Upload
phamthuan
View
228
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 375
IMPLEMENTASI LESSON STUDY DALAM UPAYA MENINGKATKAN
MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA
Siska Candra Ningsih
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UPY
Jl. PGRI I Sonosewu No. 117 Yogyakarta, e-mail : [email protected]
Abstract
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar
mahasiswa dalam mata kuliah Metode Numerik melalui kegiatan Lesson Study. Subjek
dari penelitian ini adalah mahasiswa semester VI kelas A1 Program Studi Pendidikan
Matematika, Universitas PGRI Yogyakarta yang mengikuti perkuliahan Metode Numerik.
Objek penelitian adalah penerapan kegiatan Lesson Study dalam pembelajaran Metode
Numerik dengan pendekatan kooperatif.Kegiatan lesson study pada penelitian ini
dilaksanakan 4 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari 3 tahapan kegiatan yaitu tahap
perencanaan (plan), pelaksanaan (do), dan refleksi (see). Dalam tahap plan, sekelompok
dosen merancang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan mempersiapkan semua yang
dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Dalam tahap do, dosen model melaksanakan
perencanaan pembelajaran yang sudah disusun sebelumnya. Tahap see dilakukan setelah
proses pembelajaran selesai. Observer memberikan komentar, kritikan dan saran
berkaitan kegiatan do sehingga dapat dijadikan rujukan untuk merencanakan siklus
berikutnya. Hasil kegiatan lesson study menunjukkan bahwa motivasi belajar mahasiswa
pada pra-siklus hanya 49.41%(kategori kurang), pada siklus I 53.31%(kategori cukup),
siklus II menjadi 74.09%(kategori cukup), siklus III meningkat menjadi 82.75%(kategori
tinggi) dan siklus IV meningkat lagi menjadi 83.656% (kategori tinggi). Untuk hasil
belajar, pada pra-siklus nilai rata-rata kelas hanya 50.40 dengan ketuntasan belajar
32.50%(kategori rendah), pada siklus I, rata-rata kelas 52.225 dengan ketuntasan belajar
47.50%(kategori rendah), pada siklus III, rata-rata kelas meningkat 70.15 dengan
ketuntasan belajar 77.50%(kategori tinggi) dan siklus IV, rata-rata kelas telah mencapai
72.775 dengan ketuntasan belajar 82.50%(kategori tinggi).
Kata kunci : lesson study, motivasi, hasil belajar, pembelajaran kooperatif
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Metode Numerik merupakan mata kuliah yang wajib diikuti oleh mahasiswa Pendidikan
Matematika. Dalam Metode Numerik, mahasiswa diajak untuk memahami berbagai metode
yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan – permasalahan yang sering dihadapi
dalam berbagai bidang di kehidupan nyata.
Pada mata kuliah ini, metode-metode yang digunakan juga dapat di aplikasikan ke
dalam berbagai program komputer. Biasanya, mata kuliah yang dihubungkan dengan program
komputer dapat menarik minat mahasiswa. Tetapi kenyataannya di kelas tidak sesuai dengan
yang diharapkan peneliti yang juga merupakan dosen pengampu mata kuliah ini. Mahasiswa
terlihat kurang bersemangat dan tidak termotivasi untuk memahami lebih lanjut materi-materi
yang diajarkan dalam Metode Numerik. Sebagai akibatnya hasil belajar mahasiswa juga tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Dari hasil tes yang diadakan peneliti, nilai rata-rata yang
diperoleh mahasiswa 6A1 hanya 50.40 dengan persentase ketuntasan 32.50% dan termasuk
kriteria rendah.
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
376 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Kurangnya motivasi mahasiswa tersebut dapat disebabkan karena metode pembelajaran
yang masih berlangsung secara konvensional. Dosen bertindak sebagai satu-satunya sumber
belajar dan mahasiswa cenderung bersikap pasif atau sekedar menerima informasi dari dosen.
Melihat keadaan ini, peneliti dan beberapa dosen lainnya yang serumpun melalui kegiatan
Lesson Study merubah pembelajaran Metode Numerik dengan pendekatan kooperatif.
Mahasiswa dituntut lebih aktif dan mencari sendiri materi yang harus dipelajari di dalam
kelompok – kelompok kecil. Dosen hanya berfungsi sebagai pembimbing dan memberikan
masukan atau perbaikan. Dalam Lesson Study, dosen – dosen yang serumpun bekerja sama
dalam mempersiapkan dan melakukan proses pembelajaran agar mendapatkan hasil yang lebih
baik.
Oleh karena itu penelitian ini diberi judul “Implementasi Lesson Study Dalam Upaya
Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Metode Numerik Mahasiswa Dengan Pendekatan
Pembelajaran Kooperatif “
Rumusan masalah pada makalah ini adalah “ bagaimana upaya meningkatkan motivasi
dan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah metode numerik ?”. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar mahasiswa program studi Pendidikan
Matematika dalam mata kuliah Metode Numerik dengan pendekatan pembelajaran kooperatif
melalui kegiatan lesson study.
Penelitian ini dapat berguna bagi berbagai pihak. Bagi dosen, diharapkan hasil
penelitian ini dapat membantu dosen dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan
peningkatan motivasi dan hasil belajar mahasiswa. Bagi mahasiswa sendiri diharapkan
penelitian ini dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar mereka. Dan Bagi pengambil
kebijakan, diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan terutama yang berkaitan dengan penerapan model pembelajaran.
Kajian Pustaka
Lesson Study merupakan kegiatan pengkajian pembelajaran yang dilakukan oleh
sekelompok guru/dosen secara kolaboratif dan berkelanjutan untuk menguji dan meningkatkan
keefektifan pembelajaran.Lesson Study berasal dari Jepang (dari kata jugyokenkyu) yaitu suatu
proses sistematik yang digunakan oleh guru – guru Jepang untuk menguji keefektifan
pengajarannya dalam rangka meningkatkan hasil pembelajaran (Garfield, 2006).Lesson
studysebagai suatu kegiatan dimana para pendidik (guru/dosen) secara bersama-sama
merencanakan, mengamati, menganalisis, dan memperbaiki pembelajaran yang dilakukannya.
Kegiatan lesson study dilaksanakan melalui tiga tahapan pokok, yaitu plan (perencanaan), do
(pelaksanaan), dan see (refleksi). Ketiga tahapan tersebut menjadi satu siklus penelitian.
Motivasi adalah segala sesuatu yang timbul dari dalam diri individu yang
mendorongnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan.
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 377
Djamarah (2008:152) mengemukakan motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan
yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan
tujuan tertentu.
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh seseorang setelah melalui kegiatan
belajar atau penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran
yang biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru. Nana Sudjana
(1990) menyebutkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki atau dikuasai
mahasiswa setelah menempuh proses belajar.
Pendekatan kooperatif merupakan suatu strategi pengajaran yang melibatkan mahasiswa
bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan bersama. Di dalam kelas kooperatif
mahasiswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang mahasiswa yang
sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras dan setiap anggota kelompok
harus saling membantu dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan (Trianto, 2007). Pada
pendekatan kooperatif, mahasiswa didorong untuk mampu memiliki dan melakukan hal – hal
berikut : menerima orang lain, membantu orang lain, menghadapi tantangan dan bekerja dalam
tim (Miftahul, 2013).
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang bersifat reflektif,
partisipatif, kolaboratif, dan spiral, bertujuan untuk melakukan perbaikan –perbaikan terhadap
sistem, cara kerja, proses, isi, dan kompetensi atau situasi pembelajaran.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di program studi Pendidikan Matematika, Universitas PGRI
Yogyakarta pada mata kuliah Metode Numerik dan dilaksanakan pada semester genap tahun
akademik 2012/2013.
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester VI kelas A1 program studi
Pendidikan Matematika, Universitas PGRI Yogyakarta yang mengikuti mata kuliah Metode
Numerik.
Prosedur Penelitian
Metode pengembangan sistem pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini
adalah lesson research dengan lesson study model Lewis (2002). Pelaksanaannya dilaksanakan
dalam 4 siklus yang disesuaikan dengan alokasi waktu dan pokok bahasan yang telah
ditentukan. Dalam setiap siklus terdiri atas 3 tahap kegiatan, yaitu: 1) perencanaan (plan), 2)
pelaksanaan dan observasi (do), 3) refleksi (see).
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
378 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Gambar 1 Prosedur Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, pemberian angket, tes hasil
belajar dan perekaman. Teknik observasi dan perekaman digunakan untuk merekam aktivitas
pembelajaran, sedangkan teknik pemberian angket digunakan untuk mengetahui motivasi
mahasiswa, dan tes untuk melihat hasil belajar mahasiswa.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: lembar observasi, angket
motivasi dan tes hasil belajar mahasiswa. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui
kualitas pembelajaran Metode Numerik, angket motivasi belajar digunakan untuk mengetahui
motivasi belajar mahasiswa yang mengikuti pembelajaran Metode Numerik, tes/kuis digunakan
untuk mengetahui peningkatan hasil belajar mahasiswa yang mengikuti pembelajaran Metode
Numerik.
Teknik Analisis Data
Angket motivasi belajar dan lembar observasi kegiatan mahasiswa dianalisis secara
deskriptif untuk mengetahui peningkatan motivasi dan aktivitas belajar mahasiswa dalam
pembelajaran Metode Numerik mulai dari pra-penelitian, kemudian angket setelah siklus I,
siklus II, siklus III, dan siklus IV. Kualifikasi hasil persentase skor angket motivasi dan aktivitas
belajar disajikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 2. Kualifikasi Hasil Persentase Skor Angket
No. Persentase Kualifikasi
1 75% < skor 100% Tinggi
2 50% < skor 75% Cukup
3 25% < skor 50% Kurang
4 0% < skor 25% Rendah
(Dimodifikasi dari Sugiyono, 2010: 144)
Peningkatan hasil belajar mahasiswa dilihat dari hasil tes/kuis. Untuk menentukan
persentase ketuntasan mahasiswa digunakan rumus perhitungan persen (%) ketuntasan sebagai
berikut :
Plan
2
Plan
3
Plan
4
Do
+
See
2
Do
+
See
4
Do
+
See
3
Plan
1
Do
+
See
1
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 379
% 100%jumlah siswa tuntas
Persen ketuntasanjumlah siswa
Untuk menggambarkan peningkatan persentase ketuntasan hasil belajar mahasiswa
dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 2. Kualifikasi Hasil Belajar Mahasiswa
No Persentase Kriteria
1. 75% < P ≤ 100% Tinggi
2. 50% < P ≤ 75% Cukup
3. 25% < P ≤ 50% Rendah
4. 0% < P ≤ 25% Sangat Rendah
(Sugiyono: 2010)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Secara keseluruhan penelitian ini berjalan dengan baik dan mendapatkan hasil yang
sesuai dengan harapan peneliti. Penelitian ini dilaksanakan dalam 4 siklus, masing – masing
siklus terdiri dari 3 tahapan kegiatan, yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan dan observasi (do)
dan refleksi (see). Tabel 3 dan 4 berikut ini memberikan hasil angket motivasi dan hasil belajar
mahasiswa pada Pra-Siklus, Siklus I, Siklus II, Siklus III dan Siklus IV.
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan pengamatan terhadap
mahasiswanya dalam proses pembelajaran. Pengamatan dilakukan menyangkut motivasi
mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran dan hasil belajar yang mereka peroleh. Untuk
memperkuat hasil pengamatan, mahasiswa diminta untuk mengisi angket motivasi dan
dilakukan ujian pra-siklus. Dari hasil angket motivasi mahasiswa pada pra-siklus hanya
memiliki rata-rata 39.525 (49.41%/kriteria kurang) dengan kategori kurang 19 orang
mahasiswa, kategori cukup 21 mahasiswa dan belum ada mahasiswa yang masuk ke dalam
kategori tinggi. Untuk hasil belajar mahasiswa, pada pra-siklus persentase ketuntasan belajar
mahasiswa hanya 32.50% (kriteria rendah) dengan nilai rata-rata kelas 50.4. Mahasiswa yang
telah tuntas hanya 13 orang dan sisanya yaitu 27 mahasiswa belum tuntas.
Tabel 3. Hasil Angket Motivasi Belajar Mahasiswa Pada Pra-Siklus, Siklus I,Siklus II,
Siklus III dan Siklus IV
N
o
Kualifik
asi
Motivasi Belajar
Pra-Siklus Siklus I Siklus II Siklus III Siklus IV
Banyak
Persenta
se Banyak
Persenta
se Banyak
Persenta
se Banyak
Persenta
se Banyak
Persenta
se
Mahasis
wa (%)
Mahasis
wa (%)
Mahasis
wa (%)
Mahasis
wa (%)
Mahasis
wa (%)
1 Tinggi 0 0 0 0 27 67.5 37 92.5 38 95
2 Cukup 21 52.5 24 60 13 32.5 3 7.5 2 5
3 Kurang 19 47.5 16 40 0 0 0 0 0 0
4 Rendah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 40 100 40 100 40 100 40 100 40 100
Rata-rata
perkelas 39.525 49.41 42.65 53.31 59.275 74.09 66.2 82.75 66.925 83.656
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
380 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Belajar Mahasiswa Pra_Siklu, Siklus I,Siklus II,Siklus III
dan Siklus IV
Ketuntasan
Pra-Siklus Siklus I Siklus II Siklus III Siklus IV
Banyak
Mahasiswa
Banyak
Mahasiswa
Banyak
Mahasiswa
Banyak
Mahasiswa
Banyak
Mahasiswa
Tuntas 13 19 23 31 34
Belum
Tuntas 27 21 17 9 6
Jumlah 40 40 40 40 40
Rata-rata 50.4 52.225 57.775 70.15 72.775
Persentase 32.50% 47.50% 52.50% 77.50% 82.50%
Ketuntasan
Kriteria Rendah Rendah Cukup Tinggi Tinggi
Siklus I di awali dengan perencanaan (plan), pada tahap ini semua dosen anggota
kelompok lesson study (dosen model dan observer) mendiskusikan tentang satuan acara
perkuliahan (SAP) yang berisi tata cara pelaksanaan dan penetapan materi pembelajaran.
Kemudian menentukan kelompok yang akan presentasi pada tahapan do. Mempersiapkan soal –
soal latihan dan soal – soal untuk tes/kuis serta lembar jawabannya. Selama masa perencanaan
ini dosen model membimbing kelompok mahasiswa yang bertugas membuat makalah dan
mempresentasikannya. Diskusi antara dosen model dan mahasiswa pada tahap perencanaan
digunakan untuk menentukan kebenaran materi yang akan dipresentasikan oleh mahasiswa.
Kegiatan Pelaksanaan dan Observasi (Do) pada siklus I dilaksanakan setelah tahap
perencanaan selesai. Dalam tahapan pelaksanaan dan observasi ini, dosen model melaksanakan
kegiatan belajar mengajar (KBM) dan observer melakukan pengamatan dengan mencatat segala
hal yang diamati saat proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan
yang ada pada lembar observasi.
Pada kegiatan ini, dosen model membuka pembelajaran dengan salam dan
menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi kepada mahasiswa. Selanjutnya
mahasiswa yang kelompoknya bertugas presentasi pada hari itu membagikan makalah kepada
setiap mahasiswa. Kemudian kelompok presentator mempresentasikan materi yang telah di
tentukan.
Mahasiswa mendengarkan presentasi dengan cukup antusias, setelah presentasi dan
mahasiswa memahami materi, berikutnya mahasiswa mendiskusikan soal-soal latihan dalam
kelompok masing-masing yang telah dibagi sebelumnya. Masing-masing kelompok terdiri dari
4 orang. Dalam proses pembelajaran tersebut, observer mengamati dan mencatat aktivitas
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 381
mahasiswa dalam lembar observasi. Selain itu, dilakukan pula perekaman dengan menggunakan
kamera.
Setelah diskusi kelompok selesai dilakukan dilanjutkan dengan diskusi kelas. Beberapa
kelompok ditunjuk perwakilannya untuk menyelesaikan soal di papan tulis dan hasilnya
didiskusikan kembali. Di akhir perkuliahan, dosen memberikan rangkuman dan penguatan
materi, serta memberikan tugas secara individu untuk berlatih di rumah.
Refleksi (see)dilaksanakan setelah tahapan do. Tim lesson study yang menjadi observer
pada tahap pelaksanaan (do) di kelas memberikan masukan, kritikan dan saran kepada dosen
model untuk diperbaiki pada siklus lesson study selanjutnya.
Di akhir pertemuan mahasiswa mengisi angket motivasi belajar dan mengerjakan kuis
secara individu. Dari hasil analisis angket dapat dilihat peningkatan motivasi, keaktifan dan
hasil belajar mahasiswa pada siklus I dibandingkan dengan tahapan pra-siklus. Berdasarkan
angket motivasi mahasiswa pada siklus I rata-rata motivasi mahasiswa meningkat menjadi 42.65
(53.31%/kriteria cukup) dengan kategori kurang 16 mahasiswa, kategori cukup 24 mahasiswa
dan masih belum ada yang masuk kategori tinggi.
Untuk hasil belajar mahasiswa, pada siklus I, persentase ketuntasan belajar mahasiswa
meningkat menjadi 47. 50% tetapi masih termasuk ke dalam kategori rendah dengan nilai rata-
rata kelas 52.225. Mahasiswa yang telah mencapai ketuntasan belajar sebanyak 19 orang,
sedangkan 21 orang mahasiswa lainnya masih belum tuntas. Keterlaksanaan pembelajaran
mahasiswa pada siklus I, berdasarkan pengamatan para observer memiliki persentase
keterlaksanaan 53.636 % (kriteria cukup).
Siklus II juga di awali dengan tahap perencanaan (plan), pada tahapan ini di persiapkan
segala kebutuhan untuk tahap do dengan memperhatikan semua masukan dan kritikan yang di
berikan pada tahap see di siklus I. Pada tahap do, proses pembelajaran dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan yang telah di persiapkan. Pada siklus II ini hasil angket motivasi dan hasil
belajar mahasiswa juga telah mengalami peningkatan.
Angket motivasi mahasiswa pada siklus II mengalami peningkatan rata-rata yaitu
59.275 (74.09%/kriteria cukup) dengan kategori tinggi 27 orang mahasiswa, kategori kurang 13
mahasiswa dan sudah tidak ada yang masuk kedalam kategori rendah. Untuk hasil belajar
mahasiswa, pada siklus II memiliki persentase ketuntasan belajar 52.50% (kriteria cukup)
dengan nilai rata-rata kelas 57.775. Mahasiswa yang telah tuntas hanya 23 orang dan sisanya
yaitu 17 mahasiswa belum tuntas. Keterlaksanaan pembelajaran mahasiswa pada siklus II,
berdasarkan pengamatan para observer memiliki persentase keterlaksanaan 89.697 % (kriteria
tinggi).
Motivasi, keaktifan dan hasil belajar mahasiswa pada siklus III meningkat
dibandingkan dengan tahapan siklus II. Rata-rata motivasi mahasiswa adalah yaitu 66.20
(82.75%/kriteria tinggi) dengan kategori tinggi 37 orang mahasiswa, kategori cukup 3
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
382 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
mahasiswa. Untuk hasil belajar mahasiswa, pada siklus III memiliki persentase ketuntasan
belajar 77.50% (kriteria tinggi) dengan nilai rata-rata kelas 70.15 Mahasiswa yang telah tuntas
sebanyak 31 orang dan hanya 9 mahasiswa yang belum tuntas. Keterlaksanaan pembelajaran
mahasiswa pada siklus III, berdasarkan pengamatan para observer memiliki persentase
keterlaksanaan 89.495 % (kriteria tinggi).
Motivasi, keaktifan dan hasil belajar mahasiswa pada siklus IV meningkat sesuai
dengan yang diharapkan. Rata-rata motivasi mahasiswa adalah yaitu 66.925 (83.656%/kriteria
tinggi) dengan kategori tinggi 38 orang mahasiswa, kategori cukup 2 mahasiswa. Untuk hasil
belajar mahasiswa, pada siklus IV memiliki persentase ketuntasan belajar 82.50% (kriteria
tinggi) dengan nilai rata-rata kelas 72.775 Mahasiswa yang telah tuntas sebanyak 34 orang dan
hanya 6 mahasiswa yang belum tuntas. Keterlaksanaan pembelajaran mahasiswa pada siklus IV,
berdasarkan pengamatan para observer memiliki persentase keterlaksanaan 93.13 % (kriteria
tinggi).
Peningkatan motivasi dan hasil belajar mahasiswa setiap siklus dapat dilihat lebih jelas
pada grafik 1 berikut ini :
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi
lesson study pada pembelajaran metode numerik dengan pendekatan pembelajaran kooperatif
dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika.
Saran
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
PRA SIKLUS
SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III SIKLUS IV
pe
rse
nta
se
Grafik 1. Motivasi dan Hasil Belajar Mahasiswa Setiap Siklus
MOTIVASI
HASIL BELAJAR
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 383
Berdasarkan kesimpulan di atas peneliti memberikan beberapa saran yang perlu di
pertimbangkan, yaitu :
1. Untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar mahasiswa diperlukan suatu strategi dan
kerjasama antara mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa dengan dosen dan dosen
dengan dosen.
2. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat sangat diperlukan untuk meningkatkan
motivasi dan hasil belajar mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Garfield, J. 2006. Exploring the Impact of Lesson Study on Developing Effective Statistic
Curriculum. (online) : www.stat.uackland.ac.nz/-iase/publication/-11/Garfield.doc.
Lewis, Chatherine C. 2002. Lesson Study: A Handbook of Teacher_Led Instructional Change.
Philadeiphia, PA: Research for Better School, Inc.
Miftahul Huda. 2013. Model – Model Pengajaran dan Pembelajaran : Isu – Isu Metodis dan
Paradigmatis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.
Nana Sudjana. 1990. Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru
Algesindo.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).
Bandung: Alfabeta.
Syaiful Bahri Djamarah. 2011. Psikologi Belajar, Edisi Revisi 2011. Jakarta: Rineka Cipta.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta :
Prestasi Pustaka Publisher.
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
384 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
PENGEMBANGAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
SEKOLAH DASAR BERBASIS PENDEKATAN KONSTEKTUAL
Heru Kurniawan1)
, Suyoto2)
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP
Universitas Muhammadiyah Purworejo 1)
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan multimedia pembelajaran
matematika berdasarkan pendekatan konstektual pada kompetensi jarak, waktu, dan
kecepatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran pada siswa kelas V Sekolah
Dasar. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan model 4-D (four
D model) yang terdiri dari empat tahap. Keempat tahap tersebut adalah tahap
pendefinisian (define), tahap perancangan (design), tahap pengembangan
(development) dan tahap penyebaran (disseminate). Pada tahap define, dilakukan
penelahaan kurikulum terkait dengan kompetensi jarak, waktu, dan kecepatan. Hasil
dari tahap define dijadikan sebagai acuan untuk perancangan multimedia. Tahap
berikutnya adalah design, pada tahap ini dilakukan perancangan multimedia hasil
penelaahan tahap define. Pada tahap ini dihasilkan draft-1. Tahap selanjutnya adalah
development, pada tahap ini draft-1 dinilaikan pada validator. Secara umum,
validator memberikan penilaian bahwa multimedia draft-1 sudah sesuai dengan
kurikulum (SK dan KD) sehingga dapat digunakan dalam pembelajaran di kelas.
Selanjutnya dilakukan revisi hasil masukan dari validator terhadap draft-1. Hasil
revisi tersebut menghasilkan draft-2. Selanjutnya draft-2 diuji cobakan terbatas di
SD N Dukuhrejo Kecamatan Bayan Kabupaten Purworejo. Dalam tahap tersebut
dilakukan observasi mengenai penggunaan multimedia. Hasil observai menunjukkan
bahwa siswa tertarik dan antusias selama proses pembelajaran dan 100% siswa suka
dengan multimedia yang digunakan. Sejauh tahapan penelitian yang telah
dilaksanakan, dapat dikatakan bahwa pengembangan multimedia dapat digunakan
dalam proses pembelajaran dan mendapat tanggapan posistif dari siswa. Tahap
penelitian selanjutnya adalah dilakukan uji coba tahap-2 dengan sampel penelitian
yang lebih banyak (4 SD). Hasil dari tahap-2 tersebut akan menghasilkan produk
final yang selanjutnya akan didesimenasikan (tahap dessiminate).
Kata Kunci: Pengembangan, Multimedia, Pendekatan Konstektual
PENDAHULUAN
Pemerintah telah mengupayakan berbagai inovasi pendidikan, dari perubahan
kurikulum, kegiatan pelatihan peningkatan profesionalisme guru, Buku Sekolah Elektronik, dan
sebagainya. Namun beberapa inovasi di atas tampaknya belum cukup bisa dikatakan berhasil.
Hal ini dapat dilihat dari rendahnya prestasi Indonesia dalam bidang matematika di kancah
Internasional. Hasil Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) yang diikuti siswa
kelas VIII sebagaimana dikutip dari http://edukasi.kompas.com, prestasi matematika Indonesia
di tahun 2011 berada di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara yang siswanya dites. Skor
Indonesia ini turun 11 poin dari penilaian tahun 2007. Prestasi bidang sains, Indonesia berada di
urutan ke-40 dengan skor 406 dari 42 negara. Skors tes sains siswa Indonesia ini turun 21
angka dibandingkan TIMSS 2007.
Pembelajaran di era ini menghadapi 2 tantangan. Tantangan pertama adalah perubahan
paradigma pembelajaran dan tantangan kedua adalah adanya perkembangan teknologi informasi
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 385
dan telekomunikasi yang pesat. Dengan munculnya pendekatan konstektual pada dasarnya telah
menjawab tantangan pertama. Sementara itu, tantangan kedua dijawab melalui adanya kemajuan
teknologi informasi dan telekomunikasi yang begitu pesat menawarkan berbagai kemudahan-
kemudahan baru dalam pembelajaran. Lebih dari itu, teknologi ini ternyata turut pula
memainkan peran penting dalam memperbarui konsepsi pembelajaran yang semula fokus pada
pembelajaran yang semata-mata suatu penyajian berbagai pengetahuan menjadi pembelajaran
sebagai suatu bimbingan agar mampu melakukan eksplorasi terhadap ilmu pengetahuan.
Dalam suatu tulisan mengenai elemen dasar pembelajaran di abad 21 disebutkan
“They (teacher) specifically address learning and thinking skills, including: critical thinking
and problem-solving skills; communication; creativity and innovation; collaboration;
contextual learning; and information and media literacy. In addition, students and educators
today must have ICT (Information and Communications Technology) literacy and use
technology in the context of teaching and learning”. Dari tulisan tersebut dapat dijelaskan
bahwa guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran dengan penekanan untuk membangun
kemampuan berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah, berkomunikasi, kreatif dan
inovatif, berkolaborasi, belajar secara konstektual, dan mampu menggunakan ICT.
Proses belajar yang terjadi pada diri individu siswa merupakan proses aktif dimana
individu menerapkan pengetahuan yang dimilikinya. Proses belajar bukan semata-mata terjadi
karena adanya hubungan antara stimulus dan respon, tetapi lebih merupakan hasil dari
kemampuan individu dalam mengembangkan potensi dalam dirinya. Keaktifan belajar akan
mendorong siswa untuk belajar secara bermakna. Gordon Dryden dan Jeannete Vos dalam Dewi
S Prawiradilaga dan Evelina Siregar (2004: 67) menyatakan bahwa ”Ciri utama pembelajaran
yang bermakna adalah di mana siswa dapat merasakan manfaat dari kompetensi pelajaran yang
dipelajarinya di sekolah dalam kehidupan sehari-hari”. Dengan demikian, salah satu pendekatan
yang dapat mewujudkan pembelajaran yang bermakna adalah pendekatan konstektual.
Pada pembelajaran matematika istilah kontekstual dikenal sebagai pendekatan
Contextual Teaching and Learning atau yang lebih dikenal dengan pendekatan CTL. Johnson
dalam Supinah (2008: 8), menyatakan bahwa ”CTL merupakan suatu proses pengajaran yang
bertujuan untuk membantu siswa memahami kompetensi pelajaran yang sedang mereka pelajari
dengan menghubungkan pokok kompetensi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari”. Pengaitan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari diharapkan dapat
memudahkan siswa untuk memahami konsep matematika yang sifatnya abstrak.
