IMPLEMENTASI METODE SENTRA DALAM PENGEMBANGAN
KECERDASAN MAJEMUK
ANAK USIA DINI
(Studi Kasus TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi)
Tesis
Dimajukan kepada Sekolah Pascasarjana
untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama
dalam Bidang Ilmu Pendidikan Agama Islam
Oleh :
M. ZAKARIA HANAFI
10.2.00.1.12.10.0127
Pembimbing: Suparto, M. Ed, Ph.D
KONSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014 M/ 1435 H
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Segala puji dan syukur dengan hati yang tulus penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat nikmat, taufiq dan
inayah-Nya, tesis ini bisa diselesaikan dengan baik. Shalawat beserta
salam semoga selalu tercurah kepada sang pembawa risalah terakhir
Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan
umatnya yang senantiasa taat kepadanya sampai akhir zaman.
Tesis ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi
penulis untuk memotivasi penulis agar senantiasa meningkatkan
kualitas diri sehingga cita-cita yang diidam-idamkan oleh penulis sejak
duduk di bangku SMP melalui bimbingan Aa Dalis untuk menjadi
penulis handal dapat tercapai dengan mudah. Namun keinginan
menjadi penulis handal tidak semudah yang dibayangkan. Bahkan
dalam penulisan dan penyusunan tesis ini pun tidak berjalan mulus
sesuai harapan. Berawal dari keterlambatan satu semester dengan
teman-teman satu angkatan penerima beasiswa PAIS Kemenag RI
tahun 2010, penulis merasa minder dan merasa banyak ketinggalan
informasi. Selain itu, mayoritas teman-teman PAIS sudah dapat
menyelesaikan penulisan tesis dengan paripurna. Sedangkan penulis
sendiri belum mampu membuat proposal tesis sama sekali. Akhirnya
di awal semester enam bulan Maret 2013 penulis sempat putus asa dan
mengajukan program non tesis dikarenakan bujukan dari kawan yang
merasa senasib dengan penulis.
Prof. Dr. Suwito, MA adalah penasehat ulung bagi penulis,
ketika penulis membutuhkan penyejuk di tengah padang sahara yang
sarat dengan masalah antara tesis dan non tesis. Ternyata petuah
nasihat yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Suwito, MA bagaikan oase
bagi penulis. Karenanya, saat ini penulis dilanda kesulitan untuk
mencari kata-kata yang tepat, bagaimana caranya mengungkapkan
rasa terima kasih yang mendalam. Berkat ide dan masukan-masukan
yang disampaikan beliau kepada penulis, akhirnya dapat menguatkan
semangat dan merubah mindset penulis untuk berusaha menulis tesis
kembali, dengan ungkapannya yang tulus dan khas, beliau mengatakan
kepada penulis, “ Zakaria, Tulislah tesis semampumu, dengan segala kekurangan.”
Dengan penuh kesadaran dan tidak ada paksaan dari pihak
manapun, penulis bertekad untuk mengundurkan diri dari program non
iii
tesis. Akhirnya program non tesis yang baru berjalan satu bulan
tersebut penulis tinggalkan, tepatnya hari Kamis tanggal 25 April
2013 untuk kembali ke jalan yang benar yaitu mengajukan diri kepada
pimpinan SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melalui Dr. Yusuf
Rahman, MA untuk bisa menulis tesis kembali.
Ungkapan penyemangat dari Prof. Suwito itulah yang
senantiasa teringat di hati sanubari penulis, bahkan romantika tesis
sampai terbawa mimpi. Sehingga dengan penuh semangat, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan baik. Namun
ketika ujian pendahuluan tiba, saat itu penulis pun mendapatkan ujian
dari Allah (jatuh dari atap teras rumah). Akan tetapi, walaupun ujian
pendahuluan sempat tertunda dan penulis saat itu masih dalam proses
pemulihan dari sakit patah tulang belakang, semangat penulis tetap
membara untuk bisa mengikuti prosedur SPs UIN dalam meraih gelar
Magister dengan segera.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini
tidak terlepas dari adanya motivasi dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tesis ini,
yaitu:
1. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. Selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Suparto, M.Ed, Phd. Selaku pembimbing tesis yang telah
meluangkan waktunya di tengah-tengah kesibukan beliau, dengan
memberikan kritik, saran dan motivasi serta memberikan bimbingan
dan wawasan pengetahuan kepada penulis dengan penuh kesabaran
serta ketelatenan.
3. Para penguji tesis dari proses ujian proposal tesis sampai ujian
promosi magister.
4. Keluarga Besar Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan
bimbingan dan pendidikan akademis selama perkuliahan, terutama
kepada yang terhormat: Prof. Dr. Suwito, MA, Dr. Fuad Jabali,
MA, Dr. Yusuf Rahman, MA, dan pimpinan serta karyawan SPs
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, seperti; Pak Sahmi, Pak Singgih,
Pak Jayadi, Mba Imma, Mas Rofiq, yang telah membantu penulis
terutama dalam urusan administrasi, keuangan dan perpustakaan,
etc.
iv
5. Haji Muhammad Ihsan, Haji Mukholik selaku bagian Mapenda dan
segenap keluarga besar Kemenag Kota Bekasi Jawa Barat. Serta
kepada segenap keluarga Besar SDN Jati Asih II Kota Bekasi yang
telah mengizinkan penulis untuk melanjutkan studi S2 melalui jalur
beasiswa dari Ditpais Kemenag RI.
6. Keluarga tercinta, Andam Dewi Mami dari anak-anakku. Kakak
Dean Umainah Zakaria, Elok Hasya Unaisah Zakaria dan Dedek
Ahmad Ubaidah Zakaria ketiga buah hatiku yang sering
ditinggalkan oleh penulis demi menyelesaikan penulisan tesis di
SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mereka telah memberikan
dukungan moril berupa semangat yang luar biasa kepada penulis
untuk segera menyelesaikan tugas kuliah dengan paripurna.
7. Ibunda Mimi Aniyah dan Ayahanda Mama Hanafi (Alm), Kak
Makmur, Kang Nunung, Kang Sodikin serta segenap Keluarga
Besar di Tukdana- Indramayu yang senantiasa mendoakan dan
memotivasi penulis agar senantiasa bersabar dan berhasil dalam
menyelesaikan tugas belajar study S2 di sekolah pascasarjana (SPs)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Bapak Drs. H. Fatihin Umar dan segenap Keluarga Besar Panti
Asuhan Darussalam Tukdana Indramayu yang telah mengasuh,
membimbing dan mengarahkan penulis sejak penulis kecil sebagai
penghuni pertama dan tertua Panti Asuhan Darussalam Indramayu.
9. Bapak Yudhistira Massardi, Ibu Siska Yudhistira Massardi, pak
Yanto Musthofa, Ibu Imas Maspupah dan segenap Keluarga Besar
TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi yang telah memberikan
informasi selama penulis mengadakan observasi penelitian di
sekolah dhuafa Taman Kanak-kanak Batutis Al-Ilmi.
10. Kolega, sahabat dan teman-teman tercinta yang telah membantu
penulis: terutama Abang Muhammad Mukaddar sebagai motivator,
inspirator sekaligus pembimbing dalam penulisan proposal tesis.
Pak Suprapto, Caswita, Haji Mukhlis, Sanusi, Zaenal Muttaqien,
Arsyad Abrar, Sofyan Hadi, Taufik Abigail, Amar Mubarok, Andi
Amma Ruhmah, Maemunah, Imam, Ustadz Denden, Ustadz Abdul
Aziz dan sahabat-sahabat lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu. Mereka telah banyak berjasa kepada penulis. Semoga
amal dan jasa mereka dibalas oleh Allah SWT.
Penulis berharap tesis ini dapat menambah khazanah keilmuan,
bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi
penulis pribadi.
v
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : M. Zakaria Hanafi
NIM : 10.2.00.1.12.10.0127
Program Studi : Pengkajian Islam
Konsentrasi : PendidikanAgama Islam
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis dengan judul “Implementasi
Metode Sentra dalam Pengembangan Kecerdasan Majemuk Anak Usia
Dini”adalah benar-benar karya saya sendiri, didukung oleh berbagai
sumber terkait. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di
dalamnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 03 Maret 2014
M.Zakaria Hanafi
vi
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “Implementasi Metode Sentra dalam
Pengembangan Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini”yang ditulis
oleh:
Nama : M. Zakaria Hanafi
NIM : 10.2.00.1.12.10.0127
Program Studi : Pengkajian Islam
Konsentrasi : Pendidikan Agama Islam
Telah diperbaiki sesuai saran-saran pembimbing dan disetujui untuk
dimajukan dalam Ujian Promosi.
Jakarta, 03 Maret 2014
Pembimbing
Suparto, M. Ed, Ph.D
v
PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN
Tesis yangberjudul “Implementasi Metode Sentra dalam
Pengembangan Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini” yang
ditulisoleh :
Nama : M. Zakaria Hanafi
NIM : 10.2.00.1.12.10.0127
Program Studi : Pengkajian Islam
Konsentrasi : PendidikanAgama Islam
TelahdinyatakanluluspadaujianPendahuluan yang
diselenggarakanpadahariSelasa, tanggal 25 Februari 2014.
Tesisinitelahdiperbaikisesuai saran
dankomentarparapengujisehinggadisetujuiuntukdiajukankeUjianPromo
si.
Jakarta, 03 Maret 2014
Tim Penguji :
1. Dr. Yusuf Rahman, MA
(Ketuasidang/merangkapPenguji) (………………)
Tanggal,
2. Prof. Dr. Husni Rahim
(Penguji 1) (………………)
Tanggal,
3. Prof. Dr. AbuddinNata, MA
(Penguji 2) (………………)
Tanggal,
4. Suparto, M. Ed, Ph. D
(Pembimbing/merangkapPenguji) (………………)
Tanggal,
vii
ABSTRAK
Studi ini membuktikan bahwa sistem pendidikan berbasis
intelektual (pendidikan yang hanya mengedepankan kecerdasan verbal
linguistik dan kecerdasan logic matematic) telah mematikan berpikir
kritis peserta didik serta memasung kreatifitas anak sejak usia dini.
Sedangkan sistem pendidikan berbasis kecerdasan majemuk (multiple
intelligences) merupakan langkah revolusioner dalam pengembangan
berbagai kecerdasan anak usia dini secara optimal.
Penelitian ini mendukung pendapat Howard Gardner (1983),
Linda Campbell & Bruce Campbell (1999), Thomas R. Hoerr (2000),
Pamela C. Phelps (2005), Thomas Amstrong (2009), Munif Chatib
(2009), Yudhistira Massardi (2012), Seto Mulyadi (2012), mengenai
teori kecerdasan majemuk (multiple intelligences). Penerapan teori
kecerdasan majemuk (multiple intelligences) ini telah merambah di
dunia pendidikan bahkan telah meluas menelusuri segala aspek
kehidupan.
Tesis ini tidak sependapat dengan Stanford Binet (2000) yang
menyatakan bahwa kecerdasan seseorang diukur hanya dari
kemampuan intelektual dan menitikberatkan pada kecerdasan
berbahasa serta kecerdasan logika matematika semata. Kecerdasan
seseorang dinyatakan dalam angka konstan tanpa memperhatikan
kecerdasan lainnya. Jika seseorang pandai dalam kedua kecerdasan
tersebut maka dapat dinyatakan bahwa tingkat IQ nya tinggi.
Kajian ini berorientasi pada pengembangan kecerdasan
majemuk (multiple intelligences) anak usia dini secara optimal melalui
observasi tujuh kecerdasan majemuk dengan pendekatan metode sentra.
Penelitian ini menggunakan sumber data, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer dikumpulkan dari hasil observasi,
wawancara, dan dokumentasi yang diambil langsung dari TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi. Sedangkan data sekunder diambil dari buku-
buku, artikel, jurnal-jurnal ilmiah dan literatur para pakar di bidangnya
yang mendukung tesis ini baik dari dalam maupun luar negeri.
vii
ABSTRACT
This reseach proves that the intellectually-based education
system (education only emphasizes verbal linguistic and mathematic
logic intelligence) has shut off the critical thinking of learners and
shackle creativity from an early age. While the education system is
based on the multiple intelligences is a revolutionary step in the
development of a variety of early childhood intelligence optimally.
This research supports the opinion of Howard Gardner (1983),
Linda Campbell and Bruce Campbell (1999), Thomas R. Hoerr (2000),
Pamela C. Phelps (2005), Thomas Armstrong (2009), Munif Chatib
(2009), Yudhishthira Massardi (2012), Seto Mulyadi (2012), about the
theory of multiple intelligences. The application of the theory of
multiple intelligences has penetrated in the world of education has
widened even explore all aspects of life.
This thesis does not agree with Stanford Binet (2000) who said
that a person's intelligence is measured only from the intellectual
abilities and focuses on the intelligence of language and logical-
mathematical intelligence alone. A person's intelligence is expressed in
constant rate regardless of other intelligence. If someone versed in both
the intelligences, it can be stated that the high level of his IQ.
This research is oriented towards the development of multiple
intelligences optimal early childhood through the observation of seven
multiple intelligences approach centers method.
This research uses data sources, namely primary and secondary
data. Primary data were collected from the results of observations,
interviews, and documentations are taken directly from the
kindergarten Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. While secondary data are
taken from books, articles, scientific journals and literature experts in
their field who support this thesis from both within and outside the
country.
vii
خلاصة
الأنمع شكم عه انخشبت كن عه حخكشف انذساصت زي كاوج
( فحضب انشاضاث انمىطم انهغ انشف ركاء فا حشكز انخ)
مىز انشائعت انمبذعت انطهبت حضده انمىخمذة انطهبت أفكاس حمج
انمخعذد انزكاء عه بى انز انخشبت مىح أما. صغاسم((multiple intelligences ركاء حطش ف انثست انخطة
. انخطش غات انمخىعت انطهبت
نىذا ،(1983 )خاسدوش سد لل انذساصت زي أذث
فاملا ،(2000 )س. س طماس ،(1999 )خامبم بشج خامبم
خطب مىف ،(2009 )أمضخشوح طماس ،(2005 )فهفش. ج
،(2012 )مناد صخ ،(2012 )مضضاسد دضخشا ،(2009)
انخشب انعانم أوحاء ف حطبم اوخشش لذ. انمخعذد انزكاء مىح ف
. انحاة خاوب عبش حصعا حصع
انزكاء بأن( 2000 )بىج صخاوفسد لل حشد انذساصت كاوج
انطانب فزكاء. مطهما انطهبت ركاء فذ انشاضاث ف انمىطم انهغ
ن كان إرا. الأخش انزكاء إن انىظش غش مه انثابخت بانذسخت شاس
.مشحفع( IQ )عمه دسخت إن فمال انزكاءان زان
multiple )انمخعذد انزكاء حطش إن انبحث زا ضاق
intelligences )صبعت مشالبت صبم عه انخطش ألص ف نلأطفال
. انمشكز انمىح بطشمت انمخعذد انزكاء
انشئض انمصذس: انمعهماث مصذسا انبحث زا ف اصخخشج
مه انمأخر انخثك انممابهت، انمشالبت، مه ضم فالأل. انخابع
مه انثاو. انطل عه بكاص فكان انعهم بج الأطفال بضخان
زي حذعم انخ أهاحم ف نهمخأهه انعهمت انمدلاث انممالاث، انكخب،
. داخه أ انبهذ خاسج انذساصت
xv
DAFTAR TABEL/ GRAFIK
Tabel 1.1 SumberInformasiPenelitian
Tabel 2.1 Model Pembelajaran
Tabel 2.2 Model Pembelajaran dengan Pendekatan
Multiple
Intelligences
Grafik 3.1 Kondisi Perkembangan Siswa
Tabel 3.2 Guru dan Karyawan TK Batutis Al-Ilmi
Tabel 4.2 Observasi Tujuh Kecerdasan Majemuk
xvi
DAFTAR SINGKATAN
BATUTIS : Baca Tulis graTIS
CCCRT : Center for ChildrenResearch and Training
IAIN : Institut Agama Islam Negeri
IQ : Intelligences Quotient
EQ : Emotional Quotient
KTSP : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
MI : Multiple Intelligences
MIR : Multiple Intelligences Research
MIS : Multiple Intelligences System
NLP : Neuro Linguistic Programming
PAI : Pendidikan Agama Islam
PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini
PPO : Program Pendidikan Orangtua
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SQ : Spiritual Quotient
TK : Taman Kanak-Kanak
UIN : Universitas Islam Negeri
UUD : Undang- Undang Dasar
YIMI : Yayasan Islam Malik Ibrahim
x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
A.Konsonan
b = ب
t = ت
th = ث
j = ج
ḥ = ح
kh = خ
d = د
dh = ذ
r = ر
z = ز
s = ش
sh = ظ
ṣ = ص
ḍ = ض
ṭ = ط
ẓ = ظ
ع = ‘
gh = غ
f = ف
q = ق
k = ك
l = ل
m = م
n = ى
h =
w = و
y = ي
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
fathah a A
Kasrah i I
dhammah u U
xi
2. Vokal Rangkap
Tanda Nama Gabungan Huruf Nama
ى ... fathah dan ya Ai a dan i
و ... fathah dan
wau
Au a dan w
Contoh:
ḥaul : حول Ḥusain : حطيي
C. Maddah
Tanda Nama Huruf Latin Nama
fathah dan alif ā a dan garis di atas ــــا
kasrah dan ya Ī i dan garis di atas ــــي
dhammah dan ــــو
wau
ū u dan garis di atas
D. Ta’ marbutah ( ( ة
Transliterasi ta’ marbutah ditulis dengan ‚h‛ baik dirangkai
dengan kata sesudahnya maupun tidak contoh mar’ah ( ( هرأة
madrasah ( ( هدرضة
Contoh:
الوورة الودية : al-Madinah al-Munawwarah
E. Shaddah
Shaddah/tasydid di transliterasi ini dilambangkan dengan
huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang bersaddah itu.
Contoh:
nazzal : سل rabbanâ : ربـا
xii
F. Kata Sandang
Kata sandang ‚الـ ‛ dilambangkan berdasar huruf yang
mengikutinya, jika diikuti huruf syamsiyah maka ditulis sesuai huruf
yang bersangkutan, dan ditulis ‚al‛ jika diikuti dengan huruf
qamariyah. Selanjutnya -ditulis lengkap baik menghadapi al ا ل
Qomariyah contoh kata al-Qomar ( القور ) maupun al- Syamsiyah
seperti kata al-Rajulu ( الرجل )
Contoh:
al-Qalam : القلن ash-Shams : الشوص
G. Pengecualian Transliterasi
Adalah kata-kata bahasa arab yang telah lazim digunakan di
dalam bahasa Indonesia dan menjadi bagian dalam bahasa Indonesia,
seperti lafal الله, asma’ al-husna dan ibn, kecuali menghadirkannya
dalam konteks aslinya dan dengan pertimbangan konsistensi dalam
penulisan.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL_
KATA PENGATAR_
SURAT PERNYATAAN_
PERSETUJUAN PEMBIMBING_
ABSTRAK_
PEDOMAN TRANSLITERASI_
DAFTAR ISI_
DAFTAR TABEL_
DAFTAR SINGKATAN_
BAB I
PENDAHULUAN_ A. Latar Belakang Masalah_
B. Permasalahan_
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan_
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian_
E. Signifikansi Penelitian_
F. Metodologi Penelitian_
G. Sistematika Penelitian _
BAB II
KECERDASAN MAJEMUK DAN METODE SENTRA_
A. Teori Kecerdasan Majemuk Perspektif Para Ahli_
B. Kecerdasan dalam Perspektif Islam_
C. Strategi Multiple Intelligences Research (MIR) dan Pendekatan
Metode Sentra_
D. Sekolah Al-Falah Jakarta Timur Penggagas Metode Sentra di
Indonesia_
BABIII
METODE SENTRA DI TK BATUTIS AL ILMI PEKAYON
BEKASI_ A. Mengenal TK Batutis Al-Ilmi Bekasi: Sejarah Pendirian
dan Perkembangannya_
B. Manajemen Pendidikan TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi_
C. Transformasi Metode Konvensional Beralih ke Metode_
Sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi_
D. Pembelajaran Metode Sentra di TK Batutis Al-Ilmi_
xiv
BAB IV
PENGEMBANGAN KECERDASAN MAJEMUK DENGAN
METODE SENTRA DI TK BATUTIS AL ILMI A. Pengembangan Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini_
B. Metode Sentra dalam Mengembangkan Kecerdasan Majemuk_
a. Sentra Persiapan Wahana Bekal Keaksaraan_
b. Sentra Balok Wahana Menggali Berbagai Ilmu Pengetahuan_
c. Sentra Seni Wahana Kreatifitas yang Berkualitas_
d. Sentra Bahan Alam Wahana Observasi Penuh Sensasi_
e. Sentra Main Peran Wahana Miniatur Kehidupan_
f. Sentra Iman dan Taqwa (Imtaq) Wahana Pendidikan
dan Konsep Keagamaan_
C. Membangun karakter Melalui Kecerdasan Majemuk_
D. Aplikasi Karakter Berdasarkan 18 Sifat-sifat Asmaul Husna_
BAB V
PENUTUP_
A. Kesimpulan_
B. Saran_
DAFTAR PUSTAKA_
GLOSARIUM_
INDEKS_
BIODATA PENULIS_
LAMPIRAN_
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dikenal sebagai makhluk Tuhan yang paling cerdas.
Kecerdasan yang dimiliki manusia menempatkannya sebagai sebaik-
baik ciptaan Tuhan (aḥsan al-taqwim).1 Sayangnya, berbagai potensi
dasar kecerdasan manusia yang sangat banyak tersebut, kurang tergali
secara optimal. Salah satu upaya optimalisasi kecerdasan itu adalah
dengan mengembangkan seluruh potensi kecerdasan yang dikenal
dengan kecerdasan majemuk. Kecerdasan majemuk (multiple
intelligences) adalah konsepsi kecerdasan yang saat ini menjadi
perhatian para ahli, salah satunya adalah Howard Gardner.2 Menurut
Gardner, kecerdasan dapat berkembang bergantung pada konteks
kebiasaan yang mempunyai kemampuan untuk mendapatkan solusi dari
berbagai masalah dan dapat menciptakan produk-produk baru yang
bernilai budaya, karena kecerdasan dapat berkembang dinamis tidak
bersifat tetap dalam bentuk nilai konstan.3
Menurut Piaget, perkembangan kecerdasan anak dibagi menjadi
empat tahap, yaitu; pertama, tahap sensori motorik yang menimbulkan
reaksi anak dalam merespon input sensori yang diberikan, seperti
ekspresi wajah kemudian setelah itu diproses untuk menghasilkan suatu
bentuk respon perilaku yang semestinya, terjadi antara umur 0-2 tahun.
Kedua, tahap praoperasional yakni anak belajar merepresentasikan
benda-benda dengan gambar dan kata-kata (antara umur 2-7 tahun).
Ketiga, tahap operasional konkret yakni anak mampu memecahkan
masalah pada benda atau peristiwa konkret (antara umur 7-12 tahun).
Keempat, tahap operasional formal, individu bergerak di luar
pengalaman kongkret dan mulai berfikir logis serta menarik
1
Q.S At-Tin; 4, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya” Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya
(Bandung: CV. Diponegoro, 2005), 478. 2Salah satu pendapat Gardner adalah bahwa terlalu sempit menilai
kecerdasan manusia dari IQ semata. Tes IQ tidak mampu untuk menafsirkan
kecerdasan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Selengkapnya lihat Howard
Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences (New York: Basic
Books, 1983), 30. 3Howard Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences (
33.
2
kesimpulan dari informasi yang tersedia (mulai berlangsung pada usia
12 tahun dan berkembang hingga dewasa). Tahapan-tahapan ini dilalui
anak dalam perkembangannya dari lahir sampai usia dewasa. Menurut
Piaget apabila satu tahap saja terlewati oleh seorang anak, maka
berimbas pada kecerdasan anak itu sendiri di masa yang akan datang.4
Pandangan ini sejalan dengan fitrah manusia yang telah ada
sejak lahir. Karena pada hakikatnya manusia sejak lahir telah memiliki
kecenderungan-kecenderungan untuk mengembangkan diri. Hal
tersebut merupakan potensi fitrah yang telah Allah berikan.5 Perlu
disadari, agar seseorang berhasil dalam hidupnya, maka keseimbangan
kecerdasan IQ harus beriringan dengan kecerdasan spiritual (SQ) dan
kecerdasan emosi (EQ).6 Saat ini banyak orang IQ nya tinggi, tetapi
gagal dalam hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu, selain IQ tinggi
manusia juga harus mempunyai SQ dan EQ yang tinggi juga guna
mendapatkan kesempatan sukses dalam kehidupannya.7
4Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget ( Yogyakarta:
Kanisius, 2001), 19. 5Fitrah berasal dari bahasa Arab yang artinya tabiat manusia yang
mempunyai bakat atau potensi sejak lahir. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. : Nabi
Muhammad SAW pernah bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah
(tidak mempersekutukan Allah) tetapi orang tuanya lah yang menjadikan dia seorang
Yahudi atau Nasrani bahkan Majusi. Sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor
hewan yang sempurna. Apakah kau melihatnya buntung?” kemudian Abu Hurairah
membacakan ayat-ayat suci ini: “Tetaplah atas fitrah Allah yang menciptakan
manusia menurut fitrah itu. (Hukum-hukum) ciptaan Allah tidak dapat diubah. Itulah
agama yang benar. Tapi sebagian besar manusia tidak mengetahui (QS Ar Rum: 30).
Lihat: Abdullah Nashih Ulwan dkk, Pendidikan Anak menurut Islam:
Mengembangkan Kepribadian Anak ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), 56. 6Mustaqim, Psikologi Pendidikan (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo, 2004), 104. 7IQ adalah kemampuan potensial seseorang untuk mempelajari sesuatu
dengan menggunakan alat berfikir. Kecerdasan ini diukur dari kekuatan verbal dan
logika seseorang (ditemukan oleh Alfred Binet), EQ adalah kecerdasan yang
mencakup kesadaran diri, manajemen emosi, motivasi, empati, dan mengatur sebuah
hubungan sosial ( ditemukan oleh Daniel Goleman), dan SQ adalah kemampuan dan
kepekaan dalam melihat makna yang ada dibalik sebuah kejadian dengan
mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri (digagas oleh Danah Zohar
dan Ian Marshall. Lihat RJ Sternberg, Successful Intelligence (New York: St Martin
Press, 1996), 140. Lihat juga buku Abdullah Nashih Ulwan dkk, Pendidikan Anak
Menurut Islam: Mengembangkan Kepribadian Anak ( Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1992), 56.
3
Hal ini yang melatarbelakangi standar kecerdasan dan gagasan
rasionalisme dimana kecerdasan manusia hanya ditinjau dari skala
tingkat IQ yang tinggi. Oleh karenanya, Gardner seorang psikolog dan
ahli pendidikan dari Universitas Harvard merumuskan teorinya tentang
multiple intelligences dan membuat riset dengan memberikan contoh
nyata bahwa orang yang sukses dalam hidupnya tidak hanya
mengandalkan IQ tinggi saja melainkan membutuhkan kecerdasan-
kecerdasan lainnya. Dengan kata lain untuk bisa menjadi manusia yang
hebat dan sukses dalam kehidupannya diharuskan mengeksplorasi dan
menggunakan seluruh kecerdasan alami yang dibawanya sejak lahir
dalam kegiatan belajar yaitu menggunakan konsep strategi kecerdasan
majemuk (multiple intelligence). Saat ini mayoritas pendidik dan orang
tua serta masyarakat pada umumnya cenderung hanya menghargai
orang-orang yang memang ahli dalam kemampuan logika matematika
dan bahasa saja. Teori kecerdasan majemuk mengungkapkan bahwa
kecerdasan manusia dapat dilihat dari berbagai jenis kecerdasan yang
dapat dikembangkan, seperti kecerdasan logika bahasa, logika
matematika, spasial, musik, kinestetik, interpersonal, intrapersonal dan
naturalistik serta kecerdasan eksistensial.8
Pandangan Gardner di atas nampaknya tidak selalu sejalan
dengan kenyataan empirik juga bertolak belakang dengan pendapat
Stanford Binet yang mengatakan bahwa kecerdasan itu dapat diukur
secara subyektif dan dinyatakan dalam satuan angka konstan yaitu nilai
IQ dan kecerdasan dilihat hanya dari sisi kekuatan verbal dan logika
seseorang, yang akhirnya dinilai dengan angka konstan, tanpa
memperhatikan kemampuan kecerdasan lainnya. Intelligence atau
kecerdasan selama ini sering diartikan sebagai kemampuan memahami
sesuatu dan kemampuan berpendapat, dimana semakin cerdas
seseorang maka semakin cepat ia memahami suatu permasalahan dan
semakin cepat pula mengambil langkah penyelesaiannya. Dalam hal ini,
kecerdasan hanya dipahami sebagai kemampuan intelektual yang lebih
menekankan kecerdasan logika matematika dan kecerdasan bahasa
dalam memecahkan masalah. Kecerdasan seseorang biasanya di ukur
melalui test Intelligence Quotient (IQ) dan kecerdasan hanya dipandang
8Paul Suparno, Teori Intelligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah
(Yogyakarta: Kanisius Yogyakarta, 2007), 120
4
dari kemampuan seseorang dalam menjawab soal-soal yang merupakan
tes standar di ruang kelas semata. 9
Thomas R. Hoerr mengatakan bahwa sekalipun tes tersebut
dapat diandalkan memberikan skor yang sama, kenyataan sebenarnya
hanya mengukur kecerdasan secara sempit, yakni pada kecerdasan
intelektual (yaitu kecerdasan bahasa dan logika matematika). Walaupun
tes standar yang terfokus pada kecerdasan intelektual tersebut dapat
memberikan nilai yang tinggi dan keberhasilan di sekolah, namun
belum tentu dapat memperkirakan seseorang berhasil dalam kehidupan
nyata setelah mereka dewasa. Karena pada hakikatnya keberhasilan di
dunia nyata tidak hanya mengandalkan kecerdasan akademis semata,
melainkan membutuhkan kecakapan dan kecerdasan seseorang dalam
mengaplikasikan kecerdasan majemuknya dalam kehidupan sehari-
hari.10
Bahkan May Lwin, menegaskan bahwa suatu kajian mengenai
para professional yang berhasil justru menunjukkan bahwa sepertiga di
antara mereka memiliki IQ yang rendah.11
Anggapan berlebihan
terhadap kemampuan IQ dalam menentukan keberhasilan anak didik,
saat ini masih mendominasi pembelajaran di sekolah pada umumnya.
Selain itu, seringkali guru sebagai pendidik dalam pendekatan
pembelajaran kepada peserta didiknya menggunakan pendekatan yang
rasional dengan kemampuan logika matematika dan menjelaskan
semua pelajaran dengan model ceramah atau cerita yang lebih dominan
dengan kecerdasan verbal linguistic.12
Metode pembelajaran seperti ini hanya menguntungkan bagi
anak-anak yang cenderung memiliki kecerdasan logika matematika dan
kecerdasan bahasa, sementara peserta didik yang tidak memiliki
kecerdasan tersebut justru cenderung merasa bosan, terasing dan
merasa tidak diperhatikan oleh gurunya. Hal ini dikarenakan
penggunaan metode pembelajaran yang disampaikan guru sebagai
pendidik tidak komprehensif secara terpadu dalam membangun
9Baca John Obrzud, “Stanford Binet Intelligent Scale” dalam Canadian
Journal of School Psychology, Vol. 19, (2000), 230. 10
Thomas R. Hoerr, Buku Kerja Multiple Intelligences (Bandung: Mizan
Pustaka, 2007), 9-10. 11
May Lwin dkk, Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2008), 9. 12
Paul Suparno,Teori Intelligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah: Cara Menerapkan Teori Multiple Intelligences Howard Gardner (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 2008), 6.
5
kecerdasan majemuk yang mereka miliki serta pembelajaran tersebut
tidak berpusat pada peserta didik sehingga pendidik tidak mengetahui
gaya belajar seperti apa yang peserta didik inginkan.13
Dalam proses
pembelajaran, minimal pendidik mampu menggunakan berbagai
macam metode yang bisa mengakomodasi sekaligus membangun serta
mengembangkan kecerdasan majemuk yang dimiliki anak didik secara
terpadu dan optimal. 14
Bruce Campbell menerjemahkan teori Multiple Intelligences
dengan membuat sentra-sentra, pembelajarannya sesuai dengan tujuh
kecerdasan majemuk, yaitu sentra baca (Verbal Linguistik), sentra
matematika dan sains (Logic-Matematik), sentra seni (Spasial), sentra
kerja bersama (Interpersonal), sentra kerja personal (Intrapersonal)
dan sentra pembangunan (Kinestetic). Pengalaman di Cascada
Elementary School saat melakukan riset terhadap eksperimen tersebut
pada tahun 1989-1990 menunjukkan hasil risetnya bahwa terdapat lima
fakta yang terjadi pada murid-muridnya, yaitu: peningkatan rasa
tanggung jawab, orientasi pribadi dan kemandirian, peningkatan
kemampuan kerja sama tim, berkurangnya masalah ketidakdisiplinan,
pengembangan keahlian baru pada setiap anak dan adanya kemajuan di
bidang akademis dan perilaku sehari-hari. Proses kegiatan belajar
mengajar yang menggunakan konsep pendekatan metode sentra justru
menstimulasi seluruh kecerdasan majemuk tersebut secara optimal
diaplikasikan secara terpadu melalui sentra-sentra yang ada.15
Oleh karena itu, penelitian ini sekaligus mengemukakan bahwa
apa yang disampaikan Binet itu kurang tepat jika dilihat pada
kenyataannya bahwa manusia secara fithrah justru memiliki
kecerdasan majemuk. Meskipun potensi manusia itu bersifat majemuk,
namun melihat pada kenyataan sekarang, semakin memberikan sebuah
13
Menurut Deporter dan Hernacki gaya belajar adalah kombinasi dari
menyerap dan mengolah informasi. Yaitu visual (menitikberatkan pada ketajaman
penglihatan), auditory (mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami dan
mengingatnya dan kinestetik yaitu gaya belajar yang mengharuskan individu yang
bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar bisa
terus mengingatnya. Dan seorang pendidik dikatakan berhasil dalam mengajar jika
pendidik memahami gaya belajar anak didiknya dengan tepat. Baca A. Hurtado,
Strategic Suspensions (New York: Basic Books, 1996), 370. 14
Abdul Munir Mulkhan, Nalar Spiritual Pendidikan: Solusi Problem Filosofis Pendidikan Islam (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2002),80.
15Yudhistira Massardi dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan
Metode Sentra, 48-49.
6
gambaran yang pesimis bahwa program pendidikan saat ini bisa
menghasilkan manusia paripurna atau yang disebut sebagai insan
kamil. Padahal jika ditilik secara mendalam usia lahir sampai dengan
pendidikan dasar merupakan masa kritis dalam tahapan kehidupan
manusia yang menentukan perkembangan anak selanjutnya. Karena
pada tahapan ini sebenarnya merupakan masa keemasan yang tepat
untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan bahasa,
konsep diri, kemampuan fisik, emosional, seni, dan kemampuan
lainnya terutama pendidikan karakter dan nilai-nilai agama (keimanan
dan ketaqwaan) pada anak usia dini.16
Hal ini sesuai dengan hak anak, sebagaimana yang diatur dalam
undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang
menyatakan bahwa setiap anak berhak tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Implementasi dari hak ini adalah setiap anak berhak
memperoleh pendidikan yang layak dalam rangka pengembangan
potensi kecerdasan majemuk yang di miliki sesuai dengan minat dan
bakatnya masing-masing. Layanan pendidikan bagi anak usia dini
merupakan bagian terpenting dari tujuan pendidikan nasional.
Sedangkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah “Suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohaninya agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut” (pasal 1, butir 14). PAUD sebagai pendidikan yang
diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar memiliki kelompok
sasaran anak usia 0-6 tahun yang sering disebut sebagai masa emas
perkembangan. Di samping itu, pada usia ini anak-anak masih sangat
rentan cara berpikirnya yang apabila penanganannya tidak tepat justru
dapat merugikan anak itu sendiri.17
Oleh karena itu, saat ini penyelenggaraan PAUD harus
memperhatikan kondisi anak dan sesuai dengan tahap
perkembangannya. Pada hakikatnya yang tumbuh di alam dunia ini
pasti mengalami tahapan-tahapan perkembangan, analoginya seperti
ada masa menyemai, menanam, menumbuh, dan memanen. Sama
16
Yudhistira Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra, 37. 17
Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002. Pasal 1 butir
14.
7
halnya dalam tahap perkembangan anak, berawal dari usia dini. Asupan
ilmu pengetahuan yang diajarkan pun harus bertahap dan berproses,
dengan jumlah yang sesuai dan tidak berlebihan dengan porsi daya
cerna otak anak. Contoh berikutnya seperti proses makan, asupan yang
dibutuhkan melalui proses sesuap demi sesuap. Jika melebihi takaran,
pasti makanan itu akan tersedak dan menimbulkan sakit akibat
kesulitan untuk bernafas. Begitu juga halnya di bidang pendidikan dan
pengajaran. Dibutuhkan proses, urutan dan tahapan sesuai urutan yang
tepat. Masalahnya, sebagian besar orang tua dan guru sebagai pendidik
saat ini merasa terabaikan dari pemahaman tentang arti pentingnya
proses, urutan dan tahapan. Budaya serba instan, menyebabkan
terjadinya percepatan demi hasil cepat, sehingga segala cara dapat
dilakukan. Demikian juga dengan percepatan yang tidak sesuai dengan
aturan, hanya melahirkan gangguan mata rantai dari suatu siklus dan
penyimpangan yang pada akhirnya mengakibatkan pembusukan di
semua bagian. 18
Perlu ditegaskan bahwa program PAUD tidak dimaksudkan
untuk mencuri start apa-apa yang seharusnya diperoleh pada jenjang
pendidikan dasar, melainkan untuk memberikan fasilitas pendidikan
yang sesuai bagi anak agar anak pada saatnya memiliki kesiapan baik
secara fisik, mental, sosial maupun emosionalnya dalam rangka
memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut.19
Kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa penyelenggaraan PAUD masih belum mengacu
sesuai tahap-tahap perkembangan anak. Pada umumnya
penyelenggaraannya PAUD difokuskan pada peningkatan kemampuan
intelektual, baik dalam kemampuan hafalan maupun kemampuan
membaca, menulis dan berhitung (calistung) yang prosesnya seringkali
mengabaikan tahapan perkembangan anak. Oleh karena itu,
penggunaan pendekatan BCCT atau pendekatan metode sentra dan
lingkaran yang diadopsi dari Creative Center for Chilhood Research
and Training (CCCRT)20
adalah untuk memperbaiki praktek
penyelenggara PAUD yang masih banyak terjadi salah kaprah dalam
18
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra, 39.
19Undang-undang RI. No. 20 tahun 2003, di kutip dari Teuku Muhammad
Hasan, Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya (Yogyakarta: Media Wacana
Press, 2003),12. 20
CCCRT adalah sebuah perusahaan nirlaba yang bergerak di bidang
penyediaan pelatihan dan program konsultasi untuk pendidikan anak usia dini,
pusatnya berkedudukan di Florida, Amerika Serikat.
8
menerapkan belajar dengan konsep bermain yang terarah. Falsafah
dasar dalam pendekatan metode sentra adalah bahwa anak usia dini
akan belajar dengan paling baik melalui bermain yang terarah. Bermain
yang terarah adalah jenis bermain yang sudah di kondisikan, yaitu:
pertama, lingkungan yang mendukung. Kedua, alat permainan yang
bermakna. Ketiga, adanya pijakan (scaffolding) dari orang dewasa
(orang tua maupun guru). Keempat, adalah sesuai dengan tahap
perkembangan anak usia dini.21
Tahap perkembangan di sini berbeda dengan tahap
pertumbuhan (kronologis). Jadi, bisa saja seorang anak yang usia
pertumbuhannya berusia (kronologis) enam tahun, tapi tahap
perkembangannya baru di usia empat atau bahkan dua tahun.
Perkembangan tersebut juga bisa lebih jauh diklasifikasikan ke dalam
beberapa domain, di mana masing masing domain bisa berkembang
tidak secara bersama-sama. Domain-domain itu adalah kognisi
(cognitive), afeksi, emosi (emotional), gerakan fisik (physical motor)
sosial (social). Besar kemungkinan terjadi, seorang anak sudah sangat
matang perkembangan koginisinya akan tetapi sangat belum
berkembang emosi maupun sosial kemasyarakatannya. Oleh karena itu,
kewajiban orang tua dan guru adalah untuk menyeimbangkan celah-
celah potensi yang belum tereksplorasi dengan sempurna.
Pengembangan teori multiple intelligences dengan pendekatan metode
sentra merupakan satu formulasi yang tepat untuk pencapaian tujuan
pendidikan sesuai dengan tumbuh kembang anak.22
Pendidikan adalah merupakan proses untuk mewujudkan
suasana belajar dan pembelajaran yang kondusif dalam rangka
mengembangkan segenap potensi yang dimiliki manusia untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan yang menyeluruh, seperti
kepribadian utuh, karakter mulia dan keterampilan yang sesuai dengan
bakat alami yang dimilikinya serta kecerdasan setiap anak didik yang
diperlukan bagi diri dan agamanya serta masyarakat yang lebih luas
dengan usaha sadar dan berencana tanpa ada paksaan serta intimidasi
yang berlebihan dari pihak manapun.23
Segenap potensi peserta didik
yang harus dikembangkan melalui dunia pendidikan sebagaimana
21
Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 110.
22Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 118. 23
Undang-Undang RI. No. 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Penjelasannya,Yogyakarta: Media Wacana Press, 2003.
9
dikemukakan sebelumnya, salah satunya adalah aspek kecerdasan yang
dimiliki peserta didik. Aspek kecerdasan ini tidak kalah pentingnya
untuk ditumbuh kembangkan dibandingkan aspek-aspek potensi lain
yang dimiliki oleh peserta didik tersebut. Salah satu argumentasinya
adalah karena masa depan suatu bangsa berada di tangan anak-anak
yang cerdas dan berkarakter mulia.24
Hal ini sejalan dengan yang diamanatkan oleh para pendiri
Republik Indonesia (Soekarno Hatta) di dalam Pembukaan UUD 1945,
yang di dalamnya berisi rumusan bahwa salah satu tujuan mendirikan
bangsa Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Mengapa para pendiri republik ini memasukkan kalimat mencerdaskan
kehidupan bangsa, dalam pembukaan UUD 1945,25
hal ini tampaknya
disadari sepenuhnya, bahwa ketertinggalan bangsa Indonesia dalam
segenap aspek dimensi kehidupan, hanya dapat diatasi melalui
transformasi budaya, dari budaya tradisional menuju budaya modern,
dari budaya feodal berubah menjadi budaya demokratis, dan dari
budaya masyarakat terjajah menjadi budaya masyarakat yang merdeka.
Untuk itu dengan memasukkan kalimat mencerdaskan kehidupan
bangsa merupakan suatu upaya agar bangsa Indonesia ini tidak
mengulang kembali masa lalu yang terpuruk dalam kekelaman, terseret
24
Thomas R. Hoerr, Buku Kerja Multiple Intelligences (Bandung: Mizan
Pustaka, 2007), 20. 25
Isi Pembukaan UUD 1945 Republik Indonesia,"Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas
dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan. Maka perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia
ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan
dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia. Lihat, Teuku Muhammad Hasan, Memoar Kiprah Sejarah
(Jakarta: Graffiti Pers, 2006), 10.
10
pada rentetan sejarah kehidupan yang dipenuhi berbagai macam
pertentangan sehingga terisolasi dari perkembangan peradaban dunia.
Dengan demikian, tampaklah sebuah kejelasan bahwa fungsi
pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat bangsa
Indonesia merupakan amanat yang tersirat dari pembukaan Undang-
undang Dasar tahun 1945.26
Dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, Muhaimin
berpandangan, diperlukan adanya upaya yang sungguh-sungguh dalam
penyelenggaraan sebuah sistem pendidikan nasional dan pengajaran
untuk membangun kecerdasan secara optimal, terpadu dan seimbang.
Dengan usaha sadar dalam memfungsikan dan membangun potensi
kecerdasan-kecerdasan tersebut secara optimal selama proses
pembelajaran dalam bingkai pendidikan nasional adalah bagian dari
upaya untuk mencapai pendidikan yang berkualitas. Dalam upaya
peningkatan pendidikan yang berkualitas tidak dapat berhasil dengan
maksimal dan optimal tanpa didukung dengan adanya peningkatan
kualitas pembelajaran. Peluang yang dibawa oleh sistem pendidikan
nasional yang saat ini berlaku, memberikan keleluasaan kepada guru
sebagai pendidik untuk mengembangkan desain kurikulum dan strategi
pendekatan yang dapat menstimulasi kecerdasan anak didik secara
optimal dalam tatanan kelas. Namun hal ini belum dapat dimanfaatkan
dengan baik karena keterbatasan kemampuan guru dan sumber daya
manusia yang ada.27
Keterbatasan kemampuan guru sebagai pendidik, berdampak
aktif pada munculnya sikap intuisi dan spekulasi dalam menggunakan
model pendekatan pembelajaran. Kondisi ini berakibat pada rendahnya
mutu proses pembelajaran yang bermuara pada rendahnya mutu hasil
belajar.28
Solusi yang dapat dilakukan untuk membenahi kondisi yang
kurang berpartisipasi ini, maka guru sebagai pendidik perlu diberikan
suatu pembelajaran yang kondusif yaitu sistem pendidikan berbasis
multiple intelligences dengan pendekatan metode sentra yang dapat
meningkatkan efektifitas pembelajaran secara manusiawi, mengingat
26
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), 12. 27
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2001), 180 28
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, 183.
11
karakteristik pengalaman guru sebagai pendidik sangat berpengaruh
pada perilaku anak didik dalam bingkai sistem pendidikan nasional.29
Sistem pendidikan yang sudah seharusnya menjadi sebuah
wahana pengembangan diri yang menyenangkan, ternyata pada
kenyataannya justru menghasilkan anak didik dengan kepribadian
“Frankenstein”, yakni berubah menjadi sesuatu yang keras, kasar,
antolerir dan menakutkan. Kasus-kasus perkelahian antar pelajar, siswa
bunuh diri, perilaku-perilaku amoral, dan sebagainya, sudah menjadi
jati diri yang sulit untuk dipisahkan.30
Perhatian mayoritas terhadap
kecerdasan kognisi ternyata tidak berimbang dengan pembentukan
kepribadian sebagaimana yang digagas dalam undang-undang
pendidian nasional. Padahal sebagaimana yang dikemukakan oleh
Karim Sadeghi dan Bahareh Farzizadeh, bahwa pendidikan harus
menghasilkan peserta didik yang diharapkan dapat mandiri dan dilepas
menjadi individu yang siap memasuki lingkungan masyarakat yang
lebih luas dan mandiri serta sukses dalam hidupnya.31
Pendekatan
pembelajaran yang cenderung menekankan pada pentingnya nilai
akademik dan mengedepankan kecerdasan intelektual sejak Taman
29
Pendidik mempunyai peranan strategis dalam membentuk karakter dan
kecerdasan peserta didik. Seiring dengan UU No 20/2003 dan ketentuan pasal 1 UU
No 14/2005 tentang Guru dan Dosen secara tegas menentukan bahwa guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama adalah untuk mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai serta mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. 30
Kisah Frankenstein bermula dari sebuah cerita tentang seorang
mahasiswa kedokteran, yaitu Dr.Victor Frankenstein, yang bereksperimen untuk
menciptakan manusia yang sempurna dengan teknologi kedokteran. Dr.Victor
Frankenstein menggunakan otak proffesornya yang baru meninggal dan
mengumpulkan potongan tubuh dari beberapa jenazah yang masih baru meninggal
dunia, Dr. Victor Frankenstein menjahit potongan – potongan tubuh jenazah
tersebut menjadi satu tubuh, setelah dianggapnya sempurna, makhluk eksperimen
tersebut dibangkitkan dengan energi listrik dari petir dan belut listrik. Victor
terkejut, setelah eksperimen itu selesai, makhluk ciptaannya berubah menjadi
bentuk yang menyeramkan. Monster tersebut menjadi teror menakutkan bagi
sejumlah orang, terutama penciptanya. Makhluk itu dikenal sebagai Frankenstein.
Frankenstein adalah sebuah novel yang diresapi dengan beberapa elemen dari novel
Gothic dan gerakan romantis atau kegiatan, yang ditulis oleh penulis Inggris Mary Shelley. Shelley menulis kisah klasik ini ketika dia berumur 18 tahun. Edisi pertama
diterbitkan ke pasar anonim di London pada tahun 1818. 31
Karim Sadeghi, Bahareh Farzizadeh, “The Relationship between Multiple
Intelligences and Writing Abilty of Iranian EFL Learners” dalam Journal of English Language Teaching, Vol. 5, No. 11 (Iran: Urmia University, 2012), 136-137.
12
Kanak-kanak hingga bangku kuliah menjadikan peserta didik terfokus
pada upaya optimalisasi daya kognisi semata, sehingga aspek-aspek
lain yang merupakan bagian penting dalam pembentukan karakter
terabaikan. Akibat yang sangat fatal dari ketidakseimbangan
kecerdasan ini adalah lahirnya manusia-manusia berkarakter
Frankenstein yang tidak memiliki kepekaan spiritual keagamaan yang
tinggi.
Taufik Pasiak mengatakan dalam tulisannya bahwa kecerdasan
spiritual ternyata berakar kuat di dalam otak manusia serta memiliki
daya positif yang tinggi untuk meningkatkan kesadaran anak. Sehingga
anak usia dini dalam melakukan aktifitas ibadah tidak merasa dipaksa
melainkan atas kesadarannya sendiri. Bahkan baginya aktifitas ibadah
tersebut bukan merupakan kewajiban, akan tetapi sudah menjadi
kebutuhan yang jika belum dilakukan, terasa ada yang kurang dalam
dirinya.32
Selaras dengan pandangan Taufik Pasiak, Ikhsan Othman dan
Rohizani Yakub mengatakan bahwa unsur-unsur kecerdasan (termasuk
kecerdasan spiritual) boleh diintegrasikan dalam aktifitas pembelajaran
bagi suatu pembelajaran, karena dengan demikian mampu
mengembangkan kecerdasan yang relevan dengan topik pembelajaran
yang mengedepankan pendidikan yang berbasis kecerdasan majemuk.33
Saat ini pembelajaran di sekolah dari PAUD sampai perguruan tinggi
terkait proses belajar mengajar, mayoritas sistem pembelajarannya
hanya sekedar mencapai target kurikulum yang ada.34
Menurut Tilaar,
sistem pendidikan nasional telah mematikan berpikir kritis dan
kreativitas peserta didik.35
Budaya kekerasan yang akhir-akhir ini sering dipertontonkan
oleh para pelajar, pada dasarnya merupakan imbas dari metode
pembelajaran yang tidak mengakomodir segenap aspek-aspek
kecerdasan secara keseluruhan. Perhatian lebih pada aspek kognisi
32Taufik Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ; Menyingkap Rahasia Kecerdasan
Berdasarkan Al-Qur’an dan Neuroains (Bandung: Mizan, 2008), 41. 33
Baca Ikhsan Othman, Rohizani Yaakub, “Aplication of The Multiple
Intelligence Theory in Curriculum Implementation” dalam Asia Pacific Journal of Educators and Education, Vol. 25, (Tanjong Malim: Faculty of Cognitive Science
and Human Development Sultan Idris Education University, 2010), 22. 34
A. Malik Fadjar, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam (Visi Pembaruan Pendidikan Islam ( Jakarta: LP3NI, 1998), 65.
35H.A.R Tilaar, “Pendidikan Nasional Sebagai Sarana Strategis Dalam
Pengembangan Kreatifitas Dan Entrepreneur Menghadapi Tantangan Era Globalisasi” Jurnal Pendidikan Penabur – no.18/Tahun ke-11/Juni 2012, 93.
13
merupakan salah satu penyebab masalah tersebut. Sehingga perlu
keseriusan dan kepekaan yang tinggi dari berbagai pihak yang
merupakan stakeholder pendidikan untuk merumuskan kembali pola
pembelajaran yang mengintegrasikan seluruh bentuk kecerdasan yang
ada pada anak didik secara merata dan terpadu. Kenyataan bahwa
orang-orang yang cerdas secara kognisi belum tentu menjadi jaminan
bahwa mereka akan mampu menata kehidupan ini secara baik dan
benar. Kasus-kasus orang pintar yang korupsi dan lain sebagainya
sudah menjadi sebuah kenyataan yang ironis sekali, bahwa seperti itu
gambaran dari hasil pendidikan yang tidak sejalan dengan fitrah.36
Fakta ini menunjukan bahwa ada sesuatu yang salah dalam metode
pendidikan yang diaplikasikan di sekolah terutama dalam pemilihan
pendekatan pembelajaran yang tepat sejak anak berusia dini.
Hal demikian sungguh memprihatinkan, salah satu solusinya
adalah merombak sistem pendekatan pembelajaran yang monoton
dengan model pendekatan pembelajaran yang tidak membosankan.
Dengan demikian, seorang pendidik harus belajar secara continue dan
memahami konteks quantum teaching. Quantum teaching sama halnya
dengan quantum learning yaitu suatu pembelajaran yang berbasis
Multiple Intelligences System (MIS) dengan merangkaikan
pembelajaran menjadi sebuah paket multi sensory, multi kecerdasan
dan kompatibel berdasarkan potensi alami dan kemampuan otak anak
yang akhirnya melejitkan kemampuan guru dalam mengilhami
kemampuan murid untuk berprestasi. Berprestasi tidak hanya dalam
bidang akademik dan intelektual semata, melainkan dapat menyalurkan
bakat alami yang dimiliki setiap anak dengan potensi masing-masing
sesuai dengan tahap perkembangan yang dimilikinya.37
Quantum learning merupakan pengetahuan yang komprehensif
dalam dunia pendidikan sebagai modal dalam mendidik anak-anak
menjadi pribadi terpelajar yang berkarakter. Sedangkan Quantum
teaching adalah serangkaian ilmu pengetahuan yang digunakan dalam
penyajian dan fasilitas super camp dalam mengeksplorasi kecerdasan
anak secara optimal. Quantum learning dan Quantum teaching
diciptakan berdasarkan teori pendidikan, seperti; Accelerated learning
(Lazanov), multiple intelligence (Gardner), neuro linguistic
programming (Grinder dan Bandler), Experiental learning (Hanh),
36
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),
182. 37
Bobbi de Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning ; Membiasakan
Belajar Nyaman dan Menyenangkan (Bandung: Kaifa, 2008), 215.
14
Socratic Inquiry, Cooperative learning (Johnson and Johnson), Element
of Effective Instruction (Hunter). Quantum learning dan Quantum
teaching merupakan paket multi kecerdasan, multi sensory, dan
kompatibel dengan otak, yang pada akhirnya melejitkan kemampuan
guru untuk mengilhami dan memberikan kemampuan murid-muridnya
untuk berprestasi melalui pengajaran yang disampaikan gurunya
dengan bijaksana dan menyenangkan.38
Tidak seperti teori Binet yang menemukan alat pengukur
kecerdasan yang terpaku hanya pada rentang skala tertentu yang
dinyatakan dalam bentuk angka konstan dan menitikberatkan pada
kecerdasan intelektual, yaitu kecerdasan berbahasa dan kecerdasan
logika matematika semata.39
Jika seseorang pandai dalam kedua
kecerdasan tersebut maka dapat dinyatakan bahwa tingkat IQ nya
tinggi. Namun dalam kehidupan nyata faktanya tidak demikian,
ternyata kecerdasan yang lainnya pun diperlukan, karena emosi dan
rasa sosial sangat berpengaruh terhadap peranan yang cukup penting
dalam meraih keberhasilan setiap manusia dalam kehidupannya.40
Perspektif multiple intelligence melalui pendekatan metode
sentra mampu mengembangkan potensi anak didik sehingga menjadi
individu yang berpikir lebih baik dari sebelumnya, serta memiliki
pengalaman hidup yang lebih bijaksana sebagai bekal di masa yang
akan datang dalam meraih keberhasilan sesuai dengan apa yang dicita-
citakan anak-anak melalui konsep bermain yang terarah. Metode sentra
38
Bobby De Porter, Mark Rearden, Sarah Singer, Quantum Teaching, mempraktikkan Quantum learning di Ruang-ruang Kelas (Bandung: PT. Mizan
Pustaka, 2000), 32. 39
The Stanford-Binet adalah salah satu contoh tes pertama mengenai
adaptif (Reckase, 1989). Penguji menggunakan informasi yang mereka miliki untuk
menentukan dimana memulai pengujian dan mengelola hanya komponen-komponen
yang sesuai untuk diuji itu. Format ini akan mengurangi waktu yang dibutuhkan
untuk memperoleh informasi yang handal dari tes dan mengurangi ujian yang
mengalami frustrasi ketika disajikan dengan item yang terlalu keras atau terlalu
mudah. Penggunaan beberapa kemungkinan titik awal, bersama dengan aturan dan
langit-langit, membatasi waktu yang dibutuhkan untuk mengelola tes dan
memaksimalkan informasi yang diperoleh dari setiap item. Lihat Becker, K. A.
(2003). History of the Stanford-Binet Intelligence Scales: Content and Psychometrics. (Stanford-Binet Intelligence Scales, Fifth Edition Assessment
Service Bulletin No1Itasca,IL: Riverside Publishing.3.
http://www.assess.nelson.com/pdf/sb5-asb1.pdf (diakses pada tanggal 10 Oktober
2012). 40
Seto Mulyadi, Kecerdasan Emosional Anak Penting dikembangkan
(Jakarta: Pelita, 2003), 26.
15
juga memandang bermain sebagai media yang tepat, sebagai media
pembelajaran yang menyenangkan. Bermain dalam setting pendidikan
dapat menjadi media untuk berfikir aktif dan kreatif, yang bertujuan
untuk mengembangkan seluruh aspek-aspek perkembangan anak didik
yang meliputi perkembangan moral, agama, kognitif, fisik, sosio
emosional, bahasa dan seni. Setiap sentra juga mengembangkan seluruh
aspek kecerdasan anak didik secara optimal. Peran pendidik hanya
sebagai fasilitator, motivator dan evaluator serta pembimbing bagi
peserta didiknya. 41
Dalam konsep multiple intelligences dengan pendekatan metode
sentra, setiap anak sebagai peserta didik dituntut untuk bermain secara
aktif dan kreatif di sentra-sentra pembelajaran yang tersedia guna
mengembangkan kemampuan peserta didik seoptimal mungkin sesuai
dengan potensi dan minat masing-masing yang mereka miliki dengan
konsep main yang terarah.42
Berbeda dengan pandangan Abraham Maslow, agar anak didik
bisa fokus bermain, ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh orang
tua sebagai penanggung jawab sepenuhnya atas diri anak didik selama
mereka berada di rumah dan adanya kerja sama yang harmonis dengan
pendidik yang berada di sekolah selama anak didik tersebut belajar di
sekolah. Kebutuhan dasar anak didik yang harus dipenuhi secara
optimal adalah seperti halnya, pemenuhan kebutuhan pangan sandang
papan, agar anak bebas dari rasa lapar dan dahaga, ini adalah kebutuhan
primer yang tidak bisa diremehkan oleh siapapun, maka tidak boleh
diabaikan dalam pemenuhannya, selain itu perlindungan juga sangat
berpengaruh bagi kenyamanan anak didik, supaya mereka bebas dari
rasa takut dan bahaya laten. Bimbingan dalam pergaulan dengan teman
sebayanya, begitu diperlukan bagi anak didik dalam kesehariannya,
agar mereka merasa diterima, dihargai dan dicintai oleh lingkungannya.
Selain pemenuhan kebutuhan primer tersebut, penyediaan sarana dan
prasarana yang berkaitan dengan potensi yang cenderung dimiliki
41
Metode sentra dikembangkan oleh Pamela Phelps di Creative School,
Tallahase Florida Amerika serikat sejak 1970. Diadopsi dan dibawa ke Indonesia
oleh drg. Wismiarti Tamin, melalui pendirian sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta
Timur, pada tahun 1996. Selanjutnya pada tahun 2006 Yudhistira dan Siska
mengembangkan lebih lanjut metode ini di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. Lihat Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra,
146. 42
Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Pembelajaran di Taman Kanak-kanak (Jakarta: Direktorat Dirjen PAUD, 2005), 35.
16
seorang anak sangatlah dibutuhkan untuk mengekspresikan talentanya
dengan bereksplorasi melalui bermain yang terarah untuk menyalurkan
bakatnya sebagai individu yang khas juga unik. Untuk memenuhi
kebutuhan dasar anak didik sesuai dengan prinsip pendidikan anak usia
dini diperlukan pendekatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan
anak.43
Pendekatan metode sentra memberi peluang untuk
mengembangkan kecerdasan anak secara optimal sehiungga anak
distimulasi untuk menjadi aktif, kreatif dan berani. Di samping itu,
pendekatan metode sentra memiliki prosedur operasional yang baku
sehingga mudah diikuti oleh siapapun terutama oleh para pemula.
Pendekatan metode sentra juga sangat mengakomodasi keunggulan dan
budaya lokal, sehingga dinilai tepat untuk kondisi anak-anak Indonesia
yang beragam kepribadiannya.44
Metode sentra adalah alternatif bagi
langkah besar revolusioner untuk mengubah paradigma pendidikan
nasional saat ini. Dalam pendekatan metode sentra proses
pembelajaran diharapkan mampu berjalan secara alamiah dalam bentuk
kegiatan yang ditujukan agar peserta didik belajar dengan mengalami
bukan hanya sekedar mengetahui ilmu yang ditransfer oleh
pendidiknya.45
Pendekatan pembelajaran metode sentra adalah pembelajaran
yang diaplikasikan berdasarkan area tertentu dan berpusat pada anak
sebagai peserta didik. Metode sentra ditujukan untuk mengembangkan
seluruh aspek kecerdasan majemuk anak usia dini melalui bermain
yang terarah secara moving class. Metode ini menciptakan setting
pembelajaran yang menstimulus anak untuk aktif, kreatif, dan terus
berpikir dengan menggali pengalamannya sendiri bukan sekedar
mengikuti perintah, meniru, atau menghafal yang diajarkan oleh
gurunya. Konsep pendekatan metode sentra memberikan kesempatan
kepada anak untuk menciptakan hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan menghadirkan dunia nyata sesuai dengan
kehidupan mereka sehari-hari. Melalui pembelajaran dengan
pendekatan metode sentra diharapkan anak didik mendapatkan
keterampilan sekaligus pengetahuan yang teringat sepanjang hidupnya.
4343
Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT pada Anak Usia Dini
(Jakarta: Depdiknas, 2006), 24. 44
Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT pada Anak Usia Dini,
18. 45
Pamela C. Phelps, Let’s Build, Strong Foundation in Language, Math,
Social Skills (Florida: Gryphon House, 2012), 30.
17
Karena dengan proses mencoba sendiri, anak mendapatkan pengalaman
yang baru sebagai bekal untuk menciptakan sebuah karya, selain itu
menjadi pengetahuan yang dapat dijadikan bekal dalam mencari solusi
dari berbagai macam masalah dalam kehidupannya di masa kini dan
masa yang akan datang.46
Seperti sentra iman dan taqwa (imtaq),
sentra main peran, sentra persiapan, sentra bahan alam dan sentra
balok. Sekilas dijelaskan tentang prosedur sentra agar pemahaman awal
tentang pendekatan metode sentra dapat dipahami sebagai pengantar
pada pembahasan berikutnya.47
Salah satu contoh sentra yang diaplikasikan adalah sentra Iman
dan Taqwa (Imtaq), yaitu area untuk belajar agama Islam, seluruh
perlengkapan yang terkait dengan keperluan belajar tentang pendidikan
agama Islam terdapat pada area ini. Seperti; maket gambar, puzzle
wudhu dan orang salat, kartu huruf hijaiyah, buku Iqra dan lain-lain.
Melalui konsep main yang terarah dari pijakan awal sebelum main
sampai pijakan setelah main (recalling), anak dapat mengeksplorasikan
kreatifitas potensi alaminya dan mengembangkan imajinasinya secara
bebas bertanggung jawab. Selain sentra iman dan taqwa ada juga Sentra
Main Peran, yaitu area untuk memerankan profesi tertentu. Sentra main
peran terdiri dari dua area yaitu sentra main peran besar dan sentra
main peran kecil. Bedanya, jika sentra main peran besar, anak
mengalami sendiri profesi yang dilakoninya, seperti berperan menjadi
dokter, menjadi ayah dan ibu, dan lain-lain. Sedangkan sentra main
peran kecil, anak menjadi dalang untuk memainkan boneka atau
wayang dan sejenisnya.48
Sentra yang dijelaskan tersebut merupakan sebagian dari contoh
sentra yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi dan masih ada sentra yang
lainnya. Sentra tersebut merupakan area yang didesain sesuai dengan
indikator kompetensi yang dicapai. Kegiatan pembelajaran dilakukan
secara berulang-ulang dengan cara moving class sesuai dengan
kebutuhan anak saat itu. Sehingga proses pembelajarannya mengacu
pada prinsip perkembangan anak, yaitu: pertama, menggunakan konsep
tema dalam pembelajarannya, satu tema disampaikan secara berulang-
ulang agar anak dapat memahaminya secara teori dan praktik. Kedua,
46Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT pada Anak Usia Dini,
42. 47
Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 158. 48
Hasil pengamatan dan studi dokumentasi di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi, 20 Agustus 2013.
18
konsep pembelajaran disusun dan dikembangkan secara sistimatis,
berawal dari tahapan yang konkret sampai ke tahapan yang abstrak.
Ketiga, pembelajaran mengacu pada karakter dan kebutuhan anak
dengan konsep bermain yang terarah agar anak dapat mengikuti
pembelajaran secara efektif dan berhasil sesuai dengan harapan.49
Montessori mengemukakan bahwasanya dengan konsep
bermain yang terarah anak mendapatkan manfaat bagi perkembangan
psikologi dan fisiknya, meningkatkan daya ingatnya. Hal ini sangat
menunjang perkembangan kognitifnya. Selain itu, konsep bermain
mengajarkan anak melalui pengalaman untuk menjadi pemimpin yang
bertanggung jawab bagi dirinya sendiri dan orang lain, serta dapat
berpikir secara sistematis terhadap apa yang dialaminya tanpa ada rasa
beban takut salah ketika melakukan sesuatu, tidak ada tekanan
melainkan anak bebas memilih permainan yang disukainya sehingga
memberikan andil yang besar bagi anak untuk mengembangkan
kreatifitas dan imajinasinya secara bebas beraturan sesuai dengan
potensi kecerdasan alami yang dimiliki oleh setiap peserta didik.50
Oleh karena itu, kasus mencuri, membunuh, korupsi dan lain
sebagainya merupakan aspek-aspek yang mungkin tidak disentuh atau
kurang mendapat perhatian serius pada proses pembelajaran sejak usia
dini. Kecerdasan kognisi yang lebih cenderung mengutamakan daya
otak kiri bukanlah merupakan sebuah benteng kokoh dalam menjaga
sikap dan perilaku seseorang dalam berbuat. Justru pada aspek ini
kecerdasan-kecerdasan lain memiliki peran penting agar sikap-sikap
buruk tersebut semakin berkurang dan hilang dan tidak terulang
kembali. Terutama pada penanaman nilai-nilai karakter yang baik dan
pendidikan keimanan dan ketaqwaan yang merupakan landasan pokok
bagi kehidupan manusia yang sesuai dengan fitrahnya, seharusnya
diprioritaskan serta diperhatikan sejak anak usia dini. Pembelajaran
nilai-nilai keimanan dapat dilaksanakan ketika anak berada dalam
lingkaran dan kegiatan sentra melalui pijakan-pijakan bahkan ketika
mereka hendak meninggalkan sekolah pada hari itu. Penanaman nilai-
nilai keimanan tidak hanya dilakukan pada saat anak di ruangan sentra
imtaq saja, melainkan di setiap sentra-sentra yang lainpun sangat
49
Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 160. 50
Depdiknas, Pembuatan dan Penggunaan Alat Bermain Edukatif (Jakarta:
Depdiknas, 2002), 8.
19
diprioritaskan baik di dalam maupun di luar ruangan sesuai dengan
kebutuhan.51
Iman menurut pengertian yang sesungguhnya adalah
kepercayaan yang meresap ke dalam hati, serta memberi pengaruh
kepada pandangan hidupnya, dan perbuatan sehari-hari.52
Aqidah tauhid
dan keimanan yang kokoh dalam jiwa anak mewarnai kehidupannya
sehari-hari, karena terpengaruh suatu pengakuan tentang adanya
kekuatan yang menguasainya, yaitu Allah Yang Maha Esa. Oleh karena
itu, dalam jiwa anak timbul rasa takut berbuat kecuali yang baik.
Semakin matang perasaan ke-Tuhanannya, maka semakin baik pula
segala perilakunya. Maka sejak pertumbuhannya harus ditanamkan rasa
keimanan dan akidah tauhid sebaik-baiknya. Karena penanaman aqidah
keimanan adalah masalah pendidikan perasaan dan jiwa, bukan akal
pikiran. Sedangkan jiwa telah ada dan melekat pada anak sejak
kelahirannya. Oleh karena itu penanaman keimanan dan ketaqwaan
harus dimulai sedini mungkin. 53
Hal tersebut dimaksudkan untuk menangkal sikap-sikap buruk
yang dialami oleh peserta didik dalam proses kegiatan belajar
mengajar. Sebab, sudah lama diakui bahwasanya sistem pendidikan di
Indonesia yang berjalan sejak masa orde baru hingga saat ini, justru
telah mematikan kemampuan berkomunikasi dan bernalar sejak anak
usia dini. Karena ukuran keberhasilan guru saat ini selama di kelas
ditentukan oleh kecerdasan anak yang hanya mengedepankan pada
kecerdasan verbal linguistic dan logic mathematic semata. Selain itu
keberhasilan guru ditentukan oleh kondisi anak didik yang tidak
berisik, duduk manis, patuh serta tidak banyak bertanya pada guru.
Proses pendidikan yang berlaku hanya satu arah (teacher centre)
otoriter kepada anak didik sehingga potensi kecerdasan majemuk yang
dimiliki anak-anak sebagai peserta didik dimatikan secara sistematis
oleh guru melalui system direct teaching (pembelajaran langung),
hukuman, larangan, perintah sejak anak berusia TK hingga perguruan
tinggi.54
Selama ini, banyak lembaga pendidikan anak usia dini, yang
salah dalam memperlakukan anak didiknya, seperti pendekatan
5151
Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT pada Anak Usia Dini
(Jakarta: Depdiknas, 2006), 68. 52
Yusuf Qaradawi, Iman dan Kehidupan (Jakarta: Bulan Bintang, cetakan ke
3, 1993), 3. 53
Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghozali ( Jakarta: Bumi
Aksara, 1991), 9. 54
Yudhistira Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra, 33.
20
pembelajaran yang belum mengacu pada tahap-tahap perkembangan
anak, terlalu memfokuskan pada peningkatan prestasi akademik dan
kecerdasan intelektual semata dan mengabaikan tahapan-tahapan
perkembangan anak.55
Sesuai dengan prinsip tersebut dan berdasarkan beberapa alasan
yang telah dikemukakan sebelumnya tentang ketidakseimbangan
perilaku peserta didik terhadap aspek-aspek kecerdasan dalam proses
pembelajaran yang berimbas pada kehidupan masyarakat secara luas,
serta rencana solusi yang ditawarkan oleh TK Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi melalui pendekatan metode sentra, maka penelitian ini layak
dilakukan.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis
menganggap penelitian ini layak untuk dilakukan dan pembahasan
dalam tesis ini disajikan lebih fokus pada permasalahan yang diangkat
sesuai dengan judul tesis “Implementasi Metode Sentra dalam
Pengembangan kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini di TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi”. Di samping untuk mencari solusi
dan mengungkap permasalahan tersebut, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat baik secara teoritis
untuk menambah khazanah keilmuan di bidang pendidikan maupun
secara praktis dapat menjadi masukan dan acuan dalam pengembangan
kecerdasan majemuk anak usia dini pada lembaga PAUD TK/RA di
seluruh pelosok tanah air Indonesia.
1. Identifikasi Masalah
Penelitian ini berawal dari keinginan peneliti untuk menemukan
sebuah konsep pembelajaran yang mengakomodir semua aspek
kecerdasan anak didik serta mengembangkannya secara bersamaan dan
terpadu. Kenyataan bahwa adanya ketidakseimbangan antara
kecerdasan kognisi dengan aspek-aspek lain pada peserta didik,
menambah kecenderungan penulis untuk mengkaji dan melakukan
penelitian ini.
Desain pembelajaran dengan menggunakan pendekatan metode
sentra yang telah diimplementasikan dalam mengembangkan
kecerdasan majemuk di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dijadikan
55
Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Penerapan BCCT (Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, 2006), 12.
21
peneliti sebagai objek penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut,
terdapat beberapa masalah yang terkait dengan penelitian ini,
diantaranya:
a. Adanya ketidakseimbangan antara optimalisasi aspek kognisi
dengan aspek-aspek lain pada diri peserta didik dalam proses
pembelajaran.
b. Perilaku peserta didik yang cenderung kasar, keras serta
mengabaikan nilai-nilai akhlak yang bersumber dari aqidah.
c. Pendekatan pembelajaran yang belum mengacu pada tahap-
tahap perkembangan anak, memfokuskan pada peningkatan
kecerdasan intelektual dan prestasi akademiknya semata serta
mengabaikan potensi kecerdasan majemuk lainnya yang tidak
sesuai dengan tahapan perkembangan anak.
d. Belum adanya kesadaran dari para pemangku kebijakan
pendidikan dan para guru sebagai pendidik untuk menerapkan
metode sentra di lembaga sekolahnya disebabkan kurangnya
pemahaman yang komprehensif tentang implementasi metode
sentra, sehingga menurut mereka metode sentra itu mustahil
untuk diterapkan di sekolahnya karena membutuhkan peralatan
bermain yang lengkap dengan peraturan yang tidak mudah
untuk diterapkan serta membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Padahal jika dicoba dan dipelajari serta diimplementasikan
sedini mungkin sesuai pemahaman yang baku, berawal dari
peralatan sederhana yang dimilikinya. Maka dirasakan
manfaatnya yang sungguh luar biasa.
e. Identifikasi masalah urgent yang melatar belakangi penelitian
ini adalah dikarenakan sistem pembelajaran yang diterapkan
pada mayoritas Taman Kanak-kanak di Indonesia belum
mengacu pada acuan menu pembelajaran PAUD. Kondisi ini
terindikasikan oleh beberapa hal, salah satunya adalah praktek
pendidikan yang terperangkap dalam kegiatan bermain yang
belum terarah dan kurang memperhatikan tahapan
perkembangan anak usia dini.
Oleh karena itu, perlu diteliti tentang implementasi metode
sentra untuk memberikan pemahaman yang komprehensif dalam
pendidikan anak usia dini. Melalui kajian tesis ini diharapkan bisa
menjadi sebuah konsep pembelajaran yang mudah diterapkan pada
lembaga PAUD dalam mengembangkan kecerdasan majemuk anak
usia dini sesuai dengan tahap perkembangan anak. Sehingga dengan
22
pemahaman dan aplikasi yang realistis penerapan metode sentra pada
lembaga PAUD di seluruh pelosok tanah air Indonesia dapat
menghasilkan generasi penerus yang handal dan menjadi insan kamil
yang berkarakter mulia.
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi masalah tersebut, maka banyak
persoalan yang perlu dikaji dalam model pembelajaran sentra terkait
dengan pengembangan kecerdasan majemuk pada anak usia dini. Agar
pembahasan tidak terlalu melebar, pembahasan dalam tesis ini dibatasi
pada anak usia dini kelas TK A dan TK B, usia 4-6 tahun. Adapun
lembaga pendidikan yang dijadikan sebagai objek penelitian pada
penelitian ini adalah: Taman Kanak-kanak Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi. Pemilihan TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi sebagai obyek
penelitian dikarenakan lembaga ini sudah melakukan transformasi
pengajaran dari metode pengajaran yang semula menggunakan
pendekatan konvensional beralih menggunakan pendekatan
pembelajaran dengan pendekatan metode sentra dalam upaya
pengembangan kecerdasan majemuk anak usia dini secara optimal.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka pada tesis ini
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
“Bagaimana implementasi metode sentra dalam pengembangan
kecerdasan majemuk anak usia dini?”
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Secara umum, kajian tentang multiple intelligences telah
dibahas oleh para ahli, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Terkait dengan kajian pengembangan kecerdasan majemuk anak usia
dini dengan mengimplementasikan metode sentra, maka dilakukan
penelusuran baik dari tesis/disertasi maupun dari penelitian terdahulu
yang relevan dengan penelitian yang peneliti kaji saat ini. Di antaranya
adalah sebagai berikut:
23
Terry Bowles56
dalam penelitiannya menentukan struktur faktor
dari sembilan talenta hasil perilaku dari multiple intelligences. Selain
pandangan sebelumnya Thomas Amstrong57
dalam penelitiannya
menjelaskan tentang penerapan multiple intelligences dalam dunia
pendidikan. Thomas menguraikan tentang pengenalan praktis multiple
intelligences, mendukung para guru dalam pelatihan di sekolah serta
merumuskan ide-ide kreatif bagi para guru untuk meningkatkan
pengalaman mengajarnya di sekolah yang berbasis multiple
intelligences.
Selain pandangan sarjana barat tentang multiple intelligences, di
Indonesia juga terdapat para peneliti yang konsentrasinya mengenai
kajian multiple intelligences tersebut. Diantaranya, Eni Purwanti58
dengan Disertasinya yang berjudul “Pendidikan Islam Berbasis
Multiple Intelligences System (MIS) study kasus pada SMP YIMI
Gresik dan MTs YIMA Bondowoso Jawa Timur. Konsentrasi
Pendidikan Islam Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
pengelolaan pendidikan berbasis Multiple Intelligences System sangat
tepat untuk peningkatan kecerdasan anak dengan pendidikan inklusif
menggunakan paradigma education for all.
Jika Eni Purwanti mengetengahkan pendidikan inklusi berbasis
multiple intelligences dalam disertasinya, maka penelitian tersebut
sedikit berbeda dengan penelitian Bairus Salim yang menelaah multiple
intelligences dari sudut pandang pendidikan Islam. Bairus Salim59
yang
mempertahankan Tesisnya dengan judul “ Pembelajaran Berbasis
Multiple Intelligences” (Telaah dari Sudut Pandang Pendidikan Islam)
Konsentrasi Pendidikan Islam Program Pascasarjana Institut Agama
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Dalam penelitiannya tersebut,
Bairus Salim menyimpulkan bahwa: Metode pembelajaran multiple
intelligences memiliki relevansi yang erat dengan metode pendidikan
56
Terry Bowles, “Self-rated Estimates of Multiple Intelligences Based on
Approaches to Learning” dalam Australian Journal of Educational and Developmental Psychology. Vol 8, 2008, h. 15-26.
57Thomas Amstrong, Multiple Intelligences in the Classroom (Alexandria:
Association For Supervision and Curriculum Development, 2009), 20. 58
Eni Purwanti, “ Pendidikan Islam Berbasis Multiple Intelligences System
(MIS) Study kasus pada SMP YIMI Gresik dan MTs YIMA Bondowoso Jawa
Timur” (Disertasi Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011). 59
Bairus Salim, “Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences ;Telaah dari
Sudut Pandang Pendidikan Islam” (Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel
Surabaya, 2008).
24
Islam, hanya saja konsep dasar teori multiple intelligences tidak seutuh
pendidikan Islam. Meskipun demikian, pendidikan multiple
intelligences berkembang pesat sehingga tampak lebih inovatif dan
kreatif, tidak seperti metode pendidikan Islam yang terkesan lambat
dan konservatif.
Senada dengan penelitian-penelitian sebelumnya, Miftahul
Jannah60
berusaha mengimplementasikan MIS dalam sistem
pembelajaran PAI dengan tesisnya yang berjudul; “Implementasi
Multiple Intelligences System pada Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMP Yayasan Islam Malik Ibrahim (YIMI) Full Day School
Gresik jawa Timur”. Dalam penelitiannya, Miftahul Jannah
mengemukakan bahwa: Persoalan rendahnya mutu dari output
pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari kelemahan pada aspek
filosofisnya. Paradigma pendidikan yang lebih menitikberatkan pada
aspek kognisi seringkali membuat jarak yang sangat diametral antara
tujuan yang ingin dicapai dengan realitas di lapangan.
Sedangkan Patmawati61
dalam judul tesisnya mengatakan
bahwa pengelolaan pembelajaran PAI yang berdasarkan Multiple
Intelligences System dan Pembelajaran PAI, mampu menjaga
keseimbangan perilaku anak didik serta memiliki kemampuan untuk
menyesuaikan aplikasi akhlak al karimah serta mempunyai daya
manfaat bagi orang banyak.
Jika para peneliti terdahulu melakukan penelitian tentang
multiple intelligences lebih banyak menekankan pada pengembangan
kecerdasan majemuk peserta didik dengan pendekatan metode MIR
(Multiple Intelligences Research) maka pada penelitian yang peneliti
kaji dalam tesis ini menggunakan pendekatan metode sentra dalam
pembelajaran multiple intelligences. Perbedaannya, jika metode MIR
hanya menitikberatkan pada salah satu kecerdasan atau keahlian anak,
sementara metode sentra justru mengembangkan seluruh potensi
kecerdasan anak didik secara merata dan optimal tanpa membedakan
potensi satu dengan lainnya.
D. Tujuan Penelitian
60
Miftahul Jannah, “Implementasi Multiple Intelligences System pada
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Yayasan Islam Malik Ibrahim
(YIMI) Full Day School Gresik Jawa Timur” (Tesis Program Pascasarjana IAIN
Sunan Ampel Surabaya, 2009). 61
Patmawati, “Multiple Intelligence System dan Pembelajaran PAI” ( Tesis
di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).
25
Sesuai dengan topik penelitian tesis ini, yakni tentang
pembelajaran metode sentra dalam pengembangan kecerdasan
majemuk, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memahami dan mengaplikasikan proses dan teknik-teknik
pelaksanaan model pembelajaran dengan metode sentra
terutama sentra iman dan taqwa dalam mengembangkan
kecerdasan majemuk anak usia dini sehinga diketahui secara
langsung proses pembelajaran metode sentra yang dilaksanakan
oleh TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.
2. Merangsang seluruh aspek kecerdasan majemuk anak didik
melalui konsep bermain yang terarah.
3. Menciptakan setting pembelajaran yang mengeksplorasi potensi
kecerdasan anak didik untuk saling aktif, kreatif, dan terus
berpikir dengan menggali pengalamannya sendiri sesuai dengan
tahapan perkembangannya (bukan sekedar mengikuti perintah,
meniru, atau menghafal yang diperintahkan oleh gurunya di
kelas).
E. Signifikansi Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi segenap pihak,
terutama bagi pemerhati pendidikan Islam pada lembaga PAUD
TK/RA di seluruh wilayah di Indonesia. Khususnya bagi peneliti,
diharapkan bermanfaat dalam berbagai hal, diantaranya:
1. Memperkaya khazanah pengetahuan dalam bidang pendidikan
yang berorientasi pada pengembangan kecerdasan majemuk
anak usia dini secara komprehensif melalui pendekatan metode
sentra.
2. Menambah wawasan bagi pengelola pendidikan, yakni
pembelajaran dengan pendekatan metode sentra secara terpadu
dalam membangun dan mengembangkan kecerdasan majemuk
anak usia dini secara komprehensif dan aplikatif.
3. Menjadi kajian lebih lanjut bagi peneliti lain yang tertarik
dengan topik ini yakni tentang pengembangan kecerdasan
majemuk yang menyeluruh untuk mengetahui kecenderungan
keahlian potensi yang dimiliki oleh anak usia dini.
4. Memberikan inspirasi bagi para guru sebagai pendidik dan
pemangku kebijakan pendidikan di Indonesia untuk
menerapkan pembelajaran dengan pendekatan metode sentra
dalam mengembangkan kecerdasan majemuk anak usia dini
yang pada dasarnya sesuai dengan fitrah manusia.
26
5. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan
atau masukan bagi semua pihak yang berkepentingan terutama
bagi institusi/lembaga pendidikan Islam maupun pemerintah.
6. Memudahkan proses pengembangan potensi anak usia dini
dalam pembelajaran pada konteks masyarakat secara lebih luas
dengan menggunakan pendekatan metode sentra dalam revolusi
pendidikan anak usia dini.
7. Memberikan pemahaman kepada para pendidik bahwasanya
anak didik belajar dengan mengalami sebagai perilaku dalam
pendidikan yang sesuai dengan tahap perkembangannya,
sehingga memiliki pengalaman hidup yang lebih bijaksana.
F. Metodologi Penelitian
Dalam metodologi penelitian ini dipaparkan beberapa
penjelasan sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian dalam bidang pendidikan lebih diarahkan pada
aplikasi dari teori atau konsep. Penelitian demikian dikelompokkan
sebagai penelitian terapan atau applicatied research.62
Jenis penelitian
yang dilakukan adalah studi kasus.63
Adapun penelitian ini merupakan
penelitian lapangan (field research), karena data-data penelitian ini
sepenuhnya bertumpu pada data lapangan. Pendekatan ini bertujuan
untuk menggambarkan kondisi rill yang terjadi dalam proses
pembelajaran metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.
62
Penelitian ini ditujukan untuk mengevaluasi pelaksanaan keberhasilan
suatu sistem program, model pendidikan, implementasinya, metode, media, dan
sebagainya. Lihat Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan
(Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), 42. 63
Studi kasus yaitu metodologi yang diuraikan terdahulu berupaya mencari
kebenaran ilmiah dengan cara mencari rerata dari frekuensi kejadian atau rerata dari
keragaman individual. Banyaknya kejadian atau banyaknya individu serta
representasinya menjadi pertimbangan utama untuk menetapkan kebermaknaan
penarikan kesimpulan. Lihat Noeng Muhadjir, Metodologi Keilmuan Paradigma
Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2007), 53. Moh. Nazir,
Metode Penelitian (Bogor: Galolia Indonesia, cetakan keenam, 2005), 43. Dan lihat
Bagong Suyanto dan Sutinah , Metode Penelitian Sosial (Jakarta: Kencana, 2010),
32. Juga lihat Husaini Usman, Pranowo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, edisi kedua, 2008), 13.
27
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif
(qualitative research).64
Dalam penelitian kualitatif, peneliti diharuskan
mencari sumber-sumber data deskripsi yang ada di TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi sesuai dengan penelitian yang dilakukan yaitu
mengenai implementasi metode sentra dalam pengembangan
kecerdasan majemuk anak usia dini yang kemudian dianalisis, sehingga
dapat diungkap aktualitas realitas yang terjadi di sekolah tersebut. 65
2. Sumber Data
Dalam penulisan tesis ini, pengumpulan data dilakukan pada dua
sumber, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber
data primer yaitu sumber data langsung yang diperoleh dari pihak TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. Sumber data langsung dari pihak
sekolah tersebut antara lain berupa naskah, arsip, dokumentasi,
kurikulum pembelajaran di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, hasil
wawancara, proses belajar mengajar baik di kelas maupun di luar kelas
melalui observasi dan wawancara dengan kepala sekolah, guru-guru
TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi serta stakeholders yang berada di
lingkungan sekolah tersebut dan mengetahui secara mendalam tentang
profil TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. Sedangkan sumber data
sekunder yaitu sumber data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu
berupa dokumen berupa artikel, jurnal, majalah, karya dari para pakar
atau pemerhati pada masalah pendidikan yang sesuai dengan
pembahasan tesis ini mengenai pembelajaran multiple intelligences
dengan pendekatan pembelajaran metode sentra baik dalam maupun
luar negeri yang dapat membantu pengembangan pengetahuan dalam
penelitian ini.66
64
Penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan, menganalisa fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap
kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Lihat
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2006), 60. 65
Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan perencana, pelaksana
pengumpul data, penafsir data dan pada akhirnya peneliti menjadi pelopor hasil
penelitian yang dilakukannya. Lihat Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006), 121.
66Dalam penulisan tesis pengumpulan data dilakukan pada dua sumber,
yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder . Lihat, Sugiono, Metode
Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D (Bandung:
Alfabet, 2006), cet. Ke-2, 308-309.
28
3. Teknik Pengumpulan Data
Analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan pengumpulan
data dalam periode tertentu. Untuk memperoleh data yang diperlukan,
maka cara pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah: observasi, wawancara, studi dokumen baik dari
sekolah yang diteliti maupun dari pustaka. Berikut penjelasan sekilas
tentang observasi, wawancara dan studi dokumen, yaitu:
a. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang
dibutuhkan.67
Setelah semua data baik primer maupun skunder
terhimpun, penulis melakukan kategorisasi dalam pemilihan data yang
diperoleh. Observasi dalam pelaksanaan pengumpulan data dibedakan
menjadi dua, yaitu: participant observation (observasi berperan serta)
dan non participant.68
Jika dalam participant observation peneliti
terlibat secara langsung dan merasakan apa yang dilakukan oleh
komunitas tertentu, maka non participant adalah model sebaliknya,
yaitu peneliti cukup mengamati perilaku satu komunitas untuk
kemudian mencatat, menganalisis dan selanjutnya menyimpulkan.
Dalam hal ini peneliti menggunakan pola observasi yang tidak
terstruktur, yakni melakukan pengamatan secara bebas mengenai apa
saja yang terjadi dalam proses penelitian ini yang terkait dengan fokus
persoalan yang diteliti pada TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi,
kemudian mencatat apa yang menarik, melakukan analisis dan
membuat kesimpulan. Untuk menjaga kebenaran metode ini, penulis
menggunakan buku catatan lapangan. Hal ini dilakukan agar berbagai
peristiwa yang ditemukan, baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja dapat dicatat dengan segera. Pengamatan ini dititik beratkan
pada fakta dan data yang relevan dengan penelitian yang dilakukan
oleh penulis baik pengamatan langsung maupun informasi dari
informan, terutama kegiatan yang dilakukan dalam rangka membangun
kecerdasan majemuk anak usia dini secara terpadu dengan
menggunakan pendekatan metode sentra, di dalam kelas maupun di
luar kelas. Seperti aktifitas proses kegiatan belajar, kegiatan sosial
67
Observasi dapat diartikan sebagai perhatian yang terfokus terhadap
kejadian atau gejala dengan maksud menafsirkannya, mengungkapkan faktor-faktor
penyebabnya dan menemukan kaidah-kaidah yang mengaturnya. Lihat, Emzir,
Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), 37-38. 68
Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2007), 64.
29
keagamaan, atau interaksi sosial dengan masyarakat, melalui kunjungan
ke kebun binatang atau tempat-tempat lainnya yang sesuai dengan tema
yang diajarkan dalam pembelajaran metode sentra.
b. Wawancara
Dalam pengumpulan data melalui wawancara, peneliti
melakukan secara mendalam (depth interview) untuk pengumpulan data
dengan model wawancara terstruktur dengan menggunakan pedoman
wawancara, slip, atau juga suatu alat perekam.69
Pedoman wawancara
digunakan oleh peneliti agar dapat mengarahkan dan memudahkan
dalam mengingat pokok-pokok permasalahan yang diwawancarakan
dengan interviewee.70
Kegiatan wawancara terfokus pada pokok permasalahan,
sehingga berbagai hal yang kemungkinan terlupakan dapat
diminimalisir kekurangannya dalam mengingat data yang diperlukan.
