23
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Maros sebagian dari wilayahnya merupakan ekosistem karst yang memiliki potensi batu gamping besar. Kawasan ini diperkirakan memiliki potensi batu gamping yang mencapai 39.131.718.750 ton dan marmer mencapai 8.539.974.500 ton (Pemerintah Daerah Kab. Maros, 2006). Kualitas batu gamping yang ada di Kabupaten Maros tergolong baik untuk diolah menjadi marmer karena memiliki daya tahan yang baik dan corak yang indah. Hal ini menyebabkan pertambangan batu gamping untuk dijadikan marmer merupakan salah satu peluang industri yang sangat menjanjikan di Kabupaten Maros. Salah satu kawasan yang terdapat dalam bentang alam Karst Maros ialah Hutan Lindung (HL) Bulusaraung. Menurut (Taslim, 2007), sejak tahun 2000 terdapat 13 perusahaan industri penambangan marmer yang berada di dalam kawasan HL Bulusaraung. Kawasan karst HL Bulusaraung sejak tahun 1982 ditetapkan sebagai hutan lindung yang berfungsi sebagai pengatur tata air. Hal ini sesuai dengan UU No. 41 tahun 1999 mengenai Kehutanan menyatakan pentingnya menjaga kelestarian hutan lindung, karena memiliki salah satu fungsi pokok yaitu sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air dan mencegah banjir. Keberadaan HL Bulusaraung memiliki arti yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat sekitar. Masyarakat memanfaatkan air yang berasal dari kawasan HL Bulusaraung untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti irigasi pertanian, mencuci maupun air minum. 1

KONSERVASI HUTAN LINDUNG

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kabupaten Maros sebagian dari wilayahnya merupakan ekosistem

karst yang memiliki potensi batu gamping besar. Kawasan ini

diperkirakan memiliki potensi batu gamping yang mencapai

39.131.718.750 ton dan marmer mencapai 8.539.974.500 ton

(Pemerintah Daerah Kab. Maros, 2006). Kualitas batu gamping yang ada

di Kabupaten Maros tergolong baik untuk diolah menjadi marmer karena

memiliki daya tahan yang baik dan corak yang indah. Hal ini

menyebabkan pertambangan batu gamping untuk dijadikan marmer

merupakan salah satu peluang industri yang sangat menjanjikan di

Kabupaten Maros. Salah satu kawasan yang terdapat dalam bentang

alam Karst Maros ialah Hutan Lindung (HL) Bulusaraung. Menurut (Taslim,

2007), sejak tahun 2000 terdapat 13 perusahaan industri penambangan

marmer yang berada di dalam kawasan HL Bulusaraung.

Kawasan karst HL Bulusaraung sejak tahun 1982 ditetapkan

sebagai hutan lindung yang berfungsi sebagai pengatur tata air. Hal ini

sesuai dengan UU No. 41 tahun 1999 mengenai Kehutanan menyatakan

pentingnya menjaga kelestarian hutan lindung, karena memiliki salah

satu fungsi pokok yaitu sebagai perlindungan sistem penyangga

kehidupan untuk mengatur tata air dan mencegah banjir. Keberadaan HL

Bulusaraung memiliki arti yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat

sekitar. Masyarakat memanfaatkan air yang berasal dari kawasan HL

Bulusaraung untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti irigasi

pertanian, mencuci maupun air minum.

Kegiatan penambangan, walaupun memberikan dampak positif

berupa penyerapan tenaga kerja dan peningkatan devisa daerah, namun

juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap keberadaan hutan

karst itu sendiri juga terhadap kondisi masyarakat sekitar areal tambang.

Dampak ini terjadi akibat hilangnya pohon dan rusaknya lapisan batu

gamping oleh kegiatan penambangan maupun dari limbah yang

1

Page 2: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

dihasilkan. Keberadaan industri dan penambangan marmer di kawasan

karst HL Bulusaraung tentu akan mempengaruhi fungsi lindung baik

secara langsung maupun tidak langsung karena kawasan karst

merupakan kawasan dengan daya dukung yang rendah dan merupakan

sumberdaya yang tidak dapat diperbaiki jika terlanjur rusak. Untuk itu

perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji keberadaan penambangan

marmer di HL Bulusaraung dari segi pengaruh terhadap fungsi hutan

lindung sebagai pengatur tata air bagi masyarakat sekitar serta

menentukan bentuk pengelolan yang tepat untuk HL Bulusaraung.

