43
i KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia sehingga kami menyelesaikan penelitian dengan judul : Gambaran faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian kekurangan energi protein ( KEP ) di Desa Kraton Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini merupakan bagian kepaniteraan klinik ilmu kesehatan masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dan dengan terselenggaranya kegiatan ini diharapkan, kami selaku dokter muda dapat menambah wawasan dan mengetahui masalah yang berkaitan dengan judul penelitian kami serta dapat memberikan masukan yang membangun bagi Puskesmas Krian untuk pemecahannya. Atas terselesainya penelitian ini maka izinkan kami menghaturkan banyak – banyak terima kasih kepada : 1. Rektor Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 3. Kabag Ilmu Kesehatan Masyarakat Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 4. Kepala Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo beserta staf. 5. Dosen pembimbing yang telah memberi perhatian dan bimbingan kepada kami. 6. Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian laporan penelitian ini Kami menyadari bahwa penyusunan laporan penelitian ini masih terdapat kekurangan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga apa yang kami buat ini dapat memberi manfaat bagi yang membutukan. Surabaya, Mei 2008 Penyusun

GAMBARAN FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN ( KEP )

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan

karunia sehingga kami menyelesaikan penelitian dengan judul : Gambaran faktor – faktor

yang berhubungan dengan kejadian kekurangan energi protein ( KEP ) di Desa Kraton

Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.

Penelitian ini merupakan bagian kepaniteraan klinik ilmu kesehatan masyarakat

Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dan dengan terselenggaranya

kegiatan ini diharapkan, kami selaku dokter muda dapat menambah wawasan dan mengetahui

masalah yang berkaitan dengan judul penelitian kami serta dapat memberikan masukan yang

membangun bagi Puskesmas Krian untuk pemecahannya.

Atas terselesainya penelitian ini maka izinkan kami menghaturkan banyak – banyak

terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

3. Kabag Ilmu Kesehatan Masyarakat Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

4. Kepala Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo beserta staf.

5. Dosen pembimbing yang telah memberi perhatian dan bimbingan kepada kami.

6. Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian laporan penelitian ini

Kami menyadari bahwa penyusunan laporan penelitian ini masih terdapat

kekurangan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.

Semoga apa yang kami buat ini dapat memberi manfaat bagi yang membutukan.

Surabaya, Mei 2008

Penyusun

Page 2: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

ii

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENELITIAN

GAMBARAN FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN ( KEP ) PADA BALITA

DI DESA KRATON KECAMATAN KRIAN KABUPATEN SIDOARJO

Laporan ini disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan praktek kerja lapangan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Surabaya, Mei 2008

Mengetahui, Kepala Puskesmas Krian

dr. H. Hari Subagio

Menyetujui, Pembimbing

Atik Sri Wulandari. SKM, M. KES

Page 3: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

iii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar belakang ......................................................................................... 1

B. Permasalahan ............................................................................................ 2

C. Tujuan ..................................................................................................... 2

D. Manfaat penelitian .................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4

A. Batasan ..................................................................................................... 4

B. Etiologi ..................................................................................................... 4

C. Klasifikasi ................................................................................................. 5

D. Gejala klinis dan diagnosa ........................................................................ 8

E. Penatalaksanaan ........................................................................................ 11

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 18

A. Bentuk penelitian ...................................................................................... 18

B. Tempat dan waktu penelitian ........................................................................ 18

C. Populasi ..................................................................................................... 18

D. Cara pengumpulan data ............................................................................. 18

E. Cara pengolahan data ................................................................................ 19

F. Analisis data .............................................................................................. 19

G. Definisi operasional .................................................................................. 20

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA ............................................. 23

A. Gambaran umum daerah penelitian ........................................................... 23

B. Hasil penelitian dan analisa data ............................................................... 25

BAB V PEMBAHASAN ............................................................................................. 32

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 34

A. Kesimpulan .............................................................................................. 34

B. Saran ........................................................................................................ 34

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 35

Page 4: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Distribusi responden berdasarkan usia balita ................................................... 25

Tabel 2 : Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin balita .................................... 25

Tabel 3 : Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan keluarga ...................... 26

Tabel 4 : Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu balita ...................... 26

Tabel 5 : Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi........... 27

Tabel 6 : Distribusi responden berdasarkan tingkat frekuensi penyuluhan gizi ............... 27

Tabel 7 : Distribusi responden berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif ................ 27

Tabel 8 : Distribusi responden berdasarkan riwayat imunisasi ....................................... 28

Tabel 9 : Distribusi responden berdasarkan pemberian MP – ASI .................................. 28

Tabel 10 : Distribusi responden berdasarkan riwayat sakit ( 3 bulan terakhir ) ................. 28

Tabel 11 : Distribusi responden berdasarkan riwayat kelahiran ....................................... 29

Tabel 12 : Distribusi responden berdasarkan pola asuhan balita ...................................... 29

Tabel 13 : Distribusi responden berdasarkan pola asupan balita ....................................... 29

Tabel 14 : Distribusi responden berdasarkan kebersihan lingkungan tempat tinggal ........ 30

Tabel 15 : Distribusi responden berdasarkan tingkat kunjungan ke posyandu .................. 30

Tabel 16 : Distribusi responden berdasarkan derajat KEP balita ...................................... 31

Page 5: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

v

LAPORAN PENELITIAN

GAMBARAN FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN ( KEP )

PADA BALITA DI DESA KRATON KECAMATAN KRIAN KABUPATEN SIDOARJO

( STUDI KASUS )

Disusun oleh :

Agus Hari Subekti S. Ked ( 01. 70. 0037 ) Yudha Bayu .P. S. Ked ( 00. 70. 0039 ) Agus Hendra W. S. Ked ( 01. 70. 0176 ) Sentot Prayitno . S . Ked ( 00. 70. 0060 ) Hani Perbatasari . S . Ked ( 00. 70. 0078 )

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA 2008

Page 6: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

vi

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kualitas sumber daya manusia ( SDM ) merupakan syarat mutlak pembangunan di

segala bidang. Status gizi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada

kualitas SDM terutama terkait dengan kecerdasan dan kreativitas.

Di Puskesmas Krian dari 5551 balita tercatat ada 389 balita yang mengalami KEP.

Balita KEP tersebut tersebar di wilayah kerja Puskesmas Krian yang meliputi 3 ( tiga )

kelurahan dan 12 ( dua belas ) desa, sebagai berikut :

1. Kelurahan Krian : 31 9. DesaTerik : 25

2. Kelurahan Tambak : 50 10. Desa Junwangi : 19

3. Kelurahan Kemasan : 45 11. Desa Jatikalang : 12

4. Desa Tropodo : 20 12. Desa Terung wetan : 6

5. Desa Sedenganmijen : 34 13. Desa Terung Kulon : 1

6 Desa Katerungan : 23 14. Desa Kraton : 65

7. Desa Jeruk gamping : 7 15. Desa Sidomulyo : 10

8. Desa Camping : 41 Total 389 Balita

Desa Kraton mempunyai balita yang mengalami KEP dengan jumlah paling banyak.

Untuk itu perlu diketahui kemungkinan faktor-faktor yang terkait menyebabkan terjadinya

gizi kurang pada balita.

Oleh karena itu maka peneliti mengadakan penelitian tentang gambaran faktor-faktor

yang berhubungan dengan kejadian kekurangan energi protein ( KEP ) pada balita

di Desa Kraton Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.

Page 7: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

vii

B. PERMASALAHAN

1. Umum

Pengetahuan ibu balita tentang gizi merupakan hal yang sangat berguna dalam

menekan terjadinya KEP. Oleh karena itu dari uraian diatas dapat dirumuskan suatu

masalah penelitian yaitu bagaimanakah gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian Kekurangan Energi Protein ( KEP ) di Desa Kraton Kecamatan Krian

Kabupaten Sidoarjo

2. Khusus

a. Bagaimanakah gambaran tingkat pendapatan keluarga.

b. Bagaimanakah gambaran tingkat pendidikan ibu.

c. Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang masalah gizi pada balita.

d. Bagaimanakah gambaran pemberian ASI eksklusif pada bayi.

e. Bagaimanakah gambaran pemberian makanan pendamping ASI ( MP – ASI ) pada

bayi.

f. Bagaimanakah gambaran pola asupan gizi pada balita.

g. Bagaimanakah gambaran pola asuhan pada balita.

h. Bagaimanakah partisipasi ibu terhadap penyuluhan gizi oleh tenaga kesehatan.

i. Bagaimanakah gambaran tingkat kunjungan ke posyandu.

j. Bagaimanakah gambaran kesehatan lingkungan tempat tinggal balita.

k. Bagaimanakah riwayat kelahiran pada balita.

l. Bagaimanakah riwayat imunisasi pada balita.

m. Bagaimanakah riwayat sakit balita.

