17
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desain Lanskap Desain lanskap merupakan perpaduan antara ilmu dan seni dalam menata ruang luar (outdoor) melalui penataan elemen-elemen lanskap sehingga serasi dengan lingkungan (VanDer Zanden dan Rodie 2008, Booth 1983). Menurut Hannebaum (2002), desain lankap adalah suatu proses yang lengkap dalam mengkombinasikan teknik seni dan komposisi yang fungsional. Penataan elemen lanskap bertujuan untuk memuaskan keinginan manusia dan menyatukan fitur- fitur yang terpisah sehingga bernilai estetik dan berkelanjutan (Loidl dan Bernard 2003, Fireza 2008). Desain lanskap dinilai baik apabila mampu mengintegrasikan ekologi dan manusia (Fireza 2008). Integrasi manusia berpengaruh pada desain lanskap sehingga penting untuk memahami sifat dan hubungan timbal balik antara ekologi, teknologi, dan budaya manusia (Vander Zanden dan Rodie 2008; Fireza 2008). Menurut VanDer Zanden dan Rodie (2008) dasar teori desain lanskap adalah mengkombinasikan proses penyelesaian masalah yang universal dengan human landscape dan menguatkan kualitas alam. Desain akan menghasilkan ruang tiga dimensi sebagai wadah bagi kegiatan manusia. Tatanan ruang merupakan perhatian utama dalam desain. Setiap ruang memiliki bentuk, ukuran, warna, tekstur, dan kualitas laiinya. Pengorganisasian ruang yang berbeda akan memberikan dampak yang berbeda bagi psikologis manusia (Simonds dan Starke 2006). Konsepsi mengenai ruang dikembangkan melalui beberapa pendekatan yaitu: (1) pendekatan ekologis; (2) pendekatan ekonomi dan fungsional; dan (3) pendekatan sosial politik. Pendekatan ekologis meninjau ruang sebagai kesatuan ekosistem dengan komponen-komponen yang saling tekait dan berpengaruh secara mekanis. Ruang dipandang sebagai sistem yang tertutup sehingga model hubungan antar komponen dalam ruang dibuat tanpa mempertimbangkan faktor eksternal. Pendekatan ekonomi dan fungsional meninjau ruang sebagai wadah fungsional bagi berbagai kegiatan. Proses perkembangan pemanfaatan ruang oleh manusia didasarkan pada pertimbangan jarak pusat kegiatan ke ruang kegiatan penunjangnya. Pendekatan sosial-politik memandang ruang sebagai sarana produksi dan akumulasi kekuasaan. Konflik yang terjadi pada ruang didefinisikan sebagai konflik antar kelompok sosial sehingga pengendalian terhadap ruang oleh suatu kelompok dianggap sangat penting (Harvey 1973 dalam Haryadi dan Setiawan 2010). Desain lanskap ideal diperoleh dengan mengkombinasikan bentuk melalui prinsip pengorganisasian ruang atau prinsip desain. Prinsip desain adalah dasar terwujudnya suatu rancangan atau ciptaan suatu bentuk agar komponen dan unsur yang membentuknya dapat saling menyatu. Komponen dan unsur-unsur bentuk mempunyai sifat masing-masing yang mempunyai karakteristik tersendiri. Hal ini dikarenakan prinsip desain merupakan suatu hukum dalam hubungan atau rencana dari penataan yang menentukan cara bagaimana elemen-elemen harus dikombinasikan untuk menyempurnakan efek khusus. Prinsip dasar dalam desain adalah keteraturan dan kesatuan yang dapat memberikan keindahan. Keteraturan ini diperoleh melalui pendekatan tema rancangan, antara lain keteraturan ruang formal, informal, simetris, atau

II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

  • Upload
    buidang

  • View
    261

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Desain Lanskap

Desain lanskap merupakan perpaduan antara ilmu dan seni dalam menata

ruang luar (outdoor) melalui penataan elemen-elemen lanskap sehingga serasi

dengan lingkungan (VanDer Zanden dan Rodie 2008, Booth 1983). Menurut

Hannebaum (2002), desain lankap adalah suatu proses yang lengkap dalam

mengkombinasikan teknik seni dan komposisi yang fungsional. Penataan elemen

lanskap bertujuan untuk memuaskan keinginan manusia dan menyatukan fitur-

fitur yang terpisah sehingga bernilai estetik dan berkelanjutan (Loidl dan Bernard

2003, Fireza 2008).

Desain lanskap dinilai baik apabila mampu mengintegrasikan ekologi dan

manusia (Fireza 2008). Integrasi manusia berpengaruh pada desain lanskap

sehingga penting untuk memahami sifat dan hubungan timbal balik antara

ekologi, teknologi, dan budaya manusia (Vander Zanden dan Rodie 2008; Fireza

2008). Menurut VanDer Zanden dan Rodie (2008) dasar teori desain lanskap

adalah mengkombinasikan proses penyelesaian masalah yang universal dengan

human landscape dan menguatkan kualitas alam.

Desain akan menghasilkan ruang tiga dimensi sebagai wadah bagi kegiatan

manusia. Tatanan ruang merupakan perhatian utama dalam desain. Setiap ruang

memiliki bentuk, ukuran, warna, tekstur, dan kualitas laiinya. Pengorganisasian

ruang yang berbeda akan memberikan dampak yang berbeda bagi psikologis

manusia (Simonds dan Starke 2006).

Konsepsi mengenai ruang dikembangkan melalui beberapa pendekatan

yaitu: (1) pendekatan ekologis; (2) pendekatan ekonomi dan fungsional; dan (3)

pendekatan sosial politik. Pendekatan ekologis meninjau ruang sebagai kesatuan

ekosistem dengan komponen-komponen yang saling tekait dan berpengaruh

secara mekanis. Ruang dipandang sebagai sistem yang tertutup sehingga model

hubungan antar komponen dalam ruang dibuat tanpa mempertimbangkan faktor

eksternal. Pendekatan ekonomi dan fungsional meninjau ruang sebagai wadah

fungsional bagi berbagai kegiatan. Proses perkembangan pemanfaatan ruang oleh

manusia didasarkan pada pertimbangan jarak pusat kegiatan ke ruang kegiatan

penunjangnya. Pendekatan sosial-politik memandang ruang sebagai sarana

produksi dan akumulasi kekuasaan. Konflik yang terjadi pada ruang didefinisikan

sebagai konflik antar kelompok sosial sehingga pengendalian terhadap ruang oleh

suatu kelompok dianggap sangat penting (Harvey 1973 dalam Haryadi dan

Setiawan 2010).

