18
GAS HIDRAT, HARAPAN ENERGI MASA DEPAN INDONESIA Forumhijau.com - Kepala Bidang Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Udrekh, mengemukakan Indonesia memerlukan penelitian kebencanaan di laut. "Beberapa waktu lalu BPPT melakukan survei seismik dan ditemukan gas metan hidrat di laut dalam, dekat daerah gempa," ungkapnya, Senin (1/7). Daerah gempa yang memiliki potensi gas, antara lain di Simeulue, Nias, Bengkulu, dan selatan Jawa Barat. Sedangkan, potensi gas metan hidrat banyak di patahan Sumatera dan selatan Jawa Barat "Gas tersebut bisa dieksplorasi untuk diolah menjadi sumber # energi baru pada masa mendatang untuk mengganti sumber energi minyak," jelasnya. Ia juga menambahkan BPPT, memandang perlu pengetahuan terhadap penguasaan teknologi pengeboran laut dalam yang dinilainya minim. Sementara itu, dalam tulisannya, Andi Hendra Paluseri, alumni Teknik Tenaga Listrik-ITB, menyebutkan bahwa Gas Hidrat adalah sumber energi gas yang terbentuk di darat maupun di laut dalam suhu yang rendah dan tekanan yang tinggi berbentuk es yang bersenyawa dengan air. Pertama kali gas hidrat ditemukan pada tahun 1811 oleh Sir Humphrey Davy. # Hidrat adalah senyawa kimia yang terdiri dari Gas alam, O2, N2, Kripton, Xenon, Argon, CO2, H2S dan lain lain yang bersenyawa dengan air. Intinya Gas Hidrat adalah gas yang terkurung dalam air dan akan keluar dari kurungan bila air tersebut mengalami pemanasan. Tak tanggung-tanggung, potensinya di Indonesia diperkirakan mencapai 3.000 Trillion Cubic Feet (TCF). Sebagai ilustrasi, bila 3.000 TCF ini dipergunakan sebagai energi, maka kita tidak memerlukan minyak bumi lagi selama 300 tahun. Potensi tersebut, diperkirakan sebagai besar berada di perairan Sumatera Utara bagian barat, Selat Sunda, Selat Makassar, perairan sebelah utara Manado, serta di perairan Maluku dan Papua.

Gas Hidrat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penjeaslan mendasar mengenai gas hidrat

Citation preview

Page 1: Gas Hidrat

GAS HIDRAT, HARAPAN ENERGI MASA DEPAN INDONESIA

Forumhijau.com - Kepala Bidang Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),

Udrekh, mengemukakan Indonesia memerlukan penelitian kebencanaan di laut. "Beberapa waktu lalu BPPT

melakukan survei seismik dan ditemukan gas metan hidrat di laut dalam, dekat daerah gempa," ungkapnya,

Senin (1/7).

Daerah gempa yang memiliki potensi gas, antara lain di Simeulue, Nias, Bengkulu, dan selatan Jawa Barat.

Sedangkan, potensi gas metan hidrat banyak di patahan Sumatera dan selatan Jawa Barat "Gas tersebut bisa

dieksplorasi untuk diolah menjadi sumber # energi  baru pada masa mendatang untuk mengganti sumber

energi minyak," jelasnya.

Ia juga menambahkan BPPT, memandang perlu pengetahuan terhadap penguasaan teknologi pengeboran

laut dalam yang dinilainya minim.

Sementara itu, dalam tulisannya, Andi Hendra Paluseri, alumni Teknik Tenaga Listrik-ITB, menyebutkan

bahwa Gas Hidrat adalah sumber energi gas yang terbentuk di darat maupun di laut dalam suhu yang rendah

dan tekanan yang tinggi berbentuk es yang bersenyawa dengan air. Pertama kali gas hidrat ditemukan pada

tahun 1811 oleh Sir Humphrey Davy. # Hidrat  adalah senyawa kimia yang terdiri dari Gas alam, O2, N2,

Kripton, Xenon, Argon, CO2, H2S dan lain lain yang bersenyawa dengan air.

Intinya Gas Hidrat adalah gas yang terkurung dalam air dan akan keluar dari kurungan bila air tersebut

mengalami pemanasan. Tak tanggung-tanggung, potensinya di Indonesia diperkirakan mencapai 3.000

Trillion Cubic Feet (TCF).

