21
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini mengambil kerangka pemikiran teoritis dari berbagai penelusuran teori-teori yang relevan dengan permasalahn penelitian. Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini antara lain: 3.1.1. Konsumen Konsumen merupakan individu atau kelompok yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang dan jasa untuk kebutuhan pribadi atau kelompoknya (Kotler 2005). Istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen, yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi (Sumarwan 2004). Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan oleh diri sendiri atau yang akan digunakan bersama oleh anggota keluarga. Selain untuk digunakan sendiri, konsumen individu juga mungkin membeli barang dan jasa untuk hadiah (untuk diberikan) kepada teman, saudara, atau orang lain. Dalam konteks barang dan jasa yang dibeli kemudian langsung digunakan oleh individu dan sering disebut sebagai pemakai akhir atau konsumen akhir. Konsumen akhir memiliki keragaman yang meliputi seluruh individu dari berbagai usia, latar belakang budaya, pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi lainnya. Selain konsumen individu, jenis kedua adalah konsumen organisasi yang meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya. Semua jenis organisasi ini harus membeli produk peralatan dan jasa-jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya. Konsumen individu dan konsumen organisasi memberikan sumbangan yang penting bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Namun, yang secara langsung mempengaruhi kemajuan dan kemunduran perusahaan adalah konsumen individu. Konsumen individu adalah tulang punggung perekonomian nasional, sebagian besar pabrik dan perusahaan serta sektor pertanian menghasilkan produk dan jasa untuk digunakan oleh konsumen akhir.

III KERANGKA PEMIKIRAN - repository.ipb.ac.id · kelompoknya (Kotler 2005). Istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen, yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi

Embed Size (px)

Citation preview

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Penelitian ini mengambil kerangka pemikiran teoritis dari berbagai

penelusuran teori-teori yang relevan dengan permasalahn penelitian. Kerangka

pemikiran teoritis penelitian ini antara lain:

3.1.1. Konsumen

Konsumen merupakan individu atau kelompok yang berusaha untuk

memenuhi atau mendapatkan barang dan jasa untuk kebutuhan pribadi atau

kelompoknya (Kotler 2005). Istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis

konsumen, yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi (Sumarwan 2004).

Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan oleh diri sendiri

atau yang akan digunakan bersama oleh anggota keluarga. Selain untuk digunakan

sendiri, konsumen individu juga mungkin membeli barang dan jasa untuk hadiah

(untuk diberikan) kepada teman, saudara, atau orang lain. Dalam konteks barang

dan jasa yang dibeli kemudian langsung digunakan oleh individu dan sering

disebut sebagai pemakai akhir atau konsumen akhir. Konsumen akhir memiliki

keragaman yang meliputi seluruh individu dari berbagai usia, latar belakang

budaya, pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi lainnya.

Selain konsumen individu, jenis kedua adalah konsumen organisasi yang

meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan

lembaga lainnya. Semua jenis organisasi ini harus membeli produk peralatan dan

jasa-jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya. Konsumen

individu dan konsumen organisasi memberikan sumbangan yang penting bagi

perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Namun, yang secara langsung

mempengaruhi kemajuan dan kemunduran perusahaan adalah konsumen individu.

Konsumen individu adalah tulang punggung perekonomian nasional, sebagian

besar pabrik dan perusahaan serta sektor pertanian menghasilkan produk dan jasa

untuk digunakan oleh konsumen akhir.

18

3.1.2. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen memiliki banyak definisi dari para ahli, akan tetapi

memiliki dasar yang sama. Perbedaan definisi yang ada hanya berbeda pada cara

perumusannya. Menurut AMA (American Marketing Association), dalam

Supranto dan Linakrisna (2007) perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis

antara kognisi, afeksi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan

kegiatan pertukaran dalam hidup mereka.

Menurut Engel et al (1995), perilaku konsumen merupakan tindakan yang

langsung terlibat dalam mendapatkan, menggunakan (memakai, mengonsumsi),

dan menghabiskan produk (barang dan jasa) termasuk proses yang mendahului

dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen dipengaruhi dan dibentuk oleh

pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis. Pengaruh

lingkungan meliputi budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, atau situasi.

Perbedaan individu meliputi sumberdaya konsumen, motivasi, ketelibatan,

pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Sedangkan proses

psikologis antara lain mencakup pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan

sikap, dan perilaku. Ketiga faktor tersebut memiliki hubungan yang sama pada

proses keputusan konsumen dan implikasinya pada strategi pemasaran.

Rangkuti (2006) membedakan perilaku konsumen berdasarkan tiga jenis

definisi, yaitu :

a. Perilaku konsumen adalah dinamis, menekankan bahwa seorang konsumen,

kelompok konsumen, serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak

sepanjang waktu. Dalam hal strategi pemasaran, sifat dinamis konsumen

menyiratkan bahwa pemasar tidak boleh berharap pada satu strategi

pemasaran yang sama, dapat memberikan hasil yang sama pula sepanjang

waktu dan di pasar serta industri yang sama.

b. Perilaku konsumen melibatkan interaksi, menekankan bahwa untuk

mengembangkan strategi pemasaran yang tepat, pemasar harus memahami

yang dipikirkan (kognisi), dirasakan (pengaruh atau afeksi), dan dilakukan

(perilaku) oleh konsumen. Selain itu, perlu dipahami juga apa dan dimana

peristiwa (kejadian sekitar) yang dipengaruhi oleh pikiran, perasaan, dan

tindakan konsumen.