Kelebihan pembelajaran konstektual dibandingkan dengan pembelajaran tradisional
adalah pembelajaran konstektual dapat mendorong siswa untuk memiliki kemampuan berpikir
tingkat tinggi.
Fadjar Shodiq menyebutkan dengan pendekatan konstektual diharapkan muncul
perubahan-perubahan sebagai berikut.
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
386 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
1. Mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan
pemahaman (understanding)
2. Model ceramah ke pendekatan: discovery learning, inductive learning, atau inquiry
learning.
3. Belajar individual ke kooperatif.
4. Positivist (behaviorist) ke konstruktivisme, yang ditandai dengan perubahan paradigma
pembelajaran, dari paradigma pengetahuan dipindahkan dari otak guru ke otak siswa
(knowledge transmitted) ke bentuk interaktif, investigatif, eksploratif, open ended,
keterampilan proses, modeling, ataupun pemecahan masalah.
5. Subject centred ke clearer centred (terkonstruksinya pengetahuan siswa).
Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam
pembelajarannya mengaitkan antara kompetensi yang akan diajarkannya dengan dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari
Ade Cahyana dan Devi Munandar (2008) dalam Sutirman memberikan definisi
“teknologi multimedia sebagai perpaduan dari teknologi komputer baik perangkat keras maupun
perangkat lunak dengan teknologi elektronik”.Dalam buku yang berjudul ”The Developers
Handbook to Interaktive Multimedia”, Rob Philip (1997: 8) dalam Sutirman menjelaskan
”The term „multimedia‟ is a catch-all phrase to describe the new wave of
computer software that primarily deals with the provisions of information. The
‟multimedia‟ component is characterized by the presence of text, picture, sound,
animation and video; some or all wich are organized into some coherence
program. The „interactive‟ component refers to the process of empowering the
user to control the environment usually by a computer.”
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa multimedia adalah
kombinasi antara visual, audio, animasi yang diperpadukan menggunakan teknologi computer
yang dapat digunakan dengan tujuan tertentu. Dengan kemampuan inilah, multimedia dapat
digunakan untuk tujuan pembelajaran.
Dalam piramida belajar di atas, dapat dimengerti bahwa pembelajaran dapat
ditingkatkan melalui audiovisual. Perangkat multimedia yang dirancang secara interaktif
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 387
(melibatkan keaktifan siswa), maka ada waktu bagi siswa melakukan diskusi, melakukan suatu
kegiatan, dan mengajarkannya pada orang lain. Dengan demikian keaktifan pembelajaran dapat
dimunculkan.
Dari beberapa hal yang di sampaikan di depan, maka pembelajaran harus dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan konstektual dan pemanfaatan ICT sebagai pelengkap
pembelajaran. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu multimedia pembelajaran matematika
yang didasarkan pada penedekatan konstektual. Proses pengembangan ini penting untuk
dilakukan penelitian agar hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi guru-guru untuk
selanjuntnya dapat menyajikan pembelajaran berbasis pendekatan konstektual dengan
berbantuan multimedia apada kompetensi lainnya.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan. Menurut Borg and Gall dalam
Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan, yang dimaksud dengan model penelitian
dan pengembangan adalah “a process used develop and validate educational product”.
Penelitian ini muncul sebagai strategi dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Selain untuk mengembangkan dan memvalidasi hasil-hasil pendidikan, Research and
Development juga bertujuan untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan baru melalui „basic
research‟, atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan khusus tentang masalah-masalah yang
bersifat praktis melalui „applied research‟, yang digunakan untuk meningkatkan praktik-praktik
pendidikan.
Penelitian pengembangan ini digunakan untuk mengembangkan multimedia
pembelajaran matematika berbasis pendekatan konstektual. Sedangkan metode penelitian
kuantitatif untuk melihat keterlaksanaan pembelajaran, respon siswa serta hasil ketuntasan
belajar siswa terhadap multimedia yang dikembangkan. Perangkat pembelajaran yang akan
dikembangkan dalam penelitian ini adalah multimedia pembelajaran.
Dari beberapa hal di atas, maka perlu adanya penyampaian pembelajaran dengan
pendekatan konstektual yang disertai dengan pemanfaatan ICT. Usaha yang dapat dilakukan
adalah melalui pengembangan multimedia pembelajaran yang didasarkan pada pendekatan
konstektual. Pengembangan multimedia ini dipandang penting untuk dilakukan penelitian
mengingat pembelajaran dewasa ini tidak akan bisa lepas dari penggunaan komputer. Di sisi
yang lain, pemanfaatan multimedia ini daat mendorong anak untuk lebih aktif dalam belajar.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Kecamatan Purworejo dan Butuh Kabupaten
Purworejo pada bulan Mei sampai Oktober 2013.
Subjek dan Objek Penelitian
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
388 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 5 Sekolah Dasar di Kecamatan Purworejo
Kabupaten Purworejo. Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah untuk melihat
efektifitas hasil pengembangan multimedia pembelajaran matematika dengan pendekatan
konstektual pada kompetensi kecepatan, jarak, dan waktu.
Prosedur
Model pengembangan perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada jenis pengembangan model 4-D (four D model) yang dikemukakan Thiagarajan,
yang terdiri dari empat tahap. Keempat tahap tersebut adalah tahap pendefinisian (define), tahap
perancangan (design), tahap pengembangan (development) dan tahap penyebaran (disseminate).
Prosedur pengembangan multimedia pembelajaran model 4-D secara ringkas dapat diuraikan
sebagai berikut.
Tahap Nama Tahapan Rincian Kegiatan
I Pendefinisian (define) 1. Analisisis kurikulum
2. Analisis kebutuhan siswa
3. Analisis konsep pembelajaran
4. Analisis tugas
5. Analisis tujuan pembelajaran
II Perancangan (design) Perancangan multimedia dilakukan
untuk mendapatkan rancangan awal
multimedia hasil pendefinisian langkah
sebelumnya. Hasil perancangan ini
disebut Draft-1.
III Pengembangan (develompment) 1. Validasi terhadap rancangan draft-
1.
Hasil masukan dari validator akan
dilakukan perevisian yang disebut
draft-2.
2. Uji coba terbatas terhadap draft-2
di 1 Sekolah Dasar.
Hasil uji coba terbatas akan
dijadikan masukan untuk
memperbaiki multimedia yang
selanjutnya disebut draft-3.
3. Draft-3 selanjutnya di uji cobakan
secara luas di 4 Sekolah Dasar
untuk mendapatkan produk akhir.
IV Penyebaran (deseminate) Produk akhir tersebut kemudian
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 389
disebarluaskan ke beberapa Sekolah
Dasar agar guru dapat memanfaatkan
dan membuat multimedia untuk
kompetensi yang lain.
Diagram alur pengembangan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini dapat dilihat
pada gambar 1.
Gambar. 1
Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Metode
Observasi, yang digunakan untuk mengobservasi kegiatan pembelajaran dan melihat respon
siswa terhadap multimedia yang digunakan. Observasi dilakukan pada uji coba terbatas; 2)
Lembar validasi, yang digunakan untuk memvalidasi multimedia hasil pengembangan yang
berupa validasi kompetensi, validasi bahasa, dan validasi media; 3) Tes, digunakan untuk
membandingkan efektivitas penggunaan multimedia pada kelas yang dikenai pembelajaran
dengan menggunakan multimedia dan kelas yang dikenakan pembelajaran tanpa menggunakan
multimedia. Tes digunakan pada uji coba secara luas.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan menyesuaikan dengan desain penelitiannya. Pada
tahap uji coba terbatas digunakan desain one shoot case study, sehingga pelaksanaan
pembelajaran langsung dilakukan pengamatan (observasi).
Pada uji coba luas dilakukan perbandingan antara kelas yang dikenai pembelajaran
dengan menggunakan multimedia dan kelas yang dikenakan pembelajaran tanpa menggunakan
multimedia. Teknik analisis data yang digunakan adalah menggunakan uji-t dengan rumus.
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
390 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
vt
n
s
n
s
XXtobs ~
2
2
2
1
2
1
21
;
1
/
1
/
//
2
2
2
2
2
1
2
1
2
1
2
2
2
21
2
1
n
ns
n
ns
nsnsv (Budiyono, 2003: 151)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Tahap Pendefinisian (define)
Pengembangan multimedia ini diperlukan mengingat secara teoritik pembelajaran
dapat berjalan secara lebih optimal dengan penggunaan semua indera yang dimiliki oleh
manusia. Multimedia dapat mencakup semua aspek indera manusia. Dari hasil observasi yang
dilakukan di sekolah-sekolah, kebanyakan guru belum menerapkan penggunaan multimedia
secara optimal. Pembelajaran masih didominasi dengan pembelajaran ceramah, bahkan dapat
pula dikatakan penggunaan media pembelajaran sama sekali tidak ada.
Salah satu kompetensi matematika yang diajarkan di tingkat Sekolah Dasar adalah
kompetensi waktu, jarak, dan kecepatan. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dijelaskan
sebagai berikut.
Standar Kompetensi : menggunakan pengukuran waktu, jarak, dan
kecepatan dalam pemecahan masalah.
Kompetensi Dasar : 1.2. Melakukan operasi hitung yang melibatkan
satuan waktu
1.4 Mengenal satuan jarak dan kecepatan
1.5 Menyelesaikan masalah yang berkaiatan dengan
waktu, jarak, dan kecepatan.
Kegiatan dalam tahap ini adalah analisis awal-akhir, analisis siswa, analisis konsep,
analisis tugas dan spesifikasi tujuan pembelajaran.
a. Analisis Awal-Akhir
Kegiatan penelitian pada tahap ini dilakukan analisis secara mendalam mengenai
kompetensi waktu, jarak, dan kecepatan. Kompetensi tersebut merupakan salah satu kompetensi
yang bersifat abstrak namun sangat dekat dengan keseharian siswa. Sehingga siswa dapat lebih
memahami apa itu jarak, apa itu waktu, dan apa itu kecepatan. Salah satu cara yang dapat
ditempuh adalah melalui penggunaan animasi multimedia.
Mengapa multimedia menjadi pilihan? Karena dengan menggunakan animasi
multimedia, siswa akan dapat melihat secara lebih detail mengenai konsep kompetensi yang
dibelajarkan. Siswa akan dapat mengamati pergerakan dari setiap hal yang ditampilkan media
tersebut sehingga memberikan gambaran yang lebih mudah mengenai kompetensi yang
dipelajari.
b. Analisis kebutuhan siswa
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 391
Ketika siswa dijelaskan mengenai definisi jarak, terkadang siswa hanya mampu
menghafalnya saja tanpa memahami maknanya secara utuh. Namun pengembangan multimedia
ini diharapkan dapat membantu kesulitan siswa yang demikian.
Dalam media yang dikembangkan, pembelajaran mengenai konsep jarak disajikan
dalam gambar animasi sebagai berikut.
Gambar 1. Animasi Jarak
Dalam animasi tersebut, diilustrasikan sebuah mobil yang berada pada tempat
pemberangkatan kemudian bergerak menuju tempat tujuan. Rentang antara tempat
keberangkatan dengan tempat tujuan dinamakan jarak tempuh.
Gambar 2. Animasi waktu
Dalam animasi tersebut, diilustrasikan sebuah mobil yang berangkat pada waktu
tertentu dan sampai pada waktu kemudian. Rentang saat antara waktu keberangkatan dan waktu
samapai tujuan dinamakan waktu tempuh. Demikian pula dalam pembelajaan untuk konsep
kecepatan yang disajikan dalam gambar animasi berikut ini.
TITIK KEBERANGKAT
AN
TITIK TUJUAN
MANAKAH YANG PALING CEPAT SAMPAI TUJUAN?
ITULAH YANG DISEBUT KECEPATAN
WAKTU KEBERANGKATAN
WAKTU SAMPAI TUJUAN
ITULAH WAKTU TEMPUH
DARI TEMPAT KEBERANGK
ATAN
SAMPAI TEMPAT TUJUAN
ITULAH JARAK TEMPUH
MOBIL BERGERAK/ BERPINDAH
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
392 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Gambar 3. Animasi Kecepatan
c. Analisis tugas
Untuk lebih memahamkan siswa mengenai kompetensi tersebut, maka disusunlah
serangkaian latihan yang dikemas dalam tingkat kesulitan yang beragam dari latihan yang
mudah hingga latihan yang sulit. Gambaran tampilan multimedia yang memuat tugas dan
latihan siswa adalah sebagai berikut.
Gambar 4. Latihan soal dengan Wondershare Quiz Creator
2. Tahap perancangan (design)
Tahap perancangan multimedia dimulai dengan menetapkan software yang akan
digunakan. Dengan beberapa pertimbangan, diputuskan menggunakan Ms. PowerPoint 2007.
Pemilihan program ini didasarkan dari kenyataan bahwa Microsoft Office sudah familiar
dikalangan guru, hanya saja penggunaannya belum teroptimalkan dengan baik. Oleh karena itu
dengan perancangan ini diharapkan guru dapat mengembangkan sendiri media sesuai dengan
kebutuhan kompetensi yang akan disampaikan.
Di lain pihak, dengan beberapa perkembangan yang ada, Ms. powerPoint dapat
diubah/ diconvert menjadi flash sehingga penampilannya bisa lebih menarik.
Hasil perancangan awal disebut draft-1. Gambarannya adalah sebagai berikut.
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 393
Secara umum Draft-1 masih sangat sederhana sekali. Namun draft-1 ini merupakan
pondasi awal untuk mengembangkan bentuk desain lain yang lebih atraktif.
3. Tahap pengembangan (development)
Tahap pengembangan bertujuan untuk menghasilkan multimedia pembelajaran hasil
pengembangan dari draft-1. Hasil pengembangan ini selanjutnya disebut Draf-II. Draf-II ini
disusun dari hasil revisi draft-I berdasarkan masukan yang diberikan oleh para ahli dan data
yang diperoleh dari uji coba.
a. Penilaian Para Ahli
Validator yang dipilih adalah para guru Sekolah Dasar. Pemilihan guru SD didasarkan
pada alasan bahwa guru SD lebih memahami kebutuhan siswa di kelas. Dari hasil validasi
secara umum dikatakan bahwa media sudah baik untuk digunakan dalam pengajaran
kompetensi waktu, jarak, dan kecepatan. Beberapa catatan yang diberikan oleh validator adalah
untuk menambah kompetensi mengenai operasi jam, menambah durasi waktu media, dan
memperhatikan jeda waktu antar tampilan sehingga siswa memeiliki kesempatan waktu yang
cukup untuk memperhatikan secara seksama.
Dari segi muatan kompetensi, telah dinilai bahwa media sudah sesuai dengan SK dan
KD. Sedangkan dari segi bahasa, dikatakan telah menggunakan bahasa yang baik dan tidak
membingungkan siswa.
Beberapa tampilan yang berubah dari draft-1 ke draft-2 disajikan sebagai berikut.
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
394 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Sedangkan beberapa tambahan gambar lain yang belum ada pada draft-1 adalah sebagai berikut.
a. Uji Coba Terbatas
Draft-II yang telah dihasilkan selanjutnya akan diuji cobakan di kelas yang menjadi
subjek penelitian. Hasil uji coba ini menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
1. Siswa sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran.
2. Perhatian siswa terfokus pada media yang ditampilkan.
3. Kondisi kelas sangat tenang.
4. Seluruh siswa menyukai media yang digunakan.
Slide yang mendapat respon positif anak adalah pada bagian cara menghafalkan rumus
dengan cepat. Hal ini terbukti ketika anak diminta untuk melafal ulang rumus yang diminta,
siswa langsung melafalkannya dengan cepat dan tanpa kesalahan. Slide yang dimaksud adalah
sebagai berikut.
.
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 395
Meskipun mendapat masukan yang positif dari validator dan hasil observasi pembelajaran di
kelas, namun masih ada celah untuk memperbaiki tampilan multimedia ini menjadi lebih baik
lagi. Misalnya adalah penambahan kompetensi, penambahan suara, penambahan video, dan
penambahan latihan. Dengan demikian, multimedia ini masih dapat dikembangkanlagi.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari tahapan penelitian yang telah dilakukan sejauh ini, pengembangan multimedia
pembelajaran dapat dilakukan melalui pemanfaatan Ms. PowerPoint yang penggunaanya sudah
dikenal secara luas oleh guru. Dengan kata lain, multimedia ini dapat digunakan sebagai media
bantu proses pembelajaran matematika kompetensi menentukan jarak, waktu, dan kecepatan.
Hasil masukan dari para validator dan hasil observasi menunjukkan sinyal positif bahwa media
ini sudah layak untuk digunakan.
Guru harus terus meningkatkan kemampuan sehingga mampu menghasilkan produk
multimedia pembelajaran untuk kompetensi yang lain. Pemuatan multimedia ini harus
didasarkan pada karakter konsep kompetensi yang akan diajarkan, sedapat mungkin guru harus
merancang multimedianya sehingga timbul interaksi antara siswa dengan media yang
digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono.2000. Statistika Dasar Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Dewi Salma Prawiradilaga dan Evelina Siregar. 2004. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta:
Prenada Media
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2003. Pendekatan Kontekstual Contextual Teaching
and Learning (CTL). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Dikdasmen.
Fadjar Shadiq. 2010. Implementasi Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Matematika Sekolah
Dasar. Diambil dari www. p4tkmatematika.org.
Ester Lince Napitupulu. 2012. Prestasi Sains dan Matematika IndonesiaMenurun. Diambil dari
http://edukasi.kompas.com
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
396 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Ismaniati. 2001. Pengembangan Program Pembelajaran Berbantuan Komputer. Yogyakarta:
Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta
Supinah. 2008. Pembelajaran Matematika SD Dengan Pendekatan Konstektual dalam
Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik
dan Tenaga Kependidikan Matematika
Sutirman. Multimedia Pembelajaran. Diambil dari http://tirman.wordpress.com/ multimedia-
pembelajaran/ Pada Minggu, 28 Mei 2012
Tim Puslitjaknov. 2008. Metode Penelitian Pengembangan. Jakarta: Pusat Peneltian Kebijakan
dan Inovasi Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Departeman Pendidikan
Nasional.
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 397
ANALISIS KETERAMPILAN MENGAJAR ASPEK MENJELASKAN
MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA DALAM MATA KULIAH
PENGAJARAN MIKRO (MICRO TEACHING)
DIDASARKAN PADA TEORI METAKOGNITIF
Farida Trisnayanti1)
, Ponco Sujatmiko2)
, Ira Kurniawati3)
1)Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, J.PMIPA, FKIP, UNS, Surakarta
2),3)Dosen Prodi Pendidikan Matematika, JPMIPA, FKIP, UNS, Surakarta
*Keperluan Korespondensi:
1), 2), 3) Jl. Ir. Sutami No 36A Kentingan Surakarta, 085647067680,
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keterampilan menjelaskan yang
diperoleh mahasiswa dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) jika didasarkan
pada komponen-komponen pengetahuan metakognitif dan pengalaman/regulasi
metakognitif. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan subjek mahasiswa
Pendidikan Matematika semester 6 tahun 2012/2013. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan subjek mahasiswa Pendidikan Matematika semester 6 tahun 2012/2013.
Metode pengumpulan data menggunakan metode angket, pra observasi pada penampilan
pertama, observasi pada penampilan kedua dan ketiga mahasiswa, wawancara dan
dokumentasi. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling,
dengan memperhatikan data yang diperoleh melalui angket dan data pra observasi pada
penampilan pertama mahasiswa. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan: (1)
Kelompok mahasiswa yang meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa tidak ada
masalah terkait dengan penguasaan materi (Kelompok A) dan kelompok mahasiswa yamg
meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa ada masalah terkait dengan penguasaan
materi (kelompok B) telah menggunakan pengetahuan metakognitif sub kemampuan
declarative knowledge. (2) Kelompok mahasiswa yang tidak meninjau terlebih dahulu ke
dalam dirinya terkait dengan penguasaan materi (kelompok C) belum menggunakan
pengetahuan metakognitif sub kemampuan declarative knowledge. (3) Yang membedakan
antar mahasiswa dalam kelompok A, B, dan C dalam menggunakan pengetahuan dan
pengalaman/regulasi metakognitifnya adalah motivasi mahasiswa tersebut ingin menjadi
guru.
Kata Kunci: pengajaran mikro, micro teaching, keterampilan menjelaskan,
metakognitif, John Hurly Flavell.
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia, mungkin akan muncul beberapa
permasalahan yang menyertainya. Tentunya pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
mengatasi permasalahan dalam dunia pendidikan. Hal pertama yang perlu dibenahi untuk
mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia adalah meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia bagi tenaga kependidikan dalam hal ini adalah guru. Seperti yang kita ketahui, guru
tidak hanya sebagai penyampai materi pelajaran, tetapi guru sebisa mungkin harus bertindak
cerdas untuk menyiapkan strategi yang tepat dalam menyampaikan konsep, memilih alat peraga
jika diperlukan, memilih model dan metode pelajaran yang tepat sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
Tindakan nyata yang dilakukan pemerintah untuk menyiapkan tenaga kependidikan sejak
dini adalah melalui Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Melalui LPTK,
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
398 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
mahasiswa calon tenaga kependidikan ini dilatih dan diberi pendidikan agar menguasai bidang
yang diinginkan dan mempunyai keahlian mengajar. Mata kuliah yang diberikan pada LPTK
secara spesifik berbeda dengan lembaga pendidikan yang lain. Ada beberapa mata kuliah yang
bertujuan untuk mengasah keterampilan mahasiswa dalam mengajar. Salah satu diantaranya
adalah pengajaran mikro (micro teaching).
Berdasarkan sebaran mata kuliah Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FKIP UNS pada pedoman akademik tahun
2009/2010, mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) dilaksanakan pada semester 6.
Seperti namanya, pengajaran mikro (micro teaching) artinya mengajar di kelas yang kecil. Pada
mata kuliah ini, siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok. Masing-masing kelompok
dibimbing oleh 1 orang dosen pembimbing. Ada kalanya mahasiswa berperan sebagai guru dan
ada kalanya berperan sebagai siswa. Hal ini dilakukan secara bergiliran setiap tatap muka
pengajaran mikro (micro teaching). Adapun dosen pembimbing berperan sebagai fasilitator
dalam pelaksanaan pengajaran mikro (micro teaching) yang memberikan saran dan
mengarahkan mahasiswa bimbingannya untuk dapat mencapai kompetensi dasar mengajar.
Dengan memperhatikan Pengajaran mikro (micro teaching) merupakan mata kuliah
dimana mahasiswa mulai mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya dari
mata kuliah yang telah diperoleh sebelumnya. Seperti, mata kuliah perencanaan pembelajaran
matematika, media pembelajaran matematika serta mata kuliah matematika yang lain. Melalui
mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) ini, mahasiswa dilatih untuk bijaksana dalam
memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki sehingga bisa memperoleh kompetensi-kompetensi
menjadi guru profesional.
Sebagai mahasiswa, khususnya mahasiswa Pendidikan Matematika tentunya dibutuhkan
usaha yang lebih besar untuk mencapai kompetensi-kompetensi yang sudah ditetapkan pada
mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching). Berdasarkan wawancara yang dilakukan,
sebagian besar mahasiswa yang telah mengikuti mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching)
pada tahun 2011/2012, merasakan dan mengeluhkan beberapa kesulitan diantaranya adalah:
1. Sulitnya menjelaskan materi kepada teman sekelompoknya yang berperan sebagai siswa,
permasalahan ini terkait dengan beberapa faktor diantaranya adalah pemilihan model,
metode, alat, serta media pembelajaran yang tepat.
2. Penggunaan teman sejawat sebagai siswa akan dirasakan sebagai „sandiwara‟ saja sehingga
kurang total dalam menghayati perannya menjadi guru.
3. Padatnya jadwal kuliah dan ujian membuat mahasiswa kekurangan waktu untuk
mempersiapkan materi utama serta materi pendukung dalam menghadapi mata kuliah
pengajaran mikro (micro teaching).
Terkait dengan kesulitan yang dirasakan oleh mahasiswa pengajaran mikro (micro
teaching) pada tahun 2011/2012, yaitu tentang kesulitan dalam menjelaskan materi yang
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 399
diinginkan. Sudah menjadi rahasia umum, matematika merupakan mata pelajaran yang
membutuhkan penguasaan konsep yang benar-benar matang terlebih lagi ketika ingin menjadi
guru. Selain menguasai konsep untuk dirinya sendiri tentunya guru harus berusaha membuat
siswanya menguasai konsep pelajaran melalui langkah-langkah pembelajaran yang harus
dirancang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Menjadi menarik jika kemampuan menjelaskan mahasiswa Pendidikan Matematika
dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) didasarkan pada sebuah teori, misalnya
teori metakognitif. John Hurley Flavell memberikan definisi metakognitif sebagai kesadaran
seseorang tentang bagaimana ia belajar, kemampuan untuk menilai kesukaran suatu masalah,
kemampuan untuk mengamati tingkat pemahaman dirinya, kemampuan menggunakan berbagai
informasi untuk mencapai tujuan dan kemampuan menilai kemajuan belajar sendiri. Jika
dikaitkan dengan pengajaran mikro (micro teaching), mahasiswa yang akan menjelaskan materi
dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) ini tentu saja membutuhkan persiapan
yang dilandasi dengan pemikiran-pemikiran. Dibutuhkan pemikiran-pemikiran mengenai
strategi, model, metode, alat dan media pembelajaran apa yang sesuai. Selain itu, dibutuhkan
juga kesadaran akan pencapaian kemampuan kognitifnya, diperlukan usaha lebih keras jika
memang dirasa belum mantap dalam menguasai materi yang diinginkan.
John Hurley Flavell dengan teori metakognitifnya membagi metakognitif menjadi dua
komponen yaitu komponen pengetahuan metakognitif dan komponen regulasi metakognitif.
Komponen pengetahuan metakognitif yang terdiri dari pengetahuan deklaratif, pengetahuan
prosedural dan pengetahuan kondisional. Sedangkan komponen regulasi matakognitif terdiri
dari merencanakan, strategi pengaturan informasi, pemantauan secara menyeluruh, dan
penilaian sejauh mana pencapaian tujuan.
Teori yang dikemukakan oleh John Hurley Flavell tersebut bisa dijabarkan menjadi
indikator-indikator deskripsi keterampilan menjelaskan mahasiswa Pendidikan Matematika
dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching). Indikator-Indikator tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1. Komponen merencanakan sub kemampuan declarative knowledge.
Pada saat latihan mengajar pada pengajaran mikro (micro teaching), mahasiswa hendaknya
meninjau terlebih dahulu ke dalam dirinya terkait dengan bagaimana penguasaan materi.
Selain itu, mahasiswa harusnya menyadari apa saja yang telah dimiliki.
2. Komponen merencanakan sub kemampuan procedural knowledge.
Setelah mahasiswa mengetahui dan menyadari pengetahuan dan modal yang telah dimiliki,
maka mahasiswa bisa menentukan buku referensi yang dapat digunakan untuk dapat
mendukung penampilan saat mengajar, dapat menentukan apa yang harus dilakukan ketika
ada materi yang belum dikuasai, dapat menentukan materi prasyarat yang sesuai dengan
materi yang akan disajikan.
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
400 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
3. Komponen merencanakan sub kemampuan conditional knowledge.
Mahasiswa pengajaran mikro (micro teaching) dapat menentukan strategi untuk
menyajikan materi, menentukan alat peraga apa yang sesuai dengan materi yang akan
disajikan.
4. Komponen merencanakan sub kemampuan planning.
Mahasiswa pengajaran mikro (micro teaching) harus mampu menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran yang lengkap mulai dari tujuan pembelajaran, indikator, metode
pembelajaran, media pembelajaran, langkah pembelajaran yang tertuang di dalam RPP.
Terutama, mahasiswa dapat merancang langkah pembelajaran yang runtut dan sistematis.
