207
i GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI RUMAH SAKIT X TAHUN 2017 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M.) Oleh: Erika Hidayanti 1112101000069 MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

i

GAMBARAN PELAKSANAAN

PELAYANAN FARMASI KLINIK DI RUMAH SAKIT X

TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat (S.K.M.)

Oleh:

Erika Hidayanti

1112101000069

MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

Page 2: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

Page 3: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

iii

Page 4: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

iv

Page 5: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

iv

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

Skripsi, Februari 2017

Erika Hidayanti, NIM: 1112101000069

GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI

RUMAH SAKIT X TAHUN 2017

xii + 193 halaman, 11 tabel, 2 bagan, 6 lampiran

ABSTRAK

Standar pelayanan farmasi klinik di rumah sakit menentukan kualitas

pelayanan dan menjaga keselamatan pasien. Standar pelayanan farmasi klinik

rumah sakit di Indonesia mengacu pada standar nasional seperti SPM dan PMK.

Di Indonesia standar mengacu pada PMK nomor 58 tahun 2014 tentang Standar

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif dan

kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam,

observasi, dan telaah dokumen terkait kegiatan farmasi klinik di RS X

berdasarkan pada PMK nomor 58 tahun 2014. Informan pada penelitian ini adalah

apoteker dan asisten apoteker yang terlibat kegiatan pelayanan farmasi klinik.

Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan mengambil sampel resep sebanyak 295

resep untuk dianalisis kelengkapannya.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pelayanan farmasi klinik di RS X

terdiri dari pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan

obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat, pemantauan terapi obat,

monitoring efek samping obat, dan dispensing sediaan steril. Sedangkan yang

belum dilakukan adalah, konseling, visite, evaluasi penggunaan obat, dan

pemantauan kadar obat dalam darah. Dari 11 kegiatan RS X hanya melaksanakan

7 kegiatan saja. Kesalahan dalam kegiatan farmasi klinik di RS X yang sering

terjadi adalah pada saat pembacaan resep oleh tenaga kefarmasian karena tak

terbaca atau tak jelasnya tulisan dokter.

Maka dari itu RS X disarankan untuk berupaya membuat standar untuk

rumah sakit sesuai dengan kemampuannya, lalu untuk mengurangi kesalahan

pembacaan resep maka disarankan RS X untuk menggunakan sistem electronic

prescribing. Selain itu, dibuat aturan atau SOP yang jelas untuk petugas

kefarmasian agar tidak terjadi kesalahpahaman antar-petugas.

Kata Kunci: Pelayanan farmasi klinik, medication error, pengkajian resep

Daftar Bacaan: 64 (1994-2016)

Page 6: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

v

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM HEALTH CARE MANAGEMENT DEPARTMENT Undergraduate Thesis, February 2017 Erika Hidayanti, NIM: 1112101000069

DESCRIPTION OF IMPLEMENTATION OF CLINICAL

PHARMACY IN X HOSPITAL, 2017 xii+193 pages, 11 tables, 2 charts, 6 attachments

ABSTRACT

Standard of clinical pharmacy services in hospitals are determine the

quality of service and maintain patient safety. Standard of clinical pharmacy

services in hospital in Indonesia based on national regulations such as SPM and

PMK. For clinical pharmacy services the standard refers to PMK number 58 in

2014 about Standards of Pharmaceutical Services at the Hospital.

This research use qualitative and quantitative approach. The qualitative

approach is done by in-depth interviews, observation, and documents study

related to clinical pharmacy activities in X Hospital based on the PMK number 58

in 2014. The informant in this study is a pharmacist and assistant pharmacists who

involved in clinical pharmacy service activities. Quantitative approaches is done

prescription samples analyzed of 295 recipes.

Based on the results, clinical pharmacy services in X Hospitals consists of

assessment and prescription services, search history of drug use, medication

reconciliation, drug information services, monitoring drug therapy, monitoring of

drug side effects, and dispensing sterile preparations. But this hospital not apllied

the counseling, visite, drug use evaluation, and monitoring of drug levels in blood.

From 11 activities, X Hospital only applied 7 activities. Errors event in clinical

pharmacy activities in X Hospital that often occurs when reading prescriptions by

pharmacy officers because of illegible recipes from the doctor.

Thus, X Hospital advisable to make its own policy or standar about

clinical pharmacy based on its own capability, and to reduce precribing errors in

X Hospital, it is advisable to use electronic prescribing systems. In addition, X

hospital also should make a clear rules for pharmacy officers to avoid

misunderstandings between them.

Keywords: clinical pharmacy services, medication errors, assessment recipe

Reading List: 64 (1994-2016)

Page 7: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

vi

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap : Erika Hidayanti

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 2 Agustus 1994

Agama : Islam

Alamat tinggal : Jln. SD Inpres No.1001 Cireunde – Ciputat,

Tangerang Selatan

No. Hp/telpon : 087882387507

E-mail : [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 2000-2006 : SDN Citrasari Lembang – Bandung

2. 2006-2009 : SMPN 1 Lembang – Bandung

3. 2009-2012 : SMAN 1 Bandung

4. 2012- 2017 : Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Jakarta

PENGALAMAN ORGANISASI

1. Ketua Biro Humaas dan Media PAMI Nasional 2016-2017

2. Pemimpin Umum Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut 2016

3. Pemimpin Litbang Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Institut 2015

4. Wakil Ketua (Pergerakan Anggota Muda IAKMI) PAMI Jakarta Raya

2014-2015

5. Pemimpin Redaksi Himpunan Jurnalis Independen SMAN 1 Bandung

2010-2012

6. Redaksi Satu Gen SMAN 1 Bandung 2010-2011

7. Redaksi Majalah 357 SMPN 1 Lembang 2008-2009

8. Saung Sastra Lembang 2009-2010

Page 8: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya kepada kita

semua sehingga saya dapat menyusun skripsi yang berjudul ―Gambaran

Pelaksanaan Standar Pelayan Farmasi Klinik di Rumah Sakit X Tahun 2017‖.

Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk kelulusan untuk

mendapat gelar Sarjana Kesehatan Mayarakat (S.K.M.).

Sungguh Maha Sempurna itu adalah Allah SWT, kekurangan dan

kekhilafan terdapat pada penulis maka dari pada itu penulis menyadari bahwa

laporan ini tidak lebih dari ketidak sempurnaan. Kritik dan saran yang

membangun sangat diharapkan untuk kokohnya skripsi ini. Ucapan terimakasih

penulis tuturkan secara ikhlas dan penuh dengan kerendahan hati atas

terselasaikannya skripsi ini kepada :

1. Ibu, Bapak, Mas Erlangga, Tante Nana, Eyang Uti, dan seluruh

keluarga besar yang telah membantu kelancaran saya dalam

menyelesaikan skripsi ini mulai dari bantuan finansial hingga

semangat dan doa yang tiada henti

2. Ibu Fase Badriah, Ph.D selaku pembimbing I dan Ibu Lilis Muchlisoh,

SKM, MKM selaku pembimbing II yang selalu siap memberikan

bimbingan dan pengarahan membangun dalam proses pembuatan

skripsi ini.

3. Bapak Dr. Farid Hamzens, M.Si selaku pembimbing akademik penulis.

4. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

6. Ibu Ida Yuliarsih, Apt. selaku pembimbing lapangan di RS X yang

memberikan banyak pengalaman dan kesempatan bagi penulis. Serta

Page 9: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

viii

seluruh petugas kefarmasian RS X yang sudah membantu berjalan

lancarnya proses pengambilan data.

7. Dr. Risnita, Dr. Fitriyanti, dan seluruh petugas di Manajemen Risiko

yang membantu saya saat proses magang dan berbagi cerita di rumah

sakit serta tentang skripsi saya. Tak lupa, bagian Diklat RS X yang

membantu perizinan saya dalam melakukan penelitian di RS X.

8. Sahabat-sahabat saya sejak hampir 10 tahun, Delia, Dwi, Olga, Yosan,

Syauqina, dan Refy yang meski jauh tapi selalu memberi semangat dan

tempat berbagi segala cerita.

9. Sahabat-sahabat saya semasa kuliah Paramita, Nova, Farras, Dwi,

Arina, dan Atthina, juga Halida, Vira, Tantri, Ayu Fita, Nuril, Ica, dan

seluruh keluarga besar MPK 2012 dan Kesmas 2012 yang tak bisa

disebutkan satu per satu.

10. Tempat segala curahan suka dan duka yang menemani perjalanan

skripsi ini mulai dari penulisan, studi pendahuluan, hingga hasil,

Singgih A. Dani.

11. Sahabat-sahabat seperjuangan di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)

Institut, Maulia, Nur Hamidah, Syah Rizal, dan Thohirin yang sudah

susah senang bersama. Tak lupa seluruh Pengurus LPM Institut 2016,

yang membantu saya menyelesaikan tugas sebagai Pemimpin Umum

LPM Institut 2016 dan seluruh Keluarga Besar Institut (KBI).

12. Teman berbagi cerita yang sabar jadi pelampiasan cerita sedih dan

mengesalkan, sekaligus yang selalu mau diajak jalan-jalan, Fathra.

13. Teman-teman seperjuangan di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) UIN

Jakarta, PAMI Jakarta Raya, dan PAMI Nasional yang selalu kritis dan

kreatif.

14. Semua pihak yang membantu kelancaran skripsi ini yang tak bisa saya

sebut satu persatu.

Jakarta, Februari 2017

Erika Hidayanti

Page 10: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

ix

DAFTAR ISI

PERNYATAAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................ iv

ABSTRACT .............................................................................................. v

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ vi

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ............................................................................................ ix

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii

DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xiv

BAB I .............................................................................................. 1

PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 7

1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 8

1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 9

1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................... 9

1.4.2 Tujuan khusus ................................................................................... 9

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................. 10

1.5.1 Bagi Rumah Sakit ........................................................................... 10

1.5.2 Bagi Peneliti .................................................................................... 11

1.5.3 Bagi Institusi ................................................................................... 11

1.6 Ruang Lingkup ....................................................................................... 11

BAB II ............................................................................................ 12

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 12

2.1 Pelayanan Farmasi Klinik Rumah Sakit ...................................................... 12

2.1.1 Pengkajian dan pelayanan Resep .................................................... 13

2.1.2 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat.......................................... 17

2.1.3 Rekonsiliasi Obat ............................................................................ 19

2.1.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO) ..................................................... 22

2.1.5 Konseling ........................................................................................ 25

2.1.6 Visite ............................................................................................... 28

Page 11: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

x

2.1.7 Pemantauan Terapi Obat (PTO) ...................................................... 32

2.1.8 Monitoring Efek Samping Obat (MESO) ....................................... 34

2.1.9 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) .................................................. 35

2.1.10 Dispensing Sediaan Steril ............................................................... 35

2.1.11 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).............................. 36

2.2 Medication Error ......................................................................................... 37

2.3 Pencegahan Medication Error .................................................................... 41

2.4 Kerangka Teori ....................................................................................... 42

BAB III ............................................................................................ 44

KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH .................................................. 44

3.1 Kerangka Pikir ........................................................................................ 44

3.2 Definisi Istilah ........................................................................................ 46

BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................................ 58

4.1 Desain Penelitian .................................................................................... 58

4.1.1 Substansi Kualitatif ......................................................................... 58

4.1.2 Variabel Kuantitatif ......................................................................... 59

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 59

4.3 Informan Penelitian ................................................................................ 59

4.4 Populasi dan Sampel .............................................................................. 60

4.5 Instrumen Penelitian ............................................................................... 61

4.6 Sumber Data ........................................................................................... 61

4.7 Pengumpulan Data ................................................................................. 62

4.7.1 Pengumpulan Data Kuaitatif ........................................................... 62

4.7.2 Pengumpulan Data Kuantitatif ........................................................ 62

4.8 Pengolahan Data ..................................................................................... 63

4.8.1 Pengolahan Data Kualitatif ............................................................. 63

4.8.2 Pengolahan Data Kuantitatif ........................................................... 64

4.9 Analisis Data .......................................................................................... 65

4.9.1 Analisis Data Kualitatif ................................................................... 65

4.9.2 Analisis Data Kuantitatif ................................................................. 65

4.10 Triangulasi Data ..................................................................................... 66

BAB V ............................................................................................ 68

Page 12: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

xi

HASIL PENELITIAN ............................................................................................ 68

5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit X .......................................................... 68

5.1.1 Gambaran Sumber Daya Manusia Farmasi di Rumah Sakit X ....... 69

5.1.2 Gambaran Sarana Prasarana Farmasi di Rumah Sakit X ................ 72

5.1.3 Gambaran Kebijakan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit X .

75

5.2 Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit X .. 76

5.2.1 Gambaran Pengkajiaan dan Pelayanan Resep di RS X ................... 77

5.2.2 Gambaran Rekonsiliasi Obat di RS X ............................................. 89

5.2.3 Gambaran Pelayanan Informasi Obat di RS X ............................... 92

5.2.4 Gambaran Konseling di RS X ......................................................... 96

5.2.5 Gambaran Visite di RS X ................................................................ 97

5.2.6 Gambaran Pemantauan Terapi Obat di RS X ................................. 98

5.2.7 Gambaran Monitoring Efek Samping Obat (MESO) di RS X ...... 100

5.2.8 Gambaran Dispensing Sedian Steril di RS X ................................ 101

5.3 Gambaran Pencapaian Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah

Sakit X ............................................................................................................. 105

BAB VI .......................................................................................... 107

PEMBAHASAN .......................................................................................... 107

6.1 Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 107

6.2 Analisis Input Pelayanan Farmasi Klinik ............................................. 107

6.3 Analisis Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit X .... 108

6.3.1 Analisis Pengkajiaan dan Pelayanan Resep di RS X .................... 109

6.3.2 Analisis Rekonsiliasi Obat di RS X .............................................. 117

6.3.3 Analisis Pelayanan Informasi Obat di RS X ................................. 119

6.3.4 Analisis Konseling di RS X .......................................................... 122

6.3.5 Analisis Visite di RS X ................................................................. 124

6.3.6 Analisis Pemantauan Terapi Obat di RS X ................................... 127

6.3.7 Analisis Monitoring Efek Samping Obat (MESO) di RS X ......... 128

6.3.8 Analisis Dispensing Sediaan Steril di RS X ................................. 129

6.4 Analisis Pencapaian Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik .............. 130

BAB VII .......................................................................................... 134

SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 134

Page 13: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

xii

7.1 Simpulan ............................................................................................... 134

7.1 Saran ..................................................................................................... 136

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 138

LAMPIRAN.........................................................................................................144

Page 14: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Istilah ...................................................................................... 46

Tabel 4.1 Informan Penelitian ...............................................................................46

Tabel 4.2 Validitas Data ........................................................................................ 66

Tabel 5.1 Ketenagakerjaan ....................................................................................54

Tabel 5.2 Ketenagakerjaan Famasi ....................................................................... 70

Tabel 5.3 Sarana dan Prasarana ............................................................................ 72

Tabel 5.4 Kelengkapan Administrasi Resep RS X ............................................... 85

Tabel 5.5 Kelengkapan Farmasetik Resep RS X .................................................. 86

Tabel 5.6 Kelengkapan Persyaratan Klinis Resep RS X ...................................... 87

Tabel 5.7 Sarana Prasarana Dispensing Sediaan Steril ....................................... 103

Page 15: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

xiv

DAFTAR SINGKATAN

ACCP : American College of Clinical Pharmacy

ASHP : American Society of Health-System Pharmacists

Binfar : Bina Farmasi

BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan

BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makananan

CDC : Centers for Disease Control and Prevention

EPO : Evaluasi Penggunaan Obat

IGD : Instalasi Gawat Darurat

Kepmenkes : Keputusan Menteri Kesehatan

KIE : Komunikasi, Informasi, Edukasi

MCNZ : Medical Council of New Zealand

MESO : Monitoring Efek Samping Obat

Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan

PIO : Pelayanan Informasi Obat

PMK : Peraturan Menteri Kesehatan

PTO : Pemantauan Terapi Obat

ROTD : Reakdi Obat yang Tidak Dikehendaki

SMF : Sekolah Menegah Farmasi

TTK : Tenaga Teknis Kefarmasian

UDD : Unit Dose Dispensing

Page 16: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmasi klinik merupakan perluasan peran profesi petugas farmasi

yang tidak hanya berorientasi kepada obat namun juga kepada pasien dan

bertujuan untuk meningkatkan kualitas terapi obat. Aktifitas farmasi klinik

terpusat kepada pasien, bekerjasama dan berkolaborasi antar profesi

dengan dokter dan perawat dalam tim pelayanan kesehatan (Hepler,

2004;Miller, 1981) dalam Restriyani (2016).

Farmasi klinik bertujuan mengidentifikasi, mencegah, dan

menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan masyarakat terkait

pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit mengharuskan adanya perluasan

dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented)

menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented)

dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care) (Prayitno,

2003).

Pelayanan farmasi klinik pun terbukti efektif dalam menangani terapi

pada pasien. Selain itu, pelayanan tersebut juga efektif untuk mengurangi

biaya pelayanan kesehatan dan meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan. Hal itu terutama diperoleh dengan melakukan pemantauan

resep dan pelaporan efek samping obat. Pelayanan ini terbukti dapat

menurunkan angka kematian di rumah sakit secara signifikan (Ikawati,

2010).

Page 17: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

2

Beberapa studi menggambarkan sikap dokter terhadap peran

farmasi klinik. Di Sudan, dokter menjadi tidak nyaman dengan adanya

apoteker yang merekomendasikan peresepan obat untuk pasien meskipun

jenis pengobatan tersebut untuk penyakit minor. Sedangkan, di Jordan

terdapat 63% dokter mengharapkan apoteker untuk mengajari pasien

mereka mengenai keamanan dan ketepatan penggunaan obat. Di samping

itu, sebagian dokter menyetujui bahwa apoteker selalu dapat diandalkan

sebagai sumber informasi obat (Abu-Garbieh, et al., 2010).

Namun, sebanyak 48,2% dokter-dokter di Kuwait tetap kurang

nyaman dalam menyusun resep pasien bersama dengan apoteker. Di Libya

dan United Arab Emirates (UAE) diketahui sedikit sekali interaksi antara

dokter dan apoteker. Berdasarkan temuan dari salah satu penelitian

menunjukkan hampir 70- 60% dokter di Libya dan UAE berturut-turut

jarang atau tidak pernah melakukan diskusi dengan apoteker mengenai

terapi obat yang diperolah pasien. Selanjutnya terlihat kurangnya

kepercayaan dokter terhadap apoteker dalam memonitor tekanan darah dan

menyediakan terapi pengganti (Abu-Garbieh, et al., 2010).

Di sisi lain, pada farmasi klinik, apoteker didefinisikan terlibat dalam

merawat pasien pada semua fase perawatan kesehatan. Mereka harus

memiliki pengetahuan yang mendalam tentang obat yang terintegrasi

dengan pemahaman yang mendasar dari biomedis, farmasi, kehidupan

sosial, dan ilmu klinis. Apoteker klinis berpedoman pada bukti terapi, ilmu

Page 18: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

3

berkembang, teknologi terbaru, dan prinsip-prinsip hukum, etika, sosial,

budaya, ekonomi, serta profesional yang relevan (ACCP, 2008)

Di Indonesia, Berdasarkan PMK No.58 tahun 2014 tentang Standar

Pelayanan Farmasi Rumah Sakit, pelayanan farmasi klinik merupakan

pelayanan langsung yang diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka

meningkatkan efek terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek

samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)

sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin

Pelayanan farmasi klinik yang harus diselenggarakan menurut

PMK No.58 Tahun 2014 di antaranya adalah pengkajian dan pelayanan

resep, penelusuran riwayat obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi

obat, konseling, visite, pematauan terapi obat, monitoring efek samping

obat, evaluasi penggunaan obat, dan dispening sediaan steril.

Penelitian di beberapa RS di Yogyakarta dan sekitarnya

menujukkan bahwa rata-rata rumah sakit melaksanakan standar pelayanan

farmasi klinik sebesar 74,5%. Beberapa rumah sakit yang termasuk dalam

penelitian ini yang berpengaruh terhadap penyebab tidak terlaksananya

pelayanan farmasi klinik adalah kurangnya tenaga kerja, terutama tenaga

kerja yang berkompeten untuk melakukan kegiatan farmasi klinik.

Kurangnya sarana dan prasaran juga sangat berpengaruh terhadap

pelaksanaan pelayanan 44 farmasi klinik, contohnya dispensing sediaan

steril dan pemantuan kadar obat dalam darah (Indah dan Utami, 2016).

Page 19: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

4

Studi yang berbeda menunjukan tentang pelayanan resep yang

termasuk dalam kegiatan farmasi klinik di RS Y di yang masih terdapat

kesalahan. Pada tahap prescibring potensi kesalahan terjadi karena tulisan

resep tidak terbaca 0,3%, nama obat berupa singkatan 12%, tidak ada dosis

pemberian 39%, tidak ada jumlah pemberian 18%, tidak ada aturan pakai

34%, tidak menuliskan satuan dosis 59%, tidak ada bentuk sediaan 84%,

tidak ada rute pemberian 49%, tidak ada tanggal permintaan resep 16%,

tidak lengkap identitas pasien (tidak ada nomor rekam medik 62%, usia

87%, berat badan 88%, tinggi badan 88%, jenis kelamin pasien 76%, dan

no kamar pasien 77%). Selain itu pada tahap transcribing potensi

kesalahan terjadi karena tidak ada dosis pemberian obat 89%, tidak ada

rute pemberian 21%, tidak ada bentuk sediaan 14%. Lalu, pada tahap

penyiapan (dispensing) kesalahan terjadi karena pemberian etiket yang

tidak lengkap 61% (Susanti, 2013).

Ada pun penelitian lain terkait standar pelayanan farmasi adalah

salah satunya rekonsiliasi obat. Penelitian yang dilakukan Eko Setiawan,

dkk, di Dinas Kesehatan Jawa Timur, pada tahun 2015 menunjukkan

bahwa kecenderungan petugas termasuk apoteker mau terlibat dalam

proses rekonsiliasi. Mereka pun menganggap penting proses rekonsiliasi

obat ini (Setiawan, et al. 2015).

Studi lain menunjukan kegiatan visite pada farmasi klinik berhasil

menurunkan angka kesalahan pengobatan. Kegiatan pendampingan

apoteker saat visite dokter efektif menurunkan 86% tingkat kesalahan

Page 20: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

5

peresepan yang ditemukan (11,31%). Jumlah rekomendasi yang diberikan

oleh apoteker berpengaruh signifikan terhadap jumlah kesalahan peresepan

di ruang perawatan intensif (Turnodihardjo, Hakim, dan

Kartikawatiningsi, 2016).

Studi ini selaras dengan sebuah studi di Massachusetts General

Hospital, Boston, yang mengatakan partisipasi farmasis dalam kunjungan

ke bangsal perawatan ICU dapat mengurangi hingga 60% kejadian efek

samping obat yang disebabkan oleh kesalahan dalam perintah pengobatan

(Ikawati, 2010).

Seperti yang disebutkan dalam PMK 58 tahun 2014, kegiatan

farmasi klinik dilakukan untuk meningkatkan jaminan keselamatan pasien.

Berdasarkan Laporan Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien

(Konggres PERSI Sep 2007), kesalahan dalam pemberian obat menduduki

peringkat pertama (24.8%) dari 10 besar insiden yang dilaporkan. Jika

disimak lebih lanjut, dalam proses penggunaan obat yang meliputi

peresepan (prescibing), membaca resep (transcribing), penyiapan

(dispensing) dan administrasi (administration), penyiapan (dispensing)

menduduki peringkat pertama (Depkes, 2008).

Sedangkan berdasarkan Kepmenkes No.129 Tahun 2008 tetang

Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Rumah Sakit salah satu indikator

SPM adalah tidak adanya kesalahan pemberian obat dengan standar yang

harus dicapai sebesar 100%. Kesalahan pemberian obat itu meliputi salah

Page 21: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

6

dalam memberikan jenis obat, salah dosis, salah jumlah, hingga salah

orang atau pasien. Standar pelayanan farmasi lainnya pun diatur dalam

SPM, seperti kepuasan pelanggan dengan standar ≥ 80%, penulisan sesuai

formalium 100%, waktu tunggu pelayanan obat jadi ≤30%, dan waktu

tunggu pelayanan obat racikan ≤60%.

Penyebab terjadinya kesalahan obat (medication error) di

antaranya karena informasi mengenai pasien yang tidak jelas, misalnya

tidak ada riwayat alergi yang diinformasikan. Lalu, tidak mendapat

penjelasan mengenai obat seperti apa cara pakai, frekuensi pemakaian, dan

lain sebaginya. Kemudian komunikasi yang buruk dalam peresepa seperti

dalam membaca resep, menulis resep, dan resep tidak terbaca. Setelah itu,

salah menuliskan etiket/label pada obat serta suasana lingkungan kerja

yang tidak nyaman dan kondusif (Badriah, 2015).

Sedangkan studi lain terhadap beberapa penelitian dan litelatur

mengenai faktor penyebab kesalahan obat (medication error) di antaranya

lingkungan pekerjaan perawat yang kurang mendukung, tingkat jabatan

perawat, usia pasien yang sudah tua, rekonsiliasi obat pra-masuk rumah

sakit, kurangnya pengetahuan tentang obat-obatan (dosis, mendeteksi

interaksi obat), pengkajian yang kurang lengkap tentang riwayat alergi dan

kurangnya pemantauan klinis terhadap pasien (Muladi, 2012).

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui

gambaran pelaksanaan standar pelayanan farmasi klinik di RS X. Standar

Page 22: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

7

pelayanan farmasi klinik diterapkan dengan tujuan untuk meningkatkan

keselamatan pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan studi litelatur yang dilakukan standar pelayan farmasi

klinik di rumah sakit menentukan kualitas pelayanan. Sehingga seharusnys

diterapkan dengan sebaik mungkin oleh rumah sakit demi menjaga

kualitas dan keselamatan pasien.

. Standar pelayanan farmasi di rumah sakit tentu harus mengacu

pada standar nasional seperti SPM dan PMK. Namun, pada kenyataannya

pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Indah dan Utami, 2016 dari 4

rumah sakit yang diteliti di Yogyakarta belum ada satu pun rumah sakit

yang mampu menerapkan seluruh kegiatan farmasi klinik sesuai PMK

No.58 Tahun 2014.

Di RS X sendiri penelitian dan evaluasi terkait pelayanan farmasi

klinik belum pernah dilakukan. Di samping itu, laporan kesalahan pengobatan

masih terjadi di RS X. Selain itu, menurut hasil wawancara belum sepenuhnya

kegiatan pelayanan farmasi klinik pada PMK No.58 Tahun 2014 dapat

dilakukan. Di antaranya yang belum dilakukan adalah konseling dan visite

bersama.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap pelayanan farmasi

klinik di RS X berdasarkan PMK nomor 58 tahun 2014 tentang standar

pelayanan farmasi di rumah sakit.

Page 23: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

8

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran SDM pada pelayanan farmasi klinik di

RS X

2. Bagaimana gambaran sarana dan prasarana pada pelayanan

farmasi klinik di RS X

3. Bagaimana gambaran kebijakan pada pelayanan farmasi klinik

di RS X

4. Bagaimana gambaran proses pelaksanaan pelayanan resep pada

pelayanan farmasi kilinik di RS X?

5. Bagaimana gambaran proses pelaksanaan rekonsiliasi obat

pada pelayanan farmasi kilinik di RS X?

6. Bagaimana gambaran proses pelaksanaan Pelayanan Informasi

Obat (PIO) pada pelayanan farmasi kilinik di RS X?

7. Bagaimana gambaran proses pelaksanaan konseling pada

pelayanan farmasi kilinik di RS X?

8. Bagaimana gambaran proses pelaksanaan visite pada

pelayanan farmasi kilinik di RS X?

9. Bagaimana gambaran proses pelaksanaan Pemantauan Terapi

Obat (PTO) pada pelayanan farmasi kilinik di RS X?

10. Bagaimana gambaran proses pelaksanaan Monitoring Efek

Samping Obat (MESO) pada pelayanan farmasi kilinik di RS

X?

Page 24: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

9

11. Bagaimana gambaran proses pelaksanaan Evaluasi Penggunaan

Obat (EPO) pada pelayanan farmasi kilinik di RS X?

12. Bagaimana gambaran proses pelaksanaan dispensing sediaan

steril pada pelayanan farmasi kilinik di RS X?

13. Bagaimana gambaran pencapaian pelaksanaan pelayanan

farmasi klinik di RS X?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran pelaksanaan standar pelayanan farmasi

klinik di RS X sesuai dengan PMK No. 58 Tahun 2014.

1.4.2 Tujuan khusus

1. Diketahuinya gambaran SDM pada pelayanan farmasi klinik di

RS X

2. Diketahuinya gambaran sarana dan prasarana pada pelayanan

farmasi klinik di RS X

3. Diketahuinya gambaran kebijakan pada pelayanan farmasi

klinik di RS X

4. Diketahuinya gambaran proses pelaksanaan pelayanan resep

pada pelayanan farmasi klinik di RS X

5. Diketahuinya gambaran proses pelaksanaan rekonsiliasi obat

pada pelayanan farmasi klinik di RS X

Page 25: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

10

6. Diketahuinya gambaran proses pelaksanaan Pelayanan

Informasi Obat (PIO) pada pelayanan farmasi klinik di RS X

7. Diketahuinya gambaran proses pelaksanaan konseling pada

pelayanan farmasi klinik di RS X

8. Diketahuinya gambaran proses pelaksanaan visite pada

pelayanan farmasi klinik di RS X

9. Diketahuinya gambaran proses pelaksanaan Pemantauan Terapi

Obat (PTO) pada pelayanan farmasi klinik di RS X

10. Diketahuinya gambaran proses pelaksanaan Monitoring Efek

Samping Obat (MESO) pada pelayanan farmasi klinik di RS X

11. Diketahuinya gambaran proses pelaksanaan Evaluasi

Penggunaan Obat (EPO) pada pelayanan farmasi klinik di RS X

12. Diketahuinya gambaran proses pelaksanaan dispensing sediaan

steril pada pelayanan farmasi klinik di RS X

13. Diketahuinya gambaran pencapaian pelaksanaan pelayanan

farmasi klinik di RS X

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Rumah Sakit

Dapat menjadi tambahan salah satu referensi bagi rumah sakit

untuk melakukan upaya peningkatan pelayanan farmasi klinik.

Page 26: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

11

1.5.2 Bagi Peneliti

Dapat mengaplikasikan teori pelayanan pelaksanaan standar

farmasi klinis yang telah dipelajari ke kondisi sebenarnya.

1.5.3 Bagi Institusi

Hasil penelitian dapat dijadikan referensi yang dapat diteliti

lebih lanjut. Serta dapat dijadikan informasi dan dokumentasi

di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran

pelaksanaan standar pada pelayanan farmasi klinis di Rumah Sakit

X tahun 2017 yang akan diteliti oleh mahasiswa Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

pada bulan Juli 2016-Januari 2017. Penelitian ini dilakukan untuk

di ketahuinya pelaksanaan standar pelayanan farmasi klinik di RS

X. Penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu penelitian deskriptif

dengan menggunakan desain studi kasus dan metode pendekatan

sistem. Penelitian ini merupakan penelitian yang akan

mengeskplorasi permasalahan mengenai gambaran pelaksanaan

standar pada pelayanan farmasi di rumah sakit. Sumber data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data primer

yang diperoleh dari wawancara, observasi, dan telaah dokumen.

Page 27: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Farmasi Klinik Rumah Sakit

Farmasi klinik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem

pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang berorientasi pada pelayanan pasien.

Farmasi klinik bertujuan mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah

terkait obat. Tuntutan masyarakat terkait pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit

mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada

produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien

(patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)

(Prayitno, 2003).