Sebagai ilustrasi, bila 3.000 TCF ini dipergunakan sebagai energi, maka kita tidak memerlukan minyak bumi

lagi selama 300 tahun. Potensi tersebut, diperkirakan sebagai besar berada di perairan Sumatera Utara

bagian barat, Selat Sunda, Selat Makassar, perairan sebelah utara Manado, serta di perairan Maluku dan

Papua.

Negara-negara yang saat ini sudah mengembangkan gas hidrat adalah Jepang, Kanada, Italia, USA, China dan

Rusia. Pada Maret 2013 lalu, Jepang telah melakukan percobaan pertama untuk memproduksi gas hidrat

lepas pantai.

Teknologi yang digunakan adalah depressurisation (pengurangan tekanan otomatis) dengan mengubah

hidrat methane menjadi gas methane. Hasil dari penelitian lain di Jepang memperkirakan bahwa setidaknya

1.1 TCF hidrat methane mengendap di lepas pantai. Potensi tersebut setara dengan konsumsi gas Jepang

selama satu dekade.

Ditargetkan komersialisasi gas hidrat di Jepang sendiri akan dapat dilakukan pada tahun 2016.

Page 2: Gas Hidrat

Kajian Stratigrafi Dan Batuan Reservoir Gas Hidrat Sebagai Terminasi Reinjeksi CO2 (Carbon

Capture and Storage)

Kegiatan kajian penentuan stratigrafi batuan reservoir untuk lokasi injeksi pada program Carbon Capture

and Storage (CCS) sangat sesuai dengan program Global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Indonesia

termasuk negara yang mendukung dan meratifikasi protocol Kyoto. Kegiatan ini mengkaji kelayakan dari

aspek stratigrafi dalam menentukan lokasi injeksi pada program Carbon Capture and Storage (CCS) dan

kajian stratigrafi pada batuan reservoir, khususnya di lapisan yang diindikasikan mengandung gas metan

hidrat secara geometri dan karakterisasi reservoir yang memberikan data penting untuk injeksi CO2 pada

program CCS.

Secara umum tujuan dari program CCS yaitu dengan program ini harus dapat dengan aman menyimpan

sejumlah besar karbon dioksida (miliar ton) untuk waktu yang lama (ratusan sampai ribuan tahun). Dalam

rangka meredam atmosfer CO2, CCS harus menghindari secara maksimal emisi CO2.

Kajian stratigrafi dan batuan reservoir gas hidrat metana dilakukan pada tiga wilayah studi kasus, yaitu

Cekungan Bengkulu Lepas Pantai, Cekungan Kutai Laut Dalam termasuk wilayah Selat Makassar Utara, dan

Cekungan Tarakan Lepas Pantai.

Kajian awal penerapan program CCS untuk lapisan reservoar gas hidrat masih minim data, dibutuhkan studi

yang berkelanjutan dan perlu dikaitkan dengan lapangan produksi di laut dalam karena berkaitan erat

dengan updated data geologi bawah permukaan dan infrastruktur migas.

Page 3: Gas Hidrat

Beberapa pilihan untuk tempat penyimpanan CO2. Kemungkinan tempat penyimpanan CO2 adalah

Depleted oil and gas reservoir, CO2 digunakan untuk EOR, Reservoir dalam yang tersaturasi air

formasi, Coal seam yang tidak dapat ditambang, Penggunaan CO2 untuk enhanced coal bed

methane recovery, Alternatif lain seperti reservoir gas hidrat, basalt, shale dan lain-lain

Pada cekungan Bengkulu offshore, lapisan gas hidratnya terindikasi dari lapisan BSR pada penampang

seismik multi channel dan telah mampu diprediksi potensi cadangan gas hidrat yang mencapai 625.4 tcf.

Namun belum adanya data sumur pemboran, masih belum mencerminkan kondisi lapisan batuan reservoar

yang sebenarnya (porositas, V-sh dan tekstur batuan). Lokasi cekungan ini belum dijumpai infrastruktur

migas yang telah produksi. Berkaitan dengan indikasi keterdapatan gas hidrat metana pada umur Mio-

Pliosen diprediksi pada Formasi Lemau bagian atas dan Formasi Simpang Aur. Dari aspek reservoir, kedua

formasi ini, diperkirakan pada kisaran kualitas sedang dikarenakan kecil kemungkinan dijumpai batu pasir

homogen, masif, dan sortasi baik. Diprediksi porositas dan permeabilitas fluida pada kedua formasi ini masih

belum ideal sebagai reservoir gas hidrat dan menjadi lokasi storage untuk injeksi program CCS. Namun

belum adanya data pemboran di wilayah Bengkulu lepas pantai, masih dimungkinkan peluang keterdepatan

reservoir berkualitas baik sampai excellent.

