17
FRAKTUR MUKA BAGIAN TENGAH Pendahuluan Trauma yang mengenai muka dapat mengakibatkan fraktur pada tulang-tulang yang membentuk wajah. Trauma pada regio muka bagian tengah melibatkan jaringan lunak dan komponen tulang muka seperti maksila, zygoma, kompleks nasoorbital-ethmoid, dan struktur supraorbital. Regio muka bagian tengah dibatasi pada bagian atas oleh garis yang menghubungkan dua sutura zygomaticofrontal, melewati sutura frontomaxillary dan sutura frontonasalis dan bagian bawah dibatasi dataran oklusal gigi geligi rahang atas (Williams, 1994). Perawatan fraktur muka bagian tengah meliputi perawatan kedaruratan, evaluasi jenis fraktur, pemeriksaan radiografis, dan perawatan bedah untuk mengembalikan anatomi dan fungsinya ke keadaan normal. Pada makalah ini terutama akan dibahas mengenai fraktur muka bagian tengah regio maksila. Klasifikasi A. Fraktur tidak melibatkan oklusi 1. Regio sentral a. fraktur tulang nasal dan/atau septum nasal (i) nasal lateral 1

Fraktur Muka Bagian Tengah

  • Upload
    ical

  • View
    39

  • Download
    8

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fraktur maksila

Citation preview

Page 1: Fraktur Muka Bagian Tengah

FRAKTUR MUKA BAGIAN TENGAH

Pendahuluan

Trauma yang mengenai muka dapat mengakibatkan fraktur pada tulang-

tulang yang membentuk wajah. Trauma pada regio muka bagian tengah melibatkan

jaringan lunak dan komponen tulang muka seperti maksila, zygoma, kompleks

nasoorbital-ethmoid, dan struktur supraorbital.

Regio muka bagian tengah dibatasi pada bagian atas oleh garis yang

menghubungkan dua sutura zygomaticofrontal, melewati sutura frontomaxillary dan

sutura frontonasalis dan bagian bawah dibatasi dataran oklusal gigi geligi rahang

atas (Williams, 1994).

Perawatan fraktur muka bagian tengah meliputi perawatan kedaruratan,

evaluasi jenis fraktur, pemeriksaan radiografis, dan perawatan bedah untuk

mengembalikan anatomi dan fungsinya ke keadaan normal. Pada makalah ini

terutama akan dibahas mengenai fraktur muka bagian tengah regio maksila.

Klasifikasi

A. Fraktur tidak melibatkan oklusi

1. Regio sentral

a. fraktur tulang nasal dan/atau septum nasal

(i) nasal lateral

(ii)nasal anterior

b. fraktur frontal prosesus maksilaris

c. fraktur tipe (a) dan (b) yang meliputi tulang ethmoid (nasoethmoid)

c. fraktur tipe (a), (b), dan (c) yang meliputi tulang frontal

(fronto-orbito-nasal dislocation)

2. Regio lateral

Fraktur yang meliputi tulang zygomatic, arcus zygomatic, dan maksila di

luar dentoalveolar.

1

Page 2: Fraktur Muka Bagian Tengah

B. Fraktur melibatkan oklusi

1. Fraktur dentoalveolar

2. Subzygomatic

a. Le Fort I (low-level atau Guerin)

b. Le Fort II (piramidal)

3. Suprazygomatic

Le Fort III (high-level atau craniofacial dysjunction)

Fraktur di atas dapat terjadi unilateral maupun bilateral, dapat pula terjadi pemisahan

garis tengah (mid-line) maksila dan perluasan fraktur sampai tulang frontal atau

temporal.

Anatomi

Tulang-tulang yang membentuk muka bagian tengah meliputi (Gambar 1):

1. dua tulang maksila

2. dua tulang palatum

3. dua tulang zygoma

4. dua prosesus zygoma pada tulang temporal

5. dua tulang nasal

6. dua tulang lakrimal

7. vomer

8. tulang ethmoid

9. tulang sphenoid

2

Page 3: Fraktur Muka Bagian Tengah

Gambar 1. Anatomi tulang pembentuk muka (Rohen, 1984)

Anatomi Tulang Maksila

Dua buah tulang maksila atau biasa disebut rahang atas merupakan tulang

yang pada bagian atas membentuk segitiga dengan dinding tengah membentuk

ketebalan tulang nasal lateral. Pada bagian bawah dibatasi prosesus alveolaris dan

bagian atas dibatasi lempeng orbita pada tulang maksila (Gambar 2).