Wawancara adalah suatu metode yang digunakan dalam penelitian
untuk mendapatkan jawaban yang tepat dari informan dengan cara
tanya jawab sepihak.71
Wawancara juga merupakan tanya jawab lisan
antara dua orang atau lebih secara langsung tanpa perantara.72
Wawancara ini dimaksudkan untuk melengkapi data yang diperlukan
oleh penulis dalam menyusun penelitian tesis mengenai implementasi
metode sentra dalam pengembangan kecerdasan majemuk anak usia
dini.
Dalam penelitian ini, wawancara diarahkan kepada sumber data
yaitu informan (interviewee) yang diasumsikan memiliki keterikatan
langsung dengan perjalanan obyek penelitian, yakni Taman Kanak-
kanak TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi atas beberapa pertimbangan
tertentu, diantaranya: mengetahui atau menguasai dengan baik terhadap
masalah yang diteliti, memiliki keterlibatan langsung dengan obyek
penelitian, terutama mudah ditemui oleh penulis.
69
Masri Singarinbun dan Sofian Effendi , Metode Penelitian Survey
(Jakarta: LP3ES,1989),10. 70
Dalam dunia penelitian yang menggunakan wawancara, maka dikenal dua
istilah penting, yaitu pewawancara (interviewer) dan yang diwawancarai
(interviewee). Dengan demikian dapat dipahami bahwa wawancara akan terlaksana
bila kedua unsur tersebut dapat terpenuhi. Lihat Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendidikan Kualitatif, Kuantitatif dan R & D ( Bandung: Alfabeta,
cetakan kedua, 2006),199. 71
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2007), 65. 72
Husaini Usman dan Purnomo S. Akbar, Metode Penelitian Sosial (Jakarta:
Bumi Aksara, 2001), 59.
30
Slip, adalah sebagai carik kertas (biasanya berukuran
seperampat folio)73
semacam kertas kutipan yang digunakan khusus
untuk mencatat hasil wawancara. Slip diberi identifikasi, baik nomor
maupun nama informan, kemudian slip ini disusun secara sistematis
untuk memudahkan penulis dalam mengolah dan menganalisis data.
Instrument terakhir yang digunakan penulis adalah alat perekam untuk
merekam selama wawancara berlangsung.
Berikut tabel kelompok informan yang akan diwawancarai:
Ketua Yayasan Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, Pendiri TK Batutis
Al-Ilmi, Kepala Sekolah TK Batutis Al-Ilmi, Guru TK Batutis Al-Ilmi,
Wali Siswa, Siswa TK Batutis Al-Ilmi, dan Stakeholders kunci (mitra
sekolah).
Tabel 1.1.
Sumber Informasi Penelitian74
73
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), cet. Ke-3,1080. 74
Hasil pengamatan ke tempat penelitian dan wawancara dengan Yudhistira,
selaku Ketua Yayasan Batutis Al-Ilmi, 20 Mei 2013.
No Komponen Informasi yang
diperlukan
1 Ketua Yayasan Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi
Sistem pengelolaan pendidikan,
sejarah pendirian, struktur
organisasi
2 Pendiri Tk Batutis Al-
Ilmi
Sistem pengelolaan pendidikan,
ide dasar/sejarah pendirian,
struktur organisasi
31
c. D
o
k
u
m
e
n
t
asi
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi yang dimaksud disini adalah seluruh data-
data sekolah, baik berupa profil, buku paket, buku pedoman setiap
sentra-sentra, kurikulum, mading, arsip-arsip, praktek metode sentra,
terkait dengan penelitian yang dilakukan, seperti praktek keseharian
setiap sentra mulai masuk kelas sampai selesai proses pembelajaran.
Studi dokumen ini dilakukan untuk mendukung dan mengoreksi
kebenaran data yang diperoleh melalui kedua teknik diatas, yakni
observasi dan wawancara.
Data yang diperoleh dari TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi,
baik dari hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi selanjutnya
dikumpulkan, dianalisis, sesuai dengan identifikasi masalah yang
dirumuskan sehingga dapat ditarik kesimpulannya sesuai dengan
pembahasan tentang implementasi metode sentra dalam pengembangan
kecerdasan majemuk anak usia dini.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data ini merupakan upaya mencari dan
mengumpulkan serta menata secara sistematis berdasarkan pada konsep
teori tentang pendidikan berupa multiple intelligences yaitu kecerdasan
majemuk anak usia dini yang dibangun dan diaplikasikan melalui
metode sentra dengan data-data yang diperoleh penulis dari hasil
observasi, wawancara, studi dokumen, sebagai upaya untuk
3 Kepala Sekolah Tk
Batutis Al-Ilmi
Manajemen sekolah (SDM,
Financial, Kurikulum, PBM)
4 Guru Tk Batutis Al-
Ilmi
PBM, motivasi menjadi guru,
implementasi metode sentra
5 Wali siswa dan siswa
Respons pelaksanaan belajar
mengajar, dukungan terhadap
sekolah dan lain-lain
6 Stakeholders kunci
(mitra sekolah) Jaringan, sponsorship dll
32
meningkatkan pemahaman penulis mengenai kasus yang terjadi di TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, selanjutnya disajikan sebagai temuan
yang bermanfaat bagi para pendidik dan pemerhati pendidikan pada
lembaga PAUD di seluruh Indonesia.
Dalam penelitian ini, data-data yang telah terkumpul
selanjutnya diidentifikasi lalu diuraikan secara sistematis. Kemudian
data tersebut dielaborasi khususnya dengan teori-teori yang
dikembangkan oleh para pakar pendidikan, khususnya yang berkaitan
dengan pendidikan Islam mengenai praktek pengajaran tentang metode
sentra dalam mengembangkan kecerdasan majemuk anak usia dini
yang ada di Indonesia. Selanjutnya dilihat bagaimana kondisi objektif
yang terjadi di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, sebagai bahan
pertimbangan yang hasilnya diharapkan lebih kualitatif, komprehensif
dan aplikatif. Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini,
dilakukan dengan cara triangulasi. Menurut Lexi J. Moleong,
tringualisasi adalah sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data dengan
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.75
Sejalan dengan pandangan Lexi J. Moleong tersebut, Noreman
K. Denzin juga berpendapat bahwa triangulasi dilakukan untuk
menemukan kebenaran suatu data dari beberapa perspektif,76
Dengan
kata lain, triangulasi juga digunakan untuk memeriksa kebenaran data
yang telah diperoleh kepada pihak-pihak lain yang dapat dipercaya.77
Dalam hal ini dilakukan triangulasi banyak dipergunakan untuk
memeriksa data yang diperoleh dari TK Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi, baik dari hasil wawancara, catatan hasil observasi, studi
dokumentasi setelah itu dikumpulkan untuk pengeditan dan dianalisis
sesuai dengan identifikasi masalah yang telah dirumuskan.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mendapatkan gambaran yang sistematis terarah dan logis
mengenai sasaran yang di jadikan bahan penelitian, maka penelitian
dalam tesis ini dibagi menjadi lima bab, secara holistik tiap-tiap bab
terdiri dari beberapa sub bab.
75
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2000), cet. Ke-12,178. 76
Norman K. Denzin, Y vonna S. Lincoln (e), The SAGE Handbook of Qualitative Research ( London: SAGE publication, 2005),453.
77Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian
Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 98.
33
Bab pertama sebagai gambaran untuk memberikan pola
pemikiran bagi keseluruhan tesis ini, yang meliputi, latar belakang
masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, penelitian terdahulu
yang relevan, tujuan penelitian, manfa’at penelitian, signifikasi
penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua membahas mengenai teori kecerdasan majemuk dan
metode sentra yang terdiri dari pembahasan tentang kecerdasan dalam
perspektif para ahli sebagai pengetahuan dalam menyelami samudera
kecerdasan majemuk dilandasi dengan nilai-nilai kecerdasan perspektif
Islam, dilanjutkan dengan pemahaman tentang perbedaan antara
pendekatan MIR (Multiple Intelligences Research) dan pendekatan
metode sentra serta sekilas tentang sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta
Timur sebagai penggagas metode sentra pertama di Indonesia.
Bab Ketiga dijelaskan tentang profil TK Batutis Al-Ilmi
mengenai sejarah berdiri dan perkembangannya, manajemen
pendidikan di TK Batutis Al-Ilmi serta transformasi konsep pendekatan
pembelajaran dari metode konvensional beralih ke metode sentra,
metode sentra di TK batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, diuraikan
berdasarkan data-data dokumen sekolah, hasil wawancara serta
pengalaman peneliti pada waktu mengadakan observasi secara
langsung ke lokasi penelitian di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi
Bab Keempat dibahas tentang pengembangan kecerdasan
majemuk dengan metode sentra, yang terdiri dari pendekatan metode
sentra dalam mengembangkan kecerdasan majemuk di TK Batutis Al-
Ilmi Pekayon Bekasi, diantaranya pendekatan sentra persiapan sebagai
wahana bekal keaksaraan, sentra balok wahana menggali berbagai ilmu
pengetahuan, sentra seni wahana kreatifitas anak usia dini, sentra bahan
alam wahana observasi penuh sensasi, sentra main peran wahana
miniatur kehidupan, sentra Iman dan Taqwa (imtaq) wahana
pendidikan dan konsep keagamaan. Kemudian dibahas juga tentang
membangun karakter dengan kecerdasan majemuk, serta aplikasi
karakter berdasarkan 18 Sifat-sifat Asmaul Husna yang dirangkum
melalui pengamatan dari sifat-sifat spontan anak-anak di saat bermain
sentra maupun saat bermain bebas dan kegiatan lainnya di TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi.
Bab kelima adalah penutup. Bab ini merupakan kesimpulan dari
kajian tesis yang diteliti sebagai jawaban dari rumusan masalah yang
dirumuskan pada bab pertama. Kemudian diharapkan dari kesimpulan
ini dapat ditarik benang merah terhadap uraian-uraian sebelumnya,
juga memuat saran-saran penulis terhadap pelaksanaan pendidikan di
34
Taman Kanak-kanak baik yang mengimplementasikan metode sentra
dalam pengembangan kecerdasan majemuk anak usia dini maupun
Taman Kanak-kanak yang berbasis konvensional diseluruh wilayah
Indonesia secara aplikatif.
35
BAB II
KECERDASAN MAJEMUK DAN METODE SENTRA
Dalam bab II dijelaskan tentang teori kecerdasan majemuk
dalam perspektif para ahli sebagai pengetahuan dalam menyelami
samudera kecerdasan majemuk dilandasi dengan nilai-nilai kecerdasan
perspektif Islam, dilanjutkan dengan pemahaman tentang pendekatan
MIR (Multiple Intelligences Research) dan pendekatan kecerdasan
majemuk dengan metode sentra serta penggagas awal metode sentra di
Indonesia yaitu sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta Timur.
A. Teori Kecerdasan Majemuk Perspektif Para Ahli
Seiring berjalannya waktu, pemahaman seseorang dalam
mendefinisikan tentang arti kecerdasan terus mengalami perubahan dan
penambahan yang sesuai dengan apa yang mereka pikirkan. Berbagai
penelitian terus dilakukan dan dikembangkan oleh para ilmuwan,
sehingga berbagai teori tentang kecerdasan terus bermunculan. Saat ini
banyak sekali teori tentang kecerdasan yang terus berkembang, bahkan
ketidakpuasan akan arti dari pada kecerdasan yang ada membuat para
ilmuwan mencurahkan apresiasinya tentang arti kecerdasan yang tidak
menyudutkan pada salah satu dari keahlian yang seolah-olah
menganggap bahwa hanya kecerdasan itulah yang didambakan, sebagai
barometer dalam meraih keberhasilan dalam kehidupan. Kecerdasan
menjadi sebuah bahan perbincangan, terutama saat pertama kali
seorang ilmuwan dari bidang psikologi yang menemukan alat ukur
mengenai kecerdasan. Dalam hal ini, Binet merumuskan teori
intelligence quotient. Selanjutnya banyak bermunculan para ilmuwan
yang meneliti mengenai kecerdasan.1
Pemahaman secara tradisional mengenai sejarah kecerdasan
bermula dari peristiwa sebuah kejadian yang saat itu para pemimpin
kota Paris berkumpul di La Belle Epoque pada tahun 1900 dan mereka
ingin berbicara dengan seorang pakar psikologi bernama Alfred Binet
dengan sebuah permintaan berupa jawaban dari pertanyaan yang tidak
1
Howard Gardner, Multiple Intelligences: The Theory In Practice,
(New York: Basic Book, 1993),48.
36
biasa dipertanyakan. Pertanyaan itu menyatakan bahwa ”Apakah Binet
mampu merancang sebuah ukuran yang dapat memperkirakan anak
muda mana yang sukses dan mana yang gagal dari sekolah dasar Paris?
Pertanyaan tersebut memang cukup fenomenal. Namun sejarah
mencatat, Binet memenuhi permintaan yang tidak biasa tersebut
dengan menjawab pertanyaan dengan bijaksana. Dalam waktu singkat,
penemuannya menjadi terkenal melalui jawaban Binet dari pertanyaan
fenomenal yang telah dijawabnya dengan sebutan ”tes kecerdasan”;
ukurannya, ”IQ”. 2
Tes ini kemudian tersebar ke negara-negara lain di dunia,
terutama Amerika Serikat. Pasca Perang Dunia I, tes IQ dipakai untuk
menguji satu juta orang Amerika yang mendaftar untuk menjadi
tentara, dan pada saat itu, tes IQ karya Binet benar-benar mencapai
kesuksesan yang luar biasa. Sejak saat itu, tes IQ menjadi salah satu
keilmuan terbesar dalam bidang ilmu psikologi dan dijadikan sebagai
sebuah alat ukur yang ilmiah dan berdaya besar (powerful). Namun test
IQ lama kelamaan seiring berjalannya waktu membuat banyak orang
ragu mengenai konsep kecerdasan yang dibawanya. Bahkan mengalami
keraguan dikarenakan perkembangan kemampuan yang dimiliki oleh
para ilmuwan, mulai dari Leo Vygotsky, Robert J. Stenberg sampai
Daniel Goleman senantiasa mengalami perubahan. Dengan berawal
dari keraguan atas pemahaman tentang kecerdasan yang selama ini ada,
Gardner kemudian menyusun sebuah konsep yang akhirnya saat ini
dikenal dengan teori kecerdasan majemuk.3
Menurut teori lama kecerdasan meliputi tiga pengertian yaitu;
kemampuan untuk belajar, keseluruhan pengetahuan yang diperoleh,
dan kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi atau lingkungan pada
umumnya. Alfred Binet mendefinisikan kecerdasan sebagai
kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan.4
Selain itu
menurut Spearmen, ada dua faktor yang berpengaruh dalam memahami
makna dari kecerdasan, dua faktor tersebut terdiri dari faktor umum dan
faktor khusus. Kedua faktor tersebut saling berperan antara satu sama
lainnya. Faktor umum meliputi hampir semua perbuatan individu,
sedangkan faktor khusus hanya meliputi kegiatan-kegiatan tertentu saja
2John, Obrzud “Stanford Binet Intelligent Scale” dalam Canadian Journal
of School Psychology, Vol. 19. 2000. 3Howard Gardner, Multiple Intelligences: The Theory In Practice, 54.
4Syaifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Intelligences (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), 16.
37
yang khas.5 Intinya dari pemahaman tentang teori-teori kecerdasan
yang berkembang saat ini menolak tradisi dan pemahaman bahwa
kesuksesan seseorang ditentukan oleh kecerdasan IQ saja. 6
Padahal
definisi kecerdasan yang sesungguhnya bergantung pada konteks,
tugas, serta tuntutan terus menerus yang diajukan oleh kehidupan
bukan tergantung pada prioritas nilai IQ, seperti; gelar perguruan tinggi
dan reputasi bergengsi. Oleh karena itu, Jelaslah bahwa tes IQ hanya
mengukur sesuatu yang lebih tepat disebut bakat bersekolah. Karena
menurut pengalaman di lapangan, saat ini banyak sekolah yang
menggunakan tes IQ untuk mengukur kecerdasan siswanya. Sementara
kecerdasan sejati mencakup berbagai keterampilan yang jauh lebih
luas. Seperti penemuan Gardner terhadap kecerdasan majemuk. 7
Menurut Gardner, arti dari kecerdasan adalah kemampuan
seseorang dalam memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi
dalam kehidupannya dan mampu menciptakan sesuatu yang bernilai
budaya serta bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Gardner
menegaskan bahwa setiap individu pada dasarnya memiliki tujuh jenis
kecerdasan yang berbeda-beda dan menggunakannya dengan cara
personal tidak klasikal dalam pengembangannya sesuai dengan tumbuh
kembang anak. Akan tetapi dalam aplikasi di lapangan setiap lembaga
pendidikan di Indonesia mayoritas membatasi kecerdasan peserta didik
dengan hanya membatasi pada kecerdasan verbal linguistik dan logic
mathematic semata. 8
Pembatasan pada program pendidikan yang berfokus pada
kecerdasan bahasa dan logika matematika dalam jumlah yang lebih
besar dapat meminimalisir arti penting dari bentuk-bentuk
pengetahuan-pengetahuan yang lainnya. Dengan demikian, peserta
didik yang gagal untuk menunjukkan kecerdasan intelektual atau
5
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan
(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005), 93. 6Kecerdasan IQ adalah kecerdasan yang hanya dilihat hanya dilihat dari sisi
kekuatan logika matematika dan verbal bahasa semata, yang menganut konsep
eugenic yaitu berdasarkan faktor keturunan dan akhirnya cenderung menilai
seseorang dengan angka konstan. Dipopulerkan oleh Alfred Binet, Psikolog Prancis,
baca John Obrzud, “Stanford Binet Intelligence Scale” dalam Canadian Journal of
School Psychology, vol.19, (2000), 230. 7Thomas Amstrong, Seven Kind of Smart: Menemukan dan Meningkatkan
Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligences (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2002), 12. 8Bob Samples, Opening Whole Mind: Parenting and Teaching Tomorrow
Childrens Today (Bandung: Kaifa, 1999), 141.
38
akademik tradisional akan mendapatkan penghargaan yang rendah dan
potensi yang mereka miliki tetap tidak terwujudkan dalam kehidupan
nyata dan hilang dari pantauan sekolah apalagi masyarakat pada
umumnya tidak peduli atas peranannya di lingkungan sekitarnya
sehingga suram masa depannya. 9
Padahal Gardner menegaskan dalam memberikan penjelasannya
mengenai kecerdasan, menurutnya bahwa kecerdasan adalah
kemampuan praktis yang dimiliki oleh seseorang untuk mencari solusi
dari permasalahan yang dihadapi serta menghasilkan sebuah produk
budaya dalam setting yang berbeda-beda pada situasi yang nyata.
Masih dalam penjelasan Gardner, kecerdasan berarti juga disebut
sebagai sebuah kemampuan untuk mengambil pelajaran dari kejadian
masa lalu yang berkaitan dengan pengalamannya sendiri atau
pengalaman orang lain untuk dijadikan sebagai hikmah dari perjalanan
hidup yang dilaluinya. Di samping itu, kecerdasan tidak tergantung
pada keturunan, karena kecerdasan tidak dapat diwarisi dari seorang
ayah yang mempunyai kemampuan briliant kepada anaknya yang
disayang. Melainkan kecerdaan bergantung pada konteks kebiasaan
yang sering dilakukan seseorang, latihan yang terus menerus tanpa
mengenal lelah, sesuai tuntutan yang diajukan oleh kehidupan. Intinya
adalah bahwa intisari dari kecerdasan bukan hanya tergantung pada
nilai IQ, gelar tinggi maupun reputasi bergengsi melainkan seseorang
dapat mengapresiasikan kemampuannya berdasarkan kolaborasi dari
berbagai kecerdasan yang sesuai dengan potensi alami setiap manusia
yang telah dibawanya sejak lahir.10
Penelitian Gardner telah memberikan informasi yang cukup
akurat bahwa berbagai kecerdasan manusia berperan lebih luas dari
pada pemahaman mengenai makna kecerdasan sebelumnya.
Pemahaman tentang kecerdasan saat ini menghasilkan pengertian yang
mudah dipahami oleh berbagai kalangan. Gardner tidak memandang
kecerdasan manusia berdasarkan tes standar dengan angka konstan
semata, Gardner mengungkapkan bahwa kecerdasan adalah
kemampuan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan yang
terjadi dalam kehidupannya. Selain itu kecerdasan juga bisa berarti
tentang kemampuan untuk seseorang untuk mendapatkan persoalan
baru sekaligus keterampilan dalam mencari solusi terhadap masalah
yang dihadapinya. Kecerdasan juga bisa berarti kemampuan seseorang
9 Howard Gardner, Frame of Mind, The Theory of Multiple Intelligences, 30.
10Howard Gardner, Multiple Intelligences: The Theory In Practice, 35.
39
untuk menciptakan produk baru sesuai kemampuannya berupa jasa atau
penghargaan yang bermanfaat untuk dijadikan sebagai budaya yang
bermakna bagi orang lain.11
Pada mulanya Gardner mempublikasikan 7 kecerdasan yaitu
yaitu kecerdasan berbahasa (Linguistic Intelligence), kecerdasan logis
matematis (Logica-Mathematical Intelligence), yaitu kecerdasan
kinestetis (Bodily Kinesthetic Intelligence), kecerdasan music (Musical
Intelligence), kecerdasan spasial visual (Visual-Spatial Intelligence),
kecerdasan interpersonal (Interpersonal Intelligence) dan kecerdasan
intrapersonal (Intrapersonal Intelligence). Pada penelitan berikutnya
Gardner menambah dua kecerdasan, yaitu kecerdasan naturalis
(Natural Intelligence) dan kecerdasan eksistensial (spiritual).12
Komponen inti dari berbagai kecerdasan yang ketujuh
(kecerdasan pokok) adalah untuk memberikan pemahaman kepada
siapapun yang sedang mencari hakekat dari pada kecerdasan itu sendiri.
Sedangkan Menurut Howard Gardner komponen inti dari kecerdasan
inti itu adalah: pertama, kecerdasan bahasa: komponen intinya adalah
kepekaan terhadap bunyi, struktur, makna, fungsi kata dan bahasa.
Berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi,
berargumentasi, dan berdebat. Sedangkan kondisi akhir terbaik menjadi
seorang penulis, wartawan, orator, ahli politik, penyiar radio, presenter,
guru, dan pengacara. Kedua, kecerdasan logis matematis : komponen
intinya adalah kepekaan dalam memahami pola-pola logis atau
numeris, dan kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang.
Berkaitan dengan kemampuan berhitung, menalar, dan berfikir logis,
memecahkan masalah. Sedangkan kondisi akhir terbaiknya akan
menjadi ilmuwan, ahli matematika, ahli fisika, pengacara, psikiater,
psikolog, akuntan, dan programmer. Ketiga, Kecerdasan visual spasial:
komponen intinya adalah kepekaan merasakan dan membayangkan
dunia dan gambar serta ruang secara akurat. Berkaitan dengan
kemampuan menggambar, memotret, membuat patung, dan mendesain.
Sedangkan kondisi akhir terbaik dari kecerdasan ini adalah menjadi
seniman, arsitek, ahli, strategi, pecatur, desainer, sutradara, fotografer,
montir profesional.
Keempat adalah kecerdasan musical, komponen intinya adalah
kepekaan dan kemampuan seseorang dalam menciptakan dan
11
Linda Campbell, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple
Intelligences, ( Depok: Intuisi Press, 2004),cet. Ke-2, 2. 12
Howard Gardner, Multiple Intelligences: The Theory in Practice (New
York: Basic Book, 2004), 23.
40
mengapresiasikan irama, pola titik nada dan warna nada serta apresiasi
sebagai bentuk ekspresi emosi musikal. Berkaitan dengan kemampuan
menciptakan lagu, mendengar nada dari sumber bunyi atau alat-alat
musik. Sedangkan kondisi akhir terbaiknya menjadi komposer,
penyanyi, pemain musik, pencipta lagu. Kelima, Kecerdasan kinestetis,
komponen intinya adalah kemampuan mengontrol gerak tubuh dan
kemahiran mengolah objek, respon dan reflek. Berkaitan dengan
kemampuan gerak motorik keseimbangan.Sedangkan kondisi akhir
terbaik menjadi olahragawan, penari, pematung, aktor, dokter bedah.
Keenam, kecerdasan interpersonal: komponen intinya adalah
kepekaan seseorang dalam mencerna dan merespon secara tepat
suasana hati, motivasi, dan keinginan orang lain.13
Berkaitan dengan
kemampuan bergaul dengan orang lain, memimpin, kepekaan sosial
yang tinggi, negosiasi, bekerja sama, mempunyai empati yang tinggi.
Sedangkan kondisi akhir terbaik menjadi konselor, politikus,
pemimpin, inovator. Ketujuh, Kecerdasan intrapersonal : komponen
intinya adalah mampu memahami perasaan sendiri dan kemampuan
membedakan emosi, pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri.
Berkaitan dengan kemampuan mengenali diri sendiri secara mendalam,
kemampuan intuitif dan motivasi diri, penyendiri, sensitif terhadap nilai
diri dan tujuan hidup. Kondisi akhir terbaik dari kecerdasan
intrapersonal adalah menjadi psikoterapis, pemimpin agama, penasehat
dan filosof.14
Gardner mengungkapkan bahwa kecerdasan yang
berkembang seharusnya tidak terbatas pada apa yang telah dipaparkan
dalam teori yang diciptakan sebelumnya. Namun Gardner meyakini
bahwa tujuh kecerdasan yang telah dijelaskan memberikan gambaran
yang nyata tentang kapasitas manusia yang jauh lebih akurat daripada
aplikasi teori kecerdasan tunggal.15
Bila ditilik secara mendalam, ternyata teori kecerdasan
majemuk berawal dari pengalaman Gardner. Gardner terilhami oleh
sebuah pertanyaan yang menggelitik jalan pikirannya, alumnus
Universitas Harvard ini menemukan sebuah pertanyaan fenomenal
yang menggelitik tentang kondisi kecerdasan alumnus. Pertanyaan
yang ia dapatkan dari perenungannya adalah “mengapa banyak orang
yang prestasi akademik di sekolahnya bagus, ketika sudah terjun di
13
Howard Gardner, Frame of Mind, The Theory of Multiple Intelligences, 47. 14
Linda Campbell, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple
Intelligences (Depok: Intuisi Press, 2004), 2. 15
Linda Campbell, Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple
Intelligences, 6.
41
masyarakat menjadi orang yang biasa-biasa saja (ordinary people) dan
tidak mampu mengembangkan kecerdasan yang dimilikinya tersebut.
Sebaliknya mereka yang saat di kampus biasa-biasa saja bahkan di
Drop Out (un ordinary people) menjadi orang sukses yang berpengaruh
di masyarakatnya setelah menjadi alumnus. Gardner sebagai salah satu
direktur lembaga penelitian Project Zero di Harvard Graduate School of
Education Harvard University, mengamati dan berkeliling ke berbagai
negara untuk melakukan penelitian pendidikan dengan berbekal
pertanyaan yang digandrunginya. Berbekal pertanyaan tersebut atas
dukungan Mac Arthur Prize Fellowship (MPF) pada tahun 1981
Gardner memulai penelitian khusus di Project Zero tentang kecerdasan
dikarenakan rasa penasaran terhadap keadaan dunia dalam memahami
eksistensi tentang makna kecerdasan. Project Zero didirikan Nelson
Goodman pada tahun 1967 untuk meneliti proses perkembangan
pembelajaran pada anak usia dini. Singkat kata, pada tahun 1983
Gardner mendapatkan sebuah kesimpulan yang mencengangkan para
ilmuwan saat itu. Menurutnya bahwa tidak hanya satu kecerdasan yang
berperan membawa seseorang sukses dalam hidupnya, melainkan harus
didukung dengan multi kecerdasan (multiple intelligences). Dalam
perkembangannya orang menggunakan paling sedikitnya tujuh
kapasitas intelektual yang relatif otonom, untuk mengatasi berbagai
persoalan dalam kehidupannya dan menghasilkan karya yang
bermanfaat bagi orang banyak. Walaupun tidak dengan sendirinya
saling bergantung, namun kecerdasan-kecerdasan tersebut jarang
beroperasi secara terpisah melainkan saling melengkapi antara satu
kecerdasan yang satu dengan kecerdasan lainnya. Akan tetapi praktek
yang saat ini berlaku di setiap sekolah pada umumnya, belum
menghiraukan eksistensi dari pengajaran multiple intelligences secara
menyeluruh dan optimal.16
Hal ini terlihat dari bobot mata pelajaran yang diberlakukan di
sekolah hanya mengacu kepada pengembangan dimensi kecerdasan
akademik siswa semata. Ke erdasan yang dimaksud adalah kecerdasan
intelektual yang sering diukur dengan kemampuan logika-matematika
dan abstraksi (kemampuan bahasa, menghafal, abstraksi atau ukuran
IQ). Hal demikian sudah menjadi sesuatu yang lumrah di masyarakat
Indonesia, bahwa keberhasilan dan kesuksesan peserta didik di sekolah
diukur dari nilai-nilai ulangan harian, ulangan semester, dan ujian
16
Yuhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 78.
42
nasional. Sampai saat ini orang tua peserta didik masih merasa bangga
kalau anaknya dapat bersekolah di sekolah favorit. Apalagi kalau nilai
raport dan nilai ujian nasionalnya sempurna. Berbagai cara pun
ditempuh agar anaknya mendapat nilai ujian terbaik demi mendapatkan
perguruan tinggi yang favorit. Mulai dari jadwal belajar yang ketat,
larangan bermain di luar rumah, les privat sampai les di bimbingan
belajar. Tuntutan orang tua tersebut menyebabkan sekolah juga
berusaha agar para peserta didiknya lulus dengan nilai yang bagus.
Sehingga pembelajaran di kelas pun bertujuan hanya untuk mengejar
nilai ulangan harian, ulangan semester, dan ujian nasional yang bagus
dengan mengesampingkan pendidikan karakter. Dengan target yang
menciptakan lulusan yang berkualitas, guru diharuskan menyelesaikan
materi tepat pada waktunya dan memberikan soal-soal latihan agar nilai
ulangan dan ujian seluruh peserta didiknya bagus. Hal terpenting dalam
pembelajaran intelektual adalah siswa menguasai materi walaupun
hanya sekedar hafalan (kognitif) dan bisa mengerjakan soal ujian di
sekolah.17
Pembelajaran yang dominan adalah dengan metode ceramah
dan latihan soal. Sehingga hanya kecerdasan akademik, yaitu
kecerdasan logika matematika dan bahasa yang berkembang. Hal ini
juga didukung oleh kenyataan bahwa mayoritas kemampuan guru
terlihat dalam kecerdasan logika matematika dan bahasa, sehingga
mengajarnya pun sesuai dengan kecerdasan yang dimilikinya yaitu
kecerdasan intelektual atau akademik. Ini berarti, frekuensi waktu
belajar para guru sebagai pendidik disekolah sangat menentukan
keberhasilan atau baik tidaknya anak didik di sekolah tersebut. Oleh
karena itu, seorang guru seharusnya senantiasa belajar berbagai macam
ilmu untuk meningkatkan kualitas dan kredibilitas dirinya, tidak
menutup kemungkinan bahwa zaman selalu berubah dan berputar
seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi memungkinkan
siswa memperoleh informasi dari berbagai sumber. Akibatnya siswa
menjadi lebih kritis dan cerdas dalam ilmu pengetahuan yang belum
pernah diajarkan. Inilah salah satu contoh kongkret motivasi untuk
para guru supaya tetap komitmen dalam menuntut ilmu. Tidak terbatas
sampai jenjang S1/S2/S3, namun kewajiban menuntut ilmu adalah
sepanjang hayat. Karena guru adalah manusia pembelajar yang tidak
boleh berhenti untuk belajar. 18
17
Munif Chatib, “Sekolahnya Manusia”, 31. 18
Munif Chatib, “Sekolahnya Manusia”, 45.
43
Salah satu unsur terpenting dalam meningkatkan kemajuan
peserta didik adalah seorang pendidik yang bertugas sebagai guru
dengan berkepribadian ikhlas dan peduli terhadap keberadaan anak
didiknya dan terampil dalam memenuhi segala apa yang dibutuhkan
peserta didiknya dengan merangkul erat serta terhubung dengan semua
pembelajar tanpa membedakan antara kondisi yang satu dengan yang
lainnya. Karena guru yang berhasil dimata anak-anak adalah guru yang
mampu menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman sehingga anak
didik yang diajarnya merasa senang belajar. Strategi pengembangan
ketrampilan seorang guru dalam mengajar dengan cinta dan
kepeduliannya terhadap anak didiknya begitu diperlukan demi
kesuksesan dalam proses belajar mengajar dengan konsep happy
learning.19
Kenyataan ini senada dengan yang diungkapkan oleh Seto
Mulyadi,20
seorang praktisi pendidikan anak, bahwa “Suatu kekeliruan
yang besarmenurutnya, “Jika setiap kenaikan kelas, prestasi anak didik
hanya diukur dari kemampuan matematika dan bahasa. Dengan
demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat
kecerdasan anak didik yang semata-mata hanya menekankan
kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi. Kecerdasan dapat
dipahami sebagai kemampuan sesorang untuk melakukan sesuatu.
Kemampuan manusia seringkali hanya diukur dari segi kognitif semata,
yaitu hal-hal yang dapat diukur dengan angka. ”Contoh mudahnya,
ketika pengambilan buku raport pada saat akhir tahun pelajaran di
sekolah. Seorang guru berkesimpulan bahwa seorang anak dikatakan
cerdas apabila mendapatkan nilai yang tinggi dan membanggakan, akan
tetapi jika hasil nilai raport yang didapat oleh anak tersebut tidak
19Guru harus mempunyai dua konsep dalam pengajaran, pertama ilmu
pedagogik (ilmu pengajaran) yaitu guru harus memahami dan mempraktikkankonsep
pedagogi yang efektif, agar tujuan pendidikan tercapai. Sebagai contoh konsep
teaching learning sudah tidak efektif untuk di aplikasikan saat ini, beralih pada pola
student centered learning, agar segala kebutuhan anak dalam pengajaran terpenuhi
secara seimbang. Kedua, konsep kepemimpinan; guru adalah pemimpin dikelas bagi
anak didiknya. Guru harus menjadi suri tauladan bagi ank didiknya, karena akhlak
guru akan menjadi inspirasi pembentukan karakter peserta didik di sekolahnya, selain
sebagai pemimpinguru juga harus memberikan motivasi bagi anak didiknya. Sosok
Ibu muslimah dalam kisah laskar pelangi adalah inspirasi bijaksana sebagai teladan
bagi anak didiknya. Baca buku Munif Chatib, Gurunya Manusia: ( Bandung: Kaifa,
PT Mizan Pustaka, 2011), 39. 20
Seto Mulyadi dalam pengantar untuk Munif Chatib dan Alamsyah Said,
Sekolah Anak-anak Juara Berbasis Kecerdasan Jamak dan Pendidikan Berkeadilan
(Bandung: Penerbit Kaifa, PT Mizan Pustaka, 20012), 2.
44
membanggakan dan mendapatkan nilai yang rendah, maka spontan
anak tersebut dicap sebagai anak yang bodoh dan terlihat madesu (masa
depan suram). 21
Padahal, jika diteliti secara mendalam masih banyak
kemampuan anak-anak sebagai peserta didik belum terekspos oleh
gurunya sebagai pendidik di sekolah. Seperti, nilai kejujuran, budi
pekerti yang santun, kerapihan dalam berpakaian serta kecerdasan
lainnya yang anak tersebut miliki, selama nilai kognitifnya rendah
maka sama sekali anak tersebut tidak mendapatkan penghargaan
sebagai anak yang berprestasi, dikarenakan nilai kognitif yang menjadi
acuan di setiap sekolah. Menjadi fenomena rahasia umum yang jarang
sekali mendapatkan perhatian dari stakeholder yang bersangkutan
maupun dinas pendidikan yang menaungi lembaga pendidikan tersebut
berada dalam memperhatikan sistem pendidikan yang diterapkan. 22
Lebih ironis lagi, seperti pemaparan Haidar Baghir dalam
buku Sekolahnya Manusia, diungkapkan bahwa: “Saat ini jutaan siswa
di seluruh pelosok nusantara bersekolah di sekolah-sekolah dengan
guru dan metoda pembelajaran yang justru membuat mereka tertekan,
depresi, menjadi nakal dan bodoh, dan mati kreatifitas. Pihak sekolah
tidak peduli pada potensi anak. Tidak peduli pada eksistensi
kemanusiaan mereka yang hakiki, sebagai anak manusia yang ingin
tumbuh besar dan menjadi dewasa dengan kepribadian yang mandiri
dan dapat menyumbangkan potensinya bagi kehidupan.23
Itulah
pemaparan sekilas yang diutarakan Haidar Baghir dalam menyikapi
penanganan anak-anak di sekolah pada umumnya. Padahal, penanganan
anak-anak di sekolah atau lembaga pendidikan apapun baik dari tingkat
usia dini sampai perguruan tinggi, pada hakikatnya adalah untuk
mengembangkan kecerdasan sumber daya manusia yang potensial.
Namun sangat disayangkan, banyak sekolah yang mereka menyadari
21
Kekeliruan tersebut muncul akibat dari jarangnya seorang guru untuk
belajar lebih mendalam terhadap profesi yang diemban, karena merasa cukup pintar
padahal masih banyak pengetahuan tentang pengajaran yang belum dipelajari secara
optimal. 22
Dalam sistem pendidikan di Indonesia yang serba seragam, perbedaan
kerap menjadi masalah bagi pihak sekolah dan siswa. Sistem pendidikan (atau
sekolah) di Indonesia masih cenderung menyamaratakan standar kecerdasan satu
siswa dengan siswa lainnya dengan metode dan parameter yang sangat sempit, yaitu
aspek kognitif saja. Semua siswa, mulai dari tingkat dasar hingga jenjang perguruan
tinggi "dipaksa" untuk memenuhi standar pendidikan yang sempit. 23
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia; Sekolah Berbasis Multiple
Intelligences di Indonesia, ( Bandung : Penerbit Kaifa, PT Mizan Pustaka, 2011), 5.
45
atau tidak, sistem pendidikan dan pembelajaran yang diberlakukan,
malah mematikan banyak potensi alami keunggulan peserta didiknya. 24
Dalam gaya belajar tradisional di ruang kelas, siswa
mendengarkan penjelasan guru, lalu mengerjakan soal atau menulis
ulang materi pelajaran. Bagi sebagian anak, hal ini tidak
bermasalah.Namun, banyak anak yang merasakan hal ini terlalu berat,
membosankan, atau bahkan justru membingungkan siswanya.
Imbasnya adalah keberlangsungan proses pembelajaran yang tidak
kondusif.25
Pembelajaran yang tidak kondusif dikarenakan
pembelajaran hanya memprioritaskan nilai kognitif semata, dengan
metode ceramah yang menjadi bahan pengantar dalam setiap episode
pembelajaran serta tidak peduli akan keberagaman kecerdasan yang
dimiliki oleh setiap peserta didik dan tidak berusaha secara maksimal
dalam membangun kecerdasan yang beragam, maka sekolah tersebut
tidak jauh beda dengan sekolah robot, seorang pendidik mengharapkan
kepatuhan dari pada peserta didiknya. Peseta didik dikatakan pintar
apabila nilainya bagus, duduknya manis, banyak diam dan tidak banyak
bertanya serta mengikuti apa yang pendidik ajarkan. Dengan kata lain
pendidik sebagai pusat dalam proses pembelajaran (teacher center).
Keadaan demikian yang sering terjadi disetiap lembaga pendidikan saat
ini. Sekolah dan guru, mayoritas tidak memberikan kebebasan kepada
setiap peserta didik didik dalam mengeksplorasikan potensi kecerdasan
beragam yang mereka miliki.26
Paradigma baru inilah yang kemudian berkembang di dunia.
Adanya penemuan terbaru ini memang diharapkan akan mengubah
pendekatan pendidikan yang selama ini terlanjur mapan. Menurut
Thomas Amstrong pakar pendidikan dari Amerika, setiap anak
dilahirkan dengan membawa potensi yang memungkinkan menjadi
cerdas. Sifat yang menjadi bawaan tersebut antara lain keingintahuan,
daya eksplorasi terhadap lingkungan, spontanitas, vitalitas, dan
fleksibilitas. Dipandang dari sudut ini maka tugas setiap orang tua dan
guru sebagai pendidik adalah mempertahankan dan mengembangkan
24
Oleh karena itu perlu perubahan orientasi psikiologi belajar atau dalam
istilah H.A.R. Tilaar (2004) perlu ada paradigma baru dalam sistem pendidikan di
Indonesia. Sedangkan Munif Chatib (2009) menyebutnya dengan pendidikan
(sekolah) yang "memanusiakan manusia" bukan pendidikan (sekolah) "robot. 25
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple
Intelligences di Indonesia, (Bandung: Kaifa, 2009), 38. 26
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple
Intelligences di Indonesia, (Bandung: Kaifa, 2009), 28.
46
sifat-sifat yang mendasari kecerdasan ini agar terus bertahan sampai
anak tumbuh dewasa. Sifat-sifat dasar kecerdasan yang dimiliki anak
menjadi penting untuk dipertahankan, karena kualitas kecerdasan dapat
rusak atau hilang oleh adanya sebab-sebab tertentu. Ironisnya pengaruh
terbesar yang dapat merusak potensi kecerdasan tersebut ternyata
datang dari lingkungan terdekat anak-anak, yaitu: rumah dan sekolah.
Situasi rumah yang menimbulkan depresi dan keterasingan berperan
memupus bakat alamiah yang dimiliki anak. Tekanan juga bisa datang
dari orang tua karena sebab tertentu yang dapat menghambat
kreativitas, keingintahuan, dan kegembiraan anak dalam
mengeksplorasi kemampuannya.27
Teori kecerdasan mengalami puncak perubahan paradigma pada
tahun 1983 saat Gardner memimpin Project Zero Harvard University
dan mengumumkan tentang perubahan makna kecerdasan secara lebih
luas dari pemahaman sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan ada
perubahan paradigma mendasar yang diubah oleh Gardner, perubahan
tersebut yaitu: pertama, bahwa kecerdasan tidak dibatasi oleh tes
formal, karena kecerdasan itu sangat berkaitan dengan kebiasaan
sehari-harinya. Kedua, Kecerdasan itu multi dimensial artinya
kecerdasan itu akan terus berkembang seiring berjalannya waktu dan
tidak menutup kemungkinan masih banyak lagi kecerdasan yang belum
ditemukan. Oleh karena itu dengan berbagai pertimbangan, Gardner
memberi label multiple (lebih dari satu) terhadap kecerdasan yang
ditemukannya. Berbeda dengan para penemu kecerdasan sebelumnya
yang memberi label tunggal terhadap kecerdasan yang ditemukannya,
seperti kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, etc. Ketiga,
Kecerdasan adalah proses discovering ability, artinya proses untuk
menemukan kemampuan seseorang dan lebih dititikberatkan pada
proses untuk mencapai kondisi akhir terbaik dalam kehidupannya.
Karena setiap orang pasti memiliki kecenderungan yang lebih luas
terhadap jenis kecerdasan tertentu. Kecenderungan tersebut harus
ditemukan melalui pencarian kecerdasan dengan menstimulus dari
berbagai aspek kecerdasan yang dimiliki secara optimal, dengan kata
lain tidak hanya mengembangkan salah satu kecerdasan semata.
Multiple Intelligences memberikan peluang kepada setiap pendidik
untuk mempromosikan kelebihan setiap peserta didiknya yang
27
Campbell, Linda & Campbell, Bruce. Multiple Intelligences And
StudentAchievement : Success Stories From Six School (Alexandria: Association For
Supervision and Curriculum Development, 1999), 63.
47
menonjol dan mengubur kelemahan apapun yang ada pada diri anak
didiknya. Proses menemukan inilah yang menjadi sumber multiple
intelligences bagi setiap anak sebagai peserta didik. Bukan membiarkan
bahkan menelantarkan potensi cemerlang kecerdasan yang tersembunyi
dari setiap anak dengan membatasi bahkan mematikan nalar
komunikasi alaminya, melainkan kecerdasan setiap anak didik
distimulasi dengan berbagai macam cara serta dibiasakan agar
terbentuk habit atau sebagai tolak ukur keberhasilan yang diinginkan
sesuai dengan potensi dan talenta yang dimilikinya secara optimal.28
Pemahaman awal tentang multiple intelligences berada pada
wilayah psikologi dan ternyata seiring berjalannya waktu serta melihat
perkembangan kebutuhan manusia, maka multiple intelligences pun
berkembang sampai ke wilayah edukasi. Bahkan telah meluas
merambah dunia menelusuri segala aspek kehidupan. Pada saat
multiple intelligences dialokasikan ke dalam ranah edukasi, tentunya
paradigma pendidikan tentang kecerdasan mengalami banyak koreksi
dari berbagai kalangan.29
Oleh sebab itu untuk menghindari
kesalahpahamanan makna kecerdasan secara mendalam sangatlah
diperlukan. Karena pemahaman dasar tentang makna kecerdasan
rmerupakan langkah awal dari aplikasi banyak hal yang berkaitan
dengan eksistensi manusia dalam kehidupannya, terutama dalam hal
pendidikan yang menghantarkan seseorang kepada kesuksesan lahir
batin. Dengan demikian, pemahaman tentang kecerdasan manusia dan
kebutuhan untuk mengukurnya dengan berbagai instrumen menjadi hal
yang penting, terutama ketika kecerdasan yang dimiliki seseorang
dihubungkan dengan syarat-syarat untuk memperoleh kesuksesan
dalam kehidupannya. 30
Berdasarkan fakta-fakta tersebut yang terjadi di belahan dunia,
ternyata prestasi akademik tidak bisa dipakai sebagai ukuran utama
28
Howard Gardner, Frame of Mind, The Theory of Multiple Intelligences,
(New York: Basic Book, 2004), 26. 29
Munif Chatib menyadari bahwa penerapan multiple intelligences dalam
dunia pendidikan, khususnya di Indonesia mengalami hambatan dan tantangan yang
besar. Namun motivasi dan support dari para tokoh (Howard Gardner dan Thomas
Amstrong) yang ditujukan kepada Munif Chatib, menambah semangat untuk berani
menerapkan konsep MI dalam dunia pendidikan di Indonesia. Dan saran Thomas
Amstrong lewat emailnya kepada Munif Chatib bahwa Munif Chatib tidak boleh
putus asa dalam menerapkan multiple intelligences di sekolah-sekolah Indonesia.
Baca buku Munif Chatib, “Sekolahnya Manusia”, 80. 30
Howard Gardner, Frame of Mind, The Theory of Multiple Intelligences,
(New York: Basic Book, 2004), 38.
48
dalam meramalkan kesuksesan seseorang di masa depan. Beberapa
penelitian dilakukan untuk mengungkap faktor-faktor yang
mempengaruhi seseorang sukses dalam menghadapi masa depan. Salah
seorang psikolog dari Universitas Harvard bernama Howard Gardner
pada tahun 1983 mengubah pendapat kebanyakan orang dengan
menyatakan bahwa kecerdasan tidak bersifat tunggal. Teori kecerdasan
majemuk Gardner bergema sangat kuat di kalangan pendidik karena
menawarkan model untuk bertindak sesuai dengan yang diyakini semua
anak memiliki kelebihan.Pendapat Gardner semakin menguatkan
pernyataan bahwa sesungguhnya setiap anak dilahirkan cerdas.31
Fenomena yang dialami Gardner sebagai penemu teori
kecerdasan majemuk telah menyadarkan para pakar pendidikan bahwa
kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kemampuan otak
dan daya pikir semata, melainkan lebih banyak ditentukan oleh
kecerdasan lainnya. Seperti kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan
spiritual (SQ). Tentunya hal ini ada yang salah dalam aplikasi pola
pembangunan SDM bagi lembaga yang menyelenggarakan proses
pendidikan. Karena hal ini berpengaruh terhadap barometer
kesuksesan seseorang. Oleh karena itu, kondisi demikian harus dirubah,
dimana pola pendekatan pendidikan harus diterapkan secara seimbang
dengan memperhatikan dan memberi penekanan yang sama dan
terpadu kepada IQ, EQ dan SQ. Eksistensi manusia dengan berbagai
kelebihannya dibandingkan dengan makhluk lainnya, ternyata manusia
dikaruniai tiga potensi alami yang mengagumkan, yaitu kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Jika ketiga
aspek kecerdasan itu dapat dikembangkan secara bersamaan dan
optimal, maka apa saja yang dicita-citakan atau direncanakan oleh
seseorang dalam menjalankan aktifitas kehidupannya, tentu akan
berhasil dengan baik serta mencapai kesuksesan apa yang dicita-
citakan. Saat ini, mayoritas manusia sebagai hamba Allah, banyak
diantara mereka mengabaikan kecerdasannya dengan tidak
menggunakan kecerdasan yang dimilikinya dengan baik. Memiliki
mata sebagai indra penglihatan hanya untuk melihat semata, tetapi
tidak untuk memperhatikan apa yang dilihat, memiliki perasaan hanya
untuk merasakan apa yang dirasa tetapi tidak untuk memperhatikan apa
yang dirasa, mempunyai telinga hanya untuk mendengar apa yang
31
Howard Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences,
20.
49
bersuara, tetapi tidak menyuarakan kebenaran dari apa yang didengar
dengan perenungan dan seterusnya.32
Munif Chatib seorang pakar multiple intelligences Indonesia
memaparkan dalam buku pertamanya33
, bahwa kecerdasan seseorang
tidak mungkin dibatasi oleh indikator-indikator penilaian yang ada
dalam test formal dan mengacu pada penilaian standar kecerdasan
verbal linguistic dan logic matematical saja (IQ). Melainkan sumber
kecerdasan seseorang adalah karena kebiasaannya untuk membuat
produk-produk baru yang punya nilai budaya kreatifitas yang dimiliki
seseorang serta kebiasaannya untuk menyelesaikan segala
permasalahan yang ia hadapi dalam kehidupannya secara mandiri dan
tidak tergantung pada orang lain. Karena pada hakikatnya kecerdasan
seseorang itu selalu berkembang dinamis. Kecerdasan seseorang tidak
mungkin dapat dibatasi oleh indikator-indikator yang ada dalam
achievementtest (tes formal) di sekolahnya. Tes yang dilakukan untuk
menilai kecerdasan seorang anak praktis hanya menilai kecerdasan
pada saat itu, tidak untuk satu bulan lagi apalagi sepuluh tahun lagi. 34
Dalam kecerdasan seorang anak usia dini, ada kaitannya dengan
perkembagan otaknya. Otak seorang anak membuat sambungan-
sambungan saraf dengan kecepatan yang luar biasa. Dengan kecepatan
yang luar biasa, maka sekolah harus menyediakan lingkungan belajar
yang nyaman dan kaya dengan permainan bagi kreatifitas anak yang
membantu otak mereka menjadi lebih kuat dan cepat dalam
bereksplorasi dalam mengembangkan potensi kecerdasan majemuknya
yang masih terpendam dan tidak terbatas pada penilaian kecerdasan
intelektual semata.35
Namun pada kenyataannya, penilaian tentang kecerdasan di
sekolah pada umumnya hanya mengedepankan pada kecerdasan yang
berbasis hitungan dan hafalan saja. Kemampuan di bidang lain
32
Q.S Al-A‟raf ayat 179 “Dan sesungguhnyaKami jadikan untuk isi neraka
Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannyauntuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata
tetapitidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah) Mereka itu seperti
binatang ternak, bahkan mereka lebih seat lagi. Mereka itulah orang-orang yang
lalai.Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 258. 33
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, Sekolah Berbasis Multiple
Intelligences di Indonesia ( Bandung: Kaifa, PT Mizan Pustaka, 2011), 69. 34
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah yang Berbasis Multiple
Intelligences di Indonesia (Bandung : Kaifa, 2009), 71. 35
Elaine B. Johnson, Contex Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna (Bandung: Kaifa, 2010), 53.
50
mayoritas tidak diperhitungkan. Akhlak dan moral baik yang dilakukan
anak-anak dianggap tidak begitu penting dalam penilaian kognitif.36
Padahal hampir di semua sekolah di negara maju mengembangkan
kecerdasan majemuk demi kesuksesan anak didiknya. Secara umum,
masyarakat mengidentikkan ukuran kecerdasan seseorang dengan
prestasi akademik yang didapat melalui proses pendidikan di sekolah.
Masyarakat masih memegang anggapan bahwa sukses akademik di
sekolah adalah kunci kesuksesan hidup masa depan. terutama bagi
pendidikan anak usia dini.37
Usia dini adalah rentang periode sempit (golden age) yang
menentukan seluruh cakupan dimensi karakter dan perkembangan anak
dalam meraih kesuksesan di masa yang akan datang.38
Pendidikan anak
usia dini merupakan golden age priority sejak awal kehidupannya.
PAUD adalah amanah orang tua dan guru untuk mengembangkan
seluruh potensi yang dimiliki anak-anak sedini mungkin. melalui
kegiatan observasi, eksplorasi dan meneliti segala hal yang menarik
dalam pandangannya. Upaya belajar tiada henti, meniru, mencoba,
mengikuti, mengetahui, menemukan, memahami dan memaknai
pembelajaran yang menyenangkan sesuai tumbuh kembang anak dalam
mengeskplorasikan potensinya melalui bermain yang terarah. Dengan
bermain mereka banyak belajar dan mengembangkan seluruh potensi
kecerdasan yang ia miliki. Sesuai dengan tujuan pelaksanaan Hari
Anak Nasional setiap tanggal 23 Juli yang dimaknai dengan kepedulian
bangsa Indonesia terhadap perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak
untuk tumbuh dan berkembang secara optimal agar terbentuk generasi
penerus yang tangguh, sehat jasmani dan rohani, jujur, cerdas,
berprestasi serta berakhlak mulia. 39
Keputusan yang didapatkan dari
36Armstrong, Thomas.Multiple Intelligences In The Classroom.
(Alexandria:Association For Supervision and Curriculum Development, 2009), 42. 37
Taufik Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ; Menyingkap Rahasia Kecerdasan
Berdasarkan Al-Qur‟an Neurosains, (Bandung: Mizan, 2008), 28. 38
Menurut Piaget mengenai tahap perkembangan kognitif dan perkembangan
psikologis dan menurut Erik Erikson mereka berdua menyimpulkan bahwasanya
pendidikan anak usia dini dirancang untuk mengentaskan anak dari tahap pra
operasional (menurut Piaget) atau tahap pra sekolah (menurut Erikson) dalam upaya
dan usaha membantu anak usia dini untuk siap memasuki jenjang sekolah selanjutnya. 39
Keputusan Presiden RI no. 44 tanggal 23 Juli tahun 1984. Penyelenggaraan
Hari Anak Nasional (HAN) ditujukan untuk mensosialisasikan hak-hak anak yang
telah disepakati dunia dan diratifikasi pemerintah RI dalam UU Perlindungan Anak
no. 23 tahun 2002. (Lihat, Majalah Media TK Sentra, Membangun Karakter dan Budi
Pekerti ( Jakarta; Media TK Sentra, Volume 3, 2010), 40.
51
pemikiran tersebut berawal dari sebuah proses untuk menjalankan
keputusan dan menyikapi hasil pelaksanaan keputusan yang telah
disepakati bersama. Rumusan keputusan itu seharusnya didasarkan
pada fakta yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari yang nyata
bukan rekayasa semata, terlebih dalam pendidikan anak usia dini. 40
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah upaya membantu
anak-anak untuk siap mental dan berkarakter tinggi dan berbudi luhur
serta mandiri dalam menapaki tahapan kehidupannya sesuai dengan
tumbuh kembang anak. PAUD tidak hanya dipersiapkan untuk
memasuki jenjang sekolah dasar saja sebagai lanjutan dari sekolah
taman kanak-kanak. Namun berbagai permasalahan yang terjadi di
dunia pendidikan khususnya pendidikan anak usia dini menjadi
perhatian yang serius dikarenakan penyelenggaraan PAUD termotivasi
hanya untuk mengikuti trend akademik atau hanya memburu
kecerdasan intelektual semata yaitu kemampuan target calistung,
sesuai tuntutan orang tua dan memenuhi target kurikulum pendidikan
anak usia dini. Survey membuktikan, banyak anak yang cerdas secara
akademik, namun bermasalah dalam hal kepribadian. Sehingga sulit
bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Anak usia dini
menemukan banyak masalah pada awal belajar di sekolah dasar, ini
disebabkan karena aplikasi pengajaran yang kurang berpihak dalam
menanamkan budi pekerti luhur melalui pengembangan kecerdaan
majemuknya yang kurang memadai, terutama masalah tanggung jawab
dan kemandirian dalam kehidupan sehari-harinya. Walaupun
sebelumnya mereka bersekolah di Taman Kanak-kanak. Namun,
banyak anak usia SD di tahun pertama mereka sekolah, sampai saat ini
belum mampu menyiapkan kebutuhan pribadinya, karena kurangnya
kesadaran para orang tua dalam mendidik anak-anaknya yang terlalu
memanjakan putra-putrinya dengan konsep pendidikan yang belum
memihak terhadap masa tumbuh kembangnya. Seperti kegiatan mandi,
makan, berpakaian, menyiapkan buku-buku pelajaran dan kegiatan
lainnya masih banyak dibantu oleh orang tuanya dengan dalih kasihan,
etc. Intinya, sangat tidak bertanggung jawab dan menyalahi aturan bila
visi dan misi PAUD atau Taman Kanak-kanak yang diselenggarakan,
bila hanya untuk menjadikan anak-anak mampu membaca, menulis dan
berhitung (calistung) semata. Orang yang cerdas adalah orang yang
mampu menyelesaikan masalah hidupnya dengan baik, mampu
40
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Spiritual Intelligences; The Ultimate
Intelligences (Blomsbury; Great Brain, 2000), 92.
52
melakukan sesuatu yang bermanfa‟at dan mampu menciptakan produk
yang beguna bagi orang lain.41
Oleh karena itu, guru sebagai pendidik
tidak boleh mengukur kecerdasan peserta didiknya hanya berdasarkan
penilaian kecerdasan IQ semata, melainkan kecerdasan yang lainnya
pun harus dikembangkan secara terpadu untuk menghindari celah yang
kosong dari tahapan tumbuh kembang anak yang sempurna.42
Dalam mencapai kesempurnaan, ternyata tidak lepas dengan
berbagai macam kendala. Kendala terbesar bagi dunia pendidikan di
Indonesia untuk menghasilkan anak-anak yang cerdas dan
mendapatkan predikat lulusan yang berkualitas adalah masih
banyaknya fenomena di kalangan pendidik dari sekolah tingkat usia
dini sampai perguruan tinggi, mereka mempunyai pemahaman pola
pikir tradisional di dalam menjalankan proses belajar mengajarnya
yaitu kurikulum yang berlaku di sekolah hanya menekankan pada
kemampuan logika (matematika) dan bahasa semata. sistem pendidikan
di Indonesia sebetulnya hanya menyiapkan para siswa untuk masuk ke
jenjang perguruan tinggi, atau hanya untuk mereka yang memang
mempunyai bakat pada potensi akademik semata dalam meraih
kesuksesan. Dengan demikian, seharusnya tidak hanya kecerdasan
logika matematika dan bahasa saja yang dikembangkan di sekolah,
tetapi semua kecerdasan harus diperhatikan dan dikembangkan dalam
pembelajaran serta tidak boleh mengabaikan potensi kecerdasan yang
lainnya. Karena kesuksesan siswa di dunia nyata tidak hanya
ditentukan oleh kecerdasan logika matematika dan bahasa saja
melainkan kecerdasan lainnya pun sangat berperan dalam meraih
kesuksesan. 43
41
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 115. 42
Howard Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences
(New York: Basic Books, 1983), 31. 43
Menurut pandangan agama bahwa orang yang sukses sesungguhnya adalah
orang yang bersungguh-sungguh berupaya mengenal Tuhannya, taat kepada aturan-
Nya, menjauhi segala larangan-Nya serta berupaya terus menerus memperbaiki didi
agar mulia akhlaknya, santun perangainya, mamnpu mencukupi kebutuhan lahir
bathinnya. Demikian pula dengan kesehariannya, dengan kunci sukses yang ia pegang
maka ia berusaha dengan gigih mempersembahkan amal terbaik bagi kebaikan dirinya
maupun demi kemaslahatan bersama. Karena kunci kesuksesan yang sebenarnya
adalah keistiqomahannya dalam menerima segala keadaan yang menimpanya, segala
kekurangan, ketidakpunyaan, kegagalan yang sering menghadang, maka orang yang
diuji dengan keadaan inilah jika ia bersabar dan slalu berikhtiar kepada sang Pencipta,
maka lambat laun kesuksesan itu akan menghampirinya dari arah yang tidak
disangka-sangka. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem atau pola hidup yang
53
Dalam kehidupan nyata banyak contoh tokoh-tokoh yang sukses
dalam hidup dan kehidupannya, yang tidak tergantung pada kecerdasan
intelektual semata. Melainkan kesuksesan yang mereka raih
berdasarkan ketekunan dan riwayat pengembangan kecerdasan mereka
yang paling menonjol. Oleh karena itu, tidak bisa dipungkiri bahwa
sangat sedikit orang yang sukses di dunia ini yang latar belakangnya
menjadi juara di sekolah. Seperti Bill Gates pemilik Microsoft, Hendri
Ford industriawan mobil Amerika dan Tiger Wood pemain golf adalah
beberapa dari ribuan orang yang dianggap tidak berhasil di sekolah
tetapi menjadi orang yang sangat berhasil di bidangnya. Selain itu, B.
J. Habibie merupakan contoh tokoh yang sukses dengan kecerdasan
logika matematika dengan ilmunya dalam bidang teknologi pesawat,
banyak karya-karya B.J Habibie yang sudah disumbangkannya untuk
Indonesia. Kemudian K.H. Zainuddin MZ sukses dengan kecerdasan
bahasanya, yaitu ceramah-ceramahnya yang begitu menarik audiens,
yang mana ketika didengarkan gema suaranya, siapapun terkesima
akan apa yang disampaikan lewat untaian hikmah ceramah yang
menggetarkan jiwa.44
Demikian juga Andrea Hirata yang sukses dengan kecerdasan
bahasa melalui karya novelnya Laskar Pelangi dan tetraloginya, yang
biaya yang dihabiskannya juga tidak sedikit untuk membuat film laskar
pelangi tersebut, namun berkat kepandaian Andrea Hirata dalam
menyuguhkan cerita yang begitu mempesona, penonton pun terbius
alur cerita yang Andrea Hirata persembahkan lewat kecerdasan bahasa
yang dimilikinya.45
Iwan Fals adalah tokoh yang sukses dengan
kecerdasan musiknya, penyanyi legendaris yang tidak pernah usang
nama dan suaranya di setiap suasana, menjadi favorit yang langka dari
generasi ke generasi, efek dari kecerdasan musikal yang dimilikinya
sejak usia dini, memberikan anugerah bagi kehidupannya hingga saat
ini. Sang legendaris Petinju Crish John yang menorehkan kesuksesan
menjadi juara dunia dan kehebatan Bambang Pamungkas dalam
memungkinkan untuk dapat meraih kesuksesan di dunia dan diakhirat. Semuanya
akan didapatkan bila berusaha untuk mencoba dan membiasakannya dengan penuh
kesadaran. Baca; Suranto S. Siswaya, Sukses dengan Multi Talenta ; Multiple
Intelligences, 72. 44
Suranto S.Siswaya, Sukses dengan Multi Talenta ; Multiple Intelligences,
( Surakarta: Suara Media Sejahtera, 2008), 8. 45
Suranto S.Siswaya, Sukses dengan Multi Talenta ; Multiple Intelligences,
10.
54
menendang bola dengan kecerdasan kinestesis tubuh menjadikan
mereka pujaan bagi sang pecinta olahraga tinju dan bola, yang
membawa harum namanya berkat kecerdasan kinestetik yang mereka
miliki. Demikian juga dengan aksi Didik Nini Thowok yang sukses
dengan menari ke berbagai penjuru dunia dengan kecerdasan kinestesis
tubuhnya, melambung jauh membawa kesuksesannya ke seantero
dunia.46
Selain itu, sosok pelukis Affandi yang berkat kejeliannya
menorehkan kreatifitas yang ia tuangkan dalam lukisan membuat
Affandi sukses dengan kecerdasan spasialnya dan ini karena sering
dilatih serta dibiasakan dengan terus menerus dalam setiap moment
kehidupannya. Panji Sang Petualang sukses bisa bersahabat dengan
berbagai hewan di alam bebas yang tidak semua orang bisa
memilikinya, berkat kebiasaan berkawan dengan binatang, Panji
berhasil mengembangkan kecerdasan naturalisnya dengan bijaksana
sebagai modal dalam meraih cita-citanya. Mario Teguh, seorang
motivator hebat adalah tokoh sukses dengan kecerdasan
interpersonalnya yang mampu membuat siapapun terpukau saat
mendengarkan untaian kalimat yang keluar dari mulutnya seolah
hikmah yang tak bisa diuraikan dengan emas permata karena saking
bijakknya apa yang diutarakan disetiap acara MTGW (Mario Teguh
Golden Ways) yang rutin tayang di Metro TV setiap Minggu malam
jam 19.00 WIB. 47
Sedangkan Romo Mangun sukses dengan
kecerdasan intrapersonalnya, serta masih banyak lagi pengalaman para
tokoh yang berhasil dalam menekuni kecerdasan yang dimilikinya
sebagai apresiasi dalam mengembangkan kecerdasan yang beragam
sesuai dengan potensi dan minat yang mereka inginkan dengan
mengatur kebiasaan yang efektif dalam kehidupannya, maka
kemampuan itu menjelma menjadi keahlian yang membanggakan bagi
setiap insan.48
Selain Kecerdasan majemuk yang disebutkan Gardner. Ternyata
terdapat berbagai jenis kecerdasan yang lebih dari satu macam
jumlahnya, dan beragam sifatnya antara kecerdasan yang satu dengan
46
Suranto S.Siswaya, Sukses dengan Multi Talenta ; Multiple Intelligences,
12. 47
Suranto S.Siswaya, Sukses dengan Multi Talenta ; Multiple Intelligences,
15. 48
Suranto S.Siswaya, Sukses dengan Multi Talenta ; Multiple Intelligences,
20.
55
lainnya. Seperti kecerdasan emosional, 49
kecerdasan spiritual,50
kecerdasan finansial, 51
kecerdasan kreatif, 52
dan masih banyak lagi
teori-teori kecerdasan yang belum dijelaskan dan senantiasa
berkembang apabila distimulus serta dibiasakan dalam kehidupan nyata
sehingga menghasilkan sebuah produk budaya yang bermanfaat dan
berhasil guna bagi seluruh lapisan masyarakat.53
Zohar dan Ian
Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan yang
berfungsi untuk menghadapi dan memecahkan persoalan hidup dan
nilai-nilai kehidupan. Kecerdasan spiritual bisa diartikan sebagai
49
Yang dipopulerkan oleh Daniel Goleman dalam bukunya Emotional
Intelligence (1994) kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya 20% dan 80%
oleh EQ. IQ mengangkat fungsi pikiran dan EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang
tyang ber EQ tinggi berusaha menciptakan kenyamanan dan keseimbangan dalam
dirinya. 50
Danah Zohar, penggagas istilah teknis SQ (Kecerdasan Spiritual)
mengemukakan bahwa kalau IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ
bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (Spiritual Quotient)
menunjuk pada kondisi pusat diri ( Danah Zohar & Ian Marshall: SQ The Ultimate
Intelligence: 2001). 51
Dibahas tuntas oleh kak Seto Mulyadi dan Luthfi Trizki dalam buku
Finansial Parenting, Jakarta:Noura Books, 2012. Buku karya Seto Mulyadi (Kak
Seto) dan Lutfi Trizki ini merumuskan pola pendidikan finansial bagi anak secara
cerdas dan terpadu, lengkap dengan analisa ilmu psikologi dan manajemen. Sistem ini
terbukti efektif menciptakan perubahan perilaku anak-anak agar tak terlena dengan
uang. Karena, mengajarkan anak tentang uang secara benar dapat membentuknya
menjadi pribadi yang jujur, disiplin, bertanggung jawab, dan memiliki jiwa
kewirausahaan. Orangtua diajak turut andil mengoreksi sikap dan cara pandang anak
akan uang. Ada beberapa kiat yang dielaborasikan untuk mengajarkan kecerdasan
keuangan anak sejak dini. Mulai dari cara mengenalkan uang, menabung, berhemat,
dan mengajarkan bertanggung jawab dengan uang saku, serta beberapa metode efektif
dan sederhana untuk mengajari anak soal pengelolaan keuangan secara praktis. 52
Dalam bukunya Head First, Tony Buzan menganggap bahwa kecerdasan
yang digagas oleh Leonardo Da Vinci sebagai kecerdasan yang unik, karena terdiri
dari berbagai unsur, seperti; kelancaran, kecepatan dan keringanan meluncurkan ide-
ide baru yang kreatif, fleksibilitas, kemampuan untuk memandang segala hal dari
aneka sudut yang berbeda, serta keaslian yang merupakan jantung dari pemikiran
kreatif, karena menunjukkan kemampuan seseorang untuk memproduksi ide-ide yang
unik, tidak biasa, dan eksentrik. Unsur terakhir adalah perluasan ide atau kemampuan
para pemikir untuk membangun, mengembangkan, merenda, dan mengerjakannya
dengan teliti. Dengan pengembangan yang intensif segala kecerdasan yang terpendam
dalam benak pikiran akan terkuak seiring dengan latihan secara kreatif dan tidak
hanya mengandalkan kecerdasan kognitif saja. 53
Thomas Amstrong, Seven Kind of Smart: Menemukan dan Meningkatkan
Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligences (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2002), 27.
56
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dalam konteks makna yang
lebih luas dan kaya akan makna. Kecerdasan spiritual digunakan untuk
menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dibandingkan dengan yang lainnya. IQ, EQ, dan SQ dapat digunakan
dalam mengambil sebuah keputusan dalam kehidupan yang dialami
setiap hari. Kecerdasan intelektual (IQ) adalah kecerdasan yang hanya
dilihat dari sisi kekuatan verbal dan logika seseorang yang menganut
konsep kecerdasan berdasarkan faktor keturunan dan cenderung dinilai
dengan angka konstan.54
Kecerdasan emosional (EQ) adalah
kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan penuh
kesadaran, menjaga keserasian emosi dan tutur bahasa yang santun,
melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri,
empati dan keterampilan sosial. Substansi dari kecerdasan emosional
adalah kemampuan merasakan dan memahami setiap keadaan
kemudian menyikapinya secara manusiawi. Orang yang EQ nya baik,
secara verbal dan non verbal cenderung memberikan pemahaman dan
pengarahan untuk bersikap baik sesuai dengan norma yang berlaku di
lingkungannya.55
Tuhan memberikan tiga kemampuan dasar bagi manusia untuk
belajar dan sebagai modal dalam menjalani kehidupannya, yaitu
kemampuan penglihatan (visual), kemampuan penglihatan (auditori),
dan kemampuan raga (kinestetik). Ketiga kemampuan itu harus diasah
secara istiqomah dan ditingkatkan agar manusia bisa mencapai
tingkatan paripurna (insan kamil) seluruh kecerdasan majemuknya
terbangun secara optimal. Untuk itu, seluruh elemen masyarakat harus
memberikan dukungan penuh agar tujuan pendidikan dapat
teraplikasikan dengan baik dan bisa dicapai dengan segera agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara melalui peran dari berbagai elemen
masyarakat terutama bagi para pemangku kebijakan pendidikan dalam
54
Definisi kecerdasan menurut Alfred Binet (1857-1911). Alfred Binet
dikenal sebagai seorang psikologi dan dan pengacara, karya terbesarnya adalah
menciptakan alat ukur yang disebut IQ. Test ini bermula dari sebuah sekolah di
Prancis yang ingin membuat program pendidikan berdasarkan kecerdasan anak agar
diperoleh manfaat yang optimal. 55
Daniel Goleman, Emotional Intelligence; Mengapa EQ Lebih Penting
daripada IQ (Jakarta, Gramedia Utama, 2009), 44.
57
mengembangkan kecerdasan majemuk anak usia dini di seluruh
lembaga PAUD secara merata dan terpadu.56
B. Kecerdasan dalam Perspektif Islam
Dalam literatur Islam, kecerdasan seringkali digunakan ketika
menjelaskan tentang sifat wajib bagi rasul yaitu fatonah yang berarti
cerdas.57
Namun sepertinya Multiple Intelligences ala Gardner
mendekati pemahaman Ibnu Sina tentang indra kolektif, karena
menurut Ibnu Sina indera kolektif adalah semua penginderaan yang
berasal dari alat indera lahir terkumpul,dan indera kolektif tersebut
melakukan perbandingan serta perbedaan diantara semuanya. Ibnu Sina
melakukan indera kolektif pada bagian dalam pertama dari sisi depan
otak.58
Menurut Ibnu Sina bahwa setiap kecerdasan umumnya bekerja
bersamaan dengan cara yang terpadu dan saling mendukung, tidak ada
kecerdasan yang berdiri sendiri melainkan saling berinteraksi dan
bekerja sama antara kecerdasan yang satu dengan yang lainnya.
Walaupun Ibnu Sina tidak mengkaitkan antara penjelasannya dengan
multiple intelligences sebagaimana pandangan Gardner, seorang pakar
kecerdasan saat ini. Namun pandangan Ibnu Sina sejalan dengan
Gardner bahwa secara parsial setiap kecerdasan memiliki cara
tersendiri dalam mengelola informasi yang masuk ke dalam otak
seseorang, akan tetapi untuk mengaplikasikan kembali makna
kecerdasan tersebut dalam bentuk potensi yang dimiliki seseorang,
ternyata antara satu kecerdasan yang satu dengan yang lainnya saling
bersinergi dalam satu kesatuan yang unik dan utuh.59
Islam sangat kompeten terhadap kecerdasan yang dimiliki oleh
setiap manusia. Dalam bahasa Arab kecerdasan disebut al-„aql atau
„aqala dan kata „aql.60
Dalam literatur Islam pembahasan mengenai
56
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003/ Sisdiknas 57
Kajian kecerdasan yang lebih spesifik dapat ditelusuri dari berbagai kajian
yang berkaitan dengan akal, jiwa dan berbagai potensi kejiwaan lainnya secara
mendalam menjadi konsep para muslim klasik, seperti Ibnu Sina, Al Farobi dan lain-
lain yang memiliki pemahaman dan penguasaan yang sangat dalam tentang jiwa
manusia dan banyak memberikan sumbangan positif bagi peletakan dasar psikologi
yang bernuansa Islami. 58
Ibnu Sina, Al-Najah (kairo: Dar al-Ihya, 1325 H), 265. 59
Muhammad Usman Najati, Jiwa dalam Pandangan Para Filsof Muslim
(Bandung: Pustaka Hidayah, 2004), 209. 60
Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ, Menyingkap Rahasia Kecerdasan
Berdasarkan Al-Qur‟an dan Neurosains Mutakhir (Bandung: Mizan, 2002), 257.
58
kecerdasan tidak luput dari pantauan ilmuwan Islam.Secara bahasa
kecerdasan disebut dengan al-adzka, yang berarti kecepatan dan
kesempurnaan dalam memahami sesuatu.61
Sesuai dengan yang
disinyalir dalam Al-Qur‟an, bahwasanya ternyata banyak sekali ayat
yang menjelaskan tentang kecerdasan salah satunya yang terdapat
dalam QS. Ali Imran ayat [3] :190.62
ماوات والرض واختلف الليل والىهار ليات لولي اللباب إن في خلق الس
( ١٩٠:ال عمزان )
“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal” (QS.Ali Imran [3]: 190)
Dari ayat tersebut Abu Ja‟far berkata: pernyatan itu merupakan
bantahan dan argumentasi dari Allah SWT untuk orang yang
mengatakan kata-kata tersebut, serta hujjah bagi semua makhluk-Nya,
bahwa Dialah yang mengatur segalanya sesuai kehendak-Nya, dan
kemampuan menjadikan kaya dan miskin ada di tangan-Nya. Selain
kalam Ilahi terdapat juga yang menjelaskan tentang kecerdasan dalam
sebuah hadist yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam kitab Sunan
at-Tirmidzi.63
اا عه ه ال يى » ال -وسلم علي الله صل -الىب ى عه و ه
(رواي التز ذي) المىت لما وعمل و س اان
“Dari Syaddad Ibn Aus, dari Rasulullah saw. Bersabda : orang
yang cerdas adalah orang yang merendahkan dirinya dan beramal
untuk persiapan sesudah mati” (H.R. At-Tirmidzi).
61
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 317. 62
Lihat Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari/ Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari; penerjemah, Akhmad Affandi; editor, Bensus
Hidayat Amin (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), 303-304. 63
Lihat, kitab At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi (Beirut, Dar al-Arab al-
Islami, 1998), Juz 4, h. 638.
59
Pada penjelasan ayat al-Qur‟an dan hadith tersebut jelaslah
bahwa Islam pun membahas tentang kecerdasan. Kecerdasan adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah,
lalu menyelesaikan masalah tersebut, atau kemampuan untuk membuat
atau menghasilkan sebuah karya atau sesuatu yang dapat berguna bagi
orang lain. Kecerdasan tidak hanya dilihat dari nilai akademik yang
diperoleh seseorang.64
Selain makna kecerdasan yang telah disebutkan sebelumnya,
menurut Islam, kecerdasan juga dapat berarti al-dhaka secara bahasa
artinya adalah kemampuan memahami sesuatu. Di samping al-dhaka,
juga dapat bermakna al-qudrah yang artinya tidak jauh berbeda dengan
al-dhaka yaitu kecepatan memahami sesuatu dengan sempurna. Oleh
karena itu, setiap manusia dianugerahkan kecerdasan oleh Allah dengan
beragam untuk mengabdi kepada-Nya. Walaupun manusia telah
dianugerahi kecerdasan oleh sang Pencipta, akan tetapi Islam
mengajarkan kepada manusia untuk selalu belajar dan belajar seumur
hidupnya. Kecerdasan dalam hal ini diartikan tentang bagaimana
manusia untuk selalu mensyukuri setiap nikmat yang diberikan oleh
Allah dengan mengoptimalkan pemberian Allah berupa kecerdasan
untuk senantiasa memperbaiki diri setiap saat sehingga menjadi insan
kamil. 65
Pandangan ini berbeda dengan Al- Farobi yang meletakkanya
dihati. Hati dalam keyakinan Al Farobi merupakan alat untuk ma‟rifat
kepada Tuhan dan sarana untuk mengetahui ketuhanan (kecerdasan
spiritual). Dalam Islam manusia diciptakan dalam struktur yang baik
diantara makhluk lainnya. Struktur manusia yang terdiri dari unsur
psikis dan psikologis yang dalam dua unsur tersebut, manusia
dilengkapi dengan seperangkat kecerdasan majemuk cenderung
berkembang secara otomatis. Komponen fithrah menurut Arifin
mencakup dalam beberapa komponen fithrah manusia, yaitu; instuisi,
instink, bakat, hereditas, nafsu dan karakter. Sayyid Quthb lebih
memahami terhadap pandangan Islam tentang kecerdasan dan potensi
manusia dalam kecenderungan arahnya. Hal ini dikarenakan penciptaan
manusia sebagai makhluk yang tercipta dari tanah dan hembusan ruh
Allah menjadikannya memiliki potensi yang sama dalam kebajikan dan
keburukan, karena pada hakikatnya manusia dilahirkan dalam keadaan
64
Mulyana A.Z, Rahasia Menjadi Guru Hebat (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2010), 165. 65
M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner ( Jakarta: Bumi Aksara, 2000) cet, ke 5, 100.
60
fithrah.66
Islam mengajarkan bahwa setiap anak dilahirkan dalam
keadaan fithrah dan mempunyai kemampuan yang spesial. Bukan saja
menciptakan anak dengan ukuran penilaian finger print dan struktur
retina yang berbeda, melainkan menciptakan segenap bawaan
psikologis dan emosional yang spesial juga. Jika apresiasi terhadap
anak ini terjadi dengan sempurna, maka anak-anak usia dini akan
mendapatkan proses belajar mengajar yang menyenangkan, merasa
dihargai dan tidak takut selalu dimarahi tanpa alasan yang tidak jelas.67
Filsuf prancis Jean Jacques Rousseau menyatakan, „‟manusia
dilahirkan bebas dan di mana-mana ia terbelenggu.‟‟maka, para orang
tua yang memaksakan kehendak agar anaknya mengikuti keinginan
dirinya dan bukan keinginan anak itu sendiri, tanpa sadar hakikatnya
orang tua tersebut sesungguhnya telah memasung dan mematikan
potensi kecerdasan yang dimiliki anak sebagai amanah dan makhluk
titipan Tuhan.68
Dalam sejumlah hadits, Nabi Muhammad SAW menjelaskan
tentang kewajiban menuntut ilmu, „‟ Menuntut ilmu adalah kewajiban
bagi setiap muslim.”Nabi juga memberikan jaminan, „‟Barang siapa
yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan
mempermudah baginya suatu jalan menuju surga. Sesungguhnya para
malaikat meletakkan sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu karena
ridho-Nya dengan apa yang mereka perbuat.” Anak-anak memang
harus diajari iqra sejak usia dini. Iqra artinya bacalah, kata perintah
dalam bahasa Arab tersebut berasal dari kata kerja membaca dan juga
menulis agar berilmu, mencapai kemuliaan. 69
Nabi Muhammad SAW menganjurkan agar para orang tua dan
pendidik sejak usia dini mengajarkankan anak didiknya untuk berlatih
menunggang kuda, belajar memanah dan berlatih berenang. Orang tua
Yahudi mengajari anak-anak mereka untuk bermain piano, berlari,
belajar menembak terutama membiasakan membaca buku. Kebiasaan
66Setiap anak itu dilahirkan menurut fitrahnya, maka hanya kedua orang
tuanyalah yang akan menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani dan Majusi”
(HR Bukhari) lihat buku karya, Jamaal „Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak,
Teladan Rasulullah SAW, Penerjemah: Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi (Bandung:
Irsyad Baitus Salam, 2005), 23.
67Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta:
Ruhama, 1995), 32. 68
Thomas Amstrong, Setiap Anak Cerdas Panduan Membantu Anak Belajar
dengan memanfaatkan Multiple Intelligence-nya.Diterjemahkan oleh Rina Buntaran
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), 54.
69At-Tirmidzi.Sunan at-Tirmidzi. Beirut: Dar al-Arab Al-Islami, 1998.
61
membaca mereka hanya dapat dikalahkan oleh orang-orang Jepang
yang semangat membacanya sama dengan mereka orang-orang Yahudi.
Hukum universal berlaku bahwa siapa yang gemar membaca mereka
mendapat informasi yang diinginkan. Siapa yang mendapatkan
informasi mereka mendapatkan pengetahuan apa saja, siapa yang
menguasai pengetahuan mereka menguasai teknologi. Dan siapa yang
menguasai informasi, pengetahuan dan teknologi, maka bersiaplah
menjadi raja dunia dan itu semua diawali dengan satu kata perintah
yaitu iqro yang artinya bacalah. Bangsa Indonesia gemar menghafal
dan sering mengucapkannya, sementara bangsa lain gemar
melaksanakan dan membuktikannya dengan banyak membaca 70
Sejarah mencatat, setelah mengalami zaman keemasan,
terutama sepanjang abad ke-8 hingga abad ke-13, peradaban Islam
mengalami kemunduran. Kehancurannya secara fisik ditandai dengan
pembantaian umat manusia dan penghancuran buku-buku oleh Hulagu
dan bala tentara Mongol yang membinasakan Baghdad pada tahun
1258 M. Setelah itu umat Islam larut dan tenggelam dalam kegelapan
akibat kebodohan, fanatisme dan perang saudara. Keadaan seperti itu
berlangsung hingga saat ini. Sementara bangsa-bangsa Barat, dalam
membebaskan diri dari kegelapan, mencari dan mengamalkan ilmu
pengetahuan ke dunia Islam. 71
Mereka mempelajari dan menyerap
ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh para ilmuwan muslim.
dengan mempelajari keilmuwan tersebut, mereka orang-orang barat
berhasil dan sukses menguasai dunia hingga sekarang dengan banyak
membaca dan meningkatkan ghirah belajar.72
Belajar adalah perintah Tuhan bagi umat manusia. Wahyu
pertama yang diturunkan Allah melalui malaikat Jibril kepada
Muhammad di goa Hiro, „‟Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusi dari segumpal
darah.Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah yang mengajar
manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengjarkan kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya.‟‟73
70Toto Tasmara, Yahudi Mengapa Mereka Berprestasi (Jakarta: Sinergi
Publishing, 2010), 121. 71
Jabir bin Hayyan, Ibnu Al –Haytam, Al-Kindi, Ad-damiri, Zakariya Ar-
Razi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Ibnu Majid, Al-Farghani, Al-Khawarizmi dan masih
banyak lagi yang lainnya. 72
Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 28. 73
QS. Al-„Alaq (96) ayat 1-5. Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan
Terjemahnya (Bandung: CV. Diponegoro, 2005), 321.
62
Senada dengan firman Allah tersebut, Aristoteles filosof besar
Yunani, ia melakukan iqro tidak hanya secara spiritual dan asumtif.
Oleh karena itu, firman Allah dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 tersebut
bermakna; bahwa biarkan anak-anakmu bermain sambil belajar, dan
belajar sambil bermain. Ketika mereka remaja, ikuti hadits nabi untuk
mengajari mereka berkuda, berenang dan memanah. Bila itu dilakukan
dengan baik dan bijaksana maka kelak anak-anak tumbuh dewasa dan
menjadi dirinya sendiri serta berkembang sesuai tahapannya. Dan cita-
citanya akan tercapai serta meraih kesuksesan, seperti apa yang
diinginkan kedua orang tuanya yaitu menjadi insan kamil. 74
Kesimpulannya bahwa nilai-nilai kecerdasan dalam wacana
Islam sebenarnya telah menjadi diskusi yang serius, meskipun tidak
secara langsung dikaitkan dengan term kecerdasan itu sendiri. Dalam
dunia pendidikan Islam, teori kecerdasan sebenarnya telah terangkum
secara implisit pada kajian tentang konsep fitrah yang berkembang
secara integral. Dengan demikian implementasi pengembangan
kecerdasan majemuk dalam dunia pendidikan Islam telah menjadi
tradisi turun temurun, yang pada awalnya dilatarbelakangi dari
pemahaman para ulama terhadap konsep fithrah dan tujuan pendidikan
Islam yang mampu menciptakan nuansa religius dalam membentuk
insan kamil yang mengaplikasikan konsep kecerdasan dalam kehidupan
sehari-hari demi kesuksesan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.75
C. Strategi Pembelajaran MIR dan Metode Sentra
Strategi pembelajaran berdasarkan multiple intelligences sangat
banyak jumlahnya, seiring dengan kreatifitas guru, database strategi
multiple intelligences juga terus berkembang. Berdasarkan pengalaman
yang dilakukan dalam proses belajar mengajar disekolah, pendekatan
pembelajaran kepada anak didik sangat diperlukan, bukan hanya
pendekatan secara klasikal saja yang dilakukan dalam proses
pembelajaran akan tetapi pendekatan secara individu kepada anak-anak
pun sangat mereka harapkan. Pendekatan pembelajaran yang
74
Ath-Thabari, Muhammad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari/ Abu Ja‟far
Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Penerjemah, Akhmad Affandi; editor, Bensus
Hidayat Amin (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), 21. 75
Hal ini dapat diketahiu dari beberapa indikator dengan adanya para tokoh
intelektual muslim yang memiliki Multiple Intelligences seperti, Ibnu Sina, Ibnu Al-
„Arobi, Al-Farabi, Khawarizni, dan sebagainya. Indikator lain juga dapat ditelusuri
dengan adanya beberapa hasil karya yang menjadi simbol keemasan peradaban Islam
pada masa klasik.
63
diaplikasikan dalam pengalaman mengajar sering tidak sesuai dengan
kebutuhan anak didik yang haus akan bimbingan guru sebagai
pengganti orangtuanya di sekolah, dengan kata lain anak-anak
senantiasa mengharapkan bimbingan yang berkesinambungan dari
seorang guru. Akan tetapi, bimbingan yang diperoleh anak didik
seringkali tidak sesuai dengan harapan. Ini dikarenakan pemahaman
model pendekatan yang kurang sepadan dengan keilmuan yang ada
yang dimiliki oleh seorang guru sebagai pendidik dengan tahapan
perkembangan anak didik. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan
sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran,
atau acuan yang harus dikembangkan yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum,
Apalagi pemahaman seorang guru terkadang belum sampai ketataran
yang professional. Pendekatan pembelajaran tersebut di dalamnya
mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatar belakangi sebuah
metode pembelajaran yang meliputi cakupan teoritis tertentu. 76
Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran yang berlangsung
dalam proses pengajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: pertama,
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa
(student centered approach). Kedua, pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Fenomena yang terjadi saat ini, banyak sekali siswa yang tidak merasa
dihargai pendapatnya karena pendekatan yang diaplikasikan hanya satu
sisi saja yaitu pendekatan yang berpusat pada guru, sehingga talenta
dan kemampuan yang dimiliki oleh anak-anak kadang terpasung
dengan sistem pendekatan yang tidak menghargai kemampuan anak-
anak sebagai peserta didik secara komprehensif.77
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam
rumusan. Selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran.
Newman dan Logan menjelaskan sekilas tentang unsur-unsur strategi
yang harus dilakukan oleh guru sebagai pendidik dalam usahanya
membimbing anak-anak sebagai peserta didik dalam memahami
pembelajaran dengan baik. 78
Pertama adalah mengidentifikasi secara
76
Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Rosda
Karya Remaja, 2003), 34. 77
Elaine, B. Johnson, Contex Teaching And Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar Mengajar Mengasyikkan Dan Bermakna, (Bandung: Kaifa, 2010), 33. 78
Strategi pembelajaran merupakan suatu serangkaian rencana kegiatan yang
termasuk di dalamnya penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya
atau kekuatan dalam suatu pembelajaran. Strategi pembelajaran disusun untuk
64
khusus setiap anak didik yang ada di kelas tersebut tanpa membedakan
status dan kemampuannya dalam menangkap pelajaran yang diberikan
dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran
(target) yang harus dicapai, setelah mengetahui latar belakang kondisi
yang sebenarnya kemudian dicarikan solusi yang tepat dengan
mempertimbangkan aspirasi dan kecenderungan anak didik sesuai
dengan apa yang diperlukannya. Kedua, Mempertimbangkan dengan
bijaksana segala keputusan yang akan disampaikan kepada anak-anak
dengan memilih pendekatan paling efektif untuk mencapai sasaran
yang diinginkan dari pembelajaran yang ada. Ketiga,
mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah strategis yang
ditempuh sejak titik awal sampai mencapai prioritas yang diinginkan.
Keempat, mempertimbangkan dan menetapkan kriteria dan patokan
ukuran yang standard untuk mengukur keberhasilan yang diinginkan
dari setiap usaha dan rencana yang sesuai dengan niat awal. Berarti
strategi pembelajaran sangat erat kaitannnya dengan metode
pembelajaran yang menjadi bahan acuan dalam mengajar.79
Metode pembelajaran di sini dapat diartikan sebagai cara yang
digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun
dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat
digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran,
diantaranya: ceramah, demonstrasi, diskusi, simulasi, laboratorium,
pengalaman lapangan, brainstorming, debat, simposium, etc. Sebagai
contoh, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa
yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya
secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada
kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan
penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada
kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya
tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik
meskipun dalam koridor metode yang sama. Jadi teknik apapun harus
mencapai suatu tujuan tertentu.Strategi pembelajaran didalamnya mencakup
pendekatan, model, metode dan teknik pembelajaran secara spesifik. Strategi
pembelajaran merupakan hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses
pembelajaran. Hamzah B. Uno, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching.
