86
UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA PSIKOPATOLOGI PADA PENERBANG MILITER INDONESIA TESIS TARA ASEANA 1006824913 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN JIWA JAKARTA JANUARI 2015 Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

  • Upload
    vothien

  • View
    237

  • Download
    9

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

PSIKOPATOLOGI PADA PENERBANG

MILITER INDONESIA

TESIS

TARA ASEANA

1006824913

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN JIWA

JAKARTA

JANUARI 2015

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 2: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

PSIKOPATOLOGI PADA PENERBANG

MILITER INDONESIA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Spesialis Kedokteran Jiwa

TARA ASEANA

1006824913

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN JIWA

JAKARTA

JANUARI 2015

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 3: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

ii

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Tara Aseana

NPM : 1006824913

Tanda tangan :

Tanggal : 16 Februari 2015

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 4: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

iii

Universitas Indonesia

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh:

Nama : dr. Tara Aseana

NPM : 1006824913

Program Studi : Ilmu Kedokteran Jiwa

Judul Tesis : Hubungan Antara Stres Penerbang dan Gejala

Psikopatologi pada Penerbang Militer Indonesia .

Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis

Kedokteran Jiwa pada Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa, Fakultas

Kedokteran, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Ketua Penguji : DR. dr. Martina Wiwie, SpKJ (K) (....................)

Pembimbing : dr. Natalia Widiasih, SpKJ(K) (....................)

Pembimbing : Prof. Dr. dr. R. Irawati I.M, SpKJ(K), M.Epid (....................)

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 16 Februari 2015

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 5: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

iv

Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas segala berkat yang

dilimpahkan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas tesis ini. Penulisan tesis

ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar

Spesialis Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya

menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa

perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk

menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. A.A.A.A. Kusumawardhani, Sp.K.J. (K), sebagai Kepala Departemen

Medik Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Prof. Dr. dr. R. Irawati I.M., SpKJ (K), M.Epid, sebagai Pembimbing

Akademik yang memberikan waktu, pengetahuan dan semangat serta

memberi berbagai masukan dari awal perkuliahan sampai penyusunan tesis

ini.

3. dr. Natalia Widiasih, Sp.K.J. (K), sebagai Pembimbing Penelitian yang

memberikan banyak pengetahuan dan masukan serta semangat dalam

penyusunan tesis ini.

4. dr. Natalia Widiasih, Sp.K.J. (K) dan dr. Heriani, Sp.K.J (K), sebagai Ketua

Program Studi Departemen Medik Ilmu Kesehatan Jiwa.

5. DR. dr. Martina Wiwie, Sp.K.J. (K), sebagai ketua penguji yang memberi

banyak masukan dalam proses perbaikan tesis ini, dr. Khamelia, Sp.K.J. (K),

dan dr. Azhari Nurdin, Sp.K.J, yang juga memberi masukan serta saran dalam

penyusunan tesis ini, serta staf pengajar, dan pegawai Departemen Psikiatri

RSCM.

6. Letkol Kes dr Srimpi Indah, SpKJ Kepala Klinik Kesehatan Jiwa Lakespra

Saryanto Jakarta, yang telah memberikan masukan dan saran dalam

penyusunan tesis ini.

7. dr. Indah Suci Widyahening, M.S., M.Sc., CM-FM, yang telah berbagi ilmu

dalam melakukan penelitian kepada penerbang.

8. dr Aria Kekalih, M.T.I yang telah membagikan ilmunya dalam analisis

statistik.

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 6: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

v

Universitas Indonesia

9. Seluruh partisipan penelitian di Poli Kesehatan Jiwa Lembaga Kesehatan

Penerbangan dan Ruang Angkasa Saryanto Jakarta yang telah bersedia

mengikuti penelitian ini dan berbagi pengalamannya selama menjalani tugas

sebagai penerbang.

10. Suamiku, Dimas dan kedua putriku, Mahes dan Bening, atas dukungan, doa,

motivasi, dan pengorbanan kalian, serta seluruh keluarga yang selalu

memberikan dukungan moril dan material dalam menjalankan proses

pendidikan.

11. Sahabatku khususnya Wonders 2011 yang selalu memberi semangat dan

membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini, serta teman-teman lain yang

selalu memberi motivasi dalam menyelesaikan proses pendidikan.

Akhir kata, semoga Allah S.W.T berkenan membalas segala kebaikan semua

pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat

pengembangan bagi ilmu pengetahuan.

Jakarta, 16 Februari 2015

Penulis

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 7: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

vi

Universitas Indonesia

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Tara Aseana

NPM : 1006824913

Program Studi : Ilmu Kesehatan Jiwa

Departemen : Psikiatri

Fakultas : Kedokteran

Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan Ilmu Pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

Free right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

PSIKOPATOLOGI PADA PENERBANG MILITER INDONESIA

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/

formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan

mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat : di Jakarta

Pada tanggal : 16 Februari 2015

Yang menyatakan,

(Tara Aseana)

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 8: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

vii

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : dr. Tara Aseana

Program studi : PPDS I Ilmu Kedokteran Jiwa

Judul : Hubungan antara stres penerbang dan gejala psikopatologi pada

penerbang militer Indonesia

Penerbang militer memiliki kemungkinan kecil mengalami gejala psikopatologi

karena karakter mereka yang kuat dalam menghadapi stres. Penelitian dilakukan

untuk melihat adanya psikopatologi pada penerbang militer Indonesia serta

hubungannya dengan stres penerbang. Metode yang digunakan penelitian analitik

dengan rancang potong lintang terhadap penerbang militer aktif Indonesi. Stres

dinilai dengan kuesioner Sumber Stres Pilot Airline Modifikasi, gejala

psikopatologi diukur dengan kuesioner Symptom Check List 90 (SCL 90). Subyek

penelitian yang mengalami gejala psikopatologi sebesar 7.8%. Tidak ada

hubungan antara stres penerbang dengan munculnya gejala psikopatologi pada

subyek penelitian (p 0.083).

Kata kunci: psikopatologi, stres, dan penerbang militer.

ABSTRACT

Name : dr. Tara Aseana

Study program : PPDS I Ilmu Kedokteran Jiwa

Title : Relationship of stress and psychopatology in Indonesian military

aviator

Military aviators are less likely to experience symptoms of psychopathology

because of their character in the face of stress. This research aimed to find the

presence of psychopatological symptoms in Indonesia military aviators and

relationship with aviator stress. This research was an analytic study with a cross-

sectional design to active military aviators. Stress were evaluated using the

Sumber Stres Pilot Airline Modifikasi questionnaire whereas psychopathological

symptom was evaluated using the Symptom Check List 90 (SCL 90) tool. The

prevalence of psychopathological symptoms were 7.8%. There were no

significant relationships between levels of stress with the presence of

psychopathological symptoms in the study participants (p=0.083).

Key words: psychopathology, stress, and military aviator

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 9: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

viii

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... vi

ABSTRAK ...................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL........................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lingkungan Penerbangan .......................................................... 5

2.1.1. Ketinggian........................................................................ 5

2.1.2. Kecepatan dan Percepatan Penerbangan.............. ........... 7

2.2 Sumber Stres Penerbang ............................................................ 8

2.2.1. Stresor Psikososial ........................................................... 8

2.2.2. Stresor Lingkungan Penerbangan .................................... 9

2.2.3. Stresor Individu ................................................................ 10

2.2.4. Stresor Kognitif ................................................................ 11

2.3 Stres Penerbang ......................................................................... 11

2.3.1. Pengertian Stres ............................................................... 12

2.3.2. Macam-macam Stres ....................................................... 14

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 10: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

ix

Universitas Indonesia

2.3.3. Patofisiologi Stres ........................................................... 15

2.3.4. Gejala-gejala Stres ................................................. 16

2.3.5. Stres Penerbang ..................................................... 16

2.4 Gejala Psikopatologi pada Penerbang ....................................... 18

2.5 Stres dan Kinerja Penerbang...................................................... 19

2.6 Kepribadian Penerbang.............................................................. 20

2.7 Penerbang Militer Indonesia ...................................................... 23

2.8 Kerangka Teori .......................................................................... 26

2.10 Kerangka Konsep .................................................................... 27

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ......................................................................... 28

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 28

3.3 Populasi dan Cara Pengambilan Sampel Penelitian .................... 28

3.4 Kriteria Subjek Penelitian .......................................................... 28

3.5 Besar Sampel ............................................................................... 29

3.6 Perangkat Kerja dan Cara Pengumpulan Data ............................ 29

3.6.1. Perangkat kerja / Instrumen .............................................. 29

3.6.2. Cara Pengumpulan Data ................................................... 30

3.6.3. Data Stres Penerbang ........................................................ 30

3.6.4. Data Gejala Psikopatologi ................................................ 31

3.7 Metode Pengumpulan data .......................................................... 32

3.8 Identifikasi Variabel .................................................................... 33

3.9 Kerangka Kerja ........................................................................... 35

3.10 Definisi Operasional .................................................................. 36

3.11 Manajemen dan Analisis Data .................................................. 37

3.12 Masalah Etik .............................................................................. 38

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Deskriptif Hasil Penelitian ....................................... 39

4.1.1 Karakteristik Subyek Penelitian ..................................... 40

4.1.2 Gambaran Tingkat Stres Penerbang dan Gejala

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 11: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

x

Universitas Indonesia

Psikopatologi pada Subyek Penelitian .......................... 41

4.2 Hubungan Faktor Risiko dan Tingkat Stres Subyek

Penelitian Terhadap Terjadinya Gejala Psikopatologi.............. 44

4.3. Hubungan Aspek Sumber Stres Terhadap Terjadinya

Gejala Psikopatologi Pada Subyek Penelitian .......................... 46

BAB 5 BAHASAN

5.1 Gejala Psikopatologi Subyek Penelitian .................................... 47

5.2 Stres Subyek Penelitian .............................................................. 48

5.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Psikopatologi 52

5.4. Keterbatasan Penelitian ............................................................. 56

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan ..................................................................................... 57

6.2 Saran ........................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 12: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

xi

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Sebaran Subyek Penelitian ......................................................... 40

Tabel 4.2 Tingkat Stres dan Psikopatologi pada Subyek Penelitian ........... 41

Tabel 4.3 Sumber Stres Berdasarkan Kategori / Aspek .............................. 42

Tabel 4.4 Sepuluh Sumber Stres Terbanyak .............................................. 43

Tabel 4.5 Subskala Gejala pada Subyek Penelitian .................................... 43

Tabel 4.6 Hubungan Faktor Risiko dan Tingkat Stres Terhadap Terjadinya

Gejala Psikopatologi ................................................................... 44

Tabel 4.7 Hubungan Aspek Sumber Stres Terhadap Terjadinya Gejala

Psikopatologi ........................................................................... 46

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 13: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

xii

Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Stres ................................................................................. 14

Gambar 2.2 Stres dan HPA Aksis ................................................................... 15

Gambar 2.3 Keamanan Terbang dengan Fase Penerbangan .......................... 17

Gambar 2.4 Hubungan Antara Stres dan Kinerja .......................................... 20

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 14: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

xiii

Universitas Indonesia

LAMPIRAN

Lampiran I : Lembar Informasi untuk Subjek Penelitian ............................ 63

Lampiran II : Lembar Persetujuan Subjek Penelitian ................................... 64

Lampiran III : Formulir Data Demografi ....................................................... 62

Lampiran IV : Kuesioner Sumber Stres Pilot Airline Modifikasi ................. 66

Lampiran V : SCL-90 Questionnaire ........................................................... 70

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 15: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

1

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Impian orang untuk bisa terbang akhirnya terwujud dengan menciptakan pesawat

terbang. Manusia dapat melakukan perjalanan antar pulau bahkan benua dengan

waktu yang relatif singkat. Lingkungan penerbangan seperti ketinggian,

akselerasi, kebisingan, komunikasi, getaran, dan motion sickness dapat

mempengaruhi perubahan fisiologi dan psikologi tubuh. Lingkungan penerbangan

tersebut merupakan lingkungan yang memiliki risiko tinggi dan memiliki potensi

menjadi stresor. Stresor lingkungan penerbangan dapat memberikan efek yang

negatif terhadap keselamatan terbang baik terhadap penerbangan sipil maupun

militer. Efek negatif tersebut dapat berupa gejala masalah kesehatan jiwa yang

dialami oleh seorang penerbang.1,2

Penelitian yang dilakukan oleh Otto J terhadap penerbang militer di United State

yang sedang menjalankan tugas di Irak dan Afghanistan, menunjukkan bahwa

penerbang United State Air Force (USAF) remotely piloted aircraft (RPA) yang

mengalami gejala masalah kesehatan jiwa sebesar 8.2% (n=58) dan USAF

manned aircraft (MA) mengalami masalah dengan kesehatan jiwa sebesar 6%

(n=313). Rendahnya prevalensi penerbang USAF yang mengalami masalah

kesehatan jiwa karena penerbang USAF memiliki kognitif yang tinggi, dapat

melewati test fisik dan kesehatan, adanya pemeriksaan psikologi yang standar,

dan pengecekan masalah hukum dan kebiasaannya, dan adanya program latihan

penerbangan. dokter skadron mengevaluasi kemampuan seorang penerbang

termasuk masalah emosi dan kebiasaannya.3

Seseorang untuk menjadi penerbang harus memiliki intelegensi yang tinggi,

motivasi yang kuat untuk terbang, senang terbang, sehat fisik dan mental, emosi

yang stabil, dan memiliki mekanisme adaptasi yang baik. Karakter tersebut harus

dipertahankan selama karir terbangnya. Penelitian yang dilakukan terhadap siswa

penerbang United State Air Force menunjukkan bahwa sebagian besar penerbang

1

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 16: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

2

Universitas Indonesia

militer memiliki memiliki karakter yang dominan, agresif, impulsif, dan playful.

Meskipun demikian penerbang militer harus selalu dalam kondisi stabil dalam

berbagai kondisi di kokpit dan bisa mengambil keputusan tepat saat menghadapi

kesulitan selama menyelesaikan tugasnya. Karakter ini diperlukan bagi penerbang

militer untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Tugas penerbang militer adalah

latihan, misi kemanusiaan, dan misi operasional yang sangat ekstrim (menyerang

dan bertempur).1,4,5,6,7

Meskipun penerbang memiliki karakter yang kuat, tidak ada satu orangpun yang

kebal terhadap masalah kesehatan jiwa. Apabila seorang penerbang mengalami

stres dan menunjukkan gejala psikopatologi, maka harus dievaluasi secara

keseluruhan apakah penerbang tersebut layak terbang atau tidak. Gejala

psikopatologi yang dialami oleh seorang penerbang dapat berhubungan dengan

sumber stres baik dari lingkungan penerbangan itu sendiri, masalah di luar

pekerjaan penerbang seperti masalah rumah tangga, kematian, hubungan kerja

juga persepsi penerbang terhadap masalah yang dihadapinya. Selain sumber stres,

gejala psikopatologi berhubungan dengan karakteristik seseorang, seperti

kesehatan fisik, kesehatan mental, dan kebudayaan setempat. Kondisi individu

seperti fisik (uang, pemeriksaan kesehatan), personal (ketrampilan yang dimiliki

dan mekanisme adaptasi yang digunakan), serta sosial (dukungan sosial) juga

berhubungan dengan terjadinya gejala psikopatologi pada seseorang.1,4,8,9

Penelitian yang dilakukan Ahmadi pada tahun 2007 terhadap penerbang militer

Angkatan Udara Iran 4,5% penerbang mengalami stres sangat ringan, 33,7%

mengalami stres ringan, 48,3% penerbang mengalami stres sedang, 13,5%

penerbang mengalami stres berat. Tidak ada penerbang mengalami stres sangat

berat. Penyebab stres adalah stresor psikososial, organisasi, lingkungan

penerbangan, dan karena tugas. Widyahening pada tahun 2007 menemukan

hubungan antara stres yang tinggi dengan terjadinya gejala psikopatologi pada

penerbang sipil di Indonesia. Penyebab terbanyak stres adalah hubungan

interpersonal dalam tugas (40,3%), organisasi (28,4%), kondisi kerja (18,3%),

aspek fisik lingkungan kerja (13,7%), dan pengembangan karir (1,8%).2,10

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 17: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

3

Universitas Indonesia

Berdasarkan pembahasan diatas menunjukkan bahwa penerbang militer memiliki

prevalensi yang kecil untuk terjadinya gejala psikopatologi. Hal ini menunjukkan

bahwa penerbang militer tidak kebal terhadap gejala gangguan mental meskipun

mereka memiliki karakter yang kuat. Namun demikian tidaklah mudah

menemukan gejala gangguan mental pada penerbang militer karena adanya

keengganan penerbang kehilangan surat ijin terbangnya apabila diketahui sedang

memiliki masalah.1,7

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besaran terjadinya

gejala psikopatologi pada penerbang militer di Indonesia serta ada atau tidaknya

hubungan dengan stres penerbang dan sumber yang dimiliki oleh seorang

penerbang (umur, pangkat, lama kerja, pendidikan, jam terbang, tipe pesawat,

kualifikasi profesi, dan status perkawinan).

1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara stres penerbang dan gejala psikopatologi pada

penerbang militer Indonesia?

1.3. Hipotesis

Terdapat hubungan antara stres penerbang dan gejala psikopatologi pada

penerbang militer Indonesia.

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum

Menemukan gambaran gejala psikopatologi pada penerbang militer

Indonesia.

1.4.2. Tujuan Khusus

1.4.2.1. Menemukan gambaran gejala psikopatologi pada penerbang

militer Indonesia.

1.4.2.2. Menemukan gambaran stres pada penerbang militer

Indonesia.

1.4.2.3. Menemukan hubungan antara stres penerbang dan gejala

psikopatologi pada penerbang militer Indonesia.

