56
HUBUNGAN POLA KONSUMSI, AKTIVITAS FISIK DAN KETURUNAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI GAMPONG PANGGONG KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN ACEH BARAT SKRIPSI Oleh: CUT MULIA RAHMADHANI 08C10104136 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TEUKU UMAR 2013

HUBUNGAN POLA KONSUMSI, AKTIVITAS FISIK DAN …repository.utu.ac.id/410/1/BAB I_V.pdfterdapat anak yang gizi lebih pada anak lelaki sebanyak 41 orang (3,4%) dan pada . 4 ... nilai

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • HUBUNGAN POLA KONSUMSI, AKTIVITAS FISIK DAN KETURUNAN

    DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA ANAK SEKOLAH

    DASAR DI GAMPONG PANGGONG KECAMATAN

    JOHAN PAHLAWAN ACEH BARAT

    SKRIPSI

    Oleh:

    CUT MULIA RAHMADHANI

    08C10104136

    PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

    UNIVERSITAS TEUKU UMAR

    2013

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1.Latar Belakang

    Indonesia pada saat ini mengalami permasalahan beban ganda masalah

    gizi, di mana ketika permasalahan gizi kurang belum terselesaikan, muncul

    permasalahan gizi lebih. Gizi kurang banyak dihubungkan dengan penyakit-

    penyakit infeksi, maka gizi lebih atau obesitas dianggap sebagai sinyal awal, dan

    munculnya kelompok penyakit-penyakit degeneratif atau non infeksi yang

    sekarang ini banyak terjadi di seluruh pelosok Indonesia. Fenomena ini sering

    dikenal dengan sebutan New World Syndrom atau Sindrom Dunia Baru.

    Tingginya prevalensi obesitas, gizi lebih, hipertensi, dislipidemi dan beberapa

    penyakit degeneratif lainnya, menyebabkan tingginya angka morbiditas dan

    mortalitas di Indonesia.

    Gizi lebih dapat terjadi pada siapa saja dan bisa terjadi mulai dari bayi

    hingga usia lanjut, baik pria maupun wanita. Di samping faktor keturunan,

    sebagian besar penyebab gizi lebih diduga oleh karena terjadinya intervensi dan

    modifikasi gaya hidup (lifestyle). Masalah di Asia saat ini bukan saja dengan

    terjadinya peningkatan jumlah overweight, akan tetapi konsekuensi yang muncul

    akibat risiko penyakit yang berhubungan dengan obesitas (risk of obesity-related

    diseases) (Hamam, 2005).

    Salah satu kelompok umur yang berisiko terjadinya gizi lebih adalah

    kelompok umur usia sekolah. Hasil penelitian Husaini yang dikutip oleh Hamam

    (2005), mengemukakan bahwa, dari 50 anak laki-laki yang mengalami gizi lebih,

  • 2

    86% akan tetap obesitas hingga dewasa dan dari 50 anak perempuan yang obesitas

    akan tetap obesitas sebanyak 80% hingga dewasa. Obesitas permanen, cenderung

    akan terjadi bila kemunculannya pada saat anak berusia 5 – 7 tahun dan anak

    berusia 4 – 11 tahun, maka perlu upaya pencegahan terhadap gizi lebih dan

    obesitas sejak dini (usia sekolah) (Aritonang, 2003).

    Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan energi

    dengan energi yang digunakan. Selain itu faktor yang mempengaruhi gizi lebih,

    adalah umur, jenis kelamin, tingkat social ekonomi, faktor lingkungan, aktivitas

    fisik, kebiasaan makan dan faktor neuro- psikologik serta faktor genetika

    (Suhendro, 2003).

    Secara umum dampak yang ditimbulkan akibat gizi lebih, adalah gangguan

    psiko-sosial, yang berakibat pada rasa rendah diri, depresi dan menarik diri dari

    lingkungan, dan gangguan pertumbuhan fisik, gangguan pernafasan, gangguan

    endokrin, obesitas yang menetap hingga dewasa dan penyakit degeneratif, yang

    berakibat pada timbulnya hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus

    dan lain sebagainya (Imam, 2005).

    Saat ini gizi lebih dan obesitas merupakan epidemik di negara maju,

    seperti Australia, New Zealand, Singapura dan dengan cepat berkembang di

    negara berkembang, terutama populasi kepulauan pasifik dan negara Asia tertentu.

    Di United State of America (USA), lebih 60% populasi dewasa mengalami

    overweight dan obesitas, pada anak remaja 20 – 25% mengalami obesitas.

    Menurut data yang dikumpulkan Center for Disease Control (CDC), prevalensi

    obesitas mulai meningkat secara dramatis sejak 1980. Peningkatan prevalensi

    cepat juga dilihat pada kelompok minoritas, seperti etnis Maori di Selandia Baru,

  • 3

    Indian di Inggris (UK), Malaysia dan Singapura, Australia Aborigin, populasi

    kepulauan di selat Torres. (Hamam, 2005).

    Survey di Korea Selatan pada tahun 1995, melaporkan sebanyak 1,5%

    obesitas (BMI>30 kg/m2) dan 20,5 overweight (BMI 25-29,9 kg/m2). Thailand

    4% obesitas, 16% overweight, Malaysia 4,7% pria 7,7% wanita obesitas. (Imam,

    2005).

    Ita dan Murata (1999), di Jepang melaporkan peningkatan prevalensi

    obesitas dari 5% ke 11% pada anak Jepang pada umur 6 – 14 tahun (Hamam,

    2005). Peningkatan prevalensi obesitas juga dilaporkan dari waktu ke waktu pada

    suatu negara, di Singapura antara 1992 – 1998 prevalensi obesitas tidak banyak

    berubah 6%, namun pada wanita etnik Melayu 11,1% menjadi 16,2%; wanita

    etnik India 12,5% menjadi 17,5%; di Malaysia 1990 – 1997 prevalensi meningkat

    dari 1% menjadi 6% pada umur di antara 13 – 17 tahun (Imam, 2005).

    Di Indonesia pada tahun 2002-2003 prevalensi overweight 54,0% dan

    obesitas 10,3% (Hamam, 2005). Pada akhir tahun 2007 kejadian ini semakin

    meningkat dan mulai mendapat perhatian sebagai masalah baru (Ronald H, 2008).

    Data riskesdas pada tahun 2010 obesitas anak balita 14% sedangkan anak usia 15

    tahun keatas 19,1% angka tersebut tergolong tinggi sehingga menjadi perhatian

    penuh bagi semua pihak.

    Data di atas menunjukkan bahwa sejalan dengan perkembangan dan

    industrialisasi yang diikuti perubahan pola hidup, maka prevalensi penderita gizi

    lebih dan obesitas semakin tinggi. Berdasarkan data Reskesdas tahun 2010 di

    Indonesia terdapat anak yang bergizi lebih sebanyak 5,8%, dan di Aceh Barat

    terdapat anak yang gizi lebih pada anak lelaki sebanyak 41 orang (3,4%) dan pada

  • 4

    anak perempuan sebanyak 32 orang (2,7%). Menurut Soekirman yang dikutip

    oleh Aritonang (2003), terdapat hubungan erat antara pertumbuhan ekonomi yang

    tinggi di daerah kota, perubahan pola konsumsi pangan dengan meningkatnya

    penyakit degeneratif. Kehidupan yang modern di lingkungan tempat tinggal,

    kemajuan serta berbagai bentuk kemudahan (instant) menghasilkan pola hidup

    santai, energi yang tadinya untuk aktivitas tidak terlalu diperlukan lagi dan akan

    disimpan sebagai timbunan lemak dan akhirnya menimbulkan kejadian gizi lebih.

    Kegemukan atau obesitas yang terjadi pada anak-anak dapat berlanjut

    sampai masa dewasa nanti dan dapat menimbulkan komplikasi yang

    menyebabkan peningkatan anagka kesakitan dan bahkan kematian hampir 80%

    penderita obesitas pada anak yang berlanjut menjadi obesitas pada usia dewasa,

    dan hampir 30% penderita obesitas pada orang dewasa merupakan kelanjutan

    obesitas pada masa anak-anak.

    Pada gampong panggong terdapat anak usia sekolah sebanyak 116 orang,

    dari hasil pemantauan penulis masih adanya anak yang tergolong obesitas. Setelah

    di lakukannya wawancara awal, bahwa para ibu-ibu menganggap anak yang

    berbadan gemuk tergolong anak yang sehat, kesalah pahaman para ibu ini dapat di

    nilai bahwa masih kurangnya pengetahuan ibu terhadap anak yang sehat, dan pola

    konsumsi anak yang cenderung banyak jajan makanan dan banyak anak yang

    mengkonsumsi makanan yang berkalori tinggi seperti, siomay, ice cream, coklat,

    bakso, burger, omlet, burger, frech chiken dan sebagainya sehingga anak menjadi

    obesitas dan juga dilihat dari faktor keturunan, ada beberapa di antara anak yang

    berbadan gemuk di karenakan oleh orang tua juga berbadan gemuk.

