hutan lindung sungai sembilang

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    1/26

    4 DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

    4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian

    4.1.1. Batas Administrasi TNS

    Lokasi TN Sembilang terletak sekitar 1o53 dari garis equator ke selatan dimana

    hal ini akan menentukan suhu konstan (26-28oC) yang relatif tinggi terhadap kawasan.

    Kedekatannya dengan garis equator akan sangat berpengaruh terhadap tingkat

    kesuburan mangrove maupun kandungan biomassa pada habitat ini.

    Secara geografis, wilayah TN Sembilang berada pada koordinat 104o11-

    104o94 Bujur Timur dan 1o53-2o27 Bujur Selatan. Secara administratif berada pada

    wilayah Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.

    Luas kawasan TNS mencakup 202.896,31 ha (berdasarkan SK Menteri Kehutanan No

    95/Kpts-II/2003, tanggal 19 Maret 2003) yang sebagian besar mencakup hutan

    mangrove di sekitar sungai-sungai yang bermuara di teluk Sekanak dan teluk

    Benawang, Pulau Betet, Pulau Alagantang, Semenanjung Banyuasin serta perairan di

    sekitarnya.

    Batas-batas kawasan Taman Nasional Sembilang adalah sebagai berikut :

    Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Tanah Pilih dan Sungai Benu (sebagian

    ruas sungainya dijadikan batas alam antara Provinsi Sumatera

    Selatan dan Provinsi Jambi)

    Sebelah Timur : Berbatasan dengan Selat Bangka, Sungai Banyuasin dan Calon

    Pelabuhan Tanjung Api-Api.

    Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Sungai Banyuasin, Sungai Air Calik, Sungai

    Lalan, Desa Tabala Jaya, Desa Majuria, Desa Jatisari, Desa

    Sungsang IV, Perkebunan PT. Citra Indo Niaga dan PT. Raja Palma.

    Sebelah Barat : Berbatasan dengan Hutan Produksi yang belum dibebani hak dan

    yang sudah dibebani hak yakniPT. Rimba Hutani Mas, PT. Sumber

    Hijau Permai, kawasan transmigrasi Karang Agung (KabupatenMusi Banyuasin).

    4.1.2. Kondisi Biofisik

    a. Sistem Pesisir

    Kondisi geografis wilayah penelitian dianalisis diperoleh berdasarkan informasi

    dari berbagai pustaka yang ada serta berdasarkan verifikasi tinjauan lapangan. Dari hasil

    komparasi tersebut menunjukkan bahwa wilayah studi merupakan suatu sistem pesisir

    yang didominasi arus pasang surut. Umumnya berasosiasi dengan situasi estuaria yang

    mendapat pasokan sedimen dari aliran sungai ke pesisir kemudian diredistribusi oleh

    arus pasang surut. Karaktersitik ini lebih dikenal sebagai estuarine delta. Oleh karena

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    2/26

    104

    104

    itu untuk wilayah studi Taman Nasional Sembilang (TNS) dan sekitarnya dapat juga

    dikatakan sebagai wilayah Delta Estuaria Sembilang.

    Estuarine delta yaitu estuaria yang didominasi arus pasang surut dan semi

    tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan

    air tawar dari daratan. Berdasarkan pola sirkulasi dan stratifikasi air, kawasan ini masuk

    kategori estuaria berstratifikasi parsial. Kategori ini merupakan tipe umum dijumpai

    pada hilir sungai-sungai yang berada pada kawasan TN Sembilang. Aliran air tawar dari

    sungai-sungai di kawasan ini seimbang dengan air laut yang masuk melalui arus pasang.

    Pencampuran air sungai dan air laut ini terjadi karena adanya turbulensi yang

    berlangsung secara berkala oleh adanya gerakan pasang surut Selat Bangka.

    Berdasarkan klasifikasi delta menurut Haslett (2001:112) serta berdasarkan

    pengamatan lapangan menunjukkan bahwa kawasan TN Sembilang memiliki morfologi

    estuarine delta yang mendapat pasokan sedimen dari aliran sungai ke pesisir kemudian

    diredistribusi oleh arus pasang surut. Kanal-kanal di kawasan TN Sembilang relatif

    tidak stabil, mengikuti pasokan arus pasang surut, sehingga untuk masuk ke dalam

    kawasan ini harus menunggu arus pasang naik (pasang induk).

    Terdapat banyak sungai yang mengalir ke kawasan TN Sembilang yang

    memberikan kontribusi pada formasi habitat estuaria. Beberapa diantaranya yaitu : di

    bagian selatan terdapat Sungai Lalan, Sungai Calik dan Sungai Bungin. Di bagian

    tengah terdapat Sungai Sembilang, Sungai Benawang, Sungai Ngirawan dan Sungai

    Terusandalam dan di bagian utara terdapat Sungai Benu dan Sungai Benu Kiri.

    Terbesar adalah Sungai Sembilang dengan rata-rata lebar 777 m, kedalaman 18,56 m

    dengan kecepatan 0,11 m s-1, dan debit rata-rata 2.335 m3 s-1. Substrat sungai adalah

    organik pada bagian hulu, sedangkan pada bagian hilir substrat liat. Substrat pantai

    terdiri atas partikel lumpur yang tersuspensi dalam air sungai dan sebagian adalahsubstrat pasir. Di daerah berarus deras, substrat yang tertinggal berupa substrat halus.

    Salinitas air sungai pada kawasan ini rata-rata berkisar antara 1,5 24,33 ppt. Kondisi

    tersebut akan membentuk tingkat kesuburan estuaria yang selanjutnya akan sangat

    mempengaruhi tingkat kesuburan biota khususnya hutan mangrove.

    Gerakan pasang surut seringkali antara 1,6 dan 2,8 meter bahkan dapat mencapai

    3,5 meter selama pasang besar (Danielsen & Verheught 1990 in WIIP 2001). Dampak

    pasang surut mencapai hingga jauh ke daratan, mempengaruhi hampir seluruh bagian

    kawasan konservasi. Tipe pasang surut di sekitar Sembilang terjadi pada siang hari,

    yaitu hanya satu terdiri dari satu kali pasang naik dan satu kali surut harian (tipe D).

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    3/26

    105

    105

    Legenda

    Tipe A Semi-diurnal

    Tipe B Mixed tide, umumnya semi-diurnal

    Tipe C Mixed tide, umumnya diurnal

    Tipe D Diurnal

    Gambar 23 Distribusi tipe pasang surut di sekitar Sumatera (WIIP 2001)

    b. Kondisi Iklim

    Kondisi iklim kawasan pesisir TNS merupakan iklim tropis dengan rata-rata

    curah hujan per tahun sekitar 2.455 mm dengan jumlah bulan basah 6 bulan dan jumlah

    bulan kering 6 bulan. Musim kering terjadi pada bulan Mei-Oktober, sedangkan musim

    hujan dengan angin baratdaya yang kuat terjadi pada bulan November-April. Data iklim

    dari Stasiun Badan Meterologi dan Geofisika terdekat (Statsiun Sungsang) dengan

    kawasan TN Sembilang menunjukkan dimana rata-rata Curah Hujan bulanan sebesar

    205 mm. Sementara itu rata-rata Hari Hujan adalah 11 dengan rata-rata suhu bulanan

    sebesar 27,3 oC. Kondisi iklim di wilayah penelitian, secara rinci disajikan pada Tabel

    12 dan Gambar 24.

    Zona A

    Zona B

    Zona C

    Zona D

    Zona E

    Gambar 24 Zona iklim Sumatera (menurut Oldeman dan Whitten in

    WIIP 2001)

    C

    B

    D

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    4/26

    Tabel 12 Kondisi iklim di wilayah Taman Nasional Sembilang

    CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH CH HH

    1994 251 17 139 15 307 12 338 14 83 9 78 0 151 9 0 0 10 0 47 0 157 11 309 12 1870 99 156 8

    1995 309 18 253 19 240 13 267 13 201 11 199 12 79 8 143 8 73 6 195 9 231 16 336 13 2526 146 211 12

    1996 245 13 292 18 280 14 231 11 53 6 271 13 173 11 99 6 126 9 262 11 314 18 294 11 2640 141 220 12

    1997 139 9 218 11 319 14 336 15 215 11 65 6 6 2 4 1 0 0 6 2 124 9 330 13 1762 93 147 8

    1998 207 13 165 13 272 21 282 13 177 11 137 7 206 11 119 7 214 11 137 9 210 12 336 14 2462 142 205 12

    1999 416 21 190 15 308 19 249 12 81 7 165 9 114 9 75 6 54 3 270 9 322 18 332 13 2576 141 215 12

    2000 234 15 149 10 139 7 451 23 107 8 212 11 83 7 136 7 99 8 308 12 267 14 342 15 2527 137 211 11

    2001 326 22 217 11 237 17 217 23 145 9 171 9 78 6 141 9 131 9 229 12 321 18 354 17 2567 162 214 14

    2002 230 15 208 14 296 17 276 9 224 8 198 10 93 10 128 8 182 10 217 11 251 15 211 12 2514 139 210 12

    2003 321 14 185 13 330 15 327 14 139 5 97 8 111 9 39 3 249 11 208 10 212 15 329 15 2547 132 212 11