B. Perumusan Masalah

a. Apakah Hutan Lindung itu?

b. Bagaimanakah Hutan Lindung di Kawasan Gunung Bulusaraung?

c. Bagaimanakah cara pengelolaan yang tepat untuk konservasi Hutan Lindung

Bulusaraung?

C. Tujuan

a. Mengetahui tentang Hutan lindung di Kawasan Gunung Bulusaraung

b. Mengetahui bentuk pengelolaan yang tepat untuk Hutan lindung Bulusaraung

D. Manfaat

Makalah ini dapat berguna untuk menambah pengetahuan dalam pengelolaan

permasalahan kawasan konservasi Hutan Lindung di Bulusaraung.

2

Page 3: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hutan Lindung

Menurut Pedoman Pengelolaan Hutan Lindung (Dephut, 1990),

upaya perlindungan dan perbaikan tata air diarahkan untuk

mempertahankan dan memperbaiki kondisi tata air akibat perubahan

yang terjadi. Secara umum penyebab perubahan tata air dapat

digolongkan sebagai berikut:

1. Faktor klimatis yaitu menurunnya jumlah dan frekuensi hujan, serta

meningkatnya suhu rata-rata dan perubahan aerodinamik suatu daerah.

2. Faktor fisik yaitu terbukanya areal hutan lindung sebagai akibat

penebangan liar, perladangan berpindah, kebakaran hutan,

penambangan dan penyebab alam lainnya.

Sedangkan dalam kegiatan pemanfaatan hutan, pada hutan

lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa

lingkungan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu, yang hanya dapat

dilakukan pada blok pemanfaatan. Akan tetapi kawasan hutan lindung

dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan

kehutanan, bahkan kegiatan penambangan pun diizinkan untuk

dilaksanakan dengan pola pertambangan tertutup dengan seizin Menteri

Kehutanan (UU No. 41 Tahun 1999 pasal 38 ayat 3 dan 4).

Hutan lindung memiliki peranan yang penting dalam mengatur tata

air bagi masyarakat sekitarnya. Keberadaan kegiatan pertambangan di

hutan lindung tentu dapat menganggu fungsi dan luasan hutan lindung

itu sendiri. Sehingga pada akhirnya tentu diperlukan perhatian khusus

3

Page 4: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

baik dari segi kegiatan pengelolaannya maupun dari kebijakan yang

harus dikeluarkan.

B. Potensi dan Penambangan Kawasan Karst

Karst adalah istilah bagi sebuah bentang alam yang secara khusus

berkembang pada batuan karbonat (batu gamping dan dolomit), dimana

bentang alam tersebut dibentuk dan dipengaruhi oleh proses pelarutan

yang derajatnya lebih tinggi dibandingkan kawasan batuan lainnya

(Samodra, 2001).

Fenomena karst terutama terjadi pada daerah yang terbentuk dan

tersusun dari endapan batuan karbonat dengan mineral utama kalsit

(CaCO3), aragonit (CaCO3), dan dolomit (CaMg(CO3))2 tetapi dapat juga

terjadi pada batuan lain yang terbentuk dari mineral-mineral mudah larut

oleh air lainnya seperti gipsum (CaSO42H2O), 5 anhidrit (CaSO4), halit

(NaCl), batuan sedimen klastik dengan semen yang mudah larut, maupun

batuan lain dimana proses pelarutan mineral bisa dan mudah terjadi

(Notosiswoyo, 2006).

