Upload
ahmad-wira-indrawan
View
218
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Ergonomic Laboratory
Citation preview
MODUL 4
PENGUKURAN BEBAN KERJA DAN KELELAHAN FISIOLOGIS
AHMAD WIRA INDRAWAN D221 12 251
KELOMPOK 3
LABORATORIUM ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI JURUSAN MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 1 D221 12 251
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Secara umum yang dimaksud dengan kerja fisik (physical work) adalah
kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya
(power). Kerja fisik seringkali juga disebut sebagai manual operation dimana
performance kerja sepenuhnya akan tergantung manusia baik yang berfungsi
sebagai sumber tenaga (power) maupun pengendali kerja (control). Kerja fisik,
seringkali dikonotasikan sebagai kerja berat ataupun kerja kasar, dapat
dirumuskan sebagai kegiatan yang memerlukan usaha fisik manusia yang kuat
selama periode kerja berlangsung. Dalam hal kerja fisik ini maka konsumsi energi
(energi consumption) merupakan faktor utama dan tolok ukur yang dipakai
sebagai penentu berat ringannya kerja fisik tersebut.
B. Tujuan praktikum
1. Mampu mengukur beban kerja fisik berdasarkan heart rate menggunakan
Polar Watch beserta Polar Strap.
2. Mampu mengukur kadar lactic acid menggunakan accutrend plus beserta
strip test.
3. Mampu menghitung beban kerja fisik dan tingkat kelelahan
4. Mampu menganalisa grafik hasil perhitungan beban kerja serta tingkat
kelelahan.
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 2 D221 12 251
BAB II
TEORI DASAR
A. Pengukuran Beban Kerja
Salah satu tolak ukur waktu yang dapat digunakan untuk menentukan
beban kerja seseorang adalah dengan mengukur penggunaan energy kerja (energi
otot manusia) yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Berat atau
ringannya kerja yang harus dilakukan oleh seorang pekerja akan bisa ditentukan
dari gejala-gejala perubahan yang tampak dan bisa diukur lewat pengukuran
fisiologi manusia antara lain seperti (Wignjosoebroto, 2000):
1. Detak jantung (heart rate)
2. Tekanan darah (blood pressure)
3. Temperatur badan (body temperature)
4. Laju pengeluaran keringat (sweating rate)
5. Konsumsi oksigen yang dihirup (oxygen consumption)
6. Kandungan asam laktat dalam darah (latic acid content)
B. Kerja Fisik dan Aktivitas Kerja Manusia
Secara umum yang dimaksud dengan kerja fisik (physical work) adalah
kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya
(power). Kerja fisik seringkali juga disebut sebagai manual operation dimana
performance kerja sepenuhnya akan tergantung manusia baik yang berfungsi
sebagai sumber tenaga (power) maupun pengendali kerja (control). Kerja fisik,
seringkali dikonotasikan sebagai kerja berat ataupun kerja kasar, dapat
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 3 D221 12 251
dirumuskan sebagai kegiatan yang memerlukan usaha fisik manusia yang kuat
selama periode kerja berlangsung. Dalam hal kerja fisik ini maka konsumsi energi
(energi consumption) merupakan faktor utama dan tolok ukur yang dipakai
sebagai penentu berat ringannya kerja fisik tersebut.
C. Penilaian Beban Kerja Fisik
Metode penilaian beban kerja tidak langsung adalah dengan menghitung
denyut nadi selama bekerja. Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya
beban kerja mempunyai beberapa keuntungan, selain mudah, cepat, efisien dan
murah juga tidak diperlukan peralatan yang mahal serta hasilnya pun cukup
reliabel dan tidak menganggu ataupun menyakiti orang yang diperiksa.
Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari
beberapa jenis yaitu:
1. Denyut Nadi Istirahat (DNI) adalah rerata denyut nadi sebelum
pekerjaan dimulai.
