Upload
maya-komala
View
233
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hipotiroid
Citation preview
HIPOTIROID KONGENITAL
1. Pendahuluan
Hipotiroid kongenital (HK) masih merupakan salah satu penyebab tersering
retardasi mental yang dapat dicegah. Kelainan ini disebabkan oleh kurang atau
tidak adanya hormon tiroid sejak dalam kandungan. Hipotiroid kongenital yang
tidak diobati sejak dini dapat mengakibatkan retardasi mental berat. Hormon
tiroid sudah diproduksi dan diperlukan oleh janin sejak usia kehamilan 12
minggu. Hormon tiroid mempengaruhi metabolisme sel di seluruh tubuh sehingga
berperan penting pada pertumbuhan dan perkembangan anak.6
Hipotiroidisme kongenital atau kretinisme dapat diakibatkan oleh
kekurangan produksi hormon tiroid atau defek pada reseptornya yang nampak
sejak lahir. Apabila gejala muncul setelah periode fungsi tiroid terlihat normal,
kelainan tersebut merupakan kelainan didapat yang sebenarnya atau hanya
nampak demikian sebagai sinonim hipotiroidisme kongenital tetapi seharusnya
dihindari.7
Hipotiroidisme kongenital terjadi pada sekitar 1:2.000 sampai 1:4.000 bayi
baru lahir. Manifestasi klinis sering samar atau tidak muncul pada saat lahir. Hal
ini kemungkinan disebabkan oleh perpindahan (passage) secara transplasenta dari
beberapa hormon tiroid maternal, meskipun banyak bayi memiliki produksi
tiroidnya sendiri.1
HK diklasifikasikan ke dalam bentuk permanen dan transien, yang
selanjutnya dapat dibagi menjadi etiologi primer, sekunder atau perifer.1
2. Embriologi
Kelenjar tiroid janin berasal dari endoderm foregut yang kemudian
bermigrasi ke inferior sampai ke daerah kartilago tiroid. Segala sesuatu yang
terjadi selama proses migrasi ini dapat menyebabkan terjadinya tiroid ektopik.
Pada usia 7 minggu, kelenjar tiroid sudah terdiri dari 2 lobus.6
1
Gambar 1. Perkembangan Kelenjar Tiroid
Gambar 2. Anatomi Kelenjar tiroid
2
Thyrotropin Releasing Hormon (TRH) mulai terdapat dalam neuron pada
usia 4 minggu sedangkan Tiroid Stimulating Hormon (TSH) mulai dihasilkan
oleh hipofisis pada usia 9 minggu, dan dapat dideteksi dalam sirkulasi pada usia
11 sampai 12 minggu. Kadar TSH dalam darah mulai meningkat pada usia 12
minggu sampai aterm. Pada usia 4 minggu, janin mulai mensintesis tiroglobulin.
Aktivitas tiroid mulai tampak pada usia 8 minggu kehamilan. Pada usia
kehamilan 8 sampai 10 minggu, janin dapat melakukan ambilan (trapping)
iodium dan pada usia 12 minggu dapat memproduksi T4 yang secara bertahap
kadarnya terus meningkat sampai mencapai usia 36 minggu. Produksi TRH oleh
hipotalamus dan TSH oleh hipofisis terjadi dalam waktu yang bersamaan, tetapi
integrasi dan fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid dengan mekanisme umpan
baliknya belum terjadi sampai trimester kedua kehamilan.6
Sebelum memasuki trimester kedua kehamilan, perkembangan normal janin
sangat bergantung pada hormon tiroid ibu. Kira-kira sepertiga kadar T4 ibu dapat
melewati plasenta dan masuk ke janin. Apabila ibu hamil mengalami kelainan
tiroid atau mendapatkan pengobatan anti tiroid, misalnya penyakit Grave’s maka,
obat anti tiroid juga melewati plasenta sehingga janin beresiko mengalami
hipotiroid.6
Sesudah bayi lahir terjadi kenaikan TSH mendadak yang menyebabkan
peningkatan kadar T3 dan T4 yang kemudian secara perlahan-lahan menurun
dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi. Pada bayi prematur kadar T4 saat lahir
rendah kemudian meningkat mencapai kadar bayi aterm dalam usia 6 minggu.
Semua tahap yang melibatkan sintesis hormon tiroid termasuk trapping, oksidasi,
organifikasi, coupling dan sekresinya berada di bawah pengaruh TSH.6
3. Anatomi dan Fisiologi
a. Pertimbangan umum
Kelenjar tiroid memiliki dua buah lobus yang satu dengan lainnya
dihubungkan dengan itsmus yang tipis dibawah kartilago krikoidea di leher.
3
Secara embriologis kelenjar tiroid berasal dari evaginasi epitel faring yang
membawa pula sel-sel dari kantung faring lateral. Evaginasi ini berjalan
kebawah dari pangkal lidah menuju leher hingga mencapai letak anatominya
yang terakhir. Sepanjang perjalanan kebawah ini sebagian jaringan tiroid
dapat tertinggal, membentuk kista triloglosus, nodula atau lobus piramidalis
tiroid.3
Kelenjar tiroid, terletak tepat dibawah laring pada kedua sisi dan sebelah
anterior trakea, merupakan salah satu kelenjar endokrin terbesar, normalnya
memiliki berat 15 sampai 20 gram pada orang dewasa. Tiroid menyekresikan
dua macam hormon utama, yakni tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Kedua
hormon ini sangat meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh. Kekurangan
total sekresi tiroid biasanya menyebabkan penurunan kecepatan metabolisme
basal kira-kira 40 sampai 50 persen dibawah normal, dan bila kelebihan
sekresi tiroid sangat hebat dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal
sampai setinggi 60 sampai 100 persen diatas normal. Sekresi kelenjar tiroid
terutama diatur oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang disekresi oleh
kelenjar hipofisis anterior. Kelenjar tiroid juga mennyekresikan kalsitonin,
hormon yang penting bagi metabolisme kalsium.4
Dipandang dari sudut histologis, kelenjar ini terdiri dari nodula-nodula
yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang dipisahkan satu dengan lainnya
oleh suatu jaringan ikat. Folikel-folikel tiroid dibatasi oleh epitel kubus dan
lumennya terisi oleh koloid. Sel-sel epitel folikel merupakan tempat sintesis
hormon tirod dan mengaktifkan pelepasannya kedalam sirkulasi. Zat koloid
triloglobulin ,merupakan tempat hormon tiroid disintesis dan pada akhirnya
disimpan. Dua hormon tiroid utama yang diproduksi oleh folikel-folikel
adalah tiroksin dan triiodotironin. Sel penyekresi hormon lain dalam kelenjar
tiroid yaitu sel parafolikuler atau sel C yang terdapat pada dasar folikel dan
berhubungan dengan membrane folikel. Sel-sel ini berasal dari badan
4
ultimobrankial embriologis dan menyekresi kalsitonin, suatu hormon yang
dapat merendahkan kadar kalsium serum dan dengan demikian ikut berperan
dalam pengaturan hemoestasis kalsium. Hormon-hormon folikel tiroid berasal
dari iodinasi residu tirosit dalam tiroglobulin. Tiroksin (T4) mengandung
empat atom yodium dan triyodotironin (T3) mengandung tiga atom yodium. T4
disekresi dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dengan T3, tetapi apabila
dibandingkan milligram per milligram, T3 merupakan hormon yang lebih aktif
daripada T4.3
b. Biosintesis dan Metabolisme Hormon-Hormon Tiroid
Kira-kira 93 persen hormon-hormon aktif metabolisme yang
disekresikan oleh kelenjar tiroid adalah tiroksin dan 7 persen adalah
triiodotironin. Akan tetapi, hampir semua tiroksin akhirnya akan diubah
menjadi triiodotironin didalam jaringan, sehingga secara fungsional keduanya
bersifat penting. Secara kualitatif, fungsi kedua hormon sama, tetapi
keduannya berbeda dalam kecepatan dan intensitas kerjanya. Triiodotironin
kira-kira empat kali lebih kuat daripada tiroksin, namun jumlahnya didalam
darah jauh lebih sedikit dan keberadaannya didalam darah jauh lebih singkat
daripada tiroksin.4
5
Biosintesis hormon tiroid merupakan suatu urutan langkah-langkah
proses yang diatur oleh enzim-enzim tertentu. Langkah-langkah tersebut
adalah : (1) penangkapan iodida; (2) oksidasi iodida menjadi iodium; (3)
organifikasi iodium menjadi monoiodotirosin dan diiodotirosin ; (4) proses
penggabungan prekursor yang teriodinasi; (5) penyimpanan; dan (6)
pelepasan hormon. Penangkapan iodida oleh sel-sel folikel tiroid merupakan
suatu proses aktif dan membutuhkan energi. Energi ini didapatkan dari
metabolisme oksidatif dalam kelenjar. Iodida yang tersedia untuk tiroid
berasal dari iodida dalam makanan atau air, atau yang dilepaskan pada
deiodinasi hormon tiroid atau bahan-bahan yang mengalami deiodinasi. Tiroid
mengambil dan mengonsentrasikan iodida 20 hingga 30 kali kadarnya dalam
plasma. Iodida diubah menjadi iodium, dikatalis oleh enzim iodida
peroksidase. Iodium kemudian digabungkan dengan molekul tirosin, yaitu
proses yang dijelaskan sebagai organifikasi iodium. Proses ini terjadi pada
interfase sel koloid. Senyawa yang terbentuk, monoiodotirosin dan
diiodotirosin kemudian digabungkan sebagai berikut: dua molekul
diiodotirosin membentuk tiroksin (T4), satu molekul diiodotirosin dan satu
molekul monoyodotirosin membentuk triyodotirosin (T3). Penggabungan
senyawa-senyawa ini dan penyimpanan hormon yang dihasilkan berlangsung
dalam tiroglobulin. Pelepasan hormon dari tempat penyimpanan terjadi
dengan masuknya tetes-tetes koloid kedalam sel-sel folikel dengan proses
yang disebut pinositosis. Didalam sel-sel inti tiroglobulin dihodrolisis dan
hormon dilepaskan kedlama sirkulasi. Berbagai langkah yang dijelaskan
tersebut dirangsang oleh tirotropin (thyroid stimulating hormon [TSH]).3
6
Hormon tiroid yang bersirkulasi dalam plasma terikat pada protein
plasma: (1) globulin pengikat tiroksin (TBG), (2) prealbumin pengikat
tiroksin (TBPA), (3) albumin pengikat tiroksin (TBA). Kebanyakan hormon
dalam sirkulasi terikat pada protein-protein tersebut dan hanya sebagian kecil
saja (< 0,05 %) berada dalam bentuk bebas. Hormon yang terikat dan bebas
berada dalam keadaan keseimbangan yang reversible. Hormon yang bebas
merupakan fraksi yang aktif secara metabolik, sedangkan fraksi yang lebih
banyak dan terikat pada protein tidak dapat mencapai jaringan sasaran. Dari
ketiga protein pengikat tiroksin, TBG mengikat tiroksin yang paling spesifik.
Selain itu, tiroksin mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap protein
pengikat ini dibandingkan dengan triyodotironin. Akibatnya triiodotironin
lebih mudah berpindah ke jaringan sasaran. Faktor ini yang merupakan alasan
mengapa aktifitas metabolik triiodotironin lebih besar.3
Hormon-hormon tiroid diubah secara kimia sebelum diekskresi.
Perubahan yang penting adalah deiodinasi yang bertanggung jawab atas
ekskresi 70% hormon yang diseksresi. 30% lainnya hilang dalam hilang
7
dalam feses melalui eksresi empedu sebagai glukuronida atau persenyawaan
sulfat. Akibat deiodinasi, 80% T4 dapat diubah menjadi 3,5,3’-triiodotironin,
sedangkan 20% sisanya diubah menjadi reverse 3,3’,5’-triiodotironin (rT3)
yang merupakan hormon metabolik yang tidak aktif.3
Fungsi tiroid dikontrol oleh hormon glikoprotein hipofisis hormon TSH,
yang diatur pula oleh thyroid releasing hormon (TRH), suatu neurohormon
hypothalamus. Tiroksin menunjukkan pengaturan timbal balik negatif dari
sekresi TSH dengan bekerja langsung pada tirotropin hipofisis.3
Beberapa obat dan keadaan dapat mengubah sintesis, pelepasan dan
metabolisme hormon tiroid. Obat-obat seperti perklorat dan tiosinat dapat
menghambat tiroksin. Sebagai akibatnya, menyebabkan penurunan kadar
tiroksin dan melalui rangsangan timbal balik negatif, meningkatkan
pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini megakibatkan pembesaran
kelenjar tiroid dan timbulnya goiter. Karena itu, obat-obat ini dikatakan
sebagai goitrogen. Obat-obat lain seperti derivate tiourea dan
merkaptoimidazol, dapat digunakan sebagai obat-obat antitiroid karena dapat
menghambat oksidasi awal iodida, perubahan monoiodotirosin menjadi
diiodotirosin, atau penggabungan yodotirosin menjadi iodotironin. Obat-obat
ini berguna untuk pengobatan keadan-keadaan kelebihan sekresi hormon
tiroid. Iodium yang diberikan secara cepat dan dalam jumlah banyak dapat
menghambat reaksi pengikatan organik dan reaksi penggabungan.
Penggunaan iodium dosis besar secara kontinyu dapat mengakibatkan
timbulnya goiter dan hipertiroidisme. Akhirnya, obat-obat seperti litium
karbonat dan glukokortikoid dapat menghambat pelepasan hormon tiroid.3
Perubahan konsentrasi TBG juga dapat menyebabkan perubahan kadar
tiroksin total dalam sirkulasi. Peningkatan TBG, seperti pada kehamilan,
pemakaian pil kontrasepsi, hepatitis, sirosis primer kandung empedu, dan
karsinoma hepatoseluler dapat mengakibatkan peningkatan kadar tiroksin
8
yang terikat pada protein. Sebaliknya, penurunan TBG, misalnya pada
penyakit hati kronik, penyakit sistemik yang berat, sindrom nefrotik,
pemberian glukokortikoid dosis tinggi, androgen dan steroid anabolic dapat
menyebabkan penurunan kadar tiroksin yang terikat pada protein yang
beredar.3
Perubahan nutrisi seperti yang terlihat pada waktu puasa atau pada
waktu diet tanpa karbohidrat dan protein, dapat juga menurunkan jumlah
tiroksin yang teryodinasi menjadi triyodotironin (T3), dan meningkatkan
jumlah tiroksin yang diubah menjadi reverse triiodotironin (rT3) yang secara
metabolik kurang aktif. Perubahan deiodinasi agaknya merupakan mekanisme
penyimpanan bahan bakar pada keadaan kekurangan makanan.3
c. Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid
Hormon tiroid meningkatkan transkripsi sejumlah besar gen
Efek yang umum dari hormon tiroid adalah untuk mengaktifkan
transkripsi inti sejumlah besar gen. Oleh karena itu, sesungguhnya
disemua sel tubuh, sejumlah besar enzim protein, protein structural,
protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil akhirnya adalah
peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh.4
Kebanyakan Tiroksin yang Disekresi oleh Tiroid Dikonveri Menjadi
Triiodotironin. Sebelum bekerja pada gen untuk meningkatkan
transkripsi genetik, satu ion iodium dipindahkan dari hampir semua
tiroksin, sehingga membentuk triiodotironin. Reseptor hormon tiroid
intrasel mempunyai afinitas yang sangat tinggi terhadap triiodotironin.