Desain lanskap ideal diperoleh dengan mengkombinasikan bentuk melalui

prinsip pengorganisasian ruang atau prinsip desain. Prinsip desain adalah dasar

terwujudnya suatu rancangan atau ciptaan suatu bentuk agar komponen dan unsur

yang membentuknya dapat saling menyatu. Komponen dan unsur-unsur bentuk

mempunyai sifat masing-masing yang mempunyai karakteristik tersendiri. Hal ini

dikarenakan prinsip desain merupakan suatu hukum dalam hubungan atau rencana

dari penataan yang menentukan cara bagaimana elemen-elemen harus

dikombinasikan untuk menyempurnakan efek khusus.

Prinsip dasar dalam desain adalah keteraturan dan kesatuan yang dapat

memberikan keindahan. Keteraturan ini diperoleh melalui pendekatan tema

rancangan, antara lain keteraturan ruang formal, informal, simetris, atau

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

6

pendekatan dari segi keteraturan bentuk, misalnya alami, tradisional dan modern.

Kesatuan yang dimaksud adalah hubungan yang harmonis dari berbagai elemen

atau komponen unsur yang ada dalam suatu rancangan (Van Der Zanden, 2008).

Prinsip desain diaplikasikan pada tahap awal perencanaan konsep dan

dilanjutkan hingga tahap akhir pembuatan desain (Reid 1993). Adapun prinsip-

prinsip desain lanskap adalah :

1. Unity

Unity merupakan prinsip desain yang paling utama. Kualitas yang ditemukan

pada seluruh lanskap yang baik, berdasarkan ritme landform alami, dominasi

dari satu tipe vegetasi, human use dan bangunan yang telah menyatu dengan

lingkungan sekelilingnya. Unity merupakan keserasian pengaturan seluruh

unsur sehingga tidak berdiri sendiri-sendiri dan mempunyai hubungan satu

sama lain sehingga membentuk rancangan atau desain lanskap dalam satu

kesatuan yang menyeluruh.

2. Balance

Keseimbangan dalam desain berarti penyamaan tekanan visual suatu komposisi

antara unsur-unsur yang ada pada suatu desain lanskap. Dalam seluruh proses

kehidupan pada dasarnya memerlukan keseimbangan. Bentuk-bentuk

keseimbangan antara lain:

a. Keseimbangan Simetris : mempunyai sifat kaku namun agung, impresif dan

formal. Susunan elemen-elemen kiri dan kanan akan tampak sama besar.

Bobot visual yang sama antara kiri dan kanan didukung oleh susunan

elemen taman yang sama,

b. Keseimbangan asimetris : keseimbangan ini memberikan kesan gerak,

penempatan yang bersifat kebetulan dan santai. Elemen taman sebelah kiri

sumbu tidak sama persis dengan sebelah kanan setiap bobot visualnya sama.

3. Harmony

Komposisi suatu desain yang harmonis dapat dicapai dengan keselarasan antar

unsur-unsur pembentuknya. Harmoni berada diantara keserupaan yang absolut

dengan kontras yang tajam (perbedaan). Keserupaan yang terlalu besar

membosankan, kontras yang mencolok menimbulkan pemberontakan sehingga

keselarasan tidak tercapai. Desain akan harmonis bila menampilkan kesatuan

ide yang menyeluruh.

4. Rythm

Dalam menyusun komposisi desain dikenal istilah rhythm atau irama dalam

pengertian semu. Mata manusia dapat bergerak menikmati karya taman secara

visual sesuai dengan irama tertentu secara teratur dari satu benda ke benda

berikutnya. Perancangan lanskap yang berhasil akan menciptakan suatu alur

atau irama pemandangan. Irama dalam desain dapat memecah kemonotonan

yang membosankan.

5. Emphasis

Suatu komposisi desain akan hambar tanpa adanya dominansi atau aksen

sebagai titik pusat perhatian. Aksen atau titik perhatian dapat menggugah

semangat, menghidupkan suasana, memecah kemonotonan dan memberi

variasi maksimal. Kesan ini dapat diperoleh dengan cara membuat kontras,

kejutan, pembeda, penekanan dan fokalisasi (focal point).

Booth (1983) menjelaskan bahwa proses desain adalah mengkombinasikan

elemen desain lanskap. Elemen desain tersebut dikoordinasikan untuk

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

7

mengembangkan desain. Elemen lanskap merupakan unsur–unsur pembentuk

lanskap yang berpengaruh terhadap penampilan dan kualitas lanskap secara

keseluruhan (Sulistyantara 2002). Elemen desain lanskap terdiri atas bentukan

lahan (landform), material tanaman, bangunan, penutup permukaan tanah, site

structure, dan elemen air.

1. Bentukan lahan (landform)

Lahan sebagai bidang dasar merupakan elemen penting dalam desain lanskap.

Bentukan lahan atau topografi dapat menciptakan kesatuan dalam lanskap dan

dapat pula menjadi pemisah antar lanskap yang berbeda (Gambar 2). Selain itu

keberadaan landform juga berfungsi dalam menciptakan sensasi ruang,

pegaturan iklim mikro, serta pemanfaatan secara fungsional.

Gambar 2. Peranan landform dalam desain lanskap (sumber: Booth 1988)

2. Material Tanaman (Plant material)

Tanaman berperan dalam memberikan unsur kehidupan dalam lanskap dalam

satuan waktu yang terus berubah. Selain itu tanaman juga memiliki fungsi

secara arsitektural dan karakter visual yang memperindah lanskap. Secara

arsitektural, penggunaan material tanaman berpengaruh terhadap bidang tanah,

bidang vertikal, maupun bidang atap. Sehingga penataan terhadap ketiga

komponen tersebut dapat membentuk berbagai macam ruang luar. Ruang luar

yang dapat dibentuk oleh tanaman yaitu ruang terbuka, ruang semi-terbuka,

ruang berkanopi, penutupan ruang oleh kanopi pohon, dan ruang vertical

(Gambar 3).

3. Bangunan (Building)

Bangunan dalam lanskap berperan sebagai salah satu elemen keras. Bangunan

seringkali menjadi objek tunggal dalam taman atau dapat pula disusun

berkelompok sehingga terbentuk ruang antar bangunan (Gambar 4). Dalam

lanskap bangunan berfungsi dalam membentuk ruang, kontrol visual, rekayasa

iklim mikro, dan kontrol organisasi ruang.