2. Denyut Nadi Kerja (DNK) adalah rerata denyut nadi selama bekerja.
3. Nadi Kerja (NK) adalah selisih antara denyut nadi istirahat dengan
denyut nadi kerja.
Peningkatan denyut nadi mempunyai peranan yang sangat penting di
dalam peningkatan cardiat output dari istirahat sampai kerja maksimum.
Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja
maksimum oleh Rodahl (1989) dalam Tarwaka, dkk (2004) didefinisikan sebagai
Heart Rate Reverse (HR Reverse) yang diekspresikan dalam presentase yang
dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 4 D221 12 251
% HR Reverse = x 100
Denyut Nadi Maksimum (DNMax) adalah (220 – umur) untuk laki-laki
dan (200 – umur) untuk perempuan. Lebih lanjut untuk menentukan klasifikasi
beban kerja bedasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan
denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasculair load = %
CVL) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
% CVL =
Dari hasil perhitungan % CVL tersebut kemudian di bandingkan dengan
klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 2.1. Klasifikasi Beban Kerja Berdasar % CVL
% CVL Interpretasi % CVL
< 30% Tidak terjadi kelelahan
30% -< 60% Diperlukan perbaikan
60% -< 80% Kerja dan waktu singkat
80% -< 100% Diperlukan tindakan segera
>100% Tidak diperbolehkan beraktivitas
Selain cara tersebut diatas cardivasculair strain dapat diestimasi
menggunakan denyut nadi pemulihan (heart rate recovery) atau dikenal dengan
Metode Brouha. Keuntungan metode ini adalah sama sekali tidak menganggu atau
menghentikan pekerjaan, karena pengukuran dilakukan setelah subjek berhenti
bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik menit pertama,
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 5 D221 12 251
kedua dan ketiga (P1, P2, P3). Rerata dari ketiga nilai tersebut dihubungkan
dengan total cardiac cost dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jika P1 – P3 ≥ 10 atau P1, P2, P3 seluruhnya < 90, nadi pemulihan
normal.
2. Jika rerata P1 yang tercatat ≤ 110, dan P1 – P3 ≥ 10, maka beban kerja
tidak berlebihan (not excessive).
3. Jika P1 – P3 < 10 dan Jika P3 > 90, perlu redesaian pekerjaan.
Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolue denyut nadi
pada ketergantungan pekerjaan (the interruption of work), tingkat kebugaran
(individual fitness) dan pemaparan lingkungan panas. Jika pemulihan nadi tidak
segera tercapai maka diperlukan redesain pekerjaan untuk mengurangi tekanan
fisik. Redesain tersebut dapat berupa variabel tunggal maupun variabel
keseluruhan dari variabel bebas task (tugas), organisasi kerja dan lingkungan kerja
yang menyebabkan beban kerja tambahan.
D. Kelelahan
Kelelahan akibat kerja seringkali diartikan sebagai proses menurunnya
efisiensi, performans kerja, dan berkurangnya kekuatan/ ketahanan fisik tubuh
untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Ada beberapa macam
kelelahan yang dikenal dan diakibatkan oleh factor-faktor yang berbeda-beda
seperti:
a. Lelah otot, yang dalam hal ini bisa dilihat dalam bentuk munculnya
gejala kesakitan yang amat sangat ketika otot harus menerima beban
kerja yang berlebihan.
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 6 D221 12 251
b. Lelah visual, yaitu lelah yang diakibatkan ketegangan yang terjadi pada
organ visual (mata). Mata yang terkonsentrasi secara terus menerus pada
suatu objek (layar monitor) seperti yang dialami oleh operator computer
misalnya, akan terasa lelah. Cahaya yang terlalu kuat yang mengenai
mata juga akan bisa menimbulkan gejala yang sama.
c. Lelah mental, dimana dalam kasus ini datangnya kelelahan bukan
diakibatkan secara langsung oleh aktivitas fisik, melainkan lewat kerja
mental (proses berpikir). Lelah mental ini seringkali pula disebut sebagai
lelah otak.
