i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia sehingga kami menyelesaikan penelitian dengan judul : Gambaran faktor – faktor
yang berhubungan dengan kejadian kekurangan energi protein ( KEP ) di Desa Kraton
Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
Penelitian ini merupakan bagian kepaniteraan klinik ilmu kesehatan masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dan dengan terselenggaranya
kegiatan ini diharapkan, kami selaku dokter muda dapat menambah wawasan dan mengetahui
masalah yang berkaitan dengan judul penelitian kami serta dapat memberikan masukan yang
membangun bagi Puskesmas Krian untuk pemecahannya.
Atas terselesainya penelitian ini maka izinkan kami menghaturkan banyak – banyak
terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
3. Kabag Ilmu Kesehatan Masyarakat Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
4. Kepala Puskesmas Krian Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo beserta staf.
5. Dosen pembimbing yang telah memberi perhatian dan bimbingan kepada kami.
6. Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian laporan penelitian ini
Kami menyadari bahwa penyusunan laporan penelitian ini masih terdapat
kekurangan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
Semoga apa yang kami buat ini dapat memberi manfaat bagi yang membutukan.
Surabaya, Mei 2008
Penyusun
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENELITIAN
GAMBARAN FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN ( KEP ) PADA BALITA
DI DESA KRATON KECAMATAN KRIAN KABUPATEN SIDOARJO
Laporan ini disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan praktek kerja lapangan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Surabaya, Mei 2008
Mengetahui, Kepala Puskesmas Krian
dr. H. Hari Subagio
Menyetujui, Pembimbing
Atik Sri Wulandari. SKM, M. KES
iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar belakang ......................................................................................... 1
B. Permasalahan ............................................................................................ 2
C. Tujuan ..................................................................................................... 2
D. Manfaat penelitian .................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
A. Batasan ..................................................................................................... 4
B. Etiologi ..................................................................................................... 4
C. Klasifikasi ................................................................................................. 5
D. Gejala klinis dan diagnosa ........................................................................ 8
E. Penatalaksanaan ........................................................................................ 11
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 18
A. Bentuk penelitian ...................................................................................... 18
B. Tempat dan waktu penelitian ........................................................................ 18
C. Populasi ..................................................................................................... 18
D. Cara pengumpulan data ............................................................................. 18
E. Cara pengolahan data ................................................................................ 19
F. Analisis data .............................................................................................. 19
G. Definisi operasional .................................................................................. 20
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA ............................................. 23
A. Gambaran umum daerah penelitian ........................................................... 23
B. Hasil penelitian dan analisa data ............................................................... 25
BAB V PEMBAHASAN ............................................................................................. 32
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 34
A. Kesimpulan .............................................................................................. 34
B. Saran ........................................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 35
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Distribusi responden berdasarkan usia balita ................................................... 25
Tabel 2 : Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin balita .................................... 25
Tabel 3 : Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan keluarga ...................... 26
Tabel 4 : Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu balita ...................... 26
Tabel 5 : Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi........... 27
Tabel 6 : Distribusi responden berdasarkan tingkat frekuensi penyuluhan gizi ............... 27
Tabel 7 : Distribusi responden berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif ................ 27
Tabel 8 : Distribusi responden berdasarkan riwayat imunisasi ....................................... 28
Tabel 9 : Distribusi responden berdasarkan pemberian MP – ASI .................................. 28
Tabel 10 : Distribusi responden berdasarkan riwayat sakit ( 3 bulan terakhir ) ................. 28
Tabel 11 : Distribusi responden berdasarkan riwayat kelahiran ....................................... 29
Tabel 12 : Distribusi responden berdasarkan pola asuhan balita ...................................... 29
Tabel 13 : Distribusi responden berdasarkan pola asupan balita ....................................... 29
Tabel 14 : Distribusi responden berdasarkan kebersihan lingkungan tempat tinggal ........ 30
Tabel 15 : Distribusi responden berdasarkan tingkat kunjungan ke posyandu .................. 30
Tabel 16 : Distribusi responden berdasarkan derajat KEP balita ...................................... 31
v
LAPORAN PENELITIAN
GAMBARAN FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI PROTEIN ( KEP )
PADA BALITA DI DESA KRATON KECAMATAN KRIAN KABUPATEN SIDOARJO
( STUDI KASUS )
Disusun oleh :
Agus Hari Subekti S. Ked ( 01. 70. 0037 ) Yudha Bayu .P. S. Ked ( 00. 70. 0039 ) Agus Hendra W. S. Ked ( 01. 70. 0176 ) Sentot Prayitno . S . Ked ( 00. 70. 0060 ) Hani Perbatasari . S . Ked ( 00. 70. 0078 )
LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA 2008
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kualitas sumber daya manusia ( SDM ) merupakan syarat mutlak pembangunan di
segala bidang. Status gizi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada
kualitas SDM terutama terkait dengan kecerdasan dan kreativitas.
Di Puskesmas Krian dari 5551 balita tercatat ada 389 balita yang mengalami KEP.
Balita KEP tersebut tersebar di wilayah kerja Puskesmas Krian yang meliputi 3 ( tiga )
kelurahan dan 12 ( dua belas ) desa, sebagai berikut :
1. Kelurahan Krian : 31 9. DesaTerik : 25
2. Kelurahan Tambak : 50 10. Desa Junwangi : 19
3. Kelurahan Kemasan : 45 11. Desa Jatikalang : 12
4. Desa Tropodo : 20 12. Desa Terung wetan : 6
5. Desa Sedenganmijen : 34 13. Desa Terung Kulon : 1
6 Desa Katerungan : 23 14. Desa Kraton : 65
7. Desa Jeruk gamping : 7 15. Desa Sidomulyo : 10
8. Desa Camping : 41 Total 389 Balita
Desa Kraton mempunyai balita yang mengalami KEP dengan jumlah paling banyak.
Untuk itu perlu diketahui kemungkinan faktor-faktor yang terkait menyebabkan terjadinya
gizi kurang pada balita.
Oleh karena itu maka peneliti mengadakan penelitian tentang gambaran faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian kekurangan energi protein ( KEP ) pada balita
di Desa Kraton Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
vii
B. PERMASALAHAN
1. Umum
Pengetahuan ibu balita tentang gizi merupakan hal yang sangat berguna dalam
menekan terjadinya KEP. Oleh karena itu dari uraian diatas dapat dirumuskan suatu
masalah penelitian yaitu bagaimanakah gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian Kekurangan Energi Protein ( KEP ) di Desa Kraton Kecamatan Krian
Kabupaten Sidoarjo
2. Khusus
a. Bagaimanakah gambaran tingkat pendapatan keluarga.
b. Bagaimanakah gambaran tingkat pendidikan ibu.
c. Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang masalah gizi pada balita.
d. Bagaimanakah gambaran pemberian ASI eksklusif pada bayi.
e. Bagaimanakah gambaran pemberian makanan pendamping ASI ( MP – ASI ) pada
bayi.
f. Bagaimanakah gambaran pola asupan gizi pada balita.
g. Bagaimanakah gambaran pola asuhan pada balita.
h. Bagaimanakah partisipasi ibu terhadap penyuluhan gizi oleh tenaga kesehatan.
i. Bagaimanakah gambaran tingkat kunjungan ke posyandu.
j. Bagaimanakah gambaran kesehatan lingkungan tempat tinggal balita.
k. Bagaimanakah riwayat kelahiran pada balita.
l. Bagaimanakah riwayat imunisasi pada balita.
m. Bagaimanakah riwayat sakit balita.
C. TUJUAN
1. Umum
Tujuan secara umum dari penelitian ini untuk mengetahui tentang gambaran faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian Kekurangan Energi Protein ( KEP ) di Desa
Kraton Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
2. Khusus
a. Mengetahui gambaran tingkat pendapatan keluarga.
b. Mengetahui gambaran tingkat pendidikan ibu.
c. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang masalah gizi pada balita.
viii
d. Mengetahui gambaran pemberian ASI eksklusif pada bayi.
e. Mengetahui gambaran pemberian makanan pendamping ASI ( MP – ASI ) pada
bayi.
f. Mengetahui gambaran pola asupan gizi pada balita.
g. Mengetahui gambaran pola asuhan pada balita.
h. Mengetahui partisipasi ibu terhadap penyuluhan gizi oleh tenaga kesehatan.
i. Mengetahui gambaran tingkat kunjungan ke posyandu.
j. Mengetahui gambaran kesehatan lingkungan tempat tinggal balita.
k. Mengetahui riwayat kelahiran pada balita.
l. Mengetahui riwayat imunisasi pada balita.
m. Mengetahui riwayat sakit balita.