C. TUJUAN

1. Umum

Tujuan secara umum dari penelitian ini untuk mengetahui tentang gambaran faktor-

faktor yang berhubungan dengan kejadian Kekurangan Energi Protein ( KEP ) di Desa

Kraton Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.

2. Khusus

a. Mengetahui gambaran tingkat pendapatan keluarga.

b. Mengetahui gambaran tingkat pendidikan ibu.

c. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang masalah gizi pada balita.

Page 8: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

viii

d. Mengetahui gambaran pemberian ASI eksklusif pada bayi.

e. Mengetahui gambaran pemberian makanan pendamping ASI ( MP – ASI ) pada

bayi.

f. Mengetahui gambaran pola asupan gizi pada balita.

g. Mengetahui gambaran pola asuhan pada balita.

h. Mengetahui partisipasi ibu terhadap penyuluhan gizi oleh tenaga kesehatan.

i. Mengetahui gambaran tingkat kunjungan ke posyandu.

j. Mengetahui gambaran kesehatan lingkungan tempat tinggal balita.

k. Mengetahui riwayat kelahiran pada balita.

l. Mengetahui riwayat imunisasi pada balita.

m. Mengetahui riwayat sakit balita.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Bagi Masyarakat - Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang masalah gizi terutama pada

balita.

- Untuk memberi motivasi masyarakat dalam meningkatkan derajat status gizi

terutama pada balita.

- Untuk memberi kesadaran masyarakat akan pentingnya peran serta posyandu

dalam meningkatkan derajat kesehatan anak.

2. Bagi Peneliti - Untuk menambah wawasan peneliti mengenai gambaran faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya KEP pada balita.

- Untuk melatih peneliti agar berpikir secara obyektif dalam menghadapi dan

menyelesaikan masalah.

3. Bagi Instalasi terkait

- Agar dapat memberi masukan bagi Puskesmas Krian untuk meningkatkan status

gizi masyarakat terutama pada balita.

Page 9: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

ix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. BATASAN

Kekurangan Energi Protein ( KEP ) ialah suatu keadaan yang terjadi manakala

kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Kedua

bentuk defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan

ketimbang yang lain. (1,2)

Sindrom kwasiorkor terjadi manakala defisiensi lebih menampakkan dominasi

protein, dan marasmus termanifestasi jika terjadi kekurangan energi yang parah.

Kombinasi kedua bentuk ini, marasmik – kwasiorkor, juga tidak sedikit, meskipun sulit

menentukan kekurangan apa yang lebih dominan. (1)

KEP dikelompokkan menjadi KEP primer dan sekunder. Ketiadaan pangan

melatarbelakangi KEP primer yang mengakibatkan berkurangnya asupan. Penyakit yang

mengakibatkan pengurangan asupan, gangguan serapan dan utilisasi pangan serta

peningkatan kebutuhan ( dan / atau kehilangan ) akan zat gizi, dikatagorikan sebagai

KEP sekunder. (1,3)

B. ETIOLOGI

Ada 13 faktor yang kemungkinan melatarbelakangi terjadinya KEP, yaitu: tingkat

pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu tentang gizi, tingkat

frekuensi penyuluhan gizi, tingkat kunjungan ke posyandu, riwayat pemberian ASI

eksklusif, riwayat imunisasI, riwayat sakit, riwayat pemberian MP-ASI, riwayat kelahiran,

pola asupan gizi, pola asuhan, kebersihan lingkungan tempat tinggal. (1,2,4,5,6,7,8,9)

Kemiskinan salah satu determinan sosial – ekonomi, merupakan akar dari

ketiadaan pangan, tempat pemukiman yang berjejalan, kumuh dan tidak sehat serta

ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Tingkat pendidikan ibu balita yang

rendah mempunyai dampak pengetahuan gizi terhadap anak balitanya juga rendah.

Ketidaktahuan, baik yang berdiri sendiri maupun yang berkaitan dengan kemiskinan,

menimbulkan salah paham tentang cara merawat bayi dan anak yang benar, juga salah

Page 10: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

x

mengerti mengenai penggunaan bahan pangan tertentu dan cara memberi makan anggota

keluarga yang sedang sakit. Rendahnya tingkat kunjungan ibu ke posyandu ditambah

rendahnya frekuensi penyuluhan tentang gizi dapat menyebabkan kurangnya pengetahuan

ibu tentang susunan makanan yang memenuhi kriteria 4 sehat 5 sempurna. Hal lain yang

juga berpotensi menumbuhkan KEP dikalangan bayi dan anak adalah penurunan minat

dalam memberi ASI yang kemudian diperparah pula dengan salah persepsi tentang cara

menyapih. Selain itu, distribusi pangan dalam keluarga terkesan masih timpang.

Pemberian imunisasi secara lengkap dapat meningkatkan reaksi pembentukan kekebalan

tubuh terhadap penyakit infeksi sehingga dapat menekan terjadinya gizi kurang pada

balita. (1,2,4,5,6,9)

Tempat tinggal yang berjejalan dan tidak bersih menyebabkan infeksi sering

terjadi. Komponen biologi yang menjadi latarbelakang KEP, antara lain : malnutrisi ibu,

baik sebelum maupun selama hamil, penyakit infeksi, serta diet rendah energi dan

protein. Balita yang mempunyai riwayat kelahiran prematur dan berat badan lahir kurang

dari 2500 gram mempunyai resiko lebih mudah mengalami berbagai kelemahan fisik dan

mental ( intelegensia ), serta akan meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas karena

rentan terhadap infeksi. Penyakit infeksi berpotensi sebagai penyokong atau pembangkit

KEP. Penyakit diare, campak, dan infeksi saluran nafas kerap menghilangkan nafsu

makan. (1,4,6,)

KEP sesungguhnya berpeluang menyerang siapa saja, terutama bayi dan anak

yang tengah tumbuh kembang. Marasmus sering menjangkiti bayi yang baru berusia

kurang dari satu tahun, sementara kwasiorkor cenderung menyerang setelah mereka

berusia 18 bulan. (1,2,6)

C. KLASIFIKASI

Gomez ( 1956 ) merupakan orang pertama yang mempublikasikan cara

pengelompokan kasus KEP. Klasifikasi KEP menurut Gomez didasarkan pada berat

badan terhadap umur ( BB / U ). Berat anak yang diperiksa dinyatakan sebagai presentase

dari berat anak seusia yang diharapkan pada baku acuan dengan menggunakan persentil

ke 50 baku acuan Havard. Berdasarkan sistem ini, KEP diklasifikasikan menjadi 3

tingkatan, yaitu derajat I, II, III. (1)

Page 11: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xi

Klasifikasi KEP menurut Gomez

Derjat KEP Berat badan / usia (%)

I ( Ringan )

II ( Sedang )

III ( Berat )

90 – 76

75 – 61

< 60

( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )

Sayang sekali, dengan cara ini marasmus tidak dapat dibedakan dengan

kwasiorkor. Akibatnya, anak yang rasio berat badan terhadap usia sangat rendah tidak

termasuk sebagai penderita KEP karena anak yang kurus ini memiliki tinggi badan yang

rendah pula. (1)

Penggunaan nilai defisit berdasarkan berat terhadap usia tidak membedakan anak

yang memang mempunyai berat badan kurang ( KEP kini ) dengan mereka yang berat dan

tingginya seimbang ( KEP lampau ), disamping data tentang kronologis usia tidak selalu

tersedia dan kalaupun ada, data tersebut biasanya tidak valid. Namun demikian,

pengelompokkan KEP sebagai derajat I ( 75 – 90 % dari acuan berat terhadap usia), II (

60 – 75 % ), dan III ( <60 % ) sangat berfaedah dalam penelitian epidemiologis dan

kesehatan masyarakat karena proporsi anak dimasyarakat yang pada suatu ketika dalam

hidupnya pernah mengalami KEP dapat ditentukan. (1)

Jellife ( 1966 ) juga menyusun klasifikasi berdasarkan berat terhadap usia.

Bedanya, Jellife membagi KEP menjadi 4 tingkatan : I sampai dengan IV.