d. Lelah monotonis, adalah jenis kelelahan yang disebabkan oleh aktivitas
kerja yang bersifat rutin, monoton ataupun lingkungan kerja yang sangat
menjemukan. Pekerjaan-pekerjaan yang tidak memberikan “tantangan”,
tidak memerlukan skill, dan lain-lain akan menyebabkan motivasi
pekerja akan rendah. Di sini, pekerja tidak lagi terangsang dengan
pekerjaan ataupun lingkungan kerjanya. Situasi kerja yang monoton dan
menimbulkan kebosanan akan mudah terjadi pada pekerjaan-pekerjaan
yang dirancang terlalu ketat. Kondisi semacam ini jarang terjadi dalam
kegiatan yang memberikan fleksibilitas bagi pekerja untuk
mengembangkan kreativitas dan mengatur irama kerjanya sendiri.
Timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang
terakumulasi dari berbagai faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan
(stress) yang dialami oleh tubuh manusia. Untuk menghindari akumulasi yang
terlalu berlebihan, diperlukan adanya keseimbangan antara masukan datangnya
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 7 D221 12 251
sumber kelelahan tersebut (faktor-faktor penyebab kelelahan) dengan jumlah
keluaran yang diproses lewat proses pemulihan (recovery). Proses pemulihan
dapat diproses dengan cara antara lain memberikan waktu istirahat yang cukup,
baik yang terjadwal/ terstruktur atau tidak dan seimbang dengan tinggi rendahnya
tingkat ketegangan kerja. Proses pemulihan akan memberikan kesempatan kerja
fisik maupun psikologis (mental) manusia untuk lepas dari beban yang
menghimpitnya.
Kelelahan yang disebabkan oleh faktor yang berlangsung secara terus
menerus dan terakumulasi akan menyebabkan yang disebabkan apa yang disebut
dengan “lelah kronis”. Gejala-gejala yang tampak jelas akibat lelah kronis ini
dapat dicirikan seperti :
1. Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi
kurang toleran atau asosiasi terhadap orang lain.
2. Munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan.
3. Depresi yang berat, dan lain-lain.
Secara pasti datangnya kelelahan yang menimpa pada diri seseorang akan
sulit untuk diidentifikasi secara jelas. Mengukur tingkatan kelelahan seseorang
bukanlah pekerjaan yang mudah. Prestasi ataupun performans kerja yang bisa
ditunjukkan dengan output kerja merupakan tolak ukur yang sering dipakai untuk
mengevaluasi tingkatan kelelahan.
Pemberian waktu istirahat pada dasarnya diperlukan untuk memulihkan
kesegaran fisik ataupun mental bagi diri manusia (pekerja). Jumlah total waktu
yang dibutuhkan untuk istirahat berkisar rata-rata 15% dari total waktu kerja.
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 8 D221 12 251
Tetapi besar kecilnya prosentase tersebut juga dapat tergantung pada tipe
pekerjaannya (Wignjosoebroto, 2000).
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 9 D221 12 251
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Alat dan bahan
1. Beban Kerja Fisiologis
a. Polar Watch
b. Polar Strip
c. Stopwatch
2. Kelelahan Fisiologis
a. Accutrend plus
b. Strip test
c. Lancing device
d. Alkohol
e. Kapas
B. Prosedur percobaan
1) Siapkan alat dan bahan.
2) Atur polar watch pada pengukuran heart rate
3) Pasang polar strap pada tubuh bagian dada.
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 10 D221 12 251
Gambar 3.1. Posisi pengambilan sampel darah
4) Atur polar watch untuk merekam heart rate.
5) Lakukan pengukuran asam laktat sebelum beraktifitas fisik.
6) Lakukan aktivitas fisik sesuai arahan asisten.
7) Lakukan pengukuran asam laktat setelah beraktifitas fisik.