Quantum Teaching: Perencanaan Pembelajaran (Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi,
2008), 16. 79
Hamzah B. Uno, StrategiBelajar Mengajar dan Micro Teaching. Quantum
Teaching: Perencanaan Pembelajaran, 24.
65
melihat konteks yang ada dan juga diperhitungkan sesuai keadaan agar
berhasil guna dalam pembelajaran yang diinginkan tidak sia-sia bahkan
mengecewakan.80
Teori kecerdasan majemuk menawarkan kesempatan untuk
mengembangkan strategi pengajaran inovatif yang relatif baru bagi
pendidikan guru. Teori multiple intelligences menunjukkan bahwa
tidak ada satu paket strategi pengajaran yang bekerja dengan baik bagi
semua siswa di setiap pembelajaran yang diikutinya. Semua anak
memiliki kecenderungan yang berbeda dalam tujuh kecerdasan
majemuk yang inti, sehingga setiap strategi tertentu mungkin sangat
sukses dengan satu kelompok siswa dan kurang sukses dengan
kelompok lain. Tugas gurulah yang harus mengamati hasil dari strategi
tersebut untuk dicarikan solusi yang terbaik agar kecerdasan yang
dimiliki anak dapat berkembang dengan baik. 81
Strategi untuk mengetahui pengembangan pembelajaran
berbasis kecerdasan majemuk yang sudah diterapkan di sekolah yang
berbasis multiple intelligences adalah melalui metode pendekatan
Multiple Intelligence Research (MIR) dan pendekatan metode sentra.
Berikut sekilas penjelasan dari strategi metode pembelajaran
pengembangan kecerdasan majemuk agar dipahami dengan baik, yaitu:
1. Multiple Intelligence Research (MIR) MIR (Multiple Intelligence Research) adalah sebuah riset
pendekatan yang digunakan oleh guru untuk membantu para guru untuk
menemukan gaya belajar setiap peserta didik, karena dalam pendekatan
MIR prinsipnya adalah guru akan berhasil dalam mengajar jika
mengikuti dan memahami gaya belajar peserta didik yang
bersangkutan. Penilaian MIR dilaksanakan pada saat penerimaan siswa
baru di sekolah. Seorang guru sebagai pendidik tidak mendapatkan
hasil yang optimal dalam penyampaian pembelajaran tanpa mengetahui
gaya belajar yang diinginkan peserta didiknya secara tepat. Oleh karena
itu, sebelum mengetahui dan menentukan gaya belajar setiap peserta
didik tersebut, terlebih dahulu di saat penerimaan murid baru, guru
mengidentifikasi berbagai kecerdasan yang dominan dimiliki calon
80
George Boeree, Metode Pembelajaran dan Pengajaran: Kritik dan Sugesti
Terhadap Dunia Pendidikan, Pembelajaran dan Pengajaran, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2008), 26. 81
Thomas Armstrong, Multiple Intelligences In The Classroom (Virginia:
Association for Supervision and Curriculum Development, 2009), 72.
66
peserta didiknya dengan cara menanyakan latar belakang siswa dan
kesukaan apa yang dimiliki calon peserta didik tersebut dan cenderung
melakukannya. 82
Ketidakpahaman dan kebingungan yang dialami banyak guru
untuk menerapkan strategi ini biasanya berawal dari pemikiran untuk
mengembangkan strategi ini dengan fokus hanya pada salah satu
kecerdasan sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki oleh peserta didik
sebagai hasil dari MIR. Padahal dalam satu kelas jumlah siswa bisa
mencapai 30 anak didik. Hasil MIR memiliki fungsi penting sebagai
data informasi tentang keadaan kecerdasan siswa yang bersangkutan,
sebagai anjuran kepada orang tua untuk melakukan berbagai aktifitas
yang disarankan untuk diterapkan pada peserta didik guna memancing
bakat anak tersebut sesuai dengan gaya belajar yang dimilikinya.
Selanjutnya MIR dilaksanakan pada setiap kenaikan kelas.
Kenyataannya banyak siswa yang cenderung berubah-ubah
kecerdasannya terkait faktor lingkungan dan kebiasaan yang siswa
lakukan dalam kehidupan sehari-harinya. Data MIR tahun sebelumnya
dijadikan masukan untuk pelaksanaan MIR pada tahun depannya. MIR
yang dilakukan secara berkala setiap tahun sekali terhadap anak didik
dalam hubungannya dengan proses kegiatan belajar mengajar menjadi
penghubung baginya dalam menemukan kondisi akhir yang terbaik.83
Pelaksanaan MIR dilakukan sebagai langkah awal dalam
mengetahui informasi tentang kecerdasan dan gaya belajar dominan
yang dimilikinya. Selanjutnya setiap guru dan orang tua diharuskan
menyesuaikan gaya mengajar atau perlakuan kepada anak didik
tersebut disesuaikan dengan gaya belajar siswa yang telah diketahui
dari hasil MIR, namun terkadang kerja sama antara guru di sekolah dan
orang tua di rumah sering tidak sejalan dalam memperlakukan anak
tersebut dikarenakan pengetahuan yang dimiliki anak cenderung
berkembang dan dinamis. 84
Namun kebingungan yang dialami mayoritas guru sebagai
pendidik untuk menerapkan strategi MIR ini biasanya berawal dari
82 Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, 98.
83Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, 102.
84MIR yang dilaksanakan di sekolah-sekolah yang berbasis Multiple
Intelligences mayoritas pelaksanaan MIR belum maksimal dan belum dilakukan
secara berkala, dilakukan hanya pada penerimaan siswa baru saja. Hasil MIR yang
diperoleh dari hasil wawancara pada siswa baru tidak dapat langsung diposes hasilnya
di sekolah yang bersangkutan melainkan ada tim pemberi nilai tersendiri yang
kantornya berada di Surabaya. Dan hasil MIR yang sudah mendapatkan nilai dikirim
melalui kantor pos ke alamat sekolah yang bersangkutan.
67
pemikiran untuk mengembangkan strategi MIR dengan fokus hanya
pada salah satu satu jenis kecerdasan. Contoh: saat guru fokus pada
salah satu kecerdasan sesuai dengan prediksi (MIR) di awal penerimaan
siswa baru. Seperti kecerdasan linguistik, guru tersebut mencoba
berpikir dan menguraikan segala aktifitas pembelajaran yang sesuai
dengan kecerdasan linguistik yang dimiliki anak tersebut dan tidak
menyentuh kecerdasan yang lain. Begitupun orang tua di rumah
diinformasikan agar memperlakukan anak tersebut sesuai dengan gaya
belajar dan kecerdasan yang diperoleh melalui hasil MIR. Sebagai
contoh, ketika hasil MIR seorang anak didik menunjukkan bahwa anak
tersebut memiliki skala kecerdasan linguistik tertinggi dibandingkan
dengan kecerdasan lainnya, maka deskriptif kegiatan yang disarankan
bagi anak tersebut adalah membiasakan anak untuk terbiasa bercerita,
berdiskusi, menulis pesan singkat, membuat buletin keluarga,
melaporkan kejadian harian dan lain sebagainya dalam proses
pembelajaran sehari-hari yang diterapkan di rumah atau sekolah.
Intinya dalam penerapan MIR kecerdasan peserta didik dibatasi hanya
satu jenis kecerdasan ditujukan dalam rangka mengoptimalkan potensi
yang dimilikinya.85
2. Pendekatan Metode Sentra Pendekatan metode sentra masih terdengar asing dikalangan
para pendidik. Padahal sebenarnya metode sentra bukanlah sesuatu hal
yang baru di Indonesia karena sudah sejak lama metode sentra ini
dikenal dengan adanya sudut-sudut dalam penataan sarana dan
prasarana khususnya di TK yang sebenarnya dimaksudkan sebagai
metode sentra. Namun sangat disayangkan, selama ini pelaksanaan
sudut-sudut tersebut sebatas penataan sarana dan prasara semata,
kurang diimbangi dengan berbagai pilihan kegiatan bermain dan bahan
main yang sesuai dengan tiap sudut atau sentra tersebut, hal ini
disebabkan kurangnya pemahaman secara komprehensif tentang
85
Apabila cara ini dipakai oleh guru dalam mengaplikasikan multiple
intelligences maka guru tersebut menemui banyak kesulitan dalam aplikasi strategi
multiple intelligences. Pelaksanaan strategi ini menjadi mudah jika langkah awal
difokuskan pada model aktifitas pembeljaran terdahulu, setelah itu lakukan analisis
terhadap aktifitas tersebut berkaitan dengan kecerdasan apa saja. Dalam menerapkan
strategi pembelajaran ini memang tidak mudah karena belum terbiasa. Jika sesuatu
yang sulit dilaksanakan dengan terbiasa, maka hal tersebut menjadi mudah. Lihat,
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, 120.
68
strategi metode sentra serta aplikasi yang nyata daripada manfaat
metode sentra itu sendiri.
Pembahasan tentang pemahaman metode sentra ini
menjadikan tempat anak-anak belajar dan bermain menjadi sangat
menarik. Pusat-pusat kegiatan sentra mengembangkan kesempatan
pada anak-anak dalam kelasnya pada sistem pembelajaran terbaik
dalam lingkungan yang aktif mereka alami seolah-olah mereka
menyelami pembelajaran yang sedang dibahas. Mereka mengalaminya
langsung sesuai dengan tema sentra di hari itu. Bagi pendidik yang
kreatif, mereka dapat menggunakan beberapa sentra sesuai dengan
kebutuhan anak dan sarana serta prasarana yang tersedia. Dalam
pembelajaran sentra, seorang pendidik dapat mendesain dan
merubahnya sedemikian rupa, hal itu dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara, salah satunya adalah dengan cara menambahkan hiasan-
hiasan atau properti seadanya yang ada dalam kelasnya sesuai dengan
sentra pembelajaran yang dibutuhkan oleh anak-anak sesuai dengan
pusat minat dan pusat kegiatan yang merupakan sentra kegiatan di
lembaga PAUD khususnya TK (Taman Kanak-kanak).86
a. Pengertian Pendekatan Metode Sentra
Nama Asli Metode sentra adalah BCCT (Beyond Center and
Circle Time. Metode ini di Indonesia dikenal dengan istilah senling
yaitu kependekan dari sentra dan lingkaran. Kemudian popular dengan
istilah metode sentra. Metode sentra merupakan pengembangan dari
metode montessori, high scope, reggio Emilio.(dikasih catatan kaki
tentang pengertian nya) Sentra dan lingkaran adalah sebuah metode
pengajaran yang cocok untuk anak normal maupun untuk anak
berkebutuhan khusus. Konsep pendidikannya dirancang dalam bentuk
bermain yang terarah.87
Istilah sentra sering disebut juga area atau sudut, sudut belajar
(learning centre), sudut kegiatan (activity centre), sudut minat (interest
centre). Sentra dapat diartikan sebagai zona atau area main anak yang
dilengkapi dengan berbagai perangkat alat main yang berfungsi sebagai
86
Departemen Pendidikan Nasional,Pedoman Pendekatan “Beyond Center and
Circle Time (BCCT)” (Pendekatan Sentra Dan Saat Lingkaran) dalam Pendidikan
Anak Usia Dini (Jakarta: Direktorat Pendidik Tenaga Kependidikan Pendidikan
Nonformal, 2007), 32. 87
Departemen Pendidikan Nasional,Pedoman Pendekatan “Beyond Center
and Circle Time (BCCT)” (Pendekatan Sentra Dan Saat Lingkaran) dalam
Pendidikan Anak Usia Dini, 10.
69
pijakan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung perkembangan
anak usia dini, yang tercakup dalam tiga jenis main, yaitu main
sensorimotor, main peran dan main pembangunan. 88
Sentra juga dapat
didefinisikan sebagai permainan dan kegiatan yang disusun sedemikian
rupa untuk memberikan semangat pada kegiatan-kegiatan pembelajaran
secara khusus, yaitu yang berhubungan dengan kehidupan keluarga,
musik, seni, balok bangunan, sains, dan seni berbahasa atau berbagai
kegiatan yang dapat mengembangkan kecerdasan majemuk.89
Sentra mempunyai keterkaitan yang erat dan kuat dengan
beberapa pandangan ahli pendidikan, seperti Pestalozzi yang
mempercayai bahwa anak-anak belajar melalui interaksi langsung
dengan teman sebaya dan lingkungan sepermainannya. John Dewey
yang dalam sistem pembelajarannya menekankan pada antusias belajar
sambil bekerja dan aplikasi hubungan organik antara pendidikan dan
pengalaman seseorang. Ahli pendidikan Montessorri dengan pemikiran
yang dianutnya menyatakan bahwa anak kecil belajar belajar melalui
tugas-tugas dan alat-alat belajar yang disiapkan dengan hati-hati.90
Sebuah literature tentang pendidikan anak SD menggunakan istilah
belajar atas kemauan sendiri ( Self Directing Learning atau SDL). SDL
merupakan adaptasi dari model pendekatan yang digunakan di TK High
Scope milik penggagas David Weikart di Michigan. Model dari High
Scope disebut dengan proses rencana tindakan-kaji ulang (Plan Do-
Review atau PDR).91
Dilihat dari sejarahnya pendekatan PDR
berlandaskan teori perkembangan Jean Piaget. Anggapan dasar dari
pendekatan PDR adalah bahwa anak merupakan pelajar yang aktif
berproses untuk meningkatkan pengetahuannya melalui pengalaman
yang bermakna, untuk pendekatan sejenis sentra kegiatan di TK.
Pendekatan PDR ini kemudian dikembangkan menjadi SDL untuk anak
TK yaitu dengan menambah sentra-sentra yang dibutuhkan, perncanaan
tertulis dalam kertas kerja serta pelaporan kegiatan secara tertulis juga
untuk mengetahui siklus perkembangan masing-masing individu
88Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, bulletin PADU, 86.
89
Gilley, Jiane Mack and Gilley, Early Chilhood Development and
Education( New York: Delmar Publisher Inc, 2001), 35.
90Mary Mayesky, Creative Activities for Young Children (New York:
Delmar Publisher Inc, 2000), 38. 91
PDR dikembangkan sekitar tahun 1960-an dengan 3 langkah prosedur
pokok untuk anak yaitu; memikirkan rencana tentang yang dikerjakan selama waktu
SDL, merealisasikan rencana tersebut dan mengkaji ulang serta mencatat atau
melaporkan hasilnya.
70
anak.92
Pendekatan metode sentra dapat diterapkan juga pada lembaga
pendidikan anak usia dini, termasuk untuk anak KB, TPA dan TK.
Sebagai sebuah pendekatan, saat ini di Indonesia sentra dilaksanakan
secara terpadu dengan saat lingkaran (Circle Time) untuk anak usia
dini.93
Metode BCCT dikenal lebih jauh tentang saat sentra dan saat
lingkaran (Beyond Centres and Cicles Times)dengan sebutan metode
sentra.94
Untuk memahami konsep metode sentra diperlukan
pemahaman tentang ciri-ciri khusus dari pada metode sentra itu sendiri
agar memudahkan untuk mengaplikasikannya dengan baik. Ciri-ciri
dari metode sentra adalah pembelajarannya tidak dominan terhadap
gurunya melainkan berpusat pada anak, menempatkan setting
lingkungan main sebagai pijakan awal yang penting sebagai barometer
dalam pelaksanaan metode sentra guru sebagai fasilitator dan
pembimbing memberikan dukungan penuh kepada setiap anak untuk
aktif mencoba, kreatif dan berani mengambil keputusan sendiri tanpa
intimidasi dari gurunya. Peran guru sebagai fasilitator, motivator, dan
evaluator tidak mendikte anak dalam pengajarannya.Memiliki standart
operasional prosedur yang baku dalam aturan pembelajarannya
sehingga teratur dalam proses pembelajarannya dalam arti bebas tapi
tetap mematuhi aturan yang ada. Kegiatan anak berpusat di sentra-
sentra main yang berfungsi sebagai pusat minat untuk menyalurkan
potensi yang dimiliki masing-masing anak.
b. Landasan Model Pembelajaran Sentra dan Filosofinya Pelaksanaan model pembelajaran dengan pendekatan
metode sentra pada anak usia dini berlandaskan pada:
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979
Tentang Kesejahteraan Anak, diantaranya Pasal 2 Ayat (1) Tentang
Hak Anak yang berbunyi, sebagai berikut: “Anak berhak atas
kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan
kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan
92Pedoman penerapan BCCT dalam Pendidikan Anak Usia dini, departemen
Pendidikan Nasional Direktorat Jendral pendidikan Luar Sekolah, direktorat
pendidikan, 2006. 93
Saat lingkaran (Circle Time) adalah kegiatan kelompok yang dilakukan
oleh sejumlah orang yang terdiri atas orang dewasa (guru sebagai fasilitator) dan
anak-anak, mereka duduk melingkar bersama dengan tujuan membangun pemahaman
bersama diantara mereka tentang tema tertentu yang dibahas. 94
Direktorat Pendidikan Anak usia Dini, Grand Desain Pendidikan Anak
Usia Dini (Jakarta : Depdiknas, 2007), 39.
71
khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.”
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, diantaranya pada BAB III pasal 9 dan 11.
Pasal 9 berbunyi: bahwa “Setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya.“
Sedangkan Pasal 11 yaitu: “Setiap anak berhak beristirahat dan
memanfatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya,
bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan
tingkat kecerdasannya demi pengembangannya.”95
Sedangkan Filosofi dari program pembelajaran pendekatan
metode sentra berasal dari berbagai ahli psikologi perkembangan yang
telah mengamati pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini
selama bertahun-tahun. Di antaranya adalah penerapan teori dan model
pembelajaran dari Helen Parkhust dengan pembelajaran di sekolah
Dalton, dimana di kedua sekolah tersebut tidak digunakannya program
klasikal dalam sistem pembelajarannya, tetapi menggunakan
pendekatan sentra-sentra sebagai tempat belajar yang fokus program
kurikulumnya secara individual.96
Menurut Helen Parkhust yang lahir
di Amerika pada tahun 1807 M, kegiatan pembelajaran harus
disesuaikan dengan sifat dan keadaan individu anak didik yang
mempunyai tempat dan irama perkembangan berbeda satu dengan
yang lainnya. Kegiatan pembelajaran diberikan kepada anak didik
untuk berinteraksi, bersosialisasi dan bekerja sama dengan anak didik
lainnya dalam mengerjakan tugas tertentu secara mandiri dalam
mengeksplorasi potensinya. Pandangan Helen Parkhust ini, tidak
hanya mementingkan aspek individu semata, tetapi juga aspek sosial,
sedangkan bentuk pembelajarannya memadukan bentuk klasikal dan
individual pembelajaran pada diri anak didik. Agar tercapai
pelaksanaan pembelajaran yang diinginkan, tentu saja yang harus
diperhatikan adalah karakteristik perkembangan anak sesuai dengan
95
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dalam http;//www.aseps.web.ugm.ac.id/Artikel? POLITIK/UU%20PERLINDUNGAN % 20 ANAK. pdf diakses tanggal 01 Maret 2014.
96Dewi Salma Prawiradilaga, Eviline Siregar, Mozaik Teknologi
Pendidikan, (Jakarta: Prenada, 2004), 365.
72
perkembangan individual masing-masing anak, karena dalam
pembelajaran model sentra ini, yang diharapkan adalah tercapainya
perkembangan psikologis anak sesuai dengan usia biologisnya secara
natural sesuai dengan irama perkembangan masing-masing anak yang
dapat mengeksplorasi potensi kecerdasannya.97
Adapun program pembelajaran yang digunakan dalam
pendekatan model sentra ini adalah mengadopsi dan mengembangkan
teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli psikologi dunia, antara
lain; Jean Piaget, Lev Vigotsky, Anna Freud, dan Sarah Smilansky.
Para ahli psikolog tersebut percaya bahwa ada empat unsur atau
konsep dasar yang harus diperhatikan dalam menyelenggarakan
pembelajaran untuk anak usia dini, yaitu teori pengetahuan (theory of
knowledge), teori perkembangan (theory ofdevelopment), teori belajar
(theory of learning), dan teori mengajar (theory of teaching).98
c. Tujuan Pendekatan Metode Sentra
Diantara tujuan dari metode sentra adalah pertama, Merangsang
seluruh aspek kecerdasan anak ( multiple Inteligences) melalui bermain
yang terarah. Metode ini ditujukan untuk merangsang seluruh aspek
97
Dewi Salma Prawiradilaga, Eviline Siregar,Mozaik Teknologi, 369. 98
Teori pengetahuan ditemukan oleh Piaget mengatakan bahwa manusia itu
mempunyai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu dalam menjalani
hidupnya. Pengetahuan ini sudah ada dalam diri manusia dan tinggal mengkonstruk
saja.Kemudian Teori Perkembangan (Theory of Development) yang menyatakan
bahwa manusia memiliki pola perkembangan dan karakteristik dari bayi hingga
dewasa. Para ahli psikologi berpendapat bahwa manusia dalam perkembangannya
memiliki karakteristik tertentu.Teori Belajar (Learning Theory) yaitu sesuai dengan
program pendidikan bagi anak usia dini yaitu penerapan pembelajaran yang tepat
dengan pendekatan bermain, bahwa dari teori pengembangan tersebut dapat dilihat
anak memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya
melalui kegiatan bermain sambil belajar (learning by playing) karena pada hakikatnya
anak senang bermain, anak sangat menikmati permainan, tanpa terkecuali. Melalui
bermain, anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan dapat menjadi
lebih dewasa dan yang terakhir adalah teori Pembelajaran (Theory of Instruction)
yaitu pembelajaran pada anak usia dini selalu yang mengaplikasikan pendekatan
bermain bagi anak. Program ini memberikan kesempatan pada anak untuk bermain
dan mengeksplorasi permainannya seluas-luasnya sesuai dengan tahapan
perkembangan yang dimiliki oleh individu masing-masing anak.Pada model
pembelajaran sentra tersebut, seorang guru lebih sebagai fasilitator pemikiran anak
dan pengobserver perkembangan anak serta sebagai model bagi anak dalam kegiatan
belajar mengajar dan anak sebagai pusat dri sistem pembelajaran yang digunakan.
Lihat, Dewi salma Prawiradilaga dan Eviline Siregar, Mozaik Teknologi, 368.
73
kecerdasan anak agar kecerdasannya dapat berkembang secara optimal,
maka otak anak perlu dirangsang untuk terus berfikir secara aktif
dengan menggali pengalamannya sendiri (bukan sekedar mencontoh
atau menghafal). Metode ini memandang bermain sebagai wahana yang
paling tepat dan satu-satunya wahana pembelajaran anak, karena
disamping menyenangkan, bermain dalam setting pendidikan dapat
menjadi wahana untuk berfikir aktif dan kreatif. Kedua, Menciptakan
setting pembelajaran yang merangsang anak untuk saling aktif, kreatif,
dan terus berpikir dengan menggali pengalamannya sendiri (bukan
sekedar mengikuti perintah, meniru atau menghapal). Ketiga,
Menggunakan standar operasional yang baku, yang berpusat di sentra-
sentra kegiatan dan saat anak berada dalam lingkaran bersama guru,
sehingga lebih mudah diikuti terutama untuk para pemula.
d. Tiga Jenis Main dalam Metode Sentra
Phelps dalam bukunya Beyond Centers and Circle Times
(BCCT) mengatakan bahwa pada dasarnya hanya ada tiga jenis main
bagi pendidikan anak usia dini. Tiga jenis main tersebut dikutip Charles
H. Wolfgang, dan ketiga jenis main inilah yang kemudian dijabarkan
dan dikembangkan dalam setiap sentra.Sentra menyediakan aneka
kegiatan main yang bervariasi, karena setiap anak memiliki bekal
potensi untuk mengembangkan kecerdasan majemuknya.99
Ketiga jenis main itu adalah main sensorimotor atau main
fungsional, main peran atau main simbolik, dan main pembangunan
atau main terstruktur. Berikut disajikan penjelasannya, yaitu:
1. Main Sensorimotor atau fungsional
Main sensorimotor adalah kegiatan main anak untuk belajar
melalui kelima indra yang berhubungan langsung dengan fisik dan
lingkungan mereka.100
Main sensorimotor mendidik seluruh tubuhnya
agar sehat sekaligus pintar. Anak yang tidak cerdas fisik, tidak terampil
secara motorik, mengalami hambatan dalam area-area perkembangan
lain, termasuk yang menyangkut konsep dirinya. Pada anak usia dini
99
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 220.
100Menurut Kamus Psikologi, sensoris adalah organ penginderaan, sedang
motor adalah kegiatan otot/urat. Jadi, sensorimotor adalah proses yang melibatkan
jalan syaraf (sensoris) afferent (Kamus psikologi, 2000). Jadi, main sensorimotorr
pada anak usia dini terjadi saat anak bereksplorasi dan mengelola dunianya melalui
interaksi fisik dengan lingkungannya (Piaget dan Smilansky).
74
main sensorimotor merupakan stimulus untuk mendukung proses kerja
otak manusia dalam mengelola informasi yang didapatkan anak dari
lingkungan saat bermain, baik bermain dengan tubuhnya sendiri
maupun bermain dengan berbagai benda di sekitarnya. Pada anak usia
dini main sensorimotor berlangsung dari tahap yang paling sederhana
dan berkembang pesat ke tahap yang lebih kompleks. Sebagai contoh
sensorimotor yang sederhana adalah bayi yang menggeliat karena
kedinginan dan sensorimotor yang kompleks adalah dengan mencium,
menendang atau menjepit suatu benda. Perkembangan fisik meliputi
perkembangan motorik kasar dan motorik halus. Contoh motorik kasar
adalah merangkak, mengayuh, berjalan, berlari,melompat, melempar,
memanjat dan lain-lain. Sedangkan aktifitas motorik halus, berupa
menuang, menggunting, memotong, mengancingkanbaju, mengikat,
menutup resleting, memilin, menggambar dan lain-lain. Banyak orang
tua dan guru menganggap perkembangan motorik kasar sebagai sesuatu
yang berproses dengan sendirinya. Karena perubahan fisik anak baik
dalam hal ukuran maupun kemampuan memang berlangsung cepat.
Mereka jarang berfikir tentang apa sesungguhnya terjadi untuk
mendorong pertumbuhan dan perkembangan. Kenyataan yang terjadi di
lapangan bahwasanya tidak sedikit anak yang perkembangan fisiknya
tidak berjalan normal. Hal ini disebabkan oleh kondisi bawaan sejak
lahir atau bisa juga karena sedikitnya asupan pengalaman atau
rangsangan gerak fisik yang kurang optimal. Karena hakikatnya setiaap
anak selalu membutuhkan aktifitas fisik untuk melepaskan energi,
membangun potensi interaksi sosial dalam mengeksplorasi potensi
kecerdasan yang dimilikinya. Anak-anak yang merasa takut dan
khawatir dalam beraktifitas fisik perlu didorong untuk mencoba terlibat
dalam aktifitas apapun tanpa takut dicela dan dihina.Penyiapan
lingkungan untuk menghadirkan rasa aman dan nyaman sangat
diperlukan bagi anak-anak.101
Main sensorimotor lebih menekankan pada penguasaan panca
indra anak. Anak belajar melalui kelima panca inderanya (pendengaran,
penglihatan, perasa, penciuman, peraba) untuk mengenali
lingkungannya. Kelima indera tersebut harus segera distimulasi agar
perkembangannya lebih optimal. Pada saat main sensorimotor anak
senang sekali melakukan permainan yang menimbulkan berbagai
101
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karkter dengan Metode
Sentra, 72.
75
sensasi bunyi, memasukkan benda-benda ke mulut dan mengisi-
menuang serta membuang air.102
Tahap main sensorimotor adalah aktifitas menyentuh, meraba,
menekan, meremas, memukul, menendang yang sering dilakukan oleh
bayi. Oleh karena itu, tugas pendamping adalah merespon semua
kejadian dengan logika berpikir anak-anak yang benar. Ketika anak
melempar bola, maka berikanlah aneka bola dengan berbagai ukuran
untuk melanjutkan keingintahuannya melalui kegiatan melempar. Saat
anak menyentuh, maka biarkan kebebasan anak untuk menyentuh
ibunya. Selain itu, berikan mainan yang merangsang indera sentuhan
baginya, seperti handuk, kain flanel, ect. Banyak pengalaman yang
didapat anak ketika bermain sensorimotor di berbagai sentra, seperti
contoh; pertama di sentra persiapan, di sentra persiapan saat anak
menggunakan krayon, ia dapat menyentuh tekstur yang muncul pada
gambar dan tulisan. Tahapan menyentuh yang belum selesai harus
dimatangkan dengan baik dan penuh arahan sampai anak siap
melakukan permainan dan kegiatan yang lainnya. Kedua di sentra
bahan alam, di sentra bahan alam anak dibangun kesadarannya
mengenai aturan dan batasan. Guru memberikan kebebasan pada anak
dalam memilih kegiatn, akan tetapi anak tetap diberi arahn positif dan
contoh yang benar. Anak yaang belum terisi dengan baik tahap main
sensorimotornya, otomatis banyak melanggar batasan dan aturan.
Cairan sagu yang seharusnya digunakan untuk melukis, akan ditaroh
dipipi atau tangannya. Anak tersebut akan sangat menikmati sensasi ini.
Pada saat anak melakukn hal tersebut, guru tidak boleh melarang,
karena anak tersebut sedang mengisi kekosongan yang hilang saat ia
bayi. Guru dianjurkan hanya memberikan arahandan bertanya tentang
perasaannya: “Wah, ibu melihat ada cairan ublek warna merah pada
kedua tanganmu? Apa yang kamu rasakan?.” Oleh karena itu, anak-
anbak yang belum terisi dengan baik tahapan sensorimotornya harus
lebih sering bermain di sentra bahan alam dan mendapatkan bimbingan
khusus dari guru sentranya, agar perkembangan sensoromotornya dapat
berkembang optimal, sehingga afeksinya bisa berkembang dengan baik.
Ketiga di sentra main peran besar, ketika berada di sentra main peran
besar anak lebih banyak dibangun untuk bersosialisasi dengan
lingkungan sekitarnya, pembangunan tiga jenis main harus tetap
dikembangkan secara terpadu pada saat mereka memerankan tokoh- 102
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Luar
Sekolah, Pedoman Penerapan BCCT dalam Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta:
Direktorat Pendidikan Luar Sekolah, 2006), 54.
76
tokoh yang dimainkannya. Anak yang tahapan main sensorimotornya
terbangun dengan baik, ketika bermain peran dapat mengembangkan
pengendalian dirinya dan memahami orang lain. Karena perasaannya
yang nyaman dan pemahaman akan alat-alat dan peran yang dimainkan
sudah bisa dipahami dengan baik, sehingga anak dapat
mengeksplorasikan dan membongkar pengalaman emosinya lebih luas
dan berkembang. Keempat di sentra seni, fasilitas yang berada di
sentra sni sama banyaknya dengan yang ada di sentra bahan alam. Di
sentra seni hampir semua panca indra digunakan; seperti indra peraba,
indra pendengaran, indra penciuman, indra penglihatan dan indra
perasa pada saat anak-anak melakukan praktik di sentra seni. Guru
harus kreatif dalam penyediaan alat dan bahan yang digunakan. Seperti
menyediakan aneka macam kertas untuk meremas dan membuat karya
yang bermanfaat. Selanjutnya sediakan lem untuk anak-anak ketika
sedang membuat prakarya. Banyak anak-anak yang tidak mau
mengambil lem dengan tangannya. Tetapi arahkan agar anak-anak mau
mengambil lem dengan jari-jarinya dan mengambil secukupnya. Setiap
lem memberikan sensasi yang berbeda. Begitupun tahapan-tahapan
dalam mengarahkan kebiasaan dalam membangun tahapan
sensorimotornya. 103
Apabila tahapan ini berkembang dengan baik tahapan
sensorimotornya akan terisi dengan baik. Maka, seluruh pengalaman
main itu akan menjadi bekal sangat penting bagi perkembangan
kesuksesannya di masa depan. Mereka akan menjadi pribadi yang
percaya diri, mampu menggunakan peralatan sesuai dngan fungsinya,
selanjutnya anak-anak bisa memahami orang lain dan sekitarnya, logika
berpikirnya akan terbangun dengan baik, serta bisa mengenal
klasifikasi, batasan dan aturan dalam hidupnya. Anak-anak yang
kemampuan main sensorimotornya tidak seimbang dan belum tuntas
sesuai usia perkembangannya, mereka akan mengalamikendala dalam
hubungan sosialnya kelak saat mereka mencapai usia dewasa.104
103
103
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karkter dengan Metode
Sentra, 98. 104
104
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karkter dengan Metode
Sentra, 99.
77
2. Main Peran atau Simbolik
Main peran adalah ketika anak berpura-pura menjadi orang lain,
meniru perbuatan atau perkataan orang, mengambil peran dan
menggunakan alat-alat rill atau imajinasi. Main peran akan muncul saat
anak berusia dua tahun. Misalnya anak melakukan kegiatan yang tidak
bisa diterapkan dalam kehidupan nyata, seperti anak melakukan
kegiatan mengaduk pasir dalam mangkok dan berpura-pura
menyipinya. Menurut Erik Erikson ada dua jenis main peran, yaitu
peran besar dan peran kecil. Peran besar, ketika anak bermain dengan
menjadi tokoh menggunakan alat yang sesungguhnya, seperti
memainkan peran menjadi ayah, ibu, pedagang, dokter, nelayan, polisi,
dan lain-lain. Sedangkan peran kecil adalah anak memainkan peran
dengan menggunakan alat yang berukuran kecil, seperti boneka atau
wayang. Dalam memainkan main peran kecil anak berperan sebagai
dalang atau sutradara dari permainan tersebut. 105
Saat main peran anak belajar memecahkan masalah yang terjadi.
Sikap dan pemahaman hidup bermasyarakat distimulus dengan baik.
Mereka mampu menciptakan situasi yang berkembang dalam
imajinasinya tentang tokoh tersebut. Misalnya ketika anak menjadi
pedagang, ia akan diajak untuk memikirkan strategi yang tepat agar
barang dagangannya laku dengan cepat. Anak dapt melihat segala
persoalan melalui sudut pandang orang lain. Jika proses main peran
terbangun dengan baik, sikap intelektual anak akan terbangun dengan
baik. Karena mereka mendapatkan pengalaman main yang kaya, dan
dapat memandang semua persoalan melalui berbagai sudut pandang. 106
Dengan improvisasi main peran mereka, anak-anak belajar
ketrampilan kreatif yang penting bagi kehidupan sosial setiap hari.
peran menjadi penting karena tidak disiapkan skripnya secara khusus,
anaklah yang selalu mempraktikkan improvisasi secara spontan. Dalam
area perkembangan sosial anak memiliki potensi untuk belajar
105
Main peran pada anak usia dini, anak-anak suka bermain peran dengan
melakukan percobaan melalui berbagai bahan dan peran, membangun kemampuan
untuk menghadapi suatu keadaan dan menguasai kenyataan tertentudengan terlebih
dahulu melakukan uji coba dan perencanaan. 106
Main peran sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial dan
emosial anak. Main peran menjadi landasan bagi dasar perkembangan daya cipta,
daya ingat, kerja sama kelompok, penyerapan kosa kata, konsep hubungan
kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan memahami spasial dan afeksi. Tujuan
akhir dari main peran ini adalah belajar bermain dan bekerja sama dengan orang lain
sebagai latihan untuk menghadapi pengalaman di dunia nyata. Lihat buku
Pengelolaan Kegiatan Pengembangan PAUD, 10
78
menegosiasikan, membuat substitusi, ketika benda yang diinginkan
digunakan oleh temannya. Keterampilan bekerja sama yang dibutuhkan
didunia kerja bisa dikembangkan melalui main drama. Anak belajar
mendengarkan ide, mengkompromikan dan menggabungkan ide-ide
tersebut untuk dicarikan kata sepakat di antara mereka.107
Contoh kasus yang ditemukan penulis di TK Batutis Al-Ilmi
berkaitan dengan main peran adalah saat seorang anak menjadi penjual
es jus buah, ia sulit sekali mendapatkan pembeli. Namun ia tidak
berputus asa, ia mendapatkan ide untuk menjual jus buah dengan
menjajakannya ke rumah-rumah. Ia pun memberikan harga khusus bagi
yang membeli dua gelas jus buah. Dalam kasus ini, kemampuan anak
dalam menemukan jalan keluar pemasaran, sangat menarik. Melalui
imajinasi yang ia miliki akhirnya dapat menemukan strategi penjualan
dengan baik. Keberhasilan pengalaman bermain peran sangat
tergantung kepada beberapa hal berikut ini, seperti; memiliki latar
belakang pengalaman main yang sama, tersedia tempat bermain dan
alat yang tepat, kuatnya pijakan bermain yang diberikan oleh guru
sebagai pembimbing tentang peran yang akan diperankan oleh anak dan
pendampingan saat main, agar anak paham terhadap peran yang
dimainkan. Jika proses main peran dapat terbangun dengan baik. Maka,
sikap intelektual setiap anak akan terbangun dengan baik juga. Selain
itu, anak mendapatkan manfaat pengalaman main yang kaya dan dapat
memandang segala permasalahan yang dihadapinya melalui berbagai
sudut pandang. 108
3. Main Pembangunan atau Main Terstruktur
Main pembangunan adalah jenis main untuk mewujudkan ide
anak melalui beberapa media. Seperti media yang bersifat cair (cat,
krayon, spidol, play dough, pasir, air) dan media yang terstruktur
(balok, unit, lego). Main balok mampu mengembangkan anak dalam
hal bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman-temannya, dapat
menyeimbangkan antara motorik halus dan kasar, kemudian
mengklasifikasikan bentuk, ukuran, warna, pada balok aksesoris, serta
membangun konsep matematika dan penempatan benda.109
107
Wawancara dengan Imas Maspupah, guru sentra main peran tanggal 08
April 2013. 108
Hasil pengamatan di TK Batutis Al-Ilmi Bekasi, tanggal 08 April 2013. 109
Piaget menjelaskan secara rinci bahwa main pembangunan membantu
anak mengembangkan keterampilan sekolahnya di masa yang akan datang.
Sedangkan Wolfgang menjelaskan bahwasanya tahap main pembangunan anak
79
Anak usia dini yang masih berada pada tahap sensorimotornya,
pertama-tama ia akan menggunakan balok dengan cara sederhana. Baru
pada tahap menyentuh, meraba, mengetuk atau hanya melakukan
proses memindahkan dan menaruh balok kembali ke dalam loker.
Kewajiban guru adalah terus mengarahkan agar anak bekerja sesuai
dengan fungsi balok yang sebenarnya dengan menjelaskan tata cara
sederhana menggunakan balok. Kemudian selanjutnya, ketika anak
sudah mempunyai rasa kepercayaan diri dan motorik halusnya sudah
berkembang lebih baik, ia mampu mengeluarkan ide untuk membangun
bangunan yang lebih terarah. Anak usia dini yang masih berada
ditahap sensorimotor, pertama-tama ia menggunakan balok dengan cara
sederhana. Ia menyentuh, meraba, mengetuk, atau melakukan proses isi
yang kosong pada loker balok. Diharapkan guru senantiasa
mengarahkan anak agar bekerja sesuai dengan fungsi balok dan
menjelaskan tentang fungsi-fungsi balok tersebut.110
Contoh kasus yang ditemukan peneliti di TK Batutis Al-Ilmi
terkait penjelasan tentang main pembangunan, disentra balok ada
sebuah kelompok yang terdiri dari tiga anak, mereka bermain di sentra
balok dalam satu alas. Pada awal main mereka bermusyawarah tentang
bangunan apa yang akan mereka buat. Kemudian muncul dua ide dalam
waktu bersamaan, dua anak ingin membangun sekolah dan satu anak
lagi ingin membangun masjid. Setelah melalui diskusi, salah satu
diantara mereka berkata,” kita buat dua-duanya saja. Ada sekolah yang
mempunyai masjid juga kan?‟‟ Akhirnya mereka sepakat untuk
mendirikan sekolah dan masjid secara berdampingan. Namun disaat
mereka membangun sekolah yang bertingkat bangunannya ternyata
roboh. Guru lalu bertanya, „‟ Apa yang terjadi pada bangunan itu? „‟
Setelah melihat balok yang digunakan untuk pondasi, yaitu balok
silinder ukuran kecil, guru berkata lagi, “Kita perlu menggunakan
balok yang kuat untuk pondasi, agar bangunannya kokoh.‟‟Dalam hal
ini, anak belajar tentang hukum kausalitas yaitu peristiwa sebab akibat.
Setelah mereka paham akan hal tersebut, diharapkan ketika
membangun pondasi kembali mereka menggunakan balok yang sesuai
dengan kebutuhannya. Bagi guru dan orang tua, seharusnya membawa
anak pada tahap permainan yang lebih jauh dan berkembang. Karena
dimulai dari bermain dengan benda yang bersifat cair (air,cat, pasir) sampai bahan
yang sangat terstruktur. 110
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 73.
80
pengalaman main anak diusia dini menunjang seluruh kecerdasan
majemuknya berkembang sebagai bekal dimasa depan.111
Pendidikan anak usia dini pada dasarnya ditujukan untuk
mengisi proses pengembangan schema dengan usaha menyediakan
sarana aktifitas main yang tepat. Hal ini dilakukan untuk melengkapi
perkembangan masing-masing anak yang berbeda-beda. Seorang anak
mungkin ada yang memiliki hambatan dalam perkembangan motorik
kasarnya, tapi di sisi lain kemampuan berbicaranya normal, ada juga
anak yang merasa kesulitan dalam mengembangkan kemampuan
motorik halusnya, namun kemampuan kognisinya dapat berkembang
dengan pesat. Hal itulah yang menyebabkan bahwa dalam pendidikan
anak usia dini, guru dan orang tua sebagai pendidik perlu memahami
jenis-jenis main yang dibutuhkan anak dan mengetahui seluruh aspek-
aspek tumbuh kembang anak dengan baik. Setiap anak perlu
mendapatkan berbagai kesempatan untuk melakukan aktifitas-aktifitas
main yang tepat sesuai dengan tahapan perkembangannya. Sehingga
seluruh aspek kecerdasan majemuk tiap-tiap anak terbangun secara
terpadu dan optimal. Hanya dengan usaha seperti ini, seorang pendidik
dapat menyediakan lingkungan dan aktifitas main yang sesuai. Karena
aktifitas main semacam itulah yang menentukan keberhasilan anak di
masa depannya. 112
e. Prinsip Dasar Pembelajaran Metode Sentra
Dalam implementasinya, penerapan metode pembelajaran
metode sentra memiliki beberapa prinsip dasar diantaranya:
111
Melihat penjelasan tersebut ditarik sebuah benang merah
bahwasanya main pembanguna dibagi menjadi dua macam, yaitu main
pembangunan dengan yang bersifat cair atau bahan alam, misalnya bermain
dengan air, pasir, cat dengan jari (finger painting), spidol, ubleg, lumpur,
tanah liat, playdough, biji-bijian , krayon, cat dengan kuas, pulpen dan pensil.
Sedangkan main pembangunan dengan bahan yang terstruktur adalah bermain
dengan balok unit, balok berongga, balok berwarna, lego, puzzle, dan bahan-
bahan lainnya dengan bentuk yang telah ditentukan, yang mengarahkan anak
agar anak berkreasi dan menyusun bahan-bahan tersebut menjadi sebuah
karya. Lihat, Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan Sentra dan Lingkaran
(BCCT) dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta; Depdiknas, 2006. 112
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 75.
81
1. Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini didasarkan atas
prinsip-prinsip berikut ini, yaitu: pertama, berorientasi pada kebutuhan
anak. dan kegiatan pembelajaran ditujukan pada pemenuhan kebutuhan
perkembangan anak secara individu tidak secara klasikal. Kedua,
Kegiatan belajar dilakukan melalui bermain yang terarah. Dengan
bermain yang terarah dan menyenangkan dapat merangsang anak untuk
melakukan eksplorasi dengan menggunakan benda-benda yang ada di
sekitarnya dengan bebas, sehingga anak menemukan pengetahuan dari
benda-benda yang dimainkannya tersebut. Ketiga, dapat menstimulasi
munculnya kreativitas dan inovasi. Kreativitas dan inovasi tercermin
melalui kegiatan yang membuat anak tertarik, fokus, serius dan
konsentrasi dari setiap kegiatan yang dilakukannya. Keempat,
menyediakan lingkungan yang mendukung dalam kegiatan proses
belajar. Lingkungan belajar harus diciptakan menjadi lingkungan yang
menarik dan menyenangkan bagi anak selama mereka bermain di
tempat yang nyaman. Kelima, diprioritaskan untuk mengembangkan
kecakapan hidup anak. Kecakapan hidup diarahkan untuk membantu
anak menjadi mandiri, disiplin, mampu bersosialisasi, dan memiliki
integritas keterampilan dasar yang berguna bagi kehidupannya kelak.
Keenam, menggunakan berbagai sumber dan media belajar yang ada di
lingkungan sekitar dengan didesain sekreatif mungkin. Ketujuh,
kegiatan main dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang dengan
mengacu pada prinsip-prinsip perkembangan anak. Kedelapan,
stimulasi pendidikan bersifat menyeluruh yang mencakup semua aspek
perkembangan anak usia dini. Setiap kegiatan anak usia dini
sesungguhnya dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan,
jika diatur sedemikian rupa sesuai dengan konsep bermain yang
terarah. Tugas guru adalah menfasilitasi segala kebutuhan main anak
agar semua aspek perkembangan anak dapat berkembang secara
optimal.113
2. Prinsip Perkembangan Anak
Prinsip yang terpenting dari perkembangan anak adalah anak
dapat belajar dari hal-hal yang sederhana sampai yang komplek, dari
sesuatu yang konkrit ke abstrak dan dari diri interaksi terhadap diri
113
Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan ”Beyond Center and Circle
Time (Pendekatan Sentra dan Lingkungan) dalam Pendidikan Usia Dini,
(Departeman Pendidikan Nasional. Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, 2006), 4.
82
sendiri ke interaksi dengan orang lain di sekitarnya. Prinsip
perkembangan anak terdiri dari beberapa tahapan. Menurut Piaget,
perkembangan anak dibagi menjadi empat tahap, yaitu: pertama tahap
sensori motoric, yang menimbulkan reaksi anak dalam merespon input
sensorimotorik yang diberikan, seperti ekspresi wajah yang
ditampakkan oleh anak tersebut kemudian diproses untuk menghasilkan
suatu bentuk respon perilaku yang semestinya, tahapan ini terjadi
antara umur 0-2 tahun. Kedua, tahap praoperasional, yakni anak
belajar merepresentasikan benda-benda di sekitarnya dengan gambar
dan kata-kata, tahapan ini terjadi antara umur 2-7 tahun. Ketiga, tahap
operasional konkret yakni anak mampu memecahkan masalah pada
benda atau peristiwa konkret yaitu benda yang tampak dilihat di
depannya, tahapan ini terjadi antara umur 7-12 tahun. Keempat, tahap
operasional formal, ciri yang tampak pada tahapan iniadalah individu
bergerak di luar pengalaman kongkret dan mulai berfikir logis serta
menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia , tahapan ini mulai
berlangsung pada usia 12 tahun dan berkembang hingga dewasa.
Tahapan-tahapan ini dilalui anak dalam perkembangannya dari lahir
sampai usia dewasa. Menurut Piaget apabila satu tahap saja terlewati
oleh seorang anak, maka berimbas pada kecerdasan anak itu sendiri di
masa yang akan datang.114
Anak akan belajar dengan baik apabila kebutuhan fisiknya
terpenuhi dengan optimal serta merasa aman dan nyaman dalam
lingkungan disekitarnya. Anak belajar terus menerus dengan konsep
bermain yang terarah sesuai dengan keinginannya, dimulai dari
membangun pemahaman tentang sesuatu, mengeksplorasi lingkungan,
menemukan kembali sesuatu konsep, hingga mampu membuat sesuatu
yang berharga yang berupa karya dari pemahaman yang dimilikinya.
Setelah pemahaman didapat anak belajar melalui interaksi sosial, baik
dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya sebagai
pengembangan kecerdasan interpersonal yang dimilikinya. Sehingga
minat dan ketekunan anak senantiasa memotivasi belajar anak dalam
berbagai keadaan. Di samping itu, perkembangan dan gaya belajar anak
harus dipertimbangkan sebagai perbedaan individu, dalam arti tidak
bisa disamaratakan dengan anak yang lainnya dalam arti perkembangan
114
Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget ( Yogyakarta:
Kanisius, 2001), 19.
83
anak itu berbeda-beda jadi tidak bisa dinilai secara klasikal, melainkan
secara individual.115
3. Prinsip Pendekatan Sentra dan Lingkaran Di antara prinsip pendekatan senling (sentra dan lingkaran)
yang dikenal dengan metode sentra adalah keseluruhan proses
pembelajarannya berlandaskan pada teori dan pengalaman empirik
tidak sekedar teori dan menghafal saja. Setiap proses pembelajaran
ditujukan untuk merangsang seluruh aspek kecerdasan majemuk anak
melalui konsep bermain yang terencana dan terarah serta bimbingan
dan dukungan dari guru sebagai fasilitator berdasarkan empat jenis
pijakan main. Selain itu, strategi untuk menempatkan penataan
lingkungan main sebagai pijakan awal yang merangsang anak untuk
aktif, kreatif, dan terus berpikir dengan menggali berbagai macam
potensi kecerdasannya berdasarkanpengalamannya sendiri. Prinsip
yang terpenting dalam implementasi metode sentra adalah
menggunakan standar operasional yang baku dalam proses
pembelajaran sebagai barometer keberhasilan dalam penerapan metode
sentra.116
Untuk menerapkan metode sentra ini seorang guru hendaknya
mengikuti prosedur pijakan-pijakan untuk membentuk keserasian
antara bermain dan belajar. Berikut ini adalah Pijakan-pijakan yang
harus diikuti dalam penerapan metode sentra Pertama, Pijakan
lingkungan; Guru menata lingkungan yang disesuaikan dengan
intensitas & densitas. Kedua, Pijakan sebelum bermain, guru sebagai
pendidik sekaligus fasilitator meminta anak-anak untuk membentuk
lingkaran (circle time), meminta kepada anak-anak untuk membaca doa
bersama, menanyakan para siswa kesiapan mendengar cerita dan
memasuki saat sentra. Guru memulai bercerita menggunakan media
yang sesuai dengan tema, menginformasikan jenis mainan yang ada
dan menyampaikan aturan bermain dan meminta anak-anak didik untuk
masuk area sentra. Ketiga, Pijakan saat bermain; guru mempersiapkan
catatan perkembangan siswa, mencatat perilaku, kemampuan dan
celetukan atau pendapat anak didik ketika pembelajaran berlangsung,
membantu siswa jika dibutuhkan, mengingatkan anak didik bila ada
yang lupa atau melanggar aturan. Keempat, Pijakan setelah bermain
115Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan ”Beyond center and circle
time (BCCT) (Pendekatan Sentra dan Lingkungan) dalam Pendidikan Usia Dini, 20. 116
Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan ”Beyond center and circle
time (BCCT) (Pendekatan Sentra dan Lingkungan) dalam Pendidikan Usia Dini, 25.
84
yaitu Recalling (anak menceritakan kembali pengalamannya selama
main di sentra). Guru meminta anak-anak untuk membereskan mainan
dan alat yang dipakai selama proses main di sentra, meminta siswa
menceritakan pengalaman bermainnya sambil menghitung jumlah
kegiatan yang dilakukan, guru sebagai fasilitator menutup kegiatan
dengan berdoa bersama setelah itu guru membagikan buku komunikasi
sebelum pulang.117
4. Standar Baku Operasional Penerapan Metode Sentra
Standar operasional yang baku dalam proses penerapan
pembelajaran pendekatan metode sentra diaplikasikan sesuai dengan
alur kerja berikut ini, yaitu: penataan lingkungan main ditempatkan
sebagai pijakan awal yang menstimulasi anak untuk kreatif, aktif dan
terus berpikir dengan menggali pengalamannya sendiri melalui sentra-
sentra yang mendukung tahapan perkembangan anak. Kemudian untuk
memupuk rasa kasih sayang antara anak didik dan pendidik, setiap
kedatangan anak-anak di pagi hari pendidik menyambutnya dengan
salamdan mempersilakan anak untuk bermain bebas terlebih dahulu
(waktu untuk penyesuaian sebelum bermain di lingkaran dan
sentra).Setelah bermain bebas semua anak mengikuti sesi pembukaan
dengan bimbingan pendidik yang bertugas, sebelum pembelajaran
BCCT dimulai pendidik memberi waktu kepada anak-anak untuk ke
kamar kecil dan minum secara bergiliran.Setelah kegiatan itu selesai
dilanjutkan untuk mempersilakan anak-anak masuk ke kelompoknya
masing-masing dengan membentuk lingkaran untuk diberikan pijakan
pengalaman sebelum main.Kemudian pendidik sebagai guru makan
(guru kelas) memberi waktu yang cukup kepada anak untuk melakukan
kegiatan main di sentra yang dibimbing oleh guru sentra sesuai tema
yang dijadwalkan hari itu.118
Selama anak berada di sentra, guru sentra sebagai fasilitator
memberi pijakan awal (pijakan pengalaman selama main) serta pijakan
individu pada tiap anak secara bergiliran. Setelah itu pendidik bersama
anak-anak membereskan peralatan dan tempat main dirapikan di tempat
semula. Kemudian pendidik melanjutkan kegiatannya bersama anak-
anak untuk diberikan pijakan setelah main pertanda kegiatan main di
sentra sudah selesai. Untuk melatih kedisiplinan anak-anak makan
117
Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan Sentra dan Lingkaran
(BCCT) dalam Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta; Depdiknas, 2006), 170.
118Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan Sentra dan Lingkaran
(BCCT) dalam PendidikanAnak Usia Dini, 174.
85
bersama (makan bekal yang dibawanya) merupakan wahana untuk
melatih sikap kesabarannya, saling berbagi sesama teman, belajar antri
dan tidak menang sendiri. Setelah kegiatan ditutup dengan makan bekal
bersama anak-anak dipersilakan pulang ke rumah masing-masing
secara bergiliran. Sedangkan pendidik melanjutkan kegiatannya untuk
membereskan tempat bermain yang masih berantakan dan
menyelesaikan catatan kelengkapan administrasi pada hari itu,
termasuk melakukan diskusi tentang evaluasi kegiatan hari itu dengan
sesama teman guru yang lain baik kepala sekolah, guru makan maupun
guru sentra, sekaligus membuat rencana kegiatan untuk esok hari.
Kegiatan di sentra, perlu melibatkan orang tua sebagai pendidik di
rumah dan sebagai satu kesatuan proses untuk mendukung kegiatan
anak di rumah sesuai dengan pendekatan metode sentra. Secara berkala
dan di awal tahun ajaran baru. Orang tua anak didik perlu diberikan
sosialisasi tentang prosedur pendekatan metode sentra, sehingga
mereka memahami dengan benar manfaat diaplikasikannya pendekatan
metode sentra bagi anaknya baik di sekolah maupun di rumah.119
Setiap proses kegiatan pembelajaran dalam konsep metode
sentra baik saat bermain bebas, saat main di lingkaran maupun saat
main di sentra harus ditujukan untuk menstimulus seluruh aspek
kecerdasan majemuk anak (multiple intelligences) secara terpadu dan
optimal melalui bermain sensorimotor, main peran maupun main
pembangunan yang terencana dan terarah serta dukungan pendidik
dalam bentuk empat jenis pijakan yaitu; pijakan lingkungan main,
pijakan sebelum main, pijakan selama main dan pijakan setelah main.
Pemberian pijakan ini merupakan implikasi praktis dari teori kognitif
Vygotsky yang menyebutkan bahwa tingkat perkembangan intelektual
yang tertinggi pada anak usia dini justru terjadi pada saat anak
berinteraksi dengan orang dewasa atau anak yang lebih tinggi
kemampuannya.120
Seluruh aspek-aspek kecerdasan majemuk pada anak
harus dapat dikembangkan melalui sentra-sentra yang ada, namun tidak
berarti satu aspek kecerdasan majemuk diwakili oleh satu sentra,
melainkan satu jenis sentra seharusnya dapat mengembangkan
119Puckett, Margareth B and Difilly, Deborah, Teaching Young Children: An
Introduction to The Early Chilhood Professional, Scond Edition (New York:
Thomson Delmar Learning, 2004), 185. 120
Pijakan artinya dukungan yang berubah-ubah selama proses kegiatan
belajar yang jenis dan tingkatannya disesuaikan dengan kinerja dan perkembangan
yang dicapai anak yang diberikan untuk mencapai perkembangan yang lebih tinggi
dari sebelumnya. Lihat Depdiknas, 2006
86
kecerdasan majemuk sekaligus secara terpadu.121
Dalam penerapannya
pendekatan metode sentra didesain dalam bentuk sentra-sentra yang
sesuai dengan kebutuhan. Setiap guru sebagai pendidik dan fasilitator
bagi anak didiknya bertanggung jawab penuh pada 10 anak didik setiap
sentranya, dengan cara moving class, sesuai dengan tema dan sentra
gilirannya pada hari itu. Metode sentra ditujukan untuk menstimulus
seluruh aspek kecerdasan majemuk anak usia dini (Multiple
Intelligences) secara terpadu dan optimal.122
Dalam sebuah kegiatan belajar mengajar, anak-anak dapat
mengembangkan berbagai aspek pendidikan. Seperti; aspek bahasa,
kognitif, fisik motorik, sosial emosionalnya dalam satu kesempatan.
Misalnya, anak-anak berbicara (bahasa oral), menggunakan
keterampilan motorik halus (koordinasi fisik), bekerja sama dalam
proyek bersama (keterampilan sosial), menyortir bagian-bagian dan
mengelompokkannya (klasifikasi matematika), menemukan proses
terbentuknya busa dari sabun mandi (sains) menirukan gambar saat
membaca buku cerita (membaca) serta membuat daftar belanjaan saat
bermain peran (menulis). Pembelajaran dan pengembangan seluruh
kecerdasan majemuk terjadi dalam setiap sentra selama main di sentra
berlangsung dengan cara yang bermakna dan sesuai dengan psikologis
anak usia dini. Metode sentra menjadikan konsep bermain sebagai
wahana yang paling tepat dalam pembelajaran anak usia dini sesuai
dengan perkembangannya.123
Selain itu, metode sentra adalah satu-
satunya wahana yang paling tepat diantara metode- metode
pembelajaran yang ada, karena di samping menyenangkan, pendekatan
sentra menjadi wahana untuk berfikir aktif, kritis, kreatif dan
bertanggung jawab bagi anak usia dini dalam kehidupan sehari-hari
dengan konsep main yang terarah.124
121Howard Gardner, Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences,
32. 122
Gusnawirta T Fasli Jalal, Ketua Himpunan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Anak Usia Dini (HIMPAUDI) mengemukakan bahwa keunggulan
metode sentra itu adalah menciptakan setting pembelajaran untuk menstimulus anak
agar aktif, kreatif dan mandiri dengan menggali pengalamannya sendiri melalui
pertanyaan yang membangun potensi anak dalam mengembangkan kecerdasan
majemuknya. Lihat, Pedoman kerja Himpunan pendidik dan tenaga kependidikan
Anak Usia Dini (HIMPAUDI), (Jakarta, 2007 ), 73.
123Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 183. 124
Rika Mariyana, Strategi Pengelolaan Lingkungan Belajar di Taman
Kanak-kanak (Jakarta: Depdiknas. Ditjen Dikti, 2001), 84.
87
D. Sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta Timur sebagai Penggagas Awal
Metode Sentra di Indonesia
BCCT (Beyond Center and Circle Time/Lebih Jauh tentang
Sentra dan Saat Lingkaran) atau dikenal juga dengan istilah “Sistem
Sentra,” sistem ini pertama kali diadopsi di Indonesia oleh Sekolah Al-
Falah yang berdomisili di Jalan Kelapa Dua Wetan no 4 Ciracas Jakarta
Timur. Setelah melakukan studi banding mengenai pendidikan ke
beberapa sekolah di berbagai negara di dunia, seperti Australia, Eropa,
dan Amerika Serikat, drg. Wismiarti, sebagai pendiri Sekolah Al-Falah
Ciracas Jakarta Timur, memutuskan untuk mengadopsi sistem yang
digunakan oleh Creative School, Tallahase Florida, AS itu. Yang
membuat drg. Wismiarti terkesan dan terkesima dengan sekolah
tersebut adalah karena mereka menjalankan nilai-nilai mulia
sebagaimana yang diajarkan oleh Al-Qur‟an. Seperti hormat, jujur,
sayang teman, rajin, tanggungjawab, disiplin, etc.Nilai-nilai positif
tersebut dibangun melalui program sehari-hari (daily activity).125
Dalam belajar membaca, metoda BCCT atau metode sentra
sangat berbeda dengan cara pembelajaran yang umum berlangsung di
Indonesia yang melalui proses mengeja A, B, C, terlebih dahulu, serta
anak didik disuruh duduk rapi dengan tangan dilipat di atas meja dan
tidak diberi keleluasaan bermain untuk mengeksplorasi potensi
kecerdasannya secara terpadu dan berkesinambungan.126
Sedangkan
125Seperti aktifitas makan, bermain, tidur maupun aktifitas harian yang
lainnya.Kemampuan klasifikasi (pengelompokkan) pada anak-anak dibangun sangat
kuat di sekolah itu.Klasifikasi pada benda kongkrit (mainan) berdasarkan warna,
bentuk, dan ukuran sudah mulai dibangun pada diri anak sejak bayi. Di setiap sentra,
kemampuan klasifikasi terus ditingkatkan baik saat bermain maupun saat
membereskan mainan tersebut. Jika klasifikasi pada hal-hal yang kongkrit sudah
terbangun, maka kelak mereka mampu mengklasifikasikan hal-hal yang abstrak dan
anak-anak usia dini mampu membedakan mana yang salah dan mana yang benar.
Dalam hal membangun disiplin anak, sekolah tersebut menerapkan disiplin with love.
Dengan pendekatan disiplin with love, konsep disiplin diterapkan melalui simulasi
langsung pada anak-anak, sehingga mereka tahu dan mengerti tentang mengapa dan
untuk apa manfaat aturan itu dibuat. Lihat Yudhistira dan Siska Y. Massardi,
Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini,
(Bekasi, Media Pustaka Sentra, 2012).
126Misalnya pada saat main balok di sentra pembangunan, anak diberi tahu
bahwa balok itu fungsinya untuk membangun. Jika balok digunakan untuk hal yang
lain maka bisa berbahaya bagi diri sendiri maupun orang lain karena balok terbuat
dari kayu dan mempunyai sudut lancip. Contoh lain adalah aturan berjalan di ruangan.
Jika berlari maka bisa menimbulkan tabrakan baik dengan orang maupun dengan
88
konsep BCCT yang menggunakan sistem sentra sebagai sarana bermain
anak. Dengan menggunakan konsep metode sentra, kemampuan dan
keterampilan anak usia dini dibangun melalui berbagai jenis main tanpa
tekanan dan paksaan dari guru dan lingkungan. Dengan sentra,
knowledge (pengetahuan & keterampilan) anak diorganisir secara rapi
sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Sistem metode sentra membuat anak belajar dengan gembira
dan menyenangkan (happy learning). Suasana kelas yang nyaman dan
menyenangkan sangat disarankan karena jika anak dalam kondisi
tertekan, kecewa, sedih atau marah (emosi negatif), maka ia tidak
dapat belajar dengan baik. Berdasarkan teori yang lahir dari penelitian
perkembangan otak, otak pusat berpikir manusia tidak berfungsi
dengan baik jika emosi dalam keadaan negatif. Dengan memposisikan
anak sebagai subjek bukan objek, dapat membuat seluruh potensi
kecerdasan majemuk anak bisa dibangun secara bersamaan dan
membuat mereka tumbuh menjadi anak yang kreatif, peka dan kritis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh CCRT, sistem metode
sentra ini bisa membangun anak pada delapan domain, yaitu afeksi,
estetika, kognisi, psikomotor, bahasa, sosial, pembangunan, dan main
pura-pura. Hal tersebut selaras dengan konsep teori tujuh kecerdasan
dasar menurut teori Gardner yaitu teori kecerdasan majemuk (Multiple
Intelligences).127
Dengan ketertarikan dan kesan Wismiarti, sebagai pendiri
Sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta Timur, terhadap sisitem pendidikan
Creative School, Tallahase Florida, AS. Akhirnya, Wismiarti
memutuskan untuk mengadopsi sistem yang digunakan oleh Creative
School, Tallahase Florida, AS. Setelah melakukan studi banding
mengenai pendidikan ke beberapa sekolah di berbagai negara di dunia,
seperti Australia, Eropa, dan Amerika SerikatKetertarikannya
dikarenakan mereka menjalankan nilai-nilai mulia sebagaimana yang
diajarkan oleh Al-Quran seperti hormat, jujur, sayang teman, rajin,
benda-benda di sekitarnya.Berlari bisa dilakukan di lapangan berumput, karena jika
jatuh tidak berbahaya.Lain halnya ketika anak-anak berlari di ruangan pasti berbahaya
dan menyebabkan kecelakaan.Pengarahan dan pemberitahuan itu dilaksanakan ketika
guru memberikan pijakan awal (pijakan lingkungan main, pijakan sebelum main,
pijakan ketika bermain dan pijakan setelah bermain) dan pijakan individual. Lihat
Depdiknas, Bahan Pelatihan Lebih Jauh Tentang Sentra Dan Lingkaran (Jakarta: Dit
PADU Depdiknas, 2004), 38.
127Howard Gardner,Frame of Mind: Theory Multiple Intelligences. (New
York: Basic Books, 1993), 142.
89
tanggungjawab, disiplin, etc. Nilai-nilai positif tersebut dibangun
melalui program sehari-hari (daily activity) melalui konsep
pembelajaran metode sentra yang mengembangkan potensi kecerdasan
majemuk anak usia dini secara bersamaan, terpadu dan optimal.128
Oleh karena itu, demi mewujudkan impian Wismiarti, pada
tahun 1996, Sekolah Al-Falah mengirimkan enam orang guru dai
sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta Timur untuk mengikuti training di
Creative School di Florida Amerika Serikat. Keenam guru tersebut
adalah: Siti Khadijah, Tjutju Herawati, Nibras OR Salim, Martini
Saleh, Betty Sumartini, dan Budhi Priatni. Ketika para guru kembali ke
Indonesia, konsultan sekaligus pemilik dan pendiri Creative School,
Pamela Phelps, PhD129
mengirimkan salah seorang staffnya untuk
membantu pendirian sekolah Sekolah Al-Falah. Mereka pulang ke
Indonesia dengan membawa banyak buku sebagai bahan rujukan.
128
Wismiarti, Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Kecerdasan Majemuk di
Sekolah Al-Falah. Makalah pada seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak
Usia Dini, Jakarta: Universitas Negeri Jakarta bekerja sama dengan Depdiknas, 2004. 129
Pamela Phelps, Ph.D, sebagai penggagas metode BCCT beliau menjabat
Vice President dari Creative Center for Childhood Research and Training (CCCRT),
sebuah perusahaan non-profit yang bergerak di bidang penyediaan pelatihan dan
program konsultasi bagi orang dewasa yang bekerja di dunia anak usia dini. Program
CCCRT meliputi penelitian, presentasi kepada kelompok-kelompok profesi maupun
non-profesi untuk berbagai permasalahan seputar dunia anak dan keluarga
mereka.Beliau juga mengurus anak-anak usia dini dan keluarganya di tingkat
nasional, diantaranya menjadi ketua State of Florida‟s Coordinating Council for
Early Childhood Services yang ditunjuk oleh Commissioner of Education for the
State of Florida dan pernah menjadi anggota The Florida Interagency Council for
Infants and Toddlers. Berbagai penghargaan di dunia pendidikan telah diberikan
kepadanya atas dedikasinya dalam penelitian dan pendidikan anak usia dini, seperti
The Outstanding Women Award from the Tallahassee Branch of American
Association of University Women, The Research in Education Award by the Florida
State University, dan lain-lain. Pamela Phelps, Ph.D, mempunyai pengalaman unik
lebih dari 40 tahun bekerja di dunia anak-anak dan keluarga mereka. Beliau memulai
karirnya dengan mengajar di taman kanak-kanak dan kelas satu di public schools
Wakulla dan Leon Counties di negara bagian Florida, Amerika Serikat, selama lebih
dari 30 tahun terakhir menjadi pemilik dan direktur Creative Pre-School. Sekolah
tersebut memberi pelayanan pendidikan dan pengasuhan kepada sekitar seratus
tigapuluh anak usia dini (2 bulan-6 tahun) dan telah dijadikan model di tingkat negara
karena juga menerima anak-anak dengan kebutuhan khusus yang diakreditasi oleh
National Association for the Education of Young Children (NAEYC). Selain di
sekolah Al-Falah, program pendidikannya juga diadopsi oleh Jepang. Sejak tahun
1996 sampai sekarang Phelps menjadi konsultan Sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta
Timur.
90
Selama setahun, enam orang guru tadi dan staf dari Creative School
mulai menyusun kurikulum. Ada tujuh sentra yang dikembangkan di
Sekolah Al-Falah, yaitu sentra: Sentra Persiapan membangun
kemampuan keaksaraan), Sentra Balok (merangsang kemampuan
konstruksi, prediksi, presisi, akurasi, geometri dan matematika), Sentra
Seni (membangun kreatifitas, sensorimotor, kerja sama), sentra Bahan
Alam (membangun sensorimotor, fisika sederhana, pemahaman tentang
batasan dan sebab akibat), Sentra Main Peran Besar dan Sentra Main
Peran Kecil (membangun imajinasi, kepemimpinan, daya hidup,
adaptasi, kebahasaan dan kemandirian) dan Imtaq (iman dan taqwa).
Setiap hari anak-anak bermain di sentra yang berbeda-beda (moving
class). Pada saat bermain di sentra kemempuan klasifikasi anak
dibangun secara terus menerus agar mereka bisa memiliki konsep
berpikir yang benar, kritis dan analitis, pengetahuan yang diberikan
kepada anak-anak tidak abstrak. Anak-anak usia dini , baik pada saat
main lingkaran, main sentra atau main bebas distimulus untuk
menemukan sendiri konsep-konsep factual mengenai bentuk, warna,
ukuran, ciri, tanda, sifat, habitat, manfaat serta rangkaian sebab akibat
(kausalitas).130
Metode sentra yang semula berbasis identifikasi permasalahan
dalam pengembangan karakter usia dini dan solusinya dengan happy
learning melalui sentra-sentra bermain dan belajar kemudian dibubuhi
nilai-nilai Islam oleh drg. Wismiarti. Di antara kontribusi Wismiarti
yang paling utama adalah penambahan sentra Iman dan Taqwa (Imtaq)
dengan serangkaian ibadah harian dan doa-doa serta pengembangan
laku praksis (bukan hanya hafalan semata), karakter-karakter luhur
berdasarkan sifat-sifat Mulia Allah atau Asmaul Husna. Oleh karena
itu, setiap sentra dalam praktiknya harus mengalirkan nilai-nilai dan
pemahaman terhadap 18 sikap dari Asmaul Husna (Mutu, Hormat,
Jujur, Bersih, Kasih Sayang, Sabar, Syukur, Ikhlas, Disiplin, Tanggung
Jawab, Khusyuk, Rajin, Berpikir Positif, Ramah, Rendah Hati,
Istiqomah, Taqwa, dan Qonaah). Sifat-sifat tersebut merupakan
pengembangan dari metode sentra dengan hasil yang luar biasa dalam
mencetak generasi penerus bangsa yang lebih taqwa, lebih baik, lebih
cerdas, lebih mandiri dan berakhlak mulia. 131
130 Hasil Pengamatan proses pembelajaran metode sentra melalui wawancara
dengan Imas Maspupah Kepala sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 10
Agustus 2013.
131Wismiarti, Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Kecerdasan Majemuk di
Sekolah Al-Falah. Makalah pada seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak
91
Meskipun sudah menjalani training selama 3 bulan serta
didampingi staff konsultan, demi kehati-hatian dalam menerapkan
konsep metode sentra, Sekolah Al-Falah belum berani membuka kelas
untuk umum. Sebagai uji coba dalam praktek metode sentra yang
didapatkan dari Florida Amerika Serikat, sebuah kelas awal dibuat
dengan jumlah siswa 4 orang yang terdiri dari anak guru dan pengurus
yayasan. Sistem ini tidak bisa diterapkan begitu saja dengan muatan
yang sama dengan kurikulum di Creative School, disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan di sekolah yang bersangkutan. Sistem Sentra
menggunakan kurikulum individual disesuaikan kebutuhan dan tahap
perkembangan siswa, tidak klasikal.Sehingga, hal yang pertama kali
harus dibangun adalah kemampuan guru untuk membaca tahap
perkembangan siswa dan memberikan dukungan pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan anak.132
Pada tahun berikutnya, setelah uji coba dilakukan secara
intensif dan berhasil guna, Sekolah Al-Falah baru membuka kelas
untuk umum, setelah para guru mengikuti training dan pelatihan yang
matang tentang metode sentra dan mempunyai kemampuan mandiri
untuk merancang kurikulum/lesson plan sendiri yang disesuaikan
dengan kebutuhan anaksesuai proses tahapan perkembangan anak.
Pada 2002, Sekolah Al-Falah menjalin kerjasama dengan Direktorat
PAUD dalam menerjamahkan bahan BCCT. Enam orang staf dari
Direktorat PAUD, Nadine Hoover (Konsultan), Wismiarti, dan dua staf
Sekolah Al-Falah lainnya, duduk bersama selama satu hari kali
seminggu selama setahun menerjemahkan sekaligus melakukan transfer
ilmu pengetahuan. Pada tahun berikutnya, mereka telah menyelesaikan
materi tersebut dan menjadikannya sebagai bahan pelatihan tentang
peneraapan metode sentra.
Program Beyond Center and Circle Time yang telah
diterjemahkan tersebut yang hak ciptanya dalam Bahasa Indonesia,
telah diserahkan oleh Pamela Phelps kepada Sekolah Al-Falah dan
Depdiknas untuk disebarluaskan ke lembaga pendidikan anak usia dini
lainnya baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia melalui
Usia Dini,( Jakarta: Universitas Negeri Jakarta bekerja sama dengan Ditlusepa,
Depdiknas, 2004) 132
Wismiarti, Pendidikan Anak Usia Dini berbasis Kecerdasan Majemuk di
Sekolah Al-Falah. Makalah pada Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak
Usia Dini (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta bekerja sama dengan Ditlusepa
Depdiknas, 2004)
92
program training dan magang bagi para pemula. Tahun 2004 Pamela
Phelps, PhD, memberikan dua kali pelatihan pada 50 orang peserta.
Dari peserta tersebut, terpilih 20 orang untuk menjadi trainer yang akan
menyebarkan sistem ini ke seluruh Indonesia. Saat itu, Sekolah Al-
Falah menyerahkan 20 set bahan untuk digunakan para trainer. Pada
2004, Diknas mengirim 200 orang guru dari berbagai provinsi di
Indonesia untuk mengikuti pelatihan. Pelatihan dilakukan secara
bertahap, masing-masing angkatan 20 orang selama satu minggu.
Untuk lebih menyebarluaskan program BCCT, Diknas memberikan
bantuan dana kepada para pengelola sekolah. Sebagian dari penerima
bantuan datang ke Sekolah Al-Falah untuk mempelajari sistem tersebut
Pada tahun kedua, Staf Ahli Menteri Diknas, dr. Fasli Jalal
PhD, meninjau Sekolah Al-Falah dan menyatakan ketertarikannya
pada sistem metode sentra. Pada tahun yang sama, Sekolah Al-Falah
mengadakan seminar dengan pembicara konsultan dari Creative
School, Pamela Phelps, PhD dan keynote speaker Fasli Jalal, PhD.
Seminar itu mendapat respon yang sangat positif dari orangtua, guru,
pengelola sekolah, dan para staf Kemendiknas.Setelah melihat antusias
masyarakat terhadap metode sentra, Dr. Fasli Jalal yang saat itu
menjabat sebagai staf Ahli Menteri Pendidikan Nasional.Beliau
langsung membawa eksperimen tentang metode sentra ke instansinya.
Maka Phelps yang sudah menjadi konsultan sekolah Al-Falah pun di
gandengnya untuk menjadi konsultan Departemen Pendidikan Nasional
dalam rangka memasyarakatkan model BCCT (Beyond Center Circle
Time)Departemen Pendidikan Nasional bersama Phelps dan sekolah
Al-Falah meracik modul dan menyelenggarakan pelatihan Instruktur
(Training Of trainer) dalam rangka penyebaran metode sentra ke
seluruh Indonesia, yang dimulai sejak tahun 2004.133
Sudah satu windu penyebaran BCCT diimplementasikan di
sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta Timur. Namun faktanya model BCCT
yang biasa dikenal dengan sebutan senling (sentra dan lingkaran), tetap
tidak segegap gempita gerakan PAUD. Boleh jadi, ini berhubungan
dengan upaya pemerintah yang belum memprioritaskan peningkatan
angka partisipasi dan prestasi pendidikan anak usia dini. Setelah
berjalan sekian lama, maka banyak bias yang terjadi di lapangan dalam
penerapkan program metode sentra. Salah satu fakta yang merebak di
kalangan pendidik dan masyarakat pendidikan pada umumnya adalah
133
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 248.
93
menunjukkan indikasi ketidakminatan untuk mengadopsi model
metode sentra. Penyebab utamanya adalah kekurangpahaman bagi
mereka tentang pendekatan metode sentra. Mereka menganggap dan
merasakan serta mempersepsikan bahwa metode sentra itu sulit, rumit
dan tidak praktis, walaupun banyak diantara mereka yang mengakui
keunggulannya dari aplikasi metode sentra ini. Sebagian pihak diantara
mereka mengatakan, bahwa penerapan metode sentra membutuhkan
biaya dan sumberdaya manusia yang tidak mudah didapatkan. Persepsi
yang kurang sesuai mengenai metode sentra yang terkesan berat dan
rumit, bila dicoba dan diterapkan dengan peralatan dan fasilitas
seadanya justru menjadi sumber energi istimewa yang membuat tugas
mengajar menjadi aktifitas yang membahagiakan. 134
Untuk menyamakan pandangan dan persepsi mengenai
informasi baru persepsi tentang metode sentra, Sekolah Al-Falah
bersama PPPAI (Pusat Program Pembangunan Anak Indonesia),
mengadakan konferensi pendidikan tahunandengan mengundang
Pamela Phelps, dan Laura sebagai pembicara, bertempat di Gedung
Dikti, Senayan, Jakarta. Untuk menjaga program implementasi metode
sentra secara konsisten dan tepat sesaui prosedur, acara ini
dilaksanakan secara benar untuk pengembangan dari program
tersebut, perlu diadakan pertemuan tahunan. Konferensi Pertama pada
tanggal 14-16 November 2008 yang diselenggarakan oleh Sekolah Al-
Falah, Pusat Program Pembangunan Anak Indonesia (PPPAI) dan
Depdiknas dengan Tema “Bangun Anak Indonesia.”Konferensi kedua
dilaksanakan tanggal 23, 24, 25 Oktober 2009 di Hotel Le‟Meridien,
Jalan Jenderal Sudirman Jakarta Pusat.135
Acara itu menjadi sarana untuk menyebarkan informasi kepada
guru-guru dan para pengelola sekolah, baik yang sudah menjalankan
maupun yang ingin tahu mengenai program beberapa daerah, para
orang tua murid, penyelenggara lembagabaik dari Jakarta maupun dari
beberapa daerah, para orang tua murid, penyelenggara
lembaga/yayasan pendidikan swasta maupun dari instansi pemerintah
yang terkait.Demi pengembangan–pengembangan program kajian
BCCT, terutama pengembangan metode sentra dilaksanakan konferensi
134Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 285. 135
Hasil wawancara dengan Yudhistira Massardi, ketua yayasan TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 20 Juni 2013.
94
setiap tahun dengan tema yang bervariasi sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang pendidikan anak
usia dini. Diharapkan, pada tahun-tahun mendatang program PAUD
dapat semakin maju dan berkembang sehingga dapat mencapai hasil
maksimal dalam membangun multiple intelegences dengan pendekatan
metode sentra pada anak Indonesia.136
Menurut Wismiarti, bahwasanya seluruh materi yang
disampaikan pada anak perlu diorganisasikan melalui sentra-sentra agar
materi yang disampaikan tersebut dapat dipahami anak secara
sistematis, teratur, dan terarah sehingga memudahkan anak dalam
mengambil kesimpulan. Di Indonesia, tepatnya di sekolah Al-Falah
yang terletak di jalan Kelapa Dua Wetan- Ciracas Jakarta Timur yang
diprakarsai oleh Drg. Wismiarti yang saat ini menjadi sekolah
percontohan nasional dalam penerapan pendekatan metode sentra. Saat
ini sentra yang diterapkan di sekolah Al-Falah terdiri dari tujuh jenis
sentra, yaitu; sentra persiapan, sentra bahan alam, sentra seni, sentra
balok, sentra imtaq, sentra main peran besar dan sentra main peran
kecil. Selain TK Batutis Al-Ilmi yang mengadopsi sistem pendekatan
metode sentra dari TK Al-Falah, ada baberapa TK yang juga
mengadopsi metode sentra dan mengembangkannya yaitu TK Istiqlal
Jakarta137
dan TK Tazkia Sentul Bogor.138
136
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 325.
137TK Istiqlal dibawah naungan yayasan Qolbun SalimYayasan itu, salah
seorang pendirinya adalah Nibras OR Salim yang pernah dikirim ke Florida oleh
Sekolah Al-Falah, namun kemudian memisahkan diri dari Sekolah Al-Falah setelah
bergabung selama kurang lebih delapan bulan. Kelompok Bermain (KB) dan TKI/RA
masjid Istiqlal Jakarta didirikan pada tanggal 26Juli 1999 yang diprakarsai oleh
Nibras OR Salim. Ide pendirian lembaga ini muncul dalam sebuah rapat Badan
Pengelola Masjid Istiqlal Jakarta (BPMIJ) yang dihadiri para ketua bidang dan
subbidang pengurus. Salah satu subdit dari bidang takmir masjid adalah Bidang
Kemasyarakatan yang pada saat itu dijabat oleh Nibras OR Salim. Nibras sering
mengemukakan keprihatinannya terhadap perkembangan generasi muda terutama
anak usia dini. Nibras memandang, perlu adanya antipasi dan inovasi melalui
pendidikan sejak usia dini dengan metode yang sesuai dengan tahap perkembangan
anak. Di samping itu, masjid Istiqlal dijadikan sebagai pusat informasi dalam bidang
pendidikan, SDM yang beriman, bertaqwa dan berakhlakul karimah sejak usia dini.
Hal yang lebih penting dari dua permasalahan tersebut adalah pendidikan budi
pekerti dan akhlak mulia ditanamkan sebagai media penyaluraspirasi BPMIJ (Badan
Pengelola Masjid Istiqlal Jakarta) sekaligus dalam rangka melaksanakan program-
program bidang Dakwah Pendidikan Masjid Istiqlal Jakarta. Semula TK Istiqlal
membagi kegiatan dalam lima sudut, yaitu sudut ibadah, sudut keluarga sakinah,
95
Untuk mengetahui implementasi metode sentra di TK Batutis
Al-Ilmi yang mengadopsi sistem pendekatan metode sentra dari
sekolah TK Al-Falah Ciracas Jakarta Timur, dijelaskan secara tuntas di
bab III.
sudut kebudayaan karuni Allah, sudut alam sekitar, sudut ilmu pengetahuan dan sudut
pembangunan karunia Allah. Namun sejak tahun 2005, TK Masjid Istiqlal, istilah
pendekatan pembelajaran anak usia dini tidak menggunakan istilah Sudut kembali,
melainkan istilah yang digunakan adalah istilah Sentra yang maknanya lebih luas
dibandingkan sudut. Sentra yang diberlakukan di TK Masjid Istiqlal ada tujuh sentra,
yaitu; sentra ibadah, sentra bahan alam, sentra main peran, sentra balok, sentra musik
dan olah tubuh, sentra seni dan kreatifitas serta sentra persiapan. Jadi dalam ruangan
sentra tersebut ada kegiatan yang berbeda-beda dan bervariasi tetapi saling
terintegrasi, saling terkait antara satu dengan yang lainnya dalam rangka
mengembangkan seluruh potensi kecerdasan majemuk anak usia dini secara terpadu. 138
Perguruan Tazkia Sentul, saat ini sedang mengembangkan metode sentra
menjadi lebih lengkap dengan beberapa penambahan keunggulan lainnya. Di antara
keunggulan tersebut adalah penumbuhan jiwa entrepreneurship sejak usia dini serta
meningkatkan semangat untuk menghafal dan mempelajari Al-Quran. Informasi
lengkapnya mengenai perguruan Tazkia , bisa dilihat di alamat website berikut, yaitu;
www.tazkia.ac.id dan www. syafiiantonio.com
93
BAB III
METODE SENTRA DI TK BATUTIS AL ILMI BEKASI
Uraian Bab III ini dijelaskan tentang profil TK Batutis Al-lmi
mengenai sejarah berdiri dan perkembangannya, manajemen
pendidikan di TK Batutis Al-Ilmi serta transformasi konsep pendekatan
pembelajaran dari metode konvensional beralih ke metode sentra.
Kemudian dibahas juga tentang penerapan metode sentra di TK Batutis
Al- Almi Bekasi. Diuraikan berdasarkan data data dokumen sekolah,
hasil wawancara serta pengalaman penulis pada waktu mengadakan
observasi secara langsung ke lokasi penelitian yakni di TK Batutis Al-
Ilmi Pekayon Bekasi.
A. Mengenal TK Batutis Al-Ilmi Bekasi: Sejarah Pendirian dan
Perkembangannya
Sekolah TK Batutis Al-Ilmi Bekasi mulai diselenggarakan
tanggal 05 September 2005, dengan proyek pertama TK gratis untuk
kaum dhuafa.1
Didirikan oleh pasangan suami istri Siska dan
Yudhistira ANM Massardi.2
Siska sebagai tokoh utama pendiri
lembaga pendidikan anak usia dini menuturkan secara singkat tentang
sejarah berdirinya TK Batutis Al-Ilmi, selain wawancara penulis pun
melakukan studi dokumen tentang sejarah dan kiprah TK Batutis Al-
Ilmi dalam mensejahterakan anak-anak yang kurang mampu.3
Berikut ini petikan wawancara yang dilakukan penulis sesuai
dengan hasil jawaban langsung dengan Siska sebagai pendiri TK
1
Batutis adalah singkatan dari BAca TUlis graTIS untuk kaum dhuafa.
Kaumdhuafa selalu diidentikkan dengan kaum marginal, berpendidikan rendah,
berstatus sosial rendah, dan cenderung diremehkan di mata publik. Sebaliknya, kaum
kaya justru sering dipuja-puji publik lantaran segala keinginannya bisa dituruti karena
mereka memiliki harta berlimpah.Disudut kota metropolitan ternyata ada sosok
pribadi peduli yang mampu menyekolahkan anak-anak dhuafa/miskin secara mandiri
tanpa harus menunggu sedekah pendidikan dari pemerintah. 2
Sastrawan, lahir 28 Februari 1954 di Subang (Jawa Barat). Pendidikan
terakhir tamat SMA Taman Madya, Taman Siswa Yogyakarta dan pernah bergabung
dengan Persada Studi Klub Yogyakarta. Tahun 1981 ia mengikuti Konferensi
Pengarang Asia di Manila dan tahun 1983 mengunjungi Jepang dan kemudian
mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, AS. Banyak
menulis drama setelah pensiun dari redaktur majalah ESQ, tertarik dengan ajakan
istrinya (Siska) untuk mendirikan lembaga pendidikan TK gratis untuk anak-anak
dhuafa disekitar rumahnya yang membutuhkan bimbingan dalam belajar. 3Studi dokumen tentang sejarah TK Batutis Al-Ilmi, 10 April 2013.
94
Batutis Al-Ilmi, Siska menuturkan dengan bahasa keibuannya: “Bahwa
latar belakang pendirian TK ini, berawal ketika saya lihat anak-anak
disekitar rumah saya, tanpa kegiatan yang jelas, gitu” jadi, saya
bertanya-tanya, “ kenapa tidak sekolah? Ibunya bilang, kalo sekolah di
TK perlu biaya mahal,“ Oh seperti itu ya,” tutur Siska. Mendengar
jawaban tersebut, hati Siska, terusik.” Zaman sekarang kok masih ada
anak tak bisa sekolah,” Padahal aspek kehidupan saat ini tidak bisa
ditembus melainkan melalui jalur sekolah.4
Kenyataannya mereka memang berasal dari masyarakat miskin
dari luar kota Bekasi yang sengaja merantau ke Bekasi untuk mencari
nafkah dan menghidupi keluarganya, ada juga diantara mereka yang
memang keluarganya asli orang Bekasi. Anak-anak itu berasal dari
kampung-kampung di sekitar kompleks perumahan Pondok Pekayon
Indah. Orangtua mereka kebanyakan bekerja sebagai tukang ojek,
tukang sol sepatu, pembantu rumah tangga, pemulung, dan sebagainya.
Banyak ibu-ibu yang mengeluhkan hal itu kepada Siska. Siska merasa
terpanggil untuk melakukan sesuatu. Setelah bermusyawarah dengan
suaminya, terbesit gagasan dibenak Siska untuk membuat sekolah
darurat. Sambil mempersilahkan penulis menikmati minuman dan
suguhan alakadarnya, Siska melanjutkan penuturannya,:”Sekurang-
kurangnya, mereka tidak lagi bermain yang tidak bermanfaat.”
Menurutnya.”
Saat-saat paling sulit adalah ketika ingin memulai sesuatu,
apalagi sesuatu yang positif. Padahal jika sudah dimulai terkadang sulit
untuk dihentikan. Hal tersebut terjadi ketika dibebani oleh target yang
ingin sempurna, karena terlalu banyak pertimbangan akhirnya rencana
terkadang gagal sebelum dimulai. Dengan biaya seadanya, akhirnya
Siska dan Yudhistira memberanikan diri untuk memulai membuat
Taman Kanak-kanak, dengan dana terbatas dan seadanya, Siska
mengalokasikan Taman Kanak-kanak binaannya di rumah sederhana
yang mereka tempati dengan keluarganya.5
Aksi pun segera dilakukan. Garasi rumah Siska yang
beralamatkan di Perumahan Pondok Pekayon Indah, Blok BB 29 No 6,
Jl. Pakis VB, Pekayon Jaya Bekasi Selatan Jawa Barat. Posisi rumah
siska berbatasan dengan perkampungan kelurahan Pekayon Jaya, tanpa
pikir panjang rencana pun segera dilakukan, karena terbatasnya ruang
4Wawancara dengan Siska, Pendiri TK Batutis Al-Ilmi, 11 April 2013.
5Studi dokumen dan Wawancara dengan Siska, Pendiri TK Batutis Al-Ilmi,
10 April 2013 di kediamannya yang bersebelahan dengan gedung Sekolah TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi.
95
dan tempat, garasi rumah milik Siska dibenahi menjadi kelas sederhana
untuk anak-anak belajar. Semula Siska berencana membuka Taman
Kanak-kanak murah yang berkualitas. Namun, setelah dipikirnya
masak-masak dan penuh pertimbangan, akhirnya Siska menggratiskan
semua biaya sekolah, demi membantu anak-anak yang membutuhkan
pendidikan. Sewaktu pendirian sekolah di garasi banyak suka duka
yang dihadapi terutama masalah biaya, dalam penuturan selanjutnya
Siska menjelaskan kronologis pendirian TK gratis di Pekayon Bekasi.
