Hemodynamic Puzzle

Embed Size (px)

DESCRIPTION

puzzle hemodinamik

Citation preview

2.3 Hemodynamic Puzzle1-3Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem kardiovaskuler yang dapat dilakukan baik invasif atau noninvasive. Pemantauan tersebut merupakan suatu teknik untuk pengkajian pada pasien kritis, mengetahui kondisi perkembangan pasien serta untuk antisipasi kondisi pasien yang memburuk. Pemantauan memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh dan kemampuan jantung untuk memompakan darah.

Gambar 2. Hemodynamic Puzzle2

A. Cardiac Index / Stroke VolumeBeberapa penelitian secara klinis telah melaporkan bahwa optimalisasi curah jantung dihitung dari termodilusi atau analisis kontur nadi dan digunakan sebagai tujuan terapi tampaknya tepat untuk memantau strategi hemodinamik yang diarahkan pada tujuan dan telah terbukti memiliki efek positif pada hasil keseluruhan setelah operasi. Namun, tidak ada konsensus mengenai parameter yang diterima secara universal sebagai target resusitasi.

Tabel 1. Perubahan hemodinamik selama resusitasi yang dikendalikan oleh cardiac index atau stroke volume2

Pada kedua percobaan pada hewan, diteliti mengenai efek perdarahan dan resusitasi yang dikendalikan cardiac output dan stroke volume. Setelah pengukuran dasar (tbst), hewan akan berdarah hingga CI (n = 9) atau SVI (SVI-group, n = 12) menurun hingga 50%, pengukuran kemudian diulangi (t0) setelah hewan tersebut diresusitasi selama 60 menit dengan ringer laktat pengukuran akhir pun dilakukan (tend). Pada CI-group semua parameter berubah secara signifikan selama fase perdarahan, sesuai yang diharapkan. Namun, SV, global end-diastoleic volume (GEDV), dan central venous oxygen saturation (ScvO) tetap lebih rendah secara signifikan, sedangkan SV variation (SVV) dan central venous-to-arterial carbon dioxide difference (P(cv-a)CO2) lebih tinggi pada akhir resusitasi dibandingkan nilai dasar yang megindikasikan bahwa resusitasi cairan mungkin tidak adekuat dan normalisasi CI terutama terjadi karena peningkatan laju jantung persisten dibandingkan pengembalian volume darah sirkulasi. Berkebalikan dengan hal ini, pada SVI-group, meskipun selama perdarahan terjadi kemiripan perubahan seperti CI- group, SV, SVV, ScvO2dan P(cv-a)CO2 telah kembali pada nilai dasar pada saat akhir resusitasi. Meskipun ScvO2 telah kembali pada rentang normal pada akhir percobaan, ScvO2 tetap lebih rendah dibanding nilai dasar dengan perbedaan rata-rata 5%, kemungkinan karena penurunan pengiriman oksigen terkait hemodilusi. Hal ini, penting untuk diingat bahwa menggunakan nilai dasar ScvO2sebagai target resusitasi, misalnya pada saat intra-operatif, akan menyebabkan overload pada akhir operasi.Kesimpulannya adalah algoritma berdasarkan-SVI menghasilkan indeks hemodinamik dan oksigenasi yang lebih baik dibandingkan dengan pendekatan berdasarkan-CI. Hal terakhir yaitu bahwa proses ini dipengaruhi oleh peningkatan laju jantung, kemungkinan karena respon simpatis terhadap perdarahan. Oleh karena itu, normalisasi CI dapat menutupi hipovolemia pada kondisi ketika ada aktivasi simpatis yang kuat, seperti pada perdarahan akut. Hal ini juga penting untuk dicatat bahwa parameter konvensional seperti laju jantung dan meanarterial pressure (MAP), tidak mengikuti perubahan SVI dan oleh karena itu, hasil penelitian ini tidak mendukung penggunaan pengukuran rutin tersebut sebagai titik akhir resusitasi.

Tabel 2. Perubahan oksigen selama resusitasi yang dikendalikan oleh cardiac index atau stroke volume2

B. Stroke Volume Variation (SVV) dan Pulse Pressure Variation (PPV)Analisis kontur nadi digunakan untuk menilai curah jantung berdasarkan sinyal tekanan arteri radialis. Meskipun alat ini menunjukkan presisi yang lebih rendah dibandingkan dengan termodilusi sebagai standar emas, ada beberapa bukti bahwa metode ini dapat menunjukkan perubahan pada trend curah jantung secara adekuat. Karena PPV dan SVV adalah indikator responsivitas cairan yang baik, alat ini akan menjadi alternatif sederhana dan bermanfaat dibanding monitoring hemodinamik invasif. Lebih jauh lagi, dalam berbagai studi, terapi cairan berdasarkan pedoman SVV dan PPV terbukti lebih akurat dibanding pendekatan berdasarkan indikator preload statik. Namun, penggunaan PPV dan SVV terbatas pada pasien yang terventilasi sepenuhnya dan tidak mengalami aritmia.