Akibatnya, lebih dari 90% molekul hormon tiroid yang akan berikatan
dengan reseptor adalah triiodotironin.4
Hormon Tiroid Mengaktivasi Reseptor Inti Sel. Reseptor-reseptor
hormon tiroid melekat pada untaian genetik DNA atau terletak berdekatan
dengan rantai genetik DNA. Reseptor hormon tiroid biasanya membentuk
9
heterodimer dengan reseptor retinoid X(RXR) pada elemen respons
hormon tiroid yang spesifik pada DNA. Saat berikatan dengan hormon
tiroid, reseptor menjadi aktif dan mengawali proses transkripsi. Kemudian
dibentuk sejumlah besar tipe RNA messenger yang berbeda, yang
kemudian dalam beberapa menit atau beberapa jam diikuti dengan
transkripsi RNA pada ribosom sitoplasma untuk membentuk ratusan tipe
protein yang baru. Akan tetapi, tidak semua protein meningkat dengan
persentase yang sama-beberapa protein hanya sedikit dan yang lain
sedikitnya sebesar 6 kali lipat. Diyakini bahwa sebagian besar kerja
hormon tiroid dihasilkan dari fungsi enzimatik dan fungsi lain dari protein
yang baru ini.4
Hormon Tiroid Meningkatkan Aktivitas Metabolik Selular
Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolisme hampir seluruh
jaringan tubuh. Bila sekresi hormon ini banyak sekali, maka kecepatan
metabolisme basal meningkat sampai setinggi 60 sampai 100 persen diatas
nilai normal. Kecepatan penggunaan makanan sebagai energi juga sangat
meningkat. Walaupun kecepatan sintesis protein pada saat itu juga
meningkat, pada saat yang sama, kecepatan katabolisme protein juga
meningkat. Pada orang muda kecepatan pertumbuhan sangat dipercepat.
Proses mental menjadi tereksitasi, dan aktivitas banyak kelenjar endokrin
lainnya sering kali juga meningkat.4
Hormon Tiroid Meningkatkan Jumlah dan Aktivitas Sel
Mitokondria. Bila seekor binatang diberi baik tiroksin ataupun
triiodotironin, maka ukuran ataupun jumlah mitokondria disebagian besar
sel tubuh binatanag tersebut akan meningkat. Lebih lanjut, seluruh daerah
permukaan membrane mitikondria hampir berbanding langsung dengan
peningkatan laju metabolisme seluruh sel binatang.oleh karena itu, salah
satu fungsi tiroksin yang utama adalah meningkatkan jumlah dan aktivitas
10
mitokondria, yang selanjutnya meningkatkan kecepatan pembentukan
adenosine trifosfat (ATP) untuk membangkitkan fungsi selular. Akan
tetapi, peningkatan jumlah dan aktivitas mitokondria dapat merupakan
hasil dari peningkatan aktivitas sel serta sebagai penyebab peningkatan
aktivitas sel tersebut.4
Hormon Tiroid Meningkatkan Transpor Aktif Ion-Ion Melalui
Membran Sel. Salah satu enzim yang aktivitasnya meningkat sebagai
respons terhadap hormon tiroid adalah Na+-K+-ATPase ini selanjutnya
meningkatkan kecepatan transport baik ion natrium maupun kalium
melalui membrane sel dibeberapa jaringan. Karena proses ini
mempergunakan energi dan meningkatkan jumlah panas yang dibentuk
didalam tubuh, telah diduga bahwa proses ini mungkin merupakan salah
satu mekanisme peningkatan kecepatan metabolisme tubuh oleh hormon
tiroid. Sesungguhnya, hormon tiroid juga menyebabkan membrane sel dari
sebagian besar sel menjadi mudah dilewati oleh ion natrium, yang
selanjutnya akan mengaktifkan pompa natrium dan lebih jauh lagi
meningkatkan pembentukan panas.4
Efek hormon tiroid pada pertumbuhan
Hormon tiroid mempunyai efek yang umum dan efek yang spesifik
terhadap pertumbuhan. Contohnya, sebenarnya sudah sejak lama diketahui
bahwa hormon tiroid berguna untuk menimbulkan perubahan
metamorphosis kecebong menjadi katak.4
Pada manusia, efek hormon tiroid terhadap pertumbuhan lebih nyata
terutama pada masa pertumbuhan anak-anak. Pada pasien hipotiroidisme,
kecepatan pertumbuhan menjadi sangat tertinggal. Pada pasien
hipertiroidisme, sering kali terjadi pertumbuhan tulang yang sangat
berlebihan, sehingga anak tadi menjadi lebih tinggi daripada anak lainnya.
Akan tetapi, tulang juga menjadi matang lebih cepat dan pada umur yang
11
lebih muda epifisisnya sudah menutup, sehingga lama pertumbuhan lebih
singkat dan tinggi badan akhir semasa dewasa mungkin malahan lebih
pendek.4
Efek yang penting dari hormon tiroid adalah meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan otak selama kehidupan janin dan beberapa tahun
pertama kehidupan pasca lahir. Bila janin tidak dapat menyekresi hormon
tiroid dalam jumlah cukup, maka pertumbuhan dan pematangan otak
sebelum dan sesudah bayi itu dilahirkan akan sangat terbelakang dan otak
tetap berukuran lebih kecil daripada normal. Bila tidak diberikan
pengobatan yang spesifik dengan hormon tiroid selama beberapa hari atau
beberapa minggu sesudah dilahirkan, maka anak akan mengalami
keterbelakangan mental yang menetap selama hidupnya.4
Efek hormon tiroid pada mekanisme tubuh yang spesifik
Efek pada metabolisme karbohidrat. Hormon tiroid merangsang hampir
semua aspek metabolisme karbohidrat, termasuk penggunaan glukosa
yang cepat oleh sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan
glukoneogenesis, meningkatkan kecepatan absorbsi dari saluran cerna dan
bahkan juga meningkatkan sekresi insulin dengan hasil akhirnya adalah
efeknya terhadap metabolisme karbohidrat. Semua efek ini mungkin
disebabkan oleh naiknya seluruh enzim akibat hormon tiroid.4
Efek pada metabolisme lemak. Pada dasarnya semua aspek metabolisme
lemak juga ditingkatkan dibawah pengaruh hormon tiroid. Secara khusus,
lemak secara cepat diangkut dari jaringan lemak, yang menurunkan
cadangan lemak tubuh lebih besar daripada hampir seluruh elemen
jaringan lain.hormon tiroid juga meningkatakan konsentrasi asam lemak
bebasdidalam plasma dan sangat mempercepat oksidasi asam lemak bebas
oleh sel.4
12
Efek pada plasma dan lemak hati. Meningkatnya hormon tiroid
menurunkan konsentrasi kolesterol, fosfolipid dan trigliserida dalam
darah, walaupun sebenarnya hormon ini juga meningkatkan asam lemak
bebas. Sebaliknya, menurunnya sekresi tiroid sangat meningkatkan
konsentrasi kolesterol, fosfolipid dan trigliserida plasma dan hampir selalu
menyebabkan pengendapan lemak secara berlebihan didalam hati. Sangat
meningkatnya jumlah lipid dalam sirkulasi darah pada pasien
hipotiroidisme yang lama seringkali dihubungkan dengan timbulnya
aterosklerosis berat.
Salah satu mekanisme penurunan konsentrasi kolesterol plasma oleh
hormon tiroid adalah dengan meningkatkan kecepatan sekresi kolesterol
secara bermakna didalam empedu sehingga meningkatkan jumlah
kolesterol yang hilang melalui feses. Suatu mekanisme yang mungkin
terjadi untuk meningkatkan sekresi kolesterol yaitu peningkatan jumlah
reseptor lipoprotein densitas rendah yang diinduksi oleh hormon tiroid di
sel-sel hati, yang mengarah kepada pemindahan lipoprotein densitas
rendah yang cepat dari plasma oleh hati dan sekresi kolesterol dalam
lipoprotein ini selanjutnya oleh sel-sel hati.4
Meningkatkan kebutuhan vitamin. Oleh karena hormon tiroid
meningkatkan jumlah berbagai enzim tubuh dan oleh karena vitamin
merupakan bagian penting dari beberapa enzim atau coenzim, maka
hormon tiroid meningkatkan kebutuhan vitamin. Oleh karena itu, bila
sekresi hormon tiroid berlebihan maka dapat timbul defisiensi vitamin
relative, kecuali bila pada saat yang sama kenaikan kebutuhan vitamin itu
dapat dicukupi.4
Meningkatkan laju metabolisme basal. Oleh karena hormon tiropid
meningkatkan metabolisme sebagian besar sel tubuh, maka kelebihan
hormon in kadangkala akan meningkatkan laju metabolisme basal setinggi
13
60-100 persen diatas nilai normalnya. Sebaliknya, bila tidak ada hormon
tiroid yang dihasilkan, maka laju metabolisme basal menurun sampai
hampir setengah nilai normal.4
Menurunkan berat badan. Bila produksi hormon tiroid sangat
meningkat maka hampir selalu menurunkan berat badan, dan bila
produksinya sangat berkurang maka hampir selalu timbul kenaikan berat
badan, efek ini tidak selalu terjadi, oleh karena hormon tiroid juga
meningkatkan nafsu makan, dan keadaan ini dapat menyeimbangkan
perubahan kecepatan metabolisme.4
Efek hormon tiroid pada system kardiovaskular meningkatkan aliran
darah dan curah jantung. Meningkatnya metabolisme jaringan
mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak pelepasan jumlah
produk akhir metabolisme dari jaringan. Efek ini menyebabkan
vasodilatasi di sebagian besar jaringan tubuh , sehingga meningkatkan
aliran darah. Kecepatan aliran darah dikulit terutama meningkat oleh
karena meningkatnya kebutuhan untuk pembuangan panas dari tubuh.
Sebagai akibat meningkatnya aliran darah, maka curah jantung juga akan
meningkat, seringkali meningkat sampai 60 persen atau lebih diatas
normal bila terdapat kelebihan hormon tiroid dan turun sampai hanya 50
persen dari normal pada keadaan hipotiroidisme yang sangat berat.4
Meningkatkan frekuensi denyut jantung. Frekuensi denyut jantung
lebih meningkat dibawah pengaruh hormon tiroid daripada perkiraan
peningkatann curah jantung. Oleh karena itu, hormon tiroid tampaknya
mempunyai pengaruh langsung pada eksitabilitas jantung, yang
selanjutnya meningkatkan frekuensi denyut jantung. Efek ini snagat
penting sebab frekuensi denyut jantung merupakan salah satu tanda fisik
yang sangat peka sehingga para klinisi harus dapat menentukan apakah
produksi hormon tiroid pada pasien itu berlebihan atau berkurang.4
14
Meningkatkan kekuatan jantung. Peningkatan aktivitas enzimatik yang
disebabkan oleh peningkatan produksi hormon tiroid tampaknya juga
meningkatkan kekuatan jantung bila sekeresi hormon tiroid sedikit
berlebih. Keadaan ini analog dengan meningkatnya kekuatan jantung yang
terjadi pada pasien demam ringan dan selama melakukan kerja fisik. Akan
tetapi, bila peningkatan hormon tiroid itu lebih nyata, maka kekuatan otot
jantung akan ditekan oleh karena timbulnya katabolisme yang berlebihan
dalam jangka lama. Sesungguhnya, beberapa pasien tirotoksikosis yang
parah dapat meninggal karena timbulnya dekompensasi jantung sekunder
akibat kegagalan miokard dan akibat peningkatan beban jantung karena
meningkatnya curah jantung.4
Tekanan arteri normal. Setelah pemberian hormon tiroid, tekanan arteri
rata-rata biasanya tetap berada sekitar nilai normal. Karena terdapat
peningkatan aliran darah melalui jaringan di antara 2 denyut jantung,
maka tekanan nadi menjadi sering meningkat, bersama dengan kenaikan
tekanan sistolik sebesar 10 sampai 15 mmHg pada hipertiroidisme dan
tekanan diastolik akan turun dalam jumlah yang sama.4
Meningkatkan pernapasan. Meningkatnya kecepatan metabolisme akan
meningkatkan pemakaianan oksigen dan pembentukan karbondioksida,
efek-efek ini mengaktifkan semua mekanisme yang meningkatkan
kecepatan dan kedalaman pernapasan.4
Meningkatkan motilitas saluran cerna. Selain meningkatkan nafsu
makan dan asupan makanan, hormon tiroid meningkatkan baik kecepatan
sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna. Hipertiroidisme
seringkali menyebabkan diare. Kekurangan hormon tiroid dapat
menimbulkan konstipasi.4
Efek meranggsang pada system saraf pusat. Pada umumnya, hormon
tiroid meningkatkan kecepatan berpikir, tetapi juga menimbulkan disosiasi
15
pikiran, dan sebaliknya, berkurangnya hormon tiroid akan menurunkan
fungsi ini. Pasien hipertiroid cenderung menjadi sangat cemas dan
psikoneurotik, seperti kompleks ansietas, kecemasan yang sangat
berlebihan atau paranoia.4
Efek Pada Fungsi Otot. Sedikit peningkatan hormon tiroid biasanya
menyebabkan otot bereaksi dengan kuat, namun bila jumlah hormon ini
berlebihan, maka otot-otot malahan menjadi lemah oleh karena
berlebihannya katabolisme protein. Sebaliknya, kekurangan hormon tiroid
menyebabkan otot sangat lamban, dan otot tersebut berelaksasi dengan
perlahan setelah kontraksi.4
Tremor Otot. Salah satu gejala yang paling khas dari hipertiroidisme
adalah timbulnya tremor halus pada otot. Tremor ini bukan merupakan
tremor kasar seperti yang timbul pada penyakit Parkinson atau pada waktu
menggigil, sebab tremor ini timbul dengan frekuensi cepat yakni 10
sampai 15 kali per detik. Tremor ini dengan mudah dapat dilihat dengan
cara menempatkan sehelai kertas diatas jari-jari yang diekstensikan dan
perhatikan besarnya getaran kertas tadi. Trempor ini dianggap disebabkan
oleh bertambahnya kepekaan sinaps saraf didaerah medula yang mengatur
tonus otot tremor ini merupakan cara yang penting untuk memperkirakan
tingkat pengaruh hormon tiroid pada system saraf pusat.4
Efek pada Tidur. Oleh karena efek yang melelahkan dari hormon tiroid
pada otot dan system saraf pusat, maka pasien hipertiroid seringkali
merasa lelah terus-menerus; tetapi karena efek eksitasi dari hormon tiroid
pada sinaps, timbul kesulitan tidur. Sebaliknya, somnolen yang berat
merupakan gejala yang khas hipotiroidisme, disertai dengan waktu tidur
yang berlangsung selama 12 sampai 14 jam sehari.4
Efek Pada Kelenjar Endokrin Lain. Meningkatnya hormon tiroid
meningkatkan kecepatan sekresi sebagian besar kelenjar endokrin lain,
16
tetapi hormon ini juga meningkatkan kebutuhan jaringan akan hormon ini.