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
1. Bagi Masyarakat - Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang masalah gizi terutama pada
balita.
- Untuk memberi motivasi masyarakat dalam meningkatkan derajat status gizi
terutama pada balita.
- Untuk memberi kesadaran masyarakat akan pentingnya peran serta posyandu
dalam meningkatkan derajat kesehatan anak.
2. Bagi Peneliti - Untuk menambah wawasan peneliti mengenai gambaran faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya KEP pada balita.
- Untuk melatih peneliti agar berpikir secara obyektif dalam menghadapi dan
menyelesaikan masalah.
3. Bagi Instalasi terkait
- Agar dapat memberi masukan bagi Puskesmas Krian untuk meningkatkan status
gizi masyarakat terutama pada balita.
ix
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. BATASAN
Kekurangan Energi Protein ( KEP ) ialah suatu keadaan yang terjadi manakala
kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Kedua
bentuk defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan
ketimbang yang lain. (1,2)
Sindrom kwasiorkor terjadi manakala defisiensi lebih menampakkan dominasi
protein, dan marasmus termanifestasi jika terjadi kekurangan energi yang parah.
Kombinasi kedua bentuk ini, marasmik – kwasiorkor, juga tidak sedikit, meskipun sulit
menentukan kekurangan apa yang lebih dominan. (1)
KEP dikelompokkan menjadi KEP primer dan sekunder. Ketiadaan pangan
melatarbelakangi KEP primer yang mengakibatkan berkurangnya asupan. Penyakit yang
mengakibatkan pengurangan asupan, gangguan serapan dan utilisasi pangan serta
peningkatan kebutuhan ( dan / atau kehilangan ) akan zat gizi, dikatagorikan sebagai
KEP sekunder. (1,3)
B. ETIOLOGI
Ada 13 faktor yang kemungkinan melatarbelakangi terjadinya KEP, yaitu: tingkat
pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu tentang gizi, tingkat
frekuensi penyuluhan gizi, tingkat kunjungan ke posyandu, riwayat pemberian ASI
eksklusif, riwayat imunisasI, riwayat sakit, riwayat pemberian MP-ASI, riwayat kelahiran,
pola asupan gizi, pola asuhan, kebersihan lingkungan tempat tinggal. (1,2,4,5,6,7,8,9)
Kemiskinan salah satu determinan sosial – ekonomi, merupakan akar dari
ketiadaan pangan, tempat pemukiman yang berjejalan, kumuh dan tidak sehat serta
ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Tingkat pendidikan ibu balita yang
rendah mempunyai dampak pengetahuan gizi terhadap anak balitanya juga rendah.
Ketidaktahuan, baik yang berdiri sendiri maupun yang berkaitan dengan kemiskinan,
menimbulkan salah paham tentang cara merawat bayi dan anak yang benar, juga salah
x
mengerti mengenai penggunaan bahan pangan tertentu dan cara memberi makan anggota
keluarga yang sedang sakit. Rendahnya tingkat kunjungan ibu ke posyandu ditambah
rendahnya frekuensi penyuluhan tentang gizi dapat menyebabkan kurangnya pengetahuan
ibu tentang susunan makanan yang memenuhi kriteria 4 sehat 5 sempurna. Hal lain yang
juga berpotensi menumbuhkan KEP dikalangan bayi dan anak adalah penurunan minat
dalam memberi ASI yang kemudian diperparah pula dengan salah persepsi tentang cara
menyapih. Selain itu, distribusi pangan dalam keluarga terkesan masih timpang.
Pemberian imunisasi secara lengkap dapat meningkatkan reaksi pembentukan kekebalan
tubuh terhadap penyakit infeksi sehingga dapat menekan terjadinya gizi kurang pada
balita. (1,2,4,5,6,9)
Tempat tinggal yang berjejalan dan tidak bersih menyebabkan infeksi sering
terjadi. Komponen biologi yang menjadi latarbelakang KEP, antara lain : malnutrisi ibu,
baik sebelum maupun selama hamil, penyakit infeksi, serta diet rendah energi dan
protein. Balita yang mempunyai riwayat kelahiran prematur dan berat badan lahir kurang
dari 2500 gram mempunyai resiko lebih mudah mengalami berbagai kelemahan fisik dan
mental ( intelegensia ), serta akan meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas karena
rentan terhadap infeksi. Penyakit infeksi berpotensi sebagai penyokong atau pembangkit
KEP. Penyakit diare, campak, dan infeksi saluran nafas kerap menghilangkan nafsu
makan. (1,4,6,)
KEP sesungguhnya berpeluang menyerang siapa saja, terutama bayi dan anak
yang tengah tumbuh kembang. Marasmus sering menjangkiti bayi yang baru berusia
kurang dari satu tahun, sementara kwasiorkor cenderung menyerang setelah mereka
berusia 18 bulan. (1,2,6)
C. KLASIFIKASI
Gomez ( 1956 ) merupakan orang pertama yang mempublikasikan cara
pengelompokan kasus KEP. Klasifikasi KEP menurut Gomez didasarkan pada berat
badan terhadap umur ( BB / U ). Berat anak yang diperiksa dinyatakan sebagai presentase
dari berat anak seusia yang diharapkan pada baku acuan dengan menggunakan persentil
ke 50 baku acuan Havard. Berdasarkan sistem ini, KEP diklasifikasikan menjadi 3
tingkatan, yaitu derajat I, II, III. (1)
xi
Klasifikasi KEP menurut Gomez
Derjat KEP Berat badan / usia (%)
I ( Ringan )
II ( Sedang )
III ( Berat )
90 – 76
75 – 61
< 60
( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )
Sayang sekali, dengan cara ini marasmus tidak dapat dibedakan dengan
kwasiorkor. Akibatnya, anak yang rasio berat badan terhadap usia sangat rendah tidak
termasuk sebagai penderita KEP karena anak yang kurus ini memiliki tinggi badan yang
rendah pula. (1)
Penggunaan nilai defisit berdasarkan berat terhadap usia tidak membedakan anak
yang memang mempunyai berat badan kurang ( KEP kini ) dengan mereka yang berat dan
tingginya seimbang ( KEP lampau ), disamping data tentang kronologis usia tidak selalu
tersedia dan kalaupun ada, data tersebut biasanya tidak valid. Namun demikian,
pengelompokkan KEP sebagai derajat I ( 75 – 90 % dari acuan berat terhadap usia), II (
60 – 75 % ), dan III ( <60 % ) sangat berfaedah dalam penelitian epidemiologis dan
kesehatan masyarakat karena proporsi anak dimasyarakat yang pada suatu ketika dalam
hidupnya pernah mengalami KEP dapat ditentukan. (1)
Jellife ( 1966 ) juga menyusun klasifikasi berdasarkan berat terhadap usia.
Bedanya, Jellife membagi KEP menjadi 4 tingkatan : I sampai dengan IV.
Klasifikasi KEP menurut Jellife
Katagori Berat badan / usia ( %)
KEP I
KEP II
KEP III
KEP IV
90 – 80
80 – 70
70 – 60
< 60
( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )
Dengan klasifikasi Jellife, kwasiorkor dan marasmus masih belum dibedakan.