4. Pavemen (Pavement)

Pavemen merupakan perkerasan yang diterapkan pada bidang tanah sehingga

dapat mengakomodasi penggunaan bidang lantai secara lebih intensif.

Pavemen berfungsi dalam mengarahkan sirkulasi, mempengaruhi skala tapak,

menyatukan tapak, dan menciptakan karakter khusus.

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

8

Gambar 3. Jenis ruang yang dapat dibentuk tanaman (sumber: Booth 1988)

Gambar 4. Ruang terbuka diantara kelompok bangunan (sumber: Booth 1988)

5. Struktur Tapak (Site structure)

Struktur dalam lanskap tersusun atas elemen yang berhubungan dalam

memudahkan pengguna untuk menikmati lanskap secara optimal. Dalam

jumlah massal, struktur ini termasuk elemen keras dengan kualitas arsitektural

yang menguatkan susunan spasial dan fungsi lanskap. Contoh struktur dalam

lanskap antara lain : tangga, ram, dinding, pagar, dan bangku taman.

6. Elemen Air (Water)

Air memiliki karakter khas dalam lanskap yang memberikan daya hidup bagi

lingkungan di sekitarnya. Air dapat menjadi elemen statis yang memberikan

keteduhan dan kenyamanan, atau menjadi elemen dinamis yang menarik

perhatian. Air memiliki sifat plastis dan berubah-ubah bentuk sehingga bentuk

air ditentukan oleh bentuk penampungnya.

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

9

Secara umum air dapat juga digunakan sebagai pengontrol iklim (Gambar 5) dan

suara bising. Sebagai pengontrol iklim, air dimanfaatkan untuk mendinginkan udara

yang bertiup kearah lahan darat disekitarnya.

Gambar 5. Fungsi air sebagai pengontrol iklim

2.2 Lanskap Permukiman

Permukiman merupakan kelompok-kelompok rumah yang memiliki ruang

terbuka secara bersama dan merupakan kelompok yang cukup kecil untuk

melibatkan semua anggota keluarga untuk suatu aktivitas, tetapi cukup besar

untuk menampung fasilitas umum seperti tempat berbelanja, lapangan bermain,

dan daerah penyangga (Simonds 1983). Menurut Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1992, permukiman adalah lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik

kawasan perkotaan maupun perkotaan sebagai lingkungan hunian dan tempat

kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Satuan lingkungan

permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran

dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang

terstruktur. Pada dasarnya, permukiman (Settlement) merupakan suatu proses

seseorang mencapai dan menetap pada suatu daerah (Vander Zee 1986). Fungsi

dari sebuah permukiman adalah tidak hanya untuk menyediakan tempat tinggal

dan melindungi tempat bekerja tetapi juga menyediakan fasilitas untuk pelayanan,

komunikasi, pendidikan dan rekreasi.

Permukiman merupakan proses pewadahan fungsional yang dilandasi oleh

pola aktivitas manusia serta adanya pengaruh setting (rona lingkungan) baik yang

bersifat fisik maupun non fisik (sosial budaya) yang secara langsung

mempengaruhi pola kegiatan dan proses pewadahannya. Hubungan antar aspek

budaya (culture) dan lingkungan binaan (environment) dalam kaitannya dengan

perubahan berjalan secara komprehensif dari berbagai aspek kehidupan sosial

budaya masyarakat. Faktor pembentuk lingkungan dapat dibedakan menjadi dua

golongan (Rapoport, 1993) yakni faktor primer (sosio culture factors) dan faktor

sekunder (modifying factors). Lingkungan binaan seperti permukiman dapat

terbentuk secara organic atau dapat juga terbentuk melalui perencanaan.

Pertumbuhan organik pada lingkungan permukiman terjadi dalam proses yang

panjang dan berlangsung secara berkesinambungan. Lingkungan permukiman

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

10

merupakan refleksi dari kekuatan sosial budaya seperti kepercayaan, hubungan

keluarga, organisasi sosial, serta interaksi sosial antara individu.

Untuk membangun suatu permukiman perlu memperhatikan lanskap.

Rumah menjadi permukiman bila dipikirkan dalam kelipatannya baik sekumpulan

kesatuan yang terpisah di atas petak-petak lahan individual maupun sebagai

kelompok rumah gandeng, rumah susun, atau apartemen. lanskap permukiman

adalah perubahan bentuk historis dari situasi, dimana taman dipertahankan dalam

wujud rumahnya sendiri sampai wujud lainnya (taman lingkungan) serta

permukiman–permukiman ditata dalam suatu kawasan yang lebih luas seperti

pembangunan kota-kota baru. (Laurie, 1986).

Sebuah permukiman terbentuk dari komponen-komponen dasar yaitu: (1)

rumah-rumah dan tanah beserta rumah; (2) tanah kapling rumah dan ruang tanah

beserta rumah; dan (3) tapak rumah dan perkarangan rumah. Perkarangan rumah

atau tempat-tempat rumah biasanya disusun dalam kelompok-kelompok yang

homogen dalam segi bentuk, fungsi, ukuran, asal mula dan susunan spasial. Dua

atau lebih kelompok-kelompok dapat membentuk sebuah komplek (Gambar 6).

Bentuk dari permukiman dinyatakan dalam bentuk tempat dan bentuk

perencanaan tanah. Perencanaan tanah dibentuk oleh kelompok-kelompok dan

komplek-komplek dari tempat rumah dan perkarangan rumah. Perkarangan rumah

atau tempat-tempat rumah biasanya disusun dalam kelompok-kelompok yang

homogen dalam segi bentuk, fungsi, ukuran, asal mula dan susunan spasial. Dua

atau lebih kelompok-kelompok dapat membentuk sebuah komplek (Vander Zee

1986).

Ukuran permukiman terbagi menjadi enam yaitu permukiman tunggal (satu

rumah), permukiman kecil (2-20 rumah), permukiman kecil-sedang (sampai

dengan 500 penduduk), permukiman besar (2000-5000 penduduk), permukiman

sangat besar (lebih besar dari 5000 penduduk). Kerapatan permukiman diukur

berdasarkan jarak antar rumah-rumah sepanjang jalan sehingga dapat

dikategorikan sangat jarang, jarang, rapat, sangat rapat, rapat-kompak. Tipe

permukiman dapat dibedakan menjadi tipe linear, tipe plaza, dan tipe permukiman

dengan pengaturan area atau streetplan (Vander Zee 1986).

