21
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan konversi juga disebut disosiatif karena dahulu di anggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan memori, sensori dan fungsi motorik. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi seperti memori (amnesia psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue), fungsi motorik (paralisis dan pseudoseizure), atau fungi sensorik (anesthesia sarung tangan dan kaus kaki, glove and stocking anaesthesia). Istilah konversi didasarkan pada teori kuno bahwa perasaan dan anxietas dikonversikan menjadi gejala-gejala dengan akibat terselesaikannya konflik mental (keuntungan primer) dan didapatkannya keuntungan praktis seperti perhatian dari orang lain (keuntungan sekunder). 1 Gangguan konversi berkaitan dengan gangguan kecemasan. Dari beberapa literatur mengatakan bahwa gangguan konversi bisa merupakan bagian dari gangguan somatoform atau pada gangguan disosiatif, individu mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik yang terkadang berlebihan, tetapi pada dasarnya tidak terdapat gangguan fisiologis. Pada gangguan somatoform, individu mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik, yang terkadang berlebihan, tetapi pada dasarnya tidak terdapat gangguan Referat Psikiatri 1

Gangguan disosiatif-konversi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Gangguan disosiatif-konversi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan konversi juga disebut disosiatif karena dahulu di anggap terjadi

hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan

memori, sensori dan fungsi motorik. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang

tidak dapat dijelaskan secara medis. Pada penderita didapatkan  hilangnya fungsi

seperti memori (amnesia psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue),

fungsi motorik (paralisis dan pseudoseizure), atau fungi sensorik (anesthesia sarung

tangan dan kaus kaki, glove and stocking anaesthesia). Istilah konversi didasarkan

pada teori kuno bahwa perasaan  dan anxietas dikonversikan menjadi gejala-gejala 

dengan akibat terselesaikannya konflik mental (keuntungan primer) dan

didapatkannya keuntungan praktis seperti perhatian dari orang lain (keuntungan

sekunder).1

Gangguan konversi berkaitan dengan gangguan kecemasan. Dari beberapa

literatur mengatakan bahwa gangguan konversi bisa merupakan bagian dari

gangguan somatoform atau pada gangguan disosiatif, individu mengeluhkan gejala-

gejala gangguan fisik yang terkadang berlebihan, tetapi pada dasarnya tidak terdapat

gangguan fisiologis. Pada gangguan somatoform, individu mengeluhkan gejala-

gejala gangguan fisik, yang terkadang berlebihan, tetapi pada dasarnya tidak terdapat

gangguan fisiologis. Pada gangguan disosiatif, individu mengalami gangguan

kesadaran, ingatan, dan identitas. Munculnya kedua gangguan ini biasanya berkaitan

dengan beberapa pengalaman yang tidak menyenangkan, dan terkadang gangguan ini

muncul secara bersamaan.2

Referat Psikiatri 1

Page 2: Gangguan disosiatif-konversi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Gangguan konversi (conversion disorders) menurut DSM-IV didefinisikan

sebagai suatu gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis

(sebagai contohnya paralisis, kebutaan, dan parastesia) yang tidak dapat dijelaskan

oleh gangguan neurologis atau medis yang diketahui. Disamping itu diagnosis

mengharuskan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan awal atau eksaserbasi

gejala. Adapun menurut PPDGJ III gangguan konversi atau disosiatif adalah adanya

kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal antara: ingatan masa lalu,

kesadaran akan identitas dan penghayatan segera (awareness of identity and

immediate sensations), dan kendali terhadap gerakan tubuh. 2

Secara normal terdapat pengendalian secara sadar, sampai taraf tertentu,

terhadap ingatan dan penghayatan, yang dapat dipilih untuk digunakan segera, serta

gerakan-gerakan yang harus dilaksanakan. Pada gangguan konversi diperkirakan

bahwa kemampuan mengendalikan secara sadar dan selektif ini terganggu, sampai

suatu taraf yang dapat bervariasi dari hari ke hari atau bahkan dari jam ke jam.

Biasanya sangat sulit untuk menilai sejauh mana beberapa kehilangan fungsi masih

berada dalam pengendalian volunter.2

Dalam penegakan diagnosis gangguan konversi harus ada gangguan yang

menyebabkan kegagalan mengkordinasikan identitas, memori persepsi ataupun

kesadaran, dan menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial,

pekerjaan dan memanfaatkan waktu senggang.2

2.2. Epidemiologi

Gangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam

masyarakat. Tetapi juga gangguan konversi ini tidak jarang ada dalam kasus-kasus

psikiatri. Prevelensinya hanya 1 berbanding 10.000 kasus dalam populasi. Dalam

beberapa referensi bisa terlihat bahwa ada peningkatan yang tajam dalam kasus-

Referat Psikiatri 2

Page 3: Gangguan disosiatif-konversi

kasus gangguan konversi yang dilaporkan, dan menambah kesadaran para ahli dalam

menegakkan diagnosis, menyediakan kriteria yang spesifik, dan menghindari

kesalahan diagnosis antara disosiatif identity disorder, schizophrenia atau gangguan

