husein suganda16

Embed Size (px)

DESCRIPTION

iuy5

Citation preview

  • Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil

    203

    T

    EVALUASI PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL UNTUK KELESTARIAN LAHAN SAWAH

    EVALUATION OF THE POLLUTION OF LIQUID WASTES TEX ILE INDUSTRY ON THE SUSTAINABILITY OF RICE FIELD

    Husein Suganda, Diah Setyorini, Harry Kusnadi, Ipin Saripin, dan Undang Kurnia

    Balai Penelitian Tanah, Bogor

    ABSTRAK

    Kawasan industri tekstil di sepanjang jalan raya RancaekekCicalengka, dikembangkan sejak tahun 1978. Pengembangan kawasan industri di lahan sawah produktif ternyata kurang tepat. Selain mengurangi luas lahan sawah, limbahnya berdampak mencemari ekosistem sawah. Pembuangan limbah industri ke badan air sungai dapat menurunkan produktivitas lahan sawah dan kualitas hasil tanaman karena air sungai yang tercemar tersebut digunakan sebagai sumber air pengairan. Evaluasi pencemaran limbah industri tekstil untuk kelestarian lahan sawah di Rancaekek-Cicalengka, Bandung dilaksanakan dari Februari sampai Juni 2002. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi unsur-unsur pencemar (polutan) dalam limbah industri tekstil yang terdapat dalam tanah, air, dan tanaman; serta mempelajari seberapa jauh limbah pencemar mengurangi luas tanam, menurunkan produktivitas tanah dan kualitas hasil tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur-unsur logam berat (Cu, Zn, Pb, Cd, Co, Ni, Cr) ditemukan dalam lumpur limbah. Cu, Zn, dan Cr ditemukan paling tinggi dibandingkan dengan unsur lainnya dengan kandungan sekitar 210-680 ppm. Air limbah pada outlet pabrik, saluran/sungai jika diproses terlebih dahulu, kandungan logam beratnya sangat rendah < 0,04 mg/l, bahkan Zn, Pb, dan Cd tak terdeteksi. Unsur-unsur yang masih terlarut dalam air bebas lumpur adalah NO3, PO4, dan SO4. Natrium adalah kation tertinggi yang dijumpai dalam air bebas lumpur berkisar antara 217-830 mg/l. Sulfat dijumpai antara 101-1251 mg/l. Air sungai Cikijing mengandung Na dan SO4 paling tinggi dibanding unsur lainnya mencapai 583 mg/l dan 980 mg/l. Konsentrasi Cu dan Zn pada tanah lapisan olah (0-20 cm) antara 43-83 ppm dan 57 137 ppm, paling tinggi dibanding logam berat lainnya (Pb, Cd, dan Co). Kecenderungan ini sama halnya pada hasil padi, jerami, dan beras, yaitu konsentrasi Cu dan Zn dalam jerami berkisar antara 13 dan 64 ppm, dan beras antara 7 dan 23 ppm. Pencemaran limbah industri ini menyebabkan menurunnya hasil gabah antara 1-1,5 t/ha/musim. Sekitar 1.215 ha tanaman padi tercemar aliran limbah langsung, dan 727 ha terkena limbah jika banjir. Menurunnya produktivitas lahan sawah menyebabkan berkurangnya produksi gabah total dan pendapatan petani di daerah ini sehingga berdampak terhadap menurunnya kegiatan ekonomi lain dan mengancam ketahanan pangan.

    ISBN 979-9474-20-5

    Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan PertanianPenyunting: Undang Kurnia, F. Agus, D. Setyorini, dan A. Setiyanto

  • Suganda et al.,

    ABSTRACT

    Industrial textile areas are located along the road of Rancaekek-Cicalengka, was developed since 1978. The development of industrial zona on productive paddy field is unwise. Besides decreasing in paddy field area, the wastes effect will pollute paddy field ecosystem. Effluents of industrial outlet to river bodies can reduce the productivity of paddy field and yield quality, because the water polluted is used for irrigation. In order to evaluate the effect of textile industries pollution on sustainability of paddy field in Rancaekek-Cicalengka, Bandung, this study was conducted from February to June 2002. The objectives of this research were: to identify the elements pollution of textile industrial wastes in the soil, water, and plant; and to study, how so the pollutants decrease rice planting area, reduce soil productivity, and yield quality. Research results showed that the heavy metals (Cu, Zn, Pb, Cd, Co, Ni, Cr) found in sludge of industrial wastes. For these cases Cu, Zn, and Cr were found the highest compared to other element of heavy metal, ranging between 210 and 600 ppm. Water wastes on industries outlet after filtering process have a low concentration of heavy metal, even Zn, Pb and Cd were undectable. The elements, which still found at the water without sludge, were cation and anion, likes NO3, PO4 and SO4. Sodium was the highest cation in the water without sludge between 217 and 830 mg l-1. While SO4 was found between 101 and 1251 mg l-1. In the River of Cikijing contains highest sodium and SO4 compared to other element, it can reach 583 and 980 mg l-1. The concentration of Cu and Zn in tillage layer were 43 83 ppm and 57 137 ppm, it was the highest compared to other heavy metal elements (Pb, Cd and Co), these tendency was the same with harvested yield, straw and hulled rice. In the straw was 13-64 ppm and the hulled rice was 7-23 ppm. The industrial wastes pollution may cause a decrease on the harvest of dried rice yield between 1 and 1.5 t ha 1 season-1 . Area of around 1,215 ha was directly affected by wastes polluted, and 727 ha, if any flooding. The impact of decreasing of the productivity, automatically caused reducing the farmers income, and total product of rice, so that, it affected other economies activities and the food security.

    PENDAHULUAN

    Kebijakan pemerintah dalam menempatkan kawasan industri di daerah persawahan yang subur merupakan langkah yang kurang tepat, karena terjadi pengalihan fungsi lahan sawah ke penggunaan lain. Hasil penelitian Wahyunto et al. (2001) di Sub DAS Citarik, menunjukkan bahwa telah terjadi penyusutan lahan sawah seluas 787 ha terhitung dari tahun 1991 sampai 2000.