Farmasi klinik merupakan perluasan peran profesi petugas farmasi yang

tidak hanya berorientasi kepada obat namun juga kepada pasien dan bertujuan

untuk meningkatkan kualitas terapi obat. Aktifitas farmasi klinik terpusat kepada

pasien, bekerjasama dan berkolaborasi antar profesi dengan dokter dan perawat

dalam tim pelayanan kesehatan (Hepler, 2004;Miller, 1981) dalam (Restriyani,

2016).

Berdasarkan PMK No.58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Farmasi

Rumah Sakit, pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang

diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan

meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan

Page 28: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

13

keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)

terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:

1. Pengkajian dan Pelayanan Resep;

2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat;

3. Rekonsiliasi Obat;

4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);

5. Konseling;

6. Visite;

7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);

8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

10. Dispensing Sediaan Steril; Dan

11. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD)

2.1.1 Pengkajian dan pelayanan Resep

Dalam PMK No. 58 tahun 2014, pelayanan resep dimulai dari penerimaan,

pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan,

penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep

dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication

error).

Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila

ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis

Page 29: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

14

resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan

administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien

rawat inap maupun rawat jalan.

Persyaratan administrasi meliputi:

a. nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;

b. nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;

c. tanggal Resep; dan

d. ruangan/unit asal Resep.

Persyaratan farmasetik meliputi:

a. nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan;

b. dosis dan jumlah obat;

c. stabilitas yaitu derajat degradasi suatu obat dipandangdari segi

kimia. Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknyapenurunan

kadar selama penyimpanan; dan

d. aturan dan cara penggunaan.

Persyaratan klinis meliputi:

a. ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat;

b. duplikasi pengobatan;

c. alergi dan Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki (ROTD);

d. kontraindikasi; dan

e. interaksi obat.

Page 30: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

15

Penulisan resep sendiri memiliki standar yang berbeda di setiap

negara. Namun, yang terpenting resep yang ditulis harus jelas. Beberapa

resep masih ditulis dalam bahasa latin dibeberapa negara, meski bahasa

lokal lebih banyak ditemukan. Setidaknya dalam resep memuat informasi

ini maka kemungkinan kecil terjadi kesalahan (WHO, 1994):

a. Nama dan alamat prescriber, dengan nomor telepon (jika mungkin)

Hal ini biasanya pra-dicetak pada formulir. Jika apoteker memiliki

pertanyaan tentang resep ia dapat dengan mudah menghubungi prescriber

tersebut.

b. Tanggal resep

Di banyak negara validitas resep tidak memiliki batas waktu, tetapi

di beberapa negara apoteker tidak memberikan obat resep lebih dari tiga

sampai enam bulan. Maka tanggal resep penting untuk mengetahui

vaiditas obat yang disediakan itu sendiri.

c. Nama dan kekuatan obat

R/ (tidak Rx) berasal dari Resep (Latin untuk 'mengambil'). Setelah

R/ harus ditulis nama obat dan kekuatan. Sangat dianjurkan untuk

menggunakan nama generik obat. Hal ini menandakan penulis resep tdak

cenderung pada salah satu merk obat yang bisa saja mahal bagi pasien.

Namun, jika ada alasan khusus untuk meresepkan merek khusus, nama

dagang dapat dituliskan dalam resep.

Page 31: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

16

Kekuatan obat menunjukkan berapa miligram kandungan obat

dalam setiap tablet, supositoria, atau mililiter cairan. Singkatan yang

diterima secara internasional harus digunakan: g untuk gram, ml untuk

mililiter. Cobalah untuk menghindari desimal dan, jika perlu, menulis

kata-kata penuh untuk menghindari kesalahpahaman. Misalnya, menulis

Levotiroksin 50 mikrogram, bukan 0.050 miligram atau 50 ug. Dalam

resep untuk obat yang diawasi atau yang berpotensi disalahgunakan lebih

aman untuk menulis kekuatan dan jumlah total dalam kata-kata, untuk

mencegah terjadinya penyalahgunaan. Instruksi penggunaan harus jelas

dan dosis harian maksimum disebutkan. Gunakan tinta tak terhapuskan.

d. Bentuk sediaan dan jumlah total

Hanya menggunakan singkatan standar yang akan diketahui

apoteker.

e. Informasi untuk label paket

S singkatan Signa (Latin untuk 'menulis'). Semua informasi berikut

S atau kata 'Label' harus disalin oleh apoteker ke label paket. Termasuk

berapa banyak obat yang harus diambil, seberapa sering, dan setiap

instruksi dan peringatan tertentu. Semuanya harus diberikan dalam bahasa

awam. Jangan gunakan singkatan atau pernyataan seperti 'seperti

sebelumnya' atau 'seperti yang diarahkan'.

f. Inisial atau tanda tangan prescriber

g. Nama dan alamat pasien; usia (untuk anak-anak dan orang tua)

Page 32: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

17

2.1.2 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

Dalam PMK No.58 Tahun 2014, penelusuran riwayat penggunaan obat

merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan

farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat

diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat

pasien. Adapun tahapan penelusuran riwayat penggunaan obat sebagai berikut:

a. Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam

medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan

informasi penggunaan obat;

b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh

tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika

diperlukan;

c. Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak

Dikehendaki (ROTD);

d. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat;

e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan

obat;

f. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan;

g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang

digunakan;

h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat;

i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat;

Page 33: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

18

j. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu

kepatuhan minum obat (concordance aids);

k. Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa

sepengetahuan dokter; dan

l. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan

Informasi yang harus didapatkan menurut PMK No.58 Tahun 2014 dalam

penelusuran riwayat penggunaan obat di antaranya adalah nama obat (termasuk

obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan, indikasi dan lama

penggunaan obat; reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan

kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa).

Riwayat penggunaan obat adalah hal yang penting dalam mencegah

kesalahan peresepan serta pengurangan risiko untuk pasien. Di samping itu,

riwayat penggunaan obat yang akurat juga berguna untuk mendeteksi hubungan

terapi obat atau perubahan tanda-tanda klinis yang mungkin akibat dari

penggunaan obat. Riwayat penggunaan obat uang baik harus mencakup semua

obat yang sedang dan telah diresepkan pada pasien, reaksi obat sebelumnya

termasuk kemungkinan reaksi hipersensitif, dan obat-obat yang tak menggunakan

resep, termasuk pengobatan herbal atau alternatif, serta kepatuhan terhadap terapi

(FitzGerald, 2009).

Bagian penting dari riwayat penggunaan obat sering tidak lengkap dan

tidak akurat. Penelitian menunjukan hal ini merupakan salah satu kebiasaan yang

terjadi di dunia. Apoteker bisa memainkan peran penting pada pencegahan

Page 34: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

19

kesalahan ini dengan terlibat dalam memperoleh riwayat penggunaan obat setelah

adanya perpindahan pasien (FitzGerald, 2009).

Riwayat penggunaan obat yang hati-hati merupakan hal penting. Hal ini

dilakukan untuk menilai penyebab dari efek obat. Karena bisa berisi keterangan

alergi pasien sebelumnya (Ritter, et al, 2008).

2.1.3 Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi obat merupakan suatu proses yang menjamin informasi

terkait penggunaan obat yang akurat dan komprehensif dikomunikasikan secara

konsisten setiap kali terjadi perpindahan pemberian layanan kesehatan seorang

pasien. Pengertian rekonsiliasi obat tersebut menyiratkan beberapa elemen

penting yang mendasari keberhasilan implementasi program tersebut, yaitu: 1)

proses rekonsiliasi obat merupakan proses formal; 2) proses rekonsiliasi obat

merupakan proses dengan pendekatan multisiplin; 3) penyedia layanan kesehatan

harus dapat bekerja sama dengan pasien dan keluarga pasien/penjaga pasien.

Proses perpindahan pemberian layanan kesehatan dapat terjadi pada setting

berikut: 1) saat pasien Masuk Rumah Sakit (MRS); 2) pasien mengalami

perpindahan antar bangsal atau unit layanan dalam suatu instansi rumah sakit

yang sama (misalnya dari bangsal rawat inap menuju intensive care unit); 3)

perpindahan dari suatu instansi rumah sakit menuju: rumah, layanan kesehatan

primer (antara lain: puskesmas, praktek pribadi dokter yang bekerja sama dengan

apotek, atau klinik), atau rumah sakit lain (Setiawan, et al, 2015).

Page 35: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

20

Dalam PMK No.58 Tahun 2014 rekonsiliasi obat merupakan proses

membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien.

Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat (medication

error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat.

Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari

satu rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien

yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.

Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:

a. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan

pasien;

b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya

instruksi dokter; dan

c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi

dokter.

Sedangkan setelah itu diatur pula tahap proses rekonsiliasi obat yang

terdiri dari pengumpulan data, komparasi, melakukan konfirmasi kepada dokter

apabila terjadi kesalahan, dan komunikasi. Berikut penjelasan masing-masing

tahap:

a. Pengumpulan data

Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan

digunakan pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat mulai

diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek

Page 36: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

21

samping obat yang pernah terjadi. khusus untuk data alergi dan efek samping

obat, dicatat tanggal kejadian, obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi

dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan.

Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien,

daftar obat pasien, obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication

chart. Data obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan

sebelumnya. Semua obat yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun obat

bebas termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.

b. Komparasi

Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang dan

akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana

ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut.

Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada obat yang hilang, berbeda,

ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada

rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional)

oleh dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional)

dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan Resep.

c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan

ketidaksesuaian dokumentasi.

Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24

jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah menentukan bahwa

adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja;

Page 37: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

22

mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti; dan

memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi

obat.

d. Komunikasi

Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau

perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung

jawab terhadap informasi obat yang diberikan.

2.1.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Rata-rata, 50% pasien tak menggunakan obat yang diresepkan dengan benar,

meminumnya tidak teratur, atau tidak sama sekali. Alasan yang paling umum

adalah karena gejala telah berhenti, efek samping yang terjadi, obat tidak

dianggap efektif, atau jadwal dosis rumit bagi pasien, terutama orang tua. Tidak

patuhnya pasien terhadap pengobatan mungkin tidak memiliki konsekuensi serius

bagi sebagian obat, namun pada sebagin lainnya, obat menjadi tidak efektif atau

beracun jika digunakan tidak teratur (WHO, 1994).

Kepatuhan pasien terhadap pengobatan dapat ditingkatkan dengan tiga cara

yaitu, pemilihan terapi obat yang baik. menciptakan hubungan dokter-pasien yang

baik, atau meluangkan waktu untuk memberikan informasi yang diperlukan,

seperti petunjuk dan peringatan. Terapi obat yang baik terdiri dari sedikitnya obat

yang diresepkan, dengan tindakan cepat, sedikit efek samping sesedikit mungkin,

dalam bentuk sediaan yang tepat, jadwal dosis sederhana (satu atau dua kali

sehari), dan durasi pengobatan sesingkat mungkin (WHO, 1994).

Page 38: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

23

Pelayanan Informasi Obat (PIO) adalah salah satu untuk mengurangi

ketidapatuhan tersebut. Pasien membutuhkan informasi, petunjuk dan peringatan

agar mereka memiliki pengetahuan untuk menerima dan mengikuti pengobatan

serta mendapat keterampilan yang diperlukan untuk menggunkaa obat dengan

tepat. Dalam beberapa studi, kurang dari 60% pasien telah memahami bagaimana

menggunakan obat yang mereka terima. Informasi harus diberikan yang jelas,

menggunakan bahasa umum dan meminta pasien untuk mengulang kata-kata yang

diucapkan petugas oleh dirinya sendiri terkait beberapa informasi inti, untuk

memastikan bahwa infromasi terlah dipahami (WHO, 1994).

Dalam memberikan infromasi terkait obat apoteker harus memberikan

informasi obat untuk pasien yang akurat dan komprehensif . Infromasi terrapi obat

juga diinformasikan untuk profesional kesehatan, pasien, dan perawat pasien yang

sesuai. Tanggapan terhadap permintaan informasi obat umum dan pasien-spesifik

harus disediakan secara akurat dan tepat waktu oleh apoteker, dan harus ada

penilaian untuk memastikan kualitas tanggapan yang diberikan (ASHP, 2013).

Apoteker juga harus menginformasikan pada staf dan penyedia layanan

kesehatan rumah sakit tentang penggunaan obat secara berkelanjutan melalui

publikasi yang tepat, presentasi, dan program terterntu. Apoteker harus

memastikan penyebaran informasi produk obat secara tepat waktu (misalnya,

ingat pemberitahuan, perubahan pelabelan, dan perubahan ketersediaan produk).

Infromasi pun dapat diberikan dengan komunikasi elektronik (misalnya, situs

web, newsletter email, intranet posting), cara ini lebih efektif dan lebih mudah

diakses (ASHP, 2013).

Page 39: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

24

Menurut PMK No. 58 Tahun 2014 PIO merupakan kegiatan penyediaan dan

pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias,

terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, apoteker,

perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah

Sakit. PIO bertujuan untuk:

a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan

di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah sakit;

b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan

dengan obat/sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai,

terutama bagi tim farmasi dan terapi;

c. Menunjang penggunaan obat yang rasional.

Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang

bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan

informasi obat memberikan informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan

melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan buletin,

brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker

pelayanan informasi obat mernberikan informasi obat sebagai jawaban atas

pertanyaan yang diterima (Dirjen Pelayanan Farmasi dan Alat Kesehatan, 2006).

Sedangkan dalam PMK No.58 Tahun 2014 kegiatan tersebut, meliputi :

a. Menjawab pertanyaan;

b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter;

Page 40: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

25

c. Menyediakan informasi bagi tim farmasi dan terapi sehubungan dengan

penyusunan formularium rumah sakit;

d. Bersama dengan tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)

melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap;

e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga

kesehatan lainnya; dan

f. Melakukan penelitian.

2.1.5 Konseling

Konseling berasal dari kata counsel yang artinya memberikan saran,

melakukan diskusi dan pertukaran pendapat. Konseling adalah suatu kegiatan

bertemu dan berdiskusinya seseorang yang membutuhkan (klien) dan

seseorang yang memberikan (konselor) dukungan dan dorongan sedemikian

rupa sehingga klien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam

pemecahan masalah. Konseling pasien merupakan bagian tidak terpisahkan

dan elemen kunci dari pelayanan kefarmasian, karena Apoteker sekarang ini

tidak hanya melakukan kegiatan compounding dan dispensing saja, tetapi juga

harus berinteraksi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya dimana

dijelaskan dalam konsep Pharmaceutical Care. Dapat disimpulkan bahwa

pelayanan konseling pasien adalah suatu pelayanan farmasi yang mempunyai

tanggung jawab etikal serta medikasi legal untuk memberikan informasi dan

edukasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan obat (Dirjen Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).

Page 41: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

26

Apoteker harus berpartisipasi dalam konseling pasien. Apoteker harus

membantu untuk memastikan bahwa semua pasien diberikan informasi yang

memadai tentang obat yang mereka terima untuk membantu pasien

berpartisipasi dalam keputusan perawatan kesehatan mereka sendiri dan

mendorong kepatuhan terhadap pengobatan. Kegiatan konseling pasien harus

dikoordinasikan dengan keperawatan, medis, dan staf klinis lainnya yang

diperlukan. Materi terkait obat yang dikembangkan oleh layanan lain dan

departemen serta sumber komersial harus ditinjau oleh staf farmasi (ASHP,

2013).

Konseling obat dalam PMK No.58 Tahun 2014 adalah suatu aktivitas

pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat dari apoteker (konselor)

kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan

maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif

apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian

konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga

terhadap apoteker.

Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil

terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan

meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan

penggunaan obat bagi pasien (patient safety).

Secara khusus konseling obat ditujukan untuk:

a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien;

Page 42: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

27

b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;

c. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat;

d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan

obat dengan penyakitnya;

e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;

f. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat;

g. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam

hal terapi;

h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan

i. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga

dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu

pengobatan pasien.

Dalam PMK No.58 Tahun 2014 pun diatur mengenai kriteria pasien

yang harus diberikan konseling, di antaranya adalah pasien kondisi khusus

(pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui), pasien

dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dan lain-

lain), pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus

(penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off), pasien yang

menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin), pasien

yang menggunakan banyak obat (polifarmasi).

Page 43: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

28

2.1.6 Visite

Visite dalam PMK No. 58 Tahun 2014 merupakan kegiatan kunjungan ke

pasien rawat inap yang dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim

tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan

mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan ROTD, meningkatkan

terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien

serta profesional kesehatan lainnya.

Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit

baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program rumah sakit yang

biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care).

Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus mempersiapkan diri dengan

mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi obat

dari rekam medik atau sumber lain.

Kegiatan visite dapat dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau

kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan situasi dan kondisi.

Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing (lihat tabel) yang

perlu diperhatikan dalam melakukan kegiatan visite dan menetapkan rekomendasi

(Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, 2011).

Dalam pelaksanaan visite kolaborasi banyak kendala yang dialami

petugas. Beberapa studi menggambarkan sikap dokter terhadap peran farmasi

klinik khususnya pendampingan apoteker. Di Sudan, dokter menjadi tidak

nyaman dengan adanya apoteker yang merekomendasikan peresepan obat untuk

Page 44: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

29

pasien meskipun jenis pengobatan tersebut untuk penyakit minor. Sedangkan, di

Jordan terdapat 63% dokter mengharapkan apoteker untuk mengajari pasien

mereka mengenai keamanan dan ketepatan penggunaan obat. Di samping itu,

sebagian dokter menyetujui bahwa apoteker selalu dapat diandalkan sebagai

sumber informasi obat (Abu-Garbieh, et al., 2010).

a. Visite Mandiri

Pada kegiatan visite mandiri, apoteker harus memperkenalkan diri kepada

pasien dan keluarganya agar timbul kepercayaan mereka terhadap profesi apoteker

sehingga mereka dapat bersikap terbuka dan kooperatif. Apoteker berkomunikasi

efektif secara aktif untuk menggali permasalahan pasien terkait penggunaan obat

(lihat informasi penggunaan obat di atas). Respon dapat berupa keluhan yang

disampaikan oleh pasien, misalnya: rasa nyeri menetap/bertambah, sulit buang air

besar; atau adanya keluhan baru, misalnya: gatal-gatal, mual, pusing. Apoteker

harus melakukan kajian untuk memastikan apakah keluhan tersebut terkait dengan

penggunaan obat yang telah diberitahukan sebelumnya, misalnya urin berwarna

merah karena penggunaan rifampisin; mual karena penggunaan siprofloksasin

atau metformin (Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, 2011).

Setelah bertemu dengan pasien berdasarkan informasi penggunaan yang

diperoleh, apoteker dapat (i) menetapkan status masalah (aktual atau potensial),

dan (ii) mengidentifikasi adanya masalah baru. Pada visite mandiri, rekomendasi

lebih ditujukan kepada pasien dengan tujuan untuk meningkatkan kepatuhan

penggunaan obat dalam hal aturan pakai, cara pakai, dan hal-hal yang harus

Page 45: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

30

diperhatikan selama menggunakan obat. Rekomendasi kepada pasien yang

dilakukan oleh apoteker dapat berupa konseling, edukasi, dan pendampingan cara

penggunaan obat. (Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, 2011)

Setelah pelaksanaan visite mandiri, apoteker dapat menyampaikan

rekomendasi kepada perawat tentang jadwal dan cara pemberian obat, misalnya:

obat diberikan pada waktu yang telah ditentukan (interval waktu pemberian yang

sama), pemberian obat sebelum/sesudah makan, selang waktu pemberian obat

untuk mencegah terjadinya interaksi, kecepatan infus, jenis pelarut yang

digunakan, stabilitas dan ketercampuran obat suntik. Rekomendasi kepada

perawat yang dilakukan oleh apoteker dapat berupa konseling, edukasi, dan

pendampingan cara penyiapan obat. Rekomendasi yang diberikan harus

berdasarkan pada bukti terbaik, terpercaya dan terkini agar diperoleh hasil terapi

yang optimal. Rekomendasi kepada apoteker lain dapat dilakukan dalam proses

penyiapan obat, misalnya: kalkulasi dan penyesuaian dosis, pengaturan jalur dan

laju infus. Rekomendasi kepada dokter yang merawat yang dilakukan oleh

apoteker dapat berupa diskusi pembahasan masalah dan kesepakatan keputusan

terapi. Apoteker juga harus memantau pelaksanaan rekomendasi kepada pasien,

perawat, atau dokter. Jika rekomendasi belum dilaksanakan maka apoteker harus

menelusuri penyebab tidak dilaksanakannya rekomendasi dan mengupayakan

penyelesaian masalah. (Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, 2011).

Page 46: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

31

b. Visite Kolaborasi

Pada kegiatan visite bersama dengan tenaga kesehatan lain, perkenalan

anggota tim kepada pasien dan keluarganya dilakukan oleh ketua tim visite. Pada

saat mengunjungi pasien, dokter yang merawat akan memaparkan perkembangan

kondisi klinis pasien berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan

wawancara dengan pasien; hal ini dapat dimanfaatkan apoteker untuk

memperbarui data pasien yang telah diperoleh sebelumnya atau mengkaji ulang

permasalahan baru yang timbul karena perubahan terapi. Apoteker harus

berpartisipasi aktif dalam menggali latar belakang permasalahan terkait

penggunaan obat (Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, 2011)

Sebelum memberikan rekomendasi, apoteker berdiskusi dengan anggota

tim secara aktif untuk saling mengklarifikasi, mengkonfirmasi, dan melengkapi

informasi penggunaan obat, Pada visite tim, rekomendasi lebih ditujukan kepada

dokter yang merawat dengan tujuan untuk meningkatkan hasil terapi, khususnya

dalam pemilihan terapi obat, misalnya pemilihan jenis dan rejimen antibiotika

untuk terapi demam tifoid, waktu penggantian antibiotika injeksi menjadi

antibiotika oral, lama penggunaan antibiotika sesuai pedoman terapi yang berlaku.

Rekomendasi yang diberikan harus berdasarkan informasi dari pasien,

pengalaman klinis (kepakaran) dokter dan bukti terbaik yang dapat diperoleh.

Rekomendasi tersebut merupakan kesepakatan penggunaan obat yang terbaik agar

diperoleh hasil terapi yang optimal. Pemberian rekomendasi kepada dokter yang

merawat dikomunikasikan secara efektif, misalnya: saran tertentu yang bersifat

Page 47: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

32

sensitif (dapat menimbulkan kesalahpahaman) diberikan secara pribadi (tidak di

depan pasien/perawat (Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, 2011).

Setelah rekomendasi disetujui dokter yang merawat untuk

diimplementasikan, apoteker harus memantau pelaksanaan rekomendasi

perubahan terapi pada rekam medik dan catatan pemberian obat. Jika rekomendasi

belum dilaksanakan maka apoteker harus menelusuri penyebabnya dan

mengupayakan penyelesaian masalah (Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan,

2011).

2.1.7 Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan Terapi Obat (PTO) dalam PMK No.58 Tahun 2014

merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat

yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan

efektivitas terapi dan meminimalkan risiko ROTD. Pasien yang mendapatkan

terapi obat mempunyai risiko mengalami masalah terkait obat. Kompleksitas

penyakit dan penggunaan obat, serta respons pasien yang sangat individual

meningkatkan munculnya masalah terkait obat. Hal tersebut menyebabkan

perlunya dilakukan PTO dalam praktek profesi untuk mengoptimalkan efek terapi

dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.

Hasil meta-analisis yang dilakukan di Amerika Serikat pada pasien rawat

inap didapatkan hasil angka kejadian ROTD yang serius sebanyak 6,7% dan

ROTD yang fatal sebanyak 0,32%. Sementara penelitian yang dilakukan di rumah

sakit di Perancis menunjukkan : masalah terkait obat yang sering muncul antara

Page 48: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

33

lain: pemberian obat yang kontraindikasi dengan kondisi pasien (21,3%), cara

pemberian yang tidak tepat (20,6%), pemberian dosis yang sub terapeutik

(19,2%), dan interaksi obat (12,6%).1 Data dari penelitian yang dilakukan di satu

rumah sakit di Indonesia menunjukkan 78,2% pasien geriatri selama menjalani

rawat inap mengalami masalah terkait obat. Beberapa masalah yang ditemukan

dalam praktek apoteker komunitas di Amerika Serikat, antara lain: efek samping

obat, interaksi obat, penggunaan obat yang tidak tepat.3 Sementara di Indonesia,

data yang dipublikasikan tentang praktek apoteker di komunitas masih terbatas

(Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, 2009).

Keberadaan apoteker memiliki peran yang penting dalam mencegah

munculnya masalah terkait obat. Apoteker sebagai bagian dari tim pelayanan

kesehatan memiliki peran penting dalam PTO. Pengetahuan penunjangdalam

melakukan PTO adalah patofisiologi penyakit; farmakoterapi; serta interpretasi

hasil pemeriksaan fisik, laboratorium dan diagnostik. Selain itu, diperlukan

keterampilan berkomunikasi, kemampuan membina hubungan interpersonal, dan

menganalisis masalah. Proses PTO merupakan proses yang komprehensif mulai

dari seleksi pasien, pengumpulan data pasien, identifikasi masalah terkait obat,

rekomendasi terapi, rencana pemantauan sampai dengan tindak lanjut. Proses

tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan sampai tujuan terapi tercapai

(Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, 2009).

Kegiatan dalam PTO menurut PMK No.58 Tahun 2014 meliputi:

Page 49: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

34

a. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi,

Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);

b. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat; dan

c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.

2.1.8 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan

setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim

yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek

Samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja

farmakologi.

Monitoring efek samping obat yang benar adalah dicatat pada lembar

MESO yang kemudian akan ditandatangani oleh dokter, kemudian akan

dikirimkan secara ke pusat MESO Indonesia, yaitu Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM) di Jakarta (Purwantiastuti, 2015).

Pengawalan dan pemantauan aspek keamanan obat pascapemasaran

dilakukan untuk mengetahui efektifitas (efectiveness) dan keamanan penggunaan

obat pada kondisi kehidupan nyata atau praktik klinik yang sebenarnya. Banyak

bukti menunjukkan bahwa sebenarnya Efek Samping Obat (ESO) dapat dicegah,

dengan pengetahuan yang bertambah, yang diperoleh dari kegiatan pemantauan

aspek keamanan obat pasca pemasaran (atau yang sekarang lebih dikenal dengan

istilah Farmakovigilans. Sehingga, kegiatan ini menjadi salah satu komponen

Page 50: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

35

penting dalam sistem regulasi obat, praktik klinik dan kesehatan masyarakat

secara umum.

2.1.9 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) dalam PMK No. 58 Tahun 2014 merupakan

program evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara

kualitatif dan kuantitatif.

Tujuan EPO yaitu:

j. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat;

k. Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu;

l. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat; dan

h. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.

2.1.10 Dispensing Sediaan Steril

Pencampuran sediaan steril harus dilakukan secara terpusat di instalasi

farmasi rumah sakit untuk menghindari infeksi nosokomial dan terjadinya

kesalahan pemberian obat. Pencampuran sediaan steril merupakan rangkaian

perubahan bentuk obat dari kondisi semula menjadi produk baru dengan proses

pelarutan atau penambahan bahan lain yang dilakukan secara aseptis oleh

apoteker di sarana pelayanan kesehatan (ASHP, 1985) dalam (Dirjen Bina

Farmasi dan Alat Kesehatan, 2009).

Aseptis berarti bebas mikroorganisme. Teknik aseptis didefinisikan

sebagai prosedur kerja yang meminimalisir kontaminan mikroorganisme dan

Page 51: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

36

dapat mengurangi risiko paparan terhadap petugas. Kontaminan kemungkinan

terbawa ke dalam daerah aseptis dari alat kesehatan, sediaan obat, atau petugas

jadi penting untuk mengontrol faktor-faktor ini selama proses pengerjaan produk

aseptis.. Pencampuran sediaan steril harus memperhatikan perlindungan produk

dari kontaminasi mikroorganisme; sedangkan untuk penanganan sediaan

sitostatika selain kontaminasi juga memperhatikan perlindungan terhadap petugas,

produk dan lingkungan (Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, 2009).

Sedangkan menurut PMK No. 58 Tahun 2014 dispensing sediaan steril

harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan teknik aseptik untuk

menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat

berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.

Dispensing sediaan steril dalam PMK No.58 Tahun 2014 bertujuan:

a. Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang

dibutuhkan;

b. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk;

c. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya; dan

d. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.

2.1.11 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil

pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena

indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter. Kegiatan

PKOD meliputi:

Page 52: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

37

a. Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan PKOD

b. Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan PKOD

c. Menganalisis hasil pemeriksaan kadar

2.2 Medication Error

Kesalahan obat (medication error) adalah setiap kejadian yang

sebenarnya dapat dicegah yang dapat menyebabkan atau membawa kepada

penggunaan obat yang tidak layak atau membahayakan pasien, ketika obat

dalam kontrol petugas kesehatan, pasien, atau konsumen (NCCMERP)

(Cahyono, 2008).

Kejadian kesalahan obat (medication error) merupakan salah satu

ukuran pencapaian keselamatan pasien. Medicaton error dapat terjadi pada

tahap peresepan (precribing), penyiapan (dispensing), dan pemberian obat

(drug administrastion) . Kesalahan pada salah satu tahap dapat

menimbulkan kesalahan pada tahap selanjutnya. Kejadian kesalahan obat

(medication error) terkait dengan praktisi, produk obat, prosedur,

lingkungan atau sistem yang melibatkan peresepan (prescibing) ,

penyiapan (dispensing), dan administrasi (administration) (Tajuddin, et

al. 2012)

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan

No.1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di

apotek, kesalahan obat (medication error) adalah kejadiaan yang

merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga

Page 53: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

38

kesehatan yang sebenarnya dapat dicegah. Kesalahan pengobatan biasa

terjadi di rumah sakit dan kesalahan dapat terjadi pada setiap tahap dari

peresepan (dokter) melalui dispensing (apoteker atau staf dispensing)

untuk administrasi (keperawatan atau pasien sendiri) (Depkes, 2006).

Leape, et. Al (1995) mengidentifikasi penyebab kesalahan antara

lain 1) Kurangnya diseminasi pengetahuan, terutama para dokter yang

merupakan 22 % penyebab kesalahan, 2) Tidak cukupnya informasi, 14%

dari kesalahan mengenai pasien seperti halnya data uji laboratorium, 3)

Sebanyak 10% kesalahan dosis yang kemungkinan disebabkan oleh tidak

diikutinya SOP pengobatan, 4) 9% Lupa, 5) 9% kesalahan dalam

membaca resep seperti tulisan tidak terbaca, interprestasi perintah dalam

resep, dan singkatan dalam resep, 6) Salah mengerti perintah lisan, 7)

Pelabelan dan kemasan, 8) Stok dan penyimpanan obat yang tidak baik,

9) Masalah dengan standard an distribusi, 10) Assesment alat penyampai

obat yang tidak baik saat membeli dan penggunaan, 11) Stress di

lingkungan kerja, dan 12) Ketidaktahuan pasien.

Ada pun menurut Kepmenkes tahun 2004 tentang standa

pelayanan kefarmasian di apotek faktor-faktor lain yang berkontribusi

pada kesalahan obat (medication error) antara lain:

1. Komunikasi atau kegagalan berkomunikasi

Hal ini merupakan suber utama terjadinya kesalahan. Institusi pelayanan

kesehatan harus menghilangkan hambatan komunikai antar petugas

Page 54: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

39

kesehatan dan membuat SOP bagiaman resep/penerimaan obat dan

informasi obat lainnya dikomunikasikan. Komunikasi baik antar apoteker

maupun dengan petugas kesehatan lainnya perlu dilakukan dengan jelas

untuk menghindari penafsiran ganda atau ketidaklengkapan informasi

dengan berbicara perlahan dan jelas. Perlu dibuat daftarsingkatan dan

penulisan dosis yang berisiko menimbulkan kesalahan untuk diwaspadai.