Gambar 2. Anatomi Maksila (Rohen, 1984)

3

Page 4: Fraktur Muka Bagian Tengah

Fraktur Le Fort

Fraktur Le Fort I (Guerin’s fracture)

Garis fraktur berjalan horisontal setinggi dasar hidung meliputi palatum,

prosesus alveolaris maksila, dan bagian bawah prosesu pterygoideus dan tulang

sphenoid (Gambar 3).

Gambar 3. Garis fraktur Le Fort I (Fonseca, 1997)

Fraktur Le Fort II

Garis fraktur berjalan dari tulang nasal ke tulang lakrimal kemudian

menyeberang ke bagian bawah orbita dan melewati foramen infraorbital. Garis

fraktur melewati sutura zygomaticomaxillary terus ke bagian bawah sesuai dinding

lateral maksila melewati pterygoid plate berbentuk piramid (Gambar 4).

Fraktur Le Fort III

Garis fraktur berjalan paralel terhadap dasar tengkorak, memisahkan seluruh

tulang bagian tengah terhadap dasar kranium. Fraktur meliputi tulang nasal ke arah

belakang melewati tulang ethmoid kemudian menyeberang ke tulang sphenoid dan

ke bawah melewati pterygomaxillary fissure dan fossa sphenopalatinus (Gambar 5).

4

Page 5: Fraktur Muka Bagian Tengah

Gambar 4. Garis fraktur Le Fort II (Fonseca, 1997)

Gambar 5. Garis fraktur Le Fort III (Fonseca, 1997)

5

Page 6: Fraktur Muka Bagian Tengah

Diagnosa

Diagnosa ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sebagai berikut (Peterson,

2003):

1. Riwayat penyakit

Perlu dilakukan anamnesa mengenai bagaimana terjadinya trauma, kapan

terjadinya trauma, apa yang menyebabkan trauma dan arah trauma, apakah terjadi

kehilangan kesadaran, gejala apa yang sekarang dirasakan.

2. Pemeriksaan fisik

Dilakukan setelah keadaan umum pasien stabil. Inspeksi dilakukan dengan

melihat adanya laserasi, kontusio jaringan, edema atau hematom, dan kemungkinan

perubahan kontur wajah. Periorbital ecchymosis sering merupakan indikasi adanya

fraktur kompleks zygomatik.

Pemeriksaan muka bagian tengah dilakukan melalui penilaian kegoyangan

maksila. Kepala pasien distabilisasi menggunakan satu tangan kemudian ibu jari dan

telunjuk tangan lainnya memegang maksila. Dilakukan tekanan untuk mengetahui

kegoyangan maksila (Gambar 6).

Perlu dilakukan palpasi untuk megetahui adanya deformitas regio nasal,

orbital, dan zygoma. Dilakukan juga pemeriksaan intra oral untuk melihat laserasi

ataupun ecchymosis pada vestibulum bukalis atau palatum serta melihat oklusi.

Gambar 6. Pemeriksaan kegoyangan maksila (Peterson, 2003)

6

Page 7: Fraktur Muka Bagian Tengah

3. Pemeriksaan radiografi

Pemeriksaan dilakukan dengan melihat Ro Water’s view, foto lateral, PA,

submental vertex serta pemeriksaan CT scan (Gambar 7).

Gambar 7. A. Water’s view

B. Foto lateral

C. Submental vertex

Perawatan

Perawatan fraktur muka bagian tengah dapat dibagi menjadi 4 tahap

perawatan yaitu:

1. perawatan kedaruratan dan stabilisasi

2. penilaian awal

3. perawatan definitif

4. perawatan lanjutan (rehabilitasi)

7

Page 8: Fraktur Muka Bagian Tengah

1. Perawatan kedaruratan dan stabilisasi

Perawatan pasien trauma dilakukan sesegera mungkin untuk mengembalikan

dan mempertahankan jalan napas. Intubasi oral atau nasal perlu dilakukan serta

mengontrol perdarahan yang terjadi baik di nasal ataupun intra oral.

2. Penilaian awal

Setelah keadaan umum pasien stabil, selanjutnya dilakukan penilaian awal

yaitu anamnesa dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan penunjang. Dilakukan

pencatatan mengenai riwayat terjadinya trauma dan riwayat trauma sebelumnya

ataupun perawatan yang pernah dilakukan sebelumnya yang berguna untuk evaluasi

pra bedah. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan laserasi ektra oral, hilangnya

jaringan lunak, dan pemeriksaan intra oral. Pemeriksaan radiografi sangat penting

untuk membantu menegakkan diagnosa fraktur. Pemeriksaan radiografi meliputi

pemeriksaan foto P-A, Occipitomental, dan foto lateral. Informasi tambahan dapat

diperoleh melalui pemeriksaan CT scan.

