GAYA BELAJAR SANTRI DALAM MEMAHAMI MATERI …jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel05E17087878F35159FF2177... · identitas diri bangsa yang melekat ... nasional yang dilandasi

  • Upload
    vanque

  • View
    222

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

  • GAYA BELAJAR SANTRI DALAM MEMAHAMI MATERI WAWASAN

    KEBANGSAAN DI PONDOK PESANTREN ZAINUL HASAN

    GENGGONG PROBOLINGGO

    SKRIPSI

    OLEH

    TUTIK HIDAYATI

    NIM 107811410280

    UNIVERSITAS NEGERI MALANG

    FAKULTAS ILMU SOSIAL

    JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN

    PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

    April 2011

  • GAYA BELAJAR SANTRI DALAM MEMAHAMI MATERI WAWASAN

    KEBANGSAAN DI PONDOK PESANTREN ZAINUL HASAN

    GENGGONG PROBOLINGGO

    SKRIPSI

    Diajukan kepada

    Universitas Negeri Malang

    untuk memenuhi salah satu persyaratan

    dalam menyelesaikan program Sarjana

    Hukum dan Kewarganegaraan

    OLEH

    TUTIK HIDAYATI

    NIM 107811410280

    UNIVERSITAS NEGERI MALANG

    FAKULTAS ILMU SOSIAL

    JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN

    PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

    April 2011

  • ABSTRAK

    Hidayati, Tutik. 2011. Gaya Belajar Santri Dalam Memahami Materi Wawasan

    Kebangsaan Di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.

    Skripsi, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, FIS. Universitas Negeri

    Malang. Pembimbing: (I) Drs. H. Suparman Adi Winoto, S.H, M.Hum, (II)

    Nuruddin Hady, S.H, M.Hum.

    Kata kunci: Gaya belajar Santri, Pondok Pesantren, Wawasan Kebangsaan.

    Sebagai lembaga pendidikan, pesantren diharapkan mampu memfasilitasi

    komunitas belajar dalam hal ini santri dalam mengenyam atau menuntut ilmu baik ilmu

    yang bersifat duniawi maupun ukhrowi dalam konteks Indonesia. Semua lembaga

    pendidikan termasuk pesantren harus memiliki wawasan yang tidak bisa dipisahkan

    dengan wawasan nasional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kinerja belajar santri

    seharusnya mencerminkan gaya-gaya belajar yang bisa mendukung bagi tercapainya

    tuntutan menuntut ilmu termasuk juga tuntutan untuk memiliki wawasan kebangsaan.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya belajar santri dalam memahami

    materi wawasan kebangsaan di pondok pesantren Zainul Hasan genggong. Secara khusus

    penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Bagaimana gaya belajar santri di pondok

    pesantren Zainul Hasan Genggong, (2) Bagaimana gaya belajar santri dalam memahami

    materi wawasan kebangsaan di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong, (3)

    Bagaimana pemahaman santri terhadap materi wawasan kebangsaan di pondok pesantren

    Zainul Hasan Genggong.

    Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

    Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni: wawancara mendalam observasi

    partisipatif, dokumentasi dan kuesioner. Sedangkan analisis data dilakukan selama dan

    setelah pengumpulan data.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Gaya belajar yang diterapkan di

    pondok pesantren Zainul Hasan Genggong termasuk dalam kegiatan sekolah formal

    setiap harinya menggunakan metode ceramah PAKEM dan gaya belajar auditory; (2)

    Gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan kebangsaan dengan cara mengenali

    diri sendiri, merekam kata dengan tulisan, belajar bersama dan menghargai diri sendiri,

    gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan kebangsaan termasuk gaya belajar

    modalitas (auditory, visual, reading,dan kinesthetic), gaya belajar santri dalam

    memahami materi wawasan kebangsaan jika ditinjau dari Pengaturan informasi termasuk

    gaya belajar spectrum (abstract random, concret sequensial dan abstract sequensial),

    gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan kebangsaan jika ditinjau dari gaya

    terima dimana setiap akan melihat dunia dengan caranya sendiri, gaya belajar santri

    memiliki gaya berpikir analitik, global. Dikuatkan dengan kuesioner (85,7%) mengenali

    diri sendiri, (81,4%) santri menyatakan bahwa mereka selalu merekam kata dengan

    tulisan, (84,3%) santri setuju bahwa belajar bersama merupakan cara termudah untuk

    memahami materi wawasan kebangsaan, dan (97,1%) santri memilih untuk menghargai

    diri sendiri, (62,86%) santri memilih gaya belajar auditory, (12,86%) santri memilih gaya

  • belajar visual, (17,14%) santri memilih gaya belajar reading, (7,14%) santri memilih gaya

    belajar kinesthetic, (17,14%) santri memilih abstract sequensial, (22,86%) memilih gaya

    belajar Concret sequensial dan (60%) santri memilih gaya belajar abstract random,

    (64,29%) santri memilih gaya berfikir analitik , (35,71%) memilih gaya berfikir global;

    (3) Pemahaman santri terhadap materi wawasan kebangsaan cukup baik. Santri

    mengaktualisasi wawasan kebangsaan yang diwujudkan dalam hal-hal seperti

    pengetahuan warga negara serta rasa cinta, rasa hormat dan rasa memiliki bangsa dan

    negaranya dan keikutsertaan santri untuk memajukan, ingin menjaga, dan ingin

    memartabatkan bangsa dan negaranya, hasil kuesioner (62,86%) santri menjawab

    keseluruhan pertanyaan tentang wawasan kebangsaan dengan benar.

    Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disarankan bahwa gaya belajar

    santri di pondok pesantren dalam memahami materi wawasan kebangsaan masih

    perlu dikembangkan, misalnya dengan mengembangkan gaya belajar seperti gaya

    belajar visual, serta meningkatkan gaya belajar reading dan concret sequensial.

    Bagi guru PKn hendaknya dapat memberikan pemahaman yang lebik baik

    terhadap materi wawasan kebangsaan terhadap santri. Bagi mahasiswa yang ingin

    mengkaji atau menindaklanjuti gagasan atau ide lain yang berkaitan dengan karya

    tulis ini sebaiknya menggunakan objek yang lebih luas dan materi yang lebih

    mendalam tentang gaya belajar dan wawasan kebangsaan.

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    ABSTRAK .......................................................................................................... i

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

    DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi

    DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii

    DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ...................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................. 4 C. Landasan Teori ...................................................................................... 5

    1. Pondok Pesantren ............................................................................. 5 2. Gaya Belajar .............................................................................. 8 3. Wawasan Kebangsaan ...................................................................... 18

    D. Kegunaan Penelitian .............................................................................. 24

    BAB II METODE PENELITIAN

    A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ............................................................ 26 B. Kehadiran Peneliti ................................................................................. 26 C. Lokasi Penelitian ................................................................................... 27 D. Sumber Data .......................................................................................... 28 E. Prosedur Penelitian ................................................................................ 29 F. Analisis Data ......................................................................................... 31 G. Pengecekan Keabsahan Temuan ........................................................... 32 H. Tahap-tahap Penelitian .......................................................................... 34

    BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

    A. Paparan data .......................................................................................... 37 1. Gambaran umum pesantren Zainul Hasan Genggong ....................... 37 2. Gaya belajar santri di pondok pesantren Zainul Hasan

    Genggong......................................................................................... 44

    3. Gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan kebangsaan di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong .............. 47

    4. Pemahaman santri terhadap materi wawasan kebangsaan

  • di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong .................................. 55

    B. Temuan penelitian ................................................................................ 60 1. Gaya belajar santri di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong ......................................................................................... 60

    2. Gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan kebangsaan di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong .............. 60

    3. Pemahaman santri terhadap materi wawasan kebangsaan di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong .................................. 63

    BAB IV PEMBAHASAN

    1. Gaya belajar santri di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong ......................................................................................... 65

    2. Gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan kebangsaan di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong .............. 66

    3. Pemahaman santri terhadap materi wawasan kebangsaan di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong .................................. 73

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ............................................................................................. 75 B. Saran ....................................................................................................... 78

    DAFTAR RUJUKAN ............................................................................................ .80

    LAMPIRAN ........................................................................................................... .82

    RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ .101

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    1. Instrumen Wawancara ......................................................................................... 82

    2. Lembar Kuesioner ............................................................................................... 83

    3. Hasil Wawancara & Kuesioner ............................................................................ 88

    4. Dokumen Foto ..................................................................................................... 95

    5. Surat Ijin Penelitian ........................................................................................... 96

    6. Lembar Konsultasi ............................................................................................... 99

    7. Daftar Riwayat Hidup ......................................................................................... 101

  • DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    3.1 Jadwal Kegiatan Santri ........................................................................................ 46

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT. yang dibekali akal untuk

    dapat memikirkan segala sesuatu tentang hidup dan kehidupannya. Dengan

    akalnya manusia dituntut untuk dapat menelaah, menalar dan melihat segala

    sesuatu dengan semestinya. Akal yang dimiliki manusia dapat berkembang

    apabila manusia memanfaatkan dan menggunakannya dengan benar (Sholeh

    Bahruddin, 2008).

    Menurut Leny Sintorin (2008) Gaya belajar setiap orang dipengaruhi oleh

    faktor alamiah (pembawaan) dan faktor lingkungan . Jadi ada hal-hal tertentu

    yang tidak dapat diubah dalam diri seseorang bahkan dengan latihan sekalipun.

    Tetapi ada juga hal-hal yang dapat dilatihkan dan disesuaikan dengan lingkungan

    yang terkadang justru tidak dapat diubah.

    Zaman telah berubah dan akan terus berubah, peradaban umat manusia

    pun terus tumbuh dan berkembang sepanjang sejarah tanpa titik final. Dalam

    situasi demikian itu, jika hendak melihat arah perubahan dan masa depan

    kehidupan bangsa Indonesia dengan penduduk muslim terbesar di dunia, maka

    miniatur yang paling representatif adalah sistem yang diperankan oleh pendidikan

    pesantren dan para santrinya dalam melihat dirinya sendiri dan bangsanya.

    http://www.ut.ac.id/html/Strategi-bjj/gaya2.htm

  • Secara sosiologis, kaum santri memang bukan merupakan mayoritas dari

    sebagian besar penduduk Indonesia yang memeluk Islam. Namun wacana

    keagamaan (Islam) di Indonesia hampir mustahil dipisahkan dari dunia kehidupan

    kaum santri serta dinamika institusi pendidikan pesantren. Berbagai persoalan

    kebangsaan dan bagaimana mencari jalan pemecahan berbagai problem yang

    dihadapi bangsa ini bisa menjadi jelas dengan melihat kehidupan santri dengan

    dunia pesantrennya (Sholeh Bahruddin, 2008).