Pada Cekungan Kutai di bagian laut dalam telah teridentifikasi gas hidrat dari lapisan BSR penampang

seismik yang diprediksi mengandung hampir 67 tcf. Dari aspek lapisan reservoar hidrat yang berumur Mio-

Pliosin telah berkembang sistem sub marine channeling dengan unit-unit genesanya. Kualitas reservoar

termasuk good to excellence.

Di Cekungan Tarakan walaupun belum dijumpai indikasi BSR dari data penampang seismik yang tersedia

namun diprediksi dengan metode kesebandingan dengan cekungan Kutai, lokasi ini berpotensi mengandung

Page 4: Gas Hidrat

gas hidrat. Lokasi ini sangat strategis karena berada di wilayah perbatasan dengan Malaysia. Dari pemodelan

3D, luasnya distribusi net-reservoir dan tingginya kualitas reservoir tercermin dari posisi batas luar

intertidal dan pergeseran pada area luar dari endapan gosong pasir (sand bar deposit) yang lebih ke

basinward. Hal ini mengindikasikan keterdapatan reservoir berkualitas baik pada umur Mio-Pliosen yang

diprediksi dijumpai lapisan gas hidrat metana.

Hidrat, Potensi Sumber Daya Energi Baru Pengganti Minyak Bumi

Disusun oleh Fery Andika Cahyo

Page 5: Gas Hidrat

Pemenuhan kebutuhan energi selalu menjadi hal yang sangat vital untuk mendukung kemajuan

pembangunan dan ekonomi suatu negara. Indonesia di era yang semakin modern dan penuh dengan

dinamika tantangan ini, mengandalkan sumber daya energi yang dimilikinya tidak hanya untuk semata-mata

memenuhi kebutuhan dasar penduduknya, namun diharapkan juga untuk menjadi katalisator perkembangan

negara di berbagai bidang. Untuk mencapai hal ini dibutuhkan kuantitas dan efektivitas pemanfaatan sumber

daya energi yang memadai. Menilik minyak bumi yang selama ini menjadi andalan sumber daya energi untuk

pemenuhan kebutuhan dan katalis ekonomi, suatu retorika klasik akan dihadapi. Apakah cadangan minyak

Indonesia masih bisa diandalkan untuk jangka waktu yang panjang? Mengutip pendapat Kurtubi, Pengamat

minyak dan gas dari Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES), cadangan minyak Indonesia

saat ini sekitar 3,7 miliar barel atau sekitar 0,2 persen cadangan minyak dunia. Angka ini tentu bersifat

tentatif dimana jika penemuan lapangan minyak baru melalui kegiatan eksplorasi yang intensif berhasil

dilakukan, secara otomatis angka cadangan akan bertambah. Namun dengan asumsi produksi minyak rata-

rata 830 ribu barel per hari dan tanpa menemukan cadangan baru, maka cadangan minyak bumi Indonesia

akan habis dalam 12 tahun. Kondisi ini tentu memacu upaya-upaya untuk melakukan diversivikasi

pemenuhan energi. Artikel ini akan mengangkat salah satu sumber daya energi yang relatif baru dan belum

begitu dikenal khalayak umum, yaitu Gas Hidrat.

Gas hidrat(CH4·5.75H2O) atau yang dikenal juga sebagai es metan atau gas hidrat natural adalah

senyawa clathrate solid yang mengandung metan dengan jumlah besar terperangkap di dalam struktur

kristal dari air, yang kemudian membentuk material padat yang serupa dengan es. Pada awalnya senyawa ini

dianggap hanya terdapat pada area di luar sistem tata surya, dimana temperaturnya rendah dan es sangat

banyak dijumpai. Pada kenyataannya endapan dengan jumlah signifikan dari gas hidrat telah ditemukan di

dalam endapan sedimen pada lantai samudra di Bumi. Gas Hidrat adalah konstituen umum dari area laut

dangkal dan ia juga hadir pada endapan sedimen laut dalam di lantai samudra. Gas hidrat terbentuk oleh

proses migrasi di sepanjang patahan, yang diikuti oleh presipitasi dan kristalisasi, setelah ia mengalami

kontak dengan air laut yang dingin.