Karakteristik permukiman menurut Kuswartojo (2005) dibedakan menjadi

permukiman informal dan permukiman formal. Permukiman informal adalah

permukiman yang tidak tertata dan identik dengan wilayah perdesaan. Koestoer

(1995) mengemukakan bahwa karakteristik permukiman di wilayah perdesaan

ditandai terutama oleh ketidakteraturan bentuk fisik rumah. Pola permukimannya

cenderung berkelompok membentuk perkampungan yang letaknya tidak jauh dari

sumber air.Permukiman formal adalah permukiman yang tertata dan identik

dengan wilayah perkotaan. Wilayah permukiman di perkotaan sering disebut

sebagai daerah perumahan, memiliki keteraturan bentuk secara fisik. Artinya

sebagian besar rumah menghadap secara teratur ke arah kerangka jalan yang ada

dan sebagian besar terdiri dari bangunan permanen, berdinding tembok dan

dilengkapi dengan penerangan listrik. Kerangka jalannya pun ditata secara

bertingkat mulai dari jalan raya, penghubung hingga jalan lingkungan atau lokal.

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

11

Gambar 6. Kelompok dan komplek dari rumah-rumah dan pekarangan

(sumber: Vander Zee 1986)

2.2.1 Konsep Teritorialitas dalam Ruang Permukiman

Terbentuknya lingkungan permukiman dimungkinkan karena adanya proses

pembentukan hunian sebagai wadah fungsional yang dilandasi oleh pola aktifitas

manusia serta pengaruh setting atau rona lingkungan, baik yang bersifat fisik

maupun non fisik (sosial-budaya) yang secara langsung mempengaruhi pola

kegiatan dan proses pewadahannya (Rapoport 1969). Secara umum adanya ruang

fungsional ini mendorong seseorang untuk membentuk teritori sebagai ruang yang

dikuasai. Porteous, (1977) menyatakan, teritorialitas adalah batas di mana

organisme hidup menentukan teritori dan mempertahankannya, terutama dari

kemungkinan intervensi atau agresi pihak lain. Proses terbentuknya teritorialitas

dicirikan dengan adanya rasa memiliki dan upaya kontrol terhadap suatu

lingkungan dalam bentuk penandaan tempat baik secara fisik maupun simbolik

(Altman, 1975 dan Brower, 1976)

Teritorialitas merupakan salah satu atribut arsitektur lingkungan dan

perilaku, sehingga didalamnya terjadi interaksi antara Individu dengan tujuan

kegiatan dan institusi dengan tujuan kebijaksanaan terhadap ruang. Keterkaitan

hubungan yang terjadi antar unsur teritorialitas ini menyebabkan teritorialitas

dapat dilihat sebagai atribut perilaku yang dapat diukur kualitasnya. Dengan

adanya interaksi antar unsur teritorialitas, maka kualitas teritori juga bisa diukur

dimana yang terjadi antara pelaku dan seting fisiknya (Burhanuddin, 2010).

Menurut Altman dalam Porteous (1977), teritorialitas dapat dibedakan

menjadi tiga, yaitu teritorialitas primer, teritorialitas sekunder, dan teritorialias

umum.

1. Teritorialitas primer

Teritorialitas primer merupakan ruang yang dimiliki secara permanen oleh

seseorang atau kelompok tertentu. Gangguan terhadap ruang ini dianggap

sebagai penghinaan bagi penghuninya (contoh: rumah tinggal, ruang kantor).

2. Teritorialitas sekunder

Teritorialitas sekunder merupakan ruang yang dikuasai dan dikontrol oleh

seseorang atau kelompok tertentu namun masih mengijinkan orang/kelompok

lain untuk mengakses ruang tersebut.

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

12

3. Teritorialitas umum

Teritorialitas umum merupakan ruang yang hanya dapat dikuasai dalam waktu

singkat dan dapat diakses oleh semua orang

2.2.2 Pola Permukiman

Pola permukiman adalah bentuk persebaran tempat tinggal penduduk. Pola

permukiman di setiap wilayah berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi

perbedaan pola permukiman antara lain adalah relief, kesuburan tanah, keadaan

iklim, kondisi ekonomi, dan kultur masyarakat. Bentukan lahan (landform) dapat

berupa pegunungan, lembah, dataran tinggi, dataran rendah, kawasan berlereng,

atau daerah pantai. Perbedaan bentukan lahan menyebabkan perbedaan pola

adaptasi termasuk dalam penataan permukiman. Kesuburan tanah juga dapat

mempengaruhi pola permukiman. Tingkat kesuburan tanah di setiap tempat

berbeda-beda. Di daerah pedesaan, lahan yang subur merupakan sumber

penghidupan bagi penduduk sehingga tempat tinggal didirikan dengan pola

berkumpul dan memusat dekat dengan sumber penghidupannya. Faktor-faktor

iklim seperti curah hujan, intensitas radiasi Matahari dan suhu di setiap tempat

berbeda-beda. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah dan

kondisi alam daerah tersebut. Kondisi ini akan berpengaruh pada pola pemukiman

penduduk. Pada daerah dingin seperti pegunungan, dataran tinggi serta di Kutub

utara orang akan cenderung mendirikan tempat tinggal saling berdekatan dan

mengelompok. Sedangkan di daerah panas pemukiman penduduk cenderung lebih

terbuka dan agak terpencar. Kegiatan ekonomi seperti pusat-pusat perbelanjaan,

perindustrian, pertambangan, pertanian, perkebunan dan perikanan akan

berpengaruh pada pola pemukiman yang mereka pilih, terutama tempat tinggal

yang dekat dengan berbagai fasilitas yang menunjang kehidupannya, karena hal

itu akan memudahkan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Budaya

penduduk yang dipegang teguh oleh suatu kelompok masyarakat akan

berpengaruh pada pola pemukiman kelompok tersebut.

Pola permukiman menurut pemusatan masyarakat di Pulau Jawa dapat

dibagi menjadi pola permukiman memanjang (linear) mengikuti jalur lalu lintas

atau sungai, pola permukiman mengelompok (clustered), dan pola permukiman

tersebar (Yudohusodo 1991). Leibo (1986) membedakan pola permukiman di

wilayah perdesaan menjadi tiga (Gambar 7), yaitu :

1. the scattered formstead community merupakan pola permukiman dimana

sebagian orang berdiam di pusat layanan yang ada sementara lainnya tersebar

bersama sawah ladangnya masing-masing;

2. the cluster village merupakan pola permukiman dimana penduduk tinggal

mengelompok dengan dikelilingi sawah ladangnya;

3. the line village merupakan pola permukiman dimana rumah-rumah dibangun

mengikuti garis tertentu, menyilang, atau menyusur pinggiran sungai, kanal,

atau pantai. Sawah dan ladang penduduk diletakkan di belakang lokasi

permukiman.