5. Komponen menyajikan sub kemampuan information management strategies.
Mahasiswa menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk menjelaskan materi. Misalnya
pada saat mahasiswa mengaitkan materi yang akan disajikan dengan materi prasyarat yang
sesuai, saat mahasiswa menggunakan alat peraga sehingga proses penyajian materi
berlangsung efektif, saat mahasiswa menjelaskan materi sesuai atau tidak dengan apa yang
telah direncanakan dalam RPP, bagaimana mahasiswa dalam memberi penekananan terkait
materi yang dianggap penting.
6. Komponen menyajikan sub kemampuan comprehension monitoring.
Mahasiswa memantau/memonitor apakah langkah-langkah pembelajaran yang dipilih
sudah tepat dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan atau belum, memantau
apakah alat peraga yang dipilih sudah membantu dalam penyajian materi atau belum,
memantau apakah cara yang dilakukan dalam memberi penekanan sudah sesuai apakah
belum.
7. Komponen menyajikan sub komponen debugging strategies.
Mahasiswa mempunyai strategi yang berbeda dalam menjelaskan ketika siswa yang
dijelaskan belum dapat menerima maksud dari penjelasan yang disampaikan.
8. Komponen menyajikan sub komponen evaluation.
Mahasiswa mengevaluasi secara keseluruhan penampilan saat menjelaskan materi. Apakah
mahasiswa akan berpuas diri ketika sudah berhasil dalam menjelaskan materi ataukah
merasa berputus asa ketika merasa gagal dalam menjelaskan materi.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana keterampilan menjelaskan yang diperoleh mahasiswa dalam mata kuliah
pengajaran mikro (micro teaching) didasarkan pada pengetahuan metakognitif?
2. Bagaimana keterampilan menjelaskan yang diperoleh mahasiswa dalam mata kuliah
pengajaran mikro (micro teaching) didasarkan pada pengalaman/regulasi metakognitif?
Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan penelitian adalah:
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana keterampilan menjelaskan mahasiswa dalam mata
kuliah pengajaran mikro (micro teaching) didasarkan pada pengetahuan metakognitif.
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 401
2. Untuk mendeskripsikan bagaimana keterampilan menjelaskan mahasiswa dalam mata
kuliah pengajaran mikro (micro teaching) didasarkan pada pengalaman/regulasi
metakognitif.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FKIP UNS, Jalan Ir. Sutami No. 36A Surakarta.
Waktu penelitian dilakukan dari bulan Maret 2013 sampai dengan bulan Juni 2013.
Subjek Penelitian
Pada penelitian ini dalam menentukan subjek penelitian tidak dipilih secara acak, tetapi
pemilihan sampel bertujuan (purposive sample). Sampel bertujuan memfokuskan pada
informan-informan terpilih yang dapat memberikan informasi yang mendalam terkait
permasalahan yang dibahas. Selain itu, hal ini bertujuan untuk menggali informasi yang menjadi
dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
Berdasarkan deskripsi data dari angket dan data dari pra observasi, maka mahasiswa
dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Adapun kelompok-kelompok tersebut adalah
kelompok meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa tidak ada masalah terkait dengan
penguasaan materi (Kelompok A), kelompok meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa
ada masalah terkait dengan penguasaan materi (Kelompok B), dan kelompok tidak meninjau
kembali ke dalam dirinya (Kelompok C).
Teknik pengambilan subjek dilakukan dengan cara seluruh mahasiswa mengisi angket,
akan diperoleh informasi mengenai deskripsi/gambaran bagaimana mahasiswa menerapkan teori
metakognitif pada saat menjelaskan materi. Selain mengacu data pada angket, pemilihan subjek
juga berdasarkan data pada pra observasi. Sehingga, data angket dan data pra observasi
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih subjek. Pada saat peneliti mulai
mengamati pada tahapan pra observasi, banyak fakta-fakta unik yang ditemukan di lapangan.
Kemudian, data yang ditemukan melalui angket dan data pra observasi dijadikan pertimbangan
pemilihan subjek.
Tiga subjek yang dipilih pada masing-masing kelompok dipilih berdasarkan data yang
diperoleh dari pengerjaan angket dan data pra observai. Dengan mempertimbangkan data dari
angket dan data pra observasi, peneliti memilih 9 subjek. Kelompok A dipilih subjek A7, A9,
dan A32. Kelompok B dipilih subjek B15, B25, dan B27. Kelompok C dipilih subjek C6, C20,
dan C67.
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
402 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu: tahappersiapan,
pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan laporan penelitian.Untuk lebih jelasnya,
masing-masing akan diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Kegiatan-kegiatan pada tahap persiapan ini meliputi :
a. Menyusun proposal penelitian.
b. Menyusun instrumen-instrumen pengumpulan data.
c. Mengurus perijinan penelitian.
2. Tahap Pengumpulan Data
Kegiatan-kegiatan pada tahap pengumpulan data ini meliputi:
a. Menyampaikan pemberitahuan sekaligus permohonan ijin kepadaketua Program Studi
Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Alam FKIP UNS
untuk dapat mengadakan penelitian tentang keterampilan menjelaskan mahasiswa
Pendidikan matematika dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching).
b. Menerangkan tentang tujuan serta manfaat yang akan dihasilkan daripenelitian ini tanpa
menyembunyikan maksud penelitian sehingga diharapkan penelitian akan berlangsung
dengan lancar karena mendapat dukungan dari berbagai pihak.
c. Menyebarkan angket kepada seluruh mahasiswa yang mengikuti mata kuliah pengajaran
mikro (micro teaching), kemudian dilakukan pengelompokan menurut kriteria/indikator
yang diinginkan. Setelah dikelompokkan, dapat dipih subjek penelitian yang sesuai
dengan tujuan penelitian.
d. Melakukan observasi/pengamatan terhadap mahasiswa Pendidikan Matematika yang
dipilih menjadi subjek penelitian saat berlatih mengajar pada mata kuliah pengajaran
mikro (micro teaching).
e. Mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kelengkapan pembelajaran
yang dibutuhkan dalam penelitian, seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
alat dan media pembelajaran.
f. Membuat rekaman wawancara dengan subjek penelitian.
g. Membuat catatan hasil observasi yang dituangkan dalam catatan hasilpengamatan.
h. Melakukan pemotretan dan membuat rekaman video terhadap pelaksanaan latihan
mengajar subjek penelitian terutama saat subjek menjelaskan materi sebagai bahan
dokumentasi.
3. Tahap Analisis Data
Kegiatan-kegiatan pada tahap analisa data ini meliputi:
a. Menentukan teknik analisa data yang tepat sesuai proposal penelitian
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 403
b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di crosscheck kan dengan
temuan di lapangan.
c. Setelah didapat data yang sesuai intensitas kebutuhan maka dilakukanproses verifikasi
dan pengayaan dengan mengkonsultasikan denganorang yang dianggap lebih ahli.
d. Membuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.
4. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian.
Kegiatan-kegiatan pada tahap analisa data ini meliputi:
a. Penyusunan laporan awal.
b. Mereview laporan sementara dengan mengkonsultasikanya dengandosen pembimbing.
c. Perbaikan laporan sesuai dengan rekomendasi hasil konsultasi.
d. Penyusunan laporan akhir dan penggandaan laporan.
Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang dilakukan untuk memperoleh data
dalam penelitian. Dalam penelitian ini digunakan teknikpengumpulan data sebagai berikut.
1. Metode Angket
Menurut Budiyono (2003: 47) metode angket adalah cara pengumpulan data melalui
pengajuan pertanyaan-pertanyaan kepada subjek penelitian, responden, atau sumber data dan
jawabannya diberikan secara tertulis. Sebelum digunakan, maka dilakukan uji coba terlebih
dahulu terhadap angket yang telah disusun. Seperti halnya uji validitas butir tes, uji validasi
angket dalam penelitian juga dilakukan dengan uji validitas isi.
Dengan melalui metode angket diharapakan diperoleh informasi awal mengenai
gambaran mahasiswa dalam menjelaskan materi yang ditinjau dari teori metakognitif. Dengan
mengetahui gambaran/informasi mengenai keterampilan menjelaskan yang ditinjau dari teori
metakognitif, dapat dipih subjek penelitian yang dapat memberikan informasi secara mendalam.
Selain itu, metode angket ini dijadikan pertimbangan dalam rangka pemilihan subjek.
2. Metode Pra Observasi
Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui fakta-fakta yang terjadi di
lapangan. Sehingga mempermudah peneliti dalam memilih subjek dengan karakter yang unik.
Metode pra observasi ini tidak terlalu kaku dengan prosedur yang ketat. Aspek yang dijadikan
prioritas adalah bagaimana mahasiswa tersebut menyajikan materi. Akan banyak kemungkinan
yang timbul ketika mahasiswa menjelaskan materi. Di antaranya adalah, mahasiswa kurang
persiapan dalam merencanakan penampilan, mahasiswa mempunyai persiapan yang matang
dalam perencanaan, mahasiswa menjelaskan materi dengan mengaitkan materi prasyarat,
mahasiswa menjelaskan materi dengan tidak mengaitkan materi prasyarat, dan kemungkinan
lain yang dapat terjadi. Kemungkinan-kemungkinan tersebut menjadi indikasi pengetahuan dan
regulasi metakognitif mahasiswa yang beragam.
3. Metode Pengamatan/Observasi
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
404 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Teknik observasi atau pengamatan digunakan untuk menggali data darisumber data yang
berupa peristiwa, aktivitas, perilaku, tempat, benda, sertarekaman gambar. Menurut Spradley
seperti dikutip oleh Sutopo(2006: 75) pelaksanaan teknik observasi dapat dibagi menjadi :
observasi takberperan sama sekali dan observasi berperan, dimana observasi berperan ini
terdiridari berperan pasif, berperan aktif, dan berperan penuh.
Observasi ini dilakukan untuk mendapatkaninformasi tentang peristiwa, aktivitas,
perilaku, dan benda yang berkaitan dengankegiatan mahasiswa saat menjelaskan materi.
Tentunya dengan mengacu pada indikator-indikator metakognitif John Hurly Flavell. Indikator
yang dijadikan untuk merumuskan pernyataan pengamatan mengacu pada indikator pada
angket. Indikator-indikator dari lembar pengamatan yang mengacu pada keterampilan
menjelaskan yang didasarkan pada teori metakognitif sebagai berikut:
a. Komponen Komponen merencanakan sub kemampuan declarative knowledge.
b. merencanakan sub kemampuan procedural knowledge.
c. Komponen merencanakan sub kemampuan conditional knowledge.
d. Komponen merencanakan sub kemampuan planning.
e. Komponen menyajikan sub kemampuan information management strategies.
f. Komponen menyajikan sub kemampuan comprehension monitoring.
g. Komponen menyajikan sub kemampuan debugging strategies.
h. Komponen menyajikan sub kemampuan evaluation.
4. Metode Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan idemelalui tanya
jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topiktertentu. Pada penelitian kali ini,
dilakukan wawancara tak terstruktur. Lexy J Moleong (2007: 138-139) menuliskan bahwa
wawancara tak terstruktur jauh berbeda dengan wawancara terstruktur terutama dalam hal
waktu dan bebas iramanya. Wawancara ini digunakan untuk memperoleh informasi
tentangbagaimana mahasiswa memperoleh keterampilan menjelaskan jika didasarkan pada
teori metakognitif. Jadi,informasi yang diperoleh melalui wawancara tak terstruktur ini
merupakan bentuk dari kroscek data yang diperoleh dari angket dan pengamatan. Pertanyaan
pada wawancara mengacu pada hasil pengamatan/observasi dan angket, sehingga dari data
wawancara dan data pengamatan dapat dilakukan triangulasi. Yang terpenting adalah, adanya
konfirmasi dari subjek menganai data yang sudah diperoleh melalui angket dan pengamatan.
Sehingga, percakapan antara subjek dan peneliti mengalir berbeda-beda satu dengan yang lain
tergantung seberapa banyak informasi yang dibutuhkan.
5. Metode Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mencatatdan
mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen yang berkaitandengan masalah
penelitian. Metode dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah denganmempelajari
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 405
dokumen, arsip, catatan-catatan, atau hal-hal lain guna melengkapiinformasi-informasi tentang
keterampilan menjelaskan mahasiswa didasarkan pada teori metakognitif.Dokumen tersebut
antara lain berupa kelengkapan perangkat pembelajaran seperti:
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mencakup perumusan tujuan pembelajaran,
indikator pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, langkah-langkah
pembelajaran. Akan muncul pertanyaan, apakah yang dilakukan mahasiswa pada saat
menjelaskan sudah sesuai dengan RPP yang dirancang.
b. Media pembelajaran yang dipilih untuk membantu penyampaian materi yang
diinginkan.
Teknik Analisis Data
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Pada penelitiankualitatif data yang
muncul berupa kata-kata dan bukan rangkaian angka. Dalam penelitian ini digunakan model
analisis interaktif (interaktif modelof analisis), yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa
melalui empat tahap,yaitu mengumpulkan data, mereduksi data, menyajikan data dan
menarikkesimpulan. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap,sehingga
data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain danbenar-benar data yang
mendukung penyusunan laporan penelitian (HB. Sutopo,2002 :35). Empat tahap tersebut adalah
:
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan kegiatan mengumpulkan data dilapangan baik melalui
observasi, wawancara, maupun dokumentasi. Data-datatersebut diperoleh dari sumber-
sumber yang telah dipilih. Data yangdikumpulkan tersebut adalah data yang berkaitan
dengan Penelitian ini yaitutentang Analisis Keterampilan Mengajar Aspek Menjelaskan
Mahasiswa Pendidikan Matematika Dalam Mata Kuliah Pengajaran Mikro (Micro Teaching)
Ditinjau dari Teori metakognitif
2. Reduksi data
Menurut Sutopo (2006: 114), reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan,
penyederhanaan,dan abstraksi dari semua jenis informasi yang tertulis lengkap dalam
catatanlapangan.
3. Penyajian data
Penyajian data dalam penelitian kualitatif dimaksudkan untukmenemukan suatu makna dari
kata-kata yang diperoleh, kemudian disusunsecara sistematis dan logis dari bentuk informasi
yang kompleks menjadisederhana namun selektif sehingga bisa lebih mudah dipahami.
4. Menarik kesimpulan dan verifikasi
Menurut Sutopo (2006: 37), setelah memahami arti dari berbagai hal yang ditemui
denganmelakukan pencatatan-pencatatan, pernyataan-pernyataan,
konfigurasikonfigurasiyang mungkin, alur sebab-akibat, akhirnya diperoleh
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
406 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
kesimpulanpenelitian. Kesimpulan yang diambil mungkin masih terasa kabur dandiragukan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan verifikasi kesimpulan tersebutdengan mencari data-data lain
yang dapat mendukung kesimpulan.
Triangulasi data yang digunakan pada penelitian kali ini adalah
1. Triangulasi metode, yaitu pencocokan informasi yang diperolehdengan menggunakan
metode yang berbeda. Pada penelitian kali ini, triangulasi metode diakukan dengan
membandingkan informasi yang diperoleh dari metode angket, pengamatan, wawancara,
maupun dokumentasi.
2. Triangulasi waktu, yaitu pencocokan informasi yang diperoleh dengan cara membandingkan
penampilan kedua dan penampilan ketiga subjek.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh melalui angket adalah sebagai berikut: mahasiswa pada kelompok A
berjumlah 45 orang, pada kelompok B berjumlah 12 orang, dan pada kelompok C berjumlah 15
orang. Pada saat pra observasi diperoleh data sebagai berikut:
1. Mahasiswa mempunyai perencanaan yang matang dalam perencanaan.
2. Mahasiswa tidak mempunyai perencanaan yang matang dalam perencanaan,
3. Mahasiswa menjelaskan materi dengan mengaitkan materi prasyarat dengan materi
baru.
4. Mahasiswa menjelaskan materi baru dengan tidak mengaitkan materi prasyarat.
5. Mahasiswa menjelaskan materi sesuai dengan RPP yang dibuat dengan tepat.
6. mahasiswa menjelaskan materi sesuai dengan RPP tetapi tidak tepat.
Kelompok A terpilih subjek A7, A9, dan A32. Kelompok B terpilih subjek B15, B25, dan
B27. Kelompok C terpilih subjek C6, C20, dan C67.
1. Subjek A7
Subjek A7 ini sudah dapat sadar bagaimana penguasaan materi yang dimiliki, ia
meninjau pengetahuan yang telah dimiliki. Namun, subjek ini masih lemah dalam sub
kemampuan-sub kemampuan selanjutnya. Pada sub kemampuan declarative knowledge ia
sudah menyadari. Namun, pada sub kemampuan pengetahuan metakognitif yang
selanjutnya subjek masih lemah. Pada pengalaman/regulasi metakognitif subjek belum
menggunakan dengan baik. Sehingga, dalam latihan mengajar terutama aspek
menjelaskan subjek belum maksimal. Tampak tidak ada kerja keras yang dilakukan
subjek untuk dapat tampil lebih baik dalam latihan mengajar. Hal tersebut disebabkan
karena subjek tidak ada keinginan menjadi guru.
2. Subjek A9
Subjek sudah dapat sadar bagaimana penguasaan materi yang dimiliki. Subjek
sudah menggunakan semua sub kemampuan metakognitif dalam latihan mengajar. Yang
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 407
ditandai dengan subjek memperhatikan evaluasi tentang kekurangan-kekurangan pada
penampilan kedua, kemudian melakukan perencanaan untuk mengatasi kekurangan-
kekurangan tersebut. Subjek tampak bekerja keras membuat perencanaan penampilan
pada latihan mengajar. Sehingga pada penampilan ketiga, subjek tampil lebih baik
daripada penampilan kedua.
3. Subjek A32
Subjek A32 ini sudah dapat sadar bagaimana penguasaan materi yang dimiliki, ia
meninjau pengetahuan yang telah dimiliki. Subjek sudah menggunakan sub kemampuan
pengetahuan metakognitif. Pada regulasi metakognitif sub kemampuan comprehension
monitoring, subjek juga belum menggunakan dengan baik. Secara keseluruhan, subjek
tampil lebih baik daripada penampilan pertama. Setelah dikonfirmasi, subjek mempunyai
keinginan untuk menjadi guru.
4. Subjek B15
Subjek B15 ini sudah dapat sadar bagaimana penguasaan materi yang dimiliki, ia
meninjau pengetahuan yang telah dimiliki. Subjek sadar bahwa ia masih banyak
kekurangan. Kesadaran tersebut kadang dapat memacu untuk tampil lebih baik, tetapi
kadang juga justru membuat subjek menjadi tidak percaya diri. Hal tersebut didukung
dari penampilan kedua dan ketiga subjek. Subjek justru mengalami penurunan pada
penampilan ketiga. Subjek mengaku tidak percaya diri melihat penampilan teman
sekelompoknya yang bagus.
5. Subjek B25
Subjek sudah dapat sadar bagaimana penguasaan materi yang dimiliki, ia meninjau
pengetahuan yang telah dimiliki. Subjek sudah menggunakan pengetahuan metakognitif
sub kemampuan declarative knowledge. Subjek sadar bahwa ia masih banyak kekurangan
terutama dalam hal penguasaan materi. Kesadaran tersebut belum dapat dimanfaatkan
oleh subjek untuk membuat perencanaan agar dapat mengatasi kekurangan yang sudah
disadari tersebut.
6. Subjek B27
Subjek sudah dapat sadar bagaimana penguasaan materi yang dimiliki, ia meninjau
pengetahuan yang telah dimiliki. Subjek sadar bahwa ia masih kesulitan terkait dengan
penguasaan materi. Kesadaran tersebut sudah dimanfaatkan subjek untuk membuat
perencanaan. Perencanaan yang dibuat subjek sudah cukup berhasil. Namun, saat tampil
subjek tidak menikmati penampilannya, sehingga penampilan subjek kurang maksimal.
Hal tersebut dikarenakan subjek tidak ingin menjadi guru.
7. Subjek C6
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
408 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Subjek tidak sadar bagaimana penguasaan materi yang akan dijelaskan. Subjek
tidak menyadari bahwa penguasaan materi lah yang menjadi prioritas saat menjelaskan
materi. keluar, tidak melihat terlebih dahulu ke dalam dirinya sendiri.
8. Subjek C20
Subjek tidak sadar bagaimana penguasaan materi yang akan dijelaskan. Subjek
tidak menyadari bahwa penguasaan materi lah yang menjadi prioritas saat menjelaskan
materi. Subjek pun tidak berusaha keras untuk menguasai dan memperdalam materi yang
akan disajikan. Ketika subjek belum sadar bagaimana penguasaan materinya, ia juga akan
lemah dalam membuat perencanaan dan ketika tampil.
9. Subjek C67
Subjek C67 ini tidak sadar bagaimana penguasaan materi yang akan dijelaskan.
Subjek tidak menyadari bahwa penguasaan materi lah yang menjadi prioritas saat
menjelaskan materi. Subjek tidak menggunakan pengetahuan metakognitif maupun
regulasi metakognitif pada saat menjelaskan materi.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian tentang keterampilan mengajar aspek menjelaskan mahasiswa
dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) didasarkan pada teori metakognitif, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Keterampilan menjelaskan mahasiswa pada mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching)
jika didasarkan pada komponen pengetahuan metakognitif menurut John Hurly Flavell
adalah sebagai berikut:
a. Kelompok mahasiswa yang meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa tidak ada
masalah terkait dengan penguasaan materi (kelompok A) dan kelompok mahasiswa
yang meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa ada masalah terkait dengan
penguasaan materi (kelompok B) telah menggunakan pengetahuan metakognitif sub
kemampuan declarative knowledge. Yang membedakan antar mahasiswa dalam
kelompok A dan kelompok B dalam menggunakan pengetahuan metakognitif untuk
menjelaskan materi adalah motivasi mahasiswa tersebut ingin menjadi guru ataukan
tidak. Mahasiswa yang mempunyai motivasi tinggi untuk menjadi guru akan lebih
bekerja keras dalam berusaha lebih untuk menggunakan pengatahuan metakognitif
dalam menjelaskan materi dalam mata kuliah pengajaran mikro.
b. Kelompok mahasiswa yang tidak meninjau terlebih dahulu ke dalam dirinya terkait
penguasaan materi (kelompok C) tidak menggunakan pengetahuan metakognitif sub
kemampuan declarativeknowledge.
2. Keterampilan menjelaskan mahasiswa pada mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching)
jika didasarkan pada pengalaman/regulasi metakognitif adalah sebagai berikut:
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 409
a. Kelompok mahasiswa yang meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa tidak ada
masalah terkait dengan penguasaan materi (A) dan kelompok mahasiswa yang
meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa ada masalah terkait dengan
penguasaan materi (B) dalam menggunakan pengalaman/regulasi metakognitif
berbeda-beda. Yang membedakan antar mahasiswa dalam kelompok A dan
kelompok B dalam menggunakan pengalaman/regulasi metakognitif untuk
menjelaskan materi adalah seberapa besar motivasi mahasiswa tersebut ingin
menjadi guru.
b. Kelompok mahasiswa yang tidak meninjau terlebih dahulu ke dalam dirinya terkait
penguasaan materi (C) tidak dapat menggunakan pengalaman/regulasi metakognitif
dalam menjelaskan materi secara optimal.
Berdasarkan hasil penelitian tentang keterampilan mengajar aspek menjelaskan
mahasiswa pendidikan matematika dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching)
ditinjau dari teori metakognitif dapat dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Merujuk pada kelompok mahasiswa dalam keterampilan menjelaskan materi ditinjau dari
teori metakognitif yang berbeda-beda. Dosen hendaknya dapat memfasilitasi: Diskusi
kelompok yang dilakukan sebelum tampil dan evaluasi pada akhir penampilan mahasiswa.
Dengan adanya diskusi yang dilakukan sebelum mahasiswa tampil, mahasiswa dapat
menyampaikan ide dan gagasan dalam membuat perencanaan. Yang meliputi, penguasaan
materi, pemilihan alat peraga, perencanaan langkah pembelajaran maupun perencanaan
yang lainnya. Apabila mahasiswa merasa ada kesulitan, dapat disampaikan dalam diskusi
ini.
2. Bagi mahasiswa, diharapkan untuk:
a. Meninjau terlebih dahulu ke dalam dirinya bagaimana penguasaan materi yang
dimiliki agar dapat membuat perencanaan untuk menjelaskan materi dengan
optimal.
b. Berperan aktif dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) dan mau
bekerja sama dengan teman satu kelompoknya untuk dapat meningkatkan
keterampilan mengajar terutama aspek menjelaskan materi.
3. Bagi peneliti lain yang berminat dapat mencoba untuk menggali lebih lanjut mengenai
keterampilan mengajar aspek menjelaskan mahasiswa yang lebih tinggi atau menggali lebih
lanjut keterampilan mengajar aspek menjelaskan menurut dari ahli yang lain atau dapat
melakukan penelitian pada materi yang berbeda dengan sudut pandang peninjauan yang
sama atau sudut pandang peninjauan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
410 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hasibuan, JJ & Moedjiono. 1993. Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Jonassen, D. 2000. Toward a Design Theory of Problem Solving to Appear in Educational
Technologi: Research and Development,
http://www.coe.missouri.edu/-jonassen/PSPaper%20final.pdf, diakses pada 29 Januari
2013 pukul 10.05 WIB.
Kosasi, Raflis. 1985. Keterampilan Menjelaskan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2005. UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/177pdf, diakses 10 Februari
2013 pukul 16.00 WIB.
---------. UUGD pasal 10 ayat 1 tentang Guru dan Dosen,
http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/177pdf, diakses 10 Februari 2013 pukul
16.15 WIB.
--------. Peraturan Pemenintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru,
http://www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/177pdf, diakses 10 Februari pukul
16.30 WIB.
Lexy J. Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Livingstone, Jennifer A. 1997 “Metacognition: An Overview”,
http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuell/CEP564/Metacog.html, diakses 10 Februari
2013 pukul 09.00 WIB.
Mulyasa. E. 2006. Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Suherman, etal. 2001. Common Textbook Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: Jica UPI.
Sukmadinata & As‟ari. 2006. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di PT.
Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbitkan.
Sutopo. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Suwarna, dkk. 2005. Pengajaran Mikro. Jogjakarta: Tiara Wacana.
Tim Penyusun. 2009. Pedoman Akademik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Tahun
2009/2010. Surakarta: UNS Press.
Usman, M.Uzer. 2010. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Yatiman, P. 1999. Pemberdayaan Supervisor dan Praktikan dengan Variasi Model Pengajaran
Mikro. Makalah.
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 411
KEMAMPUAN GURU DALAM MERANCANG
PERANGKATPEMBELAJARANJUCAMAUNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA
Endang Krisnawati, Nicky Dwi Puspaningtyas, Tatag Yuli Eko Siswono
(Program Pascasarjana Pendidikan Matematika
Universitas Negeri Surabaya Kampus Ketintang Surabaya;
Bronggalan Sawah Surabaya; 085648553560; [email protected])
Abstrak
Guru memegang peranan penting untuk mendorong kemampuan berpikir kreatif
siswa. Hal ini bisa dilakukan dengan memfasilitasi siswa dalam memecahkan dan
mengajukan masalah matematika seperti yang telah terdapat pada model pembelajaran
JUCAMA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru SD dalam
merancang perangkat pembelajaran JUCAMA. Penelitian deskriptif kuantitatif ini
merupakan bagian dari Penelitian Strategi Nasional yang dilakukan terhadap guru kelas III,
IV, dan V SD di kabupaten Sidoarjo. Hasil penelitan menunjukkan bahwa kemampuan guru
dalam merancang pembelajaran JUCAMA tergolong dalam kategori “baik” dan juga terjadi
peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa setelah diajar dengan menggunakan model
pembelajaran JUCAMA. Simpulannya, guru telah mampu merancang perangkat
pembelajaran JUCAMA untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif para siswanya.
Kata Kunci: berpikir kreatif, perangkat pembelajaran, model pembelajaran JUCAMA
Pendahuluan
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan,
wawasan, ketrampilan, dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan bakat dan
kepribadian mereka. Aspek-aspek tersebut diperlukan oleh setiap orang untuk menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika merupakan salah satu pelajaran
yang mendukung hal tersebut. KTSP 2006 (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22
Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang standar isi) menyebutkan bahwa mata pelajaran
matematika memberikan penekanan untuk memberi bekal siswa mulai dari sekolah dasar berupa
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang
selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Salah satu dari kompetensi yang sering digunakan
dalam kehidupan sehari-hari dan harus dikembangkan pada kegiatan pembelajaran adalah
kemampuan berpikir kreatif.
Berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan intelektual manusia yang sangat
penting, dan oleh para ahli psikologi kognitif sering dikaitkan dengan kemampuan dalam
memecahkan masalah. Para ahli psikologi kognitif juga mengungkapkan bahwa kreativitas
seringkali disebut sebagai berpikir kreatif. Evans (dalam Siswono, 2008) menjelaskan
kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan hubungan-hubungan baru untuk melihat suatu
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
412 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
objek dari perspektif baru, dan untuk membentuk kombinasi baru dari dua atau lebih konsep
yang sudah ada dalam pikiran. Pendapat lain tentang berpikir kreatif dalam matematika juga
dikemukakan oleh Sriraman (2011) sebagai kemampuan untuk melihat atau memilih
penyelesaian dalam matematika. Selain itu Guilford (dalam Suharnan, 2005) menjelaskan
bahwa berpikir kreatif memiliki hubungan yang erat dengan berpikir divergen. Hal tersebut
dikarenakan dengan berpikir secara divergen seseorang akan dituntut untuk menemukan
alternatif-alternatif solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh seseorang. Pada pembahasan
ini, berpikir kreatif didefinisikan sebagai suatu rangkaian kemampuan berpikir secara divergen
untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Dalam matematika, sesuatu yang baru tersebut itulah
yang menjadi sebuah tolok ukur pada berpikir kreatif, yaitu dalam memecahkan masalah dan
mengajukan masalah pada khususnya.
Pemecahan masalah terutama dalam matematika banyak digunakan dalam kurikulum-
kurikulum pada suatu negara, begitu juga Indonesia yang memuat secara tersirat dalam tujuan
pembelajaran matematika. Berdasarkan pendapat Pehkonen (dalam Siswono, 2008), terdapat 4
alasan tentang pentingnya pemecahan masalah diajarkan di kelas, antara lain.
1. Pemecahan masalah mengembangkan ketrampilan kognitif secara umum
2. Pemecahan masalah mendorong kreativitas
3. Pemecahan masalah merupakan bagian dari proses aplikasi matematika
4. Pemecahan masalah memotivasi siswa untuk belajar matematika.
Selain itu, pemecahan masalah juga dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
mengungkap kemampuan berpikir kreatif siswa (Haylock, dalam Siswono, 2008). Adams
(2010) juga menyatakan bahwa pemecahan masalah seringkali digunakan untuk mengungkap
dan membiasakan seseorang untuk berpikir kreatif, khusunya masalah yang dinamis (memiliki
solusi tidak tunggal). Cara lain yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir
kreatif adalah dengan menggunakan pengajuan masalah (Dunlap, dalam Siswono, 2008).
Nixon-Ponder (dalam Kilic, 2013) juga menyatakan bahwa mengembangkan dan memperkuat
kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan salah satu keuntungan menggunakan
pengajuan masalah sebagai aktivitas belajar mengajar di kelas. Selain itu, keuntungan lain dari
pengajuan masalah sebagai aktivitas di kelas adalah dengan pengajuan masalah guru dapat
memfasilitasi siswanya untuk berpikir secara fleksibel dan melakukan penilaian terhadap hasil
pengerjaan mereka sendiri (Kilic, 2013). Dengan demikian, jika dalam suatu rangkaian aktivitas
pembelajaran guru menerapkan adanya pengajuan masalah dan pemecahan masalah, maka hal
tersebut dapat memperbaiki kemampuan berpikir kreatif siswa. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Siswono (2008) juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berpikir kreatif
oleh siswa, meskipun peningkatan tersebut tidak signifikan tapi jika pembelajaran dengan
menggunakan pengajuan dan pemecahan masalah terus dilakukan secara kontinu maka
kemampuan berpikir kreatif siswa juga akan meningkat secara bertahap.
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 413
Guru memegang kunci penting dalam mendorong dan mengembangkan kemampuan
berpikir kreatif siswa. Dalam hal ini guru dituntut untuk memfasilitasi kegiatan belajar mengajar
agar siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif mereka. Salah satu cara yang
dapat dilakukan guru adalah merencanakan pembelajaran dengan model, pendekatan, atau
strategi pembelajaran yang dapat memacu siswa untuk berpikir kreatif. Seperti yang telah
diuraikan di atas bahwa pengajuan masalah dan pemecahan masalah dapat digunakan sebagai
sarana untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, maka model pembelajaran
JUCAMA dapat digunakan sebagai alternatif model pembelajaran yang mendorong siswa untuk
berpikir kreatif dalam matematika. JUCAMA merupakan model pembelajaran yang berdasarkan
pada pengajuan masalah dan pemecahan masalah (Siswono, 2008). Model pembelajaran
JUCAMA ini memiliki 2 macam tujuan, yaitu tujuan instruksional dan tujuan tidak langsung.
Menurut Siswono (2008), tujuan instruksional model pembelajaran JUCAMA adalah sebagai
berikut.
a. Meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada pemecahan masalah yang
dihubungkan dengan materi yang dibahas.
b. Meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kreatif yang diindikasikan dengan
kefasihan, fleksibilitas, maupun kebaruan dalam memecahkan maupun mengajukan
masalah matematika.
Sedangkan, untuk tujuan khususnya adalah sebagai berikut.
a. Mengaitkan konsep-konsep matematika yang sudah dipelajari dengan konsep lain dan
pengalaman siswa sehari-hari.
b. Memusatkan perhatian dan melakukan pengulangan terhadap materi yang sudah
dipelajari (mendorong untuk belajar mandiri)
c. Melatih mengkomunikasikan ide secara rasional atau bernalar karena dituntut untuk
menjawab masalah secara divergen.
Model pembelajaran JUCAMA dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa karena sintaks
model pembelajaran ini mencakup pada langkah-langkah pemecahan dan pengajuan masalah
matematika, yaitu terdiri dari 5 fase antara lain.
1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.
2. Mengorientasikan siswa pada masalah melalui pemecahan dan pengajuan masalah
serta mengorganisasikan siswa untuk belajar.
3. Membimbing penyelesaian secara individual maupun kelompok.
4. Menyajikan hasil penyelesaian pemecahan dan pengajuan masalah.
5. Memeriksa pemahaman dan memberikan umpan balik sebagai evaluasi.
Untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa, guru harus membiasakan
siswanya berpikir secara divergen. Dalam hal ini, salah satu model pembelajaran yang bisa
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
414 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
digunakan adalah model pembelajaran JUCAMA. Namun, karena model pembelajaran ini
masih baru sehingga banyak guru yang belum mengetahui bagaimana cara mempersiapkan serta
menerapkan model pembelajaran JUCAMA di kelas. Oleh karena itu perlu diadakan pelatihan
bagi guru-guru tentang bagaimana merencanakan serta menerapkan pembelajaran JUCAMA di
kelas. Sebagai tindak lanjut dari Penelitian Strategi Nasional, maka guru-guru kelas III, IV, dan
V SD di kabupaten Sidoarjo yang terlibat dalam penelitian Strategi Nasional diharuskan untuk
merencanakan dan menerapkan pembelajaran matematika di kelas dengan menggunakan model
pembelajaran JUCAMA setelah mendapat pelatihan tentang model pembelajaran JUCAMA.
Pada perencanaan pembelajaran, guru perlu untuk membuat perangkat pembelajaran JUCAMA
yang terdiri dari RPP, LKS, soal pretes dan postes, serta lembar penilaian. Seperti juga halnya
dengan model pembelajaran lain, pada perencanaan mengajar dengan menggunakan model
pembelajaran JUCAMA juga membutuhkan adanya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
RPP adalah program perencanaan yang disusun sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran
untuk setiap kegiatan proses pembelajaran (Sanjaya, 2012). Terdapat beberapa komponen yang
harus dimuat di dalam RPP yaitu tujuan pembelajaran, materi/isi, strategi dan metode
pembelajaran yang digunakan, media dan sumber belajar, serta evaluasi. Dalam penelitian ini,
karena model pembelajaran yang akan digunakan adalah model pembelajaran JUCAMA maka
strategi dan metode yang digunakan juga menggunakan pengajuan dan pemecahan masalah.
Perangkat pembelajaran penting lainnya yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS yang dibuat
oleh guru juga harus mencakup pengajuan dan pemecahan masalah. Seperti halnya yang telah
dijelaskan oleh Guilford (dalam Suharnan, 2005) bahwa berpikir kreatif berkaitan dengan
berpikir divergen, maka LKS yang disusun oleh guru juga harus melibatkan berpikir divergen
siswa. Hal ini sesuai dengan indikator-indikator kreativitas matematika dalam pemecahan
masalah dan pengajuan masalah yaitu kefasihan (fluency), fleksibilitas (flexibility), dan
kebaruan (novelty)(Silver, 1997). Kefasihan dalam pemecahan masalah dapat dilihat dari
jawaban benar dan beragam yang diberikan oleh siswa. Fleksibilitas dalam pemecahan masalah
dapat dilihat dari cara-cara lain yang berbeda yang digunakan oleh siswa dalam menyelesaiakn
masalah matematika yang sudah ada. Sedangkan kebaruan dalam pemecahan masalah dapat
dilihat dari jawaban yang benar dan “tidak biasa” yang diberikan oleh siswa. Dalam pengajuan
masalah, kefasihan mengacu pada kemampuan siswa dalam membuat soal sekaligus dengan
penyelesaian yang beragam dan benar. Fleksibilitas dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam
mengajukan masakah yang mempunyai cara penyelesaian berbeda-beda. Indikator terakhir yaitu
kebaruan, dalam pengajuan masalah indikator kebaruan dilihat dari kemampuan siswa untuk
mengajukan suatu masalah yang berbeda dengan soal yang diberikan gurunya. Sehingga baik
LKS, soal pretes, maupun soal postes yang diberikan harus memenuhi syarat berikut.
1. Berbentuk pemecahan dan pengajuan masalah
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 415
2. Bersifat divergen dalam jawaban maupun cara penyelesaian sehingga memunculkan
kriteria fleksibilitas, kebaruan, dan kefasihan
3. Berkaitan dengan lebih dari satu pengetahuan/konsep matematika siswa yang sudah
dipelajari sebelumnya
4. Informasi harus mudah dimengerti dan jelas tertangkap makna atau artinya.
(Siswono, 2008)
Selanjutnya untuk mengetahui berpikir kreatif siswa, guru juga seharusnya membuat lembar
penilaian. Lembar penilaian berpikir kreatif ini berisi tentang indikator berpikir kreatif yaitu
kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. Kemudian skor berpikir kreatif siswa di kategorikan ke
dalam 5 tingkat berpikir kreatif sebagai berikut.
Tingkat Karakteristik
Tingkat 4
(Sangat Kreatif)
Siswa mampu menunjukkan kefasihan, fleksibilitas, dan
kebaruan atau kebaruan dan fleksibilitas dalam memecahkan
maupun mengajukan masalah.
Tingkat 3
(Kreatif)
Siswa mampu menunjukkan kefasihan dan kebaruan atau
kefasihan dan fleksibilitas dalam memecahkan maupun
mengajukan masalah.
Tingkat 2
(Cukup Kreatif)
Siswa mampu menunjukkan kebaruan atau fleksibilitas dalam
memecahkan maupun mengajukan masalah.
Tingkat 1
(Kurang Kreatif)
Siswa mampu menunjukkan kefasihan dalam memecahkan
maupun mengajukan masalah.
Tingkat 0
(Tidak Kreatif)
Siswa tidak mampu menunjukkan ketiga aspek indikator
berpikir kreatif.
Hasil wawancara dan observasi dengan guru menunjukkan bahwa sebelum mendapat
pelatihan JUCAMA, hampir 100% guru menggunakan ceramah dan model pengajaran langsung
dalam kegiatan belajar mengajar matematika baik di kelas III, IV, maupun V SD. Sehingga guru
belum pernah membuat perangkat pembelajaran JUCAMA untuk meningkatkan kreativitas
siswa.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan: (1) mendeskripsikan
kemampuan guru dalam merencanakan perangkat pembelajaran JUCAMA untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa; dan (2) mendeskripsikan kemampuan berpikir kreatif siswa
sebelum diajar dengan menggunakan JUCAMA dan setelah diajar dengan menggunakan
JUCAMA.
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
416 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Metode Penelitian
Penelitian deskriptif kuantitatif ini dilakukan terhadap guru-guru matematika kelas III,
IV, dan V yang mengajar di delapan SD di Kabupaten Sidoarjo. Kedelapan SD ini terdiri dari
enam sekolah negeri dan dua sekolah swasta. Guru yang terlibat sebanyak 21 orang dan siswa
sebanyak 719 anak yang terdiri dari 114 siswa kelas III, 266 siswa kelas IV, dan 339 siswa kelas
V. Karakteristik siswa untuk sasaran penelitian ini termasuk karakteristik umum siswa di
sekolah-sekolah di Kabupaten Sidoarjo. Dengan demikian situasi dan kondisi sekolah dapat
dikatakan tidak menunjukkan perbedaan-perbedaan yang mempengaruhi terhadap hasil
penelitian.
Guru yang terlibat penelitian ini bisa dibilang belum memiliki banyak pengalaman
mengajar dan merancang pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
siswa. Secara umum, mayoritas guru belum tersertifikasi, berpengalaman mengajar kurang dari
10 tahun, belum pernah mengikuti pelatihan berpikir kreatif, bahkan ada beberapa guru yang
bukan merupakan sarjana pendidikan matematika. Pada saat pembelajaran dikelas, para guru ini
menyampaikan materi dengan metode ceramah dan tanya jawab. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa guru masih “asing” dengan pembelajaran yang menggunakan model pengajuan
dan pemecahan masalah (jucama).
Sebelum para guru merancang perangkat pembelajaran yang akan diimplementasikan
sesuai dengan sintaks jucama, penelitian ini diawali dengan dilaksanakannya workshop
sebanyak 2 kali. Kegiatan workshop membahas tentang kemampuan berpikir kreatif siswa, cara
peningktannya, dan cara merancang perangkat pembelajaran yang dapat memberikan
kesempatan bagi siswa unuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatifnya. Setelah kegiatan itu
guru merancang perangkat pembelajaran jucama dan mengimplementasikan pada masing-
masing sekolah. Perangkat pembelajaran terdiri dari RPP, LKS, soal pretes dan postes, serta
lembar penilaian berpikir kreatif siswa. Pembelajaran dalam penelitian ini terdiri dari empat kali
pertemuan dimana siswa diberikan LKS pada setiap pertemuan. Pretes dilakukan sebelum
pembelajaran untuk mengetahui tingkat kemampuan awal berpikir kreatif siswa dan postes
dilakukan di akhir pembelajaran untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa
setelah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model jucama.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:(1) Lembar Penilaian Pembuatan
Perangkat Pembelajaran Guru untuk mengetahui kemampuan guru SD dalam merancang
pembelajaran dengan model jucama untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa; (2)
Tes Kemampuan Berpikir Kreatif (TKBK) untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif
siswaSD dalam mengajukan dan memecahkan masalah matematika. Soal pretes dan postes
dirancang sedemikian sehingga dapat mengukur tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa.
Analisis data secara deskriptif dengan membandingkan kemampuan guru dalam
menyusun perangkat pembelajaran dengan peningkatan tingkat kemampuan berpikir kreatif
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 417
siswa yang terjadi.Analisis data secara kuantitatif dilakukan dengan membandingkan tingkat
kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Analisis ini bertujuan
untuk melihat seberapa besar pengaruh perangkat pembelajaran jucama yang disusun oleh para
guru dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Indikator keberhasilan adalah guru dikatakan telah berdaya atau memiliki kemampuan
merancang perangkat pebelajaran dengan baik jika : (1) Rata-rata skor pada lembar penilaian
mecapai lebih dari 60,0 atau tergolong dalam katogori “baik”. Rata-rata tersebut dihitung
berdasarkan skor perangkat yang dibuat dan dilaksanakan pada tiap pertemuan oleh 21 guru
dalam penelitian ini. (2) Tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa sesudah pembelajaran
dengan menggunakan perangkat permbelajaran jucama yang disusun guru meningkat.
Hasil Penelitian
Kemampuan Guru dalam Merancang Perangkat Pembelajaran Jucama
Kemampuan merancang perangkat pembelajaran merupakan kemampuan yang esensial
yang harus dimiliki oleh seorang guru. Perangkat pembelajaran yang baik akan mendukung
kegiatan belajar mengajar menjadi terstruktur dan terarah. Pada penelitian ini, perangkat
pembelajaran yang diamati adalah perangkat pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran jucama yang terdiri dari : (1) RPP, yang dirancang untuk 4 kali pertemuan dan
memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa; (2) LKS, yang juga
dirancang untuk 4 kali pertemuan dan memfasilitasi siswa untuk mengeksplor kemampuan
berpikir kreatifnya; (3) Pretest dan Postes, yang bertujuan untuk mengukur tingkat kemampuan
berpikir kreatif siswa di awal dan akhir pembelajaran; (4) Lembar Penilaian Hasil Pretes dan
Postest Siswa, yang dalam penilaiannya harus memenuhi ketiga indicator berpikir kreatif, yaitu
kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan.
Kemampuan guru dalam merancang pembelajaran jucama dapat dilihat pada Tabel 1
berikut.
Tabel 1. Skor Guru dalam Merancang Perangkat Pembelajaran Jucama
Nama
Samaran
Instansi Mengajar Kelas Skor Perangkat (8 butir)
Guru 1 SD Negeri 3 82.5
Guru 2 SD Negeri 3 67.5
Guru 3 SD Negeri 3 50.0
Guru 4 SD Swasta 3 80.0
Guru 5 SD Swasta 3 80.0
Guru 6 SD Negeri 4 80.8
Guru 7 SD Negeri 4 64.4
Guru 8 SD Negeri 4 70.0
Guru 9 SD Negeri 4 75.0
Guru 10 SD Negeri 4 75.0
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
418 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Guru 11 SD Negeri 4 65.0
Guru 12 SD Negeri 5 72.5
Guru 13 SD Negeri 5 83.3
Guru 14 SD Negeri 5 78.1
Guru 15 SD Negeri 5 78.1
Guru 16 SD Negeri 5 72.5
Guru 17 SD Negeri 5 75.0
Guru 18 SD Negeri 5 72.5
Guru 19 SD Swasta 5 72.5
Guru 20 SD Negeri 5 62.5
Guru 21 SD Swasta 5 82.5
Rata-rata 73.3
Bedasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam merancang
perangkat pembelajaran cukup bervariasi. Terlihat bahwa rata-rata skor perangkat pembelajaran
guru adalah 73,3 atau tergolong dalam kategori “baik”. Lebih detailnya, 4,76% guru
memperoleh skor dibawah 60,0 yang artinya guru tersebut masih memiliki kemampuan yang
tergolong “kurang baik” dalam menyusun perangkat pembelajaran jucama. 80,95% guru
memenuhi kategori berkemampuan baik sedangkan 14,29% lainnya tergolong dalam kategori
sangat baik. Maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru SD dalam merancang perangkat
pembelajaran sudah baik.
Kemampuan Awal dan Akhir Berpikir Kreatif Siswa
Analisis terhadap kemampuan awal dan akhir berpikir kreatif siswa dilakukan untuk melihat
apakah pembelajaran yang dirancang oleh guru sesuai dengan model jucama dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Secara keseluruhan siswa kelas III, IV, dan V
menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kreatif di akhir pembelajaran seperti yang
terlihat pada table 2 berikut.
Tabel 2. Skor Pretes dan Postes Siswa Kelas III, IV, dan V
TKBK Banyak Siswa
Pretes Postes
TKBK 0 143 103
TKBK 1 244 146
TKBK 2 124 69
TKBK 3 140 173
TKBK 4 68 196
Berdasarkan data di atas, banyak siswa yang tergolong dalam TKBK 1, 2, 3 menurun
cukup signifikan di akhir pembelajaran. Sementara itu, banyak siswa yang tergolong TKBK 3
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 419
dan 4 yaitu yang tergolong kreatif dan sangat kreatif meningkat sangat dramatis setelah
mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model jucama.
Peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa di masing-masing jenjang kelas pun
terlihat jelas. Bahkan, untuk siswa kelas III, persentase siswa yang tergolong dalam kategori
“sangat kreatif” meningkat hingga 950%. Data selengkapnya terangkum dalam tabel 3 berikut.
Tabel 3. Skor Pretes dan Postes Siswa Kelas III
TKBK Banyak Siswa
Pretes Postes
TKBK 0 18 11
TKBK 1 60 47
TKBK 2 5 1
TKBK 3 29 27
TKBK 4 2 21
Selanjutnya untuk siswa kelas IV, kemampuan awal berpikir kreatif para siswa dapat
dikatakan bervariasi. Namun, setelah dilakukan pembelajaran jucama, pada hasil skor postes
menunjukkan bahwa mayoritas siswa memiliki kemampuan berpikir kreatif yang sangat baik
dan tegolong dalam sangat kreatif. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut.
Tabel 4. Skor Pretes dan Postes Siswa Kelas IV
TKBK Banyak Siswa
Pretes Postes
TKBK 0 67 38
TKBK 1 49 25
TKBK 2 69 30
TKBK 3 40 52
TKBK 4 41 90
Peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada siswa kelas V pun terjadi dengan
signifikan. Dimana yang pada awalnya kemampuan siswa yang tergolong tidak kreatif sebanyak
58 orang, menurun 6.89% diakhir pembelajaran sehingga hanya ada 54 siswa yang tergolong
berkemampuan tidak kreatif. Selain itu, banyaknya siswa yang berkemampuan sangat kreatif
pun bertambah dengan drastis. Banyak siswa yang berkemampuan sangat kreatif bertambah
hingga lebih dari tiga kali lipat dari banyak siswa berkemampuan sangat kreatif sebelum
pembelajaran jucama. Data selengkapnya dapat dilihat dari tabel 5 berikut.
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
420 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Tabel 5. Skor Pretes dan Postes Siswa Kelas V
TKBK Banyak Siswa
Pretes Postes
TKBK 0 58 54
TKBK 1 135 74
TKBK 2 50 38
TKBK 3 71 94
TKBK 4 25 85
Pembahasan Hasil Penelitian
Pada penelitian ini dibahas tentang kemampuan guru dalam merancang perangkat
pembelajaran JUCAMA untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Guru
dikatakan mampu membuat perangkat pembelajaran JUCAMA yang baik jika skor penilaian
perangkat pembelajaran JUCAMA lebih dari 60,00.Berdasarkan tabel 1, terdapat 1 orang guru
yang memperoleh skor kurang dari atau sama dengan 60,00, ini berarti guru tersebut memiliki
kemampuan yang kurang baik dalam menyusun perangkat pembelajaran JUCAMA. Banyak
guru yang memperoleh skor 60-80 adalah 17 orang, hal tersebut menunjukkan bahwa sebanyak
17 orang guru telah memenuhi kategori baik dalam menyusun perangkat pembelajaran
JUCAMA. Sisanya, yaitu 3 orang guru mendapat skor lebih dari 80 yang berarti bahwa
kemampuan 3 guru tersebut tergolong dalam kategori sangat baik dalam menyusun perangkat
pembelajaran JUCAMA.
Dari hasil pretes dan postes dapat dilihat bahwa tingkat kemampuan berpikir kreatif
siswa meningkat setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran
JUCAMA yang dikembangkan oleh para guru. Secara keseluruhan, jumlah siswa yang berada
pada TKBK 0 (tidak kreatif), TKBK 1 (kurang kreatif), dan TKBK 2 (cukup kreatif) mengalami
penurunan, sedangkan untuk jumlah siswa dengan TKBK 3 (kreatif) dan TKBK 4 (sangat
kreatif) mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Pembelajaran JUCAMA memberikan dampak baik bagi tingkat kemampuan berpikir
kreatif siswa. Hal ini juga dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam membuat perangkat
pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk berpikir secara divergen (Guilford, dalam
Suharnan 2005). Dengan adanya fasilitas dari guru dalam bentuk LKS maupun langkah-langkah
pembelajaran yang mendorong siswa untuk berpikir secara divergen, maka hal ini bisa
memunculkan indikator-indikator kreativitas yaitu kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan dalam
mengajukan dan memecahkan masalah (Silver, 1997). Hal ini menyebabkan tingkat kemampuan
berpikir kreatif (TKBK) siswa meningkat, sehingga bisa diindikasikan bahwa kemampuan
berpikir kreatif siswa juga meningkat setelah menggunakan pembelajaran JUCAMA.
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 421
Simpulan dan Saran
Berdasar pertanyaan penelitian yang diajukan, maka dapat disimpulkan bahwa
kemampuan guru SD dalam merancang perangkat pembelajaran sudah baik.
Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan dan mengajukan masalah
mengalami peningkatan dari hasil pretes dan hasil postes. Banyak siswa yang tergolong dalam
TKBK 1, 2, 3 menurun cukup signifikan di akhir pembelajaran. Sementara itu, banyak siswa
yang tergolong TKBK 3 dan 4 yaitu yang tergolong kreatif dan sangat kreatif meningkat sangat
dramatis setelah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model jucama.
Berdasar hasil penelitian, maka disarankan bahwa hasil pengembangan perangkat
pembelajaran JUCAMA yang dihasilkan oleh guru ini dapat diterapkan untuk sekolah lain
dengan menggunakan materi-materi lain karena terbukti dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kreatif siswa.
Daftar Pustaka
Adams, Dennis. Creativity, Inoovation, and Problem Solving. 2010. USA:Rowman Publisher
Kilic, Cigdem. 2013. Turkish Primary School Teachers‟ Opinion about Problem Posing
Applications: Students, The Mathematics Curriculum and Mathematics Textbooks.
Turkey: Mersin University
Sanjaya, Wina. 2012. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Silver, Edward A. (1997). Fostering Creativity Through Instruction Rich in Mathematical
Problem Solving and Thinking in Problem Posing. ZDM Volum 29 (June 1997), No. 3,
(http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a3.pdf,diakses 11 Oktober 2011)
Siswono, Tatag Yuli Eko. 2008. Model pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan
Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya:
Unesa University Press
Sriraman, Bharath. 2011. The Elements of Creativity and Giftedness in Mathematics. Rotterdam
: Sense Publishers
Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
422 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
PROFIL BERPIKIR VISUAL MAHASISWA PEREMPUAN CALON GURU
MATEMATIKA DALAM MEMAHAMI DEFINISI FORMAL
PADA BARISAN BILANGAN REAL
Darmadi
1)Agung Lukito
2)Ketut Budayasa
3)Ridha Rokhani
4)
1)Mahasiswa Program Pascasarjana UNESA 2)
Staf Pengajar Program Pascasarjana UNESA 3)
Staf Pengajar Program Pascasarjana UNESA 4)
Mahasiswa IKIP PGRI Madiun
Abstrak
Untuk lebih memahami definisi formal pada barisan bilangan real, dapat digunakan
visualisasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan tidak lebih baik
secara visual dari pada laki-laki. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
perbedaan tersebut tidaklah signifikan. Lebih baik apa tidak berpikir visual
perempuan, lebihdidasarkan pada hasil. Namun, bagaimana proses perempuan
memahami secara visual belum diungkap. Pada makalah ini akan dibahas bagaimana
profil berpikir visual mahasiswa perempuan calon guru matematika dalam
memahami definisi formal pada barisan bilangan real.
Kata kunci: berpikir visual, memahami, dan definisi formal
A. Pendahuluan
Analisis real merupakan suatu matakuliah wajib bagi mahasiswa program studi
pendidikan matematika. Beberapa permasalahan muncul dalam pembelajaran analisis real;
seperti: 1) Hasil belajar analisis real kurang memuaskan (Darmadi, 2008a), 2) Mahasiswa
kesulitan belajar analisis real sulit sejak awal (Darmadi, 2008b), 3) Pemahaman mahasiswa
terhadap definisi formal pada kalkulus kurang (Darmadi, 2009a); 4) Persiapan kuliah mahasiswa
kurang dengan berbagai alasan seperti mendapat kurangnya waktu belajar, mengerjakan tugas
dari dosen lain, sakit, hajatan, materi kurang menarik, dan kurang suka pada dosennya
(Darmadi, 2009b).
