Upload
nguyenkhue
View
230
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA DI PT ESCO KABUPATEN BINTAN
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
KURNIA AFRIANTI
NIM : 110563201111
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA DI PT ESCO KABUPATEN BINTAN
KURNIA AFRIANTI
Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pegawai merupakan salah satu aspek
perlindungan ketenagakerjaan dan merupakan hak dasar dari setiap tenaga kerja.
Pemikiran dasar kebijakan ini adalah melindungi keselamatan dan kesehatan para
pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, melalui upaya-upaya pengendalian semua
bentuk potensi bahaya yang ada di lingkungan tempat kerjanya. Kabupaten Bintan
adalah salah satu lokasi industri besar setelah Batam sehingga di wilayah Bintan
banyak berdiri perusahaan yang mempekerjakan karyawan dari Indonesia khususnya
dari daerah setempat. Salah satu Perusahaan yang mengalami permasalahan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah PT Esco, terkait masalah keselamatan kerja
karyawan yang masih jauh dari standar saat dilakukan sidak, juga akan mengajukan
pembentukan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Setelah terbit
sertifikat ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pekerja yang telah diikutsertakan
pelatihan mendapatkan sertifikat ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja umum yang
diterbitkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui Implementasi Kebijakan Sistem Manajemen Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Di Kabupaten Bintan. Informan yang digunakan adalah 5 orang
dengan teknik analisa data deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian maka
dapat diambil kesimpulan bahwa Implementasi Kebijakan Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Kabupaten Bintan Pada PT Esco sudah
berjalan dengan baik walaupun masih ada hambatan berkaitan dengan pelaksanaan
kebijakan ini di PT.ESCO yaitu Sosialisasi belum langsung di lakukan kepada
karyawan, hanya perwakilan dari perusahaan sehingga belum tepat sasaran, dan
banyak karyawan yang akhirnya tidak memahami. Selama ini pengawasan yang
dilakukan belum terjadwal dengan baik sehingga masih banyak perusahaan termasuk
PT ESCO yang baru menerapkan Implementasi Kebijakan Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja setelah adanya permasalahan atau teguran dari
pihak dinas.
Kata Kunci : Implementasi, Kebijakan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2
A B S T R A C T
Workplace safety and Health Officer is one of the aspects of employment
protection and is a basic right of any labor. The basic idea of this policy is to protect
the safety and health of workers in the exercise of his employment, through the
efforts of controlling all forms of potential dangers that exist in the workplace
environment. Bintan Regency is one of the major industries in the region so that after
Batam Bintan many stood firm that hires employees from Indonesia specifically from
the local area. One of the companies that are experiencing problems of safety and
occupational health are PT Esco, related employee safety issues is far from
standardized inspection done, will also propose the establishment of a Committee of
Trustees Work safety and health. After the publication of the expert's certificate of
safety and occupational health, workers who have included the training of certified
experts Work general safety and health, published by the Ministry of Employment.
The purpose of this research is to know the implementation of the policy on safety
and health management systems Work In Ortigas. The informant used is 5 people
with a descriptive qualitative data analysis techniques. Based on the research results
then can be drawn the conclusion that the implementation of the policy on safety and
health management system in the County Work in PT Esco Bintan is already going
well even though there are still obstacles with regard to the implementation of this
policy in the PT. ESCO i.e. Socialization has not directly done to employees, only
representatives from the company so that it has not been right on target, and many
employees who eventually did not understand. During this surveillance conducted
scheduled yet so well that there are still many companies including PT ESCO
implements the new Policy implementation of safety and health management systems
Work after the existence of the problem or reprimand from party Office.
Keywords: Implementation, policy, safety and occupational health
3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perlindungan terhadap tenaga
kerja dimaksudkan untuk menjamin
hak-hak dasar pekerja dan menjamin
kesamaan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk
mewujudkan kesejahteraan pekerja
dan keluarganya dengan tetap
memperhatikan perkembangan
kemajuan dunia usaha dan
kepentingan pengusaha. Resiko
kecelakaan kerja bisa terjadi kapan
saja. Untuk itu, kesadaran mengenai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
menjadi sangat diperlukan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah suatu kondisi dalam pekerjaan
yang sehat dan aman baik itu bagi
pekerjaannya, perusahaan maupun
bagi masyarakat dan lingkungan
sekitar pabrik atau tempat kerja
tersebut. Keselamatan dan kesehatan
kerja juga merupakan suatu usaha
untuk mencegah setiap perbuatan
atau kondisi tidak selamat, yang
dapat mengakibatkan kecelakaan.
Berdasarkan Undang-undang
nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan. Undang- Undang ini
menyatakan bahwa secara khusus
perusahaan berkewajiban
memeriksakan kesehatan badan,
kondisi mental dan kemampuan fisik
pekerja yang baru maupun yang akan
dipindahkan ke tempat kerja baru,
sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan
yang diberikan kepada pekerja, serta
pemeriksaan kesehatan secara
berkala. Sebaliknya para pekerja juga
berkewajiban memakai alat
pelindung diri (APD) dengan tepat
dan benar serta mematuhi semua
syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan. Undang-
undang nomor 23 tahun 1992, pasal
23 Tentang Kesehatan Kerja juga
menekankan pentingnya kesehatan
kerja agar setiap pekerja dapat
bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan
masyarakat sekelilingnya hingga
diperoleh produktifitas kerja yang
optimal. Karena itu, kesehatan kerja
meliputi pelayanan kesehatan kerja,
pencegahan penyakit akibat kerja
dan syarat kesehatan kerja.
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Pegawai atau K3 merupakan
salah satu aspek perlindungan
ketenagakerjaan dan merupakan hak
dasar dari setiap tenaga kerja.
Pemikiran dasar dari K3 adalah
melindungi keselamatan dan
kesehatan para pekerja dalam
menjalankan pekerjaannya, melalui
upaya-upaya pengendalian semua
bentuk potensi bahaya yang ada di
lingkungan tempat kerjanya.
Pengusaha harus menyadari bahwa
manajemen K3 bukan beban
perusahaan tapi merupakan bagian
manajemen yang penting
diperhatikan karena berhubungan
dengan aspek vital perusahaan yakni
tenaga kerja. Ketika ada pekerja
yang mengalami kecelakaan kerja
atau gangguan kesehatan karena
kerja maka yang dirugikan tetap
perusahaan karena mengurangi
produktivitas kerja.