Klasifikasi KEP menurut Jellife

Katagori Berat badan / usia ( %)

KEP I

KEP II

KEP III

KEP IV

90 – 80

80 – 70

70 – 60

< 60

( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )

Dengan klasifikasi Jellife, kwasiorkor dan marasmus masih belum dibedakan.

Karena itu, Bengoa ( 1970 ) mencoba menengahi kedua pengelompokkan ini dengan

memasukkan tanda edema, tanpa memandang defisit berat badan. Menurut Bengoa, KEP

cukup dikelompokkan menjadi 3 katagori dan seluruh penderita yang menampakkan

tanda edema dinilai sebagai KEP derajat III. (1)

Page 12: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xii

Klasifikasi KEP menurut Bengoa

Katagori Berat badan / usia (%)

KEP I

KEP II

KEP III

90 – 76

75 – 61

Semua penderita edema

( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )

Wellcome ( 1970 ) memasukkan parameter edema kedalam penilaian. Jika defisit

berat badan pada klasifikasi Bengoa tidak diperhatikan, Wellcome memasukkan indikator

ini kedalam komponen yang harus dinilai. Dengan demikian, perbedaan berbagai tahapan

kelainan status gizi tergambar jelas sebagai berikut : (1)

Klasifikasi KEP menurut Wellcome

Tanda yang ada % Berat baku Edema Defisit BB / TB

Kurus

Pendek

Marasmus

Kwasiorkor

Marasmik kwasiorkor

80 – 60

< 60

< 60

80 – 60

< 60

0

0

0

+

+

Minimal

Minimal

++

++

++

( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )

Waterlow ( 1973 ) mengelompokkan KEP menjadi 4 kelas, yaitu : normal, kurus,

kurus dan pendek, serta pendek. Data seperti ini penting karena pendekatan serta

antisipasi lamanya terapi keduanya tidak sama. (1)

Klasifikasi KEP menurut Waterlow

Derajat kependekan Derajat kekurusan ( BB / TB )

Persen ( derajat ) BB/U > 90%(0) / 80–90%(1) 70-80%(2) / < 70% (3)

> 90% ( derajat 0 )

95–90% ( derajat 1 )

85-90% ( derajat 2 )

< 85% ( derajat 3 )

Normal

Normal

Pendek

Pendek

Kurus

Kurus

Kurus – Pendek

Kurus – Pendek

( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )

Terakhir, departemen kesehatan RI ( 2000 ), berdasarkan temu pakar gizi di

Bogor tanggal 19 – 21 januari dan di Semarang tanggal 24 -26 mei tahun 2000,

Page 13: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xiii

merekomendasikan baku WHO – NCHS untuk digunakan sebagai baku antropometris di

Indonesia. Indikator yang dipakai ialah tinggi dan berat, sementara penyajian indeks

digunakan simpangan baku. (1)

Klasifikasi KEP menurut Depkes 2000

Indeks Simpangan baku Status gizi

BB / U ≥ 2 SD

-2 SD sampai +2 SD

< -2 SD sampai –3 SD

< -3 SD

Gizi lebih

Gizi baik

Gizi kurang

Gizi buruk

TB / U Normal

Pendek

-2 SD sampai +2 SD

< -2 SD

BB / TB ≥ 2 SD

-2 SD sampai +2 SD

< -2 SD sampai -3 SD

< -3 SD

Gemuk

Normal

Kurus

Sangat kurus

( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )

D. GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSA

KEP derajat ringan dan sedang

Gambaran klinis utama KEP ringan sampai sedang ialah penyusutan berat badan

yang disertai dengan penipisan jaringan lemak bawah kulit. Jika KEP berlangsung

menahun, pertumbuhan memanjang akan terhenti sehingga anak akan bertubuh pendek.

Kegiatan fisik dan keluaran energi anak berkurang, disamping berlangsung pula

perubahan pada fungsi kekebalan, saluran pencernaan, dan kebiasaan. (1,2,6)

KEP Berat

Diagnosis KEP berat ditegakkan berdasarkan riwayat pangan serta gambaran

klinis. Marasmus biasanya berkaitan dengan ketiadaan bahan pangan yang sangat parah,

kelaparan berkepanjangan dan penyapihan terlalu dini. Sementara kwasiorkor terkait

dengan keterlambatan menyapih serta kekurangan protein. Diare kronis dan infeksi

merupakan gambaran yang lazim terjadi. (1,2,6)

Page 14: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xiv

Perbedaan antara kedua bentuk KEP berat, termasuk bentuk antaranya (

Marasmik – Kwasiorkor ) ini dapat pula ditentukan dengan menggunakan skor yang

dipaparkan sebagai berikut: (1,2)

Pemberian skor pada KEP berat ( McLaren )

Tanda yang ada Tetapan

Edema

Dermatosis

Edema + Dermatosis

Perubahan rambut

Hepatomegali

Serum albumin Protein total ( g/ 100cc )

< 1,00 ( < 3,25 )

1,00-1,49 ( 3,25-3,99 )

1,50-1,99 ( 4,00-4,74 )

2,00-2,49 ( 4,75-5,49 )

2,50-2,99 ( 5,50-6,24 )

3,00-3,49 ( 6,25-6,99 )

3,50-3,99 ( 7,00-7,74 )

> 4,00 ( > 7,75 )

3

2

6

1

1

7

6

5

4

3

2

1

0

( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )

Skor 0 – 3 = marasmus

Skor 4 – 8 = marasmik – kwasiorkor

Skor 9 – 15 = kwasiorkor

Marasmus

Gambaran penderita marasmus dapat terwakili dalam istilah tulang terbalut kulit :

jaringan lemak bawah kulit ( nyaris ) lenyap, otot mengecil. Berat badan penderita

marasmus biasanya hanya sekitar 60 % dari berat yang seharusnya. Kulit kering, tipis,

tidak lentur serta mudah berkerut. Rambut tipis, jarang, kering, tanpa kilat normal dan

mudah dicabut tanpa menyisakan rasa sakit. Penderita terlihat apatis, meskipun biasanya

tetap sadar, dan menampakkan gurat kecemasan. Tanda – tanda itu, disokong dengan

Page 15: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xv

lekukan pipi dan cekungan dimata, menjelaskan gambaran wajah seperti orang tua atau

bahkan kera. (1,6)

Nafsu makan sebagian penderita hilang sama sekali. Sebagian lagi masih dapat

mengutarakan rasa lapar, namun jika diberikan sejumlah makanan yang diperkirakan

dapat melenyapkan rasa lapar itu, penderita tidak jarang muntah. Memang, jumlah yang

diperkirakan ini terlalu banyak bagi mereka dan tidak dapat ditoleransi. Diare menahun

dan kelemahan yang menyeluruh sering mendampingi KEP sehingga anak tidak dapat

berdiri sendiri tanpa dibantu. (1,2)

Kwasiorkor

Edema yang jika ditekan melekuk, tidak sakit, dan lunak, biasanya terjadi dikaki,

merupakan gambaran utama kwasiorkor. Rambut kering, rapuh, tidak berkilap, dan

mudah dicabut tanpa nenimbulkkan rasa sakit. Rambut yang sebelumnya berombak

berubah menjadi lurus, sementara pigmen rambut berganti warna menjadi coklat, merah,

atau bahkan putih kekuningan. Keberselangan antara asupan protein yang buruk dan (

agak ) baik membentuk porsi depigmentasi dan gambaran normal pada satu helai rambut

sehingga memberi gambaran seperti bendera. Penderita tampak pucat, tungkai berwarna

kebiruan dan teraba dingin. Ekspresi wajah tampak seperti susah dan sedih, disamping

apatis dan iritatif ( cengeng ). (1,2,6)

Ketiadaan nafsu makan, muntah segera setelah makan, serta diare, kerap terjadi.

Kondisi ini akan membaik manakala keadaan gizi terkoreksi, dan dilakukan pengobatan

saluran gastrointestinal secara spesifik. Perut tampak menonjol karena penengahan

lambung dan usus yang terpeluntir. Hati membesar dengan sudut tumpul dan teraba

lunak, disebabkan oleh infiltrasi lemak. (1)

Marasmik – kwasiorkor

Bentuk kelainan ini merupakan gabungan antara KEP yang disertai oleh edema,

dengan tanda dan gejala khas kwasiorkor dan marasmus. Gambaran yang utama ialah

kwasiorkor edema dengan atau tanpa lesi kulit, pengecilan otot,dan pengurangan lemak

bawah kulit seperti pada marasmus. Jika edema dapat hilang pada awal pengobatan,

penampakan penderita akan menyerupai marasmus. Gambaran marasmus dan kwasiorkor

muncul secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang parah. (1,2)

Page 16: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xvi

E. PENATALAKSANAAN Penanganan KEP berat

Pasien yang menderita KEP tanpa penyulit sangat dianjurkan untuk dirawat

dirumah saja. Menginap di rumah sakit justru meningkatkan resiko infeksi silang,

sementara suasana yang berlainan dengan keadaan rumah menyebabkan anak merasa

diasingkan; kondisi tersebut menyuburkan suasana apatis sekaligus memperburuk

anoreksia yang telah ada. (1,2,3)

Secara garis besar, penanganan KEP berat dikelompokkan menjadi pengobatan

awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang

mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.

