30
LAPORAN KASUS UJIAN DISUSUN OLEH : Giovanni. G 11.2013.003 PEMBIMBING : dr.Andri, Sp.KJ

Giovanni - Makalah Case Ujian Skizofren Paranoid.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Case Ujian Skizofren Paranoid

Citation preview

LAPORAN KASUS UJIAN

DISUSUN OLEH :

Giovanni. G11.2013.003PEMBIMBING :

dr.Andri, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA

PANTI SOSIAL BINA INSAN BANGUN DAYA 1FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRIDA WACANA

PERIODE 25 AGUSTUS 06 SEPTEMBER 2014

JAKARTANama Pasien

: Tn. S

Masuk Panti pada tanggal

: 26 Agustus 2014Rujukan/datang sendiri/dengan keluarga: Dibawa oleh petugas Satpol PPRiwayat Perawatan

: Tahun 1997 pernah dirawat di RSJ. Di Bangka.STATUS PSIKIATRII. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. STempat dan Tanggal lahir: Jakarta, 14 Maret 1967Jenis kelamin

: Laki-LakiUsia

: 47 tahun

Agama

: IslamPendidikan

: 2 SMPPekerjaan

: Pengangguran

Suku bangsa

: IndonesiaStatus Perkawinan

: Sudah menikah

Alamat

: Jln. KartiniII. RIWAYAT PSIKIATRIData diperoleh dari :Dilakukan autoanamnesis pada hari Senin, 1 September 2014, pukul 11.00 WIB.A. Keluhan UtamaPasien sedang cuci muka di dekat gedung MA lalu ditangkap oleh petugas dan dibawa ke panti sosial bina insan bangun daya 1. B. Riwayat Gangguan Sekarang

Tadi pagi pasien di bawa ke Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1 karena sedang cuci muka di air manjur sekitar gedung MA dekat Monas. Pasien mengatakan dia tidak mengetahui alasan mengapa dia ditangkap dan dibawa ke Panti Sosial. Pasien asli dari Jakarta tetapi besar dan tinggal di Kota Bangka. Pasien dating ke Jakarta dengan maksud ingin menemui orang tua nya di Jakarta dan ingin meminta modal usaha, tetapi pasien di tolak, dan hanya di berikan uang secukupnya untuk balik ke Bangka, tetapi uangnya kurang. Pasien sedang berjalan di depan MA dan mencuci muka pasien ditangkap dan dibawa ke panti sosial.Pasien mengatakan dari kecil sering mendengar suara bisikan, namun tidak ada orangnya dan menyuruhnya bunuh diri saja. Seperti bisikan yang menyuruh dirinya menabrakan badan pada kereta yang lewat atau bisikan yang menyuruhnya lompat dari ketinggian. Pasien juga mengatakan banyak yang memata-matai dirinya dan dia selalu dikejar-kejar karena punya kekayaan dan juga punya ilmu dimana banyak yang ingin punya ilmu seperti dirinya. Pasien mengatakan ilmunya sangat hebat, yakni pegang listrik walaupun tangannya basah tidak akan kenapa-kenapa saat kena setrum. Pasien mengatakan bisa ambil ilmu orang lalu orang tersebut akan meninggal. Selain itu Pasien mengatakan punya indera ke-6.Pasien juga bilang punggung dan lehernya sudah lama ada binatang yang jalan-jalan seperti cacing kaki seribu. Selain itu Pasien juga mengatakan semenjak usia muda sudah sering meminum alkohol dan menggunakan ganja, pasien mengatakan setalah menghisap ganja ilmu pasien meningkat jadi lebih sering melihat penampakan semenjak menggunakan ganja, seperti kuntianak. Lebih jelas mendengar bisikan yang menyuruhnya bangun tidak boleh tidur.C. Riwayat Penyakit Sebelumnya1. Gangguan Psikiatrik

Pasien mengatakan pada tahun 1997 pernah dirawat di RSJ. Bangka selama 1 bulan.

2. Riwayat Gangguan Medik

Pasien mengatakan bahwa dulu pernah sakit kuning dan tifoid.