Dalam rangka perlindungan
tenaga kerja maka pemerintah
Indonesia mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 50 tahun 2012
tentang Sistem Manajemen
Keselematan dan Kesehatan Tenaga
Kerja. PP tersebut merupakan
peraturan pelaksanaan dari pasal 87
UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. PP Nomor 50
tahun 2012 menyatakan perusahaan
4
yang memiliki karyawan lebih dari
seratus atau kurang dari seratus tetapi
memliki potensi bahaya kecelakaan
kerja cukup tinggi, maka wajib
menerapkan SMK3. Penerapan
SMK3 di perusahaan akan di audit
oleh badan independen yang ditunjuk
oleh pemerintah. Sistem Manajemen
Keselamatan dan kesehatan kerja
(SMK3) adalah bagian dari sistem
manajemen perusahaan secara
keseluruhan dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif
Kabupaten Bintan adalah
salah satu lokasi industri besar
setelah Batam sehingga di wilayah
Bintan banyak berdiri perusahaan
yang mempekerjakan karyawan dari
Indonesia khususnya dari daerah
setempat. Permasalahan berkaitan
dengan ketenaga kerjaan masih
sangat sering terjadi, termasuk dalam
permasalahan K3. Padahal sesuai
dengan aturan perundang-undangan
Pelaksanaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) adalah salah
satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang
aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.
Permasalahan di Kabupaten
Bintan adalah masih adanya
perusahaan yang belum
melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan
ketenagakerjaan disebabkan antara
lain kurangnya intensitas
pemeriksaan Norma Umum dan
Norma K3 yang dilakukan oleh
pihak Dinas Tenaga Kerja
Kabupaten Bintan terhadap
perusahaan, sehingga perusahaan
kurang menerapkan norma tersebut
dan berakibat pada intensitas
kecelakaan kerja. Persentase
kecelakaan kerja yang menyebabkan
luka berat dan kematian cenderung
meningkat dari tahun 2011 sampai
dengan 2014 namun masih dibawah
angka 1 seperti yang ditargetkan.
Pada tahun 2014 angka kecelakaan
kerja yang menyebabkan luka berat
dan kematian sebesar 0,08% dengan
rincian jumlah kecelakaan yang
menyebabkan luka berat dan
kematian sebanyak 13 (tigabelas)
orang dari jumlah tenaga kerja
15.905 orang. (Sumber : Laporan
Akuntabilitas Kinerja Pemerintah
Kabupaten Bintan 2014)
Kemudian Dari hasil
inspeksi mendadak (sidak) yang
dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja
(Disnaker) Bintan terhadap lima
Perusahaan Milik Asing (PMA) di
Kawasan Industri Bintan (KIB)
Lobam, PT Esco Bintan ditemukan
beberapa kesalahan manajemen
perusahaan. Selain melakukan sidak,
juga terungkap pihak perusahaan
masih mengabaikan masalah
keselamatan kerja karyawannya.
Salah satu Perusahaan yang
mengalami permasalahan K3 adalah
PT Esco, terkait masalah
keselamatan kerja karyawan yang
masih jauh dari standar saat
dilakukan sidak, juga akan
mengajukan pembentukan Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (P2K3). Setelah terbit sertifikat
ahli K3, pekerja yang telah
diikutsertakan pelatihan
mendapatkan sertifikat ahli k3 umum
5
(AK3U) yang diterbitkan oleh
Kementerian Ketenagakerjaan.
(Sumber : http://batamtoday.com
terbit Selasa, 14-06-2016)
Maka dari itu dalam
penelitian ini diambil sebuah judul
penelitian yaitu IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN SISTEM
MANAJEMEN KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA DI
KABUPATEN BINTAN (Studi
Kasus Pada PT Esco)
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
maka dalam hal ini penulis mencoba
menarik perumusan masalah yaitu:
Bagaimana Implementasi Kebijakan
Sistem Manajemen Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Di Kabupaten
Bintan?
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini
adalah : Untuk mengetahui
Implementasi Kebijakan
Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Di Kabupaten Bintan.
2. Kegunaan Penelitian a. Secara Akademik
Bahwa penelitian ini dapat
menjadi referensi bagi
peneliti yang ingin
mengkaji permasalahan
yang sama secara lebih
mendalam.
b. Secara Praktis
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi
acuan bagi pemerintah
dalam Implementasi
Kebijakan Sistem
Manajemen Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja Di
Kabupaten Bintan
Kerangka Berfikir
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini
merupakan penelitian
deskriptif dengan pendekatan
kualitatif, sebagian pendapat
mengatakan bahwa menuru
Sugiyono (2012:11)
penelitian deskriptif adalah
“Penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui variabel
mandiri, baik satu variabel
atau lebih tanpa membuat
perbandingan atau
menghubungkan antara satu
variabel dengan variabel yang
lain”. Dalam hal ini
diuraikanlah hal-hal yang
memerlukan suatu penjelasan
ataupun gambaran yang
mencari informasi yang
bersifat deskriptif,
selanjutnya Sugiyono
(2005:14) menjelaskan “Data
kualitatif adalah data yang
berbentuk kata, kalimat,
skema dan gambar”.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini
dilakukan di Kabupaten
Bintan. Kabupaten Bintan
adalah salah satu lokasi
6
industri besar setelah Batam
sehingga di wilayah Bintan
banyak berdiri perusahaan
yang mempekerjakan
karyawan dari Indonesia
khususnya dari daerah
setempat. Permasalahan
berkaitan dengan ketenaga
kerjaan masih sangat sering
terjadi, termasuk dalam
permasalahan K3 khususnya
di PT Esco.
3. Informan
Informan adalah objek
penting dalam sebuah
penelitian. Informan adalah
orang-orang dalam latar
penelitian yang
dimanfaatkan untuk
memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi
latar penelitian. Adapun
informan dalam adalah
pegawai yang bekerja pada
bagian Pengawasan Tenaga
Kerja di Dinas Tenaga kerja
Kabupaten Bintan.
Kemudian diambil pekerja
serta orang dari perusahaan
yang ada di Kabupaten
Bintan.
4. Sumber dan Jenis Data
Sumber data yang
digunakan dalam
penelitian ini meliputi :
a. Data Primer
Data yang
diperoleh dari
penelitian ini bersifat
data primer karena
data yang diperoleh
adalah langsung
dilapangan dengan
melakukan
wawancara dengan
pihak terkait, yaitu
dengan dengan
informan.
b. Data Sekunder
Data sekunder
merupakan data yang
telah tersedia,
dibutuhkan dalam
penelitian ini sebagai
data pendukung
meliputi data tentang
Implementasi
Kebijakan Sistem
Manajemen
Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Di
Kabupaten Bintan
5. Teknik dan Alat
Pengumpulan Data
Dalam Pengumpulan data
teknik yang digunakan
dalam penelitian ini
adalah :
a. Observasi
Dalam
penelitian ini penulis
mengadakan
pengamatan langsung
di lapangan.
Observasi ini berguna
untuk memperoleh
data tentang
Implementasi
Kebijakan Sistem
Manajemen
Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Di
Kabupaten Bintan.