Upaya pengobatan awal meliputi (1) pengobatan atau pencegahan terhadap hipoglikemi,

hipotermi, dehidrasi, dan pemulihan ketidakseimbangan elektrolit, (2) pencegahan jika

ada ancaman atau perkembangan renjatan septik, (3) pengobatan infeksi, (4) pemberian

makanan, (5) pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekurangan

vitamin, anemia berat, dan payah jantung. (1,2,3)

Hipoglikemi

Penderita KEP berat berkemungkinan untuk jatuh kedalam keadaan hipoglikemia

( kadar glukosa darah < 35 mg/dl atau < 3mmol/L ), terutama selama pengobatan 2 hari

pengobatan awal. Keadaan ini disebabkan oleh infeksi sistemik yang serius, atau jika

anak dibiarkan tidak makan salama 4 – 6 jam, terutama sepanjang perjalanan dari rumah

ke rumah sakit. Agar hipoglikemi tidak terjadi, anak harus diberi makan sekurang –

kurangnya setiap 2 – 3 jam, baik siang ataupun malam. (1,2)

Tanda hipoglikemi mencakup (1) temperatur tubuh kurang dari 36,5˚ C, (2)

letargi, (3) lemas (4) kesadaran kurang. Jika tanda – tanda ini telah tampak, upaya

pengobatan harus cepat dilaksanakan tanpa harus menanti hasil pemeriksaan

laboratorium. Semua penderita hipoglikemi harus diberi antibiotik spektrum luas untuk

mengobati infeksi sistemik yang luas. (1,2)

Hipotermi

Page 17: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xvii

Hipotermi kerap terjadi pada balita yang berusia kurang dari 12 bulan dan mereka

yang menderita marasmus dengan kerusakan kulit yang parah serta infeksi berat. Anak

mesti dihangatkan manakala suhu rektal terukur kurang dari 35,5˚ C atau suhu ketiak

dibawah 35˚ C. Pemanasan boleh diterapkan dengan cara apa saja, namum sebaiknya

tidak menggunakan botol panas atau lampu floresens. Suhu rektal harus diukur setiap 30

menit jika anak dipanaskan dengan lampu. Semua anak yang mengalami hipotermi juga

harus diobati untuk hipolikemi dan infeksi sistemik. (1)

Dehidrasi dan renjatan septik

Penegakkan diagnosis dehidrasi pada pasien yang menderita KEP berat sungguh

sulit. Tanda yang bermakna terungkap pada (a) riwayat diare, (b) rasa haus, (c)

hipotermia, (d) mata cekung, (e) kaki dan tangan terasa dingin, dan (f) aliran urin.

Tanda tidak bermakna dilihat berdasarkan (a) keadan mental, (b) mulut, lidah, dan air

mata, dan (c) kelenturan kulit. Sedangkan tanda renjatan septik dibagi menjadi (a)

ancaman yang mengarah ke keadaan renjatan septik, dan (b) renjatan septik yang tengah

berlangsung. (1,2)

Pengobatan dehidrasi

Proses rehidrasi sebaiknya dilakukan secara oral karena pemberian per infus

dapat menyebabkan kelebihan cairan dan gagal jantung. Pemberian secara parenteral

boleh diberlakukan hanya dalam keadaan renjatan (syok). (1)

Cairan rehidrasi oral ( CRO ) harus mengandung lebih banyak kalium ketimbang

natrium karena penderita KEP berat selalu mengalami defisiensi kalium serta kelebihan

natrium. Pemberian CRO sebanyak 70-100cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi

dehidrasi. Cara pemberian dimulai sebanyak 5cc/kgBB setiap 30 menit selama 2 jam

pertama per oral atau dengan slang nasogastrik kemudian ditingkatkan menjadi 5 –

10cc/kgBB/jam. Cairan sebanyak itu harus habis selam 12 jam. (1,2)

Rehidrasi berhasil jika anak tidak lagi kehausan, sudah dapat berkemih, dan tanda

dehidrasi lain hilang. Agar anak tidak mengalami dehidrasi lagi, anak harus tetap diberi

minum. Sebagai patokan, jika anak berusia kurang dari 2 tahun, berikan 50 – 100cc tiap

kali diare sementara anak yang lebih besar jumlahnya dua kali lipat. (1,2)

Page 18: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xviii

Rehidrasi intravena

Pemberian cairan rehidrasi per infus hanya diperbolehkan jika terjadi dehidarsi

berat atau renjatan septik. Cairan yang dianjurkan ialah (1) cairan Darrow – half strength

– dengan destrose 5%, (2) larutan Ringer Laktat dengan dektrose 5%, jika memungkinkan

diberikan KCl sebanyak 20 mmol/L. (3) larutan garam fisiologis 0,45% dengan dektrose

5%, jika memungkinkan ditambah KCl 20mmol/L. (1,2)

Selama satu jam cairan diberikan sebanyak 15cc/kg BB. Kemungkinan

munculnya tanda – tanda kelebihan cairan ( overhydration ) harus dicermati selama

pemberian. Dapat dipasang pula slang nasogastrik untuk memasukkan CRO sebanyak

10cc/kg BB/jam. Satu jam kemudian pasien harus diperiksa ulang. Jika semula pasien

datang dengan dehidrasi berat, setelah satu jam akan terjadi perbaikan ( frekuensi nadi

dan pernafasan akan berkurang ). Jika demikian adanya, perpanjang perlakuan rehidrasi

intravena selama satu jam lagi, dan sesudahnya ganti dengan CRO per oral atau slang

sebanyak 10cc/kgBB/jam hingga 10 jam. Jika perbaikan tidak terjadi selama pemberian

cairan satu jam pertama, berarti pasien telah mengalami renjatan septik. (1,2)

Pemberian ASI sebaiknya tidak diberhentikan ketika CRO / intravena diberikan

dalam kegiatan rehidrasi. Berikan makanan cair yang mengandung 75-100 kkal / 100cc,

masing – masing disebut sebagai F-75 dan F-100, sesegera mungkin, baik melalui mulut

atau dengan bantuan slang nasogastrik. Pemberian demikian biasanya dilakukan sekitar 2

– 3 jam setelah rehidrasi dimulai. Jika anak tetap sadar dan mampu minum, F-75 harus

segera diberikan meskipun proses rehidrasi belum selesai.(1,2)

Cara membuat formula F-75 dan F-100 dan kandungan zat gizi per 100 cc larutan

F – 75 F – 100

Susu bubuk (g)

Gula (g)

Tepung serealia (g)

Minyak (g)

Larutan elektrolit / mineral (cc)

Tambahan air hingga ...cc

25

100

-

27

20

1000

100

50

-

80

20

1000

Kandungan / 100 cc

Energi ( kkal ) 75 100

Page 19: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xix

Protein (g)

Laktose (g)

Kalium (mmol)

Natrium (mmol)

Magnesium (mmol)

Seng (mg)

Tembaga (mg)

% energi dari protein

% energi dari lemak

Osmolaritas ( mOsm/l)

0,9

1,3

4,0

0,6

0,43

2,0

0,25

5

32

413

2,9

4,2

6,3

1,9

0,73

2,3

0,25

12

53

419

( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )

Pengobatan renjatan septik

Semua anak yang menderita KEP berat, yang menampakkan tanda renjatan

septik, atau baru tahap ancaman kearah sana, harus diobati sebagai renjatan septik.