2. Kondisi lingkungan

Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi

linngkungan, area disepensing harus didesain dengan tepat dan sesuai

dengan alur kerja, untuk menurunkan kelelahan dengan pencahayaan

yang cukup dan temperatur yang nyaman. Selain itu, area kerja harus

bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya keslaahan. Obat untuk

setiap pasien perlu disiapkan dalam nampan terpisah.

3. Gangguan/interupsi saat bekerja

Gangguan/interupsi harus seminimum mungkin dengan mengurangi

interupsi baik langsung maupun melalui telepon.

4. Beban kerja

Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk

mengurangi stres dan beban kerja berlebihan sehingga dapat menurunkan

kesalahan.

5. Edukasi staf

Page 55: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

40

Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam

menurunkan insiden/kesalahan,tetapi mereka dapat memainkan peran

penting ketika dilibatka dalam sistem menurunkan insiden/kesalahan.

Sedangkan menurut American Hospital Association, kesalahan

obat (medication error) antara lain dapat terjadi pada situasi berikut:

1. Informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi

tentang riwayat alergi dan penggunaan obat sebelumnya.

2. Tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum atau

menggunakan obat, frekuensi dan lama pemberian hingga peringatan jika

timbul efek samping.

3. Kesalahan komunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi apoteker

yang keliru dalam membaca resep dokter, kesalahan membaca nama obat

yang relatif mirip dengan obat lainnya, kesalahan membaca desimal,

pembacaan unit dosis hingga singkatan peresepan yang tidak jelas.

4. Pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga berisiko dibaca keliru

oleh pasien.

5. Faktor-faktor lingkungan, seperti ruang apotek/ruang obat yang tidak

terang, hingga suasana tempat kerja yang tidak nyaman yang dapat

mengakibatkan timbulnya medication error.

Page 56: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

41

2.3 Pencegahan Medication Error

Dalam Pedoman Tanggung Jawab Apoteker terhadap Keselamatan Pasien,

maka upaya pencegahan kesalahan obat (medication error) adalah sebagai berikut

(Depkes, 2008):

1. Mendorong fungsi dan pembatasan (forcing function& constraints): suatu

upaya mendesain sistem yang mendorong seseorang melakukan hal yang

baik, contoh : sediaan potasium klorida siap pakai dalam konsentrasi 10%

Nacl 0.9%, karena sediaandi pasar dalam konsentrasi 20% (>10%) yang

mengakibatkan fatal (henti jantung dan nekrosis pada tempat injeksi)

2. Otomasi dan komputer (Computerized Prescribing Order Entry):

membuat statis/robotisasi pekerjaan berulang yang sudah pasti dengan

dukungan teknologi, contoh : komputerisasi proses penulisan resep oleh

dokter diikuti dengan ‖/tanda peringatan‖ jika di luar standar (ada penanda

otomatis ketika digoxin ditulis 0.5g)

3. Standard dan protokol, standarisasi prosedur: menetapkan standar

berdasarkan bukti ilmiah dan standarisasi prosedur (menetapkan standar

pelaporan insiden dengan prosedur baku). Kontribusi apoteker dalam

Panitia Farmasi dan Terapi serta pemenuhan sertifikasi/akreditasi

pelayanan memegang peranan penting.

4. Sistem daftar tilik dan cek ulang: alat kontrol berupa daftar tilik dan

penetapan cek ulang setiap langkah kritis dalam pelayanan. Untuk

mendukung efektifitas sistem ini diperlukan pemetaan analisis titik kritis

dalam sistem.

Page 57: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

42

5. Peraturan dan Kebijakan : untuk mendukung keamanan proses manajemen

obat pasien. contoh : semua resep rawat inap harus melalui supervisi

apoteker

6. Pendidikan dan Informasi: penyediaan informasi setiap saat tentang obat,

pengobatan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan tentang prosedur untuk

meningkatkan kompetensi dan mendukung kesulitan pengambilan

7. keputusan saat memerlukan informasi

8. Lebih hati-hati dan waspada:membangun lingkungan kondusif untuk

mencegah kesalahan, contoh : baca sekali lagi nama pasien sebelum

menyerahkan.

2.4 Kerangka Teori

Berdasarkan seluruh teori yang telah dipaparkan maka dapat disusun

kerangka teori yang menjelaskan mengenai sistem keselamatan pasien pada

pelayanan farmasi klinik di rumah sakit. Pada penelitian ini unsur sistem yang

digunakan tiga yaitu input, proses dan output.

Input, proses, dan output yang dalam pelayanan farmasi klinik di sini

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit yang mengacu pada PMK No.58

Tahun 2014 tentang standar pelayanan farmasi rumah sakit. Input terdiri dari

SDM, sarana dan prasarana, serta kebijakan. Proses terdiri dari pengkajian dan

pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat,

pelayanan informasi obat, konseling, visite,pemantauan terapi obat, monitoring

efek samping obat, evaluasi penggunaan obat, dispensing sediaan steril, dan

Page 58: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

43

pemantauan kadar obat dalam darah. Sedangkan ouput adalah terlaksananya

pelayanan farmasi klinik sesuai dengan PMK No.58 Tahun 2014. Maka skema

kerangka teorinya adalah sebagai berikut:

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber: (PMK No. 58 Tahun 2014, Kepmenkes 129 Tahun 2008)

Pelayanan farmasi klinik di

rumah sakit

PROSES INPUT:

1. SDM

2. Sarana dan Prasarana

3. Kebijakan/SOP

1. Pengkajian dan

Pelayanan resep

2. Penelusuran riwayat

penggunaan obat

3. Rekonsiliasi obat

4. Pelayanan informasi obat

5. Konseling

6. visite

7. Pemantauan terapi obat

8. Monitoring efek samping

obat

9. Evaluasi penggunaan

obat

10. Dispensing sediaan steril

11. Pemantauan kadar obat

dalam darah

OUTPUT :

Standar

pencapaian

pelayanan farmasi

klinik sesuai

dengan PMK 58

tahun 2014:

1. Jumlah

pelayanan

dilaksanakan

100%

2. Tidak adanya

kejadian

kesalahan

pemberian

obat 100%

Page 59: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

44

BAB III

KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Pikir

Berdasarkan kerangka teori sebelumnya maka kerangka konsep yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagan 3.1 Kerangka Pikir

Pada penelitian ini digunakan pendekatan sistem melalui input,

proses, dan output untuk mengetahui gambaran secara utuh pelaksanaan

pelayanannya. Pada penelitian ini unsur sistem yang paling

PROSES

Pelayanan pelayanan farmasi

klinik di rumah sakit

INPUT:

1. SDM

2. Sarana dan Prasarana

3. Kebijakan/SOP 1. Pengkajian dan Pelayanan

resep

2. Rekonsiliasi obat

3. Pelayanan informasi obat

4. Konseling

5. visite

6. Pemantauan terapi obat

7. Monitoring efek samping

obat

8. Evaluasi penggunaan obat

9. Dispensing sediaan steril

OUTPUT :

Standar

pencapaian

pelayanan

farmasi klinik

sesuai dengan

PMK 58 tahun

2014:

1. Jumlah

pelayanan

farmasi

klinik yang

dilaksanakan

2. Jumlah

kejadian

kesalahan

pemberian

obat 100%

Page 60: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

45

menggambarkan fokus penelitian yaitu pada proses. Proses yang dalam

pelayanan farmasi klinik di RS X mengadopsi PMK No.58 Tahun 2014

tentang standar pelayanan farmasi rumah sakit. Proses tersebut terdiri dari

pengkajian dan pelayanan resep, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi

obat, konseling, visite,pemantauan terapi obat, monitoring efek samping

obat, evaluasi penggunaan obat, dan dispensing sediaan steril. Untuk

variabel penelusuran penggunaan obat tidak diteliti karena harus

melibatkan proses yang panjang dengan mengkaji rekam medis pasien

yang rahasia dan tidak bisa diteliti sembarang orang, serta pemantauan

kadar obat dalam darah pun tidak diteliti karena harus melibatkan proses

pemeriksaan darah yang panjang serta bantuan dan izin dari tenaga medis.

Page 61: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

46

3.2 Definisi Istilah

Tabel 3.1 Definisi Istilah

Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Infroman

Hasil Ukur Utama Pendukung

SDM

Apoteker dan tenaga

kefarmasian yang

memiliki kemampuan

dan pengetahuan tentang

pelayanan farmasi

Wawancara

mendalam

dan tealaah

dokumen

Pedoman

wawancara,

pedoman

telaah

dokumen

Kepala

bagian

farmasi

Petugas bagian

pengelola

sumber daya

bagian farmasi

1. Informasi mengenai

jumlah tenaga kefarmasian

di RS X

2. Informasi mengenai latar

belakang petugas

pelayanan farmasi di RS X

3. Informasi mengenai

standar dan kebijakan

sebagai aopteker atau

petugas kefarmasian

lainnya di RS X

Page 62: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

47

Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Infroman

Hasil Ukur Utama Pendukung

Sarana dan

Prasarana

Fasilitas dan ruang yang

memadai dalam hal

kualitas dan kuantitas

yang dapat menunjang

fungsi dan proses

pelayanan kefarmasian,

menjamin lingkungan

kerja yang aman untuk

petugas, dan

memudahkan sistem

komunikasi rumah sakit

Wawancara

mendalam,

observasi,

dan telaah

dokumen

Pedoman

wawancara,

ceklis

observasi,

dan

pedoman

telaah

dokumen

Kepala

bagian

farmasi

Petugas

pengelola

sarana dan

prasarana

farmasi

1. Informasi mengenai sarana

dan prasarana standar

kefarmasian di RS X

2. Infrormasi mengenai

perawatan sarana dan

prasarana kefarmasian di RS

X

3. Informasi mengenai

kelengkapan sarana dan

prasarana kefarmasian di RS

X

4. Informasi mengenai

kesesuaian penggunaan

sarana dan prasarana

kefarmasian di RS X

Page 63: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

48

Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Infroman

Hasil Ukur Utama Pendukung

Kebijakan/SOP

Kebijaka atau aturan

yang digunakan rumah

sakit untuk menjalankan

kegiatan pelayanan

farmasi klinik

Wawancara

mendalam,

dan telaah

dokumen

Pedoman

wawancara,

dan

pedoman

telaah

dokumen

Kepala

bagian

farmasi

Petugas teknis

farmasi

1. Informasi mengenai

peraturan atau kebijakan

standar kefarmasian yag

digunakan rumah sakit di RS

X

2. Informasi mengenai

pelaksanaan kebijakan atau

peraturan yang telah dibuat

di RS X

3. Informasi mengenai

kesesuaian kebiajakan atau

peraturan rumah sakit

dengan perundang undangan

di RS X

Pengkajian dan

Pelayanan

resep

Pelayanan resep dimulai

dari penerimaan,

pemeriksaan

ketersediaan, pengkajian

resep, penyiapan sediaan

Wawancara

mendalam,

observasi,

dan telaah

dokumen

Pedoman

wawancara,

observasi,

dan

pedoman

Kepala

bagian

farmasi

1. Petugas

farmasi

penerima

resep

2. Petugas

1. Informasi mengenai

kelengkapan administrasi

resep di RS X

2. Informasi mengenai

persyaratan farmasetik

Page 64: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

49

Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Infroman

Hasil Ukur Utama Pendukung

farmasi, alat kesehatan

dan bahan medis habis

pakai termasuk

peracikan obat,

pemeriksaan,

penyerahan disertai

pemberian informasi

telaah

dokumen

peracik

obat

resep di RS X

3. Informasi mengenai

persyaratan klinis resep di

RS X

Rekonsiliasi

obat

Proses membandingkan

instruksi pengobatan

dengan obat yang telah

didapat pasien.

Pencegahan terjadinya

kesalahan obat

(medication error) yaitu

obat tidak diberikan,

duplikasi, kesalahan

dosis atau interaksi obat,

terutama pada

pemindahan pasien

Wawancara

mendalam

dan

observasi

Pedoman

wawancara,

dan

pedoman

observasi

Kepala

bagian

farmasi

1. Apoteker

petugas

distribusi

obat

1. Informasi mengenai

keakuratan obat yang

digunakan pasien di RS X

2. Informasi mengenai

ketidasesuaian obat akibat

tak terdokumentasinya

instruksi dokter di RS X

3. Informasi mengenai

ketidasesuaian pemberian

obat akibat tak terbacanya

instruksi dokter di RS X

Page 65: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

50

Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Infroman

Hasil Ukur Utama Pendukung

antarrumah sakit, antar

ruang perawatan, serta

pada pasien yang keluar

dari rumah sakit ke

layanan kesehatan

primer dan sebaliknya.

Pelayanan

informasi obat

kegiatan penyediaan dan

pemberian informasi,

rekomendasi obat yang

independen, akurat,

tidak bias, terkini dan

komprehensif yang

dilakukan oleh apoteker

kepada dokter, apoteker,

perawat, profesi

kesehatan lainnya serta

pasien dan pihak lain di

luar rumah sakit

Wawancara

mendalam

dan

observasi

Pedoman

wawancara

dan

pedoman

observasi

Kepala

bagian

farmasi

Apoteker

yang

bertugas

memberikan

PIO

1. Informasi mengenai

sediaan informasi tentang

obat kepada pasien dan

tenaga kesehatan di

lingkungan RS dan pihak

lain luar RS di RS X

2. Infromasi mengenai

sediaan informasi untuk

membuat kebijakan yang

berhubungan dengan

obat di RS X

3. Informasi mengenai

penggunaan obat yag

Page 66: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

51

Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Infroman

Hasil Ukur Utama Pendukung

rasional di RS X

Konseling

Aktivitas pemberian

nasihat atau saran terkait

terapi obat dari

Apoteker (konselor)

kepada pasien dan/atau

keluarganya.

Wawancara

mendalam

dan

observasi

Pedoman

wawancara

dan

pedoman

observasi

Kepala

bagian

farmasi

Apoteker yang

bertugas

sebagai

konselor

1. Informasi mengenai jenis

konseling yang

dilakukan RS di RS X

2. Informasi mengenai

komunikasi antar

apoteker dan pasien di

RS X

3. Informasi mengenai

teknik konseling

apoteker dengan pasien

di RS X

Page 67: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

52

Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Infroman

Hasil Ukur Utama Pendukung

Visite

Kegiatan kunjungan ke

pasien rawat inap yang

dilakukan apoteker

secara mandiri atau

bersama tim tenaga

kesehatan untuk

mengamati kondisi

klinis pasien secara

langsung, dan mengkaji

masalah terkait obat,

memantau terapi obat

dan reaksi obat yang

tidak dikehendaki,

meningkatkan terapi

obat yang rasional, dan

menyajikan informasi

obat kepada dokter,

pasien serta profesional

kesehatan lainnya.

Wawancara

mendalam

dan

observasi

Pedoman

wawancara

dan

pedoman

observasi

1. Kepala

bagian

farmasi

2. Kepala

seksi

pelayana

n

farmasi

Apoteker

yang

bertugas

sebagai

visitor

1. Informasi mengenai

jenis visite yang ada di

RS di RS X

2. Informasi mengenai

jadwal visite apoteker di

RS X

3. Informasi mengenai cara

dan teknik visite yang

meliputi kegiatan

mengamati kondisi

klinis pasien, mengkaji

masalah terkait obat,

memantau terapi obat

dan reaksi obat yang

tidak dikehendaki,

meningkatkan terapi

obat yang rasional, dan

menyajikan informasi

obat kepada dokter,

Page 68: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

53

Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Infroman

Hasil Ukur Utama Pendukung

pasien serta profesional

kesehatan lainnya. di RS

X

Pemantauan

terapi obat

Proses yang mencakup

kegiatan untuk

memastikan terapi obat

yang aman, efektif dan

rasional bagi pasien.

Wawancara

mendalam,

observasi,

dan telaah

dokumen

Pedoman

wawancara,

observasi,

dan

pedoman

telaah

dokumen

1. Kepala

bagian

farmasi

2. Kepala

seksi

pelayana

n farmasi

Apoteker yang

bertugas

sebagai PTO

1. Informasi mengenai

pengkajian pemilihan

Obat, dosis, cara

pemberian Obat,

respons terapi, Reaksi

Obat yang Tidak

Dikehendaki (ROTD);

di RS X

2. Informasi mengenai

pemberian rekomendasi

penyelesaian masalah

terkait obat di RS X

3. Informasi mengenai

pemantauan efektivitas

dan efek samping terapi

Page 69: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

54

Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Infroman

Hasil Ukur Utama Pendukung

obat di RS X

Monitoring

efek samping

obat

Kegiatan pemantauan

setiap respon terhadap

obat yang tidak

dikehendaki, yang

terjadi pada dosis lazim

yang digunakan pada

manusia untuk tujuan

profilaksis, diagnosa dan

terapi.

Wawancara

mendalam,

observasi,

dan telaah

dokumen

Pedoman

wawancara,

observasi,

dan

pedoman

telaah

dokumen

1. Kepala

bagian

farmasi

2. Kepala

seksi

pelayana

n

farmasi

Apoteker yang

bertugas

sebagai MESO

1. Informasi mengenai efek

samping obat yang

ditemukan sedini

mungkin terutama untuk

yang berat, tak dikenal

dan jarang terjadi v

2. Informasi mengenai

frekuensi dan insidensi

efek samping obat yang

sudah dikenal dan baru

saja ditemukan di RS X

3. Informasi mengenai

faktor yang mungkin

dapat

menimbulkan/mempenga

ruhi angka kejadian dan

Page 70: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

55

Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Infroman

Hasil Ukur Utama Pendukung

hebatnya efek samping

obat di RS X

4. Informasi mengenai

usaha untuk

meminimalkan risiko

kejadian reaksi obat yang

tak dikehendaki di RS X

5. Informasi mengenai

pencegahan terulangnya

kejadian reaksi obat yang

tak dikehendaki di RS X

Evaluasi

penggunaan

obat

Program evaluasi

penggunaan Obat yang

terstruktur dan

berkesinambungan

secara kualitatif dan

kuantitatif.

Wawancara

mendalam,

dan telaah

dokumen

Pedoman

wawancara,

dan

pedoman

telaah

dokumen

Kepala

bagian

farmasi

Kepala sesksi

pelayanan

farmasi

1. Informasi mengenai

gambaran saat ini atas

pola penggunaan obat di

RS X

2. Informasi mengenai pola

penggunaan obat pada

periode waktu tertentu di

RS X

Page 71: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

56

Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Infroman

Hasil Ukur Utama Pendukung

3. Informasi mengenai

masukan atau saran yang

sudah terjad untuk

perbaikan penggunaan

obat di RS X

4. Informasi mengenai

penilaian pengaruh

intervensi atas pola

penggunaan obat di RS

X

Dispensing

sediaan steril

Kegiatan menjamin

sterilitas dan stabilitas

produk dan melindungi

petugas dari paparan zat

berbahaya serta

menghindari terjadinya

kesalahan pemberian

obat

Wawancara

mendalam,

dan

observasi

Pedoman

wawancara,

dan

observasi

Kepala

urusan

sterilisasi

Apoteker

petugas

dispensing

1. Informasi mengenai

jaminan pasien menerima

obat sesuai dosis yang

dibutuhkan di RS X

2. Informasi mengenai

jaminan sterilitas dan

stabilitas produk di RS X

3. Informasi mengenai

perlndungan petugas dari

Page 72: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

57

Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Infroman

Hasil Ukur Utama Pendukung

paparan zat berbahaya di

RS X

4. Informasi mengenai

pencegahan terjadinya

kesalahan pemberian

obat di RS X

Pencapaian

pelayanan

farmasi klinik

Kegiatan yang

pelayanan farmasi klinik

yang telah dilaksanakan

di rumah sakit

Wawancara Pedoman

wawancara

Kepala

bagian

farmasi

Staf

keselamatan

pasien

1. Informasi mengenai

jumlah kegiatan farmasi

klinik dilaksanakan di

RS X

2. Informasi mengenai

jumlah kegiatan farmasi

klinik yang belum

dilaksanakan di RS X

3. Informasi mengenai ada

tidaknya kesalahan

pengobatan yang terjadi

di RS X

Page 73: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

58

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatitf dan

kuantitatif. Pendekatan ini dipilih karena sesuai dengan pengertiannya yaitu secara

khusus berfungsi untuk menggali dan memahami makna yang berasal dari

individu dan kelompok terkait masalah sosial ataupun individu.

Model analisis penyebab masalah yang digunakan adalah pendekatan

sistem karena pada penelitian ini akan dieksplorasi permasalahan mengenai

gambaran kegiatan pelayanan farmasi klinik di RS X . Penelitian ini dibatasi oleh

waktu dan tempat serta individu yang diteliti. Yaitu akan diteliti pada Juni 2016-

Januari 2017 di Rumah Sakit X.

4.1.1 Substansi Kualitatif

Pada penelitian ini substansi yang diteliti secara kualitatif adalah

pada input (SDM, srana dan prasarana, dan kebijakan), proses pelayanan

farmasi klinik seperti pengkajian dan pelayanan resep, rekonsiliasi obat,

Pelayanan Informasi Obat (PIO), visite, konseling, Evaluasi Penggunaan

Obat (EPO), Monitoring Efek Samping Obat (MESO), dan dispensing

sediaan streril diteliti serta laporan kejadian kesalahan pengobatan

Page 74: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

59

4.1.2 Variabel Kuantitatif

Pada penelitian ini variabel kelengkapan resep diteliti secara

kuantitatif, Dilakukan untuk mengetahuin presentase jumlah kelengkapan

persyaratan resep sesuai PMK No. 58 Tahun 2014

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada Juli 2016- Januari 2017 di Rumah Sakit

X.

4.3 Informan Penelitian

Informan pada penelitian ada sebanyak 7 orang ini terdiri dari kepala bagian

farmasi, kepala urusan rawat inap, koordinator rawat jalan, apoteker, asisten

apoteker, dan staf khusus patient safety. Metode pemilihan informan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik purposive sampling.

Purposive sampling merupakan teknik pemilihan sampel yang ditentukan oleh

peneliti berdasarkan pengetahuan yang dimiliki terkait judul penelitian atau

berdasarkan situasi masalah yang sedang difokuskan untuk diteliti (Lapau, 2013).

Oleh karena itu, informan yang telah disebukan sebelumnya diharapkan

memenuhi karakteristik sebagai berikut :

1. Apoteker yang terlibat dalam proses pelayanan farmasi klinik di RS X

2. Asisten apoteker yang terlibat dalam proses farmasi klinik di RS X

Page 75: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

60

Tabel 4.1

Informan Penelitian

Usia Pendidikan

Terakhir

Lama

Bekerja Jabatan

33 tahun S1 Profesi 9 tahun Manajer Farmasi

27 tahun S1 Profesi 4 tahun Kepala Urusan Rawat

Inap

27 tahun SMK 8 tahun Asisten Apoteker

26 tahun S1 Profesi 2,5 tahun Apoteker

34 tahun D3 11 tahun Koordinator Outlet

Rawat Jalan

23 tahun D3 3 tahun Asisten Apoteker

49 tahun S1 Profesi 15 tahun Staf Khusus Patient

Safety

4.4 Populasi dan Sampel

Sebelum melakukan penelitian terhadap resep, peneliti melakukan

observasi selama 1 hari terkait pengkajian dan pelayanan resep, pada 10

Januari 2017. Dari hasil observasi tersebut didapatkan sejumlah resep per

hari di RS X adalah 884 resep. Selanjutnya penentuan penelitian

kuantitatif dilakukan dengan menggunakan rumus jumlah sampel untuk

estimasi rata-rata pada samppel acak (Lapau, 2013). Rumus yang

digunakan adalah perhitungan simple random sampling:

Page 76: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

61

N (Populasi) = 884

P (Proporsi) = 0,5

d (Absolute precision) = 0,05

€ ( Relative presicision) = 0,1

Maka di dapatkan hasil perhitungan sampel sebanyak 268

ditambah sampel cadangan 10% menjadi 295 sampel resep.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian kualitatif yang digunakan pada penelitian ini yaitu

pedoman wawancara sebagai acuan dalam melakukan wawancara mendalam.

Instrumen penelitian lainnya yang juga digunakan dalam pengumpulan data yaitu

ceklis observasi dan pedoman telaah dokumen. Peneliti juga menggunakan alat

bantu dalam mengumpulkan data seperti perekam suara dan alat tulis. Sedangkan,

standar yang digunakan sebagai acuan pembuatan instrumen ini berdasarkan PMK

No.58 tahun 2014.

Sedangkan instrumen penelitian kuantitatif yang digunakan pada

penelitian ini adalah lembar observasi kelengkapan resep (terlampir). Lembar

observasi dibuat berdasarkan standar syarat kelengkapan resep yang ada pada

PMK No. 58 Tahun 2014.

4.6 Sumber Data

Pada penelitian ini akan digunakan dua jenis sumber data untuk

mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Kedua jenis sumber data tersebut terdiri

dari :

Page 77: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

62

1. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung oleh peneliti

dari objek penelitiannya. Data primer didapatkan dari hasil melakukan

wawancara mendalam dan observasi di lapangan. Serta hasil dari

pengambilan sampel resep.

2. Data sekunder merupakan data yang tidak didapatkan secara langsung

oleh peneliti tetapi sudah ada dan merupakan data milik rumah sakit.

Bentuk dari data ini adalah dokumen-dokumen yang mendukung.

4.7 Pengumpulan Data

4.7.1 Pengumpulan Data Kuaitatif

Metode pengumpulan data kualitatif yang dilakukan pada

penelitian ini adalah wawancara mendalam, observasi, dan telaah

dokumen. Wawancara dilakukan pada informan untuk mengetahui secara

jelas dan lengkap sistem keselamatan pasien pada pelayanan farmasi klinik

di RS X. Data yang dikumpulkan berupa gambaran pelaksanaan standar

pada pelayanan farmasi klinik di RS X mulai dari input, proses, hingga

output.

4.7.2 Pengumpulan Data Kuantitatif

Sedangkan data kuantitatif dikumpulkan dengan cara menganalisis

sampel resep yang diambil. Sampel resep yang diambil diamati dan

dianalisis kesesuaian kelengkapan syarat resep seperti pada PMK No.58

Tahun 2014.

Page 78: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

63

4.8 Pengolahan Data

4.8.1 Pengolahan Data Kualitatif

Sebelum dianalisis data kualitatif harus melewati beberapa macam

pengolahan seperti data mentah dari lapangan perlu dikembangankan dan diketik,

rekaman wawancara harus ditranskrip dan dikoreksi, dan foto-foto harus

didokumentasikan (Miles, Huberman and Saldana, 2014).

Dalam penelitian ini data kualitatif diolah dengan tiga tahap yaitu reduksi

data, penyajian data, dan menyimpulkan/verifikasi (Miles, Huberman and

Saldana 2014). Ada pun penjabarannya sebagai berikut:

1. Kondensasi Data

Kondensasi data sebenarnya adalah proses yang sama dengan reduksi

data, hanya istilahnya dignati agar peneliti tidak kehilangan sesuatu

data prosesnya (Miles, Huberman and Saldana, 2014). Pada penelitian

ini yaitu proses pemilihan dan pemusatan perhatian pada

penyederhanaan data mentah yang didapatkan di lapangan oleh

peneliti. Data mentah yang didapatkan dari hasil wawancara, observasi

maupun telaah dokumen akan pilih dan digolongkan sesuai kerangka

konsep yaitu menjadi hasil untuk output, proses, dan input. Data yang

tidak berhubungan dengan pelayanan farmasi klinik di RS X maka

dibuang dan dipisahkan.

2. Penyajian Data

Langkah selanjutnya adalah data yang sesuai kerangka konsep

penelitian, selanjutnya akan dijadikan uraian singkat dan disajikan

Page 79: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

64

kedalam sebuah matriks. Matriks akan dibuat berdasarkan pertanyaan

penelitian. Data yang dapat menjawab pertanyaan penelitian akan

diuraikan berdasarkan metode pengumpulan data baik itu informan

kunci, informan pendukung, hasil observasi maupun hasil telaah

dokumen.

3. Menarikan Kesimpulan/Verifikasi

Pada tahapan ini peneliti akan menarik kesimpulan dari matriks yang

telah dibuat. Kesimpulan akan dibuat dengan cara meninjau kembali

gagasan yang sudah didapat dengan pemikiran ulang serta tinjauan

ulang pada catatan di lapangan. Gagasan kemudian ditinjau ulang dan

dinarasikan.. Pada tahap ini data yang dikumpulkan peneliti telah lebih

rapi dan terkategori.

4.8.2 Pengolahan Data Kuantitatif

Sedangkan untuk data kuantitaif dilakukan pengolahn dengan cara

berikut:

1. Peneliti melakukan pengkodingan data. Setiap sampel resep diberi

nomor dan untuk persyaratan kelengkapan resep yang diperiksa pun

diberi kode tersendiri.

2. Dilakukan penyuntingan data. Data yang sudah dikoding sebelumnya

kemudian dilihat lagi kesesuaiannya. Apakah semua resep telah

diperiksa semua kelengkapannya atau tidak, apakah ada yang terlewat

atau tidak

Page 80: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

65

3. Setelah itu dilakukan entry data ke perangkat lunak SPSS untuk

nantinya dilakukan analisis univariat yang akan menggambarkan

distribusi frekuensi kelengkapan resep di RS X.

4.9 Analisis Data

4.9.1 Analisis Data Kualitatif

Metode analisis data kualitatif yang digunakan adalah content

analysis atau analisis isi. Dalam analisis ini menggunakan teknik mencari

dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara,

catatan lapangan hasil telaah dokumen, dan observasi. Sehingga dapat

lebih mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang

lain (Sugiyono, 2008). Analisis data ini dilakukan dengan langkah sebagai

berikut:

1. Menyusun hasil telaah dokumen

2. Menyusun hasil wawancara dan observasi

3. Mengkategorikan hasil wawnacara ke dalam matriks

waawancara

4. Menarik kesimpulan dari matriks wawancara

5. Menganalisa kesimpulan dari matriks wawancara dan

membandingkan dengan teori yang ada

4.9.2 Analisis Data Kuantitatif

Sedangkan teknik analisis data kuantitatif yang dilakukan adalah

analisis univariat atau analisis deskriptif. Analisis univariat bertujuan

untuk menjelaskan atau medeskripsiskan karakteristik setiap variabel

Page 81: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

66

penelitian. Dalam analisis ini umumnya hanya menghasilkan distibusi

freskuaensi dan presentase dari tiap variabel penelitian (Notoatmodjo,

2010). Maka dalam penelitian ini dihasilkan data distribusi frekuensi dan

presetanse dari masing-masing syarat kelengkapan resep di RS X. Data

ini kemudian menjadi gambaran atau deskripsi kelengkapan resep di RS

X yang termasuk dalam kegiatan pengkajian dan pelayanan resep.

4.10 Triangulasi Data

Untuk mendapatkan data yang akurat, peneliti melakukan triangulasi.

Triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber informasi (informan)

dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Ada tiga tipe triangulasi, yaitu

triangulasi sumber, triangulasi metode, dan triangulasi data. Dalam penelitian ini

hanya menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode.

Triangluasi sumber yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan

menwawancarai tiga informan kunci yang memiliki jabatan berbeda, namun

ketiganya masih berhubungan dengaan variabel yang diteliti. Sedangkan

triangulasi metode dilakukan dengan membandingkan data hasil wawnacara,

observasi, dan telaah dokumen yang dilakukan oleh peneliti.