  • 5

    1.2.Perumusan Masalah

    Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka muncul permasalahan

    yaitu bagaimana hubungan pola konsumsi, aktivitas fisik dan keturunan dengan

    kejadian obesitas pada anak usia sekolah dasar di Gampong Panggong Kecamatan

    Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

    1.3.Tujuan Penelitian

    1.3.1. Tujuan umum

    Untuk mengetahui hubungan pola konsumsi, aktivitas fisik dan

    keturunan dengan kejadian obesitas pada anak Sekolah Dasar di Gampong

    Panggong Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

    1.3.2. Tujuan Khusus

    1. Untuk mengetahui hubungan pola konsumsi, dengan kejadian obesitas

    pada anak Sekolah Dasar di Gampong Panggong Kecamatan Johan

    Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

    2. Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas

    pada anak Sekolah Dasar di Gampong Panggong Kecamatan Johan

    Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

    3. Untuk mengetahui hubungan keturunan dengan kejadian obesitas pada

    anak Sekolah Dasar di Gampong Panggong Kecamatan Johan

    Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

  • 6

    1.4.Manfaat Penelitian

    1.4.1. Manfaat Teoritis

    1. Memberikan informasi penyebab kejadian obesitas pada anak Sekolah

    Dasar di Gampong Panggong Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten

    Aceh Barat.

    2. Dapat memberikan sumbangsih bagi pengembangan ilmu pengetahuan

    tentang masalah kejadian obesitas pada anak sekolah dasar.

    1.4.2. Manfaat Aplikatif

    Sebagai bahan kajian bagi penentu kebijakan dalam penyusunan

    program penanggulangan kejadian obesitas pada anak sekolah dasar,

    dalam upaya peningkatan kualitas anak Sekolah Dasar.

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Epidemiologi Obesitas

    Obesitas merupakan masalah epidemik yang mengglobal dan akan

    menjadi lebih buruk, jika diikuti dengan semua konsekuensi obesitas yang

    ditimbulkannya. Di negara maju seperti Eropa, USA, Australia dilaporkan

    prevalensinya tinggi sampai sedang dan cenderung meningkat lebih ekstrim.

    Sebagai contoh, World Health Organization (1998), melaporkan lebih dari 70%

    populasi dewasa kepulauan Polynesia dan Samoa adalah obesitas. DM type-2,

    Penyakit Jantung Koroner (PJK), peningkatan insiden kanker paru tertentu,

    gangguan obstruktif sleep opnoe, osteoarthritis pada sendi besar dan kecil. Secara

    perlahan kelebihan berat badan lebih dari 10 tahun akan menimbulkan hipertensi.

    Obesitas tidak lagi dianggap sebagai masalah kosmetik sederhana, tetap

    harus mempertimbangkan dan melibatkan secara efektif masalah epidemiologi

    untuk pencegahan dan managemen obesitas (Hamam, 2005). Padmiari (2002),

    memperoleh bahwa sebagian besar anak yang menderita obesitas/gizi lebih

    berasal dari orang tua dengan pendidikan tamat perguruan tinggi (50,7%) dan

    terdapat hubungan signifikan antara pendidikan orang tua dengan kejadian

    obesitas pada anak (p

  • 8

    dari pada bapak, yakni masing-masing 29,1% dan 5,1%. Suhendro (2003), juga

    menemukan bahwa ada hubungan pekerjaan orang tua dengan kejadian obesitas

    pada anak sekolah, dimana pekerjaan orang tua merupakan faktor penentu sebagai

    penunjang untuk mengetahui tingkat pendapatan atau penghasilan total keluarga

    dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jenis pekerjaan yang paling banyak

    adalah wiraswasta (53,3%) dan paling sedikit sebagai TNI/POLRI (21,3%).

    Dilihat dari faktor risiko, sebagian besar anak Sekolah Menengah Umum

    (SMU) yang mengkonsumsi fast food dan frekuensi makan sangat berhubungan

    dengan kejadian obesitas/gizi lebih (p1 tahun yang lalu mempunyai

    risiko terjadinya obesitas (76,0%). Menurut Hadi (2004) remaja yang obesitas

    dalam kesehariannya mempunyai waktu aktivitas ringan seperti baca buku, nonton

    lebih panjang (12,20 ± 1,94 jam/hari) dibandingkan remaja yang tidak obesitas.

    2.2. Pengertian Obesitas

    Kegemukan (obesitas) adalah refleksi ketidakseimbangan konsumsi dan

    pengeluaran energy. Penyebabnya ada yang bersifat eksogenous dan endogenous.

    Penyebab eksogenous misalnya kegemaran makan secara berlebihan terutama

    makanan tinggi kalori tanpa diimbangi oleh aktivitas fisik yang cukup sehingga

    surplus energinya kemudian disimpan sebagai lemak tubuh. Penyebab

    endogenous adalah adanya ganguan metabolik dalam tubuh, misalnya kejadian

    tumor pada hipotalamus dapat menyebabkan hiperfagia atau nafsu makan

    berlebihan. (Khomsan, 2004).

  • 9

    Menurut Pudjiadi (2003) kegemukan adalah keadaaan tubuh dengan

    terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari pada yang diperlukan fungsi

    tubuh. Pada gizi (over weight) terdapat berat badan yang melibihi berat badan

    rata-rata.

    Orang sering menyamakan pengertian kegemuan (over weight) dengan

    obesitas. Padahal keduanya adalah hal yang berbeda walaupun sama-sama

    menggambarkan kelebihan berat tubuh. Kegemukan adalah kondisi kelebihan

    berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing-masing

    melebihi 20-25% dari berat tubuh (Rimbawan, Siagian, 2004).

    Obesitas adalah suatu keadaan yang melebihi dari berat badan relative

    seseorang, sebagai akibat penumpukan zat gizi terutama karbohidrat, lemak dan

    protein. Kondisi ini disebabkan oleh ketidak seimbangan antara konsumsi kalori

    dan kebutuhan energi, dimana konsumsi terlalu banyak dibandingkan dengan

    kebutuhan atau pemakaian energi (Krisno, 2002).

    2.2.1. Kriteria Kegemukan (Obesitas)

    Penentuan kegemukan (obesitas) atas dasar antropometri menurut

    Nasar (1995) dalam M.Ramauli (2008)., pada umumnya, sebagai berikut :

    1. Hanya mengukur Berat Badan (BB) dan hasilnya dibandingkan

    dengan standar, yakni bila BB > 120 % disebut obesitas, sedangkan

    antara 110 – 120 % disebut over weight. Keburukan cara ini adalah

    pertama, tidak dikaitkan dengan Tinggi Badan (TB), sehingga tidak

    mencerminkan proporsi tubuh; kedua, penampilan fisik seseorang

    dipengaruhi oleh komposisi tubuh, artinya pada BB yang sama

  • 10

    seseorang dapat tampak lebih langsing dari pada yang lainnya karena

    tubuhnya lebih berotot, sedangkan yang lainnya lebih banyak lemak.

    2. BB dihubungkan dengan TB, selain mencerminkan proporsi atau

    penampilan (BB/TB) juga memberikan gambaran tentang massa tubuh

    tanpa lemak (less body mass) dengan cara menghitung BMI (Body

    Mass Index) yaitu BB/TB2.

    Mortalitas meningkat pada BMI > 25 (derajat I) tetapi penanganan

    medis secara serius terutama pada obesitas derajat II dan III.

    2.2.2. Risiko Kegemukan (Obesitas)

    Risiko kegemukan (obesitas) dapat terjadi dalam jangka pendek

    maupun jangka panjang, seperti yang diuraikan sebagai berikut

    (M.Ramauli, 2008):

    1. Gangguan psiko-sosial : rasa rendah diri, depresi dan menarik diri dari

    lingkungan. Hal ini karena anak obesitas sering menjadi bahan olok –

    olok teman main dan teman sekolah. Hal ini dapat pula karena

    ketidakmampuan untuk melaksanakan suatu tugas atau kegiatan,

    terutama olah raga akibat adanya hambatan pergerakan oleh

    kegemukannya. Selain itu sebagai akibat kegemukan, penis tampak

    kecil karena terkubur dalam jaringan lemak (burried penis) dan ini

    dapat menyebabkan rasa malu kerena merasa berbeda dengan anak

    lain. Bau atau aroma badan yang kurang menarik dapat membuat anak

    menarik diri dari lingkungannya.

  • 11

    2. Pertumbuhan fisik atau linier yang lebih cepat dan usia tulang yang

    lebih lanjut dibanding usia biologisnya.

