Upload
espeteendua-teen-sembilang
View
178
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PATROLI FUNGSIONAL PENGAMANAN HUTAN DI SEKSI PTN WILAYAH 2 TAMAN NASIONAL SEMBILANG SUMATERA SELATAN
Citation preview
1 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM
BALAI TAMAN NASIONAL SEMBILANG Jl. AMD Kel. Talang Jambe Kec. Sukarami PALEMBANG Sumatera Selatan
Telp. (0711) 7839200 Kode Pos 30152
LAPORAN PATROLI FUNGSIONAL PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN HUTAN
SEKSI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL WILAYAH II SUNGAI SEMBILANG
5 7 MEI 2013
DIPA 029 TAHUN 2013 BALAI TAMAN NASIONAL SEMBILANG
PALEMBANG, MEI 2013
2 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Taman Nasional Sembilang merupakan kawasan pelestarian alam yang
telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
95/Kpts-II/2003 tanggal 19 Maret 2003 dengan luas 202.896,31 hektar. Kawasan
Taman Nasional Sembilang adalah hasil penggabungan dari kawasan Suaka
Margasatwa Terusan Dalam, Hutan Suaka Alam Sembilang, Hutan Produksi
Terbatas Sungai Terusan Dalam dan kawasan perairan di sekitarnya.
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam Nomor : SK. 111/IV-Set/2011 tentang Zonasi Taman Nasional
Sembilang, kawasan taman nasional dibagi ke dalam beberapa zonasi. Zona Inti
seluas 83.361,69 ha, Zona Rimba seluas 94.956,59 ha, Zona Pemanfaatan seluas
4.117,83 ha, Zona Tradisional seluas 5.272,61 ha, Zona Rehabilitasi seluas
12.286,67 ha dan Zona Khusus seluas 2.900,92 ha.
Balai Taman Nasional Sembilang telah melakukan kegiatan pengelolaan
kawasan, sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya serta sumberdaya manusia.
Salah satu tugas dari pengelolaan adalah melakukan kegiatan perlindungan dan
pengamanan kawasan dari segala gangguan hutan yang terjadi. Pengelolaan
tersebut sangat diperlukan karena kawasan Taman Nasional Sembilang
merupakan kawasan yang open acces dimana sangat mudah bagi masyarakat
untuk memasuki kawasan taman nasional. Apalagi hampir separuh dari keliling
kawasan berhadapan dengan wilayah perairan laut.
Sebelum terbentuknya taman nasional, keberadaan masyarakat telah lama
ada dan tinggal dalam kawasan taman nasional. Keberadaan perkampungan ini
menunjukkan bahwa keberadaan hutan beserta kawasan perairannya berperan
sangat penting bagi keberlangsungan hidup mereka. Karena keberadaaanya maka
perkampungan yang ada diakomodasi dalam Zona Khusus. Beberapa
perkampungan masyarakat yang ada diantaranya adalah perkampungan Bungin,
perkampungan Sembilang, perkampungan Birik, perkampungan Ngirawan dan
3 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
perkampungan Terusan Dalam. Umumnya sebagian besar masyarakat dalam
kawasan menggantungkan hidupnya dari usaha perikanan.
Kawasan Taman Nasional Sembilang termasuk kawasan yang sangat
potensial dalam menjaga keberlangsungan sumberdaya perikanan karena masih
terdapatnya kawasan hutan mangrove yang masih utuh dan terjaga dengan baik.
Beberapa komoditas perikanan bahkan telah menjadi andalan untuk diekspor ke
beberapa negara tetangga. Dengan potensi yang sangat besar perlu diwaspadai
pula adanya kegiatan illegal yang bersifat merusak keutuhan dan kelestarian
taman nasional seperti penggunaan alat tangkap perikanan yang tidak ramah
lingkungan (penggunaan troll, pengeboman atau bahan insektisida). Apabila
kegiatan illegal tersebut terus dibiarkan maka yang terjadi adalah penurunan
populasi dan biodiversitas perikanan. Dampak selanjutnya adalah adanya
penurunan/pengurangan pendapatan masyarakat yang menggantungkan
hidupnya pada sektor perikanan.
Dengan adanya berbagai permasalahan di lapangan maka perlu adanya
kegiatan yang dapat menekan/membatasi gangguan kawasan yang terjadi. Salah
satu jalan adalah melaksanakan kegiatan pengamanan kawasan hutan yang
bersifat preventif dan represif yaitu Patroli Fungsional Perlindungan dan
Pengamanan Hutan Taman Nasional Sembilang yang melibatkan tenaga Polisi
Kehutanan. Kegiatan tersebut dapat diarahkan di daerah/blok hutan rawan
terjadinya gangguan kawasan hutan yaitu di wilayah kerja Seksi Pengelolaan
Taman Nasional Wilayah II Sungai Sembilang.
2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari pelaksanaan kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan
Pengamanan Hutan Taman Nasional Sembilang adalah untuk melakukan
pencegahan kegiatan pelanggaran/kejahatan hutan dan atau melakukan tindakan
represif apabila menemukan pelanggaran/kejahatan hutan yang tertangkap
tangan.