    Peran yang dimainkan oleh pendidikan pesantren dan para santrinya ini,

    tentu saja harus diikuti dengan pembenahan kependidikannya dan dengan semakin

    meningkatkan dinamika internal kepesantrenannya. Disatu pihak, pesantren

    niscaya melakukan adaptasi terhadap kemajuan-kemajuan, baik dalam

    perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang salah satunya terwujud

    dalam pesatnya arus informasi. Di pihak lain, pendidikan pesantren niscaya

    merespon khazanah sosial-keagamaan dan sekaligus menjaga tradisi-tradisi lama

    yang telah ada (Rochadi Abdul dan Taufik, 2005).

    Pesantren Zainul Hasan kini telah banyak menampakkan perannya sebagai

    pusat studi Islam di dalam pengembangan misi Islam pada masyarakat luas,

    sehingga tidak hanya mengajarkan ilmu agama umum saja. Tetapi dalam

    kehidupannya para santri banyak mendapatkan kesempatan untuk menghayati

    dalam kehidupannya sehari-hari, karena kebersatuan Pesantren Zainul Hasan

    dengan masyarakat itulah maka output pesantren tidak kebingungan meniti hidup

    dalam mengabdi kepada masyarakat.

    Menyadari peranan yang sangat besar dalam menyukseskan pembangunan

    manusia seutuhnya di samping juga makin meningkatnya kebutuhan hidup

  • seseorang akibat pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

    modern, maka Pesantren Zainul Hasan telah melangkah untuk mengadakan

    pengembangan dan pembaruan dalam segala bidang meliputi perubahan sistem

    pendidikan, penambahan sarana proses belajar-mengajar, menyempurnakan dan

    menambah sarana fisik. Pesantren Zainul Hasan tidak ketinggalan mengikuti

    pembaruan pendidikan setelah banyak mengkaji dan berhubungan dengan dunia

    luar.

    Wawasan sering dimaknai dengan konsepsi dan cara pandang seseorang

    terhadap apa yang ketahui tentang satu hal. Kaitannya dengan negara, wawasan

    kebangsaan bermakna cara pandang seseorang sebagai warga negara terhadap

    identitas diri bangsa yang melekat pada dirinya (Andang Daradjatun, 2009).

    Wawasan kebangsaan sangat identik dengan wawasan nusantara yaitu cara

    pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup

    perwujudan kepulauan nusantara sebagai kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi

    dan pertahanan keamanan, serta mengenai diri dan lingkungan berdasarkan ide

    nasional yang dilandasi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, sebagai aspirasi

    suatu bangsa yang merdeka, berdaulat, dan bermartabat serta dijiwai tata hidup dan

    tindak kebijaksanaan dalam mencapai tujuan nasional sehingga kesejahteraan dapat

    diwujudkan bagi bangsa Indonesia dan bisa ikut dalam setiap kegiatan ketertiban

    dunia (Adi Bahari, 2010: 6).

    Secara tidak langsung, wawasan kebangsaan menekankan adanya

    pengetahuan mendalam tentang identitas nasional untuk menjelaskan ciri-ciri,

    tanda-tanda atau jati diri yang melekat dengan dirinya yang diikat oleh kesamaan

  • fisik (seperti budaya, agama, dan bahasa) atau non-fisik (seperti keinginan, cita-

    cita dan tujuan) (Andang Daradjatun, 2009).

    Pesantren Zainul Hasan genggong memiliki santri dari berbagai tingkatan

    pendidikan mulai dari TK, SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat serta santri dalam

    tingkatan perguruan tinggi. Mengingat banyaknya santri, begitu juga dengan

    materi wawasan kebangsaan yang disampaikan, maka penelitian ini mengambil

    fokus penelitian pada santri dalam tingkatan SMA/sederajat dan fokus terhadap

    materi wawasan kebangsaan yang diberikan pada santri yaitu materi wawasan

    kebangsaan pada tingkatan SMA/sederajat.

    Berangkat dari sini, penulis akan mendiskripsikan tentang gaya belajar

    santri dalam memahami materi wawasan kebangsaan di pondok pesantren Zainul

    Hasan Genggong, yang kemudian diekspresikan dalam sebuah karya ilmiah yang

    diujikan (skripsi) dalam sebuah judul Gaya Belajar Santri dalam Memahami

    Materi Wawasan Kebangsaan di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong

    Probolinggo.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan

    dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

    1. Bagaimana gaya belajar santri di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong?

    2. Bagaimana gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan kebangsaan

    di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong?

    3. Bagaimana pemahaman santri terhadap materi wawasan kebangsaan

    di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong?

  • C. Landasan Teori

    1. Pondok pesantren

    Pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata

    santri berasal dari kata cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang

    berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh

    perguruan taman siswa dalam sistem asrama yang disebut pawiyatan. Istilah santri

    juga dalam ada dalam bahasa tamil, pesantren pada mulanya merupakan pusat

    penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam

    perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang

    tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertikal (dengan penjejelan materi-

    materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial). Pesantren

    kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regional-based

    curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh

    persoalan kikian masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian,

    pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan

    murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus

    merespon carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya (Rochidin, 2004: 153).

    Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di

    suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya.

    Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk

    mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kyai. Pada zaman dahulu kyai

    tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir

    hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan

    dimengerti oleh santri. Kyai saat itu belum memberikan perhatian terhadap

    http://id.wikipedia.org/wiki/Tamilhttp://id.wikipedia.org/wiki/Islamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kyai

  • tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan

    sederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka

    dirikan sendiri di sekitar rumah kyai. Semakin banyak jumlah santri, semakin

    bertambah pula gubug yang didirikan. Para santri selanjutnya mempopulerkan

    keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal kemana-mana,

    contohnya seperti pada pondok-pondok yang timbul pada zaman walisongo

    (Wahab, 2004 :154 ).

    Secara definitif Imam Zarkasyi, mengartikan pesantren sebagai lembaga

    pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana kiyai sebagai figur

    sentralnya, mesjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran

    agama Islam dibawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan

    utamanya. Secara singkat pesantren bisa juga dikatakan sebagai laboratorium

    kehidupan, tempat para santri belajar hidup dan bermasyarakat dalam berbagai

    segi dan aspeknya (Fatah, 2005: 11).

    Menurut Mastuhu (1994 : 21), tentang riwayat berdirinya sebuah

    Pesantren diawali dengan kelana seorang ulama untuk menyebarkan agamanya

    dengan diikuti oleh satu-dua orang santrinya, yang bertindak sebagai cantrik, yaitu

    orang yang magang (belajar ilmu) pada kyai. Ulama atau kiai tersebut adakalanya

    terminal atau berhenti menetap lebih dulu di pinggiran desa atau hutan kecil

    sekitar desa, kemudian mengadakan pengajian kepada satu-dua orang desa, yang

    akhirnya diikuti oleh seluruh masyarakat desa. Pesantren menjangkau hampir

    seluruh lapisan masyarakat muslim, dan dewasa ini diperkirakan telah

    menampung lebih dari satu juta santri. Pesantren telah diakui sebagai lembaga

    pendidikan yang telah ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Terutama di

    http://id.wikipedia.org/wiki/Walisongo

  • zaman kolonial, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sangat berjasa

    bagi umat Islam. Tidak sedikit pemimpin bangsa terutama dari angkatan 1945

    adalah alumni atau setidak-tidaknya pernah belajar di pesantren.

    Tujuan utama pendirian Pondok Pesantren adalah untuk menciptakan dan

    mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan

    bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau

    berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi

    masyarakat. Rasul, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian

    Nabi Muhammad (mengikuti sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas dan

    teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan

    kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat (izzul Islam wal Muslimin),

    dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia.

    Idealnya pengembangan kepribadian yang ingin dituju ialah kepribadian muhsin,

    bukan sekedar muslim (Mastuhu, 1994 : 56).

    Tujuan masyarakat belajar di Pondok Pesantren adalah untuk mendalami

    ilmu agama Islam, dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian,

    dengan menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat.

    Menurut Muhammad Nour Auliya, ada dua klisifikasi pondok pesantren,

    yaitu pesantren tradisional dan pesantren modern. Sistem pendidikan pesantren

    tradisional sering disebut sistem salafi, yaitu sistem yang tetap mempertahankan

    pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. Pondok

    pesantren modern merupakan sistem pendidikan yang berusaha mengintegrasikan

    secara penuh sistem tradisional dan sistem sekolah formal seperti madrasah

    (Haedari, 2007: 3).

  • Dalam hal ini, dapat kita lihat dari makin berkurangnya para santri yang

    berminat menimba ilmu pengetahuan keagamaan di pesantren. Lebih dari itu

    peran pesantren sendiri dirasakan sangat sedikit yang memang benar-benar

    menjadi institusi yang mampu menghantarkan para santrinya agar memiliki

    kedalaman ilmu pengetahuan keagamaan.

    Secara umum, tujuan pendidikan pesantren ini meliputi fungsi antara lain :

    a. Mengkaji ilmu-ilmu agama khususnya ilmu-ilmu klasik (kitab kuning) dan

    mengamalkan ke dalam masyarakat;

    b. Membentuk manusia muslim yang dapat melakukan ibadah mahdlah;

    c. Membentuk santri yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan bangsanya

    dalam rangka bertanggung jawab kepada Allah SWT;

    d. Menjaga sekaligus melestarikan tradisi keagamaan yang lama dan menerima

    pembaruan-pembaruan yang lebih konstruktif bagi pengembangan santri dan

    lainnya (Sholeh Bahruddin: 2008).

    Berbicara banyak tentang pendidikan pesantren, maka akan menunjukkan

    setiap masing-masing karakteristiknya. Seperti halnya, pendidikan pondok

    Pesantren Zainul Hasan Genggong. Di sana santri tidak hanya mendapatkan

    pengajaran kitab-kitab klasik saja namun santri juga memperoleh pengetahuan

    yang telah dijadikan kecakapan hidup tersendiri ketika si santri berhadapan

    langsung dengan masyarakat riil.

    2. Gaya belajar

    Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan bahwa ternyata

    kita memiliki cara belajar dan berfikir yang berbeda-beda. Kita akan merasa lebih

    efektif dan lebih baik dengan lebih banyak mendengarkan, namun orang lain

  • merasa lebih baik dengan membaca dan bahkan ada yang merasa bahwa hasilnya

    akan optimal jika kita belajar langsung mempraktekkan apa yang akan dipelajari.

    Bagaimana cara kita belajar akan sangat mempengaruhi struktur otak kita. Hal

    inilah yang kemudian kita kenal sebagai Learning Style atau biasa disebut Gaya

    Belajar (Admin, 2008).

    Gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih seseorang untuk

    menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut. Gaya

    belajar dapat juga dapat diartikan sebagai cara untuk mencari jalan agar belajar

    menjadi hal yang mudah dan menyenangkan, sebagaimana kita ketahui, belajar

    membutuhkan konsentrasi dan situasi dan kondisi untuk berkonsentrasi sangat

    berhubungan dengan gaya belajar (Sarah handayani, 2008).

    Seringkali kita belajar dengan terpaksa (apalagi saat sekolah), bukan

    karena kita tertarik untuk mempelajarinya. Mempelajari sesuatu dengan ''terpaksa''

    tidak banyak membawa manfaat bagi kita, malah bisa-bisa hilang dari ingatan

    begitu ujian telah selesai dilaksanakan. Jika kita mengetahui betul apa

    sesungguhnya yang menarik bagi kita, tentu akan lebih mudah mencari ragam

    informasi penting yang akan kita pelajari. Tak ada seorang pun yang mampu

    memberikan informasi tentang apa yang menarik untuk kita pelajari kecuali kita

    sendiri. Dan yang perlu diingat adalah seberapa cepat pun kita belajar dan

    memahami suatu informasi, maka informasi itu dengan mudah bisa hilang dari

    ingatan jika ternyata yang kita pelajari tersebut bukan seperti sesuatu yang

    menjadi inti ketertarikan kita (Sarah handayani, 2008).

    Mengenali diri sendiri, jika kita tahu betul siap kita dan apa yang kita

    inginkan, maka mempelajari sesuatu yang sesuai dengan keinginan dan

  • kepribadian kita menjadi lebih mudah dilakukan. Sebab, apapun yang akan kita

    pelajari dan pahami, seringkali menjadi sia-sia jika ternyata tak sesuai dengan

    kepribadian kita (Sarah handayani, 2008).

    Merekam kata dengan tulisan, langkah yang paling mudah untuk

    memahami, mengingat dan mempelajari sesuatu adalah dengan kata. Jadi, langkah

    yang paling mudah dan bijaksana adalah bila kita terbiasa merekam semua

    informasi itu dengan cara menuliskannya kembali dalam bentuk apa saja. Gambar,

    coretan dan yang terbaik adalah catatan tertulis buatan tangan sendiri. Jadi

    biasakanlah untuk mencatat hal-hal yang penting, dan bukan memfotokopi

    dari teman (Sarah handayani: 2008).

    Belajar bersama, cara termudah untuk belajar sesungguhnya adalah bila

    kita melakukannya secara bersama-sama. Prinsip belajar ini hampir selalu efektif

    bagi setiap orang, apa pun karakter belajar yang dimilikinya. Selain itu,

    belajar juga menjadi terasa lebih menyenangkan dan ringan, bila dilakukan secara

    bersama-sama (Sarah handayani, 2008).

    Hargai diri sendiri, belajar memahami dan menyerap informasi akan

    menjadi lebih terasa bermanfaat dan berarti bila kita menghargainya. Jadi,

    rencanakan apa yang akan dipelajari dan dipahami. Setelah itu, cobalah membuat

    jeda di antara waktu belajar yang anda lakukan (Sarah handayani, 2008).

    a. Tipe-tipe gaya belajar

    Menurut Admin (2008) ada 3 tipe gaya belajar yang digunakan setiap

    orang dalam menyerap informasi.

    1) Modalitas

    Dalam menyikapi berbagai macam mengenai gaya belajar, tentulah harus

  • ditambah dengan logika dan kebudayaan cara kerja kita, dan yang paling penting

    dari semua diatas adalah suatu cara kerja otak kita yang mana dalam hal ini kita

    sebut dengan modalitas belajar. Secara singkat modalitas belajar adalah, suatu

    cara bagaimana otak menyerap informasi yang masuk melalui panca indera secara

    optimal. Menurut Howard Gardner modalitas belajar tersebut dapat dikarakteristik

    menjadi gaya belajar auditory, visual, reading dan kinesthetic.

    a) Auditory

    Orang yang memiliki gaya belajar auditory, belajar dengan mengandalkan

    pendengaran untuk bisa memahami sekaligus mengingatnya. Karakteristik model

    belajar ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk

    menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, untuk bisa mengingat dan

    memahami informasi tertentu, yang bersangkutan haruslah mendengarnya lebih

    dulu. Mereka yang memiliki gaya belajar ini umumnya susah menyerap secara

    langsung informasi dalam bentuk tulisan, selain memiliki kesulitan menulis

    ataupun membaca (Admin 2008).

    Beberapa ciri seorang auditory antara lain : (1) Mampu mengingat dengan

    baik materi yang didiskusikan dalam kelompok, (2) Mengenal banyak sekali

    lagu/iklan TV, (3) Suka berbicara, (4) Pada umumnya bukanlah pembaca yang

    baik, (5) Kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya, (6)

    Kurang baik dalam mengerjakan tugas mengarang/menulis, (7) Kurang

    memperhatikan hal-hal baru dalam lingkungan sekitarnya (Sarah handayani:

    2008).

    b) Visual

    Orang yang memiliki gaya belajar visual, belajar dengan menitikberatkan

  • ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih

    dahulu agar mereka paham. Ciri-ciri orang yang memiliki gaya belajar visual

    adalah kebutuhan yang tinggi untuk melihat dan menangkap informasi secara

    visual sebelum mereka memahaminya. Konkretnya, yang bersangkutan lebih

    mudah menangkap pelajaran lewat materi bergambar. Selain itu, mereka memiliki

    kepekaan yang kuat terhadap warna, disamping mempunyai pemahaman yang

    cukup terhadap masalah artistik. Hanya saja biasanya mereka memiliki kendala

    untuk berdialog secara langsung karena terlalu reaktif terhadap suara, sehingga

    sulit mengikuti anjuran secara lisan dan sering salah menginterpretasikan kata

    atau ucapan.

    Beberapa karakteristik visual antara lain: (1) Senantiasa melihat

    memperhatikan gerak bibir seseorang yang berbicara kepadanya, (2) Cenderung

    menggunakan gerakan tubuh saat mengungkapkan sesuatu, (3) Kurang menyukai

    berbicara di depan kelompok, dan kurang menyukai untuk mendengarkan orang

    lain, (4) Biasanya tidak dapat mengingat informasi yang diberikan secara lisan, (5)

    Lebih menyukai peragaan daripada penjelasan lisan, (6) Biasanya orang yang

    visual dapat duduk tenang di tengah situasi yang ribut/ramai tanpa merasa

    terganggu (Sarah handayani: 2008).

    c) Reading

    Orang yang memiliki gaya belajar reading, belajar dengan

    menitikberatkan pada tulisan atau catatan. Karakteristik ini benar-benar

    menempatkan bacaan atau tulisan sebagai alat utama untuk menyerap informasi

    atau pengetahuan. Artinya, untuk bisa mengingat dan memahami informasi

    tertentu, yang bersangkutan haruslah membaca atau menuliskannya lebih dulu.

  • Mereka yang memiliki gaya belajar ini menyukai hal-hal yang berbau teoritis dan

    umumnya susah menyerap secara langsung informasi dalam bentuk peragaan atau

    praktis (Admin 2008).

    Orang yang memiliki gaya belajar reading biasanya memiliki karakteristik

    antara lain: (1) Suka membaca dan membuat catatan, (2) Huruf-huruf indah dan

    tulisan rapi merupakan hal yang sangat berkesan bagi mereka, (3) Mudah

    mengingat apa yang mereka baca atau tuliskan (Sarah handayani: 2008).

    d) Kinesthetic

    Orang yang memiliki gaya belajar kinesthetic mengharuskan individu yang

    bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa

    mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini

    yang tak semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan

    tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya.

    Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya belajar ini bisa

    menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya (Admin 2008).

    Karakter berikutnya dicontohkan sebagai orang yang tak tahan duduk

    manis berlama-lama mendengarkan penyampaian informasi. Tidak heran kalau

    individu yang memiliki gaya belajar ini merasa bisa belajar lebih baik kalau

    prosesnya disertai kegiatan fisik. Kelebihannya, mereka memiliki kemampuan

    mengkoordinasikan sebuah tim disamping kemampuan mengendalikan gerak

    tubuh (athletic ability). Tak jarang, orang yang cenderung memiliki karakter ini

    lebih mudah menyerap dan memahami informasi dengan cara menjiplak gambar

    atau kata untuk kemudian belajar mengucapkannya atau memahami fakta.

  • Mereka yang memiliki karakteristik-karakteristik di atas dianjurkan untuk

    belajar melalui pengalaman dengan menggunakan berbagai model peraga, semisal

    bekerja di lab atau belajar yang membolehkannya bermain. Cara sederhana yang

    juga bisa ditempuh adalah secara berkala mengalokasikan waktu untuk sejenak

    beristirahat di tengah waktu belajarnya.Beberapa karakteristiknya antara lain: (1)

    Suka menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya, (2) Sulit untuk berdiam diri,

    (3) Suka mengerjakan segala sesuatu dengan menggunakan tangan, (4) Biasanya

    memiliki koordinasi tubuh yang baik, (5) Suka menggunakan objek yang nyata

    sebagai alat bantu belajar, (6) Mempelajari hal-hal yang abstrak merupakan hal

    yang sangat sulit (Sarah handayani: 2008).

    2) Spectrum

    Dari segi memandang sesuatu dan bagaimana ia melakukan pengaturan

    informasi, ada orang yang cenderung memandang sesuatu secara abstrak, dan ada

    pula yang konkret. Sedangkan dari aspek pengaturan informasi, manusia

    mengolahnya secara sekuensial (teratur/urut) dan acak (random).

    Seorang profesor di bidang kurikulum dan pengajaran di Universitas

    Connecticut, Anthony Gregorc, menggabungkan kedua faktor di atas menjadi 4

    karakter gaya berpikir seseorang. Tiap orang memiliki salah satu gaya berpikir

    yang dominan diantara keempat tipe yang ada. Keempat tipe gaya berfikir tersebut

    adalah : Concrete Sequential (CS), Abstract Random (AR), Abstract Sequential

    (AS), Concrete Random (CR) (Admin: 2008).

    a) Concret Sequensial (CS)

    Orang dengan tipe ini adalah orang yang cenderung, teratur, dan rapi.

    Mereka selalu mengerjakan tugas tepat waktu, terencana, dan tidak suka hal-hal

  • yang bersifat mendadak. Selain itu mereka dengan ciri CS tidak senang

    mengerjakan tugas yang bertumpuk-tumpuk. Biasanya agak perfeksionis sehingga

    ingin segala sesuatu dikerjakan dengan sempurna dan terencana. Tipe ini cocok

    untuk jenis pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan kerapian, seperti

    sekretaris dan bendahara (Admin: 2008).

    b) Abstract Sequensial (AS)

    Biasanya merupakan pemikir yang cerdas dan punya ide-ide yang brilian.