19

c. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, menekankan bahwa konsumen

tetap konsisten dengan definisi pemasaran sejauh ini juga berkaitan dengan

pertukaran.

Menurut Schiffman dan Kanuk, diacu dalam Sumarwan (2004), perilaku

konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam

mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan

jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku

konsumen terdiri dari semua tindakan konsumen untuk memperoleh,

menggunakan, dan membuang barang atau jasa. Sebelum bertindak, seseorang

seringkali mengembangkan keinginan berperilaku yaitu keinginan konsumen

untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang, dan

menggunakan produk atau jasa, berdasarkan kemungkinan tindakan yang akan

dilakukan.

Dari beberapa definisi yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa

perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang

mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli,

menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan kegiatan

evaluasi. Studi perilaku konsumen adalah suatu studi mengenai bagaimana

seorang individu membuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya yang

tersedia seperti waktu, uang, usaha, dan energi. Para pemasar wajib memahami

perilaku konsumen agar mereka mampu memasarkan produknya dengan baik.

Semua keputusan pemasaran dan peraturan-peraturan mengenai produksi dan

penjualan produk didasarkan pada asumsi tentang perilaku konsumen. Dengan

para pemasar memahami sebab dan cara konsumen mengambil keputusan

konsumsi, pemasar dapat merancang strategi pemasaran dengan lebih baik agar

konsumen mau memilih produk tertentu dan merek tertentu yang ditawarkan

pemasar tersebut.

3.1.3. Karakteristik Konsumen

Konsumen memiliki karakteristik yang dapat mempengaruhi perilaku

dalam proses pembelian. Karakteristik konsumen berguna untuk mengetahui

sebuah segmentasi pasar. Karakteristik konsumen terdiri dari pengetahuan dan

20

pengalaman konsumen, kepribadian konsumen dan karakter demografi konsumen

(Sumarwan 2004). Karakteristik demografi dapat dilihat dari faktor-faktor seperti

usia, jenis kelamin, status perkawinan, penghasilan, pekerjaan, dan pendidikan.

Karakteristik demografi berkaitan dengan konsep subbudaya yang membagi

masyarakat ke dalam kelompok-kelompok. Demografis membantu menemukan

pasar target atau pasar sasaran bagi perusahaan. Pengetahuan akan berbagai

variabel tersebut akan sangat membantu perusahaan dalam memaksimumkan daya

tariknya melalui produk dan bauran pelayanannya.

Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak

mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena ia

sudah merasa cukup dengan pengetahuiannya untuk mengambil keputusan.

Konsumen yang mempunyai kepribadian sebagai seorang yang senang mencari

informasi (information seeker) akan meluangkan waktu untuk mencari informasi

lebih banyak. Pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi yang penting,

karena konsumen yang berpendidikan tinggi cenderung mencari informasi yang

banyak mengenai suatu produk sebelum ia memutuskan untuk membelinya.

Selain pendidikan, usia dan pendapatan juga merupakan karakteristik penting

yang harus dipahami oleh pemasar. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa semua

penduduk berapapun usianya adalah konsumen. Perbedaan usia akan

mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Pemasar harus

mengetahui komposisi dan distribusi produknya secara jelas jika menjadikan usia

sebagai dasar dari segmentasi produk.

Pendapatan merupakan imbalan yang diterima seseorang dari pekerjaan

yang dilakukannya. jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli

konsumen. Besar kecilnya pendapatan yang diterima konsumen dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan dan pekerjaannya dan akan mempengaruhi besar kecilnya daya

beli konsumen. Daya beli menjadi indikator penting bagi pemasar dalam

memperkirakan jumlah produk yang bisa dibeli oleh konsumen.

3.1.4. Karakteristik Produk

Kualitas produk adalah evaluasi menyeluruh konsumen atas kebaikan

kinerja barang atau jasa (Sunarto 2006). Konsumen akan memiliki harapan

21

mengenai bagaimana produk tersebut seharusnya berfungsi (performance

expectation). Harapan tersebut adalah standar kualitas yang akan dibandingkan

dengan fungsi atau kualitas produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen.

Dalam mengevaluasi kualitas suatu produk atau jasa, konsumen akan menilai

berbagai atribut seperti yang terdapat dalam dimensi kualitas pelayanan dan

dimensi kualitas produk. Daging ayam segar yang merupakan produk utama

Prima Fresh Mart (PFM) jual merupakan produk yang banyak dijual di pasar

tradisional dan pasar modern atau retail dengan mengandalkan sistem distribusi

dan tidak menyertai jasa secara langsung. Hal ini membuat dimensi kualitas

produk lebih berperan dibandingkan dimensi kualitas pelayanan. Dimensi

kualitas barang Gasperz diacu dalam Umar (2005) terdiri atas:

1. Performance, yaitu aspek fungsional yang terdapat pada produk dan

menjadi karakteristik utama pelanggan dalam membeli barang.

2. Features, berkaitan dengan aspek performansi yang mendukung fungsi

dasar dari suatu produk dan berkaitan dengan pilihan produk dan

pengembangannya.

3. Reliability, yaitu konsistensi kinerja produk. Hal ini berkaitan dengan

probabilitas suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali

digunakan dalam periode waktu dan kondisi tertentu.

4. Conformance, yaitu tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah

ditetapkan sebelumnya berdasarka keinginan pelanggan.

5. Durability, suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau

masa pakai barang.