    3. Masalah Ortopedi seringkali terjadi slipped capital femonal epiphysis

    dan penyakit blount sebagai akibat beban tubuh yang terlalu berat.

    4. Gangguan pernafasan sering terserang infeksi saluran nafas, tidur

    ngorok, kadang-kadang terjadi apnes sewaktu tidur, dan sering

    mengantuk siang hari. Bila gangguan sangat berat disebut sebagai

    sindrome pickwicknan, yaitu adanya hipoventilasi alveolar.

    5. Gangguan endocrine menarche lebih cepat terjadi, karena disamping

    faktor hormonal, untuk terjadi menarche diperlukan jumlah lemak

    tertentu sehingga pada anak obesitas dimana lemak tubuh sudah cukup

    tersedia, menars akan menjadi lebih dini. Penelitian lain menyatakan

    bahwa usia tulang yang lanjut lebih berperan dalam terjadinya

    menarche dari jumlah lemak tubuh.

    6. Obesitas yang berlanjut (menetap) sampai dewasa, terutama bila

    obesitas mulai pada masa pra pubertas.

    7. Gangguan penyakit degeneratif dan penyakit metabolik, seperti

    hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus,

    hiperlipoproteinemia, dan penyakit hiperkolesterolemia.

    2.2.3. Pencegahan Obesitas

    Obesitas pada bayi tidak ada korelasi yang jelas dengan terjadinya

    obesitas pada orang dewasa, tetapi obesitas pada masa pra pubertas

    umumnya berlanjut sampai dewasa. Pencegahan pada obesitas anak

  • 12

    sepenuhnya berada di tangan para orang tua dan petugas kesehatan karena

    anak umumnya tidak menyadari dan kurang peduli akan masalah

    kegemukan.

    Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya

    obesitas yaitu (Budiyanto, 2002) :

    1. Olah raga.

    Dengan memperbanyak olah raga maka organ tubuh kita akan bekerja

    dengan keras, sehingga lemak yang ditimbun dalam tubuh akan

    dibongkar untuk menggantikan energi yang hilang akibat olah raga

    tersebut. Dengan demikian berat badan seseorang akan berkurang dan

    kegemukan tidak akan terjadi.

    2. Mengurangi konsumsi lemak.

    Dengan mengurangi konsumsi lemak maka akan memberikan manfaat

    berkurangnya jaringan lemak yang tidak aktif dalam tubuh. Di samping

    itu dengan mengurangi konsumsi lemak terutama lemak jenuh akan

    mencegah kita terkena penyakit jantung dan aterosklerosis.

    3. Lebih banyak mengkonsumsi protein.

    Protein dalam tubuh sangat besar fungsinya, di samping sebagai

    penghasil energi protein juga berfungsi sebagai zat pembangun. Protein

    lebih tahan lama tinggal di lambung karena tidak dihirolisis dengan gas

    seperti karbohidrat yang mudah sekali terhidrolisis dengan gas. Dengan

    banyak mengkonsumsi protein, maka seseorang tidak akan sering

    makan karena masih kenyang. Ini menguntungkan untuk mencegah

    terjadinya obesitas.

  • 13

    4. Banyak konsumsi serat.

    Dengan mengkonsumsi serat akan membantu tubuh melancarkan faeces

    yang akan dibuang, dan membantu mencegah berbagai penyakit lain.

    Sumber serat yang baik adalah dari golongan serealia, sayur-sayuran

    dan beberapa buah-buahan.

    2.3. Masalah Obesitas pada Anak-anak

    Kegemukan dapat terjadi pada setiap umur dan gambaran klinis

    kegemukan pada anak dapat bervariasi dari yang ringan sampai dengan yang berat

    sekali.

    2.3.1. Gambaran klinis

    1. Pertumbuhan berjalan cepat/pesat disertai adanya ketidakseimbangan

    antara peningkatan berat badan yang berlebih dibanding dengan

    tingginya.

    2. Jaringan lemak bawah kulit menebal sehingga tebal lipatan kulit lebih

    daripada yang normal dan kulit tampak lebih kencang.

    3. Kepala tampak relatif lebih kecil dibandingkan dengan tubuhnya atau

    dibandingkan dengan dadanya (pada bayi).

    4. Bentuk muka lebih tembem, hidung dan mulut tampak relatif lebih

    kecil, mungkin disertai dengan bentuk dagunya berganda (dagu ganda).

    5. Pada dada terjadi pembesaran payudara yang dapat meresahkan bila

    terjadi pada anak laki-laki.

    6. Perut membesar yang bentuknya cenderung menyerupai bandul lonceng

    dan kadang-kadang disertai dengan garis-garis putih atau ungu (striae).

  • 14

    7. Kelamin luar pada anak wanita tidak jelas ada kelainan, akan tetapi

    pada anak laki-laki tampak relatif kecil. Sebenarnya ukuran besarnya

    normal akan tetapi hanya tersembul sedikit oleh karena sebagian besar

    terbenam di dalam jaringan lemak di sekitarnya.

    8. Pubertas pada anak laki-laki terjadi lebih awal dan akibatnya

    pertumbuhan kerangka lebih cepat berakhir sehingga tingginya pada

    masa dewasa relative lebih pendek. Pada wanita menarche (haid

    pertama) biasanya tidak terlambat.

    9. Lingkaran lengan atas dan paha lebih besar dari normal dan tangan

    relative lebih kecil dan jari-jari yang bentuknya meruncing. Mungkin

    pula terdapat keadaan dimana sendi tungkai dan tungkainya sendiri

    dapat mengganggu gerakan.

    10. Dapat terjadi gangguan psikologis berupa : gangguan emosi, suka

    bergaul, senang menyendiri dan sebagainya.

    11. Pada kegemukan yang berat mungkin terjadi gangguan jantung dan

    paru yang disebut Sindroma Pickliwickian dengan gejala sesak nafas,

    sianosis, pembesaran jantung dan kadang-kadang penurunan kesadaran.

    2.3.2. Pemeriksaan Klinis

    1. Pada pemeriksaan darah dapat ditentukan gangguan endokrin.

    2. Mungkin juga ditentukan gangguan metabolisme hidrat arang dan

    lemak.

    3. Pada air seni (urine) ditemukan peningkatan pengeluaran zat tertentu.

    Kelainan-kelainan tersebut akan menghilang sendiri jika kegemukannya

    sembuh.

  • 15

    4. Pada pemeriksaan rontgen dapat ditemukan usia tulang yang relatif tua.

    2.4. Determinan Obesitas

    Menurut Salam (1989) dalam M.Ramauli (2008) Ada beberapa faktor

    yang diketahui dapat mempengaruhi terjadinya kegemukan (obesitas) antara lain :

    jenis kelamin, umur, tingkat sosial ekonomi, faktor lingkungan, aktivitas fisik,

    kebiasaan makan, faktor psikologis dan faktor genetik).

    2.4.1. Jenis kelamin

    Obesitas lebih umum dijumpai pada wanita terutama mulai pada saat

    remaja, hal ini mungkin disebabkan faktor endokrin dan perubahan

    hormonal. Menurut International Dietary Energy Consultative Group

    (1989), perempuan sedikit lebih gemuk daripada laki-laki pada saat

    kelahiran sampai bayi dan anak-anak, komposisi tubuh berbeda nyata antara

    jenis kelamin selama remaja. Pada remaja dimana periode pertumbuhan,

    cepat dari berat badan dan tinggi badan disertai dengan peningkatan massa

    bebas lemak dan lemak tubuh.

    2.4.2. Umur

    Obesitas sering dianggap kelainan pada umur pertengahan. Obesitas

    yang muncul pada tahun pertama kehidupan biasanya disertai dengan

    perkembangan rangka yang cepat. Anak yang obesitas cenderung menjadi

    obes pada saat remaja dan dewasa.

    2.4.3. Tingkat sosial ekonomi

    Obesitas banyak dijumpai pada kalangan remaja, yang kemungkinan

    lebih disebabkan oleh karena banyak mengkonsumsi makanan yang

  • 16

    berlemak. Terjadinya obesitas pada kelompok masyarakat dengan tingkat

    sosial ekonomi rendah disebabkan karena tingginya konsumsi makanan

    sumber karbohidrat, sementara konsumsi protein rendah. Menurut Le Bow,

    prevalensi kegemukan tergantung pada tingkat sosial ekonomi, kebudayaan

    dan kriteria, kira-kira 40% pada tingkat sosial ekonomi dan 25% pada

    tingkat sosial ekonomi tinggi (Le Bow, dalam M.Ramauli, 2008).

    Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap

    kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin tinggi tingkat pendapatan, berarti

    semakin baik kualitas dan kuantitas makanan yang diperoleh, seperti

    membeli buah, sayuran, dan aneka ragam jenis makanan (Berg, 1986 dalam

    Rijanti, 2002).