    Orang ini senang mengetahui dan berpikir tentang apa yang tidak dipikirkan orang

    lain. Senang membaca membuatnya senang untuk berdiskusi, bahkan berdebat

    dengan orang lain. Begitu senangnya berpikir, kadang mereka lupa bahwa orang

    di sekitarnya sama sekali tidak paham dengan ide-idenya yang terlalu "tinggi".

    Lebih menyukai belajar secara individu daripada berkelompok. Mereka sering

    disebut "konseptor ulung" dan jago menganalisis informasi (Admin: 2008).

    c) Abstract Random (AR)

    Segala sesuatu seringkali dihubungkan dengan perasaan dan emosi,

    sehingga mereka terkenal sangat sensitif. Semua bisa menjadi menyenangkan jika

    mood-nya sesuai, tapi menjadi buruk jika mereka sudah tidak lagi memiliki emosi

    positif terhadap sesuatu. Mudah kehilangan konsentrasi, banyak pertimbangan,

    dan suka mencoret-coret tanpa arti di buku adalah ciri tipe ini. Mereka juga sangat

    menjaga hubungan dengan orang lain, tidak senang jika mengalami konflik, dan

    dikenal "perhatian" di antara orang-orang sekitarnya. Selain itu, mereka juga

    sangat mudah terpancing emosinya. Istilah kerennya "mudah tersentuh". Ekspresi

    yang spontan itu mungkin karena kesulitan mereka mengungkapkan sesuatu

    secara verbal kepada orang lain (Admin: 2008).

  • d) Concret Random (CR)

    Sering dianggap sebagai orang yang kreatif karena senang mencoba

    menyelesaikan sesuatu dengan cara mereka sendiri, karena asyiknya, mereka

    cenderung tidak peduli dengan waktu. Terkenal sebagai "deadliner", karena

    seringkali mengerjakan sesuatu di batas akhir, meski punya waktu banyak

    sebelumnya. Tipe ini bisa mengerjakan beberapa pekerjaan di satu waktu, hal

    yang sangat sulit dilakukan orang dengan tipe CR. Spontanitas dan impulsif

    menjadi ciri khas tipe ini, karena begitu banyak ide-ide muncul di kepala mereka.

    Orang tipe CR biasanya cukup dipercaya untuk menjadi pemimpin, meskipun

    menimbulkan situasi kritis karena sifat "deadliner-nya". Mereka juga senang

    mencoba-coba sesuatu, bereksperimen, walaupun mungkin banyak orang lain

    tidak menyenanginya (Admin: 2008).

    3) Gaya Terima

    Menurut Admin (2008) setiap orang adalah individu yang unik, masing-

    masing akan melihat dunia dengan caranya sendiri. Meskipun kita melihat satu

    kejadian pada waktu yang bersamaan, tidak menjamin kita akan sama melaporkan

    apa yang kita lihat. Hal ini karena setiap orang memiliki cara berfikir dan

    memahami sesuatu yang berbeda-beda. Seorang peneliti bidang psikologi,

    Herman Witkin, melalui studi risetnya mengemukakan 2 macam karakteristik

    gaya belajar yang dimiliki seseorang, yaitu gaya belajar global dan gaya belajar

    analitik.

    a) Analitik

    Orang yang berpikir secara analitik dalam memandang segala sesuatu

    cenderung lebih terperinci, spesifik, terorganisasi, dan teratur. Namun kurang bisa

  • memahami masalah secara menyeluruh. Dalam mengerjakan tugas yang

    dibebankan, seorang analitik akan mengerjakan tugasnya secara teratur, dari satu

    tahap ke tahap berikutnya. Mereka memiliki kecenderungan untuk mengerjakan

    satu tugas dalam satu waktu, dan belum akan mengerjakan tugas lain sebelum

    tugas pertamanya selesai (Admin: 2008).

    Orang analitik membutuhkan waktu yang cukup untuk menyelesaikan

    tugasnya, karena mereka tidak ingin ada satu bagian yang terlewat. Orang yang

    memiliki cara berpikir secara analitik seringkali memikirkan sesuatu berdasarkan

    logika. Selain itu mereka menilai fakta-fakta yang terjadi melebihi perasaannya.

    Mereka dapat menemukan fakta-fakta namun seringkali kurang mengetahui

    gagasan utamanya, sehingga kadang mereka tidak mengerti maksud dan tujuannya

    dalam mengerjakan sesuatu. Mereka sangat sulit belajar bila ada gangguan, karena

    biasanya pikirannya hanya terfokus pada satu masalah saja. Untuk mengatasi

    keadaan ini, sebaiknya orang yang memiliki cara berpikir secara analitik belajar

    sendirian, baru bergabung dengan temannya untuk bersosialisasi setelah selesai

    belajar.

    b) Global

    Orang yang berpikir secara global cenderung melihat segala sesuatu secara

    menyeluruh, dengan gambaran yang besar, namun demikian mereka dapat melihat

    hubungan antar satu bagian dengan bagian yang lain. Orang yang global juga

    dapat melihat hal-hal yang tersirat, serta menjelaskan permasalahan dengan kata-

    katanya sendiri. Mereka dapat melihat adanya banyak pilihan dalam mengerjakan

    tugas dan dapat mengerjakan beberapa tugas sekaligus.

    Orang yang berpikir secara global dapat bekerjasama dengan orang lain,

  • peka terhadap perasaan orang lain dan fleksibel. Mereka senang bekerja keras

    untuk menyenangkan orang lain. Senang memberi dan menerima pujian, bahkan

    mereka cenderung memerlukan lebih banyak dorongan semangat dalam memulai

    mengerjakan sesuatu. Mereka dapat menerima kritikan secara pribadi. Mereka

    akan mengalami kesulitan bila harus menjelaskan sesuatu setahap demi setahap.

    Orang yang memiliki cara berpikir secara global dominan biasanya kurang

    memiliki kerapian, walau sebenarnya mereka memiliki keinginan besar untuk

    merapikannya, namun seringkali keinginannya kurang terlaksana. Untuk

    mengatasi hal ini sebaiknya mereka belajar untuk menyederhanakan sistemnya.

    Pikiran orang yang global dominan tidak pernah bisa terfokus pada satu

    masalah, pikirannya dapat pergi ke banyak arah sepanjang waktu. Apabila orang

    global mengerjakan satu tugas, lalu ada tugas baru yang muncul, maka mereka

    akan mulai mengerjakan tugas kedua, meskipun tugas pertamanya belum selesai.

    Untuk mengatasi keadaan ini sebaiknya mereka bekerja sama dengan orang lain,

    dengan janji saling menolong dalam menyelesaikan tugas sebelum mengerjakan

    yang lain. Mereka akan mudah berkonsentrasi bila ada seseorang yang bekerja

    bersamanya. Penundaan merupakan godaan nyata bagi orang global, mereka

    membutuhkan dorongan semangat untuk memulai tugas mereka (Admin: 2008).

    3. Wawasan Kebangsaan

    Pengertian atau istilah dari wawasan kebangsaan bila dilihat dari bentukan

    katanya terdiri dari dua kata yaitu wawasan dan kebangsaan. Secara etimologi

    istilah wawasan dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1989) dalam berarti hasil

    mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat juga berarti konsepsi cara pandang.

    Kebangsaan menurut Utomo dkk (2010: 35) berasal dari bangsa dapat mengandung

  • arti ciri-ciri yang menandai golongan bangsa tertentu dan dapat pula mengandung

    arti kesadaran diri sebagai warga negara. Dengan kata lain, kebangsaan

    menunjukkan pengertian kesadaran dan sikap yang memandang dirinya sebagai

    suatu kelompok bangsa yang sama dengan keterikatan sosio-kultural yang

    disepakati bersama. Keterikatan ini menjadi titik tolak untuk menyepakati

    tindakan yang akan dilakukan dalam upaya mewujudkan cita-cita bersama.

    Wawasan kebangsaan sangat identik dengan wawasan nusantara yaitu cara

    pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup

    perwujudan kepulauan nusantara sebagai kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi

    dan pertahanan keamanan, serta mengenai diri dan lingkungan berdasarkan ide

    nasional yang dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai aspirasi

    suatu bangsa yang merdeka, berdaulat, dan bermartabat serta dijiwai tata hidup dan

    tindak kebijaksanaan dalam mencapai tujuan nasional sehingga kesejahteraan dapat

    diwujudkan bagi bangsa Indonesia dan bisa ikut dalam setiap kegiatan ketertiban

    dunia (Adi Bahari, 2010: 6).

    Beberapa ahli telah memberikan definisi tentang wawasan kebangsaan,

    seperti berikut. Hargo (2010) mengemukakan bahwa wawasan kebangsaan adalah

    usaha dalam rangka meningkatkan nasionalisme dan rasa kebangsaan warga negara

    sebagai suatu bangsa, yang bersatu dan berdaulat dalam suatu wilayah negara

    kesatuan Indonesia, melalui pengembangan kebudayaan dan peradaban yang

    sesuai dengan kepribadian nasional dalam rangka ikut berperan serta mewujudkan

    perdamaian yang abadi bagi dunia dan kemanusiaan.

    Wawasan kebangsaan merupakan perspektif, horizon, pemahaman,

    persepsi, pandangan, cara pandang warga negara, bangsa terhadap eksistensi dan hal-

  • hal yang terkait dengan bangsa dan negaranya. Dalam dinamika kehidupan

    berbangsa aktualisasi wawasan kebangsaan akan berwujud pengetahuan warga

    negara serta rasa cinta, rasa hormat, rasa memiliki, ingin memajukan, ingin

    menjaga, ingin memartabatkan bangsa dan negaranya (Darmono, 2010).

    Berbagai penafsiran terhadap wawasan kebangsaan, pada hakikatnya adalah

    sama, yaitu tentang kesamaan cara pandang ke dalam (inward looking) dan cara

    pandang ke luar (outward looking) sebuah bangsa terhadap berbagai

    permasalahannya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Utomo, dkk (2010:

    34), bahwa wawasan kebangsaan adalah cara seseorang atau sekelompok orang

    melihat keberadaan dirinya yang dikaitkan dengan nilai-nilai dan spirit kebangsaan

    dalam suatu negara. Permasalahan tersebut terutama dalam bidang politik, ekonomi,

    sosial, budaya, ideologi, dan pertahanan-keamanan.