6. Serviceability, berkaitan dengan kecepatan, kompetensi, kemudahan, dan

akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.

7. Aesthetics, karakteristik yang bersifat subjektif tentang nilai-nilai estetika

yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi

individual.

8. Perceived quality, merupakan citra dan reputasi barang serta tanggung

jawab perusahaan terhadap barang tersebut.

Menurut Mowen dan Minor (1998), selain dimensi kualitas barang,

dimensi kualitas jasa juga penting untuk diperhatikan. Kualitas jasa

22

menggambarkan sejauh mana jasa dapat memenuhi spesifikasi-spesifikasi

berdasarkan perspektif konsumen. Dimensi kualitas jasa terdiri atas:

1. Bukti Fisik (Tangibles), dimensi ini mencakup penampilan fisik fasilitas,

peralatan atau perlengkapan, serta penampilan pekerja.

2. Keandalan (Reliability), dimensi ini menunjukkan kemampuan perusahaan

untuk memberikan pelayanan secara akurat dan handal, dapat dipercaya dan

bertanggung jawab atas apa yang dijanjikan, tidak pernah memberikan janji

yang berlebihan, serta selalu memenuhi janjinya. Dimensi ini dapat juga

diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang

akuran sejak pertama kali dilakukan kesepakatan terhadap jasa tanpa

membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan

waktu yang telah disepakati. Dimensi ini secara umum menggambarkan

konsistensi dan keandalan.

3. Daya Tanggap (Responsiveness), dimensi ini mencakup keinginan untuk

membantu pelanggan, memberikan tanggapan, menginformasikan kapan

jasa akan diberikan, serta pelayanan yang cepat dan tepat. Dimensi ini

merefleksikan komitmen perusahaan untuk memberikan pelayanan yang

tepat pada waktunya, dan berkaitan dengan keinginan serta kesiapan

karyawan untuk melayani pelanggan.

4. Jaminan (Assurance), dimensi ini meliputi pengetahuan dan kesopanan

pekerja serta kemampuannya untuk memberikan kepercayaan kepada

pelanggan. Dimensi ini merefleksikan kompetensi perusahaan yang

berkaitan dengan pengetahuan serta keterampilan dalam memberikan jasa,

keramahan kepada pelanggan, dan keamanan operasinya.

5. Empati (Emphaty), pada dimensi ini perusahaan memahami masalah

pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan

perhatian para personal kepada para pelanggannya, serta memberikan

perhatian para personal kepada para pelanggannya dan memiliki jam operasi

yang nyaman. Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan

kepada setiap pelanggan. Dimensi ini juga merefleksikan kemampuan

pekerja dalam menyelami perasaan sebagaimana jika pekerja tersebut

mengalaminya.

23

3.1.5. Ritel

Ritel (retail) secara harfiah berarti eceran atau perdagangan eceran,

sedangkan peritel (retailer) adalah pengecer atau pengusaha perdagangan eceran.

Menurut kamus, kata retail diartikan sebagai selling of goods and services to

publics, atau penjualan barang atau jasa kepada khalayak (Manser diacu dalam

Sujana 2005). Kotler (2005) mendefinisikan usaha eceran (retailing) adalah

kegiatan yang terlibat dalam penjualan jasa secara langsung kepada konsumen

akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Sedangkan pengecer (retailer)

adalah lembaga pemasaran yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir

atau usaha bisnis yang volume penjualannya terutama berasal dari penjualan

eceran. Organisasi apapun yang menjual produk kepada konsumen akhir baik itu

produsen, grosir, atau pengecer dikatakan melakukan usaha eceran.

3.1.5.1. Sejarah Ritel di Indonesia

Dalam memperoleh produk atau jasa konsumen tidak langsung

mendapatkan apa yang mereka butuhkan, antara produsen dan konsumen terdapat

sekelompok perantara pemasaran. Fungsi pemasaran tersebut pada dasarnya

adalah untuk menyalurkan produk-produk dari produsen ke dalam pasar. Salah

satu bentuk perantara pemasaran yang berhubungan langsung dengan konsumen

adalah pedagang eceran (retailer). Bisnis ritel ini sangat membantu produsen

dalam memasarkan produk-produk yang berjumlah besar untuk memenuhi

permintaan pasar. Ritel merupakan bagian dari saluran distribusi dari suatu sistem

pemasaran.

Evolusi perkembangan format ritel di Indonesia berkembang dalam siklus

10 tahunan yang dapat dibagi atas beberapa tahap. Menurut Muharam (2001),

evolusi format ritel di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Sebelum 1960-an. Era perkembangan ritel tradisional berupa retailer atau

pedagang-pedagang independen.

2. Tahun 1960-an. Era perkenalan ritel modern dengan format Department

Store (Mass Merchandiser) yaitu dibukanya gerai ritel pertama Sarinah di

Jl. MH Thamrin.

24

3. Tahun 1970-1980-an. Era perkembangan ritel modern dengan format

Supermarket dan Department Store yaitu berkembangnya retailer modern

(Mass Merchandiser dan Grocery) seperti Matahari, Hero, Golden Truly,

Pasar Raya, dan Ramayana.

4. Tahun 1990-an. Era perkembangan Convenience Store (C-Store), High

Class Department Store, Branded Boutique (High Fashion), dan Cash and

Carry. Perkembangan High Class Department Store dan High Fashion

Outlet, yaitu masuknya SOGO, Metro, Seibu, Yaohan, Mark & Spencer,

dan berbagai outlet high fashion lainnya. Perkembangan format Cash and

Carry yaitu berdirinya Makro (Latte Mart), diikuti oleh retailer lokal

dengan format serupa misalnya GORO, Indogrosir, dan Alfa.