3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif

Pasien mengatakan pertama kali menggunakan Ganja akibat pengaruh ingin tau saja, hal ini terjadi pada saat pasien masih kelas 6 SD, pasien mengaku menggunakan ganja hampir setiap hari sebanyak 3 linting dengan cara di hisap seperti rokok.Pada tahun 1980 pasien juga pernah menggunakan magadon sabanyak 10 biji/hari, terkadang minum dicampur soda lebih berkhasiat dan pasien menjadi bersemangat.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi1. Riwayat Perkembangan FisikPasien merupakan anak yang diinginkan, pasien lahir kurang bulan pada saat usia kehamilan 7 bulan dengan kelahiran normal di rumah sakit bersalin dan tidak ada trauma lahir dan cacat bawaan. Secara fisik pasien tumbuh normal seperti teman-teman sebayanya.2. Riwayat Perkembangan Kepribadiana. Masa Kanak-kanak (0-11 tahun)Pada masa anak-anak, pertumbuhan psikomotor, kognitif dan moral pasien sesuai dengan usianya. Pasien tidak mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan teman sebaya di lingkungan sekitar ia tinggal. Pasien tidak pernah mengalami sakit yang serius, tidak ada riwayat kejang, trauma maupun operasi. b. Masa Remaja (12-18 tahun)Pada masa remaja, pasien mengalami masalah dalam menjalani kehidupan sebagai seorang siswa. Saat kelas 1 SMP tidak naik kelas kemudian pindah sekolah dan saat kelas 2 SMP pasien berhenti sekolah. Pasien sering sekali bolos. Saat ini lah pasien mulai mengenal ganja dan magadon.

c. Masa Dewasa ( > 18 tahun)Pasien mengatakan pada saat dewasa, WBS sangat nakal dan pernah mencuri barang orang lain.3. Riwayat PendidikanPernah tidak naik kelas saat kelas 1 SMP.

Kelas 2 SMP berhenti sekolah karena tidak ingin sekolah lagi.

4. Riwayat PekerjaanTukang servis elektronik. Namun sekarang sudah tidak kerja lagi.5. Kehidupan BeragamaPasien beragama Islam, kadang-kadang tidak beribadah 5 waktu.6. Riwayat Kehidupan Sosial dan PerkawinanPasien mengatakan kurang suka tempat-tempat ramai. Pasien mengatakan sudah menikah dan sudah bercerai tinggal tunggu surat dari pengadilan.E. RIWAYAT KELUARGA

Gambar pohon keluarga

Pasien merupakan anak ke 1 dari 4 bersaudara. Namun sodara yang ke-4 meninggal karena sakit pada usia 21 hari.

F. SITUASI KEHIDUPAN SOSIAL SEKARANG Pasien sedang berkunjung ke Jakarta namun keluarga menolak pasien sehingga pasien tinggal di jalanan. Pasien mengatakan tidak punya pekerjaan.III. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan : Pasien, pria berusia 47 tahun, terlihat sesuai usianya, tinggi dan berat badan kurang, kulit sawo matang, rambut lurus. Pada saat dilakukan wawancara pasien mengenakan kaos coklat dan celana panjang jeans berwana biru. Kebersihan tubuh tampak kurang terjaga2. Kesadaran

a. Kesadaran neurologis/sensorium: Compos mentisb. Kesadaran psikiatrik

: Tampak baik3. Perilaku Aktivitas Motorik

Sebelum wawancara: Pasien tampak tenang, sedang merokokSelama wawancara : Pasien tampak tenang, mampu berkomunikasi dengan baik, bahasa dapat dimengertiSesudah wawancara : Pasien tampak tenang dan segera balik ke bangsal.4. Sikap Terhadap Pemeriksa:

Pasien bersikap tenang, kooperatif, dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan.5. Pembicaraan a. Cara berbicara : Spontan, bicara serta bahasa yang digunakan jelas, sopan, dapat memberikan respon yang baik setiap menjawab pertanyaan,b. Gangguan bicara: Tidak terlihat adanya gangguan bicara.

