28
Hierarki Peraturan Perundang-undangan yang berlaku sekarang adalah sebagaimana yang termuat dalam UU P3 (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004). Pengaturan sebelumnya mengenai hierarki itu dapat dilacak sampai pada tahun 1950. Berikut ini dipaparkan perkembangan pengaturan mengenai hierarki tersebut dari tahun 1950 sampai dengan tahun 2004 dalam upaya mendapatkan pemahaman yang lebih memadai mengenai kedudukan peraturan perundang-undangan daerah, khususnya Peraturan Daerah, dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Dalam UU No. 1 Tahun 1950 tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, Pasal 1, diatur bahwa jenis peraturan-peraturan Pemerintah Pusat ialah: a. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang, b. Peraturan Pemerintah, c. Peraturan Menteri. Dalam Pasal 2 diatur, tingkat kekuatan peraturan-peraturan Pemerintah Pusat ialah menurut urutannya pada Pasal 1. Kedua ketentuan tersebut menunjukkan politik perundang-undangan mengenai jenis dan tata urutan peraturan perundang-undangan pusat yang berlaku saat itu. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPRGR mengenai Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Peraturan Perundangan RI. Bentuk-bentuk Peraturan Perundangan RI ialah: - UUD RI 1945, - Ketetapan MPR (S),

Hierarki Peraturan Perundang

Embed Size (px)

Citation preview

Hierarki Peraturan Perundang-undangan yang berlaku sekarang adalah sebagaimana yang termuat dalam UU P3 (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004). Pengaturan sebelumnya mengenai hierarki itu dapat dilacak sampai pada tahun 1950.Berikut ini dipaparkan perkembangan pengaturan mengenai hierarki tersebut dari tahun 1950 sampai dengan tahun 2004 dalam upaya mendapatkan pemahaman yang lebih memadai mengenai kedudukan peraturan perundang-undangan daerah, khususnya Peraturan Daerah, dalam hierarki peraturan perundang-undangan.Dalam UU No. 1 Tahun 1950 tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, Pasal 1, diatur bahwa jenis peraturan-peraturan Pemerintah Pusat ialah:a.Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang,b.Peraturan Pemerintah,c.Peraturan Menteri.Dalam Pasal 2 diatur, tingkat kekuatan peraturan-peraturan Pemerintah Pusat ialah menurut urutannya pada Pasal 1. Kedua ketentuan tersebut menunjukkan politik perundang-undangan mengenai jenis dan tata urutan peraturan perundang-undangan pusat yang berlaku saat itu.Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPRGR mengenai Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Peraturan Perundangan RI.Bentuk-bentuk Peraturan Perundangan RI ialah:-UUD RI 1945,-Ketetapan MPR (S),-Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang,-Peraturan Pemerintah,-Keputusan Presiden,-Peraturan pelaksanaan lainnya seperti:-Peraturan Menteri,-Instruksi Menteri,-dan lain-lainnya.Sesuai dengan sistem konstitusi seperti yang dijelaskan dalam Penjelasan authentik UUD 1945, UUD RI adalah bentuk peraturan perundangan yang tertinggi, yang menjadi dasar dan sumber bagi semua peraturan-peraturan bawahan dalam Negara. Sesuai pula dengan prinsip Negara Hukum, maka setiap peraturan perundangan harus bersumber dan berdasar dengan tegas pada peraturan perundangan yang berlaku, yang lebih tinggi tingkatannya (Tap MPRS Nomor XX/MPRS/1966).Ketetapan MPRS tersebut menegaskan politik perundang-undangan mengenai bentuk (baca: jenis) dan tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku sejak saat itu. Sekalipun tidak tegas keberadaan peraturan perundang-undangan daerah dalam tata urutan itu, namun keberadaannya dapat diinterpretasikan dari kata dan lain-lainnya. Artinya, baik Peraturan Daerah maupun Peraturan Kepala Daerah (Keputusan Kepala Daerah saat itu) berada di bawah Instruksi Menteri.Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Dalam Ketetapan MPR ini ditentukan bahwa tata urutan peraturan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya. Tata urutan peraturan perundang-undangan RI adalah:1.Undang-Undang Dasar 1945;2.Ketetapan MPR;3.UU;4.PERPU;5.PP;6.Keppres;7.Perda (Pasal 2).a. Perda provinsi.b. Perda kabupaten/kota.c. Perdes (ayat (7) Pasal 3).Sesuai dengan tata urutan peraturan perundang-undangan ini, maka setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi (ayat (1) Pasal 4). Peraturan atau keputusan MA, BPK, menteri, BI, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan ketentuanyang termuat dalam tata urutan peraturan perundang-undangan (ayat (2) Pasal 4).Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 menunjukkan politik perundang-undangan mengenai:1.Jenis peraturan perundang-undangan yang terdiri dari jenis jenis peraturan perundang-undangan di dalam tata urutan dan jenis peraturan perundang-undangan di luar tata urutan.2.Peraturan Daerah merupakan jenis peraturan perundang-undangan di dalam tata urutan, yang membawa implikasi hukum bahwa jenis peraturan perundang-undangan di luar tata urutan (Peraturan atau keputusan MA, BPK, menteri, BI, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Pemerintah) tidak boleh bertentangan dengan ketentuanyang termuat dalam tata urutan peraturan perundang-undangan, termasuk tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Daerah.3.Peraturan perundang-undangan yang berada dalam jenis Peraturan Daerah, yakni Perda Provinsi, Perda Kabupaten/Kota, dan Perdes, tidaklah berada dalam tata urutan berdasarkan Ketetapan MPR tersebut.Dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 diatur bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:a.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b.Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;c.Peraturan Pemerintah;d.PeraturanPresiden;e.Peraturan Daerah (ayat (1) Pasal 7), meliputi:a.Peraturan Daerah provinsi.b.Peraturan Daerahkabupaten/kota.c.Peraturan Desa.Termasuk dalam jenis Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Perdasus serta Perdasi di Daerah Provinsi Papua (Penjelasan ayat (2) huruf a Pasal 7).Dalam ayat (5) diatur, kekuatan hukumPeraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan hierarkiadalah penjenjangan setiap jenisperaturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendahtidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (Penjelasan ayat (5) Pasal 7).Seperti halnya Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, UU Nomor 10 Tahun 2004 juga mengenal jenis peraturan perundang-undangan di luar tata urutan (di luar hierarki). Ini diatur dalam Pasal 7 ayat (4), jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukummengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.Selanjutnya dalam penjelasannya diterangkan, bahwa jenis peraturan perundang-undangan dimaksud antara lain peraturan yang dikeluarkan oleh:a.MPR, danb.DPR,c.DPD,d.MA,e.MK,f.BPK,ubernur BI,g.Menteri,h.Kepala badan, lembaga, atau lomisi yang setingkat yang dibentuk oleh UU atau pemerintah atas perintah UU,i.DPRD Provinsi,j.Gubernur,k.DPRD Kabupaten/Kota,l.Bupati/Walikota,m.Kepala Desa atau yang setingkat.UU Nomor 10 Tahun 2004 tersebut menunjukkan politik perundang-undangan mengenai:1.Jenis peraturan perundang-undangan yang terdiri dari jenis jenis peraturan perundang-undangan di dalam hierarki dan jenis peraturan perundang-undangan di luar hierarki.2.Jenis peraturan perundang-undangan daerah meliputi Peraturan Daerah (Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, dan Peraturan Desa), Peraturan DPRD (Peraturan DPRD Provinsi dan Peraturan DPRD Kabupaten/Kota), Peraturan Kepala Daerah (Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota), dan Peraturan Kepala Desa.3.Peraturan Daerah merupakan jenis peraturan perundang-undangan di dalam hierarki, yang mempunyai kekuatan hukum sesuai dengan hierarkinya.4.Hubungan antara Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, dan Peraturan Desa, tidaklah hubungan hierarki.5.Peraturan DPRD (Peraturan DPRD Provinsi dan Peraturan DPRD Kabupaten/Kota), Peraturan Kepala Daerah (Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota), dan Peraturan Kepala Desa berada di luar hierarki, yang mempunyai kekuatan hukum sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dalam tata urutan berdasarkan Ketetapan MPR tersebut.F.Jenis dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan DaerahBerdasarkan uraian tersebut di atas, maka jenis peraturan perundang-undangan daerah meliputi:1.Peraturan Daerah, yang meliputi:a.Peraturan Daerah Provinsi,b.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, danc.Peraturan Desa.2.Peraturan DPRD, yang meliputi:a.Peraturan DPRD Provinsi, danb.Peraturan DPRD Kabupaten/Kota.3.Peraturan Kepala Daerah, yang meliputi:a.Peraturan Gubernur, danb.Peraturan Bupati/Walikota.4.Peraturan Kepala Desa.Sesuai dengan asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan (Pasal 5 huruf c UU Nomor 10 Tahun 2004), maka jenis-jenis peraturan perundang-undangan daerah itu haruslah berisi materi muatan yang tepat.Penggunaan istilah materi muatan diperkenalkan olehAbdul HamidSaleh Attamimisebagai pengganti kata Belanda het onderwerp dalam ungkapanThorbeckehet eigenaardig onderwerp der wet, diterjemahkan dengan materi muatan yang khas dari undang-undang, yakni materi pengaturanyang khas yang hanya dan semata-mata dimuat dalam undang-undang dan oleh karena itu menjadi materi muatan UU.