26
1 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013 KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM BALAI TAMAN NASIONAL SEMBILANG Jl. AMD Kel. Talang Jambe Kec. Sukarami PALEMBANG Sumatera Selatan Telp. (0711) 7839200 Kode Pos 30152 LAPORAN PATROLI FUNGSIONAL PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN HUTAN SEKSI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL WILAYAH II SUNGAI SEMBILANG 5 7 MEI 2013 DIPA 029 TAHUN 2013 BALAI TAMAN NASIONAL SEMBILANG PALEMBANG, MEI 2013

LAPORAN PATROLI FUNGSIONAL SPTN 2 TAMAN NASIONAL SEMBILANG MEI 2013

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PATROLI FUNGSIONAL PENGAMANAN HUTAN DI SEKSI PTN WILAYAH 2 TAMAN NASIONAL SEMBILANG SUMATERA SELATAN

Citation preview

  • 1 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

    BALAI TAMAN NASIONAL SEMBILANG Jl. AMD Kel. Talang Jambe Kec. Sukarami PALEMBANG Sumatera Selatan

    Telp. (0711) 7839200 Kode Pos 30152

    LAPORAN PATROLI FUNGSIONAL PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN HUTAN

    SEKSI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL WILAYAH II SUNGAI SEMBILANG

    5 7 MEI 2013

    DIPA 029 TAHUN 2013 BALAI TAMAN NASIONAL SEMBILANG

    PALEMBANG, MEI 2013

  • 2 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang

    Taman Nasional Sembilang merupakan kawasan pelestarian alam yang

    telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :

    95/Kpts-II/2003 tanggal 19 Maret 2003 dengan luas 202.896,31 hektar. Kawasan

    Taman Nasional Sembilang adalah hasil penggabungan dari kawasan Suaka

    Margasatwa Terusan Dalam, Hutan Suaka Alam Sembilang, Hutan Produksi

    Terbatas Sungai Terusan Dalam dan kawasan perairan di sekitarnya.

    Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan

    Konservasi Alam Nomor : SK. 111/IV-Set/2011 tentang Zonasi Taman Nasional

    Sembilang, kawasan taman nasional dibagi ke dalam beberapa zonasi. Zona Inti

    seluas 83.361,69 ha, Zona Rimba seluas 94.956,59 ha, Zona Pemanfaatan seluas

    4.117,83 ha, Zona Tradisional seluas 5.272,61 ha, Zona Rehabilitasi seluas

    12.286,67 ha dan Zona Khusus seluas 2.900,92 ha.

    Balai Taman Nasional Sembilang telah melakukan kegiatan pengelolaan

    kawasan, sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta sumberdaya manusia.

    Salah satu tugas dari pengelolaan adalah melakukan kegiatan perlindungan dan

    pengamanan kawasan dari segala gangguan hutan yang terjadi. Pengelolaan

    tersebut sangat diperlukan karena kawasan Taman Nasional Sembilang

    merupakan kawasan yang open acces dimana sangat mudah bagi masyarakat

    untuk memasuki kawasan taman nasional. Apalagi hampir separuh dari keliling

    kawasan berhadapan dengan wilayah perairan laut.

    Sebelum terbentuknya taman nasional, keberadaan masyarakat telah lama

    ada dan tinggal dalam kawasan taman nasional. Keberadaan perkampungan ini

    menunjukkan bahwa keberadaan hutan beserta kawasan perairannya berperan

    sangat penting bagi keberlangsungan hidup mereka. Karena keberadaaanya maka

    perkampungan yang ada diakomodasi dalam Zona Khusus. Beberapa

    perkampungan masyarakat yang ada diantaranya adalah perkampungan Bungin,

    perkampungan Sembilang, perkampungan Birik, perkampungan Ngirawan dan

  • 3 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    perkampungan Terusan Dalam. Umumnya sebagian besar masyarakat dalam

    kawasan menggantungkan hidupnya dari usaha perikanan.

    Kawasan Taman Nasional Sembilang termasuk kawasan yang sangat

    potensial dalam menjaga keberlangsungan sumberdaya perikanan karena masih

    terdapatnya kawasan hutan mangrove yang masih utuh dan terjaga dengan baik.

    Beberapa komoditas perikanan bahkan telah menjadi andalan untuk diekspor ke

    beberapa negara tetangga. Dengan potensi yang sangat besar perlu diwaspadai

    pula adanya kegiatan illegal yang bersifat merusak keutuhan dan kelestarian

    taman nasional seperti penggunaan alat tangkap perikanan yang tidak ramah

    lingkungan (penggunaan troll, pengeboman atau bahan insektisida). Apabila

    kegiatan illegal tersebut terus dibiarkan maka yang terjadi adalah penurunan

    populasi dan biodiversitas perikanan. Dampak selanjutnya adalah adanya

    penurunan/pengurangan pendapatan masyarakat yang menggantungkan

    hidupnya pada sektor perikanan.

    Dengan adanya berbagai permasalahan di lapangan maka perlu adanya

    kegiatan yang dapat menekan/membatasi gangguan kawasan yang terjadi. Salah

    satu jalan adalah melaksanakan kegiatan pengamanan kawasan hutan yang

    bersifat preventif dan represif yaitu Patroli Fungsional Perlindungan dan

    Pengamanan Hutan Taman Nasional Sembilang yang melibatkan tenaga Polisi

    Kehutanan. Kegiatan tersebut dapat diarahkan di daerah/blok hutan rawan

    terjadinya gangguan kawasan hutan yaitu di wilayah kerja Seksi Pengelolaan

    Taman Nasional Wilayah II Sungai Sembilang.

