Upload
bejokampungan
View
38
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah
Citation preview
Bab IPendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan manusia seringkali terjadi berbagai peristiwa, baik itu senang
atau sedih, datang silih berganti. Sulit untuk semua orang yang bisa menerimanya
dengan penuh keikhlasan atau ketabahan luar biasa. Dengan adanya keluarga, teman,
sahabat, atau kekasih mampu menghibur kita dikala datangnya masa-masa sulit, tetapi
apa jadinya bila semua itu tidak mampu menjadi obat penyembuh luka di hati,
membaca merupakan salah satu obat mujarab penyembuh sakit hati, menumbuhkan
motivasi yang luar biasa dan tidak diketahui kapan datangnya. Kata-kata di dalamnya
mampu menggerakkan kemampuan berpikir dan bernalar seseorang.
Berbagai kata-kata yang mampu membangkitkan motivasi manusia, antara lain :
”motivasi ada dalam ketenangan”, bagaimana anda dapat melihat keinginan anda, jika
setiap saat selalu berteriak, melompat dan bersorak. Sama seperti ketika membuat jus
jeruk, air dan sari jeruk bercampur, jika kita diamkan sejenak maka jelas tampak
perbedaan antara air dan larutan. Luangkan waktu untuk diam sejenak dan pehatikan
bagaimana suatu hal dapat menjadi jelas. “sikap”, jika anda terus mengkritik diri anda
berati merendahkan diri sendiri, cobalah percaya akan kemampuan diri sendiri dan
lihatlah betapa cepatnya anda mendaki. “tujuan hidup”, fokuskan tujuan hidup dengan
meletakkan tangan anda pada kemudi, seseorang tidak dapat mengendalikan kemudi
tatkala tangannya memegang kaca spion dan menoleh ke masa lalu. “membebaskan
diri sejenak dari suatu hubungan”, kadang anda perlu menyendiri, tentu menyakitkan
tetapi mampu membuat anda berpikir jernih, janganlah takut bergerak maju,
dengarlah intuisi anda. “kegagalan”, anda di nilai gagal jika berhenti mencoba,
janganlah pernah menyerah. “pernyataan misi”, seseorang mengetahui kekuatan misi
untuk membuat mereka fokus dan berada di jalur yang tepat, luangkanlah waktu, tulis
misi anda sepanjang setengah halaman, anda akan kagum setelah membaca kembali
dan menjadikannya sebagai pedoman luar biasa. “nikmatilah kekecewaan”, setiap
manusia memiliki masalah, nikmatilah setiap episode yang terjadi, ketika anda
mengalami kekecewaan hari ini, nikmatilah dan hadapi, yakin besok akan berlalu,
dengarkanlah apa yang dikatakan diri anda sendiri. “dunia merefleksikan apa yang
anda rasakan”, layaknya memasuki rumah cermin, melihat diri kita, apabila kita
tersenyum maka dunia ikut tersenyum, jika kita menangis maka dunia akan
menertawai kita, teruslah berusaha maka dunia akan membantu kita. “rasa sakit”,
terimalah rasa sakit, obati dan ambil tindakan untuk mengatasinya, niscaya anda akan
lebih dewasa, menghindarinya hanya akan membuatnya bertambah parah dan
menyakitkan. “bepergianlah sesering mungkin”, melihat dunia luas dapat memperluas
wawasan kita, tidak perlu nerkeliling dunia, cukup membaca buku semuanya akan
terpenuhi. “sepuluh kali menarik napas”, ketika anda kehilangan kendali, tariklah
napas sebanyak 10 kali, akan mengembalikan perspektif anda. “rasa takut pasa
sesuatu yang asing”, yakinkan diri anda kemana akan pergi, bukannya dimana
sekarang berada, mencapai tujuan dapat mengalahkan segala-galanya. “senyum”,
senyumlah seolah-olah anda akan naik ke atas pentas. “kesempatan”, banyak
kesempatan menghampiri anda tergantung seberapa besar anda berkonsentrasi.
“teman-teman”, yang menarik dalam kehidupan persahabatan adalah teman-teman
yang mengajari kita. “keberanian”, tercipta setelah anda mengalami peristiwa yang
menyakitkan, secara mental anda berkembang, tidak ada keberanian tanpa rasa sakit,
kedua hal itu saling berkaitan. “kekayaan”, bukan berarti harta banyak, lingkunagn
mewah, jabatan tinggi, tetapi kekayaan adalah melakukan hal-hal yang anda cintai.