Disamping itu, mereka mesti diberi antibiotik spektrum luas dan dihangatkan untuk

mencegah dan mengobati hipotermia. Anak-anak ini tidak perlu dimandikan. (1)

Rehidrasi melalui pembuluh darah vena harus segera dijalankan jika pasien telah

menampakkan gambaran ranjatan septik yang nyata. Segera setelah denyut nadi menguat

dan anak siuman, jarum infus dicabut dan proses rehidrasi dilanjutkan lewat mulut atau

pipa nasogastrik. Jika terjadi gagal jantung kongestif, atau jika anak tidak membaik

setelah satu jam pemberian infus, segera berikan tranfusi darah sebanyak 10cc/kgBB

secara perlahan selama setidaknya tiga jam. Seandainya darah tidak tersedia berikan

plasma. Jika terlihat gagal hati, suntikkan kedalam otot vitamin K dosis tunggal sebanyak

1mg. (1,2)

Selama tranfusi berlangsung kepada penderita tidak boleh diberikan apa – apa

lagi agar gagal jantung kongestif tidak terjadi. Seandainya gejala dan tanda gagal jantung

kongestif tetap saja timbul, berikan diuretik sembari memperlambat kecepatan. (1,2)

Makanan F-75 baru boleh diberikan, melalui pipa nasogastrik, jika tranfusi telah

selesai. Seandainya perut anak kembung, atau muntah berulang kali, pemberian makanan

selayaknya diperlambat. Jika dengan cara ini perut tetap kembung dan muntah tidak

mereda, hentikan makanan itu dan ganti dengan larutan garam rehidrasi oral untuk

Page 20: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xx

penderita KEP dengan kecepatan infus 2 -4 cc/kg/jam. Disamping itu, diberikan pula 2cc

larutan magnesium sulfat 50%.(1,2)

Pengobatan dietetis

Makanan fomula sebaiknya segera diberikan pada anak manakala tidak

terdeteksi tanda – tanda gawat darurat, disamping melanjutkan pemberian ASI.

Kebanyakan penderita KEP berat yang baru tiba di rumah sakit terbukti mengidap infeksi,

gangguan fungsi hati dan usus, serta masalah lain yang terkait dengan ketidakseimbangan

elektrolit.Mereka biasanya tidak mampu menoleransi protein, lemak dan natrium dalam

takaran normal. Oleh karena itu, makanan ( formula ) untuk mereka sebaiknya

berkadar rendah protein dan lemak, tetapi mengandung karbohidrat dalam jumlah lebih

besar. (1)

Komposisi larutan garam rehidrasi oral untuk KEP

( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )

Pemberian makanan ketika pederita baru dirawat, segera setelah diagnosis

ditegakkan, harus dalam jumlah kecil namun sesering mungkin karena kemungkinan

overloading pada saat ini sangat tinggi. Penderita yang tidak mau makan sebaiknya

disuapin melalui pipa nasogastrik, tetapi jangan menggunakan IV feeding. Penderita yang

masih mau makan harus diberi santapan setiap 2,3 atau 4 jam sekali siang dan malam.

Jika muntah jumlah pangan digandakan, sementara interval antara waktu makan

diperpendek. Jika keadaan fisik penderita membaik,volume makanan diperbesar dan

Komposisi Kadar

( mmol / L )

Glukosa

Natrium

Kalium

Klorida

Sitrat

Magnesium

Seng

Tembaga

125

45

40

70

7

3

0,3

0,045

Osmolaritas 300

Page 21: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxi

frekuensi pemberian diperkecil. Pengobatan dikatakan berhasil jika nafsu makan

penderita membaik yang terlihat pada cepatnya anak merasa lapar. Inilah akhir dari fase

awal pengobatan. Dan ini menandakan infeksi mulai teratasi, hati telah mampu

memetabolisasi makanan, dan ketidaknormalan metabolik lain berkurang. Sekarang

penderita siap memasuki fase rehabilitasi. (1)

Rehabilitasi

Tugas utama fase ini adalah mendorong anak untuk makan sebanyak mungkin,

mulai dan / atau mendorong pemberian ASI secukupnya, merangsang perkembangan fisik

dan emosi serta menyiapkan ibu dan / atau pengasuh dalam pengawasan anak setalah

keluar rumah sakit. (1,2)

Pemberian makanan tradisional yaitu makanan yang biasa disantap dirumah, baru

dapat terlaksana manakala edema telah lenyap, lesi kulit hampir sembuh, penderita telah

aktif serta dapat berinteraksi dengan lingkungannya, nafsu makan telah pulih, dan

kecepatan tumbuh untuk mengejar ketertinggalan selama sakit telah tercapai. (1)

Perangsangan fisik dan emosi tidak kalah penting dalam pengobatan KEP berat.

Sejak awal pengobatan, penderita memerlukan perhatian dan kasih sayang baik dari

keluarga maupun staf rumah sakit. Kamar perawatan harus dicat dengan warna lembut

dan meriah, serta disemarakkan dengan alunan musik untuk merangsang akustik. Segera

setelah mampu bergerak tanpa bantuan dan mau berinteraksi dengan staf rumah sakit dan

anak – anak lain, anak harus didorong agar mau bermain serta berpartisipasi pada seluruh

kegiatan fisik. (1,2)

Diare yang membandel tetapi ringan tidak akan mengganggu rehabilitasi gizi

sejauh asupan cairan dan elektrolit untuk hidrasi normal tercukupi. Jika dicurigai telah

terjadi intoleransi makanan, diet harus dimodifikasi dengan mempertimbangkan mutu

serta kepadatan zat gizi makanan pengganti. (1,2)

Kriteria sembuh

Setelah keadaan yang mengancam jiwa teratasi, nafsu makan membaik, edema

dan lesi kulit hilang, penderita telah dapat tersenyum dan beriteraksi dengan

lingkungannya dan pertambahan berat badan telah mencapai kecepatan maksimal;

idealnya mereka boleh dirujuk ke klinik gizi atau pusat rehabilitasi untuk kelanjutan

Page 22: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxii

pengobatan. Para ibu atau pengasuh harus mengerti pentingnya diet tinggi kalori dan

protein hingga tercapai penyembuhan sempurna. Jika proses ini dapat diselenggarakan

dirumah, penderita diperbolehkan pulang; sementara perawatan di klinik gizi atau pusat

rehabilitasi gizi dilanjutkan secara teratur, atau kunjungan petugas gizi dari rumah ke

rumah. Kriteria sembuh yang paling praktis adalah pertambahan berat badan. Hampir

semua penderita yang telah sembuh total memiliki rasio berat terhadap tinggi seperti yang

diharapkan. (1)

Page 23: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxiii

BAB III

METODE PENELITIAN

A. BENTUK PENELITIAN

Penelitian ini bersifat Deskriptif yang akan menggambarkan faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian KEP pada balita di Desa Kraton Kecamatan Krian

Kabupaten Sidoarjo.

B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Di Desa Kraton Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 19 mei 2008

sampai 14 Juni 2008.

C. POPULASI

Populasi adalah jumlah balita KEP di Desa Kraton Kecamatan Krian Kabupaten

Sidoarjo dengan jumlah 65 balita. Objek penelitian adalah seluruh populasi KEP yang

ada di Desa Kraton dengan responden oleh ibu dari balita tersebut.

D. CARA PENGUMPULAN DATA

1. Jenis Data

a. Data Primer

Dikumpulkan dengan tehnik wawancara menggunakan acuan kuisioner dengan

responden ibu balita.

b. Data Sekunder

Meliputi gambaran umum daerah penelitian di Desa Kraton Kecamatan Krian

Kabupaten Sidoarjo.

2. Jenis Variabel

a. Variabel terikat

Page 24: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxiv

Gizi kurang dari balita KEP di Desa Kraton Kecamatam Krian Kabupaten

Sidoarjo.

b. Variabel bebas

1. Tingkat pendapatan

2. Tingkat pendidikan

3. Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi

4. Tingkat frekwensi penyuluhan gizi.

5. Tingkat kunjungan ke Posyandu

6. Riwayat pemberian ASI eksklusif.

7. Riwayat pemberian MP – ASI.

8. Riwayat imunisasi

9. Riwayat sakit.

10. Riwayat kelahiran.

11. Pola asupan gizi.

12. Pola asuhan.

13. Kebersihan lingkungan tempat tinggal

E. CARA MENGELOLA DATA

Data Mentah

Informasi dari karakteristik obyek penelitian yang dituangkan dalam bentuk jawaban

kuisionar yang sudah di edit menurut karakteristik penelitian kemudian ditabulasi

menjadi bentuk tabel distribusi frekuensi yang digunakan sesuai dengan analisis

deskriptif.

Pengolahan Data

a. Pengumpulan data.

b. Pengeditan.

c. Membuat tabel distribusi frekuensi

F. ANALISIS DATA

Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif yang dilakukan dengan Interpretasi

data pada tabel distribusi frekuensi untuk memberikan gambaran hasil penelitian sesuai

dengan tujuan penelitian.