Contoh, meningkatnya sekresi hormon tiroksin, meningkatkan kecepatan
metabolisme glukosa diseluruh bagian tubuh dan oleh karena itu
meningkatkan kebutuhan insulin yang diekskresikan oleh pancreas. Selain
itu, hormon tiroid meningkatkan sebagian besar aktivitas metabolisme
yang berkaitan dengan pembentukan tulang dan akibatnya meningkatkan
kebutuhan hormon paratiroid. Hormon tiroid juga meningkatkan
kecepatan inaktivasi hormon glukokortikoid adrenal oleh hati. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya peningkatan umpan balik produksi hormon
adrenokortikotropik oleh kelenjar hipofisis anterior dan, oleh karena itu
juga meningkatkan kecepatan ekskresi glukokortikoid oleh kelenjar
adrenal.4
Efek Hormon Tiroid pada Fungsi Seksual. Agar dapat timbul fungsi
seksual yang normal, dibutuhkan sekresi tiroid yang normal. Pada pria,
berkurangnya hormon tiroid menyebabkan hilangnya libido, sebaliknya
sangat berlebihnya hormon ini seringkali menyebabkan impotensi.4
Pada wanita, kekurangan hormon tiroid seringkali menyebabkan
timbulnya menoragia (darah menstruasi berlebihan) dan polimenore
(frekuensi menstruasi lebih sering). Namun yang cukup mengherankan,
pada beberapa wanita lain, kekurangan hormon ini menimbulkan periode
menstruasi yang tak teratur dan kadangkala, bahkan dapat timbul
amenore.4
Seorang wanita hipotiroid, seperti halnya pada pria, cenderung
mengalami penurunan libido yang sangat besar. Yang lebih
membingungkan lagi, pada wanita yang menderita hipertiroidisme,
biasanya menderita oligomenore, yang berarti sangat berkurangnya
perdarahan, dan kadangkala timbul amenore.4
17
Kerja hormon tiroid pada gonad tidak dapat dibatasi pada suatu
fungsi spesifik namun mungkin disebabkan oleh suatu kombinasi
pengaruh metabolisme langsung pada gonad dan juga melalui kerja umpan
balik perangsangan serta penghambatan melalui hormon hipofisis anterior
yang mengendalikan fungsi-fungsi seksual.4
4. Definisi dan Klasifikasi
Hipotiroidisme kongenital (HK) didefinisikan sebagai defisiensi hormon
tiroid yang muncul pada saat lahir. Defisiensi hormon tiroid pada saat lahir paling
sering disebabkan oleh masalah pada perkembangan kelenjar tiroid (disgenesis)
atau gangguan pada biosintesis hormon tiroid (dishormonogenesis). Gangguan ini
menyebabkan hipotiroidisme primer. Hipotiroidisme sekunder atau sentral pada
saat lahir terjadi akibat defisiensi thyroid stimulating hormon (TSH). Defisiensi
TSH kongenital menjadi masalah yang jarang terisolasi (disebabkan oleh mutasi
pada gen TSH β-subunit), tetapi paling sering dikaitkan dengan defisiensi hormon
pituitari lain, sebagai bagian dari hipopituitarisme kongenital. Hipotiroidisme
18
perifer merupakan kategori yang terpisah yang diakibatkan oleh defek pada
transpor, metabolisme atau aksi dari hormon tiroid.1
Hipotiroidisme kongenital diklasifikasikan menjadi HK permanen dan
transien. HK permanen berhubungan dengan defisiensi persisten dari hormon
tiroid yang memerlukan pengobatan seumur hidup. HK transien berhubungan
dengan defisiensi sementara dari hormon tiroid, ditemukan saat lahir, tetapi
kemudian dapat pulih menjadi produksi hormon tiroid yang normal. Pemulihan
menjadi eutiroidisme biasanya terjadi dalam beberapa bulan atau tahun pertama
kehidupan. HK permanen selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi HK
permanen primer dan sekunder (atau sentral); HK transien primer juga telah
dilaporkan. Selain itu, beberapa bentuk HK dikaitkan dengan defek pada sistem
organ lain; hal ini diklasifikasikan sebagai sindrom hipotiroidisme.1
Etiologi yang mendasari pada HK biasanya akan menentukan apakah
hipotiroidisme permanen atau transien, primer, sekunder, atau perifer, dan apakah
ada keterlibatan dari sistem organ lain.1
5. Epidemiologi
Insiden hipotiroid congenital di Amerika Serikat adalah 1 dari 3500
kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada anak perempuan daripada anak
laki-laki dengan perbandingan 2;1. Anak dengan sindrom down mempunyai
resiko 35 kali lebih tinggi untuk menderita hipotiroid congenital dibandingkan
anak normal. Insiden hipotiroid di Indonesia diperkirakan jauh lebih tinggi lagi
yaitu sebesar 1;1500 kelahiran hidup.6
Penyebab hipotiroid congenital yang paling sering diseluruh dunia adalah
defisiensi yodium yang merupakan komponen pokok tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3). Anak yang lahir dari ibu dengan defisiensi yodium yang berat
akan mengalami hipotiroid yang tidak terkompensasi karena hormone tiroid ibu
tidak dapat melewati plasenta sehingga memberikan manifestasi kelainan
neurologis saat lahir.6
19
6. Gambaran klinis
Gambaran klinis hipotiroidisme kongenital sering samar dan banyak bayi
baru lahir tetapi tidak terdiagnosis saat lahir. Hal ini sebagian disebabkan oleh
perpindahan hormon tiroid maternal melalui plasenta. Hal ini diukur dari serum
umbilical cord (tali pusat) yaitu 25-50 persen dari normal. Ini memberikan efek
perlindungan, terutama untuk otak janin. Selain itu, bentuk yang paling umum
dari hipotiroidisme kongenital memiliki jaringan tiroid yang cukup berfungsi.
Perkembangan yang lambat dari gejala klinis yang jelas, ditambah dengan
pentingnya pengobatan dini menyebabkan pelaksanaan skrining bayi baru lahir
tersebar luas untuk kondisi ini. Namun, skrining bayi baru lahir untuk
hipotiroidisme belum dilakukan di berbagai negara dengan mutu yang rendah.
Hanya sekitar 1/3 dari populasi kelahiran di seluruh dunia yang telah diskrining.
Oleh karena itu penting bahwa dokter mampu mengenali dan mengobati
gangguan tersebut.1
a. Gejala
Gejala hipotiroidisme kongenital pada awalnya tidak mencolok; namun,
riwayat maternal dan kehamilan dapat memberi beberapa petunjuk. Pada dua
puluh persen kehamilan yang melampaui empat puluh dua minggu. Selain
juga dapat menemukan bukti penyakit tiroid autoimun ibu atau diet rendah
iodine. Pengobatan iodine radioaktif yang tidak hati-hati selama kehamilan
jarang terjadi. Setelah pulang, bayi-bayi ini tenang dan bisa tidur sepanjang
malam. Gejala tambahan meliputi tangisan yang serak dan konstipasi.
Hiperbilirubinemia neonatal selama lebih dari tiga minggu merupakan gejala
umum. Hal ini disebabkan ketidakmatangan hepatic glucuronyl transferase.
Dalam pembahasan ini, gejala yang paling umum adalah ikterus
berkepanjangan, letargi, kesulitan makan dan konstipasi.1
20
b. Tanda
Lebih dari sepertiga memiliki berat lahir yang lebih dari sembilan puluh
persen. Pada pemeriksaan awal, tanda-tanda yang paling umum adalah hernia
umbilikalis, makroglosia dan kulit dingin atau belang-belang(mottling).
Hormon tiroid juga penting dalam pembentukan dan pematangan tulang. Hal
ini dapat menyebabkan pelebaran fontanel posterior menjadi lebih dari 5 mm.
Hal ini, bersama dengan ikterus persisten dan sedikit makan merupakan ciri
klinis yang paling mencolok. Beberapa bayi dengan hipotiroidisme kongenital
memiliki goiter yang teraba. Hal ini biasanya ditemukan pada
dishormonogenesis tiroid di mana terdapat defek pada produksi hormon tiroid.
Sindrom Pendred yang disebutkan di bawah ini dapat disertai dengan ketulian
dan goiter yang teraba. Bentuk lain dari dishormogenesis disebabkan oleh
defek pada fungsi enzim dari kelenjar tiroid dan akan dibahas lebih lanjut
pada bagian etiologi.1
Tampilan khas pada bayi hipotiroid sebelum munculnya skrining bayi
baru lahir ditunjukkan oleh bayi pada Gambar 1. Tanda-tanda meliputi
ikterus, wajah bengkak dan fontanel posterior yang lebar dengan sutura yang
terbuka. Batang hidung datar dan mata menunjukkan pseudohipertelorisme.
Mulut dapat sedikit membuka menunjukkan makroglosia. Pemeriksaan lebih
lanjut akan menunjukkan bradikardia dan perut menonjol dengan hernia
umbilikalis yang besar. Temuan pemeriksaan neurologis meliputi hipotonia
dengan refleks yang lambat. Kulit dapat menjadi dingin saat disentuh dan
berbintik-bintik yang dalam tampilannya menggambarkan bahaya sirkulasi.
Pemindaian X-ray mengungkapkan tidak adanya epifisis femur pada sampai
dengan 54%. Gambar 2 menunjukkan gambaran radiografi khas dari
disgenesis epifisis.1
21
22
7. Malformasi kongenital
Hipotiroidisme kongenital tampaknya berkaitan dengan peningkatan risiko
malformasi kongenital. Dalam salah satu penelitian pada 1.420 bayi dengan
hipotiroidisme kongenital, malformasi kongenital extra tiroid memiliki prevalensi
8,4%. Dari jumlah tersebut, sebagian besar adalah jantung. Malformasi lain yang
terkait meliputi rambut runcing (spiky hair), palatoskizis, kelainan neurologis dan
malformasi urogenital. Selain itu, kejadian hipotiroidisme kongenital meningkat
pada pasien dengan Down Syndrome.1
Mutasi gen yang menyebabkan hipotiroidisme kongenital merupakan
penyebab langka pada fenotipe klinis yang berbeda. Yang paling terkenal adalah
Pendred syndrome. Pasien yang terkena mengalami tuli sensorineural,
hipotiroidisme dan goiter. Sindrom ini disebabkan oleh defek pada Pendrin, yang
merupakan pengangkut klorida-iodida transmembran baik pada kelenjar tiroid
maupun telinga bagian dalam. Mutasi pada thyroid transcription factor 2 (TTF-2)
menyebabkan sindrom disgenesis tiroid, atresia choanal, palatoskizis dan rambut
runcing juga dikenal sebagai Bamforth-Lazarus syndrome (Gambar 3). Mutasi
23
pada NKX 2.1 menyebabkan hipotiroidisme kongenital yang berhubungan
dengan respiratori distress dan masalah neurologis seperti chorea herediter
benigna dan ataksia.1
Salah satu manifestasi klinis dari hipotiroidisme kongenital yang bertahan
lama adalah Kocher-Debre-Semelaigne syndrome. Hal ini timbul sebagai
kelemahan otot promixal terkait dengan hipertrofi otot betis dan tertangani
dengan terapi hormon tiroid.
8. Etiologi
Penyebab hipotiroidisme congenital dapat sporadic atau familial, gondok
atau nongondok. Pada banyak kasus defisiensi hormone tiroid berat, dan gejala-
gejala berkembang pada umur beberapa minggu awal. Pada kasus lain, tingkat
defisiensi yang lebih rendah terjad, dan manifestasi dapat terlambat selama
beberapa bulan atau beberapa tahun.7
Hipotiroidisme kongenital permanen terjadi karena penyebab primer atau
sekunder (sentral). Penyebab primer termasuk defek pada perkembangan kelenjar
24
tiroid, defisiensi dalam produksi hormon tiroid, dan hipotiroidisme yang
diakibatkan dari defek pada pengikat atau transduksi sinyal TSH. Hipotiroidisme
perifer terjadi akibat defek dari transport hormon tiroid, metabolisme hormon
tiroid, atau resistensi terhadap aksi hormon tiroid. Penyebab sekunder atau sentral
termasuk defek pada pembentukan atau pengikatan thyrotropin releasing hormon
(TRH) dan produksi TSH.1
Hipotiroidisme transien dapat disebabkan oleh faktor maternal atau
neonatal. Faktor maternal meliputi pengobatan antitiroid, antibodi penghambat
reseptor thyrotropin transplasenta dan paparan terhadap defisiensi atau kelebihan
iodine. Faktor neonatal meliputi defisiensi atau kelebihan iodine neonatal,
hemangioma hati kongenital dan mutasi pada gen yang mengkode DUOX dan
DUOX A2.1
a. Hipotiroidisme kongenital permanen
Pada negara-negara dengan iodine yang cukup, 85% hipotiroidisme
kongenital disebabkan oleh disgenesis tiroid. Istilah ini mengacu pada suatu
penyimpangan dari perkembangan embriologis kelenjar tiroid. Sisanya 10-
15% kasus dapat dikaitkan dengan kelainan bawaan dari sintesis hormon
tiroid, juga disebut dishormonogenesis, atau defek pada transpor,
metabolisme, atau aksi hormon tiroid perifer.1
b. Disgenesis tiroid
Disgenesis tiroid timbul dalam tiga bentuk utama: tiroidektopik,
athyreosis dan hipoplasia tiroid. Tiroid ektopik mengacu pada lokasi ektopik
dari kelenjar tiroid. Hal ini dilaporkan dua-pertiga dari hipotiroidisme
kongenital akibat disgenesis tiroid dan dua kali lebih sering pada wanita.
Dalam kasus ini, sisa tiroid biasanya ditemukan di sepanjang jalur normal dari
duktus tiroglosus. Ini merupakan jalur yang diperlukan oleh tiroid yang
berkembang karena menurun dari pangkal lidah ke lokasi akhirnya di leher.