Sedangkan pelaksanaan kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan
Pengamanan Hutan Taman Nasional Sembilang bertujuan :
1. Mengurangi dan menekan aktivitas pelanggaran/kejahatan terhadap kawasan
hutan Taman Nasional Sembilang yang akan dilakukan oleh masyarakat.
4 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
2. Sebagai salah satu upaya untuk penyelamatan kawasan hutan taman nasional
dan potensi keanekaragaman hayati serta non hayati yang ada didalamnya.
3. Untuk menunjukkan pada masyarakat (Show of Force) atas kegiatan
pengamanan bersama yang dilakukan oleh personil taman nasional.
4. Sebagai sarana berkomunikasi dan sosialisasi antara petugas Taman Nasional
Sembilang dan masyarakat di dalam/sekitar kawasan.
3. Sasaran Patroli
Dalam kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan
Taman Nasional Sembilang ditetapkan sasaran patroli pada masing-masing Blok
Hutan/kawasan perairan berdasarkan intensitas pelanggaran yang terjadi dalam
kurun waktu terakhir dan berdasarkan informasi yang berkembang dengan
melakukan pengamatan, pemantauan (monitoring), pengawasan dan
pemeriksaan terhadap orang, barang dan kapal yang dicurigai di dalam dan
disekitar kawasan SPTN Wilayah II serta apabila diperlukan dapat melakukan
penindakan terhadap pelaku dan atau barang bukti sesuai hukum yang berlaku.
Pada kegiatan kali ini, sasaran/target patroli lebih diutamakan pada
pengawasan terhadap eksploitasi Blangkas/Mimi lan Mintuno (Tachypleus gigas)
yaitu blangkas yang hidup di pinggir pantai, serta (Carcinoscorpius rotundicauda)
yaitu blangkas yang berada di payau-payau.
5 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
BAB II
TINJAUAN YURIDIS
1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Berdasarkan Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 gangguan terhadap kelestarian
hutan yang disebabkan oleh tindakan manusia, dapat dirinci sebagai berikut :
a. Melakukan penambangan pada kawasan hutan lindung dengan pola
pertambangan terbuka. Pasal 38 ayat 3 UU Nomor 41 Tahun 1999.
b. Menggunakan kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung untuk
kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa ijin dari Menteri
Kehutanan. Pasal 38 ayat 3 UU Nomor 41 Tahun 1999.
c. Merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan. Yaitu merusak parasarana
perlindungan hutan yang antara lain: pagar-pagar batas kawasan hutan, pal batas
hutan, ilaran api, menara pengawas dan jalan pemeriksaan. Dan merusak sarana
perlindungan seperti: alat pemadam kebakaran, tanda larangan, rambu-rambu
pengamanan hutan dan alat angkut. Pasal 50 ayat (1) UU Nomor 41 Tahun 1999.
d. Melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan akibat diberikannya izin
usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan
kayu dan bukan kayu. Yaitu terjadinya perubahan fisik, sifat atau hayati, yang
menyebabkan hutan tersebut terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan
fungsinya. Pasal 50 ayat (2) UU Nomor 41 Tahun 1999.
e. Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara
tidak sah. Pasal 50 ayat (3) huruf a UU Nomor 41 Tahun 1999. Yang dimaksud
dengan:
1) Mengerjakan kawasan hutan secara tidak sah adalah mengolah tanah dalam
kawasan hutan tanpa mendapat ijin dari pejabat yang berwenang antara lain
untuk perladangan, untuk pertanian, atau untuk usaha lainnya.
6 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
2) Menggunakan kawasan hutan secara tidak sah adalah memanfaatkan kawasan
hutan tanpa mendapat ijin dari pejabat yang berwenang antara lain untuk
wisata, penggembalaan, perkemahan atau penggunaan kawasan hutan yang
tidak sesuai dengan ijin yang diberikan.
3) Menduduki kawasan hutan secara tidak sah adalah menguasai kawasan hutan
tanpa mendapat ijin dari pejabat yang berwenang antara lain untuk
membangun tempat pemukiman, gedung dan bangunan lainnya.
4) Merambah hutan. Melakukan pembukaan kawasan hutan tanpa mendapat ijin
dari pejabat yang berwenang. Pasal 50 ayat (3) huruf b UU Nomor 41 Tahun
1999.
f. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak
sampai dengan : (Pasal 50 ayat (3) huruf c UU Nomor 41 Tahun 1999) :
1) 500 m dari kiri kanan tepi sungai
2) 200 m dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa
3) 100 m dari kiri kanan tepi sungai
4) 50 m dari kiri kanan tepi anak sungai
5) 2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang
6) 130 kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai
g. Membakar hutan. Pasal 50 ayat (3) huruf d UU Nomor 41 Tahun 1999
h. Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan
tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang. Pasal 50 ayat (3) huruf
e UU Nomor 41 Tahun 1999. Termasuk dalam kegiatan pemanfaatan hutan tanpa
izin ialah :
1) pemegang izin melakukan pemanfaatan hutan di luar areal yang diberikan izin;
2) pemegang izin melakukan pemanfaatan hutan melebihi target volume yang
diizinkan;
3) pemegang izin melakukan penangkapan/pengumpulan flora fauna melebihi
target/quota yang telah ditetapkan;
4) pemegang izin melakukan pemanfaatan hutan dalam radius dari lokasi
tertentu yang dilarang undang-undang.