Page 25: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxv

G. DEFINISI OPERASIONAL

1. Tingkat pendapatan ialah penghasilan rata - rata yang diperoleh keluarga dalam 1

bulan, yang terdiri dari :

Rendah : < Rp550.000,-

Sedang : Rp 550.000,- Rp 2.000.000,-

Faktor sosial ekonomi : - Tingkat pendapatan - Tingkat pendidikan

Faktor sosial budaya : - Pola asupan - Pola asuhan

Faktor kesehatan : - Riwayat pemberian ASI eksklusif - Riwayat MP - ASI - Riwayat imunisasi - Riwayat sakit - Riwayat kelahiran - Kebersihan tempat tinggal

Faktor Pengetahuan tentang gizi : - Penyuluhan tentang gizi - Pengetahuan tentang gizi - Kunjungan ke posyandu

Page 26: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxvi

Tinggi : > Rp 2.000.000,-

2. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi ibu balita yang diperoleh

saat penelitian dilakukan, yang terdiri atas SD, SMP, SMA, D3 / SI.

3. Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi yang berhubungan dengan 4 sehat 5

sempurna.

Baik : Sesuai kriteria 4 sehat 5 sempurna.

Cukup : Hanya memenuhi kriteria 4 sehat saja.

Kurang : Tidak memenuhi kriteria 4 sehat 5 sempurna.

4. Tingkat frekwensi penyuluhan gizi yang pernah diperoleh ibu balita selama di

posyandu.

Pernah memperoleh penyuluhan gizi di posyandu.

Tidak pernah memperoleh penyuluhan gizi di posyandu.

5. Tingkat keaktifan ibu balita dalam melakukan kunjungan ke Posyandu

Aktif : Teratur melakukan kunjungan ke posyandu

Tidak aktif : Tidak teratur melakukan kunjungan ke posyandu

6. Riwayat pemberian ASI eksklusif ialah riwayat pemberian ASI selama 0 – 6

bulan tanpa pemberian makanan tambahan dan susu formula.

ASI eksklusif

Bukan ASI eksklusif

7. Riwayat makanan pendamping ASI ( MP – ASI ) adalah riwayat pemberian

makanan tambahan selain ASI yang diberikan sejak usia 6 bulan.

Mulai usia 6 bulan

Kurang dari usia 6 bulan

8. Riwayat imunisasi yang pernah diberikan pada balita antara lain : BCG, Polio,

DPT, Hepatitis, Campak.

9. Riwayat sakit yang diderita oleh balita dalam 3 bulan terakhir.

Pernah sakit dalam 3 bulan terakhir

Tidak prnah sakit dalam 3 bulan terakhir.

10. Riwayat kelahiran bayi yang dikatagorikan :

Normal : Usia kandungan 9 bulan saat melahirkan dan berat badan

lahir diatas 2500 gram

Prematur : Usia kandungan kurang dari 9 bulan saat melahirkan

Page 27: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxvii

Berat badan lahir rendah ( BBLR ) : Berat badan lahir kurang dari

2500 gram

11. Pola asupan gizi merupakan frekuensi dan kualitas makanan balita yang

memenuhi kriteria 4 sehat 5 sempurna yang diberikan dalam sehari.

Baik : Sehari 3-5 x dan memenuhi kriteria 4 sehat 5 sempurna

Jelek : Sehari 1-2 x dan kalau anaknya meminta serta tidak memenuhi kriteria

4 sehat 5 sempurna

12. Pola asuhan adalah tentang siapa yang sering mengasuh balita sehari – hari.

Sendiri

Keluarga

Tetangga

Pengasuh

13. Kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan kondisi tempat tinggal terdapat

sarana :

1) Pembuangan kotoran

2) Penyediaan air bersih

3) Pembuangan sampah

4) Pembuangan air limbah

5) Jendela ruang tidur

6) Lubang asap dapur

7) Ruang tidur tidak lembab

8) Tidak padat penghuni

9) Bebas jentik

10) Bebas tikus

11) Pekarangan bersih

Kriteria:

Baik : 1 - 11

Cukup : 1 - 8

Kurang : 1 – 4

BAB IV

Page 28: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxviii

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

A. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

1. Data Geografis

a. batas Desa Kraton :

- Batas sebelah timur : Kelurahan Krian.

- Batas sebelah selatan : Desa Kemangsen.

- Batas sebelab barat : Desa Balong Bendo.

- Batas sebelab utara : Desa sidomulyo.

b. Luas wilayah.

Luas wilayah Desa Kraton : 156,1 Ha

c. Pembagian Pemerintahan.

- Jumlah RT : 22

- Jumlah RW : 4

2. Data demografi

a. Jumlah penduduk Desa Kraton : 5.953 orang.

b. Jumlah penduduk laki – laki : 2.996 orang.

c. Jumlah penduduk perempuan : 2.957 orang.

d. Jumlah kepala keluarga : 1.573 orang.

1. Sosial Ekonomi dan Budaya

a. Jenis pekerjaan

Karyawan.

- Pegawai Negeri Sipil : 79 orang

- TNI / POLRI : 24 orang.

- Swasta : 2.510 orang.

Wiraswasta / Pedagang : 472 orang.

Petani : 56 0rang.

Pertukangan : 23 orang.

Pensiunan : 36 orang.

Pemulung : 12 orang.

Jasa : 298 orang.

b. Agama

Page 29: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxix

Islam : 5.774 orang.

Kristen : 128 orang.

Katolik : 34 orang.

Hindu : -

Budha : 17 orang.

c. Tingkat pendidikan penduduk.

Lulus pendidikan umum.

Taman kanak – kanak : 173 orang.

Sekolah dasar : 819 orang.

SMP : 894 orang.

SMA / SMK : 3.650 orang.

Akademi ( D1 – D3 ) : 426 orang

Sarjana ( SI – S3 ) : 274 orang.

Lulus pendidikan khusus

Pondok pesantren : 37 orang.

Madrasah : -

Pendidikan keagamaan : -

Sekolah luar biasa : 3 orang.

Kursus / keterampilan : -

B. HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

Hasil penelitian tentang gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian KEP pada balita di Desa Kraton Kecamatan Krian Kabupatan Sidoarjo berupa

Page 30: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxx

gambaran umum lokasi penelitian dan data dimana dikelompokkan dalam dua bagian yaitu

data umum dan data khusus. Data umum berupa karateristik responden antara lain usia dan

jenis kelamin, sedangkan data khusus berupa faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian KEP pada balita yaitu: tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu,

tingkat pengetahuan ibu tentang gizi, tingkat frekwensi penyuluhan gizi, tingkat

kunjungan ke posyandu, riwayat pemberian ASI eksklusif, riwayat imunisasI, riwayat

sakit, riwayat pemberian MP-ASI, riwayat kelahiran, pola asupan gizi, pola asuhan,

kebersihan lingkungan tempat tinggal.

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan usia balita.

NO Usia Jumlah Prosentase

1 0 – 12 bulan 6 9,23 %

2 13 – 36 bulan 31 47,69 %

3 37 – 60 bulan 28 43,08 %

Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )

Berdasarkan tabel diatas tampak bahwa tingkat usia balita paling banyak adalah

usia 13 – 36 bulan sebesar ( 47,69 % ), usia 37 – 60 bulan sebesar ( 43,08% ),

sedangkan balita yang umurnya 0 - 12 bulan jumlahnya paling sedikit yaitu sebesar (

9,23% ).

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin balita.

NO Jenis kelamin Jumlah Prosentase

1 Laki – laki 27 41,53 %

2 Perempuan 38 58,47 %

Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berjenis

kelamin perempuan yaitu ( 58,47 % ), sedangkan yang berjenis kelamin laki – laki sebesar

( 41,53 % ).

Page 31: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxxi

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan keluarga.