    Menurut Mukawi (1981 dalam Afifa, 2003), menyatakan intake

    kalori dipengaruhi oleh status ekonomi, salah satu ukuran status ekonomi

    adalah tingkat pendapatan total yang diterima oleh keluarga. Peningkatan

    tingkat pendapatan akan mempengaruhi kebiasaan makan, pada sebagian

    masyarakat cenderung untuk makan berlebihan.

    2.4.4. Faktor lingkungan

    Adalah kenyataan bahwa pola makan, jumlah dan komposisi nutrisi

    dalam makanan, serta intensitas aktivitas tubuh merupakan hal yang paling

    berpengaruh dalam terjadinya obesitas. Gaya hidup modern dan santai

    seringkali tidak menyadari jumlah masukan kalori disamping kurang

    memperhatikan kaidah gizi seimbang, seperti makan fast food merupakan

    acara sehari-hari, ngemil makan berkalori tinggi dan tinggi karbohidrat pada

    saat nonton televisi atau bioskop, dan sebagainya (M.Ramauli, 2008).

  • 17

    Menurut Khumaidi (1989) dalam M.Ramauli (2008) tingkah laku

    seseorang dipengaruhi oleh orang lain dan untuk memperoleh kepuasan atau

    ketidakpuasan hati, orang tersebut melakukan pertimbangan-pertimbangan

    di dalam keadaan atau apa yang dipikirkan sebelum membuat keputusan.

    2.4.5. Aktivitas fisik

    Sebagian besar energi yang masuk melalui makanan pada anak

    remaja dan orang dewasa seharusnya digunakan untuk aktivitas fisik.

    Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan banyak energi yang tersimpan

    sebagai lemak, sehingga cenderung pada orang-orang yang kurang

    melakukan aktivitas menjadi gemuk.

    Hasil penelitian Subardja dkk (2000) menjelaskan bila dibandingkan

    besarnya hubungan antara pola makan dan aktivitas fisik, ternyata aktivitas

    fisik lebih berhubungan dengan terjadinya obesitas pada anak. Hal ini

    mencerminkan bahwa, pola hidup sedentary berkontribusi dalam terjadinya

    obesitas pada anak.

    2.4.6. Kebiasaan Makan

    Elizabeth dan Sanjur (1981) dalam M.Ramauli (2008) menjelaskan

    bahwa ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu

    karakteristik individu, karakteristik makan/pangan dan lingkungan.

    Kebiasaan makan seseorang dibentuk dari kemampuan dan taraf hidupnya,

    dimana makin baik taraf hidupnya, makin meningkat daya belinya dan

    makin tinggi mutu makanan yang tersedia untuk keluarga.

    Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok

    manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan, meliputi sikap,

  • 18

    kepercayaan, dan pemilihan makanan. Koentjaraningrat (1984) menyatakan

    bahwa kebiasaan makan individu, keluarga dan masyarakat dipengaruhi

    oleh faktor budaya, lingkungan sosial, ekonomi, lingkungan ekologi,

    ketersediaan makanan, dan faktor perkembangan teknologi (M. Ramauli,

    2008).

    2.4.7. Pola Konsumsi

    Almatsier (2002) menyatakan bahwa keseimbangan energi dicapai

    bila energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan

    energi yang dikeluarkan. Keadaan ini akan menghasilkan berat badan

    ideal/normal. Kelebihan energi terjadi apabila konsumsi energi melalui

    makanan melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan

    diubah menjadi lemak tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau

    kegemukan. Kegemukan bisa disebabkan oleh kebanyakan makan dalam hal

    jenis karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi juga karena kurang gerak.

    Fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan, namun jika tubuh

    mengalami kekurangan zat energi maka fungsi protein terlebih dahulu untuk

    menghasilkan energi atau untuk membentuk glukosa. Jika protein dalam

    keadaan berlebihan maka protein akan mengalami deaminase yaitu nitrogen

    yang dieluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi

    lemak dan disimpan dalam tubuh. Dengan demikian bila mengkonsumsi

    protein berlebihan dapat menyebabkan kegemukan.

    Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004)

    angka kecukupan energi yang dianjurkan untuk anak laki-laki usia 10 – 12

    tahun sebesar 2000 kkal/orang/hari dan protein 45 gr/orang/hari, untuk anak

  • 19

    perempuan usia 10 – 12 tahun 1900 kkal/orang/hari dan protein 54

    gr/orang/hari dan konsumsi lemak total dianjurkan tidak lebih dari 25% dari

    total energi.

    2.4.8. Faktor Keturunan

    Penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa anak-anak dari

    orang tua normal mempunyai peluang 10% menjadi obesitas. Peluang

    tersebut akan meningkat menjadi 40 – 50%, bila salah satu orangtuanya

    menderita obesitas dan akan meningkat menjadi 70 – 80% bila kedua

    orangtuanya menderita obesitas (Wirakusumah, 1997 dalam Welis, 2003).

    2.5. Penilaian Status Gizi Anak

    Penilaian status gizi anak balita dapat dilakukan secara langsung dan tidak

    langsung. Secara langsung penilaian status gizi anak balita dapat dibagi menjadi 4

    penilaian yaitu : Antropometri, Klinis, Biokimia dan Biofisik (I Dewa dkk, 2008).

    1. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri.

    Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan

    energi dimana ketidakseimbangan dapat terlihat pada pertumbuhan fisik.

    Indeks antropometri yang umum digunakan adalah berat badan terhadap umur

    (BB/U), tinggi badan terhadap umur (TB/U) dan berat badan terhadap tinggi

    badan (BB/TB).

    2. Penilaian Status Gizi Secara Klinis.

    Pemeriksaan klinis merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang

    didasarkan pada perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan

    ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,

  • 20

    mata dan rambut. Penggunaan metode klinis biasanya untuk survey klinis

    secara cepat dimana dapat mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum

    dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi yang dapat juga digunakan untuk

    mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik

    yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit.

    3. Pemeriksaan Status Gizi Secara Biokimia.

    Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji

    secara laboratorium yang dilakukan pada jaringan tubuh manusia seperti darah,

    urine dan tinja. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa

    kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.

    4. Penilaian Status Gizi Secara Biofisik.

    Penilaian status gizi secara biofisik yaitu dengan melihat kemampuan fungsi

    dan perubahan struktur dari jaringan tubuh misalnya tes adaptasi gelap untuk

    melihat kejadian buta senja.

    Dari ke 4 cara penilaian status gizi secara langsung, antropometri

    merupakan cara yang sering digunakan untuk menilai status gizi anak balita

    karena pengukuran antropometrik merupakan relative paling sederhana. Dalam

    pengukuran antropometrik dilakukan beberapa pengukuran yang menjadi

    indikator antropometri yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, dan lingkar

    lengan atas kemudian indikator tersebut dibandingkan dengan umur.

    2.5.1. Antropometri Sebagai Indikator Status Gizi

    Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan dalam jumlah

    cukup dan dalam kombinasi pada waktu yang tepat semua zat-zat gizi di

    tingkat sel yang diperlukan tubuh untuk tumbuh berkembang dan berfungsi

  • 21

    normal semua anggota badan. Salah satu alat ukur status gizi yang telah

    digunakan dalam kegiatan dan program gizi adalah antropometri.

    Penggunaan antropometri sebagai alat ukur status gizi semakin mendapat

    perhatian karena didorong oleh tersedianya alat ukur untuk menilai status

    gizi yang dapat digunakan secara luas dalam program-program gizi

    masyarakat.

    Dibandingkan dengan cara pengukuran status gizi lain antropometri

    dapat dikatakan mempunyai spesifisitas rendah, karena hampir seluruh zat

    gizi terlibat dalam proses pertumbuhan. Namun demikian antropometri pada

    umumnya dianggap sebagai alat pengukur status gizi yang amat sensitif.

    Tingginya sensitivitas ini ditunjukkan dengan faktor bahwa proses

    penyesuaian terhadap kekurangan zat gizi (khususnya KKP) menyangkut

    keterlambatan tubuh serta penggunaan lemak dan otot.

    2.5.2. Indeks massa tubuh

    Masalah kekurangan dan kelebihan gizi merupakan masalah penting,

    karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu. Oleh karena itu

    pemantauan keadaan perlu dilakukan secara berkesinambungan. Slah satu

    cara adalah mempertahankan berat badan yang ideal atau normal.