    2004 258 16 285 13 353 17 201 12 188 7 101 9 89 7 87 6 199 10 158 9 233 18 229 11 2381 135 198 11

    2005 312 15 180 14 345 17 321 13 132 8 92 8 104 9 33 3 243 12 319 16 207 15 330 19 2618 149 218 12

    2006 247 11 260 13 160 12 207 9 244 12 223 10 232 11 51 4 104 7 54 6 322 19 239 18 2343 132 195 11

    2007 339 15 325 14 75 7 326 14 138 8 80 7 202 11 79 6 101 7 204 10 277 18 359 21 2505 138 209 12

    2008 245 16 217 13 205 14 349 21 314 15 157 11 151 9 5 2 123 8 258 14 516 25 449 24 2987 172 249 14

    Rerata 272 15 219 14 258 14 292 14 163 9 150 9 125 9 76 5 127 7 191 9 264 16 319 15 2455 137 205 11

    B.Basah 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1

    B.Kering 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0

    Hasil Analisis : Keterangan :

    Jumlah Bulan Basah : 6 CH : Curah Hujan (mm)

    Jumlah Bulan Kering : 6 HH : Hari Hujan

    Jml

    CH

    Jml

    HH

    Rerata

    CH

    Rerata

    HHThn/Bln

    SEPTEMBER OKTOBER NOPEMBERJANUARI FEBRUARI MARET APRIL DESEMBERMEI JUNI JULI AGUSTUS

    Sumber : Stasiun Meteorologi dan Geofisika Sungsang, Tahun 2009.

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    5/26

    107

    Menurut Oldeman & Whitten in WIIP (2001) dimana kondisi iklim ini dapat

    dikategorikan sesuai dengan Zona C : yaitu 5 hingga 6 bulan berturut-turut bulan basah

    dan 4 bulan hingga 6 bulan berturut-turut bulan kering. Iklim ekstrim pernah terjadi

    pada kawasan ini yaitu iklim El Nino pada tahun 1997. Kondisi iklim ini menyebabkan

    kekeringan terutama pada wilayah bagian barat TNS, sehingga terjadi kebakaran hutan

    pada beberapa spot di TNS.

    c. Kondisi Geologi

    Tinjauan pustaka geologis (WIIP 2001) menunjukan bahwa TN Sembilang

    merupakan bagian dari lahan rawa yang lebih luas dengan formasi sedimen Palembang.

    Selama era Pleistocene, kawasan tersebut terdapat pada tepi lempeng Sunda, dan pada

    era Holocene kawasan tersebut mencerminkan propagasi deltaik setelah digenangi air

    akibat naiknya muka air laut sebagai dampak dari temperatur bumi yang semakin

    meningkat. Peta geologi Jambi dan Palembang skala 1:250.000 menunjukkan bahwa

    kawasan TN Sembilang tergolong pada formasi kuarter yang terdiri dari endapan rawa

    dan endapan alluvial.

    Secara geomorfologis, kawasan TN Sembilang meliputi tiga satuan lahan, yaitu :

    (1) satuan lahan marin yang terbentuk dari bahan-bahan yang dibawa oleh gerakan

    pasang surut dan sungai, terdapat pada bagian timur kawasan, (2) satuan lahan alluvialyang terbentuk dari sedimen sungai dan tergenang secara musiman, terdapat pada

    bagian tengah kawasan, dan (3) satuan lahan gambut yaitu wilayah rawa dengan bahan-

    bahan organik pekat, terdapat di bagian barat kawasan.

    Sistem satuan lahan marin pada kawasan TN Sembilang meliputi : (1) pantai

    pesisir yang terdiri dari : pantai lumpur, pantai pasir, dan beting pasir, (2) dataran

    pasang surut kearah tengah kawasan yang terdiri dari : dataran pasir pasang surut,

    dataran lumpur pasang surut, dan rawa pasang surut bagian belakang. Sementara itu

    wilayah rawa pada kawasan TN Sembilang kearah barat terdiri dari : zona pasang surut

    payau, zona pasang surut air tawar, dan zona non pasang surut. Kawasan ini datar,

    dengan ketinggian antara 0 dan 20 meter diatas permukaan laut. Variasi pasang surut

    mencapai 3,5 meter (Danielsen & Verheught 1990, Verheught 1995 in WIIP 2001).

    Saat ini, kawasan pesisir TN Sembilang didominasi arus pasang surut (tide-

    dominated delta), tertutupi tanah liat marin muda dan sedimen sungai yang masuk pada

    kawasan ini. Sebagian besar didominasi oleh sedimen alluvial, termasuk sedimen marin

    dan sedimen organik di pesisir, dan deposit organik yang biasanya sebagai kubah

    gambut jauh di daratan. Kubah gambut terdalam terdapat di dekat perbatasan provinsi

    Jambi, tepatnya di antara Sungai Terusan Dalam dan Sungai Benu. Elevasi kawasan TN

    Sembilang berkisar antara 0 hingga 20 m dpl, dengan variasi pasang surut hingga 3,5 m

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    6/26

    108

    (Danielsen & Verheught 1990 in WIIP 2001). Rendahnya elevasi ini menyebabkan

    rendahnya kecepatan arus sungai yang mengalir pada kawasan ini. Tanah umumnya

    terdiri dari histosol (termasuk typic haplohemists, typic hydraquents, typic sulfaquents,

    histic sulfaquent, sodic psammaquents) dan inceptisol(termasuksulfic endoaquepts dan

    typic sulfaquepts).

    Tanah Histosol (gambut) dalam bahasa Yunani disebut histos (jaringan). Tanah

    ini dibentuk dalam lingkungan jenuh dengan air, juga merupakan tanah yang terbentuk

    dari pelapukan bahan organik dalam keadaan tergenang. Jika sistem drainase kurang

    baik dan ekploitasi berlebih, cenderung menghilangkan bentuk asal jaringan tumbuhan

    yang terdapat dalam bahan organik. Tanah gambut umumnya memiliki kesuburan yang

    rendah, ditandai dengan pH rendah (masam), ketersediaan sejumlah unsur hara makro

    (K, Ca, Mg, P) dan mikro (Cu, Zn, Mn, dan Bo) yang rendah, mengandung asam-asam

    organik yang beracun serta memiliki Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tinggi tetapi

    Kejenuhan Basa (KB) rendah.

    Typic Haplohemist merupakan gambut dengan tingkat kematangan hemist

    (setengah matang) sebagian bahan telah mengalami pelapukan dan sebagian lagi berupa

    serat, memiliki pH rendah. Bila diperas dengan telapak tangan dalam keadaan basah,

    gambut agak mudah melewati sela-sela jari dan kandungan serat yang tertinggal di

    dalam telapak tangan pemerasan adalah antara kurang dari tiga perempat sampaiseperempat bagian atau lebih (1/4 dan < 3/4).

    Tanah Inceptisol merupakan jenis tanah mineral muda, karena profilnya

    mempunyai horison yang dianggap pembentukannya agak cepat sebagai hasil alterasi

    bahan induk. Horison-horisonnya tidak memperlihatkan hasil hancuran ekstrim.

    Horison timbunan liat dan besi dan almunium oksida tidak terdapat dalam golongan ini.

    Tanah-tanah yang dulunya dikelaskan sebagai Hutan Coklat, Ando, dan Tanah Asam

    Coklat merupakan wakil-wakil dari golongan ini. Beberapa tanah yang berguna bagi

    pertanian digolongkan dengan tanah-tanah yang tingkat produktivitasnya terhambat,

    karena faktor-faktor seperti drainase yang tidak sempurna. Produktivitas alamiah

    Inceptisol sangat beragam. Sebagian besar tanah Inceptisol di Indonesia digunakan

    untuk pertanian padi sawah. Fluvaquentic Endoaquepts merupakan jenis tanah

    Inceptisol yang terbentuk dari endapan tanah sungai yang berair dengan rezim

    kelembaban aquik (jenuh air > 30 hari), memiliki kedalaman firit > 50 cm dengan

    kroma < 2.

    d. Kondisi Ekosistem Mangrove

    Kawasan mangrove di Sembilang ditetapkan sebagai kawasan hutan tetap

    dengan fungsi hutan konservasi sebagai Taman Nasional, berdasarkan Keputusan

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    7/26

    109

    Menteri Kehutanan No. 95/Kpts-II/2003 tanggal 19 Maret 2003, dengan luas

    202.896,31 ha. Namun demikian berdasarkan Perda Provinsi Sumatera Selatan Nomor 5

    tahun 1994 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), kawasan ini

    memiliki luas 205.750 ha yang pada awalnya merupakan penggabungan dari kawasan

    Suaka Margasatwa (SM) Terusan Dalam (29.250 ha), Hutan Suaka Alam (HSA)

    Sembilang seluas 113.173 ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) Sungai Terusan Dalam

    seluas 45.500 ha dan kawasan perairan seluas 17.827 ha.

    Kawasan TN sembilang didominasi ekosistem mangrove yang masih utuh

    sekitar 87.000 ha (TNS 2009). Meluas ke arah darat hingga 35 km menjadikan

    kawasan mangrove ini terluas di Indonesia bagian barat. Keseluruhannya terdapat

    sekitar 17 spesies mangrove yang ditemukan, yaitu 43% dari seluruh spesies mangrove

    yang ada di Indonesia, meliputi Sonneratia alba, Avicennia marina (langsung di garis

    pantai); Rhizophora mucronata, R. apiculata, Bruguiera gymnorhiza, dan Xylocarpus

    granatum (jauh ke daratan pada tanah dengan salinitas rendah dan padat).