5. Tahun 2000-2010. Era perkembangan Hypermarket, Factory Outlet,

Category Killer, dan perkenalan dengan e-retailing. Era Hypermarket

ditandai dengan berdirinya Continent Hypermarket dan paserba Carrefour di

tahun 1998. Pada tahun 2002 dibuka Hypermarket Giant, dan beberapa gerai

hypermarket lainnya. Adanya kebutuhan barang bagus/bermerek dengan

“harga miring” akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan mendorong

perkembangan Category Killer dan Factory Outlet.

6. Tahun 2010-2020. Era perkembangan Hard Discounter Store dan Catalog

Services diprediksi akan segera muncul. Persaingan harga yang semakin

sengit akan mengarahkan retailer mencari alternatif format ritel yang lebih

efisien. Sehingga pada masa ini akan menjamur format Hard Discounter

akan menggantikan format Hypermarket. Format ini menawarkan produk

sejenis dengan harga 15-30 persen lebih murah dibandingkan format ritel

lainnya. Selain itu untuk barang-barang tahan lama misalnya pakaian,

appliances, dan elektronik, akan berkembang melalui format catalog

services. Format ini memungkinkan retailer untuk menjual dengan harga

lebih murah karena tidak mengeluarkan biaya investasi dan operasional toko

secara fisik.

7. Setelah tahun 2020. Era perkembangan e-retailing dan toko spesialisasi

diprediksikan akan menggantikan Hard Discounter Store dan Catalog

Services. Tingkat kepemilikan komputer dan akses internet akan semakin

25

merata di Indonesia, sehingga mendorong ke arah perkembangan e-retailing

yang sesungguhnya. Pemesanan dan pembayaran produk dilakukan melalui

internet, bahkan pada masa tersebut kita dapat menggunakan handphone-

PDA atau handheld terminal yang disediakan retailer untuk melakukan

pembelian produk saat berkunjung ke supermarket.

3.1.5.2. Klasifikasi Ritel

Organisasi-organisasi ritel memiliki banyak ragam dan bentuk-bentuk baru

terus bermunculan. Klasifikasi ritel menurut Kotler (2005) adalah:

A. Pengecer Toko (Store Retailing)

Saat ini konsumen dapat berbelanja barang dan jasa di berbagai jenis toko.

Toko eceran dibagi menjadi delapan, yaitu:

1. Toko Khusus (Specialty Store). Menjual lini produk yang sempit

dengan ragam yang lebih banyak dalam lini tersebut misalnya toko

mainan, toko alat-alat olahraga, toko bunga, dan lain-lain.

2. Toko Serba Ada (Department Store). Menjual beberapa lini produk,

khususnya makanan, pakaian, perlengkapan rumah, dan barang

kebutuhan rumah tangga, dimana setiap lini produk dioperasikan

sebagai suatu departemen yang terpisah dan dikelola oleh pembeli

spesialis atau pedagang khusus.

3. Pasar Swalayan (Supermarket). Pasar swalayan adalah operasi yang

relatif besar, memiliki biaya yang rendah, margin yang rendah,

volume tinggi, bersifat swalayan yang dirancang untuk melayani

kebutuhan total konsumen seperti makanan, pakaian, dan produk-

produk perlengkapan rumah tangga.

4. Toko Kebutuhan Sehari-hari (Convinience Store). Toko yang

sering disebut sebagai toko kelontong ini merupakan toko yang relatif

kecil dan terletak di daerah pemukiman, menjual lini produk yang

terbatas untuk kebutuhan sehari-hari dan mempunyai perputaran yang

tinggi.

5. Toko Diskon (Discount Store). Menjual barang-barang standar

dengan harga yang lebih rendah karena menerima margin yang lebih

26

rendah dan menjual dengan volume yang tinggi. Toko diskon

sebenarnya secara teratur menjual barang dengan harga yang lebih

rendah, menawarkan kebanyakan merek nasional dan bukan barang

inferior.

6. Pengecer Potongan Harga (Off-price Retailer). Pengecer potongan

harga membeli pada harga yang lebih rendah dari harga grosir dan

menetapkan harga pada konsumen lebih rendah dari harga eceran. Ada

tiga jenis utama pengecer potongan harga yaitu toko pabrik (factory

outlet), pengecer potongan harga independen (independent off-price

retailers), dan klub gudang atau grosir (warehouse/wholesale club).

7. Toko Super (Superstore). Toko super merupakan toko yang lebih

besar daripada pasar swalayan yang rata-rata memiliki ruang jual 3252

meter persegi dan bertujuan memenuhi semua kebutuhan konsumen

untuk produk makanan yang dibeli rutin maupun bukan makanan.

Biasanya menawarkan pelayanan seperti binatu, perbaikan sepatu, dan

lain-lain. Variasi toko super adalah toko kombinasi (combination

store) dan pasar hiper (hypermarket).

8. Ruang Pamer Katalog (Catalog Show Rooms). Ruang pamer

katalog menerapkan prinsip-prinsip pemotongan harga dan katalog

(produk bermerek, mudah dijual, dan memiliki margin yang tinggi)

meliputi perhiasan, alat-alat listrik, kamera, peralatan olahraga, dan

lain-lain.