    Membicarakan wawasan kebangsaan, di dalamnya terdapat tiga unsur yang

    penting dan perlu dipahami, yaitu rasa kebangsaan, paham kebangsaan, dan

    semangat kebangsaan. Menurut Utomo dkk (2010: 39), rasa kebangsaan adalah suatu

    perasaan seluruh komponen bangsa terhadap kondisi bangsa Indonesia dalam perjalanan

    menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

    Menurut Utomo dkk (2010: 39) rasa kebangsaan sebenarnya merupakan

    sublimasi dari Sumpah Pemuda yang menyatukan tekad menjadi bangsa yang

    kuat, dihormati, dan disegani diantara bangsa-bangsa di dunia. Kita tidak akan

    pernah menjadi bangsa yang kuat atau besar, manakala kita secara individu maupun

    kolektif tidak merasa memiliki bangsanya. Rasa kebangsaan adalah suatu perasaan

    rakyat, masyarakat dan bangsa terhadap kondisi bangsa Indonesia dalam perjalanan

  • hidupnya menuju cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan

    Pancasila dan UUD 1945.

    Menurut Kartasasmita (1994), bagaimana pun konsep kebangsaan itu

    dinamis adanya. Dalam kedinamisannya, antarpandangan kebangsaan dari suatu

    bangsa dengan bangsa lainnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi.

    Dengan benturan budaya dan kemudian bermetamorfosa dalam campuran budaya

    dan sintesanya, maka derajat kebangsaan suatu bangsa menjadi dinamis dan

    tumbuh kuat dan kemudian terkristalisasi dalam paham kebangsaan.

    Barangkali masih belum banyak diantara kita yang mengerti tentang

    paham kebangsaan. Substansi dari paham kebangsaan adalah pengertian tentang

    bangsa, meliputi apa bangsa itu dan bagaimana mewujudkan masa depannya.

    Paham kebangsaan merupakan pemahaman rakyat dan masyarakat terhadap

    bangsa dan negara Indonesia yang diploklamirkan kemerdekaannya pada tanggal

    17 Agustus 1945. Pemahaman tersebut harus sama pada setiap anak bangsa

    meskipun berbeda dalam latar belakang pendidikan, pengalaman serta jabatan (Utomo

    dkk, 2010: 39).

    Lebih jauh Utomo dkk (2010: 40) menekankan bahwa substansi paham

    kebangsaan adalah pengertian tentang bangsa dan cara mewujudkan masa depannya.

    Paham kebangsaan merupakan pemahaman rakyat dan masyarakat terhadap

    bangsa dan negara Indonesia. Paham kebangsaan berkembang dari waktu ke

    waktu, dan berbeda dalam satu lingkungan masyarakat dengan lingkungan

    lainnya. Dalam sejarah bangsa-bangsa terlihat banyak paham yang melandaskan

    diri pada kebangsaan.

  • Semangat kebangsaan atau yang biasa disebut dengan nasionalisme

    merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan

    yang terpancar dari kualitas dan ketangguhan bangsa tersebut dalam menghadapi

    berbagai ancaman. Dari semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan

    sosial, semangat rela berkorban, dan menumbuhkan jiwa patriotisme (Utomo dkk,

    2010: 40).

    Berbicara semangat kebangsaan, kita tidak boleh lepas dari sejarah bangsa,

    antara lain Peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya dan peristiwa 15 desember 1945

    di Ambarawa, dimana semangat kebangsaan diwujudkan dalam semboyan Merdeka

    atau Mati. Semangat kebangsaan merupakan motivasi untuk mempertahankan

    Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila sebagai dasar negaranya.

    Wawasan kebangsaan yang dibentuk dalam mewujudkan bangsa Indonesia

    selanjutnya terus berkembang, bukan sekedar dalam rangka berbangsa, melainkan

    mengarah kepada upaya bernegara, yaitu dengan proklamasi kemerdekaan 17

    agustus 1945. Konsep-konsep tentang wawasan kebangsaan terus disempurnakan,

    dan setelah merdeka wawasan kebangsaan dikembangkan untuk tetap

    memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional, yang dikenal dengan sebutan

    wawasan nusantara sebagai wawasan nasional NKRI (Rahardjo, 1999: 4).

    Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia diri

    dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam

    penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

    (http://syadiashare.com/wawasan-nusantara.html, diakses 29 Januari 2011).

    Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional Indonesia dalam

    perkembangannya telah mengungkapkan: pandangan hidup bangsa Indonesia,

    http://syadiashare.com/wawasan-nusantara.html

  • manifestasi diri terhadap lingkungannya dan eksistensinya sebagai bangsa, serta

    wawasan bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa yang telah menegara, merdeka

    dan berdaulat (Rahardjo, 1999 : 4).

    Wawasan nusantara mengacu pada pemahaman, bahwa wawasan

    nusantara tidak lain adalah wawasan kebangsaan, sekaligus sebagai wawasan

    nasional yang dimiliki bangsa Indonesia yang telah menegara sejak proklamasi

    kemerdekaan 17 agustus 1945. Wawasan kebangsaan diorientasikan pada

    penciptaan masyarakat madani yang memastikan proses penciptaan peradaban

    berbangsa dengan mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Selain itu, ia

    juga mengacu pada pembentukan masyarakat yang berkualitas dan berkeadaban.

    Secara tidak langsung, wawasan kebangsaan menekankan adanya

    pengetahuan mendalam tentang identitas nasional untuk menjelaskan ciri-ciri,

    tanda-tanda atau jati diri yang melekat dengan dirinya yang diikat oleh kesamaan

    fisik (seperti budaya, agama, dan bahasa) atau nonfisik (seperti keinginan, cita-

    cita dan tujuan) (Andang Daradjatun, 2009).

    Adalah prestasi para pendiri bangsa yang mampu menyatukan ribuan

    perbedaan dalam satu tujuan bernama negara Indonesia. Hal tersebut tidak lepas

    dari proses sejarah munculnya perjuangan Boedi Oetomo pada tahun 1908 dan

    hasil kongres kepemudaan tanggal 28 Oktober 1928 yaitu Soempah Pemuda

    yang dikenal dengan Kebangkitan Nasional klimaksnya adalah hari

    Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945. Kejadian tersebut menggambarkan

    tentang dalamnya pemahaman wawasan kebangsaaan oleh para pendiri negeri ini.

    Pada saat ini tingkat wawasan kebangsaan dapat dinilai dari hasil

    pencapaian cita-cita bangsa untuk pembentukan pemerintahan negara Indonesia

  • yang melidungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia

    dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

    berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,

    persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan social (Andang Daradjatun, 2009).

    D. Kegunaan Penelitian

    Dari penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan ilmu

    pengetahuan, khususnya masalah peranan pesantren dalam membangun pribadi

    yang berakhlak mulia, berilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan tentang

    wawasan kebangsaan dan berjiwa sosial yang tinggi. Dari penelitian ini juga

    diharapkan dapat memberikan wawasan kepada masyarakat umum betapa peranan

    pondok pesantren dapat menopang terwujudnya pribadi yang bertangung jawab,

    beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta memiliki wawasan kebangsaan

    yang luas.

    Kegunaan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

    1. Bagi Masyarakat

    Penelitian ini memberikan informasi bagi masyarakat, sebagai bahan

    pertimbangan untuk memilih pondok pesantren sebagai sarana untuk mendidik

    anak mereka agar menjadi pribadi yang beriman dan bertaqwa serta memiliki

    wawasan kebangsaan yang baik dan menguasai ilmu pengetahuan yang lain.

    2. Bagi Peneliti

    Hasil penelitian dapat memberikan tambahan informasi tentang wawasan

    kebangsaan yang dimiliki oleh para santri sehingga dapat memperluas cakrawala

    berfikir sekaligus untuk menambah pengalaman dan pengetahuan.

  • 3. Bagi Pondok Pesantren

    Penelitian ini dapat memberikan masukan dan informasi kepada pihak

    pesantren untuk mengembangkan gaya belajar para santrinya serta mengetahui

    bagaimana pemahaman para santri terhadap materi wawasan kebangsaan.

    Penelitian ini juga dapat memotivasi para santri untuk meningkatkan

    pemahamannya terhadap materi wawasan kebangsaan dan memperbaiki cara

    belajar agar mereka lebih mudah untuk memahami suatu materi yang diajarkan.

    4. Bagi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan

    Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi jurusan Hukum dan

    Kewarganegaraan, program studi PPKn yaitu jurusan akan memperoleh informasi

    tentang pemahaman terhadap wawasan kebangsaan yang dimiliki para santri

    melalui gaya belajar santri dan kebiasaan belajar yang diterapkan di pondok

    pesantren. Penelitian ini juga dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan ide

    serta gagasan lain yang terkait nantinya. Selain itu juga dapat menambah referensi

    perpustakaan yang dimiliki oleh jurusan.

  • BAB II

    METODE PENELITIAN

    A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

    Penelitian mengenai Gaya Belajar Santri dalam Memahami Materi

    Wawasan Kebangsaan di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong probolinggo

    ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif berusaha

    mengungkapkan gejala secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks (holistic-

    kontekstual) melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri

    peneliti sebagai instrumen kunci, penelitian ini bersifat deskriptif dan cenderung

    menggunakan analisis dengan pendekatan induktif (PPKI UM, 2010: 28).

    Peneliti mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara terhadap subjek

    dan objek penelitian. Oleh karena, itu peneliti tetap memegang peranan utama

    sebagai alat penelitian. Untuk itu peneliti terjun sendiri kelapangan dan terlibat

    langsung untuk mengadakan observasi dan wawancara terhadap objek atau subjek

    sebagai informan kunci dalam penelitian ini.

    B. Kehadiran Peneliti

    Dalam penelitian kualitatif, peneliti berkedudukan sebagai perencana,

    pelaksana pengumpul data, analisis, penafsiran data, dan pada akhirnya menjadi

    pelapor hasil penelitiannya (Moleong, 2007: 4). Peneliti juga sebagai instrumen

    pengumpul data yaitu sebagai alat pengumpul data yang diperlukan untuk

  • memperoleh informasi data dari sumber data secara langsung dilokasi penelitian,

    dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

    Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif memegang peranan penting,

    karena data yang dicari berupa kata-kata, tindakan dan perilaku. Kehadiran

    peneliti di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo secara

    bertahap yaitu tahap pra lapangan dengan melakukan penjajakan terlebih dahulu

    di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo untuk mengetahui

    gambaran umum lokasi penelitian tentang geografi, jumlah santri, madrasah dan

    kegiatan santri. Tahap pelaksanaan di lapangan dengan mengurus segala perijinan

    yang dibutuhkan dalam penelitian.

    Setelah perijinan penelitian sudah selesai kemudian di lanjutkan dengan

    wawancara mendalam, observasi partisipatif, pengisian kuesioner dan

    dokumentasi mengenai gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan

    kebangsaan di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo. Tahap

    akhir yaitu penyusunanan laporan, setelah perolehan data dianggap lengkap.

    C. Lokasi Penelitian

    Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi penelitian di Kabupaten

    Probolinggo, lebih tepatnya di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong.