(Attamimi 1979,1982, dan 1990). Dalam UU No 10 Tahun 2004, istilah materi muatan peraturan perundang-undangan diartikansebagai materi yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan (Pasal 1 angka 12).Berdasarkan pengertian tersebut, maka materi muatan peraturan perundang-undangan dapat diartikan sebagai materi pengaturanyang khas yang hanya dan semata-mata dimuat dalam jenis peraturan perundang-undangan tertentu, yang tidakmenjadi materi muatan jenis peraturan perundang-undangan lainnya. Khususnya, mengenai materi muatan Perda, makaberarti materi pengaturanyang khas yang dimuat dalam Perda, yang tidakdimuat baik dalam peraturan perundang-undangan daerah lainnya maupun peraturan perundang-undangan pusat.[10]Mengenai materi muatan peraturan perundang-undangan dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 secara tegas diatur dalam Bab III yang bertajuk Materi Muatan, yakni1.Materi muatan yang harus diatur dengan UU berisi hal-hal yang:i.mengatur lebih lanjut ketentuan UUD NRI Tahun 1945 yang meliputi:1.hak-hak asasi manusia;2.hak dan kewajiban warga negara;3.pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara;4.wilayah negara dan pembagian daerah;5.kewarganegaraan dan kependudukan;6.keuangan negara.ii.diperintahkan oleh suatu UU untuk diatur dengan UU (Pasal 8).b.Materi muatan PERPU sama dengan materi muatan UU (Pasal 9), yang ditetapkan dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa (Pasal 1 angka 4).c.Materi muatan PP berisi materi muatan untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya (Pasal 10).d.Materi muatan Perpres berisi materi yang diperintahkan oleh UU atau materi untuk melaksanakan PP (Pasal 11).Materi muatan tersebut adalah materi muatan peraturan perundang-undangan pusat.Hal tersebut penting dipahami dalam upaya memperjelas pemahaman mengenai materi muatan peraturan perundang-undangan daerah.Materi muatan peraturan perundang-undangan daerah adalah sebagai berikut:1.Materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi (Pasal 12).2.Materi muatan Peraturan Desa/yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi (Pasal 13).3.Materi muatan Peraturan Kepala Daerah adalah materi untuk melaksanakan Peraturan Daerah atau atas kuasa peraturan perundang-undangan ((Pasal 146 ayat (1) UU Pemda).4.Peraturan DPRD, masih perlu diadakan kajian mengenai materi muatannya.Contoh materi muatan Peraturan DPRD adalah Peraturan Tata Tertib DPRD (Pasal 54 ayat (6) UU Pemda).Khusus mengenai materi muatan Perda dapat dikemukakan kembali, bahwa materi muatannya pada dasarnya adalah:1.Seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah (termasuk di dalamnya seluruh materi muatan dalam rangka menampung kondisi khusus daerah, sebab kondisi khusus daerah merupakan salah satu karakter dari otonomi daerah, yakni karakter nyata dan yang lainnya adalah seluas-luasnya dan bertanggung jawab).2.Seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan tugas pembantuan, dan3.Penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.Khususnya mengenai materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah harus merujuk pada ketentuan Pasal 13 dan Pasal 14 UU Pemda, yang masing mengatur urusan wajib dan urusan pilihan daerah provinsi dan urusan wajib dan urusan pilihan daerah kabuipaten/kota. Pembagian urusan ini lebih lanjut diatur dalam PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang penetapan masing-masing urusan itu oleh Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota dengan Peraturan Daerah.Jika kita analisis lebih mendalam, bahwa dalam sistem hukum Indonesia yang berlaku saat ini berkaitan dengan konsepsi hukum tentang istilahjenisdan tata urutan (hierarki) peraturan perundang-undangan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dalam Pasal 7 menyebutkan:(1)Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:a.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b.Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;c.Peraturan Pemerintah;d.Peraturan Presiden;e.Peraturan Daerah.(2)Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:a.Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur;b.Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota;c.Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.(4)Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.