gangguan konversi

Embed Size (px)

Citation preview

11

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangGangguan Konversi adalah gangguan fungsi tubuh yang tidak sesuai dengan konsep terkini mengenai anatomi dan fisiologi sistem saraf pusat ataupun perifer. Gangguan ini terdapat secara khas pada saat stress dan menimbulkan disfungsi yang cukup bermakna. DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan konversi sebagai gangguan yang ditandai dengan adanya satu gejala neurologis atau lebih (contohnya paralisis atau buta) yang tidak dapat dijelaskan dengan gangguan medis atau neurologis yang diketahui. Disamping itu diagnosis gangguan ini mengharuskan bahwa faktor psikologis harus berkaitan dengan permulaan atau perburukan gejala.1,2Gangguan medis khususnya gangguan neurologis sering terjadi pada pasien dengan gangguan konversi yang biasanya khas ditemukan pada keadaan medis atau neurologis komorbid ini adalah suatu perluasan gejala yang berasal dari lesi orgranik asli.Diantara keadaan psikiatri Aksis I, gangguan depresif, gangguan ansietas, dan gangguan somatisasi terutama diketahui hubungannya dengan gangguan konversi. Konversi pada skizofrenia telah dilaporkan namun sangat tidak lazim. Studi pada pasien yang masuk rumah sakitakibat gangguan konversi menunjukan seperempat hingga setengahnya memiliki gangguan mood dan skizofrenia yang secara klinis signifikan.1

1.2Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan memahami Gangguan Konversi dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Penyakit Jiwa, RSJ Provinsi Sumatera Utara, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan.

1.3Manfaat Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umumnya agar mengetahui dan memahami Gangguan Konversi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi Gangguan konversi adalah suatu gangguan yang ditandai oleh hilangnya atau ketidakmampuan dalam fungsi motorik yang volunter atau fungsi sensoris , namun tidak ada penyebab organis yang jelas. DSM-IV mendefiniskan gangguan konversi sebagai suatu gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis (sebagai contoh, paralisis, kebutuan, dan parestesia) yang tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis atau medis yang diketahui. Di samping itu, diagnosis mengharuskan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan awal atau eksaserbasi gejala.1,2,3

2.2Epidemiologi Data insidens gangguan konversi sangat bervariasi, antara 11/100,000 sampai 500/100,000 populasi umum. Faktor budaya mungkin memainkan peran yang sangat penting dalam kejadian gangguan konversi. Kejadian gangguan konversi terdapat lebih sering pada wanita daripada pada laki-laki, dengan ration wanita terhadap laki-laki adalah sekurnagnya 2:1 dan sebanyaknya 10:1.1 laki-laki dengan gangguan konversi sering kali terlibat dalam kecelakaan perkerjaan atau militer. Gangguan konversi dapat muncul pada umur berapapun, dari masa anak-anak sampai lanjut usia, tetapi pada umumnya mulai dari masa anak-anak akhir sampai awal dewasa, jarang terjadi pada usia sebelum 10 tahun atau setelah usia 35 tahun. Data menyatakan bahwa gangguan konversi lebih sering terjadi di populasi pedesaan, orang dengan sosial ekonomi rendah, orang dengan pendidikan rendah, mereka dengan nilai inteligensia yang rendah dan anggota militer yang mengalami situasi peperangan. Gangguan konversi sering disertai dengan diagnosis komorbid gangguan depresif berat, gangguan kecermasan, dan skizofrenia.1,2 4

2.3Etiologi Faktor psikoanalitik Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi adalah disebabkan oleh represi konflik intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan ke dalam suatu gejala fisik. Konflik adalah antara impuls instinctual (sebagai contoh, agresif atau seksual) dan penghalangan terhadap ekspesinya. Gejala memungkinkan ekspresi sebagian keinginan atau dorongan yang dilarang tetapi tersembunyi, sehingga pasien tidak perlu secara sadar berhadapan denganimpuls mereka yang tidak dapat diterima; yaitu, gejala gangguan konversi memiliki hubungan simbolik dengan konflik bawah sadar. Gejala gangguan konversi juga memungkinkan pasien mengomunikasikan bahwa mereka membutuhkan perhatian khusus dan pengobatan khusus. Gejala tersebut dapat berfungsi sebagai cara nonverbal untuk mengendalikan atau memanipulasi orang lain.2,4