    Memasuki komplek pesantren ini sangat menyejukkan hati dengan gambaran

    penuh nuansa keagamaan yang kental. Pesantren ini didirikan tahun 1839 M /

    1250 H oleh almarhum KH. Zainul Abidin dari keturunan Maghribi (Maroko) di

    Desa Karangbong Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa

    Timur.

  • Ditetapkannya lokasi penelitian ini diharapkan dapat ditemukan

    keseluruhan data dan fakta yang terjadi, terutama ingin mengetahui gaya belajar

    yang diterapkan di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong, ingin mengetahui

    gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan kebangsaan di pondok

    pesantren Zainul Hasan Genggong dan ingin mengetahui pemahaman santri

    terhadap materi wawasan kebangsaan.

    D. Sumber Data

    Menurut Lofland dalam Moleong (2000:114), sumber data utama dalam

    penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan

    seperti dokumen dan lain-lain. Data yang berupa kata-kata akan diperoleh dari

    informan yang terdiri dari data tindakan atau peristiwa akan diperoleh dengan

    mengamati dan mencatat semua tindakan dan peristiwa berkaitan dengan data

    yang diperlukan oleh peneliti. Dalam hal ini yang dimaksud data adalah sesuatu

    mengenai informasi atau keterangan yang dapat berupa fakta yang ada kaitannya

    dengan gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan kebangsaan di

    pondok pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.

    Sumber data penelitian ini secara umum diperoleh dari wawancara dengan

    pengurus pondok, guru Pkn dan santri di pondok pesantren Zainul Hasan

    Genggong Probolinggo. Sumber data juga diperoleh melalui observasi yang

    dilakukan oleh peneliti terkait dengan gaya belajar santri dalam memahami materi

    wawasan kebangsaan di pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.

    Dalam penelitian ini diperoleh dua sumber yaitu orang dan tulisan gambar. Data

    yang bersumber dari orang berupa kata-kata yang diperoleh dari hasil wawancara

    mendalam dengan pengurus pondok, guru PKn dan santri. Data yang bersumber

  • dari tulisan berupa buku yang relevan dengan kajian yang diteliti dan dokumen

    dari pondok pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.

    E. Prosedur Pengumpulan Data

    Data atau informasi yang dikumpulkan harus relevan dengan

    permasalahan yang dihadapi. Untuk mencapai kerelevanan tersebut, maka

    diperlukan pengumpulan data yang tepat untuk menghindari data yang salah.

    Karena walaupun dianalisis dengan benar, data yang salah akan menghasilkan

    analisis yang salah pula. Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai

    instrumen sekaligus sebagai pengumpul data. Prosedur yang dipakai dalam

    pengumpulan data, yaitu: (1) wawancara mendalam, (2) observasi partisipatif, (3)

    dokumentasi, (4) kuesioner.

    1. Wawancara Mendalam

    Wawancara adalah percakapan yang dilakukan dengan maksud untuk

    menggali lebih dalam lagi tentang hal yang dipersoalkan (Moleong, 2006: 195).

    Di sini peneliti melakukan wawancara secara mendalam terhadap informan yang

    telah di pilih secara selektif yaitu pengurus pondok, guru PKn dan santri.

    Secara formal sebelum peneliti melakukan penelitian menyampaikan surat

    ijin penelitian sekaligus ijin kepada pengasuh pondok Pesantren Zainul Hasan

    Genggong Probolinggo. Adapun topik wawancara telah dipersiapkan oleh peneliti

    untuk mengetahui gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan

    kebangsaan di pondok pesantren Zainul hasan Genggong Probolinggo. Untuk

    pencatatan dilakukan dengan tulisan kemudian peneliti membuat transkip data

    yaitu salinan hasil wawancara kedalam ketikan.

  • 2. Observasi Partisipatif

    Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai pengamat pada saat santri

    mengikuti pelajaran Pkn disekolah dan pada saat santri mengikuti kegiatan yang

    dilakukan oleh santri di pondok. Observasi dilakukan dengan pengamatan aktif

    dan selektif tentang kehidupan santri di pondok pesantren Zainul Hasan

    Genggong-Probolinggo.

    3. Dokumentasi

    Studi dokumentasi yang dilakukan peneliti antara lain adalah mencatat

    semua hasil wawancara dari informan, membuat catatan lapangan, foto-foto

    mengenai wawancara dengan informan dan hasil observasi yang dilakukan di

    pondok pesantren Zainul Hasan Genggong. Teknik dokumentasi ini dipergunakan

    untuk melengkapi data atau informasi yang dikumpulkan dari observasi dan

    wawancara. Selain itu, data atau informasi yang dikumpulkan dari bahan-bahan

    dokumentasi yang ada dilapangan dapat dijadikan bahan dalam pengecekan

    keabsahan data.

    4. Kuesioner

    Kuesioner digunakan sebagai alat pengumpulan data yang berisi daftar

    pertanyaan secara tertulis yang ditujukan pada responden penelitian untuk

    kelengkapan data. Kuesioner dilakukan dengan cara memberikan sejumlah

    pertanyaan tertulis mengenai gaya belajar santri dalam memahami materi

    wawasan kebangsaan dan sejumlah pertanyaan mengenai materi wawasan

    kebangsaan. Kuesioner ini diberikan sebagai konfirmasi dari wawancara. Pada

    saat pengisian, santri diberi kebebasan untuk memberikan tanggapan dengan

    menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.

  • F. Analisis Data

    Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2007: 248), menjelaskan

    bahwa teknik analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan

    bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan

    yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

    menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang

    dapat diceritakan kepada orang lain.

    Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan selama dan setelah

    pengumpulan data. Moleong (2000:104-105) memberikan prosedur analisis data

    kualitatif meliputi: (1) membaca dengan teliti catatan di lapangan, (2) memberi

    kode, (3) menyusun menurut tipologi, (4) membaca kepustakaan yang sesuai.

    Sedangkan menurut Sanapiah Faisal (1990:115) prosedur analisis data meliputi

    beberapa tahap: (1) pengorganisasian data, (2) mengembangkan kategori-kategori,

    tema-tema, dan pola-pola, (3) menulis laporan.

    Dari kedua teori di atas, maka teknik analisis data yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah analisis tema. Menurut Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

    (2010: 33) analisis tema dilakukan dengan tahap berikut:

    1. Mengorganisasikan data

    Pengorganisasian data dimaksudkan untuk memisahkan data yang terkumpul

    dari semua wawancara dan observasi dan menyusun kembali menjadi satuan-

    satuan yang sesuai dengan tema yang dikaji, yaitu gaya belajar santri dalam

    memahami materi wawasan kebangsaan di pondok pesantren Zainul Hasan

    Genggong Probolinggo.

  • 2. Memberi kode

    Setelah data dipisah-pisah menandai satuan topik atau tema yang lebih kecil,

    maka langkah berikutnya adalah memberi kode. Pemberian kode ini

    dimaksudkan untuk memudahkan di dalam melakukan paparan data berisi tema

    gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan kebangsaan di pondok

    pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.

    3. Mencari penjelasan-penjelasan alternatif

    Pada tahap ini, peneliti mencari penjalasan-penjelasan yang logis guna

    menjelaskan keterkaitan-keterkaitan diantara data tersebut. Hal ini dilakukan

    dengan cara membaca buku-buku kepustakaan yang relevan dengan masalah

    yang dikaji. Kajian pustaka dan teori-teori keterkaitannya dengan tema gaya

    belajar dan materi wawasan kebangsaan.

    4. Penyajian data

    Dalam penyajian data ini, masing-masing data dituangkan ke dalam sejumlah

    matrik yang sesuai dengan tema yang dijadikan sebagai sub tema sesuai

    dengan gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan kebangsaan.

    Kegunaan penyajian data untuk menyeleksi data dalam bentuk ringkasan,

    memudahkan pengkonstruksian, menginterpretasikan, dan menyimpulkan.

    G. Pengecekan Keabsahan Temuan

    Agar hasil penelitian benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dari

    segala segi, diperlukan adanya keabsahan dari data yang diperoleh, untuk

    menentukan absah tidaknya data yang ada, maka penulis menggunakan teknik

    pengecekan keabsahan data sebagai berikut:

  • 1. Perpanjangan Keikutsertaan

    Menurut Moleong (2007:327), perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti

    tinggal dilapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.

    Dalam penelitian kualitatif, kehadiran peneliti sangat menentukan proses

    pengumpulan data.

    Namun dalam waktu yang singkat peneliti belum cukup untuk mengamati

    gejala-gejala yang terjadi, maka peneliti melakukan perpanjangan kehadiran di

    pondok pesantren Zainul Hasan Genggong untuk memperoleh hasil pengamatan

    yang lebih baik. Perpanjangan kehadiran dimaksudkan untuk membangun

    kepercayaan terhadap peneliti dan kepercayaan terhadap diri peneliti sendiri.

    2. Ketekunan Pengamatan

    Moleong, (2007: 329) ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-

    ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu

    yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara

    rinci. Dalam penelitian ini peneliti mengadakan pengamatan dengan teliti dan

    rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol mengenai

    gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan kebangsaan, dan

    pengamatan diarahkan langsung pada fokusnya, sehingga ditemukan batas yang

    sebenarnya. Penelitian ini mengambil fokus pada santri yang sedang menempuh

    jenjang pendidikan SMA/sederajat untuk menentukan batas materi wawasan

    kebangsaan yang akan dijadikan ukuran pemahaman santri.

    3. Triangulasi

    Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

    memanfaatkan suatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau

  • sebagai pembanding terhadap data. Teknik triangulasi paling banyak digunakan

    adalah pemeriksaan melalui sumber lain.

    Satori (2009:170) Terdapat tiga macam triangulasi yaitu triangulasi dari

    sumber/informan, triangulasi dari teknik dan pengumpulan data, dan triangulasi

    waktu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi sumber dan

    triangulai waktu. Triangulasi sumber yaitu pengurus pondok, guru Pkn dan santri.

    sedangkan triangulasi waktu, yaitu pada saat datang ke lokasi pondok peneliti

    datang pada waktu yang berbeda antara pagi, siang dan sore.