Kawasan karst merupakan kawasan dengan sumberdaya yang

besar dan berpotensi untuk dikembangkan antara lain dari sumberdaya

alamnya seperti sumberdaya air, tambang, hayati, wisata, arkeologi dan

lainnya. Potensi tambang di kawasan karst ialah penambangan bahan

galian golongan C (batu gamping) dan bahan mineral (emas, perak,

tembaga dan seng). Batu gamping merupakan batuan sedimen karbonat

yang terdapat di alam dengan penampakan luar berwarna putih, putih

kekuningan, abu-abu hingga hitam. Sebaran batuan karbonat, khususnya

batu gamping di Indonesia diperkirakan mencapai luas lebih dari 15,4 juta

hektar dan diasumsikan cadangan batu gamping tersebut sebanyak 39

trilyun ton (Surono dkk, 1999 diacu dalam Samodra 2001). Hal ini

merupakan aset negara yang menggiurkan untuk dimanfaatkan dalam

sektor pertambangan.

Berdasarkan determinasi bahan tambang, batu gamping

merupakan salah satu bahan galian industri yang potensinya sangat

besar. Batu gamping memiliki manfaat cukup beragam di beberapa

bidang kehidupan. antara lain untuk: 1) pertanian, 2) lingkungan

4

Page 5: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

(penjernih air dan obat pembasmi hama), 3) konstruksi (fondasi

bangunan rumah, jalan, jembatan dan pembuatan semen trass atau

semen merah dan marmer) dan 4) industri (keramik, kaca, bahan kimia,

dan bahan pemutih) (Samodra, 2001). Marmer atau batu pualam

merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau malihan dari batu

gamping. Marmer akan selalu berasosiasi keberadaannya dengan batu

gamping. Setiap ada batu marmer akan selalu ada batu gamping,

walaupun tidak setiap ada batu gamping akan ada marmer. Selain itu

marmer juga memiliki arti sebagai nama dagang untuk setiap batu

gamping yang setelah digosok (diproses) menjadi mengkilap.

Kegiatan penambangan adalah kegiatan yang pasti merubah

lingkungan yang ada menjadi lingkungan baru yang berbeda, dan

perubahan tersebut tidak akan dapat atau susah untuk dikembalikan ke

keadaan semula. Potensi tambang yang besar dengan manfaat yang

besar pula, membuat kegiatan penambangan di kawasan karst

khususnya tambang batu gamping merupakan salah satu sektor yang

memiliki peluang menjanjikan. Namun, kegiatan ini tentu akan

menimbulkan dampak negatif tidak hanya bagi kondisi kawasan itu

sendiri tetapi juga terhadap masyarakat sekitar.

C. Pengelolaan Kawasan Karst

Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

No.1456 (2000) tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst, kawasan

karst dibagi menjadi 3 kelas, antara lain:

1) Kawasan Karst Kelas I merupakan kawasan yang memiliki salah

satu, atau lebih kriteria berikut ini: a) berfungsi sebagai penyimpan

air bawah tanah secara tetap (permanen) dalam bentuk akuifer,

sungai bawah tanah, telaga atau danau bawah tanah yang

keberadaannya mencukupi fungsi umum hidrologi; b) mempunyai

gua-gua dan sungai bawah tanah aktif yang kumpulannya

membentuk jaringan baik mendatar maupun tegak yang sistemnya

mencukupi fungsi hidrologi dan ilmu pengetahuan; c) gua-guanya

mempunyai speleotem aktif dan atau peninggalan-peninggalan

sejarah sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek

5

Page 6: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

wisata dan budaya; d) mempunyai kandungan flora dan fauna khas

yang memenuhi arti dan fungsi sosial, ekonomi, budaya serta

pengembangan ilmu pengetahuan.

2) Kawasan Karst Kelas II merupakan kawasan yang memiliki salah

satu atau semua kriteria berikut ini: a) berfungsi sebagai

pengimbuh air bawah tanah, berupa daerah tangkapan air hujan

yang mempengaruhi naik-turunnya muka air bawah tanah di

kawasan karst, sehingga masih mendukung fungsi umum

hidrologi; b) mempunyai jaringan lorong lorong bawah tanah hasil

bentukan sungai dan gua yang sudah kering, mempunyai

speleotem yang sudah tidak aktif atau rusak, serta sebagai tempat

tinggal tetap fauna yang semuanya memberi nilai dan manfaat

ekonomi.