Orang tua hanyalah manusia biasa, banyak dari kita menyalahkan orang tua atas apa
yang mereka ajarkan pada kita, hargailah keberanian mereka membesarkan kita
karena mereka sebelumnya tidak memiliki pengalaman atas hal itu. Cuaca selalu baik,
budaya suku aborigin di australia menghormati semua musim, menerima semua
bentuk perubahancu
B. Perumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini penulis mencoba mengidentifikasikan beberapa
pertanyaan yang akan dijadikan sebagai bahan dalam penyusunan dan penyelesaian
makalah. Diantaranya yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan nilai budaya dalam kehidupan masyarakat ?
2. Bagaimana hikmah masalah ?
3. Apa tujuan hidup manusia ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi
salah satu tugas dari mata kuliah filsafat ilmu, tapi juga bertujuan diantaranya untuk :
1. Untuk mengetahui pengertian nilai budaya dalam kehidupan masyarakat
2. Untuk mengetahui hikmah masalah
3. Untuk mengetahui tujuan hidup manusia
Bab IIPembahasan
A. Sistem Nilai Budaya dalam kehidupan masyarakat
Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang
hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi
juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup. Sistem nilai
budaya ini menjado pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang
memanifestasi kongkritnya terlihat dalam tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya
termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak tercermin dalam cara berfikir
dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola perilaku anggota-anggota suatu
masyarakat.
B. Enam masalah dalam kehidupan
Masalah pertama, yang dihadapi manusia dalam semua masyarakat adalah
bagaimana mereka memandang sesamanya, bagaimana mereka harus bekerja bersama
dan bergaul dalam suatu kesatuan sosial. Hubungan antar manusia dalam suatu
masyarakat tersebut dapat mempunyai beberapa orientasi nilai pokok, yaitu yang
bersifat linealism, collateralism, dan indiviualism. Inti persoalannya adalah siapa yang
harus mengambil keputusan.
Masyarakat dengan orientasi nilai yang lineal orang akan berorientasi
kepada seseorang untuk membuatkan keputusan bagi semua anggota
kelompok.
Masyarakat dengan orientasi nilai yang collateral, orientasi nilai akan
berpusat pada kelompok. Kelompoklah yang mempunyai keputusan
tertinggi.
Masyarakat dengan orientasi individualism, semua keputusan dibuat oleh
individu-individu. Individualisme menekankan hak tertinggi individu
dalam mengambil keputusan-keputusan dalam memecahkan berbagai
permasalahan kehidupan.
Masalah Kedua, Setiap manusia berhadapan dengan waktu. Setiap kebudayaan
menentukan dimensi dimensi waktu yang dominan yang menjadi ciri khas
kebudayaan tersebut. Secara teoritis ada tida dimensi waktu yang dominan yang
menjadi orientasi nilai kebudayaan suatu masyarakat, yaitu yang berorientasi ke masa
lalu, masa sekarang, dan masa depan. Dimensi waktu yang dominan akan menjiwai
perilaku anggota-anggota suatu masyarakat yang sangat berpengaruh dalam kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan pengejaran kemjuan.
Masalah Ketiga, Setiap manusia berhubungan dengan alam. Hubungan dapat
berbentuk apakah alam menguasai manusia, atau hidup selaras dengan alam, atau
manusia harus menguasai alam.
Masalah Keempat, Masalah yang mendasar yang dihadapi manusia adalah
masalah kerja. Apakah orang berorientasi nilai kerja sebagai sesuatu untuk hidup saja,
ataukah kerja untukmencari kedudukan, ataukah kerja untuk menghasilkan kerja yang
lebih banyak.
Masalah Kelima, Masalah kepemilian kebudayaan. Alternatif pemilikan
kebudayaan yang tersedia adalah suatu kontinum antara pemilikan kebudayaan yang
berorientasi pada materialisme atau yang berorientasi pada spiritualisme. Ada kesan
bahwa kebudayaan barat sangat berorientasi kepada materialisme sedang kebudayaan
timur sangat berorientasi kepada spiritualisme.