Alat pengumpulan
data berupa catatan
harian
b. Wawancara
Teknik
pengumpulan data
dengan cara
berhadapan langsung /
7
tatap muka antara
peneliti dengan
responden. Jenis
wawancara yang
digunakan adalah
wawancara tidak
terstruktur dan
mendalam. Menurut
Arikunto (2006:227)
pedoman wawancara
tidak terstruktur
adalah pedoman
wawancara yang
hanya memuat garis
besar yang akan
dtanyakan. Adapun
alat pengumpulan
datanya berupa
pedoman wawancara
(interview quide)
G. Teknik Analisis Data
Proses analisa data dimulai
dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber yaitu
sumber dari hasil observasi dan
wawancara. Analisis data yang
digunakan adalah deskriptif
kualitatif. Analisis data yang
digunakan untuk menganalisa data-
data yang didapat dari penelitian ini
adalah analisis deskriptif kualitatif,
yaitu upaya yang dilakukan dengan
jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari
dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang
dipelajari dan memutuskan apa yang
dapat diceritakan kepada orang lain,
(Moleong, 2011:248).
Teknik keabsahan data yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah triangulasi. Menurut Moleong
(2011: 330), triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di
luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu.
Jenis triangulasi yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah triangulasi dengan metode.
Pada triangulasi dengan metode,
Patton dalam Moleong (2011: 331)
menjelaskan terdapat dua strategi,
yaitu:
1. pengecekan derajat
kepercayaan penemuan hasil
penelitian beberapa teknik
pengumpulan data dan
2. pengecekan derajat
kepercayaan beberapa
sumber data dengan metode
yang sama.
Triangulasi ini dilakukan untuk
melakukan pengecekan terhadap
penggunaan metode pengumpulan
data, apakah informasi yang didapat
dengan metode interview sama
dengan metode observasi, atau
apakah hasil observasi sesuai dengan
informasi yang diberikan ketika di-
interview. Begitu pula teknik yang
dilakukan untuk menguji sumber
data, apakah sumber data ketika di-
interview dan diobservasi akan
memberikan informasi yang sama
atau berbeda. Apabila berbeda maka
peneliti harus dapat menjelaskan
perbedaan itu, tujuannya adalah
untuk mencari kesamaan data dengan
metode yang berbeda. (Bungin,
2011: 265)
LANDASAN TEORITIS
Kebijakan
Klein dan Murphy (Syafarudin
2008:76) “Kebijakan berarti
seperangkat tujuan-tujuan, prinsip-
prinsip serta peraturan-peraturan
8
yang membimbing sesuatu
organisasi, kebijakan dengan
demikian mencakup keseluruhan
petunjuk organisasi. Berdasarkan
pendapat diatas menunjukan bahwa
kebijakan berarti seperangkat tujuan-
tujuan, prinsip-prinsip serta
peraturan-peraturan yang
membimbing sesuatu organisasi.
Kebijakan dengan demikian
mencakup keseluruhan petunjuk
organisasi. Dengan kata lain,
kebijakan adalah hasil keputusan
manajemen puncak yang dibuat
dengan hati-hati yang intinya berupa
tujuan-tujuan, prinsip-prinsip dan
aturan-aturan yang mengarahkan
organisasi melangkah ke masa
depan. Secara ringkas ditegaskan
bahwa hakikat kebijakan sebagai
petunjuk dalam organisasi. Menurut
Merilee S. Grindle (Nugroho
2012:174) isi dari kebijakan
mencakup :
1. kepentingan yang
terpengaruhi oleh kebijakan,
2. jenis manfaat yang akan
dihasilkan
3. derajat perubahan yang
diinginkan ,
4. kedudukan pembuat
kebijakan,
5. (siapa) pelaksana
program,
6. Sumberdaya yang
dikerahkan,
Sementara itu konteks
implementasinya adalah :
1. kekuasaan, kepentingan
dan strategi actor yang
terlibat
2. karakteristik lembaga dan
penguasa
3. kepatuhan dan daya
tanggap
Berdasarkan pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa isi dari
sebuah kebijakan harus mencakup
kepentingan yang terpengaruhi oleh
kebijakan, manfaat yang dihasilkan,
perubahan yang diinginkan dari
kebijakan tersebut. Dalam sebuah
kebijakan tersebut harus lah
diberikan penjelasan tentang
pelaksana kebijakan tersebut seperti
sumber daya yang terlibat untuk
melaksanakan kebijakan tersebut
serta lembaga atau instansi yang
akan menjalankan kebijakan.
Kebijakan publik mengandung
tiga konotasi yaitu pemerintah,
masyarakat, dan umum. Menurut
Syafarudin (2008:78) kebijakan
publik adalah kebijakan pemerintah
yang dengan kewenangannya dapat
memaksa masyarakat mematuhinya.
Berdasarkan pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa kebijakan publik
adalah hasil pengambilan keputusan
oleh manajemen puncak baik berupa
tujuan, prinsip, maupun aturan yang
berkaitan dengan hal-hal strategis
untuk mengarahkan manajer dan
personel dalam menentukan masa
depan organisasi yang berimplikasi
bagi kehidupan masyarakat. Suatu
kebijakan publik yang telah diterima
dan disahkan (adapted) tidaklah akan
ada artinya apabila tidak
dilaksanakan. Untuk itu
implementasi kebijakan publik
haruslah berhasil, malahan tidak
hanya implementasinya saja yang
berhasil, akan tetapi tujuan (goal)
yang terkandung dalam kebijakan
publik itu haruslah tercapai yaitu
terpenuhinya kepentingan
masyarakat (public inters).
9
Kebijakan publik adalah sebagai
kebijakan yang dibuat oleh badan-
badan pemerintah dan para aktor
politik yang bertujuan untuk
menyelesaikan masalah publik.
Menurut Dye (Subarsono:2008:2)
kebijakan publik adalah apapun
pilihan pemerintah untuk melakukan
atau tidak melakukan. Dari pendapat
diatas dijelaskan bahwa kebijakan
publik mencakup sesuatu yang tidak
dilakukakan oleh pemerintah
disamping yang dilakukan oleh
pemerintah. Ketika pemerintah
menghadapi suatu masalah publik.
suatu kebijakan harus dilakukan dan
apakah manfaat bagi kehidupan
bersama harus menjadi pertimbangan
yang holistik agar kebijakan tersebut
mengandung manfaat yang besar
bagi warganya dan berdampak kecil
dan sebaiknya tidak menimbulkan
persoalan yang merugikan, walaupun
demikian pasti ada yang diuntungkan
dan ada yang dirugikan, disinilah
letaknya pemerintah harus bijaksana
dalam menetapkan suatu kebijakan.
Suatu kebijakan yang telah diterima
dan disahkan tidaklah akan ada
artinya apabila tidak dilaksanakan.
Kebijakan itu merupakan
rumusan suatu tindakan yang
dikembangkan dan diputuskan oleh
instansi atau pejabat pemerintah
guna mengatasi atau
mempertahankan suatu kondisi.
Sedangkan menurut Friedich
(Agustino:2010:7) kebijakan adalah
serangkaian tindakan atau kegiatan
yang diusulkan oleh seseorang,
kelompok, atau pemerintah, dalam
suatu lingkungan tertentu dimana
terdapat hambatan-hambatan atau
kesulitan-kesulitan dan
kemungkinan-kemungkinan dimana
kebijakan itu diusulkan agar berguna
dalam mengatasinya untuk mencapai
tujuan yang dimaksud.