3) Kawasan Karst Kelas III merupakan kawasan yang tidak memiliki

kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

Dalam hubungannya dengan kegiatan pengelolaan, pembagian

kelas karst ditujukan untuk menentukan bentuk kegiatan atau bentuk

pemanfaatan yang dapat dilakukan di dalam kawasan tersebut sesuai

dengan kelas karstnya. Kawasan Karst Kelas I merupakan kawasan yang

perlu dikonservasi dan tidak boleh ada kegiatan usaha pertambangan,

kecuali kegiatan yang berkaitan dengan penelitian yang tidak merubah

atau merusak bentuk-bentuk morfologi dan fungsi kawasan karst. Pada

kawasan karst Kelas II, dapat dilakukan kegiatan usaha pertambangan

sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan mendapat

rekomendasi teknis dari Menteri yang membidangi kegiatan

pertambangan, setelah dilengkapi dengan studi lingkungan (Andal, UKL

dan UPL). Sedangkan pada kawasan karst Kelas III, dapat dilakukan

kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan peraturan perundangan

yang berlaku, tanpa rekomendasi dari Menteri yang membidangi kegiatan

pertambangan.

6

Page 7: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

PEMBAHASAN

A. Keberadaan Penambangan

Kegiatan penambangan di kawasan HL Bulusaraung dilakukan

oleh beberapa perusahaan, yang secara hukum telah melakukan

pertambangan batu gamping di dalam kawasan HL Bulusaraung

sebelum pemberlakuan UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Terdapat 13 perusahaan yang mendapatkan izin untuk melakukan

kegiatan pertambangan di HL Bulusaraung (HL Bulusaraung) namun

hanya 4 perusahaan tambang saja yang aktif melakukan

penambangan.

PT. Bosowa Mining merupakan salah satu perusahaan

penambangan yang berada di dalam kawasan HL Bulusaraung dengan

wilayah tambang seluas 25 ha. Secara administratif letak perusahaan

ini berada di wilayah Kelurahan Leang-Leang, Kecamatan

Bantimurung. Kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT. Bosowa

Marmer Mining ialah penambangan batu gamping sebagai bahan baku

pembuatan marmer. Perusahaan ini telah melakukan kegiatan

penambangan semenjak tahun 1993, dengan kapasitas produksi

tambang batu gamping bulanan sebesar 200-300 m3 yang

menghasilkan produksi marmer bulanan sebesar 4000 m2. Kegiatan

industri pertambangan yang dilakukan PT. Bosowa Mining ialah

7

Page 8: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

penambangan batu gamping di dalam kawasan HL Bulusaraung

dengan sistem penambangan terbuka. Kemudian dilakukan

pengolahan untuk menghasilkan marmer dengan buangan sampingan

berupa limbah cair yang mengandung serbuk-serbuk halus batu

gamping. Limbah cair tersebut kemudian dialirkan ke kolam

pengendapan yang berbatasan langsung dengan sungai kecil yang

berasal dari dalam kawasan.

Pelanggaran aturan

Alur pelaksanaan kegiatan pengelolaan penambangan yang

dilakukan oleh PT. Bosowa Marmer Mining dimulai dari kegiatan

perizinan dan perjanjian kemudian kegiatan penambangan dan

terakhir pengolahan. Perizinan yang harus dimiliki suatu perusahaan

tambang untuk melakukan kegiatannya di HL Bulusaraung terbagi

menjadi dua yaitu izin pinjam pakai kawasan hutan lindung dan Surat

Izin Penambangan Daerah (SIPD). Izin pinjam pakai kawasan diatur

berdasarkan Permenhut No.14 tahun 2006 (Pedoman Pinjam Pakai

Kawasan Hutan). Izin ini diberikan kepada perusahaan tambang

dengan persetujuan Menteri Kehutanan dan berlaku dalam jangka

waktu 5 tahun. Perpanjangan izin pinjam pakai harus dilakukan

perusahaan jika tetap ingin melakukan kegiatan di dalam kawasan

hutan lindung, yang jika dilanggar, maka dapat dikenakan sanksi yaitu

pemberhentian sementara atau pencabutan izin.

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur kegiatan

penambangan PT. Bosowa Marmer Mining ialah Kpts Presiden No. 32

tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, UU No. 41 tahun

1999 tentang Kehutanan dan PP No.6 tahun 2007 tentang Tata Hutan

dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan

Hutan. Peraturan ini mengatur mengenai bentuk, jenis dan sanksi

kegiatan penambangan di hutan lindung. Sedangkan, aturan yang

berkaitan dengan kegiatan pengelolaan limbah PT. Bosowa Marmer

Mining ialah PP No. 35 tahun 1991 tentang Pengelolaan sungai, PP No.