B. Alam Perasaan

1. Suasana perasaan (mood)

: Eutimia

2. Afek ekspresi afektifa. Stabilisasi

: Stabilb. Keserasian

: Serasi

c. Pengendalian impuls

: Dapat mengendalikan diri dengan baik

d. Ekspresi

: Wajare. Dramatisasi

: Tidak ada

f. Empati

: Baik

C. Gangguan Persepsia. Halusinasi

: - Halusinasi Auditorik : Pasien sering mendengar suara bisikan-bisikan yang menyuruh dirinya menabrakan badan pada kereta yang lewat atau bisikan yang menyuruhnya lompat dari ketinggian (halusinasi auditorik) dan pasien juga sering melihat penampakan-penampakan setan (halusinasi visual)- Halusinasi Taktil : pasien mengatakan ada cacing kaki seribu di bawah kulitnya.b. Ilusi

: Tidak ada

c. Depersonalisasi

: Tidak ada

d. Derealisasi

: Tidak ada

D. Sensorium dan Kognitif (Fungsi Intelektual)

1. Taraf pendidikan

: 2 SMP2. Pengetahuan umum : Baik3. Kecerdasan

: Cukup baik (pasien bisa menghitung)4. Konsentrasi

: Tampak baik, pasien dapat mempertahankan konsentrasinya selama wawancara5. Orientasi:

a. Waktu: Baik (pasien dapat membedakan pagi, siang dan malam, pasien tahu sekarang adalah pagi saat di wawancara).b. Tempat: Baik (pasien mengetahui dirinya sekarang berada di Panti dan tahu ruangan yang sedang ia tempati)

c. Personal: Baik (pasien dapat mengenali petugas di Panti dan teman-temannya).

d. Situasi: Baik (pasien sadar sedang diwawancarai oleh dokter muda ).6. Daya ingat : Jangka panjang: Baik (pasien dapat menceritakan masa masa yang dulu sewaktu duduk di bangku sekolah, pasien masih ingat tanggal lahir).

Jangka pendek: Baik (pasien dapat memberitahu apa yang barusan dilakukan sebelum diwawancara dan menyebutkan menu makan pagi sebelumnya). Segera

: Baik (pasien dapat menyebutkan ulang angka dan nama saya yang telah diberitahukan setelah 30 detik).7. Pikiran abstraktif

: Baik (pasien dapat memahami bahwa ganja, shabu termasuk kelompok narkoba)

8. Kemampuan Visuospasial

: Baik9. Kemampuan menolong diri: Baik (pasien dapat mandi, makan, minum dan berpakaian sendiri)Proses Pikir

1.Arus pikir : cepat - Produktivitas : Bicara cukup- Kontinuitas : Dapat memberikan jawaban dalam setiap pertanyaan dengan baik,

-Hendaya Berbahasa

: Tidak ada2.Isi pikir :

- Preokupasi dalam pikiran

: Tidak ada- Paranoid: Ada (pasien mengatakan banyak yang memata-matai dirinya dan dia selalu dikejar-kejar karena punya kekayaan dan juga punya ilmu dimana banyak yang ingin punya ilmu seperti dirinya. - Waham: Ada (waham bizarre yaitu pasien mengatakan ilmunya sangat hebat, yakni pegang listrik walaupun tangannya basah tidak akan kenapa-kenapa saat kena setrum. pasien mengatakan bisa ambil ilmu orang lalu orang tersebut akan meninggal. Selain itu pasien mengatakan punya indera ke-6 serta)- Obsesi

: Tidak ada

- Fobia

: Tidak ada

- Gagasan Rujukan

: Tidak ada- Gagasan Pengaruh

: Tidak ada

Pengendalian Impuls

Baik, pasien selama wawancara tetap dalam keadaan tenang.Daya Nilai

Daya nilai sosial : Tidak tergangguUji Daya Nilai : Tidak terganggu

Daya Nilai Realitas : Tidak terganggu Tilikan

: Derajat IV Reliabilitas

: Dapat dipercayaIV. PEMERIKSAAN FISIKStatus Internus :1. Keadaan umum

: Baik

2. Kesadaran

: Compos Mentis3. Sistem kardiovaskular

: Tidak dilakukan pemeriksaan4. Sistem respiratorius : Tidak dilakukan pemeriksaan 5. Sistem gastro-intestinal: Tidak dilakukan pemeriksaan6. Sistem urogenital

: Tidak dilakukan pemeriksaanV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan pemeriksaan.

VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Pasien, laki-laki usia 47 tahun baru saja dibawa ke Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1 karena sedang cuci muka di air manjur dekat Monas. Pasien mengatakan tidak tahu alasan mengapa dia ditangkap dan dibawa ke Panti Sosial. Pasien mengatakan dari kecil sering mendengar suara bisikan, namun tidak ada orangnya dan menyuruhnya bunuh diri saja. Seperti bisikan yang menyuruh dirinya menabrakan badan pada kereta yang lewat atau bisikan yang menyuruhnya lompat dari ketinggian tapi tidak pernah mengikuti suara bisikan tersebut. Pasien juga mengatakan banyak yang memata-matai dirinya dan dia selalu dikejar-kejar karena punya kekayaan dan juga punya ilmu dimana banyak yang ingin punya ilmu seperti dirinya. Pasien mengatakan ilmunya sangat hebat, yakni pegang listrik walaupun tangannya basah tidak akan kenapa-kenapa saat kena setrum. Pasien mengatakan bisa ambil ilmu orang lalu orang tersebut akan meninggal. Selain itu Pasien mengatakan punya indera ke-6.

Pasien juga bilang punggung dan lehernya sudah lama ada binatang yang jalan-jalan seperti cacing kaki seribu. Selain itu Pasien juga mengatakan semenjak menggunakan narkoba, yakni ganja ilmu Pasien meningkat jadi lebih sering melihat penampakan semenjak menggunakan narkoba, seperti kuntianak. Lebih jelas mendengar bisikan yang menyuruhnya bangun tidak boleh tidur.VII. FORMULASI DIAGNOSTIK

Susunan formulasi diagnostik berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna dengan urutan untuk evaluasi multi aksial seperti berikut :AKSIS I (Skizofrenia Paranoid) ; F20.0 :Menurut Klasifikasi PPDGJ - III gejala-gejala yang di alami pasien memenuhi kriteria diagnostik sebagai berikut : Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.

Sebagai tambahan :

Halusinasi dan / atau waham harus menonjol;

a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit atau bunyi tawa.

b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;

c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan, dipengaruhi atau passivity, dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.

Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relative tidak nyata/ tidak menonjol.

Yang ditemukan pada pasien:

Adanya suara-suara halusinasi yang memberi perintah untuk bunuh diri saja. Halusinasi taktil, adanya binatang yang jalan-jalan di bawah kulit dekat leher dan punggungnya. Adanya waham kejar.AKSIS II : Gangguan Kepribadian dan Retardasi MentalTidak terdapat retardasi mental dan belum dapat ditegakkan adanya gangguan kepribadian.AKSIS III : Kondisi Medis Umum

Belum dapat ditegakkan diagnosisAKSIS IV : Problem Psikososial dan Lingkungan

Problem psikososial dan lingkungan kasus ini adalah pasien tidak memiliki pekerjaan dan memiliki permasalahan dengan keluarga serta istri.AKSIS V : Penilaian Fungsi Secara Global

Menurut nilai Global Assesment of Function (GAF):

Skala GAF saat ini

: 70-61 (beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum baik.Skala GAF setahun sebelumnya: 60-51(gejala sedang, disabilitas sedang)VIII. EVALUASI MULTIAKSIALAksis I: WD : F20.0 Skizofrenia ParanoidDD:1. F20.5 Skizofrenia Residual 2. F19.0 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Pengunaan Zat Psikoaktif.Aksis II:Tidak ada.

Aksis III:Tidak ada.

Aksis IV : Masalah dengan lingkungan keluarga dan sosial .Aksis V : Penilaian Fungsi Secara Global

Menurut nilai Global Assesment of Function (GAF):

Skala GAF pada saat dievaluasi: 70-61 (beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum baik.