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

13

Gambar 7. Pola permukiman di wilayah perdesaan (sumber: Leibo 1986)

2.3 Permukiman Tradisional

Permukiman tradisional sering direpresentasikan sebagai tempat yang masih

memegang nilai-nilai adat dan budaya yang berhubungan dengan nilai

kepercayaan atau agama yang bersifat khusus atau unik pada suatu masyarakat

tertentu yang berakar dari tempat tertentu pula di luar determinasi sejarah.

Menurut Sasongko (2005), bahwa struktur ruang permukiman digambarkan

melalui pengidentifikasian tempat, lintasan, batas sebagai komponen utama,

selanjutnya diorientasikan melalui hirarki dan jaringan atau lintasan, yang muncul

dalam suatu lingkungan binaan mungkin secara fisik ataupun non fisik yang tidak

hanya mementingkan orientasi saja tetapi juga objek nyata dari identifikasi.

Menurut Habraken dalam Fauzia (2006), ditegaskan bahwa sebagai suatu

produk komunitas, bentuk lingkungan permukiman merupakan hasil kesepakatan

sosial, bukan merupakan produk orang per orang. Artinya komunitas yang

berbeda tentunya memiliki ciri permukiman yang berbeda pula. Perbedaan inilah

yang memberikan keunikan tersendiri pada bangunan tradisional, yang antara lain

dapat dilihat dari orientasi, bentuk, dan bahan bangunan serta konsep religi yang

melatarbelakanginya. Keunikan tersebut sekaligus menjadi salah satu daya tarik

bagi wisatawan. Oleh karena itu Koentjaraningrat (1987) menjelaskan bahwa

benda–benda hasil karya manusia merupakan wujud kebudayaan fisik, termasuk

di dalamnya adalah permukiman dan bangunan tradisional.

Menurut Norberg-Schulz dalam Sasongko (2005), bahwa struktur ruang

permukiman digambarkan melalui pengidentifikasian tempat, lintasan, batas

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

14

sebagai komponen utama, selanjutnya diorientasikan melalui hirarki dan jaringan

atau lintasan, yang muncul dalam suatu lingkungan binaan mungkin secara fisik

ataupun non fisik yang tidak hanya mementingkan orientasi saja tetapi juga objek

nyata dari identifikasi. Wikantiyoso dalam Krisna, Antariksa, dan Dwi Ari (2005)

menambahkan, bahwa permukiman tradisional adalah aset kawasan yang dapat

memberikan ciri ataupun identitas lingkungan. Identitas kawasan tersebut

terbentuk dari pola lingkungan, tatanan lingkungan binaan, ciri aktifitas sosial

budaya dan aktifitas ekonomi yang khas.

Pola tata ruang permukiman mengandug tiga elemen, yaitu ruang dengan

elemen penyusunnya (bangunan dan ruang disekitarnya), tatanan (formation) yang

mempunyai makna komposisi pattern atau model dari suatu komposisi. Pada

bagian lain Dwi Ari & Antariksa (2005) menyatakan bahwa permukiman

tradisional memiliki pola-pola yang membicarakan sifat dari persebaran

permukiman sebagai suatu susunan dari sifat yang berbeda dalam hubungan

antara faktor-faktor yang menentukan persebaran permukiman.

Terdapat kategori pola permukiman tradisional berdasarkan bentuknya yang

terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu pola permukiman bentuk memanjang

terdiri dari memanjang sungai, jalan, dan garis pantai; Pola permukiman bentuk

melingkar; Pola permukiman bentuk persegi panjang; dan Pola permukiman

bentuk kubus.

2.4 Madura

2.4.1 Karakteristik Lanskap

Pulau Madura terletak di sebelah timur Pulau Jawa dan dibatasi oleh Selat

Madura hingga ke sebelah selatan, sedangkan bagian utara hingga ke timur Pulau

Madura berbatasan dengan Laut Jawa. Secara administratif Pulau Madura dibagi

menjadi empat wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Bangkalan, Kabupaten

Sampang, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep.

Luas keseluruhan Pulau Madura adalah 5.304 km2 dengan posisi wilayah

berada pada ketinggian 2-350 m diatas permukaan laut. Wilayah terendah berada

di kawasan pantai, sedangkan wilayah tertinggi menyebar dibagian tengah pulau

yang sebagian besar berupa gundukan bukit kapur (Subaharianto dkk 2004).

Pulau Madura dikelilingi 67 pulau-pulau kecil. Kondisi perairan yang

memisahkan pulau-pulau kecil tergolong jernih dan tidak terlalu dalam. Perairan

ini menyimpan potensi taman laut yang menarik jika dapat dikembangkan secara

optimal (Subaharianto dkk 2004).

Secara geologis, Madura merupakan kelanjutan sistem Pegunungan Kapur

Utara di dataran Jawa. Hal ini menyebabkan tulang punggung Pulau Madura

adalah perbukitan berkapur dengan puncak tertingginya Gunung Tembuku pada

ketinggian 471 meter di atas permukaan laut. Bagian terbesar dari pulau ini adalah

bukit–bukit cadas yang tinggi dan punggung–punggung kapur yang lebar diselingi

bukit–bukit bergelombang. Hamparan dataran rendah banyak dijumpai di bagian

selatan, sedangkan di sebelah timur laut dapat ditemukan formasi gundukan pasir

laut membukit dengan tinggi mencapai 15 meter yang membentang sejauh 50

kilometer. Bukit pasir ini merupakan objek alam yang unik dan langka karena

bentangannya termasuk yang terpanjang di dunia (de Jonge 1989; Rifai 2007).

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

15

Kondisi tanah Madura sebagian termasuk jenis tanah liat, mediteran, litosol,

dan grumosol dengan kandungan phospat cukup tinggi sehingga berpotensi

sebagai bahan baku pupuk. Sebagian lain berupa jenis batu-batuan seperti batu

putih, batu kapur, batu gunung, dan batu bintang. Permukaan tanah di Madura

relatif lebih rata dibandingkan dengan Pulau Jawa. Dataran pantai terpenting

adalah dataran Bangkalan, Pamekasan, dan Sumenep. Perbukitan di sebelah timur

dan tenggara Madura dilanjutkan dalam bentuk pulau-pulau dan karang-karang di

laut.