Faktor biologis Semakin banyak data yang melibatkan faktor biologis dan neuropsikologis dalam perkembangan gejala gangguan konversi. Penelitian pencitraan otak awal telah menemukan hipometabolisme di hemisfer dominan dan hipermetabolisme di hemisfer nondominan dan telah melibatkan gangguan komuniksasi hemisferik di dalam penyebab gangguan konversi. Gejala mungkin disebabkan oleh kesadaran kortikal tang berlebihan yang mematikan loop umpan balik negative antara korteks serebral dan formasi retikularis batang otak. Peningkatkan tingkat keluaran kortikofugal, sebaliknya, menghambat kesadaran pasien akan sensasi tubuh, di mana beberapa pasien gangguan konversi, uji neuropsikologis menemukan gangguan cerebral yang samar-samar dalam komunikasi verbal, daya ingat, kewaspasaan, ketidaksesuaian afek, dan perhatian.2

Hipotesis Sosiokultural Formulasi sosiokultural dari gangguan konversi mengamati bahwa dalam beberapa budaya ekspresi langsung dari emosi yang intens dilarang. Seperti disebutkan di atas, hal ini dapat mempengaruhi orang untuk menunjukkan gejala konversi sebagai bentuk yang lebih dapat diterima komunikasi. Gangguan konversi dengan demikian akan mewakili komunikasi non-verbal dari ide dilarang atau perasaan. Larangan tersebut dapat diperkuat oleh peran gender, keyakinan agama dan pengaruh sosial budaya. Ekspresi emosi yang intens dalam ritual budaya didefinisikan dapat menjadi bagian dari proses penyembuhan.4

2.4Gambaran Klinis Paralisis, kebutaan, dan mutisme adalah gejala gangguan konversi yang paling sering. Gejala gangguan depresif dan kecemasan sering kali dapat menyertai gejala gangguan konversi, dan pasien yang terkena berada dalam risiko untuk bunuh diri.2 Table 1. Gejala-gejala Gangguan Konversi yang sering.4Ilnya Gejala SensorisGejala Motoris

Diplopia, kebutaan, ketulian, rasa kebas-kebas

Paralisis, ataxia, disfasia, tremor, kejang

Gejala Sensorik. Pada gangguan konversi, anesthesia dan parestesia adalah sering ditemukan, khususnya pada anggota gerak. Distribusi gangguan sensorik biasanya tidak konsisten dengan yang ditemukan pada penyakit neurologis sentral atau perifer. Kehilangan sensorik atau distorsi sering tidak sesuai ketika diperiksa lebih dari satu kali dan bertentangan dengan saraf perifer dan distribusi asal. Anesthesia yang dikarakteristik dengan sarung tangan dan kaus kaki atau hemianestesia pada tubuh yang tepat dimulai di garis tengah. Gejala sensorik gangguan konversi sering melibatkan pada organ indera, yang menyebabkan kebutaan, ketulian dan sebagainya. Gejala tersebut boleh unilateral atau bilateral. Pada pemeriksaan neurologis biasanya menemukan hasil yang inak. Pada kebutaan gangguan konversi, contohnya pasien berjalan berkeliling tanpa menubruk atau menciderai diri sendiri, pupil bereaksi normal pada rangsang cahaya dan evoked potential korteks normal 2,5,6,7