Page 6: Gas Hidrat

Gambar 1.1 Lokasi Gas Hidrat di Dunia(USGS)

Gas hidrat(CH4·5.75H2O) atau yang dikenal juga sebagai es metan atau gas hidrat natural adalah

senyawa clathrate solid yang mengandung metan dengan jumlah besar terperangkap di dalam struktur

kristal dari air, yang kemudian membentuk material padat yang serupa dengan es. Pada awalnya senyawa ini

dianggap hanya terdapat pada area di luar sistem tata surya, dimana temperaturnya rendah dan es sangat

banyak dijumpai. Pada kenyataannya endapan dengan jumlah signifikan dari gas hidrat telah ditemukan di

dalam endapan sedimen pada lantai samudra di Bumi. Gas Hidrat adalah konstituen umum dari area laut

dangkal dan ia juga hadir pada endapan sedimen laut dalam di lantai samudra. Gas hidrat terbentuk oleh

proses migrasi di sepanjang patahan, yang diikuti oleh presipitasi dan kristalisasi, setelah ia mengalami

kontak dengan air laut yang dingin.

Gas Hidrat membutuhkan kondisi tertentu supaya bisa terbentuk, kondisi ini salah satunya dijumpai pada

area litosfer dangkal(kedalaman kurang dari 2,000 meter). Kondisi yang mendukung pembentukan gas hidrat

hanya pada kondisi kontinen area kutub dimana temperatur permukaan rata-rata kurang dari 0˚ C, atau pada

endapan sedimen laut dengan kedalaman lebih dari 300 m dimana suhu air bawah permukaannya berkisar

pada angka 2˚ C. Sebagai tambahan, danau air tawar yang dalam juga dapat menjadi tempat pembentukan gas

hidrat, contohnya Danau Baikal di Siberia. Endapan kontinental dari gas hidrat telah ditemukan di Siberia dan

Alaska pada batupasir dan batulanau pada kedalaman kurang dari 800 meter. Endapan laut dimana gas

hidrat dapat dijumpai sepertinya tersebar pada area beting benua(continental shelf).

Page 7: Gas Hidrat

 Pada lingkungan oseanik terdapat dua jenis endapan gas hidrat. TIpe yang paling umum didominasi (>99%)

oleh methane(CH4) yang terkandung di dalam strukturclathrate dan dijumpai pada kedalaman tertentu di

dalam endapan sedimen. Pada tipe ini methane secara isotop bersifat ringan, yang mengindikasikan bahwa

gas hidrat tipe ini berasal dari reduksi microbial dari CO2. Teori lain menyebutkan bahwa kombinasi antara

air tawar dengan methane alami pada kedalaman dan tekanan tertentu dapat menghasilkan clathrate(gas

hidrat bersifat lebih stabil pada air tawar dibandingkan dengan air asin). Pembentukan gas hidrat yang

menyebabkan ekstraksi air tawar dari air formasi yang bersifat asin, sering menyebabkan penambahan

signifikan dari salinitas air formasi. Pada umumnya sedimen yang mengandung gas hidrat memiliki

resistivitas yang lebih tinggi dibandingkan sedimen yang tidak mengandung gas hidrat.’

Gas hidrat tipe pertama ini berlokasi pada area yang disebut sebagai mid-depth zonedengan ketabalan sekitar

300-500 meter(GHSZ, gas hydrate stability zone), dimana sedimen hadir bersama gas hidrat yang terlarut di

dalam air pori yang bersifat tawar. Di atas zona ini methane hanya hadir secara terlarut di dalam konsentrasi

tertentu yang makin berkurang ke arah permukaan. Sedangkan di bawah zona ini, methanehadir dalam

bentuk gas. Pada daerah Blake Ridge di continental rise Atlantik, GHSZ dimulai pada kedalaman 190 m dan

berlanjut hingga kedalaman 450 meter, dan mencapai titik keseimbangan dengan fase gas.

Tipe kedua dari gas hidrat yang lebih tidak umum ditemukan pada endapan sedimen permukaan. Beberapa

sampel menunjukkan kandungan hidrokarbon dengan rantai kimia karbon yang panjang(<99% methane)

terkandung dalam struktur clathrate. Karbon pada tipe clathrate ini menyebabkan gas hidrat secara isotop

bersifat lebih berat, sehingga diperkirakan merupakan hasil migrasi ke arah atas dari endapan sedimen zona

dalam, di mana methane dibentuk oleh dekomposisi termal dari material organik. Contoh dari gas hidrat tipe

ini dapat ditemukan di Teluk Meksiko dan Laut Caspian.