Dalam suatu penelitian yang dilakukan pada neonatus dengan hipotiroid,
25
jaringan tiroid ektopik ditemukan pada inferior dan superior dari tulang hyoid,
dan di atas kartilago tiroid. Athyreosis mengacu pada ketiadaan secara
lengkap dari jaringan tiroid. Athyreosis dan hipoplasia tiroid dilaporkan
sepertiga sisanya dari disgenesis tiroid.1
Tabel 4 menggambarkan frekuensi relatif dari berbagai bentuk
hipotiroidisme kongenital yang ditemukan pada pasien yang diskrining pada
program skrining bayi baru lahir Quebec pada tahun 1990-2004.1
Tabel 4. Etiologi hipotiroidisme kongenital pada 149 pasien yang
didiagnosis pada program skrining bayi baru lahir
Disgenesis tiroid umumnya dianggap kejadian yang sporadis. Namun,
bukti terbaru menunjukkan kemungkinan komponen genetik. Suatu penelitian
pada semua kasus disgenesis tiroid menemukan bahwa 2% adalah kejadian
familial. Penelitian tambahan juga menunjukkan bahwa 7,9% dari kerabat
tingkat pertama dari bayi dengan hipotiroidisme kongenital memiliki anomali
perkembangan tiroid. Ada beberapa spekulasi mengenai kemungkinan variasi
musim pada kejadian hipotiroidisme kongenital; namun, topik ini masih
dalam perdebatan.1
Beberapa gen terlibat sebagai penyebab disgenesis tiroid. Namun, ini
umumnya dilaporkan pada sejumlah kecil kasus. Ini termasuk gen paired box
delapan (PAX8), TTF-2, NKX2.1 dan NXK2.5. Penyandian untuk faktor
transkripsi ini ekspresikan baik selama embriogenesis tiroid maupun pada
kelenjar yang berfungsi normal. Faktor transkripsi ini juga diekspresikan pada
jaringan lain dari janin yang berkembang. Mutasi pada pengkodean gen untuk
26
faktor transkripsi ini menyebabkan sindrom fenotipik yang berbeda yang
terkait pada ekspresi jaringannya. Hal tersebut dijelaskan di bawah ini (lihat
Tabel 5).1
Tabel 5. Mutasi gen faktor transkripsi menyebabkan disgenesis tiroid dan
temuan klinis yang berhubungan
TTF-2- mutasi missense homozigot dari TTF-2 menyebabkan sindrom
genetik yaitu disgenesis tiroid, atresia choanal, palatoskizis dan rambut
runcing. Sindrom ini akhir-akhir ini disebut sebagai Bamforth-Lazarus
Syndrome.1
NKX2.1 - mutasi pada NKX2.1, yang juga dikenal sebagai TTF 1, telah
dikaitkan dengan hipotiroidisme kongenital, respiratory distress dan
ataksia. Selain itu, laporan terbaru menggambarkan mutasi NKX2.1
dengan hipotiroidisme kongenital dan chorea benigna. 1
NKX2.5 diekspresikan dalam jaringan jantung; temuan terbaru dari
mutasi NKX2.5 pada pasien dengan disgenesis tiroid mengacu pada
penyebab genetik dalam peningkatan insiden malformasi jantung pada
hipotiroidisme kongenital. 1
Sebaliknya, mutasi PAX8 tampaknya menyebabkan disgenesis tiroid
tanpa adanya anomali kongenital lain. Namun, mengingat bahwa PAX8
juga diekspresikan pada Mesonefros dan ureter yang berkembang, ini
27
dapat menjelaskan peningkatan insiden malformasi genitourinaria pada
pasien dengan hipotiroidisme kongenital.1
c. Resistensi TSH
Terdapat beberapa bentuk resistensi TSH. Mutasi pada gen reseptor TSH
yang menyebabkan hipoplasia tiroid telah ditemukan. Bentuk lain dari
resistensi TSH merupakan bawaan yang dominan dan telah dikaitkan dengan
lengan panjang kromosom 15. Resistensi terjadi karena ketiadaan mutasi
reseptor TSH dan juga dapat menyebabkan hipoplasia tiroid.
Pseudohipoparatiroidisme tipe 1a, disebabkan oleh mutasi pada subunit alpha
dari stimulasi protein pengikat nukleotida guanin (Gs alpha), mengakibatkan
defek sinyal TSH.1
d. Dyshormonogenesis Tiroid
Defek herediter pada hampir semua tahapan biosintesis dan sekresi
hormon tiroid telah dijelaskan dan dilaporkan pada 10-15% dari
hipotiroidisme kongenital permanen. Biasanya ini diwariskan secara resesif
autosomal, tapi setidaknya satu kondisi diwariskan secara autosomal dominan.
Dyshormonogenesis menyebabkan hipotiroidisme yang berhubungan dengan
goiter; namun, hal ini jarang terlihat pada bayi baru lahir yang terdeteksi oleh
skrining.1
Biasanya, dyshormonogenesis adalah karena defek aksi peroksidase tiroid.
Peroksidase tiroid menggunakan hidrogen peroksida untuk merangkaikan
iodine pada thyroglobulin di kelenjar tiroid, membentuk T3 dan T4. Defek
yang beratpada enzim ini menyebabkan defek organifikasi iodida total
(TIOD). Diagnosis dibuat dengan menunjukkan penyerapan iodine radioaktif
(RAI) yang tinggi dari kelenjar tiroid diikuti oleh pelepasan lebih dari 90%
setelah pemberian sodium perklorat (lihat bagian mengenai diagnosis). Mutasi
yang lebih ringan menyebabkan defek organifikasi iodida parsial (PIOD).
28
Sindrom Pendred merupakan bentuk sindrom hipotiroidisme yang paling
umum dan ditandai oleh tiga rangkaian hipotiroidisme, goiter dan tuli.
Sindrom ini disebabkan oleh defek genetik pada pendrin protein
transmembran (dikodekan pada 7q31), yang bertindak sebagai transporter
klorida-iodida pada kelenjar tiroid dan telinga bagian dalam. Defek pada
pendrin menyebabkan gangguan organifikasi iodida dan pasien ini memiliki
hasil tes pelepasan perchlorate yang positif. Baru-baru ini, mutasi pada enzim
dual oxidase 2 (dikenal sebagai DUOX2 atau THOX2) telah ditemukan. Hal
ini menyebabkan dishormonogenesis dari defisiensi turunan hidrogen
peroksida dan dapat diwariskan secara autosomal dominan. Fenotipenya
adalah heterogen dan dapat permanen atau sementara dan menyebabkan baik
defek organifikasi iodide total atau parsial. Mutasi pada gen dual oxidase
maturation factor (DUOXA 2) juga menyebabkan defisiensi organifikasi
iodida melalui mekanisme yang sama dan dapat menyebabkan defek
organifikasi iodida parsial. Selain itu, penyebab yang jarang dari
dishormonogenesis termasuk defek pada transpor sodium/ iodida, akibat
mutasi pada gen yang mengkode symporter sodium-iodida, dan defek aksi
tiroglobulin, akibat mutasi pada gen pengkode tiroglobulin. Defek pada enzim
iodotyrosin deiodinase yang membantu dalam konversi perifer T4 ke T3 telah
ditemukan pada individu hipotiroid. Hal ini dapat disebabkan oleh mutasi
homozigot pada gen DEHAL1 atau SECISBP 2.1
e. Hipotiroidisme sekunder atau sentral
Hipotiroidisme kongenital sekunder atau sentral umumnya diakibatkan
defek pada produksi TSH; biasanya, hal ini merupakan bagian dari gangguan
yang menyebabkan hipopituitarisme kongenital. Hipopituitarisme kongenital
sering dikaitkan dengan defek menengah seperti displasia Septo-optik atau
labio dan/ atau palato skizis dan dapat menjadi bagian dari sindrom genetik
yang lebih luas. Mutasi pada gen yang mengatur perkembangan kelenjar
29
pituitari, yang meliputi HESX1, LHX3, LHX4, PIT1 dan PROP1 telah
dilaporkan menjadi penyebab hipopituitarisme familial. Selain defisiensi
TSH, hormon pituitari lain sering mengalami defisiensi, termasuk growth
hormon, adrenocorticotrophic hormon dan antidiuretik hormon. Defek gen
tertentu jarang menyebabkan hipotiroidisme sentral. Ini termasuk defisiensi
TSH terisolasi (autosomal resesif, yang disebabkan oleh mutasi pada gen TSH
β subunit), dan resistensi thyrotropin releasing hormon (TRH), akibat mutasi
pada gen reseptor TRH.1
f. Defek perifer pada metabolisme hormon tiroid
Perpindahan hormon tiroid ke dalam sel difasilitasi oleh transporter
membran plasma hormon tiroid. Mutasi pada gen yang mengkode
monocarboxylase transporter 8 (MCT8) telah dilaporkan pada lima anak laki-
laki sebagai penyebab X-linked hipotiroidisme terkait dengan retardasi mental
dan kelainan neurologis termasuk quadriplegia. Defek transporter timbul
dengan merusak perpindahan dari T3 ke dalam neuron dan ditandai oleh kadar
serum T3 tinggi, T4 rendah dan TSH yang normal. Hal ini juga dikenal
sebagai Allan-Herndon-Dudley syndrome.1
Resistensi perifer terhadap aksi hormon tiroid telah dijelaskan. Hal ini
terjadi pada 90% kasus dengan mutasi pada gen yang mengkode reseptor
hormon tiroid β (TR β). Mutasi ini diwariskan secara dominan dan individu
yang terkena umumnya eutiroid, namun beberapa individu dengan hipotiroid
telah dijelaskan. T3 dan T4 sirkulasi yang agak tinggi tanpa penurunan TSH.
Jadi bayi ini biasanya tidak terdeteksi oleh skrining bayi baru lahir.1
g. Hipotiroidisme kongenital transien
Hipotiroidisme kongenital transien ditemukan lebih umum di Eropa
(1:100) dari pada di Amerika Serikat (1:50.000). Dalam sebuah laporan
skrining bayi baru lahir Perancis selama lebih dari dua puluh tahun, kejadian
30
hipotiroidisme kongenital transien ditemukan menjadi 40 persen. Penyebab
hipotiroidisme kongenital transien meliputi:1
Defisiensi Iodine - Defisiensi iodine lebih sering terjadi di negara-negara
Eropa, terutama pada bayi prematur; ini terutama disebabkan diet rendah
iodine maternal.
Transfer antibodi penghambat maternal - antibodi antitiroid maternal
dapat melewati plasenta dan menghambat reseptor TSH pada tiroid
neonatal. Efek ini bisa bertahan hingga 3 sampai 6 bulan setelah kelahiran
sebagai kadar antibodi maternal yang menurun.
Paparan janin terhadap obat antitiroid - obat antitiroid maternal dapat
menyebabkan penurunan sintesis hormon tiroid neonatal yang
berlangsung selama beberapa hari hingga dua minggu setelah lahir.
Paparan iodine Maternal - Pemberian amiodaron maternal dapat
menyebabkan hipotiroidisme transien pada bayinya. Hal ini tampaknya
membaik pada sekitar 4-5 bulan dan dapat dikaitkan dengan efek
neurologis yang merugikan. Hipotiroidisme transien juga terjadi ketika
senyawa antiseptik iodine yang digunakan pada ibu atau setelah terpapar
agen kontras iodinasi; namun, hal ini mungkin terkait dengan jenis dan
durasi paparan seperti yang penelitian baru-baru ini jelaskan bahwa fungsi
tiroid normal pada bayi dari 21 ibu yang diberikan iodida kontras selama
kehamilan.
Paparan iodine neonatal - Paparan bayi baru lahir terhadap iodine dalam
jumlah tinggi dapat menyebabkan hipotiroidisme. Hal ini dapat terjadi
terutama pada bayi prematur.
Hemangioma Hati - Terdapat laporan mengenai hemangioma hati
kongenital yang menghasilkan sejumlah besar jenis enzim 3 iodothyronine
deiodinase. Hal ini menyebabkan hipotiroidisme tipe konsumtif di mana
dosis tinggi tiroksin diperlukan untuk mempertahankan eutiroidisme.
31
Kadar T4 serum rendah, TSH meningkat, dan sebaliknya kadar T3 juga
meningkat. Hipotirodisme membaik sebagai tumor yang rumit atau
terobati.
Mutasi pada DUOX2 (THOX2) dan DUOXA2 dapat menyebabkan
hipotiroidisme kongenital transien seperti yang dijelaskan sebelumnya.
9. Patogenesis
Bayi yang lahir tanpa kelenjar tiroid atau dengan defek sintesis TH akan
mengalami hipotiroidisme congenital, suatu penyakit yang kadang-kadang disebut
sebagai kretinisme. Hipotiroidisme congenital ditandai dengan kadar TH yang
rendah, dengan TSH dan TRF yang tinggi. TH bersifat permisif (penting) untuk
menjalankan fungsi semua sel tubuh, termasuk sel system saraf pusat (SSP).
Perkembangan SSP terjadi in utero dan sekitar 1 tahun setelah kelahiran, karena
bayi yang mengalami hipotiroidisme congenital terpajan dengan TH maternal in
utero, ia akan lahir tanpa kelainan neurologis. Apabila kondisi tersebut tidak
diidentifikasi setelah lahir dan TH tidak diganti secara farmakologis,
perkembangan SSP bayi lebih lanjut akan terganggu dan terjadi retardasi mental
berat. Pertumbuhan akan terhambat dan terjadi deformitas skelet. Banyak Negara
bagian mengharuskan pengukuran kadar TH pada saat bayi lahir. Dengan
penggantian tiroksin, kerusakan SSP dapat dihindari.2
Hipotiroidisme pada saat lahir juga dapat terjadi jika antibodi antitiroid
maternal menyerang tiroid janin selama kehamilan. Demikian pula, jika ibu hamil
sangat kekurangan iodide, bayinya juga dapat mengalami hipotiroidisme setelah
lahir. Prognosis neurologis jangka panjang untuk salah satu kondisi tersebut
bergantung pada luas deficit tiroid.2
Hipotiroid dapat terjadi melalui jalur berikut :6
Jalur 1
32
Agenesis tiroid dan keadaan lain yang sejenis menyebabkan sintesis dan
sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer dengan
peningkatan kadar TSH tanpa adanya struma.
Jalur 2
Defisiensi iodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi hormon tiroid
menurun, sehingga hipofisis non sekresi TSH lebih banyak untuk memacu
kelenjar tiroid mensintesis dan mensekresi hormon tiroid agar sesuai dengan
kebutuhan. Akibatnya kadar TSH meningkat dan kelenjer tiroid membesar
(stadium kompensasi). Walaupun pada stadium ini terdapat struma difusa dan
peningkatan kadar TSH, tetapi kadar tiroid tetap normal. Bila kompensasi ini
gagal, maka akan terjadi stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya struma difusa,
peningktan kadar TSH, dan kadar hormon tiroid rendah
Jalur 3
Semua hal yang terjadi pada kelenjer tiroid dapat mengganggu atau
menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan/ obat goitrogenik, tiroiditis, pasca
tiroidektomi, pasca terapi dengan iodium radioaktif, dan adanya kelainan enzim
didalam jalur sintesis hormon tiroid) disebut dishormogenesis yang
mengakibatkan sekresi hormon tiroid menurun, sehingga terjadi hipotiroid dengan
kadar TSH tinggi, dengan/tanpa struma tergantung pada penyebabnya.