Karena itu, Bengoa ( 1970 ) mencoba menengahi kedua pengelompokkan ini dengan
memasukkan tanda edema, tanpa memandang defisit berat badan. Menurut Bengoa, KEP
cukup dikelompokkan menjadi 3 katagori dan seluruh penderita yang menampakkan
tanda edema dinilai sebagai KEP derajat III. (1)
xii
Klasifikasi KEP menurut Bengoa
Katagori Berat badan / usia (%)
KEP I
KEP II
KEP III
90 – 76
75 – 61
Semua penderita edema
( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )
Wellcome ( 1970 ) memasukkan parameter edema kedalam penilaian. Jika defisit
berat badan pada klasifikasi Bengoa tidak diperhatikan, Wellcome memasukkan indikator
ini kedalam komponen yang harus dinilai. Dengan demikian, perbedaan berbagai tahapan
kelainan status gizi tergambar jelas sebagai berikut : (1)
Klasifikasi KEP menurut Wellcome
Tanda yang ada % Berat baku Edema Defisit BB / TB
Kurus
Pendek
Marasmus
Kwasiorkor
Marasmik kwasiorkor
80 – 60
< 60
< 60
80 – 60
< 60
0
0
0
+
+
Minimal
Minimal
++
++
++
( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )
Waterlow ( 1973 ) mengelompokkan KEP menjadi 4 kelas, yaitu : normal, kurus,
kurus dan pendek, serta pendek. Data seperti ini penting karena pendekatan serta
antisipasi lamanya terapi keduanya tidak sama. (1)
Klasifikasi KEP menurut Waterlow
Derajat kependekan Derajat kekurusan ( BB / TB )
Persen ( derajat ) BB/U > 90%(0) / 80–90%(1) 70-80%(2) / < 70% (3)
> 90% ( derajat 0 )
95–90% ( derajat 1 )
85-90% ( derajat 2 )
< 85% ( derajat 3 )
Normal
Normal
Pendek
Pendek
Kurus
Kurus
Kurus – Pendek
Kurus – Pendek
( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )
Terakhir, departemen kesehatan RI ( 2000 ), berdasarkan temu pakar gizi di
Bogor tanggal 19 – 21 januari dan di Semarang tanggal 24 -26 mei tahun 2000,
xiii
merekomendasikan baku WHO – NCHS untuk digunakan sebagai baku antropometris di
Indonesia. Indikator yang dipakai ialah tinggi dan berat, sementara penyajian indeks
digunakan simpangan baku. (1)
Klasifikasi KEP menurut Depkes 2000
Indeks Simpangan baku Status gizi
BB / U ≥ 2 SD
-2 SD sampai +2 SD
< -2 SD sampai –3 SD
< -3 SD
Gizi lebih
Gizi baik
Gizi kurang
Gizi buruk
TB / U Normal
Pendek
-2 SD sampai +2 SD
< -2 SD
BB / TB ≥ 2 SD
-2 SD sampai +2 SD
< -2 SD sampai -3 SD
< -3 SD
Gemuk
Normal
Kurus
Sangat kurus
( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )
D. GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSA
KEP derajat ringan dan sedang
Gambaran klinis utama KEP ringan sampai sedang ialah penyusutan berat badan
yang disertai dengan penipisan jaringan lemak bawah kulit. Jika KEP berlangsung
menahun, pertumbuhan memanjang akan terhenti sehingga anak akan bertubuh pendek.
Kegiatan fisik dan keluaran energi anak berkurang, disamping berlangsung pula
perubahan pada fungsi kekebalan, saluran pencernaan, dan kebiasaan. (1,2,6)
KEP Berat
Diagnosis KEP berat ditegakkan berdasarkan riwayat pangan serta gambaran
klinis. Marasmus biasanya berkaitan dengan ketiadaan bahan pangan yang sangat parah,
kelaparan berkepanjangan dan penyapihan terlalu dini. Sementara kwasiorkor terkait
dengan keterlambatan menyapih serta kekurangan protein. Diare kronis dan infeksi
merupakan gambaran yang lazim terjadi. (1,2,6)
xiv
Perbedaan antara kedua bentuk KEP berat, termasuk bentuk antaranya (
Marasmik – Kwasiorkor ) ini dapat pula ditentukan dengan menggunakan skor yang
dipaparkan sebagai berikut: (1,2)
Pemberian skor pada KEP berat ( McLaren )
Tanda yang ada Tetapan
Edema
Dermatosis
Edema + Dermatosis
Perubahan rambut
Hepatomegali
Serum albumin Protein total ( g/ 100cc )
< 1,00 ( < 3,25 )
1,00-1,49 ( 3,25-3,99 )
1,50-1,99 ( 4,00-4,74 )
2,00-2,49 ( 4,75-5,49 )
2,50-2,99 ( 5,50-6,24 )
3,00-3,49 ( 6,25-6,99 )
3,50-3,99 ( 7,00-7,74 )
> 4,00 ( > 7,75 )
3
2
6
1
1
7
6
5
4
3
2
1
0
( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )
Skor 0 – 3 = marasmus
Skor 4 – 8 = marasmik – kwasiorkor
Skor 9 – 15 = kwasiorkor
Marasmus
Gambaran penderita marasmus dapat terwakili dalam istilah tulang terbalut kulit :
jaringan lemak bawah kulit ( nyaris ) lenyap, otot mengecil. Berat badan penderita
marasmus biasanya hanya sekitar 60 % dari berat yang seharusnya. Kulit kering, tipis,
tidak lentur serta mudah berkerut. Rambut tipis, jarang, kering, tanpa kilat normal dan
mudah dicabut tanpa menyisakan rasa sakit. Penderita terlihat apatis, meskipun biasanya
tetap sadar, dan menampakkan gurat kecemasan. Tanda – tanda itu, disokong dengan
xv
lekukan pipi dan cekungan dimata, menjelaskan gambaran wajah seperti orang tua atau
bahkan kera. (1,6)
Nafsu makan sebagian penderita hilang sama sekali. Sebagian lagi masih dapat
mengutarakan rasa lapar, namun jika diberikan sejumlah makanan yang diperkirakan
dapat melenyapkan rasa lapar itu, penderita tidak jarang muntah. Memang, jumlah yang
diperkirakan ini terlalu banyak bagi mereka dan tidak dapat ditoleransi. Diare menahun
dan kelemahan yang menyeluruh sering mendampingi KEP sehingga anak tidak dapat
berdiri sendiri tanpa dibantu. (1,2)
Kwasiorkor
Edema yang jika ditekan melekuk, tidak sakit, dan lunak, biasanya terjadi dikaki,
merupakan gambaran utama kwasiorkor. Rambut kering, rapuh, tidak berkilap, dan
mudah dicabut tanpa nenimbulkkan rasa sakit. Rambut yang sebelumnya berombak
berubah menjadi lurus, sementara pigmen rambut berganti warna menjadi coklat, merah,
atau bahkan putih kekuningan. Keberselangan antara asupan protein yang buruk dan (
agak ) baik membentuk porsi depigmentasi dan gambaran normal pada satu helai rambut
sehingga memberi gambaran seperti bendera. Penderita tampak pucat, tungkai berwarna
kebiruan dan teraba dingin. Ekspresi wajah tampak seperti susah dan sedih, disamping
apatis dan iritatif ( cengeng ). (1,2,6)
Ketiadaan nafsu makan, muntah segera setelah makan, serta diare, kerap terjadi.