7 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
i. Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,
menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal
dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah. Pasal 50 ayat (3)
huruf f UU Nomor 41 Tahun 1999.
j. Melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan
tambang di dalam kawasan hutan, tanpa ijin Menteri. Pasal 50 ayat (3) huruf g UU
Nomor 41 Tahun 1999.
1) Melakukan kegiatan penyelidikan umum tanpa ijin adalah melakukan kegiatan
penyelidikan umum atau geofisika di daratan, perairan dan dari udara, dengan
maksud membuat peta geologi umum atau menetapkan tanda-tanda adanya
bahan galian tanpa mendapat ijin dari pejabat yang berwenang.
2) Melakukan eksplorasi tanpa ijin adalah melakukan segala penyelidikan geologi
pertambangan untuk menetapkan lebih teliti dan lebih seksama adanya bahan
galian dan sifat letaknya.
3) Melakukan kegiatan eksploitasi tanpa ijin adalah melakukan kegiatan
menambang untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya tanpa
mendapat ijin dari pejabat yang berwenang.
k. Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-
sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan. Pasal 50 ayat (3) huruf h UU
Nomor 41 Tahun 1999. Termasuk dalam pengertian hasil hutan yang tidak
dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan adalah :
1. Asal usul hasil hutan dan tempat tujuan pengangkutan tidak sesuai dengan
yang tercantum dalam surat keterangan sahnya hasil hutan;
2. Apabila keadaan fisik, baik jenis, jumlah maupun volume hasil hutan yang
diangkut, dikuasai atau dimiliki sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan
isi yang tercantum dalam surat keterangan sahnya hasil hutan;
a. Pada waktu dan tempat yang sama tidak disertai dan dilengkapi surat-surat
yang sah sebagai bukti;
b. Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan masa berlakunya telah habis;
c. Hasil hutan tidak mempunyai tanda sahnya hasil hutan.
8 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai surat keterangan sahnya hasil hutan diatur
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
l. Menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara
khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang. Pasal 50 ayat (3)
huruf i UU Nomor 41 Tahun 1999.
m. Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga
akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa
izin yang berwenang. Alat-alat berat yang dimaksud antara lain: Traktor
Buldozer, truk, loging truck, tariler, crane, tongkang, perahu klotok, helicopter,
jeep, tugboat dan kapal. Pasal 50 ayat (3) huruf j UU Nomor 41 Tahun 1999.
n. Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong atau
membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin yang berwenang. Pasal 50
ayat (3) huruf k UU Nomor 41 Tahun 1999.
o. Membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan
serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam
kawasan hutan. Pasal 50 ayat (3) huruf l UU Nomor 41 Tahun 1999.
p. Mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa tidak
dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari
pejabat yang berwenang. Pasal 50 ayat (3) huruf m UU Nomor 41 Tahun 1999.
q. Mengeluarkan, membawa, dan atau mengangkut tumbuhtumbuhan dan satwa liar
yang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pasal 50 ayat (4) UU Nomor 41 Tahun 1999
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
dan Ekosistemnya
Berdasarkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tindak pidana bidang kehutanan
dan konservasi sumber daya alam hayati, diuraikan sebagai berikut :
a. Melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan
kawasan suaka alam. Pasal 19 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1990 Maksud dari
perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam adalah melakukan perusakan
terhadap keutuhan kawasan dan ekosistemnya, mengurangi, menghilangkan
9 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
fungsi dan luas suaka alam, perburuan satwa yang berada dalam kawasan serta
menambah dan memasukkan jenis-jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.
b. Mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara,
mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-
bagiannya dalam keadaan hidup atau mati. Pasal 21 ayat (1) huruf a UU Nomor 5
Tahun 1990
c. Mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan
hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di
luar Indonesia. Pasal 21 ayat (1) huruf b UU Nomor 5 Tahun 1990
d. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,
mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
Pasal 21 ayat (2) huruf a UU Nomor 5 Tahun 1990
e. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa
yang dilindungi dalam keadaan mati. Pasal 21 ayat (2) huruf b UU Nomor 5 Tahun
1990
f. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat
lain di dalam atau di luar Indonesia. Pasal 21 ayat (2) huruf c UU Nomor 5 Tahun
1990
g. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain
satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa
tersebut atau megeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di
dalam atau di luar Indonesia. Pasal 21 ayat (2) huruf d UU Nomor 5 Tahun 1990
h. Mengambil , merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau
memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi. Pasal 21 ayat (2) huruf e
UU Nomor 5 Tahun 1990
i. Melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan
zona inti taman nasional. Maksud perubahan terhadap keutuhan zona inti taman
nasional adalah mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman
nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli. Pasal 33
ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1990
10 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
j. Melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona
lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Pasal 33 ayat
(3) UU Nomor 5 Tahun 1990
11 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
BAB III
PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Dasar Pelaksanaan
Dalam melaksanakan kegiatan di lapangan tim Patroli Fungsional Perlindungan
dan Pengamanan Hutan Taman Nasional Sembilang berpedoman pada peraturan
perundang-undangan kehutanan/konservasi dan peraturan-peraturan lain yang
berkaitan, terdiri dari :
a. Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
b. Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati Dan Ekosistemnya.
c. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
d. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan.
e. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 Tentang Perburuan Satwa Liar.
f. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
g. Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Tumbuhan dan
Satwa Liar.
h. Peraturan pemerintah No. 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan
Satwa Liar.
i. Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Bagian Anggaran
Taman Nasional Sembilang 029 Tahun Anggaran 2013
j. Surat Perintah Tugas Kepala Balai Taman Nasional Sembilang Nomor : PT.102/IV-
T.7/2013 tanggal 24 April 2013.
2. Waktu dan Tempat
Rencana Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan
Taman Nasional Sembilang SPTN Wilayah II dilaksanakan mulai tanggal 3 s/d 7 Mei
12 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
2013 (selama 5 hari). Sedangkan lokasi pelaksanaan kegiatan di Wilayah SPTN II
yang terdiri dari Resot Sembilang, Resot Alanggantang dan Resot Benawang.
3. Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang disiapkan oleh tim dalam kegiatan ini adalah :
a. Perlengkapan administrasi :
- Surat Perintah Tugas (SPT)
- Buku Kumpulan Peraturan Perundang-undangan
- Berkas-berkas berkaitan dengan penegakan hukum / penyidikan
b. Perlengkapan ATK :
- Alat tulis
- Buku tulis
- Mistar
c. Perlengkapan Lapangan :
- Peta Kerja - Tali tambang
- Kamera - GPS
- Paku - Senter
- Palu - Jas Hujan
d. Perlengkapan Keamanan :
- Sangkur
- Senjata api (bagi yang berhak sesuai ketentuan yang berlaku)
e. Perlengkapan Keselamatan
- P3K
- Pelampung
f. Logistik
- Air minum
- Bahan makanan
g. Perlengkapan Tranportasi
- 1 Speedboat (40PK)
- Minyak Pelumas
- Peralatan Kunci mesin
- BBM
13 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
4. Personil
Personil pelaksana kegiatan Patroli Fungsional ini terdiri dari :
1. Nama / NIP.
Pangkat / Gol.
Jabatan
:
:
:
Heru Sutmantoro, S.Hut / 19730117 199903 1 003
Penata Tk I / III d
Kepala Seksi PTN Wilayah II
2. Nama / NIP.
Pangkat / Gol.
Jabatan
:
:
:
Samsuarno / 196511161997031001
Penata Muda / III a
Polhut Pelaksana Lanjutan Seksi PTN Wilayah II
3. Nama / NIP.
Pangkat / Gol.
Jabatan
:
:
:
Mendry Toovaryna ZS, A.Md / 198402012009012010
Pengatur / II c
Polhut Pelaksana Seksi PTN Wilayah II
4. Nama / NIP.
Pangkat / Gol.
Jabatan
:
:
:
Suciat Natalia, A.Md / 198502052009012005
Pengatur / II c
Polhut Pelaksana Seksi PTN Wilayah II
5. Nama / NIP.
Pangkat / Gol.
Jabatan
:
:
:
Sena Hadiwijaya K, A.Md / 198402052009121003
Pengatur / II c
Polhut Pelaksana Seksi PTN Wilayah II
5. Pembiayaan
Biaya kegiatan patroli fungsional perlindungan dan pengamanan hutan ini
dibebankan pada sumber dana DIPA BA 029 Tahun Anggaran 2013 Balai TN
Sembilang sebesar Rp. 22.220.000,- dengan rincian sebagaimana terlampir.
RINCIAN BIAYA PATROLI FUNGSIONAL PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN
HUTAN DI SPTN-II SEMBILANG
NO
KEGIATAN/SUB KEGIATAN
VOLUME
HARGA JUMLAH
JENIS BELANJA/RINCIAN BELANJA SATUAN BIAYA
1
Belanja Barang Operasional Lainnya
Pemusnahan Barang Bukti 1 Keg. 5.000.000 5.000.000
14 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
2 Honor output kegiatan :
- Uang Rapat Pembahasan RK (10 org x 1 hari)
- Uang Rapat Pembahasan Laporan (10 org x 1
hari)
10
10
OH
OH
100.000
100.000
1.000.000
1.000.000
3 Belanja Bahan
- Konsumsi pembahasan RK (10 org x 1 hr)
- Konsumsi dalam rangka pembahasan Laporan
(10 org x 1 hr)
- ATK dan bahan komputer
- Dokumentasi, penggandaan laporan
- Personal Use/Perlengkapan Lapangan (5 org)
- Transportasi perairan/pembelian BBM
10
10
1
1
5
1
OH
OH
Paket
Paket
Orang
Paket
26.000
26.000
350.000
350.000
150.000
4.500.000
260.000
260.000
350.000
350.000
750.000
4.500.000
4
Belanja perjalanan lainnya :
- Uang harian Petugas (5 org x 5 hari) 25 OH 350.000 8.750.000
Jumlah 22.220.000
Catatan : Belanja barang operasional lainnya sebesar Rp. 5.000.000; tidak digunakan sehubungan tidak adanya barang bukti yang dimusnahkan.