Gejala motorik. Gejala motorik adalah kelainan pergerakan, cara berjalan, kelemahan, dan paralisis. Kelainan gerakan seperti: tremor ritmikal yang jelas, tik, sentakan-sentakan mungkin ditemukan. Pergerakan biasanya memburuk jika orang memperhatikan mereka. Gangguan gaya berjalan yang dapat ditemukan pada gangguan konversi adalah astasia-abasia, yaitu gaya berjalan yang sangat ataksik yang liar dan terhuyung-huyung yang disertai oleh gerakan batang tubuh yang menyentak, irregular, kasar dan gerakan lengan yang melambai dan tidak terkendali. Pasien dengan gangguan tersebut biasanya dapat berjalan dengan normal jika mereka berfikir mereka tidak sedang diamati. Terkadang bila sedang diamati, pasien secara aktif berusaha untuk jatuh. Hal ini bertentangan dengan pasien dengan penyakit organik yang akan berusaha untuk melindungi diri sendiri. Kelemahan biasanya melibatkan seluruh gerakan daripada kelompok otot tertentu. Kelemahan otot pada ekstremitas bawah lebih sering jika dibandingkan pada ekstremitas atas atau di wajah. Satu gangguan motorik yang lazim ditemukan lainnya adalah paralisis dan paresis yang mengenai satu atau dua atau dapat keempat anggota gerak, walaupun distribusi otot yang terkena tidak sesuai dengan jaras syaraf. Refleks tetap normal; pasien tidak mengalami fasikulasi ataupun atrofi otot; temuan elektromiografi normal.2,6,7Gejala Bangkitan. Kejang semu (pseudoseizure) adalah gejala lain pada gangguan konversi. Selama serangan, ditandai keterlibatan otot-otot truncal dengan opistotonus dan kepala atau badan berputar kearah lateral. Semua ekstremitas mungkin menunjukkan gerakan meronta-ronta, yang mungkin akan meningkatkan intensitas jika engekangan diterapkan. Sianosis jarang terjadi kecuali pasien dengan sengaja menahan nafas mereka. Menggigit lidah atau inkontenensia jarang terjadi kecuali pasien memiliki beberapa tingkat pengetahuan medis tantang penyakit. Gejala ini berbeda dengan kejang yang sebenarnya, pseudoseizures terutama terjadi di hadapan orang lain dan bukan ketika pasien sendirian atau tidur. Klinisi dapat merasa kesulitan dalam membedakan kejang semu dengan kejang yang sesunguhnya hanya dengan pengamatan klinis saja. Lebih jauh lagi kira-kira sepertiga kejang semu pasien juga memiliki gangguan epileptik. Refleks pupil dan muntah tetap ada pada kejang semu dan konsentrasi prolaktin tidak mengalami peningkatan setelah kejang.2,62.5DiagnosisMendiagnosis gangguan mungkin adalah agak sulit. Kemungkinan penyebab organik harus disingkirkan lebih dahulu dan hal ini dapat berakibat pemeriksaan yang lebih ekstensif. Hal-hal ini perlu di pertimbangkan adalah kemungkinan dibuat-buatnya gejala tersebut.Diagnosis gangguan konversi mengharuskan bahwa klinis menemukan suatu hubungan yang diperlukan dan penting antara penyebab gejala neurologis dan faktor biologis, walaupun gejala tidak boleh diakibatkan oleh berpura-pura (malingering) atau gangguan buatan (factitious disorder). Pada gangguan buatan, gejala-gejala dibuat dengan sengaja untuk mendapatkan perawatan medis, sedangkan pada berpura-pura untuk mendapatkan keuntungan pribadi.Diagnosis gangguan konversi juga mengeluarkan gejala nyeri dan disfungsi seksual dan gejala yang terjadi hanya pada gangguan somatisasi. DSM-IV memungkinkan untuk menyebutkan tipe gejala atau defisit yang terlihat pada gangguan konversi.1,2,3Menurut DSM-IV kriteria, konversi gangguan dicirikan oleh:4 Satu atau lebih gejala yang mempengaruhi motorik atau fungsi sensorik Kemiripan dengan penyakit neurologis atau medis Keterlibatan faktor psikologis Gejala-gejala yang tidak disengaja atau dibuat-buat

Tabel 2. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Konversi dari DSM-IV. 1,2ASatu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunteer atau sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.

BFaktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stressor lain.

CGejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau berpura-pura)

DGejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek lansung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.

EGejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dlam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerulukan pemeriksaan medis.

FGejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.

Sebutkan tipe gejala atau defisit: Dengan gejala atau defisit motoric Dengan gejala atau defisit sensorik Dengan kejang atau konvulsi Dengan gambaran campuran

2.6Diagnosa BandingKondisi medis yang mungkin meniru gejala konversi adalah sebagai berikut:6,7 Multiple sclerosis (kebutaan sekunder akibat neuritis optic) Myasthenia gravis (kelemahan otot) Kelumpuhan periodik Miopati Polimiositis Guillain-Barre syndrome Kondisi psikiatris yang harus dibedakan antara lain: Gangguan psikotik Gangguan mood Gangguan buatan atau berpura-pura Gangguan somatisasi

