21
GANGGUAN KONVERSI I. PENDAHULUAN Gangguan ini disebut disosiatif karena dahulu dianggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan memori, sensori, dan fungsi motorik. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak dapat dijelaskan secara medis. (1) Istilah konversi didasarkan pada teori kuno bahwa perasaan anxietas dikonversikan menjadi gejala-gejala dengan akibat terselesaikannya konflik mental (keuntungan primer; primary gain) dimana memungkinkan pasien untuk mengungkapkan konflik yang telah ditekan secara tidak sedar. Atau didapatkannya keuntungan praktis seperti memungkinkan pasien untuk menghindari situasi yang tidak menyenangkan dan mengumpulkan perhatian dari orang lain (keuntungan sekunder; secondary gain). (1,2) 1

Gangguan Konversi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat jiwa

Citation preview

Page 1: Gangguan Konversi

GANGGUAN KONVERSI

I. PENDAHULUAN

Gangguan ini disebut disosiatif karena dahulu dianggap terjadi hilangnya

asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan memori,

sensori, dan fungsi motorik. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak

dapat dijelaskan secara medis.(1)

Istilah konversi didasarkan pada teori kuno bahwa perasaan anxietas

dikonversikan menjadi gejala-gejala dengan akibat terselesaikannya konflik

mental (keuntungan primer; primary gain) dimana memungkinkan pasien untuk

mengungkapkan konflik yang telah ditekan secara tidak sedar. Atau

didapatkannya keuntungan praktis seperti memungkinkan pasien untuk

menghindari situasi yang tidak menyenangkan dan mengumpulkan perhatian dari

orang lain (keuntungan sekunder; secondary gain).(1,2)

Gejala konversi menunjukkan gangguan fisik tetapi merupakan hasil dari

faktor psikologis. Menurut model psikodinamik, gejala akibat konflik emosional,

dengan represi konflik ke alam bawah sadar. Pada akhir 1880-an, Freud dan

Breuer menyarankan bahwa gejala histeris akibat intrusi "kenangan yang

terhubung ke trauma psikis" ke persarafan somatik. Proses pikiran-untuk-tubuh

disebut sebagai konversi.(2)

Gangguan konversi, seperti yang tercantum dalam Manual Diagnostik dan

Statistik Gangguan Mental, Edisi Kelima, (DSM-V), melibatkan gejala atau

defisit mempengaruhi fungsi motorik atau fungsi sensorik yang menyarankan

1

Page 2: Gangguan Konversi

neurologis atau kondisi medis umum lainnya. Namun, setelah evaluasi

menyeluruh, yang mencakup pemeriksaan neurologis rinci dan laboratorium yang

sesuai dan tes diagnostik radiografi, tidak ada penjelasan neurologis ada untuk

gejala, atau temuan pemeriksaan tidak sesuai dengan keluhan. Dengan kata lain,

gejala gangguan medis organik atau gangguan dalam fungsi neurologis yang

normal tidak berkaitan dengan penyebab medis atau neurologis organik.(2)

II. DEFENISI

Gangguan konversi adalah gangguan fungsi tubuh yang tidak sesuai

dengan konsep terkini mengenai anatomi dan fisiologi sistem saraf pusat ataupun

perifer. Gangguan ini secara khas terdapat saat stres dan menimbulkan disfungsi

yang cukup bermakna.(3)

III. EPIDEMIOLOGI.

Gangguan konversi bukan merupakan gangguan psikiatri yang umum,

namun tidak jarang ditemukan. Suatu komunitas melaporkan bahwa insiden

tahunan gangguan konversi adalah 22 per 100.000. Di antara populasi khusus,

keberadaan gangguan konversi bahkan dapat lebih tinggi dari itu bahkan mungkin

membuat ganggguan konversi menjadi gangguan somatoform yang paling lazim

ditemukan pada beberapa populasi.-(3)

Rasio perempuan banding laki-laki di antara pasien dewasa adalah

sedikitnya 2:1 dan paling tinggi 10:1 pada anak bahkan terdapat predominansi

yang lebih tinggi pada anak perempuan. Laki-laki dengan gangguan konversi

2

Page 3: Gangguan Konversi

biasanya pernah mengalami kecelakaan kerja atau militer. Gangguan konversi

dapat memiliki awitan kapanpun dari masa kanak hingga usia tua, tetapi lazim

pada masa remaja dan dewasa muda. Data menunjukkan bahwa gangguan

konversi adalah gangguan yang paling lazim di antara populasi pedesaan, orang

dengan sedikit edukasi, orang dengan IQ rendah, orang dalam kelompok

sosioekonomi rendah, dan anggota militer yang telah terpajang situasi perang.