Beberapa metode dan model pembelajaran dengan aneka media pembelajaran yang
dianggap sesuai telah dicoba; seperti: pengembangan model pembelajaran analisis real berbasis
teori David Tall (Darmadi, 2009b) dan penggunaan Lesson Study dalam pembelajaran analisis
real (Darmadi, 2010). Meskipun demikian, kemampuan berpikir analitis, kreatif, kritis, dan
inovatif masih perlu untuk selalu ditingkatkan (Darmadi, 2011a).
Salah satu contoh permasalahan yang muncul dalam pembelajaran analisis real pokok
bahasan barisan bilangan real adalah memahami definisi barisan bilangan real konvergen.
Barisan {𝑎𝑛}𝑛≥1dikatakan konvergen (ke a) jika dan hanya jika terdapat𝑎 ∈ 𝑹sehingga untuk
setiap𝜀 > 0terdapat𝑛0 ∈ 𝑵dengan𝑛0 = 𝑛0(𝜀)sehingga untuk𝑛 ≥ 𝑛0berlaku 𝑎𝑛 − 𝑎 < 𝜀.
Mengapa definisinya seperti itu? Mengapa harus ada a, 𝜀, dan 𝑛0? Bagaimana gambaran
hubungan 𝑎, 𝜀 dan 𝑛0? Mengapa menggunakan harga mutlak? dan sebagainya. Kita akan dapat
menjawab pertanyaan tersebut dengan memvisualiasikan definisi formal tersebut.
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 423
Barisan bilangan real adalah fungsi dari himpunan bilangan asli ke himpunan bilangan
real. Materi barisan bilangan real perlu dipelajari lebih mendalam karena dapat digunakan
sebagai dasar dalam memahami fungsi real. Konsep kekonvergenan dapat membantu
mempelajari konsep limit fungsi. Konsep kekonvergenan, terbatas, monoton naik/turu juga
sering digunakan dalam pemrograman komputer.
Definisi-definisi pada barisan bilangan real, biasa disajikan dalam bentuk formal yaitu
disajikan dengan simbol-simbol matematis. Selain itu, definisi barisan bilangan real diberikan
untuk mahasiswa dimana menurut Piaget pada tingkat kognitif formal. Oleh karena itu, Tall dkk
menyebut definisi seperti tersebut dengan definisi formal.
Memahami definisi formal merupakan suatu kegiatan berpikir tingkat tinggi. Dalam
memahami definisi formal terdapat proses pengolahan informasi pada pikiran. Sesuai teori
penyandian-ganda, suatu informasi disandikan dalam dua cara yaitu penyandian verbal dan
penyandian visual. Sebagian informasi disimpan dalam bentuk verbal dan sebagian disimpan
dalam bentuk visual. Bagaimana mengolah dan memanfaatkan informasi visual untuk
memahami definisi formal pada barisan bilangan real belum banyak diketahui.
Pemanfaatkan pengetahuan visual dalam pembelajaran analisis real jarang digunakan.
Hasil tes kemampuan memahami definisi formal dan mengsketsa grafik menunjukkan bahwa
kekayaan imajeri mahasiswa masih kurang (Darmadi, 2011b). Hal ini terjadi karena dalam
pembelajaran sebelumnya kurang memanfaatkan gambar-gambar sebagai visualisasi dan masih
terpaku pada formalitas atau menggunakan rumus-rumus saja.
Berpikir dengan menggunakan informasi visual disebut berpikir visual. Bahan baku dari
berpikir visual adalah bayangan mental (imajeri). Hasil berpikir visual berupa gambar/grafik.
Perlu membangun pembelajaran matematika yang menyenangkan dengan visualisasi (Darmadi,
2012a).
Pepatah cina kuno mengatakan bahwa gambar dapat menyatakan seribu kata. Banyak
ahli matematika yang menggunakan kemampuan imajeri (berpikir visual) dalam melakukan
pekerjaan mereka. Suatu alternatif untuk memahami definisi-definisi formal pada pembelajaran
barisan bilangan real yaitu dengan memvisualisasikannya (Darmadi, 2012b).
Pada makalah ini dibahas profil berpikir vsual mahasiswa perempuan calon guru
matematika dalam memahami definisi formal pada barisan bilangan real. Gender dipilih
perempuan karena sebagian besar mahasiswa calon guru adalah perempuan. Dengan dipilihnya
mahasiswa perempuan, diharapkan dapat juga menguak mengapa pada beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa perempuan tidak lebih baik atau kurang dari laki-laki dalam hal berpikir
visual. Atau memberi pandangan cukup bijaksanakah kita mengatakan seperti itu.
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
424 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
B. Pembahasan
Barisan bilangan real didefinisikan sebagai suatu fungsi dari himpunan bilangan asli ke
himpunan bilangan real. Misalkan 𝑎𝑛 adalah nilai fungsi yang membentuk barisan bilangan real,
maka barisan bilangan real tersebut disajikan dalam bentuk 𝑎𝑛 𝑛=1∞ oleh Goldberg (1976), (𝑎𝑛)
oleh Bartle & Sherbet (1982), dan 𝑎𝑛 oleh Wasan & Prakash. Simbol untuk menyatakan
barisan bilangan real tiap buku acuan dapat berbeda. Pada pembahasan ini, barisan bilangan real
dinotasikan dengan{𝑎𝑛}𝑛≥1. Untuk mempersingkat istilah, barisan bilangan real selanjutnya
disebut barisan.
Berdasarkan tingkat kesulitan berpikir visual dalam memahami definisi formal pada
barisan bilangan real, diperoleh gambaran sebagai berikut.
Gambar 1. Pengelompokkan definisi-definisi formal pada barisan bilangan real berdasarkan
tingkat kesulitan berpikir visual untuk memahami
Berdasarkan hasil analisis tingkat kesulitan berpikir visual dalam memahami definisi
formal pada barisan bilangan real tersebut, dilakukan pemilihan definisi untuk mendapatkan
profil berpikir visual mahasiswa laki-laki calon guru matematika dalam memahami definisi
formal pada barisan bilangan real. Untuk tingkat pertama dipilih definisi formal topik barisan
monoton naik, barisan monoton turun, dan barisan konstan. Untuk tingkat kedua dipilih definisi
formal topik barisan terbatas di atas, barisan terbatas di bawah, dan barisan terbatas. Untuk
Definisi formal pada barisan bilangan real
tingkat 1
(berdasarkan kedudukan antar anggota)
monoton
naik tegas
monoton naik
konstan
monoton turun
turun tegas
tidak monoton
tingkat 2
(berdasarkan eksistensi batas)
ada batasan
terbatas di atas
terbatas
terbatas di bawahtidak ada batasan
tingkat 3
(berdasarkan arah kecenderungannya)
konvergen
divergen
divergen ke ∞
oscillatory
divergen ke -∞
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 425
tingkat ketiga dipilih definisi formal topik barisan divergen ke ∞, barisan divergen ke -∞, dan
barisan konvergen.
Dengan buku acuan dapat diperoleh definisi yang berbeda. Untuk memperoleh
kereliabilitasan data, pada msing-masing topik definisi dibuat empat tipe definisi yaitu
menggunakan „jika dan hanya jika‟, „jika maka‟, „diberikan jika maka‟, dan „syarat perlu dan
syarat cukup‟. Dalam beberapa buku sering digunakan tipe kedua atau ketiga yaitu „jika maka‟
atau „diberikan jika maka‟, namun karena definisi yang benar secara logika matematika adalah
definisi formal maka yang dipergunakan pertama kali adalah tipe pertama yaitu „jika dan hanya
jika‟ yang identik secara logika matematika dengan tipe keempat yaitu „syarat perlu dan syarat
cukup‟. Tipe kedua dan ketiga digunakan, selain karena sering digunakan pada beberapa buku
yang digunakan dalam perkulihan, definisi tersebut juga mudah diterima oleh subjek. Sesuai
pendapat Poincare bahwa definisi yang baik adalah definisi yang mudah diterima oleh peserta
didik. Selama dapat diterima dan diperkuat dengan adanya „kesepakatan‟, definisi tersebut
digunakan.
Untuk mendapatkan data, perlu dibuat instrumen bantu yaitu lembar tugas mahasiswa
sebagai tugas subjek selama wawancara. Setelah lembar tugas mahasiswa didiskusikan dan
mendapat validasi, LTM digunakan untuk penelitian. Wawancara dilakukan pada subjek
perempuan dengan beberapa kriteria antara lain 1) baru mengambil matakuliah analisis real, 2)
mempunyai IPK di atas 2,75, 3) nilai kalkulus dan pengantar dasar matematika minimal B, 4)
komunikatif, jujur, dan bersedia menjadi subjek penelitian. kriteria ini perlu dilakukan untuk
menjamin mendapatkan data. Oleh karena itu dilakukan penjaringan subjek sehingga diperoleh
seorang mahasisa perempuan sebagai subjek.
Dalam memahami definisi formal, dimungkinkan seseorang memahami perdefinisi atau
dalam kelompok definisi. Untuk itu dilakukan tiga tahap dalam pengumpulan data. Tahap
pertama adalah untuk mendapatkan profil berpikir visual dalam memamahami suatu definisi
formal pada barisan bilangan real. Tahap kedua adalah untuk mendapatkan profil berpikir visual
dalam memahami sekelompok definisi formal. Tahap ketiga untuk mendapatkan profil berpikir
fisuan dalam memahami sekelompok definisi formal satu tapok beda tipe.
Karena dipilih sembilan topik definisi dengan masing-masing definisi dibuat empat tipe
dan melalui tiga tahap untuk wawancara, maka minimal diperlukan 36 kali wawancara untuk
tahap pertama, 12 kali untuk tahap kedua, dan 9 kali wawancara untuk tahap ketiga. Meskipun
banyak yang harus ditanyakan, pelaksanaannya, dalam satu pertemuan dapat diberiskan
beberapa pertannyaan dengan ketentuan subjek bisa mengejakan dengan baik atau tidak lelah,
tidak berurutan dalam satu topik, dan diusahakan antar definisi saling independen pada
pertemuan yang sama.
Berikut diberikan contoh representasi berpikir visual subjek dalam memahami definisi
formal pada suatu barisan bilangan real. Setelah menerima dan membaca LTM, subjek
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
426 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
mempunyai kegiatan yaitu mengenali, memvisualisasi, dan menyimpulkan. Untuk memahami
sekelompok definisi formal, subjek mengenali terlebih dahulu semua definisi untuk
dikelompkkan sesuai kriteria tertentu apa tidak, jika ada yang sesuai dikelompokkan dalam satu
kelompok. Kegiatan mengenali yaitu kegiatan subjek menjaring informasi, memfokuskan pada
informasi-informasi tertentu, dan mengolahnya untuk mendapatkan gambaran visualisasi
definisi seperti berikut.
Setelah mencoba mengenali, subjek akan mengingat pengetahuan sebelumnya. Kegiatan
mengingat sering digunakan subjek ketika memahami sekelompok definisi dengan memanggil
bayang mental yang telah diperoleh untuk diperlihatkan. Namun jika sebelumnya belum
mempunyai gambaran, subjek memperlihatkan yaitu kegiatan subjek untuk menujukkan
sekaligus mengevaluasi pada diri sendi atau orang lain seperti ini.
Setelah memperlihatkan, subjek memperdalam. Kegiatan memperdalam yaitu kegiatan subjek
untuk mencoba-coba barisan yang lain, atau menunjukkan contoh yang sesuai dan contoh yang
tidak sesuai definisi seperti berikut.
Contoh yang sering sesuai digunakan ketika subjek belum banyak mempunyai gambaran
mental. Contoh yang tidak sesuai digunakan ketika subjek merasa sudah mempunyai banyak
gambaran mental. Kegiatan memperdalam sering tidak dilakukan ketika subjek harus
memahami sekelompok definisi. Selanjutnya kegiatan menyimpulkan, yaitu kegiatan subjek
mengumpulkan informasi, mengolah informasi-informasi yang diperoleh, dan menyajikan
dalam bentuk kata-kata atau diagram venn.
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 427
Penyajian dalam bentuk diagram venn digunakan untuk menggambarkan hubungan antar
konsep pada definisi. Untuk makin jelasnya perhatikan uraian berikutnya.
Untuk mendapatkan profil berpikir visual subjek perempuan dalam memahami suatu
definisi formal dilakukan wawancara tahap pertama dengan tiga puluh enam pertanyaan pokok.
Hasil wawancara menujukkan bahwa setelah menerima dan membaca LTM, subjek memahami
definisi formal yang diberikan melalui tiga kegiatan yaitu mengenali, memvisualisasi, dan
menyimpulkan. Kegiatan memvisualisasi dapat dikelompokkan menjadi dua sub kegiatan yaitu
memperlihatkan dan memperdalam dengan menggunakan gambar/grafik.Gambaran alur
berpikir visual subjek perempuan dalam memahami suatu definisi formal pada barisan bilangan
real dapat disajikan sebagai berikut.
Gambar 2. Profil berpikir visual subjek perempuan dalam memahami suatu definisi
Kegiatan mengenali dilakukan subjek dengan membuat rangkuman definisi, menentukan kata
kunci, dan menjabarkan/ mengolahnya. Kadang kata kunci tidak dijabarkan karena sudah dapat
ditangkap/diterima oleh subjek. Kegiatan memperlihatkan dilakukan subjek dengan memberi
contoh barisan, mendaftar anggota barisan, menggambar grafik contoh, mengevaluasi gambar,
dan memberi kesimpulan. Untuk memperlihatkan, subjek memilih contoh barisan yang sesuai
dengan definisi. Pemilihan contoh lebih berdasarkan kata kunci dan coba-coba sehingga kadang
subjek memberikan contoh yang ternyata tidak sesuai definisi. Kegiatan memperdalam
dilakukan subjek dengan memberikan contoh lain, mendaftar anggota barisan, menggambar
grafik contoh, mengevaluasi gambar, dan memberi kesimpulan. Contoh yang digunakan untuk
memperdalam kadang ada yang sesuai definisi, kadang ada yang tidak sesuai definisi. Subjek
MenyimpulkanMemvisualisasi Mengenali
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
428 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
memberikan contoh lain yang sesuai definisi jika merasa belum begitu memahami definisi.
Subjek memberikan contoh lain yang tidak sesuai definisi jika merasa sudah memahami
definisi. Kadang subjek memberikan contoh lain yang sesuai dan yang tidak sesuai definisi.
Kegiatan menyimpulkan dilakukan subjek dengan memperhatikan kembali definisi dan gambar-
gambar yang telah diperoleh, dan kemudian menulis/menarik kesimpulan sebagai pemahaman.
Ketika menyimpulkan, kadang subjek lebih berdasar pada definisi saja, kadang lebih berdasar
pada gambar saja, kadang berdasar pada keduanya yaitu definisi dan gambar, atau kadang juga
lupa tidak menyimpulkan.
Untuk mendapatkan profil berpikir visual subjek perempuan dalam memahami
kelompok definisi formal, dilakukan wawancara tahap kedua dengan tugas memahami dua belas
kelompok definisi. Hasil wawancara menunjukkan bahwa setelah menerima dan membaca
LTM, subjek melakukan tiga kegiatan yaitu mengenali, memvisualisasi, dan menyimpulkan
seperti gambar berikut.
Gambar 3. Profil berpikir visual subjek perempuan dalam memahami sekelompok definisi
Setelah mengetahui bahwa tiap definisi mempunyai syarat yang berbeda, subjek
memperlihatkan gambaran tiap-tiap definisi sebelum melihat hubungan antar definisi tersebut
sebagai kesimpulan. Kegiatan mengenali dilakukan subjek dengan cara membuat rangkuman
definisi, menentukan kata kunci, dan menjabarkan/mengolahnya. Kegiatan memperlihatkan
dilakukan subjek dengan membayangkan barisan yang sesuai definisi, membuat contoh barisan,
dan kemudian menggambarkan dalam bentuk grafik untuk masing-masing definisi. Subjek tidak
memberi kesimpulan setelah memperlihatkan, karena sudah mempunyai „gambaran‟ terhadap
definisi formal yang diberikan. Kegiatan menyimpulkan dilakukan dengan cara memperhatikan
kembali definisi-definisi dan gambar-gambar yang kemudian digunakan untuk menarik
kesimpulan sebagai pemahaman. Kesimpulan yang diperoleh subjek sering disajikan dalam
Menyimpulkan
Hubungan
Antar Definisi
Memvisualisasi
Tiap-Tiap Definisi
Mengenali
Semua Definisi
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 429
bentuk tulisan dan/atau diagram venn. Subjek perempuan menarik kesimpulan lebih
berdasarkan pada definisi, gambar digunakan untuk memperkuat saja.
Untuk mendapatkan profil berpikir visual subjek perempuan dalam memahami kelompok
definisi formal satu topik beda tipe dilakukan wawancara tahap kedua dengan tugas memahami
dua belas kelompok definisi formal. Hasil wawancara menunjukkan bahwa subjek memahami
definisi-definisi yang diberikan dengan tiga kegiatan yaitu mengenali, memvisualisasi, dan
menyimpulkan seperti alur berikut.
Gambar 4. Profil berpikir visual subjek perempuan dalam memahami kelompok definisi satu
topik beda tipe
Kegiatan mengenali dapat dibedakan menjadi dua sub kegiatan yaitu mengenali semua definisi
dan lebih mengenali kelompok definisi. Kegiatan memvisualisasi dapat dibedakan menjadi dua
sub kegiatan yaitu mengingat dan memperlihatkan. Kegiatan menyimpulkan juga dapat
dibedakan menjadi dua sub kegiatan yaitu mengumpulkan informasi dan menyajikannya.
Subjek mengenali semua definisi dengan merangkum semua definisi dan mengelompokkan
definisi-definisi yang sama dan yang tidak sama. Setelah terbentuk kelompok definisi, subjek
lebih mengenali tiap kelompok definisi yang samatersebut dengan lebih memfokuskan dan
menulis kembali syarat definisinya. Sebelum menggambarkan barisan yang dimaksud, subjek
mengingat dengan mengumpulkan gambaran mental yang sudah ada dan memilihnya untuk
diperlihatkan. Subjek memperlihatkan dengan mencontohkan suatu barisan yang sesuai definisi,
mendaftar anggotanya, lalu menggambarkan dalam bentuk grafik. Jika tiap kelompok definisi
sudah diperlihatkan, subjek mengumpulkan informasi dengan mengamati kembali definisi-
definisi dan gambar-gambar yang telah dibuat atau telah ada dalam pikiran. Subjek menyajikan
dengan mengolah terlebih definisi atau gambaran definisi yang diperoleh sebelum ditarik
kesimpulan dan disajikan dalam bentuk kata-kata atau diagram venn.
MenyimpulkanMemvisualisasi
Perkelompok
Mengenali
Semua Definisi
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
430 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
C. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diperoleh profil berpikir
visual subjek perempuan dalam memahami definisi formal meliputi tiga kegiatan yaitu
mengenali, memvisualisasi, dan menyimpulkan.
Gambar 5s. Profil berpikir visual subjek perempuan dalam memahami kelompok definisi satu
topik beda tipe
Kegiatan mengenali dapat dibedakan menjadi dua sub kegiatan yaitu mengenali semua definisi
dan mengenali satu definisi untuk memfokuskan. Kegiatan memvisualisasi dapat
dikelompokkan dalam tiga sub kegiatan yaitu mengingat, memperlihatkan, dan memperdalam.
Kegiatan menyimpulkan dapat dikelompokkan dalam dua sub kegiatan yaitu mengumpulkan
informasi dan menyajikan kesimpulan. Kegiatan mengenali semua definisi dilakukan ketika
subjek harus memahami sekelompok definisi dengan menuliskan rangkuman. Melihat
rangkuman dari masing-masing definisi berbeda-beda, subjek memfokuskan diri pada satu
persatu definisi untuk memvisualisasikan dan memperoleh hubungan antar definisi. Kegiatan
mengenali satu definisi dilakukan subjek dengan menuliskan kembali syaratnya, menentukan
kata kunci, dan mengolahnya. Kegiatan mengingat dilakukan subjek dengan memunculkan
kembali gambaran yang pernah diperoleh dan memilihnya untuk diperlihatkan. Kegiatan
memperlihatkan dilakukan subjek dengan memberikan contoh, mendaftar anggotanya, dan
menggambarkan grafiknya. Kegiatan memperdalam dilakukan subjek dengan memberikan
contoh lain, mendafar anggotanya, dan menggambarkan grafiknya. Kegiatan mengumpulkan
informasi dilakukan dengan melihat atau menggingat definisi dan didukung dengan gambar-
gambar yang sudah dipeleh dalam pikiran. Kegiatan menyajikan dilakukan dengan mengolah
informasi-informasi yang telah diperoleh dan menuliskan atau menggambarkan dalam bentuk
diagram venn atau skema. Tidak semua aktivitas muncul atau direpresentasikan karena aktivitas
dan kegiatan tersebut terjadi dalam pikiran.
DAFTAR PUSTAKA
Bartle, R G & Sherbert D R. 1982. Introduction to Real Analisis. University of Illinois: Urbana-
Champaign. Illinois. John Wiley & Sons. Inc
Darmadi. 2008a. Analisis Real Menurut Mahasiswa. Laporan Penelitian Tahun 2008. IKIP
PGRI Madiun. Penelitian tidak dipublikasikan
Mengenali
- (semua definisi)
- (kelompok definisi)
- tiap definisi
Memvisualisasikan
- (Mengingat)
- Memperlihatkan
- (Memperdalam)
Menyimpulkan
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 431
_______. 2008b. “Spektrum Hasil Belajar Analisis Real Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika IKIP PGRI Madiun Tahun Akademik 2008/2009”. Makalah disajikan pada
Seminar Nasional UNY, Jogjakarta, 5 Desember 2009.
_______. 2008c. “Pengaruh Pemanfaatan Powerpoint dalam Pembelajaran Terhadap Prestasi
Belajar Matematika Tingkat Sekolah Dasar Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa”. Tesis
Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Sebelas Maret.
_______. 2009a. “Pengembangan Model Pembelajaran Analisis Real Berbasis Teori David
Tall”. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNESA, Surabya, 8 Agustus 2009
_______. 2009b. Persiapan Mahasiswa Sebelum Kuliah. Laporan Penelitian Tahun 2009. IKIP
PGRI Madiun
_______. 2009c. “Spektrum Hasil Belajar Kalkulus Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika IKIP PGRI Madiun Tahun Akademik 2008/2009”. Makalah disajikan pada
Seminar Nasional UNNES, Semarang, 24 Oktober 2009
_______. 2010.“Perbaikan Kualitas Perkuliahan Analisis Real Melalui Lesson Study”. Makalah
disajikan pada Seminar Hasil Lesson Study FP MIPA IKIP PGRI Madiun
_______. 2011a. “Berpikir Analitis, Kreatif, Kritis, dan Inovatif dalam Pembelajaran Analisis
Real Ditinjau dari Taksonomi Bloom”. Makalah disajikan pada Seminar Nasional
UNESA, Surabaya, 22 Oktober 2011
_______. 2011b. “Imajeri Mahasiswa Dalam Pembelajaran Analisis Real (Studi Kasus Di IKIP
PGRI MADIUN)”. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNY, Jogjakarta, 3
Desember 2011
_______. 2012a. “Membangun Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan dengan
Visualisasi”. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNY, Jogjakarta, 24 Maret
2012
_______. 2012b. “Visualisasi Definisi-Definisi Formal pada Barisan Bilangan Real”. Makalah
disajikan pada Seminar Nasional UNNES, Semarang, 26 Mei 2012
Goldberg, R R. 1976. Methods of Real Analysis. The University of Lowa. United State of
America. John Wiley & Sons, Inc
Wasan S K & Prakash R. Ramjas College: Real Analysis. University of Delhi; Rajdhani
College. University of Delhi. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publising Company
Limited
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
432 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
PROFIL BERPIKIR VISUAL MAHASISWA LAKI-LAKI CALON GURU
MATEMATIKA DALAM MEMAHAMI DEFINISI FORMAL
PADA BARISAN BILANGAN REAL
Darmadi
1)Agung Lukito
2)Ketut Budayasa
3)Muhamad Suladiono
4)
1) Mahasiswa Program Pascasarjana UNESA
2) Staf Pengajar Program Pascasarjana UNESA
3) Staf Pengajar Program Pascasarjana UNESA
4) Mahasiswa IKIP PGRI Madiun
Abstrak
Untuk lebih memahami definisi formal pada barisan bilangan real, dapat digunakan
visualisasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih baik dalam
berpikir visual dari pada perempuan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
perbedaan tersebut tidaklah signifikan. Namun disadari bahwa penilaian tersebut
berdasarkan hasil dari proses berpikir yang selalu berkembang. Berikut ini diberikan
profil berpikir visual mahasiswa laki-laki calon guru matematika dalam memahami
definisi formal pada barisan bilangan real.
Kata kunci: berpikir visual, memahami, dan definisi formal
A. Pendahuluan
Analisis real merupakan suatu matakuliah wajib bagi mahasiswa program studi
pendidikan matematika. Beberapa permasalahan muncul dalam pembelajaran analisis real;
seperti: 1) Hasil belajar analisis real kurang memuaskan (Darmadi, 2008a), 2) Mahasiswa
kesulitan belajar analisis real sulit sejak awal (Darmadi, 2008b), 3) Pemahaman mahasiswa
terhadap definisi formal pada kalkulus kurang (Darmadi, 2009a); 4) Persiapan kuliah mahasiswa
kurang dengan berbagai alasan seperti mendapat kurangnya waktu belajar, mengerjakan tugas
dari dosen lain, sakit, hajatan, materi kurang menarik, dan kurang suka pada dosennya
(Darmadi, 2009b).
Beberapa metode dan model pembelajaran dengan aneka media pembelajaran yang
dianggap sesuai telah dicoba; seperti: pengembangan model pembelajaran analisis real berbasis
teori David Tall (Darmadi, 2009b) dan penggunaan Lesson Study dalam pembelajaran analisis
real (Darmadi, 2010). Meskipun demikian, kemampuan berpikir analitis, kreatif, kritis, dan
inovatif masih perlu untuk selalu ditingkatkan (Darmadi, 2011a).
Salah satu contoh permasalahan yang muncul dalam pembelajaran analisis real pokok
bahasan barisan bilangan real adalah memahami definisi barisan bilangan real konvergen.
Barisan {𝑎𝑛}𝑛≥1dikatakan konvergen (ke a) jika dan hanya jika terdapat𝑎 ∈ 𝑹sehingga untuk
setiap𝜀 > 0terdapat𝑛0 ∈ 𝑵dengan𝑛0 = 𝑛0(𝜀)sehingga untuk𝑛 ≥ 𝑛0berlaku 𝑎𝑛 − 𝑎 < 𝜀.
Mengapa definisinya seperti itu? Mengapa harus ada a, 𝜀, dan 𝑛0? Bagaimana gambaran
hubungan 𝑎, 𝜀 dan 𝑛0? Mengapa menggunakan harga mutlak? dan sebagainya. Kita akan dapat
menjawab pertanyaan tersebut dengan memvisualiasikan definisi formal tersebut.
Barisan bilangan real adalah fungsi dari himpunan bilangan asli ke himpunan bilangan
real. Mempelajari barisan bilangan real sebenarnya juga mempelajari fungsi real. Beberapa
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 433
konsep dalam fungsi real seperti limit yang merupakan dasar dari kekontinuan, turunan, dan
integral, diperkenalkan dalam bentuk kekonvergenan barisan. Definisi-definisi pada barisan
bilangan real, biasa disajikan dalam bentuk formal yaitu disajikan dengan simbol-simbol
matematis. Selain itu, definisi barisan bilangan real diberikan untuk mahasiswa dimana menurut
Piaget pada tingkat kognitif formal. Oleh karena itu, Tall dkk menyebut definisi seperti tersebut
dengan definisi formal.
Memahami definisi formal merupakan suatu kegiatan berpikir tingkat tinggi. Dalam
memahami definisi formal terdapat proses pengolahan informasi pada pikiran. Ketika
memahami terjadi proses asimilasi dan akomodasi. Sesuai teori penyandian-ganda, suatu
informasi disandikan dalam dua cara yaitu penyandian verbal dan penyandian visual. Sebagian
informasi disimpan dalam bentuk verbal dan sebagian disimpan dalam bentuk visual.