Meskipun semula Siska khawatir TK nya dianggap murahan. Padahal,
kualitas sangat diprioritaskan.6
Siska memilih TK dengan alasan karena tidak ada yang
memikirkan nasib anak usia dini di sekitar rumah tempat tinggalnya,
apalagi identik di kalangan kaum dhuafa di sekitar rumah Siska,
sekolah di TK itu biayanya mahal dan tidak ada yang gratis. “Kalau
SD, sekarang pemerintah sudah bikin gratis. Tetapi, untuk diterima di
SD, anak diharuskan bisa baca-tulis dulu. Nah, siapa yang mau
mengajari mereka? Padahal, uang masuk TK dan biayanya sangat tidak
murah. Masyarakat yang tergolong dhuafa pasti tidak mampu bayar.
Jadi, bagaimana mungkin kaum dhuafa bisa mengubah nasib dan
memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anaknya yang
berusia dini kalau bukan orang mampu yang punya potensi untuk
membantu program pemerintah di bidang pendidikan, khususnya
pendidikan anak usia dini. TK yang dirintis oleh Siska itu diberi nama
dengan sebutan Batutis kependekan dari baca tulis gratis khusus untuk
kaum dhuafa.7
Materi bukanlah segalanya untuk mewujudkan cita-cita mulia
itu, masih banyak jalan lain yang bisa ditempuh. Tidak ada gedung,
garasi pun dijadikan sebagai tempat untuk kegiatan belajar mengajar.
Itulah usaha yang dilakukan Siska Yudhistira, luasnya hanya empat
kali tujuh meter. Di sisi sebelah kanan terdapat white board dan
berjejer meja kecil panjang untuk murid menulis dan melakukan
kegiatan bermain. Di sisi kiri terdapat dua lemari kecil yang di
dalamnya ada buku, krayon, pensil dan peralatan sekolah lainnya
seperti kotak plastik besar untuk menyimpan perlengkapan alat
6
Hasil wawancara dengan Siska , 23 April 2013.
7Studi dokumen tentang sejarah TK Batutis Al-Ilmi dan hasil wawancara
dengan Siska pendiri TK Batutis Al-Ilmi di kediamannya pada hari Rabu, 11 April
2013.
96
penunjang kegiatan pembelajaran termasuk lemari yang diperuntukkan
untuk menyimpan buku dan raport sekaligus arsip data-data murid.8
Gambar 3.1
Garasi Rumah Siska Y. Massardi yang dijadikan sekolah
Taman Kanak-kanak. 9
Di ruangan garasi tersebut pembelajaran dilaksanakan dengan
seadanya. Dindingnya dilapisi beberapa poster bergambar. Ada gambar
buah-buahan, binatang dan alfabet Arab. TK tersebut tidak
menggunakan kursi supaya tidak mempersempit ruangan. Terkadang
meja juga tidak digunakan di saat guru membacakan cerita, sebagai
gantinya yaitu dengan menggunakan karpet supaya terlihat nyaman dan
bisa menampung anak-anak agar tidak berdesak-desakan. Langit-
langitnya dihiasi dua kipas angin gantung supaya ruangan tidak terlalu
panas, walaupun jika cuaca panas kadang baling-baling kipas tersebut
tidak dapat membantu menghilangkan keringat. Di pojok kanan ada
sebuah kran, yang sebelumnya digunakan untuk mencuci mobil,
sekarang dimanfaatkan oleh anak-anak untuk mencuci tangan dan
mencuci piring setelah makan siang bersama. Pintu masuk kelas ada di
sebelah kiri, anak-anak memang tidak masuk melalui gerbang garasi.
Gerbang itu selalu ditutup dan lubang-lubang teralisnya dititup dengan
fiber supaya anak-anak bisa berkonsentrasi ketika pembelajaran sedang
berlangsung. Tidak terganggu oleh pemandangan di luar, termasuk dari
pantauan orang tua murid yang menunggu anak-anaknya yang kerap
8Studi dokumen tentang sejarah TK Batutis Al-Ilmi dan hasil wawancara
dengan Siska pendiri TK Batutis Al-Ilmi di kediamannya pada hari Rabu, 11 April
2013. 9Gambar ini diambil dari dokumen tasi profil TK Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi, 11 April 2013.
97
mengintip untuk mengetahui kegiatan anak-anaknya di kelas garasi
rumah Siska.10
Pagar garasi dengan tinggi dua meter itu, menurut
penuturan Siska bahwasanya seringkali menjadi sasaran tendangan kaki
anak-anak yang marah dan berkelahi dengan teman-temannya. Di pintu
masuk, terlihat puluhan sepatu mungil yang tersusun rapi di raknya.
Suara teriakan, tangisan, tawa dan canda selalu terdengar di ruang itu,
dari pukul 7:30 pagi hingga 12 siang.11
Ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung, seolah-
olah kesan garasinya terasa tidak ada. Terlihat seperti kelas sungguhan
saja. Oleh karena itu demi kenyamanan kelas, Siska menyeleksi setiap
barang yang akan di tempatkan di kelas. Jika sore hari atau di saat
anak-anak libur sekolah, ruang garasi itu kembali berfungsi menjadi
tempat jemuran. Di malam hari, tempat itu berubah fungsi, kembali
menjadi garasi mobil. Sungguh unik memang, tapi itulah rintisan awal
yang Siska usahakan dengan suaminya agar pendidikan bagi anak-anak
dhuafa binaannya tetap berjalan dengan baik.12
Di garasi itulah bermula Siska membuka sekolah gratis yang
diberi nama ”Batutis Al-Ilmi.” Bagi anak-anak usia dini yang semula
tidak pernah mendapatkan sentuhan pendidikan. Visi dan misi sekolah
yang dirintis Siska adalah untuk membina anak-anak dhuafa menjadi
insan kamil yang cerdas, berakhlak mulia, berkarakter mandiri, peduli
dengan sesama, membangun fasilitas rumah tinggal bagi anak-anak
miskin yang cerdas dan berbudi pekerti luhur. Serta menyelenggarakan
pendidikan gratis tingkat Taman Kanak-kanak bagi kaum dhuafa dalam
rangka turut mencerdaskan anak bangsa. Dengan proyek perdana yang
diusahakannya untuk menolong sesamanya yaitu dengan mendirikan
TK gratis untuk kaum dhuafa.13
Awal masuk sekolah, suasana kelas di garasi sungguh tidak
terkendali. Ada beberapa murid yang menangis, ada yang ingin
ditemani oleh ibunya. Jumlah murid yang banyak membuat anak-anak
menjadi sulit untuk bergerak. Hari pertama sekolah hanya diisi dengan
perkenalan saja, dikarenakan kepanikan guru yang bukan berlatar
10Hasil Observasi di tempat penelitian dan studi dokumentasi di TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 25 Agustus 2013. 11
Jadwal masuk ditahun pertama pendirian, untuk melatih kedisiplinan anak-
anak dalam proses belajar mengajar . 12
Siska Y. Massardi, Rumah Kisah: Selamat datang di Garasi; Sebuah
Potret Kehidupan Sekolah TK Dhuafa, 8.
13TK Batutis Al-Ilmi, Batutis, singkatan dari Baca Tulis Gratis, berlokasi di
garasi rumah Siska Y Massardi, sang pendiri dan penggagas TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi.
98
pendidikan dalam menghadapi anak-anak dengan tingkah laku
beragam.14
Karena kelas terlalu penuh, akhirnya teras rumah Dyah
yang merupakan wakil kepala sekolah dan bertempat tinggal tidak jauh
dengan kelas garasi tersebut, merelakan teras rumahnya untuk dijadikan
kelas tambahan. Masa-masa paling sulit yang dialami Siska adalah
ketika guru sukarela yang siap membantu Siska, ternyata belum siap
terjun langsung dalam mengajar. Akhirnya selama beberapa bulan
Siska mengambil alih menjadi guru bagi anak-anak binaannya dari
awal sampai akhir pembelajaran selama beberapa bulan. Kemudian
guru sukarela tersebut hanya mengamati dan membantu Siska sebagai
guru pendamping sembari belajar cara mengajar Siska terhadap anak-
anak binaannya. 15
Niat bulat Siska dalam mengabdikan dirinya untuk mendidik
anak-anak usia dini, tidak menjadi penghalang walaupun sarana dan
prasarana kurang memadai dan apa adanya terlebih biaya operasional
tidak disubsidi oleh pemerintah atau yayasan lainnya, melainkan
berawal dari uang saku pribadi Siska dan Yudhistira dengan
menyisihkan sebagian pendapatannya. Ternyata dengan ikhtiar yang
sungguh-sungguh datang dari sanubarinya yang paling dalam. Banyak
cara yang Siska temukan untuk berbuat kebaikan dalam membantu
anak-anak dhuafa yang tinggal tidak jauh dari lingkungan rumah
tempat tinggalnya untuk bisa merasakan bersekolah seperti anak-anak
yang berkecukupan lainnya.16
Murid-murid di TK Batutis Al-Ilmi tidak dikenai biaya sama
sekali, semuanya gratis. Mulai dari buku pelajaran, perlengkapan alat
tulis, makan bersama, serta alat pendukung lainnya. Anak-anak
muridpun sama-sekali tidak dipungut biaya dan bahkan mendapatkan
pakaian seragam murah namun berkualitas, anak-anak juga mendapat
14
Sebagai contoh beberapa anak dari kelompok B yang usianya antara 5-7
tahun, cenderung sulit diatur dan kadang suka melawan. Salah satu diantaranya adalah
Syarifudin, ia termasuk anak yang aktif, tingkah lakunya menyita perhatian para guru.
Bila dipanggil, ia sering tidk mempedulikan siapa yang memanggilnya.Siska mencoba
memancingnya dengan membacakan buku cerita. Namun hanya sesaat ia mengikuti,
lalu kembali berlarian dan menggangguItu salah satu sifat yang dimiliki oleh anak-
anak TK Batutis Al-Ilmi dan masih banyak sifat-sifat unik lainnya. Hasil pengamatan
di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 18 Agustus 2013. 15
Studi dokumen tentang sejarah TK Batutis Al-Ilmi dan hasil wawancara
dengan Siska pendiri TK Batutis Al-Ilmi di kediamannya pada hari Rabu, 12 April
2013. 16
Siska Y. Massardi, Rumah Kisah: Selamat Datang di Garasi; Sebuah Potret
Kehidupan Sekolah TK Dhuafa , 8.
99
makanan ringan pagi hari, dan mendapatkan makan siang gratis. Acara
makan bersama diadakan dua kali seminggu, dengan tujuan
meningkatkan gizi murid-murid. Sebagai modal awal untuk
mengaplikasikan keinginannya agar seimbang antara asupan materi
pelajaran dengan gizi anak-anak yang seimbang dan sebagai bahan
latihan dalam pembentukan karakter melalui runtutan proses dari awal
makan sampai selesai makan.17
Siska menuturkan dalam wawancara yang peneliti lakukan,
menurutnya: “Dengan program makan siang bersama dengan anak-
anak, Siska berharap perkembangan otak mereka sama dengan anak-
anak lainnya. Dengan makanan yang bergizi Siska berharap agar
mereka dapat menggali segala potensi yang anak-anak miliki dan
berusaha membentuk karakter yang Islami terutama dalam kegiatan
makan siang bersama yang banyak memberikan pelajaran dalam
berbagi dengan kawannya, seperti bersikap antri, tidak rakus dan masih
banyak lagi pelajaran yang bisa dipetik dari kegiatan makan bersama.
Siska berharap bisa memberi mereka makan setiap hari dengan menu
yang bervariasi dan bergizi. Tentunya uluran tangan dari para donatur
sangat diharapkan demi terlaksananya program makan siang bagi anak-
anak tersebut.18
Tanpa promosi, Setiap tahun, Taman Kanak-kanak Batutis
Al-Ilmi ini menerima murid rata-rata sebanyak 70 anak. Mereka adalah
anak-anak pembantu rumah tangga, kuli bangunan, tukang ojek, tukang
becak, tukang sol sepatu, pemulung, etc. Dari jumlah itu, yang
diterima hanya 40 anak.19
Berikut penuturan Siska di saat awal
membuka sekolah gratis bagi anak-anak dhuafa yang berada disekitar
rumahnya; “Saya diprotes ibu-ibu yang anaknya tidak diterima. Tapi,
bagaimana lagi, tempatnya tidak muat,” menurut Siska. Dibantu oleh
dua orang guru, Siska turut mengajar langsung. Seluruh biaya diambil
dari uang pribadinya.“Siska memang tidak memungut biaya apapun.
Mereka hanya diwajibkan menabung Rp 5.000 per bulan. Itu juga
untuk kepentingan mereka”. Adapun biaya untuk seragam, separuhnya
17
Siska Y. Massardi, Rumah Kisah: Selamat datang di Garasi; Sebuah Potret
Kehidupan Sekolah TK Dhuafa, 12. 18
Wawancara dengan Siska Y. Massardi pendiri TK Batutis Al-Ilmi di
kediamannya pada hari Rabu, 10 April 2013. 19
Studi dokumen dan wawancara tentang jumlah siswa yang dibatasi karena
mengingat ruang kelas dan jumlah guru terbatas, serta bea siswa yang kurang
mencukupi untuk alokasi pembiayaannya.
100
disubsidi oleh para alumni ESQ. 20
Sisanya, Rp 50.000, dicicil sesuai
kemampuan orangtua murid. “Khusus anak yatim piatu, Siska bebaskan
dari biaya apa pun,”21
Karena uang yang diminta oleh kepala sekolah
Batutis pun, pada intinya bukan sebagai iuran tetap melainkan semata-
mata sebagai pembelajaran yang harus diterapkan sebagai supaya ada
rasa tanggung jawab dari orang tua murid yang menitipkan anaknya di
sekolah tersebut.22
Pada awalnya, sekolah TK Batutis Al-Ilmi tidak memiliki baju
seragam, karena dana yang terbatas. Setelah dua bulan berlalu, barulah
anak-anak diberi seragam. Pada waktu belum memakai seragam ada
anak yang tidak mengganti bajunya sampai dua atau tiga hari
menambah aroma tidak sedap pada tubuh mereka. Terlebih suasana
dalam kelas sangat panas, belum lagi aroma tubuh anak-anak yang
cukup menyengat dan kadang membuat suasana tidak nyaman. Setelah
ditelusuri penyebabnya oleh penulis ternyata anak-anak TK dhuafa
mandi di rumahnya tanpa menggunakan sabun mandi dan sampo,
karena keterbatasan biaya yang dimiliki orang tuanya. Jadi, bisa
dibayangkan seperti apa bau rambut yang lengket dan aroma tubuh
anak-anak yang menyengat. Padahal mereka senang dipangku oleh
gurunya. Melihat kondisi itulah siska terobsesi untuk membimbing
anak-anak dhuafa menjadi insan kamil yang berkarakter dan
bertanggung jawab terhadap dirinya melalui bimbingan terhadap orang
tua murid agar terjalin komunikasi yang tepat demi masa depan anak-
anakinya. Strategi Siska sangatlah tepat dengan tujuan pendidikan nasional,
walaupun langkahnya sederhana dalam menapaki niatnya yang tulus untuk
membantu para kaum dhuafa, namun semangat untuk merubah keadaan anak-
anak usia dini disekitar tempat tinggalnya menjadi pegangan utama yang tidak
mudah untuk dilupakan. Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. 23
20
Siska dan suaminya Yudhistira termasuk alumni ESQ eksekutif angkatan 28
Jakarta. 21
Wawancara dengan Siska Y. Massardi pendiri TK Batutis Al-Ilmi di
kediaman nya pada hari Rabu, 10 April 2013. 22
Studi dokumen di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 25 Agustus 2013. 23
Tujuan Pendidikan Nasional dalam UUD 1945 (versi Amandemen), yaitu,
Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.” Sedangkan Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.”Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003, “
101
Manusia seutuhnya adalah manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang beragam, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri tanpa tergantung dengan
orang lain serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan
yang tinggi sebagai barometer pemimpin dimuka bumi.24
Pada intinya pendidikan itu bertujuan untuk membentuk
karakter seseorang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dengan penuh kesadaran. 25
Akan tetapi pendidikan yang
diaplikasikan dari tingkat usia dini sampai jenjang perguruan tinggi
hanya menekankan pada kecerdasan intelektual semata, dengan bukti
bahwa adanya UN sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan tanpa
Penjelasan UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No.
20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”Tujuan Pendidikan Menurut UNESCO, “Dalam upaya meningkatkan kualitas
suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan.
Mengacu dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga
UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization)
mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa
depan, yakni: learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live
together. Dimana keempat pilar pendidikan tersebut menggabungkan tujuan-tujuan
IQ, EQ dan SQ. Jadi tujuan pendidikan yang sesungguhnya tidak hanya
mengedepankan kecerdasan verbal linguistic dan logic matematic di tingkat usia dini
sampai tingkat perguruan tinggi. ( sumber: http://belajarpsikologi.com/tujuan-
pendidikan-nasional/ diakses pada hari Senin tanggal 08 April 2013 jam 16.24 WIB.
24Siska Y. Massardi, Rumah Kisah: Selamat Datang di Garasi; Sebuah
Potret Kehidupan Sekolah TK Dhuafa, 96. 25
Berbagai penelitian membuktikan, sebagaimana telah dicontohkan oleh
nabi Muhammad SAW, bahwa usia dini (0-7 tahun) adalah usia emas (golden age).
Itu artinya masa depan seseorang atau sebuah bangsa, ditentukan oleh asupan yang
diberikan oleh orang tua dan para guru kepada mereka sejak masa awal kehidupan
anak. Asupan itu tidak hanya nutrisi yang bergizi, melainkan juga ilmu pengetahuan,
keteladanan, dan cara memberikannya dengan baik dan bijaksana. Cara pemberian
asupan yang salah akan menimbulkan efek permanen hingga puluhan tahun kedepan.
Itulah sebabnya pendidikan anak usia dini menjadi sangat utama, penting dan
strategis. Sebab, masa emas itu akan menentukan masa depan anak dalam
kehidupannya selamas di dunia hingga ke akhirat nanti. ( Baca Buku, Yudhistira dan
Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra, 22.
102
melihat proses pembentukan karakter dan budi pekerti anak sebagai
modal besar dalam menapaki jenjang kehidupan yang lebih kompleks.26
Selama tiga tahun, anak-anak bersekolah dan belajar di garasi
rumah Siska. Pada tahun keempat dengan dana swadaya dan bantuan
dari para dermawan perseorangan. Sekolah Batutis Al-Ilmi bisa
menyewa lahan dan mendirikan saung sederhana sebagai tambahan
ruang kelas bagi mereka, tak jauh dari rumah Siska. Berkat perjuangan
Yudhistira yang gigih dan kesabaran Siska dalam menghadapi segala
permasalahan berkaitan dengan TK Batutis Al-Ilmi. Akhirnya lahan
Taman Kanak-kanak Batutis Al-Ilmi yang semula disewakan oleh
pemiliknya akhirnya dibebaskan pembayarannya ( sewa tanahnya saja)
oleh pemilik demi kemajuan perkembangan TK Batutis Al-Ilmi, namun
6 lokal gedung yang semula lokal kamar kontrakan dijadikan sebagai
lokal sentra dan kantor TU serta perpustakaan yang setiap lokal harga
sewanya Rp. 350.000,- perbulan tetap harus dibayarkan. Kontrakan itu
dijadikan sebagai ruangan untuk kantor TU dan ruang kepala sekolah
TK Batutis Al-Ilmi. Ruang sebelahnya dijadikan ruang pembelajaran
untuk toodler/babyhouse, ruang sentra balok yang sekarang dijebol
menjadi 2 kamar dijadikan satu, dan sentra imtaq sebagai wahana
pengenalan nilai-nilai pendidikan agama Islam, sentra persiapan berada
disaung yang baru lantai atas di bawahnya untuk sentra main peran
besar, selain itu juga ruangan sentra main peran besar dijadikan ruang
serba guna, seperti dijadikan aula tempat rapat dan kegiatan lainnya.
Sentra seni berada di beranda saung yang terletak strategis disamping
atau serambi sentra main peran besar. Sedangkan sentra bahan alam
berada persis didepan tempat wudhu atau di halaman antara saung dan
ruang-ruang kontrakan.27
Keberadaan sarana dan prasarana sebagai tempat belajar
mengajar saat ini merupakan sesuatu yang urgent, terlepas dari kondisi
yang ada.TK Batutis Al-Ilmi berusaha mengelola dan menggunakan
sarana yang ada secara optimal. Karena sarana dan prasarana ini
merupakan faktor pendukung tercapainya tujuan pendidikan di sekolah
khususnya dalam pengembangan potensi kecerdasan majemuk anak
usia dini. Fasilitas sarana dan prasarana harus diupayakan
pengelolaannya, meliputi: perencanaan, pengadaan, pemeliharaan,
26
Mohammad Ali, Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional: Menuju Bangsa
Indonesia Yang Mandiri(Jakarta, Imtima, 2010), 27. 27
Pengamatan peneliti ketika observasi di tempat penelitian 13 April 2013.
103
penyimpanannya serta pemeliharaannya dengan mempertimbangkan
kebutuhan sekolah itu sendiri.28
Ketika banyak anak-anak yang terlahir miskin papa, luput dari
jangkauan pemerintah dan lepas dari uluran tangan para dermawan
disekelilingnya, bahkan tak dihiraukan keberadaannya. Dengan tatapan
kosong penuh tandatanya, kemana hendak kaki melangkah untuk
memulai kehidupan dengan penuh makna, mata mereka berbinar
menanti dibukakan jalan menuju apa yang mereka cita-citakan. Dalam
kondisi itulah Siska merengkuh mereka untuk menyelematkan masa
depannya sebagai penerus tunas bangsa demi agama, nusa dan bangsa
indonesia dengan mendidik dan membimbingnya di TK binaannya.
Gambar 3.2
Siska dan Anak-anak Dhuafa di gedung baru.
29
Sembari tersenyum lepas sebagai ungkapan rasa syukur yang
terpancar dari wajah Siska pendiri TK Batutis Al-Ilmi, Siska merasa
lega dengan merangkul anak-anak binaannya dari keluarga dhuafa,
setelah tanah yang berada disamping rumahnya dibangun saung hasil
jerih payah para donatur dan para sukarelawan yang membangun
gedung tersebut dengan dana seadanya untuk dijadikan gedung
serbaguna sebagai sarana kegiatan TK Batutis Al-Ilmi dan kegiatan
belajar mengajar yang berkaitan dengan pembelajaran metode sentra
yang semula berada di garasi rumah Siska serta menjadi ruang
28
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung, PT. Remaja Rosda
Karya, 2004), 50. 29
Rumah saung baru yang dibangun dengan dana seadanya dengan tanah
kontrak sebagai tempat ruang pembelajaran sentra. Gambar diambil dari dokumen TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 13 April 2013.
104
serbaguna dalam melakukan berbagai macam kegiatan, baik rapat,
etc.30
Mendidik dan mengajar anak-anak dhuafa mempunyai keunikan
tersendiri. Mereka cenderung agresif dan kasar, sering terlontar dari
mulut mereka kata-kata kotor yang tidak patut untuk diucapkan ketika
pembelajaran berlangsung, perilaku yang kasar juga terjadi ketika
mereka sedang bermain. Mereka saling memukul, mencubit, dan
berebut ingin dipangku ibu gurunya dan masih banyak perilaku yang
lainnya yang membuat Siska berpikir lebih jauh untuk memikirkan
strategi belajar mengajar dan pendekatan yang tepat untuk mereka.
Oleh karena itu, persoalan kedua yang dihadapi Siska sebagai
pendiri TK Batutis Al-Ilmi adalah berkaitan dengan materi pelajaran,
kurikulum dan pendekatan pembelajaran apa yang akan diberikan
kepada mereka terkait dengan pembenahan karakter mereka untuk
menjadi lebih baik. Hal itu bukanlah sesuatu yang mudah, karena jika
salah dalam pengajarannya akan berakibat fatal dan merugikan masa
depannya. Untuk mengatasi hal demikian, Siska meminjam buku-buku
panduan untuk anak-anak TK dari beberapa guru TK yang dikenalnya.
Siska mulai membacanya satu persatu hingga habis. Karena masih
dirasa kurang Siska membeli sejumlah buku panduan tentang
pendidikan anak usia dini dari beberapa penerbit. Di samping itu, Siska
dan Yudhistira mulai menabung untuk membeli perlengkapan TK
walau dengan sistem menyicil karena dana yang terbatas.31
Observasi di beberapa TK yang berada di sekitar lingkungan
perumahan Siska, juga cukup membantu untuk mendapatkan informasi
tentang sistem pengajaran yang baik. Seperti berdiskusi dengan mantan
guru TK anaknya, meminta masukan tentang bahan materi untuk
mengajar. Selain itu, banyak berdiskusi dan meminta pertimbangan dari
suaminya demi kemajuan TK Batutis Al-Ilmi yang dirintisnya sebagai
TK gratis bagi anak-anak yang kurang mampu. Setelah melakukan
usaha dan diskusi yang matang dengan Yudhistira, akhirnya mereka
berdua sepakat untuk mengikuti kurikulum pemerintah yang berbasis
30
Hasil pengamatan peneliti ketika observasi di tempat penelitian 13 April
2013.
31Sesuai informasi yang didapat dari Siska sebagai pendiri, saat itu hasil
tabungan Siska selama 3 bulan terkumpul total Rp. 3.750.000,- untuk menghemat
biaya dana tersebut sebagian untuk membuat rak sepatu, rak tempat tas dan papan
tulis, intinya Siska harus pandai-pandaimenyusun anggaran agar cukup untuk
memenuhi kebutuhan sekolah yang baru dirintisnya.
105
konvensional dengan menambahkan kegiatan yang meningkatkan
kreatifitas anak.32
B. Transformasi Metode Konvensional Beralih ke Metode Sentra di
TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi
Permasalahan pelik dalam dunia pendidikan yang sering terjadi
menjadi perhatian tersendiri bagi peneliti dalam menulis karya ilmiah
yang tertuang dalam tesis ini, sebagai sumbangsih yang berarti bagi
problemantika pendidikan di Indonesia terutama pendidikan anak usia
dini. Banyak orang tua berlomba-lomba untuk menyekolahkan anaknya
hanya untuk meraih kecerdasan intelektual dan mereka bangga akan
itu, tanpa memperhatikan kecerdasan yang lainnya. Ada siswa yang
secara intelektual cerdas, namun disisi lain ia bermasalah dalam hal
kepribadian atau emosinya tidak stabil, sehingga merasa kesulitan
dalam beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
Termasuk masalah tanggung jawab dan kemandirian belum menjadi
kebiasaan bagi anak usia dini yang siap untuk masuk SD. Terutama
anak kelas satu, mereka merasa kesulitan untuk menyiapkan
kebutuhannya sendiri, seperti; kegiatan makan, mandi ataupun
berpakaian dan lain-lain masih tergantung dengan orang tuanya dalam
arti belum mandiri dan mampu melakukannya sendiri.33
Bila ditilik secara mendalam, ternyata Sekolah Dasar Islam
Terpadu (SDIT) atau sekolah yang bertaraf internasional yang ada di
lingkungan masyarakat Indonesia, pada umumnya tidak menjamin
kenyamanan anak-anak usia dini dalam mengembangkan berbagai
potensi yang dimiliki peserta didik. Karena kebijakan sekolah yang
tidak berpihak pada perkembangan anak yang sesuai dengan tahapan
dan kebutuhannya. Terutama dalam masa transisi dari TK beralih ke
SD. Mayoritas sekolah yang ada hanya mengedepankan sisi kognisinya
semata yaitu kecerdasan bahasa dan logika matematikanya dan
mengabaikan kecerdasan lainnya terutama masalah kepribadian
(kecerdasan emosi). Pendidikan yang memanusiakan peserta didik
adalah pendidikan yang tidak memperlakukan peserta didik seperti
robot yang harus menuruti apa keinginan guru dan sekolahnya. Ibarat
komputer yang diinstal begitu banyak dengan berbagai macam
32
Studi dokumen dan Wawancara dengan Siska, Pendiri TK Batutis Al-Ilmi,
18 April 2013. Di kediamannya yang bersebelahan dengan gedung Sekolah TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.
33Majalah Media TK Sentra, Pendidikan yang Memanusiakan, Jakarta, 2010,
20 ( Volume 1/Tahun I/2010)
106
program, sehingga penuh tanpa memperhatikan kondisi dan
keperluannya, akibatnya komputer mengalami kerusakan. Terlalu
banyak informasi yang dimasukkan ke otak mereka, tanpa
memperhatikan fungsi dan aplikasinya. Padahal informasi tersebut
banyak yang belum sesuai dengan tahapan perkembangan dan
kebutuhan mereka.34
Menurut Munif Chatib, membangun sekolah pada hakikatnya
adalah membangun keunggulan sumber daya manusia. Tidak sedikit
sekolah yang justru membunuh banyak potensi anak didiknya. Karena
sekolah mereka ibarat penjara dan anak didik diperlakukan seperti
robot, mulai dari proses pembelajarannya, target keberhasilan sekolah
sampai pada sistem penilaiannya. 35
Sedangkan sekolahnya manusia
adalah sekolah yang berbasis multiple intelligences yaitu sekolah yang
memanusiakan manusia dengan menghargai berbagai kecerdasan siswa
sesuai dengan tahap perkembangannya. Kenakalan remaja, budaya
kekerasan yang akhir-akhir ini sering kita saksikan, pada dasarnya
imbas dari metode pembelajaran yang tidak mengakomodir aspek-
aspek kecerdasan secara keseluruhan. Perhatian lebih pada aspek
kognisi merupakan penyebab masalah tersebut. Kasus orang pintar
yang korupsi sudah menjadi kenyataan yang ironis, bahwa seperti itu
gambaran dari hasil pendidikan yang tidak sejalan dengan fithrah.
Tragedi ujian nasional yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa
Indonesia yang proses pembelajarannya mengedepankan kecerdasan
bahasa dan logika matematika justru mereka gagal di mata pelajaran
matematika dan bahasa Indonesia yang sesungguhnya berada dalam
domain yang sama di otak kiri, namun dalam praktik pendidikan
selama ini, dipisahkan secara diskriminasi) membuktikan bahwa
system pendidikan di Indonesia keliru secara mendasar sejak awal.
Akibatnya, hasil didikannya gamang menghadapi realitas kehidupan,
gagal intelektual, emosional dan jumud spiritual. Fakta ini
menunjukkan bahwa ada yang salah dalam metode pendidikan.
Solusinya adalah perlu dilakukan revolusi pendidikan, yaitu dengan
membangun kecerdasan majemuk secara terpadu sejak usia dini. 36
34Majalah Media TK Sentra, Pendidikan Yang Memanusiakan, Jakarta, 22.
35Munif Chatib, Sekolahnya Manusia; Sekolah Berbasis Multiple
Intelligences di Indonesia, 69. 36
Maura Sellars, “Exploring Executive Function: Multiple Intelligences’
Personalised Mapping for Success” dalam The International Journal of
Learning,Vol. 18, No. 03 (University of Newcastle Australia, 2012), 296.
107
Seiring berjalannya waktu, terkait keinginan tulus dari sang
pendiri TK Batutis Al-Ilmi, ternyata tidak semulus yang dibayangkan.
Masalah demi masalah sering dihadapi Siska, terutama berkaitan
dengan perilaku para muridnya yang agresif dan kasar, selalu datang
pergi silih berganti. Pernah, Siska dilempar kaos kaki tepat di
wajahnya, bahkan Siska pun pernah juga diludahi dan itu keadaan yang
sebenarnya terjadi. Bagi anak-anak tersebut, perilaku mengamuk,
menggigit, memukul, mencakar, dan berkata kasar, bukan hal yang
asing dan merupakan hal yang lumrah anak-anak lakukan pada
siapapun. Intinya perilaku anak-anak tidak mencerminkan akhlak yang
Islami dan menurut anak-anak itu adalah sesuatu hal yang wajar ia
lakukan. 37
Awalnya Siska merasa kebingungan dalam proses kegiatan
belajar mengajar, metode apalagi yang harus Siska terapkan. Karena
pengetahuan tentang mendidik anak sangat minim sekali yang Siska
miliki, apalagi Siska hanya lulusan SMKK, namun Siska selalu
berusaha mencari cara agar anak-anak didik menyadari apa yang telah
dilakukannya. Suatu kali Siska pernah berputus asa dan ingin menutup
sekolahnya yang sudah susah payah Siska rintis. Namun, setelah
berpikir panjang, tentang masa depan anak-anak tersebut, Siska pun
berfikir ulang, dalam perenungannya terbersit dalam benak Siska, mau
kemana lagi mereka akan bersekolah TK, karena tidak ada sekolah
disekitar perumahannya yang menyediakan sekolah gratis bagi anak
yang tidak mampu. Akhirnya keinginan menutup sekolah tersebut
Siska urungkan demi masa depan anak-anak dhuafa yang sangat
antusias dalam mencari ilmu berdomisili di sekitar rumah tempat
tinggalnya.38
Berbekal semangat berbagi dan keinginan tulus dari hati Siska,
jalan Allah akhirnya terbentang, lewat salah seorang temannya39
yang
menawarkan pelatihan tentang cara mendidik anak oleh keinginannya
37
Sesuai dengan informasi yang Siska dapatkan dari orang tua murid, ternyata
mereka berbuat seperti itu, karena memang mereka biasa diperlakukan oleh orang
tuanya dirumah seperti itu yakni dengan perlakuan yang kasar. 38
Wawancara dengan Siska, tanggal 25 April 2013. 39
Linda Ary Ginanjar istri Ary Ginanjar Agustian, teringat sahabatnya (Siska)
yang sedang merintis sekolah untuk anak dhuafa, ketika ada pertemuan wali murid di
sekolah Al-Falah terkait anaknya yang sekolah di sana, melihat metode yang
diaplikasikan di Al-Falah komprehensif dalam pembelajaran anaknya, akhirnya
menawarkan kepada Siska untuk mengikuti pelatihan tersebut, yaitu pelatihan metode
sentra dengan 6 modul. (baca buku Siska Y. Massardi, Rumah Kisah Sebuah Potret
Kehidupan Sekolah TK Dhuafa, Jakarta: PT ARGA Publishing, 2007), 128.
108
untuk memahami dan mengajarkan anak-anak dengan karakter yang
luhur dan bijaksana, Siska menerima tawaran itu dengan lapang dada.
Di dalam pelatihan itu diajarkan cara mendidik anak sesuai dengan
fitrahnya, metode yang digunakan adalah metode sentra.40
Setelah
mengikuti pelatihan di TK Al-Falah Ciracas Jakarta timur, metode itu
kemudian diterapkannya di Sekolah Batutis Al-Ilmi. Hasilnya, sungguh
menakjubkan, kemampuan berbahasa murid terbangun dengan baik,
perilakunya lebih terkontrol, dan mereka cenderung belajar dengan
gembira, karena diberi kebebasan memilih dan bebas dari tekanan
selama proses kegiatan belajar berlangsung di setiap sentra.41
Metode sentra membangun kecerdasan majemuk secara
terpadu.42
Kurikulumnya individual, disesuaikan dengan tahap
perkembangan anak, jumlah murid 10 orang dalam setiap kelas. Selama
proses pembelajaran guru wajib menyusun laporan perkembangan
kecerdasan majemuk anak setiap hari, guru diwajibkan untuk
memantau akhlak anak, sikapnya dengan temannya, cara shalat, cara
mengaji, cara berbicara, cara menerima ilmu, cara makan, dan cara
bermain yang terarah setiap hari. Semua pemantauan ini wajib ditulis
dalam kartu khusus untuk dilihat perkembangannya melalui observasi
tujuh kecerdasan majemuk, selain untuk dokumentasi anak didik
tersebut hasil penilaiannya akan didiskusikan dengan orangtua masing-
masing supaya ada komunikasi dan tindak lanjut metode sentra yang
diajarkan disekolah dengan dirumah.43
Metode sentra sangat berpihak
pada proses perkembangan anak, dilihat dari berbagai aspek, baik dari
aspek motorik, kognitif maupun aspek kepribadian anak. Sehingga
membina anak tanpa harus membuatnya tersinggung atau tersakiti.
Dikarenakan pendidik menasehatinya dengan bahasa yang tidak
menggurui, diharapkan anak menjadi pribadi terbuka. Nasehat yang
40
Metode sentra adalah cara belajar mengajar yang revolusioner bagi
pendidikan anak usia dini. Sekaligus formula pendidikan karakter yang bisa
mengubah mental moral menjadi lebih baik dan pendekatan pembelajaran berstandar
internasional plus Islami dengan mengalirkan 18 sikap Asmaul Husna. 41
Siska Y. Massardi, Rumah Kisah: Selamat datang di Garasi; Sebuah Potret
Kehidupan Sekolah TK Dhuafa, 22. 42
Kecerdasan Majemuk terdiri dari, kecerdasan logika matematika, bahasa,
tubuh (kinestetik), ruang (spasial), kemandirian (intrapersonal), kepedulian sosial
(interpersonal) dan music. Sentra-sentra itu dibangun melalui 3 jenis main, yaitu;
main pembangunan, sensori motor dan main peran.
43Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 16.
109
diberikan tidak membuat anak menjadi drop, ia merasa enjoy walaupun
sebenarnya ia sedang dinasehati.44
Metode sentra adalah sistem pendekatan pembelajaran yang
berasal dari sekolah Al-Falah pimpinan Wismiarti Tamin di Ciracas,
Jakarta Timur. Di samping itu, sekolah Al-Falah adalah tempat Siska
mendapatkan pelatihan tentang Metode Sentra. Di sekolah Al-Falah,
Siska melihat langsung metode sentra diterapkan. Semula Siska merasa
minder terhadap dirinya sendiri dan merasa tidak percaya diri. Karena
latar belakang pendidikannya hanya lulusan SMKK, dan sekolah
binaannya hanyalah sekolah gratis yang dikhususkan bagi kaum
dhuafa. Perasaan itu bisa ditepis oleh Siska dengan keyakinan utama
untuk berubah dalam mengatasi tantangan yang ada dengan tidak
berhenti belajar dan mengembangkan metode sentra yang merujuk dari
sekolah Al-Falah Ciracas Jakarta Timur.
Selanjutnya pada tahun 2006, Yudhistira dan Siska bersyukur
kepada Allah telah dipertemukan dengan drg. Wismiarti sang
pemimpin dan perintis metode sentra di Sekolah Al-Falah, melalui
pelatihan metode sentra yang diadakan di Sekolah Al-Falah Wismiarti
membukakan cakrawala pengetahuan dan mengizinkan mereka berguru
menimba ilmu tentang metode sentra, berkat pelatihan metode sentra
yang diikuti oleh Siska, hasilnya sungguh memuaskan tercermin dari
cara pandang Yudhistira dan Siska yang terobsesi untuk turut berkiprah
di dunia pendidikan khususnya pendidikan anak usia dini.45
Akhirnya, pada tahun 2006, Yudhistira dan Siska mulai
menerapkan pembelajaran metode sentra di sekolah Batutis Al-Ilmi
Bekasi yang terletak di Perumahan Pondok Pekayon Indah Jl. Pakis VI
Blok BB 29 Pekayon Jaya Bekasi, Jawa Barat. Sekolah tersebut adalah
sekolah gratis untuk kaum dhuafa.46
Suatu perubahan yang diinginkan
memang tidak mudah untuk dilaksanakan, tetapi tidak sulit untuk
dilakukan jika punya kemauan kuat dan mau belajar dengan
bersungguh-sungguh. Saat Siska memulai melakukan perubahan dan
memutuskan untuk mengubah metoda pengajaran di sekolah yang
sudah dilakukan sebelumnya di TK Batutis Al-Ilmi dari metode
konvensional beralih menggunakan pendekatan Metode Sentra,
memang tidak mudah dalam proses pengalihannya. Tidak sedikit yang
44Majalah Media TK Sentra, Pendidikan Yang Memanusiakan, Jakarta, 38.
45Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 36. 46
Hasil wawancara dengan Yudhistira selaku ketua Yayasan TK Batutis Al-
Ilmi Pekayon Bekasi, 28 Mei 2013.
110
harus dilakukan. Mulai dari mencari informasi tentang metode tersebut,
hingga menyiapkan tenaga pengajar yang professional dengan
memberikan pelatihan-pelatihan kepada guru-guru TK Batutis Al-Ilmi.
Melihat banyak kejadian yang tidak bisa diselesaikan dalam proses
pembelajaran yang semula menggunakan metode konvensional,
semangat itulah yang mendorong Siska untuk mengubah metode
konvensional di TK binaannya beralih menggunakan pendekatan
metode sentra.47
Dengan langkah pasti, Siska mulai dengan satu langkah, yaitu
beralih menggunakan sistem pendekatan metode sentra walau
peralatan APE masih seadanya. Pada tahap awal, Siska hanya
membuka tiga sentra, yaitu sentra persiapan, sentra seni dan sentra
imtaq, karena semua pengajar harus mampu menguasai materi dan
memahami manfaat dan tujuan yang bisa dicapai oleh setiap alat peraga
yang digunakan. Guru harus betul-betul memahami dan mempunyai
tujuan khusus dengan alat peraga yang akan digunakan di dalam
sentranya. Guru harus bisa menjawab pertanyaan: “Pengetahuan apa
yang dapat dicapai oleh anak melalui media tersebut?” walaupun
dengan keterbatasan peralatan yang seadanya dan kemampuan
sederhana yang dimiliki oleh guru-guru TK Batutis, namun tidak
menyurutkan langkah untuk berusaha menjadi yang terbaik.
Keberhasilan itu mulai tampak, terutama terlihat dari sikap anak-anak
murid yang menjadi tidak bosan di sekolah dan para guru tidak lagi
terkantuk-kantuk malas serta stres karena harus mencapai target
tertentu dalam pembelajaran. Suasana kelas berubah ceria dari
sebelumnya. Setelah menggunakan metode sentra, kelas menjadi riang,
dan para murid maupun guru menjadi bahagia dalam proses belajar dan
mengajar.48
Metoda sentra menjadikan guru dan anak bisa saling
berkomunikasi efektif. Guru belajar membuat pertanyaan-pertanyaan
yang evaluatif, sehinggga anak termotivasi untuk mencari jawaban
yang beragam dan terbuka. Dengan menstimulus kemampuan dan
potensi yang anak-anak miliki. Hal tersebut penting dilakukan untuk
membangun semua kecerdasan majemuk yang dimiliki setiap anak-
anak usia dini. Metode sentra mengubah paradigma dan posisi
hubungan antara guru dengan murid. Jika dalam paradigma lama, guru
47Studi dokumen dan hasil wawancara dengan Siska sebagai penggagas dan
pendiri TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 12 Juni 2013.
48Hasil Wawancara dengan Siska, pendiri dan penggagas TK Batutis Al-
Ilmi Pekayon Bekasi, 30 Mei 2013.
111
adalah orang yang memberikan pelajaran kepada murid; maka dalam
metode sentra, posisinya dibalik. Guru bukan pihak yang mengajar dan
murid menjadi pihak yang diajar. Sehingga, pertanyaan yang harus
dibangun dalam diri para guru sebelum mengajar adalah, bukan “Apa
yang akan saya ajarkan kepada anak, hari ini?”, melainkan: “Saya
belajar apa dari anak, hari ini?” dan murid menjadi pusat dalam proses
belajar mengajar. Dalam metode sentra, setiap saat guru harus belajar
melalui anak dan guru hanya sebagai fasilitator dalam
mengembangkan, mencapai dan menemukan suatu ilmu, para guru
harus menegakkan sebuah “aturan main” yang ketat, karena pada
hakikatnya sentra itu sarat dengan peraturan.49
Ketika mengubah metode konvensional menjadi metode sentra,
seorang guru harus mampu menyiapkan materi yang disesuaikan
dengan kurikukulum pendidikan secara umum (klasikal) kepada
kurikulum secara individual, menyiapkan alat permainan, menerapkan
aplikasi kurikulum dengan cara memahami materi bahan ajar dengan
baik serta melakukan evaluasi setelah selesai mengajar. Dalam
penerapan metode sentra, yang mutlak dilakukan guru di kelas adalah
menghindari pengajaran langsung (direct teaching). Walaupun terasa
sulit pada masa-masa awal transisi, harus tetap dilakukan dengan enjoy
dan rasa bahagia. Membiasakan penggunaan bahasa dengan pola
kalimat SPOK secara berkesinambungan agar setiap kalimat yang
ditujukan pada anak terstruktur dengan baik. Mengubah metode
konvensional menjadi metode sentra memang tidak mudah dilakukan,
apalagi hanya sekedar coba-coba, tapi nyatanya bisa dilakukan. Dengan
kesungguhan dan semangat untuk melakukan perubahan. Caranya
dengan melakukan adaptasi selama satu semester, melakukan evaluasi
secara berkala dan mencari hambatan ketika proses pembelajaran, pada
akhirnya akan meningkatkan mutu pengajaran menjadi lebih
kondusif.50
Metode sentra menekankan bahwa belajar tidak sekedar belajar
calistung (membaca, menulis, berhitung) yang termasuk kecerdasan
kognisi, anak harus membangun pengetahuan dibenak mereka sendiri.
Disinilah peran guru untuk menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
49
Pamela C. Phelps, Beyond Cribs and Rattles Playfull Scaffolding the
Development of infants and Toodlers (Tallahase, Florida, CCRT 2005), 16.
50 Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter Dengan Metode
Sentra, 257.
112
mereka miliki dengan kehidupan sehari-hari sehingga membentuk
sebuah karakter mulia karena berkaitan dengan kebiasaan sehari-hari.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses perubahan dari
metode konvensional menjadi metode sentra, yaitu: pertama,
menyiapkan tenaga pendidik yang sudah terlatih melalui pelatihan
mengenai metode sentra, sehingga memiliki panduan yang jelas, kedua,
menyiapkan alat permainan yang sudah ada, kemudian dimodifikasi
untuk menciptakan APE (Alat Permainan Edukatif) dengan bahan daur
ulang. Seperti, membuat puzzle dan pola-pola angka dan huruf dari
kardus bekas. Menggunakan alam sebagai media, dari aneka tumbuhan
dan daun-daun kering. Ketiga, memahami tujuan dan fungsi alat
permainan edukatif yang akan diberikan kepada murid. Keempat,
menerapkan sikap 3 M ( tidak Marah, tidak Melarang dan tidak
Menyuruh). Guru tidak boleh marah agar anak bekerja tanpa rasa takut,
sehingga mampu memahami proses sebab akibat. Guru tidak boleh
melarang agar anak mampu mengambil keputusan dan guru tidak
boleh menyuruh agar anak terbangun sikap dan inisiatifnya. Prinsip
tersebut dilakukan untuk menjaga keaktifan kerja otak anak. Jika anak
sering dimarahi, disuruh atau dilarang, atau dalam kondisi tertekan,
kecewa atau emosi negative lainnya maka ia tidak dapat belajar dengan
baik. Berdasarkan penelitian, bahwasanya otak pusat tempat berpikir
manusia tidak berfungsi dengan baik jika emosi dalam keadaan
negative dan di bawah tekanan orang lain. Dengan memposisikan anak
sebagai subjek dan bukan objek. Seluruh potensi kecerdasan majemuk
bisa dibangun dan anak pun tumbuh menjadi pribadi mulia, bahagia,
tanpa dilarang, disuruh dan dimarahi melainkan diberikan pemahaman
yang menyeluruh baik dengan penuh kasih sayang maupun perhatian di
setiap keadaan. 51
Ternyata, kebiasaan marah bisa membuat sel-sel otak anak
bergururan alias mati dan sel-sel otak yang mati tidak tergantikan,
karena jumlah sel otak tidak bertambah sejak anak lahir. Tidak mudah,
memang awalnya, tapi kalau sudah biasa menahan amarah, selanjutnya
pun pasti bisa. Selain kesabaran, guru perlu terus mengasah
kemampuan berbahasa untuk mengeksplorasi kalimat-kalimat substitusi
tindakan menyuruh, melarang, dan marah. Contoh, dalam satu sesi,
waktu "bekerja" di sentra telah habis dan guru ingin anak-anak
membereskan mainan. Tapi anak-anak tidak mau melakukannya. Maka 51
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Luar
Sekolah, Pedoman Penerapan BCCT dalam Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta:
Direktorat Pendidikan, 2006), 45.
113
guru bisa berkata "Mainan perlu dirapikan dan disimpan kembali di
tempatnya agar besok bisa dipakai lagi" (kalimat afirmasi); "Di mana
tempat meletakkan mainan setelah kita gunakan?" atau "Siapa yang
pertama merapikan mainannya?" (kalimat pertanyaan); atau
"Alhamdulillah, Raihan sudah mulai membereskan mainannya. Siapa
yang mau menyusul?" (gabungan kalimat afirmasi dan pertanyaan).
Kalimat-kalimat tersebut bisa berbeda efeknya dengan kalimat
perintah, misalnya, "Ayo, anak-anak bereskan mainannya!" Dengan
kalimat afirmasi atau pertanyaan, guru memberi kesempatan lebih besar
kepada anak untuk menyerap prinsip dan logika tentang apa yang perlu
dia lakukan. 52
Sedangkan dengan kalimat perintah, anak mungkin
melakukan pekerjaannya, tapi dalam sistem otaknya tidak terjadi
penyambungan antar sel (myelin) sebagai hasil pembelajaran prinsip
dan logika. Akibatnya, anak baru melakukan pekerjaan bila disuruh.
Saat dewasa, anak yang biasa diperintah hanya akan bekerja dengan
baik bila diawasi, namun pekerjaannya diabaikan bila tidak ada yang
mengawasi.53
Selain itu, Guru juga diwajibkan untuk membuat rencana
pembelajaran atau lesson plan di setiap sentra. Rencana pembelajaran
merupakan rumusan strategi guru dalam membangun pengetahuan yang
belum tampak, mengasah kecerdasan, membangun sikap dan memantik
domain perkembangan melalui tema. Guru sentra memiliki peran
mendasar dalam memastikan tersedianya bahan dan alat-alat serta
lingkungan yang memenuhi kebutuhan main anak, perasaan tersebut
diwujudkan dalam bentuk pemberian pijakan-pijakan yang tepat
sebelum, ketika dan sesudah anak bermain. Dengan bermain, anak
menyerap informasi, pengetahuan dan konsep dalam proses yang
panjang dalam membangun segenap aspek perkembangan pada dirinya.
Untuk mencapai pembelajaran yang efektif, anak membutuhkan
kesempatan main yang bermutu sesuai dengan tahap
perkembangannya. Oleh karena itu, perencanaan pembelajaran menjadi
52
Hasil pengamatan penulis di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Jaya Bekasi di
setiap sentra-sentra dari sentra persiapan sampai sentra main peran, ada 6 sentra yang
diterapkan di TK Batutis Al-ilmi Pekayon Bekasi. 22 April 2013.
53Depdiknas, Bahan Pelatihan Lebih Jauh Tentang Sentra dan Lingkaran
(Jakarta: Dit PADU Depdiknas, 2004), 35.
114
penting dan menentukan berhasil atau tidaknya proses anak belajar
melalui main. 54
Secara terpadu, guru-guru sentra bekerja sama menyusun
Rencana Pembelajaran selama satu tahun, Akan tetapi guru-guru sentra
perlu menyusun RPP per tema, yang periodenya beragam, antara dua
sampai empat minggu.55
Dalam menyusun Rencana Pembelajaran
(RPP) per tema, guru menyebutkan spesifik pokok-pokok perencanaan
yang terdiri dari:
1. Nama tema dan topik pembelajaran, kelompok/kelas dan
tanggal pelaksanaan.
2. Tujuan
Guru menyebutkan secara spesifik daftar informasi yang dapat
dialirkan dalam aktifitas main dari tema yang disajikan. Daftar
informasi itu biasa dikenal dengan TFP (Term, Fact and
Principles). Di dalamnya berisi tentang informasi-informasi
dasar yang berkaitan dengan tema, seperti nama, klasifikasi,
fungsi dan manfaat. Dengan guru yang berpengetahuan luas,
anak berpeluang mendapatkan pengetahuan luas.Karena itu,
dengan banyak membaca dan riset pustaka menjadi kebutuhan
pokok bagi guru sentra sebelum mengasuh anak-anak di
sentranya.
3. Kosakata
Guru menyebutkan secara spesifik daftar kosa kata baru yang
dapat dipelajari anak dalam aktifitas main dari tema yang
disajikan.
4. Media yang dibutuhkan
Guru menyebutkan secara spesifik bahan-bahan dan alat-alat
yang digunakan, baik oleh guru maupun oleh anak dalam sentra.
5. Strategi
Guru menyebutkan secara spesifik langkah-langkah operasional
yang ditempuh dalam mengelola sentra. Langkah-langkah itu
berupa pemberian informasi dengan pernyataan langsung atau
menghadirkan nara sumber, membacakan buku,
54
Trister, Diane Dogde, E Yandian, Sharon, Blomer, Donna, “ A Trainer’s
Guide To Creative Curriculum For Infants And Toodler, Third Edition (Washington
DC: Teaching Strategis Inc, 2002), 27.
55Rencana Pembelajaran (lesson plan) adalah panduan kerja guru dalam
mengalirkan materi yang telah ditetapkan dalam kurikulum.RPP sekaligus merupakan
rumusan strategi bagi guru dalam membangun sikap, kecerdasan dan domain
perkembangan melalui tema-tema yang disajikan.
115
memperlihatkan gambar, memeragakan boneka dengan tanfan,
mengajukan pertanyaan atau pernyataan.
6. Evaluasi
Guru menyebutkan secara spesifik pokok-pokok evaluasi untuk
mengetahui apakah anak mampu menyerap informasi,
pengetahuan dan konsep yang dialirkan dalam kegiatan sentra.
Rencana pembelajaran merupakan pemandu aktifitas harian
bagi guru sentra yang harus disusun dengan teliti dan dijalankan
dengan penuh kesadaran tanpamengabaikan kebutuhan apa yang
sedang dialami anak sehingga rencana pembelajaran yang dibuat oleh
guru sesuai dengan kondisi kebutuhan masing-masing anak tanpa ada
paksaan dalam menerapkan rencana pembelajaran yang disusun. Selain
rencana pembelajaran yang harus dipersiapkan dengan matang, aktifitas
harian guru sentra mutlak membutuhkan dokumen materi ajar yang
dikenal dengan TFP (Terms, Facts and Principles). TFP merupakan
panduan penting yang harus dimiliki dan dipahami oleh setiap guru
sentra sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar. TFP adalah
kumpulan materi bahan ajar yang menyangkut satu tema tertentu yang
disusun setiap awal semester yang meliputi rincian tentang pengertian-
pengertian atau definisi-definisi (terms), fakta-fakta (facts), dan prinsip-
prinsip (principles), yang berlaku dalam obyek materi tema yang akan
dibahas. Sebagai contoh dalam tema tumbuhan atau tanaman, maka
TFP menguraikan definisi tumbuhan, bagian-bagian dari tumbuhan,
klasifikasi tumbuhan, prinsip-prinsip ilmiah tentang tumbuhan dan
keterangan selanjutnya sesuai kebutuhan. Semakin banyak TFP yang
dituangkan dalam rencana pembelajaran, maka semakin kaya
pemahman anak dalam mendapatkan manfaat dari lingkungan dan dari
guru sentra yang bersangkutan.56
Terms, Facts and Principles (TFP) adalah sekumpulan materi
yang disusun sesuai kebutuhan anak didik untuk dialirkankepada anak
didik selama proses kegiatan sentra. TFP berisi tentang dokumen-
dokemen pembelajaran mengenai informasi-informasi umum dan
rincian informasi yang berkaitan dengan satu tema yang dibahas dalam
setiap rencana pembelajaran. Guru makan57
dan guru sentra bersama-
sama menyusun TFP dalam rapat kerja lengkap menjelang dimulainya
56
Contoh TFP disajikan di lampiran akhir. 57
Sebutan untuk wali kelas atau guru kelas yang bertanggung jawab penuh
terhadap anak-anak yang termasuk anak didiknya di kelas yang ditempatinya.
116
tahun ajaran baru. Ketika TFP itu di aplikasikan dalam kegiatan sentra
disetiap awal tahun ajaran baru, disesuaikan dengan kebutuhan anak.58
Dalam proses awal pembelajaran, sering tantangan dan
hambatan datang menghadang, seperti anak-anak ribut, saling berebut
alat, menangis, dan tidakbisa diatur. Tetapi itu adalah sesuatu yang
normal. Para guru tidak boleh berputus asa. Guru dituntut untuk
membuat sebuah aturan sederhana bersama dengan anak-anak, dan hal
itu dijadikan sebagai kesepakatan bersama yang adil. Guru harus
melihat semua proses pembelajaran anak dengan cermat dan teliti.
Hasil adalah nomor dua, proses yang diutamakan. Mencatat apa yang
sudah bisa dicapai oleh anak murid. Hal-hal yang belum dapat dicapai
anak, itu adalah merupakan tugas guru untuk melakukan perubahan,
walaupun kemajuan itu sedikit demi sedikit dirasakan, itulah
perjuangan yang harus disyukuri dalam penerapan metode sentra di TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.59
Setelah merasakan denyut nadi pembelajaran dengan metode
sentra, pilihan yang ada dihadapan mereka bukan lagi urusan susah dan
tidak susah dan tidak susah, mahal dan tidak mahal yang ada dalam
benak mereka adalah hanya ada dua pilihan, mau menjalankan
pendidikan yang dapat membangun generasi penerus yang cerdas dan
berakhlaq mulia atau tidak berbuat sama sekali.60
Selama proses penelitian, ada pelajaran menarik yang penulis
dapatkan. Dalam sentra persiapan, sebelum kelas dimulai, anak-anak
didik dibiasakan untuk mengikuti Prosedur Kerja: memilih teman,
memilih pekerjaan, kerjakan dengan fokus dan tuntas, melapor, beres-
beres, memilih pekerjaan berikutnya. Para peserta didik dari kalangan
dhuafa itu ternyata bisa mengikuti seluruh prosedur kerja dengan baik,
tertib, ikhlas. Mereka memahami semua makna dari tahapan-tahapan
tersebut, dan kemudian melaksanakannya sebagai sebuah proses dan
disiplin kerja (belajar), tanpa disuruh guru.61
Metode Sentra adalah cara belajar mengajar yang revolusioner
bagi pendidikan anak usia dini. Inilah jawaban menyeluruh terhadap
kebutuhan bangsa yang saat ini sibuk mencari formula bagi sebuah
58
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 231.
59Media TK Sentra, Vol 1, 2010.
60Studi dokumentasi dan hasil wawancara dengan Siska, pendiri TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 29 Mei 2013.
61Thomas Amstrong, Multiple Intelligeces in The Class Room ( Alexandria:
Association for supervision and Curriculum Development, 2000), 89.
117
pendidikan karakter, yang bisa mengubah moral mental nalar bangsa
ini menjadi lebih baik juga sekaligus menjadi jawaban bagi kebutuhan
sebuah pendidikan “berstandar internasional” plus Islami. Metode
sentra merupakan paradigma baru di bidang pendidikan dan
pengajaran. Mengingat begitu luas tujuan dan cakupannya, di sini
hanya dikemukakan beberapa prinsipnya yang berbeda dengan metode
konvensional. Maka, di kelas pun tidak ada papan tulis, sebab guru
tidak memerlukannya. Materi ajar disampaikan secara interaktif dan
kongkret, dengan menempatkan murid sebagai pusat. Guru pun
menyapa para murid dengan sebutan “teman.62
”
Metode sentra ini membangun kecerdasan majemuk secara
terpadu: kecerdasan logika-matematika, bahasa, tubuh (kinestetik),
ruang (spasial), kemandirian (intrapersonal), kepedulian sosial
(interpersonal), musik. Nilai plusnya, metode sentra ala Batutis Al-Ilmi
menambahkan elemen kecerdasan spiritual.63
Seluruh potensi
kecerdasan itu dibangun melalui sentra-sentra bermain yang meliputi
tiga jenis main: main pembangunan, sensorimotor dan main peran.
Tentu, proses belajar-mengajarnya dilakukan secara fun learning.
Seluruh potensi kecerdasan itu dibangun melalui sentra-sentra bermain
yang meliputi tiga jenis main: main pembangunan, sensorimotor dan
main peran. Ada tujuh sentra yang disediakan agar anak-anak bisa
bermain gembira dan mendapatkan banyak pilihan pekerjaan: Sentra
Persiapan (membangun kemampuan keaksaraan); Sentra Balok
(merangsang kemampuan konstruksi, prediksi, presisi, akurasi,
geometri, matematika), Sentra Seni (membangun kreatifitas, sensori
motor, kerjasama); Sentra Bahan Alam (membangun sensori motor,
fisika sederhana, pemahaman akan batasan dan sebab-akibat); Sentra
Main Peran Besar dan Sentra Main Peran Kecil (membangun imajinasi,
62
Memanggil atau menyebut murid dengan sebutan” teman-teman”,
bertujuan membuat anak merasa nyaman, ketika anak merasa nyaman, anak lebih
mudah menerima pembelajaran. Dengan memanggil murid dengan sebutan teman,
bertujuan menghilangkan jarakbahwa guru itu anggapannya superior.bukan berarti
bahwa dengan menyebut anak murid dengan sebutan teman, mereka bisa berlaku apa
saja terhadap gurunya. Tetapi diberi ketegasan bahwa seorang guru harus dipanggil
dengan sebutan “Bu/Pak. Pijakan mengenai aturan dan batasan ini harus benar-benar
kuat dan senantiasa dibiasakan. Lihat. Majalah Media TK Sentra, (Bekasi. Volume
6/tahun I/2011.), 49.
63Yaitu sentra iman dan taqwa yang dibubuhi oleh drg. Wismiarti selaku
Direktur Sekolah Al- Falah Ciracas Jakarta Timur.
118
daya hidup, adaptasi, kemandirian, kebahasaan, kepemimpinan, serta
Sentra Imtak (iman dan takwa).64
Setiap hari anak bermain di sentra yang berbeda (moving class).
Sentra merupakan wadah tempat anak belajar. Sentra berasal dari kata
“center” yang artinya pusat. Tujuan pembelajaran di Sentra adalah
mengorganisasikan dan menginformasikan pengetahuan yang masuk ke
otak anak. Jika informasi atau pengetahuan yang diterima anak secara
rapi dan teratur maka manfaatnya akan terasa dikemudian hari. Metode
Sentra merupakan metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara
alamiah dalam proses belajar dalam lingkungan yang positif dan
menyenangkan dengan bermain yang terarah sebagai konsep
pembelajarannya sehingga siswa bisa merasakan langsung, melihat dan
mencoba secara nyata pembelajaran yang dipelajarinya tidak hanya
teori semata.65
Proses pembelajaran yang memuat kegiatan bermain secara
efektif dan tepat guna merupakan kegiatan pembelajaran yang kreatif
dan dinamis dalam mengembangkan kecerdasan majemuk sejak usia
dini. Kreatifitas anak akan muncul dengan sendirinya karena setiap hari
anak-anak distimulasi dengan berbagai permainan yang ada di
lingkungannya tanpa ada rasa takut bersalah, beban dan tanpa terpaksa
dalam melakukannya. Guru hanya sebagai fasilitator, bahkan sebagai
model, dimana guru berfungsi sebagai pelayan bagi anak didiknya yang
melayani, mengarahkan dan memotivasi anak agar anak didik dapat
bermain sesuai dengan kurikulum dan program yang telah
direncanakan.66
Dalam pendekatan metode sentra terdapat dua jenis main, yaitu
main bebas dan ada main di sentra. Anak didik bebas memilih dan
memulai dari mana saja ia bermain. Akan tetapi ketika sudah masuk di
wilayah main sentra maka ada peraturan yang harus dipenuhi oleh anak
didik demi keberlangsungan proses belajar mengajar yang diinginkan
sesuai rencana dan tetap anak dapat mengeksplorasikan dirinya secara
bebas sehingga memberi kesempatan bagi anak didik untuk
64
Keistimewaan metode sentra adalah disaat membangun potensi kecerdasan
dan kecerdasan majemuk anak secara bersamaan, juga membangun potensi dan
kemampuan guru, sehingga eksplorasi dan pendalaman tema lebih maksimal,
membekas lebih dalam, nilai-nilai yang disampaikan dibangun dengan bahasa positif
dan menempatkan guru sebagai fasilitator.
65Sumber: Majalah Media TK Sentra, 2010)
66
Hasil wawancara dengan Refiyanto, Guru sentra bahan alam, di TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 12 Agustus 2013.
119
berimajinasi dan mengembangkan kreatifitasnya dan kecerdasan
majemuknya senantiasa terasah secara berkesinambungan melalui
kegiatan yang pembelajaran dengan pendekatan metode sentra. Dalam
pembejaran yang dilakukan anak-anak senantiasa bekerja sama, saling
menunjang, tidak membosankan, anak didik kritis dan guru kreatif,
belajar dengan penuh semangat dan bergairah, pembelajaran dapat
terintegrasi dengan baik karena menggunakan berbagai sumber. Anak
didik belajar secara aktif dan guru pun kreatif dalam memotivasi dan
memancing kecerdasan yang terpendam dalam diri anak agar dieksplor
sesuai minat dan kemampuan yang dimiliki anak didik. Sehingga
dinding-dinding yang ada disetiap kelas penuh dengan hasil karya anak
didik, berupa gambar-gambar hasil kreatifitas anak didik dalam
mengeksplorasikan tujuh kecerdasan majemuk yang dimilikinya.67
Konsep dasar Metode Sentra (pendekatan sentra dan lingkaran)
atau beyond centers and circles time (BCCT) dalam pendidikan usia
dini dinilai cocok untuk kondisi Indonesia yang sangat beragam, karena
mengutamakan keunggulan dan budaya lokal. Keunggulan Metode
Sentra itu menciptakan setting pembelajaran untuk menstimulasi anak
agar aktif, kreatif dan mandiri dengan menggali pengalamannya
sendiri, bukan sekadar mengikuti perintah guru, meniru atau
menghafal. Metode Sentra diyakini mampu merangsang seluruh aspek
kecerdasan anak (multiple intelligences) melalui bermain yang terarah.
Setting pembelajaran mampu merangsang anak saling aktif, kreatif, dan
terus berpikir dengan menggali pengalaman sendiri. Jelas berbeda
dengan pembelajaran konvensional yang menghendaki murid
mengikuti perintah, meniru, atau menghapal apa yang diperintahkan
gurunya. 68
Kurikulum Metode Sentra diarahkan untuk membangun
pengetahuan anak yang digali oleh anak itu sendiri. Anak didorong
untuk bermain di sentra-sentra kegiatan. Pembelajarannya bersifat
individual, sehingga rancangan, dukungan, dan penilaiannya pun
disesuaikan dengan tingkatan perkembangan dan kebutuhan setiap anak
yang berbeda-beda. Semua tahapan perkembangan anak dirumuskan
67
Hasil pengamatan di Sentra-sentra TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 18
Agustus 2013. 68
Metode Sentra lahir dari serangkaian pembahasan di Creative Center for
Childhood Research and Training (CCCRT) di Florida, Amerika Serikat. CCCRT
meramu kajian teoritik dan pengalaman empirik dari berbagai pendekatan. Dari
Montessori, Highscope, Head start, hingga Reggio Emilia. CCCRT dalam kajiannya
telah diterapkan di Creative Pre School selama lebih dari 33 tahun.
120
dengan rinci dan jelas. Sehingga, guru punya panduan dalam penilaian
perkembangan anak. Kegiatan pembelajaran tertata dalam urutan yang
jelas. Dari penataan lingkungan main sampai pada pemberian pijakan-
pijakan (scaffolding).69
Setiap anak memperoleh dukungan untuk aktif, kreatif, dan
berani mengambil keputusan sendiri, tanpa mesti takut membuat
kesalahan dan tidak ada paksaan dari pihak manapun melainkan
memberikan pengarahan dengan pengertian dan pemahaman yang jelas.
Setiap tahap perkembangan bermain anak dirumuskan secara jelas,
sehingga dapat menjadi acuan bagi pendidik melakukan penilaian
perkembangan anak. Penerapan metode sentra tidak bersifat kaku. Bisa
saja dilakukan secara bertahap, sesuai situasi dan kondisi setempat.
Lingkungan bermain yang bermutu untuk anak usia dini setidaknya
mampu mendukung tiga jenis main yang dikenal dalam penelitian anak
usia dini. Metode sentra merupakan konsep belajar di mana guru-guru
menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Siswa memperoleh
pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi
sedikit dan dari proses mencoba sendiri, sebagai bekal untuk
memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota
masyarakat saat ini dan masa yang akan datang. Metode sentra
dianggap paling ideal diterapkan di Tanah Air. Selain tidak
memerlukan peralatan yang banyak dalam arti bisa disesuaikan dengan
kondisi yang ada di tempat tersebut, juga dapat mengembangkan
kecerdasan majemuk anak secara optimal. 70
Kesimpulannya bahwa paradigma sentra secara sederhana bisa
digambarkan, bahwasanya metode sentra menyediakan sentra-sentra
tempat anak-anak bekerja untuk menemukan sendiri informasi,
pengetahuan, pemahaman, konsep atau nilai-nilai yang mereka
butuhkan untuk hidup mereka. Dalam hal ini, guru berperan sebagai
penjamin bahwa sentra yang dimasuki anak adalah sentra yang
69
Regina, Miller, The Developmentally Appropriate Inclusive Classroom in
Early education, (New ayork: Delmar, 1996), 10.
70Depdiknas, Bahan Pelatihan Lebih Jauh Tentang Sentra dan Lingkaran
(Jakarta: Dit PADU Depdiknas, 2004), 26.
121
bermutu. Jaminan mutu bertumpu pada pengetahuan, wawasan, sikap,
dan karakter yang dimiliki guru melalui kesabaran yang dimilikinya.71
Perubahan yang dilakukan Siska selaku pendiri TK Batutis Al-
Ilmi dalam pendekatan metode pembelajaran dari metode konvensional
beralih ke metode sentra memberikan dampak yang positif bagi anak-
anak murid dan para guru. Semua murid senang menerima perubahan
itu. Anak-anak tidak merasa bosan dan bersemangat untuk pergi ke
sekolah. Terkadang ada beberapa murid walaupun kurang sehat,
mereka tetap ingin bersekolah, karena khawatir tertinggal dengan
moment-moment istimewa yang ia peroleh melalui sentra-sentra yang
ia alami bersama guru dan teman-temannya. Dalam kegiatan sentra,
mereka bermain sambil belajar dan memilih sendiri permainan apa
yang mereka sukai dengan bereksplorasi penuh imajinasi. Semua
kegiatan berjalan alamiah, tanpa tekanan dan paksaan.72
Para guru pun demikian, setiap saat belajar melalui anak-anak,
banyak sekali pelajaran yang berasal dari anak-anak. Berbagai kejadian
yang menyenangkan sampai kejadian yang menyedihkan. Ketika ada
salah seorang anak yang tidak masuk sekolah, guru merasa kehilangan,
terlebih jika masa liburan tiba, rasa kangen dan ingin bercengkerama
dengan anak-anak murid selalu terlintas dalam benak pikiran guru.
Begitupun sebaliknya, jika ada salah seorang guru yang tidak masuk
karena sakit atau karena keperluan tertentu, anak-anak berkata dengan
penuh rasa penyesalan, “ yaahhh pak Refi tidak hadir hari ini, pasti ada
satu sentra yang kosong,” ketinggalan pelajaran deh,” keluh anak-
anak serempak, ketika pembelajaran sentra berlangsung. Itu adalah
ungkapan kekecewaan yang tereksplor dari sifat anak-anak TK Batutis
Al-Ilmi yang polos. Begitupun sebaliknya, jika ada murid yang tidak
masuk sekolah, guru dan teman-temannya merasa ada yang kurang
ketika salah seorang temannya tidak masuk sekolah. Ini terjadi karena
ada keterikatan batin antara seorang guru dengan murid yang terjalin
melalui pendekatan pembelajaran yang menyenangkan.73
Bagi para guru sebagai pendidik, itu proses pembelajaran
dengan menggunakan metode sentra adalah merupakan pelajaran hidup
71Hasil pengamatan penulis di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Jaya Bekasi
disetiap sentra-sentra dari sentra persiapan sampai sentra main peran, ada 6 sentra
yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. 19 April 2013. 72
Hasil Wawancara dengan Nur’aini guru sentra Imtaq, 21 April 2013. 73
Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan anak didik TK A Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 05 Mei 2013
122
dan pengalaman berharga dalam menjalankan kehidupan dengan anak-
anak dhuafa di TK Batutis Al-Ilmi. Mereka bersyukur masih diberi
kesempatan oleh Allah melalui murid-murid dengan berbagai karakter
yang unik. Mereka mengajar dengan sepenuh hati, lebih dari sekedar
mengajar anak sendiri. Mereka menjalankan profesinya dengan penuh
kesabaran, keikhlasan dan professional serta berusaha sebaik mungkin
dalam membimbing anak-anak agar mereka menjadi generasi penerus
yang berkarakter Islami dan menjadi insan kamil.74
Pada hakikatnya anak usia dini dipandang sebagai pembelajar
aktif yang kaya kreasi dan inovasi dalam bereksplorasi untuk
mengembangkan imajinasinya. Oleh karena itu, anak datang ke sekolah
bukan hanya untuk mendapatkan informasi yang menurut guru
penting. Melainkan anak datang untuk mendapatkan kesempatan
bereksplorasi melalui kegiatan main. Melalui eksplorasi bermain, anak-
anak dapat menyerap pengetahuan, informasi, konsep kecerdasan
majemuk. Guru senantiasa memberi motivasi dan memastikan
bahwayang diserap anak adalah asupan yang tepat, benar dan
bermanfaat. Sehingga dengan prinsip yang demikian, guru tidak
memandang negative kembali anak-anak yang belum mampu
melakukan sesuatu yang diinginkan, melainkan guru mencari solusi
dari akar permasalahan yang ada.
Dengan pemahaman dan pengetahuan guru tentang situasi dan
kondisi anak-anak yang unik serta pemahaman tentang siklus tahap
perkembangan anak, guru memiliki energy positif serta kesabaran yang
tinggi dalam melayani setiap anak-anak yang mempunyai keunikan
yang bervariasi. Bersama guru yang memiliki nilai kesabaran tinggi
dan memahami tahap perkembangan anak dengan baik, anak-anak usia
dini dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik, tanpa hardikan
dan intimidasi berlebihan, sehingga proses pembelajaran berlangsung
dengan baik tanpa ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan,
melainkan kenyamanan dan kondisi kelas yang menyenangkan. Ada
banyak pelajaran kehidupan dari kegiatan yang sesederhana mungkin,
seperti halnya anak dapat belajar untuk bersikap positif terhadap peran
yang dilakoninya, kemudian merasakan bahwa dirinya begitu berharga
dan berarti di mata teman-temannya.Semua pembelajaran indah
tersebut, tidak mungkin didapatkan seandainya guru yang bersangkutan
tidak sabar.
74
Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Refiyanto guru sentra bahan
alam TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 05 Mei 2013.
123
Sikap sabar guru muncul karena kepercayaan positif terhadap
anak-anak bahwa anak mampu mencapai tingkat kesuksesan tertentu,
jika anak tersebut diberi kesempatan menapaki setahap demi setahap
proses perkembangannya dengan baik dan benar. Maka keberhasilan
dan kesuksesan anak tampak di depan mata. Namun jika guru selalu
dominan terhadap apa yang dilakukan anak tanpa memberi kesempatan
anak-anak untuk mengikuti proses perkembangannya dengan baik,
maka anak-anak tidak mungkin diharapkan mampu menempuh resolusi
konflik dari proses perkembangan yang terjadi pada dirinya. 75
Inilah
salah satu argumentasi penyebab bahwa elemen pembelajaran dengan
pendekatan metode sentra adalah pengajaran tidak langsung (indirect
teaching). Dengan pembelajaran non directive statement anak-anak
terlihat ceria, saling berkasih sayang dan berpikir positif diantara
mereka, sehingga yang keluar dari kata-kata mereka adalah ungkapan
yang santun dan bermutu karena anak-anak dalam setiap kegiatan
selalu diberikan pemahaman secara mendetail, sehingga anak yang
berkualitas bukan hanya dilihat dari segi kecerdasan kognitifnya
semata, melainkan juga dilihat dari tingkah laku (akhlak) dan sosialnya.
Dengan metode sentra anak tidak hanya diajarkan IQ semata, tapi juga
EQ dan SQ, karena yang sangat diperlukan untuk kemajuan masa
depan adalah orang-orang yang cerdas IQ, EQ dan SQ nya. Dengan
metode sentra bangsa Indonesia bisa jadi lebih baik system
pendidikannya, ternyata metode sentradapat melengkapi kecerdasan
akademis (kognitif) dengan kematangan sosial, emosional dan SDM-
nya. Metode sentra itu mendidik dengan lebih memanusiakan
manusia.76
Proses pembelajaran yang manusiawi mampu merubah
pemikiran dan karakter menjadi pribadi mulia yang merasa bahwa apa
yang dikerjakan merupakan sebuah kebutuhan bukan kewajiban, jika di
75
Proses tahapan perkembangan anak di rumah pun demikian, jika selama
ini dirinya dimanfaatkan untuk melaksanakan segala perintah dari orang tua, jika
orang tua terlalu perfect terhadap semua keperluan anak, tanpa memberi kesempatan
anak-anak untuk berinisiatif melakukan perbuatan baik dan tidak memberi
kepercayaan kepada anak-anak untuk melakukannya sendiri segala keperluan yang
berkaitan dengan dirinya dibawah pengawasan orang tua, maka proses tahapan
perkembangan anak tidak mungkin terlaksana dan tidak mampu menghadapi realita
kehidupan yang penuh denga tantangan jika orang tua terlalu dominan. lihat,
Yudhistira dan siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Menggunakan
Metode Sentra, 269. 76
Munif Chatib, Menjadi Gurunya Manusia; Menjadikan Semua Anak
Istimewa dan Semua Anak Juara (Bandung: Kaifa, 2011), 64.
124
antara pendidik mempunyai konsep yang sesuai dengan kebutuhan
bukan kewajiban, maka mutu pendidikan di Indonesia hasilnya
berkualitas yang dapat mensejahterakan para guru sebagai pendidik dan
mengayomi para siswa sebagai generasi penerus bangsa yang harus
diistimewakan dalam kiprah pendidikannya. Walaupun saat ini belum
terlihat nyata tantang kualitas pendidikan yang manusiawi serta
mengajar dijadikan sebagai kebutuhan yang urgent, namun berbagai
usaha dalam meningkatkan mutu pendidikan senantiasa dilakukan demi
perbaikan pendidikan Indonesia di mata dunia, salah satunya adalah
sistem metode sentra yang sedang diaplikasikan di sebuah TK Batutis
Al-Ilmi khusus anak dhuafa dan anak yang kurang beruntung sebagai
salah satu usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. 77
Sungguh bijaksana prosedur pembelajaran dalam pendekatan
metode sentra, layak menjadi sebuah contoh bagi sekolah-sekolah
yang belum menerapkan metode sentra ini di sekolahnya dalam rangka
menjadikan anak-anak sebagai pribadi yang mempunyai karakteristik
Islami serta berakhlak mulia sehingga bijak di dalam mengambil
sebuah keputusan untuk keberhasilan belajarnya demi dirinya dan
Negara Indonesia. Negara Indonesia tercinta jauh tertinggal dengan
negara-negara lain khususnya dalam bidang pendidikan, kebijakan-
kebijakan pendidikan Indonesia cenderung berubah-rubah dalam
mengambil sebuah kebijakan, setiap pergantian pemimpin
pemerintahan dan menteri yang baru, maka terjadi pergantian kebijakan
tanpa arah dan tujuan yang jelas khususnya dalam bidang pendidikan.
Besar harapan dari para guru sebagai pendidik dan anak-anak sebagai
peserta didik di seluruh Indonesia dengan kurikulum 2013 serta
implementasi metode sentra mampu merubah citra pendidikan
Indonesia di mata dunia. 78
77Hasil pengamatan dan studi dokumentasi di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi, 25 Agustus 2013.
78Dalam dunia pendidikan ada dua hal yang sangat mendasar untuk
diperhatikan. Pertama, terkait dengan akses untuk mendapatkan pendidikan yang
layak, seperti dana BOS. Kedua, terkait dengan kualitas yang dipengaruhi oleh
ketersediaan dan kualitas guru, kurikulum dan sarana prasarana. Seperti; pendidikan
dan pelatihan guru berkelanjutan, penerapan kurikulum 2013, dan rehabilitasi sekolah
yang rusak, baik rusak berat, rusak sedang maupun rusak ringan. Intinya bahwa
pendidikan berperan bukan hanya sekedar menyelesaikan persoalan-persoalan yang
sifatnya teknis semata melainkan lebih jauh dari pada itu. Pada hakikatnyaadalah
pendidikan berupaya memanusiakan manusia untuk meningkatkan dan membangun
peradaban Indonesia yang unggul.
125
C. Manajemen Pendidikan TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi
Manajemen menurut Terry adalah pelaksanaan penyusunan dan
pencapaian hasil yang didinginkan melalui usaha sekelompok atau
orang yang memiliki sumber daya dan talenta dalam pencapaian tujuan-
tujuan organisasi secara efektifdan efisien melalui perencanaan,
pengorganiasian. Kepemimpinan dan pengawasan serta sumber daya
organisasi.79
Harsey dan Blanchard menyatakan bahwa aktifitas
manajemen adalah suatu proses kerja sama antara individudan
kelompok serta sumber daya lainnya dalam mencapai tujuan
organisasi.80
Dengan kata lain proses manajemen di sebuah lembaga
pendidikan dilakukan dengan cara atau aktifitastertentu sehingga
seluruh personil yang ada didalamnya bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama dengan efektif dan efisien. 81
Demi keberhasilan penyelenggaraan dalam proses pendidikan
TK dalam mewujudkan hasil pendidikan efektif dan efisien yang
diharapkan oleh lembaga pendidikan tersebut sesuai dengan tujuan
nasional pendidikan anakusia dini maka pendekatan model pendidikan
yang digunakan harus dapat menumbuhkembangkan semua perilaku
dan kemampuan dasar yang dimiliki anak baik pendidikan jasmani
maupun rohani. TK adalah taman kanak-kanak yang memiliki program
pendidikan yang mengarah kepada pengembangan semua perilaku dan
kemampuan dasar yang dimilikianak tanpa terkecuali, yang mencakup:
pengembangan fisik pengembangan bahasa, pengembangan karakter
dan pengembangan nilai keagamaan. Program dan materi pendidikan
yang diberikan harus sesuai dengan perkembangan anak, demkian juga
dengan model pendidikan yang digunakan haruslah mencakup semua
elemen pendidikan anak usia dini yang mampu merangsang
pertumbuhan dan perkembangan semua potensi yang dimilikinya.
Taman kanak-kanak yang ideal adalah TK yang memiliki manajemen
yang baik dalam mendukung program kegiatan taman kanak-kanak.82
Usia prasekolah merupakan usia yang menentukan masa depan
dan perkembangan anak usia dini. Masa usia dini adalah masa yang
strategis dan sensitif untuk menerima berbagai stimulus dalam upaya
79
Paul Hersey dan Blanchard, Management of Organizational Behavior, (New
Jersey: Englewood Chliffs, 1998), 14. 80
Paul Hersey dan Blanchard, Management of Organizational Behavior, 42. 81
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,(Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2005), 12. 82
http://digilib.unimed.ac.id/konsep-pendidikan-taman-kanakkanak-yang-ideal-
22038.html diakses pada tanggal 01 April 2013.
126
perkembangan seluruh potensi anak usia dini. Anak yang berusia 4-6
tahun sudah masuk usia prasekolah. Tingkat perkembangan kecerdasan
pada masa usia dini mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80%.
Pendidikan Taman Kanak-kanak merupakan bagian dari pendidikan
prasekolah yang pembelajarannya lebih menekankan pada
perkembangan potensi kecerdasan anak.83
Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu,
anak harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya.
Hanya saja, dalam praktik pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian
yang terjadi.Banyak contoh yang menunjukkan betapa para orang tua
dan masyarakat pada umummnya memperlakukan anak tidak sesuai
dengan tingkat perkembangannya. Di dalam keluarga orang tua sering
memaksakan keinginannya sesuai kehendaknya, di sekolah tutor sering
memberikan tekanan (preasure) tidak sesuai dengan tahap
perkembangan anak, di berbagai media cetak/elektronika tekanan ini
lebih tidak terbatas lagi, bahkan cenderung ekstrim. Mencermati
perkembangan anak dan perlunya pembelajaran pada anak usia dini,
tampaklah bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan pada Pendidikan
Anak Usia Dini, yakni: materi pendidikan dan metode yang dipakai.84
Materi pendidikan yang mencakup prinsip-prinsip
perkembangan anak usia dini adalah sebagai berikut: pertama, anak
akan belajar dengan baik apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi, merasa
aman dan nyaman dalam lingkungannya. Kedua, anak belajar terus
menerus, dimulai dari membangun pemahamantentang sesuatu,
mengeksplorasi lingkungan, menemukan kembali suatu konsep, hingga
mampu membuat suatu konsep yang berharga. Ketiga, anak belajar
melalui interaksi sosial, baik dengan orang dewasa maupun dengan
teman sebaya. Keempat, minat dan ketekunan anak memotivasi belajar
anak di sekolahnya. Kelima, perkembangan dan gaya belajar anak harus
dipertimbangkan sebagai perbedaan individu. Keenam, anak belajar
dari yang sederhana ke yang kompleks, dari yang konkret ke yang
abstrak, dari yang berupa gerakan ke yang verbal, dan dari interaksi
pada diri sendiri berlanjut interaksi dengan orang lain.85
Prinsip-prinsip
83
Sujiono dkk, Kurikulum Alternatif Berbasis Kompetensi Anak Usia Dini,
37. 84
Kecerdasan anak usia dini seharusnya dipupuk sejak awal. Sujiono dkk,
Kurikulum Alternatif Berbasis Kompetensi Anak Usia Dini (Universitas Negeri
Jakarta: Pusdiani Press; Pusat Studi Anak Usia Dini, 2002), 25. 85
Sujiono dkk, Kurikulum Alternatif Berbasis Kompetensi Anak Usia Dini,
25.
127
perkembangan anakusia dini ini dijadikan acuan dalam pembelajaran di
Taman Kanak-kanak.86
Mengingat pentingnya pembelajaran pada
perkembangan anak usia dini, maka pembelajaran pada jenjang ini
tentunya juga memerlukan pengelolaan atau kegiatan manajemen yang
baik. Sekolah Batutis Al-Ilmi dikhususkan untuk kalangan dhuafa,
akantetapi bagi mereka ada yang berasal dari kalangan mampu (non
dhuafa), maka dibatasi hanya satu satu siswa dalam satu kelas. Prioritas
anak non dhuafa yang diterima itu adalah anak yang berkebutuhan
khusus yang tidak mungkin diterima di sekolah pada umumnya. Karena
orientasi TK Batutis Al-Ilmi hanya untuk kaum dhuafa dan mereka
yang benar-benar membutuhkan bantuan. Untuk Biaya operasional per
siswa per bulan dikenakan 400.000.00, jadi jika menerima siswa non
dhuafa seharusnya ia membayar iuran per bulan 800.000,- dengan
ketentuaan dibebankan uang gedung sebesar Rp. 5.000.000.00, dan
biaya bulananya disesuaikan dengan kemampuan orang tuanya,
minimal Rp. 400.000- Rp. 500.000. Jika memang terpaksa menerima
siswa non dhuafa konsekuensinya harus dapat mensubsidi satu
temannya yang dhuafa. 87
Adapun jumlah murid yang mendaftar di TK Batutis Al-Ilmi
setiap tahun ajaran baru, banyak peminatnya, tapi karena terbatasnya
ruang, guru dan biaya, maka ketika penerimaan murid baru sangat ketat
pengawasannya dari hal-hal yang sepele sampai menyangkut pekerjaan
orang tua ini pun harus dipertanyakan, karena kebanyakan diantara
mereka yang nota bene dia adalah orang yang mampu, tapi ia mengaku
sebagai orang miskin, karena sekolah anaknya ingin digratiskan.
Penerimaan murid baru tidak hanya pada tahun ajaran baru, dalam arti,
kapan pun bisa tergantung kebutuhan anaknya. Secara formal, pada
tahun ajaran baru, yayasan Batutis Al-Ilmi memiliki kewenangan untuk
mengatur penerimaan siswa baru.Karena ada beberapa pihak yang
memanfaatkan kesempatan dari program sekolah gratis ini.Ada yang
pura-pura mengaku miskin, padahal keberadaan keluarganya termasuk
golongan keluarga mampu. Yayasan Batutis Al-Ilmi tidak mau salah
sasaran dalam memberikan beasiswa kepada yang berhak, dengan cara
mensurvei tempat tinggal calon siswa baru sampai betul-betul program
sekolah gratis ini memenuhi syarat-syarat yang ditentukan sebagai
86
Depdiknas, Pedoman Tekhnis Penyelenggaraan Pos PAUD, Direktorat
Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta:Depdiknas, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan
Pemuda, 2002), 5. 87
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/ASP/article/view/15405, diakses pada
tanggal 16 April 2013.
128
kategori keluarga miskin (dhuafa). Adapun prosedur penerimaan siswa
baru: 1. Kedatangang orang tua ke sekolah, 2. Menyerahkan data, yang
terdiri dari: a. KK (kartu keluarga), b. riwayat hidup orang tua siswa, c.
pengasilah orang tua per sebulan dan kesanggupan orang tua dalam
membeyar iuran sekolah, sebagai tanggung jawab orang tua terhadap
anaknya, d. melakukan survei ke tempat tinggal, apakah tempat tinggal
tersebut milik sendiri atau mengontrak. Dengan pertanyaan seperti itu,
pihak sekolah melatih sikap jujur, jika tidak sanggup memenuhi kriteria
iuran tersebut maka dibebaskan, dengan catatan memenuhi criteria
yang diinginkan. Selain itu bagi anak yang diterima di sekolah TK
Batutis Al-Ilmi, maka orang tuanya pun wajib mengikuti pendidikan
yang telah disepakati bersama, agar diketahui perkembangan anaknya
dalam belajar.Untuk bisa diterima di sekolah ini sangat mudah. Setelah
verifikasi dan pengecekan secara langsung kerumah calon siwa, dan
dinyatakan berhak mendapatkan bea siswa dhuafa, maka anak tidak
perlu mengikuti tes masuk. Namun, untuk orangtua ada persyaratan
khusus yang harus dipenuhi. Mereka wajib mengikuti program yang
diadakan sekolah. Namanya Program Pendidikan Orangtua (PPO). Jika
orang tua tidak mau mengikuti prosedur penerimaan siswa baru,
makamereka tidak akan diterima,” menurut Siska, menirukan
pernyataan Wismiarti dengan tegas. Lewat PPO, orang tua diberi
penjelasan bagaimana perkembangan anak dari bayi sampai remaja,
sikap yang perlu dimiliki saat mendidik anak, apa sebenarnya makna
cerdas itu, dan seterusnya. Program ini dilakukan, karena TK Batutis
Al-Ilmi ini meyakini, yang disebut guru itu ada tiga, yakni orangtua,
guru di sekolah, dan lingkungan. Nah, PPO berusaha menyamakan
ketiga komponen tersebut sehingga ada kesamaan di mana pun anak
berada.“Kalau di rumah dan sekolah itu berbeda, tentu saja anak
bingung mana yang mesti diikuti?”dan program metode sentra tidak
bisa diaplikasikan dirumah dan dilingkungan dimana anak tersebut
tinggal.88
88
Hasil pengamatan dan wawancara dengan Siska, pendiri TK Batutis Al-
Ilmi, 20 Mei 2013.