    Berdasarkan pengamatan lapangan dan tinjauan pustaka menunjukkan bahwa

    secara umum tutupan vegetasi pada kawasan ini dapat dibedakan atas beberapa zonasi

    sebagai berikut.

    1) Zona Pedada (Sonneratia albaAvicennia sp)

    Zona ini merupakan zona terluar dengan variasi ketebalan antara 100-500 meter.

    Pada bagian terluar ditempati oleh perepat/pedada (Sonneratia alba), kemudian

    disusul dengan api-api (Avicennia sp). Umumnya berada pada zona inti sekitar

    Pulau Alanggantang, muara Sungai Benawang, muara Sungai Ngirang, terus

    menyusuri ke utara pantai timur, muara Sungai Terusandalam dan Pulau Betet.

    Populasi Sonneratia sp yang cukup besar dijumpai di daerah muara yang berlumpur

    di Sungai Bakorendo hingga Sungai Tiram.

    2) Zona Bakau (Rhizophora sp)

    Zona ini terdapat pada sebagian besar sepanjang saluran-saluran sungai terutama di

    Sungai Sembilang ke arah hulu sungai. Pada stratum tumbuhan bawah, daerah

    sekitar Sungai Bungin dan sebagian besar daerah semenanjung ditumbuhi jenis

    Acanthus illicifolius dan Achrostichum aureum. Sedangkan daerah Sungai

    Sembilang dan sekitarnya sampai ke utara sangat sedikit dijumpai Acanthus

    illicifolius.

    3) Zona Peralihan Vegetasi

    Zona peralihan vegetasi pada ekosistem mangrove dengan jenis vegetasi yang cukup

    bervariasi antara api-api (Avicennia sp), pedada (Sonneratia sp), bakau (Rhizophora

    sp), tancang (Bruguiera gymnorriza), Nyirih (Xylocarpus granatum), dan nipah

    (Nypa fruticans).

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    8/26

    110

    4) Zona Nipah (Nypa fruticans)

    Zona ini merupakan yang paling luas menempati ruang kawasan TN Sembilang,

    yaitu pada daerah hulu sungai yang pengaruh pasangnya lebih kecil. Seringkali

    populasi nipah menutupi area lebih dari 50%. Tumbuhan lain yang sering tumbuhbersama nipah antara lain lainExoecaria agallocha dan Xylocarpus granatum.

    5) Zona Nibung (Oncosperma tigillarium)

    Zona nibung merupakan zona mangrove air tawar dengan spesies indikator antara

    lain Alstonia pneumatophora dan nibung (Oncosperma tigillarium). Komunitas

    nibung merupakan ecotone antara komunitas mangrove (nipah) dengan komunitas

    hutan rawa. Belum ada data ekologi kuantitatif untuk komunitas hutan rawa di

    kawasan TN Sembilang. Studi oleh Samingan (1980) in WIIP (2001) menunjukkan

    bahwa untuk komunitas swamp forest di sekitar Karang Agung, spesies yangdominan di strata pohon adalah Ganua motleyana, diikuti olehPolyalthia laterifolia,

    Lophopetalum beccarianum danXylopia sp. Zona vegetasi dan spesies indikator di

    kawasan TN Sembilang disajikan pada Tabel 13.

    Tabel 13 Zona vegetasi dan spesies indikator di kawasan TN Sembilang

    NoZona Vegetasi Spesies indikator Lokasi

    1 Pedada

    (Sonneratia alba -Avicennia sp)

    Sonneratia alba dan

    Avicennia sp).

    Pulau Alanggantang, muara Sungai

    Benawang, muara Sungai Ngirang, muaraSungai Terusandalam dan Pulau Betet,

    muara Sungai Bakorendo hingga Sungai

    Tiram.

    2 Zona Bakau

    (Rhizophora sp)

    Acanthus illicifolius dan

    Achrostichum aureum

    Daerah Sungai Bungin, Sungai Sembilang

    dan sekitarnya

    3 Zona PeralihanVegetasi

    variasi antara api-api(Avicennia sp), pedada

    (Sonneratia sp), bakau

    (Rhizophora sp), tancang

    (Bruguiera gymnorriza),

    Nyirih (Xylocarpus

    granatum), dan nipah (Nypa

    fruticans).

    Zona peralihan vegetasi pada ekosistemmangrove dengan jenis vegetasi yang

    cukup bervariasi antara api-api (Avicennia

    sp), pedada (Sonneratia sp), bakau

    (Rhizophora sp), tancang (Bruguiera

    gymnorriza), Nyirih (Xylocarpus

    granatum), dan nipah (Nypa fruticans).

    4 Zona Nipah (Nypa

    fruticans)

    Exoecaria agallocha dan

    Xylocarpus granatum.

    Daerah hulu-hulu Sungai Ngirang,

    Benangun, Terusandalam, Bokorendo,

    Bungin, Tiram dan Sungai Sembilang

    pengaruh pasang surutnya sedikit

    5 Zona Nibung Nibung (Oncospermatigillarium), Ganua

    motleyana,Polyalthia

    laterifolia,Lophopetalum

    beccarianum danXylopia sp.

    Daerahswamp forestdi sekitar KarangAgung

    Sebanyak 53 spesies mammalia terdapat di TN Sembilang (TNS 2009)

    diantaranya spesies Berang-Berang yang ada di kawasan Indo-Malaya (Lutra lutra),

    spesies kucing besar diantaranya kucing bakau (Felis bengalensis), macan dahan

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    9/26

    111

    (Neofelis nebulosa), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), juga musang air

    (Cyanogale bennettii), babi (Sus srofta). Setidaknya terdapat lima primata termasuk

    ungko (Hylobates agilis), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (M.

    nemestrina), dan lutung kelabu (Presbytis cristata).

    Data di Balai TN Sembilang (2009) mencatat paling sedikit 213 spesies burung

    berada di kawasan ini, termasuk banyak dari spesies residen yang berstatus genting.

    Spesies burung ini meliputi spesies penetap (resident) yang terancam seperti pecuk-ular

    asia (Anhinga melanogaster), koloni terakhir dari undan (Pelecanus philippensis) di

    region Indo-Malaya, bangau storm (Ciconia stormi), lebih dari 1.000 ekor bangau

    bluwok (Mycteria cinerea), lebih dari 300 ekor bangau tongtong (Leptoptilos

    javanicus), cangak sumatera (Ardea sumatrana), rangkong badak (Buceros rhinoceros),

    rangkong helm (Rhinoplax virgil), rangkong hitam (Antrhacoceros malayanus), serta

    lebih dari 25 spesies burung air migran, termasuk 10.000-13.000 trinil-lumpur asia

    (Limnodromus semipalmatus), 28 ekor trinil nordmann (Tringa guttifer), lebih dari

    2.600 gajahan timur (Numenius madagascariensis), dan beberapa ribu individu spesies

    dara laut (Sternidae).

    Data lainnya di Balai TN Sembilang mencatat jumlah total burung air pantai

    yang memanfaatkan dataran lumpur di kawasan ini sekitar 0.5-1 juta ekor dengan

    sekitar 80.000 ekor dapat dijumpai setiap harinya di Delta Banyuasin. Dataran lumpur

    Banyuasin juga merupakan tempat mencari makan bagi ratusan bangau bluwok

    (Mycteria cinerea), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), dan ibis-cucuk besi

    (Threskiornis melanocephalus), dan juga lebih dari 2.000 spesies kuntul (Ardea alba)

    (Silvius 1986 in TNS 2009). Kajian Tim Burung Migran Balai TN Sembilang Tahun

    2008 mencatat 18 spesies burung migran mengunjungi dataran lumpur Banyuasin

    dengan perkiraan jumlah 27.410 ekor.Di sungai-sungai dan muara dalam kawasan TN Sembilang, buaya muara

    (Crocodylus porosus) dan spesies buaya sinyulong (Tomistoma schlegelii) pernah

    tercatat ditemukan di rawa-rawa air tawar di belakang hutan mangrove. Di samping

    buaya, kawasan ini juga merupakan habitat bagi berbagai spesies ular seperti ular cincin

    mas (Boiga dendrophila), ular sawah (Phyton sp.) dan species kura-kura air tawar.

    Kawasan perairan TN Sembilang kaya akan keanekaragaman spesies ikan, baik

    ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan laut. Sedikitnya terdapat 142 spesies ikan

    dari 43 familia, 38 spesies kepiting dan sedikitnya 13 spesies udang dari 9 familia

    (TNS 2009).

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    10/26

    112

    Beberapa spesies ikan, udang dan kepiting yang bernilai ekonomi antara lain

    sembilang (Plotosus canius), kakap (Lutjanus sp.), kerapu (Epinephelus tauvina), toman

    (Channa micropeltes), betutu (Ophiocara porocephala), bawal putih (Pampus

    argenteus), tenggiri (Scomberomus sexfasciatus), belanak (Mugil voigiensis), udang

    galah (Macrobrachium rosenbergii), udang lobster (Panulirus sp.), udang petak

    (Oratosquilla sp.), udang tiger (Penaeus semisulcatus), kepiting bakau (Scylla serrata),

    kepiting rajungan (Portunus pelagicus), dan sebagainya.