    Sejauh ini pengkajian dampak negatif dari konversi lahan sawah lebih banyak dipandang dari nilai ekonomi komoditas yang hilang. Padahal semestinya dilakukan pula kajian secara mendalam dari aspek lainnya, seperti penurunan kualitas sumber daya tanah, air, udara, dan keragaman hayati. Alihfungsi tersebut menyebabkan hilangnya beberapa keuntungan ekternal (externalities) yang bisa didapatkan dari keberadaan lahan sawah. Oleh karena itu, penting artinya untuk melakukan

    204

  • Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil

    kuantifikasi berbagai peranan lahan sawah (multifungsi), sehingga didapatkan justifikasi kuat dalam melakukan advokasi untuk mempertahankan keberadaan lahan sawah (Irianto et al., 2001; Talaohu et al., 2001).

    Salah satu dampak negatif alih fungsi lahan sawah untuk kawasan industri adalah terjadinya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh buangan limbah industri tersebut. Menurut ketentuan, limbah yang akan dibuang ke lingkungan harus aman bagi lingkungan biofisik lahan, badan air maupun kesehatan manusia atau hewan. Limbah tersebut harus diolah terlebih dahulu dalam instalasi pengolah air limbah (IPAL) dan mengalami pemrosesan fisik, kimia, dan biologi sebelum dibuang ke lingkungan atau badan air/sungai. Namun kenyataannya limbah buangan tersebut masih sering dikeluhkan masyarakat, karena dampak negatif yang ditimbulkannya seperti bau, warna, dan gangguan kesehatan.

    Sungai terkadang digunakan sebagai tempat pembuangan limbah, namun sering dimanfaatkan sebagai air irigasi bagi persawahan di bagian hilirnya. Seperti terjadi di Sub DAS Citarik, pihak industri atau pabrik di wilayah Kabupaten Sumedang membuang limbahnya ke S. Cihideung dan S. Cikijing yang merupakan sumber air irigasi bagi persawahan di Kabupaten Bandung. Para petani di kawasan tersebut melaporkan beberapa kali menanam padi dalam setahun tanpa mendapatkan hasil atau hasilnya sangat minim (Abdurachman et al., 2000).

    Tanah yang terkena limbah zat kimia dalam konsentrasi di atas ambang batas, mungkin tidak sakit meskipun mengandung unsur/senyawa kimia atau logam berat yang berbahaya. Namun bila tanah tersebut ditanami, maka tanaman tersebut akan mengakumulasi unsur/senyawa yang berbahaya, sehingga dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia dan hewan yang mengkonsumsi produk tersebut.

    Penelitian tentang dampak dan pergerakan jenis-jenis unsur/senyawa yang terkandung dalam limbah dan kadar unsur/senyawa kimia dalam limbah tersebut perlu diketahui mulai dari pusat industri sampai ke bagian hilirnya, karena pengaruh limbahnya akan mempengaruhi luas tanam dan kualitas hasil tanaman, sehingga pada akhirnya akan menurunkan ketahanan pangan di suatu daerah. Ketahanan pangan bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan komoditas pokok karbohidrat dalam jumlah yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi oleh masyarakat sepanjang waktu (Karama, 1999).

    Dalam rangka peningkatan ketahanan pangan bagi produksi pertanian, maka lahan pertanian tersebut harus dicadangkan atau dilindungi dari konversi lahan. Adanya konversi lahan, tidak hanya menurunkan produksi tanaman, tetapi juga dapat menyebabkan menurunnya pendapatan petani dan menurunannya penyerapan tenaga kerja/buruh tani, serta kehilangan peluang untuk memperoleh pendapatan dari penyewaan traktor dan penggilingan padi bagi masyarakat sekitar (Sumaryanto dan

    205

  • Suganda et al.,

    Nur Suhaeti, 1997). Diduga pencemaran yang terjadi pada lahan sawah di Sub DAS Citarik hulu mengganggu stabilitas ketahanan pangan di daerah tersebut.

    Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi unsur-unsur pencemar (poluttan) dalam limbah industri tekstil yang terdapat dalam tanah, air dan tanaman; serta mempelajari seberapa jauh limbah pencemar mengurangi luas tanam, menurunkan produktivitas tanah dan kualitas hasil tanaman padi.

    BAHAN DAN METODE

    Lokasi dan waktu penelitian

    Penelitian dilaksanakan di daerah sentra produksi padi Kabupaten Bandung. Daerah tersebut merupakan persawahan irigasi yang meliputi dua kabupaten yaitu Bandung dan Sumedang, terletak antara posisi 6o5620 7o0045 LS dan 107o4519 dan 107o4934 BT. Persawahan di Kabupaten Bandung mencakup lima kecamatan yaitu Rancaekek, Cicalengka, Cikancung, Majalaya, dan Solokan Jeruk, sedangkan persawahan di Kabupaten Sumedang mencakup Kecamatan Jatinangor, Cikeruh, dan Cimanggung. Daerah persawahan ini termasuk Sub DAS Citarik.

    Jalan raya Rancaekek menuju Cicalengka merupakan batas persawahan yang terletak antara wilayah Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung terletak di sebelah kanan jalan, sedangkan Sumedang di sebelah kiri jalan. Aliran air berasal dari wilayah Kabupaten Sumedang. Sepanjang jalan tersebut sejak tahun 1978 mulai dikembangkan menjadi daerah kawasan industri tekstil Jawa Barat.

    Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung dari Februari sampai Juni 2002. Analisis contoh air limbah, tanah, air sumur/sungai dan tanaman dilaksanakan dari Juli sampai Agustus 2002 di Laboratorium Kimia Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

    Tahap-tahap pelaksanaan penelitian di lapangan

    Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap kegiatan yakni; (i) pra survei, penyiapan peta, surat perizinan, pengenalan wilayah, pengumpulan data sekunder mencakup data curah hujan, jumlah pabrik, produksi padi/musim/tahun, dll.; (ii) survei lapangan, dengan maksud untuk pengambilan contoh air limbah pabrik, air sungai/irigasi, tanah dan tanaman, selain itu dilakukan wawancara dengan petani untuk mengetahui: hasil gabah/musim, dampak pencemaran limbah pabrik dan masalah banjir; dan (iii) analisis contoh tanah, air, dan tanaman/bagian tanaman di laboratorium Puslitbangtanak, Bogor.

    206

  • Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil

    Penentuan lokasi pengambilan contoh

    Penentuan lokasi pengambilan contoh meliputi pengambilan contoh air limbah industri tekstil, air sungai/irigasi, air sumur, tanah, dan tanaman.