1

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 18: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

4

Universitas Indonesia

1.4.2.4. Menemukan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi

terjadinya gejala psikopatologi pada penerbang militer

Indonesia.

1.5. Manfaat

1.5.1 Bagi penerbang militer

Dengan ditemukannya gejala psikopatologi pada penerbang militer,

maka penerbang militer dapat mengetahui secara dini gejala-gejala

psikiatri yang sedang dialaminya dan dapat segera melakukan

konsultasi.

1.5.2 Bagi dokter skadron

Dengan ditemukannya gejala psikopatologi pada penerbang militer

maka diharapkan dokter skadron dapat memberikan tatalaksana

terhadap gejala psikopatologi yang muncul.

1.5.2. Bagi instansi militer

Dengan ditemukannya gejala psikopatologi pada penerbang militer

maka diharapkan instansi militer dapat membuat kebijakan untuk

mencegah dan mengatasi penerbang yang mengalami gejala

psikopatologi.

1.5.3. Bagi pengembangan ilmu

Dengan ditemukannya gejala psikopatologi pada penerbang militer

maka dapat digunakan sebagai bahan dasar pengembangan ilmu bagi

dokter yang bertugas di skadron.

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 19: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

5

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lingkungan Penerbangan

Pada lingkungan penerbangan terdapat perbedaan ketinggian dan perbedaan

atmosfer. Hal ini mengakibatkan tekanan udara turun, suhu semakin rendah, dan

adanya risiko radiasi. Pada manuver penerbangan bisa menyebabkan gaya

akselerasi dan perubahan sistem fisiologi organ tubuh. Lingkungan penerbangan

sendiri bisa terjadi masalah pada kebisingan, komunikasi dan pembuangan sisa

gas. Hal-hal tersebut dapat berpotensi menjadi stresor penerbangan. Stresor dapat

menyebabkan stres yang mempengaruhi keamanan penerbangan.1,2,8,10,11

2.1.1. Ketinggian

Bumi kita diselubungi oleh gas atau udara yang disebut atmosfir. Fungsi atmosfir

kecuali sebagai sumber oksigen yang penting bagi kehidupan, juga merupakan

lapisan yang melindungi bumi dari radiasi. Atmosfir memiliki tekanan, semakin

tinggi udara, tekanan atmosfir semakin kurang karena jumlah udaranya juga

berkurang. Ketinggian juga mempengaruhi suhu, semakin tinggi udara, suhu

semakin menurun. Perubahan ketinggian dapat mempengaruhi efek yang

merugikan bagi fisiologi tubuh manusia, yaitu hipoksia, dekompresi, perubahan

suhu (dingin), dan meningkatnya radiasi dari sinar matahari.1,11

2.1.1.1. Hipoksia

Hipoksia adalah kondisi tubuh kekurangan oksigen. Pada penerbangan terjadi

hipoksia kerena makin tinggi suatu ketinggian, jumlah udara semakin menipis dan

tekanan atmosfir semakin berkurang. Kadang-kadang seseorang tidak menyadari

akan adanya situasi hipoksia karena datangnya tidak diketahui dan pada awal

serangan kadang tidak memberikan rasa sakit. Hipoksia dikenal sebagai kondisi

yang sangat membahayakan selama penerbangan karena dapat mengakibatkan

gagalnya pernafasan dan berkurangnya oksigen di paru-paru.1,11

5

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 20: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

6

Universitas Indonesia

Gejala yang muncul akibat hipoksia tiap orang berbeda-beda. Gejala awal

hipoksia biasanya terjadi gangguan pada penglihatan (intensitas menerima cahaya

berkurang, luas pandang menyempit), gangguan pada psikomotor (gangguan

pergerakan mata dan tangan), dan gangguan fungsi kognitif (gangguan memori).

Lebih lanjut gejala hipoksia bisa berkembang terjadi perubahan perilaku,

kehilangan tilikan, kehilangan kemampuan mengambil keputusan, kehilangan

kemampuan untuk kritis terhadap situasi, euforia, gangguan ingatan, gangguan

koordinasi pergerakan, gangguan sensori, hiperventilasi, sakit kepala, bingung,

paraesthesia muka dan ekstremitas, pingsan, dan yang paling buruk adalah

kematian. Gejala yang biasanya diketahui pertama kali oleh penerbang adalah

akral yang dingin.1,11

Apabila seseorang mengalami hipoksia, segera berikan oksigen 100%. Setelah

mendapatkan oksigen, biasanya pernafasan akan semakin melambat 12-16

kali/menit. Kecuali pemberian oksigen 100%, apabila memungkinkan penerbang

menurunkan pesawatnya pada ketinggian di bawah 10.000 kaki. Gejala hipoksia

biasanya dapat segera hilang kecuali sakit kepala dan fatigue yang dapat bertahan

lama.1,11

2.1.1.2. Dekompresi

Dekompresi adalah suatu sekumpulan dampak akibat dari ketinggian yang

mengakibatkan perbedaan tekanan udara yang menghasilkan trapped gas atau gas

yang tidak dapat keluar. Meskipun secara umum diterima sebagai kondisi

terperangkapnya gas dalam organ, ada terminologi lain yang menjelaskan kondisi

ini, yaitu “the bends” (sakit pada persendian), dysbarism, aeropathy, dan

aeroembolism. Dekompresi tidak segera terjadi pada saat seseorang terpapar

ketinggian. Membutuhkan beberapa menit terjadinya dekompresi dengan waktu

maksimal 20-60 menit. Dekompresi sifatnya individual pada tiap-tiap orang. 1,11

Dengan adanya perbedaan tekanan dalam tubuh dengan tekanan di luar tubuh,

maka dapat mempengaruhi organ-organ tubuh yang memiliki rongga. Akibat

trapped gas terjadi pembesaran lambung dan usus (perut tidak nyaman, sakit),

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 21: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

7

Universitas Indonesia

barotitis media (ear block), barosinusitis, barodontalgia (tooth pain), pulmonary

embolism, pneumothorax (udara di pleural), dan pneumomediastinum (udara di

mediastinum). Kecuali itu dekompresi bisa juga menyebabkan penguapan gas-gas

yang seharusnya larut menjadi keluar yang menyebabkan nyeri sendi (bends),

chokes (sakit pada dada bagian bawah, dyspneu, dan batuk kering), kulit gatal,

nyeri, dan ruam-ruam merah, pada syaraf terjadi gangguan mental (gangguan

memori, gangguan mengambil keputusan, afasia), kelelahan, perubahan perilaku,

kehilangan kesadaran, vertigo, mual, dan muntah.1,11

2.1.1.3. Perubahan suhu

Semakin tinggi suatu tempat maka suhu semakin rendah. Pada penerbangan

modern, stres yang disebabkan suhu yang rendah dapat diminimalkan dengan

adanya struktur pesawat yang modern, baju penerbang yang melindungi tubuhnya,

dan perlengkapan survival. Namun demikian perlengkapan yang melindungi dari

suhu rendah tersebut dapat mengakibatkan stres karena suhu, misalnya baju yang

melindungi (misal pakaian anti G) dapat mempengaruhi kerja dan memberikan

stres karena panas. Hal tersebut dapat mengakibatkan dehidrasi yang dapat

mempengaruhi fungsi kognitif, waktu bereaksi melambat, dan fisik yang

lemah.1,11

2.1.1.4. Radiasi

Pada penerbangan modern efek radiasi matahari dapat dihindari karena disain

pesawat yang modern. Pada beberapa penelitian ditemukan kecil kemungkinan

seorang penerbang mengalami suatu penyakit yang disebabkan radiasi matahari,

misalnya kanker.1,11

2.1.2 Kecepatan dan Percepatan Penerbangan

Kecepatan menggambarkan laju suatu pergerakan tanpa ada tujuannya. Percepatan

menggambarkan laju dan arah tujuan. Hal ini dikarenakan adanya gaya gravitasi

bumi. Jadi pada benda yang diam dan tiba-tiba bergerak, hal itu dikarenakan

adanya percepatan yang bekerja pada benda tersebut dan terdapat gaya yang

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 22: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

8

Universitas Indonesia

berlawanan dengan arah percepatan pergerakan benda tersebut. Perubahan

percepatan pada suatu benda disebut akselerasi. Macam-macam akselerasi:1,11,12

Akselerasi linear: akselerasi yang dihasilkan karena perubahan kecepatan,

perubahan arah tidak berubah. Misalnya pada saat takeoff dan landing.

Akselerasi radial: akselerasi yang dihasilkan karena perubahan arah

pergerakan tetapi kecepatan tetap. Misalnya pada banked turns dan loop

manouvres.

Akselerasi angular: akselerasi yang dihasilkan karena perubahan arah dan

kecepatan pergerakan. Misalnya pada roll dan spin.

Akibat adanya akselerasi muncul gaya yang berlawanan arah dengan pergerakan

suatu benda, hal ini di sebut gaya G. Macam-macam gaya G:1,11.12

Gaya G lateral: arah gaya G yang memotong sumbu tubuh, bisa dari depan ke

belakang atau sebaliknya dan dari samping ke samping. Secara umum

efeknya kecil tapi mempengaruhi pergerakan kepala dan kerusakan pada

leher.

Gaya G positif: arah gaya G dari kepala ke kaki. Apabila seseorang

mengalami gaya G positif maka dapat terjadi, misalnya penambahan berat

pada jaringan di kepala sampai dengan kaki sehingga terjadi kesulitan

pergerakan dan tampak wajah seperti orang tua karena tertarik ke bawah.

Gaya G negatif: arah gaya G dari kaki ke kepala. Apabila seseorang

mengalami gaya G negatif maka dapat terjadi, misalnya tekana kepala yang

sangat besar (sakit kepala), udem pada mata (penglihatan kabur), peningkatan

tekanan pembuluh darah.

2.2. Sumber Stres Penerbang

Sumber stres atau yang biasa disebut stresor adalah suatu stimulus atau kejadian

yang mengharuskan seseorang beradaptasi dengan beberapa jalan, baik secara

emosi, fisiologi, atau perilaku. Stresor penerbang bisa berasal dari faktor

psikososial, lingkungan penerbangan, dan kognitif. Sumber stres penting untuk

diidentifikasi guna menentukan rencana tatalaksana yang efektif apabila muncul

stres.12

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 23: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

9

Universitas Indonesia

2.2.1. Stresor Psikososial

Stresor psikososial merupakan kejadian-kejadian dalam hidup. Stresor ini bisa

dipicu dari adaptasi atau perubahan gaya hidup seseorang, karir, dan atau interaksi

dengan orang lain.12,13

2.2.1.1. Seseorang harus beradaptasi pada situasi yang baru, seperti gaya hidup,

karir, dan hubungan dengan orang lain. Hal ini bisa menjadi stresor bagi

seseorang.

2.2.1.2. Tanggung jawab kerja. Misalnya penerbang pernah mengalami kegagalan

dalam mengoperasikan suatu instrumen atau gagal dalam komunikasi,

dapat menyebabkan sumber stres.

2.2.1.3. Masalah keuangan. Penerbang yang memiliki permasalahan keuangan

dapat menjadi stresor baginya.

2.2.1.4. Masalah keluarga. Keluarga bisa menjadi sumber kekuatan bagi

penerbang tapi bisa juga sebagai stresor, terutama bila karena tugasnya

seorang penerbang harus pergi jauh dari keluarganya. Perceraian dan

masalah dalam hubungan keluarga juga dapat menjadi stresor.

2.2.2. Stresor Lingkungan Penerbangan

Stresor lingkungan penerbangan adalah stresor akibat adanya perbedaan

ketinggian, adanya kecepatan pesawat, dan pesawat itu sendiri.1,11,12

2.2.2.1. Ketinggian. Perbedaan ketinggian mengakibatkan adanya perubahan

tekanan atmosfir yang dapat mempengaruhi tubuh rentan terhadap

hipoksia dan trapped gas.

2.2.2.2. Kecepatan. Kecepatan dapat mengakibatkan stres karena berhubungan

dengan tingkat kewaspadaan dan konsentrasi yang panjang.

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 24: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

10

Universitas Indonesia

2.2.2.3. Temperatur panas atau dingin. Temperatur panas diakibatkan sinar

matahari secara langsung melalui kanopi. Temperatur dingin karena

perbedaan ketinggian atau cuaca.

2.2.2.4. Desain pesawat. Alat-alat yang menunjang penerbangan seperti lampu,

instrumen, kursi, akses kontrol mempengaruhi kerja penerbang. Faktor

lain pada pesawat yang berpengaruh adalah sistem ventilasi, vibrasi,

visibilitas, dan tingkat kebisingan. Apabila alat-alat tersebut tidak

memadai akan mengakibatkan stres bagi penerbang.

2.2.2.5. Karakteristik airframe. Misalnya pada pesawat dengan fixed wing lebih

stabil dari pada rotary wing. Hal ini berpotensi menyebabkan stres pada

penerbang.

2.2.2.6. Instrumen dan kondisi khusus (alam dan cuaca). Misalnya pada

penerbangan dengan cuaca buruk, seorang penerbang sangat

meningkatkan kewaspadaan dalam membaca, mengikuti, dan memantau

instrumen. Pada penerbangan malam, penerbang kehilangan visual biasa

dan harus bergantung pada instrumen.

2.2.3. Stresor Individu

Meskipun penerbang biasanya hidup dalam pengawasan untuk membatasi dirinya

dari stresor, tapi penerbang tidak bisa lepas dari stresor karena kebiasaan-

kebiasannya, seperti:11,12,13

2.2.3.1. Obat-obatan. Obat-obatan yang digunakan oleh penerbang untuk

mengatasi sakitnya tanpa konsultasi dengan dokter. Penerbang sebaiknya

berkonsultasi dulu dengan dokter skadron sebelum mengkonsumsi obat.

Hal ini berhubungan denga efek samping, intoksikasi, alergi, dan

interaksi obat. Misalnya pada antasida untuk mengatasi dyspepsia (pada

ketinggian dapat menyebabkan keluarnya gas karbon dioksida sehingga

perut akan terasa tidak nyaman), aspirin untuk mengatasi sakit dan

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 25: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

11

Universitas Indonesia

demam (dapat menyebabkan gangguan lambung dan suhu yang tidak

teratur).

2.2.3.2. Kafein. Kafein terdapat di teh, kopi, coklat, dan obat-obatan. Kafein

dapat mengatasi pusing, kelelahan, dan meningkatkan kewaspadaan,

tetapi memiliki efek meningkatkan tekanan darah, mengganggu

koordinasi tangan-mata dengan waktu, dan meningkatkan emosi yang

mudah marah.

2.2.3.3. Kualitas tidur buruk. Hal ini bisa dikarenakan lingkungan tidur yang

tidak nyaman atau adanya perbedaan waktu saat menjalankan tugas.

2.2.3.4. Alkohol. Apabila seseorang minum alkohol meskipun dalam jumlah

kecil, bisa mempengaruhi persepsi, waktu bereaksi, kontrol terhadap

impuls buruk, dan sulit mengambil keputusan. Alkohol juga mengurangi

kemampuan sel otak menggunakan oksigen.

2.2.3.5. Rokok. Dalam jangka panjang rokok dapat merusak paru-paru dan dapat

menyebabkan sakit jantung. Efek akut dari merokok adalah

menghasilkan karbon monoksida yang dapat menyebabkan hipoksia.

2.2.3.6. Nutrisi seimbang. Penerbang harus mendapatkan nutrisi yang seimbang

dan makan yang teratur. Bila terlambat makan akan menyebabkan

kekurangan energi dan hipoglikemi.

2.2.4. Stresor Kognitif

Stresor kognitif merupakan cara seseorang mempersepsikan suatu masalah.

Seseorang bisa pesimis, obsesif, dan rendah diri. Berikut adalah beberapa

pemikiran yang khas yang dijumpai pada penerbang yang dapat meningkatkan

stres:11,12

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 26: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

12

Universitas Indonesia

2.2.4.1. Must and should. Adanya perasaan gagal apabila keadaan tidak sesuai

dengan harapannya. Hal ini dapat membuat seseorang frustasi dan

merasa tidak berfungsi.

2.2.4.2. Choice and no choice. Seseorang merasa gagal sehingga tidak memiliki

pilihan yang lain dari penyelesaian masalahnya.

2.2.4.3. Gagal terhadap fokus here and now. Seseorang yang selalu mengingat

secara berlebihan masa lalunya dan khawatir akan masa depannya, tetapi

kurang fokus pada keadaan sekarang.

2.3. Stres Penerbang

Mengenal stres di penerbangan sangat penting untuk menunjang keselamatan

terbang. Akibatnya setiap awak pesawat harus mengetahui dan mengenal efek

stres pada tubuhnya. Dengan mengenal efek stres pada tubuhnya, maka dikenal

pula kebiasaan yang biasa digunakan untuk mengurangi stres. Stres disebabkan

oleh stresor. Akibat stres dapat mempengaruhi kinerja seseorang.1

2.3.1. Pengertian Stres

Stres menggambarkan keadaan yang mengganggu dan dapat mempengaruhi

fungsi fisik maupun psikologi yang normal dari seseorang. Tahun 1920an Walter

Canon mempelajari adanya hubungan stres dengan penyakit. Tahun 1950an

Harold Wolff mengobservasi gangguan saluran perncernaan dengan status

emosional. William Beaumont seorang flight surgeon, menemukan seorang

pasiennya yang terluka akibat tembakan, terjadi fistula karena darah yang beredar

di bekas luka dipengaruhi oleh emosinya. Hans Selye mengembangkan teori stres

menjadi general adaptation syndrome. Berdasarkan teori tersebut, Hans Selye

mengembangkan stres menjadi 3 tahap: 14,15

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 27: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

13

Universitas Indonesia

1. Alarm reaction. Merupakan kejutan awal dengan resistensi rendah diikuti

serangan balik, mekanisme adaptasi seseorang mulai aktif.