129
Grafik 3.189
.
Kondisi Perkembangan Siswa dari tahun 2005-2012
Dari grafik di atas, terlihat bahwa input siswa TK Batutis Al-Ilmi,
sangat fluktuasi. Hal ini disebabkan bukan karena kualitas sekolah yang
tidak baik, melainkan pihak sekolah secara sengaja membatasi
penerimaan siswa.Alasan utama yang dimunculkan adalah keterbatasan
sarana sekolah berupa ruang kelas. Selain ruang kelas, keterbatasan
jumlah guru juga menjadi alasan mengapa sekolah sangat membatasi
rekrutmen siswa.90
Semenjak tahun pertama dibukanya sekolah Taman Kanak-
kanak gratis di garasi Siska, minat dan antusias warga sekitar rumah
Siska begitu antusias, akan tetapi dikarenakan tempat dan biaya yang
belum mencukupi sesuai kebutuhan, maka penerimaan siswa baru
diprioritaskan bagi mereka yang benar-benar tidak mampu untuk
bersekolah. Naik turunnya penerimaan jumlah siswa setiap tahun bukan
karena kurangnya minat dari warga yang akan menyekolahkan anaknya
di TK Batutis Al-Ilmi, melainkan karena terbatasnya biaya dan tempat
89
Data ini diambil dokumen profil TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. Grafik
tersebut merupakan elaborasi sendiri oleh penulis. 90
Sebagaimana penuturan pengelola yayasan TK Batutis Al-Ilmi, bahwas
tingginya jumlah siswa berepengaruh terhadap ketersediaan dana beasiswa. Banyak
wali siswa yang mengaku miskin agar memperoleh beasiswa sementara sebenarnya
mereka termasuk golongan yang mampu.Disarikan dari wawancara dengan
Yudhistira, tanggal 18 April 2013.
130
serta tenaga pengajar. Pada tahun ajaran 2005-2006 menerima 40
siswa, tahun ajaran 2006-2007 terdapat 50 siswa, pada tahun ajaran
2007-2008 menerima 60 siswa, pada tahun ajaran 2008-2009
mengalami kenaikan selisih 5 siswa yaitu menerima 65 siswa, dua
tahun berikutnya penerimaan siswa baru stabil yaitu hanya 60 siswa
antara tahunajaran 2009-2010 dan tahun ajaran 2010-2011, sedangkan
pada tahun ajaran 2011-2012 selisih satu siswa yaitu hanya 59 siswa.
Jumlah siswa yang diterima sebagai murid di TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi diklasifikasikan berdasarkan komponen siswa, siswa
terbagi dalam tujuh rombel (rombongan belajar). Dari jumlah siswa
tersebut, pihak sekolah mengelompokkan rombel tersebut antara lain ;
Kelompok TK A1, TK A2, TK B1, TK B2, TK B3, Play Group, Baby
House.91
Pengelompokan ini didasarkan pada kebutuhan siswa. Rata-
rata setiap kelompok diisi oleh 10-12 anak yang diasuh oleh 2 guru, dua
guru tersebut terdiri dari guru makan dan guru sentra.92
Profesi menjadi guru mempunyai dimensi yang sangat
luas,93
terlebih menjadi guru sentra harus mengikuti pelatihan terlebih
dahulu karena tidak mudah untuk menjadi guru sentra, mulai dari
pemahaman secara mendalam tentang wawasan yang mendasari
pergaulan pendidikan antara guru-siswa, pemahaman dan penanaman
sikap yang positif tentang anak usia dini, penguasaan materi ajar
sampai kepada pemahaman tentang latar belakang. Profesi keguruan
mensyaratkan pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana belajar
dan pembelajaran itu harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan
peserta didik sehingga pendidikan dapat dilaksanakan secara optimal.
Esensi PAUD adalah pemberian rangsangan atau stimulasi pendidikan
yang sesuai dengan tahap tumbuh-kembang anak dan dilaksanakan
melalui pendekatan bermain sambil belajar. Cara pendekatan PAUD
seperti ini diyakini mampu merangsang seluruh potensi kecerdasan
anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, karena anak
tidak dihantui oleh rasa takut dan cemas. 94
91
Pengelompokkan rombel disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan
anak-anak setiap tahunnya.
92Guru Makan bertugas sebagai wali kelas yang bertanggungjawab penuh
dari pagi hingga siswa pulang. 93
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung; Remaja
Rosda Karya, 2005), 107. 94
Menanamkan kejujuran, disiplin, cinta sesama, cinta tanah air, dan semua
nilai yang positif pada anak perlu pembiasaan dan harus dilakukan secara terus
menerus.Ini semua memerlukan keteladanan yang baik dan konsisten disamping
penguasaan yang baik pula tentang prinsip-prinsip PAUD yang benar.
131
Guru yang profesional senantiasa menjunjung tinggi kode etik
keguruan dan harus peka terhadap perubahan-perubahan, pembaharuan
serta IPTEK yang terus berkembang sejalan dengan tuntutan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan jaman. 95
Kode artinya aturan, etis
artinya kesopanan.Akan tetapi dalam penerapannya kode etik tidak
hanya berfungsi sebagai aturan kesopanan. Pelanggaran dalam
penyalahgunaan kode etik ini dapat dituntut ke pengadilan. Misalnya
seorang dokter mengadakan pengobatan yang belum baku dan belum
popular secara umum, kemudian pasiennya cacat atau tewas setelah
ditangani oleh dokter tersebut. Maka dokter tersebut dapat dituntut ke
pengadilan. Pertama karena ia melanggar kode etik, yaitu
menggunakan teori pengobatan yang belum baku, kedua, mungkin
karena ia melakukan mal praktek. Membuka atau menyebarluaskan
penyakit pasien sehingga masyarakat luas mengetahuinya dan pasien
itu dirugikan namanya bila penyakitnya diketahui banyak orang adalah
pelanggaran kode etik sekalipun dilihat dari ilmu kedokteran itu tidak
salah. Apa salahnya memberitahukan kebenaran kepada orang banyak
yang membutuhkan, secara pribadi memang tidak salah, tetapi itu tidak
sopan, bahkan merugikan nama baik seseorang. Di sinilah tugas guru
untuk senantiasa meningkatkan wawasan keilmuannya sehingga apa
yang disampaikan kepada siswanya sesuai dengan kebutuhan stake
holder dan up to date. Profesionalisme ialah paham yang mengajarkan
bahwa setiap pekerjaan haruslah dilakukan oleh orang-orang yang
professional.96
Dalam doanya, Yudhistira berdo’a, “Ya Allah kirimkan orang-
orang baik yang mau berjuang di TK Batutis Al-Ilmi ini.” Kemudian
Allah datangkan orang baik tersebut ibu Sa’diyah namanya. Ibu
Sa’diyah semula ia mengajar di TK Purwokerto yang menggunakan
metode sentra. Suaminya semula bekerja di Yamaha cabang
Purwokerto,dari pihak kantor suaminya dipindah tugaskan di Yamaha
Cikarang Bekasi. Suami ibu Sa’diyah mencari informasi tentang
sekolah yang menerapkan metode sentra yang ada di Bekasi melalui
internet, dan ia mendapatkan TK Batutis Al-Ilmi yang menggunakan
metode sentra. Kemudian ia menghubungi TK Batutis untuk
mengetahui informasi selengkapnya. Lewat telepon ia mengutarakan
niat baiknya ke pihak yayasan TK Batutis yang intinya ia ingin anaknya
95
Ahmad tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Pespektif Islam, 111. 96
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, 107.
132
bisa sekolah di sekolah yang menggunakan metode sentra dan berharap
istrinya sekaligus bisa mengajar disitu.Kemudian jawaban dari pihak
yayasan Batutis sungguh menenangkan jiwa bapak tersebut, pihak
yayasan Batutis Al-Ilmi mempersilahkan anaknya untuk sekolah di
sekolah tersebut, dan sekaligus menerima istrinya mengajar di TK
Batutis Al-Ilmi, ada fasilitas untuk guru yang mengajar di sana bahwa
berapapun jumlah anak yang dimiliki guru TK Batutis Al-ilmi bisa
gratis sekolah tersebut. Akhirnya mereka pindah ke Bekasi dan mencari
kontrakan rumah yang dekat dengan lokasi TK Batutis Al-Ilmi, supaya
jarak sekolah anak dengan tempat tinggalnya tidak berjauhan. Itu salah
satu contoh dan masih banyak contoh lainnya yang menunjukkan
keajaiban Allah dalam memberikan jalan keluar bagi sekolah TK
Batutis Al-Ilmi dalam menghadapi permasalahan yang terkait dengan
perekrutan guru.97
Berikut disajikan tabel guru-guru pilihan yang mengabdikan
dirinya untuk ikhlas mengajar di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.
Tabel 3.2
No. Nama Guru JK TTL Pendidikan
Tgs
Mengajar
K
e
t.
1. Imas Maspupah
P
Pandeglang
12-04-1982 Aliyah Kepsek
2. Triyani P Jakarta
11-08-1986 SMK TK B
3. Refiyanto L Kuningan
04-03-1991 SMA TK B
4. Juli Putri Utami
P
Bekasi
13-06-1988 SMA
Pendampin
g
5. Siti Maelia P Jakarta
04-05-1993 SMA TK A
6. Nuryani P Bekasi
04-06-1989 SMA
Pendampin
g
97
Hasil wawancara dengan Yudhistira ketua Yayasan Batutis Al-Ilmi
berkaitan dengan manajemen guru pertama kali di TK Batutis Al-Ilmi Bekasi, 11
April 2013.
133
7. Frisa Nuroni P Garut
06-08-1988 Aliyah TK B
8. Sa’diyah P Cirebon
15-08-1982 S1 Seni
9. Ainur Rizkoh P Pemalang
12-05-1984 SMK
Pendampin
g
10. Dina Lestari P Bekasi
27-08-1991 SMK
Pendampin
g
11. Novi Indriani P Jakarta
22-11-1974 Akademi TU
12. Ahmad Soleh L Jakarta
09-09-1993 SMP Kebersihan
13. Mira P Puwerejo
10-04-1966 SD Masak
14. Nuryani P Ponorogo
22-04-1968 SD Masak
Tabel Guru dan Karyawan TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi
98
Pihak sekolah selalu mengharap ada guru yang siap pakai
untuk mengajar di TK Batutis Al-Ilmi, namun untuk mencari guru
sentra yang sudah siap pakai itu sulit. Salah satu penyebabnya adalah
mengajar di TK Batutis itu gajinya kecil untuk guru.99
Akhirnya pihak
sekolah TK Batutis hanya bisa berdo’a kepada Allah SWT dan
berikhtiar dengan cara apapun. TK Batutis Al- Ilmi Pondok Pekayon
Indah Bekasi dikelola dan dibina oleh tenaga-tenaga professional serta
berkompeten dalam bidangnya masing-masing, yakni: pimpinan
sekolah (kepala sekolah), guru, pegawai dan karyawan-karyawan
lainnya yang memiliki sumber daya manusia yang handal serta dedikasi
yang tinggi, berakhlak mulia, dan memiliki kualifikasi sesuai
bidangnya.100
Adapun guru-guru tersebut jumlahnya 10 orang,
kemudian satu orang sebagai petugas Administrasi TU, sebagai petugas
98
Data diperoleh dari dokumen dan penelitian di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi, 15 April 2013. 99
Gaji yang besar perlu bagi guru, ini adalah tuntunan yang universal. Bagi
guru yang professional uang begitu diperlukan dalam meningkatkan profesinya. Lain
halnya dengan di TK Batutis Ilmi, yang semuanya serba seadanya. Ikhlash beramal
seperti logo kementerian Agama. 100
Tabel Karyawan TK Batutis Al- Ilmi Pekayon Bekasidiambil dari dokumen
profil sekolah.
134
kebersihan dan selebihnya 2 orang sebagai juru masak dengan gaji
sekadarnya. Untuk para guru itu, disediakan rumah kontrakan dan
makan bersama bagi yang belum berkeluarga. Guru yang datang ke
sekolah Batutis adalah guru yang ikhlas dan sabar yang dikirimkan
Allah untuk TK Batutis. Keinginan untuk mengajar itu sudah
merupakan sikap dan karakter yang luar biasa. Karena jarang orang
yang mau mengajar dari hati apalagi di sekolah gratis seperti TK
Batutis Al-Ilmi.101
Walaupun mereka hanya lulusan SMA, melalui pelatihan-
pelatihan guru yang diadakan pihak yayasan Batutis Al-Ilmi secara
bergiliran di pusat pelatihan di Al-Falah Ciracas Jakarta Timur.
Melalui pelatihan yang intensif, diharapkan guru-guru memahami
fungsi dan kewajibannya menjadi guru102
dan tahu tanggung jawab
mengajar dengan professional.103
Pelatihan yang intensif diberikan
oleh Sekolah Batutis Al-Ilmi, guru-guru tersebut dikuliahkan sampai
jenjang S1 oleh Yayasan Batutis Al-Ilmi untuk meningkatkan
kredibilitas dalam mengajar melalui bea siswa yang disubsidi oleh
PKPU.104
Dalam rangka mewujudkan pendidikan yang baik bagi anak
bangsa, diperlukan tenaga-tenaga pendidik yang juga baik, berkualitas,
bersemangat tinggi, dan berakhlak mulia, sehingga bisa menjadi
teladan bagi para murid. Pelatihan itu mutlak dilakukan agar para guru,
di samping memahami filosofi sekolah Batutis Al-Ilmi, juga agar
101
Jadi kebanyakan guru yang mengajar di TK Batutis adalah informasi dari
temannya guru yang sudah mengajar disana, terlebih lagi yang sudah berkeluarga
lebih diutamakan, supaya lebih istiqomah dalam melaksanakan tugas mengajar. 102
Guru-guru TK Batutis Al-Ilmi masuk jam 07.00 WIB pagi dan pulang jam
15.00 WIB sore, tanggung jawab yang mereka emban selama berada di lingkungan
sekolah mereka mengabdikan dirinya dengan baik dan bijaksana, mengajar anak-
anak, mereka jadikan hobby dan merasa enjoy ketika bersama anak-anak. Walaupun
tugas pekerjaan banyak mereka tidak merasa lelah karena ia lakukan dengan setulus
hati dan keikhlasan yang tinggi. Menjadi guru harus menjadi contoh yang baik karena
guru itu adalah modelling bagi anak didiknya. 103
Keadaan guru dan karyawan saat ini berjumlah 14 orang yang digaji
sekadarnya. Untuk para guru itu, Sekolah Batutis Al-Ilmi menyediakan rumah
kontrakan dan makan bersama. Walaupun dengan kondisi yang alakadarnya akan
tetapi semangat tanggung jawab untuk mendidik anak anak besar sekali. Bermodal
ilmu pengetahuan yang diajarkan melalui pelatihan-pelatihan intensif dan praktek
magang langsung yang dibimbing oleh Siska, mereka menjadi guru-guru yang
professional berlandaskan kesabaran dan keikhlasan yang tinggi. 104
PKPU kependekan dari Pos Keadilan Peduli Umat (sebuah organisasi
masyarakat yang bergerak dalam bidang sosial, menyantuni umat dan pemberdayaan
masyarakat berkantor pusat di jakarta).
135
mereka memahami dengan baik system BCCT, yang akan diterapkan
dari TK, SD, SMP hingga SMA. Juga agar mereka bisa membangun
proses belajar yang menyenangkan (happy learning), sehingga para
siswa bisa tumbuh menjadi anak-anak yang bahagia dan berkarakter
Islami.105
Pengelola TK Batutis Al-Ilmi ingin mengembangkan TK ini
agar semakin bermutu, dengan cara: melengkapi alat-alat ajar dan
bermain (APE), meningkatkan kualitas/gizi makanan bagi anak-anak,
dan meningkatkan kesejahteraan para guru, serta melengkapi fasilitas
sekolah, seperti perpustakaan, laboratorium, komputer, dan kendaraan
untuk antar-jemput atau untuk digunakan di saat melakukan
karyawisata dan kepentingan lainnya. Keberlangsungan sistem
pembelajaran ditentukan oleh kualitas dari seorang guru, oleh karena
itu wajib bagi guru-guru di TK Batutis Al-Ilmi untuk mengikuti
pelatihan-pelatihan sentra secara intensif.
Walaupun sekolah gratis namun professionalisme guru sangat
diutamakan.106
Professionalisme itu artinya mereka bekerja sesuai
dengan yang seharusnya. Menurut Muchtar Luthfi107
, seseorang disebut
memiliki jiwa professional jika memenuhi kritera sebagai berikut;
profesi harus mengandung keahlian, 108
profesi dipilih karena panggilan
105
Studi dokumen dan wawancara dengan Yudhistira, ketua Yayasan TK
Batutis Al-Ilmi, 20 Mei 2013. 106
Kemudian ada ketentuan dari Kemendikbud, bahwa guru TK atau SD
minimal harus berpendidikan S1.Tapi tidak mutlak, kalau yang datang itu anak
lulusan SMA. Prinsip Yayasan TK Batutis Al-ilmi, apapun pendidikannya, mereka
datang kesini mau mengajar dengan baik, kemudian setelah mereka masuk menjadi
bagian kami, makakami ikut sertakan pelatihan metode sentra modul 1-6 secara
intensif, dari sumbernya langsung, yaitu di TK Al-Falah Ciracas Jakarta Timur dan
untuk kuliah S1, pihak yayasan membantu biaya operasionalnya. Untuk gaji yang
kami berikan itu kecil, itu sudah harus dikatakan dari awal, bahwa di TK Batutis
gajinya kecil, kalu perlu duit, tempatnya bukan disini, tapi kalau mau belajar,
disinilah tempatnya dan mari kita berjuang bersama-sama. Dan melalui Bantuan bea
sisiwa PKPU setiap yang belum melanjutkan kuliah S1 nya, diberi kesempatan untuk
menyelesaikan kuliahnya dengan dana yang diatur oleh pihak Yayasan batutia Al-
Ilmi. (Wawancara dengan Yudhistira di TK Batutis Al-Ilmi 10 april 2013) 107
Mimbar Pendidikan, nomor 3, IKIP Bandung, 1989. Muchtar Luthfi berasal
dari Universitas Riau, dan artikel ini diambil dari buku karangan Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung; Remaja Rosda Karya, 2005), 107. 108
Artinya suatu profesi itu harus ditandai dengan oleh satu keahlian yang
khusus untuk profesi itu. Keahlian itu diperoleh dengan cara mempelajarinya dengan
tekun secara khusus; profesi bukan diwarisi.
136
hidup dan dijalani sepenuh waktu, 109
profesi itu memiliki teori-teori
yang baku secara universal, 110
Profesi adalah untuk kepentingan
masyarakat, 111
profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostic
dan kompetensi aplikatif, pemegang profesi memiliki otonomi dalam
melakukan tugas profesinya, 112
profesi mempunyai kode etik, 113
profesi harus mempunyai klien yang jelas. 114
Selanjutnya Finn
menambahkan bahwa suatu profesi memerlukan organisasi profesi
yang kuat, gunanya untuk memperkuat dan mempertajam profesi itu
dan suatu profesi harus mengenali dengan jelas hubungan satu profesi
dengan profesi lain.115
Pekerjaan (profesi) menurut Islam harus dilakukan ikhlas
karena Allah.116
Setiap pekerjaan harus dilakukan secara professional
dalam arti harus dilakukan secara benar. Dalam Islam mengajarkan bila
suatu urusan dikerjakan oleh orang yang tidak ahli, maka tunggulah
kehancuran.117
Metode sentra merupakan wadah interaksi bagi para
praktisi dan para professional di bidang pendidikan, karena melalui
metode sentra profesi menjadi guru adalah profesi yang sangat
dimuliakan. Sebagai seorang guru yang professional harus menguasai
pembelajaran metode sentra dengan professional, karena metode sentra
ini adalah metode yang efektif. Metode ini memudahkan guru dalam
menstimulasi ranah pemikiran anak. Karena klasifikasi kegiatan dalam
kelompok sentra memberikan ruang lingkup bagi guru dan anak untuk
lebih fokus, lebih khusyuk memahami suatu konsep secara utuh.
Metode sentra membangun pemikiran guru maupun murid ke arah yang
109
Artinya profesi dipilih karena dirasakan sebagai kewajiban bukan paksaan;
sepenuh waktu maksudnya bukan part time atau hanya sambilan saja. 110
Artinyaprofesi itu dijalani menurut aturan yang jelas, dikenal secara umum,
teorinya terbuka secara universal pegangannya itu diakui dalam arti tidak semaunya. 111
Artinya manfaatnya untuk kepentingan masyarakat, karena sebaik-baiknya
manusia adalah mereka yang bermanfa’at untuk kepentingan orang lain. 112
Artinya otonomi ini hanya dapat diuji atau dinilai oleh rekan –rekannya
seprofesi atau orang yang yang berkompeten dibidangnya terhadap profesi tersebut. 113
Disebut kode etik profesi. 114
Yaitu orang yang membutuhkan layanan. 115
Yusuf Hadi Miarso, Definisi Teknologi Pendidikan (Jakarta: Rajawali,
1986), 75. 116
Profesi dalam Islam harus dijalani karena itu adalah perintah Allah. Dalam
kenyataannya ia bekerja untuk orang lain tetapi niat yang mendasarinya adalah
perintah dari Allah. Di sini kita bisa mengambil benang merah bahwa profesi dalam
Islam dilakukan sebagai dedikasi kepada Allah dan kepada manusia sebagai objeknya. 117
Hadits Riwayat Bukhari, dikutip dari Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam, 113.
137
lebih sistematis, bermanfaat bagi optimalnya kemampuan pola pikir
dalam menghadapi roda kehidupan yang selalu berputar.
Tentunya dalam setiap kegiatan yang diadakan memerlukan
dana yang tidak sedikit dan itu menyangkut dengan manajemen
keuangan. Lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting
dalam mencapai keberhasilan dalam proses pendidikan, karena
lembaga pendidikan berfungsi sebagai mediator dalam mengatur
jalannya proses pendidikan. Dewasa ini kelihatannya suatu kegiatan
tidak bisa disebut pendidikan apabila tidak ada lembaga yang
menaunginya. Lembaga pendidikan mutlak keberadaannya bagi
kelancaran proses pendidikan.118
Dalam sebuah lembaga pendidikan
pengaturan keuangan disebut sebagai manajemen keuangan.Menurut
Agus Sartono manajemen keuangan lembaga pendidikan adalah
pengelolaan dana yang berkaitan dengan pemasukan atau pengeluaran
dana untuk kepentingan lembaga pendidikan dalam pembiayaan proses
kegiatan belajar mengajar.119
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen
keuangan menyangkut kegiatan perencanaan, analisis dan pengendalian
keuangan. Mereka yang melaksanakan kegiatan tersebut adalah
manajer keuangan. Seorang manajer keuangan harus mampu
mengambil keputusan keuangan. Berkaitan dengan pengelolaan
manajemen keuangan di Taman Kanak-kanak Batutis Al- Ilmi, penulis
tidak fokus dalam meneliti tentang manajemen keuangan di TK Batutis
Al-Ilmi tersebut, karena menurut penuturan Yudhistira selaku ketua
yayasan Batutis Al-Ilmu, menjelaskan dalam wawancara dengannya,
bahwa “Mengenai manajemen keuangan di TK Batutis Al-Ilmi sampai
hari ini, Yudhistira tidak tahu uang didapatkan dari mana, tapi mereka
percaya Allah akan memberikan jalan. Yudhistira senantiasa
mengingatkan kepada guru-guru,”kerja sajalah terlebih dahulu, seperti
mengajar, menilai anak-anak dan Yudhistira sebagai pengelola
Yayasan juga akan tetap berusaha dan bekerja. Semua hasilnya Allah
yang menentukan dan mereka tetap yakin Allah akan memberi jalan
yang terbaik bagi mereka. Seperti itulah prinsip manajemen keuangan
TK Batutis AIlmi dimasa-masa awal. Sampai hari ini, sudah menginjak
tahun ke delapan. Dan sudah banyak perubahan dari tahun-tahun
sebelumnya, berkat doa, ikhtiar, bantuan dari para donator, keikhlasan
118
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, cet. Ke-9 ( Jakarta: Kalam Mulia, 2011),
38. 119
Eugene F. Brigham, Joel F. Houston, Manajemen Keuangan ( Bandung:
Airlangga, 2001), 26.
138
para guru mengajar dan rizqi Allah datang dari arah yang tidak
disangka-sangka.120
Walaupun keberuntungan belum memihak Batutis Al-Ilmi dalam
memperoleh dana yang lebih untuk biaya operasional sehari-hari anak-
anak TK Batutis Al-Ilmi, mereka tetap ikhlas dan belajar sembari
ikhtiar mencari keridhoan Allah. Padahal secara teori, manajemen
keuangan adalah salah satu bidang administrasi pendidikan yang secara
khusus menangani tugas-tugas yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan yang dimiliki dan digunakan dalam sebuah lembaga
pendidikan. Penggunaan uang di Taman Kanak-kanak harus dapat
dipertanggungjawabkan demi memperlancar pencapaian tujuan
pendidikan, baik pengeluaran ataupun pemasukan. Penggunaan semua
dana harus efektif dan efisien agar tepat sasaran dan tidak ada masalah
dalam penggunaannya.121
Akan tetapi dalam praktiknya antara pemasukan dan
pengeluaran kadang tidak seimbang. Ketika Yudhistira masih bekerja
dan punya gaji tetap, Yudhistira tidak pusing memikirkan biaya
operasional TK Batutis Al-Ilmi. Yudhistira bisa membayar gaji guru-
guru Batutis Al-ilmi dan keperluan lainnya dari penghasilan gaji
bulanannya. Namun setelah Yudhistira pensiun dan tidak punya gaji
lagi, sejak tahun 2007. Satu keyakinan bahwa Allah akan memberikan
hal yang terbaik buat TK Batutis Al-Ilmi. Intinya fokus pada tujuan
awal.Setiap tanggal 20, Yudhistira selalu bertanya pada Siska,
bagaimana dengan gaji guru sudah amankah? Kemudian Siska
menjawab, “kurang lima juta, padahal pihak sekolah sudah menghemat
tagihan ini dan itu, menurut Siska.” Ya, sudah, sekarang kita tinggal
memohon sama Allah, tambah Yudhistira, menenangkan hati Siska.
Mereka hanya bisa berdoa“ Ya Allah, kami sudah bekerja, sekarang
giliran-Mu, tolong bantu kami. “ Ya Allah kami sudah bekerja, usaha
telah kami lakukan. Sekarang kami tidak punya jalan lagi. Tolong beri
jalan keluar bagi kami ya Allah.“Kami mohon kepada Allah konkret
saja.“Ungkap Yudhistira dalam wawancara yang dilakukan penulis.”122
Maha Suci Allah, sore itu juga atau paginya, ada orang yang
tidak dikenal datang membawa amplop (untuk infaq, sedekah atau
120
Wawancara dengan Yudhistira ketua Yayasan Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi pada tanggal 10 April 2013
121Ibrahim Bafadal,Administrasi dan Supervisi Penyelenggaraan Taman
Kanak-kanak, (Jakarta; Dirjen Dikti Depdikbud,1999). 38.
122Penuturan Yudhistira melalui wawancara yang dilakukan penulis di
kediamannya pada tanggal 20 april 2013.
139
karena naik gaji dan lain-lain).Setiap bulan kejadiannya seperti
itu.Allah selalu memberikan jalan keluar disaat mereka sedang
dirundung masalah dan kejadian itu berjalan selama beberapa bulan.
Karena mereka yaqin bahwa Allah akan memberikan jalan keluar dari
arah yang tidak disangka-sangka, itu benar-benar terjadi. Semua orang
yang membantu Yayasan Batutis Al-Ilmi kebanyakan tidak dikenal.
“Bapak tahu dari mana informasi TK Batutis Al-Ilmi, “Saya dapat
informasi ini dari TV, internet, facebook dan lain-lain jawabnya.
Karena seringnya kejadian itu, Yudhistira sudah tidak khawatir lagi.
Sumber dana, baik berupa sumbangan barang, uang dan bantuan
lainnya yang tidak mengikat, diperoleh dari para pengurus yayasan dan
para donator perorangan. Usaha yang dilakukan saat ini antara lain
dengan mengadakan pameran/menjual lukisan, dan menyebarkan
program SOS, serta membuka pelatihan tentang implementasi metode
sentra.123
Untuk mengatasi masalah biaya operasional dalam
pembelajaran, TK Batutis Al-Ilmi menyiasatinya dengan menggunakan
bahan-bahan daur ulang untuk Sentra Seni, membuat sendiri media
untuk Sentra Persiapan dan Sentra Imtaq. Di sini guru dituntut untuk
kreatif dalam segala hal di samping kesabaran. Melakukan sesuatu
yang dirasa mampu dengan bahan yang ada dalam menerapkan metode
sentra, baik sentra persiapan, sentra bahan alam, sentra seni, sentra
balok, sentra main peran maupun sentra iman dan taqwa. Ada beberapa
macam alat yang dapat dipakai secara bersamaan dalam aplikasinya di
setiap sentra, seperti gunting, krayon, pensil warna, lem, etc. Biaya
termahal adalah investasi untuk pelatihan guru dan itu adalah modal
utama dengan cara meminjam uang dan cara yang lainnya akhirnya
123
Selain donatur yang tidak tetap, Yudhistira juga membuat program SOS
(Satu Orang Satu) seperti halnya orang tua asuh. Satu orang membayar biaya satu
anak didik yaitu sebesar empat ratus ribu rupiah dan itu dilakukan promosi singkat
lewat sms saja ke teman-teman terdekat dan lewat bbm nya Siska yang setiap saat
selalu mempromosikan eksistensi sekolah TK Batutis Al-Ilmi. Yudhistira berharap
program SOS tetap berlangsung. Akhirnya, ada yang mengambil satu sampai lima
paket dalam setiap penawaran, besar harapan Yudhistira, biaya tersebut dapat
terbayarkan selama satu tahun supaya mereka pun tenang. Tetapi kebanyakan para
donatur ada yang mampu membayar satu kali dalam satu bulan, sesuai dengan
keadaan mereka. Bulan depan pihak yayasan tidak tahu mereka akan menjadi donatur
lagi atau tidak. Ada yang punya rezeqi lima juta sekaligus bayar juga ada, intinya
kami yaqin ada saja rezeqi dibalik ikhtiar Yudhistira, dan Allah lah yang mengatur
segalanya. Tutur Yudhistira, meyakinkan penulis lewat wawancara di kediamannya
pada tanggal 13 April 2013.
140
secara bergiliran guru-guru TK Batutis Al-Ilmi dapat mengikuti
pelatihan metode sentra secara langsung dan intensif di Sekolah Al–
Falah Ciracas Jakarta Timur sebagai pusat penyelenggaraan metode
sentra pertama di Indonesia.124
Prinsip pengelola TK Batutis Al-Ilmi adalah yang penting
mereka kerja karena Allah. Selain itu, usaha tulis menulis Yudhistira
diberbagai majalah masih bisa dilakukan, yang hasilnya untuk
membantu biaya operasional, selain itu Yudhistira membuat buku
panduan tentang metode sentra yang diselenggarakan di TK Batutis Al-
Ilmidengan modal seadanya.125
Apapun yang dikerjakan Yudhistira
percaya dengan janji Allah. Allah akan membantu, itu keyakinan besar
yang ada dalam benaknya.Ada hal yang harus diperhatikan oleh
dirinya sebagai ketua yayasan Batutis Al-Ilmi, yaitu rencana untuk
menaikkan gaji guru, “Saya sedih belum bisa mensejahterakan mereka.
Tutur Yudhistira dalam wawancara penulis di serambi kediamannya,
dengan penuh antusias Yudhistira bercerita kembali tentang keadaan
guru-guru di TK Batutis Al-Ilmi, menurutnya; “Guru-guru disini luar
biasa, bagi mereka yang baru masuk gaji mereka hanya empat ratus
ribu rupiah yang sudah mengajar selama delapan tahun, baru mencapai
satu juta. Permasalahannya adalah dapat uang tambahan dari mana.
Kalau dihitung-hitung banyak sekali biaya yang dibutuhkan untuk
menaikkan gaji guru-guru dan karyawan di TK Batutis Al-Ilmi.126
Yudhistira berkeyakinan rizqi Allah pasti datang dari arah yang
tidak disangka-sangka. Padahal total biaya pengeluaran selama 1 bulan
mencapai 40 juta termasuk didalamnya gaji guru, cathering dan
keperluan alat-alat lainnya. Walaupun keadaan keuangan yang belum
stabil. Pengelola TK Batutis Al-Ilmi pun menginstruksikan supaya gaji
guru dinaikkan, total guru ada dua puluh tiga dari tingkat TK dan SD.
Kalau dihitung secara matematikanya manusia mungkin tidak bisa
dibayangkan dananya dari mana. Lima ratus ribu setiap guru yang akan
dinaikkan gajinya, total dikalikan dengan jumlah guru berkisar antara
124
Hasil wawancara dengan Siska, pendiri dan penggagas TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi, 02 Agustus 2013. 125
Membuat buku tentang Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra yang
membutuhkan dana tidak sedikit, Yudhistira meminjam terlebih dahulu sebagai
modalnya dan keuntungan setelah penjualan didedikasikan untuk biaya operasional
TK Batutis Al-Ilmi. Itu sudah menjadi komitmen Yudhistira semenjak mengabdikan
dirinya untuk membina dan mendidik anak-anak dhuafa melalui TK Batutis Al-Ilmi
yang dibina dengan Siska istri tercinta belahan jiwanya. 126
Hasil wawancara khusus dengan Yudhistira selaku pengembang dan ketua
yayasan Batutis Al-Ilmi pekayon Bekasi, 24 Mei 2013
141
lima belas juta rupiah ditambah pengeluaran rutin setiap bulan empat
puluh juta rupiah. Berarti bulan depan harus tersedia lima puluh lima
juta rupiah perbulan untuk memenuhi biaya operasional di TK Batutis
Al-Ilmi. Salah satu jawabannya untuk mengantisipasi permasalahan
keuangan tersebut adalah ada sekolah yang mengundang pelatihan
seminar selama 2 hari dan sekaligus loka karya dan itu adalah jawaban
dari Allah sebagai pertolongan bagi TK Batutis Al-Ilmi. Allah akan
membantu, itu keyakinan yang harus diyakini, Ungkap Yudhistira,
dengan perasaan lega, sembari mempersilahkan penulis untuk
menikmati hidangan alakadarnya.127
Selain dari hasil seminar tentang implementasi metode sentra di
TK Batutis Al-Ilmi, untuk memenuhi kebutuhan rutin, didapat dari
buku-buku yang dibuat dan berhasil dijual itulah tambahan untuk
memenuhi kebutuhan rutin TK Batutis Al-Ilmi setiap bulannya, hasil
penjualan buku tersebut digunakan untuk keperluan operasional TK
Batutis Al-Ilmi. Ada jalan yang terbentang dalam meraih impian yang
diinginkan, menyukseskan kaum dhuafa yang membutuhkan
pendidikan. Berkat keberhasilan yang tampak di TK Batutis Al-Ilmi,
Siska mulai mengadakan pelatihan dan seminar-seminar tentang
metode sentra. Baik pelatihan yang diselenggarakan di TK Batutis Al-
Ilmi maupun memenuhi undangan seminar-seminar ke sekolah-sekolah
yang membutuhkan pelatihan tentang implementasi metode sentra.
Akhirnya, banyak sekolah-sekolah yang meminta pelatihan tentang
metode sentra baik dari jawa ataupun luar jawa. Mereka mendapatkan
informasi dari stasiun TV yang meliput kegiatan di TK Batutis Al-Ilmi
serta dari media koran dan majalah belum termasuk dari FB, Twitter
atau jaringan sosial lainnya. Itu adalah peluang yang Allah janjikan
berkat kerja keras dan kesabaran melalui kunjungan-kunjungan yang
mulai berdatangan dari berbagai daerah untuk melakukan study
banding, menimba ilmu, belajar dan praktik mengajar yang langsung
mereka terapkan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi sebagai bekal untuk
diterapkannya di sekolah masing-masing.128
127
Hasil pengamatan peneliti di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 13 April
2013. 128
Daftar beberapa sebagian sekolah yang mengirimkan para gurunya untuk
mengikuti pelatihan/observasi Metode Sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi,
TK Aisyah Bustanul Athfal 1 Madiun Jatim, TK Aisyah Bustanul Athfal 3 Madiun
Jatim, TK Aisyah Bustanul Athfal 7 Madiun Jatim, PAUD Permata Kartini
Pandeglang, PAUD TK Kutilang Pondok Gede Bekasi, RA Permata As-Sholihah
Ciledug Jaksel, RA Amal Islami Al-Mumtaz karawang. PAUD Bunga Hati Sawangan
Depok, TKIT Al-Marjan Pondok Gede Bekasi, TK Asy-Syahidah Larangan
142
Karena kenyataannya banyak sekali guru-guru PAUD yang
belum memahami cara mengajarkananak usia dini dengan baik dan
bijaksana. Termasuk peminat yang berkunjung ke TK Batutis Al-Ilmi
pun semakin meningkat, namun pihak sekolah Batutis Al-Ilmi
memikirkan biaya operasionalnya jangan sampai bengkak. Kemudian
tarif yang dikenakan dari peserta bisa terjangkau, dan hasilnya untuk
mendukung biaya operasional TK Batutis Al-Ilmi. Sebelum Batutis
Al-Ilmi mengadakan pelatihan dan seminar, Siska meminta izin
terlebih dahulu kepada Wismiarti untuk mengajarkan metode sentra
kepada guru-guru PAUD yang membutuhkan. Supaya tidak menjadi
beban di kemudian hari tentang keilmuan yang diajarkannya.129
Karena tidak semua guru-guru bisa mengikuti pelatihan di
sekolah Al-Falah, akhirnya TK Batutis Al-Ilmi mulai berinisiatif
mengadakan pelatihan-pelatihan untuk membantu guru-guru dari
berbagai kalangan dan daerah di seluruh Indonesia untuk belajar
bersama tentang implementasi metode sentra. Dan melihat langsung
perkembangan pengajaran yang telah dirintis oleh TK Batutis Al-Ilmi
Tangerang, TK Al-Ittihad Ciledug Tangerang, YPI Baitul Mal Pondok Aren
Tangerang, TK Asy-Syifa Larangan Tangerang, Sekolah Tanah Tinggal Ciputat
Tangerang Selatan, RA Miftahul Ulum Sukaratu Tasikmalaya, PAUD Al-Inayah
Tasikmalaya, TKIT An-Nahl Depok, TKITAl-Ishlah Jati Sampurna Bekasi, PAUD
BAI Rumah Cendekia Bukit asri Ciomas Bogor, Adopt a School Rukan mangga Dua
Square Blok F-46 Jakarta, TK-SDIT Ibnu Umar Balikpapan, TK-SDIT Nailufar
Jaktim, TK Tunas Robbani Tangerang, TKIT An-Nahl Gunung Sindur Bogor, PAUD
Family Fest, PAUD Yasmin, PAUD Bayam, PAUD Aulia, PAUD An-Nur, PAUD
Az-Zahra Depok, Seminar metode sentra di Gebyar PAUD di Gedung Pusdai
Bandung Jawa Barat 2013, Seminar motivasi karyawan Perusahaan Bisnis Barang dan
Jasa di Pulo Mas Jakarta Timur, Seminar Metode sentra di Sekolah Bina Cendekia
Pamulang, Seminar metode sentra di Masjid Darul Barokah Bandung, kunjungan
Peserta Gerakan Indonesia Mengajar Angkatan VII, Seminar ParentingMetode Sentra
di The global Islamic School Sentul, Presentrasi Metode Sentra di Gedung sate
Bandung, Seminar Metode Sentra di TK Lab School Rawamangun Jakarta Timur,
Kunjungan Prof Yohanes Surya ke SD Batutis Al-Ilmi, seminar Metode Sentra di
TKIT Auliya Bintaro, Seminar Parenting metode Sentra di Al-Hidayah Islamic
School Cikarang, Semiloka Parenting metode Sentra TK Tazkia GIS, Seminar metode
sentra di PAUD Fatma Kenanga Bengkulu, Seminar Metode Sentra di KB-TK St.
Andreas Kebon jeruk, Jakarta Barat, Workshop para Guru TK-SDIT Harapan Bunda
Purwokerto dan masih banyak lagi sekolah yang mengadakan pelatihan Metode
Sentra yang belum dicantumkan dalam penelitian ini, selain pelatihan juga terdapat
banyak kunjungan dan observasi dari berbagai instansi baik dari dalam maupun luar
kota di Indonesia.
129Hasil Wawancara dengan Siska selaku pendiri dari TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi, 25 April 2013.
143
(ada yang menginap dengan biaya bervariasi). Semakin lama semakin
banyak kunjungan dari berbagai sekolah yang ada di Indonesia,
termasuk observasi dari berbagai stasiun televisi untuk meliput
perkembangan sekolah gratis bertaraf internasional yanga ada di kota
Bekasi Jawa barat. Sekolah yang telah mengikuti pelatihan meminta
kepada Siska untuk mengisi seminar dan menjadi konsultan di
sekolahnya(penghasilan yang didapat dari seminar dan kegiatan
lainnya, difokuskan untuk membantu biaya operasional TK Batutis Al-
Ilmi. Selain itu, penjualan buku-bukupun termasuk pemasukan yang
dialokasikan untuk keberlangsungan pendidikan TK Batutis Al-Ilmi.
Dari penghasilan biaya seminar, dana operasional TK Batutis Al-Ilmi
semakin terbantu. Sebelumnya tidak disangka , namun itulah yang
terjadi. Memang Rizqi Allah datang dari arah yang tidak disangka-
sangka,” tutur Yudhistira dalam wawancara yang dilakukan penulis.130
Oleh karena itu dibutuhkan evaluasi sebagai barometer
keberhasilan dalam sistem pembelajaran yang diberlakukan. Evaluasi
merupakan salah satu sarana penting dalam meraih keberhasilan tujuan
proses belajar mengajar. Gurusebagai pengelola kegiatan belajar
mengajar dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki siswa, ketepatan
metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan siswa dalam
meraih tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan melalui kegiatan
evaluasi. Guru dapat mengambil keputusan secara tepat dengan
informasi ini mengenai langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Informasi tersebut juga dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk
berprestasi lebih baik.131
Dalam setiap kegiatan guru pun mempraktikkan metode sentra
dengan anak-anak didiknya. Kemudian guru mengevaluasi kinerja
masing-masing dalam satu rapat kerja bersama dengan guru-guru yang
lainnya. Apa yang sudah mereka capai, apa yang sudah mereka
dapatkan, masing-masing guru saling sharing kinerja dengan pihak
yayasan Batutis Al-Ilmi. Pengurus dari yayasan melihat laporan dari
masing-masing guru melalui laporan bulanan yang dibuat. Seperti,
pemantauan ketika kegiatan belajar mengajar, bagaimana kemampuan
mengajar seorang guru, itu adalah tahapan awal yang harus bisa dilalui.
Ketika guru mengadakan rapat, itu tercatat rapi dalam notulen rapat.
Seandainya ada guru yang bermasalah dalam arti kurang bersemangat
dalam mengajar. Maka guru tersebut wajib mengikuti pelatihan 130
Hasil wawancara dengan Yudhistira Massardi, 10 Juli 2013.
131Anas Sujiono, Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005), 34.
144
kembali atau mungkin guru tersebut butuh istirahat, hal sekecil apapun
senantiasa diperhatikan supaya tidak ada hambatan dalam mengajar dan
itu merupakan hak guru yang wajib dipenuhi setelah kewajiban-
kewajibannya telah dilaksanakan dengan baik. Karena guru adalah
motor dalam proses kegiatan belajar-mengajar. 132
Kemudian, ada predikat guru berprestasi untuk mendapatkan
tunjangan tambahan sebagai bahan evaluasi, program ini diadakan
untuk memotivasi mereka untuk menjadi guru yang terbaik. Evaluasi
ini berujung ke yayasan Batutis Al-Ilmi. Karena yayasan Batutis Al-
Ilmi mempunyai wewenang untuk membuat keputusan dalam
menyelesaikan masalah yang timbul dalam diri seorang guru maupun
anak-anak. Dalam evaluasi, pencapaian keberhasilan anak, guru yang
mengevaluasi kerja masing-masing dan sharing dalam rapat tertutup.
Sedangkan kepala sekolah bersifat memantau dan memberikan solusi
dari masalah-masalah yang ada. Pemantauan dapat dilihat dari laporan
bulanan masing-masing guru, absensi, dan kinerja guru. Kemudian
penentuannya dilakukan melalui kesepakatan rapat bersama pengurus
yayasan. Selanjutnya pihak yayasan memberikan kepercayaan kepada
guru-guru dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi secara
santun dan bijaksana serta tepat guna, tanpa harus menunggu komando
dari pihak yayasan apabila ada masalah datang. Hal itu semua
dilakukan sebagai ajang latihan dalam menerapkan evaluasi bagi guru-
guru terhadap anak-anak sebagai peserta didik untuk meraih prestasi
yang diharapkan.133
Banyak orang yang mengejar prestasi disegala bidang, mereka
menilai kemampuan dinilai hanya dari banyaknya piala, piagam
penghargaan atas prestasi yang diraihnya. Padahal prestasi itu adalah
sebuah peningkatan kemajuan yang terjadi pada dirinya.134
Menurut
pemahaman Mas’ud Khasan Abdul Qohar prestasi adalah apa yang
telah didapat dan diciptakan sebagai hasil dan usaha yang telah ia
lakukan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan cara
keuletan kerja. Prestasi dapat bersifat tetap dalam sejarah kehidupan
manusia karena sepanjang kehidupannya manusia selalu mengejar
prestasi menurut bidangnya. Prestasi itu meliputi segenap ranah
132
Hasil wawancara dengan Yudhistira, 22 Juli 2013. 133
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1996), 34.
134Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar
(Bandung: Sinar Baru, 1989), 24.
145
kejiwaan yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses
belajar sesuai dengan tumbuh kembang masing-masing anak.
Gambar 3.3
Salah satu prestasi anak-anak TK Batutis Al Ilmi dalam pameran rutin yang
menampilkan hasil karya sesuai dengan kecerdasan dan minatnya.135
Prestasi berikutnya yang diraih oleh TK Batutis Al-Ilmi adalah
kunjungan dari sekolah-sekolah dari berbagai sekolah untuk melakukan
studi banding dan pembelajaran metode sentra.136
Selain itu, kegiatan
pembelajaran sentra di TK Batutis Al-Ilmi banyak diliput oleh stasiun
televisi dan media lainnya sebagai sekolah percontohan di tanah air
Indonesia dalam pengajaran implementasi metode sentra.137
Sebagai
jaringan komunikasi dalam menyebarkan dan mengenalkan konsep
metode sentra ke berbagai kalangan terutama kepada pihak yang
bertanggung jawab dalam pengelolaan anak usia dini. Prestasi tertinggi
yang diraih oleh anak-anak usia dini di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi adalah berhasilnya anak dalam memenuhi target proses tahap
135
Pameran tahunan yang diadakan TK Batutis Al Ilmi sebagai aplikasi hasil
karya sesuai dengan minat dan prestasi anak-anak TK Batutis Al- Ilmi Bekasi.
136Tahap perkembangan formal. Selengkapnya baca ; Yudhistira, Pendidikan
Karakter dengan Metode Sentra, 39. 137
Liputan AnTV 18 April 2013, 31 Desember 2012, Kompas TV bulan
April, MNC TV 97 Mei 2013, DAAI TV 08 Mei 2013, Bali TV 22 Mei 2013,
INDOSIAR Oktober 2012, selain di media televise, informasi di medi cetak pun
banyak yang meliput tentang kegiatan pembelajaran metode sentra di TK Batutis Al-
Ilmi Pekayon Bekasi. Selain itu, masih banyak liputan yang belum ditulis disini
dalam penelitian ini.
146
perkembangan sesuai dengan prosedur yang baik sehingga berdampak
pada karakter kesehariannya. Di kemudian hari, TK model inilah yang
menjadi percontohan TK Islam yang berkarakter di penjuru pelosok
Tanah Air Indonesia.138
Dalam proses pembelajaran metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi
Bekasi tentunya tidak lepas dengan kendala. Akan tetapi kendala yang
ada itu dihadapi oleh para guru dengan rasa syukur dan sabar. Bagi
mereka kendala itu bukan dijadikan sebagai hambatan akan tetapi
dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk mengaplikasikan rasa
syukur itu dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh ketika
mendapatkan siswa yang berkebutuhan khusus mereka bersyukur bisa
mendapatkan pembelajaran untuk mengasuh anak tersebut dengan baik,
jadi bagi mereka itu bukanlah kendala tapi anugerah. Prinsip yang
dipegang oleh para guru Batutis Al-Ilmi adalah setiap anak tidak ada
yang nakal dan tidak ada anak yang bodoh, yang ada hanyalah anak
yang belum tahu. Oleh karena itu, fungsi guru adalah sebagai
fasilitator, inspiratory, motivator, sekaligus inovator untuk memberi
tahu apa yang anak-anak belum ketahui sesuai dengan tahapan tumbuh
kembangnya.139
D. Pembelajaran Metode Sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi
Penerapan pembelajaran dengan pendekatan metode sentra di
TK Batutis Al-Ilmi diawali dengan jurnal pagi dengan duduk
melingkar, ketika anak sudah datang di sekolah. Kegiatan jurnal pagi
adalah kegiatan penumpahan isi pikiran dan perasaan anak dalam
rangka mengkondisikan anak untuk kenyamanan dalam mengikuti
kegiatan-kegiatan pembelajaran sentra di sekolah, kegiatan tersebut
dituangkan dalam bentuk gambar, coretan dan lain-lain sesuai
keinginan murid saat itu. 140
138
Hasil wawancara dengan Imas Maspupah, Kepala Sekolah TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 10 Agustus 2013. 139
Hasil wawancara dengan Yudhistira, ketua Yayasan Batutis Al-Ilmi
pekayon Bekasi, 20 April 2013. 140
Nabil adalah murid TK B-2, pada saat jurnal pagi Nabil menuangkan
idenya tentang rumah di lembar kertas jurnal pagi. Dia berusaha menggambar secara
detail bagian-bagian rumah termasuk pintu dan jendela. Di bagian dinding dia
membuat sebuah titik besar . “Ini untuk mengintip,’’menurut Nabil saat melaporkan
hasil jurnal paginya kepada guru. Menanggapi informasi yang dikemukakan Nabil,
guru mengajukan sebuah pernyataan yang datar, “ Kalau kita bertamu dan memasuki
rumah teman, kita harus melewati pintu depan dan tidak boleh mengintip.” Cuplikan
147
Hasil jurnal pagi anak-anak TK Batutis Al-Ilmi dijadikan sarana
untuk melihat suasana psikologis murid saat itu. Kegiatan jurnal juga
berfungsi untuk mengetahui seberapa besar penyerapan materi tema
yang sudah dialirkan oleh guru sebagai fasilitator kepada murid-
muridnya. Setelah melaporkan hasil jurnalnya, selanjutnya anak-anak
melakukan kegiatan bermain bebas di luar ruangan dengan
pengawasan dan pemberian pijakan oleh guru melalui permainan
tradisional yang terarah. Misalnya; ketika anak bermain bola di
lapangan sekolah, guru juga melibatkan diri dalam permainan tersebut.
Setelah bermain bebas, para murid dan guru melakukan kegiatan
bersih-bersih anggota badan yang kotor akibat bermain bebas. Setelah
itu anak-anak mendapatkan makanan ringan (snack), dilanjutkan
berwudhu untuk melaksanakan shalat dhuha secara berjamaah dengan
mengeraskan bacaan sholat sebagai latihan dalam memahami bacaan-
bacaan shalat yang dipraktekkan secara benar ketika mendirikan sholat
zhuhur. Setelah melakukan shalat dhuha anak-anak kembali ke kelas
untuk mengikuti kegiatan materi pagi.
Kegiatan materi pagi bisa dikatakan sebagai bagian dari proses
pengondisian anak untuk memasuki kegiatan inti sentra. Kegiatan inti
sentra dimulai dengan pijakan awal yaitu kegiatan pengarahan atau
diskusi interaktif yang dilakukan oleh guru sebagai fasilitator terkait
materi tema pada hari itu. Kemudian guru mengarahkan dan mengajak
anak-anak untuk menyebutkan poin-poin prosedur kerja di sentra yang
bersangkutan. Selain itu, guru senantiasa mengingatkan anak-anak
supaya bekerja tuntas, fokus dan melapor setiap selesai pekerjaan yang
dilakukan. Setiap proyek permainan atau pekerjaan yang dilakukan
anak-anak, guru memastikan bahwa pekerjaan selesai dilakukan dengan
tuntas. Selama anak-anak mengerjakan proyek pekerjaan dengan baik.
Guru melakukan kegiatan yang simultan diantaranya adalah, pertama,
mengalirkan item-item TFP untuk menguatkan penyerapan murid
terhadap tema yang diusung pada hari itu secara tuntas. Kedua,
mengobservasi proses kerja anak yang meliputi aspek psikomotor, tersebut menggambarkan suasana jurnal pagi di TK Batutis Al-Ilmi. Dialog-dialog
tersebut diupayakan guru untuk memberikan suasana nyaman bagi anak-anak untuk
menuangkan isi pikiran dan perasaannya. Jika materi tema yang sudah dialirkan
merasuk ke ank-anak, maka materi tema itu muncul dalam coretan anak-anak. Guru
bisa merespons antusiasme anak pada tema dengan menjawab pertanyaan mereka atau
meluruskan informasi tentang materi tema dengan menjawab pertanyaan mereka atau
meluruskan informasi tentang materi tema yang mungkin tidak terserap anak-anak
secara tepat. Namun pada jurnal pagi yang diutamakan adalah apa yang muncul
secara murni dari pikiran dan perasaan anak.
148
afeksi dan kognisi. Ketiga, guru memberikan pijakan-pijakan yang
dibutuhkan masing-masing anak melalui pijakan individual. Keempat,
mengamati serta mengantisipasi perilaku anak apabila muncul
permasalahan diantara mereka. Setelah itu melakukan beres-beres
peralatan setelah main. Dilanjutkan dengan recalling sekaligus jurnal
siang. Kegiatan sentra tergantung proyek dan tema yang dikerjakan
anak-anak, bisa dilakukan di dalam kelas ataupun dilakukan di luar
kelas. Misalkan berkunjung ke tempat tertentu sesuai dengan tema.
Secara garis besar, pembelajaran pendekatan metode sentra di
TK Batutis Al-Ilmi, terdiri dari 6 pakem dalam pelaksanaan metode
sentra yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, yaitu:
Pertama, Tema.141
Materi ajar dikemas dalam satu tema, materi
tema disusun berdasarkan hasil evaluasi atas penyerapan anak-anak
terhadap materi tema pada tahun sebelumnya agar seluruh materi dapat
diberikan secara merata dan penuh, sehingga pembelajaran menjadi
efektif dan efisien dimana proses dapat terukur secara waktu, terukur
secara materi, materi dapat dipilih yang dekat dengan anak dan
diberikan secara kongkrit. Titik lemah penyerapan tema bisa muncul
akibat cara dan kemampuan guru dalam mengalirkan tema, struktur dan
isi materi tema, alokasi waktu menurut keluasan cakupan tema, juga
bisa dari masalah sumber bahan belajar atau sarana pendukung. Semua
faktor tersebut menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan
penyusunan materi tema. Setelah masalah-masalah tersebut
diidentifikasi, kemudian tema-tema ditetapkan selanjutnya satu persatu
materinya dirumuskan dengan unsur TFP atau Terms, Facts, and
Principles (Pengertian, Fakta-fakta dan Prinsip-prinsip). TFP dibuat
sebagai satu kesatuan lintas bidang. Kerangka sistematika TFP bisa
dilihat pada contoh. Contoh pada tingkat Taman Kanak-kanak jumlah
item TFP untuk satu tema sekurang-kurangnya 200. Sementara untuk
tingkat SD antara 200-700 item TFP untuk satu tema. 142
141
Materi tema adalah kumpulan informasi terkait dengan satu tema, yang
disusun dengan unsur-unsur pengertian atau informasi umum (terms), fakta-fakta
(facts), dan prinsip-prinsip (principles). Materi tema berfungsi sebagai bingkai
lingkup pembelajaran untuk satu periode tertentu. Unsur-unsur materi tema mencakup
lintas bidangdengan tujun membiasakan murid untuk berpikir secara runtut,
terstruktur dan sistemik. Materi tem merupakan hasil kerjakolektif-kolegial semua
guru yang dibuat pada awal tahun ajar. Jumlah item materi tema yang dialirkan
selama proses pembelajaran disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. 142
Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 05 Mei 2013.
149
Dalam penyusunan TFP yang perlu diingat adalah bahwa dari
seorang guru yang berpengetahuan kaya, anak-anak dapat belajar
banyak. Sehingga selain dari TFP yang sudah dibuat bersama sesuai
dengan tahap perkembangan anak, guru sebagai fasilitator harus siap
siaga untuk mengakomodasi minat dan keingintahuan anak dengan
belajar sebanyak-sebanyaknya. Item-item TFP didistribusikan ke
masing-masing sentra dari sentra persiapan sampai sentra iman dan
taqwa (imtaq). Misalnya, pada contoh tema binatang, anak-anak diajak
menjelajahi berbagai topik dalam tema binatang. Mulai dari definisi,
ragam, manfaat, habitat dan adab memelihara binatang. Dari topik yang
beragam, anak-anak mengenal klasifikasi binatang. Dari topik manfaat,
anak mulai belajar tentang aspek sosial ekonomi, industri, nutrisi,
kesehatan, etc. Dari topik habitat, anak-anak belajar mendalami dasar-
dasar sains, geografi dan lingkungan hidup. Dari topik adab
memelihara binatang, anak-anak dapat belajar tentang kasih sayang,
tanggung jawab, karakter positif, etc. Tema binatang bisa
membutuhkan alokasi waktu satu bulan atau lebih sesuai dengan
kebutuhan masing-masing anak dalam menerima informasi. Topik
ditentukan alokasi waktunya sesuai dengan keluasan cakupannya.
Penetapan alokasi waktu harus dibuat teliti dan cermat dengan
mempertimbangkan secara spesifik jumlah hari dan pekan waktu
belajar efektif.143
Kedua Sentra, setelah tema, harus memiliki sentra-sentra
sebagai inti dari pembelajaran dengan metode sentra ini. Ada Enam
sentra yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi: Sentra
Persiapan (keaksaraan dan calistung), Sentra Seni (kreatifitas,
imajinasi, motorik halus dan kasar), Sentra Bahan Alam (sains, sensori
motor), Sentra Balok (konstruksi, geometri, akurasi, keseimbangan),
Sentra Imtaq (ritual, dasar-dasar keberagamaan), Sentra Main Peran
Besar (profesi). Untuk menerapkan metode sentra ini seorang guru
hendaknya mengikuti prosedur pijakan-pijakan untuk membentuk
keserasian antara bermain dan belajar. Berikut ini adalah Pijakan-
pijakan yang harus diikuti dalam penerapan metode sentra Pertama,
Pijakan lingkungan; Guru menata lingkungan yang disesuaikan dengan
intensitas & densitas. Kedua, Pijakan sebelum bermain, guru sebagai
pendidik sekaligus fasilitator meminta anak-anak membentuk lingkaran
(circle time), meminta kepada anak-anak untuk membaca doa bersama,
143
Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra,324.
150
menanyakan para siswa kesiapan mendengar cerita dan memasuki saat
sentra. Guru memulai bercerita menggunakan media yang sesuai
dengan tema, menginformasikan jenis mainan yang ada dan
menyampaikan aturan bermain dan meminta anak-anak didik untuk
masuk area sentra. Ketiga, Pijakan saat bermain; guru mempersiapkan
catatan perkembangan siswa, mencatat perilaku, kemampuan dan
celetukan atau pendapat anak didik ketika pembelajaran berlangsung,
membantu siswa jika dibutuhkan, mengingatkan anak didik bila ada
yang lupa atau melanggar aturan. Keempat, Pijakan setelah bermain
yaitu Recalling (anak menceritakan kembali pengalamannya selama
main di sentra). Guru meminta anak-anak untuk membereskan mainan
dan alat yang dipakai selama proses main di sentra, meminta siswa
menceritakan pengalaman bermainnya sambil menghitung jumlah
kegiatan yang dilakukan, guru sebagai fasilitator menutup kegiatan
dengan berdoa bersama setelah itu guru membagikan buku komunikasi
sebelum pulang. Metode sentra menganut prinsip-prinsip
kesinambungan pendidikan anak usia dini dari tingkat Play group
sampai SD kelas III. Karena itusecara garis besar TFP untuk PG/TK
sampai dengan kelas III kurang lebih sama isi TFP nya. Prinsip ini
mengacu pada pemhaman bahwa kelas III adalah masa transisi dari
pola pembelajaran dengan bermain beralih ke pola pembelajaran
berbasis proyek. 144
Ketiga, Circle Time ; Semua kegiatan dilakukan dalam posisi
duduk melingkar, agar tercipta suasana sejajar antara anak dengan guru.
Dengan circle time ini juga dapat menatap anak satu per satu dengan
leluasan tanpa ada batas dan jarak. Sehingga tercipta suasana yang
nyaman. Kegiatan ini dilakukan sebagai transisi dari satu kegiatan ke
kegiatan lainnya.145
Kegiatan circle time diterapkan sesuai usia dan
perkembangan anak, waktu bisa disesuaikan dengan kemampuan anak
untuk memusatkan minat, perhatian dan kebutuhan anak. Kegiatan
circle time memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengembangkan rasa kebersamaan anak dalam kelompok, membangun
jembatan dan memfasilitasi percakapan antara anak dengan
fasilitatornya. Selain itu, kegiatan ini juga dapat mengembangkan
keterampilan sosial anak, dimana anak belajar leluasa untuk
144
Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 341. 145
Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 10 Mei 2013.
151
menyampaikan ide serta mendengarkan pendapat orang lain, terutama
mendidik mereka untuk bersikap sportif bila pendapatnyaditerima atau
tidak diterima oleh kelompoknya. Kegiatan circle time memiliki
manfaat yang luar biasa dalam kegiatan pengembangan anak usia dini,
terutama dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi baik
dengan teman sebayanya atau dengan gurunya, membangun rasa
percaya diri anak, membantu mengkondisikan anak dalam mengikuti
kegiatan, memberi kesempatan pada anak untuk menggali
pengalamannya melalui diskusi bersama, membantu anak untuk
menghargai pendapat orang lain dan memahami topik pembahasan
yang berkaitan dengan tema, membangun kecakapan interpersonal serta
memperkuat hubungan sosial antar anak.146
Kegiatan circle time dilakukan bersama-sama di pagi hari dan
menjelang anak pulang sekolah, dilakukan sekitar lima sampai dengan
dua puluh menit, tergantung pada tingkat antusiasme anak. Kegiatan ini
dilakukan sebagai wadah untuk membahas topik yang berkaitan dengan
tema yang dibahas. Guru dapat memulai circle time dengan bernyanyi,
bercerita, berdiskusi tentangkegiatan selama sehari yang dilalui anak.
Selain itu, kegiatan ini bisa juga dimulai dengan Kegiatan circle
timeyang dilakukan secara klasikal dengan mengumpukan seluruh anak
pada tempat tertentu disebut large-group time (circle time kelompok
besar). Sedangkan small group time (circle time kelompok kecil)
adalah kegiatan circle timedengan jumlah anak yang lebih sedikit,
hanya dilakukan dengan teman kelompoknya terdiri dari 7-10 anak.
Kegiatan ini disebut dengan pendekatan individual, guru dapat
mengamati tiap individu anak dan mencatat perilaku anak dengan lebih
focus, teliti dan setiap perkembangan anak lebih teramati dengan baik
sehingga kelebihan dan kelemahan yang ada pada diri setiap anak dapat
diketahui dengan jelas.
Biasanya kegiatan ini dilaksanakan ketika anak sudah berada
di dalam sentra kegiatan, dimulai dengan membacakan cerita dengan
interaktif, berdiskusi dengan anak, melalui pengamatan dengan
cermat.Kegiatan ini juga dapat dilanjutkan dengan memperagakan dan
menjelaskan kegiatan anak di sentra sehingga anak-anak dapat
melakukan kegiatan bermain bebas dan bermain di sentra dengan
optimal. Namun dalam pelaksanaan kegiatan circle time guru sebagai
fasilitator harus memperhatikan beberapa hal sebagai rambu-rambu
146
Direktorat Paud, Lebih Jauh Tentang Sentra dan Saat Lingkaran, Jilid 1-
5. Jakarta: Depdiknas, 2004), 63.
152
pelaksanaan circle time, yaitu; pertama, rancang kegiatan circle time
sebaik mungkin, setelah topik pembicaraan yang didiskusikan dipilih
dengan kesepakatan bersama, buku cerita atau buku sumber dan alat
peraga serta sumber belajar yang tepat harus disiapkan sesuai topik
yang dibicarakan bersama anak. Kedua, ciptakan aturan bersama,
dikarenakan kegiatan circle time setiap anak memiliki kesempatan
mengemukakan pendapat, pengalaman dan ide mereka secara bebas
bertanggungjawab, senantiasa berada dalam batasan-batasan atau
klasifikasi yang disepakati. Oleh sebab itu, perlu diciptakan aturan
bersama untuk dipatuhi dengan penuh kesadaran tanpa paksaan dari
siapapun agar tercipta suasana saling menghargai dan demi
kenyamanan bagi setiap individu anak. Ketiga, peran guru dalam
kegiatan circle time, salah satu peran guru yang urgent adalah
menciptakan situasi kelas yang aman, nyaman, kondusif. Anak dapat
menyalurkan ide pendapatnya dengan bebas sehingga setiap anak dapat
mempergunakan kesempatan ini untuk saling berbicara dan
mendengarkan pendapat teman-temannya dengan sebaik-baiknya.147
Guru juga dapat menunjukkan kepekaan emosi kepada anak
sekaligus melakukan evaluasi kegiatan. Misalnya dengan cara
memberikan penghargaan pada anak yang berani mengemukakan
pendapatnya dengan ungkapan, “bagus sekali sayang”, “hebat, adek
pintar” bisa juga dengan tindakan, seperti tepuk tangan, acungan
jempol. Motivasi juga diperlukan bagi anak yang belum berani
menyampaikan pendapatnya, seperti dengan ungkapan, “ Ayo, Ahmad
pasti bisa!” atau dengan mengajukan pertanyaan kepada anak secara
individual terkait dengan topik yang sesuai dengan tema sehingga anak-
anak tertarik untuk mengemukakan pendapatnya secara langsung.
Sebelum anak melakukan kegiatan bermain di sentra, anak
memerlukan pijakan (pengarahan). Pijakan ini dalam pendekatan
BCCT biasanya dilakukan dalam kegiatan circle time. Hal yang perlu
dilakukan dalam memberikan pijakan, yaitu; membacakan buku terkait
dengan tema yang dibahas, menggabungkan kosakata baru dan
menunjukkan konsep yang mendukung standar kinerja, memberikan
ide tentang prosedur menggunakan alat dan bahan bermain yang
digunakan selama bermain di dalam sentra, mendiskusikan aturan dan
harapan anak-anak untuk mendapatkan pengalaman dalam bermain,
memberikan penjelasan tentang rangkaian waktu bermain, merancang
147Direktorat Paud, Lebih Jauh Tentang Sentra dan Saat Lingkaran, Jilid 1-5,
56.
153
dan menerapkan urutan transisi dalam bermain serta mengelola
kepribadian anak untuk keberhasilan dirinya dalam berhubungan
dengan orang lain (hubungan sosial). Selanjutnya untuk
mengembangkan kegiatan circle time di TK, guru terlebih dahulu
menentukan pengembangan, konsep, tema dan kegiatan bermain yang
dilakukan oleh anak.148
Semakin muda usia anak, maka kegiatan circle time semakin
singkat dalam penjelasan kegiatan yang dilakukan lebih konkret,
singkat dalam penggunaan waktu disertai dengan praktik langkah-
langkah kegiatan yang telah ditentukan. Ada beberapa prosedur yang
ditentukan untuk dilakukan guru dalam melaksanakan kegiatan circle
time yang efektif, yaitu: anak diajak untuk duduk melingkar sehingga
diantara mereka bisa saling melihat satu sama lain, ruangan ditata
senyaman mungkin, alokasi waktu yang diperlukan selama 10-15
menit, anak-anak dikelompokkan menjadi kelompok kecil
dimaksudkan agar anak lebih terkontrol dan banyak kesempatan bagi
anak untuk berpartisipasi dalam diskusi, memilih kegiatan atau cara
untuk memanggil anak agar anak mengikuti circle time bisa
menggunakan gerak dan lagu sehingga anak berkumpul dengan segera
di tempat yang ditentukan, demonstrasi atau penjelasan yang terlalu
panjang dan berbelit-belit tanpa adanya interaksi anak dengan guru
karena guru hanya sebagai fasilitator yang bertugas memberikan
bimbingan dan pijakan dengan singkat, jelas dan mudah dimengerti
oleh anak-anak sesuai dengan konsep pendekatan BCCT.149
Keempat, Non-Direct Teaching: Pada saat mengajar guru
tidak berdiri di depan kelas dengan kapur dan papan tulis, guru duduk
di lingkaran bersama anak-anak). Guru tidak memberikan informasi
secara langsung dan satu arah, guru bercerita dan membangun interaksi
aktif dengan anak. Guru memberikan materi disesuaikan dengan tahap
perkembangan masing-masing anak. Dalam memberikan informasi
guru tidak memberikannya secara langsung dan satu arah, melainkan
melalui sarana bercerita dan membangun interaksi aktif happy learning
dengan anak. Dalam proses belajar mengajar, guru tidak bersikap
sebagai pengajar bagi anak, melainkan guru belajar dari anak melalui
interaksi di setiap moment pembelajaran. Selain itu guru tidak
memberikan materi secara klasikal satu untuk semua dan
148
Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 342. 149
Pamela C. Phelps, Beyond Cribs and Rattles Playfull Scaffolding the
Development of Infants and Toodlers, (Tallahase, Florida, CCRT 2005), 97.
154
menyamaratakan kemampuan anak, melainkan guru memberikan
materi dengan menggunakan kurikulum individual disesuaikan dengan
tahap perkembangan masing-masing anak. Oleh karena itu, ketika anak
datang ke sekolah bukan hanya untuk dijejali bahkan dikucuri berbagai
informasi yang mungkin menurut guru itu penting. Padahal menurut
anak belum tentu sependapat dengan apa yang dipikirkan oleh guru.
Anak datang ke sekolah untuk mendapatkan kesempatan bereksplorasi
dengan bebas melalui main, bukan dibunuh kreatifitasnya dengan
dilarang, disuruh dan dimarahi apabila melakukan kekeliruan dan tidak
patuh dengan perintah gurunya sehingga terpasung potensi kecerdasan
majemuk yang secara fitrah telah ia bawa sejak lahir. Dari kegiatan
pembelajaran melalui main anak menyerap informasi, pengetahuan,
konsep dalam menjalani kehidupan. Guru hanya sebagai fasilitator
yang memberi motivasi dan memastikan pembelajaran yang diserap
anak adalah asupan yang benar dan tepat sesuai kebutuhan dan tahapan
perkembangannya.150
Kelima, Discipline with Love, dalam proses pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan metode sentra, guru dan orang tua
tidak boleh melakukan tindakan 3 M, yaitu dilarang "Melarang",
dilarang Menyuruh, dilarang Marah. Tetapi, semua ada aturannya dan
setiap peraturan yang berlaku diterapkan dengan tegas, disesuaikan
dengan tahap perkembangan anak. Tentu hal ini dilakukan sesuai
peraturan, dan setiap peraturan dilaksanakan dengan tegas disesuaikan
dengan tahap perkembangan anak. Guru dilarang Melarang, agar anak
menjadi berani bertindak dan berpendapat. Guru dilarang menyuruh
agar anak memiliki inisiatif. Guru dilarang Marah, agar anak tidak
kehilangan akal sehat.Tetapi semua ada aturannya, dan setiap peraturan
diterapkan dengan tegas, disesuaikan dengan tahap perkembangan
anak. Penegakkan disiplin dilakukan melalui pendekatan metode sentra
dilakukan secara bertahap, berdasarkan 5 kontinum: (visually looking
on- non directive statement- question- directive statementt- physical
intervention).151
Walaupun guru dilarang melakukan 3M, akan tetapi
dalam penerapan metode sentra dikenal lima kontinum tahapan dalam
interaksi hubungan antara guru dengan anak jika terjadi kenyataan yang
tidak diinginkan antara guru dan murid. Jurus lima kontinum yang
digunakan oleh guru jika melihat muridnya bermasalah dikelas, terdiri
150
Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 342. 151
Yudhistira dan siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 269.
155
dari; pertama, visually looking on (pengamatan terhadap seluruh situasi
yang terjadi di dalam sentra). Kedua, non directive statement
(pernyataan tidak langsung yang disampaikan guru kepada anak).
Ketiga, question (pertanyaan). Keempat, directive statement
(pernyataan langsung kepada anak). Kelima, physical intervention
(melerai secara fisik).152
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dikelas antara guru
dan anak-anak. Guru hanya mengeluarkan satu persatu lima kontinum
secara berurutan. Jika permasalahan selesai dengan tahapan yang
pertama maka tidak boleh melanjutkan dengan tahapan berikutnya.
Akan tetapi jika permasalahan tidak mendapatkan solusi maka
dilanjutkan ketahapan kontinum berikutnya. Semua tahapan boleh
dilakukan, namun alangkah baiknya jika guru tidak menggunakan
tahapan yang terakhir yaitu intervensi fisik. Guru harus jeli dan telaten
mengatur situasi agar intervensi fisik tidak terjadi, karena tahapan itu
merupakan tahapan paling rendah diantara lima kontinum. Kelima
kontinum tersebut tidak hanya bermanfaat digunakan disekolah saja
melainkan didalam lingkungan keluarga pun pantas diterapkan.153
Pada langkah pertama guru melakukan pengamatan terhadap
situasi yang terjadi di dalam sentra (visually looking on). Kemudian
ditemukan ada seorang anak konflik dengan anak lainnya. Tahapan
yang pertama yang dilakukan guru adalah melihat kedua anak itu
secara dekat sehingga mereka mengerti bahwa dirinya sedang
diperhatikan guru dengan seksama. Dengan demikian kedua anak itu
akan segera meredam emosi konfliknya. Jika tidak ada pengaruh
sedikitpun maka tahapan berikutnya adalah pernyataan tidak langsung
yang disampaikan kepada keduanya dengan kalimat, “Sepertinya ada
masalah disini?” jika belum ada tanggapan maka tahapan berikutnya
adalah dengan mengajukan pertanyaan, “Bagaimana seharusnya
seorang anak berkomunikasi dengan temannya?.’’ Jika belum
dihiraukan oleh kedua anak tersebut, tahapan berikutnya adalah guru
memberikan pernyataan langsung dengan baik kepada mereka berdua:
“Seorang anak yang sholeh adalah yang ketika bicara menggunakan
suara yang lembut dan kata-kata yang sopan.’’ Jika belum ada
152Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 05 Mei 2013. 153
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 276.
156
perkembangan, maka guru harus menggunakan tahapan pamungkas
yaitu guru langsung melerai keduanya secara fisik dan memberi contoh
bagaimana berkomunikasi dengan benar dan sopan, yang harus diingat
oleh guru adalah bentuk pernyataan dan pertanyaannya disesuaikan
dengan perkembangan usia dan pengalaman main anak yang terarah.
Selain lima tahapan kontinum Untuk mengatasi permasalahan yang
terjadi dikelas antara guru dan anak-anak.154
Keenam, Kurikulum. Kurikulum yang digunakan adalah
kurikulum individu sesuai dengan tahap perkembangan anak. Anak
dinilai berdasarkan perkembangan diri masing-masing.Tidak
menyamaratakan semua kemampuan anak didik.dikarenakan
perkembangan setiap anak tidak sama. Kurikulum mengalir fleksibel,
berpusat kepada siswa, dikemas secara tematik-integratif-eksploratif,
dan membangun rasa bahagia.Tujuannya adalah membangun insan
kamil yang cinta belajar dan tidak hanya mengedepankan kecerdasan
intelektual semata, melainkan membangun kecerdasan majemuk secara
terpadu.Fokus kegiatan di sentra harus terpusat pada materi yang
ditetapkan dalam sentra (fokus). Kegiatan di sentra membangun lima
domain (aestetik, kognisi, afeksi, bahasa, sosial dan psikomotor. Di
samping membangun lima domain, sentra juga mengalirkan nilai-nilai
pemahaman terhadap 18 sikap dari Asmaul Husna dan yang paling
penting bahwa metode sentra juga membangun tujuh kecerdasan
majemuk secara terpadu, Aspek yang terpenting dalam implementasi
metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi adalah metode
sentra berusaha memberikan pijakan atau pondasi yang kuat pada
bidang keimanan dan ketuhanan di setiap sentra . Anak-anak usia dini
dan guru-guru di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi terlihat sangat
bahagia dan menyenangkan dalam segala suasana. Mereka saling
bekerja sama, saling membantu satu sama lain, saling mengingatkan
dalam kesabaran dan saling mengingatkan dalam kebaikan.155
Prinsip-prinsip pelaksanaan kegiatan di sentra adalah: say (guru
menjelaskan aturan main, anak merespon), show (guru memperlihatkan
gambar, benda atau dibacakan buku bacaan sesuai tema), check (guru
memastikan konsep-konsep yang diterima anak itu benar melalui
penuturan ulang dengan benar dan runtut, jika ada kekeliruan dalam
penjelasan yang diceritakan anak, maka guru meluruskannya dengan
154
Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 340. 155
Hasil pengamatan dan studi dokumentasi TK Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi, 12 april 2013.
157
bijaksana (recalling) dan pengamatan hasil karya anak dengan penuh
perhatian.156
Untuk melengkapi gambaran tentang seluk beluk penerapan
metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam rangka
mengembangkan kecerdasan majemuk anak usia dini, dibawah ini
diuraikan rangkaian kegiatan sentra selama satu hari di sekolah TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.157
Di dalamnya dijelaskan tentang
waktu, kegiatan, materi, dan tujuan tiap-tiap kegiatan. Berikut disajikan
rangkaian aturan baku kegiatan dalam sehari di TK Batutis Al-Ilmi
yang menggunakan pendekatan pembelajaran metode sentra dalam
sistem pembelajarannya. Kegiatan dimulai sekitar pukul 06.30 sampai
pukul 12.30 WIB. Saat kedatangan anak-anak, guru menyambut
kedatangan anak dengan ramah, hangat dan gembira tujuannya
Memberikan rasa nyaman dan guru merespon kehadiran anak-anak
secara positif.Pada jam 07.30 anak-anak mengikuti kegiatan jurnal
pagi, materinya yaitu menulis/menggambar, atau membaca buku cerita
dan pijakan materi dan membaca ikrar, tujuannya mengisi masa transisi
dari rumah kesekolah dan memberi kesempatan anak untuk
menuangkan perasaannya melalui tulisan atau gambar.
Sholat Dhuha, rutin dilakukan anak-anak dengan bimbingan
guru pada jam 08.00 sampai jam 08.20. Materinya adalah berwudhu,
belajar do’a sholat dengan menyaringkan suaranya dan belajar dzikir.
Tujuannya Melatih bacaan sholat dengan suara nyaring agar terbiasa
dan mengerti ketika dipraktekkan pada sholat wajib.Setelah sholat
dhuha selesai dilanjutkan dengan kegiatan main bebas dengan jadwal
main tradisional yang sudah diatur oleh guru sebagai pembimbing,
tujuannya selain untuk kesehatan badan, juga untuk melepaskan energi
supaya fokus ketika belajar.Setelah main bebas yang tentunya penuh
dengan keringat, anak-anak dianjurkan untuk bersih-bersih badan,
tujuannya adalah mengajarkan anak agar cinta kebersihan dan hidup
sehat. Snack time disaat anak-anak istirahat, diberikan dengan gratis
156
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 279. 157
Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 10 Mei 2013.
158
tujuannya memberi asupan makanan ringan agar anak tidak lapar
hingga waktu makan siang.158
Sebelum kegiatan sentra anak-anak mengikuti kegiatan saat
lingkaran (circle time)dengan posisi duduk melingkar, tujuannya adalah
memberikan arahan agar anak mempersiapkan diri dengan baik
sebelum menuju sentranya pada hari itu. Tepat jam 09.15 WIB kegiatan
sentra dimulai, materinya tentang pijakan awal, tujuannya adalah
memberikan pokok-pokok materi ajar sesuai tema dan menjelaskan tata
cara bermain disentra dan ini berlaku disetiap sentra. Setelah kegiatan
sentra selesai dilanjutkan dengan beres-beres yaitu membereskan
peralatan main yang telah digunakan selama bermaiun di sentra,
tujuannya untuk mengajarkan anak kerja tuntas,bertanggung jawab
terhadap apa yang telah dilakukannya, peduli terhadap kebersihan,
kerapihan lingkungan serta kepentingan bersama. Di susul dengan
kegiatan recalling atau menceritakan kembali apa yang sudah dilakukan
sedari pagi sampai siang sampai jam 11.15 WIB, tujuannya adalah
untuk membangun kemampuan menceritakan kembali semua yang
dikerjakan sesuai urutan, melatih kemampuan berbicara secara struktur
(SPOK) dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, agar seluruh
kegiatan berpengalaman yang dilakukannya bermanfaat bagi hidupnya
kelak.159
Kegiatan makan siang dijadwalkan pada jam 11.15-11.40 WIB,
materinya tentang diajarkan tentang tata cara mencuci tangan dengan
baik, menyiapkan makanan, menginformasikan menu makanan hari itu,
dilanjutkan dengan membaca doa sebelum makan dan diakhiri dengan
membaca doa sesudah makan, tujuannya adalah selain memberi asupan
makanan yang bergizi, acara makan siang ini penting untuk
membangun pengertian tentang fungsi dan manfaat makanan bagi
tubuh, serta membangun sikap-sikap berikut ini, seperti; sikap sabar,
mau antri dalam giliran, mau antri dalam giliran, mengambil makanan
secukupnya sesuai kebutuhan, peduli pada sesama teman, mau berbagi,
kerja sama, bersyukur, dan bertanggung jawab. Setelah makan siang
kegiatan sikat gigi setelah makan diharuskan bagi anak-anak, tujuannya
158
Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Maspupah Kepala
Sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 12 Mei 2013. 159
Hasil pengamatan dan observasi di TK Batutis Al-Ilmi, 12 Mei 2013
159
adalah untuk membersihkan mulut dan gigi dan membangun kebiasaan
untuk hidup sehat dan bersih sejak usia dini.160
Setelah waktu sholat Zhuhur tiba, anak-anak dibimbing untuk
melaksanakan sholat Zhuhur berjamaah, materinya adalah mengulang
bacaan sholat dalam hati, berdzikir dan membaca doa sesudah sholat
dengan tujuan membangun kesadaran untuk selalu bersyukur dan
bersabar, memberikan pemahaman tentang keimanan orang yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT Tuhan yang Maha Esa dan
Maha Kuasa. Setelah jeda sesaat, sebelum pulang dilanjutkan dengan
jurnal siang dan recalling, anak-anak menulis atau menggambar, guru
mengingatkan materi yang sudah diajarkan dan membaca doa sesudah
belajar, tujuannya adalah membangun kemampuan menuturkan
kembali semua pengalaman yang didapatnya hari itu, melalui tulisan
atau gambar agar pengalaman yang telah didapatkannya bermanfaat
bagi kehidupannya dimasa depan. Setelah kegiatan selesai dengan
paripurna anak-anak dipersilahkan pulang ke rumah masing-masing.161
Melalui kegiatan sentra harian yang senantiasa dilaksanakan
tiap hari secara moving class diharapkan anak-anak dapat menempa
dirinya dengan karakter yang Islami, karena metode sentra yang
diaplikasikan di TK Batutis Al-Ilmi berpihak pada proses
perkembangan anak, baik aspek kognitif, aspek motorik, aspek afektif
maupun kepribadian anak. Metode sentra yang diterapkan merupakan
konsep penanaman karakter yang efektif bagi anak-anak melalui
observasi kecerdasan majemuk yang dilakukan setiap hari oleh guru
sentra yang bersangkutan.Semua anak terbangun segala potensinya.
Kemudian dalam membina anak, guru tidak menggunakan kekerasan,
bahasa yang digunakan guru sangat efektif dan tidak membuat anak-
anak tersinggung bahkan tersakiti ketika menasihati, karena tidak
bersifat menggurui. Gurudipastikan mengayomi apa yang anak-anak
butuhkan. Metode sentra senantiasa membangun ingatan jangka
panjang pada suatu tema atau ilmu.Pengulangan jenis tema disentra-
sentra yang berbeda membuat ilmu pengetahuan terekam secara
mendalam dan terbiasa sehingga menumbuhkan karakter yang positif.
Ketika penulis bertanya kepada salah seorang guru sentra tentang
kewajiban mengajar di TK Batutis Al-Ilmi yang full time dan membuat
160
Hasil pengamatan dan studi dokumentasi di TK Batutis Al-Ilmi, 12 Mei
2013 161
Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Maspupah Kepala
Sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 13 Mei 2013.
160
cape pikiran dan fisik dari jam 07.00 pagi sampai jam 15.00 WIB
kadang dilanjutkan dengan rapat pertemuan antara sesame guru sentra
untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di hari itu atau menyusun
target yang belum tercapai. 162
Mereka menjawab dengan penuh
antusias, “Ini semata-mata bukan kewajiban semata, tapi merupakan
kebutuhan bagi kami untuk bisa berbagi dengan anak-anak dhuafa yang
dianggap seperti anak sendiri dan tanggung jawab kami kepada Allah
SWT.’’163
Metode sentra yang diasah melalui kegiatan baku dalam sentra
setiap harinya mampu menstimulus motorik halus dan kasar anak-anak
hingga maksimal melalui happy learning di setiap sentra. Dengan
pengajaran yang menyenangkan anak dan guru mengetahui dengan
jelas batasan-batasan atau peraturan yang dijalankan karena mereka
fokus pada klasifikasi.Sehingga anak dan guru berpikir dan bertindak
secara logis dan sistematis serta ilmiah dalam menghadapi
pembelajaran yang ada dan itulah hasil dari pendidikan yang bermutu
dengan non-directive statement, kasih sayang dan berpikir
positif.Kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan metode sentra
disesuaikan dengan sifat dan keadaan individu setiap anak didik.karena
setiap individu diantara mereka mempunyai keunikan tersendiri
termasuk tahapan perkembangan yang dimilikinya berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Hal yang paling penting dalam kegiatan sentra
adalah memberikan peluang yang luas kepada anak untuk bersosialisasi
dan berinteraksi dengan anak-anak yang lainnya dalam sebuah
pekerjaan sentra.
Durasi proses kegiatan belajar sentra yang diterapkan di TK
Batutis Al-Ilmi berlangsung minimal 1,5 jam dimulai dari pijakan awal
(10 menit), pijakan bermain, pijakan selesai main. Sisa waktu yang ada
diisi dengan pemaknaan terhadap setiap tindakan.Sebelum memulai
kegiatan sentra, saat anak-anak datang ke sekolah pada pagi hari,
kegiatan diawali dengan jurnal pagi.164
Jurnal pagi dilakukan sekitar 30
162Sepulang dari mengajar, mereka harus melanjutkan aktifitasnya untuk
bergegas ke kampus mengikuti perkuliahan sesuai dengan bidang yang mereka minati
demi mengasah kreatifitas yang mereka milikiyang biayanya dibantu oleh Yayasan
Batutis Al-Ilmi melalui para donatur, demi meningkatkan kredibilitas TK Batutis Al-
Ilmi. 163
Hasil wawancara dengan Kepala sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi, Imas Maspupah yang merangkap sebagai guru di sentra main peran besar, 10
Mei 2013. 164
Manfaat jurnal di pagi hari adalah sebagai kegiatan transisi anak yang baru
ke luar dari lingkungan rumahnya kemudian masuk ke lingkungan sekolah, maka
161
menit, ada juga yang kurang dari tiga puluh menit disesuaikan dengan
keadaan, ruang dan tempat.Setelah kegiatan jurnal pagi, anak diberi
kesempatan untuk bermain bebas di dalam dan di luar ruangan.
Kemudiam setelah itu baru dimulai kegiatan main di sentra sesuai tema
pada hari itu selama 1,5 jam, dilanjutkan dengan acara makan siang
bersama, sikat gigi, sholat zhuhur, dilanjutkan jurnal siang165
, dengan
jurnal guru dapat mengetahui tahap perkembangan keaksaraan,
menggambar dan menulis anak, walaupun hasilnyaberupa coretan
abstrak saja, namun tahap perkembangan anak diketahui dari bentuk-
bentuk yang muncul, kombinasi warna dan ukuran, selesai ia
menggambar atau menulis kemudian anak disuruh menceritakan
kembali maksud dari gambar atau tulisan yang ia buat di kertas jurnal.
Untuk pembuatan jurnal, fasilitas yang perlu disediakan guru adalah
kertas HVS, putih polos agar tidak membatasi daya imajinasi anak.
Selain itu, pensil, spidol berwarna dan crayon, setelah kegiatan jurnal
berikutnya adalah kegiatan recalling (penuturan ulang) dari serentetan
kegiatan sentra di hari itu secara urut, setelah selesai melakukan semua
tahapan tersebut anak-anak diperbolehkan pulang.166
Setelah dijelaskan rangkaian kegiatan sehari sentra di TK
Batutis Al-Ilmi, untuk melengkapi pemahaman selanjutnya disajikan
contoh salah satu anak dalam tabel tentang observasi tujuh kecerdasan
majemuk sentra di TK Batutis Al-Ilmi Bekasi. Hal ini dikarenakan
selama proses pembelajaran berlangsung guru wajib menyusun laporan
perkembangan kecerdasan majemuk anak setiap hari. Guru dan orang
tua wajib menilai dan melihat akhlak anak, sikapnya dengan sesama
teman, baik dari cara bicara, cara makan, cara shalat dan mengaji
dengan certa dongeng atau dengan cara lainnnya. Semua pemantauan
observasi tujuh kecerdasan majemuk ini wajib ditulis dalam kartu
segala beban pikiran dan perasaan yang dibawanya dari rumah hrus
dikeluarkan.Banyak peristiwa atau masalah yang dibawanya dari rumah yang
mempengaruhi perasaan anak dan bisa mengganggu konsentrasi anak jika belum di
keluarkan.Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, (Bekasi, Media Pustaka Sentra, 2012),
303. 165
Sebelum pulang ke rumah, segala macam pengalaman main selama di
sekolah, harus dituangkan di kertas jurnal.Hal ini bermanfaat untuk membangun anak
belajar mengungkapkan dan menuangkan pikirannya ke dalam tulisan.Merupakan
manfaat dari jurnal siang. Lihat Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan
Karakter dengan Metode Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 303. 166
Hasil Observasi di tempat penelitian dan studi dokumentasi di TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 25 Agustus 2013.
162
khusus, kemudian dibuatkan tabel dan hasilnya didiskusikan dengan
para guru yang lainnya terutama dengan orang tua anak sebagai bentuk
komunikasi supaya penerapan metode sentrapun tidak hanya diterapkan
di sekolah saja melainkan segala aktifitas yang berkaitan dengan
aktifitas di rumah pun metode sentra tetap diimplementasikan secara
istiqomah sesuai dengan kemampuan.