Kondisi ini akan membaik manakala keadaan gizi terkoreksi, dan dilakukan pengobatan
saluran gastrointestinal secara spesifik. Perut tampak menonjol karena penengahan
lambung dan usus yang terpeluntir. Hati membesar dengan sudut tumpul dan teraba
lunak, disebabkan oleh infiltrasi lemak. (1)
Marasmik – kwasiorkor
Bentuk kelainan ini merupakan gabungan antara KEP yang disertai oleh edema,
dengan tanda dan gejala khas kwasiorkor dan marasmus. Gambaran yang utama ialah
kwasiorkor edema dengan atau tanpa lesi kulit, pengecilan otot,dan pengurangan lemak
bawah kulit seperti pada marasmus. Jika edema dapat hilang pada awal pengobatan,
penampakan penderita akan menyerupai marasmus. Gambaran marasmus dan kwasiorkor
muncul secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang parah. (1,2)
xvi
E. PENATALAKSANAAN Penanganan KEP berat
Pasien yang menderita KEP tanpa penyulit sangat dianjurkan untuk dirawat
dirumah saja. Menginap di rumah sakit justru meningkatkan resiko infeksi silang,
sementara suasana yang berlainan dengan keadaan rumah menyebabkan anak merasa
diasingkan; kondisi tersebut menyuburkan suasana apatis sekaligus memperburuk
anoreksia yang telah ada. (1,2,3)
Secara garis besar, penanganan KEP berat dikelompokkan menjadi pengobatan
awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang
mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Upaya pengobatan awal meliputi (1) pengobatan atau pencegahan terhadap hipoglikemi,
hipotermi, dehidrasi, dan pemulihan ketidakseimbangan elektrolit, (2) pencegahan jika
ada ancaman atau perkembangan renjatan septik, (3) pengobatan infeksi, (4) pemberian
makanan, (5) pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekurangan
vitamin, anemia berat, dan payah jantung. (1,2,3)
Hipoglikemi
Penderita KEP berat berkemungkinan untuk jatuh kedalam keadaan hipoglikemia
( kadar glukosa darah < 35 mg/dl atau < 3mmol/L ), terutama selama pengobatan 2 hari
pengobatan awal. Keadaan ini disebabkan oleh infeksi sistemik yang serius, atau jika
anak dibiarkan tidak makan salama 4 – 6 jam, terutama sepanjang perjalanan dari rumah
ke rumah sakit. Agar hipoglikemi tidak terjadi, anak harus diberi makan sekurang –
kurangnya setiap 2 – 3 jam, baik siang ataupun malam. (1,2)
Tanda hipoglikemi mencakup (1) temperatur tubuh kurang dari 36,5˚ C, (2)
letargi, (3) lemas (4) kesadaran kurang. Jika tanda – tanda ini telah tampak, upaya
pengobatan harus cepat dilaksanakan tanpa harus menanti hasil pemeriksaan
laboratorium. Semua penderita hipoglikemi harus diberi antibiotik spektrum luas untuk
mengobati infeksi sistemik yang luas. (1,2)
Hipotermi
xvii
Hipotermi kerap terjadi pada balita yang berusia kurang dari 12 bulan dan mereka
yang menderita marasmus dengan kerusakan kulit yang parah serta infeksi berat. Anak
mesti dihangatkan manakala suhu rektal terukur kurang dari 35,5˚ C atau suhu ketiak
dibawah 35˚ C. Pemanasan boleh diterapkan dengan cara apa saja, namum sebaiknya
tidak menggunakan botol panas atau lampu floresens. Suhu rektal harus diukur setiap 30
menit jika anak dipanaskan dengan lampu. Semua anak yang mengalami hipotermi juga
harus diobati untuk hipolikemi dan infeksi sistemik. (1)
Dehidrasi dan renjatan septik
Penegakkan diagnosis dehidrasi pada pasien yang menderita KEP berat sungguh
sulit. Tanda yang bermakna terungkap pada (a) riwayat diare, (b) rasa haus, (c)
hipotermia, (d) mata cekung, (e) kaki dan tangan terasa dingin, dan (f) aliran urin.
Tanda tidak bermakna dilihat berdasarkan (a) keadan mental, (b) mulut, lidah, dan air
mata, dan (c) kelenturan kulit. Sedangkan tanda renjatan septik dibagi menjadi (a)
ancaman yang mengarah ke keadaan renjatan septik, dan (b) renjatan septik yang tengah
berlangsung. (1,2)
Pengobatan dehidrasi
Proses rehidrasi sebaiknya dilakukan secara oral karena pemberian per infus
dapat menyebabkan kelebihan cairan dan gagal jantung. Pemberian secara parenteral
boleh diberlakukan hanya dalam keadaan renjatan (syok). (1)
Cairan rehidrasi oral ( CRO ) harus mengandung lebih banyak kalium ketimbang
natrium karena penderita KEP berat selalu mengalami defisiensi kalium serta kelebihan
natrium. Pemberian CRO sebanyak 70-100cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi
dehidrasi. Cara pemberian dimulai sebanyak 5cc/kgBB setiap 30 menit selama 2 jam
pertama per oral atau dengan slang nasogastrik kemudian ditingkatkan menjadi 5 –
10cc/kgBB/jam. Cairan sebanyak itu harus habis selam 12 jam. (1,2)
Rehidrasi berhasil jika anak tidak lagi kehausan, sudah dapat berkemih, dan tanda
dehidrasi lain hilang. Agar anak tidak mengalami dehidrasi lagi, anak harus tetap diberi
minum. Sebagai patokan, jika anak berusia kurang dari 2 tahun, berikan 50 – 100cc tiap
kali diare sementara anak yang lebih besar jumlahnya dua kali lipat. (1,2)
xviii
Rehidrasi intravena
Pemberian cairan rehidrasi per infus hanya diperbolehkan jika terjadi dehidarsi
berat atau renjatan septik. Cairan yang dianjurkan ialah (1) cairan Darrow – half strength
– dengan destrose 5%, (2) larutan Ringer Laktat dengan dektrose 5%, jika memungkinkan
diberikan KCl sebanyak 20 mmol/L. (3) larutan garam fisiologis 0,45% dengan dektrose
5%, jika memungkinkan ditambah KCl 20mmol/L. (1,2)
Selama satu jam cairan diberikan sebanyak 15cc/kg BB. Kemungkinan
munculnya tanda – tanda kelebihan cairan ( overhydration ) harus dicermati selama
pemberian. Dapat dipasang pula slang nasogastrik untuk memasukkan CRO sebanyak
10cc/kg BB/jam. Satu jam kemudian pasien harus diperiksa ulang. Jika semula pasien
datang dengan dehidrasi berat, setelah satu jam akan terjadi perbaikan ( frekuensi nadi
dan pernafasan akan berkurang ). Jika demikian adanya, perpanjang perlakuan rehidrasi
intravena selama satu jam lagi, dan sesudahnya ganti dengan CRO per oral atau slang
sebanyak 10cc/kgBB/jam hingga 10 jam. Jika perbaikan tidak terjadi selama pemberian
cairan satu jam pertama, berarti pasien telah mengalami renjatan septik. (1,2)
Pemberian ASI sebaiknya tidak diberhentikan ketika CRO / intravena diberikan
dalam kegiatan rehidrasi. Berikan makanan cair yang mengandung 75-100 kkal / 100cc,
masing – masing disebut sebagai F-75 dan F-100, sesegera mungkin, baik melalui mulut
atau dengan bantuan slang nasogastrik. Pemberian demikian biasanya dilakukan sekitar 2
– 3 jam setelah rehidrasi dimulai. Jika anak tetap sadar dan mampu minum, F-75 harus
segera diberikan meskipun proses rehidrasi belum selesai.(1,2)
Cara membuat formula F-75 dan F-100 dan kandungan zat gizi per 100 cc larutan
F – 75 F – 100
Susu bubuk (g)
Gula (g)
Tepung serealia (g)
Minyak (g)
Larutan elektrolit / mineral (cc)
Tambahan air hingga ...cc
25
100
-
27
20
1000
100
50
-
80
20
1000
Kandungan / 100 cc
Energi ( kkal ) 75 100
xix
Protein (g)
Laktose (g)
Kalium (mmol)
Natrium (mmol)
Magnesium (mmol)
Seng (mg)
Tembaga (mg)
% energi dari protein
% energi dari lemak
Osmolaritas ( mOsm/l)
0,9
1,3
4,0
0,6
0,43
2,0
0,25
5
32
413
2,9
4,2
6,3
1,9
0,73
2,3
0,25
12
53
419
( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )
Pengobatan renjatan septik
Semua anak yang menderita KEP berat, yang menampakkan tanda renjatan
septik, atau baru tahap ancaman kearah sana, harus diobati sebagai renjatan septik.
Disamping itu, mereka mesti diberi antibiotik spektrum luas dan dihangatkan untuk
mencegah dan mengobati hipotermia. Anak-anak ini tidak perlu dimandikan. (1)
Rehidrasi melalui pembuluh darah vena harus segera dijalankan jika pasien telah
menampakkan gambaran ranjatan septik yang nyata. Segera setelah denyut nadi menguat
dan anak siuman, jarum infus dicabut dan proses rehidrasi dilanjutkan lewat mulut atau
pipa nasogastrik. Jika terjadi gagal jantung kongestif, atau jika anak tidak membaik
setelah satu jam pemberian infus, segera berikan tranfusi darah sebanyak 10cc/kgBB
secara perlahan selama setidaknya tiga jam. Seandainya darah tidak tersedia berikan
plasma. Jika terlihat gagal hati, suntikkan kedalam otot vitamin K dosis tunggal sebanyak
1mg. (1,2)
Selama tranfusi berlangsung kepada penderita tidak boleh diberikan apa – apa
lagi agar gagal jantung kongestif tidak terjadi. Seandainya gejala dan tanda gagal jantung
kongestif tetap saja timbul, berikan diuretik sembari memperlambat kecepatan. (1,2)
Makanan F-75 baru boleh diberikan, melalui pipa nasogastrik, jika tranfusi telah
selesai. Seandainya perut anak kembung, atau muntah berulang kali, pemberian makanan
selayaknya diperlambat. Jika dengan cara ini perut tetap kembung dan muntah tidak
mereda, hentikan makanan itu dan ganti dengan larutan garam rehidrasi oral untuk
xx
penderita KEP dengan kecepatan infus 2 -4 cc/kg/jam. Disamping itu, diberikan pula 2cc
larutan magnesium sulfat 50%.(1,2)
Pengobatan dietetis
Makanan fomula sebaiknya segera diberikan pada anak manakala tidak
terdeteksi tanda – tanda gawat darurat, disamping melanjutkan pemberian ASI.