    4.1.3. Kondisi Sosial Ekonomi

    a. Kondisi Demografi

    Kawasan TN Sembilang (TNS) berada pada wilayah Kecamatan Banyuasin II,

    Kabupaten Banyuasin. Akan tetapi keberadaan TNS ini sangat dipengaruhi oleh

    aktivitas dari masyarakat desa yang berada di dalam kawasan maupun di luar kawasan

    TNS. Sebagaimana wilayah pesisir yang bersifat terbuka, penduduknya merupakan

    pencampuran antara etnis lokal dan pendatang terutama dari Bugis sekitar tiga puluhan

    tahun yang lalu. Etnis ini tersebar di wilayah pesisir Sungsang, kawasan Sungai

    Bungin dan Sungai Sembilang, Tanjung Birik dan Simpang Ngirawang Bakorendo,

    Terusandalam, Sungai Benu dan daerah transmigrasi Karang Agung.

    Data profil desa menunjukkan bahwa populasi di sekitar kawasan TN

    Sembilang tercatat 18.028 jiwa (3.603 KK). Tersebar di 8 (delapan) desa/dusun yaitu

    Desa Tanah Pilih, Dusun Sembilang (administrasi Desa Sungsang IV), Desa Tabalajaya,

    Desa Jatisari, Desa Sri Agung, Desa Majuria, Desa Karang Sari, Desa Sumber Rejeki

    dan Desa Tabala Jaya. Dua desa diantaranya terdapat di dalam kawasan TN Sembilang

    berjumlah 4.330 jiwa (886 KK) terdiri dari Desa Tanah Pilih 1.850 jiwa (370 KK)

    dan Dusun Sembilang 1.405 jiwa (281 KK). Sementara itu masyarakat di beberapa

    tepian sungai dan muara berjumlah 1.075 jiwa (215 KK). Jumlah penduduk yang

    berada di luar kawasan TNS sebesar 13.698 jiwa (2.717 KK) atau sekitar 28,72% dari

    seluruh populasi penduduk Kecamatan Banyuasin II (47.696 jiwa). Data sebaran

    pemukiman di dalam kawasan TNS disajikan pada Tabel 14.

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    11/26

    113

    Tabel 14 Sebaran pemukiman dan jumlah penduduk di dalam kawasan Taman Nasional Sembilang, Kecamatan Banyuasin II

    No Kelompok Pemukiman Wilayah ResortJumlah

    KK

    Jumlah

    Pddk

    (Jiwa)

    Sifat Pemukiman Aktifitas Ket.

    1 Sungai Sarangelang Lalan SPTN 1 30 150 Sepanjang tahun Tuguk baris

    2 Muara S.Bungin Lalan SPTN 1 25 125 Sepanjang tahun Tuguk baris, tuguk sungai3 Sungai Apung Lalan SPTN 1 20 100 Musiman Jaring blad, sondong

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    12/26

    114

    Kawasan Tanjung Birik dan Simpang Ngirawan Bakorendo berada di wilayah

    Desa Sungsang IV. Warga di Tanjung Birik dan Simpang Ngirawan Bakorendo

    biasanya berasal dari Desa Sungsang I dan Sungsang II. Di Desa Sungsang II terdapat

    lorong Birik yang umumnya warga Tanjung Birik. Di Tanjung Birik terdapat pula

    warga dari suku Bugis. Jumlah kepala keluarga di Simpang Ngirawan Bakorendo

    terdapat sekitar 150 jiwa (30 KK) sedangkan di Tanjung Birik sekitar 100 jiwa (20

    KK. Sebaran penduduk di dalam dan di sekitar kawasan TNS disajikan pada Tabel 15.

    Table 15 Sebaran penduduk di dalam dan di sekitar kawasan Taman Nasional

    Sembilang, Kecamatan Banyuasin II

    No Desa/Dusun/Sungai LokasiJumlah

    PendudukJumlah

    Rmh TanggaKegiatan

    Ekonomi

    1 Desa Tanah PilihDi dalamTNS

    1.850 370 Perikanan

    2Dusun Sembilang (DesaSungsang IV)

    Di dalamTNS

    1.405 281Perikanan

    3Tepian beberapaSungai/muara sungai

    Di dalamTNS

    1.075 215Perikanan

    4 Desa Jatisari Di luar TNS 1.829 365 Pertanian5 Trans. Karang Agung

    1) Desa Sri Agung Di luar TNS 2.676 535 Pertanian2) Desa Majuria Di luar TNS 2.142 428 Pertanian

    3) Desa Karang Sari Di luar TNS 3.729 745 Pertanian4) Desa Sumber Rejeki Di luar TNS 1.610 322 Pertanian5) Desa Tabala Jaya Di luar TNS 1.712 342 Pertanian

    Total 18.028 3.603Sumber: Diolah dari Monografi Kecamatan Banyuasin II (2009).

    Masyarakat di sekitar kawasan TNS pada umumnya tinggal di atas rumah-rumah

    panggung di tepi sungai di daerah pasang surut, dan sedikit masuk ke arah darat.

    Ketersediaan air bersih/tawar merupakan kendala utama. Sampai saat ini masyarakat

    masih mengandalkan air hujan sebagai sumber air bersih/tawar.

    Secara geografis, luas wilayah administrasi Kecamatan Banyuasin II adalah

    2.681,35 Km2 (sekitar 268.135 ha) dengan jumlah penduduk 47.696 jiwa dan

    kepadatannya sekitar 17,79 jiwa/ Km2. Berdasarkan data tata guna lahan, seluas

    202.896 ha (2.028,96 Km2) dari luas kecamatan merupakan kawasan TN Sembilang,

    berarti luas wilayah Kecamatan Banyuasin II di luar wilayah TN Sembilang adalah

    652,39 Km2.

    Aspek ketenagakerjaan merupakan aspek penting untuk memenuhi

    perekonomian rumah tangga dan kesejahteraan seluruh masyarakat. Tingkat partisipasi

    angkatan kerja (TPAK) adalah proporsi penduduk usia kerja yang termasuk dalam

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    13/26

    115

    angkatan kerja, yaitu penduduk yang bekerja dan menganggur. Semakin tinggi angka

    TPAK merupakan indikasi meningkatnya kecenderungan penduduk usia ekonomi aktif

    untuk mencari pekerjaan atau melakukan kegiatan ekonomi. Jumlah penduduk usia

    kerja, kebutuhan penduduk untuk bekerja, dan berbagai faktor sosial ekonomi dan

    demografis merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi angka TPAK. Angka

    pengangguran di seluruh wilayah kecamatan rata-rata relatif rendah yaitu sekitar

    5,99% tahun 2007 dan pada tahun 2008 sekitar 2,34% dari seluruh populasi angkatan

    kerja aktif 138.094 jiwa. Sementara itu total populasi penduduk angkatan kerja aktif di

    Kecamatan Banyuasin adalah 30.485 jiwa (BPS Banyuasin 2009).

    Proporsi jumlah penduduk Kecamatan Banyuasin II terhadap jumlah penduduk

    Kabupaten Banyuasin sebesar 5,97% (47.696 jiwa). Populasi penduduk Kabupaten

    Banyuasin mengalami pertumbuhan rata-rata 2,58 % per tahun. Saat ini populasinya

    berjumlah 798.360 jiwa (BPS 2009), tersebar di 15 kecamatan dan 278 desa/kelurahan

    dengan luas wilayah 11.832,99 km2 dan rata-rata kepadatan penduduk 67,47 jiwa per

    km2. Kabupaten Banyuasin sampai saat ini masih merupakan daerah tujuan utama

    transmigrasi di Sumatera Selatan. Oleh karena itu pertumbuhan penduduknya relatif

    tinggi dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Sumatera Selatan.

    Partisipasi penduduk perdesaan di Kecamatan Banyuasin II lebih tinggi

    dibandingkan dengan penduduk perkotaan, hal ini tercermin pada jumlah penduduk

    yang bekerja di sektor pertanian cukup tinggi. Berdasarkan lapangan usaha tercatat

    jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian (termasuk perikanan) sangat dominan

    (62%), kemudian diikuti perdagangan (12,44%), jasa-jasa (10,75%), industri

    pengolahan (5,07%), transportasi dan komunikasi (4,75%).

    Masalah sanitasi lingkungan khususnya sampah kurang mendapat perhatikan

    dari masyarakat di dalam maupun di luar kawasan TN sembilang. Muara sungai dan

    laut adalah tempat sampah utama. Hal ini sangat memprihatinkan, karena banyak

    terdapat sampah anorganik berupa plastik. Pada umumnya tinja langsung dibuang ke

    laut atau sungai, sehingga sangat logis jenis penyakit yang umum diderita adalah diare.