    Di Indonesia khususnya, cara pemantauan dan batasan berat badan

    normal orang dewasa belum jelas mengacu pada patokan tertentu. Sejak

    tahun 1958 digunakan cara perhitungan berat badan normal berdasarkan

    rumus (I Dewa dkk, 2008):

    Berat badan normal = (Tinggi badan - 100) - 10% (tinggi badan – 100) atau

    0,9 x (tinggi bdan – 100)

  • 22

    Dengan batasan:

    Nilai minimum: 0,8 x (tinggi badan – 100)

    Nilai maksimum: 1,1 x (tinggi badan – 100)

    Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:

    IMT =����������(��)

    �����������(�)������������(�)

    Tabel 2.1. Katageri IMT

    Kategori IMT Obesitas

    Overweight Normal

    Kurus tingkat ringan Kurus tingkat berat

    > 27,0 > 25,0 – 27,0 > 18,5 – 25,0 17,0 – 18,5

    < 17,0 Sumber : Buku Penilaian Status Gizi (I Dewa dkk, 2008).

    2.6. Landasan Teori

    Menurut Sjarif (2003) dalam M. Ramauli (2008), obesitas dapat terjadi

    karena ketidak seimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi sehingga

    terjadi kelebihan energy yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak.

    Asupan energi yang berlebihan disebabkan konsumsi energi yang berlebihan,

    sedangkan keluaran energi yang rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme

    tubuh, aktivitas fisik dan efek termogenesis makanan. Gangguan hemostasis

    energi ini disebabkan oleh faktor idiopatik (obesitas primer atau nutritional)

    sedangkan faktor endogen (obesitas sekunder atau non nutritional, yang

    disebabkan oleh kelainan hormonal, sindrom atau efek genetik). Secara garis

  • 23

    besar faktor yang berperan terhadap terjadinya obesitas dikelompokkan menjadi

    faktor genetik dan faktor lingkungan.

    2.6.1. Faktor Keturunan

    Obesitas sudah dapat terjadi pada bayi, balita, pada anak usia 6

    tahun,usia, remaja, dengan salah satu orang tua obesitas akan menetap

    sampai dewasa. Bila kedua orang tua obesitas, sekitar 80% anak-anak

    mereka akan menjadi obesitas dan bila kedua orang tua tidak obesitas maka

    prevalensi obesitas akan turun menjadi 14%. Peningkatan risiko obesitas

    tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh gen atau faktor lingkungan dalam

    keluarga.

    2.6.2 Faktor Lingkungan

    Mengelompokkan faktor lingkungan yang berperan sebagai

    penyebab terjadinya obesitas menjadi lima yaitu perilaku makan, aktivitas

    fisik, psikologis, steroid dan sosilal ekonomi. Menurut Budiyanto (2002)

    ada beberapa aspek yang mempengaruhi kegemukan (obesitas) yaitu :

    1. Aspek gizi. Seseorang yang menderita obesitas mengalami kelebihan

    energi. Kelebihan energi dalam tubuh diubah menjadi lemak dan

    ditimbun pada tempat-tempat tertentu.

    2. Aspek ekonomi. Akhir-akhir ini banyak makanan siap saji (fast food)

    seperti hamburger, fried chicken, hot dog, dan lain-lain. Makanan

    tersebut relatif mahal dan kebanyakan yang mengkonsumsi adalah

    masyarakat ekonomi menengah keatas. Dari segi kesehatan dapat

    mengganggu kesehatan karena banyak mengandung lemak tinggi

    sehingga menyebabkan kegemukan.

  • 24

    3. Aspek sosial budaya. Dalam masyarakat Indonesia mempunyai pola

    makan yang berbeda dengan orang barat. Dimana masyarakat kita

    cenderung banyak mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung

    karbohidrat. Kebiasaan yang tidak baik adalah meniru, dalam hal ini

    meniru mengkonsumsi makanan cepat saji yang mana makanan tersebut

    popular pada orang-orang barat.

    Menurut Soetjiningsih dkk (1996), daalam M. Ramauli (2008) obesitas

    merupakan faktor yang sering terjadi pada masa anak-anak dan merupakan

    masalah kesehatan penting karena berdampak terhadap fisiologis maupun medis

    yang berlanjut sampai dewasa. Hasil penelitiannya dinyatakan bahwa 41% anak

    obesitas pada usia 7 tahun akan menjadi obesitas pada usia dewasa.

    Penilaian jumlah dan jenis makanan yang di konsumsi individu menurut

    Gibson (1990) dalam Hadi (2003), dapat dikelompokkan menjadi :

    1. Mengingat makanan (food recall) yang dimakan oleh individu selama 24 jam

    sebelum dilakukan wawancara. Contoh makanan (food model) dapat dipakai

    sebagai alat bantu. Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi diperkirakan

    atau dihitung dengan ukuran rumah tangga yang kemudian dikonversikan ke

    dalam ukuran berat. Pemakaian metode food recall ini digunakan untuk

    mengukur rata – rata konsumsi makanan dan zat gizi kelompok masyarakat

    yang jumlahnya besar.

    2. Pencatatan makanan yang dimakan (food records) oleh individu dalam jangka

    waktu tertentu, jumlahnya ditimbang dan diperkirakan dengan ukuran rumah

    tangga.

  • 25

    3. Frekuensi konsumsi makanan (food frequency questionaire) adalah recall

    makanan yang dimakan pada waktu lalu. Kuesioner terdiri dari daftar bahan

    makanan dan frekuensi makan. Cara ini merekam keterangan tentang berapa

    kali konsumsi bahan makanan dalam sehari, seminggu, sebulan, tiga bulan

    atau jangka waktu tertentu.

    4. Riwayat makan (dietary history) yaitu mencatat apa saja yang dimakan dalam

    waktu lama. Cara ini memerlukan petugas wawancara yang terlatih. Periode

    yang diukur biasanya adalah selama 6 bulan atau 1 tahun yang lalu. Metode

    wawancara ini merupakan modifikasi dari cara recall 24 jam untuk dapat

    memperoleh informasi tentang makanan yang dikonsumsi, frekuensi dan

    kebiasaan makan.

  • 26

    2.7. Kerangka Teori

    Gambar 1. Kerangka Teori (Suhendro, 2003).

    Genetik

    Jenis kelamin

    Umur

    Fisiologi

    Faktor lingkungan

    Social ekonomi

    Tingkat pendidikan

    Pekerjaan

    Kemudahan Hidup

    Kemajuan Teknologi

    Pola Konsumsi : Frekuensi Makan Jumlah Zat Gizi Jenis Makanan

    Gaya Hidup : Aktivitas Fisik

    Pengetahuan Gizi

    Hormonal

    Obesitas yang terjadi pada umur sebelumnya

    Pelayanan Kesehatan : Demografi Epidemiologis

    Obesitas

  • 27

    2.8. Kerangka Konsep

    Berdasarkan landasan teori di atas, kerangka konsep penelitian adalah

    sebagai berikut :

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Gambar 2. Kerangka Konsep

    2.9. Hipotesa Penelitian

    1. Adanya hubungan antara pola konsumsi dengan kejadian obesitas pada anak

    sekolah dasar di Gampong Panggong Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten

    Aceh Barat.

    2. Adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada anak

    sekolah dasar di Gampong Panggong Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten

    Aceh Barat.

    3. Adanya hubungan antara Keturunan dengan kejadian obesitas pada anak

    sekolah dasar di Gampong Panggong Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten

    Aceh Barat.

    Pola Konsumsi Makanan

    Aktivitas Fisik

    Keturunan

    Kejadian Obesitas Pada Anak Sekolah Dasar

  • 28

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah bersifat Survey Analitik dengan desain Cross

    Sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan Pola Konsumsi, Aktivitas

    Fisik, Dan Keturunan dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Sekolah Dasar Di

    Gampong Panggong Kecamatan Johan Pahlawan Aceh Barat (Notoatmodjo,

    2010).

    3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Gampong Panggong Kecamatan Johan Pahlawan

    Aceh Barat dan penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 - 7 Mei Tahun 2013.

    3.3. Populasi dan Sampel

    3.3.1 Populasi

    Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah 116 orang tua yang

    memiliki anak usia sekolah dasar di Gampong Panggong Kecamatan Johan

    Pahlawan Aceh Barat.

    3.3.2 Sampel

    Cara pengambilan sampel adalah simple random sampling (pemilihan

    sampel secara acak sederhana) dengan menggunakan rumus Slovin :

    n = 21 dN

    N

  • 29

    Keterangan : N = Populasi

    n = Sampel

    d = Tingkat Kepercayaan (0,1)

    n = 21.01161

    116

    = 16.11

    116

    = 16.2

    116

    =54

    Jadi jumlah keseluruhan yang diambil adalah sebanyak 54 responden

    Dari perhitungan menggunakan rumus diatas didapatkan besar sampel

    sebanyak 54 orang. Untuk pengambilan sampel tiap dusun dilakukan dengan

    perbandingan jumlah sampel yang dibutuhkan dengan jumlah populasi,

    menggunakan rumus sample fraction:

    �������������� =�

    ��100%

    =54

    116�100%

    = 46%

    Maka jumlah sampel untuk masing-masing dusun dalam

    penelitian ini adalah:

    Dusun Selada : 36 orang 36 x 46% = 17 orang

    Dusun Bayam : 33 orang 33 x 46% = 15 orang

    Dusun Tomat : 28 orang 28 x 46% = 13 orang

    Dusun Kangkung : 19 orang 19 x 46% = 9 orang

  • 30

    3.4. Metode Pengumpulan Data

    Setelah data dikumpulkan penulis melakukan pengolahan data dengan

    langkah-langkah sebagai berikut :

    1. Editing, yaitu : penulis memeriksa kembali data-data yang diperoleh baik dari

    hasil wawancara maupun laporan yang didapat untuk menilai tingkat

    kesesuaian.