2. Resistance. Adaptasi optimal, apabila mekanisme adaptasi berhasil, maka

seseorang akan menjadi normal kembali.

3. Exhaustion. Terjadi apabila mekanisme adaptasi gagal.

Banyak ahli tidak setuju dengan teori ini menurut mereka respon stres bukan

seperti yang Selye perkirakan. Hal-hal yang mempengaruhi respon terhadap stres

adalah perbedaan stresor, tiap individu yang memiliki karakter yang berbeda-

beda. Persepsi seseorang dalam menghadapi stresor juga mempengaruhi respon

stres. Persepsi berhubungan dengan kognitif seseorang menghadapi suatu

masalah. Stres bukan sesuatu yang sudah ada pada diri seseorang, melainkan

suatu proses seseorang dalam interaksinya dengan orang lain dan berhubungan

dengan lingkungan sosial dan budaya. Proses terjadinya stres dapat dijelaskan

dengan menggunakan teori Lazarus seperti tercantum pada pada gambar 1.9

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 28: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

14

Universitas Indonesia

Gambar 2.1. Model Stres

Sumber: Nature, types, and sources of stress.

http//www.onestopias.com/tutorials/psychology/stress/9

2.3.2. Macam-macam stres

Stres tidak dapat dihindari. Selama ini pengertian stres sering bermakna negatif

atau tidak menguntungkan bagi seseorang. Namun ada stres yang dapat

memberikan keuntungan, membantu orang untuk tetap waspada, fokus pada

tugasnya, dan lebih tertarik pada lingkungan di sekitarnya. Tipe stres :13,14

2.3.4.1. Eustress. Stres yang dapat membantu seseorang meningkatkan kinerja

kerjanya sehingga bisa meningkat dari yang biasa dia kerjakan.

2.3.4.2. Distress. Stres yang dapat membuat seseorang menurun kinerja kerjanya

yang menyebabkan dia kehilangan fokus terhadap pekerjaannya.

SUMBER

Fisik

Uang

Pemeriksaan

kesehatan

Personal

Ketrampilan

Mekanisme koping

Sosial

Dukungan

Bantuan profesional

STRESOR

Tipe

Lingkungan

Psikologi

Sosial

Dimensi

Intensitas

Durasi

Kompleksitas

Prediksi

KARAKTER

INDIVIDU

Fisik

Kesehatan fisik

Kerentanan

Psikologis

Kesehatan mental

Temperamen

Konsep diri

Kebudayaan

Arti dari kebudayaan

setempat

Respon dari harapan

STRESS

Respon kognitif

Respon emosi

Respon perilaku

Respon fisik

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 29: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

15

Universitas Indonesia

2.3.3. Patofisiologi stres

Stres terjadi akibat adanya stresor. Pada saat seseorang menerima stresor, sinyal

diterima oleh otak dalam sistem saraf otonom yang mengontrol involuntary body

seperti pernafasan, detak jantung, dan tekanan darah. Sinyal tersebut mencetuskan

pelepasan hormon terutama adrenalin dan noradrenalin (juga dikenal epinefrin dan

norepinefrin) dari glandula adrenal. Akibatnya nafas bertambah cepat, detak

jantung meningkat, dan tekanan darah meningkat, sel darah menjadi “stickier”

(lebih adhesive) untuk mencegah perdarahan, lemak dan gula dilepaskan, dan otot

menjadi tegang.14

Kecuali fisik, stres dapat mempengaruhi mental seseorang. Hal ini berhubungan

dengan hypothalamic-pituaitary-adrenal axis (HPA axis). Pada respon stres yang

normal, HPA aksis meningkatkan pelepasan corticotropin releasing factor (CRF),

adrenocortictropin hormon (ACTH), dan glukokortikoid. Glukokortikoid

memberikan dampak negative feedback terhadap pelepasan CRF sehingga HPA

sistem kembali normal. Pada respon stres yang tidak normal, terjadi pelepasan

CRF, ACTH, dan glukokortikoid. Peningkatan glukokortikoid yang menetap,

bukan hanya merusak hipokampus tetapi juga mengganggu inhibisi HPA aksis

sehingga mengakibatkan peningkatan HPA stres hormon yang menghasilkan

gejala kecemasan atau depresi mayor.16

Gambar 2.2. Stress dan HPA aksis

Sumber : Stahl S.M. Stahl essential psychoparmacology. Neuroxcientific basis and practical

applications.16

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 30: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

16

Universitas Indonesia

2.3.4. Gejala-gejala stres

Apabila seseorang mengalami stres, akan memberikan gejala :13

2.3.3.1. Gejala fisik : ketegangan otot terutama leher dan pundak, sakit kepala,

sakit perut, mual, muntah, diare atau konstipasi, lelah atau sulit tidur,

detak jantung cepat, berkeringat banyak, kehilangan atau kelebihan berat

badan, mengatupkan gigi, menggigit jari, perubahan pernafasan,

keinginan seks berkurang.

2.3.3.2. Gejala emosi : frustrasi, kemarahan, depresi atau kecemasan, gugup,

bosan, dan apatis.

2.3.3.3. Gejala perilaku : penyalahgunaan alkohol, obat atau zat lainnya, masalah

perkawinan, pesta makan, dan perilaku melukai diri sendiri.

2.3.3.4. Gejala kognitif : mudah lupa, preokupasi dan kesulitan konsentrasi, ragu-

ragu, kehilangan produktivitas, khawatir yang berlebihan, kehilangan

kreativitas, dan kehilangan selera humor.

2.3.5. Stres Penerbang

Dalam mengoperasikan pesawat, seorang penerbang terlibat dalam suatu sistem

yang rumit. Pada tahap persiapan terbang (pre-flight), penerbang harus melakukan

perhitungan yang rumit (misalnya untuk perencanaan rute dan bahan bakar yang

diperlukan) dan pengecekan kesiapan pesawat. Selama penerbangan, penerbang

memiliki tugas utama (penerbangan, navigasi, dan komunikasi), memiliki

perencanaan terhadap aktivitasnya, memberikan supervisi terhadap sistem, dan

mengantisipasi tugas selanjutnya. Oleh karenanya penerbang harus memiliki

kemampuan kognitif dan mental yang baik sehingga dapat mengemudikan

pesawat, mengambil keputusan dalam waktu singkat dan tetap melakukan tugas

perhitungan, pengawasan, dan komunikasi.8.10.11

Pada fase penerbangan, penerbang secara subyektif merasakan stres yang

berbeda-beda. Cara mereka bereaksi terhadap suatu stres akan mempengaruhi

keberhasilan terhadap keselamatan terbang. Dilakukan suatu pengamatan terhadap

hubungan kecelakaan terbang dengan fase penerbangan, hasilnya kecelakaan

sering terjadi selama fase approaches dan landing. Fase landing, fase akhir dari

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 31: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

17

Universitas Indonesia

penerbangan merupakan fase yang beban kerja dan kelelahannya adalah

maksimal.13,17

Gambar 2.3. Keamanan terbang dengan fase penerbangan

Sumber : Human Factors and Pilot Error.

http://www.langleyflyingcshool.com/Pages%20Factor--Pilot%20Error.html17

Penelitian stres terhadap penerbang militer Angkatan Udara di Iran diteliti oleh

Ahmadi pada tahun 2007 dengan menggunakan Aviation Stress dan Minnesota

job Satisfaction Questionnaire (MSQ). Hasilnya terdapat 33,7% penerbang

mengalami stres ringan, 48,3% mengalami stres sedang, 13,5% mengalami stres

berat. Penyebabnya adalah stresor psikososial, organisasi, lingkungan

penerbangan, dan karena tugas. Terdapat hubungan antara tingkat stres yang

dialami dengan kepuasan kerja. Pada penerbang yang mengalami stres yang berat

memiliki kepuasan kerja yang rendah.2

Penelitian stres pada penerbang sipil di Indonesia dilakukan oleh Widyahening

pada tahun 2007 dengan menggunakan kuesioner Sumber Stres Pilot Airline.

Sebagian besar subyek berada pada kelompok stres sedang 47,7%, stres tinggi

37%, stres ringan 16%, stres sangat tinggi 4%. Penyebab terbanyak yang

menimbulkan stres adalah hubungan interpersonal dalam tugas (40,3%),

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 32: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

18

Universitas Indonesia

organisasi (28,4%), kondisi kerja (18,3%), aspek fisik lingkungan kerja (13,7%),

dan pengembangan karir (1,8%).10

2.4. Gejala Psikopatologi Pada Penerbang

Gejala psikopatologi adalah gejala psikiatri yang dirasakan oleh seseorang. Gejala

psikiatri bisa berupa gangguan psikiatri yang bersifat ringan, tetapi bisa berubah

menjadi gangguan psikiatri yang berat. Gejala ini diantaranya gangguan depresi

tanpa gejala psikotik, cemas, keluhan somatik, sulit konsentrasi dan membuat

keputusan, mudah lupa, insomnia, lelah, mudah marah, dan merasa tidak berguna.

Gejala psikiatri yang ringan ini bukan merupakan diagnosis psikiatri. Namun

apabila seseorang mengalaminya, bisa memberikan tekanan psikologis yang berat

dan dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan kualitas

hidupnya.8,15

Dilakukan penelitian tentang munculnya gangguan psikiatri ringan pada

penerbang sipil di Brazil. Penelitian ini menggunakan instrumen Self Report

Questionnaire-20 (SRQ 20), dengan cutoff point 8. Hasilnya dari 807 penerbang

yang dievaluasi, prevalensi penerbang yang mengalami gejala psikiatri 6,7%.

Gejala psikiatri muncul berhubungan dengan beban kerja dan latihan fisik secara

teratur. Penerbang yang selalu melakukan latihan fisik secara teratur memiliki

risiko yang rendah mengalami gangguan psikiatri. Penerbang yang memiliki

beban kerja berat memiliki risiko tinggi mengalami gangguan psikiatri. 8

Di Indonesia penelitian dilakukan terhadap penerbang sipil dengan menggunakan

instrumen SCL 90 dengan cutt off 61. Penerbang yang dievalusi berjumlah 109,

yang mengalami gejala psikiatri sebesar 43 orang (39,4%). Gejala yang paling

banyak dialami adalah kecemasan. Gejala psikiatri berhubungan dengan stresor

rumah tangga yang berhubungan dengan faktor privacy dan ketegangan rumah

tangga. Penerbang yang memiliki privacy setiap hari berisiko kecil mengalami

gejala psikiatri. Penerbang yang mempunyai ketegangan rumah tangga sedang-

berat memiliki risiko tinggi mengalami gejala psikiatri daripada penerbang yang

mempunyai ketegangan rumah tangga rendah.10

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 33: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

19

Universitas Indonesia

Penelitian di Inggris terhadap penerbang komersil dengan menggunakan

kuesioner modifikasi versi Alkov, Borowsky, dan Gaynor. Penelitian dilakukan

dengan mengetahui persepsi penerbang saat menghadapi stres pekerjaan. Hasilnya

16,2% dapat bercerita kepada orang lain saat menghadapi stres kerja karena

mereka selalu atau hampir selalu kelelahan, 13,1% mengalami pengalaman yang

berulang, 9,1% tidak bisa memusatkan perhatian, 8,4% khawatir dan 8,4%

konsentrasi yang menurun.18

Di Amerika penelitian dilakukan terhadap fighter U.S. Air Force dari lima

skadron. Empat skadron berada di daerah pertempuran, skadron yang ke lima jauh

dari daerah pertempuran. Penelitian menggunakan Beck Depression Inventory

(BDI), hasilnya dari 57 fighter, 86% mengalami insomnia, 86% mudah marah,

63% tidak puas, 61% kelelahan, 47% kesulitan bekerja, 38% pesimis, 38%

perasaan bersalah, 35% kehilangan libido. Tidak ada perbedaan bermakna antara

skadron pada daerah pertempuran dengan skadron yang jauh dari daerah

pertempuran. Diperkirakan adanya penyangkalan terhadap gejala yang muncul

atau adanya toleransi yang tinggi terhadap stres yang tinggi. Dengan latihan yang

keras dan berat dapat melatih seseorang bertahan dari stres yang berat.18

2.5. Stres Dan Kinerja Penerbang

Lingkungan penerbangan merupakan lingkungan yang memiliki risiko tinggi dan

berpotensi sebagai stresor. Stresor dapat membuat stres pada situasi penerbangan.

Stres akan menghasilkan gejala psikiatri yang berpotensi memiliki efek negatif

akan keselamatan terbang. Tidak semua stres menghasilkan efek yang negatif

namun ada juga yang dapat meningkatkan kinerja kerja seseorang. Pada tingkatan

stres paling rendah mekanisme tubuh tidak aktif sehingga perhatian dan kinerja

juga pada titik paling bawah. Namun ketika stres semakin meningkat, seseorang

akan semakin perhatian terhadap lingkungan sekitarnya dan bereaksi secara

optimal. Pada peningkatan stres tertinggi, kinerja akan semakin menurun. Dengan

manajemen stres yang digunakan secara teratur akan meningkatkan kinerja kita

pada saat stres di titik paling atas (Nixon P, 1979).2,12,19

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 34: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

20

Universitas Indonesia

Gambar 2.4. Hubungan antara stres dan kinerja

Sumber : How does stress affect performances

http://www.lesstress.net/stress-affect-performance.htm.19

Berdasarkan grafik di atas, menurut sudut pandang penerbang, saat-saat paling

kritis saat penerbangan seperti saat take off dan landing, seorang penerbang akan

berada pada kinerja kerja yang optimal. Selama penerbangan diharapkan seorang

penerbang berada di bagian tengah atas kurva. Oleh karenanya penerbang

diharapkan dapat mempertahankan stres yang dapat dikelolanya guna memberikan

kinerja kerja yang optimal. Stres tersebut tidak sampai ke titik kelelahan tetapi

juga tidak terlalu rendah sehingga seseorang tidak waspada dengan lingkungan

sekitarnya.13

Pada penerbangan, hubungan antara stres dan kinerja kerja dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu:12

2.5.1. Kemampuan mental seseorang menghadapi situasi sulit

Kemampuan seseorang menghadapi situasi yang sulit berhubungan dengan

kemampuan kognitif seseorang seperti perhatian, konsentrasi, memori,

problem solving, atau orientasi visual spatial. Hal tersebut akan

mempengaruhi tingkat stres seseorang dan mempengaruhi kinerjanya.

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 35: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

21

Universitas Indonesia

2.5.2. Lingkungan

Lingkungan dan kondisi saat situasi sulit ikut mempengaruhi terjadinya

stres seseorang. Misalnya saat situasi buruk terjadi, dalam kondisi

lingkungan yang tenang dan nyaman akan memudahkan seseorang

mengambil keputusan daripada dalam lingkungan yang panas, tidak

nyaman, dan bising.

2.5.3. Fisik seseorang

Kesehatan fisik sangat mempengaruhi kinerja seorang penerbang.

2.5.4. Kondisi psikologis seseorang

Kesehatan mental seseorang juga mempengaruhi munculnya stres dan

kinerja. Seseorang dengan coping yang bagus, problem solving, dan

kemampuan bersosialisasi dengan orang lain akan lebih baik dalam

menghadapi stres.

2.6. Kepribadian Penerbang

Kepribadian sangat mempengaruhi reaksi seseorang dalam menghadapi situasi

yang berbeda-beda. Kepribadian penerbang sangat penting untuk mewujudkan

kondisi penerbangan yang aman. Sebelum seseorang menjadi penerbang, dia

harus melewati seleksi untuk menentukan kepribadian yang tepat. Pada saat sudah

menjadi penerbang, diperlukan pemeriksaan kesehatan untuk melihat adaptasinya

terhadap lingkungan penerbangan. Beberapa penelitian menunjukkan kepribadian

yang tepat pada penerbang yaitu kepribadian yang bukan hanya satu tipe

kepribadian.20

Beberapa penelitian dilakukan pada penerbang dengan populasi yang tidak

homogen, ditemukan bahwa pada masa kecil penerbang sebagian besar memiliki

hubungan yang dekat dengan ayahnya (positive male identification). Penerbang

memiliki rasa percaya diri yang tinggi, memperlihatkan keinginan yang besar

akan perubahan dan kesuksesan. Mereka memiliki tingkat intelektual yang tinggi,

emosi yang matur dan stabil, mudah beradaptasi, senang mengambil risiko, action

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 36: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

22

Universitas Indonesia

oriented, memiliki hubungan dekat dengan orang lain dengan ciri ada jarak emosi,

bisa membedakan pekerjaan dengan masalah rumah, suka mengatur dan

mengontrol.20,21

Retzlaff dan Gibertini (1987) menemukan tiga kategori tipe kepribadian diantara

350 siswa penerbang US Air Force. 6,20,21

2.6.1.Tipe pertama disebut wrong stuff, sebesar 21% dari sampel. Tipe ini

menggambarkan penerbang yang sangat berhati-hati, sopan, kompulsif, dan

mudah lelah. Mereka memiliki motivasi kerja paling rendah. Apabila

penerbang militer memiliki kepribadian seperti ini, maka kinerja kerja akan

muncul di tingkat yang paling minimal, mereka akan memilih hidup aman

daripada keinginannya untuk terbang.

2.6.2.Tipe kedua disebut company man, sebesar 58% dari sampel. Penerbang yang

memiliki kepribadian tipe ini, digambarkan sebagai seseorang yang

memiliki kepribadian dominan, memiliki daya tahan tinggi, berprestasi,

teratur, dan dapat berinteraksi dengan orang lain. Mereka sering berbagi

kesulitan pekerjaan di kokpit dan sering mempertahankan citra positifnya

dalam pekerjaan. Penerbang di tipe ini lebih stabil, profesional, kompeten di

kokpit, dan menghargai persahabatan. Bila dapat memilih, penerbang di tipe

ini lebih memilih jenis pesawat bukan tempur.