Jalur 4A
Semua keadaan yang menyebabkan penurunan kadar TSH akibat kelainan
hipofisis akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma dengan kadar TSH yang
sangat rendah atau tidak terukur.
Jalur 4B
33
Semua kelainan hipotalamus yang mengakibatkan yang menyebabkan sekresi
TSH ynag menurun akan menyebabkan hipotiroid dengan kadar TSH rendah dan
tanpa struma.
Jalur 1, 2, dan 3 adalah patogenesis hipotiroid primer dengan kadar TSH yang
tinggi. Jalur 1 tanpa desertai struma, jalur 2 disertai struma, dan jalur 3 dapat
dengan atau tanpa struma. Jalur 4A dan 4B adalah patogenesis hipotiroid
sekunder dengan kadar TSH yang tidak terukur atau rendah dan tidak ditemukan
struma.
10. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologis dan skrining.1
Anamnesis
Anamnesis yang cermat pada keluarga dapat membantu menegakkan
diagnosis dengan menanyakan apakah ibu berasal dari daerah gondok endemik,
34
riwayat struma pada ibu, riwayat pengobatan anti tiroid waktu hamil atau tidak,
riwayat struma pada keluarga dan perkembangan anak.6,8
Gejala klinis
Berat badan dan panjang lahir adalah normal, tetapi ukuran kepala dapat
sedikit meningkat karena miksedema otak. Ikterus fisiologis yang
berkepanjangan, yang disebabkan oleh maturasi glukoronid konjugasi yang
terlambat, mungkin merupakan gejala paling awal. Kesulitan memberi makan,
terutama kelambanan, kurang minat, somnolen, dan serangan tersedak saat
dirawat, sering muncul selama umur bulan pertama. Kesulitan bernapas, sebagian
karena lidah yang besar, termasuk episode apnea, pernapasan berbunyi, dan
hidung tersumbat. Sindrom distres pernapasan yang khas juga dapat terjadi. Bayi
yang terkena sedikit menangis, banyak tidur, tidak selera makan, dan biasanya
lamban. Mungkin ada konstipasi yang biasanya tidak berespon terhadap
pengobatan. Perut besar dan biasanya ada hernia umbilikalis. Suhu badan
subnormal, sering dibawah 350C, dan kulit terutama tungkai, mungkin dingin dan
burik (mottled). Edema genital dan tungkai mungkin ada. Nadi lambat, bising
jantung, kardiomegali, dan efusi perikardium asimptomatik biasanya ada. Anemia
makrositik sering ada dan refrakter terhadap pengobatan dengan hematinik.
Karena gejala-gejala muncul secara bertahap, diagnosis sering kali terlambat.8
Manifestasi ini terus berkembang. Retardasi perkembangan fisik dan
mental menjadi lebih besar selama bulan-bulan berikutnya, dan pada usia 3-6
bulan, gambaran klinis berkembang sepenuhnya. Bila hanya ada defisiensi
hormon tiroid parsial, gejalanya dapat lebih ringan, dan onsetnya terlambat.
Meskipun air susu ibu mengandung sejumlah hormon tiroid, terutama T3, hormon
ini tidak cukup untuk melindungi bayi yang menyusu dengan hipotiroidisme
kongenital, dan tidak mempunyai pengaruh pada uji skrining tiroid neonatus.8
Pertumbuhan anak tersendat, ekstremitas pendek, dan ukuran kepala
35
normal atau bahkan meningkat. Fontanella anterior dan posterior terbuka lebar.
Pengamatan tanda ini pada saat lahir dapat berperan sebagai pedoman awal untuk
mengenali hipotiroidisme kongenital. Hanya 3% bayi baru lahir normal memiliki
fontanella posterior yang lebih besar dari 0,5cm. Matanya tampak terpisah lebar,
dan jembatan hidung yang lebar terlihat cekung. Fisura palpebra sempit dan
kelopak mata membengkak. Mulut terbuka, dan lidah yang tebal serta lebar
terjulur ke luar. Pertumbuhan gigi terlambat. Leher pendek dan tebal, terdapat
endapan lemak di atas klavikula dan diantara leher dan bahu. Tangan lebar dan
jari pendek. Kulit kering dan bersisik, dan sedikit keringat. Miksedema tampak,
terutama pada kulit kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia eksterna.
Karotenemia dapat menyebabkan warna kulit menjadi kuning, tetapi skleranya
tetap putih. Kulit kepala tebal dan rambut kasar, mudah patah dan tipis. Garis
rambut menurun jauh ke bagian bawah dahi, yang biasanya tampak mengerut,
terutama ketika bayi menangis. 8
Perkembangan biasanya terlambat. Bayi hipotiroid tampak letargi dan
lamban dalam belajar duduk dan berdiri. Suaranya serak dan bayi tidak mau
belajar berbicara. Tingkat retardasi fisik dan mental meningkat sejalan dengan
usianya. Maturasi seksual dapat terlambat atau tidak terjadi sama sekali.8
Otot biasanya hipotonik, tetapi pada keadaan yang jarang, terjadi
pseudohipertrofi otot menyeluruh (sindrom Kocher-Debre-Semelaigne sindrome).
Anak yang terkena dapat berpenampilan atletis karena pseudohipertrofi, terutama
pada otot betis. Patogenesisnya belum diketahui. Perubahan ultrastruktural dan
histokimia yang tidak spesifik tampak pada biopsi otot yang kembali normal
dengan pengobatan. Sindrom ini cenderung berkembang pada anak laki-laki, yang
telah diamati pada saudara kandung yang lahir dari perkawinan sedarah. Penderita
menderita hipotiroidisme yang lebih lama dan lebih berat.8
Tabel 1. Gejala Hipotiroid Kongenital8
36
Sistem organ Manifestasi KlinisKulit dan jaringan ikat Kulit dingin, kering dan pucat, rambut kasar,
kering dan rapuh, kuku tebal, lambat tumbuh. Miksedema, carotenemia, Puffy face, makroglosi, erupsi gigi lambat, hipoplasia enamel.
Kardiovaskuler Bradikardi, efusi perikardial, kardiomegali, tekanan darah rendah.
Neuromuskuler Lamban (mental dan fisik), gangguan neurologis dan fisik, refleks tendon lambat, hipotonia, hernia umbilikalis, retardasi ental, disfungsi serebelum (pada bayi), tuli.
Pernafasan Efusi pleura, sindrom sleep apnoe (obstruksi saluran nafas karena lidah besar, hipotoni otot faring), sindrom distress nafas.
Ginjal dan metabolisme elektrolit
Retensi air, edema, hiponatremia, hipokalsemia
Metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
Gemuk, intoleransi terhadap dingin, absorbsi glukosa lambat, hiperlipidemia, sintesis proteolipid dan protein pada susunan saraf bayi menurun.
Saluran cerna dan hepar Obstpasi (menurunnya gerakan usus), ikterus berkepanjangan (fungsi konjugasi hepar menurun)
Hematopoetik Anemia karena menurunnya eritropoesis, kemampuan absorbsi zat besi rendah.
Skelet/somatik Produksi GH dan IGF 1 menurun, menyebabkan hambatan pertumbuhan, pusat osifikasi sekunder terhambat, maturitas dan aktifitas sel-sel tulang menurun.
Reproduksi Pubertas terlambat, pubertas precoks, gangguan haid
Di negara-negara yang memiliki program skrining bayi baru lahir, pada
dasarnya semua bayi dengan hipotiroidisme kongenital didiagnosis setelah deteksi
oleh tes skrining bayi baru lahir. Program skrining telah dikembangkan di
37
Kanada, Amerika Serikat, negara bagian Meksiko, Eropa Barat, Jepang,
Australia, Selandia Baru, dan Israel, dan hal ini sedang dalam pengembangan
pada beberapa bagian dari banyak negara di Eropa Timur, Asia, Amerika Selatan
dan Afrika. Dari 127 juta populasi lahir di seluruh dunia, diperkirakan 25 persen
menjalani skrining hipotiroidisme kongenital. Pada bayi yang lahir di lokasi tanpa
program skrining bayi baru lahir, diagnosis dapat dilakukan setelah
perkembangan manifestasi klinis hipotiroidisme.1
a. Tes skrining tiroid bayi baru lahir
Istilah 'newborn screening' digunakan untuk menggambarkan berbagai
jenis tes yang dilakukan selama beberapa hari pertama kehidupan bayi baru
lahir. Screening memisahkan orang-orang yang mungkin memiliki gangguan
dari orang-orang yang mungkin tidak mengalami gangguan tersebut.
Sebaliknya, tes diagnostik dilakukan untuk menetapkan adanya suatu kondisi.
Skrining bayi baru lahir yang benar waktunya dan dilakukan memiliki potensi
untuk mencegah hasil kesehatan bencana, termasuk kematian. Kondisi di
mana skrining dilakukan bervariasi. Mereka biasanya dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti prevalensi (karakteristik populasi), pengujian dan pengobatan
ketersediaan, hasil, geografi, ekonomi (termasuk biaya dan efektivitas biaya),
transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, dan politik. Secara umum, hambatan
untuk skrining bayi baru lahir adalah sama apakah program tersebut di negara
berkembang atau yang lebih maju, dan mereka termasuk: (newborn screening)
1. Pendidikan (kesadaran dan pemahaman praktisi kesehatan, politisi dan
publik)
2. Keuangan (dana untuk pendidikan, pengujian, diagnosis dan
pengobatan)
3. Logistik (pengiriman pengujian, tindak lanjut layanan dan pengobatan)
4. Politik (keputusan mengenai tingkat keterlibatan pemerintah termasuk
tujuan program organisasi sistem, pembiayaan dan privasi pribadi)
38
5. Budaya (kepekaan terhadap isu-isu etno-budaya mengenai baik
perawatan medis dan orangtua)
Tujuan dari skrining bayi baru lahir adalah untuk mendeteksi CH dan
mulai pengobatan sebelum bayi mencapai satu bulan usia. Studi menunjukkan
bahwa dengan mendeteksi CH saat lahir atau segera sesudahnya, dan dengan
mulai terapi penggantian tiroid dengan L-tiroksin (biasanya sebagai garam
natrium) dalam beberapa minggu pertama kehidupan, bayi hipotiroid dapat
diharapkan untuk tumbuh dan berkembang secara normal dengan hanya kecil
masalah kecuali bayi yang mengalami hipotiroid saat lahir yang ibunya juga
memiliki hipotiroidisme. Peningkatan besar dalam perkembangan mental
telah terbukti hasil dari diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dari bayi
yang baru lahir dengan CH, dan bisa dibilang benar-benar dapat mengatasi
efek negatif dari hipotiroidisme. Keterlambatan perkembangan telah
ditunjukkan pada anak-anak yang tidak memadai dirawat selama tahun
pertama kehidupan. Skor kecerdasan anak yang telah terdeteksi dengan CH
melalui skrining bayi baru lahir dan telah diobati dengan tepat biasanya akan
berada dalam batas-batas, meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan dengan
anak normal. Hanya kadang-kadang memiliki beberapa anak menunjukkan
keterlambatan perkembangan anak di kemudian, dan sebagian kecil telah
menunjukkan bertahan gangguan dalam bahasa, neuromotor, dan
perceptomotor daerah. Kesulitan tersebut tampak lebih jelas pada anak-anak
dengan aplasia tiroid atau hipotiroidisme berat pada saat diagnosis.(screening)
Spesimen yang digunakan untuk tes skrining bayi baru lahir adalah darah
dari tusukan tumit (heel-prick) yang dikumpulkan pada kartu kertas filter
khusus. Spesimen dikumpulkan secara rutin antara usia dua dan lima hari
(atau pulang dari rumah sakit, jika hal ini terjadi lebih awal); beberapa
program menggunakan darah umbilical untuk skrining. Selain itu, beberapa
program juga secara rutin mengumpulkan spesimen ke 2 antara usia dua dan
39
enam minggu. Kartu kertas filter tersebut kemudian dikirim ke laboratorium
pusat untuk pengujian. Pada penilaian awal skrining, sebagian besar program
melakukan tes T4 awal, dengan dilanjutkan tes TSH pada bayi dengan nilai
batas T4 yang rendah. Dengan meningkatnya akurasi pengukuran TSH,
banyak program skrining saat ini melakukan tes TSH primer untuk
mendeteksi hipotiroidisme kongenital. Setiap program harus meningkatkan
nilai batas T4 dan TSH itu sendiri untuk menghindari bayi dengan hasil tes
yang abnormal (lihat Gambar 4, Algoritma Diagnostik). Karena adanya
perubahan yang cepat pada TSH dan T4 dalam beberapa hari pertama
kehidupan, banyak program telah mengemukakan nilai batas berdasarkan
usia. Berikut ini adalah contoh nilai batas khas untuk T4 dan TSH:1
T4 awal < 10 persen → dilanjutkan tes TSH
TSH awal > 30 mU/L serum (> 15mU/L darah lengkap); beberapa
program menggunakan persentase nilai batas TSH yang lebih tinggi,
misalnya > 97 persen.
40
Kedua pendekatan tes skrining diatas akan mendeteksi sebagian besar bayi
dengan hipotiroidisme kongenital primer. Terdapat beberapa keuntungan dan
kerugian dari masing-masing pendekatan dalam deteksi gangguan tiroid
lainnya. Kedua pendekatan tes skrining bekerja dengan baik untuk mendeteksi
bayi dengan HK primer. Strategi tes T4 dilanjutkan dengan TSH secara
primer akan mendeteksi beberapa bayi dengan hipotiroidisme sekunder atau
sentral (hipopituitari) dan bayi dengan "peningkatan TSH yang terlambat". Di
sisi lain, strategi tes TSH secara primer akan mendeteksi bayi dengan
hipotiroidisme ringan atau "subklinis" (lihat Tabel 6). Tak satupun pendekatan
tes akan mendeteksi bayi dengan defek transport, metabolisme, atau aksi
tiroid. Dengan tujuan untuk mendeteksi semua kelainan tiroid ini, beberapa
41
program telah melakukan program percontohan dengan mengukur baik T4
dan TSH pada semua bayi yang baru lahir. Program-program ini cenderung
melaporkan insiden yang lebih tinggi dari hipotiroidisme kongenital.1
Tabel 6. Perbandingan deteksi kelainan tiroid dengan tes T4 primer
dilanjutkan dilanjutkan TSH vs. tes TSH primer
Di negara maju program skrining hipotiroid congenital pada neonatus
sudah dilakukan. Sedangkan untuk negar berkembang seperti Indonesia masih
menjadi kebijakan nasional. Tujuannya adalah untuk eradikasi retardasi
retardasi mental akibat hipotirod kogenital.6
Skrining dilakukan dengan mengukur kadar T4 atau TSH yang
dilakukan pada kertas saring pada usia 3-4 hari. Bayi yang memiliki kadar
TSH awal > 50 µU/mL memiliki kemungkinan sangat besar untuk menderita
hipotiroid kongenital permanen, sedangkan kadar TSH 20-49 µU/mL dapat
menunujukkan hipotiroid transien atau positif palsu.6
b. Tes konfirmasi tiroid serum
Setelah bayi terdeteksi dengan tes skrining tiroid yang abnormal, mereka
harus segera panggil kembali untuk pemeriksaan, dan sampel darah vena
punctue harus diperoleh untuk konfirmasi pengujian serum (lihat Gambar 4,
Algoritma Diagnostik). Konfirmasi serum diuji untuk TSH dan baik T4 bebas
atau T4 total yang dikombinasikan dengan beberapa pengukuran protein
pengikat, seperti penyerapan resin T3.1
Hal yang penting adalah membandingkan hasil serum dengan rentang
normal berdasarkan usia. Pada beberapa hari pertama kehidupan, TSH serum
42
dapat setinggi 39 mU/ L, sebagai akibat dari lonjakan TSH yang terjadi segera
setelah lahir (ini adalah alasan bahwa nilai batas tes skrining kertas filter
adalah sekitar 30 mU/ L ). Kebanyakan tes konfirmasi serum diperoleh pada
sekitar satu sampai dua minggu kehidupan, ketika batas atas rentang TSH
menurun menjadi sekitar 10 mU/ L. Perkiraan rentang acuan normal untuk
serum T4 bebas, T4 total, dan TSH pada 4 minggu pertama kehidupan dapat
dilihat pada Tabel 7. Meskipun kadar semua hormon lebih tinggi pada usia 1-
4 hari, pada usia 2-4 minggu akan menurun hampir sampai pada kadar yang
biasa terlihat pada bayi.1
Tabel 7. Rentang acuan untuk tes fungsi tiroid pada usia 1-4 hari dan 2-4
minggu.