B. Pengecer Eceran Bukan Toko

Sebagian besar barang dan jasa memang dijual melalui toko, akan tetapi

penjualan eceran bukan toko telah berkembang lebih pesat dibandingkan

penjualan eceran melalui toko. Penjualan tanpa toko terbagi menjadi empat

kategori yaitu, penjualan langsung, pemasaran langsung, penjajaan otomatis, dan

jasa pembelian. Beberapa pengamat meramalkan bahwa sepertiga dari penjualan

eceran barang umum akan dilakukan melalui saluran bukan toko, seperti belanja

lewat pos, belanja lewat TV, dan belanja melalui internet.

27

C. Organisasi Eceran

Toko eceran yang dimiliki secara independen, semakin banyak yang

berada dalam bentuk penjualan eceran korporasi (corporate retailing). Organisasi-

organisasi eceran mencapai skala ekonomis yang besar, seperti daya beli yang

lebih besar, pengakuan merek yang lebih luas, dan pegawai yang lebih terlatih.

Jenis-jenis utama penjualan eceran korporat adalah jaringan sukarela, koperasi

pengecer, koperasi konsumen, organisasi waralaba, dan konglomerat

perdagangan.

3.1.6. Kepuasan Konsumen

Di dalam suatu proses keputusan, konsumen tidak akan berhenti sampai

proses konsumsi saja. Konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap

konsumsi yang telah dilakukannya. Hasil dari proses evaluasi pasca konsumsi

adalah konsumen puas atau tidak puas terhadap konsumsi produk atau merek yang

telah dilakukan. Kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari

perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang

sesungguhnya diperoleh oleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut

(Sumarwan 2004).

Menurut Irawan (2007), kepuasan atau satisfaction adalah kata dari bahasa

latin yaitu sati yang berarti enough atau cukup dan facere yang berarti to do atau

melakukan, jadi produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah produk atau jasa

yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen sampai pada

tingkat cukup. Engel, et al. (1995) mendefinisikan kepuasan sebagai evaluasi

pasca konsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau

melebihi harapan. Kepuasan akan mendorong konsumen membeli dan

mengkonsumsi ulang produk tersebut. Sebaliknya, perasaan yang tidak puas akan

menyebabkan konsumen kecewa dan menghentikan pembelian kembali dan

konsumsi produk tersebut. Kepuasan konsumen penting bagi perusahaan agar

pelanggannya tetap setia pada produk yang diciptakan dantidak berpaling ke

produk lain.

Teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan

konsumen terbentuk adalah The Expectancy Disconfirmation Model. Teori ini

28

mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan

dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan

yang sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut. Ketika

konsumen membeli suatu produk, maka ia memiliki harapan tentang bagaimana

produk tersebut berfungsi (product performance). Menurut Rangkuti (2006), teori

The Expectancy Disconfirmation Model dapat dirangkum pada bagan Gambar 1.

Kotler (2005) menyatakan ada empat perangkat yang digunakan untuk

melacak dan mengukur kepuasan pelanggan yaitu sistem keluhan dan saran,

survei kepuasan pelanggan, belanja siluman, dan analisis pelanggan yang hilang.

a. Sistem Keluhan dan Saran

Perusahaan yang berpusat pada pelanggan mempermudah para

pelanggannya untuk memberikan kritik dan saran. Cara yang digunakan masing-

masing perusahaan berbeda seperti perusahaan memberikan layanan telepon bebas

pulsa hot lines maupun menggunakan situs web dan e-mail untuk komunikasi dua

arah yang cepat.

b. Survei Kepuasan Pelanggan

Perusahaan yang responsif akan mengukur kepuasan pelanggan secara

langsung dengan melakukan survei secara berkala dengan cara bertanya secara

langsung atau mengirim daftar pertanyaan ke pelanggan yang digunakan sebagai

sampel. Selain mengumpulkan informasi mengenai kepuasan pelanggan, survei

ini juga berguna untuk mengajukan pertanyaan tambahan mengenai keinginan

pelanggan untuk membeli ulang. Survei kepuasan pelanggan juga berfungsi untuk

Sumber : Rangkuti, 2006

Tujuan Perusahaan

Tingkat Kepuasan Pelanggan

Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan

Harapan Pelanggan

terhadap Produk

Produk

Nilai Produk bagi

Pelanggan

Gambar 1. Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan

29

mengukur kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk atau merek

perusahaan kepada orang lain.

c. Belanja Siluman

Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan sebagai pembeli guna

melaporkan titik kuat dan titik lemah yang sering dialami sewaktu membeli

produk perusahaan dan pesaingnya. Para pembelanja siluman juga dapat

menyampaikan masalah tertentu untuk menguji apakah staf penjualan perusahaan

mengatasi situasi tersebut dengan baik.

d. Analisis Pelanggan yang Hilang

Perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau

berganti pemasok untuk mempelajari alasan mereka pindah atau berhenti. Bukan

saja penting untuk melakukan wawancara keluar ketika pelanggan sudah berhenti

membeli, tetapi juga harus memperhatikan tingkat kehilangan pelanggan. Jika

tingkat kehilangan pelanggan meningkat, menunjukkan bahwa perusahaan gagal

memuaskan pelanggannya.