    Air limbah. Air limbah diambil dari pabrik tekstil yang berpotensi besar sampai kecil menghasilkan limbah dan memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang berdiri sejak 1978. Pengambilan contoh air limbah dilakukan pada outlet pabrik sebelum diproses dan setelah melalui IPAL. Masing-masing contoh air limbah dimasukan dalam botol air mineral (600 ml). Jika tersedia diambil juga contoh endapan lumpur padat.

    Air sungai/irigasi. Lokasi pengambilan contoh adalah di sekitar pusat industri/pencemar (outlet), yaitu pada badan air sungai/irigasi penerima limbah pabrik secara langsung atau tidak langsung dan pada inlet/sumber air irigasi yang masuk ke petakan sawah. Penentuan titik pengambilan contoh air berikutnya dilaksanakan dengan interval 0,5-1,0 km mengikuti alur sungai. Masing-masing contoh air sungai/irigasi dimasukan ke dalam botol air mineral (600 ml). Contoh air sungai diambil pada ke dalaman + 20 cm di bawah permukaan air.

    Air sumur. Penentuan titik pengambilan contoh air sumur dilakukan secara acak pada sumur-sumur yang dekat sampai terjauh dari pabrik (> 5 km) yang dibuat sebelum daerah tersebut dijadikan kawasan industri tekstil. Masing-masing contoh air sumur dimasukan ke dalam botol air mineral (600 ml). Contoh air diambil pada ke dalaman + 20 cm di bawah permukaan air sumur. Selain diambil contohnya, pemilik sumur tersebut diwawancarai tentang perubahan tinggi muka air sumurnya antara musim hujan dan kemarau dan antara sebelum dan setelah berdiri kawasan industri tersebut.

    Tanah. Contoh tanah untuk menentukan pengaruh pencemaran limbah diambil secara komposit pada ke dalaman 0-20 cm di daerah yang diduga tercemar limbah. Contoh tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik (berukuran 1,0 kg). Sebagai pembanding diambil pula contoh tanah dari lokasi yang dianggap tidak teraliri limbah, yaitu di bagian hulu pabrik atau yang memiliki elevasi lebih tinggi. Pengambilan contoh tanah utuh untuk analisis sifat-sifat fisik tanah dilakukan pada tanah-tanah yang pada saat survei memiliki kadar air sekitar kapasitas lapang. Interval pengambilan contoh tanah berkisar berturut-turut: 0; 0,5; 1,0; 2,0; 4,0 dan 8,0 km dari pusat kawasan pabrik.

    Tanaman. Saat pelaksanaan survei, sebagian besar padi sedang dipanen, sehingga contoh tanaman mudah didapat. Titik pengambilan contoh tanaman dilakukan tepat/tidak jauh dari titik pengambilan contoh tanah komposit, dengan maksud agar dapat dikorelasikan antara bahan pencemar yang ada di dalam tanah dan tanaman. Contoh tanaman dipisahkan menjadi contoh jerami dan gabah. Saat pengambilan contoh tanaman, dilakukan wawancara dengan petani berkaitan dengan produktivitas lahan dan dampak pencemaran pabrik terhadap lahannya.

    207

  • Suganda et al.,

    Metode analisis limbah, tanah, air, dan tanaman

    Analisis limbah, tanah, dan air sungai. Unsur-unsur/parameter-parameter dan metode analisis contoh disajikan pada Tabel 1.

    Tabel 1. Unsur-unsur/parameter-parameter yang dianalisis di laboratorium dari contoh, limbah, tanah dan air sungai/sumur

    Lumpur/tanah Air sungai/sumur Unsur/ parameter

    Limbah cair . Metode analisis * dan satuan .

    Fisika tanah Tekstur Pasir Debu Liat pF BD Unsur Kimia

    C N

    P2O5

    K2O pH NH4Ca Mg K

    Na Fe Al Mn

    NO3PO4SO4

    Logam berat

    Cu Zn Pb Cd Co Ni Cr Se

    Kadar lumpur

    Daya hantar listrik (DHL)

    - - - - - - - - - - -

    mg/l bebas lumpur ,, ,, ,, ,, ,, ,, ,,

    mg/l bebas lumpur ,, ,,

    mg/l bebas lumpur ,, ,, ,, ,, ,, ,, ,, ,,

    mg/l

    dS/m

    Pipet (%) (%) (%)

    Tekanan air (% isi) Gravimetri (g/cc)

    Walkey and Black (%)

    Kjeldahl (%) HCl 25% (mg/100g)

    Bray I (ppm) HCl 25% (mg/100g)

    Ekstrak H2O 1:5 -

    NH4-Acetat 1N, pH7 me/100g

    ,, ,, - - - - - -

    NH4-Acetat 1N, pH7 me/100g

    ,, ,, ,, ,, ,, ,, ,, - -

    - - - - - - -

    - - - - -

    mg/l bebas lumpur ,, ,, ,, ,, ,, ,, ,,

    mg/l bebas lumpur ,, ,,

    mg/l bebas lumpur ,, ,, ,, ,, ,, ,, ,, ,,

    mg/l

    dS/m

    * Metode analisis mengacu pada Penuntun Analisa Tanah, Sudjadi et al. (1971)

    208

  • Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil

    Unsur hara tanaman dan logam berat yang dianalisis dari contoh tanaman

    disajikan pada Tabel 2.

    Tabel 2. Unsur-unsur hara makro tanaman dan logam berat yang dianalisis dari contoh tanaman (jerami dan beras)

    Unsur Satuan

    Makro N, P, K, Ca, Mg dan S

    Logam berat Fe, Mn, Cu, Zn, Pb, Cd, Co, Ni, Cr

    %

    ppm

    Peta pencemaran limbah industri

    Faktor-faktor yang dipertimbangan dalam pembuatan peta pencemaran limbah pada lahan sawah, khususnya untuk mendeliniasi masing-masing areal yang tercemar adalah jangkauan aliran air sungai/irigasi dari sumber pencemar, warna tanah/air, topografi, wawancara dengan petugas pengairan dan petani. Luas lahan sawah yang mengalami penurunan produktivitas akibat pencemaran dan genangan di daerah ini di kelompokan ke dalam empat katagori: (i) L (limbah); (ii) B+L (banjir < 1 minggu + limbah); (iii) B+L (banjir > 1 minggu + limbah); dan (iv) B (banjir > 2 minggu atau bulanan).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Iklim dan pola tanam Menurut Oldeman (1975) daerah ini memiliki tipe curah hujan B1. Curah hujan

    di atas 200 mm/bulan terjadi pada bulan-bulan Nopember, Desember, Januari, dan Februari. Bulan Juli - Agustus mempunyai rata-rata curah hujan bulanan kurang dari 100 mm. Secara klimatologi daerah ini dapat ditanam padipalawija sepanjang tahun. Dengan adanya saluran irigasi dan sungai-sungai, dapat dilakukan dua kali tanam padi dan satu kali palawija.