Penilaian tanda-tanda vital dan derajat kesadaran pada pasien dengan trauma

kepala dilihat dari Glasgow Coma Score (GCS) yaitu:

a. trauma kepala berat jika GCS ≤ 8

b. trauma kepala sedang jika GCS 9 – 12

c. trauma kepala ringan jika GCS ≥ 13

Glasgow Coma Score

Fungsi Respons Skor

MATA Buka spontan 4

Buka diperintah 3

Buka dengan rangsang nyeri 2

Tidak ada respons 1

8

Page 9: Fraktur Muka Bagian Tengah

BICARA Normal 5

Bingung 4

Kata-kata kacau 3

Suara tak menentu 2

Diam 1

MOTORIK Dapat diperintah 6

Dapat menunjuk tempat nyeri 5

Fleksi normal terhadap nyeri 4

Fleksi abnormal terhadap nyeri 3

Ekstensi terhadap nyeri 2

Tak ada respons 1

Dilakukan persiapan pre-operative yang meliputi:

1. pertimbangan untuk melakukan trakeostomi

Hal ini perlu dilakukan kerjasama dengan bagian THT dan anestesi dengan

pertimbangan pembengkakan jaringan lunak atau penggunaan IMF.

2. metode reduksi tertutup atau reduksi terbuka

3. penggunaan intermaxillary fixation dan jenisnya

Jumlah dan keadaan gigi geligi, ada tidaknya fraktur alveolar atau palatum

merupakan hal-hal yang harus dipertimbangkan untuk penggunaan alat fiksasi

interdental, arch bar atau penggunaan splint. Metode fiksasi maksila dapat dibagi

sebagai berikut (Gambar 8):

a. Internal fixation: i) mini plate and screws

ii) kawat: - circumzygomatic

- circumpalatal

- infraorbital

- frontal-central atau lateral

- piriform aperture

- peralveolar

9

Page 10: Fraktur Muka Bagian Tengah

b. External fixation: i) craniomandibular

ii) craniomaxillary: supraorbital pins, zygomatic pins,

halo frame, Levant frame

A B

C D

Gambar 8. Macam fiksasi: A. kawat circumzygomatic

B. craniomaxillary

C. kawat infraorbital

D. kawat piriform aperture

3. Perawatan definitif

10

Page 11: Fraktur Muka Bagian Tengah

Tujuan perawatan definitif adalah untuk mengembalikan maksila pada posisi

anatomi normal baik terhadap mandibula maupun dasar kranium. Pengembalian

fraktur perlu mempertimbangkan ukuran tinggi vertikal maupun lebar wajah

(Gambar 9).

Gambar 9. Penggunaan Hayton-Williams forceps (kiri) dan Rowe forceps (kanan)

untuk mengembalikan posisi maksila (Williams, 1994)

Pembedahan dapat dilakukan melalui pendekatan:

a. insisi sublabial dari regio molar-molar

b. insisi blepharoplasty meliputi kelopak mata bagian bawah atau pendekatan

transconjunctival untuk akses ke daerah orbita

c. insisi bicoronal scalp sampai daerah telinga untuk akses ke frontal, nasoethmoid,

prosesus zigomatikus, tulang orbita dan arkus zigomatikus.

4. Perawatan lanjutan (rehabilitasi)

Dilakukan penilaian hasil perawatan, perbaikan tulang, penyembuhan

jaringan lunak, dan kemungkinan perawatan koreksi wajah.

Kesimpulan

11

Page 12: Fraktur Muka Bagian Tengah

Fraktur muka bagian tengah dapat menimbulkan efek samping yang

berbahaya karena mengenai struktur-struktur tulang yang vital sehingga perlu

penanganan sesegera mungkin. Perlu diperhatikan struktur anatomi normal tulang-

tulang wajah sehingga perawatan dapat dilakukan dengan baik.

Daftar Pustaka

Booth, Peter Ward. 2003. Maxillofacial Trauma and Esthetic Reconstruction.

Edinburgh. Churchill Livingstone.

Fonseca & Walker. 1997. Oral & Maxillofacial Trauma. 2nd ed. Philadelphia.

W.B.Saunders Company.

Pedersen. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta. EGC.

Peterson. 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed. St.Louis.

Mosby.

Rohen, J.W., Yokochi. 1983. Anatomi Manusia. Jakarta. EGC.

Williams, J.LI. 1994. Maxillofacial Injuries. 2nd ed. Edinburgh. Churchill

Livingstone.

12