Menurut Rangkuti (2006), kepuasan pelanggan dapat diukur dengan cara

berikut :

1. Traditional Approach

Berdasarkan pendekatan ini konsumen diminta memberikan penilaian atas

masing-masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati. Pada umumnya,

pendekatan ini menggunakan skala Likert, yaitu dengan cara memberikan rating

dari 1 (sangat tidak puas) sampai 5 (sangat puas sekali). Kemudian, konsumen

diminta untuk memberikan penilaian atas produk atau jasa tersebut secara

keseluruhan. Pengukuran kepuasan dalam penelitian ini menggunakan skala

Likert. Skala Likert merupakan salah satu varian pendekatan semantic differential.

Skala Likert merupakan skala yang dapat menunjukkan tanggapan kosumen

terhadap suatu produk.

2. Analisis deskriptif

Analisis kepuasan pelanggan seringkali hanya sampai mengetahui

pelanggan tersebut puas atau tidak dengan menggunakan analisis statistik secara

deskriptif, seperti penghitungan rata-rata, nilai distribusi serta standar deviasi.

Analisis kepuasan pelanggan sebaiknya dilanjutkan dengan cara membandingkan

30

hasil kepuasan tahun lalu dengan hasil tahun ini sehingga kecenderungan

perkembangannya dapat ditentukan. Analisis deskriptif dalam penelitian ini

digunakan untuk menunjukkan karakteristik dan informasi mengenai perilaku

konsumen.

3. Pendekatan secara terstruktur

Pendekatan ini seringkali digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan.

Salah satu teknik yang paling terkenal adalah semantic differential dengan

menggunakan prosedur scalling. Caranya adalah responden diminta untuk

memberikan penilaiannya terhadap suatu produk atau fasilitas. Penilaian ini juga

dapat dilakukan dengan membandingkan suatu produk atau fasilitas lainnya

dengan syarat variabel yang diukur sama. Salah satu bentuk pendekatan secara

terstruktur adalah analisis Importance Performance Matrix. Matriks ini terdiri dari

empat kuadran yaitu kuadran pertama terletak di sebelah kiri atas, kuadran kedua

di sebelah kanan atas, kuadran ketiga di sebelah kiri bawah, dan kuadaran

keempat di sebalah kanan bawah.

3.1.7. Loyalitas Konsumen

Menurut Griffin (2005), loyalitas konsumen adalah komitmen yang kuat

dari konsumen sehingga bersedia melakukan pembelian ulang terhadap produk

dan atau jasa yang disukai secara konsisten dalam jangka panjang. Imbalan dari

loyalitas bersifat jangka panjang dan kumulatif. Semakin lama loyalitas seorang

pelanggan, semakin besar laba yang dapat diperoleh perusahaan dari satu

pelanggan ini. Jadi, loyalitas konsumen merupakan suatu sikap yang dapat

membuat konsumen melakukan pembelian kembali secara konsisten terhadap

produk perusahaan tertentu. Dalam konteks loyalitas konsumen, fokus perusahaan

bukanlah menarik pelanggan baru tetapi memperoleh kesetiaan dari pelanggan

yang sudah ada.

Loyalitas yang meningkat dapat menghemat biaya perusahaan sedikitnya

di enam bidang yaitu biaya pemasaran menjadi berkurang, biaya transaksi menjadi

lebih rendah, biaya perputara pelanggan jadi berkurang, keberhasilan cross-selling

menjadi meningkat, menyebabkan pangsa pelanggan menjadi lebih besar. Selain

31

itu, pemberitaan dari mulut ke mulut menjadi lebih positif dengan asumsi para

pelangga yang loyal juga merasa puas, dan biaya kegagalan menjadi menurun.

Konsumen yang loyal merupakan asset tak ternilai bagi perusahaan.

Karakteristik dari konsumen loyal menurut Griffin :

1. Melakukan pembelian secara teratur pada merek produk yang sama.

2. Membeli di luar lini produk dan atau jasa.

3. Mereferensikan produk atau jasa ke orang lain.

4. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing.

Durianto et al. (2004) menyatakan bahwa loyalitas merupakan hasil

akumulasi pengalaman penggunaan produk. Terdapat lima tingkatan loyalitas

merek yaitu, swticher/price buyer, habitual buyer, satisfied buyer, liking the

brand, dan commited buyer. Loyalitas merek dapat memberikan nilai kepada

perusahaan berupa:

1. Mengurangi biaya pemasaran. Biaya pemasaran untuk mempertahankan

konsumen lebih murah dibandingkan untuk mendapatkan konsumen baru.

2. Meningkatkan perdagangan. Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek

akan meningkatkan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara

pemasaran.

3. Menarik konsumen baru. Perasaan puas dan suka terhadap suatu merek

akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon konsumen untuk

mengkonsumsi merek tersebut dan biasanya akan

merekomendasikan/mempromosikan merek yang dia pakai kepada orang

lain, sehingga kemungkinan dapat menarik konsumen baru.

4. Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan. Bila pesaing

mengembangkan produk yang lebih unggul, konsumen yang loyal akan

memberikan waktu bagi perusahaan untuk merespon pesaing dengan

memperbarui produknya.

3.1.8. Dimensi Kualitas Pelayanan (SERVQUAL Dimension)

Pelayanan yang sangat baik akan menciptakan konsumen yang sebenarnya

(true consumer), konsumen yang senang dan puas dengan perusahaan yang

dipilihnya setelah mendapat pengalaman pelayanan, konsumen yang akan

32

berkunjung kembali dan menceritakan hal-hal yang baik mengenai perusahaan

tersebut (Zeithaml et al. 1990). Namun menilai kualitas pelayanan atau jasa

merupakan hal yang cukup sulit dibandingkan menilai kualiatas pelayanan dari

produk barang. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan karakteristik yang jelas dari

jasa yang bersifat tidak berwujud, berubah-ubah, tidak tahan lama, dan jasa

diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Faktanya kualitas aktual

dari pelayanan dapat berubah-ubah dari baik hari ke hari, karyawan ke karyawan,

maupun dari konsumen ke konsumen.