2.6.3.Tipe ke tiga disebut right stuff, sebesar 21% dari sampel. Tipe ini

memberikan gambaran yang konsisten antara kepribadiannya dengan

kepribadian yang stereotipik yang dimiliki penerbang militer. Memberikan

gambaran agresif, impulsif, dominan, dan playful. Mereka muncul sebagai

karakter yang arogan, dramatik, bersemangat, mudah bosan denga tugas

rutin, dan impulsif. Impulsif pada penerbang adalah suatu sikap penerbang

untuk melakukan suatu tindakan secara cepat tapi tepat dan mengatur

pemikiran reflek pada suatu keputusan yang tepat. Penerbang terlatih untuk

mengambil keputusan pada situasi yang penuh risiko. 22,23

Penerbang pada

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 37: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

23

Universitas Indonesia

tipe ini memiliki komitmen yang tinggi terhadap misi dan lebih terbuka

dalam menghadapi risiko dalam penerbangan daripada tipe yang lain.

Kenyataannya pada penerbang militer yang berpengalaman ditemukan memiliki

kepribadian dengan tipe yang tidak sama persis dengan masing-masing tipe diatas.

Hal ini menunjukkan tidak adanya kepribadian yang stereotipik yang cocok untuk

penerbangan. Jadi pemberian label right stuff atau wrong stuff tidak dapat

membantu memprediksi keberhasilan atau kegagalan penerbangan.20

Secara keseluruhan karakter penerbang militer adalah seseorang yang memiliki

intelektual yang tinggi, memiliki dukungan yang besar dari orang tua, calculated

risk taker, kompulsif (mengikuti cheklist, mengecek pesawat sebelum terbang),

berfikir cepat dalam kondisi gawat, keinginan yang besar untuk mengontrol,

independent (tapi sebagai team player), memiliki ego yang besar (health

narcissism), percaya diri, tidak memiliki gangguan psikiatri di aksis I dan II,

senang akan prestasi dan action oriented, menghindari introspeksi sehingga

apabila mengalami stres akan act out, menekan emosi (isolasi afek, mudah

berteman tetapi ada jarak interpersonal, dan menggunakan rational problem

solving).20,24

Kepribadian dapat membantu seseorang bertindak apabila mengalami situasi

tertentu. Meskipun kepribadian sifatnya menetap, kemampuan seseorang dalam

menghadapi situasi tertentu bisa berubah setiap saat, terutama bila dilatih.

Kemampuan tersebut dapat digunakan dalam situasi penuh tekanan dan berguna

untuk mengurangi stres. Disini tampak bahwa manusia aktif berpartisipasi

mengatasi stres, tidak hanya pasif.21,24

2.7. Penerbang Militer Indonesia

Penerbang militer Indonesi bisa terdiri dari tiga angkatan yaitu Darat, Laut, dan

Udara. Penerbang militer dari Angkatan Udara memiliki tugas menegakkan

kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang diwujudkan dalam kegiatan operasi militer perang (operasi

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 38: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

24

Universitas Indonesia

pertahanan, penyerangan, dan dukungan udara) serta operasi militer selain perang

mengamankan wilayah perbatasan, Presiden dan Wakil Presiden beserta

keluarganya, membantu bencana alam dan pengungsian, dan lain-lain). Operasi

militer ini dilaksanakan dengan menggunakan alat utama sistem pertahanan

berupa pesawat terbang, dengan jenis pesawat tempur, pesawat latih, pesawat

transportasi, pesawat intai, dan helikopter. Pesawat–pesawat ini terdapat di 17

Skadron Udara yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.25,26

Untuk menjadi seorang penerbang militer di Indonesia harus melalui beberapa

test, diantaranya test kesehatan, psikologi, dan test terbang. Test terbang

dilakukan selama 5 jam dengan menggunakan pesawat latih. Seorang calon

penerbang dilihat ketrampilan terbang dan kemampuannya beradaptasi dengan

ketinggian. Pendidikan dilaksanakan selama dua tahun di Sekolah Penerbangan

Yogyakarta. Selama menjalani pendidikan maupun saat bertugas di kesatuan

seorang penerbang militer di Indonesia hidup dalam lingkungan penuh dengan

tekanan baik dalam penerbangan maupun di darat. Lingkungan penuh tekanan ini

bertujuan untuk melatih seorang penerbang militer di Indonesia apabila mereka

menghadapi situasi yang berat misalnya perang, mereka dapat mempertahankan

ketrampilan terbangnya.

Selesai menjalankan pendidikannya, seorang penerbang militer di Indonesia

ditugaskan ke masing-masing skadron sesuai dengan jenis pesawat yang mereka

terbangkan. Pangkat awal mereka adalah Letnan Dua (Perwira Pertama). Usia

penerbang militer di Indonesia aktif menerbangkan pesawat dalam rentang usia

diantara 24-45 tahun. Di kesatuan masing-masing mereka memiliki dua tugas

pokok yaitu sebagai penerbang dan memiliki jabatan sesuai dengan

kepangkatannya. Sebagai penerbang diawali dengan kualifikasi transisi dan

kualifikasi tertinggi adalah instruktur. Kualifikasi seorang penerbang dapat

diusulkan naik apabila mereka telah terbang dengan jam terbang yang telah

ditentukan dan penilaian samapta, medis, dan sikap (penilai adalah seorang

penerbang dengan kualifikasi instruktur) yang baik. Apabila mereka telah berhasil

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 39: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

25

Universitas Indonesia

naik tingkat, kenaikan ini atas persetujuan instruktur, Komandan Skadron,

Komandan Wing, Komandan Pangkalan Udara, dan Panglima Komando Operasi.

Jam terbang disesuaikan dengan kesiapan pesawat, kesiapan diri dari penerbang,

dan misi yang dijalankan. Kesiapan pesawat adalah jumlah pesawat yang dimiliki

dan pesawat yang siap diterbangkan pada suatu skadron. Hal ini membuat

peningkatan jam terbang penerbang militer Angkata Udara berbeda-beda tiap

skadron. Kesiapan diri dari penerbang dapat terhambat bila seorang penerbang

mendapatkan perintah larangan terbang, sakit, dan tugas sekolah. Misi yang

dijalankan adalah misi yang ditentukan oleh dinas.

Tugas pokok lainnya adalah bertugas sesuai dengan jabatan yang disesuaikan

dengan pangkatnya. Jabatan ini semakin meningkat seiring dengan kenaikan

pangkatnya. Seorang penerbang yang telah menjadi instruktur akan

dipertimbangkan menjadi Komandan Skadron apabila dia masih aktif terbang.

Setelah selesai menjalankan tugasnya sebagai Komandan Skadron seorang

penerbang dipersiapkan menjadi staf.

Dalam menjalankan tugasnya, seorang penerbang militer harus memiliki

kesehatan fisik maupun jiwa yang optimal. Kesehatan penerbang militer selalu

dipantau setiap tahunnya dengan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan di

Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (Lakespra) Saryanto

Jakarta. Bagi penerbang yang dinyatakan layak terbang akan mendapatkan surat

layak terbang, dan bagi penerbang yang memiliki masalah dengan kesehatannya

akan diberikan surat grounded terbang hingga masalah kesehatannya teratasi.

Tugas Lakespra lainnya adalah menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan

pengembangan kesehatan di bidang penerbangan.27

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 40: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

26

Universitas Indonesia

2.8. KERANGKA TEORI

Karakter Individu

Fisik

Kesehatan fisik Psikologis

Kesehatan mental Kebudayaan

Kebudayaa

setempat

PENERBANG

MILITER

Tingkat Stres

Tidak ada psikopatologi PSIKOPATOLOGI

Sumber Stres

penerbang:

Lingkungan penerbangan

Psikososial penerbang

Individu

Sumber Individu

Fisik

Umur

Pendapatan Personal

Ketrampilan

Mekanisme koping

Ciri kepribadian

Kognitif Sosial

Dukungan lingkungan

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 41: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

27

Universitas Indonesia

Ada

psikopatologi

Tingkat Stres

Tidak ada

psikopatologi

Sumber Stres

penerbang:

Lingkungan

penerbangan

Aspek kondisi kerja

Aspek fisik lingkungan kerja

Psikososial penerbang

Aspek pengembangan karir

Aspek organisasi

Aspek interpersonal

dalam tugas

Individu

Karakter Individu

Fisik

Kesehatan fisik

Psikologis

Kesehatan mental Kebudayaan

Kebudayaa setempat

Sumber Individu

Fisik

Umur

Pangkat

Lama kerja

Pendidikan

Personal

Jam terbang

Tipe pesawat

Kualifikasi profesi

Mekanisme adaptasi

Ciri kepribadian

Kognitif

Sosial

Status perkawinan

PENERBANG

MILITER

2.9. KERANGKA KONSEP

Keterangan:

: diteliti

: tidak diteliti

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 42: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

28

Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini melihat hubungan stres penerbang (variabel bebas) dan

psikopatologi (variabel tergantung) yang diukur pada satu waktu, maka penelitian

ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan rancangan penelitian

potong lintang.28

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa

(Lakespra) Saryanto pada bulan Agustus-Oktober 2013.

3.3. POPULASI DAN CARA PENGAMBILAN SAMPEL PENELITIAN

3.3.1. Populasi

Populasi target adalah semua penerbang militer aktif.

Populasi terjangkau adalah penerbang militer yang melakukan pemeriksaan

kesehatan berkala di Lakespra Saryanto pada bulan Agustus-Oktober 2013.

Sampel diambil dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi penelitian.

3.3.2. Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling yaitu semua subyek

yang sedang melaksanakan pemeriksaan kesehatan berkala pada bulan Agustus-

Oktober 2013 di Lakespra Saryantoyang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan

dimasukkan ke dalam penelitian sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi.

3.4. KRITERIA

3.4.1. Kriteria Inklusi

Semua penerbang militer aktif.

Menjalankan tugas sebagai minimal selama enam bulan dengan jenis

pesawat yang sama.

28

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 43: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

29

Universitas Indonesia

3.4.2. Kriteria Eksklusi

Sedang sakit atau dirawat di rumah sakit.

3.5. BESAR SAMPEL

Jumlah sampel minimal yang diperlukan untuk penelitian ini diperoleh

berdasarkan rumus :

N = besar sampel

p = proporsi atau prevalensi

(Peneliti menggunakan prevalensi psikopatologi pada penerbang sipil di

Indonesia pada penelitian sebelumnya yaitu 39,4%)

q = 1-p

Zα = 1,96

d = batas kesalahan yang ditoleransi

(ketepatan relatif yang diinginkan sebesar 10%)

Dari rumus tersebut maka besar sampel dapat dihitung sebagai berikut :

3.6. Perangkat Kerja Dan Cara Pengumpulan Data

3.6.1. Perangkat Kerja/Instrumen

Kuesioner Demografi

Sumber Stres Pilot Airline modifikasi

Symptom Check List 90 (SCL 90)

N = (Zα)2 pq

d2

N = (1,96)2x 39,4 x 60,6

(10)2

N = 91,72 (dibulatkan menjadi 92)

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 44: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

30

Universitas Indonesia

3.6.2. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data didapatkan dengan menggunakan tiga buah kuesioner, yaitu

Kuesioner Demografi yang berisi mengenai berbagai faktor demografik individu

yang dapat mempengaruhi timbulnya stres yang kemudian dapat menimbulkan

psikopatologi, Kuesioner Sumber Stres Pilot Airline, dan Kuesioner Symptom

Check List (SCL 90).

Pengumpulan data dilakukan melalui dua tahap :

Tahap persiapan alat

Tahapan ini dilakukan dengan cara mempersiapkan kuesioner yang sudah

dilakukan pengukuran validasi dan realibilitas. Digunakan Kuesioner Sumber

Stres Pilot Airline dan Kuesioner Symptom Check List (SCL90).

Tahap pengumpulan data

Setelah kuesioner disiapkan kemudian dibagikan kepada responden.

3.6.3. Data Stres Penerbang

Pengumpulan data mengenai stres penerbang dilakukan dengan menggunakan

Kuesioner Sumber Stres Pilot Airline modifikasi oleh Widyahening (2007).

Kuesioner ini terdiri dari 55 pertanyaan, sumber stres dikelompokkan menjadi

lima aspek, yaitu:10

Aspek kondisi kerja. Sumber stres yang termasuk dalam aspek ini adalah

pertanyaan no. 1-19.

Aspek fisik lingkungan kerja. Sumber stres yang termasuk dalam aspek ini

adalah pertanyaan no. 20-27.

Aspek pengembangan karir. Sumber stres yang termasuk dalam aspek ini

adalah pertanyaan no. 28-36.

Aspek organisasi. Sumber stres yang termasuk dalam aspek ini adalah

pertanyaan no. 37-46.

Aspek interpersonal dalam tugas. Sumber stres yang termasuk dalam aspek

ini adalah pertanyaan no. 47-55.

Validitas dan reliabilitas Kuesioner Sumber Stres Pilot Airline modifikaasi cukup

baik dengan koefisien korelasi berkisar antara 0,4105-0,8536 dan nilai alfa untuk

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 45: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

31

Universitas Indonesia

tiap aspek berkisar antara 0,8842-0,9778. Reliabilitas dihitung dengan

memperkirakan konsistensi internal dari item-item yang ada menggunakan

tekhnik Alpha-Chronbach dengan nilai alfa 0,9399. Responden menjawab

pertanyaan dengan skala 1-5 yang dipilih sesuai dengan penghayatannya.

Berdasarkan nilai total, subyek penelitian diklasifikasikan menjadi stres tingkat

rendah (nilai total kurang atau sama dengan 118), sedang (nilai total 119-152),

tinggi (nilai total 153-190), atau sangat tinggi (nilai total 119 atau lebih).10

Kuesioner ini merupakan modifikasi dari Kuesioner Sumber Stres Pilot Airline

yang dikembangkan oleh Thona (1998). Pada kuesioner yang dikembangkan oleh

Thona terdiri dari 96 pertanyaan dengan pilihan jawaban 1-6. Untuk menentukan

sumber stres yang paling tinggi dialami oleh subyek penelitian dilakukan dengan

cara menentukan mean masing-masing aspek. Apabila nilainya diatas nilai mean

atau sama, maka dianggap aspek tersebut merupakan sumber stres penerbang,

namun bila nilainya dibawah nilai mean, maka aspek tersebut dianggap bukan

sebagai sumber stres. 29

3.6.4. Data Gejala Psikopatologi

Gejala psikopatologi diukur dengan menggunakan kuesioner Symptom Check List

90 (SCL 90) yang bersifat self rating questioner yang terdiri dari 90 pertanyaan

dan terbagi dalam sembilan skala dimensi gejala dan satu gejala tambahan yaitu:32

Depresi. Pertanyaan yang termasuk dalam skala depresi adalah no 5, 14, 15,

20, 22, 26, 29, 30, 31, 32, 54, 71, dan 79.

Ansietas. Pertanyaan yang termasuk dalam skala ansietas adalah no 2,17, 23,

33, 39, 57, 72, 78, 80, dan 86.

Obsesif-kompulsif. Pertanyaan yang termasuk dalam skala obsesif kompulsif

adalah no 3, 9, 10, 28, 38, 45, 46, 51, 55, dan 65.

Phobia. Pertanyaan yang termasuk dalam skala phobia adalah no 13, 25, 47,

50, 70, 75, dan 82.

Somatisasi. Pertanyaan yang termasuk dalam skala somatisasi adalah no 1, 4,

12, 27, 40, 42, 48, 49, 52, 53, 56, dan 58.

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 46: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

32

Universitas Indonesia

Sensitifitas interpersonal. Pertanyaan yang termasuk dalam skala sensitivitas

interpersonal adalah no 6, 21, 34, 36, 37, 41, 61, 69, dan 73.

Hostilitas. Pertanyaan yang termasuk dalam skala hostilitas adalah no 11, 24,

63, 67, 74, dan 81.

Paranoid. Pertanyaan yang termasuk dalam skala paranoid adalah no 8, 18,

43, 68, 76, dan 83.

Psikotik. Pertanyaan yang termasuk dalam skala psikotik adalah no 7, 16, 35,

62, 77, 84, 85, 87, 88, dan 90.

Skala tambahan. Pertanyaan yang termasuk dalam skala tambahan adalah no

19, 44, 59, 60, 64, 66, dan 89.

Kuesioner ini memberikan penilaian terhadap berbagai dimensi gejala mental

emosional secara kuantitatif. Responden menjawab pertanyaan ini dengan

memberi nilai untuk setiap pertanyaan dengan skala 0-4 yang dipilih sesuai

dengan gejala yang dialaminya dalam 1 bulan terakhir. Hasil uji validasi di

Indonesia yang dilakukan oleh Herianto didapatkan Cut Off Score SCL-90 sebesar

61 (raw score) dengan sensitivitas dan spesifisitas yang berimbang yang

mendekati 100% yaitu 82,92% dan 83% dengan nilai prediktif positif 80,00% dan

prediksi negatif 84,69%. Uji reliabilitas menunjukkan hasil yang cukup baik

dengan r total=0,67 dan tertinggi 0,94 pada skala depresi.30

3.7. Metode Pengumpulan Data

Peneliti mengajukan lolos uji kaji etik pada Panitia Tetap Etik

Penelitian Kedokteran/Kesehatan FKUI-RSCM.

Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian kepada Lakespra

Saryanto Jakarta.

Peneliti melakukan uji Kuesioner Sumber Stres Pilot Airline dan

instrumen SCL-90 sebelum melakukan penelitian.

Peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada responden yang

melakukan pemeriksaan kesehatan berkala di Lakespra Saryanto Jakarta

pada bulan Agustus-Oktober 2013.