Tabel 4.2 Validitas Data

Variabel

Triangulasi Metode Triangulasi Sumber

Wawancara Observasi Telaah

Dokumen

Informan

Utama

Informan

pendukung

SDM

√ - √ √ √

Sarana dan

Prasarana √ √ √ √ √

Page 82: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

67

Variabel

Triangulasi Metode Triangulasi Sumber

Wawancara Observasi Telaah

Dokumen

Informan

Utama

Informan

pendukung

Kebijakan/SOP √ - √ √ -

Pengkajian dan

Pelayanan

resep

√ √ √ √ √

Rekonsiliasi

obat

√ √ - √ √

Pelayanan

informasi obat

√ √ - √ √

Konseling

√ √ - √ √

Visite

√ √ - √ √

Pemantauan

terapi obat

√ √ √ √ √

Monitoring

efek samping

obat

√ √ √ √ √

Evaluasi

penggunaan

obat

√ √ √ √ √

Dispensing

sediaan steril √ √ - √ √

Pencapaian

pelayanan

farmasi klinik

√ - √ √ √

Page 83: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

68

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit X

RS X merupakan salah satu rumah sakit swasta dengan tipe B di Jakarta.

RS X memberikan pelayanan mulai dari pelayanan gawat darurat, rawat jalan,

rawat inap, pemeriksaan penunjang, layanan kesehatan promotif, konsultasi,

klub kesehatan dan bimbingan kerohanian.

Seiring dengan perkembangannya, saat ini RS X telah memiliki Akreditasi

16 bidang pelayanan, lulus sertifikasi ISO 9001:2008 dan lulus sertifikasi

akreditasi KARS dengan tingkat paripurna.

Tabel 5.1 Ketenagakerjaan RS X

No Jenis Ketenagaan Jumlah

1 Tenaga Medis 118

2 Tenaga Keperawatan 294

3 Kefarmasian 63

4 Kesehatan Masyarakat 3

5 Gizi 4

6 Keteknisan Medis 41

5 Doktoral 7

6 Sarjana 25

7 Sarjana Muda 19

8 SMU Sederajat dan

Dibawahnya

249

Total 823

Page 84: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

69

5.1.1 Gambaran Sumber Daya Manusia Farmasi di Rumah Sakit X

Alur penempatan pegawai di bagian farmasi RS X dimulai dari

proses rekuitment yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 51

tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, kemudian setelah masuk

dilakukan orientasi. Orientasi pertama itu tiga bulan untuk pelayanan dasar

farmasi setelah tiga bulan sudah bisa pelayanan dasar farmasi, seperti

menerima resep dan membaca resep di pindahtugaskan ke posisi yang

berbeda lagi, misalnya melaksanakan UDD di rawat inap.

Pemindahtugasan ini dilakukan berdasarkan kebutuhan, ada yang 6 bulan

ada yang satu tahun.

“Kita sesuai kebutuhan melakukan rolling tapi ada yang 6 bulan

ada yang satu tahun pokonknya per tahun pasti ada roling tapi

juga mempertimbbangkan kebutuhan dan keahlian petugas,” INF

1

Lalu, untuk penempatan posisi khusus harus mendapatkan

pelatiahn terllebih dahulu, misalnya untuk pencampuran obat suntik.

Petugas yang ditugaskan harus pelatihan terlebih dahulu.

Berikut daftar ketenagakerjaan bagian farmasi di RS X yang

didapatkan dari Bagian Sumber Daya Insani (SDI):

Page 85: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

70

Tabel 5.2 Ketenagakerjaan Famasi

No Jabatan Jumlah

1 TTK/SMF 29

2 SMK Farmasi 17

3 Akademi Farmasi 9

4 S-1 Farmasi 1

5 Apoteker 7

Total 63

Tenaga di farmasi RS X kemudian tersebar dalam beberapa sub

unit pelayanan, yaitu sebagai berikut:

1. Outlet 1 pelayanan

Outlet ini buka selama 24 jam terbagi dalam tiga shift (jam

07:30 – 14.30/pagi, jam 14.00-21.00/sore, dan jam 21.00-

07.30/malam). Outlet 1 melayani resep rawat inap maupun

rawat jalan baik resep tunai maupun jaminan. Tenaga terdiri

dari apoteker, tenaga teknis kefarmasian, serta dibantu juru

racik.

2. Outlet Eksekutif

Outlet ini buka dibagi dalam dua shift (jam 07:30 – 14.30/pagi,

jam 14.00-21.00/sore). Outlet ini melayani resep rawat jalan

non-BPJS. Tenaga terdiri dari apoteker, tenaga teknis

kefarmasian, serta dibantu juru racik

3. Outlet Rawat Inap

Outlet ini buka dibagi dalam dua shift (jam 07:30 – 14.30/pagi,

jam 14.00-21.00/sore). Outlet ini melayani resep UDD dan

Page 86: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

71

sediaan harian cairan dan kebutuhan alat kesehatan untuk rawat

inap. Tenaga terdiri dari apoteker, tenaga teknis kefarmasian,

serta dibantu juru racik

4. Depo IGD

Depo ini buka selama 24 jam terbagi dalam tiga shift (jam

07:30 – 14.30/pagi, jam 14.00-21.00/sore, dan jam 21.00-

07.30/malam). Depo ini khusus melayani pasien IGD baik tunai

maupun jaminan. Depo IGD selain melayani resep juga

melayani pemakaian obat dan alkes yang diperlukan pasien

untuk tindakan IGD. Dengan kondisi UGD saat ini kebutuhan

tenaga TTK di Depo IGD datu orang per shift.

5. Depo OK

Depo OK buka selama 24 jam terbagi dalam tiga shift (jam

07:30 – 14.30/pagi, jam 14.00-21.00/sore, dan jam 21.00-

07.30/malam). Depo ini khusus melayani pasien OK dan ICU.

Dengan kondisi saat ini kebutuhan tenaga TTK d Depo OK

satu orang per shift dan satu orang koordinator per shift.

Terkait pelatihan dan pendidikan lanjut bagi tenaga kefarmasian

RS X baru melakukan beberapa pelatihan yang sekiranya dibutuhkan

seperti pencampuran obat suntik dan pengetahuan untuk setiap obat baru.

Belum ada beasiswa bagi tenaga kerja untuk melanjutkan pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi.

Page 87: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

72

―Kalau dari rumah sakit sejauh ini ngga ya, paling dr internal

farmasi itu kaya sharing knowlegde, secara berkala temen temen

dilakukan refresh ilmu, baik dari internal maupun ekternal,

misalnya penggunaan obat baru gmn cara penggunaaannya,” INF

1

“Paling kalo dari rumah sakit itu KIE, pelatihan untuk obat baru,”

RJ 2

SDM di RS X masih dirasakan kurang, terutama untuk apoteker.

Selain itu cara petugas yang bekerja secara mobile juga dapat

menimbulkan risiko kesalahan lebih tinggi. Petugas kefarmasian pasa

menajalankan tugas sehari-harinya lebih baik fokus terhadap pekerjaan

tertentu saja.

5.1.2 Gambaran Sarana Prasarana Farmasi di Rumah Sakit X

Berdasarakan hasil observasi maka diketahui bahwa sarana dan

prasarana yang ada di pelayanan farmasi klinik RS X adalah sebagai

berikut:

Tabel 5.3 Sarana dan Prasarana

No Sarana dan Prasarana Ada Tidak Ada

1 Ruangan

1. Ruang kantor/administrasi √

2. Ruang penyimpanana

sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan

medis habis pakai

3. Ruang distribusi sediaan

farmasi √

4. Ruang √

Page 88: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

73

No Sarana dan Prasarana Ada Tidak Ada

konsultasi/konseling obat

5. Ruang PIO √

6. Ruang produksi √

7. Ruang Aseptic Dispensing √

8. Laboratorium Farmasi √

9. Ruang tunggu pasien √

10. Ruang penyimpaan

dokumen √

11. Tempat penyimpanan obat

di ruang perawatan √

12. Fasilitas toilet, kamar

mandi untuk staf √

2 Peralatan

13. Peralatan penyimpanan √

14. Peralatan peracikan √

15. Peralatan pembuatan obat √

16. Peralatan kantor √

17. Lemari penyimpanan

khusus narkotika √

18. Lemari pendingin √

19. Pendingin ruangan untuk

ruang termolabil √

20. Penerangan, saran air,

ventilasi, dan sistem

pembuangan limbah

21. Alarm √

22. Peralatan sistem

komputerisasi √

23. Peralatan produksi √

3 Peralatan Aseptic Dispensing

24. Biological safety

cabinet/vertical laminar air

flow cabinet

25. Horizontal laminar air

flow cabinet √

26. Pass-box dengan pintu

berganda √

27. Barometer √

28. Termometer √

29. Wireless intercom √

4 Peralatan Pendistribusian √

5 Peralatan Konsultasi √

6 Peralatan Ruang Informasi

Obat √

Page 89: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

74

No Sarana dan Prasarana Ada Tidak Ada

7 Peralatan Ruang Arsip √

RS X belum mempunyai laboratorium farmasi, ruang konseling,

serta ruang PIO tersendiri. Sedangkan, untuk ruang produksi saat ini

sedang direnovasi sehingga tidak dapat digunakan secara maksimal dan

tak boleh dimasuki oleh sembarang orang dan tidak bisa dilakukan

observasi.

Untuk ruang aseptik dispensing, RS X juga belum memenuhi kelas

100.000. Namun, LAF yang dimiliki sudah kelas 100 dengan perangkat

pendukung lainnya yang juga sesuai.

“Belum ruang bersih tapi dengan LAF kelas 100 sudah terpenuhi

syaratnya,” INF 1

Sistem komputerisasi di RS X juga belum termasuk ke dalam

eleltronik prescribing. Semua resep masih manual dari tulisan tangan

dokter. Sistem informasi hanya berupa untuk menentukan harga dan

melihat stok persediaan serta perencanaan pembeliaan sediaan farmasi.

Selain sistem komputerisasi yang belum sampai dengan tahap

peresepan. Di RS X pun masih beum terdapat ruang khusus PIO dan

konseling sehingga membuat kedua kegiatan tersebut sulit dilakukan.

Page 90: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

75

5.1.3 Gambaran Kebijakan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah

Sakit X

Standar pelayanan farmasi klinik di RS X, berdasarkan hasil

wawancara dan telaah dokumen mengacu pada buku pedoman kebijakan

dan pembuatan perencanaan serta buku pedoman pelayanan farmasi.

Buku pedoman pelayanan farmasi klinik pun masih dari PMK No58 tahun

2014, sehingga harusnnya disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit

Selain itu, terdapat 96 SPO di RS X yang menyangkut dengan

pelayanan farmasi. Namun, berdasarkan hasil wawancara masih ada

petugas yang tak patuh dengan SPO yang dijalankan. Pihak RS pun belum

melakukan evaluasi terkait peraturan yang berlaku di RS.

Berdasarkan hasil wawancara dengan dua informan, keduanya

menyatakan masih ada pelanggaran peraturan atau SOP terkait pelayanan

farmasi klinik.

“Masih ada beberapa pelanggaran SOP oleh petugas,” INF 1

“Ada saja petugas yang melanggar,” RN 1

Kebijakan yag menjadi standar rumah sakit terkait pelayanan

farmasi klinik masih mengadopsi PMK No.58 Tahun 2014. Rumah sakit

disarankan untuk membuat standar yang masih mengacu pada PMK No.

58 Tahun 2014, namun disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit.

Page 91: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

76

5.2 Gambaran Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit X

Proses pelaksanaan pelayanan farmasi klinik di RS X sendiri terdiri dari

pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat,

rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat, pemantauan terapi obat, monitoring

efek samping obat, dan dispensing sediaan steril. Semua pelayanan ini mengacu

pada PMK No.58 tahun 2014.

Pelayanan farmasi klinik yang belum dilakukan oleh RS X adalah visite,

konseling, dan evaluasi penggunaan obat. Menurut Kepala Bagian Farmasi RS X

konseling tersebut belum dapat dilaksanakan maksimal karena kurangnya SDM

apoteker di RS X.

Sedangkan menurut informan lain konseling dan visite di rumah sakit

belum bisa dilakukan karena belum ada juga kerjasama antar dokter, perawat,

apoteker, dan tenaga lainnya.

Evaluasi penggunaan obat secara keseluruhan dan berkala juga belum

dilakukan karena pekerjaan lain yang lebih banyak dan lebih penting. Evaluasi

obat hanya jika ada obat yang menimbulkan efek samping dan pencatatan terkait

pembelian dan pengadaan. Sedangakan informasi tentang siklus penggunaan obat

memang belum dilaksanakan rumah sakit. Dana yang dialokasikan khusus untuk

kegiatan penelitian tersebut juga memang belum ada dari pihak rumah sakit.

Informasi lain mengenai proses pelayanan farmasi klinik di RS X

dilakukan juga melalui wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen.

Page 92: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

77

Penggalian informasi ini dilakukan pada 4 Januari 2017-13 Januari 2017. Berikut

hasil dari penelitian terhadap pelaksanaanya:

5.2.1 Gambaran Pengkajiaan dan Pelayanan Resep di RS X

Berdasarkan hasil observasi dan telaah dokumen pengkajian dan

pelayanan resep di RS X dibagi menjadi dua yaitu pelayanan rawat inap

dan pelayanan rawat jalan. Masing-masing dari pelayanan tersebut

memiliki apotik atau depo obat masing-masing.

Secara umum syarat dalam pengkajian dan pelayanan resep di RS

X meliputi:

1. Persyaratan Administrasi

a. Nama, umur, dan berat badan pasien

b. Nama, no.izin, alamat, dan paraf dokter

c. Tanggal resep

d. Ruangan atau poliklinik asal

e. SJP, protokol terap (jika perlu) untuk pasien askes

f. Nota kredit untuk pasien jaminan/asuransi

g. Pengantar berobat atau nota kredit untuk pasien

karyawan RS X

2. Persyaratan farmasetik

a. Bentuk dan kekuatan sediaan

b. Dosis, jumlah obat, dan lama pemakaian obat

c. Stabilitas dan inkompabilitas

Page 93: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

78

d. Aturan, cara, dan teknik penggunaan

3. Persyaratan klinis

a. Ketepatan dosis dan penggunaan obat

b. Duplikasi pengobatan

c. Alergi, interaksi, dan efek samping obat

d. Kontraindikasi

e. Kondisi khusus lainnya

Sedangkan untuk alur proses pelayanan resep akan diulas satu per

satu sebagai berikut:

1. Pelayanan di Rawat Inap

Proses pelayanan resep panat unit rawat inap telah

menggunakan sistem Unit Dose Dispensing (UDD) kecuali untuk di

ruang perawatan anak dan perawatan kebidanan. Hal ini dikarenakan

pada dua ruangan tersebut banyak resep berupa obat racikan dan

injeksi sehingga agak repot jika menggunakan sistem UDD.

―Kalau untuk kedua ruangan itu ya kami masih kerepotan

kalau UDD karena banyak obat racikan, lagi pula waktu

pasien pulangnya lebih cepat dari ruangan lain biasanya,‖

INF 1

“Iya semua sudah UDD, florstock di ruangan hanya untuk

obat-obat emergency. Kaya ini semua dikasih obat per hari

untuk pasien terus untuk cairan juga begitu dari ruangan

Page 94: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

79

kasih kebutuhan kita berapa cairan atau alat kesehatan yang

dibutuhkan hari itu,” AP

Proses UDD dilakukan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian

(TTK). Setiap TTK dalam setiap shift sudah diberi tanggung jawab

ruangan masing-masing. Pada awalnya, resep diterima oleh petugas

dari setiap ruangan, kemudian dibaca dan dilakukan entry. Jika, obat

yang diberikan lebih dari lima jenis obat maka dilakukan pengecekan

interaksi obat oleh apoteker. Setelah itu obat dikemas dan disiapkan.

Obat dikemas menggunakan plastik klip warna-warni. Setiap warna

menunjukan waku minum obat yang berbeda. Di antaranya warna

merah untuk diminum pagi hari, warna hijau ntuk siang, warna putih

untuk siang di bawah pukul 18.00 WIB sebelum makan dan setelah

makan, lalu yang terakhir warna biru untuk diminum di atas pukul

18.00 WIB.

Selain di entry untuk tagihan dan dokumentasi. Resep juga

ditulis oleh TTK pada file khusus. File tersebut tersedia untuk

masing-masing pasien. Setelah semua proses tersebut selesai,

kemudian dilakukan pengcekan oleh apoteker. Barulah obat diantar

ke ruangan oleh petugas UDD. Petugas yang menyiapkan dan

mengantar obat seharusnya berbeda agar dapat ada pengecekan

silang antar petugas. Namun, berdasarkan hasil observasi ada

ruangan yang disiapkan dan diantarkan oleh petugas yang sama. Hal

Page 95: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

80

ini disebabkan banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan TTK dan

apoteker saat itu.

“Jadi yang mengantar dan menyiapkan itu berbeda agar

bisa saling cek,” INF 1

―Iya, di sini memang sudah ada tugasnya masing-masing

untuk UDD, tapi semuanya juga saling membantu kalau

ada temannya yang sedang kerepotan,‖ AP

“Kalau semua sudah dicek kita langsung antar ke ruangan,

ya di sini kerjanya mobile pokoknya kalau yang lagi kosong

saling bantu, tapi yang paling utama selesaika dulu

pekerjaan UDD ke ruangannya, baru bantu yang lain,” RN

2

Setelah itu petugas ke ruangan sambil membawa obat dan

file riwayat obat pasien. Di ruangan petugas UDD kemudian

mencocokan catatan mereka dengan catatan perawat atau disebut

form implementasi keperawatan dan penggunaan obat pasien.

Selain itu, petugas UDD juga menulis permintaan perawat terkait

obat yang ada di dalam file perawat. Ia juga mengecek apakah ada

obat yang harus ditambah dan dihentikan sesuai perintah dokter.

Petugas UDD akan melakukan konfirmasi kepada perawat

jika ada catatan yang berbeda. Berdasarkan hasil observasi,

komunikasi petugas UDD dan perawat berjalan dengan baik.

Page 96: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

81

Mereka dapat bekerjasama ketika sedang dilakukan proses UDD.

TTK dengan aktif menanyakan hal yang terlihat tak jelas dalam

catatan perawat. Selesai mengecek, petugas UDD kemudian

menyimpan obat-obat itu di dalam kotak obat pasien yang sudah

tersedia di ruangan. Kotak tersebut sudah diberi label nama

masing-masing pasien, sehingga nantinya perawat tinggal

mengambil obat dari kotak tersebut dan memberikannya pada

pasien.

Sembari menyimpan obat, petugas juga melakukan

pemeriksaan apakah ada obat yang tersisa atau tidak, jika ada,

petugas akan mengambil obat yang tersisa itu. Obat sisa biasanya

merupakan obat pasien yang sudah pulang dan tak terapinya telah

dihentikan oleh dokter.

“Petugas UDD nanti yang akan melakukan serahan obat ke

ruangan, sekaian cek terapi obatnya dari file perawat sama

file dari farmasi dicocokan” INF i

“Petugas juga nanti mengecek apakah ada obat sisa atau

tambahan dari file yang ada di perawat,” AP

“Iya kaya gini saya cocokan, kalau obat sisa biasanya itu

pasiennya sudah pulang atau beli sendiri nanti disimpan di

sini oleh perawat,” RN 2

Page 97: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

82

Proses UDD ini dibagi menjadi pagi dan sore. Hal ini

dikarenakan kurangnya petugas sehingga untuk menyiasatinya

proses UDD dibagi dua. Pada pagi hari UDD dilakukan di ruangan

kelas 1 dan 2 untuk laki-laki dan perempuan, lalu ruangan kelas 3

untuk perempuan. Sedangkan, UDD sore dilakukan untuk ruang

kelas 3 laki-laki, ruang utama, dan ruang VIP.

Sedangkan untuk obat berupa cairan, biasanya dilakukan

amprahan oleh perawat. Amprahan artinya perawat mencatat

kebutuhan cairn setiap pasien lalu diminta ke bagian farmasi untuk

disiapkan setiap harinya. Cairan kemudian akan diantar oleh

petugas UDD.

Berdasarkan hasil observasi dalam proses peresepan,

petugas mengaku sering menerima resep yang tidak lengkap dan

tidak jelas. Bila hal ini terjadi, maka petugas akan bertanya kepada

sesama temannya, jika tidak ada yang tahu baru dilakukan

kofirmasi kembali kepada dokter yang menulis resep.

‖Ya, setiap hari ada aja resep gak jelas, kita lakukan

langsung konfimasi ke dokter yang bersangkutan, kadang

kendalanya juga suka ada miskom sama petugas di

ruangan‖ AP

“Biasanya sih saya ngeceknya tanya dulu sama teman,

kalau gak ada yang tahu juga langsung telfon dokter,” RN

2

Page 98: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

83

“Langsung konfirmasi dengan dokter, tapi kadang bisa

terkendala oleh perangkat yang tak berfungsi, misalnya

telfon yang tak berfungsi sehingga dokter tak bisa

dihubungi,” INF 1

2. Pelayanan di Rawat Jalan

Pelayanan resep di rawat jalan menerapkan sistem individual

prescribing. Resep dibawa ke farmasi oleh pasien kemudian diterima

petugas, setelah itu dilakukan billing lalu dilakukan assement

terhadap kelengkapan resep kalau tidak ada kendala langsung

dilakukan billing diminta persetujuan terhadap pasien terkait harga.

Jika pasien memiliki jaminan atau asuransi minta persetujuan pada

penjamin terkait obat yang ada di luar jaminan atau yang harganya

mahal. Jika, sudah dikonfirmasi langsung diberikan untuk dibayar ke

kasir atau langsung diterima jika semuanya ditanggung oleh

penjamin.

Setelah itu, resep akan diterima oleh petugas yang berada di

dalam outlet. Ia akan membaca resep dan mengecek kembali

kelengkapan resep. Setelah itu resep dibagi dua alur, yang langsung

kemas dan yang melalui racikan. Standar yang diterapkan dari pasien

memberikan resep sampai menerima obat di RS X adalah 20 menit.

“Harus maksimal 20 menit agar pasien tak emnunggu terlalu

lama, namun kadang kendalanya kalau resep tak jelas harus

dilakukan konfirmasi ulang kepada dokter,” RJ 1

Page 99: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

84

“Pokoknya dalam 20 menit obat harus diserahkan ke pasien,

paling yang lama itu waktu diserahkan, kadang ada pasien

yang harus dipanggil berulang kali kalau sedang ramai,” RJ

2

Setelah selesai disiapkan dan diperiksa oleh apoteker, obat

kemudian diberikan kepada pasien. Pada proses pemberian obat

dilakukan pula penjelasan terkait dosis dan penggunaan obat. Pada

proses penyerahan diusahakan dilakukan oleh apoteker, namun,

berdasarkan hasil observasi di RS X jika sedang ramai, penyerahan

dan pemberian informasi obat juga bisa dilakukan oleh TTK demi

mengefisienkan waktu.

Sedangkan, rata-rata kegiatan paling padat dan banyak

dilakukan adalah saat penyerahan obat. TTK atau apoteker juga

memanggil pasien manual tanpa pengeras suara sehingga terkadang

ada pasien yang harus dipanggil berulang kali karena berisik dan

suara memanggil tidak jelas.

3. Kelengkapan resep

Kelengkapan resep di RS X dilihat dari sample yang

diambil sebanyak 295 resep. Sebelumnya penulis telah melakukan

observasi terhadap pengkajian dan pelayanan resep. Kemudian

menentukan sample dari resep yang diterima pada 10 Januari 2017.

Berikut gambaran secara umum kelengkapan resep di RS X

Page 100: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

85

Tabel 3.4 Kelengkapan Administrasi Resep RS X

Persyaratan administrasi Kelengkapan

Jumlah Presentase

1. Nama pasien 294 99.66%

2. Umur pasien 199 67.46%

3. Jenis kelamin 287 97.29%

4. Berat badan 70 23.73%

5. Tinggi badan 76 25.94%

6. Nama dokter 254 86.10%

7. Nomor izin 230 77.97%

8. Alamat 295 100%

9. Paraf dokter 186 67.80 %

10. Tanggal resep 210 71.19 %

11. Ruang/unit asal

resep

199 67.46%

Rata-rata 71.33%

Dari hasil analisis pada 295 sample resep maka didapatkan

hasil seperti di atas. Secara umum persyaratan adimistrasi resep di

RS X sudah cukup. Untuk alamat semuanya terdapat alamat karena

yang dianalisis adalah resep dalam RS X sehingga alamat sudah

ada dalam form resep. Dari 295 sampel hanya ada satu sampel

yang nama pasiennya tertulis ―pasien‖ sehingga resep ini dihitung

tak memiliki nama pasien. Jenis kelamin dalam resep ditulis oleh

dokter dengan keterangan ―Ny‖, ―Nn‖, atau ―Tn‖. Rata-rata yang

tak memiliki keterangan itu adalah pasien anak-anak. Sedangkan

untuk nama dokter dan nomor izin dokter biasanya tertera dari

stempel yang diberikan dokter pada resep.

Page 101: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

86

Keterangan tinggi badan dan berat badan pasien paling

rendah yaitu 25,94% dan 23,73%. Berdasarkan hasil analisis resep

yang menggunakan keterangan tinggi badan dan berat badan hanya

untuk pasien anak-anak.

Selain itu jumlah resep yang lengkap memuat umur pasien

hanya 67,46%, paraf dokter 67,80%, tanggal resep 71,19%, dan

asal ruangan juga hanya menunjukan 67,46%. Dari hasil analisis

resep yang memuat umur pasien hanya pada pasien dengan umur

tua dan anak-anak. Sedangkan tanggal resep dan asal ruangan

banyak yang luput dan tidak diisi terutama pada resep rawat jalan.

Tabel 5.5 Kelengkapan Farmasetik Resep RS X

Persyaratan Farmasetik Jumlah Presentase

1. Nama obat 295 100%

2. Bentuk obat 266 90.17%

3. Kekuatan sediaan 265 89.83%

4. Dosis 293 99.32%

5. Stabilitas - -

6. Jumlah obat 292 98.98%

7. Aturan dan cara

penggunaan

256 86.78%

Rata-rata 81%

Sedangkan untuk persyaratan farmasetik resep sudah baik

karena kelengkapan rata-rata di atas 80% meski yang diharapkan

adalah 100%. Dokter di RS X kebanyakan sudah menulis dengan

lengkap terkait terapi yang harus diberikan kepada pasien. Semua

Page 102: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

87

dokter telah menulis nama obat, terlepas dari jelas atau tidaknya

tulisan. Sedangkan, pada persyaratan bentuk obat sirup, tablet, atau

puyer lengkap sebesar 90.17%, kekuatan sediaan 89,83%, dosis

hanya ada dua obat yang taj tertera sehingga kelengkapannya

99,32%, jumlah obat 98,98%, dan aturan serta cara penggunaan

hanya sebesar 87,78%, sebenarnya dalam semua resep sudah ada

persyaratan tersebut hanya terkadang dokter luput menuliskannya

pada beberapa jenis obat, misalnya di dalam resep ada 5 jenis obat,

lalu ada satu obat yang tak tertulis aturan atau cara penggunaannya.

Sedangkan untuk stabilitas obat memang tidak dibubuhkan

dalam resep. Stabilitas obat sudah menjadi hal yang umum dan

diketahui oleh dokter dan apoteker RS X. Masing-masing apoteker

RS X telah memiliki catatan tersendiri terkait stabilitas obat.

Tabel 5.6 Kelengkapan Persyaratan Klinis Resep RS X

Berdasarkan sampel yang diambil kelengkapan persyaratan

klinis pada resep di RS X masih kurang. Pencantuman reaksi alergi

Persyaratan klinis Jumlah Presentase

1. Indikasi 139 47.12%

2. Duplikasi pengobatan - -

3. Kontraindikasi - -

4. Waktu penggunaan 289 97.97%

5. Alergi dan Reaksi

Obat yang Tidak

Dikehendaki (ROTD)

80 27.12%

Rata-rata 34.44%

Page 103: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

88

hanya sebesar 27.12%, padahal sudah ada kolom dalam form resep

yang harus diisi oleh dokter terkait ada atau tidaknya alergi pada

pasien. Sedangkan untuk indikasi hanya sebesar 47,12%. Hanya

waktu penggunaan yang jumlahnya di atas 90% yakni 97.97%.

Sedangkan untuk duplikasi pengobatan diberikan

keterangan oleh apoteker ketika terjadi duplikasi obat sehingga

nantinya resep akan dikaji lagi dan dikonfirmasi ulang kepada

dokter. Lalu, keterangan indikasi dan kontraindikasi sebenarnya

dijelaskan oleh apoteker saat melakukan penyerahan obat. Pada

form resep juga telah terdapat daftar keterangan atau informasi obat

apa saja yang sudah diberikan dan diterima pasien termasuk

indikasi dan kontraindikasi obat. Namun, masih ada daftar

keterangan yang tidak diisi tetapi ditandatangan oleh pasien,

sehingga hal ini bias dan sulit diukur apakah benar pasien sudah

mendapatkan informasi terkait obat atau tidak.

Berdasarkan hasil wawancara apoteker dan petugas TTK

memberi keterangan bahwa mereka selalu memberikan informasi

terkait obat yang digunakan kepada pasien baik rawat jalan maupun

rawat inap.

“Petugas wajib memberikan keterangan terkait obat saat

penyerahan obat pada pasien,” INF 1

“Kalau untuk informasi obat kita beritahu cara penggunaan,

waktunya, dosisnya, indikasi, kontraindikasinya juga,” AP

Page 104: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

89

“Setelah dikemas dan akan diserahkan pasien pasti diberi

dulu penjelasan terkait obat termasuk indikasi dan

kontraindikasinya juga,” RJ 1

Secara umum berdasakan hasil observasi pengkajian dan

pelayanan resep di RS X baik di rawat inap maupun rawat jalan

petugasnya mengaku bahwa sering kesulitan dalam membaca resep

dokter. Banyak resep yang tidak jelas penulisannya. Meski lengkap

tetapi tidak jelas instruksinya.

“Setiap hari ada aja yang kurang jelas kalau resep,” RJ 2

“Ada sih pasti yang tidak jelas, ya kita langsung telfon

dokternya atau perawatnya juga kan nyatet,” RN 2

Permasalahan yang terjadi pada proses pengkajian dan pelayana

resep adalah selalu ditemukan resep yang tak terbaca dengan jelas.

Selain itu, pada persyaratan administrsi resep pun tak ada satu pun

resep yang lengkap sesuai dengan sayarat yang ada pada PMK no.

58 tahun 2014.

5.2.2 Gambaran Rekonsiliasi Obat di RS X

Proses rekonsiliasi obat di RS X dilakukan dengan

membandingkan instruksi pengobatan dari dokter dan obat yang

telah didapat pasien oleh apoteker. Biasanya kegiatan ini dlakukan

saat proses UDD bagi pasien rawat inap dan sebelum penyerahan

obat kepada pasien bagi pasien rawat jalan.

Page 105: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

90

Berdasarkan hasil observasi untuk pasien rawat inap apoteker

dan TTK akan mencocokan catatan dari resep yang diterima dalam

file pasien dengan catatan yang ditulis perawat. Hal ini juga

dilakukan kepada semua pasien, termasuk pasien yang pindah

ruangan dan pasien baru dari klinik atau rumah sakit lain.

“Kita selalu mencocokan dengan file pada perawat dan

rekam medis pasien ya, jadi kalau pasien baru juga kita pasti

lihat di rekam medis pasiennya, kalau catatan dokter itu gak

lengkap biasanya perawat lebih lengkap. Yang sulit memang

kalau pasien baru dateng belum ada dokter

penanggungjawabnya kita belum tahu rincian lengkap terapi

sebelumnya, tapi kalau sudah ada dokter penanggungjawab

itu nanti langsung dilengkapi catatan kita,” INF 1

―Kalau untuk penggunaan obat kan ada catatannya di rekam

medis ya, dan kita juga punya catatan terapi sendiri untuk

pasien, jadi kalau pindah ruangan ya tinggal dicocokan saja

catatannya,‖ AP

Apoteker juga akan mencatat jika ada alergi obat atau

reaksi dari efek samping obat. Hal itu kemudian akan dicatat dan

dilaporkan kepada kepala bagian farmasi nantinya. Namun, catatan

harian itu belum dikomentasikan dan direkap berkala. Catatan

masih berupa laporan harian yang dikumpulkan apoteker.