Selain di laut gas hidrat juga ditemukan di darat. Gas hidrat di lingkungan kontinental diendapkan pada

lapisan batupasir atau batulanau pada kedalaman kurang dari 800 meter. Beberapa sampel menunjukkan jika

ia terbentuk sebgai hasil pencampuran proses termal dan mikrobial yang menghasilkan gas, dan oleh proses

tersebut hidrokarbon yang bersifat lebih berat secara selektif dilepaskan. Gas hidrat tipe ini ditemukan di

Alaska, Siberia, dan Kanada bagian utara. Pada tahun 2008, peneliti Kanada dan jepang berhasil

mengekstraksikan gas hidrat secara konstan dari projek gas hidrat Mallik di delta Sungai Mackenzie. Ini

merupakan pengeboran kedua yang dilakukan di Mallik, yang pertama dilakukan pada tahun 2002 dan

menggunakan panas untuk proses pelepasan methane. Pada percobaan di tahun 2008, peneliti berhasil

mengekstaksikan gas dengan menurunkan tekanan, tanpa menggunakan panas, dan membutuhkan kuantitas

energi yang lebih kecil.

Aspek Komersial Gas Hidrat

Reservoir sedimen gas hidrat diperkirakan mengandung cadangan 2-10 kali cadangan gas alam kontinental

yang dikethaui saat ini. Konsensus ini merepresentasikan potensi sumber daya energi di masa depan. Kendati

demikian, beberapa lokasi konsentrasi gas hidrat diperkirakan bersifat terlalu menyebar untuk bisa

dilakukan ekstraksi secara ekonomis. Permasalahan lain yang harus dipecahkan adalah pengembangan

teknologi yang mumpuni untu melakukan eksploitasi secara ekonomis dan tentu saja usaha ekplorasi yang

Page 8: Gas Hidrat

lebih intensif untuk membuktikan keterdapatan dan besaran cadangan gas hidrat dengan probabilitas yang

besar.

Gas hidrat telah banyak dilirik banyak negara maju yang berusaha mencari alternatif sumber daya energi di

samping minyak bumi. Jepang merupakan salah satu negara yang sudah cukup memiliki atensi besar dalam

pengembangan gas hidrat, salah satunya dapat dilihat dengan rencana ekstraksi dengan skala komersil pada

instalasi gas hidrat di dekat perfektur Aichi pada tahun 2016. Pada Agustus 2006, China telah mengumumkan

rencana untuk menggunakan dana 800 milyar yuan(sekitar 100 juta USD) untuk sepuluh tahun ke depan

untuk mempelajari secara mendalam mengenai gas hidrat. Cadangan dengan potensi ekonomi besar di Teluk

Meksiko diperkirakan mengandung 100 milyar kubik meter(3.5×1012 cu ft) gas. Peneiliti dari institut Fisika

Universitas Bergen telah mengembangkan metode injeksi CO2 ke dalam hidrat kemudian membalik

prosesnya, sehingga menghasilkan CH4 melalui pertukaran langsung. Metode yang dikembangkan oleh

Universitas Bergen ini telah diuji di lapangan oleh Conoco Philips dan JOGMEC(Japan Oil, Gas and Metal

National Corporation), dan secara parsial didanai oleh Departemen Energi Amerika Serikat.

Di Indonesia sendiri potensi gas hidrat telah mulai dilirik oleh berbagai intansi terkait. Beberapa sumber

menyatakan bahwa survey seismik yang dilakukan oleh Pertamina telah menunjukkan indikasi adanya gas

hidrat di sejumlah perairan Indonesia, dengan potensi mencapai 3.000 TCF. Namun tentu saja prediksi harus

dikaji terus hingga sampai pada identisikasi cadangan gas yang benar-benar terukur. Potensi gas hidrat

ditengarai tersebar di pelosok Nusantara antara lain di perairan Sumatra Utara bagian barat, Selat Sunda,

Selat Makasar, perairan sebelah utara Manado, serta perairan Maluku dan Papua(mengutip pernyataan

Specialist Fosil Energy Upstream Technology Centre (UTC) PT Pertamina (Persero), Alfian Usman). Jika

Indonesia dapat memanfaatkan potensi gas hidrat yang dimiliknya ini, niscaya pemenuhan kebutuhan energi

secara mandiri tidak lagi hanya menjadi isapan jempol semata.

Sumber:

US Geological Survey, Gas hydrate: What is it?, accessed 27 September 2014.