C. Central Venous-to- Arterial Carbon Dioxide Difference (P(cv-a)CO2) sdan Global End Diatolic Volume (GEDV)Parameter gas darah terkait aliran darah yang dapat diperoleh dengan mudah salah satunya adalah P(cv-a)CO2. Pada oxygen debt yang menyebabkan metabolisme anaerob, ion hidrogen terbentuk melalui dua cara yaitu hidrolisis adenosin trifosfat menjadi adenosin difosfat dan peningkatan produksi asam laktat. Ion hidrogen ini disangga oleh bikarbonat yang ada dalam sel, dan proses ini akan menghasilkan CO2. Meskipun PaCO2 arteri bervariasi dan tergantung pada pertukaran gas di paru-paru, PvCO2 vena sentral tergantung pada ketersediaan aliran contohnya laju jantung untuk membersihkan CO2 dari jaringan.Prinsip Fick disesuaikan dengan karbon dioksida, menunjukkan hubungan terbalik antara curah jantung danP(cv-a)CO2. Dengan demikian, telah dipostulatkan bahwa peningkatan P(cv-a)CO2 mencerminkan penurunan aliran. Telah terbukti bahwa sepsis, gagal jantung, dan hipovolemia berat, P(cv-a)CO2 dapat ditingkatkan. Dalam hasil penelitian hewan pada suatu percobaan , P(cv-a)CO2 kembali ke nilai dasar pada kelompok -SVI, dan ada juga korelasi yang kuat dan signifikan antara SVI dan P(cv-a)CO2 (r = -0,591, p 30% meningkatkan spesifisitas, nilai prediksi positif dan negatif. Dalam situasi (misalnya, sepsis berat) dimana pengambilan oksigen tidak memadai karena gangguan mikrosirkulasi atau defek mitokondria, ScvO2 mungkin meningkat (negatif palsu). Penelitian sebelumnya telah menyarankan bahwa dalam keadaan seperti itu, peningkatan nilai P (cv-a) CO2dapat membantu dokter dalam mendeteksi pengirima oksigen yang tidak memadai ke jaringan, maka penggunaan komplementer ScvO2 dan P(cv-a)CO2 dianjurkan.D. Mixed Venous Oxygen Saturation (SvO2) dan Central Venous Oxygen Saturation (ScvO2)Metode yang biasa digunakan untuk menilai VO2/DO2 adalah SvO2 dan ScvO2. ScvO2 mudah dipantau melalui kateter vena sentral pada pasien kritis dan seringkali digunakan sebagai penanda keseimbangan antara pengiriman dan konsumsi oksigen. Karena perbedaan level pengukuran (seluruh tubuh pada SvO2 dibanding otak dan bagian atas tubuh pada ScvO2) ada perdebatan tentang interpretasi nilai ScvO2 dibanding SvO2. Sebagian besar studi yang telah menganalisis hubungan antara ScvO2 dan SvO2 menunjukkan bahwa ScvO2 rata-rata lebih tinggi 5% dibanding SvO2 dan dipertimbangkan penanda yang beralasan. Pengamatan ini mungkin merupakan bagian yang dijelaskan dengan modifikasi distribusi aliran darah dan ekstraksi oksigen oleh otak dan jaringan splanik. Hal ini menunjukkan bahwa ScvO2 dan SvO2 secara numerik tidak sama tapi variasi pada dua parameter ini biasanya terjadi secara paralel.Faktor utama yang mempengaruhi ScvO2 adalah hemoglobin, SaO2, curah jantung, dan VO2. Secara teori, bila tiga faktor ini konstan, nilai ScvO2 merefleksikan perubahan pada VO2.Satu gambaran yang penting mengenai saturasi vena adalah bahwa saturasi vena dapat patologis jika nilainya tinggi atau rendah. Pada penelirian kohort pasien sepsis ditemukan mortalitas 40% pada pasien yang dirawat dengan ScvO2 < 70% dan 34% pada pasien dengan ScvO2 > 90% karena gangguan penggunaan oksigen. Nilai ScvO2 yang tinggi merepresentasikan ketidakmampuan sel untuk mengekstraksi oksigen atau pirau mikrosirkulasi pada sepsis. Namun, pengukuran tambahan dibutuhkan untuk membantu mengevaluasi nilai ScvO2 yang tinggi seperti P(cv-a)CO2 atau monitoring hemodinamik invasif.