Skala GAF setahun sebelumnya: 60-51(gejala sedang, disabilitas sedang)IX. PROGNOSIS

Faktor yang mengarah pada prognosis baik: Kepatuhan pasien meminum obat Sikap kooperatif dari pasien

Masalah kesehatan organik tidak ada

Pasien tidak memiliki gangguan seperti ini sebelumnya baik dari pihak keluarga pun

Faktor yang mengarah pada prognosis buruk :

Tingkat pendidikan rendahKesimpulan prognosis: Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam: dubia ad bonamAd sanationam: dubia ad bonam

X. DAFTAR PROBLEM1. Organobiologik:Tidak ada

2. Psikologis: Halusinasi auditorik dan visual 3. Sosiol/budaya: Hendaya dalam fungsi sosial

XI. PENATALAKSANAAN

Psikofarmaka

Haloperidol

: 2 x 5 mg

Triheksifenidil 2mg

: 2 x 2 mg Clorpromazin

:1 x 100 mg

Psikoterapia. Terapi Perilaku Kognitif

Termasuk mengedukasi pasien tentang gangguan yang dialami dan pengobatan yang harus dijalanin.

b. Psikoterapi Suportif

Memberikan bimbingan dan dukungan agar pasien dapat bersosialisasi dengan baik di dalam lingkungan.c. Sosioterapi- Melibatkan pasien dalam setiap kegiatan di Panti sehingga pasien aktif dalam bersosialisasi dan mengikuti kegiatan keagamaan di Panti. Psikoedukasi keluarga- Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien mengenai gangguan yang dialami pasien sehingga dapat mendukung pasien kearah kesembuhan

DISKUSI

Pasien ini dapat di diagnosis dengan F 20.0 Skizofrenia ParanoidSkizofrenia tipe ini ditandai dengan preokupasi terhadap satu atau lebih waham atau halusinasi auditorik yang sering serta tidak adanya perilaku spesifik yang sugestif untuk tipe hebrefrenik atau katatonik. Secara klasik, skizofrenia tipe paranoid terutama ditandai dengan adanya waham kejar atau kebesaran. Pasien skizofrenia paranoid biasanya mengalami episode pertama penyakit pada usia yang lebih tua dibanding pasien skizofrenia hebefrenik dan katatonik. Pasien yang skizofrenianya terjadi pada akhir usia 20-an atau 30-an biasanya telah memiliki kehidupan sosial yang mapan yang dapat membantu mengatasi penyakitnya, dan sumber ego pasien paranoid cenderung lebih besar dibanding pasien skizofrenia hebefrenik atau katatonik. Pasien skizofrenia paranoid menunjukkna regresi kemampuan mental, respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan dibandingkan pasien skizofrenia tipe lain. Pasien skizofrenia paranoid biasanya tegang, mudah curiga, berjaga-jaga, berhati-hati, dan terkadang bersikap bermusuhan atau agresif, namun mereka kadang-kadang dapat mengendalikan diri mereka secara adekuat pada situasi sosial. Inteligensi mereka dalam area yang tidak dipengaruhi psikosisnya cenderung tetap utuh.

Pedoman Diagnostik Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Sebagai tambahan :

Halusinasi dan/atau waham harus menonjol

(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa

(b) Halusinasi pembauan atau pengecpan rasa atau bersifat seksual atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.

(c) Waham dapat berupa hamper setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity (delusion of passivity) dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol

Yang ditemukan pada pasien:

Adanya suara-suara halusinasi yang memberi perintah untuk bunuh diri saja (halusinasi auditorik) Adanya melihat penampakan-penampakan setan (halusinasi visual) Halusinasi taktil, adanya binatang yang jalan-jalan di bawah kulit dekat leher dan punggungnya. Adanya waham kejar dan waham bizarre (pasien mengaku bias melihat roh orang mati dan melihat naga)Diagnosa BandingF 20.5: Skizofrenia ResidualPasien dalam keadaan remmsi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual (penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi, perilaku eksentrik, asosiasi melonggar, atau pikiran tak logis).