8) Download data heart rate menggunakan software Polar Pro Trainer 5
9) Olah data dan analisis data hasil pengukuran.
Adapun prosedur pengukuran asam laktat adalah:
1) Siapkan alat dan bahan.
2) Tekan tombol On/Off Acccutrend Plus
3) Cek display Accutrend Plus hingga muncul kode pengukuran laktat
(blood).
4) Masukkan strip ke dalam Accutrend Plus sampai terdengar bunyi beep
kemudian keluarkan strip dari Accutrend Plus.
5) Bersihkan jari dengan menggunakan alcohol kemudian keringkan
mengunakan kapas.
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 11 D221 12 251
6) Tusuk bagian samping jari telunjuk, jari tengah, atau jari manis dengan
lancing device.
Gambar 3.2. Posisi pengambilan sampel darah
7) Lakukan pengurutan secara perlahan-lahan untuk mengeluarkan darah
yang akan di uji.
Gambar 3.3. Sampel darah yang siap disapukan
8) Sapukan darah pertama di strip pada bagian warna kuning.
9) Masukkan strip test ke dalam Accutrend Plus.
10) Catat hasil pengukuran pada display Accutrend Plus.
11) Bersihkan alat Accutrend Plus menggunakan alcohol.
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 12 D221 12 251
BAB IV
PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
A. Grafik Hubungan HR dengan Waktu
1. Tabel
Tabel 4.1. Tabel rata-rata Heart Rate per30 detik
Detik Marking Average
L-Rest P-Rest L-NoRest P-NoRest Wira
30 109 143 108 112 99
60 1 103 137 112 122 93
90 102 139 107 110 96
120 2 72 137 100 112 100
150 101 148 100 102 100
180 3 121 191 104 114 97
210 121 216 103 92 94
240 4 92 220 107 117 103
270 96 198 107 126 101
300 5 99 167 130 177 107
330 127 116 152 175 141
360 6 147 105 185 181 163
390 148 101 192 169 157
420 7 148 101 192 169 153
450 142 100 189 171 162
480 8 159 103 183 179 175
510 154 99 173 174 171
540 9 145 99 163 164 159
570 137 97 154 152 146
600 10 133 98 146 151 136
MIN 60 72 85 83 77
MAX 198 232 200 202 176
INT AVERAGE 102 170 108 118 99
WORK MAX 198 232 200 202 176
END RECOVER 133 98 146 151 136
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 13 D221 12 251
Tabel 4.2. Tabel Standar Deviasi Heart Rate per30 detik
Detik Marking Sdev
L-Rest P-Rest L-NoRest P-NoRest Wira
30 26 2 12 10 3
60 1 27 2 15 13 6
90 29 4 18 11 9
120 2 50 3 17 9 4
150 40 18 15 9 3
180 3 47 36 16 7 4
210 59 8 17 5 9
240 4 40 5 15 10 4
270 39 19 17 6 5
300 5 45 29 19 21 9
330 26 33 10 9 11
360 6 28 5 8 8 3
390 32 4 8 1 8
420 7 34 5 9 23 1
450 60 2 12 26 7
480 8 38 10 14 9 1
510 37 6 17 8 4
540 9 32 7 17 5 3
570 27 6 16 2 3
600 10 25 6 14 3 2
MIN 42 0 11 0 0
MAX 24 0 5 0 0
INT AVERAGE 14 0 14 0 0
WORK MAX 24 0 5 0 0
END RECOVER 24 0 14 0 0
Tabel 4.3. Tabel Berat dan Siklus
No. Nama Berat Siklus
1 Iren 42 52
2 Weni 47 68
3 Wira 48 81
4 Irfan 51 83
5 Arifuddin 53 73
6 Amarjansen 54 70
7 Syawal 58 61
8 Hendra 60 75
9 Jamil 64 81
10 Adit 66 72
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 14 D221 12 251
Tabel 4.4. Tabel Siklus dan Heart Rate
No. Nama Umur Siklus HR
1 Iren 21 52 179
2 Syawal 22 61 198
3 Weni 22 68 178
4 Amarjansen 20 70 200
5 Adit 21 72 199
6 Arifuddin 21 73 199
7 Hendra 22 75 198
8 Wira 21 81 199
9 Jamil 21 81 199
10 Irfan 21 83 199
Tabel 4.5. Tabel Siklus Rest dan No-rest