(5)Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).Jika Pasal 7 tersebut tersebut dibaca seakan-akan jenis peraturan perundang-undanganbersifat limitatif, hanya berjumlah 5 (lima) yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah. Hal ini berarti di luar dari kelima jenis tersebut sepertinya bukan dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan.Namun demikian Pasal 7 ayat (4) dan dalam Penjelasannya disebutkan bahwaJenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.Dari ketentuan Pasal 7 ayat (4) tersebut, jika ditafsirkan secara gramatikal, berdasarkan interpretasi dan logika hukum, serta memperhatikan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, maka jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan dalam Pasal 7tidak bersifat limitatifhanya yang terdapat dalam Pasal 7 ayat (1) saja. Bahkan jika dikaitkan dengan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 disebutkan Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.Lembaga/pejabat negara yang berwenang dalam hal ini adalah lembaga/pejabat negara baik di Pusat dan Daerah.Setiap lembaga/pejabat negara tertentu dapat diberikan kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan baik oleh Undang-Undang Dasar maupun Undang-Undang. Kewenangan yang diberikan atau dipunyai oleh lembaga atau pejabat itu dapat berbentuk kewenangan atributif atau kewenangan delegatif/derivatif. Kewenangan atributif dalam pembentukan peraturan perundang-undangan adalah kewenangan asli (orisinil) yang diberikan oleh UUD atau UU kepada lembaga atau pejabat tertentu, sedangkankewenangan delegatif/ derivatifadalah kewenangan yang diberikan oleh pemegang kewenangan atributif kepada pejabat atau lembaga tertentu dibawahnya, untuk mengatur lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemegang kewenangan atributif.Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004tidak bersifat limitatif. Artinya, di samping 5 (lima) jenis peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan secara eksplisit dalam Pasal 7 ayat (1), terdapat jenis peraturan perundang-undangan lain yang selama ini secara faktual ada dan itu tersirat dalam rumusan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.Selain permasalahan hierarki, UU No. 10 Tahun 2004 juga memuat prinsip-prinsip umum yang harus dipenuhi dalam membuat Peraturan Daerah. Prinsip-prinsip itu antara lain:1. Sistematis.Menurut UU 10/2004, proses pembuatan peraturan perundang-undangan dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Berdasarkan sistematika dan urutan tahapan tersebut, maka UU 10/2004 sebenarnya menghendaki agar semua pembuatan peraturan perundang-undangan berjalan secara sistematis. Dihilangkannya satu atau dua tahapan, biasanya akan mengakibatkan ketidaklancaran pembahasan peraturan perundang-undangan tersebut.2. Asas-Asas Pembentukan.Menurut Pasal 5, sebuah peraturan hendaknya memenuhi asas-asas pembentukan, yaitu: (1) kejelasan tujuan; (2) kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; (3) kesesuaian jenis dan materi muatan; (4) dapat dilaksanakan; (5) kedayagunaan dan kehasilgunaan; (6) kejelasan rumusan; dan (7) keterbukaan.3. Hierarkis.Menurut Pasal 7, sebuah peraturan perundang-undangan tidak boleh menyalahi atau bertentangan denganperaturan yang di atasnya. Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut: (1) UUD NRI 1945; (2) UU/PEPERPU; (3) PP; (4) PERPRES; (5) PERDA. Jika peraturan yang di bawah menyalahi atau bertentangan dengan yang diatasnya, maka statusnya adalah batal demi hukum.4. Materi Muatan.Menurut Pasal 12, materi muatan sebuah Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas perbantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi.5. Lihat Contoh agar Tidak Salah.Undang-Undang No.10 Tahun 2004 merupakan UU yang memberikan contoh kongkrit bagaimana sistematika teknik penyusunan peraturan perundang-undangan dalam bentuk lampiran. Lampiran ini terletak pada bagian akhir setelah Penjelasan Pasal per Pasal. Dengan melihat contoh kerangka dan sistematikanya maka teknik penyusunan Perda tidak akan mengalami kesalahan.G.Batas Pembentukan Peraturan dan KonsekuensinyaPembatasan terhadap Peraturan Daerah diatur dalam Pasal 136 ayat (4) UU Pemda, yakni Perda dilarang bertentangan dengan:1.kepentingan umum; dan atau2.peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Pembatasan terhadap Peraturan Kepala Daerah diatur dalam Pasal 146 ayat (2) UU Pemda, yakni Peraturan Kepala Daerah dilarang bertentangan dengan:1.kepentingan umum;2.Perda; dan3.peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Yang dimaksud dengan bertentangan dengan kepentingan umum adalah kebijakan yang berakibat