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 47: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

33

Universitas Indonesia

Responden diminta mengisi Kuesioner Demografi, Kuesioner Sumber

Stres Pilot Airline, dan kuesioner SCL-90.

Peneliti mengumpulkan Kuesioner Demografi, Kuesioner Sumber Stres

Pilot Airline, dan kuesioner SCL-90 dan mengolahnya dengan

menggunakan program SPSS.

3.8. IDENTIFIKASI VARIABEL

3.8.1. Variabel tergantung

Tabel 3.1 Variabel tergantung

Variabel Definisi Skala Keterangan

Psikopatologi Gejala psikiatri yang

dirasakan seseorang

akibat adanya stres

Nominal 1. Ada

psikopatologi

2. Tidak ada

psikopatologi

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 48: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

34

Universitas Indonesia

3.8.1. Variabel bebas

Tabel 3.2 Variabel bebas

Variabel Definisi Skala Keterangan

Tingkat stres

penerbang

Tingkatan suatu keadaan

yang mengganggu dan dapat

mempengaruhi fungsi fisik

maupun psikologi yang

normal dari seorang

penerbang yang disebabkan

karena stresor penerbangan

Interval 1. Rendah

2. Sedang

3. Tinggi

4. Sangat tinggi

Sumber stres

penerbang

Stimulus atau kejadian yang

mengharuskan seorang

penerbang beradaptasi

dengan beberapa jalan, baik

secara emosi, fisiologi, atau

perilaku. Sumber stres

berupa psikososial,

lingkungan, fisiologi, dan

kognitif.

Nominal 1. Kondisi kerja

2. Fisik

lingkungan kerja

3. Pengembangan

karir

4. Organisasi

5. Interpersonal

dalam tugas

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 49: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

35

Universitas Indonesia

3.9. KERANGKA KERJA

Persetujuan Etik

Persetujuan pelaksanaan penelitian dari Lakespra Saryanto

Populasi penerbang militer

Hasil Penelitian

Data demografi, stres dan

psikopatologi

Sampel

Kriteria Inklusi:

Penerbang militer aktif

Menjalankan tugas minimal

enam bulan

Kriteria Eksklusi:

Sedang sakit atau dirawat di rumah sakit

Informed consent

Kuesioner demografi, Kuesioner sumber stres pilot

airlines modifikasi, dan SCL 90 Instrumen

Analisis data

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 50: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

36

Universitas Indonesia

3.10. Definisi Operasional

Supaya tidak terjadi makna ganda, maka dibuatlah batasan-batasan. Yang

termasuk didalam definisi operasional adalah:

3.10.1. Stresor Penerbang

Stresor penerbang merupakan suatu stimulus atau kejadian yang mengharuskan

seorang penerbang beradaptasi dengan beberapa jalan, baik secara emosi,

fisiologi, atau perilaku. Stresor penerbangan bisa berupa psikososial, lingkungan,

fisiologi, dan kognitif. 5

Stres penerbang diukur dengan menggunakan Kuesioner

Sumber Stres Pilot Airlines modifikasi.10

3.10.2. Stres Penerbang

Stres penerbang adalah suatu keadaan yang dapat mengganggu dan

mempengaruhi fungsi fisik dan psikologi yang normal seorang penerbang yang

diakibatkan stresor penerbangan.14

Stres penerbang diukur dengan menggunakan

Kuesioner Sumber Stres Pilot Airlines modifikasi.10

3.10.3. Gejala Psikopatologi

Gejala psikopatologi adalah keluhan atau gejala klinis psikiatri yang dirasakan

oleh seseorang, bersifat ringan namun bisa berubah menjadi gangguan psikiatri

yang berat. Gejala ini diantaranya gangguan depresi tanpa gejala psikotik, cemas,

keluhan somatik, sulit konsentrasi dan membuat keputusan, mudah lupa,

insomnia, lelah, mudah marah, dan merasa tidak berguna.8,12

Pengukuran gejala

psikopatologi dengan menggunakan kuesioner SCL-90.30

3.10.4. Umur

Umur ditentukan berdasarkan ulang tahun terakhir yang telah dilalui oleh

responden saat menjawab kuesioner penelitian. Umur dikelompokkan menjadi

kurang dari 30 tahun dan lebih dari 30 tahun.

3.10.6. Pendidikan

Pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti responden. Terdiri atas dua

jenjang yaitu akademi dan sarjana.

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 51: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

37

Universitas Indonesia

3.10.7. Lama Kerja

Lama kerja dihitung berdasarkan tahun pertama kali bertugas sebagai penerbang

militer. Terbagi atas empat kelompok, yaitu kurang dari 5 tahun, 5-10 tahun, 10-

20 tahun, dan lebih dari 20 tahun.

3.10.7. Jam Terbang Total

Jam terbang total dihitung mulai dari responden bertugas sebagai penerbang

militer hingga saat diperiksa. Terdiri atas lima kelompok dengan jumlah jam

terbang kurang dari 1000 jam, 1001-2000 jam, 2001-3000 jam, 3001-4000 jam,

dan lebih dari 4001 jam.

3.10.8. Status kualifikasi profesi

Status kualifikasi profesi pada penerbang transport, intai, dan helikopter

digolongkan menjadi dua yaitu kapten dan kopilot. Status kualifikasi pada

penerbang tempur digolongkan menjadi tiga yaitu wing man dan element reader.

Kualifikasi lainnya adalah transisi yaitu penerbang dalam proses adaptasi dan

instruktur yaitu penerbang yang memiliki kualifikasi untuk melatih seorang

penerbang.

3.10.9. Tipe Pesawat yang Dikemudikan

Tipe pesawat yang dikemudikan adalah pesawat yang dikemudikan oleh

responden selama enam bulan terakhir. Terdapat lima pesawat militer yang

dimiliki :

Pesawat tempur

Pesawat transportasi

Pesawat intai

Pesawat latih

Helikopter

3.11. MANAJEMEN DAN ANALISIS DATA

Langkah-langkah pada tahap analisis data adalah:

a. Pengumpulan lembar kuesioner demografi, sumber stres pilot airline, dan

SCL 90

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 52: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

38

Universitas Indonesia

b. Editing yaitu pemisahan data yang relevan

c. Coding yaitu memberikan kode-kode pada data yang merupakan jawaban dari

responden

d. Rekapitulasi

e. Pengelompokan

f. Tabulasi yaitu pengelompokan jawaban kuesioner dalam suatu tabulasi data

g. Data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi

h. Analisis data dengan uji statistik nonparametrik menggunakan program SPSS

3.12. MASALAH ETIK

Responden diberi penjelasan tentang tujuan penelitian sebelum penelitian

dilakukan. Semua data dan hal yang menyangkut pribadi responden akan dijaga

kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk penelitian.

3.13. ORGANISASI PENELITI

Peneliti : dr. Tara Aseana

Pembimbing I (Penelitian) : dr. Natalia W, Sp.KJ (K)

Pembimbing II (Akademik) : Prof. Dr. dr. R. Irawati I.M, Sp.KJ (K), M.Epid

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 53: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

39

Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan potong lintang

untuk menilai hubungan antara tingkat stres penerbang dan gejala psikopatologi

pada penerbang militer. Penelitian ini telah dilakukan di Lembaga Kesehatan

Penerbangan dan Ruang Angkasa Jakarta selama empat bulan dari bulan Agustus

- November 2013. Selama penelitian tersebut telah berhasil dikumpulkan 107

penerbang militer sebagai subyek penelitian terpilih, yang telah memenuhi kriteria

inklusi sebanyak 103 penerbang. Berikut akan disajikan hasil-hasil penelitian

yang telah dilakukan.

4.1. Gambaran Deskriptif Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Subyek Penelitian

Tabel 4.1 menggambarkan sebaran subyek penelitian menurut umur, pangkat,

kualifikasi profesi, lama kerja, pendidikan terakhir, status perkawinan, jam

terbang total, dan jenis pesawat. Subyek penelitian berusia antara 24-45 tahun

dengan nilai rata-rata 30.57 tahun (SD ± 4.87). Umur subyek penelitian sebagian

besar berusia diatas 30 tahun dengan jumlah 54 subyek (52.4%). Secara berurutan

pangkat subyek penelitian yang terbanyak adalah Letnan Satu berjumlah 30

subyek penelitian (29.1%) disusul dengan pangkat Kapten berjumlah 26 subyek

penelitian (25.2%). Lama kerja subyek penelitian memiliki rentang waktu hampir

sama. Pendidikan formal terakhir yang diikuti oleh subyek penelitian sebagian

besar adalah Diploma yaitu berjumlah 60 subyek penelitian (58.3%). Sebagian

besar subyek penelitian sudah menikah sebesar 68.9% atau 71 subyek penelitian.

Sebagian besar subyek penelitian memiliki jam terbang kurang dari 1000 jam

yaitu 47 subyek penelitian (45.6%). Secara berurutan jenis pesawat yang

diterbangkan adalah pesawat transportasi sebesar 36 subyek penelitian (35%)

disusul oleh pesawat tempur berjumlah 35 subyek penelitian (34%). Sebagian

besar subyek penelitian memiliki kualifikasi instruktur dengan jumlah 40 subyek

penelitian (38.8%).

39

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 54: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

40

Universitas Indonesia

Tabel 4.1 Sebaran subyek penelitian menurut umur, pangkat, lama kerja,

pendidikan terakhir, status perkawinan, jam terbang total, dan jenis

pesawat, dan kualifikasi

Karakteristik Jumlah

(n=103)

Persentase

(%)

Umur

< 30 tahun 49 47.6

≥ 30 tahun 54 52.4*

Pangkat

Letnan Dua 17 16.5

Letnan Satu 30 29.1*

Kapten 26 25.2*

Mayor 20 19.4

Letnan Kolonel 10 9.7

Lama kerja

<5 tahun 33 32

5 – 10 tahun 36 35

>10 tahun 34 33

Pendidikan terakhir

D3 60 58.3*

Sarjana 43 41.7

Status perkawinan

Belum menikah 32 31.1

Menikah 71 68.9*

Jam terbang total

< 1000 jam 47 45.6*

1001-2000 jam 25 24.3

2001-3000 jam 19 18.4

3001-4000 jam 8 7.8

>4001 jam 4 3.9

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 55: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

41

Universitas Indonesia

Tipe pesawat

Tempur 35 34.0*

Transportasi 36 35.0*

Intai 5 4.9

Helikopter 25 24.3

Latih 2 1.9

Kualifikasi profesi

Instruktur 40 38.8*

Wingman 8 7.8

Kapten 13 12.6

Kopilot 23 22.3

Transisi 5 4.9

Element reader 14 13.6

*Nilai tertinggi

4.1.2. Gambaran tingkat stres penerbang dan gejala psikopatologi pada

subyek penelitian.

Sebagian besar subyek penelitian berada pada tingkat stres sedang berjumlah 53

subyek (51.5%). Sebagian besar subyek penelitian tidak mengalami psikopatologi

berjumlah 95 subyek (92.2%).

Tabel 4.2 Tingkat stres penerbang dan psikopatologi pada subyek penelitian

Tingkat stres dan Psikopatologi Jumlah

(n=103)

Persentase

(%)

Tingkat stres

Ringan 26 25.5

Sedang 53 51.5*

Tinggi 24 23.3

Sangat tinggi 0 0

Psikopatologi

Tidak ada psikopatologi 95 92.2*

Ada psikopatologi 8 7.8

*Nilai tertinggi

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 56: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

42

Universitas Indonesia

Kelima aspek yang terdapat dalam sumber stres yang dianggap oleh subyek

penelitian sebagai kondisi yang paling sering mengakibatkan stres dinilai dengan

mencari nilai mean masing-masing aspek. Masing-masing subyek penelitian

dinilai jumlah total masing-masing aspek sumber stres, bila nilainya sesuai

dengan nilai mean atau lebih maka aspek tersebut dianggap sebagai sumber stres,

namun apabila kurang dari nilai mean maka dianggap bukan sumber stres. Dari

kelima aspek besarannya hampir sama dengan jumlah 53 – 54 subyek penelitian

(51.5% - 52.4%). Hal ini terlihat dalam tabel 4.3.

Tabel 4.3 Sumber stres berdasarkan kategori / aspeknya yang dianggap oleh

subyek penelitian sebagai kondisi yang sering mengakibatkan stres

Sumber Stres Mean Jumlah

(n=103)

Persentase

(%)

Kondisi kerja 2.578 Bukan 50 48.5

Ya 53 51.5

Fisik lingkungan kerja 2.375 Bukan 50 48.5

Ya 53 51.5

Pengembangan karir 2.555 Bukan 50 48.5

Ya 53 51.5

Organisasi 2.700 Bukan 50 48.5

Ya 53 51.5

Interpersonal dalam

tugas

2.444 Bukan 49 47.6

Ya 54 52.4

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 57: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

43

Universitas Indonesia

Sepuluh sumber stres yang dianggap oleh subyek penelitian sebagai kondisi yang

paling sering mengakibatkan stres tercantum pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Sepuluh sumber stres terbanyak pada subyek penelitian

No Sumber Stres Penerbang Jumlah

(subyek penelitian)

1. Kesesuaian pendapatan (salary) dengan tanggung jawab

dan risiko pekerjaan

18

2. Paket kesejahteraan kurang memuaskan. 11

3. Keadaan darurat (emergency) dalam penerbangan

(cruising).

10

4. Pemeriksaan kesehatan (Medical examination). 10

5. Pelayanan dalam pemeliharaan dan perawatan pesawat

secara tekhnis yang kurang baik.

10

6. Keadaan alat bantu kemudi yang kurang sempurna

namun masih dapat berfungsi.

9

7. Uji ketrampilan untuk mempertahankan lisensi terbang

(Proficiency check).

9

8. Kondisi pesawat yang kurang baik/prima sebelum

terbang.

8

9. Fase tinggal landas (take-off phase). 8

10. Fase mendarat (landing phase) 7

Subskala gejala psikopatologi yang banyak dialami subyek penelitian dengan

hasil SCL-90 ≥61 tercantum pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Subskala gejala psikopatologi pada subyek penelitian dengan hasil

SCL-90 ≥ 61.

No Subskala gejala psikopatologi Frekuensi

(n=8)

1. Paranoid 4

2. Skala tambahan 2

3. Hostilitas 1

4 Sensitivitas interpersonal 1

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 58: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

44

Universitas Indonesia

4.2. Hubungan Faktor Risiko dan Tingkat Stres Subyek Penelitian

Terhadap Terjadinya Gejala Psikopatologi

Tabel 4.6 Hubungan faktor risiko dan tingkat stres subyek penelitian

terhadap terjadinya gejala psikopatologi

†Digabung saat penghitungan

Hubungan antara pangkat dan terjadinya psikopatologi dianalisis dengan

menggabungkan tingkatan pangkat. Penggabungan itu adalah Letnan Dua, Letnan

Satu, dan Kapten digabung menjadi Perwira Pertama dan Mayor serta Letnan

Kolonel digabung menjadi Perwira Menengah. Sebagian besar subyek penelitian

yang berpangkat mayor mengalami psikopatologi dengan jumlah 4 subyek (20%).

Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pangkat dengan terjadinya

Faktor risiko SCL 90 P RPc (IK 95%)

<61 ≥61

n % n %

Umur

≥30 th 49 90.7 5 9.3 Rujukan

<30 th 46 93.9 3 6.1 0.718 0.639 (0.144-2.827)

Pangkat

Perwira Menengah† 26 86.7 4 13.3 Rujukan

Perwira Pertama† 69 94.5 4 5.5 0.226 0.377 (0.088-1.618)

Lama kerja

>10 th 26 86.7 4 13.3 Rujukan

≤ 10 th† 69 94.5 4 5.5 0.226 0.377 (0.088-1.618)

Pendidikan

Sarjana 54 90.0 6 10.0 Rujukan

Akademik 41 95.3 2 4.7 0.463 0.439 (0.084-2.288)

Status

perkawinan

Belum menikah 32 100 0 0 Rujukan

Menikah 63 86.4 8 11 0.055 -

Jam terbang

> 2000 jam† 26 83.9 5 16.1 Rujukan

≤ 2000 jam† 69 95.8 3 4.2 0.051 0.226 (0.050-1.014)

Tipe pesawat

Rotary wing† 24 96.0 1 4.0 Rujukan

Fix wing† 71 91.0 7 9.0 0.676 2.366 (0.277-20.228)

Kualifikasi

Instruktur 36 90.0 4 10.0 Rujukan

Non instruktur† 59 93.7 4 6.3 0.708 0.610 (0.144-2.592)

Tingkat stres

Ringan –sedang† 75 94.9 4 5.1 Rujukan

Tinggi 20 83.3 4 16.7 0.083 3.750 (0.861-16.327)

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 59: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

45

Universitas Indonesia

psikopatologi dengan nilai p=0.226 ( > 0.05) dan Ratio Prevalence (RP) 2.65 ( IK

95% 0.51-13.92).

Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan terjadinya

psikopatologi dengan nilai p=0.345 (>0.05). Lama kerja dianalisis dengan

menggabungkan lama kerja ≤ 5 tahun dengan 5-10 tahun menjadi ≤ 10 tahun.

Lama kerja > 10 tahun mengalami psikopatologi paling banyak yaitu sebanyak 4

subyek (11.8%). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lama kerja

terhadap psikopatologi dengan nilai p=0.434 (>0.05). Pendidikan formal subyek

penelitian tidak memberikan hubungan yang bermakna terhadap terjadinya

psikopatologi dengan nilai p=0.463 (>0.05) RP 2.28 (IK 95% 0.38-17.30). Tidak

ada hubungan yang bermakna antara status perkawinan dengan munculnya

psikopatologi dengan nilai p = 0.055 (>0.05).