Sejumlah sungai melintasi Pulau Madura dengan ukuran yang lebih kecil

dari Pulau Jawa. Pada musim kemarau sebagian besar dari sungai-sungai tersebut

mengering. Keberadaan sungai-sungai di Madura memberikan kontribusi besar

bagi kehidupan masyarakat Madura. Aliran sungai dimanfaatkan dalam kegiatan

pertanian dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga yaitu mandi dan cuci.

Iklim Pulau Madura bercirikan dua musim, musim barat atau musim hujan

(nembara) dan musim timur atau musim kemarau (nemor). Musim hujan selama 6

bulan biasanya hanya terjadi di daerah pedalaman yang tinggi. Di lereng–lereng

gunung yang lebih rendah, musim hujan hanya berlaku selama 3–4 bulan saja.

Sementara di sepanjang pantai utara dan daerah paling selatan, hujan hanya turun

saat masa awal tahun. Suhu udara pulau ini tergolong tinggi. Suhu saat musim

barat rata– rata mencapai 27°C, sedangkan pada musim timur mencapai 35°C.

Komposisi tanah dan dan curah hujan yang tidak merata menyebabkan

tanah Madura relatif kurang subur. Sebagian besar tanah yang diolah merupakan

tanah tegalan, sedangkan lahan–lahan yang sama sekali tidak subur di bagian

selatan umumnya dimanfaatkan untuk pembuatan garam (de Jonge 1989).

Ketandusan tanah dan iklim yang gersang menyebabkan jenis vegetasi yang ada

di pulau ini hanya terdiri dari tumbuhan daerah beriklim kering saja sehingga

keanekaragamannya tidak terlampau tinggi (Rifai 2007). Sebagian besar aktivitas

pertanian dilakukan di lahan tegalan dengan tanaman pokok jagung dan ubi. Areal

sawah sangat terbatas dan umumnya berupa sawah tadah hujan sehingga petani

Madura hanya menanam padi setahun sekali. Kuntowijoyo (1980) menyatakan

bahwa lingkungan Madura yang semacam ini merupakan representasi dari ekotipe

tegalan (tegalan ecotype).

2.4.2 Karakter dan Budaya Masyarakat Madura

Masyarakat Madura dikenal sebagai masyarakat yang memiliki gaya bicara

yang khas dengan karakter dominan keras dan mudah tersinggung. Walaupun

demikian, masyarakat Madura juga merupakan pribadi yang hangat, disiplin, dan

rajin bekerja. Orang Madura tampak selalu ceria, lugu, suka berterus terang, dan

apa adanya. Namun, citra sifat kaku dan kasar masih melekat karena rendahnya

tingkat pendidikan masyarakat yang umumnya berasal dari daerah pedesaan.

Orang Madura juga dikenal mempunyai kesetiaan pada sistem dan pranata

sosialnya. Ketekunan dan etos kerja yang tinggi menyebabkan mereka tidak takut

melakukan pekerjaan apa saja (Rifai 2007). Secara umum, Rifai (2007)

menyebutkan bahwa karakter orang Madura adalah ego tinggi, kaku dan kasar,

pemberani, teguh pendirian, apa adanya, tulus setia, tertib, pamer, keras kepala,

responsif, ulet, berjiwa wirausaha, suka berpetualang, hemat dan cermat, dan

agamis.

Masyarakat Madura dikenal sebagai masyarakat yang religius. Dapat

dikatakan ajaran islam secara kental telah mewarnai budaya dan peradaban

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

16

Madura (Rifai 2007; Hidayah 1996). Islam telah menjadi identitas etnis, sehingga

tidak aneh jika orang Madura juga memiliki hubungan yang khas dengan ulama.

Ulama Madura dikenal dengan sebutan kiai. Gelar kiai merupakan gelar

kehormatan yang diberikan masyarakat kepada ahli agama islam yang memimpin

pondok pesantren dan mengajarkan kitab-kitab islam klasik. Kiai memiliki

pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakat Madura bahkan hingga

melampaui batas-batas geografi desa dan masyarakat tempat pesantrennya berada

(Dhofier 1994).

Penghormatan yang tinggi terhadap ulama didasarkan pada falsafah dan

prinsip hidup orang madura yang terdapat pada ungkapan buppa’-bhabbhu’, guru,

rato; yang dalam bahasa Indonesia berarti bapak-ibu, guru, pemerintah. Ungkapan

tersebut mencerminkan hierarki penghormatan dikalangan masyarakat Madura.

Bagi orang Madura penghormatan yang pertama dan utama harus diberikan

kepada kedua orang tua yang telah melahirkan, merawat, dan mengasuh hingga

dewasa. Penghormatan pada orang tua merupakan kewajiban dan hal etik dari

agama islam yang harus dilaksanakan. Penghormatan selanjutnya diberikan pada

guru. Pengertian guru yang dimaksud adalah kiai. Kiai telah mengajarkan ilmu

agama kepada santri-santri. Kiai juga dianggap dekat pada kesucian agama islam

sehingga harus dihormati dan diteladani. Penghormatan kepada kedua orang tua

dan kiai menjadi dasar untuk memberikan bakti pada ratu. Ratu dalam hal ini

bermakna raja atau pemerintah. Seorang Madura dianggap baik apabila mampu

menjalankan prinsip ini (Subaharianto dkk 2004, Taufiurrahman 2007).

Menurut Woodward (1989) dalam kategori tertentu, islam di Madura tidak

dapat dikatakan sebagai islam murni, tetapi termasuk “islam lokal” yaitu islam

yang bercampur dengan adat seperti Abangan atau Agama Adam di Jawa (Geertz

1989). Selain melaksanakan ajaran agama dengan taat, orang Madura juga

mempertahankan kepercayaan asal yang mempercayai bahwa roh leluhur

mempunyai kekuatan yang dapat memberikan perlindungan. Gejala ini tampak

pada kebiasaan masyarakat dalam melakukan upacara selamatan tanah dan rumah

(rokat), upacara mengirim doa melalui sesaji yang telah didoakan kiai, dan

kebiasaan mengubur jenazah di pekarangan atau tanah tegalnya.

Tanah mempunyai ikatan dengan roh leluhur dalam hal penguasaan.

Menurut kepercayaan orang Madura, secara gaib tanah yang dimiliki oleh

seseorang juga masih dikuasai oleh roh leluhur yang dulu memiliki tanah tersebut.