Gangguan konversi lazim dikaitkan dengan diagnosis komorbid gangguan depresi

berat, gangguan anxietas, dan skizofrenia. (3,4)

IV. ETIOLOGI

Faktor Psikoanalitik. Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi

disebabkan oleh represi konflik intrapsikis yang tidak disadari dan konversi

anxietas menjadi suatu gejala fisik. Konflik tersebut adalah antara impuls

berdasarkan insting (contohnya agresi atau seksualitas) dan larangan

pengungkapan ekspresi. Gejalanya memungkinkan ekspresi parsial keinginan atau

dorongan terlarang, tetapi menyamarkannya sehingga pasien dapat menghindari

secara sadar untuk menghadapi impuls yang tidak dapat diterima tersebut yaitu

gejala gangguan konversi memiliki hubungan simbolik dengan konflik yang tidak

disadari. Gejala gangguan konversi juga memungkinkan pasien menyampaikan

bahwa mereka membutuhkan perhatian dan perlakuan khusus. Gejala tersebut

dapat berfungsi sebagai cara nonverbal untuk mengendalikan atau memanipulasi

orang lain.(3)

Faktor Biologis. Semakin banyak data yang mengaitkan faktor biologis dan

neuropsikologis di dalam timbulnya gejala gangguan konversi. Studi pencitraan

3

Page 4: Gangguan Konversi

otak sebelumnya menemukan adanya hipometabolisme hemisfer dominan dan

hipermetabolisme hemisfer nondominan dan mengaitkan hubungan hemisfer yang

terganggu sebagai penyebab gangguan konversi. Gejalanya dapat disebabkan oleh

bangkitan korteks berlebihan yang mematikan lengkung umpan balik negative

antara korteks serebri dengan formasio retikularis batang otak. Selanjutnya,

peningkatan kadar keluaran kortikofugal menghambat kesadaran pasien akan

sensasi yang berkaitan dengan tubuh, yang pada sebagian pasien dengan gangguan

konversi dapat menjelaskan adanya defisit sensorik yang dapat diamati.(3)

V. GEJALA KLINIS

Gejala konversi menunjukkan gangguan neurologi dari sistem sensorik atau

motorik yang paling umum : paresis, kelumpuhan, aphonia, kejang, kebutaan,

dan anestesi. Gangguan konversi mungkin paling sering disertai gangguan

kepribadian pasif-agresif, dependen, anti sosial, dan histrionik. Gejala gangguan

depresif dan anxietas sering dapat menyertai gejala gangguan konversi, dan

pasien ini memiliki rasio bunuh diri.(3,5)

Gejala Sensorik. Pada gangguan konversi, anesthesia dan parastesia adalah

gejala yang lazim ditemukan, terutama pada ekstremitas. Semua modalitas

sensorik dapat terlibat dan distribusi gangguan biasanya tidak konsisten dengan

distribusi gangguan pada penyakit neurologis perifer maupun pusat. Gejala

gangguan konversi dapat melibatkan organ indera khusus dan dapat

menimbulkan tuli, buta, serta penglihatan terowongan (tunnel vision). Gejala ini

dapat unilateral atau bilateral, tetapi evaluasi neurologis menunjukkan jaras

sensorik yang intak.(3.5)

4

Page 5: Gangguan Konversi

Gejala Motorik. Gejala motorik meliputi gerakan abnormal, gangguan

berjalan, kelemahan, dan paralisis. Tremor ritmis yang kasar, gerakan koreiform,

“tic”, dan sentakan dapat ada. Gerakan tersebut umumnya memburuk ketika orang

memperhatikan mereka. Satu gangguan berjalan yang terlihat pada gangguan

konversi adalah astasia-abasia. Selain itu yang lazim ditemukan juga adalah

paralisis dan paresis yang mengenai satu, dua, atau keempat ekstremitas,

walaupun distribusi otot yang terkena tidak sesuai dengan jaras saraf. Refleks

tetap normal yaitu pasien tidak mengalami fasikulasi atau atrofi otot (kecuali

setelah paralisis konversi yang berlangsung lama), temuan elektromiografi

normal.(3,5)

Gejala Kejang. Dimana kejang semu adalah gejala lain gangguan konversi.