Analisis jam terbang dilakukan dengan penggabungan jam terbang menjadi ≤

2000 jam dan > 2000 jam. Sebagian besar subyek dengan jam terbang 2001-3000

jam mengalami psikopatologi dengan jumlah 4 subyek (21.1%). Tidak ada

hubungan antara jam terbang dengan terjadinya psikopatologi dengan nilai

p=0.051 (> 0.05) RP 4.42 (IK 95% 0.84-25.53).

Analisis tipe pesawat yang diterbangkan oleh subyek penelitian digabungkan

menjadi fix wing ( pesawat tempur, transportasi, latih, dan intai) dan rotary wing

(pesawat helikopter). Tipe pesawat tempur dan transportasi memiliki besaran yang

sama untuk terjadinya psikopatologi yaitu 3 subyek (8.6%). Tidak ada hubungan

yang bermakna antara jenis pesawat dan terjadinya psikopatologi dengan nilai

p=0.675 (> 0.05) RP 2.37 (IK 95% 0.27-53.79).

Analisis kualifikasi subyek penelitian digabungkan menjadi instruktur dan non

instruktur (kapten, wingman, kopilot, element reader, dan transisi). Tidak ada

hubungan yang bermakna antara kualifikasi subyek penelitian dengan terjadinya

psikopatologi dengan nilai p=0.436 (>0.05) RP 2.04 (IK 95% 0.36–12.35).

Tingkat stres penerbang dibagi menjadi ringan, sedang, berat, dan sangat berat.

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 60: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

46

Universitas Indonesia

Analisis tingkat stres penerbang digabung menjadi berat dan ringan sedang. Tidak

ada hubungan antara tingkat stres penerbang dengan terjadinya psikopatologi

dengan nilai p=0.083 (> 0.05) RP 3.75 (IK 95% 0.70-20.09).

4.3. Hubungan Sumber Stres Berdasarkan Aspek Terhadap Terjadinya

Gejala Psikopatologi pada Subyek Penelitian

Aspek sumber stres tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap terjadinya

gejala psikopatologi pada subyek penelitian dengan hasil p masing-masing

variabel lebih dari 0.05.

Tabel 4.7 Hubungan aspek sumber stres terhadap terjadinya gejala

psikopatologi pada subyek penelitian

Aspek sumber stres SCL 90 Nilai p RPc (IK 95%)

<61 ≥61

n % n %

Kondisi kerja

Bukan 49 98 1 3.9 Rujukan

Ya 46 86.8 7 13.2 0.061 7.457 (0.883-62.970)

Fisik lingkungan

kerja

Bukan 48 96.0 2 4.0 Rujukan

Ya 47 88.7 6 11.3 0.271 3.064 (0.588-15.954)

Pengembangan

karir

Bukan 49 98.0 1 2.0 Rujukan

Ya 46 86.8 7 13.2 0.061 7.457 (0.883-62.970)

Organisasi

Bukan 50 100 0 0 Rujukan

Ya 45 84.9 8 15.1 0.006 -

Interpersonal

dalam tugas

Bukan 47 95.9 2 4.1 Rujukan

Ya 48 88.9 6 11.1 0.274 2.938 (0.564-15.297)

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 61: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

47

Universitas Indonesia

BAB 5

BAHASAN

5.1. Gejala Psikopatologi Subyek Penelitian

Pengukuran gejala psikopatologi dilakukan dengan menggunakan instrumen SCL-

90 dan didapatkan 7.8% subyek penelitian mengalami gejala psikopatologi.

Penelitian Otto J membandingkan jumlah United State Air Force (USAF)

remotely piloted aircraft (RPA) dengan USAF manned aircraft (MA) yang

mendapatkan tugas di Irak dan Afghanistan yang mengalami masalah dengan

kesehatan jiwa. Penelitian ini menunjukkan 8.2% (n=58) RPA dan 6% (n=313)

MA mengalami masalah dengan kesehatan jiwa.3 Penelitian yang dilakukan oleh

Feijo (2012) terhadap penerbang sipil di Brasil menghasilkan prevalensi

penerbang yang mengalami gejala psikopatologi sebesar 6.7%. Penelitian ini

menggunakan kuesioner SRQ 20 untuk menilai psikopatologi dengan cutoff point

8.8 Penelitian yang dilakukan oleh Widyahening (2007) menghasilkan prevalensi

penerbang sipil di Indonesia sebesar 39.4% yang mengalami gejala psikopatologi.

Penelitian ini menggunakan instrumen SCL-90 dengan cutoff point 61.10

Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi gejala psikopatologi pada penerbang

militer hampir sama dengan prevalensi penerbang USAF. Penelitian yang

dilakukan oleh Otto J terhadap penerbang USAF menyatakan bahwa rendahnya

prevalensi penerbang USAF yang mengalami masalah kesehatan jiwa karena

penerbang USAF memiliki kognitif yang tinggi, dapat melewati test fisik dan

kesehatan, adanya pemeriksaan psikologi yang standar, dan pengecekan masalah

hukum dan kebiasaannya, dan adanya program latihan penerbangan. dokter

skadron mengevaluasi kemampuan seorang penerbang termasuk masalah emosi

dan kebiasaannya.3

Subyek penelitian melewati beberapa test sebelum menjadi

penerbang militer, diantaranya test kesehatan, psikologi, dan test terbang. Selama

menjalani tugas sebagai penerbang, subyek penelitian selalu dilatih ketrampilan

terbangnya dan adanya pemeriksaan kesehatan secara rutin setahun sekali.

Masalah kesehatan dan emosi dievaluasi oleh dokter skadron.

47

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 62: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

48

Universitas Indonesia

Prevalensi gejala psikopatologi penerbang militer di Indonesia lebih kecil

dibandingkan prevalensi gejala psikopatologi penerbang sipil di Indonesia. Hal ini

disebabkan karena karakter dari kedua populasi ini berbeda. Penerbang militer

harus memiliki karakter kepribadian yang kuat saat menghadapi lingkungan yang

penuh dengan tekanan. Hal ini terlihat saat awal dilakukan tes menjadi penerbang

militer. Seorang calon penerbang dilihat ketrampilan terbang dan kemampuannya

beradaptasi dengan lingkungan ketinggian. Saat menjalankan tugas sebagai

penerbang aktif, seorang penerbang hidup dalam lingkungan yang penuh tekanan

baik dalam penerbangan maupun di darat dengan tujuan melatih penerbang selalu

siap menghadapi situasi yang berat sehingga dia dapat mempertahankan

ketrampilan terbangnya. Gejala psikopatologi yang muncul yang diakibatkan stres

yang tinggi berhubungan dengan ciri kepribadian, mekanisme adaptasi, dan

kognitif seseorang dalam menghadapi stresor, namun faktor tersebut tidak diteliti

di penelitian ini.

Dari delapan subyek penelitian yang mengalami gejala psikopatologi, gejala

psikopatologi terbanyak adalah paranoid. Cara seseorang menghadapi masalah

dipengaruhi oleh karakternya. Penerbang militer selalu di latih agar selalu

waspada terhadap adanya musuh yang akan membahayakan negara. Sikap selalu

waspada ini menetap pada diri seorang penerbang militer. Meskipun gejala

paranoid ini bukan suatu gangguan melainkan suatu gejala, namu perlu dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut karena sudah memiliki risiko menjadi gangguan.20,21,22

5.2. Stres Subyek Penelitian

Stres penerbang diukur dengan dua cara yaitu tingkat stres dan sumber stres.

5.2.1. Tingkat stres subyek penelitian

Penerbang militer bekerja pada lingkungan yang memiliki potensi sebagai stresor.

Stresor didapatkan bukan hanya dari lingkungan pekerjaan melainkan dari faktor

psikososial. Stresor bisa menyebabkan stres pada seseorang tergantung kognitif,

kepribadian, dan mekanisme adaptasi seseorang menghadapi stresor tersebut.

Penerbang militer telah dilatih baik secara fisik maupun mental untuk menghadapi

stresor yang dapat menimpa seorang penerbang. Tingkat stres penerbang diukur

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 63: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

49

Universitas Indonesia

dengan menggunakan kuesioner Sumber Stres Pilot Airline yang telah

dimodifikasi.

Sebagian besar subyek penelitian mengalami stres sedang (51.5%) disusul dengan

stres ringan (25.5%) lalu stres berat (23.3%). Tidak ada subyek penelitian yang

mengalami stres sangat berat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Ahmadi tahun 2007 terhadap penerbang militer Angkatan Udara Iran yang

sebagian besar mengalami stres sedang sebesar 48.3% disusul dengan stres ringan

33.7%, stres sangat ringan 4.5%. Tidak ada penerbang yang mengalami stres

sangat berat.2 Cambell dalam tulisannya mengatakan bahwa penerbang militer

meskipun hidup dalam lingkungan yang tinggi tingkat stresnya namun tidak

menyebabkan stres karena sebagian besar dari mereka menggunakan mekanisme

adaptasi fokus pada penyelesaian masalah dan menekan emosinya saat

menghadapi masalah. Dengan mekanisme adaptasi ini stresor berat yang dihadapi

seorang penerbang militer bisa diatasinya sehingga tidak menyebabkan stres dan

dapat mempertahankan kinerja kerjanya.31

5.2.2. Sumber stres subyek penelitian

Jenis sumber yang dianggap paling menimbulkan stres bagi subyek penelitian

dilakukan dengan cara melihat aspek yang dianggap paling menimbulkan stres

oleh masing-masing subyek penelitian. Aspek kondisi kerja, fisik lingkungan

kerja, pengembangan karir, organisasi dan interpersonal dalam tugas dianggap

oleh subyek penelitian sebagai sumber stres dengan jumlah subyek penelitian

yang hampir sama. Subyek penelitian terbanyak menganggap aspek interpersonal

dalam tugas merupakan sumber stres dengan jumlah subyek penelitian 54 subyek

penelitian (52.4%) dan aspek yang lain masing-masing sebanyak 53 subyek

penelitian (51.5%).

Sumber stres yang dianggap oleh subyek penelitian sebagai kondisi yang sering

mengakibatkan stres yang terbanyak adalah kesesuaian pendapatan dengan

tanggung jawab dan risiko pekerjaan. Terdapat 18 subyek penelitian menganggap

aspek ini bisa menyebabkan stres disusul dengan paket kesejahteraan kurang

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 64: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

50

Universitas Indonesia

memuaskan sebanyak 11 subyek. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi

tahun 2007 terhadap penerbang militer Angkatan Udara Iran memperlihatkan

bahwa sumber stres tertinggi pada penerbang Angkatan Udara Iran adalah stres

kehidupan dan stres organisasi. Stres kehidupan seperti hubungan dengan istri,

komunikasi dengan anak, hubungan dengan orang lain, manajemen keuangan

keluarga, konflik keluarga dapat memberikan pengaruh untuk membuat stres yang

berat dan memberikan dampak yang besar pada kepuasan kerja.2

Sebagian besar subyek penelitian berusia di usia dewasa (30 tahun). Teori Erick

Erickson tentang perkembangan psikososial usia ini berada pada tahap intimacy vs

isolation. Pada tahap ini sesorang membangun hubungan yang dekat dan siap

berkomitmen hidup bersama dengan orang lain. Mereka yang berhasil pada tahap

ini akan mengembangkan dan mempertahankan hubungan dengan komitmen

tersebut.15

Hal ini yang dapat menjelaskan tentang kesesuaian pendapatan dengan

tanggung jawab dan risiko pekerjaan dan paket kesejahteraan kurang memuaskan

menempati stresor tertinggi yang dialami subyek penelitian. Sebagian besar dari

subyek penelitian sudah menikah serta memiliki istri dan anak. Apabila

pendapatan seorang penerbang dianggap tidak dapat mencukupi kebutuhan

keluarganya bisa menjadi potensi sebagai stresor bagi kehidupan profesionalnya

sebagai penerbang. Penelitian yang dilakukan terhadap penerbang helikopter

untuk mengawasi pantai di USA tahun 2000 menemukan bahwa masalah di

rumah meningkatkan stres pekerjaan bagi penerbang.32

Pemeriksaan kesehatan dan uji ketrampilan untuk mempertahankan lisensi terbang

juga merupakan stresor yang tinggi bagi subyek penelitian. Setahun sekali

penerbang militer menjalani pemeriksaan kesehatan di Lakespra Jakarta. Apabila

ada hasil pemeriksaan yang tidak memungkinkan mereka untuk terbang maka

akan dibuat surat perintah larangan terbang untuk sementara. Mereka harus

berkonsultasi dengan dokter militer dan menjalani terapi hingga mereka

dinyatakan layak untuk terbang. Waktu yang diperlukan untuk menjalani terapi

oleh seorang penerbang tergantung pada masalah medis yang dialaminya.

Misalnya pada saat seorang penerbang dilarang terbang karena masalah berat

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 65: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

51

Universitas Indonesia

badan yang berlebih, maka dia harus menjalai terapi untuk menurunkan berat

badannya. Hal ini bisa membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan berat

badan yang ditentukan. Apabila mereka tidak terbang maka pengembangan

karirnya dapat terhambat. Pengembangan karir yang tidak jelas atau tertunda

merupakan stresor bagi seorang penerbang.

Stresor lainnya adalah masalah kondisi dalam pekerjaan tersebut, diantaranya

keadaan darurat dalam penerbangan, kondisi pesawat yang kurang baik/prima

sebelum terbang, fase tinggal landas dan fase mendarat. Keadaan darurat

penerbangan adalah keadaan yang memiliki potensi keberbahayaan. Kondisi

pesawat yang kurang baik/prima sebelum terbang memiliki potensi untuk

munculnya keadaan darurat. Kedua kondisi ini bisa memunculkan stres bagi

seseorang. Fase tinggal landas dan fase mendarat merupakan salah satu stresor

yang dapat membuat stres berat. Hal ini sesuai dengan suatu pengamatan terhadap

hubungan kecelakaan terbang dengan fase penerbangan. Kecelakaan sering terjadi

selama fase approaches dan landing. Fase landing merupakan fase yang beban

kerja dan kelelahannya adalah maksimal dan disusul dengan fase tinggal

landas.13,17

Masalah di organisasi yang dapat menyebabkan stres bagi penerbang adalah

pelayanan dalam pemeliharaan dan perawatan pesawat secara tekhnis yang kurang

baik. Perawatan dan pemeliharaan pesawat militer telah dicantumkan dalam buku

petunjuk pemeliharaan. Pemeliharaan pesawat yang tercantum dalam buku dapat

segera dilakukan, namun ada beberapa kasus yang tidak tercantum dalam buku

petunjuk. Hal ini memerlukan waktu yang cukup bermakna untuk memperoleh

solusinya. Permasalahan kesiapan operasi udara terutama satuan yang jauh dari

pangkalan induk adalah menunggu bantuan dari pusat menjadikan kesiapan

operasi udara lebih lama.33

Pada penelitian yang dilakukan oleh Fazzry yang

menyatakan sering terjadi keterlambatan kesiapan pesawat di salah satu skadron

di Indonesia setelah melaksanakan inspeksi secara periode, sehingga dapat

mempengaruhi kesiapan jumlah pesawat tiap bulannya.34

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 66: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

52

Universitas Indonesia

Kondisi fisik di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan stres adalah keadaan

alat bantu kemudi yang kurang sempurna namun masih dapat berfungsi. Alat

bantu kemudi yang kurang sempurna namun masih bisa berfungsi memiliki

potensi untuk masuk dalam situasi emergency penerbangan. Hal ini menyebabkan

tingkat stres meningkat.

5.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Psikopatologi

5.3.1. Stres penerbang

Dari tinjauan pustaka telah dijelaskan bahwa seseorang yang mengalami stres

tinggi memiliki risiko yang tinggi muncul gejala psikopatologi. Pada penelitian ini

tidak ditemukan adanya hubungan stres yang tinggi dengan munculnya gejala

psikopatologi pada subyek penelitian (p 0.083). Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Otto terhadap penerbang USAF. Meskipun penelitian yang

dilakukan Otto tidak meneliti hubungan antara stres yang tinggi dengan

munculnya gejala psikopatologi, namun penelitian ini dilakukan kepada

penerbang drones USAF yang bertugas di daerah konflik di Irak dan Afganistan.

Subyek pada penelitian dilaporkan memiliki tingkat stres yang tinggi dan

mengalami kejenuhan.3

Hasil penelitian menunjukkan prevalensi penerbang USAF yang mengalami

masalah dengan kesehatan jiwa rendah. Prevalensi yang rendah pada penerbang

drones USAF dikarenakan subyek penelitian memiliki kognitif yang tinggi, dapat

melewati test fisik dan kesehatan, adanya pemeriksaan psikologi yang standar,

dan pengecekan masalah hukum dan kebiasaannya, dan adanya program latihan

penerbangan. Dokter skadron mengevaluasi kemampuan seorang penerbang

termasuk masalah emosi dan kebiasaannya.3

Penelitian yang dilakukan oleh Lollis terhadap penerbang dan navigator militer di

USAF tahun 2009. Hasil penelitian ini adalah prevalensi penerbang dan navigator

USAF yang mengalami gangguan depresi mayor sebesar 0.06%. Data didapatkan

dari database dari The Air Force Researc Laboratory Institutional Review Board,

Wright-Petterson Air Force Base. Didapatkan 17.781 data dengan 51 kasus

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 67: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

53

Universitas Indonesia

gangguan depresi mayor (8 kasus episode berulang dan 43 kasus episode tunggal).