Zeithaml et al. (1990) melakukan suatu studi berupa penelitian untuk

mengembangkan konsep yang komprehensif dalam memahami dan meningkatkan

kualitas pelayanan atau jasa. Studi yang dilakukannya yaitu dengan

mewawancarai 12 orang konsumen dengan setiap tiga konsumen mewakili sektor

jasa yang berbeda. Melalui wawancara tersebut dapat diketahui bahwa banyak

pandangan konsumen mengenai kualitas pelayanan. Mereka membicarakan

banyak hal, mengenai harapan, prioritas, dan pengalaman mereka. Beberapa puas

dengan pelayanannya, sedangkan lainnya puas dengan karyawan yang

memberikan pelayanan. Para konsumen tersebut sepakat bahwa kunci yang

memastikan baiknya kualitas pelayanan adalah selama pelayanan itu dapat

memenuhi atau melebihi apa yang mereka harapkan dari produk jasa.

Skala kualitas pelayanan dibuat untuk mengukur perbedaan antara harapan

konsumen dari jasa dan persepsi mereka dari pelayanan aktual yang diberikan,

didasari oleh lima dimensi berikut ini: (1) tangibles, (2) reliability, (3)

responsiveness, (4) assurance, dan (5) emphaty. Dimensi-dimensi tersebut dibagi

ke dalam dua kelompok yaitu, dimensi hasil (yang berfokus pada reliability dari

pelayanan) dan dimensi proses (yang berfokus pada responsiveness, assurance,

dan emphaty dalam melayani konsumen), dan aspek tangible dari pelayanan atau

jasa. Penjelasan dari dimensi-dimensi tersebut adalah sebagai berikut (Zeithaml et

al. 1990):

1. Tangibles, yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, karyawan, dan

peralatan komunikasi.

2. Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai

dengan janji yang ditawarkan.

33

3. Responsiveness, yaitu kemauan karyawan dalam membantu pelanggan dan

memberikan pelayan yang cepat.

4. Assurance, yaitu pengetahuan dan kesopansantunan dari karyawan serta

kemampuan mereka untuk memberikan kepercayaan atau keamanan.

5. Emphaty, yaitu kepedulian dan perhatian secara individual yang diberikan

perusahaan kepada konsumen.

Suatu pelayanan dapat diterima oleh konsumen dikarenakan adanya

pengaruh internal dan eksternal konsumen serta atribut dari setiap dimensi

kualitas pelayanan. Proses dan hubungan dimensi kualiatas pelayanan sampai

diterimanya kualitas pelayan tersebut dapat diilustrasikan pada Gambar 2.

3.1.8. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif meliputi upaya penelusuran dan pengungkapan

informasi yang relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam

bentuk yang lebih ringkas, sederhana, dan tentunya lebih informatif yang pada

akhirnya akan mengarahkan pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran.

Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan

karakteristik konsumen umum yang terdiri dari aspek demografi dan karakteristik

Sumber: Zeithaml et al. (1990)

Dimensi Kualitas

Pelayanan:

Tangibles

Reliability

Responsiveness

Competence

Courtesy

Credibility

Access

Communication

Understanding

the Customer

Kata-kata

Positif

Kebutuhan

Pribadi

Pengalaman

Terdahulu

Komunikasi

Eksternal

Pelayanan yang Diharapkan

Pelayanan yang Diterima

Penerimaan

Kualitas

Pelayanan

Gambar 2. Penilaian Konsumen Terhadap Kualitas Pelayanan

34

konsumen yang berbelanja di PFM. Metode ini paling sederhana untuk

menjelaskan hubungan antar variabel.

3.1.9. Pengukuran SEM

SEM adalah sebuah teknik analisis statistika yang mengkombinasikan

beberapa aspek yang terdapat pada analisis jalur dan analisis konfirmatori yang

memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit secara

simultan. Alat analisis ini dipergunakan untuk menyelesaikan model bertingkat

secara serempak yang tidak dapat diselesaikan oleh persamaan regresi linear.

SEM dapat juga dianggap sebagai gabungan dari analisis regresi dan analisis

faktor. SEM dapat dipergunakan untuk menyelesaikan model persamaan dengan

variabel terikat lebih dari satu dan juga pengaruh timbal balik (recursive). SEM

berbasis pada analisis covarians sehingga menggunakan matriks covarians yang

lebih akurat dari pada analisis regresi linear. Penyusunan model SEM lebih

banyak bersifat teoritis sesuai dengan bidang terapan dan dievaluasi dengan data

yang diperoleh. Strategi penyusunan model tersebut dinamakan dengan

confirmatory modeling strategy. Adapun istilah LISREL sebagai nama lain

analisis SEM merupakan salah satu perangkat lunak yang paling sering dipakai

dalam mengestimasi model SEM.