    Di daerah cekungan, saat musim hujan air tergenang atau banjir sehingga hanya dapat dilakukan satu kali tanam. Musim tanam biasanya dimulai pada bulan Juli-Agustus dan bulan Oktober padi di panen.

    Tata air dan irigasi

    Daerah ini merupakan kawasan Sub DAS Citarik yang bermuara ke S. Citarum. Anak-anak sungai yang mengalir ke sungai ini dari arah Utara (Sumedang) yaitu: S. Citarik Hulu, S. Cikijing, S. Citaraju, S. Cimande, S. Ciburaleng, S. Cibodas, dan S.

    209

  • Suganda et al.,

    Cibedah. Sungai Cikijing, S. Cimande dan S. Cibodas merupakan sungai-sungai utama saluran pembuangan limbah cair pabrik.

    Dari arah Timur-Selatan, sungai-sungai yang bermuara ke S. Citarik yaitu S. Cijalupang, S. Ciwirama, S. Cikopo, S. Cigentur, dan S. Ciburial. Sungai-sungai yang mengalir dari arah ini umumnya sedikit digunakan sebagai saluran pembuangan limbah kecuali S. Cijalupang. Beberapa karakteristik sungai daerah survei dapat dilihat pada Tabel 3).

    Tabel 3. Karakteristik sungai-sungai di daerah survei

    No Tanggal pengamatan Nama sungai Lebar dan dalam Warna air Indikator

    pencemaran* m

    1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.

    22-3-2002 24 24 25 25 24 24 24 24 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 26 27

    Saluran Citalaga Citarik Citarik Citarik Citarik

    Cibodas Cibodas Cibodas Cibodas Cikijing Cikijing Cikijing Citaraju Sal. ITM

    Ciburaleng Cimande Cimande Cimande Cimande

    Saluran Tengah Cisunggala

    0,4 x 0,5 3,0 x 0,75 3,0 x 0,75 3,0 x 1,25 6,0 x 3,0 2,0 x 0,5 2,0 x 0,5 3,0 x 0,75 3,5 x 1,0 1,5 x 0,5 2,0 x 0,5 1,0 x 0,25 2,0 x 0,5 1,0 x 0,3 1,5 x 0,5 2,0 x 0,5 2,0 x 1,0 3,0 x 1,0 3,0 x 0,75 1,5 x 0,5 2,0 x 0,75

    Bening-kuning Keruh kekuningan Keruh kekuningan Keruh kekuningan Keruh kekuningan Keruh kekuningan Keruh keabuan Keruh keabuan Keruh kekuningan Kehitaman Kehitaman Kehitaman Putih keabuan Kehitaman Putih keabuan Keruh kekuningan Keruh kekuningan Kekuningan Kekuningan Kekuningan Kekuningan

    Tidak ada Tidak ada Ada Ada Ada Tidak ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada Ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada

    Keterangan: * Ditandai ada lumpur berwarna abu-abu kehitaman atau kemerahan

    Selain sungai-sungai tersebut, di daerah ini terdapat jaringan irigasi yang dikelola oleh Cabang Dinas Kecamatan Cicalengka dan Kecamatan Majalaya yaitu daerah irigasi (DI) Cikopo dan Majalaya. Adanya jaringan irigasi ini cukup membantu meningkatkan produktivitas lahan sawah.

    Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, sejak tahun 1980-an akibat erosi yang tinggi di bagian hulu, pertumbuhan penduduk, dan pengelolaan lahan yang intensif, badan S. Citarik telah mengalami pendangkalan sekitar 1-3 m di bagian-bagian tertentu serta mengalami penyempitan 1-2 m di bagian hilir, sehingga manakala musim hujan air meluap ke lahan persawahan yang menyebabkan genangan/banjir.

    210

  • Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil

    Jumlah pabrik tekstil

    Pabrik tekstil terletak di sepanjang jalan Rancaekek-Cicalengka dan antara Cicalengka-Majalaya, yaitu di bagian daerah persawahan Rancaekek, Cicalengka, dan Majalaya. Jumlah pabrik antara Rancaekek-Cicalengka dan Cicalengka-Majalaya adalah 42 buah.

    Hampir semua pabrik memiliki IPAL dimana limbah sebelum dilalirkan ke saluran pembuangan melalui pemrosesan dulu, agar memenuhi baku mutu kualitas air yang dipantau oleh Badan Pengendali Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDALDA).

    Baku mutu limbah industri tekstil setelah proses IPAL sesuai dengan kriteria yang dikeluarkan oleh BAPEDALDA harus memenuhi antara lain: pH (6-9), air tidak berwarna dan tidak berbau, suhu air < 30 oC, dan kadar BOD dan COD berturut-turut 85 dan 250 mg/l.

    Sifat-sifat tanah

    Tanah di daerah ini tergolong Inceptisols, terdiri atas Typic Endoaquepts (SSS, 1994) atau setara dengan Gleisol Tipik (Puslittan, 1983) dan Vertic Endoaquepts (SSS, 1994) atau setara dengan Gleisol Vertik (Puslittan, 1983). Fisiografi adalah dataran aluvium, berbahan induk endapan aluvial, dengan tekstur tanah liat berdebu (Abdurachman et al., 2000). Hasil analisis sifat-sifat fisik dan kimia tanah daerah ini di uraikan sebagai berikut:

    Fisika tanah. Tanah sawah di daerah ini memiliki berat isi antara 0,83-1,18 g/cm3, ruang pori total 55,5-68,7% vol dan pori air tersedia antara 15,6-14,8 % vol. Tanah ini tergolong mudah diolah dibandingkan dengan tanah dengan berat isi tinggi (>1,25 g/cm3), cukup dapat menyimpan air dan pertumbuhan akar tidak mengalami hambatan.