    H. Tahap-tahap Penelitian

    Tahap-tahap penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah (1)

    Tahap persiapan, (2) Tahap pelaksanaan, (3) Tahap penyelesaian, sebagai berikut:

    1. Tahap Persiapan

    a. Menyusun rancangan penelitian

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan suatu penelitian

    kualitatif berupa proposal penelitian yang berisi latar belakang masalah dan alasan

    pelaksanaan penelitian, rumusan masalah penelitian, pemilihan lapangan

    penelitian, penentuan jadwal penelitian, rancangan pengumpulan data, rancangan

    prosedur analisis data, rancangan perlengkapan yang diperlukan dalam penelitian,

    rancangan pengecekan kebebasan data.

    b. Studi eksplorasi

    Studi eksplorasi merupakan kunjungan ke lokasi penelitian sebelum

    penelitian dilaksanakan, dengan maksud dan tujuan berusaha mengenal segala

    unsur lingkungan sosial, fisik, dan keadaan alam lokasi penelitian. Peneliti

    melakukan studi eksplorasi atau melakukan kunjungan ke pondok pesantren

  • Zainul Hasan Genggong-Probolinggo pada saat peneliti melihat secara langsung

    keadaan santri, kemudian ditindaklanjuti sebelum penelitian mengajukan surat ijin

    penelitian.

    c. Perijinan

    Sehubungan dengan penelitian yang dilakukan di luar kampus, maka untuk

    menjaga kelancaran pelaksanaan penelitian ini, peneliti memerlukan ijin dengan

    prosedur sebagai berikut: Permintaan surat pengantar dari Fakultas Ilmu Sosial

    Universitas Negeri Malang sebagai permohonan ijin penelitian yang diajukan

    kepada pihak pondok pesantren Zainul Hasan Genggong-Probolinggo.

    d. Penyusunan instrumen penelitian

    Kegiatan dalam penyusunan instrumen penelitian meliputi, (1)

    Penyusunan daftar pertanyaan untuk wawancara, (2) membuat lembar kuesioner,

    (3) pencatatan dokumen yang diperlukan. Untuk memudahkan jalannya penelitian

    sebelum peneliti ke lapangan, peneliti membuat daftar pertanyaan untuk

    wawancara, lembar kuesioner, dan lembar pencatatan dokumen yang berkaitan

    dengan gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan kebangsaan di

    pondok pesantren Zainul Hasan Genggong-Probolinggo.

    2. Tahap Pelaksanaan

    a. Pengumpulan data

    Dalam tahap ini, peneliti mengumpulkan data hasil wawancara, observasi,

    dokumen-dokumen yang berhubungan dengan gaya belajar santri dalam

    memahami materi wawasan kebangsaan dan hasik kuesioner.

  • b. Pengolahan data

    Pengolahan data dari hasil pengumpulan data yang berkaitan dengan

    penelitian ini dimaksudkan untuk mempermudah nantinya dalam analisis data.

    c. Analisis data

    Analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data, kemudian

    data dianalisis dengan teknik analisis kualitatif, yaitu mengemukakan gambaran

    terhadap gaya belajar santri dalam memahami materi wawasan kebangsaan di

    pondok pesantren zainul Hasan Genggong yang telah diperoleh selama dan

    setelah pengumpulan data. Hasil analisis data diuraikan dalam paparan data dan

    temuan penelitian.

    d. Menarik kesimpulan

    Setelah data dianalisis, langkah selanjutnya adalah menarik kesimpulan.

    Kesimpulan yang diambil sesuai dengan data yang telah terkumpul, dan analisis

    yang telah dilakukan dengan seobjektif mungkin.

    3. Tahap Penyelesaian

    Tahap penyelesaian merupakan tahap terakhir dari penelitian, semua data

    yang telah diolah dan dianalisis oleh penulis dituangkan dalam bentuk arya tulis

    yang berjudul Gaya Belajar Santri Dalam Memahami Materi Wawasan

    Kebangsaan Di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.

  • BAB III

    PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

    A. Paparan Data

    1. Gambaran Umum Pesantren Zainul Hasan Genggong

    Berdirinya Pesantren Zainul Hasan sejak awal pendiriannya dikenal

    sebagai Pondok Pesantren Genggong yang didirikan oleh KH. Zainal Abidin pada

    tahun 1839 M/ 1250 H. Pesantren Zainul Hasan terletak di Desa Karangbong

    Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo. Adapun motivasi pendirian

    pesantren tersebut merupakan cita-cita mulia dan luhur yang didasarkan pada

    tanggung jawab secara keilmuan setelah melihat realitas masyarakat yang masih

    buta huruf dan masyarakatnya dikenal dengan masyarakat awam yang sama sekali

    tidak mengenal ilmu pengetahuan agama, secara perilaku kehidupan masyarakat

    cenderung berperilaku yang bertentangan dengan niali-nilai agama seperti

    melakukan perbuatan dosa besar kepada Allah SWT, baik perbuatan syirik, zina,

    perilaku kekerasan kepada sesamanya dengan cara merampas hak milik orang lain

    dan penganiayaan terhadap sesamanya serta perbuatan judi yang dilakukan oleh

    masyarakat setiap hari.

    Berangkat dari dasar pemikiran yang didasarkan pada realitas perilaku

    masyarakat tersebut, maka KH. Zainal Abidin yang merupakan keturunan

    maghrobi dan alumnus pesantren Sidoresmo Surabaya merasa terpanggil jiwanya

    untuk mengamalkan ilmu yang dimilikinya dan dijadikan dasar berjuang dengan

  • menebarkan ilmu pengetahuan agama baik berupa pengajian maupun disampaikan

    melalui kelembagaan berupa institusi Pondok Pesantren Genggong. Kata

    Genggong berasal dari sekuntum bunga yang tumbuh di sekitar pesantren dan

    bunga tersebut dipegunakan oleh masyarakat untuk rias manten dan khitan.

    Gambar bunga Genggong

    Perubahan nama pesantren digagas oleh kepemimpinan KH. Hasan

    Saifourridzall dengan maksud dan tujuan ingin mengabadikan kedua nama pendiri

    pesantren sebelumnya, dengan kronologis sebagai berikut:

    a. Nama Pondok Genggong diabadikan sejak kepemimpinan KH. Zainal Abidin

    sampai dengan kepemimpinan KH. MOh Hasan dari tahun 1839 sampai

    dengan 1952 M (113 tahun).

    b. Pada masa kepemimpinan KH. Hasan Saifourridzall pada tahun 1952 Pondok

    Pesantren Genggong diganti dengan nama Asrama Pelajar Islam Genggong

    (APIG) yang didasarkan pada semakin tingginya minat masyarakat belajar di

    pondok pesantren, hal itu dapat dilihat dari grafik jumlah santri yang

    maningkat. Nama APIG diabadikan terhitung sejak 1952 M sampai tahun

    1959 ( 7 tahun ).

  • c. Pada masa KH. Hasan Saifourridzall pula timbul gagasan untuk

    mengabadikan kedua pendiri pesantren yaitu KH. Zainal Abidin dan KH.

    Moh. Hasan tepatnya pada tanggal 1 Muharrom 1379 H/ 19 juli 1959 M,

    menetapkan nama pesantren yang semula bernama Asrama Pelajar Islam

    Genggong menjadi Pesantren Zainul Hasan Genggong.

    1) Nama Pendiri Dan Pengasuh

    Pesantren Zainul Hasan Genggong dalam sejarah perkembangannya telah

    mengalami suksesi kepemimpinan yang dalam istilah pesantren dikenal dengan

    pengasuh telah memasuki periode keempat:

    a) Pendiri dan pengasuh pertama Pesantren Zainul Hasan Genggong yaitu

    almarhum Al-Arif Billah KH. Zainal Abidin dari tahun 1839 M sampai

    dengan 1865 M. Masa kepemimpinan pengasuh pertama selama 26 tahun.

    KH. Zainal Abidin menerapkan sistem pendidikan pesantren salafiyah

    (tradisional) dan belum berbentuk sistem klasikal.

    b) Pengasuh kedua yaitu almarhum Al-Arif billah KH. Moh. Hasan dari tahun

    1865 M sampai dengan 1952 M. Masa kepemimpinan pengasuh kedua selama

    87 tahun. KH. Moh Hasan menerapkan sistem pendidikan pesantren salafiyah

    ( tradisional ) dan sudah mulai berbentuk pendidikan klasikal berupa

    Madrasah ibtidaiyah Kholafiyah Syafiiyah dan pendidikan pesantren saat itu

    mulai berkembang dan dikenal oleh masyarakat.

    c) Pengasuh ketiga Al-Arif Billah KH. Moh. Hasan Saifourridzall dari tahun

    1952 M sampai dengan 1991 M. Masa kepemimpinan pengasuh ketiga selama

    40 tahun. Masa pengembangan kelembagaan yang di tandai dengan

    pembukaan pendidikan formal baik agama maupun pendidikan umum dari

  • pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Pada kepemimpinan pengasuh

    yang ketiga nama Pesantren Genggong dirubah menjadi Pesantren Zainul

    Hasan. KH. Moh. Hasan Saifourridzall sebagai ketua yayasan sekaligus

    pengasuh pesantren, sejak kepemimpinan pengasuh pesantren yang ketiga

    inilah pendidikan pesantren semakin berkembang dengan membuka lembaga

    pendidikan formal dan non formal. Sekolah dari pendidikan dasar sampai

    dengan pendidikan tinggi dengan memadukan dua sistem pendidikan yaitu

    pesantren salafiyah dengan pendidikan nasional.

    d) Pengasuh keempat yaitu KH. Mutawakkil Alallah, SH. MM dari 1991 M

    sampai sekarang, masa kepemimpinan pengasuh keempat pengembangan

    pendidikan diarahkan pada pembukaan sekolah dan madrasah terseleksi

    dengan jaminan mutu dan keunggulannya serta dikembangkan pula pada

    pendidikan kesehatan. Ketua yayasan dan pengasuh Pesantren Zainul Hasan

    Genggong yang keempat dengan pembinaan manajemen dan mengembangkan

    pendidikan yang sudah ada melalui penataan dibidang kelembagaan,

    ketenagaan dan penyempurnaan sarana, prasarana pendidikan serta

    meningkatkan status kelembagaan untuk menjadi lembaga pendidikan yang

    terakreditasi yang dilakukan secara bertahap dari pendidikan dasar sampai

    dengan pendidikan Diploma III tahun 2001, SMA Unggulan pada tahun 2002,

    MA Model pada tahun 2003, SMK pada tahun 2006 dan AKBID Program

    Diploma III pada tahun 2007.

    2) Dasar-dasar pengembangan

    Dasar-dasar pengembangan Pesantren Zainul Hasan Genggong diarahkan

    pada pendidikan sesuai dengan kebutuhan zaman akan tetapi pendidikan pesantren

  • pada setiap satuan pendidikannya tetap memperkuat jati dirinya sebagai bagian

    dari pesantren salafiyah dengan berpedoman pada kaidah Almuhaafadhatual a

    qodiimis sholeh wal akhdu bil jadidilashlah yang artinya mempertahankan

    metodologi yang lama dan mempergunakan metodologi yang baru yang lebih

    baik. Dasar itulah yang dijadikan pedoman bagi pengembangan pendidikan

    Pesantren Zainul Hasan Genggong yang ditandai dengan dibukanya beberapa

    sekolah dan madrasah dengan menggunakan metodologi yang baru dalam konsep

    pembelajarannya yang dapat memperkuat jati diri lulusan pendidikan pesantren

    tetap berpegang teguh pada moralitas, budi pekerti yang luhur dan konsep

    penanaman ibadah sebagai bagian dari ketuntasan belajar dan bagian dari jati

    dirinya.