    Masyarakat di sini belum memiliki kesadaran untuk membuat septic tank. Pengaruh

    pasang surut yang besar, menyebabkan sampah tidak terbuang jauh dari pemukiman.

    b. Kegiatan Ekonomi MasyarakatKegiatan perekonomian masyarakat setempat, baik di dalam maupun sekitar

    TN Sembilang didominasi oleh perikanan (90%). Pertanian umumnya dikerjakan di luar

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    14/26

    116

    kawasan TNS terutama pada kawasan transmigrasi Karang Agung di bagian selatan

    TNS. Pemanfaatan hutan seperti daun Nipah, Nibung, kayu bakar dan kayu bangunan

    diambil dalam jumlah tertentu di dalam kawasan TNS. Data dan informasi yang

    dihimpun pada saat survey lapangan maupun data dan informasi dari beberapa lembaga

    seperti Balai TNS, Dinas Perikanan Banyuasin serta Wetland Indonesia memberikan

    gambaran tentang dinamika kegiatan ekonomi masyarakat di sekitar TNS serta pola

    penggunaan lahan (lihat Gambar 25).

    1) Perikanan

    Wilayah sebaran aktivitas masyarakat di sekitar TNS (Desa Sungsang I sampai

    dengan Desa Sungsang IV) meliputi perairan sungai, kawasan perairan pesisir hingga

    daerah di luar pesisir atau laut yang lebih dalam. Jarak tangkap ikan untuk wilayah TNS

    khususnya daerah Kabupaten Banyuasin adalah sampai dengan 9 mil. Melewati batas

    itu menjadi tanggung jawab provinsi.

    Data hasil survey lapangan menunjukkan bahwa Desa Sungsang I banyak

    menggunakan alat sondong, sedangkan jaring kantong, pukat harimau (trawl), togog

    dan kelong relatif sedikit. Jumlah kapal motor untuk aktivitas perikanan dari desa ini

    sekitar 500 buah dengan berat rata-rata 3-4 ton. Relatif hampir sama dengan kondisi dariketiga desa lainnya (Desa Sungsang II, III, dan IV. Di desa Sungsang II, alat tangkap

    lebih bervariasi, yaitu jaring kantong, tangsi, tugu, rawai, lemparan dasar dan pukat

    harimau. Jenis alat tangkap di Desa Sungsang III dan Sungsang IV adalahJaring Tangsi

    danJaring Kantong. Produk perikanan yang tertangkap dengan alat tangkap utama di

    TNS disajikan padaLampiran 1,Lampiran 2 danLampiran 3.

    Alat tangkap pukat harimau pada umumnya diminati nelayan bermodal cukup

    besar. Daya ekploitasinya cukup tinggi karena ukuran mata jaring yang besar di awal

    dan semakin mengecil di ujungnya ditambah dengan daya jelajah kapal yang tinggi,

    menyebabkan tidak adanya selektivitas produk yang ditangkap. Hal ini membahayakan

    kelestarian sumberdaya perikanan. Banyak warga Sungsang yang memakai alat ini,

    meskipun alat ini dilarang oleh pemerintah. Nelayan dari Jambi dan nelayan luar

    lainnya pun demikian. Hal ini mengakibatkan turunnya produksi perikanan di daerah

    Sungsang. Masyarakat nelayan di wilayah pesisir Sembilang pada umumnya tidak

    menggunakan pukat harimau dan menggunakan alat tangkap yang legal. Apabila

    kecenderungan penggunaan pukat harimau ini tidak segera diatur, maka keadaan

    masyarakat pesisir Sembilang akan semakin termarjinalisasi.

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    15/26

    117

    Berdasarkan informasi bahwa biaya untuk melaut bervariasi tergantung kepada

    jangkauan kapal dan kemampuan alat tangkap. Biaya melaut untuk daerah sungai dan

    pesisir relatif lebih murah, seperti kapal sondong dan cedok kerang. Biaya melaut untuk

    daerah perairan yang lebih jauh berkisar antara Rp 800.0000 - Rp 1.500.000,- untuk satu

    kali trip di luar biaya alat tangkap. Harga alat tangkap trammel netatau jaring kantong

    per unit berkisar antara Rp 150.000200.000, jaring tangsi sekitar Rp 250.000,- dan

    jaring trawl sekitar Rp 3.000.000,-. Bagi nelayan bermodal kecil, menangkap dengan

    jaring kantong lebih menguntungkan karena dikerjakan berdasarkan sistem bagi hasil.

    Pada umumnya kerusakan alat tangkap ditanggung bersama dengan pemilik modal.

    Masyarakat nelayan di kawasan Sembilang pada umumnya melaut pada setiap

    bulan, kecuali pada bulan Desember, saat dimana terdapat angin barat. Pada bulan-

    bulan terjadi angin barat, biasanya ombak laut relatif lebih besar, sehingga para nelayan

    Gambar 25 Kegiatan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar

    Taman Nasional Sembilang

    Sumber: Balai TNS (2009), WIIP (2001)

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    16/26

    118

    mengalami kesulitan untuk melaut, terutama untuk para nelayan dengan kapal-kapal

    kecil. Sementara itu untuk kapal-kapal bertonase besar dengan alat tangkap trawl,

    mempunyai daya jelajah tinggi, sehingga bulan Desember dan bulan-bulan angin barat

    tidak terlalu banyak berpengaruh.

    Produksi tangkapan udang terbesar pada umumnya antara April-Oktober dan

    mencapai puncaknya (peak seasons) antara Juni-Agustus. Produksi pada bulan-bulan

    ini disebut oleh masyarakat Sembilang sebagai guyur udang. Di luar ketiga bulan

    tersebut produk udang relatif sedikit, meskipun tetap berproduksi. Sementara itu,

    produksi tangkapan ikan tidak mengenal musim, kecuali pada Desember dimana pada

    bulan ini terjadi musim barat dengan ombak besar, sehingga sulit untuk melaut.

    Produksi hasil tangkapan nelayan mencapai puncaknya pada bulan-bulan

    Februari/Maret - Juli/Agustus.

    Komoditas kepiting dan ubur-ubur mempunyai musim untuk penangkapan

    selama 6-7 bln th-1. Musim penangkapan biasanya dimulai pada Mei-November.

    Produksi terbesar terjadi pada September-Oktober. Para nelayan pada umumnya

    menjual hasil tangkapannya ke pedagang pengumpul di daerah Sungsang dan

    Sembilang. Berbeda halnya dengan rajungan, kepiting bakau mulai banyak pada bulan

    Juli. Kepiting ini lebih banyak ditangkap di daerah sungai, diantara vegetasi mangrove.

    Komoditas ubur-ubur adalah salah satu produk yang berasal dari wilayah pesisir laut

    Sembilang. Selama ini produk ubur-ubur lebih banyak dibuang daripada dijual. Hasil

    terbanyak adalah di bulan November dan Desember. Komoditas kerang tidak mengenal

    musim. Pada umumnya masyarakat nelayan di pesisir Sembilang akan mencari ke

    daerah lain, apabila produksi di wilayahnya mulai menurun. Dalam selang waktu satu

    bulan, daerah yang ditinggal tersebut dapat dikunjungi lagi untuk di panen. Habitat

    kerang hanya terbatas di daerah-daerah pesisir.Kawasan TN Sembilang merupakan salah satu sentra kegiatan ekonomi yang

    cukup penting, karena kawasan ini menghasilkan tangkapan perikanan utama yang

    meliputi komoditas ikan, udang, rajungan dan kerang. Komoditas tersebut memiliki

    nilai ekonomi cukup tinggi, sehingga dapat mempengaruhi perekonomian di wilayah

    ini.

    Data produksi hasil tangkapan di Dinas Perikanan Banyuasin menunjukkan

    bahwa rata-rata hasil produksi udang dari wilayah Sembilang pada tahun 2008

    mencapai 100 t th-1 untuk pasar lokal dan 600 t th-1 untuk pasar ekspor. Nilai hasil

    tangkapan rata-rata mencapai Rp 7,5 milyar th-1 dari pasar lokal dan Rp 45 milyar th-1

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    17/26

    119

    dari pasar ekspor. Sementara itu data produksi berbagai jenis ikan dari kawasan

    Sembilang mencapai rata-rata 109,2 t th-1 dengan nilai hasil tangkapan rata-rata Rp

    568,5 juta th-1, sedangkan produksi berbagai jenis ikan dari kawasan Sungsang

    mencapai 807 t th-1 dengan nilai produksi sekitar Rp 4 milyar th -1. Data produksi hasil

    rajungan dari dua wilayah Sembilang dan Sungsang mencapai rata-rata 189 t th-1

    dengan nilai produksi sekitar Rp 1,89 milyar th-1. Demikian halnya untuk produksi

    kerang dari Sembilang dan Sungsang cukup tinggi, rata-rata mencapai 492 t th-1 dengan

    nilai produksi rata-rata Rp 82 juta th-1. Dengan demikian total nilai produksi perikanan

    dari wilayah TN Sembilang dan sekitarnya rata-rata mencapai Rp 59 milyar th-1.

    2) Pola Pengunaan Lahan Masyarakat di luar TN Sembilang

    Daerah Transmigrasi Karang Agung adalah salah satu areal yang direncanakan

    oleh pemerintah pusat dan daerah sebagai kawasan budidaya pertanian pasang surut

    guna mendukung ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di

    Kabupaten Banyuasin. Sistem pertanian dilakukan menggunakan irigasi pasang surut

    dengan membuat saluran primer, saluran sekunder dan saluran tersier serta dilengkapi

    dengan pintu air dan pompa. Pelaksanaan kegiatan pertanian di daerah transmigrasi ini

    dilakukan setiap tahun dengan sistem bera (tidak tanam) selama satu kali. Areal

    penggunaan lahan di daerah transmigrasi pada umumnya dibagi menjadi 3 (tiga) lokasi

    pemanfaatan; antara lain Lahan Usaha ke-1, Lahan Usaha ke-2 dan Lahan Pekarangan.