51 tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan PP

8

Page 9: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap kegiatan

pengelolaan (Tabel 12), diketahui bahwa dalam melaksanakan

pengelolaan penambangan PT. Bosowa Marmer telah melanggar

beberapa peraturan dan perundangan yang berlaku. Pelanggaran

tersebut dilakukan secara sadar karena terhadap beberapa

pelanggaran atau tindakan yang belum sesuai dengan aturan ini,

sebagian dari pemerintahan daerah Kabupaten Maros seperti Dinas

Kehutanan dan Bapedalada telah melakukan teguran dan diketahui

oleh pihak perusahaan. Hanya saja untuk kegiatan penindakan belum

dapat diambil karena adanya kecenderungan dari pemerintah daerah

untuk memudahkan perusahaan tambang dalam melakukan kegiatan

penambangan yang berguna untuk peningkatan pendapatan daerah.

Namun kemudahan tersebut tidak diimbangi dengan pengawasan

yang baik dan penegakan aturan yang tegas.

9

Page 10: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

Dampak terhadap kualitas air Karst HL Bulusaraung

Keberadaan penambangan dengan semua kegiatan dan

pelanggaran yang dilakukannya tentu akan sangat berpengaruh

terhadap fungsi hidrologis HL Bulusaraung karena kawasan tersebut

merupakan kawasan karst dan hutan lindung. Kawasan karst

merupakan sumberdaya yang sangat rentan mengalami kerusakan

jika terdapat kegiatan yang bersifat merubah bentang alam dan

sangat sulit sekali untuk diperbaharui jika terlanjur rusak. Kawasan

karst memiliki sistem hidrologi yang lebih rumit jika dibandingkan

ekosistem lainnya. Air yang masuk ke karst, mengalir sebagian di

permukaan karst dan sebagian lagi masuk di celah, retakan dan gua

yang ada di antara batuan (Samodra, 2001).

Menurut Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sulawesi

Imran Oemar saat ini di areal penambangan karst HL Bulusaraung

masih banyak gua yang di dalamnya terdapat sungai-sungai bawah

tanah yang menjadi sumber air bagi sejumlah sungai besar.

Penambangan terhadap batu gamping yang dilakukan PT. Bosowa

Marmer Mining di HL Bulusaraung akan membuat daya tampung dan

daya simpan air pada lapisan batuan di karst semakin berkurang.

Sehingga air yang seharusnya dapat ditampung dalam jumlah yang

besar pada saat musim hujan, dengan penambangan batu gamping

yang terus meningkat, menyebabkan kawasan HL Bulusaraung

menampung jumlah air yang terus menurun. Hal ini akan berpengaruh

terhadap kondisi masyarakat Kelurahan Leang-Leang karena hampir

seluruh masyarakat menggantungkan kebutuhan air untuk kehidupan

sehari-hari, menggunakan air yang berasal dari kawasan karst HL

Bulusaraung. Masih banyaknya gua-gua yang berada di kawasan HL

Bulusaraung menimbulkan kekhawatiran bahwa kegiatan

penambangan dapat menghilangkan bukti-bukti sejarah apabila di

gua-gua juga menyimpan artefak-artefak prasejarah, karena di sekitar

kawasan HL Bulusaraung terdapat taman wisata yaitu Taman Wisata

Leang-Leang dengan jarak ± 3 Km, yang didalamnya terdapat

10

Page 11: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

beberapa peninggalan prasejarah berupa lukisan masyarakat

prasejarah.

Keberadaan limbah tambang marmer tentu juga akan

mempengaruhi fungsi hidrologi HL Bulusaraung dengan mencemari

perairan yang mengalir dari dalam kawasan. Limbah marmer hasil

produksi PT. Bosowa Marmer Mining dialirkan ke dalam kolam

pengendapan yang berada di sekitar sungai dan bersifat tidak

permanen (tidak dilapisi semen di dasar dan sisinya). Limbah marmer

PT. Bosowa Marmer Mining masuk ke perairan sungai melalui celah-

celah kolam pengendapan serta limbah yang meluap keluar dari

kolam pengendapan akibat hujan yang deras.