    3) Visi Pesantren Zainul Hasan

    a) Mewujudkan manusia beriman, bertaqwa, berilmu dan berakhlakul karimah.

    b) Lahirnya generasi muslim Khaira Ummah dengan menjadikan pondok

    pesantren sebagai pusat keilmuan yang mempersiapkan dan mengembangkan

    sumber daya insan berkualitas, berhias iman dan taqwa.

    4) Misi Pesantren Zainul Hasan

    a) Melatih pembiasaan berbuat sifat-sifat terpuji dalam kehidupan sehari-hari.

    b) Melatih pembiasaan melaksanakan ibadah baik yang wajib maupun yang

    sunnah.

    c) Melaksanakan bimbingan intensif membaca Al-Quran dan membaca kitab

    salafiyah.

  • d) Menyelenggarakan bimbingan belajar yang disesuaikan dengan kemampuan

    santri.

    e) Melaksanakan bimbingan terpadu antara kegiatan pesantren dengan kegiatan

    sekolah.

    5) Tujuan Pesantren Zainul Hasan

    Mendidik, melatih dan membimbing para santri sesuai dengan tingkatan

    satuan pendidikannya memiliki tujuan:

    a) Agar para santri memiliki identitas nilai-nilai anak sholeh.

    b) Agar para santri mampu mengaktualisasikan nilai-nilai islam dalam kehidupan

    sehari-hari.

    c) Agar para santri membiasakan berperilaku sifat-sifat terpuji dan bertanggung

    jawab sesuai dengan disiplin ilmunya di tengah kehidupan masyarakat.

    d) Agar para santri memiliki keunggulan-keunggulan dalam melaksanakan

    ibadah kepada Allah SWT, dengan identitas budi pekerti yang luhur dan

    memiliki kecakapan dan keterampilan sesuai disiplin ilmu.

    6) Satlogi Santri

    Satlogi santri Pesantren Zainul Hasan Genggong merupakan ide yang

    secara filosofis merupakan dambaan yang harus dicapai oleh setiap santri yang

    digagas oleh KH. Hasan Saifourridzall agar santri dapat mengamalkan hal-hal

    sebagai berikut:

    S = Sopan santun, setiap santri harus memiliki identitas sopan santun, ramah

    berperilaku santun berbicara.

  • A = Ajeg ( istiqomah ) setiap santri memiliki keyakinan dan perilaku yang

    istiqomah, rutinitas, berkesimbungan dalam melaksanakan tugas dan fungsi

    sebagai kholifatullah di muka bumi ini.

    N = Nasehat, setiap santri mampu menyampaikan nasehat dan mampu

    menjadi sumber nasehat.

    T = Taqwallah, setiap santri mampu mengaktualisasikan nilai-nilai keimanan

    dalam kehidupan sehari-hari dengan melaksanakan semua perintah Allah dan

    menjauhi larangan-Nya.

    R = Ridlallah, setiap santri dalam melaksanakan aktivitas tugas setiap hari

    maupun ibadah kepada Allah SWT, semata-mata hanya untuk mencari ridho

    Allah.

    I = Ikhlas, setiap santri berbuat dan beribadah agar didasarkan pada nilai

    keikhlasan.

    7) Letak dan Luas Pesantren

    Pesantren Zainul Hasan Genggong terletak ke arah timur kota Probolinggo

    25 km, di Desa Karangbong Kecamatan Pajarakan Kabupaten probolinggo yang

    dibangun tanah seluas:

    a. Luas area Pesantren Zainul Hasan Genggong putera dan puteri seluas 10 ha.

    b. Luas area pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi Pesantren Zainul

    Hasan Genggong seluas 10 ha.

  • 2. Gaya Belajar Santri Di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong

    Gaya belajar yang diterapkan pada santri di Pesantren Zainul Hasan

    Genggong pada umumnya sama dengan gaya belajar individu pada masyarakat

    luas. Proses belajar mengajar di pesantren Zainul Hasan sebagian besar

    menggunakan metode ceramah sehingga santri lebih banyak menerima informasi

    dari penjelasan yang disampaikan oleh guru. Hal ini diceritakan oleh Ustadzah

    Mahmudah, selaku pengawas pondok pesantren Zainul Hasan Genggong, sebagai

    berikut:

    Pembelajaran di pondok pesantren setiap harinya menggunakan metode

    ceramah, yaitu dengan cara pendidik menyampaikan materi dan santri

    menyimak (mendengarkan) dan juga metode belajar aktif atau sekarang

    lumrah disebut sebagai metode PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif,

    efektif dan menyenangkan) sehingga santri juga dapat mengembangkan

    kemampuan atau bakat yang dimiliki (wawancara, 5 maret 2011).

    Ditambahkan terkait dengan gaya belajar santri berdasarkan wawancara

    peneliti dengan Ustadzah Raudlatul Kamilah, selaku pengawas pondok pesantren

    Zainul Hasan Genggong yang mengatakan bahwa:

    Gaya belajar yang diterapkan di pesantren dengan menempatkan guru

    sebagai penyampai informasi kepada santri yang menyimak bahkan

    mengingat materi yang diberikan melalui indra pendengar mereka. Gaya

    belajar ini cukup efektif selama keadaan di pondok tidak dalam masa-masa

    pra liburan dan pasca liburan (wawancara, 5 maret 2011).

    Hal senada juga diungkapkan oleh bapak Taufik Hidayat selaku pengurus

    pondok pesantren Zainul Hasan Genggong dalam wawancaranya dengan peneliti:

    Gaya belajar santri di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong

    menggunakan metode ceramah dan belajar bersama sesuai dengan

    kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan disini. Santri diwajibkan

    untuk mengikuti kegiatan yang telah dijadwalkan oleh pihak pondok setiap

    harinya sehingga santri menjadi lebih disiplin (wawancara 5 maret 2011).

  • Berdasarkan wawancara peneliti dengan 7 santri yang sedang menempuh

    jenjang pendidikan SMA/sederajat terkait dengan gaya belajar santri di pondok

    pesantren Zainul Hasan Genggong pada 5 maret 2011 antara lain:

    Menurut Siti Mahmuda: Gaya belajar yang diterapkan pondok pesantren

    Zainul hasan yaitu gaya belajar dengan mendengarkan/menyimak apa

    yang disampaikan oleh guru, belajar bersama dan seringkali pada saat

    pelajaran saya suka bicara sendiri atau menghafalnya dan saya mudah

    terganggu oleh keributan yang dapat mengganggu konsentrasi belajar saya.

    Menurut Halimatus Sadiyah: Di pondok biasanya belajar dengan

    mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru, kemudian mengingat apa

    yang didiskusikan dengan teman, terkadang juga langsung

    mempraktekkannya, saya tidak suka hal-hal yang berhubungan dengan

    praktik, akan tetapi saya suka membaca dengan keras agar materi yang

    dipelajari lebih mudah dipahami.

    Menurut Wasfa Jannati : Saya seringkali belajar dengan mengucapkan apa

    yang saya pelajari di buku yang saya baca, dengan begitu saya merasa

    lebih mudah untuk memahami materi yang sedang saya pelajari. Teman

    saya sering merasa terganggu kalau saya mengeja dengan keras buku

    panduan karena saya tidak suka menuliskan atau merangkum jadi saya

    lebih banyak membaca.

    Menurut Dinatul Azizah: Saya tidak suka dengan kegiatan-kegiatan yang

    banyak membaca karena saya lebih senang mendengarkan dan tidak suka

    mengamati, dengan mendengarkan saya dapat dengan mudah mengulang

    kembali dan menirukan nada sesuai dengan irama dan warna suara

    misalnya membaca ayat-ayat Al-Quran.

    Menurut Rizki wahyu Maulana: Gaya belajar yang diterapkan dipondok

    pesantren Zainul Hasan yaitu menggunakan cara belajar bersama yang

    sesuai dengan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di pondok seperti

    praktek membaca al-Quran dan praktek sholat.

    Menurut Ahkmad Rizal: Biasanya saya belajar kembali setelah pulang

    sekolah sesuai apa yang dipelajari sekolah serta membiasakan diri untuk

    disiplin, belajar menghargai waktu dan belajar bersama dengan teman,

    kadang saya juga menggunakan sistem kebut semalam.

    Menurut Saiful Anam R: Banyak mendengarkan apa yang disampaikan

    oleh guru, selain itu saya sering belajar dengan menghafal, selain

    mendengar saya juga mencatat hal-hal yang menurut saya penting dan

    seringkali saya belajar bersama dengan teman satu kelas.

  • Berdasarkan wawancara dengan informan di atas dapat ditarik kesimpulan

    bahwa gaya belajar yang diterapkan di pondok pesantren Zainul Hasan Genggong

    Probolinggo yaitu dengan metode ceramah, santri seringkali menghafal materi

    yang disampaikan, merangkum, belajar kembali setelah jam sekolah, seringkali

    belajar bersama dengan teman dan santri membiasakan diri untuk disiplin

    meskipun terkadang masih melakukan sistem kebut semalam pada saat belajar.

    Table 3.1 Jadwal Kegiatan Harian Santri

    No. Jam Kegiatan

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    10.

    11.

    12.

    13.

    14.

    15.

    16.

    17

    03.00 04.00

    04.00 05.00

    05.00 06.00

    06.00 06.30

    06.30 07.00

    07.00 13.00

    07.00 15.00

    13.00 14.00

    14.00 15.00

    15.00 16.00

    16.30 18.00

    18.00 18.30

    18.30 19.00

    19.00 20.00

    20.00 21.00

    21.00 22.00

    22.00 03.00

    Tahajjud

    Sholat Shubuh

    Pengajian Kitab Salafiyah

    Sholat Dhuha

    Persiapan Sekolah

    Kegiatan Sekolah Formal

    Kegiatan Sekolah Formal Sekolah Fullday

    Sholat Dhuhur

    Istirahat

    Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah

    Pengajian kitab salafiyah

    Sholat Magrib

    Bimbingan mengaji Al-Quran

    Sholat isyak

    Belajar mandiri didampingi guru kelas

    Bimbingan belajar kitab salafiyah

    Kegiatan mandiri dan istirahat

    Sumber: Profil pondok pesantren Zainul Hasan Genggong tahun 201

    Jadwal kegiatan santri sesuai dengan tabel di atas, untuk siswa SMA

    unggulan dan MA model kegiatan formal di sekolah dimulai dari jam 07.00 s/d

    15.00, sedangkan untuk siswa SMA, MA dan SMK kegiatan formal disekolah

    dimulai jam 07.00 s/d 13.00. Jam