

menghadapi segala permasalahan yang dialaminya. Ia mampu

mengklasifikasikan atau mengelompokkan semua permasalahannya.

Tutur katanya santun dan mengandung makna, ia memahami kebutuhan

dan perasaan orang lain ketika bersosialisasi. Ia membuat nyaman

banyak orang ketika diajaknya berdiskusi. Andi menjadi mengerti akan

kebutuhan peranan dirinya, karena pelajaran dari setiap tema yang ia

dapatkan langsung diaplikasikan dalam dunia nyata, melalui peran-

peran yang ia perankan. Dengan pelatihan komunikasi seperti itu, anak-

anak menjadi mengerti akan kebutuhan dan kemampuan dirinya. Sejak

dini anak-anak memerlukan konsep kebutuhan dan kemampuan yang

tidak terbatas. Di saat menghadapi permasalahan, ia tenang dan

berbahagia akan rizqi dan karunia-Nya untuk memahami antara

kebutuhan yang diinginkan atau kebutuhan yang ia butuhkan, terutama

dapat menemukan solusi dari segala permasalahan yang mereka alami

dalam kehidupan sehari-hari pada kehidupan nyata. 120

Pada intinya membangun kecerdasan majemuk secara maksimal

dan sejalan akan membuat anak-anak lebih mudah menjadi seseorang

yang bermanfaat, bermakna, dan mempunyai andil dalam kehidupan

bagi dirinya dan bermanfaat bagi lingkungannya. Diharapkan melalui

pengembangan kecerdasan majemuk, di samping peserta didik

memahami potensi yang dimilikinya, mereka juga akan memiliki

karakter unggul seperti kemandirian, tanggung jawab, kasih sayang,

etc. Pemahaman yang baik akan kekuatan dan potensi yang dimilikinya

120 Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, 316. Lihat juga dokumen TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Kota Bekasi, tahun

ajaran 2012-2013.

241

akan memunculkan sikap dan perilaku mandiri. Karakter kemandirian

inilah yang kelak akan sangat mendukung anak-anak sebagai generasi

penerus bangsa di masa yang akan datang dalam mengarungi

kehidupan dan menata masa depan dengan gemilang bermodalkan

karakter yang baik.121

D. Aplikasi Karakter Berdasarkan 18 Sifat-sifat Asmaul Husna

Sebelum diakhiri pembahasan di bab IV ini, penulis terkesima

melihat tingkah laku dan karakter anak-anak usia dini di TK Batutis Al-

Ilmi yang polos dan membuat takjub siapapun yang mendengar dan

melihatnya. Ternyata implementasi metode sentra dalam

pengembangan kecerdasan majemuk anak usia dini membawa

perubahan sikap dan membuka cakrawala yang mempesona tentang

sikap-sikap spontan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,berkat

pijakan atau pondasi yang kuat di segala bidang terutama bidang

pendidikan dan keimanan serta ke-Tuhanan sebagai aplikasi dari nilai-

nilai Asmaul Husna yang dijadikan sebagai modal dasar manusia yang

cerdas dan bertaqwa dalam meraih kehidupannya yang bermakna,

bahagia dunia dan akhirat dengan prinsip dunia ditanganku, akhirat

dihatiku.

Berikut disajikan tentang berbagai pengalaman kehidupan

sehari-hari anak-anak usia dini di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi,

aplikasi dari sifat-sifat Asmaul Husna yang dialirkan melalui berbagai

sentra ketika pembelajaran sentra dan lingkaran berlangsung sebagai

hasil dari implementasi metode sentra dalam pengembangan

kecerdasan majemuk anak usia dini. Di antara 18 sikap Asmaul Husna

yang diambil dari sedikit apresiasi tingkah laku spontan anak-anak TK

Batutis Al-Ilmi adalah sebagai berikut: 122

a. Kasih Sayang

Dalam proses pembelajaran di TK Batutis Al-Ilmi tidak lepas

dengan berbagai sifat spontan yang ditampakkan oleh anak-anak. Pada

saat jurnal siang, terjadi interaksi di antara anak-anak yang cukup

menggugah jiwa. Hasnah, salah satu murid TK B 2 membuat teman-

121

Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karkter dengan Metode

Sentra, 230. 122

Hasil pengamatan langsung di TK Batutis Al-Ilmi, studi dokumen dan

hasil wawancara dengan setiap guru sentra serta anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi. 19 September 2013.

242

temannya kurang nyaman, dikarenakan sifatnya yang sedikit ceroboh.

Hasnah mengambil krayon milik sekolah dengan cara yang kurang baik

dan berantakan. Desi, teman sekelasnya mengingatkan dengan penuh

kasih sayang agar Hasnah mengambil krayon dengan cara yang baik.

Akan tetapi Hasnah belum menerima saran dari Desi dan mengucapkan

kata-kata yang kurang bermutu kepada Desi. Desi dengan santun dan

sabar tidak membalas kembali dengan kata-kata yang tidak bermutu

yang dilontarkan Hasnah. “Bu, meskipun Hasnah tidak sayang sama

aku, aku tetap sayang sama Hasnah.” Demikian ungkapan Desi yang

disampaikan kepada Hasnah dan gurunya dengan bijaksana.

b. Istiqomah

Pada saat melakukan kerja beres-beres setelah melakukan

permainan di sentra persiapan, dengan penuh antusias anak-anak

bergerak melakukan pekerjaan beres-beres tanpa disuruh. Termasuk

Amira yang masih berusia 2 tahun, ia berusaha membereskan barang-

barang selepas bermain di sentra persiapan dengan penuh kesadaran.

Tanpa bantuan dari siapapun ia menyimpan kembali barang tersebut

pada tempatnya. Walaupun saat itu guru menawarkan bantuan pada

Amira untuk membawa barang mainannya, tetapi Amira tetap

istiqomah untuk membawanya sendiri.

c. Tanggung Jawab

Seusai anak-anak bermain di sentra, tanpa komando dari guru

sebagai fasilitatornya, dengan penuh tanggung jawab anak-anak

bergegas untuk merapikan dan mengembalikan peralatan main ke

tempat semula.Akan tetapi, salah satu di antara mereka ada yang masih

butuh bimbingan untuk merapihkan peralatan main yang digunakannya.

Dengan bimbingan intensif tanpa melakukan 3 M dari gurunya,

akhirnya anak tersebut memahami dan menyadari kekurangannya akan

arti sebuah tanggung jawab.123

d. Syukur

Sebelum dan sesudah makan, anak-anak terbiasa berdoa sebagai

ungkapan rasa syukur atas rizki yang diterimanya. Ketika waktunya

123

Hasil pengamatan langsung di TK Batutis Al-Ilmi, studi dokumen dan

hasil wawancara dengan setiap guru sentra serta anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi. 19 September 2013.

243

makan siang bersama tiba, Ahmad salah satu di antara mereka

memberikan informasi bahwa di luar sana banyak anak-anak yang

kelaparan, oleh karena itu tidak boleh menyia-nyiakan pemberian

Allah, seperti membuang makanan dan berlebih-lebihan. Teman-teman

yang lainnya pun antusias untuk merespon informasi dari Ahmad,

mereka bersyukur atas nikmat Allah.

e. Khusyuk

Harun, yang saat itu sedang menyapu, mengabaikan gangguan

dari Raihan.Ia tetap focus dengan pekerjaannya. Begitupun dengan

Yahya yang tetap focus melukis, walaupun keadaannya bising. Mereka

berdua tetap melanjutkan pekerjaannya sampai tuntas dan mengabaikan

gangguan apapun di sekitarnya.

f. Rajin

Dengan penuh pengertian, anak-anak menyadari bahwasanya

pekerjaan apapun yang mereka lakukan mereka berusaha membantu

temannya dengan cara apapun, selagi mereka mampu. Tersebutlah

Nabila yang terkenal rajin, disebut rajin karena ia selalu bekerja dengan

tuntas sesuai urutan dan aturan. Nabila selalu membantu temannya

yang membutuhkan.Ia membereskan dan mengumpulkan kembali

aneka barang yang telah digunakannya di sentra.

g. Bersih

Kebersihan adalah sebagian dari Iman, itulah salah satu hadits

yang dijadikan pedoman oleh anak-anak untuk senantiasa menjaga

kebersihan.Tanpa disuruh, Adit langsung mengambil kain lap dan

mengepelnya ketika melihat sambil yang tercecer di lantai ketika acara

makan bersama berlangsung, sehingga lantai pun bersih kembali.