Roh leluhur yang telah meninggal akan menyatu dengan tanah sehingga orang

yang memiliki tanah harus tahu asal usul pemilik tanah sebab akan berkaitan

dengan pengiriman doa dan pemohonan berkah. Secara fisik tanah dimiliki

seseorang tetapi secara gaib roh leluhur menyatu dengan tanah dan mempunyai

hak kekuasaan atas tanah tersebut (Subaharianto dkk 2004).

Hubungan tanah dan leluhur juga tampak pada tata cara penguburan

jenazah. Setiap keluarga besar (extended family) pada umumnya memiliki

kuburan keluarga sendiri. Pekuburan keluarga tersebut diletakkan di sebelah timur

pekarangan atau di tanah tegalnya. Masyarakat Madura pada dasarnya tidak

mengenal pemakaman umum, kecuali masyarakat perkotaan yang lahannya

terbatas. Setiap keluarga sudah memiliki lokasi tertentu sebagai tempat mengubur

jenazah bagi anggota keluarga yang meninggal sehingga tidak jarang dijumpai

pemakaman yang kecil dan berdempetan dengan tanah pekarangan oarang lain.

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

17

Keberadaan makam-makam kecil ini dapat ditemui di wilayah perdesaan

(Subaharianto dkk 2004).

Hubungan tanah dan leluhur yang sangat erat menyebabkan penjualan tanah

pada dasarnya dianggap sama dengan menjual roh leluhur. Oleh sebab itu pantang

bagi orang Madura untuk menjual tanah pekarangan atau tanah tegalan kepada

orang luar yang bukan saudara. Penjualan tanah kepada orang luar akan

merupakan aib bagi pemilik tanah dan dapat berakibat ecapok tola atau kenneng

tola (tidak selamat atau sial).

Sistem kekerabatan yang berlaku pada setiap kelompok etnis menunjukkan

berbagai variasi yang menggambarkan bentuk jalinan sosial yang lebih luas.

Kerabat merupakan kerangka dasar terbentuknya ikatan sosial yang paling primer

(Subaharianto dkk 2004). Masyarakat Madura termasuk masyarakat yang

menganut hubungan kekerabatan bilateral patrilineal (Hidayah 1996). Hubungan

kekerabatan ini memperhitungkan garis keturunan laki–laki dan perempuan secara

sama dan setara sehingga sebutan kekerabatan bagi keluarga pihak laki–laki tidak

berbeda dengan sebutan untuk keluarga pihak perempuan. Landasan ikatan

kekerabatan yang penting bagi orang Madura adalah hubungan pertalian darah

seketurunan dalam keluarga. Rasa keeratan tersebut diperlihatkan dan dipelihara

dengan menggunakan sistem pengelompokan bhala (kerabat) atau taretan

(persaudaraan) secara bertingkat. Konsep dasar kriteria kerabat tersebut

ditumpukan pada asas seperindukan sebagai landasan utamanya (Rifai 2007).

Pada sistem pewarisan hubungan kekerabatan patrilineal ini tidak berlaku

secara konsisiten, terutama pada pewarisan tanah pekarangan dan rumah.

Berdasarkan adat, anak perempuan berhak mewarisi rumah dan tanah pekarangan.

Hal ini disebabkan sistem matrilokal yang berlaku di Madura. Seorang laki-laki

yang sudah menikah akan tinggal menetap di rumah istri dan keluar dari keluarga

batihnya sendiri sementara seorang istri harus menyiapkan rumah di

pekarangannya. Pola bermukim ini menunjukkan bahwa ikatan hubungan

kekerabatan di Madura lebih kuat pada kaum perempuan. Pewarisan tanah tegalan

berbeda dengan tanah pekarangan. Anak laki-laki dan perempuan memiliki bagian

yang sama dalam pembagian waris tanah tegalan. Tanah tegalan mempunyai

kekuatan mengikat dalam kegiatan budidaya pertanian berupa kebersamaan dalam

mengolah tanah secara gotong royong. Bentuk ikatan gotong royong biasanya

berdasarkan kepemilikan tanah yang berdekatan. Para pemilik tanah yang

berdekatan biasanya masih satu keluarga karena tanah tegal yang diolah

merupakan hasil pembagian warisan (tanah sangkolan).

Kegiatan sosial di perdesaan Madura diselenggarakan oleh organisasi massa

yang dibentuk oleh masyarakat sendiri. Organisasi massa yang banyak dijumpai

umumnya berlandaskan keagamaan. Ada kelompok yang secara teratur bertemu

dan melakukan pembacaan diba’i dan barzanji dengan diiringi bunyi-bunyian

hadrah atau samrah. Kamrat adalah organisasi massa lain yang lebih umum

kegiatannya. Kadangkala kegiatan pertemuan teratur organisasi massa diikat pula

dengan kegiatan arisan (Rifai 2007)

Dalam hal seni seni sastra, masyarakat Madura mengenal peribahasa,

pepatah, dan kata-kata bijak seperti saloka. Baik pepatah, peribahasa, maupun

saloka merupakan representasi dari kearifan lokal masyarakat Madura (Sadik

2012). Didalamnya terdapat simbol atau kiasan yang berisi falsafah hidup dan

norma dalam bermasyarakat dan memelihara alam. Selain itu masyarakat Madura

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

18

juga mengenal seni tembang dan lagu. Tembang dan lagu ini umumnya memiliki

makna yang menggambarkan adat kebiasaan masyarakat sehari-hari atau dapat

pula berisi nasihat tentang nilai-nilai kehidupan (Junianto 2008, Syafiuddin 2011).

2.4.3 Permukiman Madura

Masyarakat Madura memiliki tipologi pola pemukiman sendiri dan tipologi

bentuk rumahnya sendiri yang masih tetap dipegang di daerah perantauannya.

Tipologi secara harfiah dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang

tipe. Tipologi arsitektur berkaitan dengan elemen – elemen pembentuk bangunan

(Anonimous, 2009). Menurut Tulistiyantoro (2005), tipologi pola pemukiman di

Madura adalah pemukiman yang berdasarkan keterikatan terhadap keluarga batih

(keluarga luas), yakni Tanean Lanjang (Gambar 8). Sedangkan tipologi huniannya

menurut Wiryoprawiro (1986) adalah Pegun, Trompesan, Pacenan, Kampung,

Limasan, Surabayanan.