    2. Maksud dan Tujuan

    Maksud dari pelaksanaan kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan

    Pengamanan Hutan Taman Nasional Sembilang adalah untuk melakukan

    pencegahan kegiatan pelanggaran/kejahatan hutan dan atau melakukan tindakan

    represif apabila menemukan pelanggaran/kejahatan hutan yang tertangkap

    tangan.

    Sedangkan pelaksanaan kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan

    Pengamanan Hutan Taman Nasional Sembilang bertujuan :

    1. Mengurangi dan menekan aktivitas pelanggaran/kejahatan terhadap kawasan

    hutan Taman Nasional Sembilang yang akan dilakukan oleh masyarakat.

  • 4 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    2. Sebagai salah satu upaya untuk penyelamatan kawasan hutan taman nasional

    dan potensi keanekaragaman hayati serta non hayati yang ada didalamnya.

    3. Untuk menunjukkan pada masyarakat (Show of Force) atas kegiatan

    pengamanan bersama yang dilakukan oleh personil taman nasional.

    4. Sebagai sarana berkomunikasi dan sosialisasi antara petugas Taman Nasional

    Sembilang dan masyarakat di dalam/sekitar kawasan.

    3. Sasaran Patroli

    Dalam kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan

    Taman Nasional Sembilang ditetapkan sasaran patroli pada masing-masing Blok

    Hutan/kawasan perairan berdasarkan intensitas pelanggaran yang terjadi dalam

    kurun waktu terakhir dan berdasarkan informasi yang berkembang dengan

    melakukan pengamatan, pemantauan (monitoring), pengawasan dan

    pemeriksaan terhadap orang, barang dan kapal yang dicurigai di dalam dan

    disekitar kawasan SPTN Wilayah II serta apabila diperlukan dapat melakukan

    penindakan terhadap pelaku dan atau barang bukti sesuai hukum yang berlaku.

    Pada kegiatan kali ini, sasaran/target patroli lebih diutamakan pada

    pengawasan terhadap eksploitasi Blangkas/Mimi lan Mintuno (Tachypleus gigas)

    yaitu blangkas yang hidup di pinggir pantai, serta (Carcinoscorpius rotundicauda)

    yaitu blangkas yang berada di payau-payau.

  • 5 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    BAB II

    TINJAUAN YURIDIS

    1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

    Berdasarkan Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 gangguan terhadap kelestarian

    hutan yang disebabkan oleh tindakan manusia, dapat dirinci sebagai berikut :

    a. Melakukan penambangan pada kawasan hutan lindung dengan pola

    pertambangan terbuka. Pasal 38 ayat 3 UU Nomor 41 Tahun 1999.

    b. Menggunakan kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung untuk

    kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa ijin dari Menteri

    Kehutanan. Pasal 38 ayat 3 UU Nomor 41 Tahun 1999.

    c. Merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan. Yaitu merusak parasarana

    perlindungan hutan yang antara lain: pagar-pagar batas kawasan hutan, pal batas

    hutan, ilaran api, menara pengawas dan jalan pemeriksaan. Dan merusak sarana

    perlindungan seperti: alat pemadam kebakaran, tanda larangan, rambu-rambu

    pengamanan hutan dan alat angkut. Pasal 50 ayat (1) UU Nomor 41 Tahun 1999.

    d. Melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan akibat diberikannya izin

    usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha

    pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan

    kayu dan bukan kayu. Yaitu terjadinya perubahan fisik, sifat atau hayati, yang

    menyebabkan hutan tersebut terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan

    fungsinya. Pasal 50 ayat (2) UU Nomor 41 Tahun 1999.

    e. Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara

    tidak sah. Pasal 50 ayat (3) huruf a UU Nomor 41 Tahun 1999. Yang dimaksud

    dengan:

    1) Mengerjakan kawasan hutan secara tidak sah adalah mengolah tanah dalam

    kawasan hutan tanpa mendapat ijin dari pejabat yang berwenang antara lain

    untuk perladangan, untuk pertanian, atau untuk usaha lainnya.

  • 6 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    2) Menggunakan kawasan hutan secara tidak sah adalah memanfaatkan kawasan

    hutan tanpa mendapat ijin dari pejabat yang berwenang antara lain untuk

    wisata, penggembalaan, perkemahan atau penggunaan kawasan hutan yang

    tidak sesuai dengan ijin yang diberikan.

    3) Menduduki kawasan hutan secara tidak sah adalah menguasai kawasan hutan

    tanpa mendapat ijin dari pejabat yang berwenang antara lain untuk

    membangun tempat pemukiman, gedung dan bangunan lainnya.