6. Strategi Patroli
Dalam melaksanakan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan
Taman Nasional Sembilang ini menggunakan 3 strategi patroli yang terdiri dari :
a. Penghadangan atau penyanggongan adalah suatu kegiatan pengamanan dengan
cara sembunyi atau terang-terangan terhadap pelanggar yang dipastikan
melewati blok atau jalur tertentu. Apabila pelanggar telah diketahui maka
dilanjutkan dengan tindakan penyergapan dan penangkapan.
15 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
b. Pada kasus pelanggaran berat dimana tersangka/pelaku tertangkap tangan,
dilakukan tindakan represif berupa penangkapan, penyitaan dan penyidikan
sampai proses hukum di pengadilan. Sedangkan untuk kasus pelanggaran ringan
di lakukan penangkapan, penyitaan, pemusnahan barang bukti dan
penyuluhan/peringatan/surat pernyataan.
c. Anjangsana/kunjungan ke rumah-rumah warga yang berada di Zona Khusus
taman nasional atau desa yang berada di daerah penyangga taman nasional untuk
memberikan pengertian dan pemahaman warga tentang keberadaan Taman
Nasional Sembilang dan pendekatan dengan cara persuasif.
16 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pergerakan Tim Patroli Fungsional dimulai dari depan Benteng Kuto Besak (BKB)
Palembang menuju Kantor Seksi PTN Wilayah II di Dusun Sembilang. Tim menggunakan
kendaraan air speedbout 40 PK dengan kapasitas 10 orang. Perjalanan menyusuri Sungai
Musi ditempuh selama 2 jam dan dilanjutkan memasuki perairan laut Semenanjung
Banyuasin selama 2 jam. Sekitar pukul 14.30 WIB tim patroli fungsional telah sampai di
Kantor SPTN II di Dusun Sembilang. Keadaan cuaca dalam perjalanan tersebut relatife
cukup baik. Pada hari berikutnya tim melakukan kegiatan patroli pada target patroli
yaitu kegiatan illegal pemanfaatan sumberdaya perairan yang dilakukan masyarakat di
Zona Tradisional. Hasil dan pembahasan patroli pengamanan fungsional yang telah
dilaksanakan tersaji di bawah ini.
1. Patroli Di Sungai Bogem
Pada kesempatan pertama, tim patroli bergerak menuju sasaran/target di Sungai
Bogem. Perjalanan menuju Sungai Bogem ditempuh selama sekitar 30 menit dari
Kantor SPTN II. Di Muara Sungai Bogem, tim melihat adanya 4 (empat) buah kapal
yang sedang bersandar di sekitar bagang. Saat ini di Muara Sungai Bogem masih
terdapat 2 (dua) buah bagang yang masih aktif dimana pemilik bagang adalah warga
Sunsang.
Gambar 1. Tim patroli memulai perjalanan dari Kator SPTN II di muara S. Sembilang
Gambar 2. Speedbout 40 PK yang
digunakan untuk patroli
17 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
Bagang merupakan pondok semipermanen yang dibuat panggung diatas permukaan
air yang diunakan untuk aktifitas penangkapan dan pengolahan ikan serta sekaligus
tempat tinggal sementara. Tim selanjutnya melakukan pemeriksaan terhadap kapal-
kapal yang ada. Pemeriksaan dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan para
nelayan membawa alat/bahan yang dilarang atau menangkap satwa liar/biota
perairan yang dilindungi undang-undang. Alat dan bahan yang perlu diwaspadai
adalah bahan kimia peracun ikan, penggunaan troll atau penggunaan jaring pukat
harimau. Dalam pemeriksaan kapal ini, petugas tidak menemukan adanya barang-
barang yang dilarang dan tidak terdapat hasil tanggkapan biota perairan yang
dilindungi. Jumlah nelayan yang bersandar sebanyak 14 (empat belas) orang yang
berasal dari Sungsang. Kemudian tim patroli meminta para nelayan untuk
berkumpul di bagang untuk mendapatkan penyuluhan dari petugas. Dalam
penyuluhan ini, petugas memberikan penyuluhan mengenai aturan-aturan yang
berlaku di taman nasional khususnya dalam pemanfaatan sumberdaya perairan di
Zona Tradisional serta memberikan penyuluhan tentang larangan penangkapan
biota perairan yang dilindungi undang-undang terutama hewan
Belangkas/Mimi/Mintuno, yang akhir-kahir ini marak terjadi perburuan dan
penangkapan.