Anak memang menjadi pembelajar aktif dan guru tidak
menyuapkan pengetahuan kepada anak. Namun kerja guru sama sekali
tidak menjadi ringan. Metode Sentra tidak menoleransi kerja sambil
lalu melainkan harus fokus. Guru sebagai pendidik harus selalu siaga
untuk memastikan kebenaran informasi, pengetahuan, pemahaman,
konsep, sikap, atau nilai yang diserap setiap anak. Salah satu prinsip
penerapan metode sentra adalah perhatian, perlakuan, dan pencatatan
perkembangan anak secara individual melalui observasi harian dan
observasi tujuh kecerdasan majemuk.167
Tabel 4.2168
Observasi Tujuh Kecerdasan Majemuk
Nama Murid : Andi
Guru Observer : Refiyanto
No Jenis Kecerdasan Kemampuan yang dimiliki
1 Linguistic
Intelligence
Anak dapat menyampaikan tema baru,
merespon informasi yang didapat
disetiap sentra sesuai tema yang ada,
aktif berbicara sesuai tema yang
disajikan, dapat menyampaikan
ketidaknyamanan dengan bicara yang
santun, dan dapat mengingatkan
temannya yang tidak fokus dengan
kata-kata yang baik dan mengena.
2 Logical
Mathematical
Anak dapat menginformasikan warna
dan bentukbinatang laut, dapat
167Hasil pengamatan penulis di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Jaya Bekasi
disetiap sentra-sentra dari sentra persiapan sampai sentra main peran, ada 6 sentra
yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. 20 April 2013. 168
Data tentang observasi tujuh kecerdasan majemuk diambil dari
dokumentasi TK Batutis Al-Ilmi pekayon Bekasi, 12 Agustus 2013.
163
Intelligence berhitung dengan urut, dapat
menganalisa masalah sesuai dengan
tema yang ada disentra masing-masing,
sudah mulai mengenal konsep panjang,
tinggi, rendah dari ukuran balok
3 Musical Intelligence Anak dapat bernyanyi sesuai dengan
tema, dapat memainkan alat musik
sederhana dan dapat menyanyikan lagu
tentang anak-anak
4 Bodily Kinestetic
Intelligence
Anak dapat mengontrol tangannya
ketika memindahkan dan mengangkat
balok, dapat menjaga tubuhnya saat
berlari agar tidak jatuh, dapat menjaga
keseimbangan tubuhnya ketika
memanjat pohon
5 Spatial Intelligence Anak dapat bertangung jawab dengan
alat main yang digunakannya, dapat
merapihkan kembali nasi yang tercecer
di meja makan saat makan siang, dapat
menyapu lantai dan membereskan
ruangan kelas.
6 Interpersonal
Intelligence
Anak mengerti akan kebutuhan dirinya,
percaya diri dengan kemampuan yang
dimilikinya,dapat membantu kesulitan
temannya tanpa dimintai pertolongan,
dapat menggosok gigi dengan baik.
7 Intrapersonal
Intelligence
Anak mampu menghargai hasil karya
orang lain, mengajak temann-temannya
untuk kerjasama melakukan kegiatan
beres-beres, berbagi makanan dengan
temannya, memberikan tempat duduk
kepada temannya yang belum kebagian
kursi disaat jurnal siang.
Kegiatan observasi tujuh kecerdasan majemuk dilakukan secara
berkala untuk mengetahui perkembangan kecerdasan yang dimiliki oleh
masing-masing individu anak. Jenis-jenis kecerdasan yang penulis
sebutkan di dalam tabel merupakan observasi tujuh kecerdasan
majemuk yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi Bekasi. Jika tujuh
164
kecerdasan tersebut sudah dapat diaplikasikan dengan baik maka
kecerdasan yang lainnya sudah terobservasi dengan sendirinya, seperti
kecerdasan natural dan kecerdasan eksistensial.169
Observasi tujuh
kecerdasan majemuk tersebut dilakukan secara individu tidak klasikal
karena setiap anak mempunyai keistimewaan berupa perkembangannya
yang unik.170
Diantara keunikan yang dimiliki anak adalah anak
mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, rasa ingin tahu tersebut selalu
ia jadikan pertanyaan yang membutuhkan jawabanberlaku untuk
berbagai hal yang ada di sekitarnya atau yang menarik baginya,
ditunjukkan dengan banyaknya pertanyaan terhadap orang tua, mulai
dari hal sederhana sampai hal yang kompleks. Kemudian rasa spontan,
spontan untuk melakukan tindakan yang sekilas ada dipikirannya,
maupun untuk mengungkapkan hal-hal yang dipikirkannya tanpa
berpikir banyak yang bertujuan untuk membunuh rasa penasarannya,
seperti dengan selalumencoba segala sesuatu yang baru.Keunikan
selanjutnya adalah anak merasa aktif dengan banyak bergerak seolah-
olah tidak kenal lelah untuk mengikuti keinginan hatinya. Jujur juga
merupakan salah satu keunikan anak-anak, mereka mengatakan apa
adanya yang terpikir dalam benaknya, suka dengan permainan dan
segala apa yang ditemuinya mereka menganggap itu adalah mainan.
Oleh karena itu, anak harus dihargai sebagai manusia kecil yang unik
dan istimewa baik dari segi psikologis maupun emosional. Ketika
menerapkan aturan pun harus dijalankan melalui simulasi langsung
sehingga anak mengerti dan paham tentang mengapa dan untuk apa
suatu aturan itu dibuat. Disetiap sentra kemampuan klasifikasi anak
169
Linguistic intelligences adalah kemampuan berbahasa, menyampaikan
materi dan menyusun kata-kata, Logical Mathematical Intelligence adalah
kemampuan menganalisa problem logical pusat berpikir otak, Musical Intelligence
adalah kemampuan penampilan atau performance dalam bentuk apresiasi musik,
Bodily Kinestetic Intelligence adalah kemampuan menggunakan bagian tubuh untuk
menyelesaikan masalah atau melakukan gerakan yang menghasilkan produk seperti
penari dan lain-lain, Spatial Intelligence adalah kemampuan anak dalam
mengorganisasikan dan memanipulasi gambar dan ruang yang lebar seperti arsitek,
pilot, grafis etc, Interpersonal Intelligence adalah kemampuan untuk mengerti
maksud orang lain, serta bekerja secara efektif dengan orang lain, Intrapersonal
Intelligence adalah kemampuan mengerti dan memahami diri sendiri, kemampuan
bekerja untuk memenuhi kebutuhan sendiri dengan efektif dan semangat yang tinggi
serta rasa percaya diri yang tinggi. 170
Pamela C. Phelps, Let’s Build, Strong Foundation in Language, Math,
Social Skills (Florida: Gryphon House, 2012), 27.
165
dibangun secara terus menerus agar mereka memiliki konsep berpikir
yang kritis, benar dan analitis.Semua pengetahuan yang didapatkan
diberikan secara konkret dan jelas tidak abstrak. Setiap hari dengan
cara moving class anak-anak dirangsang untuk menemukan diri sendiri
konsep-konsep faktual mengenai warna, ukuran, bentuk, ciri, tanda,
sifat, habitat, rangkaian sebab akibat dan manfaat.171
Setiap anak adalah istimewa, masing-masing anak terlahir
dengan latar belakang yang berbeda-beda. Metode konvensional yang
berbasis akademis dan menyamaratakan kemampuan anak yang serba
seragam telah menjadikan anak-anak dipaksa menerima satu arah
meskipun kondisi emosional, fisikal dan spiritualnya berbeda.Padahal
pengajaran semacam ini sangat merugikan kepribadian anak-anak.
Seperti halnya keadaan dunia pendidikan usia dini saat ini semakin
mengkhawatirkan dikarenakan banyaknya kekeliruan dan kesalahan
yang terjadi dalam proses belajar mengajar. Terlebih sikap guru dan
orang tua yang merasa dirinya hebat tanpa ada kesalahan di mata anak
didik, menganggap dirinya pandai mendidik anak tanpa harus belajar
meneliti dan mengkaji permasalahan pelik yang dihadapinya. Anak
yang banyak bertanya dan banyak bergerak dianggap bermasalah.
Padahal jika disadari hal itu merupakan kreatifitas kecerdasan anak
dalam mengeksplorasikan kecerdasannya dan merupakan tantangan
sekaligus kesempatan untuk banyak belajar dari anak-anak serta
memperkaya pengetahuan guru dan orang tua dalam mendidik anak
usia dini agar menjadi generasi yang handal dan demi masa depannya
yang lebih baik.172
Setelah guru melakukan observasi tujuh kecerdasan majemuk
kepada anak-anak di setiap sentra secara optimal untuk mengetahui
kemampuan yang dimiliki anak kemudian dilanjutkan dengan observasi
harian sebagai bahan evaluasi aplikasi dari TFP dan rencana
pembelajaran yang telah disusun pada awal semester sesuai dengan
kebutuhan anak-anak. Hasil tabel observasi harian anak-anak TK
Batutis Al-Ilmi disajikan dilampiran akhir karena terbatasnya halaman.
Akan tetapi uraian tabel observasi harian dijelaskan dalam pembahasan
171
Slamet Suyanto, Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005), 26.
172
Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 20 Agustus 2013.
166
ini untuk memperjelas maksud dari isi kolom yang ada di dalam tabel
observasi tersebut.
Tabel observasi harian merupakan instrumen pokok bagi guru
dalam melakukan penilaian atas perkembangan anak. Semakin lengkap
catatan hasil observasi semakin lengkap bahan bagi guru untuk
membuat penilaian tentang perkembangan anak. Setiap guru sentra
diharapkan membuat laporan observasi harian meliputi setiap aspek
perkembangan pada setiap anak. Dalam pembuatan observasi harian
guru hanya menuliskan apa yang sudai dicapai anak. Tugas guru adalah
membantu anak mencapai tahapan-tahapan perkembangan alamiahnya
saja.173
Tabel observasi harian terdiri dari beberapa kolom yang di
dalamnya berisi tentang penilaian observasi kecerdasan majemuk yang
dibangun melalui sentra untuk mengembangkan kemampuan anak
sesuai dengan tahapan perkembangannya. Kolom penilaian tersebut
berisi tentang perkembangan kecerdasan anak, yaitu:
Pertama, tentang bahasa, bicara dengan urutan (komunikasi).
Pada kesempatan ini guru mencatat kemampuan berbahasa anak dan
komunikasi yang muncul selama mengikuti kegiatan sentra. Baik
komunikasi antara anak dengan guru maupun komunikasi antara anak
dengan teman sekelasnya. Kemampuan bahasa anak terbagi menjadi
dua, yaitu: kemampuan berbahasa pasif yaitu bahasa penerimaan atau
hanya sebagai pendengar, seperti kemampuan mendengarkan dan
memahami apa yang didengar. Kemudian kemampuan berbahasa aktif
yaitu bahasa pengungkapan seperti kemampuan berbicara atau
menuliskan apa yang ada dalam benak pikirannya. Fokus
memperhatikan guru yang sedang memberikan pijakan awal adalah
salah satu bentuk kemampuan berbahasa pada anak, khususnya dalam
bahasa pasif. Bila anak merespons penjelasan guru saat diberikan
pijakan awal berarti kemampuan bahasa pasif dan aktif dapat terbangun
sekaligus. Saat anak berkomunikasi, guru harus mencermati bahasa
yang diungkapkan anak terkait urutan dan logika bahasanya. Selain itu
guru mencatat komunikasi verbal antar anak ketika terjadi interaksi
selama kegiatan sentra berlangsung.174
173
Sesuai dengan filosofi metode sentra bahwa setiap anak memiliki
perkembangan yang tidak sama, sehingga laporan observasi harian mengacu pada
perkembangan individual anak bukan pada target yang dibuat oleh guru. Lihat,
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra, 240. 174
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 325.
167
Kedua, tentang kognisi, kolom ini digunakan untuk mencatat
seluruh aspek perkembangan kognitif anak. Seperti kemampuan
mengklasifikasi benda-benda yang ada di sekitarnya,
menginformasikan warna, bentuk dan ukuran, menyebutkan ciri-ciri
benda, serta kemampuan menjalankan peran atau menerangkan benda
yang berhubungan dengan peran yang dimainkannya termasuk wujud
dari kemampuan kognisi. Ketiga, tentang spasial, kolom ini
mencerminkan perkembangan kecerdasan spasial anak. Ketika anak
terkendali dalam ruangan, mampu menggambar, menyelesaikan puzzle,
merapikan alat-alat bermain saat beres-beres, kemampuan
menggunakan unit-unit yang berbeda untuk membuat bangunan yang
sama ketika berada di sentra balok, contoh-contoh tersebut merupakan
tanda munculnya kecerdasan spasial. Keempat, tentang psikomotor.
Ketika guru dapat mencatat setiap perkembangan motorik halus atau
kasar yang terjadi pada anak secara cermat maka guru dapat
memberikan stimulus yang benar dalam membantu perkembangan pada
anak. Sebagai contoh Anak yang dapat memegang pinsil dengan benar
merupakan salah satu contoh dari tercapainya koordinasi motorik halus
dan kasar pada anak. Sedangkan anak yang memegang pinsil dengan
cara menggenggam berarti anak tersebut motorik kasar dan halusnya
belum berkembang sempurna. Kelima, densitas. Densitas adalah
banyaknya pekerjaan yang bisa dimainkan dalam satu rangkaian sentra
dalam satu hari. Observasi tentang banyaknya pekerjaan yang
dijalankan anak dalam satu hari merupakan informasi yang penting,
selain itu guru perlu melengkapi observasi pada bagian ini dengan
informasi seputar pekerjaan yang dilakukan oleh setiap anak. Karena
tidak setiap anak mampu mengerjakan pekerjaan yang disiapkan oleh
guru, solusinya adalah guru harus menciptakan rangkaian pekerjaan
sentra dalam satu hari menyesuaikan dengan kebutuhan dan
kesanggupan anak untuk menghindari faktor-faktor yang menyebabkan
terhambatnya pekerjaan di setiap sentra.
Keenam, Tahap bermain. Tahap-tahap perkembangan sosial
bermain anak dijelaskan dalam kolom ini. Didalamnya diterangkan
tentang tahapan bermain. Tahapan bermain dimulai dari tidak peduli,
menjadi penonton, bermain sendiri, bermain berdampingan, bermain
bersama sampai pada tahap bermain dengan bekerja sama. Tahap tidak
peduli menunjukkan anak belum tertarik dengan jenis permainan yang
disediakan dalam aktifitas sentra. Ketika mulai suka, anak akan
168
bergabung dengan anak-anak lain yang sedang bermain. Tahap bermain
sendiri terjadi ketika anak terlibat dalam kegiatan sentra, namun dia
masih tidak peduli dengan lingkungan sekitar dan asyik main sendiri.
Ketika merasa nyaman bermain dengan teman sebayanya berarti anak
tersebut sudah beranjak pada tahap peduli dengan orang lain. Tahap ini
akan berlanjut pada tahapan bermain bersama dengan teman-temannya.
Tahapan berikutnya adalah anak mampu menyatukan orientasi
bermainnya dengan memahami, menyepakati aturan bermain, belajar
menghargai pendapat orang lain dan mulai mementingkan kepentingan
sesamanya dibandingkan kepentingan pribadinya. Dan tahapan inilah
yang disebut dengan tahapan bermain dengan bekerja sama.175
Ketujuh, Sikap Asmaul Husna. Pada kolom ini guru mencatat
sikap-sikap positif sesuai dengan prinsip 18 sikap Asmaul Husna yang
terbangun selama mengikuti kegiatan sentra.176
Sebagai pelengkap
dicatat juga moment berharga yang menyebabkan terbangunnya sikap
positif tersebut. 18 sikap Asmaul Husna itu adalah mutu, hormat, jujur,
bersih, kasih sayang, sabar, syukur, ikhlas, disiplin, tanggung jawab,
khusyuk, rajin, berpikir positif, ramah, rendah hati, istiqomah dan
qonaah. Setiap sentra dialirkan nilai-nilai dari pemahaman terhadap 18
sikap Asmaul Husna. Diharapkan dari pembekalan nilai-nilai-nilai
agama melalui aplikasi sikap Asmaul Husna, berbuah sikap yang
berkarakter baik dan agamis dan siap menghadapi tantangan zaman
sebagai generasi penerus di masa yang akan datang. Kedelapan,
Sosialisasi. Kolom ini digunakan untuk mengamati perkembangan
kecerdasan interpersonal dan intrapersonal anak. Ketika anak sudah
berani menawarkan bantuan kepada orang dewasa atau teman
sebayanya dan menghargai hasil karya temannya merupakan
implementasi dari kecerdasan interpersonal. Sedangkan kecerdasan
intrapersonal tercermin ketika anak mampu menceritakan pengalaman
pribadinya kepada guru dan teman-temannya tentang peristiwa di
rumah atau ditempat mainnya. Termasuk keberanian anak ketika
merespon informasi pijakan awal yang disampaikan guru ketika sentra
berlangsung merupakan andil dari terbangunnya kecerdasan
175Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 321.
176Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra,119.
169
intrapersonal. Kesembilan, Tema. Pada kolom ini guru merekam materi
tema yang berhasil diserap anak-anak selama proses kegiatan sentra
untuk menguasai materi tema secara keseluruhan. Di sentra main peran
besar, anak menerapkan pengetahuan dan konsep dari materi tema yang
telah diserapnya dalam menjalankan peran yang dimainkan. Sedangkan
di sentra seni anak menuangkan pengetahuan dan konsep hasil
eksplorasinya yang diserapnya dalam karya seni melalui gambar
binatang yang disaksikannya dengan bentuk dan ciri-ciri yang tepat
ketika sentra berlangsung. Demikian tahapan observasi harian dalam
pembelajaran kecerdasan majemuk melalui pedekatan metode sentra.
Diharapkan komunikasi yang efektif antara guru dan murid senantiasa
terjalin agar hubungan yang bermutu antara guru dan murid harmonis
dan mampu bekerja sama dalam menguasai materi tema secara
keseluruhan untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
penilaian observasi kecerdasan majemuk dapat mencapai hasil yang
optimal.177
Oleh karena itu, setiap moment interaksi yang terjadi dalam
kegiatan sentra merupakan kesempatan yang berharga untuk
membangun pengetahuan, konsep dan nilai pada diri anak.Kejadian
yang tidak diinginkan dalam setiap sentra merupakan hal yang harus
diwaspadai dengan sikap tanggap dan terbuka.Seteliti apapun rencana
pembelajaran disusun guru sentra tidak pernah lepas dari peristiwa
yang tidak terduga.Disinilah relevansi sikap sabar dan rendah hati yang
harus dipegang oleh setiap guru dalam kegiatan pembelajaran dengan
metode sentra.Setiap hari adalah kesempatan pembelajaran, bukan
hanya bagi anak semata melainkan bagi guru sebagai orangtua anak-
anak ketika berada disekolah.Sikap sabar guru muncul karena
kepercayaan positif bahwa anak mampu mencapai kesuksesan, jika
diberi kesempatan menapaki tahap demi tahap perkembangannya
dengan benar. Tidak mungkin anak mampu menyelesaikan konflik
dengan baik jika guru selalu dominan dalam proses kegiatan
pembelajaran. Ketika berada di rumah, anak-anak tidak mungkin
berinisiatif untuk berbuat baik jika selalu dimanfaatkan orang tua untuk
melaksanakan perintah apa kata orang tua. Anak-anak tidak bisa
mandiri, jika orangtua selalu mengasihani dan terlalu rajin mengurus
177
Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 18 Agustus 2013.
170
semua kebutuhan anak tanpa menyediakan waktu untuk melakukannya
secara mandiri.178
Itulah sebabnya didalam pembelajaran metode sentra, salah satu
elemen yang paling penting adalah menggunakan sistem pengajaran
tidak langsung (indirect teaching). Dengan keyakinan tersebut dan
senantiasa berpikir positif, guru terbiasa dan sudah menjadi karakter
tidak memandang negatif anak yang belum mampu melakukan sesuatu
sesuai dengan rencana pembelajaran, guru memahami bahwa
keterlambatan anak dalam memahami pelajaran bisa jadi disebabkan
oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Guru terobsesi untuk mencari solusi sumber penyebab yang terjadi
dengan arif dan bijaksana tanpa intimidasi dan pengajaran yang tidak
manusiawi. Dengan pengetahuan yang cukup tentang tahap
perkembangan anak, guru memilikienergi kesabaran yang tinggi dalam
melayani dan memenuhi kebutuhan anak yang diperlukan. Bersama
guru yang memiliki kesabaran itulah, anak usia dini dapat tumbuh
berkembang serta bersabar dalam menempuh pembelajaran yang belum
dipahaminya dengan baik, dari proses interaksi antara guru dan anak
didik yang serasi dan harmoni diharapkan potensi kecerdasan
majemuknya dapat tumbuh sesuai dengan apa yang diharapkan.179
Dalam proses pembelajaran metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi tentunya tidak lepas dengan berbagai kendala. Akan
tetapi kendala yang ada, dihadapi oleh para guru dengan rasa syukur
karena bagi keyakinan mereka kendala itu bukan halangan, hambatan,
gangguan dan rintangan akan tetapi kendala tersebut dijadikan
kesempatan untuk belajar mengaplikasikan rasa syukur itu dalam
kehidupan nyata.Sebagai contoh ketika mendapatkan siswa yang
berkebutuhan khusus mereka bersyukur bisa mendapatkan
pembelajaran untuk mengasuh anak tersebut dengan baik, jadi bagi
mereka kendala itu merupakan suatu anugerah.Prinsip yang dipegang
oleh para guru Batutis menganggap bahwa tidak ada anak yang nakal
dan tidak ada anak yang bodoh, yang ada hanyalah anak yang belum
tahu. Oleh karena itu, fungsi guru adalah memberi tahu apa yang anak-
anak belum ketahui sesuai dengan tahap perkembangan anak.180
178Hurlock Elizabeth, Perkembangan Anak jilid I (Jakarta: Erlangga, 2000),
34. 179
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 269. 180
Hasil Wawancara dengan Imas Maspupah, kepala Sekolah TK Batutis Al-
Ilmi Pekayon Bekasi, 20 agustus 2013.
171
Memang diakui, dalam penerapan tahap awal tentang
implementasi pendekatan metode sentra ternyata banyak kendala yang
dihadapi.181
Akan tetapi bagi guru TK Batutis Al-Ilmi kendala yang ada
bukan merupakan hambatan dan rintangan melainkan mereka jadikan
sebagai tantangan. Akan tetapi kendala yang ada itu dihadapi untuk
belajar mengaplikasikan rasa syukur itu dalam kehidupan.Sebagai
contoh ketika mendapatkan siswa yang berkebutuhan khusus mereka
bersyukur bisa mendapatkan pembelajaran untuk mengasuh anak
tersebut dengan baik, jadi bagi mereka itu bukanlah kendala tapi
anugrah.Prinsip yang dipegang oleh para guru Batutis menganggap
bahwa tidak ada anak yang nakal dan tidak ada anak yang bodoh, yang
ada hanyalah anak yang belum tahu.182
Guru membiasakan membuat aturan bersama dengan anak-anak
dan mereka jadikan itu sebagai kesepakatan bersama agar ada rasa
tanggung jawab disetiap perbuatan yang anak-anak lakukan. Guru
senantiasa mencatat apa yang sudah dicapai oleh anak, melalui
kurikulum individual yang mengajarkan anak sesuai dengan tahapan
perkembangannya, hasil adalah nomer dua, menurut penuturan salah
satu dari guru sentra183
. Intinya guru melihat semua proses belajar anak
dengan cermat. Selain itu, guru senantiasa melakukan perubahan yang
positif, mensyukuri setiap kemajuan anak walaupun sedikit. Oleh
karena itu, fungsi guru adalah memberi tahu apa yang anak-anak belum
diketahuinya sesuai dengan tahap perkembangan anak dan tidak lepas
komunikasi dengan orang tua anak didik, demi keberhasilan metode
sentra peran kerja sama antara guru dan orang tua sangat dibutuhkan.
Oleh karena itu, dalam proses kegiatan belajar di TK Batutis
Al-Ilmi, peran orang tua tidak boleh dilupakan, karena setiap
pengalaman pembelajaran yang didapatkan oleh anak harus dilanjutkan
ketika anak-anak sudah berada dirumah, pertemuan rutin antara guru
dan orang tua dilakukan setiap satu bulan sekali untuk menyamakan
persepsi dan menyatukan visi misi dari sekolah TK Batutis Al-Ilmi,
agar penanaman karakter yang dipacu melalui observasi tujuh
kecerdasan majemuk yang setiap hari dilakukan di setiap sentra
terealisasi dalam kehidupan sehari-hari, oleh karena itu laporan kepada
orang tua bukan hanya raport semesteran saja sebagai hasil
181Seperti anak ribut, saling berebut alat, menangis dan lain-lain.
182Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 238. 183
Hasil Wawancara dengan Refiyanto, guru sentra bahan alam TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 10 April 2013.
172
perkembangan daya kognisi anak, melainkan segala jenis
perkembangan yang terjadi pada diri anak didiskusikan dan dilaporkan
kepada orang tua yang bersangkutan sebagai tanggung jawab dan kerja
sama antara orang tua dan guru baik disekolah maupun di rumah.184
Apa yang sudah dipraktekkan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi
yaitu tentang pengalaman pembelajaran dengan metode sentra yang
menyenangkan, alangkah lebih baiknya pembelajaran metode sentra
dilanjutkan di rumah agar myelin yang dimiliki anak semakin tebal dan
anak semakin memahami pengetahuan apapun serta dapat
mengkombinasikan dengan beberapa pengetahuan lainnya, hal ini
dampak dari pembelajaran yang menyenangkan, aman dan nyaman
sehingga membuat otak pusat berpikir leluasa dan memudahkan
informasi-informasi yang lain masuk secara bertahap dan
berkesinambungan.Karena pendidikan adalah adalah suatu proses
penebalan myelin dalam otak, oleh itu sesuatu hal yang positif harus
dibiasakan dilakukan dengan terus menerus dan berulang-ulang.185
Guru-guru di TK Batutis Al-Ilmi sebagai pendidik mempunyai
kesabaran tingkat tinggi ketika memotivasi anak dan memfasilitasi
mereka yang bermasalah terlebih dalam menangani anak-anak yang
berkebutuhan khusus (special need) karena kesabaran dan ketekunan
merupakan modal utama bagi seorang pendidik. Dengan kesabaran dan
ketekunan itulah anak-anak merasa nyaman, bahagia ketika
pembelajaran berlangsung sehingga anak-anak dapat menulis dan
membaca dengan baik tanpa ada paksaan dan tumbuh kembang anak
lebih optimal karena mereka selalu dihargai pilihannya, sesuai dengan
fithrah tahapan perkembangan anak, sehingga anak-anak menjadi lebih
sopan, menjadi diri mereka sendiri dan kecerdasan anak-anak dapat
tergali seimbang dari berbagai potensi secara optimal melalui observasi
harian melalui rangkaian kegiatan sentra setiap hari.186
Oleh karena itu, sebagai orang tua dan pendidik seharusnya
memberikan peluang kepada anak-anak memiliki kebebasan untuk
bereksplorasi tentang hal-hal baru tanpa merasa takut terhadap larangan
dan hardikan dari siapapun. Sehingga anak-anak usia dini merasa
nyaman dan menyenangkan dalam proses pembelajarannya dengan
184
Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning), Direktorat
Pendidikan Lanjutan Pertama, (Jakarta: Depdiknas, 2002), 20-21.
185Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan Sentra dan Lingkaran
(BCCT) dalam pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta; Depdiknas, 2006), 32.
186Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini,164.
173
stimulus yang tepat, anak usia dini terbuka cakrawala pengetahuannya
dalam menemukan super discovery proses yang runtut dan luar biasa.
Akhirnya mereka cenderung banyak bertanya, karena merasa penasaran
terhadap penemuan baru yang ia temukan, mereka haus membaca
apapun temanya, karena bacaan yang ia peroleh dapat memberikan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ia buat dengan rasa
penasaran dan menjadikan mereka menyukai segala hal yang baru
tanpa diiringi perasaan takut bersalah untuk melakukan eksplorasi.
Mereka belajar untuk berfikir secara terstruktur tentang batasan,
klasifikasi dan lain-lain. Disamping itu seorang guru mengajarkan pola
bicara dan pengajaran terstruktur dengan pola SPOK.187
Pada waktu yang sama, mereka terlatih untuk menempatkan diri
dengan proporsional, karena mereka diajarkan tentang role play
(bermain peran) dan diingatkan fungsi-fungsi utama benda-benda dan
organ tubuh. Tangan untuk berjabat tangan dan mengusap sayang,
bukan untuk memukul. Meja untuk menulis, bukan untuk
diduduki.Yang ditendang hanya bola.Orang tua untuk dihormati bukan
untuk dibangkang, dan masih banyak lagi yang lainnya sesuai dengan
keadaan.Metode sentra menjadikan character building sebagai tujuan
utamanya. Keberhasilan utama dari proses pendidikan bukanlah berapa
besar nilai matematika, fisika, bahasa yang diperoleh anak. Melainkan
bagaimana tahapan perkembangannya berkembang dengan baik,
karakternya dapat tumbuh dan sifat kesehariannya menuju ke arah budi
pekerti yang luhur.188
Implementasi metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi dapat
memudahkan proses pembelajaran antara anak usia dini dengan guru.
Karena dalam metode sentra diberikan pijakan/pondasi yang sangat
kuat, ilmiah dan anak-anak tidak merasa terbebani bahkan mereka
merasa berbahagia karena pembelajarannya sesuai dengan dunianya
serta dapat menstimulus anak untuk bisa berpikir juga bereksplorasi
sesuai dengan tahap perkembangannya.Selain itu, terutama dalam
metode sentra sangat memfokuskan pada klasifikasi, sehingga antara
anak dan guru dapat mengetahui dengan jelas batasan-batasan atau
peraturan yang dijalankan dalam penerapan metode sentra dengan
187
Subjek Predikat Objek Keterangan (SPOK), bentuk kalimat yang lengkap
dalam membimbing anak-anak agar terbiasa berbahasa dengan baik dan tepat guna
dengan lawan bicaranya. Pengamatan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal
09 April 2013. 188
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 22.
174
pemahaman klasifikasi yang mendalam, anak dan guru dapat bertindak
secar sistematis dan logis serta ilmiah dalam suasana yang harmonis.189
Implementasi metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi
dapat membentuk karakter yang melekat sepanjang hayat yang bisa
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai bekal untuk
menjadi manusia yang mempunyai predikat insan kamil (paripurna)
yang terpenting dalam implementasi metode sentra di TK Batutis Al-
Ilmi Pekayon Bekasi adalah metode sentra berusaha memberikan
pijakan atau pondasi yang kuat pada bidang keimanan dan ketaqwaan.
Anak-anak usia dini dan guru-guru di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi terlihat sangat bahagia dan menyenangkan dalam segala
suasana. Mereka saling bekerja sama, saling membantu satu sama lain,
saling mengingatkan dalam kesabaran dan saling mengingatkan dalam
kebenaran atau kebaikan.190
Metode sentra yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi
memberikan kontribusi bahwa pendidikan sebagai proses membangun
secara terpadu dan seimbang sistem kerja otak anak. Anak tidak hanya
disiapkan untuk menjadi juara olimpiade sains atau olimpiade
matematika, dan penghargaan lainnya, tetapi lebih dari itu,
menciptakan manusia menjadi insan pembelajar yang berkarakter
sesuai dengan tahap perkembangannya, seperti sistem pendidikan yang
ada di Finlandia yang memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia.191
189Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 05 M2013.
190Hasil pengamatan dari interaksi sehari-hari dalam penerapan sikap-sikap
mulia sesuai dengan sifat Asmaul Husna yang dialirkan ke setiap sentra dengan
memberikan pijakan yang kuat pada setiap anak sehingga pembelajaran dengan
konsep happy learning membuahkan hasil yang baik terlihat dari karakter sehari-hari
sebagai implementasi metode sentra dalam pengembangan kecerdasan majemuk yang
bertumpu pada bidang keimanan dan ketuhanan melalui penerapan sentra Imtaq di
setiap sentra-sentra yang ad, 15 Agustus 2013.
191Sistem pendidikan di Finlandia adalah merupakan sistem pendidikan yang
terbaik di dunia menurut tes PISA. Berikut yang dilakukan pemerintah Finlandia bagi
warga negaranya; Pertama,untuk tiap bayi yang baru lahir kepada keluarganya
diberikan maternty package yang berisi 3 buku bacaan untuk ibu, ayah dan bayi itu
sendiri. Alasannya, PAUD adalah proses tahap belajar pertama yang paling kritis
dalam rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Sebesar 90 % pertumbuhan otak
terjadi pada usia balita dan 85 % brain panths berkembang sebelum anak masuk
Sekolah Dasar (Tujuh tahun). Kedua, kegemaran membaca aktif didorong dan
dstimulasi dengan berbagai kegiatan yang memotivasi agar masyarakat gemar
membaca.Finlandia menerbitkan lebih banyak buku tentang petualangan anak-anak
daripada buku-buku yang lainnya di seantero dunia. Guru diberi kebebasan
175
Alasan TK Batutis Al-Ilmi memilih pendekatan metode sentra
sebagai acuan pembelajaran anak usia dini adalah dikarenakan dalam
pembelajarannya metode sentra menstimulasi otak dan potensi alami
anak dalam mengeksplorasi dan membangun kecerdasan majemuknya
secara komprehensif dan terpadu melalui konsep main yang terarah.
Jenis main yang terarah itu seperti main sensorimotor, main peran dan
main pembangunan, dimana dalam aplikasi main tersebut sarat dengan
makna. Secara umum riset tekhnologi menyebutkan bahwa betapa
mendasarnya peran main dalam pembelajaran anak usia dini, terdapat
hubungan kualitas antara permainan kreatif dan perkembangan bahasa,
fisik, kognitif dan sosial dan terdapat perbedaan yang mencolok antara
anak yang mengikuti pendidikan taman kanak-kanak dengan orientasi
main mengungguli anak-anak taman kanak-kanak yang hanya
berorientasi akademis dalam hal perkembangan fisik, sosial, ekonomis
dan mental spiritual. Hasil riset di Jerman pada tahun 1970 yang
menyatakan tentang perlunya kurikulum yang berorientasi pada
penerapan bermain anak usia dini dan mendapatkan hasil yang
memuaskan, akhirnya penemuan penelitian tersebut berpengaruh pada
kesepakatan undang-undang Jerman yang mengubah semua kurikulum
Taman Kanak – kanaknya kembali ke orientasi main dan tidak hanya
mengunggulkan orientasi akademik semata. Sedangkan kurikulum
melaksanakan kurikulum pemerintah sesuai dengan keilmuan yang dimilikinya
disesuaikan denga tahap perkembangan anak, selain bebas memilih kurikulum guru di
Finlandia diberi kebebasan dalam memilih metode pengajaran yang sesuai dengan
tahap perkembangan anak, dan diberi kebebasan memilih buku teks sebagai buku
pedoman dalam proses pembelajaran di sekolahnya. Ketiga, berbagai stasiun
televisimenyiarkan program berbahasa asing dengan teks terjemahan dalam bahasa
Finish (bahasa di Finlandia) sehingga anak-anak bisa mendapatkan pendidikan
melalui membaca teks terjemahan di saat menonton televisi. Keempat, Pendidikan di
sekolah berlangsung rileks dan masuk kellas siswa harus melepaskan sepatu, hanya
berkaus kaki saja. Kondisi belajar active learning and happy learning, proses
pembelajaran itu dipandu oleh guru yang semuanya tamatan S2 dan dipilih dari the
best ten lulusan universitas ternama di dunia.Mayoritas orang Finlandia merasa lebih
terhormat menjadi guru dari pada menjadi dokter maupun insinyur. Keenam,
Frekuensi tes dikurangi bahkan ujian nasional sebagai standar kelulusan akhir
ditiadakan. Ujian Nasional hanyalah matriculation examination untuk masuk
Perguruan Tinggi. Ketujuh, sekolah swasta mendapatkan dana dan fasilitas sama
besar dengan dana dan fasilitas untuk sekolah negeri. Delapan, kenaikan pendapatan
nasional Finlandia disumbangkan untuk meningkatkan mutu pendidikan.Kesembilan,
bermula dikenal sebagai Negara agraris, kini Finlandia terkenal dan maju di bidang
tekhnologi informatika dan pendidikan.Itulah keajaiban pendidikan di Finlandia.
Selengkapnya bisa dilihat di http://sbelen.com/2011/08/08/mengapa-mutu-
pendidikan-finlandia-terbaik-di-dunia/. Diakses tanggal 30 Agustus 2013.
176
prasekolah yang berorientasi akademis dan berbasis intelektual
menyisakan lubang besar pada pengetahuan dan pengembangan bekal
hidup anak di masa depan, karena hanya mengedepankan kecerdasan
bahasa dan matematika semata. 192
Ciri utama metode sentra adalah happy learning (perasaan
menyenangkan) yang menjadikan anak usia dini terbuka cakrawala
berpikirnya dalam menemukan potensi yang terpendam dengan luar
biasa. Melalui sentra persiapan yang menstimulasi minat anak dalam
memahami konsep keaksaraan yang menyenangkan, anak-anak menjadi
haus membaca, mereka banyak sekali bertanya, mereka suka sekali
dengan pengalaman yang baru tanpa mengalami rasa takut bersalah
untuk bereksplorasi. Pengalaman main di sentra menjadikan mereka
merasa dihargai tidak takut dimarahi dengan alasan yang tidak jelas.
Selain itu dari pendekatan metode sentra mereka belajar berpikir secara
teratur dan terstruktur karena gurunya mengajarkan pola bicara sesuai
dengan sistem SPOK.193
Alasan berikutnya adalah pendekatan metode sentra
menjadikan guru santun dan bersabar dalam mendidik anak-anak.
Misalnya ketika anak-anak melakukan kesalahan dalam arti tidak
menggunakan sesuatu pada tempatnya misalnya memukul temannya
atau menempatkan kakinya di atas meja, mereka selalu diingatkan
fungsi-fungsi utama benda-benda dan organ tubuh supaya mereka
memahami anugerah Allah yang tidak boleh dizholimi dalam arti tidak
boleh diletakkan tidak pada tempatnya, yaitu tentang fungsi tangan
untuk berjabat tangan dan mengusap rasa sayang, bukan untuk
memukul atau berbuat usil. Meja untuk menulis, bukan untuk dicoret-
coret atau diduduki, yang ditendang hanya bola bukan yang lainnya.
Orang tua untuk dihormati dan dituruti perintah baiknya serta ditiru
akhlak baiknya, bukan untuk dicaci maki. Tujuan selanjutnya adalah
dikarenakan metode sentra menjadikan pendidikan karakter194
sebagai
192
Yudhistira Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra, 85. 193
Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 09 Agustus 2013. 194
Menurut Thomas Lickona ada tiga kegiatan yang penting dalam mendidik
karakter, yaitu knowing, loving, and acting the good. Knowing, yaitu bagaimana
pengetahuan tentang karakter yang baik cukup dijejalkan di kelas-kelas.Knowing
perlu dibarengi dengan loving, yaitu sebuah upaya untuk mencintai karakter yang baik
itu.Knowing dan the loving good pun belum cukup sebab diperlukan hal ketiga yang
sangat menentukan keberhasilan pendidikan karakter, yaitu bagaimana memunculkan
seorang yang mau dan mampu memberikan contoh atau teladan dalam menjalankan
177
tujuan utamanya adalah mengubah moral, mental, nalar anak bangsa
menjadi lebih berkarakter mulia tumbuh dan sifat-sifatnya bergerak ke
aarah budi pekerti yang luhur mulia. Metode sentra yang semula
berbasis identifikasi permasalahan dalam pengembangan kecerdasan
majemuk dan pembentukan karakter mulia dengan pengajaran yang
menyenangkan kemudian ditambakan nilai-nilai Islami oleh drg.
Wismiarti dengan penambahan sentra iman dan taqwa dengan ibadah
dan doa-doa sehari-hari berdasarkan karakter luhur sifat Asmaul
Husna.195
Metode sentra yang merupakan metode pembelajaran
internasional berhasil diterapkan dengan baik dan mampu menempa
karakter anak usia dini di TK Batutis Al-Ilmi, sebuah TK yang gratis
untuk anak-anak dhuafa, sebagai aplikasi dari kecerdasan majemuk
yang di asah melalui pendekatan metode sentra. Hal ini menunjukkan
bahwa metode sentra sebagai cara ajar yang praktis dan mudah
diterapkan. Maka sekolah Taman Kanak-kanak atau Raudhatul Athfal
di seluruh penjuru tanah air seyogyanya menerapkan metode sentra di
sekolahnya. Persepsi yang kurang pas mengenai metode sentra yang
terkesan berat dan rumit, bila dicoba dan diterapkan justru menjadi
sumber energi istimewa yang membuat tugas mengajar menjadi
aktifitas membahagiakan dan happy learning bagi peserta didik terlebih
bagi guru-gurunya sebagai pendidik. 196
Dengan keterbatasan kemampuan penguasaan materi dan alat
yang sederhana yang dimiliki oleh TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi,
ternyata dalam implementasinya metode sentra dapat berjalan dengan
baik. Salah satu buktinya adalah anak-anak merasa nyaman disekolah,
dan tidak bosan dalam mengikuti sistem pembelajaran yang
diberlakukan. Guru tidak merasa lelah dan stres karena harus mencapai
target tertentu. Suasana kelas menjadi kondusif, guru dan murid merasa
bahagia mereka saling berkomunikasi secara lancar dalam proses
belajar mengajar setelah metode sentra diterapkan. Guru sebagai
fasilitator yang senantiasa membuat pertanyaan-pertanyaan yang
evaluatif dalam menyikapi setiap kegiatan belajar mengajar sehingga
karakter yang baik itu (acting the good). Lihat dalam Hernowo, Mengikat Makna
Update: Membaca dan Menulis yang Memberdayakan (Bandung: Kaifa, 2009), 85. 195
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 328. 196
Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 28 Agustus 2013.
178
anak termotivasi untuk mencari jawaban yang terbuka dan beragam
sesuai dengan perkembangan pemikiran anak-anak dan hal itu penting
untuk membangun semua kecerdasan majemuk anak usia dini secara
terpadu.197
Pada dasarnya, keseluruhan implementasi kegiatan sentra
disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat tersebut. Termasuk
untuk pemilihan jenis sentra yang dibutuhkan. Dikarenakan setiap
sekolah atau daerah memiliki fasilitas dan keunikan yang berbeda,
sehingga kebutuhan anak dan guru pun bisa berbeda. Dalam kegiatan
satu hari di sentra, peran guru sngt menentukan, selain dituntut untuk
memberikan informasi yang lengkap, guru juga harus memberikan
perhatian serius terhadap setiap perkataan dan tingkah laku anak untuk
dicarikan solusi yang terbaik atas setiap masalah yang muncul
kemudian mencatatnya sebagai laporan observasi perkembangan harian
anak. Untuk menjadi guru sentra memang diperlukan kesabaran luar
biasa.198
Kemudian hal-hal terpenting dalam implementasi metode sentra
di TK Batutis Al-Ilmi adalah tentang penataan lingkungan main dan
aturan masing-masing di setiap sentra di awal sampai akhir kegiatan.
Dilanjutkan dengan recalling dan kegiatan beres-beres setelah
permainan di sentra itu selesai. Pengamatan guru pada setiap anak
selama kegiatan sentra berlangsung senantiasa menjadi prioritas dalam
kurikulum yang berbasis individu. Terealisasi pada pengarahan guru
sebagai pembimbing pada pijakan individu dan pijakan lingkungan
sebelum main, pada saat main, dan pijakan setelah main.199
Pembahasan materi tentang penataan lingkungan main dan aturan main
masing-masing di setiap sentra dijelaskan di Bab IV.
197
Tantangan dunia pendidikan dimasa yang akan datang, tentu semakin
berat dan penuh dengan tantangan, tentunya seorang guru harus disiplin dalam belajar
untuk meningkatkan kredibilitas dirinya. Guru harus mampu menjadi manusia
pembelajar yang cerdas dan kreatif sepanjang hayat. Guru menjadi cerdas, jika
mereka mampu menyerap materi sehingga membantu anak dalam bereksplorasi
menemukan kecerdasan majemuknya dengan usaha yang terus menerus. Lihat ,
Sugianto, Mayke,” Bermain, Mainan dan Permainan”, (Jakarta: Depdiknas. Dirjen
Dikti, Proyek Pembinaan Guru, 1995), 36. Yudhistira dan Siska Y. Massardi,
Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra, 284.
198Hasil wawancara dengan Triyani, guru sentra Balok di TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi, 28 agustus 2013. 199
Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Maspupah Kepala
Sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 27 Agustus 2013.
179
BAB IV
PENGEMBANGAN KECERDASAN MAJEMUK
DENGAN METODE SENTRA DI TK BATUTIS AL-ILMI
Dalam uraian bab IV ini dijelaskan tentang pengembangan
kecerdasan majemuk anak usia dini, pendekatan metode sentra dalam
mengembangkan kecerdasan majemuk di TK Batutis Al-Ilmi,
kemudian dibahas mengenai pengembangkan karakter dengan
kecerdasan majemuk serta aplikasi karakter berdasarkan 18 Sifat-sifat
Asmaul Husna yang dirangkum melalui pengamatan dari sifat-sifat
spontan anak-anak TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.
A. Pengembangan Kecerdasan Majemuk Anak Usia Dini
Obsesi orang tua agar anak-anaknya meraih prestasi tertentu
mendorong anak-anak tumbuh terlampau cepat perkembangan tumbuh
kembangnya melampaui usia mentalnya dan pada saat bersamaan dapat
menghilangkan kegembiraan masa kecilnya atau lebih dikenal dengan
istilah masa kecil kurang bahagia. Sementara itu ketika anak-anak
sedang beraktifitas di sekolah tempat mereka menimba ilmu, ternyata
perusakan potensi kecerdasan alami terjadi lewat kurikulum yang
terlalu kaku dan cenderung membebani anak-anak sehingga menambah
beban mental bagi anak-anak yang bersangkutan. Selain itu, situasi
sekolah yang tidak menyenangkan dan cara mengajar guru yang
membosankan serta penambahan waktu belajar yang berlebihan juga
ikut andil dalam menyumbang pengikisan potensi alami setiap anak-
anak. Disinilah pentingnya guru memahami seperti apa, kapan dan
bagaimana manifestasi kecerdasan majemuk itu muncul dini pada anak-
anak. Dengan pemahaman yang benar dan sesuai prosedur tahapan
perkembangannya, guru dapat merespons kebutuhan anak secara tepat
sehingga potensi alami kecerdasan majemuk anak usia dini dapat
terbangun secara seimbang dan optimal. 1
Suatu kecerdasan dapat teridentifikasi secara menonjol pada
seorang professional yang menguasai berbagai kecerdasan yang
dimilikinya. Hal ini terjadi karena setiap kecerdasan tidak dapat berdiri
sendiri dalam aplikasi kehidupan sehari-hari, melainkan saling
1Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 24.
180
mendukung antara kecerdasan yang satu dengan kecerdasan yang
lainnya.2 Oleh karena itu, kecerdasan apapun yang berperan pada diri
anak serta usaha mengenali kemunculannya sejak usia dini sangat
diperlukan oleh setip guru dan orang tua. Di bawah ini dijelaskan
tentang manifestasi kecerdasan majemuk dalam bidang keahlian setiap
anak dan cara membangunnya sejak usia dini. Kecerdasan majemuk
menurut Gardner terdiri dari sembilan kecerdasan, yaitu:
1. Kecerdasan Bahasa: meliputi kemampuan kepekaan seseorang
terhadap bunyi, struktur, makna, fungsi kata dan bahasa. Dapat
berkembang bila distimulus dengan berbagai kebiasaan, seperti
kebiasaan membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi,
berdebat, membuat puisi, etc.
2. Kecerdasan Logis-Matematika: meliputi berbagai kemampuan,
seperti menganalisa problem logically, operasional matematik
dan menginvestigasi permasalahan secara ilmiah (scientific
thinking). Kecerdasan ini dapat berkembang bila distimulus
secara rutin melalui kegiatan menghitung, membedakan bentuk,
menganalisis data dan bermain dengan benda-benda berupa
puzzle, etc..
3. Kecerdasan Musik: meliputi kemampuan dalam penampilan
(performance), komposisi dan mengapresiasikan bentuk-bentuk
musik. Kecerdasan music dapat berkembang dengan baik bila
distimulus melalui irama, nada, birama, berbagai bunyi dan
bertepuk tangan sesuai irama yang dimainkannya.
4. Kecerdasan Kinestetik: yaitu kemampuan seseorang dalam
menggunakan seluruh bagian-bagian tubuhnya untuk
menyelesaikan masalah atau melakukan suatu gerak teratur
yang menghasilkan produk (pertunjukan). contoh: penari, atlit,
aktor, dokter bedah, mekanik, etc. Kecerdasan kinestetik, dapat
berkembang bila distimulus melalui gerakan, tarian yang
teratur, olahraga, dan gerakan tubuh sesuai irama atau aturan
yang tepat .
2Misalnya seorang diplomat ulung yang sangat bergantung pada kemampuan
verbal-linguistik juga memiliki kemahiran bergaul dan memiliki kepercayaan diri
yang tinggi. Dengan demikian ia juga memiliki kecerdasan interpersonal dan intra
personal. Pada saat-saat tertentu, seorang diplomat juga harus cermat mengkalkulasi
untung rugi dalam suatu negoisasi yang berarti dia memerlukan kecerdasan logika
matematik.Jadi, intinya kecerdasan majemuk pada umumnya berjalan bersamaan
ketika diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
181
5. Kecerdasan Interpersonal: adalah kemampuan seseorang untuk
memahami dan mengerti tentang maksud, motivasi, keinginan
serta secara konsekuen bekerja lebih efektif dengan orang lain,
seperti: profesi guru, politikus, pengacara, perawat, penjual,
etc. Kecerdasan interpersonal ini dapat berkembang bila
distimulus dengan kegiatan bermain dan bekerja sama dengan
sesama teman. Selain itu, kegiatan bermain peran dan
memecahkan masalah serta menyelesaikan konflik diantara
merupakan sarana yang cocok untuk mengembangkan
kecerdasan intrapersonal.
6. Kecerdasan Intrapersonal: adalah suatu kemampuan untuk
mengerti dan mengenal keberadaan diri sendiri (termasuk
keinginan, maksud, ketakutan terhadap sesuatu hal, dan
memiliki kemampuan bekerja sendiri dengan efektif,
memanfaatkan informasi untuk mengatur setting kehidupannya
sendiri tanpa menggantungkannya terhadap orang lain apa yang
menjadi permasalahan yang dihadapinya (self regulator).
Kecerdasan intrapersonal ini dapat berkembang bila distimulus
melalui pengembangan konsep diri, harga diri, mengenal diri
sendiri, percaya diri, kontrol diri dan rasa disiplin yang baik.
7. Kecerdasan Spasial-Visual : kecerdasan ini diartikan sebagai
kemampuan menganalogikan dunia secara akurat serta
mentransformasikan persepsi spasial-visual tersebut dalam
berbagai bentuk sesuai dengan keinginannya. Kecerdasan ini
dapat dikembangkan apabila distimulus dengan berbagai
macam cara. Diantaranya adalah dengan cara bermain,
menyanyi, bersenandung, tebak nada, orkestra, menikmati
musik, menyebutkan judul lagu, dan berdiskusi tentang irama.
8. Kecerdasan Naturalis: kecerdasan ini bermaksud untuk
menjelaskan tentang kemampuan seseorang untuk mengenali
dan mengklasifikasikan flora, fauna dan lingkungan sekitarnya.
Contohnya adalah seperti ahli tanaman, mengenal mobil dari
bunyi mesinnya. Kecerdasan naturalis ini dapat berkembang
bila distimulus dengan cara mencintai keindahan alam.
Kecerdasan ini dapat berkembang bila distimulus dengan
kegiatan yang dapat dirangsang melalui pengamatan
182
lingkungan, bercocok tanam, termasuk mengamati fenomena
alam seperti hujan, etc.3
9. Kecerdasan Eksistensial : adalah kemampuan seseorang dalam
memahami keyakinan untuk dapat mendengar, melihat, dan
menyampaikan kebenaran ke dalam dan ke luar dirinya
berdasarkan petunjuk dari Tuhan. Kecerdasan eksistensial ini
dapat berkembang dengan sempurna bila distimulus dengan
nilai-nilai moral dan agama.4
Dari pengertian tersebut, jelaslah bahwa untuk membuka tabir
potensi anak usia dini dalam meraih kesuksesan dibutuhkan manifestasi
pengembangan kecerdasan majemuk secara terpadu dalam arti tidak
secara parsial dalam implementasinya, melainkan secara individual
karena perkembangan pencapaian sesuatu hal antara anak yang satu
dengan yang lainnya tentulah tidak sama. Dengan memperhatikan
setiap hari perkembangan kecerdasan majemuknya melalui observasi
harian tujuh kecerdasan majemuk secara berkala dan rutin dilakukan
sebagai penilaian menggunakan kalimat verbal bukan dengan
menggunakan angka konstan, diharapkan perkembangan setiap pribadi
anak akan sem[purna tumbuh kembangnya. Berikut dijelaskan tentang
cara mengembangkan berbagai kecerdasan majemuk di TK Batutis Al-
Ilmi Pekayon Bekasi;
Pertama, Kecerdasan linguistic adalah kemampuan berbahasa
yang berkembang sesuai dengan tahapannya, muncul dalam bentuk
perhatian dan minat seseorang pada hubungan kata-kata, gaya bahasa,
olah kata baik lisan maupun tulisan. Manifestasi kecerdasan linguistic
bisa dilihat juga pada kemahiran mengisi teka-teki silang dan
permainan kata-kata di setiap kegiatan. Salah satu upaya guru sebagai
fasilitator dalam membangun kecerdasan linguistik anak adalah dengan
membangun situasi yang nyaman bagi setiap anak untuk menyelesaikan
masalah atau konflik dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang
membangun pikirannya dan komunikasi yang efektif. Salah satu contoh
wujud kecerdasan linguistik dalam implementasi metode sentra adalah
saat recalling.5 Pada setiap sentra hakikatnya adalah momen yang
3 Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 112. 4Howard Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences,
15. 5Recalling adalah penuturan ulang pengalaman main setiap anak dari awal
sampai akhir dam bentuk lingkaran. Baik pada jurnal pagi atau pun saat jurnal siang.
183
sangat berharga dalam membangun kecerdasan linguistik anak secara
optimal. Peran pertama yang sangat dibutuhkan anak ketika recalling
adalah menciptakan suasana yang membuat anak merasa nyaman untuk
menceritakan ulang seluruh kegiatannya selama bekerja di sentra.
Recalling juga merupakan kesempatan berharga dalam meluruskan
logika maupun struktur bahasa yang digunakan anak. Apabila terdapat
kekeliruan dalam penyampaian cerita pada saat kegiatan recalling,
maka tugas guru sebagai pembimbing untuk memberikan pengarahan
yang baik sesuai dengan gaya bicara yang dimiliki setiap anak agar
tereksplorasi secara segala kemampuannya dengan baik dalam bercerita
di depan teman-temannya. 6
Kedua, Kecerdasan logic matematik tampak secara khusus
terlihat cermat pada diri anak-anak dalam memecahkan masalah,
menguraikan sesuatu hal dan menunjukkan implikasi sebab akibat dari
suatu peristiwa yang terjadi. Kecerdasan logis matematis tumbuh dari
kemampuan seseorang dalam menggunakan benda-benda menjadi
kemampuan berfikir secara konkret tentang benda tersebut. Selanjutnya
kemampuan yang dimilikinya berkembang ke arah berfikir formal
mengenai hubungan-hubungan benda yang satu dengan yang lainnya,
tanpa melihat benda-benda yang sebelumnya lagi. Seorang anak yang
mampu melakukan aktifitas beres beres dengan benar di setiap sentra:
misalnya menempatkan peralatan main balok sesuai dengan
klasifikasinya. Maka hal itu adalah pertanda bahwa kecerdasan logis
matematikanya terbangun dengan sempurna.7
Ketiga, Kecerdasan kinestetik menyangkut kendali pada setiap
gerakan tubuh. Kemampuan ini mencakup kematangan gerak motorik
kasar maupun halus. Seorang anak akan mengalami kesulitan
memegang alat tulis dengan benar untuk dapat menulis dengn baik bila
otot-otot tangannya belum terlatih dan belum terbiasa digerakkan
secara sempurna. Otot-otot tangan yang belum kuat juga menyulitkan
anak untuk menggunting kertas. Oleh karena itu, main sensorimotor,
main pembangunan dan main peran merupakan salah satu elemen dasar
6Yang harus diingat ketika kegitn recalling adalah ketika harus membetulkan
kalimat yang diucapkan anak , guru harus melakukannya dengan nada suara yang
stabil,wajar, dan tidak menimbulkan efek malu atau segan dan jangan sekali-kali
menertawakan kalimat yang diucapkan anak. Melainkan dengan bahasa yang santun
dan membangun kepribadiannya sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya.
7Campbell, Linda dan Campbell, Bruce. Multiple Intelligences And Student
Achievement : Success Stories From Six School (Alexandria: Association For
Supervision and Curriculum Development, 1999), 45.
184
dalam pendidikan anak usia dini. Pada sentra balok anak perlu
dimotivasi untuk mengambil unit-unit balok sesuai dengan kapasitas
tangan untuk membawa dengan semampunya. Di sentra bahan alam
disediakan banyak kesempatan setiap anak untuk membangun
kemampuan sensorimotor halus maupun kasar dengan diberi
kesempatan main sepuasnya sesuai aturan yang berlaku. Misalnya dari
memegang alat pemompa air atau alat pengocok sabun. Gerakan
tersebut melatih pengendalian gerak tubuh anak dalam
menyeimbangkan main sensorimotornya.
Keempat, Kecerdasan spasial terlihat dalam berbagai bentuk
dan mudah ditemukan dalam berbagai macam elemen masyarakat.
Melalui kecerdasan spasialnya seorang pelukis merasakan
keseimbangan dan komposisi sebuah lukisan. Para arsitek, kontraktor,
insinyur, tukang kayu, fotografer, ahli pembuat barang-barang
kerajinan termasuk contoh orang-orang yang mengandalkan kecerdasan
spasialnya. Untuk membangun kecerdasan spasial terlihat pada
kegiatan main pembangunan baik yang bersifat cair maupun terstruktur.
Misalnya pada sentra persiapan anak menyusun puzzle, hamma,
tangren, etc. Di sentra seni disaat kegiatan menggambar atau melukis
anak dibangun kreatifitasnya dalam mengasah kemampuannya dengan
menggambar. Pada sentra balok saat anak berimajinasi membuat
bangunan anak dilatih daya imajinasinya untuk membangun bangunan
apa yang sesuai dengan daya khayalnya sesuai tema pada saat itu.
Sedangkan di sentra main peran ketika anak berimajinasi tentang
sebuah tempat profesi yang diperankannya, sesungguhnya saat itu anak
sedang mengarahkan kecerdasan spasialnya sesuai dengan tahapan
perkembangan yang dimiliki setiap anak dengan baik.8
Kelima, kecerdasan musikal. Jenis kecerdasan ini lebih sulit
dihubungkan dengan kemampuan menulis dibandingkan dengan
kecerdasan lainnya. Survey membuktikan bahwa sebuah tulisan yang
bagus tidak hanya memiliki kualitas logika matematika yang bagus,
tetapi juga memiliki kualitas musikal yang bagus juga. Penulis yang
baik mampu menggerakkan irama jarinya sebagai bagian dari bentuk
tulisannya sehingga menjadi satu kesatuan yang harmonis. Bagian
tersebut menyatu dengan urutan-urutan yang membuat pembaca
terbawa alirannya, seperti sedang mendengarkan irama musik. Untuk
membangun kecerdasan musikal di berbagai sekolah di Indonesia,
8Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Rencana Strategis (Renstra) PAUD
(Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Depdiknas, 2005)
185
banyak sekolah menerapkan pemutaran musik di ruang kelas selama
proses belajar mengajar karena hal itu diyakini dapat menstimulasi
kerja otak anak.9
Pengalaman guru TK Batutis Al-Ilmi dalam
mengimplementasikan metode sentra di sentra musikal adalah dengan
bernyanyi. Bernyanyi merupakan salah satu cara efektif untuk
mengalirkan sebuah tema. Bahkan untuk tema yang terbilang berat
sekalipun. Guru di TK Batutis Al-Ilmi beusaha rmengalirkan materi
yang sulit tersebut dengan mengubah isi lagu sesuai dengan isi tema.
Sehingga membuat anak-anak asyik dengan lagu perkalian angka-
angka, dan belajar matematika menjadi enjoy dan menyenangkan serta
mudah diingat.10
Keenam, Kecerdasan interpersonal. Orang yang memiliki
kecerdasan interpersonal membuat orang terampil merespons
komunikasi, bernegoisasi dalam menyelesaikan konflik dengan orang
lain. Mereka mampu mencermati seluk beluk seseorang, menyelami
maksud perspektif orang lain. Sehingga mereka mudah bergaul dengan
siapapun dan mudah bekerja sama dengan orang lain. Anak-anak yang
kecerdasan interpersonalnya tidak terbangun sesuai dengan tahapan
sosial bermain,yaitu; mulai dari tidak peduli, main sendiri, main
berdampingan, main sederhana, main bersama, main bekerja sama
sampai main dengan aturan akan mengalami hambatan dalam melalui
tahapan-tahapan perkembangan sosial tersebut. Di dalam sentra main
peran, anak mulai terbangun tahapan sosial bermainnya dan banyak
mendapatkan asupan pengalaman yang mengasah kecerdasan
interpersonalnya. Seperti anak belajar menyampaikan dan menyatakan
idenya dengan terstruktur serta meminta pendapat teman-temannya
dengan mengkompromikannya dengan anak-anak lain. Sesuai tahapan
bermain sosial, pada hakikatnya semua sentra yang ada di TK Batutis
Al-Ilmi menyediakan kesempatan kepada setiap anak untuk
membangun kecerdasan interpersonal yang dimilikinya dengan baik.
Misalnya dalam bentuk pemakaian alat main secara bergantian,
kegiatan rutin seperti makan bersama sangat efektif untuk membangun
kecerdasan interpersonal sejak dini dan masih banyak lagi saat-saat
9Majalah Newsweek edisi khusus musim Semi 1997 memuat artikel berjudul
“How to Build a Baby‟s Brain” dalam artikel yang ditulis S. Begley itu antara lain
membahas tentang hasil penelitian yang menunjukkan bahwa berlatih main piano
untuk anak usia tiga atau empat tahun memiliki efek jangka panjang pada modifikasi
sambungan-sambungan antara sel otak. 10
Hasil wawancara dengan Imas Maspupah, Kepala Sekolah TK Batutis Al-
Ilmi Pekayon Bekasi, 28 Mei 2013.
186
permainan di sentra atau lingkaran yang dapat mengeksplorasi
kecerdasan interpersonalnya.11
Ketujuh, Kecerdasan Intrapersonal. Kemampuan
mengimplementasikan kecerdasan intrapersonal melekat pada diri
setiap individu yang mampu meniti puncak keberhasilan dalam profesi
yang digelutinya. Berdasarkan kemampuan mengenal siapa dirinya,
memahami hakikat dirinya, mengerti apa yang dibutuhkan dirinya, apa
yang semestinya dilakukannya sehingga sanggup mendapatkan apa
yang diinginkan dan diharapkannya sesuai kebutuhannya. Kecerdasan
intrapersonal berhubungan sangat erat dengan lancar tidaknya ekspresi
kepribadiannya dapat tersalurkan dengan baik. Misalnya ketika anak
mampu menentukan pilihan pekerjaan saat main di sentra tanpa
terpengaruh oleh orang lain. Anak bekerja dengan penuh tanggung
jawab dan penuh antusias serta rasa percatya diri yang tinggi dalam
mengerjakan proyek pekerjaannya dengan paripurna. Hal itu dilakukan
untuk membangun tumbuh kembangnya kecerdasan intrapersonal.
Kewajiban orang tua dan guru kepada setiap anak adalah dengan
memberikan apresiasi yang wajar terhadap setiap pencapaian yang telah
dirintus anak dengan penuh perjuangan. Misalnya, „‟Alhamdulillah,
Putri dapat meronce dengan klasifikasi warna, bentuk dan
ukuran.‟‟Atau ungkapan, „‟Terima kasih, Adit telah menginformasikan
jenis binatang herbivora.”Apresiasi yang wajar seperti itu sangat
membantu membangun rasa percaya diri dan semangat anak dalam
mencapai keberhasilan di setiap sentra. Selain itu kegiatan jurnal pagi
maupun jurnal siang dan recalling merupakan instrumen yang sangat
berharga dalam membangun kecerdasan intrapersonal anak. Oleh
karena itu, dalam momen ini guru sebagai fasilitator perlu
memanfaatkan seoptimal dan sebaik mungkin setiap kegiatan yang
berlangsung dengan memberikan perhatian dan motivasi agar anak
dapat melakukan proyek pekerjaan dalam main saat lingkaran dan main
sentra dengan enjoy.12
Dengan pemahaman singkat tentang macam-macam kecerdasan
dan cara membangunnya, diharapkan dapat menjadi bekal bagi orang tu
dan guru bahwa ketika sampai ketingkat manifestasi dalam keahlian
tertentu, ternyata tiap-tiap kecerdasan tidak dapat berdiri sendiri.
Meskipun demikian, suatu kecerdasan tertentu dapat teridentifikasi
11
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple
Intelligences di Indonesia, 34. 12
Hasil wawancara dengan Imas Maspupah Kepala sekolah TK Batutis Al-
Ilmi Pekayon Bekasi, 25 Agustus 2013.
187
secara menonjol pada seorang professional. Seorang professional itu
terbentuk ketika kecerdasan majemuknya sudah ditemukan melalui
proses pengembangan dan bimbingan yang sesuai dengan potensi yang
khusus yang mereka miliki. 13
Munculnya teori multiple intelligences menjadi bahan
perbincangan dikalangan ilmuwan, hal itu terjadi karena perpindahan
dari ranah ilmu psikologi yang dikembangkan ke ranah edukasi. Para
pendidik tertarik dan mendukung pengajaran dan pendekatan yang
sesuai dengan tahapan perkembangan anak dengan tidak membeda-
bedakan prestasi anak, karena dalam teori multiple intelligences setiap
anak adalah unik. Para guru melihat secara detail dalam kerangka teori
multiple intelligences dapat memperluas instruksional dan kurikuler
yang menjadi inklusif dengan cakupan yang lebih besar dari kekuatan
siswa, khususnya mereka yang tidak diperhitungkan dalam standar
akademik, karena mempunyai kebutuhan khusus dan lainnya. 14
Multiple intelligences bukanlah sebuah kurikulum baku dalam
sistem pembelajaran, melainkan multiple intelligences adalah sebuah
strategi pendekatan pembelajaran berupa rangkaian aktivitas belajar
yang merujuk pada indikator hasil belajar yang sudah ditentukan dalam
silabus atau lesson plan yang sudah dibuat bersama melalui rapat para
guru dengan memperhatikan kebutuhan apa yang dibutuhkan anak saat
itu, sesuai dengan tumbuh kembang anak. Penerapan multiple
intelligences berdampak langsung terhadap model kurikulum yang
diterapkan sekolah atau dinas pendidikan setempat. Multiple
intelligences sebagai strategi belajar akan sulit diterapkan pada dunia
pendidikan yang mengacu pada kurikulum berbasis materi. Sebaliknya
multiple intelligences akan menjadi kekuatan yang besar untuk
memajukan pendidikan di Indonesia dan kompetensi siswa apabila
diterapkan pada kurikulum berbasis kompetensi.15
13
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 193. 14
Julie Viens dan Silja Kallenbach, “Multiple Intelligences Resources for
the Adult Basic Education Practitioner: an Annotated Bibliography” NCSALL
(Nation Center for the Study of Adult Learning and Literacy) Occasional Paper, December 2001, 2.
15Kurikulum yang berbasis materi hanya digunakan untuk melihat dan
menilai keberhasilan siswa dalam belajar secara parsial, yaitu dengan melihat sedikit
banyaknya pengetahuan dan hafalan bidang studi yang telah meraka pelajari. Lihat
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligences Di Indonesia (Bandung: Kaifa, 2009), 109. Sedangkan pendidikan berbasis kompetensi
menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang
188
Inti dari pengembangan kecerdasan majemuk adalah bagaimana
memperlakukan anak didik sesuai dengan potensi dirinya masing-
masing melalui stimulasi yang beraneka ragam dalam menemukan
kondisi akhir yang terbaik. Pendidikan anak usia dini harus berdasarkan
dan bertujuan untuk membangun semua potensi kecerdasan alaminya
agar seluruh kemampuan anak terbangun secara maksimal. Misalnya
melalui kecerdasan berbahasa, guru dapat menjalin komunikasi sejak
awal pertemuan dengan anak didik sampai saat pulang sekolah.
Kemampuan dan potensi inilah yang kemudian ditingkatkan dan
diarahkan agar berkembang secara optimal. Selain itu, pengembangan
kecerdasan majemuk berbasis pendekatan metode sentra mendasarkan
pemahaman ini pada salah satu tujuan pendidikan dasar yaitu
membentuk karakter siswa. Maka, saat ini perlu dikembangkan
pendidikan kecerdasan majemuk yang mengarah pada pembentukan
karakter unggul, salah satunya adalah dengan pendekatan metode sentra
dalam mengembangkan kecerdasan majemuk anak usia dini.16
Dalam penerapan multiple intelligences pada ranah pendidikan
khususnya pendidikan anak usia dini, dibutuhkan sebuah strategi yang
mumpuni untuk dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan
kecerdasan majemuk secara terpadu untuk mengetahui potensi apa
yang dimiliki setiap anak. Potensi anak diharapkan termotivasi untuk
dikembangkan secara berkesinambungan dalam segala kondisi baik di
sekolah maupun setelah berada di rumah. Pendidikan yang urgent saat
ini, terutama pendidikan karakter. Karakter memberikan landasan
kokoh bagi peserta didik untuk mengembangkan dan menemukan jati
dirinya, baik dalam melanjutkan studi pada jenjang lebih lanjut maupun
mengarungi kehidupan. Terlebih dalam menata akhlak peserta didik
yang kurang baik. 17
Salah satu solusi dari masalah pendidikan anak
usia dini saat ini dalam mengembangkan kecerdasan majemuknya
secara seimbang adalah metode sentra yang digabungkan dengan nilai-
pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan standar kompetensi adalah
kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan, lihat “Kurikulum Berbasis
Kompetensi”Swara Ditpertais No. 17 Th II, 18 Oktober
2004http://www.ditpertais.Net/Swara/No17.Asp. Diakses 18 Mei 2013.
16Anna Farida, dkk. Sekolah Yang Menyenangkan: Metode Kreatif Mengajar
dan Pengembangan Karakter Siswa (Bandung: Nuansa, 2012) 17
Ratna Megawangi, Pendidikann Karakter Solusi Tepat Membangun
Bangsa ( Jakarta: Star Energy, 2007), 28.
189
nilai Islami sehingga melahirkan karakter yang positif berdasarkan
sifat-sifat Asmaul Husna.18
B. Metode Sentra dalam Mengembangkan Kecerdasan Majemuk
Bertolak dari kenyataan di masyarakat yang berkembang saat
ini, yaitu tentang pola pendidikan yang hanya mengedepankan
kecerdasan akademik (kecerdasan verbal linguistic dan kecerdasan
logic matematic). maka perlu dikembangkan model pendidikan
berbasis kecerdasan majemuk yang tidak hanya terpaku pada prestasi
akademik saja. Pola pendidikan ini harus dirancang atas pendekatan
bahwa setiap anak mempunyai kecerdasan tersendiri. Setiap anak dapat
memiliki beberapa tipe kecerdasan sekaligus, hanya intensitasnya saja
yang berbeda-beda. Untuk itu lingkungan sekolah harus dirancang agar
anak-anak tumbuh dengan kreativitasnya sendiri, tidak kehilangan
masa kegembiraan masa kecil dan membuka ruang yang lebar untuk
mengeksplorasi lingkungannya secara tepat guna. Kecerdasan alami
anak dirangsang lewat kegiatan sederhana seperti bercerita, permainan
yang terarah, kunjungan dan mengajukan pertanyaan kritis untuk
mengeksplorasi pola pikirnya agar terbangun kecerdasan nya yang
masih tersembunyi. Para pendidik di sekolah harus mempunyai
keyakinan bahwa tiap anak mempunyai kecepatan dan waktu tersendiri
dalam mempelajari atau menguasai sesuatu, dengan kata lain setiap
anak mempunyai tahapan perkembangan yang tidak sama antara anak
yang satu dengan yang lainnya.19
Pada implementasi metode sentra, di setiap sentra seluruh
kecerdasan majemuk anak dibangun secara terpadu. Pertama,
implementasi di sentra persiapan, di sentra ini kecerdasan berbahasa
dalam mengolah kosa kata menjadi hal yang utama dibangun
bersamaan dengan berbagai kecerdasan lainnya. Kedua, di sentra balok,
dalam implementasi metode di sentra balok, kecerdasan dalam menata
ruang dan tempat atau menyusun gambar (spasial) sangat diprioritaskan
dan kecerdasan kinestetik (cerdas dalam bergerak) anak diarahkan agar
anak dapat dapat membaca keadaan atau ruang yang ada. Selain itu
membawa balok sesuai dengan kebutuhan dan penempatan balok
tersebut secara tepat merupakan aplikasi dari kecerdasan spasial-visual.
18
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 126. 19
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karkter dengan Metode
Sentra, 24.
190
Di sentra balok kecerdasan matematika dan logika bahasa distimulus
melalui kelipatan dan jumlah balok yang dipotong dalam aneka bentuk
geometri. Ketiga, penerapan kecerdasan majemuk pada sentra Imtaq
(iman dan taqwa) anak diberikan pemahaman secara beruntun untuk
mengenal Tuhan-Nya secara lebih detail dengan menggunakan metode
yang mudah dipahami, membangun secara perlahan dan
berkesinambungan pemikiran tentang keberadaan Tuhan yang abstrak.
Melalui media cerita dan berbagai permainan yang menunjukkan
tentang keberadaan Tuhan. Di samping itu, pengenalan huruf hijaiyyah,
memasang puzzle rukun Islam, urutan berwudhu dan praktik orang
sholat serta aneka permainan lainnya yang mengarahkan kepada
pemahaman dasar-dasar beribadah kepada Allah SWT secara kongkret
diaplikasikan dengan happy learning.20
Keempat, sentra main peran. Baik sentra main peran besar
maupun sentra main peran kecil, keduanya dikembangkan serempak
mengenai kecerdasan interpersonal (cerdas dalam berinteraksi dengan
orang lain) dan kecerdasan intrapersonal (cerdas dalam berinteraksi
dengan dirinya sendiri). Selain itu logika berfikir anak juga dapat
terbangun secara maksimal melalui berbagai kegiatan berikut ini;
Contoh konkret implementasi metode sentra di sentra main peran saat
berada dalam kelas. Ketika itu penulis mendapatkan pelajaran berharga
dari anak-anak yang berada di sentra main peran besar. Mereka sedang
membahas tema laut dengan setting tentang restoran sea food.
Selanjutnya anak-anak mendapatkan berbagai tugas untuk memerankan
sebagai pemeran di restoran sea food. Selain koki di restoran sea food,
pelayan, kasir, nelayan, dan sebuah keluarga kecil sebagai konsumen
restoran pun harus diperankan oleh anak-anak. Tujuannya adalah
supaya anak-anak mampu merasakan secara langsung dari pelajaran
yang mereka rasakan kelak di dunia nyata. Sehingga peran yang
mereka alami membawa dampak positif berupa karakter-karakter yang
ia perankan dalam kisah yang benar-benar ia alami secara langsung. 21
Di sentra main peran, kemampuan berbahasa anak sangat diperhatikan
dan terstimulus melalui dialog-dialog yang mereka ungkapkan dalam
peran yang ia perankan dengan baik. Ketika Andi berperan sebagai
pelayan restoran sea food, terlihat tidak percaya diri dan tersipu malu
20
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 112.
21Hasil pengamatan di sentra main peran TK Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi, 24 Agustus 2013.
191
melayani setiap konsumen yang datang dan harus menuliskan pesanan
konsumen yang datang. Dalam menghadapi situasi yang genting seperti
ini, guru sebagai pembimbing mempunyai andil untuk memotivasi dan
mengarahkan serta memberikan pertanyaan yang membangun kepada
Andi tentang bagaimana bersikap menjadi pelayan yang baik dan
bijaksana terhadap pelanggan dan konsumen yang datang. Dalam hal
ini kecerdasan intrapersonal dan interpersonal Andi dipupuk dan
dibangun dengan penuh antusias diiringi dengan pengembangan
kemampuan berbahasa yang baku dengan teratur dan bijaksana. Hal
yang unik juga terjadi pada Ahmad yang memerankan dirinya sebagai
seorang nelayan. Sebagai seorang nelayan, Ahmad begitu antusias
dalam mencari ikan dan hasil laut di laut yang merupakan mata
pencaharian kesehariannya. Hasil yang diperoleh Ahmad berupa hasil
tangkapan ikan, ia masukkan ke dalam kotak untuk di jual. Ketika
Ahmad mulai menjajakan hasil lautnya di sepanjang jalan menuju
rumahnya dengan penuh kesabaran, namun Ahmad belum
mendapatkan pembeli yang akan membeli hasil lautnya. Kemudian ia
mendapatkan sebuah ide briliant untuk menjual hasil lautnya ke
restoran yang telah lama ia kenal. Setelah Ahmad mantap dengan ide
briliant nya itu. Kemudian Ahmad menemui sang pemilik restoran
dengan penuh santun, setelah itu terjadilah sebuah transaksi seru antara
Ahmad dengan pemilik restoran. Dalam transaksi tersebut terjalilah
sebuah komunikasi antara Ahmad dan pemilik restoran yang menuntut
kemampuan berbahasa dan tutur kata yang teratur dan dibutuhkan
strategi yang jitu untuk meloby seseorang agar memahami maksud dan
tujuan yang diinginkan. Ahmad menjual ikan langsung ke restoran sea
food mempunyai alasan tersendiri, alasan yang tepat menurut dirinya
menurut dirinya diantaranya adalah jika ikan laut itu dibiarkan
menunggu sampai besok hari, maka ikan tersebut tidak segar lagi.
Terlebih belum mempunyai pelanggan yang tetap. Maka ikan hasil
melautnya menjadi bau, apalagi tidak tersedia kulkas untuk menyimpan
ikan hasil melautnya tersebut. Akhirnya dengan penuh percaya diri
sesuai dengan pemikiran yang ia dapatkan, melalui perenungannya.
Akhirnya Ahmad menjualnya langsung ke pemilik restorant, supaya
Ahmad mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya
dan tidak sia-sia pekerjaannya mencari hasil ikan di laut.22
22
Hasil pengamatan penulis dalam praktek metode sentra di setiap sentra TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi. Lihat juga, Yudhistira dan Siska Y. Massardi,
Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini,
286.
192
Anak yang kecerdasan majemuknya terbangun secara terpadu
adalah anak yang berbahagia dan menerima segala keputusan dengan
apa yang ia alami ketika pembelajaran berlangsung. Ia mampu
mengklasifikasikan atau mengelompokkan semua permasalahannya.
Tutur katanya santun dan mengandung makna, ia memahami kebutuhan
dan perasaan orang lain ketika bersosialisasi memberi rasa
kenyamanan, terlebih ketika diajaknya berdiskusi. Andi yang
memerankan dirinya sebagai seorang pelayan restorant menjadi
mengerti akan kebutuhan peranan dirinya sebagai seorang pelayan,
karena pelajaran dari setiap tema yang ia dapatkan ketika sentra main
perang, langsung diaplikasikan dalam dunia nyata dan seolah-olah ia
mengalaminya melalui peran-peran yang diperankan anak-anak.
Dengan pelatihan komunikasi seperti itu, anak-anak menjadi mengerti
akan kebutuhan dan kemampuan dirinya apa yang mesti mereka
lakukan. Sejak dini anak-anak memerlukan konsep kebutuhan dan
kemampuan dirinya sebagai bekal ketika menghadapi permasalahan
hidupnya. Berkat pemahaman yang utuh akan kebutuhan dirinya, ia
akan bersikap tenang dan berbahagia terhadap rizqi dan karunia-Nya
untuk memahami antara kebutuhan yang diinginkan dan kebutuhan
yang dibutuhkannya. Hal yang terpenting ketika seorang anak
terbangun kecerdasan majemuknya secara optimal. Maka terlihat
perbedaannya antara anak yang tidak terbangun kecerdasannya secara
optimal dan anak yang terbangun kecerdasannya secara optimal yaitu
mereka dapat menemukan solusi yang jitu dari segala permasalahan
yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari.23
Berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan
dari negara-negara maju menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa
presentase yang dilakukan para ilmuwan menunjukkan tentang
perkembangan anak usia dini sangat menentukan mutu hasil belajar dan
kemampuan belajar anak usia dini pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi dari sebelumnya serta tidak hanya mempersiapkan mereka
menjalani perjalanan hidup di masa yang akan datang, melainkan
kemandirian dalam bersikap berdasarkan karakter yang baik sangat
diprioritaskan dalam rangka membangun generasi muda yang tangguh
dan pantang menyerah dalam mengarungi samudera kehidupan.24
23
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 165. 24
Soedijarto, Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa dan Membaca Peradaban Negara dan Bangsa (Jakarta: CINAPS,
2000), 154.
193
Menurut Soedijarto berdasarkan penelitiannya, bahwasanya
telah ditemukan 50% kemampuan atau kecerdasan kognisi seseorang
terbentuk pada usia 4 tahun. Oleh karena itu, stimulasi pendidikan
untuk anak usia 0 – 6 tahun sangat penting dilakukan dengan terpadu.
Jika dalam pengembangan proses dan pertumbuhan pada usia tersebut
baik, maka perkembangan selanjutnya pun akan jauh lebih baik. Baik
dalam hal intervensi tentang kesehatannya tubuhnya, rangsangan nutrisi
protein gizinya maupun rangsangan stimulasi kecerdasan majemuknya
menjadi semkin optimal. Hal ini sangat berpengaruh terhadap proses
komunikasi jangka panjang terhadap perkembangan selanjutnya.25
Pembuktian yang dilakukan Lee Salk menjelaskan bahwa pengalaman
kehidupan pada usia dini berpengaruh besar bagi perkembangan
kecerdasan masa depannya. Sejak dalam kandungan bayi sudah mampu
belajar melalui main sensorimotor, responsif dengan rangsangan dari
luar anak dapat melakukan sesuatu yang kadang tidak disadari oleh
orang dewasa bayi tersebut dapat melakukannya dengan spontan.26
Gutama menjelaskan dalam penelitiannya bahwa perkembangan
kecerdasan majemuk pada anak usia dini mempengaruhi perkembangan
anak pada tahap selanjutnya sampai mereka berusia dewasa.27
Hal yang perlu dikembangkan dan dibangun sejak usia dini
adalah terutama tentang kesehatan, karena kesehatan sangat
berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya. kebutuhan nutrisi,
stimulasi kecerdasan majemuk terutama perkembangan intelektual dan
emosi, serta pembinaan agamanya perlu dibiasakan sejak usia dini.
Kemudian stimulasi pengembangan beberapa aspek tersebut perlu
dibangun secara bersamaan dan terpadu agar anak usia dini tidak hanya
survival dalam satu aspek saja, melainkan memiliki kemampuan dasar
kognisi, produktivitas, daya tahan tinggi serta kepribadian yang tumbuh
yang beragam sesuai dengan tahap perkembangannya, karena
kesuksesan apapun yang diraih oleh seseorang, tentunya tidak terlepas
dari beberapa aspek kecerdaan majemuk dan beberapa kemampuan
dasar lainnya yang semestinya saling berkaitan.28
25
Soedijarto, Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa dan Membaca Peradaban Negara dan Bangsa, 156. 26
Lee Salk dan Rita Kramer, How to Raise a Human Being, A Parent‟s
Guide to Emotional Health from Infancy Throught Adolescence, 26. 27
Gutama, Sosialisasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Makalah;
Menyambut Hari Anak Nasional di gedung Kowani, Jakarta tanggal 20 Juli 2005. 28
Soedijarto, Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa dan Membaca Peradaban Negara dan Bangsa, 155.
194
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan,
ternyata jika dilihat dari perkembangan dan fungsi otak manusia,
selama tahun pertama otak bayi berkembang pesat dan menghasilkan
bermilyar-milyar sambungan sel-sel otak. Sel-sel otak tersebut harus
rutin distimulasi secara terpadu agar terus berkembang jumlahnya,
sehingga semakin kuat dan memberikan dampak positif bagi
perkembangan dan pertumbuhan anak usia dini tersebut baik dari segi
kognisi, afeksi maupun psikomotoriknya. Sebaliknya jika sel-sel otak
jarang distimulasi dan tidak pernah digunakan dengan baik, maka
fungsi otak itu akan melemah dan akhirnya musnah dengan sendirinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila anak-anak jarang disentuh
dan distimulus perkembangan otakny, maka 20-30% lebih kecil ukuran
otaknya dibandingkan ukuran normal anak seusianya.29
Hal senada diungkapkan dalam penelitian Bloom. Bloom
menyatakan bahwa perkembangan intelektual anak terjadi sangat pesat
pada awal masa pertumbuhannya. Sekitar 50% variabilitas kecerdasan
orang dewasa terjadi bermula pada anak berusia 4 tahun. Selanjutnya
pada usia 8 tahun frekuensinya meningkat 30%, dan sisanya 20%
terjadi pada dasawarsa kedua. Hasil riset mutakhir tersebut
menyebutkan bahwa pada usia dibawah 7 tahun perkembangan otak
anak terjadi sampai 90% dimana masa 3 tahun pertama dalam
membangun pondasi permanen serta pengalaman positif dan negatif
pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi perkembangan kecerdasan
majemuk pada usia dewasa ketika sudah berkiprah sesuai profesi yang
diminatinya.30
Gardner mengemukakan gagasannya terkait dengan penelitian
yang menunjukkankan bahwa otak anak perlu distimulus secara terpadu
dalam masa perkembangannya, sehingga perkembangan otak anak
berfungsi secara optimal.31
Otak manusia memiliki beberapa jenis
kecerdasan, jenis kecerdasannya, yaitu: kecerdasan bahasa, logika
matematika, ruang, kinestetika tubuh, musik, interpersonal,
intrapersonal. Ketujuh kecerdasan itu harus dibangun sejak usia dini
29
Lihat Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Direktorat Pendidikan
Anak Usia Dini, (Jakarta: Depdiknas, 2004), 3. 30
Ratna Megawangi, Pengasuhan dan Pendidikan Anak Usia Dini untuk
Membangun Karakter, makalah dalam seminar Pendidikan Anak Usia Dini, Al-
Azhar, (Jakarta, 1 Januari 2007). 31
Howard Gardner, Frame of Mind: Theory Multiple Intelligences
(New York: Basic Books, 1993), 30.
195
secara terpadu dan bersamaan pada diri anak. Jika pada usia dini
tersebut kecerdasannya tidak dibangun secara optimal dan terpadu,
maka perkembangan otak anak tersebut akan melemah dan mengalami
kemunduran.32
Begitu juga dengan Hurlock dalam penelitiannya mengatakan
bahwa kreatifitas telah tampak sejak awal bayi bermain dengan
mainannya dalam mengaplikasikan main sensorimotornya. Kemudian
salah satu hambatan dalam perkembangan kreatifitas anak usia dini
tersebut adalah kurangnya rangsangan yang optimal dan terpadu dari
orang tua dan orang yang berada disekelilingnya. Untuk itu sejak usia
dini dianjurkan untuk para orang tua dan guru sebagai pembimbing di
sekolah agar meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan
kecerdasan majemuk sejak dini dan mulai dibangun karakter
kepribadiannya dengan optimal, sehingga potensi anak usia dini
tumbuh dan berkembang sesuai tahapan tumbuh kembang anak usia
dini. 33
Kendala yang saat ini terjadi dalam peningkatan lembaga
PAUD, mayoritas masih berada pada tataran kuantitas semata, belum
sampai pada peningkatan kualitas yang maksimal. Belum maksimalnya
pendayagunaan berbagai potensi masyarakat berpengaruh terhadap
tingkat pemahaman masyarakat tentang PAUD. Menurut sebagian
masyarakat, keberadaan PAUD masih belum sesuai dengan program
pemerintah. Pengadaan PAUD yang diaplikasikan di masyarakat masih
cenderung parsial dan terbatasnya kapasitas yang dimiliki. Hal ini
merupakan penyebab PAUD menghadapi permasalahan yang
signifikan dan penyebab pelaksanaan pembelajaran pada lembaga
PAUD belum sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Padahal tujuan
utama PAUD adalah untuk memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani anak usia dini agar tumbuh
kembangnya optimal selaras dengan harapan masyarakat yang
berkarakter Islami dan siap menuju jenjang pendidikan selanjutnya
tanpa ada hambatan. Akan tetapi saat ini pelaksanaan PAUD di
Indonesia masih terkesan eksklusif dan bersifat konvensional dalam
32
Howard Gardner, Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk)
diterjemahkan oleh Alexander Sindoro, (Batam: Interaksa, 2003), 36-47. 33
Elizabeth B. Hurlock, Child Development (New York: Sixth Edition,
Mc Graw Hill, 1978), 27.
196
penyelenggaraan dan penerapan pendekatan pembelajarannya. Tugas
para guru dan pemangku kebijakan pendidikan untuk membenahinya.34
Pembenahan di sektor pendidikan anak usia dini ini sangat
dibutuhkan terutama dalam hal pendekatan pembelajaran yang
digunakan di lembaga PAUD tersebut. Karena sebagian besar lembaga
pendidikan anak usia dini yang berkembang di masyarakat hanya
memprioritaskan kecerdasan intelektual (kecerdasan bahasa dan logika
matematika) semata dan bermuara pada informasi yang berkaitan
dengan pengetahuan tanpa memperhatikan pengembangan kecerdasan
yang lainnya. Selain itu, orang tua dan guru menganggap kualitas anak
didik berhubungan langsung dengan hasil belajar mengajar sepertri
pandai membaca, menulis dan berhitung. Fenomena yang terjadi saat
ini bahwa kualitas pendidikan anak usia dini ditafsirkan agar anak-anak
TK mempunyai kemampuan yang memadai sebagai persiapan untuk
memasuki jenjang SD. Hal demikian, berpengaruh terhadap penafsiran
yang salah. Sehingga menyebabkan Sekolah Dasar menetapkan syarat
bagi calon siswa baru kelas satu harus mampu membaca, menulis dan
berhitung dan ini yang menjadi patokan dengan tidak melihat
kecerdasan dan kemampuan lainnya. 35
Tuntutan persyaratan ini menciptakan pola pembelajaran
dibawahnya. Sebagai contoh proses belajar mengajar di Taman Kanak-
kanak (TK) lebih diarahkan pada materi hafalan, belajar calistung
(membaca, menulis dan berhitung) dan pada umumnya dilakukan
melalui belajar formal tidak melalui bermain atau tidak dengan kondisi
yang membahagiakan sesuai dengan tahap perkembangan anak-anak
tersebut. Anehnya, ketika anak-anak mereka pintar calistung, orang tua
anak-anak tersebut bangga walaupun harus mengorbankan tahapan
perkembangan anak yang cenderung untuk bermain dan
mengeksplorasi pengetahuannya melalui bermain terabaikan.36
Banyak lembaga TK yang menekankan program belajarnya
berkemampuan calistung dengan mengabaikan prinsip-prinsip
pembelajaran di TK karena mengikuti trend masa kini. Sebagian TK
melaksanakan les membaca menulis dan berhitung untuk
34
Lihat hasil Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini,
Direktorat Pendidikan Anak Usia dini, (Jakarta: depdiknas, 10-12 September, 2003),
2. 35
Conny Semiawan, Pengembangan Rambu-Rambu Belajar Sambil Bermain
pada Anak Usia Dini, buletin PADU, (Jakarta; Depdiknas, 2003), 16. 36
Conny Semiawan, Pengembangan Rambu-Rambu Belajar Sambil Bermain
pada Anak Usia Dini, 19.