    4) Merambah hutan. Melakukan pembukaan kawasan hutan tanpa mendapat ijin

    dari pejabat yang berwenang. Pasal 50 ayat (3) huruf b UU Nomor 41 Tahun

    1999.

    f. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak

    sampai dengan : (Pasal 50 ayat (3) huruf c UU Nomor 41 Tahun 1999) :

    1) 500 m dari kiri kanan tepi sungai

    2) 200 m dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa

    3) 100 m dari kiri kanan tepi sungai

    4) 50 m dari kiri kanan tepi anak sungai

    5) 2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang

    6) 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai

    g. Membakar hutan. Pasal 50 ayat (3) huruf d UU Nomor 41 Tahun 1999

    h. Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan

    tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang. Pasal 50 ayat (3) huruf

    e UU Nomor 41 Tahun 1999. Termasuk dalam kegiatan pemanfaatan hutan tanpa

    izin ialah :

    1) pemegang izin melakukan pemanfaatan hutan di luar areal yang diberikan izin;

    2) pemegang izin melakukan pemanfaatan hutan melebihi target volume yang

    diizinkan;

    3) pemegang izin melakukan penangkapan/pengumpulan flora fauna melebihi

    target/quota yang telah ditetapkan;

    4) pemegang izin melakukan pemanfaatan hutan dalam radius dari lokasi

    tertentu yang dilarang undang-undang.

  • 7 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    i. Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,

    menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal

    dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah. Pasal 50 ayat (3)

    huruf f UU Nomor 41 Tahun 1999.

    j. Melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan

    tambang di dalam kawasan hutan, tanpa ijin Menteri. Pasal 50 ayat (3) huruf g UU

    Nomor 41 Tahun 1999.

    1) Melakukan kegiatan penyelidikan umum tanpa ijin adalah melakukan kegiatan

    penyelidikan umum atau geofisika di daratan, perairan dan dari udara, dengan

    maksud membuat peta geologi umum atau menetapkan tanda-tanda adanya

    bahan galian tanpa mendapat ijin dari pejabat yang berwenang.

    2) Melakukan eksplorasi tanpa ijin adalah melakukan segala penyelidikan geologi

    pertambangan untuk menetapkan lebih teliti dan lebih seksama adanya bahan

    galian dan sifat letaknya.

    3) Melakukan kegiatan eksploitasi tanpa ijin adalah melakukan kegiatan

    menambang untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya tanpa

    mendapat ijin dari pejabat yang berwenang.

    k. Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-

    sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan. Pasal 50 ayat (3) huruf h UU

    Nomor 41 Tahun 1999. Termasuk dalam pengertian hasil hutan yang tidak

    dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan adalah :

    1. Asal usul hasil hutan dan tempat tujuan pengangkutan tidak sesuai dengan

    yang tercantum dalam surat keterangan sahnya hasil hutan;

    2. Apabila keadaan fisik, baik jenis, jumlah maupun volume hasil hutan yang

    diangkut, dikuasai atau dimiliki sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan

    isi yang tercantum dalam surat keterangan sahnya hasil hutan;

    a. Pada waktu dan tempat yang sama tidak disertai dan dilengkapi surat-surat

    yang sah sebagai bukti;

    b. Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan masa berlakunya telah habis;

    c. Hasil hutan tidak mempunyai tanda sahnya hasil hutan.

  • 8 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    d. Ketentuan lebih lanjut mengenai surat keterangan sahnya hasil hutan diatur

    sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    l. Menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara

    khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang. Pasal 50 ayat (3)

    huruf i UU Nomor 41 Tahun 1999.

    m. Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga

    akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa

    izin yang berwenang. Alat-alat berat yang dimaksud antara lain: Traktor

    Buldozer, truk, loging truck, tariler, crane, tongkang, perahu klotok, helicopter,

    jeep, tugboat dan kapal. Pasal 50 ayat (3) huruf j UU Nomor 41 Tahun 1999.

    n. Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong atau

    membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin yang berwenang. Pasal 50

    ayat (3) huruf k UU Nomor 41 Tahun 1999.

    o. Membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan

    serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam

    kawasan hutan. Pasal 50 ayat (3) huruf l UU Nomor 41 Tahun 1999.

    p. Mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa tidak

    dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari

    pejabat yang berwenang. Pasal 50 ayat (3) huruf m UU Nomor 41 Tahun 1999.

    q. Mengeluarkan, membawa, dan atau mengangkut tumbuhtumbuhan dan satwa liar

    yang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

    berlaku. Pasal 50 ayat (4) UU Nomor 41 Tahun 1999

    2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati

    dan Ekosistemnya

    Berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tindak pidana bidang kehutanan

    dan konservasi sumber daya alam hayati, diuraikan sebagai berikut :

    a. Melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan

    kawasan suaka alam. Pasal 19 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1990 Maksud dari

    perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam adalah melakukan perusakan

    terhadap keutuhan kawasan dan ekosistemnya, mengurangi, menghilangkan

  • 9 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    fungsi dan luas suaka alam, perburuan satwa yang berada dalam kawasan serta

    menambah dan memasukkan jenis-jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.

    b. Mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara,

    mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-

    bagiannya dalam keadaan hidup atau mati. Pasal 21 ayat (1) huruf a UU Nomor 5

    Tahun 1990

    c. Mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan

    hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di

    luar Indonesia. Pasal 21 ayat (1) huruf b UU Nomor 5 Tahun 1990

    d. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,

    mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.