“Geological Survey of Canada, Mallik 2002″. Natural Resources Canada. 2007-12-20. Retrieved 2013-03-21.

http://www.dunia-energi.com/indonesia-miliki-potensi-gas-hidrat-3-000-miliar-kaki-kubik/ , accesed 28

September 2014

Matsumoto, R.; Watanabe, Y., Satoh, M., Okada, H., Hiroki, Y., Kawasaki, M., and ODP Leg 164 Shipboard

Scientific Party (1996). “Distribution and occurrence of marine gas hydrates – preliminary results of ODP Leg

164: Blake Ridge Drilling”. J. Geol. Soc. Japan 102 (11): 932–944. doi:10.5575/geosoc.102.932.

Page 9: Gas Hidrat

Kawah ini menjadi topik hangat di kalangan pengguna internet sejak kemunculannya di Daerah Otonom

Yamalo-Nenets (YNAO). Namun para ilmuwan menilai kawah itu terbentuk akibat terjadinya degradasi serius

pada permafrost (tanah beku).

Hingga saat ini, baru dasar Laut Arktik yang bisa dianalogikan menyerupai kawah misterius itu. Namun,

Doktor Teknik Geofisika dari Lembaga penelitian negara Oil and Gas Research Institute Russian Academy of

Sciences (OGRI RAS) Vasiliy Bogoyavlenkiy menjelaskan bahwa hal itu perlu diteliti lebih dalam. Selama

belum ada penelitian fundamental terkait fenomena tersebut, maka para ilmuwan pun tak bisa menjelaskan

penyebab terciptanya kawah tersebut dan di mana kawah itu bisa muncul kembali.

Jika benar kawah misterius itu serupa dengan kawah-kawah di dasar Laut Kara, Pechora, Barents dan laut

lain (dalam ilmu geologi dinamakanpockmarks), kawah itu kemungkinan terbentuk akibat erupsi gas bumi

dan merupakan ancaman yang berbahaya.

Gua es Kungur adalah salah satu gua karst terbesar di Rusia yang terletak di desa Filippovka, 100 kilometer di

luar kota Perm. Sumber: Igor Kataev/RIA Novosti 

“Pockmarks di laut dapat menyebabkan karamnya kapal, dan itu sudah terjadi berkali-kali di seluruh dunia.

Pada 1995, kapal Rusia Bavenit hampir saja karam di Laut Pechora akibat letusan gelembung gas bumi saat

melakukan pemboran survei dangkal,” kata Bogoyavlenskiy.

Dasar laut tersebut memiliki struktur geologi yang sama dengan Semenanjung Yamal, namun bedanya

Semenanjung Yamal ditutupi oleh lapisan tebal permafrost yang tidak ada di laut-laut utara.

Page 10: Gas Hidrat

“Sekitar 10-15 ribu tahun lalu, sebagian besar dasar Laut Arktik saat ini adalah dataran batuan permafrost.

Hamparan laut tersebut dulunya tertutup oleh gletser tebal dan sampai sekarang masih dapat diamati di

Greenland,”  terang Goroyavlenskiy.

Goroyavlenskiy menjelaskan, kini sebagian besar zona paleopermafrost di Laut Barents dan Kara sudah

mencair. “Permafrost yang tidak mencair berada di sekitar pesisir pantai. Masih ada hamparan permafrost di

Laut Kara, namun hamparan tersebut sudah mulai mengalami degradasi,” kata Goroyavlenskiy.

Fenomena munculnya ratusan dan ribuan pockmarks di dasar-dasar laut menandakan bahwa proses

degradasi permafrost lebih lanjut dapat menyebabkan munculnya kawah-kawah baru di muka bumi.

Permafrost, Penutup Seperempat Dataran Dunia

Permafrost adalah lapisan tanah atau batuan yang berada pada suhu di bawah 0o Celcius dalam waktu lama,

mulai dari dua tahun hingga beberapa ribu tahun. Air bawah tanah di zona permafrost berbentuk es dan

terkadang terdapat di kedalaman lebih dari 1.000 meter.

Kawah Misterius di Yamal, Pemanasan Global atau Markas Alien? Berdasarkan data dari berbagai

sumber,permafrost menutupi seperempat dataran tanah dunia. Menurut data dari lembaga penelitian Institut

Kriosfer Bumi Russian Academy of Sciences, permafrostmenutupi 70 persen wilayah Rusia atau sekitar 12

juta kilometer persegi. Dalam sepuluh tahun terakhir, luas wilayah tersebut tidak berubah.

Permafrost merupakan tempat penyimpanan raksasa gas rumah kaca, khususnya metan yang sebenarnya

merupakan komponen gas utama yang menyebabkan pemanasan global atmosfer bumi, bukannya CO2 seperti

yang diketahui orang-orang selama ini.