Bagaimana mengolah dan memanfaatkan informasi visual untuk memahami definisi formal
pada barisan bilangan real belum banyak diketahui.
Pemanfaatkan pengetahuan visual dalam pembelajaran analisis real jarang digunakan.
Hasil tes kemampuan memahami definisi formal dan mengsketsa grafik menunjukkan bahwa
kekayaan imajeri mahasiswa masih kurang (Darmadi, 2011b). Hal ini terjadi karena dalam
pembelajaran sebelumnya kurang memanfaatkan gambar-gambar sebagai visualisasi dan masih
terpaku pada formalitas atau menggunakan rumus-rumus saja.
Berpikir dengan menggunakan informasi visual disebut berpikir visual. Bahan baku dari
berpikir visual adalah bayangan mental (imajeri). Hasil utama dari berpikir visual adalah
gambar/grafik. Berdasarkan beberapa kajian menunjukkan perlunya membangun pembelajaran
matematika yang menyenangkan dengan visualisasi (Darmadi, 2012a).
Pepatah cina kuno mengatakan bahwa gambar dapat menyatakan seribu kata. Banyak
ahli matematika yang menggunakan kemampuan imajeri (berpikir visual) dalam melakukan
pekerjaan mereka. Suatu alternatif untuk memahami definisi-definisi formal pada pembelajaran
barisan bilangan real yaitu dengan memvisualisasikannya (Darmadi, 2012b). Memvisualisasikan
definisi formal, bukan bearti melatih menggambar, namun melihat secara lebih jelas bagaimana
gambaran dari definisi yang diberikan. Pada makalah ini dibahas profil berpikir vsual
mahasiswa laki-laki dalam memahami definisi formal pada barisan bilangan real.
B. Pembahasan
Barisan bilangan real didefinisikan sebagai suatu fungsi dari bilangan asli ke bilangan
real. Misalkan 𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 , … adalah barisan bilangan real, maka barisan bilangan real tersebut
disajikan dalam bentuk 𝑎𝑛 𝑛=1∞ = {𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 , … } oleh Goldberg (1976),
𝑎𝑛 = (𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 , … ) oleh Bartle & Sherbet (1982), dan 𝑎𝑛 = 𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 , … oleh Wasan &
Prakash. Simbol untuk menyatakan barisan bilangan real tiap buku acuan dapat berbeda. Pada
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
434 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
pembahasan ini, barisan bilangan real dinotasikan dengan{𝑎𝑛}𝑛≥1 = {𝑎1 , 𝑎2 , 𝑎3 , … }. Untuk
mempersingkat istilah, barisan bilangan real selanjutnya disebut barisan.
Tiap buku acuan dapat memberikan urutan definisi dan bentuk pendefinisian yang
berbeda-beda pulan. Berdasarkan tingkat kesulitan berpikir visual dalam memahami definisi
formal pada barisan bilangan real, diperoleh gambaran sebagai berikut.
Gambar 1. Barisan bilangan real berdasarkan tingkat kesulitan berpikir visual
Berdasarkan hasil analisis tingkat kesulitan berpikir visual dalam memahami definisi formal
pada barisan bilangan real tersebut, dilakukan pemilihan definisi untuk mendapatkan profil
berpikir visual mahasiswa laki-laki calon guru matematika dalam memahami definisi formal
pada barisan bilangan real. Untuk tingkat pertama dipilih definisi formal topik barisan monoton
naik, barisan monoton turun, dan barisan konstan. Untuk tingkat kedua dipilih definisi formal
topik barisan terbatas di atas, barisan terbatas di bawah, dan barisan terbatas. Untuk tingkat
ketiga dipilih definisi formal topik barisan divergen ke ∞, barisan divergen ke -∞, dan barisan
konvergen.
Dengan buku acuan dapat diperoleh definisi yang berbeda. Untuk memperoleh
kereliabilitasan data, pada msing-masing topik definisi dibuat empat tipe definisi yaitu
menggunakan jika dan hanya jika, jika maka, diberikan jika maka, dan syarat perlu dan syarat
cukup. Dalam beberapa buku sering digunakan tipe kedua dan ketiga yaitu jika maka dan
diberikan jika maka, namun karena definisi yang dgunakan adalah definisi formal maka yang
dipergunakan pertama kali adalah tipe pertama yaitu jika dan hanya jika yang identik dengan
tipe keempat yaitu syarat perlu dan syarat cukup. Tipe dua dan ketiga tetap digunakan, selain
karena sering digunakan pada beberapa buku yang digunakan dalam perkulihan, definisi
Barisan Bilangan Real
tingkat 1monoton
naik tegas
monoton naik
konstan
monoton turun
turun tegas
tidak monoton
tingkat 2terbatas
terbatas di atas
terbatas
terbatas di bawahtidak terbatas
tingkat 3konvergen
divergen
divergen ke ∞
oscillatory
divergen ke -∞
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 435
tersebut juga mudah diterima oleh subjek. Sesuai pendapat Poincare bahwa definisi yang baik
adalah definisi yang mudah diterima oleh peserta didik. Selama diterima dan diperkuat dengan
adanya kesepakan, definisi tersebut dapat digunakan.
Untuk mendapatkan data perlu dibuat instrumen bantu yaitu lembar tugas mahasiswa
sebagai tugas subjek selama wawancara. Setelah lembar tugas mahasiswa didiskusikan dan
mendapat validasi, LTM digunakan untuk penelitian. Wawancara dilakukan pada subjek laki-
laki dengan beberapa kriteria antara lain 1) baru mengambil matakuliah analisis real, 2)
mempunyai IPK di atas 2,75, 3) nilai kalkulus dan pengantar dasar matematika minimal B, 4)
komunikatif, jujur, dan bersedia menjadi subjek penelitian. Kriteria ini perlu dilakukan untuk
menjamin mendapatkan data. Oleh karena itu dilakukan penjaringan subjek untuk mendapatkan
seorang mahasiswa laki-laki sebagai subjek penelitian.
Dalam memahami definisi formal, dimungkinkan seseorang memahami perdefinisi atau
dalam kelompok definisi. Untuk itu dilakukan tiga tahap dalam pengumpulan data. Tahap
pertama adalah untuk mendapatkan profil berpikir visual dalam memamahami suatu definisi
formal pada barisan bilangan real. Tahap kedua adalah untuk mendapatkan profil berpikir visual
dalam memahami sekelompok definisi formal. Tahap ketiga untuk mendapatkan profil berpikir
fisuan dalam memahami sekelompok definisi formal satu tapok beda tipe.
Karena dipilih sembilan topik definisi dengan masing-masing definisi dibuat empat tipe
dan melalui tiga tahap untuk wawancara, maka minimal diperlukan 36 kali wawancara untuk
tahap pertama, 12 kali untuk tahap kedua, dan 9 kali wawancara untuk tahap ketiga. Meskipun
banyak yang harus ditanyakan, dalam pelaksanaannya dalam satu pertemuan dapat dilkukan
beberapa pertannyaan dengan ketentuan subjek bisa mengejakan dengan baik atau tidak lelah,
tidak berurutan dalam satu topik, dan diusahakan antar definisi saling independen pada
pertemuan yang sama.
Berikut diberikan contoh bagaimana subjek laki-laki memahami sekelompok definisi
yang diberikan. Setelah menerima dan membaca LTM, subjek mencoba mengenali semua
definisi yang diberikan. Setelah mengetahui bahwa tiap definisi mempunyai syarat yang
berbeda, subjek memvisualisasikan tiap-tiap definisi sebelum melihat hubungan antar definisi
tersebut sebagai kesimpulan. Kegiatan mencoba mengenali semua definisi yang diberikan
dilakukan dengan memodelkan barisan umum, mendaftar anggota barisan, dan membuat tabel
bantu. Karena subjek melihat bahwa semua definisi mempunyai kesamaan yaitu mendefinisikan
barisan bilangan real, maka apa yang telah dilakukan ini juga digunakan subjek untuk
memahami tiap-tiap definisi. Subjek memahami tiap-tiap definisi formal dengan tiga kegiatan
yatu memfokuskan, membayangkan, dan memperlihatkan. Subjek lebih mengenali dengan cara
memfokuskan pada definisi formal barisan divergen ke ∞, menulis syarat definisi,
memfokuskan pada syarat kunci, dan menjabarkannya jika perlu.
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
436 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Subjek membayangkan dengan cara membentuk „bayangan mental‟, menggambarkan
„representasi bayangan‟, dan mengevaluasinya dengan syarat kunci. Representasi bayangan
subjek digambarkan sebagai berikut.
Subjek memperlihatkan dengan memberikan contoh, mendaftar anggota atau membuat tabel
bantu, menggambarkan, dan mengevaluasinya dengan syarat kunci seperti berikut.
Subjek lebih mengenali dengan cara memfokuskan pada definisi formal barisan divergen ke -∞,
menulis syarat definisi, memfokuskan pada syarat kunci, dan menjabarkannya jika perlu seperti
berikut.
Subjek membayangkan dengan cara membentuk „bayangan mental‟, menggambarkan
„representasi bayangan‟, dan mengevaluasinya dengan syarat kunci. Representasi bayangan
subjek digambarkan sebagai berikut.
Subjek memperlihatkan dengan memberikan contoh, mendaftar anggota atau membuat tabel
bantu, menggambarkan, dan mengevaluasinya dengan syarat kunci seperti berikut.
Subjek lebih mengenali dengan cara memfokuskan pada definisi formal barisan konvergen (ke
a), menulis syarat definisi, memfokuskan pada syarat kunci, dan menjabarkannya jika perlu,
seperti berikut.
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 437
Subjek membayangkan dengan cara membentuk „bayangan mental‟, menggambarkan
„representasi bayangan‟, dan mengevaluasinya dengan syarat kunci. Representasi bayangan
subjek digambarkan sebagai berikut.
Subjek memperlihatkan dengan memberikan contoh, mendaftar anggota atau membuat tabel
bantu, menggambarkan, dan mengevaluasinya dengan syarat kunci seperti berikut.
Kegiatan menyimpulkan dilakukan dengan cara memperhatikan kembali gambaran yang telah
diperoleh dan kemudian menarik kesimpulan sebagai pemahaman. Kesimpulan yang diperoleh
subjek disajikan dalam bentuk skema seperti berikut.
Subjek laki-laki menarik kesimpulan lebih berdasarkan pada gambaran yang telah diperoleh.
Untuk mendaptkan profil berpikir visual subjek laki-laki dalam memahami kelompok
definisi formal satu topik beda tipe dilakukan wawancara tahap pertama dengan tiga puluh enam
pertanyaan pokok.Setelah menerima dan membaca LTM, subjek memahami definisi formal
melalui tiga kegiatan yaitu mengenali, memvisualisasi dan menyimpulkan. Kegiatan
memvisualisasi dapat dibedakan menjadi dua sub kegiatan yaitu membayangkan dan
memperlihatkan. Subjek mengenali definisi yang diberikan dengan cara memisalkan dalam
bentuk barisan umum, mendaftar anggota barisan atau membuat tabel bantu, menulis syarat
definisi, memfokuskan pada syarat kunci, dan menjabarkan syarat kunci yang diperoleh. Subjek
membayangkan definisi yang diberikan dengan cara membentuk dan merepresentasikan
gambaran mental tersebut serta mengevaluasinya dengan syarat kunci. Subjek memperlihatkan
apa yang diketahui untuk memperjelas visualisasi yang diperoleh dengan memberikan contoh
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
438 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
yang sesuai. Oleh karena itu, subjek memberi contoh yang sesuai definisi, mendaftar angotanya
atau membuat tabel bantunya, menggambarkan, dan mengevaluasinya kembali. Subjek menarik
kesimpulan berdasarkan gambaran yang diperoleh sebagai pemahaman. Oleh karena itu, subjek
memperhatikan kembali gambar-gambar yang telah diperoleh, mengeneralisasikan, dan menarik
gambaran yang diperoleh sebagai pemahaman. Alur berpikir visual subjek laki-laki dalam
memahami suatu definisi formal pada barisan bilangan real dapat disajikan sebagai berikut.
Gambar 2. Alur berpikir subjek laki-laki dalam memahami suatu definisi formal.
Beberapa aktifitas seperti mendaftar anggota barisan, menulis syarat definisi, menjabarkan
syarat penting, dan menyimpulkan kadang tidak dituliskan oleh subjek. Subjek menuliskan
ketika baru menerima dan tidak menuliskan ketika sudah menangkap maksud sehingga hanya
dioperasikan dalam pikiran saja.
Untuk mendapatkan profil berpikir visual subjek laki-laki dalam memahami kelompok
definisi formal dilakukan wawancara tahap kedua dengan dua belas pertanyaan pokok. Setelah
menerima dan membaca LTM, subjek memahami sekelompok definisi melalui tiga kegiatan
juga yaitu mengenali, memvisualisasi, dan menyimpulkan. Kegiatan mengenali dapat dibedakan
dalam dua sub kegiatan yaitu mengenali semua definisi dan lebih mengenali satu definisi untuk
memfokuskan sebelum memvisualisasi. Kegiatan memvisualisasi dapat dibedakan dalam dua
sub kegiatan yaitu membayangkan dan memperlihatkan. Setelah mengetahui bahwa tiap definisi
mempunyai syarat yang berbeda, subjek memahami tiap-tiap definisi sebelum melihat hubungan
antar definisi tersebut sebagai kesimpulan. Kegiatan mengenali semua definisi yang diberikan
dilakukan dengan memisalkan barisan umum, mendaftar anggota barisan atau membuat tabel
bantu. Karena subjek melihat bahwa semua definisi mempunyai kesamaan yaitu mendefinisikan
barisan bilangan real, maka apa yang telah dilakukan ini juga digunakan subjek untuk
memahami tiap-tiap definisi. Subjek memahami tiap-tiap definisi formal dengan tiga kegiatan
yatu lebih mengenali, membayangkan, dan memperlihatkan. Subjek lebih mengenali dengan
cara memfokuskan pada salah satu definisi, menulis syarat definisi, memfokuskan pada syarat
MenyimpulkanMemvisualisasi Mengenali
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 439
kunci, dan menjabarkannya jika perlu. Subjek membayangkan dengan cara membentuk dan
menggambarkan gambaran mental yang diperoleh serta mengevaluasinya dengan syarat kunci.
Subjek memperlihatkan dengan memberikan contoh, mendaftar anggota atau membuat tabel
bantu, menggambarkan, dan mengevaluasinya dengan syarat kunci. Kegiatan menyimpulkan
dilakukan dengan cara memperhatikan kembali gambaran yang telah diperoleh dan kemudian
menarik kesimpulan sebagai pemahaman. Subjek laki-laki menarik kesimpulan lebih
berdasarkan pada gambaran yang telah diperoleh. Alur berpikir visual subjek laki-laki dalam
memahami kelompok definisi formal dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3. Alur berpikir subjek dalam memahami kelompok definisi formal.
Untuk mendaptkan profil berpikir visual subjek laki-laki dalam memahami kelompok
definisi formal satu topik beda tipe dilakukan wawancara tahap ketiga dengan sembilan
pertanyaan pokok.Hasil wawancara menunjukkan bahwa subjek memahami kelompok definisi
terbut juga dengan tiga kegiatan yaitu mengenali, memvisualisasi, dan menyimpulkan. Kegiatan
mengenali dapat dibedakan dalam dua sub kegiatan yaitu mengenali semua definisi dan
memfokuskan. Kegiatan memvisualisasi dapat dibedakan juga dalam dua sub kegiatan yaitu
membayangkan dan memperlihatkan. Setelah subjek menerima dan membaca LTM, subjek
mencoba mengenali semua definisi yang ada. Setelah melihat syarat yang sama, subjek memilih
salah satu definisi untuk membayangkan gambaran dari definisi, memperlihatkan, dan kemudian
menyimpulkan.
Gambaran profil berpikir visual subjek laki-laki dalam memahami kelompok definisi
formal satu topik beda tipe dapat digambarkan sebagai berikut.
Menyimpulkan
Hubungan
Antar Definisi
Memvisualisasi
Tiap-Tiap Definisi
Mengenali
Semua Definisi
Melihat Syarat Yang Tidak
Sama
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
440 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Gambar 4. Alur Berpikir Subjek Laki-Laki Dalam Memahami Kelompok Definisi Formal
Beda Tipe Satu Topik.
C. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data hasil wawancara berbasis tugas yang sudah dilakukan dapat
diperoleh profil berpikir visual subjek laki-laki dalam memahami definisi formal adalah sebagai
berikut.
Gambar 5. Alur Berpikir Subjek Dalam Memahami Definisi Formal
Subjek memahami definisi formal melaui tiga kegiatan yaitu mengenali, memvisualisasi, dan
menyimpulkan. Kegiatan mengenali dapat dibedakan dalam dua sub kegiatan yaitu mengenali
semua definisi dan mengenali satu definisi. Kegiatan memvisualisasi dapat dibedakan menjadi
dua sub kegiatan yaitu membayngkan dan memperlihatkan. Kegiatan menyimpulkan dapat
dibedakan menjadi dua sub kegiatan yaitu memperhatikan kembali dan menyajikan. Kegiatan
mengenali semua dilakukan subjek ketika memahami kelompok definisi dengan beberapa
aktifitas seperti memisalkan barisan umum, mendaftar anggota barisan umum, dan membuat
tabel bantu. Kegiatan mengenali satu definisi dilakukan subjek ketika memahami suatu definisi
dengan beberapa aktifitas seperti menuliskan syarat definisi, menentukan syarat penting, dan
menjabarkan/mengolah syarat yang dianggap penting tersebut. Kegiatan membayangkan
MenyimpulkanMemvisualisasi
Satu Definisi
Mengenali
Semua Definisi
Memperhatikan
Memvisualisasikan
- Membayangkan
- Memperlihatkan
Menyimpulkan
(lebih berdasarkan gambar )
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 441
dilakukan subjek untuk mendapatkan gambaran umum barisan dengan beberapa aktifitas seperti
membentuk bayangan mental dan merepresentasikan dalam bentuk gambar/grafik umum.
Kegiatan memperlihatkan dilakukan subjek untuk memperjelas gambaran yang diperoleh
dengan beberapa aktivitas seperti memberi contoh, mendaftar anggota, membuat tabel bantu,
dan menggambarkannya. Kegiatan memperhatikan kembali ketika menyimpulkan dilakukan
subjek untuk mengumpulkan informasi dengan beberapa aktivitas seperti mengumpulkan
informasi dari gambar-gambar yang telah digambar maupun yang ada dalam pikiran. Kegiatan
menyajikan kesimpulan dilakukan subjek dengan aktivitas menuliskan dalam bentuk
pernyataan, skema, atau diagram venn.
DAFTAR PUSTAKA
Bartle, R G & Sherbert D R. 1982. Introduction to Real Analisis. University of Illinois: Urbana-
Champaign. Illinois. John Wiley & Sons. Inc
Darmadi. 2008a. Analisis Real Menurut Mahasiswa. Laporan Penelitian Tahun 2008. IKIP
PGRI Madiun. Penelitian tidak dipublikasikan
_______. 2008b. “Spektrum Hasil Belajar Analisis Real Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika IKIP PGRI Madiun Tahun Akademik 2008/2009”. Makalah disajikan pada
Seminar Nasional UNY, Jogjakarta, 5 Desember 2009.
_______. 2008c. “Pengaruh Pemanfaatan Powerpoint dalam Pembelajaran Terhadap Prestasi
Belajar Matematika Tingkat Sekolah Dasar Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa”. Tesis
Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Sebelas Maret.
_______. 2009a. “Pengembangan Model Pembelajaran Analisis Real Berbasis Teori David
Tall”. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNESA, Surabya, 8 Agustus 2009
_______. 2009b. Persiapan Mahasiswa Sebelum Kuliah. Laporan Penelitian Tahun 2009. IKIP
PGRI Madiun
_______. 2009c. “Spektrum Hasil Belajar Kalkulus Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Matematika IKIP PGRI Madiun Tahun Akademik 2008/2009”. Makalah disajikan pada
Seminar Nasional UNNES, Semarang, 24 Oktober 2009
_______. 2010.“Perbaikan Kualitas Perkuliahan Analisis Real Melalui Lesson Study”. Makalah
disajikan pada Seminar Hasil Lesson Study FP MIPA IKIP PGRI Madiun
_______. 2011a. “Berpikir Analitis, Kreatif, Kritis, dan Inovatif dalam Pembelajaran Analisis
Real Ditinjau dari Taksonomi Bloom”. Makalah disajikan pada Seminar Nasional
UNESA, Surabaya, 22 Oktober 2011
_______. 2011b. “Imajeri Mahasiswa Dalam Pembelajaran Analisis Real (Studi Kasus Di IKIP
PGRI MADIUN)”. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNY, Jogjakarta, 3
Desember 2011
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
442 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
_______. 2012a. “Membangun Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan dengan
Visualisasi”. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNY, Jogjakarta, 24 Maret
2012
_______. 2012b. “Visualisasi Definisi-Definisi Formal pada Barisan Bilangan Real”. Makalah
disajikan pada Seminar Nasional UNNES, Semarang, 26 Mei 2012
Goldberg, R R. 1976. Methods of Real Analysis. The University of Lowa. United State of
America. John Wiley & Sons, Inc
Wasan S K & Prakash R. Ramjas College: Real Analysis. University of Delhi; Rajdhani
College. University of Delhi. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publising Company
Limited
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 443
MODIFIKASI PEMBELAJARAN PETA KONSEP MELALUI
PENDEKATAN ANALOGI PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
MATERI BANGUN RUANG SISI LENGKUNG
Triyanto, Suyono, Sutopo
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNS
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan dan menerapkan
model dan perangkat pembelajaran matematika Sekolah Menengah Pertama dengan
modifikasi pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi,dengan harapan
kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.
Sejalan dengan tujuan penelitian tersebut maka penelitian ini merupakan
penelitian pengembangan dengan model 4-D. Sedangkan dalam penerapannya,
penelitan ini menggunakan metode diskriptif kuantitatif untuk mengetahui pengaruh
pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi (yang dikembangkan)
terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaranMatematika materi Bangun
Ruang Sisi Lengkung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX
SMPN 1 Wonosari, Klaten. Sedangkan sampel dipilih secara acak 2 kelas dari 6
kelas yang ada. Dari 2 kelas terpilih, kelas IXB digunakan sebagai kelas eksperimen
dan kelas IXC sebagai kelas kontrol.
Hasil Penelitian ini adalah: 1) telah dikembangakan perangkat
pembelajaran yang berupa RPP lengkap dengan LKS dan media pembelajaran yang
mengacu pada pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi. 2) Terdapat
pengaruh positif pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogiterhadap
prestasi belajar siswa pada materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. Peningkatan
prestasi belajar tersebut lebih cenderung karena pembelajaran peta konsep dapat
memberikan pandangan yang lebih mudah bagi siswa dalam memahami konsep
secara utuh, serta memberikan gambaran keterkaitan antara konsep yang satu dengan
yang lain. Sementara itu dengan pendekatan analogi, siswa dalam mengupas suatu
konsep yang abstrak, sangat dibantu dengan perumpamaan yang sangat dikenal
siswa.
Kata Kunci : Peta Konsep, Analogi, Matematika, Bangun Ruang Sisi Lengkung
PENDAHULUAN
Matematika adalah RATU sekaligus PELAYAN dari ilmu pengetahuan. Matematika
merupakan SUNGAI sekaligus JEMBATAN ilmu pengetahuan. Kuasailah matematika maka
dunia ada dalam genggamanmu.
Itulah sebait ungkapan dari para ilmuwan yang menunjukkan betapa besar peran
matematika dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu komputer tidak dapat
berkembang seperti sekarang ini jika sebelumnya tidak diperkenalkan bilangan biner. Ahli
Astronomi tidak dapat menentukan jarak antar bintang jika sebelumnya tidak diperkenalkan
konsep trigonometri, dan masih banyak lagi peran matematika untuk kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Memperhatikan begitu besar peranan matematika, tentunya sangat ironis jika melihat
kondisi di Indonesia. Matematika menjadi mata pelajaran yang dianggap paling sulit bahkan
menjadi momok dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Prestasi Indonesia pada tingkat
internasional dalam penguasaan matematika sangat memprihatinkan, dimana berdasarkan hasil
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
444 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
penelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2007 yang
dikoordinir oleh The International for Evaluation of Education Achievement (IEA),
menempatkan siswa Indonesia di peringkat 36 dari 48 negara yang diteliti tentang penguasaan
matematika untuk siswa Sekolah Menengah Pertama. Padahal kalau kita tilik lebih dalam lagi,
berdasarkan penelitian yang juga dilakukan oleh TIMMS yang di publikasikan 26 Desember
2006, jumlah jam pengajaran matematika di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan negara
lain, misalnya Malaysia dan Singapura. Dalam satu tahun, siswa kelas VIII di Indonesia rata-
rata mendapat 169 jam pelajaran matematika. Sementara di Malaysia hanya mendapat 120 jam
dan Singapura 112 jam. Tapi kenyataannya, prestasi Indonesia berada jauh di bawah kedua
negara tersebut. Artinya “Waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di sekolah tidak sebanding
dengan prestasi yang diraih”.
Sementara itu, prestasi yang didasarkan pada standar nasional pun juga sangat
memprihatinkan. Pada ujian Nasional Utama SMP/MTs/SMPT tahun 2010 untuk mata pelajaran
Matematika, sebanyak 605.473 siswa dari total 3.608.146 peserta memperoleh nilai dibawah
6,00. Sedangkan untuk kabupaten Klaten (daerah yang akan digunakan untuk penelitian ini),
jika diambil tiga SMP untuk masing-masing tingkatan yaitu SMPN 3 Delanggu (Kategori
Tinggi), SMPN 3 Pedan (Kategori Sedang) dan SMPN 1 Wonosari (Kategori Rendah),
sebanyak 135 siswa dari total 687 peserta memperoleh nilai dibawah 6,00.
Hasil penelitian kami tahun ke-1 tentang “Pemahaman Konsep Matematika Siswa
Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Klaten”, diperoleh kesimpulan yang cukup
mengejutkan, dari total responden 86 siswa, hanya 22,82% siswa dapat memahami dengan baik
konsep Matematika, sementara 49.42% mengalami miskonsepsi dan 27,76% tidak memahami
konsep. Hasil pengamatan dalam proses belajar mengajar, ternyata terjadinya kesalahan konsep
atau bahkan sampai tidak memahami konsep tidak lepas dari peran guru sebagai fasilitator
dalam pembelajaran juga karakteristik dari siswa sendiri, antara lain : 1) pembelajaran yang
mekanistik, sehingga siswa cenderung untuk menghafal rumus matematika, 2) Kurangnya
media yang memungkinkan tumbuh kreatifitas siswa dalam memahami konsep dengan inkuiri,
3) Variasi soal yang dibeikan guru sangat standar, tanpa modifikasi yang melatih kreatifitas
anak dan 4) dalam pembelajaran guru masih sangat memanjakan siswa dengan transfer of
knowledge, belum mengarah ke method of inquiry.
Disinilah peran guru sebagai salah satu sumber belajar sangat dibutuhkan
kemampuannya dalam mengemas suatu pembelajaran yang dapat membantu siswa agar mampu
mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Dalam kaitan dengan hal tersebut, Ratna Wilis Dahar
(1989), menyatakan bahwa dalam mengajar guru haruslah menekankan suatu pemahaman
konsep pada diri siswa, yaitu dengan mengarahkan pembelajaran melalui apa yang dipikirkan,
dilihat, didengar atau yang telah dilakukan siswa dalam menuangkan suatu gagasan atau ide
yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Untuk selanjutnya, peran guru dapat dianalogikan
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 445
sebagai perantara atau konsultan yang dapat membantu merancang “Jembatan Konsep” yang
menghubungkan gagasan yang telah ada pada diri siswa dengan konsep yang sedang dan akan
dipelajari.