    Pasal 21 ayat (2) huruf a UU Nomor 5 Tahun 1990

    e. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa

    yang dilindungi dalam keadaan mati. Pasal 21 ayat (2) huruf b UU Nomor 5 Tahun

    1990

    f. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat

    lain di dalam atau di luar Indonesia. Pasal 21 ayat (2) huruf c UU Nomor 5 Tahun

    1990

    g. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain

    satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa

    tersebut atau megeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di

    dalam atau di luar Indonesia. Pasal 21 ayat (2) huruf d UU Nomor 5 Tahun 1990

    h. Mengambil , merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau

    memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi. Pasal 21 ayat (2) huruf e

    UU Nomor 5 Tahun 1990

    i. Melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan

    zona inti taman nasional. Maksud perubahan terhadap keutuhan zona inti taman

    nasional adalah mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman

    nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli. Pasal 33

    ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1990

  • 10 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    j. Melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona

    lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Pasal 33 ayat

    (3) UU Nomor 5 Tahun 1990

  • 11 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    BAB III

    PROSEDUR PELAKSANAAN

    1. Dasar Pelaksanaan

    Dalam melaksanakan kegiatan di lapangan tim Patroli Fungsional Perlindungan

    dan Pengamanan Hutan Taman Nasional Sembilang berpedoman pada peraturan

    perundang-undangan kehutanan/konservasi dan peraturan-peraturan lain yang

    berkaitan, terdiri dari :

    a. Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

    b. Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

    Hayati Dan Ekosistemnya.

    c. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

    Lingkungan Hidup.

    d. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan.

    e. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang Perburuan Satwa Liar.

    f. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka

    Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

    g. Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Tumbuhan dan

    Satwa Liar.

    h. Peraturan pemerintah No. 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan

    Satwa Liar.

    i. Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Bagian Anggaran

    Taman Nasional Sembilang 029 Tahun Anggaran 2013

    j. Surat Perintah Tugas Kepala Balai Taman Nasional Sembilang Nomor : PT.102/IV-

    T.7/2013 tanggal 24 April 2013.

    2. Waktu dan Tempat

    Rencana Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan

    Taman Nasional Sembilang SPTN Wilayah II dilaksanakan mulai tanggal 3 s/d 7 Mei

  • 12 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    2013 (selama 5 hari). Sedangkan lokasi pelaksanaan kegiatan di Wilayah SPTN II

    yang terdiri dari Resot Sembilang, Resot Alanggantang dan Resot Benawang.

    3. Alat dan Bahan

    Peralatan dan bahan yang disiapkan oleh tim dalam kegiatan ini adalah :

    a. Perlengkapan administrasi :

    - Surat Perintah Tugas (SPT)

    - Buku Kumpulan Peraturan Perundang-undangan

    - Berkas-berkas berkaitan dengan penegakan hukum / penyidikan

    b. Perlengkapan ATK :

    - Alat tulis

    - Buku tulis

    - Mistar

    c. Perlengkapan Lapangan :

    - Peta Kerja - Tali tambang

    - Kamera - GPS

    - Paku - Senter

    - Palu - Jas Hujan

    d. Perlengkapan Keamanan :

    - Sangkur

    - Senjata api (bagi yang berhak sesuai ketentuan yang berlaku)

    e. Perlengkapan Keselamatan

    - P3K

    - Pelampung

    f. Logistik

    - Air minum

    - Bahan makanan

    g. Perlengkapan Tranportasi

    - 1 Speedboat (40PK)

    - Minyak Pelumas

    - Peralatan Kunci mesin

    - BBM

  • 13 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    4. Personil

    Personil pelaksana kegiatan Patroli Fungsional ini terdiri dari :

    1. Nama / NIP.

    Pangkat / Gol.

    Jabatan

    :

    :

    :

    Heru Sutmantoro, S.Hut / 19730117 199903 1 003

    Penata Tk I / III d

    Kepala Seksi PTN Wilayah II

    2. Nama / NIP.

    Pangkat / Gol.

    Jabatan

    :

    :

    :

    Samsuarno / 196511161997031001

    Penata Muda / III a

    Polhut Pelaksana Lanjutan Seksi PTN Wilayah II

    3. Nama / NIP.

    Pangkat / Gol.

    Jabatan

    :

    :

    :

    Mendry Toovaryna ZS, A.Md / 198402012009012010

    Pengatur / II c

    Polhut Pelaksana Seksi PTN Wilayah II

    4. Nama / NIP.

    Pangkat / Gol.

    Jabatan

    :

    :

    :

    Suciat Natalia, A.Md / 198502052009012005

    Pengatur / II c

    Polhut Pelaksana Seksi PTN Wilayah II

    5. Nama / NIP.

    Pangkat / Gol.

    Jabatan

    :

    :

    :

    Sena Hadiwijaya K, A.Md / 198402052009121003

    Pengatur / II c

    Polhut Pelaksana Seksi PTN Wilayah II

    5. Pembiayaan

    Biaya kegiatan patroli fungsional perlindungan dan pengamanan hutan ini

    dibebankan pada sumber dana DIPA BA 029 Tahun Anggaran 2013 Balai TN

    Sembilang sebesar Rp. 22.220.000,- dengan rincian sebagaimana terlampir.