    Lahan Usaha I (LU I)

    Lahan usaha ke-1 merupakan areal utama yang digunakan untuk pertanian

    adalah LU I dengan mendapatkan areal yang direncanakan seluas 1 hektar dari jatah

    yang didapat para transmigran. Jenis varietas pertanian (sawah pasang surut) yang

    ditanam pada umumnya adalah varietas lokal dan IR42 (label biru). Ada beberapa

    penduduk menggunakan areal LU I untuk penanaman palawija (bila musim hama

    datang) seperti jagung, kedelai, kacang, tomat dan sayur-sayuran.

    Lahan Usaha II (LU II)

    Lahan usaha ke-2 di daerah transmigrasi merupakan areal yang diperuntukan

    pengembangan wilayah pertanian bila di LU I sudah tidak mencukupi atau tidak

    memungkinkan lagi untuk meningkatkan produksi pertanian. Akan tetapi sebagian areal

    di lokasi transmigrasi masih merupakan alang-alang dan semak, hal ini disebabkan areal

    tersebut berada di tepi hutan atau merupakan areal tergenang secara terus menerus. Di

    samping itu, Lahan Usaha II juga merupakan batas antar desa di setiap kawasan

    transmigrasi.

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    18/26

    120

    Lahan pekarangan

    Areal ini terutama diperuntukan sebagai pemukiman penduduk. Di Lahan

    Pekarangan ini, masyarakat transmigrasi menanam tanaman perkebunan guna

    menunjang kehidupan antara lain, kelapa lokal, kopi, kakao, serta sayur-sayuran.

    Areal penggunaan lain

    Lahan yang diperuntukkan sebagai tempat sosial antara lain; sekolah (SD, SMP

    dan Madrasah), kantor desa, lapangan olah raga, kuburan, pasar dan kantor penyuluh

    lapangan. Masyarakat transmigrasi sebagian besar adalah petani padi pasang surut dan

    sebagian merangkap sebagai guru, PNS, tukang ojek, pedagang dan lain-lain. Aktivitas

    masyarakat dalam pemanfaatan lahan dan hutan adalah sebagian besar masyarakat

    mengambil kayu bakar dari hutan terdekat (sebelah selatan TNS), mencari ikan disepanjang Sungai Sembilang dan sekitarnya. Disamping itu terdapat juga sebagian kecil

    masyarakat yang melakukan perambahan hutan di bekas HPH PT. Sukses Sumatera

    Timber (SST) dan membuka tambak tradisional di luar areal transmigrasi, terutama di

    dalam kawasan TNS.

    c. Kondisi Ekonomi Wilayah

    Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah

    dalam suatu periode tertentu adalah ditunjukkan oleh data produk domestik regional

    bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB

    merupakan jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di

    wilayah domestik tanpa memperhatikan faktor kepemilikan apakah faktor produksinya

    berasal atau dimiliki oleh penduduk setempat atau tidak.

    Kondisi perekonomian Kabupaten Banyuasin dalam dua tahun terakhir

    mengalami pertumbuhan ekonomi positif, yaitu 5,48% pada tahun 2008. Terjadi

    perlambatanan pertumbuhan dibanding tahun 2007 (6,33%). Hal ini terjadi karena

    tingkat harga minyak dunia mengalami fluktuasi. Pada tahun 2008 sektor perikanan di

    kabupaten ini juga mengalami penurunan produksi akibat biaya operasional

    penangkapan ikan di perairan umum cukup tinggi, demikian halnya biaya operasional di

    sektor industri.

    Berdasarkan data PDRB Kabupaten Banyuasin (BPS 2009) menunjukkan

    dimana PDRB (termasuk migas) atas dasar harga berlaku tahun 2008 sebesar Rp 9.884

    milyar mengalami perlambatan antara tahun 2005 (23,70%), tahun 2006 (19,78%) dan

    tahun 2007 (16,07%). Kondisi ini terjadi karena harga minyak dunia yang terusmelonjak sehingga berpengaruh terhadap biaya produksi seluruh sektor ekonomi.

    Namun demikian pertumbuhan kembali meningkat pada tahun 2008 sebesar 21,15%.

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    19/26

    121

    Sementara itu, PDRB tanpa migas relatif lebih fluktuatif dimana antara tahun 2005 dan

    2006 mengalami peningkatan dari 14,26% menjadi 18,59%. Pada tahun 2007 kembali

    mengalami penurunan menjadi 16,07%, kemudian pada tahun 2008 mengalami

    pertumbuhan sebesar 17,45%. Secara diagramatik disajikan padaGambar 26.

    9.884.3778.158.813

    7.029.269

    5.868.620

    6.748.402

    5.745.816

    4.901.154

    4.132.697

    17,45

    21,15

    16,07

    23,70

    19,78 17,23

    18,5914,26

    2.000.000

    3.000.000

    4.000.000

    5.000.000

    6.000.000

    7.000.000

    8.000.000

    9.000.000

    10.000.000

    2005 2006 2007 2008

    PDRB(Rp)

    0,00

    5,00

    10,00

    15,00

    20,00

    25,00

    P

    ertumbuhanPDRB(%)

    PDRB dgn migas

    (Rp juta)

    PDRB tanpa migas

    (Rp juta)

    Pertumbuhan

    PDRB dgn migas

    Pertumbuhan

    PDRB tanpa migas

    Melambatnya pertumbuhan ekonomi Banyuasin juga sebagai dampak krisisekonomi global tahun 2007/2008. Harga komoditas ekspor produksi sektor pertanian

    seperti karet dan sawit mengalami kontraksi di pasar internasional. Kinerja

    perekonomian sektoral ditandai oleh tumbuhnya beberapa sektor yang cukup tinggi

    seperti sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa dan sektor bangunan.

    Secara grafik disajikan pada Gambar 27.

    Sumber: BPS Banyuasin 2009. Data diolah

    Gambar 26 Produk domestik regional bruto Kabupaten Banyuasin atas

    dasar harga berlaku dan pertumbuhannya

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    14

    16

    2005 2006 2007 2008

    Lajupertumbuhanekonomi(%

    )

    PertanianPertambangan

    Industri pengolahan

    Listrik, gas & air bersih

    Bangunan

    Perdagangan

    Angkutan

    Keuangan

    Jasa-jasa

    Sumber: BPS Banyuasin 2009. Data diolah

    Gambar 27 Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuasin menurut

    sektor

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    20/26

    122

    Berdasarkan kelompok sektor, PDRB Banyuasin tahun 2008 masih ditopang

    oleh sektor primer 47,78% (sektor pertanian 30,46% dan sektor pertambangan 17,32%)

    dan sektor sekunder 34,82% (sektor industri pengolahan 27,50%, listrik/gas/air 0,04%,

    bangunan 7,27%). Sementara pangsa sektor tersier menyumbang 17,41% (terdiri dari:

    perdagangan 11,4%, angkutan 0,54%, keuangan 0,71% dan jasa-jasa 4,72%). Pangsa

    sektor primer tersebut sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat

    48,57%. Penurunan pangsa di sektor primer ini terjadi pada sektor pertanian sebesar

    32,27% menjadi 30,46%. Selengkapnya secara grafik disajikan pada Gambar 28.

    32,2730,46

    16,29 17,32

    27,16 27,5

    7,12 7,27

    11,4 11,43

    0,53 0,040,05 0,540,710,74

    4,43 4,72

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    2007 2008

    Kontribusisektor(%

    )

    Pertanian

    Pertambangan

    Industri pengolahan

    Listrik, gas & air bersih

    Bangunan

    Perdagangan

    Angkutan

    Keuangan

    Jasa-jasa

    Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuasin tidak hanya menunjukkan

    peningkatan output atau tingkat pendapatan secara makro, tetapi pertumbuhan ekonomi

    juga menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan pendapatan per kapita masyarakat.

    Angka pendapatan per kapita ini lazim digunakan sebagai indikator untuk mengukur

    tingkat kesejahteraan masyarakat.

    Berdasarkan data PDRB Kabupaten Banyuasin 2008/2009 (BPS Banyuasin

    2009) menunjukkan pertumbuhan pendapatan per kapita atas dasar harga berlaku di

    kabupaten ini mengalami peningkatan. PDRB per kapita dengan migas tahun 2005

    sebesar Rp 7.997.269, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2006 sebesar Rp

    9.280.812 (7,43%) dan pada tahun 2007 mengalami sedikit perlambatan 6,94% . Akan

    tetapi pada tahun 2008 kembali mengalami kenaikan pertumbuhan PDRB per kapita

    sebesar Rp 12.380.852 (8,32%). Kondisi ini mencerminkan bahwa masyarakat

    Kabupaten Banyuasin relatif sejahtera. Namun data lapangan menunjukkan tekanan

    penduduk terhadap lahan hutan relatif masih tinggi. Secara grafis pertumbuhan

    pendapatan per kapita disajikan pada Gambar 29.