11

Page 12: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

Pada industri marmer, air limbah dihasilkan dari kegiatan

pemotongan, penghalusan batu gamping serta proses pendinginan

mesin. Sejalan dengan pendapat Wardhana (1995) dan Slamet (1994)

diacu dalam Purwani (2001), bahwa dalam kegiatan industri seringkali

suatu proses disertai dengan timbulnya panas dari suatu mesin. Agar

proses produksi yang menunjang kegiatan tersebut dapat berjalan

baik maka panas yang terjadi harus dihilangkan. Penghilangan panas

dilakukan dengan proses pendinginan. Air pendinginan akan

menyerap panas yang terjadi, air yang panas tersebut kemudian

dibuang ke sungai, maka air tersebut meningkatkan suhunya.

Peningkatan kekeruhan dan total padatan terlarut disebabkan

masuknya bahan limbah berupa butiran-butiran halus batu gamping

ke perairan sehingga terlarut bersama air. Hal ini mempengaruhi

warna air dimana air menjadi keruh dan mengurangi penetrasi cahaya

matahari yang akan mengurangi oksigen terlarut dan penurunan

aktivitas fotosintesis di perairan, sehingga menyebabkan kematian

pada tumbuhan dan hewan perairan. Hasil pengukuran menunjukkan

nilai pHnya adalah 7 dan 8. Peningkatan nilai pH disebabkan karena

limbah marmer yang merupakan batu gamping dengan struktur kimia

berupa kalsium karbonat (CaCO3) masuk ke air (H2O), kemudian

terjadi proses kimia dimana unsur Ca2+ mengikat OH- menjadi

Ca(OH)2. Sehingga meningkatkan pH ke arah basa (pH naik) karena

adanya unsur OH yang merupakan unsur basa. Perubahan pH pada air

buangan, baik ke arah basa (Ph naik) maupun ke arah asam (pH

menurun), akan menggangu kehidupan ikan dan hewan air sekitarnya

12

Page 13: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

(Fardiaz, 1992). Rendahnya konsentrasi nitrat dan fosfat pada kedua

titik disebabkan oleh, karena bahan organik serta hara fosfat

ketersediaanya sangat rendah pada kawasan karst. Gejala chlorosis

fosfat merupakan gejala defisiensi yang sering terlihat pada lahan

karst (Siradz, 2004).

Pengukuran pencemaran perairan dengan parameter biologis

dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan kualitas fisik dan

kimia perairan akibat pembuangan limbah tambang marmer terhadap

komunitas makrozoobenthos. Habitat makrozoobenthos adalah

lingkungan perairan sehingga digunakan sebagai indikator biologis

pada perairan yang dinamis (mengalir). Makrozoobenthos tergolong

biota air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik

kimiawi, endapan lumpur dan arus air yang kuat. Hewan ini tidak

dapat bergerak cepat dan habitatnya di dasar perairan seringkali

menjadi tempat penumpukan bahan pencemar seperti pasir. Hasil

pengamatan pada dua stasiun tersebut menunjukan sebanyak 3 famili

makrozoobenthos yang ditemukan yaitu Thiaridae, Ampullariidae, dan

Potamididae. Ketiga family tersebut merupakan bagian dari kelas

Gastrophoda (keong-keongan).

Hasil pengamatan yang dilakukan, diperoleh jumlah jenis yang

rendah (jenis tidak berkembang dengan baik). Jumlah jenis yang

rendah pada suatu lokasi, mengindikasikan bahwa lokasi tersebut

telah mendapat tekanan biologis yang berat. Pertumbuhan

makrozoobenthos menjadi terhambat dikarenakan pada perairan

tersebut mendapat tekanan ekologis dari limbah marmer. Perairan

menjadi keruh dan di dasar perairan banyak ditemukan endapan dari

limbah marmer yang menutupi dasar perairan sehingga

makrozoobenthos sedikit yang dapat hidup karena habitatnya di dasar

perairan tertutupi oleh endapan limbah marmer. Pribadi (2005)

menyatakan bahwa biasanya kondisi air yang keruh kurang disukai

oleh benthos. Pengendapan partikel tanah yang berlebihan

menyebabkan penurunan kelimpahan benthos hingga 20 – 50 %.