Masalah Keenam, Apakah hakekat hidup manusia. Orientasi nilai yang tersedia
adalah pandangan-pandangan bahwa hidup itu sesuatu yang baik, sesuatu yang buruk,
atau sesuatu yang buruk tetapi dapat disempurnakan. Ahli lain yang menganalisa nilai
inti atau pola orientasi nilai suatu masyarakat adalah Talcots Parson. Dia telah
memperkembangkan suatu taksonomi nilai dasar yang dinamakannya ”pattern
variables” yang menentukan makna situasi-situasi tertentu dan cara memecahkan
dilemma pengambilan keputusan. Lima pattern tersebut adalah:
1. Dasar-dasar pemilihan objek terhadap mana sebuah orientasi
berlaku, yaitu apakah pemilihan ditentukan oleh keturunan (ascription) atau
keberhasilan (achievement).
2. Kepatutan atau ketak-patutan pemuasan kebutuhan melalui
tindakan ekspresif dalam konteks tertentu, yaitu apakah pemuasan yang patut
harus disarankan atas pertimbangan perasaan, (affectivity) atau netral perasaan
(affective neutrality).
3. Ruang lingkup perhatian dan kewajiban terhadap sebuah objek
yaitu apakah perhatian harus jelas dan tegas untuk sesuatu (specificity) atau
tidak jelas dan tegas, atau berbaur (diffuseness).
4. Tipe norma yang menguasai orientasi terhadap suatu objek yaitu
apakah norma yang berlaku bersifat universal (universlism) atau normanya
bersifat khusus (particularism).
5. Relevan atau tidak relevannya kewajiban-kewajiban kolektif
dalam konteks tertentu, yaitu apakah kewajiban-kewajiban didasarkan kepada
orientasi kepentingan pribadi (self-orientation) atau kepentingan kolektif
(collective orientation).
Menurut pandangan Sutan Takdir Alisyahbana (STA) yang menggunakan
struktur nilai-nilai yang universal yang ada dalam masyarakat manusia. Menurut STA
yang dinamakan kebudayaan adalah penjelmaan dari nilai-nilai. Bagian penting
adalah adalah membuat klasifikasi nilai yang universal yang ada dalam masyarakat
manusia. Dia merasa klasifikasi nilai yang digunakan E. Spranger adalah yang terbaik
untuk dipakai dalam melihat kebudayaan umat manusia. Spranger mengemukakan ada
6 nilai pokok dalam setiap kebudayaan, yaitu:
1. Nilai teori yang menentukan identitas sesuatu.
2. Nilai ekonomi yang berupa utilitas atau kegunaan.
3. Nilai agama yang berbentuk das Heilige atau kekudusan.
4. Nilai seni yang menjelmakan expressiveness atau keekspresian.
5. Nilai kuasa atau politik.
6. Nilai solidaritas yang menjelma dalam cinta, persahabatan, gotong royong
dan lain-lain.
Keenam nilai ini masing-masing mempunyai logika, tujuan, norma-norma,
maupun kenyataan masing-masing. Menurut STA nilai-nilai yang dominan yang
berfungsi menyusun organisasi masyarakat adalah nilai kuasa dan nilai solidaritas.
Didalam hidupnya manusia dinilai !! atau akan melakukan sesuatu karena nilai. Nilai
mana yang akan dituju tergantung kepada tingkat pengertian akan nilai tersebut.
Misalnya, seorang yang telah melakukan pembunuhan kemudian ia melakukan
pengakuan dosa dihadapan pendeta dan dalam pengakuannya itu ia benar-benar
menggambarkan suatu kesalahan atau dosa. Hal ini karena dilatarbelakangi nilai
ketuhanan atas nilai baik dan buruk menurut agama, sehingga membunuh itu dosa
hukumnya dan yang melakukannya itu salah. Berbeda dengan orang yang
menganggap hal itu suatu pembelaan yang harus ditempuh, maka pembunuhan
bukanlah merupakan suatu kesalahan, akan tetapi merupakan kebanggaan yang harus
dijunjung seperti budaya ‘carok’ pada etnis Madura (carok merupakan budaya
Madura masa silam, yang menjunjung tinggi harga diri keluarga jika kehormatannya
diganggu, maka carok adalah penyelesaian yang terhormat)
Di lain pihak, semakin seseorang bersikap setia pada tuntutan-tuntutan moral,
semakin ia membuka diri terhadap dunia nilai-nilai dan realitas rohani. Boleh
dikatakan bahwa ia menjadi sekodrat dengan mereka. Ia mencintai mereka, dan
dengan demikian dapat melihat arti suatu jalan menuju kepada realitas rohani dan
nilai yang terutama, yaitu Tuhan. Sehingga ia mengerti arti baik dan buruk atau salah
dan benar dalam berperilaku !