Selama serangan, ditandai dengan keterlibatan otot-otot truncal dengan

opistotonus dan kepala atau badan berputar ke arah lateral. Semua ekstremitas

mungkin menunjukkan gerakan meronta-ronta, yang mungkin akan meningkatkan

intensitas jika pengenkangan diterapkan. Sianosis jarang terjadi kecuali pasien

dengan sengaja menahan nafas mereka. Klinisi dapat merasa sulit membedakan

kejang semu dengan kejang yang sesungguhnya hanya dengan pengamatan klinis

saja. Lebih jauh lagi, kira-kira sepertiga kejang semua pasien memiliki gangguan

epileptic. Menggigit lidah, inkontinensia urin, dan cedera setelah jatuh dapat

terjadi jika pasien memiliki pengetahuan medis tentang penyakit. Gejala ini

berbeda dengan kejang yang sebenarnya, dimana pseudoseizure terutama terjadi

di hadapan orang lain dan bukan ketika pasien sendirian atau tidur. Reflex pupil

5

Page 6: Gangguan Konversi

dan muntah tetap ada setelah kejang semu dan konsentrasi prolaktin pasien tidak

mengalami peningkatan setelah kejang.(3,5)

Menurut PPDGJ_III gejala utama dari gangguan konversi adalah adanya

kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali

kesadaran) antara : (6)

Ingatan masa lalu

Kesadaran identitas dan penginderaan segera (awareness of identity and

immediate sensations), dan

Kontrol terhadap gerakan tubuh

Pada gangguan konversi kemampuan kendali dibawah kesadaran dan kendali

selektif tersebut terganggu sampai ke taraf yang dapat berlangsung dari hari ke

hari atau bahkan jam ke jam. (6)

Penderita mungkin tampak acuh tak acuh akan penyakitnya (la belle

indifference). Penampilan acuh tak acuh ini mungkin juga terjadi pada gangguan

organik dan tidak spesifik untuk penyakit ini.(1,3)

VI. PEDOMAN DIAGNOSTIK

Mungkin agak sulit menentukan diagnosis dan penatalaksanaan pada

gangguan ini. Kemungkinan penyebab organik harus disingkirkan lebih dahulu

dan hal ini dapat berakibat pemeriksaan yang ekstensif.(1)

6

Page 7: Gangguan Konversi

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kemungkinan dibuat-buatnya

gejala tersebut. Di sini ada dua kemungkinan, gangguan buatan (factitious

disorder) atau berpura-pura (malingering). (1)

Pada gangguan buatan, gejala-gejala dibuat dengan sengaja yang bertujuan

untuk mendapatkan perawatan medis (secondary gain),dimana prevalensi sering

pada perempuan umur 20-40 dan orang yang bekerja di bidang kesehatan. Dengan

gejala tidak konsisten, gejala yang dimiliki berbagai jenis penyakit, gejala sering

yang tidak biasa dan susah untuk dipercaya dengan kesadaran yang baik

(volunter). (1)

Sedangkan pada berpura-pura (malingering) untuk mendapatkan keuntungan

pribadi. Menentukan hal ini tidaklah mudah dan mungkin memerlukan bukti

bahwa ada inkonsistensi dalam gejalanya. Namun umumnya gejala bervariasi

tetapi paling sering gangguan jiwa yang ringan. (1)

Gangguan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa

gangguan tersebut mencermikan penyaluran, atau konversi dari energi seksual

atau agresif yang direpresikan ke gejala fisik seperti adanya gangguan neurologis.

Untuk diagnosis pasti maka hal-hal dibawah ini harus ada : (6)

(a). gambaran klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang

tercantum pada F44.-; (misalnya F44.0 Amnesia Disosiatif)

7

Page 8: Gangguan Konversi

(b). Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-gejala

tersebut ;

(c). bukti adanya penyebab psikologis, dalam bentuk hubungan kurun waktu yang

jelas dengan problem dan kejadian-kejadian yang “stressful” atau hubungan

interpersonal yang terganggu (meskipun hal tersebut disangkal oleh penderita).