13

Page 14: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

Berdasarkan pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi,

dapat dikatakan telah terjadi penurunan kualitas perairan, yang

menunjukan bahwa kegiatan pembuangan limbah marmer yang

dilakukan PT. Bosowa Marmer berkontribusi terhadap menurunnya

kualitas perairan sungai di Kelurahan Leang-Leang. Sungai ini

merupakan aliran air yang berasal dari kawasan HL Bulusaraung,

sehingga akan berpotensi besar mempengaruhi kondisi perekonomian

masyarakat karena sebagian besar masyarakat Kelurahan Leang-

Leang berprofesi sebagai petani dan memanfaatkan sungai untuk

kegiatan pertanian. Jika air sungai yang dimanfaatkan untuk pertanian

kondisinya semakin memburuk akibat masuknya limbah marmer maka

tanah sawah akan mengeras sehingga menyebabkan petani

membutuhkan tenaga lebih untuk mengolah tanah yang keras dan

juga membuat padi sulit untuk berdiri. Kondisi seperti ini membuat

petani membutuhkan biaya yang lebih dalam mengolah sawah mereka

dan dapat menurunkan produksi hasil pertanian masyarakat.

Hal ini diperkuat berdasarkan wawacara terhadap masyarakat

Leang-Leang, yang menyatakan telah terjadi penurunan kualitas

perairan. Sebanyak 80 % masyarakat mengatakan air sungai menjadi

tercemar dan 20 % tercemar ringan. Masyarakat menyatakan akibat

kegiatan industri pertambangan membuat sawah menjadi keras (40

%), sungai menjadi keruh (30 %) dan sawah menjadi keras dan sungai

keruh (30%).

B. Pengelolaan HL Bulusaraung

Pengelolaan kawasan lindung ditujukan untuk mencegah

timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup serta meningkatkan dan

mempertahankan fungsi lindungnya. Penetapan kawasan Karst

Bulusaraung dengan status sebagai hutan lindung sejak tahun 1982,

tentu bertujuan untuk melindungi fungsi kawasan HL Bulusaraung

yang memiliki hamparan karst yang berperan besar dalam pengaturan

tata air bagi masyarakat.

14

Page 15: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

Pengelolaan kawasan karst harus memperhatikan jenis dan

kondisi kawasan karst itu sendiri. Kondisi karst di HL Bulusaraung

menunjukan bahwa kawasan tersebut termasuk ke dalam karst kelas I

karena di kawasan tersebut memiliki banyak aliran bawah tanah yang

aktif serta gua yang memiliki tempat bersejarah yang penting bagi

perkembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, kawasan ini juga

berfungsi sebagai penyimpan dan penyuplai air bagi kebutuhan

masyarakat sekitar. Berdasarkan tujuan penetapan kawasan sebagai

hutan lindung dan keberadaan karst di dalam HL Bulusaraung, maka

pengelolaan HL Bulusaraung haruslah memperhatikan aspek

kelestarian dan perlindungan agar fungsi kawasan tersebut sebagai

pengatur tata air tetap terjaga. Kegiatan penambangan dengan

pelanggaran dan dampak negatif yang diberikan tentu bukanlah

pilihan yang tepat dalam melaksankan pengelolaan yang

berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar dengan tetap

memperhatikan aspek kelestarian. Sebaiknya tidak terdapat kegiatan

industri penambangan di dalam kawasan karst HL Bulusaraung karena

akan mengganggu atau mempengaruhi fungsi HL Bulusaraung dalam

mengatur tata air.

Bentuk pengelolaan yang paling tepat dalam hal pemanfaatan

kawasan HL Bulusaraung ialah pemanfaatan jasa lingkungan dengan

kegiatan berupa usaha wisata alam dan usaha pemanfaatan air.