    Sumber: BPS Banyuasin 2009. Data diolah

    Gambar 28 Struktur ekonomi Kabupaten Banyuasin

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    21/26

    123

    10.478.462

    733.828 757.398 778.627 798.360

    12.380.852

    9.280.8127.997.269 8.452.831

    7.379.421

    6.471.041

    5.631.697

    6,06

    5,10

    6,56 6,78

    4,00

    7,438,32

    6,94

    -

    2.000.000

    4.000.000

    6.000.000

    8.000.000

    10.000.000

    12.000.000

    14.000.000

    2005 2006 2007 2008

    PDRB/kapita(Rp)danJmlpen

    duduk(jiwa)

    -

    1,00

    2,00

    3,00

    4,00

    5,00

    6,00

    7,00

    8,00

    9,00

    (%)

    PDRB/kapita dgn migas (Rp juta)

    PDRB/kapita tanpa migas (Rp juta)

    Jumlah penduduk

    Pertumbuhan pendapatan/kapita

    dg migas

    Pertumbuhan pendapatan/kapita

    tanpa migas

    4.2. Perkembangan Pengelolaan TN Sembilang

    Dalam dokumen rencana pengelolaan TN Sembilang 2009-2028 (TNS 2009)

    dijelaskan bahwa sejarah perkembangan pengelolaan TN Sembilang didasarkan pada

    rekomendasi Gubernur Provinsi Sumatera Selatan melalui surat Gubernur No

    522/5459/BAPPEDA-IV/1998, dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 76/Kpts-

    II/2001 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Selatan tanggal 15

    Maret 2001, yang didalamnya tercantum penunjukan kawasan Sembilang menjadi

    Taman Nasional. Selanjutnya ditindaklanjuti oleh Gubernur Provinsi Sumatera Selatan

    melalui Surat Gubernur No 522/5128/I tanggal 23 Oktober 2001 untuk meminta

    penetapan kawasan Taman Nasional Sembilang dengan luas 205.750 ha.

    Penilaian potensi yang dilakukan oleh Ditjen Bangda Departemen Dalam

    Negeri, bekerjasama dengan Ditjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA)

    Departemen Kehutanan tahun 1996/1997, juga menyimpulkan bahwa kawasan

    Sembilang memenuhi kriteria sebagai Kawasan Pelestarian Alam dengan bentuk Taman

    Nasional. Sehingga berdasarkan usulan, kajian dan rekomendasi tersebut, Kawasan

    Sembilang kemudian ditetapkan sebagai kawasan hutan tetap dengan fungsi hutan

    konservasi sebagai Taman Nasional, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.

    95/Kpts-II/2003 tanggal 19 Maret 2003, dengan luas 202.896.31 ha

    Pengelolaan kawasan TN Sembilang merupakan satu kesatuan pengelolaan dari

    tata ruang dan rencana pembangunan daerah. Secara umum tata guna lahan di sekitar

    kawasan TN Sembilang meliputi : (1) Kawasan hutan produksi, baik yang telah

    dibebani hak maupun yang belum dibebani hak, (2) Areal Penggunaan Lain (APL)

    Sumber: BPS Banyuasin 2009. Data diolah

    Gambar 29 Pendapatan perkapita Kabupaten Banyuasin atas dasar

    harga berlaku dan pertumbuhannya

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    22/26

    124

    berupa kawasan perkebunan, lahan transmigrasi dan lahan-lahan yang belum dibebani

    hak, (3) kawasan pelestarian alam (TN Berbak di Provinsi Jambi), dan (4) Kelompok

    Hutan Lindung Rimau dan Air Telang, serta (5) Calon pelabuhan domestik maupun

    internasional Tanjung Api-Api.

    Kebijakan optimalisasi pemanfatan ruang baik kawasan hutan produksi maupun

    APL yang berbatasan langsung dengan TNS tidak terelakkan di masa mendatang.

    Sampai tahun 2008 sudah diterbitkkan satu ijin prinsip IUPHHK-HTI yakni PT.

    Sumber Hijau Permai, sedangkan lainnya masih dalam proses. Optimalisasi

    pemanfaatan APL mengalami perkembangan cukup pesat. Sampai tahun 2008 tercatat

    dua perusahaan perkebunan sudah beroperasi yaitu PT. Raja Palma dan PT Citra Indo

    Niaga. Memperhatikan kondisi saat ini tidak menutup kemungkinan penerbitan ijin

    prinsip tersebut akan terus bertambah .

    Kawasan transmigrasi Karang Agung (Karang Agung Tengah dan Karang

    Agung Ilir) dengan 31 desa terletak di sebelah selatan TN Sembilang. Kawasan ini

    berdekatan langsung dengan taman nasional. Kawasan transmigrasi ini dimulai pada

    tahun 1982 dan 1985. Dalam perkembangannya desa-desa tersebut ada yang telah

    membuka tambak mendekati dan sebagian terindikasi berada dalam kawasan taman

    nasional.

    Di sebelah utara TN Sembilang terletak Taman Nasional Berbak, salah satuSitus Ramsar (lahan basah yang dianggap penting secara internasional) yang ada di

    Indonesia. Di antara ke dua kawasan ini mengalir Sungai Benu yang juga merupakan

    batas Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Kawasan di antara ke dua taman nasional

    ini terdapat sebuah desa definitif yakni Desa Tanah Pilih (di dalam kawasan TN

    Sembilang). Kondisinya telah terbuka dan hanya terdapat sedikit hutan rawa yang

    tersisa yang berhubungan langsung dengan ke dua kawasan taman nasional tersebut.

    Kebijakan Pemerintah Daerah mengharapkan adanya batas desa yang jelas dan

    dikeluarkan dari taman nasional. Salah satu rencana pembangunan di Provinsi Sumatera

    Selatan yang berada di dekat TN Sembilang adalah rencana pembangunan Pelabuhan

    Samudera Tanjung Api-Api. Pelabuhan samudera ini diharapkan dapat memberikan

    akses transportasi utama dari dan ke Sumatera Selatan melalui laut. Di sekitar kawasan

    Tanjung Api-Api ini direncanakan dibangun kawasan industri.

    Di sebelah barat kawasan juga merupakan wilayah konsesi minyak dan gas bumi

    Jambi Merang (Joint Operating Body Pertamina-YPF Jambi Merang). Kegiatan

    ekplorasi dan eksploitasi dilakukan di sekitar kawasan. Demikian juga halnya di

    kawasan Semenanjung Banyuasin telah dibuka oleh masyarakat secara ilegal untuk

    pengembangan usaha budidaya perikanan (tambak).

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    23/26

    125

    4.3 Isu dan Permasalahan Lingkungan Pesisir

    Berdasarkan informasi dari Balai TN Sembilang menunjukkan bahwa isu dan

    permasalahan yang mengancam upaya konservasi di TN Sembilang sangat kompleks.

    Hasil identifikasi meliputi : konversi lahan (untuk tambak, kebun dan ladang),

    pemanfaatan hutan ilegal (penebangan liar, eksploitasi sumber daya lain), kegiatan

    perikanan yang tidak lestari (penggunaan jaring pukat harimau, sianida), polusi,

    kebakaran hutan dan lahan, serta konflik sosial. Masalah kelembagaan seperti kurang

    koordinasi, tata batas taman nasional yang belum jelas, serta sistem landtenurial di

    sekitar kawasan dapat berpengaruh negatif.

    Semua permasalahan memiliki hubungan dengan aktivitas antropogenik. Ada

    kecenderungan dimana ancaman terhadap TN Sembilang akan semakin tinggi akibat

    adanya migrasi masuk yang terus bertambah. Selain itu juga gagalnya sistem

    penggunaan lahan pertanian di areal transmigrasi, adanya proyek kontroversial

    terhadap lingkungan seperti pembangunan pelabuhan Tanjung Api-Api serta eksploitasi

    minyak dan gas bumi di sebelah barat kawasan TN Sembilang. Isu dan permasalahan

    lingkungan pesisir di Kabupaten Banyuasin secara ringkas disajikan pada Tabel 16.

    Alat tangkap trawlbanyak diminati nelayan yang bermodal besar, karena daya

    ekploitasinya yang tinggi. Ukuran mata jaring yang besar di awal dan semakin mengecil

    di ujungnya ditambah dengan daya jelajah kapal yang tinggi, menyebabkan tidak

    adanya selektivitas produk yang ditangkap. Dengan logam pemberat dibagian dasar

    jaring, menyebabkan dasar perairan ikut terangkat, teraduk dan terbawa jaring bila

    menangkap di perairan yang dangkal. Hal ini membahayakan kelestarian sumberdaya

    perikanan. Warga Sungsang mulai terpengaruh memakai alat ini, meskipun alat ini

    dilarang oleh pemerintah. Nelayan dari Jambi, Riau dan nelayan luar lainnya pun

    demikian. Sejak maraknya pemakaian jaring pukat harimau, hasil perikanan terus

    menurun. Kondisi ini akan semakin memperburuk keadaan bila dibiarkan, karena

    mayoritas nelayan tidak menggunakan pukat harimau dan menggunakan alat tangkap

    yang legal. Dari tahun 1998 hingga sekarang, hasil ikan terus mengalami penurunan.