Dalam pada itu, teknologi pembelajaran telah berkembang begitu pesat. Untuk
mengatasi kesulitan siswa dalam pemahaman konsep yang bersifat abstrak, Martin (2003)
dalam tulisannya menawarkan pembelajaran dengan analogi, dimana pembelajaran ini
menekankan pemahaman konsep dari materi yang diajarkan melalui berbagai ilustrasi yang
sesuai dengan materi yang diajarkan. Pemilihan ilustrasi yang akan digunakan harus merupakan
sesuatu yang sudah dikenal atau bahkan udah melekat pada diri siswa, sehingga diharapkan
siswa akan lebih mudah mencerna konsep dari materi yang diajarkan.Pembelajaran analogi
menuntut pendidik maupun peserta didik untuk berpikir secara analogi. Kolodner, J.L. (1997)
menyatakan bahwa pola berpikir analogi dibagi menjadi empat bagian, yaitu : Access,
Mapping, Evaluation dan Learning.
Berdasarkan fenomena dalam dunia pendidikan sebagaimana tersebut di atas, maka
tujuan dari penelitian untuk tahun kedua adalah : 1) Mengembangkan model dan perangkat
pembelajaran matematika Sekolah Menengah Pertama dengan modifikasi pembelajaran peta
konsep melalui pendekatan analogi. 2) Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh
pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi (yang dikembangkan) terhadap
pemahaman konsep matematika siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Klaten.
METODE PENELITIAN
Sejalan dengan tujuan penelitian tersebut maka penelitian ini merupakan penelitian
pengembangan dengan model 4-Dyang terdiri dari empat tahap yakni define, design, develop
dan dessimenete. Tahap define adalah tahap analisis masalah dan penetapan dan pendefinisian
syarat pembelajaran. Penetapan tahap ini dilakukan dengan menganalisis kemampuan awal
konsep matematika siswa. Tahap design adalah tahap menghasilkan model dan perangkat
pembelajaran. Tahap develop adalah tahap memodifikasi model dan perangkat pembelajaran
contoh melalui validasi para ahli dan serangkaian uji coba. Tahap dessimenete adalah tahap uji
coba pada kelas sesungguhnya untuk memperoleh model dan perangkat pembelajaran final.
Sedangkan dalam penerapannya, penelitan ini menggunakan metode diskriptif
kuantitatif untuk mengetahui pengaruh pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi
(yang dikembangkan) terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaranMatematika materi
Bangun Ruang Sisi Lengkung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX
SMPN 1 Wonosari, Klaten. Sedangkan sampel dipilih secara acak 2 kelas dari 6 kelas yang ada.
Dari 2 kelas terpilih, kelas IXB digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas IXC sebagai
kelas kontrol.
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
446 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Sementara itu, teknik analisis data yang digunakan untuk melihat efektifitas
penggunaan model pembelajaran yang dikembangkan pada pembelajaran matematika adalah
analisis statistik inferensial melalui design control group only, yaitu dengan memberikan
perlakuan pada kelompok eksperimen menggunakan pembelajaran dengan metode Peta konsep
dengan pendekatan analogi, sedangkan pada kelompok kontrol digunakan pembelajaran secara
konvensional. Untuk keperluan ini teknik analisis statistik yang digunakan adalah analisis
statistik inferensial dengan uji beda rata-rata dengan menggunakan uji-t. Asumsi penggunaan
uji-t adalah sampel yang digunakan berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan dua
kelompok yang dibandingkan adalah homogen. Sehingga sebelum digunakan uji-t terlebih
dahulu dilaksanakan serangkaian uji asumsi yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Perangkat Pembelajaran yang dikembangakan dalam penelitian ini adalah
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) lengkap dengan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan
media pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi.
Pada pengembangan perangkat pembelajaran digunakan model 4-D (four D model) yang terdiri
dari empat tahap yakni define, design, develop dan dessimenete. Hasil dari setiap tahap adalah
sebagai berikut :
1. Tahap Define
Pada tahap ini dilakukan penentuan karakter dari materi ajar beserta instrument yang
mendukungnya. Berdasarkan hasil penelitian tahap 1 diperoleh masih banyak siswa yang
mengalami miskonsepsi atau bahkan tidak memahami konsep matematika, khususnya pada
materi geometri. Untuk itulah pada tahap ini pemgembangan model difokuskan pada materi
geometri untuk pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung, yang diberikan pada siswa kelas
IX semester ganjil. Secara garis besar, topik-topik yang diberikan untuk bangun ruang sisi
lengkung adalah : unsur-unsur, luas permukaan dan volum dari tabung kerucut dan bola.
Untuk dapat megikuti pokok bahasan ini, siswa harus sudah pernah mendapatkan materi
bangun datar dan bangun ruang sisi datar. Pertimbangan penentuan persyaratan tersebut
antara lain karena untuk menentukan luas permukaan dan volum dari bangun ruang sisi
lengkung diperlukan konsep luas bangun datar maupun luas permukaan dan volum bangun
ruang sisi datar.
2. Tahap Design
Pada tahap ini disusun prototipe perangkat pembelajaran dengan memperhatikan hasil pada
tahap define serta memperhatikan pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi.
Untuk perangkat pembelajaran yang berupa bahan ajar kuliah, didasarkan pada pola pikir
pembelajaran peta konsep dan analogi. Pada awal materi dalam bahan ajar disajikan diagram
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 447
alur yang mengkaitkan antara suatu konsep dengan konsep yang lain. Dengan pola ini, siswa
seakan-akan dibimbing untuk melewati “jembatan konsep”, sehingga diharapkan akn lebih
terarah. Sebagai contoh untuk memahami konsep menentukan volum bola, siswa harus
singgah dahulu ke volum kerucut, sedangkan untuk menentukan volum kerucut, siswa harus
singgah dahulu ke volum tabung yang sebelumnya harus mengetahui volum prisma. Secara
garis besar peta konsep tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Sementara untuk memahami masing-masing konsep yang alurnya sudah jelas tersebut
dengan pendekatan analogi, dimana dalam proses pembelajaran mempertimbangkan empat
tahap berpikir analogi, yaitu : Access, Mapping, Evaluating dan Learning.
Sebagai contoh dalam menjelaskan pengertian luas permukaan kerucut, tentunya siswa
masih awam tentang materi yang diajarkan karena memang merupakan hal yang baru. Untuk
itu perlu kiranya diberikan suatu sumber analogi baik dengan gambar maupun cerita yang
sudah sangat dikenal siswa atau mungkin siswa justru pernah mengalami sendiri (access),
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
448 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
misalnya siswa diminta untuk mengamati topi ulang tahun yang berbentuk kerucut dan
terbuat dari karton. Kemudian siswa diberikan suatu masalah bagaimana cara menentukan
luas karton yang dibutuhkan untuk membuat topi tersebut? Akhirnya muncul banyak
kemungkinan jawaban siswa. Selanjutnya siswa diharapkan mulai dapat menghubungkan/
menganalogikan antara setiap kegiatan yang terjadi dengan permasalahan luas permukaan
kerucut (mapping), misalkan siswa memotong topi tersebut dari bagian bawah menuju ke
puncak dari topi dan membukanya sehingga diperoleh bangun datar berbentuk juring
lingkaran. Untuk selanjutnya kesimpulan yang muncul dari hasil mapping
dievaluasidengan mengambil keistimewaan dari target (evaluating), misalkan siswa menjadi
tahu bahwa kerucut ternyata dibentuk dari bangun datar berbentuk juring lingkaran. Untuk
terakhir dari proses bepikir analogi adalah mengambil pengetahuan baru tentang target yang
diperoleh, dan menambahkan dalam memori sehingga pengetahuan baru hasil dari
berpikir analogi dapat digunakan untuk akses berpikir analogi berikutnya (learning),
misalnya siswa menjadi tahu bahwa karton yang dibutuhkan untuk membuat kerucut sama
dengan luas juring lingkaran tersebut.
3. Tahap Develop
Tahap develop meliputi tahap validasi perangkat pembelajaran dan revisi perangkat
pembelajaran setelah divalidasi.
a. Tahap validasi perangkat pembelajaran
Pada tahap ini perangkat pembelajaran divalidasi oleh tiga validator (2 dosen Program
Studi pendidikan Matematika UNS dan 1 guru matematika SMPN 1 Wonosari) yang
ditunjuk peneliti. Hasil validasi perangkat pembelajaran adalah sebagai berikut :
Hasil validasi rencana pembelajaran
1. Hasil validasi rencana pembelajaran (RP) kedua validator memberikan penilaian
bahwa RP dapat digunakan dengan revisi. Saran untuk revisi yang dirangkum dari
ketiga validator sebagai berikut : skenario pembelajaran sebaiknya mengacu pada
kurikulum 2013 dengan tahapan pendekatan saintific karena sangat cocok dengan
materi yang diajarkan. Peta Konsep sebaiknya dibuat menjadi satu kesatuan agar
siswa lebih mudah merangkaikan kaitan antar masing-masing konsep. Instrumen
penilaian sebaiknya mengakomodasi pengetahuan, sikap dan keterampilan.
2. Hasil validasi LKS
Hasil validasi LKS dari ketiga validator menyatakan bahwa LKS dapat digunakan
dengan sedikit revisi. Revisi yang disarankan dari ketiga validator sebagai berikut :
petunjuk dari rincian kegiatan dibuat lebih terperinci, sehingga secara mandiri
siswa dapat menemukan sendiri konsep bangun ruang sisi lengkung. Kegiatan
percobaan dalam LKS sebaiknya dibuat variatif misalnya tentang jenis atau
ukurannya, sehingga ada kreatifitas masing-masing kelompok. Di akhir kegiatan
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 449
sebaiknya diberikan tempat khusus untuk siswa menuliskan kesimpulan maupun
hasil kegiatan yang dilakukan..
b. Tahap perbaikan perangkat pembelajaran
Pada tahap ini dilakukan perbaikan perangkat pembelajaran baik RPP maupun LKS.
Perbaikan perangkat pembelajaran tersebut tentunya dilakukan berdasarkan pada
komentar dari validator.
4. Tahap Desimenete
Pada tahap ini, perangkat pembelajaran yang sudah diperbaiki diujicobakan pada kelas
sesungguhnya yaitu Kelas IX SMPN 1 Wonosari Klaten. Kegiatan uji coba juga
dimaksudkan sebagai kegiatan eksperimen untuk menunjukkan pengaruh positif
pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi pada siswa.
Penerapan Pembelajaran Peta konsep melalui pendekatan analogi
Untuk menunjukkan pengaruh positif pembelajaran peta konsep melalui pendekatan
analogi, pada penelitian ini dilakukan eksperimentasi pembelajaran peta konsep dengan
pendekatan analogi pada pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung. Untuk keperluan tersebut
terpilih 2 kelas yang diambil secara acak, yaitu kelas IX B sebagai kelas eksperimen untuk
diberikan pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi dan IX C sebagai kelas kontrol
yang diberikan pembelajaran konvensional.
1. Deskripsi Data
Data penelitian diperoleh dari nilai tes untuk materi bangun ruang sisi lengkung. Tes
dilakukan setelah selesai pembelajaran materi bangun ruang sisi lengkung, baik untuk kelas
eksperimen maupun kelas kontrol. Deskripsi data penelitian untuk kedua kelas adalah
sebagai berikut :
a. Kelas Eksperimen
Nilai tes dapat dideskripsikan bahwa data tersebar antara nilai minimal adalah 55 dan
nilai maksimal adalah 90. Sebaran data tersebut mempunyai rata-rata 71,81 dan standar
deviasi 9,88.
b. Kelas Kontrol
Nilai tes dapat dideskripsikan bahwa data tersebar antara nilai minimal adalah 45 dan
nilai maksimal adalah 80 . Sebaran data tersebut mempunyai rata-rata 62,69 dan standar
deviasi 8,99.
2. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat
pengaruh positif penerapan pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi pada
pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung di SMPN 1 Wonosari Klaten. Hal tersebut sama
artinya dengan menguji apakah setelah diberikan perlakuan metode pembelajaran, siswa
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
450 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
pada kelas eksperimen mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan
siswa pada kelas kontrol. Untuk keperluan tersebut, dilakukan pengujian hipotesis tentang
perbandingan rata-rata nilai tes dari kedua kelas dengan uji-t. Syarat awal untuk pengujian
hipotesis dengan uji-t adalah sampel berasal dari populasi yang berdistribuai normal dan
masing-masing populasi mempunyai variansi yang sama (homogen). Hasil analisis dari
masing-masing uji dapat diuraikan sebagai berikut :
Uji Normalitas
Dengan metode Lilliefors, harga statistik uji untuk taraf signifikan 0.05 pada masing-
masing kelompok dapat dilihat pada tabel berikut :
Kelompok Statistik Uji Harga Kritik Keputusan Uji
1. Eksperimen 0.1316 0.1690 H0 tidak ditolak
2. Kontrol 0.1294 0.1710 H0 tidak ditolak
Dari tabel tampak bahwa harga statistik uji untuk masing-masing kelompok tidak
melebihi harga kritik, sehingga H0 tidak ditolak. Ini berarti masing-masing kelompok
tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Uji Homogenitas
Dengan metode Bartlet, diperoleh harga statistik uji 212.02 yang lebih kecil dari
harga daerah kritis untuk tingkat signifikan 5% yaitu 3.841, sehingga H0 tidak ditolak.
Hal ini berarti bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai variansi
yang sama (homogen).
Uji Hipotesis untuk Beda Rata-rata Prestasi Belajar
Pengujian hipotesis ini digunakan untuk mengetahui apakah kelompok eksperimen
mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Dengan uji-t, diperoleh harga statistik uji thitung= 3.511 yang lebih besar dari harga
daerah kritis untuk tingkat signifikan 5% yaitu 1.675, sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti
bahwa kelompok eksperimen mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan
dengan kelompok kontrol.
Pembahasan
Dari hasil analisis uji beda rata-rata dengan menggunakan uji-t, diperoleh harga
statistik uji thitung= 3.511 yang lebih besar dari harga daerah kritis untuk tingkat signifikan 5%
yaitu 1.675, sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa siswa yang diberikan pembelajaran
dengan metode peta konsep melalui pendekatan analogi mempunyai prestasi belajar yang lebih
baik dibandingkan dengan siswa yang diberikan pembelajaran dengan metode konvensional.
Peningkatan prestasi belajar tersebut dari hasil pengamatan peneliti lebih cenderung
karena pembelajaran peta konsep dapat memberikan pandangan yang lebih mudah bagi siswa
dalam memahami konsep secara utuh, serta memberikan gambaran keterkaitan antara konsep
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 451
yang satu dengan yang lain. Sementara itu dengan pendekatan analogi, siswa dalam mengupas
suatu konsep yang abstrak, sangat dibantu dengan perumpamaan yang sangat dikenal siswa,
misalnya dengan mengkaitkan dengan materi yang sudah dipelajari sebelumnya maupun
dengan kehidupan nyata. Selain itu dengan adanya LKS juga sangat membantu siswa untuk
belajar yang lebih tertata dan tentunya dapat meningkatkan semangat belajar siswa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dengan memperhatikan tujuan penelitian, maka dapat
ditarik suatu kesimpulan :
1. Telah dikembangakan perangkat pembelajaran yang berupa RPP lengkap dengan LKS dan
media pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran peta konsep melalui pendekatan
analogi.
2. Terdapat pengaruh positif pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogiterhadap
prestasi belajar siswa pada materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. Peningkatan prestasi
belajar tersebut lebih cenderung karena pembelajaran peta konsep dapat memberikan
pandangan yang lebih mudah bagi siswa dalam memahami konsep secara utuh, serta
memberikan gambaran keterkaitan antara konsep yang satu dengan yang lain. Sementara itu
dengan pendekatan analogi, siswa dalam mengupas suatu konsep yang abstrak, sangat
dibantu dengan perumpamaan yang sangat dikenal siswa.
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat peneliti sampaikan yaitu:
1. Untuk mengurangi kelemahan siswa dalam memahami konsep yang sering terjadi dalam
Matematika, maka disarankan pada guru Matematika hendaknya menghindari pembelajaran
yang cenderung mekanistik yang hanya mengajarkan bagaimana menggunakan cara atau
prosedur tetapi lebih menekankan pada pembelajaran yang lebih konseptual dengan banyak
menjelaskan konsep dengan perumpamaan yang sudah sangat dikenal siswa.
2. Dengan terdapatnya pengaruh positif penggunaan peta konsep melalui pendekatan analogi,
maka pembelajaran ini dapat dijadikan referensi menarik bagi para guru, khususnya dalam
upaya mengatasi kelemahan siswa dalam memahami konsep yang sering terjadi dalam
Matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Al. Krismanto (2003). Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika.
Materi Pelatihan Instruktur Pengembang SMU. PPPG Matematika Yogyakarta
Gravemeijer, Koeno. 1994. Developing realistic mathematics education. Utrecht, The
Nederlands: Freudenthal Institute.
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
452 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Kolodner, J. L. (1997). "Educational implications of analogy: A view from case-based
reasoning". American Psychologist. 52
Martin, M.A. (2003). “It‟s Like … You Know : The Use of Analogies and Heuristics in
Teaching Introductory Statistical Methods” Journal of Statistics Education. 11 (2).
Moh. Amien. 1988. Pemetaan Konsep Suatu Teknik untuk Meningkatkan Hasil Belajar yang
Bermakna. Yogyakarta: FMIPA-IKIP
Novak, J. D & Grown D. B. 1984. Learning How to Learn. Cambride: University Press.
Paul Suparno (1997). Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Yogyakarta.
Ratna Wilis Dahar (1989). Teori Belajar. Erlangga , Jakarta.
Slavin, et al. (1985). Learnig to cooperate, cooperating to learn. (pp. 5−14). New York:
plenum Press.
TIMSS. 2007. International versions of the background questionnaires. TIMSS International
Study Center: Boston College, Chestnut Hill, MA, June 2007.
Van der Walle. 1990. Elementary School Matematics Teaching Developmentally. New Yok :
Longman
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 453
KETERAMPILAN MENJELASKAN MAHASISWA
MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS METAKOGNISI
PADA MATA KULIAH MICRO TEACHING
Ponco Sujatmiko, Imam Sujadi, Gatut Iswahyudi, Ira Kurniawati,
Budi Usodo, Dyah Ratri Aryuna
Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstrak
Kurikulum di tingkat sekolah dan di tingkat perguruan tinggi sudah
beberapa kali mengalami perubahan, demikian juga teori-teori pembelajaran sudah
banyak dikembangkan oleh para ahli. Pengkajian tentang kurikulum dan model-
model pembelajaran inovatif pun telah dipelajari mahasiswa di beberapa mata
kuliah. Hal-hal ini haruslah juga berdampak pada pelaksanaan pembelajaran baik
di sekolah maupun di perguruan tinggi termasuk penyiapan mahasiswa calon guru
khususnya pada mata kuliah Pengajaran Mikro (Micro Teaching).
Khusus mengenai keterampilan menjelaskan, sebagian besar mahasiswa
cenderung memindahkan apa yang ada pada buku pegangan ke papan tulis.
Mahasiswa tidak sadar bahwa ia telah memiliki pengetahuan-pengetahuan yang
terkait dari mata kuliah yang telah diperoleh sebelumnya untuk diaplikasikan
dalam pembelajaran.
Untuk memperbaiki keterampilan mengajar tersebut , dilakukan penelitian
tindakan kelas dalam suatu kegiatan lesson study. Penelitian ini dilakukan di satu
kelompok/ kelas pengajaran mikro yang terdiri dari sembilan mahasiswa dan
diobservasi oleh lima orang dosen yang juga mengampu mata kuliah pengajaran
mikro serta satu orang mahasiswa yang merekam proses pembelajaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis metakognisi
menjadi salah satu alternatif untuk membantu pemerolehan keterampilan
menjelaskan mahasiswa pada mata kuliah Micro Teaching. Pembelajaran berbasis
metakognitif memunculkankesadaran mahasiswa atas aktifitas kognisi sendiri,
mengatur proses kognisi dan suatu penguasaan terhadap bagaimana mengarahkan,
merencanakan dan memantau aktivitas kognisi. Mahasiswa berkesempatan
mengatur kognisinya dalam merencanakan, memantau, mengevaluasi dan
melakukan perbaikan terhadap pembelajaran matematika yang dilakukannya saat
latihan mengajar menggunakan berbagai macam model pembelajaran.
Kata kunci : Metakognisi, micro teaching, keterampilan menjelaskan
A. Latar Belakang
Dalam kurikulum Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sebelas Maret
Surakarta, pengajaran mikro (micro teaching) adalah salah satu mata kuliah wajib berupa
praktek mengajar mikro agar mahasiswa memiliki keterampilan mengajar. Keterampilan
mengajar tersebut diperoleh dari latihan keterampilan secara terisolasi, dengan maksud
agar pembentukan atau pembaharuan keterampilan mengajar dapat dikontrol dan
dikondisikan seperti layaknya bekerja dalam laboratorium. Mata kuliah Pengajaran Mikro
ini berkelanjutan pada mata kuliah Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang berupa
praktek mengajar di sekolah mitra, sehingga kesiapan/ penguasaan ketrampilan mengajar
yang dilatihkan dikampus menjadi sangat penting.
Kurikulum di tingkat sekolah dan di tingkat perguruan tinggi sudah beberapa kali
mengalami perubahan, demikian juga teori-teori pembelajaran sudah banyak
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
454 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
dikembangkan oleh para ahli. Pengkajian tentang kurikulum dan model-model
pembelajaran inovatif pun telah dipelajari mahasiswa di beberapa mata kuliah. Hal-hal ini
haruslah juga berdampak pada pelaksanaan pembelajaran baik di sekolah maupun di
perguruan tinggi termasuk penyiapan mahasiswa calon guru khususnya pada mata kuliah
Pengajaran Mikro.
Meskipun “real teaching” dalam pengajaan mikro bukanlah “real classroom
teaching” bukan berarti dapat dijadikan alasan ketidaksiapan mahasiswa PPL dalam
mengajar di sekolah mitra. Untuk itu perlu adanya tindakan nyata di kampus agar
mahasiswa PPL siap mengajar di kelas yang sesungguhnya dan dapat menerapkan model-
model pembelajaran yang inovatif. Tetapi faktanya selama ini pembelajaran pada mata
kuliah pengajaran mikro cenderung berlangsung individual dan monoton. Bisa dikatakan
tidak ada inovasi yang berarti dalam mata kuliah pengajaran mikro, baik dari segi
pembelajaran yang dilakukan dosen maupun dari model-model pembelajaran yang
digunakan mahasiswa pada saat latihan mengajar.
Di sisi lain, masih banyak keluhan yang disampaikan pihak sekolah khususnya
guru pamong tentang kesiapan mahasiswa PPL dalam melaksanakan pembelajaran di
kelas. Beberapa keluhan yang disampaikan guru antara lain tentang penguasaan konsep,
penyusunan rencana pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran. Khusus mengenai
keterampilan menjelaskan, pengalaman peneliti selama mengampu mata kuliah ini
menemukan bahwa sebagian besar mahasiswa cenderung memindahkan apa yang ada
pada buku pegangan ke papan tulis. Mahasiswa tidak sadar bahwa ia telah memiliki
pengetahuan-pengetahuan yang terkait dari mata kuliah yang telah diperoleh sebelumnya
untuk diaplikasikan dalam pembelajaran.
Pembelajaran berbasis metakognisi diharapkan menjadi salah satu alternatif untuk
meningkatkan keterampilan menjelaskan mahasiswa pada matakuliah Micro Teaching.
Pembelajaran berbasis metakognitif memungkinkan kesadaran mahasiswa atas aktifitas
kognisi sendiri, mengatur proses kognisi dan suatu penguasaan terhadap bagaimana
mengarahkan, merencanakan dan memantau aktivitas kognisi. Mahasiswa diberi
kesempatan mengatur kognisinya dalam merencanakan, memantau, mengevaluasi dan
melakukan perbaikan terhadap pembelajaran matematika yang dilakukannya saat latihan
mengajar menggunakan berbagai macam model pembelajaran.
B. Permasalahan
Pengajaran mikro merupakan mata kuliah yang melatihkan keterampilan mengajar
pada mahasiswa sebelum terjun dalam Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang berupa
magang melaksanakan kegiatan pembelajaran di sekolah mitra. Kecenderungan
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 455
mahasiswa memindahkan apa yang ada pada buku pegangan ke papan tulis menimbulkan
permasalahan dalam perolehan keterampilan menjelaskan.
Selanjutnya permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimana keterampilan menjelaskan mahasiswa dengan pembelajaran berbasis
metakognisi pada matakuliah Micro Teaching.
C. Kajian Pustaka
a. Pengajaran Mikro (Micro Teaching)
Menurut J.Cooper dan D.W. Allen yang dikutip E.Mulyasa (2006), pengajaran
mikro (micro teaching) adalah studi tentang situasi pengajaran yang dilaksanakan dalam
waktu dan jumlah tertentu, yakni selama empat atau sampai dua puluh menit dengan
jumlah siswa sebanyak tiga sampai sepuluh orang.
Pengajaran mikro merupakan salah satu cara latihan praktek mengajar yang
dilakukan dalam proses belajar mengajar yang dimikrokan untuk membentuk/
mengembangkan ketrampilan bagi yang mengajar. Situasi belajar mengajar sengaja
didisain agar dapat dikontrol sehingga pembentukan ketrampilan baru atau pembaharuan
ketrampilan dapat dilakukan secara terisolasi. Sebagai cara latihan praktek dalam situasi
laboratoris maka melalui pengajaran mikro calon guru dapat berlatih berbagai
ketrampilan mengajar dalam keadaan terkontrol.
Dalam matakuliah pengajaran mikro, keterampilan mengajar yang dilatihkan
meliputi : keterampilan membuka dan menutup pelajaran, bertanya, memberi penguatan,
menjelaskan dan memberi variasi. Yang dimaksud keterampilan menjelaskan dalam
pembelajaran ialah keterampilan menyajikan informasi secara lisan yang diorganisasikan
secara sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan antara satu bagian dengan bagian
lainnya, misalnya antara sebab dan akibat, definisi satu bagian dengan lainnya, misalnya
antara sebab dan akibat, definisi dengan contoh atau dengan sesuatu yang belum
diketahui. (Hasibuan dkk., 1993; Raflis Kosasi, 1985).
Selanjutnya tujuan memberikan penjelasan antara lain:
a) Membimbing murid memahami materi yang dipelajari.
b) Melibatkan murid untuk berfikir dengan memecahkan masalah masalah atau
pertanyaan.
c) Mendapatkan balikan dari murid mengenai tingkat pemahamannya dan untuk
mengatasi kesalahpahaman mereka.
d) Membimbing murid untuk menghayati dan mendapat proses penalaran dan
menggunakan bukti-bukti dalam pemecahan masalah.
e) Menolong siswa untuk mendapatkan dan memahami hukum, dalil, dan prinsip-prinsip
umum secara objektif dan bernalar. (Hasibuan dkk., 1993, Raflis Kosasi, 1985).
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
456 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Sementara itu menurut Suwarna (2005 : 70) dalam keterampilan menjelaskan
terdapat komponen keterampilan dasar menjelaskan. Komponen-komponen keterampilan
mengajar menjelaskan menurutnya adalah sebagai berikut:
a). Komponen Merencanakan
Agar penjelasan kita mudah dimengerti peserta didik, penjelasan yang kita
berikan perlu direncanakan dengan baik, terutama yang berkenaan dengan isi pesan
dan penerima pesan.
(1) Isi pesan (materi) meliputi:
(a) Sebelum memberikan penjelasan, buatlah analisis terhadap masalah secara
keseluruhan, termasuk pengidentifikasian unsur-unsur apa yang akan
dihubungkan dalam penjelasan tersebut.
(b) Sebelum memberikan penjelasan, kita harus memahami terlebih dahulu
tentang penerapan hukum, rumus atau generalisasi yang sesuai dengan
masalah yang ada. Ketidakjelian kita dalam melihat formula yang tepat
dari masalah yang kita bahas hanya akan menjadikan peserta didik tidak
paham atau bahkan bingung.
(c) Sebelum memberikan penjelasan, buatlah analisis terlebih dahulu terhadap
masalah secara keseluruhan. Dalam hal ini termasuk pengidentifikasian
unsur-unsur apa yang dihubungkan dalam penjelasan tersebut.