h. Hormat

Anak-anak dibiasakan untuk mengucapkan kata maaf dan

permisi ketika hendak melakukan sesuatu yang dikhawatirkan

mengganggu orang lain. Ketika anak-anak sedang melakukan kegiatan

beres-beres kelas dan mengepel lantai yang kotor, saat itu bertepatan

dengan kegiatan pelatihan guru-guru yang sedang melakukan observasi

244

di kelasnya. Dengan kata-kata halus dan sopan anak itu berkata, “

Permisi Bu, saya mau mengepel lantainya dulu ya.” 124

i. Sabar

Selain hormat, anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi terbiasa untuk

antri dan sabar dalam menunggu gilirannya. Kegiatan makan bersama

merupakan kegiatan yang menuntut anak-anak untuk bersabar

menunggu giliran dirinya mengambil makanan dan lauknya dengan

antri serta penuh kesadaran.

j. Ikhlas

Ketika mempunyai makanan atau rizqi apapun, anak-anak

selalu berbagi dengan penuh keikhlasan terhadap teman-

temannya.Salah satu contoh, ketika acara gosok gigi setelah makan

bersama, di antara mereka ada yang membawa pasta gigi dan tidak

membawa pasta gigi.Saat itu, anak-anak ikhlas berbagi kepada teman-

temannya yang tidak membawa pasta gigi, supaya teman-temannya

bisa menggosok gigi bersama-sama.

k. Berpikir Positif

Tidak hanya diajarkan tentang berpikir positif kepada orang

lain. Anak-anak pun diajarkan untuk berpikir positif terhadap kejadian

yang menimpa dirinya.Salah satu contoh, ketika Andi yang menyangka

dirinya sakit, karena badannya terasa tidak enak.Disarankan oleh

temannya untuk minum air putih, barangkali kurang cairan.karena

dahinya tidak panas setelah dipegang temannya.

l. Rendah Hati

Ketika ada salah seorang anak yang mendapatkan pujian atas

prestasinya karena dapat menggambar pemandangan di sekitar rumah

dengan komposisi dan kombinasi warna yang pas.Ia hanya menjawab

124

Hasil pengamatan langsung di TK Batutis Al-Ilmi, studi dokumen dan

hasil wawancara dengan setiap guru sentra serta anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi. 19 September 2013.

245

dengan polos,”ini biasa aja kok, kamu juga dapat membuat yang seperti

ini, asalkan engkau bersungguh-sungguh.125

m. Jujur

Sikap jujur yang ditampakkan anak-anak TK Batutis Al-Ilmi

tercermin melalui kegiatan yang didasari kesepakatan bersama antara

guru dan anak-anak tentang perilaku mereka selama belajar.Salah satu

hasil kesepakatan di antara mereka adalah membuat aturan tentang

kewajiban membaca surat-surat pendek, jika di antara mereka

mengucapkan kata-kata yang tidak bermutu. Ketika proses interaksi

kegiatan belajar mengajar berlangsung, seorang guru tidak sengaja

mengucapkan kata “betul-betul-betul,” menirukan ucapan tokoh Upin-

Upin. Salah seorang mengingatkan gurunya bahwa guru telah

mengucapkan kata-kata yang tidak bermutu, dan hukumannya adalah

harus membaca surat-surat pendek, sambil meminta maaf dan mengaku

khilaf gurupun melakukannya.

n. Taqwa

Dalam benak anak-anak, pengertian taqwa secara sederhana

adalah mengakui kesalahan yang pernah mereka lakukan kepada yang

bersangkutan dan memohon ampun kepada Allah jika ia meninggalkan

salah satu perintah-Nya serta ungkapan kalimat Thoyyibah ketika

melihat dan merasakan nikmat Allah. Seperti kejadian di sentra balok,

ketika anak-anak mengambil balok untuk membangun sebuah masjid

dan terlihat hasil bangunan masjid yang dibangun bagus susunannya,

mereka mengucapkan kata takjubnya dengan ungkapan yang

menggetarkan hati “Subhaanallah, indah sekali bangunannya.”126

o. Disiplin

Ketika kesepakatan di antara murid dan guru terjalin, batasan

dan klasifikasi yang sama-sama saling dimengerti, maka anak-anak

akan mengingatnya, termasuk jika ada guru yang melakukan

125

Hasil pengamatan langsung di TK Batutis Al-Ilmi, studi dokumen dan

hasil wawancara dengan setiap guru sentra serta anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi, 19 September 2013. 126

Hasil pengamatan langsung di TK Batutis Al-Ilmi, studi dokumen dan

hasil wawancara dengan setiap guru sentra serta anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi. 20 September 2013.

246

kekeliruan, dengan penuh santun anak akan mengingatkan gurunya

supaya tidak melakukan kekeliruan kembali. Saat itu ada guru yang

masuk ke salah satu sentra, yaitu sentra seni. Guru tersebut mengambil

kursi warna kuning dan duduk di deretan anak-anak yang pada saat itu

sedang berlangsung kegiatan jurnal pagi. Sambil mengerjakan

pekerjaannya yaitu menggambar, seorang anak mendekati guru baru

tersebut dan berkata, “Maaf Bu, seharusnya ibu duduk di deretan kursi

berwarna hijau, kalau kursi berwarna kuning itu deretan kursi untuk

anak-anak, tempetnya di sebelah sini,” menurut anak tersebut.

Kemudian ibu guru baru itu menyadari kekeliruannya dan ibu guru

meminta maaf kepada anak-anak sambil berkata, “Terima kasih anak-

anakku, sudah mengingatkan ibu.”127

Ada banyak pelajaran tentang kehidupan yang dapat diambil

dari satu kegiatan yang sesederhana mungkin dalam proses kegiatan di

setiap sentra. Anak belajar menaklukkan egonya sendiri demi

kepentingan bersama dan belajar berkompromi atas konflik yang

dihadapinya. Selain itu anak belajar untuk senantiasa berpikir positif

terhadap peran yang dibawakannya kemudian dirinya merasa berarti

dengan tidak membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain.

Pelajaran-pelajaran berharga tersebut tidak akan terjadi jika guru tidak

sabar dalam membimbing anak-anak. Sikap sabar yang dimiliki oleh

seorang guru tertanam karena kepercayaan positif bahwa setiap anak

mampu mencapai keberhasilan yang diinginkan jika diberi kesempatan

menapaki tahap demi tahap perkembangannya dengan baik.128

Demikian juga kegiatan yang terjadi di rumah, tidak mungkin

anak mampu melakukan perbuatan yang baik, jika selama ini

tangannya hanya dimanfaatkan oleh orang tua untuk melaksanakan

perintah-perintah semata. Di samping itu, orang tua tidak bisa berharap

banyak anaknya untuk bisa mandiri, jika orang tua selalu memenuhi

semua keperluan anak, terlalu rajin mengurus semua kebutuhan anak

dengan dalih kasih sayang, mulai dari memandikan, menyuapi

makanan sampai menyediakan perlengkapan sekolah. Itulah sebabnya,

127

Hasil pengamatan langsung di TK Batutis Al-Ilmi, studi dokumen dan

hasil wawancara dengan setiap guru sentra dan anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi. 19 September 2013. 128

Tahap perkembangan anak dengan baik adalah yang mengacu pada

prinsip perkembangan anak, yaitu: proses pembelajaran dilakukan secara berulang-

ulang, pembelajaran disusun secara sistematis dari hal yang mudah ke yang sulit dan

pembelajaran linear dengan sifat, karakter, gaya belajar anak supaya anak dapat

mengikuti pembelajaran secara efektif dan efisien.

247

salah satu elemen dalam pembelajaran dengan pendekatan metode

sentra adalah dengan menggunakan pengajaran tidak langsung, karena

anak usia dini dipandang sebagai pembelajar yang aktif, tidak pasif

yang hanya mengikuti apa yang guru perintahkan. Oleh karena itu,

dalam implementasi metode sentra, anak datang ke sekolah bukan

hanya untuk menerima informasi yang menurut guru penting.