Page 106: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

91

“Untuk catatan laporan ada, tapi gak berkala ya pokoknya

kalau ada kejadian dilaporkan per hati per kejadian,

biasanya langsung ditangani kok,” INF 1

―Kadang ada juuga sih alergi yang tidak kita ketahui dari

pasien, tapi itu jarang. Karena kami masih kesulitan kalau

mendeteksi alergi obat. Paling setelah ada alergi tentu kami

menyarankan ke dokter untuk distop atau diganti terapinya,‖

AP

Berdasarkkan hasil observasi, apoteker dibantu TTK juga

melakukan komparasi catatan jika ada ketidakcocokan data

penggunaan obat yang sedang dan akan digunakan, maka akan

dikonfirmasi ke dokter atau perawat terlebih dahulu. Berdasarkan

hasil observasi TTK langsung menanyakan begitu ada

ketidakcocokan kepada perawat. Saat itu, tidak dilakukan

konfirmasi ke dokter karena dianggap hanya kesalahan penulisan

dan perawat sudah tahu kebenerannya.

“Nanti kalau tidak cocok catatan kita dengan perawat atau

dokter ya langsung konfirmasi,” AP

“Iya, kalau tidak cocok kami konfirmasi, kan perawat juga

mencatat jadi ke perawat dulu, kalau memang ada yang

janggal baru ditanya ke dokter yang bersangkutan,” RN 2

Sedangkan, jika ada perubahan terapi obat maka hal tersebut akan

dijelaskan oleh apoteker bila perlu. Selain pasien, jika ada keluarga

Page 107: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

92

pasien yang mendampingi maka keluarganya juga akan diberi

pengetahuan tentang obat tersebut.

“Kalau ada perubahan terapi, obat bawaan yang

diteruskan atau dihentikan pasti diberitahukan ke pasien,”

INF 1

―Kesulitannya kalau ada pasien yang susah diajak ngobrol

terus keluarganya tidak ada,‖ AP

Secara umum proses rekonsiliasi obat di RS X sudah berjalan baik

yaitu dengan membandingkan setiap catatan riwayat penggunaan

obat pasien. Namun, keseulitan yang sering ditemukan apoteker

adalah ketika catatan rekam medis tidak lengkap dan belum ada

dokter penanggungjawab untuk pasien yang baru saja masuk atau

dipindah dari rumah sakit lain.

5.2.3 Gambaran Pelayanan Informasi Obat di RS X

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat (PIO) yang dilakukan di

RS X meliputi menjawab setiap pertanyaan pasien terkait obat,

pemberian informasi obat pada pasien pulang untuk rawat inap,

penjelasan informasi obat pada pasien rawat jalan saat peyerahan

obat, pembuatan leaflet, dan pembuatan buku saku fomalium.

Berdasarkan hasil wawancara bagian farmasi RS X selalu

memberikan jawaban terkait obat yang ditanyakan oleh pasien, baik

rawat jalan maupun rawat inap.

Page 108: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

93

“Kalau ada pasien atau keluarga pasien yang bertanya terkait

obat atau penggunaannya, biasanya perawat di ruangan akan

mengontak kami, lalu dari sini apoteker akan ke ruangan

untuk memberikan penjelasan,” RN 1

“Setiap pasien diberi penjelasan tentang obat saat melakukan

penyerahan, jika memang ada yang ingin ditanyakan di luar

itu kami juga akan menjawab,” RJ 1

“Kalau yang sudah di rumah ingin bertanya juga bisa melalui

telepon langsung menghubungi kami,” INF 1

Sedangkan media informasi tentang obat yang ada di RS X

baru berupa leaflet saja. Belum ada terbitan berupa buletin, poster,

maupun newsletter. Biasanya leaflet tersebut ditaruh di outlet-outlet

farmasi. Berdasarkan hasil observasi, penyediaan informasi ini baru

disediakan di depo farmasi rawat jalan 1 atau utama. Namun, pada

hari berikutnya ketika diadakan lagi observasi leaflet tersebut habis

dan kosong tak terisi lagi di outlet.

“Kami taruh di depo-depo farmasi, baru leaflet saja, yang lain

gak punya,” INF 1

“Baru ada di outlet depan (outlet 1), karena depo yang ini

kan baru jadi belum ada tempat untuk menyimpannya” RJ 1

Informasi obat di RS X juga terseda bagi tim farmasi dan

terapi. RS X menerbitkan formalium yang diperbaharui selama 2

Page 109: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

94

tahun sekali. Dalam formalium tersebut tercantum semua jenis obat

yang ada dan dipaki oleh RS X. Jika ada tambahan maka akan

dibuat lagi lembar tambahan pelengkap formalium.

“Kalau untuk apoteker, TTK, itu kami ada formalium yang

dibuat dua tahun sekali,” INF 1

“Kita diberi formalium kalau terkait dengan obat yang

digunakan utuk terapi pada pasien,” RJ 1

“Terkait obat masing-masing apoteker memegang

formaliumnya,” AP

Di RS X ada pula kegiatan PIO yang dilakukan rutin yaitu

pemberian informasi kepada pasien rawat inap yang akan pulang.

Berdasarkan hasil observasi bagian depo farmasi rawat inap akan

dihubungi oleh perawat di ruangan jika akan ada pasien pulang.

Setelah menerima laporan tersebut, apoteker yang sedang bertugas

kemudia menyiapkan berkas pasien tersebut dan melihat riwayat

terapi obatnya. Apoteker kemudian menyiapkan obat-obat yang

harus dibawa oleh pasien. Selain itu, apoteker juga menuliskan

informasi terkait obat yang digunakan pasien di rumah pada formulir

PIO.

Jika sudah selesai disiapkan maka apoteker akan ke ruangan

sebelum pasien pulang. Apoteker langsung menjelaskan kepada

Page 110: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

95

pasien terkait obat yang harus digunakan di rumah. Tak hanya pada

pasein, apoteker juga memberikan informasi kepada keluarga pasien.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, apoteker dapat

menyampaikan dengan baik terkait terapi obat yang diberikan.

Namun, berdasarkan hasil wawancara apoteker mengaku kendala

yang dialami selama PIO adalah jika pasien tidak bisa diajak bicara

dan sulit mengerti.

“Kalau informasi pasti diberikan tapi kami kadang kesulitan

kalau pasien sulit diajak bicara, biasanya nunggu

keluarganya,” RN 1

“Pasien kan beda-beda ya, susah kalau dia ga bisa diajak

bicara kita ga tau dia paham apa ngga, tapi kalau ada

keluarganya yang paham ya gak apa apa,” AP

Secara umum PIO yang dilakukan di RS X belum maksimal hal ini

dikarenakan waktu PIO yang hanya dilakukan pada saat pasien akan

pulang dan penyerahan obat yang waktunya terbatas. Pasien yang

mengantre mengambil obat biasanya banyak, sehingga PIO di rawat jalan

hanya bisa dilakukan sebentar. Selain itu, ruang PIO yang belum tersedia

juga belum adanya PIO berkala yang dilakukan bersama seluruh tenaga

kesehatan.

Apoteker juga sering menemukan kendala PIO ketika pasien di

rawat inap tidak didampingi oleh keluarganya dan sulit diajak bicara. Hal

Page 111: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

96

ini yang menyebabkan sulit mengukur kepahaman pasien dengan keadaan

seperti itu.

5.2.4 Gambaran Konseling di RS X

Konseling obat merupakan aktivitas pemberian nasihat atau

saran terkait terapi obat dari apoteker kepada pasien. Berdasarkan

hasil wawancara di RS X konseling belum dilakukan secara rutin.

Konseling hanya akan dilakukan jika ada permintaan dari pasien atau

tenaga medis lain.

RS X sebenarnya memiliki pasien-pasien kondisi khusus

seperti gangguan ginjal dan ibu hamil serta menyusui. RS X juga

memiliki klinik diabetes yang bisa mendapat konseling. Namun,

konseling khusus bagi pasien-pasien ini pun hanya dilakukan jika

ada permintaan. Hal ini dikarenakan SDM dan sarana yang belum

cukup memadai.

“Kalau konseling kuta belum ada ya, baru by request saja,”

INF 1

“Konseling, di sini gak dilakukan sih,” RN 1

Konseling di RS X belum dilakukan. Hal ini dikarenakan

kekurangan SDM dan ruangan yang tak tersedia. Apoteker hanya akan

memberikan konseling bila dipanggil ke ruangan. Padahal, di RS X

memiliki pasien dengan obat jangka waktu panjang dan kompleks

Page 112: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

97

sehingga akan lebih baik penggunaan obatnya jika didampingi dengan

konseling.

5.2.5 Gambaran Visite di RS X

Visite merupakan kegiatan kujungan ke pasien rawat inap

oleh apoteker mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan. Di RS X

kegiatan visite belum ada jadwal rutin, hanya saja setiap apoteker

diberi tanggung jawab satu ruangan untuk setiap hari memeriksa

kondisi terapi obat pasien. Namun, visite secara keseluruhan untuk

informasi obat ke pasien, dokter, serta profesional kesehatan lainnya

belum dilakukan. Visite kerjasama dengan tim tenaga kesehatan juga

belum dilakukan karena belum adanya kerjasama antar seluruh

tenaga kesehatan.

“Setiap apoteker ada tanggung jawab ruangannya, dia yang

mantau tapi kalau visite per pasien atau dengan tenaga

kesehatan lain belum ada,” INF 1

\“Visite sih kita belum ada ya, belum maksimal lah,” RN 1

“Jadi ya paling memang jika ada yang membutuhkan

informasi terkait obat kami siap di sini atau nanti dipanggil

ke ruangan. Karena memang belum ada pematauan atau vist

bersama dengan dokter, perawat atau gizi, belum ada.

Sisanya apoteker memberikan informasi obat pada pasien

Page 113: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

98

pulang dan pemantauan sekali sehari, sesuai ruangan yang

sudah dibagi,‖ AP

Visite juga belum dilakukan di RS X. Apoteker memang

memiliki tanggung jawab ruangan. Namun, visite sendiri belum

dilakukan maksimal. Apalagi visite bersama tenaga kesehatan lain

tidak bisa dilakukan karena SDM yang kurang dan waktu antar-

petugas yang juga akan sulit untuk disamakan.

5.2.6 Gambaran Pemantauan Terapi Obat di RS X

Pemantauan terapi obat yang dilakukan RS X yaitu berupa

kegiatan kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif

dan rasional bagi pasien. PTO biasanya dilakukan apoteker dengan

melihat riwayat atau catatan terapi obat pasien dan resep yang

diberikan dokter. Apoteker biasanya memantau dan memeriksa

pasien yang diberi obat lima jenis atau lebih.

“Jadi kan sistem informasi kita belum bisa secara otomatis

kalau diketik obat ini dan ini akan muncul reaksi ini,

makanya hanya untuk obat di atas 5 item aja, kalau

semuanya kan repot makan waktu juga, sedangkan resep

yang datang aja sehari bisa 800 ,” INF 1

“Kalau pemantauan biasanya apoteker ngecek di resep ada

yang aneh atau nggak, kan tahu tuh kalau ada yang aneh

atau gak wajar,” RN 1

Page 114: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

99

“Biasanya apoteker nanti melihat resep dan cacatan terapi

pasien, terus juga kan apoteker tau kira-kira ini dosisnya

wajar apa ngga, kalau ga wajar ya kita kontak dokternya,”

AP

Kegiatan pemantauan juga dilakukan pada perubahan efek

suatu obat karena obat lain atau interaksi obat. Kegiatan ini

dilakukan oleh apoteker dengan melakukan telusur pustaka obat

pasien melalui www.medscape.com dan www.drugs.com atau

buku-buku litelatur lain. Jadi, ketika apoteker menemukan

kecurigaan terhadap obat yang diberikan akan dicek terlebih

dahulu. Jika ditemukan adanya interaksi berbahaya maka apoteker

akan menghubungi dokter untuk melakukan tindakan berupa terapi

dohentikan, terapi ditunda, atau dosis dikurangi.

“Kita juga biasanya nanya perawat atau dokter kalau

misalnya ini benar interaksi atau bukan dicek bareng,” INF 1

“Kalau dikira ada yang mencurigakan dan tidak wajar dari

catatan resep atau catatan di file pasien maka dicek dulu ke

www.medscape.com dan www.dugs.com,” RN 1

“Dicek di litelatur gimana interkasi obatnya ada interaksi ga,

kalau ada diberitahukan ke dokternya langsung via telfon,”

AP

Page 115: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

100

PTO di RS X terutama dilakukan hanya untuk pasien dengan terapi

lima obat atau lebih. Secara umum, PTO konsep ini sudah dilakukan

RS X, kecurigaan adanya efek samping juga akan langsung

dianalisis. Namun, untuk evaluasi efektifitas penggunaan satu terapi

belum pernah dilakukan pemantauan atau penelitiannya.

5.2.7 Gambaran Monitoring Efek Samping Obat (MESO) di RS X

Berdasarkan hasil wawancara, kegiatan monitoring efek

samping obat di RS X baru dilakukan ketika ada efek samping obat

terjadi pada pasien. Idetifikasi biasanya dilakukan jika apoteker atau

tenaga kesehatan lain menemukan kemungkinana efek samping obat.

Analisis kemudian dilakukan apoteker dan ditelusuri apakah benar

hal yang terjadi pada pasien ituu efek samping obat atau bukan.

Jika terbukti itu merupakan efek samping obat, maka

apoteker akan mengkomunikasikan pada dokter untuk melakukan

tindakan yaitu menghentikan permanen atau menghentikan

sementara terapi obat yang diberikan.

Meski begitu, RS X tetap secara rutin setiap bulan

melaporkan MESO ke Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM). Dalam laporannya RS X menlaporkan setiap kejadian yang

dicurigai sebagai efek samping, baik efek samping yang belum

diketahui hubungan sebabnya maupun yang sudah pasti.

Berdasarkan hasil observasi laporan MESO RS X mengikuti daftar

atau aturan dari BPOM tentang MESO oleh tenaga kesehatan.

Page 116: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

101

”Kalau evaluasi berkala kita ga ada ya, lagi pula jarang, jadi

kalau ada kejadian saja petugas langsung menulis laporan

lalu kita analisis dan segera diberi tindakan yang tepat untuk

pasien, tapi setiap bulan kita lapor ke BPOM dan ke Sudin ya

itu terkait efek samping obat yang ada dan laporan obat

psikotropik dan narkotik,” INF 1

“Kalau monitoring efek samping obat ya oeh apoteker tadi

kalau menemukan kecurigaan misalnya ada yang alergi, nanti

diperiksa obatnya apa, terus bener ga itu efek samping obat,”

RN 1

“Jarang sih ada efek samping, jadi kalau terjadi ya kita

langsung laporkan analisis lalu beritahu ke dokter, biasanya

paling kalau ada juga alergi obat saja,” AP

Permasalahan pada MESO di RS X adalah belum dilakukan

secara aktif. Sehingga laporan efek samping obat hanya dibuat ketika

ada laporan atau kejadian. Seharusnya bisa ada monitoring aktif

terkait efek samping obat yang mungkin terjadi pada pasien.

5.2.8 Gambaran Dispensing Sedian Steril di RS X

Berdasarkan hasil wawancara dispensing sediaan steril di RS

X dilakukan dengan teknik aseptik di ruangan khusus untuk

menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas

dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan

Page 117: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

102

pemberian obat. RS X telah mempunyai ruangan khusus untuk

kegiatan ini.

Kegiatan yang dilakukan untuk pencampuran obat suntik.

Hal ini disebabkan di RS X tak memiliki pasien kanker dengan

kebutuhan obat campur khusus.

Berdasarkan hasil observasi, belum banyak kegiatan di

ruangan dispensing sediaan steril. Hal ini dikarenakan di ruangan

tersebut memang tidak ada petugas khusus yang menjaga, petugas

yang akan mencampur obat suntik atau menyiapkan obat steril

lainnya dari outlet rawat inap baru akan pindah ke ruangan tersebut

ketika ada kegiatan pencampuran obat.

Berdasarkan hasil observasi, petugas melakukan

pencampuran dengan dosis yang telah diukur sebelumya. Cairan

dicampur perlahan dan selalu dilakukan swab dengan tisu steril

sebelum dan setelah pencampuran pada tempat cairan. Jika

pencampuran harus melalui biological safety cabinet, maka petugas

harus memakai APD lengkap yakni sarung tangan, masker, dan

pakaian steril.

Sebelum masuk ruang pencampuran, petugas akan melalui

ruang antara untuk ganti baju dan melakukan pembersihan diri

melalui HEPA Filter. Petugas masuk melalui pintu dengan pegangan

stainless steel sedangkan obatnya masuk ke dalam pass box. Setelah

Page 118: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

103

masuk petugas mengambil cairan dari dalam pass box dan

melakukan pencampuran.

“Kalau mau melakukan pencampuran obat suntik, baru

petugas akan naik ke ruangan atas dan melakukan kegiatan,

karena untuk petugas khusus kami kekurangan tenaga,” RN

1

“Pencampuran obat suntik kami lakukan semua di ruang

steril di atas, sudah ada LAF juga,” AP

“Kalau campur obat suntuk ya harus di ruang steril kita juga

pakai sarung tangan dan masker, kalau dilakukan di sini

(outlet) itu salah,” RN 2

Berdasarkan hasil observasi ditemukan masih adanya

petugas yang melakukan pencampuran obat suntik di ruang outlet

rawat inap. Petugas yang melakukan pencampuran tersebut juga

tidak mengenakan APD seperti sarung tangan dan masker.

Berdasarkan hasil observasi, berikut merupakan daftar

sarana dan prasarana yang ada di ruang dispensing sediaan steril.

Tabel 5.7 Sarana Prasara Dispensing Sediaan Steril

No Syarat Ketersediaan Keterangan

Ada Tidak

ada

1 Ruang bersih kelas 10.000 √ Diganti dengan LAF

kelas 100

2 Ruang penyimpanan kelas 100.000 √

Page 119: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

104

No Syarat Ketersediaan Keterangan

Ada Tidak

ada

3 Ruang antara kelas 100.000 √

4 Ruang ganti pakaian kelas 100.000 √

5 Lantai datar dan halus tanpa

sambungan, keras, serta resisten

terhadap zat kimia

6 Dinding rata dan halus, keras, serta

resiste terhadap zat kimia √

7 Sudt-sudut permukaan langit-langit

dengan dinding dibuat melengkung

dengan radius 20 – 30 mm

8 Colokan listrik datar dengan

permukaan dan kedap air serta dapat

dibersihkan

9 Penerangan, saluran, dan kabel

dibuat di atas plafon √

10 Rangka pintu terbuat dari stainles

stell √

11 Aliran udara menuju ruang bersih,

ruang peniapa, ruang ganti pakaian,

dan ruang antara harus melalui

HEPA filter dan memenuhi syarat

kelas 10.000

12 Tekanan udara ruang bersih adalah

15 pascal lebih rendah dari ruang

lainnnya

√ Ada alat pengukur

tekanan udara

13 Suhu udara di ruangan bersih dan

steril dipelihara pada suhu 16-25 C √ Ada alat pengukur

suhu dan pengecekan

oleh apoteker

14 Kelembaban relatif 45-55% √ Ada alat pengukur

kelembaban ruangan

Page 120: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

105

Di RS X dalam kegiatan dispensing sediaan steril masih ditemukan

petugas yang mencampur oat suntik tidak pada ruangannya. Hal ini bisa berisiko

baik untuk petugas maupun pasien. Selain itu, RS X memang belum melakuakn

kegiatan dispensing sediaan steril lain karena tak ada pasien dengan obat

kebutuhan khusus seperti kanker. Ruang dispensing RS X sudah tersedia dan

dilengkap dengan LAF kelas 100 yang memenuhi standar dan pengecekan setiap

tahunnya.

5.3 Gambaran Pencapaian Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik di

Rumah Sakit X

Dari 11 kegiatan pelayanan farmasi klinik, RS X hanya melaksanakan 7

kegiatan saja. Pelayanan farmasi klinik di RS X yang dilaksanakan terdiri dari

pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat,

rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat, pemantauan terapi obat, monitoring

efek samping obat, dan dispensing sediaan steril. Sedangkan yang belum

dilakukan adalah, konseling, visite, evaluasi penggunaan obat, dan pemantauan

kadar obat dalam darah.

Di sisi lain, berdasarkan hasil telaah dokumen dan wawancara, pelaporan

kesalahan kejadian obat dari tahun 2015 ke 2016 mengalami penurunan. Namun,

pada 2016 laporan yang masuk hanya sampai dengan bulan September sedangkan

Oktober, November, dan Desember tidak ada laporan yang masuk.

Page 121: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

106

Berdasarkan hasil wawancara dengan lima informasn semuanya

menyatakan potensi kesalahan kejadian obat masih terjadi, namun pasti langsung

ditangani. Hal ini biasanya karena kesalahan saat entry atau membaca resep.

“Biasanya resep ada saja yang tidak jelas, kalau begitu kita langsung

konfirmasi ke dokternya,” RN 1

“Ada aja, sulit dihindati tapi kita langsung perbaiki kok,” MA

“Ada saja kalau resep yang tidak jelas atau tidak lengkap sih, itu

kadang yang bikin salah-salah,” RN 2

―Kadang kalau begitu kita ketahui salah langsung entry ulang dan

diperbaiki, jadi tidak ke pasien salahnya,‖ RJ 2

―Memang masih ada kesalahan di lapangan, kami sedang terus

mencari akar masalahnya,‖ PS

Pelaporan kesalahan obat masih terjadi di RS X. Meski begitu RS X telah

melakukan analisis dan investigasi untuk menurunkan angka kejadian kesalahan

obat yang terjadi. Karena di rumah sakit memang sulit untuk mendapat angka

kejadian kesalahan obat yang nihil.

Page 122: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

107

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Pada saat penelitian ini dilakukan ditemukan keterbatasan peneliti

dalam melakukan penggalian informasi dan pencarian data. Di antaranya:

1. Peneliti tidak bisa melakukan observasi atau telaah dokumen rekam

medis sehingga tidak dapat mengamati variabel penelusuran riwayat

obat.

2. Keterbatasan waktu informan dalam memberikan informasi karena

waktu pekerjaan informan yang padat terutama pada apoteker dan

asisten apoteker di rawat jalan.

6.2 Analisis Input Pelayanan Farmasi Klinik

Pada umumnya untuk meningkatkan suatu pelayanan ada dua cara

yaitu dengan meningkatkan mutu dan kuantittas sumber daya, tenaga, biaya,

peralatan, perlengkapan, dan material yang diperlukan dengan menggunakan

teknologi atau dengan kata lain meningatkan input atau struktur serta

memperbaiki metode atau penerapan yang dipergunakan dalam kegiatan

pelayanan, hal ini memperbaiki proses pelayanan organisasi kesehatan

(Wijono dan Wijaya, 2012).

Input yang ada di RS X memang masih kurang terutama dalam

penerapan teknologi. Peresepan masih manual dan belum terkomputerisasi.

Sistem komputer baru ada pada billing harga dan cek persediaan serta

Page 123: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

108

perencanaan pembelian. Hal ini membuat banyak resep tak jelas dan tak

terbaca oleh petugas. Hal lain yang belum mendukung adalah laboratorium

khusus farmasi yang belum tersedia.

Padahal penggunaan teknologi elektronik atau electronic prescribing

telah banyak disarankan digunakan di rumah sakit untuk menurunkan angka

kejadian keslaahan obat. Menurut American Family Physician tenaga

kesehatan harus dapat menggunakan perangkat lunak untuk mengatasi

kesalahn yang terjadi termasuk electronic prescribing dan pencarian litelatur

di internet secara internasional (Pollock, Bazaldua dan Dobbie, 2007).

Selain itu, jumlah apoteker di RS X hanya 7 orang. Tentu ini sangat

sedikit jika dibandingkan dengan resep yang masuk per hari bisa mencapai

800 hingga 900 resep. Total tenaga kefarmasian pun hanya 63 dengan

semuanya dibagi menjadi beberapa shift dan depo sehingga sulit untuk

memaksimalkan berbagai pekerjaan yang khusus.

SPO terkait farmasi klinik juga telah dimiliki RS X dan sudah ada 96

SPO. Namun, belum ada proses evaluasi penjalanan SPO tersebut karena di

lapangan pun masih ada petugas yang melanggar. Seharusnya RS X

melakukan evaluasi kefektifan peraturan yang diterapkan agar tidak ada

kejadian berulang terkait kesalahan obat.

6.3 Analisis Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit X

Proses pelayanan farmasi klinik berdasarkan PMK No.58 tahun 2014

tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit, pelayanan farmasi klinik

Page 124: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

109

di rumah sakit terdiri dari pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran

riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat,

konseling, visite, pemantauan terapi obat, monitoring efek samping obat,

evaluasi penggunaan obat, dispensing sediaan steril, dan pemantauan

kadar obat dalam darah. Namun yang dilaksanakan di RS X baru meliputi

pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat,

rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat, pemantauan terapi obat,

monitoring efek samping obat, dan dispensing sediaan steril.

Kegiatan pelayanan farmasi klinik yang belum dilakukan RS X adalah

konseling, visite, evaluasi penggunaan obat dan pemantauan kadar obat

dalam darah. Konseling belum dilakukan saat ini karena di RS X masih

kekurangan SDM. SDM yang ada sudah habis untuk pelayanan dan

pengkajian resep. Sedangkan untuk petugas konseling khusus belum ada.

Namun, RS X tetap terbuka dengan segala pertanyaan dari pasien.

6.3.1 Analisis Pengkajiaan dan Pelayanan Resep di RS X

Pengkajian dan pelayanan resep adalah hal yang paling pertama

yang harus dilakukan oleh apoteker dalam melakukan penerimaan resep

dari dokter. Pengkajian dan pelayanan resep dilakukan untuk mencegah

terjadinya kelalaian pencantuman informasi, penulisan resep yang buruk

dan penulisan resep yang tidak baik (Arhayani, 2007).

Berdasarkan PMK No.58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan

Farmasi Rumah Sakit, pengkajian dan pelayanan resep meliputi seleksi

Page 125: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

110

persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis.

Di RS X persyaratan administrasi sudah kurang terutama pada penulisan

berat badan dan tinggi badan pasien, sedangkan untuk persyaratan

farmasetik baik, dan untuk persyaratan klinis masih kurang terutama

terkait informasi alergi obat.

Sedikit berbeda dengan PMK No. 58, persyaratan kelengkapan resep

dari WHO lebih sederhana. Berikut perbandingan syarat dari PMK No.58

dan WHO:

Tabel 6.1 Syarat Resep PMK No.58 dan WHO

Persyaratan Resep

PMK No. 58 Tahun 2014 WHO (1994)

1. Nama pasien 1. Nama pasien

2. Umur pasien 2. Umur pasien

3. Jenis kelamin 3. Alamat pasien

4. Berat badan 4. Tanggal resep

5. Tinggi badan 5. Nama dokter

6. Nama dokter 6. Alamat dokter

7. Nomor izin 7. Telepon dokter

8. Alamat 8. Paraf dokter atau inisial

9. Paraf dokter 9. Nama generik obat

10. Tanggal resep 10. Kekuatan sediaan

11. Ruang/unit asal resep 11. Dosis

12. Nama obat 12. Jumlah obat

13. Bentuk obat 13. Aturan pakai

14. Kekuatan sediaan 14. Peringatan

15. Dosis

16. Jumlah obat

17. Stabilitas

18. Aturan dan cara

penggunaan

19. Ketepatan indikasi,

dosis, dan waktu

penggunaan obat

20. Duplikasi pengobatan

21. ROTD

Page 126: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

111

Persyaratan Resep

PMK No. 58 Tahun 2014 WHO (1994)

22. Kontraindikasi

23. Interaksi obat

Berikut pembahasan untuk masing-masing kelengkapan persyaratan

pada resep:

1. Kelengkapan Persyaratan Administrasi

Dari hasil analisis pada 295 sampel resep maka didapatkan

secara umum persyaratan adimistrasi resep di RS X sudah cukup.

Ada 96 resep yang tak memilki keterangan jenis kelamin, rata-rata

yang tak memiliki keterangan itu adalah pasien anak-anak. Peada

penelitian sebelumnya yang dilakukan di RS Fatmawati pada tahun

2013 juga ditemukan banyak yang tidak mencatumkan jenis kelamin

pasien yaitu sebanyak 249 resep dari 325 resep yang dianalisis atau

sekitar 96% (Susanti, 2015).

Keterangan tinggi badan dan berat badan pasien paling

rendah yaitu 25,94% dan 23,73%. Berdasarkan hasil analisis resep

yang menggunakan keterangan tinggi badan dan berat badan hanya

untuk pasien anak-anak. Hal ini juga sama dengan penelitian

sebelumnya yang menyebutkan tidak adanya keterangan berat badan

dan tinggi badan pasien pada 287 resep dari 325 resep yang diteliti

atau sekitar 88% (Susanti, 2015). Berdasarkan PMK No.58 Tahun

2014 memang tidak disebutkan secara jelas keterangan tinggi badan

dan berat badan digunakan untuk ketentuan pasien seperti apa.

Page 127: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

112

Namun, berdasarkan saran WHO pada Guidliness to Good

Prescribing tidak disebutkan adanya berat badan dan tinggi badan

pasien pasien pada resep. Sedangkan menurut Medical Council of

New Zeland (MCNZ) keadaan disik pasien seperti berat badan dan

tinggi badan harus dicantumkan dalam resep untuk menghindari

kesalahan terapi (MCNZ, 2016).

Selain itu jumlah resep yang lengkap memuat umur pasien

hanya 67,46%. Dari hasil analisis resep yang memuat umur pasien

hanya pada pasien dengan umur tua dan anak-anak. Informasi terkait

umur memang menjadi standar dari PMK No.58 Tahun 2014 dan di

RS X sendiri, namun sebenarnya berdasarkan saran WHO pada

Guidliness to Good Prescribing, umur dicantumkan hanya terutama

bagi pasien anak-anak dan orang tua.

Menurut Guidelines for Good Prescribing in Primary Care

yang dikeluarkan oleh Lancashire Medicines Management Group di

Inggris keterangan umur, berat badan, dan tinggi pasien penting

dicantumkan memang hanya untuk pasien anak-anak karena

berhubungan dengan perhitungan dosis dan terapi (Davey, 2016)

Sedangkan tanggal resep dan asal ruangan banyak yang luput

dan tidak diisi terutama pada resep rawat jalan. Jumlah yang tidak

ada tanggal resep yaitu 85 resep dan yang tidak ada asal ruangan ada

96 resep. Berdasarkan penelitian sebelumnya di RS Fatmawati dari

325 resep ada 52 resep yang tak memiliki tanggap peresepan

Page 128: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

113

(Susanti, 2013). Padahal menurut Guidelines for Good Prescribing in

Primary Care tanggal resep harus ditulis secara lengkap agar jelas

kapan dan dari mana datangnya resep jika diperiksa kemudian hari.

(Davey, 2016).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Harjono dan Nuraini

Farida (1999) dalam Rahmawati (2002) menunjukkan adanya

berbagai penyimpangan dalam hal penulisan resep, misalnya

penulisan resep yang tidak lengkap (resep tanpa tanggal, tanpa paraf

dokter, tidak mencantumkan permintaan bentuk sediaan) serta

penulisan resep yang tidak jelas maupun sukar dibaca baik

menyangkut nama, kekuatan dan jumlah obat, bentuk, sediaan

maupun aturan pakai.