Tabel Kriteria Diangnostik DSM-V-TR Gangguan Konversi (3,8)

A. Satu atau lebih gejala atau deficit yang memengaruhi fungsi sensorik atau

motorik volunter

B. gejala klinik membuktikan tidak terdapatnya kompabilitas antara gejala yang

ditemukan dengan kondisi medis pada kelainan neurologic

C. gejala atau deficit tidak dapat dijelaskan dengan baik oleh medis dan gangguan

mental.

D. Gejala atau deficit menyebabkan distress yang bermakna secara klinis atau

hendaya dalam fungsi social, pekerjaan, atau area penting lain, atau

memerlukan evalusi medis.

Tentukan tipe gejala atau deficit :

Dengan kelemahan atau paralisis

Dengan pergerakan abnormal

Dengan Swallowing symptoms

8

Page 9: Gangguan Konversi

Dengan speech symptoms

Dengan penyerangan atau kejang

Dengan anestesi atau hilangnya fungsi saraf sensorik

Dengan gejala saraf sensorik yang khas

Dengan tampilan campuran

Dari American Psychiatric Association.. Diagnosis and Statistical Manual of

Mental Disorder. 5th ed. Text rev. Washington, DC : American Psychiatric

Association.

VII. DIAGNOSIS BANDING

Salah satu masalah utama di dalam mendiagnosis gangguan konversi adalah

kesulitan untuk benar-benar menyingkirkan gangguan medis. Pemeriksaan

neurologis dan medis yang menyeluruh penting dilakukan pada semua kasus. (1,3,4)

Diagnosis banding untuk gangguan konversi seperti: gangguan neurologis

seperti demensia atau penyakit degeneratif lainnya, tumor otak, dan penyakit

ganglia basalis. Contohnya kelemahan pada gangguan konversi dapat juga

didiagnosis banding dengan miastenia gravis, polimiositis, miopati yang didapat,

dan bahkan multiple sklerosis. Kebutaan pada gangguan konversi dapat di

diagnosis banding dengan neuritis optik.

Gejala gangguan konversi terdapat pada skizofrenia, gangguan depresif,

dan gangguan anxietas, tetapi gangguan ini disertai gejala khas yang akhirnya

membuat diagnosis menjadi mungkin.(3)

9

Page 10: Gangguan Konversi

Memasukkan differensial diagnosis terutama gangguan somatisasi sangat

sulit ketika yang mendasari karakterisitik penyakit ini dapat dengan gejala

neurologi yang tidak khas. Mendiagnosis gangguan konversi disarankan ketika

gejala somatik tidak sesuai dengan gangguan somatik sebenarnya. Dimana

gangguan somatisasi adalah penyakit kronis yang dimulai pada masa kehidupan

awal dan mencakup gejala pada banyak sistem organ lain dan tidak terbatas pada

gejala neurologis saja. (2,5,7)

Pada hipokondriasis, pasien tidak mengalami distorsi atau kehilangan fungsi

yang sebenarnya, melainkan terdapat perilaku serta keyakinan yang khas. Pada

gangguan buatan atau malingering, gejala di dalam kendali kesadaran dan

volunter. Riwayat seorang yang melakukan malingering biasanya lebih tidak

konsisten dan kontradiktif daripada pasien dengan gangguan konversi, perilaku

menipu seorang yang melakukakn melingering jelas memiliki tujuan(3)

VIII. PENATALAKSANAAN

Penting dalam penatalaksanaan adalah menerima gejala pasien sebagai hal

yang nyata, tetapi menjelaskan bahwa itu reversible. Diupayakan untuk kembali

ke fungsi semula dengan bertahap. Apabila ada depresi komorbid, hal ini harus

diobati dengan baik. Psikoterapi dapat bermanfaat untuk gangguan disosiatif dan

dalam beberapa kasus kronis yang mengenai fungsi motorik mungkin diperlukan

rehabilitasi medis.(1)

Perbaikan gejala gangguan konversi biasanya terjadi spontan, walaupun

mungkin dipermudah oleh terapi perilaku atau terapi suportif berorientasi tilikan.