197
mempersiapkan anak masuk SD karena tuntutan tersebut. Seorang
anak dikatakan pintar apabila kecerdasan intelektualnya terbangun
secara sempurna. Kondisi seperti ini mendorong guru untuk
menyelesaikan kurikulum secepat mungkin, tanpa disadari guru
melupakan pengalaman dan etika pendidikan anak usia dini. Padahal
pengalaman dan etika yang dilalui semasa anak dalam mengeksplorasi
pengetahuannya melalui bermain merupakan sumber kecerdasan
majemuk yang mereka miliki untuk dikembangkan secara optimal,
tidak hanya hasil semata yang dinilai melainkan proses mendapatkan
pengetahuan itulah, penilaian yang sangat dibutuhkan. Fenomena ini
secara psikologis bertentangan dengan tahapan perkembangan anak
yang akhirnya merugikan masa depan anak-anak itu sendiri. Hal
tersebut terjadi karena minimnya pemahaman dan pengetahuan orang
tua dan guru tentang perkembangan anak. Padahal prinsip pendidikan
anak usia dini adalah belajar yang harus mengikuti prosedur
perkembangan tumbuh kembang anak sesuai usianya. Seperti; kegiatan
sambil bermain, kemudian proses pembelajaran berpusat pada anak dan
penyelenggaraan pendidikan anak usia dini tidak hanya dipersiapkan
untuk mengikuti pendidikan selanjutnya, melainkan harus bisa
menempa pendidikan karakter sejak anak usia dini.37
Sebagaimana hasil penelitian yang membuktikan bahwa anak
usia dini yang dipacu semangat pola belajarnya dengan hanya dijejali
banyak pengetahuan serta lebih diarahkan untuk menghafal pelajaran
tanpa memahami maksud dari pengetahuan tersebut karena tidak
mengalami dengan konkret apa yang diajarkan, hasilnya ternyata anak-
anak semakin tidak pintar, bahkan mereka menjadi bingung apa yang
harus dilakukan. Sedangkan anak yang terpenuhi kebutuhan
bermainnya secara terarah serta diberi kesempatan untuk dapat
mengeksplorasi potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahap
perkembangannya dengan baik. Ternyata semakin tumbuh lebih baik
dengan memiliki keterampilan dan kreatifitas yang tinggi dengan penuh
pemahaman karena mereka mampu merasakan apa yang sedang
dipelajarinya dengan nyata, pembelajaran itu diarahkan dengan baik
untuk dijadikan bekal untuk mencapai apa yang dicita-citakannya di
masa yang akan datang sesuai dengan potensi kecerdasan
majemuknya.38
37
Conny Semiawan, Pengembangan Rambu-rambu Belajar Sambil Bermain
pada Anak Usia Dini, buletin PADU, 22. 38
Conny Semiawan, Pengembangan Rambu-rambu Belajar Sambil Bermain
pada Anak Usia Dini, buletin PADU, 28.
198
Oleh karena itu membangun seluruh kecerdasan majemuk
secara terpadu dan optimal merupakan pondasi bagi keberhasilan anak-
anak usia dini di masa depan. Analoginya, membangun seluruh
kecerdasan anak bagaikan membangun sebuah tenda atau rumah yang
mempunyai beberapa tiang penyangga. Semakin kuat tiang atau
penyangga itu, maka semakin kokoh juga kondisi rumah tersebut.
Biasanya orang yang benar-benar sukses secara professional, memiliki
kombinasi antara empat atau lima kecerdasan majemuk yang menonjol
dalam dirinya. Walaupun sangat jarang seseorang memiliki kecerdasan
yang tinggi di semua bidang. Namun kenyataannya, professionalisme
seseorang dalam bidang apapun memerlukan lebih dari satu komponen
kecerdasan demi keberhasilannya dalam memenuhi tuntutannya
sebagai pekerja yang professional. Pada intinya membangun
kecerdasan majemuk secara optimal, tanpa disadari membuat anak-
anak lebih mudah menjadi seseorang yang bermanfaat, bermakna, dan
mempunyai andil untuk menjadi insan yang bermanfaat bagi diri dan
lingkungannya. Diharapkan melalui pengembangan kecerdasan
majemuk secara terpadu, di samping peserta didik memahami potensi
yang dimilikinya. Mereka juga memiliki karakter unggul seperti
kemandirian dan kedewasaan dalam berpikir dan bertindak di setiap
moment kehidupannya. Pemahaman yang baik terkait kekuatan dan
potensi yang dimiliki anak akan memunculkan sikap dan perilaku
mandiri. Terutama penanaman karakter dan sikap kemandirian inilah
yang kelak mendukung peserta didik dalam mengarungi kehidupan dan
menata masa depan dengan baik dan sukses. 39
Menurut sebagian praktisi pendidikan anak usia dini, prinsip-
prinsip pendidikan anak usia dini yang sudah dijelaskan di pembahasan
sebelumnya, ternyata sesuai dengan prinsip-prinsip dalam penerapan
metode sentra. Pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi adalah pendekatan sentra atau area,40
pendekatan metode sentra yaitu pembelajaran yang dilakukan
berdasarkan area tertentu, di dalamnya terbina suatu hubungan personal
atau individual antara seorang guru dengan anak-anak selama proses
pembelajaran di setiap sentra. Guru memperhatikan tahapan
39
Albert Einsten terkenal pintar dibidang sains, selain bidang sains yang
digelutinya, bermain matematika dan biola merupakan kecerdasan lain yang
dimilikinya. Lihat http://www.dechacare.com/kecerdasan-majemuk-kecerdasan-
seutuhnya-mendidik-anak diakses 20 April 2013. 40
Lihat dalam Dokumen Program Pembelajaran TK Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi, Tahun 2012/2013.
199
perkembangan fisik, emosional dan kognisi anak dengan telaten
melalui observasi harian dan observasi tujuh kecerdasan majemuk.
Sehingga kecerdasan majemuk yang dimiliki anak dapat dikembangkan
secara terpadu melalui sentra-sentra yang ada. Memang tidak mudah
dalam menerapkan metode sentra di sekolah TK Batutis Al-Ilmi yang
beralih dari metode konvensional sejak tahun 2006 sampai sekarang.
TK Batutis Al-Ilmi merupakan sekolah gratis bagi kaum dhuafa dan
kalangan yang marginal. Namun, dengan peralatan sederhana dan
biaya apa adanya, ternyata metode sentra yang diterapkan mulai
dirasakan manfaat pembelajarannya. Saat itu, pilihan yang ada pada
Siska dan keluarga besar TK Batutis Al-Ilmi tidak lagi memikirkan
masalah rumit dan mudahnya sebuah pendekatan pembelajaran tentang
metode sentra, bukan juga karena mahal atau murahnya biaya dalam
pelaksanaannya. Melainkan dengan satu tujuan yaitu ingin menerapkan
metode sentra dalam membangun kecerdasan majemuk pada lembaga
pendidikan anak usia dini khususnya anak-anak dhuafa yang dapat
membangun generasi penerus bangsa dengan berkarakter mulia.41
Bagi mereka yang belum mendapatkan informasi akurat dan
pemahaman mengenai metode sentra secara aplikatif, mereka
mempunyai pandangan bahwa penerapan metode sentra di sekolahnya
merupakan pendekatan pembelajaran yang berat untuk diterapkan
dengan baik. Banyak alasan yang mereka kemukakan. Salah satu
alasannya adalah persepsi yang kurang valid mengenai metode sentra
yaitu terkesan rumit dan berat dalam implementasinya. Bagi banyak
guru dan praktisi pendidikan yang telah menekuni dan mempraktekkan
metode sentra di sekolahnya, sesuatu yang terkesan berat dan rumit itu
pada akhirnya justru menjadi sumber energi pengetahuan yang
istimewa dalam mendidik anak usia dini. Dengan kesabaran, keuletan
dan usaha yang sungguh-sungguh, manfaat metode sentra tidak hanya
membahagiakan anak-anak dan orang tua murid melainkan para guru
pun merasakan kebahagiaan yang tiada tara dari hasil penerapan
metode sentra. Mereka merasakan kebahagiaan tersendiri dalam proses
belajar mengajar yang menyenangkan baik bagi anak-anak maupun
bagi guru terjalin komunikasi yang efektif dengan konsep happy
learning. Terlebih kendala yang ada dalam implementasi metode
41
Hasil wawancara dengan Yudhistira , Ketua Yayasan Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi, 12 Mei 2013.
200
sentra, mereka jadikan sebagai anugerah dan nikmat yang harus
disyukuri untuk dicarikan solusi yang tepat dan bermanfaat. 42
Kemudian ada enam sentra dalam mengembangkan kecerdasan
majemuk anak usia dini yang diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi, diantaranya adalah:
a. Sentra Persiapan Sebagai Wahana Bekal Keaksaraan.
Sentra persiapan sebagai wahana bekal keaksaraan berfokus
untuk memberikan kesempatan pada anak usia dini dalam
mengembangkan kemampuan belajar berhitung atau konsep
matematika dasar, selanjutnya dikembangkan kegiatan pra menulis dan
pra membaca dengan berbagai kegiatan yang mengasah kemampuan
anak untuk berpikir lebih kreatif sesuai tema yang dijadwalkan hari itu,
dengan konsep happy learning. Kegiatan yang dibiasakan di sentra
persiapan, antara lain: mengurutkan huruf, mengklasifikasikannya, dan
mengelompokkan berbagai aktivitas lainnya yang mendukung
perkembangan kognitif anak. Sentra persiapan dimaknai sebagai
wahana dalam membangun konsep dasar keaksaraan anak. Sentra
persiapan diadakan dengan pemahaman bahwa kemampuan keaksaraan
anak tidak muncul dengan sendirinya, melainkan melalui serangkaian
kegiatan terencana yang yang dirancang secara cermat sesuai dengan
tahapan perkembangan anak. Walaupun berbagai aktivitas yang
diterapkan di sentra persiapan mendukung perkembangan kognitif
anak, namun dalam pelaksanaannya proses itu tidak mengedepankan
aspek kognisi semata melainkan dari aspek afektif dan
psikomotoriknya sama-sama dibangun.43
Penerapan pembelajaran metode sentra di sentra persiapan
berawal dari bentuk yang sederhana, seperti; ungkapan bahasa lisan,
pemahaman terhadap apa yang didengar, hingga mengenal konsep
warna, bentuk dan ukuran. Setiap kegiatan bermain di sentra persiapan
adalah sebagai wahana untuk membangun konsep kecerdasan
majemuk, domain berfikir dan sikap setiap anak dalam memahami
berbagai bentuk keaksaraan. Permainan di sentra persiapan, meliputi
pijakan lingkungan main, pijakan pengalaman sebelum main dan
42
Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Imas Kepala TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 15 Mei 2013. 43
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 242.
201
pijakan pengalaman setelah main.44
Berikut dijelaskan urutan mainnya
dari pijakan lingkungan main sampai pijakan pengalaman setelah main,
yaitu:
Pertama, pijakan lingkungan main, yang harus dilakukan guru
dalam pijakan lingkungan main adalah seorang guru sentra diharapkan
sudah menguasai materi pembelajaran dengan membuat pengelolaan
lingkungan keaksaraan, selanjutnya merencanakan pengalaman main
untuk keperluan intensitas dan dentitas di sentra persiapan. Dalam
setiap sentra, khususnya sentra persiapan seorang guru diutamakan
untuk lebih siap dan harus menguasai RPP (lesson plan), RPP
didapatkan berasal dari kebutuhan anak murid yang sangat dibutuhkan
saat itu, melalui observasi yang dilakukan pada saat penerimaan murid
baru di tahun ajaran baru baik yang dibuat untuk skala tahunan, satu
semester, mingguan, maupun harian. Disesuaikan dengan kebutuhan
apa yang dibutuhkan anak saat itu, setelah terkumpul barulah dibuat
RPP dan dialirkan melalui TFP. Di sentra persiapan, proses
pembelajarannya bisa berbentuk kegiatan individual, disesuaikan
dengan kebutuhan anak. Seperti kegiatan meronce, menyusun puzzle
dan main lego. Sebelum anak-anak datang di sentra persiapan, terlebih
dahulu suasana lingkungan main ditata lengkap dengan seperangkat
alat-alat untuk bekerja, yang mendukung keterampilan keaksaraan
sesuai dengan tema hari itu. Alat dan bahan yang berupa tempat untuk
menulis, bahan bacaan digunakan untuk melatih perkembangan
motorik halus anak, dan didukung untuk membangun tujuh kecerdasan
majemuk setiap masing-masing anak. 45
Kedua, pijakan pengalaman sebelum main. Pijakan pengalaman
sebelum main dimulai dengan pengenalan buku bacaan yang
bergambar, terkait dengan tema pada hari itu. Kegiatan ini dilaksanakan
untuk menghantarkan anak memahami tentang konsep diri, seperti
identitas, anatomi tubuh dan fungsinya serta kesukaan anak tersebut
dieksplorasi melalui pertanyaan yang membangkitkan raa ingiun
tahunya serta anak dipancing melalui pertanyaan untuk
mengungkapkan isi hatinya sesuai dengan apa yang dipikirkannya
sesuai tema yang dibahas. Buku bacaan yang berisi tema ini berfungsi
sebagai bahan diskusi dengan anak-anak untuk menstimulusi ide atau
gagasan. Menulis corat-coret dan menggambar bebas sesuai dengan
44
Studi dokumen dan hasil wawancara dengan Nuryani Guru Sentra
Persiapan, 20 Mei 2013
45Hasil Wawancara dengan Nuryani Guru Sentra Persiapan, 15 Juni 2013
202
tahapan perkembangan mereka merupakan stimulasi efektif dalam
mengeksplorasi kemampuan anak didik. Selanjutnya, sebelum proyek
pekerjaan sentra dimulai, guru mencontohkan prosedur kerja untuk
menggunakan bahan dan alat bekerja secara tepat guna di sentra
persiapan. Prosedur kerja yang dimaksud adalah sebagai berikut;
Misalnya, dimulai dari memilih teman, memilih pekerjaan,
mengerjakan pekerjaan sampai tuntas, beralih ke pekerjaan berikutnya
dan kegiatan akhir yaitu kegiatan beres-beres alat permainan yang
sudah digunakan bersama dalam kegiatan main di sentra. Prosedur
kerja ini selalu disebutkan disetiap sesi pijakan awal. Setelah anak
terbiasa dengan kegiatan tersebut dan sudah terbiasa, kemudian hafal
dengan urutannya, selanjutnya guru mencoba menanyakan urutan-
urutan prosedur kerja tersebut sebagai bahan evaluasi di saat jurnal
siang atau recalling.46
Ketiga, pijakan pengalaman selama bermain. Selama bermain
anak-anak diperbolehkan memilih tempat dan teman bekerja yang
mereka sukai melalui kesepakatan yang difasilitasi oleh gurunya.
Sehingga peralihan main harus dilaksanakan dengan teratur. Guru
diharapkan selalu siap siaga untuk membantu anak mencapai tahapan
yang mereka butuhkan47
Selain itu guru juga harus membantu untuk
meningkatkan dan mengembangkan bahasa anak melalui pertanyaan
dan diskusi melalui contoh komunikasi yang tepat dengan bahasa yang
baik dan benar sesuai prosedur kalimat SPOK. Selama di sentra
persiapan, guru mengamati apa yang dilakukan anak dan kemudian
membuat dokumen perkembangan dan peningkatan keaksaraan anak,
semua dilakukan dengan gembira. Sehingga anak tertantang untuk
46Recalling adalah penuturan kembali, maksudnya anak menceritakan ulang
kejadian selama main di sentra dari awal sampai akhir bertujuan untuk mengasah
kecerdasan verbal linguistiknya agar bisa bercerita dengan baik di hadapan guru
sentra dan teman-temannya. 47
Misalnya, jika anak ingin tahu bagaimana sebuah kata dieja, guru perlu
menulis dikertas lain untuk ditiru. Guruperlu bertanya terlebih dahulu, “Apakah perlu
Ibu bantu bagaimana mengeja atau menulis kata kepala? Bila anak setuju, guru baru
membuatkan contoh yang yang menyenangkan bagaimana menulis kata tersebut, lalu
mengartikulasikan setiap huruf dilanjutkan dengan artikulasi kata dan tekanan pada
setiap suku katanya; k-e-p-a-l-a (dieja setiap hurufnya) dan diartikulasikan dengan
penekanan pada setiap suku katanya, ke-pa-la. Pada saat mengenalkan huruf
biasanya guru menganalogikan dengan permainan, „‟ Siapa yang namanya berawalan
huruf D?” kemudian anak-anak menjawab dengan bersahutan, “ Deni, Dadan, Darti
untuk pengenalan huruf D, dan begitupun dengan pengenalan huruf-huruf yang
lainnya dijelaskan dengan cara yang menyenangkan dan tidak membebani diri anak.
203
belajar mengenal huruf dan tertarik untuk belajar membaca, dengan
kebiasaan yang teratur mengolah huruf diharapkan kelak, anak-anak
usia dini menjadi orang yang gemar membaca di segala suasana
sepanjang hidupnya. Jika sejak usia dini dengan pengalaman
keaksaraan penuh cinta, keramahan dan kesuksesan sepanjang hayat
dapat diperolehnya dengan mudah dan tanpa aral yang menyendat.48
Keempat, aktivitas pijakan pengalaman setelah main. Pijakan
pengalaman setelah main biasa disebut dengan recalling. Fungsi
recalling adalah untuk mengingatkan kembali pengalaman selama
bermain dan di forum duduk melingkar ini anak saling menceritakan
pengalaman mainnya secara runtut sesuai dengan apa yyang diingatnya.
Semua anak mendapatkan jatah untuk berbicara dihadapan teman-
temannya. Tugas seorang guru adalah meluruskan pemahaman anak-
anak tentang pengalaman main yang keliru ketika diceritakan ulang
saat kegiatan recalling. Selanjutnya setelah kegiatan recalling selesai,
dilanjutkan dengan kegiatan beres-beres. Anak-anak memanfaatkan
waktu untuk membereskan peralatan yang telah mereka pergunakan
selama main di sentra. Kegiatan beres-beres ini menjadi pengalaman
berharga yang mengesankan bagi anak-anak, karena selama kegiatan
beres-beres, anak tidak hanya dilatih rasa tanggung jawabnya, tetapi
juga belajar tentang klasifikasi, urutan dan penataan lingkungan
keaksaraan secara tepat guna. Kegiatan beres-beres ini dilakukan demi
modal dasar dalam meraih keberhasilan yang dicita-citakan dan
terutama menjadi pribadi yang berkarakter di masa kini dan masa yang
akan datang.49
b. Sentra Balok Wahana Menggali Berbagai Ilmu Pengetahuan
Sentra balok berperan untuk mengembangkan kemampuan
visual spasial dan matematika anak usia dini. Disamping itu, sentra
balok mempunyai peran strategis dalam program pembelajaran anak
usia dini. Dalam implementasi metode sentra di sentra balok, ternyata
melibatkan banyak kemampuan anak-anak usia dini. Kemampuan fisik
atau kecerdasan kinestetis anak terasah melalui proses kegiatan yang
ada di sentra balok, seperti kegiatan yang terjadi dalam rangkaian di
sentra balok, seperti; mengambil, membawa dan menyusun balok-balok
dalam berbagai bentuk. Pada sentra balok ini, anak belajar mengenal
48
Hasil pengamatan di sentra persiapan, 15 Agustus 2013.
49
Anggani Sudono, Sumber Belajar dan Alat Permainan Anak Untuk
Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Grasindo, 2000), 26.
204
bentuk-bentuk dan ukuran balok dengan teliti untuk selanjutnya
dituangkan melalui ide-ide konsep ruangnya, dengan mengamati
bentuk-bentuk dan ukuran balok secara tidak langsung anak diasah
kecerdasan spasialnya dengan perhitungan-perhitungan tertentu
otomatis kecerdasan logika matematikanya pun terbangun dengan
sempurna. Selain itu, melalui sentra balok saat mereka bekerja sama
dengan teman-temannya kecerdasan interpersonal juga terbangun
dengan sendirinya. Mereka dapat memperkaya informasi
pengetahuannya melalui interaksi-interaksi melalui kerja sama dengan
teman-temannya dalam menyelesaikan pekerjaan di sentra balok.
Otomatis, selain memperkuat kemampuannya berkomunikasi sembari
mengasah kecerdasan verbal linguistic juga dipadu dengan kerja sama
yang harmonis sesuai prosedur kerja yang runtut sesuai dengan
kesepakatan di antara meraka. Sentra balok membantu perkembangan
anak dalam membangun kecerdasan majemuknya dan mengembangkan
keterampilan berkonstruksi dan menggali berbagai keilmuan dalam
kehidupan yang nyata.50
Saat main di sentra balok tidak ada batas waktu akhirnya, anak-
anaklah yang mengatur kesepakatan waktu ketika bermain. Anak-anak
juga yang menentukan akhir dari permainan itu. sesuai dengan
kesepakatan awal antara anak-anak dengan gurunya bahwa anak tidak
membawa pulang hasil pekerjaannya dan menentukan akhir dari
permainan itu. Karenanya anak-anak mendapatkan fasilitas kebebasan
untuk bereksperimen, belajar merencanakan, mengubah bentuk susunan
balok, bernegosiasi dengan mitra kerjanya dan menikmati hasil
permainan tanpa tuntutan suatu hasil akhir yang sempurna dari
gurunya. Guru sebagai fasilitator selama di sentra dan teman-temannya
sebagai mitra kerja dalam menyelesaikan tugas kerja di sentra balok
tersebut. Sebagaimana disentra-sentara lain, sentra balok membutuhkan
sosok guru yang kaya dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman.
Type guru sentra balok yang professional adalah Pertama, guru
sentra balok harus mengenali bentuk dan ukuran-ukuran balok unit
supaya dapat memahamkan kepada anak-anak dengan praktis dan
simple. 51
Kedua, Guru sentra balok perlu menjelaskan dengan
50
Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Triyani Guru sentra Balok di
TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 05 Mei 2013. 51
Balok unit dalam metode sentra merujuk pada seperangkat balok dengan
bentuk-bentuk dan ukuran standar yang dirancang Caroline Prattp ada awal abad ke-
205
gamblang bentuk-bentuk balok dan resiko yang menyangkut keamanan
dalam bermain. Perlu dijelaskan sifat-sifat balok yang bersudut dan
ukuran serta beratnya yang mengharuskan anak-anak mengambil dan
membawanya dengan hati-hati. Informasi ini diberikan pada waktu
memberikan pijakan awal, terutama untuk anak-anak yang baru masuk
sekolah. Ketiga, guru sentra balok harus mengetahui tahap-tahap
kemampuan bermain balok sesuai tahapan yang benar agar dapat
mencatat perkembangan dan proses belajar anak secara runtut.
Pengetahuan tentang tahapan ini berguna untuk memfasilitasi
permainan anak dengan cara yang tepat dapat memperkuat memori
pembelajaran selanjutnya. Bagi guru yang berada di sentra balok harus
mengetahui tahap-tahap pembangunan balok dengan baik dan juga
dapat mengamati dengan cermat semua kegiatan yang terjadi pada diri
anak serta mendokumentasikannya dengan teratur selama proses
pembelajaran berlangsung. Senada dengan pengamatan Johnson di saat
mengamati dan mempelajari interaksi anak-anak dengan balok-balok
unit selama beberapa tahun dan ternyata hasilnya cukup memuaskan.
Dalam mengamati interaksi anak-anak di sentra balok diperlukan
rumusan tahapan kemampuan bermain di sentra balok.
Rumusan tahapan kemampuan dalam bermain balok itu terdiri
dari tujuh tahapan, yaitu; pertama, membawa. Tahap ini dicirikan oleh
aktifitas untuk membawa-bawa balok dari wadahnya. Selanjutnya,
meruntuhkan bangunan yang dibuat oleh anak lain. Respons anak-anak
usia dini terhadap balok sama dengan reaksi mereka terhadap benda-
benda yang belum dikenal sebelumnya. Kecenderungan pertamanya
adalah keinginan untuk mengeksplorasi balok dengan menggunakan
panca inderanya. Karena itu, mereka bisa mengamati, menyentuh dan
timbul rasa penasaran karena ingin merasakannya secara nyata. Kedua;
menumpuk atau menjejer. Tahap ini dicirikan oleh aktifitas menumpuk
atau menjejerkan balok secara berulang-ulang. Perilaku berulang-ulang
ini dilakukan bertujuan untuk penguasaan mental dan koordinasi
keterampilan bagi setiap kebutuhan individu anak Kebutuhan individu
anak ditujukan dengan bermain fungsional. Gambaran bermain
fungsional sangat jelas terlihat pada tahapan ini. Ketiga, membuat
jembatan. Tahap ini dicirikan oleh aktifitas anak dalam menempatkan
dua balok sejajar yang berjarak dan menghubungkan diantara dua balok
dengan satu balok diatasnya. Selanjutnya, membuat lengkungan atau
20.
Tahap-tahap kemampuan bermain balok ini mengacu pada hasil studi Harriet
Johnson, seorang guru dan penulis buku The Art of Blockbuilding (1996).
206
jembatan sesuai kondisi bangunannya. Keempat, membuat ruang.
Tahap ini dicirikan oleh aktifitas anak-anak dalam menempatkan
empat balok atau lebih untuk membuat ruang satu dimensi seperti kotak
terbuka hingga membuat kotak tertutup tiga dimensi di saat membuat
ruang sesuai kebutuhan dan sesuai ukuran yang ada. Kelima, membuat
pola-pola dan simetri. Tahap ini dicirikan oleh aktifitas anak yang
sudah mulai membangun struktur dengan keseimbangan, dan unsur-
unsur dekorasi sesuai dengan perhitungan yang sesuai dengan
kebutuhan. Keenam, representasi awal. Tahap ini dicirikan oleh
aktifitas anak sudah mulai menggabungkan teknik-teknik dari tahap 1
sampai 5 dengan runtut, dan mulai memberi nama bangunan yang
dibangunnya, baik saat membangun maupun sesudahnya. Ketujuh,
representasi lanjut. Tahap ini dicirikan oleh aktifitas adalah anak untuk
menyebutkan nama bangunan sebelum mulai membangun susunan-
susunan yang dikenalnya dan menggunakan struktur serta aksesori
terkait untuk main peran, disesuaikan dengan keadaan tidak harus
mengikuti prosedur secara teoritis.52
Saat memberi pijakan awal di sentra balok dengan tema
lingkunganku, misalnya guru bisa mengajak anak membahas panjang
lebar tentang bentuk dan ukuran. Benda-benda yang ada dirumah
maupun di sekolah. Guru bisa menanyakan secara langsung kepada
anak, misalnya, „‟Teman-teman, Ada berapa benda yang berbentuk
kotak di kamar tidurmu?‟‟ atau apa saja benda yang berbentuk bulat di
ruang makan di rumahmu?‟‟ Dengan pertanyaan-pertanyaan yang
membuat rasa ingin tahu secara mendalam dan menggugah pikirannya
untuk membuat strategi dengan menjawab pertanyaan guru dengan
baik. Melalui pijakan awal yang dibimbing oleh guru sentra balok,
diharapkan kecerdasan spasial anak-anak bekerja optimal, sehingga
mereka mampu menginformasikan apa yang mereka ketahui secara
lengkap dan dengan bahasa yang logis dan rutut sesuai urutan yang
jelas. Kemampuan itu dapat membantunya bekerja secara produktif di
sentra balok dengan penuh antusias dan banyak keilmuan yang ia
dapatkan melalui bermain fungsional di sentra balok.53
Pijakan Individu saat bermain. Pijakan individu saat bermain
berlangsung ketika anak-anak mulai kerja di sentra balok, saat itu guru
52Direktorat Pendidikan Anak usia Dini, Grand Desain Pendidikan Anak
Usia Dini (Jakarta : Depdiknas, 2007), 56.
53Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 114.
207
mengobservasi dengan cermat kegiatan setiap anak dan memberi
pijakan individual di saat bermain. Saat guru memberi pijakan individu,
Guru perlu memastikan anak bekerja sesuai dengan tema. Apabila
anak-anak membuat bangunan yang tidak sesuai dengan tema, maka
yang dilakukan guru pertama-tama harus dijaga adalah penghargaan
atas setiap usaha anak berupa pujian dan ungkapan rasa senang melalui
ungkapan yang membahagiakan hatinya dalam arti tidak menyalahkan
kekelirun anak secara lansung. Misalnya dalam tema lingkunganku,
ternyata anak membangun kapal pesiar, guru bisa bertanya „‟Apakah
yang kamu maksud dalam kapal pesiar juga ada bagian-bagian seperti
dalam rumah?‟‟ kalau anak tetap pada kemauannya yang melenceng
dari tema, guru cukup mengingatkan bahwa hari ini temanya adalah
„‟lingkunganku.‟‟ Jadi, keinginan guru untuk mengingatkan anak tidak
sampai mematahkan kreatifitas dan tidak membunuh potensi yang
dimiliki anak didik tersebut dalam berkreasi menuangkan imajinasinya
yang terpendam dalam pikirannya. Dalam kasus seperti itu guru perlu
mengevaluasi apakah ada kecenderungan juga pada anak lain keluar
dari tema. Jika tidak, maka pada pekan berikutnya perlu ada
penanganan khusus pada anak yang bersangkutan, dengan syarat anak
yang melakukan kekeliruan tersebut tidak boleh dikucilkan atau
didiamkan begitu saja. Tapi jika terjadi kecenderungan yang sama pada
anak lain, maka yang perlu dievaluasi adalah pijakan awal yang
diberikan guru barangkali di antara mereka belum paham maksud dari
pijakan yang diinginkan guru sesuai tema hari itu. Apakah cukup kuat
atau belum. Intinya adalah komunikasi yang diberikan guru kepada
anak-anak harus efektif dan perkataan yang disampaikan guru kepada
anak haruslah menggunakan bahasa verbal yang dimengerti oleh anak-
anak seusianya.54
Bagi guru di sentra balok, dibutuhkan kemampuan ganda dalam
menentukan kapan dan bagaimana cara melakukan intervensi saat anak
sedang bermain. Intervensi saat anak sedang bermain memiliki peran
penting bagi terciptanya permainan yang produktif. Guru sentra balok
harus cermat menentukan kapan mengintervensi permainan anak, tidak
boleh sembarangan bahkan tanpa koordinasi dengan anak-anak ketika
melakukan intervensi apapun. Melainkan melalui kesepakatan awal
yang jelas agar lebih dimengerti oleh anak-anak terkait intervensi yang
dilakukan guru kepada anak-anak didiknya
54 Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan Triyani Guru sentra Balok di
TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, tanggal 05 Agustus 2013.
208
. Berbagai teknik yang digunakan dalam metode sentra salah
satunya adalah meliputi modelling,yaitu dengan cara memberikan saran
dan memberi komentar-komentar yang sifatnya mendukung. Jenis dan
tingkat interaksi guru yang diperlukan bergantung pada kemampuan
anak-anak untuk membaca dan menegosiasikan situasi permainan
dengan cerdik. Intinya adalah guru harus banyak membuat keputusan,
termasuk tentang keterlibatan guru, kasus per kasus, menit permenit.
Dalam hal ini perlu dipahami dengan benar tahapan langkah
keterlibatan guru terhadap keterlibatan dirinya dengan anak-anak
melalui tahapan-tahapan yang jelas..55
Tahapan tersebut biasa disebut dengan tahapan lima kontinum.
Kelima langkah tahapan itu harus dimulai mulai dari tingkat intervensi
minimal seperti observasi sampai ke intervensi maksimum seperti
intervensi fisik. Para guru bisa aktif terlibat dengan bertanya tentang
permainan yang dilakukan anak-anak, seperti: „‟Apakah kamu
menggunakan setengah unit untuk jendela?‟‟ Guru juga dapat
merespons kebutuhan bantuan dengan bertanya, „‟Bisakah kamu
membantu kami menemukan eliptical curve?‟‟ dan memberikan
tambahan yang dibutuhkan seperti, „‟kita memerlukan satu lembar
karton untuk membuat atap rumah balok.”56
Intinya dalam
implementasi sentra di sentra balok adalah anak dididik untuk bermain
dengan balok. Misalnya ketika ada tugas proyek membuat sekolah,
merancang bangunan masjid, membuat rumah keluarga, etc. Melalui
main di sentra balok diharapkan anak-anak dapat mengembangkan
imajinasinya dan potensi kecerdasan majemuknya dapat terbangun
secara terpadu dan optimal.57
c. Sentra Seni Wahana Kreatifitas Anak Usia Dini
Sentra seni memiliki fokus memberikan kesempatan pada anak-
anak untuk mengembangkan berbagai keterampilan yang dimiliki anak
dalam rangka mengeksplorasi keingintahuannya yang tinggi dan
membangun kecerdasan majemuknya secara optimal. Tujuan sentra
seni bukan untuk membina anak-anak menjadi seniman, melainkan
membantu anak-anak mengembangkan kreatifitasnya dan belajar
55
Sebagaimana yang dikemukakan Wolfgang dalam bukuSchool For Young
Children (Developmentally Appropriate Practices, 1992), 46. 56
Hasil pengamatan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi di sentra balok
dan wawancara dengan Ibu Triyani guru di sentra balok. 57
Wawancara secara intensif dengan Triyani, Guru sentra balok di TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, Bulan Juni 2013.
209
melalui proses prosedur kerja yang memperkuat semua domain dan
membangun kecerdasan majemuk.
Sentra seni terfokus pada eksplorasi seluruh keaktifan minat dan
fokus yang berkaitan dengan kemampuan mencurahkan keterampilan,
terutama keterampilan tangan dengan menggunakan berbagai bahan
dan alat-alat yang sederhana. Seperti : melipat kertas, menggunting,
mewarnai, membuat prakarya sesuai tema, melukis dengan cat air dan
crayon serta membuat prakarya dengan menggunakan adonan. Di
sentra seni ini, anak diberi kebebasan bermain sambil belajar untuk
mengasah dan mengolah rasa keindahan, kerja bersama, belajar
tanggung jawab, membangun kemandirian, bersosialisasi dengan
teman-temannya, melatih koordinasi mata, tangan, kaki dan pikiran
dengan melatih kecerdasan panca indra dan kecerdasan majemuknya
secara bersamaan dan optimal. Karena dunia anak sangat menarik
untuk ditampilkan dalam karya seni melalui kreatifitas yang
diciptakannya. Kemampuan yang dibangun disentra seni adalah
kemampuan menggambar, kemampuan mewarnai dan kemampuan
menciptakan sesuatu dengan berbagai media dan merefleksikan
keindahannya melalui fitur warna dan seni gaya dalam menciptakan
sebuah karya yang fenomenal menurut daya pikirnya. 58
Kegiatan di sentra ini diprioritaskan karena bagian terpenting
dari kreatifitas seni adalah kepuasan yang mereka lakukan dalam proses
orientasi membuat dan melakukan proyek seni, bukan pada apa yang
dihasilkan melainkan dalam proses pengerjaannya yang membuat anak
menjadi tertantang untuk bekerja sama dalam menyelesaikan berbagai
tugas yang dipandu oleh gurunya dengan hati yang lapang dan suasana
happy learning.59
Sentra seni menitikberatkan fokusnya pada
kemampuan anak dalam berkreasi dan berkreatifitas untuk menciptakan
berbagai kreasi seni dan menghasilkan sebuah karya yang bermanfaat
bagi dirinya dan orang lain. Karena seni adalah hasil kreasi dan
kreatifitas manusia yang diolah secara halus dan sederhana. Sentra seni
ini mampu memberikan kesempatan pada setiap anak untuk
bereksplorasi secara bebas bertanggung jawab dan bereksperimen total
dengan berbagai bahan dan alat seni, sebagai sarana untuk menuangkan
ide, pikiran dan pengetahuannya yang masih terpendam untuk di asah
secara aktif dengan berbagai macam praktik seni yang ada di sentra
58
Hasil pengamatan di sekolah TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi dalam
penerapan metode sentra dan hasil wawancara dengan , tanggal 05 Mei 2013.
59Dombro, Amy, Laura, et al. The Creative Curriculum for Infants and
Toddlers: Teaching Strategies (Washington, 2001), 35.
210
seni. Sehingga keterampilan motorik halus dan motorik kasar kreatifitas
anak-anak dapat dibangun dengan sempurna tanpa ada paksaan dalam
proses pengerjaannya sesuai dengan minat dan kesadaran dalam
menciptakan hasil karya yang diinginkan dalam mewujudkan
perwujudan seni yang nyata.60
Perwujudan seni tergerak dari dinamika proses intuisi dan
logika kemanusiaan, kemudian diwujudkan melalui ketekunan dan
kesungguhan yang tulus dan kehalusan budi pekerti yang luhur, bukan
rekayasa tanpa makna melainkan sangat ditentukan oleh dasar ilmu,
moral dan ketaqwaan manusia terhadap sang Pencipta sebagai
perwujudan rasa syukur kepada-Nya. Diharapkan pada sentra seni ini
anak mampu mengekspresikan diri dan berkreasi dengan berbagai
macam gagasan, imajinasi dan menggunakan berbagai media yang ada
disekitarnya menjadi suatu karya seni yang berharga menurut ekspresi
jiwanya. Melalui kegiatan bermain dalam pendidikan seni, anak
memiliki keleluasaan untuk mengembangkan kreatifitasnya. Beberapa
aspek penting yang perlu mendapat perhatian dalam pendidikan seni
antara lain berupa kesungguhan, kepekaan sosial, proses menghasilkan
karya seni, kesadaran berkelompok dan berfikir kreatif. Sehingga
kekompakan dan hasil yang maksimal dapat dicapai tanpa ada kata
malas, gagal dan putus asa melainkan saling melengkapi dan mengisi
segala kekurangan yang ada di antara mereka, semuanya bisa dicapai
melalui kerja sama dalam kegiatan sehari-hari tanpa ada yang dirugikan
salah satu di antara mereka. Aplikasi kerja sama tersebut didasarkan
atas tema yang dijadwalkan pada hari itu sehingga pembelaharan
berfokus semuanya pada tema. 61
Kebutuhan sesuai tema yang dibahas terkait dengan kebutuhan
diri terhadap media sentra seni yang disediakan guru. Misalnya
kebutuhan menggunakan lem sebagai bahan perekat, saat sedang
mengerjakan proyek, dan kebutuhan menggunakan kertas, kertas warna
digunakan untuk untuk melatih motorik halus anak, sedangkan kain
perca untuk melatih motorik kasar. Guru-guru di TK Batutis Al-Ilmi
senantiasa mendukung kreatifitas awal mereka dengan jalan
memberikan saran mengajarkan aturan dalam menggambar. Bahkan,
mereka seringkali menciptakannya secara spontan dan alamiah melalui
kegiatan yang diarahkan oleh guru sebagai fasilitatornya dalam
60
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 153.
61Hasil wawancara dengan Sa‟diyah guru sentra seni TK Batutis Al-Ilmimi
Pekayon Bekasi, 23 Sa‟diyah gru sentra seni, 25 Agustus 2013.
211
menciptakan hasil karya di sentra seni. Ketika membuat karya di sentra
seni dibutuhkan bahan-bahan yang disesuaikan yang ada di sentra seni
TK Batutis Al-Ilmi. Kemudian, disesuaikan dengan kebutuhan
perkembangan anak dan daya nalar mereka yang masih berusia dini,
dikarenakan tingkat perkembangan dan kesiapan yang berbeda-beda. 62
Pada saat pijakan lingkungan guru di sentra seni menyediakan
alat-alat dan bahan seni bagi anak-anak untuk bereksplorasi dengan
warna saat menggambar, melukis mencap dan merobek, menggunting
dan pekerjaan seni lainnya yang berkaitan dengan keindahan dalam
kehidupan. Dalam karya seni, anak mengungkapkan daya cipta dan
keterampilan yang dimilikinya dengan menggunakan berbagai macam
alat dan media yang ada. Alat menggambar seperti krayon, spidol dan
kapur tulis yang cukup besar atau tebal ukurannya baik digunakan oleh
anak-anak usia 3-4 tahun untuk belajar menggenggam tanpa
mematahkannya maupun anak-anak yang berusia 4-6 tahun disesuaikan
dengan situasi dan kondisi anak-anak di sekolah dan lingkungan
tersebut.63
Cat lukis atau cat cair adalah adalah bahan seni yang sangat
mendasar karena memberikan kesempatan pada anak-anak untuk
bereksplorasi dan bereksperimen dengan bahan yang paling cair
sekalipun, Mereka bereksplorasi menuangkan beraneka warna warna di
atas kertas untuk mengekspresikan gagasannya. Misalkan; setelah
dibahas buku tentang kebutuhan manusia tentang kebutuhan sandang,
anak diminta oleh gurunya untuk membuat proyek mencetak bentuk
baju. Kemudian anak memilih alat-alat seni sesuai dengan
kebutuhannya untuk mencetak baju, kemudian mengumpulkan proyek
yang dikerjakannya, seperti; kertas gambar besar dan krayon, dia
mengambil warna merah kemudian mulai membuat gambar baju dan
kerudung, kemudian mengambil warna hitam dan membuat gambar rok
panjang dan mewarnainya dengan krayon hitam sesuai imajinasi yang
dibayangkan dikepalanya. Dia katakan kepada gurunya, “Bu Guru „‟ini
baju ibuku, ibuku sedang menggunakan baju berwarna merah dan rok
hitam panjang.” Itu adalah salah satu cara menuangkan imajinasi yang
ada dalam pikirannya yang dituangkan dalam bentuk gambar tentang
hal yang telah dipahami sebelumnya melalui instruksi lewat pijakan
62
Wawancara dengan guru sentra seni Sa‟diyah disela-sela kesibukannya
mengarahkan anak-anak saat bermain sentra seni di TK Batutis Al-Ilmi, Juli 2013. 63
Wawancara dengan guru sentra seni Sa‟diyah disela-sela kesibukannya
mengarahkan anak-anak saat bermain sentra seni di TK Batutis Al-Ilmi, Juli 2013.
212
(arahan) yang diberikan gurunya pada saat awal sebelum mengerjakan
tugas yang dikerjakannya secara mandiri . 64
Guru yang mengajar di sentra seni bisa mengamati setiap
tindakan yang dilakukan anak-anak melalui proses kreatif dan inovatif
setiap tingkah laku anak didiknya dengan seksama. Mulai saat guru
memberikan pijakan sebelum main, kemudian saat anak mulai memilih
dan menetapkan tujuan dan selanjutnya pada saat proses pembuatan
karya diawali dengan kesepakatan awal untuk bekerja sama dengan
teman-temannya yang menjadi mitranya dalam bekerja menyelesaikan
proyek pekerjaan di sentra seni dengan tema yang telah diajukan sesuai
jadwal. Misalnya dalam hal memakai alat yang dibutuhkan, interaksi
dengan teman atau penuangan ide itu sendiri melalui eksplorasi yang
dikembangkannya melalui kerja nyata pengerjaan di sentra seni.
Kemudian Guru dapat menyatakan kesimpulan dengan bijaksana
tentang tahap perkembangan masing-masing anak dengan melihat
karya yang dihasilkan anak-anak. Apakah hasil karya anak sudah sesuai
atau belum sesuai dengan tahapan perkembangannya, guru dapat
menyesuaikan sesuai dengan tahapan kemampuan anak dengan
mengkomunikasikannya menggunakan bahasa yang santun dan
bijaksana sekaligus memotivasinya. Selain itu, guru dapat memancing
kreatifitas anak-anak didiknya melalui pujian yang diberikan kepada
anak dengan tulus. Bahkan ketika guru meluruskan persepsi anak yang
kurang sesuai dengan tema bisa disampaikan melalui pertanyaan yang
membangkitkan imajinasinya kembali, dengan tidak meremehkan atau
merendahkan dihadapan teman-temannya, karena nilai kata-kata
ditentukan oleh mutunya bahasa yang diungkapkan.65
Oleh karena itu, suksesnya proses pembelajaran di sentra seni
didukung oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah faktor
penggunaan bahasa yang baik sesuai pola S-P-O-K, intonasinya jelas,
mudah dimengerti, dan membuat anak berfikir lebih jauh tentang hal-
hal yang sedang dipelajarinya dalam arti bahasanya tidak keluar dari
konteks yang dibahas dalam tema pembelajaran hari itu dan tidak
berbelit-belit. Karena bahasa yang dipergunakan oleh guru adalah
merupakan alat bantu utama bagi anak untuk mengembangkan kosakata
dan kosamakna bagi mereka, terutama bahasa yang santun sesuai
64Hasil pengamatan di saat pembelajaran di sentra seni berlangsung, 20 Juli
2013.
65Hasil pengamatan di saat pembelajaran di sentra seni berlangsung, 20 Juli
2013.
213
dengan adat ketimuran atau alangkah lebih baiknya menggunakan
bahasa yang sederhana tapi mengena dengan apa yang dimaksud.
Bahasa natural anak menunjukkan tingkat tahap perkembangannya
yang alami. Guru dan anak sebaiknya berbicara dan mengajak anak
berbicara dengan menggunakan kalimat lengkap yang terdiri dari
subyek, predikat, keterangan, obyek, keterangan (SPOK), sehingga
runtutan yang dibicarakannya anak dapat mengerti apa sebenarnya yang
dimaksudkan oleh gurunya tersebut dan tidak terjadi salah paham
diantara mereka .66
d. Sentra Bahan Alam Wahana Observasi Penuh Sensasi
Sentra bahan alam memiliki tujuan untuk memberikan
pengalaman pada anak untuk bereksplorasi dengan berbagai materi. Di
sentra bahan alam ini, anak bermain sambil belajar untuk dapat
menunjukkan kemampuan menunjukkan, mengenali, membandingkan,
menghubungkan dan membedakan. Dengan bereksplorasi dan
bereksperimen anak-anak memiliki ide dan kepekaan terhadap
pengetahuan dan alam sekitar sehingga tumbuh motivasi dan
kepercayaan diri untuk semangat dalam belajar. Sentra bahan alam
merupakan tempat anak bereksplorasi dengan bahan-bahan alam yang
ada di sekitarnya, kegiatan seperti ini merupakan kesempatan berharga
bagi anak sebagai tempat melampiaskan rasa penasarannya dalam
bereksplorasi tentang pemahaman terhadap setiap tema yang dibahas.
Dengan kegiatan eksplorasi itu anak berkesempatan untuk memegang,
menyentuh, merasakan bahan-bahan alam dengan kecerdasan panca
inderanya. Sentra bahan alam merupakan sentra utama yang
menyediakan kesempatan kepada anak sejak dini untuk menemukan
pengetahuan dan konsep tentang sains melalui eksplorasi tinggi yang
membuat dirinya puas terhadap penemuan yang didapatkannya melalui
proses mencoba dan merasakannya dalam kehidupan nyata.67
Saat pemberian pijakan awal di sentra bahan alam, pembahasan
tema tentang rekreasi, bisa difokuskan pada perlengkapan-
perlengkapan yang dibawa menuju tempat rekreasi.68
Karakter
belajarnya pun didapatkannya sesuai tahapan yang berproses melalui
bermain, anak usia dini menjadi ilmuwan dan peneliti bagi
66
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 145. 67
Sugianto, Mayke, Bermain, Mainan dan Permainan (Jakarta: Depdiknas.
Dirjen Dikti, Proyek Pembinaan Guru, 1995), 16. 68
Disesuaikan dengan tema
214
lingkungannya sejak usia dini melalui permainan yang mendukung
imajinasinya terutama sesuai dengan tahapan perkembangannya dalam
belajar mencari pengetahuan sebagai ilmuwan untuk diaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di rumah.69
(PIJAKAN AWAL, PIJAKAN SEBELUM SAAT DAN
SESUDAH MAIN) TOLONG DIURAIKAN)
Oleh karena itu, sentra bahan alam merupakan sentra utama
untuk memenuhi kebutuhan sensorimotornya supaya bisa terpenuhi
dengan sempurna. Apabila anak berhubungan langsung dengan aneka
bahan dan alat permainan, baik di dalam maupun di luar ruangan.
Anak-anak dapat melihat langsung hukum sebab akibat yang terjadi
pada benda tersebut, dari yang bersifat cair, kental sampai yang padat.
Kegiatan yang Tidak bisa dihindari di sentra bahan alam adalah tangan
atau bagian-bagian tubuh yang lain serta pakaian anak terkena oleh
aneka zat dan benda bahan penelitian di sentra bahan alam yang mereka
kerjakan. Akibatnya, pakaian mereka bisa menjadi basah dan kotor.
Di arena sentra bahan alam inilah anak-anak berkesempatan
mengeksplorasikan pengetahuannya untuk menciptakan kekacauan
(messy play) di arena bermain. Messy play adalah sebuah istilah
permainan di sentra bahan alam yang mempunyai maksud bahwa messy
play itu adalah sebuah kesempatan untuk mengeksplorasikan
pengetahuannya untuk menciptakan kekacauan yang sangat berharga
bagi proses pengembangan kecerdasan anak melalui bermain bebas
yang beraturan. Namun harus dipahami bahwa yang dimaksud
„‟kacau‟‟ di sini sama sekali bukan permainan yang acak-acakan tanpa
aturan yang berlaku, yang akhirnya hanya membuahkan kekacauan
berfikir anak usia dini. Messy play tetap berada dalam pemahaman
sentra dengan prinsip-prinsip dan prosedur kerja yang sesuai dengan
prosedur. Kata sifat messy lebih ditujukan kepada akibat yang terjadi
pada tangan atau bagian-bagian tubuh lain serta pakaian anak setelah
bermain bisa menjadi basah atau kotor. Akan tetapi, bukan kotor dan
basahnya pakaian yang menjadi masalah, namun pengalaman main bagi
anak-anaklah yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan
kecerdasan majemuknya yang sesuai dengan tumbuh kembang anak
usia dini. 70
69
Hasil wawancara dengan Refiyanto Guru Sentra Bahan Alam, TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 24 Juni 2013.
70Pengamatan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 27 Mei 2013.
215
Konsep bermain bebas yang beraturan dengan berbagai sarana
yang mendukung untuk berkembangnya berbagai potensi kecerdasan
yang dimiliki anak untuk mengembangkan kecerdasan majemuknya
secara optimal. terlebih kegiatan messy play membuat anak-anak
merasa puas dengan cara permainannya, karena permainan yang selama
ini dibatasi oleh banyak orang tua dan guru, seperti main air secara
bebas, main play dough, bermain tanah, etc. Justru di sentra bahan alam
ini anak-anak diberi kebebasan untuk bermain dan bereksplorasi secara
bebas sesuai dengan apa yang diminatinya.71
Berikut ini adalah
sebagian dari manfaat yang diharapkan dari aktifitas messy play yang
dieksplorasikan disentra bahan alam; manfaat messy play bagi anak
usia dini adalah pertama, membantu anak-anak menjadi lebih
independent, selanjutnya anak-anak merasa bebas untuk berekspresi
sesuai ap yang diinginkannya, mereka turut ambil bagian dalam
aktifitas bermain yang mereka ciptakan. Mereka yang bertanggung
jawab atas berapa lama harus bermain di sentra bahan alam yang telah
disepakati sejak awal pada saat pijakan awal antara anak-anak dengan
gurunya sebgai pembimbing selama main di sentra. Selain itu, anak-
anak dieksplorasi untuk menemukan cara bagaimana cara memainkan
benda. Anak-anak diberi kebebasan untuk menentukan segala hal yang
harus dilakukan selama di sentra. Dikarenakan anak diberi kesempatan
untuk menentukan apa yang harus dilakukan dan mengendalikan
permainan selama main di sentra. Maka, rasa percaya diri anak
terbangun dengan sendirinya dan merekapun menjadi disiplin, berani
dalam mengemukakan pendapat serta tidak sungkan-sungkan untuk
mengingatkan guru sebagai pembimbingnya jika menurutnya
melakukan kekeliruan yang harus diluruskan.72
Kedua, aktifitas messy play membantu mengembangkan
gerakan, koordinasi dan kendali aktifitas anak-anak. Sentra bahan alam
memberi anak-anak kesempatan untuk mengeksplorasikan benda-benda
di sekitarnya dengan menggunakan tangan, kaki dan seluruh panca
indera mereka. Ketiga, membantu mengembangkan penggunaan
berbahasa dan komunikasi efektif dengan sesama temannya maupun
dengan gurunya sebagai pembimbing. Anak-anak terpacu untuk belajar
banyak tentang kata-kata baru yang menggambarkan benda-benda yang
mereka lihat, rasa, dengar dan cium di setiap moment yang dialaminya.
71
Hasil Wawancara dengan Refiyanto Guru Sentra Bahan Alam, 27 Mei
2013. 72
216
Setiap moment yang dialaminya mengalirkan komunikasi yang
mengolah kosakata baru yang didapatkannya melalui pengembangan
komunikasi dengan teman-temannya. Keempat, melalui komunikasi
yang tepat dapat membantu anak mengembangkan daya imajinasinya,
daya imajinasinya didapat melalui berbagai macam kesempatan-
kesempatan regular untuk bermain bebas di sentra bahan alam dan
kesempatan main itubmemungkinkan anak-anak menciptakan aktifitas
mereka sendiri dalam rangka mengembangkan imajinasinya sesuai
dengan apa yang dipikirkannya. Kelima, membantu mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman anak tentang dunia yang penuh dengan
berbagai macam jenis permainan. Melalui berbagai kegiatan main
yang disuguhkan dan dialaminya secara langsung, anak-anak bisa
menyelidiki benda-benda dan tekstur-tekstur serta aneka benda yang
tersedia dalam menyalurkan daya imajinasinya yang briliant. Keenam,
melalui kegiatan messy play membantu anak-anak menggunakan indera
mereka mengalami sensasi yang berbeda dan mendapat kesempatan
untuk merespon dengan beragam cara terhadap benda-benda yang
mereka lihat, dengar, cium rasa dan mereka sentuh sentuh sebagai
aplikasi dalam mengasah potensi kecerdasan majemuk yang
dimilikinya.73
Selanjutnya, setelah berbagai sensasi yang sudah dialaminya
tereksplor dengan baik, maka kegiatan itu dapat mengasah kecerdasan
interpersonalnya yaitu mereka dapat melakukan permainan sosial
dengan sesama teman sepermainannya. Ketujuh, membantu mendorong
permainan sosiai yang unik sesuai dengan kemampuannya melahirkan
berbagai macam strategi. Di samping itu, anak-anak turut dalam
aktifitas-aktifitas dengan temannya yang lain dan belajar keterampilan
sosial saat mereka bermain. Mereka belajar bergiliran, berbagi dan
saling berinteraksi. Kedelapan, menyediakan kesempatan bagi anak
untuk mengekspresikan diri dan emosi mereka secara optimal, karena
berbagai benda bisa mendorong perasaan-perasaan yang beragam.
Misalnya tepung jagung bisa mendatangkan ketenangan, bila
permainannya dilakukan sesuai prosedur dan beraturan play dough bisa
melepaskan berbagai ketegangan dengan menekannya penuh perasaan.
Kesembilan, mendorong anak-anak untuk membuat pilihan-pilihan.
Ketika mengeksplorasi dan menyelidiki beragam benda, anak-anak
diberi kesempatan lebih banyak untuk menunjukkan preferensi dan
73
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 291.
217
membuat pilihan-pilihan dalam menuangkan imajinasinya tersebut
melalui berbagai alat dan bahan yang memberikan banyak ilmu
pengetahuan melalui eksplorasi dan mencoba menggunakan alat
tersebut sesuai prosedur kerja yang diminatinya melalui bimbingan
guru sentra yang membimbingnya selama main di sentra. Kesepuluh,
membantu anak-anak untuk mengembangkan konsentrasi dan
keterampilan diri dalam memecahkan masalah sehari-hari yang
dihadapinya sekaligus belajar mencari solusi secara mandiri serta tidak
tergantung dengan orang lain. 74
Melalui kegiatan messy play di sentra bahan alam, anak-anak
menjadi terlarut dalam aktifitas mereka, mereka sampai waktu karena
keasyikan yang mereka rasakan membuat mereka tidak mau untuk
beranjak dari arena sentra bahan alam. Akan tetapi karena waktu yang
yang tidak mengizinkan, akhirnya dengan penuh kesadaran mereka pun
berbenah diri dari sentra bahan alam bersama teman-teman yang
lainnya untuk membereskan peralatan yang sudah digunakan bersama-
sama di. Sebelum kegiatan beres-beres, mereka melakukan kegiatan
recalling terlebih dahulu dalam posisi melingkar untuk menceritakan
kembali pengalaman bermain dari awal sampai akhir yang telah mereka
lalui selama main di sentra bahan alam. Selanjutnya main di sentra
bahan alam diakhiri dengan kegiatan beres-beres. Kegiatan beres-beres
ditujukan untuk membereskan dan menata ulang kembali bahan-bahan
sesuai ketentuan di tempat yang telah di sediakan seperti sedia kala.
Pada hakikatnya, permainan yang disuguhkan di sentra bahan
alam memberi kesempatan penuh kepada anak-anak untuk mengerjakan
hal-hal sendiri dengan mendapatkan pengalaman yang aman tanpa ada
paksaan dari siapapun, guru hanya sebagai fasilitaator yang mengawasi
anak ketika anak sedang asyik bermain di sentra bahan alam tersebut.
Menurut pengalaman di lapangan, bahwa sistem pembelajaran yang
terbaik bagi anak-anak usia dini adalah belajar melalui pengalaman-
pengalaman praktek langsung di lapangan. Jadi, sistem pembelajaran
tidak hanya diberikan dengan pengetahuan berupa teori, bacaan, tulisan
dan metode ceramah saja, yang kadang membosankan bagi anak-anak.
Melainkan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dan kaya
dengan simulasi permainan diaplikasikan dengan praktik langsung
dengan posisi belajar yang nyaman dan mengesankan. Sistem
pembelajaran demikian merupakan ciri simtem pendekatan
74
Depdiknas, Bahan Pelatihan Lebih Jauh tentang Sentra dan Lingkaran,
(Jakarta: Dit PADU Depdiknas, 2004), 34.
218
pembelajaran dengan menggunakan metode sentra. Metode sentra
bertujuan untuk menempa karakter yang baik melalui berbagai
peristiwa berbagai jenis main sebagai bekal di masa depan bagi anak-
anak usia dini dengan mengaplikasikannya secara langsung dalam
kehidupan sehari-hari.75
e. Sentra Main Peran Wahana Miniatur Kehidupan
Secara bahasa makna main peran berarti potret miniatur
kehidupan dalam pandangan aktor pemeran dalam sebuah panggung
sandiwara. Sentra bermain peran adalah sentra yang memfasilitasi
berbagai sifat yang dimiliki peserta didik untuk dapat dikembangkan
kemampuan bahasa, kognitif, sosial, dan emosi anak-anak dengan
memberikan banyak kesempatan untuk memainkan peran yang
merupakan pemeran langsung menjadi tokoh-tokoh dalam miniatur
kehidupan dengan berbagai profesi. Sentra main peran pada dasarnya
mengenal dua bentuk peran dalam kehidupan, yakni main peran besar
dan main peran kecil. Dalam konsep main peran besar anak bertindak
sebagai sutradara sekaligus aktor dengan memerankan dirinya sebagai
aktor tersebut atau atau menjadi skenario dari kisah atau peran yang
diperankan oleh orang lain, peralatan yang dibutuhkan sederhana hanya
menggunakan alat-alat dan bahan berukuran normal. seperti; peran
dokter, koki, guru, pengusaha atau polisi dan bisa juga peran yang
lainnya. Main peran makro dengan tidak mesti menggunakan alat-alat
yang banyak, hanya dibutuhkan cukup waktu, ruang, dan bahan main
dan kesempatan untuk bermain sesuai dengan profesi yang
dimainkannya. Misalnya, kegiatan bermain peran memerankan dirinya
menjadi dokter, guru, polisi, petani, dan profesi yang lainnya sesuai
dengan apa yang diminatinya, tentunya melalui kesepakatan awal
antara dirinya dan gurunya.76
Sedangkan dalam konsep main peran kecil, anak-anak
bertindak sebagai sutradara atau dalang dan pelakunya adalah boneka-
boneka atau wayang-wayangan yang mereka mainkan, dengan alat-alat
dan bahan-bahan berukuran kecil. Untuk saat ini penerapan sentra main
peran di TK Batutis Al-Ilmi hanya memfokuskan pada sentra main
peran besar saja. Insya Allah, untuk tahun-tahun berikutnya sentra main
peran kecil diterapkan di TK Batutis Al-Ilmi demi perbaikan dan
75
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 253. 76
Hasil wawancara dengan Imas Maspupah guru sentra Main Peran, 26 Juni
2013.
219
kualitas TK Batutis Al-Ilmi di mata masyarakat khususnya pemerhati
pendidikan anak usia dini dan umumnya seluruh penduduk Indonesia di
seluruh pelosok nusantara. 77
Sentra main peran merupakan wahana bagi anak-anak usia dini
untuk menemukan konsep tentang aturan main dan skenario dalam
sebuah drama atau cerita pendek, nilai-nilai kehidupan, juga belajar
menghadapi dan memecahkan masalah apapun dalam kehidupannya.
Sentra main peran diperuntukkan bagi anak usia dini dengan suatu
pemahaman yang mutlak bahwa manusia dapat membangun
kemampuan diri menghadapi kehidupan dengan uji coba, serta
perencanaan yang matang. Anak-anak di dalam kelas sentra
memainkan sebuah peran tergantung pada guru sebagai fasilitator untuk
memastikan adanya sejumlah hal mendasar yang diperlukan dalam
proses kegiatan sentra tersebut. Beberapa hal mendasar yang harus
diperhatikan, yaitu: keamanan fisik, keamanan emosional, rasa
identitas, afiliasi, peluang untuk bisa mengerjakan peran apapun, sadar
tentang tujuan pokok yang harus ditunaikan.78
Pada anak usia dini drama yang diperankan di sentra main peran
tidak memerlukan susunan kalimat-kalimat yang tertulis baku untuk
dihafal. Pola perilaku tersebut akan terstruktur dengan sendirinya untuk
ditiru, bermodalkan tema dan melalui pijakan awal yang jelas dari guru
sentranya. Dalam prakteknya, sentra main peran pun tidak
membutuhkan audiens. Anak-anak hanya memerlukan lingkungan yang
aman dan menarik menurut suasana hatinya. Karena apa yang
diperankan dalam sentra main peran, sebenarnya tidak jauh beda
dengan apa yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari.
Perbedaannya jika dalam memerankan tokoh di sentra main peran
dibutuhkan peraturan atau kesepakatan yang teratur dan terstruktur
antara guru dan anak-anak. Sedangkan peran yang dialaminya dalam
kehidupan sehari-hari tidak dibutuhkan peraturan yang terikat. Namun,
kadang-kadang dalam implementasinya alur cerita dalam sebuah drama
pun bisa berubah-ubah sesuai imajinasi yang dipikirkan anak-anak dan
imajinasi itu selalu dinamis dalam benak nalar pikirannya. Dengan
suasana demikian, tentunya anak-anak bebas bereksperimen dengan
77Hasil wawancara dengan Imas Maspupah guru sentra main peran, TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 03 Agustus 2013.
78 Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Luar
Sekolah, Pedoman Penerapan BCCT dalam Pendidikan Anak Usia Dini
(Jakarta: Direktorat Pendidikan, 2006), 38.
220
peran-peran konflik dan belajar untuk mencari solusi dari berbagai
masalah yang menantang keberaniannya. 79
Main peran merupakan tahapan alamiah yang muncul pada
anak setelah anak memiliki pengalaman yang cukup dalam main
sensorimotor dan main pembangunan. Pada tahapan main peran anak
berlatih untuk menjalankan peran miniature kehidupan secara nyata,
belajar menegosiasikan ego dan menemukan konsep-konsep tentang
hidup bersama, hidup bekerja sama dan bersosialisasi dengan orang
lain. Anak usia dini membutuhkan kesempatan bermain drama yang
spontan, tidak memerlukan skenario yang utuh yang terpenting baginya
tema yang diusung dimengerti dengan baik sesuai dengan nalar daya
pikirnya. Selain itu peran yang dimainkan anak-anak bukan
berdasarkan perintah guru, melainkan atas kesepakatan awal dengan
gurunya. Terutama dalam pemilihan peran berdasarkan inisiatif mereka
sendiri dengan memilih peran dan cerita yang sesuai dengan mood dan
minat potensi masing-masing anak yang diinginkannya. Dalam hal ini
yang menjadi kunci utama dalam bermain peran adalah ekspresi
individual yang dimiliki setiap anak, sehingga tidak ada anak yang
tidak mampu, tidak ada anak bodoh, semua anak adalah pintar, tugas
guru adalah memberi tahu apa yang belum diketahui oleh anak-anak.
Di samping itu, anak-anak diberikan kesempatan yang sama, walaupun
dengan tingkat kemampuan fisik dan kognisi yang berbeda. Namun
mereka dapat menikmati dan belajar tentang kejadian sehari-hari dan
pembelajaran di kelas melalui bermain peran dengan penuh sensasi dan
pengalaman yang mengesankan. Pada anak usia dini proses bermain
peran itu yang paling penting bukan hasilnya yang diprioritaskan
melainkan proses alami dalam rentetan peristiwa sebuah drama yang
diperankannya. Proses itulah yang memberikan ruang bagi anak untuk
memperluas wawasan dirinya dalam menemukan sebuah kesadaran diri
dalam hubungannya dengan orang lain di lingkungan dimana anak-
anak berada. Selain itu, dalam sentra bermain peran anak- anak dapat
merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain sesuai dengan peran
yang ia mainkan. Sehingga anak-anak mendapatkan pengalaman yang
berharga yaitu dapat menghargai profesi orang lain yang diperankan
melalui perannya di sentra main peran besar. 80
79
Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT Pada Anak Usia Dini
(Jakarta: Depdiknas, 2006), 28. 80
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 242.
221
Pada saat penataan lingkungan main sebagai proses awal
pembelajaran main sentra dimulai, guru menyiapkan lingkungan main
dengan tetap mengacu pada pedoman lesson plan. Dalam menata
lingkungan main pertama-tama yang harus diprioritaskan oleh guru
sentra main peran adalah kenyamanan dan keamanan ketika bermain
agar anak dapat bergerak bebas untuk mengeksplorasikan potensinya
yang terpendam dengan leluasa. Selanjutnya, alat dan bahan disiapkan
dengan beraneka ragam dan praktis dijangkau anak-anak, hal ini
ditujukan untuk mengasah imajinasi anak dan mendorong minat anak
untuk bereksplorasi tentang pengetahuan yang belum diketahuinya.
Disamping itu, penataan lingkungan main dimaksudkan untuk
mengembangkan kemampuan berbahasa anak agar semakin lancar
kosakata dan penggunaan intonasinya. 81
Dalam mengembangkan kecerdasan yang dimiliki oleh setiap
anak pada sentra main peran besar, tidak semua alat atau bahan yang
digunakan berbentuk kongkret. Karena melihat dari alat dan bahan
serta daya pikir anak yang sudah mulai berkembang lebih baik. Seperti
halnya ketika anak memerankan menjadi seorang tamu di sebuah
rumah yang hendak didatanginya. Maka anak didorong untuk
menggunakan pintu rumah secara imajinatif ketika hendak memasuki
pintu rumah orang yang dituju. Selain itu, anak-anak bermain pura-pura
dengan menggunakan deretan kursi di sekolahnya sebagai mobil
keluarga yang siap untuk berangkat ke tempat tujuan, etc. Unsur pura-
pura yang berbentuk abstrak seperti ini dapat membantu anak untuk
menguatkan daya imajinasi yang dimilikinya. Untuk memperluas
cakrawala imajinatif yang dimiliki anak disediakan juga karton atau
kertas kosong dan alat tulis yang dapat dipakai bila anak membutuhkan
penanda tertentu, meja kasir, potongan uang mainan dan lain-lain
sesuai dengan keperluan yang digunakan dalam memerankan apa saja
sesuai dengan tema yang ada sebagai wahana dan sarana
mengekspresikan dan mengeksplorasikan potensi anak secara total
peranan yang harus diperankan oleh anak-anak didik di TK Batutis Al-
Ilmi Pekayon Bekasi.82
81
Hasil pengamatan di sentra main peran TK Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi, 23 Juli 2013.
82Hapidin, Evaluasi Kegiatan untuk Anak Usia Dini (Jakarta: PAUD FIP
Universitas Negeri Jakarta (UNJ), 2002), 42.
222
Ketika membahas tema hewan, pijakan awal yang dilakukan
guru sentra main peran adalah mengarahkan topik yang berhubungan
dengan profesi yang berhubungan dengan hewan, seperti peternak,
penjaga kebun binatang, dokter hewan, etc. Pembahasan lebih
mendalam dilakukan untuk jenis profesi tertentu sebagai contoh tema
herbivora guru dapat mendiskusikan dengan anak-anak tentang profesi
peternak sapi perah, pekerja pabrik susu, pedagang susu, etc. Setelah
materi-materi TFP dialirkan oleh guru sentra dalam pembahasan tema
dan topik kemudian guru menjelaskan lingkungan main yang ditata
dengan rincian peran yang dapat dimainkan anak. Pemilihan peran
diusahakan sesuai dengan pilihan anak itu sendiri. 83
Dalam pijakan awal ini harus disertai dengan kesepakatan awal
dan penekanan masalah prosedur kerja, termasuk perlunya
membereskan alat-alat yang digunakan setelah bermain. Sepanjang
eksplorasi masih dalam terkait tema, yang perlu diingat guru adalah
bahwa daya imajinasi anak adalah hal yang utama dalam sentra main
peran walaupun rencana pembelajaran tersebut telah dibuat rencana
skenario melalui TFP yang tertuang dalam lesson plan. Namun dalam
implementasinya bisa disesuaikan dengan kondisi mood anak pada saat
mengikuti permainan di entra main peran. 84
Selanjutnya, setelah melakukan pijakan awal kemudian guru
melakukan pijakan individu. Dalam sesi pijakan individu saat main
peran, guru dituntut untuk meluruskan persepsi dan menguatkan
pengetahuan yang ditemukan oleh anak didik melalui diskusi dengan
teman-teman dan gurunya sewaktu bermain peran. Guru yang efektif
senantiasa memotivasi anak baik secara pribadi dalam pijakan individu
maupun saat guru sedang melakukan pijakan awal. Dalam sentra main
peran yang sangat penting dikembangkan adalah terutama kemampuan
kebahasaan anak dan kemampuan berdasarkan kecerdasan lainnya
melalui pemberiaan pertanyaan-pertanyaan yang mengasah kecerdasan
majemuknya. Kegiatan yang tidak terpisahkan dari setiap main di
sentra sebagai upaya untuk menanamkan rasa tanggung jawab dan
83
Hasil wawancara dengan Imas Maspupah guru sentra main peran, TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 03 Agustus 2013.
84Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT pada Anak Usia Dini
(Jakarta: Depdiknas, 2006), 36.
223
membangun sikap berpikir runtut, kerjasama, teratur, dan bertindak
secara prioritas dan sesuai klasifikasi adalah kegiatan beres-beres.85
Dalam kegiatan beres-beres, guru senantiasa mengingat prinsip
pengajaran tidak langsung (indirect teaching), yang tidak
memperbolehkan anak untuk melarang, menyuruh dan memarahi anak.
Bila anak belum tergerak untuk melakukan beres-beres, guru harus
cermat memilih kata-kata agar terhindar dari ketiga hal tersebut atau
menggunakan prinsip lima kontinum.86
Sebagai contoh ungkapan yang
disampaikan guru kepada anak-anak didik, “Kita perlu merapikan
kembali alat main yang telah kita gunakan dan menaruh ditempatnya
kembali supaya besok bisa digunakan kembali.”Kemudian, Ketika ada
anak yang sudah berinisiatif untuk membereskan alat-alat main yang
telah digunakan ke tempat semula, guru dianjurkan untuk memberi
dukungan dengan mengatakan, „‟Alhamdulillah, saat ini Andi sudah
membereskan alat-alat main yang sudah digunakan.‟‟ Kegiatan
semacam ini harus senantiasa diingatkan kepada anak-anak, karena
sering terjadi anak yang enjoy dan larut dalam sentra main peran,
sehingga lupa ternyata waktu sudah habis. Sebelum ditutup dengan
membaca doa bersama, kegiatan setelah beres-beres adalah recalling
(menceritakan kembali apa yang telah dilakukan selama main) kegiatan
ini dilakukan dalam posisi duduk melingkar (circle time), kegiatan
recalling merupakan sesi penguatan dari hasil kegiatan saat main
sentra. Melalui kegiatan recalling setiap anak mendapatkan kesempatan
untuk menceritakan pengalamannya secara runtut selama main di sentra
main peran. Kesempatan itu sangat produktif apabila guru memiliki
kecermatan yang tinggi dalam mengobservasi ulang setiap proses main
yang dilakukan masing-masing anak dengan mendengarkan apa yang
diceritakan anak ketika recalling. 87
Ketika anak sudah menceritakan
kembali runtutan kegiatannya selama main, namun cerita yang
diutarakannya tidak berurutan. Disinilah kewajiban guru sebagai
pendidik perlu mengarahkan dengan bijaksana agar ceritanya berurutan
dan tidak keluar dari jalur tema yaitu sesuai dengan tema yang dibahas.
Setiap satu anak selesai menceritakan kegiatannya secara berurutan,
85
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 231. 86
Hasil wawancara dengan Imas Maspupah guru sentra main peran, TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 03 Agustus 2013.
87Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 114.
224
guru harus memberi dukungan yang positif dengan pernyataan positif,
seperti ungkapan berikut ini, ”Alhamdulillah, hari ini Ahmad fokus
menjalankan peran sebagai peternak sapi, selamat ya Ahmad!‟‟ sambil
memberikan jabat tangan penuh keakraban kepada anak yang
bersangkutan.88
selain itu, pada kesempatan ini juga guru dapat
meluruskan konsep-konsep yang tidak tepat diserap anak selama
bermain di sentra main peran supaya tidak ada kesalahan dan keraguan
yang berkepanjangan akibat pemahaman yang dipahami anak kurang
sesuai dengan aturan dalam membangun kecerdasan majemuknya.89
Dengan implementasi metode sentra di sentra main peran,
diharapkan anak-anak mampu menghadapi realitas kehidupan dengan
penuh sensasi dan ketertarikan yang mendalam melalui
pengetahuannya dengan merasakannya sendiri secara langsung apa arti
dari peran yang ia perankan. Sebagai bentuk paling murni dari
pemikiran simbolis yang tersedia bagi anak walau sederhana peran
yang ia perankan, tapi merupakan sarana efektif yang dapat
memberikan kontribusi sangat kuat pada perkembangan intelektual dan
pengembangan kecerdasan majemuknya. Selain itu, permainan
simbolis adalah bagian penting dari perkembangan kebahasaan anak
dalam menghadapi realitas kehidupan yang penuh tantangan.
Diharapkan setelah memerankan berbagai tokoh dan profesi dalam
kehidupan, anak-anak dapat memberikan solusi atau setidaknya
kontribusi nyata demi perbaikan karakternya menjadi lebih baik.90
f. Sentra Iman dan Taqwa (Imtaq) Wahana Pendidikan dan
Konsep Keagamaan
Dalam penerapan pendekatan metode sentra yang dikembangkan
oleh Pamela Phelps di Creative Pre-School, Tallahase, Florida,
Amerika Serikat sejak tahun 1970 menjadi pusat pengembangan
konsep BCCT (Beyond Center Circle Time). Sentra Iman dan Taqwa
(Imtaq) memang tidak dikenal dan tidak termasuk bagian dari metode
sentra. Dalam implementasi metode sentra, sentra keimanan dan
ketaqwaan (sentra imtaq) bisa dikatakan sentra baru yang tidak ada
dalam model kurikulum BBCT. Kemudian metode sentra ini diadopsi
88Hasil wawancara dengan Imas Maspupah guru sentra main peran, TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 03 Agustus 2013
89Hasil wawancara dengan Imas Maspupah guru sentra main peran, TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, 04 Agustus 2013.
90Depdiknas, Pedoman Penerapan Pendekatan BCCT pada Anak Usia Dini
( Jakarta: Depdiknas, 2006), 37.
225
dan dibawa ke Indonesia oleh Wismiarti Tamin, pendiri sekolah Al-
Falah yang berlokasi di jalan Kelapa Dua Wetan No.4, Ciracas Jakarta
Timur. Diantara kontribusi paling utama bagi Wismiarti Tamin adalah
penambahan sentra iman dan taqwa dengan aplikasi ibadah dan doa-
doa serta pengembangan karakter luhur berdasarkan Sifat-sifat Asmaul
Husna.91
Metode sentra yang dipelopori Wismiarti tetap mengacu pada
prinsip-prinsip model kurikulum yang dirancang Pamela Phelps. Sentra
imtaq merupakan sentra yang mendidik anak untuk mengembangkan
kemampuan spiritual melalui pengembangan moral dan pengenalan
nilai-nilai agama Islam. sentra imtaq inilah yang membentengi
karakter-karakter Islami di sentra-sentra yang lainnya. Metode sentra
yang semula berbasis identifikasi tentang permasalahan terhadap
pengembangan karakter melalui sentra-sentra bermain dengan konsep
happy learning. Kemudian dipadukan dengan konsep nilai-nilai Islami.
Perlu diingat bahwa dalam implementasi metode sentra tidak ada guru
agama khusus, karena setiap guru yang mengajar metode sentra itu
merangkap menjadi guru agama dan diharuskan memahami nilai-nilai
agama Islam terkait penerapan lesson plan, TFP semuanya harus
mengalirkan nilai-nilai berdasarkan ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadits.
Kehadiran metode sentra Imtaq (Iman dan Taqwa) yang telah
direalisasikan di seluruh Taman Kanak-kanak di seluruh Indonesia,
sama sekali tidak bertentangan dengan prinsip pendekatan metode
sentra (BCCT) Phelps yang telah diterapkan di Tallahase Florida.
Namun sebaliknya, sentra imtaq terbukti menjadi bagian yang sangat
menunjang keberhasilan strategi pendidikan agama Islam yang
menggunakan pendekatan sentra dalam membangun kecerdasan
majemuk anak usia dini. 92
Dalam penerapannya sentra Imtaq tidak hanya menyediakan
satu jenis main melainkan gabungan dari ketiga jenis main sama seperti
penerapan jenis main di sentra-sentra yang lainnya, yaitu main
sensorimotor, main simbolik dan main pembangunan. Dalam sentra
iman dan taqwa di TK Batutis Al-Ilmi, pemahaman agama Islam baru
terbatas pada pengenalan ibadah-ibadah ritual sehari-hari. Misalnya,
kegiatan praktik sholat, hafalan surat pendek, doa sehari-hari, wudlu,
91
Wismiarti, Pendidikan AnakUsia Dini Berbasis Kecerdasan Majemuk di
Sekolah Al-Falah. Makalah pada Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak
Usia Dini, Jakarta: Universitas Negeri Jakarta bekerja sama dengan Ditlusepa,
Depdiknas, 2004. 92
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 212.
226
pengenalan huruf hijaiyah, pengenalan kalimat toyyibah dan
pengamalan ibadah amaliah dalam kehidupan sehari-hari. Guru
berperan sebagai fasilitator, mediator, dan pengamat juga sebagai
pembimbing anak-anak yang memberikan latihan praktek tentang
pengucapan huruf hijaiyah, kalimat thoyyibah, doa-doa dan bacaan
ayat-ayat dari surat-surat pendek. Namun, walaupun telah ada sentra
khusus agama tetapi semua aktifitas proses pembelajaran dari sentra
persiapan dan sentra-sentra lainnya sejak mulai belajar hingga akhir
pembalajaran keseluruhannya bernuansa agama Islam.93
Jenis main di sentra-sentra lain bisa diberikan di sentra Imtaq
seperti main pembangunan terstruktur (balok, puzzle masjid), main
pembangunan bersifat cair (play dough) untuk membuat huruf
hijaiyyah), dan main peran baik mikro maupun makro. Dengan
demikian, implementasi sentra iman dan taqwa diharapkan dapat
membangun kokoh karakter dan sikap hidup yang bersendikan budi
pekerti luhur. Ada bermacam-macam alat yang memfasilitasi
pengenalan hal-hal konkret yang menyangkut keimanan dan
ketaqwaan. Misalnya, permainan puzzle yang berbentuk masjid.
Boneka gerakan sholat, puzzle urutan tata cara berwudhu, main play
dough untuk membuat huruf hijaiyyah, etc. Metode sentra berusaha
memberikan pemahaman dengan pijakan yang kuat terhadap anak-anak
pada bidang keimanan dan ketaqwaan dalam mengenal Tuhan-Nya
dengan analogi yang masuk akal sehingga mereka dapat memahami
konsep nilai-nilai agama sesuai dengan usianya. Anak-anak dan guru
terlihat bahagia dan saling bekerja sama untuk membantu dan
mengingatkan untuk kebaikan. Metode sentra menerapkan sikap-sikap
mulia yang bersumber dari Asmaul Husna dalam setiap kegiatan yang
tercermin dari sikap dan cara bertutur kata yang positif dapat
membangun sikap atau kepribadian yang kuat dan berkarakter.
Membangun kepribadian yang berkarakter terjalin jika ada usaha kerja
sama yang baik antara guru dan orang tua murid untuk menerapkan
sikap-sikap mulia (Asmaul Husna) di rumah. Walaupun belum semua
dapat diajak kerjasama apalagi untuk para orang tua dari kalangan
dhuafa dengan perekonomian prasejahtera cenderung banyak
permasalahan di rumah. Namun perlahan tapi pasti mereka semua
93Hasil wawancara dengan Ainur Guru Sentra Imtaq, TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi, 20 Mei 2013.
227
mendukung dan menerapkannya dari hal yang paling kecil demi masa
depan anak-anak mereka.94
Sentra Imtaq adalah wahana tempat anak untuk
mengeksplorasikan setiap pengetahuan dan konsep yang ditemukannya
dari pengalaman belajar nyata melalui bermain dalam rangkaian nilai-
nilai luhur agama Islam. Sentra Imtaq memadukan kegiatan-kegiatan
yang dipersiapkan dalam rencana pembelajaran dengan pengetahuan
keagamaan untuk membangun dasar-dasar keimanan dan ketaqwaan.
Bersama sentra-sentra yang lainnya, sentra Imtaq mengalirkan sikap-
sikap mulia dari Asmaul Husna, selain pengembangan tujuh kecerdasan
majemuk. Dalam praktek dan penerapan sentra imtaq menyediakan
ketiga jenis main seperti di sentra-sentra lainnya, yaitu main
sensorimotor, main peran, dan main pembangunan. Hanya saja sentra
Imtaq memberi bingkai setiap kegiatan main anak dengan pengetahuan
tentang nilai-nilai moral yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan
Al-Hadits. Perbedaannya dalam sentra imtaq pemahaman dan prinsip-
prinsip dasar keagamaan mempunyai porsi lebih. Sentra Imtaq
memadukan kegiatan-kegiatan yang yang dipersiapkan dalam rencana
pembelajaran (lesson plan) dengan pengetahuan keagamaan untuk
membangun dasar-dasar keimanan dan ketaqwaan bagi anak-anak usia
dini.95
Selain itu, diiringi dengan asupan pengetahuan tentang nilai-
nilai akhlak mulia, melalui bentuk permainan-permainan menjadi
sarana untuk menguatkan konsep dasar keimanan dan ketaqwaan pada
setiap anak usia dini. Salah satu nilai strategis sentra Imtaq adalah
pengenalan hal-hal baru yang bersifat kongkret dalam hubungannya
dengan keimanan dan ketaqwaan. Dengan demikian diharapkan sikap
hidup Islami yang bersendikan budi pekerti luhur dalam membentuk
karakter anak yang Islami dapat terbangun dengan kokoh. Sentra imtaq
adalah wahana yang memberi kesempatan langsung pada anak melalui
pijakan pengalaman main. Dalam pijakan pengalaman lingkungan
main, sebelum anak-anak tiba di sekolah guru sentra Imtaq menata
lingkungan main dengan menyediakan alat-alat main yang memenuhi
kebutuhan main anak, baik dari segi intensitas (lama waktu main)
94Hasil wawancara dengan Ainur Guru Sentra Imtaq, TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi, 27 Mei 2013
95Wismiarti, Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Kecerdasan Majemuk di
Sekolah Al-Falah. Makalah pada Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak
Usia Dini, Jakarta: universitas Negeri Jakarta bekerja sama dengan Ditlusepa,
Depdiknas, 2004.
228
maupun densitas (kekayaan jenis main). Penataan lingkungan main
mengacu seluruh aspek perkembangan anak sesuai dengan tahap
perkembangannya. Dengan penataan pengalaman lingkungan main
yang cermat, sentra menjadi kondusif untuk anak mendapatkan
pengalaman main yang bermutu. Selain anak bisa bermain dengan
bebas guru juga bisa bergerak leluasa dalam kelas. Dikarenakan selama
anak main, guru sentra harus melakukan segenap tugas penting seperti
mengamati, memberi pijakan individual saat main, membuat catatan
observasi harian, bahkan mengintervensi anak sesuai dengan
kebutuhan. 96
Kemudian dalam pijakan awal, sebelum anak memasuki sesi
main di sentra imtaq, guru memberikan pijakan awal dengan diskusi
melingkar (circle time) untuk membahas tema. Untuk mendukung tema
yang dibahas bisa menggunakan ensiklopedi atau buku yang bergambar
dan menarik untuk membantu anak-anak terlibat secara aktif dalam
diskusi saat jurnal pagi melalui posisi main di lingkaran. Sesi pijakan
awal ini merupakan kesempatan yang sangat berguna dalam
membangun, mengeksplorasi, dan menanamkan pengetahuan serta
konsep diri pada anak. Seorang guru sebagai fasilitator selalu siaga
untuk memberikan pijakan individual pada saat pijakaan saat main
kepada setiap anak secara bergiliran untuk memberikan pemahaman
dan pengalaman main yang bermutu dan bermakna. Selain membuat
catatan observasi terhadap aktifitas main anak, guru juga melibatkan
diri dengan tindakan nyata yang diperlukan anak-anak sesuai tahapan
tumbuh kembang anak.97
Kegiatan berikutnya adalah pijakan setelah main, yaitu
kegiatan beres-beres. Kegiatan ini bermanfaat untuk menanamkan
sikap tanggung jawab pada anak.98
Selain itu, anak mendapatkan
pengalaman untuk bekerja tuntas, anak terlatih berpikir secara runtut,
teratur dan bertindak berdasarkan klasifikasi dan prioritas, sampai
semua peralatan yang mereka gunakan kembali ke tempatnya seperti
semula. Setelah kegiatan beres-beres, guru dan anak-anak berkumpul
melingkar atau saat lingkaran (circle time) seperti posisi halaqoh dalam
pengajian tarbiyah. Dalam kegiatan di lingkaran satu persatu anak-anak
96
Hasil wawancara dengan Ainur, Guru Sentra Imtaq, TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi, 27 Mei 2013
97Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra; Revolusi Pendidikan Anak Usia Dini, 135. 98
Kegiatan beres-beres diakhir main juga turut membangun semua aspek
perkembangan anak, yaitu aestetik, afeksi, kognisi, sosial, bahasa dan psikomotor.
229
secara bergiliran mendapat kesempatan untuk menceritakan secara
berurutan kegiatan yang telah dilakukannya selama main di sentra.
Kegiatan tersebut dinamakan recalling. Recalling adalah moment
efektif untuk menanamkan sikap saling menghargai dengan sesama
temannya yang sedang bercerita, mengajarkan sikap antri, menata
dengan kreatif memori dalam otaknya tentang informasi, pengetahuan
dan konsep yang mereka serap selama main. Recalling merupakan
kesempatan yang baik bagi guru untuk meluruskan informasi,
pengetahuan atau konsep yang mungkin diserap anak secara kurang
tepat.99
Pada saat kegiatan recalling inilah, guru bisa memperkuat
konsep tentang makna “sebelum dan sesudah”, sebelum main dan
sesudah main. Dengan demikian anak terbiasa terlatih untuk berfikir
dan bertindak sesuai dengan urutan pengetahuannya. Setelah anak-anak
selesai menceritakan kegiatannya, guru perlu memberikan dukungan
positif dengan memberikan pernyataan verbal seperti ungkapan,
“Alhamdulillah, Fatimah hari ini sudah bisa bercerita dengan baik.
Selamat ya, nak! Sambil mengulurkan tangannya, dengan erat guru
tersenyum dan menyalami Fatimah sebagai ungkapan congratulation
atas prestasi yang diraih Fatimah, salah satu anak yang berada di sentra
Imtaq. Sungguh luar biasa, hasil optimal yang diraih anak-anak dalam
pembelajarannya dapat mengikuti pola perkembangan anak dengan
hasil yang memuaskan. Berkat pembelajaran yang mengacu pada
prinsip perkembangan anak, menjadikan proses pembelajaran menjadi
mudah diikuti, kemampuan kecerdasan anak pun berkembang dan
semakin hari semakin membanggakan guru dan orang tuanya.100
Dengan demikian, proses pembelajaran di sentra Imtaq yang
dilaksanakan di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi mengacu pada
prinsip perkembangan sesuai dengan tumbuh kembang anak, yaitu:
Pertama, Proses pembelajaran dilakukan secara berulang-ulang, satu
tema disampaikan kepada anak didik sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan anak didik. Hal ini dilakukan agar anak didik dapat dan
mendapatkan pengalaman dari kegiatan yang telah dilakukannya.
Kedua, Anak-anak diajarkan sesuatu dari hal-hal yang mudah ke hal-
hal yang bersifat kompleks, dari tahap konkret ke tahap abstrak,
pembelajaran disusun secara sistematis dan mudah dilaksanakan.
99
Hasil wawancara dengan Ainur Guru Sentra Imtaq, TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi, 27 Mei 2013.
100Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra,133.
230
Dalam hal ini anak didik diajarkan mulai dari pengenalan huruf
hijaiyyah melalui nyanyian secara bersama-sama, kemudian secara
individual. Hal ini sesuai dengan anjuran Imam Al- Ghazali bahwa
guru menyampaikan materi pelajaran terhadap anak didik
dipermulaannya, agar dimulai dengan pelajaran yang paling mudah dan
sederhana menuju ke pelajaran yang sukar dan kompleks.101
Artinya materi yang disampaikan guru kepada anak disesuaikan
dengan tingkat perkembangan dan prinsip pendidikan bagi anak usia
dini. Islam menetapkan dalam garis besar wahyu pertama dan wahyu
kedua yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad SAW
memberikan isyarat yang jelas bahwa pendidikan yang perlu diberikan
kepada anak meliputi; pendidikan keagamaan, pendidikan akal dan
ilmu pengetahuan, pendidikan akhlak mulia, pendidikan jasmani dan
kesehatan.102
Namun secara global ruang lingkup pendidikan agama
Islam untuk anak usia dini meliputi tiga dimensi, yaitu hubungan
dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan
manusia dengan alam.103
Ketiga, Pembelajaran mengacu kepada
karakter anak supaya dapat mengikuti pembelajaran secara efektif dan
efisien. Anak-anak cenderung bermain ketika belajar, maka materi yang
disampaikan kepada anak-anak harus dilakukan dengan cara bermain.