Gambar 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi SvO2 dan ScvO22

E. Oxygen Extraction Ratio (OER)9Oxygen Extraction Ratio (OER) pada jaringan menggambarkan interaksi antara pengiriman dan konsumsi oksigen, dengan demikian secara langsung merefleksikan kelangsungan dan aktivitas organ. Hal ini menunjukkan bahwa OER dapat diukur menggunakan pencitraan resonansi magnetik tunggal, yaitu waktu relaksasi T2 pada darah vena yang mengalir dari jaringan. Prinsip ini diaplikasikan terhadap perubahan OER lokal di otak pada stimulasi visual pada manusia, jelas menunjukkan ketidaksesuaian antara perubahan aliran darah dan metabolisme oksigen pada aktivasi.Persyaratan mendasar bagi fungsi jaringan adalah pemeliharaan keseimbangan yang tepat antara pengiriman dan konsumsi oksigen. Interaksi ini digambarkan oleh OER, yang juga disebut sebagai fraksi ekstraksi oksigen. Kemampuan untuk menggambarkan OER secara non invasif in situ akan memungkinkan penilaian langsun ketersediaan dan aktivitas jaringan pada organ apapun. Misalnya, aktivitas jaringan dicerminkan oleh perubahan jangka pendek OER sedangkan perubahan jangka panjang mengindikasikan keadaan patologis seperti penyakit iskemik atau kanker.5

Pada persamaan tersebut diketahui bahwa CMRO2 dan CBF perlu diukur untuk menentukan OER, yang dicapai dengan positron emission tomography (PET) menggunakan pelacak radioaktif. Tidak ada metode yang mampu menentukan OER fokal secara langsung.5

F. Orthogonal Polarization Spectral (OPS)Orthogonal Polarization Spectral (OPS) merupakan alat yang seringkali digunakan untuk evaluasi mikrosirkulasi secara in vivo. Keuntungan alat ini yaitu mampu memberikan ilustrasi langsung, dinamis dan real time tentang kecepatan sel darah merah atau tingkat perfusi kapiler di mikrosirkulasi secara in vivo. Teknik ini bersifat non invasif, dan tidak ada bahan floresen yang dibutuhkan untuk pencitraan. Teknik ini diterima dengan baik untuk evaluasi mikrosirkulasi pada beberapa keadaan dimana ditemui perubahan mikrosirkulasi. Keterbatasan utama alat ini adalah off-line evaluation, keterbatasan ketersediaan alat serta hasil yang tergantung dari kemampuan operator.

G. LaktatLaktat, sebagai produk akhir dari metabolisme anaerob, memiliki nilai prognostik yang baik terhadap beberapa kondisi klinis termasuk trauma, sepsis, dan pasien bedah resiko-tinggi.Perubahan dari waktu ke waktu (ditentukan oleh produksi dan klirens) tampaknya merupakan penanda yang lebih baik terhadap resusitasi dan hasil yang memadai. Namun, kinetika laktat dinilai 2-6 jam, yang dianggap terlalu lama mengingat bahwa resusitasi akut harus dilakukan sesegera mungkin. Ambang batas peningkatan serum laktat adalah 2 mM/L, kadar laktat 4 mM/L dapat meningkatkan mortalitas.Memang, pada percobaan, laktat tetap signifikan meningkat pada akhir resusitasi sementara ScvO2, P(cv-a)CO2, CO dan SVI telah kembali normal. Hasil ini menunjukkan bahwa parameter laktat adalah penanda yang lebih cepat pada resusitasi adekuat daripada nilai absolut laktat. Selain itu dalam percobaan, tingkat laktat yang tinggi pada tend mungkin mengindikasikan resusitasi yang tidak memadai, tetapi bila itu telah diperlakukan,itu pasti akan menyebabkan kelebihan cairan. Oleh karena itu pada percobaan tersebut disimpulkan bahwa kinetika laktat daripada nilai-nilai mutlak harus diikuti sebagai titik akhir resusitasi.

H. Near Infra Red Spectroscopy (NIRS)10Near Infra Red Spectroscopy (NIRS) merupakan instrumen yang mampu mengukur perubahan saturasi oksigen dalam jaringan dan total hemoglobin (HbT) selama tes oklusi vaskular dan terbukti menjadi penanda yang baik terhadap VO2 dan cadangan kardiovaskular secara non invasif.2,4 Spektrometer gelombang-berkelanjutan adalah alat yang biasanya digunakan, yang menyediakan perubahan semi-kuantitatif pada hemoglobin teroksigenasi dan terdeoksigenasi dalam pembuluh darah kecil (arteriola, kapiler, dan venula). Perbaikan perangkat keras NIRS dan algoritma digunakan untuk deconvolute sinyal absorpsi cahaya telah memperbaiki resolusi dan validitas pengukuran oksidase sitokrom. NIRS telah diaplikasikan untuk mengukur oksigenasi dalam berbagai jaringan termasuk otot, otak dan jaringan ikat dan baru-baru in telah digunakan dalam pengaturan klinis untuk menilai abnormalitas sirkulasi dan metabolik. Pengukuran kuantitatif aliran darah juga mungkin menggunakan NIRS dan light-absorbing tracer, yang bisa diaplikasikan untuk mengevaluasi respons untuk latihan selama penilaian saturasi oksigen. Saturasi oksigen venula dapat diukur menggunakan NIRS dengan mengaplikasikan oklusi vena dan menghitung perubahan hemoglobin total dan terkosigenasi. Berbagai perhitungan ini memberikan kesempatan untuk mengevaluasi pola metabolik dan sirkulasi yang penting dalam regio jaringan yang sangat terlokalisir.

2.4 Pendekatan Hemodinamika Pada Inflamasi Sistemik1,8,11Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. (infeksi dan inflamasi). Sepsis dibagi dalam derajat Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat, sepsis dengan hipotensi, dan syok septic. Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi gangguan hemodinamika berupa disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel. Adapun pendekatan diagnostik dan terapi yang digunakan pada inflamasi sistemik yaitu:

Gambar 4. Pendekatan atau alogaritma pada inflamasi sistemik12.5 Sepsis11,12Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksindilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses inflamasi. (infeksi dan inflamasi). Sepsis dibagi dalam derajat Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) : sepsis , sepsis berat, sepsis dengan hipotensi, dan syok septik.Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal. Adapun pengertian sepsis dan derajatnya yaitu:

Tabel 3. Definisi Sepsis berdasarkan American College Of Chest Physicians (ACCP) 2001Adapun kriteria penegakan diagnosis Sepsis yaitu:

Tabel 4. Kriteria Diagnostik Sepsis112.6 Pengaruh Inflamasi Sistemik atau Sepsis Terhadap Hemodinamik1,12,13Patofisiologi sepsis bersifat Komplex karena memberikan efek pada hemodinamik. Faktor koagulasi, respon kekebalan, dan proses metabolik berkaitan dengan serangkaian reaksi biokimia yang distimulasi mediator endogen. Produksi mediator endogen dirangsang oleh endotoksin, suatu lipopolisakarida yang merupakan bagian dari dinding sel bakteri gram-negatif. Respon inflamasi yang berlebihan berperan terhadap gangguan hemodinamik dan iskemia jaringan dan berakhir sebagai multiple organ dysfunction.ProsesMediatorEfek

Aktivasi jalur klasik dan alternatifC3a dan C5aVasodilatasiPeningkatan permeabelitas kapilerAktivasi histamineKemotaksis oleh leukositPlatelet agregasi

Aktivasi intrinsic koagulasiHageman factor (factor XII)Koagulasi intravaskular

Aktivasi kallikrein-bradikininBradikininVasodilatasi Peningkatan permeabelitas kapiler

Aktivasi metabolism arachidonic acid ProstaglandinLeukotrienVasodilatasiPeningkatan permeabelitas kapilerPlatelet agregasiBronkokonstriksiDepressi myokardial

Produksi Makrofag oleh sitokin Tumor nekrosis factor (TNF)Interleukin 1Intravascular koagulasiNeutrofil agregasiMenimbulkan perusakan dan fagosit endotel sel dan adesi oleh PmnMenghasilkan proteolitik enjimPenurunan aktivitas lipaseDemam

Pengeluaran hormone pituitariEndorphin, ACTHVasodilatasiHipotensiHiperglikemia

Tabel 5. Proses biokimia yang dipacu oleh endotoksin dalam sepsis dan SIRS11

2.6.1 Perubahan Makrosirkulasi pada Inflamasi Sistemik1Keadaan hemodinamik global pada pasien dengan SIRS dicirikan dengan penurunan resistensi vaskular sistemik yang diinduksi mediator dan cardiac output atau cardiac index yang normal atau bahkan meningkat (keadaan sirkulasi hiperdinamik). Namun, seringkali disfungsi ventrikel kiri dan miokardium diastolik serta ventrikel kanan dapat diamati pada pasien dengan inflamasi sistemik berat. Hal ini berlaku pada SIRS yang diinduksi oleh infeksi atau keadaan lain seperti pankreatitis akut non infeksius atau sirkulasi ekstrakorporeal perioperatif pada pembedahan jantung. Mediator kunci yang menginduksi penurunan SVR terkait SIRS yaitu IL-1, TNF, dan nitrit oksida (NO), yang dilepaskan berlebihan pada SIRS. Pada awal stadium SIRS, sepsis berat, atau syok sepsis, keadaan hipovolemik intravaskular sering dijumpai, yang berkontribusi pada hipotensi selain SVR yang menurun dan disfungsi miokardium. Berbagai faktor yang berkontribusi terhadap hipovolemia disini. Selain faktor seperti venous pooling dan penurunan masukan cairan, mekanisme patologis utama adalah kehilangan cairan dari kompartemen intravaskular ke interstitial dan kavitas pleura dan abdomen karena kebocoran kapiler yang diinduksi mediator contohnya peningkatan permeabilitas mikrovaskular.

2.6.2 Perubahan Mikrosirkulasi pada Inflamasi Sistemik1Mikrosirkulasi merupakan jaringan pembuluh darah dengan diameter 100 m. Perfusi mikrosirkulasi berperan dalam pengiriman oksigen ke jaringan organ. Pada SIRS/sepsis, gangguan mikrosirkulasi telah didemonstrasikan berulang pada percobaan dan studi klinis danmanifestasi kegagalan mikrosirkulasi dianggap sebagai langkah krusial dalam perkembangan kegagalan organ.Selain penurunan densitas kapiler, perfusi kapiler heterogen dengan kapiler yang terperfusi dan non perfusi pada proksimitas tertutup terlihat menjadi ciri kegagalan mikrosirkulasi yang diinduksi SIRS atau sepsis. Perubahan ciri ini telah diidentifikasi dalam berbagai model sepsis pada hewan yang berbeda sama halnya pada pasien dengan sepsis berat.Mekanisme patofisiologis yang berbeda mungkin berkontribusi terhadap gangguan mikrosirkulasi ini. Mediator inflamasi dapat menyebabkan kebocoran kapiler dan perubahan tonus vasomotor dengan menginduksi disregulasi endotel dengan gangguan komunikasi antara sel endotel dan ketidakseimbangan antara substansi vasokontriktan dan vasodilatansia. Pada konteks ini, interaksi sel permukaan endotel dapat diganggu karena komposisi yang dimodifikasi dan penebalan atau ruptur glycocalyx, lapisan di permukaan sel endotel vaskular yang terdiri dari proteoglikan, hyaluronat, dan glikosaminoglikan. Selain itu, plugs of platelets, leukosit, dan eritrosit dapat mengobstruksi kapiler. Perubahan bentuk eritrosit dan adhesi eritrosit pada permukaan endovaskuler dapat berkontribusi terhadap gangguan aliran darah mikrosirkulasi. Pada keadaan inflamasi sistemik, mikrosirkulasi dapat dirubah dengan induksi kaskade prokoagulasi menyebabkan gangguan perfusi kapiler lebih lanjut.

Capillary PermiabilityVasodilationShunting of Fluids intravascular to InterstitialPlatelet Aggregation Clotting CascadeDistributional HypovolemiaIntravascular MicroemboliHypermetobolism & Metabolic DerangementsCatabolism of ProteinMultiple Organ FailureDeathCellular DeathDecreased Tissue PerfusionLactic AcidosisDirect Endothelial Cell DamageProduction, Release and/or activation of endogenous MediatorsENDOTOXIN

Gambar 5. Patofisiologi Sepsis15

2.7 Manifestasi Gangguan Hemodinamika132.7.1 Perubahan sirkulasiKarakteristik hemodinamik utama dari syok septic adalah rendahnya systemic vascular resistance (SVR), sebagian besar karena vasodilatasi yang terjadi Sekunder terhadap efek-efek berbagai mediator ( prostaglandin, kinin, histamine dan endorphin). Mediator-mediator yang sama tersebut juga dapat menyebabkan meningkatnya permeabelitas kapiler, mengakibatkan berkurangnya volume intravascular menembus membran yang bocor, dengan demikian mengurangi volume sirkulasi yang efektif. Dalam berespon terhadap penurunan SVR dan volume yang bersirkulasi, curah jantung (CJ), biasanya tinggi tetapi tidak mencukupi untuk mempertahankan perfusi jaringan dan organ. Aliran darah yang tidak mencukupi sebagian dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktat.Dalam hubungnnya dengan vasodilatasi dan SVR yang rendah, terjadi maldistribusi aliran darah. Mediator-mediator vasoaktif yang dilepaskan oleh sistemik menyebabkan vasodilatasi tertentu dan vasokonstriksi dari jaringan vascular tertentu, mengarah pada aliran yang tidak mencukupi ke beberapa jaringan sedangkan jaringan lainnya menerima aliran yang berlebihan. Selain itu terjadi respon inflamasi massif pada jaringan, mengakibatkan sumbatan kapiler karena adanya agregasi leukosit dan penimbunan fibrin, dan berakibat kerusakan organ dan endotel yang tidak dapat pulih.

2.7.2 Perubahan Miokardial12Kinerja miokardial mengalami gangguan, dalam bentuk penurunan fraksi ejeksi ventricular dan juga gangguan kontraktilitas. Faktor depresan miokardial, yang berasal dari jaringan pankreatik iskemik, adalah salah satu penyebabnya. Terganggunya fungsi jantung juga diakibatkan oleh keadaan metabolik abnormal yang diakibatkan oleh syok, yaitu adanya asidosis laktat, yang menurunkan responsivitas terhadap katekolamin.Dua bentuk pola disfungsi jantung yang berbeda terdapat pada syok septic. Bentuk pertama dicirikan dengan curah jantung yang tinggi dan SVR yang rendah, kondisi ini disebut dengan syok hiperdinamik. Bentuk kedua ditandai dengan curah jantung yang rendah dan peningkatan SVR disebut sebagai syok hipodinamik.

Gambar 6. Perubahan kardiovasular yang berhubungan dengan syok sepsis dan efek dari resusitasi cairan. A. Fungsi normal kardiovaskular, B. respon kardiovaskular pada syok septic, C.kompensasi resusitasi cairan.

2.7.3 Manifestasi Hematologi13Bakteri dan toksinnya menyebabkan aktivasi komplemen. Karena sepsis melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen dapat menunjang respon-respon yang akhirnya menjadi keadaan yang lebih buruk ketimbang melindungi.Komplemen menyebabkan sel-sel mast melepaskan histamine. Histamine merangsang vasodilatasi dan meningkatnya permeabelitas kapiler. Proses ini selanjutnya menyebabkan perubahan sirkulasi dalam volume serta timbulnya edema interstisial.Abnormalitas platelet juga terjadi pada syok septic karena endotoksin secara tidak langsung menyebabkan agregasi platelet dan selanjutnya pelepasan lebih banyak bahan-bahan vasoaktif (serotonin, tromboksan A). platelet teragregasi yang bersirkulasi telah diidentifikasi pada mikrovaskular, menyebabkan sumbatan aliran darah dan melemahnya metabolism selular. Selain itu endotoksin juga mengaktivasi system koagulasi, dan selanjutnya dengan menipisnya factor-faktor penggumpalan, koagulapati berpotensi untuk menjadi koagulasi intravaskular disemanata.