terganggunyakerukunan antar warga masyarakat, terganggunya pelayanan umum, terganggunya ketenteraman/ketertiban umum serta kebijakan yang bersifat diskriminatif (Penjelasan Pasal 136 ayat (4) UU Pemda).Adapun konsekuensi dari pelanggaran atas batas tersebut diatur dalam Pasal 145 ayat (2) dan ayat (3) UU Pemda, bahwa Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah dengan Peraturan Presiden. Lazimnya tindakan ini disebutpengawasan represif. Selain itu, UU Pemda mengenal pula pengawasan dalam bentuk evaluasi (pengawasan preventif terbatas) yakni Ranperdayang mengatur APBD, pajak daerah, retribusi daerah, dan RUTR (Pasal 185, Pasal 186, dan Pasal 189 UU Pemda). Pengaturan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur dengan PP Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (khususnya Bab III Pengawasan, Bagian Kedua Pengawasan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah).H.AsasPembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam Pembentukan Peraturan DaerahA. Hamid S. Attamimi, dalam disertasinya mengemukakan, bahwa asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut meliputi :a. Asas-asas formal dengan perincian:(1)asas tujuan yang jelas;(2)asas perlunya pengaturan;(3)asas organ/lembaga yang tepat;(4)asas materi muatan yang tepat;(5)asas dapatnya dilaksanakan; dan(6)asas dapatnya dikenali.b. Asas-asas material, dengan perincian:(1)asas sesuai dengan Cita Hukum Indonesia dan Norma Fundamental Negara;(2)asas sesuaidengan Hukum Dasar Negara;(3)asas sesuai dengan prinsip-prinsip Negara Berdasar atas Hukum; dan(4)asas sesuai dengan prinsip-prinsip Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi.[11]Kategori asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut dariA. Hamid S. Attamimitersebut bertitik tolak pada pendapatVan der Vlies. Kategori dari Van der Vliessebagaimana diterangkan olehA. Hamid S. Attamimimeliputi asas-asas formal dan asas-asas material. Berikut ini yang diuraikan adalah asas-asas formal dan asas material tersebut.[12]Asas-asas formal menurut kategoriVan der Vliesmencakup lima asas.Pertama, asas tujuan yang jelas. Asas ini mencakup tiga hal, yaitu mengenai ketepatan letak peraturan perundang-undangan dalam kerangka kebijakan umum pemerintahan, tujuan khusus peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk, dan tujuan dari bagian-bagian peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk tersebut.Kedua, asas organ/lembaga yang tepat. Latar belakang asas ini memberikan penegasan tentang perlunya kejelasan kewenangan organ-organ/lembaga-lembaga yang menetapkan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.MenurutA. Hamid S. Attamimi, di Indonesia mengenai organ/lembaga yang tepat itu perlu dikaitkan dengan materi muatan dari jenis-jenis peraturan perundang-undangan. Oleh karena, materi muatan peraturan perundang-undangan itulah yang menyatu dengan kewenangan masing-masing organ/lembaga yang membentuk jenis peraturan perundang-undangan bersangkutan. Atau dapat juga sebaliknya, kewenangan masing-masing organ/lembaga tersebut menentukan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibentuknya.Ketiga, asas perlunya pengaturan. Asas ini tumbuh karena selalu terdapat alternatif atau alternatif-alternatif lain untuk menyelesaikan suatu masalah pemerintahan selain dengan membentuk peraturan perundang-undangan.Keempat, asas dapatnya dilaksanakan. Asas ini mencakup usaha untuk dapat ditegakkannya peraturan perundang-undangan. Sebab tidaklah ada gunanya suatu peraturan perundang-undangan yang tidak dapat ditegakkan.1.Pengharmonisasian adalah kegiatan untuk mengharmonisasikan ataumenyelaraskan.Atau dalam bahasa Inggrisnya "harmonize"diartikan "bring into harmony" dan harmony diartikan sebagai "pleasing combination of related things".2.Pembulatan mengandung makna untuk membentuk menjadi bulat atau membentuk kepaduan, keutuhan sebagai suatu keseluruhan.3.Konsepsi diartikan sebagai pengertian, pemahaman atau rancangan yang telah ada dalam pikiran (ide).Dalam bahasa Inggris "Conception"diberi arti sebagai "conceiving of an idea".Dari beberapa pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa pengharmonisasian adalah merupakan upaya untuk menyelaraskan sesuatu, dalam hal ini undang-undang sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang tersusun secara sistematis dalam suatu hierarki maupun dengan asas peraturan perundang-undangan agar tergambar dengan jelas dalam pemikiran atau pengertian bahwa undang-undang merupakan bagian integral yang utuh dari keseluruhan sistem peraturan perundang-undangan.