Bermain merupakan ciri kegemaran anak dalam menangkap sebuah
pelajaran. Montessori mengemukakan pendapatnya berkaitan dengan
bermain bahwa anak mendapatkan manfaat besar bagi perkembangan
fisik dan psikologisnya selama dalam masa perkembangan dirinya.
Dengan bermain anak-anak dapat berfikir logis tahap demi tahap.
Dengan pemahaman demikian, anak-anak memiliki kesadaran yang
tinggi untuk meningkatkan daya ingatnya dengan konsep bermain yang
terarah, anak semakin kaya pengalamannya dalam menjalani
kehidupannya.104
Oleh karena itu, melalui konsep bermain yang terarah anak-anak
akan terbiasa bergerak bebas mengikut sertakan seluruh anggota
tubuhnya, memungkinkan anak berfikir lebih banyak dan semakin
101
M. Zainuddin Alavi, Pemikiran Islam pada Abad Klasik dan Pertengahan,
Terjemahan Abudin Nata (Canada: Montreal, 2000), 59. 102
„Abdu Al Gani, Fi al Tarbiyah al Islamiyah (Mesir, Dar al Fikri al „arobi,
1970), 120. 103
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),
134-135. 104
Herbert Brant dan Kenneth S. Holt, The Complette Mothercare Manual
(London: Conran oktopus, 1986), 242.
231
kreatif, anak mampu menghubungkan satu cerita dengan cerita
berikutnya secara runtut, anak berani mengekspresikan perasaan dan
pemikirannya tanpa rasa malu. Oleh karena itu, agar permainannya
lebih efektif, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam bermain,
diantaranya: permainan yang dilakukan anak bernilai positif dan
memiliki arti bagi diri anak, mengandung motivasi intrinsik, bersifat
spontan dan suka bermain tanpa paksaan dari pihak manapun, anak
berperan aktif dalam bermain, ada hubungan sistematik antara sesuatu
yang bukan merupakan ranah untuk bermain dengan hal yang berkaitan
dengan masalah kehidupan yang bisa dianalogikan lewat bermain.
Sebagai contoh fungsi dari bermain yang terarah di setiap sentra,
terutama sentra iman dan taqwa adalah anak-anak memiliki
kemampuan untuk memecahkan masalahnya, belajar berbahasa dengan
baik sesuai konsep SPOK, terbiasa disiplin, perkembangan sosialnya
terkondisikan dengan baik, kemampuan berkreatifitas semakin
berkembang, yang lebih berperan dari konsep bermain yang terarah
adalah anak mampu mengendalikan emosi dirinya dengan bijaksana
ketika menghadapi masalah.105
Semua sentra yang tergambar dalam pembahasan di atas, pada
hakikatnya merupakan area atau lingkungan dimana pada saat
pembelajaran didesain sesuai dengan indikator kompetensi yang
dicapai. Jika indikator anak mampu mengenal alat-alat ibadah, maka
pembelajaran di sentra iman dan taqwa anak terbiasa bermain dengan
alat-alat ibadah, meliputi; bermain puzzle, praktek shalat, berwudhu,
etc. Kegiatan pembelajaran diberikan secara mudah dan berulang-ulang
disesuaikan dengan indikator kompetensi. Sesuai dengan prinsipnya
bahwa metode sentra adalah sebuah pendekatan pendidikan yang
berpusat pada anak, dan guru bertindak sebagai fasilitator dan
motivator bagi anak-anak dalam mendampingi di setiap kegiatan
belajar.106
C. Membangun Karakter Melalui Kecerdasan Majemuk
Karakter adalah sifat-sifat yang terlihat dalam perilaku
seseorang bersifat spontan dan bukan termasuk perilaku yang hanya
sesekali muncul dalam kesehariannya, melainkan sering tereksplorasi
105
Depdiknas, Pembuatan Dan Penggunaan Alat Bermain Edukatif (APE),
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda
(Jakarta: Depdiknas, 2002), 8-20.
106Mayesky Mary, Creative Activities for Young Children( New York:
Delmar Publisher Inc, 1990), 29.
232
dengan sendirinya. Karakter merupakan aktualisasi dan kualitas moral
dan mental seseorang secara alami yang pembentukannya dipengaruhi
oleh potensi dari dalam (fitrah) dan internalisasi nilai-nilai moral dari
luar dirinya yaitu sosialisasi atau lingkungan sehingga menjadi bagian
kepribadiannya yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Potensi karakter
alami yang baik dimiliki oleh setiap manusia sebelum manusia
dilahirkan ke alam dunia ini, selanjutnya potensi tersebut harus
senantiasa dibina setiap saat, dibangun dan dikembangkan secara terus
menerus dengan istiqomah, karena karakter seseorang tidak datang
dengan sendirinya melainkan harus distimulasi dengan rutin dan
telaten, dibentuk dengan pola yang sesuai perkembangannya, dibangun
dan ditumbuhkembangkan melalui sosialisasi dan pendidikan yang
berkesinambungan, pengalaman, percobaan, pengaruh lingkungan dan
pengorbanan menjadi nilai instrinsik yang melandasi sikap dan perilaku
anak-anak sejak anak usia dini.107
Membangun karakter adalah proses membentuk atau memahat
jiwa manusia dengan sedemikian rupa, melalui proses yang tidak instan
melainkan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, sehingga hasil
pahatan dan pembentukan yang diukir dapat bernilai mahal karena
berbentuk unik, menarik, dan berbeda dari yang lainnya. Ibarat
sekumpulan alfabet dalam kumpulan abjad yang tidak pernah sama
bentuk dan rupanya, namun dari perbedaan tersebut, alfabet mampu
memberikan peran yang urgent bagi terbentuknya sebuah kata atau
kalimat yang diinginkan. Demikian juga dengan orang yang berkarakter
baik atau tidak baik dapat dibedakan antara satu dengan lainnya,
bagaikan bentuk dan rupa pelangi yang berwarna-warni indah
dipandang mata namun di antara warna pelangi tersebut mampu saling
melengkapi menjadi hiasan yang alami penyejuk hati setiap insani.
Membangun karakter manusia terutama dimulai dari anak-anak usia
dini merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anak-anak
usia dini akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh
pada lingkungan yang berkarakter dengan kata lain lingkunganlah yang
akan membentuk kepribadiannya. Sehingga fithrah setiap anak yang
dilahirkan suci dapat berkembang paripurna secara optimal sesuai
dengan tahapan perkembangannya. Oleh karena itu, peran keluarga,
peran sekolah dan peran komunitas atau lingkungan mempunyai
peranan penting dalam pengembangan dan pembentukan karakter anak
107
Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter Solusi Tepat Membangun Bangsa
(Jakarta: Star Energi, 2004), 11.
233
usia dini dalam menapaki tahapan perkembangan kehidupannya. Dalam
usaha membangun karakter anak usia dini, ada tiga hal yang
terintegrasi dengan saling bersinergi antara satu dengan yang lainnya.
Pertama, anak mampu untuk membedakan antara perbuatan yang baik
dan buruk. Kedua, mempunyai kecenderungan positif terhadap
kebajikan. Ketiga, anak mampu melakukan kebajikan dan kegiatan
positif dimanapun mereka berada serta terbiasa bersikap istiqomah
dalam pelaksanaannya.108
Menanamkan tipe karakter yang baik pada anak usia dini
merupakan kewajiban yang terpenting bagi orang tua dan guru serta
lingkungannya, oleh karena itu diperlukan sikap yang arif bijaksana
dan memiliki etika yang baik dalam mendidik anak, terutama anak usia
dini. Ada tiga hal yang yang harus diperhatikan terkait usaha
pembentukan optimal dalam pendidikan karakter, yaitu: pertama,
pendidikan holistik, yang berarti pendidikan yang berorientasi terhadap
tujuan yang ditujukan untuk membangun seluruh dimensi sosial, baik
dari segi emosi, motorik, akademik, spiritual maupun kognitif,
sehingga dapat membentuk insan kamil dalam kehidupannya. Kedua,
bermain itu berarti belajar, belajar akan efektif lebih cepat ditangkap
dalam otak anak usia dini pada saat mereka sedang bermain. Dengan
kegiatan bermain otot-otot anak akan maksimal dalam bekerja,
metabolisme tubuh dapat meningkat dan perkembangan otak menjadi
seimbang terutama dalam menyambungkan antara sel-sel otak yang
masih dalam tahap penyempurnaan. Seorang anak harus mendapatkan
pengalaman yang nyata dan konkret dalam kehidupannya untuk
memahami proses pendidikan yang dilaluinya, karena setiap proses
pembelajaran yang diterapkan adalah salah satu jalan untuk membantu
anak dalam memahami apa yang telah diajarkan oleh guru dan orang
tuanya dalam kehidupan nyata.109
Ketiga, mengakui bahwa setiap anak
adalah unik, seorang anak dapat dikatakan unik karena ia memiliki
kemampuan dan bakat serta potensi yang berbeda-beda antara anak
yang satu dengan yang lainnya. Tidak ada anak yang tidak memiliki
bakat atau potensi, karena Allah menciptakan manusia dalam bentuk
sempurna merupakan yang sebaik-baiknya ciptaan. Dan juga tidak ada
produk yang Allah ciptakan itu gagal, tergantung bagaimana manusia
108
Lickona, Educating for Character, How Our School Can Teach Respect
and Responbility, (New York: Bantam Books, 1992), 65. 109
Hapidin, Model-model Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: Ghiyats
Alfian Press, 1999), 2.
234
bisa mensyukuri apa yang dimilikinya sebagai anugerah Ilahi dan
mampu menggunakan akal potensi fithtrahnya dengan baik.110
Secara umum, mayoritas masyarakat mengidentikkan ukuran
kecerdasan seseorang hanya memprioritaska dengan prestasi akademik
yang didapat melalui proses pendidikan di sekolah. Masyarakat masih
memegang anggapan bahwa sukses akademik di sekolah adalah kunci
kesuksesan hidup masa depan. Namun pada kenyataannya, tidak bisa
dipungkiri bahwa sangat sedikit orang yang sukses di dunia ini yang
sebelumnya menjadi juara kelas di sekolah. Sebagai contoh; Bill Gates
pemilik Microsoft, Hendri Ford industriawan mobil Amerika dan Tiger
Wood adalah seorang pemain golf. Mereka adalah segelintir contoh
dari ribuan orang yang dianggap tidak berhasil di sekolah tetapi
menjadi orang yang sangat berhasil di kehidupannya sesuai dengan
bidang yang digelutinya. 111
Orang yang cerdas adalah orang yang
mampu menyelesaikan masalah hidupnya dengan baik, mampu
melakukan sesuatu yang bermanfaat dan mampu menciptakan produk
yang beguna bagi orang lain. Dengan kata lain kecerdasan adalah
seluruh potensi manusia yang dibutuhkan untuk menjalani
kehidupannya, dalam arti tidak hanya kecerdasan kognisinya saja yang
ditekankan menjadi tumpuan sebagai barometer kesuksesan seseorang,
melainkan kecerdasan yang lainnya pun saling mempengaruhi
keberadaannya. Oleh karena itu, tidak boleh mengukur kecerdasan
hanya berdasarkan IQ saja.112
Berdasarkan fakta-fakta tersebut yang terjadi di belahan dunia,
ternyata prestasi akademik berbasis intelektual tidak bisa dipakai
sebagai ukuran pokok dalam meramalkan kesuksesan seseorang di
masa yang akan datang. Salah seorang psikolog dari Universitas
Harvard bernama Howard Gardner pada tahun 1983 mengubah opini
pendapat kebanyakan orang dengan menyatakan bahwa kecerdasan
tidak bersifat tunggal dan terpisah-pisah. Teori kecerdasan majemuk
Gardner mendapatkan sambutan sangat kuat di kalangan pendidik
karena menawarkan model pembelajaran yang berkonsep bahwa semua
anak memiliki kelebihan. Pendapat Gardner semakin menguatkan
110
Qur‟an Surat At-Tin; 4, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya” Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan
Terjemahnya ( Bandung: CV. Diponegoro, 2005), 478. 111
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 115. 112
Howard Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences
(New York: Basic Books, 1983), 31.
235
pernyataan bahwa sesungguhnya setiap anak dilahirkan cerdas, tidak
ada anak yang bodoh, yang ada adalah anak yang belum tahu. Oleh
karena itu, tugas guru dan orang tualah yang wajib memberi tahu
tentang kekurangan dan memenuhi rasa keingintahuannya terhadap hal
yang membuat anak melakukan kesalahan.113
Paradigma baru inilah yang kemudian berkembang di seluruh
belahan dunia. Adanya penemuan terbaru ini memang sangat
diharapkan dapat mengubah pendekatan pendidikan yang selama ini
terlanjur mapan yaitu pendidikan berbasis konvensional yang lebih
menitikberatkan hanya pada kecerdasan intelektual. Menurut Thomas
Amstrong pakar pendidikan dari Amerika, setiap anak dilahirkan
dengan membawa potensi alami yang memungkinkan dirinya menjadi
cerdas. Sifat alami yang menjadi bawaannya tersebut antara lain rasa
keingintahuan yang tinggi, daya eksplorasi terhadap lingkungan yang
cukup antusias dimiliki anak, rasa spontanitas, vitalitas, dan
fleksibilitas dalam bertindak sesuai karakter yang diasah melalui
kecerdasan majemuk di setiap sentra. Dipandang dari sudut pendidikan
yang berkualitas, maka tugas setiap orang tua dan guru sebagai
pendidik adalah berkewajiban mempertahankan dan mengembangkan
sifat-sifat alami yang mendasari kecerdasan tersebut agar terus bertahan
dan semakin mengembangkan kemampuannya sampai anak tumbuh
dewasa dan siap mendapatkan kesuksesan dalam kehidupannya.114
Sifat-sifat dasar kecerdasan yang dimiliki anak menjadi penting
untuk dipertahankan dan dibiasakan serta dikembangkan secara terpadu
dan berkesinambungan, karena kualitas kecerdasan manusia dapat
rusak atau hilang oleh adanya sebab-sebab tertentu terlebih jarang
distimulasi dengan kebiasaan yang positif sesuai dengan tahap tumbuh
kembang anak. Ironisnya pengaruh terbesar yang dapat merusak
potensi kecerdasan tersebut ternyata datang dari lingkungan terdekat
dari anak-anak, yaitu pengaruh dari rumah dan sekolah. Situasi rumah
yang menimbulkan depresi bagi anak-anak dan keterasingan yang tidak
didukung oleh orang tua dengan penyediaan fasilitas dalam rangka
menstimulasi kecerdasan alaminya dapat berperan memupus bakat
alamiahnya. Selain itu, tekanan juga bisa datang dari orang tua yang
karena sebab tertentu dapat menghambat kreatifitas, keingintahuan dari
seorang anak terhadap sesuatu hal dan kegembiraan anak yang
113
Howard Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences, 43.
114 Lickona, Educating for Character, How Our School Can Teach Respect
and Responbility, 64.
236
terpasung karena peraturan yang tidak masuk akal dan tidak atas
kesepakatan dengan keberadaan anak. Obsesi orang tua agar anak-
anaknya meraih prestasi tertentu mendorong anak-anak ini tumbuh
terlampau cepat melampaui usia mentalnya, bahkan tidak sesuai dengan
tumbuh kembang alami anak sesuai prosedur tahapannya, sehingga
tanpa disadari dapat memutuskan sel-sel otaknya. Sementara itu
keadaan di sekolah yang tidak mengakomodasikan kecerdasan
alaminya melalui perusakan potensi kecerdasan sesuai dengan yang
dibawanya sejak lahir. Hal ini terjadi lewat kurikulum yang terlalu
dipaksakan, bersifat kaku, terlampau memenuhi target dan cenderung
membebani anak-anak. Bahkan tidak mementingkan proses, melainkan
hanya mengedepankan hasil dari sistem pembelajaran yang sudah
ditetapkan oleh pemerintah tanpa melihat kondisi kebutuhan anak.
Situasi sekolah yang tidak menyenangkan dengan terlalu ketatnya
peraturan tanpa mempedulikan pendapat dan cara pandang yang
dimiliki anak, seolah-olah anak dicetak untuk menjadi pembantu yang
harus nurut apa perintah guru dalam mengerjakan tugas apapun, anak-
anak tidak diciptakan untuk mandiri dan menentukan apa kebutuhannya
melainkan harus manut apa kata gurunya, sehingga kreatifitasnya tanpa
sadar telah dimatikan oleh guru. Disamping itu cara mengajar guru
yang membosankan dan tidak terkesan menggurui, ditambah dengan
lamanya waktu belajar yang berlebihan, yang menurutnya akan
mendisiplinkan anak. Namun sebaliknya hal demikian ikut andil dalam
menghambat potensi alami tersebut yang semestinya penting untuk
dikembangkan.115
Bertolak dari kenyataan yang berkembang di masyarakat pada
umumnya, maka perlu dikembangkan jenis model pendekatan
pembelajaran berbasis pendidikan kecerdasan majemuk yang tidak
hanya terpaku pada prestasi akademik yang bersifat intelektual semata.
Pola pendidikan ini harus dirancang atas pendekatan bahwa setiap anak
mempunyai kecerdasan alami yang harus dikembangkan secara terpadu
dan seimbang. Karena pada dasarnya, setiap anak dapat memiliki
beberapa tipe kecerdasan sekaligus, hanya intensitasnya saja yang
berbeda-beda. Untuk itu, alangkah lebih baiknya jika lingkungan
sekolah dirancang agar anak-anak tumbuh sesuai dengan tumbuh
kembang anak dengan model kreatifitasnya sendiri, sehingga mereka
115
Howard Gardner, Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences, 75.
237
tidak kehilangan masa kegembiraan di masa kecilnya, serta membuka
peluang yang luas untuk mengeksplorasi diri dan lingkungannya tanpa
paksaan dan intimidasi yang berlebihan. Melainkan sesuai kebutuhan
yang diinginkan anak sesuai dengan tahapan tumbuh kembangnya.
Implementasi metode sentra dapat mengembangkan kecerdasan alami
yang dimiliki anak dengan dirangsang melalui berbagai macam
kegiatan kegiatan sederhana, seperti; bercerita, mengembangkan
kebutuhan tiga jenis main dan berbagai macam permainan baik ketika
main di sentra atau ketika sedang bermain bebas. Selain itu kunjungan
ke berbagai tempat sesuai tema yang dijadwalkan, dan distimulasi
melalui kecerdikan guru sebagai fasilitator dalam memberikan
pertanyaan-pertanyaan kritis untuk mengembangkan kecerdasan
majemuk yang dimilikinya. Para pendidik di sekolah harus mempunyai
keyakinan bahwa tiap anak mempunyai kecepatan dan waktu tersendiri
dalam mempelajari atau menguasai sesuatu tidak harus mengikuti
target namun mengikuti proses pemahaman dalam memahami sesuatu
hal tekait dengan tahapan tumbuh kembangnya.116
Jadi, inti dari pengembangan kecerdasan majemuk adalah
mampu menjawab permasalahan tentang bagaimana caranya
memperlakukan anak didik sesuai dengan potensi alami dirinya
masing-masing. Kemampuan dan potensi inilah yang kemudian
distimulus untuk diarahkan agar berkembang secara optimal sesuai
dengan tahap perkembangannya. Hal tersebut mendasarkan pada salah
satu tujuan pendidikan dasar yaitu membentuk karakter siswa, maka
perlu dikembangkan pendidikan kecerdasan majemuk yang mengarah
pada pembentukan karakter unggul. Karakter memberikan landasan
kokoh bagi siswa untuk mengembangkan dan menemukan jati diri
anak, baik dalam melanjutkan studi pada jenjang lebih lanjut maupun
mengarungi kehidupan di masa yang akan datang.117
Pendidikan anak usia dini harus berdasarkan pengetahuan yang
optimal, bukan sekedar coba-coba terlebih hanya mengikuti trend
masyarakat yang hanya mempersiapkan kecerdasan intelektualnya
dengan menuntut agar anak cepat paham dalam hal membaca, menulis
dan berhitung. Melainkan bertujuan untuk membangun semua potensi
kecerdasan majemuknya secara optimal agar kemampuan yang dimiliki
116
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karkter dengan Metode
Sentra, 24. 117
Ratna Megawangi, Pendidikann Karakter Solusi Tepat Membangun
Bangsa,( Jakarta: Star Energy, 2007), 28.
238
anak terbangun secara maksimal. Kecerdasan majemuk yang terbangun
secara maksimal melahirkan karakter positif pada diri anak yang dapat
berpengaruh bagi kehidupannya saat ini maupun di masa yang akan
datang. Misalnya melalui kecerdasan berbahasa (verbal linguistic),
guru sebagai fasilitator bagi anak-anak usia dini dapat menjalin
komunikasi sejak awal pertemuan, saat main bersama dengan anak
didik sampai saat pulang sekolah. Pada saat kegiatan jurnal pagi, ketika
anak memulai transisi dari rumah ke sekolah itulah kesempatan bagi
guru untuk membangun kemampuan berbahasa anak melalui
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat evaluasi dan memberikan
pengalaman berupa pengetahuan secara perlahan dan ilmiah ke dalam
otaknya. Saat berkomunikasi dengan anak, anak-anak tidak dibiarkan
menjadi pendengar saja melainkan dibimbing agar anak dapat berbicara
secara santun dan teratur, dan tidak dipotong ketika mereka berbicara.
Dengan dibimbing berbicara secara teratur sesuai dengan urutan dan
berlangsung dengan baik anak-anak akan merasa nyaman ketika
berbicara dengan siapapun. Penilaian tentang kecerdasan pada
umumnya hanya mengedepankan pada kecerdasan yang berbasis
hitungan dan hafalan saja. Kemampuan di bidang lain mayoritas tidak
diperhitungkan. Akhlak dan moral baik yang dilakukan anak-anak
dianggap tidak begitu penting dalam penilaian kognitif. Padahal hampir
di semua sekolah di negara maju berusaha mengembangkan konsep
kecerdasan majemuk demi kesuksesan anak didiknya. 118
Pada implementasi metode sentra, di setiap sentra seluruh
kecerdasan majemuk anak dibangun secara terpadu. Di sentra
persiapan, kecerdasan berbahasa dalam mengolah kosa kata menjadi
hal yang utama dibangun bersamaan dengan kecerdasan lainnya. Di
sentra balok, kecerdasan dalam menata ruang dan tempat atau
menyusun gambar (spasial) dan kecerdasan kinestetik (cerdas dalam
bergerak) anak diarahkan agar anak dapat dapat membaca keadaan atau
ruang yang ada, membawa baalok sesuai dengan kebutuhan, dan
penempatan balok tersebut secara tepat. Di sentra balok kecerdasan
matematika dan logika bahasa distimulus melalui kelipatan dan jumlah
balok yang dipotong dalam aneka berbagai bentuk geometri. Penerapan
kecerdasan majemuk pada sentra Imtaq (iman dan taqwa) anak
diberikan pemahaman secara beruntun untuk mengenal Tuhan-Nya
melalui konsep bercerita dan analogi lainnya yang sesuai dengan
118
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 30. Lihat dokumen TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Kota Bekasi.
239
perkembangannya, membangun secara perlahan dan berkesinambungan
pemikiran tentang ketuhanan yang abstrak, melalui media cerita dan
berbagai permainan yang menunjukkan tentang keberadaan Tuhan.
Selain itu, pengenalan huruf hijaiyyah, memasang puzzle rukun Islam,
urutan berwudhu dan sholat serta aneka jenis permainan lainnya yang
mengarahkan kepada pemahaman dasar-dasar beribadah kepada Allah
SWT.119
Pada sentra main peran, baik sentra main peran besar maupun
sentra main peran kecil, dikembangkan mengenai kecerdasan
interpersonal (cerdas mengenai berinteraksi dengan orang lain) dan
kecerdasan intrapersonal (cerdas dalam hal interaksi dengan dirinya
sendiri). Selain itu logika berfikir anak juga dapat terbangun secara
maksimal. Contoh konkret dalam pelaksanaan metode sentra main
peran di dalam kelas. Penulis mendapatkan pelajaran ketika anak-anak
berada di sentra main peran besar, saat itu mereka sedang membahas
tema laut dengan setting tentang restoran sea food. Kemudian anak-
anak memdapatkan tugas untuk memerankan sebagai koki di restoran
tersebut, berperan sebagai pelayan, kasir, nelayan, dan sebuah keluarga
kecil sebagai konsumen restoran. Agar anak mampu merasakan secara
langsung dari pelajaran yang ia dapatkan di dunia nyata, sehingga peran
yang mereka alami membawa dampak positif berupa karakter yang ia
perankan dalam kisah yang benar-benar ia alami seolah-olah nyata.
Di sentra main peran, kemampuan berbahasa anak sangat
diperhatikan dan terstimulus melalui dialog-dialog yang mereka
ungkapkan dalam peran yang ia sandang. Ketika Ahmad berperan
sebagai pelayan restoran, terlihat tidak percaya diri dan tersipu malu
melayani konsumen yang datang dan harus menuliskan pesanan
konsumen yang datang. Dalam menghadapi situasi seperti ini, guru
mempunyai andil untuk memotivasi dan mengarahkan Ahmad tentang
bagaimana sikap menjadi pelayan yang baik dan bijaksana. Dalam hal
ini kecerdasan intrapersonal dan interpersonal dipupuk dan dibangun
dengan antusias diiringi dengan pengembangan kemampuan berbahasa
dengan teratur dan bijaksana. Hal yang unik terjadi pada yang
memerankan dirinya sebagai nelayan. Sebagai seorang nelayan Andi
antusias dalam mencari ikan di laut yang merupakan mata
pencahariannya. Hasil yang ia peroleh berupa ia masukkan ke dalam
119
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 322. Pemahaman keagamaan pada anak usia dini di TK Batutis Al-Ilmi baru
pada tahap praktek ibadah ritual.
240
kotak untuk di jual. Ketika tidak ada yang membeli hasil lautnya, ia
mendapatkan sebuah ide untuk menjual hasil lautnya ke restoran yang
telah ia kenal. Kemudian terjadilah sebuah transaksi antara Andi
dengan pemilik restoran. Dalam transaksi tersebut terjalin sebuah
komunikasi yang menuntut kemampuan berbahasa yang teratur, untuk
meloby seseorang agar memahami maksud yang diinginkan. Andi
menjual ikan langsung ke restoran mempunyai alasan tersendiri di
antaranya adalah jika ikan itu dibiarkan menunggu besok hari, maka
ikan itu tidak segar lagi. Maka ikan tersebut menjadi bau dan amis,
terlebih tidak ada kulkas untuk menyimpan ikan tersebut. Akhirnya
sesuai dengan ide pemikiran yang ia dapatkan, Andi menjualnya
langsung ke pemilik restorant, supaya dapat uang dan tidak sia-sia
pekerjaannya mencari ikan di laut. Anak yang kecerdasan majemuknya
terbangun secara merata adalah anak yang tenang dan berbahagia
menghadapi segala permasalahan yang dialaminya. Ia mampu
mengklasifikasikan atau mengelompokkan semua permasalahannya.
Tutur katanya santun dan mengandung makna, ia memahami kebutuhan
dan perasaan orang lain ketika bersosialisasi. Ia membuat nyaman
banyak orang ketika diajaknya berdiskusi. Andi menjadi mengerti akan
kebutuhan peranan dirinya, karena pelajaran dari setiap tema yang ia
dapatkan langsung diaplikasikan dalam dunia nyata, melalui peran-
peran yang ia perankan. Dengan pelatihan komunikasi seperti itu, anak-
anak menjadi mengerti akan kebutuhan dan kemampuan dirinya. Sejak
dini anak-anak memerlukan konsep kebutuhan dan kemampuan yang
tidak terbatas. Di saat menghadapi permasalahan, ia tenang dan
berbahagia akan rizqi dan karunia-Nya untuk memahami antara
kebutuhan yang diinginkan atau kebutuhan yang ia butuhkan, terutama
dapat menemukan solusi dari segala permasalahan yang mereka alami
dalam kehidupan sehari-hari pada kehidupan nyata. 120
Pada intinya membangun kecerdasan majemuk secara maksimal
dan sejalan akan membuat anak-anak lebih mudah menjadi seseorang
yang bermanfaat, bermakna, dan mempunyai andil dalam kehidupan
bagi dirinya dan bermanfaat bagi lingkungannya. Diharapkan melalui
pengembangan kecerdasan majemuk, di samping peserta didik
memahami potensi yang dimilikinya, mereka juga akan memiliki
karakter unggul seperti kemandirian, tanggung jawab, kasih sayang,
etc. Pemahaman yang baik akan kekuatan dan potensi yang dimilikinya
120 Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, 316. Lihat juga dokumen TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Kota Bekasi, tahun
ajaran 2012-2013.
241
akan memunculkan sikap dan perilaku mandiri. Karakter kemandirian
inilah yang kelak akan sangat mendukung anak-anak sebagai generasi
penerus bangsa di masa yang akan datang dalam mengarungi
kehidupan dan menata masa depan dengan gemilang bermodalkan
karakter yang baik.121
D. Aplikasi Karakter Berdasarkan 18 Sifat-sifat Asmaul Husna
Sebelum diakhiri pembahasan di bab IV ini, penulis terkesima
melihat tingkah laku dan karakter anak-anak usia dini di TK Batutis Al-
Ilmi yang polos dan membuat takjub siapapun yang mendengar dan
melihatnya. Ternyata implementasi metode sentra dalam
pengembangan kecerdasan majemuk anak usia dini membawa
perubahan sikap dan membuka cakrawala yang mempesona tentang
sikap-sikap spontan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,berkat
pijakan atau pondasi yang kuat di segala bidang terutama bidang
pendidikan dan keimanan serta ke-Tuhanan sebagai aplikasi dari nilai-
nilai Asmaul Husna yang dijadikan sebagai modal dasar manusia yang
cerdas dan bertaqwa dalam meraih kehidupannya yang bermakna,
bahagia dunia dan akhirat dengan prinsip dunia ditanganku, akhirat
dihatiku.
Berikut disajikan tentang berbagai pengalaman kehidupan
sehari-hari anak-anak usia dini di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi,
aplikasi dari sifat-sifat Asmaul Husna yang dialirkan melalui berbagai
sentra ketika pembelajaran sentra dan lingkaran berlangsung sebagai
hasil dari implementasi metode sentra dalam pengembangan
kecerdasan majemuk anak usia dini. Di antara 18 sikap Asmaul Husna
yang diambil dari sedikit apresiasi tingkah laku spontan anak-anak TK
Batutis Al-Ilmi adalah sebagai berikut: 122
a. Kasih Sayang
Dalam proses pembelajaran di TK Batutis Al-Ilmi tidak lepas
dengan berbagai sifat spontan yang ditampakkan oleh anak-anak. Pada
saat jurnal siang, terjadi interaksi di antara anak-anak yang cukup
menggugah jiwa. Hasnah, salah satu murid TK B 2 membuat teman-
121
Yudhistira dan Siska Y. Massardi, Pendidikan Karkter dengan Metode
Sentra, 230. 122
Hasil pengamatan langsung di TK Batutis Al-Ilmi, studi dokumen dan
hasil wawancara dengan setiap guru sentra serta anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi. 19 September 2013.
242
temannya kurang nyaman, dikarenakan sifatnya yang sedikit ceroboh.
Hasnah mengambil krayon milik sekolah dengan cara yang kurang baik
dan berantakan. Desi, teman sekelasnya mengingatkan dengan penuh
kasih sayang agar Hasnah mengambil krayon dengan cara yang baik.
Akan tetapi Hasnah belum menerima saran dari Desi dan mengucapkan
kata-kata yang kurang bermutu kepada Desi. Desi dengan santun dan
sabar tidak membalas kembali dengan kata-kata yang tidak bermutu
yang dilontarkan Hasnah. “Bu, meskipun Hasnah tidak sayang sama
aku, aku tetap sayang sama Hasnah.” Demikian ungkapan Desi yang
disampaikan kepada Hasnah dan gurunya dengan bijaksana.
b. Istiqomah
Pada saat melakukan kerja beres-beres setelah melakukan
permainan di sentra persiapan, dengan penuh antusias anak-anak
bergerak melakukan pekerjaan beres-beres tanpa disuruh. Termasuk
Amira yang masih berusia 2 tahun, ia berusaha membereskan barang-
barang selepas bermain di sentra persiapan dengan penuh kesadaran.
Tanpa bantuan dari siapapun ia menyimpan kembali barang tersebut
pada tempatnya. Walaupun saat itu guru menawarkan bantuan pada
Amira untuk membawa barang mainannya, tetapi Amira tetap
istiqomah untuk membawanya sendiri.
c. Tanggung Jawab
Seusai anak-anak bermain di sentra, tanpa komando dari guru
sebagai fasilitatornya, dengan penuh tanggung jawab anak-anak
bergegas untuk merapikan dan mengembalikan peralatan main ke
tempat semula.Akan tetapi, salah satu di antara mereka ada yang masih
butuh bimbingan untuk merapihkan peralatan main yang digunakannya.
Dengan bimbingan intensif tanpa melakukan 3 M dari gurunya,
akhirnya anak tersebut memahami dan menyadari kekurangannya akan
arti sebuah tanggung jawab.123
d. Syukur
Sebelum dan sesudah makan, anak-anak terbiasa berdoa sebagai
ungkapan rasa syukur atas rizki yang diterimanya. Ketika waktunya
123
Hasil pengamatan langsung di TK Batutis Al-Ilmi, studi dokumen dan
hasil wawancara dengan setiap guru sentra serta anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi. 19 September 2013.
243
makan siang bersama tiba, Ahmad salah satu di antara mereka
memberikan informasi bahwa di luar sana banyak anak-anak yang
kelaparan, oleh karena itu tidak boleh menyia-nyiakan pemberian
Allah, seperti membuang makanan dan berlebih-lebihan. Teman-teman
yang lainnya pun antusias untuk merespon informasi dari Ahmad,
mereka bersyukur atas nikmat Allah.
e. Khusyuk
Harun, yang saat itu sedang menyapu, mengabaikan gangguan
dari Raihan.Ia tetap focus dengan pekerjaannya. Begitupun dengan
Yahya yang tetap focus melukis, walaupun keadaannya bising. Mereka
berdua tetap melanjutkan pekerjaannya sampai tuntas dan mengabaikan
gangguan apapun di sekitarnya.
f. Rajin
Dengan penuh pengertian, anak-anak menyadari bahwasanya
pekerjaan apapun yang mereka lakukan mereka berusaha membantu
temannya dengan cara apapun, selagi mereka mampu. Tersebutlah
Nabila yang terkenal rajin, disebut rajin karena ia selalu bekerja dengan
tuntas sesuai urutan dan aturan. Nabila selalu membantu temannya
yang membutuhkan.Ia membereskan dan mengumpulkan kembali
aneka barang yang telah digunakannya di sentra.
g. Bersih
Kebersihan adalah sebagian dari Iman, itulah salah satu hadits
yang dijadikan pedoman oleh anak-anak untuk senantiasa menjaga
kebersihan.Tanpa disuruh, Adit langsung mengambil kain lap dan
mengepelnya ketika melihat sambil yang tercecer di lantai ketika acara
makan bersama berlangsung, sehingga lantai pun bersih kembali.
h. Hormat
Anak-anak dibiasakan untuk mengucapkan kata maaf dan
permisi ketika hendak melakukan sesuatu yang dikhawatirkan
mengganggu orang lain. Ketika anak-anak sedang melakukan kegiatan
beres-beres kelas dan mengepel lantai yang kotor, saat itu bertepatan
dengan kegiatan pelatihan guru-guru yang sedang melakukan observasi
244
di kelasnya. Dengan kata-kata halus dan sopan anak itu berkata, “
Permisi Bu, saya mau mengepel lantainya dulu ya.” 124
i. Sabar
Selain hormat, anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi terbiasa untuk
antri dan sabar dalam menunggu gilirannya. Kegiatan makan bersama
merupakan kegiatan yang menuntut anak-anak untuk bersabar
menunggu giliran dirinya mengambil makanan dan lauknya dengan
antri serta penuh kesadaran.
j. Ikhlas
Ketika mempunyai makanan atau rizqi apapun, anak-anak
selalu berbagi dengan penuh keikhlasan terhadap teman-
temannya.Salah satu contoh, ketika acara gosok gigi setelah makan
bersama, di antara mereka ada yang membawa pasta gigi dan tidak
membawa pasta gigi.Saat itu, anak-anak ikhlas berbagi kepada teman-
temannya yang tidak membawa pasta gigi, supaya teman-temannya
bisa menggosok gigi bersama-sama.
k. Berpikir Positif
Tidak hanya diajarkan tentang berpikir positif kepada orang
lain. Anak-anak pun diajarkan untuk berpikir positif terhadap kejadian
yang menimpa dirinya.Salah satu contoh, ketika Andi yang menyangka
dirinya sakit, karena badannya terasa tidak enak.Disarankan oleh
temannya untuk minum air putih, barangkali kurang cairan.karena
dahinya tidak panas setelah dipegang temannya.
l. Rendah Hati
Ketika ada salah seorang anak yang mendapatkan pujian atas
prestasinya karena dapat menggambar pemandangan di sekitar rumah
dengan komposisi dan kombinasi warna yang pas.Ia hanya menjawab
124
Hasil pengamatan langsung di TK Batutis Al-Ilmi, studi dokumen dan
hasil wawancara dengan setiap guru sentra serta anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi. 19 September 2013.
245
dengan polos,”ini biasa aja kok, kamu juga dapat membuat yang seperti
ini, asalkan engkau bersungguh-sungguh.125
m. Jujur
Sikap jujur yang ditampakkan anak-anak TK Batutis Al-Ilmi
tercermin melalui kegiatan yang didasari kesepakatan bersama antara
guru dan anak-anak tentang perilaku mereka selama belajar.Salah satu
hasil kesepakatan di antara mereka adalah membuat aturan tentang
kewajiban membaca surat-surat pendek, jika di antara mereka
mengucapkan kata-kata yang tidak bermutu. Ketika proses interaksi
kegiatan belajar mengajar berlangsung, seorang guru tidak sengaja
mengucapkan kata “betul-betul-betul,” menirukan ucapan tokoh Upin-
Upin. Salah seorang mengingatkan gurunya bahwa guru telah
mengucapkan kata-kata yang tidak bermutu, dan hukumannya adalah
harus membaca surat-surat pendek, sambil meminta maaf dan mengaku
khilaf gurupun melakukannya.
n. Taqwa
Dalam benak anak-anak, pengertian taqwa secara sederhana
adalah mengakui kesalahan yang pernah mereka lakukan kepada yang
bersangkutan dan memohon ampun kepada Allah jika ia meninggalkan
salah satu perintah-Nya serta ungkapan kalimat Thoyyibah ketika
melihat dan merasakan nikmat Allah. Seperti kejadian di sentra balok,
ketika anak-anak mengambil balok untuk membangun sebuah masjid
dan terlihat hasil bangunan masjid yang dibangun bagus susunannya,
mereka mengucapkan kata takjubnya dengan ungkapan yang
menggetarkan hati “Subhaanallah, indah sekali bangunannya.”126
o. Disiplin
Ketika kesepakatan di antara murid dan guru terjalin, batasan
dan klasifikasi yang sama-sama saling dimengerti, maka anak-anak
akan mengingatnya, termasuk jika ada guru yang melakukan
125
Hasil pengamatan langsung di TK Batutis Al-Ilmi, studi dokumen dan
hasil wawancara dengan setiap guru sentra serta anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi, 19 September 2013. 126
Hasil pengamatan langsung di TK Batutis Al-Ilmi, studi dokumen dan
hasil wawancara dengan setiap guru sentra serta anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi. 20 September 2013.
246
kekeliruan, dengan penuh santun anak akan mengingatkan gurunya
supaya tidak melakukan kekeliruan kembali. Saat itu ada guru yang
masuk ke salah satu sentra, yaitu sentra seni. Guru tersebut mengambil
kursi warna kuning dan duduk di deretan anak-anak yang pada saat itu
sedang berlangsung kegiatan jurnal pagi. Sambil mengerjakan
pekerjaannya yaitu menggambar, seorang anak mendekati guru baru
tersebut dan berkata, “Maaf Bu, seharusnya ibu duduk di deretan kursi
berwarna hijau, kalau kursi berwarna kuning itu deretan kursi untuk
anak-anak, tempetnya di sebelah sini,” menurut anak tersebut.
Kemudian ibu guru baru itu menyadari kekeliruannya dan ibu guru
meminta maaf kepada anak-anak sambil berkata, “Terima kasih anak-
anakku, sudah mengingatkan ibu.”127
Ada banyak pelajaran tentang kehidupan yang dapat diambil
dari satu kegiatan yang sesederhana mungkin dalam proses kegiatan di
setiap sentra. Anak belajar menaklukkan egonya sendiri demi
kepentingan bersama dan belajar berkompromi atas konflik yang
dihadapinya. Selain itu anak belajar untuk senantiasa berpikir positif
terhadap peran yang dibawakannya kemudian dirinya merasa berarti
dengan tidak membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain.
Pelajaran-pelajaran berharga tersebut tidak akan terjadi jika guru tidak
sabar dalam membimbing anak-anak. Sikap sabar yang dimiliki oleh
seorang guru tertanam karena kepercayaan positif bahwa setiap anak
mampu mencapai keberhasilan yang diinginkan jika diberi kesempatan
menapaki tahap demi tahap perkembangannya dengan baik.128
Demikian juga kegiatan yang terjadi di rumah, tidak mungkin
anak mampu melakukan perbuatan yang baik, jika selama ini
tangannya hanya dimanfaatkan oleh orang tua untuk melaksanakan
perintah-perintah semata. Di samping itu, orang tua tidak bisa berharap
banyak anaknya untuk bisa mandiri, jika orang tua selalu memenuhi
semua keperluan anak, terlalu rajin mengurus semua kebutuhan anak
dengan dalih kasih sayang, mulai dari memandikan, menyuapi
makanan sampai menyediakan perlengkapan sekolah. Itulah sebabnya,
127
Hasil pengamatan langsung di TK Batutis Al-Ilmi, studi dokumen dan
hasil wawancara dengan setiap guru sentra dan anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi. 19 September 2013. 128
Tahap perkembangan anak dengan baik adalah yang mengacu pada
prinsip perkembangan anak, yaitu: proses pembelajaran dilakukan secara berulang-
ulang, pembelajaran disusun secara sistematis dari hal yang mudah ke yang sulit dan
pembelajaran linear dengan sifat, karakter, gaya belajar anak supaya anak dapat
mengikuti pembelajaran secara efektif dan efisien.
247
salah satu elemen dalam pembelajaran dengan pendekatan metode
sentra adalah dengan menggunakan pengajaran tidak langsung, karena
anak usia dini dipandang sebagai pembelajar yang aktif, tidak pasif
yang hanya mengikuti apa yang guru perintahkan. Oleh karena itu,
dalam implementasi metode sentra, anak datang ke sekolah bukan
hanya untuk menerima informasi yang menurut guru penting.
Melainkan anak datang ke sekolah untuk mendapatkan kesempatan
bereksplorasi melalui main yang terarah. Dari kegiatan main yang
terarah tersebut anak dapat menyerap berbagai informasi, konsep,
pengetahuan dan lain sebagainya. Dengan keyakinan tersebut, seorang
guru tidak akan memandang negative anak yang belum mampu
melakukan sesuatu. Melalui pengetahuan yang dimiliki guru mengenai
tahap perkembangan anak, guru akan mencari berbagai kendala yang
dihadapi anak dan menemukan solusinya yang terbaik untuk menutupi
celah yang masih kosong dalam tahap perkembangan sesuai dengan
tumbuh kembang anak. Sebagai seorang guru sentra, harus memiliki
energi ganda untuk bersikap sabar dalam melayani setiap anak,
bersama kesabaran yang dimiliki guru itulah, anak usia dini dapat
menempuh proses pembelajaran dengan penuh kesabaran tanpa
intimidasi dan tanpa memberikan label negative kepada anak-anak usia
dini sebagai peserta didiknya. Terlebih lagi sampai membanding-
bandingkan potensi kecerdasan anak yang satu dengan anak yang
lainnya.129
Setelah mengadakan penelitian tentang implementasi metode
sentra dalam mengembangkan kecerdasan majemuk anak usia dini di
TK Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi, penulis rasakan banyak
mendapatkan keilmuan yang baru, terutama tentang cara mengarahkan
dan membangun kecerdasan majemuk secara terpadu yang diramu
dengan 18 sikap Asmaul Husna kemudian dialirkan di setiap sentra
sebagai pembiasaan dan pembekalan dan pijakan (pondasi) yang kuat
supaya kehidupan mereka di masa mendatang lebih baik dengan modal
dasar kecerdasan majemuk yang mereka miliki dan pengembangan
karakter mulia sebagai benteng dari segala hal yang membahayakan
dalam setiap sesi kehidupannya.
129
Hasil pengamatan langsung di TK Batutis Al-Ilmi, studi dokumen dan
hasil wawancara dengan setiap guru sentra serta anak-anak di TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi, 19 September 2013.
241
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari data dan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis
mengenai implementasi metode sentra di TK Batutis Al-Ilmi Pekayon
Bekasi dalam pengembangan kecerdasan majemuk anak usia dini,
maka dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut:
a. Pengetahuan tentang kecerdasan majemuk menjadi bagian tak
terpisahkan dari penerapan metode sentra. Metode sentra adalah
sebuah pendekatan pembelajaran untuk membantu anak usia dini
agar memiliki kesiapan yang utuh memasuki jenjang sekolah. Siap
memasuki jenjang sekolah secara fundamental tidak sama dengan
hanya memiliki kemampuan baca tulis hitung saja. Kesiapan
memasuki jenjang sekolah menuntut tercapainya sejumlah aspek
yang jauh lebih kompleks dari sekedar kemampuan calistung
(membaca, menulis dan berhitung) yang hanya mencerminkan
kecerdasan verbal linguistik dan logic matematik anak semata. Ada
enam sentra yang diaplikasikan di TK Batutis Al-Ilmi yaitu; Sentra
persiapan, sentra balok, sentra seni, sentra bahan alam, sentra main
peran besar dan sentra Imtaq (Iman dan Taqwa).
b. Pendekatan metode sentra, dari sentra persiapan, sentra bahan alam,
sentraseni, sentrabalok, sentra main peran besar dan sentra Iman dan
Taqwa (imtaq) menunjukkan hasil yang memuaskan dan sesuai
harapan dalam menanamkan konsep keimanan dan pendidikan
agama Islam di setiap sentra. Terutama sentra iman dan taqwa dapat
mempengaruhi keberhasilan dari sentra sentra yang lainnya. Hal ini
terlihat dari indikator-indikator pembelajaran hasil observasi yang
sudah tercapai. Sebagai contoh anak-anak usia dini di TK Batutis
Al-Ilmi Pekayon Bekasi mampu mempraktekkan wudhu sesuai
urutan yang benar, melaksanakan praktek ibadah shalat dengan baik,
bertutur kata yang bermutu kepada guru dan teman-temannya,
menjaga kebersihan dan sikap positif lainnya yang terlihat dalam
aplikasi tentang 18 sikap Asmaul Husna. Selain itu, anak didik
menikmati pembelajaran yang menyenangkan dalam mengeksplorasi
potensi kecerdasan majemuknya melalui integrasi pendekatan
242
metode sentra dan pendidikan agama Islam dengan konsep main
yang terarah dan happy learning.
c. Dengan menggunakan pendekatan metode sentra tujuan
pembelajaran yang dikehendaki lebih mudah dicapai, selain
menggunakan konsep happy learning pembelajaran didesain secara
integral, holistik, berorientasi pada kehidupan sehari-hari serta
berpusat pada anak didik, guru berperan sebagai fasilitator,
motivator dan tranformator dalam pembelajaran disetiap sentra.
Sehingga pengalaman belajar anak lebih bermakna dan misi
pendidikan agama Islam dapat ditransformasikan kepada anak didik
secara benar karena setiap TFP dan rencana pembelajaran
(lesson plan) yang dibuat semuanya berlandaskan ayat-ayat Al-
Quran dan Al-Hadits serta semua aktifitas proses pembelajaran di
setiap sentra sejak mulai pembelajaran jurnal pagi sampai akhir
pembelajaran di jurnal siang secara keseluruhan bernuansa agama
Islam. Karena setiap sentra harus mengalirkan nilai-nilai
pemahaman terhadap 18 sikap dari sifat Asma’ul Husna, yaitu:
mutu, hormat, jujur, kasih sayang, sabar, syukur, ikhlas, disiplin,
tanggung jawab, khusyuk, rajin, berpikir positif, ramah, rendah hati,
istiqomah, taqwa, dan qona’ah.
d. Dalam implementasi metode sentra hasil observasi dengan kedua
instrumen tersebut (tahap perkembangan anak dan kecerdasan
majemuk) menjadi isian wajib laporan guru melalui observasi tujuh
kecerdasan majemuk. Dari laporan demi laporan itulah guru
menginstruksikan tahap demi tahap proses pembelajaran anak usia
dini dalam mengembangkan kecerdasan majemuknya dalam
kehidupan sehari-hari sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak.
B. Saran
Penelitian ini merupakan ikhtiar dalam menerapkan metode
sentra di sekolah dhuafa yang berhasil diterapkan dengan baik dan
mampu menempa karakter anak usia dini sebagai aplikasi dari
kecerdasan majemuk yang diasah dan distumulus melalui pendekatan
metode sentra. Hal ini menunjukkan bahwa metode sentra sebagai cara
ajar yang praktis dan mudah diterapkan. Maka sekolah Taman Kanak-
kanak atau Raudhatul Athfal di seluruh penjuru tanah air seyogyanya
243
menerapkan metode sentra di sekolahnya. Persepsi yang kurang pas
mengenai metode sentra yang terkesan berat dan rumit, bila dicoba dan
diterapkan justru menjadi sumber energi istimewa yang membuat tugas
mengajar menjadi aktifitas yang membahagiakan.
Dari temuan hasil penelitian ini diharapkan bahwa model
pembelajaran dengan pendekatan metode sentra agar berjalan efektif
perlu dilakukan antara lain; pertama, kurikulum perlu dikembangkan
dan didesain secara sistematis dengan mencerminkan adanya satu
kesatuan dan keserasian antara tema dengan materi yang disampaikan
kepada anak didik. Kedua, semua guru hendaknya mendesain
pembelajaran metode sentra lebih sistematis dan menarik dengan
sumber belajar yang lebih variatif agar anak didik termotivasi untuk
mengikuti pembelajaran secara aktif. Ketiga, pendekatan metode sentra
banyak memberikan keuntungan, diantaranya yaitu; anak didik mudah
memusatkan perhatian pada tema, anak didik mampu
mengeksplorasikan potensinya karena guru menyajikan tema sesuai
dengan kebutuhan anak didik, anak didik mampu mempelajari
pengetahuan dan mengembangkan berbagai kecerdasan dan kompetensi
dalam tema yang sama, pemahaman terhadap materi pelajaran lebih
mendalam dan berkesan, kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih
baik dengan mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman anak didik
melalui sentra-sentra yang ada, anak didik mampu merasakan manfaat
dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang
jelas. Sehingga anak didik bergairah dalam mengikuti pembelajaran
karena dapat berkomunikasi dalam situasi yang nyata.
Harapan penulis, semoga pengembangan kecerdasan majemuk
dengan menggunakan pendekatan metode sentra bisa
diimplementasikan oleh pemerintah dan pemangku kebijakan
pendidikan di seluruh pelosok tanah air Indonesia. Karena pada
hakikatnya metode sentra adalah smart plan untuk mencerdaskan
generasi penerus bangsa. Orientasi utamanya adalah mengubah moral,
mental nalar anak bangsa ini menjadi lebih mulia dengan nilai-nilai
karakter pendidikan yang Islami.
245
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Abdullah Nashih Ulwan dkk, Pendidikan Anak menurut Islam:
Mengembangkan Kepribadian Anak. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1992.
Ali, Mohammad. Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional: Menuju
Bangsa Indonesia Yang Mandiri, Jakarta, Imtima, 2010.
Amstrong, Thomas. Multiple Intelligeces in The Class Room.
Alexandria: Association for supervision and Curriculum
Development, 2000.
, Setiap Anak Cerdas Panduan Membantu Anak Belajar dengan
memanfaatkan Multiple Intelligence-nya.Diterjemahkan oleh
Rina Buntaran. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002.
, Seven Kind of Smart: Menemukan dan Meningkatkan
Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligences.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Anna Farida, dkk. Sekolah yang Menyenangkan: Metode Kreatif
Mengajar dan Pengembangan Karakter Siswa. Bandung:
Nuansa, 2012.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. cet, ke 5. Jakarta: Bumi
Aksara, 2000
Armstrong, Thomas. Multiple Intelligences In The Classroom.
Alexandria: Association For Supervision and Curriculum
Development, 2009.
246
Azwar, Syaifuddin. Pengantar Psikologi Intelligences. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2002.
Bafadal, Ibrahim. Administrasi dan Supervisi Penyelenggaraan Taman
Kanak-kanak. Jakarta; Dirjen Dikti Depdikbud,1999.
Bagong Suyanto dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial. Jakarta:
Kencana, 2010.
Becker, K. A. (2003). History of the Stanford-Binet Intelligence Scales:
Content and Psychometrics. (Stanford-Binet Intelligence Scales,
Fifth Edition Assessment Service Bulletin No.1 ). Itasca,
IL:RiversidePublishing.3. http://www.assess.nelson.com/pdf/sb5-
asb1.pdf (diakses pada tanggal 10 Oktober 2012).
Bobbi de Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning ;
Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung:
Boeree, George. Metode Pembelajaran dan Pengajaran: Kritik dan
Sugesti Terhadap Dunia Pendidikan, Pembelajaran dan
Pengajaran, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
Bowles, Terry. “Self-rated Estimates of Multiple Intelligences Based
on Approaches to Learning” dalam Australian Journal of
Educational and Developmental Psychology. Vol 8, 2008.
Brigham, Eugene F. Joel, F. Houston, Manajemen Keuangan.
Bandung: Airlangga, 2001.
Bright Horizons early learner.net. The Early Learner Activity Center.
http:// bh. Earlylearner.net. //Family/Activity Center/inex.cfm,
2000. Diakses tanggal 20 Juni 2013.
Campbell, Linda dan Campbell, Bruce. Multiple Intelligences And
Student Achievement : Success Stories From Six School.
Alexandria: Association For Supervision and Curriculum
Development, 1999.
247
Campbell, Linda. Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple
Intelligences. Depok: Intuisi Press, 2004.
Chatib, Munif. Menjadi Gurunya Manusia; Menjadikan Semua Anak
Istimewa dan Semua Anak Juara. Bandung: Kaifa, 2011.
. Sekolahnya Manusia, Sekolah Berbasis Multiple Intelligences
di Indonesia. Bandung: Kaifa, PT Mizan Pustaka, 2011.
Daradjat, Zakiah. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah.
Jakarta: Ruhama, 1995.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV.
Diponegoro, 2005.
Departemen Pendidikan Nasional, Pembuatan dan Penggunaan Alat
Bermain Edukatif. Jakarta: Depdiknas, 2002.
, Bahan Pelatihan Lebih Jauh Tentang Sentra Dan Lingkaran.
Jakarta: Dit PADU Depdiknas, 2004.
, Pendidikan Luar Sekolah, Pedoman penerapan BCCT dalam
Pendidikan Anak Usia dini. (Jakarta: Direktorat Pendidikan,
2006)
, Pedoman Pembelajaran di Taman Kanak-kanak (Jakarta:
Direktorat Dirjen PAUD, 2005.
, Pedoman Penerapan BCCT. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional, 2006.
, Pedoman Penerapan Pendekatan Sentra dan Lingkaran
(BCCT) dalam Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta; Depdiknas,
2006.
, Pedoman Pendekatan “Beyond Center and Circle Time
(BCCT)” Pendekatan Sentra Dan Saat Lingkaran) Dalam
Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Direktorat Pendidik Tenaga
Kependidikan Pendidikan Nonformal, 2007.
248
, Pedoman Penerapan Pendekatan, “Beyond Center and Circle
Time (BCCT)(Pendekatan Sentra dan Lingkungan) dalam
Pendidikan Usia Dini, (Departeman Pendidikan Nasional.
Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah Direktorat
Pendidikan Anak Usia Dini, 2006.
Depdiknas, Pembuatan dan Penggunaan Alat Bermain Edukatif (APE),
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Dirjen Pendidikan Luar
Sekolah dan Pemuda. Jakarta: Depdiknas, 2002.
Dewi Salma Prawiradilaga, Eviline Siregar, Mozaik Teknologi
Pendidikan, Jakarta: Prenada, 2004.
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini , Dirjen Pendidikan Luar
Sekolah dan Pemuda, Jakarta: Depdiknas, 2002.
, Lebih Jauh Tentang Sentra dan Saat Lingkaran, Jilid 1-5.
Jakarta: Depdiknas, 2004.
, Lebih Jauh Tentang Sentra dan Saat Lingkaran, Jilid 1-5.
Jakarta: Depdiknas, 2004.
. Rencana Strategis (Renstra). Jakarta: Depdiknas, 2005.
, Bulletin PADU, Jakarta: Depdiknas, 2006.
, Grand Desain Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta:
Depdiknas, 2007.
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Pendekatan Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Depdiknas, 2002.
Dombro, Amy, Laura, et al. The Creative Curriculum for infants and
Toddlers: Teaching Strategies, (Washington, 2001).
Elaine, B. Johnson, Contex Teaching And Learning: Menjadikan
Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan Dan Bermakna,
Bandung: Kaifa, 2010.
249
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2011.
Fadjar, A. Malik. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam (Visi
Pembaruan Pendidikan Islam. Jakarta: LP3NI, 1998.
Al Gani, Abdu. Fi al Tarbiyah al Islamiyah. Mesir, Dar al Fikri al
‘arobi, 1970.
Gardner, Howard. Frames of Minds: The Theory of Multiple
Intelligences. New York: Basic Books, 1983.
. Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. New
York: Basic Books, 1993
. Multiple Intelligences: The Theory In Practice. New York:
Basic Book, 1993.
. Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) diterjemahkan
oleh Alexander Sindoro. Batam: Interaksa, 2003.
Gilley, Jiane Mack and Gilley, Early Chilhood Development and
Education, New York: Delmar Publisher Inc, 2001.
Goleman, Daniel. Emotional Intelligence; Mengapa EQ Lebih Penting
daripada IQ. Jakarta, Gramedia Utama, 2009.
Gutama, Sosialisasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Makalah;
Menyambut Hari Anak Nasional di gedung Kowani, Jakarta
tanggal 20 Juli 2005.
Hapidin, Evaluasi Kegiatan untuk Anak Usia Dini. Jakarta: PAUD FIP
Universitas Negeri Jakarta (UNJ), 2002.
Hasan, Teuku Muhammad. Memoar Kiprah Sejarah. Jakarta: Graffiti
Pers, 2006.
Herbert Brant dan Kenneth S. Holt, The Complette Mothercare
Manual, (London: Conran oktopus, 1986), 242.
250
Hoerr, Thomas R. Buku Kerja Multiple Intelligences. Bandung: Mizan
Pustaka, 2007.
Hurlock Elizabeth,. Perkembangan Anak jilid I. Jakarta: Erlangga,
2000.
Hurlock, Elizabeth B. Child Development, Sixth edition. New York:
Mc Graw Hill, 1978.
Hurtado,A. Strategic Suspensions. New York: Basic Books, 1996.
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian
Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Husaini Usman dan Purnomo S. Akbar, Metode Penelitian Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara, 2001.
Ibnu Sina, Al-Najah. kairo: Dar al-Ihya, 1325 H.
Jabir bin hayyan, Ibnu Al –Haytam, Al-Kindi, Ad-damiri, Zakariya Ar-
Razi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Ibnu Majid, Al-Farghani, Al-
Khawarizmi dan masih banyak lagi yang lainnya.
Jamaal „Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak, Teladan Rasulullah
SAW, Penerjemah: Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi. Bandung:
Irsyad Baitus Salam, 2005.
Jannah, Miftahul. “Implementasi Multiple Intelligences System pada
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Yayasan Islam
Malik Ibrahim (YIMI) Full Day School Gresik Jawa Timur”
(Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya,
2009).
Johnson, Elaine B. Contex Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Kaifa,
2010.
Julie Viens dan Silja Kallenbach, “Multiple Intelligences Resources for
the Adult Basic Education Practitioner: an Annotated
251
Bibliography” NCSALL (Nation Center for the Study of Adult
Learning and Literacy) Occasional Paper, December 2001, 2.
K. Permadi, Iman dan Taqwa Menurut al-Qur‟an (Jakarta: PT.Rineka
Cipta, 1995), 35.
kak Seto Mulyadi dan Luthfi Trizki, Finansial Parenting. Jakarta:
Noura Books, 2012.
Karim Sadeghi, Bahareh Farzizadeh, “The Relationship between
Multiple Intelligences and Writing Abilty of Iranian EFL
Learners” dalam Journal of English Language Teaching, Vol. 5,
No. 11 (Iran: Urmia University, 2012).
Kathy Charner, Mauren Murphy, Jennifer Ford, Permainan Berbasis
Sentra Pembelajaran. Jakarta: Erlangga for Kids, 2005.
Keputusan Presiden RI no. 44 tanggal 23 juli tahun 1984.
Penyelenggaraan Hari Anak Nasional (HAN) ditujukan untuk
mensosialisasikan hak-hak anak yang telah disepakati dunia dan
diratifikasi pemerintah RI dalam UU Perlindungan Anak no. 23
tahun 2002.
Kurikulum Berbasis Kompetensi”Swara Ditpertais No. 17 Th. Ii, 18
Oktober 2004. http://www.ditpertais.Net/Swara/No17.Asp.
Diakses 18 Mei 2013.
Alavi, M. Zainuddin. Pemikiran Islam pada Abad Klasik dan
Pertengahan, Terjemahan Abudin Nata, Canada: Montreal, 2000.
Majalah Media TK Sentra, Membangun Karakter dan Budi Pekerti.
Jakarta; Media TK Sentra, Volume 3, 2010.
Makmun, Abin Syamsuddin. Psikologi Pendidikan, Bandung: Rosda
Karya Remaja, 2003.
Mariyana, Rika, Strategi Pengelolaan Lingkungan Belajar di Taman
Kanak-kanak, Jakarta: Depdiknas. Ditjen Dikti, 2001.
252
Mary Mayesky, Creative Activities for Young Children, New York:
Delmar Publisher Inc, 2000.
Masri Singarinbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey.
Jakarta: LP3ES,1989.
Massardi, Siska Y. Rumah Kisah: Selamat Datang di Garasi; Sebuah
Potret Kehidupan Sekolah TK Dhuafa, Jakarta: PT.Arga
Publishing, 2007.
Maxim, George.W, The Very Young Giding Children from Infancy
through the earlyYears. New York: MC MillanPublishing
company, 1993.
May Lwin dkk, Cara Mengembangkan Berbagai Komponen
Kecerdasan. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2008.
1Mayesky Mary, Creative Activities for Young Children ( New
York: Delmar Publisher Inc, 1990), 29.
Megawangi, Ratna. “Pengasuhan dan Pendidikan Anak Usia Dini untuk
Membangun Karakter”, makalah dalam seminar Pendidikan Anak
Usia Dini, Al-Azhar, (Jakarta, 1 Januari 2007).
Megawangi, Ratna. Pendidikann Karakter Solusi Tepat Membangun
Bangsa. Jakarta: Star Energy, 2007.
Miller, Regina. The Developmentally Appropriate Inclusive Classroom
in Early education. New ayork: Delmar, 1996.
Mimbar Pendidikan, nomor 3, IKIP Bandung, 1989. Muchtar Luthfi
berasal dari Universitas Riau, dan artikel ini diambil dari buku
karangan Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,
Bandung; Remaja Rosda Karya, 2005.
Moleong, Lexi J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 2006.
253
. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2000. cet. Ke-12.
Muhadjir, Noeng. Metodologi Keilmuan Paradigma Kualitatif,
Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Rake Sarasin, 2007.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2001.
Mulkhan, Abdul. Munir Nalar Spiritual Pendidikan: Solusi Problem
Filosofis Pendidikan Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,
2002.
Mulyadi, Seto. Kecerdasan Emosional Anak Penting dikembangkan.
Jakarta: Pelita, 2003.
Mulyana. A.Z. Rahasia Menjadi Guru Hebat. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2010.
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung, PT. Remaja Rosda
Karya, 2004.
Mustaqim, Psikologi Pendidikan. Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo, 2004.
Najati, Muhammad Usman. Jiwa dalam Pandangan Para Filsof
Muslim. Bandung: Pustaka Hidayah, 2004.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bogor: Galolia Indonesia, cetakan
keenam, 2005.
Norman K. Denzin, Y vonna S. Lincoln (e), The SAGE Handbook of
Qualitative Research. London: SAGE publication, 2005.
Obrzud, John. “Stanford Binet Intelligence Scale” dalam Canadian
Journal of School Psychology, vol.19, 2000.
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), 12.
254
Othman, Ikhsan. Rohizani Yaakub, “Aplication of The Multiple
Intelligence Theory in Curriculum Implementation” dalam Asia
Pacific Journal of Educators and Education, Vol. 25, (Tanjong
Malim: Faculty of Cognitive Science and Human Development
Sultan Idris Education University, 2010).
Pamela C. Phelps, Beyond Cribs and Rattles Playfull Scafolding the
Development of Infants and Toodlers, (Tallahase, Florida, CCRT
2005), 97.
Pasiak, Taufik. Revolusi IQ/EQ/SQ; Menyingkap Rahasia Kecerdasan
Berdasarkan Al-Qur’an dan Neuroains. Bandung: Mizan, 2008.
Patmawati, “Multiple Intelligence System dan Pembelajaran PAI”
(Tesis di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2010).
Paul Hersey dan Blanchard, Management of Organizational Behavior,
New Jersey: Englewood Chliffs, 1998.
Pedoman Penerapan BCCT dalam Pendidikan Anak Usia dini,
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral pendidikan
Luar Sekolah, direktorat pendidikan, 2006.
Phelps, Pamela C. Beyond Cribs and Rattles Playfull Scaffolding the
Development of infants and Toodlers. (Tallahase, Florida, CCRT
2005), 16.
Phelps, Pamela C. Let’s Build, Strong Foundation in Language, Math,
Social Skills. Florida: Gryphon House, 2012.
Pimpinan Pusat HIMPAUDI Indonesia, Pedoman kerja Himpunan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini
(HIMPAUDI), Jakarta, 2007.
Puckett, Margareth B and Difilly, Deborah, Teaching Young Children:
An Introduction to The Early Chilhood Professional, Scond
Edition, New York: Thomson Delmar Learning, 2004.
255
Purwanti, Eni. “Pendidikan Islam Berbasis Multiple Intelligences
System (MIS) Study kasus pada SMP YIMI Gresik dan MTs
YIMA Bondowoso Jawa Timur” (Disertasi Program Pascasarjana
IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011).
Qaradawi,Yusuf. Iman dan Kehidupan. Jakarta: Bulan Bintang, cetakan
ke 3, 19932.
Ramayulis, Ilmu pendidikan Islam, cet. Ke-9. Jakarta: Kalam Mulia,
2011.
Salim, Bairus. “Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences ;Telaah
dari Sudut Pandang Pendidikan Islam” (Tesis Program
Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2008).
Samples, Bob. Opening Whole Mind: Parenting and Teaching
Tomorrow Childrens Today. Bandung: Kaifa, 1999.
Sellars, Maura. “Exploring Executive Function: Multiple Intelligences‟
Personalised Mapping for Success” dalam The International
Journal of Learning,Vol. 18, No. 03 (University of Newcastle
Australia, 2012), 296.
Semiawan, Conny. “Pengembangan Rambu-Rambu Belajar Sambil
Bermain pada Anak Usia Dini”, buletin PADU. Jakarta;
Depdiknas, 2003.
Siswaya, Suranto S. Sukses dengan Multi Talenta; Multiple
Intelligences, Surakarta: Suara Media Sejahtera, 2008.
Soedijarto, Pendidikan Nasional Sebagai Wahana Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa dan Membaca Peradaban Negara dan Bangsa,
(Jakarta: CINAPS, 2000), 154.
Sternberg, RJ. Successful Intelligence. New York: St Martin Press,
1996.
Sudjana, Nana. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: Sinar Baru, 1989.
256
Sudono, Anggani. Sumber belajar dan Alat permainan Anak Untuk
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Grasindo, 2000.
Sugianto, Mayke. Bermain, Mainan dan Permainan. Jakarta:
Depdiknas. Dirjen Dikti, Proyek Pembinaan Guru, 1995.
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2006.
, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2007.
Sujiono dkk, Kurikulum Alternatif Berbasis Kompetensi Anak Usia
Dini, Universitas Negeri Jakarta: Pusdiani Press; Pusat Studi
Anak Usia Dini, 2002.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
PT Remaja Rosda Karya, 2006.
Suparno, Paul. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget, Yogyakarta:
Kanisius, 2001.
Suyanto, Slamet. Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005.
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004.
Ath-Thabari, Muhammad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari. Abu Ja‟far
Muhammad bin Jarir Ath-Thabari; penerjemah, Akhmad Affandi;
editor, Bensus Hidayat Amin. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.
At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, Beirut, Dar al-Arab al-Islami, 1998.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2005.
257
Tamin, Wismiarti dan Siti Khadijah, Panduan Untuk Sentra Untuk
PAUD, Sentra Seni. Jakarta: Sekolah Al-Falah, 2010.
Tasmara, Toto. Yahudi Mengapa Mereka Berprestasi. Jakarta: Sinergi
Publishing, 2010.
Tilaar, H.A.R “Pendidikan Nasional Sebagai Sarana Strategis Dalam
Pengembangan Kreatifitas dan Entrepreneur Menghadapi
Tantangan Era Globalisasi” Jurnal Pendidikan Penabur –
no.18/Tahun ke-11/Juni 2012,
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 2005. cet. Ke-3
Trister, Diane Dogde, E Yandian, Sharon, Blomer, Donna, “ A
Trainer‟s Guide to Creative Curriculum for infants and toodler,
third Edition. (Washington DC: Teaching Strategis Inc, 2002).
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003/ Sisdiknas
Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002.
Undang-Undang RI. No. 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Penjelasannya,Yogyakarta: Media Wacana Press,
2003.
Uno, Hamzah B. Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching.
Quantum Teaching: Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: Ikrar
Mandiri Abadi, 2008.
Usman, Husaini, Pranowo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian
Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, edisi kedua, 2008.
Wismiarti, “Pendidikan Anak Usia Dini berbasis Kecerdasan Majemuk
di Sekolah Al-Falah. Makalah pada Seminar dan Lokakarya
Nasional Pendidikan Anak Usia Dini” (Jakarta: Universitas
Negeri Jakarta bekerja sama dengan Ditlusepa Depdiknas, 2004)
258
Wolfgang. School For Young Children (Developmentally Appropriate
Practices, 1992).
Yudhistira dan Siska Massardi, Pendidikan Karakter dengan Metode
Sentra, Bekasi: Media Pustaka Sentra, 2012.
Yusuf Hadi Miarso, Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali,
1986), 75.
Qaradawi, Yusuf. Iman dan Kehidupan Cetakan 3. Jakarta: Bulan
Bintang, 1993), 28.
Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghozali. Jakarta: Bumi
Aksara, 1991.
Zohar, Danah dan Ian Marshall, SQ: Spiritual Intelligences; The
Ultimate Intelligences .Blomsbury; Great Brain, 2000.
Jurnal:
Gardner, Howard A Case Against Spiritual Intelligence, “The International Journal for the Psychology of Religion, Vol.
10, (2012).
Jamaris, Martini, Pengembangan Multiple Intelligences dan
Aplikasinya melalui pembelajaran terpadu di Taman kanak-
kanak, Jurnal Program Studi PAUD, PPs UNJ, 2004
Purwanto, 8 Kecerdasan Utama dalam Teori Kecerdasan Majemuk,
Jurnal kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara, Jakarta, 1998.
Sadeghi, Karim, Bahareh Farzizadeh. “The Relationship between
Multiple Intelligences and Writing Abilty of Iranian EFL
Learners” dalam Journal of English Language Teaching,
Vol. 5, No. 11. Iran: Urmia University, 2012.
Obrzud, John “Stanford Binet Intelligent Scale” dalam Canadian Journal of School Psychology, Vol. 19. 2000.
Othman, Ikhsan, Rohizani Yaakub. “Aplication of The Multiple
Intelligence Theory in Curriculum Implementation” dalam
Asia Pacific Journal of Educators and Education, Vol. 25.
259
Tanjong Malim: Faculty of Cognitive Science and Human
Development Sultan Idris Education University, 2010.
Bowles, Terry. “Self-rated Estimates of Multiple Intelligences Based
on Approaches to Learning” dalam Australian Journal of Educational and Developmental Psychology.Vol 8, 2008.
Sellars, Maura, “ Exploring Executive Function: Multiple Intelligence”
Personalised Mapping for Success” dalam The International
journal of learning, vol.18, No.03 (University of Newcastle
Australia, 2012), 296.
Dokumen :
Profil TK Batutis Al-Ilmi Pekayon – Bekasi – Jawa Barat Tahun ajaran
2012 – 2013
Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini,
Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini di Jakarta 10-12
September, 2003
Website:
http://belajarpsikologi.com/tujuan-pendidikan-nasional/ diakses pada
hari Senin tanggal 08 April 2013
http://digilib.unimed.ac.id/konsep-pendidikan-taman-kanakkanak-yang-
ideal-22038.html diakses pada tanggal 01 April 2013.
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/ASP/article/view/15405, diakses
pada tanggal16 April 2013.
http://sbelen.com/2011/08/08/mengapa-mutu-pendidikan-finlandia-
terbaik-di-dunia/.
http://www.dechacare.com/kecerdasan-majemuk-kecerdasan-
seutuhnya-mendidik-anak diakses 20 April 2013.
http;//www.asep-s.web.ugm.ac.id/Artikel?POLITIK
/UU%20PERLINDUNGAN%20ANAK.pdf diakses tanggal 01
260
Maret 2014. Tentang Undang-undang Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
www.tazkia.ac.id
www. syafiiantonio.com
Wawancara:
Wawancara dengan Ainur Guru Sentra Imtaq, TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi,
Wawancara dengan Andi, salah satu anak didik yang berada di sentra
main peran besar.
Wawancara dengan Imas Maspupah guru sentra main peran, TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.
wawancara dengan Refiyanto Guru Sentra Bahan Alam, TK Batutis Al-
Ilmi Pekayon Bekasi.
Wawancara dengan guru sentra seni Sa‟diyah disela-sela kesibukannya
mengarahkan anak-anak saat bermain sentra seni di TK Batutis
Al-Ilmi, Juli 2013.
Wawancara dengan Nur‟aini guru sentra Imtaq.
Wawancara dengan Sa‟diyah Guru Sentra Seni TK Batutis Al-Ilmi
Pekayon Bekasi
Wawancara dengan Siska Y. Massardi pendiri TK Batutis Al-Ilmi.
Wawancara secara intensif dengan Triyani, Guru sentra balok di TK
Batutis Al-Ilmi Pekayon Bekasi.
263
GLOSARIUM
Akhlakul Karimah : Perilaku yang mulia
Afektif : berkenaan dengan perasaan (seperti rasa
takut, dan rasa cinta); mempengaruhi
keadaan perasaan dan emosi; mempunyai
gaya atau makna yg menunjukkan
perasaan (gaya bahasa atau makna).
Densitas bermain : berbagai macam cara setiap jenis main
yang disediakan untuk mendukung
pengalaman anak.
Domain : wilayah; daerah; ranah
Eksistensial : hal berada; keberadaan
Ekstrovert : kepribadian yang lebih dipengaruhi oleh
dunia objektif, orientasinya terutama
tertuju ke luar. Pikiran, perasaan, serta
tindakannya lebih banyak ditentukan
oleh lingkungan.
Ekuitas : kepemilikan dalam bentuk nilai uang
Implementasi : Pelaksanaan; penerapan
Intelektual : cerdas, berakal, dan berpikiran jernih
berdasarkan ilmu
pengetahuan; mempunyai kecerdasan
yang tinggi; cendekiawan; totalitas
pengertian atau kesadaran, terutama yg
menyangkut pemikiran dan pemahaman.
Intensitas bermain : sejumlah waktu yang dibutuhkan anak
untuk pengalaman dalam tiga jenis main,
yaitu; main peran, main pembangunan,
main sensorimotor.
Interpersonal : antar pribadiatau individu.
Introvert : kepribadian yang lebih dipengaruhi oleh
dunia subjektif, orientasinya tertuju ke
dalam.
Karakter : tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain; watak.
264
Kecerdasan : perihal tentang cerdas; perbuatan
mencerdaskan; kesempurnaan
perkembangan akal budi (seperti
kepandaian, ketajaman pikiran).
Klasifikasi : Penyusunan bersistem dalam kelompok
atau golongan menurut kaidah atau
standar yang ditetapkan.
Kognitif : berhubungan dengan atau melibatkan
kognisi, berdasar kepada pengetahuan
faktual yang empiris.
Kompetensi Dasar : Kemampuan tingkat dasar.
Komprehensif : Luas dan lengkap (tentang ruang lingkup
atau isi); mempunyai dan
memperlihatkan wawasan yang luas.
Komunikasi : Penyampaian dan penerimaan pesan
diantara dua orang atau lebih dengan
menggunakan simbol verbal dan non
verbal.
Konstan : tetap tidak berubah; terus-menerus.
Konteks : bagian suatu uraian atau kalimat yang
dapat mendukung atau menambah
kejelasan makna; situasi yang ada
hubungannya dengan suatu kejadian.
Konvensional : berdasarkan konvensi atau kese-
pakatan umum. Seperti adat, kebiasaan,
kelaziman) tradisional.
Moral : (ajaran tentang) baik buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan,
sikap, kewajiban, dsb; akhlak, budi
pekerti; susila; kondisi mental yang
membuat orang berani, bersemangat,
bergairah, berdisiplin, bersedia
berkorban, menderita, menghadapi
bahaya dsb; isi hati atau perasaan
sebagaimana terungkap dalam perbuatan.
265
Mutu : perihal cerdas; perbuatan mencerdaskan;
kesempurnaan perkembangan akal budi
(seperti kepandaian, ketajaman pikiran).
Operasional : bersangkut paut dengan operasi.
Optimal : terbaik; paling menguntungkan.
Paradigma : model dalam teori ilmu pengetahuan;
kerangka berfikir.
Paripurna : lengkap; penuh lengkap.
Perspektif : sudut pandang; pandangan.
Pijakan : Dukungan yang berubah-ubah selama
kegiatan belajar mengajar, dimana mitra
yang lebih terampil menyesuaikan
dukungan terhadap tingkat kinerja anak
saat ini. Dukungan lebih banyak
diberikan ketika tugas masih baru;
dukungan lebih sedikit ketika
kemampuan anak sudah meningkat,
dengan demikian menanamkan
penguasaan diri dan kemandirian anak.
Praktis : berdasarkan praktik; mudah dan senang
memakainya.
Psikomotorik : berhubungan dengan aktivitas fisik yang
berkaitan dengan proses mental dan
psikologi.
Psikologis : berkenaan dengan psikologi; bersifat
kejiwaan.
Relevansi : hubungan; kaitan; hal relevan.
Revolusioner : bersifat mencintai perubahan secara
keseluruhan.
Sentra : pembelajaran yang dilakukan
berdasarkan area tertentu.
Silabus : kerangka unsur kursus pendidikan,
disajikn dalam aturan yang logis, atau
dalam tingkat kesulitan yang makin
meningkat; ikhtiar suatu pelajaran.
Sistematis : teratur menurut sisterm; memkai sistem;
dengan cara yang diatur baik-baik.
266
Spiritual : Berhubungan dengan atau bersifat
kejiwaan (rohani, batin).
Teoritis : Secara teori.
Verbal : Peristiwa komunikasi yang
menggunakan bahasa sebagai sarana
penyampaian.
Visi : Pandangan; wawasan; kemampuan untuk
melihat pada inti persoalan; apa yang
tampak dalam daya khayal; dan apa yang
terlihat oleh mata.
267
INDEKS
A
Al-Falah, 14, 65, 83, 84, 91, 98, 101, 103,
148
Amerika, 7, 13, 97, 101, 107, 154, 155
Amstrong, 19, 32, 38, 102, 155
Anak, 1, 2, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 13, 14, 15,
16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26,
27, 29, 30, 32, 34, 36, 37, 38, 41, 42,
43, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 54, 55, 56,
57, 62, 64, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73,
74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83,
84, 86, 87, 88, 89, 92, 93, 94, 95, 96,
97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104,
105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 112,
113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120,
121, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 128,
129, 130, 131, 132, 133, 134, 135, 136,
137, 138, 139, 140, 141, 142, 143, 144,
145, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 152,
153, 154, 155, 156, 157, 158, 159, 160,
161, 162, 163, 164, 166, 167, 168, 169,
175
Asma’ul Husna, 148, 159, 167
B
Batutis Al-Ilmi, 14, 17, 18, 21, 22, 23, 24,
25, 26, 27, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71,
74, 75, 76, 79, 80, 82, 83, 84, 86, 87,
88, 89, 91, 92, 94, 95, 98, 101, 102,
105, 108, 109, 110, 111, 116, 117, 120,
125, 129, 133, 139, 146, 149, 151, 152,
163, 166, 167, 169
Bekasi, 14, 17, 18, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
27, 37, 65, 66, 67, 68, 69, 76, 80, 82,
85, 86, 88, 91, 92, 95, 101, 102, 105,
108, 111, 117, 123, 125, 129, 133, 139,
146, 149, 152, 161, 163, 167, 169
Binet, 2, 3, 5, 13, 28, 34
Bloom, 52, 112
C
Chatib, 30, 32, 49, 50, 51, 52, 53, 62, 96,
97, 122
Circle Time, 104
D
Dhu’afa, 70, 71, 72, 74, 79, 80, 91, 99,
102, 134, 152, 167, 175
E
Efektif, 29, 40, 45, 49, 55, 57, 60, 61, 77,
88, 99, 103, 120, 133, 147, 150, 153,
166, 169
Eksplorasi, 125, 143, 146, 155, 160
F
Fasilitator, 14, 52, 100, 106, 117, 131,
148, 150
Fitrah, 2, 11, 21, 103
Florida, 7, 13, 97, 101, 107
G
Garasi, 69, 70, 71, 75
Gardner, 1, 2, 3, 4, 11, 13, 19, 30, 31, 32,
35, 36, 37, 38, 39, 40, 44, 55, 113, 154
Guru, 9, 13, 25, 48, 49, 81, 83, 84, 85, 86,
90, 92, 99, 100, 101, 103, 104, 109,
268
116, 117, 126, 127, 130, 131, 132, 133,
135, 137, 138, 139, 141, 147, 148, 150,
159, 162, 163, 166, 167
H
Happy Learning, 5, 87, 159, 160, 166
I
Implementasi, 5, 20, 175
Intelektual, 3, 34, 36, 37, 73, 96, 97, 105,
112, 113, 128, 145, 161
Intelligences, 1, 3, 4, 10, 13, 19, 20, 29,
30, 32, 34, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42,
43, 44, 45, 46, 50, 52, 53, 55, 59, 61,
62, 64, 97, 113, 121, 122
J
Jakarta Timur, 14, 65, 84, 98, 101, 148
Jurnal, 23, 121, 156, 168
K
Karakter, 5, 9, 10, 18, 35, 49, 51, 54, 71,
73, 74, 77, 83, 95, 98, 102, 104, 108,
110, 111, 113, 143, 150, 151, 152, 156,
157, 159, 160, 166, 175
Kecerdasan, 1, 2, 3, 4, 5, 7, 9, 10, 11, 12,
13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23,
25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34,
35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44,
45, 48, 49, 50, 52, 53, 54, 55, 64, 72,
73, 77, 81, 94, 96, 97, 98, 99, 105, 107,
108, 110, 111, 112,멼 113, 114, 115,
116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 125,
126, 127, 130, 131, 133, 134, 135, 136,
138, 140, 143, 146, 148, 150, 152, 153,
154, 155, 156, 157, 158, 160, 161, 162,
166, 167, 169, 175
Kecerdasan majemuk, 1, 2, 4, 18, 24, 31,
35, 37, 65, 97, 98, 105, 111, 113, 115,
116, 118, 125, 131, 151, 154, 156, 157,
159, 160, 169
Konvensional, 27, 65, 66, 98, 100, 102,
105, 107, 109, 113, 116, 133, 159
Kurikukulum, 100
L
Logika, 2, 3, 4, 13, 15, 18, 22, 28, 34, 38,
41, 44, 45, 47, 48, 49, 96, 97, 105, 109,
113, 118, 119, 120, 136, 140, 157, 161
M
Metode sentra, 107, 110, 131, 159, 166,
175
Multiple intelligences, 1, 2, 7, 9, 14, 18,
19, 20, 23, 25, 32, 37, 51, 53, 55, 61,
62, 64, 65, 97, 107, 121, 122
N
New York, 1, 2, 4, 30, 113, 136
O
Observasi, 23, 159, 167
Optimal, 1, 9, 14, 15, 34, 75, 81, 113, 114,
116, 118, 126, 127, 138, 152, 156, 160,
167
Orang tua, 6, 7, 14, 47, 48, 73, 74, 78, 79,
89, 96, 103, 114, 116, 123, 124, 127,
130, 131, 134, 137, 151, 155, 166
P
Paradigma, 15, 19, 22, 31, 32, 50, 52, 99,
102, 106, 108, 159
PAUD, 5, 6, 11, 14, 78, 81, 91, 103, 106,
112, 113, 115, 154, 159, 161
269
Pekayon, 14, 17, 18, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
27, 65, 66, 68, 69, 76, 80, 85, 86, 111,
117, 125, 133, 139, 146, 149, 152, 163
Pembelajaran, 7, 11, 14, 16, 19, 20, 37, 39,
40, 41, 42, 43, 44, 48, 52, 53, 54, 57,
60, 62, 63, 133, 150, 153, 154
Pendidikan, 2, 4, 5, 6, 7, 9, 11, 14, 15, 16,
17, 19, 20, 23, 24, 27, 35, 37, 49, 52,
57, 60, 61, 62, 66, 67, 68, 72, 73, 76,
77, 78, 79, 81, 82, 83, 84, 85, 89, 92,
95, 96, 98, 101, 105, 106, 108, 111,
112, 113, 116, 122, 123, 125, 126, 128,
130, 140, 149, 151, 153, 154, 156, 160,
170, 174
Perkembangan, 1, 5, 6, 7, 8, 14, 17, 18, 31,
32, 36, 38, 47, 48, 52, 66, 71, 73, 75,
77, 78, 79, 81, 91, 93, 94, 95, 96, 97,
104, 105, 106, 107, 109, 111, 112, 113,
114, 116, 117, 118, 121, 126, 127, 128,
131, 132, 133, 134, 135, 136, 137, 141,
145, 148, 149, 150, 151, 153, 159, 166,
167, 169, 175
Pijakan, 7, 16, 107, 126, 131, 134, 135,
136, 137, 138, 141, 143, 146, 147, 163,
164, 166
Potensi, 1, 2, 5, 7, 13, 14, 15, 20, 21, 22,
34, 35, 38, 45, 47, 50, 51, 52, 55, 69,
72, 77, 81, 96, 99, 105, 113, 115, 116,
121, 122, 124, 126, 128, 130, 152, 153,
155, 156, 159, 161, 167
Prestasi, 17, 18, 36, 49, 51, 93, 94, 95,
121, 154, 155
Professional, 4, 56, 82, 83, 84, 85, 98, 110,
118, 121
Psikologi, 2, 12, 28, 29, 31, 32, 34, 35,
121, 126
Q
R
Recalling, 104, 118, 121, 131, 136
Relevan, 10, 19, 23, 26, 137
S
Sekolah, 3, 4, 20, 30, 38, 49, 50, 52, 54,
62, 65, 67, 70, 71, 74, 75, 80, 84, 87,
92, 93, 96, 97, 98, 101, 103, 108, 114,
122, 150, 154
Sensori motorik, 1
Sentra, 4, 5, 6, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20,
21, 22, 23, 25, 26, 27, 65, 66, 74, 75,
76, 80, 81, 82, 83, 89, 91, 92, 93, 95,
97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104,
105, 106, 107, 108, 109, 110, 111, 115,
116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 125,
127, 129, 130, 131, 132, 133, 134, 135,
136, 137, 138, 139, 140, 141, 142, 143,
144, 146, 147, 148, 151, 152, 157, 159,
160, 161, 162, 163, 164, 166, 167, 175
Seto Mulyadi, 29, 49
Siska, 14, 37, 65, 68, 69, 70, 71, 72, 73,
74, 75, 76, 79, 84, 88, 89, 91, 92, 98,
99, 101, 102, 103, 105, 106, 109, 116,
123, 125, 126, 128, 130, 134, 140, 154,
156, 160
Stakeholder, 11, 50
T
Terpadu, 4, 9, 11, 17, 18, 20, 21, 23, 29,
32, 65, 105, 110, 112, 113, 115, 116,
117, 122, 125, 131, 133, 153, 157, 158,
161
TK, 14, 15, 17, 18, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
27, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 73, 74,
75, 76, 77, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85,
86, 87, 88, 89, 90, 91, 94, 95, 96, 98,
99, 101, 102, 106, 109, 110, 111, 114,
116, 117, 120, 125, 129, 133, 139, 146,
149, 151, 152, 161, 163, 166, 167, 169
U
Ulwan, 2
270
V
Verbal Linguistik, 5
W
Wismiarti, 5, 14, 79, 91, 98, 101, 103, 159,
180
Y
Yudhistira, 6, 7, 14, 15, 68, 70, 73, 75, 82,
83, 88, 89, 91, 95, 98, 101, 102, 103,
105, 106, 123, 125, 126, 128, 130, 140,
154, 156, 160
Z
Zakiyah Daradjat, 16, 17, 180
271
Daftar Riwayat Hidup
Nama : M. Zakaria Hanafi
Nama Panggilan : Muhammad
Tempat Tanggal Lahir : Indramayu, 11 April 1980
Alamat : Perumahan Pesona Gading Cibitung
Jln.Hasana Raya Blok H3 Nomor 62A
RT 007 RW 016 Desa Wanajaya-
Kecamatan Cibitung-Kabupaten Bekasi
Jawa Barat 17520
Pekerjaan : Guru Pendidikan Agama Islam
Kementerian Agama Kota Bekasi
di SDN Jati Asih II Kota Bekasi
HP : 081219017930
Email : [email protected]
Karya Tulis Ilmiah : “Hukuman dalam Kegiatan Belajar
Mengajar dan Pengaruhnya Terhadap
Hasil Belajar” (skripsi)
Keluarga
Nama Bapak : Hanafi (Alm)
Nama Ibu : Aniyah
Nama Istri : Andam Dewi
Nama Anak : 1. Dean Umainah Zakaria
2. Hasya Unaisah Zakaria
3. Ahmad Ubaidah Zakaria
272
Pendidikan
1. SDN Tukdana II Kec. Bangodua Kab. Indramayu lulus
tahun 1993
2. SMPN 2 Bangodua Kec. Bangodua Kab. Indramayu lulus
tahun 1996
3. SMU Muhammadiyah Jatibarang Kab. Indramayu lulus
tahun 2000
4. Penyetaraan Guru PAI SD/MI UIN Syahid Jakarta lulus
tahun 2003
5. S1 Universitas Muhammadiyah Jakarta Jurusan PAI lulus
tahun 2005
6. S2 Sekolah Pasca Sarjana Konsentrasi PAI UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Tahun 2011- sekarang.