Temuan kadar TSH serum yang tinggi dan T4 bebas atau T4 total yang
rendah menegaskan diagnosis hipotiroidisme primer.Temuan dari peningkatan
TSH serum dengan T4 bebas atau T4 total yang normal sesuai untuk
hipotiroidisme primer subklinis. Karena berpengaruh terhadap perkembangan
otak pada konsentrasi optimal hormon tiroid, kami merekomendasikan
pengobatan pada bayi dengan hipotiroidisme subklinis.1
Saat ini diakui bahwa bayi prematur atau bayi dalam keadaan akut dari
hipotiroidisme primer dapat tidak menunjukkan kadar TSH yang tinggi pada
tes skrining pertama. Dengan demikian, banyak program melakukan tes
skrining kedua secara rutin pada bayi prematur dan pada keadaan akut.
Pengujian tersebut mengarah pada deteksi bayi dengan "peningkatan TSH
yang terlambat", yang terjadi pada sekitar 1:18.000 bayi baru lahir.1
Program-program yang melakukan tes T4 primer dan memanggil kembali
bayi dengan kadar pemeriksaan T4 yang masih rendah, misalnya pada
spesimen rutin pertama dan kedua (tanpa peningkatan kadar TSH) mendeteksi
43
beberapa bayi dengan hipotiroidisme sekunder atau sentral. Tes konfirmasi
serum akan menunjukkan T4 bebas atau T4 total yang rendah, baik dengan
kadar TSH yang rendah atau kadar TSH yang "tidak tepat normal". Pada bayi
dengan hipotiroidisme sentral, defisiensi TSH dapat diisolasi, seperti pada
bayi dengan mutasi gen TSH β. Pada kebanyakan kasus hipotiroidisme
sentral, meskipun, defisiensi TSH dikaitkan dengan kekurangan hormon
pituitari lainnya. Bayi tersebut harus diperiksa untuk defisiensi hormon
pituitari lain, terutama jika mereka memiliki ciri seperti hipoglikemia, yang
berkaitan dengan growth hormon (GH) dan/ atau defisiensi ACTH, atau
mikropenis dan undesensus testikulorum pada laki-laki, yang berkaitan
dengan defisiensi gonadotropin ( LH, FSH).1
Beberapa bayi yang menjalani tes serum karena hasil tes skrining "T4
rendah, TSH tidak meningkat" akan ditemukan memiliki defisiensi thyroxine
binding globulin (TBG). Uji serum akan menunjukkan T4 total yang rendah,
tetapi T4 bebas normal dan kadar TSH normal. Defisiensi TBG dapat
dikonfirmasikan dengan temuan kadar serum TBG yang rendah. Defisiensi
TBG adalah gangguan resesif X-linked yang terjadi pada sekitar 1:4.000 bayi,
terutama laki-laki. Bayi-bayi ini eutiroid dan pengobatan tidak diperlukan.1
c. Pemeriksaan diagnostik untuk menentukan etiologi yang mendasari
Pengobatan hipotiroidisme kongenital didasarkan pada hasil tes fungsi
tiroid serum, seperti diuraikan di atas. Pemeriksaan diagnostik lain dapat
dilakukan untuk menentukan etiologi yang mendasari. Studi diagnostik
tersebut dapat mencakup penyerapan atau scan radionuclide tiroid,
ultrasonografi tiroid, pengukuran tiroglobulin serum (Tg), penentuan antibodi
antitiroid, dan pengukuran iodine urin (lihat Tabel 8). Temuan dapat
menuntun pengambilan keputusan pengobatan pada bayi dengan hasil tes
serum pada nilai ambang, misalnya, penemuan dari bentuk disgenesis tiroid.
Hasil dari tes ini biasanya akan memisahkan sementara dari kasus permanen.
44
Jika bentuk familial dari hipotiroidisme kongenital ditemukan, ini akan
menuntun konseling genetik. Seperti mutasi gen yang kini telah dilaporkan
pada hampir semua langkah dalam sintesis hormon tiroid, studi diagnostik di
atas dapat mengarah pada tes genetik tertentu untuk mengkonfirmasi etiologi
yang mendasari. Selain itu, pemeriksaan diagnostik ini dapat dilakukan secara
rutin pada program-program yang menggunakan informasi ini untuk
pemeriksaan klinis. Namun, pemeriksaan diagnostik ini umumnya tidak
mengubah pengambilan keputusan pengobatan, sehingga dianggap opsional.1
Table 8. Temuan pada pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk
mengidentifikasi etiologi yang mendasari hipotiroidisme kongenital.
1. Penyerapan dan scan radionuklida tiroid
Baik iodine-123 (I-123) atau sodium pertechnetate 99 m (Tc99m)
lebih baik untuk penyerapan dan scan tiroid pada neonatus untuk
meminimalkan paparan radioaktivitas; I-131 memberi dosis yang tinggi
untuk tiroid dan total tubuh dan tidak boleh digunakan. Penyerapan dan
scanning radionuklida umumnya adalah tes yang paling akurat dalam
menentukan beberapa bentuk disgenesis tiroid, misalnya, kelenjar ektopik,
hipoplasia tiroid (penurunan penyerapan pada lokasi eutopik), atau aplasia
tiroid (Gambar 5). Tidak adanya penyerapan radionuklida harus
dikonfirmasi dengan ultrasonografi. Tidak adanya penyerapan juga dapat
dilihat pada mutasi gen TSH β, mutasi yang menginaktifkan reseptor
45
TSH, defek pegambilan iodida, dan dengan thyrotropin receptor blocking
antibodies (TRB-Ab) maternal; ultrasonografi tiroid dan pemeriksaan lain,
seperti pengukuran serum Tg atau TRB-Ab akan membantu untuk
memisahkan etiologi ini dari aplasia tiroid (lihat di bawah).1
Jika pemeriksaan radionuklida menunjukkan kelenjar yang besar
pada lokasi yang eutopik dengan peningkatan penyerapan, temuan ini
mengacu pada salah satu dishormonogenesis selain pengambilan. Pada
kasus tersebut, penyerapan I-123 dapat dilanjutkan dengan tes pelepasan
perchlorate. Jika ada defek oksidasi dan organifikasi iodida, hal ini tidak
akan terikat pada tirosin tiroglobulin, sehingga akan cepat "terlepas"pada
kelenjar tiroid ketika diberikan perklorat dosis tinggi. Pemeriksaan genetik
untuk mutasi pada peroksidase tiroid, enzim yang bertanggung jawab
untuk oksidasi dan organifikasi, dapat mengkonfirmasi hal ini pada
kelainan biosintesis hormon tiroid saat lahir.1
2. Ultrasonografi tiroid
Ultrasonografi tiroid akurat dalam menentukan aplasia tiroid secara
benar. Pada situasi yang digambarkan di atas di mana penyerapan dan
scan radionuklida menunjukkan tidak adanya penyerapan, tetapi kelenjar
sebenarnya ada (mutasi gen TSHb, mutasi yang menginaktifasi reseptor
TSH, defek pengambilan iodida, TRB-Ab maternal), ultrasonografi dapat
46
menunjukkan kelenjar tiroid pada lokasi eutopik. Ultrasonografi umumnya
tidak seakurat scanning radionuklida dalam membuktikan kelenjar
ektopik. Beberapa penelitian terbaru melaporkan bahwa colorflow doppler
USG mampu mendeteksi jaringan tiroid ektopik pada 90 persen bayi
dengan kelenjar ektopik yang deteksi dengan pencitraan radionuklida.
Ultrasonografi tiroid dapat mengkonfirmasi kelenjar yang besar, yang
mengacu pada dishormonogenesis.1
3. Penentuan thyroglobulin (Tg) serum
Kadar tiroglobulin serum mencerminkan jumlah jaringan tiroid dan
umumnya meningkat sesuai dengan meningkatnya aktivitas tiroid, seperti
ketika TSH meningkat. Selain itu, dengan adanya peradangan, lebih
banyak tiroglobulin "merembes" ke dalam sirkulasi. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa kadar thyroglobulin serum yang paling rendah pada
neonatus pada aplasia tiroid (rata-rata 12 ng/ mL, kisaran 2-54 ng/ mL),
menengah pada kelenjar ektopik (rata-rata 92 ng/ mL, kisaran 11-231 ng/
mL), dan paling tinggi pada kasus-kasus yang berhubungan dengan
kelenjar yang besar (rata-rata 226 ng/ mL, kisaran 3-425 ng/ mL). Jadi,
kelompok-kelompok ini dapat dibedakan berdasarkan kadar tiroglobulin
serumnya, namun kadar yang tumpang tindih ini tidak dapat digunakan
untuk mendiagnosis etiologi pada kasus-kasus individual. Pada kasus
aplasia tiroid yang sebenarnya, kadar tiroglobulin serum tidak ada jika
diukur pada beberapa minggu setelah lahir. Penentuan tiroglobulin serum
dapat berguna pada kasus tidak adanya penyerapan radionuklida. Jika
kadar tiroglobulin meningkat, hal ini menunjukkan bahwa kelenjar tiroid
ada, dan bahwa neonatus mungkin mengalami mutasi yang
menginaktivasi reseptor TSH, defek pengambilan, atau TRB-Ab maternal,
bukan aplasia.1
47
4. Antibodi antitiroid
Penyakit tiroid autoimun maternal dapat dikaitkan dengan produksi
thryotropin receptor blocking antibodies (TRB-Ab). Antibodi ini akan
mencapai janin dan menghambat pengikatan TSH, menghambat
perkembangan dan fungsi kelenjar tiroid janin. Penyakit tiroid autoimun
maternal relatif umum, hanya sekitar 5 persen dari wanita usia reproduksi
memiliki baik antibodi tiroid antithiroglobulin atau peroksidase. Namun,
TRB-Ab maternal relatif jarang, menyebabkan hipotiroidisme kongenital
transien pada sekitar 1:100.000 neonatus. Jadi, kami hanya
merekomendasikan penentuan TRB-Ab pada kasus di mana seorang anak
sebelumnya telah mengalami hipotiroidisme kongenital transien, dan
ibunya telah diketahui memiliki penyakit tiroid autoimun dan hamil lagi.
TRB-Ab dapat diskrining dengan penentuan thyrotropin binding inhibitor
immunoglobulin (TBII) pada ibu.1
5. Penentuan iodine urin
Jika bayi dengan hipotiroidisme kongenital lahir di daerah defisiensi
iodine endemik, atau jika ada riwayat paparan iodine berlebih, pengukuran
iodine urin bisa mengkonfirmasi baik kekurangan atau kelebihan iodine.
Iodine urin 24 jam mendekati asupan iodine; kisaran normal pada
neonatus adalah sekitar 50 sampai 100 mcg.1
6. Mutasi genetik
Uji untuk mutasi genetik tertentu umumnya hanya dipertimbangkan
setelah pemeriksaan lain menunjukkan adanya defek tertentu, misalnya
mutasi pada gen peroksidase tiroid pada neonatus dengan goiter,
peningkatan penyerapan radionuklida, dan uji pelepasan perchlorate
positif. Seperti disebutkan sebelumnya, mutasi gen TTF 1, NKX2.1, atau
PAX-8 ditemukan hanya pada 2% dari kasus disgenesis tiroid. Dengan
48
demikian, pada sebagian besar kasus disgenesis tiroid, penyebab yang
mendasari masih belum diketahui.1
Laboratorium di seluruh dunia menawarkan tes genetik untuk
sebagian besar kelainan genetik berikut:1
Mutasi TSHβ
Mutasi aktivasi reseptor TSH
Dysgenesis Thyroid
- Mutasi TTF-2
- Mutasi NKX2.1
- Mutasi PAX-8
Dyshormonegenesis Thyroid
- Mutasi symporter sodium-iodide
- Mutasi hydrogen peroxide
o Mutasi DUOX2
o Mutasi DUOX2A
- Mutasi Thyroid peroxidase
o Pendred syndrome (PDS): mutasi gen pendrin
- Mutasi Thyroglobulin
- Mutasi Deiodinase
Defek pada transport hormon tiroid
- Mutasi MCT8
d. Pemeriksaan radiologis
Retardasi perkembangan tulang dapat ditunjukkan dengan
roentgenographi saat lahir dan sekitar 60% bayi hipotiroid kongenital
menunjukkan kekurangan hormon tiroid selama kehidupan intrauterine.
Contohnya, distal femoral epiphysis, yang biasanya ada saat lahir, sering tidak
ada. Pada pasien yang tidak diobati, ketidaksesuaian antara umur kronologis
dan umur osseus meningkat. Epiphyses sering memiliki beberapa fokus
49
penulangan (epifisis disgenesis), deformitas (retak) dari vertebra thorakalis 12
atau ruas lumbal 1 atau 2 sering ditemukan. Foto tengkorak menunjukkan
fontanela besar dan sutura lebar, tulang antar sutura biasanya ada. Sella
tursica sering besar dan bulat, dalam kasus-kasus langka mungkin ada erosi
dan menipis. Keterlambatan pada pembentukan dan erupsi gigi dapat terjadi.