Permukiman tradisional Madura umumnya merupakan kumpulan rumah

yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Biasanya letaknya berdekatan

dengan lahan garapan, mata air, atau sungai. Lahan garapan dan kompleks rumah

dibatasi oleh tanaman hidup atau guludan tanah yang disebut galengan. Susunan

rumah disusun menurut hierarki keluarga. Keluarga paling tua berada berada di

sebelah barat dan keluarga paling muda di sebelah timur. Di ujung paling barat

terdapat langgar yang menjadi orientasi permukiman secara keseluruhan

(Tulistyantoro 2005).

Gambar 8. Taneyan lanjhang (sumber: Maningtyas 2011)

Sebuah tempat permukiman keluarga tidak terbentuk dari sebuah rumah,

melainkan terdiri dari beberapa rumah yang mengelompok dan biasanya

merupakan satu keluarga (Sadik 1996; dan Rifai 2007). Pada umumnya, di

sekeliling komplek permukiman tersebut diberi pagar dengan tanaman pepohonan

(pagar hidup) baik berupa bambu atau tanaman keras lainnya yang ditanam sangat

rapat. Bahkan terkadang tanaman pohon tersebut masih diikat dengan bilah–bilah

bambu. Bagi masyarakat Madura permukiman adalah sebuah benteng bagi

penghuninya. Sehingga pagar yang mengelilinginya haruslah dapat menahan

ancaman dari luar seperti musuh atau binatang buas (Sadik 1996). Kondisi ini

merupakan bentuk adaptasi masyarakat terhadap kondisi alam Madura yang panas

serta pemanfaatan lahan yang efisien dimana satu halaman dipakai bersama-sama

dan menjadi pusat aktivitas kemasyarakatan dalam suatu permukiman (Maulidi

2011).

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

19

Pola pemukiman pada Pulau Madura menurut Wiryoprawiro (1986) pada

dasarnya merupakan pola pemukiman yang tersebar, karena mengikuti tempat

dimana ada wilayah yang subur (Gambar 9). Maulidi (2011) menyebutkan bahwa

Sistem pertanian tegal dan pertanian tadah hujan membentuk unit lingkungan

permukiman pedesaan yang terpencar. Berbeda halnya dengan pola pemukiman

Madura di pesisir, menurut Citrayati (2008), adalah mengikuti adanya jalan dan

beroriantasi pada adanya laut.

Gambar 9. Permukiman tradisional madura (sumber: Maulidi 2011)

Pola permukiman tradisional Madura yang ideal disebut tanean lanjhang.

Tanean lanjhang bermakna halaman panjang yang tersusun dari deretan rumah

yang berjajar dari barat hingga ke timur sesuai dengan jumlah anak perempuan.

Pola permukiman tanean lanjhang menunjukkan hubungan yang erat antara

tanah/lahan dengan kekerabatan. Penghuni tanean lanjhang adalah anak-anak

perempuan dari sebuah keluarga inti bersama suami dan anak-anaknya.

2.4.4 Taman Rumah Tinggal Tradisional Madura

Rumah tinggal tradisional madura terdiri dari beberapa rumah tinggal yang

memiliki ikatan kekerabatan. Komplek rumah tinggal tradisional ini disebut

taneyan lanjhang. Taneyan lanjhang terdiri dari beberapa elemen yang disusun

dari barat ke timur (Maningtyas 2011), yaitu :

1. roma

roma merupakan istilah untuk rumah tinggal dalam taneyan. Rumah tinggal ini

dibedakan menjadi dua, yaitu rumah induk dan rumah anak perempuan. Rumah

induk dinamakan dengan roma tongghu. Biasanya rumah induk dibangun di

sebelah barat pada sisi utara taneyan dengan menghadap ke selatan. Sementara

rumah-rumah anak perempuan dibangun di sebelah timur rumah induk dengan

pola berjajar membentuk barisan bangunan yang linear (Gambar 10)

2. Langghar

Langghar merupakan penanda bagi suatu taneyan yang mandiri. Selain itu

langghar juga berperan sebagai pusat aktivitas dalam taneyan dan tempat

untuk menerima tamu. Pada umumnya langghar dibangun di ujung barat

taneyan berhadapan langsung dengan pintu masuk (Gambar 11).

3. dapor dan kandang

dapor merupakan istilah untuk dapur pemilik taneyan. Dapur tersebut

dibangun berhadapan dengan rumah tinggal masing-masing pada sisi selatan

taneyan. Sedangkan kandang dibangun di sisi selatan taneyan menghadap ke

utara. Seringkali kandang juga dibangun bersisian dengan dapur (Gambar 12).

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

20

Gambar 10. Tata Letak Roma (Sumber: Maningtyas 2011)

Gambar 11. Tata Letak Langghar (sumber: Maningtyas 2011)

Gambar 12. Tata letak Dapor dan Kandang

4. Taneyan

Taneyan merupakan halaman yang dikelilingi bangunan, berupa hamparan

tanah kosong. Fungsi taneyan adalah untuk menjemur hasil pertanian,

melaksanakan ritual adat atau hajatan keluarga. Vegetasi dalam taneyan tidak

boleh terlalu tinggi sehingga menutupi pandangan dari langghar.

roma

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/67915/BAB II... · Prinsip desain adalah dasar ... Suatu komposisi desain akan hambar tanpa

21

5. Pagar hidup

pagar hidup merupakan barisan pohon atau semak yang tumbuh rapat

disekeliling taneyan lanjhang. Pagar hidup ini sekaligus menjadi batas area

sekaligus menjadi pelindung taneyan dari bahaya binatang atau musuh dari

luar.

6. Pamengkang

Pamengkang merupakan kebun tempat menanan tanaman kebutuhan sehari-

hari. Biasanya pamengkang diletakkan di belakang bangunan rumah tinggal

atau disekeliling taneyan diluar komplek bangunan.

Secara umum, elemen yang nilai budaya paling tinggi dan dianggap paling suci

diletakkan di sisi paling barat dari taneyan.

Konsep desain taman rumah tinggal tradisional Madura adalah adanya ruang

publik (taneyan) berbentuk axis yang menghubungkan pintu masuk dengan ruang

semi publik (langghar) dengan desain berupa ruang terbuka sehingga pandangan

meluas dan tidak terhalang. Sedangkan ruang privat dan servis saling berhadapan

dan dipisahkan oleh ruang publik untuk mengakomodasi pelayanan umum tanpa

mengganggu aktivitas pribadi penghuni (Maningtyas dan Gunawan 2011).