Melainkan anak datang ke sekolah untuk mendapatkan kesempatan

bereksplorasi melalui main yang terarah. Dari kegiatan main yang

terarah tersebut anak dapat menyerap berbagai informasi, konsep,

pengetahuan dan lain sebagainya. Dengan keyakinan tersebut, seorang

guru tidak akan memandang negative anak yang belum mampu

melakukan sesuatu. Melalui pengetahuan yang dimiliki guru mengenai

tahap perkembangan anak, guru akan mencari berbagai kendala yang

dihadapi anak dan menemukan solusinya yang terbaik untuk menutupi

celah yang masih kosong dalam tahap perkembangan sesuai dengan

tumbuh kembang anak. Sebagai seorang guru sentra, harus memiliki

energi ganda untuk bersikap sabar dalam melayani setiap anak,

bersama kesabaran yang dimiliki guru itulah, anak usia dini dapat

menempuh proses pembelajaran dengan penuh kesabaran tanpa

intimidasi dan tanpa memberikan label negative kepada anak-anak usia

dini sebagai peserta didiknya. Terlebih lagi sampai membanding-

bandingkan potensi kecerdasan anak yang satu dengan anak yang

lainnya.129

Setelah mengadakan penelitian tentang implementasi metode

sentra dalam mengembangkan kecerdasan majemuk anak usia dini di

TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, penulis rasakan banyak

mendapatkan keilmuan yang baru, terutama tentang cara mengarahkan

dan membangun kecerdasan majemuk secara terpadu yang diramu

dengan 18 sikap Asmaul Husna kemudian dialirkan di setiap sentra

sebagai pembiasaan dan pembekalan dan pijakan (pondasi) yang kuat

supaya kehidupan mereka di masa mendatang lebih baik dengan modal

dasar kecerdasan majemuk yang mereka miliki dan pengembangan

karakter mulia sebagai benteng dari segala hal yang membahayakan

dalam setiap sesi kehidupannya.

129

Hasil pengamatan langsung di TK Batutis Al-Ilmi, studi dokumen dan

hasil wawancara dengan setiap guru sentra serta anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi, 19 September 2013.

241

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari data dan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis

mengenai implementasi metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon

Bekasi dalam pengembangan kecerdasan majemuk anak usia dini,

maka dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut:

a. Pengetahuan tentang kecerdasan majemuk menjadi bagian tak

terpisahkan dari penerapan metode sentra. Metode sentra adalah

sebuah pendekatan pembelajaran untuk membantu anak usia dini

agar memiliki kesiapan yang utuh memasuki jenjang sekolah. Siap

memasuki jenjang sekolah secara fundamental tidak sama dengan

hanya memiliki kemampuan baca tulis hitung saja. Kesiapan

memasuki jenjang sekolah menuntut tercapainya sejumlah aspek

yang jauh lebih kompleks dari sekedar kemampuan calistung

(membaca, menulis dan berhitung) yang hanya mencerminkan

kecerdasan verbal linguistik dan logic matematik anak semata. Ada

enam sentra yang diaplikasikan di TK Batutis Al-Ilmi yaitu; Sentra

persiapan, sentra balok, sentra seni, sentra bahan alam, sentra main

peran besar dan sentra Imtaq (Iman dan Taqwa).

b. Pendekatan metode sentra, dari sentra persiapan, sentra bahan alam,

sentraseni, sentrabalok, sentra main peran besar dan sentra Iman dan

Taqwa (imtaq) menunjukkan hasil yang memuaskan dan sesuai

harapan dalam menanamkan konsep keimanan dan pendidikan

agama Islam di setiap sentra. Terutama sentra iman dan taqwa dapat

mempengaruhi keberhasilan dari sentra sentra yang lainnya. Hal ini

terlihat dari indikator-indikator pembelajaran hasil observasi yang

sudah tercapai. Sebagai contoh anak-anak usia dini di TK Batutis

Al-Ilmi Pekayon Bekasi mampu mempraktekkan wudhu sesuai

urutan yang benar, melaksanakan praktek ibadah shalat dengan baik,

bertutur kata yang bermutu kepada guru dan teman-temannya,

menjaga kebersihan dan sikap positif lainnya yang terlihat dalam

aplikasi tentang 18 sikap Asmaul Husna. Selain itu, anak didik

menikmati pembelajaran yang menyenangkan dalam mengeksplorasi

potensi kecerdasan majemuknya melalui integrasi pendekatan

242

metode sentra dan pendidikan agama Islam dengan konsep main

yang terarah dan happy learning.

c. Dengan menggunakan pendekatan metode sentra tujuan

pembelajaran yang dikehendaki lebih mudah dicapai, selain

menggunakan konsep happy learning pembelajaran didesain secara

integral, holistik, berorientasi pada kehidupan sehari-hari serta

berpusat pada anak didik, guru berperan sebagai fasilitator,

motivator dan tranformator dalam pembelajaran disetiap sentra.

Sehingga pengalaman belajar anak lebih bermakna dan misi

pendidikan agama Islam dapat ditransformasikan kepada anak didik

secara benar karena setiap TFP dan rencana pembelajaran

(lesson plan) yang dibuat semuanya berlandaskan ayat-ayat Al-

Quran dan Al-Hadits serta semua aktifitas proses pembelajaran di

setiap sentra sejak mulai pembelajaran jurnal pagi sampai akhir

pembelajaran di jurnal siang secara keseluruhan bernuansa agama

Islam. Karena setiap sentra harus mengalirkan nilai-nilai

pemahaman terhadap 18 sikap dari sifat Asma’ul Husna, yaitu:

mutu, hormat, jujur, kasih sayang, sabar, syukur, ikhlas, disiplin,

tanggung jawab, khusyuk, rajin, berpikir positif, ramah, rendah hati,

istiqomah, taqwa, dan qona’ah.

d. Dalam implementasi metode sentra hasil observasi dengan kedua

instrumen tersebut (tahap perkembangan anak dan kecerdasan

majemuk) menjadi isian wajib laporan guru melalui observasi tujuh

kecerdasan majemuk. Dari laporan demi laporan itulah guru

menginstruksikan tahap demi tahap proses pembelajaran anak usia

dini dalam mengembangkan kecerdasan majemuknya dalam

kehidupan sehari-hari sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak.

B. Saran

Penelitian ini merupakan ikhtiar dalam menerapkan metode

sentra di sekolah dhuafa yang berhasil diterapkan dengan baik dan

mampu menempa karakter anak usia dini sebagai aplikasi dari

kecerdasan majemuk yang diasah dan distumulus melalui pendekatan

metode sentra. Hal ini menunjukkan bahwa metode sentra sebagai cara

ajar yang praktis dan mudah diterapkan. Maka sekolah Taman Kanak-

kanak atau Raudhatul Athfal di seluruh penjuru tanah air seyogyanya

243

menerapkan metode sentra di sekolahnya. Persepsi yang kurang pas

mengenai metode sentra yang terkesan berat dan rumit, bila dicoba dan

diterapkan justru menjadi sumber energi istimewa yang membuat tugas

mengajar menjadi aktifitas yang membahagiakan.

Dari temuan hasil penelitian ini diharapkan bahwa model

pembelajaran dengan pendekatan metode sentra agar berjalan efektif

perlu dilakukan antara lain; pertama, kurikulum perlu dikembangkan

dan didesain secara sistematis dengan mencerminkan adanya satu

kesatuan dan keserasian antara tema dengan materi yang disampaikan

kepada anak didik. Kedua, semua guru hendaknya mendesain

pembelajaran metode sentra lebih sistematis dan menarik dengan

sumber belajar yang lebih variatif agar anak didik termotivasi untuk

mengikuti pembelajaran secara aktif. Ketiga, pendekatan metode sentra

banyak memberikan keuntungan, diantaranya yaitu; anak didik mudah

memusatkan perhatian pada tema, anak didik mampu

mengeksplorasikan potensinya karena guru menyajikan tema sesuai

dengan kebutuhan anak didik, anak didik mampu mempelajari

pengetahuan dan mengembangkan berbagai kecerdasan dan kompetensi

dalam tema yang sama, pemahaman terhadap materi pelajaran lebih

mendalam dan berkesan, kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih

baik dengan mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman anak didik

melalui sentra-sentra yang ada, anak didik mampu merasakan manfaat

dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang

jelas. Sehingga anak didik bergairah dalam mengikuti pembelajaran

karena dapat berkomunikasi dalam situasi yang nyata.