Persyaratan utama dalam menerapkan analisis ini adalah harus ada dasar

teori yang kuat untuk membangun model strukturalnya. Selain itu, jika

menggunakan data primer, jumlah responden harus relatif besar, misalnya antara

100 sampai 200. Dengan menggunakan data dari responden yang jumlahnya

relatif besar tersebut, hasil pengukuran diharapkan dapat menunjukkan kondisi

yang sebenarnya (Firdaus & Farid 2008). Namun alat analisis ini memiliki

kelemahan dimana permodelan tersebut dapat menutupi adanya model lain yang

memiliki kesesuaian dengan data yang paling tidak sama bagusnya dengan model

lain yang telah disusun apabila model tersebut sudah cukup bagus kesesuaiannya

dengan data. Kelemahan ini coba ditutupi oleh strategi permodelan lain yang

dinamakan dengan competiting model strategy yang intinya adalah terdapat

beberapa model yang disusun yang akan dibandingkan kesesuaiannya dengan

data. Model alternatif dapat disusun berdasarkan teori.

35

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kepuasan konsumen terhadap

PFM dengan studi kasus PFM cabang Kelapa Gading, Jakarta. Masih rendahnya

konsumsi daging ayam di Indonesia sedangkan daging ayam merupakan sumber

protein hewani yang paling murah, mudah diperoleh, dan memiliki banyak variasi

dalam pengolahannya masih menjadi perhatian berbagai pihak hingga kini.

Meskipun demikian, jumlah penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan

sehingga industri perunggasan masih memiliki potensi yang tinggi untuk terus

berkembang guna memenuhi kebutuhan protein (daging ayam).

Gaya hidup masyarakat perkotaan pada umumnya menuntut pola hidup

yang serba cepat dan praktis, termasuk dalam hal makanan. Munculnya toko

khusus yang menjual produk ayam dalam berbagai variasi memudahkan

konsumen untuk memperoleh protein hewani khususnya daging ayam. Toko

khusus ini adalah PFM yang menjamin produk mereka adalah produk yang

berasal dari bibit unggul, diternakkan secara sehat (bebas dari penyakit), dan aman

untuk dikonsumsi. Dalam operasionalnya, pihak manajemen PFM, sebagai toko

baru harus dapat bersaing dengan retailer-retailer lain agar dapat meningkatkan

sales penjualan produk-produknya. Untuk itu, PFM harus dapat mengerti

karakteristik, perilaku, dan kebutuhan konsumen agar dapat meningkatkan

kepuasan serta loyalitas konsumen PFM. Peningkatan kepuasan dan loyalitas akan

meningkatkan penjualan daging ayam PFM.

Penelitian ini dilakukan melalui survey lapang dengan menyebar

kuesioner. Metode analisis yang digunakan dalam pengolahan data adalah analisis

deskriptif dan SEM. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan

karakteristik konsumen dan analisis SEM digunakan untuk mengidentifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, dimana masing-masing

variabel akan diketahui hubungannya terhadap variabel kepuasan, dan

hubungannya terhadap variabel loyalitas. Variabel yang disusun antara lain:

1. Variabel laten yang digunakan yaitu kepuasan, tangibles, reliability,

responsiveness, assurance, emphaty, dan loyalitas.

2. Variabel indikator dari tangibles adalah atmosfer toko, kebersihan toko,

kenyamanan toko, kemudahan mencapai lokasi toko, areal parkir,

36

kesegaran produk, keragaman produk, ketersediaan produk, dan

kemudahan cara pembayaran.

3. Variabel reliability terdiri dari kesesuaian harga dengan kualitas produk

dan kesesuaian promosi dengan produk.

4. Variabel responsiveness yaitu variabel kesediaan pegawai memberikan

bantuan dan penjelasan; dan kecepatan dan ketanggapan pegawai dalam

melayani konsumen.

5. Variabel assurance disusun atas pegawai bersikap ramah dan sopan,

produk terjamin kehalalannya, dan produk terjamin keamanannya.

6. Variabel emphaty terdiri dari pegawai memberikan respon terhadap

keluhan konsumen, pegawai memberikan perhatian secara personal, dan

pegawai bersikap adil dengan melayani sesuai urutan.

7. Variabel indikator loyalitas yaitu pembelian ulang, rekomendasi kepada

orang lain untuk turut membeli, dan keinginan untuk membeli kembali

ketika harga produk naik.

Hasil dari analisis karakteristik dan perilaku konsumen dan analisis SEM

yang berupa keeratan hubungan antar variabel akan menjadi suatu pengetahuan

yang sangat penting untuk merumuskan berbagai implikasi manajerial untuk

meningkatkan kualitas pelayanan yang pada akhirnya akan meningkatkan

kepuasan, loyalitas, jumlah konsumen, dan jumlah pendapatan perusahaan. Untuk

memperjelas tahapan riset dari penelitian analisis kepuasan konsumen PFM, dapat

dilihat gambar alur kerangka pemikiran pada Gambar 3.

37

Keterangan: Analisis Deskriptif

Analisis SEM

Permasalahan:

1. Konsumsi protein hewani masyarakat

Indonesia masih rendah.

2. Perubahan gaya hidup masyarakat

dalam memenuhi kebutuhan pangan.

3. Kemampuan menyaingi retailer besar

dalam menjual daging ayam segar

Target:

1. Meningkatkan kepuasan

dan loyalitas konsumen

PFM.

2. Meningkatkan sales PFM.

Karakteristik Kosumen PFM

Perilaku Konsumen dalam

menggunakan Produk dan Jasa PFM

Rekomendasi manajerial untuk peningkatan konsumen dan loyalitas konsumen PFM

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional