GLAUKOMA FAKOLITIK

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai peningkatan tekanan intraokular. Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. 1,2 Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini, disebabkan bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya pengeluaran caira mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil (glaukoma hambatan pupil).2Klasifikasi Vaughen untuk glaukoma adalah sebagai berikut 21. Glaukoma primer Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks) Glaukoma sudut sempit2. Glaukoma kongenital Primer atau infantile Menyertai kelainan kongenital lainnya3. Glaukoma sekunder Perubahan lensa Kelainan uvea Trauma Bedah Steroid dan lainnya4. Glaukoma absolut Dari pembagian di atas dapat dikenal glaukoma dalam bentuk-bentuk :1. Glaukoma sudut sempit primer dan sekunder, (dengan blockade pupil atau tanpa blokade pupil)2. Glaukoma sudut terbuka primer dan sekunder,3. Kelainan pertumbuhan ,primer (kongenital, infantil, juvenil), sekunder kelainan pertumbuhan lain pada mata.Pada sebagian besar kasus, glaukoma tidak disertai dengan penyakit mata lainnya (glaukoma primer). Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma adalah gangguan aliran keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup).1Peningkatan tekanan intraokular yang terjadi sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata lain disebut glaukoma sekunder. Golongan penyakit ini sulit diklasifikasikan secara memuaskan. Glaukoma fakolitik merupakan glaukoma sekunder sudut terbuka, Glaukoma fakolitik biasanya terjadi akibat katarak hipermatur. Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan, dan penyumbatan oleh protein-protein lensa, dan menimbulkan peningkatan tekanan intraokular akut. Ekstraksi lensa merupakan terapi definitif, dilakukan segera setelah tekanan intraokular terkontrol secara medis.1 Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya diberikan terapi dan efektifitas terapi ditentukan dengan melakukan pengukuran tekanan intraokuler (tonometri), inspeksi diskus optikus dan pengukuran lapangan pandang secara teratur. Pemeriksaan oftalmologik rutin penting untuk semua pasien yang berusia lebih dari 35 tahun. Pemeriksaan-pemeriksaan ini terutama pada pasien dengan riwayat glaucoma dalam keluarga termasuk kelompok risiko tinggi yang dianjurkan melakukan skrining teratur setiap 2 tahun sekali sejak usia 35 tahun dan setahun sekali sejak usia 50 tahun. Tujuan terapi glaukoma adalah pengontrolan tekanan intraokular dengan cara-cara medis dan bedah, serta mengatasi penyakit yang mendasari apabila mungkin.1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISIGlaukoma fakolitik (glaukoma protein lensa) adalah glaukoma sekunder sudut terbuka, yang terjadi akibat katarak hipermatur. Glaukoma fakolitik merupakan glaukoma sudut terbuka dengan onset tiba-tiba yang dapat disebabkan oleh katarak matur atau hipermatur.3,4

B. EPIDEMIOLOGIGlaukoma fakolitik pada umumnya terjadi di negara-negara yang belum berkembang dimana banyak terdapat pasien katarak. Glaukoma fakolitik jarang terjadi di negara maju, karena akses yang lebih besar untuk perawatan kesehatan dan operasi katarak yang lebih awal. Kebanyakan kasus sembuh setelah ekstraksi katarak dengan perbaikan penglihatan dengan sangat baik. Tidak ada predileksi ras dan jenis kelamin, dan pada biasanya terjadi pada usia tua. Pasien termuda yang dilaporkan adalah usia 35 tahun. 3,4

C. ETIOLOGIGlaukoma fakolitik biasanya terjadi akibat katarak hipermatur, dimana lensa yang mencair keluar melalui kapsul yang utuh akan tetapi mengalami degenerasi. Masa lensa yang terdapat di dalam bilik mata depan mengundang sel radang dan sebabkan penyumbatan trabekular.2,6D. FISIOLOGI AQUEOUS HUMORTekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous humor dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan belakang. Volumenya adalah sekitar 250 l, dan kecepatan peembentukannya, yang memiliki variasi diurnal adalah 25 l/menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi aqueous humor serupa dengan plasma, kecuali cairan ini memiliki konsentrasi askorbat,1 piruvat, dan laktat yang lebih tinggi protein, urea dan glukosa yang lebih rendah.Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Ultrafiltrat plasma dihasilkan di stroma prosesus ciliares dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke bilik mata belakang, aqueous humormengalir melalui pupil ke bilik mata depan lalu ke anayaman trabekular di sudut bilik mata depan. Selama itu terjadi pertukaran komponen-komponen aqueous dengan darah di iris.1

Gambar 1. Anatomi bilik mata depan 6Anyaman trabekular terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabekular membentuk suatu jaringan dengan ukuran pori-pori yang semakin mengecil sewaktu mendekati kanal Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam anyaman trabekular memperbesar ukuran pori-pori di anyaman tersebut sehingga kecepatan drainase aqueous humor juga meningkat. Saluran eferen dari kanal schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil aqueous humor keluar dari mata antara berkas otot siliaris ke ruang suprakoroid dan ke dalam system vena corpus ciliare, koroid dan skleral (aliran uveoskleral).1

ga gGambar 2. Aliran normal humor aqueous 7,8

E. PATOGENESISPatogenesis glaukoma fakolitik akibat kebocoran mikro protein lensa dengan berat molekul tinggi yang melalui kapsul lensa anterior intak akibat respon inflamasi dan penyumbatan trabekular meshwork oleh protein yang memuat makrofag dan debris inflamasi.5 Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior, dan memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk ke dalam bilik mata depan. Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan. Obstruksi trabekular disebabkan oleh protein lensa dengan berat molekul tinggi yang bocor melalui kapsul intak ke dalam aqous humor. Protein lensa sarat makrofag yang juga berkontribusi pada penyumbatan trabekular. Terjadinya reaksi peradangan di bilik mata depan, anyaman trabekular menjadi edema dan tersumbat oleh protein-protein lensa, kemampuan anyaman trabekula untuk mengalirkan cairan aqueous menurun, dan akhirnya menimbulkan peningkatan tekanan intraokular akut.1,3,7

Gambar 3. Aliran humor aqueous pada glaukoma sudut terbuka 7

F. MANIFESTASI KLINISSecara klinis glaukoma terjadi secara akut dengan edema kornea, pasien khususnya mengalami nyeri onset akut, penurunan penglihatan, keluar air mata, dan fotofobia. Pada pemeriksaan ditemukan edema kornea, eksudat seluler dalam bilik anterior sering dengan hipopion, partikel kristalina pada bilik anterior, semi dilatasi pupil dengan sudut bilik mata terbuka lebar dan lensa dengan katarak hipermatur disertai masa seperti susu di dalam bilik mata depan.4,6,9

Gambar 4. Katarak morgagni hipermatur dan bahan lensa halus berwarna putih di bilik mata depan membentuk pseudohipopion.10

G. DIAGNOSIS1. Anamnesis Pasien dengan fakolitik glaukoma biasanya memiliki riwayat kehilangan penglihatan perlahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum onset akut nyeri, kemerahan, keluar air mata, fotofobia dan penurunan penglihatan lebih lanjut. Penglihatan mungkin hanya berupa persepsi cahaya yang tidak akurat karena kepadatan katarak.4 2. Pemeriksaan FisikTekanan intraokular (IOP) meningkat pada glaukoma fakolitik. Pada pemeriksaan ditemukan edema kornea, eksudat seluler dalam bilik anterior, partikel kristalina pada bilik anterior, semi dilatasi pupil, lensa dengan katarak hipermatur disertai masa seperti susu di dalam bilik mata depan.4,6,9 Gambar 5. Pasien dengan glaukoma fakolitik3. Pemeriksaan Penunjanga. Biomikroskopi slit lampPada pemeriksaan dengan slit lamp didapatkan kornea oedem, ruang anterior dan aqueous menunjukkan partikel putih yang terapung, dapat membentuk pseudohipopion jika sangat padat, serta tampak katarak hipermatur.3

(a) (b) (c)Gambar 6. (a) Gambaran klinis menunjukkan infiltrate (tanda panah) pada stroma kornea dengan defek epitel (tanda panah double) di sekeliling area yang tampak di bawah mikroskop. (b) Lensa kristalina yang diangkat dari dalam infiltrate, (c) gambar slit lamp setelah 1 bulan operasi meninggalkan parut kornea dengan pupil mid-dilatasi. 10 b. Gonioskopi 3Pemeriksaan gonioskopi menunjukkan sudut terbuka. c. Temuan Histologi Temuan histologi menunjukkan karakteristik makrofag bengkak dengan bahan lensa yang tertelan. 4

(a) (b)Gambar 7. (a) Mikroskopi dari aspirat pada saat ekstraksi katarak menunjukkan gambaran mengelompok, kristal seperti plate persegi panjang berlekuk dari aqueous pasien dengan glaukoma fakolitik.(b) Mikroskopi dari aspirat pada saat ekstraksi katarak dari pasien dengan glaukoma fakolitik menunjukkan bulat, sel-sel reguler dengan sitoplasma berbusa dengan makrofag (*). Sebuah leukosit (panah putih) dan eritrosit (panah hitam) juga terlihat. 4

H. DIAGNOSIS BANDING1. Glaukoma sudut tertutup akutGlaukoma sudut tertutup akut terjadi bila terbentuk iris bombe yang menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris. Ditandai oleh munculnya kekaburan penglihatan mendadak disertai nyeri hebat, serta mual dan muntah, peningkatan TIO yang mencolok, bilik mata depan dangkal kornea berkabut, pupil berdilatasi sedang dan injeksi siliar. Pemeriksaan gonioskopi untuk memastikam adanya predisposisi anatomi terhadap glaukoma sudut tertutup primer.12. Glaukoma fakomorfikGlaukoma fakomorfik adalah glaukoma sekunder sudut tertutup yang dipicu oleh lensa katarak intumesen. Riwayat penurunan penglihatan secara bertahap atau peningkatan myopia dapat diperoleh. Lensa kristalina terus tumbuh sepanjang hidup. Perumbuhan ekuator (yang mengendurkan ligament suspensori, hingga menyebabkan lensa lebih ke depan) disertai pertumbuhan antero-posterior dan mungkin menyumbat pupil dan iris bombe. Ruang anterior dangkal dan dilatasi pupil. Lensa biasanya opak.3 3. Glaukoma neovaskularNeovaskularisasi dan sudut bilik mata depan paling sering disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti terjadi pada diabetik retinopati stadium lanjut dan oklusi vena sentralis retina iskemik. Glaucoma mula-mula timbul akibat sumbatan sudut oleh membrane fibrovaskular, tetapi kontraksi membrane selanjutnya menyebabkan penutupan sudut. 1

I. PENATALAKSANAAN 1. Perawatan medis Pengobatan awal glaukoma fakolitik difokuskan menurunkan TIO menggunakan kombinasi obat topikal dan sistemik yang menurunkan TIO. Terapi medis hanya sementara sampai operasi katarak dapat dijadwalkan.4

Adapun obat-obat anti-glaukoma sebagai berikut:3a. Beta-blokerFarmakologiNeuron adrenergik mensekresi noradrenalin pada ujung sarang post ganglion simpatis.1. Reseptor adrenergik terbagi atas 4 tipe:A. Reseptor alfa-1 lokasinya pada arteriol, otot dilator pupil dan otot Muller. Menstimulasi hipertensi, midriasis dan retraksi kelopak mata.B. Reseptor alfa-2 merupakan reseptor inhibitor lokasinya pada epitel siliar. Stimulasinya menghasilkan penurunan sekresi aqueous. Juga dapat meningkatkan aliran uveoskleral. C. Reseptor beta-1 lokasinya pada otot jantung dan menyebabkan takikardi jika distimulasi.D. Reseptor beta-2 lokasinya di bronkus dan epitel siliar (2 > 1). Stimulasinya menghasilkan bronkodilatasi dan peningkatan produksi aqueous.2. Beta-bloker melawan efek katekolamin pada reseptor beta. Beta-bloker menurunkan TIO dengan mengurangi sekresi aqueous, oleh karena itu berguna pada semua tipe glaukoma tapi sekitar 10% populasi tidak ada reaksi. Beta-bloker mungkin non-selektif atau kardioselektif.beta-bloker non-selektif berpotensi sama pada reseptor beta-1 dan beta-2, sementara kardioselektif lebih poten pada reseptor beta-1. Keuntungannya, pada teori, blok efek bronkokonstriksi beta-2 kecil. Hanya betaxolol yang merupakan agen kardioselektif yang tersedia untuk pengobatan glaukoma. Kontraindikasi beta-bloker termasuk gagal jantung kongestif, bradikardia, asma, penyakit obstruksi pernapasan,TIMOLOL1. Sediaan Timoptol 0,25%, 0,5% b.d Timoptol-LA 0,25%, 0,5% sehari sekali Nyogel-LA 0,1% sehari sekali. 2. Efek samping okular termasuk alergi, erosi epitel punktata kornea, dan menurunnya sekresi aqueous.3. Efek samping sistemik cenderung terjadi selama pemberian minggu pertama. meskipun mengkin serius. Bradikardi dan hipotensi dapat terjadi karena blok beta-1. Beta-bloker dikontraindikasikan pada pasien dengan bradikardi dan gagal jantung kongestif. Bronkospasme mungkin diinduksi oleh blok beta-2 dan mungkin fatal pada asma yang sudah ada atau obstruksi pulmonary kronik berat. Efek samping lain termasuk gangguan tidur, halusinasi, bingung, depresi, fatigue, sakit kepala, mual, pusing,penurunan libido dan mungkin mengurangi tingkat plasma lipoprotein densitas tinggi. 4. Penurunan absorpsi obat sistemik dapat disebabkan oleh: Oklusi lakrimal setelah instilasi, oleh penutupan mata dan menggunakan tekanan digital pada area sakkus lakrimal selama kurang lebih 3 menit. Selain obstruksi drainase lakrimal dan mengurangi absorpsi sistemik, juga memperpanjang kontak obat dengan mata dan meningkatkan efikasi terapi. Menutup mata selama 3 menit akan mengurangi absorpsi sistemik sekitar 50%.Beta-bloker lain 1. Betaxolol (Betopic) 0,5% b.d. meskipun efek hipotensi ocular lebih kecil dari timolol, efek pemeliharaan lapangan menjadi utama. Betaxolol dapat meningkatkan aliran darah retina dengan meningkatkan tekanan perfusi.2. Levobunolol (Betagan) 0,5% sama potennya dengan timolol. Pemberian sehari sekali seringkali adekuat. 3. Carteolol (Teoptic) 1%, 2%, sama dengan timolo tapi juga mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik. Lebih selektif pada mata daripada sistem kardiopulmoner dan dapat menginduksi sedikit bradikardia daripada timolol.4. Metipranolol 0,1%, 0,3% b.d, sama dengan timolol.b. Alfa-2-agonisAgen-agen ini menurunkan TIO dengan menurunkan sekresi dan meningkatkan aliran keluar uveoskleral.1. Brimonidine (Alphagan) 0,2% b.d merupakan agonis alfa-2 selektif yang juga mempunyai efek neuroprotektif. Efikasinya kurang dari timolol tapi lebih baik dari betaxolol. Efek samping okular utama adalah konjungtivitis alergi. Efek samping sistemik termasuk xerostomia, mengantuk dan lelah. 2. Apraclonidine (Iopidine) 0,5%, 1% terutama digunakan setelah bedah laser pada segmen anterior untuk menyeimbangkan pningkatan TIO. c. Analog ProstaglandinAnalog Prostaglandin mengurangi TIO dengan meningkatkan aliran keluar uveoskleral. LATANOPROSTMerupakan analog F2-alfa prostaglandin.1. Sediaan. Latanoprost (Xalatan) 0,005% digunakan sekali sehari.2. Efikasinya lebih unggul dari timolol meskipun proporsi pada pasien menunjukkan tidak ada respon.3. Efek samping ocular termasuk hyperemia konjungtiva, memperpanjang bulu mata, hiperpigmentasi bulu mata dan kulit periorbital. Uveitis anterior dan edema macula jarang terjadi.4. Efek samping sistemik termasuk sakit kepala dan gejala saluran napas atas. Sediaan Lain 1. Travoprost (travatan) 0,004%, sama dengan latanoprost tapi mempunyai efek samping utama hipotensi ocular.2. Bimatoprost (Lumigan) 0,3%, memfasilitasi aliran uveosklera, juga berpotensi pada aliran trabekular. d. MiotikMiotik merupakan obat parasimpatomimetik yang bekerja pada reseptor muskarinik di spinkter pupil dan badan siliar. Pada glaukoma primer sudut terbuka miotik mengurangi TIO dengan meningkatkan aliran aqueous melalui trabekular meshwork. Pada glaukoma primer sudut tertutup, kontraksi spinkter pupil dan hasil miosis menarik iris dari trabekulum, sehingga membuka sudut. PILOKARPIN Pilokarpin 1%, 2%,3%, 4% q.i.d. sebagai monoterapi. Ketika dikombinasikan dengan beta-bloker, pemberian dua kali sehari adekuat. Pilokarpin gel (Pilogel).e. Inhibitor karbonik anhidrase topikalInhibitor karbonik anhidrase menurunkan TIO dengan menghambat sekresi aqueous. Dorzolamide 2% t.i.d. Brinzolamide 1% t.i.d.f. Inhibitor karbonik anhidrase sistemikInhibitor karbonik anhidrase sistemik berguna dalam terapi jangka pendek.

Sediaan Acetazolamide tablet 250 mg. Dosis 250-1000 mg dalam dosis terbagi. Onset kerja dalam1 jam dengan puncak 4 jam dan durasi mencapai 12 jam. Acetazolamide sustained-released capsules 250 mg. Dosis 250-500 mg/hari dengan durasi sampai 24 jam Acetazolamide bubuk 500 mg vial untuk injeksi. Onset kerja tiba-tiba, dengan puncak pada 30 menit dan durasi sampai 4 jam. Berguna untuk glaukoma akut sudut tertutup. Dichlorphenamide tablet 50 mg. Dosis 50-100 mg (2-3 kali/hari) Methazolamide tablet 50 mg. Dosis 50-100 mg (2-3 kali/hari). g. Agen hiperosmotikMenghasilkan gradien osmotik antara cairan mata dan plasma. Tidak untuk penggunaan jangka panjang. Gliserin (larutan 50% dibuat dari Gliserin USP [450 mL, Humco, Texarkana, TX] dan air steril)Digunakan untuk glaukoma serangan akut. Agen osmotik oral untuk mengurangi IOP. Mampu meningkatkan tonisitas darah sampai akhirnya dimetabolisme dan dieliminasi oleh ginjal. Penurunan maksimum TIO biasanya terjadi 1 jam setelah pemberian gliserin. Efek biasanya berlangsung sekitar 5 jam.

Manitol (Osmitrol)Mengurangi TIO ketika tekanan tidak dapat diturunkan dengan cara lain. Awalnya menilai fungsi ginjal yang memadai pada orang dewasa dengan tes pemberian dosis 200 mg / kg, diberikan IV selama 3-5 menit. Harus menghasilkan urin setidaknya 30-50 mL / jam urin lebih dari 2-3 jam. Pada anak-anak, menilai fungsi ginjal yang adekuat dengan pemberian dosis tes 200 mg /kg, diberikan IV selama 3-5 menit. 2. Perawatan bedah Pengobatan definitif glaukoma fakolitik (PG) adalah ekstraksi katarak. Ekstraksi katarak ekstrakapsular (misalnya, fakoemulsifikasi) dengan implan lensa intraokular sebagian besar telah menggantikan ekstraksi katarak intrakapsular sebagai prosedur pilihan. Jika PG disebabkan oleh dislokasi lensa ke dalam rongga vitreous, prosedur pilihan adalah pars plana vitrectomy dengan pengangkatan lensa dari dalam rongga vitreous.4

J. KOMPLIKASIKomplikasi glaukoma fakolitik dapat berupa hilangnya penglihatan akibat glaukoma yang tidak terkontrol dan/atau edema kornea persisten, Komplikasi pembedahan termasuk perdarahan suprakoroidal, ruptur kapsul dengan hilangnya bahan lensa ke dalam segmen posterior, luka pada kornea, dan prolaps vitreus.4

K. PROGNOSISPrognosis sangat baik, dengan pasien yang mengalami perbaikan penglihatan setelah ekstraksi katarak, Bagaimanapun pengobatan yang lambat bisa menyebabkan hasil yang buruk. Pada kebanyakan kasus, pengobatan untuk menurunkan TIO dapat dihentikan setelah ekstraksi katarak. Sebagian kecil pasien mengalami kenaikan TIO persisten yang mungkin membutuhkan terapi medis jangka panjang atau filtering operasi untuk mengontrol TIO.

BAB IIIPENUTUP

A. KESIMPULANGlaukoma fakolitik merupakan glaukoma sekunder sudut terbuka, Glaukoma fakolitik biasanya terjadi akibat katarak hipermatur. Pada umumnya terjadi di negara-negara yang belum berkembang dimana banyak terdapat pasien katarak. Sebagian katarak stadium lanjut mengalami kebocoran kapsul lensa anterior. Glaukoma fakolitik terjadi akibat kebocoran mikro protein lensa dengan berat molekul tinggi yang melalui kapsul lensa anterior intak akibat respon inflamasi dan penyumbatan trabekular meshwork sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraokular akut. Pasien dengan fakolitik glaukoma biasanya memiliki riwayat kehilangan penglihatan perlahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum onset akut nyeri, kemerahan, keluar air mata, fotofobia dan penurunan penglihatan lebih lanjut. Tekanan intraokular (TIO) meningkat pada glaukoma fakolitik, terjadi edema kornea, eksudat seluler dalam bilik anterior, partikel kristalina pada bilik anterior, semi dilatasi pupil, lensa dengan katarak hipermatur disertai masa seperti susu di dalam bilik mata depan, dapat membentuk pseudohipopion jika sangat padat, tampak katarak hipermatur serta menunjukkan sudut terbuka. Temuan histologi menunjukkan karakteristik makrofag bengkak dengan bahan lensa yang tertelan. Pengobatan awal glaukoma fakolitik difokuskan untuk menurunkan TIO, dengan menggunakan kombinasi obat topikal dan sistemik. Terapi medis hanya sementara sampai operasi katarak dapat dijadwalkan. Pengobatan definitif glaukoma fakolitik adalah ekstraksi katarak setelah TIO dikontrol secara medis. Komplikasi yang dapat timbul akibat glaukoma fakolitik adalah hilangnya penglihatan akibat glaukoma yang tidak terkontrol dan/atau edema kornea persisten. Prognosis sangat baik, dengan pasien yang mengalami perbaikan penglihatan setelah ekstraksi katarak, namun pengobatan yang lambat bisa menyebabkan hasil yang buruk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2009.2. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. 3. Kanski JJ. Clinical ophthalmology, Ed. 5th. USA: Butterworth-Heinemann; 2003.4. Yi, Kayoung. Phacolytic Glaucoma. 2013 May 30 [cited 2013 June 11];[9 screens]. Available from: URL HYPERLINK http://emedicine.medscape.com/article/12048145. Khandelwal, Rekha. Ocular snow storm: an unusual presentation of phacolytic glaucoma. 2012 [cited 2013 June 9];[2 screens]. Available from: URL HYPERLINK http://casereports.bmj.com/content/2012/bcr-2012-006330.full.pdf6. Levin GM. Glaucoma Part 1- Diagnosis. 2005 Jan 17 [cited 2013 June 12]. Available from: URL HYPERLINK http://cyberounds.com/cmecontent/art269.html?pf=yes7. Faradilla N. Glaukoma dan katarak senilis. [serial online] 2009[cited 2013 Mei 28]:[12 screens]. Available from: URL HYPERLINK http://www.Files-of-DrsMed.tk8. Kent C. Uveoscleral outflow. 2010 March 19 [cited 2013 June 12]. Available from: URL HYPERLINK http://www.helathcareonline.org/webservice/reviewofophtalmology.aspx

9. Song J, Allingham RR. Glaucoma: Treating Phacolytic Glaucoma. 2013 [cited 2013 June 18];[2 screens]. Available from: URL HYPERLINK http://www.aao.org/publications/eyenet/200407/glaucoma.cfm10. Srikant KS, Siddharth K, Ruchi M. Case Report; Unusual Presentation of Phacolytic Glaucoma: Simulating Microbial Keratitis. 2011 October [cited 2013 June 9];[4 screens]. Available from: URL HYPERLINK http://downloads.hindawi.com/crim/ophmed/2011/850919.pdf1