No. Nama Aktifitas Siklus
1 Adit
No-Rest
72
2 Arifuddin 73
3 Hendra 75
4 Iren 52
5 Jamil 81
6 Amarjansen
Rest
70
7 Irfan 52
8 Syawal 61
9 Weni 68
10 Wira 81
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 15 D221 12 251
2. Grafik
Gambar 4.1. Grafik Rest
Berdasarkan gambar 4.1., tidak ada perbedaan yang signifikan antara
grafik L-Rest dengan grafik pribadi (Wira), berbeda dengan grafik P-Rest yang
justru denyut nadinya sangat tinggi di fase istirahat (belum melakukan aktifitas),
ini mengindikasikan adanya faktor luar yaitu adanya aktifitas sebelum melakukan
pengukuran denyut nadi kerja. Pada grafik L-Rest dan Wira dapat dilihat sempat
turun pada menit ke 7 karena rata-rata denyut nadi L-Rest yang saat itu melakukan
istirahat dan puncak denyut nadi berada pada akhir fase aktifitas (menit ke7-8),
serta denyut nadi mengalami penurunan yang stabil sampai akhir menit ke10.
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 16 D221 12 251
Gambar 4.2. Grafik No Rest
Berdasarkan gambar 4.2., tidak ada perbedaan yang signifikan antara
grafik L-No Rest dengan grafik P-No Rest, berbeda dengan grafik P-No Rest yang
denyut nadinya mengalami penurunan di awal fase istirahat pada menit ke-8 dan
denyut nadinya berada pada puncak di awal fase aktifitas pada menit ke-6. Pada
grafik L-No Rest dapat dilihat bahwa grafik terbilang normal karena puncak
tertinggi berada pada akhir-akhir aktifitas pada menit ke 6-7 dan mengalami
penurunan yang stabil pada saat berada di fase istirahat pada menit ke-7 sampai
akhir menit ke10.
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 17 D221 12 251
Gambar 4.3. Grafik Laki-laki
Berdasarkan gambar 4.3., tidak ada perbedaan yang signifikan antara
ketiga grafik. Pada grafik L-Rest dan Wira dapat dilihat sempat turun pada menit
ke 7 karena rata-rata denyut nadi L-Rest yang saat itu melakukan istirahat (rest)
dan puncak denyut nadi berada pada akhir fase aktifitas (menit ke 7-8), serta
denyut nadi mengalami penurunan yang stabil sampai akhir menit ke10. Berbeda
dengan grafik L-No Rest yang tidak mengalami penurunan pada menit ke 7-8
karena tidak mengalami istirahat dan melakukan aktifitas tanpa henti pada menit
ke 5-7 yang juga puncak nadinya berada pada puncak di menit ke-6 dan
mengalami penurunan dari menit ke-7 sampai menit ke-10.
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 18 D221 12 251
Gambar 4.4. Grafik Perempuan
Berdasarkan gambar 4.4., terdapat perbedaan yang sangat signifikan
antara grafik P-Rest dengan grafik P-No Rest, berbeda dengan grafik P-Rest yang
justru denyut nadinya sangat tinggi di fase istirahat (belum melakukan aktifitas),
ini mengindikasikan adanya faktor luar yaitu adanya aktifitas sebelum melakukan
pengukuran denyut nadi kerja. Pada grafik P-No Rest dapat dikatakan normal dan
dapat dilihat bahwa denyut nadi mengalami kenaikan pada menit ke 5-6 karena
saat itu sedang melakukan aktifitas dan sempat turun pada menit ke7 karena
mungkin saat itu sudah mengalami kelelahan. Serta puncak denyut nadi P-No Rest
berada pada fase aktifitas (menit ke6), serta denyut nadi mengalami penurunan
yang stabil sampai akhir menit ke10.