NO Pendapatan Jumlah Prosentase

1 Rendah

( < Rp 550.000,- )

20 30,70 %

2 Sedang

( Rp 550.000,- - Rp2.000.000,- )

34 52,30 %

3 Tinggi

( > Rp 2.000.000,- )

11 17,00 %

Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )

Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa pendapatan keluarga balita yang rendah

( < Rp500.000,- ) sebanyak ( 30,70 % ), pendapatan sedang ( antara Rp500.00,- -

Rp2.000.000,- ) sebanyak ( 52,30 % ), sedangkan yang mempunyai pendapatan tinggi ( >

Rp2.000.000) sebanyak ( 17 % )

Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu balita

NO Pendidikan Jumlah Prosentase

1 Tamat SD 19 29,20 %

2 Tamat SLTP 20 30,70 %

3 Tamat SLTA 21 32,30 %

4 Tamat D3 / SI 5 7,80 %

Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )

Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa pendidikan ibu yang tamat SD sebanyak

( 29,20% ),tamat SLTP ( 30,70% ), tamat SLTA 32,20%, tamat Akademis / Perguruan

tinggi ( 7,80% )

Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi

NO Tingkat pengetahuan gizi Jumlah Prosentase

1 Kurang 44 67,69 %

2 Cukup 15 23,07 %

Page 32: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxxii

3 Baik 6 9.24%

Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )

Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa dari 65 responden yang memiliki

tingkat pengetahuan kurang yaitu ( 67,69% ), tingkat pengetahuan sedang ( 23,07% ), dan

6 responden ( 9,24% ) memiliki tingkat pengetahuan baik.

Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan tingkat frekuensi penyuluhan gizi

NO Frekwensi penyuluhan gizi Jumlah Prosentase

1 Pernah 56 86,15 %

2 Tidak pernah 9 13,85 %

Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa ( 86,15% ) responden pernah

mengikuti penyuluhan tentang gizi, sedangkan ( 13,83% ) responden tidak pernah

mengikuti penyuluhan tentang gizi.

Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif

NO Pemberian ASI eksklusif Jumlah Prosentase

1 Bukan ASI eksklusif 44 67,69 %

2 ASI eksklusif 21 32,31 %

Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa balita yang mendapat bukan ASI

eksklusif sebesar ( 67,69% ), sedangkan yang mendapat ASI eksklusif sebesar yaitu (

32,31 % ).

Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan riwayat imunisasi

NO Riwayat imuisasi Jumlah Prosentase

1 Lengkap 61 93,84 %

2 Tidak lengkap 4 6,16 %

Page 33: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxxiii

Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa balita yang mendapat imunisasi

lengkap yaitu sebesar ( 93,84% ) dan balita yang mendapat imunisasi tidak lengkap

sebesar ( 6,16% ).

Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan pemberian MP - ASI

NO Pemberian MP – ASI Jumlah Prosentase

1 Kurang dari 6 bulan 42 64,62 %

2 Mulai 6 bulan 23 35,38 %

Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pemberian MP – ASI yang dimulai

dari umur kurang dari 6 bulan berjumlah paling banyak yaitu sebesar (64,62 % ),

sedangkan yang mulai 6 bulan sebesar ( 35,38% )

Tabel 10. Distribusi respoden berdasarkan riwayat sakit (3 bulan terakhir )

NO Riwayat Sakit Jumlah Prosentase

1 Pernah 36 55,38 %

2 Tidak Pernah 29 44,62 %

Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )

Berdasarkan tabel diatas diperoleh jumlah balita yang mempunyai riwayat sakit

dalam 3 bulan terakhir yaitu sebesar ( 55,38% ), sedangkan yang tidak pernah sakit

sebesar ( 44,62% )

Tabel 11. Distribusi responden berdasarkan riwayat kelahiran

NO Riwayat Kelahiran Jumlah Prosentase

1 Normal 61 93,84 %

2 Prematur 1 1,54 %

Page 34: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxxiv

3 BBLR 3 4,62 %

Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar riwayat kelahiran dari

balita adalah normal yaitu sebesar ( 93,84% ), balita yang riwayat kelahirannya prematur

sebesar ( 1,54% ), sedangkan yang mempunyai riwayat kelahiran dengan BBLR sebesar (

4,62% ).

Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan pola asuhan balita

NO Pola Asuhan Jumlah Prosentase

1 Sendiri 58 89,23 %

2 Keluarga 7 10,77 %

3 Tetangga - 0 %

4 Pengasuh - 0 %

Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )

Berdasarkan tabel diatas dapat ditunjukkan bahwa sebagian besar balita diasuh

sendiri oleh ibu sebesar ( 89,23% ), sedangkan yang diasuh oleh keluarga / nenek sebesar

( 10,77% )

Tabel 13. Distribusi responden berdasarkan pola asupan balita

NO Pola Asupan Jumlah Prosentase

1 Baik 23 35,39 %

2 Jelek 42 64,61 %

Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )

Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa balita yang mempunyai pola asupan

yang baik adalah sebesar (35,39%), sedangkan yang mempunyai pola asupan yang jelek

adalah sebesar (64,61%).

Tabel 14. Distribusi responden berdasarkan kebersihan lingkungan tempat tinggal

NO Kebersihan lingkungan

Tempat tinggal

Jumlah Prosentase

1 Baik 35 53,84 %

2 Cukup 22 33,84 %

Page 35: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxxv

3 Kurang 8 12,31 %

Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan sebagian besar kebersihan lingkungan

tempat tinggal adalah baik yaitu sebesar ( 53,84% ), yang cukup sebesar ( 33,84% ),

sedangkan kebersihan lingkungan tempat tinggal yang kurang adalah sebesar ( 12,31% ).

Tabel 15. Distribusi responden berdasarkan tingkat kunjungan ke posyandu.

NO Kunjungan ke posyandu Jumlah Prosentase

1 Aktif 54 83,07 %

2 Tidak aktif 11 16,93 %

Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita aktif

datang ke posyandu yaitu sebesar ( 83,07% ), Sedangkan yang tidak aktif sebesar (

16,93% ).

Tabel 16. Distribusi responden berdasarkan derajat KEP balita

NO Derajat KEP Jumlah Prosentase

1 Ringan 52 80,00 %

2 Sedang 12 18,46 %

3 Berat 1 1,54 %

Jumlah 65 100 %

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 65 balita yang mengalami KEP

sebagian besar mempunyai derajat ringan yaitu sebesar ( 80% ), derajat sedang sebesar (

18,46% ), hanya ( 1,54% ) balita berderajat berat.

Page 36: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxxvi

BAB V

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini tampak bahwa tingkat usia balita yang mengalami KEP paling

banyak adalah usia 13 – 36 bulan sebesar ( 47,69 % ). Balita pada usia ini, baru memasuki

suatu tahapan baru dalam proses tumbuh kembangnya. Diantaranya tahapan untuk mulai

beralih dari ketergantungan yang besar pada ASI atau susu formula ke makanan

semipadat. Pada usia ini balita juga sudah mulai lebih banyak bersosialisasi dengan

lingkungannya. Segera setelah anak dapat bergerak sendiri tanpa bantuan orang lain,

mereka akan lebih sering kontak dengan orang – orang disekitarnya sehingga

memudahkan untuk terkena penyakit infeksi terutama bagi anak – anak yang daya tahan

tubuhnya lemah.

Sebagian besar balita yang mengalami KEP berjenis kelamin perempuan ( 58,47

% ). Hasil ini sesuai dengan penelitian Nazir HZ. M, dkk di RSUP Palembang. Sedangkan

Agustina Lubis dkk. (1997 ) menemukan prevalensi laki – laki : perempuan adalah 1 : 4.

Page 37: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxxvii

Menurutnya hal ini disebabkan karena perbedaan nilai anak, anak laki – laki dianggap

lebih berharga daripada anak perempuan sehingga anak laki – laki akan mendapatkan

perawatan kesehatan dan pemberian makanan yang lebih baik.

Dari 65 responden yang memiliki tingkat pengetahuan tentang gizi kurang yaitu 44

responden ( 67,69% ). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita kurang

memahami tentang gizi dan pentingnya posyandu bagi pertumbuhan anak balitanya. Dan

juga kemungkinan didukung oleh susunan makanan yang kurang sempurna. Banyak ibu

yang tidak mempunyai pengalaman untuk memilih jenis makanan yang tepat untuk

anaknya karena ibu cenderung memilih makanan yang mengandung kalori tinggi.