Semua kasus yang berulang mendapatkan diskualifikasi terbang dan kasus

episode tunggal mendapatkan waiver terbang. Prevalensi ini lebih rendah daripada

prevalensi gangguan depresi mayor dengan populasi umum (6.7%), populasi

eksekutif (2.8%), dan populasi profesional (4.1%) di Amerika.35

Hal ini disebabkan karena adanya proses seleksi yang sangat selektif dan adanya

program latihan yang selalu dilakukan oleh penerbang. Pada proses seleksi

seorang penerbang harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi, menyukai

petualangan, orientasi akan kesuksesan, berambisi, fokus pada tugas, bisa bekerja

sendiri meskipun dalam pekerjaannya merupakan suatu tim, menghindari

instrospeksi emosi, kognitif tinggi, menyukai aktifitas yang agresif, memiliki

motivasi yang tinggi untuk terbang. Seorang bisa menjadi penerbang yang handal

bila dia memiliki ketrampilan memimpin, bekomunikasi, kemampuan mengambil

keputusan, berorganisasi dan merencanakan, menganalisis, empati, kedewasaan

emosi, motivasi, dan energi.35

Subyek penelitian pada penelitian ini berdasarkan tinjauan pustaka adalah

sekelompok orang yang sudah terbiasa hidup dalam lingkungan yang penuh

tekanan baik di darat maupun di penerbangan. Lingkungan penuh tekanan ini

bertujuan untuk melatih subyek penelitian terbiasa menghadapi situasi yang berat

namun mereka dapat mempertahankan ketrampilan terbangnya. Subyek penelitian

sebelum menjadi penerbang militer harus menjalani beberapa test diantaranya test

kesehatan, psikologi, dan terbang. Jadi untuk menjadi seorang penerbang harus

memiliki kognitif yang tinggi, dapat melewati test fisik dan kesehatan, dan dapat

terbang dengan stresor yang tinggi. Mereka juga selalu melakukan program

latihan terbang dan ada dokter skadron yang selalu mengevaluasi masalah

kesehatan dan emosi seorang penerbang.

5.3.2. Umur, pangkat, lama kerja, dan kualifikasi profesi

Umur, pangkat, dan kualifikasi profesi tidak memberikan hubungan terhadap

munculnya psikopatologi. Penelitian ini menunjukkan sebagian besar subyek

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 68: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

54

Universitas Indonesia

penelitian yang berpangkat Mayor yang mengalami psikopatologi dengan jumlah

4 subyek (50%) disusul dengan Letnan Satu berjumlah 2 (25%) subyek dan

Kapten 2 subyek (25%). Pada tahap pangkat Mayor ini subyek penelitian masih

aktif terbang namun tidak semua subyek memiliki jabatan di skadron. Pada tahap

ini subyek penelitian disiapkan untuk menjadi Komandan Skadron. Komandan

Skadron dipilih satu dari tiap angkatan. Ada beberapa kognitif yang khas yang

dapat dijumpai pada seorang penerbang, seperti must and should, choice and no

choice, gagal fokus pada here and now, maka apabila kenyataan tidak sesuai

dengan harapan maka seseorang berpotensi mengalami gejala psikopatologi.

Penelitian ini tidak meneliti tentang kognitif penerbang sehingga perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut.

Dari keempat mayor yang muncul gejala psikopatologi, keempatnya berusia lebih

dari 30 tahun dan memiliki kualifikasi profesi instruktur. Dari hasil penelitian

subyek penelitian berusia lebih dari 30 tahun sebagian besar mengalami gejala

psikopatologi yaitu berjumlah 5 subyek penelitian (62.5%) dan sebagian besar

memiliki kualifikasi instruktur sebanyak 4 subyek penelitian (50%) disusul

dengan kapten berjumlah 2 subyek penelitian (25%) dan kopilot dan wingman

berjumlah masing-masing 1 subyek penelitian (12.5%).

5.3.3. Pendidikan terakhir

Pendidikan tidak berhubungan dengan munculnya gejala psikopatologi. Subyek

penelitian mendapatkan pendidikan akademi yang sama yaitu Akademi Militer

selama tiga tahun dan dilanjutkan dengan sekolah penerbangan selama dua tahun.

Pendidikan formal lanjutan yang diikuti oleh subyek penelitian tidak berhubungan

dengan pendidikan terbangnya.

5.3.4. Jam terbang total

Penelitian yang dilakukan oleh Chappelle terhadap penerbang drones USAF

menunjukkan penerbang yang memiliki jam terbang lebih dari 50 jam perminggu

dan bekerja lebih dari 24 minggu memiliki risiko lebih tinggi mengalami post

traumatic stress disorder.38

Penelitian yang dilakukan oleh Feijo terhadap

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 69: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

55

Universitas Indonesia

penerbang sipil di Brazil menemukan risiko munculnya gejala psikopatologi pada

penerbang diakibatkan karena beban kerja yang tinggi dan olah raga yang tidak

teratur. Beban kerja yang tinggi dinilai berdasarkan total jam terbang per bulan.8

Jam terbang pada penelitian ini adalah jam terbang total yang ditempuh subyek

penelitian mulai saat menjalankan tugas terbang hingga saat dilakukan penelitian.

Seperti yang telah dijelaskan di tinjauan pustaka bahwa jam terbang yang

ditempuh oleh subyek penelitian berhubungan dengan kesiapan pesawat, kesiapan

diri dari penerbang, dan misi yang dijalankan. Hal ini menyebabkan karakteristik

jam terbang subyek penelitian ini berbeda-beda pada tiap skadron. Jam terbang

maksimal seorang penerbang militer adalah 8 jam perhari. Apabila negara

membutuhkan jam terbang lebih dari 8 jam perhari misalnya dalam rangka misi

kemanusiaan saat bencana alam, maka akan diberlakukan double crew sehingga

jam terbang tidak melebihi 8 jam perhari.

Pada penelitian ini tidak tergambar beban kerja subyek penelitian meningkat

akibat jam terbang yang tinggi. Semakin tinggi jam terbang seorang penerbang

semakin dia mengenal karakteristik pesawat yang diterbangkannya. Dia semakin

tahu tindakan atau keputusan yang akan diambilnya dengan risiko yang akan

dihadapinya. Hal ini dapat membuat seorang penerbang semakin berhati-hati

terhadap tindakan dan keputusan yang akan diambilnya. Sikap semakin berhati-

hati pada penerbang bukan suatu gejala psikopatologi melainkan suatu sikap

antisipasi penerbang terhadap situasi yang mungkin bisa terjadi.

5.3.5. Tipe pesawat

Jenis pesawat tidak ada hubungannya dengan terjadinya gejala psikopatologi.

Subyek penelitian dengan tipe pesawat tempur dan transportasi merupakan subyek

penelitian yang banyak mengalami gejala psikopatologi, yaitu masing-masing

sebesar 3 subyek penelitian disusul dengan intai dan helikopter yang masing-

masing sebesar 1 subyek penelitian. Berdasarkan karakteristik pesawat, pesawat

tempur dan transportasi merupakan pesawat yang lebih stabil daripada pesawat

helikopter. Namun masing-masing pesawat memiliki tugas yang berbeda-beda.

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 70: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

56

Universitas Indonesia

Salah satu tugas pesawat tempur adalah mengawasi dan menyerang bila ada

musuh yang membahayakan negara. Tugas ini membutuhkan keputusan yang

tepat saat akan melakukan penyerangan. Tugas pesawat transportasi diantaranya

adalah pengawasan wilayah negara Indonesia terhadap ancaman dari luar, bantuan

kemanusiaan bila ada bencana, dan mendukung penerjunan pasukan.

5.4. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari adanya beberapa keterbatasan pada penelitian ini, diantaranya:

Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, sehingga hanya diketahui

hubungan antara tingkat stres dan gejala psikopatologi tanpa mengetahui

penyebabnya.

Hasil jumlah subyek penelitian yang mengalami psikopatologi jumlahnya

sedikit (8 subyek penelitian) sehingga saat dilakukan analisis hasilnya tidak

seimbang antara subyek penelitian yang tidak mengalami gejala psikopatologi

dan yang mengalami gejala psikopatologi.

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa self report sehingga

diperlukan kejujuran dari subyek peneliti.

Penelitian ini tidak meneliti faktor-faktor lain yang berhubungan dengan

munculnya psikopatologi, diantaranya ciri kepribadian, mekanisme adaptasi,

dan kognitif subyek penelitian.

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 71: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

57

Universitas Indonesia

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. SIMPULAN

6.1.1. Prevalensi gejala psikopatologi yang terjadi pada penerbang militer sebesar

7.8%. Prevalensi ini hampir sama dengan prevalensi gangguan mental pada

USAF RPA sebesar 8.2% dan USAF MA sebesar 6%, namun lebih rendah

daripada prevalensi gejala psikopatologi yang terjadi pada penerbang sipil

di Indonesia yaitu sebesar 39.4%.

6.1.2. Sebagian besar penerbang militer mengalami stres sedang (51.5%) saat

menghadapi stresor penerbangan. Jenis stresor yang dianggap paling

menimbulkan stres adalah kesesuain pendapatan dengan tanggung jawab

dan risiko pekerjaan dan disusul dengan paket kesejahteraan kurang

memuaskan.

6.1.3. Stres penerbang tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan

munculnya gejala psikopatologi pada penerbang militer. Hal ini terlihat

pada analisis bivariat didapatkan hasil p=0.083 (>0.05).

6.1.3. Tidak ada faktor-faktor lain yang menunjukkan adanya hubungan yang

bermakna terhadap munculnya gejala psikopatologi yang diperlihatkan

dengan adanya nilai p dari semua faktor lebih dari 0.05.

6.2. SARAN

6.2.1. Terdapat 7.8% subyek penelitian (n=103) yang mengalami gejala

psikopatologi. Gejala psikopatologi yang dialami oleh subyek penelitian

perlu dilakukan tatalaksana yang tepat guna mencegah berkembangnya

gejala psikopatologi menjadi gangguan psikopatologi.

6.2.2. Peran dokter skadron dalam mengawasi penerbang militer sangat besar,

bukan hanya dari segi fisik namun juga mental dan emosi. Perlu dilakukan

57

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 72: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

58

Universitas Indonesia

pelatihan kepada dokter skadron dalam mendeteksi dini terjadinya gejala

psikopatologi pada penerbang militer. Kuesioner SCL 90 dapat digunakan

dokter skadron sebagai skrining penerbang militer yang memiliki indikasi

mengalami gejala psikopatologi. Bila ditemukan gejala psikopatologi pada

penerbang dapat dilakukan tatalaksana oleh dokter skadron. Apabila kasus

tersebut tidak bisa diatasi oleh dokter skadron maka dokter skadron dapat

merujuk ke psikiater militer.

6.2.3. Subyek penelitian menjalani tes terlebih dahulu sebelum menjadi

penerbang. Selama menjalani tugas sebagai penerbang dilakukan program

latihan dan kesehatan fisik dan mental dimonitor oleh seorang skadron.

Hal-hal tersebut dapat dipertahankan untuk menghasilkan seorang

penerbang yang dapat bertahan terhadap stresor dan dapat mempertahankan

ketrampilan terbangnya.

6.2.4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor lain

yang dapat menyebabkan munculnya gejala psikopatologi seperti faktor

kepribadian, kognitif, dan mekanisme adaptasi yang digunakan oleh subyek

penelitian. Penelitian ini menggunakan kuesioner self report yang memiliki

banyak faktor bias, perlu dilakukakan wawancara terhadap subyek

penelitian untuk mendukung hasil yang didapatkan.

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 73: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

59

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

1. Davis J, Johson R, Stepanek J. Fundamentals of aerospace medicine. 4th

edition. Lippincott Williams and Wilkins, 2006.

2. Ahmadi K, Aliresa K. Stress and job satisfaction among Air Force military

pilots. Journal of Science 3 (3) : 159 – 163. 2007.

3. Otto J, Webber M. Mental health diagnose and counseling among pilots of

remotely piloted aircraft in the United States Air Force. Medical

Surveillance Monthly Report. Vol 20 No 3. March 2013

4. Bor R, Hubbard T. Aviation mental health. Psychological implications for

air transportation. Ashgate publishing limited. 2006.

5. Grice R, Katz L. Personality profiles of US Army initial entry rotary wing

students versus career aviators. Technical report 1208. United State Army

Research Institute for the Behavioral and Social Sciences. September 2007.

6. Grice R, Katz L. Personality profiles of experienced US Army aviators

across mission platfors. Technical report 1185. United State Army Research

Institute for the Behavioral and Sciences. September 2006.

7. Paulding T, Chappele W, Patterson J. United States Air Force School of

Aerospace Medicine. USAF Flight Surgeon Survey : Aircrew mental health

refferals and satisfaction with local mental health providers response. USAF

School of Aerospace Medicine. Aerospace Medicine Department Clinical

sciences Division. 2008.

8. Feijo D, Luiz R, Camara V. Common mental disorders among civil aviation

pilots. Aviat Space Environ Med 2012 ; 83 : 509 - 13.

9. Nature, types, and sources of stress. Di unduh di

http://www.onestopias.com/tutorials/psychology/stress pada hari Selasa, 13

November 2012 pk 11.00 WIB.

10. Widyahening I. High level of work stressors increase the risk of mental

emotional disturbances among airline pilots. Med J. Indones vol 16, No 2,

April – June 2007; 16 : 117-21.

11. Rainford D, Gradwel D. Ernsting’s aviation medicine. 4th

edition. Hooder

education. 2006.

58

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 74: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

60

Universitas Indonesia

12. Aeromedical training for flight personnel. Field manual No 3 – 04.301 (1-

301). Headquarters Department of the Army Washington, DC. 29

September 2000.

13. What is stress and how stress relate to. Diunduh di

http://aviationknowledge.wikidot.com/aviation:stress pada hari Sabtu, 10

November 2012 pk 15.00 WIB

14. Accumulated stress presents range of health risks. FSF Editorial Staff.

Flight Safety Foundation Human Factors and Aviation Medicine vol 53 No

1. January – February 2006.

15. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry.

Behavioral sciences clinical psychiatry. 10th

edition. Lippincott Williams

and Wilkins. 2007.

16. Stahl SM. Stahl essential psychoparmacology neuroscientific basis and

practical applications. 3rd

edition. Cambridge University Press. 2008.

17. Human factors and pilot error. Langley Flying School. Student Reading

Reference. Diunduh di www.langleyflyingschool.com/pages/Human Factor

- Pilot Error.html pada hari Selasa, 13 November 2012 pk 11.00 WIB.

18. Young J. The effect of life stress on pilot performance. National aeronautics

and Space Administration. Ames Research Center Moffet Field, California.

December 2008.

19. How does stress affect performance? Diunduh di

http://www.lesstress.nett/stress-affect-performance.htm pada hari Sabtu, 10

November 2012 pk 16.30 WIB.

20. Ganesh A, Joseph C. Personality studies in arcrew : An Overview. Review

article. Ind. J. Aerospace Med 49 (1) : 54 – 62. 2005.

21. Dillinger T. The Aviator personality. Flying Safety 56. June 2000.

22. Causse M, Dehais F, Pator J. Executive functions and pilot characteristics

predict flight simulator performance in general aviation pilots. The

International journal of aviation psychology, 21(3), 115-123. 2011.

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 75: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

61

Universitas Indonesia

23. Chapter 17. Aeronautical decision making. Diunduh hari Rabu, 30 Januari

2013 pk 15.00 di

www.faa.gov/library/manuals/aviation/pilot_handbook/media/phak-chapter

17.pdf

24. Kirschner J. The Stress coping skills of undergraduate collegiate aviators.

Thesis. Purdue University. 4-12-2012.

25. Tugas TNI Angkatan Udara. Diunduh dari http://tni-au-mil-id/content/tugas

pada hari Minggu, 25 November 2012 pk 21.00 WIB.

26. Hailuki MA. Inilah daftar lengkap Skuadron Udara TNI AU.

INILAH.COM. 16 Februari 2011. Diunduh di

http://nasional.inilah.com/read/detail pada Minggu, 25 November 2012 pk

21.00 WIB.

27. Penyempurnaan pokok-pokok organisasi dan prosedur Lembaga Kesehatan

Penerbangan dan Ruang Angkasa “Saryanto” (Lakespra Saryanto).

Peraturan Kepala Staf Angkatan Udara Nomor: Perkasau/26/VIII/2007.

28. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi

ketiga. CV Sagung Seto. 2008.

29. Thona LS. Sumber stres pilot airline. Skripsi. Fakultas Psikologi.

Universitas Indonesia. Juli 1998.

30. Herianto M. Penentuan T.Score standar normal instrumen psiko metrik

SCL. 90 dan uji coba 1994. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia Departemen Psikiatri. Jakarta. 1994.

31. Campbell J, O’Connor P. Coping with stress in military aviation: A review

of the research. Human Performance Enhacements in High-Risk

Environments: Insight Developments and Future Directions from Military

Research. pp 169-188. 2010.

32. FSF editorial Staff. Accumulated stress presents range of health risks.

Human Factor and Aviation Medicine. January 2006.

33. Sumari A, Wuryandari A. Konsep desain dan implementasi sistem

pemeliharaan alat utama sistem persenjataan udara berbasis kecerdasan.

Angkasa Cendikia. Dinas Penerangan Angkatan Udara. Juli 2008.

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 76: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

62

Universitas Indonesia

34. Fazzry B. Implementasi manajemen pemeliharaan untuk meningkatkan

kesiapan pesawat C-212-200 di Skuadron Udara 4. Laporan Penelitian.

Jurusan Teknik Mesin Universitas Gajayana Malang. 2009.

35. Lollis B, Marsh R, Sowin T, Thompson W. Major Depressive Disorder in

military aviators: A retrospective study of prevalence. Aviation, Space, and

Environmental Medicine. Vol 80, no 8. August 2009.

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 77: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

63

Universitas Indonesia

Lampiran 1

PENGANTAR

Responden Yth.

Saya adalah mahasiswa semester enam pada Program Spesialis Kesehatan

Jiwa Universitas Indonesia yang saat ini sedang mengadakan penelitian ilmiah

untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Spesialis Kesehatan Jiwa.