Pembesaran jantung atau efusi perikardial mungkin ada.8
Skintigraphy dapat membantu menentukan penyebab pada bayi
dengan hipotiroid bawaan, tetapi pengobatan tidak boleh ditunda karena
pemeriksaan ini. Pemeriksaan 123 I-natrium iodida lebih unggul dari 99m Tc-
natrium pertechnetate untuk tujuan ini. Ultrasonographic tiroid sangat
membantu, tapi penelitian menunjukkan jaringan tiroid ektopik yang tidak
terdeteksi dengan USG tiroid dan ini dapat ditunjukkan oleh skintigrapI.
Rendahnya level TG serum menunjukkan agenesis dan peningkatan Tg serum
ada pada kelenjar ektopik dan gondok, tetapi ada tumpang tindih dengan
rentang luas. Adanya jaringan tiroid ektopik adalah diagnostik untuk
disgenesis tiroid yang membutuhkan pengobatan seumur hidup dengan T4.
Kegagalan menemukan jaringan tiroid menunjukkan tiroid aplasia, tetapi hal
ini juga terjadi pada bayi dengan defek trapping- iodida. Kelenjar tiroid yang
normal dengan ambilan radionuklida yang normal atau meningkat
menunjukkan cacat dalam biosintesis hormon tiroid. Pasien dengan goiter
hipotiroidisme memerlukan evaluasi lebih lanjut yaitu pemeriksaan
radioiodine, uji cairan perklorat, penelitian kinetik, kromatografi, dan
pemeriksaan jaringan tiroid, jika sifat biokimia defek harus ditentukan.7,8
Elektrokardiogram dapat menunjukkan gelombang P dan T voltase
rendah dengan amplitudo kompleks QRS yang berkurang dan menunjukkan
fungsi ventrikel kiri jelek dan efusi perikardial. Elektroensefalogram sering
menunjukkan voltase rendah. Pada anak-anak yang berumur lebih dari 2
tahun, tingkat kolesterol serum biasanya meningkat. MRI otak sebelum
50
pengobatan dilaporkan normal, meskipun spektroskopi resonansi magnetik
proton menunjukkan tingkat tinggi yang mengandung senyawa kolin, yang
mungkin mencerminkan blok di pematangan myelin.7,8
11. Diagnosis Diferensial
Pada kasus di mana bayi dengan hipotiroidisme kongenital terdeteksi
dengan tes skrining bayi baru lahir dan diagnosis berdasarkan tes fungsi tiroid
serum, diagnosis diferensial klinis tidak dipertimbangkan. Seperti yang dijelaskan
pada tes konfirmasi tiroid serum (diatas), hasilnya akan mengarah pada
diagnosis hipotiroidisme kongenital primer, hipotiroidisme subklinis, dan pada
beberapa program, hipotiroidisme sekunder atau sentral.1
Pada ketiadaan program skrining bayi baru lahir, diagnosis hipotiroidisme
kongenital dilakukan setelah perkembangan manifestasi klinis. Karena gejala dan
tanda berkembang secara bertahap setelah lahir, diagnosis hipotiroidisme pada
awalnya sulit. Waktu dimana gambaran klinis akan bervariasi tergantung pada
tingkat keparahan hipotiroidisme. Ciri myxedematous facies, batang hidung datar,
makroglosia, dan hipotonia dapat mengarah pada Down syndrome atau penyakit
penyimpanan metabolik. Ikterus yang berkepanjangan dan perut menonjol dapat
mengarah pada kelainan hati kongenital seperti atresia bilier. Pertumbuhan linear
yang lambat, kepala besar dengan proporsi tubuh yang belum matang, dan ciri
radiologis adanya disgenesis epifisis dapat disalah artikan dengan displasia
skeletal atau dwarfisme pituitari. Akhirnya gejala dan tanda klinis yang mengarah
pada hipotiroidisme kongenital, dan tes fungsi tiroid yang tepat dapat
mengkonfirmasikan diagnosis.1
12. Konseling genetik
Penyebab paling umum dari hipotiroidisme kongenital, disgenesis tiroid,
biasanya adalah gangguan sporadis, sehingga tidak ada risiko kekambuhan pada
kehamilan berikutnya. Sifat sporadis didukung oleh penelitian kembar, yang
menunjukkan kejanggalan pada disgenesis tiroid pada baik kembar monozigot
51
maupun dizigot. Terdapat bukti komponen familial pada beberapa kasus
disgenesis tiroid (aplasia, hipoplasia dan kelenjar ektopik). Dalam sebuah laporan
dari 2.472 pasien dengan hipotiroidisme kongenital yang diidentifikasi oleh
program skrining bayi baru lahir Perancis dan terbukti akibat dari disgenesis
tiroid, 48 (2 persen) tampaknya familial (biasanya terjadi pada saudara atau
sepupu, tetapi juga beberapa ibu/ bapak--putri/ putra). Bukti lebih lanjut untuk
komponen familial berasal dari sebuah penelitian Perancis yang melaporkan
bahwa 21,4 persen dari kerabat tingkat pertama pasien dengan hipotiroidisme
kongenital memiliki anomali perkembangan tiroid yang asimptomatik, seperti
kista duktus tiroglosus, hemiagenesis, atau lobus piramidal, dibandingkan dengan
0,9 persen pada populasi kontrol. Penelitian ini menunjukkan adanya komponen
genetik umum antara disgenesis tiroid dan anomali perkembangan ini. Kasus
yang belum jelas yaitu agenesis tiroid telah dilaporkan pada pasien dengan mutasi
yang berhubungan dengan kehilangan fungsi dari reseptor TSH. Kasus-kasus ini
tampaknya memiliki pola pewarisan resesif autosomal. Singkatnya, jika pasien
dideteksi dengan hipotiroidisme kongenital dan pemeriksaan pencitraan
menunjukkan beberapa bentuk disgenesis tiroid, keluarga dapat diberitahu bahwa
ia memiliki risiko kekambuhanyang kecil, sekitar 2 persen.1
Sebagian kecil pasien dengan hipotiroidisme kongenital yang berkembang
merupakan akibat dari defek herediter pada biosintesis hormon tiroid, salah satu
dari dishormonogenesis. Dishormonogenesis dapat dicurigai pada bayi yang
terdeteksi dengan hipotiroidisme kongenital dan goiter. Kelainan bawaan pada
biosintesis hormon tiroid ini adalah akibat dari mutasi pada symporter sodium-
iodida, peroksidase tiroid, tiroglobulin, atau gen iodotyrosin deiodinase. Semua
kelainan bawaan ini adalah autosomal resesif, sehingga mereka membawa risiko
kekambuhan 25 persen pada kehamilan berikutnya. Suatu gangguan yang spesifik
yaitu Pendred syndrome terdiri dari tuli sensorineural, goiter, dan gangguan
organifikasi iodida. Sindrom Pendred juga merupakan gangguan resesif
52
autosomal, terkait dengan kromosom 7q22-33.1, dan merupakan akibat dari
mutasi pada protein transport klorida-iodida yang terdapat pada tiroid dan telinga
bagian dalam. Sementara beberapa pasien dengan sindrom Pendred dapat
mengembangkan hipotiroidisme saat lahir, mayoritas adalah eutirod secara klinis
dan biokimia.1
Terdapat risiko kekambuhan hipotiroidisme yang tinggi pada bayi yang lahir
dari ibu dengan penyakit tiroid autoimun berkaitan dengan thyrotropin receptor
blocking antibodies (TRB-Ab). Ibu harus diperiksa TRB-Ab-nya pada kasus
hipotiroidisme kongenital berulang pada saudara kandung. TRB-Ab akan
melewati plasenta dan menghambat perkembangan kelenjar tiroid janin.
Meskipun hal ini jarang menyebabkan hipotiroidisme kongenital, ibu harus diberi
nasihat bahwa selama ia memiliki konsentrasi TRB-Ab yang tinggi, kehamilan
berikutnya memiliki risiko.1
13. Diagnosis antenatal
Sebagian hipotiroidisme kongenital yang paling sering bukan merupakan
gangguan yang diwariskan, dan mayoritas kasus adalah sporadis, sehingga tidak
mungkin untuk mengidentifikasi populasi ibu hamil yang berisiko tinggi untuk
hipotiroidisme janin. Kehamilan tertentu dapat ditentukan berada pada risiko
berdasarkan riwayat keluarga bahwa bayi sebelumnya memiliki hipotiroidisme
kongenital, misalnya akibat dishormonogenesis atau TRB-Ab maternal. Sebagian
besar kasus, meskipun tidak familial dan ditemukan ketika ultrasonografi rutin
mengungkapkan goiter pada janin. Selain itu, jika seorang wanita hamil dengan
penyakit Graves diobati dengan obat antitiroid, janin beresiko untuk
hipotiroidisme. Selanjutnya, jika seorang wanita hamil secara tidak sengaja
menggunakan iodine radioaktif (RAI) setelah kehamilan 8-10 minggu, tiroid janin
akan menangkap RAI, mengakibatkan ablasi tiroid dan hipotiroidisme.1
Kejadian kasus jarang dilaporan pada kehamilan berikutnya pada keluarga
di mana saudara sebelumnya mengalami hipotiroidisme kongenital tipe familial.
53
Pada kasus di mana janin berisiko untuk hipotiroidisme, misalnya, bayi
sebelumnya dengan hipotiroidisme kongenital yang disebabkan oleh
dishormonogenesis, atau salah satu bentuk yang jarang dari disgenesis tiroid
familial, atau defek pada transport hormon tiroid, di mana defek genetik telah
diidentifikasi, tes genetik pada sel-sel janin yang diperoleh melalui amniosentesis
akan menentukan apakah kehamilan saat ini juga dipengaruhi atau tidak (untuk
daftar defek, lihat 6. Mutasi genetik, pada "Diagnosis"). Pada gangguan resesif
ini, dengan risiko kekambuhan 25 persen, kehamilan yang terkena dampak
selanjutnya dapat diketahui berdasarkan temuan USG dari goiter janin, serta
dengan peningkatan cairan amnion dan fetal bradikardi. Secara umum,
pengukuran kadar TSH atau hormon tiroid cairan amnion tidak dapat diandalkan,
dan pengambilan sampel darah umbilical janin diperlukan untuk mendiagnosis
hipotiroidisme janin. Suatu kasus yang ditemukan dengan ultrasonografi antenatal
secara rutin melaporkan pengukuran secara bersamaan cairan amnion dan fetal
umbilacal TSH. Pada 32 minggu kehamilan, TSH cairan amnion adalah 8.76 mU/
L sedangkan TSH fetal umbilical adalah 231.00 mU/ L. Dengan suntikan
levothyroxine (l-tiroksin) intra-amnion, TSH cairan amnionturun menjadi 0,95
mU/ L, sedangkan TSH umbilical turun menjadi 1,20 mU/ L. Para penulis
berpendapat bahwa dalam hal ini TSH cairan amnion awal meningkat (kisaran
normal 0,15-1,7 mU/ L) dan merupakan diagnostik untuk hipotiroidisme janin.
Secara umum, tes genetik pada sel-sel janin yang diperoleh melalui amniosentesis
merupakan metode yang lebih tepat dan lebih aman untuk diagnosis dari pada
pengambilan sampel darah umbilical janin.1
Beberapa kasus hipotiroidisme yang didiagnosis pada antenatal telah
menjalani pengobatan melalui suntikan intra-amnion l-tiroksin. Biasanya, 250
mcg l-tiroksin (kisaran 250-600 mcg) disuntikkan setiap minggu ke dalam cairan
amnion. Dosis berikutnya didasarkan pada efek pengobatan dalam mengurangi
ukuran goiter janin dan tes tiroid darah umbilical janin yang berulang. Secara
54
umum, pemantauan dan pengobatan antenatal ditoleransi dengan baik, meskipun
terdapat risiko suntikan cairan amnion dan pengambilan sampel darah umbilical
janin seperti persalinan prematur, perdarahan, dan infeksi. Sementara sebagian
besar kasus melaporkan hasil perkembangan psikomotor yang baik, belum ada
penelitian sistematis mengenai pengobatan antenatal pada hipotiroidisme janin.
Mengingat bahwa sebagian besar bayi dengan hipotiroidisme kongenital membaik
jika terdeteksi dengan skrining bayi baru lahir dengan pengobatan dimulai dalam
2-4 minggu pertama kehidupan, tidak jelas apakah pengobatan antenatal
diperlukan untuk hasil neurokognitif yang optimal, meskipun terdapat hasil yang
jelas dalam menyusutkan goiter janin.1
14. Terapi
Walaupun pengobatan hipotiroid efisien, mudah, murah, dan memberikan
hasil yang sangat memuaskan, namun perlu dilakukan pemantauan dan
pengawasan yang ketat mengingat pentingnya masa depan anak khususnya
perkembangan mentalnya. Sebelum pengobatan dimulai harus selalu dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis.
Tujuan pengobatannya adalah :
a. Mengembalikan fungsi metabolism yang esensial agar menjadi normal
dalam waktu yang singkat. Fungsi tersebut termasuk termoregulasi,
respirasi, metabolism otot, dan otot jantung yang snagat diperlukan pada
masa awal kehidupan.
b. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
c. Mengembalikan tingkat maturitas biologis yang normal, khususna yang
menyangkut otak seperti proses enzimatik di otak, perkembangan akson,
dendrite, sel glia, dan proses mielinisasi neuron.
Tiroksin (natrium levotiroksin) merupakan hormon pilihan untuk terapi sulih
hormon tiroid karena potensinya yang tetap dan durasi kerjanya yang lama.
Absorbs tiroksin terjadi di usus halussecara beragam dan tidak sempurna, dengan
55
sekitar 50 hingga 80% dosis diabsorbsi. absorbsi sedikit meningkat jika hormon
digunakan ketika perut kosong. Selain itu, obat-obat tertentu dapat mempengaruhi
absorbs levotiroksin di dalam usus, termasuk sukralfat, resin kolestiramin,
suplemen kalsium dan besi, serta aluminum hidroksida. Peningkatan ekskresi
levotiroksin dalam empedu terjadi selama pemberianobat yang menginduksi
enzim-enzim sitokrom P450 hati, seperti fenitoin, karbamazepin, dan
rifampin.peningkatan ekskresi ini mungkin mengharuskan peningkatan dosis
pemberian levotiroksinsecara oral. Triiodotironin (natrium liotironin) terkadang
dapat digunakan jika diinginkan onset kerja yang lebih cepat, misalnya pada
keadaan koma miksedema atau penyiapan pasien untuk terapi 131 I untuk
pengobatan kanker tiroid.senyawa ini kurang disukai untuk terapi sulih hormon
jangka lama karena diperlukan pemberian yang lebih sering, biaya lebih mahal,
dan peningkatan sementara konsentrasi triiodotironin dalam serum diatas rentang
normal. Tetapi kombinasi levotiroksin dan liotironin telah diusulkan
penggunaannya pada pasien untuk pasien hipotirooid yang tetap menunjukkan
gejala saat diberi levotiroksin saja memiliki konsentrasi TSH serum dalam
rentang normal. Namun manfaat pasti dari terapi kombinasi ini belum terlihat.