Gambar 3. Perahu nelayan yang bersandar di sebuah bagang Muara S. Bogem
Gambar 4. Petugas sedang memberikan
penyuluhan kepada para nelayan
Setelah melakukan penyuluhan, tim patroli melanjutkan menyusuri Sungai Bogem
ke arah hulu. Dalam penyusuran selama sekitar 1,5 jam tim patroli tidak
menemukan adanya pelanggaran hutan atau pemanfaatan sumberdaya perairan oleh
masyarakat. Adapun vegetasi di Sungai Bogem didominasi oleh jenis Tinjang
18 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
(Rhizophora apiculata Bl.), Nyiri (Xylocarpus granatum Koen) dan Nipah (Nypa
fruticans Wurmb.). Sedangkan satwa liar yang ditjumpai terdiri dari Elang laut perut
putih (Haliaeetus leucogaster), Elang ikan kepala kelabu (Ichthyophaga ichthyaetus),
Burung raja udang (Halcyon capensis) dan Menintin (Alcedo meninting). Setelah tim
patroli melakukan penyusuran ke Sungai Bogem, tim kembali lagi ke Kantor SPTN
Wilayah II.
2. Patroli di Sungai Sembilang- Sungai Simpang Tawar
Pada hari berikutnya tim bergerak ke arah hulu Sungai Sembilang dari Kator SPTN
Wilayah II. Sekitar kurang lebih 30 jam selama perjalanan, tim patroli melihat
adanya kapal nelayan yang sedang bersandar dan tim langsung mendekati kapal
tersebut. Terdapat 2 (dua) orang nelayan di dalam kapal yang mengaku bernama.
yang berasal dari Pulau Rimau. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap isi kapal,
tim menemukan adanya 1 (satu) ekor hewan belangkas yang masih hidup. Tim
memberikan peringatan kepada pelaku, bahwa perburuan/penangkapan hewan
belangkas dilarang untuk dilakukan karena hewan belangkas termasuk hewan yang
dilindungi undang-undang. Hal ini sesuai dengan Lampiran Peraturan Pemerintah RI
Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa yang
mencantumkan Ketam tapak kuda (Tachypleus gigas) merupakan keluarga Bivalvia
yang dilindungi. Selanjutnya tim, meminta pelaku penangkapan belangkas untuk
menandatangi surat pernyataan untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Gambar 5. Hewan Ketam Tapak Kuda/Belangkas/Mimi/Mintuno/Horseshoe crab (Tachypleus gigas)
Gambar 6. Petugas patroli mengamankan 1 ekor hewan belangkas di S. Sembilang
19 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
Gambar 7. Tim patroli memberikan pengarahan kepada pelaku
Gambar 8. Pelaku menandatangani surat
pernyataan tidak mengulangi perbuatannya lagi
Terhadap 1 (satu) ekor belangkas hasil tangkapan, dilakukan pelepasan kembali ke
Sungai Sembilang oleh petugas.
Pada perjalanan selanjutnya petugas kembali mendatangi sebuah kapal yang sedang
bersandar. Terdapat 2 (dua) orang nelayan yang sedang mencari ikan berasal dari
Mariana yang mengaku bernama Jumari dan Rahmat. Setelah petugas melakukan
pengecekan di dalam perahu jukung, ditemukan 2 (dua) ekor hewan belangkas yang
masih hidup. Kemudian petugas memberikan penyuluhan kepada pelaku untuk tidak
lagi melakukan penangkapan terhadap hewan belangkas karena dilindungi oleh
undang-undang. Terhadap 2 (dua) ekor hewan belangkas yang telah ditangkap
selanjutnya petugas melakukan pelepasliaran di lokasi Sungai Sembilang.
Gambar 9. Petugas kembali mengamankan 2 ekor belangkas yang ditangkap nelayan
Gambar 10. Petugas sedang
melepasliarkan belangkas hasil tangkapan nelayan
Setelah tim patroli sampai di batas terluar kawasan taman nasional pada Sungai
Sembilang maka tim melanjutkan perjalanan di Sungai Simpang Tawar yang
20 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
merupakan anak Sungai Sembilang. Sungai Simpang Tawar adalah salah satu sungai
batas terluar taman nasional yang berada pada bagian timur. Tim patroli melakukan
pemantauan di beberapa solok (anak sungai) pada Sungai Simpang Tawar. Hampir
sekitar 2 jam, tim melakukan pemantauan aktifitas gangguan kawasan terutama
pemanfaatan sumberdaya perairan secara illegal. Sampai pada ujung sungai, tim
tidak menemukan adanya aktifitas manusia yang ada. Sungai Simpang Tawar
merupakan salah satu sungai dimana pada bagian hulu airnya terasa tawar dengan
warna air keruh (seperti air teh) yang diperkirakan tanahnya berjenis gambut.
Vegetasi pada Sungai Simpang Tawar didominasi oleh jenis mangrove sejati seperti
Jangkang (Rhizophora mucronata), Tanjang (Rhizophora apiculata), Tumuk
(Bruguiera gymnorrhiza), Nyiri (Xylocarpus granatum) dan Nipah (Nypa fruticans).