Selain Rusia, permafrostterdapat di bagian utara Alaska, Kanada, Eropa, Asia, pulau-pulau Samudera Arktik,

dan Antartika. Permafrost juga ada di daerah pegunungan Afrika. Hanya Benua Australia yang tidak

memiliki permafrost.

Permafrost menempati dataran yang luas di bumi ini, maka proses pencairan, degradasi, serta proses lain

akan memberikan dampak langsung yang besar pada iklim dunia. Berdasarkan prediksi para ahli PBB,

fenomena ini dapat membuat permukaan laut dunia naik sebesar satu meter di abad ini.

Hal tersebut akan mengaibatkan banyak negara-negara pulau atau kepulauan yang tenggelam. Beberapa

wilayah negara Eropa, tempat peristirahatan musim dingin di Swiss, Prancis dan Italia bisa menghilang akibat

pencairan salju global.

Kemunculan Danau

Page 11: Gas Hidrat

Marina Leybman, Doktor Teknik Geologi Mineralogi Institut Kriosfer Bumi Russian Academy of Sciences

Siberia mendukung pendapat yang menyatakan bahwa kawah terbentuk akibat gas alam.

Peneliti permafrostdengan pengalaman lebih dari 40 tahun ini merupakan salah satu orang yang pertama kali

datang mendekati kawah misterius dekat Bovakenkovo, salah satu lapangan gas raksasa di Rusia.

“Saya sangat terkejut tempat tersebut sama sekali belum tersentuh oleh aktivitas manusia. Awalnya saya

pikir kawah tersebut merupakan hasil kecelakaan saat kegiatan eksplorasi lapangan gas bumi,” ujar Leybman

pada RBTH.

Para ilmuwan tidak mau mengambil risiko untuk masuk ke dalam kawah tersebut, karena risiko runtuhnya

kawah terlalu tinggi. Namun, mereka menurunkan sebuah video kamera ke dasar kawah itu.

Kawah misterius di Semenanjung Yamal, Rusia. Sumber: Siberian Times/YouTube

Di dasar kawah terdapat danau kecil dari air keruh. Suhu sekitar kawah cukup hangat, sedangkan dinding di

dalam kawah masih membeku, sehingga air tercampur lempung merambat turun melalui dinding dan

terakumulasi di dasar.

Leybam memperkirakan kawah itu dapat terisi penuh dan berubah menjadi danau dalam waktu dua hingga

tiga tahun mendatang. Ia berpendapat lokasi kemunculan kawah berhubungan dengan jenis batuan yang

berada dekat permukaan, tergantung dari litologi geologi, kandungan gas di pori batuan dan jumlah

kandungan es. Menurut sang ilmuwan, tingginya kandungan es yang berat jenisnya dua kali lebih ringan dari

berat jenis batuan tersebut menyebabkan terjadinya proses daur ulang batuan di kerak atau permukaan

bumi. “Perlu es dalam jumlah yang sangat banyak hingga proses tersebut terjadi di zona yang  berpotensi

mengakumulasi gas, tempat gelombang panas dapat merambat sampai ke sana. Gelombang panas menembus

masuk batuan seiring berjalannya waktu. Proses pemanasan hingga kedalaman 100 meter dapat berlangsung

selama puluhan tahun,” kata Leybam.

Menurut Leybam, menjelang tahun 2012 perambatan panas sudah mencapai 20 meter di bawah tanah. “Di

lokasi terbentuknya kawah di permukaan bumi, telah terjadi pencairan sebesar 73 sentimeter,” kata Leybam.

Kawah serupa juga muncul di Semenanjung Taymyr dan ada teori yang memprediksi fenomena itu akan

terjadi di Chukotka. Leybam memprediksi kawah-kawah baru tidak akan muncul di daerah yang lebih selatan

dari lokasi kawah di Yamal. “Puluhan ribu tahun lalu suhu udara lebih hangat dibanding sekarang, oleh sebab

itu di daerah selatanpermafrost sudah mencair, tidak berbentuk hamparan dataran melainkan pulau dan

berujung di lembah-lembah sungai dan di bawah danau dalam. Gas metan sudah terlepas jauh sebelumnya,

sehingga gas tidak butuh menembuspermafrost lagi karena gas dapat keluar melalui batuan di

luar permafrost,” terang Leybam.