Selain itu, kombinasi ini dapat menyebabkan peningkatan sementara konsentrasi
T3 dalam sirkulasi dibandingkan dengan kadar T3 yang tetap selama pemberian
levotiroksin akibat pengobatan T4 menjadi T3 di jaringan perifer.5
Sodium levotiroksin (Na-Ltiroksin) merupakan obat yang terbaik. Tetapi
harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid congenital ditegakkan. Dosis
levotiroksin yang dianjurkan untuk setiap kelompok usia dapat dilihat pada table.
Orang tua pasien harus diberikan penjelasan mengenai kemungkinan penyebab
hipotiroid, pentingnya kepatuhan minum obat dan prognosisnya baik jika terapi
diberikan secara dini. Untuk neonates yang terdeteksi pada minggu-minggu awal
kehidupan direkomendasikan untuk memberikan dosis inisial sebesar 10-15
µg/kg/hari karena lebih cepat dalam normalisasi kadar T4 dan TSH. Bayi-bayi
56
dengan hipotiroidisme berat ( kadar T4 sangat rendah, TSH sangat tinggi, dan
hilangnya epifise femoral distal dan tibia proksimal pada gambaran radiologi
lutut) harus dimulai dengan dosis 15 µg/kgBB/hari.6
Dosis Na LT4 yang dianjurkan untuk pengobatan hipotiroid
Usia Na L-T4 (µg/kg)
0-3 bulan 8-10
3-6 bulan 7-10
6-10 bulan 6-8
1-5 tahun 4-6
6-12 tahun 3-5
>12 tahun 3-4
Terapi Pada Diagnosis Yang Meragukan6
Kadang-kadang kita dihadapkan pada diagnosis yang meragukan dan dituntut
untuk menetukan pengobatan, misalnya bila pada hasil pemeriksaan serum
didapatkan kadar T4 rendah dengan TSH normal atau kadar T4 normal dengan kadar
TSH sedikit meninggi. Bila hal ini terjadi pada bayi cukup bulan maka harus
dilakukan skintigrafi tiroid untuk memastikan diagnosis.
Bila pada skintigram didapatkan hipoplasia, aplasia, kelenjar tiroid ektopik,
maka dapat diberikan preparat hormon tiroid. Bila keadaan kelenjar tiroid normal,
maka harus dilakukan pemeriksaan ulang kadar T4 dan TSH. Bila hasil pemeriksaan
kadar TSH meningkat maka pengobatan harus segera dimulai, dan bila kadar T4 dan
TSH normal maka pengobatan harus ditunda.
Terapi Pada Bayi Prematur6
Bila kadar T4 rendah dan TSH normal maka untuk memastikan perlunya
pengobatan tidak perlu dilakukan skintigrafi, namun cukup dengan pemeriksaan
kadar T4 dan TSH secara serial. Umumnya kadar T4 meningkat mendekati angka
57
normal, sedangkan TSH tetap normal. Bila kadar T4 terus menurun dan TSH
meningkat, dapat dipertimbangkan skintigrafi tiroid dan pengobatan dapat dimulai.
Tetapi bila tanda-tanda klinis hipotiroid jelas maka tidak perlu dilakukan skintigrafi
atau pemeriksaan darah ulang dan dapat langsung diberikan pengobatan. Setelah usia
2 atau 3 tahun, pengobatan dihentikan untuk sementara sambil dilakukan evaluasi
apakah hipotiroid yang terjadi transien atau menetap.
Terapi Dengan Dosis Penuh Atau Bertahap6
Secara umum pengobatan langsung dengan dosis penuh aman bagi neonatus.
Bila ada tanda-tanda kelainan jantung atau tanda-tanda dekompensasi jantung, maka
pengobatan dianjurkan dimulai dengan dosis rendah, yaitu 1/3 dosis, dan setelah
selang beberapa hari dinaikkan 1/3 dosis lagi sampai dosis penuh yang dianjurkan
tercapai.
15. Tindak lanjut yang direkomendasikan
Evaluasi klinis harus dilakukan setiap beberapa bulan selama tiga tahun
pertama kehidupan bersama dengan pengukuran T4 serum atau T4 bebas dan
TSH secara terus-menerus. The American Academy of Pediatrics
merekomendasikan jadwal pemantauan berikut:1
Pada dua atau empat minggu setelah pengobatan I-thyroxine awal
Setiap 1-2 bulan selama 6 bulan pertama kehidupan
Setiap 3-4 bulan antara usia 6 bulan dan tiga tahun
Setiap 6-12 bulan setelahnya sampai masa pertumbuhan lengkap
Empat minggu setelah perubahan dosis
Lebih sering jika hasilnya abnormal atau dicurigai adanya ketidakpatuhan
terhadap pengobatan.1
T4 serum harus dinormalisasikan dalam waktu satu sampai dua minggu dan
TSH serum harus menjadi normal pada sebagian besar bayi setelah satu bulan
pengobatan. Pada beberapa individu, dosis tinggi TSH (10-20 mU/ L) dapat
58
dipertahankan meskipun T4 serum normal atau sebaliknya. Pada kebanyakan
kasus hal ini terjadi dalam masa pengobatan, namun ada beberapa individu yang
akan mengalami kematangan abnormal dari kontrol umpan balik T4 bebas pada
sekresi TSH. Kelainan ini diperkirakan timbul pada sekitar 10 persen dari
individu hipotiroidisme kongenital yang diobati dan dapat dikarenakan
pengaturan ulang dari mekanisme umpan balik pituitary-tiroid di dalam uterus.
Pada suatu penelitian terhadap 42 pasien, prevalensi resistensi hormon pituitary
tiroid adalah setinggi 43 persen dari bayi yang lebih muda kurang dari satu tahun
dan menurun menjadi 10 persen pada anak-anak dan remaja. Hal ini menunjukkan
bahwa resistensi hormon tiroid lebih sering terjadi pada kelompok usia yang lebih
muda dan dapat membaik sesuai dengan usia.1
16. Hipertiroidisme permanen dibandingkan transien
Beberapa pasien dengan hasil skrining baru lahir yang positif untuk
hipotiroidisme kongenital memiliki hipotiroidisme kongenital transien.
Hipotiroidisme kongenital permanen dapat diasumsikan jika:1
Ultrasonografi atau pencitraan radionuklida menunjukkan ketiadaan atau
kelenjar tiroid ektopik, sesuai dengan athyreosis atau disgenesis tiroid.
Dapat menunjukkan dishormonogenesis seperti yang dibahas pada bagian
diagnosis.
Jika kapan saja selama tahun pertama kehidupan, TSH serum naik di atas
20 mU/ L dalam masa pengobatan.
Jika hipotiroidisme kongenital permanen belum dibuktikan pada usia dua
sampai tiga tahun, AAP dan ESPE merekomendasikan menghentikan pemberian
terapi l-tiroksin selama 30 hari.1
Jika ditemukan T4 serum rendah atau T4 bebas dan TSH tinggi,
hipotiroidisme kongenital permanen ditetapkan dan terhadap pasien dilakukan
terapi ulangan. Jika T4 serum atau T4 bebas dan TSH tetap normal, diagnosis
diduga bersifat hipotiroidisme kongenital transien dan pengobatan tidak lagi
59
diperlukan. Namun, pasien ini harus diikuti dan dimonitor untuk tanda-tanda dan
gejala hipotiroidisme seperti konstipasi, pertumbuhan yang terlambat atau
penurunan proses pemikiran. Jika hal ini muncul maka pengujian serum fungsi
tiroid harus dilakukan dan sudah pasti, pasien ini harus terus diikuti untuk
pengujian ulang dengan ambang yang rendah. Subyek yang diduga hipotiroidisme
transien rentan terhadap kekambuhan selama masa pubertas dan kehamilan dan
harus diuji ulang selama waktu tersebut. Suatu pendekatan baru yaitu penggunaan
TSH rekombinan (rhTSH) untuk membuat diagnosis hipotiroidisme kongenital
tanpa memerlukan gejala withdrawal dari hormon tiroid. Suatu penelitian yang
dilakukan pada 10 anak-anak menggabungkan penggunaan USG, skintigrafi
menurut rhTSH, dan pengujian pelepasan percholorate. Protokol ini menghasilkan
diagnosis yang akurat dari hipotiroidisme kongenital permanen pada 8 dari 10
kasus tanpa penghentian tiroksin. Hal ini menunjukkan bahwa rhTSH dapat
digunakan untuk konfirmasi lebih lanjutdari hipotiroidisme kongenital permanen.1
17. Rekomendasi Pada HK 10
Grade rekomendasi dan kekuatan bukti.
Kekuatan bukti dievaluasi sesuai dengan sistem klasifikasi Oxford dan didirikan
berdasarkan rancangan percobaan yang digunakan, mengingat bukti terbaik yang
tersedia untuk setiap pertanyaan dan pengalaman Brasil.
A: Sebagian besar eksperimental dan / atau penelitian observasional konsisten.
B: Studi eksperimental dan / atau pengamatan Kurang konsisten.
C: Laporan kasus.
D: Opini tanpa evaluasi kritis berdasarkan konsensus, studi fisiologis atau model
hewan.
1. Rekomendasi 1
60
Penyebab paling sering CH permanen adalah disgenesis tiroid, yang meliputi
agenesis tiroid, ektopi dan hipoplasia (B). Dyshormonogenesis adalah
penyebab paling umum kedua (B). Penyebab yang jarang dari CH termasuk
hipotiroidisme sentral (B), sindrom resistensi terhadap hormon tiroid (D),
TSH sindrom resistensi (C) dan MCT8 mutations (C).
2. Rekomendasi 2
Hipotiroidisme neonatal mungkin permanen atau sementara. Disarankan
bahwa anak-anak akan kembali dievaluasi pada 3 tahun; untuk pasien dengan
jelas etiologi hipotiroidisme, levothyroxine (L-T4) pengobatan harus
dihentikan (B).
3. Rekomendasi 3
Meskipun kemungkinan tidak adanya gejala klinis pada bayi dengan
hipotiroidisme kongenital, tanda-tanda dan gejala yang dijelaskan dalam harus
menjadi peringatan (B).
4. Rekomendasi 4
Mendengar screening dan pemeriksaan fisik yang cermat dianjurkan untuk
mencari kelainan bawaan lainnya pada anak dengan hipotiroidisme kongenital
(B).
5. Rekomendasi 5
Skrining neonatal dianjurkan untuk melacak CH (A)
6. Rekomendasi 6
Darah harus dikumpulkan dari NB untuk skrining setelah 48 jam lahir sampai
4 hari hidup atau sebelum NB meninggalkan rumah sakit dan selalu sebelum
transfusi darah (D)
7. Rekomendasi 7
61
Di Brasil, NB skrining untuk CH adalah menentukan TSH pada kertas filter,
diikuti oleh jumlah T4 dan / atau pengukuran T4 bebas dalam serum, bila
diperlukan. Strategi ini efektif dan juga telah diadopsi di negara lain (A).
8. Rekomendasi 8
Tes skrining untuk CH yang menghasilkan hasil abnormal harus dikonfirmasi
dengan pengukuran kuantitatif TSH vena dan jumlah T4 / T4 bebas (B)
9. Rekomendasi 9
Investigasi Pelengkap diperlukan untuk menentukan etiologi hipotiroidisme
kongenital (B), tapi jangan pernah menunda awal pengobatan.
10. Rekomendasi 10
Awal pengobatan harus sedini mungkin, sebaiknya dalam 2 minggu pertama
kehidupan (B).
11. Rekomendasi 11
Pengobatan CH harus dimulai sesegera mungkin, sebaiknya dalam 15 hari
pertama kehidupan. Oral L-T4 dianjurkan pada dosis awal 10-15 mg / kg /
hari (A)
18. Prognosis6
Semua laporan yang ada menyebutkan bahwa penderita hipotiroid congenital
yang mendapatkan pengobatan adekuat dapat tumbuh secara normal. Bila
pengobatan dimulai pada usia 46 minggu, maka IQ pasien tidak berbeda dengan
IQ populasi control. Program skrining di quebec (AS) mendapatkan bahwa IQ
pasien pada usia 1 tahun sebesar 115, usia 18 bulan sebesar 104, dan usia 36
bulan sebesar 103. Pada pemeriksaan saat usia 36 bulan didapatkan “hearing
speech” dan “practical reasoning (digunakan cara Griffith’s Developmental Test)
lebih rendah dari populasi kontrol. Jadi walaupun secara umum tidak ditemukan
kelainan mental, tetapi ada beberapa hal yang kurang pada anak dengan hipotiroid
kongenital. Kasus berat dan yang tidak mendapatkan terapi adekuat pada 2 tahun
62
pertama kehidupan akan mengalami gangguan perkembangan intelektual dan
neurologis.
Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal dapat dijumpai kelainan
neurologis, antara lain gangguan koordinasi pada motorik kasar dan halus,
ataksia, tonus otot meninggi atau menurun, gangguan pemusatan perhatian, dan
gangguan bicara. Tuli sensorineural ditemukan pada sekitar 20% kasus hipotiroid
kongenital.
63
Kesimpulan
Hipotiroidisme kongenital merupakan defisiensi hormon tiroid yang muncul
pada saat lahir. Hal ini dapat disebabkan oleh masalah pada perkembangan kelenjar
tiroid atau gangguan pada biosintesis hormon tiroid.
Gambaran klinis hipotiroidisme kongenital sering samar dan banyak bayi baru
lahir tetapi tidak terdiagnosis saat lahir. Di negara-negara yang memiliki program
skrining bayi baru lahir, pada dasarnya semua bayi dengan hipotiroidisme kongenital
didiagnosis setelah deteksi oleh tes skrining bayi baru lahir.
Hipotiroidisme kongenital merupakan salah satu penyebab paling umum dari
retardasi mental yang dapat diobati. Tujuan keseluruhan dari terapi adalah
memastikan bahwa pasien tersebut dapat memiliki pertumbuhan dan perkembangan
mental yang seketat mungkin dengan potensi genetiknya. Hal ini dicapai dengan
mengembalikan secara cepat T4 bebas dan TSH ke kisaran normalnya dan kemudian
mempertahankan euthiroidisme klinis dan biokimia.
Levothyroxine (l-tiroksin) adalah pengobatan pilihan (treatment of choice).
Dosis dan waktu terapi penggantian hormon tiroid penting dalam mencapai hasil
neurokognitif yang optimal. Keterlambatan dalam normalisasi serum T4 lebih dari
satu minggu dapat mengakibatkan skor kecerdasan yang lebih rendah. Evaluasi klinis
harus dilakukan setiap beberapa bulan selama tiga tahun pertama kehidupan bersama
dengan pengukuran T4 serum atau T4 bebas dan TSH secara terus-menerus.
Munculnya program skrining bayi baru lahir pada pertengahan 1970-an
memungkinkan deteksi dan pengobatan yang lebih dini pada bayi dengan
hipotiroidisme kongenital.
64