Maka dapat disimpulkan bahwa
kebijakan itu merupakan serangkaian
tindakan atau kegiatan yang
diusulkan oleh seseorang atau
pemerintah, untuk mengatasi suatu
persoalan atau permasalahan yang
terdapat dalam masyarakat, sehingga
dengan kebijakan ini diharapkan
akan dapat mengatasi permasalahan
yang terdapat dalam masyarakat,
sehingga dengan kebijakan ini
diharapkan akan dapat mengatasi
permasalahan tersebut.
Menurut Dwiyanto (2009: 140):
“Proses politik kebijakan adalah
proses melegitimasi kebijakan publik
dengan menyandarkan pada proses
pembahasan kebijakan di lembaga
politik yang diakui sebagai
representative publik. Jika lembaga
politik yang representative dari
kebijakan benar-benar menampung
aspirasi publik, maka kebijakan yang
direkomendasikan tidak mengalami
hambatan untuk dilegitimasikan
menjadi sebuah kebijakan “
Edwards III dan Sharkansky
dalam Hariyoso (2002: 62)
mengartikan bahwa kebijakan publik
adalah pernyataan pilihan tindakan
pemerintah yang berupa tujuan dan
program pemerintah. Sedangkan
Thomas R. Dye (dalam Sumaryadi,
2005 :19). berpendapat bahwa
kebijaksanaan negara ialah pilihan
tindakan apapun yang dilakukan atau
tidak yang dilakukan oleh
pemerintah.
Kebijakan merupakan suatu
tindakan yang mengarah pada tujuan
yang diusulkan dalam lingkungan
tertentu sehubungan dengan adanya
hambatan-hambatan tertentu untuk
10
mencapai tujuan atau mewujudkan
sasaran yang diinginkan.
Pada dasarnya kebijakan publik
dapat berupa aturan atau ketentuan
yang mengatur kehidupan
masyarakat yang mana aturan-aturan
tersebut disusun dalam beberapa
bentuk kebijakan. “Kebijakan publik
mempunyai sifat paksaan yang
secara potensial sah dilakukan,
sehingga kebijakan publik menuntut
ketaatan atau kepatuhan yang luas
dari masyarakat” (Winarno,
2012:21).
Implementasi Kebijakan
Nugroho (2012:158)
mengemukakan bahwa implementasi
kebijakan pada prinsipnya adalah
cara agar sebuah kebijakan dapat
mencapai tujuannya. Dari kedua
pendapat ahli ini yang perlu
ditekankan adalah bahwa tahap
implementasi kebijakan tidak akan
dimulai sebelum tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran ditetapkan atau
diidentifikasikan oleh keputusan-
keputusan kebijaksanaan.
Keberhasilan implementasi
kebijakan akan ditentukan oleh
banyak variabel dan faktor dan
variabel tersebut saling berhubungan
satu sama lain, menurut Edwards III
(Subarsono 2008:90-92) ada empat
variabel dalam implementasi
kebijakan publik yaitu :
1. Komunikasi. Keberhasilan
Implementasi Kebijakan
mensyaratkan agar
implementor mengetahui apa
yang harus dilakukan. Apa
yang menjadi tujuan dan
sasaarn kebijakan harus
ditransmisikan kepada
kelompok sasaran (target
group) sehingga akan
mengurangi distorsi
implementasi.
2. Sumber Daya Sumber daya
dapat berwujud sumber daya
manusia, yakni kompetensi
implementor dan sumber
daya financial, sumber daya
adalah factor penting untuk
mengimplementasi kebijakan
agar efektif.
3. Disposisi. Disposisi adalah
watak dan karakteristik yang
dimiliki oleh implementor,
seperti komitmen, kejujuran,
sifat demokratis
4. Struktur Birokrasi. Birokrasi
merupakan salah satu badan
yang paling sering bahkan
secara keseluruhan menjadi
pelaksana kebijakan. Kerja
sama yang baik dalam
birokrasi dan struktur yang
kondusif akan membuat
pelaksanaan kebijakan
efektif.
Dari pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa agar kebijakan
itu berhasil dalam pencapaian
tujuannya, maka serangkaian usaha
perlu dilakukan diantaranya perlu
dikomunikasikan secara terbuka,
jelas, dan transparan kepada sasaran.
Perlunya sumber daya yang
berkualitas untuk pelaksanaannya
dan perlunya dirampungkan struktur
pelaksana kebijakan
11
GAMBARAN UMUM
PENELITIAN
Sejak tahun 1978, Esco telah
muncul sebagai pemimpin dalam
pengembangan laboratorium, solusi
peralatan medis dan farmasi. Produk
yang dijual di lebih dari 100 negara
termasuk lemari keamanan hayati,
inkubator laboratorium dan oven,
inkubator CO2, lemari asam,
kerudung ductless asam, lemari
aliran laminar, freezer suhu ultra-
rendah, isolator farmasi rumah sakit,
penahanan / produk farmasi, lemari
PCR, termal cyclers, workstation
penahanan hewan, peralatan ART
dan bubuk berat kandang
keseimbangan.
Esco didirikan di Singapura
dan mulai merintis teknologi
Cleanroom di Asia Tenggara. Esco
didirikan untuk memberikan solusi
udara bersih untuk ilmu industri dan
kehidupan industri teknologi tinggi.
Sejak awal nya Esco telah
mendapatkan reputasi untuk inovasi
dalam industri laboratorium dan
Cleanroom seluruh dunia. Dari
kantor pusat di Singapura, Esco
mengarahkan penelitian,
pengembangan produk, manufaktur
dan layanan pelanggan program yang
sangat efisien. Dengan kantor global
dalam delapan lokasi tambahan,
produk Esco yang dijual di lebih dari
100 negara melalui lebih dari 300
mitra distribusi independen. Esco
adalah pemimpin dunia dalam lemari
keamanan hayati, menawarkan
berbagai produk terluas industri,
dengan ribuan instalasi di
laboratorium terkemuka di seluruh
dunia. Pelanggan kami adalah
terkemuka penyedia dunia ilmu
kehidupan, rumah sakit, lembaga
biomedis dan farmasi, dan
universitas.
Hari ini, dengan orang-orang
yang berdedikasi penuh dengan
energi dan optimisme, Esco melayani
pasar ini, berencana untuk pasar
masa depan, dan memperkuat posisi
kami sebagai kekuatan global dalam
teknologi peralatan udara dan
laboratorium bersih. prestasi paling
membanggakan kami bukan hanya
rangkaian lengkap solusi peralatan
lingkungan yang terkendali yang
mencakup Keamanan Hayati
Kabinet, Fume Hood, General
Purpose Oven dan Inkubator,
Inkubator CO2, Pondok Daun
Downflow, ULT Freezer, dan
banyak lagi; itu sebenarnya fasilitas
manufaktur state-of-the-art baru.
lokasi pabrik baru ini tidak hanya
mewakili seberapa jauh kita sudah
datang sejak aliran laminar pertama
bangku bersih. Ini juga sekilas mana
tuju besok.