(2) Penerima Pesan
Merencanakan suatu penjelasan harus mempertimbangkan penerima
pesan. Penjelasan yang disampaikan tersebut sangat bergantung pada
kesiapan audiens yang mendengarkannya. Hal ini berkaitan erat dengan jenis
kelamin, usia, kemampuan, latar belakang sosial dan lingkungan belajar.
Jika dikaitkan dengan pengajaran mikro (micro teaching), komponen
merencanakan ini tercermin ketika mahasiswa mempersiapkan:
(a) Materi yang akan dijelaskan.
(b) Buku materi dan sumber belajar yang dibutuhkan untuk membantu penguasaan
materi.
(c) Metode dan strategi belajar yang disesuaikan dengan materi belajar serta
karakteristik siswanya yang tertuang dalam sebuah Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
(d) Alat peraga yang dibutuhkan ketika akan mengajar.
(e) alat-alat pembelajaran seperti spidol, penggaris, laptop, lcd dan alat pembelajaran
lain yang dibutuhkan.
b) Komponen Penyajian Suatu Materi
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 457
Dalam komponen penyajian suatu penjelasan dapat ditingkatkan hasilnya
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
(1) Penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti oleh peserta didik .
(2) Penggunaan contoh dan ilustrasi dalam memberikan penjelasan sebaiknya
menggunakan contoh-contoh yang ada hubungannya dengan sesuatu yang dapat
ditemui oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari .
(3) Pemberian tekanan dalam memberikan penjelasan, kita harus mengarahkan
perhatian peserta didik agar terpusat pada masalah pokok dan mengurangi
informasi yang tidak penting .
(4) Penggunaan balikan, kita hendaknya memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk menunjukkan kepahaman, keraguannya dan ketidakmengertiannya ketika
penjelasan itu diberikan.
b. Pengertian Metakognitif
Pengetahuan metakognitif merupakan pengetahuan seseorang tentang
pembelajaran diri sendiri atau kemampuan untuk menggunakan strategi-strategi belajar
tertentu dengan benar ( Arends, 1997 ). Lee dan Baylor ( 2006 ) dalam Iswahyudi (
2010 ) mengemukakan pengertian metakognisi menurut Flavell dan Brown. Flavell
mengemukakan “ metacognition as the ability to understand and monitor one‟s own
thoughts and the assumptions and implications of one‟s activities “ , yakni kemampuan
untuk mengerti dan memantau berpikir sendiri dan asumsi dan implikasi dari kegiatan.
Sementara Brown mengemukakan “ metacognition as an awareness of one‟s own
cognitive activity; the methods employed to regulate one‟s own cognitive processes;
and a command of how one directs, plans and monitors cognitive activity “ , yakni
kesadaran atas aktifitas kognisi sendiri, metode yang digunakan untuk mengatur proses
kognisi dan suatu penguasaan terhadap bagaimana mengarahkan, merencanakan dan
memantau aktivitas kognisi. Sementara Kirsh ( 2004 ) mengemukakan bahwa
metakognisi khususnya dalam bidang pendidikan, berkaitan dengan aktifitas dan
keterampilan berhubungan dengan perencanaan, pemantauan, evaluasi dan perbaikan
kemampuan bekerja ( Iswahyudi, 2010 )
Parish, et al. ( 1987 ) dan King ( 1992 ) dalam ( Usodo, 2010 ) menemukan
bahwa penguasaan siswa lebih baik jika mereka diajarkan untuk bertanya pada diri
mereka sendiri pertanyaan siapa, apa, di mana dan bagaimana saat mereka membaca.
Lebih lanjut Usodo ( 2010 ) mengemukakan bahwa metakognitif tidak perlu diajarkan
sebagai suatu mata pelajaran tersendiri. Metakognisi bisa diajarkan secara infuse yaitu
dengan memasukkan metakognisi dalam kegiatan pembelajaran. Dengan menerapkan
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
458 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
metakognisi dalam setiap tahap pembelajaran maka keterampilan metakognisi secara
spontan dan tanpa disadari dapat dibangun.
Jadi metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana
kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting
terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan
masalah. Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about
thingking”
Perkembangan dalam psikologi bidang pendidikan berjalan sangat pesat, salah
satunya adalah perkembangan konsep metakognitif (metacognition) yang pada intinya
menggali pemikiran orang tentang berpikir ”thinking about thinking”. Konsep dari
metakognitif adalah ide dari berpikir tentang pikiran pada diri sendiri. Termasuk
kesadaran tentang apa yang diketahui seseorang (pengetahuan metakognitif), apa yang
dapat dilakukan seseorang (keterampilan metakognitif) dan apa yang diketahui
seseorang tentang kemampuan kognitif dirinya sendiri (pengalaman metakognitif).
Variabel lain yang terkait dengan metakognitif adalah variabel individu. Sebagai
modal dasar untuk menjadi seorang pebelajar mandiri (selflearner) yang baik, siswa
harus memiliki pengetahuan tentang kelemahan dan kelebihan dirinya dalam
menghadapi tugas-tugas kognitif, yang menurut Anderson & Krathwohl (2001) disebut
pengetahuan-diri (selfknowledge). Bahkan lebih jauh siswa harus mampu memilih,
menggunakan, dan memonitor strategi-strategi kognitif yang cocok dengan tipe belajar,
gaya berpikir, dan gaya kognitif yang dimiliki dalam mengahadapi tugas-tugas kognitif.
Seseorang yang menguasai komponen-komponen metakognitif secara lebih mendalam
akan memperoleh kesempatan yang lebih besar untuk berhasil dalam belajar.
c. Teori Metakognitif menurut John Hurley Flavell
Flavell (Livingston, 1997) mengemukakan bahwa metakognitif meliputi dua
komponen, yaitu pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge), dan
pengalaman atau regulasi metakognitif (metacognitive experiences or regulation). Di
bawah ini akan diuraikan komponen-komponen dalam pengetahuan metakognitif dan
reguasi metakognitif.
1). Pengetahuan metakognitif (metakognitive knowledge)
Pengetahuan metakognitif terdiri dari sub kemampuan-sub kemampuan sebagai
berikut:
a) declarative knowledge adalah pengetahuan tentang diri sendiri sebagai pembelajar
serta strategi, keterampilan, dan sumber-sumber belajar yang dibutuhkannya
untuk keperluan belajar.
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 459
b) procedural knowledge adalah pengetahuan tentang bagaimana menggunakan apa
saja yang telah diketahui dalam declarative knowledge tersebut dalam aktivitas
belajarnya.
c) conditional knowledgeadalah pengetahuan tentang bilamana menggunakan suatu
prosedur, keterampilan, atau strategi dan bilamana hal-hal tersebut tidak
digunakan, mengapa suatu prosedur berlangsung dan dalam kondisi yang
bagaimana berlangsungnya, dan mengapa suatu prosedur lebih baik dari pada
prosedur-prosedur yang lain.
2). Pengalaman atau regulasi metakognitif (metacognitive experiences or regulation)
Regulasi metakognitif terdiri dari sub kemampuan-sub kemampuan sebagai berikut:
a) planning adalah kemampuan merencanakan aktivitas belajar.
b) information management strategies adalah kemampuan strategi mengelola
informasi berkenaan dengan proses belajar yang dilakukan.
c) comprehension monitoring adalah kemampuan dalam memonitor proses belajarnya
dan hal-hal yang berhubungan dengan proses tersebut.
d) debugging strategies adalah strategi yang digunakan untuk membetulkan
tindakan-tindakan yang salah dalam belajar.
e) evaluation adalah kemampuan mengevaluasi efektivitas strategi belajarnya,
apakah ia akan mengubah strateginya, menyerah pada keadaan, atau mengakhiri
kegiatan tersebut.
Metakognitif terbagi menjadi dua rangkaian keterampilan yang berhubungan.
Pertama, orang harus memahami keterampilan, strategi dan sumber daya apa saja
yang dibutuhkan oleh sebuah tugas. Termasuk dalam komponen pertama ini adalah
menemukan ide-ide utama, mengungkapkan informasi, membentuk asosiasi atau citra,
penggunaan teknik memori, pengorganisasian material, penggunaan catatan atau
penekanan, dan penggunaan teknik uji (tes).
Kedua,orang harus tahu bagaimana dan kapan menggunakan keterampilan-
keterampilan dan strategi ini guna menjamin tugas yang diselesaikan dengan berhasil.
Aktivitas monitoring ini termasuk level pengecekan pemahaman, memprediksi hasil,
mengevaluasi keefektifan usaha, perencanaan aktivitas, memutuskan bagaimana
menganggarkan waktu, dan memperbaiki atau berganti ke aktivitas lain untuk
mengatasi kesulitan (Baker dan Brown, 1984). Secara kolektif, aktivitas metakognitif
merefleksikan aplikasi strategi pengetahuan deklaratif, procedural dan kondisional pada
tugas (Schraw dan Moshman, 1995). Kuhn (1999) berargumentasi bahwa ketrampilan
metakognisi adalah kunci pada perkembangan berpikir kritis.
d. Keterampilan Menjelaskan Dikaitkan dengan Teori Metakognitif
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
460 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Dengan mengetahui komponen-komponen dalam keterampilan menjelaskan dan sub
kemampuan dalam teori metakognitif, selanjutnya dituliskan keterkaitan antara
komponen-komponen menjelaskan dengan sub kemampuan metakognitif sebagai
berikut:
a. Komponen merencanakan sub kemampuan declarative knowledge dapat dilihat ketika
mahasiswa mempersiapkan apa saja yang dibutuhkan dalam praktek mengajar, seperti
persiapan penguasaan materi, memilih sumber belajar yang dibutuhkan, memikirkan
keterampilan mengajar apa saja yang harus dikuasai.
b. Komponen merencanakan sub kemampuan procedural knowledge dapat dilihat dari
mahasiswa memikirkan langkah-langkah dan strategi/metode yang dapat mendukung
dalam menjelaskan suatu materi .
c. Komponen merencanakan sub kemampuan conditional knowledge dapat dilihat kapan
mereka harus menggunakan keterampilan yang mereka miliki dan kapan mereka harus
bijaksana untuk tidak menggunakannya.
d. Komponen merencanakan sub kemampuan planning dapat dilihat saat menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran yang lengkap mulai dari tujuan pembelajaran, indikator,
metode pembelajaran, media pembelajaran, langkah pembelajaran yang tertuang di dalam
RPP.
e. Komponen menyajikan sub kemampuan information management strategies.dapat lihat
saat menjelaskan suatu konsep/materi misalnya mengaitkan materi yang akan disajikan
dengan materi prasyarat atau halterkait yang sesuai.
f. Komponen menyajikan sub kemampuan comprehension monitoring dilihat ketika
mahasiswa mempertimbangkan apakah langkah-langkah pembelajaran yang dipilih sudah
tepat terkait dengan tujuan pembelajaran, media pembelajaran, evalausi.
g. Komponen menyajikan sub komponen debugging strategies dapat dilihat ketika
mahasiswa menyampaikan strategi/metode yang berbeda dalam menjelaskan suatu
maksud untuk lebih dimengerti siswa.
h. Komponen menyajikan sub komponen evaluation dapat dilihat ketika mahasiswa
mengevaluasi secara keseluruhan penampilan saat menjelaskan suatu konsep matematika.
Strategi metakognisi dalam pembelajaran mata kuliah pengajaran mikro, berkaitan
dengan aktifitas dan keterampilan yang berhubungan dengan perencanaan, pemantauan,
evaluasi dan perbaikan kemampuan dalam perbaikan terhadap pembelajaran matematika
yang dilakukan mahasiswa saat latihan mengajar menggunakan berbagai model
pembelajaran.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (class action research) pada matakuliah
micro teaching yang diikuti sembilan mahasiswa dalam kegiatan lesson study. Menurut
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 461
Suharsimi Arikunto (2011: 3) “penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap
kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah
kelas secara bersamaan. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru
yang dilakukan oleh siswa”.
Dalam penelitian ini, diterapkan pola kolaboratif, yaitu inisiatif dilakukan oleh
peneliti sekaligus sebagai pengajar dan diobservasi oleh lima orang dosen yang juga
pengampu matakuliah micro teaching serta satu orang mahasiswa yang merekam proses
pembelajaran
Selanjutnya tahapan pembelajaran berbasis metakognisi pada pengajaran mikro
dalam penelitian ini adalah :
Tahap Pengajaran
Mikro
Kegiatan
1. Pengenalan pengajaran
mikro
2. Penyajian model
3. Perencanaan/ persiapan
mengajar
4. Praktek mengajar dan
observasi
5. Umpan balik
Dosen menyampaikan tujuan pelajaran dan
memotivasi siswa
Penyajian informasi tentang keterampilan
mengajar dan memberikan model untuk
keterampilan mengajar tersebut
Dosen menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok
Dosen membimbing kelompok-kelompok saat
mahasiswa mengerjakan tugas : menyusun RPP
untuk berbagai model pembelajaran
Penggunaan metakognitif : merencanakan
Dosen membantu mahasiswa menyadari keadaan
mereka berkaitan dengan tugas menyusun RPP :
- apa targetnya ?
- informasi apa saja yang diperlukan ?
- informasi apa saja yang sudah dan belum
dimiliki ?
- bagaimana mendapatkan informasi yang belum
dimiliki ?
- dapatkah diselesaikan ?
- bagaimana caranya ?
- apakah rencana yang dibuat sudah cukup baik ?
Dosen membimbing kelompok-kelompok saat
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
462 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
mahasiswa mengerjakan tugas : latihan mengajar
dan observasi untuk berbagai model pembelajaran
Penggunaan metakognitif : memantau
Dosen membantu mahasiswa menyadari keadaan
mereka berkaitan dengan tugas latihan mengajar
dan observasi :
- apakah latihan mengajar sesuai dengan rencana
?
- apa saja hal-hal dalam latihan mengajar yang
tidak sesuai dengan rencana ?
- indikator apa yang belum dipenuhi ?
- apa saja kendala yang ditemui dalam latihan
mengajar ?
- apakah diperlukan perbaikan ? dalam hal apa
saja ?
Dosen bersama mahasiswa mengevaluasi hasil
latihan mengajar berdasarkan observasi
Penggunaan metakognitif : evaluasi dan
perbaikan
Dosen membantu mahasiswa menyadari keadaan
mereka tentang :
- apa saja hal-hal yang mungkin menyebabkan
latihan mengajar tidak sesuai dengan rencana ?
bagaimana mengatasinya ?
- apa saja hal-hal yang mungkin menyebabkan
munculnya kendala dalam latihan mengajar ?
bagaimana mengatasinya ?
- apa saja hal-hal yang mungkin menyebabkan
indikator belum dipenuhi ? bagaimana
mengatasinya ?
- tindakan apa yang dilakukan selanjutnya ?
Tabel 3 : Desain pembelajaran berbasis metakognisi pada matakuliah pengajaran mikro
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 463
Siklus pelaksanaan PTK dilakukan melaui empat tahap, yakni: (1) perencanaan
tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan interpretasi, dan (4) analisis dan refleksi
tindakan yang dapat digambarkan seperti Gambar 3.1.
Siklus I
Siklus II
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus dengan setiap siklusnya
terdiri dari :
a. Tahap Perencanaan,
Pada tahap ini peneliti menyusun perencanaan:
1. Pembuatan lembar observasi kegiatan pembelajaran berbasis metakognisi
2. Pembuatan lembar observasi keterampilan mengajar mahasiswa
b. Tahap pelaksanaan, dilaksanakan sesuai perencanaan yang dilakukan bersamaan dengan
observasi terhadap dampak tindakan.
c. Tahap observasi dan interpretasi, dilakukan dengan mengamati dan menginterpretasikan
penerapan pembelajaran berbasis metakognisi dalam pembelajaran dan keterampilan
mengajar mahasiswa
d. Tahap analisis dan refleksi, dilakukan dengan menganalisis hasil observasi, interpretasi,
dan hasil rekaman. Dari hasil ini diketahui perlu ada perbaikan atau tidaknya
pelaksanaan tindakan dengan mengacu pada tahapan-tahapan pemelajaran berbasis
metakognisi dan komponen keterampilan menjelaskan.
Gambar 3.1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas
(Suhardjono dalam Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Sapardi, 2007: 74)
Permasalahann
Permasalahan baru
hasil refleksi
Perencanaan
Tindakan I
Perencanaan
Tindakan II
Refleksi I
Pelaksanaan
Tindakan I
Pengamatan/
Pengumpulan
Data I
Pelaksanaan
Tindakan II
Refleksi II Pengamatan/
Pengumpulan Data
II
Apabila
permasalahan belum
terselesaikan
Dilanjutkan ke
siklus
berikutnya
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
464 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Dari keempat tahapan penelitian tindakan kelas tersebut dapat dibuat contoh skematik
kegiatan inti penelitian seperti Gambar 3.2.
Identifikasi Masalah
1. Perencanaan
a. Lembar observasi
pembelajaran berbasis
metakognisi
b. Lembar Observasi
keterampilan mengajar
mahasiswa
3. Pengamatan oleh observer
a. Pelaksanaan
pembelajaran berbasis
metakognisi
b. Keterampilan mengajar
mahasiswa
4. Refleksi
a. Hasil observasi
b. Hasil rekaman
1. Perencanaan:
c. Lembar observasi
pembelajaran berbasis
metakognisi
a. Lembar Observasi
keterampilan mengajar
3. Pengamatan oleh guru
a. Kesesuaian dengan RPP
b. Kendala yang dihadapi
c. keaktifan siswa
4. Refleksi
a. Hasil observasi
b. Hasil rekaman
2. Pelaksanaan
SIKLUS I
2. Pelaksanaan
SIKLUS II, III
Gambar 3.2. Bagan Prosedur Penelitian
Hasil Penelitian
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 465
Indikator kinerja dilihat pada (i) ketercapaian pembelajaran berbasis metakognisi
yang meliputi (a) membantu mahasiswa mengetahui hal-hal yang dimiliki, (b) membantu
mahasiswa menggunakan hal-halyang dimiliki (c) membantu mahasiswa melakukan
refleksi diri atas kompetensi mengajarnya, dan (d) membantu mahasiswa untuklebih
memahami kompetensi guru yang harus dimilki, (ii) Ketercapai keterampilan menjelaskan
yang meliputi komponen (a) membantu siswa memahamidan bernalar tentang suatu konsep
matematika, (b) membimbing siswa untuk menjawab pertanyaan “mengapa” yang mencul
selama proses pembelajaran, (c) membantucaraberfikir siswa agar lebih sistematis dalam
memcahkan masalah, dan (d) mendapat balikan tentang pemahaman siswa terhadap konsep
yang dipelajari.
E. Hasil Penelitian
Pada siklus pertama dirancang desain pembelajaran dengan tahapan seperti
diatas. Mahasiswa diminta untuk mencari pasangan ( berdua atau bertiga) untuk
menyusun rencana pembelajaran dan mempresentasikannya. Pada bagian ini semua
mahasiswa merasa akan dapat mengajar dengan baik. Mereka merasa tidak ada masalah,
baik dalam hal material misalnya alat peraga, penguasaan materi maupun
pembelajarannya. Pengampu mencoba meyakinkan apakah persiapan yang dilakukan
sudah cukup dalam material maupun pembelajarannya dengan bertanya apa targetnya
?,informasi apa saja yang diperlukan ?,informasi apa saja yang sudah dan belum dimiliki
?, bagaimana mendapatkaninformasi yang belum dimiliki ?,dapatkah
diselesaikan?,bagaimana caranya ?,apakah rencana yang dibuat sudah cukup baik ?
Pada tahap pelaksanaan, semua mahasiswa merasa kesulitan terutama dalam
menjelaskan suatu konsep matematika. Pengampu bertanya tentang penguasaan yang
telah dimiliki dengan bertanya apakah latihan mengajar sesuai dengan rencana ?,apa saja
hal-hal dalam latihan mengajar yang tidak sesuai dengan rencana ? ,indikator apa yang
belum dipenuhi ?,apa saja kendala yang ditemui dalam latihan mengajar ?,apakah
diperlukan perbaikan ? dalam hal apa saja?
Hasil observasi menyatakan bahwa Pembelajaran telah dilakukan sesuai dengan
desain pembelajaran berbasis metakognisi. Dosen pengampu kurang optimal
menekankan komponen-komponen keterampilan menjelaskan yang harus dikuasai
mahasiswa. Sedangkan pada mahasiswa masih ada beberapa penjelasan konsep
matematika yang kurang jelas bahkan ada yang salah.
Pada tahapan analisis dan refleksi menyimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa
masih kurang menguasai konsep matematika sehingga muncul permasalahan dalam
perolehan ketrempilan mengajar. Selanjutnyadisepakati bahwa pembelajaran berbasis
metakognisi dapat diteruskan dengan beberapa perbaikan yaitu : (i) Dosen pengampu
menyampaikan kembali komponen-komponen keterampilan mengajar, (ii) RPP yang
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
466 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
dibuat mahasiswa perlu didiskusikan dan dibahas secara klasikal mulai dari penguasaan
materi sampai kepada metode pembelajaran yang dipilih.
Pada siklus kedua dirancang desain pembelajaran dengan tahapan seperti
rancangan awal dengan perbaikan mendiskusikan seluruh draf RPP yang dibuat sebelum
praktek mengajar. Pada bagian ini semua mahasiswa merasa perlu meninjau kembali hal-
hal yang terkait dengan rencana pembelajaran. Sebagian besar merasa saling peduli
untuk menyempurnakan RPP dan hal-hal yang terkait. Dalam diskusi, pengampu
mencoba meyakinkan apakah persiapan yang dilakukan sudah cukup dalam material
maupun pembelajarannya dengan bertanya apa targetnya ?,informasi apa saja yang
diperlukan ?,informasi apa saja yang sudah dan belum dimiliki ?, bagaimana
mendapatkaninformasi yang belum dimiliki ?,dapatkah diselesaikan ?,bagaimana
caranya ?,apakah rencana yang dibuat sudah cukup baik ? dan mediskusikan alternatif
yang lebih tepat. Tinggal satu mahasiswa yang menganggap bahwa persiapan mengajar
itu tidak begitu penting. Hal ini tampak ketika ia banyak tidak siap terkait dengan draf
RPP yang ia buat.
Pada tahap pelaksanaan, semua mahasiswa merasa ada perbaikan/ peningkatan dalam
penguasaan keterampilan mengajar. Pengampu bertanya tentang penguasaan yang telah
dimiliki dengan bertanya apakah latihan mengajar sesuai dengan rencana ?,apa saja hal-
hal dalam latihan mengajar yang tidak sesuai dengan rencana ? ,indikator apa yang belum
dipenuhi ?,apa saja kendala yang ditemui dalam latihan mengajar ?,apakah diperlukan
perbaikan ? dalam hal apa saja ? dan mendiskusikannya untuk mencari kemungkinan yang
lebih baik.
Hasil observasi menyatakan bahwa Pembelajaran telah dilakukan sesuai dengan
desain pembelajaran berbasis metakognisi. Sedangkan pada mahasiswa masih ada satu
mahasiswa yang kebingungan dalam mengajar terutama menanggapi pertanyaan yang
munculdari siswa yang tidak diduga sebelumnya.
Pada tahapan analisis dan refleksi menyimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa
sudah menguasai konsep matematika dan dapat berlatih memperoleh
keterampilanmengajar khususnya keterampilan menjelaskan. Selanjutnya disepakati bahwa
pembelajaran berbasis metakognisi dapat diteruskan dengan beberapa perbaikan yaitu : (i)
perlu diskusi untuk memantapkan penguasaan materi mahasiswa (ii) perlu diskusi untuk
membahas metode pembelajaran dan media pembelajaran yang dipilih.
Pada siklus ketiga dirancang desain pembelajaran dengan tahapan seperti rancangan
awal dengan perbaikan mendiskusikan seluruh draf RPP yang dibuat sebelum praktek
mengajar dan mendiskusikan materi pembelajaran serta metode dan media pembelajaran
yang dipilih. Pada bagian ini semua mahasiswa merasa perlu meninjau kembali hal-hal
yang terkait dengan rencana pembelajaran dan merancang bagaimana dan kapan
Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1
Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 467
menggunakan keterampilan-keterampilan dan strategi guna menjamin tugas yang
diselesaikan dengan berhasil. Semua mahsiswa merasa saling peduli untuk
menyempurnakan RPP dan hal-hal yang terkait. Dalam diskusi, pengampu mencoba
meyakinkan apakah persiapan yang dilakukan sudah cukup dalam material maupun
pembelajarannya dengan bertanya apa targetnya ?,informasi apa saja yang diperlukan
?,informasi apa saja yang sudah dan belum dimiliki ?, bagaimana mendapatkaninformasi
yang belum dimiliki ?,dapatkah diselesaikan ?,bagaimana caranya ?,apakah rencana yang
dibuat sudah cukup baik ? dan mediskusikan alternatif yang lebih tepat.
Pada tahap pelaksanaan, semua mahasiswa merasa ada perbaikan/peningkatan dalam
penguasaan keterampilan mengajar dan menikmati peran sebagai pengajar. Pengampu
bertanya tentang penguasaan yang telah dimiliki dengan bertanya apakah latihan mengajar
sesuai dengan rencana?,apa saja hal-hal dalam latihan mengajar yang tidak sesuai dengan
rencana ? ,indikator apa yang belum dipenuhi ?,apa saja kendala yang ditemui dalam
latihan mengajar ?,apakah diperlukan perbaikan ? dalam hal apa saja ? dan
mendiskusikannya untuk mencari kemungkinan yang lebih baik. Pada mahaiswa
munculkesadaran atas aktifitas kognisi sendiri, mengatur proses kognisi dan suatu
penguasaan terhadap bagaimana mengarahkan, merencanakan dan memantau aktivitas
kognisi. Mahasiswa berkesempatan mengatur kognisinya dalam merencanakan, memantau,
mengevaluasi dan melakukan perbaikan terhadap pembelajaran matematika yang
dilakukannya saat latihan mengajar menggunakan berbagai macam model pembelajaran.
Hasil observasi menyatakan bahwa Pembelajaran telah dilakukan sesuai dengan desain
pembelajaran berbasis metakognisi. Sedangkan pada mahasiswa sudah muncul kesadaran
bagaimana mendapatkan keterampilanmengajar khususnya keterampilan menjelaskan.
Pada tahapan analisis dan refleksi menyimpulkan bahwa mahasiswa sudah menguasai
ketermapilan mengajar dengan baik dan pembelajaran berbasis metakognisi telah
dilakukan sesuai dengan rencana yang disepakati.
F. Kesimpulan
Pembelajaran berbasis metakognisi menjadi salah satu alternatif untuk membantu
pemerolehan keterampilan menjelaskan mahasiswa pada matakuliah Micro Teaching.
Pembelajaran berbasis metakognitif memungkinkan kesadaran mahasiswa atas aktifitas
kognisi sendiri, mengatur proses kognisi dan suatu penguasaan terhadap bagaimana
mengarahkan, merencanakan dan memantau aktivitas kognisi. Mahasiswa diberi kesempatan
mengatur kognisinya dalam merencanakan, memantau, mengevaluasi dan melakukan
perbaikan terhadap pembelajaran matematika yang dilakukannya saat latihan mengajar
menggunakan berbagai macam model pembelajaran.
G. Daftar Pustaka
Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013
468 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5
Arikunto, S. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: BumiAksara.
Hasibuan, JJ & Moedjiono. (1993). Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Iswahyudi,Gatut. 2010. Metakognisi Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah Pembuktian
Berdasarkan Langlah-Langkah Polya. Jurnal SAINTMAT, Volume I No 15. Maret
2010
Livingstone, Jennifer A. (1997) “Metacognition: An Overview” Tersedia pada:
http://http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuell/CEP564/Metacog.html.)
Mulyasa, E. 2006. Menjadi Guru Profesional:Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung. PT Rosdakarya.
Raflis, Kosasi. 1985. Keterampilan Menjelaskan. Jakarta. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Suwarna, M.Pd., dkk. (2005). Pengajaran Mikro. Jogjakarta: Tiara Wacana.
Usodo, Budi. 2010. Pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi
Metakognitif pada Siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal SAINTMAT, Volume I
No 15. Maret 2010