    Kimia tanah. Lahan sawah di daerah ini memiliki pH (H2O) antara 5,2-7,8 (agak masam sampai agak basa), bahan organik tergolong sangat rendah-sedang (C-org: 0,68 3,11%), N rendah: dalam selang nilai 0,08-0,34%, P2O5 tersedia (P-Bray1) rendah-tinggi yakni antara 1,3-28,8 ppm. Kadar K bervariasi dari sangat rendah hingga sangat tinggi, yaitu K2O (HCl 25%) antara 1-54 mg/100g, KTK tanah rendah sampai tinggi yaitu 14,19-33,73 me/100g dan berkejenuhan basa tinggi 63->100%. Perbedaan sifat-sifat tanah tersebut diduga antara lain akibat perbedaan pengelolaan tanah dan tanaman yang dilakukan petani terhadap masing-masing lahannya serta akibat pengaruh pencemaran limbah pabrik. Namun secara potensial sifat kimia tanahnya cukup baik.

    211

  • Suganda et al.,

    Logam berat dan beberapa ion yang terlarut dalam limbah pabrik tekstil

    Contoh limbah pabrik diambil dalam tiga bentuk yaitu cair, lumpur, dan tanah, sedangkan letak pengambilannya sebelum masuk IPAL dan sesudah di proses di IPAL. Kadar dan kandungan logam berat dalam limbah pabrik disajikan pada Tabel 4, sedangkan beberapa kation dan anion yang terkandung dalam limbah cair pabrik tekstil disajikan pada Tabel 5.

    Tabel 4. Unsur logam berat dan kandungannya dalam limbah pabrik tekstil dan sungai Logam berat Pabrik/sungai Jenis limbah Cu Zn Pb Cd Co Ni Cr

    ppm PT.K PT. A S. Cikijing S. Cijalupang

    Tanah (sludge) Lumpur Lumpur Lumpur Tanah sawah

    210,3 210,0

    3,23 8,68 62,5

    682,31 662,80

    - - -

    7,32 15,61

    1,35 21,09 23,92

    0,13 0,13 0,28 0,16 0,11

    0,78 0,50

    15,58 28,17 28,98

    28,31 27,43 12,03 42,96 17,26

    451,72 413,40 12,37 25,47 12,59

    mg/l bebas lumpur PT. K PT. F

    Air limbah (-IPAL) Air limbah (+IPAL) Air limbah (-IPAL) Air limbah (+IPAL)

    0,02 0,02 0,02 0,02

    0,00 0,00 0,03 0,01

    0,00 0,00 0,00 0,00

    0,00 0,00 0,00 0,00

    0,01 0,01 0,02 0,00

    0,04 0,04 0,01 0,00

    0,00 0,00 0,00 0,00

    (-IPAL) = sebelum masuk IPAL; (+IPAL) = setelah diproses melalui IPAL.

    Tabel 5. Berapa kation dan anion yang terkandung dalam air limbah pabrik tekstil

    Kation Anion Asal contoh limbah

    Jenis limbah pH NH4 K Ca Mg Na NO3 PO4 SO4

    PT F PT K

    Air limbah (-IPAL) (+IPAL Lumpur Air limbah (-IPAL) (+IPAL)

    6,5 7,1 6,9

    - -

    mg/l bebas lumpur 11,7 7,7 52,6 20,6 216,8 4,6 3,4 101,6 4,7 25,9 50,5 18,8 297,6 8,2 5,3 193,0 64,2 67,5 21,0 33,4 277,9 7,8 6,5 101,0 11,8 18,6 7,8 7,8 832,6 4,4 6,4 1207,3 30,4 15,7 7,5 7,5 644,3 11,1 0,9 1251,3

    Keterangan : - tidak terukur

    Hasil analisis menunjukkan kandungan bahan pencemar dan logam berat dalam limbah terdapat dalam padatan/lumpur. Hal ini ditunjukkan bila lumpurnya dipisahkan dulu, maka kadar logam berat dalam air limbah hampir tak terdeteksi (Pb, Cd dan Cr). Jika pabrik membuang limbah setelah melalui proses IPAL yang baik, maka yang akan terkandung dalam limbah adalah Cu, Zn, Co dan Ni, itupun dalam konsentrasi < 0,04 mg/l. Pada Tabel 5, terlihat kandungan anion SO4 agak tinggi dibanding lainnya

    212

  • Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil

    (742-1339 mg/l). Hal ini berkaitan dengan bahan yang digunakan dalam proses pengolahan limbah yakni senyawa sulfur yang berlebihan (sodium hydrophosphate).

    Pada Tabel 5 terindikasi bahwa di dalam air bebas lumpur masih terlarut unsur-unsur kimia dalam jumlah besar dan berbahaya bagi kesehatan. Bila terakumulasi dalam tanah, menyebabkan penurunan kualitas tanah akibat berubahnya sifat fisik tanah dan terganggunya pertukaran kation dalam tanah. Natrium adalah kation dengan kadar tertinggi dalam air bebas lumpur berkisar antara 217- 830 mg/l. Kadar sulfat (SO4) dalam limbah dapat mencapai 101-1251 mg/l.

    Logam berat dan beberapa ion yang terlarut dalam air sungai

    Hasil analisis kandungan logam berat di dalam contoh air beberapa sungai di daerah survei dengan lumpur dipisahkan (air bebas lumpur) disajikan pada Tabel 6. Air sungai yang telah dipisahkan dari lumpurnya mempunyai kandungan logam berat sangat rendah atau tidak terdeteksi, hanya Ni yang masih terdeteksi antara 0,01 sampai 0,06 ppm untuk semua air sungai, kecuali S. Cikijing dan S. Cicalengka pada lokasi dekat outlet pabrik.