Perusahaan ini memiliki
sejarah yang unik dari inovasi,
termasuk: Penemu Cleanroom aliran
laminar vertikal Unit straddle untuk
produksi mikroelektronika. produsen
peralatan laboratorium pertama di
dunia untuk menggabungkan lapisan
antimikroba proprietary - ISOCIDE
™ - yang menghilangkan 99,99%
dari bakteri permukaan dalam waktu
24 jam, pada permukaan dilapisi
semua peralatan teknologi energi
yang efisien Mempelopori di lemari
keamanan hayati, termasuk
INNOVA ™ rotor eksternal motor
dan UV timer yang menyimpan
energi yang dibutuhkan untuk
dekontaminasi.
Memperkenalkan teknologi
filter ULPA untuk keselamatan dan
aliran laminar pasar kabinet biologis
12
utama di Amerika Utara. ULPA filter
beroperasi pada efisiensi> 99,999%,
unggul filter HEPA konvensional,
dan karena itu memberikan
perlindungan unggul. satu-satunya
produsen kabinet keamanan biologis
dunia dengan produk-produk
bersertifikat untuk semua standar
internasional terkemuka.
PEMBAHASAN DAN ANALISA
1. Komunikasi
Implemetasi kebijakan publik
agar dapat mencapai keberhasilan,
mensyaratkan agar implementor
mengetahui apa yang harus
dilakukan secara jelas. Apa yang
menjadi tujuan dan sasaran kebijakan
harus diinformasikan kepada
kelompok sasaran (target group)
sehingga akan mengurangi distorsi
implementasi. Apabila penyampaian
tujuan dan sasaran suatu kebijakan
tidak jelas, tidak memberikan
pemahaman atau bahkan tujuan dan
sasaran kebijakan tidak diketahui
sama sekali oleh kelompok sasaran,
maka kemungkinan akan terjadi
suatu penolakan atau resistensi dari
kelompok sasaran yang
bersangkutan.
a. Transmisi
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan dapat dianalisa
bahwa sosialisasi sudah dilakukan
kepada masyarakat dan pihak terkait.
Perlindungan tenaga kerja adalah
upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan mencegah penyimpangan
yang dilakukan oleh perusahaan.
Tidak hanya itu setiap aturan berisi
tentang kewajiban dan hak dari
pekerja. Kesemuanya ini harus
disosialisasikan dengan baik oleh
para pekerja.
Dari observasi dilakukan
maka ditemukan kebenaran bahwa
sosialisasi memang pernah dilakukan
kepada pekerja ini dibuktikan dengan
beberapa foto dan laporan yang ada.
Hanya saja tidak semua peraturan
tentang pekerja dapat disampaikan
dengan baik. Menurut informan
keterbatasan biaya yang seringkali
membuat sebuah kebijakan tidak
dapat disosialisasikan dengan baik.
Sebelum dapat
mengimplementasikan suatu
kebijakan implementor harus
menyadari bahwa suatu keputusan
telah dikeluarkan, seringkali terjadi
kesalahpahaman terhadap keputusan
yang telah dikeluarkan agar tidak
terjadi kesalahpahaman harus
dilakukan sosialisasi terhadap
ketenagakerjaan. Baik sosialisasi
kepada pegawai Dinas Tenaga kerja
Kabupaten Bintan selaku
implementor serta sosialisasi yang
diberikan kepada pekerja dan pihak
swasta khususnya PT. ESCO.
Sosialisasi sebuah kebijakan
sangat penting di lakukan hal ini
senada dengan teori dari Edward III
(Subarsono : 2011 : 91) menjelaskan
bahwa Untuk menuju implementasi
kebijakan yang diinginkan, maka
pelaksana harus mengerti benar apa
yang harus dilakukan untuk
kebijakan tersebut. Selain itu yang
menjadi sasaran kebijakan harus
diberi informasikan mengenai
kebijakan yang akan diterapkan
mulai dari tujuan dan sasarannya.
Maka dari itu sosialisasi kebijakan
sangat diperlukan untuk menunjang
keberhasilan dari implementasi
kebijakan. Sosialisasi bisa dilakukan
dengan berbagai cara antara lain
dengan media masa, elektronik, dan
penyuluhan secara langsung.
13
b. Kejelasan
Berdasarkan hasil observasi
dapat dianalisa bahwa secara
keseluruhan isi dan tujuan
Kebijakan Sistem Manajemen
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
sudah jelas. Hal ini didukung dari
pernyataan para pegawai bahwa
sebagian pegawai mengetahui serta
memahami kebijakan tersebut.
Pengertian (Definisi) Sistem
Manajemen K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) menurut
Permenaker No 5 Tahun 1996
tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
ialah bagian dari sistem secara
keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, perencanaan, tanggung-
jawab, pelaksanaan, prosedur, proses
dan sumber daya yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengajian dan
pemeliharaan kebijakan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif.
2. Sumber Daya
Dalam implementasi
kebijakan harus ditunjang oleh
sumberdaya baik sumberdaya
manusia, materi dan
metoda. Sasaran, tujuan dan isi
kebijakan walaupun sudah
dikomunikasikan secara jelas dan
konsisten, tetapi apabila implementor
kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan, implementasi tidak
akan berjalan efektif dan efisien.
Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya
tinggal di kertas menjadi dokumen
saja tidak diwujudkan untuk
memberikan pemecahan masalah
yang ada di masyarakat dan upaya
memberikan pelayan pada
masyarakat. Sumberdaya tersebut
dapat berwujud sumberdaya
manusia, yakni kompetensi
implementor dan sumberdaya
finansial
a. Sumber daya manusia
Dari beberapa hasil
wawancara yang dilakukan maka
dapat dianalisa Dinas Tenaga Kerja
Kabupaten Bintan sudah membagi
tugas para pegawainya termasuk
dalam melaksanakan pengawasan
tersebut. Para pegawai diturunkan
untuk mengawasi, serta melakukan
peninjauan terhadap kegiatan yang
berhubungan dengan lingkungan.
Apabila terjadi penyimpangan para
pegawai wajib melaporkan dan
menindaklanjuti sesuai dengan
aturan yang berlaku.. Sumber daya
utama dalam implementasi kebijakan
adalah staf atau pegawai. Kegagalan
yang sering terjadi dalam
implementasi kebijakan, salah-
satunya disebabkan oleh
staf/pegawai yang tidak cukup
memadai, mencukupi, ataupun tidak
kompeten dalam bidangnya.