    2. Coding, yaitu : pengkodean data yakni untuk mempermudah dalam

    pengolahan dan menganalisis data memberikan kode dalam bentuk angka.

    3. Tabulating, yaitu : data yang telah terkumpul ditabulasikan dalam bentuk

    master tabel.

    3.4.1. Jenis dan sumber data

    1. Data primer

    Diperoleh dengan melaksanakan metode wawancara dengan

    menggunakan kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan.

    2. Data sekunder

    Data sekunder diperoleh dari Aparatur Gampong Panggong

    Kecamatan Johan Pahlawan Aceh Barat, dan dari Dinkes Aceh Barat

    yang berhubungan dengan data Gizi pada anak.

  • 31

    3.5. Definisi Operasional

    Tabel 3.1 Definisi Operasional No Variabel Keterangan Variabel Independen 1 Pola Konsumsi Definisi kebiasaan makan terdiri dari

    jumlah makanan yang dikonsumsi, frekuensi makan dalam sehari dan banyaknya jenis makanan yang dikonsumsi dalam sehari.

    Cara ukur Wawancara Alat ukur Kuesioner Hasil ukur 1. Baik

    2. Tidak baik Skala ukur Ordinal 2 Aktivitas Fisik Definisi Kegiatan yang dilakukan

    oleh responden dalam sehari-harinya.

    Cara ukur Wawancara Alat ukur Kuesioner Hasil ukur 1. Baik

    2. Tidak baik Skala ukur Ordinal

    3 Keturunan Definisi sifat genetika yang menjadi bawaan bapak dan ibu responden.

    Cara ukur IMT = BB/TB Alat ukur Kuesioner Hasil ukur 1. Tidak Obesitas

    2. Obesitas Skala ukur Ordinal

    Variabel Dependen

    5 Kejadian Obesitas Definisi suatu keadaan patologis akibat terdapatnya timbunan lemak yang berlebihan pada tubuh

    Cara ukur IMT/U Alat ukur Kuesioner Hasil ukur 1. Tidak Obesitas

    2. Obesitas Skala ukur Ordinal

  • 32

    3.6 Aspek Pengukuran Variabel

    Aspek pengukuran yang digunakan dalam pengukuran variabel dalam

    penelitian ini yaitu memberikan skor dari nilai tertinggi ke nilai terendah

    berdasarkan jawaban responden.

    1. Pola Konsumsi

    Pertanyaan untuk pola konsumsi berjumlah 6 pertanyaan dengan skor untuk

    jawaban “a” adalah 1 sedangkan jawaban “b” adalah 0. Jumlah skor tertinggi

    adalah 6 sedangkan jumlah skor terendah 0 untuk menentukan masing-masing

    skor di gunankan Rentang sebagai berikut:

    6 + 0 = 3 2 Jadi:

    Baik jika skor > 3

    Kurang jika skor < 3

    2. Aktivitas Fisik

    Pertanyaan untuk aktivitas fisik berjumlah 6 pertanyaan dengan skor untuk

    jawaban “a” adalah 1 sedangkan jawaban “b” adalah 0. Jumlah skor tertinggi

    adalah 6 sedangkan jumlah skor terendah 0 untuk menentukan masing-masing

    skor di gunankan Rentang sebagai berikut:

    6 + 0 = 3 2 Jadi:

    Baik jika skor > 3

    Kurang jika skor < 3

  • 33

    3. Keturunan

    Status Gizi orang tua yang dihitung dari perbandingan antara berat badan (kg)

    dibagi dengan tinggi badan (m2), berdasarkan kategori IMT (I Dewa dkk,

    2008) :

    IMT= ��

    ��

    Obesitas : > 27,0

    Overweight : > 25,0 – 27,0

    Normal : > 18,5 – 25,0

    Kurus tingkat ringan : 17,0 – 18,5

    Kurus tingkat berat : < 17,0

    4. Kejadian Obesitas

    Dihitung berdasarkan kategori IMT/U

    Tidak obesitas : Jika responden memiliki Z Score ≤ 2 SD

    Obesitas : Jika responden memiliki Z Score > 2 SD.

    Tabel 3.2. Kategori Z Score (IMT/U) dalam baku WHO-NCHS No Kategori Z Score (baku WHO-NCHS)

    1 Sangat Kurus < - 3 SD

    2 Kurus -3 SD s.d < -2 SD

    3 Normal -2 SD s.d 2 SD

    4 Gemuk > 2 SD

    3.7. Tenik Analisa Data

    3.7.1. Analisis Univariat

    Data dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui distribusi dari

    variabel-variabel yang diteliti.

  • 34

    3.7. 2. Analisis Bivariat

    Analisis ini digunakan untuk mengetahui hipotesis dengan menentukan

    hubungan antara variabel independen (variabel bebas) dengan variabel Dependen

    (variabel terikat) dengan menggunakan uji statistic chi-square (X2) (Budiarto,

    2001).

    Kemudian untuk mengamati derajat hubungan antara variabel tersebut

    akan dihitung nilai odd ratio (OR).

    Aturan yang berlaku pada Chi–Square adalah :

    a. Bila pada 2 x 2 dijumpai nilai expected (harapan) kurang dari 5, maka yang

    digunakan adalah“Fisher’s Exact Test”

    b. Bila tabel 2 x 2, dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai

    sebaiknya“Continuity Correction (a)”

    c. Bila tabel lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3, dsb, maka digunakan

    uji“Pearson Chi-Square”

    d. Uji“Likelihood Ration” dan “Linear-by-Linear Asscaiton”, biasanya

    digunakan untuk keperluan lebih spesifik, misalnya analisa stratifikasi pada

    bidang epidemiologi dan juga untuk mengetahui hubungan linier dua variabel

    katagori, sehingga ke dua jenis ini jarang digunakan.

    Analisa data dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer untuk

    membuktikan hipotesa yaitu dengan ketentuan p value < 0,05 (Ho ditolak)

    sehingga disimpulkan ada hubungan yang bermakna (Budiarto, 2001).

  • 35

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil Penelitian

    4.1.1. Gambaran Umum

    Gampong panggong terletak di kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten

    Aceh Barat dengan luas pemukiman 12 ha/m2. Adapun batasan wilayah gampong

    Panggong sebagai berikut:

    Sebelah utara berbatasan dengan Gampong Ujung Kalak

    Sebelah Selatan berbatasan dengan Gampong Pasar Aceh

    Sebelah Timur berbatasan dengan Krueng Cangkoi, Pangang Seurahet

    Sebelah Barat berbatasan dengan Gampong Belakang

    Jumlah penduduk di Gampong Panggong berjumlah 1300 orang yang

    terbagi dari 691 berjenis kelamin laki-laki dan 609 berjenis kelamin perempuan,

    dengan jumlah KK sebanyak 324 KK.

    4.1.2. Analisis Univariat

    Sebelum dilakukannya analisis bivariat untuk melihat hubungan antar

    variabel maka terlebih dahulu dibuat analisis univariat dengan tabel distribusi

    frekuensi dari masing-masing variabel yang di teliti.

    1. Pola konsumsi

    Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Pola Konsumsi Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Gampong Panggong Kecamatan Johan Pahlawan Aceh Barat Tahun 2013.

    No Pola konsumsi Frekuensi % 1 Baik 38 70,4 2 Tidak Baik 16 29,6

    Total 54 100 Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

  • 36

    Dari Tabel 4.1. diketahui bahwa pola konsumsi anak usia sekolah di

    Gampong Panggong yang baik sebanyak 70,4% sedangkan yang tidak baik

    29,6%.

    2. Aktivitas fisik

    Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Aktivitas fisik Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Gampong Panggong Kecamatan Johan Pahlawan Aceh Barat Tahun 2013.

    No Aktivitas fisik Frekuensi % 1 Baik 41 75,9 2 Tidak Baik 13 24,1

    Total 54 100 Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

    Dari Tabel 4.2. diketahui bahwa aktivitas fisik anak usia sekolah di

    Gampong Panggong yang baik sebanyak 75,9% sedangkan yang tidak baik

    24,1%.