Harapan penulis, semoga pengembangan kecerdasan majemuk

dengan menggunakan pendekatan metode sentra bisa

diimplementasikan oleh pemerintah dan pemangku kebijakan

pendidikan di seluruh pelosok tanah air Indonesia. Karena pada

hakikatnya metode sentra adalah smart plan untuk mencerdaskan

generasi penerus bangsa. Orientasi utamanya adalah mengubah moral,

mental nalar anak bangsa ini menjadi lebih mulia dengan nilai-nilai

karakter pendidikan yang Islami.

245

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Abdullah Nashih Ulwan dkk, Pendidikan Anak menurut Islam:

Mengembangkan Kepribadian Anak. Bandung: Remaja Rosda

Karya, 1992.

Ali, Mohammad. Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional: Menuju

Bangsa Indonesia Yang Mandiri, Jakarta, Imtima, 2010.

Amstrong, Thomas. Multiple Intelligeces in The Class Room.

Alexandria: Association for supervision and Curriculum

Development, 2000.

, Setiap Anak Cerdas Panduan Membantu Anak Belajar dengan

memanfaatkan Multiple Intelligence-nya.Diterjemahkan oleh

Rina Buntaran. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002.

, Seven Kind of Smart: Menemukan dan Meningkatkan

Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligences.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Anna Farida, dkk. Sekolah yang Menyenangkan: Metode Kreatif

Mengajar dan Pengembangan Karakter Siswa. Bandung:

Nuansa, 2012.

Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis

Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. cet, ke 5. Jakarta: Bumi

Aksara, 2000

Armstrong, Thomas. Multiple Intelligences In The Classroom.

Alexandria: Association For Supervision and Curriculum

Development, 2009.

246

Azwar, Syaifuddin. Pengantar Psikologi Intelligences. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2002.

Bafadal, Ibrahim. Administrasi dan Supervisi Penyelenggaraan Taman

Kanak-kanak. Jakarta; Dirjen Dikti Depdikbud,1999.

Bagong Suyanto dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial. Jakarta:

Kencana, 2010.

Becker, K. A. (2003). History of the Stanford-Binet Intelligence Scales:

Content and Psychometrics. (Stanford-Binet Intelligence Scales,

Fifth Edition Assessment Service Bulletin No.1 ). Itasca,

IL:RiversidePublishing.3. http://www.assess.nelson.com/pdf/sb5-

asb1.pdf (diakses pada tanggal 10 Oktober 2012).

Bobbi de Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning ;

Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung:

Boeree, George. Metode Pembelajaran dan Pengajaran: Kritik dan

Sugesti Terhadap Dunia Pendidikan, Pembelajaran dan

Pengajaran, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.

Bowles, Terry. “Self-rated Estimates of Multiple Intelligences Based

on Approaches to Learning” dalam Australian Journal of

Educational and Developmental Psychology. Vol 8, 2008.

Brigham, Eugene F. Joel, F. Houston, Manajemen Keuangan.

Bandung: Airlangga, 2001.

Bright Horizons early learner.net. The Early Learner Activity Center.

http:// bh. Earlylearner.net. //Family/Activity Center/inex.cfm,

2000. Diakses tanggal 20 Juni 2013.

Campbell, Linda dan Campbell, Bruce. Multiple Intelligences And

Student Achievement : Success Stories From Six School.

Alexandria: Association For Supervision and Curriculum

Development, 1999.

247

Campbell, Linda. Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple

Intelligences. Depok: Intuisi Press, 2004.

Chatib, Munif. Menjadi Gurunya Manusia; Menjadikan Semua Anak

Istimewa dan Semua Anak Juara. Bandung: Kaifa, 2011.

. Sekolahnya Manusia, Sekolah Berbasis Multiple Intelligences

di Indonesia. Bandung: Kaifa, PT Mizan Pustaka, 2011.

Daradjat, Zakiah. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah.

Jakarta: Ruhama, 1995.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV.

Diponegoro, 2005.

Departemen Pendidikan Nasional, Pembuatan dan Penggunaan Alat

Bermain Edukatif. Jakarta: Depdiknas, 2002.

, Bahan Pelatihan Lebih Jauh Tentang Sentra Dan Lingkaran.

Jakarta: Dit PADU Depdiknas, 2004.

, Pendidikan Luar Sekolah, Pedoman penerapan BCCT dalam

Pendidikan Anak Usia dini. (Jakarta: Direktorat Pendidikan,

2006)

, Pedoman Pembelajaran di Taman Kanak-kanak (Jakarta:

Direktorat Dirjen PAUD, 2005.

, Pedoman Penerapan BCCT. Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional, 2006.

, Pedoman Penerapan Pendekatan Sentra dan Lingkaran

(BCCT) dalam Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta; Depdiknas,

2006.

, Pedoman Pendekatan “Beyond Center and Circle Time

(BCCT)” Pendekatan Sentra Dan Saat Lingkaran) Dalam

Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Direktorat Pendidik Tenaga

Kependidikan Pendidikan Nonformal, 2007.

248

, Pedoman Penerapan Pendekatan, “Beyond Center and Circle

Time (BCCT)(Pendekatan Sentra dan Lingkungan) dalam

Pendidikan Usia Dini, (Departeman Pendidikan Nasional.

Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah Direktorat

Pendidikan Anak Usia Dini, 2006.

Depdiknas, Pembuatan dan Penggunaan Alat Bermain Edukatif (APE),

Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Dirjen Pendidikan Luar

Sekolah dan Pemuda. Jakarta: Depdiknas, 2002.

Dewi Salma Prawiradilaga, Eviline Siregar, Mozaik Teknologi

Pendidikan, Jakarta: Prenada, 2004.

Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini , Dirjen Pendidikan Luar

Sekolah dan Pemuda, Jakarta: Depdiknas, 2002.

, Lebih Jauh Tentang Sentra dan Saat Lingkaran, Jilid 1-5.

Jakarta: Depdiknas, 2004.

, Lebih Jauh Tentang Sentra dan Saat Lingkaran, Jilid 1-5.

Jakarta: Depdiknas, 2004.

. Rencana Strategis (Renstra). Jakarta: Depdiknas, 2005.

, Bulletin PADU, Jakarta: Depdiknas, 2006.

, Grand Desain Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta:

Depdiknas, 2007.

Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Pendekatan Kontekstual

(Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Depdiknas, 2002.

Dombro, Amy, Laura, et al. The Creative Curriculum for infants and

Toddlers: Teaching Strategies, (Washington, 2001).

Elaine, B. Johnson, Contex Teaching And Learning: Menjadikan

Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan Dan Bermakna,

Bandung: Kaifa, 2010.

249

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2011.

Fadjar, A. Malik. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam (Visi

Pembaruan Pendidikan Islam. Jakarta: LP3NI, 1998.

Al Gani, Abdu. Fi al Tarbiyah al Islamiyah. Mesir, Dar al Fikri al

‘arobi, 1970.

Gardner, Howard. Frames of Minds: The Theory of Multiple

Intelligences. New York: Basic Books, 1983.

. Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. New

York: Basic Books, 1993

. Multiple Intelligences: The Theory In Practice. New York:

Basic Book, 1993.

. Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) diterjemahkan

oleh Alexander Sindoro. Batam: Interaksa, 2003.

Gilley, Jiane Mack and Gilley, Early Chilhood Development and

Education, New York: Delmar Publisher Inc, 2001.

Goleman, Daniel. Emotional Intelligence; Mengapa EQ Lebih Penting

daripada IQ. Jakarta, Gramedia Utama, 2009.

Gutama, Sosialisasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Makalah;

Menyambut Hari Anak Nasional di gedung Kowani, Jakarta

tanggal 20 Juli 2005.

Hapidin, Evaluasi Kegiatan untuk Anak Usia Dini. Jakarta: PAUD FIP

Universitas Negeri Jakarta (UNJ), 2002.

Hasan, Teuku Muhammad. Memoar Kiprah Sejarah. Jakarta: Graffiti

Pers, 2006.

Herbert Brant dan Kenneth S. Holt, The Complette Mothercare

Manual, (London: Conran oktopus, 1986), 242.

250

Hoerr, Thomas R. Buku Kerja Multiple Intelligences. Bandung: Mizan

Pustaka, 2007.

Hurlock Elizabeth,. Perkembangan Anak jilid I. Jakarta: Erlangga,

2000.

Hurlock, Elizabeth B. Child Development, Sixth edition. New York:

Mc Graw Hill, 1978.

Hurtado,A. Strategic Suspensions. New York: Basic Books, 1996.