    Tabel 6. Kandungan lumpur dan logam berat pada air sungai di daerah survei

    Logam berat Nama sungai Lumpur Cu Zn Pb Cd Co Ni Cr

    mg/l ppm Citalaga (T1) Citarik (CT1) Citarik (CT4) Cibodas (CB2) Cibodas (CB3) Cikijing (CK3) Cikijing Cimande (CM1) Cimande (CM4) Cijalupang Cisunggalah Cicalengka

    69 60 159 212

    1762 179

    - 149 245

    1948 173

    -

    0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01

    0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,19 0,00 0,00 0,01 0,00 0,03

    0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01

    0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01

    0,02 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,01 0,02 0,01 0,00 0,02

    0,04 0,03 0,02 0,03 0,04 0,04 1,00 0,06 0,04 0,03 0,01 0,10

    0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,20

    Keterangan: - tidak terukur

    Ion lainnya yang terlarut dalam air sungai bebas lumpur disajikan pada Tabel 7. Pada Tabel 7 menunjukkan pada beberapa air sungai terdapat akumulasi natrium dan sulfat, seperti pada S. Cikijing, saluran ITM, S. Cicalengka dan S. Cibodas. Kandungan natrium pada S. Cikijing mencapai 583 mg/l dan sulfat mencapai 980 mg/l. Konsentrasi

    213

  • Suganda et al.,

    ini lebih rendah dibandingkan dengan yang dikandung air limbah pabrik. Hal ini disebabkan karena terjadi pengenceran di dalam badan sungai. Sampai titik pengamatan + 4 km dari pusat kawasan industri (S. Cimande-4), akumulasi natrium dan sulfat masih terdeteksi. S. Taraju jaraknya + 7 km dari pusat kawasan industri, namun karena aliran airnya tidak lancar/stagnan menyebabkan kadar natrium dan sulfat dalam air sungai masih terukur tinggi yakni berturut-turut 193 dan 273 mg/l.

    Tabel 7. Kadar natrium dan beberapa anion yang terkandung dalam air sungai

    Asal contoh air sungai pH Na+ NO32- PO42- SO42-

    mg/l bebas lumpur Citalaga Citarik-1* Citarik-2 Citarik-3 Citarik-4 Cibodas-2 Cibodas-3 Cibodas-4 Cikijing-1 Cikijing-2 Citaraju Saluran ITM Cimande-1 Cimande-2 Cimande-3 Cimande-4 Cicalengka Cijalupang Cisunggalah Walungan Tengah

    6,7 6,7 6,5 6,6 6,8 7,1 7,0 6,9 7,2 7,2 7,1 7,2 6,7 6,7 6,7 6,8 -

    7,2 6,6 6,9

    8,7 2,1 7,1 9,9

    32,7 70,7 47,3 25,6

    580,0 583,3 193,3 425,3

    9,0 12,5 24,5 26,2

    550,0 7,8 5,5 7,7

    3,7 1,6 1,5 1,8 2,2

    10,4 5,2 5,8 1,9 1,9

    18,3 0,9 3,6 4,2 6,5 3,2 8,1 4,6 0,6 0,8

    0,2 0,1 0,1 0,1 0,2 0,3 0,4 0,2 1,7 2,1 0,4 1,1 0,1 0,1 0,2 0,1 1,4 0,2 0,1 0,8

    3,0 2,5 4,0 5,2

    37,8 6,5

    38,5 18,2

    979,5 965,5 272,5

    65,9 5,2 8,5

    15,1 13,9 80,0 8,4 8,0 3,3

    Keterangan: * Citarik-1; adalah bagian hulu dari kawasan industri diasumsikan sebagai daerah yang tidak terkena limbah - tidak terukur

    Logam berat dalam air sumur

    Hasil analisis logam berat terhadap contoh air beberapa sumur disajikan pada Tabel 8, sedangkan ion-ion lainnya yang terkandung dalam air sumur disajikan pada Tabel 9.

    Unsur-unsur logam berat Cu, Co, dan Ni dalam contoh air sumur kurang dari 0,05 mg/l, sedangkan Zn, Pb, dan Cd, dan Cr tidak ditemukan dalam air sumur.

    214

  • Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil

    Saat survei dilakukan, kualitas air sumur di daerah survei sangat bervariasi,

    dengan pH air 6,4-7,0. Air sumur di Papanggungan, Citaraju, dan Jelegong terlihat sudah sangat tercemar, ditandai dengan adanya unsur-unsur Na, SO4 dalam air limbah dan air sungai, selain unsur-unsur lainnya tinggi seperti kalium, nitrat dan besi juga cukup tinggi.

    Tabel 8. Kandungan beberapa unsur logam berat dalam air sumur

    Air sumur Cu Co Ni ppm Cibodas Cisangiang Papanggungan Citaraju Warungcina Jelegong Haurpugur Cigentur

    0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01 0,00

    0,02 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,03 0,01

    0,02 0,04 0,04 0,04 0,04 0,03 0,05 0,04

    Tabel 9. Kation dan anion yang terkandung dalam air sumur

    Kation Anion K+ Ca2+ Mg2+ Na+ Fe3+ Al3+ Mn2+ NO3- PO42- SO42-

    Lokasi sumur

    mg/l bebas lumpur

    Cibodas Sangiang Papanggungan Citaraju Warungcina Jelegong Haurpugur Cigentur K (sumur dalam)

    0,1 5,1

    126,1 5,2 3,7

    31,2 4,6

    27,2 4,0

    35,0 67,5

    225,0 35,0 70,0

    167,0 47,5

    100,0 10,0

    6,0

    10,5 50,0 6,3

    14,2 21,0 8,5

    25,0 25,0

    8,8

    38,7 180,0

    45,3 22,0 74,0 25,0 32,7 44,3

    0,07 0,00 0,01 2,17 0,33 0,13 0,00 0,00 2,17

    0,17 0,20 0,20 3,92 0,12 0,08 0,12 0,08 0,04

    0,01 0,04 0,79 0,02 0,49 1,33 0,01 0,23 0,02

    6,6

    11,1 340,0

    5,4 24,9 4,1 1,0

    29,2 0,75

    0,1 0,3 1,4 0,3 0,3 4,1 0,2 0,9 0,2

    3,3

    16,7 148,9

    63,1 2,9

    86,6 27,5 37,4 1,1

    Logam berat dalam tanah

    Hasil analisis kandungan logam berat terhadap contoh tanah sawah yang diambil dari kedalaman 0-20 cm disajikan pada Tabel 10.

    Semua contoh tanah yang dianalisis mengandung Cu, Zn, Pb, Cd, Co, Cr, dan Ni. Berdasarkan batas kritis logam berat dalam tanah menurut Alloway (1993) terdapat tanah sawah yang mengandung logam berat melampaui batas bawah dari kriteria batas kritis yaitu Cu, Zn, dan Co.