personal. 1,2,4

Orang-orang yang umumnya mengalami gangguan konversi ini sangat mudah

dihipnotis dan sangat sensitive terhadap sugesti dan lingkungan budayanya,namun

tak cukup banyak referensi yang membetulkan pernyataan tersebut. 5

Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini mengenai

wanita 90% atau lebih, Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di belahan dunia

manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.1

2.3. Etiologi

Gangguan konversi belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun

biasanya terjadi akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan

organik yang dialami. Gangguan ini terjadi pertama pada saat anak- anak namun

tidak khas dan belum bisa teridentifikasikan, dalam perjalanan penyakitnya gangguan

konversi ini bisa terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu pernah terjadi kembali,

dan berulang-ulang sehingga terjadinya gejala gangguan konversi.2,4

Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi

berupa :1,2,4

Kepribadian yang labil :

Pelecehan seksual

Pelecehan fisik

Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai )

Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan kekerasan

Identitas personal terbentuk selama masa kecil, dan selama itupun, anak-anak

lebih mudah melangkah keluar dari dirinya dan mengobservasi trauma walaupun itu

terjadi pada orang lain.

Referat Psikiatri 3

Page 4: Gangguan disosiatif-konversi

2.4. Tanda Dan Gejala

Pada gangguan konversi, kemampuan kendali dibawah kesadaran dan kendali

selektif tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlangsung dari hari kehari atau

bahkan jam ke jam. Gejala umum untuk seluruh tipe gangguan konversi meliputi : 1,2,4

Hilang ingatan (amnesia) terhadap periode waktu tertentu, kejadian dan orang

Masalah gangguan mental, meliputi depresi dan kecemasan,

Persepsi terhadap orang dan benda di sekitarnya tidak nyata (derealisasi)

Identitas yang buram

Depersonalisasi

2.5. Faktor Resiko

Orang-orang dengan pengalaman gangguan psikis kronik, seksual ataupun

emosional semasa kecil sangat berisko besar mengalami gangguan konversi. Anak-

ana dan dewasa yang juga memiliki pengalaman kejadian yang traumatic, semisalnya

perang, bencana, penculikan, dan prosedur medis yang infasif juga dapat menjadi

faktor resiko terjadinya gangguan konversi ini. 2

2.6. Diagnosis

Gangguan disosiatif (konversi) dibedakan atau diklasifikasikan atas beberapa

pengolongan yaitu : 1,3

F444.0 Amnesia Disosiatif

F.44.1 Fugue Disosiatif

F.44.2 Stupor Disosiatif

F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan

F44.4-F44.7 Gangguan konversi dari gerakan dan Penginderaan

F44.4 Gangguan motorik Disosiatif

F.44.5 Konvulsi Dsosiatif

F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif

F44.7 Gangguan konversi campuran

Referat Psikiatri 4

Page 5: Gangguan disosiatif-konversi

F44.8 Gangguan konversi lainnya

F44.9 Gangguan konversi YTT

Untuk diagnosis pasti maka hal-hal berikut ini harus ada :

1. Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang

tercantum pada F44.

2. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala

tersebut.

3. Bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk hubungan waktu yang

jelas dengan problem dan peristiwa yang stressful atau hubungan

interpersonal yang terganggu (meskipun disangkal pasien).

a. F444.0 Amnesia Disosiatif

Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenal kejadian penting

yang baru terjadi yang bukan disebabkan karena gangguan mental ogranik

atau terlalu luas untuk dijelaskan. 1,3

Pada Amnesia disosiatif biasanya didapati gangguan ingatan yang spesifik

saja dan tidak bersifat umum. Informasi yang dilupakan biasanya tentang

peristiwa yang menegangkan atau traumatik, dalam kehidupan seseorang.

Bentuk umum dari amnesia disosiatif melibatkan amnesia untuk identitas

pribadi seseorang, tetapi daya ingat informasi umum adalah utuh.

Diagnostik pasti memerlukan1,3 :

1. Amnesia, baik total maupun persial, mengenai kedian baru yang bersifat

stress atau traumatic.

2. Tidak ada gangguan otak egmency

b. F44.1 Fugue Disosiatif

Memilih semua ciri amnesia disosiatif ditambah gejala perilaku melakukan

perjalanan meninggalkan rumah. Pada beberapa kasus, penderita mungkin

menggunakan identitas baru1,3.