Sedangkan satwa liar yang dijumpai secara langsung dalam kegiatan patroli di
Sungai Sembilang-Sungai Simpang Tawar adalah Burung Saeran bandera batu
(Dicrurus paradiseus), Elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), Elang ikan
kepala kelabu (Ichthyophaga ichthyaetus), Burung raja udang (Halcyon capensis),
Menintin (Alcedo meninting) dan Kera abu-abu (Macaca fascicularis) sedangkan
secara tidak langsung dijumpai adanya bekas sayatan kulit kayu yang terkelupas
akibat dari cakaran beruang (Helarctos malayanus) yan sedang mencari madu pada
pohon yang berlubang.
3. Patroli di Kampung Bagang Birik dan Sungai Birik
Tim patroli fungsional melanjutkan perjalanan menuju perkampungan bagang di
Birik dengan melewati Pantai Timur Pulau Alanggantang. Perjalanan tim patroli
ditempuh selama kurang lebih 45 menit dari Kantor SPTN II. Tim berhenti di sungai
kecil sebelum perkampungan Birik dan dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju
perkampungan. Setelah mendekati perkampungan, tim menemukan adanya
pemasangan jaring (blat) di sepanjang tepian pantai kurang lebih dengan panjang
jaring 50 meter. Di sepanjang jaring yang terpasang ini, tim menemukan adanya
beberapa ekor belangkas (21 ekor) yang tersangkut ke jaring. Ukuran belangkas
bervariasi ada yang kecil, sedang dan besar. Beberapa ekor belangkas yang masih
hidup dilepaskan dari jeratan jaring oleh petugas yang selanjutnya dilepasliarkan.
Kemungkinan besar pemasangan jaring blat dilakukan oleh warga Kampung Birik
21 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
dimana selain untuk menangkap ikan/udang juga hewan belangkas yang saat ini
laku dijual. Sesampainya di perkampungan, tim patroli singgah di pondok salah satu
warga untuk beristirahat sejenak.
Gambar 11. Kampung bagan birik di Zona Khusus Taman Nasional Sembilang
Gambar 12. Suasana Kampung Bagang
Birik di Muara S. Birik
Gambar 13. Jaring blat yang dipasang di tepi pantai sekitar kampung bagan birik
Gambar 14. Hewan belangkas yang
terjerat jaring blat
Sambil beristirahat, petugas menyampaikan kepada beberapa warga tentang
larangan untuk menangkap/berburu hewan belangkas. Setelah di perkampungan
Birik, tim patroli melakukan penyusuran di sepanjang Sungai Birik. Dalam
penyusuran ini, tim kembali menemukan adanya pemasangan jaring blat sepanjang
kurang lebih 20 meter, tetapi tidak ditemukan adanya orang-orang di sekitarnya.
Kemungkinan jaring blat, baru dipasang karena tidak ditemukan adanya hasil laut
yang tersangkut dalam jaring dan kebetulan keadaan air sedang surut. Pelanggaran
hutan yang lain tidak ditemukan selama penyusuran di Sungai Birik. Vegetasi
mangrove sejati yang ditemukan di Sungai Birik didominasi oleh jenis Tanjang
(Rhizophora apiculata). Sedangkan satwa liar yang ditemui terdiri dari Elang ikan
22 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
kepala kelabu (Ichthyophaga ichthyaetus), Burung raja udang (Halcyon capensis),
Menintin (Alcedo meninting) dan Kera abu-abu (Macaca fascicularis). Berdasarkan
informasi warga Birik, saat ini sering muncul 2 ekor buaya di muara Sungai Birik
pada malam hari dimana satu ekor buaya merupakan buaya dewasa dengan panjang
4 meter dan satu ekor buaya remaja dengan ekor putus/buntung.
4. Patroli di Perkampungan Bagang Ngirawan dan Sungai Haji Kemad
Selanjutnya tim melakukan penyusuran di Sungai Haji Kemad untuk memantau
aktifitas pemanfaatan sumberdaya perairan di Zona Tradisional. Penyusuran dimulai
dari Muara Ngirawan dan masuk dalam Sungai Haji Kemad menuju ke arah hulu. Tim
menemui adanya pemasangat alat tangkap ikan di pinggir sungai yang disebut
togok yang tidak sedang dioperasionalkan. Togok adalah jaring yang diikatkan
pada sebuah jembatan bambu yang dibuat sepanjang 20-30 meter yang melintang ke
arah tengah sungai. Di sepanjang penyusuran selama 30 menit dari Muara Ngirawan
ditemukan togok berjumlah 4 (empat) unit. Setelah perjalanan kurang lebih satu
jam, tim masuk ke salah satu solok (anak sungai) dari Sungai Haji Kemad. Dalam
penyusuran di solok ini, tim patroli tidak menemukan adanya aktifitas manusia
dalam pemanfaatan sumberdaya perairan.