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian

Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Husaini Usman dan Purnomo S. Akbar, Metode Penelitian Sosial.

Jakarta: Bumi Aksara, 2001.

Ibnu Sina, Al-Najah. kairo: Dar al-Ihya, 1325 H.

Jabir bin hayyan, Ibnu Al –Haytam, Al-Kindi, Ad-damiri, Zakariya Ar-

Razi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Ibnu Majid, Al-Farghani, Al-

Khawarizmi dan masih banyak lagi yang lainnya.

Jamaal „Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak, Teladan Rasulullah

SAW, Penerjemah: Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi. Bandung:

Irsyad Baitus Salam, 2005.

Jannah, Miftahul. “Implementasi Multiple Intelligences System pada

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Yayasan Islam

Malik Ibrahim (YIMI) Full Day School Gresik Jawa Timur”

(Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya,

2009).

Johnson, Elaine B. Contex Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan

Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Kaifa,

2010.

Julie Viens dan Silja Kallenbach, “Multiple Intelligences Resources for

the Adult Basic Education Practitioner: an Annotated

251

Bibliography” NCSALL (Nation Center for the Study of Adult

Learning and Literacy) Occasional Paper, December 2001, 2.

K. Permadi, Iman dan Taqwa Menurut al-Qur‟an (Jakarta: PT.Rineka

Cipta, 1995), 35.

kak Seto Mulyadi dan Luthfi Trizki, Finansial Parenting. Jakarta:

Noura Books, 2012.

Karim Sadeghi, Bahareh Farzizadeh, “The Relationship between

Multiple Intelligences and Writing Abilty of Iranian EFL

Learners” dalam Journal of English Language Teaching, Vol. 5,

No. 11 (Iran: Urmia University, 2012).

Kathy Charner, Mauren Murphy, Jennifer Ford, Permainan Berbasis

Sentra Pembelajaran. Jakarta: Erlangga for Kids, 2005.

Keputusan Presiden RI no. 44 tanggal 23 juli tahun 1984.

Penyelenggaraan Hari Anak Nasional (HAN) ditujukan untuk

mensosialisasikan hak-hak anak yang telah disepakati dunia dan

diratifikasi pemerintah RI dalam UU Perlindungan Anak no. 23

tahun 2002.

Kurikulum Berbasis Kompetensi”Swara Ditpertais No. 17 Th. Ii, 18

Oktober 2004. http://www.ditpertais.Net/Swara/No17.Asp.

Diakses 18 Mei 2013.

Alavi, M. Zainuddin. Pemikiran Islam pada Abad Klasik dan

Pertengahan, Terjemahan Abudin Nata, Canada: Montreal, 2000.

Majalah Media TK Sentra, Membangun Karakter dan Budi Pekerti.

Jakarta; Media TK Sentra, Volume 3, 2010.

Makmun, Abin Syamsuddin. Psikologi Pendidikan, Bandung: Rosda

Karya Remaja, 2003.

Mariyana, Rika, Strategi Pengelolaan Lingkungan Belajar di Taman

Kanak-kanak, Jakarta: Depdiknas. Ditjen Dikti, 2001.

252

Mary Mayesky, Creative Activities for Young Children, New York:

Delmar Publisher Inc, 2000.

Masri Singarinbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey.

Jakarta: LP3ES,1989.

Massardi, Siska Y. Rumah Kisah: Selamat Datang di Garasi; Sebuah

Potret Kehidupan Sekolah TK Dhuafa, Jakarta: PT.Arga

Publishing, 2007.

Maxim, George.W, The Very Young Giding Children from Infancy

through the earlyYears. New York: MC MillanPublishing

company, 1993.

May Lwin dkk, Cara Mengembangkan Berbagai Komponen

Kecerdasan. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2008.

1Mayesky Mary, Creative Activities for Young Children ( New

York: Delmar Publisher Inc, 1990), 29.

Megawangi, Ratna. “Pengasuhan dan Pendidikan Anak Usia Dini untuk

Membangun Karakter”, makalah dalam seminar Pendidikan Anak

Usia Dini, Al-Azhar, (Jakarta, 1 Januari 2007).

Megawangi, Ratna. Pendidikann Karakter Solusi Tepat Membangun

Bangsa. Jakarta: Star Energy, 2007.

Miller, Regina. The Developmentally Appropriate Inclusive Classroom

in Early education. New ayork: Delmar, 1996.

Mimbar Pendidikan, nomor 3, IKIP Bandung, 1989. Muchtar Luthfi

berasal dari Universitas Riau, dan artikel ini diambil dari buku

karangan Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,

Bandung; Remaja Rosda Karya, 2005.

Moleong, Lexi J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.

Remaja Rosda Karya, 2006.

253

. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda

Karya, 2000. cet. Ke-12.

Muhadjir, Noeng. Metodologi Keilmuan Paradigma Kualitatif,

Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Rake Sarasin, 2007.

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosda

Karya, 2001.

Mulkhan, Abdul. Munir Nalar Spiritual Pendidikan: Solusi Problem

Filosofis Pendidikan Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,

2002.

Mulyadi, Seto. Kecerdasan Emosional Anak Penting dikembangkan.

Jakarta: Pelita, 2003.

Mulyana. A.Z. Rahasia Menjadi Guru Hebat. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2010.

Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung, PT. Remaja Rosda

Karya, 2004.

Mustaqim, Psikologi Pendidikan. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN

Walisongo, 2004.

Najati, Muhammad Usman. Jiwa dalam Pandangan Para Filsof

Muslim. Bandung: Pustaka Hidayah, 2004.

Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bogor: Galolia Indonesia, cetakan

keenam, 2005.

Norman K. Denzin, Y vonna S. Lincoln (e), The SAGE Handbook of

Qualitative Research. London: SAGE publication, 2005.

Obrzud, John. “Stanford Binet Intelligence Scale” dalam Canadian

Journal of School Psychology, vol.19, 2000.

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan

Sistem (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), 12.

254

Othman, Ikhsan. Rohizani Yaakub, “Aplication of The Multiple

Intelligence Theory in Curriculum Implementation” dalam Asia

Pacific Journal of Educators and Education, Vol. 25, (Tanjong

Malim: Faculty of Cognitive Science and Human Development

Sultan Idris Education University, 2010).

Pamela C. Phelps, Beyond Cribs and Rattles Playfull Scafolding the

Development of Infants and Toodlers, (Tallahase, Florida, CCRT

2005), 97.

Pasiak, Taufik. Revolusi IQ/EQ/SQ; Menyingkap Rahasia Kecerdasan

Berdasarkan Al-Qur’an dan Neuroains. Bandung: Mizan, 2008.

Patmawati, “Multiple Intelligence System dan Pembelajaran PAI”

(Tesis di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2010).

Paul Hersey dan Blanchard, Management of Organizational Behavior,

New Jersey: Englewood Chliffs, 1998.

Pedoman Penerapan BCCT dalam Pendidikan Anak Usia dini,

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral pendidikan

Luar Sekolah, direktorat pendidikan, 2006.

Phelps, Pamela C. Beyond Cribs and Rattles Playfull Scaffolding the

Development of infants and Toodlers. (Tallahase, Florida, CCRT

2005), 16.

Phelps, Pamela C. Let’s Build, Strong Foundation in Language, Math,

Social Skills. Florida: Gryphon House, 2012.

Pimpinan Pusat HIMPAUDI Indonesia, Pedoman kerja Himpunan

Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini

(HIMPAUDI), Jakarta, 2007.

Puckett, Margareth B and Difilly, Deborah, Teaching Young Children:

An Introduction to The Early Chilhood Professional, Scond

Edition, New York: Thomson Delmar Learning, 2004.

255

Purwanti, Eni. “Pendidikan Islam Berbasis Multiple Intelligences

System (MIS) Study kasus pada SMP YIMI Gresik dan MTs

YIMA Bondowoso Jawa Timur” (Disertasi Program Pascasarjana

IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011).

Qaradawi,Yusuf. Iman dan Kehidupan. Jakarta: Bulan Bintang, cetakan

ke 3, 19932.

Ramayulis, Ilmu pendidikan Islam, cet. Ke-9. Jakarta: Kalam Mulia,

2011.

Salim, Bairus. “Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences ;Telaah

dari Sudut Pandang Pendidikan Islam” (Tesis Program

Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2008).

Samples, Bob. Opening Whole Mind: Parenting and Teaching

Tomorrow Childrens Today. Bandung: Kaifa, 1999.