http://indonesia.rbth.com/discover_russia/2014/08/06/

kawah_misterius_di_rusia_mirip_kawah_dasar_laut_arktik_24651.html

Page 12: Gas Hidrat

http://ipa.arcticportal.org/resources/what-is-permafrost.html

PERMAFROST DISTRIBUTION

Permafrost is defined as ground (soil or rock and included ice or organic

material) that remains at or below 0°C for at least two consecutive years. Lowland permafrost regions are

traditionally divided into several zones based on estimated geographic continuity in the landscape. A typical

classification recognizes continuous permafrost (underlying 90-100% of the landscape); discontinuous

permafrost (50-90%); and sporadic permafrost (0-50%). In the Northern Hemisphere, regions in which

permafrost occurs occupy approximately 25% (23 million km²) of the land area. In the discontinuous and

sporadic zones permafrost distribution is complex and patchy, and permafrost-free terrain is common. The

thickness of permafrost varies from less than one meter to more than 1500 meters.

Most of the permafrost existing today formed during cold glacial periods, and has persisted through warmer

interglacial periods, including the Holocene (last 10,000 years). Some relatively shallow permafrost (30 to 70

meters) formed during the second part of the Holocene (last 6,000 years) and some during the Little Ice Age

(from 400 to 150 years ago). In continental interiors permafrost temperatures at the boundaries between

continuous and discontinuous are generally about -5°C corresponding roughly with the -8°C mean annual air

temperature. Permafrost in mid- and low- latitude mountains is warm and its distribution is closely related to

characteristics of the land surface, such slope gradient and orientation, vegetation patterns, and snow cover.

Page 13: Gas Hidrat

Subsea permafrost occurs close to 0°C over large areas of the Arctic continental shelf, where it formed during

the last glacial period on the exposed shelf landscapes. Permafrost is geographically continuous beneath the

ice-free regions of the Antarctic continent and also occurs beneath areas in which the ice sheet is frozen to its

bed.

RECENT CHANGES

Permafrost can be used as a paleothermometer—fluctuations of air temperature from the late 19th and 20th

centuries can be obtained by measuring temperature in deep permafrost boreholes. Warming since the late

1960s has been observed in permafrost temperature profiles from many locations. Over the past several

decades, permafrost temperature have generally warmed in lowlands and mountains; exceptions are in some

newly exposed drained lake basins and aggrading shorelines where permafrost is forming. Thawing of

permafrost has been observed in many lowland and mountain locations in recent decades—much of the

evidence is indirect, and is based on changes in forest and tundra vegetation, differential subsidence of the

ground surface, and loss of lakes. Increases in active-layer thickness have been observed in warm summers

(for western North America; 1989, 1998, 2004), resulting in increased slope failures, ground subsidence in

ice-rich terrain, increased lake drainage.  At regional and global scales, changes in permafrost zonal

boundaries are difficult to identify due to 3-dimensional irregularities in permafrost distribution. 

Degradation of permafrost and changes in its distribution are associated with increased formation of “taliks”.

Open taliks penetrate through the permafrost and closed taliks or thawed depressions occur under deep

lakes and rivers.

21TH CENTURY CHANGES

Changes in zonal permafrost “boundaries” modeled using climate-change scenarios are usually based on

predictions of increased active-layer thickness and temperature changes at relatively shallow permafrost

depths, not on the complete disappearance of permafrost. Warm permafrost degrades from both the top and

bottom, increasing the extent of talik formation. The southern limit of permafrost moves northward in an

irregular pattern, and is governed by localized factors that include peatland distribution, soil moisture,

vegetation patterns, and snow cover. Movements of the “boundary” between the sporadic and discontinuous

permafrost zones are largely governed by the development and extent of open taliks. In areas of ice-rich

permafrost, the southern “boundary” of the continuous permafrost zone remains relatively stable as complete

disappearance of permafrost may take centuries to millennia, making it difficult to determine geographic

changes except where permafrost is thin. Rapid coastal erosion, although sustained by storms and related

wave intensity, is highly dependent on the amount and type of ground ice. Changes in permafrost distribution

predicted by models require extensive field- or remote-sensed based verification over extended time periods

(snapshots of permafrost temperature over decadal intervals). Monitoring of the thermal state of permafrost 

(TSP) at the global scale is required to understand hydrologic connections, future changes in permafrost

Page 14: Gas Hidrat

distribution, and to serve as validation global and regional models.  The International Polar Year (IPY) can

leave a legacy for the understanding of permafrost dynamics through the IPA international observational

networks (see www.ipy.org and projects 33, 50 and 90).