    3. Keturunan

    Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Keturunan Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Gampong Panggong Kecamatan Johan Pahlawan Aceh Barat Tahun 2013.

    No Keturunan Frekuensi % 1 Tidak obesitas 40 74,1 2 Obesitas 14 25,9

    Total 54 100 Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

    Dari Tabel 4.3. diketahui bahwa keturunan anak usia sekolah di Gampong

    Panggong yang tidak obesitas sebanyak 74,1% sedangkan yang obesitas 25,9%.

  • 37

    4. Kejadian Obesitas

    Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Obesitas Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Gampong Panggong Kecamatan Johan Pahlawan Aceh Barat Tahun 2013.

    No Kejadian Obesitas Frekuensi % 1 Tidak obesitas 45 83,3 2 Obesitas 9 16,7

    Total 54 100 Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

    Dari Tabel 4.4. diketahui bahwa kejadian obesitas anak usia sekolah di

    Gampong Panggong yang tidak obesitas sebanyak 83,3% sedangkan yang obesitas

    16,7%.

    4.1.2. Analisis Bivariat

    Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan variabel independen dan

    dependen. Penguji ini menggunakan uji chi-square. Dikatakan ada hubungan yang

    bermakna secara statistik jika diperoleh nilai p< 0,05.

    a. Pola Konsumsi Dengan Kejadian Obesiatas

    Tabel 4.5. Hubungan Pola Konsumsi Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Gampong Panggong Kecamatan Johan Pahlawan Aceh Barat Tahun 2013.

    Sumber: data primer (diolah tahun 2013)

    Dari tabel di atas di ketahui bahwa dari 38 responden yang pola

    konsumsinya baik 94,7% tidak mengalami obesitas sedangkan dari 16 responden

    yang pola konsumsinya tidak baik 43,8% mengalami obesitas. Dari hasil uji chi

    square di dapat nilai P Value = 0,002 dan ini lebih kecil dari α= 0,05 sehingga

    terdapatnya hubungan yang signifikan antara pola konsumsi dengan kejadian

    Pola Konsumsi

    Kejadian Obesitas Total

    P

    Tidak obesitas Obesitas n % n % n % OR

    Baik 36 94,7 2 5,3 38 100 0,002 14,000 Tidak baik 9 56,3 7 43,8 16 100 (2,475-79,201) Jumlah 45 83,3 9 16,7 54 100

  • 38

    obesitas pada anak usia Sekolah Dasar Di Gampong Panggong Kecamatan Johan

    Pahlawan Aceh Barat.

    Dilihat dari nilai OR 14,000 maka dapat diartikan bahwa pola komsusi

    yang baik memiliki peluang 14 kali tidak mengalami obesitas dari pada anak

    dengan pola konsumsi yang tidak baik.

    b. Aktivitas fisik Dengan Kejadian Obesiatas

    Tabel 4.6. Hubungan Aktivitas fisik Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Gampong Panggong Kecamatan Johan Pahlawan Aceh Barat Tahun 2013.

    Sumber: data primer (diolah tahun 2013)

    Dari tabel di atas di ketahui bahwa dari 41 responden yang aktivitas

    fisiknya baik 92,7% tidak mengalami obesitas sedangkan dari 13 responden yang

    aktivitas fisiknya tidak baik 46,2% mengalami obesitas. Dari hasil uji chi square

    di dapat nilai P Value = 0,004 dan ini lebih kecil dari α= 0,05 sehingga

    terdapatnya hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian

    obesitas pada anak usia Sekolah Dasar di Gampong Panggong Kecamatan Johan

    Pahlawan Aceh Barat.

    Dilihat dari nilai OR 10,857 maka dapat diartikan bahwa aktifitas fisik

    yang baik memiliki peluang 11 kali tidak mengalami obesitas dari pada anak

    dengan aktivitas fisik yang tidak baik.

    Aktivitas fisik

    Kejadian Obesitas Total

    P

    Tidak obesitas Obesitas n % n % n % OR

    Baik 38 92,7 3 7,3 41 100 0,004 10,857 Tidak baik 7 53,8 6 46,2 13 100 (2,185-53,945) Jumlah 45 83,3 9 16,7 54 100

  • 39

    c. Keturunan Dengan Kejadian Obesiatas

    Tabel 4.7. Hubungan Keturunan Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Gampong Panggong Kecamatan Johan Pahlawan Aceh Barat Tahun 2013.

    Sumber: data primer (diolah tahun 2013)

    Dari tabel di atas di ketahui bahwa dari 40 responden yang keturunannya

    tidak mengalami obesitas 92,5% tidak mengalami obesitas sedangkan dari 14

    responden yang keturunannya mengalami obesitas 42,9% mengalami obesitas.

    Dari hasil uji chi square di dapat nilai P Value = 0,006 dan ini lebih kecil dari α=

    0,05 sehingga terdapatnya hubungan yang signifikan antara keturunan dengan

    kejadian obesitas pada anak usia Sekolah Dasar di Gampong Panggong

    Kecamatan Johan Pahlawan Aceh Barat.

    Dilihat dari nilai OR 9,250 maka dapat diartikan bahwa keturunan yang

    tidak mengalami obesitas memiliki peluang 9 kali tidak mengalami obesitas dari

    pada anak dengan keturunan yang mengalami obesitas.

    4.2. Pembahasan

    4.2.1. Hubungan Pola Konsumsi Dengan Obesitas

    Obesitas adalah suatu keadaan yang melebihi dari berat badan relatif

    seseorang, sebagai akibat penumpukan zat gizi terutama karbohidrat, lemak dan

    protein. Kondisi ini disebabkan oleh ketidak seimbangan antara konsumsi kalori

    dan kebutuhan energi, dimana konsumsi terlalu banyak dibandingkan dengan

    kebutuhan atau pemakaian energi (Krisno, 2002).

    Keturunan Kejadian Obesitas Total

    P

    Tidak obesitas Obesitas n % n % n % OR

    Tidak obesitas 37 92,5 3 7,5 40 100 0,006 9,250 Obesitas 8 57,1 6 42,9 14 100 (1,900-45,027) Jumlah 45 83,3 9 16,7 54 100

  • 40

    Almatsier (2002) menyatakan bahwa keseimbangan energi dicapai bila

    energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang

    dikeluarkan. Keadaan ini akan menghasilkan berat badan ideal/normal. Kelebihan

    energi terjadi apabila konsumsi energi melalui makanan melebihi energi yang

    dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh. Akibatnya,

    terjadi berat badan lebih atau kegemukan. Kegemukan bisa disebabkan oleh

    kebanyakan makan dalam hal jenis karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi juga

    karena kurang gerak.

    Pada lokasi penelitian terdapat 9 anak mengalami obesitas salah satu

    penyebabnya pola komsusi makanan dimana dari 38 responden yang pola

    konsumsinya baik 94,7% tidak mengalami obesitas sedangkan dari 16 responden

    yang pola konsumsinya tidak baik 43,8% mengalami obesitas, dan ini diperkuan

    dengan uji chi square dimana nilai P Value lebih kecil dari α=0,05 yaitu 0,002

    sehingga ini menyimpulkan terdapatnya hubungan antara pola konsumsi dengan

    obesitas.

    4.2.2. Hubungan Aktifitas Fisik Dengan Obesitas

    Kegemukan (obesitas) adalah refleksi ketidakseimbangan konsumsi dan

    pengeluaran energi. Penyebabnya ada yang bersifat eksogenous dan endogenous.

    Penyebab eksogenous misalnya kegemaran makan secara berlebihan terutama

    makanan tinggi kalori tanpa diimbangi oleh aktivitas fisik yang cukup sehingga

    surplus energinya kemudian disimpan sebagai lemak tubuh. Penyebab

    endogenous adalah adanya ganguan metabolik dalam tubuh, misalnya kejadian

    tumor pada hipotalamus dapat menyebabkan hiperfagia atau nafsu makan

    berlebihan. (Khomsan, 2004).

  • 41

    Hasil penelitian Subardja dkk (2000) menjelaskan bila dibandingkan

    besarnya hubungan antara pola makan dan aktivitas fisik, ternyata aktivitas fisik

    lebih berhubungan dengan terjadinya obesitas pada anak. Hal ini mencerminkan

    bahwa, pola hidup sedentari berkontribusi dalam terjadinya obesitas pada anak.

    Terlihat juga dari hasil penelitian pada lokasi penelitian dimana

    terdapatnya hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian

    obesitas pada anak usia Sekolah Dasar di Gampong Panggong Kecamatan Johan

    Pahlawan Aceh Barat dimana nilai P Value lebih kecil dari α= 0,05 yaitu 0,004.