Sellars, Maura. “Exploring Executive Function: Multiple Intelligences‟

Personalised Mapping for Success” dalam The International

Journal of Learning,Vol. 18, No. 03 (University of Newcastle

Australia, 2012), 296.

Semiawan, Conny. “Pengembangan Rambu-Rambu Belajar Sambil

Bermain pada Anak Usia Dini”, buletin PADU. Jakarta;

Depdiknas, 2003.

Siswaya, Suranto S. Sukses dengan Multi Talenta; Multiple

Intelligences, Surakarta: Suara Media Sejahtera, 2008.

Soedijarto, Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan

Kehidupan Bangsa dan Membaca Peradaban Negara dan Bangsa,

(Jakarta: CINAPS, 2000), 154.

Sternberg, RJ. Successful Intelligence. New York: St Martin Press,

1996.

Sudjana, Nana. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar

Mengajar. Bandung: Sinar Baru, 1989.

256

Sudono, Anggani. Sumber belajar dan Alat permainan Anak Untuk

Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Grasindo, 2000.

Sugianto, Mayke. Bermain, Mainan dan Permainan. Jakarta:

Depdiknas. Dirjen Dikti, Proyek Pembinaan Guru, 1995.

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif,

Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2006.

, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2007.

Sujiono dkk, Kurikulum Alternatif Berbasis Kompetensi Anak Usia

Dini, Universitas Negeri Jakarta: Pusdiani Press; Pusat Studi

Anak Usia Dini, 2002.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.

Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:

PT Remaja Rosda Karya, 2006.

Suparno, Paul. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, Yogyakarta:

Kanisius, 2001.

Suyanto, Slamet. Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini.

Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005.

Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2004.

Ath-Thabari, Muhammad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari. Abu Ja‟far

Muhammad bin Jarir Ath-Thabari; penerjemah, Akhmad Affandi;

editor, Bensus Hidayat Amin. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.

At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, Beirut, Dar al-Arab al-Islami, 1998.

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung:

Remaja Rosda Karya, 2005.

257

Tamin, Wismiarti dan Siti Khadijah, Panduan Untuk Sentra Untuk

PAUD, Sentra Seni. Jakarta: Sekolah Al-Falah, 2010.

Tasmara, Toto. Yahudi Mengapa Mereka Berprestasi. Jakarta: Sinergi

Publishing, 2010.

Tilaar, H.A.R “Pendidikan Nasional Sebagai Sarana Strategis Dalam

Pengembangan Kreatifitas dan Entrepreneur Menghadapi

Tantangan Era Globalisasi” Jurnal Pendidikan Penabur –

no.18/Tahun ke-11/Juni 2012,

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 2005. cet. Ke-3

Trister, Diane Dogde, E Yandian, Sharon, Blomer, Donna, “ A

Trainer‟s Guide to Creative Curriculum for infants and toodler,

third Edition. (Washington DC: Teaching Strategis Inc, 2002).

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003/ Sisdiknas

Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002.

Undang-Undang RI. No. 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan

Nasional dan Penjelasannya,Yogyakarta: Media Wacana Press,

2003.

Uno, Hamzah B. Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching.

Quantum Teaching: Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: Ikrar

Mandiri Abadi, 2008.

Usman, Husaini, Pranowo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian

Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, edisi kedua, 2008.

Wismiarti, “Pendidikan Anak Usia Dini berbasis Kecerdasan Majemuk

di Sekolah Al-Falah. Makalah pada Seminar dan Lokakarya

Nasional Pendidikan Anak Usia Dini” (Jakarta: Universitas

Negeri Jakarta bekerja sama dengan Ditlusepa Depdiknas, 2004)

258

Wolfgang. School For Young Children (Developmentally Appropriate

Practices, 1992).

Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode

Sentra, Bekasi: Media Pustaka Sentra, 2012.

Yusuf Hadi Miarso, Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali,

1986), 75.

Qaradawi, Yusuf. Iman dan Kehidupan Cetakan 3. Jakarta: Bulan

Bintang, 1993), 28.

Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghozali. Jakarta: Bumi

Aksara, 1991.

Zohar, Danah dan Ian Marshall, SQ: Spiritual Intelligences; The

Ultimate Intelligences .Blomsbury; Great Brain, 2000.

Jurnal:

Gardner, Howard A Case Against Spiritual Intelligence, “The International Journal for the Psychology of Religion, Vol.

10, (2012).

Jamaris, Martini, Pengembangan Multiple Intelligences dan

Aplikasinya melalui pembelajaran terpadu di Taman kanak-

kanak, Jurnal Program Studi PAUD, PPs UNJ, 2004

Purwanto, 8 Kecerdasan Utama dalam Teori Kecerdasan Majemuk,

Jurnal kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara, Jakarta, 1998.

Sadeghi, Karim, Bahareh Farzizadeh. “The Relationship between

Multiple Intelligences and Writing Abilty of Iranian EFL

Learners” dalam Journal of English Language Teaching,

Vol. 5, No. 11. Iran: Urmia University, 2012.

Obrzud, John “Stanford Binet Intelligent Scale” dalam Canadian Journal of School Psychology, Vol. 19. 2000.

Othman, Ikhsan, Rohizani Yaakub. “Aplication of The Multiple

Intelligence Theory in Curriculum Implementation” dalam

Asia Pacific Journal of Educators and Education, Vol. 25.

259

Tanjong Malim: Faculty of Cognitive Science and Human

Development Sultan Idris Education University, 2010.

Bowles, Terry. “Self-rated Estimates of Multiple Intelligences Based

on Approaches to Learning” dalam Australian Journal of Educational and Developmental Psychology.Vol 8, 2008.

Sellars, Maura, “ Exploring Executive Function: Multiple Intelligence”

Personalised Mapping for Success” dalam The International

journal of learning, vol.18, No.03 (University of Newcastle

Australia, 2012), 296.

Dokumen :

Profil TK Batutis Al-Ilmi Pekayon – Bekasi – Jawa Barat Tahun ajaran

2012 – 2013

Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini,

Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini di Jakarta 10-12

September, 2003

Website:

http://belajarpsikologi.com/tujuan-pendidikan-nasional/ diakses pada

hari Senin tanggal 08 April 2013

http://digilib.unimed.ac.id/konsep-pendidikan-taman-kanakkanak-yang-

ideal-22038.html diakses pada tanggal 01 April 2013.

http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/ASP/article/view/15405, diakses

pada tanggal16 April 2013.

http://sbelen.com/2011/08/08/mengapa-mutu-pendidikan-finlandia-

terbaik-di-dunia/.

http://www.dechacare.com/kecerdasan-majemuk-kecerdasan-

seutuhnya-mendidik-anak diakses 20 April 2013.

http;//www.asep-s.web.ugm.ac.id/Artikel?POLITIK

/UU%20PERLINDUNGAN%20ANAK.pdf diakses tanggal 01

260

Maret 2014. Tentang Undang-undang Republik Indonesia Nomor

23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

www.tazkia.ac.id

www. syafiiantonio.com

Wawancara:

Wawancara dengan Ainur Guru Sentra Imtaq, TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi,

Wawancara dengan Andi, salah satu anak didik yang berada di sentra

main peran besar.

Wawancara dengan Imas Maspupah guru sentra main peran, TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.

wawancara dengan Refiyanto Guru Sentra Bahan Alam, TK Batutis Al-

Ilmi Pekayon Bekasi.

Wawancara dengan guru sentra seni Sa‟diyah disela-sela kesibukannya

mengarahkan anak-anak saat bermain sentra seni di TK Batutis

Al-Ilmi, Juli 2013.

Wawancara dengan Nur‟aini guru sentra Imtaq.

Wawancara dengan Sa‟diyah Guru Sentra Seni TK Batutis Al-Ilmi

Pekayon Bekasi

Wawancara dengan Siska Y. Massardi pendiri TK Batutis Al-Ilmi.

Wawancara secara intensif dengan Triyani, Guru sentra balok di TK

Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.

263

GLOSARIUM

Akhlakul Karimah : Perilaku yang mulia

Afektif : berkenaan dengan perasaan (seperti rasa

takut, dan rasa cinta); mempengaruhi

keadaan perasaan dan emosi; mempunyai

gaya atau makna yg menunjukkan

perasaan (gaya bahasa atau makna).

Densitas bermain : berbagai macam cara setiap jenis main

yang disediakan untuk mendukung

pengalaman anak.