Sumber daya yang penting
menurut Edwards III (Winarno,
2008: 181) meliputi: staf yang
memadai serta keahlian-keahlian
yang baik untuk melaksanakan
tugastugas mereka, informasi,
wewenang dan fasilitas-fasilitas yang
diperlukan untuk menterjemahkan
usul-usul di atas kertas guna
melaksanakan pelayanan-pelayanan
publik. Staf merupakan sumber daya
utama dalam implementasi
kebijakan. Kegagalan yang sering
terjadi dalam implementasi, salah
satunya disebabkan oleh staf atau
pegawai yang tidak cukup memadai,
14
mencukupi, ataupun tidak kompeten
dalam bidangnya. Penambahan staf
atau implementator saja tidak cukup
menyelesaikan persoalan
implementasi kebijakan, tetapi
diperlukan sebuah kecukupan staf
dengan keahlian dan kemampuan
yang diperlukan (kompeten dan
kapabel) dalam
mengimplementasikan kebijakan.
b. Fasilitas
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan selama ini dinas
tenaga kerja sangat berperan dalam
memberikan perlindungan kepada
tenaga kerja namun memang dalam
pelaksanaannya pemerintah
membutuhkan BPJS kemudian
kerjasama dari serikat buruh. Untuk
tenaga kerja untuk melindungi dari
keselamatan jiwa dan kesejahteraan
karyawan, sedangkan bagi dunia
usaha dengan dijaminnya
keselamatan pekerjanya tentu akan
meningkatkan produktivitas
karyawan. Kemudian pihak dinas
juga bersama-sama instansi terkait
memberikan pembinaan agar para
pemberi kerja di semua sektor
industri wajib untuk membekali
tenaga kerjanya dengan BPJS
Ketenagakerjaan. Karena dengan
sudah dijaminkannya pekerja dengan
BPJS Ketenagakerjaan maka akan
timbul rasa aman dan nyaman para
pekerja dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya sehari-hari.
Sumber daya adalah hal
penting dalam pelaksanaan kebijakan
termasuk dalam melaksanakan
kebijakan tentang K3 ini, hal ini
sesuai dengan pendapat Edward III
(Subarsono : 2011 : 91) Selain
informasi yang mampu menjadikan
kebijakan berhasil adalah sumber
daya yang dimiliki oleh
implementator. Sumber daya
pendukung dapat berupa sumber
daya manusia, yakni kompetensi
implementor dan sumber daya
finansial. Tanpa adanya sumber daya
maka kebijakan tidak akan berjalan
dengan semestinya. Bahkan
kebijakan tersebut akan menjadi
dokumen saja.
3. Disposisi
Suatu disposisi dalam
implementasi dan karakteristik, sikap
yang dimilikioleh implementor
kebijakan, seperti komitmen,
kejujuran, komunikatif, cerdik dan
sifat demokratis. Implementor baik
harus memiliki disposisi yang baik,
maka dia akan dapat menjalankan
kebijakan dengan baik seperti apa
yang diinginkan dan ditetapkan oleh
pembuat kebijakan. Implementasi
kebijakan apabila memiliki sikap
atau perspektif yang berbeda dengan
pembuat kebijakan, maka proses
implementasinya menjadi tidak
efektif dan efisien. Disposisi adalah
watak dan karakteristik yang dimiliki
oleh implementor, seperti komitmen,
keejujuran, sifat demokratis.
Apabila implementor memiliki
disposisi yang baik, maka dia akan
menjalankan kebijakan dengan baik
seperti apa yang diinginkan oleh
pembuat kebijakan.
a. Komitmen
Dari hasil wawancara yang
dilakukan dari beberapa informan
serta dari hasil wawancara dengan
key informan maka dapat dianalisa
bahwa dalam melakukan perbaikan
di setiap perusahaan yang ditemukan
temuan-temuan yang menyimpang
dan harus segera di perbaiki.
Biasanya hal tersebut terlihat jika
Dinas Tenaga kerja Kabupaten
15
Bintan melakukan pengawasan
dengan melihat laporan-laporan yang
ada. Maka petugas pengawas akan
memberikan suatu masukan agar
perusahaan yang mengalami
beberapa penyimpangan dan masalah
dalam laporan, kegiatan, maupun
pekerjanya akan melakukan tindakan
perbaikan guna meminimalisir
kesalahan-kesalahan tersebut
berulang kembali.
Dispoisisi adalah sikap dari
pelaksana kebijakan, jika pelaksana
kebijakan ingin efektif maka para
pelaksana kebijakan tidak hanya
harus mengetahui apa yang
dilakukan tetapi juga harus memiliki
kemampuan untuk melaksanakan
sehingga dalam praktiknya tidak
terjadi bias. Faktor-faktor mengenai
disposisi implementasi kebijakan
oleh George C. Edward III (dalam
Agustino, 2006: 152-153)
menjelaskan bahwa pelaksana yang
menjalankan haruslan komitmen dan
penuh kejujuran melaksanakan
kebijakan yang telah diterapkan, hal
ini bisa di dukung dengan pemilihan
atau pengangkatan personil untuk
melaksanakan kebijakan adalah
orang-orang yang memiliki dedikasi
pada kebijakan yang telah
ditetapkan, khususnya pada
kepentingan masyarakat.
b. Dukungan pemerintah jika ada
perusahaan yang tidak menjaga
keselamatan kerja pegawainya
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan maka dapat
dianalisa bahwa pihak dinas dibantu
oleh BPJS dan serikat buruh untuk
mengawasi tindakan-tindakan yang
dapat membahayakan pekerja.
Dalam setiap panduan keselamatan
kerja, harus memuat informasi
tentang detail pekerjaan yang akan
dilakukan dan resiko kecelakaan
yang mungkin terjadi. Dijelaskan apa
saja hal yang harus dilakukan untuk
mencegah terjadinya kecelakaan.
Setiap karyawan baru yang akan
bekerja di suatu perusahaan harus
dijelaskan tentang hal ini sejelas-
jelasnya. Karyawan harus dijelaskan
tentang bahaya yang dapat terjadi di
tempatnya bekerja, berbagai alat
pengamanan yang harus digunakan
dan cara melaksanakan pekerjaan
yang aman. Kemudian setiap
pekerjaan yang mengandung resiko
cukup besar, wajib menggunakan
berbagai alat pengaman. Pada
panduan keselamatan kerja, hal ini
dijelaskan pula secara lengkap.
Karyawan wajib menerapkan aturan-
aturan ini secara disiplin untuk
menghindari terjadinya kecelakaan
kerja saat bertugas.
4. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan struktur
yang bertugas untuk
mengimplementasikan kebijakan,
karena mempunyai pengaruh yang
besar untuk mewujudkan
keberhasilan kebijakan. Ada dua
karakteristik yang dapat
mendongkrak kinerja birokrasi
menurut George C Edward III
(dalam Agustino, 2006:153-154)
yaitu: Fragmentasi adalah upaya
penyebaran tanggung jawab kegiatan
atau aktivitas kerja kepada beberapa
pegawai dalam unit- unit kerja, untuk
mempermudah pekerjaan dan
memperbaiki pelayanan. Fragmentasi
merupakan pembagian
tanggungjawab sebuah bidang
kebijakan diantara unit-unit
organisasi. Konsekuensi paling
buruk dari fragmentasi birokrasi
adalah usaha untuk menghambat
16
koordinasi para birokrat karena
alasan-alasan prioritas dari badan-
badan yang berbeda mendorong
birokrat untuk menghindari
koordinasi dengan badan-badan lain.