Pedoman diagnostik Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :(a) Gejala negative dari skiofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif, dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja social yang buruk.

(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimama intensitasnya dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia

(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organic lain, depresi kronis atau intitusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut

Hal yang mendukung:

Afek pasien masih datar Pasien sudah jarang mendengar suara-suara bisikan yang menyuruhnya untuk bunuh diri.Penatalaksanaan

Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.

Farmakoterapi

Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin.

Antipsikotik tipikal

Antipsikotik generasi pertama (APG 1) mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2 khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan antagonis reseptor dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional atau antipsikotik tipikal. Kerja dari APG 1 menurunkan hiperaktivitas dopamine dijalur mesolimbik sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata APG 1 tidak hanya memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga di tempat lain seperti dijalur mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular.Apabila APG 1 memblok reseptor D2 dijalur mesokortikal, dapat memperberat gejala negatif dan gejala kognitif disebabkan penurunan dopamin di jalur tersebut. Jika hal ini terjadi, maka merupakan sebuah tantangan terapi, karena blokade reseptor dopamin di jalur ini secara teoritis akan menyebabkan memburuknya gejala negatif dan kognitif. Blokade reseptor D2 di nigrostriatal dapat menyebabkan timbulnya gangguan dalam mobilitas seperti pada parkinson, bila pemakaian secara kronik dapat menyebabkan gangguan pergerakan hiperkinetik (tardive dyskinesia). Jalur nigrostriatal dopamin, sebagai bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal, mengontrol movements atau pergerakan.Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular oleh APG 1 menyebabkan peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat terjadi disfungsi seksual dan peningkat berat badan. Fungsi normal jalur dopamin tuberoinfundibular menghambat pelepasan prolaktin. Pada wanita postpartum, aktivitas di jalur ini menurun, sehingga memungkinkan laktasi.APG 1 selain menyebabkan terjadinya blokade reseptor D2 pada keempat jalur dopamine, juga menyebabkan terjadinya blokade reseptor kolinergik muskarinik sehingga timbul efek samping antikolinergik berupa mulut kering, pandangan kabur, konstipasi dan kognitif tumpul. APG 1 juga memblok reseptor histamin (H1) sehingga timbul efek samping mengantuk dan meningkatkan berat badan. APG 1 juga memblok reseptor alfa1 adrenergik sehingga dapat menimbulkan efek samping pada kardiovaskuler berupa hipotensi ortostatic, mengantuk, pusing, dan tekanan darah menurun.Pada pasien ini diberikan : Haloperidol

: 2 x 5 mg

Clorpromazin

:1 x 100 mgCHLORPROMAZINCPZ tidak dapat mencegah timbulnya konvulsi akibat rangsang oleh obat. Semua derivat fenotiazin mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek ektrapiramidal). CPZ dapat mencegah atau mengurangi muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada trigger zone. Muntah yang disebabkan akibat kelainan saluran cerna atau vestibuler, kurang mempengaruhi, tetapi fenotiazin potensi tinggi, dapat berguna untuk keadaan tersebut.

CPZ menimbulkan relaksasi otot skelet yang dalam keadaan spastik. Cara kerja relaksasi ini diduga bersifat sentral, sebab sambungan saraf otot dan medula spinalis tidak dipengaruhi CPZ. CPZ menghambat ovulasi dan menstruasi. CPZ juga menghambat sekresi ACTH. Efek terhadap sistem endokrin ini terjadi berdasarkan efeknya terhadap hipotalamus. Semua fenotiazin, kecuali klozapin menimbulkan hiperprolaktinemia lewat penghambatan efek sentral dopamin.