Penelitian yang saya lakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat stres,

sumber–sumber stres, dan gambaran psikopatologi pada penerbang TNIAU.

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk pencegahan dan tatalaksana yang akan

diberikan apabila penerbang mengalami psikopatologi akibat stresor. Untuk itu

saya mohon kesediaan anda untuk meluangkan sedikit waktu anda untuk mengisi

daftar pertanyaan yang telah saya lampirkan.

Pemilihan anda sebagai salah seorang responden penelitian semata – mata

karena faktor kebetulan dan walaupun pada daftar pertanyaan tercakup pula

identitas pribadi, semua jawaban dijamin kerahasiaannya dan hanya akan

digunakan untuk keperluan penelitian ini saja.

Kuesioner ini dilengkapi dengan petunjuk pengisian. Perlu anda ketahui

tidak ada jawaban yang benar atau salah. Semua tergantung pada pengalaman dan

penghayatan pribadi masing – masing. Oleh karena itu anda sangat diharapkan

untuk memberikan jawaban sejujurnya dan bukan hasil diskusi atau bertanya pada

orang lain.

Akhirnya atas perhatian dan kerelaan anda meluangkan waktu untuk

membantu, saya ucapkan banyak terimakasih yang sebesar – besarnya.

Jakarta, Desember 2012

dr. Tara Aseana

Peneliti

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 78: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

64

Universitas Indonesia

Lampiran 2

Lembaran Persetujuan Subyek Penelitian

Judul Penelitian : Hubungan psikopatologi dan stresor penerbangan

pada penerbang TNI AU.

Nama Partisipan : _____________________

Jenis kelamin : _____________________

Tanggal lahir (usia) : _____________________

1. Saya menegaskan bahwa saya telah membaca lembar informasi dan telah

mendapat penjelasan mengenai penelitian diatas, dan saya telah mendapat

kesempatan untuk mengajukan pertanyaan.

2. Saya memahami bahwa tidak ada efek samping atau komplikasi yang

timbul dalam penelitian ini.

3. Saya memahami bahwa partisipasi saya dalam penelitian ini bersifat

sukarela dan saya bebas mengundurkan diri setiap waktu.

4. Saya setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini.

Jakarta,____________________

Partisipan

( ______________________ )

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 79: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

65

Universitas Indonesia

Lampiran 3

Formulir Data Demografi

Pada halaman ini terdapat beberapa pertanyaan yang merupakan data

kontrol yang sangat penting artinya bagi penelitian ini karena akan berhubungan

dengan pengolahan data. Anda diminta untuk menjawab sebagian besar

pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda silang ( V ) dan beberapa

pertanyaan dengan jawaban singkat, sesuai dengan keadaan diri anda yang

sebenarnya. Mohon diteliti lagi jangan sampai ada pertanyaan yang tidak dijawab

atau tidak diisi.

Semua informasi akan kami jaga kerahasiaannya.

1. Usia :................................tahun

2. Pangkat :................................

3. Kualifikasi :................................

4. Bertugas sebagai penerbang TNI AU sejak tahun :...........................

5. Pendidikan terakhir :

( ) D3 ( ) Sarjana

6. Status perkawainan :

( ) Belum menikah ( ) Menikah ( ) Duda cerai

( ) Duda meninggal ( ) Berpisah (belum cerai)

7. Jam terbang total :

( ) < 1000 jam ( ) 1001 – 2000 jam ( ) 2001 – 3000 jam

( ) 3001 – 4000 jam ( ) > 4001 jam

8. Tipe pesawat :

( ) Pesawat tempur ( ) Pesawat transport

( ) Pesawat intai ( ) Helikopter

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 80: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

66

Universitas Indonesia

Lampiran 4

KUESIONER SUMBER STRES PILOT AIRLINE MODIFIKASI

Sejumlah pernyataan di bawah ini menggambarkan keadaan yang mungkin

anda hadapi sebegai penerbang. Anda diminta menggambarkan sejauh mana hal

yang dikemukakan dalam pernyataan tersebut dianggap mengancam, merusak,

atau membahayakan atau dengan kata lain dianggap dapat menyebabkan stres

yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja (performance) anda sebagai

penerbang.

Jawaban tidak dinilai benar atau salah, semua jawaban tersebut benar

apabila benar – benar sesuai dengan pengalaman serta penghayatan anda. Untuk

itu pilihlah satu dari lima pilihan jawaban di bawah ini sesuai dengan skala yang

tersedia dengan cara melingkari angka yang terdapat di sebelah kanan setiap

pernyataan.

1 Bila kondisi yang diuraikan sangat jarang menimbulkan stres

2 Bila kondisi itu jarang menimbulkan stres

3 Bila kondisi itu kadang – kadang menimbulkan stres

4 Bila kondisi itu sering menimbulkan stres

5 Bila kondisi itu sering sekali menimbulkan stres

Contoh : Fase tinggal landas

1 2 3 4 5

1 Keadaan darurat (emergency) dalam penerbangan (cruising). 1 2 3 4 5

2 Keadaan abnormal dalam penerbangan (keadaan non teknis). 1 2 3 4 5

3 Cuaca buruk di tempat tujuan yang mempersulit pendaratan (terpaksa

melakukan instrumen approach).

1 2 3 4 5

4 Kondisi pesawat yang kurang baik / prima sebelum terbang. 1 2 3 4 5

5 Jumlah tinggal landas dan mendarat (take off dan landing) yang melebihi

batas ketentuan (over limited).

1 2 3 4 5

6 Kurang istirahat (baik di rumah maupun di penginapan). 1 2 3 4 5

7 Pengambilan keputusan dalam keadaan darurat. 1 2 3 4 5

8 Jam terbang yang melampaui batas ketentuan (Exceeding Flight Hours). 1 2 3 4 5

9 Penerbangan dengan prakiraan cuaca yang buruk di tempat tujuan. 1 2 3 4 5

10 Akurasi dan kondisi alat pendukung navigasi pesawat (yang minimum). 1 2 3 4 5

11 Cuaca yang buruk dalam jalur penerbangan (Cruising) yang terpaksa

harus dilalui.

1 2 3 4 5

12 Penundaan jadwal terbang (delayed) akibat faktor – faktor di luar

kontrol.

1 2 3 4 5

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 81: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

67

Universitas Indonesia

13 Terpaksa menuju bandara alternatif (terutama yang jauh). 1 2 3 4 5

14 Sistem operasi di bandara yang kecil (sarana pendukung dan navigation

aid yang kurang memadai).

1 2 3 4 5

15 Lalu lintas udara yang padat (mendapat cruising – altitude lebih rendah

dari optimum) / Air – Traffic Sequencing.

1 2 3 4 5

16 Misi / dinas terbang yang terlalu panjang (lebih dari 8 hari). 1 2 3 4 5

17 Fase mendarat (landing phase). 1 2 3 4 5

18 Kondisi alam yang bergunung – gunung di sekitar tempat tujuan

(obstacles terrain) yang tinggi.

1 2 3 4 5

19 Fase tinggal landas (take – off phase). 1 2 3 4 5

20 Jarak pandang yang minimal. 1 2 3 4 5

21 Keadaan alat bantu kemudi yang kurang sempurna namun masih dapat

berfungsi.

1 2 3 4 5

22 Instrumen cockpit yang kurang terpasang dengan baik dan tepat pada

tempatnya.

1 2 3 4 5

23 Sistem sirkulasi pendingin udara (AC) dalam cockpit kurang terpelihara. 1 2 3 4 5

24 Keadaan kursi pesawat yang kurang baik sehingga sering terasa kurang

nyaman (armrest atau head rest yang kurang baik posisinya).

1 2 3 4 5

25 Kebersihan dalam cockpit kurang terpelihara. 1 2 3 4 5

26 Kebisingan radio dalam cockpit. 1 2 3 4 5

27 Suhu yang ekstrim panas atau dingin di luar cockpit. 1 2 3 4 5

28 Kesesuaian pendapatan (salary) dengan tanggung jawab dan risiko

pekerjaan.

1 2 3 4 5

29 Uji ketrampilan untuk mempertahankan lisensi terbang (Proficiency

check).

1 2 3 4 5

30 Jenjang karir di perusahaan tempat saya bekerja 1 2 3 4 5

31 Kenaikan pangkat (Up grading seperti captaincy, dll). 1 2 3 4 5

32 Pemeriksaan kesehatan (Medical examination) tiap 1 tahun. 1 2 3 4 5

33 Sistem senioritas yang berlaku di tempat kerja. 1 2 3 4 5

34 Perkembangan karir tidak sesuai dengan yang dicita-citakan. 1 2 3 4 5

35 Peraturan tentang usia pensiun terbang. 1 2 3 4 5

36 Mutasi ke jenis pesawat baru. 1 2 3 4 5

37 Pelayanan dalam pemeliharaan dan perawatan pesawat secara tekhnis

yang kurang baik

1 2 3 4 5

38 Pengurus atau pejabat organisasi yang kurang profesional dalam

bidangnya.

1 2 3 4 5

39 Penerapan aturan kerja dari pimpinan yang tidak konsekuen dengan

berbagai alasan.

1 2 3 4 5

40 Peraturan – peraturan kerja yang sering menekan (peraturan day off

schedule).

1 2 3 4 5

41 Gaya manajemen tempat bekerja (tidak jelas / terbuka). 1 2 3 4 5

42 Stabilitas perusahaan. 1 2 3 4 5

43 Peraturan – peraturan kerja yang sering direvisi. 1 2 3 4 5

44 Paket kesejahteraan pegawai kurang memuaskan. 1 2 3 4 5

45 Fasilitas antar jemput yang kurang memadai 1 2 3 4 5

46 Citra tempat kerja saya di mata masyarakat 1 2 3 4 5

47 Rekan kerja yang sulit diajak bekerja sama sebagai saru tim / kurang 1 2 3 4 5

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 82: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

68

Universitas Indonesia

kooperatif, mau menang sendiri.

48 Pasangan kerja dalam kokpit yang ceroboh (over confidence). 1 2 3 4 5

49 Pasangan kerja dalam kokpit yang kurang profesional (kurang

menguasai teknis pesawat / rute penerbangan).

1 2 3 4 5

50 Terbang dengan pasangan kerja yang emosional (membawa masalah

pribadi dalam situasi kerja).

1 2 3 4 5

51 Berbeda pendapat dengan petugas Air Traffic Controler 1 2 3 4 5

52 Terbang dengan rekan kerja yang pernah punya masalah pribadi dengan

saya (berselisih dengan saya).

1 2 3 4 5

53 Terbang dengan rekan kerja / atasan yang kurang memberi kepercayaan

dalam tugas.

1 2 3 4 5

54 Berbeda pendapat dengan pihak manajemen perusahaan. 1 2 3 4 5

55 Berbeda pendapat dengan sesama awak kokpit. 1 2 3 4 5

HARAP MENGISI SEMUA PERNYATAAN, JANGAN SAMPAI ADA

NOMOR YANG TERLEWAT. SELAMAT MENGISI

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 83: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

69

Universitas Indonesia

Lampiran 5

SCL-90 QUESTIONNAIRE

NOMOR/ANGKA JAWABAN:

0 = tidak sama sekali

1 = sedikit

2 = cukup

3 = agak banyak

4 = banyak

Dalam 1 (satu) bulan terakhir ini saya merasa,

NO

MASALAH

Tid

ak s

am

a

se

ka

li

se

dik

it

cu

ku

p

Ag

ak

ban

yak

ba

ny

ak

1 Sakit kepala 2 Anda merasa gugup dan berdebar-debar 3 Anda mempunyai pikiran yang tidak menyenangkan, berulang-ulang, dan sukar dihilangkan 4 Anda merasa mau pingsan atau pusing 5 Anda kehilangan gairah/ kesenangan seksual 6 Anda merasa ingin mengkritik orang lain 7 Anda merasa bahwa orang lain dapat mengkontrol pikiran anda 8 Perasaan ingin menyalahkan orang lain untuk sebagian besar kesulitan yang anda hadapi 9 Anda sukar mengingat sesuatu

10 Anda merasa khawatir melakukan kelalaian atau hal-hal yang kotor 11 Perasaan anda mudah terganggu atau tersinggung 12 Anda mengalami rasa sakit didaerah dada/ jantung 13 Anda merasa lemah atau menjadi lebih lamban 14 Anda ketakutan bila berada ditempat terbuka atau di jalan umum 15 Adanya pikiran untuk mengakhiri hidup 16 Anda mendengar suara-suara, sedangkan orang lain disekitar anda tidak mendengarnya 17 Gemetar 18 Anda beranggapan bahwa orang-orang lain sebagian besar tidak dapat dipercaya

No.

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 84: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

70

Universitas Indonesia

No

MASALAH

Tid

ak s

am

a s

eka

li

se

dik

it

cu

ku

p

Ag

ak

ban

yak

ba

ny

ak

19 Nafsu makan anda menurun 20 Anda mudah menangis 21 Anda merasa malu atau tidak tenang dengan pria/wanita lawan jenis anda 22 Anda mempunyait perasaan bahwa anda sedang dijebak 23 Anda mendadak merasa takut tanpa alasan 24 Temperamen anda mudah meledak yang tak dapat anda kontrol 25 Merasa takut keluar rumah sendirian 26 Perasaan menyalahkan diri sendiri 27 Rasa sakit di daerah pinggang bawah 28 Anda merasa terhalang untuk menyelesaikan sesuatu 29 Anda merasa kesepian 30 Perasaan anda diliputi kesedihan 31 Anda mempunyai kekhawatiran yang berlebihan terhadap sesuatu 32 Anda kehilangan minat terhadap sesuatu 33 Anda mudah ketakutan 34 Perasaan anda mudah terluka 35 Anda merasa pikiran-pikiran pribadi anda diketahui oleh orang lain 36 Anda merasa orang lin tidak memahami anda atau anda merasa mereka tidak simpatik 37 Perasaan bahwa orang lain tidak ramah atau tidak menyukai anda 38 Anda merasa sangat lambat dalam menyelesaikan sesuatu karena menghindari kesalahan

39 Anda merasa debaran jantung anda kuat dan cepat 40 Rasa mual atau perasaan tak enak di perut

41 Perasaan rendah diri terhadap orang-orang lain 42 Anda merasa sakit-sakit pada otot 43 Perasaan bahwa orang lain memperhatikan atau membicarakan anda 44 Sukar tidur

45 Anda harus memeriksa berulang-ulang apa saja yang telah anda kerjakan 46 Sukar membuat keputusan 47 Anda merasa takut bepergian mengendarai bis, kereta api atau pesawat terbang 48 Kesukaran untuk bernafas dengan lega 49 Rasa panas dan dingin 50 Keharusan untuk menghindari tempat, benda atau kegiatan tertentu karena hal tersebut menakutkan 51 Pikiran anda terasa kosong

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 85: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

71

Universitas Indonesia

NO

MASALAH

Tid

ak s

am

a s

eka

li

se

dik

it

cu

ku

p

Ag

ak

ban

yak

ba

ny

ak

52 Hilang rasa/ kebas atau kesemutan pada bagian-bagian tertentu tubuh anda 53 Seperti ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokan 54 Perasaan bahwa tak ada harapan untuk masa depan 55 Anda sukar berkonsentrasi 56 Merasa lemah pada bagian tubuh tertentu 57 Merasa tegang atau terpaku/ bengong 58 Kaki dan tangan terasa berat 59 Pikiran-pikiran tentang kematian atau akan mati 60 Terlalu banyak makan 61 Perasaan tidak tenang bila orang memperhatikan atau membicarakan anda 62 Anda mempunyai pikiran-pikiran yang bukan milik anda sendiri 63 Adanya dorongan untuk memukul, melukai atau merugikan orang lain 64 Terbangun pada dini hari 65 Keharusan untuk mengulang-ulang tindakan yang sama, seperti menyentuh, menghitung atau mencuci 66 Gelisah atau merasa terganggu waktu tidur 67 Adanya dorongan untuk merusak atau menghancurkan barang-barang 68 Pikiran atau keyakinan bahwa orang lain tak mau bekerja sama 69 Perasaan malu terhadap diri sendiri di antara orang-orang 70 Perasaan tidak tenang berada di tengah orang banyak seperti saat berbelanja atau menonton film 71 Perasaan bahwa segala sesuatu perlu dicapai dengan perjuangan berat 72 Serangan-serangan panik atau teror (ketakutan hebat) 73 Perasaan tidak nyaman dalam soal makan 74 Sering terlibat dalam perdebatan/ adu argumentasi 75 Gugup bila ditinggal sendirian 76 Orang lain kurang menghargai apa yang telah anda capai 77 Merasa kesepian walaupun tidak sendirian 78 Perasaan amat gelisah sehingga tidak dapa duduk dengan tenang 79 Perasaan tidak berguna 80 Adanya perasaan bahwa sesuatu yang buruk akan menimpa anda 81 Berteriak atau membuang barang-barang 82 Merasa takut akan jatuh pingsan di tempat umum 83 Merasa bahwa orang-orang akan memanfaatkan anda

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015

Page 86: HUBUNGAN ANTARA STRES PENERBANG DAN GEJALA

72

Universitas Indonesia

NO

MASALAH

Tid

ak s

am

a s

eka

li

se

dik

it

cu

ku

p

Ag

ak

ban

yak

ba

ny

ak

84 Pikiran-pikiran tentang seks yang amat mengganggu 85 Pikiran bahwa anda pantas mendapat hukuman karena dosa-dosa anda 86 Anda mempunyai pikiran-pikiran atau imajinasi tentang sesuatu yang menakutkan 87 Pikiran bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam tubuh anda 88 Anda tidak pernah dekat dengan orang lain 89 Perasaan bersalah 90 Merasa ada yang tak beres dengan pikiran anda

TOTAL

Hubungan Antara..., Tara Aseana, FK UI, 2015