Kebanyakan penderita KEP berat yang baru tiba di rumah sakit terbukti mengidap infeksi,
gangguan fungsi hati dan usus, serta masalah lain yang terkait dengan ketidakseimbangan
elektrolit.Mereka biasanya tidak mampu menoleransi protein, lemak dan natrium dalam
takaran normal. Oleh karena itu, makanan ( formula ) untuk mereka sebaiknya
berkadar rendah protein dan lemak, tetapi mengandung karbohidrat dalam jumlah lebih
besar. (1)
Komposisi larutan garam rehidrasi oral untuk KEP
( Sumber : Buku Ajar Ilmu Gizi, EGC )
Pemberian makanan ketika pederita baru dirawat, segera setelah diagnosis
ditegakkan, harus dalam jumlah kecil namun sesering mungkin karena kemungkinan
overloading pada saat ini sangat tinggi. Penderita yang tidak mau makan sebaiknya
disuapin melalui pipa nasogastrik, tetapi jangan menggunakan IV feeding. Penderita yang
masih mau makan harus diberi santapan setiap 2,3 atau 4 jam sekali siang dan malam.
Jika muntah jumlah pangan digandakan, sementara interval antara waktu makan
diperpendek. Jika keadaan fisik penderita membaik,volume makanan diperbesar dan
Komposisi Kadar
( mmol / L )
Glukosa
Natrium
Kalium
Klorida
Sitrat
Magnesium
Seng
Tembaga
125
45
40
70
7
3
0,3
0,045
Osmolaritas 300
xxi
frekuensi pemberian diperkecil. Pengobatan dikatakan berhasil jika nafsu makan
penderita membaik yang terlihat pada cepatnya anak merasa lapar. Inilah akhir dari fase
awal pengobatan. Dan ini menandakan infeksi mulai teratasi, hati telah mampu
memetabolisasi makanan, dan ketidaknormalan metabolik lain berkurang. Sekarang
penderita siap memasuki fase rehabilitasi. (1)
Rehabilitasi
Tugas utama fase ini adalah mendorong anak untuk makan sebanyak mungkin,
mulai dan / atau mendorong pemberian ASI secukupnya, merangsang perkembangan fisik
dan emosi serta menyiapkan ibu dan / atau pengasuh dalam pengawasan anak setalah
keluar rumah sakit. (1,2)
Pemberian makanan tradisional yaitu makanan yang biasa disantap dirumah, baru
dapat terlaksana manakala edema telah lenyap, lesi kulit hampir sembuh, penderita telah
aktif serta dapat berinteraksi dengan lingkungannya, nafsu makan telah pulih, dan
kecepatan tumbuh untuk mengejar ketertinggalan selama sakit telah tercapai. (1)
Perangsangan fisik dan emosi tidak kalah penting dalam pengobatan KEP berat.
Sejak awal pengobatan, penderita memerlukan perhatian dan kasih sayang baik dari
keluarga maupun staf rumah sakit. Kamar perawatan harus dicat dengan warna lembut
dan meriah, serta disemarakkan dengan alunan musik untuk merangsang akustik. Segera
setelah mampu bergerak tanpa bantuan dan mau berinteraksi dengan staf rumah sakit dan
anak – anak lain, anak harus didorong agar mau bermain serta berpartisipasi pada seluruh
kegiatan fisik. (1,2)
Diare yang membandel tetapi ringan tidak akan mengganggu rehabilitasi gizi
sejauh asupan cairan dan elektrolit untuk hidrasi normal tercukupi. Jika dicurigai telah
terjadi intoleransi makanan, diet harus dimodifikasi dengan mempertimbangkan mutu
serta kepadatan zat gizi makanan pengganti. (1,2)
Kriteria sembuh
Setelah keadaan yang mengancam jiwa teratasi, nafsu makan membaik, edema
dan lesi kulit hilang, penderita telah dapat tersenyum dan beriteraksi dengan
lingkungannya dan pertambahan berat badan telah mencapai kecepatan maksimal;
idealnya mereka boleh dirujuk ke klinik gizi atau pusat rehabilitasi untuk kelanjutan
xxii
pengobatan. Para ibu atau pengasuh harus mengerti pentingnya diet tinggi kalori dan
protein hingga tercapai penyembuhan sempurna. Jika proses ini dapat diselenggarakan
dirumah, penderita diperbolehkan pulang; sementara perawatan di klinik gizi atau pusat
rehabilitasi gizi dilanjutkan secara teratur, atau kunjungan petugas gizi dari rumah ke
rumah. Kriteria sembuh yang paling praktis adalah pertambahan berat badan. Hampir
semua penderita yang telah sembuh total memiliki rasio berat terhadap tinggi seperti yang
diharapkan. (1)
xxiii
BAB III
METODE PENELITIAN
A. BENTUK PENELITIAN
Penelitian ini bersifat Deskriptif yang akan menggambarkan faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian KEP pada balita di Desa Kraton Kecamatan Krian
Kabupaten Sidoarjo.
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Di Desa Kraton Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo pada tanggal 19 mei 2008
sampai 14 Juni 2008.
C. POPULASI
Populasi adalah jumlah balita KEP di Desa Kraton Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo dengan jumlah 65 balita. Objek penelitian adalah seluruh populasi KEP yang
ada di Desa Kraton dengan responden oleh ibu dari balita tersebut.
D. CARA PENGUMPULAN DATA
1. Jenis Data
a. Data Primer
Dikumpulkan dengan tehnik wawancara menggunakan acuan kuisioner dengan
responden ibu balita.
b. Data Sekunder
Meliputi gambaran umum daerah penelitian di Desa Kraton Kecamatan Krian
Kabupaten Sidoarjo.
2. Jenis Variabel
a. Variabel terikat
xxiv
Gizi kurang dari balita KEP di Desa Kraton Kecamatam Krian Kabupaten
Sidoarjo.
b. Variabel bebas
1. Tingkat pendapatan
2. Tingkat pendidikan
3. Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi
4. Tingkat frekwensi penyuluhan gizi.
5. Tingkat kunjungan ke Posyandu
6. Riwayat pemberian ASI eksklusif.
7. Riwayat pemberian MP – ASI.
8. Riwayat imunisasi
9. Riwayat sakit.
10. Riwayat kelahiran.
11. Pola asupan gizi.
12. Pola asuhan.
13. Kebersihan lingkungan tempat tinggal
E. CARA MENGELOLA DATA
Data Mentah
Informasi dari karakteristik obyek penelitian yang dituangkan dalam bentuk jawaban
kuisionar yang sudah di edit menurut karakteristik penelitian kemudian ditabulasi
menjadi bentuk tabel distribusi frekuensi yang digunakan sesuai dengan analisis
deskriptif.
Pengolahan Data
a. Pengumpulan data.
b. Pengeditan.
c. Membuat tabel distribusi frekuensi
F. ANALISIS DATA
Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif yang dilakukan dengan Interpretasi
data pada tabel distribusi frekuensi untuk memberikan gambaran hasil penelitian sesuai
dengan tujuan penelitian.
xxv
G. DEFINISI OPERASIONAL
1. Tingkat pendapatan ialah penghasilan rata - rata yang diperoleh keluarga dalam 1
bulan, yang terdiri dari :
Rendah : < Rp550.000,-
Sedang : Rp 550.000,- Rp 2.000.000,-
Faktor sosial ekonomi : - Tingkat pendapatan - Tingkat pendidikan
Faktor sosial budaya : - Pola asupan - Pola asuhan
Faktor kesehatan : - Riwayat pemberian ASI eksklusif - Riwayat MP - ASI - Riwayat imunisasi - Riwayat sakit - Riwayat kelahiran - Kebersihan tempat tinggal
Faktor Pengetahuan tentang gizi : - Penyuluhan tentang gizi - Pengetahuan tentang gizi - Kunjungan ke posyandu
xxvi
Tinggi : > Rp 2.000.000,-
2. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi ibu balita yang diperoleh
saat penelitian dilakukan, yang terdiri atas SD, SMP, SMA, D3 / SI.
3. Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi yang berhubungan dengan 4 sehat 5
sempurna.
Baik : Sesuai kriteria 4 sehat 5 sempurna.
Cukup : Hanya memenuhi kriteria 4 sehat saja.
Kurang : Tidak memenuhi kriteria 4 sehat 5 sempurna.
4. Tingkat frekwensi penyuluhan gizi yang pernah diperoleh ibu balita selama di
posyandu.
Pernah memperoleh penyuluhan gizi di posyandu.
Tidak pernah memperoleh penyuluhan gizi di posyandu.
5. Tingkat keaktifan ibu balita dalam melakukan kunjungan ke Posyandu
Aktif : Teratur melakukan kunjungan ke posyandu
Tidak aktif : Tidak teratur melakukan kunjungan ke posyandu
6. Riwayat pemberian ASI eksklusif ialah riwayat pemberian ASI selama 0 – 6
bulan tanpa pemberian makanan tambahan dan susu formula.
ASI eksklusif
Bukan ASI eksklusif
7. Riwayat makanan pendamping ASI ( MP – ASI ) adalah riwayat pemberian
makanan tambahan selain ASI yang diberikan sejak usia 6 bulan.
Mulai usia 6 bulan
Kurang dari usia 6 bulan
8. Riwayat imunisasi yang pernah diberikan pada balita antara lain : BCG, Polio,
DPT, Hepatitis, Campak.
9. Riwayat sakit yang diderita oleh balita dalam 3 bulan terakhir.
Pernah sakit dalam 3 bulan terakhir
Tidak prnah sakit dalam 3 bulan terakhir.
10. Riwayat kelahiran bayi yang dikatagorikan :
Normal : Usia kandungan 9 bulan saat melahirkan dan berat badan
lahir diatas 2500 gram
Prematur : Usia kandungan kurang dari 9 bulan saat melahirkan
xxvii
Berat badan lahir rendah ( BBLR ) : Berat badan lahir kurang dari
2500 gram
11. Pola asupan gizi merupakan frekuensi dan kualitas makanan balita yang
memenuhi kriteria 4 sehat 5 sempurna yang diberikan dalam sehari.
Baik : Sehari 3-5 x dan memenuhi kriteria 4 sehat 5 sempurna
Jelek : Sehari 1-2 x dan kalau anaknya meminta serta tidak memenuhi kriteria
4 sehat 5 sempurna
12. Pola asuhan adalah tentang siapa yang sering mengasuh balita sehari – hari.
Sendiri
Keluarga
Tetangga
Pengasuh
13. Kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan kondisi tempat tinggal terdapat
sarana :
1) Pembuangan kotoran
2) Penyediaan air bersih
3) Pembuangan sampah
4) Pembuangan air limbah
5) Jendela ruang tidur
6) Lubang asap dapur
7) Ruang tidur tidak lembab
8) Tidak padat penghuni
9) Bebas jentik
10) Bebas tikus
11) Pekarangan bersih
Kriteria:
Baik : 1 - 11
Cukup : 1 - 8
Kurang : 1 – 4
BAB IV
xxviii
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
A. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
1. Data Geografis
a. batas Desa Kraton :
- Batas sebelah timur : Kelurahan Krian.
- Batas sebelah selatan : Desa Kemangsen.
- Batas sebelab barat : Desa Balong Bendo.
- Batas sebelab utara : Desa sidomulyo.
b. Luas wilayah.
Luas wilayah Desa Kraton : 156,1 Ha
c. Pembagian Pemerintahan.
- Jumlah RT : 22
- Jumlah RW : 4
2. Data demografi
a. Jumlah penduduk Desa Kraton : 5.953 orang.
b. Jumlah penduduk laki – laki : 2.996 orang.
c. Jumlah penduduk perempuan : 2.957 orang.
d. Jumlah kepala keluarga : 1.573 orang.
1. Sosial Ekonomi dan Budaya
a. Jenis pekerjaan
Karyawan.
- Pegawai Negeri Sipil : 79 orang
- TNI / POLRI : 24 orang.
- Swasta : 2.510 orang.
Wiraswasta / Pedagang : 472 orang.
Petani : 56 0rang.
Pertukangan : 23 orang.
Pensiunan : 36 orang.
Pemulung : 12 orang.
Jasa : 298 orang.
b. Agama
xxix
Islam : 5.774 orang.
Kristen : 128 orang.
Katolik : 34 orang.
Hindu : -
Budha : 17 orang.
c. Tingkat pendidikan penduduk.
Lulus pendidikan umum.
Taman kanak – kanak : 173 orang.
Sekolah dasar : 819 orang.
SMP : 894 orang.
SMA / SMK : 3.650 orang.
Akademi ( D1 – D3 ) : 426 orang
Sarjana ( SI – S3 ) : 274 orang.
Lulus pendidikan khusus
Pondok pesantren : 37 orang.
Madrasah : -
Pendidikan keagamaan : -
Sekolah luar biasa : 3 orang.
Kursus / keterampilan : -
B. HASIL PENELITIAN DAN ANALISA
Hasil penelitian tentang gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian KEP pada balita di Desa Kraton Kecamatan Krian Kabupatan Sidoarjo berupa
xxx
gambaran umum lokasi penelitian dan data dimana dikelompokkan dalam dua bagian yaitu
data umum dan data khusus. Data umum berupa karateristik responden antara lain usia dan
jenis kelamin, sedangkan data khusus berupa faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian KEP pada balita yaitu: tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu,
tingkat pengetahuan ibu tentang gizi, tingkat frekwensi penyuluhan gizi, tingkat
kunjungan ke posyandu, riwayat pemberian ASI eksklusif, riwayat imunisasI, riwayat
sakit, riwayat pemberian MP-ASI, riwayat kelahiran, pola asupan gizi, pola asuhan,
kebersihan lingkungan tempat tinggal.
Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan usia balita.
NO Usia Jumlah Prosentase
1 0 – 12 bulan 6 9,23 %
2 13 – 36 bulan 31 47,69 %
3 37 – 60 bulan 28 43,08 %
Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )
Berdasarkan tabel diatas tampak bahwa tingkat usia balita paling banyak adalah
usia 13 – 36 bulan sebesar ( 47,69 % ), usia 37 – 60 bulan sebesar ( 43,08% ),
sedangkan balita yang umurnya 0 - 12 bulan jumlahnya paling sedikit yaitu sebesar (
9,23% ).
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin balita.
NO Jenis kelamin Jumlah Prosentase
1 Laki – laki 27 41,53 %
2 Perempuan 38 58,47 %
Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden berjenis
kelamin perempuan yaitu ( 58,47 % ), sedangkan yang berjenis kelamin laki – laki sebesar
( 41,53 % ).
xxxi
Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan keluarga.
NO Pendapatan Jumlah Prosentase
1 Rendah
( < Rp 550.000,- )
20 30,70 %
2 Sedang
( Rp 550.000,- - Rp2.000.000,- )
34 52,30 %
3 Tinggi
( > Rp 2.000.000,- )
11 17,00 %
Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )
Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa pendapatan keluarga balita yang rendah
( < Rp500.000,- ) sebanyak ( 30,70 % ), pendapatan sedang ( antara Rp500.00,- -
Rp2.000.000,- ) sebanyak ( 52,30 % ), sedangkan yang mempunyai pendapatan tinggi ( >
Rp2.000.000) sebanyak ( 17 % )
Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu balita
NO Pendidikan Jumlah Prosentase
1 Tamat SD 19 29,20 %
2 Tamat SLTP 20 30,70 %
3 Tamat SLTA 21 32,30 %
4 Tamat D3 / SI 5 7,80 %
Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )
Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa pendidikan ibu yang tamat SD sebanyak
( 29,20% ),tamat SLTP ( 30,70% ), tamat SLTA 32,20%, tamat Akademis / Perguruan
tinggi ( 7,80% )
Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi
NO Tingkat pengetahuan gizi Jumlah Prosentase
1 Kurang 44 67,69 %
2 Cukup 15 23,07 %
xxxii
3 Baik 6 9.24%
Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa dari 65 responden yang memiliki
tingkat pengetahuan kurang yaitu ( 67,69% ), tingkat pengetahuan sedang ( 23,07% ), dan
6 responden ( 9,24% ) memiliki tingkat pengetahuan baik.
Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan tingkat frekuensi penyuluhan gizi
NO Frekwensi penyuluhan gizi Jumlah Prosentase
1 Pernah 56 86,15 %
2 Tidak pernah 9 13,85 %
Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa ( 86,15% ) responden pernah
mengikuti penyuluhan tentang gizi, sedangkan ( 13,83% ) responden tidak pernah
mengikuti penyuluhan tentang gizi.
Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif
NO Pemberian ASI eksklusif Jumlah Prosentase
1 Bukan ASI eksklusif 44 67,69 %
2 ASI eksklusif 21 32,31 %
Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa balita yang mendapat bukan ASI
eksklusif sebesar ( 67,69% ), sedangkan yang mendapat ASI eksklusif sebesar yaitu (
32,31 % ).
Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan riwayat imunisasi
NO Riwayat imuisasi Jumlah Prosentase
1 Lengkap 61 93,84 %
2 Tidak lengkap 4 6,16 %
xxxiii
Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa balita yang mendapat imunisasi
lengkap yaitu sebesar ( 93,84% ) dan balita yang mendapat imunisasi tidak lengkap
sebesar ( 6,16% ).
Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan pemberian MP - ASI
NO Pemberian MP – ASI Jumlah Prosentase
1 Kurang dari 6 bulan 42 64,62 %
2 Mulai 6 bulan 23 35,38 %
Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pemberian MP – ASI yang dimulai
dari umur kurang dari 6 bulan berjumlah paling banyak yaitu sebesar (64,62 % ),
sedangkan yang mulai 6 bulan sebesar ( 35,38% )
Tabel 10. Distribusi respoden berdasarkan riwayat sakit (3 bulan terakhir )
NO Riwayat Sakit Jumlah Prosentase
1 Pernah 36 55,38 %
2 Tidak Pernah 29 44,62 %
Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )
Berdasarkan tabel diatas diperoleh jumlah balita yang mempunyai riwayat sakit
dalam 3 bulan terakhir yaitu sebesar ( 55,38% ), sedangkan yang tidak pernah sakit
sebesar ( 44,62% )
Tabel 11. Distribusi responden berdasarkan riwayat kelahiran
NO Riwayat Kelahiran Jumlah Prosentase
1 Normal 61 93,84 %
2 Prematur 1 1,54 %
xxxiv
3 BBLR 3 4,62 %
Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar riwayat kelahiran dari
balita adalah normal yaitu sebesar ( 93,84% ), balita yang riwayat kelahirannya prematur
sebesar ( 1,54% ), sedangkan yang mempunyai riwayat kelahiran dengan BBLR sebesar (
4,62% ).
Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan pola asuhan balita
NO Pola Asuhan Jumlah Prosentase
1 Sendiri 58 89,23 %
2 Keluarga 7 10,77 %
3 Tetangga - 0 %
4 Pengasuh - 0 %
Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )
Berdasarkan tabel diatas dapat ditunjukkan bahwa sebagian besar balita diasuh
sendiri oleh ibu sebesar ( 89,23% ), sedangkan yang diasuh oleh keluarga / nenek sebesar
( 10,77% )
Tabel 13. Distribusi responden berdasarkan pola asupan balita
NO Pola Asupan Jumlah Prosentase
1 Baik 23 35,39 %
2 Jelek 42 64,61 %
Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )
Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa balita yang mempunyai pola asupan
yang baik adalah sebesar (35,39%), sedangkan yang mempunyai pola asupan yang jelek
adalah sebesar (64,61%).
Tabel 14. Distribusi responden berdasarkan kebersihan lingkungan tempat tinggal
NO Kebersihan lingkungan
Tempat tinggal
Jumlah Prosentase
1 Baik 35 53,84 %
2 Cukup 22 33,84 %
xxxv
3 Kurang 8 12,31 %
Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan sebagian besar kebersihan lingkungan
tempat tinggal adalah baik yaitu sebesar ( 53,84% ), yang cukup sebesar ( 33,84% ),
sedangkan kebersihan lingkungan tempat tinggal yang kurang adalah sebesar ( 12,31% ).
Tabel 15. Distribusi responden berdasarkan tingkat kunjungan ke posyandu.
NO Kunjungan ke posyandu Jumlah Prosentase
1 Aktif 54 83,07 %
2 Tidak aktif 11 16,93 %
Jumlah 65 100 % ( Sumber : Hasil Survey di Desa Kraton )
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita aktif
datang ke posyandu yaitu sebesar ( 83,07% ), Sedangkan yang tidak aktif sebesar (
16,93% ).
Tabel 16. Distribusi responden berdasarkan derajat KEP balita
NO Derajat KEP Jumlah Prosentase
1 Ringan 52 80,00 %
2 Sedang 12 18,46 %
3 Berat 1 1,54 %
Jumlah 65 100 %
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 65 balita yang mengalami KEP
sebagian besar mempunyai derajat ringan yaitu sebesar ( 80% ), derajat sedang sebesar (
18,46% ), hanya ( 1,54% ) balita berderajat berat.
xxxvi
BAB V
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini tampak bahwa tingkat usia balita yang mengalami KEP paling
banyak adalah usia 13 – 36 bulan sebesar ( 47,69 % ). Balita pada usia ini, baru memasuki
suatu tahapan baru dalam proses tumbuh kembangnya. Diantaranya tahapan untuk mulai
beralih dari ketergantungan yang besar pada ASI atau susu formula ke makanan
semipadat. Pada usia ini balita juga sudah mulai lebih banyak bersosialisasi dengan
lingkungannya. Segera setelah anak dapat bergerak sendiri tanpa bantuan orang lain,
mereka akan lebih sering kontak dengan orang – orang disekitarnya sehingga
memudahkan untuk terkena penyakit infeksi terutama bagi anak – anak yang daya tahan
tubuhnya lemah.
Sebagian besar balita yang mengalami KEP berjenis kelamin perempuan ( 58,47
% ). Hasil ini sesuai dengan penelitian Nazir HZ. M, dkk di RSUP Palembang. Sedangkan
Agustina Lubis dkk. (1997 ) menemukan prevalensi laki – laki : perempuan adalah 1 : 4.
xxxvii
Menurutnya hal ini disebabkan karena perbedaan nilai anak, anak laki – laki dianggap
lebih berharga daripada anak perempuan sehingga anak laki – laki akan mendapatkan
perawatan kesehatan dan pemberian makanan yang lebih baik.
Dari 65 responden yang memiliki tingkat pengetahuan tentang gizi kurang yaitu 44
responden ( 67,69% ). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita kurang
memahami tentang gizi dan pentingnya posyandu bagi pertumbuhan anak balitanya. Dan
juga kemungkinan didukung oleh susunan makanan yang kurang sempurna. Banyak ibu
yang tidak mempunyai pengalaman untuk memilih jenis makanan yang tepat untuk
anaknya karena ibu cenderung memilih makanan yang mengandung kalori tinggi.