J. Jenis Peraturan Perundang-UndanganBerikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai jenis-jenis Peraturan Perundan-undangan, yaitu:a. Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, yang memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara. Berdasarkan Ketetapan MPR yang pernah ada yaitu Tap MPRS XX/MPRS/1966 tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan dan Tap MPRS No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan menempatkan Undang-Undang Dasar 1945 pada posisi yang paling tinggi, hal ini disebabkan karena Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sumber hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia yang memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan Negara. Hal yang sama juga diterapkan ddalamUndang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dimana menempatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan jenis Peraturan Perundang-undangan yang tertinggi. Dengan demikian, materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar tertulisi bagi bangsa Indonesia.b.Undang-Undang Undang-Undang merupakan Peraturan Perundang-Undangan untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 dan TAP MPR. Yang berwenang membuat Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden. Ada beberapa kriteria agar suatu masalah diatur dengan Undang-Undang, antara lain sebagai berikut :1. Undang-Undang dibentuk atas perintah ketentuan Undang-Undang Dasar 1945;2. Undang-Undang dibentuk atas perintah Ketetapan MPR;3. Undang-Undang dibentuk atas perintah ketentuan Undang-Undang terdahulu;4. Undang-Undang dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah dan menambah Undang-Undang yang sudah ada;5. Undang-Undang dibentuk karena berkaitan dengan hak asasi manusia;6. Undang-Undang dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan orang banyak.c. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Jenis Peraturan Perundang-undangan ini/PERPU setara undang-undang merupakan kewenangan Presiden karena pembentukannya tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, meskipun pada akhirnya harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan ditetapkan menjadi undang-undang. Kewenangan Presiden ini dilakukan dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan:1. Perpu harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.2. Dewan Perwakilan Rakyat dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan;3. Jika ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, Perpu tersebut harus dicabut. Dengan demikian, Perpu hanya dikeluarkan dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Dalam praktik hal ikhwal kegentingan yang memaksa diartikan secara luas, tidak hanya terbatas pada keadaan yang mengandung suatu kegentingan atau ancaman, tetapi juga kebutuhan atau kepentingan yang dipandang mendesak. Yang berwenang menentukan apakah suatu keadaan dapat dikategorikan sebagai kegentingan yang memaksa adalah Presiden. Di samping itu, Perpu berlaku untuk jangka waktu terbatas, yaitu sampai dengan masa sidang Dewan Perwakilan Rakyat berikutnya. Terhadap Perpu yang diajukan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat juga hanya dapat menyetujui atau menolak saja. Dewan Perwakilan Rakyat tidak bisa, misalnya; menyetujui Perpu tersebut dengan melakukan perubahan.d. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah baru dapat dibentuk apabila sudah ada Undang-Undangnya. Ada beberapa karakteristik Peraturan Pemerintah, yaitu: Peraturan Pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa ada Undang-Undang induknya. Peraturan Pemerintah tidak dapat mencantumkan sanksi pidana, jika Undang-Undang induknya tidak mencantumkan sanksi pidana. Peraturan Pemerintah tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan Undang-Undang induknya. Peraturan Pemerintah dapat dibentuk meskipun Undang-Undang yang bersangkutan tidak menyebutkan secara tegas, asal Peraturan Pemerintah tersebut untuk melaksanakan Undang-Undang. Tidak ada Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 atau TAP MPRe. Peraturan Presiden Peraturan Presiden merupakan Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh Presiden berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Dasar 1945. Sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Peraturan Presiden disebutnya adalah Keputusan Presiden, karena pada waktu itu Keputusan Presiden mempunyai dua sifat, yaitu Keputusan Presiden yang bersifat sebagai pengaturan (regelling) dan Keputusan