2.7.4 Manifestasi Metabolik12,13Gangguan metabolik yang luas terlihat pada syok septic. Tubuh menunjukkan ketidakmampuan progresif untuk menggunakan glukosa, protein, dan lemak sebagai sumber energy. Hiperglikemia sering dijumpai pada pada awal syok karena peningkatan glukoneogenesis dan resisten insulin, yang menghalangi ambilan glukosa ke dalam sel. Dalam berkembangnya syok, terjadi hipoglikemia karena persedian glikogen menipis dan suplai protein dan lemak perifer tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.Pemecahan protein terjadi pada syok septic, ditunjukkan oleh tingginya eksresi nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi asam-asam amino, yang sebagian digunakan untuk oksidasi dsan sebagian lain dibawa ke hepar untuk digunakan pada proses glukoneogenesis. Pada syok tahap akhir, hepar tidak mampu menggunakan asam-asam amino karena disfungsi metaboliknya, dan selanjutnya asam amino tersebut terakumulasi dalam darah.Dengan keadaan syok berkembang terus, jaringan adipose dipecah untuk menyediakan lipid bagi hepar untuk memproduksi energi, metabolism lipid menghasilkan keton,yang kemudian digunakan pada siklus kreb (metabolism oksidatif), dengan demikian menyebabkan pembentukan laktat.Pengaruh dari pada kekacauan metabolik ini menyebabkan sel menjadi kekurangan energi. Deficit energi menyebabkan timbulnya kegagalan banyak organ Pada keadaan multiple organ failure terjadi koagulasi, respiratory distress syndrome, payah ginjal akut, disfungsi hepatobiller, dan disfungsi susunan saraf pusat Pada penelitian para ahli didapatkan bahwa tambah banyak disfungsi organ akan meningkatkan angka mortalitas akibat sepsis. Pada susunan saraf pusat karena terganggunya permeabelitas kapiler menyebabkan terjadinya odem otak peninggian tekanan intrakranial akan menyebabkan terjadinya destruksi seluler atau nekrosis jaringan otak. Tetapi defisit neurologik fokal dapat terjadi akibat meningkatnya aggregasi platelet dan eritrosit sehingga menyumbat aliran darah serebral. Sedangkan DIC dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan intra serebral.

2.7.5 Manifestasi Pulmonal12,13Endotoxin mempengaruhi paaru-paru baik langsung maupun tidak langsung. Respon pulmonal awal adalah bronkokonstriksi, mengakibatkan hipertensi pulmonal dan peningkatan kerja pernapasan. Neutrofil teraktifasi dan menginviltrasi jaringan pulmonal dan vaskulatur, menyebabkan akumulasi air ekstravaskular paru-paru (edema pulmonal). Neutrofil yang teraktivasi menghasilkan bahan-bahan lain yang mengubah integritas sel-sel parenkim pulmonal, mengakibatkan peningkatan permeabelitas. Dengan terkumpulnya cairan di interstisium, komplians paru berkurang, terjadinya gangguan pertukaran gas dan terjadi hipoksemia.

2.8 Monitoring disfungsi Hemodinamika pada Inflamasi Sistemik 2.8.1 Monitoring Disfungsi Makrosirkulasi pada Inflamasi Sistemik1,5,6,7,13Berbagai macam keadaan gangguan sistemik pada makrosirkulasi seperti syok kardiogenik, syok distributif, syok septik memerlukan tatalaksana yang berbeda, sangat penting untuk cepat mendiagnosa kondisi ini dengan penilaian awal yang tepat. Parameter yang sering digunakan seperti penilaian klinis, laboratorium, dan radiografi memang membantu dalam diagnosis banding namun data-data yang diperoleh dari pemeriksaan tersebut harus dipertimbangkan secara teliti. Pada fase diagnostik awal , ekokardiografi (EKG) dapat memberikan informasi penting untuk identifikasi kondisi yang mendasarinya kegagalan cardiocirculatory akibat SIRS. EKG dapat dilakukan dengan mudah di ICU atau ruang operasi. Setelah diagnosis awal dengan EKG dan penentuan strategi pengobatan, pemantauan keadaan makrodinamik secara kontinu penting untuk melanjutkan terapi lebih lanjut dan penilaian keberhasilan terapi. Berbagai metode untuk penilaian hemodinamik untuk memantau pasien dengan SIRS, sepsis berat, atau syok septik bertujuan untuk dapat mengidentifikasi keadaan awal secara cepat agar resusitasi yang diberikan adekuat. Berdasarkan pertimbangan fisiologis, aliran darah, preload dan afterload1 jantung perlu dinilai. Meskipun berbagai teknologi yang sekarang tersedia untuk pemantauan hemodinamik, namun parameter utama yang masih dipakai sebagai dasar evaluasi hemodinamik pasien adalah pemeriksaan fisik. Namun, parameter ini memiliki banyak keterbatasan. Aliran darah ditentukan dari curah jantung dapat dinilai dengan menggunakan beberapa teknik intermittent pulmonary artery thermodilution seperti pulmonary artery catheter (PAC) yang merupakan gold standard dalam pemeriksaan curah jantung. Preload jantung dapat diperkirakan dengan menggunakan tekanan pengisian jantung, volumetrik parameter preload, atau parameter preload fungsional. Central venous pressure (CVP) direkomendasikan sebagai parameter hemodinamik untuk tahap resusitasi awal pada pasien dengan sepsis. Selaun itu ada data yang menunjukkan bahwa CVP merupakan prediksi untuk mengetahui kecukupan cairan intravaskular dengan nilai CVP normal antara 8-12 mmHg. Parameter ini dianjurkan sebagai pedoman terkait pemerian cairan pada resusitasi. Parameter alternatif untuk penilaian preload jantung selain CVP adalah global end dyastiolic volume (GEDV) yang ditentukan dengan menggunakan teknik thermodilution transpulmonary. Selain penilaian dengan thermodilution transpulmonary, analisis denyut jantung secara kontinu juga menentukan efek fungsional dari preload jantung. Parameter yang dapat digunakan adalah pulse pressure variation (PPV) dan stroke volume variation (SVV). Afterload dapat dipantau dengan respon pemberian cairan dalam koreksi hemodinamik. Untuk mengevaluasi transportasi oksigen dan oksigensisasi jaringan dapat menggunakan parameter venous oxygen saturation (ScvO2), mixed venous oxygen saturation (SvO2), dan laktat.1 ScvO2 yang merupakan pengganti untuk SvO2 secara umum dapat menunjukkan gangguan pengantaran oksigen yang cukup dan telah terbukti menjadi parameter yang berguna bila digunakan dalam protokol resusitasi untuk pasien dengan sepsis berat atau syok septik. Namun, penilaian nilai abnormal dari ScvO2 dan SvO2 tidak secara spesifik menunjukkan hipoksia jaringan yang menyebabkan berbagai kemungkinan tidak pasti dalam mengidentifikasi dasar spesifik dari patofisiologi suatu keadaan klinis. Pedoman tatalaksana sepsis saat ini menyarankan normalisasi laktat harus menjadi target terapi resusitasi awal pada pasien dengan penilaian serum laktat.