Domain : wilayah; daerah; ranah

Eksistensial : hal berada; keberadaan

Ekstrovert : kepribadian yang lebih dipengaruhi oleh

dunia objektif, orientasinya terutama

tertuju ke luar. Pikiran, perasaan, serta

tindakannya lebih banyak ditentukan

oleh lingkungan.

Ekuitas : kepemilikan dalam bentuk nilai uang

Implementasi : Pelaksanaan; penerapan

Intelektual : cerdas, berakal, dan berpikiran jernih

berdasarkan ilmu

pengetahuan; mempunyai kecerdasan

yang tinggi; cendekiawan; totalitas

pengertian atau kesadaran, terutama yg

menyangkut pemikiran dan pemahaman.

Intensitas bermain : sejumlah waktu yang dibutuhkan anak

untuk pengalaman dalam tiga jenis main,

yaitu; main peran, main pembangunan,

main sensorimotor.

Interpersonal : antar pribadiatau individu.

Introvert : kepribadian yang lebih dipengaruhi oleh

dunia subjektif, orientasinya tertuju ke

dalam.

Karakter : tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau

budi pekerti yang membedakan

seseorang dengan yang lain; watak.

264

Kecerdasan : perihal tentang cerdas; perbuatan

mencerdaskan; kesempurnaan

perkembangan akal budi (seperti

kepandaian, ketajaman pikiran).

Klasifikasi : Penyusunan bersistem dalam kelompok

atau golongan menurut kaidah atau

standar yang ditetapkan.

Kognitif : berhubungan dengan atau melibatkan

kognisi, berdasar kepada pengetahuan

faktual yang empiris.

Kompetensi Dasar : Kemampuan tingkat dasar.

Komprehensif : Luas dan lengkap (tentang ruang lingkup

atau isi); mempunyai dan

memperlihatkan wawasan yang luas.

Komunikasi : Penyampaian dan penerimaan pesan

diantara dua orang atau lebih dengan

menggunakan simbol verbal dan non

verbal.

Konstan : tetap tidak berubah; terus-menerus.

Konteks : bagian suatu uraian atau kalimat yang

dapat mendukung atau menambah

kejelasan makna; situasi yang ada

hubungannya dengan suatu kejadian.

Konvensional : berdasarkan konvensi atau kese-

pakatan umum. Seperti adat, kebiasaan,

kelaziman) tradisional.

Moral : (ajaran tentang) baik buruk yang

diterima umum mengenai perbuatan,

sikap, kewajiban, dsb; akhlak, budi

pekerti; susila; kondisi mental yang

membuat orang berani, bersemangat,

bergairah, berdisiplin, bersedia

berkorban, menderita, menghadapi

bahaya dsb; isi hati atau perasaan

sebagaimana terungkap dalam perbuatan.

265

Mutu : perihal cerdas; perbuatan mencerdaskan;

kesempurnaan perkembangan akal budi

(seperti kepandaian, ketajaman pikiran).

Operasional : bersangkut paut dengan operasi.

Optimal : terbaik; paling menguntungkan.

Paradigma : model dalam teori ilmu pengetahuan;

kerangka berfikir.

Paripurna : lengkap; penuh lengkap.

Perspektif : sudut pandang; pandangan.

Pijakan : Dukungan yang berubah-ubah selama

kegiatan belajar mengajar, dimana mitra

yang lebih terampil menyesuaikan

dukungan terhadap tingkat kinerja anak

saat ini. Dukungan lebih banyak

diberikan ketika tugas masih baru;

dukungan lebih sedikit ketika

kemampuan anak sudah meningkat,

dengan demikian menanamkan

penguasaan diri dan kemandirian anak.

Praktis : berdasarkan praktik; mudah dan senang

memakainya.

Psikomotorik : berhubungan dengan aktivitas fisik yang

berkaitan dengan proses mental dan

psikologi.

Psikologis : berkenaan dengan psikologi; bersifat

kejiwaan.

Relevansi : hubungan; kaitan; hal relevan.

Revolusioner : bersifat mencintai perubahan secara

keseluruhan.

Sentra : pembelajaran yang dilakukan

berdasarkan area tertentu.

Silabus : kerangka unsur kursus pendidikan,

disajikn dalam aturan yang logis, atau

dalam tingkat kesulitan yang makin

meningkat; ikhtiar suatu pelajaran.

Sistematis : teratur menurut sisterm; memkai sistem;

dengan cara yang diatur baik-baik.

266

Spiritual : Berhubungan dengan atau bersifat

kejiwaan (rohani, batin).

Teoritis : Secara teori.

Verbal : Peristiwa komunikasi yang

menggunakan bahasa sebagai sarana

penyampaian.

Visi : Pandangan; wawasan; kemampuan untuk

melihat pada inti persoalan; apa yang

tampak dalam daya khayal; dan apa yang

terlihat oleh mata.