    4.2.3. Hubungan Keturunan Dengan Obesitas

    Gizi lebih dapat terjadi pada siapa saja dan bisa terjadi mulai dari bayi

    hingga usia lanjut, baik pria maupun wanita. Faktor keturunan merupakan salah

    satu yang dapat menyebabkan anak mengalami obesitas, dengan salah satu orang

    tua obesitas akan menetap sampai dewasa. Bila kedua orang tua obesitas, sekitar

    80% anak-anak mereka akan menjadi obesitas dan bila kedua orang tua tidak

    obesitas maka prevalensi obesitas akan turun menjadi 14%. Peningkatan risiko

    obesitas tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh gen atau faktor lingkungan dalam

    keluarga. (Hamam, 2005).

    Pada lokasi penelitian faktor keturunan mempengaruhi kejadian obesitas

    dimana dari 40 responden yang keturunannya tidak mengalami obesitas 92,5%

    tidak mengalami obesitas sedangkan dari 14 responden yang keturunannya

    mengalami obesitas 42,9% mengalami obesitas. Diperkuat dari hasil uji chi

    square dimana nilai P Value lebih kecil dari α= 0,05 yaitu 0,006 dan ini diartikan

    bahwa terdapatnya hubungan yang signifikan antara keturunan dengan kejadian

    obesitas.

  • 42

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    1. Adanya hubungan antara pola konsumsi dengan kejadian obesitas pada

    anak dengan nilai P Value lebih kecil dari α= 0,05 yaitu 0,002.

    2. Adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada

    anak dengan nilai P Value lebih kecil dari α= 0,05 yaitu 0,004.

    3. Adanya hubungan antara keturunan dengan kejadian obesitas pada anak

    dengan nilai P Value lebih kecil dari α= 0,05 yaitu 0,006.

    5.2. Saran

    Kepada orang tua agar lebih meningkatkan kesadarannya akan

    pentingnya gizi dan kesehatan pada anak termasuk pola hidup sehat,

    diantaranya mencari informasi tentang masalah gizi lebih cara pencegahan

    dan penanggulangannya, mengetahui dampak akibat dari gizi lebih serta

    menerapkan pada anak dalam pemilihan makanan jajanan yang sehat, pola

    konsumsi yang sehat, memperbanyak konsumsi sayuran dan buah-buahan

    serta membiasakan anak untuk berolah raga.

  • 43

    DAFTAR PUSTAKA

    Afifa, E., 2003. Tanaman Obat Untuk Mengatsi Hepatitis. Agromedia. Jakarta

    Almatsier S., 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pusaka Utama. Jakarta

    Aritonang, E. Siagian Albiner., 2003. Hubungan Konsumsi Pangan dengan Gizi Lebih pada Anak TK di Kotamadya Medan Tahun 2003. Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara.

    Budiarto,E. 2001. Pengantar Epidemiologi Edisi kedua. EGC. Jakarta.

    Budiyanto. M.A.K., 2002. Dasar-dasar Ilmu Gizi. UMM Press. Malang.

    Hamam Hadi, 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya Terhadap

    Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. Jakarta Herini, E.S. 1999. Karakteristik Keluarga dengan Anak Obesitas, dalam Berita

    Kedokteran Masyarakat, Vol. XV. Jakarta I Dewa Nyoman Supariasa, Bachyar Bakri, dan Ibnu Fajar., 2008. Penilaian

    Status Gizi. EGC. Jakarta.

    Imam, Sukiman, 2005. Obesitas Konsekuensi Pencegahan dan Pengobatan.

    Makalah Penetapan Guru Besar Fakultas Kedokteran Bidang Bidang Ilmu Patologi Klinik Universitas Sumatera Utara, Bappenas, 2004. Medan.

    Khomsan. A. 2004, Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Penerbit

    Grasindo. Jakarta. Krisno A, Moch., 2002. Gizi dan Kesehatan, Edisi Pertama, Desember 2002,

    Jakarta. M.Ramauli S., 2008. Tesis: Pengaruh Perilaku Ibu, Aktivitas Fisik Dan

    Lingkungan Terhadap Kejadian Obesitas Pada Siswa Sekolah Dasar Swasta Di Kecamatan Medan Baru Kota Medan. USU. Medan

    Nasar, S.S., 1995. Obesitas pada Anak : Aspek Klinis dan Pencegahan, Naskah

    Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak, XXXV, Jakarta.

    Notoatmodjo, 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta

  • 44

    Padmiari. Ida. A, 2002. Prevalensi Obesitas dan Konsumsi Fast Food Sebagai

    Faktor Resiko Terjadinya Obesitas Pada Anak SD di Kota Denpasar, Bali. Tesis Magister Gizi dan Kesehatan Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

    Pudjiadi. Solihi, 2003. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Pustaka bunda. Jakarta. Rimbawan dan Siagian, A. 2004. Indeks Glikemik Pangan. PT. Penebar

    Swadaya. Jakarta. Ronald H. Sitorus., 2008. Pedoman Perawatan Kesehatan Anak. Yrama Widya.

    Bandung. Suhendro, 2003. Fast Food Sebagai Faktor Resiko Terjadinya Obesitas Pada

    Remaja Siswa-Siswi SMU di Kota Tangerang Propinsi Banten. Tesis Magister Ilmu-ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Utama Gizi dan Kesehatan, Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

  • 45

    Lampiran 1

    KUESIONER

    HUBUNGAN POLA KONSUMSI, AKTIVITAS FISIK DAN KETURUNAN

    TERHADAP KEJADIAN OBESITAS PADA ANAK SEKOLAH DASAR

    DI GAMPONG PANGGONG KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN

    ACEH BARAT

    I. Identitas Responden

    1. Nama :

    2. Jenis Kelamin :

    3. Umur :

    4. Kelas :

    5. Berat Badan :

    6. Tinggi Badan :

    II. Identitas orang Tua

    1. Ayah

    Nama :

    Umur :

    Berat Badan :

    Tinggi Badan :

    2. Ibu

    Nama :

    Umur :

    Berat Badan :

    Tinggi Badan :

  • 46

    III. Pola Konsumsi Makan Anak

    1. Apakah setiap pagi anak ibu sarapan?

    a. Ya

    b. Tidak

    2. Makanan apa yang paling digemari oleh anak ibu?

    a. Sayur-sayuran dan buah-buahan

    b. Daging, ikan, dan telur

    3. Apakah anak ibu suka makanan fast foot (siap saji) seperti burger,

    kentaky, omlet dan sebagainya?

    a. Tidak

    b. Ya

    4. Berapa kali sehari anak ibu makan nasi?

    a. 3 kali sehari

    b. Lebih dari 3 kali sehari

    5. Apakah anak ibu suka ngemil atau makan seperti coklat, chiki, ice

    cream, dan makanan ringan lainnya setiap harinya, baik saat sedang

    bermain atau menonton televise?

    a. Tidak

    b. Ya

    6. Apakah anak ibu suka mengkonsumsi makanan sebelum Ia tidur malam?

    a. Tidak

    b. Ya

  • 47

    IV. Aktivitas Fisik Anak

    1. Apakah anak ibu suka berolah raga?

    a. Ya

    b. Tidak

    2. Jika, di hari libur apakah anak ibu sering bangun kesiangan?

    a. Tidak

    b. Ya

    3. Apakah anak ibu lebih suka menonton televise seharian dari pada

    bermain bersama teman-temannya?

    a. Tidak

    b. Ya

    4. Apakah anak ibu ada mengikuti kegiatan ekstrakulikuler disekolahnya

    seperti Pramuka, PMR, Menari dan sebagainya?

    a. Ya

    b. Tidak

    5. Pada saat menonton televisi, apakah anak ibu suka menonton sambil

    tidur-tiduran dan memakan makanan ringan?

    a. Tidak

    b. Ya

    6. Apakah anak ibu tergolong anak yang aktif dan cekatan?

    a. Ya

    b. Tidak

  • 48

    Lampiran 2

    Tabel Skor

    No Nama variab

    el

    No urut pertanyaan

    Bobot skor Keterangan a b

    1

    Pola konsumsi

    1 1 0 (6-0) ���

    �= 3

    - Baik: skor >3 - Tidak baik:

    skor3 - Tidak baik:

    skor27,0 Over weight >25,0 – 27,0

    Normal 18,5- 25,0 Kurus tingkat ringan 17,0- 18,5 Kurus tingkat berat >17,0

    Obesitas >27,0

    Kategori Z Score (IMT/U) dalam baku WHO-NCHS No Kategori Z Score (baku WHO-NCHS) 1

    Anak

    Sangat Kurus < - 3 SD Kurus -3 SD s.d < -2 SD Normal -2 SD s.d 2 SD Gemuk > 2 SD

  • 49

    Lampiran 10.

  • 50

  • 51

  • 52

  • 53

  • 54

  • 55

    COVERisi