2.8.2 Monitoring Disfungsi Mikrosirkulasi pada Inflamasi Sistemik1,5,6,7,13Monitoring terhadap fungsi makrosirkulasi saat ini memang menjadi target utama dalam mengevaluasi ketepatan resusitasi terhadap keadaan inflamasi sistemik, namun beberapa data menunjukkan bahwa fungsi mikrosirkulasi ikut terkait dalam mortalitas dan kegagalan perfusi pada pasien septik sehingga monitoring terhadap fungsi mikrosirkulasi sangat penting untuk dilakukan.Pemeriksaan warna kulit perifer atau lidah merupakan pemeriksaan fisik sederhana dalam memantau mikrosirkulasi pada inflamasi sistemik. Hal ini memungkinkan untuk evaluasi pembuluh darah kapiler yang terdapat pada daerah-daerah tepi. Sebuah metode yang secara tidak langsung mencerminkan oksigenasi jaringan atau perfusi jaringan adalah pengukuran karbon dioksida. Dengan menggunakan sensor elektroda, tekanan parsial karbon dioksida dalam jaringan dapat dievaluasi menggunakan capnometry sublingual, bukal, atau daun telinga. Metode yang memungkinkan evaluasi langsung dalam perfusi mikrosirkulasi adalah dengan menggunakan teknologi laser Doppler, videomicroscopy (OPS, SDF imaging), dan near-infrared spectroscopy (NIRS). Pada inflamasi sistemik yang ditandai dengan penurunan fungsi mikrosirkulasi, videomicroscopic SDF berguna dalam penilaian pada keadaan tersebut. SDF imaging memiliki prinsip bahwa lapisan jaringan dapat ditembus dengan penerapan cahaya pada lapisan yang direfleksikan oleh lapisan jaringan yang terletak lebih dalam. Namun, SDF hanya dapat dilakukan pada pasien yang kooperatif atau pasien di bawah keadaan sedasi.

2.9 Pendekatan Tatalaksana pada Inflamasi Sistemik atau Sepsis8,11-15Pendekatan tatalaksana pada sepsis-syok sepik yang biasa digunakan pada Advanced Cardiac Life Support (ACLS) and Advanced Trauma Life Support (ATLS), meliputi 9 tahap seperti yang terlihat pada gambar 7. Sedangkan Early goal directed treatment, merupakan tatalaksana syok septic, dengan pemberian terapi yang mencakup penyesuaian beban jantung, preload, afterload dan kontraktilitas dengan oxygen delivery dan demand. Protocol tersebut mencakup pemberian cairan kristaloid dan koloid 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg. Bila tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang dari 65 mmHg, diberikan vasopressor hingga >65 mmHg dan bila MAP > 90 mmHg berikan vasodilator. Dilakukan evaluasi saturasi vena sentral (Scv O2), bila ScvO2