Farmakokinetik

Pada umumnya semua fenotiazin diabsorpsi dengan baik bila diberikan peroral maupun parenteral. Penyebaran luas kesemua jaringan dengan kadar tertinggi di paru-paru, hati, kelenjar suprarenal dan limpa. Sebagian fenotiazin mengalami hidroksilasi dan konjugasi, sebagian lagi diubah menjadi sulfoksid yang kemudian diekskresi bersama feses dan urin.HALOPERIDOL

Haloperidol adalah antipsikotik yang kuat. Haloperidol adalah obat yang dikategorikan ke dalam agen antipsikotik, antidiskinetik, dan antiemetik. Obat ini digunakan sebagai terapi rumatan untuk psikotik akut dan kronik, seperti skizofrenia, gangguan mania, dan psikosis yang diinduksi obat misalnya psikosis karena steroid. Haloperidol juga berguna pada penanganan pasien agresif dan teragitasi. Selain itu, obat ini dapat digunakan pada pasien sindrom mental organik dan retardasi mental. Pada anak haloperidol sering digunakan untuk mengatasi gangguan perilaku yang berat.

Secara umum haloperidol menghasilkan efek selektif pada sistem saraf pusat melalui penghambatan kompetitif reseptor dopamin (D2) postsinaptik pada sistem dopaminergik mesolimbik. Selain itu, haloperidol bekerja sebagai antipsikotik dengan meningkatkan siklus pertukaran dopamin otak. Pada terapi subkronik, efek antipsikotik dihasilkan melalui penghambatan depolarisasi saraf dopaminergik.

Farmakokinetik

Konsentrasi plasma terapi obat ini berkisar 4-20 nanogram per mL (0.01-0.05 mikromol per L). Ikatan haloperidol dengan protein dalam darah sangat tinggi yaitu mencapai 92%. Pada penggunaan secara oral, tingkat absorpsi haloperidol adalah 60%. Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma tercapai dalam waktu 2-6jam sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam dan masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Obat ini ditimbun dalam hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan diekskresi melalui empedu. Ekskresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian dosis tunggal.

Tindakan untuk mengurangi gejala ekstrapiramidal adalah dengan tablet trihexyphenidyl (artane) 3-4 x 2mg/hr, sulfas atropin 0,50-0,75 mg (IM). Haloperidol selain antipsikotik dapat digunakan sebagai antianxietas dengan dosis rendah dimana 100 CPZ setara dengan 1,5 2,5 mg haloperidol.

Antipsikotik atipikal

APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atau antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi antar serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping EPS lebih rendah dan sangat efektif untuk mengatasi gejala negatif. Perbedaan antara APG I dan APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D2 sedangkan APG II memblok secara bersamaan reseptor serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamin (D2). APG II yang dikenal saat ini adalah clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole. Saat ini antipsikotik ziprasidone belum tersedia di Indonesia. Obat antipsikotik atipikal lebih efektif dari pada antipsikotik tipikal dalam terapi gejala negative dari skizofrenia seperti penarikan diri dari lingkungan social dan ketumpulan ekspresi emosi. Untuk gejala positif dari skizofrenia seperti halusinasi dan delus, risperidone lebih superior daripada haloperidol.Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamin pathways:1. Mesokortikal PathwaysAntagonis 5HT2A tidak hanya akan menyebabkan berkurangnya blokade terhadap antagonis D2 tetapi juga menyebabkan terjadinya aktivitas dopamin pathways sehingga terjadi keseimbangan antara serotonin dan dopamin. APG II lebih berpengaruh banyak dalam memblok reseptor 5HT2A dengan demikian meningkatkan pelepasan dopamin dan dopamin yang dilepas menang dari pada yang dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini menyebabkan berkurangnya gejala negatif maka tidak terjadi lagi penurunan dopamin di jalur mesokortikal dan gejala negatif yang ada dapat diperbaiki.

APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG I karena di jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari reseptor D2, dan APG II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT2A dan sedikti memblok reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih banyak, karena itu defisit dopamin di jalur mesokrtikal berkurang sehingga menyebabkan perbaikan gejala negatif skizofrenia.

2. Mesolimbik PathwaysAPG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan antagonis D2 di jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi blokade reseptor D2 di mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal ini yang menyebabkan APG II dapat memperbaiki gejala positif. Pada keadaan normal serotonin akan menghambat pelepasan dari dopamin.