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 19 D221 12 251
Gambar 4.5. Grafik Min – Max
Pada gambar 4.5., dapat dilihat bahwa perbedaan atara denyut nadi
minimum dengan maksimum sangat signifikan perbedaannya. Denyut nadi
minimum ini terjadi pada fase istirahat yaitu antara menit ke1 sampai menit ke 5.
Dan denyut nadi maksimumnya terjadi pada fase aktifitas yaitu pada menit ke 5
sampai menit ke 7 pada aktifitas No Rest dan menit ke 8 pada aktifitas Rest. Tidak
ada perbedaan yang signifikan antara keempat jenis aktifitas dengan data pribadi
(Wira), bahkan cenderung relatif normal.
Gambar 4.6. Grafik Initial Average, Work Max, End Recovery
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 20 D221 12 251
Berdasarkan gambar 4.6., grafik initial average untuk masing-masing
jenis aktifitas tidak cukup signifikan perbedaannya kecuali untuk jenis P-Rest
karena berdasarkan gambar 4.4. (Grafik perempuan), denyut nadi P-Rest justru
mengalami kenaikan pada saat istirahat atau lima menit pertama (Initial Average).
Begitu pula untuk work max dan end recover, pada grafik work max, denyut nadi
tertinggi untuk masing-masing jenis aktifitas tidak terlalu signifikan
perbedaannya. Dan untuk end recover, rata-rata pemulihan untuk maing-masing
jenis aktifitas juga relatif sama.
Gambar 4.7. Grafik Berat Badan terhadap Siklus
Berdasarkan gambar 4.7., tidak ada korelasi positif antara berat badan
dengan siklus yang dibuat. Ini dibuktikan grafik di atas tidak mengalami kenaikan
seiring naiknya berat badan (sumbu x).
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 21 D221 12 251
Gambar 4.8. Grafik Siklus terhadap Heart Rate
Berdasarkan gambar 4.8., denyut nadi yang relatif tinggi adalah denyut
nadi laki-laki sedang dua denyut nadi yang paling rendah adalah denyut nadi
perempuan. Dari gambar 4.8. juga dapat dilihat tidak ada korelasi positif antara
heart rate dengan siklus yang dibuat.
Gambar 4.9. Grafik Siklus Rest
Berdasarkan gambar 4.9., siklus untuk aktifitas rest relatif sama. Siklus
ini juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin dan usia. Ini dibuktikan dari data
pada Syawal dan Weni lebih rendah dibandingkan dengan tiga data lainnya.
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 22 D221 12 251
Gambar 4.10. Grafik Siklus No Rest
Berdasarkan gambar 4.10., siklus untuk aktifitas no rest relatif sama
kecuali data perempuan (Iren). Siklus ini juga dipengaruhi oleh faktor jenis
kelamin dan usia. Ini dibuktikan dari datanya Iren lebih rendah dibandingkan
dengan empat data lainnya.