    215

  • Suganda et al.,

    Tabel 10. Rata-rata logam berat pada beberapa contoh tanah di daerah survei

    Rata-rata* Logam berat Jerami beras Batas kritis dalam tanah

    (Alloway, 1993) ppm

    Cu Zn Pb Cd Co Cr Ni

    43,33 57,37 8,73 0,05 14,07 0,78 13,75

    83,46 136,67 22,76 0,19 26,79 24,92 20,53

    60-125 70-400 100-400

    3-8 25-50

    75-100 -

    Keterangan : * = 23 contoh - tidak terukur

    Logam berat dalam jerami dan beras

    Hasil analisis logam berat dalam jaringan tanaman (jerami dan gabah/beras) disajikan pada Tabel 11.

    Kandungan logam berat dalam jerami dan beras umumnya masih di bawah batas kritis, kecuali Cr tergolong berbahaya (>5 ppm). Kadar Ni dalam jerami dan beras cukup tinggi dibandingkan dengan logam lainnya tetapi belum ada kriteria kecukupan/nilai batas kritis dalam tanaman, sehingga tidak dapat disimpulkan. Batas maksimum residu dalam pangan yang ditetapkan oleh WHO adalah 0,24 ppm untuk Cd, dan 2,0 ppm untuk Pb. Meskipun kadar kedua unsur logam berat tersebut di dalam beras dari daerah survei masih di bawah batas maksimum yang disarankan, namun perlu diwaspadai oleh konsumen karena bila dikonsumsi secara kontinyu akan bersifat akumulatif dan dapat membahayakan kesehatan.

    Tabel 11. Kisaran kandungan logam berat dalam jerami dan beras

    Kisaran* Logam berat Jerami Beras

    Batas kritis dalam tanaman (Alloway,

    1993) ppm

    Cu Zn Pb Cd Co Cr Ni

    2-13 17-64

    0,71-5,384 0,029-0,351 0,108-5,917 0,673-4,521

    0,437-15,864

    2-7 14-23

    0,092-0,918 0,026-0,180 0,111-4,157

    0,985-17,110 0,609-43,072

    20-100 10-400 50-300 5-30

    15-30 5-30

    -

    Keterangan : * = 23 contoh - tidak terukur

    216

  • Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil

    Pertumbuhan dan hasil padi

    Berdasarkan hasil wawancara dengan 19 petani terpilih di daerah survei, disimpulkan bahwa lahan sawah yang terkena limbah pabrik tekstil menyebabkan pertumbuhan dan hasil padi kurang baik (kehampaan sangat tinggi), walaupun pemeliharaan dan pemupukan sudah mengikuti dosis anjuran (100-150 kg urea, 50-100 kg SP36, dan 50 kg KCl/ha). Akibat limbah tekstil, kualitas tanah dan air pengairan pada saat-saat tertentu sangat jelek. Gabah kering giling (GKG) yang diperoleh selama MH 2001-2002 (panen MaretApril) 3,5 t/ha (Desa Tenjolaya, dan Desa Bojongsalam, Kecamatan Cicalengka), padahal sebelumnya dapat mencapai 4,05,5 t GKG/ha. Bila dibandingkan dengan lahan yang satu hamparan dan tidak terkena limbah, hasil gabahnya dapat mencapai 4,55,0 t GKG/ha (Desa Jatimukti, Jatinangor, Cigentur, Majalaya). Menurut Darmono (2001), bahan toksik logam berat seperti Pb, Cd, dan Hg menyebabkan matinya kehidupan biota air dan menurunkan produksi tanaman pangan.

    Petani di Kecamatan Solokanjeruk harus 2-3 kali tandur (tanam padi) jika ada limbah dan banjir yang masuk ke persawahan. Daerah yang paling parah terkena limbah adalah di kampung Papanggungan, Desa Jelegong, Rancaekek dimana lahan sawahnya sudah tidak bisa ditanami padi lagi karena air dan tanah berwarna hitam akibat endapan lumpur limbah. Genangan air saat survei sekitar 30-50 cm di atas permukaan tanah. Ada petani yang mencoba mengusahakan ikan mas dan nila pada petakan ke-3 atau ke-4 dari saluran yang dianggap kualitas airnya agak baik, dan ikannya masih dapat hidup.

    Selain limbah, penyebab menurunnya luas tanam/panen di derah ini adalah genangan/banjir selama musim hujan (NopemberJuni), terutama di daerah cekungan, dimana aliran air terhambat akibat S. Citarik mengalami pendangkalan dan penyempitan, seperti di Desa Sangiang, Rancaekek dan Desa Tangsimekar, Majalaya.

    Lahan terkena limbah dan kebanjiran

    Luas lahan sawah yang terkena aliran air limbah dan kebanjiran saat musim hujan disajikan pada Tabel 12. Sedangkan sebarannya dapat dilihat pada Lampiran Gambar I.

    Tabel 12 menunjukkan sekitar 30% dari total luas sawah yang disurvei terkena aliran limbah dan banjir setiap tahunnya. Jika yang terkena aliran limbah saja yang dihitung, hasil gabah setiap musim panen berkurang 1-1,5 t/ha. Untuk 2 kali tanam dalam setahun daerah ini akan kehilangan gabah sekitar 2.430-3.645 ton. Jika harga gabah basah saat panen Rp. 1.000/kg,-,maka kerugian daerah ini sekitar Rp. 2,43 Rp. 3,65 milyar/tahun. Akibat limbah ataupun banjir, tidak hanya menurunkan

    217

  • Suganda et al.,

    produktivitas lahan, tetapi dapat menurunkan indeks tanam/panen dan kualitas hasil panen. Usaha-usaha penanggulangan perlu segera dilakukan terhadap sistem tata air di hulu dan hilir, pola tanam dan remediasi (perbaikan) lahan tercemar agar kerusakan yang terjadi tidak lebih parah.

    Tabel 12. Luas lahan sawah yang terkena limbah dan kebanjiran di DAS Citarik

    Parameter Luas* Persentase

    terhadap total sawah

    ha %

    Terkena aliran limbah

    Limbah dan banjir/genangan < 1 minggu

    Limbah dan banjir/genangan > 1 minggu

    Banjir/genangan > 2 minggu-bulan

    1.215

    253

    474

    520

    14,8

    3,1

    5,8

    6,3 Keterangan: * Luas lahan sawah yang disurvei + 8200 ha.

    Banjir adalah bencana yang rutin terjadi setiap tahun di daerah ini, terutama pada daerah pertemuan anak-anak sungai Citarik dengan S.Citarik. Pada daerah cekungan, sekitar 520 ha lahan tergenang selama berbulan-bulan, akibatnya petani hanya dapat menanami padi di lahannya sekitar bulan Juli-Agustus (musim kemarau).