    RINCIAN BIAYA PATROLI FUNGSIONAL PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN

    HUTAN DI SPTN-II SEMBILANG

    NO

    KEGIATAN/SUB KEGIATAN

    VOLUME

    HARGA JUMLAH

    JENIS BELANJA/RINCIAN BELANJA SATUAN BIAYA

    1

    Belanja Barang Operasional Lainnya

    Pemusnahan Barang Bukti 1 Keg. 5.000.000 5.000.000

  • 14 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    2 Honor output kegiatan :

    - Uang Rapat Pembahasan RK (10 org x 1 hari)

    - Uang Rapat Pembahasan Laporan (10 org x 1

    hari)

    10

    10

    OH

    OH

    100.000

    100.000

    1.000.000

    1.000.000

    3 Belanja Bahan

    - Konsumsi pembahasan RK (10 org x 1 hr)

    - Konsumsi dalam rangka pembahasan Laporan

    (10 org x 1 hr)

    - ATK dan bahan komputer

    - Dokumentasi, penggandaan laporan

    - Personal Use/Perlengkapan Lapangan (5 org)

    - Transportasi perairan/pembelian BBM

    10

    10

    1

    1

    5

    1

    OH

    OH

    Paket

    Paket

    Orang

    Paket

    26.000

    26.000

    350.000

    350.000

    150.000

    4.500.000

    260.000

    260.000

    350.000

    350.000

    750.000

    4.500.000

    4

    Belanja perjalanan lainnya :

    - Uang harian Petugas (5 org x 5 hari) 25 OH 350.000 8.750.000

    Jumlah 22.220.000

    Catatan : Belanja barang operasional lainnya sebesar Rp. 5.000.000; tidak digunakan sehubungan tidak adanya barang bukti yang dimusnahkan.

    6. Strategi Patroli

    Dalam melaksanakan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan

    Taman Nasional Sembilang ini menggunakan 3 strategi patroli yang terdiri dari :

    a. Penghadangan atau penyanggongan adalah suatu kegiatan pengamanan dengan

    cara sembunyi atau terang-terangan terhadap pelanggar yang dipastikan

    melewati blok atau jalur tertentu. Apabila pelanggar telah diketahui maka

    dilanjutkan dengan tindakan penyergapan dan penangkapan.

  • 15 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    b. Pada kasus pelanggaran berat dimana tersangka/pelaku tertangkap tangan,

    dilakukan tindakan represif berupa penangkapan, penyitaan dan penyidikan

    sampai proses hukum di pengadilan. Sedangkan untuk kasus pelanggaran ringan

    di lakukan penangkapan, penyitaan, pemusnahan barang bukti dan

    penyuluhan/peringatan/surat pernyataan.

    c. Anjangsana/kunjungan ke rumah-rumah warga yang berada di Zona Khusus

    taman nasional atau desa yang berada di daerah penyangga taman nasional untuk

    memberikan pengertian dan pemahaman warga tentang keberadaan Taman

    Nasional Sembilang dan pendekatan dengan cara persuasif.

  • 16 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pergerakan Tim Patroli Fungsional dimulai dari depan Benteng Kuto Besak (BKB)

    Palembang menuju Kantor Seksi PTN Wilayah II di Dusun Sembilang. Tim menggunakan

    kendaraan air speedbout 40 PK dengan kapasitas 10 orang. Perjalanan menyusuri Sungai

    Musi ditempuh selama 2 jam dan dilanjutkan memasuki perairan laut Semenanjung

    Banyuasin selama 2 jam. Sekitar pukul 14.30 WIB tim patroli fungsional telah sampai di

    Kantor SPTN II di Dusun Sembilang. Keadaan cuaca dalam perjalanan tersebut relatife

    cukup baik. Pada hari berikutnya tim melakukan kegiatan patroli pada target patroli

    yaitu kegiatan illegal pemanfaatan sumberdaya perairan yang dilakukan masyarakat di

    Zona Tradisional. Hasil dan pembahasan patroli pengamanan fungsional yang telah

    dilaksanakan tersaji di bawah ini.

    1. Patroli Di Sungai Bogem

    Pada kesempatan pertama, tim patroli bergerak menuju sasaran/target di Sungai

    Bogem. Perjalanan menuju Sungai Bogem ditempuh selama sekitar 30 menit dari

    Kantor SPTN II. Di Muara Sungai Bogem, tim melihat adanya 4 (empat) buah kapal

    yang sedang bersandar di sekitar bagang. Saat ini di Muara Sungai Bogem masih

    terdapat 2 (dua) buah bagang yang masih aktif dimana pemilik bagang adalah warga

    Sunsang.

    Gambar 1. Tim patroli memulai perjalanan dari Kator SPTN II di muara S. Sembilang

    Gambar 2. Speedbout 40 PK yang

    digunakan untuk patroli

  • 17 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    Bagang merupakan pondok semipermanen yang dibuat panggung diatas permukaan

    air yang diunakan untuk aktifitas penangkapan dan pengolahan ikan serta sekaligus

    tempat tinggal sementara. Tim selanjutnya melakukan pemeriksaan terhadap kapal-

    kapal yang ada. Pemeriksaan dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan para

    nelayan membawa alat/bahan yang dilarang atau menangkap satwa liar/biota

    perairan yang dilindungi undang-undang. Alat dan bahan yang perlu diwaspadai

    adalah bahan kimia peracun ikan, penggunaan troll atau penggunaan jaring pukat

    harimau. Dalam pemeriksaan kapal ini, petugas tidak menemukan adanya barang-

    barang yang dilarang dan tidak terdapat hasil tanggkapan biota perairan yang

    dilindungi. Jumlah nelayan yang bersandar sebanyak 14 (empat belas) orang yang

    berasal dari Sungsang. Kemudian tim patroli meminta para nelayan untuk

    berkumpul di bagang untuk mendapatkan penyuluhan dari petugas. Dalam

    penyuluhan ini, petugas memberikan penyuluhan mengenai aturan-aturan yang

    berlaku di taman nasional khususnya dalam pemanfaatan sumberdaya perairan di

    Zona Tradisional serta memberikan penyuluhan tentang larangan penangkapan

    biota perairan yang dilindungi undang-undang terutama hewan

    Belangkas/Mimi/Mintuno, yang akhir-kahir ini marak terjadi perburuan dan

    penangkapan.