3. Tuberoinfundibular PathwaysAPG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat mengalahkan antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter serotonin dan dopamin sifatnya antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofise. Dopamin akan menghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan serotonin meningkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian APG II dalam dosis terapi akan menghambat reseptor 5HT2A sehingga menyebabkan pelepasan dopamin menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak terjadi hiperprolaktinemia.

4. Nigrostriatal PathwaysJalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur nigrostriatal adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi kelainan pergerakan seperti pada Parkinson yang disebut extrapyramidal reaction (EPR). Gejala yang terjadi antara lain akhatisia, dystonia (terutama pada wajah dan leher), rigiditas, dan akinesia atau bradikinesia.APG II dalam klinis praktis, memiliki empat keuntungan, yaitu: 1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya pada dosis terapi sangat jarang terjadi EPS.

2. APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak memperburuk gejala negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG I.

3. APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan untuk pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.

4. APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit Alzheimer.

Antipsikotik generasi kedua yang digunakan sebagai berikut: First line: Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, Ziprasidone, Aripiprazole

Second line: Clozapine.

Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian APG II selain efek samping yang minimal juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan mood sehingga mengurangi ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat antipsikotik. Pemakaian APG II dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan kualitas hidup penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam masyarakat. Kualitas hidup seseorang yang menurun dapat dinilai dari aspek occupational dysfunction, social dysfunction, instrumental skills deficits, self-care, dan independent living.Pada pasien ini selain obat antipsikotik tipikal juga dapat diberikan yang atipikal seperti risperidon atau clozapine :CLOZAPINEClozapine merupakan gold standard pada pasien yang telah resisten dengan obat antipsikotik lainnya. Profil farmakoligiknya atipikal bila dibandingkan dengan antipsikotik lain. Clozapine efektif untuk menggontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang positif (iritabilitias) maupun yang negatif (social disinterest dan incompetence, personal neatness). Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk pasien yang refrakter dan terganggu berat selama pengobatan. asien yang diberi clozapine perlu di pantau sel darah putihnya setiap minggu. Farmakokinetik

Clozapine di absorpsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral. Kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian obat. Clozapine secara ekstensif diikat protein plasma (>95%), obat ini di metabolisme hampir sempurna sebelum dieksresi lewat urin dan tinja (30% melalui kantong empedu dan 50% melaui urine), dengan waktu paruh rata-rata 11,8 jam sehingga pemberiannya dianjurkan 2 kali dalam sehari. Farmakodinamik

Distribusi dari clozapine dibandingkan obat antipsikotik lainnya lebih rendah. Umunya afinitas dari clozapine rendah pada reseptor D2 dan tinggi pada reseptor 5HT2A sehingga cenderung rendah untuk menyebabkan terjadinya efek samping EPS. Pada reseptor D4 afinitasnya lebih tinggi 10 kali lipat dibandingkan antipsikotik lainnya, dimana reseptor D4 terdapat pada daerah korteks dan sedikit pada daerah striatal. Hal ini lah yang membedakan clozapine dengan APG I.RISPERIDONEAbsorpsi risperidone di usus tidak di pengaruhi oleh makanan dan efek terapeutik nya terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi dapat terjadi EPS. Pemakaian risperidone yang teratur dapat mencegah terjadinya kekambuhan dan menurunkan jumlah dan lama perawatan sehingga baik digunakan dalam dosis pemeliharaan. Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi dengan APG I tetapi hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat memperbaiki fungsi kognitif tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada penderita demensia misalnya demensia Alzheimer.

Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP 2D6 menjadi 9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4. Eksresi terutama melalui urin. Metabolisme risperidone dihambat oleh antidepresan fluoxetine dan paroxetine, karena antidepresan ini menghambat kerja dari enzim CYP 2D6 dan CYP 3A4 sehingga pada pemberian bersama antidepresan ini, maka dosis risperidone harus dikurangi untuk meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik. Metabolisme obat ini dipercepat bila diberikan bersamaan carbamazepin, karena menginduksi CYP 3A4 sehingga perlu peningkatan dosis risperidone pada pemberiaan bersama carbamazepin disebabkan konsentrasi risperidone di dalam plasma rendah.Pasien