Sebelum sesuatu itu ada (sebagai landasan etis) maka nilai baik dan buruk atau
dosa dan pahala itu tidak ada, sehingga setiap perbuatan memerlukan sandaran nilai
untuk dapat dipertanggung jawabkan atas nilai perbuatan seseorang itu ! Dalam
kaidah usul fikihnya kullu syain ibahah illa ma dalla daliilu `ala khilaafihi setiap
sesuatu itu adalah kebolehan sehingga sampai ada dalil yang menentukan nilai (haram
atau halal)
Jika setiap perbuatan tidak memiliki landasan nilai, maka akan sulit kita
menentukan bagaimana kita mengatakan perbuatan itu baik atau buruk, walaupun
menurut pandangan etika umum menyatakan perbuatan itu buruk, misalnya orang
primitif memiliki kebiasaan tidak memakai baju bahkan hanya memakai koteka
(terbuat dari kulit labu untuk menutup kemaluan), dia tidak akan mengerti kalau hal
itu dikatakan telah bersalah karena tidak menutup auratnya…mereka justru bingung
dengan pernyataan kita ..mengapa hal ini salah ? baginya tidak masuk akal .mengapa
orang-orang modern itu melarangnya memakai koteka ? kalau hal itu dikatakan tidak
etis .etis menurut siapa ?
Sebuah nilai muncul dari kesepakan dalam sebuah kaum, …kaum primitif
memiliki kesepakatan nilai yang menjadi landasan etis untuk mengetahui sesuatu itu
baik atau buruk . Dan dalam suatu masyarakat modern setiap tindakannya akan
mengacu kedalam perudang-undangan yang telah disepakati bersama dalam sebuah
majelis musyawarah yang diperjuangan wakil-wakilnya dalam sebuah parlemen,
sehingga menghasilkan sebuah tata hukum positip untuk menilai dan menindak
sesuatu boleh atau tidak boleh. Narkotika, sebelum disepakati sebagai barang haram
merupakan benda yang digemari para bangsawan dan para kafilah, artinya barang ini
tidak memiliki nilai apa-apa secara hukum (kebolehan) ketika tidak diketahui manfaat
dan mudharatnya, sehingga bagi pemakainya merupakan kebolehan (halal) dan
tindakannya tidak dikatakan buruk (bersalah). Namun setelah kita sepakat bahwa
narkotika itu membahayakan dan menurut hukum positip itu dilarang maka perbuatan
si pemakai itu suatu keburukan, bahkan dikatakan sebagai kejahatan yang harus
diperangi .
Jadi kesimpulannya adalah setiap perbuatan itu bisa dikatakan baik atau buruk
jika perbuatan itu di landasi nilai etis terhadap sesuatu …Bagi orang tidak memiliki
landasan dalam tindakannya maka orang tersebut bisa dikategorikan dalam tiga
gologan yang disebut dalam sebuah hadist, yaitu: Anak-anak yang belum sampai akil
baligh Orang tidur sampai bangun, Orang gila sampai ia sadar, Mereka ini tidak
mendapatkan sanksi hukum positif dalam setiap tindakannya, karena perbuat-annya
tidak memiliki tindakan dasar nilai etis Ada beberapa landasan populer yang di
gunakan dalam masyarakat dunia antara lain : Etika ketuhanan ( agama. Islam,
kristen, hindu, budha, katolik,dll), Etika budaya ( etika jawa, sunda, melayu, adat dll),
Filsafat (Yunani, Tao, komunis, pancasila, dll), Budaya primitip dll Di dalam Islam,
pengertian nilai yang dimaksud adalah bahwa manusia memahami apa yang baik dan
buruk serta ia dapat membedakan keduanya dan selanjutnya mengamalkannya.
Pengertian tentang baik dan buruk tidak dilalui oleh pengalaman, akan tetapi telah ada
sejak pertama kali ruh ditiupkan.
C. Tujuan Hidup Manusia
Ada sebuah ungkapan yang pernah saya baca; “Orang bodoh hidup untuk
makan, namun orang bijak makan untuk hidup.” Lantas apakah tujuan hidup orang
bijak? Apakah hanya untuk bertahan hidup? Padahal kehidupan bukanlah akhir dan
tidak dapat mengakhiri dirinya sendiri, lantas apa tujuan hidup ini?