Gambar 15. Togok sarana pencari ikan yang ada di S. Haji Kemad
Gambar 16. Petugas memberikan penyuluhan kepada warga bagan
Ngirawan
23 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
Gambar 17. Kera abu-abu (Macaca fascicularis) dijumpai di solok S. Haji Kemad
Gambar 18. Ular cincin emas (Boiga
dendrophila melanota) dijumpai di solok S. Haji Kemad
Keadaan vegetasi mangrove yang ada masih terlihat utuh dan alami dengan jenis
Tanjang (Rhizophora apiculata), Jangkang (Rhizophora mucronata)dan Nyiri (Xylocarpus
granatum). Sedangkan satwa liar yang dijumpai secara langsung adalah Kera abu-abu
(Macaca fascicularis), Ular cincin emas (Boiga dendrophila melanota), Elang ikan kepala
kelabu (Ichthyophaga ichthyaetus), Burung raja udang (Halcyon capensis) dan Menintin
(Alcedo meninting). Setelah melakukan penyusuran di Sungai Haji Kemad, tim patroli
singgah di perkampungan bagang Ngirawan. Tujuannya adalah untuk memberikan
penyuluhan kepada warga terkait peraturan termasuk kegiatan-kegiatan yang boleh
dilakukan dan dilarang dalam kawasan taman nasional. Selanjutnya tim patroli meluncur
kembali ke Kantor SPTN II melewati Sungai Benawang. Dalam perjalanan ini, tim patroli
menjumpai 3 kapal nelayan yang sedang bersandar. Speedbout tim langsung merapat
dan melakukan pemeriksaan terhadap isi kapal dan orang yang ada. Hasil pemeriksaan
menemukan 1 (satu) ekor hewan belangkas dan berbagai jenis ikan hasil tangkapan.
Jumlah nelayan yan beraktifitas sebanyak 7 (tujuh) orang yang berasal dari Mariana.
Petugas kemudian meminta orang berkumpul untuk mendapatkan penyuluhan termasuk
larangan penangkapan hewan belangkas. Petugas juga meminta agar belangkas yang
telah ditangkap untuk dilepaskan ke sungai kembali.
24 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
Gambar 19. Petugas sedang memeriksa isi kapal nelayan di S. Benawang
Gambar 20. Tim sedang memberikan
penyuluhan kepada nelayan
25 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Beberapa butir kesimpulan yang dapat ditarik dari kegiatan Patroli
Fungsional Taman Nasional Sembilang yang dilaksanakan mulai tanggal 3 sampai
dengan 7 Mei 2013, adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan patroli fungsional berjalan aman dan lancar serta mendapatkan
temuan gangguan hutan/kawasan khususnya pemanfaatan sumberdaya
perairan.
2. Tim patroli menemukan adanya kegiatan nelayan dalam pemanfaatan
sumberdaya perairan di Zona Tradisional berupa penangkapan hewan
belangkas yang statusnya dilindungi menurut peraturan yang ada. Lokasi
kegiatan penangkapan hewan belangkas ditemukan di Sungai Sembilang,
perkampungan bagang Birik dan di Sungai/Selat Benawang.
3. Tim patroli berhasil mengamankan sebanyak 25 (dua puluh lima) ekor hewan
belangkas dalam keadaan hidup dengan berbagai ukuran/umur. Terhadap
dua puluh lima ekor hewan belangkas telah dilakukan pelepasliaran dalam
sungai ditempat dimana hewan tersebut ditemukan/diamankan.
4. Tim telah melakukan kegiatan penyuluhan kepada para nelayan dan warga di
zona khusus (Sembilang, Birik, Ngirawan) untuk tidak lagi melakukan
kegiatan penangkapan/perburuan hewan belangkas (Tachipleus gigas). Selain
itu Kepala Seksi PTN II telah mengirimkan surat kepada Kepala Desa/Dusun
dan Penampung/Juragan ikan untuk melakukan penyebarluasan informasi
kepada masyarakat dan untuk tidak memperjualbelikan hewan belangkas
dimana tembusannya kepada instansi terkait.
5. Dalam kegiatan patroli fungsional ini, tim juga mengamati keadaan vegetasi
hutan dan menjumpai baik langsung maupun tidak langsung beberapa satwa
liar yaitu Elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), Elang ikan kepala
kelabu (Ichthyophaga ichthyaetus), Burung raja udang (Halcyon capensis),
Menintin (Alcedo meninting, Kera abu-abu (Macaca fascicularis), Ular cincin emas
26 Laporan Kegiatan Patroli Fungsional Perlindungan dan Pengamanan Hutan, 3 7 Mei 2013
(Boiga dendrophila melanota), Burung Saeran bandera batu (Dicrurus paradiseus) dan
Beruang (Helarctos malayanus).
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dari kegiatan Patroli Fungsional Taman
Nasional Sembilang ini adalah sebagai berikut :
1. Setelah pelaksanaan patroli perlu adanya pemantauan baik di dalam maupun
di luar kawasan taman nasional secara terus menerus khususnya berkaitan
dengan rantai perdagangan hewan belangkas yang kemungkinan masih
berlangsung.
2. Apabila masih terjadi kegiatan perdagangan hewan belangkas maka perlu
adanya upaya hukum/yustisi bekerjasama dengan instansi terkait (BKSDA
Sumsel, Kepolisian Resor Banyuasin) terutama kepada pedagang
besar/pengumpul hewan belangkas agar menimbulkan efek jera/shock
therapy.
3. Perlu adanya pengusulan dalam DIPA tentang pembuatan poster yang
berisikan jenis-jenis sumberdaya perairan yang dilindungi undang-undang
untuk disebarluaskan kepada masyarakat.