Dapat diketahui bahwa bayi yang mendapat bukan ASI eksklusif sebesar (
67,69% ). Hal ini kurang ideal terhadap proses tumbuh kembang bayi karena ASI
merupakan makanan yang ideal untuk 6 bulan pertama sejak dilahirkan. ASI dapat
memenuhi kebutuhan bayi dalam segala hal : karbohidrat dalam ASI berupa laktosa;
lemaknya banyak mengandung polyunsaturated fatty acid ( asam lemak tak jenuh ganda );
protein utamanya laktalbumin yang mudah dicerna; kandungan vitamin dan mineralnya
banyak; rasio kalsium-fosfat sebesar 2:1 yang merupakan kondisi yang ideal bagi
penyerapan kalsium. Selain itu, ASI juga mengandung zat antiinfeksi yang tidak bisa
didapatkan dalam susu formula. Ada kemungkinan terganggunya kelangsungan pemberian
ASI eksklusif dalam masa waktu menyusui disebabkan kesibukan kerja oleh ibu untuk
memperoleh tambahan pendapatan keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian MP – ASI yang dimulai dari umur
kurang dari 6 bulan berjumlah paling banyak yaitu sebesar ( 64,62 % ). Ada kemungkinan
karena kebiasaan dalam masyarakat MP – ASI diberikan pada usia lebih dari 1 bulan
dalam bentuk bubur SUN, pisang dipanggang, gabin yang direndam diair hangat yang
diberikan 3 x sehari. Pemberian MP – ASI yang terlalu dini akan menyebabkan
meningkatnya insidensi penyakit infeksi terutama diare. Hal itu karena makanan berubah,
dari ASI yang bersih dan mengandung zat – zat anti infeksi ( antara lain : IgA, laktoferin,
WBC ) ke makanan yang disiapkan, disimpan, dan dimakan tanpa mengindahkan syarat
kebersihan ( kesehatan ).
xxxviii
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jumlah balita yang mempunyai riwayat sakit
dalam 3 bulan terakhir lebih tinggi yaitu sebesar ( 55,38% ), sedangkan yang tidak pernah
sakit sebesar ( 44,62% ). Dalam penelitian ini sebagian besar responden mempunyai
riwayat sakit diare dalam 3 bulan terakhir. Hal tersebut dapat menyebabkan anak tidak
mempunyai nafsu makan sehingga terjadi kekurangan jumlah makanan dan minuman yang
masuk ke tubuhnya serta mengganggu fungsi imunitas yang dapat berakibat terjadinya gizi
kurang.
Dapat diperoleh dari hasil penelitian bahwa sebagian besar balita mempunyai
pola asupan yang jelek (64,61%). Hal ini kemungkinan dikarenakan kurangnya
pengetahuan ibu balita tentang pentingnya aneka ragam jenis makanan yang sesuai
dengan 4 sehat 5 sempurna.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Usia balita yang mengalami KEP paling banyak adalah usia 13 – 36 bulan.
2. Balita yang mengalami KEP sebagian besar berjenis kelamin perempuan.
3. Sebagian besar ibu balita kurang memahami tentang gizi dan pentingnya posyandu
bagi pertumbuhan anak balitanya.
4. Mayoritas bayi yang mendapat ASI bukan ASI eksklusif .
5. Pemberian MP – ASI sebagian besar dimulai sejak umur kurang dari 6 bulan.
6. Balita sebagian besar mempunyai riwayat sakit diare dalam 3 bulan terakhir.
7. Pada umumnya balita mempunyai pola asupan yang jelek.
B. SARAN
xxxix
1. Melalui posyandu dilakukan program perbaikan gizi balita yang dilaksanakan
secara berkesinambungan dengan melibatkan peranserta masyarakat dalam rangka
membantu menekan angka kejadian KEP
2. Perlunya peningkatan pengetahuan ibu bayi tentang cara yang benar memberikan
ASI secara eksklusif dengan diadakan penyuluhan yang intensif dan
berkesinambungan.
3. Diperlukan penyuluhan yang rinci pada ibu – ibu mengenai pengetahuan tentang
gizi dan pemberian MP - ASI untuk menjamin kecukupan gizi pada balita.
4. Untuk memperoleh hasil penelitian yang akurat, peneliti berharap ada penelitian
lanjutan dengan menggunakan instrumen penelitian yang tepat, jumlah sampel yang
lebih besar dan waktu penelitian yang lebih panjang.
DAFTAR PUSTAKA
1. MB Arisman, 2007, Buku Ajar Ilmu Gizi : “ Gizi dalam Daur Kehidupan “, Edisi
Ketiga, EGC, Jakarta.
2. Hassan, Rusepno, dkk, 2002, “ Ilmu Kesehatan Anak “, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
3. Arif Mansjoer, Suprohaita, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran : “
Penyakit Gizi Anak “, Fakultas kedoktaran Universitas Indonesia, Jilid
Ketiga, Jakarta.
4. Marizza Novelia, Des 2007, Buletin Penelitian RSU Dr. Soetomo, Vol 9 No 4,
Bidang Penelitian dan Pengembangan RSU Dr. Soetomo, Surabaya.
5. Azizah yulia, Triawati, Nugroho Adi, Maret 2007, Majalah Berkala Kedokteran, Vol
6 No 1, Fakultas Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
xl
6. Kristiono Anton, 2002, Artikel Cermin Dunia Kedokteran, No 134, Balai Penelitian
Kesehatan, Depkes RI, D.I. Nangroe Darusalam Aceh.
7. Soeparmanto paiman, Juni 2005, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol 8 No 1,
Depkes RI, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Dan
Teknologi Kesehatan, Surabaya.
8. Tarigan Ukur Ingan, 2003, Buletin Penelitian Kesehatan, Vol 31 No 1, Depkes RI,
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, Surabaya.
9. O.S Kasduki, S Ananto, S Titiek K, April - Juni 2005, Buletin Peneltian RSU Dr.
Soetomo, Vol 7 No 2, Bidang Penelitian Dan Pengembangan RSU Dr.
Soetomo, Surabaya.
KUISIONER
Nama ibu :
Desa : Kraton, Kecamatan. Krian Kabupaten. Sidoarjo
Tanggal : Mei 2008
1. Berapa pendapatan ( gaji ) rata – rata keluarga tiap bulan ?
a. < 550. 000
b. 550.000 – 2.000.000
c. > 2.000. 000
2. Apa pekerjaan ibu ( istri ) sekarang ?
xli
a. Petani
b. Buruh
c. Swasta
d. PNS / TNI / POLRI
e. Tidak bekerja
3. Siapa yang lebih sering mengasuh balita anda ?
a. Diasuh sendiri
b. Keluarga
c. Tetangga
d. Pengasuh
4. Apa pendidikan formal tertinggi ibu ( istri ) ?
a. Tamat SD
b. Tamat SLTP
c. Tamat SLTA
d. Tamat akademi / perguruan tinggi
5. Sampai umur berapa ASI ( tanpa makanan tambahan dan susu formula ) diberikan
kepada bayi ?
a. Kurang dari 6 bulan
b. Sampai 6 bulan
6. Tiap berapa jam dalam sehari ibu memberikan ASI ( tanpa makanan tambahan
dan susu formula ) ?
a. Tiap ≤ 2 jam
b. Tiap > 2 jam
7. Mulai umur berapa bayi diberi makanan tambahan ?
a. Kurang dari 6 bulan
b. Mulai 6 bulan
8. Dalam sehari berapa kali ibu memberi makan pada anaknya ?
a. Kalau anaknya meminta
b. 1 X sehari
c. 2 X sehari
d. 3-5 X sehari
9. Apakah ibu mengerti tentang 4 sehat 5 sempurna ?
xlii
a. Ya
b. Tidak
10. Menu makanan apa yang anda berikan untuk balita anda sehari – sehari
( hari ini ) ?
- Pagi :
- Siang :
- Malam :
a. Kurang
b. Cukup
c. Baik
11. Apakah balita anda sering sakit ( 3 bulan terakhir ) ?
a. Ya ( sakit apa ......... )
b. Tidak
12. Apakah anda aktif pergi ke posyandu ?
a. Ya
b. Tidak
13. Apakah kader di tempat ibu pernah memberikan penyuluhan gizi waktu di
posyandu ?
a. Ya
b. Tidak
14. Status tempat tinggal ?
a. Milik sendiri
b. Sewa
c. Milik keluarga
15. Kebersihan tempat tinggal dan sekitarnya ?
a. Baik
b. Kurang
c. Cukup
16. Status imunisasi :
BCG a. pernah b. Tidak pernah
Polio a. lengkap b. Tidak lengkap
DPT a. lengkap b. Tidak lengkap
xliii
Hepatitis a. lengkap b. Tidak lengkap
Campak a. lengkap b. Tidak lengkap
17. Berapa usia kandungan anda saat anak anda lahir ?
a. Kurang dari 9 bulan
b. 9 bulan
18. Berapa berat badan lahir anak anda ?
a. Kurang dari 2500 gram
b. 2500 gram sampai 3500 gram
c. Lebih dari 3500 gram