Kondisi karst dengan bukit-bukit batu gamping yang berbangun

menara sangat khas dan indah, terdapatnya situs budaya masa

prasejarah serta akses transportasi yang baik, membuat daya tarik

dan keuntungan tambahan kawasan Karst HL Bulusaraung untuk

dijadikan lokasi wisata. Kegiatan usaha pemanfaatan jasa lingkungan

dan usaha wisata pada hutan lindung, sesuai PP No.6 tahun 2007

Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan

serta Pemanfaatan Hutan, dapat dilakukan dengan ketentuan tidak:

a. mengurangi, mengubah, atau menghilangkan fungsi

utamanya;

b. mengubah bentang alam; dan

15

Page 16: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

c. merusak keseimbangan unsur-unsur lingkungan.

Potensi air dalam jumlah besar yang berasal dari dalam kawasan

karst HL Bulusaraung baik berupa mata air maupun sungai bawah

tanah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian.

Pemanfaatan air dapat dilakukan dengan usaha penyediaan air bersih

bagi masyarakat Kabupaten Maros. Kegiatan wisata dan pemanfaatan

air di kawasan karst harus tetap memperhatikan aspek kelestarian

dengan tidak merubah bentang alam yang ekstrem serta mengambil

air dalam jumlah yang melebihi ketentuan.

Penyelesaian permasalahan pengelolaan

Terdapat beberapa stakeholder yang berkaitan erat dalam hal

pengelolaan HL Bulusaraung. Masing-masing stakeholder memiliki

peranan dan kepentingan yang berbeda dalam mengelola HL

Bulusaraung (Tabel 17).

16

Page 17: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

KESIMPULAN

1. Kegiatan penambangan yang dilakukan PT. Bosowa Mining telah

melanggar beberapa aturan seperti perizinan, penambangan

dan pengelolaan limbah. Selain itu, Keberadaan PT. Bosowa

Mining di HL Bulusaraung akan memberikan dampak terhadap

perubahan tata air kawasan karst dengan menurunkan daya

tampung air dan menurunkan kualitas air (fisika, kimia dan

biologi) yang keluar dari dalam kawasan. Berdasarkan

pengukuran parameter fisika kimia diketahui terdapat

peningkatan nilai parameter pada titik II dibandingkan dengan

titik I, yang menunjukan telah terjadi penurunan kualitas

perairan pada titik II akibat masuknya limbah marmer.

Sedangkan pada parameter biologi, nilai keanekaragaman jenis

Shannon-wiener diketahui titik pertama 1,64 tergolong ke dalam

kondisi tercemar sedang dan titik kedua 0,60 tergolong ke

dalam kondisi tercemar berat. Menurunnya kualitas perairan HL

Bulusaraung akan mempengaruhi kondisi masyarakat karena

sebagian besar masyarakat sangat bergantung pada HL

Bulusaraung dalam memenuhi kebutuhan air.

2. Arah pengelolaan yang tepat untuk HL Bulusaraung ialah

pengelolaan yang berlandaskan prinsip kelestarian tanpa

mengurangi manfaat secara ekonomi. Kegiatan yang tepat di HL

Bulusaraung ialah usaha pemanfaatan air dan usaha potensi

wisata. Keberadaan penambangan di HL Bulusaraung perlu dikaji

kelayakannya karena berpotensi merusak fungsi perlindungan

tata air HL Bulusaraung. Selain itu, perlu penyelesaian

permasalahan pengelolaan yang ada seperti perbedaan

persepsi, konflik kepentingan dan tidak adanya koordinasi antar

stakeholder diselesaikan dengan membentuk suatu sistem

pengelolaan bersama; jumlah SDM instansi pemerintah yang

17

Page 18: KONSERVASI HUTAN LINDUNG

minim diselesaikan dengan cara pengadaan personil dan

perekrutan swadaya masyarakat; dan ketidaklengkapan data

dan informasi diselesaikan dengan melakukan inventarisasi

kawasan secara mandiri maupun bekerjasama dengan LSM serta

lembaga penelitian dan pendidikan. Hal ini dilakukan agar ke

depan arah pengelolaan yang telah ditetapkan dapat berjalan

sesuai dengan rencana.

DAFTAR PUSTAKA

Subchan, Moehd. 2008. Kajian Keberadaan Penambangan Marmer Di Karst Hutan

Lindung Bulusaraung. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

18