    Gambar 3. Perahu nelayan yang bersandar di sebuah bagang Muara S. Bogem

    Gambar 4. Petugas sedang memberikan

    penyuluhan kepada para nelayan

    Setelah melakukan penyuluhan, tim patroli melanjutkan menyusuri Sungai Bogem

    ke arah hulu. Dalam penyusuran selama sekitar 1,5 jam tim patroli tidak

    menemukan adanya pelanggaran hutan atau pemanfaatan sumberdaya perairan oleh

    masyarakat. Adapun vegetasi di Sungai Bogem didominasi oleh jenis Tinjang

  • 18 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    (Rhizophora apiculata Bl.), Nyiri (Xylocarpus granatum Koen) dan Nipah (Nypa

    fruticans Wurmb.). Sedangkan satwa liar yang ditjumpai terdiri dari Elang laut perut

    putih (Haliaeetus leucogaster), Elang ikan kepala kelabu (Ichthyophaga ichthyaetus),

    Burung raja udang (Halcyon capensis) dan Menintin (Alcedo meninting). Setelah tim

    patroli melakukan penyusuran ke Sungai Bogem, tim kembali lagi ke Kantor SPTN

    Wilayah II.

    2. Patroli di Sungai Sembilang- Sungai Simpang Tawar

    Pada hari berikutnya tim bergerak ke arah hulu Sungai Sembilang dari Kator SPTN

    Wilayah II. Sekitar kurang lebih 30 jam selama perjalanan, tim patroli melihat

    adanya kapal nelayan yang sedang bersandar dan tim langsung mendekati kapal

    tersebut. Terdapat 2 (dua) orang nelayan di dalam kapal yang mengaku bernama.

    yang berasal dari Pulau Rimau. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap isi kapal,

    tim menemukan adanya 1 (satu) ekor hewan belangkas yang masih hidup. Tim

    memberikan peringatan kepada pelaku, bahwa perburuan/penangkapan hewan

    belangkas dilarang untuk dilakukan karena hewan belangkas termasuk hewan yang

    dilindungi undang-undang. Hal ini sesuai dengan Lampiran Peraturan Pemerintah RI

    Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa yang

    mencantumkan Ketam tapak kuda (Tachypleus gigas) merupakan keluarga Bivalvia

    yang dilindungi. Selanjutnya tim, meminta pelaku penangkapan belangkas untuk

    menandatangi surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi.

    Gambar 5. Hewan Ketam Tapak Kuda/Belangkas/Mimi/Mintuno/Horseshoe crab (Tachypleus gigas)

    Gambar 6. Petugas patroli mengamankan 1 ekor hewan belangkas di S. Sembilang

  • 19 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    Gambar 7. Tim patroli memberikan pengarahan kepada pelaku

    Gambar 8. Pelaku menandatangani surat

    pernyataan tidak mengulangi perbuatannya lagi

    Terhadap 1 (satu) ekor belangkas hasil tangkapan, dilakukan pelepasan kembali ke

    Sungai Sembilang oleh petugas.

    Pada perjalanan selanjutnya petugas kembali mendatangi sebuah kapal yang sedang

    bersandar. Terdapat 2 (dua) orang nelayan yang sedang mencari ikan berasal dari

    Mariana yang mengaku bernama Jumari dan Rahmat. Setelah petugas melakukan

    pengecekan di dalam perahu jukung, ditemukan 2 (dua) ekor hewan belangkas yang

    masih hidup. Kemudian petugas memberikan penyuluhan kepada pelaku untuk tidak

    lagi melakukan penangkapan terhadap hewan belangkas karena dilindungi oleh

    undang-undang. Terhadap 2 (dua) ekor hewan belangkas yang telah ditangkap

    selanjutnya petugas melakukan pelepasliaran di lokasi Sungai Sembilang.

    Gambar 9. Petugas kembali mengamankan 2 ekor belangkas yang ditangkap nelayan

    Gambar 10. Petugas sedang

    melepasliarkan belangkas hasil tangkapan nelayan

    Setelah tim patroli sampai di batas terluar kawasan taman nasional pada Sungai

    Sembilang maka tim melanjutkan perjalanan di Sungai Simpang Tawar yang

  • 20 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    merupakan anak Sungai Sembilang. Sungai Simpang Tawar adalah salah satu sungai

    batas terluar taman nasional yang berada pada bagian timur. Tim patroli melakukan

    pemantauan di beberapa solok (anak sungai) pada Sungai Simpang Tawar. Hampir

    sekitar 2 jam, tim melakukan pemantauan aktifitas gangguan kawasan terutama

    pemanfaatan sumberdaya perairan secara illegal. Sampai pada ujung sungai, tim

    tidak menemukan adanya aktifitas manusia yang ada. Sungai Simpang Tawar

    merupakan salah satu sungai dimana pada bagian hulu airnya terasa tawar dengan

    warna air keruh (seperti air teh) yang diperkirakan tanahnya berjenis gambut.

    Vegetasi pada Sungai Simpang Tawar didominasi oleh jenis mangrove sejati seperti

    Jangkang (Rhizophora mucronata), Tanjang (Rhizophora apiculata), Tumuk

    (Bruguiera gymnorrhiza), Nyiri (Xylocarpus granatum) dan Nipah (Nypa fruticans).