2.7PenatalaksanaanSetiap pendekatan terhadap pasien dengan konversi gangguan adalah penting mendirikan sebuah terapi aliansi dan untuk memungkinkan pemulihan dengan martabat dan tanpa kehilangan mukanya. Adalah penting bahwa keperawatan dan staf medis menghindari pelabelan-orang sebagai manipulatif, tergantung atau melebih-lebihkan mereka kesulitan.Terapi dimulai dengan presentasi dari diagnosis. Gejala konversi, terutama ketika terjadi secara akut, dapat mengalami resolusi spontan mengikuti penjelasan dan saran. Pasien yang memiliki gejala konversi kronis dan mengakar mungkin memerlukan masuk ke sebuah unit psikiatris yang memiliki keahlian dalam gangguan konversi. Individu tersebut dapat mengalami dekompensasi kejiwaan sebagai gejala membaik, mengungkapkan depresi bahkan psikosis sebelumnya yang tersembunyi.4,6,7Pemulihan kemungkinan dapat dipermudahkan oleh terapi suportif berorientasi tilikan atau terapi perilaku. Ciri yang paling penting dari terapi adalah hubungan terapeutik yang merawat dan menguasai. Pada pasien yang kebal terhadap ide psikoterapu, dapat menganjurkan bahwa psikoterapi dipusatkan pada masalah stress dan mengatasinya. Hypnosis, ansiolitikm dan latihan relaksasi perilaku adalah efektif pada beberapa kasus. Pendekatan psikodinamika adalah termasuk psikoanalisis dan psikoterapi berorientasi tilikan, di aman pasien menggali konflik intrapsikis dan simbolisme dari gejala gangguan konversi.2,4,5,6,7Terapi farmakologi dapat digunakan pada beberapa kasus, anti-depresan ternyata dapat mempercepatkan pemulihan, ada penelitian telah menujukkan bahwa anti-depresan dapat membantu pasien dengan gangguan konversi.6,7

2.8PrognosisHasil beberapa studi prognosis adalah bervariasi, dengan tingkat pemulihan anatra 15-74%. Sebahagian besar pasien, kemungkinan 90-100%, dengan gangguan konversi mengalami pemulihan gejala pertanmanya dalam beberapa hariu ataukurang dari satu bulan. Dalam suatu 15 tahun studi yang tentang tindak laju, sekitar 25% pasien mengalami rekuren dengan gejala konversi yang sama atau berbeda. Faktor yang terkait prognosis yang baik adalah jenis kelamin pria, onset yang tiba-tiba, stressor yang mudah dikenali, penyesuaian premorbid yang baik, dan tidak adanya gangguan organik atau kejiwaan, tidak ada tuntutan yang terus menerus dan intelijen yang tinggi.2,6,7

BAB IIIKESIMPULAN

Gangguan konversi adalah ditandai oleh hilangnya atau ketidakmampuan dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Gangguan ini dinamakan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi dari energy seksual atau agresif yang direpresikan ke gejala fisik. Etiologi yang sebenarnya belum diketahui, tetapi kebanyakan menganggap gangguan konversi disebabkan sebelumnya oleh stress yang berat, konflik emosional, atau gangguan kejiwaan yang terkait. Gangguan konversi yang sebenarnya jarang didapatkan. Seseorang dengan gangguan konversi sering memiliki tanda-tanda fisik tetapi tidak memiliki tanda-tanda neurologis untuk mendukung gejala mereka seperti kelemahan otot, gangguan fungsi sensorik maupun motoric. Kemungkinan penyebab organic harus disingkirkan lebih dahulu dan hal ini dapat berakibat pemeriksaan yang ekstensif. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah kemungkinan dibuat-buatnya gejala tersebut. Yang penting dalam penatalaksanaannya yaitu setelah penyebab fisik untuk gejala telah dikesampingkan, pasien dapat mulai merasa lebih baik dan gejala mungkin mulai memudar. Pilihan pengobatan dapat mencakup konseling dan terapi farmakologi seperti anti-depresan. Prognosis gangguan konversi umumnya baik jika mendapatkan terapi yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th edition, Text Revision. Washinton, DC, American Psychiatric Association, 2000: 492-498. 2. Sadock, B J dan Sadock, VA. Kaplan & Sadock : Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. EGC. Jakarta. 2010:270-273. 3. Tasman, A., Kay J., Leiberman, J.A., First, M.B., Maj, M. Psychiatry: Somatoform Disorder. 3rd edition. Willey - Blackwell. England, 2008: 1538-1540. 4. Owens C., Dein S. Conversion Disorder. Advances in Psychiatric Treatment, vol. 12, The Royal College of Psychiatrists, 2006: 152157. 5. Stonnington C M., Barry J J., Fisher R S. Clinical Case Conference: Conversion Disorder. Am J Psychiatry 163:9. ajp.psychiatryonline.org, September 2006: 1510-1517. 6. Marshall SA, Bienenfeid D., et all. Conversion Disorder. Medscape Reference. http://emedicine.medscape.com/article/287464. Updated at Jun 28, 2013. 7. Powsner S., Brenner BE., et all. Conversion Disorder in Emergency Medicine. Medscape Reference. http://emedicine.medscape.com/article/805361. Updated at Apr 18, 2013.