B. % HR Reverse dan % CVL
Tabel 4.6. Data HR Reverse dan Cardiovascular Load
No. Nama DNI DNK DN Maks
% HR Rev % CVL Keterangan
1 Adit 119 180 199 77 77 Kerja dan waktu Singkat
2 Amarjansen 83 162 200 68 68 Kerja dan waktu Singkat
3 Arifuddin 112 188 199 88 88 Diperlukan tindakan segera
4 Hendra 114 181 198 80 80 Kerja dan waktu Singkat
5 Iren 118 173 179 91 91 Diperlukan tindakan segera
6 Irfan 113 94 199 -22 -22 Tidak terjadi kelelahan
7 Jamil 87 172 199 76 76 Kerja dan waktu Singkat
8 Syawal 112 166 198 63 63 Kerja dan waktu Singkat
9 Weni 170 104 178 -797 -797 Tidak terjadi kelelahan
10 Wira 99 159 199 60 60 Diperlukan perbaikan
Berdasarkan table 4.6., dari 10 subjek dengan durasi kegiatan 10 menit
dan aktifitas yang sama, dapat dilihat bahwa beban kerja rata-rata diklasifikan
pada “Kerja dan Waktu Singkat” artinya diperbolehkan bekerja tapi dalam waktu
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 23 D221 12 251
yang singkat. Dan untuk klasifikasi “Dibutuhkan tindakan segera”, sangat rawan
untuk aktifitas itu dikerjakan terus-menerus dan diharapkan dilakukan penanganan
segera. Untuk klasifikasi “Diperlukan perbaikan”, artinya aktifitas itu boleh
dikerjakan untuk waktu yang lama dengan beberapa perbaikan-perbaikan yang
diperlukan. Klasifikasi – klasifikasi tersebut didapat berdasarkan perhitungan
denyut nadi masing-masing subjek.
C. Denyut nadi pemulihan (Metode Brouha)
Tabel 4.7. Tabel Brouha
No. Nama P1 P2 P3 P1-P3 Keterangan
1 Adit 194 179 160 34 Normal
2 Arifuddin 186 169 148 38 Normal
3 Hendra 184 161 149 35 Normal
4 Iren 179 163 151 28 Normal
5 Jamil 166 139 127 39 Normal
Metode Brouha dapat dihitung dengan syarat minimal mempunyai tiga
menit istirahat. Dari percobaan ini, dalam waktu 10 menit hanya jenis aktifitas No
Rest yang mempunyai waktu istirahat tiga menit, sehingga perhitungan denyut
nadi recovery hanya berlaku untuk aktifitas No Rest. Berdasarkan tabel 4.7., dari
kelima subjek, nadi pemulihan masing-masing terbilang normal.
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 24 D221 12 251
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari data dan hasil pengolahan berupa grafik yang didapatkan dapat disimpulkan
bahwa:
1. Untuk aktifitas Rest denyut nadinya tidak jauh berbeda dengan aktifitas No
Rest, yang menjadi faktor pembeda untuk masing-masing subjek di kedua
jenis aktifitas tersebut adalah faktor jenis kelamin. Ini dibuktikan dari dua
grafik – grafik 4.9 dan grafik 4.10 – yang memiliki perbedaan yang
signifikan hanyalah data dari subjek perempuan.
2. CVL (Cardiovascular Load) dari masing-masing subjek untuk masing-
masing jenis kegiatan rata- rata berkisar pada range 60% - 80%, dan satu
berada pada range dibawah atau sama dengan 60%, dan dua berada pada
range di atas 80%. Hal ini dapat diketahui bahwa pekerjaan ini
memberikan efek kelelahan dan juga dalam durasi 10 menit masih
diperbolehkan tapi dalam waktu yang singkat.
3. Berdasarkan metode brouha, dari jenis aktifitas Rest dapat diketahui
bahwa pemulihan setelah aktifitas dari kelima subjek terbilang normal.
B. SARAN
1. Untuk Laboratorium
a. Sebaiknya alat dan bahan dicukupkan sesuai jumlah praktikan, agar
seluruh data praktikan dapat dihitung.
Kelompok 3 Ahmad Wira Indrawan MODUL 4:
Pengukuran Beban Kerja dan Kelelahan Fisiologis Hal 25 D221 12 251
b. Sebaiknya tempat pengambilan data agar disesuaikan dengan jenis
aktifitas.
2. Untuk Asisten
a. Sebaiknya selalu ada di sekitar praktikan di lab, agar jika ada
pertanyaan/masalah mengenai pengolahan data dan grafiknya, dengan
cepat bisa terselesaikan.