    Sedangkan satwa liar yang dijumpai secara langsung dalam kegiatan patroli di

    Sungai Sembilang-Sungai Simpang Tawar adalah Burung Saeran bandera batu

    (Dicrurus paradiseus), Elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), Elang ikan

    kepala kelabu (Ichthyophaga ichthyaetus), Burung raja udang (Halcyon capensis),

    Menintin (Alcedo meninting) dan Kera abu-abu (Macaca fascicularis) sedangkan

    secara tidak langsung dijumpai adanya bekas sayatan kulit kayu yang terkelupas

    akibat dari cakaran beruang (Helarctos malayanus) yan sedang mencari madu pada

    pohon yang berlubang.

    3. Patroli di Kampung Bagang Birik dan Sungai Birik

    Tim patroli fungsional melanjutkan perjalanan menuju perkampungan bagang di

    Birik dengan melewati Pantai Timur Pulau Alanggantang. Perjalanan tim patroli

    ditempuh selama kurang lebih 45 menit dari Kantor SPTN II. Tim berhenti di sungai

    kecil sebelum perkampungan Birik dan dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju

    perkampungan. Setelah mendekati perkampungan, tim menemukan adanya

    pemasangan jaring (blat) di sepanjang tepian pantai kurang lebih dengan panjang

    jaring 50 meter. Di sepanjang jaring yang terpasang ini, tim menemukan adanya

    beberapa ekor belangkas (21 ekor) yang tersangkut ke jaring. Ukuran belangkas

    bervariasi ada yang kecil, sedang dan besar. Beberapa ekor belangkas yang masih

    hidup dilepaskan dari jeratan jaring oleh petugas yang selanjutnya dilepasliarkan.

    Kemungkinan besar pemasangan jaring blat dilakukan oleh warga Kampung Birik

  • 21 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    dimana selain untuk menangkap ikan/udang juga hewan belangkas yang saat ini

    laku dijual. Sesampainya di perkampungan, tim patroli singgah di pondok salah satu

    warga untuk beristirahat sejenak.

    Gambar 11. Kampung bagan birik di Zona Khusus Taman Nasional Sembilang

    Gambar 12. Suasana Kampung Bagang

    Birik di Muara S. Birik

    Gambar 13. Jaring blat yang dipasang di tepi pantai sekitar kampung bagan birik

    Gambar 14. Hewan belangkas yang

    terjerat jaring blat

    Sambil beristirahat, petugas menyampaikan kepada beberapa warga tentang

    larangan untuk menangkap/berburu hewan belangkas. Setelah di perkampungan

    Birik, tim patroli melakukan penyusuran di sepanjang Sungai Birik. Dalam

    penyusuran ini, tim kembali menemukan adanya pemasangan jaring blat sepanjang

    kurang lebih 20 meter, tetapi tidak ditemukan adanya orang-orang di sekitarnya.

    Kemungkinan jaring blat, baru dipasang karena tidak ditemukan adanya hasil laut

    yang tersangkut dalam jaring dan kebetulan keadaan air sedang surut. Pelanggaran

    hutan yang lain tidak ditemukan selama penyusuran di Sungai Birik. Vegetasi

    mangrove sejati yang ditemukan di Sungai Birik didominasi oleh jenis Tanjang

    (Rhizophora apiculata). Sedangkan satwa liar yang ditemui terdiri dari Elang ikan

  • 22 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    kepala kelabu (Ichthyophaga ichthyaetus), Burung raja udang (Halcyon capensis),

    Menintin (Alcedo meninting) dan Kera abu-abu (Macaca fascicularis). Berdasarkan

    informasi warga Birik, saat ini sering muncul 2 ekor buaya di muara Sungai Birik

    pada malam hari dimana satu ekor buaya merupakan buaya dewasa dengan panjang

    4 meter dan satu ekor buaya remaja dengan ekor putus/buntung.

    4. Patroli di Perkampungan Bagang Ngirawan dan Sungai Haji Kemad

    Selanjutnya tim melakukan penyusuran di Sungai Haji Kemad untuk memantau

    aktifitas pemanfaatan sumberdaya perairan di Zona Tradisional. Penyusuran dimulai

    dari Muara Ngirawan dan masuk dalam Sungai Haji Kemad menuju ke arah hulu. Tim

    menemui adanya pemasangat alat tangkap ikan di pinggir sungai yang disebut

    togok yang tidak sedang dioperasionalkan. Togok adalah jaring yang diikatkan

    pada sebuah jembatan bambu yang dibuat sepanjang 20-30 meter yang melintang ke

    arah tengah sungai. Di sepanjang penyusuran selama 30 menit dari Muara Ngirawan

    ditemukan togok berjumlah 4 (empat) unit. Setelah perjalanan kurang lebih satu

    jam, tim masuk ke salah satu solok (anak sungai) dari Sungai Haji Kemad. Dalam

    penyusuran di solok ini, tim patroli tidak menemukan adanya aktifitas manusia

    dalam pemanfaatan sumberdaya perairan.