Perilaku seseorang pasien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan

terintegrasi dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia

disosiatif. Pasien dengan fugue disosiatif telah berjalan jalan secara fisik dari

rumah dan situasi kerjanya dan tidak dapat mengingat aspek penting identitas

Referat Psikiatri 5

Page 6: Gangguan disosiatif-konversi

mereka sebelumnya (nama, keluarga, pekerjaan). Pasien tersebut seringkali,

tetapi tidak selalu mengambil identitas dan pekerjaan yang sepenuhnya baru,

walaupun identitas baru biasanya kurang lengkap dibandingkan kepribadian

ganda yang terlihat pada gangguan identitas disosiatif. 1,3

Untuk diagnosis pasti harus ada :

1. Ciri-ciri amnesia disosiatif

2. Dengan sengaja melakukan perjalanan tertentu melampaui jerak yang biasa

dilakukannya sehari-hari.

3. Tetap memepertahankan kemampuan mengurus diri yang mendasar dan

melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang yang belum

dikenalnya.

c. F.44.2 Stupor Disosiatif

Perilaku individu memenuhi kriteria untuk stupor, akan tetapi dari

pemeriksaan tidak didapatkan adanya tanda penyebab fisik. Seperti juga pada

gangguan-gangguan konversi lain, didapat bukti adanya penyebab psikogenik

dalam bentuk kejadian-kejadian yang penuh stress ataupun masalah sosial

atau interpersonal yang menonjol. 1,3

Stupor Disosiatif bisa didefinisikan sebagai sangat berkurangnya atau

hilangnya gerakan –gerakan voulunter dan respon normal terhadap

rangsangan luar, seperti misalnya cahaya, suara, dan perabaan ( sedangkan

kesadaran dalam artian fisiologis tidak hilang ). 1,3

Untuk diagnosis pasti harus ada :

1. Stupor, seperti yang sudah disebutkan tadi.

2. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain yang

dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut.

3. Adanya masalah atau kejadian-kejadian baru yang penuh stress.

d. F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan

Merupakan gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya kehilangan

sementara penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap

lingkungannya; dalam beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku

seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib atau malaikat.

Referat Psikiatri 6

Page 7: Gangguan disosiatif-konversi

Gangguan trans yang terjadi selama suatu keadaan skizofrenik atau psikosis

akut disertai halusinasi atau waham atau kepribadian multiple tidak boleh

dimasukkan dalam kelompok ini. 1,3

e. F44.4-F44.7 Gangguan Konversi dari Gerakan dan Penginderaan

Di dalam gangguan ini terdapat kehilangan atau gangguan dari gerakan

ataupun kehilangan pengideraan . oleh sebab itu pasien biasanya mengeluh

tentang adanya penyakit fisik, meskipun tidak ada kelainan fisik yang dapat

ditemukan untuk menjelaskan keadaan-keadaan itu. Selain itu, penilaian

status mental pasien dan situasi sosialnya biasanya menunjukkan bahwa

ketidakmampuan akibat kehilangan fungsinya membantu pasien dalam upaya

untuk menghindar dari konflik yang kurang menyenangkan atau untuk

menunjukkan ketergantungan atau penolakan secara tidak langsung.

Diagnosis harus ditegakkan dengan sangat hati-hati apabila terdapat gangguan

sistem saraf atau pada individu yang tadinya menunjukkan kemampuan

penyesuaian yang baik dengan hubungan keluraga dan sosial yang normal. 1,3

Untuk diagnosis pasti :

1. Tidak didapat adanya tanda kelainan fisik.

2. Harus diketahui secara memadai mengenai kondisi psikologis dan sosial

serta hubungan interpersonal dari pasien, agar memungkinkan menyusun

suatu formulasi yang meyakinkan perihal sebab gangguan itu timbul.

F44.4 Gangguan Motorik Disosiatif

Bentuk yang paling lazim dari gangguan ini adalah kehilangan

kemampuan untuk menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota

gerak. Pralisis dapat bersifat parsial dengan gerakan yang lemah atau

lambat atau total. Berbagai bentuk inkoordinasi dapat terjadi,

khusussnya pada kaki dengan akibat cara jalan yang bizarre. Dapat

juga terjadi gemetar. 1,3

F44.5 Konvulsi Disosiatif

Dapat menyerupai kejang epileptic dalam hal gerakannya akan tetapi

jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan

Referat Psikiatri 7

Page 8: Gangguan disosiatif-konversi

inkontinensia urin, tidak dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti

dengan keadaan seperti stupor atau trans. 1,3

F44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif

Bagian kulit yang mengalami anestesi sering kali mempunyai batas

yang tegas yang menjelskan bahwa hal tersebut lebih berkaitan dengan

pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya daripada dengan

pengetahuan kedokterannya. Meskipun ada gangguan penglihatan,

mobilitas pasien serta kemampuan motoriknya sering kali masih baik.

Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan

dengn hilang rasa dan penglihatan. 1,3

F44.7 Gangguan Konversi Campuran

Campuran dari gangguan-gangguan tersebut di atas.

f. F44.8 Gangguan Konversi lainnya

Sindrom ganser

Ciri-ciri dari gangguan ini adalah “jawaban kira-kira”, yang biasanya disertai

beberapa gejala disosiatif lainnya, sring kali dalam keadaan yang

menunjukkan kemungkinan adanya penyebab yang bersifat psikogenik dan

harus dimasukkan di sini. 1,3

Gangguan kepribadian multiple

Ciri utama adanya dua atau lebih kerpibadian yang jelas pada satu individu

dan hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya. Masing-masing kepribadian

tersebut adalah lengkap, dalm arti memiliki ingatan, perilaku dan kesenangan

sendiri-sendiri yang mungkin sangat berbeda dengan kepribadian

pramorbidnya. 1,3

Gangguan konversi sementara terjadi pada masa kanak dan remaja

Gangguan Disosiatuf lainnya YDT

g. F44.9 Gangguan konversi YTT

2.7. Komplikasi

Referat Psikiatri 8

Page 9: Gangguan disosiatif-konversi

Orang-orang dengan gangguan konversi beresiko besar mengalami komplikasi,

yang terdiri dari5 :

Mutilasi diri

Gangguan seksual

Alkoholisme

Depresi

Gangguan saat tidur,mimpi buruk, insomnia atau berjalan sambil tidur

Gangguan kecemasan

Gangguan makan

Sakit kepala berat

2.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak

ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan

psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada. Penanganan penyakit ini

sebagai berikut1:

Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun

tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya

pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu

mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini.

Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti

tiopental, dan

natrium amobarbital diberikan secara intravena dan

Benzodiazepine seperti lorazepam 0,5-1 mg tab (bersama dengan saran bahwa

gejala cenderung dikirim pada satu jam atau lebih) dapat berguna untuk

memulihkan ingatannya yang hilang.

Amobarbital atau lorazepam parental

Pengobatan terpilih untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika

suportif-ekspresif. 1

Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran.

Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena

Referat Psikiatri 9

Page 10: Gangguan disosiatif-konversi

pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa

konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan

memori yang salah dalam mensugesti. 1

Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi ini. Bentuk

terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi

berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan

membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk

gangguan konversi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang

membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif. 1

Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini

menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan

pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan

kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi. 1

Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan

kelakuan yang negatif dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif

dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan

apa yang menjadi perilaku pemeriksa. 1

2.9. Prognosis

Umumnya prognosisnya baik. Faktor yang terkait dengan prognosis yang

baik adalah sebagai berikut4,5:

Serangan yang akut

Penyebab tekanan pada saat terjadi serangan jelas

Jarak antara serangan dengan memulai pengobatan tidak terlalu jauh

Daya kognitif dan kecerdasan baik

Gejala aphonia, kelumpuhan, dan atau kebutaan (yang bertentangan dengan

kejang dan gemetaran, yang berhubungan dengan prognosis buruk)

2.10. Pencegahan

Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan,

sangat beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah

Referat Psikiatri 10

Page 11: Gangguan disosiatif-konversi

gangguan konversi. Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati

secara sugesti, agar penangan tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti

stress, karena diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia

belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang

minimal. 1,2,5

Referat Psikiatri 11

Page 12: Gangguan disosiatif-konversi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Secara umum gangguan konversi (dissociative disorders) bisa didefinisikan

sebagai adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah

kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan

segera (awareness of identity and immediate sensations) serta kontrol terhadap gerak

tubuh.

Gangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam

masyarakat. Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini

mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di

belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.

Ada beberapa penggolongan dalam gangguan konversi, antara lain adalah

Amnesia Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan

Kesurupan, Gangguan Motorik Disosiatif, Konvulsi disosiatif dan juga Anestesia dan

Kehilangan Sensorik Disosiatif.

Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Terapi

obat. sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang

spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep

berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental

pada gangguan konversi ini. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan

pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala

yang ada.

Referat Psikiatri 12

Page 13: Gangguan disosiatif-konversi

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan Harold I., Sadock Benjamin J., dan Grebb Jack A. Gangguan

Konversi. Dalam: Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Edisi ke-7. Jakarta: Binarupa

Aksara; 1997.

2. WHO. Gangguan Disosiatif (Konversi). Dalam: Pedoman Penggolongan dan

Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta: Dept.

Kesehatan RI; 1993. .

3. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III

(PPDGJ III),Departemen Kesehatan RI., Direktorat Jenderal Pelayanan

Medik

4. Powsner Sith. Conversion Disorder in Emergency Medicine. [online]. 2013.

Available from: http//www.emedicine.com

5. Anonym. Conversion Disorder. [online]. 2013. Available from:

http//www.merckmanuals.com

Referat Psikiatri 13