Padahal penyebaran wewenang dan
sumber-sumber untuk melaksanakan
kebijakan yang kompleks
membutuhkan koordinasi.
Fragmentasi menyebabkan
pandangan-pandangan yang sempit
dari banyak lembaga birokrasi. Hal
ini akan menimbulkan dua
konsekuensi pokok yang merugikan
bagi implementasi kebijakan.
Pertama, tidak ada orang yang akan
mengakhiri implementasi kebijakan
dengan melaksanakan fungsi-fungsi
tertentu karena tanggung jawab bagi
suatu bidang kebijakan terpecah-
pecah. Kedua, pandangan-pandangan
yang sempit dari badan-badan
pelaksana mungkin juga akan
menghambat perubahan. Bila suatu
badan memiliki fleksibilitas yang
rendah dalam misi-misinya, maka
badan tersebut akan berusaha
mempertahankan esensinya dan
besar kemungkinan akan menentang
kebijakan-kebijakan baru yang
membutuhkan perubahan.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan informan, maka dapat
dianalisa bahwa dalam struktur
birokrasi sudah ada pembagian
khusus dalam menjalankan kebijakan
K3 ini. Melalui penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang dilaksanakan
dengan konsisten dan
berkesinambungan, kejadian yang
tidak diinginkan atau dapat
menimbulkan kerugian dapat di-
cegah. Hal ini sesuai dengan
Undang-Undang No 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, yang
menyatakan kewajiban pengusaha
melin-dungi tenaga kerja dari potensi
bahaya yang dihadapi.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
maka dapat diambil kesimpulan
bahwa Implementasi Kebijakan
Sistem Manajemen Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Di Kabupaten
Bintan Pada PT Esco sudah berjalan
dengan baik walaupun masih ada
hambatan berkaitan dengan
pelaksanaan kebijakan ini di
PT.ESCO, hal ini dapat dilihat dari :
1. Dimensi Komunikasi
diketahui bahwa Sosialisasi
sudah sering dilakukan oleh
pihak Dinas Tenaga kerja
Kabupaten Bintan. Dalam
melaksanakan sebuah
kebijakan termasuk kebijakan
K3 yang berhubungan
langsung dengan para pekerja
namun memang diakui jarang
sekali langusng ke pekerja
yang ada di perusahaan
seperti PT. ESCO, sosialisasi
lebih menyeluruh dan secara
umum, sosialisasi yang
selama ini dilakukan juga
hanya melibatkan pimpinan,
sebaiknya dilakukan berbagai
upaya untuk menyampaikan
isi tujuan dan sasaran dari
tersebut.
2. Dimensi Sumber daya
ditemukan bahwa Dalam
kebijakan ini pembagian
tugas sudah merata hal ini
dapat dilihat dari para
17
pegawai yang menangani
masalah ketenagakerjaan
adalah pegawai khusus yang
bekerja sesuai dengan surat
keputusan kepala kantor.
Tidak hanya itu untuk
menjalankan pengawasan dan
mengurus segala kebutuhan
para pegawai yang bertugas
juga dibekali pengetahuan
baik tentang peraturan
ketenagakerjaan. Kemudian
pemerintah bersama-sama
BPJS selama ini memberikan
pengawasan dan pembinaan.
Seperti BPJS yang khusus
menyediakan program bagi
tenaga kerja. Pengawasan
ketenagakerjaan dilakukan
oleh pegawai pengawas
ketenagakerjaan yang
mempunyai kompetensi dan
bersifat independen guna
menjamin pelaksanaan
peraturan perundang-
undangan di bidang
ketenagakerjaan. Dinas
tenaga kerja selalu mencari
solusi. Di Dinas ini
khususnya pada bagian
pengawasan, mereka
membuka kesempatan bagi
siapa saja pekerja yang
merasa dirugikan perusahaan
untuk mengadu ke Dinas
tenaga kerja untuk kemudian
diproses dan dicarikan
solusinya. pihak dinas
dibantu oleh BPJS dan serikat
buruh untuk mengawasi
tindakan-tindakan yang dapat
membahayakan pekerja.
Dalam setiap panduan
keselamatan kerja, harus
memuat informasi tentang
detail pekerjaan yang akan
dilakukan dan resiko
kecelakaan yang mungkin
terjadi. Dijelaskan apa saja
hal yang harus dilakukan
untuk mencegah terjadinya
kecelakaan. Setiap karyawan
baru yang akan bekerja di
suatu perusahaan harus
dijelaskan tentang hal ini
sejelas-jelasnya. Dan selama
ini pembagian dalam
kebijakan K3 sudah berjalan.
3. Dimensi Disposisi pihak
dinas dibantu oleh BPJS dan
serikat buruh untuk
mengawasi tindakan-tindakan
yang dapat membahayakan
pekerja. Dalam setiap
panduan keselamatan kerja,
harus memuat informasi
tentang detail pekerjaan yang
akan dilakukan dan resiko
kecelakaan yang mungkin
terjadi. Dijelaskan apa saja
hal yang harus dilakukan
untuk mencegah terjadinya
kecelakaan. Setiap karyawan
baru yang akan bekerja di
suatu perusahaan harus
dijelaskan tentang hal ini
sejelas-jelasnya.
4. Dimensi Struktur Birokrasi
ditemukan bahwa dalam
struktur birokrasi sudah ada
18
pembagian khusus dalam
menjalankan kebijakan K3
ini. Melalui penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang
dilaksanakan dengan
konsisten dan
berkesinambungan, kejadian
yang tidak diinginkan atau
dapat menimbulkan kerugian
dapat di-cegah. Hal ini sesuai
dengan Undang-Undang No
13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, yang
menyatakan kewajiban
pengusaha melindungi tenaga
kerja dari potensi bahaya
yang dihadapi.
Berdasarkan hasil temuan
dimensi maka dapat dianalisa bahwa
ada faktor yang menghambat
Implementasi Kebijakan Sistem
Manajemen Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Di Kabupaten
Bintan Pada PT Esco yaitu :
1. Sosialisasi belum langsung di
lakukan kepada karyawan,
hanya perwakilan dari
perusahaan sehingga belum
tepat sasaran, dan banyak
karyawan yang akhirnya
tidak memahami.
2. Selama ini pengawasan yang
dilakukan belum terjadwal
dengan baik sehingga masih
banyak perusahaan termasuk
PT ESCO yang baru
menerapkan Implementasi
Kebijakan Sistem
Manajemen Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja setelah
adanya permasalahan atau
teguran dari pihak dinas.