    Konflik nelayan tradisional dengan nelayan pukat harimau seperti pembakaran

    kapal dan jaring sering terjadi di daerah Sungsang. Dampak pukat harimau telah

    berpengaruh terhadap para nelayan di kawasan pesisir TN Sembilang. Umumnya

    mengeluh karena hasil laut yang terus turun, sampai akhirnya mengambil keputusanuntuk membuka tambak di kawasan TN Sembilang.

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    24/26

    126

    Tabel 16 Isu dan permasalahan lingkungan pesisir di kawasan TN Sembilang

    NoIsu dan

    permasalahanFaktor penyebab

    1 Konversi lahan a.Pembuatan tambak-tambak. Saat ini masih ada sekitar 2.013 ha tambak illegal di

    dalam TN Sembilangb.Pembuatan lahan pertanian, terutama untuk kebun kelapac.Spekulasi tanah terutama untuk mengantisipasi dibangunnya Pelabuhan Tanjung

    Api-api

    2 Pemanfaatan hasilhutan yang tidak

    lestari

    a.Pemanfaatan daun Nipah (Nypa fruticans) sangat intensifb.Penggunaan pohon Nibung (Oncosperma tigillarium) untuk tiang bangunanc.Pemanfaatan hasil hutan yang ilegal (seperti penebangan liar, perburuan,

    pemanfaatan sumberdaya yang tidak lestari). Kegiatan penebangan liar telah terjadidi kawasan sekitar bekas areal HPH PT Riwayat Musi Timber dan PT Bumi RayaUtara, Sungai Bakorendo, dan Sungai Sembilang/Simpang I. Dampak negatifpenebangan liar mengancam habitat hidupan liar, seperti Buaya Sinyulong

    (Tomistoma schlegelii). Di luar/sekitar kawasan, penebangan liar terjadi di sekitar

    Sungai Merang, dan hutan gambut sekitar Sungai Kepahiang.Perburuan/penangkapan satwa juga mengancam spesies harimau, buaya dan hidupan

    liar lainnnya.3 Kegiatan

    perikanan yangtidak lestari

    a.Penggunaan pukat harimaub.Penangkapan ikan dengan menggunakan sianida

    4 Polusi a.Sampah plastik dan tumpahan minyak dari mesin kapal merupakan ancaman bagikehidupan biota.

    b.Rencana eksploitasi gas bumi oleh JOB antara Pertamina dan YPF Jambi-Merangdiprediksi dapat menimbulkan polusi air di beberapa sungai di sekitar TN

    Sembilang, terutama di Sungai Bakorendo. Meskipun konsesi ini tidak dilanjutkan,

    karena tidak mendapat ijin dari Kementerian Kehutanan, sebaiknya rencana ini tetapperlu diantisipasi dan diwaspadai.

    c.Jika pelabuhan samudra di Tanjung Api-Api dibangun, polusi tumpahan minyak darikapal-kapal akan meningkat. Polusi dari penggunaan pestisida dan antibiotik juga

    terjadi di kawasan tambak

    5 Kebakaran hutandan lahan a.Beberapa kebakaran yang telah terjadi berhubungan langsung dengan kegiatanpembukaan lahan yang luas (contoh : transmigrasi dan kebun kelapa sawit), yang

    lainnya disebabkan oleh pendudukb.Penyebab utama dari kebakaran ini adalah kegiatan penebang liar untuk budidaya

    pertanian, nelayan yang melakukan pembukaan vegetasi untuk mencari ikan sertapengembangan kawasan transmigrasi.

    6 Konflik sosial a.Di dalam kawasan TN Sembilang dan sekitarnya terdapat tiga kelompok komunitas:(1) para petambak yang relatif baru, (2) mayoritas masyarakat nelayan tangkap, dan(3) para transmigran di Karang Agung yang pada umumnya petani. Jika terjadiperubahan dalam penggunaan lahan dari ke tiganya akan dapat menyulut konflik

    sosial yang lebih besar.

    b.Sedikitnya tiga macam konflik dapat terjadi: (1) Konflik antara nelayan setempatdan petambak, sebagai akibat kecemburuan sosial. Konflik ini dimulai saatmasyarakat setempat tidak diperbolehkan untuk membuka tambak, sementara para

    petambak yang umumnya pendatang dapat melakukannya. (2) Konflik antara

    nelayan tradisional dengan para nelayan pukat harimau. (3) Konflik lain terjadiantara nelayan tangkap tradisional setempat dengan nelayan pukat harimau yangmenangkap ikan di sekitar Sungsang. Nelayan pukat harimau ini mengeksploitasi

    sumberdaya laut sehingga meninggalkan sedikit hasil tangkapan bagi nelayantradisional. Sebagai satu dampak, beberapa nelayan setempat cepat atau lambat akanmerubah cara pemanfaatan sumberdaya ke arah budidaya tambak

    c.Konflik antara transmigran dan penduduk setempatd.Jika situasi ekonomi di kawasan transmigrasi Karang Agung semakin buruk,

    perubahan kegiatan bertani ke arah pemanfaatan sumberdaya hutan dan rawa akanmeningkat. Ini dapat menuju pada situasi kompetisi antara para transmigran danpenduduk setempat.

    7 MasalahKelembagaan

    a.Koordinasi antar instansi masih lemah.b.Masalah eksploitasi minyak dan gas bumi di sekitar TN Sembilang

    c.Dampak rencana pembangunan pelabuhan samudera Tanjung Api-Api, jugamerupakan kurangnya koordinasi antara instansi pemerintah

    Sumber : Hasil identifikasi lapangan dan sumber data lainnya (2010)

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    25/26

    127

    Adanya perbedaan perspektif daerah dan nasional serta internasional dalam hal

    mengelola sumberdaya alam, sering menimbulkan konflik kepentingan antara

    konservasi dan konversi. Perspektif nasional lebih mengedepankan isu-isu lingkungan

    untuk kelangsungan sumberdaya alam bagi generasi mendatang, sementara perspektif

    daerah karena berbagai tuntutan ekonomi terkadang lebih mengedepankan konversi

    menjadi budidaya intensif (contoh: konversi untuk kebun sawit, transmigrasi, tambak

    dan sebagainya). Meskipun prospek TN Sembilang memberikan manfaat bagi

    masyarakat dengan menjaga habitat pemijahan, sumber nutrisi dan pengasuhan

    (spawning ground) bagi ikan dan udang, hal ini tidak secara luas diketahui dan disadari.

    Walaupun pendapatan dari perikanan seluruhnya masuk ke pemerintah daerah (70%

    untuk Kabupaten, 30% untuk Desa), bahkan lebih banyak dana dari perikanan

    diredistribusi melalui sistem pajak.

    Penyebab utama permasalahan dan ancaman di sekitar kawasan TN Sembilang

    meliputi tiga isu utama, yaitu; (1) Konflik antara TN Sembilang dan masyarakat

    setempat mengenai strategi yang menyangkut matapencaharian dan penghidupan, (2)

    Konflik antara TN Sembilang dan rencana-rencana pembangunan yang ada, (3) Konflik

    antara TN Sembilang dan kegiatan-kegiatan bisnis ilegal dalam skala besar. Masih

    lemahnya koordinasi antar stakeholder serta masih adanya perbedaan perspektif dalam

    hal pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, sehingga ketiga isu utama tersebut

    masih dominan di kawasan ini. Sebagai contoh adanya rencana eksploitasi gas bumi di

    dalam TN Sembilang, meskipun konsesi ini pada akhirnya tidak dilanjutkan karena

    tidak mendapat ijin dari Kementerian Kehutanan. Namun ke depan, praktek-praktek

    seperti ini perlu diantisipasi. Hal lain adalah antisipasi dampak rencana pembangunan

    pelabuhan Samudera Tanjung Api-Api di sebelah Selatan TNS. Hal ini juga merupakan

    produk kurangnya koordinasi antara instansi pemerintah. Ketiga isu utama inimerupakan ancaman terhadap eksistensi TN Sembilang di masa yang akan datang.

  • 7/22/2019 hutan lindung sungai sembilang

    26/26

    152

    bahan bangunan (kayu nibung), sedangkan yang dilakukan masyarakat luar kabupaten

    umumnya dijual ke Palembang.

    Penebangan liar ini diprediksi berdampak negatif pada struktur hutan secara

    umum di kawasan TN Sembilang. Hal lain juga dapat mengancam habitat tersisa dari

    buaya sinyulong (Tomistoma schlegelii) di sepanjang Sungai Merang. Berdasarkan

    informasi dari TN Sembilang serta pengamatan langsung di lapangan menunjukkan

    bahwa saat ini terdapat peningkatan aktivitas masyarakat yang cukup signifikan di

    Sungai Merang. Disamping dampak langsung pada habitat buaya sinyulong,

    peningkatan gangguan terhadap habitat dan sarang buaya jenis ini juga disebabkan oleh

    meningkatnya populasi manusia di daerah tersebut, seperti kapal-kapal motor dan

    penggunaan chainsaw di hulu-hulu sungai. Kecenderungan lain penggerak emisi CO2

    yang tidak direncanakan adalah masalah kebakaran hutan dan lahan yang telah berulang

    kali terjadi di kawasan TN Sembilang.