Dapat diketahui bahwa bayi yang mendapat bukan ASI eksklusif sebesar (

67,69% ). Hal ini kurang ideal terhadap proses tumbuh kembang bayi karena ASI

merupakan makanan yang ideal untuk 6 bulan pertama sejak dilahirkan. ASI dapat

memenuhi kebutuhan bayi dalam segala hal : karbohidrat dalam ASI berupa laktosa;

lemaknya banyak mengandung polyunsaturated fatty acid ( asam lemak tak jenuh ganda );

protein utamanya laktalbumin yang mudah dicerna; kandungan vitamin dan mineralnya

banyak; rasio kalsium-fosfat sebesar 2:1 yang merupakan kondisi yang ideal bagi

penyerapan kalsium. Selain itu, ASI juga mengandung zat antiinfeksi yang tidak bisa

didapatkan dalam susu formula. Ada kemungkinan terganggunya kelangsungan pemberian

ASI eksklusif dalam masa waktu menyusui disebabkan kesibukan kerja oleh ibu untuk

memperoleh tambahan pendapatan keluarga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian MP – ASI yang dimulai dari umur

kurang dari 6 bulan berjumlah paling banyak yaitu sebesar ( 64,62 % ). Ada kemungkinan

karena kebiasaan dalam masyarakat MP – ASI diberikan pada usia lebih dari 1 bulan

dalam bentuk bubur SUN, pisang dipanggang, gabin yang direndam diair hangat yang

diberikan 3 x sehari. Pemberian MP – ASI yang terlalu dini akan menyebabkan

meningkatnya insidensi penyakit infeksi terutama diare. Hal itu karena makanan berubah,

dari ASI yang bersih dan mengandung zat – zat anti infeksi ( antara lain : IgA, laktoferin,

WBC ) ke makanan yang disiapkan, disimpan, dan dimakan tanpa mengindahkan syarat

kebersihan ( kesehatan ).

Page 38: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxxviii

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jumlah balita yang mempunyai riwayat sakit

dalam 3 bulan terakhir lebih tinggi yaitu sebesar ( 55,38% ), sedangkan yang tidak pernah

sakit sebesar ( 44,62% ). Dalam penelitian ini sebagian besar responden mempunyai

riwayat sakit diare dalam 3 bulan terakhir. Hal tersebut dapat menyebabkan anak tidak

mempunyai nafsu makan sehingga terjadi kekurangan jumlah makanan dan minuman yang

masuk ke tubuhnya serta mengganggu fungsi imunitas yang dapat berakibat terjadinya gizi

kurang.

Dapat diperoleh dari hasil penelitian bahwa sebagian besar balita mempunyai

pola asupan yang jelek (64,61%). Hal ini kemungkinan dikarenakan kurangnya

pengetahuan ibu balita tentang pentingnya aneka ragam jenis makanan yang sesuai

dengan 4 sehat 5 sempurna.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Usia balita yang mengalami KEP paling banyak adalah usia 13 – 36 bulan.

2. Balita yang mengalami KEP sebagian besar berjenis kelamin perempuan.

3. Sebagian besar ibu balita kurang memahami tentang gizi dan pentingnya posyandu

bagi pertumbuhan anak balitanya.

4. Mayoritas bayi yang mendapat ASI bukan ASI eksklusif .

5. Pemberian MP – ASI sebagian besar dimulai sejak umur kurang dari 6 bulan.

6. Balita sebagian besar mempunyai riwayat sakit diare dalam 3 bulan terakhir.

7. Pada umumnya balita mempunyai pola asupan yang jelek.

B. SARAN

Page 39: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xxxix

1. Melalui posyandu dilakukan program perbaikan gizi balita yang dilaksanakan

secara berkesinambungan dengan melibatkan peranserta masyarakat dalam rangka

membantu menekan angka kejadian KEP

2. Perlunya peningkatan pengetahuan ibu bayi tentang cara yang benar memberikan

ASI secara eksklusif dengan diadakan penyuluhan yang intensif dan

berkesinambungan.

3. Diperlukan penyuluhan yang rinci pada ibu – ibu mengenai pengetahuan tentang

gizi dan pemberian MP - ASI untuk menjamin kecukupan gizi pada balita.

4. Untuk memperoleh hasil penelitian yang akurat, peneliti berharap ada penelitian

lanjutan dengan menggunakan instrumen penelitian yang tepat, jumlah sampel yang

lebih besar dan waktu penelitian yang lebih panjang.

DAFTAR PUSTAKA

1. MB Arisman, 2007, Buku Ajar Ilmu Gizi : “ Gizi dalam Daur Kehidupan “, Edisi

Ketiga, EGC, Jakarta.

2. Hassan, Rusepno, dkk, 2002, “ Ilmu Kesehatan Anak “, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta.

3. Arif Mansjoer, Suprohaita, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran : “

Penyakit Gizi Anak “, Fakultas kedoktaran Universitas Indonesia, Jilid

Ketiga, Jakarta.

4. Marizza Novelia, Des 2007, Buletin Penelitian RSU Dr. Soetomo, Vol 9 No 4,

Bidang Penelitian dan Pengembangan RSU Dr. Soetomo, Surabaya.

5. Azizah yulia, Triawati, Nugroho Adi, Maret 2007, Majalah Berkala Kedokteran, Vol

6 No 1, Fakultas Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.

Page 40: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xl

6. Kristiono Anton, 2002, Artikel Cermin Dunia Kedokteran, No 134, Balai Penelitian

Kesehatan, Depkes RI, D.I. Nangroe Darusalam Aceh.

7. Soeparmanto paiman, Juni 2005, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol 8 No 1,

Depkes RI, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Dan

Teknologi Kesehatan, Surabaya.

8. Tarigan Ukur Ingan, 2003, Buletin Penelitian Kesehatan, Vol 31 No 1, Depkes RI,

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, Surabaya.

9. O.S Kasduki, S Ananto, S Titiek K, April - Juni 2005, Buletin Peneltian RSU Dr.

Soetomo, Vol 7 No 2, Bidang Penelitian Dan Pengembangan RSU Dr.

Soetomo, Surabaya.

KUISIONER

Nama ibu :

Desa : Kraton, Kecamatan. Krian Kabupaten. Sidoarjo

Tanggal : Mei 2008

1. Berapa pendapatan ( gaji ) rata – rata keluarga tiap bulan ?

a. < 550. 000

b. 550.000 – 2.000.000

c. > 2.000. 000

2. Apa pekerjaan ibu ( istri ) sekarang ?

Page 41: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xli

a. Petani

b. Buruh

c. Swasta

d. PNS / TNI / POLRI

e. Tidak bekerja

3. Siapa yang lebih sering mengasuh balita anda ?

a. Diasuh sendiri

b. Keluarga

c. Tetangga

d. Pengasuh

4. Apa pendidikan formal tertinggi ibu ( istri ) ?

a. Tamat SD

b. Tamat SLTP

c. Tamat SLTA

d. Tamat akademi / perguruan tinggi

5. Sampai umur berapa ASI ( tanpa makanan tambahan dan susu formula ) diberikan

kepada bayi ?

a. Kurang dari 6 bulan

b. Sampai 6 bulan

6. Tiap berapa jam dalam sehari ibu memberikan ASI ( tanpa makanan tambahan

dan susu formula ) ?

a. Tiap ≤ 2 jam

b. Tiap > 2 jam

7. Mulai umur berapa bayi diberi makanan tambahan ?

a. Kurang dari 6 bulan

b. Mulai 6 bulan

8. Dalam sehari berapa kali ibu memberi makan pada anaknya ?

a. Kalau anaknya meminta

b. 1 X sehari

c. 2 X sehari

d. 3-5 X sehari

9. Apakah ibu mengerti tentang 4 sehat 5 sempurna ?

Page 42: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xlii

a. Ya

b. Tidak

10. Menu makanan apa yang anda berikan untuk balita anda sehari – sehari

( hari ini ) ?

- Pagi :

- Siang :

- Malam :

a. Kurang

b. Cukup

c. Baik

11. Apakah balita anda sering sakit ( 3 bulan terakhir ) ?

a. Ya ( sakit apa ......... )

b. Tidak

12. Apakah anda aktif pergi ke posyandu ?

a. Ya

b. Tidak

13. Apakah kader di tempat ibu pernah memberikan penyuluhan gizi waktu di

posyandu ?

a. Ya

b. Tidak

14. Status tempat tinggal ?

a. Milik sendiri

b. Sewa

c. Milik keluarga

15. Kebersihan tempat tinggal dan sekitarnya ?

a. Baik

b. Kurang

c. Cukup

16. Status imunisasi :

BCG a. pernah b. Tidak pernah

Polio a. lengkap b. Tidak lengkap

DPT a. lengkap b. Tidak lengkap

Page 43: GAMBARAN FAKTOR  FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN  ( KEP )

xliii

Hepatitis a. lengkap b. Tidak lengkap

Campak a. lengkap b. Tidak lengkap

17. Berapa usia kandungan anda saat anak anda lahir ?

a. Kurang dari 9 bulan

b. 9 bulan

18. Berapa berat badan lahir anak anda ?

a. Kurang dari 2500 gram

b. 2500 gram sampai 3500 gram

c. Lebih dari 3500 gram