Para ahli fikir merumuskan masalah ini dengan 3 pertanyaan dasar; Darimana,
kemana, dan mengapa? Artinya, saya darimana, akan kemana, lantas mengapa saya
ada disini?
Bagi mereka yang tidak mempercayai adanya Tuhan, yakni orang Ateis, hanya
yakin terhadap materi yang terindera. Menurut mereka sesuatu itu ada jika terdeteksi
oleh indera, jika tidak maka ia adalah fiksi. Alam semesta beserta isinya bagi mereka
– terjadi begitu saja – kebetulan yang yang indah. Dan manusia tidak ubahnya bagai
binatang dan tumbuhan, hidup dalam jangkau waktu tertentu kemudian mati.
Sehingga dalam pandangan mereka, dunia inilah awal dan akhir dan ini semua terjadi
begitu saja tanpa ada keterlibatan Tuhan, karena mereka meyakini alam mempunyai
mekanisme sendiri untuk mengatur dirinya sendiri.
Namun jika kita bicara jujur, sebenarnya tiap manusia mempunyai naluri keagamaan.
Maka saya setuju dengan ungkapan sejarawan terkemuka Yunani 2000 tahun silam,
Plutarch mengatakan, “Adalah mungkin bagi anda menjumpai kota-kota yang tidak
memiliki istana, raja, kekayaan, etika, dan tempat-tempat pertunjukan. Namun tidak
seorangpun yang dapat menemukan sebuah kota yang tidak memiki sesembahan atau
kota yang tidak mengajarkan penyembahan kepada para penduduknya”. Ungkapan
kuno ini benar. Ia menyatakan bahwa naluri keagamaan sesungguhnya adalah sesuatu
yang bersumber dari fitrah manusia.
Kajian atas sejarah manusia menegaskan bahwa kepercayaan telah bersemayam
dalam diri manusia sejak kurun peradaban kuno hingga saat ini. Berdasarkan
penciptaan dan strukturnya, manusia adalah mahluk yang, tidak bisa tidak, musti
memiliki keyakinan. Berdasarkan struktur inilah manusia diciptakan Allah. Namun
begitu, manusia diberi hak memilih – patuh atau bermaksiat kepada-Nya.
Menurut Alquran, segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, termasuk manusia,
hidup didalam naungan hidayah yang terbentuk secara fitri, yang mengantarkannya
kepada Allah. Dari titik tolak inilah Islam berusaha menggiring pemahaman umat
manusia untuk tidak menjadikan dunia ini, sebagai persinggahan terakhir, namun
sebagai starting point untuk menuju kehidupan selanjutnya yang abadi dan hakiki,
akhirat!
Oleh karenanya Alquran memberi perhatian khusus dan serius pada masalah
kehidupan akhirat melebihi masalah-masalah lainnya. Misalnya saja, ayat-ayat hukum
menerangkan berbagai masalah cabang (fủru’) hanya berjumlah 500 buah. Sementara,
ayat-ayat yang berbicara tentang hari kebangkitan bejumlah lebih dari 1000 buah.
Dari sini dapat dilihat Alquran memberikan perhatian serius pada masalah pemikiran
dan keyakinan. Jika hal ini mempunyai peranan sangat penting sepert ini, lantas apa
arti semua ini? Kemerdekaan! Allah SWT menghendaki manusia untuk mengEsakan-
Nya, dan menjadi manusia yang benar-benar merdeka bersama-Nya agar tidak
menjadi hamba bagi segala sesuatu. Dari penghambaan kepada Allah sajalah, akan
lahir kemerdekaan manusia. Sebaliknya, dari kesombongan terhadap Allah, manusia
akan diperbudak oleh segala sesuatu selain Allah. Dengan kata lain, pengEsaan dan
penghambaan kepada Allah, memberikan kemulian dan kemerdekaan kepada
manusia. Tanpanya, manusia menjadi budak bagi segala sesuatu yang diciptakanNya.
Dan inilah tujuan hidup orang bijak yakni, merdeka bersama Allah, Tuhan yang
menciptakannya.
Bab III
Penutup
Kesimpulan
1. Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang
hidup dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga,
tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam
hidup. Sistem nilai budaya ini menjado pedoman dan pendorong perilaku
manusia dalam hidup yang memanifestasi kongkritnya terlihat dalam tata
kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap yang dalam
bentuk abstrak tercermin dalam cara berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat
dalam bentuk pola perilaku anggota-anggota suatu masyarakat.