267

INDEKS

A

Al-Falah, 14, 65, 83, 84, 91, 98, 101, 103,

148

Amerika, 7, 13, 97, 101, 107, 154, 155

Amstrong, 19, 32, 38, 102, 155

Anak, 1, 2, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 13, 14, 15,

16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26,

27, 29, 30, 32, 34, 36, 37, 38, 41, 42,

43, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 54, 55, 56,

57, 62, 64, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73,

74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83,

84, 86, 87, 88, 89, 92, 93, 94, 95, 96,

97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104,

105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112,

113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120,

121, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 128,

129, 130, 131, 132, 133, 134, 135, 136,

137, 138, 139, 140, 141, 142, 143, 144,

145, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 152,

153, 154, 155, 156, 157, 158, 159, 160,

161, 162, 163, 164, 166, 167, 168, 169,

175

Asma’ul Husna, 148, 159, 167

B

Batutis Al-Ilmi, 14, 17, 18, 21, 22, 23, 24,

25, 26, 27, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71,

74, 75, 76, 79, 80, 82, 83, 84, 86, 87,

88, 89, 91, 92, 94, 95, 98, 101, 102,

105, 108, 109, 110, 111, 116, 117, 120,

125, 129, 133, 139, 146, 149, 151, 152,

163, 166, 167, 169

Bekasi, 14, 17, 18, 21, 22, 23, 24, 25, 26,

27, 37, 65, 66, 67, 68, 69, 76, 80, 82,

85, 86, 88, 91, 92, 95, 101, 102, 105,

108, 111, 117, 123, 125, 129, 133, 139,

146, 149, 152, 161, 163, 167, 169

Binet, 2, 3, 5, 13, 28, 34

Bloom, 52, 112

C

Chatib, 30, 32, 49, 50, 51, 52, 53, 62, 96,

97, 122

Circle Time, 104

D

Dhu’afa, 70, 71, 72, 74, 79, 80, 91, 99,

102, 134, 152, 167, 175

E

Efektif, 29, 40, 45, 49, 55, 57, 60, 61, 77,

88, 99, 103, 120, 133, 147, 150, 153,

166, 169

Eksplorasi, 125, 143, 146, 155, 160

F

Fasilitator, 14, 52, 100, 106, 117, 131,

148, 150

Fitrah, 2, 11, 21, 103

Florida, 7, 13, 97, 101, 107

G

Garasi, 69, 70, 71, 75

Gardner, 1, 2, 3, 4, 11, 13, 19, 30, 31, 32,

35, 36, 37, 38, 39, 40, 44, 55, 113, 154

Guru, 9, 13, 25, 48, 49, 81, 83, 84, 85, 86,

90, 92, 99, 100, 101, 103, 104, 109,

268

116, 117, 126, 127, 130, 131, 132, 133,

135, 137, 138, 139, 141, 147, 148, 150,

159, 162, 163, 166, 167

H

Happy Learning, 5, 87, 159, 160, 166

I

Implementasi, 5, 20, 175

Intelektual, 3, 34, 36, 37, 73, 96, 97, 105,

112, 113, 128, 145, 161

Intelligences, 1, 3, 4, 10, 13, 19, 20, 29,

30, 32, 34, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42,

43, 44, 45, 46, 50, 52, 53, 55, 59, 61,

62, 64, 97, 113, 121, 122

J

Jakarta Timur, 14, 65, 84, 98, 101, 148

Jurnal, 23, 121, 156, 168

K

Karakter, 5, 9, 10, 18, 35, 49, 51, 54, 71,

73, 74, 77, 83, 95, 98, 102, 104, 108,

110, 111, 113, 143, 150, 151, 152, 156,

157, 159, 160, 166, 175

Kecerdasan, 1, 2, 3, 4, 5, 7, 9, 10, 11, 12,

13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23,

25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34,

35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44,

45, 48, 49, 50, 52, 53, 54, 55, 64, 72,

73, 77, 81, 94, 96, 97, 98, 99, 105, 107,

108, 110, 111, 112,멼 113, 114, 115,

116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 125,

126, 127, 130, 131, 133, 134, 135, 136,

138, 140, 143, 146, 148, 150, 152, 153,

154, 155, 156, 157, 158, 160, 161, 162,

166, 167, 169, 175

Kecerdasan majemuk, 1, 2, 4, 18, 24, 31,

35, 37, 65, 97, 98, 105, 111, 113, 115,

116, 118, 125, 131, 151, 154, 156, 157,

159, 160, 169

Konvensional, 27, 65, 66, 98, 100, 102,

105, 107, 109, 113, 116, 133, 159

Kurikukulum, 100

L

Logika, 2, 3, 4, 13, 15, 18, 22, 28, 34, 38,

41, 44, 45, 47, 48, 49, 96, 97, 105, 109,

113, 118, 119, 120, 136, 140, 157, 161

M

Metode sentra, 107, 110, 131, 159, 166,

175

Multiple intelligences, 1, 2, 7, 9, 14, 18,

19, 20, 23, 25, 32, 37, 51, 53, 55, 61,

62, 64, 65, 97, 107, 121, 122

N

New York, 1, 2, 4, 30, 113, 136

O

Observasi, 23, 159, 167

Optimal, 1, 9, 14, 15, 34, 75, 81, 113, 114,

116, 118, 126, 127, 138, 152, 156, 160,

167

Orang tua, 6, 7, 14, 47, 48, 73, 74, 78, 79,

89, 96, 103, 114, 116, 123, 124, 127,

130, 131, 134, 137, 151, 155, 166

P

Paradigma, 15, 19, 22, 31, 32, 50, 52, 99,

102, 106, 108, 159

PAUD, 5, 6, 11, 14, 78, 81, 91, 103, 106,

112, 113, 115, 154, 159, 161

269

Pekayon, 14, 17, 18, 21, 22, 23, 24, 25, 26,

27, 65, 66, 68, 69, 76, 80, 85, 86, 111,

117, 125, 133, 139, 146, 149, 152, 163

Pembelajaran, 7, 11, 14, 16, 19, 20, 37, 39,

40, 41, 42, 43, 44, 48, 52, 53, 54, 57,

60, 62, 63, 133, 150, 153, 154

Pendidikan, 2, 4, 5, 6, 7, 9, 11, 14, 15, 16,

17, 19, 20, 23, 24, 27, 35, 37, 49, 52,

57, 60, 61, 62, 66, 67, 68, 72, 73, 76,

77, 78, 79, 81, 82, 83, 84, 85, 89, 92,

95, 96, 98, 101, 105, 106, 108, 111,

112, 113, 116, 122, 123, 125, 126, 128,

130, 140, 149, 151, 153, 154, 156, 160,

170, 174

Perkembangan, 1, 5, 6, 7, 8, 14, 17, 18, 31,

32, 36, 38, 47, 48, 52, 66, 71, 73, 75,

77, 78, 79, 81, 91, 93, 94, 95, 96, 97,

104, 105, 106, 107, 109, 111, 112, 113,

114, 116, 117, 118, 121, 126, 127, 128,

131, 132, 133, 134, 135, 136, 137, 141,

145, 148, 149, 150, 151, 153, 159, 166,

167, 169, 175

Pijakan, 7, 16, 107, 126, 131, 134, 135,

136, 137, 138, 141, 143, 146, 147, 163,

164, 166

Potensi, 1, 2, 5, 7, 13, 14, 15, 20, 21, 22,

34, 35, 38, 45, 47, 50, 51, 52, 55, 69,

72, 77, 81, 96, 99, 105, 113, 115, 116,

121, 122, 124, 126, 128, 130, 152, 153,

155, 156, 159, 161, 167

Prestasi, 17, 18, 36, 49, 51, 93, 94, 95,

121, 154, 155

Professional, 4, 56, 82, 83, 84, 85, 98, 110,

118, 121

Psikologi, 2, 12, 28, 29, 31, 32, 34, 35,

121, 126

Q

R

Recalling, 104, 118, 121, 131, 136

Relevan, 10, 19, 23, 26, 137

S

Sekolah, 3, 4, 20, 30, 38, 49, 50, 52, 54,

62, 65, 67, 70, 71, 74, 75, 80, 84, 87,

92, 93, 96, 97, 98, 101, 103, 108, 114,

122, 150, 154

Sensori motorik, 1

Sentra, 4, 5, 6, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20,

21, 22, 23, 25, 26, 27, 65, 66, 74, 75,

76, 80, 81, 82, 83, 89, 91, 92, 93, 95,

97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104,

105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 115,

116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 125,

127, 129, 130, 131, 132, 133, 134, 135,

136, 137, 138, 139, 140, 141, 142, 143,

144, 146, 147, 148, 151, 152, 157, 159,

160, 161, 162, 163, 164, 166, 167, 175

Seto Mulyadi, 29, 49

Siska, 14, 37, 65, 68, 69, 70, 71, 72, 73,

74, 75, 76, 79, 84, 88, 89, 91, 92, 98,

99, 101, 102, 103, 105, 106, 109, 116,

123, 125, 126, 128, 130, 134, 140, 154,

156, 160

Stakeholder, 11, 50

T

Terpadu, 4, 9, 11, 17, 18, 20, 21, 23, 29,

32, 65, 105, 110, 112, 113, 115, 116,

117, 122, 125, 131, 133, 153, 157, 158,

161

TK, 14, 15, 17, 18, 21, 22, 23, 24, 25, 26,

27, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 73, 74,

75, 76, 77, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85,

86, 87, 88, 89, 90, 91, 94, 95, 96, 98,

99, 101, 102, 106, 109, 110, 111, 114,

116, 117, 120, 125, 129, 133, 139, 146,

149, 151, 152, 161, 163, 166, 167, 169

U

Ulwan, 2

270

V

Verbal Linguistik, 5

W

Wismiarti, 5, 14, 79, 91, 98, 101, 103, 159,

180

Y

Yudhistira, 6, 7, 14, 15, 68, 70, 73, 75, 82,

83, 88, 89, 91, 95, 98, 101, 102, 103,

105, 106, 123, 125, 126, 128, 130, 140,

154, 156, 160

Z

Zakiyah Daradjat, 16, 17, 180

271

271

Daftar Riwayat Hidup

Nama : M. Zakaria Hanafi

Nama Panggilan : Muhammad

Tempat Tanggal Lahir : Indramayu, 11 April 1980

Alamat : Perumahan Pesona Gading Cibitung

Jln.Hasana Raya Blok H3 Nomor 62A

RT 007 RW 016 Desa Wanajaya-

Kecamatan Cibitung-Kabupaten Bekasi

Jawa Barat 17520

Pekerjaan : Guru Pendidikan Agama Islam

Kementerian Agama Kota Bekasi

di SDN Jati Asih II Kota Bekasi

HP : 081219017930

Email : [email protected]

Karya Tulis Ilmiah : “Hukuman dalam Kegiatan Belajar

Mengajar dan Pengaruhnya Terhadap

Hasil Belajar” (skripsi)

Keluarga

Nama Bapak : Hanafi (Alm)

Nama Ibu : Aniyah

Nama Istri : Andam Dewi

Nama Anak : 1. Dean Umainah Zakaria

2. Hasya Unaisah Zakaria

3. Ahmad Ubaidah Zakaria

272

Pendidikan

1. SDN Tukdana II Kec. Bangodua Kab. Indramayu lulus

tahun 1993

2. SMPN 2 Bangodua Kec. Bangodua Kab. Indramayu lulus

tahun 1996

3. SMU Muhammadiyah Jatibarang Kab. Indramayu lulus

tahun 2000

4. Penyetaraan Guru PAI SD/MI UIN Syahid Jakarta lulus

tahun 2003

5. S1 Universitas Muhammadiyah Jakarta Jurusan PAI lulus

tahun 2005

6. S2 Sekolah Pasca Sarjana Konsentrasi PAI UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

Tahun 2011- sekarang.