10

Page 11: Gangguan Konversi

Ciri terapi yang paling penting adalah hubungan dengan terapis yang penuh

perhatian dan dapat dipercaya. Terhadap pasien yang resisten terhadap gagasan

psikoterapi, dokter dapat memberi usul bahwa psikoterapi akan berfokus pada

stress dan koping. Mengatakan pada pasien bahwa gejala mereka adalah khayalan

sering membuat mereka bertambah buruk.(3)

Hypnosis, ansiolitik, dan latihan relaksasi perilaku efektif pada beberapa

kasus. Lorazepam parenteral dapat membantu memperoleh informasi historik

tambahan, terutama ketika seorang pasien baru-baru ini mengalami peristiwa

traumatik.(3)

Pendekatan psikoterapeutik mencakup psikoanalisis dan psikoterapi

berorientasi tilikan. Pada terapi ini pasien menggali konflik intrapsikik dan

simbolisme gejala gangguan konversi. Bentuk singkat dan langsung psikoterapi

jangka pendek juga digunakan untuk menatalaksana gangguan konversi. Semakin

lama durasi penyakit pasien dan semakin banyak mereka mengalami regresi,

semakin sulit terapinya.(3)

IX. PROGNOSIS

Gejala awal pada sebagian besar pasien dengan gangguan konversi, mungkin

90 hingga 100 persen membaik dalam beberapa hari atau kurang dari satu bulan.

Prognosis baik jika awitan mendadak, stressor mudah diidentifikasi, penyesuaian

premorbid baik, tidak ada gangguan medis atau psikiatri komorbid, dan tidak

sedang menjalani proses hukum. Sedangkan semakin lama gangguan konversi

ada, prognosisnya lebih buruk. (3)

11

Page 12: Gangguan Konversi

X. KESIMPULAN

Gangguan konversi adalah gangguan fungsi tubuh yang tidak sesuai dengan

konsep terkini mengenai anatomi dan fisiologi system saraf pusat ataupun perifer.

Gangguan ini secara khas terdapat saat stress dan menimbulkan disfungsi yang

cukup bermakna. Gangguan ini dinamakan konversi karena adanya psikodinamika

bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi dari agresi

yangdirepresikan ke gejala fisik. Etiologi yang sebenarnya belum diketahui, tetapi

kebanyakan menganggap gangguan konversi disebabkan sebelumnya oleh stress

yang berat, konflik emosional, atau gangguan jiwa yang terkait. Seseorang dengan

gangguan konversi sering memiliki tanda-tanda fisik tetapi tidak memiliki tanda-

tanda neurologis untuk mendukung gejala mereka seperti kelemahan otot,

gangguan fungsi sensorik, maupun gangguan motorik. Kemungkinan penyebab

organic harus disingkirkan lebih dahulu dan hal ini dapat berakibat pemeriksaan

yang ekstensif. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah kemungkinan dibuat-

buatnyagejala tersebut. Dan yang penting dalam penatalaksanaan adalah

menerima gejala pasien sebagai hal yang nyata, tetapi menjelaskan bahwa itu

reversible. Ciri terapi yang paling penting adalah hubungan dengan terapis yang

penuh perhatian dan dapat dipercaya. Hypnosis, ansiolitik, dan latihan relaksasi

perilaku efektif pada beberapa kasus. Bentuk singkat dan langsung psikoterapi

jangka pendek juga digunakan untuk menatalaksana gangguan konversi. Semakin

lama durasi penyakit pasien dan semakin banyak mereka mengalami regresi,

semakin sulit terapinya.

12

Page 13: Gangguan Konversi

DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis, W.F. Gangguan Disosiatif(Konversi). Ilmu Kedokteran Jiwa.

Surabaya : Airlangga University Press

13

Page 14: Gangguan Konversi

2. Marshall SA, Bienenfeid D., et all. Conversion Disorder. Medscape

Reference.http://emedicine.medscape.com/article/287464-

overview#showall. Updated at Jun 26, 2013.

3. Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2007). Kaplan & Sadock’s Synopsis of

Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New

York. Lippincot Wiliam&Wilkins

4. Jerald Kay, Tasman Allan. Convertion Disorder. Essential of Psychiatry.

Library of Congress Cataloging-in-Publication Data. New York; 2006

5. Loewenstein, Richard J. Share, Mackay MD. Convertion Disorder. Review

of General Psychiatry, 5th edition by Vishal

6. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas

dari PPDGJ III dan DSM-5, Jakarta; 2001

7. Rubin, Eugene H. Zorumski, Charles F. Convertion Disorder, Adult

Psychiatry, second edition. Blackwell Publishing; 2005

8. Tasman, Allan. First, B Michael. Convertion Disorder, Clinical Guide to

the Diagnosis and Treatment of Mental Disoder. New York. Wiley ; 2006.

14