2. Enam masalah dalam kehidupan Masalah pertama, yang dihadapi manusia
dalam semua masyarakat adalah bagaimana mereka memandang sesamanya,
bagaimana mereka harus bekerja bersama dan bergaul dalam suatu kesatuan
sosialMasalah pertama, yang dihadapi manusia dalam semua masyarakat
adalah bagaimana mereka memandang sesamanya, bagaimana mereka harus
bekerja bersama dan bergaul dalam suatu kesatuan sosial. Hubungan antar
manusia dalam suatu masyarakat tersebut dapat mempunyai beberapa orientasi
nilai pokok, yaitu yang bersifat linealism, collateralism, dan indiviualism. Inti
persoalannya adalah siapa yang harus mengambil keputusan.
Masalah Kedua, Setiap manusia berhadapan dengan waktu. Setiap kebudayaan
menentukan dimensi dimensi waktu yang dominan yang menjadi ciri khas
kebudayaan tersebut. Secara teoritis ada tida dimensi waktu yang dominan
yang menjadi orientasi nilai kebudayaan suatu masyarakat, yaitu yang
berorientasi ke masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Dimensi waktu
yang dominan akan menjiwai perilaku anggota-anggota suatu masyarakat yang
sangat berpengaruh dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
pengejaran kemajuan. Masalah Ketiga, Setiap manusia berhubungan dengan
alam. Hubungan dapat berbentuk apakah alam menguasai manusia, atau hidup
selaras dengan alam, atau manusia harus menguasai alam.
Masalah Keempat, Masalah yang mendasar yang dihadapi manusia adalah
masalah kerja. Apakah orang berorientasi nilai kerja sebagai sesuatu untuk
hidup saja, ataukah kerja untukmencari kedudukan, ataukah kerja untuk
menghasilkan kerja yang lebih banyak. Masalah Kelima, Masalah kepemilian
kebudayaan. Alternatif pemilikan kebudayaan yang tersedia adalah suatu
kontinum antara pemilikan kebudayaan yang berorientasi pada materialisme
atau yang berorientasi pada spiritualisme. Ada kesan bahwa kebudayaan barat
sangat berorientasi kepada materialisme sedang kebudayaan timur sangat
berorientasi kepada spiritualisme. Masalah Keenam, Apakah hakekat hidup
manusia. Orientasi nilai yang tersedia adalah pandangan-pandangan bahwa
hidup itu sesuatu yang baik, sesuatu yang buruk, atau sesuatu yang buruk
tetapi dapat disempurnakan.
3. Tujuan Hidup Manusia
Ada sebuah ungkapan yang pernah saya baca; “Orang bodoh hidup untuk
makan, namun orang bijak makan untuk hidup.” Lantas apakah tujuan hidup
orang bijak? Apakah hanya untuk bertahan hidup? Padahal kehidupan
bukanlah akhir dan tidak dapat mengakhiri dirinya sendiri, lantas apa tujuan
hidup ini? Para ahli fikir merumuskan masalah ini dengan 3 pertanyaan dasar;
Darimana, kemana, dan mengapa? Artinya, saya darimana, akan kemana,
lantas mengapa saya ada disini? Bagi mereka yang tidak mempercayai adanya
Tuhan, yakni orang Ateis, hanya yakin terhadap materi yang terindera.
Menurut mereka sesuatu itu ada jika terdeteksi oleh indera, jika tidak maka ia
adalah fiksi. Alam semesta beserta isinya bagi mereka – terjadi begitu saja –
kebetulan yang yang indah. Dan manusia tidak ubahnya bagai binatang dan
tumbuhan, hidup dalam jangkau waktu tertentu kemudian mati
DAFTAR PUSTAKA
Adhi Nur Hidayat 1999 ” Hikmah di balik Musibah” Mizan : Bandung
Ardi sumanteri : 2004 “Nilai orientasi masyarakat” Pustaka setia : Bandung
Nuh, M 2001 “ Tantangan Manusia dalam Hidupnya” Yogyakarta Pustaka Belajar
Purnama, bagus 1997 ” Tujuan manusia dalam hidup” Pustaka Pelajara : Yogyaakarta
Sugianto, 2003” Kehidupan Manusia di era modernisasi” , Liberty, Yogyakarta
MAKALAHMATA KULIAH FILSAFAT ILMU
Manusia Dan Masalahanya Dalam Kehidupan
Oleh :Nur Saedah, S, Pdi
PROGRAM PASCASARJANASEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SAMARINDA2012