    Gambar 15. Togok sarana pencari ikan yang ada di S. Haji Kemad

    Gambar 16. Petugas memberikan penyuluhan kepada warga bagan

    Ngirawan

  • 23 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    Gambar 17. Kera abu-abu (Macaca fascicularis) dijumpai di solok S. Haji Kemad

    Gambar 18. Ular cincin emas (Boiga

    dendrophila melanota) dijumpai di solok S. Haji Kemad

    Keadaan vegetasi mangrove yang ada masih terlihat utuh dan alami dengan jenis

    Tanjang (Rhizophora apiculata), Jangkang (Rhizophora mucronata)dan Nyiri (Xylocarpus

    granatum). Sedangkan satwa liar yang dijumpai secara langsung adalah Kera abu-abu

    (Macaca fascicularis), Ular cincin emas (Boiga dendrophila melanota), Elang ikan kepala

    kelabu (Ichthyophaga ichthyaetus), Burung raja udang (Halcyon capensis) dan Menintin

    (Alcedo meninting). Setelah melakukan penyusuran di Sungai Haji Kemad, tim patroli

    singgah di perkampungan bagang Ngirawan. Tujuannya adalah untuk memberikan

    penyuluhan kepada warga terkait peraturan termasuk kegiatan-kegiatan yang boleh

    dilakukan dan dilarang dalam kawasan taman nasional. Selanjutnya tim patroli meluncur

    kembali ke Kantor SPTN II melewati Sungai Benawang. Dalam perjalanan ini, tim patroli

    menjumpai 3 kapal nelayan yang sedang bersandar. Speedbout tim langsung merapat

    dan melakukan pemeriksaan terhadap isi kapal dan orang yang ada. Hasil pemeriksaan

    menemukan 1 (satu) ekor hewan belangkas dan berbagai jenis ikan hasil tangkapan.

    Jumlah nelayan yan beraktifitas sebanyak 7 (tujuh) orang yang berasal dari Mariana.

    Petugas kemudian meminta orang berkumpul untuk mendapatkan penyuluhan termasuk

    larangan penangkapan hewan belangkas. Petugas juga meminta agar belangkas yang

    telah ditangkap untuk dilepaskan ke sungai kembali.

  • 24 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    Gambar 19. Petugas sedang memeriksa isi kapal nelayan di S. Benawang

    Gambar 20. Tim sedang memberikan

    penyuluhan kepada nelayan

  • 25 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    V. PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Beberapa butir kesimpulan yang dapat ditarik dari kegiatan Patroli

    Fungsional Taman Nasional Sembilang yang dilaksanakan mulai tanggal 3 sampai

    dengan 7 Mei 2013, adalah sebagai berikut :

    1. Kegiatan patroli fungsional berjalan aman dan lancar serta mendapatkan

    temuan gangguan hutan/kawasan khususnya pemanfaatan sumberdaya

    perairan.

    2. Tim patroli menemukan adanya kegiatan nelayan dalam pemanfaatan

    sumberdaya perairan di Zona Tradisional berupa penangkapan hewan

    belangkas yang statusnya dilindungi menurut peraturan yang ada. Lokasi

    kegiatan penangkapan hewan belangkas ditemukan di Sungai Sembilang,

    perkampungan bagang Birik dan di Sungai/Selat Benawang.

    3. Tim patroli berhasil mengamankan sebanyak 25 (dua puluh lima) ekor hewan

    belangkas dalam keadaan hidup dengan berbagai ukuran/umur. Terhadap

    dua puluh lima ekor hewan belangkas telah dilakukan pelepasliaran dalam

    sungai ditempat dimana hewan tersebut ditemukan/diamankan.

    4. Tim telah melakukan kegiatan penyuluhan kepada para nelayan dan warga di

    zona khusus (Sembilang, Birik, Ngirawan) untuk tidak lagi melakukan

    kegiatan penangkapan/perburuan hewan belangkas (Tachipleus gigas). Selain

    itu Kepala Seksi PTN II telah mengirimkan surat kepada Kepala Desa/Dusun

    dan Penampung/Juragan ikan untuk melakukan penyebarluasan informasi

    kepada masyarakat dan untuk tidak memperjualbelikan hewan belangkas

    dimana tembusannya kepada instansi terkait.

    5. Dalam kegiatan patroli fungsional ini, tim juga mengamati keadaan vegetasi

    hutan dan menjumpai baik langsung maupun tidak langsung beberapa satwa

    liar yaitu Elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), Elang ikan kepala

    kelabu (Ichthyophaga ichthyaetus), Burung raja udang (Halcyon capensis),

    Menintin (Alcedo meninting, Kera abu-abu (Macaca fascicularis), Ular cincin emas

  • 26 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013

    (Boiga dendrophila melanota), Burung Saeran bandera batu (Dicrurus paradiseus) dan

    Beruang (Helarctos malayanus).

    B. Saran

    Saran yang dapat disampaikan dari kegiatan Patroli Fungsional Taman

    Nasional Sembilang ini adalah sebagai berikut :

    1. Setelah pelaksanaan patroli perlu adanya pemantauan baik di dalam maupun

    di luar kawasan taman nasional secara terus menerus khususnya berkaitan

    dengan rantai perdagangan hewan belangkas yang kemungkinan masih

    berlangsung.

    2. Apabila masih terjadi kegiatan perdagangan hewan belangkas maka perlu

    adanya upaya hukum/yustisi bekerjasama dengan instansi terkait (BKSDA

    Sumsel, Kepolisian Resor Banyuasin) terutama kepada pedagang

    besar/pengumpul hewan belangkas agar menimbulkan efek jera/shock

    therapy.

    3. Perlu adanya pengusulan dalam DIPA tentang pembuatan poster yang

    berisikan jenis-jenis sumberdaya perairan yang dilindungi undang-undang

    untuk disebarluaskan kepada masyarakat.