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    1. Unsur logam berat Cu, Zn, Pb, Cd, Co, Ni, dan Cr ditemukan dalam lumpur limbah industri tekstil. Untuk kasus ini, kadar Cu, Zn, dan Cr ditemukan paling tinggi di bandingkan dengan unsur lainnya, yakni berturut-turut 210, 682, dan 452 ppm.

    2. Air limbah pabrik tekstil yang diproses melalui IPAL secara baik menghasilkan kandungan logam berat dalam air bebas lumpur rendah (< 0,04 mg/l), bahkan Zn, Pb, dan Cd tak terdeteksi. Yang masih terlarut dalam air bebas lumpur adalah NO3-, PO42-, dan SO42-. Kandungan natrium dalam air cukup tinggi berkisar antara 217-298 mg/l (PT F) dan dapat mencapai 830 mg/l (PT. K), sedangkan sulfat (SO42-) ditemukan dalam jumlah tinggi antara 101-193 mg/l (limbah PT. F) bahkan dapat mencapai 1207-1251 mg/l (PT. K).

    3. Air S. Cikijing mengandung natrium dan SO42- tertinggi dibandingkan dengan sungai-sungai lainnya, berturut-turut mencapai 583 dan 980 mg/l. Kualitas air sumur di daerah survei sangat bervariasi, seperti sumur di Papanggungan, Citaraju, dan Jelegong terlihat tercemar berat karena kontaminasi bahan pencemar seperti yang terkandung dalam air limbah dan sungai.

    218

  • Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil

    4. Konsentrasi Cu dan Zn pada tanah lapisan olah (0-20 cm) berkisar antara 48-83

    ppm dan 57-137 ppm, paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi logam berat lainnya (Pb, Cd, dan Co), sedangkan konsentrasinya dalam jerami 13-64 ppm dan beras 7-23 ppm.

    5. Kandungan logam berat dalam jerami dan gabah/beras di daerah survei masih di bawah batas bawah kriteria kritis dalam tanaman, kecuali Cr. Walaupun demikian unsur-unsur logam berat tersebut apabila termakan hewan/manusia secara terus menerus perlu diwaspadai karena bisa menimbulkan pencemaran dakhil/gangguan kesehatan.

    6. Total area persawahan yang tercemar aliran limbah pabrik tekstil langsung seluas 1.215 ha; terkena limbah saat banjir lebih dari satu minggu seluas 254 ha; terkena limbah saat banjir kurang dari satu minggu seluas 474 ha; dan lahan tergenang banjir bulanan (Desember - Mei) seluas 520 ha.

    7. Hasil gabah pada lahan sawah yang terkena limbah pabrik tekstil berkurang antara 1-1,5 t/ha/panen. Kerugian di daerah ini dapat mencapai Rp. 2.43 Rp. 3.65 milyar/tahun.

    Saran

    1. Teknologi remediasi lahan sawah tercemar logam berat di daerah ini diperlukan agar produk pertanian yang dihasilkan memenuhi kriteria keamanan pangan.

    2. Air limbah yang keluar dari pabrik setelah melalui IPAL diusahakan tidak langsung dialirkan ke saluran irigasi atau sungai, tetapi perlu dialirkan dulu ke dalam kolam-kolam yang ditanami tanaman yang mampu menyerap senyawa logam berat.

    3. Pola tanam pada lahan sawah yang terkena limbah, saat ini perlu dikaji ulang dengan mengganti komoditas yang tidak berorientasi pangan namun bernilai ekonomis.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdurachman, A., S. Sutono, H. Kusnadi, dan Y. Hadian. 2000. Pengkajian baku mutu tanah: sumber dan proses terjadinya pencemaran logam berat. Laporan Akhir No. 61-b/Puslittanak/2000. Bagian Proyek: Penelitian Sumberdaya Lahan dan Agroklimat. Bogor. (Tidak dipublikasikan)

    Alloway. B.J. 1993. Heavy Metals in Soils. 2nd Ed. Blackie Academic and Proof.

    Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). 179 hal.

    219

  • Suganda et al.,

    Irianto, G., B. Kartiwa, E. Surmaini, dan W. Estiningtyas. 2001. Pengaruh lahan sawah terhadap karakteristik hidrologi suatu DAS (Studi Kasus DAS Kaligarang). hlm. 65-77 dalam Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Departemen Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Puslitbangtanak, Bogor bekerjasama dengan MAFF Jepang dan Sekretariat ASEAN.

    Karama, S.1999. Pembangunan pertanian untuk menempatkan pertanian sebagai andalan. hlm. 1-10 dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Tanah, Iklim, dan Pupuk. Lido, Bogor. 6-8 Desember 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

    Oldeman, L.R. 1975. An Agroclimate Map of Java Cont. Centr. Res. Inst. Food Crops. Bogor. Indonesia. No.17:P.12.

    Pusat Penelitian Tanah. 1983. Terms of Reference. Survei Kapabilitas Tanah. Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi (P3MT), Pusat Penelitian Tanah, Bogor. No. 59/1983. (Tidak dipublikasikan)

    Soil Survey Staf. 1994. Keys to Soil Taxonomy. United States Departement of Agriculture. Soil Conservation Service. 6th Ed.

    Sudjadi, M., I.M. Widjik, dan M. Soleh. 1971. Penuntun Analisa Tanah. Publ. No. 10:51-61. Lembaga Penelitian Tanah. Bogor.

    Sumaryanto and Nur Suhaeti, R. 1997. Assessment of losses related to irrigated lowland convertion. Indonesia Agricultural Research and Development Journal V(1). & (2):20-28.

    Talaohu, S.H., Fahmuddin Agus, dan Gatot Irianto. 2001. Hubungan perubahan penggunaan lahan dengan daya sangga air sub DAS Citarik dan DAS Kaligarang. hlm 93-102 dalam Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Bogor, 1 Mei 2001. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

    Wahyunto, M. Zainal Abidin, Adi Priyono, dan Sunaryo. 2001. Studi perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Kaligarang, Jawa Tengah. hlm 39 - 63 dalam Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Bogor, 1 Mei 2001. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

    220

  • Konversi Lahan Pertanian: Aspek Hukum dan Implementasinya

    Gambar 1. Peta pencemaran limbah industri di lahan persawahan sub DAS Citarik (2002)

    221

    HomepageCoverDaftar Isi