Presiden yang bersifat menetapkan (beschikking). Namun setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka Keputusan Presiden yang bersifat menetapkan disebutkan Keputusan Presiden, sedangkan Keputusan Presiden yang bersifat mengatur disebut Peraturan Presiden.f. Peraturan Daerah Peraturan Daerah merupakan Peraturan Perundang-Undangan untuk melaksanakan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan. Yang berwenang membuat Peraturan Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah. Peraturan Daerah dibedakan antara Peraturan Daerah Provinsi, yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi dan Gubernur serta Peraturan Daerah Kabupaten /Kota, yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan Bupati /Walikota. Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa Peraturan Daerah dapat merupakan pelaksanaan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi atau dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Sebagai pelaksanaan dari Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi, maka materi (substansi) Peraturan Daerah seyogyanya tidak bertentangan dengan dan berdasarkan pada Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi (tingkat pusat). Sedangkan untuk Peraturan Daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi, maka substansi Peraturan Daerah tersebut tidak harus berdasarkan pada Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi (tingkat pusat), tetapi harus menyesuaikan pada kondisi otonomi (kemampuan) daerah masing-masing. Peraturan Daerah adalah sebangun dengan Undang-Undang, karena itu tata cara pembentukannya pun identik seperti tata cara pembentukan Undang-Undang dengan penyesuaian-penyesuaian. Salah satu perbedaan yang terdapat dalam Peraturan Daerah adalah adanya prosedur atau mekanisme pengesahan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih tinggi untuk materi (substansi) Peraturan Daerah tertentu, misalnya materi mengenai retribusi .g. Peraturan Perundang-Undangan Lain Jenis Peraturan Perundang-Undangan lain sebagaimana yang disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dalam Pasal 7 ayat (4) antara lain peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Lebih lanjut disebutkan bahwa hirarki adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-Undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi.K.Lembaga Pembentuk Peraturan Perundang-UndanganLembaga Pembentuk Peraturan Perundang-undangan adalah lembaga yang diberi kekuasaan atau kewenangan untuk membentuk Peraturan Perundangundangan.Sesuai dengan jenis Peraturan Perundang-undangan, Lembaga Pembentuk Peraturan Perundang-undangan terdiri dari:1. Dewan Perwakilan Rakyat selaku Lembaga Pembentuk undang-undang.2. Presiden selaku Lembaga Pembentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden.3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selaku Lembaga Pembentuk Perda.4. Kepala Daerah selaku lembaga pembentuk Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati dan Peraturan Walikota.5. Majelis Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Konstitusi, Gubernur Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, Lembaga dan Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati, Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.Berikut penjelasan lembaga-lembaga pembentuk peraturan perundang-undangan diatas yaitu :Materi PERDA : Diatur dalam Pasal 12 UU No. 10 tahun 2004. Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, menjelaskan bahwa materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus (khas) daerah, serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Pasal 12 tersebut memberikan jawaban bahwa pada hakekatnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melaksanakan fungsi legislasi di tingkat daerah, danbukan lembaga Peraturan peraturan perundang-undnagan yang dimaksud sebagai berikut :1) Peraturan Majelis Permusyawaratan Rakyat2) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat3) Peraturan Dewan Perwakilan Daerah4) Peraturan Mahkamah Agung,5) Peraturan Mahkamah Konstitusi6) Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan7) Peraturan Gubernur Bank Indonesia,8) Peraturan Menteri9) Peraturan Kepala Badan10) Peraturan Lembaga atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,11) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi12) Peraturan Gubernur13) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,14) Peraturan Bupati15) Peraturan Walikota,16) Peraturan Kepala Desa atau yang setingkat.