Menurut Michelle R. Colien kegagalan komunikasi dan salah

interpretasi antara petugas kesehatan merupakan salah satu faktor

penyebab timbulnya kesalahan obat (medication error) yang bisa

berakibat fatal bagi penderita (Cohen, 2007).

Hal ini juga dikemukan WHO, komunikasi antar penulis dan

pembaca resep haruslah baik. Jika ada yang tak jelas maka pembaca

resep wajib melakukan konfirmasi pada penulis resep, inilah

mengapa nama, alama, dan nomor telepon penulis resep menjadi

penting, agar petugas dapat melakukan konfirmasi dengan mudah.

Dalam kasus RS X asal ruangan juga menjadi salah satu

unsur penting dalam melakukan konfirmasi. Seharusnya RS X dapat

Page 129: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

114

melakukan konfirmasi dengan mudah jika ada ketidakjelasan dengan

menelepon nomor ruangan atau langsung pada dokter. Di RS X pun

kode nomor telepon dokter sudah diatur dengan mudah dan

semuanya tersambung ke pusat informasi sehingga harusnya RS X

melakukan konfirmasi dengan mudah.

2. Kelengkapan Persyaratan Farmasetik

Sedangkan untuk persyaratan farmasetik resep sudah baik

karena kelengkapan rata-rata di atas 80% meski yang diharapkan

adalah 100%. Dokter di RS X kebanyakan sudah menulis dengan

lengkap terkait terapi yang harus diberikan kepada pasien. Semua

dokter telah menulis nama obat, terlepas dari jelas atau tidaknya

tulisan. Sedangkan, pada persyaratan bentuk obat sirup, tablet, atau

puyer lengkap sebesar 90.17%, kekuatan sediaan 89,83%, dosis

hanya ada dua obat yang taj tertera sehingga kelengkapannya

99,32%, jumlah obat 98,98%, dan aturan serta cara penggunaan

hanya sebesar 87,78%.

Tidak adanya bentuk sediaan obat ini merugikan pasien

karena pemilihan bentuk sedian disesuaikan dengan kondisi tubuh

pasien. Selain itu konsentrasi atau kekuatan obat yangtak tercantum

juga bisa berbahaya karena berpengaruh pada hasil terapi yang akan

dijalani, jika konsentrasi obat lebih kecil dari kebutuhan maka terapi

yang dijalani tidak tercapai, namun jika dosis obat yang diberikan

Page 130: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

115

lebih tinggi maka sangat berbahaya bahkan bisa menimbulkan

kematian karena kesalahan pemberian (Susanti, 2013).

Sedangkan menurut WHO kekuatan obat menunjukkan

berapa miligram setiap tablet, supositoria, atau mililiter cairan harus

mengandung zat tertentu. Singkatan yang diterima secara

internasional adalah g untuk gram, ml untuk mililiter. Penulisan

angka desimal harus dihindari, jika perlu, menulis kata-kata penuh

untuk menghindari kesalahpahaman. Misalnya, menulis Levotiroksin

50 mikrogram, bukan 0.050 miligram atau 50 ug. Tulisan tangan

resep yang buruk dapat menyebabkan kesalahan (WHO, 1994).

Sedangkan untuk stabilitas obat memang tidak banyak diteliti

pada penelitian kelengkapan resep sebelumnya. Dalam buku panduan

WHO pun tak disebutkan adanya stabilitas obat dalam resep, namun

perlu diketahui oleh apoteker dan dokter demi memberikan terapi

yang tepat untuk pasien.

3. Kelengkapan Persyaratan Klinis

Berdasarkan sample yang diambil kelengkapan persyaratan klinis

pada resep di RS X masih kurang. Hanya waktu penggunaan yang

jumlahnya di atas 90% yakni 97.97%. Sedangkan untuk indikasi hanya

sebesar 47,12%. Begitu juga untuk reaksi alergi hanya sebesar 27.12%,

padahal sudah ada kolom dalam form resep yang harus diisi oleh dokter

terkait ada atau tidaknya alergi pada pasien.

Page 131: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

116

Pertimbangan klinis dalam resep di antaranya adanya alergi, efek

samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain)/

Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada

dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif

seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan

(Hartini dan Sulasmono, 2007) dalam (Apriliani, 2010).

Persyaratan klinis yang menjadi pertimbangan tentang indikasi,

kontraindikasi, dan waktu penggunaan memang tak disebutkan secara

tegas harus ada dalam resep namun secara tegas harus diketahui oleh

pasien . Hal ini dikarenakan banyak pula pasien yang tak patuh

menjalankan terapi jika tak diberi peringatan terkait persyaratan klinis

tersebut, kebanyak terjadi pada pasien dengan keluhan tidak begitu serius

(WHO, 1994).

Kejadian kesalahan obat bisa terjadi pada tahap peresepan.

Medicaton error dapat terjadi pada tahap peresepan (precribing),

penyiapan (dispensing), dan pemberian obat (drug administrastion).

Kesalahan pada salah satu tahap dapat menimbulkan kesalahan pada

tahap selanjutnya. Kejadian kesalahan obat (medication error) terkait

dengan praktisi, produk obat, prosedur, lingkungan atau sistem yang

melibatkan peresepan (prescibing), penyiapan (dispensing), dan

administrasi (administration) (Tajuddin, et al. 2012).

Kesalahan meresepkan dan kesalahan resep merupakan masalah

utama di antara kesalahan pengobatan. Proses peresepan ini terjadi baik

Page 132: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

117

di rumah sakit umum maupun di rumah sakit khusus, meski pun

kesalahan jarang terjadi fatal namun dapat mempengaruhi keselamatan

pasien dan kualitas kesehatan (Velo, 2009).

Kebanyakan yang sulit dilakukan dan sering keliru adalah

pembacaan resep. Petugas mengaku sering menerima resep tidak jelas.

Seharusnya ketika tidak jelas petugas langsung mengkonfirmasi ulang

pada dokter, namun berdasarkan hasil observasi banyak ditemukan

bahwa petugas hanya mengkonfirmasi dengan sesama petugas saja.

Selain itu, di outlet rawat inap dan rawat jalan semua petugas

TTK dan apoteker setiap harinya tidak memiliki pekerjaan yang tetap.

Semunya bergantiaan ssecara acak dan tidak ada yang fokus dengan satu

pekerjaan misalnya hanya mengemas obat, hanya melakukan entry resep.

Hal ini menyebabkan tempat di outlet rawat inap tak sesuai alur kerja.

6.3.2 Analisis Rekonsiliasi Obat di RS X

Pada penelitian sebelumnya pelaksanaan rekonsiliasi obat di

beberapa rumah sakit hampir sama dengan pelaksanaan penelusuran riwayat

penggunaan obat. Tujuan dari Rekonsiliasi obat adalah memastikan

informasi yang akurat tentang obat, mengidentifikasi ketidaksesuaian

informasi obat dari dokter. Tercatat dua rumah sakit yang diteliti melakukan

rekosnsiliasi obat telah sesuai dengan teori yang ada, yaitu dengan cara

menanyakan kepada pasien, apakah pasien membawa obat dari rumah

kemudian membandingkan dengan pengobatan di rumah sakit. Jika pasien

Page 133: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

118

membawa obat dari rumah, maka obat-obatan tersebut diperiksa

kelayakannya, apakah telah sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.

Jika terjadi ketidaksesuain maka Apoteker akan menghubungi dokter yang

menangani pasien tersebut. Sedangkan satu rumah sakit lainnya belum

melakuakan kegiatan ini dikarenakan kurangnya jumlah tenaga kerja yang

ada di rumah sakit (Indah dan Utami, 2016).

Berdasarkan Permenkes RI No.58 tahun 2014 rekonsiliasi obat

dilakukan dengan cara pengumpulan data, komparasi dan konfirmasi

informasi dari dokter. Sama halnya dengan penelitian sebelumya di RS X

pun proses rekonsiliasi obat hampir sama dengan penelusuran riwayat obat.

Proses rekonsiliasi obat di RS X dilakukan dengan membandingkan

instruksi pengobatan dari dokter dengan obat yang telah didapat pasien oleh

apoteker. Biasanya kegiatan ini dlakukan saat proses UDD dilakukan untuk

pasien rawat inap dan sebelum penyerahan obat kepada pasien untuk rawat

jalan.

Proses rekonsiliasi sudah berjalan sesuai standar yaitu dengan

pengumpulan data dari rekam medis, dokter penanggung jawab, serta

komunikasi langsung dengan pasien. Lalu semua data itu dikomparasikan.

Komunikasi yang dilakukan apoteker dengan tenaga kesehatan lain pun

sudah baik. Seperti yang ada pada PMK No.58 Tahun 2014, apoteker segera

melakukan konfirmasi jika ada yang tidak jelas pada proses komparasi data.

Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatkan bahwa

apoteker cenderung mau melakukan rekonsiliasi obat. Apoteker mau bekerja

Page 134: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

119

melakukan rekonsiliasi obat sesuai dengan aturan yang ada (Setiawan, et al.

2015)

Rekonsiliasi di RS X pun sudah berjalan cukup baik. Semua catatan

pasien didokumentasikan dan dicocokan, sehingga mudah ketika terjadi

pertukaran ruangan dan pertukaran RS.

6.3.3 Analisis Pelayanan Informasi Obat di RS X

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat (PIO) menurut PMK No.58

Tahun 2014 adalah kegiatan yang meliputi tanya jawab mengenai

informasi obat tidak hanya kepada pasien tetapi terhadap tenaga kesehatan

lainnya, menerbitkan bulletin, melakukan penelitian, memberikan

pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kerja kefarmasian ataupun tenaga

kesehatan lainnya.

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah

dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini sekurang-

kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka

waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus

dihindari selama terapi (Dirjen Pelayanan Farmasi dan Alat Kesehatan,

2006).

Kepatuhan pasien terhadap pengobatan dapat ditingkatkan dengan

tiga cara yaitu, pemilihan terapi obat yang baik. menciptakan hubungan

dokter-pasien yang baik, atau meluangkan waktu untuk memberikan

Page 135: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

120

informasi yang diperlukan, seperti petunjuk dan peringatan. Terapi obat

yang baik terdiri dari sedikitnya obat yang diresepkan, dengan tindakan

cepat, sedikit efek samping sesedikit mungkin, dalam bentuk sediaan yang

tepat, jadwal dosis sederhana (satu atau dua kali sehari), dan durasi

pengobatan sesingkat mungkin (WHO, 1994).

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat (PIO) yang dilakukan di RS X

meliputi menjawab setiap pertanyaan pasien terkait obat, pemberian

informasi obat pada pasien pulang untuk rawat inap, penjelasan informasi

obat pada pasien rawat jalan saat peyerahan obat, pembuatan leaflet, dan

pembuatan buku saku fomalium.

Namun, RS X belum sepenuhnya melaksanakan PIO untuk tenaga

kesehatannya. Informasi obat di RS X hanya diberikan lewat formularium

dan beberapa tambahan dari kemasan obat. Apoteker belum secara berkala

melakukan PIO kepada tenaga kesehatan lain seperti perawat dan dokter.

Ruang lingkup penelitian dan memberikan pendidikan berkelanjutan bagi

tenaganya dalam PIO yang seharusnya dilakukan untuk menambah

informasi pun belum dilakukan oleh RS X. Pengetahuan tenaga kesehatan

hanya dilakukan jika RS X membutuhkan orang untuk dikirim ke sebuah

pelatihan tertentu untuk menguasai suatu skill.

Hal itu tak sesuai dengan kegiatan PIO yang seharusnya pada PMK

No. 58 Tahun 2014 serta ruang lingkup PIO pada Pedoman Informasi Obat

di Rumah Sakit yang telah terbit tahun 2006.

Page 136: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

121

Pada penelitian sebelumnya beberapa rumah skait melakukan PIO

dengan beberapa cara, yang pertama yaitu pelayanan informasi obat yang

diberikan kepada pasien seperti KIE, yang kedua pelaksanaan informasi

kesehatan bagi masyarakat seperti penyulahan kepada masyarakat, di mana

apoteker terlibat dalam kegiatan penyuluhan (Indah dan Utami, 2016)

PIO di dua rumah sakit yang diteliti di lakukan pada saat penyerahan

obat kepada pasien, seperti cara penggunaan obat, lama penggunaan obat

serta penyimpanan obat. Dari keempat rumah sakit yang termasuk

kedalam penelitian, yang medekati dengan teori yang ada hanya satu

rumah sakit. Hal ini rata-rata disebabkan karena kurangnya SDM dalam

melakukan PIO (Indah dan Utami 2016). Begitu juga di RS X tidak

memiliki petugas PIO khusus serta sarana PIO seperti ruangan khusus pun

tidak ada.

Selama dilakukan PIO pada pasein di RS X komunikasi apoteker di

ruang rawat inap sudah cukup baik. Apoteker menjalesakan secara rinci

semua hal terkait obat kepada pasien. Pasien juga diberi lembar informasi

obat yang bisa dibaca ulang di rumah. Sedangkan untuk rawat jalan waktu

pemberitahuan tentang obat hanya sebentar, apalagi ketika sedang antri.

Pasien tidak sempat bertanya dan petugas menjadi terburu-buru

memberikan penjelasan. Hal ini karena yang melakukan PIO adalah

petugas yang menyerahkan obat kepada pasien.

Page 137: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

122

PIO yang efektif pada pasien dapat mengurangi ketidapatuhan pasien

dalam menggunakan obat. Pasien membutuhkan informasi, petunjuk dan

peringatan agar mereka memiliki pengetahuan untuk menerima dan

mengikuti pengobatan serta mendapat keterampilan yang diperlukan untuk

menggunkaa obat dengan tepat. Dalam beberapa studi, kurang dari 60%

pasien telah memahami bagaimana menggunakan obat yang mereka

terima. Informasi harus diberikan yang jelas, menggunakan bahasa umum

dan meminta pasien untuk mengulang kata-kata yang diucapkan petugas

oleh dirinya sendiri terkait beberapa informasi inti, untuk memastikan

bahwa infromasi terlah dipahami (WHO, 1994).

6.3.4 Analisis Konseling di RS X

Konseling pada PMK No. 58 Tahun 2014 obat adalah suatu aktivitas

pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat dari apoteker (konselor)

kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan

maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas

inisitatif apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya.

Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien

dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling obat bertujuan

untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang

tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-effectiveness yang

pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien

(patient safety).

Page 138: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

123

Secara khusus konseling juga dapat mengurangi jumlah pasien yang

tidak patuh dalam terapi obat. Rata-rata, 50% pasien tidak menggunakan

obat yang diresepkan dengan benar, membawa meminumnya secara tidak

teratur, atau tidak sama sekali. Alasan yang paling umum adalah karena

gejala telah berhenti, efek samping yang terjadi, obat dianggap tidak

efektif, atau jadwal dosis rumit bagi pasien, terutama orang tua. Pasien

yang tidak patuh terhadap pengobatan mungkin tidak memiliki

konsekuensi serius. Misalnya, dosis teratur thiazide masih memberikan

hasil yang sama, sebagai obat memiliki paruh panjang dan kurva dosis-

respons yang datar. Tetapi obat dengan waktu paruh pendek (misalnya

fenytoin) atau margin terapeutik yang sempit (misalnya teofilin) dapat

menjadi tidak efektif atau beracun jika diminum secara tidak teratur

(WHO, 1994).

Namun, sayangnya konseling belum dilakukan dengan maksimal di

RS X hal ini disebabkan SDM yang kurang. Apoteker di RS X tak cukup

untuk memenuhi tugas jika harus ada konseling rutin. Maka, konseling

dilakukan hanya berdasarkan permintaan. Sedangkan, permintaan dari

pasien sendiri jarang terjadi karena pasien banyak yang tak mengetahui

akan harus adanya konseling dengan apoteker terkait terapi obat yang

sedang digunakan.

Pada penelitian sebelumnya dari 4 rumah sakit yang diteiti 3 di

antarnya melakukan konseling dengan cara apoteker memberikan

penejelasan bagaimana cara penggunaan obat. Apoteker memberikan

Page 139: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

124

konsultasi kepada pasien dan didokumentasikan pada buku konsultasi

obat, tanpa blanko tertulis dari pasien. Sesuai PMK No.58 Tahun 2014

hasil konseling sebaiknya didokumentasikan pada buku konsultasi obat

agar tidak terjadi kesalahan pada pengobatan berikutnya. Konseling di

satu rumah lainnya belum dilakukan secara baik, konseling yang dilakukan

hanya memberikan informasi singkat mengenai cara penggunaan obat,

efek samping obat dan fungsi dari obat itu sendir dikarenakan jumlah dari

tenaga kerja di rumah sakit yang masih kurang. (Indah dan Utami 2016).

Kegiatan konseling memang seharusnya penting dilakukan terutama

untuk pasien dnegan penggunaaan obat berkelanjutan dan jangka panjang,

Hal ini tercantum pada PMK No.58 Tahun 2014. Konseling juga penting

untuk mengurangi angka risiko kesalahan pengobatan (WHO, 2014) dan (

(ASHP 2013). Hal ini disebabkan karena konseling dapat meningkatn

kepatuhan pasien dalam penggunaan obat (Muliawan, 2008).

6.3.5 Analisis Visite di RS X

Berdasarkan PMK No.58 Tahun 2014 visite merupakan kegiatan

kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker secara mandiri

atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien

secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat

dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD), meningkatkan terapi

obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien

serta profesional kesehatan lainnya.

Page 140: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

125

Namun, di RS X visite belum dilakukan maksimal karena apoteker

baru mengunjungi ruangan sehari sekali tapa rutin memberi konsultasi

atau memantau per pasien langsung hanya dari catatan perawat.

Berdasarkan penelitian sebelumnya di Rumah sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta visite hanya dilakukan di beberapa bangsal saja, belum

kesemua bangsal. Rumah sakit PKU Muhammadiya Gamping visite hanya

dilakukan pada pasien rawat inap yang membutuhkan perhatian khusus,

untuk memantau terapi penggunaan obat serta efek samping dari obat yang

diguanakan contohnya penggunaan antibiotik. Kegiatan masih sebatas

pemantauan terapi obat, sampai dengan menentukan obat yang sesuai

untuk pasien, dan hanya sekedar memberikan saran kepada pasien

mengenai obat yang sesuai untuk pasien (Indah dan Utami 2016).

Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah

sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah

Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home

Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus

mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi

pasien dan memeriksa terapi obat dari rekam medik atau sumber lain.

Dari hasil penelitian lain pun menunjukkan bahwa kesalahan

peresepan di ruang perawatan intensif masih banyak ditemukan sebelum

dilakukan pendampingan oleh apoteker saat visite dokter (78,89%).

Kegiatan pendampingan apoteker saat visite dokter efektif menurunkan

Page 141: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

126

86% tingkat kesalahan peresepan yang ditemukan (11,31%). Jumlah

rekomendasi yang diberikan oleh apoteker berpengaruh signifikan

terhadap jumlah kesalahan peresepan di ruang perawatan intensif

(Turnodihardjo, Hakim, dan Kartikawatiningsi, 2016).

Visite apoteker bersama tenaga kesehatan lain sebenarnya sudah

menjadi kewajiban dalam kegiatan farmasi klinik. Namun, memang masih

banyak tenaga kesehatan yang tak bisa bekerjasama di lapangan, sehingga

kegiatan ini tak tercipta.

Beberapa studi menggambarkan sikap dokter terhadap peran

farmasi klinik khususnya pendampingan apoteker. Di Sudan, dokter

menjadi tidak nyaman dengan adanya apoteker yang merekomendasikan

peresepan obat untuk pasien meskipun jenis pengobatan tersebut untuk

penyakit minor. Sedangkan, di Jordan terdapat 63% dokter mengharapkan

apoteker untuk mengajari pasien mereka mengenai keamanan dan

ketepatan penggunaan obat. Di samping itu, sebagian dokter menyetujui

bahwa apoteker selalu dapat diandalkan sebagai sumber informasi obat

(Abu-Garbieh, et al., 2010).

Kegiatan ini memang tak dapat dilakukan RS X karena kurangnya

SDM. Namun, seharusnya RS X mampu menciptakan kerjasama antar

petugas kesehatan untuk melakukan kegiatan ini. Setidaknya, perlu ada

apoteker dan beberapa tenaga kesehatan lain yang rutin mengecek keadaan

Page 142: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

127

terapi obat pasien terutama untuk pasien dengan obat jangka panjang dan

kompleks.

6.3.6 Analisis Pemantauan Terapi Obat di RS X

Pemantauan terapi obat merupakan salah satu kegiatan farmasi

klinik yang sudah banyak dilakukan di beberapa rumah sakit, hanya saja

pelaksanaan ini belum dilakukan secara sempurna dan belum sesuai

dengan aturan yang ada. Tatalaksana pemantauan terapi obat di Rumah

Sakit yang baik dan benar adalah dimulai dari seleksi pasien,

pengumpulan data pasien, identifikasi masalah terkait obat, rekomendasi

terapi dan rencana pemantauan (Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan

2009).

Apoteker biasanya memantau dan memeriksa pasien yang diberi

obat lima jenis atau lebih. Namun pemantauan baru berupa vek interaksi

obat. Itu pun jika obat yang diberikan banyak, hal ini dikarenakan tak

cukup waktu untuk mengecek semua interaksi dalam resep.

Hal yang sama dilakukan pada penelitian sebelumnya yang

menyebutkan dari 4 rumah sakit kegiatan PTO hanya dilakukan pada

pasien tertentu dengan kebutuhan obat khusus seperti TB. Sedangkan

untuk keseluruhan pasien belum dilakukan (Dirjen Bina Farmasi dan Alat

Kesehatan, 2009). Sedangkan menurut PMK No.58 Tahun 2014,

pemantauan adalah termasuk kegiatan memantau efektivitas terapi yang

diberikan kepada pasien. Hal ini belum dilakukan maksimal dan berkala

Page 143: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

128

secara khusus. Pemantauan terapi obat juga penting dilakukan untuk

melihat efektifitas obat yang diberikan.

Melakukan pemantauan terapi dapat mengurangi risiko tejadinya

kesalahan terapi (ASHP, 2013). Hal ini tentu akkan efktif menurunkan

angkat kejadian kesalahan obat bila PTO dapat dilakukan secara

komperhensif.

6.3.7 Analisis Monitoring Efek Samping Obat (MESO) di RS X

Monitoring efek samping obat yang benar adalah dicatat pada

lembar MESO yang kemudian akan ditandatangani oleh dokter, kemudian

akan dikirimkan secara ke pusat MESO Indonesia, yaitu Badan Pengawas

Obat dan Makanan (BPOM) di Jakarta (Indah dan Utami, 2016).

Sedangkan kegiatan monitoring efek samping obat di RS X baru

dilakukan ketika ada efek samping obat terjadi pada pasien. Idetifikasi

biasanya dilakukan jika apoteker atau tenaga kesehatan lain menemukan

kemungkinana efek samping obat. Analisis kemudian dilakukan apoteker

dan ditelusuri apakah benar hal yang terjadi pada pasien itu efek samping

obat atau bukan.

Jika terbukti itu merupakan efek samping obat, maka apoteker akan

mengkomunikasikan pada dokter untuk melakukan tindakan yaitu

menghentikan permanen atau menghentikan sementara terapi obat yang

diberikan.

Page 144: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

129

Padahal, banyak bukti menunjukkan bahwa sebenarnya efek

samping obat (ESO) dapat dicegah, dengan pengetahuan yang bertambah,

yang diperoleh dari kegiatan pemantauan aspek keamanan obat pasca

pemasaran (atau yang sekarang lebih dikenal dengan istilah

farmakovigilans. Sehingga, kegiatan ini menjadi salah satu komponen

penting dalam sistem regulasi obat, praktik klinik dan kesehatan masyarakat

secara umum (BPOM RI, 2012)

Seharusnya rumah sakit melakukan kegiatan ini untuk dapat

mencegah sedini mungkin kemungkinan efek samping obat yang

ditimbulkan. Hal ini pun lebih baik dievaluasi berkala sehingga laporan

untuk BPOM nantinya akan lebih lengkap dan akurat.

6.3.8 Analisis Dispensing Sediaan Steril di RS X

Pencampuran sediaan steril merupakan rangkaian perubahan bentuk

obat dari kondisi semula menjadi produk baru dengan proses pelarutan atau

penambahan bahan lain yang dilakukan secara aseptis oleh apoteker di

sarana pelayanan kesehatan (ASHP, 1985) dalam (Dirjen Bina Farmasi dan

Alat Kesehatan, 2009).

Aseptis berarti bebas mikroorganisme. Teknik aseptis didefinisikan

sebagai prosedur kerja yang meminimalisir kontaminan mikroorganisme

dan dapat mengurangi risiko paparan terhadap petugas. Kontaminan

kemungkinan terbawa ke dalam daerah aseptis dari alat kesehatan, sediaan

obat, atau petugas jadi penting untuk mengontrol faktor-faktor ini selama

Page 145: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

130

proses pengerjaan produk aseptis (Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan

2009).

Ruang dispensing sediaan steril memang sudah tersedia di RS X

namun pemakaianya belum maksimal. Kendalanya ada pada petugas yang

kurang untuk berjaga di sana. Selain itu, masih ada petugas yang mencampu

obat suntik di dalam outlet rawat inap tidak di dalam ruang yang tersedia.

Padahal pencampuran sediaan steril harus memperhatikan

perlindungan produk dari kontaminasi mikroorganisme; sedangkan untuk

penanganan sediaan sitostatika selain kontaminasi juga memperhatikan

perlindungan terhadap petugas, produk dan lingkungan (Dirjen Bina

Farmasi dan Alat Kesehatan, 2009).

RS X pun telah memiliki SPO tersendiri terkait pencampuran obat

suntik. Sosialisasi dan pemberitahuan SPO juga sudah dilakukan. Namun,

masih ada petugas yang bandel karena ruang dispensing sediaan steril dan

depo rawat inap cukup jauh sehingga petugas yang terburu-buru waktu

mengambil jalan pintas. Hal ini sebenarnya sangat berbahaya jika dilakukan

terus menerus dan banyak petugas karena bisa menimbulkan infeksi

nosokomial. Harus ada supervisor tersendiri terkait dispensing sediaan steril

ini.

6.4 Analisis Pencapaian Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinik

Berdasarkan PMK No.58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan

Farmasi Rumah Sakit, pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan

langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan

Page 146: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

131

outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena

Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup

pasien (quality of life) terjamin. Maka kejadian kesalahan obat menurut

Kepmenkes no. 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM)

tidak boleh terjadi.

Di RS X laporan kejadian kesalahan obat memang masih ada, baik

untuk kejadian yang sudah terjadi ataupun potensi kejadian. Hal ini,

dilaporkan oleh petugas pada petugas keselamatan pasien. Rata-rata yang

laporan yang masuk adalah tak terbacanya resep dengan jelas. Berdasarkan

PMK No.58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit,

pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan

apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan

meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan

keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of

life) terjamin. Maka kejadian kesalahan obat menurut Kepmenkes no. 129

tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) tidak boleh terjadi.

Sedangkan kegiatan pelayanan farmasi klinik yang belum dilakukan

RS X adalah konseling, visite, evaluasi penggunaan obat dan pemantauan

kadar obat dalam darah. Konseling belum dilakukan saat ini karena di RS X

masih kekurangan SDM. SDM yang ada sudah habis untuk pelayanan dan

pengkajian resep. Sedangkan untuk petugas konseling khusus belum ada.

Namun, RS X tetap terbuka dengan segala pertanyaan dari pasien.

Page 147: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

132

Padahal, keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruhi oleh

kualitas pelayanan, tetapi dipengaruhi pula oleh perilaku pasien

(Muliawan,2008). Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien

adalah dengan cara konseling (Depkes RI, 2008). Menurut PMK No.58 tahun

2014 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit, pun konseling perlu

dilakukan terutama bagi pasien denga kondisi khusus, pasien dengan

pengobatan jangka panjang, pasien yang menggunakan obat khusus serta

yang memakai banyak obat. Hal ini juga seharusnya sebagai salah satu usaha

dalam mencegah reaksi obat yang tidak diinginkan.

Visite juga belum diilakukan karena di RS X belum ada kerjasama

antar apoteker dan berbagai tenaga medis lain untuk melakukan penyuluhan

terkait obat kepada pasien. SDM di RS X juga kembali menjadi hambatan

untuk dilaksanakannya visite, karena saat ini apoteker hanya berfokus pad

apemberian informasi obat pada pasien. Meski begitu, sebenarnya setiap

apoteker sudah diberi tanggung jawab satu ruangan untuk dilakukan

pengecekan setiap ahri sekali untuk mencegah terjadinya efek samping obat

dan mencatat apakah terjadi interaksi atau efek samping pada terapi yang

diberikan. Visite memang pelayanan yag paling jarang dilakukan oleh rumah

sakit, dikarenakan kurangnya tenaga kerja yang berkompeten untuk melakukan

kegiatan ini di rumah sakit. Visite dapat dilakukan secara mandiri oleh apoteker

atau dilakukan secara tim dengan tenaga kesehatan lain (Kemenkes RI,2011).

RS X juga belum melakukan evaluasi penggunaan obat secara

keseluruhan, baerdasarkan hasil wawancara evaluasi penggunaan obat pernah

Page 148: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

133

dilakukan hanya untuk obat-obat tertentu dan dilakukan biasanya oleh

mahasiswa yang sedang melakukan penelitian. Padahal menurut kemenkes

melakukan evaluasi penggunaan obat adalah untuk memastikan penggunaan obat

secara rasional pada pasien, terutama penggunaan antibiotik (Siregar,2014).

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yang juga menyebutkan

evaluasi penggunaan obat belum dilakukan (Restriyani, 2016).

Pemantauan kadar obat dalam darah juga belum dilakukan di RS X

karena belum memiliki alat yang menunjang untuk melakukan kegiatan ini.

Padahal, pentingnya melakukan pemantauan kadar obat dalam darah adalah

untuk memastikan pemberian obat yang optimal berdasarkan konsentrasi

target, sehingga dengan demikian penyesuaian dosis dapat dilakukan

(Usman,2007).

Page 149: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

134

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka didapatkan simpulan

bahwa RS X belum sepenuhnya menjalankan semua kegiatan farmasi

klinis yang terdapat pada PMK No.58 Tahun 2014 tentang Standar

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Ada pun rinciannya berdasarkan

pendekatan sistem sebagai berikut:

1. Pada pelayanan farmasi klinis di RS X yang menjadi kendala

dalam input adalah SDM yang kurang memadai yaitu total jumlah

tenaga kefarmasian hanya 63 dengan jumlah apoteker 7 orang

sedangkan resep yang masuk per hari bisa 800-900 resep. Selain

itu, pada sarana RS X juga belum menerapkan sistem electronic

prescribing dalam meminimalisir kesalahan peresepan. Sedangkan

kebijakan di RS X sudah ada 96 SOP, namun masih ada beberapa

pelanggaran karena kurangnya monitoring.

2. Berdasarkan proses maka gambaran pelayanan farmasi klinis di RS

X adalah sebagai berikut:

a. Pada proses pengkajian dan pelayanan resep masih banyak

ditemukan resep yang tidak lengkap baik secara administrasi,

farmasetik, maupun klinis. Kelengkapan persyaratan

administrasi mencapai 71.33%, kelengkapan persyaratan

Page 150: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

135

farmasetik 81%, dan kelengkapan persyaratan klinis 34.44% .

Permasalahan banyak terjadi saat pembacaan resep yang tidak

jelas dan tidak lengkap.

b. Kegiatan rekonsiliasi obat di RS X sudah berjalan dengan baik.