Saran
Adapun saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Untuk Dinas Tenaga Kerja
Kabupaten Bintan adalah
memperbanyak kegiatan
sosialisasi yang rutin dalam
setahun minimal 2 kali dalam
setahun dengan para
karyawan PT yang ada di
Kabupaten Bintan, agar
pengetahuan tentang K3
dapat diberikan secara
merata, kegiatan dapat
dilakukan misalnya dengan
mengadakan sosialisais
bertemakan K3, kemudian
pengetahuan tentang K3 dan
informasi mengenai
pelaksanaan kegiatan
sertifikasi K3 di Kabupaten
Bintan.
2. Kemudian Dinas Tenaga
Kerja Kabupaten Bintan
harus ada sanksi yang tegas
yang diberikan pihak Dinas
Tenaga Kerja Kabupaten
Bintan kepada perusahaan
seperti PT ESCO yang masih
melalaikan kebijakan Sistem
Manajemen Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja hal ini
dapat dilakukan dengan
mencabut izin perusahaan
agar tidak dapat beroperasi
lagi.
3. Untuk PT. ESCO dapat
memperbaiki sistem
pengrekrutan karyawan
19
seperti salah satunya pegawai
yang dipekerjakan harus
memiliki sertifikat K3,
karena pekerja yang sudah
memiliki K3 lebih memahami
tentang resiko kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan
Publik Edisi Revisi. Jakarta:
Yayasan Pancur Siwah.
Agustino, Leo. 2010. Dasar-dasar
Kebijakan Publik. Bandung :
CV Alfabetha
Amri. Yousa. 2007. Kebijakan
Publik, Teori dan Proses.
Laboratorium Pengkajian
Penelitian dan
Pengembangan Administrasi
Negara. FISIP Universitas
Padjajaran, Bandung
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Badjuri, Abdulkahar & Yuwono,
Teguh, 2002, Kebijakan Publik
Konsep & Strategi, Undip
Press, Semarang
Bungin, Burhan. 2011. Metodologi
Penelitian Kuantitatif. Jakarta :
Kencana.
Dunn, William N. 2003. Analisis
Kebijakan Publik.
Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press
Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik
Berbasis Dynamic Analiysis.
Gava Media: Yogyakarta.
Ekowati, Mas Roro Lilik, 2005,
Perencanaan, Implementasi
dan Evaluasi Kebijakan atau
Program, Edisi Revisi, PT
Rosdakarya, Bandung.
Hariyoso, S. 2002. Pembangunan.
Birokrasi dan Kebijakan
Publik. Bandung: Peradaban
Islamy, Irfan. 2009. Prinsip- prinsip
Perumusan Kebijaksanaan
Negara. Bumi Aksara: Jakarta
Keban, Yeremias T. 2008. Enam
Dimensi Strategis Administrasi
Publik: Konsep,. Teori, Dan
Isu. Yogyakarta: Gavamedia
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi
Penelitian Kualitatif.
Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Nugroho, Riant D. 2012. Kebijakan
Publik Formulasi Implementasi
dan Evaluasi. Jakarta : PT.Elex
Media Komputindo
Pasolong, Harbani. 2010. Teori
Administrasi Publik.
Bandung: Alfabeta
Parsons, Wayne. 2005. Public
Policy: Pengantar Teori dan
Praktik Analisis Kebijakan.
Prenada Media: Jakarta.
Putra, Fadillah. 2003. Paradigma
Kritis dalam Studi Kebijakan
Publik. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Purwanto, Irwan Agus dan Dyah
Ratih Sulistyastuti. 2012.
Implementasi Kebijakan
Publik: Konsep dan
Aplikasinya di
Indonesia.Gava Media,
Yokyakarta
20
Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan
Publik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Administrasi. Bandung:
Alfabeta
Sumaryadi, I Nyoman. 2005.
Efektivitas Implementasi
Kebijkan Otonomi Daerah.
Jakarta : Citra Utama
Syafiie, Inu Kencana. 2006. Sistem
Administrasi publik Republik
Indonesia (SANKRI). Jakarta :
PT Bumi Aksara
Syafarudin. 2008. Efectivitas
Kebijakan Pendidikan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003.
Implementasi Kebijakan
Publik. Yogyakarta: Lukman.
Tarwiyah Tuti. 2005. Kebijakan
pendidikan Era 0tonomi
Daerah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Wahab, Solichin Abdul. 2002.
Analisis Kebijaksanaan: dari
Formula ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara.
Jakarta: Bumi Aksara.
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan
Publik, Teori dan Proses.
Jakarta: PT. Buku Kita.
Perundang-Undangan :
Undang-undang nomor 23 tahun
1992 Tentang Kesehatan Kerja
Undang-undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
Peraturan Pemerintah Nomor 50
tahun 2012 tentang Sistem
Manajemen Keselematan dan
kesehatan tenaga kerja
Dokumen :
Laporan Akuntabilitas Kinerja
Pemerintah Kabupaten Bintan 2014
Sumber lain :
Sumber : http://batamtoday.com
terbit Selasa, 14-06-2016)
Jurnal :
Pangkey, Febyana (2012) tentang
Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja
(SMK3) Pada Proyek
Konstruksi Di Indonesia
(Studi Kasus: Pembangunan
Jembatan Dr. Ir. Soekarno-
Manado). Jurnal Ilmiah
MEDIA ENGINEERING
Vol. 2, No. 2, Juli 2012 ISSN
2087-9334 (100-113)
Salafudin, Muhammad, Henry
Ananta, Subiyanto (2013)
tentang Implementasi Sistem
Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di PT PLN
(Persero) Area Pengatur
Distribusi Jawa Tengah &
D.I.Yogyakarta dalam Upaya
Peningkatan Mutu dan
Produktivitas Kerja
Karyawan. Jurnal Teknik
Elektro Vol. 5 No. 1 Januari -
Juni 2013
Muhammad Salafudin, Henry
Ananta, Subiyanto (2013)
tentang Implementasi Sistem
Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di PT PLN
(Persero) Area Pengatur
Distribusi Jawa Tengah &
D.I.Yogyakarta dalam Upaya
Peningkatan Mutu dan
Produktivitas Kerja
Karyawan. Jurnal Teknik
Sipil Vol. 1 No. 4 September
2012
Zulyanti, Noer Rafikah. 2013.
Komitmen Kebijakan
Keselamatan Dan Kesehatan
21
Kerja (K3) Sebagai Upaya
Perlindungan Terhadap
Tenaga Kerja (Sudi pada
Mitra Produksi Sigaret
(MPS) KUD Tani Mulyo
Lamongan). DIA, Jurnal
Administrasi Publik
Desember 2013, Vol. 11, No.
2, Hal. 264 – 275
Haryani, Nur (2014) tentang Sistem
Manajemen Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja
(SMK3) Di PT. PERTAMINA
(PERSERO) Unit Pemasaran
II Terminal Bahan Bakar
Minyak (TBBM) Jambi. S1
Ilmu Administrasi Negara,
FIS, UNESA
id)