Apoteker selalu mencocokan dengan catatan pperawat dan

rekam medis pasien mengenai terapi obat.

c. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat (PIO) di RS X baru sebatas

pada saat penyerahan obat kepada pasien rawat jalan dan rawat

inap pada saat pasien akan pulang. Media PIO ynag digunakan

baru leafleat. Sedangkan untuk informasi obat bagi pegawai

dibuat formalium RS X. Pada pemberian PIO sering kurang

maksimal saat penyerahan di rawat jalan karena waktu yang

singkat dan pasien yang banyak.

d. Kegiatan Pemantauan Terapi Obat (PTO) di RS X sudah

dilakukan namun baru dilakukan pada pasien dengan terapi

lebih dari lima obat. Karena jika dilakukan semua SDM yang

ada tidak cukup.

e. Kegiatan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) telah

dilakukan namun tidak berkala, baru bersifat responsif jika ada

kejadian. RS X belum proaktif melakukan MESO jika belum

ada kejadian pasien yang terkena efek samping obat.

f. Kegiatan dispensing sediaan steril di RS X hanya berupa

pencampuran obat suntik karena di RS X tidak memiliki alat

Page 151: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

136

yang memadai untuk pencampuran obat khusus lainnya.

Ditemukan juga, masih ada pegawai yang melakukan

pencampuran steril tidak di ruang steril, sehingga ini

membahayakan.

3. Dari 11 kegiatan pelayanan farmasi klinik, RS X melaksanakan 7

kegiatan. Pelayanan farmasi klinik di RS X yang dilaksanakan

terdiri dari pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat

penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat,

pemantauan terapi obat, monitoring efek samping obat, dan

dispensing sediaan steril. Sedangkan yang belum dilakukan adalah,

konseling, visite, evaluasi penggunaan obat, dan pemantauan kadar

obat dalam darah.

7.1 Saran

1. Bagi Rumah Sakit

a. Melakukan upaya pemenuhan seluruh kegiatan farmasi

klinik sesuai PMK No. 58 tahun 2014. Dengan membuat

standar berupa petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan

sesuai dengan kemampuan rumah sakit.

b. Dikembangkannya kerjasama antar tenaga kesehatan

dengan membuat form yang harus diisi semua tenaga

kesehatan untuk memantau efektifitas terapi obat pasien

yang nantinya bisa dibaca baik oleh apoteker, dokter, dan

perawat.

Page 152: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

137

c. Menyiapkan SDM untuk konseling dan PIO secara khusus

untuk pasien.

d. Dikembangkannya metode electronic prescribing untuk

mengurangi kesalahan pembacaan resep

e. Mengganti sistem pekerjaan yang awalnya TTK dan

apoteker mobile setiap harinya menjadi memiliki pekerjaan

tetap setiap harinya dan dilakukan rolling bisa dalam

seminggu sekali.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

a. Dilakukan penelitian lebih mendalam terkait hubungan

beban kerja apoteker di RS X dengan kemampuan dalam

melaksanakan semua kegiatan farmasi klinis sesuai dengan

PMK No.58 Tahun 2014

b. Dilakukan penelitian terkait analisis kebijakan PMK No. 58

Tahun 2014 di beberapa rumah sakit.

Page 153: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

138

DAFTAR PUSTAKA

Abu-Ghrabieh, Eman, Fahmy, Sahar, et al. 2010. ―Attitudes and Perceptions of

Healthcare Providers and Medical Students Toward Clinical Pharmacy

Services in United Arab Emirates,‖ Tropical Journal of Pharmaceutical

Research. 421-430

Aditama, T.Y.2002. Manajemen Administrasi Rumah Sakit (ed kedua). Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia.

American Collage of Clinical Pharmacy (ACCP). 2008. The Definition of Cliical

Pharmacy. Pharmacoteraphy. Vol.28. No.6

American Pharmaceutical Association.1995. Apha Princple of Practice for

Pharmaceutical Care. Washington DC : American Pharmaceutical

Association.

American Hospital Asociation. 2016. Improving Medication Safety. 12 Agustus.

http://www.aha.org/advocacy-issues/tools-resources/advisory/96-

06/991207-quality-adv.shtml.

ASHP. 2013. ―ASHP Guidelines: Minimum Standard for Pharmacies in

Hospitals.‖ In Practice Settings: Guidliness, 519-528. America: ASHP.

Arhayani. 2007. Perencanaan dan Penyiapan Pelayanan Konseling Obat Serta

Pengkajian Resep Bagi Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Imanuel

Bandung. http//www.ITBcentralibrary.ac.id . (diakses pada 5 Januari

2017)

Apriliani, Sandy Ria. 2010. Studi Kelengkapan Resep Obat Untuk Pasien Anak

di Apotek Wilayah Kecamatan Kartasura Bulan Oktober - Desember

2008. Surakarta: UMS

Aslam, M., Tan, C. K., Prayitno, A. 2003. Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy),

Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta:

Elex Media Komputindo.

Badriah, Fase. 2015. Pengungkapan Kesalahan Medis: Disclossing Medical Error

fo Patient Safety Culture. Jakarta: UIN PRESS.

Bayang, Andi Thenry, Syahrir Pasinringi, and Sangkala. 2013. FAKTOR

PENYEBAB MEDICATION ERROR DI RSUD ANWAR MAKKATUTU

KABUPATEN BANTAENG. Makasar: FKM UNHAS.

Page 154: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

139

BPOM. 2012. Pedoman Montoring Efek Samping Obat (MESO) Bagi Tenaga

Kesehatan. Jakarta: BPOM

Cahyono, Suharjo B. 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam

Praktik Kedokteran. Yogyakarta: Kanisisus.

CDC. 2016. CDC Guideline for Prescribing Opioids for Chronic Pain —

United States: CDC

Cohen, Michael. R. 2007. Medication Errors. Washington DC: American

Pharmacist Association

Colpaert, Kristen, Barbara Claus, Annemie Somers, Koenraad Vandewoude,

Hugo Robays, and Johan Decruyenaere. 2006. ―Impact of computerized

physician order entry on medication prescription errors in the intensive

care unit: a controlled cross-sectional trial.‖ Pubmed Central.

Cousins, David. 2011. Root Cuse Analysis In Context of WHO International

Calssification fo Patient Safety. UK: WHO.

Cousins, David, David Gerrett, and Bruce Warner. 2011. ―A review of medication

incidents reported to the National Reporting and Learning System in

England and Wales over 6 years (2005-2010).‖ British Journal of Clinical

Pharmacology 597-604.

David C. Classen, Roger Raesar, et all. 2011. ―Global Trigger Tool‖ shows That

Adverse Events in Hospitals Maybey Ten Times Greater Than Previously

Measured.‖ Heath Affairs 581-589.

Depkes RI. 2008. Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Keselamatan Pasein.

Jakarta: Depkes.

Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan. 2009. Pedoman Dasar Teknik Aseptis.

Jakarta: Depkes RI.

—. 2009. Pedoman Pemantauan Terapi Obat. Jakarta: Depkes RI.

—. 2011. Pedoman Vistie Apoteker. Jakarta: Kemenkes RI.

Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2007. Pedoman Konseling. Jakarta:

Depkes RI.

Dirjen Pelayanan Farmasi dan Alat Kesehatan. 2006. Pedoman Pelayanan

Informasi Obat di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.

Elfiansih, Satifah, Qurotul Aini, and Sabtanti Harimurti. 2014. STUDI KASUS

MEDICATION ERRORS DI RUANG RAWAT INAP RSI Ngk. Yogyakarta:

UMY.

Page 155: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

140

Ekowati, Heny, Adi P., Tunggul, Trisnowati, & Rahardjo, Budi. 2006. Pengaruh

visitasi farmasis terhadap potensi interaksi obat pada pasien lanjut usia

rawat inap di Bangsal Dahlia RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo.

Majalah Farmasi Indonesia, Vol. 17. No.4

Elfiansih, S., Aini, Q., & Harimurti, S. 2014. STUDI KASUS MEDICATION

ERRORS DI RUANG RAWAT INAP RSI Ngk. Yogyakarta: UMY.

FitzGerald, Richard J. 2009. ―Medication errors: the importance of an accurate

drug history.‖ Bristish of Journal Clinical Pharmacology 671-675.

Hidayat, Zaenuri S., Pirwonunggroho, Tunggul Adi, & Vera, Vitis Vini. 2014.

Analisis Persepsi dan Harapan Dokter Terhadap Peran Apoteker di

RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Suplemen Majalah

Kedokteran Andalah. Vol.37. No.1

Ikawati, Zullies. 2010. Farmaski Klinis Terbukti Tingkatkan Hasil Terapi pada

Pasien. (http://www.ugm.ac.id/id/berita/2133-

farmasi.klinis.terbukti.efektif.tingkatkan.hasil.terapi.pada.pasien diakses

pada 13 Januari 2017)

Indah, Wanti Nur, and Pinasti Utami. 2016. Profil Penerapan Farmasi Klinik di

Rumah Sakit Amal Usaha Milik Muhammadiyah di Daerah Istimewa

Yogyakarta. Yogyakarta: UMY.

Iskandar, Heru, Halimi Maksum, and Nafsah. 2014. ―Faktor Penyebab Penurunan

Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Rumah Sakit.‖ Jurnal Kedokteran

Brawijaya, Vol. 28 Suplemen No. 1.

Keputusan Menteri Kesehatan No.129 tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan

Minimal Rumah Sakit

Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027 tahun 2004 Tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit(KKP-RS). 2008. Pedoman Pelaporan

Insiden Keselamatan Pasien (IKP). Jakarta: Persi.

Kroening, Helen L., Bronwyn Kerr, James Bruce, and Iain Yardley. 2015.

―Patient Complaints as Predictors of PAtient Safety Incidents.‖ Patient

Experience Journal 94-1001.

Page 156: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

141

Lapau, Buchari. 2013. Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan

Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Medical Council of New Zealand (MCNZ). 2016. Good Prescribing Pratice.

New Zealand: MCNZ

Muliawan, B. T. 2008. Pelayanan Konseling Akann Meningkatkan Kepatuhan

Pasien pada Terapi Obat.

http://www.binfar.depkes.go.id/def_menu.ph.(diakses pada 9 Januari

2017).

Miles, Mathews B., A. Michael Huberman, and Johnny Saldana. 2014.

Qualitative Data Analysis: A Method Sourcebook. London: SAGE

Publication.

Muladi, Amik. 2012. ―Faktor – Faktor Penyebab Medication Errors.‖ Akademi

Keperawatan Tujuhbelas Karanganyar.

Mulyana, Sri Dede. 2013. Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien Oleh

Perawat di Unit Rwat Inap Rumah Sakit X Jakarta. Depok: UI.

Mustikawati, Yully Harta. 2011. Analisis Determinan Kejadian Nyaris Cedera

dan kejadian Tidak Diharapkan di Unit Perawatan Rumah Sakit Pondok

Indah Jakarta. Depok: UI.

National Coordinating Council for Medication Error Repoting and Prevention.

2016. Medication Error. 2 Agustus. http://www.nccmerp.org/about-

medication-errors.

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Oncology Times. 2014. Study: Hospital Medical Errors Reduced by 30 Percent

with Improved Patient Handoffs. oncology-times.com.

Peraturan Menteri Kesehatan No.58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan

Farmasi di Rumah Sakit

Phillips, David P, Nicholas Christenfeld, and Laura M Glynn. 1998. ―Increase in

US medication-error deaths between 1983 and 1993.‖ The Lancet 643-

644.

Rahmawati, Fita dan Oetari, R.A.2002.Kajian Penulisan Resep: Tijauan Aspek

Legalitas dan Kelengkapan Resep di Apotek-Apotek Kotamadya

Yogyakarta. Yoyakarta: Majalah Farmasi Indonesia

Restriyani, Mustika, dan Maziyyah, Nurul. 2016. Persepsi Dokter Dan Perawat

Page 157: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

142

Tentang Peran Apoteker Dalam Pelayanan Farmasi Klinik Di Rumah

Sakit Pku Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta: UMY

Ritter, James M, Lionel D Lewis, Timothy GK Mant, and Albert Ferro. 2008. A

Textbook of Clinical Pharmacology and Therapeutics, Fifth Edition.

London: Hodder Arnold.

Setiawan, Eko, Sylvi Irawati Irawati, Bobby Presley, and Susilo. 2015. ―Persepsi

dan Kecenderungan Keterlibatan Apoteker di Apotek pada Proses

Rekonsiliasi Obat.‖ Jurnal Sains Farmasi & Klinis 91-98.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif Dan R&D). Bandung : Alfabeta.

Sulistianti, Lany Aprili. 2015. Korelasi Budaya Keselamtan Pasien dengan

Persepsi Pelaporan Kesalahan Medis Oleh Tenaga Kesehatan Sebagai

Upaya Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit X

dan Rumah Sakit Y Tahun 2015. Jakarta: UIN Jakarta.

Siregar, C.J.P., dan Kumolosari, E. (2006). Farmai Klinik Teori dan Penerapan,

Jakarta: EGC.

Susanti, Ika. 2013. Identifikasi Medication Error Pada Fase Prescribing,

Trascribing, dan Dispensing di RSUP Fatmawati Periode 2013. Jakarta:

UIN Jakarta.

Tajuddin, Rusmi Sari, Indrianty Sudirman, Maidin, and Alimin. 2012. ―FAKTOR

PENYEBAB MEDICATION ERROR DI INSTALASI RAWAT

DARURAT.‖ Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 182-187.

Teixeira, Thalyta Cardoso Alux, and Silvia Helena De Bortoli Cassieani. 2010.

Root cause analysis: evaluation of medication errors at a university

hospital. Portugal: Rev Esc Enferm USP.

Turnodihardjo, Marlina A., Hakin, Lukman, Katikawatiningsih, Dewi. 2016.

"Pengaruh Pendampingan Apoteker Saat Visite Dokter terhadap

Kesalahan Peresepan di Ruang Perawatan Intensif." Jurnal Farmasi Klinis

Indonesia. 160-168

Utarini, Adi, and Hanevi Djasri. 2012. ―Keselamatan Pasien dan Mutu Pelayanan

Kesehatan: Menuju ke Mana?‖ Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

159-160.

Velo, Giampaolo, and Pietro Minuz. 2009. ―Medication errors: Prescribing faults

and prescription errors.‖ British Journal of Clinical Pharmacology

67(6):624-8.

Page 158: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

143

WHO. 1994. Guide to Good Prescribing - A Practical Manual. Retrieved from

WHO:

http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jwhozip23e/5.4.html#Jwhozip23e.5

.4

—. 2008. Learning From Error. Switzerland: WHO.

—. 2014. Reporting and Learning SystemsFor Medication Error: The Role of

Pharmacovigilance Centres. Geneva: WHO Press.

— .2014. 10 Fact About Patient Safety. Retrieved from WHO:

http://www.who.int/features/factfiles/patient_safety/patient_safety_facts/e

n/index1.html

Page 159: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

144

LAMPIRAN

Page 160: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

145

Lampiran I

Frequency Table

Nama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 1 .3 .3 .3

Lengkap 294 99.7 99.7 100.0

Total 295 100.0 100.0

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 96 32.5 32.5 32.5

Lengkap 199 67.5 67.5 100.0

Total 295 100.0 100.0

JK

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 8 2.7 2.7 2.7

Lengkap 287 97.3 97.3 100.0

Total 295 100.0 100.0

BB

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 225 76.3 76.3 76.3

Page 161: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

146

Lengkap 70 23.7 23.7 100.0

Total 295 100.0 100.0

TB

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 219 74.2 74.2 74.2

Lengkap 76 25.8 25.8 100.0

Total 295 100.0 100.0

ND

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 41 13.9 13.9 13.9

Lengkap 254 86.1 86.1 100.0

Total 295 100.0 100.0

Izin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 65 22.0 22.0 22.0

Lengkap 230 78.0 78.0 100.0

Total 295 100.0 100.0

Alamat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Page 162: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

147

Alamat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Lengkap 295 100.0 100.0 100.0

PD

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 111 37.6 37.6 37.6

Lengkap 184 62.4 62.4 100.0

Total 295 100.0 100.0

TGL

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 84 28.5 28.5 28.5

Lengkap 211 71.5 71.5 100.0

Total 295 100.0 100.0

Asal

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 95 32.2 32.2 32.2

Lengkap 200 67.8 67.8 100.0

Total 295 100.0 100.0

N_obat

Page 163: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

148

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Lengkap 295 100.0 100.0 100.0

Bentuk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 29 9.8 9.8 9.8

Lengkap 266 90.2 90.2 100.0

Total 295 100.0 100.0

Kekuatan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid -1 1 .3 .3 .3

Tidak Lengkap 28 9.5 9.5 9.8

Lengkap 266 90.2 90.2 100.0

Total 295 100.0 100.0

Dosis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 2 .7 .7 .7

Lengkap 293 99.3 99.3 100.0

Total 295 100.0 100.0

Jumlah

Page 164: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

149

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 3 1.0 1.0 1.0

Lengkap 292 99.0 99.0 100.0

Total 295 100.0 100.0

Aturan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 39 13.2 13.2 13.2

Lengkap 256 86.8 86.8 100.0

Total 295 100.0 100.0

Indikasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 156 52.9 52.9 52.9

Lengkap 139 47.1 47.1 100.0

Total 295 100.0 100.0

Waktu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 6 2.0 2.0 2.0

Lengkap 289 98.0 98.0 100.0

Total 295 100.0 100.0

Page 165: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

150

Alergi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Lengkap 215 72.9 72.9 72.9

Lengkap 80 27.1 27.1 100.0

Total 295 100.0 100.0

Page 166: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …
Page 167: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

152

Lampiran II

Matriks Wawancara, Observasi, Telaah Dokumen

Tabel 5.2 Matriks Wawancara, Observasi, dan Telaah Dokumen

Pertanyaan INF 1 RN 1 Observasi Telaah dokumen Kesimpulan

INPUT

Sumber Daya Manusia

Bagaimana

proses/alur

penempatan

pegawai pada

bagian farmasi?

Sesuai dengan

dokumen

Sesuai dengan

dokumen

Melalui

rekuitment resmi

dari rumah sakit

lalu dilakukan

traning pelayanan

dasar pertama

selama satu bulan

setelah itu baru

rolling

penempatan

selama 6 bulan

atau satu tahun.

Untuk petugas-

petugas khusus

ditempatkan

Setiap petugas

farmasi di RS X

dtempatkan

melalui

serangkaian

tahap pelatihan

dasar dan

khusus bagi

petugas-petugas

khusus. Rolling

pegawai

diadakan 6

bulan atau satu

tahun sekali

sesuai

Page 168: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

153

Pertanyaan INF 1 RN 1 Observasi Telaah dokumen Kesimpulan

sesuai kebutuhan

rumah sakit dan

mereka yang

sudah memiliki

sertifikasi

pelatihan

kebutuhan

rumah sakit.

Bagaimana

pembagian

tugasnya?

Di bagi dua

menjadi bagian

manajerial dan

teknis dan salaing

membantu.

Semuanya mobile

dan saling

membantu.

Penempatan

pegawai

berdasarkan

kemampuan dan

pengalaman.

Tidak ada

pembagian tugas

khusus di depo

atau aoutlet

untuk terima

resep, racik,

kemas, dan

serah obat,

semuanya

mobile dan

saling

membantu.

Standar apa yang

digunakan rumah

Peraturan

Pemerintah (PP)

Peraturan

Pemerintah (PP)

Peraturan

Pemerintah (PP)

Peraturan

Pemerintah (PP)

Page 169: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

154

Pertanyaan INF 1 RN 1 Observasi Telaah dokumen Kesimpulan

sakit untuk

menerima pegawai

pada bagian

farmasi?

No. 51 tahun 2009

tentang Pekerjaan

Kefarmasian

No. 51 tahun 2009

tentang Pekerjaan

Kefarmasian

No. 51 tahun

2009 tentang

Pekerjaan

Kefarmasian

No. 51 tahun

2009 tentang

Pekerjaan

Kefarmasian

Bagaimana usaha

yang dilakukan

dalam

mengembangkan

SDM yang ada

pada bagian

farmasi?

Pelatihan dan sesi

sharing knowlegde.

Pelatihan dan sesi

sharing knowlegde.

Pengembangan

pengetahuan

SDM baru rrutin

dilakukan

internal bagian

farmasi,

harusnya rumah

sakit melakukan

berbagai

tindakan

pengembangan

keahlian rutin.

Apakah ada

pendidikan dan

pelatihan lanjutan

bagi para pegawai?

Pendidikan lanjut

tidak ada, pelatihan

ada.

Pendidikan lanjut

tidak ada, pelatihan

ada.

Tidak ada

bantuan

pendidikan

lanjut dari

rumah sakit.

Pelatihan

dilakukan

internal bagian

farmasi dan

Page 170: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

155

Pertanyaan INF 1 RN 1 Observasi Telaah dokumen Kesimpulan

beberapa

pelatihan terkait

obat baru serta

pelatiah ke luar

rumah sakit jika

dibutuhkan.

Sarana dan Prasarana

Bagaimana cara

perawatan sarana

dan prasarana pada

pelayanan farmasi?

Semua alat dicek,

kebutuhan alat-alat

khusus dilakukan

kalibrasi setahun

sekali

Dicek setiap hari,

yang rusak diganti,

dan dilakukan

kalibrasi.

Dilakukan

pengecekan

rutin untuk

setiap alat

farmasi.

Bagaimana

kesesuaian sarana

dan prasarana yang

ada dengan

kebutuhan rumah

sakit?

Sudah cukup Sudah cukup. (terlampir) Sarana dan

prasana yang

ada di RS X

sudah

memenuhi

syarat pelayan

dasar namun

masih banyak

yang harus

ditambah jika

ingin sesuai

dengan PMK

no.58 tahun

Page 171: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

156

Pertanyaan INF 1 RN 1 Observasi Telaah dokumen Kesimpulan

2014 seperti

laboratorium

farmasi,

kelengkapan

dispensing

sediaan steril,

ruang khusus

PIO dan

konseling, serta

alat untuk

PKOD

Bagaimana cara

peremajaan sarana

dan prasarana yang

ada?

Dicek rutin ada

yang setiap hari,

sebulan sekali,

setahun sekali,

kalau sudah tak

layak diganti.

Sesuai kebutuhan,

kalau tidak layak

segera diganti.

Peremajaan

dilakukan sesuai

dengan

kebutuhan dan

hasil dari cek

petugas.

Bagaimana

penggunaan

teknologi informasi

dan komunikasi

pada pelayanan

farmasi?

Sistem informasi

rumah sakit mulai

dari tahap

perencanaa,

pembelian, hingga

pengeluaran

barang. Etiket juga

dicetak.

Sistem informasi

rumah sakit mulai

dari tahap

perencanaa,

pembelian, hingga

pengeluaran

barang. Etiket juga

dicetak.

Belum ada

electronic

prescribing.

Teknologi

informasi sudah

dimulai sejak

tahap

perencanaan,

pembelian,

hingga

penggunaan.

Page 172: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

157

Pertanyaan INF 1 RN 1 Observasi Telaah dokumen Kesimpulan

Namun, tidak

ada sistem

peresepan

elektronik

Kebijakan/SOP

Adakah

kebijakan/SOP

tersendiri di rumah

sakit bagi

pelayanan farmasi

klinik?

Ada Ada Ada, tetrapi tidak

dijalankan

dengan baik dan

tidak dilakukan

evaluasi.

SOP di RS X

sudah cukup

banyak karena

ada 96 SOP,

namun SOP ini

hanya dibuat

untuk tuntutan

akreditasi dan

kurang dijalnkan

serta

dimonitoring

pelaksanaannya

Apa yang menjadi

dasar pembuatan

kebijakan tersebut?

Buku pedoman

pelayanan farmasi

rumah sakit dan

buku perencanaan

kebijakan farmasi

rumah sakit

- Kebijakan

dibuat

berdasarkan

pada peraturan

perundang

undangan serta

peraturan

lainnya yang

Page 173: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

158

Pertanyaan INF 1 RN 1 Observasi Telaah dokumen Kesimpulan

mendukung.

Bagaimana

kesesuaian SOP

dan pelaksanaan

teknis menurut

Anda selama ini?

Banyak

pelanggaran

Masih banyak

pelanggaran.

Banyak petugas

yang lalai

menjalankan

SOP seperti

melakukan

pencampuran

obat suntik tidak

pada ruang steril

Apakah yang

paling menjadi

kendala dalam

pelaksanaan SOP

pelayanan farmasi

klinik?

Kepatuhan petugas

yang seringkali

lupa SOP sehingga

pelayanan tak

sesuai.

Kebiasaan petugas

untuk patuh masih

harus diterapkan

Petugas tidak

patuh SOP,

misalnya

pencampuran

obat suntik masih

ada yang di

ruangan biasa

Petugas perlu

dikontrol terus

agar patuh pada

SOP. Misalnya

dengan

mengadakan

evaluasi

mendadak dan

evaluasi rutin

petugas selama

satu bulan sekali

Page 174: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

159

Pertanyaan INF 1 AP RN2 RJ2 Observasi Kesimpulan

PROSES

Pengkajian dan Pelayanan Resep

Bagaimana alur

pengecekan

kelengkapan

administrasi

resep?

Sesuai

Sesuai

Sesuai

Sesuai

Resep

memang

dicek

petugas,

namun

terkadang

petugas

untuk

menerima

obat sampai

dengan serah

obat adalah

orang yang

sama

sehingga

hanya dicek

satu orang.

Ditemukan

juga kotak

ceklis

pemeriksaan

resep yang

harusnya di

Resep yang

seharusnya

dicek oleh

petugas

yang

berbeda-

beda

terkadang

hanya oleh

satu petugas

karena

sedang

sibuk atau

banyak

resep masuk

sehingga

butuh waktu

yang cepat.

Perlu ada

pembagian

tugas yang

jelas agar

terjadi

Page 175: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

160

Pertanyaan INF 1 AP RN2 RJ2 Observasi Kesimpulan

paraf setiap

petugas

sering kali

kosong.Tidak

ada

pembagian

tugas TTK

yang jelas

karena

semuanya

saling

membantu.

ketertiban

administrasi.

Apa pernah ada

ketidaklengkapan

dalam resep?

Resep jarang

yang lengkap

Pernah Sering Sering Tidak ada

resep yang

benar-benar

lengkap

Tidak ada

resep yang

ditulis

lengkap

sesuai

dengan

PMK 58

Tahun 2014

Berapa

frekuensinya

dalam satu

bulan/satu tahun?

Sering Selalu ada Setiap hari ada Setiap hari ada Setiap resep Tidak ada

resep yang

ditulis

lengkap

sesuai

Page 176: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

161

Pertanyaan INF 1 AP RN2 RJ2 Observasi Kesimpulan

dengan

PMK 58

Tahun 2014

Biasanya apa

yang tidak

lengkap dari

resep yang

ditemukan?

Beragam

mulai dari

tandatangan

dokter, umur,

breat badan,

sampai alamat

Persyaratan

adimnistrasinya

Persyaratan

adminitrasi,

kalau klinis

mungkin dosis

Persyaratan

adimnistrasinya

Paling

banyak

ditemukan

tidak

tercantum

berat badan

dan tinggi

badan serta

ceklis reaksi

alergi

Banyak

ditemukan

tidak

tercantum

berat badan

dan tinggi

badan serta

ceklis reaksi

alergi

Bagaimana cara

mengatasi jika

ada resep yang

tidak lengkap

atau tidak jelas

Konfirmasi

langsung ke

dokter

Bertanya ke

teman, senior,

jika masih tidak

jelas ke dokter

langsung

Bertanya ke

teman, senior,

jika masih tidak

jelas ke dokter

langsung

Bertanya ke

teman, senior,

jika masih tidak

jelas ke dokter

langsung

Tidak

langsung ke

dokter

dikonfirmasi

tapi bertanya

pada

apoteker

senior

terlebih

dahulu baru

ke dokter

Konfirmasi

seharusnya

langsung ke

dokter,

namun, jika

masih bisa

dijawab oleh

apoteker

senior maka

tak

dilakukan

konfirmasi

Page 177: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

162

Pertanyaan INF 1 AP RN2 RJ2 Observasi Kesimpulan

kejelasan

lagi ke

dokter.

Pertanyaan INF 1 AP RN 1 RN 2 Observasi Kesimpulan

Rekonsiliasi Obat

Bagaimana

teknik verifikasi

informasi obat

yang digunakan?

Sesuai dengan

observasi

Sesuai dengan

observasi

Sesuai dengan

observasi

Sesuai dengan

observasi

Petugas farmasi

selalu mengecek

informasi atau

terapi obat

pasien dan

mencocokannya

dengan catatan

perawat

Verifikasi telah

dilakukan

komprehensif

mulai dari

membandingkan

dengan rekam

medis, catatan

perawat, hingga

petugas farmasi

Bagaimana

teknik komparasi

yang digunakan

petugas untuk

membandingkan

data obat pasien?

Sesuai dengan

observasi

Sesuai dengan

observasi

Sesuai dengan

observasi

Sesuai dengan

observasi

Petugas UDD

membandingkan

catatn

kefarmasian

dengan catatn

perawat

sebelum

melakukan

Petugas sudah

menjalankan

metode

pencocokan

terapi dengan

catatn peawat.

Namun,

semuanya masih

Page 178: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

163

Pertanyaan INF 1 AP RN 1 RN 2 Observasi Kesimpulan

Rekonsiliasi Obat

penyerahan obat manual dan

belum dilakukan

dnegan sistem

informasi yang

terintegrasi

Bagaimana

proses

konfirmasi antar

apoteker dan

dokter bila ada

ketidakjelasan

resep?

Sesuai dengan

observasi

Sesuai dengan

observasi

Sesuai dengan

observasi

Sesuai dengan

observasi

Petugas farmasi

atau apoteker

kebanyakn

menanyakan

dahulu ke

perawat di

ruangan untuk

kemudian

konfimasi ke

dokter. Kecuali

di rawat jalan,

sering langsung

menelepon

dokter

Apoteker

berkoordinasi

dengan dokter

dan perawat

melalui telepon

sudah cukup baik,

namun

seharusnya

konfirmasi

langsung

dilakukan ke

dokter tanpa

pihak ketiga

Bagaimana

proses pemastian

terapi yang

diberikan kepada

pasien ketika

Sesuai dengan

observasi

Sesuai dengan

observasi

Sesuai dengan

observasi

Sesuai dengan

observasi

Proses

pemastian terapi

dengan

mencocokan

data sudah

Proses pemastian

sudah bagus dan

dilakukan

komprehentif

mulai dari rekam

Page 179: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

164

Pertanyaan INF 1 AP RN 1 RN 2 Observasi Kesimpulan

Rekonsiliasi Obat

terjadi

pemindahan

pasien antar-

ruangan atau

antar-rumah

sakit?

dilakukan

komprehensif

oleh apoteker

dan perawat,

kerjasam

keduanya juga

terlihat baik.

Setiap hari ada

apoteker ke

ruangan untuk

mencocokan

dan memeriksa

catatan dengan

perawat.

medis, catatan

perawat, dan

petugas farmasi

serta dokter

penanggungjawab

Bagaimana

petugas

memutuskan

tindakan ketika

terjadi

ketidaksesuaian

resep atau obat?

Sesuai dengan

observasi

Sesuai dengan

observasi

Sesuai dengan

observasi

Sesuai dengan

observasi

Melakuakn

konfirmasi

dengan dokter

untuk

melakukan

tidakan terapi

yang seharusnya

Apoteker

bekerjasama

dengan dokter

dan perawat

untuk melakukan

tindakan

selanjutnya pada

pasien

Page 180: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

165

Pertanyaan INF 1 AP RN 1 RN 2 Observasi Kesimpulan

Rekonsiliasi Obat

Bagaimana

petugas

menuliskan

laporan atau

dokumentasi atas

ketidaksesuaian

yang terjadi?

Ketika kejadian

langsung

dilaporkan

Ketika kejadian

langsung

dilaporkan

Ketika kejadian

langsung

dilaporkan

Ketika

kejadian

langsung

dilaporkan

Ketika kejadian

langsung

dilaporkan

Ditulis dalam

riwayat pasien

dan laporan

bulanan ke

manajer farmasi,

namun setiap

kejadian langsung

ditulisssaat terjadi

Pertanyaan INF 1 AP RN 1 RJ 1 Observasi Kesimpulan

Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Bagaimana cara

rumah sakit

menjawab

pertanyaan pasien

terkait obat atau

terapi yang

digunakan?

Langsung oleh

apoteker

Langsung oleh

apoteker

Langsung oleh

apoteker

Langsung oleh

apoteker

Langsung oleh

apoteker

Pertanyaan

pasien

langsung

dijawab dan

direspons

pihak RS X

melalui

apoteker dan

TTK.

Page 181: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

166

Pertanyaan INF 1 AP RN 1 RJ 1 Observasi Kesimpulan

Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Adakah terbitan

mengenai

infromasi obat

yang dibuat

rumah sakit,

seperti buletin,

leaflet, poster,

atau newsletter?

Ada Ada Ada Ada Leaflet tak

selamanya

tersedia

terutama di

apotik rawat

jalan eksekutif

yang terhitung

apotik baru

Ada leaflet

namun tak

selau tersedia

di apotik,

seharusnya

informasi ini

selalu ada

Bagaimana cara

menyediakan

informasi bagi

tim farmasi dan

terapi terkait

penyusunan

formalium?

Diberikan

formalium

Diberikan

formalium

Diberikan

formalium

Diberikan

formalium

Formalium

sudah disusun

dengan baik

dan penuh

warna

sehingga

mudah dilihat

dan dipahami

petugas

RS menyusun

formalium

yang

diperbaharui

setiap dua

tahun untuk

seluruh

petugas

farmasinya.

Apakah ada

kegiatan

penyuluhan bagi

pasien baik rawat

inap maupun

rawat jalan

mengenai obat

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada PIO di rawat

inap sudah

tertib

dilakukan

apoteker.

Apoteker

menulis lembar

PO dilakukan

rutin oleh

apoteker pada

pasien rawat

inap yang akan

pulang

danrawat jalan

Page 182: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

167

Pertanyaan INF 1 AP RN 1 RJ 1 Observasi Kesimpulan

Pelayanan Informasi Obat (PIO)

atau terapi yang

ada di rumah

sakit?

PIO yang

isinya obat

yang

dibutuhkan

pasien, dosis,

cara pakai,

sampai dengan

efek

sampungnya.

Di rawat jalan

PIO diberikan

pada pasien

secara lisan

saja saat

penyerahan

obat.

saat

mengambil

obat.

Apakah ada

pendidikan

berkelanjutan

bagi tenaga

farmasi di rumah

sakit?

Belum ada kalau

dari RS

Belum ada kalau

dari RS

Belum ada kalau

dari RS

Belum ada

kalau dari RS

Belum ada

kalau dari RS

Page 183: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

168

Pertanyaan INF 1 AP RN 1 RJ 1 Observasi Kesimpulan

Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Apakah ada

penelitian yang

dilakukan rumah

sakit terkait

farmasi klinik

atau obat?

Belum pernah Belum pernah Belum ada Belum pernah - Belum pernah

dilakukan

penelitian oleh

mahasiswa

Apakah kendala

yang dirasakan

oleh pihak

farmasi terkait

PIO?

Antrean panjang Pasien sulit diajak

bicara

Pasien sulit

diajak bicara

Antrean

panjang

PIO di rawat

inap yang

dilakukan saat

pasien akan

pulang selalu

dilakukan oleh

apoteker,

kebanyakan

pasien hanya

diam dan

mendengarkan.

Sedangkan di

rawat jalan

PIO dilakukan

agak terburu-

buru karena

banyak pasien

yang

PIO di RS X

baru pada

pasien pulang

dan

penyerahan

obat untuk

pasien rawat

jalan, belum

ada

penyuluhan

khusus atau

PIO untk

tenaga

kesehatan. PIO

yang dilakukan

pun sulit

diukur

apoteker ketika

Page 184: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

169

Pertanyaan INF 1 AP RN 1 RJ 1 Observasi Kesimpulan

Pelayanan Informasi Obat (PIO)

mengantre

sehingga hanya

seputar dosis

dan cara

penggunaan,

pasien pun

sulit bertanya

bila apotik

sedang ramai.

pasien hanya

diam saja. Di

rawat inap

pasien yang

dulit diajak

bicara juga

akan sulit

diberi

penjelasan

sedangkan di

rawat jalan

penumpukan

pasien

menyebabkan

PIO tidak

berjalan baik

dan

semestinya.

Konseling

Apakah ada

konseling terkait

terapi obat yang

diberikan rumah

sakit kepada

Belum ada Belum ada Belum ada Belum ada RS X tidak

memiliki ruang

konseling dan

petugas khusus

RS X belum

melakukan

konseling.

Seharusnya

konseling

Page 185: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

170

Pertanyaan INF 1 AP RN 1 RJ 1 Observasi Kesimpulan

Pelayanan Informasi Obat (PIO)

pasien? konseling dilakukan

terutama untuk

pasien dengan

pengobatan

janga panjang

serta obat-obat

khusus

Pertanyaan INF1 AP RN 1 RJ 1 Observasi Kesimpulan

Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Bagaimana cara

pengkajian

pemilihan obat,

dosis, cara

pemberian obat,

respons terapi,

Reaksi Obat yang

Tidak Dikehendaki

(ROTD) ?

Melakukan cek

reaksi obat

kepada resep

yang memiliki

lima jenis obat

atau lebih

sekaligus

Melakukan

cek reaksi obat

kepada resep

yang memiliki

lima jenis obat

atau lebih

sekaligus

Melakukan cek

reaksi obat

kepada resep

yang memiliki

lima jenis obat

atau lebih

sekaligus

Melakukan

cek reaksi

obat kepada

resep yang

memiliki lima

jenis obat atau

lebih

sekaligus

Apoteker

melakukan cek

terhadap

kemungkinan

reaksi obat pada

pasien yang

menggunakan

lima jenis obat

atau lebih

sekaligus, di

situ apoteker

akan mengecek

RS X baru

melakukan

pengkajian dan

pengcekan pada

pasien dengan

terapi obat lima

jenis sekaligus

atau lebih. Hal ini

karena SDM

apoteker yang

kurang sehingga

tak cukup waktu

Page 186: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

171

Pertanyaan INF1 AP RN 1 RJ 1 Observasi Kesimpulan

dosisi, cara

penggunaan,

dan kandungan

obatnya apakah

bisa

menimbulkan

reaksi atau tidak

untuk mengecek

dan memantau

semuanya

Bagaimana cara

pemberian

rekomendasi

penyelesaian

masalah terkait obat

?

Koordinasi

dengan dokter

untuk

melakukan

tidakan terapi

obat dihentikan

sementara,

dihentikan

terapi, atau

diganti terapi

Koordinasi

dengan dokter

untuk

melakukan

tidakan terapi

obat

dihentikan

sementara,

dihentikan

terapi, atau

diganti terapi

Koordinasi

dengan dokter

untuk

melakukan

tidakan terapi

obat dihentikan

sementara,

dihentikan

terapi, atau

diganti terapi

Koordinasi

dengan

dokter untuk

melakukan

tidakan terapi

obat

dihentikan

sementara,

dihentikan

terapi, atau

diganti terapi

Setelah apoteker

RS X

melakukan cek

kebenaran

adanya reaksi

obat setelah itu

berbicara pada

dokter untuk

melakukan

tidakan terapi

obat dihentikan

sementara,

dihentikan

terapi, atau

diganti terapi

Pemebrian

rekomendasi

terkait masalah

obat dilakukan

oleh apoteker

yang bekerjasama

langsung dengan

dokter, caranya

dicek kebenaran

adanya reaksi

obat setelah itu

berbicara pada

dokter untuk

melakukan

tidakan terapi

obat dihentikan

sementara,

dihentikan terapi,

Page 187: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

172

Pertanyaan INF1 AP RN 1 RJ 1 Observasi Kesimpulan

atau diganti terapi

Bagaimana

pemantauan

efektivitas dan efek

samping terapi obat

yang dilakukan RS?

Belum ada

pematauan

secara khusus

untuk jenis obat

tertentu apa

efektif

digunakan

pasien atau

tidak.

Pencatatan

efek samping

dan efektivitas

obat dilakukan

ketika

memang ada

kejadian efek

samping obat

Mengecek resep

oleh apoteker

Pemantauan

dilakukan

apoteker jika

ada pasien

yang diduga

terkena efek

samping obat

Apoteker hanya

melakukan cek

melalui resep

dan catatannya

dengan catatan

perawat, belum

terlihat adanya

pemantauan

efektivitas

rerapi yang

digunakan pada

setiap pasien

Pemantauan

efektivitas belum

dilakukan

sepenuhnya oleh

RS X, apoteker

baru mengecek

resep dan catatan

terapi obat, tapi

belum terlihat

bagaimana

pengukuran

efektivtas terapi

dilakukan

apoteker

Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Bagaimana cara

rumah sakit

medeteksi adanya

kejadian reaksi obat

yang tidak

dikehendaki?

Cek terhadap

resep yang

memiliki lima

jenis obat

sekaligus

Cek terhadap

resep yang

memiliki lima

jenis obat

sekaligus

Cek terhadap

resep yang

memiliki lima

jenis obat

sekaligus

Cek terhadap

resep yang

memiliki lima

jenis obat

sekaligus

Baru dengan

melakukan cek

terhadap resep

yang memiliki

lima jenis obat

sekaligus

RS X melakukan

deteksi reaksi obat

baru dengan

melakukan cek

terhadap resep

yang memiliki

lima jenis obat

sekaligus

Page 188: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

173

Pertanyaan INF1 AP RN 1 RJ 1 Observasi Kesimpulan

Bagaimana cara

mengidentifikasi

obat-obatan dan

pasien yang

memiliki risiko

tinggi mengalami

efek samping obat?

Melihat di

catatan rekam

medis dan

catatan terapi

Melihat di

catatan rekam

medis dan

catatan terapi

Melihat di

catatan rekam

medis dan

catatan terapi

Melihat di

catatan rekam

medis dan

catatan terapi

Apoteker

melihat catatan

terapi pasien

dan

menganalisisnya

dengan resep

yang diberikan

Di RS X apoteker

melihat catatan

terapi pasien dan

menganalisisnya

dengan resep yang

diberikan

Bagaimana teknik

evaluasi laporan

efek samping obat

yang digunakan?

Dilakukan

laporan jika

terjadi efek

samping, jika

berulang

dilakukan

kajian terhadap

obatnya

Laporan saja

jika ada

kejadian efek

samping

Laporan saja

jika ada

kejadian efek

samping

Ketika ada

laporan efek

samping

langsung

ditindaklanjuti

- Laporan terkait

efek samping obat

baru dilakukan

saat kejadian

karena petugas

farmasi

menganggap

kejadian itu jarang

terjadi

Bagaimana cara

bagian farmasi dan

terapi dalam

mendiskusikan dan

mendokumentasikan

efek samping obat?

Hanya laporan

saat kejadian

pada manajer

direkap sebulan

sekali

Hanya laporan

saat kejadian

pada manajer

direkap

sebulan sekali

Hanya laporan

saat kejadian

pada manajer

direkap sebulan

sekali

Hanya

laporan saat

kejadian pada

manajer

direkap

sebulan sekali

- Tidak ada diskusi

hanya berupa

laporan yang

dikumpulkan dan

nanti diolah dan

direkap per bulan

untuk dilaporkan

kembali ke

BPOM dan Suku

Page 189: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

174

Pertanyaan INF1 AP RN 1 RJ 1 Observasi Kesimpulan

Dinas Kesehatan

Bagaimana laporan

yang dibuat terkait

efek samping obat

yang ditemukan?

Dibuat sesuai

dengan standar

dari BPOM

sebulan sekali

Dari ruangan

dicatat dan

dilaporkan

setiap ada

kejadian ke

manajer

Dari ruangan

dicatat dan

dilaporkan

setiap ada

kejadian ke

manajer

Dari ruangan

dicatat dan

dilaporkan

setiap ada

kejadian ke

manajer

- Dari ruangan

dicatat dan

dilaporkan setiap

ada kejadian ke

manajer lalu baru

dibuat lapoan

untuk BPOM

Pertanyaan INF1 AP RN 1 RN 2 Observasi Kesimpulan

Dispensing Sediaan Steril

Bagaimana proses

pencampuran obat

steril yang sesuai

dengan kebutuhan

pasien?

Hanya

pencampuran

obat suntik.

Sesuai dokumen

Hanya

pencampuran

obat suntik.

Sesuai dokumen

Hanya

pencampuran

obat suntik.

Sesuai dokumen

Hanya

pencampuran

obat suntik.

Sesuai

dokumen

Belum banyak

terlihat kegiatan

di ruang

dispensing

karena tidak ada

petugas yag

berjaga, petugas

farmasi baru ke

ruangan

dispensing

ketika akan

mencampur obat

Pencampuran

seharusnya

dilakukanpetugas

yang akan

melakukan

pencampuran

harus ke ruangan

khusus dispensing

sediaan streril

menggunakan

APD dan baru

melakukan proses

Page 190: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

175

Pertanyaan INF1 AP RN 1 RN 2 Observasi Kesimpulan

suntik, selain itu

masih ditemukan

juga petugas

yang melakukan

proses

dispensing di

outlet

pencampuran di

dalam ruangan.

Pencampuran

disesuaikan

dengan

permintaan dari

ruangan yang

sudah mengukur

kebutuhan pasien

setiap harinya.

Namun, masih

ditemukan

petugas yang

melakukan

pencampuran di

outlet karena

alasan jarak ruang

dispensing yang

jauh

Bagaimana cara

petugas mengemas

obat?

Dilakukan

secara steril

Dilakukan

secara steril

Dilakukan

secara steril

Dilakukan

secara steril

Semua petugas

melakukan swab

steril saat

mengemas baik

petugas di ruang

dispensing

Semua petugas

sudah melakukan

swab steril saat

mengemas baik

petugas di ruang

dispensing

Page 191: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

176

Pertanyaan INF1 AP RN 1 RN 2 Observasi Kesimpulan

maupun di outlet maupun di outlet

Bagaimana cara

petugas

membuang limbah

obat?

Ada tempat

sampah khusus

untuk limbah

medis

Ada tempat

sampah khusus

untuk limbah

medis

Ada tempat

sampah khusus

untuk limbah

medis

Ada tempat

sampah

khusus untuk

limbah

medis

Ada tempat

sampah khusus

untuk limbah

medis

Sudah ada tempat

sampah khusus

untuk limbah

medis

Apa saja Alat

Pelindung Diri

(APD) yang

digunakan petugas

dispensing?

Sarung tangan,

masker, dan baju

steril

Sarung tangan,

masker, dan

baju steril

Sarung tangan,

masker, dan

baju steril

Sarung

tangan,

masker, dan

baju steril

Sarung tangan,

masker, dan baju

steril

Sarung tangan,

masker, dan baju

steril

Apa kendala atau

masalah yang

mungkin

dihadapai dalam

dispensing sediaan

steril selama ini?

Kelalaian

petugas yang tak

menjalankan

dispensing

sediaan steril

sesuai SOP

Kelalaian

petugas yang

tak menjalankan

dispensing

sediaan steril

sesuai SOP

Tidak ada

petugas khusus

yang standby di

ruangan

sehingga

petugas mesti

bolak-balik

Jarak

ruangan

yang jauh

membuat

petugas

kerepotan

- Petugas menjadi

lalai dan abai

dengan SOP

karena tidak ada

petugas khusus

sehingga petugas

yang ada merasa

kerepotan

Page 192: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

177

Lampiran III

INFORM CONCERN

Gambaran Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi Klinik

di Rumah Sakit X Tahun 2016

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saya Erika Hidayanti, mahasiswa semester 9 Peminatan Manajemen

Pelayanan Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan

penelitian sebagai tugas akhir yang berjudul Gambaran Pelaksanaan Standar

Pelayanan Farmasi Klinikdi Rumah Sakit X Tahun 2017.

Dengan ini peneliti memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini untuk menjadi informan yang memberikan

keterangan secara luas, bebas, mendalam, benar dan jujur. Hasil informasi dan

keterangan yang diberikan nantinya akan dijadikan bahan masukan untuk

pelayanan standar farmasi klinik dan sistem pencegahan kejadian medication

error di rumah sakit. Peneliti juga memohon untuk merekam pembicaraan selama

proses wawancara berlangsung dan peneliti akan menjamin kerahasiaan isi

informasi yang diberikan dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.

Terima kasih atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Saudara/I yang telah

bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

Wassalamu’alaikum Wr Wb

Peneliti,

Erika Hidayanti

Page 193: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

178

IDENTITAS INFORMAN

Nama Informan :

No. Telepon :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pendidikan :

Jabatan/Pekerjaan :

Lama Kerja :

Hari/Tanggal Wawancara :

Dengan ini saya bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian yang berjudul

Gambaran Pelaksanaan Standar Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit

Islam X Tahun 2017

Jakarta, __________2016

(……………………………….)

Page 194: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

179

Tata Cara Wawancara

1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri

2. Menanyakan kesediaan untuk menjadi informan dengan meminta tanda tangan

pada persetujuan menjadi informan

3. Menanyakan nama informan

4. Meminta izin untuk merekam pembicaraan selama wawancara sedang

berlangsung

5. Memberikan pertanyaan dasar seperti umur, jabatan/pekerjaan, pendidikan

terakhir dan lama kerja

6. Mengajukan pertanyaan utama sesuai dengan pedoman wawancara

7. Mengucapkan terima kasih pada informan yang sudah berpartisipasi

8. Pemberian cindramata

Pedoman Wawancara

1. Sumber Daya Manusia (SDM)

Informan: Kepala Bagian Farmasi dan Petugas Bagian Pengelola

SDM Farmasi

1. Berapa jumlah tenaga kerja yang ada pada pelayanan farmasi?

2. Bagaimana proses/alur penempatan pegawai pada bagian farmasi?

3. Bagaimana pembagian tugasnya?

4. Standar apa yang digunakan rumah sakit untuk menerima pegawai

pada bagian farmasi?

5. Bagaimana usaha yang dilakukan dalam mengembangkan SDM

yang ada pada bagian farmasi?

6. Apakah ada pendidikan dan pelatihan lanjutan bagi para pegawai?

2. Sarana dan Prasarana

Page 195: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

180

Informan: Kepala Bagian Farmasi dan Petugas Pengelola Sarana

Prasarana Farmasi

1. Apa saja sarana dan prasarana pelayanan farmasi yang dimiliki

rumah sakit?

2. Bagaimana cara perawatan saran dan prasarana pada pelayanan

farmasi?

3. Bagaimana kesesuaian sarana dan prasarana yang ada dnegan

kebutuhan rumah sakit?

4. Bagaimana cara peremajaan sarana dan prasarana yang ada?

5. Bagaimana penggunaan teknologi informasi dan komunikasi pada

pelayanan farmasi?

3. Kebijakan/SOP

Informan: Kepala Bagian Farmasi

1. Adakah kebijakan/SOP tersendiri di rumah sakit bagi

pelayanan farmasi klinik?

2. Apa yang menjadi dasar pembuatan kebijakan tersebut?

3. Bagaimana kesesuaian SOP dan pelaksanaan teknis menurut

Anda selama ini?

4. Apakah yang paling menjadi kendala dalam pelaksanaan SOP

pelayanan farmasi klinik?

4. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Informan: Kepala Bagian Farmasi

1. Bagaimana alur pengecekan kelengkapan administrasi resep?

2. Apa pernah ada ketidaklengkapan dalam resep?

3. Berapa frekuensinya dalam satu bulan/satu tahun?

4. Biasanya apa yang tidak lengkap dari resep yang ditemukan?

5. Bagaimana cara mengatasi jika ada resep yang tidak lengkap

atau tidak jelas?

Informan: Petugas farmasi penerima resep dan Petugas peracik obat

Page 196: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

181

1. Bagaimana cara petugas memastikan resep yang diterima sudah

lengkap dan jelas?

2. Apakah pernah menerima resep yang tidak lengkap/tidak jelas?

Berepa frekuensinya?

3. Bagaimana cara mengatasi resep yang tidak lengkap atau tidak

jelas?

4. Bagaimana cara petugas menjaga ketepatan obat hingga stabilitas

obat?

5. Rekosiliasi Obat

Informan: Kepala Bagian Farmasi

a. Bagaimana teknik verifikasi informasi obat yang digunakan?

b. Bagaimana teknik komparasi yang digunakan petugas untuk

membandingkan data obat pasien?

c. Bagaimana proses konfirmasi antar apoteker dan dokter bila ada

ketidakjelasan resep?

d. Bagaimana proses pemastian terapi yang diberikan kepada pasien

ketika terjadi pemindahan pasien antar-ruangan atau antar-rumah

sakit?

e. Bagaimana cara komunikasi petugas dengan pasien?

Informan: Apoteker petugas distribusi obat

1. Bagaimana komunikasi yang dilakukan petugas dengan pasien saat

memberikan obat?

2. Bagaimana cara petugas mengkonfirmasi ketidakjelasan atau

ketidaksesuaian dokumen resep atau obat?

3. Bagaimana cara petugas menentukan adanya perbedaan

dokumentasi rsep atau obat yang berbeda itu disengaja atau tidak

disengaja?

Page 197: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

182

4. Bagaimana petugas memutuskan tindakan ketika terjadi

ketidaksesuaian resep atau obat?

5. Bagaimana petugas menuliskan laporan atau dokumentasi atas

ketidaksesuaian yang terjadi?

6. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Informan: Kepala Bagian Farmasi dan Apoteker yang bertugas

dalam PIO

1. Bagaimana cara rumah sakit menjawab pertanyaan pasien terkait

obat atau terapi yang digunakan?

2. Adakah terbitan mengenai infromasi obat yang dibuat rumah sakit,

seperti buletin, leaflet, poster, atau newsletter?

3. Bagaimana cara menyediakan informasi bagi tim farmasi dan

terapi terkait penyusunan formalium?

4. Apakah ada kegiatan penyuluhan bagi pasien baik rawat inap

maupun rawat jalan mengenai obat atau terapi yang ada di rumah

sakit?

5. Apakah ada pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi di rumah

sakit?

6. Apakah ada penelitian yang dilakukan rumah sakit terkait farmasi

klinik atau obat?

7. Apakah kendala yang dirasakan oleh pihak farmasi terkait PIO?

7. Konseling

Informan: Kepala Bagian Farmasi dan Konselor

1. Apakah ada konseling terkait terapi obat yang diberikan rumah

sakit kepada pasien?

2. Siapa yang biasanya melakukan konseling?

3. Teknik apa yang digunakan dalam konseling?

Page 198: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

183

4. Bagaimana komunikasi antar pasien dan apoteker yang biasanya

terjadi?

5. Bagaimana cara petugas mengidentifikasi pemahaman pasien

setelah konseling?

6. Bagaimana cara petugas mengeksplorasi masalah obat yang

dirasakan oleh pasien?

7. Bagaimana cara petugas memberikan penjelasan terhadap masalah

yang biasanya terjadi?

8. Apa saja kendala yang ada dalam koseling terapi obat di rumah

sakit?

8. Visite

Informan: Kepala Bagian Farmasi, Kepala Seksi Pelayanan

Farmasi, APoteker yang bertugas sebagai visitor

1. Apakah ada visite yang dilakukan oleh apoteker di rumah sakit?

2. Bagaimana teknik visite yang dilakukan?

3. Bagaimana pembagian jadwal dan petugasnya?

4. Apa saja yang dilakukan saat visite oleh petugas?

9. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Informan: Kepala Bagian Farmasi dan Apoteker

1. Bagimana pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat,

respons terapi, Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) di

RS X?

2. Bagaimana cara pemberian rekomendasi penyelesaian masalah

terkait obat di RS X?

3. Bagaimana pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat

yang dilakukan RS?

10. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Page 199: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

184

Informan: Kepala Bagian Farmasi dan Kepala Sesksi Pelayanan

Farmasi

1. Bagaimana cara rumah sakit medeteksi adanya kejadian reaksi obat

yang tidak dikehendaki?

2. Bagaimana cara mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang

memiliki risiko tinggi mengalami efek samping obat?

3. Bagaimana evaluasi laporan efek samping obat yang digunakan?

4. Bagaimana cara bagian farmasi dan terapi dalam mendiskusikan

dan mendokumentasikan efek samping obat?

5. Bagaimana laporan yang dibuat terkait efek samping obat yang

ditemukan?

Informan: Apoteke yang bertugas dalam MESO

1. Bagaimana cara petugas mengidentifikasi reaksi obat yang tak

dikendanki sedini mungkin?

2. Bagaimana cara petugas mengidentifikasi obat-obatan dan pasien

yang memiliki risiko tinggi mengalami efek samping obat?

3. Bagaimana cara petugas melaporkan kejadian efek smaping obat

yang ditemukan?

11. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Informan: Kepala Bagian Farmasi dan Kepala Seksi Pelayanan

Farmasi

1. Bagaimana teknik EPO yang digunakan?

2. Bagaimana gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat?

3. Bagaimana perbandingan pola penggunaan obat pada periode ini?

4. Bagaimana masukan atau saran yang terjadi selama evaluasi

dilakukan?

5. Bagaimana penilaian pengaruh intevensi atas pola penggunaan

obat?

Page 200: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

185

12. Dispensing sediaan steril

Informan: Kepala Urusan Sterilisasi dan Apoteker petugas

dispensing

1. Bagaimana cara petugas memastikan jaminan dosis yang sesuai

untuk pasien?

2. Bagaimana proses pencampran obat steril yang sesuai dengan

kebutuhan pasien?

3. Bagaimana cara petugas melakukan penyiapan nutrisi parental?

4. Bagaimana petugas melakuakn perhitungan dosis yang akurat?

5. Bagaimana cara petugas melakukann pelarutan serta pencampuran

untuk obat kanker

6. Bagaimana cara petugas mengemas obat?

7. Bagaimana cara petugas membuang limbah obat?

8. Apa saja Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan petugas

dispensing?

9. Apa kendala atau masalah yang mungkin dihadapai dalam

dispensing sediaan steril selama ini?

Page 201: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

186

Lampiran IV

Pedoman Observasi

1. Sarana dan Prasarana

No Sarana dan Prasarana Ada Tidak Ada Keterangan

1 Ruangan

- Ruang

kantor/administrasi

- Ruang penyimpanana

sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan

medis habis pakai

- Ruang distribusi sediaan

farmasi

- Ruang

konsultasi/konseling

obat

- Ruang PIO

- Ruang produksi

- Ruang Aseptic

Dispensing

- Laboratorium Farmasi

- Ruang tunggu pasien

- Ruang penyimpaan

dokumen

- Tempat penyimpanan

obat di ruang perawatan

- Fasilitas toilet, kamar

Page 202: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

187

mandi untuk staf

2 Peralatan

- Peralatan penyimpanan

- Peralatan peracikan

- Peralatan pembuatan

obat

- Peralatan kantor

- Lemari penyimpanan

khusus narkotika

- Lemari pendingin

- Pendingin ruangan

untuk ruang termolabil

- Penerangan, saran air,

ventilasi, dan sistem

pembuangan limbah

- Alarm

- Peralatan sistem

komputerisasi

- Peralatan produksi

3 Peralatan Aseptic

Dispensing

- Biological safety

cabinet/vertical laminar

air flow cabinet

- Horizontal laminar air

flow cabinet

- Pass-box dengan pintu

berganda

- Barometer

- Termometer

Page 203: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

188

- Wireless intercom

4 Peralatan Pendistribusian

5 Peralatan Konsultasi

6 Peralatan Ruang Informasi

Obat

7 Peralatan Ruang Arsip

1.1 Ruang Produksi

No Syarat Kesesuaian

Ya Tidak

1 Lokasi jauh dari pencemaran lingkungan

2 Terdapat saran perlindungan dari cuaca, banjir, rembesan air,

binatang dan serangga

3 Rancang bangun sesuai dengan alur kerja dan alur orang

4 Pengendalian lingkungan terhadap udara, permukaan langit-

langut, barang masuk, dan petugas yang di dalam

5 Luas ruangan minimal 2 kali daerah kerja dengan jarak tiap

peralatan 2,5 m

6 Di luar ruang produksi ada fasilitas untuk lalu lintas petugas

dan barang

7 Ruang terpisah antar obat jadi dan bahan baku

8 Ruang terpisah untuk setiap proses produksi

9 Ruang terpisah untuk produksi obat luar dan obat dalam

10 Permukaan lantai, dinding, langit-langut, dan pintu harus

kedap air, tidak terdapat sambungan, tidak menggunakan

media pertumbuhan mikroba, mudah dibersihkan dan tahan

terhadap pembersih/desinfektan

11 Daerah pengemasan dan oengolahan hindari bahan dari kayu

kecuali dilapisi cat epoxy/enamel

12 Ruang steril dan non steril harus diperhatikan ventilasi

Page 204: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

189

ruangan, suhu, kelembaban, intensitas cahaya

1.2 Ruang Aseptic Dispensing

No Syarat Kesesuaian

Ya Tidak

1 Ruang bersih kelas 10.000

2 Ruang penyimpanan kelas 100.000

3 Ruang antara kelas 100.000

4 Ruang ganti pakaian kelas 100.000

5 Lantai datar dan halus tanpa sambungan, keras, serta resiste

terhadap zat kimia

6 Dinding rata dan halus, keras, serta resiste terhadap zat kimia

7 Sudt-sudut permukaan langit-langit dengan dinding dibuat

melengkung dengan radius 20 – 30 mm

8 Colokan listrik datar dengan permukaan dan kedap air serta

dapat dibersihkan

9 Penerangan, saluran, dan kabel dibuat di atas plafon

10 Rangka pintu terbuat dari stainles stell

11 Aliran udara menuju ruang bersih, ruang peniapa, ruang ganti

pakaian, dan ruang antara harus melalui HEPA filter dan

memenuhi syarat kelas 10.000

12 Tekanan udara ruang bersih adalah 15 pascal lebih rendah

dari ruang lainnnya

13 Suhu udara di ruangan bersih dan steril dipelihara pada suhu

16-25 C

14 Kelembaban relatif 45-55%

Page 205: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

190

1.3 Laboratorium

No Syarat Kesesuaian

Ya Tidak

1 Lokasi terpisah dari ruang produksi

2 Konstruksi bangunan tahan asam, alkali, zat kimia, dan

pereaksi lain

3 Tata ruang sesuai alur kerja

4 Perlengkapan instalasi air dan listrik

5 Terdapat ruang produksi non steril

6 Terdapat ruang penanganan sediaan sitostatik

7 Terdapat ruang pencampuran/ pelarutan/pengemasan sediaan

yang tidak stabil

8 Terdapat ruang penyimpanan nutrisi parenteral

Pengkajian dan Pelayanan Resep

Persyaratan administrasi Ada Tidak ada Keterangan

- Nama pasien

- Umur pasien

- Jenis kelamin

- Berat badan

- Tinggi badan

- Nama dokter

- Nomor izin

- Alamat

- Paraf dokter

- Tanggal resep

- Ruang/unit asal

resep

Page 206: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

191

Persyaratan Farmasetik

- Nama obat

- Bentuk obat

- Kekuatan sediaan

- Dosis

- Jumlah obat

- Stabilitas

- Aturan dan cara

penggunaan

Persyaratan klinis

- Ketepatan indikasi,

dosis, dan waktu

penggunaan obat

- Duplikasi

pengobatan

- ROTD

- Kontraindikasi

- Interaksi obat

Page 207: GAMBARAN PELAKSANAAN PELAYANAN FARMASI KLINIK DI …

192

Lampiran V

Resep WHO